pengaruh peran gender, masculine dan feminine gender role

14
1 E-ISSN : 2338-1779 http://ijws.ub.ac.id IJWS - Vol. 4, No. 1 (2016) Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role Stress Pada Tenaga Administrasi Universitas Brawijaya Tulus Sabrina 1 *, Retty Ratnawati 2 , Endah Setyowati 3 1 Program Studi Kajian Wanita Universitas Brawijaya Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh peran gender, Masculine dan Feminine Gender Role Stress terhadpa komitmen kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaif, dengan teknik sampling purposive. Responden penelitiaan adalah tenaga adminitrasi Universitas Brawijaya sebanyak 96 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis penelitian ini menggunakan uji signifikansi parameter duga secara simultan (Uji F) dan Uji signifikansi parameter duga secara parsial (Uji t). Hasil dari penguruan peran gender menunjukkan reponden laki-laki dan perempuan cenderung memiliki peran gender feminin. Hasil uji F menunjukkan ada pengaruh peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS), Feminine Gender Role Stress (FGRS) secara bersama-sama mterhadapa komitmen kerja secara signifikan pada responden laki-laki, (F hitung > F tabel) F hitung 4,435 < F tabel 2,811, serta besar pengaruh 22,8%. Sedangkan Sig.F 0,008 < 0,05. Namun hasil pada responden perempempuan pada uji F, tidak menunjukkan hasil signifikan, karena (F hitung < F tabel) F hitung 1,438 < F tabel 2,822, dengan besar pengaruh sebesar 9,1%. Dari hasil uji t, hasil signifikan hanya ditinjukkan dari pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja (sign. 0,326) pada responden laki-laki. Sedangkan hasil uji MGRS sera FGRS terhadap komitmen kerja baik pada responden laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan hasil signifikan. Meskipun demikian dari pengukuran MGRS dan FGRS menunjukkan adanya indikasi stres pada responden laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, stereotip maskulin dan feminin merupakan salah satu sumber stres dan masalah pada responden laki-laki maupun perempuan. Kata kunci: peran gender, maskulin, feminin, stress, komitmen kerja. Abstract This study aims to explain and analyze the influence of gender roles, Masculine and Feminine Gender Role Stress against work commitment. This research uses quantitative approach, with purposive sampling technique. The respondents were UB's administrative staff of 96 respondents. The data were collected by using questionnaires. The analysis of this study used the simultaneous significance test (F test) and Partial significance test (t test). The results of gender role deception show that male and female respondents tend to have a feminine gender role. The result of F test shows that there is influence of gender role, Masculine Gender Role Stress (MGRS), Feminine Gender Role Stress (FGRS) together with significant work commitment on male respondent, (F count> F table) F arithmetic 4,435 < F table 2,811, and big influence 22,8%. While Sig.F 0,008 <0,05. However, the results of the female respondents in the F test did not show significant results, because (F arithmetic <F table) F arithmetic 1.438 <F table 2.822, with a large influence of 9.1%. From the result of t-test, the significant result is only evidenced from the influence of gender role on work commitment (sign 0,326) on male respondent. While the result of MGRS sera FGRS test on work commitment both on male and female respondents did not show significant result. Nevertheless, the measurements of MGRS and FGRS indicate an indication of stress on male and female respondents. In other words, masculine and feminine stereotypes are one source of stress and problems in both male and female respondents. Key word : gender role, masculine, feminine, stres, occupational commitment. PENDAHULUAN Isu tentang gender sudah menjadi bahasan pokok dan topik perdebatan dalam berbagai kajian dan praktis sosial, pembangunan, dan budaya. Karena hal ini masih berkaitan erat antara perbedaan gender dan ketidakadilan gender pada struktur masyarakat. Gender merupakan sebuah konstruksi sosial budaya yang berisi pembagian tugas, peran, hak dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan [1]. Dengan kata lain gender bentukan dari sosial budaya, Alamat Korespondensi Penulis: Tulus Sabrina Email : [email protected] Alamat : Universitas Brawijaya, Jl. Meyjen Haryono 169, Malang, 65145, Indonesia berbeda dengan kodrat berarti sebagai ketentuan biologis atau pemberian Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan. Sayangnya, fakta dimasyarakat masih banyak kerancuan pemahaman mengenai gender dan kodrat, karena pada dasarnya konstruksi sosial (gender) tesebut diartikan sebagai kodrat (ketentuan dari Tuhan). Seperti peran mengelola rumah tangga, mendidik anak dianggap sebagai “kodrat perempuan”, padahal mengelola rumah tangga dan mendidik anak adalah bagian dari peran gender (gender role) yang sudah dikonstruksi oleh sosial budaya [2]. Adanya perbedaan gender memiliki banyak dampak seperti pembagian peran, sifat, kedudukan, dan tanggung jawab pada laki-laki

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

1

E-ISSN : 2338-1779

http://ijws.ub.ac.id IJWS - Vol. 4, No. 1 (2016)

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role Stress Pada Tenaga Administrasi Universitas Brawijaya

Tulus Sabrina1*, Retty Ratnawati2, Endah Setyowati3 1Program Studi Kajian Wanita Universitas Brawijaya

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh peran gender, Masculine dan Feminine Gender Role Stress terhadpa komitmen kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaif, dengan teknik sampling purposive. Responden penelitiaan adalah tenaga adminitrasi Universitas Brawijaya sebanyak 96 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis penelitian ini menggunakan uji signifikansi parameter duga secara simultan (Uji F) dan Uji signifikansi parameter duga secara parsial (Uji t). Hasil dari penguruan peran gender menunjukkan reponden laki-laki dan perempuan cenderung memiliki peran gender feminin. Hasil uji F menunjukkan ada pengaruh peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS), Feminine Gender Role Stress (FGRS) secara bersama-sama mterhadapa komitmen kerja secara signifikan pada responden laki-laki, (F hitung > F tabel) F hitung 4,435 < F tabel 2,811, serta besar pengaruh 22,8%. Sedangkan Sig.F 0,008 < 0,05. Namun hasil pada responden perempempuan pada uji F, tidak menunjukkan hasil signifikan, karena (F hitung < F tabel) F hitung 1,438 < F tabel 2,822, dengan besar pengaruh sebesar 9,1%. Dari hasil uji t, hasil signifikan hanya ditinjukkan dari pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja (sign. 0,326) pada responden laki-laki. Sedangkan hasil uji MGRS sera FGRS terhadap komitmen kerja baik pada responden laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan hasil signifikan. Meskipun demikian dari pengukuran MGRS dan FGRS menunjukkan adanya indikasi stres pada responden laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, stereotip maskulin dan feminin merupakan salah satu sumber stres dan masalah pada responden laki-laki maupun perempuan. Kata kunci: peran gender, maskulin, feminin, stress, komitmen kerja.

Abstract This study aims to explain and analyze the influence of gender roles, Masculine and Feminine Gender Role Stress against work commitment. This research uses quantitative approach, with purposive sampling technique. The respondents were UB's administrative staff of 96 respondents. The data were collected by using questionnaires. The analysis of this study used the simultaneous significance test (F test) and Partial significance test (t test). The results of gender role deception show that male and female respondents tend to have a feminine gender role. The result of F test shows that there is influence of gender role, Masculine Gender Role Stress (MGRS), Feminine Gender Role Stress (FGRS) together with significant work commitment on male respondent, (F count> F table) F arithmetic 4,435 < F table 2,811, and big influence 22,8%. While Sig.F 0,008 <0,05. However, the results of the female respondents in the F test did not show significant results, because (F arithmetic <F table) F arithmetic 1.438 <F table 2.822, with a large influence of 9.1%. From the result of t-test, the significant result is only evidenced from the influence of gender role on work commitment (sign 0,326) on male respondent. While the result of MGRS sera FGRS test on work commitment both on male and female respondents did not show significant result. Nevertheless, the measurements of MGRS and FGRS indicate an indication of stress on male and female respondents. In other words, masculine and feminine stereotypes are one source of stress and problems in both male and female respondents.

Key word : gender role, masculine, feminine, stres, occupational commitment.

PENDAHULUAN Isu tentang gender sudah menjadi bahasan pokok dan topik perdebatan dalam berbagai kajian dan praktis sosial, pembangunan, dan budaya. Karena hal ini masih berkaitan erat antara perbedaan gender dan ketidakadilan gender pada struktur masyarakat. Gender merupakan sebuah konstruksi sosial budaya yang berisi pembagian tugas, peran, hak dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan [1]. Dengan kata lain gender bentukan dari sosial budaya,

Alamat Korespondensi Penulis: Tulus Sabrina Email : [email protected] Alamat : Universitas Brawijaya, Jl. Meyjen Haryono 169, Malang, 65145, Indonesia

berbeda dengan kodrat berarti sebagai ketentuan biologis atau pemberian Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan. Sayangnya, fakta dimasyarakat masih banyak kerancuan pemahaman mengenai gender dan kodrat, karena pada dasarnya konstruksi sosial (gender) tesebut diartikan sebagai kodrat (ketentuan dari Tuhan). Seperti peran mengelola rumah tangga, mendidik anak dianggap sebagai “kodrat perempuan”, padahal mengelola rumah tangga dan mendidik anak adalah bagian dari peran gender (gender role) yang sudah dikonstruksi oleh sosial budaya [2]. Adanya perbedaan gender memiliki banyak dampak seperti pembagian peran, sifat, kedudukan, dan tanggung jawab pada laki-laki

Page 2: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

2

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

dan perempuan, yang nanti dapat berakibat terjadinya berbagai bentuk ketidakadilan (diskriminasi, subordinasi, dan marjinalisasi) yang tidak hanya terjadi dalam rumah, namun juga dilingkungan kerja. Perbedaan laki-laki dan perempuan menjadi hal yang sangat menarik sehingga seringkali membandikan laki-laki dan perempuan pada berbagai aspek, karena keberadaan laki-laki dan perempuan selalu dianggap berbeda. Dari hasil perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tidak hanya berimbas dengan adanya dominasi jenis pekerjaan berdasarkan jensi kelamin yang juga tidak lepas dari stereotipi gender. Seperti pekerjaan yang berkaitan dengan administrasi adalah jenis pekerjaan yang didominasi perempuan, karena didominasi perempuan maka pada pekerjaan ini termasuk pekerjaan yang memerlukan peran feminin [3]. Dampak lainnya adalah perbedaan penilaian profesionalitas, komitmen pada pekerjaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat gendernya bukan dari kemampuannya. Oleh karena itu, banyak penelitian yang membandingkan komitmen kerja antara laki-laki dan perempuan, karena perempuan dianggap memiliki upah/ gaji yang lebih rendah, serta kesempatan naik jabatan atau promosi kerja yang lebih rendah, sehingga perempuan lebih sering berkeinginan meninggalkan pekerjaannya [4]. Perbedaan komitmen kerja antara laki-laki dan perempuan diyakini berkaitan dengan perbedaan peran gender pada keduanya. Setiawati & Zulkaida [5] menyatakan bahwa orang memiliki kecenderungan peran gender maskulin memiliki komitmen lebih tinggi dalam pekerjaannya dibandingkan orang yang memiliki kecenderungan peran gender feminin, dimana peran gender maskulin seringkali disama artikan dengan laki-laki, dan feminin disama artikan dengan perempuan. Dalam melakasan tugas tenaga administrasi mengelola berbagai pekerjaan adminsitrasi, ataupun membantu kebutuhan mahasiswa, pendidik, ataupun organisasinya. Tidak jarang, tenaga administrasi bersikap kurang maksimal dalam memberikan pelayanannya, hal tersebut bisa disebabkan karena beban kerja, masalah internal dengan pekerjaan, atau diluar pekerjaan (rumah). Hal tersebut, sering kali tidak dipahami oleh sebagian orang. Selain itu, di juga tidak dapat terlepas dari stereotip gender yang ada di tempat kerja, dan pada kondisi tertentu karakteristik peran gender (maskulin atau feminin) sering dihubungkan dengan

pekerjaannya. Seperti pada pekerjaan administrasi karena termasuk dalam jenis pekerjaan yang membutuhkan peran feminin, maka tenaga administrasi diharapkan bisa memberikan pelayanan dengan ramah, sabar, yang sesuai dengan ketentuan dari peran gender feminin. Karena apabila tidak sesuai dengan karaketeristik peran gendernya hal ini dapat menimbulkan masalah. Seseorang yang memiliki sifat peran gender yang bertentangan dengan jenis kelaminnya akan cenderung tidak disukai, seperti seorang perempuan yang memiliki sifat maskulin di tempat kerja, begitu sebaliknya [6]. Hal tersebut bisa jadi yang terjadi pada diri seorang tenaga administrasi yang cenderung bersikap tegas, ataupun dominan, akan kurang disukai. Dalam keadaan beban yang bertumpuk akan sangat berpotensi menimbulkan stres akibat peran gender maskulin/ feminin (Masculine/ Feminine Gender Role Stress), sehingga diwaktu bersamaan ketika melakukan pekerjaan, ataupun memberikan pelayanan seringkali terjadi dilakukan secara tidak maksimal dan disinyalir dapat menurunkan komitmen kerja. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini difokuskan untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh peran gender, masculine dan feminine gender role stress pada tenaga administrasi di lingkungan Universitas Brawijaya. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh peran gender, masculine dan feminine gender role stress pada tenaga administrasi Universritas Brawijaya. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Gender dan Peran Gender Gender merujuk pada perbedaan psikologis, budaya dan sosial yang terkait dengan laki-laki dan perempuan, berbeda dengan sex (jenis kelamin) yang menekankan pembeda antara laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat biologisnya [7]. Gender merupakan dimensi psikologis, sosial dan budaya mengenai keberadaan dari laki-laki dan perempuan, sedangkan peran gender adalah seperangkat ekspetasi yang menentuikan bagaimana sebaiknya laki-laki dan perempuan, berperilaku, berpikir, dan merasa [8]. Hurlock [9] menyebut peran gender sebagai pola perilaku yang disetujui dan diterima oleh kelompok sosial bagi laki-laki dan perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran gender adalah suatu

Page 3: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

3

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

set perilaku peran yang harus dilaksanakan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah dibuat dan ditentukan masyarakat. Stereotipi Maskulin dan Feminin

Stereotipi pada gender diasosiasikan dengan laki-laki dan perempuan tidak hanya berbeda tetapi juga di inginkan secara berbeda. Matlin [1] menjelaskan stereotipi gender merujuk pada pemikiran tentang kelompok sosial, dan merupakan katagori yang luas mengenai keyakinan tentang karakteristik atau sifat laki-laki dan perempuan. Status laki-laki dan perempuan seringkali distereotipikan menurut sifat yang berhubungan dengan biologis mereka, atau yang sering disebut stereotipi maskulin (kelelakian), dan stereotipi feminin (keperempuan),[10]. Stereotipi maskulin pada laki-laki dipersepsikan sebagai perkasa, tegar, berkuasa, dominan, atletis, asertif, mandiri, memiliki kemampuan kepemimpinan, keras, rasional, percaya diri, mampu menghadapi resiko, agresi. Sedangkan stereotipi feminin mudah menyerah, lemah lembut, sabar, penyayang, sensitif, pasif, mengalah, cerewet, penuh kehanyagatan [11]. Stereotipi maskulin dan feminin mencerminkan cara kita memandang diri, terlepas dari situasi sosial tertentu, serta menjadi bagian dari kita yang mengarah pada harapan tertentu, perilaku dan sikap [12]. Dengan kata lain, stereotipi maskulin atau feminin pada seseorang akan memberikan konsekuensi tersendiri pada diri seseorang. Seseorang akan mematuhi nilai-nilai peran gender maskulin dan feminin, justru menimbulkan stres akibat peran gender (gender role stress). Gender Role Stress (GRS) Gender role stres adalah kondisi stres psikologi yang diakibatkan karena tidak sesuai dengan standar maskulin dan feminin. Gender Role Stress (GRS) menandakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki masalah beradaptasi dengan konsep maskulin dan feminin yang dilekatkan kepada mereka oleh sosial dan budaya, dengan kata lain GRS mengacu pada stres akibat kegagalan seseorang yang tidak mampu memenuhi standar peran gender [12]. Gender Role Stress (GRS) ini dibedakan menjadi dua hal yang paling penting yaitu, Masculine Gender Role Stress (MGRS) dan Femine Gender Role Stress (FGRS). Masculine Gender Role Stress (MGRS)

Masculine Gender Role Stres (MGRS) adalah keadaan yang menimbulkan stres karena tidak sesuai standar maskulin. MGRS dikembangkan oleh Eisler & Skidmore [13]. Dalam MGRS ini terdapat 5 situasi yang disinyalir dapat menimbulkan terjadinya stres yaitu:

- Feeling physically inadequate. Situasi ini mencerminkan stres yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi penampilan fisik, kebugaran maupun kejantanan sesuai dengan stereotip maskulin.

- Expressing tender emotions. Situasi ini mencerminkan stres terkait dengan

mengekspresikan emosi lemah pada laki-laki, yang hal ini bertentangan dengan stereotip maskulin.

- Subordinating by women. Situasi yang mencerminkan terkait dengan berada dibawah perempuan, atau perempuan yang lebih unggul dalam pekerjaan atau olahraga.

- Being intellectually inferior. Situasi yang terkait dengan tidak mampu berpikir rasional atau secara tidak secara cerdas untuk mengatasi sebuah situasi.

- Performance failure with regard to work and sexual activities. Situasi yang berkaitan dengan kegagalan dalam memenuhi norma maskulin dalam pekerjaan maupun ketidakmampuan seksual

MGRS Scale akan digunakan pada penelitian ini untuk menilai situasi tertentu yang berpotensi timbulnya stres akibat dari kepatuhan dan keyakinan pada stereotip maskulin. Feminine Gender Role Stres (FGRS) Feminine Gender Role Stres (FGRS) adalah keadaan atau kondisi yang menimbulkan stres karena tidak sesuai dengan standar feminin, dikembangkan oleh Gillespie & Eisler [14]. Sementara pada Feminine Gender Role Stress (FGRS) terdapat lima situasi yang disinyalir terjadinya stres yaitu:

- Developing non emotional relationships. Situasi yang terkait dengan rasa takut untuk gagal dalam mengembangkan hubungan emosional, hubungan intim, dan kepercayaan.

- Felling physically unattractive. Situasi ini menyoroti ketakutan banyak perempuan dari segi tidak menarik secara fisik, terkait dengan standart feminin.

Page 4: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

4

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

- Being exposed to the potential harm of violence/ victimaization. Situasi ini berisi item yang mewakili situasi di mana perempuan yang rentang menjadi korban kekerasan atau kondisi bahaya, karena diyakini perempuan memilikii fisik yang lemah.

- Behaving assertively. Secara umum situasi yang membutuhkan sikap tegas dalam kondisi tertentu. Situasi ini dapat mengancam perempuan karena dianggap melanggar stereotip feminin (bersikap pasif dan tidak banyak protes).

- Not being nurturant. Situasi ini mengenai ketakutan apabila tidak mengasuh yang tidak sesuai dengan peran gender feminin tradisional.

Sama halnya dengan MGRS, FGRS Scale akan digunakan pada penelitian ini untuk menilai situasi tertentu yang berpotensi timbulnya stres akibat dari kepatuhan dan keyakinan pada stereotip feminin. Komitem Kerja Komitmen kerja diartikan sebagai keadaan psikologis yang menunjukkan penerimaan seseorang terhadap pekerjaannya yang telah dipilihnya serta keinginan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada pekerjaannya tersebut [15]. Mayer, Allen dan Smith [15] mengidentifikasi komitmen kerja menjadi tiga hal yaitu :

1. Komitmen afektif Komitmen afektif adalah bentuk komitmen dari pekerja yang akan tetap dengan pekerjaanya, karena keinginan mereka.

2. Komitmen Normatif Komitmen normatif menurut Mayer & Allen (1990) merupakan bentuk dari suatu kewajiban yang dirasakan pekerja untuk tetap dan bertahan dalam pekerjaanya.

3. Komitmen kontinuans sering kali mengacu pada komitmen bertahan untuk pekerjaannya karena analisis biaya atau harga yang harus dibayar jika meninggalkan pekerjannya.

Pengaruh Peran Gender Terhadap Komitmen Kerja Dalam dunia kerja, masih banyak pekerjaan yang mempersyaratkan jenis kelamin dalam rekrutmen pegawai, atau masih adanya pandanya mengenai pandangan dan penilaian terhadap laki-laki dan perempuan [16]. Bahkan pada saat tertentu pada saat tertentu kesuksesan

kinerja dalam suatua pekerjaan akan dilihat dan nilai berdasarkan sifat- sifat gender (maskulin atau feminin) [17]. Penilaian laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat gendernya bukan berdasarkan kemampuannya menimbulkan banyak ketidakadilan khusus bagi perempuan, seperti perbedaan gaji, kesempatan naik jabatan atau promosi. Ketidakadilan tersebut disebabkan dari pandangan bahwa yang berhak bekerja adalah laki-laki daripada perempuan.Berdasarkan dari pandangan tersebut, banyaknya perempuan yang bekerja masih pada pada status dan gaji yang lebih rendah, serta banyak menemui hambatan dalam meraih jabatan atau promosi pada pekerjaannya [4]. Halangan atau hambatan tersebut disinyalir berpengaruh pada komitmen kerja pada pekerja laki-laki dan perempuan. Karena pekerja perempuan lebih sering berkeinginan untuk meninggalkan pekerjaan mereka [4]. Oleh karena dari pandangan tersebut banyak penelitian yang membandingkan komitmen kerja pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan dari beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan lebih berkomitmen pada pekerjaannya dibandingkan perempuan [18], hal tersebut disebabkan karena hal ini dikarenakan kebanyakan perempuan berpikir bahwa komitmen dan identitas mereka adalah dalam peran keluarga. Setiawati & Zulkaida [5] menyatakan bahwa orang memiliki kecenderungan peran gender maskulin memiliki komitmen lebih tinggi dalam pekerjaannya dibandingkan orang yang memiliki kecenderungan peran gender feminin, dimana peran gender maskulin seringkali disama artikan dengan laki-laki, dan feminin disama artikan dengan perempuan. Pengaruh Masculine dan Feminine Gender Role Stress Terhadap Komitmen Kerja Voydanoff (dalam Sulistyorini [19] menjabarkan bahwa seseorang yang tidak dapat memenuhi tuntutan tiap peran maka timbulah konflik antar peran. Konflik antar peran seringkali terjadi ketika harapan dari dua peran atau lebih tidak dapat berjalan dengan seimbang dan tidak lancar. Seperti seorang perempuan yang bekerja full time, mereka cenderung tidak dapat menjadi ibu yang baik karena tidak merawat anak yang sakit, pergi ke event sekolah, separuh waktu mereka digunakan untuk bekerja, dan lain-lain. Atau pada laki-laki merasa tidak memadai melakukan tugas pekerjaan rumah atau merawat anak, hal ini inilah yang sering kali menjadi

Page 5: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

5

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

penyebab terjadinya konflik, yang dapat berpotensi terjadinya stres. Karena tidak dapat menjalankan peran sesuai dengan peran gendernya (maskulin dan feminin). Situasi ini disinyalir dapat menimbulkan stres akibat peran gender maskulin/ feminin yang dapat menurunkan komitmen kerja bagi tenaga administrasi Universitas Brawijaya. Disisi lain, stereotipi gender yang ada dilingkungan kerja dapa menimbulkan adanya diskriminasi baik secara formal maupun informal. Seperti, seorang perempuan yang memilki sifat maskulin di lingkungan kerja, cenderung tidak disukai bahkan dapat mempengaruhi promosi jabatannya, [6]. Hal ini dikarenakan, dalam stereotipi gender terdapat sebuah set atribut dan karakter untuk menggambarkan bagaimana laki-laki seharusnya berperilaku, yang disebut sebagai stereotipi perspektif. Fungsi dari stereotipi perspektif untuk mengatur perilaku yang pantas dan tidak pantas, pada perspektif ini melarang perempuan bersikap kasar, agresif, dominan ataupun yang menunjukkan sifat- sifat dari stereotipi maskulin. Seorang perempuan harus berperilaku peduli, simpatik, atau sifat feminin lainnya. Oleh karena itu uraian tersebut juga disinyalir sebab terjadinya stres akibat peran gender maskulin/ feminin (M/FGRS) yang dapat menurunkan komitmen kerja. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Explanatory research dengan metode kuantitatif. Sedangkan dalam pelaksanaannya penelitian ini menggunakan pedekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah tenaga administrasi Fakultas Ilmu Adminitrasi (FIA), Fakultas Kedokteran (FK), Program Pascasarjana (PPs) Universitas Brawijaya. Besar sampel didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin, sebanyak 96 orang responden. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pada penelitian ini menggunakan batasan masa kerja minimal 5 tahun dan diatasnya.

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

- Personality Attribute Questionarre (PAQ) Spence dan Helmreich [20] untuk mengukur peran gender, contoh dari kuesioner PAQ ini seperti : “sangat tidak mandiri...... sangat mandiri; sangat tidak emosional..... sangat emosional; sangat tidak percaya diri..... sangat percaya diri.

- Masculine Gender Role Stress (MGRS). Contoh dari kuesioner MGRS adalah :

“Merasa kondisi fisik kurang prima...; Menjadi pengangguran....; Menikah dengan seseorang yang berpenghasilan lebih besar daripada Anda....; Tidak berpenghasilan cukup....”

- Feminine Gender Role Stress (FGRS). Condoh dari kuesioner FGRS ini sperti : “Merasa tidak semenarik yang dulu...; Berat badan Anda melebihi berat badan pasangan Anda...; Bertambah tua dan masih melajang...; Kembali bekerja segera setelah melahirkan...”

- Occupational Commitment Scales (OCS) yang disusun Mayer, Allen, dan Smith [15] untuk mengukur komitmen kerja. Contoh dari kuesioner OCS adalah seperti : “ Pekerjaan saya penting bagi image diri saya...; Saya tidak suka dengan pekerjaan saya...; Saya merasa bersalah jika saya meninggalkan pekerjaan saya...”

Kueisoner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala likert antara 1-6 titik, dan nantinya akan diuji regresi dengan menggunakan uji simultan dan parsial.

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Responden Penelitian Berikut adalah uraian dari gambaran umum responden meliputi karakteristik usia, tingkat pendidikan, masa kerja, status pernikaha, dan jumlah tanggungan, pada penelitian ini sebanyak 96 responden (49 laki-laki, 47 perempuan).

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Usia Responden

Usia Responden

Laki-Laki Perempuan

f % f %

26-35 tahun 28 57,1 32 68,1

36- 45 tahun 12 24,5 13 27,7

46-55 tahun 8 16,3 2 4,3

> 55 tahun 1 2 - -

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Berdasarkan tabel diatas Usia responden yang paling muda dalam penelitian ini adalah 26 tahun sedangkan yang paling tua berusia 58 tahun. Tabel 2 Distribusi Karakteristik Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Laki-Laki Perempuan

f % f %

SMA 9 18,4 4 8,5

Diploma 5 10,2 6 12,8

S1 33 67,3 33 70,2

S2 2 4.1 4 8,5

Page 6: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

6

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Berdasarkan pada tabel 5.2 diatas, dapat dilihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden adalah S1 sebanyak 67,3% pada responden laki-laki dan 70, 2% pada responden perempuan.

Tabel 3 Distribusi Masa Kerja Responden

Masa Kerja Laki- Laki Perempuan

f % f %

5 thn 10 20,4 12 25,5

6- 10 thn 17 34,7 19 40,4

11-15 thn 10 20,4 13 27,7

16-20 thn 7 14,3 2 4,3

>20 thn 5 10,2 1 2,1

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Batasan dalam masa kerja responden pada penelitian ini adalah responden yang telah bekerja minimal 5 tahun atau lebih. Dengan memilih batasan pada masa kerja minimal 5 tahun atau diatasnya dalam penelitian ini karena dengan masa kerja yang lebih panjang tersebut karyawan akan lebih berdaya dan memiliki banyak pengalaman dalam menyelesaikan tugasnya [21].

Tabel 4 Distribusi Status Pernikahan Responden

Status Pernikahan

Laki- Laki Perempuan

f % f %

Menikah 44 89,8 40 85,1

Belum Menikah

5 10,2 7 14,9

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Berdasarkan dari tabel diatas dapat dilihat bahwa status pernikahan responden pada penelitian ini lebih banyak yang berstatus menikah sebanyak

89,8 % pada responden laki-laki, dan 85,1 % pada responden perempuan. Tabel 5 Distribusi Jumlah Tanggungan Responden

Jumlah Tanggungan

Laki-laki Perempuan

f % f %

Tidak ada 3 6,1 3 6,4

1 Orang 3 6,1 9 19,1

2 Orang 16 32,7 13 27,7

3 Orang 16 32,7 12 25,5

4 Orang 8 16,3 7 14,9

5 Orang 2 4,1 3 6,4

7 Orang 1 2 - -

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Dari tabel 5 dapat dilihat 6.1% pada responden laki-laki dan 6,4 % pada responden perempuan tidak memiliki tanggungan (orangtua, anak, istri, suami, maupun yang lain) sebagai tanggungan secara finansial. Tabel 6 Rata-Rata Skor Maskulin dan Feminin Pada Responden

Jenis Kelamin

Maskulin Feminin

Rata-Rata

SD Rata-Rata

SD

Laki- laki 33.16 3.88 33.89 5.76

Perempuan 30.97 5.45 34.53 5.26

Sumber : Data diolah Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa meskipun responden laki-laki cenderung memiliki kategori maskulin tinggi, dan responden perempuan memiliki kategori feminin tinggi, namun dari hasil rata-rata reponden laki-laki disimpulkan memiliki peran gender feminin yang lebih tinggi, sedangkan responden perempuan memiliki peran gender feminin lebih tinggi Tabel 7 Distribusi Frekuensi Variabel Masculine Gender Role Stress (MGRS) Sumber : Data diolah Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa tingkat stres MGRS pada responden laki-laki sebesar 81,6 %, apabila dibandingkan dengan responden perempuan tingkat stres nya 72,3 %. Tabel 8 Rata- rata Masculine Gender Role Stress (MGRS) Pada Responden

Responden Rata- Rata Hasil Skor MGRS

Keterangan

Laki- Laki 123,8 Stres (S)

Perempuan 120,8 Stres (S)

Tingkat Stress Laki-laki Perempuan

F % f %

Sangat Tidak Stres Sekali (STSS)

- - - -

Sangat Tidak Stres (STS) - - - -

Tidak Stres (TS) 5 10,2 8 17

Stres (S) 40 81, 6 34 72,3

Sangat Stres (SS) 4 8,2 5 10, 6

Sangat Stres Sekali (SS) - - - -

Total 49 100 47 100

Page 7: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

7

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

Sumber : data diolah

Berdasarkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel Masculine Gender Role Stress (MGRS) pada penelitian ini responden laki-laki memiliki indikasi stres yang mengacu pada MGRS. Tabel 9 Distribusi Frekuensi Variabel Feminine Gender Role Stress (FGRS)

Tingkat Stres Laki-laki Perempuan

f % f %

Sangat Tidak Stres Sekali (STSS)

- - - -

Sangat Tidak Stres (STS)

- - - -

Tidak Stres (TS) 12 24,5 - -

Stres (S) 31 63,3 33 70,2

Sangat Stres (SS) 6 12,2 11 23,4

Sangat Stres Sekali (SSS)

- - 3 6,4

Total 49 100 47 100

Sumber : Data diolah Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa tingkat stres FGRS pada responden perempuan sebesar 70,2 %, hasil dari responden perempuan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan responden laki-laki tingkat stresnya 63,3 %. Tabel 10 Rata- rata Feminine Gender Role Stress (FGRS) Pada Responden

Responden Rata- Rata Hasil Skor FGRS

Keterangan

Laki- Laki 119,06 Stres (S)

Perempuan 135,19 Stres (S)

Sumber : data diolah

Berdasarkan pada tabel 10 diatas menunjukkan bahwa pada variabel Feminine Gender Role Stress (FGRS) pada penelitian ini responden perempuan memiliki indikasi stres yang lebih tinggi dari pada hasil yang didapatkan dari reponden laki- laki. Tabel 11 Distribusi Frekuensi Variabel Komitmen Kerja

Distribusi Jawaban Responden

Laki-laki Perempuan

f % f %

Sangat Tidak Setuju Sekali (STSS)

- - - -

Sangat Tidak Setuju (STS)

- - - -

Tidak Setuju (TS) 2 4,1 1 2,1

Setuju (S) 41 83,7 39 83

Sangat Setuju (SS) 6 12,2 7 14,9

Sangat Setuju Sekali (SSS)

- - - -

Total 49 100 47 100

Sumber : data diolah

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa hasil dari penelitian ini mengenai komitmen kerja, responden laki-laki maupun perempuan cenderung menyetujui pernyataan pada komitmen kerja. Hal ini membuktikan bahwa responden penelitian memiliki komitmen kerja yang sangat baik. Analisis Regresi

Pada penelitian ini menggunakan uji simultan (uji F) dan uji parsial (uji t) untuk mengetahui hasil pengaruh peran gender, Masculine dan Feminine Gernder Role Stress Terhadap Komitmen Kerja. Berikut adalah hasil uji simultan pada responden. Tabel 12 Hasil Pengujian Parameter Duga Regresi Secara Simultan

Responden Uji F Adj R2 Ket.

Nilai Fhitung

Sign. uji F

Laki- Laki 4,435 0,008 0,228 Signifikan

Perempuan 1,438 0,245 0,091 Tidak Signifikan

Sumber: Data diolah

Kriteria pengujian yang digunakan adalah tolak H0 jika nilai Fhitung > Ftabel atau nilai sig < 0,05 dan sebaliknya adalah Terima H0 jika nilai Fhitung < Ftabel atau nilai sig > 0,05. Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi antara reponden laki-laki dan perempuan memiliki hasil yang sangat berbeda. Pada responden laki-laki dapat diketahaui nilai signifikan 0,008. Jika

dibandingan dengan =5%, sesuai dengan kriteria pengujian nilai sig < 0,05 maka 0,08 < 0,05. Selain itu, nilai Fhitung = 4,435 lebih besar dari Ftabel = 2,811. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil terdapat pengaruh yang signifikan antara Peran Gender (X1), Masculine Gender Role Stress (X2) dan Feminin Gender Role Stress (X3) terhadap Komitmen Kerja (Y) secara

bersama-sama. Jika dibandingkan dengan =5% maka nilai signifikansi uji F tersebut lebih besar

daripada . Selain itu, nilai Fhitung = 1,438 lebih kecil dari Ftabel = 2,822. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Peran Gender (X1), Masculine Gender Role Stress (X2) dan Feminin Gender Role Stress (X3) terhadap

Page 8: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

8

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

Komitmen Kerja (Y) secara bersama-sama pada responden perempuan, dengan besar pengaruh yang disumbangkan sebesar 9,1%. Hasil Uji Parsial (Uji T) Pada Respondne Laki-laki Pengujian parsial digunakan untuk mengeathui apakah masing-masing variabel independen (X)

secara individu memiliki pengaruh atau tidak terhadap komitmen kerja (Y). Dengan kriteria yaitu : Tolak H0 jika thitung > ttabel atau sig < 0,05

dan Terima H0 jika thitung < ttabel atau sig > 0,05. Berikut adalah hasil uji parsial (uji t) pada responden laki-laki.

Tabel 13 Hasil Pengujian Parameter Duga Regresi Secara Parsial Pada Responden Laki-Laki

Sumber : Data diolah

1. Peran Gender Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari 0,05 dan nilai thitung = 3,130 < ttabel = 2,013. Pengujian ini menunjukkan bahwa peran gender berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja pada

responden laki-laki.

2. Masculine Gender Role Stress (MGRS) (X2) Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,574 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai thitung = 0,574< ttabel = 2,014. Pengujian ini menunjukkan bahwa Masculin Gender Role Stress (MGRS) tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja pada responden laki-laki. 3. Feminin Gender Role Stress (FGRS) (X3) Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,084 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai thitung = 1,769 < ttabel = 2,014. Pengujian ini menunjukkan bahwa Feminine Gender Role Stress (FGRS) tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja terhadap responden laki-laki.

4. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi Adjusted (Adj R2) merupakan besaran yang memberikan informasi goodnes of fit dari persamaan regresi, yaitu memberikan proporsi atau presentase kekuatan pengaruh variabel Peran Gender (X1), Masculine Gender Role Stress (X2) dan Feminin Gender Role Stress (X3) terhadap Komitmen Kerja (Y) pada responden laki-laki. Berdasarkan tabel hasil pengujian parameter duga regresi secara simultan pada responden laki-laki diperoleh nilai adj R2

sebesar 22,8% . Hasil tersebut menjelaskan sumbangan atau kontribusi dari variabel-variabel bebas dalam mempengaruhi variabel Y adalah sebesar 22,8 %, sedangkan 87,2 % lainnya disumbangkan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam persamaan ini. Hasil Uji Parsial (Uji T) Pada Responden Perempuan

Sama seperti uji parsial pada responden laki-laki, uji parsial pada responden perempuan memiliki kriteria yaitu : Tolak H0 jika thitung > ttabel

atau sig < 0,05 dan Terima H0 jika thitung < ttabel

atau sig > 0,05. Berikut adalah hasil uji parsial (uji

t) pada responden perempuan.

Tabel 14 Uji Signifikansi Parameter Duga Secara Parsial (Uji t) Pada Responden Perempuan

Sumber : data diolah

1. Peran Gender (X1) Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,354 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai

thitung = -0,937 < ttabel = 2,822. Pengujian ini menunjukkan bahwa peran gender tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja pada responden perempuan.

Variabel X B thitung Signifikan Keterangan

Konstanta 36,252

Peran Gender (X1) 0,326 3,130 0,003 Signifikan

Masculine Gender Role Stress (X2) -0,038 -0,566 0,574 Tidak Signifikan

Feminin Gender Role Stress (X3) 0,104 1,769 0,084 Tidak Signifikan

Variabel X B thitung Signifikan Keterangan

Peran Gender (X1) -0,090 -0,937 0,354 Tidak Signifikan

Masculine Gender Role Stress (X2) 0,053 0,796 0,430 Tidak Signifikan

Feminin Gender Role Stress (X3) 0,064 1.215 0,231 Tidak Signifikan

Page 9: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

9

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

2. Masculine Gender Role Stress (MGRS) (X2) Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,430 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai thitung = 0,796< ttabel = 2,822. Pengujian ini menunjukkan bahwa Masculin Gender Role Stress (MGRS) tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja pada responden perempuan. 3. Feminin Gender Role Stress (FGRS) (X3) Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi sebesar 0,231 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai thitung = 1,215 < ttabel = 2,822. Pengujian ini menunjukkan bahwa Feminine Gender Role Stress (FGRS) tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja pada responden perempuan. 4. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi Adjusted (Adj R2) merupakan besaran yang memberikan informasi goodnes of fit dari persamaan regresi, yaitu memberikan proporsi atau presentase kekuatan pengaruh variabel peran gender (X1), Masculine Gender Role Stress (X2) dan Feminin Gender Role Stress (X3) terhadap Komitmen Kerja (Y) pada responden perempuan. Berdasarkan tabel hasil pengujian parameter duga regresi secara simultan diperoleh nilai adj R2

sebesar 0,91. Hasil tersebut menjelaskan sumbangan atau kontribusi dari variabel-variabel bebas dalam mempengaruhi variabel Y adalah sebesar 9,1 %, sedangkan 98,9 % lainnya disumbangkan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan ini. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini yang menguji pengaruh peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS), dan Feminine Gender Role Stress (FGRS) terhadap komitmen kerja pada tenaga administrasi Universitas Brawijaya yang telah dilakukan pengujian, berikut akan dibahas atas hasil pengujian tersebut.

1. Pengaruh Peran Gender, Masculine Gender

Role Stress (MGRS), dan Feminine Gender Role Stress (FGRS) Secara Bersama-sama Terhadap Komitmen Kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

sebelumnya dari uji hipotesis yang di uji pada penelitian ini baik pada reponden laki-laki dan perempuan diperoleh hasil yang sangat berbeda jauh. Pada responden laki-laki menunjukkan adanya hasil yang memuaskan, terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS),

dan Feminine Gender Role Stress (FGRS) secara bersama- sama terhadap komitmen kerja pada responden laki-laki. Besar pengaruh yang disumbangkan dalam penelitian ini melalui responden laki-laki sebesar 22,8 %, hasil tersebut menunjukkan hasil yang sangat signifikan.

Hasil dari penelitian ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Sulistyorini [19], yang menunjukkan tidak adanya pengaruh dari peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS), dan Feminine Gender Role Stress (FGRS) secara bersama- sama mempengaruhi komitmen kerja. Hasil tersebut dikarenakan tidak ada pemisahan antara responden laki-laki dan perempuan serta jumlah responden laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang. Sementara itu, dalam kultur sosial hubungan laki-laki dan perempuan menunjukkan hubungan yang dipisahkan dibuat berbeda satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock [8] bahwa dalam dimensi sosial budaya dan psikologis serta mengatur bagaimana laki-laki dan perempuan bagaimana berpikir, berperilaku, dan merasa. Dari pembedaan yang dikonstruksikan oleh kultur sosial tersebutlah kemudian timbul tugas, peran, tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pernyataan Santrock [8] yang menjadikan dasar pada penelitian ini untuk menganalisa dengan memisahkan responden laki-laki dan perempuan.

Sayangnya, hasil signifikan tersebut hanya ditunjukkan dari hasil penilaian responden laki-laki saja. Hasil tidak signifikan yang diperoleh dari responden perempuan mengenai uji peran gender, Masculine Gender Role Stress (MGRS), dan Feminine Gender Role Stress (FGRS) secara bersama- sama mempengaruhi komitmen kerja, tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Dari hasil uji tersebut diperoleh 9,1 % pengaruh yang disumbangkan dalam penelitian ini, itu artinya jauh lebih kecil dibandingakan dengan hasil uji pada responden laki-laki sebesar 22,8%. Hal ini bisa merujuk pada perbedaan tugas/ peran, serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang telah di bentuk secara kultur sosial. Dalam kultur sosial terdapat berbagai bentuk peran laki-laki dan perempuan yang berkembang, salah satunya peran tradisional adalah jenis peran ini masih banyak diadopsi dibanyak negara. Dengan meletakkan peran dan tanggung jawab laki-laki sebagai superior, pancari nafkah, mendominasi segala situasi [9].

Page 10: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

10

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

2. Pengaruh Peran Gender Terhadap Komitmen Kerja

Hasil pengujian dari hipotesis yang kedua yaitu pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja pada tenaga administrasi Universitas Brawijaya. Dengan memisahkan analisa reponden laki-laki dan perempuan menunjukkan beberapa hasil yang memuaskan. Pada uji peran gender terhadap komitmen kerja pada responden laki-laki menunjukkan adanya hasil yang signifikan. Artinya, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa peran gender mempengaruhi komitmen kerja pada responden laki-laki. Meskipun dalam uji peran gender pada responden laki-laki menunjukkan kecendurungan pada peran feminin (mean 33,89) lebih tinggi. Hal ini diduga tidak terlepas dari jenis pekerjaan pada responden yaitu tenaga administrasi. Mengacu pada Departement of Labor Women’s Bureau [3] pekerjaan administrasi adalah salah satu jenis pekerjaan yang membutuhkan peran feminin. Hasil yang diperoleh penelitian ini juga menyanggah hasil penelitian dari Setaiwati & Zulkaida [5] menyatakan bahwa peran gender maskulin memiliki komitmen kerja lebih tinggi, daripada kelompok yang cenderung memiliki peran gender feminin. Serta dalam penelitian ini juga mematahkan pendapat dari penelitian dari Irving, et al [4] dan Turner & Chelladurai [22] yang menunjukan tidak ada pengaruh signifikan antara peran gender dengan komitmen kerja. Meskipun dalam uji pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja pada responden laki-laki, hal ini diduga karena kuatnya dominasi patriarki di lingkungan kerja.

Namun, hasil uji pada responden perempuan berbeda dengan hasil responden laki-laki, dari hasil uji pada responden perempuan diperoleh hasil yang tidak signifikan. Dengan perolehan hasil yang berbeda pada antara responden laki-laki dan perempuan diduga berkaitan dengan pendapat Aydin et al [19] yang mengatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan perempuan karena kabanyakan perempuan berpikir bahwa komitmen dan identitas mereka adalah dalam peran keluarga. Pendapat Aydin et al [19] tersebut menunjukkan tak lepas dari stereotipi peran gender pada laki-laki dan perempuan Williams, et al [23] mengatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan berpikir bahwa laki-laki lebih banyak peluang dalam pekerjaan ataupun promosi jabatan.

Berkaitan dengan pendapat Aydin et al [19] dan Williams, et al [23] mengenai komitmen

pada pekerjaan pada perempuan relatif rendah, serta tidak banyak peluang bagi perempuan dalam mendapatkan promosi jabatan, penulis tidak sepakat apabila rendahnya komitmen perempuan pada pekerjaan dikarenakan komitmen dan identitasnya adalah peran dalam keluarga, ataupun tidak adanya peluang dalam mendapatkan promosi jabatan. Karena dari hasil penelitian Sighn et al [24] dan Dixon et al [25] menemukan bahwa perempuan memiliki komitmen yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Sama hasil tersebut maka sebenarnya perempuan dapat memiliki komitmen kerja yang yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ketika seorang perempuan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki hasilnya akan sama atau bahkan akan lebih baik dari segi komitmennya pada pekerjaan [24]. Sedangakan yang terjadi pada tenaga administrasi dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian adanya perbedaan peluang bagi laki-laki dan perempuan diduga menjadi sebab lain yang mempengaruhi komitmen kerja pada responden. Apabila dikaitkan dengan kewajiban dan komitmen seorang perempuan adalah dalam keluarga, perempuan yang bekerja cenderung mengalami peningkatan ketika seorang perempuan mempunyai anak atau setelah melahirkan [26]. Karena seringkali dikaitkan pada perempuan yang bekerja akan mengalami work- family conflik, karena tidak dapat menyelerasakan peran di pekerjaan dan di keluarga sehingga menurunkan komitmen pada pekerjaannya [27]. Namun, hasil dari Noonan, et al [26] membuktikan bahwa perubahan yang ada dalam keluarga dapat meningkatkan komitmen perempuan pada pekerjaannya.

3. Pengaruh Masculine Gender Role Stress

Terhadap Komitmen Kerja Pengujian dari hipotesis ketiga dalam

penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh masculine gender role stress terhadap komitmen kerja. Hasil dari penelitian uji pengaruh pada Masculine Gender Role Stres (MGRS) terhadap komitmen kerja baik dari reponden laki-laki maupun perempuan hasil yang diperoleh tidak signifikan. Pada hasil yang diperoleh dari responden laki-laki nilai signifikannya 0,574, sedangkan pada responden perempuan nilai signifikannya 0,43. Hasil penelitian Sulityorini (2006) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh Masculine Gender Role Stress (MGRS) terhadap komitmen kerja terbukti, meskipun dalam penelitian ini telah memisahkan

Page 11: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

11

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

responden laki-laki dan perempuan, namun hasil yang diperoleh tetap tidak signifikan.

Terlepas dari uji regresi Masculine Gender Role Stress (MGRS) terhadap komitmen tidak menunjukkan hasil signifikan, namun dari penilaian variabel Masculine Gender Role Stress (MGRS) secara hasil rata-rata (mean) pada responden laki-laki 123,8 dan rata-rata responden perempuan 120,8. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keduanya baik responden laki-laki dan perempuan menunjukkan kategori stres.

Secara teoritis yang dikemukan oleh Eisler & Skidmore [14] menyatakan bahwa Masculine Gender Role Stress (MGRS) merupakan stres umunya terjadi pada laki- laki, sehingga kaitan dalam penelitian ini dapat membuktikan bahwa Masculine Gender Role Stress (MGRS) merupakan salah satu sumber stres yang terjadi pada laki-laki. Terjadinya MGRS pada laki-laki adalah karena tidak dapat memenuhi peran maskulin [14]. Diduga tingginya tingkat stres MGRS pada responden laki-laki berkaitan dengan peran gender, karena sesuai dengan pendapat Van well, et al [28] bahwa Masculine Gender Role Stress (MGRS) berkaitan dengan peran gender seseorang. Diketahui dari hasil uji peran gender, responden cenderung memiliki peran gender feminin tinggi. Tingginya peran gender feminin pada responden laki-laki tidak terlepas dari dugaan adanya keterkaitan dengan jenis pekerjaan responden laki-laki, yaitu tenaga administrasi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tenaga administrasi merupakan jenis pekerjaan yang membutuhkan peran feminin daripada maskulin.

Sedangkan hasil pada responden perempuan dari uji MGRS, menunjukkan rata-rata (mean 120,8) termasuk dalam kriteria stres. Hasil uji MGRS pada responden perempuan tersebut diduga adanya beberapa faktor seperti kuatnya ideologi patriarki di lingkungan kerja. Diskriminasi dan stereotyping adalah salah satu sebab sumber stres pada perempuan yang bekerja, karena stereotipi gender adalah penghalang yang paling kuat bagi perempuan yang bekerja sehingga harus bekerja lebih keras seperti laki-laki sesuai dengan harapan sosial [29].

Dugaan lain, seperti rotasi kerja yang pada umumnya dilakukan oleh suatu organisasi untuk menghidari kejenuhan, dalam penelitian ini mengenai rotasi kerja yang diketahui dari organisasi tempat bekerja melakukan rotasi kerja namun hanya sebagian kecil dari tenaga

administrasi saja yang mengalami rotasi kerja, namun tidak diketahui lebih lanjut apakah rotasi kerja tersebut mempengaruhi stres pada uji MGRS atau tidak, karena dalam rotasi kerja berkaitan dengan beradaptasi dengan suasana lingkungan baru. Selain itu, juga ditemukan adanya penambahan tugas kerja bagi beberapa tenaga kerja disalah satu organisasi tempat bekerja, namun yang menjadi kendala tidak ketahui lebih lanjut apakah adanya penambahan tugas kerja khususnya pada responden laki-laki mempengaruhi stres pada uji MGRS atau tidak, apabila merujuk pernyataan Richardsen et al [30] beban kerja serta melakukan kesalahan pada pekerjaan adalah salah satu stresor bagi pekerja laki-laki.

4. Pengaruh Feminine Gender Role Stress

(FGRS) Terhadap Komitmen Kerja Pengujian dari hipotesis keempat dalam

penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh Feminine Gender Role Stress (FGRS) terhadap komitmen kerja. Hasil dari penelitian uji pengaruh pada Feminine Gender Role Stres (FGRS) terhadap komitmen kerja baik dari reponden laki-laki maupun perempuan hasil yang diperoleh tidak signifikan. Pada hasil yang diperoleh dari responden laki-laki nilai signifikannya 0,84, sedangkan pada responden perempuan 0,231. Sama seperti pada uji pengaruh MGRS terhadap komitmen kerja hasil penelitian ini mendukung penelitian Sulityorini (2006) bahwa Feminine Gender Role Stress (FGRS) tidak berpengaruh pada komitmen kerja. Uji pada variabel FGRS terhadap komitmen kerja juga telah memisahkan reponden laki-laki dan perempuan. tetapi, hasil uji varibel FGRS ini juga tidak menunjukkan pengaruh signifikan sama seperti uji MGRS terhadap komitmen kerja. Namun, terlepas dari uji regresi Feminine Gender Role Stress (FGRS) terhadap komitmen kerja. Hasil rata- rata uji FGRS pada responden perempuan yang telah dijabarkan sebelumnya, nilai rata-rata 120,19 dan termasuk dalam kategori stres.

Hasil rata-rata yang diperoleh pada responden perempuan bertentangan secara teori FGRS adalah kondisi stres yang pada umumnya terjadi pada perempuan karena tidak dapat memenuhi peran feminin [15], dari hasil uji peran gender responden perempuan menunjukkan feminin tinggi, dengan kata lain secara teoritis responden perempuan sudah memenuhi standar peran feminin yang dibuktikan dari uji peran gender, seharusnya tidak mengalami stres pada

Page 12: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

12

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

peran gender feminin (FGRS). Diduga tingginya skor rata-rata FGRS pada responden perempuan adalah karena adanya multiple roles pada perempuan yang bekerja. Multiple roles merupakan salah satu stressor pada perempuan yang bekerja, karena harus tetap memenuhi tuntutan keluarga dan pekerjaan [29]. Meskipun sejauh ini kesetaraan gender memberikan dampak dengan meningkatnya angkatan kerja perempuan, namun tugas serta tanggung jawab mengurus rumah tangga dan merawat anak adalah tanggung jawab serta kewajiban yang yang harus dipenuhi oleh perempuan, bahkan tugas tersub dianggap sebagai kodrat perempuan [2]. Oleh karena itu, dari penjabaran diatas multiple roles pada perempuan diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi uji FGRS pada responden perempuan.

Dugaan lain yang mempengaruhi uji FGRS pada responden perempuan adalah adanya konflik interpersonal dilingkungan kerja yang pada umumnya terjadi pada perempuan, konflik interpersonal pada perempuan adalah salah satu stressor bagi perempuan yang bekerja [30].

Hasil uji FGRS pada responden laki-laki meskipun hasil rata-rata (mean 119,06) lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil rata-rata pada responden perempuan. Meskipun demikian hasil rata-rata uji FGRS pada responden laki-laki termasuk dalam kesimpulan bahwa responden laki-laki juga mengalami stres FGRS. Dengan kata lain, responden laki-laki juga mengalami masalah terkait dengan peran gender feminin.

Dari hasil uji FGRS maupun MGRS yang telah dilakukan baik responden laki-laki dan perempuan diperoleh bahwa keduanya terindikasi stres pada kedua jenis stres akibat peran gender. Ini membuktikan bahwa stereotipi maskulin dan feminin merupakan salah satu sumber permasalahan yang terjadi dari adanya pembagian peran gender pada laki-laki dan perempuan.

Pada proses pengenalan stereotip maskulin dan feminin pada diri seseorang dimulai dari sejak dini melalui proses internalisasi gender (masuknya nilai-nilai dan peran gender). Orang tua, sekolah, media massa, dan lingkungan sekitar adalah media bagi seseorang untuk mengenal peran gendernya, dan mendukung proses internalisasi gender pada seseorang [8]. Pembagian stereotip peran gender pada laki-laki dan perempuan berdampak pada kerancuan makna gender dan sex (jenis kelamin), sehingga seringkali masyarakat mengartikan bahwa

perempuan = feminin, laki-laki = maskulin. Dalam kondisi tertentu, yang telah dibuktikan Eisler & Skidmore [14] dan Gillespie & Eisler [15]membuktikan bahwa pembagian stereotip peran maskulin dan feminin menyebabkan terjadinya stres psikologis pada seseorang. Oleh karena itu, diharapkan istilah maskulin dan feminin diganti dengan istilah yang lebih netral, agar tidak ada lagi pemaknaan perempuan = feminin, laki-laki = maskulin (Spece & Buckner dalam Sulistyorini [19] ). Dari hasil penelitian ini dan Sulityorini [19] membuktikan bahwa tidak identik perempuan = feminin, laki-laki = maskulin. Karena menurut Ratnawati [31] secara biologis terdapat aspek androgenitas (aspek maskulin dan feminin) secara bersama-sama pada seorang perempuan atau laki-laki, yang pada dasarnya seorang perempuan memiliki sifat maskulin dalam taraf rendah, begitu sebalinya seorang laki-laki memiliki sifat feminin dalam tarah rendah. Apabial hal tersebut disadari baik oleh perempuan atau laki-laki, maka dapat tumbuh menjadi pribadi yang seimbang.

Pemilihan batasan masa kerja diatas 5 tahun atau diatasnya,berdasarkan dari pemaparan [22] bahwa dengan masa kerja yang lebih panjang akan lebih banyak pengalaman dalam menyelesaikan masalah pekerjaan. Namun, dari hasil penelitian ini tetap menunjukkan adanya stes dari uji FGRS maupun MGRS pada responden laki-laki maupun perempuan, hal ini mematahkan pendapat dari Nadialis & Nugrohoseno [32] yang menyatakan bahwa dengan masa kerja cukup lama membuat pekerja lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya kerja sehingga lebih profesional dalam menjalankan tugas atau tanggung jawabnya dan mampu mengatasi stres. KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil analisis data yang telah diolah, maka didapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini. Peran gender, Masculine dan Feminine Gender Role Stress secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap komitmen kerja pada responden laki-laki, dengan besar kontribusi 22,8%, sedangkan pada responden perempuan besar kontribusi yang disumbangkan dari uji Peran gender, Masculine dan Feminine Gender Role Stress secara bersama-sama terhadap komitmen kerja sebesar 9,1%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kontribusi variabel pada peran gender, MGRS, dan FGRS akan semakin besar pengaruhnya pada komitmen kerja, yang hal ini dibuktikan pada hasil uji dari responden laki-laki.

Page 13: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

13

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

Dari hasil pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja secara parsial, menunjukkan hasil signifikan dari hasil reponden laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi peran gender pada respoden berpengaruh pada komitmen kerja, hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran peran gender pada responden laki-laki yang hasil rata-ratanya lebih tinggi dari pada hasil rata-rata pada responden perempuan. Sedangkan hasil dari responden perempuan tidak menunjukkan hasil signifikan. Oleh karena itu, disarankan pada penelitian selanjutnya untuk meneliti pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja, dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda, serta responden dan jenis pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat menganalisisa lebih dalam mengenai faktor atau sebab lain dari pengaruh peran gender terhadap komitmen kerja, yang tidak dapat dianalisisa dan dijelaskan dari penelitian ini.

Pada pengujian pengaruh Masculine Gender Role Stress (MGRS) terhadap komitmen kerja secara parsial, hasil yang diperoleh dari responden laki-laki dan perempuan tidka menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sama hal nya dengan hasil uji pengaruh Feminine Gender Role Stress (FGRS) terhadap komitmen kerja pada penelitian ini juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap komitmen kerja. Meskipun dari hasil pengukuran MGRS dan FGRS pada responden laki-laki dan perempuan, diperoleh hasil rata-rata cukup tinggi, dengan kata lain baik responden laki-laki dan perempuan responden terindikasi stres akibat peran gender maskulin dan feminin, namun hal tersebut tidak membuktikan bahwa dengan hasil tinggi pada MGRS dan FGRS berpengaruh pada komitmen kerja secara uji parsial. Terlepas dari uji pengaruh MGRS dan FGRS terhadap komitmen kerja, kesimpulan tambahan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa stereotip maskulin dan feminin merupakan salah satu sumber permasalahan yang diakibatkan dari adanya kekakuan dari sistem peran gender tradisional yang harus dipatuhi oleh laki-laki dan perempuan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima ini ditujukan kepada Dr. dr. Retty Ratnawati, M.Sc dan Dr. Endah Setyowati, S.Sos, M.Si yang telah membimbing penulis, dan seluruh tenaga adminstrasi Fakultas Ilmu Adminitrasi (FIA), Fakultas Kedokteran (FK), Program Pascasarjana (PPs) Universitas Brawijaya

dan segenap pihak yang telah meluangkan waktu, membantu penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]. Matlin, M. W. (2004). The Psychology of

Women. Thomson Learning Publising. Canada.

[2]. Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Yogyakarta.

[3]. Departement of Labor Women’s Berau (2005). Traditional and Nontraditional Occupations. Darihttps://www.dol.gov/wb/stats/stats_data.html. diakses pada 5 Mei 2016.

[4]. Irving, P. G; Coleman, D. F; & Cooper, C.L. (1997). Further assessments of a three- component model of occupational commitment: Generalizability and differences across occupations. Journal of Applied Psychology, 82, 444-452.

[5]. Setiawati, Devi.; Zulkaida, Anita. (2007). Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan Orientasi Peran Gender Pada Karyawan di Bidang Kerja Non Tradisional. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). Vol. 2

[6]. Heilman, M.E., Wallen, A.S., Fuchs, D. & Tamkins,M.M. (2004) Penalties for success: Reactions to women who succeed at male gender-typed tasks. Journal of Applied Psychology, 89, 416-427.

[7]. Lindsey, L. (2011). Gender Role: A Sociological Perspective. (Diambil secara online dari situs internet http://www.pearsonhighered.com/assets/hip/us/hip_us_pearsonhighered/samplechapter/0132448300.pdf.,pada tanggal 27 April 2015).

[8]. Santrock. J.( 2007). Remaja (Widyasinta). Jakarta : Erlangga.

[9]. Hulock, Elizabeth. B. (2013). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.

[10]. Brannon, L. (2004). Gender: Psychological Perspectives. Prentice Hall.

[11]. Handayani & Novianto, (2004). Kuasa perempuan Jawa. PT LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

[12]. Kazmierczak, M. (2010). The Feminine and Masculine gender role Stress- Conclusions from Polish Studies. Polish Psychological Bulletien. Vol.41.

[13]. Eisler, R. M., & Skidmore, J. R. (1987). Masculine gender role stress: Scale development and component factors in the

Page 14: Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role

14

Pengaruh Peran Gender, Masculine Dan Feminine Gender Role (Sabrina, et al.)

appraisal of stressful situations. Behavior Modification. Vol. 11. 123-136.

[14]. Gillespie, B. L., & Eisler, R. M. (1992). Development of the feminine gender role stress scale: A cognitive-behavioral measure of stress, appraisal, and coping for women. Behavior Modification.

[15]. Meyer, J. P., Allen, N. J., & Smith, C. A. (1993). Commitment to organizations and occupations: Extension and test of a three component conceptualization. Journal of Applied Psychology, 78, 538-551.

[16]. Palmer, G & Kandasaami, T. (1997). Gender in Management: A Sociological Perspective. The international Journal of Accounting and Busness Society. Agust, (5).1. pp. 67-99.

[17]. Heilman, M.E. ; Welle, Brian (2005). Formal and Informal Discrimination against Womet at Work. The Role of Gender Stereotypes. Journal of Applied Psychology.

[18]. Aydin, Ayhan; Sarier, Yılmaz; Uysal, Sengul. 2011. The Effect of Gender on Organizational Commitment of Teachers: A Meta Analytic Analysis. Sciences: Theory & Practice, Vol. 11(2) p. 628-632

[19]. Sulistyrini, S.N.N.(1995). Pengaruh Orientasi Peran Gender dan Stres Akibat Peran Gender Terhadap Komitmen Kerja Pekerja di Bidang Kerja Tradisional. Tesis. Universitas Indonesia. Depok.

[20]. Spence, J. X, Helmreich, R., & Stapp, J. (1974). Personal Attributes Questionnaire. (Diambil secara online dari situs internet http://www.yorku.ca/rokada/psyctest/paq.pdf., pada tanggal 15 Mei 2015)

[21]. Ozaralli, N. (2002). Effects of Transaformational Leadership on Empowerment and Team Effectiveness. Leadership And Organization Development Journal, Vol. 24, No. 6,p. 335-344

[22]. Turner, Brian A., Chelladurai,Packianatha. (2005). Organizational and Occupational Commitment, Intention to Leave, and Perceived Performance of Intercollegiate Coaches. Journal Of Sport Management, Vol.19, p. 193-211.

[23]. Williams,B.K; Sawyer, Stacey.C; Wahlstrom,Carl M. (2012). Marriages, Families, and Intimate Relationships Census. Pearson. Boston

[24]. Singh, Pabudyal; Finn, Dale.; Goulet, Laurel. (2004). Gender and job attitudes: a re-examination and extension. Women in Management Review, Vol. 19 Iss 7 pp. 345 – 355.

[25]. Dixon,M. A.; Turner, B.,A.; Cunningham, G.,B.; Kent, A. (2005). Challenge Is Key: An Investigation of Affective Organizational Commitment in Undergraduate Intern. Journal of Education for Business.

[26]. Noonan, Marry .C.; Rippeyoung, Phyllis L. F.; Glass, Jennifer L. (2007). Does Women’s Work Commitment Change After Marriage and Motherhood?. Presented at the 2006 annual meeting of the American Sociological Association, August14, Montreal, CA.

[27]. Buhali, Anggasta, G. & Margaretha, Meily. (2013). Pengaruh Work- Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasi: Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Manejemen. Vol. 13, No.1

[28]. Van Well, S (2005). Cross-cultural validity of the masculine and feminine gender role stress scales. Journal of Personality Assessment, 84(3), 271-278.

[29]. Gyllenten, Kristina., Palmer, Stephen. (2005). The Role of Gender In Workplace Stress: A Critical Literature Review. Journal Health Education Vol. 64. No. 3.

[30]. Richardsen, Astrid.M., Traavik, Laura. E.M.,Burke,Ronald.J. (2016). Women and Work Stress: More and Different. Handbook on Well-Being of Working Women, 123 International Handbooks of Quality of Life , Springer Science.

[31]. Ratnawati, Retty (2003). Psikologi & Kesehatan Reproduksi Perempuan sebagai Akar Internalisasi Gender, Perkembangan Mutakhir : Pembanagunan dalam Perspektif Gender. UMM Press. Malang

[32]. Nadialis, Eka. C., Nugrohoseno, Dwiarko. (2014). Hubungan Usia, Masa Kerja Dan Beban Kerja Dengan Stres Kerja Karyawan. Jurnal Ilmu Manejemen, Vol.2 No.2