pengaruh penggunaan pendekatan...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP
TERMOKIMIA YANG TERINTEGRASI NILAI (Quasi eksperimen di SMA Budi Mulia Ciledug Tangerang)
OLEH: SITI USMAYATI
NIM: 104016200459
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1431 H/2010 M
2
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TERHADAP PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA YANG
TERINTEGRASI NILAI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
SITI USMAYATI
104016200459
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Etty Sofyatiningrum, M.Ed Dedi Irwandi, M.Si NIP. 131 808 296 NIP. 150 299 937
3
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi ini berjudul: “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual
terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai”, diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dan telah dinyatakan lulus dalam
ujian munaqosah pada tanggal 19 April 2010 dihadapan penguji. Oleh karena itu,
penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang
Pendidikan Kimia.
Jakarta, 21 Mei 2010
Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan)
Baiq Hana Susanti, M.Sc
NIP 19700209 200003 2 001 .............. ..........................
Sekertaris Jurusan
Nengsih Juanengsih, M.Pd
NIP 19790510 200604 2 001 .............. ..........................
Penguji I
Prof.Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd
NIP 19681228 200303 1 004 .............. ..........................
Penguji II
Munas Prianto Ramli
NIP 19791029 200604 1 001 .............. ..........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof.DR. Dede Rosyada, MA.
NIP 19571005 198703 1 003
4
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Siti Usmayati
Tempat/Tgl.Lahir : Tangerang, 04 Maret 1985
NIM : 104016200459
Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia
Judul Skripsi : PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL TERHADAP PENGUASAAN
KONSEP TERMOKIMIA YANG TERINTEGRASI
NILAI
Dosen Pembimbing : 1. Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed
2. Dedi Irwandi, M.Si
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, Mengetahui Mahasiswa Ybs. Ketua Jurusan,
Materai 6000
Baiq Hana Susanti, M.Sc Siti Usmayati
NIP. 19700209 200003 2 001 NIM. 104016200459
5
ABSTRACT Siti Usmayati. The Effects on Using Contextual Approach toward Mastering Value Integrated Thermo-Chemical Concept, thesis, the Department of Science Education, Chemistry Education Program, the Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. The research is to know the effects on using conceptual approach toward students’ chemistry mastery of value integrated thermo-chemical concept. The research was based on Quasi Experiment Method and Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design. The research compared two groups: experimented group treated by contextual approach and controlled group treated by traditional approach. The measuring was carried out before and after the treatment and the effects of treatment was measured based on the differences between initial measurement and final measurement of both groups. The samples were students of Science XI-1 as the experimented group and students of Science XI-2 as the controlled group. The research used purposive sampling technique. The test carried out on this research was a ten-number essay based on the scoring guidance. The result showed that results showed the experimental group received the pretest mean of 42,80 and the posttest mean of 71,80. It also showed that the controlled group received the pretest mean of 37,92 and the posttest mean of 61,56. Based on analysis of data using test statistic “t”, the result showed that both groups received the pretest mean of 1,85 from tcounted and 2,00 from ttable, with db of 68 (N1+N2-2) and the significant level of 0,05. Since tcounted (1,85) was less than ttable (2.00), Ho was accepted. It showed that there was no effects to the students’ mastery of concept before the treatment. Both groups received the posttest mean of 4,44 from tcounted and of 2,00 from ttable with db of 68 and the significant level of 0,05. Since tcounted (4,44) was bigger than ttable (2.00), Ha was accepted. It showed that there were significant effects to the students’ chemistry mastery of value integrated thermo-chemical concept after the treatment by using the contextual approach. The N-Gain average of the experimented group’s mastery was 0,53 (moderate) and the N-Gain average of the controlled group’s mastery was 0,38 (moderate). It concluded that the N-Gain average of the experimented group was bigger than the controlled group, although both groups were in the same category. Keyword: Approach, CTL, Concept, Thermo-Chemical, Value
i
6
ABSTRAK
Siti Usmayati. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai, skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep kimia siswa pada konsep termokimia yang terintegrasi nilai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment. Jenis desain yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design yang melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan tradisional. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dan pengaruh dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua kelompok. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah teknik purposive sampling. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes essay sebanyak 10 soal dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh mean pretest kelompok eksperimen sebesar 42,8 dan posttest 71,8. Sedangkan mean pretest kelompok kontrol sebesar 37,92, dan posttest 61,56. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji ”t”, diperoleh harga thitung untuk nilai pretest kedua kelompok sebesar 1,85 dan ttabel 2,00 dengan db 68 (N1+N2-2) dan taraf signifikansi 0,05. Karena thitung (1,85) lebih kecil dari ttabel (2,00), maka Ho diterima, dengan diterimanya Ho menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh terhadap penguasaan konsep siswa sebelum diberikan perlakuan. Adapun harga thitung untuk nilai posttest kedua kelompok sebesar 4,44 dan ttabel dengan db 68 dan taraf signifikansi 0,05 adalah sebesar 2,00. Karena thitung (4,44) lebih besar dari ttabel (2,00), maka Ha diterima, dengan diterimanya Ha menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan konsep termokimia siswa yang terintegrasi nilai setelah diberikan perlakuan dengan pendekatan kontekstual. Adapun nilai rata-rata N-Gain dari penguasaan konsep kelompok eksperimen sebesar 0,53 (sedang) dan kelompok kontrol sebesar 0,38 (sedang). Dari nilai rata-rata N-Gain yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata N-Gain kelompok eksperimen lebih besar dari pada kelompok kontrol walaupun keduanya sama-sama berada dalam kategori sedang. Kata Kunci: Pendekatan, CTL, Konsep, Termokimia, Nilai
ii
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan kenikmatan iman, ibadah, akal dan kesehatan. Begitu pula
lancarnya jalan penelitian ini adalah karena rahmat dan karunia-Nya yang telah
dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan
skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan atas Nabi besar
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya sampai akhir
zaman.
Menyelesaikan skripsi ini adalah kebahagiaan yang tak terhingga bagi
penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
mbi, bang upi, bang jejen, bang acan, dan bang ndin yang telah memberikan
segenap bantuan materi, waktu, tenaga dan cinta yang tidak pernah habis kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sedalam-
dalamnya juga kepada dedeh adikku yang tersayang yang selalu mendoakan
keberhasilan saudaranya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak begitu saja dapat
terselesaikan, melainkan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada:
1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA.
4. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed, dan Bapak Dedy Irwandi, M.Si, dosen
pembimbing I dan II yang sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dengan tulus dan
penuh kesabaran.
5. Para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam yang telah memberikan ilmu dan contoh akhlak mulia
semasa kuliah hingga terselesaikan skripsi ini.
iii
8
6. Pihak sekolah, khususnya kepada Kepala Sekolah dan wakil kepala bagian
kesiswaan SMA Budi Mulia Ciledug bapak Hikmat yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian.
7. Ibu Indah S.Si, guru kimia di SMA Budi Mulia dan seluruh siswa kelas XI
IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Budi Mulia Ciledug yang telah banyak membantu
penulis selama penelitian.
8. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Imu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan fasilitas terhadap penulis dalam mengadakan
kepustakaan.
9. Teman-teman di Bimbingan Tes Alumni 70, khususnya Mas Panji yang
senantiasa memberikan doa dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.
10. Teman-teman kelas angkatan 2004, senasib dan seperjuangan. Resy, Maria,
Tiwi, Diana, Riri, Iyus, Khasanah, Biah, evi dan semuanya, yang tidak bisa
disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa cinta kepada teman-teman.
Hanya doa dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat
penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak terlibat dalam
pelaksanaan penelitian ini. Semoga mendapatkan pahala dan anugerah dari Allah
SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan., agar dapat dijadikan pelajaran untuk penelitian
selanjutnya.
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang
positif kepada pembaca serta memberikan manfaat bagi semua pihak. Amiiin.
Wassalaamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Januari 2010
Penulis
Siti Usmayati NIM.104016200459
iv
9
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 7
D. Perumusan Masalah........................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Kajian Teoritis................................................................................ 9
1. Strategi, Pendekatan dan Metode Pembelajaran ........................ 9
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual...................................... 12
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual............... 12
b. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan
Tradisional.......................................................................... 16
c. Komponen Pembelajaran Kontekstual................................. 18
d. Prinsip dan Strategi Pembelajaran Kontekstual ................... 21
e. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas ....................... 23
f. Karakteristik Pendekatan Kontekstual................................. 23
3. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual .............. 24
a. Hakikat Penguasaan Konsep ............................................... 24
v
10
b. Tingkat Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran................ 26
c. Pengukuran Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran......... 27
4. Nilai-nilai Sains ........................................................................ 29
a. Pengertian Nilai .................................................................. 29
b. Macam-macam Nilai........................................................... 31
c. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai .................................... 34
d. Tahap Proses Pembentukan Nilai ........................................ 34
5. Konsep Termokimia ................................................................. 35
6. Nilai-nilai dalam Konsep Termokimia ...................................... 43
7. Hasil Penelitian yang Relevan................................................... 48
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 50
C. Pengajuan Hipotesis ....................................................................... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 53
B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................ 53
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel...................................... 54
D. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 54
E. Prosedur Penelitian......................................................................... 55
F. Instrumen Penelitian ...................................................................... 57
G. Variabel Penelitian ........................................................................ 59
H. Uji Coba Instrumen ........................................................................ 60
I. Teknik Analisis Data ...................................................................... 63
J. Perumusan Hipotesis Statistik......................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data................................................................................ 67
1. Hasil Pretest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen 67
2. Hasil Postest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen 68
3. Hasil Pretest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Kontrol..... 69
4. Hasil Postest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Kontrol..... 71
vi
11
5. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ........... 72
6. Hasil Angket Tanggapan Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran 74
7. Deskripsi Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kontrol ..................................................................................... 76
B. Analisis Data Tes Penguasaan Konsep............................................ 76
1. Uji Normalitas .......................................................................... 76
2. Uji Homogenitas....................................................................... 77
3. Pengujian Hipotesis .................................................................. 77
4. Uji N-Gain................................................................................ 78
C. Interpretasi Data dan Pembahasan .................................................. 81
D. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 86
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 87
B. Saran .............................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 90
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................... 95
vii
12
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional 17
Tabel 2. Tingkatan Domain Kognitif ......................................................... 28
Tabel 3. Tingkat Nonrandomized Control Group Pretest- Posttest Design 53
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Soal Essay .................................................... 58
Tabel 5. Kisi-kisi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan
Menggunakan Pendekatan Kontekstual yang Terintegrasi Nilai .. 59
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa
Kelompok Eksperimen ................................................................ 67
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa
Kelompok Eksperimen ................................................................ 68
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa
Kelompok Kontrol....................................................................... 70
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa
Kelompok Kontrol....................................................................... 71
Tabel 10. Hasil Observasi Siswa saat Pembelajaran di Kelas....................... 73
Tabel 11. Hasil Observasi Siswa saat Pembelajaran di Laboratorium .......... 74
Tabel 12. Persentase Indikator Tanggapan Siswa terhadap pembelajaran yang
Dilakukan.................................................................................... 75
Tabel 13. Rekapitulasi Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kontrol........................................................................................ 76
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas dengan Uji Lilliefors ................................... 76
Tabel 15. Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Fisher.................................... 77
Tabel 16. Hasil Uji Hipotesis dengan uji “t”................................................ 78
Tabel 17. Persentase Peningkatan Penguasaan Konsep Kelompok Eksperimen 79
Tabel 18. Persentase Peningkatan Penguasaan Konsep Kelompok Kontrol.. 80
viii
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. a. Sistem Terbuka, b. Tertutup dan c. Terisolasi........................ 38
Gambar 2. Proses fotosintesis pada tumbuhan dengan bantuan sinar matahari
(menyerap kalor yang berupa panas/sinar matahari) merupakan
reaksi Endoterm........................................................................ 40
Gambar 3. Skema Alur Penelitian .............................................................. 57
Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Penguasaan Konsep
Kimia Siswa Kelompok Eksperimen......................................... 68
Gambar 5. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Penguasaan Konsep
Kimia Siswa Kelompok Eksperimen......................................... 69
Gambar 6. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Penguasaan Konsep
Kimia Siswa Kelompok Kontrol ............................................... 71
Gambar 7. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Penguasaan Konsep
Kimia Siswa Kelompok Kontrol ............................................... 72
ix
14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. SILABUS .............................................................................. 95
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok
Eksperimen............................................................................ 98
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok
Kontrol .................................................................................. 109
Lampiran 4. Kisi-kisi Instrumen ................................................................ 118
Lampiran 5. Uji Coba Instrumen................................................................ 122
Lampiran 6. Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen ....................................... 124
Lampiran 7. Teknik Penskoran Uji Coba Instrumen................................... 129
Lampiran 8. Instrumen Pretest................................................................... 131
Lampiran 9. Instrumen Posttest ................................................................. 133
Lampiran 10. Kunci Jawaban Instrumen ...................................................... 135
Lampiran 11. Teknik Penskoran Instrumen.................................................. 138
Lampiran 12. Lembar Observasi.................................................................. 140
Lampiran 13. Kisi-kisi Angket..................................................................... 141
Lampiran 14. Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Kimia dengan
Menggunakan Pendekatan Kontekstual pada Konsep Termokimia
yang Diintegrasikan dengan Nilai-Nilai ................................ 143
Lampiran 15. Perhitungan Persentase Angket Respon Siswa ....................... 145
Lampiran 16. Lembar Kerja Siswa 1............................................................ 148
Lampiran 17. Kuis Reaksi Eksoterm dan Endoterm..................................... 150
Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa 2............................................................ 153
Lampiran 19. Validitas ................................................................................ 157
Lampiran 20. Reliabilitas............................................................................. 158
Lampiran 21. Tingkat Kesukaran................................................................. 159
Lampiran 22. Daya Pembeda ....................................................................... 160
Lampiran 23. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen .................................. 161
Lampiran 24. Perhitungan Uji Validitas Secara Manual............................... 162
x
15
Lampiran 25. Perhitungan Tabel Distribusi Frekuensi, Rata-rata, Median,
Modus, Standar Deviasi dan Varians...................................... 163
Lampiran 26. Perhitungan Uji Normalitas................................................... 169
Lampiran 27. Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen ... 170
Lampiran 28. Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol.......... 171
Lampiran 29. Perhitungan Uji Homogenitas Pretest Kedua Kelompok ........ 172
Lampiran 30. Perhitungan Uji Homogenitas Posttest Kedua Kelompok....... 174
Lampiran 31. Perhitungan Uji Hipotesis Skor Pretest .................................. 176
Lampiran 32. Perhitungan Uji Hipotesis Skor Posttest ................................. 177
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.1 Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional bab 1 pasal 1, pendidikan adalah
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.2
Dalam perumusan tujuan suatu institusi, tujuan mata pelajaran, dan
tujuan pembelajaran di kelas diarahkan pada tujuan pendidikan nasional.
Sebagaimana tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab 2 pasal 3, menyatakan
bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3 Kimia merupakan salah satu bagian dari sains yang sangat besar
pengaruhnya untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kimia juga
berperan penting dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas. Salah
1 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
Edisi 1, Cet. 2, h. 1 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1, Ketentuan Umum, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010
3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3, “Dasar Fungsi dan Tujuan”, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010.
2
satu tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam mata
pelajaran kimia di SMA adalah agar siswa menguasai berbagai konsep kimia
melalui pembelajaran yang menuntun siswa sebagai pembelajar untuk dapat
mengonstruk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman nyata siswa
dan bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Untuk
mencapai tujuan tersebut, guru dituntut agar lebih kreatif dalam memilih
strategi dan metode pembelajaran yang tepat yang dapat membantu siswa
untuk mendapatkan pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep kimia
serta mampu mengaplikasikan konsep yang mereka terima dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu konsep kimia yang abstrak dan cukup sulit dipahami siswa
adalah termokimia. Konsep tersebut mempelajari tentang kalor reaksi dalam
reaksi kimia. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran konsep termokimia
hendaknya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari agar pembelajaran kimia
lebih dipahami oleh siswa sehingga pembelajaran kimia tersebut akan lebih
bermakna, dibandingkan pembelajaran yang hanya menekankan siswa untuk
menghafal konsep tanpa mengetahui hubungan konsep tersebut dengan
pengalaman nyata siswa.
Adanya pergeseran moral yang dialami bangsa Indonesia beberapa
tahun belakangan ini, seperti terjadinya kenakalan remaja dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat, perkosaan, melahirkan anak di luar nikah,
penggunaan obat terlarang, perkelahian masal, perampokan maupun berbagai
kenakalan lainnya yang meresahkan, menuntut lembaga pendidikan formal
untuk meningkatkan peranannya dalam pembentukkan kepribadian anak
melalui peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai.
Penerapan pendidikan nilai di sekolah dapat dilakukan melalui
pengintegrasian antara materi dengan nilai-nilai pada saat pembelajaran
dengan menggunakan strategi dan pendekatan tanpa harus menambah jam
pelajaran.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di sekolah tempat
peneliti melakukan praktik profesi keguruan terpadu (PPKT), ternyata sampai
3
saat ini pembelajaran kimia yang dilakukan masih cenderung bersifat
tradisional yang berorientasi pada guru (teacher center) dan target materi
tanpa memperhatikan pengalaman belajar siswa. Dalam pelaksanaan
pembelajaran, metode yang digunakan dalam menyampaikan materi
cenderung metode ceramah. Penyajian materi semata-mata hanya berorientasi
kepada materi yang tercantum pada kurikulum dan buku teks. Hal ini
menyebabkan siswa menjadi pasif dalam menerima informasi. Kegiatan siswa
di kelas hanya membaca, mendengarkan, mencatat dan menghafal tanpa
memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Selain itu,
pembelajaran yang dilakukan juga kurang dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari, sehingga siswa kurang merasakan manfaat materi yang telah mereka
pelajari dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan masalah-masalah
nyata yang mereka hadapi. Keberhasilan pembelajaran kimia sering kali hanya
dilihat dari tinggi rendahnya nilai evaluasi akhir. Sehingga orientasi
pembelajaran yang dilakukan adalah berusaha agar siswa mendapat nilai yang
tinggi saat ujian, tanpa memberikan perhatian lebih bahwa perlunya
pengalaman langsung dalam pembelajaran kimia.
Selain itu, selama proses transfer pengetahuan belum pernah dilakukan
pengintegrasian konsep kimia dengan nilai-nilai. Padahal di tengah tantangan
yang kian deras sudah seharusnya pendidikan tidak bebas dari nilai. Dengan
adanya pengintegrasian pembelajaran terhadap nilai-nilai, diharapkan siswa
dapat menentukan nilai baik dan buruk dalam kehidupan sehingga dapat
memilih nilai-nilai yang baik untuk peningkatan kualitas hidupnya di dalam
masyarakat, agar tidak terjadi hal-hal seperti contoh di atas.
Pembelajaran sains terintegrasi nilai memiliki kelebihan dibandingkan
dengan pembelajaran sains tanpa diintegrasikan dengan nilai, selain dapat
mengubah sikap siswa terhadap penghayatan nilai yang dikandung bahan
ajarnya, juga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajarinya.4
Pengembangan terhadap penghayatan nilai-nilai yang dikandung oleh suatu
4 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan NIlai, (Bandung: Mughni
Sejahtera, 2005), h. 28
4
bahan ajar melalui penalaran analogi dapat mengembangkan kemampuan
berpikir siswa.5 Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, pengintegrasian nilai-nilai dalam proses pembelajaran
kimia di kelas XI IPA diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap konsep termokimia sekaligus dapat mengembangkan kepribadiannya
yang dapat menuntunnya ke jalan kebenaran serta dapat meningkatkan iman
dan takwa kepada Allah SWT.
Menurut Sukarno nilai-nilai dalam sains terbagi ke dalam “nilai
agama, nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, dan nilai
sains dalam pendidikan”.6
Pengintegrasian konsep sains dengan nilai-nilai sesuai dengan Firman
Allah SWT dalam Al-Quran surat Ar-Ra’du ayat 3 bahwa sesungguhnya sains
dan nilai-nilai memiliki titik temu, yaitu:
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir, (QS. Ar-Ra’du: 3). Maksud dari ayat diatas adalah adanya keterpaduan antara konsep
sains dan nilai-nilai yaitu ayat-ayat Qauliyah (Al-quran dan Al-hadits) dan
ayat-ayat Kauniyah (alam semesta). Hukum-hukum agama dan hukum-hukum
alam ditetapkan atas kehendak Allah SWT, untuk keperluan manusia.7 Oleh
karena itu, kebenaran yang ada pada kedua ayat tersebut tidak mungkin
bertentangan.
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam proses pembelajaran sangat
diperlukan suatu model atau pendekatan yang tepat yang dapat meningkatkan
5 Ibid., h. 18 6 Sukarno, dkk, Dasar-dasar Pendidikan Science, (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 21-24 7 Gunawan, Penerapan Model Pembelajaran Integrasi Imtaq untuk Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa di MA Dakwah Islamiah Putra Kediri, Jurnal Kependidikan, November 2005, Volume 4, Nomor 2, h. 192
5
iklim pembelajaran yang aktif dan bermakna, sehingga siswa lebih mudah
dalam menguasai dan memahami konsep dengan cara mengonstruk sendiri
pengetahuannya berdasarkan pengalaman nyata siswa, bukan hanya sekedar
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pada akhirnya diharapkan hasil
belajar siswa meningkat. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan masalah di atas
adalah pendekatan kontekstual.
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar
yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni: kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).8 Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami.
Pembelajaran kontekstual sangat mengedepankan proses pembelajaran
dan bukan hanya pada hasil pembelajaran, terutama di sekolah (di kelas), yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Penilaian yang dilakukan pun
bersifat sebenarnya berdasarkan apa yang siswa lakukan selama proses
pembelajaran.
Dengan penerapan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran
tidak terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan tetapi lebih
memberdayakan siswa. Siswa tidak diharuskan untuk menghafal fakta dan
konsep, tetapi didorong untuk membangun sendiri pengetahuan mereka
melalui keterlibatannya secara aktif dalam proses pembelajaran. Tugas guru
adalah memfasilitasi proses pembelajaran tersebut dengan memberikan materi
8 _______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/CTL), (Jakarta: Depdiknas, 2002), h. 5
6
yang sesuai dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa tidak kesulitan
dalam menghubungkan pengetahuan awal dan pengalaman siswa dengan
materi yang diajarkan.9
Penerapan pendekatan kontekstual di sekolah dapat dipadukan dengan
nilai-nilai yang diselipkan pada materi pelajaran tanpa menambah jam
pelajaran, karena pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari seluruh kepribadian
seseorang. Tingkat perkembangan seseorang tercermin bukan saja dari
kemampuannya untuk mengetahui, tetapi sekaligus mencerminkan kebiasaan,
sasaran, dan keseimbangan yang diciptakan orang tersebut diantara berbagai
aspek kehidupannya.
Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kimia pada
konsep termokimia yang diintegrasikan dengan nilai-nilai di kelas XI IPA
secara intensif, diharapkan dapat mempengaruhi penguasaan konsep siswa dan
dapat mengembangkan pemahaman tentang kegunaan ilmu kimia dalam
kehidupan sehari-hari serta mampu mengaplikasikannya. Selain itu,
diharapkan dapat menambah keimanan kepada tuhan yang Maha Esa sehingga
dapat menuntun siswa untuk selalu melakukan sesuatu yang baik dan benar
sesuai dengan tuntunan agama.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual
terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah,
yaitu:
1. Siswa kurang mampu memahami konsep kimia.
9 Edy Herianto, dkk., Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa D2
PGSD FKIP Universitas Mataram pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual, Laporan Penelitian, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram Oktober 2006, h. 5
7
2. Siswa kurang mampu mengaplikasikan materi yang diperoleh dari sekolah
dengan masalah kehidupan sehari-hari.
3. Pembelajaran yang dilakukan kurang dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari.
4. Pembelajaran yang dilakukan cenderung bersifat tradisional dengan
metode ceramah.
5. Kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa
cenderung bersifat pasif.
6. Selama pembelajaran belum pernah dilakukan pengintegrasian konsep
kimia dengan nilai-nilai.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pelebaran masalah dan timbulnya kerancuan
masalah, maka penulis membatasi masalah yang akan dikaji, yaitu:
1. Materi pembelajaran dibatasi pada konsep termokimia.
2. Nilai yang diintegrasikan pada konsep termokimia adalah nilai agama,
nilai praktis, nilai intelektual, dan nilai sosial-politik-ekonomi.
3. Penguasaan konsep yang diukur adalah penguasaan konsep pada aspek
kognitif siswa yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh melalui tes
penguasaan konsep.
4. Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan kontekstual dengan
menggunakan metode ceramah, praktikum, diskusi dan tanya jawab.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep
termokimia yang terintegrasi nilai?”
8
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang
terintegrasi nilai.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi guru, dapat memberikan wawasan tentang pentingnya penggunaan
pendekatan kontekstual dalam kegiatan belajar mengajar yang nantinya
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan belajar
mengajar untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.
2. Bagi siswa, memotivasi siswa untuk menyukai mata pelajaran kimia serta
dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman tentang kegunaan
ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari serta mampu
mengaplikasikannya.
3. Bagi guru, memberikan informasi tentang perlunya pemupukan dan
penanaman nilai-nilai yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
kepada siswa.
4. Bagi sekolah, calon guru, guru, dan pemerintah memberikan masukkan
yang berarti dalam bidang pengembangan manusia Indonesia yang pada
gilirannya dapat memajukan kehidupan masyarakat Indonesia sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional.
5. Bagi peneliti, dapat memperoleh informasi tentang penguasaan konsep
siswa dengan menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan
dengan nilai-nilai dalam materi pelajaran.
9
BAB II
KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis
1. Strategi, Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap
orang, mulai dari buaian sampai ke liang lahat tidak terkecuali baik pria
maupun wanita.10 Dalam lingkup pendidikan, belajar diidentikkan dengan
proses kegiatan sehari-hari siswa di sekolah atau madrasah.11 Belajar
merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-
konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik
individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing.12
Belajar dapat pula diartikan perubahan tingkah laku peserta didik,
baik pada aspek pengetahuan, sikap ataupun keterampilan sebagai hasil
respon pembelajaran yang dilakukan guru.13
Secara filosofis, belajar menurut teori kontruktivisme adalah
membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruk
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.14
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan
peserta didik secara aktif untuk mempelajari dan memahami konsep-
10 Mulyati Arifin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya
Menuju Pembelajaran yang Efektif, (Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, 2000), h. 8
11 Ahmad Zayadi, Tadzkirah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 7
12 Mulyati Arifin, dkk., Op.Cit., h. 8 13 Ibid. 14 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruz
Media, 2007), h. 116
10
konsep sedikit demi sedikit yang dikembangkan dalam kegiatan belajar
mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun
dibimbing, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, baik pada aspek
pengetahuan, sikap ataupun keterampilan sebagai hasil respon
pembelajaran yang dilakukan guru, yang dimulai sejak dari buaian sampai
ke liang lahat tidak terkecuali baik laki-laki maupun perempuan.
Strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses berpikir yang
digunakan siswa. Tujuan utama strategi pembelajaran adalah mendorong
siswa untuk belajar atas kemauan dan kemampuan diri sendiri. Guru yang
merupakan komponen utama dalam pembelajaran hendaknya dapat
menyiapkan strategi belajar mengajar yang tepat untuk mendorong siswa
agar dapat belajar dengan baik.
Nana Sudjana dan Daeng Arifin seperti dikutip Asep Sugiharto
mengemukakan bahwa strategi mengajar adalah taktik yang digunakan
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat
mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pengajaran secara lebih
efektif dan efisien15. Menurut Hasibuan seperti dikutip Asep Sugiharto,
strategi belajar mengajar adalah pola umum perbuatan guru-murid di
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.16 Strategi belajar mengajar
merupakan cara dan urutan yang ditempuh seorang guru dalam mengajar
agar berhasil atau tujuan pembelajaran tercapai.17
Wina Sanjaya seperti dikutip Ahmad Sudrajat mengemukakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.18 Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R
15 Asep sugiharto, “Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan
Konstektual pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama”, dari http://one.indoskripsi.com/content/pembuktian-hasil-belajar-siswa-dalam-penggunaan-pendekatan-konstektual-pada-sekolah-lanjutan, diakses Kamis, 04 Agustus 2008
16 Ibid. 17 Mulyati Arifin, dkk., Op.Cit, h. 8 18 Ahmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan
Model Pembelajaran, diterbitkan 12 September 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, dari
11
David, Wina Sanjaya dalam Ahmad Sudrajat menyebutkan bahwa dalam
strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.19 Artinya, bahwa
strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-
keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dan
untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran
tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
strategi belajar mengajar merupakan susunan atau urutan perencanaan
yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.20 Menurut Ahmad
Sudrajat ada dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach).21
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar yang dipergunakan oleh guru agar materi pelajaran dapat
ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.22 Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/, diakses Sabtu, 24 Januari 2009
19 Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 22 Baskoro Adi Prayitno, “Keefektifan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran
Kooperatif terhadap Kemampuan Analisis dan Sintesis serta Ketrampilan Berkomunikasi pada Mata Kuliah Biologi Umum Mahasiswa Stkip Hamzanwadi Selong”, dari http://baskoro1.blogspot.com/2008/04/keefektifan-pendekatan-kontekstual.html, Minggu 20 April 2008, diakses Kamis, 12 Februari 2009
12
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.23 Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) praktikum; (6) pengalaman
lapangan; (7) debat; (8) dan sebagainya.24
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada awal
abad 20 khususnya di USA oleh John Dewey yang menyatakan bahwa
kurikulum dan metode mengajar terkait dengan pengalaman dan minat
siswa.25 Pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching
and learning) terbentuk dari tiga kata yaitu contextual, teaching and
learning. Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang
bertindak secara professional.26 Learning adalah refleksi sistem
kepribadian siswa yang menunjukkan perilaku yang terkait dengan
tugas yang diberikan.27 Sedangkan kontekstual berasal dari kata
konteks yang artinya hubungan atau keterkaitan antara materi yang
diajarkan dengan kehidupan sehari-hari.28 Sehingga pendekatan
pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dapat
diartikan sebagai pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa
dengan mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-
hari.
23 Ahmad Sudrajat, Op.Cit. 24 Ahmad Sudrajat, Op.Cit. 25 Hardiansyah, dkk., Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi
Tumbuhan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin, Laporan Penelitian, Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin, 2003, h. 6
26 A. Chaedar Alwasilah, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2006), h. 19
27 Ibid. 28 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 367
13
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai
anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.29 Melalui
pengalaman nyata yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari,
siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan baru
mereka.30
Berdasarkan definisi di atas maka landasan filosofi
pengembangan pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme,
artinya belajar tidak sekedar menghafal, tetapi siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.31 Jadi, dengan konstruktivisme menjadikan
pembelajaran lebih bermakna dan relevan dan memberikan
kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya
sendiri.32
Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks
ke situasi lain.33 Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas
menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran,
29 _______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/CTL), (Jakarta: Depdiknas, 2002), h. 5 30 Rini Prisma Gusti, Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi melalui
Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and picture) pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang, Jurnal Guru, No. 1 Vol 3 Juli 2006, Guru SMA Muhammadiyah Padang Panjang, h. 34-35
31 Ibid., h. 35 32 Ibid. 33 Yuhasriati dan Anwar, Upaya Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa melalui
Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Kontekstual di SMPN 8 Banda Aceh, Laporan Penelitian, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Desember 2007, h. 9-10
14
sehingga yang menjadi pusat kegiatan adalah siswa bukan guru.34 Hal
ini didasarkan pada hakikat bahwa siswa sebagai individu mempunyai
potensi untuk mencari dan mengembangkan dirinya melalui
lingkungan.35
U.S. Department of Education and the National School to
Work Office yang dikutip oleh Blanchard dalam Nur yang dikutip
kembali oleh Mochamad Enoh mengemukakan bahwa pendekatan
kontekstual merupakan suatu perpaduan dari banyak praktek
pengajaran yang baik dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan
yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan fungsionalisasi
pendidikan untuk semua siswa.36
Pendekatan pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa
dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka
dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar
dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-
masalah yang disimulasikan.37 Melalui pembelajaran kontekstual siswa
dapat berlatih menekankan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, dan berlatih
mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari
berbagai sumber, dan dengan berbagai sudut pandang.38
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami makna materi ajar dengan mengkaitkannya terhadap
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
34 Ibid., h. 10 35 Ibid. 36 Mochamad Enoh, Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Geografi SMU/MA, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid II Nomor 1, 2004, h. 18
37 Stevanus Sahala, dkk., Pengembangan Pembelajaran Fisika Model Generatif dengan Menggunakan Lingkungan Belajar Kolaboratif Berbasis Pendekatan Kontekstual di SMU, Laporan Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, 2005, h. 7
38 Sunardiyanto, Keefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada Mata Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu, Jurnal Penelitian Kependidikan, Th 14, No 1, Juni 2004, hlm. 52-53
15
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif
pemahamannya.39
Erman Suherman seperti dikutip Asep Sugiharto menyatakan
bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual
teaching and leaning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan
mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya
jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami
siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas.40
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
dilakukan dengan mengkaitkan antara isi materi pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam
pembelajaran dimana mereka mengkontruks sendiri pengetahuannya,
sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih mudah dipahami.
Pembelajaran kontekstual menekankan pada multi aspek
lingkungan belajar seperti, ruang kelas laboratorium, laboratorium
komputer, lapangan kerja, dan sebagainya. Pembelajaran kontekstual
menganjurkan para pendidik untuk memilih atau mendesain
lingkungan pembelajaran yang memadukan sebanyak mungkin
pengalaman belajar seperti lingkungan sosial, budaya, fisik, dan
lingkungan psikologis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa
diharapkan dapat menemukan hubungan yang bermakna antara
pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia
nyata dalam lingkungan pembelajaran.
39 Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),
Pendidikan, 2008”, dari http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
40 Asep Sugiharto, Op.Cit.
16
b. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan
Tradisional
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi anggota kelas (siswa).41 Sesuatu yang baru, maksudnya yang
datang dari ”menemukan sendiri” bukan dari”apa kata guru. Proses
belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher
centered. Dalam pembelajaran guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkan dengan pengalaman nyata siswa. Sedangkan dalam kelas
tradisional, guru adalah pemimpin di ruang kelas.42 Penyajian materi
semata-mata hanya berorientasi kepada materi yang tercantum pada
buku teks yang menekankan siswa untuk menghafal tanpa memahami
konsep dan tanpa mengetahui relevansi materi pelajaran kimia yang
dipelajari dengan kehidupan sehari-harinya. Guru kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, berdiskusi, mencari tahu,
berpikir kritis, atau terlibat dalam proyek kerja nyata dan pemecahan
masalah.43
Waktu siswa hanya dihabiskan untuk mendengarkan
penjelasan guru, mengisi buku tugas, dan menyelesaikan latihan-
latihan.44 Hal ini menyebabkan siswa menjadi cenderung pasif dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas dan membuat siswa merasa sulit
dalam memahami kimia yang penuh dengan konsep-konsep dan
bersifat abstrak. Untuk lebih lengkapnya, perbedaan pendekatan
kontekstual dengan pendekatan tradisional pada proses pembelajaran
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
41 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op.Cit., h. 137 42 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2008), Cet. VI, h. 100 43 Ibid., h. 41 44 Ibid.
17
Tabel 1.
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional.45
No Pendekatan Kontekstual Pendekatan Tradisional
1 Menyandarkan pada pemahaman makna.
Menyandarkan pada hafalan.
2 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3 Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5 Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8 Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9 Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri yang bersifat subyektif.
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai raport.
13 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14 Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
45 Ahmad Sudrajat, “Pembelajaran Kontekstual “, Kurikulum dan Pembelajaran, Depdiknas, 2008, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
18
c. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran, yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan
(inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
yang sebenarnya (authentic assesment).
Berikut ini adalah uraian mengenai ke tujuh komponen utama
dalam pembelajaran kontekstual: 46
1) Konstrukstivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan kontekstual. Maksud konstruktivisme disini adalah
membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-
pengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal.47 Landasan
berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum
objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.48
Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan.49
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini
tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk
pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
46 Asep Sugiharto, Op.Cit. 47 Mochamad Enoh, Op.Cit., h. 19 48 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep,
Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 108 49 Ibid.
19
3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses pembelajaran
bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis penemuan, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil
pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok
dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu. Masyarakat belajar
bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, seseorang
yang terlibat dalam masyarakat belajar akan memberi informasi
yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta
informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu,
dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada
model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk
ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya suatu model
untuk dijadikan contoh biasanya akan lebih dipahami atau bahkan
bisa menimbulkan ide baru. Salah satu contoh pemodelan dalam
pembelajaran misalnya, mempelajari contoh penyelesaian soal,
penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu
20
baca atau dalam membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak
selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media yang lainnya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa
yang lalu. Refleksi berguna untuk mengevaluasi diri, koreksi,
perbaikan, atau peningkatan diri.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak
agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:50
a) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu;
b) Catatan atau jurnal di buku siswa;
c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;
d) Diskusi; dan
e) Hasil karya.
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara
komperhensif berkenaan dengan seluruh aktifitas pembelajaran
yang meliputi proses dan produk belajar, sehingga seluruh usaha
siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian
autentik seharusnya dilakukan dari berbagai aspek dan metode
sehingga menjadi obyektif. Misalnya, membuat catatan harian
melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara
atau angket untuk menilai aspek afektif dan tes untuk menilai
tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan
(performance) yang diperoleh siswa.51 Penilai tidak hanya guru,
tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.52
Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, hal-hal
yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa, antara
50 Ibid., h. 113 51 Ibid., h. 114 52 Ibid.
21
lain: (1) proyek/kegiatan dan laporannya; (2) PR (pekerjaan
rumah); (3) kuis; (4) karya siswa; (5) presentasi atau penampilan
siswa; (6) demonstrasi; (7) laporan; (8) jurnal; (9) hasil tes tulis;
dan karya tulis.53
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual, apabila ke tujuh komponen tersebut
diterapkan dalam pembelajaran.54
Dari ke tujuh komponen tersebut, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan
pada dunia kehidupan nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa,
aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan
pembentukan manusia yang memiliki akal sehat.55
d. Prinsip dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
Adapun prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual, yaitu
sebagai berikut:56
1) Keterkaitan, relevansi (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkiatan
(relevance) dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri
siswa, dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata
seperti, manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam
kehidupan masyarakat.
53 Ibid., h. 115 54 R. Rudiyanto, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan
Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003, Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja, h. 68
55 Lili Pramuji, “Mengembangkan Soft Skills Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual”, dari http://www.pendidikan.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=22&artid=920, diakses Minggu, 16 Maret 2008
56 Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan: Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar , (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 16-18
22
2) Pengalaman langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan
pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan,
investigasi, penelitian dan lain-lain. Experiencing dipandang
sebagai jantung pembelajaran kontekstual.
3) Aplikasi (Applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan
pembelajaran tingkat tinggi, lebih daripada sekedar hafal.
Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari
untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda
merupakan penggunaan fakta, konsep, prinsip atau prosedur atau
”pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan
(use)”.
4) Kerja sama (Cooperating)
Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran,
mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar
sesama siswa, antarsiswa dengan guru, antarsiswa dengan nara
sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama
merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran
kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu
siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga sekaligus
memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk
menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan
secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.
5) Alih pengetahuan (Transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan
siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan
dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekedar untuk dihafal
tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain.
23
Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari
dalam memecahkan masalah-masalah baru merupakan penguasaan
strategi kognitif.
e. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya. Adapun langkah-langkah pelaksanaan pendekatan
pembelajaran kontekstual dalam kelas adalah sebagai berikut:57
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Menciptakan masyarakat belajar.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
f. Karakteristik Pendekatan Kontekstual
Adapun karakteristik dari pendekatan kontekstual adalah
sebagai berikut:58
1) Kerjasama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan, tidak membosankan
4) Belajar dengan bergairah
5) Pembelajaran terintegrasi
6) Menggunakan berbagai sumber
57 Anonim, ”Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas SMP”, dari
http://ardlian.wordpress.com/2007/08/18/penerapan-pendekatan-kontekstual-di-kelas-smp/, 18, Agustus 2007, diakses Kamis, 05 Februari 2009
58 Ahmad Sudrajat, Op.Cit.
24
7) Siswa aktif
8) Sharing dengan teman
9) Siswa kritis guru kreatif
10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-
peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya
siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
3. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual
a. Hakikat Pengusaan Konsep
Penguasaan berasal dari kata dasar kuasa yang artinya
mampu, kemampuan, hak menjalankan sesuatu, atau mandat.
Penguasaan berarti pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan
pengetahuan atau kepandaian.59 Selain itu penguasaan berhubungan
dengan proses berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri
tertentu yang sama.60 Konsep merupakan struktur mental yang
diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.61 Konsep juga bisa
diartikan sebagai pengertian atau penyebutan semua ciri esensi suatu
objek dengan membuang semua ciri aksidensinya.62
Good mendefinisikan konsep sebagai gambaran representasi
dari ciri-ciri, yang dengan ciri-ciri itu obyek-obyek dapat dibedakan.
Sedangkan Rosser seperti dikutip Ratna Wilis Dahar, menyatakan
bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas obyek-
obyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan
yang mempunyai atribut yang sama.63
59 Pusat Bahasa Depdiknas 60 Anonim, ”Pendekatan Konsep dalam Pembelajaran Bahasa”, dari
http://pakdesofa.blog2.plasa.com/archives/26, diakses Selasa, 16 Desember 2008 61 Ibid. 62 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam: Lesson Plan Agama Islam Aspek
Kognitif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 110 63 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Bandung: PT. Gelora Aksara, 1996), h. 80
25
Gagne mengartikan konsep adalah hasil usaha individu dalam
mengelompokkan suatu obyek ke dalam suatu golongan-golongan.64
Dengan kata lain, konsep dapat ditunjukkan dalam tingkah laku
individu dengan merespon obyek yang kemudian diberi nama, atau
konsep dapat diartikan sebagai abstrak yang melibatkan hubungan-
hubungan.65
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek
yang mempunyai ciri-ciri yang sama.66 Orang yang memiliki konsep
mampu mengadakan abstraksi terhadap obyek-obyek yang dihadapi,
sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu. Misalnya, pada
bunga mawar, kenanga, anggrek, dan melati ditemukan sejumlah ciri
yang terdapat pada semua bunga-bunga konkret itu, yaitu “mekar,
bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik, dan berbenang
sari”. Sejumlah ciri itu ditangkap dalam pengertian “bunga” yang
kemudian dilambangkan dengan kata “bunga”.67 Jadi, konsep bunga
itu dalam pengertian mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang
mata, berputik, dan berbenang sari.
Konsep menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelas atau
kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-
objek atau orang.68
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi yang menggambarkan
ciri-ciri umum dari sekelompok obyek, proses, peristiwa atau
fenomena lainnya, yang diperoleh melalui pengamatan dan
pengalaman.
64 Yasin Bale dkk., Kontribusi Konsep-konsep Dasar Kimia dalam Mengembangkan Penguasaan Konsep Kimia Fisik I (Suatu Analisis pada Mahasiswa Prodi Kimia Fkip Unsyiah Angkatan 1993/1994, Laporan Penelitian, (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darusslaam-Banda Aceh, 1995), h. 5
65 Ibid. 66 Suhirman, ”Ilmu Jiwa Belajar (Jenis-jenis Belajar)”, dari http://www.mitrapulsa. com/
jenisbelajar.html, diakses Kamis, 08 Januari 2008 67 Ibid. 68 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005), Cet. IV, h. 162
26
Penguasaan konsep menjadi hasil dari siswa ketika sudah
melalui pembelajaran. Penguasaan konsep merupakan aspek konsep
dalam rumusan tujuan pembelajaran. Dua aspek dalam rumusan tujuan
pembelajaran, yaitu aspek konsep dan aspek proses. Tujuan yang
terutama mengungkap aspek konsep yang dikenal pula sebagai tujuan
konsep. Sedangkan tujuan yang terutama mengungkapkan aspek
proses dinamakan tujuan proses. Tujuan konsep lebih ditekankan
dalam perumusan tujuan pembelajaran konsep dengan aspek proses
sebagai kondisi belajarnya.69
b. Tingkat Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran
Kemampuan individu dalam mengkonsep rangsangan baru
memiliki tingkat yang berbeda-beda, yang disebut dengan tingkat
pencapaian konsep. Klausmeier menghipotesiskan, bahwa ada empat
tingkat pencapaian konsep, yaitu:70
1) Tingkat konkret, seseorang telah mencapai konsep pada tingkat
konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah
dihadapinya sebelumnya.
2) Tingkat identitas, pada tingkat ini individu telah dapat merespon
rangsangan baru berdasarkan konsep-konsep rangsangan sejenis
yang telah dikenal sebelumnya.
3) Tingkat klasifikatori, pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal
persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama.
4) Tingkat formal, untuk pencapaian konsep pada tingkat formal,
siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi
konsep.
69 Nuryani Y Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press,
2005), h. 50-51 70 Ratna Wilis Dahar, Op.Cit., h. 88-89
27
c. Pengukuran Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran
Pengukuran merupakan salah satu bagian dari evaluasi,
menurut Tambunan seperti dikutip oleh Salasi evaluasi atau penilaian
adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan anak didik menuju tujuan kurikulum. Dalam suatu
pembelajaran evaluasi hasil belajar merupakan bagian integral yang
tidak dapat dipisahkan dari sistem pengajaran. Guru dapat membuat
beberapa pengukuran untuk mengetahui apakah anak didik telah
menguasai tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru, setelah
terjadinya kegiatan belajar mengajar dalam suatu materi pelajaran
tertentu.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah anak didik berhasil atau tidak dalam pencapaian tujuan
pengajaran antara lain seperti: latihan di kelas, pekerjaan rumah, tugas-
tugas lainnya dan ujian atau tes, baik lisan atau tulisan.
Berdasarkan analisis operasional, tujuan pendidikan atau
pengajaran dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotor. Ketiga aspek tujuan pendidikan atau
pengajaran tersebut dikembangkan oleh Bloom, yang disebut juga
“Taksonomi Bloom”. Bidang kognitif atau penalaran berhubungan
dengan kemampuan intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bidang afektif berhubungan
dengan sikap, minat, perhatian, apresiasi dan cara menyesuaikan diri.
Bidang psikomotor berhubungan dengan tingkah laku, seperti
keterampilan menggunakan alat, kecepatan menghitung dan lain-lain.
Dimensi proses kognitif taksonomi Bloom dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
28
Tabel 2. Tingkatan Domain Kognitif.71
No Tingkatan Deskripsi Kompetensi
1 Pengetahuan/ Ingatan
Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan. Contoh kegiatan belajar/kompetensi yang dikehendaki: - Mengemukakan arti - Menamakan sesuatu - Membuat daftar - Menentukan lokasi - Mendeskripsikan sesuatu - Menceritakan apa yang terjadi - Menguraikan apa yang terjadi
2 Pemahaman Pemahaman terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, antar-data, sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan. Contoh: - Mengungkapkan gagasan/pendapat dengan kata-
kata sendiri - Membedakan atau membandingkan - Menginterpretasi data - Mendeskripsi dengan kata-kata sendiri - Menjelaskan gagasan pokok - Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
3 Aplikasi/ Penerapan
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: - Menghitung kebutuhan - Melakukan percobaan - Membuat peta - Membuat model - Merancang strategi
4 Analisis Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian atau gagasan, menunjukkan hubungan antar bagian/mencakup penguraian suatu ide ke dalam unsur-unsur pokoknya sedemikian rupa sehingga hubungan antar unsurnya menjadi jelas.72
71 Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 18-19 72 W. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar secara Sistematis, (Jakarta:
Rineka Cipta: 2005), h. 30
29
- Mengidentifikasi faktor penyebab atau perumusan masalah
- Mengajukan pertanyaan untuk memperoleh inforamsi
- Membuat grafik - Mengkaji ulang
5 Sintesis Menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kumpulan atau konsep, meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi sesuatu yang baru. Contoh: - Membuat desain - Mengarang komposisi lagu - Memprediksi - Merancang model mobil/pesawat sederhana - Menciptakan produk baru
6 Evaluasi Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat. Contoh: - Mempertahankan pendapat - Beradu argumentasi - Memilih solusi yang lebih baik - Menyusun kriteria penilaian - Menyarankan perubahan - Menulis laporan - Membahas suatu kasus
4. Nilai-nilai Sains
a. Pengertian Nilai
Banyak pandangan tentang pengertian nilai sesuai dengan
teori atau sudut pandang yang dianut. Milton dalam Kosasih yang
dikutip oleh Mega Iswari memaknai nilai sebagai suatu kepercayaan
atau keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang mengenai
apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang.73 Menurut
Manan seperti dikutip Mega Iswari nilai adalah serangkain sikap yang
menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat
73 Mega Iswari, Pendidikan Nilai untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi Era-
Globalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol IV, No 1, Juli 2003, h. 37
30
untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan
aktivitas yang dapat diukur.74
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia
yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris.75
Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan
buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil,
dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa
diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang
bersangkutan. Olek karena itulah, nilai pada dasarnya standar perilaku,
ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak
baik, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, dan lain sebagainya,
sehingga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan
demikian, pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses
penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya
siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya
baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Ivone Ambroise mengatakan bahwa nilai adalah “Value is an
abstract reality”.76 Nilai yang abstrak itu dapat dilacak dari tiga
realitas, yaitu pola tingkah laku, pola berpikir dan sikap-sikap dari
individu atau kelompok. Menurut Gordon Allport seperti dikutip
Suroso Adi Yudianto nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya.77
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia
yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris
atau sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang sebagai standar
74 Ibid. 75 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 274 76 Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang dan Pelaksanaan, Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan daerah, STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII September 2000, h. 3
77 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan NIlai, (Bandung: Mughni Sejahtera, 2005), h. 46
31
penuntun perilaku dalam kehidupan seseorang. Sebagai standar
berperilaku, nilai akan membantu kita dalam menentukan (mengambil
keputusan ) apakah sesuatu tertentu (obyek, orang, cara berkelakuan,
ide) itu baik atau buruk, indah atau tidak indah, layak atau tidak layak,
dan lain sebagainya.
b. Macam-macam Nilai
Menurut Sukarno nilai-nilai dalam sains terbagi ke dalam
nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, nilai sains
dalam pendidikan dan nilai agama.78
1) Nilai Religius
Nilai religius dari suatu bahan ajar adalah kandungan nilai
yang dapat membangkitkan rasa percaya atau keyakinan bahwa
sesuatu yang ada pasti ada yang menciptakannya atau yang
mengaturnya, yang pada akhirnya timbul kesadaran adanya Allah.
Rasa kesadaran ini akan muncul bila dihadapkan adanya suatu
kekaguman dari gejala-gejala alam.79
Nilai religius (keagamaan) berorientasi pada keimanan
secara langsung. Nilai iman menjadi dasar dari segala pemikiran
dan tindakan. Sebagian orang berpendapat bahwa mempelajari
sains secara mendalam akan menuntun manusia kearah atheisme,
karena sains hanya berhubungan dengan kebendaan atau materi.
Bidang sains memang tidak akan membahas soal ketuhanan dan
sains tidak akan mengadakan eksperimen untuk membuktikan ada
atau tidak adanya Tuhan. Akan tetapi semakin mendalam orang
mempelajari sains, makin sadarlah orang itu akan adanya suatu
ketertiban di alam raya ini. Dengan ilmunya, manusia hingga kini,
belum dan tidak akan pernah mengetahui asal mula dan tujuan
akhir dari alam ini, hendak kemana dan bagaimana.
78 Sukarno, dkk, Dasar-dasar Pendidikan Science, (Jakarta: Bhratara, 1973), h . 21 79 Suroso Adi Yudianto, Op.Cit., h. 70
32
Seorang ilmuan akan mengetahui keterbatasan
kemampuan manusia dan keterbatasan sains itu sendiri. Manusia
hanya mampu mempelajari gejala-gejala alam untuk mencari
kebenaran hukumnya, tetapi terbatas pada “peraturan” yang sudah
digariskan oleh yang Maha Pengatur, yaitu Tuhan.
Dalam pencarian hukum alam akan ditemukan bahwa
sesuatu itu ada dengan sendiri yang ilmu pengetahuan sulit untuk
menjelaskannya seperti, masalah energi, masalah hidup, bentuk
atom dan lainnya. Kegiatan-kegiatan menemukan hukum alam
pada dasarnya menemukan adanya sang Pencipta yang
mengendalikan berbagai peristiwa di alam. Hukum alam adalah
berdasarkan adanya keteraturan yang terjadi di alam. Para ilmuan
tidak akan tertarik menemukan hukum-hukum alam, jika mereka
tidak menyadari akan adanya aturan alam ini.
2) Nilai Praktis
Nilai praktis dari suatu bahan ajar adalah dikaitkan
dengan segi-segi praktis bagi kehidupan manusia.80 Nilai praktis
berhubungna dengan aspek-aspek manfaat sains bagi kehidupan
manusia. Sains telah membuka jalan ke arah penemuan-penemuan
yang manfaatnya langsung dapat digunakan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
3) Nilai Intelektual
Nilai intelektual mengajarkan kecerdasan seseorang agar
menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu. Sains dengan
metode ilmiahnya, banyak digunakan manusia untuk memecahkan
masalah-masalah. Sains adalah sesuatu yang menuntut kecerdasan
dan ketekunan. Di dalam mencari jawaban persoalan, yang
merupakan kebenaran ilmiah (scientific truth), seorang ilmuan
harus mengambil keputusan atau pertimbangan yang rasional, dan
80 Ibid., h. 69
33
didasarkan atas pertimbangan yang objektif, atas dasar kebenaran
fakta, tidak dipengaruhi oleh prasangka.
4) Nilai Sosial-Politik-Ekonomi
Nilai sosial-politik-ekonomi memberikan suatu model
menjalin hubungan sesama manusia sebagai makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri, melainkan membutuhkan keikutsertaan
orang lain. Sesama manusia bisa hidup rukun apabila adanya saling
membutuhkan satu sama lain, saling menghargai, dan memiliki
tujuan yang sama untuk mencapai tujuan akhir di akhirat nanti. Di
bidang politik, kemajuan sains suatu negara akan menempatkan
negara itu dalam kedudukan politik yang menguntungkan.
Kemajuan sains dan teknologi suatu bangsa juga akan
membawa akibat tingginya rasa kebanggaan nasional bangsa itu.
Rasa bangga akan bangsanya, akan kemampuan atau potensi
nasionalnya adalah nilai-nilai sosial politik yang dapat tumbuh oleh
kemajuan sains dan teknologi bangsa itu.
5) Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan merupakan nilai yang dapat memberi
inspirasi atau gagasan untuk pemenuhan kebutuhan manusia.
Metode sains mengajarkan kita bagaimana cara memecahkan suatu
masalah, bagaimana mengambil suatu kesimpulan dengan cara
yang teratur. Dalam batas–batas kemampuannya, sains melatih
potensi kita untuk menciptakan ketertiban dan keluar dari
kekalutan berpikir.
Menurut Sukarno nilai-nilai sains yang dapat
ditanamkan dalam pendidikan sains adalah:81
a) Kecakapan berpikir dan bekerja menurut langkah-langkah yang
teratur.
b) Keterampilan mengadakan pengamatan dan penggunaan alat-
alat dalam ekperimentasi.
81 Sukarno, dkk, Op.Cit., h. 26-27
34
c) Memiliki sikap ilmiah, antara lain:
(1) Tidak berprasangka dalam mengambil keputusan.
(2) Sanggup menerima gagasan-gagasan dan saran-saran baru
(toleran).
(3) Bebas dari ketakhayulan.
(4) Dapat membedakan antara fakta dan opini.
(5) Membuat perencanaan teliti sebelum bertindak.
(6) Teliti, hati-hati dan seksama dalam bertindak.
(7) Ingin tahu, apa, bagaimana dan mengapa demikian.
(8) Menghargai pendapat dan penemuan para ahli sains.
(9) Menghargai baik isi maupun metode sains.
c. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai
Dalam pendidikan nilai ada lima pendekatan yang digunakan,
yaitu:82
1) Pendekatan penanaman nilai (Inculcation approach)
2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (Cognitive moral
development approach)
3) Pendekatan analisis nilai (Values analysis approach)
4) Pendekatan klarifikasi nilai (Values clarification approach)
5) Pendekatan pembelajaran berbuat (Action learning approach)
d. Tahap Proses Pembentukan Nilai
Nilai-nilai kehidupan yang diterima oleh masyarakat dapat
tumbuh menjadi kekuatan yang berfungsi mendekatkan setiap anggota
dengan anggota lain dalam masyarakat itu. Bahkan dapat lebih jauh
lagi berfungsi menyatukan setiap warga negara sebagai satu kesatuan
sistem nilai berbangsa dan bernegara, sekaligus berfungsi sebagai
pedoman yang memungkinkan masyarakat menentukan setiap perilaku
82 Sjaeful Anwar, Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Kimia, Universitas Islam Negeri
Jakarta, 2008, h. 1
35
yang benar, serta menentukan setiap penyimpangan yang terjadi.
Berikut merupakan tahap-tahap penting dalam proses pembentukan
nilai yang diharapkan menghasilkan nilai yang dimaksud, yaitu:83
1) Tahap pemantapan nilai, tahap ini dimulai dari pengenalan nilai
dalam berbagai alternatif serta konsekuensinya, sampai pada
pemilihan nilai secara bebas, kemudian dinyatakan melalui
pengambilan keputusan.
2) Tahap pengukuhan keputusan, yang dimulai dari pengambilan
keputusan, dilanjutkan dengan rangkaian usaha mengamankan
keputusan sampai pada mempertanggungjawabkannya secara
terbuka.
3) Tahap penerapan nilai pilihan, yang dimulai dari kesiapan
menghadapi berbagai konsekuensi yang dilanjutkan dengan usaha
nyata dalam membela dan mempertahankan sampai pada
keterlibatan dalam mengamalkan keputusan.
5. Konsep Termokimia
a. Energi, Entalpi dan Perubahan Entalpi suatu Reaksi Kimia
Energi merupakan konsep yang abstrak sehingga lebih sulit
dipahami daripada zat, karena energi hanya dapat dirasakan namun
tidak dapat dilihat. Kita hanya dapat mempelajari pengaruh energi
pada suatu objek.
Energi dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk,
seperti panas, listrik, gerak, gravitasi, dan sebagainya. Salah satu
bentuk energi yang berhubungan dengan ilmu kimia adalah perubahan
energi menjadi panas, karena hampir semua reaksi kimia berhubungan
dengan panas. Misalnya, reaksi pembakaran minyak tanah dalam
kompor minyak tanah akan menghasilkan energi panas/kalor sehingga
dapat digunakan untuk memasak, reaksi pembakaran bensin
83 Mega Iswari, Op.Cit., h. 41-42
36
menghasilkan energi panas/kalor yang sebagian besar diubah menjadi
energi gerak.
Reaksi kimia hampir selalu disertai oleh perubahan energi
panas/kalor. Oleh karena itu dikenal istilah termokimia yang
merupakan ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau panas
reaksi yang terlibat dalam suatu reaksi kimia.
Pada pembakaran, kita dapat melihat perubahan energi yang
disebabkan oleh reaksi yang sangat cepat antara senyawa kimia di
dalam bahan bakar dengan oksigen yang berasal dari atmosfer.
Terdapat keadaan baru (solid, liquid, atau gas), warna baru dan
senyawa baru, tetapi hampir semua perubahan dalam reaksi tersebut
melibatkan perpindahan energi sebagai cahaya dan panas pada
lingkungan. Semua kehidupan di bumi tergantung pada perpindahan
energi dalam reaksi kimia. Proses respirasi yang terjadi pada manusia
telah mengubah energi yang tersimpan dalam makanan menjadi kalor.
Tanaman membutuhkan energi dari matahari untuk memproduksi
karbohidrat melalui peristiwa fotosintesis. Sedangkan binatang/hewan
memperoleh energi dari hasil reaksi oksidasi pada makanan yang
mereka makan.
Entalpi adalah sejumlah energi yang dimiliki sistem pada
tekanan tetap. Perubahan entalpi adalah kalor reaksi pada suatu reaksi
yang terjadi pada tekanan tetap.
b. Hukum Kekekalan Energi
Energi yang terdapat dalam minyak tanah dapat diubah
menjadi bentuk energi yang lain, yaitu energi kalor yang dapat
digunakan untuk memasak. Energi yang terdapat dalam bensin juga
dapat diubah menjadi energi panas yang digunakan untuk menjalankan
atau menggerakan kendaraan, begitu juga energi yang tersimpan dalam
makanan dapat diubah menjadi energi kalor pada waktu terjadinya
reaksi pembakaran glukosa dalam tubuh, dan lain-lain. Dengan
demikian, sebenarnya energi yang tersimpan baik dalam minyak tanah,
37
bensin, makanan, dan lain-lain tidak pernah musnah, akan tetapi hanya
berubah bentuk menjadi energi yang lain. Konsep ini dikenal sebagai
azas/hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa“energi tidak
dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari
bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain”. Jadi kalor yang
menyertai suatu reaksi hanyalah perubahan bentuk energi. Hukum
kekekalan energi merupakan hukum termodinamika 1.
Sebenarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti nilai
energi (E) yang terdapat dalam suatu materi, akan tetapi hanya
perubahan energinya (E) saja yang dapat ditentukan. Dengan
demikian besarnya E tidak bergantung pada jalannya proses, tetapi
bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir. Dengan kata lain,
energi merupakan sebuah fungsi keadaan.
E = Eakhir - Eawal
c. Sistem dan Lingkungan
Pada pembahasan mengenai perubahan energi dalam reaksi
kimia, dikenal istilah sistem dan lingkungan. Salah satu bukti
kebesaran Allah SWT adalah adanya alam semesta beserta isinya,
diantaranya matahari sebagai pusat tata surya yang selalu menyinari
bumi. Pada saat matahari melepaskan energi panas yang dipancarkan
ke bumi, maka sebagian sinar akan melewati lapisan atmosfer
kemudian diserap oleh bumi dan sebagian lagi akan di pantulkan oleh
lapisan atmosfir tersebut. Dari analogi tersebut dapat digambarkan
bahwa bumi merupakan sistem, lapisan atmosfer merupakan pembatas,
sedangkan matahari dan sekitarnya merupakan lingkungan. Contoh
sistem dan lingkungan dapat juga ditemui dalam suatu larutan teh,
dimana air teh merupakan sistem, gelas merupakan pembatas, udara
serta segala sesuatu di luar sistem merupakan lingkungan.
Berdasarkan contoh di atas, maka dapat didefenisikan bahwa
sistem adalah bagian dari alam semesta di mana terjadi perubahan
energi atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian atau segala sesuatu
38
yang sedang diamati. Lingkungan adalah segala sesuatu dari alam
semesta yang berada di luar sistem. Sedangkan pembatas adalah
pemisah antara sistem dan lingkungan.
Interaksi antara sistem dan lingkungan dapat berupa
pertukaran materi atau pertukaran energi. Berkaitan dengan itu, maka
sistem dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem terbuka, sistem tertutup,
dan sistem terisolasi.
Sistem terbuka yakni jika antara sistem dan lingkungan dapat
mengalami pertukaran materi dan energi. Pertukaran materi artinya ada
hasil reaksi yang dapat meninggalkan sistem (wadah reaksi), misalnya
gas, atau ada sesuatu dari lingkungan yang dapat memasuki sistem,
contoh: air panas dalam gelas tanpa penutup. Sistem pada gambar 1
tergolong sistem terbuka. Sistem tertutup yakni jika antara sistem dan
lingkungan hanya terjadi pertukaran energi, contoh: air panas dalam
gelas tertutup. Kemudian sistem terisolasi, tidak terjadi pertukaran
materi maupun energi dengan lingkungannya. Contoh: air panas dalam
termos yang telah dimodifikasi.
Gambar 1. a. Sistem Terbuka, b. Tertutup dan c. Terisolasi
d. Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernapas. Manusia
bernapas dengan paru-paru melalui proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Oksigen yang masuk, kemudian dialirkan ke molekul-
molekul khusus dalam darah yang dinamakan dengan hemoglobin,
yang membawa oksigen ke otot-otot yang memerlukan. Kemudian
oksigen bereaksi dengan molekul-molekul makanan, sehingga terjadi
39
reaksi pembakaran di dalam tubuh yang menghasilkan karbon dioksida
dan energi yang kita butuhkan. Oleh karena itu, setelah makan
biasanya suhu tubuh akan menjadi hangat. Reaksi pembakaran yang
terjadi di dalam tubuh merupakan reaksi pembakaran glukosa yang
melepaskan kalor.
Reaksi yang terjadi adalah:
C6H12O6(s) + 6O2(g) → 6CO2(g) + 6H2O(l)
Dengan demikian, proses respirasi telah mengubah energi
yang tersimpan dalam makanan menjadi kalor. Peristiwa yang terjadi
diatas merupakan contoh dari reaksi eksoterm. Sehingga dapat
didefinisikan bahwa reaksi eksoterm merupakan reaksi yang
melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan, dimana kalor dalam
sistem berkurang, dengan demikian suhu sistem akan mengalami
penurunan, sehingga nilai Hreaksinya negatif (-). Sedangkan suhu
lingkungan bertambah.
Contoh lain dari reaksi eksoterm adalah proses pembakaran
di dalam tubuh yang terjadi pada saat berolahraga dengan
mengeluarkan energi panas berupa keringat.
Tumbuh-tumbuhan merupakan makhluk hidup yang
membutuhkan panas matahari, air dari tanah, dan karbondioksida dari
atmosfer untuk melakukan proses fotosintesis yang dapat membangun
tangkai, batang, daun dan akar. Peristiwa proses fotosintesis di atas
merupakan contoh dari reaksi endoterm. Sehingga reaksi endoterm
merupakan reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem,
dimana kalor dalam sistem bertambah, dengan demikian sistem
mengalami kenaikan suhu, sehingga nilai Hreaksinya positif
(+).Sedangkan lingkungan mengalami penurunan suhu.
40
Gambar 2. Proses fotosintesis pada tumbuhan dengan bantuan sinar
matahari (menyerap kalor yang berupa panas/sinar matahari)
merupakan reaksi endoterm.
Contoh lain dari reaksi endoterm adalah pembuatan api
unggun di daerah pegunungan yang berfungsi untuk menghangatkan
tubuh melalui penyerapan energi panas oleh tubuh.
e. Perubahan Entalpi Molar Standar (Ho)
Perubahan entalpi molar standar (Ho) adalah suatu
perubahan entalpi 1 mol zat yang diukur pada kondisi standar, yakni
pada suhu 25oC (298 K) dan tekanan 1 atmosfer.
f. Macam-macam Perubahan Entalpi
1) Perubahan entalpi pembentukan standar (Hof) menyatakan
perubahan entalpi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-
unsurnya pada kondisi standar, baik senyawa maupun unsur berada
pada kondisi standar. Sebagai contoh, Hof untuk pembentukan 1
mol karbon dioksida (CO2) dari C (grafit) dan oksigen adalah –
393,5 kJ mol-1 yang merupakan es kering yang dapat menyublin
dari padatan menjadi gas pada tekanan atmosfer.
C + O2 CO2 H = –393,5 kJ/mol
2) Perubahan entalpi penguraian standar (Hod) menyatakan
perubahan entalpi pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-
unsurnya pada kondisi standar, baik senyawa maupun unsur berada
41
pada kondisi standar pula. Contoh, reaksi penguraian 1 mol
molekul air yang merupakan kebutuhan yang paling utama bagi
semua makhluk hidup, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
H2O(l) H2(g) + 1/2O2(g) H = +286 kJ/mol
3) Perubahan entalpi pembakaran standar (Hoc) menyatakan
perubahan entalpi pada pembakaran habis (sempurna) 1 mol
senyawa pada kondisi standar. Contoh, reaksi pembakaran 1 mol
gas metana (CH4) yang dapat digunakan sebagai penerangan dan
memasak, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(g) H = –802 kJ/mol
g. Cara Menghitung Perubahan Entalpi (H)
1) Menggunakan Data Percobaan dengan Kalorimeter Sederhana
Kalorimeter sederhana adalah salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menentukan H reaksi melalui pengukuran kalor
reaksi. Dalam perhitungan dengan menggunakan alat kalorimeter
sederhana, digunakan kapasitas kalor. Rumus yang digunakan
adalah:
q = C x T, dimana C = m x c, maka:
qreaksi = m x c x T
Keterangan:
m = massa zat (gram)
c = kalor jenis (jg-1oC-1)
T = Perubahan suhu (oC)
C = Kapasitas kalor (J oC-1)
2) Menggunakan Data Entalpi Pembentukan Standar (ΔH°f)
Kalor suatu reaksi juga dapat ditentukan dari data entalpi
pembentukan (ΔH°f) zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi, yaitu
dengan rumus:
ΔHreaksi = Σ ΔH°f produk – Σ ΔH°f reaktan
42
3) Berdasarkan Hukum Hess
Pada tahun 1840, ahli Kimia Jerman, Germain Henry
Hess, memanipulasi persamaan termokimia untuk menghitung ΔH
dalam sebuah hukum yang disebut hukum Hess atau hukum
penjumlahan kalor. Ia menyatakan bahwa “Jika suatu reaksi
berlangsung dalam dua tahap reaksi atau lebih, maka perubahan
entalpi untuk reaksi tersebut sama dengan jumlah perubahan
entalpi dari semua tahapan”. Hukum Hess berbunyi: “Entalpi
reaksi tidak tergantung pada jalan reaksi melainkan tergantung
pada awal dan hasil akhir reaksi”. Hukum Hess dapat digunakan
untuk menentukan kalor reaksi yang tidak dapat diketahui secara
langsung.
4) Berdasarkan Data Energi Ikatan
Reaksi kimia terjadi karena pemutusan ikatan lama dan
pembentukan ikatan baru. Pada pemutusan ikatan diperlukan
energi (reaksi endoterm) sedangkan pada pembentukan ikatan
dibebaskan energi (reaksi eksoterm). Reaksi kimia merupakan
proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu
disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan 1 mol ikatan kimia dalam suatu molekul gas menjadi
atom-atomnya dalam fase gas disebut energi ikatan. Contoh, pada
penguraian 1 mol amonia yang digunakan sebagai penyubur tanah
pertanian menjadi atom-atomnya diperlukan energi kalor sebesar
1.172,7 kJ. Persamaan reaksinya adalah:
NH3(g) N(g) + 3H(g) H = +1.172,7 kJ/mol
Rumus untuk menghitung perubahan entalpi (ΔH) dengan
menggunakan data energi ikatan dapat dituliskan sebagai berikut:
ΔHreaksi =Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi pembentukan
ikatan
atau
ΔHreaksi = Σ energi ikatan di kiri – Σ energi ikatan di kanan
43
6. Nilai-nilai dalam Konsep Termokimia
a. Nilai Religi
Nilai religi dalam suatu bahan ajar adalah kandungan nilai
yang dapat membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan
keimanan seseorang bahwa segala sesuatu ada yang mengaturnya.84
Seperti fitrah manusia yang cenderung untuk beragama, tertera dalam
firman Allah SWT sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan), (QS. Al-A’raaf: 172). Konsep energi pada pembahasan termokimia, dapat
mempekuat keimanan tentang eksistensi atau hakikat keberadaan Allah
SWT yang maha kekal. Walaupun tidak dapat lilihat secara langsung
melalui panca indera, keberadaan Allah dapat diketahui melalui bukti-
bukti yang ada, seperti adanya alam semesta beserta isinya, adanya
makhluk hidup bahkan adanya manusia yang diberikan kelebihan akal
untuk digunakan secara benar merupakan bukti keberadaaan Allah.
Allah memiliki sifat tidak berawal, tidak berakhir, Maha kekal dan
lain-lain. Sebagaimana tertera dalam firman-Nya, yaitu sebagai
berikut:
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, (Ar-Rahmaan: 27).
84 Suroso Adi Yudianto, Op.Cit., h. 16
44
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan, (Al-Qashash: 88). Begitu pula dengan energi, walaupun energi tidak dapat
dilihat secara kasat mata melalui panca indra, tetapi dapat dirasakan
melalui indra peraba. Energi yang dimaksud di sini adalah energi
dalam bentuk panas. Keberadaan energi kalor dapat diketahui melalui
pengukuran suhu. Jika suhu sistem pada akhir reaksi lebih tinggi
berarti suhu sistem mengalami kenaikan karena terjadi perpindahan
energi panas dari lingkungan ke sistem, sebagai akibat penyerapan
kalor dari lingkungan. Sebaliknya, jika suhu sistem pada akhir reaksi
lebih rendah berarti suhu sistem mengalami penurunan karena terjadi
perpindahan energi panas dari sistem ke lingkungan, sebagai akibat
dari pelepasan kalor oleh sistem ke lingkungan.
Adanya energi membuktikan bahwa ada Sang Pencipta yang
telah menciptakannya untuk kepentingan manusia di alam, sedangkan
manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukannya walaupun
sampai hari kiamat tiba.
b. Nilai Sosio-politik-ekonomi
Manusia telah dibekali oleh Allah SWT dengan fitrah untuk
berpolitik, melakukan hubungan sosial dan ekonomi sesuai dengan
Surat At-Taubah ayat 71 berikut ini,
45
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, (QS. At-Taubah: 71). Nilai sosio-politik-ekonomi dalam bahan ajar adalah nilai
yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan
berperilaku sosial yang baik dalam kehidupan.85 Nilai sosio-politik-
ekonomi yang diintegrasikan pada konsep termokimia tentang sistem
dan lingkungan berupa analogi tentang faktor intern dan ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri manusia, sedangkan
faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar diri manusia, misalnya
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lain-lain.
Ketika seseorang sedang mengalami suatu permasalahan
yang rumit, mereka membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran,
agar permasalahan yang dihadapi bisa terselesaikan. Karena manusia
merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, terikat
dengan lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat yang
saling membutuhkan satu sama lain.
Peristiwa di atas merupakan analogi tentang sistem dan
lingkungan. Sistem selalu terikat dengan lingkungan, karena pada
sistem dan lingkungan terjadi pertukaran, yaitu pertukaran energi
panas. Pada saat sistem membutuhkan kalor, maka energi akan
berpindah dari lingkungan ke sistem, begitu pula sebaliknya.
Keduanya saling mempengaruhi dan berkaitan.
Adapun nilai sosio-politik-ekonomi yang dapat diambil pada
konsep termokimia tentang reaksi eksoterm dan endoterm adalah
bahwa dalam kehidupan di dunia ini manusia, khususnya umat muslim
memiliki hak dan kewajiban dalam hal memberi dan menerima.
85 Ibid., h. 17
46
Seorang fakir dan miskin mempunyai hak untuk dapat menerima
sebagian harta yang dimiliki oleh seseorang yang mampu (kaya) yang
wajib mendermakan sebagian hartanya dalam batas yang sudah
ditentukan, dalam bentuk zakat maal. Hal ini telah dijelaskan melalui
firman Allah berikut:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. At-Taubah: 60).
Sebagai manusia yang beragama dan juga merupakan
makhluk sosial, harus senantiasa memiliki kesadaran untuk selalu
menanamkan sikap saling memberi dan menerima. Meskipun tidak
dengan harta, hal tersebut dapat dilkukan dengan menggunakan tenaga
atau fikiran untuk membantu orang lain. Begitu juga yang terjadi pada
reaksi eksoterm dan endoterm, dimana reaksi eksoterm adalah reaksi
yang melepaskan energi dalam bentuk kalor dari sistem ke lingkungan.
Sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menerima kalor dari
lingkungan ke sistem. Pada konsep reaksi endoterm dan eksoterm ada
saling keterkaitan satu sama lain, suatu zat ada kalanya menerima kalor
dan ada kalanya melepas ketika terjadi suatu reaksi. Manusia juga ada
kalanya di atas yang siap untuk berbagi dengan orang lain yang berada
di bawahnya.
Suatu senyawa kimia terbentuk melalui ikatan antar-
atom/unsur penyusunnya (Hof). Begitu juga dengan kita, sebagai
manusia harus senantiasa menjaga tali silaturrahmi agar ukhuwah
islamiyah tetap terjaga. Hal ini tertuang dalam Al-Quran surat An-Nisa
ayat 1 yang berbunyi:
47
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasi kamu, (QS. An-Nisa: 1).
c. Nilai Intelektual
Setiap manusia diciptakan telah memiliki fitrah, salah satunya
adalah fitrah intelektual seperti tertuang dalam ayat Al-Quran berikut
ini,
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. Ali-Imron: 190). Nilai intelektual dalam bahan ajar adalah nilai yang
melandasi kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku
yang tepat.86 Nilai intelektual dalam konsep termokimia adalah bahwa
pada reaksi pembakaran yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2)
dapat mencemari lingkungan, sehingga kita harus mengurangi
pencemaran akibat CO2 yaitu dengan melakukan penghijauan,
menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan seperti bus
transjakarta, bersepeda atau jalan kaki.
d. Nilai Praktis
86 Ibid., h. 16-17
48
Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang memberikan
manfaat langsung bagi kehidupan manusia.87 Pada kehidupan manusia,
konsep termokimia kimia banyak dimanfaatkan. Seperti bahan bakar
elpiji, minyak tanah, bensin, solar merupakan bahan yang mengandung
unsur C dan H. Penggunaannya mengakibatkan putusnya ikatan antar-
atom (energi ikatan) dan akan menghasilkan energi (H = (-)/reaksi
eksoterm) yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan, seperti memasak,
menjalankan kendaraan ataupun mesin. Sedangkan reaksi endoterm
dalam kehidupan sehari-hari dijumpai pada proses terjadinya hujan
(proses kondensasi uap), dimana hasil penguapan air laut karena
adanya sinar matahari diserap oleh atmosfer bumi yang kemudian
disebut dengan proses konsendasi uap yang nantinya akan jatuh ke
bumi, yang disebut dengan air hujan yang dapat digunakan oleh semua
makhluk hidup di bumi untuk keperluan sehari-hari.
7. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Hardiansyah, dkk, yang berjudul: ”Upaya
Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi Tumbuhan dengan
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin” Universitas
Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Banjarmasin Oktober 2003. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman
konsep.88
Penelitian yang dilakukan oleh Qomariah dengan judul skripsi:
”Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan
Perubahan Materi” Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan
87 Ibid., h. 16 88 Hardiansyah, dkk., Op.Cit., h. 30
49
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Kesimpulan dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar
siswa dengan melihat hasil pretest dan postest, dimana nilai rata-rata
postest lebih tinggi dari pretest.89
Penelitian yang dilakukan oleh I Made Mariaman yang berjudul:
”Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar
Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di
SMA Negeri 2 Singaraja” Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri
Singaraja November 2005. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar
Kooperatif dapat meningkatkan aktivitas dan respon positif siswa sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.90
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Zurida Haji Ismail, dkk.
Yang berjudul “Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian
Pelajar dalam Fizik” Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains
Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia. Berdasarkan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengajaran kontekstual dapat
digunakan dalam pembelajaran baik pada pelajar laki-laki maupun
perempuan untuk memahami konsep fisika, hal tersebut terbukti dari hasil
uji-t dimana tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan
antara pelajar laki-laki dengan perempuan sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan dengan pengajaran kontekstual. Sedangkan peningkatan
penguasaan konsep yang terjadi dilihat dari hasil skor pretest dan postest
89 Qomariah, Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Materi, Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2007. h. 69
90 I Made Mariaman, Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 2 Singaraja, Laporan Penelitian, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, November 2005. h. 36
50
pelajar laki-laki dan perempuan dengan kelas secara terpisah.91 Hal sama
juga dilakukan oleh Ifraj Shamsid-Deen Columbia Middle School, Dekalb
County, Georgia dan Bettye P. Smith, University of Georgia dengan
judul” Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and
Consumer Sciences Curriculum”. Dari hasil penelitiannya yang dilakukan
terhadap guru di Georgia dengan usia mulai dari 22 sampai 69 tahun dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan tingkat pengetahuan guru yang memiliki
pengalaman mengajar antara 31 sampai 40 tahun dari 230 responden
memiliki tingkat pengetahuan paling tinggi dalam memahami konsep
pembelajaran kontekstual dan berdasarkan praktek pengajaran kontekstual
yg dilakukan dalam pembelajaran di kelas dapat diketahui bahwa guru
yang memiliki pengalaman mengajar 21 sampai 30 tahun paling sering
menerapkan pembelajaran kontekstual di kelas.92
B. Kerangka Berpikir
Pada umumnya pembelajaran kimia yang dilakukan di sekolah
bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dengan cara mengkaitkan
materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari, mampu mengaplikasikan
berbagai konsep, dan mampu menggunakan teknologi untuk memecahkan
masalah-masalah nyata yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, sampai saat ini pembelajaran kimia yang dilakukan di
sekolah cenderung bersifat konvensional yang berorientasi pada guru (teacher
center) dan target materi tanpa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, yang
menyebabkan siswa tidak mengetahui relevansi pembelajaran kimia dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kimia dirasakan siswa sebagai suatu
beban yang harus dihafal, sehingga menimbulkan anggapan dalam diri siswa
91 Zurida Haji Ismail, dkk., Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian Pelajar
dalam Fizik, Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia, Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 20, 43–52, 2005
92 Ifraj Shamsid-Deen Columbia Middle School, Dekalb County, Georgia dan Bettye P. Smith, University of Georgia, Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and Consumer Sciences Curriculum, Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006
51
bahwa konsep kimia yang diajarkan terlalu sulit dipahami dan sesuatu yang
menakutkan serta membosankan dan bersifat abstrak sehingga sulit
dintegrasikan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Di
samping itu, konsep yang diajarkan kurang bermanfaat bagi siswa dalam
memecahkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Keberhasilan pembelajaran kimia sering kali hanya dilihat dari
tinggi rendahnya nilai evaluasi akhir. Sehingga orientasi guru adalah berusaha
agar siswa mendapat nilai yang tinggi saat ujian, tanpa memberikan perhatian
lebih bahwa perlunya pengalaman langsung dalam pembelajaran kimia.
Oleh karena itu, guru harus mencari pendekatan dan strategi
pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif dan melatih jiwa
ilmiahnya sehingga materi yang disampaikan akan mudah dimengerti dan
dipahami. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-
fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksi
(memproses) pengetahuan dibenak mereka sendiri dengan cara mengalami
sendiri proses pembelajarannya. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar adalah pendekatan kontekstual
yang dintegrasikan dengan nilai-nilai pada materi pelajaran.
Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kimia pada
konsep termokimia yang terintegrasi nilai di kelas XI IPA secara intensif,
diharapkan dapat mempengaruhi penguasaan konsep siswa dan dapat
mengembangkan pemahaman tentang kegunaan ilmu kimia dalam kehidupan
sehari-hari serta mampu mengaplikasikannya. Selain itu, diharapkan dapat
menambah keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa sehingga dapat menuntun
siswa kepada jalan kebaikan dan kebenaran.
C. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
Ha : Terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap
penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
52
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual
terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran
2008/2009 yang bertempat di SMA Budi Mulia Ciledug. Penelitian dimulai
dari tanggal 11 – 25 Agustus 2009.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu
(quasi experiment). “Penelitian kuasi eksperimen berbeda dengan penelitian
eksperimen, karena tidak memenuhi tiga karakteristik atau syarat utama dari
suatu penelitian eksperimen, yaitu manipulasi, kontrol dan randomisasi.93
Jenis desain yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group Pretest-
Posttest Design. Pada desain ini melibatkan dua kelompok yang dibandingkan,
yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol yang diberikan perlakuan
dengan menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah.
Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dan pengaruh
dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan
pengukuran akhir kedua kelompok. Desain yang digunakan digambarkan
sebagai berikut:94
Tabel 3. Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design
Kelompok Pretest Treatment Posttest
Eksperimen O1 XM O2
Kontrol O1 Xm O2
Keterangan:
O1 = Nilai pretest sebelum diberikan perlakuan pada kedua kelompok
(eksperimen dan kontrol)
93 Liche Seniati, dkk., Psikologi Eksperimen, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), Cet. III h. 37 94 Ibid., h. 8
54
O2 = Nilai posttest setelah diberikan perlakuan pada kedua kelompok. Untuk
kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dan untuk kelompok kontrol diberikan perlakuan
dengan menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah.
X = Perlakuan dengan pembelajaran melalui CTL untuk kelompok
eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk kelompok
kontrol.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.95 Sampel adalah
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.96 Sampel
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-1 sebagai kelompok
eksperimen dan kelas XI IPA-2 sebagai kelompok kontrol. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah teknik purposive
sampling atau sampel bertujuan. Sampel bertujuan dilakukan dengan cara
mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi
didasarkan atas adanya pertimbangan/tujuan tertentu.97
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data atau disebut juga dengan metode
pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode tes yang terdiri dari tes awal (pretest) dan tes
akhir (posttest), lembar observasi dan angket.
Pretest adalah tes yang diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen
dan kontrol) sebelum dilaksanakan pembelajaran yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum diberikan
perlakuan. Sedangkan posttest adalah tes yang diberikan kepada kedua
95 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), Edisi Revisi V, Cet. XII, h. 108 96 Sugiono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: CV. Alfabeta, 2003), Cet. V, h. 55 97 Ibid., h. 61
55
kelompok (eksperimen dan kontrol) sesudah dilaksanakan pembelajaran
menggunakan CTL untuk kelompok eksperimen dan menggunakan metode
ceramah untuk kelompok kontrol yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
jauh kompetensi dasar atau indikator yang disampaikan dalam pembelajaran
telah dikuasai peserta didik. Tes akhir posttest juga dimaksudkan untuk
mengetahui perbedaan yang terjadi antara tes yang dilakukan pada tes awal
pretest dengan tes yang dilakukan setelah pembelajaran posttest. Serta untuk
mengetahui perbedaan nilai rata-rata posttest yang terjadi antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, serta untuk membuktikan hipotesis
penelitian.
Adapun lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa
selama pelaksanaan pembelajaran di kelas dan kegiatan praktikum di
laboratorium. Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran yang dilakukan.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pendahuluan
a. Melakukan observasi ke sekolah yang akan dijadikan tempat untuk
melakukan penelitian.
b. Memberikan surat izin dari fakultas kepada kepala sekolah.
c. Wawancara dengan kepala sekolah mengenai kurikulum yang
digunakan, wawancara dengan guru bidang studi kimia mengenai
bagaimana proses pembelajaran yang selama ini diterapkan pada kelas
yang akan dijadikan obyek penelitian, serta menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
d. Menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi, silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran/RPP dan LKS.
e. Membuat instrumen penelitian yang dibimbing oleh dosen
pembimbing.
f. Melakukan uji coba instrumen.
g. Menganalisis data hasil uji coba instrumen.
56
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilaksanakan selama 5 kali
pertemuan. Pertemuan pertama digunakan untuk melakukan pretest.
Soal tes yang diberikan berupa tes essay sebanyak 10 pertanyaan
dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan.
b. Pertemuan kedua, ketiga dan keempat digunakan untuk melakukan
proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk kelompok
eksperimen dan pendekatan tradisional metode ceramah untuk
kelompok kontrol.
c. Pertemuan terakhir digunakan untuk melakukan postest dengan soal
yang sama dengan pretest hanya merubah urutannya saja, dengan
tujuan untuk mengetahui penguasaan konsep siswa setelah diberikan
perlakuan dan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh yang
positif terhadap penguasaan konsep siswa.
3. Tahap Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Pengumpulan data melalui pretest dan posttest, serta lembar observasi
dan angket sebagai data pendukung.
b. Data yang telah terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dibahas.
c. Menarik kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
Penarikan kesimpulan dan saran merupakan tahap paling akhir dalam
prosedur penelitian.
Untuk lebih jelas mengenai alur penelitian, dapat dilihat pada skema
berikut ini:
57
Gambar 3. Skema Alur Penelitian
F. Instrumen Penelitian
1. Tes tertulis
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes essay sebanyak
10 soal dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan dan kunci
jawabannya.98 Tes diberikan kepada sampel sebelum perlakuan pretest dan
sesudah perlakuan posttest dengan soal-soal tes yang sama antara pretest
98 Lampiran 9 dan 10, h. 133-137
Tahap Pendahuluan
Penyusunan perangkat pembelajaran
Pembuatan instrumen
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan posttest
Observasi, wawancara dengan kepala sekolah dan guru kimia
Uji coba instrumen
Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pretest
Pengumpulan data
Analisis data & Pembahasan
Kesimpulan
Tahap Akhir
Analisis data hasil uji coba instrumen
58
dan postest hanya diubah urutannya saja. Hal ini dimaksudkan agar
perubahan pengetahuan dan penguasaan yang terjadi benar-benar
diakibatkan oleh kedua aspek tersebut, alat ukur yang berbeda tentu tidak
megukur perubahan yang sesungguhnya terjadi, sehingga perubahan
positif yang terjadi mungkin semata-mata diakibatkan oleh soal yang
dibuat lebih mudah atau sebaliknya, akibatnya pengukuran menjadi
absurd, oleh karena itu untuk menghindari hal-hal tersebut dibuat soal-soal
tes yang sama. Soal-soal yang disusun berdasarkan ranah kognitif yaitu
berupa pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3).
Sebelum tes tersebut diberikan kepada responden, terlebih dahulu
dilakukan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda,
untuk mengetahui syarat-syarat suatu tes yang baik. Adapun rekapitulasi
kisi-kisi instrumen tes adalah sebagai berikut:99
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Soal Essay
Aspek Kognitif Proporsi N
o Indikator
C1 C2 C3 ∑ %
1 Mendeskripsikan perubahan
entalpi suatu reaksi 1 1 10
2 Menjelaskan sistem dan
lingkungan 2 3,4 3 30
3 Membedakan reaksi eksoterm dan
reaksi endoterm beserta contohnya 5,6,7 3 30
4 Menghitung Hreaksi berdasarkan
data percobaan, hukum Hess, data
perubahan entalpi pembentukan
standar (ΔH°f), dan data energi
ikatan
8,9,10 3 30
Jumlah 1 6 3 10 100
99 Lampiran 4, h. 118-121
59
2. Lembar Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung saat proses kegiatan belajar
mengajar. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui aktivitas-
aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran.100
3. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan, dengan menggunakan skala sikap
Likert dimana terdiri dari 15 pernyataan, 8 pernyataan positif dan 7
pernyataan negatif dengan menggunakan 5 pilihan yaitu: 1) Sangat Setuju
(SS); 2) Setuju (S); 3) Ragu-Ragu (R); 4) Tidak Setuju (TS); 5) Sangat
Tidak Setuju (STS).101 Kisi-kisi angket respon siswa dapat dilihat pada
tabel berikut.102
Tabel 5. Kisi-kisi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan
Menggunakan Pendekatan Kontekstual yang Terintegrasi Nilai Peryataan
No Indikator pernyataan Positif Negatif
Σ
1 Sikap siswa terhadap pembelajaran 1, 2, 3 4, 5, 6, 7 7
2 Kesadaran diri setelah pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual yang
diintegrasikan dengan nilai-nilai
8, 9, 10,
11, 12,
13
14, 15 8
Jumlah 8 7 15
G. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel bebas (X) : Penggunaan pendekatan kontekstual
2. Variabel terikat (Y) : Penguasaan konsep siswa
100 Lampiran 12, h. 140 101 Lampiran 14, h. 143-144 102 Lampiran 13, h. 141-142
60
H. Uji Coba Instrumen
Sebelum melakukan penelitian, instrumen yang dibuat haruslah
dianalisis setelah dilakukan uji coba. Analisis yang harus dilakukan yaitu:
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan
atau kesahihan instrumen, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Artinya, bahwa valid
tidaknya suatu alat ukur tergantung kepada mampu tidaknya alat tersebut
mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.103
Bentuk soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
uraian dengan skor butir soal 0-100, maka rumus yang digunakan untuk
menghitung koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total tes
adalah dengan menggunakan koefisien product moment sebagai berikut.104
rit =
22 xtxi
xixt
Keterangan:
rit = koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
Σ xi2 = Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi
2
Σ xt2 = Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt
2
Σ xixt = Jumlah deviasi skor dari XiXt
Berdasarkan analisis uji coba instrumen dengan n = 33 dan taraf
signifikansi 0,05 dari 14 butir soal essay diperoleh 11 soal yang valid,
yaitu: butir soal nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13 dan 14. Karena nilai
koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total untuk 11 butir soal
tersebut lebih besar dari rtabel (0,344).105
2. Reliabilitas
Reliabilitas artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Analisis
reliabilitas dilakukan untuk mengetahui soal yang sudah disusun dapat
103 Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 105
104 Ibid., h. 106 105 Lampiran 19 dan 24, h. 157 dan 162
61
memberikan hasil yang tetap atau tidak tetap. Hal ini berarti apabila soal
dikenakan untuk sejumlah subjek yang sama dalam waktu tertentu, maka
hasilnya akan tetap atau relatif sama. Instrumen disebut reliabel
mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkap data yang bisa dipercaya.
Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan rumus koefisien
Alpha Cronbach sebagai berikut:106
rii =
2
2StSi
11k
k
Keterangan:
rii = Koefisien reliabilitas tes
k = Jumlah butir
Si2 = Varians skor butir
St2 = Varians skor total
Adapun kategori reliabilitas menurut Gilford (Ruseffendi,
1998:144) adalah:
0,00 – 0,20 reliabilitas kecil
0,21 – 0,40 reliabilitas rendah
0,41 – 0,70 reliabilitas sedang
0,71 - 0,90 reliabilitas tinggi
0,91 – 1,00 reliabilitas sangat tinggi
Berdasarkan analisis, maka koefisien reabilitas tes (rii) untuk 11
butir soal yang valid adalah 0.90 yang berada pada kategori tinggi.107
3. Tingkat Kesukaran
Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, dan mudah maka
soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indek kesukaran
butir- butir soal di tentukan dengan rumus: 108
106 Ahmad Sofyan., Op.Cit., h. 113 107 Lampiran 20 dan 24, h. 158 dan 162 108 Ahmad Sofyan., Op.Cit., h. 103
62
P = NB
Keterangan:
P = Proporsi (indeks kesukaran)
B = Jumlah siswa yang menjawab benar
N = Jumlah peserta tes
Kriteria indeks kesukaran:109
0,0 – 0,25 : sukar
0,26 – 0,75 : sedang
0,76 – 1,0 : mudah
Berdasarkan perhitungan dari 14 butir soal essay diperoleh 10 soal
berada pada kategori sedang, yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9,
10, 12. Empat soal berada pada kategori sukar, yaitu butir soal nomor 8,
11, 13 dan 14.110
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan
untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah
prestasinya. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes
tersebut, jika diujikan kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah,
tetapi bila diberikan anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi.
Rumus yang digunakan adalah:111
BAB
B
A
A PPJB
JBD
keterangan:
D = Daya beda
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyak peserta kelompok atas
109 Ibid., h. 103-104 110 Lampiran 21 dan 24, h. 159 dan 162 111 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
Cet. VIII, h. 216
63
JB = Banyak peserta kelompok bawah
BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Daya beda yang baik adalah D > 0,30.
I. Teknik Analisis Data
Semua data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk
dapat menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk itu dilakukan
pengujian dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas data dilakukan untuk
mengetahui apakah data sampel yang diteliti berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Uji
Lilliefors, dengan kriteria pengujian yaitu:
1) Jika Lo < Ltabel maka Ho diterima, yang berarti data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
2) Jika Lo > Ltabel maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara
dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan Uji Fisher dengan rumus:
22
21
h SS
F dimana,
1nnFXFXn
S22
2
Keterangan:
Fh = Homogenitas
S12 = Varians terbesar atau data pertama
S22 = Varians terkecil atau data kedua
64
Kriteria pengujiannya:
1) Jika Fhit < Ftabel maka Ho diterima, yang berarti kedua kelompok
berasal dari populasi yang homogen.
2) Jika Fhit > Ftabel maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak
berasal dari populasi yang homogen.
c. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian dapat dilakukan apabila kedua
persyaratan di atas terpenuhi, yaitu data berdistribusi normal dan
homogen. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji ada atau
tidaknya pengaruh penguasaan konsep kimia siswa yang belajar
dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada konsep termokimia
yang terintegrasi nilai dengan yang belajar melalui pendekatan
tradisional dengan metode ceramah. Teknik analisis data yang
digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan
statistik Uji “t” dengan taraf signifikansi 0,05.
Rumus yang digunakan adalah:112
ke MEM
kehit S
MMt
, dimana
2eM
2EMkEMe ke
SSMS dan 1n
SDSEM
Keterangan:
EMS = Standar Eror Mean
eEMS = Standar Eror Mean kelompok eksperimen
EMkS = Standar Eror Mean kelompok kontrol
kEM MSe = Standar Eror perbedaan Mean kelompok eksperimen dan
Mean kelompok kontrol
eM = Mean eksperimen
kM = Mean kontrol
112 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), Cet. XV, h. 282-284
65
Kriteria pengujiannya:
1) Jika thit < ttabel maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh dari populasi yang homogen.
2) Jika thit > ttabel maka Ha diterima, yang berarti bahwa terdapat
pengaruh dari populasi yang homogen.
Untuk mencari harga kritik “t” dalam tabel t, dengan
interpretasi rumus db = (Ne + Nk -2) dan hasilnya dikonfirmasikan ke
tabel t dengan taraf signifikansi 0,05.
2. Analisis Data Kualitatif
a. Uji Normal Gain
Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan
bias penelitian, karena pada nilai pretest kedua kelompok penelitian
sudah berbeda, dan untuk mengukur signifikansinya digunakan uji
normal gain. Selain itu N-Gain bertujuan untuk melihat peningkatan
hasil belajar yang memperhitungkan ketuntasan hasil belajar.
Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu:
skor posstest – skor pretest N – gain = skor ideal – skor pretest
Dengan kategori perolehan:
g-tinggi : nilai (<g>) > 0,70
g-sedang : nilai 0,70 e”(<g>)” 0,30
g-rendah : nilai (<g>) <0,30
b. Angket Hasil Belajar Afektif
Persentase digunakan untuk mengetahui persentase hasil
belajar afektif siswa yang diwakilkan pada setiap item soal. Hasil
penjumlahan skor yang dijawab dari setiap item dibandingkan dengan
jumlah skor ideal untuk kemudian dicari persentasenya berdasarkan
rumus:
Jumlah Skor Item Soal Persentase (%) = X 100%
Jumlah Skor Ideal
66
J. Perumusan Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik yang digunakan adalah:
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Keterangan:
Ha : Terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap
penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual
terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
µ1 : Rata-rata penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan
menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan dengan nilai-
nilai dalam materi pelajaran.
µ2 : Rata-rata penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan
menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah yang
diintegrasikan dengan nilai-nilai dalam materi pelajaran.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoeh dan ditunjang
dari hasil observasi dan angket, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kontekstual yang diintegrasikan dengan nilai-nilai yang diterapkan pada
kelompok eksperimen dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada
konsep termokimia. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai pretest sebelum
diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu sebesar
42,8. Setelah diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual rata-
rata nilai posttest mengalami peningktaan menjadi 71,8.
2. Peningkatan penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan
menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan
peningkatan penguasaan konsep siswa tanpa diberikan perlakuan dengan
menggunakan pendekatan kontekstual. Hal ini terlihat dari hasil rata – rata
nilai N-Gain yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar 0,53,
sedangkan rata – rata nilai N-Gain yang diperoleh kelompok kontrol
sebesar 0,38.
3. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik uji”t”
diketahui thitung untuk membandingkan antara hasil pretest pada kedua
kelompok (eksperimen dan kontrol) sebesar 1,85017. Sedangkan thitung
untuk membandingkan antara hasil posttest kedua kelompok sebesar
4,440664. Adapun harga ttabel dengan db 68 dan taraf signifikansi 0,05
adalah sebesar 2,00. Karena thitung lebih besar dari ttabel, maka hipotesis
yang dikemukakan terbukti yaitu bahwa pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan konsep
termokimia yang diintegrasikan dengan nilai-nilai dibandingkan dengan
pembelajaran tanpa pendekatan kontekstual.
88
4. Pendekatan kontekstual juga dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif
dalam proses pembelajaran, seperti bekerjasama saling memberikan
informasi, mengemukakan pendapat, mempresentasikan, dan menjawab
pertanyaan guru selama pembelajaran berlangsung terutama pada kegiatan
praktikum, diskusi, dan kegiatan memecahkan masalah berupa soal-soal
pehitungan. Hal tersebut diketahui berdasarkan lembar observasi.
5. Berdasarkan angket respon siswa diketahui bahwa pembelajaran yang
dilakukan dengan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh positif,
diantaranya siswa senang terhadap pembelajaran yang dilakukan karena
dapat memberikan pengalaman yang positif, yaitu pembelajaran yang
dilakukan dikaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari dan didukung
dengan kegiatan praktikum, serta penilaian yang dilakukan tidak hanya
berdasarkan nilai akhir, tetapi juga berdasarkan partisipasi aktif siswa
dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan dengan menyisipkan
nilai-nilai agama dan praktis dapat menambahkan keimanan dan
ketakwaan mereka terhadap Allah SWT, dan dapat membuat mereka
semakin bersyukur kepada Allah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis
ingin menyumbangkan beberapa saran yang berguna untuk meningkatkan
penguasaan konsep siswa, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, seorang guru diharapkan
menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan dengan nilai-
nilai. Terutama pada konsep kimia yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa terhadap siswa yang memiliki
karakteristik berbeda dan kondisi yang berbeda pula, untuk membuktikan
apakah pendekatan kontekstual mampu diterapkan pada siswa dalam
kondisi apapun dan siswa yang bagaimanapun.
89
3. Saat pembelajaran, sebaiknya seorang guru mengintegrasikan nilai-nilai ke
dalam konsep kimia agar menjadikan siswa selain memiliki ilmu
pengetahuan juga berakhlak dan budi pekerti luhur sesuai dengan tuntunan
agama.
90
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Bandung: MLC, 2006
_______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL), Jakarta: Depdiknas, 2002
Anonim, ”Pendekatan Konsep Dalam Pembelajaran Bahasa”. dari
http://pakdesofa.blog2.plasa.com/archives/26, diakses Selasa, 16 Desember 2008
Anonim, “Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Smp”, dari
http://ardlian.wordpress.com/2007/08/18/penerapan-pendekatan-kontekstual-di-kelas-smp/, 18 Agustus 2007, diakses Kamis 05 Februari 2009
Anwar, Sjaeful, Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Kimia, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2008
Arifin, Mulyati, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran Yang Efektif, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, 2000
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
1992, Cet. VIII, 1992
_______, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi V, Cet. XII, 2002
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Jogjakarta:
Ar-Ruz Media, 2007 Bale, Yasin, dkk., Kontribusi Konsep-Konsep Dasar Kimia Dalam
Mengembangkan Penguasaan Konsep Kimia Fisik I (Suatu Analisis Pada Mahasiswa Prodi Kimia FKIP Unsyiah Angkatan 1993/1994, Laporan Penelitian, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darusslaam-Banda Aceh, 1995
Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”, dari http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran contextual-teaching-and-learning-ctl/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
91
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar, Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, Cet. II, 1996
Enoh, Mochamad, Implementasi Contextual Teaching And learbing (CTL) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Matapelajaran Geografi SMU/MA, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid II Nomor. 1, 2004
Gunawan, Penerapan Model Pembelajaran Integrasi Imtaq untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa di MA Dakwah Islamiah Putra Kediri, Jurnal Kependidikan, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2005
Gusti, Rini Prisma, Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and picture) pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang, Jurnal Guru, No. 1, Vol 3, Guru SMA Muhammadiyah Padang Panjang, Juli 2006
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV , 2005
Hardiansyah, dkk., Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi
Tumbuhan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin, Laporan Penelitian, Peningkatan Kualitas Pembelajaran di LPTK Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin, Oktober 2003
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. II, 2001
Herianto, Edy, dkk., Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa
D2 PGSD FKIP Universitas Mataram Pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual, Laporan Penelitian, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Oktober 2006
Ismail, Zurida Haji, dkk., Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian Pelajar dalam Fizik, Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia, Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 20, 43–52, 2005
Iswari, Mega, Pendidikan Nilai Untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi Era-
Globalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol IV, No 1, Juli 2003
92
Johnson, Elaine B., Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Bandung: MLC, Cet. VI, 2008
Mariaman, I Made, Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 2 Singaraja, Laporan Penelitian, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, November 2005
Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arkola, 1994
Popham, W. James dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta: 2005.
Pramuji, Lili, “Mengembangkan Soft Skills Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual”, dari http://www.pendidikan.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=22&artid=920, diakses Minggu, 16 Maret 2008
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan:
Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar , Jakarta: Prenada Media, 2004
Prayitno, Baskoro Adi, “Keefektifan Pendekatan Kontekstual melalui
Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Analisis dan Sintesis Serta Ketrampilan Berkomunikasi pada Mata Kuliah Biologi Umum Mahasiswa Stkip Hamzanwadi Selong”, dari http://baskoro1.blogspot.com/2008/04/keefektifan-pendekatan-kontekstual.html, Minggu 20 April 2008, diakses Kamis, 12 Februari 2009
Qomariah, Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dengan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Materi, Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2007
Rudiyanto, R., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI, Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Negeri Singaraja, Desember 2003
93
Rustaman, Nuryani Y, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: UM Press, 2005
Sahala, Stevanus, dkk., Pengembangan Pembelajaran Fisika Model Generatif
dengan Menggunakan Lingkungan Belajar Kolaboratif Berbasis Pendekatan Kontekstual di SMU, Laporan Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, 2005
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2006
Seniati, Liche, dkk., Psikologi Eksperimen, Jakarta: PT. Indeks, 2005 Shamsid-Deen, Ifraj, Columbia Middle School, Dekalb County, Georgia dan
Bettye P. Smith, University of Georgia, Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and Consumer Sciences Curriculum, Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006
Sofyan, Ahmad, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2006
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. XV, 2005
Sudrajat, Ahmad, ”Pembelajaran Kontekstual (Kurikulum dan Pembelajaran)”, Depdiknas, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
______, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran”, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/, diakses Sabtu, 24 Januari 2009
Sugiharto, Asep, “Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan
Pendekatan Konstektual pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama”, dari http://one.indoskripsi.com/content/pembuktian-hasil-belajar-siswa-dalam-penggunaan-pendekatan-konstektual-pada-sekolah-lanjutan, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
Sugiono, Statistika untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta, Cet. V, 2003 Suhirman, ”Ilmu Jiwa Belajar (Jenis-Jenis Belajar)”, dari http://www.mitrapulsa.
com/jenisbelajar.html, diakses Kamis, 08 januari 2008
94
Sukarno, dkk., Dasar-dasar Pendidikan Science, Jakarta: Bhratara, 1973 Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang dan Pelaksanaan, Program
Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan daerah STKIP Singaraja, Aneka Widya STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII, September 2000
Sunardiyanto, Keefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada Mata Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu, Jurnal Penelitian Kependidikan, Th 14, No 1, Juni 2004
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam: Lesson Plan Agama Islam Aspek Kognitif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik:
Konsep, Landasan Teoritis-praktis dan Implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. 1, 2007
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, “Ketentuan Umum”, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010
______, Bab 2 Pasal 3, “Dasar Fungsi dan Tujuan”, dari
http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010 Yudianto, Suroso Adi, Manajemen Alam: Sumber Pendidikan Nilai, Bandung:
Mughni Sejahtera, 2005
Yuhasriati dan Anwar, Upaya Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Kontekstual di SMPN 8 Banda Aceh, Laporan Penelitian, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Desember 2007
Zayadi, Ahmad, Tadzkirah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Berdasarkan Pendidikan Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005