pengaruh penerapan ice breakingrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25459... · 2015....
TRANSCRIPT
PENGARUH PENERAPAN ICE BREAKING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN
SOSIOLOGI DI SMA DARUSSALAM CIPUTAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Pd)
Pada Program Studi Pendidikan IPS
Disusun Oleh:
ALAENA SAROYA
NIM : 109015000084
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
ALAENA SAROYA (109015000084). “Pengaruh Penerapan Ice breaking
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Sosiologi di SMA Darussalam
Ciputat”. Skripsi, Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan Ice
breaking terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Sosiologi di SMA
Darussalam Ciputat. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darussalam Ciputat pada
bulan September sampai bulan Desember 2013. Metode penelitian yang
digunakan adalah Quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling
dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Angket Tes Pilihan ganda
dan hasilnya diuji melalui statistik “t”. dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung
sebesar 4,29 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 0,325 atau thitung >
ttabel. Maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh penerapan ice breaking terhadap hasil belajar pada
pembelajaran Sosiologi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Penerapan Ice
breaking membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil pembelajaran
Sosiologi siswa.
Kata kunci : Ice breaking, Hasil Belajar.
ii
ABSTRACT
ALAENA SAROYA (109015000084). "The influence of Application of Ice
Breaking Against Student’s Results In Learning Sociology in Darussalam Senior
High School". Thesis, Jakarta: Social Sciene Education Program, Faculty of
Tarbiyah and Teaching Sciene of State Islamic University (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014.
This study aims to determine the influence of the application of ice
breaking on the Student’s Results In Learning Sociology in Darussalam Senior
High School. This research was conducted at Darussalam Senior High School in
September until December 2013. This research use Quasi experiment method,
samples were taken by purposive sampling and divided into 2 groups: the
experimental group and the control group. The research was using Questionnaire
Multiple choice tests as the instrument and the results were tested by statistical
"t". From the calculations, the tvalue is 4.29 while the t table at the significance
level of 0.05 is 0.325 or tcount >
ttable. It can be concluded that there are effects
on implementing the ice-breaking against student’s results in learning sociology,
by stating that Ha accepted or approved. This suggests that the use of Application
of Ice breaking brings a significant effect on student learning outcomes Sociology.
Keywords: Ice breaking, Learning Result.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin
dan rahmat hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih, kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra.Nurlena Rifai, M. Pd,. Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Bapak Dr.Iwan Purwanto, M.pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
3. Bapak Drs. Syarifulloh M.Si selaku sekertaris jurusan IPS dan sekaligus dosen
Pembimbing Akademik.
4. Ibu Tri Harjawati M.Si , selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staf Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
6. Bapak Marul Waid S.Ag., selaku Kepala Sekolah SMA Darussalam Ciputat
yang telah membantu penelitian berlangsung.
7. Bapak Ardila S.Pd dan Bu Nur Asma SE,MM selaku guru pamong tempat
penulis melakukan skripsi.
8. Abahku Ma’mun Bachro dan Mamahku Rohmah, serta kakakku Naely
Farkhatin M.Kom, adikku tersayang Muhammad Nahdi Aulia Urrohman, serta
Keluarga Besar Bapak Salim Bin Suaeb yang selalu mendukung agar skripsi
ini dapat selesai dan doa tulus yang tiada henti.
9. Arif setiawan, yang selalu setia menemani, membantu, mendukung dengan
kasih sayangnya dalam pembuatan skripsi ini.
iv
10. Laila Fajri Mulyani, Nur Najmi laela, Gizca dilla priyanka sahabat yang selalu
memberikan motivasi untuk merayakan kelulusan kuliah bersama semoga
persahabatan kita tak lekang oleh waktu.
11. Teman- teman tercinta di Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angkatan 2009
dan Khususnya Keluarga CCB (Comunity Class B) yang selalu memberikan
masukan dan dukungan, menjalani aktivitas baik suka maupun duka selama
perkuliahan.
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
Alaena Saroya
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 5
D. Perumusan Masalah .............................................................. 5
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Belajar ................................................................................... 7
1. Pengertian Belajar ........................................................... 7
2. Tipe –Tipe Belajar........................................................... 8
3. Pengertian Hasil Belajar .................................................. 9
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar......... 11
5. Strategi Penilaian Hasil Belajar ...................................... 12
a. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Nasional ................. 12
b. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Sekolah................... 13
c. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Kelas ...................... 13
6. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar ................................... 15
a. Pre-test ( Tes Awal ) ................................................. 15
b. Penilaian Proses ........................................................ 16
c. Pos-test ( Tes Akhir ) ................................................ 16
vi
B. Pembelajaran aktif ................................................................. 17
C. Ice breaking ........................................................................... 18
1. Pengertian Ice breaking................................................... 18
2. Macam-macam Ice breaking ........................................... 18
3. Teknik penerapan ice breaking dalam pembelajaran ...... 19
4. Kelebihan dan kelemahan Ice breaking .......................... 20
D. Hasil Penelitian Yang Relavan ............................................. 20
E. Kerangka Berfikir.................................................................. 23
F. Hipotesis Penelitian ............................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 27
B. Metode Penelitian ................................................................. 27
C. Populasi dan Sampel ............................................................. 28
D. Prosedur Penelitian ............................................................... 29
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 30
F. Instrumen Penelitian.............................................................. 31
G. Teknik Pengolahan Data ....................................................... 33
H. Teknik Analisis Data Hasil Belajar ................................... 37
I. Hipotesis Statistik ................................................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ....................................................................... 41
B. Hasil Pengolahan instrument................................................. 42
C. Data Hasil Belajar Sosiologi Siswa ...................................... 43
D. Uji Prasyarat Analisis Data Hasil Belajar ............................ 50
1. Uji Normalitas ................................................................ 50
2. Uji Homogenitas ............................................................ 51
3. Uji Hipotesis .................................................................. 51
4. Uji Normal Gain ............................................................. 53
E. Pembahasan ........................................................................... 54
vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 58
B. Saran ..................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 27
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrument interaksi social ............................................... 32
Tabel 3.3 Kriteria Indeks Korelasi ................................................................. 34
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ........................................................................ 35
Tabel 3.5. Indeks kesukaran ........................................................................... 36
Tabel 3.6 Klasifikasi daya pembeda .............................................................. 37
Tabel 4.1 Instrument ...................................................................................... 42
Tabel 4.2 Realibilitas Instrument ................................................................... 43
Tabel 4.3 Hasil Pretest ................................................................................... 44
Tabel 4.4 Posttest ........................................................................................... 46
Tabel 4.5 Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil
pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol ......................... 48
Tabel 4.6 Pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol ......................... 49
Tabel 4.7 Uji Normalitas ................................................................................ 50
Tabel 4.8 Uji Homogenitas ............................................................................ 51
Tabel 4.9 Uji hipotesis Uji t Nilai pretest ...................................................... 52
Tabel 4.10 Uji Hipotesis Uji-t Nilai Post-test .................................................. 53
Tabel 4.11 Uji Normal Gain ............................................................................. 53
ix
DAFTAR GAMBAR
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir........................................................................... 27
Grafik 4.1 Hasil Pretest kelas Eksperimen dan control ................................... 45
Grafik 4.2 Mean, Median, Modus, Simpangan Deviasi .................................. 45
Grafik 4.3 Posttest kelas ekperimen dan Kontrol ............................................ 47
Grafik 4.4 Mean, Median, Modus, Simpangan Deviasi .................................. 47
Diagram 4.1 Hasil Pretest dan postest kelas eksperimen dan kontrol................. 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana dengan kodrat kehidupan manusia di dunia ini, manusia
bukan hanya makhluk biologis seperti halnya dengan hewan. Manusia adalah
makhluk sosial dan budaya. Ada titik dimana manusia berbeda dengan
makhluk lainnya, yakni dimana manusia bisa menggunakan akal fikiran untuk
belajar dari hal-hal yang sebelumnnya tidak diketahui sampai mengetahuinya.
Jelaslah kiranya, belajar sangatlah penting bagi kehidupan seorang manusia.
Berbicara tentang belajar, “belajar merupakan suatu perubahan dalam
tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang
lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang
lebih buruk.”1 Sebagai contoh perubahan yang mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik, “pada Olimpiade Sains Kuark, dimana kesenangan belajar
sains majalah komik kuark membuat Emilia Anagya, finalis dari Blora, Jawa
Tengah, tidak jijik bermain cacing dengan teman-temannya. Mereka asyik
menggali tanah basah di sekitar rumah untuk bisa mempelajari soal cacing
yang bermanfaat untuk kesuburan tanah.”2 Sedangkan contoh perubahan yang
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk, seperti pembelajaran
internet, bagaimana cara membuka aplikasi ke internet dan
mengoperasikannya, sehingga tidak jarang banyak situs yang menjerumuskan
anak ke ranah negatif (misalnya game yang bercorak tawuran, gulat, bahkan
seks).
Dari penjelasan di atas, kita cermati bahwa manusia dan makhluk
hidup lain membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan melangsungkan
hidupnya. Dengan kegiatan belajar atau menyesuaikan diri, maka berbagai
macam cara mereka gunakan sebagai pembelajaran diri, salah satunya
pembelajaran yang terdapat di sekolah.
1 Ngalim Purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2007) h.83
2 Kompas, senin, 8 juli, h.12
2
Dalam pembelajaran di sekolah, banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran diantaranya: guru, siswa, kurikulum,
lingkungan belajar dan sebagainya. Belajar merupakan hal yang kompleks
yang bisa dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan guru. Dari segi
siswa, belajar dialami dalam satu proses yaitu mental, dimana bahan
belajarnya berupa alam, hewan, tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah
terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru belajar lebih ke dalam
tahapan, menyiapkan, tahapan dimana seorang guru mengenal anak, melihat
psikologi, mengatur pembelajaran yang sesuai untuk anak didiknya, serta
perancangan pembelajaran yang lain. “Guru sebagai pengelola kegiatan
belajar mengajar memiliki tugas yang tidak mudah, karena ia merupakan
faktor yang besar pengaruhnya terhadap pencapaian kualitas pembelajaran
yang baik”.3
Secara umum, dalam pembelajaran terdapat beberapa kendala yang
dapat menghambat berjalannya belajar. Misalnya, pada beberapa sekolah
masih terdapat beberapa guru yang belum bisa menggunakan metode serta
media yang menarik untuk belajar. Bahkan kurangnya informasi teknologi
(komputer) dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana. Sehingga proses
belajar mengajar terbilang monoton. Dari siswa sendiri, masalah secara umum
adalah kurangnya daya konsentrasi dan motivasi siswa.
Untuk melihat kualitas pembelajaran maka dapat diukur dari dua sisi,
yakni proses dan hasil belajar. Proses belajar berkaitan dengan pola perilaku
siswa dalam mempelajari bahan pelajaran. Sedangkan hasil belajar berkaitan
dengan perubahan perilaku yang diperoleh sebagai pengaruh dari proses
belajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dibutuhkan persiapan
yang maksimal agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
diikuti dengan hasil belajar yang baik pula. 4
Berdasarkan dari observasi awal sebelum penelitian, ditemukan
masalah tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran Sosiologi yaitu,
3 W.S Winkel, psikologi pengajaran, (Bandung: PT Rosda karya, 2007) h.53
4 Wina Sanjaya, penelitian tindakan kelas, (Jakarta: Kencana, 2010) H.2.
3
siswa-siswa masih banyak mengobrol pada saat pembelajaran sehingga
menyebabkan kurangnya konsentrasi siswa terhadap mata pelajaran tersebut,
kurang variatifnya guru dalam menyampaikan materi sehingga siswa bosan
dan cenderung mengantuk dikelas, keterbatasan sarana dan prasarana (tidak
ada buku paket) sehingga siswa tidak bisa mengembangkan materi dari buku
paket, karena hanya terbatas dari LKS. Sedangkan masalah yang berhubungan
dengan hasil belajar, ditemukan masih adanya nilai siswa dibawah nilai KKM
yang sudah ditetapkan.
Dari kedua subjek yang mendukung proses dan hasil belajar itulah, ada
beberapa faktor yang mungkin bisa dilakukan dalam implementasinya. Secara
umum, seorang guru memiliki kreativitas dalam mengembangkan profesinya
melalui empat kompetensinya, yaitu, pedagodik, professional, kepribadian,
dan social. Contohnya:
1. Kompetensi pedagogik, seorang guru harus bisa mengembangkan
ilmunya. Tahu bagaimana cara mengajar yang baik dan mengetahui apa
yang harus dilakukan sebagai seorang pengaja.
2. Kompetensi profesional, seorang guru harus bisa menempatkan diri,
dimana dia sedang mengajar, belajar, dan berinteraks.
3. Kompetensi kepribadian, seorang guru yang baik, harus berkepribadian
yang baik juga, karena guru yang baik akan ditiru kebaikannya, melalui
ucapan, perilaku, bahkan penerapan sehari-hari dalam beraktifita.
4. Kompetensi sosial, seorang guru, untuk mengetahui lebih dalam
bagaimana seorang murid, sekolah atau yang lainnya, perlu adanya
interaksi terhadap murid, orang tua, bahkan lingkungan setempat.5
Dengan demikian, seorang guru harus menjadi motivasi bagi diri dan
peserta didiknya dengan memberikan suguhan model dan materi pembelajaran
secara aktif, salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran ice
breaking di dalam pembelajaran.
Ice breaking merupakan permainan atau kegiatan yang sederhana,
ringan dan ringkas yang berfungsi untuk mengubah suasana kebekuan,
5 Ardilla S.Pd, guru Sosiologi SMA Darussalam Ciputat
4
kekakuan, rasa bosan atau mengantuk dalam pembelajaran. Sehingga bisa
membangun suasana belajar yang dinamis penuh semangat dan antusias yang
dapat menciptakan suasana balajar yang menyenangkan, serius, tapi santai.
“Dengan demikian, disinilah peran ice breaking sangat diperlukan untuk
menghilangkan situasi yang membosankan bagi pengajar dan siswa, serta
kembali segar dan menyenangkan.”6
Adapun kelebihan ice breaking adalah “membuat waktu panjang terasa
cepat, membawa dampak menyenangkan dalam pembelajaran, dapat
digunakan secara sepontan atau terkonsep, membuat suasana kompak dan
menyatu.”7
Dalam melakukan ice breaking, guru memerlukan panduan-panduan
atau cara untuk menjalankannya agar ice breaking berjalan optimal yang
hasilnya juga akan dirasakan oleh guru dan siswa. Salah satunya dengan cara
mengingat panduan atau cara yang sudah di siapkan terlebih dahulu, agar tidak
lupa dan tersalurkan kepada tujuannya, yaitu siswa didik.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk
meneliti dan membahas skripsi dengan judul “ Pengaruh Penerapan Ice
breaking Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Sosiologi
SMA Darussalam Ciputat”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat di
identifikasikan beberapa permasalahan yang ada, diantaranya:
1. Masih ada beberapa guru belum bisa menggunakan model serta media
yang menarik.
2. Proses belajar mengajar monoton.
3. Keterbatasan sarana dan prasarana
4. Kurangnya daya konsentrasi dan motivasi siswa
5. Siswa masih banyak mengobrol
6 Sunarto, icebreaker dalam pembelajaran aktif, (Surakarta: Cakrawala media, 2012). H. 3
7 Sunarto, icebreaker dalam pembelajaran aktif, (Surakarta: Cakrawala media, 2012).
H.118
5
6. Kurang variatifnya guru dalam menyampaikan materi
7. Siswa bosan dan cenderung mengantuk didalam kelas
8. Masih ada nilai siswa dibawah KKM.
C. Pembatasan masalah
Dari uraian identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka penulis
membatasi masalah yang akan diteliti agar tidak melebar kepada masalah yang
lain dan mengingat keterbatasan waktu penelitian. Agar pembatasan masalah
lebih terarah dan tidak menimpang dari judul penelitian, maka peneliti
membatasi permasalahan pada:
1. Masih ada beberapa guru belum bisa menggunakan model serta media
yang menarik.
2. Masih ada nilai siswa dibawah KKM.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: “ Bagaimana pengaruh
penerapan ice breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran
sosiologi di SMA Darussalam Ciputat”.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh penerapan ice breaking terhadap hasil belajar siswa pada
pembelajaran sosiologi di SMA Darussalam Ciputat.
F. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang terlibat baik dunia pendidikan, guru, siswa, peneliti, maupun peneliti
lain.
1. Bagi Dunia Pendidikan
Penelitian ini diharapkan menumbuhkan kreativitas dan
profesionalisme dan menumbuh-kembangkan budaya social di lingkungan
6
sekolah untuk proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/
pembelajaran secara berkelanjutan.
2. Bagi Guru
Diharapakan bagi semua guru harap tidak monoton penggunaan
model dalam pembelajaran, perlu wawasan yang terbaru untuk mengatasi
atau menyiasati kejenuhan di kelas, sehingga siswa semangat dan gembira
dalam belajar.
3. Bagi siswa
Bagi siswa sendiri, diperlukan tuangan ide dari murid-murid untuk
lebih mengembangkan atau menciptakan ice breaking dalam
pembelajaran, baik pembelajaran intern maupun ekstern.
4. Bagi peneliti
Selesainya penelitian bukan berarti selesainya kreativitas peneliti,
anggaplah penelitian dan hasil penelitian yang di dapat merupakan awal
mula seorang guru memulai kreativitasnya.
5. Bagi peneliti lain
Penelitian yang peneliti lakukan masih kurang sempurna, bagi peneliti lain
alangkah baiknya mengembangkan kreatifitasnya tiada henti dan menarik
untuk di teliti.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Bambang Warsita, Belajar merupakan kewajiban bagi
setiap manusia, karena sebagai makhluk sosial dan berbudaya memerlukan
perkembangan yang baik antara dirinya dan lingkungannya. Sehingga
dengan belajar manusia dapat mengembangkan dirinya.1
Menurut Wina sanjaya, “Belajar adalah proses berfikir. Belajar
berfikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan
melalui interaksi antara individu dengan lingkungan.”2 Belajar atau yang
disebut dengan learning adalah perubahan yang secara relatif berlangsung
lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.
Pendapat Zikri, “Belajar adalah proses peubahan dari belum
mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu.”3 Dan
menurut Ngalim Purwanto, “Belajar merupakan suatu perubahan dalam
tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kapada tingkah
laku yang leih buruk.”4
Dari beberapa pengertian mengenai belajar di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar memiliki arti proses untuk mendapatkan
pengetahuan yang berhubungan dengan perubahan, yang meliputi tingkah
laku maupun perubahan pada beberapa aspek dari kepribadian individu,
seperti kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
1 Bambang Warsito, Teknologi pembelajaran landasan dan aplikasinya, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2008). h.6 2 Wina Sanjaya, Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2010). h.107 3 Zikri Neni Iska, Psikologi pengantar pemahaman diri dan lingkungan. (Jakarta: Kizi
Brother, 2006). h. 82 4 Ngalim Purwanto, Psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007) h. 85
8
2. Tipe –Tipe Belajar
Menurut Gagne, sebagai suatu proses ada delapan tipe perbuatan
belajar dari mulai perbuatan belajar yang sederhana sampai perbuatan
belajar yang kompleks.
a. Belajar signal. Bentuk belajar ini paling sederhana, yaitu memberikan
reaksi tehadap perangsang, misalnya reaksi jantung kita berdebar
ketika mendengar suara gemuruh guntur.
b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan
reaksi yang berulang – ulang manakala terjadi reinforcement atau
penguatan.
c. Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubung – hubungkan
gejala atau faktor yang satu dengan yang lain sehingga menjadi satu
kesatuan (rangkaian) yang berarti.
d. Belajar asosial verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata –
kata, bahasa terhadap persangsang yang diterimanya.
e. Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi
yang berbeda terhadap perangasang yang diterimanya.
f. Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klasifikasi
tertentu. Kemampuan konsep berhubungan dengan kemampuan
menjelaskan sesuatu berdasarkan atribut yang dimilikinya.
g. Belajar kaidah atau belajar prinsip, yaitu menghubung – hubungkan
beberapa konsep.
h. Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa kaidah
atau prinsip untuk memecahakan persoalan.5
Kedelapan tipe di atas tersusun secara hirearki, yang memberi
petunjuk bagaimana perbuatan belajar itu dilakukan, atau bagaimana
terjadinya perbuatan belajar. Bukan petunjuk mengenai hasil belajar yang
harus dicapai siswa.
5 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010) h.232
9
3. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah seluruh kecakapan yang dicapai melalui proses
belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai atau angka berdasarkan tes
hasil belajar, dalam hal ini daftar nilai siswa semesteran merupakan salah
satu bentuk laporan prestasi hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk
angka atau nilai.
Menurut Mulyasa, bahwa: “hasil belajar merupakan prestasi
peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar
dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan.”6 Pada hakekatnya
hasil belajar merupakan perubahan terhadap hasil yang sudah tercapai.
Pengajaran dikatakan berhasil apabila pada proses dalam pembelajaran
terdapat perubahan-perubahan pada siswa akibat dari hasil belajar.
Menurut Nana Sudjana, bahwa: “penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang
dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik.”7
Menurut Gagne, : ada lima jenis atau lima tipe, hasil belajar yakni:
a. Belajar kemahiran intelektual (kognitif )
Yaitu belajar membedakan atau diskriminasi, belajar konsep, dan
belajar kaidah.
b. Belajar informal verbal
Belajar menyerap atau mendapatkan, menyimpan dan
mengomunikasikan berbagai informasi dari berbagai sumber.
c. Belajar mengatur kegiatan intelektual
Belajar untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan konsep dan
kaidah yang telah dimilikinya.
6 Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan
Kepala Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009 ), h.212 7 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h.3
10
d. Belajar sikap
Yaitu kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak
suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti
atau tidak bagi dirinya.
e. Belajar keterampilan motorik
yaitu berhubungan dengan kesanggupan atau kemampuan seseorang
dalam menggunakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian
gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar. 8
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan,
bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang
telah dilakukan. “Pengajar harus mengetahui sejauh mana pembelajar
(learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana
tujuan atau kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat
dicapai.”9
Menurut Bloom hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
yang didapat setelah proses belajar. Klasifikasi hasil belajar secara garis
besar terdiri dari :
a. Domain Kognitif, proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan
perkembangannya dari persepsi, intropeksi atau memori siswa. Tujuan
kognitif, dibedakan menjadi enam tingkatan yaitu : pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.
b. Domain Afektif, proses pengetahuam yang lebih banyak didasarkan
pada pengembangan aspek – aspek perasaan dan emosi. Tujuan
kognitif, dibedakan menjadi lima tingkatan yaitu : menerima,
menjawab, menilai, mengorganisasi, mengkarakterisasi atas dasar nilai
kompleks.
c. Domain Psikomotorik, pengetahuam yang lebih banyak didasarkan
pada pengembangan proses mental melalui aspek – aspek otot dan
membentuk keterampilan siswa. Tujuan kognitif, dibedakan menjadi
8 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: kencana, 2010). h.233 - 234
9 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudi Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Ciputat : UIN Jakarta Press, 2006), h.4
11
tujuh tingkatan yaitu : persiapan, penetapan, reaksi atas dasar arahan,
mekanisme, reaksi terbuka dengan kesulitan kompleks, adaptasi, asli.10
Dengan beberapa pendapat di atas mengenai pengertian hasil
belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang di dapat
oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan adanya
perubahan kepandaian, kecakapan atau kemampuan, dan tingkah laku pada
diri siswa.
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
a. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam siswa
meliputi dua aspek, yakni aspek fisologis (yang bersifat jasmaniah)
dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
b. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa. Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni : faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial
yaitu orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua,
praktik pengelolaan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),
dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar
dan prestasi yang dicapai oleh siswa. Faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan
waktu belajar yang digunakan siswa.
c. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.11
10
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta : Bumi aksara,
2009), h.75-77 11
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2005), cet.4,
h.144.
12
Menurut Darsono, Nana Syaodih mengelompokan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang ke dalam dua
kelompok besar yaitu faktor dalam diri individu, dan faktor lingkungan.
Faktor dalam diri individu meliputi faktor jasmaniah (termasuk kedalam
faktor ini yaitu: kesehatan badan serta kondisi kesehatan panca indra) dan
faktor psikis atau rohaniah (termasuk kedalam faktor ini yaitu kondisi
kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial, psikomotor
serta kondisi efektif dan kognitif dari individu). “Faktor lingkungan
meliputi kondisi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.”12
Jika kita cermati bersama, dari kedua pendapat tersebut sebenarnya
terdapat kesamaan. Walaupun pada pendapat yang ke-tiga ada sedikit
perbedaan di mana ia mengelompokannya kedalam tiga faktor, namun
pada dasarnya terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
yaitu:
a. Faktor Internal, meliputi kesehatan fisik dan psikologis, motivasi, usia,
jenis kelamin, pengalaman, serta kapasitas mental.
b. Faktor Ekternal, meliputi lingkungan keluarga seperti suasana rumah
serta motivasi belajar yang diberikan keluarga, lingkungan sekolah
meliputi suasana belajar di kelas, guru, kurikulum dan ketersediaan
berbagai fasilitas belajar, lingkungan masyarakat meliputi suasana
lingkungan tempat tinggal, teman bermain dan lingkungan sebagainya.
5. Strategi Penilaian Hasil Belajar
a. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Nasional
Menurut Mulyasa, bahwa: “Penilaian hasil belajar tingkat
nasional dilakukan oleh pemerintah melalui pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dilakukan dalam
bentuk salah satunya dengan ujian nasional. Ujian Nasional dilakukan
12
Nana Syaodih , Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2003),
h.162 - 165
13
secara objektif, berkeadilan dan akuntabel, serta diadakan sekurang
kurangnya satu kali dan sebanyak banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran (SNP).”13
b. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Sekolah
Menurut Mulyasa, bahwa :”Penilaian hasil belajar tingkat
sekolah atau satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian
standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian
hasil belajar tingkat sekolah atau satuan pendidikan identik dengan
Ujian Berbasis Sekolah (UBS) atau School Based Exam (SBE),
yang sering juga disebut EBTA. Pelaksanaan ini dapat dilakukan
pada setiap akhir jenjang sekolah untuk mendapatkan gambaran
secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta
didik dalam satuan waktu tertentu dan keberhasilan sekolah secara
keseluruhan. Hasil UBS atau SBE dapat juga digunakan untuk
sertifikasi, menilai kinerja, dan menentukan hasil belajar yang
dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar.”14
Dalam pelaksanaanya, penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan mencakup pula tes kemampuan dasar dan benchmarking.
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kompetensi dasar
peserta didik, terutama dalam membaca, menulis, dan berhitung yang
diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran
(program remedial). Materi tes kemampuan dasar dikembangkan dan
diperluas cakupannya oleh guru sesuai dengan keperluan sekolah
masing-masing.
c. Penilaian Hasil Belajar Tingkat Kelas
Menurut Mulyasa, bahwa: “Penilaian hasil belajar tingkat kelas
adalah penilaian yang dilakukan oleh guru atau pendidik secara
langsung. Penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu
kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada
diri peserta didik.”15
13
Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan
Kepala Sekolah, h.203 14
Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan
Kepala Sekolah, h.207 15
Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan
Kepala Sekolah, h.208
14
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dilakukan terhadap
program proses, dan hasil belajar. Penilaian program bertujuan untuk
menilai efektifitas program yang dilaksanakan: penilaian proses
bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan partisipasi peserta didik
dalam pembelajaran: sedangkan penilaian hasil bertujuan untuk
mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik.
Seluruh penilaian ini dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan
dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosis kesulitan belajar,
memberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran,
dan menentukan kenaikan kelas bagi setiap peserta didik.
Menurut Mulyasa, bahwa: “Penilaian kelas dilakukan dengan
ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Ulangan harian
dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi dasar
tertentu. Ulangan umum dilaksanakan secara bersama untuk kelas
kelas paralel, dan pada umumnya dilakukan ulangan umum bersama,
dan baik tingkat rayon, Kecamatan, Kota Madya atau Kabupaten
maupun Provinsi. Ujian akhir dilakukan pada akhir program
pendidikan. Bahan bahan yang diujikan meliputi seluruh kompetensi
dasar yang telah diberikan, dengan penekanan pada kompetensi dasar
yang dibahas pada kelas kelas tinggi.”16
Hasil belajar merupakan kesuksesan peserta didik yang
menggunakan indikator kompetensi dasar serta perubahan perilaku
yang dapat terlihat. Pada dasarnya di sekolah terdapat standar
kompetensi tantangan hasil belajar dengan menggunanakan raport. Di
situlah penilaian hasil belajar dari aspek yang ada dalam ranah afektif
dan ranah kognitif. Seharusnya dalam standar kompetensi perlu
ditambahankan adanya observasi dan penelitian langsung untuk
menambah penguatan akan adanya perubahan perilaku yang
didapatkan.
16
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007), h.258-259
15
6. Jenis Alat Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pembelajaran pada umumnya mencakup pre-tes,
penilaian proses dan post-tes. Ketiga hal tersebut dijelaskan berikut ini :
a. Pre-test ( Tes Awal )
Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai
dengan pre tes. Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajagi
proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pre-test
memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran,.
Fungsi pre-test ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena
dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal
yang harus mereka jawab atau kerjakan.
2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan
dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil pre-tes dengan post-tes.
3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta
didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam
proses pembelajaran.
4) Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran
dimulai, tujuan tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan
tujuan tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian
khusus.17
Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan keempat maka hasil
pre-tes harus segera diperiksa, sebelum pelaksanaan proses
pembelajaran inti dilaksanakan (sebelum peserta didik mempelajari
modul). Pemeriksaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat,
jangan sampai mengganggu suasana belajar dan jangan sampai
mengalihkan perhatian peserta didik. Untuk itu, pada waktu memeriksa
pre tes perlu diberikan kegiatan lain, misalnya membaca hand out, atau
17
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007),
h.257
16
buku tes. Dalam hal ini pre tes sebaiknya dilakukan secara tertulis,
meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau perbuatan.
b. Penilaian Proses
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas
pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar pada peserta didik,
termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari
segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri sendiri.
Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil
apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut, “proses
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan
merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta
sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan.”18
c. Post-test ( Tes Akhir )
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post
tes. Sama halnya dengan pre-test, post-test juga memiliki banyak
kegunaan, terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi
post tes antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi dasar yang telah ditentukan, baik secara individu
maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan
membandingkan antara hasil pre-test dan post-test.
18
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007), h.258-259
17
2) Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan yang dapat
dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuan yang
belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi dasar dan
tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar belum
menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali
(remedial teaching).
3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan
remedial dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta
untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul
(kesulitan belajar).
4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap
komponen komponen pembelajaran (modul) dan proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan,
pelaksanaan, maupun penilaian.19
B. Pembelajaran aktif
Dalam proses pembelajaran ada beberapa model pembelajaran, salah
satunya model yang ada yaitu model pembelajaran aktif. Pada pendekatan
belajar siswa aktif sebenarnya sudah sejak lama dikembangkan. Konsep ini di
dasari pada keyakinan bahwa hakekat belajar adalah proses membangun
makna atau pemahaman, oleh si pembelajar, terhadap pengalaman dan
informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan yang dimiliki)
dan perasaaanya. Dengan demikian siswalah yang harus aktif dalam mencari
informasi, pengalaman dan keterampilan dalam rangka membangun sebuah
makna dari hasil proses pembelajaran.
Pembelajaran aktif (active learning) yaitu pembalajaran yang lebih
berpusat kepada siswa dari pada berpusat kepada guru. Belajar aktif adalah
mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat dan keterlibatan
19
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007),
h.260
18
secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar,
melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain.
Pembelajaran aktif adalah suatu istilah yang memayungi beberapa
model pembelajaran yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran
pada si pelajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa active learning
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari
informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya untuk kemudian di
terapkan atau di praktekkan) dengan menyediakan lingkungan belajar yang
membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar.
C. Ice breaking
1. Pengertian Ice breaking
Ice breaking merupakan “permainan atau kegiatan yang berfungsi
untuk mengubah suasana kebekuan dalam kelompok.”20
Ice breaking
adalah “peralihan situasi dari yang membosankan, membuat mengantuk,
menjenuhkan, dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat
mengantuk, serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan
atau melihat orang yang berbicara di depan kelas atau ruangan
pertemuan.”21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Ice breaking dapat
diartikan sebagai pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik siswa. Ice
breaking juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang
dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Hal ini Ice breaking adalah
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi
santai.
2. Macam-macam Ice breaking
20
Sunarto, icebreaker dalam pembelajaran aktif. (Surakarta : cakrawala Media, 2012).
h.2 21
Adi Soenarno, icebraker permainan atraktif-edukatif untuk pelatihan menejemen
(Yogyakarta: Andi Offset,2005). h.1
19
a. Ice breaking jenis Tepuk Tangan
Contoh : Ice breaking jenis tepuk tangan:
Pegang kepala > dibalas dengan tepuk tiga kali
Pegang hidung > dibalas dengan tepuk dua kali
Pegang mata > dibalas dengan tepuk satu kali
Pegang mulut > dibalas dengan tepuk tangan tanpa henti
b. Ice breaking jenis Lagu-Lagu
Contoh : Ice breaking jenis lagu
I live alone away antusiastic fuh....
I live alone away antusiastic fuh....
I live alone away
Away alone i live
I live alone away antusiastic fuh....
c. Ice breaking Audio Visual
perlu kita ketahui terlebih dahulu tentang pengertian” Audio Visual
yaitu media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan
zaman, (kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputimedia
yang dapat dilihat dan di dengar.”22
Contoh : Pemutaran video motivasi 23
3. Teknik penerapan ice breaking dalam pembelajaran
Teknik penggunakan ice breaking ada dua cara :
a. Teknik spontan dalam situasi pembelajaran
Ice breaking digunakan secara spontan dalam proses
pembelajaran biasanya digunakan karena situasi pembelajaran
biasanya digunakan tanpa rencana tetapi lebih banyak digunakan
karena situasi pembelajaran yang ada pada saat itu butuh penyemangat
agar pembelajaran dapat fokus kembali. Ice breaking yang demikian
bisa digunakan kapan saja melihat dituasi dan kondisi yang terjadi
pada saat pembelajaran berlangsung.
22
Rohani, Pengertian media pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipt :1997) h. 97-98 23
M said, 80+ Ice breaker games kumpulan permainan penggugah semangat
,(Yogyakarta :Andi offset,2010)
20
b. Teknik direncanakan dalam situasi pembelajaran
Ice breaking yang baik dan efektif membantu proses
pembelajaran adalah ice breaking yang direncanakan dan dimasukan
dalam rencana pembelajaran. “Ice breaking yang direncanakan dan
dimasukan dalam renacana pembelajaran dapat mengoptimalkan
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.”24
4. Kelebihan dan kelemahan Ice breaking
Dalam model pembelajaran pasti ada yang namanya kekurangan
dan kelebihannya masing-masing, termasuk ice breaking ini.
Kelebihan dari ice breaking:
a. Membuat waktu panjang terasa cepat.
b. Membawa dampak menyenangkan dalam pembelajaran.
c. Dapat digunakan secara sepontan atau terkonsep.
d. Membuat suasana kompak dan menyatu.
Sedangkan kelemahan ice breaking: Penerapan disesuaikan dengan
kondisi ditempat masing-masing.25
D. Hasil Penelitian Yang Relavan
1. Hasil Penelitian Ririn Ayu Wulandari dengan judul “ pengaruh
penggunaan teknik pembelajaran ice breaker terhadap kemampuan
menulis pantun siswa kelas VII SMP Swasta Pahlawan Sukaramai. Tahun
pelajaran 2012-2013. Untuk penelitian tersebut data diambil dari 68
sampel yang berasal dari 128 populasi. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain Two Group
Posttest Desain. Instrumen yang digunakan adalah tes menulis pantun
dalam bentuk tes esai.
Dari perhitungan uji hipotesis diperoleh to = 5,02 yang dikonsultasikan
dengan tabel t pada taraf signifikan 5% dan 1% dengan df = (N1+N2) – 2
24
Sunarto, icebreaker dalam pembelajaran aktif. (Surakata: Cakrawala Media, 2012). h.
107 25
Sunarto, icebreaker dalam pembelajaran aktif. (Surakata: Cakrawala Media, 2012). h.
106
21
= (34 +34) – 2 = 66. Pada tabel t dengan df 66 diperoleh taraf signifikan
5% = 2,00 dan taraf signifikan 1% = 2,65. Artinya to yang diperoleh lebih
besar dari ttabel, yaitu 2,00<5,02>2,65. Dengan demikian, Ha diterima
artinya teknik pembelajaran ice breaker berpengaruh terhadap kemampuan
menulis pantun siswa kelas VII SMP Swasta Pahlawan Sukaramai Tahun
Pembelajaran 2012/2013.26
2. Hasil penelitian Diya Rahmatika dengan judul penelitian Pengaruh
permainan Ice Breaker terhadap motivasi balajar siswa dalam
pembelajaran IPS di SD Islam Al-Amanah Tangerang Selatan. Metode
yang digunakan adalah Quasi Eksperimen dengan penelitian One group
Pretest- posttest design. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
permainan ice breaker berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran IPS. Rata-rata motivasi belajar siswa dalam pembelajran IPS
sebelum diberi perlakuan sebesar 38,2 sedangkan rata-rata motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran IPS sesudah diberi perlakuan sebesar 46,89.
Berdasarkan thitung >ttabel (8.5>2.05), sehingga rata-rata motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran IPS sesudah diberi perlakuan lebih tinggi dari
rata-rata motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS sebelum diberi
perlakuan.27
3. Hasil penelitian Indriatil mahasiswa FKIP Universitas pendidikan RIAU
Husni dalam judul “Penerapan ice breaker untuk meningkatkan hasil
belajar kognitif siswa dalam pembelajaran fisika kelas X SMA
Babussalam Pekanbaru.” Dengan hasil penelitian: Penelitian ini dilakukan
dengan rancangan penelitian Intact Group Comparison Design. Populasi
adalah seluruh siswa kelas X SMA Babussalam Pekanbaru dengan sampel
penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Babussalam Pekanbaru
dengan sampel penelitian ini adalah siswa kelas X ini adalah siswa kelas
26
Ririn Ayu Wulandari, Pengaruh penggunaan teknik pembelajaran ice breaker terhadap
kemampuan menulis pantun siswa kelas VII SMP Swasta pahlawan sukaramai tahun pelajaran
2012-2013,(Jurnal unimed:2012) 27
Diya Rahmatika, pengaruh permainan ice breaker terhadap motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran IPS di SD Islam Al-Amanah Tangerang Selatan, (Jakarta: UIN Syarihidayatulloh
jakarta, 2012).
22
X2 sebagai kelas eksperimen dan siswa X1 sebagai kelas kontrol. Hasil
analisis data deskriptif, untuk kelas yang menerapkan k kelas yang
menerapkan ice breaker diperoleh daya serap rata – rata 72,22 % dengan
kategori baik dan efektivitas rata 72,22 % pembelajaran berkategori
efektif. Ketuntasan belajar siswa 58,33 % dan ketuntasan tujuan
pembelajaran 61,54 % dengan kategori tidak tuntas. Sedangkan dari
analisis inferensial melalui uji t diperoleh inferensial diperoleh thitung =
2,516 ttabel = 2,030.. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis t thitung < t< t<
tabel atau (2,516 < atau < 2,030), sehingga terdapat 2,030), sehingga
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa setelah
pembelajaran menggunakan ice breaker dibandingkan hasil belajar fisika
siswa secara konvensional pada taraf kepercayaan 95 %.28
4. Hasil penelitian Dian Arshinta. Dengan judul “strategi Penerapan Ice
breaking sebagai kreativitas guru dalam mengatasi kebosanan siswa dalam
pembelajaran bahasa China di SMAN 1 Karanganyar.” Dari hasil
penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa dalam proses belajar bahasa China
siswa – siswi SMAN 1 Karanganyar pernah dilanda rasa bosan. cara untuk
mengatasi atau bahkan menghindari hal tersebut dibutuhkan kreatifitas
guru dan sarana yang mendukung dalam proses belajar. Salah satu yang
bisa dilakukan oleh guru adalah dengan memberikan ice breaking dalam
proses belajar bahasa China. Dengan demikian hasil penelitian dapat
ditarik kesimpulan bahwa penerapan strategi ice breaking mampu
mengatasi kebosanan siswa dalam proses pembelajaran bahasa China di
SMAN 1 Karanganyar.29
5. Hasil penelitian Kisma Fawzea (Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) dengan judul: pengaruh
permainan ice breaker terhadap self disclosure pada remaja Pondok
28
Indriatil, Penerapan ice breaker untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dalam
pembelajaran fisika kelas X SMA Babussalam pekanbaru, (Pekanbaru: Universitas Pendidikan
Riau, 2012) 29
Dian Arshinta, strategi penerapan icebreaking sebagai kreativitas guru dalam mengatasi
kebosanan siswa dalam pembelajaran bahasa china di SMAN 1 Karanganyar,(Surakarta:
Universitas sebelas maret, 2010)
23
Pesantren Daarul Rahman Jakarta Selatan, diperoleh kesimpulan bahwa:
pada kelompok eksperimen, ada kenaikan jumlah skor mean pada post-
testnya, hanya selisish 13.2 angka, sedangkan kelompok kontrol malah
mengalami penurunan nilai skor mean dari 117.5000 menjadi 111.5000
pada post-testnya. Karena kedua kelompok memiliki taraf signifikasi
dibawah 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian di atas
bahwa penerapan ice breaking dapat meningkatan hasil belajar atau
terhadap penelitiannya.30
E. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang mengarahkan
seseorang menjadi lebih baik. Dalam belajar, peran guru sangatlah penting
untuk mencapai hasil belajar yang baik, seperti: 1). Guru Sebagai Pendidik,
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para
peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri
dan disiplin. 2). Guru Sebagai Pengajar, guru adalah pengajar, dimana dari
mulai menyusun, mengaplikasikan, dan diakhiri dengan mengevaluasi. 3).
Guru sebagai pembimbing, Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral
dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. 4). Guru Sebagai Pelatih, Proses
pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik
intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai
pelatih. 5). Guru Sebagai Penasehat, Guru adalah seorang penasehat bagi
peserta didik juga bagi orang.
Di dalam pembelajaran, ada beberapa model untuk menunjang
pencapaian belajar, seperti pembelajaran aktif dan pembelajaran efektif.
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran dimana para siswa secara individu
didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya
30
Kisma Fauzea, pengaruh permainan ice breaker terhadap self disclosure pada remaja pondok
pesantrean Daarul rahman Jakarta Selatan, (Jakarta: UIN Jakrta, 2008)
24
sendiri dari informasi yang mereka peroleh. Sedangkan pembelajaran efektif
adalah pembelajaran yang mampu memberikan konstribusi optimal terhadap
pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan. Ada beberapa model
pembelajaran aktif, seperti, snowball, role playing, mind mapping,dan ice
breaking, peneliti memfokuskan pada model pembelajaran aktif untuk ice
breaking.
Ice breaking adalah peralihan situasi dari yang membosankan,
membuat mengantuk, menjenuhkan, dan tegang menjadi rileks, bersemangat,
tidak membuat mengantuk, serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk
mendengarkan atau melihat orang yang berbicara didepan kelas atau ruangan
pertemuan. Sedangkan jenis-jenis ice breaking diantaranya: tepuk tangan,
lagu, dan audio visual.
Untuk ice breaking audio visual, dipilih bentuk video. Dimana vidio
ini menceritakan tentang bagaimana sekelompok orang yang mempunyai
kekurangan, bisa di pandng keberadaannya oleh masyarakat luas. Dari
penerapan model pembelajaran ini, maka diperoleh suatu hasil belajar. Hasil
belajar merupakan seluruh kecakapan yang dicapai melalui proses belajar di
sekolah yang dinyatakan dengan nilai atau angka berdasarkan tes hasil belajar.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah “untuk mengetahui sejauh mana
pembelajaran (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh
mana tujuan atau kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat
dicapai.” 31
Menurut Gagne, ada lima jenis tipe hasil belajar yakni: Belajar
Kognitif, Informal Verbal, mengatur kegiatan intelektual, Belajar Sikap, dan
Belajar Ketrampilan Motorik. Ada beberapa strategi untuk melihat hasil
belajar yaitu Tingkat Nasional, Tingkat Sekolah, dan Tingkat Kelas. Untuk
penilaian melalui tingkat kelas, Menurut Mulyasa, bahwa: “Penilaian kelas
dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir”.32
31
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudi Milama, Evaluasi pembelajaran IPA
Berbasis kompetensi, (Ciputat : UIN Jakarta Press, 2006 ), h.4 32
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana, 2010), h.36
25
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir
PROSES BELAJAR
MODEL PEMBELAJARAN
PERAN GURU
PENDIDIK PEMBIMBING PENASEHAT
PENGAJAR PELATIH
ROLE PLAYING MIND MAPPING ICE BREAKING SNOW BALL
TEPUK TANGAN AUDIO VISUAL LAGU
HASIL BELAJAR
PEMBELAJARAN
EFEKTIF
PEMBELAJARAN AKTIF
HASIL PENELITIAN
INDRIATIL, MATA
PELAJARAN FISIKA.
RANCANGAN
PENELITIAN IGCD
NASIONAL SEKOLAH KELAS
PENELITIAN : “ PENGARUH PENERAPAN ICE BREAKING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN
SOSIOLOGI DI SMA DARUSSALAM CIPUTAT.”
26
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
Ho: Tidak dapat pengaruh antara penerapan ice breaking terhadap hasil belajar
dalam pembelajaran sosiologi.
Ha: Terdapat pengaruh antara penerapan ice breaking terhadap hasil belajar
dalam pembelajaran sosiologi.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2013-
2014, antara bulan November sampai Desember 2013, kemudian Tempat
Penelitiannya adalah Sekolah SMA Darussalam Ciputat.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian sering disebut sebagai metodologi penelitian. Yaitu
“cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data, yang
dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan
prosedur yang terpercaya, dan kemudian dikembangkan secara sistematis
sebagai suatu rencana untuk menghasilkan data tentang masalah penelitian
tertentu.”1
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi
Experimen (eksperimen semu) dimana dalam rancangan ini melibatkan 2
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengukuran
dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan, pengaruh dari perlakuan diukur
dari perbedaan antara pengukur awal dan pengukur akhir. 2
Dalam metode ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol
diberi perlakuan tanpa menggunakan penerapan ice breaking sedangkan
kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan ice breaking.
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Pre-tesT Treatmen PostesT
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
1 IbnuHajar.Dasar-dasarMetodologiPenelitianKwantitatifDalamPendidikan (Jakarta: PT.
Raja GrafindoPersada, 1999), cet ke-2, h. 10 2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D, Cet. Ke-3
(Bandung: Alfabeta, Maret 2007), h.112.
28
Keterangan:
O1 = Pre-test diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebelum diberikan perlakuan.
O2 = Post-test diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sesudah diberikan perlakuan
X1 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen berupa pembelajaran sosiologi
dengan penerapan ice breaking.
X2 = Perlakuan terhadap kelas kontrol berupa pembelajaran sosiologi tanpa
menggunakan penerapan ice breaking.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah ” keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri
dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala nilai tes atau peristiwa sebagai
sumber data yang mewakili karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.”3
Populasi penelitian ini menggunakan seluruh siswa SMA Darussalam
Ciputat, Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Sampel
Sampel adalah” bagian dari populasi, menurut Suharsimi Arikuto,
sample adalah sebagian atau wakil dari populasi yang terpilih.”4 Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah “teknik purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan atas pertimbangan
peneliti.”5 berdasarkan nilai terendah rata-rata kelas. sampel dalam
penelitian ini adalah kelas X1 Sebanyak 20 siswa sebagai kelas
eksperimen dengan menggunakan ice breaking dan kelas X2 sebanyak 20
siswa sebagai kelas kontrol tanpa menggunakan ice breaking.
3 M. Suban, dkk., statistik pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.24
4 Arikunto Suharsimi, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek (Jakarta:
PT.RinekCipta,1993), h.104 5 Nana Sudjana Dan Ibrohim, penelitian dan penilaian pendidkan, (Bandung: sinar baru:
1988) h. 96
29
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan sebelum penelitian
Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan beberapa
persiapan awal, yaitu:
a. Mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Kegurua (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Karakteristik populasi yang akan diteliti.
c. Sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling.
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sosiologi
dengan penerapan ice breaking pada materi interaksi sosial.
e. Menyusun kisi-kisi soal untuk instrument penelitian.
f. Menyusun instrument penelitian berdasarkan kisi-kisi soal yang telah
dibuat.
g. Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing mengenai RPP dan
instrumen yang telah dibuat.
h. Setelah RPP dan Instrumen penelitian telah disusun, langkah
selanjutnya adalah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah untuk
uji coba di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
i. Setelah melakukan uji coba, mengolah data dengan hasil uji coba
dengan mencari validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran butir soal,
dan reabilitas instrument.
j. Menentukan butir soal yang layak untuk dijadikan instrument
penelitian.
2. Tahap pelaksanan penelitian
a. Langkah awal tahap pelaksanan penelitian adalah menentukan dua
kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
selanjutnya diadakan tes awal (pre-test) kepada kedua kelompok
penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis data uji coba
instrument penelitian.
b. Setelah tes awal (pre-test) dilaksanakan pada kedua kelompok
penelitian, kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan untuk
30
kelompok eksperimen diberikan perlakuan menggunakan penerapan
ice breaking dan kelompok kontrol dengan tidak menggunakan ice
breaking.
c. Setelah dari perlakukan diadakan tes akhir (post-test) untuk kedua
kelompok penelitian menggunakan soal-soal yang sama ketika
dilakukan tes awal (pre-test).
3. Tahap akhir penelitian
Setelah tahap pelaksanaan kegiatan berhasil dilakukan, tahap
selanjutnya adalah mengolah hasil penelitian dengan melakukan beberapa
kegiatan, yaitu:
a. Melakukan analisis data hasil tes awal (pre-test) kedua kelompok
penelitian dengan menggunakan uji statistik.
b. Menganalisis data hasil tes akhir (post-test) kedua kelompok penelitian
dengan menggunakan uji statistik
c. Setelah itu dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan hasil uji
statistik yang telah dilakukan sebelumnya. Penarikan kesimpulan
merupakan langkah paling akhir dalam prosedur penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengamatan dan pencatatan sistematis tentang fenomena fenomena
yang diselidiki.6 Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi yaitu
mengadakan pengamatan secara langsung ke SMA Darussalam Ciputat
untuk mengetahui mengenai pelaksanakan pendidikan sosiologi dlam
mencapai hasil belajar yang maksimal.
2. Wawancara terhadap guru
Ialah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari yang diwawancarai. Wawancara dilakukan
pada guru pelajaran Sosiologi dengan mengajukan pertanyaan mengenai
6 Suharsimi Arikunto, Manajement penelitian, (Jakarta: Rieneka cipta,, 2007), h. 298
31
sistem pembelajaran yang diberikan dan metode pembelajaran yang
diterapkan dalam mencapai hasil belajar yang maksimal.
3. Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data. Dalam pengumpulan data terdapat beberapa tahapan,
diantaranya:
a. Persiapan
1) Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) Mata pelajaran Sosiologi SMA Darussalam Ciputat Kelas X.
2) Menentukan materi pembelajaran yang dapat diintegrasikan
dengan ice breaking.
b. Pelaksanaan
1) Memberikan pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
2) Memberikan perlakuan berupa pembelajaran Sosiologi
menggunakan Ice breaking pada materi interaksi sosial untuk
kelompok eksperimen dan pembelajaran tanpa menggunakan ice
breaking pada kelompok kontrol.
3) Pemberian post-test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
c. Tahap pengolahan data
Mengolah data hasil belajar siswa yang telah dilakukan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat pengumpul data. Penelitian yang
dapat menunjang sejumlah data yang diasumsikan dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menguji hipotesis penelitian.
Alat ukur tes sebelum diberikan kepada siswa perlu diketahui terlebih
dahulu apakah tes tersebut baik dan sudah siap diberikan kepada siswa untuk
diambil datanya. Pada penelitian ini sebelum digunakan soal (tes) tersebut
diuji cobakan, guna mengetahui apakah soal-soal tersebut memenuhi standar
persyaratan validitas dan reliabilitas. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes tertulis.
32
Tes berperan untuk menjaring konsep awal dan konsep akhir siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran yang dilakukan. Kisi-kisi untuk soal dibuat
berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) disesuaikan dengan
materi yang diajarkan pada aspek interaksi sosial pada semester 1 tahun
pelajaran 2012-2013, Penjabaran konsep untuk menjadi butir-butir soal
memperhatikan kompetensi dasar, materi dan indikatornya.
Tabel 3.2
kisi-kisi instrument interaksi sosial
No. Kompetensi Dasar Indikator No Butir soal
1. Mendeskripsikan proses
interaksi sosial sebagai
dasar pengembangan
pola ketaraturan sosial.
Materi : Interaksi Sosial
1. Mendefinisikan
interaksi social
1, 5, 8, 10, 14, 16, 19, 21,
25,28, 31, 33, 36
2. Menjelaskan
faktor yang
mendorong
terjadinya
interaksi sosial
3, 4, 9, 11, 13, 18, 23, 26,
29, 30, 32, 34, 37, 40
3. Menjelaskan
hubungan antara
interaksi sosial dan
ketaraturan sosial.
2, 6, 7, 12, 15, 17, 20, 22,
24, 27, 35, 38, 39.
G. Teknik Pengolahan Data
1. Validitas
Menurut Sumarna Surapranata Validitas (kesahihan) adalah “suatu
konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang
seharusnya di ukur.”7 Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam
suatu alat evaluasi. “Suatu teknik evalusi dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi jika teknik evaluasi atau tes dapat mengukur apa yang
sebenarnya akan diukur.”8 Rumus yang digunakan untuk menguji validitas
tes objek adalah rumus korelasi product moment. Rumus ini digunakan
7Sumarna Surapranata, Analisis, validitas, reliabilitas, dan interpretasi hasil tes,
(Bandun: PT Remaja Rosyda Karya, 2006), cet. Ke-III, h.50 8 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2004), h.137-138
33
karena skor tiap item sama yaitu item benar diberi skor satu dan item salah
diberi skor nol.9
Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut :
=
2222
yynxxn
yxxyn
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y
n = Jumlah siswa
∑x = skor tiap butir soal
∑y = skor total
∑xy = jumlah hasil kali skor x dan y yang berpasangan
∑x2
= jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran x
∑y2
= jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y
Untuk menguji signifikan tidaknya koefisien korelasi validitas
digunakan distribusi kurva normal dengan menggunakan uji skor-t
t hitung =
keterangan:
t hitung = nilai hitung koefisien validitas
rxy = koefisien korelasi tiap butir soal
N = jumlah siswa uji coba
Kemudian hasil diatas dibandingkan dengan t dari tabel pada
signifikan 5 % (ɑ = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n-2) kaidah
keputusannya jika t hitung > t tabel berarti valid. Sebaliknya jika t hitung < t tabel
berarti tidak valid. Jika instrument itu valid, maka dapat dilihat kriteria
penafsiran mengenai indeks korelasi (r) sebagai berikut:
9 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan, Jakarta: PT.Rineka Cipta,
2002 Cet.Ke-12 hal.144.
34
Tabel 3.3
Kriteria Indeks Korelasi
Rentang Keterangan
0.8 < r < 1.00
0.60< r < 0.80
0.40 < r < 0.60
0.20 < r < 0.40
0.00 < r < 0.20
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan salah satu bentuk khusus dari korelasi yang
menggambarkan keajegan alat ukur (tes).10
Suatu instrument (tes) dapat
dipercaya untuk digunakan sebagi alat pengumpul data, jika tes tersebut
telah diuji kreabilitasannya. “Instrument penelitian dapat dikatakan
mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat
mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.”11
Untuk mengukur reliabilitas soal rumus yang digunakan adalah Kuder
Richardson-20 (KR-20):
r11 =
keterangan:
r 11 = koefisien reliabilitas instrument
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyakanya item
s = standar deviasi dari tes
untuk mengetahui keberartian koefisien reliabilitas dilakukan uji-t
dengan rumus:
10
A. Zainal dan Nasution, penelitian hasil belajar , (Jakarta: Departemen pendidikan
Nasional: 2001) h. 187 11
Sukardi, Metodelogi penelitian pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara: 2009) h. 127
35
t hitung =
keterangan:
t hitung = nilai hitung koefisien validitas
rxy = koefisien korelasi tiap butir soal
N = jumlah siswa uji coba.
Kemudian hasil diatas dibandingkan dengan t dari tabel
pada signifikan 5 % (ɑ = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n-2)
kaidah keputusannya jika t hitung > t tabel maka instrument dikatakan baik
dan dapat dipercaya. jika instrument itu reliabilitas, makan dilihat
kriteria penafsiran indeks reliabilitasnya sebagai berikut:
Tabel 3.4
Kriteria Reliabilitas
Rentang Keterangan
0.80 < r 11 < 1.00
0.60< r 11 < 0.80
0.40 < r 11 < 0.60
0.20 < r 11 < 0.40
0.00 < r 11 < 0.20
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
3. Taraf Kesukaran
Anas Sudijono mengatakan, “butir-butir item hasil belajar dapat
dinyatakan baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan
tidak pula terlalu mudah.”12
Taraf kesukaran dihitung dengan
menggunakan rumus:
P =
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab benar
N = Jumlah seluruh siswa peserta tes
12
Anas Sudijono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo: 1994)
h.370
36
Kriteria yang digunakan adalah semakin kecil indeks yang
diperoleh, maka soal tersebut tergolong sukar. Sebaliknya semakin besar
indeks yang diperoleh, maka soal tergolong mudah. Adapun Kriteria
indeks taraf kesukaran soal tersebut adalah:
Tabel 3.5.
Indeks kesukaran
Indeks Keterangan
0,00 – 0,30
0,31 – 0,70
0,71 - 1,00
Soal kategori Sukar
Soal kategori Sedang
Soal kategori Mudah
4. Daya Pembeda
Pengujian daya pembeda soal digunakan untuk mengetahui
kemampuan soal dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa
yang kurang pandai. Indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian
kelompok menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan
kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan kelompok bawah
yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah. Rumus yang
digunakan:
D = -
Keterangan:
D = Daya pembeda soal
JA= Banyaknya peserta kelompok atas
JB= Banyaknya peserta kelompok bawah
BA= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
37
Tabel 3.6
Klasifikasi daya pembeda
Rentang Keterangan
0,00 – 0,20
0,21 – 0,40
0,41 – 0,71
0,71 – 1,00
Buruk
Cukup
Baik
Baik Sekali
H. Teknik Analisis Data Hasil Belajar
Analisis Data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Dalam teknik analisis
data dilakukan beberapa pengujian dengan urutan sebagai berikut:
1. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan” untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan
yaitu uji liliefors.”13
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
a. Urutkan data sampel dari yang terkecil hingga terbesar
b. Menentukan nilai Z dari tiap-tiap data dengan rumus
Z =
c. Menentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z berdasarkan
tabel Z dan sebut dengan F (Z) = 0,5± Z
d. Menghitung frekuensi kumulatif dari masing-masing nilai Z dan
disebut dengan S (Z)
e. Tentukan nilai Lo dengan rumus Lo = F (Z) – S(Z)
f. Ambil nilai terbesar dari selisih tersebut sehingga diperoleh nilai Lo
g. Memberikan interpretasi Lo dengan membandingkan dengan Lt (nilai
yang diambil dari tabel harga kritis uji liliefors) dengan aturan:
13
Sudjana, Metode Statistik, Cet. Ke-3 (Bandung: Tarsito, Mei 2005), hal.466.
38
1) Hipotesis
Ho = sampel berdistribusi normal
HI = sampel berdistribusi tidak norml
2) Jika L o< L t maka sampel berdistribusi normal
Jika L o > L t maka sampel berdistribusi tidak normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel
tersebut homogeny (sama) atau tidak. “Pengujian homogenitas dalam
penelitian ini adalah pengujian mengenai sama tidaknya variasi-variasi
dari dua buah distribusi.”14
Uji homogenitas dilakukan setelah data
persyaratan normalitas terpenuhi, yakni data dinyatakan berdistribusi
normal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fishe.
rumus: F = =
Keterangan:
S12 x = nilai standar deviasi pre-test yang nilainya paling besar
S22 x = nilai standar deviasi post-test yang nilainya paling besar
Tentukan Kriteria pengujian:
a. Jika Fhitung< Ftabel, maka Ho diterima, kedua kelompok berasal dari
populasi yang homogen.
b. Jika Fhitung< Ftabel, maka Hi diterima, kedua kelompok dapat dikatakan
berasal dari populasi yang tidak homogen.
Untuk taraf signifikan (ɑ ) = 0,05 dan derajak kebebasan
pembilang dk=nb-1 serta penyebut dk = nk-1, dengan nb merupakan
ukuran sampel yang variansya besar dan nk merupakan ukuran sampel
yang variansnya kecil.
3. Uji Hipotesis
Menganalisis data pre-test dan post-tes secara statistik untuk
mengetahui apakah kenaikan hasil belajar sosiologi tersebut signifikan
14
Ruseffendi, Statistik Dasar: untuk penelitian pendidikan Cet.1 (Bandung: IKIP
Bandung Press, Mei 1998) h. 294.
39
atau tidak. Dalam hal ini digunakan uji-t karena data tersebut berdistribusi
normal dengan taraf signifikasi ɑ = 0,05 untuk itu menguji kebenaran
hipotesis dalam penelitian menggunakan rumus sebagai berikut:
t hitung = dengan dsg = √
keterangan:
x1 = nilai rata-rata kelompok eksperimen
x2 = nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol
v1 = standar deviasi nilai posttest kelas eksperimen yang dikuadratkan
v2 = standar deviasi nilai posttest kelas kontrol yang dikuadratkan.
Adapun kriteria ttabel jika:
t hitung < ttabel maka Ho diterima dan Ho ditolak
t hitung > ttabel maka Ho diterima dan Ho diterima
4. Uji normal Gain
Gain adalah “selisih antara posttest dan pretest, gain menunjukkan
peningkatan pemahaman atau pengusaha konsep siswa setelah
pembelajaran dilakukan guru.” 15
Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bisa
penelitian, karena pada nilai pretest kedua kelompok penelitian sudah
berbeda, digunakan uji normalitas gain.
Rumus normal Gain menurut Meltzer, yaitu:
Ngain =
15
Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Tindakan Sains, (Jakarta: Jurusan
Pendidikan IPA,FITK,UIN Syarif Hidayatullah, 2006). Hal.70.
40
Tabel 3.7
Kategorisasi Perolehan nilai Gain
Rentang nilai Keterangan
1 > 0,70
0,70 ≥ 0,30
0 < 0.30
G-Tinggi
G-Sedang
G-Rendah
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan normal gain atara dua
kelompok dilakukan uji-t sebagai berikut:
t hitung = dengan dsg = √
kemudian hasil t-hitung diatas dibandingkan dengan nilai t tabel
pada signifikasi 5 % (ɑ = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = (n1-1)+(n2-
2). Jika ttabel < t hitung maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan norml gain antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Jika t hitung ≤ t tabel atau t tabel ≤ t hitung, maka dapat disimpulkan terdapat
perbedaan normal gain antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
I. Hipotesis Statistik
Hipotesis Statistik yang digunakan adalah:
Ha : penerapan ice breaking berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
belajar siswa pada pembelajaran sosiologi pada materi interaksi sosial.
Ho : Penerapan ice breaking tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi pada materi interaksi
sosial.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Hasil penelitian di SMA Darussalam Ciputat dengan penerapan Ice
breaking membuktikan bahwa ice breaking dapat menambah gairah siswa
untuk lebih fokus terhadap pelajaran karena mereka sendiri pada nantinya
akan memvisualisasikan apa yang telah dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian siswa lebih memperhatikan penjelasan secara
mendalam agar dapat berperan yang mungkin akan dimainkannya. Siswa
dapat belajar sambil bermain agar mereka tidak merasa tertekan memahami
konsep yang abstrak sehingga siswa mempelajari pelajaran dengan antusias
dan penuh semangat, karena mereka menyadari akan pentingnya suatu
pelajaran yang dipelajari dengan mudah, cepat dan menyenangkan.
Tahap pertama penerapan ice breaking pada materi Interaksi sosial
pada kelas kontrol di XI dan Kelas Eksperimen di X2. Perlakuan di dua kelas
ini berbeda. Di kelas kontrol di awali dengan apersepsi, setelah itu dilanjut
dengan pemberian materi tentang interaksi sosial, selanjutnya diadakan
evaluasi dan kesimpulan. Sedangkan di kelas eksperimen, pembelajaran di
awali dengan penerapan ice breaking untuk perkenalan lingkungan kelas,
setelah itu diadakan apersepsi yang bersangkutan dengan materi, selajutnya
penjelasan materi interaksi sosial, lalu diberlakukan kembali penerapan ice
breaking. Setelah itu barulah diadakan evaluasi dan penutupan yang di konsep
dengan ice breaking.
Penggunaan model pembelajaran ice breaking ini mempunyai
kelebihan dalam hal penguasaan suatu konsep, karena dengan teknik ini siswa
lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran. Karena mereka belajar sambil
bermain, maka mudah memahami, menghayati masalah-masalah yang
diangkat. Siswa juga tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran
dan kritik.
42
B. Hasil Pengolahan instrument
Sebelum data sampai ke kelas eksperimen dan kontrol, terlebih dahulu
peneliti menguji validitas data tersebut di kelas XI1 data yang di dapatkan
seperti:
Tabel 4.1
Instrument
Variabel Butir Soal Bobot Benar Bobot Salah
20 40 1 0
Jumlah siswa di kelas XI1 ada 20 siswa, peneliti menyebar instrument
dengan banyaknya soal 40 butir. Bobot untuk kebenaran jawaban 1, dan bobot
untuk kesalahan jawaban 0.
1. Reliabilitas intrument
Setelah data di dapat, langkah selanjutnya mencari:
Tabel 4.2
Realibilitas Instrument
Rata-rata Simpangan Baku Korelasi XY Realibilitas Tes
20,8 4,47 0,31 0,48
Perolehan rata-rata nya 20,8, simpangan baku 4,47, korelasi yang
didapatkan 0,31, dan realibilitas tes 0,48. Kemudiaan hasil realibilitas di
atas dilihat penafsiran indeks realibilitas pada tingkat rentangnya 0.40 < r
11 < 0.60 instrument dikatakan sedang, jadi dikatakan berealibilitas baik.
2. Taraf kesukaran
Butir-butir item hasil belajar dapat dinyatakan baik apabila butir-
butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
Dari 40 butir soal yang ada, hanya point 29 yang tingkat
kesukarannya sukar, selain point tersebut, semuanya ada pada taraf
sedang.
43
C. Data Hasil Belajar Sosiologi Siswa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penerapan ice breaking terhadap hasil belajar siswa kelas XI dan X2
di SMA Darussalam Ciputat pada pembelajaran sosiologi diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Hasil pretest kelas Eksperimen dan Kelas Kontol
Berdasarkan hasil pretest, nilai terendah pada kelas eksperimen 20
dan nilai tertingginya 60, sedangkan pada kelas kontrol nilai terendahnya
15 dan nilai tertingginya 60.
Tabel 4.3
Hasil Pretest
No Eksperimen Kontrol
Pre-Test (X) Post-Test (X)
1 20 60
2 40 45
3 50 35
4 20 25
5 40 50
6 55 45
7 60 25
8 50 25
9 25 50
10 40 50
11 50 20
12 60 15
13 20 60
14 45 40
15 55 40
16 60 50
44
17 50 20
18 55 40
19 55 60
20 25 35
Jumlah 875 790
Hasil pretest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
dilihat dalam bentuk diagram batang sebagai berikut :
Grafik 4.1
Hasil Pretest kelas Eksperimen dan kontrol
Dari diagaram batang di atas, hasil pretest untuk kelas eksperimen
yaitu sebanyak 5 siswa mendapat sekor terendah pada interval 15-23. Skor
terbanyak berada pada interval 42-50 yaitu berjumlah 5 siswa dan skor
tertingi pada interval 60-68 sebanyak 3 siswa. Sedangkan untuk kelas
kontrol sebanyak 3 siswa mendapat skor terendah pada interval 15-23.
Sebanyak 6 siswa mendapat skor terbanyak pada interval 42-50 dan
sebanyak 3 siswa mendapat skor tertinggi pada interval 60-68.
Ukuran pemusatan dan penyebaran data hasil pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol berupa rata-rata (mean), nilai tengah
(median), skor terbanyak yang diperoleh siswa (modus), dan simpangan
Deviasi, dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini.
45
Grafik 4.2
Mean, Median, Modus, Simpangan Deviasi
Berdasarkan diagram di atas, ukuran pemusatanan penyebaraan
data hasil pretest untuk kelas eksperimen memperoleh nilai maksimum
60 dan nilai minimum 20. Mean sebesar 43,75, median sebesar 32,3,
modus sebesar 40, dan SD sebesar 75. sedangkan hasil pretest untuk kelas
kontrol memperoleh nilai maksimum 60, nilai minimum 15. Mean sebesar
70, median sebesar 31 modus sebesar 40 dengan simpangan deviasi
sebesar 2,1.
2. Hasil posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
Hasil posttest untuk kelas eksperimen nilai terendahnya 50 dan
nilain tertingginya 90, sedangkan di kelas kontrol nilai tertingginya 70
dan nilai terendahnya 45. dapat dilihat dalam bentuk tabel dan diagram
batang berikut ini:
46
Tabel 4.4
Posttest
No Eksperimen Kontrol
Post-Test (X) Post-Test (Y)
1 60 67
2 70 60
3 80 55
4 80 70
5 60 70
6 70 55
7 75 55
8 75 70
9 90 50
10 65 65
11 60 70
12 75 65
13 55 50
14 75 60
15 90 60
16 65 65
17 55 50
18 90 60
19 60 45
20 50 62
Jumlah 1400 1204
Grafik 4.3
Post-test kelas ekperimen dan Kontrol
47
Dari diagaram batang di atas, hasil post-test untuk kelas
eksperimen yaitu sebanyak 1 siswa mendapat skor terendah pada interval
45-50. Skor terbanyak berada pada interval 75-80 yaitu berjumlah 6 siswa
dan sekor tertinggi berada pada interval 86-91 sebanyak 3 siswa.
Sedangkan untuk kelas kontrol sebanyak 4 siswa mendapat skor terendah
pada interval 45-50 Sebanyak 5 siswa mendapat skor terbanyak pada
interval 63-68 dan sebanyak 4 siswa mendapat skor tertinggi pada interval
69-74.
Dari hasil post-test terdapat kenaikan nilai siswa dibandingkan
dengan pre-test. Dimana nilai pre-test pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen masih terdapat nilai siswa yang rendah dengan batasan nilai
yang terendah 15 dan nilai tertinggi 68. Sedangkan nilai post-test pada
kelas kontrol dan eksperimen mengalami peningkatan dimana nilai siswa
yang rendah 45 dan nilai tertinggi 91. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh Icebreaking di dalam pembelajaran.
Ukuran pemusatan dan penyebaran data hasil pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol berupa rata-rata (mean), nilai tengah
(median), skor terbanyak yang diperoleh siswa (modus), dan simpangan
baku, dapat dilihat pada diagram batang dibawah ini:
Grafik 4.4
Mean, Median, Modus, Simpangan Deviasi
Berdasarkan diagram diatas, ukuran pemusatanan penyebaraan
data hasil posttest untuk kelas eksperimen memperoleh nilai maksimum
90 dan nilai minimum 70. Mean sebesar 70, median sebesar 60, modus
48
sebesar 81,5 dan SD sebesar 1,996, sedangkan hasil posttest untuk kelas
kontrol memperoleh nilai maksimum 70, nilai minimum 45. Mean sebesar
60,2, median sebesar 47,5 modus sebesar 58,85 dengan simpangan baku
sebesar 1,798.
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi ukuran pemusatan dan
penyebaran data hasil pre-testdan post-tes kelas eksperimen dan kontrol.
Tabel 4.5
Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran
Data Hasil pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol
DATA Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Nilai Tertinggi 60 90 60 70
Nilai Terendah 20 50 15 45
Mean 43,75 70 70 60,2
Median 32,3 60 31 47,5
Modus 40 81,5 40 58,85
Simpangan
Deviasi
75 1,996 2,1 1,798
49
Hasil perbandingan nilai antara pretest dan postest dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pre-Test (X) Post-Test (Y) Pre-test (X) Post-Test (Y)
1 20 60 60 67
2 40 70 45 60
3 50 80 35 55
4 20 80 25 70
5 40 60 50 70
6 55 70 45 55
7 60 75 25 55
8 50 75 25 70
9 25 90 50 50
10 40 65 50 65
11 50 60 20 70
12 60 75 15 65
13 20 55 60 50
14 45 75 40 60
15 55 90 40 60
16 60 65 50 65
17 50 55 20 50
18 55 90 40 60
19 55 60 60 45
20 25 50 35 62
875 1400 790 1204
50
4.1 Diagram
Hasil pretest dan postest kelas eksperimen dan kontrol
D. Uji Prasyarat Analisis Data Hasil Belajar
1. Uji Normalitas
Pengujian uji normalitas dilakukan terhadap dua buah data yaitu
data posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam
penelitian ini, uji normalitas di dapat dengan menggunakan uji Lilliefors.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berdistribusi normal bila
memenuhi kriteria Lhitung < Ltabel dengan taraf signifikansi α = 0,05. untuk
lebih jelas, hasil uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dapat dilihat pada tabel:
Tabel 4.7
Uji Normalitas
Deskripsi
Lo Lt
Eksperimen Kontrol
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
ɑ = 0,05 0,30 0,43 0,004 0,017 1,725
Kesimpulan Normal Normal Normal Normal
51
Karena Lo pada kedua hasil pengujian diatas lebih kecil dari L tabel,
maka dapat disimpulkan bahwa data kelompok kontrol dan eksperimen
berjalan normal.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas kedua kelompok dilakukan dengan uji fisher.Dari
hasil perhitungan ternyata menunjukkan bahwa kedua kelompok
mempunyai kemampuan awal yang sama dan bersifat homogeni. Hal ini
dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.8
Uji Homogenitas
Deskrpsi Fhitung Ft
Pre-test Post-test
ɑ = 0,05 1,276 1,233 1,725
Kesimpulan Homogen Homogen
Dari hasil pengujian untuk hasil belajar pre-test kelas eksperimen
dan kelas kontrol dperoleh harga F hitung = 1,276 dari tabel harga distribusi
F dengan Taraf signifikan ɑ = 0,05 maka di dapat harga Ftabel= 1,725
karena harga Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa data populasi
bersifat homogeny. Sedangkan pada hasil belajar post-test diperoleh Fhitung
= 1,233 dengan taraf signifikasi yang sama dan harga Ftabel yang sama pula
yaitu 1,725 maka dapat disimpulkan bahwa data populasi bersifat
homogen.
3. Uji Hipotesis
Dari hasil pengujian persyaratan analisis yang meliputi uji
homogenitas dan uji normalitas diketahui kedua kelompok berada pada
distribusi normal dan homogen, sehingga dapat diuji hipotesis penelitian
dengan menggunakan uji-t berikut tabel hasil uji-t:
Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima
Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak
52
a. Hasil pengujian hipotesis Uji-t nilai pretest
Dapat diketahui bahwa sampel penelitian berasal dari populasi
yang berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya data hasil pre-test
dapat di analisis dengan menggunakan Uji-t.
Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji-t, maka didapat
hasil sebagai berikut:
thitung = 0,172
ttabel = 0,325
Karena thitung < ttabel maka hipotesis nol (Ho) diterima. Dengan
demikian disimpulkan tidak adanya pengaruh penerapan ice breaking
terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
Tabel 4.9
Uji hipotesis Uji t Nilai pretest
Kelompok N T hitung T tabel Kesimpulan
Eksperimen 20 0,172 0,325 Ha ditolak dan Ho
diterima Kontrol 20
b. Hasil Pengujian hipotesis Uji t Nilai Post-Test
Dapat diketahui bahwa sampel penelitian berasal dari populasi
yang berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya data hasil Post-
test dapat di analisis dengan menggunakan Uji-t.
Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji-t, maka didapat
hasil sebagai berikut:
thitung = 4,29
ttabel =0,325
Karena thitung > ttabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan ice
breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
53
Tabel 4.10
Uji Hipotesis Uji-t Nilai Post-test
Kelompok N T
hitung
T tabel Kesimpulan
Eksperimen 20 4,29 0,325 Ha diterima dan Ho
ditolak Kontrol 20
Hasil perhitungan perbedaan rata-rata kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol diperoleh harga t-hitung sebesar 4,29 dan harga t-
tabel sebesar 0,325. karena t-hitung > t-tabel makan Ha diterima dan Ho
ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan ice
breaking pada pembelajaran Sosiologi terhadap hasil belajar siswa
pada materi Interaksi sosial.
4. Uji Normal Gain
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan alat pengukur data
berupa tes objektif pilihan ganda. Untuk mengetahui hasil penelitian yang
dilakukan, maka perlu diadakan perbandingan hasil pre-test dengan pos-
test dari kedua kelompok. Serta membandingkan normal gain dari kedua
kelompok tersebut. Dari hasil perhitungan untuk normal gain, diperoleh
data sebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji Normal Gain
Keterangan Kelompok
eksperimen
Kelompok kontrol
Jumlah sampel 20 20
Rata-rata N-gain 0,44 0,29
Kesimpulan Pemahaman tinggi Pemahaman sedang
Pemahaman atau penguasaan konsep materi Interaksi Sosial siswa
diperoleh dari nilai normal gain. Adapun nilai rata-rata normal gain dari
pemahaman konsep materi Interaksi Sosial kelompok ekseperimen
54
sebesar 0,44 dan kelompok kontrol sebesar 0,29. Dari nilai tersebut dapat
dikatakan bahwa rata-rata normal gain pada kelompok eksperimen lebih
besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kategori peningkatan
pemahaman konsep Sosiologi siswa pada kelompok eksperimen secara
umum termasuk kategori tinggi (0,44), sedangkan pada kelompok kontrol
peningkatan pemahaman konsep Sosiologi siswa termasuk kategori sedang
(0,29).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara normal gain kelompok eksperimen dengan normal
gain kelompok kontrol.
E. Pembahasan
Sebelum mencapai tahap persiapan dalam penelitian, peneliti
melakukan wawancara dan observasi terlebih dahulu.
Dalam pembahasan peneliti mencantumkan dari tahap persiapan
sebelum penelitian, pelaksanaan penelitian, pengujian dari penelitian, dan
yang terakhir kesimpulan dari penelitian.
1. Tahap persiapan sebelum penelitian
Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan beberapa
persiapan awal, yaitu:
a. Mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Kegurua (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Populasi penelitian ini terdiri dari seluruh siswa SMA Darussalam
Ciputat tahun ajaran 2012-2013.
c. Sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yang
hasilnya terpilih kelas X1 sebagai kelas eksperimen dan X2 sebagai
kelas kontrol.
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sosiologi
dengan penerapan ice breaking pada materi interaksi sosial.
e. Menyusun kisi-kisi soal untuk instrument penelitian.
55
f. Menyusun instrument penelitian berdasarkan kisi-kisi soal yang telah
dibuat.
g. Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing mengenai RPP dan
instrumen yang telah dibuat.
h. Setelah RPP dan Instrumen penelitian telah disusun, langkah
selanjutnya adalah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah untuk
uji coba di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol, yakni kelas XI1.
i. Setelah melakukan uji coba, mengolah data dengan hasil uji coba
dengan mencari validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran butir soal,
dan reabilitas instrument.
Jumlah siswa di kelas XI1 ada 20 siswa, peneliti menyebar
instrument dengan banyaknya soal 40 butir. Bobot untuk kebenaran
jawaban 1, dan bobot untuk kesalahan jawaban 0.
Reliabilitas intrument, perolehan rata-rata nya 20,8, simpangan
baku 4,47, korelasi yang di dapatkan 0,31, dan reliabilitas tes 0,48.
Kemudiaan hasil reliabilitas di atas dilihat penafsiran indeks
reliabilitas pada tingkat rentangnya 0.40 < r 11 < 0.60 instrument
dikatakan sedang, jadi dikatakan bereliabilitas baik.
Taraf kesukaran, butir-butir item hasil belajar dapat dinyatakan
baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula
terlalu mudah. Dari 40 butir soal yang ada, hanya point 29 yang tingkat
kesukarannya sukar, selain point tersebut, semuanya ada pada taraf
sedang.
j. Menentukan butir soal yang layak untuk dijadikan instrument
penelitian. Dimana nomer yang dijadikan instrument adalah: 1, 3, 4,
13, 14, 15, 16, 18, 20, 22, 25, 31, 34, 35, 37.
2. Tahap pelaksanan penelitian
a. Langkah awal tahap pelaksanan penelitian adalah menentukan dua
kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen di kelas X1 dan
kelompok kontrol X2, selanjutnya diadakan tes awal (pretest) kepada
56
kedua kelompok penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis data
uji coba instrument penelitian.
b. Setelah tes awal (pretest) dilaksanakan pada kedua kelompok
penelitian, kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan untuk
kelompok eksperimen diberikan perlakuan menggunakan penerapan
ice breaking dan kelompok kontrol dengan tidak menggunakan ice
breaking.
c. Setelah dari perlakukan diadakan tes akhir (postest) untuk kedua
kelompok penelitian menggunakan soal-soal yang sama ketika
dilakukan tes awal (pretest).
3. Pengujian penelitian dan kesimpulan
Dalam hasil wawancara, menurut penjelasan dari bapak Ardila,
S.Pd mengatakan bahwa “di dalam pembelajaran guru masih
menggunakan metode yang monoton yang menjadikan anak cepat bosan.
Model pembelajaran icebreaking sendiri belum dipergunakan di kelas.”1
Guru juga masih belum bisa menunjang penggunaan komputer. Siswa
dikelaspun hanya menggunakan buku LKS sebagai pedoman. Dalam
pembelajaran, masih ada siswa yang belum mencapai KKM, menurut
pengamatan guru, itu disebabkan karna siswa sering tidak masuk dan
disaat pembelajaran siswa mengobrol tidak konsentrasi dalam
pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata pre-test yang diperoleh
kelas eksperimen 43,75 dan kelas kontrol 39,5 Hal tersebut menunjukkan
pemahaman siswa akan konsep interaksi sosial masih sangat minim namun
masih bisa difahami karena konsep interaki sosial tersebut belum diajarkan
oleh guru dan pre-test yang dilakukan hanya mengandalkan ingatan dan
pemahaman siswa secara umum berdasarkan sedikit pengetahuan yang
diperolehnya. Baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol perolehan nilai
rata-rata pre-testnya tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh, melainkan
hanya sebesar 4,25. Untuk itu, tingkat kognitif atau pemahaman siswa
1 Ardila, Guru bidang study Sosiologi SMA Darussalam Ciputat.
57
dianggap sama dan tepat untuk dijadikan sampel penelitian. Untuk nilai
rata-rata pos-test, kelas eksperimen memperoleh rata-rata 70 rata-rata
kelas kontrol 60,2. Setelah dikurang dengan nilai pre-test masing-masing
kelas diperoleh selisih nilai atau disebut peningkatan nilai rata-rata sebesar
20,7 Untuk kelas eksperimen dan 26,25 Untuk kelas kontrol. Hal tersebut
menunjukan adanya pengaruh dari pembelajaran Sosiologi terhadap
penerapan Ice breaking.
Dari uji hipotesis Uji t pretest memperoleh thitung = 0,172 dan
ttabel = 0,325, dimana thitung < ttabel maka hipotesis nol (Ho) diterima.
Dengan demikian disimpulkan tidak adanya pengaruh penerapan ice
breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
Sedangkan Uji hipotesis uji t Post-test memperoleh thitung = 4,29 dan
ttabel=0,325, dimana thitung > ttabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan ice
breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
Peningkatan hasil belajar Sosiologi siswa yang di uji dengan uji
gain diperoleh nilai rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,44
Yang termasuk pada kategori pemahaman tinggi, artinya siswa di kelas
eksperimen yang diberikan perlakuan pembelajaran Sosiologi dengan
penerapan Ice breaking cukup memahami materi yang di tampilkan oleh
guru melalui proses pembelajaran tersebut. Pengertian icebreaking adalah
“permainan atau kegiatan yang berfungsi untuk mengubah suasana
kebekuan dalam kelompok.”2
Sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata N-gain
sebesar 0,29 yang termasuk pada kategori pemahaman sedang, artinya
siswa di kelas kontrol yang diberikan perlakuan pembelajaran Sosiologi
dengan tidak diterapkannya ice breaking belum cukup memahami materi
yang diajarkan oleh guru, hal tersebut dimungkinkan karena proses
pembelajaran Sosiologi dengan tidak diterapkannya Ice breaking
2 Sunarto, Icebreaker dalam pembelajaran aktif. (Surakarta: Cakrawala Media, 2012)
58
cenderung monoton, kurang menarik, dan mendorong siswa pasif dalam
proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran Sosiologi dengan penerapan Ice
breaking siswa ditekankan mampu belajar kreatif, aktif,dinamis, dan
eksploratif. Hal yang senada juga diungkapkan dalam buku karya Atwi
Suparman, bahwa “dengan bermain diharapkan siswa mampu memahami
dan menghayati berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Sehingga dapat membentuk sikap dan nilai sebagai tujuan tambahannya.“
Hubungan antara siswa pun lebih akrab dan terjalin komunikasi
yang pada dalam proses ice breaking. Dimana setiap siswa saling mengisi
kekurangan dari siswa yang lain. Sehingga timbul rasa kebersamaan dan
kekeluargaan untuk saling mendukung dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian hasil penelitian yang penulis teliti di SMA
Darussalam ciputat dengan menggunakan model pembelajaran Ice
breaking membuat siswa menjadi pembelajar yang memandang pelajaran
sebagai kebutuhan bukan sekedar tuntutan senada dengan penelitian dan
pendapat para peneliti yang sebutkan di atas.
Siswa mempelajari materi Sosiologi khususnya konsep Interaksi
Sosial dengan bentuk pembelajaran yang baru yang menyenangkan lebih
baik. Terbukti siswa yang belajar Sosiologi dengan penerapan ice breaking
lebih aktif dalam proses belajar.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan penerapan ice
breaking sangat ditentukan oleh partisipasi siswa. Hal tersebut sangat
bergantung pada peran guru dalam memotivasi siswa untuk ikut
berpartisipasi dalam melakukan proses pembelajaran. Jika proses ini gagal
maka keseluruhan dalam proses pembelajaran akan gagal dilakukan.
Jadi dapat disimpulkan penerapan ice breaking dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan penerapan ice breaking dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi di SMA
Darussalam ciputat. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai thitung > ttabel
yaitu 4,29 > 0,325 dengan taraf signifikan 0,05. Selain itu dilihat dari
perhitungan posttest kelas eksperimen yang menerapkan ice breaking (rata-
rata 70) menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol
(rata-rata 60,2). Bukti ini juga diperkuat dengan adanya peningkatan jumlah
siswa yang memperoleh nilai KKM setelah penerapan ice breaking . dimana
sebelum penerapan ice breaking , jumlah siswa yang tidak mencapai KKM
sebesar 50% dari sampel. Sedangkan setelah menggunakan penerapan ice
breaking, siswa yang tidak mencapai KKM hanya 20%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Dunia Pendidikan
Penelitian ini diharapkan menumbuhkan kreativitas dan
profesionalisme dan menumbuh-kembangkan budaya social di lingkungan
sekolah untuk proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/
pembelajaran secara berkelanjutan.
2. Bagi Guru
Diharapakan bagi semua guru harap tidak monoton penggunaan
model dalam pembelajaran, perlu wawasan yang terbaru untuk mengatasi
atau menyiasati kejenuhan di kelas, sehingga siswa semangat dan gembira
dalam belajar.
59
3. Bagi siswa
Bagi siswa sendiri, diperlukan tuangan ide dari murid-murid untuk
lebih mengembangkan atau menciptakan ice breaking dalam
pembelajaran, baik pembelajaran intern maupun ekstern.
4. Bagi peneliti
Selesainya penelitian bukan berarti selesainya kreativitas peneliti,
anggaplah penelitian dan hasil penelitian yang di dapat merupakan awal
mula seorang guru memulai kreativitasnya.
5. Bagi peneliti lain
Penelitian yang peneliti lakukan masih kurang sempurna, bagi
peneliti lain alangkah baiknya mengembangkan kreatifitasnya tiada henti
dan menarik untuk di teliti.
60
DAFTAR PUSTAKA
A. Zainal dan Nasution, penelitian hasil belajar, Departemen pendidikan
Nasional, 2001.
Hajar, Ibnu, Dasar-dasar Metodolodi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Herlanti, Yanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Tindakan Sains, Jakarta:
jurusan pendidikan IPA,FITK,UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Kompas, senin, 8 juli 2013.
M said, 80+ ice breaker games-kumpulan permainan penggugah semangat,
Yogyakarta: Andi offset, 2010.
M. Suban, dkk., Statistik pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah, Jakarta : Bumi Aksara, 2009 .
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Neni Iska, Zikri, psikologi pengantar pemahaman diri dan lingkungan. Jakarta:
Kizi Brother, 2006.
Purwanto Ngalim, psikologi pendidikan, Bandung : PT. Rosda Karya, 2007.
Purwanto, Ngalim , Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2004.
Ruseffendi, Statistik Dasar: untuk penelitian pendidikan Cet.1 ,Bandung: IKIP
Bandung Press, Mei 1998.
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : kencana 2010.
Sanjaya, Wina, penelitian tindakan kelas, Jakarta : Kencana 2010.
Sanjaya, Wina, Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan,
Jakarta: Kencana, 2006.
Sudjana, Nana Dan Ibrohim, penelitian dan penilaian pendidkan, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2010.
61
Surapranata, Sumarna, Analisis, validitas, reliabilitas, dan interpretasi hasil tes,
Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D, Cet.
Ke-3 Bandung: Alfabeta, Maret 2007.
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta : Bumi aksara,
2009 .
Sunarto, Icebreaker dalam pembelajaran aktif. Surakarta : Cakrawala Media,
2012.
Sukardi, Metodelogi penelitian pendidikan¸ Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Sudijono, Anas, pengantar evaluasi pendidikan, Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2005.
Sudjana, Metode Statistik, Cet. Ke-3 , Bandung: Tarsito, Mei 2005.
Suparman, Atwi , “Model-Model Pembelajaran Interaktif ”, Jakarta: STIA-LAN
Press, 1997.
Soenarno, Adi, Ice breaker permainan atraktif-edukatif untuk pelatihan
manajement, Yogyakarta: Andi offset,2005.
Sofyan, Ahmad, Tonih Feronika, dan Burhanudi Milama, Evaluasi Pembelajaran
IPA Berbasis Kompetensi, Ciputat : UIN Jakarta Press, 2006 .
Suharsimi, Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta:
PT.Rineka Cipta,1993.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2005.
Syaodih , Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Rosdakarya,
2003.
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012.
W.s winkel, psikologi pengajaran, Bandung :PT. Rosda Karya, 2007.
Lampiran 1
Profil SMA Darussalam Ciputat
1. Sejarah Berdirinya SMA Darussalam Ciputat
SMA Darussalam Didirikan pada tahun 2000 dengan SK pendirian
sekolah Nomor: 125/102/07/1987.
SMA Darussalam melalui wadah Yayasan pendidikan Islam (YPI)
Darussalam sebagai payung organisasi tertinggi mempunyai satu lembaga
pendidikan lagi yaitu SMP Darussalam dengan lokasi yang berdekatan. Dengan
demikian SMA Darussalam dikelola oleh sebuah yayasan, dengan didirikannya
SMA Darussalam sebagai wujud turut serta dalam pembangunan generasi muda
dan kepedulian dalam meningkatkan mutu pendidikan baik dalam bidang IPTEK
maupun IMTAQ, serta membekali siswa dengan ketrampilan melalui penyaluran
minat dan pengembangan bakat, sebagai bekal bagi masa depan siswa. Untuk itu,
sejalan dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), YPI
Darussalam telah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk
penyelenggaraan pendidikan yang senantiasa membina prestasi siswa dan sarat
dengan aktivitas.
Sekolah Menengah Atas (SMA) Darussalam Ciputat yang pada saat ini
berstatus “TERAKREDITASI A” beralamat di Jl. Otista raya Rt. 01/010 No.36
Desa Ciputat, Kota Tangerang, Provinsi Banten yang terletak sekitar 4KM dari
pusat pemerintahan kota Tangerang Selatan.
Dari periode 2003 sampai sekarang dipimpin oleh Marul Wa’id, S.Ag
dengan jumlah tenaga pengajar 17 dan staff tata usaha 3 orang dengan jumlah
siswa sekitar 350 orang.
2. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
a. Visi Sekolah: Visi SMA Darussalam adalah: cerdas, Inovatif, Nalar,
taqwa, Aktif.
b. Misi Sekolah:
1. Membentuk siswa yang cerdas, kreatif dan mandiri.
2. Mengembangkan daya nalar siswa dan melatih sikap percaya diri.
3. Membentuk siswa yang beriman dan berbudi pekerti.
4. Menumbuh kembangkan minat dan bakat siswa baik di dalam maupun
di luar sekolah.
5. Menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Tujuan sekolah.
c. Tujuan SMA Darussalam adalah mewujudkan siswa beriman,
berakhlak, cerdas, terampil dan berprestasi.
3. Sarana dan Fasilitas
Dalam proses penunjang kelancaran pendidikan SMA Darussalam juga
sangat memperhatikan sarana dan fasilitas, hal tersebut sudah dipersiapkannya
antara lain:
a. Ruang Guru
b. Ruang TU
c. Ruang Belajar lantai tiga
d. Laboratorium Bahasa (Full AC)
e. Laboratorium Komputer (Full AC)
f. Sarana Olah raga (Hall Mini)
g. Perpustakaan
h. Sarana (masjid)
4. Data Guru
NO. Nama Jabatan
1. Drs.H.M. Salman Faris, S.E Ketua YPO Darussalam
2. Marul Waid, S.Ag. Kepala SMA Darussalam
3. Mulyadi, S. Pd. Guru Biologi
4. Muslihudin, S. Pd. Guru Sejarah
5. Ubaidillah, S. S. Guru Agama
6. Sophan Sopian S, S. Kom Guru TIK
7. Priyanto Guru Kesenian
8. Islah Cahyadi, S. H. Guru PPKN
9. M. Yahya, S. Pd. Guru Al Quran
10. Drs. Ardila Guru Sosiologi
11. Nur Asma, S. E., M. M. Guru Ekonomi
12. Masroatul Fallah. S.Si Guru Fisika
13. Azye Murni, S. S. Guru Bahasa Indonesia
14. Tita Nurhidayah, S. Pd. Guru Matematika
15. Yati Rohayati, S. Pd Guru Ekonomi
16. Dra. Hj. Sri Kasih Tata Usaha
17. Hendra Wijaya Tata Usaha
18. Iqbal Sutiawandi Tata Usaha
19. Ade Irawan, S. Pd. Guru Bahasa Indonesia
20. Nur Suqiah KH, S. Pd. Guru Bahasa Arab
5. Kegiatan Ekstrakulikuler:
Volley Ball Seni (marawis)
Bulu Tangkis Basket ball
Tenis Meja Komputer
Karate Sepak bola
Paskibraka
Kursus Bahasa Inggris
Qiro’at Al-quran
DATA WAWANCARA
SMA DARUSSALAM CIPUTAT
Saya : Asaalamualaikum pak
Bapak Ardila : Waalaikum salam
Saya : Saya Alaena saroya, mahasiswi sosiologi UIN Syarifhidayatulloh jakarta,
berniat ingin melakukan penelitian di sekolah ini pak, guna untuk SKRIPSI
saya. Sebelumnya, boleh saya berbincang dengan bapak soal sekolah,
pengajaran, dan murid disini pak?
Bapak Ardila : apa yang bisa saya bantu?
Saya : benarkah bapak guru sosiologi disini? Untuk kelas berapa yah pak?
Bapak ardila : iya benar, kebetulan saya memegang semua kelas, dari kelas X hingga XII.
Saya : ada berapa untuk kelas IPS disini pak?
Bapak Ardila : kelas X ada 4 kelas, kelas XII ada 4 kelas dan kelas XII ada 3 kelas.
Saya : untuk pembelajaran sendiri, bapak memakai buku referensi yang mana yah
pak untuk mengajar?
Pak Ardila : saya memakai buku yang dari cetakan Erlangga dan buku LKS.
Saya : untuk siwanya sendiri memakai buku yang mana pak?
Pak Ardila : siswa hanya memakai buku LKS saja
Saya : untuk metode dalam pembelajaran, bapak seringnya memakai metode apa?
Pak Ardila : saya suka yang mudah aja, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, itu saja.
Saya : bapak mengenal tidak dengan Icebreaking?
Pak Ardila : itu apa ya? Saya baru dengar.
Saya : itu salah satu jenis model pembelajaran pak. Jadi icebreaking itu sendiri
merupakan permainan atau gerakan yang berfungsi untuk mencairkan suasana
dalam kelas, sehingga kelas itu menjadi kondusif. Apakah bapak pernah
menerapkannya dikelas?
Pak Ardila : berhubung saya baru tahu, jadi saya belum menerapkannya dikelas.
Saya : untuk masalah yang dihadapi dalam kelas sendiri apa yah pak?
Pak Ardila : kalau dikelas, peralatannya kurang memadai, ruang kelasnya kurang
kondusif, kadang ada anak yang suka mengobrol, bolak balik wc terus,
mengantuk, tidak konsentrasi, siswa hanya memakai buku LKS sebagai
pedomannya, ada juga siswa yang harus lebih pelan mengajarinya agar faham.
Saya : apa yang bapak perbuat jika sudah mengetahui siswa begitu pak?
Pak Ardila : saya mah, hanya bikin peratuan saja, apabila selama pembelajaran anak anak
bikin kesalahan, akan ada hukuman sendiri dalam bentuk, nilai meeke nanti
dikurangi.
Saya : dalam pembelajaran, apakah semua siswa sudah memenuhi KKM pak?
Pak Ardila : pasti masih ada yang belum memenuhi KKM.
Saya : siswa seperti itu kira kira kendalanya apa pak?
Pak Ardila : kalau saya lihat, karna anak itu sering tidak masuk, dan kebanyakan
mengobrol kalau pembelajaran berlangsung, mungkin itu pengaruhnya.
Saya : kalau dalam peraturan disekolah sendiri bagaimana pak?
Pak Ardila : kalau di sekolah, masuk jam 07.00. jika lebih dari jam 07.00 maka anak akan
berurusan dengan guru piket, yang nantinya akan diberikan hukuman. Istirahat
pertama jam 09.00, jam kedua 12.00. pulang jam 02.00. sebelum masuk
kesekolah, baju harus dimasukkan, sepatu hitam, tidak membawa barang
barang yang membahyakan.
Saya : kalau untuk guru sendiri bagaimana pak?
Pak Ardila : ya kurang lebih sama begitu.
Saya : untuk fasilitas sekolah disini apakah menurut bapak sudah lengkap?
Pak Ardila : ya disini umayan lengkap. ada ruang kepala sekolah, ruang TU,ruang guru,
ruang kelas siswa, sarana olah raga, laboratorium bahasa, laboratorium
komputer, perpustakaan, masjid.
Saya : apakah ada kekurangan yang masih bapak butuhkan dalam pembelajaran?
Pak Ardila : kalau di inginkan yang lebih bagus sih ada, seperti ruangan kelas yang aman
dan kondusif, peralatan media pembelajaran yang memadai, buku penunjang
belajar siswa yang lebih memadai. Itu saja.
Saya : apakah bapak sendiri bisa mengoperasikan laptop? Misalnya untuk
pembelajaran bapak bisa membuat slide?
Pak Ardila : kalau saya bisa, saya bakal gunakan metode metode dengan menggunakan
laptop, cuman saya tidak bisa.
Saya : memang di sekolah sendiri tidak ada pelatihan untuk guru dalam mempelajari
komputer?
Pak Ardila : belum ada, kalau ada saya mungkin udah bisa.
Saya : baik pa, cukup sampai sini wawancara saya. Terimakasih atas bantuan dan
waktunya bapak. Nanti saya mohon arahan dari bapak untuk melakukan
penelitian disekolah ini.
Pak ardila : iya, tidak apa apa, InsyaAlloh bapak bantu semampu bapak.
Saya : baik pak, saya pamit pulang dulu, terimakasih pak, Assalamualaikum.
Pak Ardila : Waalaikum salam.
Pengamatan dikelas kontrol
1. Kelas berantakan tidak rapi
2. Cahaya yang masuk kekelas kurang
3. Siswa ada yang terlambat
4. Suasana kelas yang kurang kondusif
5. Siswa mengobrol sendiri
6. Tidak adanya absen kelas
7. Spidol tidak tersedia dikelas
8. Masih ada anak yang tidak membawa pulpen
9. Ada siswa yang masih meminjam peralatan tipex ke temennya
10. Siswa dengan no 10 mencontek dengan no 11
11. Siswa ada yang keluar 2x ke kamar mandi
12. Siswa ada makan
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumet penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan konsep dan sub konsep berdasarkan kurikulum satuan pendidikan untuk
tingkat SMA
2. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian berdasarkan indikator pembelajaran Sosiologi.
3. Membuat soal-soal instrumen sesuai dengan kisi-kisi instrument.
4. Instrumen yang telah di buat oleh peneliti kemudian dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing skripsi.
5. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian.
6. Analisis validitas dan reliabilitas.
Hal yang senada juga diungkapkan dalam buku karya Atwi Suparman, bahwa
“dengan bermain diharapkan siswa mampu memahami dan menghayati berbagai masalah
yang dihadapi dalam kehidupan nyata. Sehingga dapat membentuk sikap dan nilai sebagai
tujuan tambahannya.“1
Hubungan antara siswa pun lebih akrab dan terjalin komunikasi yang pada dalam
proses ice breaking. Dimana setiap siswa saling mengisi kekurangan dari siswa yang lain.
Sehingga timbul rasa kebersamaan dan kekeluargaan untuk saling mendukung dalam
proses pembelajaran.
Dengan demikian hasil penelitian yang penulis teliti di SMA Darussalam ciputat
dengan menggunakan model pembelajaran Ice breaking membuat siswa menjadi
pembelajar yang memandang pelajaran sebagai kebutuhan bukan sekedar tuntutan senada
dengan penelitian dan pendapat para peneliti yang sebutkan di atas.
1 Atwi Suparman, “Model-Model Pembelajaran Interaktif ”, (Jakarta: STIA-LAN Press, 1997), h.92