pengaruh pendidikan dan pengalaman petani...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI
TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI
DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
T E S I S
Oleh
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK 077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI
TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK
077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
Judul Tesis : PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN
PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS
TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI
KABUPATEN TAPANULI UTARA
Nama Mahasiswa : Erwin Hasudungan Hutauruk
Nomor Pokok : 077003037
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D)
Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)
Tanggal Lulus : Juli 2009
Telah diuji pada
Tanggal 21 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA
3. Prof. Dr. Badaruddin
4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ABSTRAK ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “Pengaruh
Pendidikan dan Pengalaman Petani terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman
Kopi dan Kontribusinya terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten
Tapanuli Utara”, di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA.
Pengetahuan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman yang dihasilkan.
Namun masalahnya adalah apakah pendidikan atau pengalaman petani kopi menentukan produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap
pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi dan mengetahui kontribusi
produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli
Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang.
Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non
formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja,
semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.
Kata Kunci : Produktivitas, pendidikan, pengalaman petani dan pengembangan wilayah.
ABSTRACT
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “The Effect of
Education and Experience of Farmers on Productivity of Coffee Plants and The
Contribution on Regional Development of North Tapanuli District”, under supervision of Mr. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Mrs. Dr. Ir. Tavi Supriana,
MS and Mr. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA. The knowledge of farmer is highly affected by the education and experience
they hold. The higher educational level and experience of the farmers, the greater
productivity will be. However the problem is, whether education and experience can improve the productivity of coffee plants and what is the contribution to regional
development of North Tapanuli district. To take it as background, thus the objective of this research would be to know the effect of education and experience on productivity of coffee plants, and it‘s contribution on regional development of North
Tapanuli District through the coffee farming. The population of the research was coffee growers found in district of North Tapanuli. The determination of sample was
made by technical of proportional random sampling taking three sub districts: sub district of Siborongborong, Sipahutar and Pangaribuan, total sample 95 peoples. The technical of data collection was accomplished by distributing the questionnaires and
interview. The result of research indicated, that factors of education (formal and non
formal) and experience have positive and significant effect on productivity of coffee plants. However the factor of formal education has positive, but insignificantly, effect on productivity of coffee plants in North Tapanuli District. The contribution of coffee
farming on regional development of North Tapanuli District could be seen by income, accommodation of labors (workers), the improved agricultural shops and the
collecting traders and the operation of coffee grain mill in sub district of Siborongborong.
Key words : Productivity, education, the experience of farmers and regional
development
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-
Nyalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap
Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”, dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti
proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima
kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).
4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing
dalam penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA, selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan
tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam, SE, Prof. Dr. Badaruddin, dan Kasyful
Mahalli, SE, M.Si, yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan
masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.
8. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun
kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan
PWD USU Medan.
9. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan
melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tesis ini berdasarkan
DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan
2009.
10. Khusus kepada istriku ’Meri’ dan putraku ’Kiel’ yang telah memberikan
perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan tesis ini.
Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini
dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi
koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.
Medan, Juni 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Erwin Hasudungan Hutauruk dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Oktober
1978. Anak kedua dari Eliakim Hutauruk dan Luse Situmeang. Menyelesaikan
pendidikan : SD Negeri 064012 Medan tahun 1991, SMP Negeri 6 Medan tahun
1994, SMA Negeri 9 Medan tahun 1997. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2002.
Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bagian Pengendalian Program Sekretariat Daerah
Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 7 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
2.1. Pengembangan Wilayah ................................................................. 9 2.2. Pendidikan ...................................................................................... 16
2.2.1. Pendidikan Formal .............................................................. 20 2.2.2. Pendidikan Non Formal ...................................................... 21
2.3. Pengalaman .................................................................................... 22 2.4. Komoditi Kopi ............................................................................... 24 2.5. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 26
2.6. Kerangka Berpikir .......................................................................... 31 2.7. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 33
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 33 3.2. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 34 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 35 3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 36 3.6. Defenisi Operasional ...................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 39 4.1.1. Letak Geografis ................................................................... 39
4.1.2. Topografi ............................................................................. 39 4.1.3. Iklim .................................................................................... 40
4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ................................ 40 4.1.5. Penduduk ............................................................................. 42
4.2. Gambaran Umum Responden ....................................................... 42
4.3. Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara 48 4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi ....................................................... 48 4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi ......................... 50
4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi .. 52
4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi ......................................................... 54
4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara .......................................... 60
4.5.1. Pendapatan Petani Kopi ....................................................... 61 4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja .................................................... 62 4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian ................................ 65
4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong ................ 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 69
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 69 5.2. Saran .............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen) .................................................. 2
2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen) ..................... 3 3. Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman
Tahun 2005 - 2006 (Ha) ...................................................................... 3
4. Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton) .................................................................... 4
5. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004 .............................................................................. 5
6. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada
Tahun 2006 ......................................................................................... 6
7. Lokasi Penelitian ................................................................................. 33 8. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 35
9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut
Kecamatan 2004 .................................................................................. 41 10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan Tahun 2006 ........................................................ 42
11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur ............................... 43 12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ................................... 44
13. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan.............................. 45
14. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ........................... 46 15. Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi ........................ 47
16. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi .................... 48
17. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktivitas Tanaman Kopi .............................................................. 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Teknologi......................................................... 12
2. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian ............................................................................ 75
2. Identitas Responden ............................................................................ 80
3. Rekapitulasi Produktivitas Tanaman Kopi Responden (Ton/Ha/Tahun) ................................................................ 83
4. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman
terhadap Produktivitas Tanaman Kopi ................................................ 86
5. Data Input Penelitian ........................................................................... 89
6. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara .......... 92
7. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU Medan ............ 93
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian dan perdesaan merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan.
Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di
Indonesia. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam
artian luas yaitu penghasil produk primer yang terbarukan, termasuk di dalamnya
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan
kehutanan.
Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam
perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah (1) menyediakan kebutuhan
bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, (2)
menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk
yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang
diperlukan bagi pembangunan sektor lain, (5) sumber perolehan devisa, (6)
mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan (7) menyumbang
pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup.
Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran
tinggi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah pertanian di Propinsi Sumatera
Utara. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto sampai dengan tahun 2006 masih tetap dominan,
yakni mencapai lebih dari 55 persen dari total PDRB yang dihasilkan Kabupaten
Tapanuli Utara. Struktur ekonomi menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku
tahun 2000 - 2006 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Us aha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun
2000 - 2006 (Persen)
No. Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Pertanian 57.50 57.11 56.94 56.46 56.19 56.08 55.16
2 Pertambangan
dan Penggalian 0.08 0.08 0.08 0.09 0.11 0.11 0.12
3 Industri 2.27 2.24 2.08 1.90 1.87 1.95 1.86
4 Listrik, Gas & Air
Bersih 0.75 0.78 0.85 0.86 0.86 0.88 0.86
5 Bangunan 5.85 5.93 5.79 5.86 5.70 5.66 6.00
6 Perdagangan, Hotel &
Restoran 13.22 13.12 13.13 13.72 13.83 13.80 13.76
7 Pengangkutan dan
Komunikasi 3.64 3.81 4.12 4.09 4.21 4.36 4.27
8 Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan 4.24 4.20 4.45 4.49 4.73 4.63 4.47
9 Jasa-jasa 12.45 12.73 12.56 12.53 12.50 12.52 13.52
PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004 dan Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi
tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, baik ditinjau dari aspek
penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia
lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduknya.
Bila dilihat dari distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas
dasar harga berlaku maka sub sektor perkebunan adalah penyumbang terbesar kedua
terhadap sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan, yakni sebesar
19,10 persen pada tahun 2004. Distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB
atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2004 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen)
No. Sektor 2000 2001 2002 2003 2004
I.
II.
Pertanian
1. Tanaman Bahan Makanan
2. Tanaman Perkebunan
3. Peternakan 4. Kehutanan
5. Perikanan
Bukan Pertanian
57,50
32,82
18,91
4,23 0,80
0,74
42,50
57,11
32,93
18,51
4,08 0,81
0,77
42,89
56,94
32,08
19,12
4,10 0,91
0,73
43,06
56,46
32,11
18,71
3,95 1,02
0,66
43,54
56,19
31,59
19,10
3,75 1,09
0,65
43,81
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki beberapa komoditi perkebunan rakyat
seperti tanaman kopi, kemenyan, karet, kulit manis, cengkeh, kelapa, coklat, jahe,
kemiri, aren, pinang, vanili, nilam, andaliman dan lain - lain. Namun komoditi yang
banyak dibudidayakan masyarakat adalah tanaman kopi. Hal ini dapat dilihat dari
luas tanaman kopi lebih besar dari luas tanam komoditi perkebunan lainnya, yakni
sebesar 14.806,75 Ha pada tahun 2006, kecuali tanaman kemenyan, tumbuh liar
dalam jumlah yang besar di hutan. Luas tanaman perkebunan rakyat menurut jenis
tanaman tahun 2005 - 2006 (Ha) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ha)
No. Jenis Tanaman 2005 2006
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14. 15.
16.
17.
Karet
Kemenyan
Kopi
Cengkeh Kelapa
Tebu
Kulit Manis
Kemiri
Tembakau Kelapa Sawit
Coklat
Jahe
Aren
Pinang Vanili
Nilam
Andaliman
8.031,25
16.282,50
14.693,25
242,00 349,00
172,00
680,50
451,50
10,35 69,00
2.458,30
90,25
371,60
184,75 2,50
53,00
21,00
8.082,50
16.282,50
14.806,75
189,00 349,85
171,50
484,81
454,50
10,35 69,00
2.599,00
30,08
371,60
184,75 1,50
53,00
21,00
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Begitu juga halnya dengan produksi tanaman kopi lebih besar dari produksi
komoditi perkebunan lainnya, yakni masing-masing sebesar 8.249,68 ton pada tahun
2005 dan sebesar 8.935,74 ton pada tahun 2006. Produksi tanaman perkebunan
rakyat menurut jenis tanaman tahun 2005 - 2006 (Ton) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton)
No. Jenis Tanaman 2005 2006
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Karet
Kemenyan
Kopi
Cengkeh
Kelapa
Tebu
Kulit Manis
Kemiri
Tembakau
Kelapa Sawit
Coklat
Jahe
Aren
Pinang
Vanili
Nilam
Andaliman
4.565,99
3.508,53
8.249,68
15,86
244,57
109,50
1.189,51
181,49
4,25
0,00
530,71
1.725,87
81,73
39,25
0,22
7,31
5,64
4.629,58
3.642,40
8.935,74
13,45
287,73
151,34
1.337,26
182,80
4,25
0,00
722,42
186,88
122,10
48,81
0,22
10,28
7,53
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Tingginya produksi kopi seiring dengan meningkatnya luas areal tanaman
kopi. Pertumbuhan luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara selama 3
tahun (2002 - 2004) mencapai 2,76 persen per tahunnya, yakni dari seluas 13.834 Ha
pada tahun 2002 meningkat menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003 dan 14.600 Ha pada
tahun 2004. Bila dilihat per kecamatan, maka kecamatan yang memiliki areal
tanaman kopi yang terluas adalah Kecamatan Pangaribuan sebesar 2.747 Ha dengan
produksi tertinggi sebesar 1.587,90 ton pada tahun 2004. Kemudian diikuti
Kecamatan Siborongborong dan Sipahutar dengan luas tanam masing - masing
sebesar 1.632 Ha dan 1.495 Ha dengan produksi masing - masing sebesar 1.124,48
ton dan 1.005,43 ton. Luas tanam dan produksi tanaman kopi per kecamatan tahun
2002 - 2004 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004
No.
Kecamatan
2002 2003 2004
Luas
Tanam
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
Tanam
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
Tanam
(Ha)
Produksi
(Ton)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Parmonangan
Adian Koting
Sipoholon
Tarutung
Siatas Barita
Pahae Julu
Pahae Jae
Purbatua
Simangumban
Pangaribuan
Garoga
Sipahutar
Siborongborong
Pagaran
Muara
1.480
311
582
522
422
352
233
187
197
2.642
936
1.389
2.545
1.602
434
723,06
128,11
242,07
229,50
205,00
198,51
75,00
70,00
70,84
838,70
360,59
646,00
830,00
580,00
160,00
1.520
335
608
552
432
372
260
226
242
2.742
1.012
1.490
2.625
1.656
488
990,10
220,05
320,15
240,08
210,00
200,00
128,00
110,00
125,00
1.206,00
560,00
990,00
1.108,00
680,00
270,00
1.520
335
612
559
432
372
260
226
242
2.747
1.012
1.495
1.632
1.661
495
999,87
221,24
412,20
260,78
249,94
256,70
172,00
136,01
168,28
1.587,90
624,63
1.005,43
1.124,48
792,22
274,54
Jumlah 13.834 5.357,38 14.560 7.357,38 14.600 8.223,22
Sumber. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara
Tabel 5 menunjukkan bahwa areal pertanaman kopi terdapat di semua
kecamatan Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun jenis kopi yang banyak diusahakan
oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kopi Lintong yang merupakan
jenis spesies arabika. Kopi tersebut merupakan Natural Endowment Kabupaten
Tapanuli Utara yang memiliki keunggulan dibandingkan jenis kopi lainnya karena
memiliki keunggulan mutu dan cita rasa (aroma, taste dan flavour).
Besarnya minat masyarakat untuk bertanam kopi selain dikarenakan kondisi
lahan dan iklim di semua kecamatan yang sangat sesuai dengan syarat tumbuh dan
berkembangnya tanaman kopi, faktor lainnya yang mendukung adalah pemasaran
produksi tanaman kopi yang relatif lancar karena tersedianya industri pengolahan
kopi di Kecamatan Siborongborong.
Ukuran keberhasilan petani di dalam bertani tercermin dari produktivitas yang
dihasilkan. Salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki
produktivitas tanaman kopi yang tertinggi adalah Kecamatan Siborongborong,
dimana pada tahun 2006 produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan dari daerah ini
sebesar 1.097,15 Kg/Ha, lebih tinggi dari kecamatan lainnya. Kemudian diikuti oleh
Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan masing - masing sebesar 1.087,10 Kg/Ha dan
1.004,90 Kg/Ha. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan
Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006 dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Menurut Kecamatan pada Tahun 2006
No. Kecamatan Luas Tanaman
(Ha)
Luas Tanaman
Menghasilkan (Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Kg/Ha)
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
8. 9.
10. 11.
12. 13. 14.
15.
Parmonangan Adian Koting Sipoholon
Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae
Purbatua Simangumban
Pangaribuan Garoga
Sipahutar Siborongborong Pagaran
Muara
1.526,75 343,25 620,00
563,50 440,50 372,00 260,00
226,00 242,00
2.821,00 1.012,00
1.495,00 2.637,75 1.663,25
583,75
1.071,25 265,50 454,75
355,75 293,50 311,25 255,75
189,75 240,75
1.627,50 766,00
965,75 1.069,25 860,25
348,25
1.040,02 260,43 454,73
294,38 293,45 295,92 226,57
172,00 200,55
1.635,47 678,06
1.049,87 1.173,13 818,05
343,11
970,85 980,90 999,96
827,49 999,83 950,75 885,90
906,46 833,02
1.004,90 885,20
1.087,10 1.097,15
950,94
985,24
Total 14.806,75 9.075,25 8.935,74 984,63 Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan petani di dalam bertani. Pengetahuan petani tentunya juga sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin
tinggi pendidikan petani maka diharapkan semakin tinggi pula kemampuannya dalam
mengadopsi teknologi pertanian dan hasil akhirnya tercermin dari produktivitas yang
tinggi. Begitu juga halnya dengan tingkat pengalaman petani, bila semakin lama
pengalaman petani maka diharapkan petani tersebut akan lebih mampu mengatasi
berbagai permasalahan di dalam bertani. Namun yang menjadi permasalahannya
adalah apakah pendidikan atau pengalaman yang menentukan meningkatnya
produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.
Atas dasar itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh
pendidikan dan pengalaman terhadap produktivitas tanaman kopi yang ada saat ini di
Kabupaten Tapanuli Utara dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan
wilayah di daerah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di bagian latar belakang, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas
tanaman kopi ?
2. Bagaimana kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di
Kabupaten Tapanuli Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat
produktivitas tanaman kopi
2. Untuk mengetahui kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak yang terkait dengan perencanaan
pendidikan pertanian
2. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah daerah dalam rangka pengambilan
kebijakan pengembangan budidaya tanaman kopi sebagai komoditi unggulan di
Kabupaten Tapanuli Utara
3. Sebagai informasi bagi penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut MT Zen dalam buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999)
pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah
kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan
juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan
kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses
belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas
hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan (Susilo, 2003).
Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah
merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, Pemerintah,
Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu
teknologi. Dengan lebih tegas MT Zen menyebutkan bahwa pengembangan wilayah
merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan
teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri (Susilo,
2003).
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang
terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi (2004) wilayah dapat
didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana
komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen
biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk
kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia
dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit
geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Clif f dan Frey, 1977
dalam Rustiadi, 2004) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep
wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous
region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning
region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974
dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan
dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik
yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi,
sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan
koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian
dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan
terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional
saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan
koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu
kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya,
dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan
yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki,
guna meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi,
pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta
kemampuan untuk merealisasikannya. Disini, mulai kelihatan masalah dasarnya,
yaitu motivasi. Ia lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah
kekayaan (Zen, 2001).
Jadi pengembangan wilayah itu tidak lain dari usaha mengkombinasikan
sumberdaya alam, manusianya, dan teknologi secara harmonis dengan
memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu disebut
memberdayakan masyarakat (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya
Manusia dan Teknologi (Zen, 2001)
Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan
sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai
sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan
wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor
pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. Berpijak pada pengertian
diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat
komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai
sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan,
manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem
Pengembangan
Wilayah
Sumberdaya Alam Teknologi
Sumberdaya
Manusia
Lin
gk
ung
an H
idup
Lin
gk
ung
an H
idup
Lingkungan Hidup
kelembagaan yang melingkupinya (Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2003).
Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan
bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan
yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif
dimana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi
usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas :
a. Sosial
Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan
kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan seluruh
masyarakat di dalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran
dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana
kehidupan yang baik seperti pemukiman, papan, fasilitas transportasi, kesehatan,
sanitasi, air minum dan lainnya.
b. Ekonomi
Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan
kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan
pertumbuhan kearah yang lebih baik.
c. Wawasan Lingkungan
Pencegahan kerusakan dan pelestarian lingkungan terhadap kesetimbangan
lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil sesuatu dari,
atau memanfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan mempengaruhi
kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian
terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi
kehidupan manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak berubah
lagi (irreversible changes). Untuk mencegah hal-hal ini maka di dalam
melakukan pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan
lingkungan dengan tujuan mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan
mempertahankan kelestarian alam (Mulyanto, 2008).
Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap
keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha
dari masing-masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk
diantara faktor- faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi
perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan (Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2003).
Menurut Jhon Glasson (1977), pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai
akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor- faktor yang terdapat di dalam
wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari
keduanya. Dalam model-model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu
intern pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya alam),
dan sistem sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor pertumbuhan, industri
ekspor dan kenaikan permintaan adalah penentu pokok pertumbuhan wilayah yang
bersifat ekstern (Sirojuzilam, 2005).
Sejarah mencatat bahwa negara yang menerapkan paradigma pembangunan
berdimensi manusia telah mampu berkembang meskipun tidak memiliki kekayaan
sumber daya alam yang berlimpah. Penekanan pada investasi manusia diyakini
merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total.
Tanah, tenaga kerja, modal fisik bisa saja mengalami diminishing returns, namun
tidak dengan pengetahuan (Kuncoro, 2004).
Dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang perlu
diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Pilar
sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran
ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai obyek pembangunan,
SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan
sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan suatu
wilayah sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia
(people center development), dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus
sebagai pelaku pembangunan (Suhandojo, 2002).
Salah satu pilar yang cukup penting adalah sumberdaya manusia (SDM),
karena dengan kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan seluruh
sumberdaya wilayah yang ada. Berbeda dengan sumberdaya alam yang mempunyai
keterbatasan, semakin lama semakin berkurang dan habis. Disamping itu sumberdaya
manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, dapat sebagai
obyek maupun subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, SDM merupakan
sasaran pembangunan untuk disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan SDM
berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh
pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu
sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development), dimana manusia
dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan (Nachrowi dan
Suhandojo, 2001).
2.2. Pendidikan
Pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan
terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan
input bagi total produksi (Todaro, 2003). Pendidikan juga berfungsi meningkatkan
produktivitas. Selain dari itu kemampuan untuk menyerap teknologi memerlukan
peningkatan kualitas sumber manusia (Sirojuzilam, 2008).
Chaudhri 1979 (dalam Soekartawi, 1988), menyatakan bahwa pendidikan
merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan
pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang
lebih modern. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang
belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut. Hal ini sesuai dengan
Reksohadiprojo (1982) mengemukan bahwa dengan pendidikan akan menambah
pengetahuan, mengembangkan sikap dan menumbuhkan kepentingan petani terutama
dalam menghadapi perubahan.
Di lain pihak Soetarjo, dkk 1973 (dalam Azwardi, 2001), menyatakan bahwa
pendidikan seseorang pada umumnya mempengaruhi cara berpikirnya. Makin tinggi
tingkat pendidikannya makin dinamis sikapnya terhadap hal-hal baru. Selanjutnya
Efferson (dalam Soedjadmiko, 1990), bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun
non formal besar sekali pengaruhnya terhadap penyerapan ide- ide baru, sebab
pengaruh pendidikan terhadap seseorang akan memberikan suatu wawasan yang luas,
sehingga petani tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional. Jadi tingkat
pendidikan masyarakat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir
seseorang dalam menentukan keputusan menerima inovasi baru, karena semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik dan mudah
menyerap inovasi pertanian yang berkaitan dengan pengembangan usahataninya.
Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan
adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit
dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.
Mosher, 1965 (dalam Hasan, 2000), mengatakan bahwa pendidikan membuat
seseorang berpikir secara rasional terhadap apa yang dilakukan, membuat seseorang
lebih mampu mengambil keputusan atas berbagai alternatif dalam mengelola
usahataninya.
Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani
dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah
sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternatif dalam mengelola
usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak
mungkin untuk memperoleh pendapatan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan
menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu
juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari
petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi.
Dalam hal ini adalah masalah-masalah yang terjadi dalam bidang pertanian seperti
pengendalian hama penyakit, pengambilan keputusan dalam faktor produksi dan
pemeliharaan (Mamboai, 2003).
Menurut Mosher (1991), pendidikan membuat cara berpikir lebih baik
(rasional) terhadap apa yang dilakukan dan mampu mengambil keputusan atas
berbagai alternatif yang dihadapi. Petani yang berpendidikan tinggi mempunyai pola
berpikir yang lebih luas, sehingga mudah menerapkan hal-hal yang sifatnya
menguntungkan seperti halnya mereka dapat menggunakan pupuk dan obat-obatan
dalam mengelola usahataninya.
Banyak kalangan berpendapat bahwa salah satu penyebab rendahnya
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian adalah rendahnya tingkat pendidikan para
petaninya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka adopsi teknologi tidak
berjalan secara optimal, sehingga upaya peningkatan produksi per satuan luas
(produktivitas) sulit dilakukan. Pernyataan tersebut benar adanya, namun perlu juga
dipertimbangkan adanya keterbatasan sumberdaya, khususnya lahan dan biaya, yang
dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya
dengan resiko yang paling rendah. Sikap seperti inilah yang oleh Scott (1994) disebut
sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas
yang didasarkan kepada kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Jadi yang hendak
dikatakan disini adalah pendidikan memang dibutuhkan untuk mendukung
kemampuan seseorang dalam bekerja, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena
masih ada faktor lain yang menentukan seorang individu harus bersikap dalam
pekerjaan yang digelutinya (Mamboai, 2003).
Dalam pelaksanaan usahatani banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
suatu usaha tani. Faktor-faktor tersebut baik yang berasal dari luar maupun dari
dalam usahatani itu sendiri. Faktor- faktor dari dalam usahatani itu sendiri menurut
Gitosudarmo (1990) adalah :
1. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Non Formal
3. Umur Petani
4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Sedangkan faktor dari luar adalah :
1. Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi
2. Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil,
harga saprodi, dan lain- lain)
3. Fasilitas kredit
4. Sarana penyuluhan bagi petani
5. Iklim dan drainase
2.2.1. Pendidikan Formal
Pendidikan dapat berasal dari dua sumber yaitu pendidikan formal dan non
formal. Pendidikan formal sebagai suatu usaha mengadakan perubahan perilaku
berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat lewat bangku sekolah
dasar sampai perguruan tinggi (Wiratmadja, 1978 dalam Hole, 1988). Selain itu
(Millikan dan Hapgood, 1972 dalam Kambuaya O, 1982) menerapkan bahwa dengan
adanya pendidikan formal yang cukup matang bagi petani, maka kegiatan-kegiatan
seperti penelitian lainnya, yang berhubungan dengan pembangunan pertanian akan
lebih mudah, jika dibandingkan dengan masyarakat yang lebih rendah tingkat
pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk berpikir dan
mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor-faktor
produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus
menjual usahataninya sebanyak-banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Petani yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengelola usahataninya, selain itu juga petani
dapat mengambil keputusan-keputusan dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi
(Mamboai, 2003).
Secara teoritis semakin tinggi tingkat pendidikan formal dan semakin banyak
frekuensi mengikuti pendidikan non formal dari seseorang maka akan memberikan
atau menambah kemampuan dari orang tersebut untuk dapat mengambil keputusan,
mengatasi masalah-masalah yang diperoleh. Dalam hal ini masalah-masalah yang
dimaksud adalah dalam bidang pertanian seperti pengendalian hama, mengambil
keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pemeliharaan. Pendidikan
formal merupakan salah satu usaha untuk mengadakan perubahan perilaku
berdasarkan ilmu dan pengalaman yang diperoleh di bangku sekolah (Hasan, 2000).
Karafir dalam Aditan (1994), menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai
pengelola erat hubungannya dengan pendidikan formal petani, frekuensi mengikuti
penyuluhan dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani
semakin luas wawasan usaha. Menurut Roger dan Scoemaker dalam Fodjoe (1996),
bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki berpengaruh terhadap adopsi teknologi.
Ditambahkan pula bahwa petani yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam
mengadopsi teknologi jika dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah
(Hasan, 2000).
2.2.2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal bagi petani biasanya diperoleh melalui pendidikan luar
sekolah misalnya penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus dan pelatihan - pelatihan.
Dinamika pendidikan yang didapat dari pengetahuan - pengetahuan praktis terutama
yang mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola usahataninya, sehingga
penguasaan dan penerapannya dapat dilaksanakan dengan baik (Anon, 1987 dalam
Daryanto, 1987). Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995) mengatakan bahwa
tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah kesanggupan petani
dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada perubahan perilaku petani
sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola usahataninya. Dengan
demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan - kegiatan seperti
penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus serta pelatihan - pelatihan maka makin
tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sehingga produksi
yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman yang telah
diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan dapat
diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk memilih,
mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya
serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak - banyaknya
untuk memperoleh hasil yang diinginkan. (Mamboai, 2003).
2.3. Pengalaman
Pengalaman petani merupakan suatu pengetahuan petani yang diperoleh
melalui rutinitas kegiatannya sehari-hari atau peristiwa yang pernah dialaminya.
Pengalaman yang dimiliki merupakan salah satu faktor yang dapat membantu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Liliweri (1997), menyatakan bahwa pengalaman merupakan faktor personal
yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Pengalaman seseorang seringkali disebut sebagai guru yang baik, dimana
dalam mempersepsi terhadap sesuatu obyek biasanya didasarkan atas
pengalamannya. Pengalaman berusahatani tidak terlepas dari pengalaman yang
pernah dia alami. Jika petani mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam
mengusahakan usahataninya, biasanya mempunyai pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang lebih baik, dibandingkan dengan petani yang kurang
berpengalaman. Namun jika petani selalu mengalami kegagalan dalam
mengusahakan usahatani tertentu, maka dapat menimbulkan rasa enggan untuk
mengusahakan usahatani tersebut. Dan bila ia harus melaksanakan usahatani tersebut
karena ada sesuatu tekanan, maka dalam mengusahakannya cenderung seadanya.
Dengan demikian pengalaman petani dalam berusahatani merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi pertanian (Syafruddin, 2003).
Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani
dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh
waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam
menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain
halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut. Semakin
banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan
semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakannya usahatani akan semakin baik dan
sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh
hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).
2.4. Komoditi Kopi
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi
dikenal dan masuk ke peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini
mulai dikenal di benua Afrika, tepatnya di Etiopia. Pada mulanya, tanaman kopi
belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk, melainkan masih tumbuh liar
di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 2006).
Mula-mula penyebaran kopi ke berbagai wilayah cukup. Hal ini dikarenakan
pada waktu itu minuman kopi hanya dikenal sebagai minuman berkhasiat
menyegarkan badan, terbuat dari cairan daun dan buah segar yang diseduh air panas.
Namun, sejak ditemukan cara pengolahan buah kopi yang lebih baik, selain
berkhasiat, minuman kopi juga beraroma harum khas dan rasanya nikmat. Dengan
demikian, kopi pun menjadi terkenal hingga tersebar ke berbagai negara di Eropa,
Asia dan Amerika (Najiyati dan Danarti, 2006).
Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC antara
tahun 1696 – 1699. Awalnya, penanaman kopi hanya bersifat coba-coba (penelitian).
Namun, karena hasilnya memuaskan dan dipandang cukup menguntungkan sebagai
komoditas perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar
penduduk dapat menanamnya. Kemudian, perkebunan besar pun didirikan dan
akhirnya tanaman kopi tersebar ke daerah Lampung, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan dan daerah lain di Indonesia (Najiyati dan Danarti, 2006).
Walaupun jenis kopi itu banyak sekali jumlahnya, namun dalam garis
besarnya ada tiga jenis besar, yakni :
a. Kopi Arabika
Yang berdaun kecil, halus mengkilat, panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm, panjang
buah 1,5 cm.
b. Kopi Canephora
Daun besar dan panjang daun lebih dari 20 cm x 10 cm bergelombang, sedangkan
panjang buah ± 1,2 cm.
c. Kopi Liberika
Daun lebat, besar, mengkilat, buah besar sampai 2/3 cm, tetapi biji kecil.
(AAK, 1991).
Kopi Arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis
pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak
diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi kopi arabika
menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit HIV, terutama di dataran
rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika sebagai berikut :
1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 - 1.700 m dpl dengan suhu
sekitar 16 - 20 0 C.
2. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara
berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim
kemarau).
3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran
rendah atau kurang dari 500 m dpl.
4. Rata-rata produksi sedang (4,5 - 5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai
kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila
dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15 - 20 ku/ha/tahun dengan
rendemen sekitar 18 %. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap
digiling.
5. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun (Najiyati dan Danarti, 2006).
Najiyati dan Danarti (1991), menyatakan bahwa dalam luasan 1 hektar
tanaman kopi yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan
pemeliharaan secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan,
pemangkasan dan panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu
dihasilkan sebanyak 1,5 - 2 ton/ha/tahun.
2.5. Penelitian Sebelumnya
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002) yang berjudul
“Analisis Berbagai Upaya Dalam Perbaikan Produktivitas dan Mutu Hasil Kakao di
Sulawesi Selatan“ menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pendidikan
formal dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square ( 2) =
9,25 lebih besar dari nilai tabel untuk 2
(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2(0,01 ; 1) = 6,64. Umumnya
semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang semakin besar pula
keterbukaannya untuk menerima inovasi baru yang dirasanya menguntungkan atau
baik bagi dirinya. Selain itu petani yang berpendidikan formal tinggi biasanya
memiliki wawasan pemikiran yang relatif lebih luas dalam mempertimbangkan
segala sesuatunya dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah.
Selanjutnya, hasil penelitian Arsyad, dkk, (2002) juga menunjukkan hubungan
yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani kakao dengan produktivitas kakao
dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square 2 = 42,57 lebih besar dari nilai tabel
untuk 2(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2
(0,01 ; 1) = 6,64. Semakin lama petani memiliki
pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin tinggi juga produktivitas
kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena dengan pengalaman yang
mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha yang mengarah kepada
peningkatan produksi persatuan luas.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk, (2003) yang berjudul
“Faktor-faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas Usahatani Padi “ menunjukkan
hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan Formal dengan tingkat adopsi
teknologi PHT dimana hal ini terlihat dari nilai t-hitung untuk Pendidikan Formal
yakni - 0,25583 lebih kecil dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 %
(α = 0,05).
Namun sebaliknya, penelitian itu menunjukkan hubungan yang nyata antara
Pengalaman Berusahatani Padi dengan tingkat adopsi teknologi PHT dimana hal ini
terlihat dari nilai t-hitung untuk Pengalaman Berusahatani Padi yakni 3,00362 lebih
besar dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).
Hasil penelitian Priyono, dkk, (2003) juga menunjukkan hubungan yang nyata
antara tingkat adopsi teknologi PHT dengan produktivitas usahatani padi dimana
melalui uji korelasi Rank Spearman didapat nilai korelasinya sebesar 0,96643 dengan
t hitung = 18,03952 lebih besar dari t tabelnya = 2,05953 pada taraf kepercayaan 95
% (α = 0,05). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat adopsi
teknologi PHT maka semakin tinggi produktivitas usahatani padi, sebaliknya semakin
rendah tingkat adopsi teknologi PHT maka semakin rendah pula produktivitas
usahatani yang didapat oleh petani.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006) yang berjudul
“Kajian Irigasi Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten
Buleleng“ menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap produktivitas
jagung pada kedua musim tanam dimana hal ini terlihat dari nilai t-hitung tingkat
pendidikan pada musim tanam pertama (I) dan kedua (II) masing-masing sebesar
3,347 dan 4,982 lebih besar dari t-tabel sebesar 2,66 pada pada tingkat kesalahan 1%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006), juga menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan yang meningkat 1% pada kedua musim tanam, maka
menaikkan produktivitas jagung masing-masing sebesar 0,0061 % dan 0,0094 %.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas dan kemampuan kerja
seseorang. tingkat pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung
dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk lebih mengembangkan
diri serta memanfaatkan semua sarana yang ada disekitar lingkungan untuk
kelancaran aktivitas usaha tani. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan akan
semakin tinggi pula produktivitas yang dihasilkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hafizah, dkk, (2003) yang berjudul
“Aktivitas Penyuluhan Sebagai Bentuk Komunikasi Untuk Meningkatkan
Pengetahuan Petani“ (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang
Kabupaten Rejang Lebong) menunjukkan pendidikan formal tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan dimana dari hasil uji
korelasi Rank Spearman diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,1916 lebih kecil dari nilai
t-tabel sebesar 0,24395 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang
berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di
PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara“ diperoleh koefisien regresi variabel
pendidikan formal nilainya sebesar -5.31E-02 dan tidak berpengaruh nyata terhadap
tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat
pendidikan formal pemanen tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi
teknologi pemeliharaan teknak sapi. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan petani lebih responsif terhadap
teknologi pertanian, dan sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi
kendala dalam proses adopsi teknologi pertanian (Rogers dan Shoemaker, 1987;
Mardikanto1993; Prasmatiwi, 1997; 2000). Hasil penelitian ini bertentangan dengan
hasil-hasil penelitian tersebut, karena pendidikan formal bukan merupakan salah satu
kriteria dalam perekrutan tenaga pemanen dan pendistribusian ternak sapi kredit
kepada pemanen oleh PT. Agricinal.
Pada umumnya, semakin lama petani berusahatani maka petani akan
mempunyai sikap yang lebih berani dalam menanggung resiko penerapan teknologi
pertanian. Artinya semakin lama berusahatani, petani lebih respon dan cepat tanggap
terhadap gejala yang mungkin akan terjadi dengan penerapan teknologi pertanian dan
apabila terjadi kegagalan dalam penerapannya maka yang bersangkutan lebih siap
untuk menanggulanginya. Penelitian Gultom et al. (1997) dan Zulfikri (2003),
menyimpulkan bahwa pengalaman berusahatani berpengaruh nyata terhadap adopsi
teknologi pertanian. Hasil estimasi variabel pengalaman beternak sapi menghasilkan
koefisien regresi sebesar 9.882E-02, artinya jika pemanen makin berpengalaman
dalam beternak maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi pemeliharaan
ternak sapinya. Uji statistik juga menunjukkan bahwa pengalaman beternak
berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa selain berasal dari petugas peternakan, maka
pengetahuan dan ketrampilan pemanen yang belum berpengalaman dalam
pemeliharaan sapi juga diperoleh dari pemanen yang sudah berpengalaman. Hal ini
menyebabkan terjadinya transfer teknologi pemeliharaan sapi dari pemanen yang
berpengalaman kepada pemanen yang belum berpengalaman.
2.6. Kerangka Berpikir
Pengetahuan bertani adalah salah satu faktor produksi yang sangat
menentukan berhasil atau tidaknya petani di dalam bertani. Dengan pengetahuan
bertani yang dimilikinya maka seorang petani dapat mempergunakan metode, teknik,
dan cara bertani yang tepat untuk kondisi lahan dan iklim di daerahnya, agar
diperoleh produktiftas yang tinggi. Pengetahuan bertani dapat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non formal) dan
pengalaman. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka
diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan.
Produktivitas tanaman kopi akan mempengaruhi pendapatan petani,
penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi
pendukung produksi kopi (toko-toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang
pengumpul dan industri pengolahan biji kopi). Sehingga diharapkan nantinya, dengan
meningkatnya pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir,
akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli
Utara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.
5.1. Hipotesis Penelitian
Pendidikan formal dan pendidikan non formal serta pengalaman secara
bersama-sama dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat
produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara.
Pengetahuan Bertani
Pendidikan
Produktivitas Tanaman Kopi
Pendapatan Petani
Pengembangan Wilayah
Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal
Pengalaman
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Kesempatan Kerja Industri hulu/hilir
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2009 sampai Mei 2009. Lokasi
penelitian bertempat di 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Pangaribuan,
Siborongborong dan Sipahutar. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi
penelitian karena kecamatan tersebut adalah penghasil kopi terbesar di Kabupaten
Tapanuli Utara. Selanjutnya, untuk setiap kecamatan dipilih 2 (dua) desa yang
memiliki produksi kopi tertinggi, yaitu untuk Kecamatan Pangaribuan dipilih Desa
Silantom Tonga dan Batu Manumpak, Kecamatan Siborongborong dipilih Desa
Pohan Julu dan Pohan Jae dan Kecamatan Sipahutar dipilih Desa Siabal-abal I dan
Siabal-abal II. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel. 7. Lokasi Penelitian
No. Kecamatan Produksi Kopi
(ton) Desa
Produksi Kopi
(ton)
1. Pangaribuan 1.635,47 Silantom Tonga
Batu Manumpak
157,69
119,43
2. Siborongborong 1.173,13 Pohan Julu
Pohan Jae
88,42
84,11
3. Sipahutar 1.049,87 Siabal-abal I Siabal-abal II
131,32 87,78
Sumber. Kecamatan Pangaribuan, Siborongborong dan Sipahutar dalam Angka 2007.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur tanaman kopi milik
petani relatif sama sehingga pengaruh umur terhadap produktivitas tidak dianalisis.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh rumah tangga usahatani kopi yang ada di 6
(enam) desa. Sedangkan Sampel penelitian adalah sebagian dari rumah tangga
usahatani kopi yang ada di 6 (enam) desa yang dianggap dapat mewakili populasi
penelitian. Populasi dan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Pemilihan responden (sampel) dilakukan secara proporsional random
sampling. Sedangkan penentuan total sampel digunakan melalui persamaan Taro
Yamane sebagai berikut :
∑n = ∑N
∑N (d2) + 1
dimana :
∑n = total sampel
∑N = total populasi
d = presisi (10%)
maka :
∑n = 2111
2111 (10%)2 + 1
= 95.47715966
= 95 (dibulatkan)
Tabel 8. Populasi dan Sampel Penelitian
No. Desa Populasi (N) Sampel (n)
1 Siabal-abal I 363 363 / 2111 x 95 =16
2 Siabal-abal II 392 392 / 2111 x 95 =18
3 Silantom Tonga 174 174 / 2111 x 95 = 8
4 Batu Manumpak 500 500 / 2111 x 95 = 22
5 Pohan Jae 311 311 / 2111 x 95 = 14
6 Pohan Julu 371 371 / 2111 x 95 = 17
∑N = 2111 ∑n = 95
Sumber. Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan dan Siborongborong dalam Angka Tahun 2007.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen (alat) antara
lain : observasi, interview dan kuisioner.
2. Teknik pengumpulan data sekunder dari sumber - sumber yang dianggap relevan
dengan tujuan penelitian yakni :
a. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara
b. Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli
Utara
c. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara
d. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Utara
e. Kantor Camat Siborongborong, Sipahutar, Pangaribuan dan Kepala Desa
Tempat Penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan pertama yang dituangkan dalam hipotesis
penelitian ini maka digunakan analisis statistik regresi linier berganda melalui
bantuan perangkat lunak (software) Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
versi 15 dengan formulasi sebagai berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2D2 + b3X3 + e
dimana :
Y = Produktivitas Tanaman Kopi b0 = Intercept
b1,b2,b3 = Koefisien regresi X1 = Variabel Pendidikan Formal D2 = Variabel Dummy Pendidikan Non Formal
X3 = Variabel Pengalaman e = Erorr term
Untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan formal, pendidikan non
formal dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi baik secara simultan dan
parsial maka dilakukan uji F dan uji t sebagai berikut :
Signifikansi Simultan (Uji F)
a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji F adalah :
Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan
pengalaman secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan
pengalaman secara bersama - sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap produktifitas tanaman kopi.
b. Kriteria Pengambilan Keputusan :
1. Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak
2. Jika F-hitung > F-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak
Signifikansi Parsial (Uji t)
a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji t adalah :
Ho : b1 = 0, artinya pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktifitas tanaman kopi
Ha : b1 ≠ 0, artinya pendidikan formal berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktifitas tanaman kopi
Ho : b2 = 0, artinya pendidikan non formal tidak berpengaruh nyata terhadap
tingkat produktifitas tanaman kopi
Ha : b2 ≠ 0, artinya pendidikan non formal berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktifitas tanaman kopi
Ho : b3 = 0, artinya pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktifitas tanaman kopi
Ha : b3 ≠ 0, artinya pengalaman berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktifitas tanaman kopi
b. Kriteria Pengambilan Keputusan :
1. Jika t-hitung < t-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak
2. Jika t-hitung > t-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak
Sedangkan untuk menjawab permasalahan kedua pada penelitian ini, yaitu
kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah digunakan
analisis deskriptif.
3.6. Defenisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan Formal adalah pendidikan yang diperoleh dari bangku sekolah
(Tahun)
b. Pendidikan Non Formal adalah pendidikan yang diperoleh di luar bangku sekolah
seperti petugas penyuluh pertanian, Sekolah Lapang dan lain sebagainya
c. Pengalaman adalah lamanya petani berkebun kopi (tahun)
d. Produktivitas Tanaman Kopi adalah produksi kopi yang dihasilkan oleh petani
kopi responden per luas lahan dalam satuan ton/ha
e. Petani yang diambil sebagai responden adalah petani yang berkebun tanaman
kopi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari dua puluh lima daerah
tingkat dua di Propinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak di bagian
tengah Sumatera Utara tepatnya pada wilayah pengembangan dataran tinggi
Sumatera Utara dengan posisi astronomis pada 1020’- 2041’ Lintang Utara dan 980
05’ - 99016’ Bujur Timur.
Wilayah geografis Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan 5 (lima)
kabupaten lainnya, yaitu :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan
Kabupaten Tapanuli Tengah.
4.1.2. Topografi
Kabupaten Tapanuli Utara berada di jajaran pegunungan Bukit Barisan
dengan topografi dan kemiringan tanah yang beraneka ragam, berada pada ketinggian
antara 300 - 1500 meter di atas permukaan laut dengan keadaan kontur tanah
dominan berbukit dan bergelombang, selingan dataran di tenggara dan selatan Danau
Toba, dengan rincian sebagai berikut : terjal (44,35 persen), miring (25,63 persen),
landai (26,86 persen) dan datar (3,16 persen).
4.1.3. Iklim
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian
1000 meter di atas permukaan laut, kondisi tersebut berpeluang memperoleh curah
hujan relatif besar. Pada tahun 2004, rata - rata curah hujan tahunan tercatat sebesar
2.134 mm dan lama hari hujan 149 hari atau rata - rata curah hujan bulanan sebesar
178 mm dan rata - rata lama hari hujan bulanan sebanyak 12 hari. Curah hujan
terbesar terjadi pada Bulan April yaitu sebesar 284 mm dengan jumlah hari hujan
sebanyak 16 hari, sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada Bulan Juli sebesar 35
mm dengan hari hujan sebanyak 5 hari. Rata - rata kelembaban udara (relatif
humadity) sebesar 85 persen.
4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunan Lahan
Luas wilayah daratan Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 3.793,71 Km2 atau
5,29 persen dari luas wilayah daratan Sumatera Utara seluas 71.680,68 Km2. Selain
itu Kabupaten Tapanuli Utara juga memiliki wilayah perairan (Danau Toba) seluas
6,60 Km2. Luas lahan kehutanan merupakan pola penggunaan terluas (41,26 persen),
pola penggunaan lahan pertanian 21,42 persen dan terdapat sekitar 17,59 persen lahan
yang termasuk lahan kritis.
Dari 15 kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan
Garoga merupakan kecamatan yang terluas yaitu dengan luas 567,58 Km2 atau 14,96
persen dari luas Kabupaten Tapanuli Utara, sedangkan kecamatan tersempit adalah
Kecamatan Muara dengan luas 79,75 Km2 atau hanya 2,10 persen dari luas
Kabupaten Tapanuli Utara. Selengkapnya luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara
menurut kecamatan tahun 2004 tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Kecamatan
Tahun 2004
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Km2) Rasio Terhadap Total
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Parmonangan
Adian Koting
Sipoholon
Tarutung
Siatas Barita
Pahae Julu
Pahae Jae
Purba Tua
Simangumban
Pangaribuan
Garoga
Sipahutar
Siborongborong
Pagaran
Muara
257,35
502,90
189,20
107,68
92,92
165,90
203,20
191,80
150,00
459,25
567,58
408,22
279,91
138,05
79,75
6,78
13,26
4,99
2,84
2,45
4,37
5,36
5,06
3,95
12,11
14,96
10,76
7,38
3,64
2,10
Tapanuli Utara 3.793,71 100,00
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
4.1.5. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 adalah 262.642
jiwa yang terdiri dari 130.429 jiwa laki- laki dan 132.213 jiwa perempuan. Banyaknya
rumah tangga tahun 2006 sebesar 56.345 dengan rata-rata anggota rumah tangga
sebesar 4,66 orang. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu
69,23 penduduk per kilometer persegi. Rumah tangga, penduduk dan kepadatan
penduduk menurut kecamatan tahun 2006 tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut
Kecamatan Tahun 2006
No.
Kecamatan
Rumah
Tangga (KK)
Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan (Jiwa/Km2) Laki-Laki Perempuan Total
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Parmonangan
Adian Koting
Sipoholon
Tarutung
Siatas Barita
Pahae Julu
Pahae Jae
Purba Tua
Simangumban
Pangaribuan
Garoga
Sipahutar
Siborongborong
Pagaran
Muara
2.707
2.872
4.383
7.861
2.559
2.821
2.404
1.485
1.534
5.342
3.245
4.836
7.987
3.377
2.932
6.283
6.519
10.304
18.580
5.814
5.906
5.051
3.083
3.503
11.973
7.974
11.152
19.758
8.118
6.411
6.231
6.488
10.105
19.824
6.136
6.226
5.493
3.145
3.644
12.119
7.874
10.969
19.428
7.966
6.565
12.514
13.007
20.409
38.404
11.950
12.132
10.544
6.228
7.147
24.092
15.848
22.121
39.186
16.084
12.976
48,63
25,86
107,87
356,65
128,61
73,13
51,89
32,47
47,65
52,46
27,92
54,19
139,99
116,51
162,71
Tapanuli Utara 56.345 130.429 132.213 262.642 69,23
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2008
4.2. Gambaran Umum Responden
Gambaran umum responden mencakup karakteristik individu sebagai
indikator dalam penelitian ini menurut kelompok umur, jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, lama berkebun kopi dan luas lahan kebun kopi yang
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Karakteristik umur responden di masing-masing desa adalah berbeda.
Karakteristik umur responden yang paling banyak adalah pada kelompok umur 40 -
50 tahun yaitu 66,32 %, selanjutnya rentang umur > 50 tahun sebanyak 17,89 % dan
< 40 tahun sebanyak 15,79 %. Ini memberi makna bahwa responden yang terpilih
berada pada kategori dewasa dan merupakan penduduk yang produktif yang
representatif untuk memberi informasi tentang kondisi petani kopi yang ada di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, maka jumlah
responden dengan kelompok umur 40 - 50 tahun terbanyak adalah Desa Batu
Manumpak yakni sebesar 14,74 %. Sedangkan jumlah responden dengan kelompok
umur 40 - 50 tahun yang terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 5,26 %.
Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur
Sumber. Data Olahan
Umur
Desa < 40 tahun 40 - 50 tahun > 50 tahun Jumlah
n % n % n % N %
Pohan Jae 2 2.11 10 10.53 2 2.11 14 14.74
Pohan Julu 4 4.21 11 11.58 2 2.11 17 17.89
Siabal-abal I 2 2.11 11 11.58 3 3.16 16 16.84
Siabal-abal II 3 3.16 12 12.63 3 3.16 18 18.95
Batu Manumpak 3 3.16 14 14.74 5 5.26 22 23.16
Silantom Tonga 1 1.05 5 5.26 2 2.11 8 8.42
Total 15 15.79 63 66.32 17 17.89 95 100.00
Karakteristik jenis kelamin responden di masing-masing desa adalah berbeda.
Jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki- laki yaitu 88,42%,
sedangkan perempuan sebanyak 11,58 %. Ini memberi makna bahwa responden yang
berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih didominasi oleh laki- laki.
Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden
dengan jenis kelamin laki- laki terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar
21,05 %. Sedangkan jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki terendah
adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut
jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Sumber. Data Olahan
Karakteristik status perkawinan responden di masing-masing desa adalah
berbeda. Status perkawinan responden yang paling banyak adalah status kawin yaitu
sebanyak 97,89 %, sedangkan status belum kawin sebanyak 2,11 %. Ini memberi
makna bahwa responden yang berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih
didominasi olek penduduk yang telah mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi
Jenis Kelamin
Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
n % n % N %
Pohan Jae 14 14.74 0 0 14 14.74
Pohan Julu 13 13.68 4 4.21 17 17.89
Siabal-abal I 14 14.74 2 2.11 16 16.84
Siabal-abal II 15 15.79 3 3.16 18 18.95
Batu Manumpak 20 21.05 2 2.11 22 23.16
Silantom Tonga 8 8.42 0 0 8 8.42
Total 84 88.42 11 11.58 95 100.00
keluarganya, sehingga merasakan perlunya memberikan perhatian yang lebih serius
dalam budidaya tanaman kopi.
Jika diamati dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden
dengan status kawin terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 23,16 %.
Sedangkan jumlah responden dengan status kawin terendah adalah Desa Silantom
Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut status perkawinan dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan
Sumber. Data Olahan
Komposisi responden untuk masing-masing desa sampel pendidikan
respondennya beragam sesuai dengan karakteristik pendidikan masyarakat di desa
bersangkutan. Responden di Desa Pohan Jae adalah tamat SLTP dan SLTA masing-
masing 6,32 %, Perguruan Tinggi (PT) 1,05 % sedangkan yang belum tamat dari
SLTP sebanyak 1,05 %. Responden di Desa Pohan Julu tamat SLTP 10,52 %, SLTA
6,31 %, SD 1,05 %. Responden di Desa Siabal-abal I adalah tamat SLTP 11,58 %,
SLTA 3,16 % dan Perguruan Tinggi (PT) 1,05 % sedangkan yang belum tamat SLTA
sebanyak 1,05 %. Responden di Desa Siabal-abal II tamat SLTP 13,69 %, SLTA 4,21
% dan SD 1,05 %. Responden di Desa Batu Manumpak tamat SLTP 11,58 %, SLTA
Status Perkawinan
Desa Kawin Belum Kawin Jumlah
n % n % N %
Pohan Jae 14 14.74 0 0 14 14.74
Pohan Julu 16 16.84 1 1.05 17 17.89
Siabal-abal I 16 16.84 0 0 16 16.84
Siabal-abal II 17 17.90 1 1.05 18 18.95
Batu Manumpak 22 23.16 0 0 22 23.16
Silantom Tonga 8 8.42 0 0 8 8.42
Total 93 97.89 2 2.11 95 100.00
9,47 % sedangkan yang belum tamat SLTP dan SLTA masing-masing 1,05 %.
Responden di Desa Silantom Tonga tamat SLTP 4,21 %, SLTA 3,16 % dan SD 1,05
% sedangkan yang belum tamat SLTP dan SLTA masing-masing 1,05 %.
Dari komposisi pendidikan ini terlihat bahwa tingkat pendidikan responden
termasuk kategori menengah, ditandai dengan jumlah responden yang tamatan SLTP
dan SLTA yang cukup banyak yakni masing-masing 57,89 % dan 32,63 %. Dengan
demikian diperkirakan secara umum responden dapat memahami permasalahan yang
sedang diteliti dan diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,
guna mencari informasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap produktifitas
tanaman kopi.
Jika diamati dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, maka jumlah
responden dengan tingkat pendidikan tamat SLTP terbanyak adalah Desa Siabal-abal
II yakni sebesar 13,69 %. Sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan
tamat SLTP terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 4,21 %. Data
distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber. Data Olahan
Tingkat Pendidikan
Desa Tamat
SD
Belum
Tamat SLTP
Tamat SLTP
Belum
Tamat SLTA Tamat SLTA Tamat PT Jumlah
n % n % n % n % n % n % N %
Pohan Jae 0 0 1 1.05 6 6.32 0 0 6 6.32 1 1.05 14 14.74
Pohan Julu 1 1.05 0 0 10 10.52 0 0 6 6.31 0 0 17 17.89
Siabal-abal I 0 0 0 0 11 11.58 1 1.05 3 3.16 1 1.05 16 16.84
Siabal-abal II 1 1.05 0 0 13 13.69 0 0 4 4.21 0 0 18 18.95
Batu Manumpak 0 0 1 1.05 11 11.58 1 1.05 9 9.47 0 0 22 23.16
Silantom Tonga 1 1.05 0 0 4 4.21 0 0 3 3.16 0 0 8 8.42
Total 3 3.16 2 2.11 55 57.89 2 2.11 31 32.63 2 2.11 95 100.00
Lama berkebun kopi responden di masing-masing desa adalah berbeda.
Karakteristik lama berkebun kopi responden yang paling banyak adalah pada
kelompok lama berkebun kopi 6-10 tahun yaitu sebesar 86,32 %, selanjutnya diikuti
dengan lama berkebun kopi kurang dari 6 (enam) tahun (8,42 %) dan lebih dari 10
(sepuluh) tahun (5,26 %). Ini memberi makna bahwa sebagian besar responden
adalah petani kopi yang sudah berpengalaman.
Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden
dengan lama berkebun kopi terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar
23,16 %. Sedangkan jumlah responden dengan lama berkebun kopi terendah adalah
Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut lama
berkebun kopi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi
Sumber. Data Olahan
Karakteristik luas lahan kebun kopi responden di masing-masing desa adalah
berbeda. Luas lahan kebun kopi responden yang paling banyak adalah dengan luas
lahan kebun kopi seluas 0,3 Ha yaitu sebanyak 41,05 %, sedangkan luas lahan kebun
kopi paling sedikit adalah dengan luas lahan kebun kopi seluas 0,08 Ha yaitu
Pengalaman Berkebun Kopi
(tahun)
Desa < 6 6 – 10 > 10 Jumlah
n % n % n % N %
Pohan Jae 0 0 13 13.69 1 1.05 14 14.74
Pohan Julu 4 4.21 12 12.63 1 1.05 17 17.89
Siabal-abal I 1 1.05 14 14.74 1 1.05 16 16.84
Siabal-abal II 1 1.05 16 16.84 1 1.05 18 18.95
Batu Manumpak 1 1.05 20 21.06 1 1.05 22 23.16
Silantom Tonga 1 1.05 7 7.37 0 0 8 8.42
Total 8 8.42 82 86.32 5 5.26 95 100.00
sebanyak 1,05 %. Ini memberi makna bahwa sebagian besar responden hanya mampu
mengusahakan kebun kopi dengan luas lahan yang kecil. Mengingat, bila semakin
luas lahan yang diusahakan maka semakin besar pula biaya dan tenaga yang
dibutuhkan. Sedangkan petani kopi yang ada saat ini adalah petani kopi yang hanya
fokus dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari bukan orientasi bisnis.
Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden
dengan luas lahan kebun kopi tertinggi adalah Desa Batu Manumpak sebesar 23,16
%. Sedangkan jumlah responden dengan luas lahan kebun kopi terendah adalah Desa
Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut luas lahan
kebun kopi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi
Sumber. Data Olahan
4.3. Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara
4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi
Bila pertumbuhan luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara
selama 6 tahun (2002 - 2007) mencapai 1,56 persen per tahunnya, yakni dari seluas
Luas Lahan Kebun Kopi
(Ha)
Desa 0.08 0.12 0.25 0.3 0.4 0.5 1 Jumlah
n % n % n % n % n % n % n % N %
Pohan Jae 1 1.05 0 0 0 0 8 8.42 2 2.11 1 1.05 2 2.11 14 14.74
Pohan Julu 0 0 1 1.05 2 2.10 7 7.37 6 6.31 1 1.05 0 0 17 17.89
Siabal-abal I 0 0 1 1.05 2 2.11 7 7.37 3 3.16 2 2.11 1 1.05 16 16.84
Siabal-abal II 0 0 1 1.05 1 1.05 9 9.48 7 7.37 0 0 0 0 18 18.95
Batu Manumpak 0 0 2 2.11 3 3.16 8 8.42 5 5.26 4 4.21 0 0 22 23.16
Silantom Tonga 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5.26 2 2.11 1 1.05 8 8.42
Total 1 1.05 5 5.26 8 8.42 39 41.05 28 29.47 10 10.53 4 4.21 95 100.00
13.834 Ha pada tahun 2002 menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003, 14.600 Ha pada
tahun 2004, 14.693 Ha pada tahun 2005, 14.806 Ha pada tahun 2006 dan 14.934 Ha
pada tahun 2007. Maka dapat diproyeksikan untuk tahun 2008 luas areal tanaman
kopi akan meningkat menjadi seluas 15.167,48 Ha dan pada tahun 2009 meningkat
menjadi 15.400,46 Ha.
Berdasarkan distribusi responden menurut luas lahan kebun kopi pada Tabel
17 maka untuk luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara pada saat ini yakni
seluas 15.400,46 Ha dapat dirinci sebagai berikut. Untuk luas lahan kebun kopi seluas
0,08 Ha terdistribusi seluas 161,70 Ha (1,05 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan kebun kopi seluas 0,12 Ha
terdistribusi seluas 810,06 Ha (5,26 % dari adalah total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,25 Ha terdistribusi
seluas 1.296,72 Ha (8,42 % dari adalah total luas areal tanaman kopi Kabupaten
Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha terdistribusi seluas 6.321,89
Ha (41,05 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini).
Untuk luas lahan seluas 0,4 Ha terdistribusi seluas 4.538,52 Ha (29,47 % dari total
luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas
0,5 Ha terdistribusi seluas 1.621,67 Ha (10,53 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini) dan untuk luas lahan seluas 1 Ha terdistribusi
seluas 648,36 Ha (4,21 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli
Utara saat ini). Sehingga untuk luas lahan kurang 0,5 Ha terdistribusi seluas
13.128,89 Ha (85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara
saat ini) dan untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha terdistribusi seluas 2.270,03 Ha (14,74 %
dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini).
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas areal tanaman kopi kurang dari 0,5 Ha yakni
seluas 13.128,89 Ha atau 85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten
Tapanuli Utara saat ini. Sedangkan sebagian kecil lagi hanya memiliki luas lahan 0,5
- 1 Ha yakni seluas 2.270,03 Ha atau 14,74 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini.
4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Apabila dipelihara dengan baik, tanaman kopi telah dapat berproduksi pada
umur 2,5 - 3 tahun walaupun biji kopi yang dihasilkan masih sedikit. Produksi
tanaman kopi akan terus meningkat seiring dengan dengan bertambahnya umur
tanaman kopi. Namun apabila masa produktifnya telah habis maka tanaman kopi itu
akan terus mengalami penurunan produksi sampai pada akhirnya tanaman kopi itu
mati.
Tanaman kopi yang sudah menghasilkan, umumnya akan terus berproduksi
sepanjang tahun walaupun mengalami turun naik produksi. Hal ini dapat dilihat pada
lampiran 3, dimana pada bulan Februari, Maret, September dan Oktober produksi
tanaman kopi mengalami masa puncaknya selanjutnya kemudian mengalami masa
penurunan produksi (masa panceklik) pada bulan Januari, April, Mei, Juni, Juli,
Agustus, Nopember dan Desember.
Pada dasarnya, semakin luas areal tanaman kopi maka semakin tinggi pula
produksi biji kopi yang dihasilkan. Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran
3, untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,08 Ha produksi rata - rata biji kopi basah
yang dihasilkan adalah sebesar 0,216 ton/tahun. Selanjutnya, produksi rata - rata biji
kopi basah yang dihasilkan terus meningkat seiring dengan bertambahnya luas areal
tanaman kopi, yakni 0,286 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,12 Ha,
0,336 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,25 Ha, 0,437 ton/tahun untuk
luas areal tanaman kopi seluas 0,3 Ha, 0,567 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi
seluas 0,4 Ha, 0,821 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,5 Ha dan 1,392
ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 1 Ha.
Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh rata-rata
produktivitas tanaman kopi sebesar 1,5 ton/ha/tahun. Ini artinya bahwa untuk 1 (satu)
hektar luas areal tanaman kopi dapat dihasilkan 1,5 ton biji kopi basah dalam 1 (satu)
tahun. Produktivitas tanaman kopi ini termasuk baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Najiyati dan Danarti (1991), bahwa dalam luasan 1 hektar tanaman kopi
yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan pemeliharaan
secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, pemangkasan dan
panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu dihasilkan sebanyak 1,5 -
2 ton/ha/tahun.
4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi
Sebagaimana visi pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara, yakni ”
Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian ” maka Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara telah mengambil beberapa kebijakan dalam rangka
membangun pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara termasuk pengembangan
usahatani kopi. Beberapa kebijakan itu antara lain adalah menempatkan petugas
penyuluh pertanian lapangan untuk melakukan penyuluhan, bimbingan teknis dan
pelatihan budidaya tanaman kopi yang baik, melaksanakan program bantuan
penyediaan bibit unggul tanaman kopi, subsidi biaya pengolahan lahan dan bantuan
penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman kopi, diharapkan petugas
penyuluhan pertanian lapangan mampu menguasai, memperkenalkan dan
menerapkan teknologi budidaya tanaman kopi terbaru saat ini kepada masyarakat
sehingga teknik budidaya tanaman kopi yang telah dimiliki oleh petani kopi dapat
berkembang. Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
petugas penyuluhan pertanian lapangan melalui pendidikan formal seperti S2 dan S3
dan pendidikan non formal seperti studi banding ke negara atau daerah yang telah
berhasil mengembangkan usahatani kopi sebagai suatu komoditi unggulan di negara
atau daerah itu.
Program bantuan penyediaan bibit unggul tanaman kopi hingga saat ini terus
dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi penggunaan bibit yang tidak unggul
oleh petani kopi. Mengingat keterbatasan dana pemerintah maka penyaluran bibit
tersebut dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun untuk setiap kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga diharapkan nantinya, bantuan penyediaan bibit
unggul tanaman kopi dapat tersebar merata di setiap kecamatan Kabupaten Tapanuli
Utara.
Program bantuan subsidi biaya pengolahan lahan juga telah dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk mengatasi terlantarnya lahan- lahan
pertanian yang tidak dapat dikelola (lahan tidur) oleh petani karena keterbatasan
tenaga dan biaya untuk mengolah lahan- lahan tidur yang masih terbentang luas.
Bantuan subsidi biaya pengolahan lahan yang diberikan untuk lahan seluas 1 Ha
yakni sebesar 50 % dari total biaya pengolahan lahan. Sedangkan sisanya 50 % lagi
ditanggung oleh pemilik lahan. Bila total biaya pengolahan lahan sebesar Rp.
1.500.000 untuk lahan seluas 1 Ha, maka bantuan subsidi biaya pengolahan yang
diberikan oleh pemerintah daerah adalah sebesar Rp. 750.000 dan sisanya sebesar Rp.
750.000 lagi menjadi tanggungan petani sebagai pemilik lahan.
Selain itu, program bantuan penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi juga
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk membantu
mempermudah para petani kopi dalam mengupas biji-biji kopi yang telah dipanen
sehingga pekerjaan pengupasan biji-biji kopi dalam jumlah yang banyak dapat lebih
cepat dilakukan bila dibandingkan dengan secara manual atau menggunakan ta ngan
manusia.
4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktivitas
Tanaman Kopi
Untuk melihat pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas
tanaman kopi maka digunakan analisis linier berganda dengan α = 5 %. Hasil analisis
pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap
Produktifitas Tanaman Kopi
Koefisien Regresi t-hitung Signifikansi (p)
Konstanta .278 1.707 0.91
Pendidikan Formal .011 0.627 0.533
Pendidikan Non Formal .186 2.675 0.009
Pengalaman .151 9.929 .000
t-tabel
F-tabel
R
R2
Adj R Square
F-hitung
1,66
2,72
0.911
0.830
0.824
147,979
Sumber. Data Olahan
Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel produktifitas tanaman kopi maka dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasinya (R2). Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk
model ini adalah 0,830. Artinya bahwa 83 % produktifitas tanaman kopi dipengaruhi
oleh faktor pengalaman, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sedangkan
17 % (100 % - 83 %) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan
dalam model ini.
Koefisien determinasi (R2) di atas termasuk tinggi karena mendekati nilai 1
namun untuk melihat seberapa jauh signifikan pengaruh faktor pengalaman,
pendidikan formal dan pendidikan non formal secara bersama-sama terhadap
produktifitas tanaman kopi maka perlu dilakukan Uji Signifikansi Simultan (Uji F).
Tabel 17, menunjukkan bahwa model regresi ini memiliki nilai F-hitung
147,979 sedangkan nilai F-tabel 0.05 (3 : 91) 2,72. Berdasarkan kriteria keputusan,
maka Ha diterima karena F-hitung lebih besar dari F-tabel. Itu artinya variabel
pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karafir dalam Aditan (1994),
menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai pengelola erat hubungannya dengan
pendidikan formal petani. Frekuensi mengikuti penyuluhan (pendidikan non formal)
dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
semakin luas pula wawasan usahanya termasuk dalam hal peningkatan produktifitas
tanaman budidayanya.
Dengan pengujian simultan di atas telah diketahui, bahwa seluruh variabel
bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat. Namun perlu diketahui pula variabel bebas mana yang memiliki pengaruh
yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi, apakah variabel
pendidikan formal, pendidikan non formal atau pengalaman. Untuk melihat itu, maka
perlu dilakukan pengujian parsial (Uji t).
Tabel 17, menunjukkan bahwa variabel pendidikan formal memiliki nilai t-
hitung 0,627 sedangkan nilai t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan,
maka Ho diterima karena t-hitung lebih kecil dari t-tabel. Itu artinya variabel
pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas
tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk,
(2003) yang berjudul “Faktor-faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas
Usahatani Padi“ menunjukkan hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan
Formal dengan tingkat adopsi teknologi PHT dan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat
Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara“
menunjukkan variabel pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat
pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi
teknologi pemeliharaan teknak sapi.
Variabel pendidikan non formal memiliki nilai t-hitung 2,675 sedangkan nilai
t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena t-
hitung lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pendidikan non formal mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995)
mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah
kesanggupan petani dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada
perubahan perilaku petani sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola
usahataninya. Dengan demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan -
kegiatan seperti penyuluhan - penyuluhan, kursus-kursus serta pelatihan-pelatihan
maka makin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya
sehingga produksi yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman
yang telah diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan
dapat diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk
memilih, mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam
usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak-
banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Variabel pengalaman memiliki nilai t-hitung 9,929 sedangkan nilai t-tabel
(0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena t-hitung
lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pengalaman mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Pengalaman petani itu dapat dilihat
dari penggunaan bibit tanaman yang bersumber dari tanaman induk sebelumnya yang
tidak memiliki sifat-sifat unggul, penanaman dilakukan tanpa memperhatikan jarak
tanam yang ideal sehingga di satu sisi dijumpai pertanaman kopi yang rapat dan sisi
yang lain dijumpai pertanaman kopi yang sangat jarang, pemberian pupuk kimia
seadanya tanpa memperhitungkan dosis pupuk yang tepat. Umumnya, petani hanya
mengandalkan pupuk kandang seperti kotoran babi atau kerbau sebagai sumber hara
bagi tanaman kopi. Bahkan gulma seperti lalang dan rumput-rumput yang tumbuh di
sekitar tanaman setelah dipotong dapat juga dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman
kopi. Begitu juga halnya dengan penyemprotan pestisida dilakukan seadanya tanpa
memperhatikan dosis yang tepat. Pemanenan tidak memperhatikan kemasakan biji
sehingga banyak dijumpai biji-biji kopi yang belum masak dan sebaliknya adapula
biji kopi yang sudah terlalu masak karena terlambat dipetik. Kesalahan pemanenan
berakibat terhadap rendahnya kualitas biji kopi yang dipanen.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002)
yang menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani
kakao dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square 2 =
42,57 lebih besar dari nilai tabel untuk 2(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2
(0,01 ; 1) = 6,64. Semakin
lama petani memiliki pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin
tinggi juga produktivitas kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena
dengan pengalaman yang mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha
yang mengarah kepada peningkatan produksi persatuan luas.
Dari hasil pengujian parsial (Uji t), dapat diketahui bahwa variabel bebas yang
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi adalah
variabel pengalaman dimana nilai t-hitung variabel pengalaman lebih besar dari nilai
t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan non formal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Scott (1994) bahwa pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non
formal) memang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan seseorang dalam bekerja,
namun hal tersebut tidaklah mutlak karena adanya keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya
dengan resiko yang paling rendah berdasarkan pengalamannya selama berusaha tani.
Sikap seperti inilah yang oleh Scott disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya
petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya.
Dari Tabel 17 dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda seperti di
bawah ini :
Y = 0,278 + 0,011 X1 + 0,186 D2 + 0,151 X3
Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Konstanta (b0) sebesar 0,278, artinya jika tidak terdapat pengaruh dari pendidikan
formal, pendidikan non formal dan pengalaman maka produktifitas tanaman kopi
akan tetap sebesar 0,278 ton/ha.
b. Koefisien regresi D2 (b2) = 0,186 menunjukkan bahwa pendidikan non formal
berpengaruh positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika setiap petani kopi
mendapat pendidikan non formal maka produktifitas tanaman kopi akan
bertambah sebesar 0,186 ton/ha.
c. Koefisien regresi X3 (b3) = 0,151 menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh
positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika pengalaman petani kopi
meningkat 1 (satu) tahun maka produktifitas tanaman kopi bertambah sebesar
0,151 ton/ha.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, pendidikan
non formal dan pengalaman menunjukkan pengaruh yang positif terhadap
produktifitas tanaman kopi. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi pendidikan non
formal dan pengalaman petani maka semakin tinggi produktivitas tanaman kopi.
4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah
di Kabupaten Tapanuli Utara
Sampai saat ini, sektor pertanian adalah sektor yang memberikan kontribusi
yang besar terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat
dilihat dari penggunaan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara sebagian besar untuk
sektor pertanian (Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan).
Sedangkan, penggunaan lahan di sektor non pertanian seperti pertambangan, industri,
perdagangan, hotel, restoran dan jasa masih sedikit. Khusus sub sektor perkebunan,
tanaman kopi adalah tanaman yang paling banyak ditanam oleh masyarakat
Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat dilihat dari tabel 3, bahwa luas tanaman kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 sebesar 14.806,75 Ha lebih besar dari
luas tanam komoditi perkebunan lainnya. Atas dasar itulah, perlu dilihat seberapa
besar kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di
Kabupaten Tapanuli Utara melalui beberapa indikator seperti pendapatan petani kopi,
penyerapan tenaga kerja, kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung produksi kopi (toko-
toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang pengumpul dan industri pengolahan biji
kopi), dengan uraian sebagai berikut :
4.5.1. Pendapatan Petani Kopi
Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh bahwa
pendapatan petani kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526
per tahun atau Rp. 417.710 per bulan dengan asumsi harga jual biji kopi basah di
pasar adalah Rp. 110.000 setiap kalengnya (1 kaleng = 12 Kg). Bila pendapatan
petani kopi rata-rata ini dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007, yakni sebesar
Rp. 10.348.813. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah rendah.
Pendapatan petani tentunya sangat dipengaruhi oleh produksi tanaman.
Produksi tanaman dipengaruhi oleh luas areal tanaman kopi. Semakin luas areal
tanaman kopi maka semakin banyak pula jumlah tanaman kopi yang dapat ditanam.
Bila seluruh jumlah tanaman kopi yang ditanam dapat menghasilkan maka semakin
tinggi pula produksi tanaman kopi. Semakin tinggi produksi tanaman kopi maka
semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dari uraian berikut ini. Untuk luas lahan seluas 0,12 Ha diperoleh produksi rata-rata
sebanyak 24 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata
setahun sebesar Rp. 2.618.000. Untuk untuk luas lahan seluas 0,25 Ha diperoleh
produksi rata-rata sebanyak 28 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan
petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 3.080.000. Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha
diperoleh produksi rata-rata sebanyak 36 kaleng per tahun sehingga diperoleh
pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 4.005.128. Untuk luas lahan
seluas 0,4 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 47 kaleng per tahun sehingga
diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 5.193.571. Untuk luas
lahan seluas 0,5 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 76 kaleng per tahun
sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 8.382.000.
Untuk luas lahan seluas 1 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 116 kaleng per
tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar
Rp. 12.760.000.
Produksi petani kopi yang tinggi tidak selamanya memberikan pendapatan
yang tinggi. Karena apabila harga kopi di pasar internasional mengalami penurunan
maka hal ini tentunya juga akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani kopi
sebagai akibat rendahnya harga jual kopi di pasar dalam negeri.
4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja
Pada umumnya, usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara adalah usahatani
keluarga dimana ayah, ibu dan anak adalah tenaga kerja inti usahatani kopi itu. Jadi,
kebutuhan tenaga kerja mulai dari pengolahan tanah sampai panen baik panen
panceklik maupun panen raya diusahakan sedapat mungkin menggunakan tenaga
kerja dari anggota keluarga guna menghemat biaya pengeluaran. Karena tenaga kerja
dari anggota keluarga adalah tenaga kerja yang tidak dibayar (tidak mendapat upah).
Namun demikian, pada masa panen raya khususnya untuk luas lahan 0,5 - 1
Ha penggunaan tenaga kerja dari anggota keluarga saja tidak mampu memanen
seluruh biji-biji kopi yang memang sudah saatnya untuk dipanen. Oleh karena itu,
untuk membantu tenaga kerja keluarga yang sudah ada maka dibutuhkan tenaga kerja
dari luar keluarga (tenaga kerja upahan).
Untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan tenaga kerja untuk luas lahan
seluas 1 Ha dapat diuraikan sebagai berikut. Dari data pada lampiran 3, untuk luas
lahan 1 Ha dengan jumlah tanaman kopi 1100 - 1200 batang diperoleh produksi rata-
rata pada masa panceklik yaitu Bulan Januari, April - Agustus dan Nopember -
Desember yaitu 6 kaleng. Bila dilakukan pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu
panen pertama untuk minggu kedua dan panen kedua untuk minggu keempat maka
biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk sekali panen adalah sebanyak 3 kaleng.
Bila seorang tenaga pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau
setara dengan 12 kg dalam sehari maka dibutuhkan tenaga kerja hanya 3 orang saja.
Namun pada masa panen raya yaitu Bulan Februari - Maret dan September - Oktober
diperoleh produksi rata-rata masing-masing sebesar 19 dan 16 kaleng. Bila dilakukan
pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu panen pertama untuk minggu kedua dan
panen kedua untuk minggu keempat maka biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk
sekali panen adalah masing-masing sebanyak 10 dan 8 kaleng. Bila seorang tenaga
pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau setara dengan 12 kg dalam
sehari maka dibutuhkan tenaga kerja antara 8 - 10 orang tenaga kerja. Itu
menunjukkan bahwa untuk luas lahan seluas 1 Ha pada masa panceklik dibutuhkan
hanya 3 orang tenaga kerja namun pada masa panen raya kebutuhan tenaga kerja
meningkat menjadi 8 - 10 orang tenaga kerja seiring dengan meningkatnya produksi
tanaman kopi.
Bila diasumsikan untuk luas lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 3 orang tenaga
kerja pada masa panceklik dan 8 - 10 orang tenaga kerja pada masa panen raya maka
untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha dibutuhkan sebanyak 39.386,68
orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga kerja
sebesar 15 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006 dan
meningkat menjadi 105.031,14 - 131.288,92 orang tenaga kerja pada masa panen
raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 39,99 % - 49,99 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja
pada usahatani kopi untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha seluas 2.270,03 Ha dibutuhkan
6.810,08 orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga
kerja sebesar 2,59 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006
dan meningkat menjadi 18.160,22 - 22.700,28 orang tenaga kerja pada masa panen
raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 6,91 % - 8,64 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Ini menunjukkan bahwa
keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara untuk luas
lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha masih sangat rendah yakni hanya sebesar 15
% pada masa panceklik dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen
raya dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006.
Sampai saat ini, potensi perluasan lahan pertanaman kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara masih cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari masih luasnya
ketersediaan lahan- lahan kosong yang tidak dikelola. Berdasarkan pendataan lahan
kosong yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara (Bappeda Kab. Tapanuli Utara) tahun 2008 diperoleh luas lahan
kering/kosong dengan kemiringan lereng 0 - 2 % (datar) dan 2 - 15 % (landai) adalah
15.290 Ha. Bila luas lahan ini dikelola menjadi areal pertanaman kopi, maka akan
diperoleh pertambahan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 45.870 orang tenaga kerja
pada masa panceklik dan meningkat menjadi sebanyak 122.320 - 152.900 orang
tenaga kerja pada masa panen raya.
4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian
Munculnya toko-toko pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara tentunya
dipengaruhi oleh perkembangan usahatani yang semakin pesat. Kebutuhan terhadap
alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida alat-alat pertanian memang sangat dibutuhkan
oleh petani untuk membantu meringankan pekerjaan mereka. Tanpa adanya alat-alat
pertanian maka pekerjaan yang dilakukan tidak akan dapat berjalan dengan lancar,
efisien dan efektif.
Kebutuhan petani terhadap pupuk khususnya pupuk anorganik seperti Urea,
KCl, TSP, SP 36 dan lain sebagainya, juga semakin sangat dibutuhkan untuk menjaga
agar ketersediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tetap dalam
keadaan yang cukup dan seimbang. Indikator tersedianya unsur-unsur hara di dalam
tanah dapat terlihat dari tumbuh dan berkembangnya dengan baik tanaman yang
dibudidayakan. Hasil akhirnya tercermin dari produktivitas tanaman yang tinggi.
Kebutuhan petani terhadap pestisida sama halnya kebutuhan petani terhadap
pupuk, yakni juga sangat dibutuhkan oleh petani. Seperti tanaman budidaya lainnya,
tanaman kopi juga sangat rentan terhadap serangan hama, penyakit dan gulma. Oleh
karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya
gangguan dan serangan hama, penyakit dan gulma maka tanaman kopi perlu
disemprot dengan pestisida secara periodik.
Kenyataannya, kebutuhan petani terhadap alat-alat pertanian, pupuk dan
pestisida sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan alat-alat pertanian
yang masih sederhana dan dapat dibuat sendiri. Pemakaian pupuk kurang dari
dosis/takaran yang sudah ditentukan. Sehingga untuk menutupi kekurangan akan
pupuk, banyak petani menambahkan kompos dari kotoran hewan seperti kotoran babi
dan kerbau. Begitu juga halnya dengan penggunaan pestisida dilakukan dengan dosis
yang kurang dari yang ditentukan untuk menghemat biaya. Keterbatasan itu tidak
terlepas dari pendapatan petani yang rendah, yang mana hanya sebagian kecil dar i
pendapatannya dipergunakan untuk membeli alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida
sedangkan sebagian besar dari pendapatannya dipergunakan untuk membeli barang-
barang kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk mendapatkan alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida maka petani
dapat membelinya di toko-toko pertanian di tiap pekan/pasar ibukota kecamatan.
Untuk Kecamatan Siborongborong saat ini terdapat 12 (dua belas) toko pertanian
yang berada di Pasar Siborongborong. Untuk Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan
saat ini masing-masing terdapat 5 (lima) toko pertanian yang berada di Pasar
Sipahutar dan Pangaribuan.
4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik
Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong
Munculnya pedagang pengumpul di setiap desa dan kecamatan tentunya tidak
terlepas dari petani kopi sebagai penghasil kopi (produsen) dan pedagang besar atau
pengusaha sebagai pembeli kopi yang telah mereka kumpulkan dari beberapa petani
kopi. Pedagang pengumpul tidak akan ada apabila salah satu dari petani kopi atau
pedagang besar atau pengusaha tidak ada.
Biasanya, yang menjadi pedagang pengumpul adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan modal untuk membeli produksi kopi petani dalam jumlah yang
cukup besar dari suatu desa atau kecamatan. Selain memiliki kemampuan modal,
pedagang pengumpul juga harus mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
pedagang besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering. Sebab tanpa adanya
hubungan yang baik maka tentu saja biji-biji kopi yang telah mereka beli dan
kumpulkan dari petani tidak akan dibeli oleh pengusaha pengolahan biji kopi kering.
Dalam hal pemasaran produksi, petani kopi sangat membutuhkan pedagang
pengumpul untuk membeli biji-biji kopi mereka secara langsung ke desa atau
kecamatan mereka. Karena selain mempermudah penjualan kopi juga dapat
menghemat biaya pengeluaran untuk biaya transportasi pengangkutan dari desa ke
lokasi pengusaha pengolahan biji kopi. Sebaliknya, pedagang pengumpul
mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual kopi dari petani kopi ke pedagang
besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering.
Harga komoditi kopi dari pedagang pengumpul, pedagang besar atau
pengusaha pengolahan biji kopi kering sewaktu-waktu dapat berubah-ubah seiring
dengan perubahan harga komoditi kopi di pasar dunia. Bila harga kopi di pasar dunia
mengalami kenaikan maka tentunya akan berdampak pada meningkatnya pendapatan
pedagang besar/pengusaha, pedagang pengumpul dan petani kopi. Namun sebaliknya,
bila harga kopi di pasar dunia mengalami penurunan maka tentunya juga akan
berdampak pada menurunnya pendapatan pedagang besar/pengusaha, pedagang
pengumpul dan petani kopi.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa tanpa adanya pengusaha
pengolahan biji kopi kering maka keberadaan dari pedagang pengumpul pun juga
tidak akan ada. Oleh karena itu agar tetap selalu eksis sebagai pengusaha pengolahan
biji kopi kering di Kabupaten Tapanuli Utara maka sangat diharapkan kepada seluruh
pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara agar pasakon biji-biji
kopi basah dapat selalu tetap terjaga baik dari jumlah maupun kualitasnya. Sehingga
selain sebagai pengusaha pengolahan biji kopi kering juga sekaligus sebagai eksportir
yang tetap dapat memenuhi permintaan kebutuhan akan biji-biji kopi kering di pasar
internasional.
Hingga saat ini, satu-satunya pengusaha pengolahan biji kopi kering di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah PT. Tapanuli Investasi Agro, yang ada di Silangit
Kecamatan Siborongborong. Dimana industri pengolahan biji kopi kering tersebut
mempunyai kapasitas produksi pabrik sebesar 36 ton biji kopi kering per hari.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa variabel bebas yang
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman
kopi adalah variabel pengalaman dimana nilai t-hitung variabel pengalaman
lebih besar dari nilai t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan
non formal.
2. Kontribusi usahatani kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten
Tapanuli Utara masih sangat rendah. Ini dapat dilihat dari pendapatan petani
kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526 per tahun
lebih rendah bila dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007, yakni sebesar Rp.
10.348.813. Keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha (85,25
% dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara) juga masih
sangat rendah yakni dengan keterserapan sebesar 15 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 pada masa panceklik
dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen raya.
5.2. Saran
1. Untuk meningkatkan pendidikan non formal petani kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara baik dari segi kualitas dan kuantitas maka Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara melalui petugas penyuluh pertanian lapangan
agar lebih gencar mengadakan penyuluhan, bimbingan dan pelatihan/kursus
budidaya tanaman kopi yang baik. Selain itu, perlu juga dibentuk kelompok-
kelompok tani sebagai wadah saling berbagi pengalaman antara petani yang
telah berpengalaman dengan petani yang belum berpengalaman.
2. Mengingat luasnya lahan kering/lahan kosong yang ada saat ini di
Kabupaten Tapanuli Utara maka dibutuhkan kebijakan pemerintah daerah
untuk mengusahakan agar lahan- lahan kosong itu dapat dikelola menjadi
lahan pertanaman kopi sehingga selain dapat meningkatkan produksi
tanaman kopi juga berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani dan
penyerapan kerja di Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Arsyad, Hajrah., 2002. Analisis Berbagai Upaya dalam Perbaikan Produktifitas dan
Mutu Hasil Kakao di Sulawesi Selatan. Yayasan Santigi Makassar
Azwardi, D., 2001. Kajian Tingkat Teknologi Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus
Carpio) Pada Sentra Benih Ikan Di Sumatera Barat. Thesis, Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2004. Produk Domestik Regional
Bruto Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Tapanuli Utara Dalam Angka
2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Pangaribuan dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Siborongborong
dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Sipahutar dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung.
Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003.
Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia : Tinjauan Teoritis dan Praktis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR STTNASYogya.pdf pada tanggal 02-06-2009.
Gitosudarmo, I.M., 1990. Prinsip Dasar Manajemen. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Gultom, D.T., Nurmayasari, Sumaryo dan Efendi, 1997. Persepsi dan Penerapan Teknologi pada Proyek Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT) di Dusun Kedawung, Kelurahan Sukadanaham. Kecamatan Tanjung Karang Barat.
Kotamadya Bandar Lampung.
Hafizah, dkk., 2003. Aktivitas Penyuluhan Sebagai Bentuk Komunikasi Untuk Meningkatkan Pengetahuan Petani (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong). Diakses dari
www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/109.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Hasan, Iswandhie., 2000. Analisis Produksi Kopi di Desa Mbenti Kecamatan
Minyambow Kabupaten Manokwari. Program Studi Agrobisnis. Diakses dari
www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/hasan/s1.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Hole, Y., 1988. Perbedaan Efektifitas Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian antara Petani Transmigrasi Nasional dan Petani Transmigrasi APPDT di Daerah Transmigrasi Prafi - Manokwari. Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Cenderawasih Manokwari.
Kuncoro, Mudrajad., 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta.
Kambuaya, O., 1982. Analisa Produksi dan Tataniaga Ikan Teri (Stolephorus comersionil anchovies) di Wilayah Kecamatan Sorong dan Raja Ampat
Kabupaten Sorong Irian Jaya. Fakultas Pertanian Peternakan dan Kehutanan. Universitas Negeri Cenderawasih.
Liliweri, A., 1997. Sosiologi Organisasi. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Mahaputra, IK, Rubiyo., 2006. Kajian Irigasi Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten Buleleng. Diakses dari bbp2tp.litbang.deptan.go.id/FileUpload/files/publikasi/JPPTP%209106(7).pdf
pada tanggal 05-12-2008.
Mamboai, Hans., 2003. Sistem Pengelolaan Usahatani Komoditi Kopi (Coffea sp) di Kampung Ambaidiru Distrik Angkaisera Kabupaten Yapen Waropen. Diakses dari www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/mamboai/s1.PDF pada tanggal 05-12-
2008.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Nasional Yang Lebih Merata dan
Lebih Adil. Diakses dari www.penataanruang.pu.go.id.pdf. pada tanggal 02-06-2009.
Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.
Mulyanto, H.R., 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Nachrowi dan Suhandojo, 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan
Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Najiyati, S dan Danarti, 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Priyono, dkk., 2003. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya Terhadap Produktivitas Usahatani Padi (Studi Kasus di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu). Diakses
dari www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/96.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Purwoko dan Sumantri, 2007. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi
Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara. Diakses dari
bdpunib.org/jipi/artikeljipi/edkhus1/78.PDF pada tanggal 05-12-2008.
Reksohadiprojo, S., 1982. Teori dan Rerilaku Organisasi Perusahaan. BFEE. UGM. Yogyakarta.
Rustiadi, E., 2004. Pemantapan Kebijakan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Makalah pada lokakarya Nasional Agropolitan. Proyek
Pengembangan prasarana dan sarana Desa Agropolitan. Gorontalo. Scott, J.C., 1994. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara. LP3ES.
Sirojuzilam, 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Bandung.
Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional. Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka
Bangsa Press. Medan.
Soedjadmiko, A., 1990. Kajian Terhadap Teknologi Dalam Rangka Program Intensifikasi Kedelai (Suatu Kasus di Kec. Gumuk Mas Jember). Thesis. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. Suhandojo, 2002. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Rangka Pelaksanaan
Otonomi Daerah. BPPT. Jakarta.
Sulistiono, 2008. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas). Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Diakses dari http://www.damandiri.or.id/file/sulistionoipbbab2.pdf pada tanggal
04-06-2009.
Susilo, Kasru., 2003. Kebijaksanaan Pengembangan Wilayah Di Masa Yang Akan Datang dan Implikasinya terhadap Kebutuhan Analisa dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/
Makalah/Prospek%20GIS-ITB.pdf pada tanggal 04-06-2009.
Syafruddin, 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Diakses dari www.damandiri.or.id/detail.php?id=240
pada tanggal 05-12-2008.
Tarigan, R., 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta Zen, M.T., 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan
Manusia. BPPT. Jakarta.
Zulfikri, 2003. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pertanian Organik (Studi Kasus di Desa Air Bang Kecamatan Curup dan Desa Air Duku Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurusan Sosek.
Pertanian. Fakultas Pertanian UNIB.
75
Lampiran 1. Kuisioner Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Petani terhadap Tingkat
Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap Pengembangan
Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Alamat : Desa :
Kecamatan :
Kabupaten : Tapanuli Utara
3. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita
4. Umur :
5. Status : a. Menikah b. Belum Menikah
B. PENDIDIKAN FORMAL
Apa Pendidikan Terakhir ?
I. SD (TAHUN) : 1 2 3 4 5 6
II. SMP (TAHUN) : 7 8 9
III. SMA (TAHUN) : 10 11 12
IV. PERGURUAN TINGGI : 13/ D 1 15 / D 3 17 / S2
(TAHUN) 14/ D 2 16 / D 4/ S1
C. PENDIDIKAN NON FORMAL
PERTANYAAN JAWABAN
1. PERNAHKAH MENGIKUTI PELATIHAN/
KURSUS/ PENYULUHAN ?
A. YA, PERNAH
B. BELUM
PERNAH
76
2. BILA PERNAH, PELATIHAN/ KURSUS/
PENYULUHAN APA?
3. BERAPA LAMA ?
4. SIAPA PENYELENGGARA PELATIHAN/
KURSUS/ PENYULUHAN ITU ?
5. APAKAH DENGAN PELATIHAN/ KURSUS/
PENYULUHAN ITU MENINGKATKAN
PENGETAHUAN BAPAK/IBU/SAUDARA
DALAM BERTANI KOPI ?
A. YA
B. TIDAK
D. PENGALAMAN
1. SUDAH BERAPA LAMA BERTANI KOPI
(TAHUN) ?
2. DARIMANA TAHU BERTANI KOPI ?
3. BILA ADA MASALAH DI DALAM
BERTANI, KEPADA SIAPA MEMINTA
PEMECAHANNYA ?
E. PRODUKTIFITAS TANAMAN KOPI
1. BERAPA LUAS TANAMAN KOPI YANG
BAPAK/IBU/SAUDARA USAHAKAN ?
2. BERAPA BATANG TANAMAN KOPI
YANG DIUSAHAKAN ?
3. APAKAH SETIAP BULAN BISA
DILAKUKAN PANEN ?
A. YA, BISA B. TIDAK, BISA
4. BILA BISA, BERAPA KALI ? A. 1 X SEBULAN B. 2X SEBULAN
5. SETIAP KALI PANEN, BERAPA PRODUKSI
RATA-RATA KOPI YANG DIHASILKAN ?
(KALENG) (1 KALENG = 12 KG)
77
PRODUKSI TANAMAN KOPI RESPONDEN (KALENG / BULAN)
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEP OKT NOP DES TOTAL
F. PENGEMBANGAN WILAYAH
PENDAPATAN PETANI
1. PRODUKSI KOPI YANG DIPEROLEH
KEMANA DIJUAL ?
A. PASAR B. PEDAGANG
PENGUMPUL
C. KOPERASI
2. SETIAP KG ATAU SETIAP KALENG
PRODUKSI KOPI DIHARGAI PEMBELI ?
A. KG B. KALENG
3. 1 KG BERAPA RUPIAH ? ATAU
1 KALENG BERAPA RUPIAH ?
INDUSTRI HILIR
1. APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU
KEMANA DIJUAL KEMBALI OLEH
PEDAGANG PENGUMPUL BIJI KOPI
YANG ANDA JUAL ?
A. PENGUMPUL
BESAR
B...PABRIK
PENGOLAHAN
KOPI
C. DLL
2. APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU
ADA PABRIK ATAU HOME INDUSTRI
PENGOLAHAN KOPI DI KECAMATAN INI
ATAU DI TAPANULI UTARA INI ?
A. YA, TAHU B. TIDAK, TAHU
3. BILA TAHU, DIMANA ?
4. APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU,
UNTUK DIOLAH MENJADI APA BIJI KOPI
ITU?
A. YA, TAHU B. TIDAK, TAHU
5. BILA TAHU, MENJADI PRODUK APA ?
78
INDUSTRI HULU
1. APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA
MEMBUAT BIBIT SENDIRI ATAU
MEMBELI ?
A. MEMBUAT
SENDIRI
B. MEMBELI
2. BILA MEMBELI, DIMANA TEMPATNYA ?
3. DARIMANA BAPAK/IBU/SAUDARA
MEMBELI PUPUK, HERBISIDA DAN
PESTISIDA ?
4. DARIMANA BAPAK/IBU/SAUDARA
MEMBELI ALAT-ALAT PERTANIAN ?
TENAGA KERJA
1. APAKAH DALAM BERKEBUN KOPI
BAPAK/IBU/SAUDARA
MEMPERGUNAKAN TENAGA KERJA ?
A. YA B. TIDAK
2. BILA MEMPERGUNAKAN TENAGA
KERJA, BERAPA JUMLAH TENAGA
KERJA YANG BAPAK/IBU/SAUDARA
KERJAKAN ?
3. APAKAH TENAGA KERJA YANG
BAPAK/IBU/SAUDARA KERJAKAN
BERASAL DARI KELUARGA SENDIRI
ATAU ORANG LAIN ?
A. KELUARGA
SENDIRI
B. ORANG LAIN
4. APAKAH MEREKA DIPAKAI MULAI DARI
SAAT PENANAMAN SAMPAI PANEN DAN
PENANGANAN HASIL ?
A. YA B. TIDAK
5. BILA TIDAK, PADA SAAT KAPAN
TENAGA MEREKA DIBUTUHKAN ?
A. PENGOLAHAN TANAH (........... orang)
B. PENANAMAN (..................orang)
79
C. PEMELIHARAAN (PEMUPUKAN
..........orang, PENYIANGAN .........orang,
PEMANGKASAN...........orang,
PENYEMPROTAN PESTISIDA.........orang,
HERBISIDA..........o rang, DLL)
D. PEMANENAN (....................orang)
E. PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(PENYORTIRAN................orang,
PENGUPASAN KULIT..............orang,
PENGERINGAN.............orang, DLL)
6. BIASANYA BERAPA LAMA TENAGA
MEREKA DIBUTUHKAN ?
A. SATU MINGGU
B. SATU BULAN
C. LAIN – LAIN .....................
7. APAKAH MEREKA MENERIMA UPAH
HARIAN, MINGGUAN ATAU BULANAN ?
A. UPAH HARIAN
B. UPAH MINGGUAN
C. UPAH BULANAN
8. BILA UPAH MEREKA DIBERIKAN
HARIAN, BERAPA UPAH YANG MEREKA
TERIMA ?
80
Lampiran 2. Identi tas Res ponden
Kecamatan : Siborongborong
Desa : Pohan Jae
No. Nama Responden Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun) 1 Mariden Simanjuntak √ - √ - 44 12 0 6
2 Usdiman Sianipar √ - √ - 47 12 1 8 3 Wasinton Simanjuntak √ - √ - 47 9 0 6
4 Parasian Pardede √ - √ - 43 9 0 6
5 Maidin Simanjuntak √ - √ - 45 12 1 7
6 Jonner Aruan √ - √ - 39 7 0 6
7 Edi Siahaan √ - √ - 46 16 1 8
8 Sukardi Hutabarat √ - √ - 45 9 0 7
9 Sahat Tambunan √ - √ - 52 12 1 12
10 Nopen Simanjuntak √ - √ - 47 12 1 9
11 Robet Siagian √ - √ - 43 9 0 6 12 Paian Simanjuntak √ - √ - 45 9 0 6
13 Pariaman Tambunan √ - √ - 54 12 1 9
14 Parlin Hutagalung √ - √ - 38 9 0 6
Desa : Pohan Julu
No. Nama Responden Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-Laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun) 1 Mula Simanjuntak √ - √ - 47 12 1 8
2 Betani Pardede - √ √ - 37 9 0 6
3 Junus Simanjuntak √ - √ - 46 12 1 8
4 Risma Panjaitan - √ √ - 40 9 0 6
5 Bistok Simangunsong √ - √ - 55 12 1 10
6 Benri Pasaribu √ - √ - 43 9 0 5 7 Sabar Simanjuntak √ - √ - 42 9 0 5
8 Efendi Simanjuntak √ - - √ 35 9 0 5
9 Nelson Simanjuntak √ - √ - 53 12 1 9
10 Dapot Simanjuntak √ - √ - 49 12 1 11
11 Manguntor Sihombing √ - √ - 37 9 0 6
12 Robinson Purba √ - √ - 43 6 0 5
13 Hormat Marpaung √ - √ - 43 9 0 6
14 Asima Tampubolon - √ √ - 46 9 0 6
15 Ramses Simanjuntak √ - √ - 44 9 0 6
16 Damaris Simanjuntak - √ √ - 45 12 1 7
17 Kalpin Marpaung √ - √ - 39 9 0 6
81 Kecamatan : Sipahutar
Desa : Siabal-abal I
No. Nama Responden Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-Laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun) 1 Retni Panjaitan - √ √ - 44 9 0 7
2 Rizal Simanjuntak √ - √ - 52 12 1 10
3 Sampe Tua Simanjuntak √ - √ - 41 9 0 6
4 Chandra Silitonga √ - √ - 43 9 0 6
5 Potlen Silitonga √ - √ - 36 9 0 5
6 Denni Simanjuntak √ - √ - 43 9 0 6
7 Sabar Panjaitan √ - √ - 54 16 1 12
8 Timbul Simanjuntak √ - √ - 51 12 1 9
9 Hotmel Simanjuntak √ - √ - 46 9 0 7
10 Glomber Simanjuntak √ - √ - 42 10 0 6
11 Marudut Gultom √ - √ - 47 9 0 8
12 Monang Marbun √ - √ - 41 9 0 7
13 Lamhot Panjaitan √ - √ - 45 9 0 8
14 Tiurma Pardede - √ √ - 42 9 0 7
15 Madden Simanjuntak √ - √ - 39 9 0 7
16 Marganda Simanjuntak √ - √ - 48 12 0 7
Desa : Siabal-abal II
No. Nama Responden
Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-Laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun)
1 Rospita Silitonga - √ √ - 43 9 0 7
2 Kasih Panjaitan - √ √ - 41 9 0 7
3 Sintong Simanjuntak √ - √ - 45 12 1 8
4 Fernando Panjaitan √ - √ - 42 12 1 8
5 Halomoan Simanjuntak √ - √ - 38 9 0 6
6 Sanyo Simanjuntak √ - √ - 43 9 0 7
7 Herbet Simanjuntak √ - √ - 55 12 1 11
8 Hiras Simatupang √ - √ - 40 9 0 6
9 Riko Simanjuntak √ - √ - 40 9 0 8
10 Jimmy Simanjuntak √ - √ - 44 9 0 5
11 Tonggor Sihombing √ - √ - 44 9 0 7
12 Sanggam Simanjuntak √ - - √ 38 6 0 6
13 Charles Nainggolan √ - √ - 39 9 0 7
14 Suparto Simanjuntak √ - √ - 50 9 0 8
15 Edi Simanjuntak √ - √ - 47 9 0 8
16 Modi Simatupang - √ √ - 45 9 0 7
17 Jiman Simanjuntak √ - √ - 48 9 0 6
18 Saur Simanjuntak √ - √ - 54 12 1 8
82 Kecamatan : Pangaribuan
Desa : Silantom Tonga
No. Nama Responden Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-Laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun)
1 Marganti Sitinjak √ - √ - 36 6 0 5
2 Manuntun Nainggolan √ - √ - 51 12 1 8
3 Wakner Pakpahan √ - √ - 44 12 1 7
4 Asel Nainggolan √ - √ - 54 12 1 8
5 Norman Nainggolan √ - √ - 47 9 0 6
6 Josen Nainggolan √ - √ - 43 9 0 6
7 Aman Nainggolan √ - √ - 42 9 0 6
8 Hotman Sibarani √ - √ - 44 9 0 7
Desa : Batu Manumpak
No. Nama Responden Jenis Kelamin Status Perkawinan Umur Pendidikan Pengalaman
Laki-Laki Perempuan Kawin Belum Kawin (Tahun) Formal (Tahun) Non Formal (Tahun) 1 Pukka Nainggolan √ - √ - 44 9 0 7
2 Elman Nainggolan √ - √ - 43 10 0 6
3 Radot Nainggolan √ - √ - 36 9 0 6
4 Mangantar Nainggolan √ - √ - 44 9 0 7
5 Sihol Nainggolan √ - √ - 52 12 1 10
6 Bempi Nainggolan - √ √ - 48 12 1 11
7 Pendi Nainggolan √ - √ - 49 9 0 7
8 Butler Nainggolan √ - √ - 47 9 0 7
9 Lamrata Pakpahan √ - √ - 35 8 0 6
10 Balongsu Pakpahan √ - √ - 45 9 0 6
11 Guliper Purba √ - √ - 41 9 0 6
12 Jusen Pakpahan √ - √ - 54 9 0 8
13 Kepler Nainggolan √ - √ - 44 9 0 7
14 Badia Nainggolan √ - √ - 45 12 1 8
15 Bilpon Aritonang √ - √ - 42 9 0 7
16 Jintar Nainggolan √ - √ - 56 12 1 10
17 Marlis Nainggolan - √ √ - 45 12 1 8
18 Jonson Nainggolan √ - √ - 37 9 0 5
19 Wosmen Nainggolan √ - √ - 42 12 1 8
20 Rindu Pakpahan √ - √ - 53 12 1 9
21 Sahala Nainggolan √ - √ - 45 12 1 8
22 Cyrus Nainggolan √ - √ - 52 12 1 9
Keterangan :
0 = Tidak Mendapatkan Pendidikan Formal
1 = Penyuluhan Pertanian
83 Lampiran 3. Rekapitulasi Produktivitas Tanaman Kopi Responden (Ton/Ha/Tahun)
Kecamatan : Siborongborong
Desa : Pohan Jae
No. Nama Responden Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Mariden Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 6 4 3 3 1 2 3 5 2 2 37 444 0.444 1.480
2 Usdiman Sianipar 0.30 2 X 2 1/2 500 3 5 6 5 3 3 3 3 4 6 3 2 46 552 0.552 1.840
3 Wasinton Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 3 5 7 5 4 3 3 3 4 6 3 2 48 576 0.576 1.440
4 Parasian Pardede 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 3 3 2 1 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
5 Maidin Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 3 7 5 4 4 2 2 3 4 6 3 3 46 552 0.552 1.840
6 Jonner Aruan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 6 5 4 3 2 3 3 4 6 3 3 45 540 0.540 1.350
7 Edi Siahaan 0.30 2 X 2 1/2 500 3 8 6 4 4 2 2 3 5 7 3 2 49 588 0.588 1.960
8 Sukardi Hutabarat 1.00 3 X 2 1/2 1200 5 15 18 6 3 3 2 6 16 22 8 6 110 1320 1.320 1.320
9 Sahat Tambunan 0.08 2 X 2 200 2 3 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 18 216 0.216 2.700
10 Nopen Simanjuntak 0.50 2 X 2 1/2 800 5 16 12 8 6 3 3 3 7 10 6 4 83 996 0.996 1.992
11 Robet Siagian 0.30 2 X 2 1/2 500 3 3 6 3 3 2 2 2 3 5 3 2 37 444 0.444 1.480
12 Paian Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 3 5 4 2 2 2 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
13 Pariaman Tambunan 0.30 2 X 2 1/2 500 3 7 5 4 3 3 3 3 5 7 4 2 49 588 0.588 1.960
14 Parlin Hutagalung 1.00 3 X 2 1/2 1200 6 17 20 8 5 5 5 9 12 20 8 5 120 1440 1.440 1.440
Desa : Pohan Julu
No. Nama Responden
Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Mula Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 3 8 6 4 3 2 2 3 4 6 3 2 46 552 0.552 1.840
2 Betani Pardede 0.30 2 X 2 1/2 500 3 5 4 4 2 1 1 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
3 Junus Simanjuntak 0.50 2 X 2 1/2 800 4 16 12 7 4 3 2 3 8 14 6 3 82 984 0.984 1.968
4 Risma Panjaitan 0.30 2 X 2 1/2 500 3 5 4 4 3 1 1 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
5 Bistok Simangunsong 0.40 2 X 2 1/2 700 4 15 13 8 4 2 2 3 9 13 7 3 83 996 0.996 2.490
6 Benri Pasaribu 0.40 2 X 2 1/2 700 2 5 7 4 3 3 2 2 4 6 2 2 42 504 0.504 1.260
7 Sabar Simanjuntak 0.25 2 X 2 1/2 400 2 4 3 2 2 1 1 2 2 3 2 1 25 300 0.300 1.200
8 Efendi Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 6 4 3 2 2 2 2 4 5 2 2 36 432 0.432 1.080
9 Nelson Simanjuntak 0.12 2 X 2 250 2 3 2 2 2 1 1 1 2 3 2 1 22 264 0.264 2.200
10 Dapot Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 4 16 14 10 6 3 3 4 7 10 6 5 88 1056 1.056 2.640
11 Manguntor Sihombing 0.40 2 X 2 1/2 700 3 5 8 6 4 2 2 3 4 5 3 2 47 564 0.564 1.410
12 Robinson Purba 0.40 2 X 2 1/2 700 2 4 6 4 3 2 2 2 3 4 3 2 37 444 0.444 1.110
13 Hormat Marpaung 0.30 2 X 2 1/2 500 3 3 5 3 3 2 2 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
14 Asima Tampubolon 0.25 2 X 2 1/2 400 2 3 4 3 2 1 2 2 2 3 2 2 28 336 0.336 1.344
15 Ramses Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 3 4 6 4 2 2 2 3 3 4 2 2 37 444 0.444 1.480
16 Damaris Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 6 4 4 2 2 2 3 5 3 2 39 468 0.468 1.560
17 Kalpin Marpaung 0.30 2 X 2 1/2 500 3 5 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
Catatan :
0.00 0.00
1 Bulan = 2 x Panen
1 Kaleng = 12 Kg
84 Kecamatan : Sipahutar
Desa : Siabal-abal I
No. Nama Responden Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Retni Panjaitan 0.30 2 X 2 1/2 500 3 4 6 3 3 2 2 2 3 4 2 2 36 432 0.432 1.440
2 Rizal Simanjuntak 0.50 2 X 2 1/2 800 4 11 15 8 4 2 2 3 9 12 5 3 78 936 0.936 1.872
3 Sampe Tua Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 6 4 3 2 1 1 2 3 4 2 2 32 384 0.384 1.280
4 Chandra Silitonga 0.40 2 X 2 1/2 700 2 8 5 4 3 2 2 2 3 6 3 2 42 504 0.504 1.260
5 Potlen Silitonga 0.40 2 X 2 1/2 700 2 7 4 3 3 2 2 3 3 5 3 3 40 480 0.480 1.200
6 Denni Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 7 5 3 3 2 2 2 4 6 3 3 42 504 0.504 1.260
7 Sabar Panjaitan 0.12 2 X 2 250 2 3 3 2 2 1 1 2 2 3 2 1 24 288 0.288 2.400
8 Timbul Simanjuntak 0.50 2 X 2 1/2 800 3 8 11 7 4 3 3 4 7 9 4 3 66 792 0.792 1.584
9 Hotmel Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 6 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
10 Glomber Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 3 2 2 32 384 0.384 1.280
11 Marudut Gultom 1.00 3 X 2 1/2 1100 6 25 20 14 8 4 4 6 10 15 6 4 122 1464 1.464 1.464
12 Monang Marbun 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 3 2 2 2 2 3 4 3 2 34 408 0.408 1.360
13 Lamhot Panjaitan 0.25 2 X 2 1/2 400 2 4 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 29 348 0.348 1.392
14 Tiurma Pardede 0.25 2 X 2 1/2 400 2 3 5 3 2 1 1 2 2 4 2 2 29 348 0.348 1.392
15 Madden Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
16 Marganda Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 3 5 4 3 2 2 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
Desa : Siabal-abal II
No. Nama Responden
Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Rospita Sil itonga 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 4 3 2 2 2 3 4 2 2 35 420 0.420 1.400
2 Kasih Panjaitan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 3 5 4 3 2 2 2 3 4 2 2 34 408 0.408 1.360
3 Sintong Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 6 4 3 3 2 2 2 4 5 3 2 38 456 0.456 1.520
4 Fernando Panjaitan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 5 8 7 5 2 2 3 4 6 3 2 50 600 0.600 1.500
5 Halomoan Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 4 6 5 4 2 2 2 4 5 3 2 41 492 0.492 1.230
6 Sanyo Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 3 4 7 5 3 2 2 3 4 6 3 2 44 528 0.528 1.320
7 Herbet Simanjuntak 0.12 2 X 2 250 2 3 3 2 2 1 1 2 2 3 1 1 23 276 0.276 2.300
8 Hiras Simatupang 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
9 Riko Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 3 3 2 2 2 4 5 2 2 36 432 0.432 1.440
10 Jimmy Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 7 5 4 3 2 2 2 4 5 2 2 40 480 0.480 1.200
11 Tonggor Sihombing 0.25 2 X 2 1/2 400 2 3 5 2 2 2 2 2 2 3 2 2 29 348 0.348 1.392
12 Sanggam Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 5 8 4 4 2 2 2 4 6 3 2 44 528 0.528 1.320
13 Charles Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
14 Suparto Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 4 3 2 2 2 3 4 2 2 35 420 0.420 1.400
15 Edi Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 6 3 3 2 2 2 4 5 2 2 37 444 0.444 1.480
16 Modi Simatupang 0.40 2 X 2 1/2 700 2 4 7 5 4 2 2 3 4 6 3 2 44 528 0.528 1.320
17 Jiman Simanjuntak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 7 5 5 3 2 2 2 3 5 2 2 40 480 0.480 1.200
18 Saur Simanjuntak 0.30 2 X 2 1/2 500 2 6 4 3 3 2 2 2 4 5 3 2 38 456 0.456 1.520
Catatan :
1 Bulan = 2 x Panen
1 Kaleng = 12 Kg
85
Kecamatan : Pangaribuan
Desa : Silantom Tonga
No. Nama Responden Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Marganti Sitinjak 0.40 2 X 2 1/2 700 2 4 6 4 3 2 2 2 3 4 3 2 37 444 0.444 1.110
2 Manuntun Nainggolan 0.50 2 X 2 1/2 800 4 10 15 8 5 2 2 4 9 13 7 4 83 996 0.996 1.992
3 Wakner Pakpahan 0.50 2 X 2 1/2 800 4 13 9 7 4 3 3 3 8 10 7 4 75 900 0.900 1.800
4 Asel Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 5 9 6 4 3 3 4 5 7 3 3 55 660 0.660 1.650
5 Norman Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 2 5 7 5 4 2 2 3 4 5 3 2 44 528 0.528 1.320
6 Josen Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 4 8 5 4 2 2 3 4 6 3 2 46 552 0.552 1.380
7 Aman Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 2 5 7 4 3 2 2 2 4 5 3 2 41 492 0.492 1.230
8 Hotman Sibarani 1.00 3 X 2 1/2 1200 7 14 20 7 6 3 3 8 14 15 9 6 112 1344 1.344 1.344
Desa : Batu Manumpak
No. Nama Responden
Luas Lahan Jarak Tanam Jlh Tanaman Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Total Produksi Kopi Produktivitas Tan. Kopi
(Ha) (Meter x Meter) (Batang) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des (Kaleng) (Kg) (ton) (ton/ha/tahun)
1 Pukka Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 3 2 2 3 3 4 3 2 36 432 0.432 1.440
2 Elman Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 3 2 2 32 384 0.384 1.280
3 Radot Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 3 5 4 3 2 2 2 3 4 3 2 35 420 0.420 1.400
4 Mangantar Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 6 3 2 2 2 2 4 5 3 2 37 444 0.444 1.480
5 Sihol Nainggolan 0.12 2 X 2 250 2 3 4 2 2 1 1 2 2 3 1 1 24 288 0.288 2.400
6 Bempi Nainggolan 0.12 2 X 2 250 2 3 4 3 2 1 1 1 2 3 2 2 26 312 0.312 2.600
7 Pendi Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 6 3 2 2 2 2 4 5 2 2 36 432 0.432 1.440
8 Butler Nainggolan 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 4 2 2 33 396 0.396 1.320
9 Lamrata Pakpahan 0.25 2 X 2 1/2 400 2 4 3 2 2 1 1 2 2 3 2 2 26 312 0.312 1.248
10 Balongsu Pakpahan 0.40 2 X 2 1/2 700 2 6 8 4 3 2 2 2 4 6 3 2 44 528 0.528 1.320
11 Guliper Purba 0.30 2 X 2 1/2 500 2 5 4 3 2 2 2 2 3 5 2 2 34 408 0.408 1.360
12 Jusen Pakpahan 0.25 2 X 2 1/2 400 2 3 5 3 2 2 2 2 2 3 2 2 30 360 0.360 1.440
13 Kepler Nainggolan 0.25 2 X 2 1/2 400 2 5 3 3 2 1 1 2 2 3 2 2 28 336 0.336 1.344
14 Badia Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 8 7 5 4 3 3 3 4 7 3 2 52 624 0.624 1.560
15 Bilpon Aritonang 0.30 2 X 2 1/2 500 2 4 5 3 3 2 2 2 4 5 2 2 36 432 0.432 1.440
16 Jintar Nainggolan 0.50 2 X 2 1/2 800 3 14 12 10 6 4 3 3 7 12 4 3 81 972 0.972 1.944
17 Marlis Nainggolan 0.50 2 X 2 1/2 800 3 10 12 8 6 2 2 3 6 10 4 3 69 828 0.828 1.656
18 Jonson Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 2 4 6 3 2 2 2 2 4 6 3 2 38 456 0.456 1.140
19 Wosmen Nainggolan 0.50 2 X 2 1/2 800 3 12 8 8 6 2 2 4 7 9 4 3 68 816 0.816 1.632
20 Rindu Pakpahan 0.50 2 X 2 1/2 800 3 14 10 9 6 3 3 4 7 10 5 3 77 924 0.924 1.848
21 Sahala Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 8 6 5 4 2 2 3 5 8 5 3 54 648 0.648 1.620
22 Cyrus Nainggolan 0.40 2 X 2 1/2 700 3 8 10 5 4 2 2 4 5 7 5 3 58 696 0.696 1.740
Catatan :
1 Bulan = 2 x Panen
0
1 Kaleng = 12 Kg
86
Lampiran 4. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Terhadap Tingkat
Produktifitas Tanaman Kopi
Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered Variables Removed Method
1
Pengalaman , Pendidikan Formal ,
Pendidikan Non Formal(a) . Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .911(a) .830 .824 .149998
a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal
b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.988 3 3.329 147.979 .000(a)
Residual 2.047 91 .022
Total 12.036 94
a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal
b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) .278 .163 1.707 .091
Pendidikan Formal .011 .017 .054 .627 .533
Pendidikan Non Formal .186 .069 .245 2.675 .009
Pengalaman .151 .015 .668 9.929 .000
a Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
87
Residuals Statistics(a)
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 1.09755 2.44734 1.53335 .325973 95
Residual -.367490 .387410 .000000 .147585 95
Std. Predicted Value -1.337 2.804 .000 1.000 95
Std. Residual -2.450 2.583 .000 .984 95
a Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Charts
Pendidikan Formal
420-2
Pro
dukt
ifita
s Ta
nam
an K
opi
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400
Partial Regression Plot
Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
88
Pendidikan Non Formal
0.50.250-0.25-0.5-0.75
Prod
uktif
itas
Tana
man
Kop
i
0.600
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400
Partial Regression Plot
Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Pengalaman 4 3 2 1 0 -1 -2
Produktifitas Tanaman Kopi
0.750
0.500
0.250
0.000
-0.250
-0.500
Partial Regression Plot
Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
89
Lampiran 5. Data Input Penelitian
Nama Formal Nonformal Pengalaman Produktivitas
1 Mariden Simanjuntak 12 0 6 1.480
2 Usdiman Sianipar 12 1 8 1.840 3 Wasinton Simanjuntak 9 0 6 1.440
4 Parasian Pardede 9 0 6 1.320 5 Maidin Simanjuntak 12 1 7 1.840
6 Jonner Aruan 7 0 6 1.350 7 Edi Siahaan 16 1 8 1.960
8 Sukardi Hutabarat 9 0 7 1.320 9 Sahat Tambunan 12 1 12 2.700
10 Nopen Simanjuntak 12 1 9 1.992
11 Robet Siagian 9 0 6 1.480 12 Paian Simanjuntak 9 0 6 1.320
13 Pariaman Tambunan 12 1 9 1.960 14 Parlin Hutagalung 9 0 6 1.440
15 Mula Simanjuntak 12 1 8 1.840 16 Betani Pardede 9 0 6 1.320
17 Junus Simanjuntak 12 1 8 1.968 18 Risma Panjaitan 9 0 6 1.360
19 Bistok Simangunsong 12 1 10 2.490 20 Benri Pasaribu 9 0 5 1.260
21 Sabar Simanjuntak 9 0 5 1.200 22 Efendi Simanjuntak 9 0 5 1.080
23 Nelson Simanjuntak 12 1 9 2.200 24 Dapot Simanjuntak 12 1 11 2.640
25 Manguntor Sihombing 9 0 6 1.410 26 Robinson Purba 6 0 5 1.110
27 Hormat Marpaung 9 0 6 1.360
28 Asima Tampubolon 9 0 6 1.344 29 Ramses Simanjuntak 9 0 6 1.480
30 Damaris Simanjuntak 12 1 7 1.560 31 Kalpin Marpaung 9 0 6 1.360
32 Retni Panjaitan 9 0 7 1.440 33 Rizal Simanjuntak 12 1 10 1.872
34 Sampe Tua Simanjuntak 9 0 6 1.280 35 Chandra Silitonga 9 0 6 1.260
36 Potlen Silitonga 9 0 5 1.200 37 Denni Simanjuntak 9 0 6 1.260
38 Sabar Panjaitan 16 1 12 2.400 39 Timbul Simanjuntak 12 1 9 1.584
40 Hotmel Simanjuntak 9 0 7 1.360
90
41 Glomber Simanjuntak 10 0 6 1.280 42 Marudut Gultom 9 0 8 1.464
43 Monang Marbun 9 0 7 1.360 44 Lamhot Panjaitan 9 0 8 1.392
45 Tiurma Pardede 9 0 7 1.392
46 Madden Simanjuntak 9 0 7 1.320 47 Marganda Simanjuntak 12 0 7 1.360
48 Rospita Silitonga 9 0 7 1.400 49 Kasih Panjaitan 9 0 7 1.360
50 Sintong Simanjuntak 12 1 8 1.520 51 Fernando Panjaitan 12 1 8 1.500
52 Halomoan Simanjuntak 9 0 6 1.230 53 Sanyo Simanjuntak 9 0 7 1.320
54 Herbet Simanjuntak 12 1 11 2.300 55 Hiras Simatupang 9 0 6 1.320
56 Riko Simanjuntak 9 0 8 1.440 57 Jimmy Simanjuntak 9 0 5 1.200
58 Tonggor Sihombing 9 0 7 1.392 59 Sanggam Simanjuntak 6 0 6 1.320
60 Charles Nainggolan 9 0 7 1.320
61 Suparto Simanjuntak 9 0 8 1.400 62 Edi Simanjuntak 9 0 8 1.480
63 Modi Simatupang 9 0 7 1.320 64 Jiman Simanjuntak 9 0 6 1.200
65 Saur Simanjuntak 12 1 8 1.520 66 Marganti Sitinjak 6 0 5 1.110
67 Manuntun Nainggolan 12 1 8 1.992 68 Wakner Pakpahan 12 1 7 1.800
69 Asel Nainggolan 12 1 8 1.650 70 Norman Nainggolan 9 0 6 1.320
71 Josen Nainggolan 9 0 6 1.380 72 Aman Nainggolan 9 0 6 1.230
73 Hotman Sibarani 9 0 7 1.344 74 Pukka Nainggolan 9 0 7 1.440
75 Elman Nainggolan 10 0 6 1.280 76 Radot Nainggolan 9 0 6 1.400
77 Mangantar Nainggolan 9 0 7 1.480
78 Sihol Nainggolan 12 1 10 2.400 79 Bempi Nainggolan 12 1 11 2.600
80 Pendi Nainggolan 9 0 7 1.440
91
81 Butler Nainggolan 9 0 7 1.320 82 Lamrata Pakpahan 8 0 6 1.248
83 Balongsu Pakpahan 9 0 6 1.320 84 Guliper Purba 9 0 6 1.360
85 Jusen Pakpahan 9 0 8 1.440
86 Kepler Nainggolan 9 0 7 1.344 87 Badia Nainggolan 12 1 8 1.560
88 Bilpon Aritonang 9 0 7 1.440 89 Jintar Nainggolan 12 1 10 1.944
90 Marlis Nainggolan 12 1 8 1.656 91 Jonson Nainggolan 9 0 5 1.140
92 Wosmen Nainggolan 12 1 8 1.632 93 Rindu Pakpahan 12 1 9 1.848
94 Sahala Nainggolan 12 1 8 1.620 95 Cyrus Nainggolan 12 1 9 1.740