pengaruh pemberian jus tomat (solanum lycopersicum ...digilib.unila.ac.id/60695/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN JUS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP
MORFOLOGI DAN VIABILITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI GENTAMISIN
(Skripsi)
Oleh
DIWANTI AULIA HASANAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
PENGARUH PEMBERIAN JUS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP
MORFOLOGI DAN VIABILITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI GENTAMISIN
Oleh
DIWANTI AULIA HASANAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2020
ABSTRACT
THE EFFECT OF TOMATO JUICE (Solanum lycopersicum) ON SPERM
MORPHOLOGY AND VIABILITY OF WHITE RATS (Rattus norvegicus)
Sprague dawley STRAIN INDUCED GENTAMICIN
By
DIWANTI AULIA HASANAH
Background : Gentamicin is an aminoglycoside class of antibiotics that are known to
reduce the quality of spermatozoa by increasing the formation of free radicals and
lipid peroxidation. Tomatoes are a source of natural antioxidants to fight free radicals.
Tomatoes contain lycopene which act as potent antioxidant.
Methods : This research is an experimental laboratory research. Sampling is done
randomly. The sample consisted of 30 male rats divided into 5 groups, there are
negative control group (K1), positive control group (K2) induced by gentamicin,
treatment group dose 25% (P1), treatment group dose 50% (P2), treatment group dose
100% (P3) were induced gentamicin 20 mg / kg / day for 10 days.
Results : Analysis using One-Way ANOVA showed p<0,05 for the viability and
morphology of spermatozoa. The concentration of tomato juice which gives the best
effect for the viability and morphology of spermatozoa is 100%.
Conclusion : Tomato juice administration can increase viability and morphology
spermatozoa of white rat induced by gentamicin.
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN JUS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP
MORFOLOGI DAN VIABILITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI GENTAMISIN
Oleh
DIWANTI AULIA HASANAH
Latar Belakang : Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang
diketahui dapat menurunkan kualitas spermatozoa dengan cara meningkatkan
pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid. Tomat merupakan salah satu
sumber penghasil antioksidan alami untuk melawan radikal bebas. Tomat
mengandung likopen yang bertindak sebagai antioksidan kuat.
Metode : Jenis penelitian berupa penelitian eksperimental laboratorium.
Pemgambilan sampel dilakukan secara randomisasi. Sampel terdiri dari 30 ekor tikus
jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (K1),
kelompok kontrol positif (K2) yang diinduksi gentamisin, kelompok perlakuan dosis
25% (P1), kelompok perlakuan dosis 50% (P2), kelompok perlakuan dosis 100% (P3)
dan diberi induksi gentamisin 20 mg/kgbb/hari selama 10 hari.
Hasil : Analisis menggunakan One-Way ANOVA menunjukkan p<0,05 untuk
viabilitas dan morfologi spermatozoa. Konsentrasi jus tomat yang memberikan efek
terbaik untuk viabilitas dan morfologi spermatozoa adalah 100%.
Kesimpulan : Pemberian jus tomat dapat meningkatkan viabilitas dan morfologi
spermatozoa tikus putih yang diinduksi gentamisin.
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 26 Maret 1999, sebagai anak pertama dari 4
bersaudara dari Bapak H. Ashadi Yusuf, S.E., dan Ibu Hj. Sujarwati, S.E.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Kautsar Bandar
Lampung pada tahun 2005, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al-Kautsar
Bandar Lampung pada tahun 2011, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan
di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2014, dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2 bandar Lampung pada tahun 2016. Selama
menjadi pelajar, penulis mengikuti organisasi Rohani Islam (Rohis), Marching Band,
dan Pramuka.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada
tahun 2016 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, penulis
mengikuti organisasi FSI Ibnu Sina FK Unila (2016-2018) dan Lampung University
Medical Research (Lunar) FK Unila (2016-2019).
ii
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillaahi rabbil’alamiin. Segala rasa syukur hanya kepada Allah SWT. Rabb
semesta alam, atas segala nikmat, petunjuk dan kasih saying-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi penulis dengan judul “Pengaruh Pemberian Jus Tomat (Solanum
lycopersicum) terhadap Morfologi dan Viabilitas Spermatozoa Tikus Putih (Rattus
norvegius) galur Sprague dawley yang Diinduksi Gentamisin” ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak saran, bimbingan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Dyah Wulan S.R. Wardani, S.K.M, M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
iii
3. Prof. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Pembimbing I atas kesediaannya dalam
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasehat, motivasi dan bantuan bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
4. Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked, M.Biomed., selaku Pembimbing II atas
kesediaannya dalam memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasehat,
motivasi, dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
5. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked., M.Kes., Sp.MK., selaku Pembahas atas
kesediaannya dalam memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasehat,
motivasi, dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,
6. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked., M.Kes., Sp.MK., selaku Pembimbing
Akademik penulis atas kesediaannya dalam memberikan saran, nasehat,
motivasi, dan bantuan bagi penulis dalam bidang akademik;
7. Orangtua tercinta dan tersayang, Ayah H. Ashadi Yusuf, S.E. dan Ibu Hj.
Sujarwati, S.E. yang telah membesarkan penulis, selalu mendoakan,
membimbing, mendukung, memberikan yang terbaik, dan selalu sabar
menantikan keberhasilan penulis;
8. Adik-adik tercinta, Sarah Azizah, Putri Asti Naafilah, Rayi Fatin Nafisah, dan
sepupu tercinta Tasya Meideline Effendi yang selalu membuat semangat dalam
menggapai cita-cita serta senantiasa memberikan dukungan;
9. Keluarga besar tercinta yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan
semangat;
iv
10. Sahabat tersayang Devi, Asya, Fika, Sintia yang sejak menempuh bangku
pendidikan sebagai pelajar hingga sekarang selalu ada untuk membantu,
mendukung, mendoakan, dan membersamai dalam suka dan duka;
11. Sahabat Sukses Dunia Akhirat Fadillah, Suci, Ardina, Hanifah, dan Yana yang
sejak awal kuliah sudah selalu ada untuk membantu, mendukung, dan
membersamai;
12. Teman seperjuangan skripsi (Alvira, Fahmi) yang selama 2 bulan saling bahu-
membahu bekerja dalam tim penelitian;
13. Teman-teman satu bimbingan (Anniza, Rima, Ocha, Dhanti, Kuntum) yang
saling membantu saat proses bimbingan;
14. Keluarga besar Lunar FK Unila dan FSI Ibnu Sina FK Unila yang telah
memberikan pengalaman, pelajaran, dan rasa kebersamaan berorganisasi;
15. Keluarga KKN Desa Ujung, Lumbok Seminung (Mbak Utami, Alvika, Mela,
Alif, Andi, Yebe);
16. Keluarga besar FK Unila (Teman sejawat tercinta TRIGEMINUS FK Unila
2016) atas kebersamaannya selama ini, staff dan karyawan serta adik-adik
angkatan 2017, 2018, 2019, atas kebersamaan dalam semangat satu kedokteran;
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar Lampung, Desember 2019
Penulis
Diwanti Aulia Hasanah
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. ix
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7
2.1 Tomat ............................................................................................................ 7
2.1.1 Klasifikasi .............................................................................................. 7
2.1.2 Kandungan Tomat .................................................................................. 8
2.1.3 Struktur Likopen .................................................................................... 9
2.1.4 Manfaat Likopen Sebagai Antioksidan .................................................. 9
2.2 Spermatogenesis.......................................................................................... 11
2.2.1 Anatomi Testis ..................................................................................... 11
2.2.2 Perkembangan Testis Tikus Jantan Putih ............................................ 13
2.2.3 Proliferasi Mitotik dan Meiosis ........................................................... 14
2.2.4 Spermiogenesis .................................................................................... 17
2.2.5 Pematangan Sperma di Epididimis ...................................................... 18
vi
2.2.6 Morfologi Spermatozoa ....................................................................... 19
2.2.7 Viabilitas Spermatozoa ........................................................................ 21
2.3 Infertilitas .................................................................................................... 22
2.3.1 Etiologi................................................................................................. 22
2.3.2 Diagnosis ............................................................................................. 23
2.4 Gentamisin .................................................................................................. 25
2.4.1 Struktur Gentamisin ............................................................................. 25
2.4.2 Manfaat ................................................................................................ 25
2.4.3 Efek Gentamisin Terhadap Sistem Reproduksi Pria ............................ 26
2.6 Kerangka Teori ........................................................................................... 28
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................................ 29
2.8 Hipotesis Penelitian..................................................................................... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN ......................................................................................... 30
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ......................................................................... 30
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 30
3.3 Subyek Penelitian ........................................................................................ 31
3.3.1 Populasi ................................................................................................ 31
3.3.2 Sampel ................................................................................................. 31
3.3.3 Kelompok Perlakuan ............................................................................ 33
3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 33
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ........................................... 34
3.4.1 Identifikasi Variabel ............................................................................ 34
3.4.2 Definisi Operasional Variabel.............................................................. 35
3.5 Alat dan Bahan ............................................................................................ 36
3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 37
3.7 Analisis Data ............................................................................................... 43
3.8 Alur Penelitian ............................................................................................ 44
3.9 Etika Penelitian .......................................................................................... 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 46
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................................... 46
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 55
vii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 62
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 62
5.2 Saran ........................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 64
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kadar likopen (mg/100 g) buah tomat. ................................................................................. 9
2. Batas Bawah Pemeriksaan Analisis Semen ........................................................................ 24
3. Definisi Operasional ........................................................................................................... 35
4. Hasil perhitungan (%), Rata-rata dan Standar Deviasi Viabilitas Spermatozoa. ............... 47
5. Hasil Uji Normalitas Data Viabilitas Spermatozoa tikus pada tiap kelompok. .................. 48
6. Hasil Uji Post Hoc LSD Viabilitas Spermatozoa ................................................................ 49
7. Hasil perhitungan (%), Rata-rata dan Standar Deviasi Morfologi Spermatozoa. .............. 50
8. Hasil Uji Normalitas Data Morfologi Spermatozoa tikus pada tiap kelompok. ................. 51
9. Hasil Uji Post Hoc LSD Morfologi Spermatozoa ............................................................... 53
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Likopen (Zuorro A, et al., 2013) ............................................................................. 9
2. Manfaat likopen terhadap fertilitas pria (Durairajanayagam, 2014) ................................... 11
3. Testis (Tortora, 2012) ......................................................................................................... 11
4. Testis dari arah lateral dan sagital (Tortora, 2012) ............................................................. 12
5. Spermatogenesis (Guyton, 2014) ........................................................................................ 15
6. Struktur Spermatozoa (Guyton, 2014) ................................................................................ 21
7. Struktur Gentamisin (National Center for Biotechnology Information) ............................. 25
8. Kerangka Teori (Durairajanayagam, 2014, Nouri, 2009) ................................................... 28
9. Kerangka Konsep ................................................................................................................ 29
10. Morfologi spermatozoa tikus. (A) spermatozoa normal, (B-J) spermatozoa abnormal . .. 41
11. Alur Penelitian .................................................................................................................. 44
12. Morfologi Spermatozoa .................................................................................................... 54
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk memperoleh keturunan
setelah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan alat
kontrasepsi selama 12 bulan. Infertilitas adalah masalah klinis umum yang
mempengaruhi 13-15% pasangan di seluruh dunia (Hamada, 2011). Diperkirakan
bahwa faktor laki-laki mempengaruhi infertilitas sebesar 25-50%. Infertilitas
mempengaruhi pasangan di seluruh dunia tanpa memandang ras atau etnis
(Waljczak-Jedrzejowska, 2012). Prevalensi infertilitas bervariasi di seluruh
negara maju dan berkembang, namun lebih tinggi di negara berkembang karena
keterbatasan sumber daya untuk melakukan diagnosis dan penatalaksanaannya. Di
Indonesia angka infertilitas diperkirakan kurang lebih 10% (Ridhoila, 2017).
Penurunan kesehatan reproduksi dan kesuburan pada pria dalam 30 tahun terakhir
terutama berkaitan dengan bahan toksik di lingkungan dan xenobiotik atau zat
asing yang masuk dalam tubuh. Bahan toksik dan xenobiotik dapat menimbulkan
efek berbahaya dalam proses spermatogenesis dan kualitas semen yang dihasilkan
(Fetouh, 2014). Penyebab infertilitas yang paling signifikan adalah berkurangnya
2
konsentrasi sperma, 90% masalah ketidaksuburan pada pria berkaitan dengan
penghitungan sperma dan terdapat hubungan yang positif antara parameter semen
yang abnormal dan penghitungan sperma (Sharma, 2017).
Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang berasal dari
Micomonospora purpurea. Obat ini efektif terhadap mikroorganisme yaitu
Pseudomonas, Proteus, dan Serratia yang tidak sensitif terhadap antibiotik lain.
Gentamisin diketahui dapat mengurangi jumlah, motilitas, morfologi dan
viabilitas sperma dengan cara meningkatkan pembentukan radikal bebas dan
peroksidasi lipid dengan menurunkan kadar enzim antioksidan. Kerusakan
oksidatif yang dipicu oleh radikal bebas terhadap spermatozoa dapat
meningkatkan tingkat infertilitas pada pria (Fetouh, 2014).
Radikal bebas adalah molekul dengan satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan pada kulit terluarnya dan sangat reaktif. Radikal bebas dibagi
menjadi dua, yaitu eksogen dan endogen. Gentamisin merupakan salah satu
radikal bebas eksogen. Setelah masuk ke dalam tubuh dengan rute yang berbeda-
beda, senyawa eksogen seperti gentamisin terdekomposisi atau dimetabolisme
menjadi radikal bebas di dalam tubuh (Pham-Huy, 2008).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkap molekul radikal bebas
sehingga menghambat terjadinya reaksi oksidatif dalam tubuh yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit (Adawiah, 2015). Antioksidan alami
3
dapat mengembalikan keseimbangan yang optimal dengan menetralisir spesimen
yang reaktif (Fetouh, 2014). Antioksidan bertindak sebagai “pembersih radikal
bebas” dengan mencegah dan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh
reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS), sehingga
dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan menurunkan resiko penyakit lain yang
tidak dikehendaki (Pham-Huy, 2008).
Tanaman tomat merupakan salah satu sumber penghasil antioksidan alami untuk
melawan radikal bebas. Tomat (Solanum lycopersicum) berasal dari famili
Solanaceae. Aktivitas antioksidan pada tanaman tomat dipengaruhi oleh
kandungan yang ada di dalamnya, yaitu likopen, β-karoten dan vitamin C.
Penggunaan tomat sebagai antioksidan sangat bermanfaat bagi peningkatan
kualitas kesehatan manusia di banyak negara (Ma’sum, 2014).
Warna merah yang dimiliki tomat disebabkan oleh likopen yang memberikan
perlindungan terhadap kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh radikal
bebas (Gunawan, 2017). Kemampuan likopen mengendalikan radikal bebas 100
kali lebih efisien daripada vitamin E atau 12.500 kali daripada glutathion
(Selamet, 2013).
4
Likopen dalam buah tomat merupakan karotenoid utama yang berfungsi sebagai
antioksidan kuat dan dapat menurunkan risiko penyakit jantung, kanker, dan
penyakit degeneratif. Likopen dapat diabsorbsi secara langsung dari jus tomat,
saus tomat, dan suplemen (Ma’sum, 2014). Konsumsi tomat sebanyak 2 mg per
hari selama 3 bulan dapat meningkatkan parameter semen pada laki-laki, yang
juga dapat mempengaruhi parameter semen abnormal (Gunawan, 2017).Kadar
likopen buah tomat berkisar antara 33,50-80,51 miligram dalam 100 gram tomat,
tergantung pada warna kulit dan lama penyimpanan tomat (Novita, 2015).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai efek buah tomat dan zink
terhadap kualitas spermatozoa yang diberi paparan asap rokok, dan sudah ada
pula penelitian mengenai efek jintan hitam terhadap kualitas spermatozoa yang
diinduksi gentamisin. Berdasarkan uraian masalah diatas, tomat memiliki efek
antioksidan kuat dan diharapkan memberikan efek yang baik terhadap kualitas
spermatozoa yang terpapar radikal bebas melalui gentamisin. Oleh karena itu,
peneliti ingin mengetahui efek kuratif pemberian jus tomat terhadap morfologi
dan viabilitas spermatozoa tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi
gentamisin.
5
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah ada efek pemberian jus tomat terhadap viabilitas dan morfologi
spermatozoa tikus putih yang diinduksi gentamisin?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek pemberian jus tomat terhadap viabilitas dan
morfologi spermatozoa tikus putih yang diinduksi gentamisin.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kenaikan persentase viabilitas dan morfologi tikus
putih yang diberi pengobatan setelah diinduksi gentamisin.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari dan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi peneliti.
6
1.4.2 Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menambah bahan kepustakaan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dan memberi tambahan pengetahuan bagi
pengunjung perpustakaan.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan kepada masyarakat terhadap efek
kuratif pemberian jus tomat terhadap kualitas spermatozoa tikus putih
yang diinduksi gentamisin.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tomat
2.1.1 Klasifikasi
Dalam botani atau ilmu tumbuh-tumbuhan, tanaman tomat
diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2008).
Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Subdivisi : Angiosspermae (biji berada di dalam buah)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Spesies : Lycopersicon esculentum Mill / Solanum lycopersicum L
8
2.1.2 Kandungan Tomat
Tomat (Solanum lycopersicum) yang telah disebut secara luas sebagai
Lycopersicon esculentum masuk ke famili Solanaceae. Tomat memiliki
segmen internal berupa daging yang berisi biji yang dikelilingi serum
(Balaswamy, 2015). Tomat merupakan salah satu jenis buah yang
memiliki senyawa polifenol, karotenoid, dan vitamin C yang dapat
bertindak sebagai antioksidan. Polifenol pada tomat sebagian besar terdiri
dari flavonoid, sedangkan jenis karotenoid yang dominan adalah pigmen
likopen. Senyawa-senyawa antioksidan tersebut dapat menghambat
proses oksidasi yang dapat menyebabkan penyakit kronis dan degeneratif
(Eveline, 2014).
Buah tomat memiliki dua kategori kualitas intrinsik, yaitu kualitas
organoleptik dan nilai gizi. Kualitas organoleptik meliputi tekstur buah,
rasa, dan aroma. Sehubungan dengan nilai gizi, buah tomat memiliki
kandungan lemak yang rendah, tinggi serat, rendah kalori, sumber dari
banyak vitamin dan mineral, dan banyak zat lain seperti gula, flavonoid,
asam askorbat, asam folat, dan karotenoid. Kualitas lain yang sangat
penting dari buah tomat adalah warna, bentuk, tekstur, serta lama
penyimpanan buah tomat (Greszberg, 2014).
9
Tabel 1. Kadar likopen (mg/100 g) buah tomat (Novita, 2015).
Tingkat Kematangan
Tomat
Lama Penyimpanan
0 Hari 5 Hari 10 Hari 15 Hari 20 Hari
0-10 % Kulit Merah 74.00 36.97 40.20 43.00 20.90
30-60% Kulit Merah 76.70 47.40 42.50 40.10 30.11
> 70% Kulit Merah 80.51 74.07 46.80 38.50 33.50
2.1.3 Struktur Likopen
Gambar 1. Struktur Likopen (Zuorro A, et al., 2013)
2.1.4 Manfaat Likopen Sebagai Antioksidan
Likopen merupakan salah satu kandungan kimia paling banyak dalam
tomat, dalam 100 gram tomat rata-rata mengandung likopen sebanyak 3-5
mg. Beberapa studi in vitro menemukan bahwa likopen memiliki aktivitas
10
antioksidan yang poten. Likopen ditemukan mampu menginaktifkan
hidrogen peroksidan dan nitrogen peroksida (Febriansah, 2012).
Likopen merupakan karotenoid alami yang bertanggung jawab untuk
warna merah gelap pada banyak makanan, terutama tomat. Bukti
epidemiologis menunjukkan bahwa likopen berkaitan dengan penurunan
risiko pengembangan penyakit kronis dan kanker tertentu. Likopen adalah
karotenoid rantai terbuka berliku 40 karbon yang mengandung 11 ikatan
konjugasi yang menangani reaksi transfer energi dan transport oksigen
bersama dua ikatan ganda tak terkonjugasi. Likopen tidak memiliki ion β
dengan struktur cincin dan karenanya tidak memiliki aktivitas vitamin A,
tetapi bertindak sebagai antioksidan (Balaswamy, 2015). Menurut WHO
(2009), kadar likopen yang diizinkan dalam produk makanan berkisar dari
2 ppm dalam air kemasan hingga 130 ppm dalam sereal siap saji.
11
Gambar 2. Manfaat likopen terhadap fertilitas pria (Durairajanayagam, 2014)
2.2 Spermatogenesis
2.2.1 Anatomi Testis
Gambar 3. Testis (Tortora, 2012)
12
Testis merupakan kelenjar oval berpasangan di dalam skrotum, berukuran
5 cm (2,5 inci) dengan diameter 2,5 cm (1 inci). Setiap testis memiliki
massa 10-15 gram. Testis berkembang di dekat ginjal, di bagian belakang
perut, dan biasanya mulai turun ke skrotum melalui saluran inguinal
selama paruh kedua bulan ketujuh perkembangan janin (Tortora, 2012).
Testis bergerak selama perkembangan fetus dan akhirnya tertahan di
kedua sisi skrotum pada ujung funikulus spermatikus. Karena bermigrasi
dari dinding abdomen, setiap testis membawa serta suatu kantung serosa,
yaitu tunika vaginalis yang berasal dari peritoneum. Tunika vaginalis
terdiri atas lapiran parietal diluar dan lapisan visceral di bagian dalam,
yang membungkus tunika albuginea pada sisi anterior dan lateral testis
(Merscher, 2011).
Gambar 4. Testis dari arah lateral dan sagital (Tortora, 2012)
13
Testis dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea.
Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan
membentuk mediastinum testis. Mediastinum testis merupakan tempat
penetrasi septa fibrosa yang membagi kelenjar menjadi 250 kompartemen
piramid atau lobulus testis (Merscher, 2011). Masing-masing 200-300
lobulus testis mengandung satu sampai tiga tubulus melingkar, yaitu
tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan tempat produksi
sperma (Tortora, 2012).
Tubulus seminiferus mengandung dua jenis sel, yaitu sel spermatogenik
dan sel sertoli. Sel spermatogenik merupakan sel pembentuk sperma,
sedangkan sel sertoli adalah sel yang memiliki beberapa fungsi dalam
mendukung spermatogenesis (Junqueira, 2011).
2.2.2 Perkembangan Testis Tikus Jantan Putih
Tikus putih (Rattus Novegicus) umumnya digunakan untuk penelitian
pada sistem reproduksi pria dan wanita karena representasi mereka tentang
sistem biologis mamalia. Berdasarkan berat dan indeks testis serta
kuantitas dan kualitas spermatozoa, tikus umur 4-5 minggu dikategorikan
sebagai tikus muda yang belum matang seksual, tikus umur 6-7 minggu
adalah tikus pradewasa atau dewasa awal yang sistem reproduksinya telah
14
berkembang namun belum mampu kawin karena spermatozoa belum
motil, dan tikus umur 8-9 minggu, yaitu tikus dewasa yang telah dewasa
dan siap kawin sehingga tepat dijadikan sebagai hewan model penelitian
sistem reproduksi dewasa (Fitria, 2015).
2.2.3 Proliferasi Mitotik dan Meiosis
Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum
primordial yang relatif belum berdiferensiasi yaitu sel spermatogonia (46
kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang sangat
khusus dan motil dan masing-masing mengandung set haploid 23
kromosom yang diterima secara acak (Sherwood, 2012). Selama
pembentukan embrio, sel germinal primordial bermigrasi kedalam testis
dan menjadi sel germinal imatur yang disebut spermatogonia yang
terletak dua atau tiga lapisan permukaan dalam tubulus seminiferus.
Spermatogonia mulai mengalami pembelahan mitosis saat pubertas, dan
terus berproliferasi dan berdiferensiasi melalui berbagai tahap
perkembangan untuk membentuk sperma (Guyton, 2014).
Pada tikus, waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus epitel seminiferus
adalah 12 hari. Sedangkan satu siklus spermatogenesis (spermatogonia
menjadi spermatozoa) adalah 48 hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa
satu siklus spermatogenesis memerlukan 4 siklus epitel seminiferus. Pada
15
potongan melintang tubulus seminiferus testis tikus tipe asosiasi sel
dibagi dalam 14 tahapan. Setiap asosiasi sel, terdiri dari sekumpulan sel
spermatogenik yang selalu tersusun teratur dari spermatogonia,
spermatosit dan spermatid yang terdapat pada berbagai tingkat
perkembangan. Tahapan spermatogenesis tersusun dari susunan antara
spermatogonia A, spermatogonia intermedia, spermatogonia B,
spermatosit primer dalam berbagai tahap profase (leptoten, zigoten,
pakiten, diploten dan diakinase) dan spermatid dengan 19 langkah
spermatogenesis (Sutrisno, 2010).
Gambar 5. Spermatogenesis (Guyton, 2014)
16
Pada manusia, satu siklus epitel seminiferus membutuhkan waktu 16 hari
dan waktu yang diperlukan untuk satu siklus spermatogenesis 64 hari
(sekitar 8 minggu). Sedangkan satu siklus spermatogenesis memerlukan
4-5 siklus epitel seminiferus dimana tipe asosiasi sel dibagi dalam 6
tahapan. Pentingnya mengidentifikasi tahapan spermatogenesis berkaitan
dengan sifat siklus dan proses biokimia yang terjadi selama pematangan
epitel spermatogenik (Sherwood, 2012).
Spermatogonium yang berada di lapisan terluar tubulus seminiferus terus
menerus bermitosis, menghasilkan sel baru yang memiliki 46 kromosom
identik dengan sel induk. Setelah pembelahan mitotik sebuah
spermatogonium salah satu sel anak tetap di tepi luar tubulus, dan sel
anak yang lain mulai bergerak ke arah lumen sambil menjalani berbagai
tahap yang dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian akan
dibebaskan kedalam lumen. Setelah mengalami beberapa pembelahan
mitotik, spermatogonium akan menjadi spermatosit primer (46
kromosom) identik. Setelah pembelahan mitotik terakhir, spermatosit
primer masuk ke fase istirahat ketika kromosom-kromosom terduplikasi
dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk
pembelahan meiosis pertama (Sherwood, 2012).
Sesaat setelah terbentuk, masing-masing spermatosit primer melakukan
replikasi DNA dan kemudian meiosis dimulai. Dalam meiosis I, pasangan
17
kromosom homolog berbaris di bidang metafase, dan terjadi crossing-
over. Kemudian, benang spindel menarik satu (duplikat) kromosom dari
setiap pasangan ke arah kutub yang berlawanan. Kedua sel yang
terbentuk dari meiosis I disebut spermatosit sekunder. Setiap spermatosit
sekunder memiliki 23 kromosom haploid. Setiap kromosom dalam
spermatosit sekunder masih memiliki dua kromatid dari masing-masing
kromosom. Tidak ada replikasi DNA yang terjadi pada spermatosir
sekunder (Tortora, 2012).
Pada meiosis II, kromosom berbaris dalam satu bidang metafase, dan dua
kromatid dari masing-masing kromosom terpisah. Keempat sel haploid
yang dihasilkan pada meiosis II disebut spermatid. Oleh karena itu,
spermatosit primer menghasilkan empat spermatid melalui dua putaran
pembelahan sel, yaitu meiosis I dan meiosis II (Tortora, 2012).
2.2.4 Spermiogenesis
Pembentukan spermatozoa memerlukan proses remodeling, atau
pengemasan, yang dikenal dengan spermiogenesis (Sherwood, 2012).
Tidak ada pembelahan sel yang terjadi pada spermiogenesis, setiap
spermatid menjadi sel sperma tunggal. Selama proses ini, spermatid yang
berbentuk spheris berubah menjadi memanjang dan ramping. Akrosom
terbentuk di atas nukleus, sebuah flagellum berkembang, dan mitokondria
18
berkembang biak. Selanjutnya, cairan yang disekresikan sel-sel
penyokong mendorong sperma di sepanjang jalan mereka, menuju saluran
testis. Pada titik ini, sperma belum bisa berenang (Tortora, 2012).
2.2.5 Pematangan Sperma di Epididimis
Setelah terbentuk di tubulus seminiferus, spermatozoa membutuhkan
waktu beberapa hari untuk melewati duktus epididimis yang panjangnya
6 mikrometer. Spermatozoa yang bergerak dari tubulus seminiferus dan
dari bagian awal epididimis merupakan sperma yang tidak motil dan tidak
dapat membuahi ovum. Akan tetapi, setelah spermatozoa berada dalam
epididimis selama 18-24 jam, sperma memiliki kemampuan motilitas,
walaupun beberapa protein penghambat dalam cairan epididimis masih
mencegah motilitas akhir sampai setelah ejakulasi (Guyton, 2014).
Kedua testis orang dewasa membentuk sperma dengan jumlah mencapai
120 juta per hari. Sejumlah kecil sperma ini dapat disimpan di epididimis,
namun sebagian besar disimpan di vas deferens. Sperma tersebut dapat
tetap disimpan sehingga fertilitasnya dapat dipertahankan paling tidak
selama sebulan. Selama waktu tersebut, sperma-sperma itu dijaga pada
keadaan yang sangat tidak aktif oleh berbagai zat penghambat yang
terdapat dalam sekresi duktus. Sebaliknya, pada aktivitas seks dan
19
ejakulasi yang tinggi, penyimpanan mungkin tidak lebih dari beberapa
hari (Guyton, 2014).
Setelah ejakulasi, sperma menjadi motil dan mampu membuahi ovum,
suatu proses yang disebut pematangan. Sel-sel sertoli dan epitel
epididimis menyekresikan suatu cairan nutrisi khusus yang diejakulasikan
bersama dengan sperma. Cairan ini mengandung berbagai hormon
(termasuk testosterone dan estrogen), enzim, dan zat nutrisi khusus yang
sangat penting untuk pematangan sperma (Guyton, 2014).
Epididimis merupakan organ tempat transportasi, pematangan, dan
penyimpanan spermatozoa. Sejumlah protein yang dihasilkan oleh
epididimis seperti CRISP1, SPAG11e, carbonyl reduktase P34H, CD52,
DEFB126, dan GPR64 mempunyai peranan penting pada pematangan
spermatozoa (Fitria, 2015).
2.2.6 Morfologi Spermatozoa
Setiap hari sekitar 300 juta sperma menyelesaikan proses
spermatogenesis. Sperma memiliki panjang sekitar 60 mikrometer dan
mengandung beberapa struktur yang sangat disesuaikan untuk
menjangkau dan menembus oosit sekunder. Bagian utama dari sperma
adalah kepala dan ekor. Kepala sperma yang runcing memiliki panjang
sekitar 4-5 mikrometer, didalam kepala sperma terdapat nukleus dengan
20
23 kromosom. Dua pertiga anterior bagian nukleus adalah akrosom,
suatu vesikel berbentuk topi yang berisi enzim yang membantu sperma
menembus oosit sekunder untuk fertilisasi. Beberapa enzim akrosom
yaitu enzim hyaluronidase dan protease. Ekor dari sperma dibagi menjadi
empat bagian, yaitu leher, middle piece, principal piece, dan end piece.
Leher adalah daerah di belakang kepala yang mengandung sentriol.
Sentriol membentuk mikrotubulus yang terdiri dari sisa ekor. Middle
piece berisi mitokondria yang tersusun spiral, yang menyediakan energi
(ATP) untuk pergerakan sperma ke tempat pembuahan dan metabolisme
sperma. Principal piece adalah bagian terpanjang dari ekor, dan end piece
adalah bagian terminal, bagian lonjong dari ekor (Tortora, 2012).
Spermatozoa abnormal adalah spermatozoa dengan ciri morfologi diluar
batas normal. Spermatozoa dikatakan normal bila memiliki struktur
kepala, leher, dan ekor yang normal. Kepala yang normal memiliki rasio
antara panjang dengan lebar 1,5-1,75. Leher merupakan bagian sempit
yang menghubungkan antara kepala dan ekor, ekor kurang lebih 9 kali
panjang kepala sperma yang terbagi tiga bagian, yaitu principal piece,
middle piece, dan end piece (Apriora, 2015).
Morfologi merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan dalam
menunjang kemampuan fertilitas spermatozoa. Fertilisasi akan terjadi
apabila spermatozoa memiliki bentuk yang normal. Hanya spermatozoa
21
normal yang mampu membuahi sel telur. Walaupun jumlah spermatozoa
seseorang normal, namun apabila morfologinya terganggu akan
berpengaruh terhadap rendahnya kemampuan fungsional spermatozoa
(Apriora, 2015).
Gambar 6. Struktur Spermatozoa (Guyton, 2014)
2.2.7 Viabilitas Spermatozoa
Salah satu faktor yang dijadikan indikator terhadap mutu dan kualitas
semen adalah tinggi rendahnya presentase hidup atau viabilitas
spermatozoa. Jumlah spermatozoa hidup pada sampel semen dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur hewan, jenis pakan yang
dikonsumsi, radikal bebas, suhu, pH, dan viskositas pengencer serta
variasi individu. Jumlah spermatozoa yang diproduksi tergantung pada
22
proses yang terjadi selama spermatogenesis. Spermatozoa dapat hidup
karena sanggup mencerna beberapa zat yang terdapat di dalam cairan
aksesoris, cairan di dalam saluran kelamin betina dan di dalam media
pengencer (Simbolon, 2013).
Permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran lipoprotein.
Apabila sel spermatozoa tersebut mati, permeabilitas membrannya
meningkat terutama di daerah kepala (post nuclear caps) dan hal ini
merupakan dasar pewarnaan spermatozoa yang membedakan
spermatozoa yang hidup dan yang mati (Simbolon, 2013).
2.3 Infertilitas
2.3.1 Etiologi
Infertilitas mempengaruhi baik pria maupun wanita. Pada 50% pasangan
yang tidak memiliki anak, faktor infertilitas pria ditemukan bersama
dengan kelainan pemeriksaan cairan semen (Ikatan Ahli Urologi
Indonesia, 2015).
Fertilitas pada pria dapat menurun sebagai akibat dari (Ikatan Ahli
Urologi Indonesia, 2015) :
a. Kelainan urogenital kongenital atau didapat
b. Keganasan
23
c. Infeksi saluran urogenital
d. Suhu skrotum yang meningkat
e. Kelainan endokrin
f. Kelainan genetik
g. Faktor imunologi
Pada 30-40% kasus, tidak ditemukan kelainan penyebab dari infertilitas
pria (infertilitas pria idiopatik). Infertilitas pria idiopatik dianggap terjadi
akibat beberapa faktor, seperti gangguan endokrin, polusi lingkungan,
reactive oxygen species, atau gangguan genetik dan epigenetik (Ikatan
Ahli Urologi Indonesia, 2015).
2.3.2 Diagnosis
Diagnosis infertilitas pria dapat dilakukan dengan metode analisis semen.
Pemeriksaan analisis semen memiliki nilai yang sama pentingnya dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada semua pasien. (EAU, 2015).
Apabila ditemukan nilai abnormal pada analisis semen berdasarkan
standarisasi World Health Organization (WHO), maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan andrologi. Analisis semen telah distandarisasi oleh
WHO dan sudah dipublikasikan pada WHO Laboratory Manual for
Human Semen and Sperm-Cervical Mucus Interaction, 5th
edition.
24
Tabel 2. Batas Bawah Pemeriksaan Analisis Semen Parameter Batas Bawah
Volume semen (mL) 1,5 (1,4-1,7)
Jumlah sperma total (106 per ejakulat) 39 (33-46)
Konsentrasi sperma (106 per mL) 15 (12-16)
Motilitas total (progressive + non-
progressive, %)
40 (38-42)
Motilitas progresif (progressive, %) 32 (31-34)
Viabilitas (spermatozoa yang hidup, %) 58 (55-63)
Morfologi sperma (bentuk normal, %) 4 (3,0-4,0)
Konsensus Lainnya
pH > 7,2
Leukosit peroksidase positif (106 per mL) < 1,0
Pemeriksaan optional
Tes mixed antiglobulin reaction
(spermatozoa motil dengan partikel ikatan,
%)
< 50
Tes immunobead (spermatozoa motil
dengan bound beads, %)
< 50
Zink seminal (μmol/ejakulat) > 2,4
Fruktosa seminal (μmol/ejakulat) > 13
Glukosidase netral seminal (μmol/ejakulat) > 20
(Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015)
25
2.4 Gentamisin
2.4.1 Struktur Gentamisin
Gambar 7. Struktur Gentamisin (National Center for Biotechnology
Information)
2.4.2 Manfaat
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang sering
digunakan sebagai pengobatan efektif dari infeksi bakteri gram negatif
dan tingkat resistensinya masih rendah. Namun, gentamisin dapat
menyebabkan efek samping yang berat termasuk nefrotoksisitas dan
vestibulotoksisitas, yang walaupun dapat dideteksi dini, dapat bersifat
irreversibel (Martin, 2012).
Aminoglikosida adalah salah satu antibiotik untuk menangai infeksi
serius. Penggunaan antibiotik ini diindikasikan karena mempunyai
26
spektrum luas terutama terhadap infeksi kuman aerob gram negatif, dan
berefek sinergis terhadap gram positif bila dikombinasikan dengan
antibiotik lain (misalnya β-laktam). Aminoglikosida merupakan senyawa
yang terdiri dari dua atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat
ikatan glikosidik pada inti heksosa. Dengan adanya gugusan amino, zat-
zat ini bersifat basa lemah, dan garam sulfanya yang digunakan dalam
terapi mudah larut dalam air (Pangalila, 2012).
Gentamisin merupakan derivat dari Micomonospora purpureae dan masih
merupakan terapi alternatif yang efektif terhadap mikroorganisme,
terutama Pseudomonas, Proteus, dan Serratia yang tidak sensitif dengan
antibiotik lain. Aminoglikosida telah rutin digunakan oleh spesialis
urologi untuk mengobati infeksi bakteri pada pasien sebelum fertilisasi in
vitro atau ketika terdapat konsentrasi leukosit yang tinggi pada cairan
semen pasien (Fetouh, 2014).
2.4.3 Efek Gentamisin Terhadap Sistem Reproduksi Pria
Gentamisin mampu menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang
bersifat destruktif termasuk superoxide, hydrogen peroxide, dan hydroxyl
radical dan sering menyebabkan kerusakan oksidatif dan nekrotik. Peran
gentamisin dalam menginduksi apoptosis dan kerusakan oksidatif juga
telah dilaporkan (Nouri, 2009).
27
Stres oksidatif yang ditimbulkan oleh ROS berpengaruh terhadap sistem
reproduksi laki-laki, terutama pada proses spermatogenesis. Stres oksdatif
dapat merusak DNA mitokondria sehingga dapat terjadi mutasi yang
berakibat pada rusaknya rantai transport elektron. Hal ini dapat berakibat
pada penurunan produksi ATP dan mengganggu spermatogenesis
sehingga spermatozoa memiliki morfologi yang abnormal dan penurunan
jumlah (Venkatesh, 2009).
Gentamisin diketahui dapat mengurangi jumlah, motilitas, morfologi dan
viabilitas sperma dengan cara meningkatkan pembentukan radikal bebas
dan peroksidasi lipid dengan menurunkan kadar enzim antioksidan.
Kerusakan oksidatif yang dipicu oleh radikal bebas terhadap spermatozoa
dapat meningkatkan tingkat infertilitas pada pria (Fetouh,2014).
Hasil studi histologi terbaru menunjukkan nekrosis yang berat dan
degenerasi dari sel spermatogonium diikuti penurunan dari spermatosit,
spermatid, dan sperma pada hewan coba yang diberi gentamisin.
Penelitian ini menunjukkan bahwa gentamisin mengganggu maturasi
spermatogonium pada tahap meiosis (Nouri, 2009).
28
2.6 Kerangka Teori
Gambar 8. Kerangka Teori (Durairajanayagam, 2014, Nouri, 2009)
Testis dan Epididimis
Spermatogenesis
Abnormalitas morfologi dan
penurunan viabilitas Sperma
Proliferasi mitotik dan
meiosis sel
Spermiogenesis
Pematangan sperma di
epididimis
Gangguan
keseimbangan
ROS
Peroksidasi lipid
Kerusakan membran
sel
Kerusakan DNA
Kerus
Gentamisin
Tomat
Likopen
Antioksidan
Infertilitas
: menyebabkan
: menghambat
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Keterangan :
29
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 9. Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian jus tomat dapat meningkatkan
persentase jumlah morfologi normal dan viabilitas spermatozoa tikus putih
(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi gentamisin.
Jus Tomat
(Antioksidan)
Morfologi dan
Viabilitas
Sperma
Induksi
Gentamisin
Variabel Dependen Variabel Independen
30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium.
Desain penelitian menggunakan Post Test Only Control Group Design. Dalam
penelitian ini dilakukan randomisasi, artinya sebelum diberikan perlakuan
semua kelompok kontrol dan eksperimen dianggap sama sehingga
pengelompokkan kelompok kontrol dan eksperimen dilakukan secara acak.
Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian setelah diberi perlakuan
dengan membandingkan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2019 di Animal House
dan Laboratorium Fisiologi, Biokimia, dan Biologi Molekuler Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
31
3.3 Subyek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus Novergicus) dewasa
jantan galur Sprague dawley berumur 2-3 bulan dengan berat 150-250
gram yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 tikus putih
dewasa jantan galur Sprague dawley yang dibagi dalam lima
kelompok secara acak menggunakan rumus Frederer.
(n-1)(t-1) 15
Keterangan :
t = jumlah perlakuan
n = jumlah ulangan
(5-1)(n-1) 15
4(n-1) 15
4n-4 15
4n 19
n 4.75
Untuk mengantisipasi drop out atau hilangnya unit eksperimen maka
dilakukan dengan koreksi menggunakan rumus sebagai berikut.
32
Keterangan :
N = besar sampel koreksi
n = besar sampel awal
F = perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
Jadi, jumlah sampel yang digunakan untuk setiap kelompok adalah 6
ekor. Jumlah kelompok yang digunakan 5 kelompok sehingga pada
penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus dari populasi yang ada.
Kelompok pertama adalah kelompok kontrol negatif yang tidak diberi
perlakuan khusus. Kelompok kedua adalah kelompok kontrol positif
yang diinduksi gentamisin. Kelompok ketiga, keempat, dan kelima
adalah kelompok perlakuan yang diberi jus tomat dan diinduksi
gentamisin.
33
3.3.3 Kelompok Perlakuan
1. Kelompok 1 : Kelompok tikus yang tidak diinduksi gentamisin dan
tanpa pemberian jus tomat (Kontrol 1).
2. Kelompok 2 : Kelompok tikus yang diinduksi gentamisin sebanyak
20 mg/kgBB/hari selama 10 hari tanpa pemberian jus tomat
(Kontrol 2).
3. Kelompok 3 : Kelompok tikus yang diberikan jus tomat dengan
konsentrasi 25% sebanyak 1 ml dan diinduksi gentamisin sebanyak
20 mg/kgBB/hari selama 10 hari (Kelompok Perlakuan 1).
4. Kelompok 4 : Kelompok tikus yang diberikan jus tomat dengan
konsentrasi 50% sebanyak 1 ml dan diinduksi gentamisin sebanyak
20 mg/kgBB/hari selama 10 hari (Kelompok Perlakuan 2).
5. Kelompok 5 : Kelompok tikus yang diberikan jus tomat dengan
konsentrasi 100% sebanyak 1 ml dan diinduksi gentamisin
sebanyak 20 mg/kgBB/hari selama 10 hari (Kelompok Perlakuan
3).
3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a) Sehat
b) Berat badan 150-250 gram
c) Jenis kelamin jantan
d) Usia 2-3 bulan
34
2. Kriteria Eksklusi
a) Sakit (rambut kusam dan rontok, aktivitas kurang atau tidak
aktif)
b) Mengalami penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa
adaptasi di laboratorium
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Identifikasi Variabel
a) Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jus buah tomat.
b) Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah morfologi dan viabilitas
spermatozoa tikus.
35
3.4.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Jus Tomat Buah tomat
berwarna merah
yang diolah
melalui proses
penghalusan
menggunakan
juicer agar
diperoleh jus yang
mengandung
bahan aktif
likopen sebanyak
9,5 mg/100 gr
tomat segar yang
dibuat jus.
P1 : Diberikan
jus tomat
konsentrasi
25% sebanyak
1ml/ekor/hari
P2 : Diberikan
jus tomat
konsentrasi
50% sebanyak
1 ml/ekor/hari
P3 : Diberikan
jus tomat
konsentrasi
100% sebanyak
1 ml/ekor/hari
Gelas
ukur, spuit
Persentase
konsentrasi
tomat 25%,
50%, dan
100%.
Ordinal
Morfologi
Spermatozoa
Diamati bentuk
spermatozoa
dengan 5 lapang
pandang
mikroskop dalam
jumlah 100 sel
spermatozoa
dengan perbesaran
1000x.
Menilai
berdasarkan
nilai referensi
normal
morfologi
Mikroskop Persentase
morfologi
spermatozoa
normal
dibandingkan
dengan seluruh
spermatozoa
yang teramati
(normal dan
abnormal).
Numerik
Viabilitas
Spermatozoa
Spermatozoa yang
hidup tidak akan
terwarnai dengan
zat warna eosin,
sedangkan yang
mati akan
terwarnai karena
rusaknya
membran plasma
sel. Dilihat pada
mikroskop dengan
perbesaran 400x.
Menghitung
spermatozoa
yang hidup dari
seluruh
spermatozoa
yang diamati
Mikroskop Persentase
spermatozoa
yang hidup
dibandingkan
dengan seluruh
spermatozoa
yang teramati
(hidup dan
mati).
Numerik
36
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat Penelitian
A. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1) Neraca elektronik
2) Sonde lambung
3) Kandang tikus
4) Tempat makan dan minum tikus
5) Object glass dan cover glass
6) Alat Bedah
7) Ketamin
8) Spuit 1 cc
9) Alat - alat dalam pengamatan mikroskop cahaya
10) Handschoen
11) Masker
B. Alat Pembuatan Jus Tomat
Alat yang digunakan untuk membuat jus tomat antara lain :
1) Neraca digital
2) Juicer
3) Baker glass
4) Kertas saring
37
5) Beaker glass
6) Labu takar
7) Gelas ukur
3.5.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
1) Tikus jantan putih galur Sprague dawley
2) Tomat
3) Pakan tikus
4) Sekam
5) Air minum
6) Gentamisin
7) Bahan untuk pengamatan mikroskop
8) NaCl 0,9%
9) Zat untuk pewarnaan (Giemsa, Eosin 0,5%)
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Pengadaan Hewan Uji
Hewan uji yaitu tikus putih jantan galur Sprague dawley berjumlah 30
ekor diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.
38
3.6.2 Pemeliharaan Hewan Uji
Hewan uji akan menjalani masa adaptasi selama 1 minggu di kandang
pemeliharaan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanan sebelum
diberi perlakuan. Tikus ditempatkan di kandang dengan alas sekam
padi yang diganti setiap hari untuk mencegah infeksi. Dalam 1
kelompok, 6 ekor tikus ditempatkan dalam 1 kandang. Suhu 25°C,
lingkungan tidak lembab, dan pencahayaan cukup. Pemberian makan
dan minum melalui ad libitum. Makanan berupa pelet. Pemberian
makanan dan minuman secukupnya dengan wadah terpisah dan diganti
setiap hari.
3.6.3 Pembuatan Jus Tomat
Pembuatan jus tomat diawali dengan melakukan penyortiran tomat
berdasarkan keseragaman ukuran dan warna, kemudian tomat dicuci
dan dipotong kecil-kecil. Selanjutnya dilakukan penghalusan tomat
menggunakan juicer yang kemudian diperoleh hasil berupa sari tomat
(Wulandari, 2009).
Berdasarkan penelitian (Kailaku et al., 2007), tiap 100 gram jus tomat
mengandung 9500 µg likopen. Likopen merupakan antioksidan yang
paling dominan dan ditemukan dalam jumlah besar pada buah tomat.
Oleh karena itu, pemberian jus tomat pada penelitian ini didasarkan
pada kadar likopen.
39
Setiap 3,5 gram tomat segar menghasilkan 1,5 ml jus tomat.
Sedangkan tiap 100 gram tomat segar dapat menghasilkan 43 ml jus
tomat. Kadar likopen pada 100 gram tomat dianggap 100%. Jus tomat
yang diperoleh kemudian dibuat dalam 3 seri konsentrasi (25%, 50%,
100%) dengan melakukan pengenceran menggunakan akuades steril.
Jus tomat diberikan selama 24 hari.
3.6.4 Induksi Gentamisin
Dosis gentamisin yang dapat menimbulkan kerusakan pada testis yaitu
20 mg/kgbb/hari (El-Madawwy, 2014). Pada penelitian ini, induksi
gentamisin dilakukan selama 10 hari dengan dosis 20 mg/kgbb/hari
secara intraperitoneal.
3.6.5 Proses Pembedahan
A. Pembedahan
Setelah 24 hari perlakuan, masing-masing hewan coba diterminasi
dengan cara menginjeksikan ketamin, kemudian mempersiapkan
alat bedah.
40
B. Pengambilan, Penimbangan, Pengukuran Testis
Setelah pembedahan, dilakukan pengambilan testis dengan pinset.
Kemudian testis tikus diletakkan pada gelas ukur berisi NaCl 0,9
% agar dapat memisahkan testis dan lemak dengan mudah.
3.6.6 Pengambilan dan Pengamatan Spermatozoa
A. Pengambilan Sekresi Kauda Epididimis
Dibawah mikroskop bedah kauda epididimis dipisahkan dengan
cara memotong bagian proksimal korpus epididimis dan bagian
distal vas deferen. Selanjutnya kauda epididimis dimasukkan ke
dalam gelas arloji yang berisi 1 mL NaCl 0,9%, kemudian bagian
proksimal kauda dipotong sedikit dengan gunting dan tekan
perlahan hingga cairan sekresi epididimis keluar dan tersuspensi
NaCl 0,9%. Suspensi spermatozoa dari kauda epididimis yang
diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang meliputi
morfologi dan viabilitas spermatozoa.
B. Morfologi Spermatozoa
Untuk memeriksa morfologi spermatozoa, spermatozoa yang
didapat dari kauda epididimis dibuat apusan dengan kaca objek,
kemudian dikeringkan. Setelah itu difiksasi dengan metanol
selama 5 menit, selanjutnya diwarnai dengan larutan giemsa
selama 15 menit dan dibilas dengan air mengalir. Sediaan preparat
41
kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Penghitungan dilakukan
di bawah mikroskop dengan perbesaran 1.000 kali ditambah
minyak emersi.
Ciri morfologi spermatozoa normal yaitu bentuk kepala seperti
kait pancing dan ekor panjang lurus. Sebaliknya, morfologi
spermatozoa abnormal memiliki bentuk kepala tidak beraturan,
berbentuk seperti pisang, atau terlalu bengkok dan ekor tidak lurus
bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat ekor tanpa kepala.
Gambar 10. Morfologi spermatozoa tikus. (A) spermatozoa normal, (B-J)
spermatozoa abnormal (Wyrobeck and Bruce, 1975).
Morfologi spermatozoa abnormal dapat diketahui dengan
menghitung 100 spermatozoa. Untuk penentuan persentase
morfologi spermatozoa digunakan rumus sebagai berikut.
42
Persentase morfologi spermatozoa
C. Viabilitas Spermatozoa
Pengamatan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan mengambil
1 tetes suspensi sperma (10 μl), lalu diteteskan pada gelas objek
kemudian dicampurkan larutan eosin 0,5%. Spermatozoa yang
hidup dievaluasi di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali
dalam 5 lapang pandang untuk memperoleh 200 spermatozoa.
Spermatozoa yang hidup tidak akan terwarnai dengan zat warna
eosin, sedangkan yang mati akan terwarnai karena rusaknya
membran plasma sel. Jumlah spermatozoa yang hidup dinyatakan
dalam persen. Untuk penentuan persentase viabilitas spermatozoa
digunakan rumus sebagai berikut.
Persentase viabilitas spermatozoa
( )
43
3.7 Analisis Data
Analisis data diperoleh dari analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan
untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Untuk
mengetahui kenormalan distribusi data, dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk
(jumlah sampel 50).
Jika data terdistribusi normal, dilakukan uji parametrik, sedangkan jika tidak
terdistribusi normal dilakukan uji non parametrik. Kemudian dilakukan uji
homogenitas data dengan uji Levene untuk mengetahui varians data. Jika data
terdistribusi normal dan varians data homogen, dilakukan uji parametrik One
Way Annova. Jika hasil uji menunjukkan data signifikan (p<0,05) dilanjutkan
dengan analisis Post Hoc untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
44
3.8 Alur Penelitian
Gambar 11. Alur Penelitian
Penimbangan berat badan tikus
Pengelompokkan
K1
Kontrol
negatif
K2
Kontrol
positif
P1
Perlaku
an I
P2
Perlaku
an I
P3
Perlaku
an I
Pemberian
makan dan
minum
Diinduksi
gentamisin
Diinduksi
gentamisin
+ jus tomat
konsentrasi
25%
Diinduksi
gentamisin
+ jus tomat
konsentrasi
50%
Diinduksi
gentamisin
+ jus tomat
konsentrasi
100%
Persiapan penelitian
Terminasi hewan coba dan
pengambilan organ testis
Pembuatan preparat
Interpretasi Hasil
Pembacaan preparat
45
3.9 Etika Penelitian
Ethical clearance penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
nomor 3026/UN26.18/PP.05.02.00/2019 pada tanggal 25 Oktober 2019.
62
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pemberian jus tomat berpengaruh terhadap peningkatan persentase
viabilitas spermatozoa tikus putih yang diinduksi gentamisin
2. Pemberian jus tomat berpengaruh terhadap peningkatan persentase
jumlah morfologi normal spermatozoa tikus putih yang diinduksi
gentamisin
3. Konsentrasi jus tomat 100% paling baik untuk meningkatkan persentase
viabilitas dan jumlah morfologi normal spermatozoa tikus putih yang
diinduksi gentamisin
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
berbagai olahan tomat terhadap morfologi dan viabilitas spermatozoa
tikus putih yang diinduksi gentamisin.
63
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu perlakuan yang
disesuaikan dengan lamanya proses spermatogenesis tikus putih (48 hari).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jus tomat
sebagai antioksidan
64
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, Sukandar D, Muawannah A. 2015. Aktivitas antioksidan dan komponen
bioaktif sari buah namnam. Jurnal Kimia Valensi.1(2): 130-136.
Akondi, R.B., A. Akula and S.R. Challa, 2011. Protective effects of rutin and
naringin on gentamicin induced testicular oxidative stress. European Journal
of General Medicine. 8(1): 57-64.
Apriora VD, Amir A, Khairsyaf O. 2015. Gambaran morfologi spermatozoa pada
perokok sedang di lingkungan PE group yang datang ke bagian biologi
fakultas kedokteran universitas andalas.Jurnal Kesehatan Andalas. 4(2):
425-429.
Balaswamy K, Rao PG, Yadav P, Rao G, Sulochanamma G, Satyanarayana A. 2015.
Antioxidant activity of tomato (Lycopersicon esculentum L.) of low
solublesolids and sevelopment of a shelf stable spread. International Journal
of Food Science, Nutrition, and Dietetics.14(4): 202-207.
Cahyono B. 2008. Tomat Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen.Yogyakarta :
Kanisius.
Codex Alimentarius Commision. 2009. Food category system, In: General standards
for food additives. CODEX STAN 192-1995(Rev.10-2009). Food and
Agriculture Organization of the United NatioAO), World Health
Organization (WHO).
65
Dewi F. 2011. Jus dan puree tomat (Solanum lycopersicum) menurunkan persentase
spermatozoa dengan morfologi abnormal pada mencit yang diberi pajanan
asap rokok [skripsi]. Bandung:Universitas Kristen Maranatha.
Durairajanayagam D, Agarwal A, Ong C, Prashast P. 2014. Lycopene and male
infertility. Asian Journal of Andrology. 420-425.
EAU. 2015. Guidelines on Male Infertility. Netherlands: European Association of
Urology.
El-Maddawy Z. 2014. Modulation of gentamicin induced testicular and brain damage
in rats. Global Journal of Pharmacology. 8(3): 284-293.
Eveline, Siregar TM, Sanny. 2014. Studi aktivitas antioksidan pada tomat
(Lycopersicon esculentum) konvensional dan organik selama
penyimpanan.Prosiding SNST ke-5; 2014;Semarang. Indonesia. Semarang :
Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim.
Febriansah R, Indriyani L, Palupi KD, Ikawati M. 2012. Tomat (Solanum
Lycopersicum L.) sebagai agen kemopreventif potensial. 1-8.
Fetouh FA, Azab AES. 2014. Ameliorating effects of curcumin and propolis against
the reproductive toxicity of gentamicin in adult male guinea pigs :
quantitative analysis and morphological study. American Journal of Life
Science.2(3): 138-149.
Gerzsberg A, Hnatuszko-Konka K, Kowalczyk T, Kononowicz AK. 2014. Tomato
(Solanum lycopersicon L.) in the Service of Biotechnology, Plant Cell Tiss
Organ Cult.
Gunawan PP, Turalaki, GLA, Tendean LEN. 2017. Pengaruh pemberian pasta tomat
(Solanum lycopersicum) terhadap kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus
norvegicus) yang terpapar asap rokok. Jurnal e-Biomedik.5(2): 1-6.
66
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC. Hlm. 973-976.
Hamada A, Esteves SC, Agarwal A. 2011. Unexplained male infertility : potential
causes and management. Human Andrology. 1: 2-16.
Hekimoglu A, Kurcer Z, Aral F, Baba F, Sahna E, et al. Lycopene, an antioxidant
carotenoid, attenuates testicular injury caused by ischemia/reperfusion in
rats. Tohoku J Exp Med 2009. 218: 141–7.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2015. Panduan penanganan infertilitas pria
(Guidelines on male infertility). Edisi ke-2. Jakarta : Ikatan Ahli Urologi
Indonesia.
Kailaku IS, Dewandri KT, Sunarmani. 2007. Potensi likopen dalam tomat untuk
kesehatan. Balai Besar Penelitian dan Pengembanan Pascapanen Pertanian.
Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 3: 50-58.
Khaki, A., A.A. Khaki, S. Iraj, P. Bazi, S.A.M. Imani and H. Kachabi, 2009.
Comparative study of aminoglycosides (gentamicin & streptomycin) and
fluoroquinolone (ofloxacin) antibiotics on testis tissue in rats: light and
transmission electron microscopic study. Pakistan Journal of Medical
Sciences. 25(4): 624-629.
Ma’sum J, Isnaeni, Primaharinastiti R, Annuryati F. 2014. Perbandingan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Aseton Tomat Segar dan Pasta Tomat terhadap 1,1-
Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (Dpph). Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian
Indonesia.1(2): 59-62.
Mangiagalli MG, Martino PA, Smajlovic T, Guidobono Cavalchini L, Marelli SP.
Effect of lycopene on semen quality, fertility and native immunity of broiler
breeder. Br Poult Sci 2010. 51: 152–7.
Martin J, Norris R. Barras M. 2012. Gentamicin Use-More Clinical Outcome
Evidence Needed. Journal of Clinical Toxicology. 2: 8.
67
Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar Junqueira. Teks dan Atlas. Edisi 12. Jakarta :
EGC.
Narayana, K. 2008. An aminoglycocide antibiotic gentamicin induces oxidative
stress, reduces antioxidant reserve and impairs spermatogenesis in rats.
Journal of Toxicological Sciences. 33(1): 85-96.
National Center for Biotechnology Information : Open Chemistry Database. 2018.
Gentamicin. Compund Summary for CID 3467. [Diakses 12 Desember
2018]. Tersedia dari :
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/gentamicin#section=Top
Nouri M, Khaki A, Azar FF, Rashidi MR. 2009. The protective effects of carrot seed
extract on spermatogenesis and cauda epididymal sperm reserved in
gentamicin treated rats.Yakhteh Medical Journal.11(3): 327-333.
Novita M, Satriana, Hasmarita, E. 2015. Kandungan likopen dan karotenoid buah
tomat pada berbagai tingkat kematangan pengaruh pelapisan dengan kitosan
dan penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 7(1):
35-39.
Pangalila, F. 2012. Peranan aminoglikosid dalam mengatasi infeksi serius. Medicinus
: Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application.25(2): 5-12.
Pham-Huy LA, He H, Pham-Huy C. 2008. Free radicals, antioxidants in disease and
health. International Jounal of Biomedical Science. 4(2): 89-96.
Ridhoila I, Yusrawati AA. 2017. Perbandingan kualitas spermatozoa pada analisis
semen pria dari pasangan infertil dengan riwayat merokok dan tidak
merokok. Jurnal Kesehatan Andalas. 6(2): 259-264.
Selamet RN, Sugito D. 2013. The effect of tomato extract (Lycopersicon esculantum)
in the formation of atherosclerosis in white rats (Rattus norvegicus)male.
Jurnal Natural. 13(2): 5-9.
68
Sharma A. 2017. Male infertility: evidences, risk factors, causes, diagnosis and
management in human. Annals of Clinical and Laboratory Research. 5(3):
188.
Sherwood LZ. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
792-794.
Sutyarso, Annida S, Kanedi M, Busman H, Nurcahyani N. 2018. Penurunan laju
penuaan reproduksi mencit jantan (Mus musculus.Linn) dengan pemberian
ekstrak jahe (ZIngiber officinale) dalam pakan. Jurnal Biologi Eksperimen
dan Keanekaragaman Hayati. 5(1) : 1-10.
Tortora GJ, Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology. 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc. 1043-1046.
Venkatesh S, Deecaraman M, Kumar R, Shamsi MB, Dada R. 2009. Role of reactive
oxygen species in the pathogenesis of mitochondrial DNA (mtDNA)
mutations in male fertility. Indian J Med Res.
Waljczak-Jedrzejowska R., Wolski JK, Slowikowska-Hilczer J. 2012. The role of
oxidative stress and antioxidants in male fertility. Central European Journal
of Urology. 60-67.
World Health Organization. 2010. WHO Laboratory Manual for the Examination of
HumanSemen and Sperm-Cervical Mucus Interaction. 5th edn. Cambridge:
Cambridge University Press.
Wulandari AS. 2009. Pengaruh tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap
spermatogenesis dan kualitas spermatozoa Rattus norvegicus L. pasca
pemberian nikotin [skripsi]. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Wyrobek, A.J. and W.R. Bruce. 1975. Chemical Induction of Sperm Abnormalities
in Mice. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 72: 4425-4429.
69
Yamamoto Y, Aizawa K, Mieno M, Karamatsu M, Hirano Y, et al. 2017. The
effects of tomato juica on male infertility. Asia Pac J Clin Nutr. 26(1) : 65-
71.
Zahedi A and Khaki A. 2014. Recovery effect of zingiber officinale on testis tissue
after treatment with gentamicin in rats. Journal of Medicinal Plant Research.
8(6): 288-291.
Zuorro A, Marcello F, and Roberto L. 2013. Enzyme-assisted Extraction of
Lycopene From Tomato Processing Waste.Enzyme and Microbial
Technology. 49: 567-573.