pengaruh pemberian natrium ... - digilib.uns.ac.id/pengaruh-p...pelet untuk mendapatkan laju...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM LEVOTIROKSIN DALAM
PAKAN PELET TERHADAP PERTUMBUHAN, FCR, DAN SINTASAN
BENIH LOBSTER AIR TAWAR
(Cherax quadricarinatus)
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagai persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh :
Gema Paku Bumi
M0408104
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari
dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah
diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, Juli 2012
Gema Paku Bumi
M0408104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Pengaruh Pemberian Natrium Levotiroksin dalam Pakan Pelet terhadap
Pertumbuhan, FCR, dan Sintasan Benih Lobster Air Tawar
(Cherax quadricarinatus)
Gema Paku Bumi
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Cherax quadricarinatus merupakan lobster yang banyak dibudidayakan
oleh masyarakat karena jenis ini memiliki produktivitas tinggi, mudah
dibudidayakan, SR tinggi, dan tahan penyakit. Salah satu permasalahan dalam
budidaya lobster adalah pertumbuhan yang lambat, sehingga memerlukan banyak
pakan. Tingginya harga pakan berdampak pada biaya produksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium
levotiroksin pada pakan pelet terhadap pertumbuhan lobster air tawar, mengetahui
berapa konsentrasi natrium levotiroksin yang harus ditambahkan ke dalam pakan
pelet untuk mendapatkan laju pertumbuhan dan FCR yang optimal, serta SR benih
lobster yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
macam perlakuan, masing-masing dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang
diberikan meliputi, kelompok K diberikan natrium levotiroksin dalam pakan pelet
dengan konsentrasi 0ppm (kontrol), kelompok A dengan konsentrasi 3ppm,
kelompok B dengan konsentrasi 6ppm, kelompok C dengan konsentrasi 12ppm,
sedangkan kelompok dengan konsentrasi 24ppm. Variabel yang diamati adalah
panjang total, bobot basah, diameter abdomen dan carapace.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian natrium levotiroksin dalam
pakan pelet tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan FCR, akan tetapi
berpengaruh nyata terhadap kelulushidupan pada konsentrasi 12ppm.
Kata kunci: Cherax quadricarinatus, natrium levotiroksin, pakan pelet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
The Effect of Inserting Levothyroxine Sodium in Feed Pellets towards the
Growth, FCR, and Survival Rate of Seeds of Freshwater Lobster
(Cherax quadricarinatus)
Gema Paku Bumi
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT
Cherax quadricarinatus is a lobster which is much cultivated due to its
high productivity, easy to cultivate nature, high SR, and high disease resistance.
One of the problems in cultivating this lobster is on its slow growing, thus it needs
a vast amount of feed. The high feed prices further have an impact on its
production costs.
This study is aimed at identifying the effect of inserting levothyroxine
sodium in feed pellets towards the growth of freshwater lobster, and finding out
the exact concentration of levothyroxine sodium that need to be inserted in the
feed pellets to obtain the optimal growth rate and FCR, as well as a high SR of
seed lobster.
This research employed Completely Randomized Design (CRD) giving
five different treatments with three repetitions for each. The treatments include,
group K given 0ppm (control) concentration of levothyroxine sodium inserted in
feed pellets, group A with 3ppm concentration, group B with 6ppm concentration,
group C with 12ppm concentration, while group D with 24ppm concentration.
Observed variables were the total length, wet weight, abdomen and carapace
diameter.
The result of this study suggests that the insertion of levothyroxine sodium
in feed pellets had no significant effect towards the growth and FCR, rather it
significantly influenced its viability on 12ppm concentration.
Keywords: Cherax quadricarinatus, levothyroxine sodium, feed pellets.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
”Sesungguhnya Allah tiada mengubah suatu kaum, kecuali jika mereka
mengubah keadaan mereka sendiri”.
(Surat AR-RA’DU ayat 11).
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu niscaya Allah
akan menunjukkan jalan ke surga kepadanya”.
( H.R. Muslim)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaranya dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(Q.S. Al-Mujaadilah:11)
”Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba,
karena dengan mencoba kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil”
(Anonim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil ini Penulis persembahkan untuk
Ibu, Bapak, Kakak-adikku, Keluarga tercinta
Guru yang telah mendidik&membimbingku
Calon istri tercinta
Semua sahabat-sahabatku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ’alamin, puji syukur atas kehadirat Alloh SWT,
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana sains Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
Universitas Sebelah Maret Surakarta.
Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari banyak menemui
hambatan dan masalah. Namun adanya masukan berupa kritikan, saran serta
dorongan semangat dari berbagai pihak, membuat penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, yaitu sebagai berikut :
Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M. Sc., (Hons) Ph.D., selaku Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan izin penelitian skripsi.
Dr. Agung Budiharjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan ijin penelitian
dan membimbing skripsi selaku dosen pembimbing I.
Rita Rakhmawati, S. Farm, M.Si, Apt., selaku pembimbing akademik yang
telah memberi bimbingan, mengarahkan , dan memotivasi penulis.
Estu Retnaningtyas N., STP., M.Si., selaku dosen pembimbing II, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Siti Lusi Arum Sari, M. Biotech., selaku dosen penelaah I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi.
Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si., selaku dosen penelaah II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi.
Seluruh dosen dan staff di Jurusan Biologi yang dengan sabar telah
memberikan ilmu serta dukungan baik spiritual maupun materiil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan
sekripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu masukan baik berupa
saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan dalam
pengembangan dunia pendidikan.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACK................................................................................................ vi
MOTTO........................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN....................................................................................... . viii
KATA PENGANTAR................................................................................. ix
DAFTAR ISI. ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI................................................................... . 6
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
a. Morfologi ............................................................................... 7
b. Klasifikasi.............................................................................. 9
c. Budidaya ............................................................................... 10
d. Karakteristik dan Tingkah Laku........................................... . 11
e. Pertumbuhan......................................................................... . 13
f. Kelulusan Hidup................................................................... . 15
g. Natrium Levotiroksin............................................................ 16
B. Kerangka Pemikiran.................................................................. 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
C. Hipotesis.................................................................................... 21
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................... 22
A. Waktu dan Tempat................................................................... 22
B. Alat dan Bahan......................................................................... 22
C. Rancangan Penelitian................................................................ 22
D. Cara Kerja................................................................................. 23
E. Pengumpulan Data..................................................................... 25
F. Analisis Data.............................................................................. 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBHASAN.......................................................... 27
A. Pertambahan berat lobster......................................................... 28
B. Pertambahan panjang lobster..................................................... 30
C. Pertambahan diameter abdomen lobster.................................... 33
D. Pertambahan diameter carapace lobster.................................... 35
E. Rasio konversi pakan (FCR)....................................................... 36
F. Kelulushidupan lobster............................................................... 39
G. Faktor lingkungan luar............................................................... 41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 43
A. Kesimpulan ............................................................................... 43
B. Saran........................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 44
LAMPIRAN..................................................................................................... 48
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ 68
RIWAYAT HIDUP PENULIS......................................................................... 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil uji DMRT nilai FCR pakan lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah penambahan natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda………….......... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan alur kerangka pemikiran……………………………. 19
Gambar 2. Grafik pertambahan berat lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda
………….…………………………………………………. 28
Gambar 3. Grafik pertambahan panjang lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda…............................................................................. 30
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter abdomen lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) setelah pemberian natrium
levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda.. 33
Gambar 5. Grafik pertambahan diameter carapace lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) setelah pemberian natrium
levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda. 35
Gambar 6. Grafik jumlah lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
yang hidup selama penelitian………………………………. 39
Gambar 7. Grafik pengukuran kualitas air selama penelitian…………… 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pertambahan berat lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium
levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda……………………………………………………. 48
Lampiran 2. Selisih pertambahan berat lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda……………………………………………………. 48
Lampiran 3. Analisis data pengaruh pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet terhadap pertambahan berat lobster air
tawar………………………………………………………. 49
Lampiran 4. Pertambahan panjang lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda................................................................................. 50
Lampiran 5. Selisih pertambahan panjang lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda……………………………………………………. 51
Lampiran 6. Analisis data pengaruh pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet terhadap pertambahan panjang lobster
air tawar…………………………………………………… 51
Lampiran 7. Pertambahan diameter abdomen lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda…………... 53
Lampiran 8. Selisih pertambahan diameter abdomen lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) setelah pemberian natrium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda…………………………………………………..... 53
Lampiran 9. Analisis data pengaruh pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet terhadap pertambahan diameter
abdomen lobster air tawar………………………................ 54
Lampiran 10. Pertambahan diameter carapace lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet dengan konsentrasi berbeda………….. 55
Lampiran 11. Selisih pertambahan diameter carapace lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) setelah pemberian natrium
levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi
berbeda……………………………………………………. 56
Lampiran 12. Analisis data pengaruh pemberian natrium levotiroksin
dalam pakan pelet terhadap pertambahan diameter
carapace lobster air tawar………........................................ 56
Lampiran 13. Jumlah pakan yang dikonsumsi selama penelitian………… 57
Lampiran 14. Nilai FCR selama penelitian………………………………. 58
Lampiran 15. Analisis nilai FCR selama penelitian…………………….... 58
Lampiran 16. Kelulusan hidup lobster selama penelitian………………… 60
Lampiran 17. Analisis data kelulushidupan lobster air tawar selama
penelitian………………………………………………….. 60
Lampiran 18. Pengukuran kualitas air selama penelitian………………… 61
Lampiran 19. Analisis data suhu selama penelitian……………………… 62
Lampiran 20. Analisis data pH selama penelitian……………………….. 63
Lampiran 21. Analisis data DO selama penelitian………………………. 64
Lampiran 22. Dokumentasi penelitian…………………………………… 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
FCR Feed Conversion Rasio
T4 Tiroksin
SR Survival Rate
Cm Sentimeter
G
Ml
Gram
Miligram
EDU External Density Unit
MIH
DO
L
pH
Moulting Inhibiting Hormone
Dissolved Oxygen
Liter
Pangkat Hidrogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cherax quadricarinatus dikenal dengan sebutan Red claw karena pada
capit bagian luar lobster jantan yang sudah dewasa memiliki garis merah. Warna
dasar lobster air tawar ini adalah hijau-coklat, dan memiliki ciri spesifik yang
sangat mudah dibedakan dengan jenis Cherax yang lainnya. Ciri spesifik tersebut
dalam nama latinnya yaitu quadricarinatus yang artinya memiliki empat buah
lunas.
Cherax quadricarinatus merupakan lobster yang banyak dibudidayakan
oleh masyarakat Indonesia karena dari spesies-spesies yang lain lobster ini yang
memiliki pertumbuhan paling cepat. Meskipun pertumbuhan Cherax
quadricarinatus paling cepat diantara spesies yang lain, namun dalam
budidayanya lobster ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
ukuran konsumsi, yaitu sekitar 6-7 bulan. Lamanya waktu budidaya akan
meningkatkan biaya pakan, belum lagi harga pakan yang tidak stabil, sehingga
bila biaya pakan tidak ditekan maka akan berpengaruh pada tingginya
pengeluaran.
Untuk pemenuhan pasar ekspor standar ukuran lobster sangat
diperhatikan. Selain memudahkan spesifikasi produk, standar ukuran akan
memudahkan dalam transaksi penentuan harga. Ukuran lobster dipengaruhi oleh
pertumbuhan lobster sendiri, semakin cepat pertumbuhan lobster maka semakin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cepat pula lobster mencapai ukuran yang dikehendaki. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan lobster air tawar diantaranya adalah
kualitas benih, jenis pakan, kualitas air, penyakit dan keberhasilan moulting, yaitu
pergantian kulit yang baru. Peran moulting sangat penting dalam pertumbuhan
lobster, karena lobster hanya bisa tumbuh melalui moulting (Ahvenharju, 2007).
Semakin sering lobster melakukan moulting, maka pertumbuhannya juga semakin
baik.
Proses moulting bersifat hormonal, dimana terdapat dua hormon yang
mempengaruhi proses moulting yaitu hormon ecdysis dan MIH (Moulting
Inhibiting Hormone). Hormon ecdysis berperan dalam memacu proses moulting
sedangkan MIH berfungsi sebaliknya, yaitu memperlambat proses moulting
(Nainggolan, 2008).
Penambahan hormon sintetik dalam pakan pelet dapat meningkatkan
pertumbuhan. Salah satu hormon tersebut adalah natrium levotiroksin. Natrium
levotiroksin adalah hormon yang berupa garam natrium sintetik dari levotiroksin
yaitu isomer dari tiroksin. Tiroksin (T4) adalah produk sekretori utama kelenjar
tiroid. Hormon tiroid berfungsi dalam perkembangan, bioenergetika, dan
homeostatis (Hirazumi dan Furuzawa, 1999).
Penambahan natrium levotiroksin dalam pakan pelet akan meningkatkan
proses bioenergetika dan metabolisme sel untuk menghasilkan energi. Dengan
semakin tingginya laju metabolisme sel, pertumbuhan lobster akan semakin cepat.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan dengan
penambahan natrium levotiroksin dalam pakan pelet antara lain pada ikan badut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Amphiprion ocellaris), ikan nila (Oreochromis sp.), dan ikan Plati koral
(Xiphophorus maculatus) (Farilian, 2010; Kumarudin, 2009; M. Zairin, 2005).
Namun demikian penelitian mengenai penambahan natrium levotiroksin dalam
pakan pelet untuk lobster belum ada. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Natrium Levotiroksin Dalam Pakan
Pelet Terhadap Pertumbuhan, FCR, dan Sintasan Benih Lobster Air Tawar
(Cherax quadricarinatus)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pemberian natrium levotiroksin dalam pakan pelet
terhadap pertumbuhan lobster air tawar?
2. Berapa konsentrasi natrium levotiroksin yang harus ditambahkan dalam pakan
pelet untuk mendapatkan laju pertumbuhan dan FCR yang optimal, serta
sintasan benih lobster Cherax quadricarinatus yang tinggi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana pengaruh pemberian natrium levotiroksin pada pakan
pelet terhadap pertumbuhan lobster air tawar.
2. Mengetahui berapa konsentrasi natrium levotiroksin yang harus ditambahkan
ke dalam pakan pelet untuk mendapatkan laju pertumbuhan dan FCR yang
optimal, serta sintasan benih lobster Cherax quadricarinatus yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian natrium
levotiroksin terhadap pertumbuhan, rasio konversi pakan (FCR), sintasa benih
lobster Cherax quadricarinatus dan diharapkan dapat menjadi salah satu cara
bagi para pembudidaya lobster untuk mempercepat pertumbuhan sehingga
mempersingkat masa panen.
2. Sebagai dasar pengembangan dan pengelolaan budidaya lobster air tawar di
masa depan.
3. Sebagai data penunjang dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut di
bidang budidaya lobster air tawar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
Lobster termasuk hewan crustacea. lobster memiliki struktur tubuh yang
hampir mirip dengan udang, akan tetapi ukuran tubuh lobster lebih besar. Lobster
air tawar merupakan salah satu komoditas perikanan yang mulai banyak diminati
oleh masyarakat Indonesia. Selain untuk konsumsi, lobster air tawar juga layak
dijadikan penghias akuarium (Adijaya, 2003). Pada umumnya lobster air tawar
yang digunakan sebagai komoditas perikanan konsumsi adalah jenis Cherax
quadricarinatus atau yang biasa disebut Red claw.
Cherax quadricarinatus merupakan lobster endemik yang berasal dari
daerah Queensland, Australia. Lobster yang bertubuh bongsor ini dapat mencapai
ukuran 50cm dengan bobot 800-1.000g/ekor, oleh sebab itu lobster ini banyak
dimanfaatkan untuk konsumsi. Lobster ini memiliki warna yang menarik,
tubuhnya berwarna hijau kemerahan dan diujung capitnya terdapat pola garis
merah yang tajam. Warna merah tersebut akan terlihat sangat mencolok pada
lobster jantan yang telah berumur lebih dari 7 bulan. Capit lobster ini diselimuti
oleh duri-duri halus. Karena keindahannya lobster ini dimanfaatkan sebagai
penghias akuarium (Adijaya, 2003).
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk
pengembangan budidaya lobster air tawar. Iklim dan siklus memungkinkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lobster dapat dibudidayakan sepanjang tahun (Wiryanto dan Hartono, 2003).
Lobster air tawar di kenal sebagai lobster batu karena hampir sepanjang hidupnya
memilih tempat di bebatuan. Dengan kondisi iklim yang mendukung dapat
diperkirakan bahwa pada masa yang datang Indonesia akan menjadi salah satu
negara produsen utama sekaligus pemasok terbesar lobster air tawar di pasar
Internasional.
a. Morfologi
Lobster air tawar seluruh tubuh ditutupi oleh cangkang yang terbuat dari
zat tanduk. Cangkang akan mengelupas secara periodik seiring dengan
pertumbuhan tubuhnya (Bahtiar, 2006). Tubuh terbagi menjadi 2 bagian, bagian
depan terdiri atas kepala dan dada yang disebut chepalothorax dan bagian
belakang yang terdiri atas badan serta ekor yang di sebut abdomen (Iskandar,
2003). Cephalothorax ditutupi oleh kulit atau cangkang kepala (carapace) yang
berfungsi untuk melindungi otak, insang, hati dan lambung. Bagian kepala dan
perut dihubungkan dengan bagian yang bernama subcephalothorax (Bahtiar,
2006).
Lobster air tawar memiliki kelopak kepala depan yang disebut rostrum,
bentuknya meruncing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari 6 ruas pada ruas
pertama terdapat sepasang mata yang bertangkai. Tubuh mengalami modifikasi
sehingga dapat digunakan untuk kepentingan sebagai berikut: makan, bergerak,
menopang insang, organ sensor seperti pada antenna dan antenula. Pada ruas
kedua dan ketiga terdapat sungut yang sangat kecil yang disebut antenula dan
yang sangat besar disebut antena. Untuk ruas keempat, kelima dan keenam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terdapat rahang (mandibula), maxilla I dan maxilla II ketiga bagian ini berfungsi
sebagai alat makan (Bahtiar, 2006).
Pada bagian kepala terdapat lima pasang kaki (periopoda). Kaki pertama,
kedua dan ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi sebagai capit (chela).
Capit pertama berfungsi sebagai senjata menghadapi musuh, capit tersebut juga
berfungsi sebagai penangkap mangsa yang bergerak lebih cepat. Capit kedua dan
ketiga berfungsi seperti tangan manusia yaitu untuk menyuapi mulut pada saat
makan. Dua pasang kaki lainnya sebagai kaki jalan (walking legs) (Bahtiar, 2006).
Abdomen merupakan bagian tubuh antara cephalothorax dan telson
abdomen, bagian ini ditutup oleh lapisan keras yang terdiri 5 segmen dikenal
dengan pleura yang susunannya kearah telson menyerupai susunan genteng. Pada
bagian bawah abdomen terdapat kaki renang (Pleopoda) yang strukturnya berupa
selaput tipis dan masing-masing terdiri tiga ruas selain untuk berenang pleopoda
juga berfungsi sebagai tempat melekat telur pada lobster betina (Bahtiar, 2006).
Telson merupakan bagian paling belakang dari tubuh lobster. Bagian ini
terdiri dari dua bagian yaitu satu helai telson dan empat helai uropoda keseluruhan
bagian telson berfungsi untuk berenang atau bergerak, dalam keadaan terancam
atau kaget lobster bergerak ke belakang secara cepat kearah peripoda (Bahtiar,
2006).
Pada permukaan dorsal cephalothorax terdapat dua carina ke luar kearah
posterior dan rostrum dan dua carina pada daerah orbital. Panjang carapace
dapat mencapai 9cm lebih tergantung pada umur individu. Perbandingan panjang
cephalothorax dengan abdomen pada umumnya bernilai 1:1 berat badan berkisar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
antara 300-600g, panjang tubuh mencapai 14 inci, kandungan daging pada
abdomen mempunyai rata-rata 30% dari total berat badannya tambahan 5-10%
daging dalam capit (Showalter, 2006).
b. Klasifikasi
Untuk penelitian ini dipilih lobster jenis Cherax quadricarinatus. Klasifikasi
lobster air tawar jenis Cherax quadricarinatus menurut Lim (1997) adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : Cherax quarricarinatus.
Menurut Olszewski (1980), lobster air tawar merupakan famili
Parastacidae yang terdapat di belahan bumi bagian selatan. Sedangkan Lim (1997)
menyatakan bahwa jenis-jenis Parastacidae yang terdiri atas 14 genus tersebar di
belahan bumi selatan, yaitu Madagaskar, Tasmania, Australia, Selandia Baru,
Irian dan Amerika Serikat. Holthuis (1949) mengatakan bahwa penyebaran lobster
hanya pada daerah tertentu saja yakni Australia, Irian, dan pulau-pulau sekitarnya.
Secara morfologis lobster ini termasuk dalam genus Cherax, dan termasuk spesies
Cherax quadricarinatus karena memiliki empat buah lunas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Budidaya
Teknik budidaya lobter sangat sederhana sehingga dapat dilakukan oleh
siapa saja dan lahan yang dibutuhkan tidak terlalu luas. Lobster air tawar dapat
dibudidayakan di kolam tanah, kolam permanen, bak fiber atau akuarium bahkan
sistem EDU (External Density Unit). External Density Unit merupakan teknik
budidaya lobster air tawar menggunakan botol atau talang sebagai media, dimana
botol yang telah berisi lobster kemudian dimasukkan ke dalam kolam (Lim,
2006). Syarat yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan lobster air tawar adalah air
sebaiknya bersih dan tidak terlalu keruh.
Secara umum air yang digunakan dalam pembesaran lobster air tawar yaitu
dengan derajat keasaman (pH) 6-7, suhu 240C-28
0C dan tingkat kesadahan air
yaitu 10-20mg/l sementara kandungan oksigen 3-5mg/l dan karbondioksida
maksimal 10mg/l. Kelebihan lain lobster air tawar yaitu tidak mudah stress dan
tidak mudah terserang penyakit jika kebutuhan pakan selalu terpenuhi, maka
lobster dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan cepat (Lim, 2006).
Lobster air tawar adalah jenis hewan akuatik habitat alaminya adalah
danau, sungai, rawa dan saluran irigasi, hewan ini bersifat endemik karena
terdapat spesies lobster air tawar yang ditemukan di habitat alam tertentu
(Sukmajaya dan Suharjo, 2003). Lobster air tawar dapat dijumpai di seluruh
bagian mulai dari Australia, New Zaeland, Papua, Amerika, Jepang, China dan
Eropa. Hewan ini termasuk hewan tahan terhadap kondisi yang kurang baik,
misalnya pada saat musim kering mereka bisa hidup dalam tanah bahkan mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membuat lubang sampai kedalaman 5cm. Pada saat musim penghujan mereka
keluar untuk mencari makan, memijah dan bermigrasi (Iskandar, 2003).
Lobster air tawar Indonesia memiliki kelebihan diantaranya ukuran reletif
lebih besar, capit lebih kecil sedangkan warnanya coklat kehitaman. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan, Lembaga Biologi
Nasional, Badan Pengkajian Pengembangan Teknologi, serta laporan dari Dinas
Perikanan Kabupaten Wamena pada tahun 2002 diketahui ada 12 spesies lobster
air tawar ada di Papua. Beberapa jenis lobster air tawar diantaranya: Cherax
tenuimanus, Cherax destructor, Procambarus clarkii, Cherax quadricarinatus,
Cherax lorenzi, Cherax albidus, dan strain lain dari Papua disebut Orange Blue
moon, monticola (Lim, 2006). Lobster air tawar terdiri dari 500 jenis hewan
akuatik dari keluarga Astacidae, Cambaride dan Paraticidae.
Dalam budidayanya lobster yang digunakan adalah pada fase larva yang
berumur ±2 bulan. Fase tersebut merupakan kondisi dimana lobster akan cepat
dalam pertumbuhannya, dan juga dapat beradaptasi pada variasi suhu dan pH
(Snovsky, 2011).
d. Karakteristik dan Tingkah Laku
Lobster termasuk hewan nocturnal. Lobster air tawar termasuk hewan
yang makanannya berupa biji-bijian, umbi-umbian, cacing, lumut, tumbuhan air
dan bangkai hewan. Di tempat budidaya lobster menyukai pakan buatan berupa
pelet. Lobster memanfaatkan antena panjangnya untuk mendeteksi makanan,
kemudian menangkapnya dengan menggunakan capit selanjutnya dipegang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan menggunakan kaki jalan pertama dan di belakang di dekat mulut untuk di
konsumsi secara perlahan–lahan hingga habis (continous feeder) (Iskandar, 2003).
Dalam sehari lobster mampu menghabiskan makanan sebanyak 3-5% berat
badannya dan saat moulting lobster membutuhkan banyak protein serta mineral
untuk proses pembentukkan cangkangnya (Khoirunnisa dan Amri, 2002).
Lobster mempunyai kulit dari bahan chitin yang bersifat keras dan elastis
sehingga merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhannya. Untuk tumbuh
menjadi besar, lobster mengalami pergantian kulit untuk menyesuaikan dengan
ukuran tubuh baru yang bertambah besar. Proses premoulting dimulai 2-3 jam
sebelum proses moulting dimulai dari kulit kepala yang terangkat ke atas
kemudian lepas disusul kulit eksoskleton terkelupas, tubuh lobster tanpa kulit
terlihat lemas dan tidak berdaya setelah 24 jam semua kulit akan mengeras seperti
semula (Iskandar, 2003).
Sebelum berganti kulit (proses premoulting) nafsu makan lobster turun
dan tidak banyak bergerak serta mata terlihat suram-suram. Pergantian kulit pada
lobster merupakan awal pertumbuhan setelah kulit lama lepas dari badannya
lobster akan terlihat sangat lemah dan selama kulit baru belum mengeras, pada
saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa disertai penyerapan air dan mineral
penting untuk pembentukkan kulit baru (Hadie dan Supriyanto, 1984). Pada
lobster pergantian kulit pertama dimulai pada umur 2-3 minggu, frekuensi
moulting sering terjadi sebelum individu tumbuh menjadi dewasa (berumur 6-7
bulan) setelah dewasa moulting terjadi 2-3 kali sebelum melakukan perkawinan
(Wiryanto dan Hartono, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sifat lobster adalah kanibalisme yaitu memakan sesama jenis, karena
lobster mempunyai karakter menyukai makanan yang bersal dari daging dan
memiliki aroma amis, sehingga pada saat lobster mengalami pergantian kulit
(moulting) tubuhnya lunak serta menimbulkan aroma amis, hal ini mengundang
lobster lain untuk mendekat dan memangsanya. Kanibal juga dapat terjadi jika
pakan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan, pertumbuhan tidak seragam
dan lobster dalam keadaan lemah setelah moulting atau sakit, maka lobster kecil
atau lobster yang lemah menjadi santapan lobster yang kuat (Setiawan, 2006).
Untuk mengurangi sifat kanibalisme ini dalam budidaya lobster
disarankan memberikan shelter berupa pipa paralon yang dipotong serta dirangkai
jadi satu sebagai tempat sembunyi bagi lobster sehingga lobster yang lemah
menjadi terhindar dari kanibalisme lobster lain (Iskandar, 2006)
e. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan berat dan panjang tubuh yang terjadi
secara berkala setelah terjadi moulting. Pada hewan Crustacea pertumbuhan dan
berkembangan terjadi secara bertahap tergantung pada periode moulting. Proses
moulting ini terdiri dari empat tahap premoult, ecdysis, postmoult, dan intermoult
(Yudkovski, 2007).
Pada tahap premoult terjadi pemisahan kutikula yang lama dengan
hipodermis pada tahap ini terjadi peningkatan sirkulasi glukosa dan lipid baik
dimobilisasi dari hepathopancreas atau degradasi dari kutikula tua. Kemudian
tahap ecdysis yang diawali dengan penyerapan air, untuk menambah volume
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tubuh yang menyebabkan pecahnya kutikula lama, setelah itu individu akan
keluar dengan kutikula yang baru dan tubuh yang lebih besar (Fujaya, 2004).
Tahap postmoult dicirikan dengan pembentukan gastrolit yang nantinya
akan dipergunakan untuk memperkuat kutikula yang baru. Tahap intermoult
ditandai dengan sangat rendahnya metabolisme yang berhubungan dengan proses
moulting, dalam tahap ini bisa dikatakan sudah selesainya proses moulting
(Fujaya, 2004)
Peran moulting sangat penting dalam pertumbuhan lobster, karena lobster
hanya bisa tumbuh melalui moulting (Ahvenharju, 2007). Semakin sering lobster
melakukan moulting, maka pertumbuhannya juga semakin baik.
Tingkat pertumbuhan organisme budidaya tergantung pada manajemen
kualitas air, manajemen pakan, mutu benih, keberadaan ion utama dalam air.
Faktor lingkungan khususnya kualitas air sangat mempengaruhi pertumbuhan
lobster air tawar. Beberapa faktor lingkungan abiotik yang mempengaruhi
pertumbuhan lobster adalah temperatur, garis lintang, photoperiod, kualitas air
(terutama oksigen terlarut, kalsium dan pH), tingkat gizi dan komposisi
habitatnya, sedangkan faktor biotik antara lain gizi, predator, kepadatan, umur,
dan tingkat kedewasaan (Aiken and Waddy, 1992; Reynolds, 2002).
Faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lobster
adalah tingkah laku. Tingkah laku seperti kompetisi dalam memakan, pemilihan
habitat, serta interaksi pergerakan dan agresivitas lobster (Gherardi and Cioni,
2004; Karplus and Barki, 2004). Pada lobster air tawar diketahui pertumbuhan
jantan lebih cepat dibandingkan dengan yang betina. LAT jantan berumur 7-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bulan dapat mencapai berat rata-rata 30gr/ekor, sedangkan betina hanya 20gr/ekor
(Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Dalam budidaya lobster salah satu faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan pertumbuhannya agar optimal adalah tercukupinya kebutuhan pakan,
yaitu pakan yang tersedia harus cukup dari segi jumlah (kuantitas) dan kualitasnya
(Hastuti, 2006). Pemberian pakan sebanyak 5% dari bobot biomassa setiap
harinya mampu memberikan pertumbuhan yang baik bagi lobster. Pakan pelet
banyak digunakan dalam budidaya lobster karena memiliki bau yang khas,
sehingga memudahkan lobster untuk mendeteksi pakan yang diberikan (Hakim,
2007). Pakan merupakan pemasok energi bagi organisme budidaya untuk
pertumbuhannya dan energi dari pakan digunakan untuk kegiatan metabolisme
tubuh, pertumbuhan dan pembentukan gonad. Setiap bagian tubuh organisme
memerlukan energi yang berbeda dan tergantung pada stadia serta jenis
organismenya.
f. Kelulusan Hidup
Kelulusan hidup adalah komponen utama dalam budidaya perairan.
Kelulusan hidup sangat dipengaruhi dua faktor yaitu sifat genetika dari spesies
organisme sebagai faktor internal dan faktor lingkungan dimana organisme hidup
itu berada disebut faktor eksternal (Daril et, al., dalam Suyanto, 1989). Kelulusan
hidup diartikan sebagai peluang untuk hidup dalam saat tertentu dan metode yang
umum untuk menduga kelulusan hidup (Survival Rate) adalah membandingkan
jumlah lobster pada akhir periode pemeliharaan (Effendi, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lobster air tawar dalam menunjang kelangsungan hidupnya sangat cocok
dilingkungan dengan suhu air optimal pada kisaran 20-240C (Wiyanto dan
Hartono, 2007), pH 6-9,5, dan kandungan oksigen (DO) minimum 3ppm
(Setiawan, 2006). Perlu diketahui bahwa jenis Red claw ini akan tumbuh dengan
ideal pada suhu air 24-310C dan derajat keasaman (pH) 6-8 (Setiawan, 2006).
Sedangkan oksigen terlarut yang ideal lebih dari 5 mg/l, serta kandungan amoniak
kurang dari 0,05mg/l. Lobster air tawar dapat mendeteksi ketidaksesuain
lingkungannya dengan perubahan sirkulasi hemolymph dan komponen hemosit,
yang hal ini bertanggung-jawab untuk berbagai mekanisme perlindung mulai dari
koagulasi, pemulihan luka, dan imunitas (Taylor, 2009).
2. Natrium Levotiroksin
Tiroksin (T4) adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar
tiroid mensekresikan terutama T4 yang sebagian besar diantaranya diubah menjadi
T3 dalam jaringan target. Natrium levotiroksin adalah bentuk sintetik dari hormon
tiroksin (T4). Hormon tiroid berfungsi dalam perkembangan, bioenergetika, dan
homeostatis, serta dalam kekebalan tubuh (Hirazumi dan Furuzawa, 1999).
Hormon tiroid akan meningkatkan aktivitas metabolisme seluruh tubuh
atau sebagaian besar jaringan tubuh (Fujaya, 2004). Bila sekresi hormon ini
banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal akan meningkat sebesar 60%
sampai 100% di atas nilai normal. Dengan meningkatnya laju metabolisme, maka
jumlah energi yang dihasilkan akan lebih besar (Fujaya, 2004).
Dengan menambahkan natrium levotiroksin dengan konsentrasi tertentu ke
dalam pakan pelet, maka konsentrasi hormon tiroid di dalam tubuh lobster akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semakin besar. Semakin besar jumlah hormon tiroid maka semakin besar energi
yang dihasilkan dari proses metabolisme sel. Jumlah energi yang besar inilah yang
dapat digunakan dalam proses pertumbuhan (Fujaya, 2004)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Lobster air tawar jenis Cherax quadricarinatus merupakan lobster yang
banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena lobster jenis tersebut
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan jenis lobster air
tawar yang lain. Meskipun pertumbuhan Cherax quadricarinatus paling cepat di
antara spesies yang lain, namun dalam budidayanya lobster ini memerlukan waktu
yang cukup lama untuk mencapai ukuran konsumsi, yaitu sekitar 6-7 bulan dari
benih umur 2 bulan. Lamanya waktu budidaya akan meningkatkan biaya pakan,
belum lagi harga pakan yang tidak stabil, sehingga bila biaya pakan tidak ditekan
maka akan berpengaruh pada tingginya pengeluaran.
Untuk mempersingkat waktu budidaya maka perlu dilakukan penelitian
yang berupa penambahan hormon yang dapat mempercepat metabolisme tubuh
lobster. Salah satu hormon pertumbuhan yang telah banyak digunakan adalah
natrium levotiroksin. Pada penelitian penambahan natrium levotiroksin ke dalam
pakan pelet terhadap ikan badut (Amphiprion ocellaris) memberikan pengaruh
yang nyata terhadap laju pertumbuhan, sintasan, panjang tubuh, dan rasio FCR.
Penambahan natrium levotiroksin dalam pakan pelet dengan konsentrasi
12ppm efektif untuk meningkatkan laju pertumbuhan, meningkatkan panjang
tubuh A. ocellaris serta rasio konversi pakan (FCR). Penambahan natrium
levotiroksin dengan konsentrasi 6ppm efektif untuk meningkatkan kelulushidupan
A. Ocellaris. Dengan penambahan natrium levotiroksin dengan konsentrasi
tertentu dalam pakan pelet, maka diharapkan konsentrasi hormon tiroid di dalam
tubuh lobster akan semakin besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Semakin besar jumlah hormon tiroid maka semakin besar energi yang
dihasilkan dari proses metabolisme sel. Jumlah energi yang besar inilah yang
dapat digunakan dalam proses pertumbuhan. Pertumbuhan lobster ini dapat
diamati dengan pengukuran berat, pertambahan panjang lobster, pertambahan
ukuran cangkang kepala (carapace), dan pertambahan ukuran cangkang bagian
abdomen paling atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan lobster lambat
Lama
Penambahan natrium
levotiroksin dalam pakan pelet
Laju metabolisme meningkat
Pertumbuhan Yang Paling Baik Sintasan/Kelulusan Hidup (SR) Tertinggi
Rasio Konversi Pakan (FCR) Yang Efektif
Lobster memiliki nilai
ekonomi yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hipotesis
1. Penambahan natrium levotiroksin dalam pakan pelet akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan, FCR, dan SR benih lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Sub Lab. Biologi Laboratorium Pusat
MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Januari-April 2012
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium ukuran
60x50x30cm3 untuk pemeliharaan benih lobster, timbangan analitik dan digital,
alat pengukur kualitas air berupa pH-meter dan DO-meter, termometer, aerator,
paralon, sarung tangan karet, kertas tissue dan sarana pendukung lainnya.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar
umur ±2 bulan ukuran ±5,08cm, natrium levotiroksin (merek Thyrax), dan pakan
pelet.
C. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan yaitu penambahan
natrium levotiroksin dalam pakan pellet dengan konsentrasi 0ppm (kontrol),
3ppm, 6ppm, 12ppm, dan 24ppm. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengulangan dan pemberian perlakuan dilakukan selama 6 minggu. Parameter
yang diamati adalah laju pertumbuhan, rasio konversi pakan (FCR), sintasan
benih lobster Cherax quadricarinatus.
D. Cara Kerja
Prosedur penelitian ini meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian inti dan pengukuran kualitas air meliputi pH, suhu, dan oksigen terlarut.
1. Tahap Persiapan
Kegiatan tahap persiapan penelitian ini adalah sebagai berikut:
b. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan
c. Mempersiapkan hewan uji yaitu benih lobster air tawar yang memiliki umur ±2
bulan dan panjang tubuh ±5,08cm.
d. Persiapan media uji yaitu dengan mempersiapkan air yang digunakan berasal
pada tampungan ke dalam bak pemeliharaan dan diberi aerasi didiamkan 24
jam kemudian diukur suhu, pH dan Oksigen terlarut.
e. Persiapan pembuatan pakan pelet; pertama-tama dengan menghaluskan pakan
pelet dan natrium levotiroksin dengan konsentrasi 0ppm, 3ppm, 6ppm, 12ppm,
24ppm. Kemudian ditambah tepung kanji sebanyak 10% dari berat pakan dan
ditambah air sampai kalis, kemudian baru dicetak dengan mesin pelet, baru
dioven selama 30 menit pada suhu 800C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memasukkan hewan uji ke dalam wadah pemeliharaan yang telah diisi dengan
air setinggi 15cm dan diberi aerasi untuk menambah pasokan oksigen dalam
wadah budidaya.
b. Melakukan pemeliharaan lobster selama 6 minggu dengan mencatat
pertumbuhan lobster yang diamati dengan pengukuran berat, pertambahan
panjang lobster, pertambahan diameter carapace, dan diameter abdomen antara
pleura 1 dan 2, serta penimbangan sisa pakan yang tidak termakan lobster, hal
ini dilakukan setiap 2 minggu sekali.
a. Untuk kegiatan harian
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 07.00 WIB
sebanyak 2% dari total berat lobster dan pukul 15.00 WIB sebanyak 3% dari total
berat lobster, dan melakukan penyifonan sebanyak 30% dari volume air setiap
hari dan diganti dengan air baru, serta pengambilan pakan jika terdapa sisa pakan
yang tidak dimakan lobster.
b. Untuk kegiatan mingguan
Membersihan wadah pemeliharaan dan sekaligus mengukur
pertumbuhannya setiap 2 minggu sekali, hal ini diharapkan dalam waktu 2
minggu lobster sudah dapat diukur pertumbuhannya. Melakukan pengukuran
kualitas air berupa suhu, pH, dan oksigen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Pengumpulan data
Data pertumbuhan yang diamati meliputi pertambahan panjang total, berat
basah, pertambahan diameter abdomen dan carapace lobster. Pertambahan
panjang total diukur menggunakan rumus pertambahan panjang Effendi (1997).
Pertumbuhan rata-rata panjang total menurut Effendi (1997) menggunakan rumus:
L = Lt – Lo
Keterangan :
L = Pertumbuhan rata-rata panjang individu (cm)
Lo = Rata-rata panjang individu awal penelitian(cm)
Lt = Rata-rata panjang individu akhir penelitian(cm)
Pertumbuhan Berat
Perhitungan berat rata-rata individu dihitung dengan menggunakan rumus
Stickweg (1979) dengan rumus:
W = Wt – Wo
Keterangan :
W = Pertumbuhan rata-rata berat biomassa (g)
Wo = Rata-rata berat hewan uji awal penelitian (g)
Wt = Rata-rata berat hewan uji akhir penelitian (g)
Rasio konversi pakan (FCR) adalah jumlah (berat) pakan yang dapat
membentuk suatu unit berat lobster. Untuk menghitung FCR dengan rumus
sebagai berikut:
FCR =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk mengetahui jumlah makanan yang dimakan atau tidak maka pada
setiap perlakuan diberi wadah pakan, sehingga sisa pakan dapat diambil dan
ditimbang nantinya setelah dilakukan pengeringan terlebih dahulu.
Selama proses penelitian dilakukan pengamatan jumlah lobster yang mati
dan jumlah lobster yang masih hidup, sehingga dapat dihitung prosentase
kematian dan kelangsungan hidup lobster (Menurut Chapman 1968 dalam Martuti
1989) menggunakan rumus:
S = (1-Z) x 100
Keterangan:
S = Kelangsungan hidup (%)
Z = Koefisien laju kematian, dihitung dengan rumus Z = 1n No-1n Nt/t
No = Jumlah lobster hidup pada awal penelitian
Nt = Jumlah lobster hidup selama periode penelitian
t = Waktu (minggu)
F. Analisis Data
Analisa data dengan uji normalitas data yang berfungsi untuk mengetahui
bahwa data yang diperoleh berasal dari distribusi yang normal, kemudian tahap
selanjutnya adalah uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa
data yang akan diuji berasal dari populasi yang homogen. Setelah data dinyatakan
normal dan homogen dilakukan uji ANOVA (uji analisis varians). Uji beda nyata
dilakukan dengan menggunakan DMRT (Duncan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan pemberian natrium levotiroksin dalam pakan pelet dengan
konsentrasi 6ppm memiliki nilai pertumbuhan benih lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) paling tinggi, dan FCR yang optimal. Akan tetapi hal ini belum
menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan
kelompok lain, hal ini disebabkan karena pada awal perlakuan pada minggu ke-0
sampai ke-2 banyak lobster yang mati. Kematian ini diduga akhibat dari lobster
yang tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungannya setelah penambahan natrium
levotiroksin, apalagi lobster yang masuk dalam fase moulting akan terakumulasi
hormon edysone yang nantinya menyebabkan gagal moulting.
Pada konsentrasi 12ppm menghasilkan kelangsungan hidup paling tinggi,
hal ini menunjukan perbedan yang signifikan (p<0,05). Diduga konsentrasi
12ppm merupakan konsentrasi optimal bagi kelangsungan hidup lobster, selain itu
natrium levotiroksin merupakan hormon steroid yang selain berfungsi dalam
stimulasi moulting juga berperan sebagai antioksidan dan imunostimulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Pertambahan berat lobster
Hasil pengamatan tentang pengaruh pemberian hormon natrium
levotiroksin dalam pakan pelet terhadap pertambahan berat lobster air tawar jenis
(Cherax quadricarinatus) dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik pertambahan berat lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
setelah pemberian natrium levotiroksin dalam pakan pelet dengan
konsentrasi berbeda.
Kontrol mengalami penurunan berat pada minggu ke-0 sampai minggu ke-
2, begitu juga pada perlakuan 12ppm, hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan
tersebut lobster memerlukan banyak energi untuk beradaptasi terhadap
lingkungan, sehingga terjadi penurunan berat. Pada perlakuan 24ppm juga terjadi
penurunan berat lobster, hal ini disebabkan karena pada waktu tersebut lobster
tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungannya, sehingga banyak lobster yang
mati. Pada minggu ke-0 sampai minggu ke-2 perlakuan 3ppm dan 6ppm telah
menunjukkan adanya pertambahan berat, hal ini menunjukkan bahwa lobster
dapat beradaptasi sehingga makanan yang dimakan dapat digunakan untuk
pertumbuhan.
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
0 2 4 6
Ber
at
(g)
Waktu (minggu)
K (kontrol)
A (3ppm)
B (6ppm)
C (12ppm)
D (24ppm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada minggu ke-2 sampai ke-4 baru terjadi pertambahan berat pada
perlakuan kontrol, 12ppm, dan 24ppm, hal ini menunjukkan bahwa pada waktu
tersebut lobster baru dapat beradaptasi dan memulai pertambahan berat.
sedangkan pada perlakuan 3ppm dan 6ppm mengalami penurunan berat, hal ini
menunjukakan bahwa pertambahan berat terbaik sudah dapat dilihat pada minggu
ke-0 sampai ke-2. Puncak pertumbuhan terbaik pada perlakuan kontrol, 6ppm,
dan 12ppm dapat dilihat pada minggu ke-4 sampai ke-6. sedangkan pada
perlakuan 3ppm pertumbuhan terbaik dapat dilihat pada minggu ke-0 sampai ke-
2, dan pada perlakuan 24ppm dapat dilihat pada minggu ke-4 sampai ke-6. Waktu
yang menunjukkan puncak pertumbuhan berat terbaik dapat disebabkan bahwa
pengaruh penambahan natrium levotiroksin dapat mulai bekerja optimal pada
waktu tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa pertambahan paling tinggi pada konsentrasi
natrium levotiroksin sebesar 6ppm yaitu sebesar 2,628g. Namun hal ini belum
menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan
kelompok lain, hal ini dapat disebabkan karena pada awal penelitian dari minggu
ke-0 sampai 2 lobster pemberian perlakuan natrium levotiroksin banyak yang mati
karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Pada perlakuan konsentrasi 24ppm terjadi penurunan berat, hal ini dapat
dilihat dari nilai pertambahan berat yang bernilai negatif (-), hal ini kemungkinan
disebabkan adanya umpan balik (feed back mechanism) dari natrium levotiroksin
karena konsentrasinya melebihi ambang batas yang akhirnya menyebabkan
kematian lobster.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hormon steroid merupakan hormon utama pada arthropoda yang memiliki
fungsi utama sebagai hormon moulting, selain itu juga mengatur fungsi fisiologi,
seperti pertumbuhan, metamorfosis, dan reproduksi. Hormon ini disekresi oleh
organ Y dalam bentuk ecdysone. Di dalam hemolimph, hormon ini dikonversi
menjadi hormon aktif 20–hydroxyecdysone oleh enzim 20–hydroxylase terdapat di
epidermis organ dan jaringan tubuh lainnya. Titer 20–hydroxyecdysone dalam
sirkulasi bervariasi sepanjang fase moulting. Sesaat setelah ecdysis (moulting)
titernya sangat rendah dan juga sepanjang fase intermolt (Fujaya, 2004).
B. Pertambahan panjang lobster
Hasil pengamatan penelitian tentang pengaruh pemberian hormon natrium
levotiroksin dalam pakan pelet terhadap pertambahan panjang lobster air tawar
jenis (Cherax quadricarinatus) dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik pertambahan panjang lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin dalam
pakan pelet dengan konsentrasi berbeda.
-1.000
0.000
1.000
0 2 4 6
Pan
jang (
cm)
Waktu (minggu)
K (kontrol)
A (3ppm)
B (6ppm)
C (12ppm)
D (24ppm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kontrol terjadi penurunan panjang pada minggu ke-0 sampai ke-2, begitu
juga pada perlakuan 12ppm dan 24ppm, hal ini disebabkan pada awal perlakuan
memerlukan banyak energi untuk beradaptasi terhadap lingkuangan, sedangkan
pada perlakuna 3ppm dan 6ppm mengalami pertambahan panjang, hal ini
menunjukkan bahwa lobster dapat beradaptasi sehingga makanan yang dimakan
dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Pada minggu ke-2 sampai ke-4 semua perlakuan mengalami pertambahan
panjang, sedangkan pada minggu ke-4 sampai ke-6 yang mengalami penurunan
panjang pada perlakuan 0ppm dan 3ppm, perlakuan yang lain mengalami
pertambahan panjang, hal ini dapat menunjukkan bahwa puncak pertambahan
panjang terbaik pada perlakuan kontrol dan 3ppm pada minggu ke-0 samapi ke-2,
sedangkan pada perlakuan 6ppm, 12ppm, dan 24ppm pada minggu ke-4 sampai
ke-6.
Dari kelima kelompok perlakuan yang paling tinggi pertambahan panjang
tubuhnya adalah perlakuan dengan pemberian natrium levotiroksin dalam pakan
pelet dengan konsentrasi 6ppm dengan total pertambahan panjang sebesar 1,3cm.
Namun hal ini belum menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05) jika
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini dapat dikarenakan bahwa lobster
pada minggu-minggu pertama mengalami banyak kematian, hal ini mungkin
disebabkan karena lobster tersebut sesungguhnya telah masuk pada proses
moulting, akan tetapi pemberian natrium levotiroksin akan membuat kadar
hormon ecdyson dalam tubuh lobster berlebihan sehingga lobster mengalami
gagal moulting akhibat proses homeostasis yang tidak stabil/di luar batas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
normalnya. Proses homeostasis yang tidak normal dapat menurunkan
pertumbuhan yang mengarah ke proses-proses pemulihan untuk memperbaikinya.
Kondisi homeostasis yang tidak normal dapat menyebabkan stres yang berdampak
pada realokasi energi metabolik dari aktivitas investasi (pertumbuhan dan
reproduksi) menjadi aktivitas untuk memperbaiki homeostasis, seperti respirasi,
pergerakan, regulasi hidro-mineral dan perbaikan jaringan (Wendelaar, 1997).
Merrick (1993), menyatakan bahwa pertumbuhan dan moulting adalah dua
proses yang berkaitan erat. Tanpa tanda-tanda nyata, proses moulting berlangsung
cepat, hanya beberapa menit. Individu yang baru mengalami ganti kulit dapat
dikenali melalui warnanya yang lebih cerah dan carapace yang lunak.
Pertumbuhan merupakan pertambahan jaringan struktural yang berarti
penambahan jumlah protein dalam jaringan tubuh (Buwono, 2004). Pada
perlakuan dengan kadar natrium levotiroksin sebesar 6ppm merupakan kadar
optimal yang sesuai untuk pertumbuhan panjang lobster sehingga peningkatan
metabolisme juga optimal yang nantinya terbentuknya jumlah protein dalam
jaringan tubuh juga optimal. Hal sebaliknya jika kadar melebihi batas optimal atau
kurang, maka pertumbuhan panjang lobster juga tidak akan optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Pertambahan diameter abdomen lobster
Bagian abdomen memiliki kandungan daging paling tinggi dibandingkan
pada bagian tubuh lobster yang lain, yaitu mempunyai rata-rata 30% dari total
berat badannya (Showalter, 2006). Untuk melihat selisih pertambahan diameter
abdomen lobster dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter abdomen lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin dalam
pakan pelet dengan konsentrasi berbeda.
Pada minggu ke-0 sampai ke-2 semua perlakuan mengalami pertambahan
diameter abdomen dan pada minggu tersebut semua perlakuan mengalami puncak
pertambahan diameter, kecuali pada perlakuan 24ppm yang puncak pertumbuhan
diameter abdomen baru di dapat pada minggu ke-2 sampai ke-4. Pertambahan
diameter abdomen paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian natrium
levotiroksin dengan kadar 6ppm dengan hasil sebesar 0,83cm. Namun nilai ini
belum menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan
kelompok lain. Hal ini dapat diakhibatkan pada awal penelitian banyak lobster
yang masuk pada fase moulting, akhibat pemberian natrium levotiroksin membuat
kadar hormon ecdyson dalam tubuh lobster terlalu tinggi dan akhirnya
-1.000
0.000
1.000
0 2 4 6
Dia
met
er (
cm)
Waktu (minggu)
K (kontrol)
A (3ppm)
B (6ppm)
C (12ppm)
D (24ppm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyebabkan kematian. Selain itu pertambahan diameter abdomen sangat
ditentukan dari frekuensi ganti kulit, karena kulit/cangkang lobster bersifat kaku
jadi tidak akan mengalami pertumbuhan jika tidak mengalami ganti kulit.
Pertumbuhan pada Cherax sp. berlanjut sepanjang hidup dan kecepatannya
berhubungan dengan frekuensi ganti kulit. Periode antar ganti kulit (intermolt)
pada hewan ini dapat berlangsung selama kurang dari 24 jam hingga 2 atau 3
tahun. Lama periode ganti kulit ditentukan oleh faktor dalam termasuk hormon,
dan faktor luar seperti makanan dan kondisi lingkungan. Crustacea yang
mendapatkan makanan yang cukup dan baik akan lebih cepat mengalami
pergantian kulit ( Ling, 1976). Dari segi energetik, energi yang tersimpan dalam
makanan dimetabolisme dan digunakan Cherax sp. untuk pemeliharaan dan
pertumbuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Pertambahan diameter carapace lobster
Carapace merupakan cangkang yang menutupi kepala yang berperan
dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, lambung. Carapace
berbahan dasar zat tanduk atau kitin yang tebal dan merupakan nitrogen
polisakarida yang disekresikan oleh epidermis kulit dan dapat mengelupas saat
terjadinya pergantian cangkang tubuh (moulting). Untuk melihat pertambahan
diameter carapace lobster dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik pertambahan diameter carapace lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah pemberian natrium levotiroksin dalam
pakan pelet dengan konsentrasi berbeda.
Pada minggu ke-0 sampai ke-2 terjadi penurunan diameter carapace hanya
pada perlakuan 24ppm, dan puncak pertambahan diameter carapace paling tinggi
di dapat pada minggu ini, kecuali pada perlakuan 24ppm yang puncak
pertumbuhan didapat pada minggu ke-4 samapai ke-6. Dari kelima perlakuan
yang memiliki pertambahan diameter carapace paling tinggi yaitu pada perlakuan
pemberian natrium levotiroksin dengan kadar 6ppm dengan total sebesar
-1.000
0.000
1.000
0 2 4 6
Dia
met
er (
cm)
(Minggu)
K (kontrol)
A (3ppm)
B (6ppm)
C (12ppm)
D (24ppm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1,312cm. Namun nilai ini belum menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05)
jika dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini dapat diakhibatkan pada awal
penelitian banyak lobster yang masuk pada fase moulting, akhibat penambahan
natrium levotiroksin membuat kadar hormon ecdyson dalam tubuh lobster terlalu
tinggi dan akhirnya menyebabkan kematian.
Hal ini terjadi seperti pada pengukuran yang lainnya, yaitu akhibat dari
tingginya kadar ecdyson yang terdapat pada lobster yang akan mengalami
moulting dan akhibatnya jika lobster diberi natrium levotiroksin maka akan over
dosis dan menyebabkan kematian. Selain itu pertambahan diameter carapace
sangat ditentukan dari frekuensi ganti kulit, karena kulit/cangkang lobster yang
bersifat kaku jadi tidak akan mengalami pertumbuhan jika tidak mengalami ganti
kulit, serta didalam carapace hanya terdapat organ-organ yang untuk mengalami
pertumbuhan memerlukan waktu yang lama.
E. Rasio konversi pakan (FCR)
Rasio konversi pakan (FCR) merupakan jumlah (berat) pakan yang dapat
membentuk suatu unit berat lobster. Pada penelitian ini lobster diberi makan dua
kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari sebanyak 5% dari bobot lobster.
Untuk mengetahui jumlah makanan yang dimakan atau tidak maka pada setiap
perlakuan diberi wadah pakan. Sehingga sisa pakan dapat diambil dan ditimbang
nantinya setelah dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Sisa pakan ini diambil
setiap pagi hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil Rata-rata nilai FCR pakan selama penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji DMRT nilai FCR pakan lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) setelah penambahan natrium levotiroksin dalam pakan
pelet dengan konsentrasi berbeda.
Perlakuan Rata-rata ± Sd (cm)
Konsentrasi 0ppm -24,77 ± 42,97a
Konsentrasi 3ppm 0,06 ± 0,63a
Konsentrasi 6ppm 0,11 ± 0,71a
Konsentrasi 12ppm 0,02 ± 0,02a
Konsentrasi 24ppm -0,04 ± 0,09a
Keterangan : Hasil uji tidak menunjukkan beda nyata pada taraf signifikan 5%.
Pada tabel 1 diatas dapat dilihat perlakuan 6ppm memiliki rata-rata FCR
paling tingi, pada perlakuan tersebut mungkin terjadi efisiensi pakan yang
digunakan untuk pertumbuhan, Namun nilai ini belum menunjukan perbedaan
secara signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok lain (lampiran 15).
Menurut Aslamyah (2000) salah satu upaya penurunan komposisi protein
dalam pakan, tanpa mengganggu pertumbuhan organisme budidaya adalah dengan
menggunakan hormon steroid. Hal ini terjadi, karena hormon steroid merupakan
reseptor yang membawa protein masuk ke dalam sel, sehingga dapat menggiatkan
metabolisme protein. Aslamyah (2000) melaporkan bahwa aplikasi 17 α-
metyltestosteron dalam pakan efektif menurunkan penggunaan protein pakan
sampai 20% dan terbukti meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan
betutu.
Preston & Dinan (2002) mengemukakan bahwa ekdisteroid juga berperan
meningkatkan pembentukan protein melalui peningkatan sintesis mRNA.
Eksdisteroid juga menstimulasi metabolisme karbohidrat, biosintesis lipid, dan
berperan sebagai imunostimulan dan antioksidan (Lafont & Dinan, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Natrium levotiroksin termasuk golongan steroid, apabila ditambahkan ke dalam
pakan, di samping dapat mempercepat moulting dan pertumbuhan, juga dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan.
Menurut Gutierrez-Yurrita & Montes (2001) komposisi nutrient pakan
essensial akan menentukan pertumbuhan dan efisiensi pakan organisme.
Pemberian pakan yang diperkaya dengan ekstrak bayam yang mengandung
fitoekdisteroid dilakukan sampai hari ke 11, hari selanjutnya diberi pakan uji
tanpa ekstrak bayam mengikuti metode Fujaya et al. (2009), dapat mempercepat
pertumbuhan. Protein merupakan zat terpenting dari semua zat gizi yang
diperlukan ikan karena merupakan zat penyusun dan sumber energi utama bagi
ikan. Namun, protein merupakan sumber energi yang mahal dalam pakan,
terutama protein yang berasal dari ikan. Disamping itu, penggunaan protein yang
tinggi sebagai sumber energi menyebabkan kelebihan nitrogen akan dibuang
dalam bentuk amoniak melalui sistem ekskresi (Cho & Kaushik, 1985).
Optimalisasi kadar protein dan meningkatkan kadar karbohidrat dalam
komposisi pakan buatan dapat menurunkan harga pakan. Menurut Anderson et al.
(2004) digestibility (kecernaan) kepiting/Crustacea pada serat dan semua bahan
baku pakan sangat tinggi, yaitu berkisar 94,4–96,1%. Menurut Jobling et al.
(2001) sintesa protein merupakan proses pertumbuhan yang paling mendasar,
tanpa adanya produksi protein secara besar-besaran, maka pertumbuhan tidak
akan terjadi. Namun demikian, sel tubuh memiliki batas tertentu dalam menimbun
protein, kalau batas tersebut telah dicapai, setiap penambahan asam amino dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tubuh akan dideaminasi dan digunakan sebagai energi atau disimpan dalam sel-sel
adipose sebagai lemak.
F. Kelulushidupan lobster
Kelulusan hidup menunjukkan prosentase tingkat kehidupan lobster
selama menjalani perlakuan/treatmen yang diberikan. Berdasarkan pencatatan
lobster yang hidup selama penelitian dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik jumlah lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang hidup
selama penelitian.
Pada gambar grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata kelulusan hidup
lobster selama 6 minggu berkisar antara 33,33% sampai 88,89%. Rata-rata
kelulusan tertinggi didapat pada perlakuan 12ppm sebesar 88,89%, kemudian
diikuti dengan perlakuan 0ppm dan 3ppm yang masing-masing memiliki nilai
kelulusan hidup yang sama yaitu 77,78%, sedangkan kelulusan hidup yang
terendah didapat pada perlakuan 6ppm dan 24ppm yang masing-masing memiliki
nilai kelulusan hidup yang sama yaitu 33,33% (lampiran 16).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6
Ju
mla
h H
idu
p (
ekor)
Waktu (minggu)
K
A
B
C
D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tingkat kelulusan hidup paling tinggi didapat pada perlakuan 12ppm, hal
ini dikarenakan konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi optimal bagi lobster,
selain itu natrium levotiroksin merupakan hormon steroid, dan hormon steroid ini
merupakan hormon utama pada arthropoda yang selain berfungsi dalam stimulasi
moulting juga berperan sebagai antioksidan dan imunostimulan.
Rendahnya tingkat kelulusan hidup lobster dapat disebabkan karena dosis
natrium levotiroksin yang diberikan terlalu besar yang diikuti oleh kenaikan suhu,
sehingga lobster yang akan melakukan proses moulting pada saat kondisi tersebut
gagal dan akhirnya mati. Kematian lobster juga dapat terjadi karena lobster
tersebut telah masuk dalam fase moulting, yang pada fase ini sesungguhnya
lobster tidak membutuhkan tambahan hormon ecdyson, dan apabila diberi
tambahan hormon dari luar maka akan terjadi kelebihan hormon ecdyson yang hal
ini dapat menyebabkan gagal moulting.
Selain itu mungkin juga disebabkan karena pakan yang kurang memenuhi
kebutuhan ataupun kondisi stress karena penelitian (Jacinto, E.C., Colmenares,
H.V., Cerecedo, R.C., Cordova, R.M., 2003). Dari beberapa penelitian terdahulu
dilaporkan bahwa kelulushidupan lobster air tawar dalam kondisi penelitian
bervariasi yaitu berada pada kisaran 50–100% (Jacinto, E.C., Villareal-
Colmenares, H., Civera-Cerecedo, R., Naranjo-Paramo, J., 2004). dengan
kelulushidupan sekitar 65-89%, kelulushidupan sebesar 95–100%, kelulushidupan
sebesar 56–80% untuk juvenile Red claw yang diberi pakan formulasi
(Thompson, K.R., Muzinic, L.A., Christian, T.D., Webster, C.D., Manomaitis, L.,
Rouse, D.B., 2003b), kelulushidupan yang sekitar 79-98% dan kelulushidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebesar 50–71% (Thompson, K.R., Muzinic, L.A., Engler, L.S., Webster, C.D,
2005).
G. Faktor lingkungan luar
Lingkungan memegang peranan penting dalam budidaya suatu organisme,
dan pada setiap organisme memiliki toleransi yang berbeda-beda. Lingkungan
media pemeliharaan yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup suatu organisme adalah mengenai kualitas air, mencakup
didalamnya suhu, pH, DO, dan ketiga parameter tersebut harus dikontrol. Hasil
pengamatan penelitian mengenai kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada
gambar 5 grafik dibawah ini:
Gambar 7. Grafik pengukuran kualitas air selama penelitian.
Pada pengamatan suhu diatas dapat dilihat pada minggu ke-0 dan ke-2
terjadi kenaikan suhu, kemudian secara berangsur-angsur pada minggu ke-4 dan
ke-6 suhu mengalami penurunan, suhu tersebut masih dalam kisaran normal dan
merupakan suhu optimal dalam perkembangan dan pertumbuhan lobster.
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6
Waktu (minggu)
suhu
pH
DO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada data pengamatan pH diatas dapat dilihat pada minggu ke-0 terjadi
penurunan pH dan kenaikan pada minggu ke-2. Sedangkan pada minggu ke-4 dan
ke-6 pH nilai pH sama. Pada pengukuran ini hasil nilai pH yang didapat masih
sesuai dengan syarat hidup lobster, sehingga diharapkan pertumbuhan dari lobster
benar-benar dari perlakuan/treatmen yang diberikan.
Pada data pengamatan DO diatas dapat dilihat pada minggu ke-0 sampai
minggu ke-2 mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada minggu
tersebut juga mengalami kenaikan suhu sehingga kandungan oksigen dalam air
menjadi turun. Sedangkan pada minggu ke-4 dan ke-6 DO mengalami kenaikan
hal ini disebabkan juga pada minggu tersebut suhu air mengalami penurunan.
Pada pengukuran ini hasil nilai DO yang didapat masih sesuai dengan syarat
hidup lobster, sehingga diharapkan pertumbuhan dari lobster benar-benar dari
perlakuan/treatmen yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pemberian natrium levotiroksin pada pakan pelet tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan FCR lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).
2. Pemberian natrium levotiroksin pada pakan pelet dengan konsentrasi 12ppm
berpengaruh nyata terhadap sintasan benih lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus).
A. SARAN
Dalam penambahan natrium levotiroksin dalam pakan pelet sebaiknya
konsentrasinya bertahap dari yang rendah ketinggi, agar lobster dapat beradaptasi.
Perlu diadakan penelitian pemberian natrium levotiroksin dalam pakan pelet
dengan menggunakan lobster fase dewasa, karena lobster fase dewasa lebih
mudah beradaptasi dan nafsu makan sudah stabil jika dibandingkan dengan
lobster fase benih. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
lamanya perlakuan penambahan natrium levotiroksin pada pakan pelet sehingga
didapatkan pertumbuhan yang optimal. Diduga untuk mendapatkan pengaruh
yang optimal dalam pertumbuhan lobster memerlukan waktu lebih dari enam
minggu dimana lobster sudah masuk dalam fase dewasa.