pengaruh perbandingan abu sabut kelapa dan kapur...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERBANDINGAN ABU SABUT KELAPA DAN
KAPUR TOHOR YANG BERBEDA TERHADAP NILAI PH,
KADAR AIR, KADAR ABU, KADAR KALSIUM SERTA
ORGANOLEPTIK TELUR PUYUH PIDAN
SKRIPSI
Oleh:
HABIBBURRAHMAN
1410612098
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
PENGARUH PERBANDINGAN ABU SABUT KELAPA DAN
KAPUR TOHOR YANG BERBEDA TERHADAP NILAI PH,
KADAR AIR, KADAR ABU, KADAR KALSIUM SERTA
ORGANOLEPTIK TELUR PUYUH PIDAN
SKRIPSI
Oleh:
HABIBBURRAHMAN
1410612098
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan Universitas Andalas
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
i
PENGARUH PERBANDINGAN ABU SABUT KELAPA DAN KADAR
KAPUR TOHOR YANG BERBEDA TERHADAP NILAI PH, KADAR AIR,
KADAR ABU, KADAR KALSIUM SERTA ORGANOLEPTIK TELUR
PUYUH PIDAN
Habibburrahman, di bawah bimbingan
Deni Novia, S.TP, MP dan Dr. Sri Melia, S.TP, MP
Bagian Teknologi dan Pengolahan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Andalas Padang, 2019
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan abu sabut
kelapa dan kapur tohor yang berbeda terhadap nilai pH, kadar air, kadar abu, kadar
kalsium serta organoleptik telur puyuh pidan. Penelitian ini menggunakan 125 butir
telur puyuh umur maksimal 48 jam yang diperoleh dari peternakan burung puyuh.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan perbandingan abu
sabut kelapa dan kapur tohor yang di berikan adalah A (90-10), B (70-30), C (50-
50) D( 30-70), E (10-90). Hasil analisis ragam pada semua perlakuan menunjukkan
bahwa lama fermentasi basa memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
terhadap kadar air, kadar abu, nilai pH, kadar kalsium serta nilai organoleptik telur
puyuh pidan. Hasil terbaik pada penelitian ini yaitu pada perlakuan A
(perbandingan abu sabut kelapa 90% kapur tohor 10%) dengan kadar air 69,68%,
kadar abu 4,44%, nilai pH 11,10, kadar kalsium 0,65% serta organoleptik yang
meliputi putih telur 1,84(coklat muda), kuning telur 3,32(hijau), tekstur 2,56(lunak)
dan aroma 2,27(agak berbau blerang).
Kata kunci : abu sabut kelapa, kapur tohor, telur pidan, telur puyuh
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah SWT berkat rahmat dan karunianya yang tak
terhigga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh
Perbandingan Penggunaan Abu Sabut Kelapa Dengan Kapur Tohor Yang
Berbeda Terhadap Nilai Ph, Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Kalsium Serta
Organoleptik Telur Puyuh Pidan” Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas
Andalas, Padang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Deni Novia STP, MP
selaku pembimbing I dan ibu Dr. Sri Melia STP, MP selaku pembimbing II serta
ibu Dr.Evitayani S,Pt, M.Agr yang telah memberikan bimbingan arahan serta saran
mengenai perkuliahan saya. Kepada ibu Afriani Sandra S.Pt, MP, Ibu Indri
Juliyarsi, SP, MP dan Bapak Aronal Arief Putra, S.Pt, M.Sc, Ph.D, sebagai penguji
dan juga kepada koordinator seminar hasil
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyelesaian skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi
sempurnanya skripsi ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi penulis dan kita
semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat Nya. Aamiinya
rabbal’aalamiin.
Padang, juli 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 3
1.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Telur Puyuh .......................................................................................... 5
2.2 Telur Pidan. .......................................................................................... 6
2.3 Kadar Abu… ........................................................................................ 8
2.4 Abu Sabut Kelapa ................................................................................ 8
2.5 Kapur Tohor. ........................................................................................ 9
2.6 Kadar Air .............................................................................................. 10
2.7 pH Telur… ........................................................................................... 10
2.8 Kadar Kalsium………………………………………………………. 11
2.9 Organoleptik… ..................................................................................... 11
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ................................................... 14
3.1 Materi Penelitian .................................................................................. 14
3.2 Metode Penelitian................................................................................. 14
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………... 23
4.1 Nilai pH ……………………………………………………………… 23
4.2 Kadar Air……………………………………………………………. 24
4.3 Kadar Abu…………………………………………………………… 25
4.4 Nilai Kalsium ………………………………………………………. 26
4.5 Uji Organoleptik…………………………………………………….. 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Kandungan Gizi Telur Puyuh dalam 100 gram ..................................... 5
2. Deskripsi dan Skala Numerik Aroma, Tekstur dan Warna Dalam Uji
Organoleptik ........................................................................................... 19
3. Rataan Nilai pH Teur Puyuh Pidan ......................................................... 23
4. Rataan Kadar Air Telur Puyuh Pidan ..................................................... 24
5. Rataan Kadar Abu Telur Puyuh Pidan .................................................... 26
6. Rataan Nilai Kalsium Telur Puyuh Pidan ............................................... 27
7. Rataan Nilai Organoleptik Warna Putih Telur Puyuh Pidan .................. 28
8. Rataan Nilai Organoleptik Kuning Telur Puyuh Pidan .......................... 29
9. Rataan Nilai Organoleptik Aroma Telur Puyuh Pidan ........................... 31
10. Rataan Nilai Organoleptik Tekstru Telur Puyuh Pidan .......................... 32
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Reaksi Pembakaran Batu Kapur Manjadi Kapur Tohor ......................... 9
2. Diagram Alir Proses Pembuatan adonan telur pidan .............................. 20
3. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Pidan ......................................... 21
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Formulir Uji Organoleptik ................................................................... 39
2. Analisis Statistik Nilai pH (%) Telur Puyuh Pidan .............................. 41
3. Analisis Statistik Kadar Air (%) Telur Puyuh Pidan............................ 42
4. Analisis Statistik (%) Kadar Abu Telur Puyuh Pidan .......................... 43
5. Analisis Statistik (%) Kadar kalsium Telur Puyuh Pidan .................... 44
6. Pengujian Organoleptik Warna Putih Telur (%) Puyuh Pidan ............. 45
7. Pengujian Organoleptik Warna Kuning Telur (%) Telur Puyuh Pidan 47
8. Pengujian Organoleptik Aroma (%) Telur Puyuh Pidan ...................... 49
9. Pengujian Organoleptik Tekstur (%) Puyuh Pidan .............................. 51
10. Dokumentasi Penelitian Telur Puyuh Pidan......................................... 52
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil ternak yang bergizi tinggi dan
sangat dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan sumber protein, asam lemak,
vitamin, dan mineral. Selain itu, telur mudah diperoleh karena harga yang cukup
ekonomis dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Macam-macam jenis
telur yang umum dikonsumsi diantaranya telur ayam, telur itik dan telur puyuh.
Telur puyuh merupakan sumber protein hewani yang relatif murah dibandingkan
dengan sumber protein hewani lainnya seperti telur ayam, daging sapi, daging
kambing dan lain-lain.
Namun dibalik banyaknya kelebihan tersebut, telur juga memiliki kekurangan
yaitu daya simpannya singkat sehingga telur menjadi cepat rusak, untuk itu perlu
dilakukan pengolahan atau pengawetan yang dapat mempertahankan kualitas dan
memperpanjang masa simpan telur. Salah satu upaya untuk mengawetkan atau
menjaga telur supaya tidak mudah rusak yaitu diolah menjadi sebuah produk yang
dapat memperpanjang masa simpan telur salah satunya ialah telur pidan.
Telur pidan juga sering disebut sebagai telur seribu tahun karena mempunyai
daya simpan yang sangat lama. Telur pidan merupakan salah satu makanan
tradisional dari Cina yang bertujuan sebagai cadangan makanan di musim paceklik
biasanya telur yang di gunakan telur itik, namun dapat juga menggunakan telur
ayam dan telur puyuh. Penggunaan telur puyuh pada penelitian ini dikarenakan
waktu pemeraman yang cukup singkat di bandingkan telur lain serta harganya yang
lebih ekonomis dan disukai oleh masyarakat. Pembuatan telur pidan biasanya
menggunakan adonan alkali sebagai bahan pengawet seperti NaOH dan NaCl (Sun
2
dan Lin, 1994). Bahan yang mengandung alkali alami yang dapat digunakan antara
lain abu sabut kelapa dan kapur tohor dimana abu merupakan limbah hasil
pemanggangan yang selama ini belum termanfaatkan secara penuh selain itu abu
sabut kelapa memiliki pH yang cukup tinggi sehingga sangat cocok digunakan
sebagai adonan pada pembuatan telur pidan.
Menurut Risnah dkk. (2013) abu sabut kelapa memiliki pH 11,77. pH yang
tinggi pada proses pembuatan telur pidan menyebabkan terjadinya gelasi protein
selama penyimpanan telur, selain itu abu sabut kelapa juga mengandung N 0,01%,
P 0,03% dan K 2,31%. Anuar dkk, (2018) menambahkan abu sabut kelapa yang di
panaskan pada suhu 5000C memiiki kandungan di antaranya SiO2 8.09%, CaO
27,93% K2O 19,85%, Al2O3 0,75%, SO3 3.12%, Fe2O3 1.09%, P205 0,27, Cl 37,28
. Menurut (Suhardin, 2018) CaO mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu
96,38%, ditambahkan (Novia dkk, 2016) penggunaan kapur pada proses
pengasinan telur dapat meningkatkan kadar kalsium pada telur. Diharapkan
penggunaan kapur pada pembuatan telur pidan juga dapat meningkatkan kandungan
kalsium pada telur puyuh pidan.
Berdasarkan penelitian Purnama (2018) lama fermentasi basa pada
pembuatan telur puyuh pidan menggunakan kapur tohor dan abu sabut kelapa
dengan perbandingan 50 : 50 di hari ke 12 menghasilkan telur pidan dengan rataan
kadar air 68,74% dan pH 11,3%. Ditambahkan oleh Wahyuni (2018) telur puyuh
pidan memiliki kadar protein 9,99%, kadar lemak 7,78% serta nilai organoleptik
warna, aroma dan tekstur telur puyuh pidan yang masih disukai oleh panelis
(dengan nilai skor 2).
3
Pada pra penelitian perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor 100% :
0% dan abu sabut kelapa dan kapur tohor 0% : 100% tidak terjadi fermentasi dengan
ciri-ciri telur masih berbentuk segar , sedangkan perbandingan abu sabut kelapa dan
kapur tohor ( 75% : 25%, 50% : 50%, 25% : 75%) terjadi fermentasi telur pidan
yaitu terjadi perubahan fisik maupun kimia yang di tandai berubahnya telur menjadi
jelly dan bewarna coklat tua, sehingga pada penelitian ini saya menggunakan
perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor yakni ( A= 90% : 10%, B= 70% :
30%, C= 50% :50%, D= 70% : 30%, E= 10% : 90%) dengan 50% :50% sebagai
kontrol, hal ini berdasarkan penelitian Indah dan Wahyuni.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis telah melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Penggunaan Perbandingan Abu Sabut Kelapa dan Kapur Tohor
yang Berbeda terhadap Nilai pH, Kadar Air, Kadar Abu, kalsium serta Organoleptik
Telur Pidan”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh perbandingan abu sabut kelapa dengan kapur tohor yang
berbeda terhadap nilai pH, kadar air, kadar abu, kalsium serta organoleptik
telur puyuh pidan
2. Pada perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor berapa yang
menghasilkan telur pidan terbaik
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perbandingan
penggunaan abu sabut kelapa dan kapur tohor terhadap telur pidan dengan beberapa
4
parameter dan beberapa konsentrasi. Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan metoda yang tepat untuk pengolahan telur puyuh menjadi telur pidan
yang berkualitas baik. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan
informasi lebih baik bagi penulis, serta masyarakat termasuk produsen mengenai
penggunaan abu sabut kelapa sebagai salah satu bahan yang ekonomis, alami dan
tepat untuk pembuatan telur puyuh pidan.
1.4. Hipotesis penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah perbandingan penggunaan abu sabut kelapa
dengan kapur tohor yang berbeda berpengaruh pada nilai pH, kadar air, kadar abu,
kadar kalsium serta organoleptik telur puyuh pidan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur Puyuh
Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memiliki tubuh relatif kecil, gemuk,
bulat dengan kaki pendek, dan dipenuhi bulu berwarna cokelat dengan bercak hitam
putih. Puyuh memiliki produktivitas yang cukup tinggi dengan menghasilkan
daging dan telur sebesar 200-300 butir per ekor dalam setahun dengan berat rata-
rata 10 g Loka dkk, (2017).
Menurut Listyowati (2009) kandungan yang ada pada telur puyuh terdiri atas
putih telur (albumen) 47,4%, kuning telur (yolk) 31,9%, dan kerabang 20,7%.
Kandungan protein dan lemak dari telur puyuh sekitar 13,1% dan 11,1%. Untung,
(2011) menunjukkan kandungan gizi pada telur puyuh pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Telur Puyuh dalam 100 gram
Jenis Zat Gizi
Energi (KJ) 663
Air (%) 74,6
Fosfor (mg) 220
Protein (g) 13,05
Lemak (g) 11,09
Kalsium (mg) 64
Zat Besi (mg) 3,65
Seng (mg) 1,47
Vitamin A (ui) 300
Vitamin B12(mg) 1,557
Total Abu (%) 1,2
Sumber : Untung (2011)
Berdasarkan data Tabel 1, pada tiap 100 gram telur puyuh dapat
menyumbangkan energi sebesar 663 KJ. Untung (2011). Protein yang terdapat pada
telur puyuh tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia seperti halnya
dalam pembangun jaringan sel, sebagai cadangan energi dan berkontribusi dalam
mendukung kecerdasan seseorang Devi dkk, (2010).
6
2.2. Telur Pidan
Telur pidan juga dikenal sebagai telur seribu tahun adalah bahan masakan
Cina yang dibuat dengan telur itik, ayam puyuh dalam campuran tanah liat, abu,
garam, jeruk nipis, dan sekam padi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan,
tergantung pada metoda pengolahannya. Pengeringan telur dalam metoda
tradisional dilakukan dengan memperkenalkan ion alkali hidroksida dan natrium ke
dalam telur Yang (1994). Secara tradisional telur pidan dibuat dengan melapisi telur
dalam campuran pasta acar termasuk abu, tanah liat, kapur dan garam atau dengan
perendaman dalam larutan pengawet yang mengandung 4,2% NaOH, 5% NaCl dan
2% teh Cina selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan berdasarkan metoda
pengawetan (Chen dan Su, 2004; Wang dan Fung, 1996).
Menurut Wang dan Fung (1996) pengolahan pidan tradisional, metode yang
berbeda dapat ditemukan di berbagai tempat, metoda yang digunakan di antaranya:
1. Metoda bubuk bergulir
Secara tradisional, telur bebek segar digunakan. Telur dilapisi dengan lapisan
tipis pasta lumpur dan digulung dalam bubuk bergulir, dimana semua bahan telah
dimasukkan. Sebelum dikemas dan disegel dalam botol. Telur bubuk digulung
memungkinkan untuk di fermentasi selama 20-30 hari pada suhu kamar. Bahan-
bahan yang digunakan untuk metoda bubuk bergulir sedikit bervariasi sesuai
dengan musim. Keuntungan dari metoda ini adalah biaya rendah dan kemudahan
dalam penanganan.
2. Metode pelapisan
Metode pelapisan dijelaskan sebagai berikut: Untuk 100 telur, 125 g natrium
karbonat, 625 g abu kayu, 1000 g kalsium oksida, 100 g garam dan 500 g air
7
dicampur untuk membentuk sebuah pasta. Permukaan telur dilapisi dengan 1 cm
ketebalan pasta dan kemudian digulung dalam sekam padi, Sekam padi mencegah
telur yang dilapisi saling menempel, telur yang dilapisi kemudian dikemas dalam
tabung dan kemudian ditutup rapat. Langkah penutupan sangat penting untuk
menghasilkan produk berkualitas tinggi. Tabung yang tertutup rapat mencegah
lapisan lumpur menjadi kering.
3. Metoda perendaman
Dalam metoda ini, semua bahan dicampur menjadi larutan pengawet. Telur
direndam dalam larutan selama 45 hari pada 20-25°C. Setelah proses pengawetan
selesai, telur dikeluarkan, dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Telur selanjutnya
dilapisi dengan parafin cair sebelum pengemasan dan pemasaran. untuk merendam
1000 telur selama 2 minggu dalam campuran 5,63 Kg sodium carbonate, 5,63 Kg
garam, 0,38 Kg arang, 3,6 liter teh dan 36 liter air pada suhu 30°C. Natrium
hidroksida dapat digunakan sebagai pengganti natrium karbonat dan kalsium oksida
dalam lapisan pengawetan atau lumpur. Alkali menembus kulit telur dan membran
dan menyebabkan perubahan kimia dalam komponen telur, yang menghasilkan
gelasi albumen.
Menurut Purnama (2018) lama fermentasi basa pada pembuatan telur puyuh
pidan di hari ke 12 menghasilkan telur pidan dengan rataan kadar air 68,74% dan
Ph 11,3%. Wahyuni (2018) mengatakan Lama fermentasi basa telur puyuh pidandi
hari ke 12 menghasilkan telur puyuh pidan dengan kadar protein 9,99%, kadar
lemak 7,78% serta nilai organoleptik warna, aroma dan tekstur telur puyuh pidan
yang masih dalam range disukai oleh panelis (dengan nilai skor 2).
8
2.3 Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan mengandung 96% bahan organik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur –unsur mineral. Unsur mineral dikenal
sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada
dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara
basah (tidak langsung) (Maulana dkk. 2016).
Penentuan kadar abu cara kering mempunyai prinsip yaitu, mengoksidasi
semua zat organik pada suhu tinggi, yakni sekitar 500-600 oC dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Maulana dkk, 2016). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar
tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 2004).
Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisis kandungan Ca, P dan
Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu
tinggi. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan
mineral yang terdapat dalam makanan/pangan. Selain itu, kadar abu dari suatu
bahan biasanya menunjukkan kadar mineral, keaslian bahan yang digunakan,
kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Maulana dkk, 2016).
2.4 Abu Sabut Kelapa
Sabut kelapa yang merupakan salah satu limbah dari tanaman kelapa dapat
diolah kembali atau dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi
(Novia dkk, 2009). Sabut kelapa memiliki ketebalan berkisar antara 5-6 cm dan
terdiri atas lapisan luar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Komposisi
9
kimia sabut kelapa antara lain selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, tannin
dan potassium. Abu sabut kelapa mengandung 0,03% H total, 2,31% P total,
21,87% K total, 0,01% C-organik, pH 11,77 (Rinah dkk, 2013).
Garam berfungsi sebagai pengawet dan pencipta rasa yang khas, mengurangi
kelarutan oksigen sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya
menjadi terhambat perkembangannya, mencegah atau menghambat kerja enzim
proteolitik yaitu enzim yang mengurai protein sehingga protein didalam telur
terjaga kualitasnya, dapat menyerap air sehingga kandungan air pada telur menurun
dan telur lebih tahan lama (Liptan, 2005).
2.5 Kapur Tohor
Kapur tohor (CaO) atau kapur sirih adalah hasil pembakaran batu kapur alam
yang komposisinya sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada
temperatur diatas 900 oC selama 5 jam terjadi proses kalsinasi dengan pelepasan
gas CO2 hingga tersisa padatan CaO atau bisa juga disebut quick lime, kandungan
kalsium pada kapur tohor cukup tinggi yaitu 96,38% (Suhardin dkk, 2018).
CaCO3 (batu kapur) CaO (kapur tohor) + CO2
Gambar 1 : Reaksi pembakaran batu kapur manjadi kapur tohor
Perendaman pada larutan kapur di lakukan untuk menutupi pori-pori pada
kulit telur sehingga menyebabkan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur dan
akan mencegah air serta gas dalam telur untuk keluar. Kapur berfungsi sebagai
penghambat pertumbuhanmikroba, karena kapur akan meningkatkan pH (basa)
pada permukaan telur. Kapur (CaO) akan bereaksi dengan udara membentuk
lapisan tipis kalsium karbonat (CaCO3) pada telur (Purwadi dkk, 2017)
10
2.6 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada
bahan pangan (Winarno, 2004). Semakin tinggi kadar air bahan pangan maka
semakin cepat terjadi kerusakan, sebaliknya semakin rendah kadar air bahan pangan
maka bahan pangan tersebut semakin tahan lama (Andarwulan dkk, 2011).
Kadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan
bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau
dalam persen berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari
100%. Kadar air berat basah (bb) adalah perbandingan antara berat air yang ada
dalam bahan dengan berat total bahan (Rahmawan, 2001).
2.7 pH Telur
pH adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar
keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 sampai
14. Istilah pH berasal dari “p” lambang matematika dari negatif logaritma, dan “H”
lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Definisi yang formal tentang pH adalah
negatif logaritma dari aktivitas ion Hidrogen (Ratna, 2006)
Telur segar memilki pH sekitar 7, setelah 1 minggu penyimpanan pH telur
menjadi semakin meningkat menjadi sekitar 8 dan setelah 2 minggu atau lebih
waktu penyimpanan telur pH meningkat menjadi 9,5 (Djaelani, 2016).
Karbondioksida yang hilang melalui pori kerabang telur mengakibatkan
konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur menurun dan merusak sistem buffer,
hal tersebut menjadikan pH naik dan putih telur bersifat basa yang diikuti dengan
11
kerusakan serabut serabut ovomucin (yang memberikan tekstur kental), sehingga
kekentalan putih telur menurun (Jazil, 2013).
2.8 Kadar Kalsium
Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang sangat dibutuhkan
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kalsium berperan dalam pertumbuhan serta
perkembangan tulang dan gigi agar mencapai ukuran dan kekuatan maksimal,
mengatur pembekuan darah, serta sebagai katalisator raksi-reaksi biologis dan
kontraksi otot (Almatsier, 2005). Kebutuhan kalsium secara umum berkisar 400-
1000 mg/hari di seluruh dunia. Jumlah kalsium yang diserap dari makanan setiap
hari tergantung pada proporsi relatif dari zat yang akan menentukan jumlah kalsium
untuk diserap (Endang, 2009).
Tersedianya Ca dalam tubuh berasal dari beberapa bahan makanan sebagai
sumbernya seperti susu, kuning telur, keju, mentega, udang, sayuran, kacang-
kacangan dan buah-buahan lalu unsur tersebut disimpan dalam spons tulang yang
penggunaannya diatur oleh kelenjar anak gondok (Rahmadani, 2011). Kadar
kalsium mencapai jumlah 39% dari seluruh mineral yang ada dalam tubuh dan 99%
kalsium tersebut berada dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi (Rahmadani,
2011).
2.9 Uji Organoleptik
Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang
menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan
flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali
dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada
12
akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen. Pendekatan dengan penilaian
organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya (Ebookpangan, 2006).
Uji mutu hedonik adalah uji hedonik yang lebih spesifik untuk suatu jenis
mutu tertentu. Uji hedonik biasanya bertujuan untuk mengetahui respon panelis
terhadap sifat mutu yang umum, misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa.
Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat sifat produk
yang lebih spesifik, misalnya rasa buah dalam permen, sifat pulen pada nasi, sifat
gurih pada kerupuk, kelezatan dari daging panggang dan lain-lain (Rahayu, 2001).
Uji ini dapat membantu mengidentifikasi variabel bahan tambahan (ingredien) atau
proses yang berkaitan dengan karakteristik sensori tertentu dari produk. Informasi
ini dapat digunakan untuk pengembangan produk baru, memperbaiki produk atau
proses dan berguna juga untuk pengendalian mutu rutin Permadi dkk, (2018).
1. Warna
Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat lebih
dahulu dibandingkan dengan variabel lainnya. Warna secara langsung akan
mempengaruhi persepsi panelis (Lestari dan Susilawati, 2014). Menurut Winarno,
(2002) secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan sering kali
menentukan nilai suatu produk.
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat di amati oleh indra
penciuman, untuk dapat menghasilkan aroma, zat zat sumber aroma harus
menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak (Heryanti, 2005).
Dalam suatu industri, aroma merupakan salah satu indikator dalam pengujian
organoleptik karena aroma dapat menunjukkan suatu mutu bahan apakah baik atau
13
tidak, Jika terdapat bau pada produk berarti kandungan dalam produk sudah mulai
rusak, aroma ditimbulkan karena adanya senyawa volatile dalam bahan yang jika
terkena udara maka akan menimbulkan sensasi dan kesan (Heryanti, 2005). Dalam
suatu industri pangan pengujian terhadap aroma dianggap penting karena dengan
cepat memberikan penilaian terhadap produk apakah di terima masyarakat atau
tidak (Heryanti, 2005).
Tekstur
Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa
sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan
bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera perasa
dan penglihatan (Midayanto dan Yuwono, 2014).
14
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain telur puyuh yang
berumur maksimal 48 jam sebanyak 145 butir yang berasal dari peternakan bintang
puyuh yang berada di Jl Raya Indarung, Padang Besi, Lubuk Kilangan Kota Padang
Sumatra Barat. Kemudian untuk adonan telur pidan digunakan abu sabut kelapa
435 g, kapur tohor 435 g, garam 87g, air 350 ml, dan sekam.
Alat yang digunakan untuk penelitian antara lain timbangan digital, sendok,
pengayak, cawan, baskom, toples, deksikator, labu erlenmeyer, gelas kimia, buret,
labu ukur, gelas ukur, pemanas listrik, corong kaca, pengaduk kaca, pH meter, dan
spektofotometer.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Sebagai perlakuan
pada penelitian ini adalah perbandingan abu sabut kelapa dengan kapur tohor
dimana masing masing perlakuan
A=perbandingan 90% abu : 10% kapur tohor
B= perbandingan 70% abu : 30% kapur tohor
C= perbandingan 50% abu : 50% kapur tohor
D= perbandingan 30% abu : 70% kapur tohor
E= perbandingan 10 % abu : 90% kapur tohor
Model matematika rancangan yang digunakan menurut Steel dan Torrie
(1991) adalah :
Yij = μ + τi + εij
15
Keterangan :
Yij = pengaruh perlakuan ke-I, dalam hal ini perlakuan (A, B, C, D dan E) yang
terletak pada ulangan ke-J
μ = nilai rata-rata umum
τi = pengaruh perlakuan ke-I
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-I dan terletak pada ulangan ke-J
i = banyak perlakuan (A, B, C, D, E)
j = ulangan tiap perlakuan (1, 2, 3, 4).
3.2.2. Peubah yang diamati
3.2.2.1. Penentuan nilai pH
Menurut Suwetja (2007), bahwa penentuan pH dapat dilakukan dengan
menggunakan pH meter, dengan urutan kerja sebagai berikut:
a) Timbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 5 g, di homogenkan
menggunakan lumping dan alu dengan 25 ml aquades selama 1 menit.
b) Tuangkan kedalam beker glass 10 ml, kemudian diukur pH-nya dengan
menggunakan pH meter.
c) Sebelum pH meter digunakan, harus ditera kepekaan jarum penunjuk
dengan larutan buffer pH 7.
d) Besarnya pH adalah pembacaan jarum penunjuk pH setelah jarum
skala konstan kedudukannya
3.2.2.2 Kadar Abu (Association of Analytical Chemist, 2005)
16
Prinsipnya yaitu pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi
air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak. Adapun prosedur pengukuran kadar abu
yaitu sebagai berikut.
a) Cawan yang akan di gunakan di oven terlebih dahulu pada suhu 100-105 0C
selama 30 menit, lalu dinginkan di dalam deksikator untuk menghilangkan uap
air dan timbang (A)
b) Sampel di tambahkan sebanyak 2 gram ke dalam cawan yang sudah di
keringkan tadi (B)
c) Sampel dan cawan di bakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan
di lanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 0C sampai
pengabuan sempurna.
d) Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam deksikator dan ditimbang (C)
e) Tahap pembakaran di dalam tanur diulang sampai di dapat bobot yang konstan.
Perhitungan :
Kadar abu (%) = 𝐶˗˗ 𝐴
𝐵−𝐴 × 100%
keterangan :
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan + sampel awal (g)
C = Berat awal + sampel kering (g)
3.2.2.3 Kadar Air
Menurut (Midayanto dan Yuwono, 2014). Analisis kadar air dilakukan
dengan urutan kerja sebagai berikut.
a) Keringkan cawan dan tutupnya dalam oven bersuhu 1050C selama 30 menit,
kemudian dinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (W0).
17
b) Timbang 2 g sampel dalam cawan diatas (W1).
c) Tempatkan cawan beserta isi dalam oven dengan suhu 100-105 oC selama
6 jam
d) Angkat cawan beserta isi didinginkan dalam desikator selama 15 menit atau
sampai suhu kamar kemudian ditimbang (W2).
Perhitungan
Kadar Air (%) = 𝑊1 − 𝑊2
𝑊1−𝑊0 𝑥 100 %
Keterangan : W1 = berat cawan + sampel awal (g)
W2 = berat cawan + sampel kering (g)
W0 = berat cawan kosong (g)
3.2.2.4 Kadar Kalsium (Ca) (Modifikasi Eviati dan Sulaeman, 2012)
a) Timbang 5 g sampel ke dalam tabung digest
b) Ditambahkan 5 ml asam perklorat dan 5 ml asam nitrat lalu didiamkan
satu malam.
c) Sehari kemudia dipanaskan pada suhu 1000C selama 1 jam 30 menit,
suhu ditingkatkan menjadi 1300C selama 1 jam, suhu ditingkatkan
menjadi 1500C selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila
masih ada uap kuning waktu pemanasan ditambah lagi)
d) Setelah uap kuning habis suhu ditingkatkan menjadi 1700C selama 1 jam
e) Kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 2000C selama 1 jam hingga
terbentuk uap putih
f) Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih atau sisa larutan
jernih sekitar 5 ml.
18
g) Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi
25 ml, lalu dikocok hingga homogen dan diamkan semalam.
h) Ekstrak jernih diukur dengan alat SSA menggunakan deret standar
sebagai pembanding
Kadar Ca (%) = ppm kurva x ml ekstrak/1000 ml x 100/mg sampel x fp x fk
= ppm kurva x 50/1000 x 100/500 x 10 x fk
= ppm kurva x 0.1 x fk
Keterangan :
Ppm kurva = kadar sampel yang didapat dari SSA
100 = konversi ke % (pada satuan %)
Fk = faktor koreksi kadar air 100/(100 - % kadar air)
Fp = faktor pengenceran
4 Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan salah satu jenis uji penerimaan pada suatu
produk. Panelis dimina mengisi formulir skala numerik. Organisasi pengujian
adalah dengan menggunakan 25 orang panelis tidak terlatih. Metoda yang
digunakan dalam menggunakan nilai organoleptik adalah berdasarkan (Rahayu,
2001).
Pidan yang disajikan diletakan dalam wadah yang di beri kode secara acak.
Hasil uji mutu hedonik di tabulasikan dalam sebuah tabel, untuk di analisis dengan
anova dan uji lanjut menggunakan Duncan’s multiple test. Skor penilaian
dinyatakan :
19
Tabel 4. Deskripsi dan skala numerik aroma, tekstur dan warna dalam uji
organoleptik .
Skala
Numerik
Deskripsi
Aroma Tekstur Warna
Albumen Yolk
1 Amat sangat
berbau amonia
Sangat lunak Coklat
kekuningan
Kuning
2 Sangat berbau
amonia
Agak lunak Coklat muda Kuning
kehijauan
3 Berbau amonia Lunak coklat Hijau
4 Agak berbau
amonia
Agak padat Coklat
kehitaman
Hijau tua / pekat
5 Normal Padat hitam Hijau kehitaman
5 Pelaksanaan Penelitian
A. Pembuatan adonan telur pidan modifikasi Purnama (2018).
1. Siapkan kapur tohor dan abu sabur kelapa
2. Abu sabut kelapa dan kapur tohor di saring terlebih dahulu agar batu dan
kerikil tidak ikut tercampur.
3. Timbang kapur tohor dan abu sabut kelapa sesuai perlakuan (untuk 1
telur di butuhkan 6 gram campuran adonan)
4. Tambahkan sebanyak 10% garam dari total adonan (0,3gram/telur)
5. Tambahkan air pada adonan hingga menjadi pasta ( 70 ml / 1 perlakuan
4 ulangan)
6. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir proses pembuatan
adonan telur puyuh pidan pada Gambar 1.
20
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan adonan telur pidan (Modifikasi
Purnama, 2018)
Prosedur kerja untuk satu kali ulangan berdasarkan Modifikasi Martha (2001)
1. Telur puyuh sebanyak 30 butir di bersihkan dari kotoran yang melekat pada
kerabang dengan air sampai bersih, lalu dikeringkan.
2. Telur puyuh dibagi menjadi 5 bagian (untuk 5 perlakuan) dimana setiap
bagian terdiri atas 6 butir telur, kemudian ke-5 bagian tersebut dilakukan
pengacakan untuk menentukan sampel yang mana yang akan mendapatkan
perlakuan A , B , C , D dan E .
3. Setelah itu telur puyuh di aduk dengan adonan pasta yang telah disiapkan,
dan di gulingkan di atas sekam padi.
Perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor
Untuk 1 telur dibutuhkan 6 g campuran adonan
Tambahkan air sampai membentuk pasta
Tambahkan garam 10% dari total adonan
Timbang abu dan kapur tohor sesuai perbandingan di atas
A = 90abu : 10kapur
B = 70abu : 30kapur
C = 50abu : 50kapur
D = 30abu : 70kapur
E = 10abu :90kapur
21
4. Kemudian telur puyuh di peram selama 20 hari.
5. Telur puyuh yang telah di peram dibuka pembungkusnya, lalu dicuci dengan
air hingga bersih dan dibuka kerabangnya.
6. Dilakukan analisis untuk menentukan pH, kadar air, kadar abu, kadar
kalsium serta uji organoleptik.
7. Prosedur kerja dilakukan sebanyak 4 kali ulangan.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Pidan (Modifikasi Martha,2001)
Telur puyuh sebanyak 145 butir dibersihkan dengan air sampai bersih
Telur dibagi menjadi 5 bagian, setiap bagian terdiri dari 30 butir (untuk satu
ulangan) lalu di bagi lagi menjadi 5 unit sesaui perlakuan (1 unit 6 telur)
Siapkan abu dan kapur tohor dengan perbandingan A=90 abu : 10 kapur ;
B= 70 abu :30 kapur ; C= 50 abu : 50 kapur ; D= 30 abu : 70 kapur ; E= 10 abu
:90 kapur (untuk 1 buah telur di butuhkan 6 gram campuran abu dan kapur tohor,
10% garam )
dibalur
Di peram 20 hari
Analisis
1. Nilai pH
2. Kadar Air
3. Kadar Abu
4. Kadar kalsium
5. organoleptik
Adonan
Adonan pembungkus di buka lalu telur di di bersihkan Setelah bersih,
kerabang telur dibuka
22
3.3 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT)
Fakultas Peternakan dan Laboratorium Air Teknik Lingkungan Universitas
Andalas dari bulan Januari sampai bulan Februari 2019
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Nilai pH
Rataan pH telur puyuh pidan (century egg) dari hasil penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Nilai pH Telur Puyuh Pidan
Perlakuan Nilai pH
A
B
C
D
E
11,10b
11,15b
11,27b
10,62a
10,52 a
Keterangan : superskrip dengan huruf berbeda menunjukan pengaruh berbeda
sangat nyata ( P<0,05)
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat rataan pH berkisar antara 10,52-11,27. pH
telur puyuh pidan terendah terdapat pada perlakuan E dengan rataan 10,52 dan yang
tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 11,27. Hasil analisis keragaman
(Lampiran 2) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian abu sabut kelapa dan kapur
tohor dengan jumlah yang berbeda pada proses pembuatan telur puyuh pidan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05).
Hasil uji berjarak Duncan’s (lampuran 2) menunjukkan bahwa rataan pH
perlakuan A berbeda nyata dengan D dan E (P<0,05) tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan B dan C. pH yang tinggi pada perlakuan C yaitu 11,27, jadi
dengan semakin tingginya penggunaan abu sabut kelapa menyebabkan tingginya
pH. Hal ini di sebabkan kandungan abu yang di dominasi oleh kalium. Pada
penelitian yang di lakukan Ganesen (2011) penggunaan KCl pada pembuatan telur
pidan menyebabkan kandungan garam dari telur meningkat, hal ini di sebabkan
karena molekul molekulnya lebih kecil, dengan tingginya kandungan garam dapat
mempercepat penguapan CO2 dan H2O sehingga kandungan pH pada telur juga
24
tinggi. Menurut Risnah dkk, (2013) abu sabut kelapa memiliki pH yang cukup
tinggi yakni 11,77. Hal ini juga di kuatkan Chang dkk, (1999) bahwa pH akhir pidan
yang di simpan selama 20 hari adalah 10,12-12,8.
Rataan nilai pH terendah terdapat pada perlakuan E yaitu 10,52 hal ini
terjadi karena penggunaan kapur yang cukup tinggi. Ganasen dan Benjakul (2010)
menyatakan penggunaan KCl dalam proses pembuatan telur pidan dapat
meningkatkan kandungan alkali dan garam, hal ini di sebabkan karena KCl dapat
memfasilitasi migrasi NaCl dari luar masuk kedalam melalui cangkang telur hal
tersebut terjadi karena berat molekul dari garam yang di luar lebih ringan dari
garam-garam yang ada dalam telur, sehingga nilai pH yang tinggi dari luar dapat
meresap masuk kedalam telur lebih cepat. Indah (2018) yang menyatakan tekanan
osmotik pada hari ke 4-12 menyebabkan tekanan osmotic belum stabil sehingga pH
meningkat, namun apabila tekanan osmotik telah stabil maka pH akan menurun.
4.2 Kadar Air
Rataan kadar air telur pidan (century egg) yang di peroleh dari hasil
penelitian dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai Kadar Air Telur Pidan
Perlakuan Kadar air (%)
A
B
C
D
E
69,68ab
70,57b
65,49a
72,43b
70,74b
Keterangan : superskrip dengan huruf berbeda menunjukan pengaruh berbeda nyata
(P<0,05)
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan rataan kadar air telur puyuh pidan
berkisar antara 65,49%-72,43%. Rataan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan
25
D (abu sabut kelapa 30% dan kapur tohor 70%) dengan rataan 72,43%. Sedangkan
yang terendah terdapat pada perlakuan C (abu sabut kelapa 50% dan kapur tohor
50%) dengan rataan 65,49%. Hasil analisis keragaman (lampiran 3) menunjukkan
bahwa perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor memberikan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap kadar air telur puyuh pidan.
Hasil uji lanjut Duncan’s (lampiran 3) menunjukkan bahwa rataan kadar air
perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, C, D, E. Rataan kadar air
tertinggi pada perlakuan D yaitu 72,43%, hal ini disebabkan kandungan kapur tohor
yang digunakan cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Novelina (2005)
komponen air yang terikat secara kimia, proses pengeluaran air semakin sulit,
sehingga meskipun jumlah CaO terus di tambah dan waktu pengeringan
diperpanjang, maka kadar air akan cendrung konstan.
Rataan kadar air telur puyuh pidan terendah pada perlakuan C yaitu 65,49%
ini disebabkan oleh penambahan abu sabut kelapa dan kapur tohor yang sama
banyak membuat adonan yang di balurkan kepada telur menjadi padat sehingga
menyebabkan pengikatan air yang cukup signifikan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Indah (2018) yang menyatakan kadar air telur pidan dengan perlakuan
50%abu sabut kelapa dan 50% kapur tohor menghasilkan telur pidan dengan kadar
air 65,94%.
4.3 Kadar Abu
Rataan kadar abu telur pidan (century egg) yang di peroleh dari hasil
penelitian dapat di lihat pada Tabel 6.
26
Tabel 6 nilai kadar abu telur pidan
Perlakuan Kadar abu (%)
A
B
C
D
E
4,44b
4,27b
6,21c
3,00a
2,97a
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan tidak
berpengaruh nyata (P<0,05)
Berdasarkan Tabel 6 dapat di lihat rataan kadar abu telur puyuh pidan
memiliki rentang 2,97%-6,21% rataan abu terendah terdapat pada perlakuan E (abu
sabut kelapa 10% kapur tohor 90%) yaitu 2,97%, sedangkan yang tertinggi terdapat
pada perlakuan C ( abu sabut kelapa 50% kapur tohor 50%) yaitu 6,21. Hasil
analisis keragaman (lampiran 4) menunjukkan bahwa perbandingan abu sabut
kelapa dan kapur tohor memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu
telur puyuh pidan.
Hasil uji lanjut Duncan’s (lampiran 4) menunjukkan rataan kadar abu telur
puyuh pidan perlakuan A berbeda nyata dengan C, D dan E namun berbeda tidak
nyata dengan perlakuan B. Perlakuan C merupakan perlakuan dengan rataan kadar
abu yang paling tinggi yaitu 6,21% hal ini di sebabkan kandungan abu dan kapur
tohor yang seimbang menghasilkan kandungan mineral yang bervariasi sehingga
mineral yang cukup bervariasi tersebut berdifusi masuk ke dalam pori pori telur dan
menyebabkan kandungan abu meningkat. Ganesen dan Benjakul (2010)
menyatakan penggunaan KCl pada proses pembuatan telur pidan dapat
meningkatkan kandungan garam-garam pada telur pidan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Indah (2018) yang menyatakan kandungan kadar abu telur puyuh pidan
pada perlakuan 50%abu dan 50%kapur dengan pemeraman 20 hari memiliki rataan
kadar abu 6,05%.
27
4.4 Kadar Kalsium
Rataan kadal kalsium telur puyuh pidan (century egg) yang diberi perlakuan
kandungan abu sabut kelapa dan kapur tohor yang berbeda dapat di lihat pada tabel
7.
Tabel 7 Rataan nilai kalsium telur puyuh pidan
Perlakuan Kadar Kalsium
A
B
C
D
E
0,65c
0,57b
0,59b
0,48a
0,51a
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom menunjukan perbedaan yang
nyata (P<0.05)
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa rataan kadar kalsium yaitu 0,48-
0,65. Rataan kadar kalsium tertinggi terdapat pada perlakuan A (abu sabut kelapa
90% kapur tohor 10%) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan D ( abu
sabut kelapa 30% kapur tohor 70%). Hasil analisis keragaman (Lampiran 5)
menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai
kalsium.
Hasil uji duncan’s (lampiran 5) memperlihatkan perlakuan A berbeda nyata
(P<0,05) dengan perlakuan B, C, D dan E. Perlakuan A (abu sabut kelapa 90%
kapur tohor 10%) memiliki nilai dengan rataan tertinggi yaitu 0,65%, disebabkan
oleh difusi yang optimal. Mutiara (2014) menyatakan proses difusi menentukan
tinggi nya jumlah mineral yang pindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang
rendah. Perlakuan D (abu sabut kelapa 30% kapur tohor 70% memiliki rataan kadar
kalsium terendah yaitu 0,48% hal ini di dikarenakan penggunaan kapur tohor yang
tinggi belum mampu mengoptimalkan proses difusi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Novia, Melia dan JulIyarsi (2014) yang menyatakan jumlah abu yang
28
berbeda mempengaruhi Ca, Mg dan K. Partikel partikel tersebut berdifusi kedalam
telur asin yang berasal dari garam-garam yang terdapat dalam abu.
4.5 Uji organoleptik
4.5.1 Warna putih telur
Rataan warna putih telur puyuh pidan (century egg) yang di peroleh dari
hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Penilaian Organoleptik Warna Putih Telur Puyuh Pidan
Perlakuan Putih telur
A
B
C
D
E
1,84a
2,04a
2,12a
2,72b
3,80c
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna putih telur
puyuh pidan berkisar antara 1,84-3,80. Nilai organoleptik warna putih telur puyuh
pidan terendah pada perlakuan A (90% abu sabut kelapa 10% kapur tohor) 1,84%
dan yang tertinggi pada perlakuan E (10% abu sabut kelapa 90% kapur tohor) Hasil
analisa keragaman (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan abu sabut
kelapa dan kapur tohor memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap
telur puyuh pidan.
Hasil uji lanjut Duncan’s (Lampiran 6) menunjukkan, rataan kadar abu telur
puyuh pidan perlakuan A berbeda nyata (P<0,05) dengan D dan E sedangkan tidak
berbeda nyata dengan C dan B. Rataan warna putih telur pidan tertinggi terdapat
pada perlakuan E yaitu 3,80 (coklat kehitaman) hal ini menunjukkan penggunaan
kapur tohor yang tinggi dapat menyebabkan warna hijau pada telur pidan. Martins
29
(2000) menambahkan panas dapat mempengaruhi Reaksi Mailard/Browning pada
gula maupun amino.
Ratan nilai warna putih telur terendah pada perlakuan A yaitu 1,84 (coklat
muda). Hal ini menunjukan penggunaan abu sabut kelapa yang tinggi menyebabkan
warna putih telur pidan masih kuning, Ganesen (2011) menyebutkan warna putih
telur pidan yang di beri perlakuan KCl 2% memiliki nilai 13,36 sedangkan telur
pidan yang di beri perlakuan CaCl2 2% memiliki nilai 9,79. Ditambahkan oleh
Evanuarini (2017) apabila nilai b* lebih rendah maka kecerahan akan semakin
menurun.
4.5.2 Warna Kuning Telur
Rataan warna kuning telur puyuh pidan (century egg) yang di peroleh dari
hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Penilaian Organoleptik Warna Kuning Telur Puyuh Pidan.
Perlakuan Kuning Telur
A
B
C
D
E
3,32b
2,00a
2,16a
3,37b
4,24d
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Pada Tabel 9, menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna kuning telur
puyuh pidan berkisar antara 2,00-4,24. Rataan tertinggi warna kuning telur pidan
terdapat pada perlakuan E (10% abu sabut kelapa 90% kapur tohor) yaitu 4,24
sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan C (50% abu sabut kelapa 50%
kapur tohor) yaitu 2,00. Hasil analisis keragaman (lampiran 7) menunjukkan bahwa
30
perbandingan abu sabut kelapa dan kapur tohor memberikan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap warna kuning telur puyuh pidan.
Hasil uji berganda Duncan’s (Lampiran 7) menunjukan perlakuan A
berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan B, D dan E. Sedangkan perlakuan B tidak
berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan C. Rataan nilai organoleptik warna
kuning telur tertinggi terdapat pada perlakuan E yaitu 4,24 (hijau tua). Tingginya
rataan nilai organoleptik dikarenakan penggunaan kapur tohor yang tinggi, kapur
memiliki kandungan pH yang tinggi sehingga dapat warna kuning telur dapat
menjadi hijau. Hal ini sesuai dengan Evanuarini (2017) yang menyatakan
penggunaan NaOH 4,2% dari total adonan pada proses putpembuatan telur pidan
memberikan warna lebih gelap pada kuning telur. (Wang dan Fung, 1996)
menyebutkan Penguraian protein menghasilkan polipeptida dan asam amino.
Sistein-sistein yang dihasilkan oleh hidrolisis protein dapat terus didekomposisi
menjadi amonia dan hidrogen sulfida, yang berkontribusi terhadap rasa pidan yang
unik. Hidrogen sulfida yang dihasilkan dari protein terdenaturasi bereaksi dengan
zat besi dalam kuning telur, yang memberi pidan kuning telur berwarna hijau gelap
yang khas.
Rataan nilai organoleptik warna kuning telur terendah terdapat pada
perlakuan B yakni 2,00 (kuning kehijauan). Rendahnya nilai organoleptik
dikarenakan penggunaan abu yang lebih banyak yaitu 70%, sehingga warna kuning
telur tidak terlalu gelap, hal ini di sebabkan abu Kalium yang cukup tinggi. Ganasen
(2010) menyatakan penggunaan KCI dengan level 0,2% pada pembuatan telur
pidan memberikan nilai kuning telur b* 39,22 sedangkan penggunaan CaCl dengan
level 2% memberikan nilai kuning telur b* sebesar 32,31. Ditambahkan oleh
31
Evanuarini (2017) apabila nilai b* lebih rendah maka kecerahan akan semakin
menurun.
4.4.3 Aroma
Rataan nilai organoleptik aroma telur puyuh pidan (century egg) yang di
peroleh dari hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Penilaian Organoleptik Aroma Telur Puyuh Pidan
Perlakuan Aroma
A
B
C
D
E
3,24
3,04
3,40
3,00
3,04
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan nilai organoleptik aroma telur
puyuh pidan dengan lama fermentasi basa berkisar antara 3,00-3,40. Hasil uji
keragaman (lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan tidak pengaruh nyata
(P>0,05) terhadap aroma telur puyuh pidan ( century egg) yang di hasilkan.
Penilaian panelis terhadap produk telur puyuh pidan dari perlakuan A sampai
E tidak berpengaruh . Hal ini disebabkan karena variasi abu sabut kelapa dan kapur
tohor yang diberikan pada pemeraman puyuh pidan memberikan bau yang hampir
sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni (2018) telur yang di peram selama
20 hari membuat kandungan air menurun sehingga menyebabkan bau pada telur
puyuh pidan lebih pekat atau amis dari aroma telur puyuh segar. Bau amonia pada
telur pidan terjadi akibat proses deamidasi, deamidasi itu sendiri adalah adalah
suatu reaksi kimiawi pada metabolisme yang melepaskan gugus amina dari molekul
senyawa asam amino. Gugus amina yang terlepas akan terkonversi menjadi amonia.
32
Deamidasi protein terjadi pada pH di atas 8,0 tergantung pada konsentrasi H + atau
OH- dan residu asam amino yang berdekatan (Riha dkk, 1996)
4.4.4. Tekstur
Rataan nilai tekstur telur puyuh pidan (century egg) yang di peroleh dari hasil
penelitian dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan Organoleptik Tekstur Telur Puyuh Pidan.
Perlakuan Tekstur
A
B
C
D
E
2,56a
2,88a
2,68a
4,04b
3,84b
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama memperlihatkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan Tabel 7 dapat di lihat rataan tekstur telur puyuh pidan antara
2,56-4,04. Hasil analisis keragaman (lampiran 9) menunjukkan perlakuan variasi
abu sabut kelapa dan kapur tohor yag berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
nyata (p<0,05) terhadap tekstur telur puyuh pudan. Hasil uji lanjut Duncan’s
(lampiran 9) menunjukkan bahwa kadar abu perlakuan A berbeda nyata (P<0,05)
dengan D dan E dan tidak berbeda (P>0,05) nyata dengan perlakuan B dan C.
Perlakuan D (30% abu sabut kelapa 70% kapur tohor) dengan rataan tekstur
telur pidan tertingi yaitu 4,04 (agak padat). Tinggi nya nilai tekstur dari telur pidan
di sebabkan karena penggunaan kapur tohor yang tinggi (CaO) sehingga membuat
tekstur telur pidan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ganesen dan Benjakul
(2010) penggunaan CaCl dengan level 0,2 % pada proses pembuatan telur pidan
memberikan kekerasan yang tinggi dengan nilai 300.
Perlakuan A (90% abu sabut kelapa 10% kapur tohor) dengan rataan tekstur
telur pidan terendah 2,56 (agak lunak). Rendahnya nilai tekstur telur pidan
33
disebabkan karena penggunaan abu sabut kelapa yang tinggi, abu sabut kelapa
sendiri memiliki jumlah kalium yang cukup tinggi yakni sekitar 21,87 % (Risnah,
2013). Hal ini sejalan dengan pernyataan Ganesen dan Benjakul (2010) yang
menyatakan penggunakan KCI dengan level 0.2% pada pembuatan telur pidan
memberikan tekstur yang agak lunak dengan nilai kekerasan sekitar 260.
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi
abu sabut kelapa dan kapur tohor pada proses pembuatan telur pidan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai pH, kadar air, kadar abu,
kadar kalsium serta nilai organoleptik telur puyuh pidan. Perlakuan perbandingan
abu sabut kelapa dan kapur tohor perlakuan 90% abu sabut kelapa 10% kapur tohor
menghasilkan nilai terbaik dengan rataan pH 11,10, kadar air 69,68%, kadar abu
25,45 %, kadar kalsium 0,65%, nilai organoleptik warna putih telur 1,84 (coklat
muda), warna kuning telur 3.32 (hijau), aroma ( berbau amonia), tekstur 2,56
(lunak).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan dalam proses pembuatan
telur pidan (Century egg) dengan hasil terbaik yaitu 90% abu 10% kapur tohor.
35
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian
Rakyat. Jakarta.
Antara, N, S dan M. Wartini. 2014. Aroma and Flavor Compounds. Tropical Plant
Curriculum Project. Udayana University
Anuar , M, F,. Y. W. Fen., M. D. M. Zaid., K. A Matori dan R. E. M. Khaidir.
2018. Synthesis dan structural properties of coconut husk as potential silica
source. Department of Physics, Faculty of Science, Universiti Putra Malaysia.
Malaysia
Association of Analitycal Chemist. 2005. Official Methods of Analysis.
Association of Official analytical Chemsts. Benjamin Frankin Station.
Washington.
Chang, H.M., Tsai, C.R. dan Li, C.F. 1999. Changes of amino acid composition and
lysinoalanine formation in alkali-pickled duck eggs. J. Agric. Food Chem.47:
1495-1500.
Chen J, W., dan H.P.A. Su. 2004. New process for preparing spots-free pidan.
Journal of the Chinese Society. Animal Science 33(1): 79-88.
Devi. 2010. Gizi untuk keluarga. PT Kompas Media Nusantara, Jakarta.
Djaelani, M, A. 2016. Kualitas telur ayam ras (Gallus L) setelah penyimpanan yang
dilakukan pencelupan pada air mendidih dan air kapur sebelum penyimpanan.
Buletin Anatomi dan Fisiologi . 24 (1) : 122-127.
Ebook Pangan. 2016. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) Dalam Industri
Pangan. Ebook Pangan.Com.
Endang, M. 2009. Konsumsi Kalsium. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Hal 3-5.
Evanuarini, H., I. Thohari dan I. R. Reliantari. 2017. pengaruh konsentrasi naoh
terhadap pH, kadar protein putih telur dan warna kuning telur pidan. Vol 12.
No 2. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Universitas Brawijaya.
Malang.
Eviati dan Sulaeman. 2012. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.
Ganesan, P. dan Benjakul, S. 2010a. Chemical composition, physical properties and
microstructure of pidan white as affected by different divalent and
monovalent cations. J. Food Biochem
36
Ganesan, P. dan Benjakul, S. 2010b. Physical properties and microstructure of
pidan yolk as affected by different divalent and monovalent cations. LWT-
Food Sci. Technol.43: 77-85
Heryanti, T. 2015. Evaluasi sensori. Fakultas pertanian. Universitas Jendral
Soedirman. Purwokerto.
Jazil, N., A. Hintono dan S. Mulyani. 2012. Penurunan kualitas telur ayam ras
dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan.Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1(2). Hal: 43-47.
Lestari, S., P.N. Susilawati. 2015. Uji organoleptik mi basah berbahan dasar tepung
talas beneng (Xantoshoma undipes) untuk meningkatkan nilai tambah bahan
pangan Lokal banten. Vol 1, No (4). Hal : 941-946
Liptan. 2005. Pembuatan telur asin. Departemen pertanian. BPTP Yogyakarta.
Listyowati, E. 2009. Tata laksana Budidaya Puyuh Secara Komersial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Loka, W. P. 2017. Performa Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
yang diberi Ransum mengandung bungkil inti sawit. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Jambi.
Martha. 2001. Sifat kimia dan fisik pidan telur ayam ras dan telur itik pada beberapa
waktu pemeraman. Skiripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Martins, S.I.F.S., Jongen, W.M.F. dan Van Boekel, M.A.J.S. 2001. A review of
Maillard reaction in food and implications to kinetic modeling. Trends Food
Sci. Technol. 11: 364-373.
Maulana, A. 2016. Analisis Parameter Mutu dan Kadar Flavonoid Pada Produk Teh
Hitam Coklat. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Pasundan. Bandung.
Meilgard, M, GV., Civille dan B.T. Carr. 2006. Sensory Evaluation Techniques
Fourth Edition. CRC Press. USA
Midayanto, D., dan Yuwono, S. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur tahu untuk
direkomendasikan sebagai syarat tambahan dalam standar nasional indonesia.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 2 (4). Hal 259-267
Novelina. 2005. Pengeringan kemoreaksi kultur Saccharomyces cereviceae dengan
cao serta pengaruh sorpsi kadar air terhadap stress dan kematian kultur kering.
Bogor: J. Teknologi dan Industri Pangan Vol XVI (1). Hal 71 – 81.
Novia, D., I. Juliyarsi dan S. Melia. 2009. Peningkatan Gizi dan Ekonomi
Masyarakat Kelurahan Koto Luar Kecamatan Pauh Padang Melalui Pelatihan
Pembuatan Telur Asin Rendah Sodium. Warta Pengabdian Andalas XV(22).
37
Novia, D., S. Melia dan I. Juliyarsi. 2014. Utilization of ash in the salting process
on mineral content raw salted eggs. Asian J. Poult. Sci. Vol 8(1). Vol 1-8
Novia, D., S, Melia dan Mutiara. 2016. Kombinasi abu kayu dan kapur pada proses
pengasinan terhadap karakteristik fisikokimia dan nilai organoleptik telur
asin. Vol 18 (1) : 29-35. Universitas Andalas. Padang.
Permadi, M.R., H. Oktafa dan K. Agustianto. 2018. Perancangan sistem uji sensoris
makanan dengan pengujian Peference test (hedonik dan mutu hedonik), studi
kasus roti Tawar, menggunakan algoritma radial basis function network.
Jurnal Mikro. Vol 8, No 1. Jurusan Kesehatan. Politeknik Negri Jember.
Purnama, I. 2018. Pengaruh Lama Fermentasi Basa Terhadap Nilai Ph, Kadar Air,
Kadar Abu Dan Total Koloni Bakteri Telur Puyuh Pidan. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Andalas. Padang.
Purwadi., L. E. Radiati dan H, Evanuarini. 2017. Penanganan Hasil Ternak.
Universitas Brawijaya Press, Malang.
Rahayu, W. P,. 2001. Penuntun praktikum penilaian organoleptik. Jurusan
Teknologi Pangan Dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Rahmadani, S. 2011. Penentuan kadar kalsium dengan metode permanganometri
terhadap tempe yang dibungkus plastik dan daun di pasar Arengka
Pekanbaru. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Pekanbaru.
Rahmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas
Pertanian. Direktorat Pendidikan Kejuaraan. Jakarta.
Ratna, A. 2006. Klasifikasi kinerja tingkat keasaman dan berat jenis pada ujicoba
susu hewani segar berbasis pc. Teknik Elektronika. Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Risnah, S,. P.Yudono dan A.Syukur. 2013. Pengaruh abu sabut kelapa terhadap
ketersediaan K di tanah dan serapan K pada pertumbuhan bibit kakao. Vol.
16 (2) : 79 – 91. Pascasarjana Agronomi Fakultas Pertanian UGM,
Yogyakarta
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika.
Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Suhardin, A., M. S. Ulum dan D. Darwis. 2018. Penentuan komposisi serta suhu
kalsinasi optimum cao dari batu kapur kecamatan banawa. Jurnal sains dan
teknologi Vol 7 (1) : 30.
38
Sun, Y dan C.W. Lin. 1994 Effect of processing condition on the formaition of
lysinoalanine in duck pidan. J. Chin. Soc. Anim. Sci. 23 : 323-330.
Suwetja, I. K. 2007. Biokimia Hasil Perikanan. Jilid III. Rigormortis, TMAO, dan
ATP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Untung, O. 2011. Ternak Puyuh. Trubus - Swadaya. Jakarta.
Wahyuni. S. 2018. Pengaruh Lama Fermentasi Basa Terhadap Kadar Protein,
Kadar Lemak Dan Nilai Organoleptik Telur Puyuh Pidan (Century Egg).
Fakultas Peternakan. Skripsi. Universitas Andalas. Padang.
Wang, J and D.Y.C. Fung. Alkaline-fermented foods. A review with emphasis on
Pidan fermentation. Crit. Rev. Microbiol 1996. 22: 101-138.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Yang, S. C. 1994. Inovative egg products future trends in China. In Egg used and
processing technologies. (Sim, J.S. and Nakai, S. eds.). pp. 46-62. CAB
International.
39
Lampiran 1. Formulir Uji Organoleptik
Nama Panelis :
No. Panelis :
Hari/Tanggal Pengujian :
Produk :
Instruksi : Lakukan analisa terhadap telur puyuh pidan satu
per satu. Setelah menganalisa nyatakan penilaian Anda terhadap warna, aroma, dan
tekstur .Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode sampel
Indikator Kode Sampel
123 456 213 312 564
Warna ( putih telur )
Coklat kekuningan
Coklat muda
Coklat
Coklat kehitaman
Hitam
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
Indikator Kode Sampel
123 456 213 312 564
Warna ( kuning telur )
Kuning
Kuning kehijauan
Hijau
Hijau tua
Hijau kehitaman
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
Indikator Kode Sampel
123 456 213 312 564
Aroma
Amat sangat berbau
amonia
Sangat berbau amonia
Berbau amonia
Agak berbau amonia
Normal
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
40
Indikator Kode Sampel
123 456 213 312 564
Tekstur
Sangat lunak
Agak lunak
Lunak
Agak padat
Padat
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
41
LAMPIRAN
Lampiran 2. Analisis Statistik Nilai pH (%) Telur Puyuh Pidan
Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan A B C D E
1 11.4 11.3 11.3 10.9 10.4 55.30 11.06
2 11.4 11.1 11.1 10.4 10.7 54.70 10.94
3 10.6 11 11.4 10.5 10.6 54.10 10.82
4 11 11.2 11.3 10.7 10.4 54.60 10.92
Total 44.40 44.60 45.10 42.50 42.10 218.70
Rataan 11.10 11.15 11.28 10.63 10.53 10.94
Oneway
ANOVA
pH Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.813 4 .453 9.035 .001
Within Groups .753 15 .050
Total 2.565 19
Homogeneous Subsets
pH
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2
5 4 10.5250
4 4 10.6250
1 4 11.1000
2 4 11.1500
3 4 11.2750
Sig. .537 .311
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
42
Lampiran 3. Analisis Statistik Kadar Air (%) Telur Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan Total
Rataan A B C D E
1 68.17 70.53 67.83 76.35 68.29 351.17 70.23
2 72.01 70.60 66.38 76.36 70.97 356.32 71.26
3 67.92 69.18 63.44 64.54 71.71 336.79 67.36
4 70.63 71.96 64.33 72.50 71.99 351.41 70.28
Total 278.73 282.27 261.98 289.75 282.97 1395.70
Rataan 69.68 70.57 65.50 72.44 70.74 69.78
Oneway
ANOVA
K.AIR Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 107.899 4 26.975 3.136 .046
Within Groups 129.018 15 8.601
Total 236.917 19
Homogeneous Subsets
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2
3 4 65.4950
1 4 69.6825 69.6825
5 4 70.7400
2 4 71.7700
4 4 72.4375
Sig. .068 .252
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
43
Lampiran 4. Analisis Statistik (%) Kadar Abu Telur Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan
Total Rataan A B C D E
1 25.39 27.10 27.88 26.73 26.74 133.84 26.77
2 21.82 24.06 40.17 25.72 47.83 159.60 31.92
3 24.99 19.19 24.18 47.82 20.24 136.42 27.28
4 29.66 26.76 22.73 28.60 22.11 129.86 25.97
Total 101.86 97.10 114.96 128.87 116.92 559.71
Rataan 25.47 24.28 28.74 32.22 29.23 27.99
Oneaway
ANOVA
K.ABU Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 28.068 4 7.017 85.741 .000
Within Groups 1.228 15 .082
Total 29.296 19
Homogeneous
K.ABU
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
5 4 2.9736
4 4 3.0052
2 4 4.2727
1 4 4.4397
3 4 6.2062
Sig. .878 .422 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
44
Lampiran 5. Analisis Statistik (%) Kadar kalsium Telur Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan
Total Rataan
A B C D E
1 0.67 0.57 0.59 0.56 0.53 2.91 0.58
2 0.66 0.56 0.60 0.41 0.51 2.73 0.55
3 0.67 0.57 0.59 0.46 0.51 2.80 0.56
4 0.61 0.60 0.60 0.49 0.50 2.80 0.56
Total 2.61 2.30 2.38 1.92 2.04 11.24
Rataan 0.65 0.57 0.59 0.48 0.51 0.56
Oneway
ANOVA
KALSIUM
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .075 4 .019 17.523 .000
Within Groups .016 15 .001
Total .092 19
Homogeneous
KALSIUM
Duncan
perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
4 4 .4790
5 4 .5108
2 4 .5748
3 4 .5942
1 4 .6522
Sig. .191 .414 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
45
Lampiran 6. Pengujian Organoleptik Warna Putih Telur (%) Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan
Yi (Yj)2 A B C D E
1 3 1 1 2 4 11 121
2 2 2 2 3 4 13 169
3 2 2 3 2 4 13 169
4 2 3 3 4 5 17 289
5 1 2 2 2 4 11 121
6 2 2 1 2 3 10 100
7 2 1 3 3 2 11 121
8 2 2 2 1 4 11 121
9 2 2 1 4 4 13 169
10 1 2 1 1 4 9 81
11 1 1 2 3 3 10 100
12 2 2 3 4 5 16 256
13 2 3 2 3 4 14 196
14 4 2 1 1 4 12 144
15 2 2 2 4 4 14 196
16 2 2 2 4 4 14 196
17 2 2 3 2 4 13 169
18 2 2 3 2 3 12 144
19 2 3 2 4 4 15 225
20 1 1 2 3 4 11 121
21 1 2 4 3 3 13 169
22 1 2 2 3 3 11 121
23 2 3 2 2 4 13 169
24 1 2 2 3 4 12 144
25 2 3 2 3 4 14 196
Yi 46 51 53 68 95 313 4007
(Yi)2 2116 2601 2809 4624 9025 97969
Rataan 1.84 2.04 2.12 2.72 3.8
Oneway
ANOVA
W.P Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 63.248 4 15.812 27.904 .000
Within Groups 68.000 120 .567
Total 131.248 124
46
Homogeneous
W.P
Duncan
PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
1 25 1.8400
2 25 2.0400
3 25 2.1200
4 25 2.7200
5 25 3.8000
Sig. .219 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
47
Lampiran 7. Pengujian Organoleptik Warna Kuning Telur (%) Telur Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan
Yi (Yj)2 A B C D E
1 2 2 2 5 4 15 225
2 4 2 2 2 5 15 225
3 2 2 2 2 3 11 121
4 2 2 2 3 5 14 196
5 2 2 2 2 3 11 121
6 3 2 2 2 4 13 169
7 5 2 2 5 5 19 361
8 5 2 2 5 5 19 361
9 3 1 1 3 4 12 144
10 5 2 5 5 4 21 441
11 3 2 2 3 3 13 169
12 4 2 2 4 5 17 289
13 3 2 2 4 4 15 225
14 5 2 5 5 4 21 441
15 4 2 2 5 4 17 289
16 4 2 2 5 5 18 324
17 4 2 2 4 4 16 256
18 4 2 2 4 5 17 289
19 2 2 2 5 5 16 256
20 3 2 2 3 4 14 196
21 1 2 1 2 3 9 81
22 2 2 2 3 4 13 169
23 4 2 2 4 5 17 289
24 4 3 2 4 4 17 289
25 3 2 2 4 5 16 256
Yi 83 50 54 93 106 386 6182
(Yi)2 6889 2500 2916 8649 11236 148996
Rataan 3.32 2 2.16 3.72 4.24
Oneway
ANOVA
W.K Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 95.632 4 23.908 29.761 .000
Within Groups 96.400 120 .803
Total 192.032 124
48
Homogeneous
W.K
Duncan
PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
2 25 2.0000
3 25 2.1600
1 25 3.3200
4 25 3.7200
5 25 4.2400
Sig. .529 .117 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
49
Lampiran 8. Pengujian Organoleptik Aroma (%) Telur Puyuh Pidan
Ulangan Perlakuan
Yi (Yj)2 A B C D E
1 3 2 4 3 4 16 256
2 3 2 2 2 2 11 121
3 2 3 5 5 2 17 289
4 2 4 5 1 3 15 225
5 2 3 5 5 2 17 289
6 2 3 4 5 3 17 289
7 3 3 4 2 1 13 169
8 3 2 3 1 2 11 121
9 4 3 4 3 5 19 361
10 2 2 5 2 3 14 196
11 4 4 2 3 4 17 289
12 4 4 2 3 4 17 289
13 4 3 5 2 3 17 289
14 2 2 1 1 2 8 64
15 4 3 2 5 3 17 289
16 4 3 2 5 5 19 361
17 3 3 4 4 4 18 324
18 3 3 4 4 4 18 324
19 4 4 3 3 2 16 256
20 4 4 3 3 2 16 256
21 3 4 3 2 2 14 196
22 4 3 4 2 4 17 289
23 4 3 3 3 4 17 289
24 4 3 3 3 4 17 289
25 4 3 3 3 2 15 225
Yi 81 76 85 75 76 393 6345
(Yi)2 6561 5776 7225 5625 5776 154449
Rataan 3.24 3.04 3.4 3 3.04
Oneway
ANOVA
AROMA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.928 4 .732 .684 .605
Within Groups 128.480 120 1.071
Total 131.408 124
50
Homogeneous
AROMA
Duncan
PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1
4 25 3.0000
2 25 3.0400
5 25 3.0400
1 25 3.2400
3 25 3.4000
Sig. .231
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
51
Lampiran 9. Pengujian Organoleptik tekstur (%) puyuh pidan
Ulangan Perlakuan
Yi (Yj)2 A B C D E
1 3 3 4 5 5 20 400
2 2 2 4 4 4 16 256
3 4 4 2 2 4 16 256
4 4 3 2 5 5 19 361
5 4 4 2 2 4 16 256
6 2 4 3 4 3 16 256
7 3 2 3 5 4 17 289
8 1 2 3 4 3 13 169
9 2 4 2 4 4 16 256
10 2 1 2 4 4 13 169
11 3 3 2 4 4 16 256
12 2 2 3 5 5 17 289
13 2 1 3 4 3 13 169
14 3 2 4 3 3 15 225
15 3 5 3 4 4 19 361
16 3 5 3 4 5 20 400
17 2 2 3 2 5 14 196
18 2 4 3 5 3 17 289
19 1 3 1 4 3 12 144
20 4 2 4 4 5 19 361
21 4 2 1 4 2 13 169
22 2 2 2 5 5 16 256
23 3 4 3 5 3 18 324
24 2 3 2 4 3 14 196
25 1 3 3 5 3 15 225
Yi 64 72 67 101 96 400 6528
(Yi)2 4096 5184 4489 10201 9216 160000
Rataan 2.56 2.88 2.68 4.04 3.84
Oneway
ANOVA
TEKSTUR Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 47.440 4 11.860 12.873 .000
Within Groups 110.560 120 .921
Total 158.000 124
52
Homogeneous
TEKSTUR
Duncan
PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2
1 25 2.5600
3 25 2.6800
2 25 2.8800
5 25 3.8400
4 25 4.0400
Sig. .271 .463
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
53
Lampiran 10 .Dokumentasi Penelitian Telur Puyuh Pidan
Telur puyuh pidan yang dihaluskan kapur tohor
Abu sabut kelapa garam
Adonan Penimbangan abu
54
Telur yang telah di buka cangkangnya penimbangan sampel sebelum dioven
dan ditanur
Sampel di dinginkan setelah di Oven Sampel di tanur
Pengukuraan pH Uji organoleptik
55
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Habibburrahman, lahir di bukittinggi 4 januari
1995. Merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan
Bapak Syafrudin dan Ibu Harnemi. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 09 Pakan Kurai
Bukittinggi. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di
SMPN 6 Bukittinggi tamat pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan pendidikan di
SMAN 4 Bukittinggi dan tamat pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa program studi Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Andalas melalui jalur SBMPTN.
Pada tanggal 4 Juli sampai 13 Agustus 2017 penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara Kepulauan
Mentawai. Kemudian penulis melaksanakan Farm Experience dari tanggal 9 Juni
sampai 26 Juli 2018 yang dilakukan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Fakultas
Peternakan, Universitas Andalas, Padang. Pada tanggal 24 Januari sampai tanggal
24 februari 2019 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Non
Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Habibburrahman