pengaruh spiritualitas islam dan lokus kendali...
TRANSCRIPT
PENGARUH SPIRITUALITAS ISLAM DAN LOKUS KENDALI
TERHADAP KEBAHAGIAAN PADA WANITA BERCADAR
DI JABODETABEK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Amalia Ridha Sudirman
NIM: 11140700000103
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
iii
iv
v
MOTTO
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah
engkau diantara orang yang bersujud (sholat), dan sembahlah
Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.”
[Qs. Al-Hijr, 15: 98-99]
Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alallah
Man purposes, Allah disposes
“One would be much happier to meet the King of a
country than its Prime Minister.
One should be much happier to discover the Ultimate
Reality than some conditional lesser truth.”
[The Alchemy of Happiness, Abu Hamid al-Ghazali]
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(B) Oktober 2018
(C) Amalia Ridha Sudirman
(D) Pengaruh Spiritualitas Islam dan Lokus Kendali terhadap Kebahagiaan pada
Wanita Bercadar di Jabodetabek
(E) xv + 118 halaman + lampiran
(F) Mulai terjadi peningkatan wanita yang menggunakan cadar pada tahun 2017
di kota-kota besar Indonesia. Di saat yang bersamaan persepsi yang tinggi
dan diskriminasi perilaku masih dialami beberapa wanita pengguna cadar
dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal hal tersebut dapat meresahkan
kebahagiaan yang merupakan kondisi psikologis penting dan menjadi impian
bagi setiap individu, termasuk diantaranya bagi wanita bercadar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari spiritualitas Islam
dan lokus kendali terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar. Melalui
sampel 199 partisipan wanita dewasa awal yang menggunakan cadar dari
wilayah Jabodetabek, penulis melakukan adaptasi skala utuk mengukur
kebahagiaan dengan OHQ (Hills & Argyle, 2002), spiritualitas Islam dengan
MMS (Dasti & Sitwat, 2014), dan lokus kendali dengan IPC (Levenson,
1981). Uji validitas terlebih dahulu dilakukan dengan metode CFA
menggunakan software Lisrel. Kemudian dilakukan metode analisis berganda
untuk menguji pengaruh tersebut dengan bantuan software SPSS.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari spiritualitas Islam dan lokus kendali terhadap kebahagiaan
pada wanita bercadar yang berada di wilayah Jabodetabek, sebesar 55,1%.
Berdasarkan hasil uji koefisienregresi ditemukan bahwa empat variabel yang
menyumbang pengaruh signifikan tersebut, yaitu perilaku disiplin, perasaan
kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan, dan lokus internal.
(G) Bahan bacaan: 20 buku + 56 jurnal + 11 artikel + 3 skripsi
vii
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology
(B) October, 2018
(C) Amalia Ridha Sudirman
(D) Effect of Islamic Spirituality and Locus of Control towards Happiness
Among Full-Veiled Women in Jabodetabek
(E) xv + 118 pages + attachments
(F) There has been an increase in women using veils in Indonesia's major cities in
2017. At the same time, high perceptions and behavioral discriminations are
still experienced by most full-veiled women on their social life. Though this
can lower happiness which is an important psychological condition and a
dream for every individual, including for full-veiled women.
This study aims to determine the influence of Islamic spirituality and locus of
control towards happiness among full-veiled women. Through a sample of
199 early adult women participants who used full-veil in their daily life from
Jabodetabek area, researcher adapting scales to measure happiness by OHQ
(Hills & Argyle, 2002), Islamic spirituality by MMS (Dasti & Sitwat, 2014),
and locus of control by IPC (Levenson, 1981). Validity test is done first with
the CFA method using Lisrel software. Then a multiple regression analysis
method is used to test the effect by using SPSS software.
The analysis results of this study indicate that there is a significant influence
of Islamic spirituality and locus of control towards happiness among full-
veiled women in Jabodetabek area, valued at 55.1%. Based on the results of
coefficient regression test, it is found that the four variables that contribute to
these significant effects are self-discipline, feeling of connectedness with
Allah, meanness-generosity, and internal locus.
(G) Reading materials: 20 books + 56 journals + 11 articles + 3 thesis
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah subhanallah wa ta’la yang tak henti-hentinya memberikan
nikmat dan berkah yang senantiasa dirasakan oleh penulis. Salah satu dari nikmat
dan berkah tersebut adalah penulis dapat melanjutkan pendidikan hingga tingkat
perkuliahan, menerima pembelajaran dan pengalaman dari para ahli dan diberikan
berbagai petunjuk serta pertolongan sampai dapat menyelesaikan tugas akhir
dalam menempuh strata satu ini. Tercurah shalawat serta salam untuk manusia
terbaik sepanjang zaman dan role model sempurna untuk seluruh umat, Baginda
Rasulullah Muhammad Salallahu ‘alaihi wa salam, beserta keluarga dan para
sahabatnya. Semoga penulis dapat berkumpul bersama beliau kelak di Hari
Perhitungan hingga Surga-Nya.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah mendukung penulis, baik secara moril, materiil dan do’a. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh ketulusan, penulis berterima
kasih kepada:
1) Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019, beserta jajarannya.
2) Ibu Dr. Rena Latifa, M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi. Penulis
sangat berterima kasih atas segala waktu dan usaha yang telah diluangkan
ditengah kesibukan beliau untuk tetap dapat memberikan berbagai
bimbingan, saran, dan nasihat kepada penulis selama proses pengerjaan
skripsi ini.
ix
3) Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dan Ibu Puti Febrayosi, M.Si.,
sebagai dosen penguji sekaligus pembimbing atas setiap saran dan
masukannya yang membangun untuk perbaikan karya literasi pertama
yang berharga bagi penulis.
4) Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi., beserta seluruh dosen lainnya di
Fakultas Psikologi UIN Jakarta, atas segala ilmu, pengajaran dan
bimbingan yang selama ini telah diberikan.
5) Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Bapak Hadi Sudirman dan Ibu
Florida. Terima kasih tak terkirakan untuk setiap kasih sayang dan
pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis sejak dari kandungan.
Dukungan dan do’a yang tiada henti dicurahkan. Papa mama adalah
orangtua terbaik yang telah berhasil membesarkan anaknya hingga di
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
6) Kedua adik tersayang, mbak Ira Farenda Sudirman dan adik Arya Darma
Sudirman. Terima kasih untuk selalu bisa jadi adik yang kak andalkan.
Kalian berdua adalah harapan yang menjadi penyemangat bagi kak di
setiap kondisi.
7) Seluruh saudara yang telah menjadi wali dan keluarga yang telah merawat
penulis selama merantau di tanah ini. (Alm) Ayah Yogi, ibu Yuni, Aldi,
mbak Dini dan keluarga, Ayu’ Ine dan keluarga, Ayu’ Neni dan keluarga,
serta Ayu’ Uti dan keluarga, dan keluarga besar di Medan. Semoga Allah
membalas dengan kebaikan berlimpah.
x
8) Sahabat terbaik yang telah mewarnai hampir setiap hari empat tahun masa
pembelajaran ini: Dyah, Rivera, Atina, Sarah, Ima, Liyesra, Nur Azizah,
Nur Ana, seluruh skuad; AYO! (Lim Na Jil Da), Psi Katanya mau Diet!
(semut psikologi), HMBL21, dan koorwat super. Dua kata yang tidak akan
pernah cukup, maaf dan terima kasih, atas segala kebersamaan ini.
9) Teman-teman Psikologi angkatan 2014, Forkat An Naml dan kakak-adik
forkat lainnya, LDK Syahid, KAMMI MEDSOS, FRESH, dan skuad
Cekaha. Umi Ella serta seluruh saudari ku di Halaqah Cinta. Terima kasih
telah banyak membantu dan membimbing penulis selama ini.
10) Dan, seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, atas semua
bantuan dan doanya. Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik
kebaikan untuk kita semua.
Terakhir, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat
untuk banyak pihak. Namun karya ini mungkin masih memiliki berbagai
kekurangan dan keterbatasan. Penulis menerima kritik dan saran yang dapat
membangun untuk meningkatkan literasi dalam khazanah pengetahuan ini.
Jakarta, 18 Oktober 2018
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1 – 15
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 12
1.2.1. Pembatasan Masalah ..................................................... 12
1.2.2. Perumusan Masalah ...................................................... 13
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 14
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 15
1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................ 15
1.4.2. Manfaat Praktis ............................................................. 15
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................ 16 – 54
2.1. Kebahagiaan ............................................................................... 16
2.1.1. Definisi Kebahagiaan .................................................... 16
2.1.2. Dimensi Kebahagiaan ................................................... 20
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan .................... 23
2.1.4. Pengukuran Kebahagiaan .............................................. 26
2.2. Spiritualitas Islam ..................................................................... 27
2.2.1. Definisi Spiritualitas Islam ............................................ 27
2.2.2. Dimensi Spiritualitas Islam ........................................... 31
2.2.3. Pengukuran Spiritualitas Islam ..................................... 34
2.3. Lokus Kendali .......................................................................... 36
2.3.1. Definisi Lokus Kendali ................................................. 36
2.3.2. Dimensi Lokus Kendali ................................................. 38
2.3.3. Pengukuran Lokus Kendali ........................................... 40
2.4. Wanita Bercadar ........................................................................ 42
2.4.1. Definisi wanita bercadar .............................................. 42
2.4.2. Hukum penggunaan cadar ............................................ 43
2.5. Kerangka Berpikir ..................................................................... 45
2.6. Hipotesis Penelitian ................................................................... 53
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................. 55 – 78
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............... 55
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................... 56
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ................................................... 58
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 58
xii
3.3.2. Instrumen Penelitian ...................................................... 59
3.4. Uji Validitas Konstruk .............................................................. 62
3.4.1. Uji Validitas Konstruk Kebahagiaan ............................ 64
3.4.2. Uji Validitas Konstruk Spiritualitas Islam ............ 66 – 72
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Lokus Kendali .................. 73 – 75
3.5. Teknik Analisa Data .................................................................. 76
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................... 79 – 96
4.1. Gambaran Subjek Penelitian ..................................................... 79
4.2. Hasil Analisis Deskriptif ........................................................... 81
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ...................................... 83
4.4. Hasil Uji Hipotesis .................................................................... 88
4.5. Pengujian Proporsi Varians ....................................................... 94
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .................. 97 – 109
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 97
5.2. Diskusi ...................................................................................... 98
5.3. Saran ........................................................................................ 105
5.3.1. Saran Teoritis ............................................................... 106
5.3.2. Saran Praktis ................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 110
LAMPIRAN ........................................................................................ 117
xiii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 3.1 Skor Item Skala Kebahagiaan dan Skala Lokus Kendali ....... 59
Tabel 3.2 Skor Item Skala Spiritualitas Islam ........................................ 59
Tabel 3.3 Blueprint Skala Kebahagiaan ................................................. 60
Tabel 3.4 Blueprint Skala Spiritualitas Islam ........................................ 61
Tabel 3.5 Blueprint Skala Lokus Kendali .............................................. 62
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item untuk Kebahagiaan ................................ 65
Tabel 3.7 –3.14 Muatan Faktor Item untuk Spiritualitas Islam ..... 66 – 73
Tabel 3.15 – 3.17 Muatan Faktor Item untuk Lokus Kendali ........ 74 – 76
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek ....................................................... 80
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ................................................................. 83
Tabel 4.3 Norma Skor Variabel ............................................................. 84
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel .................................................... 85
Tabel 4.5 Hasil R Square ....................................................................... 90
Tabel 4.6 ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ................. 91
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ................................................................... 91
Tabel 4.8 Proporsi Varians Sumbangan masing-masing IV .................. 95
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir .................................................. 52
Gambar 3.1 Model CFA dari Variabel Kebahagiaan ........................... 128
Gambar 3.2 – 3.9 Model CFA dari Variabel Spiritualitas Islam 129 – 133
Gambar 3.10 – 3.12 Model CFA dari Variabel Lokus Kendali . 134 – 135
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1 Surat izin penelitian .......................................................... 118
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ......................................................... 119
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram ................................................. 127
Lampiran 4 Output Hasil Uji Regresi .................................................. 136
Lampiran 5 Output Analisis Deskriptif ................................................ 138
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kurun waktu terakhir, wanita yang menggunakan cadar menjadi suatu hal
yang sudah tidak terlalu asing lagi untuk ditemui di masyarakat. Penggunanya kini
telah mengalami peningkatan, terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti
Aceh, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, hingga Poso (Novri, 2016). Sebagaimana
ditandai dengan berdirinya komunitas Niqab Squad, yaitu komunitas yang
mewadahi para wanita yang menggunakan cadar (Yulistara, 2017b).
Terbukti saat pertemuan komunitas (gathering) pertama kali diadakan,
dihadiri oleh lebih dari 500 orang wanita bercadar yang berasal dari Jabodetabek
(Yulistara, 2017a). Lalu bentuk lain dari tanda meningkatnya fenomena wanita
bercadar adalah dampak terhadap desain pemesanan pakaian. Gaun pengantin
muslim dengan cadar dilaporkan meningkat di tahun 2017 padahal sebelumnya
jarang ada pemesanan dengan desain tersebut (Yulistara, 2017b).
Cadar sendiri merupakan suatu bentuk pakaian yang menutupi seluruh
wajah dengan hanya memperlihatkan mata atau daerah di sekitar mata (Ratri,
2011). Terdapat beberapa pendapat (khilafiyah) diantara ulama mengenai hukum
penggunaan cadar. Shalih (2001) merujuk pada Surah An-Nur ayat 31 dengan
penjelasan bila menutup wajah termasuk perintah yang merujuk pada menjaga
kemaluan, sedangkan membuka wajah berarti mebiarkannya untuk dilihat yang
dapat mengarah pada perzinahan. Sehingga hukum penggunaannya adalah
dianjurkan (Shalih, 2001).
2
Sedangkan Albani (2016) dalam menafsirkan surah An-Nur ayat 31
dengan merujuk pada kalimat “kecuali perhiasan yang biasa nampak” dimana
Ibnu Abbas (dalam Albani, 2016) menyatakan jika wajah termasuk dalam hal
yang biasa tampak. Selain itu Albani (2016) juga menyertakan hadits riwayat dari
Abu Dawud yang berbunyi jika “Sesungguhnya seorang wanita apabila telah
baligh tidak boleh lagi tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk
muka dan telapak tangannya)” (h. 58). Sehingga penggunaan cadar tidak dianggap
berhukum wajib (Albani, 2016).
Dalam menyikapi persoalan memakai cadar, mayoritas ulama lebih
mengedepankan kondisi dan situasi dalam menetapkan hukumnya bagi para
wanita. Hidayat (2018) menjelaskan bila individu beragama Islam dapat memilih
hukum mana yang menjadi rujukan dengan mempertimbangkan keutamaan
manfaat (hukum yang menganjurkan bercadar) atau kendala yang mungkin
dihadapi ketika mengambil keutamaan tersebut, sehingga dapat memilih hukum
yang lebih ringan yaitu hukum sunnah (tidak mengutamakan) dalam penggunaan
cadar.
Amanda dan Mardianto (2014) menemukan jika penggunaan cadar di
Indonesia belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat secara umum, meskipun
mayoritas penduduknya individu beragama Islam. Hal ini di karenakan cara
pandang masyarakat mengenai penggunaan cadar masih menghadirkan persepsi
yang berbeda-beda dan menimbulkan prasangka yang tidak baik, seperti
diidentikkannya penggunaan cadar dengan pemahaman radikalisme dan teorisme
(Nirawati, 2016; Muliono, 2017).
3
Hal ini muncul tidak lepas disebabkan dari berbagai pemberitaan di media
massa tentang terorisme yang disandingkan dengan teks atau visual wanita
bercadar, sehingga menumbuhkan stigma pada pola berpikir masyarakat (Rahman
& Syafiq, 2017). Salah satu contohnya dirasakan oleh para wanita bercadar di
Kecamatan Riau yang masih mendengar sebutan negatif dari beberapa individu di
masyarakat (Novri, 2016).
Ancaman lainnya yang juga masih dihadapi wanita bercadar adalah
diskriminasi pelayanan publik (Amanda & Mardianto, 2014). Contohnya ialah
larangan penggunaan cadar yang melibatkan salah satu institusi pendidikan
(Hambali, 2017a). Sebagian larangan tersebut beralasan jika adanya cadar
menjadikan hambatan komunikasi di antara pengguna cadar dengan individu lain
(Hanurawan, 2010). Karena individu secara naluriah akan lebih mengalami
kesulitan untuk mengenali wajah dan emosi yang tertutup (Kret & Fischer, 2017).
Terutama yang hanya memperlihatkan mata dengan transparansi 20% akan
cenderung diatribusikan dengan emosi marah dan takut. Karena ekspresi senyum
yang menjadi sinyal perasaan positif tertutup oleh cadar, sehingga lebih sedikit
emosi bahagia yang akan dipersepsikan individu lain (Kret & de Gelder, 2012).
Hal ini membuat masyarakat cenderung memberikan persepsi yang lebih negatif
pada individu yang pakaiannya lebih tertutup (Everett, et al., 2015). Semakin
besar persepsi negatif ini berdampak pada semakin besar sikap negatif individu
pada wanita yang menutup wajahnya seperti wanita bercadar (Fischer, Gillebaart,
Rotteveel, Becker, & Vilek, 2012).
4
Salah satu contohnya terjadi di Kabupaten Luwu, di mana para wanita
bercadar mendapat perlakuan seperti dikucilkan hingga tidak dianggap oleh
masyarakat setempat (Nursalam & Syarifuddin, 2015) atau seperti yang dialami
mahasiswi yang mendapat diskriminasi dari staf akademik hingga dosennya
(Ghonimah, 2017). Masih adanya berbagai prasangka tinggi hingga diskriminasi
perilaku dari sebagian masyarakat membuat wanita bercadar merasa terganggu,
risih, dan perasaan kepasrahan (Rahman & Syafiq, 2017) hingga diantaranya
merasa terancam secara psikologis (Hambali, 2017b).
Berbagai kondisi psikologis yang meresahkan ini dapat menjadi penyabab
timbulnya stres dalam diri (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Adanya ancaman
kebebasan pribadi dan tekanan stres dapat mempengaruhi penurunan tingkat
kebahagiaan individu (Alavi, 2007). Kontak sosial yang baik yang menjadi esensi
utama dari kebahagiaan pada wanita menjadi terancam bila masih adanya
diskriminasi respon dari masyarakat terhadap wanita bercadar (Diener & Biswas-
Diener, 2008).
Padahal kebahagiaan merupakan hal yang penting bagi setiap individu,
tidak terkecuali pada wanita bercadar. Kebahagiaan merupakan hal yang
diimpikan setiap individu melebihi harta dan popularitas (Boniwell, 2008).
Aristoteles melalui observasinya menyatakan jika kebahagiaan adalah keseluruhan
dan akhir tujuan dari eksistensi individu (dalam Lopez, 2008). Kebahagiaan
merupakan pengalaman individu bersifat universal, kemudian dipandang menjadi
sebuah nilai yang perlu dimiliki dan sebuah tujuan yang perlu dicapai (Altiner,
2015).
5
Banyak ahli yang mencoba membuat rumusan mengenai kebahagiaan.
Mulai dari Aristoteles yang memunculkan ide mengenai jenis-jenis kebahagiaan
yaitu eudaimonia dan hedonia (Lopez, 2008). Serupa dengan pandangan sosiolog
yang mengacu pada filsafat dan keagamaan mengenai kebahagiaan sebagai emosi
tertinggi yang berkaitan dengan nilai-nilai dan kebajikan-kebajikan bersifat
vertikal dan horizontal (Altiner, 2015). Hingga rumusan terkini yang memandang
kebahagiaan sebagai hal yang tidak terbatas pada pengalaman (emosi) tetapi juga
merupakan hasil dari pikiran setiap individu (kognisi) atau kemudian dikenal
sebagai subjective happiness (Altiner, 2015).
Dari luasnya pandangan mengenai kebahagiaan, terdapat pula berbagai
rumusan dari pandangan para psikolog. Diantaranya Seligman dengan authentic
happiness (Lopez, 2009) atau Diener dengan subjective well-being (Diener &
Biswas-Diener, 2008). Sedangkan dalam penelitian ini, penulis akan mengacu
pada rumusan Hills dan Argyle (2002) yang dianggap lebih memudahkan untuk
diukur. Kebahagiaan adalah ketika wanita bercadar mampu merasakan dan
menerima kepuasan hidup dan emosi positif yang tinggi serta disaat yang
bersamaan juga merasakan emosi negatif yang rendah (Hills & Argyle, 2002).
Mulai meningkatnya rumusan mengenai kebahagiaan dalam beberapa
periode waktu ini, disebabkan karena kebahagiaan memiliki banyak manfaat yang
dapat dirasakan individu. Salah satunya adalah peningkatan kesehatan fisik
(Boniwell, 2008). Hasil penelitian Cohen menemukan jika keadaan jasmani
individu yang bahagia menjadi lebih sehat, lebih cepat sembuh dan lebih tahan
menghadapi penyakit dibandingkan individu yang tidak bahagia (Boniwell, 2008).
6
Selain itu kebahagiaan juga berperan penting terhadap peningkatan
kualitas kesehatan mental (Boniwell, 2008). Menurut Menninger, individu yang
sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri,
menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menyenangkan perasaan orang lain,
serta memiliki sikap hidup yang bahagia (Boniwell, 2008). Kebahagiaan memang
banyak disamakan dengan perasaan positif atau perasaan baik yang hadir dalam
melaksanakan suatu aktivitas (Hurlock, 2003). Berdasarkan Estrada, Isen, dan
Young (dalam Snyder & Lopez, 2007), individu yang memiliki perasaan positif
dapat membantunya dalam menghadapi berbagai pilihan pemecahan masalah dan
menemukan jawaban yang tepat untuk mengambil suatu keputusan.
Itu mengapa kebahagiaan juga memiliki peran pada kesuksesan individu.
Tidak sekedar karena sukses dapat membuat individu menjadi bahagia, namun
juga perasaan positif yang dimilikinya akan menyebabkan kesuksesan
(Lyubomirsky, King & Diener, 2005). Lebih lanjut penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan teknik meta-analisis melalui kajian terhadap 225 makalah
mengungkapkan bahwa kebahagiaan memiliki hubungan dengan berbagai hasil
akhir yang sukses, sebagaimana perilaku berbanding lurus dengan kesuksesan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh suasana hati dan emosi positif yang mengarahkan
individu untuk berpikir, merasa, dan bersikap yang sejalan dengan tujuan yang
hendak dicapai (Lyubomirsky, et al., 2005).
Singkatnya, Martin (dalam Alavi, 2007) menyatakan jika individu akan
berfungsi lebih baik, mental maupun fisik, ketika individu merasa bahagia.
Menjadi lebih bersemangat, lebih sukses, lebih kreatif, lebih sehat dan hidup lebih
7
lama. Banyaknya manfaat berarti dengan memiliki kebahagiaan, menjadikan
kebahagiaan sebagai sarana emosi yang penting untuk dirasakan dan dijaga
kestabilannya nya bagi setiap individu.
Menyadari akan pentingnya kebahagiaan, para ahli kemudian mencari tahu
kondisi atau keadaan kebahagiaan di setiap individu. Diantaranya berpendapat
jika kebahagiaan bukan merupakan suatu karakteristik yang menetap, melainkan
dapat menurun atau meningkat (Lopez, 2008). Terdapat tiga kerangka model
mengenai pembentuk kebahagiaan pada setiap individu yang dirumuskan oleh
Lyubomirsky, Sheldon dan Schkade. Pertama, the set point, memiliki porsi
sebesar 50%, yaitu mengenai nilai rentangan kebahagiaan yang dimiliki masing-
masing individu. Para ahli kemudian memperkirakan faktor ini dikarenakan
genetika turunan (Lopez, 2008).
Kedua, circumatances, memiliki porsi sebesar 10%, yaitu mengenai
keadaan yang meliputi lingkungan, pengalaman pribadi, status sosial, penampilan
fisik, hingga kondisi fisik tempat tinggal (Lopez, 2008). Ketiga, intentional
activity, memiliki porsi sebesar 40%, yaitu mengenai tindakan atau pilihan yang
ditentukan oleh individu sendiri. Dapat berupa perilaku (contohnya melakukan
kebaikan) atau pikiran (contoh menghitung rasa syukur) (Lopez, 2008). Sehingga
model ini menyatakan bila persentase kebahagiaan ditentukan oleh kesadaran diri
sendiri, aktifitas yang diusahakan, dan kemungkinan untuk meningkatkannya
dapat tercapai (Lyubomirsky dalam Lopez, 2008).
Maka untuk mengimbangi kondisi masyarakat (termasuk dalam
circumstances) yang masih belum menerima kehadiran wanita bercadar, maka
8
perlu untuk dicari tahu mengenai faktor-faktor apa saja (termasuk dalam
intentional activities) yang berpengaruh terhadap peningkatan kebahagiaan.
Diantara aktifitas yang termasuk dalam intentional activity ini, dirumuskan oleh
Alavi (2007) dari penelitiannya terhadap 573 mahasiswa. Faktor-faktor tersebut
yaitu, mulai dari faktor personal seperti kondisi keagamaan yang dijalani, persepsi
yang dimiliki individu, hingga faktor sosial seperti terlibat dalam kerelawanan,
hubungan pernikahan, dan lainnya (Alavi, 2007).
Dari sekian banyak faktor penentu yang berperan untuk mengindikasikan
tingkat kebahagiaan individu, penulis melakukan studi pendahuluan terlebih
dahulu untuk memperkirakan faktor-faktor mana saja yang memiliki pengaruh
signifikan pada wanita bercadar. Studi pendahuluan dilakukan pada bulan
November 2017 dalam rentang waktu tiga minggu, sebanyak tujuh partisipan,
rentang usia 19-26 tahun, dan berada di wilayah tinggal Tangerang. Hasil studi
pendahuluan menunjukkan salah satu penyebab kebahagiaan adalah dikarenakan
oleh perasaan kedekatan lebih dengan Tuhan.
Perasaan kedekatan dengan Tuhan merupakan salah satu refleksi dari
adanya nilai-nilai keagamaan yang melekat pada wanita bercadar. Dalam istilah
psikologi, hal ini disebut juga dengan kondisi spiritualitas. Spiritualitas ini secara
lebih spesifik mengacu kepada spiritualitas Islam, dimana perasaan kedekatan
tersebut ditunjukkan kepada Tuhan yaitu Allah SWT, yang merupakan bagian dari
ajaran agama Islam. Spiritualitas Islam sendiri adalah manifestasi dan ekspresi
dari kesadaran akan Allah, pengetahuan, praktik-praktik ibadah, dan berbagai nilai
yang disyari’atkan dalam agama Islam (Dasti & Sitwat, 2014).
9
Wanita bercadar menyatakan bila keputusan bercadarnya telah diniatkan
sebagai salah satu bentuk ibadah dari agamanya (agama Islam). Melalui cadar
yang digunakannya, wanita berharap akan balasan dari rido Allah, untuk
mendapatkan keselamatan di Hari Akhir. Keyakinan akan akhirat sebagai
kebahagiaan abadi telah membantu banyak individu untuk menemukan tujuan
hidup dan untuk menjaga keberanian dan kebaikan moral ketika individu
menghadapi kesulitan dan bencana (Alavi, 2007).
Menurut Diener dan Biswas-Diener (2008), agama memang merupakan
pusat dari kehidupan miliaran individu, sehingga individu akan cenderung
menggunakan busana dan perhiasan yang berkaitan dengan agamanya. Sesuai
dengan temuan dari studi pendahuluan (wawancara pribadi, November 2017),
wanita bercadar menjadikan penggunaan cadar sebagai identitas busana dari
ajaran agama Islam yang diyakininya.
Individu yang mempraktikan ajaran agama sering dikaitkan dengan
perilaku religius dan nilai spiritualitas. Religiusitas dan spiritualitas memang
dapat membantu mengintegrasi keinginan dan kebutuhan individu, kemudian
secara bermakna diatur menjadi arah tujuannya (Franklin, 2010). Karena pada
dasarnya seluruh individu membutuhkan sesuatu diatas (diluar) dirinya untuk
diyakini, sesuatu yang dapat menjadi tujuan hidup dan matinya (Myers dalam
Franklin, 2010). Sehingga individu yang spiritualis ditemukan lebih menunjukkan
kesejahteraan hidup dan kebahagiaan yang lebih tinggi dibanding individu non-
spiritualis (Diener & Biswas-Diener, 2008).
10
Selain faktor agama, faktor lain yang berperan dalam mempengaruhi
kebahagiaan adalah lokus kendali, yaitu gambaran keyakinan individu mengenai
sumber kendali atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Levenson,
1974). Argyle (dalam Pannells & Claxton, 2008) mengungkapkan jika lokus
kendali menjadi satu dari empat karakteristik yang berperan tinggi terhadap
kebahagiaan. Karena lokus kendali dianggap sebagai salah satu aspek kognitif dari
kepribadian individu yang berkaitan dengan gaya berpikirnya sehingga
karakteristik ini dapat bermanipulasi untuk meningkatkan berbagai emosi,
termasuk kebahagiaan (Pannells & Claxton, 2008).
Sumber-sumber kendali ini, secara umum terbagi atas dua sumber, yaitu
sumber internal (lokus internal) dan sumber eksternal (lokus kesternal). Menurut
Rotter (dalam Pannells & Claxton, 2008) bila individu berkecenderungan lokus
internal, cenderung meyakini bahwa yang mengatur segala perilakunya di
sepanjang waktu adalah dirinya sendiri. Sedangkan individu yang
berkecenderungan lokus eksternal, cenderung meyakini situasi yang terjadi
padanya, segala perilakunya merupakan bagian dari takdir atau disebabkan
dorongan dari individu lain.
Karena itu individu dengan kecenderungan lokus internal memiliki tingkat
kebahagiaan yang lebih secara signifikan (Devin et al., 2012). Disebabkan karena
individu ini cenderung untuk lebih fokus mencari tindakan baru yang dapat
dilakukannya ketika hal yang tidak sesuai harapannya terjadi, daripada
menghabiskan waktu dengan menyalahkan keadaan disekitarnya (Devin et al.,
11
2012). Individu berlokus internal akan lebih mengingat hal-hal positif dalam
hidup dan mencoba merepresi kegagalannya.
Hal ini berkebalikan pada individu dengan kecenderungan lokus eksternal
yang cenderung merasa kesulitan untuk melakukan perubahan karena memandang
hal tersebut dipengaruhi dari faktor eksternal, seperti orang lain atau
keberuntungan. Sehingga individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk
mengubah hidupnya (Pannells & Claxton, 2008). Hal ini menjadikan individu
berlokus eksternal menggantungkan sebab-sebab kebahagiaan nya dari luar
dirinya, sehingga bila sebab-sebab itu tidak muncul, dapat mengakibatkan
individu merasa tidak memiliki kebahagiaan.
Sejalan dengan Fitriani dan Astuti (2012) yang menemukan bila terjadi
perubahan kecenderungan lokus pada wanita bercadar. Hal ini dijelaskan melalui
motivasi rasa malu, mengindikasikan salah satu bentuk dari kecenderungan lokus
internal. Wanita bercadar yang semula merasa resah dan sedih akibat adanya
persepsi tinggi dari orang sekitarnya (Fitriani & Astuti, 2012), melalui lokus
internal, perasaan resah dan sedih ini bermanipulasi dengan meningkatkan respon
emosi yang lain, yaitu kenyamanan dan keyakinan, bila cadar yang digunakannya
adalah bentuk penjagaan bagi dirinya sendiri yang dapat membuatnya terhindar
dari bahaya yang lebih besar (dalam konteks ini adalah tindak asusila dari lawan
jenis). Sehingga emosi negatif menjadi menurun bermanipulasi dengan
meningkatkan emosi positif.
Dengan dilandasi sejumlah teori mengenai kebahagiaan, manfaat dan
faktor-faktor yang menyebabkannya serta kondisi lapangan yang tidak sesuai
12
harapan yang dialami wanita bercadar, menjadi dasar penulis ingin meneliti lebih
lanjut mengenai bagaimana kondisi kebahagiaan yang dimiliki wanita bercadar,
seberapa besar tingkat kebahagiaan yang dirasakan dan seberapa besar dukungan
spiritualitas dan lokus kendali akan berperan dalam mempengaruhi kebahagiaan
pada wanita bercadar tersebut.
Selain itu konteks penelitian mengenai kebahagiaan dengan subjek wanita
bercadar juga masih minim literatur yang ditemukan, disisi lain mulai terjadi
peningkatan terhadap perilaku wanita yang memutuskan untuk menggunakan
cadar. Padahal prasangka tinggi hingga diskriminasi perilaku yang berbeda
terhadap wanita bercadar masih banyak ditemukan terjadi di masyarakat. Hal ini
dapat memungkinkan terjadinya keresahan pada kebahagiaan yang dimiliki wanita
bercadar dan lebih lanjut juga dapat menjadi isu kesehatan mental pada individu.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk menghindari kesalahan persepsi, lebih terarah, dan tidak
melebarnya pembahasan dalam penelitian, maka dari itu penulis membatasi
permasalahan sesuai dengan variabel-variabel dan sampel yang ingin diteliti,
berikut pembatasan masalah yang dilakukan.
Tema dalam penelitian ini adalah kebahagiaan. Kebahagiaan yang
dimaksud dalam penelitian mengacu kepada definisi yang dirumuskan oleh Hills
dan Argyle (2002) yaitu tingkat kondisi dan kemampuan individu untuk
merasakan tingginya emosi positif, rendahnya emosi negatif, dan tingginya
13
kepuasan hidup. Kebahagiaan membawa pengaruh terhadap kesehatan fisik,
kesehatan mental maupun kesuksesan pada individu (Boniwell, 2008).
Kebahagiaan dalam penelitian ini lebih spesifik lagi ditunjukkan kepada
kondisi psikologis bahagia yang dimiliki oleh wanita bercadar yang ada di
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Kebahagiaan pada wanita bercadar dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab
yaitu spiritulitas Islam (perilaku disiplin, pencarian makna Ketuhanan, perilaku
ekspansif, perilaku membanggakan diri, perasaan kedekatan dengan Allah,
perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, dan praktik ibadah Islam) dan lokus
kendali (lokus internal, lokus orang lain, lokus situasi).
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah ada pengaruh spiritualitas Islam dan lokus kendali terhadap
kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
2) Apakah ada pengaruh dimensi perilaku kedisiplinan dari variabel
spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
3) Apakah ada pengaruh dimensi pencarian makna ketuhanan dari variabel
spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
4) Apakah ada pengaruh dimensi perilaku ekspansif dari variabel spiritualitas
Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
5) Apakah ada pengaruh dimensi perilaku membanggakan diri dari variabel
spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
14
6) Apakah ada pengaruh dimensi perasaan kedekatan dengan Allah dari
variabel spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di
Jabodetabek?
7) Apakah ada pengaruh dimensi perilaku kedermawanan dari variabel
spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
8) Apakah ada pengaruh dimensi perilaku toleransi dari variabel spiritualitas
Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
9) Apakah ada pengaruh dimensi praktik ibadah Islam dari variabel
spiritualitas Islam terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
10) Apakah ada pengaruh dimensi lokus internal dari variabel lokus kendali
terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
11) Apakah ada pengaruh dimensi lokus orang lain dari variabel lokus kendali
terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
12) Apakah ada pengaruh dimensi lokus situasi dari variabel lokus kendali
terhadap kebahagiaan wanita bercadar di Jabodetabek?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai
pengaruh faktor-faktor psikologis, yang dalam penelitian ini yaitu spiritualitas
Islam dan lokus kendali, terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
15
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat teorittis
Literasi mengenai kebahagiaan pada kelompok khusus seperti wanita
bercadar, minim ditemukan sebelum penelitian ini. Sehingga penulis
mengharapkan jika penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti
untuk memperkaya khazanah pengetahuan dan pengembangan ilmu terutama pada
bidang psikologi positif dan kesehatan mental untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang dapat menjadi penyebab kebahagiaan pada kelompok khusus tertentu.
Serta penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan sumbangan literasi
untuk pengembangan dalam bidang Psikologi Agama. Terdapat variabel yang
bernuansa keagamaan dalam penelitian ini, yaitu spiritualitas Islam dan wanita
muslimah bercadar. Sumber literasi ini diharapkan dapat memperkaya informasi,
dimana salah satu skala penelitian yang digunakan, skala spiritualitas Islam,
merupakan skala konstruk psikologis yang dianggap komprehensif dalam
menggambarkan spiritualitas pada kelompok muslim atau individu dengan
keyakinan agama Islam, sebagaimana kesesuaiannya dengan penelitian ini,
sehingga skala yang digunakan dapat dianggap merepresentasikan populasi yang
dimaksud.
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
perencanaan program konseling, psikoterapi, kesehatan mental maupun
pengembangan potensi positif lainnya dengan responden penelitian khusus yang
dalam penelitian ini merujuk pada wanita pengguna cadar atau wanita bercadar.
16
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kebahagiaan
2.1.1 Definisi kebahagiaan
Kebahagiaan adalah hal yang unik bagi setiap individu (Franklin, 2010). Pada
dasarnya kebahagiaan merupakan suatu fenomena subjektif, dimana kebahagiaan
akan didefinisikan kembali oleh setiap individu yang mengalaminya (Myers dan
Diener dalam Lopez, 2009).
Tetapi secara umum, kebahagiaan diartikan sebagai perasaan baik yang
hadir dalam melakukan suatu aktivitas. Hurlock (2003) menyatakan jika
kebahagiaan adalah kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan
dan harapan tertentu individu terpenuhi. Maka adanya kombinasi antara perasaan
baik atau positif dengan kepuasan hidup akan menghasilkan kesejahteraan atau
kebahagiaan (Diener dalam Snyder & Lopez, 2007). Ahuvia (dalam Modabber, et
al., 2016) kemudian menambahkan sisi pemaknaan didalam penjelesannya.
Kebahagiaan didefinisikannya sebagai makna dari kegembiraan dan kepuasan
individu pada keadaan yang terjadi.
Secara lebih rinci, Argyle (dalam Liaghatdar, et al., 2008) mengaitkan
kebahagiaan kedalam tiga hal, yaitu, frekuensi kehadiran perasaan positif atau
kesenangan, tingginya tingkat kepuasa hidup dari waktu ke waktu, dan frekuensi
ketidakhadiran perasaan negatif seperti depresi dan kecemasan. Individu yang
merasa bahagia, dijelaskan dengan tidak hanya sekedar hadirnya rasa senang saja,
namun juga didukung dengan ketidakhadiran perasaan cemas. Karena munculnya
17
emosi positif yang dirasakan individu, tidak serta merta menjadikan emosi negatif
tiada. Keduanya meskipun bersifat bertentangan, tetapi dapat dirasakan dalam
kondisi atau situasi yang bersamaandi satu waktu yang sama.
Menurut Snyder dan Lopez (2007) berbagai macam komponen dapat saja
dimasukkan sebagai bagian untuk mendefinisikan kebahagiaan, namun tetap harus
menyisihkan ruang bagi kemauan dan tujuan individu itu sendiri, agar membawa
pada tercapainya kegembiraan, kebermaknaan, dan kesehatan yang baik. Karena
berdasarkan Franklin (2010) kebahagiaan dianggap tidak hanya sebatas merasa
senang, memiliki kekayaan atau menjadi suci, tetapi lebih kepada memenuhi
kemungkinan potensi yang dimiliki individu. Menjadi segala apa yang individu
bisa untuk dicapai. Sehingga meskipun kesenangan tidak hadir, namun
kebahagiaan masih tetap dapat dirasakannya.
Senada dengan Aristoteles (dalam White, 2006) yang mendeskripsikan
kebahagiaan sebagai kesatuan potensi yang dimiliki individu. Kebahagiaan adalah
aktivitas dari jiwa individu yang sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya
masing-masing atau jika ia memiliki lebih dari satu kemampuan, maka ia
melakukan yang paling terbaik dari setiap kemampuannya itu. Aristoteles
menganggap jika sebenarnya hanya ada satu hal saja yang dapat disebut sebagai
kebahagiaan, meskipun ia juga mengakui jika defenesi akan berbeda-beda sejauh
keunggulan yang individu miliki.
Masih kaitannya dengan sesuatu yang dimiliki individu, menurut Seligman
(dalam Lopez, 2009) kebahagiaan dapat dicapai dengan mengidentifikasi dan
mengelolah potensi kekuatan individu (seperti rasa ingin tahu, daya tahan hidup,
18
rasa syukur) dalam kesehariannya baik saat kondisi kerja, bermain (relasi sosial)
dan dalam relasi romantis. Kondisi dan kemampuan individu ini digunakan untuk
merasakan emosi positif dimasa lalu, masa depan, dan masa sekarang (Seligman,
2002).
Sejalan dengan Mohammadi (dalam Alimardani et al., 2014) yang
menyatakan jika kebahagiaan tidak dicapai dengan hanya memenuhi keinginan,
tetapi dengan melakukan kegiatan yang berarti untuk ditampilkan. Secara lebih
lengkap Mohammadi juga nenjelaskan bentuk kegiatan yang dimaksudkan.
Dimana kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari sejumlah nilai yang
diyakini individu. Maka kebahagiaan berarti nilai-nilai positif yang dipandang
oleh individu itu sendiri.
Hasil penelitian terbaru (The pursuit, 2015) menunjukkan kini terjadinya
perubahan konstruksi sosial dari definisi kebahagiaan. Kebahagiaan kini tidak
hanya berupa emosi yang dirasakan tetapi juga merupakan keterampilan yang
perlu dikuasai. Kebahagiaan diartikan sebagai mampu mengapresiasi atas apa
yang telah diberikan dalam kehidupan untuk kemudian dipenuhi atau ditunaikan.
Maka dalam upaya untuk memenuhinya, individu perlu untuk mengidentifikasi
terlebih dahulu hal apa yang sangat penting dan bermanfaat bagi dirinya.
Menurut Boniwell (2008), salah satu penulis dalam situs Positive
Psychology, kebahagiaan kini menjadi hal yang sangat didambakan melebihi harta
dan popularitas. Tercatat selama 40 tahun ini, terutama sejak mulai
berkembangnya ranah psikologi positif, para psikolog juga mulai ikut
19
mengalihkan perhatiannya untuk mempelajari lebih dalam mengenai kebahagiaan
dan kesejahteraan.
Salah satunya disebabkan karena kebahagiaan memiliki manfaat dalam
meningkatkan kualitas kesehatan fisik (Boniwell, 2008). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Cohen, ditemukan jika keadaan jasmani individu yang bahagia
menjadi lebih sehat, lebih cepat sembuh dan lebih tahan menghadapi penyakit
dibandingkanindividu yang tidak bahagia (Boniwell, 2008).
Tidak hanya kualitas kesehatan fisik, kebahagiaan juga bermanfaat
terhadap peningkatan kualitas kesehatan mental (Boniwell, 2008). Kesehatan
mental sendiri merupakan hal yang sangat penting bagi individu sama halnya
seperti kesehatan fisik. Dengan kesehatan mental, aspek kehidupan yang lain
dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal (Putri, Wibhawa & Gutama,
2015). Sebab kondisi kesehatan mental yang rendah dapat mengakibatkan
munculnya gangguan mental.
Indonesia sendiri pada tahun 2015 tercatat menempati urutan ke-enam dari
daftar negara terbesar yang penduduknya mengalami gangguan mental secara
menyuluruh dan berada dalam urutan ke-empat secara spesifik untuk gangguan
depresi (McPhillips, 2016). Melalui data hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun
2013, dikombinasi dengan data rutin dari Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan dengan waktu yang disesuaikan, prevalensi gangguan mental
emosional untuk individu usia 15 tahun keatas adalah sebesar enam persen dari
total penduduk di Indonesia (Matta, 2016).
20
Maka dari itu, salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan mental yang
baik adalah dengan memperhatikan kebahagiaan pada setiap individu. Menurut
Menninger (Boniwell, 2008) individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang
memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku
dengan menyenangkan perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang
bahagia.
Manfaat lain yang didapat dari individu yang bahagia adalah kesuksesan.
Tidak sekedar karena sukses dapat membuat individu menjadi bahagia, namun
juga perasaan positif (bagian dari kebahagiaan) yang dimilikinya akan
menyebabkan kesuksesan (Lyubomirsky, King & Diener, 2005). Maka dari itu
penting bagi setiap individu untuk menjaga kebahagiaannya, agar baik kualitas
kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya terjaga, serta dapat mencapai apa
yang menjadi tujuannya.
Dari berbagai pengertian diatas, penulis dalam penelitian ini akan
menggunakan definisi kebahagiaan menurut acuan Hills dan Argyle (2002), yaitu
kondisi dan kemampuan individu untuk merasakan tingginya kepuasan hidup,
tingginya emosi positif dan rendahnya emosi negatif. Karena dalam definisi ini
telah mencakup dua aspek kebahagiaan, yaitu tidak hanya kondisi (hadirnya emosi
positif) tetapi juga kemampuan atau keunggulan yang dipenuhi dan diusahakan
individu.
2.1.2 Dimensi kebahagiaan
Seligman (dalam Lopez, 2009) menyatakan terdapat tiga aspek berbeda
yang membentuk kebahagiaan. Ketiga aspek ini dapat meningkatkan kelekatan
21
pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan berujung pada terbentuknya
kesadaran yang kuat akan tujuan hidup. Lebih lanjut Seligman (2002)
menjelaskan bagaimana dimensi kebahagiaan dalam ketiga aspek tersebut, yaitu:
1) Penerimaan masa lalu, berbagai emosi dan kenangan yang pernah dialami
dan dirasakan, baik perasaan marah, malu, rasa bersalah, benci dan
lainnya, yang terjadi di masa lalu akan tersimpan dalam memori. Bila
masih terdapat berbagai masalah yang belum terselesaikan (unfinished
business) kemungkinan akan memunculkan emosi negatif dikemudian hari
yag dapat memicu tekanan stresor. Karena perasaan seseorang terhadap
masa lalu tergantung sepenuhnya pada ingatan yang dimilikinya.
2) Kebahagiaan masa sekarang, terdiri dari dua hal yang sangat berbeda yaitu
kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification). Kenikmatan adalah
kesenangan yang memiliki komponen inderawi yang jelas dan komponen
emosi yang kuat. Sifatnya sementara dan sedikit yang melibatkan pikiran.
Sedangkan gratifikasi adalah kegiatan yang sangat disukai oleh individu
namun tidak selalu melibatkan perasaan tertentu dan durasinya lebih lama.
Gratifikasi lebih banyak berhubungan dengan pemikiran serta interpretasi.
3) Optimisme masa depan, emosi positif mengenai masa depan mencakup
keyakinan (faith), kepastian (confidence), harapan dan optimisme.
Menurut Seligman, optimisme dan harapan memberikan daya tahan yang
lebih baik dalam menghadapi depresi ketika masalah dialami oleh
individu, kinerja akan menjadi lebih tinggi di tempat kerja terutama pada
22
tugas-tugas yang menantang, dan kesehatan fisik dapat menjadi lebih baik
dengan adanya kedua hal ini.
Lebih rinci, menurut Hills dan Argyle (2002) terdapat enam aspek yang
membentuk kebahagiaan, yaitu:
1) Kepuasan hidup (life satisfaction), yaitu hadirnya rasa kepuasan dalam
hidup baik dengan masa lalu, masa sekarang maupun masa depan, berupa
perasaan penerimaan baik dalam kehidupan dan diri sendiri, membuka diri
dengan individu lain, menemukan keindahan dalam hidup, makna dan
tujuannya (Liaghatdar, Jafari, Abedi, & Samiee, 2008).
2) Kegembiraan (joy), yaitu hadirnya rasa gembira dalam hidup seperti
merasa senang, optimis, kegirangan, mampu mengatur waktu dan terlibat
perasaan senang dengan orang lain secara timbal balik (Liaghatdar, et al.,
2008).
3) Harga diri (self esteem), yaitu hadirnya perasaan berharga pada diri
sendiri, yang menimbulkan rasa semangat, persepsi sehat, dan merasa
tetap menarik (Liaghatdar, et al., 2008).
4) Ketenangan (calm), yaitu merasa tenang dan aman sehingga dapat bangun
dengan segar di pagi hari, mendapatkan ketenangan mental, dan memiliki
kenangan bahagia (Liaghatdar, et al., 2008).
5) Pengawasan (control), yaitu merasa dapat mengontrol diri dalam
pembuatan keputusan secara bebas tanpa paksaan dari pihak lain
(Liaghatdar, et al., 2008).
23
6) Efikasi (efficacy), yaitu melakukan apapun tanpa ada larangan berupa
diskriminasi (Liaghatdar, et al., 2008).
Dalam penelitian, penulis akan menggunakan dimensi kebahagiaan
menurut Hills dan Argyle (2002), karena telah banyak penelitian sebelumnya yang
menggunakan teori kebahagiaan menurut Hills dan Argyle (2002) sebagai
acuannya dan selaras dengan independent variable yang digunakan pula dalam
penelitian ini serta telah banyak di gunakan di berbagai negara dan budaya
(Liaghatdar, et al., 2008; Holder, et al., 2010; Alimardani, et al., 2014; Modabber,
et al., 2016; Jun & Jo, 2016).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
Dalam penelitian Boehm dan Lyubomirsky (2009) memberikan sejumlah
kerangka model mengenai sejumlah hal yang berpengaruh pada kebahagiaan
secara umum, yaitu:
1) Adanya faktor individu (one’s set point), diperkirakan berpengaruh dalam
kisaran sebesar 50%. Namun dengan mempertimbangkan adanya kondisi
psikodinamika dalam setiap individu, besaran nilai faktor ini juga
cenderung berubah-ubah.
2) Lingkungan (one’s circumtances), diantaranya budaya bangsa dan
identitas kewarganegaraan individu.
3) Aktivitas positif (intentional activities in which one engages), diantaranya
memberikan pelayanan terbaik, mengekspresikan rasa syukur, dan
melakukan tindakan baik (memberikan pertolongan).
24
Sejalan dengan ini, Alavi (2007) menyebutkan secara lebih rinci mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagian, diantaranya ialah:
1) Agama, penelitian terbaru menunjukkan jika individu dengan kepercayaan
agama ditemukan lebih memiliki kepuasan hidup dan emosi positif
terhadap hidupnya. Individu dengan kepercayaan agama juga dilaporkan
pada tingkatan rendah pada kasus bunuh diri dan cenderung memiliki
hidup yang lebih panjang (Nettle dalam Alavi, 2007).
2) Relawan, terlibat dalam kegiatan yang positif akan memunculkan perasaan
bahagia sebanyak dua kali lipat dari yang biasa dialami individu, lebih
lanjut akan dapat memperpanjang umur kehidupan individu (Thoits dan
Hewitt dalam Alavi, 2007)
3) Hubungan personal, terutama pada figur terdekat, sangat berpengaruh pada
kebahagiaan individu. Bahkan melebihi pengaruh dari faktor kekayaan,
popularitas, kesuksesan konvensional, kepemilikan barang yang banyak,
intelektual, bahkan kesehatan (Alavi, 2007).
4) Pernikahan, melalui penelitian ditemukan bila individu yang menikah
menyatakan sangat bahagia, sedangkan hanya 24% dari orang yang tidak
menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang
menyatakan mereka bahagia (Alavi, 2007).
5) Usia, kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia, disebabkan perasaan mencapai puncak dunia dan terpuruk dalam
keputusasaan menjadi berkurang dengan bertambahnya pengalaman
(Alavi, 2007).
25
6) Jenis kelamin, tingkat emosi pria dan wanita rata-rata tidak banyak
berbeda, yang membedakannya ialah wanita cenderung lebih bahagia,
cepat merasa sedih, dan lebih mudah terkena depresi dibandingkan dengan
pria (Alavi, 2007).
7) Persepsi terhadap kesehatan, kesehatan yang objektif tidak selalu berkaitan
dengan kebahagiaan. Bagaimana kesehatan dapat membawa diri kita
kepada kebahagiaan tergantung persepsi subjektif individu sendiri
mengenai seberapa baik (sehat) dirinya (Alavi, 2007).
8) Harga diri, harga diri yang positif akan meningkatkan kebahagian pada
anak-anak secara keseluruhan. Terutama pada harga diri akademik yang
dimilikinya. Martin (dalam Alavi, 2007) menyatakan meskipun hal ini
tidak memiliki pengaruh yang besar pada peningkatan nilai akademik di
sekolah.
9) Negara yang berada dalam kondisi stabil, finansial dan kestabilan sosial
juga berperan dalam kebahagiaan. Peningkatan kemakmuran ekonomi
tidak bisa menghasilkan kebahgiaan yang lebih jika terjadi ketimpangan
dalam sosial kemasyarakatan (Alavi, 2007).
Rumusan lain terkait faktor-faktor yang menyumbang peran dalam
membentuk kebahagiaan disusun oleh Modabber et al (2016). Dalam
penelitiannya terhadap kebahagian pada mahasiswa tingkat universitas,
dirumuskan sejumah faktor yang berpengaruh untuk mengukur kebahagiaan
tersebut. Faktor-faktor itu ialah temperamen, kepribadian, budaya, agama dan
sikap beragama, kemampuan sosial, tingkat optimisme dan pesimisme, daya tahan
26
hidup, serta dukungan sosial (Modabber, et al., 2016). Hoggard (dalam Alavi,
2007) juga menambahkan adanya peran kebebasan pribadi dan nilai moral yang
turut mempengaruhi kebahagiaan.
2.1.4 Pengukuran kebahagiaan
Terdapat beberapa alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur
kebahagiaan diantaranya skala PANAS (Positive Affective and Negative Affect
Schedule) oleh Watson et al. yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1988,
terdiri atas 20 item yang menguraikan tentang afek positif dan afek negatif
(Seligman, 2002). Terdapat juga skala OTH (Orinetation to Happiness) yang
dikembangkan oleh Seligman et al. pada tahun 2005, berdasarkan tiga dimensi
yang berorientasi sebagai pembentuk kebahagiaan, yaitu emosi positif (positive
emotion), hubungan atau kelekatan (engagement), dan pemaknaan (meaning).
Namun pengukuran kebahagiaan dalam penelitian ini menggunakan skala
OHQ, yang merupakan akronim dari Oxford Happiness Questionnaire, karya
Hills dan Argyle (2002). OHQ merupakan lanjutan pengembangan dari alat ukur
terdahulunya yaitu OHI (Oxford Happiness Inventory) yang juga disusun oleh
Argyle, Martin dan Crossland, pada tahun 1989 dengan sejumlah 29 item. OHQ
digunakan sebagai pengukuran kebahagiaan secara umum. Dimana kebahagiaan
terbentuk melalui enam komponen, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction),
kegembiraan (joy), harga diri (self esteem), ketenangan (calm), kontrol diri
(control), dan efikasi (efficacy).
Setiap item dalam skala ini berisi enam alternatif jawaban. Dimana
responden diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap item-
27
item yang tersedia yang paling mendeskripsikan atau menjelaskan apa yang
dirasakannya selama seminggu sebelumnya, termasuk dimana hari jawaban
tersebut diambil secara langsung (Liaghatdar, et al., 2008). Selain itu pengukuran
kebahagiaan dengan skala OHQ juga sesuai dengan yang penulis butuhkan dalam
mengukur kebahagiaan yang dimaksud dalam penelitian ini, karena skala OHQ
juga mencakup unsur kondisi kesenangan saat ini, kepuasan hidup dimasa lalu dan
harapan di masa depan.
2.2 Spiritualitas Islam
2.2.1 Definisi spiritualitas islam
Publikasi mengenai spiritualitas telah meningkat sebanyak hampir 68%
dalam 30 tahun terakhir, termasuk dalam ranah psikologi (Meezenbroek, et al.,
2012). Hal ini diinspirasi dari hasil kerja Allport mengenai orientasi keagamaan
individu (Hardt, et al., 2012). Dimana orientasi ekstrinsik dianggap memotivasi
individu melalui praktik maupun ritual keagamaan, sedangkan orientasi intrinsik
dimotivasi dari kesadaran individu sendiri atau yang kemudian disamakan dengan
spiritualitas (Hardt, et al., 2012).
Penjelasan mengenai spiritualitas sendiri sebenarnya dapat dijelaskkan dari
berbagai pandangan (Fisher, 2011). Mulai dari pandangan tradisional yang
mendefinisikan spiritualitas sebagai ekspresi dari religiusitas atau pencarian
terhadap sesuatu yang suci (Vaughan, 1991) sampai pandangan humanis yang
tidak lagi mengaitkan spiritualitas dengan agama atau kereligiusan (Fisher, 2011).
Namun kemudian para ahli bersepakat jika keterhubungan (connectedness)
merupakan faktor utama untuk merumuskan konstruk dari spiritualitas
28
(Meezenbroek, et al., 2012). Seawerd (dalam Fisher, 2011) menegaskan jika
spiritualitas melibatkan keterhubungan ke sumber yang dianggap suci, terlepas
dari apapun penyebutannya. Lebih rinci, berdasarkan Reed (1992), keterhubungan
tersebut dapat dialami secara intrapersonal (sebagai keterhubungan dalam diri
sendiri), interpersonal (dalam konteks keterhubungan dengan orang lain dan
lingkungan alam) maupun transpersonal (mengacu pada rasa keterhubungan
dengan yang tak terlihat, seperti Tuhan atau sesuatu yang lebih besar).
Meezenbroek et al (2012) kemudian menyatakan bila spiritualitas adalah
upaya dan pengalaman dari hubungan dengan diri sendiri, keterhubungan dengan
orang lain dan alam, serta keterhubungan dengan sesuatu yang transenden. Sejalan
dengan Sharma dan Sharma (2016) yang menjelaskan spiritualitas sebagai
perasaan keterhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari individu dan
biasanya melibatkan pencarian makna dalam hidup. Pengalaman spiritualitas yang
individu alami dapat berupa keterhubungan dengan suatu realita yang besar,
membentuk menjadi individu yang komprehensif, terlibat dengan komunitas
sosial, atau sesuatu seperti dunia yang suci (Sharma & Sharma, 2016).
Definisi lainnya juga dirumuskan oleh Muldoon dan King (1995) yang
menyatakan spiritualitas sebagai cara di mana individu memahami dan menjalani
hidupnya dalam pandangan makna dan nilai tertinggi yang diyakininya. Hardt et
al. (2012) berpendapat jika pencarian terhadap makna merupakan pertanyaan
utama untuk merefleksikan diri sendiri.
Fisher (2011) juga memberikan rumusan yang serupa, spiritualitas
dianggap sebagai kesadaran individu akan keberadaan dan pengalaman dari
29
perasaan dan keyakinan batin yang memberikan tujuan, makna, dan nilai bagi
kehidupannya. Spiritualitas akan membantu individu untuk menerima dirinya
sendiri, untuk mencintai Tuhan dan kerabat-kerabatnya, dan untuk hidup
berdampingan dengan lingkungan (Fisher, 2011).
Menurut Parsian dan Dunning (2009) spiritualitas dapat memberikan
makna untuk kehidupan individu hingga menjadi sumber penyelesaian masalah
yang penting. Lebih lanjut, spiritualitas dianggap sebagai pokok bagi individu
untuk menemukan makna, kenyamanan dan ketenangan batin. Karena itu
spiritualitas dianggap berbeda dengan religiusitas yang dirumuskan sebatas pada
ritual-ritual dan praktik-praktik suatu agama semata (dalam Parsian & Dunning,
2009).
Sedangkan menurut Rassool (dalam Weathers, 2018) dalam konteks
kehidupan pemeluk agama Islam atau muslim, tidak ada perbedaan antara
spiritualitas dan religiusitas. Ahmad dan Khan (2015) berpendapat jika
spiritualitas pada perspektif muslim tidak akan berkembang dengan perhatian
pada Tuhan atau hal suci manapun, kecuali hanya kepada Allah semata sebagai
Yang Maha Esa. Penyembahan terhadap Allah, termasuk dalam mengikuti
perintah-Nya dan menjalankan tuntunan nabi-Nya yang sebagian terwujud dalam
serangkaian ritual (religiusitas), dipandang sebagai intisari dari spiritualitas Islam
(Ahmad & Khan, 2015).
Sejalan dengan Ghorbani et al. (2014) menyatakan pokok dari spiritualitas
Islam adalah pengabdian penuh kasih dan kedekatan dengan Allah. Lebih lanjut,
pengabdian dari keterbatasan individu harus menunjukkan kedekatan dengan
30
Tuhan yang Maha Luas, lalu kedekatan ini diiringi dengan kasih sayang sebagai
inti dari pengalaman subjektif, kemudian rasa kasih sayang akan memotivasi
pengabdian yang lebih jauh lagi dalam suatu siklus untuk memperdalam iman
seiring waktu (Ghorbani, et al., 2014). Pengalaman seperti ini lah yang dianggap
sebagai wujud dari spiritualitas muslim yang ideal (Ghorbani, et al., 2014).
Lalu Dasti dan Sitwat (2014) ikut menyertakan sisi religiusitas dalam
rumusan definisinya. Spiritualitas Islam tidak hanya identik dengan kedekatan
kepada Allah (sebagai Tuhan satu-satunya) namun juga dimanifestasikan melalui
tindakan yang berfokus pada mencari keridaan Allah (tindakan-tindakan religius).
Spiritualitas Islam adalah konstruksi implisit yang dapat diukur melalui
manifestasi dan ekspresi dari kesadaran akan Allah (perasaan keterhubungan),
pengetahuan (pencarian makna keilahian), kedisiplinan, moralitas dan berbagai
keyakinan, kewajiban, tanggungjawab, serta praktik-praktik Islam (praktik
religius) yang diperintahkan kepada setiap muslim (Dasti & Sitwat, 2014).
Serupa Ahmad dan Khan (2015) menjelaskan spiritualitas Islam sebagai
pengalaman dan pengetahuan tentang Keesaan Allah dan realisasinya dalam
pikiran, kata-kata, tindakan, dan perbuatan. Melalui spiritualitas individu akan
merasakan keterbukaan hati dan pikiran dengan kesadaran akan Allah Yang Maha
Kekal dan juga mengubah, memperkaya, mengangkat pengetahuan serta
kebijaksanaan tentang makna kehidupannya (Ahmad & Khan, 2015).
Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan, maka penulis akan
menggunakan definisi menurut Dasti dan Sitwat (2014). Karena rumusan ini
dianggap lengkap dalam menjelaskan spiritualitas pada perspektif Islam,
31
sebagaimana mayoritas partisipan dalam penelitian ini merupakan muslimah atau
wanita beragama Islam. Berdasarkan Dasti dan Sitawat (2014) spiritualitas Islam
tidak hanya melibatkan sisi pemaknaan akan hidup dan pencarian terhadap
sesuatu yang suci namun juga termanifestasikan dan terekspresikan dalam
perilaku keseharian individu tersebut. Spiritualitas Islam dalam penelitian ini
adalah manifestasi dan ekspresi dari kesadaran akan Allah (perasaan kedekatan),
pengetahuan (pencarian makna ketuhanan), kedisiplinan, kedermawanan dan
berbagai kewajiban, tanggungjawab, serta praktik-praktik Islam (praktik religius)
lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.1 Dimensi spiritualitas islam
Hardt et al. (2012) melalui hasil penelitiannya merumuskan empat dimensi
yang membentuk spiritualitas, dalam pandangan umum, yaitu:
1) Keyakinan akan Tuhan (belief in God), adalah pokok utama dari dimensi
spiritualitas. Mengacu pada budaya barat (umumnya), berbagai rumusan
keyakinan ini tidak merujuk pada satu agama manapun (Hardt, et al.,
2012).
2) Pencarian akan makna (search for meaning), adalah pengalaman mencari
pemaknaan dalam hidup. Dimana hal ini merupakan pertanyaan penting
untuk merefleksikan kehidupan yang dijalani setiap individu. Adanya
pemaknaan dalam hidup, individu akan mampu untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi (Hardt, et al., 2012).
3) Kesadaran (mindfulness), adalah penilaian terhadap persepsi kesadaran
akan hubungan dengan orang lain dan lingkungannya. Lebih lanjut aspek
32
ini menggambarkan keseimbangan batin, keramahan, toleransi,
kelembutan, ketenangan, penerimaan, dan perhatian terhadap hal disekitar
individu (Hardt, et al., 2012).
4) Perasaan keamanan (feeling of security), adalah aspek yang mencirikan
perasaan aman dan percaya terhadap dunia, seperti perasaan nyaman
dengan memandang dunia sebagai rumahnya (Hardt, et al., 2012).
Sebagaimana terdapat perbedaan dalam perumusan definisi antara
spiritualitas secara umum dengan spiritualitas Islam, maka terdapat sedikit
perbedaan pula dalam perumusan dimensi-dimensi yang membentuknya. Seperti
keyakinan akan Tuhan yang merujuk spesifik pada Allah sebagai Yang Maha Esa
ataupun budaya budaya lainnya. Salah satunya adalah Dasti dan Sitwat (2014)
yang merumuskan kedalam delapan dimensi, yaitu:
1) Pencarian makna Ketuhanan (quest and search for divinity), adalah
perilaku yang dilakukan untuk mengungkap makna keberadaan dan
pencarian individu terhadap Yang Maha Kuasa atau Pencipta Alam
Semesta. Termasuk juga perasaan yang dialami terkait makna dan tujuan
hidup individu (Dasti & Sitwat, 2014).
2) Perasaan kedekatan dengan Allah (feeling of connectedness with Allah),
adalah perilaku yang berbentuk perasaan keterhubungan dengan Sang
Pencipta yang memunculkan sukacita, takut, harapan, dan pengampunan
atas dosa-dosa (Dasti & Sitwat, 2014).
3) Perilaku Disiplin (self discipline), adalah perilaku pengontrolan pribadi
muslim dalam kesehariannya seperti makan, tidur, berbicara, bersikap
33
gigih, bersemangat mencapai tujuan, dan lain sebagainya (Dasti & Sitwat,
2014).
4) Perilaku ekspansif (anger and expansive behavior), adalah perilaku-
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai individu muslim yang
berkaitan dengan kemarahan maupun perilaku ekspansif lainnya, seperti
mengumpat, bergosip, pemborosan, dan lainnya (Dasti & Sitwat, 2014).
5) Perilaku membanggakan diri (self aggrandizement), adalah perilaku-
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai individu muslim yang
berkaitan dengan keikhlasan dan pemenuhan hawa nafsu (Dasti & Sitwat,
2014).
6) Perilaku kedermawanan (meanness-generosity), adalah perilaku untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas yang dimiliki
individu muslim baik kepada orangtua, tetangga, maupun anggota
kerabatnya dsb (Dasti & Sitwat, 2014).
7) Perilaku toleransi (tolerance-intolerance), adalah perilaku untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas yang dimiliki
individu muslim terkait sikap toleransinya dengan individu lainnya (Dasti
& Sitwat, 2014).
8) Praktik ibadah Islam (Islamic practices), adalah perilaku untuk
melaksanakan serangkaian praktik-praktik atau hokum-hukum dalam
agama Islam (praktik ibadah), seperti solat, sedekah, puasa, membaca
Qur’an dan lain sebagainya (Dasti & Sitwat, 2014).
34
Maka dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dimensi
spiritualitas menurut Dasti dan Sitwat (2014), karena kompleksitas rumusan
dimensi-dimensinya yang diangap lengkap dalam menggambarkan spiritualitas
Islam yang luas dan individual.
2.2.2 Pengukuran spiritualitas islam
Berbagai skala telah dikembangkan untuk mengukur spiritualitas.
Diantaranya ada yang merumuskannya sebagai konstruk yang satu dimensi,
sedangkan lainnya menggunakan pendekatan multidimensi. Salah satunya adalah
skala Muslim Experiential Religiousness (MER) yang disusun oleh Ghorbani,
Watson, Madani dan Chen (2016). Alat ukur ini mengukur spiritualitas
berdasarkan perspektif muslim. Terdiri atas 15 item dengan acuan konstruk
indikator spiritualitas yang dirumuskan pula oleh Ghorbani et al (2016) yaitu
indikator kepatuhan (submission), indikator kedekatan (closeness), dan indikator
kasih sayang (love). Alat ukur ini juga telah dilakukan analisis dan sesuai dengan
alat ukur spiritualitas/religiusitas lainnya, seperti alat ukur Muslim Attitudes
toward Religion dan alat ukur I-E Personal Religious Orientation.
Namun alat ukur ini tidak mengikutkan unsur religiusitas seperti praktik
ibadah, mengingat berdasarkan sebagian ilmuwan muslim dalam perspektif
hukum Islam, tidak mengenal pemisahan antara religiusitas dan spiritualitas
(Fridayanti, 2015) dan diakui bersifat unidimensional (Ghorbani, et al., 2016).
Padahal karakteristik spiritualitas merupakan hal yang luas bagi setiap individu,
sehingga alat ukur dengan pendekatan multidimensional diperlukan untuk
mengukur berbagai aspek spiritualitas secara memadai (Hardt, et al., 2012).
35
Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah Multidimensional
Measure of Islamic Spirituality (MMS) yang disusun oleh Dasti dan Sitwat
(2014). Alat ukur ini dianggap cukup komprehensif dan berbeda dari alat ukur
orientasi islami lainnya karena berisi delapan dimensi yang spesifik, yaitu perilaku
disiplin, pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku membanggakan
diri, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan, perilaku
toleransi, dan praktik ibadah Islam.
Alat ukur ini berisi 75 item dengan lima pilihan jawaban likert yang telah
melewati tiga tahap perumusan, mulai dari dari perumusan awal melalui pendapat
para ilmuwan dalam bidang agama (spiritualitas), kemudian penyeleksian kembali
rumusan melalui pendapat para ahli psikologi, dan terakhir adalah tahap pengujian
secara statistik (Dasti & Sitwat, 2014). Namun dalam penelitian ini, penulis hanya
menggunakan 46 butir item saja, dengan alasan beberapa item yang tidak dipilih
telah diwakili oleh item-item lain yang dipertahankan dan untuk menghindari pula
subjek penelitian merasa kelelahan dengan banyaknya butir item, sebagaimana
telah melewati proses adaptasi dengan persetujuan dan pertimbangan dari expert
judgement (dosen pembimbing).
Alasan lain dari pemilihan skala ini adalah karena bersifat
multidimensional yang dianggap dapat mewakili karakteristik spiritualitas yang
komprehensif dan banyaknya butir item yang dimiliki diharapkan dapat mengukur
lebih mengenai individual differences pada setiap subjek mengingat bila subjek
dalam penelitian ini merupakan subjek dengan kriteria khusus, yaitu wanita
bercadar.
36
2.3 Lokus kendali
2.3.1 Definisi lokus kendali
Berdasarkan Ghufron dan Risnawati (2014), locus of control merupakan
suatu konstruk psikologi yang pertama kali dicetuskan oleh J.B. Rotter pada tahun
1950-an. Rotter memulai konstruk ini berdasarkan teori belajar sosial miliknya
sendiri. Dalam istilah Indonesia, locus of control juga dikenal dengan istilah lokus
kendali. Rotter (1966) mendefinisikan lokus kendali sebagai gambaran tentang
keyakinan setiap individu terhadap sumber penentu perilakunya.
Karena itu menurut Rotter (1966), lokus kendali juga menjadi salah satu
faktor yang sangat penting dalam menentukan setiap tingkah laku individu.
Sehingga setiap orang akan memiliki perbedaan dalam bagaimana dan seberapa
besar kontrol dirinya terhadap perilaku dengan orang lain dan lingkungan. Lebih
lanjut, Rotter (1966) menjelaskan bila lokus kendali adalah suatu hal mengenai
tingkat sejauh mana seseorang mengharapkan bahwa penguatan atau hasil
dariperilaku dirinya bergantung pada penilaiannya sendiri (karakteristik pribadi)
atau dari hal-hal diluar dirinya.
Sejalan dengan ini, Lefcourt (dalam Smet, 1994) menyatakan jika lokus
kendali mengacu pada derajat dimana individu memandang peristiwa-peristiwa
dalam kehidupannya sebagai konsekuensi perbuatannya. Dengan demikian
individu memandang suatu peristiwa itu dapat dikontrol (control internal) oleh
dirinya sendiri, atau justru sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan
perilakunya sehingga di luar kontrol pribadinya (control eksternal).
37
Levenson (1974) juga berpendapat bila lokus kendali adalah keyakinan
individu mengenai sumber-sumber penyebab dari peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam hidupnya. Lebih lanjut, Levenson (1974) menjelaskan bahwa individu
dapat memiliki keyakinan berupa ia mampu mengatur kehidupannya, atau
individu lainlah yang mengatur kehidupannya, atau pula faktor nasib,
keberuntungan, kesempatan yang justru lebih memiliki pengaruh besar terhadap
hidupnya. Sehingga lokus kendali juga dapat disebut sebagai kecenderungan arah
atribusi atau kecenderungan pusat kendali individu.
Sedangkan menurut Larsen dan Buss (2002), lokus kendali adalah satu
konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggungjawabnya atas
kejadian-kejadian dalam hidupnya. Lokus kendali menggambarkan seberapa jauh
individu memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya dengan
akibat atau hasil yang akan diraih olehnya. Kourmousi et al. (2015) juga
mengaitkan lokus kendali dengan tingkat persepsi individu, yaitu mengacu pada
kecenderungan individu dalam menempatkan persepsinya atas suatu kejadian atau
hasil yang didapat dalam hidup. Hasil ini apakah didapat dari dirinya sendiri atau
karena dari sumber-sumber lain diluar dirinya seperti takdir atau bantuan dan lain
sebagainya.
Weiten (dalam Ghufron & Risnawati, 2014) menjelaskan bahwa orientasi
lokus kendali bukan dipandang sebagai sesuatu yang tipologik, melainkan
kontinum, yaitu dari mulai internaltinggi sampai eksternal rendah. Pada dasarnya
ada dua tipe lokus kendali, yaitu internal dan eksternal. Namun dalam
kenyataannya tidak satupun individu yang mempunyai tipe lokus kendali internal
38
dan eksternal secara murni. Sehingga lokus kendali dapat dikatakan sebagai hal
yang kontinum, berarti setiap individu bisa memiliki keduanya pada sisi yang
berlainan. Misalnya semakin dominan lokus kendali internal yang dimiliki
individu, maka akan semakin lemah lokus kendali eksternalnya, demikianpula bila
sebaliknya.
Dari berbagai definisi yang telah dirumuskan para ahli ini, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dalam menjelaskan definisi dari lokus kendali.
Sehingga penulis menyimpulkan bila lokus kendali merupakan tingkat keyakinan
individu mengenai sumber-sumber penyebab dari berbagai pengalaman yang
terjadi dalam hidup.
Maka dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan definisi utama
berdasarkan pendapat Levenson (1974). Karena pada kategori ekstenal, lokus
kendali dipisah lagi kedalam dua tipe yaitu powerful others dan chance. Dimana
penulis ingin mengetahui lebih spesifik lagi apa yang menjadi faktor penyebab
kebahagiaan pada wanita bercadar, apakah karena peran dirinya sendiri atau orang
tua dan tokoh penting lainnya (significant others) atau karena bergantung kondisi
lingkungan masyarakat.
2.3.2 Dimensi lokus kendali
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan oleh Rotter (1966), secara garis
besar, maka dapat diklasifikasikan bila terdapat dua dimensi yang ada dalam
merumuskan lokus kendali, yaitu:
1) Lokus internal (internal control), adalah individu yang memiliki
keyakinan terhadap dirinya, bila dirinya memiliki kemampuan untuk
39
mewujudkan keinginannya (Rotter, 1966). Individu dengan lokus internal
memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengendalikan kehidupannya
sendiri. Individu bertindak berdasarkan keputusan, kemampuan dan usaha
pribadinya. Cenderung meyakini bahwa dirinya sendiri yang
bertanggungjawab terhadap berbagai peristiwa dalam hidupnya, dan lebih
berorientasi pada keberhasilan karena akan menganggap perilaku dirinya
dapat menghasilkan efek positif (Holt, et al., 2007).
2) Lokus eksternal (external control), adalah individu yang memiliki
keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya dikendalikan oleh
kekuatanseperti keberuntungan, kesempatan dan kekuatan orang lain
(Rotter, 1966). Individu dengan lokus eksternal meyakini bahwa setiap
kejadian dalam kehidupannya dipengaruhi faktor lain diluar dirinya.
Individu percaya bahwa tindakannya dikendalikan oleh nasib,
keberuntungan, orang lain atau kekuatan lain diluar dirinya (Holt, et al.,
2007). Individu merasa bahwa apa yang dialaminya diluar kendali dirinya
sendiri. Individu yang cenderung memiliki kontrol eksternal berpikir
bahwa penerimaannya atas penguatan berada di tangan individu lain, baik
takdir atau keberuntungan, individu merasa tidaklah begitu berdaya
berhubungan dengan kekuatan-kekuatan diluar tersebut (Holt, et al., 2007).
Tidak hanya Rotter, mayoritas para ahli seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, sependapat bila terdapat dua klasifikasi dalam menjelaskan lokus
kendali, apakah kendali itu berasal dari dirinya sendiri (internal) atau justru
dirinyalah yang dikendalikan oleh hal lain (eksternal).
40
Namun Levenson (1974) kemudian mengembangkan lebih lanjut konsep
dari Rotter ini, dan membagi lokus kendali kedalam tiga dimensi, yaitu
internality, powerful others, dan chance. Pada dasarnya, internality merupakan
lokus internal. Keduanya memiliki perumusan yang sama. Perbedaannya hanya
pada lokus eksternal, Levenson (1974) lebih menspesifikkan perumusannya
dengan membaginya kembali dalam dua jenis, yaitu:
1) Lokus orang lain (powerful others), adalah individu yang meyakini bahwa
kehidupan dan peristiwa yang dialaminya ditentukan oleh individu-
individu lain yang lebih berkuasa yang berada disekitarnya.
2) Lokus situasi (chances), adalah individu yang meyakini bahwa kehidupan
yang dialaminya ditentukan oleh takdir, nasib keberuntungan, serta adanya
kesempatan.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dimensi dari konstruk
lokus kendali menurut rumusan Levenson (1974), karena pada dasarnya rumusan
ini dikembangkan sesuai dengan rumusan yang telah disusun oleh Rotter (1966),
namun rumusan menurut Levenson (1974) membagi lebih banyak disisi eksternal
dan bersifat multidimensional, sebagaimana sesuai dengan kebutuhan dalam
penelitian ini.
2.3.3 Pengukuran lokus kendali
I-E scale (Internal-Eksternal) adalah skala awal atau skala pertama kali
yang dibuat mengenai lokus kendali yang dikembangkan sendiri oleh pencetus
teorinya, yaitu Rotter pada tahun 1966. Skala ini diklaim bersifat unidimensional
(Hendriyadi, 2017). I-E Scale atau yang juga dikenal dengan RLOC (Rotter’s
41
Locus of Control) awalnya terdiri atas 23 item yang bersifat pilihan pernyataan
(berpasangan), yaitu internal atau eksternal. Cara pengerjaan alat ukur awal ini
ialah dengan memilih salah satu dari dua pilihan jawaban yang ada, apakah ya
atau tidak dari setiap pernyataan yang tersedia yang mengacu berdasarkan
dimensi-dimensi lokus kendali menurut Rotter sendiri (Hendriyadi, 2017).
Sedangkan skala lainnya adalah IPC LOC-Scale, merupakan skala
pengukuran locus of control yang dibuat oleh Levenson (1981). Sama seperti
pengembangan teori acuannya, skala ini juga dibuat dalam rangka untuk
membedakan banyak dimensi disisi eksternal, sehingga menjadi lokus internal
(internality), lokus oran lain (powerful others), dan lokus situasi (chance)
(Kourmousi, et al., 2015). Alat ukur ini memiliki 24 item dan merupakan
pengembangan dari skala lokus kendali yang telah lebih dahulu dibuat oleh
Rotter. Sebagaimana teori asalnya, skala ini dibuat sesuai kebutuhan untuk
membedakan lebih banyak dimensi dari sisi eksternal. Apakah eksternalitas ini
berasal dari kesempatan dan keberuntungan atau dari tokoh berkuasa seperti
pemimpin dan orangtua (Kourmousi, et al., 2015).
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan skala lokus kendali
menurut Levenson (1981), yaitu IPC LOC-Scale. Karena alat ukur ini bersifat
multidimensi, telah menggunakan skala likert sehingga memudahkan untuk
memporelah nilai lokus kendali dari masing-masing subjek, item-itemnya lebih
bersifat spesifik dan tidak seumum seperti skala Rotter (1966), dan dianggap
memiliki efek bias social desirability yang rendah (Halpert & Hill, 2011).
42
2.4 Wanita Bercadar
2.4.1 Definisi wanita bercadar
Wanita muslimah memiliki adab-adab syar’i yang harus dijalankan dan
ditunaikan sepanjang waktu. Di antara adab-adab tersebut ialah memanjangkan
pakaian hingga telapak kaki dan memakai penutup kepala hingga rambut tidak
terlihat. Hal ini dilakukan terutama saat wanita berada diantara para individu yang
tidak termasuk sebagai mahram-nya (Allawi, 2008). Sebagai salah satu cara untuk
menunaikan adab ini diantaranya adalah dengan menggunakan cadar.
Cadar adalah suatu bentuk jilbab yang tebal dan longgar yang menutupi
seluruh aurat, termasuk wajah dan telapak tangan (Ratri, 2011). Maka wanita
bercadar adalah wanita muslimah yang menggunakan baju panjang sejenis jubah
dan menutup semua badan hingga kepalanya serta memakai penutup muka atau
cadar sehingga yang nampak hanya kedua matanya (Puspanegara, 2016).
Melalui hasil penelitian kualitatif Nirawati (2016), menggunakan teknik
wawancara terhadap para mahasiswi terkait keputusannya untuk menggunakan
cadar, hal ini didasari oleh dua faktor sosiologis. Pertama karena keinginan
sendiri dan yang kedua karena faktor keluarga serta lingkungan kampus yang
agamis sehingga memunculkan niat dalam dirinya untuk lebih agamis yakni
dengan menggunakan cadar. Hasil studi pendahuluan (wawancara pribadi,
November 2016) juga menemukan jika diantara wanita bercadar menyatakan jika
alasan cadar yang digunakannya sebagai anjuran yang diberikan oleh suami atau
kebiasaan yang telah dimiliki oleh lingkungan keluarga.
43
Sedangkan melalui hasil penelitian Novri (2016) yang juga menggunakan
teknik wawancara terhadap anggota pengajian yang bercadar di Masjid Umar bin
Khattab, kecamatan Riau. Diketahui bila alasan terhadap penggunaan cadar adalah
sebagai alasan psikologis, yaitu kebutuhan serta kenyamanan psikologis dimana
cadar dianggap menjadi media atau alat untuk pengontrol diri dari segala macam
perbuatan yang akan menjermuskan wanita pada kemaksiatan dan bentuk dosa
lainnya (Novri, 2016). Wanita menjadikan penggunaan cadarnya sebagai bentuk
pengontrolan diri dalam berperilaku dan memberikan rasa nyaman untuk
beraktifitas (feeling secured) (Novri, 2016). Motivasi ini muncul karena
keyakinan berpikirnya akan batasan pergaulan (interaksi sosial) yang seharusnya
dijaga antara wanita dan pria untuk meminimalisir penyebab pria melakukan
tindak asusila (Fitriani & Astuti, 2012).
Selain itu faktor penggunaan cadar juga dapat disebabkan sebagai alasan
teologis, yaitu berupa anjuran agama (Novri, 2016). Lebih lanjut Novri (2016)
menjelaskan keadaan ini kedalam dua motivasi. Pertama motivasi dasar, bahwa
motif ketuhanan memainkan peran penting dimana wanita bercadar meyakini bila
merupakan suatu kewajiban untuk menjauhkan diri (wajah) dari pandangan pria
yang tidak bermahram dengannya. Kedua merupakan motif harapan, dimana
mereka mengharapkan bila keputusan perilaku ini akan mendapatkan balasan
berupa keyakinan akan karunia dari Allah swt dan menjadi wanita yang salihah.
2.4.2 Hukum penggunaan cadar
Terdapat beberapa pendapat (khilafiyah) diantara ulama mengenai hukum
penggunaan cadar. Diantaranya ada yang manganjurkan dan ada yang tidak
44
menganjurkan penggunaannya, hanya menjadi keutamaan bila digunakan. Shalih
(2001) merujuk pada Surah An-Nur ayat 31 dengan penjelasan bila menutup
wajah termasuk perintah yang merujuk pada menjaga kemaluan, sedangkan
membuka wajah berarti mebiarkannya untuk dilihat yang dapat mengarah pada
perzinahan. Sehingga hukum penggunaan cadar adalah dianjurkan (Shalih, 2001).
Sedangkan Albani (2016) dalam menafsirkan surah An-Nur ayat 31
dengan merujuk pada kalimat “kecuali perhiasan yang biasa nampak” dimana
Albani (2016) mengutip dari pendapat Ibnu Abbas yang menyebutkan jika wajah
termasuk dalam hal yang biasa tampak. Selain itu Albani (2016) juga
menyertakan hadits riwayat dari Abu Dawud yang berbunyi jika “Sesungguhnya
seorang wanita apabila telah baligh tidak boleh lagi tampak dari tubuhnya kecuali
ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)” (h. 58). Sehingga
berdasarkan rujukan-rujukan ini, penggunaan cadar tidak dianggap berhukum
wajib (Albani, 2016).
Para ulama mayoritas berkesimpulan jika hukum penggunaan cadar adalah
anjuran, artinya tidak sampai pada hukum wajib yang berarti haram jika
ditinggalkan. Namun para ulama juga mengakui jika menjadi suatu keutamaan
bila menggunakannya. Dalam menyikapi persoalan memakai cadar ini, ulama
lebih mengedepankan kondisi dan situasi untuk menetapkan hukumnya bagi para
wanita. Hidayat (2018) menjelaskan bila individu beragama Islam dapat memilih
hukum mana yang menjadi rujukan dengan mempertimbangkan keutamaan
manfaat (hukum yang menganjurkan bercadar) atau kendala yang mungkin
dihadapinya ketika mengambil keutamaan tersebut, sehingga dapat memilih
45
hukum yang lebih ringan yaitu hukum sunnah (tidak mengutamakan) dalam
penggunaan cadar.
Melalui hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis
(wawancara pribadi, November 2017), menghasilkan temuan diantaranya jika
wanita bercadar yang penulis wawancarai menyadari jika keputusannya dalam
menggunakan cadar tidak semata-mata merupakan kewajiban agama. Empat
diantaranya menyatakan secara jelas jika alasannya ialah untuk menunaikan sunah
Rasulullah. Artinya apa yang dilakukannya berhukum sunah, bukan wajib.
Meskipun penggunaan cadar tidak dihukumi wajib, namun penggunaan
cadar tetap mengalami peningkatan terutama di tahun 2017, dikarenakan berbagai
faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan disisi lain masih
terdapat respon verbal maupun perilaku yang kurang positif dari masyarakat
terhadap pengguna cadar, yang kemungkinan dikarenakan belum meratanya
informasi terkait cadar dan hukum-hukum pengguanaanya (Amanda & Mardianto,
2014).
2.5 Kerangka Berpikir
Kebahagiaan merupakan hal yang menjadi impian bagi setiap individu,
termasuk diantaranya adalah bagi wanita bercadar. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Diener (dalam Diener & Biswas-Diener, 2008), diketahui bila
hanya dua persen saja dari seluruh partisipan penelitian yang menyatakan tidak
pernah memikirkan kebahagiaan, sedangkan sisanya menjadikan kebahagiaan
sebagai tujuan hidupnya atau hal yang dicari dalam kehidupan yang dijalaninya.
46
Karena dengan kebahagiaan, individu dapat menjalani kehidupannya dengan lebih
maksimal.
Kebahagiaan adalah ketika wanita yang menggunakan cadar memiliki
kondisi dan kemampuan untuk merasakan tingginya emosi positif dan tinginya
kepuasan hidup serta rendahnya emosi negatif disaat yang bersamaan (Hills &
Argyle, 2002). Karena munculnya emosi positif yang dirasakan individu, tidak
serta merta menjadikan emosi negatif tiada. Keduanya meskipun bersifat
bertentangan, tetapi dapat dirasakan dalam kondisi atau situasi yang bersamaan di
satu waktu yang sama.
Kebahagiaan memiliki banyak manfaat pada wanita diantaranya adalah
meningkatkan kualitas kesehatan fisik (Boniwell, 2008), meningkatkan kualitas
kesehatan mental (Putri, et al., 2015; Boniwell, 2008), hingga mencapai
kesuksesan dalam hidup (Lyubomirsky, et al., 2005). Kebahagiaan akan
membantu individu untuk mencapai apa yang menjadi tujuannya dan
meningkatkan produktivitas. Sedangkan ketidakbahagiaan dapat membawa
dampak pada munculnya gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan lain
sebagainya. Hal ini mengindikasikan jika kebahagiaan merupakan persoalan yang
perlu mendapat perhatian (Putri, et al., 2015).
Seperti halnya berbagai bentuk emosi yang lain, kebahagiaan dapat dijaga
dan ditingkatkan serta dapat pula menurun bahkan hingga terancam kondisinya.
Diantara hal-hal yang dapat menyebabkan menurunnya kebahagiaan adalah
tekanan secara mental (Taylor, et al., 2009) seperti ancaman kebebasan pribadi
(Alavi, 2007) dan kontak sosial yang rendah (Diener & Biswas-Diener, 2008),
47
sebagaimana yang saat ini dialami oleh para wanita bercadar. Hal-hal seperti
adanya larangan penggunaan cadar, tingginya persepsi yang masih dimiliki
masyarakat sekitar, hingga diskriminasi perilaku terhadap wanita bercadar dapat
menyebabkan berbagai perasaan resah dan terganggu (Rahman & Syafiq, 2017)
hingga perasaan terancam akan psikologisnya (Hambali, 2017a).
Maka untuk mengimbangi hal ini, perlu ditingkatkan perhatian terhadap
hal-hal yang justru dapat meningkatkan kebahagiaan bagi kelompok wanita
bercadar. Sehingga kebahagiaan sebagaimana yang dirumuskan oleh Hills dan
Argyle (2002) tetap dapat terjaga. Berdasarkan studi awal yang penulis lakukan
(wawancara pribadi, November 2017) diantara faktor-faktor yang dapat
meningkatkan kebahagiaan di kalangan wanita bercadar di wilayah Jabodetabek
adalah spiritualitas dalam beragama (Alavi, 2007) dan lokus kendali (Pannells &
Claxton, 2008).
Agama menjadi faktor pertama yang disebutkan Alavi (2007) dalam
perannya terhadap kebahagiaan. Agama sendiri sering dikaitkan dengan
spiritualitas meskipun bukan merupakan konstruk yang sama (Nelson, 2009;
Holder, Coleman & Wallace, 2010). Namun dalam ajaran agama Islam,
sebagaimana yang diyakini oleh mayoritas wanita bercadar, spiritualitas adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman beragama (Fridayanti, 2015).
Dikarenakan hal ini maka faktor spiritualitas yang dipilih dalam perannya
terhadap kebahagiaan dalam penelitian ini adalah spiritulitas yang mengacu pada
rumusan spiritualitas Islam. Spiritualitas Islam merupakan manifestasi dan
ekspresi dari kesadaran akan Allah (perasaan kedekatan), pengetahuan (pencarian
48
makna ketuhanan), berbagai kewajiban serta praktik-praktik Islam (praktik
religius) yang semuanya tampil dalam bentuk perilaku wanita bercadar sehari-hari
(Dasti & Sitwat, 2014).
Pada dasarnya, penggunaan cadar oleh wanita sendiri juga merupakan
salah satu bentuk ekspresi atau penghayatan terhadap ajaran agama, sebagaimana
individu memang cenderung menjadikan busana yang digunakannya sebagai
bagian dari identitas beragama (Diener & Biswas-Diener, 2008). Mayoritas wanita
menyatakan bila alasan dirinya menggunakan cadar sebagai salah satu usaha
baginya untuk mendekatkan diri kepada Allah (Wawancara pribadi, November
2017). Penggunaan cadar tidak dianggap sebatas sebagai paksaan melainkan
sebuah simbol kehormatan, identitas, dan penghargaan terhadap sesuatu yang
lebih tinggi (Ingber, 2015).
Individu yang memiliki kesadaran dan perasaan kedekatan akan Allah
(aspek utama dari spiritualitas Islam) cenderung memandang hal-hal di dunia
sebagai sesuatu yang perlu untuk disyukuri sehingga menggiringnya pada harapan
dan kebahagiaan (Khodayarifard, et al., 2016). Bahkan individu yang memiliki
refleksi nilai-nilai agama (seperti spiritualitas) dalam kesehariannya ditemukan
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap kebahagiaan yang dimiliki
namun sebaliknya tidak terhadap depresi (Abdel-Khalek & Ghada, 2011).
Membangun hubungan dengan Tuhan (spiritualis) akan meningkatkan
kebahagiaan karena hubungan ini menjadikan individu mampu mengurangi stres
melalui berbagai strategi yang diusahakannya dalam mengatasi masalah.
Spiritualitas menggiring individu untuk memberikan makna, koherensi, dan tujuan
49
dalam hidup. Serta setidaknya pada individu dewasa dapat meningkatkan pilihan
gaya hidup sehat (Holder, et al., 2010).
Sepandapat dengan Seligman (2002) yang terlebih dahulu telah
menyatakan bila orang yang spiritualis lebih berbahagia dan lebih puas terhadap
kehidupan, karena penghayatan terhadap agamanya dianggap dapat memberikan
harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidupnya. Sehingga
spiritualitas dianggap sebagai pengaruh yang penting dikarenakan dapat menjadi
sumber daya dan penggerak utama untuk meningkatkan kebahagiaan (Syaiful &
Bahar, 2016).
Secara spesifik Aziz (2011) dalam penelitiannya menemukan jika
spiritulitas dapat memberi sumbangan terhadap kebahagiaan hingga sebesar 14%.
Aziz (2011) menjelaskan jika pengaruh ini tidak hanya berlaku bagi individu
dewasa saja, melainkan juga pada anak-anak. Holder et al. (2010) menemukan
pengaruh spiritualitas secara statistik mencapai 26% signifikan terhadap
kebahagiaan. Sedangkan dalam penelitian yang lain, Affandi dan Diah (2011)
secara khusus menemukan bila bagi penganut agama Islam pengaruh spiritualitas
mencapai daya prediksi sebesar 40,3% terhadap kebahagiaan. Sebagaimana
karakteristik subjek dalam penelitian Affandi dan Diah (2011) dan dalam
penelitian ini hampir serupa, yaitu beragama Islam dan berada dalam rentang usia
18-40 tahun.
Berbagai teori telah menyatakan bila spiritulitas memungkinkan individu
memiliki kebahagiaan yang tinggi. Pengaruh ini berlaku pengaruhnya tidak hanya
pada anak-anak namun juga orang dewasa. Tidak hanya dalam konstruk
50
spiritualitas secara umum namun juga spiritualitas dalam konstruk khusus yaitu
spiritualitas Islam. Sehingga penulis mengasumsikan bila semakin tinggi tingkat
spiritualitas Islam yang dimiliki wanita bercadar maka semakin tinggi pula tingkat
kebahagiaan yang dimilikinya.
Faktor psikologis lain yang juga berperan dalam mempengaruhi
kebahagiaan pada wanita bercadar berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
penulis lakukan adalah lokus kendali (Wawancara pribadi, November 2017).
Lokus kendali menjadi satu dari empat karakteristik individu yang berperan tinggi
terhadap kebahagiaan (Argyle dalam Pannells & Claxton, 2008). Lokus kendali
adalah kondisi besarnya keyakinan individu mengenai sumber penyebab dari
peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Levenson, 1981).
Lokus kendali merupakan salah satu aspek kognitif dari kepribadian
individu yang berkaitan dengan gaya berpikirnya sehingga karakteristik ini
mampu bermanipulasi untuk meningkatkan berbagai emosi, termasuk
kebahagiaan (Pannells & Claxton, 2008). Jika individu mengamati bahwa sumber
penyebab ini adalah hasil dari perilaku dirinya sendiri, maka ia dianggap memiliki
kecenderungan lokus internal (internally). Jika individu mengamati bahwa sumber
penyebabnya karena bantuan atau paksaan dari orang lain, maka ia dianggap
memiliki kecenderungan lokus orang lain (powerful others), sedangkan bila
penyebabnya karena keberuntungan, takdir atau nasib yang sedang dialaminya
maka disebut kecenderungan lokus situasi (chances) (Rockstraw dalam Devin et
al., 2012).
51
Individu dengan kecenderungan lokus internal akan lebih fokus mencari
tindakan baru yang dapat dilakukannya ketika hal yang tidak sesuai harapannya
terjadi (Devin et al., 2012). Individu ini memiliki cara yang positif dalam
menangani depresi sehingga dengan meningkatnya pengaruh positif ini akan
meningkatkan tingkat kebahagiaannya juga (Omoniyi & Adelowo, 2011).
Sedangkan individu dengan kecenderungan lokus baik orang lain maupun situasi,
keduanya mengandalkan faktor eksternal yang berperan sebagai penyebab dari
berbagai hal yang dialaminya, sehingga bila terjadi ketiadaan dari faktor eksternal
tersebut, individu cenderung kesulitan untuk merasakan kebahagiaan.
Devin et al. (2012) dan Shubina (2017) menemukan jika individu dengan
lokus internal yang tinggi yang akan memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi
pula. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Argyle dan Myers (dalam Shubina,
2017) bila terdapat pengaruh yang bersifat langsung diantara lokus internal dan
kebahagiaan. Sebagaimana melalui studi longitudinal oleh Lu (1999)
membuktikan pengaruh signifikan ini akan terus menguat seiring dengan
pertambahan usia individu.
Sedangkan penelitian oleh Omoniyi dan Adelowo (2011) terhadap 92
wanita, ditemukan bila terdapat hubungan yang signifikan diantara lokus kendali
dan kebahagiaan. Dalam penelitian ini ditemukan bila mayoritas wanita memiliki
lokus eksternal (lokus orang lain dan lokus situasi) yang tinggi sehingga
berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaannya yang rendah (Omoniyi & Adelowo,
2011). Berdasarkan Pannells dan Claxton (2008) melalui penelitiannya dengan
teknik one-way analysis yang membandingkan mean-scores dari kedua kelompok
52
menemukan adanya perbedaan yang signifikan diantara individu dengan lokus
internal dan lokus eksternal (lokus orang lain dan lokus situasi) dalam pengaruh
untuk kebahagiaan dan kreativitas partisipan tersebut. Partisipan dengan
kecenderungan lokus internal menyumbang pengaruh hingga 19,2% sedangkan
partisipan dengan lokus eksternal ditemukan hanya memberikan pengaruh sebesar
6,4%.
Dengan berbagai penelitian sebelumnya yang menyatakan ada pengaruh
dari lokus kendali terhadap kebahagiaan dan pengaruh tersebut bersifat berbeda
bergantung tipe lokus kendali yang dimilikinya. Maka penulis mengasumsikan
dalam penelitian ini bila semakin tinggi kecenderungan lokus internal pada wanita
bercadar maka semakin tinggi pula kebahagiaan yang dimilikinya. Sebaliknya,
semakin tinggi lokus orang lain ataupun lokus situasi (keduanya merupakan lokus
eksternal) pada wanita bercadar maka semakin rendah kebahagiaan yang dimiliki.
Gambar 2.1 Skema kerangka berpikir
53
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori di atas, maka penulis merumuskan hipotesis
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Hipotesis Mayor
Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari spiritualitas Islam (perilaku disiplin,
pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku membanggakan
diri, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan, perilaku
toleransi, dan praktik ibadah Islam) dan lokus kendali (lokus internal,
lokus orang lain, dan lokus situasi) terhadap kebahagiaan pada wanita
bercadar di Jabodetabek.
Hipotesis Minor
Ha1 : Ada pengaruh variabel perilaku disiplin dari spiritualitas Islam terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha2 : Ada pengaruh variabel pencarian makna ketuhanan dari spiritualitas
Islam terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha3 : Ada pengaruh variabel perilaku ekspansif dari spiritualitas Islam terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha4 : Ada pengaruh variabel perilaku membanggakan diri dari spiritualitas
Islam terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha5 : Ada pengaruh variabel perasaan kedekatan dengan Allah dari spiritualitas
Islam terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha6 : Ada pengaruh variabel perilaku kedermawanan dari spiritualitas Islam
terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
54
Ha7 : Ada pengaruh variabel perilaku toleransi dari spiritualitas Islam terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha8 : Ada pengaruh variabel praktik ibadah Islam dari spiritualitas Islam
terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha9 : Ada pengaruh variabel lokus internal dari lokus kendali terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha10 : Ada pengaruh variabel lokus orang lain dari lokus kendali terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
Ha11 : Ada pengaruh variabel lokus orang lain dari lokus kendali terhadap
kebahagiaan pada wanita bercadar di Jabodetabek.
55
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang menggunakan cadar
dalam aktivitas kesehariannya, berada di wilayah tinggal Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), dan memiliki usia minimal 18 tahun
dengan alasan jika wanita yang berada dalam usia ini telah masuk dalam tahapan
perkembangan dewasa awal (Hurlock, 2003), dimana secara umum dianggap telah
memiliki minimal pengetahuan dasar dan proses berpikir yang matang untuk
dapat mengisi serangkaian kuesioner penelitian.
Kemudian jumlah sampel yang terdapat dalam penelitian adalah sebanyak
199 partisipan wanita menggunakan cadar yang telah sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan dalam populasi. Metode yang digunakan dalam pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah metode non-probability sampling, dimana dari
jumlah populasi yang sebenarnya terdapat di lapangan, tidak semuanya mendapat
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Alasan dari pemilihan
metode ini dikarenakan belum terdapatnya data pasti mengenai jumlah populasi di
lapangan, yaitu wanita bercadar.
Adapun pilihan teknik yang digunakan dari metode non-probability adalah
teknik sampel bola salju (snowball sampling), dimana teknik ini meminta
informasi dari sampel pertama untuk mendapatkan informasi mengenai sampel
berikutnya, demikian secara terus menerus hingga seluruh kebutuhan sampel
dapat terpenuhi. Teknik ini tepat untuk penelitian yang melibatkan partisipan
56
dengan kriteria khusus atau kriteria tertentu yang belum terdapat informasi
mengenai jumlah populasi yang ada di lapangan. Sedangkan durasi pengambilan
data berlangsung mulai dari tanggal 29 Juli 2018 hingga 1 September 2018 yang
dilakukan dengan memberikan kuesioner penelitian kepada seluruh partisipan
secara langsung (offline) maupun secara tidak langsung dengan google document
(online).
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel utama yaitu variabel terikat
(dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Keterangannya
adalah sebagai berikut:
1) Dependent variable : kebahagiaan
2) Independent variable : spiritualitas Islam (perilaku disiplin,
pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku membanggakan
diri, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan, perilaku
toleransi, praktik ibadah Islam) dan lokus kendali (lokus internal, lokus
orang lain, lokus situasi).
Sedangkan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Kebahagiaan adalah tingkat kondisi dan kemampuan individu untuk
merasakan tingginya emosi positif, rendahnya emosi negatif, dan tingginya
kepuasan hidup. Skor diperolah dari pengukuran terhadap dimensi-dimensi
kebahagiaan menurut Hills dan Argyle (2002), yaitu: kepuasan hidup,
kesenangan, harga diri, ketentraman, penguasaan, dan efikasi.
57
2) Spiritualitas Islam adalah tingkat manifestasi dan ekspresi dari kesadaran
akan Allah (perasaan kedekatan), pengetahuan (pencarian makna
ketuhanan), kedisiplinan, kedermawanan dan berbagai kewajiban,
tanggungjawab, serta praktik-praktik Islam (praktik religius) dalam
kehidupan sehari-hari. Skor diperoleh dari pengukuran terhadap dimensi-
dimensi spiritualitas Islam menurut Dasti dan Sitwat (2014), yaitu:
a. Dimensi perilaku disiplin adalah perilaku keteraturan dan ketepatanam
individu dalam keseharian seperti ketepatan janji dan aktifitas lainnya.
b. Dimensi pencarian makna ketuhanan adalah perilaku yang dilakukan
untuk mengungkap makna keberadaan dan pencarian individu terhadap
Yang Maha Kuasa.
c. Dimensi peilaku ekspansif adalah perilaku yang bertentangan dengan
nilai-nilai individu muslim yang berkaitan dengan kemarahan dan
perilaku ekspansif lainnya, seperti mengumpat, bergosip, pemborosan.
d. Dimensi perilaku membanggakan diri adalah perilaku yang
bertentangan dengan nilai-nilai individu muslim yang berkaitan
dengan sikap pamer dan pemenuhan hawa nafsu.
e. Dimensi perasaan kedekatan dengan Allah adalah perilaku yang
berbentuk perasaan keterhubungan dengan Sang Pencipta yang
memunculkan sukacita, takut, harapan, dan pengampunan atas dosa.
f. Dimensi perilaku kedermawanan adalah perilaku untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas individu muslim dan perilaku
lain yang dapat memberikan manfaat kepada orang disekitarnya.
58
g. Dimensi perilaku toleransi adalah perilaku memaafkan, menerima, dan
keterbukaan akan perbedaan antar sesama individu lainnya baik
muslim maupun tidak.
h. Dimensi praktik ibadah Islam adalah perilaku untuk melaksanakan
serangkaian praktik-praktik ibadah, seperti solat, membaca Al-Qur’an,
berdzikir, dan berpuasa.
3) Lokus kendali adalah tingkat seberapa besar keyakinan individu mengenai
apa yang menjadi sumber penyebab dari peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya. Skor diperoleh dari pengukuran terhadap dimensi-dimensi lokus
kendali menurut Levenson (1981), yaitu:
a. Lokus internal adalah besarnya keyakinan individu bahwa peristiwa
yang dialaminya ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dirinya.
b. Lokus orang lain adalah besarnya keyakinan individu bahwa peristiwa
yang dialaminya ditentukan oleh pengaruh dari orang-orang penting
atau orang-orang yang lebih berkuasa atas dirinya.
c. Lokus situasi adalah besarnya keyakinan individu bahwa peristiwa
yang dialaminya ditentukan oleh situasi yang saat itu sedang terjadi,
keberuntungannnya, nasib baik atau nasib buruk yang dimilikinya.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, yaitu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008). Sedangkan
59
instrumen penelitian yang digunakan adalah skala model likert, dimana variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator
tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa
pernyataan (Sugiyono, 2008). Dalam menjawab, subjek memilih satu alternatif
jawaban yang paling menggambarkan dirinya dengan memberikan tanda checklist
(√) pada kotak yang disediakan. Selain itu pernyataan terbagi atas kategori positif
(favorable) dan kategori negatif (unfavorable). Skor item pada skala kebahagiaan
dan skala lokus kendali adalah sebagai berikut:
Tabel. 3.1
Format skoring skala kebahagiaan dan skala lokus kendali
Sedangkan skor item pada skala spiritualitas Islam adalah sebagai berikut:
Tabel. 3.2
Format skoring skala spiritualitas Islam
3.3.2 Instrumen penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
berbentuk kuesioner dengan menggunakan skala likert yang memiliki pola
alternatif jawaban masing-masing sesuai kebutuhan skala tersebut.
1) Instrumen biodata subjek penelitian, terdiri dari pertanyaan mengenai
inisial responden, usia, status pernikahan, status pekerjaan, tingkat
pendidikan akhir, asal wilayah tinggal, lama penggunaan cadar, dan alasan
menggunakan cadar.
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Agak Tidak Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
(STS) (TS) (ATS) (AS) (S) (SS)
Favorable 1 2 3 4 5 6
Unfavorable 6 5 4 3 2 1
Kategori
Respon
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
(STS) (TS) (R) (S) (SS)
Favorable 1 2 3 4 5
Unfavorable 5 4 3 2 1
Kategori
Respon
60
2) Instrumen kebahagiaan, dalam penelitian ini disusun dengan mengacu
pada alat ukur Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang
dikembangkan oleh Hills dan Argyle (2002). Item-item dalam skala ini
dibuat berdasarkan enam dimensi yaitu kepuasan hidup (life satisfaction),
kesenangan (joy), harga diri (self esteem), ketentraman (calm), penguasaan
(control), dan efikasi (efficacy).
Tabel 3.3
Blueprint skala kebahagiaan
3) Instrumen spiritualitas Islam, dalam penelitian ini disusun dengan
mengacu pada alat ukur Multidimentional Measure of Islamic Spirituality
(MMS) yang disusun oleh Dasti dan Sitwat (2014). Item-tem dalam skala
ini dibuat berdasarkan delapan dimensi, yaitu perilaku disiplin (self-
discipline), pencarian makna ketuhanan (quest and search for divinity),
perilaku ekspansif (anger and expansive behavior), perilaku
Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
- Kepuasan dalam hidup 12 24
- Kebermanfaatan dalam hidup 3
- Memandang positif hidup 9, 16
- Memandang positif diri sendiri 1
- Memandang positif orang lain 2, 4
- Gembira dengan dunia 7 6,1
- Gembira dengan diri sendiri 15, 22
- Gembira dengan orang lain 17 27
- Memiliki pengaruh positif 26
- Memiliki komitmen 8
- Memiliki persepsi sehat 25 28
- Memiliki persepsi menarik 13
- Tersedia kesempatan beristirahat 5
- Merasa memiliki ketenangan 21 29
- Mampu mengontrol diri 19
- Mampu melakukan apapun 18 14
- Membuat keputusan secara nyaman 11 23
6. Efikasi - Mampu menyelesaikan pekerjaan 20 1
16 13 29
1. Kepuasan hidup 8
2. Kegembiraan 7
3. Harga diri 5
4. Ketentraman 3
5. Penguasaan
Total
5
61
membanggakan diri (self-aggrandizement), perasaan kedekatan dengan
Allah (feeling of connectedness with Allah), perilaku kedermawanan
(meanness-generosity), perilaku toleransi (tolerance-intolerance), dan
praktik ibadah Islam (islamic practices).
Tabel 3.4
Blueprint skala spiritualitas Islam
4) Instrumen lokus kendali, dalam penelitian ini disusun dengan mengacu
pada alat ukur Locus of Control-Internal, Powerful Others, and Chance
(LOC-IPC) yang dikembangkan oleh Levenson (1981). Item-item dalam
skala ini dibuat berdasarkan tiga dimensi yaitu lokus internal, lokus orang
lain, dan lokus situasi.
Tabel 3.5
Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
- Melaksanakan janji 4 19, 2,
- Ketepatan penyelesaian 7, 34
- Keteraturan pekerjaan 1, 15, 13
- Merenungi Allah dan ciptaan-Nya 6, 9
- Usaha mencari ilmu agama 27, 35, 18, 17
- Makna dari pencarian 33
- Mengumpat 36
- Membeli hal tidak berguna 31, 29
- Membicarakan orang lain 37, 23
- Mencari pujian 28, 16, 24
- Mengikuti trend 5, 38
- Perasaan harapan 11, 22, 26
- Perasaan pengawasan 39, 12
- Perasaan takut 3
- Perbuatan membantu kerabat 32, 42 45
- Kasih sayang terhadap kerabat 41 44
- Sikap terhadap perbedaan pendapat 25, 14
- Sikap terhadap pengampunan 21 46, 43, 8
- Ibadah wajib 10
- Ibadah sunnah 20, 30, 40
22 24 46
1. Perilaku disiplin 8
2. Pencarian makna
ketuhanan
7
3. Perilaku ekspansif 5
4. Perilaku
membanggakan diri
5
5. Perasaan kedekatan
dengan Allah
6
6. Perilaku
kedermawanan
5
7. Perilaku toleransi 6
8. Praktik ibadah islam 4
Total
62
Blueprint skala lokus kendali
3.4 Uji Validitas Konstruk
Semua instrumen dalam penelitian ini diuji validitasnya terlebih dahulu
untuk mengetahui apakah instrumen tersebut valid atau tidak untuk mengukur apa
yang hendak diukur dengan menggunakan metode analisis faktor, yaitu
Confirmatory Factor Analysis (CFA) melalui bantuan software LISREL 8.70
(Linear Structural Relationship). Teknik CFA ini memiliki beberapa prosedur
menurut Umar (2011), yaitu:
1) Menyusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang
hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut apakah
diperlukan item (stimulus) sebagai indikatornya.
Dimensi Indikator Fav Jumlah
- Kemampuan memimpin 1
- Kemampuan membuat rencana 5
- Kemampuan melindungi pendapat 19
- Persepsi terhadap kecelakaan 4
- Persepsi terhadap keberhasilan 21
- Persepsi terhadap pertemanan 9
- Persepsi terhadap tanggungjawab 18, 23
- Kemampuan memimpin 16
- Kemampuan membuat rencana 14
- Kemampuan melindungi pendapat 6
- Persepsi terhadap kecelakaan 12
- Persepsi terhadap keberhasilan 7
- Persepsi terhadap pertemanan 24
- Persepsi terhadap tanggungjawab 2, 10
- Kemampuan memimpin 8
- Kemampuan membuat rencana 22
- Kemampuan melindungi pendapat 13
- Persepsi terhadap kecelakaan 20
- Persepsi terhadap keberhasilan 15
- Persepsi terhadap pertemanan 17
- Persepsi terhadap tanggungjawab 11, 3
24 24Total
1. Lokus internal 8
2. Lokus orang lain 8
3. Lokus situasi 8
63
2) Menyusun hipotesis atau teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat)
adalah valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain
diteorikan (hipotesis) bahwa hanya ada satu faktor yang diukur yaitu
konstruk yang didefinisikan (model unidimensional).
3) Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4) Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori atau model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item
hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).
5) Adapun langkah-langkahnya adalah:
a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji, dimana
hal tersebut terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual).
b. Setelah nilai parameter diperoleh, kemudian diestimasi (dihitung)
korelasi antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar
item berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut
sigma).
6) Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S = Ʃ
atau dapat dituliskan HO : S – Ʃ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji Chi-Square, dimana jika Chi-Square tidak signifikan
(p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) tidak ditolak.
64
Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu
konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data.
7) Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data
maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil
t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur
apa yang hendak diiukur, bila perlu item yang demikian didrop dan
sebaliknya. Melihat signifikan atau tidaknya item tersebut mengukur satu
faktor dengan melihat t-value bagi koefisien muatan faktor item.
Perbandingannya adalah jika t>1,96 maka item tersebut signifikan dan
sebaliknya.
8) Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab, hal ini tidak
sesuai dengan sifat item, dimana item tersebut bersifat positif (favorable).
9) Langkah terakhir adalah apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak
yang berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Karena, item tersebut,
selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal lain. adapun,
pengujian analisis CFA seperti yang dipaparkan di atas dapat dilakukan
dengan bantuan software LISREL versi 8.70
3.4.1 Uji validitas konstruk kebahagiaan
Pada uji validitas konstruk variabel kebahagiaan, penulis menguji 29 item
apakah bersifat unidimensional, artinya hanya mengukur kebahagiaan saja atau
tidak. Hasil awal uji validitas konstruk kebahagiaan didapatkan model satu faktor
65
yang tidak fit, dengan Chi-Square = 1890.12, df = 377, P-value = 0.00000, dan
RMSEA = 0.142. Oleh karena itu, maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model, di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 122 kali, maka diperolah
model fit dengan Chi-Square = 290.01, df = 255, P-value = 0.06507, dan RMSEA
= 0.026. Model CFA dari variabel kebahagiaan terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kebahagiaan
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 1 0,29 0,07 3,92 √
ITEM 2 0,41 0,07 5,54 √
ITEM 3 0,63 0,06 9,76 √
ITEM 4 0,6 0,07 9,12 √
ITEM 5 0,36 0,64 5,12 √
ITEM 6 0,39 0,07 5,66 √
ITEM 7 0,64 0,07 9,73 √
ITEM 8 0,45 0,07 6,5 √
ITEM 9 0,37 0,07 5,35 √
ITEM 10 0,31 0,07 4,3 √
ITEM 11 0,3 0,07 4,12 √
ITEM 12 0,66 0,07 9,76 √
ITEM 13 0,31 0,07 4,37 √
ITEM 14 0,41 0,07 5,8 √
ITEM 15 0,62 0,07 9,17 √
ITEM 16 0,65 0,07 10,05 √
ITEM 17 0,5 0,07 7,31 √
ITEM 18 0,78 0,06 12,77 √
ITEM 19 0,53 0,07 7,87 √
ITEM 20 0,7 0,06 11,13 √
ITEM 21 0,74 0,06 11,96 √
ITEM 22 0,68 0,06 10,52 √
ITEM 23 0,33 0,07 4,72 √
ITEM 24 0,62 0,07 9,35 √
ITEM 25 0,63 0,07 9,63 √
ITEM 26 0,61 0,07 9,12 √
ITEM 27 0,41 0,07 5,85 √
ITEM 28 0,25 0,07 3,55 √
ITEM 29 0,36 0,07 5,1 √
66
Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa dari 29 item yang mengukur kebahagiaan,
semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.2 Uji validitas konstruk spiritualitas Islam
3.4.2.1 Muatan faktor item perilaku disiplin
Pada uji validitas konstruk variabel perilaku disiplin, penulis menguji
validitas 8 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 47.70, df = 20, P-value =
0.00047, dan RMSEA = 0.084. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 3 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 20.82, df = 17, P-value = 0.23441, dan RMSEA = 0.034. Model CFA
dari variabel perilaku disiplin terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Perilaku Disiplin
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 07 0,74 0,06 11,55 √
ITEM 19 0,63 0,07 9,25 √
ITEM 01 0,81 0,06 12,92 √
ITEM 15 0,68 0,07 10,22 √
ITEM 13 0,53 0,07 7,55 √
ITEM 02 0,45 0,07 6,21 √
ITEM 34 0,59 0,07 8,57 √
ITEM 04 0,56 0,07 7,75 √
67
Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa dari 8 item yang mengukur perilaku disiplin,
semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.2.2 Muatan faktor item pencarian makna ketuhanan
Pada uji validitas konstruk variabel pencarian makna ketuhanan, penulis
menguji validitas 7 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan
model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 41.71, df = 14, P-value =
0.00014, dan RMSEA = 0.100. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 4 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 12.58, df = 10, P-value = 0.24816, dan RMSEA = 0.036. Model CFA
dari variabel pencarian makna ketuhanan terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Pencarian Makna Ketuhanan
Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa dari 7 item yang mengukur pencarian makna
ketuhanan, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus
didrop.
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 06 0,65 0,07 9,71 √
ITEM 27 0,63 0,07 8,94 √
ITEM 35 0,58 0,07 8,42 √
ITEM 33 0,75 0,07 11,3 √
ITEM 18 0,79 0,06 12,5 √
ITEM 09 0,68 0,07 10,25 √
ITEM 17 0,45 0,08 5,92 √
68
3.4.2.3 Muatan faktor item perilaku ekspansif
Pada uji validitas konstruk variabel perilaku ekspansif, penulis menguji
validitas 5 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 18,28.70, df = 5, P-value =
0.00261, dan RMSEA = 0.116. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 2.76, df = 4, P-value = 0.59875, dan RMSEA = 0.000. Model CFA dari
variabel perilaku ekspansif terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Perilaku Ekspansif
Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur perilaku
ekspansif, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.2.4 Muatan faktor item perilaku membanggakan diri
Pada uji validitas konstruk variabel perilaku membanggakan diri, penulis
menguji validitas 5 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan
model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 25.83, df = 5, P-value =
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 36 0,39 0,08 5,05 √
ITEM 31 0,34 0,08 4,33 √
ITEM 37 0,87 0,08 10,26 √
ITEM 23 0,61 0,08 7,78 √
ITEM 29 0,44 0,08 5,62 √
69
0.00010, dan RMSEA = 0.145. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 2 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 3.09, df = 3, P-value = 0.37841, dan RMSEA = 0.012. Model CFA dari
variabel perilaku membanggakan diri terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Perilaku Membanggakan Diri
Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur perilaku
membanggakan diri, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang
harus didrop.
3.4.2.5 Muatan faktor item perasaan kedekatan dengan Allah
Pada uji validitas konstruk variabel perasaan kedekatan dengan Allah,
penulis menguji validitas 6 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji
didapatkan model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 42.09, df = 9,
P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.136. Maka penulis melakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 28 0,78 0,07 11,16 √
ITEM 16 0,8 0,07 11,49 √
ITEM 05 0,39 0,08 5,18 √
ITEM 24 0,25 0,08 3,05 √
ITEM 38 0,64 0,07 8,96 √
70
lain. Setelah melalui modifikasi sebanyak 2 kali, maka diperolah model fit dengan
Chi-Square = 7.41, df = 7, P-value = 0.38775, dan RMSEA = 0.017. Model CFA
dari variabel perasaan kedekatan terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Perasaan Kedekatan dengan Allah
Berdasarkan tabel 3.11 terlihat bahwa dari 6 item yang mengukur perasaan
kedekatan dengan Allah, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item
yang harus didrop.
3.4.2.6 Muatan faktor item perilaku kedermawanan
Pada uji validitas konstruk variabel perilaku kedermawanan, penulis
menguji validitas 5 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan
model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 73.23, df = 5, P-value =
0.00000, dan RMSEA = 0.263. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 11 0,88 0,06 15,65 √
ITEM 22 0,92 0,06 16,57 √
ITEM 26 0,75 0,06 12,37 √
ITEM 39 0,74 0,06 11,99 √
ITEM 12 0,87 0,06 14,98 √
ITEM 03 0,63 0,06 9,7 √
71
Square = 5.21, df = 4, P-value = 0.26615, dan RMSEA = 0.039. Model CFA dari
variabel perilaku kedermawanan terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Perilaku Kedermawanan
Berdasarkan tabel 3.12 terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur perilaku
kedermawanan, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus
didrop.
3.4.2.7 Muatan faktor item perilaku toleransi
Pada uji validitas konstruk variabel perilaku toleransi penulis menguji
validitas 6 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 154.17, df = 9, P-value =
0.00000, dan RMSEA = 0.285. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 4 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 1.94, df = 5, P-value = 0.85800, dan RMSEA = 0.000. Model CFA dari
variabel perilaku toleransi terlampir di lampiran.
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 32 0,6 0,07 8,61 √
ITEM 42 0,84 0,07 12,68 √
ITEM 45 0,44 0,07 6,02 √
ITEM 44 0,38 0,07 5,17 √
ITEM 41 0,83 0,07 12,59 √
72
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Perilaku Toleransi
Berdasarkan tabel 3.13 terlihat bahwa dari 6 item yang mengukur perilaku
toleransi, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.2.8 Muatan faktor item praktik ibadah Islam
Pada uji validitas konstruk variabel praktik ibadah Islam, penulis menguji
validitas 4 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 4.14, df = 2, P-value = 0.12589,
dan RMSEA = 0.074. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini,
yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain. Setelah melalui
modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-Square = 0.21,
df = 1, P-value = 0.64707, dan RMSEA = 0.000. Model CFA dari variabel praktik
ibadah Islam terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 25 0,19 0,08 2,41 √
ITEM 14 0,2 0,09 2,31 √
ITEM 21 0,45 0,08 5,98 √
ITEM 46 0,84 0,08 10,73 √
ITEM 43 0,76 0,08 9,86 √
ITEM 08 0,34 0,08 4,4 √
73
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Praktik Ibadah Islam
Berdasarkan tabel 3.14 terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur praktik ibadah
Islam, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.3 Uji validitas konstruk lokus kendali
3.4.3.1 Muatan faktor item lokus internal
Pada uji validitas konstruk variabel lokus internal, penulis menguji
validitas 8 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 51.85, df = 20, P-value =
0.00012, dan RMSEA = 0.090. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 3 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 17.66, df = 17, P-value = 0.41039, dan RMSEA = 0.014. Model CFA
dari variabel lokus internal terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 10 0,6 0,07 8,41 √
ITEM 20 0,91 0,07 12,81 √
ITEM 30 0,66 0,07 9,04 √
ITEM 40 0,63 0,07 8,61 √
74
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item Lokus Internal
Berdasarkan tabel 3.15 terlihat bahwa dari 8 item yang mengukur lokus internal,
semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.3.2 Muatan faktor item lokus orang lain
Pada uji validitas konstruk variabel lokus orang lain, penulis menguji
validitas 8 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model
satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 74.48, df = 20, P-value =
0.00000, dan RMSEA = 0.117. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain.
Setelah melalui modifikasi sebanyak 5 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-
Square = 16.50, df = 15, P-value = 0.34976, dan RMSEA = 0.022. Model CFA
dari variabel lokus orang lain terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 01 0,39 0,08 5,14 √
ITEM 19 0,61 0,07 8,44 √
ITEM 05 0,58 0,07 8,12 √
ITEM 04 0,64 0,07 8,61 √
ITEM 18 0,65 0,07 9,11 √
ITEM 23 0,63 0,08 8,34 √
ITEM 09 0,35 0,08 4,67 √
ITEM 21 0,63 0,07 8,9 √
75
Tabel 3.16
Muatan Faktor Item Lokus Orang Lain
Berdasarkan tabel 3.16 terlihat bahwa dari 8 item yang mengukur lokus orang
lain, semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.4.3.3 Muatan faktor item lokus situasi
Pada uji validitas konstruk variabel lokus situasi, penulis menguji validitas
8 item dengan model CFA first order. Hasil awal uji didapatkan model satu faktor
yang tidak fit, dengan Chi-Square = 68.14, df = 20, P-value = 0.00000, dan
RMSEA = 0.110. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu
dengan membebaskan item untuk berkorelasi satu sama lain. Setelah melalui
modifikasi sebanyak 6 kali, maka diperolah model fit dengan Chi-Square = 14.14,
df = 14, P-value = 0.43925, dan RMSEA = 0.007. Model CFA dari variabel lokus
situasi terlampir di lampiran.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan
muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 08 0,67 0,07 9,74 √
ITEM 13 0,66 0,07 9,8 √
ITEM 22 0,69 0,07 10,43 √
ITEM 11 0,81 0,06 12,81 √
ITEM 03 0,66 0,07 9,64 √
ITEM 20 0,61 0,07 8,68 √
ITEM 15 0,5 0,07 6,82 √
ITEM 17 0,62 0,07 8,92 √
76
Tabel 3.17
Muatan Faktor Item Lokus Situasi
Berdasarkan tabel 3.17 terlihat bahwa dari 8 item yang mengukur lokus situasi,
semua item signifikan (t>1,96), maka tidak ada item yang harus didrop.
3.5 Teknik Analisa Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode
analisis regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau
tidaknya pengaruh sekumpulan variabel independen terhadap variabel dependen.
Berikut ini adalah persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini:
Y = a+b1X1+b2X2=b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+b10X10+b11X11e Keterangan:
Y = Kebahagiaan
a = Konstanta/Intercept
b = Koefisien regresi
X1 = Perilaku disiplin
X2 = Pencarian makna ketuhanan
X3 = Perilaku ekspansif
X4 = Perilaku membanggakan diri
X5 = Perasaan kedekatan pada Allah
X6 = Perilaku kedermawanan
X7 = Perilaku toleransi
X8 = Parktik ibadah Islam
X9 = Lokus internal
X10 = Lokus orang lain
X11 = Lokus situasi
e = Residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah di transformasi ke dalam factor score. Dalam hal ini,
No. Koefisien Standar Eror T-Value Signifikan
ITEM 06 0,47 0,08 5,91 √
ITEM 16 0,72 0,08 9,39 √
ITEM 14 0,45 0,08 5,71 √
ITEM 10 0,32 0,08 3,9 √
ITEM 12 0,5 0,08 6,04 √
ITEM 02 0,19 0,08 2,27 √
ITEM 07 0,63 0,08 8,18 √
ITEM 24 0,52 0,08 6,63 √
77
factor score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS 20
dengan menggunakan item yang valid. Tujuan dari factor score adalah agar
koefiesien regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimates (koefisien regresi
yang terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians kebahagiaan
yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang bisa diukur dengan rumus
R2, dimana:
R2
=
Adapun jika R2 signifikan (P<0.05) maka proporsi varians Y yang dipengaruhi
oleh kesebelas faktor (perilaku disiplin, pencarian makna ketuhanan, perilaku
kespansif, perilaku membanggakan diri, perasaan kedekatan dengan Allah,
perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, praktik ibadah Islam, lokus internal,
lokus orang lain, dan lokus situasi) secara keseluruhan adalah signifikan.
Jika telah terbukti signifikan, maka peneliti akan menguji variabel mana
dari kesebelas variabel indenpenden tersebut yang signifikan. Dalam hal ini
peneliti menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika
memiliki skor t > 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan
signifikan (dalam taraf signifikansi 0.05 atau 5%). Dalam regresi analisis
berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
1) R² yang menunjukan proporsi varians dari variabel dependen yang bisa
dijelaskan oleh variabel independen.
78
2) Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien
regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan
dari variabel independen yang bersangkutan.
3) Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat
prediksi tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen diketahui.
4) Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu
spiritualitas Islam (perilaku disiplin, pencarian makna ketuhanan, perilaku
ekspansif, perilaku membanggakan diri, perasaan kedekatan dengan Allah,
perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, praktik ibadah Islam) dan
lokus kendali (lokus internal, lokus orang lain, dan lokus situasi).
79
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 199 orang wanita yang menggunakan cadar
dalam aktifitas kesehariannya dan berada di wilayah tinggal Jakarta, Tangerang,
Depok, Bekasi, dan Bogor (Jabodetabek). Selanjutnya akan dijelaskan gambaran
subjek berdasarkan dari durasi penggunaan cadar, tingkat pendidikan akhir, status
pernikahan, status pekerjaan, usia, dan wilayah tinggal pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Tabel gambaran umum subjek (N = 199)
Sampel Penelitian Frekuensi (%)
Durasi Penggunaan Cadar
< 1 tahun 73 36,7
1 – 3 tahun 107 53,8
> 3 tahun 19 9,5
Tingkat Pendidikan Akhir
SD/sederajat 1 0,5
SMP/sederajat 4 2
SMA/sederajat 124 62,3
Diploma 20 10,1
Strata 1 50 25,1
Status Pernikahan
Telah Menikah 61 30,7
Belum Menikah 138 69,3
Status Pekerjaan
Telah Bekerja 88 44,2
Belum Bekerja 111 55,8
Usia
18 – 24 tahun 147 73,9
25 – 34 tahun 40 20,1
35 – awal 40 tahun 12 6
Wilayah Tinggal
Jakarta 79 39,7
Bogor 27 13,6
Depok 35 17,6
Tangerang 38 19,1
Bekasi 20 10,1
80
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui gambaran subjek berdasarkan durasi
penggunaan cadar. Durasi penggunaan cadar adalah lamanya waktu subjek
menggunakan cadar sejak pertama kali digunakan. Informasinya didapatkan
melalui keterangan waktu subjek saat pertama kali menggunakan cadar sampai
terhitung akhir bulan juli 2018. Untuk memudahkan dalam proses penghitungan,
durasi penggunaan cadar dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu subjek yang
menggunakan cadar telah selama kurang dari satu tahun ( < 1 tahun), antara satu
sampai tiga tahun (1 – 3 tahun), hingga selama lebih dari tiga tahun ( > 3 tahun) .
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa subjek paling banyak dalam
penelitian ini adalah yang telah menggunakan cadar dalam rentang waktu satu
sampai tiga tahun (1-3 tahun), yaitu sebesar 53,8%. Sedangkan subjek yang
menggunakan cadar kurang dari satu tahun berjumlah sebebsar 36,7%, dan sisanya
yang telah menggunakan cadar lebih dari tiga tahun, yaitu sebesar 9,5%.
Gambaran selanjutnya ialah mengenai latar belakang pendidikan akhir
subjek. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bila subjek yang paling banyak dalam
penelitian ini berlatar pendidikan akhir SMA atau sederajatnya, yaitu sebesar
62,3%, kemudian diikuti dengan latar belakang pendidikan Strata 1 sebesar 25,1%.
Sedangkan subjek dengan latar belakang pendidikan tingkat SD, SMP atau
sederajat, dan Diploma, masing-masing sebesar 0,5%, 2%, dan 10,1%.
Gambaran demografis selanjutnya yang dapat diketaui melalui tabel 4.1.
ialah mengenai status pernikahan dan status pekerjaan para subjek dalam penelitian
ini, apakah telah menikah atau belum dan apakah telah bekerja atau sedang tidak
81
bekerja. Subjek yang terbesar adalah subjek yang belum menikah, yaitu sebesar
69,3% dan subjek yang belum bekerja, yaitu sebesar 55,8%.
Kemudian dijelaskan pula gambaran menganai rentang usia subjek dalam
penelitian ini, yang dibagi kedalam tiga kategori, yaitu 18-24 tahun, 25-34 tahun,
dan 35-awal 40 tahun. Dalam penelitian ini subjek terbanyak berasal dari
kelompok usia antara 18 sampai 24 tahun yaitu sebesar 73,9%, sedangkan yang
terendah berasal dari kelompok usia 35 sampai awal 40 tahun yaitu sebesar 6%.
Gambaran demografis terakhir yang dapat diketahui berdasarkan tabel 4.1
adalah mengenai wilayah tinggal subjek penelitian. Dalam penelitian ini, wilayah
tinggal didominasi terbanyak oleh subjek yang berasal dari wilayah Jakarta, yaitu
sebesar 39,7% dan dominasi terendahnya adalah subjek yang berasal dari Bekasi,
hanya sebesar 10,1%. Sedangkan secara berurutan subjek lainnya yang berasal dari
wilayah Tangerang, Depok, dan Bogor, adalah sebesar 19,1%, 17,6%, dan 13,6%.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis deskriptif dari seluruh
variabel penelitian yang ada yaitu kebahagiaan, pencarian makna ketuhanan,
perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku disiplin, perilaku ekspansif, perilaku
membanggakan diri, perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, praktik ibadah
Islam, lokus internal, lokus orang lain, dan lokus situasi, dengan
mengklasifikasikannya menjadi tiga skor, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut
analisis deskriptif yang disajikan dalam tabel 4.2 di bawah ini.
82
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif (N = 199)
Dari tabel 4.2 dapat diketahui deskripsi statistik pada setiap variabel.
Kolom N menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel penelitian berjumlah
199. Kolom Minimum dan kolom Maximum menjelaskan nilai minimum dan
maksimum dari setiap variabel. Pertama, variabel kebahagiaan memiliki nilai
minimum 3,65 dan nilai maksimum 70,48. Kedua, variabel perilaku disiplin
memiliki nilai minimum 24,81 dan nilai maksimum 69,43. Ketiga, variabel
pencarian makna ketuhanan memiliki nilai minimum 13,27 dan nilai maksimum
64,15. Keempat, variabel perilaku ekspansif memiliki nilai minimum 19,22 dan
nilai maksimum 64,81. Kelima, variabel perilaku membanggakan diri memiliki
nilai minimum 22,52 dan nilai maksimum 64,59.
Keenam, variabel perasaan kedekatan dengan Allah memiliki nilai
minimum 3,14 dan nilai maksimum 59,99. Ketujuh, variabel perilaku
kedermawanan memiliki nilai minimum 21,32 dan nilai maksimum 63,36.
Kedelapan, variabel perilaku toleransi memiliki nilai minimum 18,88 dan nilai
maksimum 63,05. Ksembilan, variabel parktik ibadah Islam memiliki nilai
minimum 19,67 dan nilai maksimum 63,39. Kesepuluh, variabel lokus internal
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kebahagiaan 199 3,65 70,48 50,0004 9,5268
Perilaku disiplin 199 24,81 69,43 50,0003 9,04203
Pencarian makna ketuhanan 199 13,27 64,15 50,0001 9,12569
Perilaku ekspansif 199 19,22 64,81 50 8,42378
Perilaku membanggakan diri 199 22,52 64,59 50,0001 8,81388
Perasaan kedekatan dengan Allah 199 3,14 59,99 50,0009 9,41526
Perilaku kedermawanan 199 21,32 63,36 50,0005 8,86235
Perilaku toleransi 199 18,88 63,05 50,0002 8,42265
Praktik ibadah islam 199 19,67 63,39 49,9997 8,94302
Lokus internal 199 21,91 66,06 50,0002 8,89739
Lokus orang lain 199 35,53 84,3 50,0001 9,26422
Lokus situasi 199 32,39 75,07 49,9999 8,62012
Valid N (listwise) 199
83
memiliki nilai 21,91 dan nilai maksimum 66,06. Kesebelas, variabel lokus orag
lain memiliki nilai minimum 35,53 dan nilai maksimum 84,30. Terakhir, variabel
lokus situasi memiliki nilai minimum 32,39 dan nilai maksimum 75,07.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat terlihat bahwa variabel yang
memiliki sebaran data paling besar adalah variabel kebahagiaan, dimana
rentangan nilai minimum ke nilai maksimumnya sebesar 66,83. Hal ini
membuktikan bahwa jawaban subjek terhadap skala kebahagiaan cukup beragam.
Sedangkan, variabel yang memiliki sebaran data paling kecil adalah variabel
perilaku kedermawanan, dimana rentangan nilai minimum ke maksimumnya
sebesar 42,04. Hal ini membuktikan bahwa jawaban subjek atas skala dimensi
perilaku kedermawanan cenderung seragam. Rentangan skor pada masing-masing
variabel dapat menggambarkan individual differences pada subjek dimana
variabel yang memiliki rentangan skor besar dapat mengukur individual
differences yang baik.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi, maka dapat
ditetapkan norma kategorisasi variabel penelitian seperti yang tertera pada tabel
4.3 berikut:
Tabel 4.3
Norma Skor Variabel
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
Kategori Rumus
Rendah X< (M – 1SD)
Sedang (M – 1SD) ≤ X ≤ (M+ 1SD)
Tinggi X > (M+ 1SD)
84
dikategorisasikan kedalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Penjelasannya
seperti tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa :
1) Responden dengan tingkat kebahagiaan rendah berjumlah 31 orang
(15,6%), sedangkan responden dengan tingkat kebahagiaan sedang
berjumlah 136 orang (68,3%) dan tinggi berjumlah 32 orang (16,1%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas kebahagiaan pada wanita
bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang sedang
yaitu 136 orang (68,3%). Namun demikian, wanita bercadar dengan
tingkat kebahagiaan yang tinggi (16,1%) lebih dominan daripada wanita
bercadar dengan tingkat kebahagiaan yang rendah (15,6%).
2) Responden dengan tingkat perilaku disiplin rendah berjumlah 32 orang
(16,1%), sedangkan responden dengan tingkat perilaku disiplin sedang
berjumlah 141 orang (70,9%) dan tinggi berjumlah 26 orang (13,1%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas perilaku disiplin pada
wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang
Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)
Kebahagiaan 31 (15,6) 136 (68,3) 32 (16,1)
Perilaku disiplin 32 (16,1) 141 (70,9) 26 (13,1)
Pencarian makna ketuhanan 29 (14,6) 141 (70,9) 29 (14,6)
Perilaku ekspansif 32 (16,1) 131 (65,8) 36 (18,1)
Perilaku membanggakan diri 29 (14,6) 145 (72,9) 25 (12,6)
Perasaan kedekatan dengan Allah 27 (13,6) 139 (69,8) 33 (16,6)
Perilaku kedermawanan 27 (13,6) 138 (69,3) 34 (17,1)
Perilaku toleransi 32 (16,1) 134 (67,3) 33 (16,6)
Praktik ibadah islam 26 (13,1) 132 (66,3) 41 (20,6)
Lokus internal 30 (15,1) 134 (67,3) 35 (17,6)
Lokus orang lain 31 (15,6) 141 (70,9) 27 (13,6)
Lokus situasi 33 (16,6) 131 (65,8) 35 (17,6)
VariabelFrekuensi
85
sedang yaitu 141 orang (70,9%). Namun demikian, wanita bercadar
dengan tingkat perilaku disiplin yang rendah (16,1%) lebih dominan
daripada tingkat yang tinggi (13,1%).
3) Responden dengan tingkat pencarian makna ketuhanan yang rendah
berjumlah 29 orang (14,6%), sedangkan responden dengan tingkat
pencarian makna ketuhanan yang sedang berjumlah 141 orang (70,9%)
dan yang tinggi berjumlah 29 orang (14,6%). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa mayoritas pencarian makna ketuhanan pada wanita bercadar yang
berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang sedang yaitu 141 orang
(70,9%). Serta tidak ada perbedaan jumlah diantara wanita bercadar
dengan tingkat pencarian makna ketuhanan yang rendah maupun yang
tinggi (14,6%).
4) Responden dengan tingkat perilaku ekspansif rendah berjumlah 32 orang
(16,1%), sedangkan responden dengan tingkat perilaku ekspansif sedang
berjumlah 131 orang (65,8%) dan tinggi berjumlah 36 orang (18,1%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas perilaku ekspansif pada
wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang
sedang yaitu 131 orang (65,8%). Namun demikian, wanita bercadar
dengan tingkat perilaku ekspansif yang tinggi (18,1%) lebih dominan
daripada yang rendah (16,1%).
5) Responden dengan tingkat perilaku membanggakan diri yang rendah
berjumlah 29 orang (14,6%), sedangkan responden dengan tingkat
perilaku membanggakan diri yang sedang berjumlah 145 orang (72,9%)
86
dan yang tinggi berjumlah 25 orang (12,6%). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa mayoritas perilaku membanggakan diri pada wanita bercadar yang
berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang sedang yaitu 145 orang
(72,9%). Namun demikian, wanita bercadar dengan tingkat perilaku
membanggakan diri yang rendah (14,6%) lebih dominan daripada yang
tinggi (12,6%).
6) Responden dengan tingkat perasaan kedekatan dengan Allah yang rendah
berjumlah 27 orang (13,6%), sedangkan responden dengan tingkat
perasaan kedekatan dengan Allah yang sedang berjumlah 139 orang
(69,8%) dan yang tinggi berjumlah 33 orang (16,6%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mayoritas perasaan kedekatan dengan Allah pada
wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada tingkat yang
sedang yaitu 139 orang (69,8%). Namun demikian, wanita bercadar
dengan tingkat perasaan kedekatan dengan Allah yang tinggi (16,6%)
lebih dominan daripada yang rendah (13,6%).
7) Responden dengan tingkat perilaku kedermawanan rendah berjumlah 27
orang (13,6%), sedangkan responden dengan tingkat perilaku
kedermawanan sedang berjumlah 138 orang (69,3%) dan tinggi berjumlah
34 orang (17,1%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas perilaku
kedermawanan pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada
pada tingkat yang sedang yaitu 138 orang (69,3%). Namun demikian,
wanita bercadar dengan tingkat perilaku kedermawanan yang tinggi
(17,1%) lebih dominan daripada yang rendah (13,6%).
87
8) Responden dengan tingkat perilaku toleransi rendah berjumlah 32 orang
(16,1%), sedangkan responden dengan tingkat perilaku toleransi sedang
berjumlah 134 orang (67,3%) dan tingkat tinggi berjumlah 33 orang
(16,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas perilaku toleransi
pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada tingkat
yang sedang yaitu 134 orang (67,3%). Namun demikian, wanita bercadar
dengan tingkat perilaku toleransi yang tinggi (16,6%) lebih dominan
daripada yang rendah (16,1%).
9) Responden dengan tingkat praktik ibadah Islam rendah berjumlah 26
orang (13,1%), sedangkan responden dengan tingkat praktik ibadah Islam
sedang berjumlah 132 orang (66,3%) dan tinggi berjumlah 41 orang
(20,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas praktik ibadah
Islam pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada pada
tingkat sedang yaitu 132 orang (66,3%). Namun demikian, wanita
bercadar dengan tingkat praktik ibadah Islam yang tinggi (20,6%) lebih
dominan daripada yang rendah (13,1%).
10) Responden dengan tingkat lokus internal yang rendah berjumlah 30 orang
(15,1%), sedangkan responden dengan tingkat lokus internal yang sedang
berjumlah 134 orang (67,3%) dan yang tinggi berjumlah 35 orang
(17,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas kecenderungan
lokus internal pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada
pada tingkat yang sedang yaitu 134 orang (67,3%). Namun demikian,
88
wanita bercadar dengan tingkat kecenderungan lokus internal yang tinggi
(17,6%) lebih dominan daripada yang rendah (15,1%).
11) Responden dengan tingkat lokus orang lain yang rendah berjumlah 31
orang (15,6%), sedangkan responden dengan tingkat lokus orang lain yang
sedang berjumlah 141 orang (70,9%) dan yang tinggi berjumlah 27 orang
(13,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas kecenderungan
lokus orang lain pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada
pada tingkat yang sedang yaitu 141 orang (70,9%). Namun demikian,
wanita bercadar dengan tingkat lokus kecenderungan orang lain yang
rendah (15,6%) lebih dominan daripada yang tinggi (13,6%).
12) Responden dengan tingkat lokus situasi yang rendah berjumlah 33 orang
(16,6%), sedangkan responden dengan tingkat lokus situasi yang sedang
berjumlah 131 orang (65,8%) dan yang tinggi berjumlah 35 orang
(17,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas kecenderungan
lokus situasi pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek berada
pada tingkat yang sedang yaitu 131 orang (65,8%). Namun demikian,
wanita bercadar dengan tingkat kecenderungan lokus situasi yang tinggi
(17,6%) lebih dominan daripada yang rendah (16,6%).
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis
regresi dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.0 seperti yang telah
dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi ada tiga hal yang perlu dilihat, yaitu
pertama, melihat R Square untuk mengetahui seberapa persen (%) proporsi
89
varians dependent variable yang dijelaskan oleh seluruh independent variable.
Kedua, apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan
terhadap dependent variable. Kemudian terakhir, melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing independent variable.
Selanjutnya untuk mengetahui nilai R Square, dapat dilihat pada tabel 4.5
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil R square
Dari tabel dapat dilihat bahwa perolehan R-Square sebesar 0,551 atau 55,1%.
Artinya proporsi dari kebahagiaan yang dijelaskan oleh variabel spiritualitas Islam
(pencarian makna ketuhanan, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku disiplin,
perilaku ekspansif, perilaku bangga, perilaku kedermawanan, perilaku toleransi,
dan praktik ibadah Islam) dan lokus kendali (lokus internal, lokus orang lain, dan
lokus situasi) adalah sebesar 55,1%. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain di luar penelitian ini.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis dampak keseluruhan
independent variable terhadap kebahagiaan. Dapat dilihat melalui hasil uji F pada
tabel 4.6 berikut:
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Sig. F Change
1 ,742a
0,551 0,524 6,57232 0
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Lokus_situasi, Plk_dermawan, Plk_ekspansif, Lokus_internal,
Lokus_orglain, Perasaan_dekat, Plk_Disiplin, Plk_toleransi, Plk_Bangga, Prak_ibadah,
Pencarian_makna
b. Dependent variable : kebahagiaan
90
Tabel 4.6
ANOVA Pengaruh Keseluruhan Independent Variable terhadap Dependent
Variable
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Sig. dalam penelitian
ini adalah sebesar 0,000. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. berada
<0.05, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh
spiritualitas Islam dan lokus kendali terhadap kebahagiaan” ditolak. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan dari spiritualitas Islam (pencarian makna ketuhanan,
perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku disiplin, perilaku ekspansif, perilaku
bangga, perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, dan praktik ibadah Islam) dan
lokus kendali (lokus internal, lokus orang lain, dan lokus situasi) terhadap
kebahagiaan.
Langkah terakhir dari analisis regresi adalah melihat koefisien regresi
setiap independent variable. Jika nilai Sig. <0.05 maka koefisien regresi tersebut
signifikan, artinya bahwa independent variable tersebut memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebahagiaan. Adapun penyajiannya pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 9892,924 11 899,357 20,821 ,000b
Residual 8077,544 187 43,195
Total 17970,468 198
ANOVAa
Model
1
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 5,009 6,054 0,827 0,409
Perilaku disiplin 0,285 0,07 0,271 4,072 ,000*
Pencarian makna ketuhanan 0,11 0,094 0,105 1,163 0,246
Perilaku ekspansif -0,062 0,074 -0,055 -0,841 0,402
Perilaku membanggakan diri -0,002 0,078 -0,002 -0,026 0,979
Perasaan kedekatan dengan Allah 0,218 0,083 0,215 2,619 ,010*
Perilaku kedermawanan 0,213 0,066 0,198 3,229 ,001*
Perilaku toleransi 0,096 0,075 0,085 1,267 0,207
Praktik ibadah islam -0,035 0,088 -0,033 -0,398 0,691
Lokus internal 0,226 0,06 0,211 3,765 ,000*
Lokus orang lain -0,068 0,06 -0,066 -1,137 0,257
Lokus situasi -0,081 0,071 -0,074 -1,146 0,253
1
a. Dependent Variable: Kebahagiaan
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients t Sig.
91
Berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel 4.7, maka persamaan regresinya
adalah sebagai berikut (*signifikan):
Kebahagiaan = 5,009 + 0,285* perilaku disiplin + 0,110 pencarian makna
ketuhanan – 0,062 perilaku ekspansif – 0,002 perilaku membanggakan diri +
0,218* perasaan kedekatan dengan Allah + 0,213* perilaku kedermawanan + 0,96
perilaku toleransi – 0,035 praktik ibadah Islam + 0,226* lokus kendali diri sendiri
– 0,068 lokus kendali orang lain – 0,081 lokus kendali situasi.
Dari hasil di atas, koefisien dari variabel perilaku disiplin, perasaan
kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan dan lokus kendali diri sendiri
adalah signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini menyatakan
bahwa dari 11 variabel hanya 4 independent variable yang signifikan
pengaruhnya terhadap kebahagiaan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh pada masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:
1) Nilai koefisien regresi pada variabel perilaku disiplin adalah sebesar
+0,285 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (Sig. P< 0,05). Maka
hipotesis nol ditolak, artinya bahwa koefisien regresi dari variabel
perilaku disiplin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan.
Koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi kecenderungan individu
dalam berperilaku disiplin, maka semakin tinggi kebahagiaan yang
dimilikinya.
2) Nilai koefisien regresi pada variabel pencarian makna ketuhanan adalah
sebesar +0,110 dengan nilai signifikansi sebesar 0,246 (Sig. P>0,05).
92
Maka hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan
dari variabel pencarian makna ketuhanan terhadap kebahagiaan.
3) Nilai koefisien regresi pada variabel perilaku ekspansif adalah sebesar –
0,062 dengan nilai signifikansi sebesar 0,402 (Sig. P>0,05). Maka
hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel perilaku ekspansif terhadap kebahagiaan.
4) Nilai koefisien regresi pada variabel perilaku membanggakan diri adalah
sebesar –0,002 dengan nilai signifikansi sebesar 0,979 (Sig. P>0,05).
Maka hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan
dari variabel perilaku membanggakan diri terhadap kebahagiaan.
5) Nilai koefisien regresi pada variabel perasaan kedekatan dengan Allah
adalah sebesar +0,218 dengan nilai signifikansi sebesar 0,010 (Sig.
P<0,05). Maka hipotesis nol ditolak, artinya bahwa koefisien regresi dari
variabel perilaku perasaan kedekatan dengan Allah memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kebahagiaan. Koefisien bertanda positif artinya
semakin tinggi kecenderungan individu dalam merasakan kedekatan
hubungan dengan Allah, maka semakin tinggi kebahagiaan yang
dimilikinya.
6) Nilai koefisien regresi pada variabel perilaku kedermawanan adalah
sebesar +0,213 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 (Sig. P<0,05).
Maka hipotesis nol ditolak, artinya bahwa koefisien regresi dari variabel
perilaku kedermawanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kebahagiaan. Koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi
93
kecenderungan individu dalam berperilaku dermawan, maka semakin
tinggi kebahagiaan yang dimilikinya.
7) Nilai koefisien regresi pada variabel perilaku toleransi adalah sebesar
+0,096 dengan nilai signifikansi sebesar 0,207 (Sig. P>0,05). Maka
hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel perilaku toleransi terhadap kebahagiaan.
8) Nilai koefisien regresi pada variabel praktik ibadah Islam adalah sebesar –
0,035 dengan nilai signifikansi sebesar 0,691 (Sig. P>0,05). Maka
hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel praktik ibadah Islam terhadap kebahagiaan.
9) Nilai koefisien regresi pada variabel lokus internal adalah sebesar +0,226
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (Sig. P<0,05). Maka hipotesis nol
ditolak, artinya bahwa koefisien regresi dari variabel lokus internal
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan. Koefisien
bertanda positif artinya semakin tinggi kecenderungan individu yang
memiliki lokus kendali diri sendiri, maka semakin tinggi kebahagiaan
yang dimilikinya.
10) Nilai koefisien regresi pada variabel lokus orang lain adalah sebesar –
0,068 dengan nilai signifikansi sebesar 0,257 (Sig. P>0,05). Maka
hipotesis nol diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel lokus orang lain terhadap kebahagiaan.
11) Nilai koefisien regresi pada variabel lokus situasi adalah sebesar –0,081
dengan nilai signifikansi sebesar 0,253 (Sig. P>0,05). Maka hipotesis nol
94
diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel lokus
situasi terhadap kebahagiaan.
4.5 Pengujian Proporsi Varians
Untuk mengetahui proporsi varians dari masing-masing independent
variable terhadap kebahagiaan, maka peneliti melakukan analisis regresi berganda
dengan cara menambahkan satu independent variable setiap melakukan regresi.
Kemudian, peneliti dapat melihat penambahan dari R2 (R Square Change) setiap
melakukan analisis regresi dan dapat melihat signifikansi dari penambahan R2
tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Proporsi Varians Sumbangan masing-masing independent variable terhadap
Kebahagiaan
Berdasarkan tabel 4.8, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1) Variabel perilaku disiplin memberikan sumbangan sebesar 31,9% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,000. Artinya variabel
Model R R Square Adjust R
Square
Std. Error of the
Estimates
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 ,565a
0,319 0,316 7,88154 0,319 92,292 1 197 ,000*
2 ,655b
0,428 0,423 7,23877 0,109 37,539 1 196 ,000*
3 ,655c
0,429 0,42 7,25682 0 0,026 1 195 0,872
4 ,655d
0,429 0,417 7,27219 0,001 0,177 1 194 0,675
5 ,686e
0,471 0,457 7,02095 0,042 15,133 1 193 ,000*
6 ,713f
0,509 0,493 6,78012 0,038 14,954 1 192 ,000*
7 ,717g
0,514 0,496 6,76234 0,005 2,011 1 191 0,158
8 ,717h
0,514 0,494 6,7801 0 0,001 1 190 0,976
9 ,735i
0,54 0,518 6,61131 0,026 10,825 1 189 ,001*
10 ,740j
0,547 0,523 6,5778 0,007 2,931 1 188 0,089
11 ,742k
0,551 0,524 6,57232 0,003 1,313 1 187 0,253
Model Summary
Change Statistics
a. Predictors: (Constant), perilaku disiplin, pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku membanggakan
diri, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan, perilaku toleransi, praktik ibadah islam, lokus internal,
lokus orang lain, lokus situasi
95
tersebut memberikan sumbangan dan signifikan secara statistik (Sig.
F<0,05).
2) Variabel pencarian makna ketuhanan memberikan sumbangan sebesar
10,9% terhadap varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,000.
Artinya variabel tersebut memberikan sumbangan dan signifikan secara
statistik (Sig. F<0,05).
3) Variabel perilaku ekspansif memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,872. Artinya variabel
tersebut tidak memberikan sumbangan bagi bervariasinya kebahagiaan
(Sig. F>0,05).
4) Variabel perilaku membanggakan diri memberikan sumbangan sebesar
0,1% terhadap varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,675.
Artinya variabel tersebut memberikan sumbangan namun tidak signifikan
secara statistik (Sig. F>0,05).
5) Variabel perasaan kedekatan dengan Allah memberikan sumbangan
sebesar 4,2% terhadap varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change =
0,000. Artinya variabel tersebut memberikan sumbangan dan signifikan
secara statistik (Sig. F<0,05).
6) Variabel perilaku kedermawanan memberikan sumbangan sebesar 3,8%
terhadap varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,000. Artinya
variabel tersebut memberikan sumbangan dan signifikan secara statistik
(Sig. F<0,05).
96
7) Variabel perilaku toleransi memberikan sumbangan sebesar 0,5% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,158. Artinya variabel
tersebut memberikan sumbangan namun tidak signifikan secara statistik
(Sig. F>0,05).
8) Variabel praktik ibadah Islam memberikan sumbangan sebesar 0%
terhadap varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,976. Artinya
variabel tersebut tidak memberikan sumbangan bagi bervariasinya
kebahagiaan (Sig. F>0,05).
9) Variabel lokus internal memberikan sumbangan sebesar 2,6% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,001. Artinya variabel
tersebut memberikan sumbangan dan signifikan secara statistik (Sig.
F<0,05).
10) Variabel lokus orang lain memberikan sumbangan sebesar 0,7% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,089. Artinya variabel
tersebut memberikan sumbangan namun tidak signifikan secara statistik
(Sig. F>0,05).
11) Variabel lokus situasi memberikan sumbangan sebesar 0,3% terhadap
varians kebahagiaan dengan nilai sig. F change = 0,253. Artinya variabel
tersebut memberikan sumbangan namun tidak signifikan secara statistik
(Sig. F>0,05).
97
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, kesimpulan pertama yang diperoleh dari
penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari spiritualitas Islam
(perilaku disiplin, pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku
membanggakan diri, perasaan kedekatan dengan Allah, perilaku kedermawanan,
perilau toleransi, dan praktik ibadah islam) dan lokus kendali (lokus internal,
lokus orang lain, dan lokus situasi) terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar
yang berada di Jabodetabek. Kemudian besaran nilai pengaruh dari keseluruhan
independent variable (spiritualitas Islam dan lokus kendali) terhadap dependent
variabe (kebahagiaan) mencapai 55,1%.
Sedangkan berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji
signifikansi koefisien regresi dari masing-masing independent variable terhadap
dependent variable (kebahagiaan), terdapat empat dari sebelas independent
variable yang signifikan memengaruhi kebahagiaan pada wanita bercadar dan
keempat variabel tersebut memiliki arah hubungan yang positif, yaitu perilaku
disiplin dari spiritualitas Islam, perasaan kedekatan dengan Allah dari spiritualitas
Islam, perilaku kedermawanan dari spiritualitas Islam, dan lokus internal dari
lokus kendali. Prediktor yang paling besar sumbangannya terhadap kebahagiaan
adalah variabel perilaku disiplin dari spiritualitas Islam.
98
5.2 Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi kebahagiaan pada wanita bercadar yang berada di Jabodetabek
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bila mayoritas wanita bercadar hanya berada pada tingkat
kebahagiaan yang sedang yaitu sebanyak 68,3%. Sedangkan jumlah wanita
bercadar yang memiliki kebahagiaan dengan tingkat tinggi dan tingkat rendah,
tidak berbeda jauh, yaitu sebanyak 16,1% dan 15,6%.
Melalui hasil koefisien regresi dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa
perilaku disiplin (self-discipline) dari spiritualitas Islam secara positif memberikan
pengaruh paling besar dan signifikan terhadap kebahagiaan. Artinya, semakin
tinggi perilaku disiplin yang dimiliki wanita bercadar di Jabodetabek, maka
semakin tinggi pula tingkat kebahagiaan yang dimilikinya. Individu yang
menjunjung perilaku disiplin yang tinggi, seperti dalam tuntutan ibadah, makan,
tidur, bersikap gigih, bersemangat mencapai tujuan, dan lain sebagainya,
cenderung memiliki ketabahan, ketekunan, dan pengendalian diri yang baik.
Menurut Hofmann et al. (2013) individu dengan tingkat perilaku disiplin yang
tinggi akan jauh lebih baik dalam mengendalikan aktifitas harian dan rutinnya
sehingga terhindar dari masalah maupun kesulitan yang mungkin terjadi.
Keteraturan dalam setiap rutinitas membantu individu untuk mencapai berbagai
tujuan dalam hidupnya sehingga dirinya dapat merasakan kepuasan hidup dan
membantunya meningkatkan emosi positif.
99
Sedangkan berdasarkan Dasti dan Sitwat (2014) hal ini mungkin juga
dilatarbelakangi oleh menifestasi dari salah satu ajaran agama Islam, nilai-nilai
spiritualis, dimana individu meyakini jika Allah lebih mencintai tindakan yang
teratur (disiplin) terlepas dari seberapa kecil nilainya (Mawlud dalam Dasti &
Sitwat, 2014). Ajaran dalam agama Islam yang menegaskan bahwa kehidupan
yang dijalani oleh setiap individu pada dasarnya merupakan modal bagi dirinya
untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan ini sendiri hanya akan
tercapai jika individu disiplin dalam kesehariannya, yaitu membentuk rutinitas
dengan teratur dan kegiatan yang bertujuan (Dasti & Sitwat, 2014).
Penelitian berbeda dan dalam konteks umum, Gorbunovs, Kapenieks dan
Cakula (2016) menjelaskan bila individu dengan perilaku disiplin yang rendah
cenderung akan mengarahkan dirinya ke dalam masalah yang berbeda. Perilaku
disiplin yang tinggi akan mengarahkan individu untuk menolak godaan impulsif
dan bekerja sesuai tujuan jangka panjang. kedisiplinan akan menyebabkan
individu mengorbankan berbagai kesenangan sesaat tetapi memfasilitasinya dalam
mencapai tujuan-tujuan yang lebih penting. Keberhasilan dalam mencapai setiap
tujuan yang lebih penting inilah yang diperkirakan menjadi penyebab
meningkatnya kebahagiaan yang stabil, bukan hanya sekedar kesenangan sesaat.
Kemudian variabel lain yang berpengaruh signifikan positif terhadap
kebahagiaan adalah perasaan kedekatan dengan Allah dari spiritualitas Islam.
Artinya semakin tinggi perasaan keterhubungan yang dekat dengan Allah pada
wanita bercadar yang berada di Jabodetabek maka semakin tinggi pula tingkat
kebahagiaan yang dimiliki olehnya. Pada dasarnya, dalam spiritualitas Islam,
100
hubungan individu dengan Tuhan didasarkan pada belas kasih-Nya. Penganut
agama Islam meyakini Allah sebagai Tuhan-Nya, percaya pada takdir dan
ketetapan-Nya, serta bersikap optimis terhadap setiap ketetapan tersebut
(Khodayarifard, et al., 2016). Sikap optimis dan harapan akan belas kasih-Nya
inilah yang menggiring individu pada kebahagiaan dan menurunkan kecemasan
(Khodayarifard, et al., 2016).
Beck (dalam Rashidi et al., 2016) menyatakan dalam konteks keagamaan
secara umum, individu yang memiliki hubungan keterdekatan dengan Tuhan yang
tinggi (secure attachment) akan merasakan kebahagiaan yang lebih. Sedangkan
dalam penelitian yang berbeda oleh Bradshaw et al. (2010) ditemukan bila
individu dengan keterhubungan dengan Tuhan yang rendah signifikan
mempengaruhi tingkat stres yang tinggi. Kedua penelitian ini menjelaskan bila
hubungan perasaan dekat dengan Tuhan (attachment to God) sama seperti
perasaan lekat yang aman pada orang tua (secure attachment). Individu yang
memiliki perasaan lekat yang tinggi dan aman terhadap Tuhannya, cenderung
untuk menumbuhkan ketenangan dan ketentraman ketika menghadapi konflik
maupun tantangan. Sikap positif ini yang menjadikan individu bahagia terlepas
kondisi apapun yang dialaminya. Individu cenderung akan mencari cara positif
untuk merespon berbagai kondisi tersebut.
Variabel lainnya yang memiliki signifikansi positif adalah perilaku
kedermawanan dari spiritualitas Islam. Artinya semakin tinggi perilaku dermawan
pada wanita bercadar di Jabodetabek, maka semakin tinggi pula kebahagiaan yang
dimilikinya. Sehubungan dengan keyakinan yang kuat (internal belief system)
101
akan belas kasih Allah menjadikan individu termotivasi untuk bertindak penuh
belas kasih (dermawan) pula terhadap orang lain.
Melalui berbagai bentuk dari perilaku kedermawanan ini (seperti
membantu menyelesaikan masalah, meringankan urusan saudara) akan menambah
perasaan bermakna atas diri individu lalu meningkatkan kebahagiaan yang
dimilikinya (Khodayarifard, et al., 2016). Lebih lanjut dengan bertindak menjadi
altruis dan relawan (tingkatan selanjutnya dari perilaku dermawan) akan semakin
menambah kebermaknaan dalam hidup dan menjadikan individu lebih sejahtera
dan bahagia dua kali lipat dibandingkan individu lainnya (Holder, et al., 2010;
Alavi, 2007).
Lalu variabel terakhir yang bernilai signifikan positif pengaruhnya
terhadap kebahagiaan adalah lokus internal dari lokus kendali. Artinya semakin
tinggi kecenderungan lokus internal pada wanita bercadar di Jabodetabek, maka
semakin tinggi pula kebahagiaan yang dimiliki. Individu dengan kecenderungan
lokus internal yang tinggi akan mencoba untuk merepresi kegagalan yang pernah
dialami dan mengingat kesuksesan-kesuksesan yang telah didapat (Ramezani &
Gholtash, 2015). Karena individu cenderung akan menyimpulkan jika
kebahagiaan dan kesejahteraan dirinya dapat dimaksimalkan dengan mengerahkan
berbagai upaya terbaik yang dapat dilakukan.
Individu dengan tingkat kecenderungan lokus internal yang tinggi percaya
jika dirinya sendiri yang bertanggungjawab atas perilaku dan setiap keputusannya
(Devin et al., 2012). Melalui gaya berpikir seperti ini, individu cenderung untuk
tidak menghabiskan waktu dengan meratapi kenyataan bahwa sesuatu peristiwa
102
semisal diluar harapan telah terjadi. Melainkan cenderung untuk mencari peluang
dan tindakan yang dapat membalikkan keadaan peristiwa tersebut. Gaya berpikir
ini memanipulasi emosi negatif yang semula dirasakan menjadi emosi positif,
ketentraman, dan bahagia pada individu (Pannells & Claxton, 2008).
Di dalam penelitian ini terdapat pula beberapa variabel yang tidak terbukti
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan. Adapun variabel
tersebut antara lain pencarian makna ketuhanan, perilaku ekspansif, perilaku
membanggakan diri, perilaku toleransi dan praktik ibadah Islam, lokus orang lain,
dan lokus situasi. Variabel pencarian makna ketuhanan dan perilaku toleransi
memiliki arah positif, sedangkan variabel yang lainnya memiliki arah negatif.
Berdasarkan acuan penelitian dari Dasti dan Sitwat (2014), butir-butir item
dari variabel perilaku membanggakan diri, perilaku ekspansif, perilaku
kedermawanan, dan perilaku toleransi sebelumnya merupakan kesatuan item yang
berasal dari dimensi moralitas dan dimensi tanggungjawab dalam ajaran agama
Islam. Namun setelah dilakukan analisis faktor, kedua domain ini mengalami
pemisahan menjadi empat faktor dan dikelompokkan sesuai tema utamanya.
Penulis memperkirakan karena masih adanya keterbatasan secara statistik dalam
rumusan keempat variabel ini, menjadi penyebab ditemukannya ketiga variabel,
selain perilaku kedermawanan, adalah tidak signifikan. Sebagaimana Dasti dan
Sitwat (2014) menyatakan jika masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai
apakah keempat variabel ini memang merupakan domain terpisah atau masih
merefleksikan satu sama lain.
103
Selain itu, tidak signifikannya variabel perilaku ekspansif, perilaku
mambanggakan diri, dan perilaku toleransi serta praktik ibadah Islam yang
menggambarkan aspek moralitas dan tanggungjawab dalam Islam, penulis
menduga hal ini disebabkan pula karena item-item yang ada mungkin masih tidak
cukup luas untuk merepresentasikan maksud dari variabel tersebut. Sebagaimana
ditemukan pada penelitian Raiya et al (2008), meskipun menggunakan nama yang
berbeda, namun variabel Islamic religious duty, obligation dan exclusivism dari
Raiya et al (2008) memiliki kesamaan konstruk dengan variabel perilaku
ekspansif, perilaku membanggakan diri, dan perilaku toleransi, dimana sama-sama
membahas mengenai moralitas dan tanggungjawab dalam ajaran agama Islam.
Penelitian Raiya et al (2008) menemukan bila variabel terkait moralitas dan
tanggungjawab dalam Islam memiliki nilai konsistensi yang rendah, sehingga
Raiya et al (2008) menyatakan bila dibutuhkan lebih banyak item untuk dapat
merefleksikan konstruk ini secara tepat.
Dugaan lain dari penulis adalah perbedaan karakteristik subjek penelitian
yang digunakan, turut kemungkinan mempengaruhi perbedaan hasil penelitian
yang ada. Pada Raiya et al (2008) konstruk mengenai moralitas Islam, diwujudkan
menjadi variabel Islamic religious duty, obligation dan exclusivism, meskipun
memiliki nilai konsistensi yang rendah namun ditemukan tetap signifikan
mempengaruhi kebahagiaan individu muslim. Karakteristik partisipan pada
penelitian Raiya et al (2008) merupakan partsisipan muslim umum, sedangkan
dalam penelitian ini karakteristik partisipan yang digunakan khusus pada
partsisipan muslim wanita yang menggunakan cadar. Sehingga penulis menduga
104
berdasarkan hasil penelitian jika pada karakteristik khusus, moralitas Islam tidak
mempengaruhi kebahagiaan secara signifikan dikarenakan berbagai faktor lain
yang tidak terungkap dalam penelitian ini.
Variabel lain dari spiritualitas Islam yang memiliki pengaruh rendah
terhadap kebahagiaan adalah pencarian makna ketuhanan. Individu dengan tingkat
usaha pencarian makna ketuhanan yang tinggi diduga akan meningkatkan
kebahagiaan yang dimilikinya, sebagaimana dirumuskan oleh Ghazali (dalam
Dasti & Sitwat, 2014). Individu akan berusaha untuk mencari tahu hal-hal apa saja
yang menjadi tugasnya sebagai seorang yang menganut agama Islam, berbagai
usaha pencarian ini diduga akan semakin meningkatkan pemaknaannya dalam
hidup yang kemudian menghantarkannya pada kebahagiaan. Konstruk ini pada
dasarnya merupakan gambaran dari aspek pengetahuan pada individu. Namun
dalam penelitian ini ditemukan bila variabel pencarian makna ketuhanan
menyumbang pengaruh yang tidak signifikan terhadap kebahagiaan, hanya saja
nilai besarannya merupakan yang paling besar diantara variabel lain yang tidak
signifikan.
Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Ghorbani et al. (2014), dimana
rumusan konstruk mengenai pencarian makna ketuhanan ditemukan justru
memiliki pengaruh positif terhadap kecemasan dan depresi yang merupakan
antisendan dari kebahagiaan. Batson dan Ventis (dalam Dover et al, 2007)
menjelaskan bila konstruk pencarian makna ketuhanan lebih mengarah pada
kematangan beragama individu karena menekankan pada nilai keraguan,
mempertanyakan sesuatu, dan pencarian yang religius atas tujuan religius.
105
Sehingga penulis sependapat dengan pendapat Dover et al. (2007) jika tidak
signifikannya rumusan ini terhadap kebahagiaan dikarenakan individu tidak lagi
mencoba untuk mencari tahu makna ketuhanan akibat dari bertambahnya usia dan
kematangan spiritualnya yang telah didapatkan dari pengalaman sebelumnya.
Selain itu variabel lainnya yang bernilai tidak signifikan pengaruhnya
terhadap kebahagiaan adalah variabel lokus orang lain dan lokus situasi dari lokus
kendali. Pada dasarnya kedua variabel ini sama-sama merupakan kecenderungan
eksternal dari lokus kendali, hanya saja sisi eksternal ini menurut Levenson
(1981) perlu untuk dibagi kembali, untuk dapat melihat sisi mana, situasi atau
orang lain, yang menjadi penentu dari lokus individu. Namun dalam penelitian ini,
kedua lokus eksternal ditemukan memiliki pengaruh yang tidak signifikan secara
statistik. Individu dengan kecenderungan lokus eksternal, baik lokus orang lain
maupun lokus situasi, cenderung untuk menempatkan sumber penyebab dari
berbagai peristiwa yang terjadi yang dialaminya berasal dari luar dirinya.
Sehingga individu cenderung untuk tidak berusaha melupakan kegagalannya
karena hal itu merupakan hasil dari kesalahan orang lain atau situasi. Hal ini dapat
menggiring individu untuk sulit merasakan kebahagiaan (Ramezani & Gholtash,
2015).
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu saran
teoritis dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara teoritis dengan
harapan dapat memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya. Selain itu,
penulis juga menguraikan saran secara praktis dengan harapan dapat memberikan
informasi tambahan terutama bagi pembaca yang berniat melakukan penelitian.
106
5.3.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang
dapat diajukan sebagai pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, diantaranya
yaitu, tiga dari delapan variabel spiritualitas Islam yaitu perilaku disiplin, perilaku
kedermawanan dan perasaan kedekatan dengan Allah serta satu dari variabel
lokus kendali yaitu lokus internal adalah variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap kebahagiaan pada wanita bercadar. Peneliti selanjurnya yang
tertarik mengenai topik ini dapat mencari tahu mengenai faktor-faktor apa saja
yang menjadi penyebab dari keempat variabel ini agar dapat memperdalam
informasi mengenai hal-hal yang akan meningkatkan kebahagiaan, terutama pada
kelompok tertentu, seperti wanita bercadar.
Selanjutnya keempat variabel yang signifikan mempengaruhi kebahagiaan
pada wanita bercadar; perilaku disiplin, perasaan kedekatan dengan Allah,
perilaku kedermawanan, dan lokus internal, keseluruhannya merupakan variabel
yang bersifat internal. Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mengikutsertakan variabel lain yang bersifat eksternal seperti persepsi dukungan
sosial (perceived social support) atau variabel lainnya diluar penelitian ini yang
terkait dengan kebahagiaan pada kelompok tertentu untuk memperluas informasi
yang ada.
Skala spiritualitas Islam yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu
kepada Dasti dan Sitwat (2014) meskipun dianggap memiliki rumusan konstruk
yang baik dan komprehensif untuk merepresentasikan spiritualitas pada partisipan
dengan keyakinan agama Islam, namun secara statistik skala ini masih belum
107
banyak diuji penggunannya. Sehingga penulis menyarankan agar penelitian
selanjutnya dapat menggunakan kembali skala ini untuk memperkuat validitas dan
reliabilitasnya, terutama menyandingkannya dengan berbagai konstruk psikologis
yang lain termasuk salah satunya konstruk kebahagiaan. Penulis selanjutnya
disarankan juga untuk mempertimbangkan penggunaan jumlah item setaip domain
sesuai skala aslinya Dasti dan Sitwat (2014) yang berjumlah 75 item atau
memodifikasi sejauh yang dibutuhkan dalam penelitian mendatang, sebagaimana
yang diterapkan dalam penelitian ini sebanyak 46 item, namun harus tetap dapat
merepresentasikan domain yang dimaksud untuk menghindari seperti halnya yang
menjadi keterbatasan dari hasil diskusi penelitian ini.
Penelitian selanjutnya yang ingin meneliti mengenai partisipan wanita
bercadar disarankan untuk lebih membatasi populasi, seperti kelompok wanita
bercadar yang berafiliasi pada kelompok atau komunitas tertentu. Sehingga hasil
penelitian dianggap dapat dengan tepat merepresentasikan populasi tersebut.
Sebagaimana keterbatasan dalam penelitian ini, penulis menjadikan wilayah
Jabodetabek sebagai acuan batasan penelitian, namun jumlah sampel antar
masing-masing wilayah tidak cukup seimbang. Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat lebih membatasi populasi penelitian menjadi partisipan yang berafiliasi pada
kelompok tertentu atau dengan menyamaratakan jumlah sampel di masing-masing
wilayah.
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran praktis yang
dapat diajukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan berkaitan dengan hasil
108
penelitian. Diantaranya, terbukti bahwa kebahagiaan dipengaruhi secara signifikan
oleh perilaku disiplin dari spiritualitas Islam dengan signifikansi sebesar 0,000.
Sehingga salah satu cara untuk meningkatkan kebahagiaan pada wanita bercadar
adalah dengan mengaplikasikan nilai-nilai kedisiplinan sebagaimana yang
diajarkan dari agama Islam, jika Allah lebih mencintai perbuatan yang teratur
terlepas berapapun kecil nilainya (Khodayarifard, et al., 2016). Dibutuhkan usaha
untuk dapat menolak stimulus impulsif agar tetap dapat beraktifitas sesuai harapan
dan rencana. Keteraturan dalam mengurus berbagai urusan dan melakukan hal-hal
yang memiliki tujuan penting ini dapat menggiring perasaan berdaya dan berhasil
dalam menjalani hidup sehingga individu akan merasakan kebahagiaan yang lebih
dalam dirinya.
Variabel lain yang terbukti signifikan dapat mempengaruhi peningkatan
kebahagiaan adalah perasaan kedekatan dengan Allah. Sebagaimana dalam ajaran
agama Islam mengarahkan individu untuk selalu mengingat Allah dan meyakini
jika Allah selalu bersamanya (Fridayanti, 2015). Agar dapat meningkatkan
kebahagiaannya, wanita bercadar dapat lebih meningkatkan perasaan
kedekatannya dengan Allah dengan kesadaran yang tinggi akan kehadiran dan
pengawasan Allah dalam setiap perilakunya. Sehingga menjadikan diri untuk
menjaga sikap dari hal-hal yang diyakini dapat membuat kemurkaan Allah yang
kemudian dapat membuatnya terhindar dari perasaan cemas dan perasaan bersalah
apabila melakukan perbuatan tersebut (rendahnya emosi negatif). Disisi yang lain
dengan meningkatkan perasaan kedekatan dengan Allah akan menjaga dirinya
untuk berperilaku sesuai dengan hal-hal yang diyakini dapat menambah kecintaan
109
Allah yang kemudian akan menentramkan dirinya (tingginya emosi positif) serta
perasaan dekat akan Allah menjadikannya dapat bersyukur atas setiap peristiwa
yang kemudian akan meningkatkan kepuasan dalam hidupnya.
Variabel selanjutnya dari spiritualitas Islam yang terbukti secara signifikan
mempengaruhi kebahagiaan adalah perilaku kedermawanan, dengan signifkansi
0,001. Salah satu bentuk dari spiritualitas adalah merefleksikan nilai ajaran Islam
yaitu dengan berbuat baik dan mempermudah urusan individu lain. Agar dapat
meningkatkan kebahagiaannya, melalui perasaan berdaya dan bermanfaat atas
dirinya, wanita bercadar dapat meingkatkan perilaku kedermawanannya terhadap
sesama individu, baik dengan menjadi relawan, menjadi altruis, bertindak
prososial, maupun hal-hal lainnya terkait tolong-menolong atau kedermawanan.
Terakhir, variabel yang secara signifikan terbukti dapat mempengaruhi
kebahagiaan adalah lokus internal. Memiliki kecenderungan lokus internal yang
tinggi, wanita bercadar dapat memanipulasi perasaan sedih maupun perasaan
negatif lain sebagai respon atas berbagai peritiwa yang dialaminya menjadi
perasaan positif, dengan meyakini bahwa dirinya sendirilah yang menjadi penentu
kebahagiaan yang dimiliki. Mengalihkan perhatian pada hal-hal positif dan lebih
memfokuskan diri untuk mencapai kesuksesan akan menggiring pada kebahagiaan
dibanding hanya meratapi kondisi yang sedang dialami.
110
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Khalek, A., & Ghada, K. (2011). Religiousity and its association with
subjective well-being and depression among kuwaiti and palestinian
muslim children and adaloscent. Health, Religion & Culture, 14 (2), 117-
127.
Affandi, G.R., & Diah, D.R. (2011). Religiusitas sebagai prediktor terhadap
kesehatan mental: Studi terhadap pemeluk agama islam. Jurnal Psikologi,
6 (1), 383-389.
Ahmad, M., & Khan, S. (2015). A model of spirituality for ageing muslims.
Journal of Religion Health. DOI 10.1007/s10943-015-0039-0.
Alavi, H. R. (2007). Correlatives of happiness in the university students of Iran: A
religious approach. Journal of Religion and Health, 46 (4), 480-499. DOI
10.1007/s10943-007-9115-4.
Albani, S.M.N. (2016). Jilbab wanita muslimah: Menurut qur’an dan sunnah.
Solo: At-tibyan.
Alimardani, A., Alimardani, M., Beni, M. A., & Shajie, K. (2014). Relationship
between religious attitude and happiness of physical education students of
University of Qom. International Journal of Sport Studies, 4 (7), 783-788.
Allawi, M.A. (2008). The great woman: Mengapa wanita harus merasa tidak
lebih mulia. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Altiner, S. (2015). Happiness. Thesis. Holland: University of Leiden.
Amanda, R., & Mardianto. (2014). Hubungan antara prasangka masyarakat
terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial. Jurnal RAP UNP, 5 (1),
72-81.
Aziz, R. (2011). Pengalaman spiritual dan kebahagiaan pada guru agama sekolah
dasar. Proyeksi, 6 (2), 1-11.
Boehm, J. K., & Lyubomirsky, S. (2009). The Promise of sustainable happiness.
Dalam S. J. Lopez, & C. R. Snyder. The Oxford handbook of positive
psychology (hal. 1-21). Oxford: Oxford University Press.
Boniwell, I. (2008). What is happiness and subjective well-being? + 11
interesting facts about happiness. Dikutip 2 Januari 2018, dari Positive
Psychology: http://positivepsychology.org.uk/happiness-and-subjective-
well-being/.
Bradshaw, M., Ellison, C.G., & Marcum, J.P. (2010). Attachment to god, images
of god, and psychological distress in a nationwide sample of Presbyterians.
International Journal of Psychology and Religion, 20 (2), 130-147.
DOI:10.1080/10508611003608049.
111
Dasti, R., & Sitwat, A. (2014). Development of a multidimensional measure of
islamic spirituality. Journal of Muslim Mental Health, 8 (2), 47-67.
http://dx.doi.org/10.3998/jmmh.10381607.0008.204.
Devin, H. F., et al. (2012). The relationship between locus of control (internal-
external) and happiness in pre-elementary teachers in iran. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 46, 4169-4173. DOI:
10.1016/j.sbspro.2012.06.220.
Diener, E., & Biswas-Diener, R. (2008). Happiness: Unlocking the mysteries of
psychological wealth. Malden: Blackwell Publishing.
Dover, H., Miner, M., & Martin, D. (2007). The nature and structure of muslim
religious reflection. Journal of Muslim Mental Health, 2 (2), 189-210.
DOI: 10.1080/15564900701614858.
Everett, J. A., et al. (2015). Covered in stigma? The impact of differing levels of
islamic head-covering on explicit and implicit biases toward muslim
women. Journal of Applied Social Psychology, (45), 99-104. DOI:
10.1111/jasp.12278.
Fischer, A. H., Gillebaart, M., Rotteveel, M., Becker, D., & Vilek, M. (2012).
Veiled emotions: the effect of covered faces on emotion perception and
attitudes. Social Psychological and Personality Science, 3 (3), 266-273.
DOI: 10.1177/1948550611418534.
Fisher, J. (2011). The four domains model: Connecting spirituality, health and
well-being. Religions, 2, 17-28. DOI:10.3390/rel2010017.
Fitriani, & Astuti, Y. D. (2012). Proses pengambilan keputusan untuk memakai
cadar pada muslimah. Psikologika, 17 (2), 61-68.
Franklin, S. S. (2010). The psychology of happiness: A good human life. New
York: Cambridge University Press.
Fridayanti, F. (2015). Religiusitas, spiritualitas dalam kajian psikologi dan urgensi
perumusan religiusitas islam. Psympathic, 2 (2), 199-208.
Ghonimah. (2017). Identitas kultural mahasiswi bercadar di uiniversitas islam
negeri ampel Surabaya. Surabaya: FISIP UIN Sunan Ampel. Skripsi.
Ghorbani, N., Watson, P.J., Shiva, G., & Zhuo, C. (2014). Measuring muslim
spirituality: Relationships of muslim experiential religiousness with
religious and psychological adjustment in iran. Journal of Muslim Mental
Health, 8 (1), 77-94. http://dx.doi.org/10.3998/jmmh.10381607.0008.105.
Ghorbani, N., Watson, P.J., Madani, M., & Chen, Z.J. (2016). Muslim
experiential religiousness: Spirituality relationships with psychological
and religious adjustment in iran. Journal of Spirituality in Mental Health,
00 (00), 1-16. http://dx.doi.org/10.1080/19349637.2016.1162676.
112
Ghufron, M. N., & Risnawati, R. (2014). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Gorbunovs, A., Kapenieks, A., & Cakula, S. (2016). Self-discipline as a key
indicator to improve learning outcomes in e-learning environment.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 231, 256-262.
Halpert, R., & Hill, R. (2011). The locus of control construct’s various means of
measurement: A researcher’s guide to some of the more commonly used
locus of control scales. NJ: Will to Power Press.
Hambali. (2017a). Waduh! Rektorat universitas pamulang larang mahasiswi
kenakan cadar. Dikutip 17 Desember 2017, dari Okezone News:
https://news.okezone.com/read/2017/08/08/65/1752051/waduh-rektorat-
universitas-pamulang-larang-mahasiswi-kenakan-cadar.
Hambali. (2017b). Waduh! Rektor larang mahasiswa bercadar di kampus,
mahasiswi: kami tertekan secara psikologis. Dikutip 17 Desember 2017,
dari Okezone News: https://news.okezone.com/read/2017/08/09/65/17525/
77/waduh-rektor-larang-mahasiswa-bercadar-di-kampus-mahasiswi-kami-
tertekan-secara-psikologis.
Hanurawan, F. (2010). Psikologi sosial: Suatu pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hardt, J., Schultz, S., Xander, C., Becker, G., & Dragan, M. (2012). The
spirituality questionnaire: Core dimensions of spirituality. Psychology, 3
(1), 116-122. http://dx.doi.org/10.4236/psych.2012.31017.
Hendriyadi. (2017). Pengembangan skala locus of control. Jurnal Riset
Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT, 2 (3), 417-424.
Hidayat, A. (2018). Hukum cadar [video file]. Dikutip dari https://www.youtube
.com/watch?v=64oSxgRapmc
Hills, P., & Argyle, M. (2002). The oxford happiness questionnaire: A compact
scale for the measurement of psychological well-being. Personality and
Individual Differences, 33, 1073-1082.
Hofmann, W., et al. (2013). Yes, but are they happy? Effects of trait self-control
on affective well-being and life satisfaction. Journal of Personality. DOI:
10.1111/jopy.12050.
Holder, M.D., Coleman, B., & Wallace, J.M. (2010). Spirituality, religiousness,
and happiness in children aged 8-12 years. Journal of Happiness Studies,
11, 131-150. DOI 10.1007/s10902-008-9126-1.
Holt, C.L., et al. (2007). Expansion and validating of the spiritual health locus of
control scale: factorial analysis and predictive validity. Journal of Health
Psychology, 12 (4), 597-616.
113
Hurlock, E. B. (2003). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan, edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Ingber, H. (2015). Muslim women on the veil. Dikutip 4 Januari 2018, dari The
New York Times: https://www.nytimes.com/2015/05/28/world/muslim-
women-on-the-veil.html.
Jun, W.H., & Jo, M.J. (2016). Factor affecting happiness among nursing students
in south korea. Journal of Psychiatric and Mental Health, 23, 419-426.
DOI: 10.1111/jpm.12330.
Khodayarifard, M., et al. (2016). Positive psychology from islamic perspective.
International Journal of Behavioral Science, 10 (2), 77-83.
Kourmousi, N., Xythaly, V., & Koutras, V. (2015). Reliability and validity of the
multidimensional locus of control ipc scale in a sample of 3668 greek
educators. Social Sciences, 4, 1067-1078. DOI:10.3390/socsci4041067.
Kret, M. E., & de Gelder, B. (2012). Islamic headdress influences how emotion is
recognized from the eyes. Frontiers in Psychology , 3 (110), 1-13. DOI:
10.3389/fpsyg.2012.00110.
Kret, M. E., & Fischer, A. H. (2017). Recognition of facial expressions is
moderated by islamic cues. Cognition and Emotion. DOI:
10.1080/02699931.2017.1330253.
Larsen, R.J., & Buss, D.M. (2002). Personality psychology: Domain of knowledge
about human nature. New York: McGraw Hill.
Levenson, H. (1974). Activism and powerful others: Distinctions within the
concept of internal-external control. Journal of personality Assessment, 38
(4), 377-383, DOI: 10.1080/00223891.1974.10119988.
Levenson, H. (1981). Differentiating among internality, powerful others, and
chance. Dalam H.M. Lefcourt. Research with the Locus of Control
Construct, hal. 15-63. New York: Academic Press.
Liaghatdar, M. J., Jafari, E., Abedi, M. R., & Samiee, F. (2008). Reliability and
validity of the oxford happiness inventory among university students in
iran. The Spanish Journal of Psychology, 11 (1), 310-313.
Lopez, S. J. (2009). The encyclopedia of positive psychology. Malden: Blackwell
Publishing Ltd.
Lu, L. (1999). Personal or environmental causes of happiness: A longitudinal
analysis. The Journal of Social Psychology, 139 (1), 79-90.
Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E. (2005). The benefits of frequent positive
affect: Does happiness lead to success?. Psychological Bulletin, 131 (6),
803-855, DOI 10.1037/0033-2909.131.6.803.
114
Matta, A. (2016). Kesehatan mental di indonesia hari ini. Dikutip 5 Maret 2018,
dari Tirto.ID: https://tirto.id/kesehatan-mental-di-indonesia-hari-ini-b9tw.
McPhillips, D. (2016). U.s. among most depressed countries in the world. Dikutip
8 Maret 2018, dari US News: https://www.usnews.com/news/best-
countries/articles/2016-09-14/the-10-most-depressed-countries.
Meezenbroek, E.J., et al. (2012). Measuring spirituality as a universal human
experience: A review of spirituality questionnaires. Journal of Religion
and Health, 51, 336-354. DOI 10.1007/s10943-010-9376-1.
Modabber, M. H., et al. (2016). Affecting factor on religion and happiness in
medical students. Journal of Novel Applied Sciences, 5 (4), 105-108.
Muldoon, M., & King, N. (1995). Spirituality, health care, and bioethics. Journal
of Religion and Health, 34, 329-349.
Muliono, S. (2017). Spirit cadar dan syndrome terorisme. Dipetik 20 Januari
2017, dari Fokus Islam: http://fokusislam.com/8718-spirit-cadar-dan-
syndrome-terorisme.html.
Nelson, J.M. (2009). Psychology, religion, and spirituality. USA: Springer
Science + Business Media, LLC.
Nirawati. (2016). Dinamika pengambilan keputusan mahasiswi bercadar di iain
antasari Banjarmasin. Banjarmasin: Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
UIN Antasari. Skripsi.
Novri, M. S. (2016). Konstruksi makna cadar oleh wanita bercadar jamaah
pengajian masjid umar bin khattab kelurahan delima kecamatan tampan
pekanbaru. JOM FISIP , 3 (1), 1-12.
Nursalam., & Syarifuddin. (2015). Persepsi masyarakat tentang perempuan
bercadar. Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi, 3 (1), 116-125.
Omoniyi, M.B.I., & Adelowo, A.I.(2011). Relationship between locus of control,
emotional intelligence, and subjective happiness among widows:
Implications for psychological mental health. British Journal of Arts and
Social Sciences, 119-128.
Pannells, T.C., & Claxton, A.F. (2008). Happiness, creative ideation, and locus of
control. Creativity Research Journal, 20 (1), 67-61, DOI:
10.1080/10400410701842029.
Parsian, N., & Dunning, T. (2009). Developing and validating a questionnaire to
measure spirituality: A psychometric process. Global Journal of Health
Science, 1 (1), 2-11.
Puspanegara, V. A. (2016). Perilaku komunikasi perempuan muslim bercadar di
kota Makassar: Studi fenomenologi. Makassar: FISIP Universitas
Hasanudin. Skripsi.
115
Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan mental
masyarakat indonesia: Pengetahuan dan keterbukaan masyarakat terhadap
gangguan kesehatan mental. Prosiding KS: Riset & PKM , 2 (2), 252-258.
Rahman, A.F., & Syafiq, M. (2017). Motivasi, stigma, dan coping stigma pada
perempuan bercadar. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 7 (2), 103-115.
Raiya, H. A., Pargament, K. I., Mahoney, A., & Stein, C. (2008). A psychological
measure of islamic religiousness: Development and evidence for reliability
and validity. International Journal for the Psychology of Religion, 18,
291-315. DOI: 10.1080/10508610802229270.
Ramezani, S.G., & Gholtash, A. (2015). The relationship between happiness, self-
control and locus of control. International Journal of Educational and
Psychological Researches, 1 (2), 100-104. DOI: 10.4103/2395-2296.152
222.
Rashidi, M., Mousavi, F.S., & Esmaeli, K. (2016). The relationship between
styles of attachment to god and forgiveness and empathy among female
students in the city of qom. Health, Spirituality and Medical Ethics, 3 (1),
18-24.
Ratri, L. (2011). Cadar, media, dan identitas perempuan muslim. FORUM, 39 (2),
29-37.
Reed, P.G. (1992). An emerging paradigm for the investigation of spirituality in
nursing. Research in Nursing and Health, 15, 349-357.
Rotter, J.B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control
of reinforcement. Psychological Monographs: General and Applied, 80
(1), 609-637.
Seligman, M. E. (2002). Authentic happiness: Using the new positive psychology
to realize your potential for lasting fullfilment. New York: Free Press.
Shalih, M. (2001). Hukum Cadar. Solo: At-Tibyan.
Sharma, S.K., & Sharma, O.P. (2016). Spirituality leads to happiness: A
correlative study. The International Journal of Indian Psychology, 3 (2),
50-54.
Shubina, I. (2017). Locus of control, feeling of happiness, and self-esteem:
Interrelation analysis. International Journal of Scientific Research and
Management, 5 (11), 7563-7575. DOI: 10.18535/ijsrm/v5i11.27.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2007). Positive psychology: The scientific and
practical explorations of human strengths. California: Sage Publications.
Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
116
Syaiful, I.A., & Bahar, R.N.A. (2016). Peran spiritualitas dan kepuasan hidup
terhadap kualitas hidup pada wirausahawan muda. Humanitas, 13 (2), 122-
134.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial, edisi ke-12.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Umar, J. (2011). Confirmatory factor analysis: Bahan ajar perkuliahan. Jakarta:
Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
The Pursuit of happiness: Creating meaningful brand experiences for millennials.
(2015). Dikutip 1 Desember 2017, dari Zenith: https://www.zenithmedia.
com/insights/the-pursuit-of-happiness-creating-meaningful-brand-
experiences-for-millennials/.
Vaughan, F. (1991). Spiritual issues in psychotherapy. Journal of Transpersonal
Psychology, 23, 105-119.
Weathers, E. (2018). Spirituality and health: A middle eastern perspective.
Religions, 9, 33-50. DOI:10.3390/rel9020033.
White, N. (2006). A brief history of happiness. Malden: Blackwell Publishing Ltd.
Yulistara, A. (2017a). Mengenal niqab squad, komunitas para wanita bercadar di
indonesia. Dikutip 17 Desember 2017, dari Wolipop Lifestyle:
https:/m.detik.com/wolipop/read/2017/07/26/160355/3574754/1632/meng
enal-niqab-squad-komunitas-para-wanita-bercadar-di-indonesia.
Yulistara, A. (2017b). Fenomena baru, banyak hijabers yang ingin menikah pakai
cadar di 2017. Dikutip 17 Desember 2017, dari Wolipop Lifestyle:
https://m.detik.com/wolipop/read/2017/09/19/190239/3650279/1632/feno
mena-baru-banyak-hijabers-yang-ingin-menikah-pakai-cadar-di-2017.
117
LAMPIRAN
118
118
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
119
119
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Perkenalkan, saya Amal, mahasiswi di program Strata 1 Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayaullah Jakarta, sedang mengadakan
penelitian, dengan kriteria responden sbb:
Wanita pengguna cadar.
Berusia minimal 18 tahun.
Berdomisili di wilayah Jabodetabek / pernah berdomisili minimal 6 bulan.
Oleh karena itu saya mengharapkan bantuan dan kesedian Saudari yang
memenuhi ketiga kriteria tersebut untuk mengisi lembaran kuesioner yang
telah saya persiapkan.
Saudari dapat mengisi kuesioner yang ada sesuai dengan pendapat dan keadaan
diri yang sesungguhnya, tanpa perlu dipengaruhi oleh hal-hal lain. Karena tidak
ada jawaban benar atau salah dalam setiap pernyataan yang saudari pilih di
kuesioner ini. Serta semua data pribadi dan respon jawaban yang saudari berikan
akan terjamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan
penelitian. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih banyak atas partisipasi Saudari.
Jazaakunnllah Khayran Katsiran. Semoga Allah membalas dengan sebaik-
baik kebaikan yang ada atas bantuan yang saudari berikan. Allahumma
aamiin.
Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Peneliti,
Amalia Ridha Sudirman
Mohon mengisi data dibawah ini sebelum Saudari mengisi skala penelitian
(*lingkari salah satu).
WAJIB ISI.
Inisial (untuk kenyamanan): ………………………………………………………
Usia : ……..………. tahun
Tinggal Saat Ini : Jakarta / Bogor / Depok / Tangerang / Bekasi *
Status Pekerjaan : bekerja / tidak bekerja*
Status Pernikahan : sudah menikah/belum menikah*
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA-sederajat /Diploma/S1/S2-S3* Pertama kali menggunakan cadar : tahun……....….bulan………...
Alasan menggunakan cadar : ……………………………………
No. HP / Akun sosmed (tidak wajib) : …………………………..…………
120
120
PETUNJUK PENGISIAN
Anda dapat menjawab dengan jujur dan nyaman. Karena seluruh jawaban
adalah benar jika sesuai dengan diri anda. Serta respon anda akan terjamin
kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.
Jawab dengan cara memberi tanda centerang (√) pada salah satu pilihan yang
paling mewakili diri anda, keterangannya
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
ATS: Agak Tidak Setuju
AS : Agak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh pengisian:
KUESIONER I
Isi sejumlah pernyataan berikut sesuai keadaan yang anda bayangkan
ketika anda yang mengalaminya. NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS
1 Akan menjadi pemimpin atau tidaknya saya,
bergantung pada kemampuan saya sendiri.
2 Sebagian besar yang terjadi dalam hidup saya
disebabkan oleh kejadian diluar perencanaan saya.
3 Saya merasa apa yang terjadi dalam hidup ini sangat
ditentukan oleh orang lain yang lebih kuat.
4 Akan mengalami kecelakaan mobil atau tidak,
bergantung pada seberapa baik saya mengemudi.
5 Saat saya membuat rencana, saya hampir yakin
bahwa rencana itu akan terwujud.
6 Seringkali saya tidak dapat mewujudkan keinginan
saya karena nasib buruk.
7 Saat saya mendapat apa yang diinginkan, biasanya
disebabkan karena saya sedang beruntung.
8
Meskipun saya memiliki kemampuan yang cukup,
sulit untuk menjadi pemimpin, tanpa menyenangkan
hati para atasan saya.
9
Seberapa banyak teman yang saya miliki, sangat
bergantung pada seberapa baik saya sebagai
individu.
10 Saya sering mengalami keadaan dimana hari-hari
terjadi begitu saja.
11 Hidup saya sangat ditentukan oleh orang lain yang
lebih kuat.
NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS
1
Merasa bergantung dengan
orang lain untuk mengambil
keputusan.√
121
121
12 Saya akan mengalami kecelakaan mobil atau tidak,
tergantung dari keberuntungan saya.
13
Orang-orang seperti saya hanya punya sedikit
kesempatan untuk melakukan sesuatu sesuai
keinginannya, ketika berkonflik dengan kelompok
lain yang lebih kuat.
14
Biasanya saya tidak merencanakan terlalu jauh
karena banyak hal dapat berubah menjadi nasib baik
atau nasib buruk.
15 Agar mendapat apa yang saya inginkan, saya perlu
menyenangkan hati orang lain terlebih dahulu.
16
Akan menjadi pemimpin atau tidaknya saya,
tergantung pada keberuntungan saya saat ada di
tempat dan waktu yang tepat.
17
Jika orang-orang penting bagi saya sudah
memutuskan tidak menyukai saya, bagaimana
mungkin saya dapat punya banyak teman.
18 Saya sangat dapat menentukan apa yang akan terjadi
dalam hidup saya sendiri.
19 Saya biasanya dapat melakukan apapun yang sesuai
dengan keinginan saya.
20 Saya akan mengalami kecelakaan mobil atau tidak,
sangat bergantung pada pengendara lainnya.
21 Saat saya mendapat apa yang saya inginkan,
biasanya disebabkan oleh hasil kerja keras saya.
22
Untuk membuat rencana saya berhasil, saya harus
memastikan jika rencana itu sesuai keinginan orang
lain yang posisinya lebih tinggi dari saya.
23 Hidup saya ditentukan oleh tindakan saya sendiri.
24 Ini merupakan persoalan nasib, apakah saya punya
banyak teman atau tidak.
122
122
PETUNJUK PENGISIAN
Anda dapat menjawab dengan jujur dan nyaman. Karena seluruh jawaban
adalah benar jika sesuai dengan diri anda. Serta respon anda akan terjamin
kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.
Jawab dengan cara memberi tanda centerang (√) pada salah satu pilihan yang
paling mewakili diri anda, keterangannya
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
ATS: Agak Tidak Setuju
AS : Agak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh pengisian:
NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS
1 Merasa dapat beraktifitas dengan bebas selama
menggunakan cadar.
√
KUESIONER II
Bayangkan kembali kondisi atau perasaan yang anda alami selama
menggunakan cadar untuk menjawab sejumlah pernyataan berikut. NO PERNYATAAN STS TS ATS AS S SS
1 Saya tidak senang dengan apa yang saya jalani saat
ini
2 Saya senang berkumpul dengan orang lain, tetangga,
atau masyarakat di sekitar.
3 Rasanya hidup ini sangat bermanfaat.
4 Saya merasa nyaman berada dengan siapa pun.
5 Saya jarang mendapatkan tidur yang berkualitas.
6 Saya pesimis akan masa depan hidup saya.
7 Saya banyak mengalami hal-hal menyenangkan.
8 Saya merasa dilibatkan dalam berbagai kegiatan
yang diadakan disekitar.
9 Saya merasa hidup ini dipenuhi banyak kesulitan.
10 Menurut saya dunia adalah tempat yang tidak
menyenangkan.
11 Saya sering tertawa saat bahagia
12 Saya merasa cukup puas dengan setiap hal yang
terjadi dalam hidup, baik masa lalu dan masa kini.
13 Saya merasa tidak menarik dengan penampilan saya.
14 Saya merasa tidak bebas melakukan apa yang
menjadi keinginan saya
15 Saya merasa bahagia dengan penampilan saya
16 Saya menemukan keindahan dalam beberapa hal
yang ada di dunia ini.
17 Saya dapat berbagi keceriaan dengan orang lain.
18 Saya dapat melakukan apa yang saya inginkan dalam
123
123
hidup.
19 Saya tidak mampu mengelolah kehidupan saya
dengan baik.
20 Saya mampu menyelesaikan pekerjaan saya hingga
tuntas
21 Saya dapat mengembangkan potensi-potensi yang
saya miliki dalam keadaan apapun.
22 Saya sering merasakan kegembiraan.
23 Saya sulit untuk mengambil keputusan secara
nyaman.
24 Rasanya saya tidak memiliki tujuan dan pemaknaan
yang berarti di hidup ini.
25 Saya merasa memiliki banyak kekuatan dan
semangat.
26 Dalam menjalankan suatu kegiatan, saya biasanya
dapat memberikan pengaruh yang baik.
27 Saya tidak nyaman ketika bersama orang lain di
tengah masyarakat atau di tempat publik.
28 Sebenarnya saya sering merasa tidak sehat atau
kurang fit.
29 Saya tidak memiliki kenangan bahagia di masa lalu.
124
124
PETUNJUK PENGISIAN
Anda dapat menjawab dengan jujur dan nyaman. Karena seluruh jawaban
adalah benar jika sesuai dengan diri anda. Serta respon anda akan terjamin
kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.
Jawab dengan cara memberi tanda centerang (√) pada salah satu pilihan yang
paling mewakili diri anda, keterangannya
STS: Sangat Tidak
Setuju
TS: Tidak Setuju
R: Ragu-ragu
S: Setuju
SS: Sangat Setuju
Contoh pengisian:
PERNYATAAN STS TS R S SS
Sulit untuk langsung memaafkan orang yang telah memfitnah
saya.
√
KUESIONER III
Isi sejumlah pernyataan berikut sesuai keadaan yang dialami atau
dirasakan sesungguhnya saat ini.
PERNYATAAN
STS TS R S SS
Merasa kurang teratur dan rapi dalam menjalani tugas-tugas keseharian.
Dalam keseharian saya tidak selalu mengatakan yang sebenarnya.
Saya selalu memiliki perasaan takut akan Tuhan dalam benak.
Dapat memenuhi setiap janji yang diberikan.
Banyak membeli belajaan membuat saya sering merasa senang.
Saya bermuhasabah setiap malamnya.
Disiplin bukan termasuk sifat keseharian saya.
Saya dapat kehilangan kendali ketika marah.
Merasakan ikatan yang dekat dengan Tuhan.
Saya tidak pernah meninggalkan sholat 5 waktu sehari.
Saya merasa bahwa Allah mendengarkan setiap doa saya.
Dalam setiap aktifitas saya dapat merasakan Allah melihat saya.
Kualitas hasil pekerjaan biasanya tidak terlalu baik.
Saya berhenti menemui orang yang berselisih paham dengan saya.
Cenderung sering merasa ragu-ragu.
Melakukan hal-hal untukmembuat saya mendapat pujian.
Selalu menghadiri acara keagamaan setiap pekan.
Rutin mendengarkan nasihat dari pembimbing spiritual atau ulama.
Sulit untuk menyelesaikan pekerjaan yang dititipkan dengan benar.
Saya membaca Qur’an rutin setiap hari.
125
125
Dapat memaafkan dengan mudah orang yang telah berbuat jahat kepada
saya.
Saat sedang kesulitan, saya selalu merasa mendapat bimbingan dari
Tuhan.
Saya ikut mendengarkan ketika ada yang membicarakan orang lain.
Sering membantu orang lain sehingga saat dibutuhkan mereka juga akan
membantu saya.
Menghindari bertemu dengan orang yang berbeda pendapat.
Dengan setiap kesalahan yang saya miliki, Allah akan memaafkan saya.
Merasa sangat terdorong untuk mengenal dan mencari tahu tentang
Pencipta saya.
Merasa ingin orang lain melihat kondisi keuangan saya agar saya
dihargai.
Membeli hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan ketika sedang memiliki
uang berlebih.
Saya tidak pernah meninggalkan dzikir harian.
Saat tidak punya uang, saya meminjam terlebih dahulu untuk membeli
hal yang saya sukai.
Mencoba membantu menyelesaikan jika ada perkelahian antar
keluarga/teman.
Perilaku saya sehari-hari telah sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Merasa sulit untuk mencoba kembali ketika sebelumnya mengalami
kegagalan.
Mencari tahu apakah tradisi budaya yang berlaku sesuai dengan syariat
Islam.
Ketika sedang marah saya sering mengumpat (walaupun hanya di dalam
hati).
Saat sedang berkumpul dengan teman, saya membicarakan tentang
orang lain.
Jika melihat sesuatu yang baru/terkini, saya merasa harus segera
mendapatkannya.
Ketika membaca Al-Qur’an, saya merasa seperti sedang berbicara
dengan Tuhan.
Saya tidak pernah meninggalkan puasa sunnah setiap pekan.
Saya selalu menyayangi orang lain sebagaimana saya menyayangi diri
sendiri.
126
126
Sering menyampaikan informasi kepada orang lain sehingga mereka
dapat memperoleh manfaat darinya.
Terus memikirkan bagaimana cara untuk membalas perbuatan buruk
orang lain.
Merasa sedih ketika melihat orang lain yang mendahului posisi saya.
Agar tidak didahului oleh orang lain saya tidak membagikan informasi
yang saya miliki.
Sulit merasakan ketenangan sampai saya membalas keburukan yang
telah dilakukan orang lain.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Saya ucapkan terimakasih banyak atas kesediannya berpartisipasi dalam
penelitian.
Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik kebaikan atas bantuan yang
saudari berikan.
Jazaakunnallah khayran katsiran wa Jazaakunnallah ahsanal jazaa’
Jika ada pertanyaan, saran, dan hal lainnya terkait penelitian,
silahkan hubungi kontak dibawah ini: Amal
[email protected] atau 0813-2105-8827
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
127
127
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram
1) Syntax uji CFA variabel kebahagiaan
UJI VALIDITAS VARIABEL KEBAHAGIAAN DA NI=29 NO=199 MA=PM LA ITEM12 ITEM24 ITEM3 ITEM16 ITEM9 ITEM1 ITEM2 ITEM4 ITEM7
ITEM6 ITEM10 ITEM15 ITEM22 ITEM17 ITEM27 ITEM26 ITEM8 ITEM25
ITEM28 ITEM13 ITEM5 ITEM21 ITEM29 ITEM19 ITEM18 ITEM14 ITEM23
ITEM11 ITEM20 PM SY FI=BAHAGIA.COR MO NX=29 NK=1 LX=FR TD=SY LK BAHAGIA FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1
LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1
LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1 LX 27 1 LX 28 1
LX 29 1 FR TD 27 26 TD 8 7 TD 6 2 TD 17 16 TD 10 5 TD 21 7 TD 29 26 TD 14 4 TD
29 22 TD 15 7 TD 15 8 TD 23 15 TD 10 6 TD 20 10 TD 27 10 TD 11 5 TD 28 25
TD 28 24 TD 21 19 TD 19 7 TD 10 2 TD 26 12 TD 21 5 TD 14 12 TD 7 1 TD 22
9 TD 20 2 TD 6 5 TD 24 15 TD 29 1 TD 5 2 TD 20 5 TD 28 23 TD 10 7 TD 15
10 TD 20 11 TD 11 2 TD 26 2 TD 26 4 TD 16 10 TD 9 8 TD 13 9 TD 25 7 TD 16
4 TD 11 4 TD 25 12 TD 20 12 TD 26 20 TD 27 4 TD 19 18 TD 18 5 TD 25 11
TD 22 1 TD 17 1 TD 2 1 TD 24 14 TD 8 5 TD 12 5 TD 6 1 TD 23 6 TD 23 2 TD
23 14 TD 9 6 TD 11 9 TD 29 4 TD 4 3 TD 26 13 TD 21 13 TD 27 12 TD 8 3 TD
23 10 TD 16 13 TD 16 15 TD 29 28 TD 28 12 TD 14 10 TD 10 4 TD 8 4 TD 22
12 TD 18 16 TD 14 3 TD 23 3 TD 16 5 TD 13 5 TD 23 22 TD 25 5 TD 25 21 TD
19 15 TD 12 8 TD 14 7 TD 10 8 TD 15 12 TD 19 12 TD 27 15 TD 16 3 TD 21 18
TD 28 1 TD 29 27 TD 27 20 TD 27 5 TD 27 21 TD 27 19 TD 25 1 TD 28 11 TD
19 10 TD 8 2 TD 25 2 TD 28 2 TD 4 2 TD 15 6 TD 26 21 TD 26 5 TD 25 6 TD
25 10 TD 7 6 TD 11 6 TD 11 10 TD 15 1 TD 23 11 TD 11 7 TD 18 14 TD 18 12
TD 17 9 TD 17 9 PD
OU TV SS MI
128
128
Model CFA dari variabel kebahagiaan
2) Syntax uji CFA variabel perilaku disiplin
UJI VALIDITAS VARIABEL PERILAKU DISIPLIN DA NI=8 NO=199 MA=PM LA ITEM7 ITEM19 ITEM1 ITEM15 ITEM13 ITEM2 ITEM34 ITEM4 PM SY FI=SDISIPLIN.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK DISIPLIN FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 5 2 TD 6 2 TD 8 3 PD OU TV SS MI
129
129
Model CFA dari variabel perilaku disiplin
3) Syntax uji CFA variabel pencarian makna ketuhanan
UJI VALIDITAS VARIABEL PENCARIAN KETUHANAN DA NI=7 NO=199 MA=PM LA ITEM6 ITEM27 ITEM35 ITEM33 ITEM18 ITEM9 ITEM17 PM SY FI=spencarian.cor MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY LK PENCARIAN FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 FR TD 7 5 TD 7 3 TD 4 2 TD 7 2 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel pencarian makna ketuhanan
4) Syntax uji CFA variabel perilaku ekspansif
130
130
UJI VALIDITAS VARIABEL PERILAKU EKSPANSIF DA NI=5 NO=199 MA=PM LA ITEM36 ITEM31 ITEM37 ITEM23 ITEM29 PM SY FI=SEKSPANSIF.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK EKSPANSIF FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 5 2 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel perilaku ekspansif
5) Syntax uji CFA variabel perilaku membanggakan diri
UJI VALIDITAS VARIABEL PERILAKU MEMBANGGAKAN DIRI DA NI=5 NO=199 MA=PM LA ITEM28 ITEM16 ITEM05 ITEM24 ITEM38 PM SY FI=SBANGGA.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK BANGGA FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 4 3 TD 4 1 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel perilaku membanggakan diri
131
131
6) Syntax uji CFA variabel perasaan kedekatan dengan Allah
UJI VALIDITAS VARIABEL PERASAAN KEDEKATAN DENGAN TUHAN DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM11 ITEM22 ITEM26 ITEM39 ITEM12 ITEM3 PM SY FI=SDEKAT.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK KEDEKATAN FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 FR TD 5 2 TD 4 3 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel perasaan kedekatan dengan Allah
7) Syntax uji CFA variabel perilaku kedermawanan
UJI VALIDITAS VARIABEL PERILAKU DERMAWAN
132
132
DA NI=5 NO=199 MA=PM LA ITEM32 ITEM42 ITEM45 ITEM44 ITEM41 PM SY FI=SDERMAWAN.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK DERMAWAN FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 4 3 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel perilaku kedermawanan
8) Syntax uji CFA variabel perilaku toleransi
UJI VALIDITAS VARIABEL PERILAKU TOLERANSI DA NI=6 NO=199 MA=PM LA ITEM25 ITEM14 ITEM21 ITEM46 ITEM43 ITEM08 PM SY FI=STOLERANSI.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK TOLERANSI FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 FR TD 2 1 TD 4 2 TD 6 2 TD 6 1 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel perilaku toleransi
133
133
9) Syntax uji CFA variabel praktik ibadah islam
UJI VALIDITAS VARIABEL PRAKTIK IBADAH DA NI=4 NO=199 MA=PM LA ITEM10 ITEM20 ITEM30 ITEM40 PM SY FI=SPRAKTIK.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK PRAKTIK FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 4 3 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel praktik ibadah islam
10) Syntax uji CFA variabel lokus internal
134
134
UJI VALIDITAS VARIABEL LOKUS INTERNAL DA NI=8 NO=199 MA=PM LA ITEM1 ITEM19 ITEM5 ITEM4 ITEM18 ITEM23 ITEM9 ITEM21 PM SY FI=KDS.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK INTERNAL FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 5 2 TD 6 4 TD 3 1 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel lokus internal
11) Syntax uji CFA variabel lokus orang lain
UJI VALIDITAS VARIABEL LOKUS ORANG LAIN
DA NI=8 NO=199 MA=PM
LA
ITEM8 ITEM13 ITEM22 ITEM11 ITEM3 ITEM20 ITEM15 ITEM17
PM SY FI=KOL.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK ORGLAIN FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 5 4 TD 7 1 TD 8 1 TD 6 1 TD 7 3 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel lokus orang lain
135
135
12) Syntax uji CFA variabel lokus situasi
UJI VALIDITAS VARIABEL LOKUS SITUASI DA NI=8 NO=199 MA=PM LA ITEM6 ITEM16 ITEM14 ITEM10 ITEM12 ITEM2 ITEM7 ITEM24 PM SY FI=KKB.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK SITUASI FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 6 3 TD 7 5 TD 6 1 TD 6 4 TD 5 3 TD 4 1 PD OU TV SS MI
Model CFA dari variabel lokus situasi
Lampiran 4 Output Hasil Uji Regresi
136
136
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 ,742a ,551 ,524 6,57232 ,551 20,821 11 187 ,000
a. Predictors: (Constant), Lokus_situasi, Plk_dermawan, Plk_ekspansif, Lokus_internal, Lokus_orglain, Perasaan_dekat, Plk_Disiplin, Plk_toleransi, Plk_Bangga, Prak_ibadah, Pencarian_makna
ANOVA
a
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9892,924 11 899,357 20,821 ,000b
Residual 8077,544 187 43,195
Total 17970,468 198
a. Dependent Variable: Kebahagiaan b. Predictors: (Constant), Lokus_situasi, Plk_dermawan, Plk_ekspansif, Lokus_internal, Lokus_orglain, Perasaan_dekat, Plk_Disiplin, Plk_toleransi, Plk_Bangga, Prak_ibadah, Pencarian_makna
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 5,009 6,054 ,827 ,409
Plk_Disiplin ,285 ,070 ,271 4,072 ,000
Pencarian_makna ,110 ,094 ,105 1,163 ,246
Plk_ekspansif -,062 ,074 -,055 -,841 ,402
Plk_Bangga -,002 ,078 -,002 -,026 ,979
Perasaan_dekat ,218 ,083 ,215 2,619 ,010
Plk_dermawan ,213 ,066 ,198 3,229 ,001
Plk_toleransi ,096 ,075 ,085 1,267 ,207
Prak_ibadah -,035 ,088 -,033 -,398 ,691
Lokus_internal ,226 ,060 ,211 3,765 ,000
Lokus_orglain -,068 ,060 -,066 -1,137 ,257
Lokus_situasi -,081 ,071 -,074 -1,146 ,253
a. Dependent Variable: Kebahagiaan
Model Summary
Model R R Adjusted Std. Change Statistics
137
137
Square R Square
Error of the
Estimate
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 ,565a ,319 ,316 7,88154 ,319 92,292 1 197 ,000
2 ,655b ,428 ,423 7,23877 ,109 37,539 1 196 ,000
3 ,655c ,429 ,420 7,25682 ,000 ,026 1 195 ,872
4 ,655d ,429 ,417 7,27219 ,001 ,177 1 194 ,675
5 ,686e ,471 ,457 7,02095 ,042 15,133 1 193 ,000
6 ,713f ,509 ,493 6,78012 ,038 14,954 1 192 ,000
7 ,717g ,514 ,496 6,76234 ,005 2,011 1 191 ,158
8 ,717h ,514 ,494 6,78010 ,000 ,001 1 190 ,976
9 10 11
,735i
,740i
,742k
,540 ,547 ,551
,518 ,523 ,524
6,61131 6,57780 6,57232
,026 ,007 ,003
10,825 2,931 1,313
1 1 1
189 188 187
,001 ,089 ,253
a. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin
b. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna
c. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif
d. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga
e. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga, Perasaan_dekat
f. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan
g. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan, Plk_toleransi
h. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan, Plk_toleransi, Prak_ibadah
i. Predictors: (Constant), Plk_Disiplin, Pencarian_makna, Plk_ekspansif, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan, Plk_toleransi, Prak_ibadah, Lokus_internal
j. Predictors: (Constant), Plk_ekspansif, Pencarian_makna, Plk_Disiplin, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan, Plk_toleransi, Prak_ibadah, Lokus_internal, Lokus_orglain k. Predictors: (Constant), Plk_ekspansif, Pencarian_makna, Plk_Disiplin, Plk_Bangga, Perasaan_dekat, Plk_dermawan, Plk_toleransi, Prak_ibadah, Lokus_internal, Lokus_orglain, Lokus_situasi
138
138
Lampiran 5 Output Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Kebahagiaan 199 3,65 70,48 50,0004 9,52680
Plk_Disiplin 199 24,81 69,43 50,0003 9,04203
Pencarian_makna 199 13,27 64,15 50,0001 9,12569
Plk_ekspansif 199 19,22 64,81 50,0000 8,42378
Plk_Bangga 199 22,52 64,59 50,0001 8,81388
Perasaan_dekat 199 3,14 59,99 50,0009 9,41526
Plk_dermawan 199 21,32 63,36 50,0005 8,86235
Plk_toleransi 199 18,88 63,05 50,0002 8,42265
Prak_ibadah 199 19,67 63,39 49,9997 8,94302
Lokus_internal 199 21,91 66,06 50,0002 8,89739
Lokus_orglain 199 35,53 84,30 50,0001 9,26422
Lokus_situasi 199 32,39 75,07 49,9999 8,62012
Valid N (listwise) 199
Durasi_cadar
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid < 1 tahun 73 36,7 36,7 36,7
1 - 3 tahun 107 53,8 53,8 90,5
> 3 tahun 19 9,5 9,5 100,0
Total 199 100,0 100,0
Tk_pend_akhir
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid SD/sederajat 1 ,5 ,5 ,5
SMP/Sederajat 4 2,0 2,0 2,5
SMA/sederajat 124 62,3 62,3 64,8
Diploma 20 10,1 10,1 74,9
Strata 1 50 25,1 25,1 100,0
Total 199 100,0 100,0
St_nikah
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid Menikah 61 30,7 30,7 30,7
Belum Menikah
138 69,3 69,3 100,0
Total 199 100,0 100,0
139
139
St_kerja
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid Bekerja 88 44,2 44,2 44,2
Tidak Bekerja
111 55,8 55,8 100,0
Total 199 100,0 100,0
Usia
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid 18 - 24 tahun 147 73,9 73,9 73,9
25 - 34 tahun 40 20,1 20,1 94,0
35 - awal 40 tahun
12 6,0 6,0 100,0
Total 199 100,0 100,0
Wilayah
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid Jakarta 79 39,7 39,7 39,7
Bogor 27 13,6 13,6 53,3
Depok 35 17,6 17,6 70,9
Tangerang 38 19,1 19,1 89,9
Bekasi 20 10,1 10,1 100,0
Total 199 100,0 100,0