pengaruh pembelajaran kontekstual...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
TERHADAP PEMAHAMAN SISWA
PADA KONSEP BUNYI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
pada Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
LIA MARDIANTI
106016300655
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ABSTRAK
Lia Mardianti, “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman
Siswa pada Konsep Bunyi”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman
siswa pada konsep bunyi dalam pembelajaran kontekstual. Pengambilan data telah
dilaksanakan pada Maret sampai April 2011 di SMP Negeri 1 Kosambi
Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan
sampel 80 siswa kelas VIII yang diambil dari 2 kelas yang berbeda dengan teknik
sampling Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen diberi perlakuan
pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri dan kelas kontrol yang diberi
perlakuan pembelajaran kontekstual dengan metode konvensional. Instrumen
yang digunakan adalah tes pilihan ganda sebanyak 18 butir soal dengan 4
alternatif pilihan jawaban. Berdasarakn uji statistik (α = 0,05) diperoleh thitung
(6,39) > ttabel (1,999), sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual dengan metode inkuiri memberikan pengaruh pemahaman siswa yang
signifikan dalam mempelajari konsep bunyi dibandingkan siswa yang diajarkan
dengan menggunakan metode demonstrasi.
Kata kunci : Kontekstual, Pemahaman siswa
ABSTRAC
Lia Mardianti, The Influence of Contextual Learning to Student
Understanding on The Concept of Sound. Skripsi, Program Study of Physic,
Major Education of Natural Science, Faculty of Tarbiya’ and Teacher
Training, Syarif Hidayatullah Islamic State University, Jakarta. 2011.
This aim of this research to know the influence of student understanding in the
concept of sound by Contextual Learning. The data was taken in March to April
2011 at state Junior High School 1 Kosambi Tangerang. The research method
was quasi experiment, with 80 students from class VIII as sample, that was taken
by Cluster Random Sampling. Experiment was that given contextual learning
treatment with inquiry method and control class that given contextual learning
treatment with conventional method. The instrument is used multiple choice test
with 18 question and 4 alternative answer. Based on statistical analysis (α =
0,05), obtained that score (6,39) > ttabel (1,999). So, it can be conclued that
contextual learning with inquiry method can be influence significantly students
understanding.
Keyword : Contextual learning, Student’s Understanding
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum. Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat
serta salam teriring kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai pembawa
peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan
menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga
dan para sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan
dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Iwan Permana S, M.Pd., selaku selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.
5. Nurlena Rifai, MA., Ph.D., selaku pembimbing I yang dengan sabar, tulus, dan
ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kinkin Suartini, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar, tulus, dan
ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Sudradjat Ardyana, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.
8. Wahab, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Secara khusus penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu dan kakak tercinta (Madiya, S.Pd, Mariyam,
dan Didi Sarmadi, S.P.), yang telah melimpahkan segenap kasih sayang yang tak
terhingga dan tak henti-hentinya memberikan do‟a yang tulus.
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, sehingga
penulis dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk lebih sempurna skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalaamu’alaikum.Wr.Wb.
Ciputat, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRAC .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C. Perumusan Masalah ..................................................................... 4
D. Pembatasan Masalah ................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Pendekatan Contextual Teaching and Learning .......................... 6
1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ............................... 8
2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran ...................................... 9
3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual ......................................... 12
4. Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual ............. 13
5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional ........................................................... 18
6. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual ........................................ 19
B. Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri ..................... 20
1. Siklus Inkuiri .......................................................................... 22
2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri ......................... 24
3. Karakter Inkuiri ...................................................................... 25
C. Pemahaman Konsep .................................................................... 27
D. Bunyi ........................................................................................... 30
E. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 36
F. Kerangka Berpikir ....................................................................... 39
G. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 41
B. Metode Penelitian ........................................................................ 41
C. Desain Penelitian ......................................................................... 41
D. Prosedur Penelitian ...................................................................... 42
E. Variabel Penelitian ...................................................................... 43
F. Populasi dan Sampel.................................................................... 43
G. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 44
H. Instrumen Penelitian .................................................................... 44
I. Teknik Analisis Data Tes ........................................................... 47
J. Teknik Analisis Data Non Tes .................................................... 50
K. Hipotesis Statistik ........................................................................ 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 51
B. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 59
B. Saran ............................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen .......................................... 14
Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual .............................................. 20
Gambar 2.3 Bagan Siklus Inkuiri .................................................................... 23
Gambar 2.4 Proses Inkuiri ............................................................................... 24
Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi ...................................................................... 31
Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul .................................................. 34
Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi .......................................................... 35
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 40
Gambar 3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian .................................................. 43
Gambar 4.1 Grafik Persentase Respon Positif dan
Respon Negatif Siswa.................................................................. 55
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional .................................................................... 18
Tabel 3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 41
Tabel 4.1 Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran
Data Hasil Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol............................................................................ 51
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 53
Tabel 4.4 Hasil Uji t Pretest dan Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 54
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Angket ................................................................ 54
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............................................ 62
Lampiran 2 Lembar Kegiatan Siswa ............................................................... 74
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................................... 80
Lampiran 4 lnstrumen Tes .............................................................................. 81
Lampiran 5 Kisi-kisi Angket........................................................................... 87
Lampiran 6 Instrumen Angket ........................................................................ 88
Lampiran 7 Hasil Analisis Angket .................................................................. 89
Lampiran 8 Rekap Analisis Butir.................................................................... 90
Lampiran 9 Hasil Butir Soal Pretest- Posttest Kelas Eksperimen .................. 92
Lampiran 10 Hasil Butir Soal Pretest-Posttest Kelas Kontrol ......................... 94
Lampiran 11 Rekapitulasi Hasil Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kontrol ............................................ 96
Lampiran 12 Perhitungan Data Statistik Pretest dan Posttest
Kelompok Eksperimen ................................................................ 98
Lampiran 13 Perhitungan Data Statistik Pretest dan Posttest
Kelompok Kontrol ....................................................................... 104
Lampiran 14 Uji Normalitas Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen ............. 110
Lampiran 15 Uji Normalitas Pretest-Posttest Kelompok Kontrol.................... 112
Lampiran 16 Uji Homogenitas Pretest dan Posttest ......................................... 114
Lampiran 17 Uji Hipotesis Pretest dan Posttest ............................................... 116
Lampiran 18 Perhitungan Tabel ........................................................................ 118
Lampiran 19 Uji Referensi ................................................................................ 123
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam,
khususnya untuk mata pelajaran fisika yaitu rendahnya tingkat pemahaman
konsep fisika. Banyak siswa yang merasa tidak menyukai pelajaran fisika karena
mereka beranggapan bahwa pelajaran fisika sulit, menakutkan dan tidak
bermanfaat dalam kehidupannya.1 Agar pembelajaran fisika disukai oleh siswa
maka pelaksanaan pembelajaran haruslah menyenangkan dan menantang. Untuk
itu proses kegiatan belajar mengajar sangatlah dominan dalam melaksanakan
skenario pembelajaran.
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau
sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran
guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar
siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti
pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,
dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual.
Fisika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan fenomena alam
secara sistematis. Selain itu pembelajaran fisika juga melibatkan siswa secara
aktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Dilihat dari pembelajaran yang
diterapkan oleh pendidik di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses
belajar mengajar di kelas berlangsung secara klasikal dan hanya bergantung pada
buku teks dengan metode pengajaran yang menitikberatkan proses menghafal dari
1 Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Fisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 7.
pada pemahaman konsep, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi
siswa.
Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.
Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis
kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih
baik.
Aspek yang mendasar yang dimiliki fisika adalah eksistensinya sebagai
pengetahuan yang lahir dari pengamatan dan fakta-fakta. Artinya, dalam
memahami sesuatu tentang gejala alam, fisika selalu mendasarkan kegiatan
pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui
panca indera. Dari pengamatan dan fakta-fakta inilah terbentuk konsep-konsep
fisika yang mendasar terbangunnya ilmu fisika.2 Oleh karena itu untuk
mentransfer konsep-konsep fisika dari guru ke siswa seharusnya juga diberikan
penekanan pada kegiatan pengamatan secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar
terbentuk konsepsi yang jelas dan benar secara keseluruhan. Disamping itu,
pengamatan secara langsung mempunyai manfaat bagi penataan struktur kognitif
siswa. Sebelum memasuki pelajaran fisika, siswa sudah memiliki pengetahuan
dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan fisika. Pemenuhan
komponen-komponen pokok pengajaran sebagai tuntutan yang mendasar harus
mengacu kepada hakikat sains yakni bersifat eksperimental.
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,
siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika siswa menyusun proyek atau
menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan,
menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika
2 Ibid, h. 56
mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan,
menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi
akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini mereka
menemukan makna.3
Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual
diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak
bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan
terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep
materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan
lebih baik. Salah satu tindakan pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru yaitu
dengan memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan. Metode yang tepat
pada pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini yaitu metode inkuiri.
Metode inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih
membangun sendiri konsep fisik melalui pengamatan langsung, yaitu melalui
percobaan. Melalui metode inkuiri, siswa dilatih untuk melakukan kegiatan ilmiah
dan berpikir ilmiah. Metode ini dapat dilaksanakan dalam bentuk percobaan
maupun demonstrasi. Bentuk percobaan dalam prakteknya juga banyak bervariasi,
satu diantaranya adalah menggunakan lembar kegiatan siswa. Percobaan dengan
menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) akan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan setiap langkah yang ada dalam proses berpikir
ilmiah.
Pendekatan kontekstual dengan metode inkuiri dimana guru dapat
mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Elok Sudibyo, dkk dalam jurnal pendidikan dasar bahwa
penerapan pembelajaran kontekstual ternyata dapat memotivasi siswa dalam
menuntaskan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIII-A SMP N 3 Porong yaitu
siswa telah menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran fisika. Mereka senang
3 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:
MLC, 2007), h. 35
dan puas mengikuti pelajaran fisika dengan cara penerapan pembelajaran
kontekstual.4
Menyadari begitu pentingnya proses pembelajaran untuk meningkatkan
pemahaman siswa, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam
suatu penelitian yang diberi judul “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat pemahaman siswa.
2. Siswa belum mampu menerapkan pembelajaran dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual
3. Metode yang digunakan tidak bersifat eksperimen
.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh pembelajaran
kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi?”
D. Pembatasan Masalah
Mengacu pada masalah-masalah yang muncul di atas, maka demi
terarahnya penelitian ini penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual yang digunakan merujuk pada
pandangan Elaine B. Johnson yaitu pembelajaran bermakna.
2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode inkuiri.
3. Pemahaman konsep yang digunakan merujuk pada taksonomi Bloom yang
sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl.
4 Elok Sudibyo, Op.Cit., h.14
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Memberikan pengalaman melakukan penelitian dan wawasan khususnya
mengenai pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri.
2. Memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai fisika melalui
pengalaman nyata dalam pembelajaran.
3. Memberikan alternatif pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual
untuk memperoleh pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi
siswa.
BAB II
KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Pendekatan Contextual Teaching and Learning
Menurut Kubi (2002 dalam buku Dharma Kusuma) kata kontekstual
(contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana
dan keadaan (konteks)”. Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL)
dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana
tertentu.5 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.6
Menurut Elaine B. Johnson (2009) Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks
dari kehidupan sehari-hari siswa.7
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
akivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para
siswa melihat makna di dalam tugas sekolah.
5 Dharma Kusuma, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam
Pengembangan PBM, (Yogyakarta: Rahayasa, 2010), h. 57 6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 253 7 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:
MLC, 2009), h. 57 8 Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan
Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 13
Pada pembelajaran kontekstual ada tiga hal yang harus dipahami, bahwa
kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
mendorong siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, dan juga mendorong siswa untuk menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak bekerja dan
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya.9
Menurut Diknas (2002) dalam Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006
menyatakan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.10
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan satu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga
kerja. Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan
pembelajaran kontekstual di kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh John
Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodelogi
pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telaah
pustaka menjadi semakin jelas bahwa CTL merupakan suatu perpaduan dari
banyak “praktek yang baik” dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang
dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional
pendidikan untuk semua siswa. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang
memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan,
9 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 293 10
Sumiati, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa dengan
Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Di Kelas IV MI Rahman El-Yunusiyyah
Padang Panjang, (Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006), h.18
memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka
dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat
memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan.11
Dalam pembelajaran kontekstual, guru hanya menjadi fasilitator bagi
siswa, dengan demikian pembelajaran akan mendorong ke arah belajar aktif, yang
menekankan keaktifan siswa baik secara fisik maupun intelektual guna
memperoleh hasil belajar yang baik.
Dari uraian-uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya
terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari, dimana guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (2002 dalam buku Nurhadi, dkk) ada delapan komponen
utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:12
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif
dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja
sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil
berbuat (learning by doing).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang
ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota
masyarakat.
11
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h. 101-102 12
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 13-14
c. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya
dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada
produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
d. Bekerja sama (callaborating)
Siswa dapat bekerjasama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan
kreatif: dapat menganalisis membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat
keputusan dan bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memilihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memilihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memotivasi dan
memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang
dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan
dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk
suatu tujuan yang bermakna.
2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan siswa, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan hanya untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan
tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.13
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
13
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 253-254
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan
dan penyempurnaan strategi.
Banyak cara efektif untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran
dengan konteks situasi sehari-hari siswa. Oleh sebab itu menurut Elaine B. Johnson,
ada enam strategi dalam mengaitkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual
yaitu:14
1. Ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan konteks siswa.
2. Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.
3. Mata pelajaran yang tetap terpisah, tetapi mencakup topik-topik yang saling
berhubungan.
4. Mata pelajaran yang menyatukan dua atau lebih disiplin.
5. Menggabungkan sekolah dan pekerjaan:
a. Pembelajaran berbasis pekerjaan
b. Jalur karier
c. Pengalaman kerja berbasis sekolah
6. Model kuliah kerja nyata atau penerapan terhadap hal-hal yang dipelajari di
sekolah ke masyarakat.
Dalam proses pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan metode
belajar yang yang membantu semua guru mempraktikkan dan mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi yang ada di lingkungan siswa dan menuntut
siswa membuat hubungan beberapa pengetahuan yang pernah dialami siswa
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.15
14
Elaine B. Johnson, Op.Cit,, h. 99 15
Sofan Amri, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas, (Jakarta: Prestasi Pusaka,
2010), h.21.
3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual bukan sebuah model dalam pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan suatu kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang lebih mengedepankan idealitas
pendidikan sehingga benar-benar akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang
efektif dan efisien. Idealitas pembelajaran dimaksudkan melaksanakan proses
pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada upaya pemberdayaan siswa bukan
penindasan terhadap siswa baik penindasan secara intelektual, sosial maupun
budaya.
Guru kadang kala terjebak kepada sifat atau karakter penindasan daripada
pemberdayaan siswa pada waktu melaksanakan proses pembelajaran. Persepsi
guru yang merasa paling pintar, menganggap siswa tidak mengerti apa-apa, siswa
sosok manusia yang bodoh sedangkan guru sosok manusia yang paling cerdas.
Implikasi dari asumsi seperti itu akhirnya guru cenderung melakukan tindakan
yang tidak edukatif, sehingga siswa merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam
proses pembelajaran.
Pendidikan adalah sektor yang sangat menentukan kualitas hidup suatu
bangsa. Kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa,
keberhasilan pendidikan juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah
bangsa. Kegagalan pendidikan bisa disebabkan oleh kegagalan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran yang statis dan konvensional akan memperlambat
terwujudnya kualitas pendidikan. Sebaliknya pembelajaran yang dinamis,
progresif dan kontekstual akan mempercepat terwujudnya kualitas pembelajaran.
Paulo Freire mengkritik secara tegas dan pedas dengan istilah
pembelajaran sistem bank (banking sistem paedagogis), yang memuat pertanyaan
antagonis antara peran guru dan siswa, antara lain:16
a. Guru mengajar, siswa belajar.
b. Guru tahu segalanya, siswa tidak tahu apa-apa.
c. Guru berpikir, siswa dipikirkan.
d. Guru bicara, siswa mendengarkan.
16
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008),
h. 2-5
e. Guru mengatur, siswa diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, siswa menuruti.
g. Guru bertindak, siswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
gurunya.
h. Guru memilih apa yang diajarkan, siswa menyesuaikan diri.
i. Guru sebagai subyek proses pembelajaran, siswa sebagai obyek pembelajaran.
4. Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme
(Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),
penilaian sebenarnya (Authentic Assement). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam
pembelajarannya.
Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan
berikut.17
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen Pembelajaran Kontekstual
17
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 31
Bertanya
(Questioning)
Masyarakat belajar
(Learning Community)
Refleksi
(Reflection)
Menemukan
(Inquiry)
Pemodelan
(Modeling)
Penilaian sebenarnya
(Authentic Assement)
Konstruktivisme
(Construktivism)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
berikut. 18
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Tujuh komponen utama pendekatan pembelajaran CTL yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL dalah teori
konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada
teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung
dengan berbasis pada aktivitas siswa. Inquiry Based Learning dan Problem Based
Learning yang disebut sebagai strategi CTL diwarnai Student Centered dan
aktivitas siswa.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan konstekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
18
Trianto, Op.Cit., h. 105-115.
2. Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri atas:
a. Observasi (Observation)
b. Bertanya (Questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d. Pengumpulan data (Data gathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”.
Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Hampir pada semua aktivitas belajar, dapat menerapkan questioning
(bertanya): antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dengan orang
lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga
ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui
kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,
ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan
dorongan untuk „bertanya‟.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar
menimbang massa benda dengan menggunakan neraca O‟haus, ia bertanya kepada
temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan
alat itu. Maka dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar
(Learning Community).
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik
keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru
melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.
Masyarakat belajar apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru
yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi
hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kearah siswa, tidak
ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam
contoh ini yang belajar hanya siswa, bukan guru. Dalam belajar masyarakat, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar
satu sama lain. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar
memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga
meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah-
langkah cara menggunakan neraca O‟haus dengan demonstrasi sebelum siswanya
melakukan suatu tugas tertentu.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.
Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk
untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya, misalnya
mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan
termometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang
dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas
sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang
baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah
bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang
sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
b. Catatan atau jurnal di buku siswa
c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
d. Diskusi
e. Hasil karya
7. Penilaian autentik (Authentic Assement)
Assement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka
guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, maka assemen tidak dilakukan di akhir periode
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan
bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Assement menekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
proses pembelajaran. Guru ingin mengetahui perkembangan belajar fisika bagi
para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata di kehidupan sehari-
harinya yang berkaitan dengan fisika, tidak hanya saat siswa mengerjakan tes
fisika saja. Pengumpulan data yang demikian merupakan data autentik.
5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Perbedaan perbedaan kontekstual dengan pendekatan tradisional dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.19
Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional
No Kontekstual Tradisional
1. Menyesuaikan pada memori spasial
(pemahaman makna)
Menyesuaikan pada hapalan
2. Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima
informasi
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata/masalah yang
disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis
4
Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan,
menggali, berdiskusi, berpikir kritis,
Waktu belajar siswa sebagian
besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas,
19
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru...., h. 296
atau mengerjakan proyek dan
pemecahan masalah (melalui kerja
kelompok)
mendengar ceramah, dan mengisi
latihan yang membosankan
(melalui kerja individu)
5
Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik
Hasil belajar diukur melalui
kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan
6
Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing-
masing
Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
Dengan melihat tabel tersebut, dalam pembelajaran yang menggunakan
CTL akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih
menyenangkan, dan lebih bermakna. Proses belajar mengajar CTL ini diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar (kualitas, kreativitas, produktifitas, efesiensi,
dan efektifitas) siswa.
Menurut teori pembelajaran kontekstual, belajar hanya akan terjadi jika
siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian sehingga dirasakan
masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. “Dalam CTL guru
berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa
menemukan makna (pengetahuan). Siswa memiliki response potentiality yang
bersifat kodrati. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan kodrati ini
sehingga siswa terlatih dalam menangkap makna dari materi yang diajarkan”.20
6. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah kaidah pembelajaran yang
menggabungkan isi kandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat,
dan alam pekerjaan. Kaidah ini menyediakan pembelajaran secara konkret yang
melibatkan hands-on dan minds-on. Pembelajaran akan berlangsung dengan baik
20
Elaine B. Johnson, Op.Cit., h.20
apabila peserta didik dapat memproses pembelajaran atau pengetahuan dengan
cara bermakna dan disampaikan dengan berbagai cara yang bervariasi.
Dalam proses pembelajaran secara kontekstual, peserta didik akan melalui
satu atau lebih daripada bentuk pembelajaran sebagai berikut.
Contoh pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.21
Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual
B. Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa inggris “inquiry” yang secara harfiah berarti
penyelidikan. Piaget mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode
yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen
sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta
21
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Pakar Raya, 2007), h. 141
R Relating
(Mengaitkan)
Eksperiencing (Mengalami)
Applying (Mengaplikasikan)
Cooperating (Bekerja Sama)
Transferring (Memindahkan)
E
A
C
T
Belajar dalam konteks menghubungkaitkan pengetahuan
baru dengan pengalaman hidup
Belajar dalam konteks penemuan dan daya cipta
Belajar dalam konteks bagaimana pengetahuan atau informasi dapat digunakan dalam berbagai situasi
Belajar dalam konteks menghubungkaitkan pengetahuan
baru dengan pengalaman hidup
Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada atau
membina dari apa yang sudah diketahui
menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan apa
yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.22
Inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti
banyak hal, bagi banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks (a
complex idea that means many things to many people in many contexts). Inkuiri
adalah bertanya. Bertanya yang baik, bukan asal bertanya. Pertanyaan harus
berhubungan dengan apa yang dibicarakan. Pertanyaan yang harus diajukan harus
dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya. Pertanyaan harus dapat diuji dan
disilidiki secara bermakna.23
Pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa
didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.24
Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang
nyata dan aktif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif. Mereka dilatih bagaimana
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan.
Inkuiri memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannnya bekerja
dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari
solusi terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan
memfungsikan talentanya masing-masing.
Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri adalah
suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
22
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 108 23
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 43 24
Kunandar, Op.Cit., h. 371.
1. Siklus Inkuiri
Pembelajaran inkuiri dilakukan melalui beberapa siklus berikut.25
a. Observasi (Observation). Dalam siklus ini siswa melakukan observasi terhadap
objek atau bahan yang akan dijadikan sumber belajar.
b. Bertanya (Questioning). Setelah melakukan observasi, siswa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan hasil observasi.
c. Mengajukan hipotesis (Hyphotesis). Kegiatan pembuatan prediksi atau
jawaban-jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan di atas.
d. Pengumpulan data (Data gathering). Kegiatan mengumpulkan data atau
informasi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam masalah di atas
melalui berbagai sumber yang ada.
e. Pembahasan, yaitu kegiatan menganalisis dan membahas data atau bahan yang
telah berhasil dikumpulkan oleh siswa.
f. Penyimpulan (Conclussion). Kegiatan menyimpulkan atas apa yang sudah
dibahas dan ditemukan terhadap suatu masalah.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
2. Mengamati atau melakukan observasi
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya.
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audien yang lain.
Jika digambarkan dalam sebuah bagan, siklus inkuiri tampak sebagai
berikut.26
25
Ibid, h. 373-374 26
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 44
Gambar 2.3 Bagan Siklus Inkuiri
Salah satu prinsip utama inkuiri, yaitu siswa dapat mengkonstruksi sendiri
pemahamannya. Dalam proses belajar mengajar, inkuiri ini digunakan sebagai
metode pengajaran yang memungkinkan ide siswa berperan dalam investigasi
yang akan dilakukan oleh pembelajar/siswa.
Metode inkuiri merupakan metode penyidikan yang melibatkan proses
mental dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena alam
b. merumuskan masalah yang ditemukan
c. merumuskan hipotesis
d. merancang dan melakukan eksperimen
e. mengumpulkan dan menganalisis data
f. menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah, yakni: objektif, jujur,
hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan bertanggung jawab.
Dalam Standar for Science Teacher Preparation (1998) terdapat 3
tingkatan inkuiri, yakni:27
1) Discovery/Structured Inquiry
Dalam tingkatan ini tindakan utama guru ialah mengidentifikasi permasalahan
dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternatif hasil.
27
Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 121-
122
Observing
Questioning Draw conclusions
Data analysis
Inquiry process
Gathering
Information
Hypothesis
2) Guided Inquiry
Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah mengajukan
permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah.
3) Open Inquiry
Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks
penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah.
2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri
Metode pembelajaran inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan
intelekual tetapi seluruh potensi siswa yang ada, termasuk pengembangan
emosional dan pengembangan keterampilannya. Pada hakikatnya, metode
pembelajaran inkuiri ini merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari
merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan
yang pada taraf tertentu diyakini oleh siswa yang bersangkutan.28
Gambar 2.4 Proses Inkuiri
28
Gulo, W, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 94
Merumuskan
masalah
Merumuskan
hipotesis
Menarik kesimpulan
sementara
Menguji
hipotesis
Mengumpulakan
bukti
Siswa
Semua tahap proses pembelajaran dengan metode inkuiri tersebut di atas
merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan
kegiatan tersebut pada proses belajar sebagai motivator, fasilitator, dan pengarah.
Keberhasilan proses pembelajaran dengan metode inkuiri sangat
bergantung pada tahap pendahuluan. Permasalahan yang diketengahkan pada
tahap awal ini harus mampu dipertanyakan oleh siswa. Tahap pendahuluan ini
disebut juga tahap apersepsi atau advanced organizer. Hal tersebut demikian,
karena materi yang disajikan harus terkait dengan apa yang telah diketahui siswa
sebelumnya.
3. Karakter Inkuiri
Hinrichsen dan Jarret dalam Program Report The Northwest Regional
Educational Laboratory menyatakan empat karakter inkuiri, yaitu:29
a. Koneksi
Pada tahap ini:
1. Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep
komunitas sains.
2. Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena
3. Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan pemahaman
mereka bagaimana suatu fenomena bekerja, menggunakan contoh dari
pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur.
4. Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.
b. Desain
Pada tahap ini:
1. Proses melalui prosedur-materi.
2. Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang
ditujukan pada pertanyaan.
3. Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,
menentukan variabel kontrol, pengukuran.
4. Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.
29
Ibid, h. 122-123
c. Investigasi
Pada tahap ini:
1. Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.
2. Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam cara
yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan.
d. Membangun Pengetahuan
Pada tahap ini:
1. Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.
2. Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih
bermakna dan mampu berpikir kritis.
3. Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang
mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.
4. Guru melakukan sharing pemahaman siswa.
Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual dengan
metode inkuiri diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini
lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang
bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan
sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil
belajar siswa akan lebih baik dengan mengaitkan pembelajaran dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, strategi pembelajaran kontekstual yang
paling efektif untuk menyatukan pembelajaran dan konteks pengalaman pribadi
siswa yaitu strategi ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan
konteks siswa.
Guru adalah pemimpin di ruang kelas. Sebagai pemimpin, guru di sebuah
ruang kelas tradisional dapat menghubungkan informasi baru dengan kehidupan
siswa melalui banyak cara yang penuh dengan makna.30
Salah satu contoh
mengaitkan pembelajaran kontekstual di kelas yaitu dengan cara guru mendorong
siswa untuk membaca, menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka
untuk fokus pada permasalahan yang diberikan oleh guru. Kelompok dibagi
30
Elaine B. Johnson, Op.Cit,, h. 100
menjadi empat atau lima kelompok. Setiap kelompok diberikan LKS yang
bertujuan untuk mempermudah membangun keterkaitan pembelajaran,
menemukan makna, meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan
siswa.
C. Pemahaman Konsep
Ranah kognitif merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan
mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari
tingkatan yang rendah sampai tinggi, yakni pengetahuan/ingatan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analyze), sintesis
(synthesis), evaluasi (evaluation).31
Pada tahun 2001, Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl melakukan
revisi terhadap taksonomi Bloom (teori kognitif) menjadi:
1. Mengingat (remember), adalah kemampuan menyatakan kembali fakta,
konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari dan tersimpan dalam
memori jangka panjang (long term memory)
2. Memahami (understand), adalah membangun pengertian dari pesan
instruksional termasuk pesan secara lisan, tulisan dan komunikasi secara grafis.
3. Menerapkan (apply) adalah kemampuan untuk menyelesaikan atau
menggunakan prosedur yang dipelajarinya pada suatu keadaan.
4. Menganalisis (analyze) adalah kemampuan untuk menganalisa suatu informasi
atau suatu situasi tertentu menjadi komponen-komponen sehingga informasi
tersebut menjadi jelas.
5. Mengevaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan
suatu penilaian terhadap sesuatu berdasarkan ukuran-ukuran atau standar yang
diterapkan.
6. Menghasilkan karya (create) adalah kemampuan untuk menyusun kembali
unsur-unsur ke dalam suatu pola atau struktur baru.32
31
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis
Kompetensi,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14 32
Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), A Taxonomy for
Learning, Teaching and Assessing, (NewYork: Longman, 2001), h. 67-68
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,
atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun,
tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat
memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.33
Pemahaman berkaitan dengan intisari segala sesuatu, yaitu suatu bentuk
pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang
dikomunikasikan tersebut tanpa harus menghubung-hubungkan dengan bahan
atau ide yang lain. Pemahaman dibedakan menjadi:34
1) Translasi, yaitu kemampun untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan
cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya.
2) Interpolasi, yaitu kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam,
diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram, dan
sebagainya.
3) Ekstrapolasi, yaitu keterampilan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan
yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi,
implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam
komunikasi yang asli.
Menurut Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl ada tujuh proses
kognitif yang tergabung dalam proses pemahaman, yaitu: 35
a) Menafsirkan
Menafsirkan terjadi ketika murid mampu menkonversikan informasi dari
satu bentuk ke bentuk yang lain, seperti informasi gambar
diterjemahkan/ditafsirkan ke dalam kata-kata, kata-kata ke dalam gambar,
angka ke dalam kata-kata maupun sebaliknya dan lain-lain.
33
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h. 24 34
Zulfiani, dkk, Op.Cit., h. 64-65 35
Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), Op.Cit,h. 70-75
b) Menggunakan Contoh
Pemahaman terjadi ketika konsep yang disajikan disertai dengan contoh-
contoh yang sesuai atau dengan membuat gambaran (ilustrasi).
c) Mengklasifikasikan (mengelompokkan)
Pengetahuan atau informasi yang dijelaskan (konsep umum beserta
contoh) dikelompokkan atau dikategorikan.
d) Meringkas (rangkuman)
Memahami dengan cara menuliskan kembali atau merangkum informasi
yang telah dijelaskan. Isi rangkumannya adalah hal-hal yang dianggap penting
seputar informasi atau pengetahuan tersebut.
e) Menyimpulkan
Membuat kesimpulan sendiri dari materi yang disampaikan secara ringkas
sesuai dengan pemahaman siswa.
f) Membandingkan
Cara membandingkan ini digunakan untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan dari suatu konsep, masalah, peristiwa dan lain-lain.
g) Menjelaskan
Terjadi ketika siswa mampu membangun hubungan sebab akibat dari
konsep atau meteri yang telah dijelaskan.
Dengan demikian pemahaman adalah kemampuan memaknai suatu materi
atau informasi yang dipelajari lebih dari sekedar mengingat sehingga dapat
memperkirakan konsekuensi dan akibat dari suatu peristiwa.
Konsep menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli
yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang-orang. 36
Konsep selalu diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dn
berpikir abstrak. Fungsi konsep tidak lain untuk memberikan penjelasan dan
meramalkan suatu peristiwa.
36
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), h. 162
Flavell (1970) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep
dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu:37
a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep
harus mempunyai atribut-atribut yang relevan.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut.
c. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-
konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.
d. Keinklusifan, yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam
konsep itu.
e. Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat
berbeda dalam posisi superordinate atau subordinatnya.
f. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-
aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu
konsep.
g. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju
bahwa konsep itu penting.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut.
1) Pola reinforcement atau umpan balik.
2) Jumlah contoh-contoh baik positif maupun negatif.
3) Jumlah atribut, semakin banyak atribut relevan dimiliki konsep akan semakin
sulit konsep itu dipelajari.
Dengan demikian, konsep adalah suatu definisi dari suatu kumpulan atau
rangkaian yang memiliki sifat seluruh anggota.
D. Bunyi
Bunyi adalah suara yang dihasilkan oleh benda bergetar. Bunyi termasuk
gelombang longitudinal karena perambatannya berbentuk rapatan dan renggangan
dari molekul-molekul udara yang bergetar maju mundur.38
Materi bunyi yang
37
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 72-73 38
Kinkin Suartini, Rangkuman Fisika SMP, (Jakarta: GagasMedia, 2010), h. 213
dipelajari pada tingkat SMP kelas VIII yaitu tentang pengertian bunyi, frekuensi
bunyi, cepat rambat bunyi, resonansi dan pemantulan gelombang. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4 peta konsep bunyi dibawah ini.
Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat di
dalam medium (perantara), contoh perantara gelombang bunyi adalah udara.
Gerak molekul-molekul pada gelombang bunyi longitudinal bergetar (berosilasi)
searah dengan arah gerak merambat gelombang bunyi.
a. Cepat Rambat Bunyi
Cepat rambat bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak sumber
bunyi ke pendengar dan selang waktu yang dibutuhkan bunyi untuk merambat
sampai ke pendengar. Secara sistematis:39
39
Bob Foster, Seribu Pena Fisika, (Jakarta: Er
langga, 1999), h. 38
Amplitudo
Bunyi
Frekuensi
gelombang bunyi
Cepat rambat
bunyi
Zat perantara
Resonansi Pemantulan
gelombang
Frekuensi
teratur
Frekuensi
tidak teratur
Zat cair Zat padat Zat gas
Bandul, dan
senar gitar
Kelelawar,
kapal
penangkap
ikan, gaung
dan gema
Nada Desah
parameter
merambat
melalui
gejala yang
diamati
terdiri atas terdiri atas
contoh contoh
contoh
dipengaruhi oleh
contoh
........................................................................... (2.1)
dengan:
v = cepat rambat bunyi (m/s)
s = jarak yang ditempuh (m)
t = waktu tempuh (s)
Seperti halnya berlaku untuk gelombang lain, pada gelombang bunyi pun
berlaku rumus :
.................................................................................. (2.2)
dengan:
v = cepat rambat bunyi (m/s)
= panjang gelombang bunyi (m)
f = frekuensi (Hz)
b. Frekuensi Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perbedaan
frekuensi:
1. Gelombang audiosonik merupakan gelombang longitudinal yang dapat
didengar manusia. Gelombang ini berada pada interval frekuensi 20 sampai
20.000 Hz.
2. Gelombang infrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di
bawah 20 Hz, sebagai contoh gelombang gempa bumi.
3. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di
atas 20.000 Hz. Gelombang bunyi ini dapat didengar oleh anjing.
Nada adalah bunyi yang frekuensi getaran tertentu atau jumlah getaran tiap
detik selalu sama atau tetap. Nada biasa dihasilkan oleh alat-alat musik, sebagai
contoh: gitar, piano, seruling, biola, dan gamelan. Desah adalah bunyi yang
frekuensinya tidak teratur. Contoh desah adalah suara daun yang ditiup angin.
Tinggi rendah bunyi dipengaruhi oleh frekuensi bunyi. Semakin besar
frekuensi, semakin tinggi bunyi. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi, semakin
rendah bunyi.
Kuat lemah bunyi bergantung pada amplitudo. Semakin besar amplitudo
bunyi, semakin kuat atau keras bunyinya. Sebaliknya, semakin kecil
amplitudonya, semakin lemah pula bunyinya.40
c. Warna Bunyi
Pada saat seorang wanita dan seorang pria menyanyi dengan frekuensi
yang sama, maka kita masih dapat mendengar perbedaan antara suara wanita dan
pria tersebut. Gabungan nada bunyi antara nada dasar dan nada atas yang
menyertainya disebut warna bunyi (timbre). Warna bunyi merupakan gabungan
dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda.
d. Hukum Marsenne
Marsenne melakukan percobaan dengan menggunakan alat sanometer
untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi denganpanjang senar, luas
penampang, tegangan, dan bahan senar. Berdasarkan percobaannya, Marsenne
menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi frekuensi
senar/kawat/dawai/, yaitu sebagai berikut.
1. Panjang senar: semakin pendek senar, semakin tinggi frekuensinya.
2. Luas penampang senar: semakin tipis senar, semakin tinggi frekuensinya.
3. Tegangan senar: semakin tegang senar, semakin tinggi frekuensinya.
4. Massa jenis bahan senar: semakin kecil massa jenis bahan senar, semakin
tinggi frekuensinya.
e. Resonansi
Resonansi adalah ikut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran
benda lain yang berfrekuensi sama. Dalam kehidupan sehari-hari resonansi
memegang peranan penting. Suara dawai gitar terdengar keras, karena adanya
peristiwa resonansi.
Resonansi sebuah benda akan terjadi jika benda tersebut memiliki
frekuensi sama dengan benda yang lain yang sedang bergetar. Resonansi benda-
40
Agus Katono, Seribu Pena Fisika SMP Kelas VIII Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 77
benda yang mempunyai frekuensi sama ini juga dapat terjadi pada dua garpu tala
yang frekuensinya sama.
Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul
f. Pemantulan Bunyi
Bunyi yang mengenai dinding pemantul, akan dapat dipantulkan. Sebagian
dari bunyi itu akan diserap oleh dinding pemantul. Kemampuan suatu permukaan
memantulkan bunyi bergantung pada keras atau lembeknya permukaan tadi.
Makin keras permukaan dinding pemantul, makin baik kemampuannya
memantulkan bunyi. Pemantulan bunyi ini akan dapat mengakibatkan terjadinya
gaung/kerdam dan gema. Pemantulan bunyi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gema
Gema adalah bunyi pantul terdengar setelah bunyi asli selesai dikatakan.
Gema terjadi apabila sumber bunyi dan permukaan pemantul jaraknya sangat
jauh. Gema biasa terjadi di dalam ruangan terbuka atau jarak antara sumber bunyi
dan dinding ruangan jauh. Gema sering terjadi di lereng gunung.
2. Gaung
Gaung aalah bunyi pantul yang berbaur dengan bunyi asli sehingga bunyi
asli terdengar tidak jelas. Gaung biasa terjadi di dalam ruangan yang tertutup atau
jarak antara sumber bunyi dan dinding ruangan dekat. Gaung sering terjadi di
dalam gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman. Untuk menghidari
gaung, biasanya gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman dipasang
peredam bunyi. Peredam bunyi adalah bahan-bahan yang dapat menyerap bunyi
A E
B
C
D
yang diterima. Contoh peredam bunyi adalah karpet, karet, busa, wol, karton, tirai,
dan gabus.
Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kedalaman
kolam/danau/laut. Kedalaman kolam/danau/laut dapat diperhitungkan dengan cara
mengukur cepat rambat bunyi dalam air dengan waktu terdengar pantulan bunyi.
Gelombang bunyi bergerak bolak-balik sehingga kedalaman kolam/danau/laut
dinyatakan persamaan:
............................................................... (2.3)
dengan:
h = kedalaman kolam/danau/laut (m)
v = cepat rambat bunyi dalam air (m/s)
t = waktu terdengar pantulan bunyi (s)
g. Hukum Pemantulan Bunyi
Bunyi yang datang tegak lurus pada dinding pemantul akan dipantulkan
kembali. Namun bunyi yang datangnya pada dinding pemantul yang membuat
sudut tertentu, akan dipantulkan dengan membuat sudut tertentu. Dalam
pemantulan bunyi ini berlaku hukum pemantulan bunyi:
1. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.
Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi
i r
Dinding pemantul
n
i = sudut datang
r = sudut pantul
n = garis normal
i = r
h. Manfaat Pemantulan Bunyi
Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan antara lain untuk:
1. Menentukan cepat rambat bunyi di udara.
2. Melakukan survei geofisika untuk mendeteksi lapisan-lapisan batuan yang
mengandung minyak bumi.
3. Mendeteksi cacat dan retak pada logam.
4. Mengukur ketebalan pelat logam.
i. Efek Doppler
Efek Doppler adalah efek berubahnya frekuensi yang didengar oleh
pendengar karena sumber bunyi atau pendengar yang bergerak. Jika sumber bunyi
mendekati pendengar, maka pendengar akan menerima frekuensi bunyi yang lebih
tinggi. Sebaliknya, jika sumber bunyi menjauhi pendengar, maka pendengar akan
menerima frekuensi bunyi yang lebih rendah.
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Elok Sudibyo, dkk (2008) pada jurnal pendidikan dasar Vol. 9 No. 1 yang
berjudul, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong.” Banyak siswa yang merasa tidak
memerlukan pelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa pelajaran itu
tidak bermanfaat dalam kehidupannya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan mengaitkan materi fisika dalam
kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
pembelajaran kontekstual tersebut dapat menuntaskan hasil belajar fisika siswa
SMPN 3 Porong, yaitu siswa VIII-A telah mencapai ketuntasan belajar fisika
mencapai 87,2%, dari batas ketuntasan sebesar 75%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat motivasi siswa
SMPN 3 Porong dalam belajar fisika, antara lain: (1) siswa menunjukkan siswa
positif terhadap pelajaran fisika, (2) antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran
fisika dapat dikategorikan tinggi, (3) siswa percaya bahwa keberhasilan atau
kegagalan bergantung pada mereka sendiri, dan mereka juga terlihat berusaha
untuk memperoleh nilai yang tinggi.41
Wasis (1993) pada media pembelajaran dan ilmu pengetahuan No. 68 th.
XV/9/1993 yang berjudul, “Pendekatan Inkuiri Terpimpin, Sebuah Alternatif
Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dalam Proses Belajar Mengajar Fisika
di SMA”. Nilai rata-rata pada pelajaran Fisika.” Nilai rata-rata pada pelajaran
fisika selalu paling rendah dan tidak pernah mencapai 6,00 tiap tahun. Oleh
karena itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika
dalam proses belajar mengajar yaitu dengan pendekatan inkuiri terpimpin. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inkuiri murni masih terasa berat
bagi siswa SMA. Hal ini terbentur pada keterbatasan alat-alat laboratorium,
kemampuan dan pengetahuan siswa yang belum memadai serta terbatasnya
alokasi waktu yang tersedia.42
Lasma Br Hotang, dkk (2010) pada prosiding seminar nasional fisika yang
berjudul “Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP.” Hasil belajar sains lebih rendah
dari bidang lain, hal ini karena fisika dianggap salah satu mata pelajaran yang
sukar dipahami oleh sebagian siswa sehingga siswa kurang berminat belajar
fisika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh rata-rata N-gain
pemahaman konsep kelas eksperimen 0,55 dan kelas kontrol 0,22 kemudian untuk
N-gain pemahaman konsep diperoleh thitung (8,239) > ttabel (1,664). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemahaman konsep kalor siswa
yang menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
model pembelajaran konvensioanal.43
41
Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 14 42
Wasis, Pendekatan Inkuari Terpimpin, Sebuah Alternatif Meningkatkan Pemahaman Konsep
Fisika dalam Proses Belajar Mengajar, Media Pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan No. 68 th.
XV/9/1993, h. 57 43
Lasma Br Hotang, dkk, Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP, Prosiding Seminar Nasioanal Fisika 2010, h.
402
Siti Farida Ulfah (2009) pada skripsi yang berjudul “Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri terhadap Hasil Belajar Fisika
Siswa pada Materi Pokok Kalor.” Metode pembelajaran yang kurang tepat
sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak efektif dan efisien. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar fisika yaitu dengan pendekatan
kontekstual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai rata-rata N-
gain yang cukup tinggi pada kelompok eksperimen yaitu 0,83 tergolong kategori
tinggi sedangkan nilai rata-rata N-gain kelompok kontrol 0,70 yang tergolong
sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode
pembelajaran sangat berperan dalam penguasaan materi fisika siswa. Hal ini dapat
dibuktikan berdasarkan hasil analisis data rata-rata skor akhir dan uji hipotesis tes
akhir, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor
akhir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.44
Encih Suwarsih (2009) pada skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan
Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai terhadap Hasil Belajar Fisika.”
Kurangnya keterampilan guru untuk menggali nilai religius yang terkandung
dalam materi pelajaran yang sedang dipelajari. Hasil penelitian ini didapatkan
perbedaan antara mean kelas eksperimen 71,56 (pretest 42,88) dengan mean kelas
kontrol yaitu 61,13 (pretest 41,05) dan uji statistik didapatkan thitung (4,18) > ttabel
(2,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa respon siswa yang diajar
menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi bernuansa nilai
religius, yang menjawab baik ada 40%, hal ini, menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa memberikan respon yang baik/positif terhadap penerapan pendekatan
kontekstual pada materi pokok energi dengan bernuansa nilai religius.45
44
Siti Farida Ulfah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Kalor, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 54 45
Encih Suwarsih, Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai
Terhadap Hasil Belajar, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:
Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 69
F. Kerangka Berpikir
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau
sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran
guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar
siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti
pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,
dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk
meningkatkan pemahaman siswa dengan cara membuat pembelajaran menjadi
bermakna, yaitu pembelajaran kontekstual.
Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.
Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis
kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih
baik.
Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu siswa dalam
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual diharapkan dapat
membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan bermakna
sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa khususnya pada
materi bunyi.
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir yang
telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji,
yakni terdapat pengaruh pembelajaran fisika pada konsep bunyi dengan
menggunakan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman siswa.
Minat belajar fisika rendah karena siswa tidak
merasa ada keterkaitan antara materi fisika dengan
kehidupan sehari-hari (pembelajaran tidak bermakna)
Pemahaman siswa tentang fisika
relatif rendah
Dasar untuk siswa
memiliki kemampuan
berpikir lebih tinggi
Hasil belajar siswa juga rendah
Perlu ada upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa
dengan cara membuat pembelajaran menjadi bermakna
Pembelajaran kontekstual
Materi bunyi
Pembelajaran jadi bermakna
Pemahaman siswa meningkat
Hasil belajar siswa meningkat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Kosambi pada kelas VIII
semester 2 (genap) tahun pelajaran 2010/2011, yaitu pada bulan Maret sampai
April 2011.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen, yaitu metode penelitian
yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.46
Dalam penelitian kuasi eksperimen, tidak dilakukan randomisasi untuk
memasukkan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group
Design.47
Desain ini digambarkan sebagai berikut.
Tabel 3.1 Desain penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan (X) Posttest
Eksperimen O1 XE O2
Kontrol O1 XK O2
Keterangan:
O1 = Pretest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
O2 = Posttest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Kelas eksperimen diberikan angket
46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
(Bandung: Alfabeta, 2006), h.77 47
Ibid, h. 79
XE = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen berupa pembelajaran
kontekstual dengan metode inkuiri.
XK = Perlakuan terhadap kelompok kontrol berupa pembelajaran pendekatan
kontekstual dengan metode konvensional.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan penyusunan RPP dan LKS sesuai dengan
materi pokok yang telah ditentukan, menyusun instrumen penelitian dan
melakukan uji coba instrumen serta mengolah data hasil uji coba instrumen yang
akan dipakai pada pretest dan posttest.
2. Tahap Pengambilan Data
Tahap ini dimulai dengan memberikan pretest pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa terhadap konsep
yang akan dipelajari, sebelum dilaksanakannya proses belajar. Kemudian
dilanjutkan dengan memberikan perlakuan berupa proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual sesuai dengan RPP yang telah
ditentukan.
Setelah proses pembelajaran selesai, maka diadakan posttest, untuk
mengetahui pemahaman konsep siswa setelah dilakukan kegiatan belajar, serta
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan tahap akhir dari penelitian. Pada tahap ini
peneliti melakukan pengolahan dan penganalisisan data hasil penelitian serta
menguji hipotesis penelitian sampai pada penarikan kesimpulan.
Agar lebih mudah dipahami, berikut penulis menyajikan prosedur penelitian
dalam bentuk bagan dibawah ini.
[
Gambar 3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan
varibel terikat. Variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Variabel Bebas (X) : Pembelajaran kontekstual
Variabel Terikat (Y) : Pemahaman siswa
F. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Kosambi, dengan populasi terjangkaunya
adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kosambi.
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili terhadap populasi dan diambil dengan menggunakan teknik
sampling. Dari seluruh siswa SMP Negeri 1 Kosambi diambil 2 kelas secara acak
untuk dijadikan sampel. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
Tahap Persiapan Penyusunan
RPP dan LKS
Uji coba instrumen
Analisis data hasil uji
coba instrumen
Tahap
Pengambilan Data
Tes awal
(Pretest)
Pembelajaran
kontekstual
Tes akhir
(Posttest)
Tahap
Penyelesaian
Analisis data hasil
penelitian
Kesimpulan
adalah Cluster Random Sampling (Sampel Acak Kelompok), dengan unit
samplingnya adalah kelas. Kelas yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini
adalah kelas VIII-A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-B sebagai kelas
kontrol.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Tes
yang digunakan adalah pretest dan posttest, dengan tujuan untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi sebelum dan setelah pembelajaran diajarkan.
Non tes yang digunakan adalah kuisioner/angket, bertujuan untuk mengetahui
respon siswa terhadap pembelajaran kontekstual yang telah diterapkan.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh
data penelitian. Dalam penelitian ini ada 2 instrumen yang digunakan yaitu tes
dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data pemahaman siswa,
berupa soal pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban, sedangkan instrumen non
tes digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kontekstual
yang telah diterapkan, yaitu menggunakan instrumen non tes berupa
angket/kuisioner.
Instrumen non tes dikalibrasi oleh tim ahli, sedangkan instrumen tes
dikalibrasi dengan menguji cobakan melalui uji validitas, uji reliabilitas, uji
tingkat kesukaran dan uji daya pembeda. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam pengolahan data uji coba instrumen, sebagai berikut.
1. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrument yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang tidak valid berarti
memiliki validitas rendah.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitasnya adalah
dengan rumus pbi, yaitu:48
√
.......................................................................... (3.1)
Keterangan:
pbi = koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = proporsi siswa yang menjawab salah
(q = 1 – p)
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) atau tes, yakni sejauh
mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor ajeg, relatif tidak
berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Perhitungan koefisien
reliabilitas tes hasil belajar menggunakan metode KR-20 yaitu:49
(
)(
) ................................................ (3.2)
Keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
(q = 1- p)
48
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h.
79 49
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., h. 100
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)
3. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal
Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot soal
yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk mengukut
tingkat kesukaran. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan
rumus sebagai berikut.50
P = JS
B .............................................................................. (3.3)
Keterangan:
P = Indeks Kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran:
IK = 0,00 : soal terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 : soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 : soal sedang
0,70 < IK ≤ 1,00 : soal mudah
4. Uji Daya Pembeda
Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal
dalam membedakan kemampuan siswa. Untuk mengetahui daya pembeda tiap
butir soal digunakan rumus berikut.51
DP = JB
BB
JA
BA .................................................................... (3.4)
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
BA = Jumlah skor kelompok atas yang menjawab benar
50
Ibid, h. 208 51
Ibid, h.213
BB = Jumlah skor kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya
JB = Jumlah skor maksimum kelompok bawah yang seharusnya
Klasifikasi Daya Pembeda:
D ≤ 0 : sangat jelek.
0,00 < D ≤ 0,20 : jelek
0,20 < D ≤ 0,40 : cukup
0,40 < D ≤ 0,70 : baik
0,70 < D ≤ 1,00 : baik sekali
Untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda dari butir soal peneliti menggunakan program ANATES (lampiran 6
rekap analisis butir).
I. Teknik Analisis Data Tes
Untuk penganalisaan data dalam penelitian ini digunakan uji statistik
dengan menggunakan uji-t. Tetapi sebelumnya dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas sebagai syarat dapat dilaksanakannya analisis data.
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan adalah Uji
Liliefors.
Langkah-langkah uji Liliefors adalah sebagai berikut.52
1. Urutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang paling terbesar
2. Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus:
Zi = S
XX i ......................................................................................... (3.5)
52 Sudjana, Metode Statistika, (Bandung : Tarsito, 2005), h. 466
Keterangan:
Zi = Skor baku
X = Nilai rata-rata
Xi = Skor data ke-i
S = Simpangan baku
3. Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan tabel Z, dan
sebut dengan F (Zi).
Jika Zi > 0, maka F (Zi) = 0,5 + nilai tabel
Zi < 0, maka F (Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)
4. Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2,…, Zn yang lebih atau sama dengan Zi jika
proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka:
S (Zi) = n
ZZZBanyaknya n...,2,1yang Zi ...................................... (3.6)
5. Hitung selisih F (Zi) - S (Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya
)()( ii ZSZF
6. Ambil nilai terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, nilai ini
disebut Lo.
Lo = max )()( ii ZSZF ................................................................... (3.7)
7. Interpretasikan dengan membandingkannya pada tabel L.
8. Kesimpulan:
Jika Lo < Lt : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Lo > Lt : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal
dari populasi yang variansnya sama. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher dengan rumus:53
∑ ∑
................................ (3.8)
53
Ibid, h. 249
Keterangan:
F : Nilai uji F
S12
: Varians terbesar
S22 : Varians terkecil
Adapun kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:
Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho
ditolak jika Fh > Ft, dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.
2. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh pembelajaran
kontekstual terhadap pemahaman siswa yang signifikan pada konsep bunyi. Untuk
menguji hipotesis, jika pada uji normalitas diperoleh bahwa kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka
digunakan uji “t” dengan taraf signifikansi = 0,05. Rumus uji “t” yang
digunakan yaitu:
Jika varian populasi homogen54
√
...............................(3.9)
Keterangan:
XE : Nilai rata-rata hasil tes kelompok eksperimen
XK : Nilai rata-rata hasil tes kelompok kontrol
nE : Jumlah sampel kelompok eksperimen
nE : Jumlah sampel kelompok Kontrol
SE2 : Varians kelompok eksperimen
SE2 : Varians kelompok kontrol
Kriteria pengujian :
a. Terima Ho jika thitung < ttabel
b. Tolak Ho jika thitung > ttabel
54 Ibid, h. 239
J. Teknik Analisis Data Non Tes
Data angket dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif. Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut
∑
...............................................(3.10)
Keterangan:
P : Persentase respon siswa
Xi : Jumlah skor yang menjawab
N : Jumlah responden
Data yang diperoleh kemudian dirubah ke dalam bentuk persentase, yang
diklasifikasikan ke dalam kategori sebagai berikut.55
K. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik yang akan diuji pada penelitian ini adalah:
Untuk uji “t”
Ho : μE = μK
Ha : μE > μK
Keterangan:
μE = Nilai rata-rata pemahaman siswa kelompok eksperimen
μK = Nilai rata-rata pemahaman siswa kelompok kontrol
55
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981),
h. 55-56.
Interval (%) Kriteria
81 – 100%
61 – 80%
41 – 60%
21 – 40%
0 – 20%
baik sekali
baik
cukup
kurang
sangat kurang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan pretest dan posttest kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol yang terdiri dari 40 siswa, disajikan dalam tabel
sebagai berikut.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil
Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Data Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
Nilai Tertinggi 72,22 94,44 61,11 77,78
Nilai Terendah 11,11 44,44 5,56 33,33
Mean 46,05 71,50 44,70 53,67
Median 48,12 73,90 45,50 53,50
Modus 52,44 81,10 44,38 51,40
Standar Deviasi 13,20 13,70 10,37 11,53
Berdasarkan tabel di atas, ukuran pemusatan dan penyebaran data hasil
pretest untuk kelompok eksperimen yaitu: skor terbesar 72,22 dan skor terkecil
11,11, rata-rata (mean) sebesar 46,05, median sebesar 48,12, modus sebesar 52,44
dan standar deviasi 13,20. Untuk kelompok kontrol diperoleh skor terbesar 61,11
dan skor terkecil 5,56, rata-rata (mean) sebesar 44,70, median sebesar 45,50,
modus sebesar 44,38 dan standar deviasi 10,37.
Dari tabel di atas, ukuran pemusatan dan penyebaran data hasil posttest
untuk kelompok eksperimen yaitu: skor terbesar 94,44 dan skor terkecil 44,44,
rata-rata (mean) sebesar 71,50, median sebesar 73,90, modus sebesar 81,10 dan
standar deviasi 13,70. Untuk kelompok kontrol diperoleh skor terbesar 77,78 dan
skor terkecil 33,33, rata-rata (mean) sebesar 53,67, median sebesar 51,40, modus
sebesar 51,40 dan standar deviasi 11,53. (lampiran 9 dan 10 perhitungan data
statistik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol).
2. Hasil Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji hipotesis menggunakan uji-t, terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu uji normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Adapun kriteria penerimaan bahwa suatu data
berdistribusi normal atau tidak dengan rumusan yaitu:
Jika Lhitung < Ltabel : berarti data berdistribusi normal
Jika Lhitung > Ltabel : berarti data tidak berdistribusi normal
Hasil uji normalitas skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No Statistik
Kelompok
Eksperimen Kelompok Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 N 40 40 40 40
2 46,05 71,50 44,70 53,67
3 SD 13,20 13,70 10,37 11,53
4 Lhitung 0,1108 0,1020 0,1300 0,1255
5 Ltabel 0,1400 0,1400
Kesimpulan Lhitung < Ltabel
Distribusi Normal
Lhitung < Ltabel
Distribusi Normal
Pengujian dilakukan dengan uji Liliefors pada taraf signifikasi 95% (α =
0,05) untuk n = 40. Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok
berdistribusi normal karena memenuhi kriteria Lhitung < Ltabel. (lampiran 11 dan 12
uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol)
b. Uji Homogenitas
Setelah kedua sampel penelitian tersebut dinyatakan berdistribusi normal,
selanjutnya dicari nilai homogenitasnya dengan menggunakan uji Fisher. Kriteria
pengujian yang digunakan sebagai berikut.
Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima, berarti kedua data tersebut adalah homogen.
Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak, berarti kedua data tersebut adalah tidak
homogen.
Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh uji homogenitas pretest dan
posttest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu:
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Data Statistik
Pretest Posttest
S12 (eksperimen) 174,24 S1
2 (eksperimen) 187
S12 (kontrol) 107,53 S1
2 (kontrol) 133
Fhitung 1,620 Fhitung 1,406
Ftabel 1,735 Ftabel 1,735
Kesimpulan
Fhitung< Ftabel
(varians kedua kelompok homogen)
Kesimpulan
Fhitung< Ftabel
(varians kedua kelompok homogen)
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan Fhitung pretest sebesar 1,620 dengan n =
80 pada taraf signifikan 95% (α = 0,05) diperoleh Ftabel sebesar 1,735 dan Fhitung
posttest sebesar 1,406 dengan n = 80 pada taraf signifikan 95% (α = 0,05)
diperoleh Ftabel sebesar 1,735. Maka kedua kelompok tersebut bersifat homogen,
karena memenuhi kriteria Fhitung< Ftabel. (lampiran 13 uji homogenitas pretest dan
posstest)
3. Hasil Pengujian Hipotesis
Pengolahan data selanjutnya adalah uji t, yaitu pengujian hipotesis ini
dilakukan setelah uji normalitas dan uji homogenitas yang menunjukkan hasil
kedua sampel penelitian adalah berdistribusi normal dan bersifat homogen. Uji
hipotesis ini menggunakan uji t („t” test) untuk menguji hipotesis nihil (Ho) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual.terhadap
pemahaman siswa pada konsep bunyi.
Kriteria hasil kesimpulan uji t adalah:
Jika thitung < ttabel maka Ho diterima
Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak
Tabel 4.4 Hasil Uji t Pemahaman Siswa Pretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Variabel Jumlah Sampel thitung ttabel Kesimpulan
Data
Pemahaman
siswa
Pretest Neksperimen = 40
Nkontrol = 40 0,51 1,99 Ha ditolak
Posttest Neksperimen = 40
Nkontrol = 40 6,39 1,99 Ha diterima
Berdasarkan data tabel 4.4 diperoleh uji t pretest thitung = 0,51 dan posttest
thitung = 6,39 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan (df/db = 40
+ 40 – 2= 78), maka diperoleh ttabel sebesar 1,99. Maka uji t pretest thitung < ttabel
(0,51<1,99) adalah menerima Ho dan menolak Ha dan uji t posttest thitung > ttabel
(6,39>1,99) adalah menerima Ha dan menolak Ha. Hal ini, menyatakan bahwa
penerapan pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh terhadap pemahaman
siswa pada konsep bunyi. (lampiran 14 uji hipotesis pretest dan posstest)
4. Hasil Analisis Data Non Tes
Berdasarkan perhitungan data angket untuk mengetahui respon siswa
terhadap pembelajaran kontekstual yang telah diterapkan pada kelompok
eksperimen diproleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Angket
No Indikator Butir Xi Xi P
1 Pembelajaran berpusat pada siswa
(Student Center)
1 39 78 98%
2 39
2 Mengembangkan konsep siswa 3 38
77 96% 4 39
3 Menimbulkan harapan 5 37
65 81% 6 28
4 Mengembangkan informasi yang
diperoleh siswa
7 39 66 83%
8 27
5 Mengembangkan bakat siswa 9 28
58 73% 10 30
Rata-rata 86%
Berdasarkan tabel di atas diketahui untuk indikator pembelajaran berpusat
pada siswa diperoleh persenatase sebesar 98%, untuk indikator mengembangkan
konsep siswa diperoleh persentase sebesar 96%, untuk indikator menimbulkan
harapan diperoleh persentase sebesar 81%, untuk indikator mengembangkan
informasi yang diperoleh siswa diperoleh persentase sebesar 83%, dan untuk
indikator mengembangkan bakat siswa diperoleh persentase sebesar 73%.
Sehingga diperoleh rata-rata seluruh indikator sebesar 86% dengan kriteria baik
sekali.
Gambar 4.1 Grafik Persentase Respon Positif dan Respon Negatif Siswa
Berdasarkan grafik di atas diperoleh persentase respon positif siswa pada
indikator pembelajaran berpusat pada siswa sebesar 19,5%, pada indikator
mengembangkan konsep siswa sebesar 19,3%, pada indikator menimbulkan
harapan sebesar 16,3%, pada indikator mengembangkan informasi yang diperoleh
siswa sebesar 16,5%, dan pada indikator mengembangkan bakat sebesar 14,5%.
Sedangkan perolehan persentase respon negatif siswa pada indikator pembelajaran
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
1 2 3 4 5
Pe
rse
nta
se R
esp
on
Sis
wa
Indikator
Respon Positif
Respon Negatif
berpusat pada siswa sebesar 0,5%, pada indikator mengembangkan konsep siswa
sebesar 0,7%, pada indikator menimbulkan harapan sebesar 3,7%, pada indikator
mengembangkan informasi yang diperoleh siswa sebesar 3,5%, dan pada
indikator mengembangkan bakat sebesar 5,5%.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data penelitian diperoleh hasil uji statistik terhadap
hipotesis yang menyatakan thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung =
6,39 > ttabel = 1,99). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa
pada konsep bunyi.
Menurut Lasma Br Hotang, dkk dalam prosiding seminar nasional fisika
2010 dengan judul pembelajaran berbasis fenomena pada materi kalor untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP bahwa terdapat peningkatan
pemahaman konsep kalor siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis
fenomena secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.56
Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual
diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak
bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan
terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep
materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan
lebih baik. Salah satu tindakan pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru yaitu
dengan memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan.
Berdasarkan penelitian Siti Farida Ulfah pada skripsinya dapat
disimpulkan bahwa pemilihan metode pembelajaran sangat berperan dalam
penguasaan materi fisika siswa. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil
analisis data rata-rata skor akhir dan uji hipotesis tes akhir, diketahui bahwa
56
Lasma Br Hotang, dkk, Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP, Prosiding Seminar Nasioanal Fisika 2010, h.
402.
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor akhir kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.57
Melalui metode pembelajaran inkuiri, yaitu mengajak siswa untuk dapat
menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran sehingga
siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai
fasilisator menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan menyenangkan secara
garis besar proses pembelajaran dengan inkuiri.
Dengan demikian ternyata terbukti bahwa pembelajaran kontekstual
dengan metode inkuiri pada konsep bunyi untuk kelompok eksperimen dapat
berpengaruh terhadap pemahaman siswa dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang menggunakan pembelajaran konteksual dengan metode konvensional.
Dalam pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri mengajak siswa untuk
dapat menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran
sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan guru membantu dan membimbing siswa dalam menggali pengetahuan
dan memahami pelajaran. Salah satu bentuk bimbingan guru dalam pembelajaran
ini yaitu memberikan LKS sebagai panduan bagi siswa untuk menggali
pengetahuan. Hal ini terbukti dilihat dari nilai tertinggi untuk indikator
pembelajaran berpusat pada siswa dan mengembangkan konsep siswa sebesar
98% dan 96%.
Berdasarkan Encih Suwarsih pada skripsinya dapat disimpulkan bahwa
respon siswa yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual pada materi
pokok energi bernuansa nilai religius, yang menjawab baik ada 40%, hal ini,
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memberikan respon yang baik/positif
terhadap penerapan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi dengan
bernuansa nilai religius.58
57
Siti Farida Ulfah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Kalor, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 54 58
Encih Suwarsih, Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai
Terhadap Hasil Belajar, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:
Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 69
Nilai positif bukan hanya terlihat dari hasil belajar siswa pada
pembelajaran kontekstual tetapi juga dari respon positif siswa terhadap hal-hal
yang terkait dalam pembelajaran. Hal ini, terlihat dari jawaban pada angket yang
diberikan kepada kelompok eksperimen. Angket bertujuan untuk mengetahui
respon siswa terhadap pembelajaran kontekstual yang telah diterapkan. Perolehan
hasil angket sebesar 86% termasuk dalam kriteria baik sekali. Hal ini,
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memberikan respon yang baik/positif
terhadap pembelajaran kontekstual pada konsep bunyi.
Pada pembelajaran kontekstual, siswa terlibat aktif dalam proses belajar
mengajar dalam upaya mengaitkan konsep fisika dengan kehidupan sehari-hari,
menemukan pengetahuan, dan mampu membuat kesimpulan tentang konsep yang
dipelajari. Guru di sini tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimiliki guru
melainkan membantu siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Di dalam
kelas, guru memberikan LKS, membimbing siswa dan membiarkan siswa
mengungkapkan pendapatnya tentang pembelajaran yang sedang diajarkan oleh
guru. Guru sebagai seorang fasilitator harus mampu untuk menggabungkan semua
unsur pembelajaran agar siswa tertarik terhapat pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan pemahaman siswa.
Dari data dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa
pada konsep bunyi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman
siswa pada konsep bunyi. Perolehan hasil angket sebesar 86% termasuk dalam
kriteria baik sekali. Hal ini, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
memberikan respon yang baik/positif terhadap pembelajaran kontekstual pada
konsep bunyi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini adalah:
1. Sebelum proses pembelajaran kontekstual berlangsung, sebaiknya guru
mengkondisikan kelas sehingga pembelajaran berjalan efektif, menyenangkan
dan bermakna.
2. Siswa sebaiknya diberikan penghargaan dalam kemampuanya menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah penggunaan
pembelajaran kontekstual dapat memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap pemahaman siswa pada konsep fisika yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan. 2010. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas.
Jakarta: Prestasi Pusaka.
Anderson, Lorin W, David R. Krathwohl with Peter W. Airasian (et.al.). 2001. A
Taxonomy For Learning, Teaching, and Assesing. New York: Longman.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
_________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Farida Ulfah, Siti. 2009. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode
Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Kalor,
Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan
FITK, UIN Syarif Hidayatullah.
Foster, Bob. Seribu Pena Fisika. Jakarta: Erlangga.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hotang, Lasma Br dkk. 2010. Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi
Kalor untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Prosiding
Seminar Nasioanal Fisika.
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning terjemahan Ibnu
Setiawan. Bandung: MLC.
Katono, Agus. 2007. Seribu Pena Fisika SMP Kelas VIII Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Kunandar, 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Kusuma, Dharma. 2010. Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan
Awal dalam Pengembangan PB. Yogyakarta: Rahayasa.
Muchith, M. Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL
Media Group.
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas
Negeri Malang.
Riyanto, Yatim M.Pd. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sahertian Piet. A. 1981. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional
Sofyan, Ahmad, M.Pd, dkk. 2006 Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis
Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Suartini, Kinkin, M.Pd. 2010. Rangkuman Fisika SMP. Jakarta: GagasMedia.
Sudibyo, Elok, dkk. 2008. Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong. Jurnal
Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1 Maret 2008.
Sudijono, Anas. 2009. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sumiati, 2006. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
siswa dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Di
Kelas IV MI Rahman El-Yunusiyyah Padang Panjang. Jurnal Guru No. 2
Vol. 3 Desember 2006.
Suwarsih, Encih. 2009. Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan
Bernuansa Nilai Terhadap Hasil Belajar. Skripsi Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif
Hidayatullah.
Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wasis, 1993. Pendekatan Inkuari Terpimpin, Sebuah Alternatif Meningkatkan
Pemahaman Konsep Fisika dalam Proses Belajar Mengajar, Media
Pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan No. 68 th. XV/9/.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya.
Zulfiani, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN.
58
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SMP NEGERI 1 KOSAMBI
KELAS VIII SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
MATERI:
BUNYI
Alokasi Waktu : 2X40‟
Standar kompetensi : 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi
sehari-hari.
Kompetensi Dasar : 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator : Menjelaskan pengertian bunyi, cepat rambat bunyi, dan frekuensi bunyi.
Membedakan infrasonik, audiosonik, dan ultrasonik.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat:
1. Menjelaskan pengertian bunyi.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat bunyi.
3. Menentukan persamaan cepat rambat bunyi
4. Menjelaskan pengertian infrasonik, audiosonik, dan ultrasonik.
5. Menyebutkan pemanfaatan bunyi ultrasonik dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan/Metode Pembelajaran : 1. Pendekatan : Kontekstual
2. Metode : Inkuiri
Langkah – Langkah Pembelajaran
TAHAPAN KEGIATAN
GURU SISWA
Kegiatan Pendahuluan
(10 menit)
Motivasi dan Apersepsi:
Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi dn motivasi dari materi
bunyi
Mengapa senar gitar yang kita
petik dapat terdengar?
Benarkah cepat rambat bunyi tak
berhingga besarnya?
Siswa menyimak pertanyaan
guru dan menjawab.
Kegiatan Inti
(60 menit)
Langkah-langkah kegiatan
inkuiri
1. Merumuskan masalah
2. Mengamati atau melakukan
observasi
Guru membantu siswa dalam
merumuskan masalah percobaan
menyelidiki bunyi merambat
melalui medium.
Guru membagikan LKS 1
kepada siswa dan
memerintahkan siswa untuk
memulai melakukan percobaan.
(Kontekstual: melakukan
hubungan yang bermakna dan
bekerja sama)
Siswa menyimak penjelasan
guru.
Siswa melakukan percobaan
sesuai dengan LKS 1 yang telah
dibagikan.
3. Menganalisis dan menyajikan
hasil percobaan
4. Kesimpulan
Guru menunjuk salah satu
perwakilan siswa untuk
menyebutkan hasil
kesimpulannya. (Kontekstual:
berpikir kritis dan kreatif)
Guru memberikan penjelasan
tentang cepat rambat dan
mengenai ultrasonik serta
pemanfaatannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Guru memberikan contoh soal
tentang persamaan cepat rambat
bunyi. (Kontekstual: melakukan
kegiatan-kegiatan yang
signifikan
Guru meriview dan membimbing
siswa untuk membuat catatan
atau rangkuman
Siswa menyimpulkan hasil
percobaan yang dilakukan.
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
Siswa menyimak contoh soal
yang diberikan oleh guru.
Siswa yang belum mengerti
mengajukan pertanyaan
Kegiatan Penutup
(10 menit)
Guru meriview dan memberikan
kesimpulan
Guru menutup pembelajaran
Siswa menyimak penjelasan
guru.
Sumber Belajar
Kinkin Suartini, M.Pd.Rangkuman Fisika SMP.Jakarta: GagasMedia, 2010.
Marthen Kanginan.IPA Fisika untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga. 2007.
Saeful Karim.Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar 2 untuk Kelas VIII.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008.
Tim Abdi Guru.IPA Terpadu untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga, 2007.
Yurianto dan Bambang Sutapa.Fisika untuk SLTP Kelas 2.Jakarta: Piranti Darma Kalokatama, 2002.
Lingkungan
Penilaian Hasil Belajar
a. Teknik Penilaian:
Tugas
Tes tertulis
b. Bentuk Instrumen:
Tes uraian
c. Contoh Instrumen:
Uraian
Imam memetik senar gitar. Frekuensi senar gitar ketika dipetik 60 Hz dan panjang gelombang bunyi gitar 10 m. Berapakah cepat
rambat bunyi yang terdengar Imam?
Kosambi, ...................2011
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
SUDRADJAT ARDYANA, S.Pd LIA MARDIANTI
NIP. 19521007 198203 1 009
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SMP NEGERI 1 KOSAMBI
KELAS VIII SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
MATERI:
BUNYI
Alokasi Waktu : 2X40‟
Standar kompetensi : 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi
sehari-hari.
Kompetensi Dasar : 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator : Membuktikan terjadinya gelombang bunyi.
Mendeskripsikan karakteristik bunyi : nada, hukum Mersenne dan warna bunyi.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat:
1. Menyelidiki tingi rendahnya bunyi.
2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya bunyi.
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya bunyi.
4. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kualitas bunyi.
Pendekatan/Metode Pembelajaran : 1. Pendekatan : Kontekstual
2. Metode : Inkuiri
Langkah – Langkah Pembelajaran
TAHAPAN KEGIATAN
GURU SISWA
Kegiatan Pendahuluan
(10 menit)
Motivasi dan Apersepsi:
Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi dn motivasi dari materi
bunyi
Berapakah batas kemampuan
pendengaran manusia?
Adakah pengaruh tinggi
rendahnya frekuensi terhadap
bunyi yang dihasilkan?
Siswa menyimak pertanyaan
guru dan menjawab.
Kegiatan Inti
(60 menit)
Langkah-langkah kegiatan
inkuiri
1. Merumuskan masalah
2. Mengamati atau melakukan
observasi
Guru membantu siswa dalam
merumuskan masalah percobaan
menyelidiki faktor yang
mempengaruhi tinggi nada bunyi
yang dihasilkan.
Guru membagikan LKS 2 kepada
siswa dan memerintahkan siswa
untuk memulai melakukan
percobaan. (Kontekstual:
melakukan hubungan yang
bermakna dan bekerja sama)
Siswa menyimak penjelasan
guru.
Siswa melakukan percobaan
3. Menganalisis dan
menyajikan hasil percobaan
4. Kesimpulan
Guru menunjuk salah satu
perwakilan siswa untuk
menyebutkan hasil
kesimpulannya. (Kontekstual:
berpikir kritis dan kreatif)
Guru memberikan penjelasan
tentang terjadinya bunyi dan
karakteristik bunyi dalam
kehidupan sehari-hari.
Guru memberikan contoh soal
tentang terjadinya gelombang
bunyi (Kontekstual: melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan
Guru meriview dan membimbing
siswa untuk membuat catatan atau
rangkuman
sesuai dengan LKS 2 yang telah
dibagikan.
Siswa menyimpulkan hasil
percobaan yang dilakukan.
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
Siswa menyimak contoh soal
yang diberikan oleh guru.
Siswa yang belum mengerti
mengajukan pertanyaan
Kegiatan Penutup
(10 menit)
Guru meriview dan memberikan
kesimpulan
Guru menutup pembelajaran
Siswa menyimak penjelasan
guru.
Sumber Belajar
Kinkin Suartini, M.Pd.Rangkuman Fisika SMP.Jakarta: GagasMedia, 2010.
Marthen Kanginan.IPA Fisika untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga. 2007.
Saeful Karim.Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar 2 untuk Kelas VIII.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008.
Tim Abdi Guru.IPA Terpadu untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga, 2007.
Yurianto dan Bambang Sutapa.Fisika untuk SLTP Kelas 2.Jakarta: Piranti Darma Kalokatama, 2002.
Lingkungan
Penilaian Hasil Belajar
a. Teknik Penilaian:
Tugas
Tes tertulis
b. Bentuk Instrumen:
Tes uraian
c. Contoh Instrumen:
Uraian
Mengapa bunyi kereta api ternyata lebih jelas didengar jika telinga ditempelkan pada rel kereta api dibandingkan di udara?
Kosambi, .............., 2011
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
SUDRADJAT ARDYANA, S.Pd LIA MARDIANTI
NIP. 19521007 198203 1 009
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SMP NEGERI 1 KOSAMBI
KELAS VIII SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
MATERI:
BUNYI
Alokasi Waktu : 2X40‟
Standar kompetensi : 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi
sehari-hari.
Kompetensi Dasar : 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator : Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikan contoh pemanfaatan dan dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari
dan teknologi.
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat:
1. Menjelaskan pengertian resonansi.
2. Menjelaskan aplikasi konsep resonansi pada alat musik.
3. Menjelaskan syarat terjadinya pemantulan bunyi.
4. Menemukan hukum pemantulan bunyi.
5. Membedakan antara gaung, gema dan bunyi pantul yang memperkuat bunyi asli.
6. Menjelaskan manfaat pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan/Metode Pembelajaran : 1. Pendekatan : Kontekstual
2. Metode : Inkuiri
Langkah – Langkah Pembelajaran
TAHAPAN KEGIATAN
GURU SISWA
Kegiatan Pendahuluan
(10 menit)
Motivasi dan Apersepsi:
Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi dn motivasi dari materi
bunyi
Mengapa kaca jendela rumah dapat
bergetar jika ada kendaraan lewat?
Mengapa konser musik yang
diadakan di ruang tertutup
terdengar lebih keras jika
dibandingkan di lapangan terbuka?
Siswa menyimak pertanyaan
guru dan menjawab.
Kegiatan Inti
(60 menit)
Langkah-langkah kegiatan
inkuiri
1. Merumuskan masalah
2. Mengamati atau melakukan
observasi
Guru membantu siswa dalam
merumuskan masalah percobaan
menyelidiki resonansi pada
bandul.
Guru membagikan LKS 3 kepada
siswa dan memerintahkan siswa
untuk memulai melakukan
Siswa menyimak penjelasan
guru.
3. Menganalisis dan
menyajikan hasil percobaan
4. Kesimpulan
percobaan. (Kontekstual:
melakukan hubungan yang
bermakna dan bekerja sama)
Guru menunjuk salah satu
perwakilan siswa untuk
menyebutkan hasil
kesimpulannya. (Kontekstual:
berpikir kritis dan kreatif)
Guru memberikan penjelasan
tentang terjadinya resonansi dalam
kehidupan sehari-hari.
Guru memberikan contoh soal
tentang pemantulan bunyi
(Kontekstual: melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan
Guru meriview dan membimbing
siswa untuk membuat catatan atau
rangkuman
Siswa melakukan percobaan
sesuai dengan LKS 3 yang telah
dibagikan.
Siswa menyimpulkan hasil
percobaan yang dilakukan.
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
Siswa menyimak contoh soal
yang diberikan oleh guru.
Siswa yang belum mengerti
mengajukan pertanyaan
Kegiatan Penutup
(10 menit)
Guru meriview dan memberikan
kesimpulan
Guru menutup pembelajaran
Siswa menyimak penjelasan
guru.
Sumber Belajar
Kinkin Suartini, M.Pd.Rangkuman Fisika SMP.Jakarta: GagasMedia, 2010.
Marthen Kanginan.IPA Fisika untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga. 2007.
Saeful Karim.Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar 2 untuk Kelas VIII.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008.
Tim Abdi Guru.IPA Terpadu untuk SMP Kelas VIII.Jakarta: Erlangga, 2007.
Yurianto dan Bambang Sutapa.Fisika untuk SLTP Kelas 2.Jakarta: Piranti Darma Kalokatama, 2002.
Lingkungan
Penilaian Hasil Belajar
a. Teknik Penilaian:
Tugas
Tes tertulis
b. Bentuk Instrumen:
Tes uraian
c. Contoh Instrumen:
Uraian
1. Apa yang menyebabkan terjadinya resonansi?
Kosambi, .............., 2011
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
SUDRADJAT ARDYANA, S.Pd LIA MARDIANTI
NIP. 19521007 198203 1 009
Judul : Telepon Sederhana
Waktu : 40 menit
Tujuan : Menyelidiki bunyi merambat melalui medium
I. Alat dan Bahan
Dua buah gelas aqua
Sebuah jarum pentul
Dua potong lidi ukuran ± 4 cm
Benang katun ukuran ± 3 meter
Air
II. Langkah Kerja
Dalam bagian ini kalian diminta mendesain atau merancang percobaan untuk
menyelidiki bunyi merambat melalui medium.
Lembar Kegiatan Siswa 1
III. Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah hasil yang kalian amati.
Tabel Pengamatan
Zat Cepat rambat bunyi
Besar Sedang Kecil
Padat
Cair
Gas
IV. Pertanyaan
1. Ketika temanmu berbicara didepan gelas aqua yang satu, kamu dapat mendengar
melalui bunyi gelas aqua plastik lainnya. Mengapa?
2. Jika benang dikendurkan, apakah suara temanmu masih terdengar dengan jelas?
3. Jika sebagian benang dicelupkan dalam air, apakah suara temanmu masih terdengar
dengan jelas? Jelaskan!
4. Sentuhlah tenggorokanmu, kemudian berteriaklah! Apakah yang kamu rasakan
pada tenggorokaanmu? Jelaskan!
5. Samakah cepat rambat bunyi dalam berbagai zat? Jelaskan!
6. Mengapa cepat rambat bunyi di zat padat, gas dan udara berbeda?
7. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang menentukan cepat rambat bunyi?
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, kalian diminta untuk menganalisis hasil tersebut
kemudian membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan.
Judul : Suling sedotan
Waktu : 40 menit
Tujuan : Menyelidiki tinggi rendah bunyi yang dihasilkan
I. Alat dan Bahan
sedotan
gunting
II. Langkah Kerja
Dalam bagian ini kalian diminta mendesain atau merancang percobaan untuk
menyelidiki apakah panjang suling mempengaruhi tinggi-nada bunyi yang dihasilkan.
III. Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah hasil yang kalian amati.
Tabel pengamatan
Sedotan Frekuensi bunyi yang dihasilkan
tinggi rendah
sebelum dipotong
sesudah dipotong
Lembar Kegiatan Siswa 2
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, kalian diminta untuk menganalisis hasil tersebut
kemudian membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan.
V. Pertanyaan
1. Mengapa sedotan bila di tiup dapat menghasilkan bunyi, jelaskan?
2. Jika sedotan dipotong sedikit demi sedikit, apakah bunyi yang dihasilkan sama?
Jelaskan
3. Apakah frekuensi bunyi sedotan berubah ketika dipotong? Jelaskan
4. Sebutkan dan jelaskan yang mempengaruhi tinggi rendah nada?
Judul : Bandul Sederhana
Waktu : 40 menit
Tujuan : Mengamati resonansi pada bandul
I. Alat dan Bahan
Statif
Benang
5 buah baut yang sama massanya
II. Langkah Kerja
Dalam bagian ini kalian diminta mendesain atau merancang percobaan untuk
mengamati resonansi pada bandul.
III. Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah hasil yang kalian amati.
Tabel pengamatan
Bandul Bandul yang ikut bergetar
A B C D E
A
B
C
D
E
Lembar Kegiatan Siswa 3
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, kalian diminta untuk menganalisis hasil tersebut
kemudian membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan.
V. Pertanyaan
1. Pada saat bandul A kamu ayunkan, bandul manakah yang ikut bergetar bersama
bandul A?
2. Pada saat bandul C kamu ayunkan, bandul manakah yang ikut bergetar bersama
bandul C?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi resonansi pada percobaan
tersebut?
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Kosambi
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : VIII
Semester : Genap
Alokasi waktu : 80 menit
Jumlah Soal : 30 Soal
Bentuk Soal : Pilihan Ganda
Standar Kompetensi : 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.
Kompetensi Dasar : 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator C2
Menafsirkan Mencontohkan Mengklasifikasikan Meringkas Menyimpulkan Membandingkan Menjelaskan
1. Menjelaskan pengertian bunyi, cepat rambat
bunyi, dan frekuensi bunyi. 1, *2 3 *4 *5 6 *7 *8
2. Membedakan infrasonik, ultrasonik dan
audiosonik *9 *10
3. Membuktikan terjadinya gelombang bunyi 11 *12 13 *14, 15
4. Mendeskripsikan karakteristik bunyi : nada,
hukum Mersenne dan warna bunyi. 16, 17 *18 19
5. Menunjukkan gejala resonansi dalam
kehidupan sehari-hari. *20 *21
6. Memberikan contoh pemanfaatan dan
dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan
sehari-hari dan teknologi. *22, 23 *24, *25 26 27, *28 *29, *30
Jumlah 4 5 6 3 5 3 4
Keterangan: *Soal yang digunakan
TES
POKOK BAHASAN BUNYI
Nama :
Kelas :
Hari/Tgl :
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (x) pada
huruf a, b, c, atau d!
1. Manakah dari tabel berikut yang
memberikan cepat rambat bunyi di
udara, air, dan baja?
Udara Air Baja a.
b.
c.
d.
330 m/s
330 m/s
6000 m/s
6000 m/s
6000 m/s
1500 m/s
330 m/s
1500 m/s
1500 m/s
6000 m/s
1500 m/s
330 m/s
Jawab : B
2. Kamu dan temanmu menyelam pada
sebuah kolam renang dan berada
pada jarak tertentu. Ketika temanmu
mengetuk dinding kolam renang
dengan batu, kamu dapat mendengar
dengan jelas. Kemudian kamu berdua
muncul di permukaan air. Pada jarak
yang sama, temanmu kembali
mengetuk kolam yang berada di atas
permukaan air seperti sebelumnya.
Ternyata, bunyi ketukan batu tidak
terdengar jelas olehmu. Hal ini
menunjukkan bahwa ....
a. cepat rambat bunyi di air lebih
besar dibandingkan cepat rambat
bunyi di udara
b. cepat rambat bunyi di air lebih
kecil dibandingkan cepat rambat
bunyi di udara
c. cepat rambat bunyi di air sama
besar dengan cepat rambat bunyi
di udara
d. cepat rambat bunyi di air lebih
besar dibandingkan cepat rambat
bunyi di benda padat
Jawab : A
3. Gelombang mekanik adalah
gelombang yang perambatannya
memerlukan zat perantara. Yang
termasuk gelombang mekanik adalah
....
a. gelombang bunyi
b. gelombang elektromagnetik
c. gelombang stasioner
d. gelombang cahaya
Jawab : A
4. Perhatikan tabel di bawah ini!
Berdasarkan tabel tersebut, maka
cepat rambat bunyi yang merambat
paling cepat adalah ....
a. zat gas
b. zat padat
c. zat gas dan padat
d. zat cair dan zat padat
Jawab : B
5. Bacalah dengan seksama pernyataan
di bawah ini!
No Zat Cepat rambat
(m/s)
1
2
3
Udara
air
besi
340
1500
5120
Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka pernyataan yang benar dibawah
ini adalah ....
a. beduk merupakan gelombang
longitudinal
b. beduk merupakan gelombang
transversal
c. batu yang dilempar ke kolam
merupakan gelombang
longitudinal
d. beduk merupakan gelombang
elektromagnetik
Jawab : A
6. Ketika hujan turun, sering ada kilat
dan petir. Padahal pada dasarnya
kamu melihat kilat terlebih dahulu,
baru kemudian suara petirnya. Hal ini
menunjukkan bahwa ....
a. cahaya termasuk gelombang
transversal dan bunyi termasuk
gelombang longitudinal
b. cahaya termasuk gelombang
longitudinal bunyi termasuk
gelombang transversal
c. cahaya termasuk gelombang
elektromagnetik dan bunyi
termasuk gelombang longitudinal
d. cahaya termasuk gelombang
cahaya dan bunyi termasuk
gelombang mekanik
Jawab : C
7. Dua Sirine mobil ambulans
dibunyikan bersamaan. Sirine
pertama berfrekuensi 640 Hz dan
sirine kedua 1280 Hz. Pernyataan
yang benar adalah ....
a. cepat rambat bunyi pertama lebih
besar dari cepat rambat bunyi
kedua
b. cepat rambat pertama lebih kecil
daripada bunyi kecil
c. cepat rambat pertama dan kedua
sama besar
d. panjang gelombang bunyi
keduanya sama
Jawab : C
8. Ketika dua mobil berpapasan yang
sedang membunyikan klakson,
terdengar bunyi klakson lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh ...
a. panjang gelombang bunyi
klakson bertambah
b. panjang gelombang > sehingga
kuat bunyi lebih tinggi
c. panjang gelombang < sehingga
kuat bunyi lebih tinggi
d. cepat rambat bunyi semakin besar
Jawab : C
9. Ultrasonik adalah bunyi yang
frekuensinya di atas 20 KHz. Hewan
yang dapat mendengar frekuensi
ultrasonik adalah ....
a. belalang c. gajah
b. lumba-lumba d. ayam
Jawab : A
Berdasarkan arah medium
rambatannya, terdapat 2 bentuk
gelombang yaitu: gelombang
transversal dan longitudinal.
Gelombang yang arah perpindahan
medium selalu tegak lurus terhadap
arah perambatan gelombang.
Sedangkan gelombang longitudinal
adalah gelombang yang arah getarnya
sejajar atau berimpit dengan arah
rambatannya.
Kamu dalam kehidupan sehari-hari,
kamu sering mendengar suara beduk
sebelum adzan berkumandang. Ketika
beduk dipukul terjadilah perapatan dan
perenggangan udara disekelilingnya.
Dan kamu juga mungkin pernah
bermain dikolam ikan dan
melemparinya dengan batu. Ketika batu
dilempar ke kolam terjadilah
gelombang pada air.
10. Pehatikan gambar di bawah ini!
Daerah frekuensi yang dapat
didengar oleh telinga manusia berada
pada daerah ....
a. < 20 Hz
b. 20 Hz
c. 20.000 Hz
d. 20 Hz-20.000 Hz
Jawab : D
11. Ketika kamu memegang tenggorokan
pada saat berbicara, kamu merasakan
adanya getaran. Hal ini membuktikan
bahwa ....
a. otot tenggorokan selalu bergetar
b. sumber bunyi adalah tenggorokan
c. berbicara memerlukan energi
d. sumber bunyi adalah getaran
Jawab : D
12. Bacalah dengan seksama pernyataan
di bawah ini!
Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka pernyataan yang benar dibawah
ini adalah ....
a. radio termasuk gelombang
mekanik
b. radio termasuk gelombang
elektromagnetik
c. beduk termasuk gelombang
transversal
d. beduk termasuk gelombang
elektromagnetik
Jawab : B
13. Sandi dan Maman bermain telepon
dengan menggunakan dua gelas aqua
plastik yang dihubungkan dengan
benang jahit. Ketika sandi berbicara
di depan gelas aqua plastik yang satu,
Maman dapat mendengar melalui
bunyi gelas aqua plastik lainnya.
Peristiwa ini membuktikan bahwa
bunyi....
a. dapat merambat melalui benda
padat
b. merambat menurut garis lurus
c. tidak dapat merambat di ruang
hampa udara
d. dapat dipantulkan oleh gelas
plastik
Jawab : A
14. Bunyi kereta api ternyata lebih jelas
didengar jika telinga ditempelkan
pada rel kereta api dibandingkan di
udara. Hal ini menunjukkan bahwa
....
a. bunyi paling baik merambat
melalui zat padat
b. bunyi paling buruk merambat
melalui zat padat
c. bunyi paling baik merambat
melalui udara
d. bunyi sebagian besar merambat
lewat rel
Jawab : A
Daerah Infrasonik
Daerah Audiosonik
Daerah Ultrasonik
20 Hz 20.000 Hz
Berdasarkan medium
perambatannya gelombang terbagi
menjadi 2 yaitu: gelombang mekanik
dan gelombang ektromagnetik.
Gelombang mekanik adalah gelombang
yang perambatannya membutuhkan zat
perantara. Sedangkan gelombang
elektromagnetik adalah gelombang
yang perambatannya tidak
membutuhkan zat perantara.
Kamu dalam kehidupan sehari-hari
mungkin sering mendengarkan musik
kesukaanmu lewat radio. Untuk mencari
gelombang radio yang kamu inginkan
maka perlu menyamakan frekuensinya
agar suaranya terdengar dengan jelas.
Dan kamu juga sering mendengar suara
beduk sebelum adzan berkumandang.
Ketika beduk dipukul terjadilah
perapatan dan perenggangan udara
disekelilingnya.
15. Pada malam hari, bunyi dapat
didengar lebih nyaring daripada siang
hari. Hal ini menunjukkan bahwa ....
a. suhu udara di permukaan bumi
lebih dingin dibandingkan suhu
udara di atasnya
b. pada malam hari tidak terdapat
sinar matahari
c. suhu udara di permukaan Bumi
lebih panas dibandingkan suhu
udara di atasnya
d. pada malam hari sumber bunyi
yang lain lebih sedikit
Jawab : C
16. Perhatikan tabel di bawah ini!
Suhu (0C) 0 15 25
Cepat rambat
bunyi (m/s) 332 340 347
Dari data di atas membuktikan
bahwa sifat bunyi dipengaruhi oleh ...
a. suhu
b. keadaan
c. derajat celcius
d. lamanya merambat
Jawab : A
17. Pada sebuah senar gitar berlaku
I. nadanya tinggi bila senar gitar
tersebut panjang
II. bila luas penampangnya besar,
nadanya rendah
III. jika bahannya bermassa jenis
besar nadanya akan tinggi
IV. semakin kencang (tegang) senar
gitar tersebut semakin tinggi
nadanya
Pernyataan di atas yang benar adalah
…
a. I, II, dan III c. II dan IV
b. I dan III d. IV saja
Jawab : C
18. Bacalah dengan seksama pernyataan
di bawah ini!
Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka pernyataan yang benar dibawah
ini adalah ....
a. bunyi gitar termasuk nada
b. bunyi gitar termasuk desah
c. bunyi petir termasuk nada
d. bunyi petir termasuk timbre
Jawab : A
19. Nada yang sama akan terdengar
berbeda ketika disuarakan oleh orang
yang berbeda. Hal ini disebabkan
oleh ....
a. frekuensi yang berbeda
b. amplitudo yang berbeda
c. warna bunyi yang berbeda
d. panjang gelombang yang berbeda
Jawab : C
20. Resonansi yaitu peristiwa ikut
bergetarnya suatu benda apabila
benda lain digetarkan. Dibawah ini
merupakan alat-alat yang
berdasarkan resonansi, kecuali ....
a. kentongan c. drum
b. gitar d. amplifier
Jawab : D
Nada adalah bunyi dengan
frekuensi teratur. Desah adalah bunyi
yang frekuensi tidak teratur.
Kamu dalam kehidupan sehari-hari
sering melihat seorang pengamen
bernyanyi sambil memetik gitar, suara
yang dihasilkan begitu merdu dan
indah. Dan kamu juga pernah
mendengar suara petir ketika hujan.
21. Perhatikan gambar di bawah ini!
Jika bandul A diayun, bandul yang
turut berayun adalah ….
a. A dan C c. A dan B
b. B dan C d. D dan E
Jawab : D
22.
Sudut datangnya adalah ....
a. AOB c. COD
b. BOC d. DOE
Jawab : B
23. Manakah dari pernyataan berikut
yang tidak menghasilkan gelombang
bunyi yang dapat didengar?
a. sebuah bel yang berbunyi di
bawah air
b. sebuah senjata yang meletus
dalam ruangan tanpa gema
c. sebuah palu yang menghantam
sebatang logam
d. suatu ledakan dalam ruang hampa
Jawab : D
24. Gema adalah bunyi pantul yang
terdengar setelah bunyi asli selesai
dikatakan.
Seperti bunyi yang dihasilkan oleh
....
a. orang yang berteriak di mulut
sumur yang dalam
b. orang yang sedang bicara di
sebuah ruangan kosong
c. senar gitar yang dipetik
d. bunyi klakson mobil
Jawab : A
25. Gaung adalah bunyi pantul yang
datangnya sebagian bersamaan
dengan bunyi asli. Untuk
menghindari terjadinya gaung
(kerdam) di dalam gedung pertemuan
dapat dilakukan dengan cara melapis
dinding gedung itu dengan ....
a. kaca c. marmer
b. aluminium d. permadani
Jawab : D
26. Perhatikan pernyataan berikut!
I. Dokter memeriksa bagian dalam
tubuh manusia dengan
menggunakan sistem
ultrasonografi
II. Seorang anak mendengar suara
sirene mobil ambulans semakin
keras ketika mobil bergerak
mendekatinya.
III. Agar mengetahui posisi kawanan
ikan di dasar laut, peneliti
menggunakan pulsa ultrasonik
IV. Saat Ani bernyanyi di dalam
kamar mandi, suaranya terdengar
lebih keras daripada dilapangan
terbuka
Pernyataan tersebut yang termasuk
peristiwa pemantulan bunyi adalah
....
a. I, II, dan III c. I, III, dan IV
b. I, II, dan IV d. II, III, dan
IV
Jawab : A
27. Perhatikan cuplikan bunyi berikut
ini!
Bunyi asli :Sau-da-ra
A
E
B
C
D
B C D
A
O
E
Bunyi pantul : ...-Sau-da-ra
Terdengar : Sau-...-...-ra
Maka bunyi pantul itu termasuk ....
a. perkuatan bunyi asli
b. gema
c. gaung
d. echo
Jawab : C
28. Ketika berteriak di tengah lapangan,
kamu tidak akan mendengar kembali
bunyi teriakanmu. Sebaliknya ketika
berteriak di atap rumah, suara yang
kamu ucapkan akan terdengar
kembali meskipun lebih lemah dari
pada aslinya. Peristiwa tersebut
merupakan sifat bunyi, yaitu ....
a. dapat berinterferensi
b. dapat dipantulkan
c. harus ada medium sebagai zat
perantara
d. bunyi lebih cepat merambat
dalam zat
padat
Jawab : B
29. Bunyi sirine sebuah ambulans yang
bergerak menjauhi pengamatan
terdengar lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh ....
a. frekuensi bunyi sirine bertambah
b. frekuensi bunyi sirine yang
diterima bertambah
c. frekuensi bunyi sirine berkurang
d. frekuensi bunyi sirine yang
diterima berkurang
Jawab : D
30. Bila kamu berada di bioskop, suara
kamu terdengar lebih keras
dibandingkan ketika kamu berada di
luar. Hal ini disebabkan oleh ....
a. bunyi pantul terjadi sesudah
bunyi asli
b. bunyi pantul terjadi sebagian
bersamaan dengan bunyi asli
c. bunyi pantul yang memperkuat
bunyi asli
d. bunyi pantul terjadi sebelum
bunyi asli
Jawab : B
KISI-KISI ANGKET
NO INDIKATOR BUTIR
1 Pembelajaran berpusat pada siswa (Student Center) 1, 2
2 Mengembangkan konsep siswa 3, 4
3 Menimbulkan harapan 5, 6
4 Mengembangkan informasi yang diperoleh siswa 7, 8
5 Mengembangkan bakat siswa 9, 10
ANGKET
Kelas : ................
Jenis Kelamin : (P/L)*
*Coret yang tidak perlu
Berilah tanda checklist () pada kolom “Ya” atau “Tidak” pada pernyataan
yang sesuai dengan pengalaman Anda dalam belajar fisika.
NO PERNYATAAN YA TIDAK
1 Selama pembelajaran kegiatan belajar lebih banyak
dilakukan siswa
2 Selama pembelajaran, guru banyak memberikan
bimbingan atau bantuan
3 Setelah pembelajaran dengan menggunakan metode
inkuiri, belajar fisika lebih menarik
4 Pembelajaran kontekstual menjadikan saya dapat
memahami konsep fisika secara jelas
5 Setelah pembelajaran kontekstual, pemahaman
materi fisika pada konsep lain bisa lebih mudah
6 Setelah pembelajaran dengan metode inkuiri, saya
mudah untuk merancang eksperimen sendiri
7 Setelah kegiatan pembelajaran, materi dengan mudah
dapat disimpulkan
8 Setelah kegiatan pembelajaran selesai, saya mudah
untuk menjelaskan kembali
9 Selama pembelajaran, saya dapat menyumbangkan
pendapat
10
Setelah pembelajaran kontekstual, saya mampu
menghubungkan konsep fisika dalam kehidupan
sehari-hari
Hasil Analisis Angket
No Responden
Butir
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 R1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0
2 R2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 R3 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
4 R4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 R5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 R6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 R7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 R8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
9 R9 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 R10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 R11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 R12 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1
13 R13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
14 R14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 R15 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
16 R16 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1
17 R17 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1
18 R18 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0
19 R19 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1
20 R20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 R21 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
22 R22 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0
23 R23 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0
24 R24 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
25 R25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
26 R26 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0
27 R27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
28 R28 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
29 R29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30 R30 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1
31 R31 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
32 R32 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
33 R33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
34 R34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
35 R35 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1
36 R36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
37 R37 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
38 R38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
39 R39 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0
40 R40 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1
Jumlah 39 39 38 39 37 28 39 27 28 30
REKAP ANALISIS BUTIR
=====================
Rata2= 15,58
Simpang Baku= 4,03
KorelasiXY= 0,52
Reliabilitas Tes= 0,68
Butir Soal= 30
Jumlah Subyek= 40
Nama berkas: D:\SKRIPSI QU\UJI INSTRUMEN TES.ANA
Btr Baru Btr Asli D.Pembeda(%) T. Kesukaran Korelasi Sign. Korelasi
1 1 9,09 Sedang 0,055 -
2 2 54,55 Sedang 0,547 Sangat Signifikan
3 3 -9,09 Sedang -0,083 -
4 4 63,64 Sedang 0,438 Signifikan
5 5 63,64 Mudah 0,497 Sangat Signifikan
6 6 9,09 Sedang 0,199 -
7 7 72,73 Sedang 0,664 Sangat Signifikan
8 8 36,36 Sedang 0,371 Signifikan
9 9 63,64 Sedang 0,518 Sangat Signifikan
10 10 27,27 Sedang 0,368 Signifikan
11 11 0,00 Sedang -0,037 -
12 12 63,64 Sukar 0,488 Sangat Signifikan
13 13 -9,09 Sedang -0,056 -
14 14 36,36 Sangat Mudah 0,415 Signifikan
15 15 0,00 Sangat Sukar -0,104 -
16 16 9,09 Sangat Mudah 0,089 -
17 17 27,27 Sangat Sukar 0,245 -
18 18 54,55 Mudah 0,533 Sangat Signifikan
19 19 -9,09 Sangat Mudah -0,078 -
20 20 27,27 Sangat Sukar 0,420 Signifikan
21 21 45,45 Sukar 0,361 Signifikan
22 22 36,36 Mudah 0,402 Signifikan
23 23 27,27 Sangat Mudah 0,207 -
24 24 72,73 Sedang 0,562 Sangat Signifikan
25 25 36,36 Sedang 0,378 Signifikan
26 26 27,27 Sukar 0,347 -
27 27 -27,27 Sedang -0,301 -
28 28 45,45 Sedang 0,409 Signifikan
29 29 72,73 Sedang 0,549 Sangat Signifikan
30 30 54,55 Sedang 0,446 Signifikan
Hasil Butir Soal Pretest Kelas Eksperimen
NO NAMA
Nomor Soal SKOR Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total
1 X1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 11,11
2 X2 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 7 38,89
3 X3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 9 50,00
4 X4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 5 27,78
5 X5 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 9 50,00
6 X6 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 6 33,33
7 X7 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 11 61,11
8 X8 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 10 55,56
9 X9 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 13 72,22
10 X10 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 11 61,11
11 X11 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 9 50,00
12 X12 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 8 44,44
13 X13 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 5 27,78
14 X14 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 9 50,00
15 X15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 4 22,22
16 X16 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 9 50,00
17 X17 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 9 50,00
18 X18 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 5 27,78
19 X19 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
20 X20 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 11 61,11
21 X21 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 8 44,44
22 X22 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 9 50,00
23 X23 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 9 50,00
24 X24 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 9 50,00
25 X25 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 10 55,56
26 X26 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 7 38,89
27 X27 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 10 55,56
28 X28 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 8 44,44
29 X29 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 7 38,89
30 X30 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 9 50,00
31 X31 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 7 38,89
32 X32 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 10 55,56
33 X33 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 7 38,89
34 X34 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 10 55,56
35 X35 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 7 38,89
36 X36 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 7 38,89
37 X37 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 4 22,22
38 X38 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 11 61,11
39 X39 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 7 38,89
40 X40 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 10 55,56
Jumlah 39 25 13 3 11 2 17 17 22 35 22 8 9 32 7 19 27 19 327 1842
Rata-rata 46,05
Hasil Butir Soal Posttest Kelas Eksperimen
NO NAMA Nomor Soal SKOR
Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total
1 X1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 9 50,00
2 X2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 88,89
3 X3 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 77,78
4 X4 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 8 44,44
5 X5 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 15 83,33
6 X6 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 9 50,00
7 X7 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 77,78
8 X8 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 15 83,33
9 X9 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 77,78
10 X10 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 66,67
11 X11 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 14 77,78
12 X12 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 10 55,56
13 X13 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 9 50,00
14 X14 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 83,33
15 X15 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 13 72,22
16 X16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 16 88,89
17 X17 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 13 72,22
18 X18 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 10 55,56
19 X19 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 77,78
20 X20 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 72,22
21 X21 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 77,78
22 X22 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 10 55,56
23 X23 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 77,78
24 X24 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 88,89
25 X25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 17 94,44
26 X26 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 10 55,56
27 X27 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 15 83,33
28 X28 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 55,56
29 X29 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 11 61,11
30 X30 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 77,78
31 X31 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 12 66,67
32 X32 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 14 77,78
33 X33 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 15 83,33
34 X34 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 12 66,67
35 X35 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 77,78
36 X36 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 12 66,67
37 X37 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 13 72,22
38 X38 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 11 61,11
39 X39 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 13 72,22
40 X40 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 12 66,67
Jumlah 35 20 30 13 18 18 37 26 36 36 25 34 30 34 34 34 24 28 512 2860
Rata-rata 71,50
Hasil Butir Soal Pretest Kelas Kontrol
NO NAMA
Nomor Soal SKOR Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total
1 Y1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
2 Y2 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 8 44,44
3 Y3 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
4 Y4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5,56
5 Y5 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 10 55,56
6 Y6 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
7 Y7 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
8 Y8 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
9 Y9 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 10 55,56
10 Y10 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 7 38,89
11 Y11 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 10 55,56
12 Y12 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6 33,33
13 Y13 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
14 Y14 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 10 55,56
15 Y15 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
16 Y16 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
17 Y17 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
18 Y18 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
19 Y19 1 0 0 0 0 6 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 11 61,11
20 Y20 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 8 44,44
21 Y21 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 8 44,44
22 Y22 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 7 38,89
23 Y23 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 9 50,00
24 Y24 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 11 61,11
25 Y25 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 10 55,56
26 Y26 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 9 50,00
27 Y27 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 8 44,44
28 Y28 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 16,67
29 Y29 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 7 38,89
30 Y30 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 7 38,89
31 Y31 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 5 27,78
32 Y32 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 6 33,33
33 Y33 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 7 38,89
34 Y34 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 8 44,44
35 Y35 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 7 38,89
36 Y36 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 9 50,00
37 Y37 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 8 44,44
38 Y38 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 7 38,89
39 Y39 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 8 44,44
40 Y40 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 8 44,44
Jumlah 3 30 23 0 0 12 32 31 4 33 35 3 2 28 25 31 30 1 323 1788
Rata-rata 44,70
Hasil Butir Soal Posttest Kelas Kontrol
NO NAMA Nomor Soal SKOR
Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total
1 Y1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 10 55,56
2 Y2 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 9 50,00
3 Y3 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 55,56
4 Y4 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 7 38,89
5 Y5 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 72,22
6 Y6 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 66,67
7 Y7 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 9 50,00
8 Y8 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 9 50,00
9 Y9 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 9 50,00
10 Y10 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 9 50,00
11 Y11 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 14 77,78
12 Y12 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 50,00
13 Y13 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 61,11
14 Y14 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 11 61,11
15 Y15 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 9 50,00
16 Y16 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 11 61,11
17 Y17 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 61,11
18 Y18 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 10 55,56
19 Y19 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 9 50,00
20 Y20 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 7 38,89
21 Y21 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 66,67
22 Y22 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 55,56
23 Y23 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 8 44,44
24 Y24 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 8 44,44
25 Y25 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 9 50,00
26 Y26 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 55,56
27 Y27 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 38,89
28 Y28 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 38,89
29 Y29 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 13 72,22
30 Y30 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 33,33
31 Y31 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 50,00
32 Y32 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 12 66,67
33 Y33 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 38,89
34 Y34 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 10 55,56
35 Y35 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 11 61,11
36 Y36 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 11 61,11
37 Y37 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 12 66,67
38 Y38 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 10 55,56
39 Y39 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 8 44,44
40 Y40 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 6 33,33
Jumlah 21 14 12 5 12 5 13 18 35 38 32 38 27 19 27 19 29 21 385 2147
Rata-rata 53,67
Rekapitulasi Hasil Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Siswa
Kelompok
Eksperimen Siswa Kelompok Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
X1 11,11 50,00 Y1 50,00 55,56
X2 38,89 88,89 Y2 44,44 50,00
X3 50,00 77,78 Y3 50,00 55,56
X4 27,78 44,44 Y4 5,56 38,89
X5 50,00 83,33 Y5 55,56 72,22
X6 33,33 50,00 Y6 50,00 66,67
X7 61,11 77,78 Y7 50,00 50,00
X8 55,56 83,33 Y8 50,00 50,00
X9 72,22 77,78 Y9 55,56 50,00
X10 61,11 66,67 Y10 38,89 50,00
X11 50,00 77,78 Y11 55,56 77,78
X12 44,44 55,56 Y12 33,33 50,00
X13 27,78 50,00 Y13 50,00 61,11
X14 50,00 83,33 Y14 55,56 61,11
X15 22,22 72,22 Y15 50,00 50,00
X16 50,00 88,89 Y16 50,00 61,11
X17 50,00 72,22 Y17 50,00 61,11
X18 27,78 55,56 Y18 50,00 55,56
X19 50,00 77,78 Y19 61,11 50,00
X20 61,11 72,22 Y20 44,44 38,89
X21 44,44 77,78 Y21 44,44 66,67
X22 50,00 55,56 Y22 38,89 55,56
X23 50,00 77,78 Y23 50,00 44,44
X24 50,00 88,89 Y24 61,11 44,44
X25 55,56 94,44 Y25 55,56 50,00
X26 38,89 55,56 Y26 50,00 55,56
X27 55,56 83,33 Y27 44,44 38,89
X28 44,44 55,56 Y28 16,67 38,89
X29 38,89 61,11 Y29 38,89 72,22
X30 50,00 77,78 Y30 38,89 33,33
X31 38,89 66,67 Y31 27,78 50,00
X32 55,56 77,78 Y32 33,33 66,67
X33 38,89 83,33 Y33 38,89 38,89
X34 55,56 66,67 Y34 44,44 55,56
X35 38,89 77,78 Y35 38,89 61,11
X36 38,89 66,67 Y36 50,00 61,11
X37 22,22 72,22 Y37 44,44 66,67
X38 61,11 61,11 Y38 38,89 55,56
X39 38,89 72,22 Y39 44,44 44,44
X40 55,56 66,67 Y40 44,44 33,33
Jumlah 1842 2860 Jumlah 1788 2147
Rata-rata 46,05 71,50 Rata-rata 44,70 53,67
Perhitungan Data Statistik Pretest dan Posttest
Kelompok Eksperimen
1. Sebaran data nilai pretest
11,11 22,22 22,22 27,78 27,78 27,78 33,33
33,33
33,33 38,89 38,89 38,89 38,89 38,89 38,89 44,44
44,44 44,44 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00
50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 55,56 55,56 55,56
55,56 55,56 55,56 61,11 61,11 61,11 61,11 72,22
2. Tabel distribusi frekuensi
Berdasarkan sebaran data di atas, untuk membuat tabel distribusi frekuensi
dapat diterapkan langkah-langkah berikut.
a. Menentukan jangkauan data/range (R)
Nilai maksimum = 72,22
Nilai minimum = 11,11
R = nilai maksimum – nilai minimum
= 72,22 – 11,11
= 61,11
b. Menentukan banyak kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n n = banyaknya data
k = 1 + 3,3 log 40
= 1+ 3,3 (1,60)
k = 6,28
Jadi, banyaknya kelas adalah 7
c. Menentukan panjang kelas/interval (i)
d. Menentukkan ujung bawah dan ujung atas kelas pertama, dan kelas-kelas
berikutnya. Sehingga diperoleh:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Nilai fi xi xi2 fixi fixi
2
11 - 19 1 15 225 15 225
20 - 28 5 24 576 120 2880
29 - 37 3 33 1089 99 3267
38 - 46 9 42 1764 378 15876
47 - 55 11 51 2601 561 28611
56 - 64 10 60 3600 600 36000
65 - 73 1 69 4761 69 4761
Jumlah 40 294 14616 1842 91620
3. Perhitungan Rata-rata/Mean
∑
4. Perhitungan Median
(
)
Keterangan:
b = batas bawah median
p = batas kelas median
n = banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas
median
f = frekuensi kelas median
(
)
(
)
5. Perhitungan Modus
Untuk menghitung modus data digunakan rumus:
(
)
Keterangan:
b = batas bawah kelas modus
p = panjang kelas modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya
(
)
(
)
6. Perhitungan Varians (s2)
√∑
∑
√
√
√
1. Sebaran data nilai posttest
44,44 50,00 50,00 50,00 55,56 55,56 55,56 55,56
55,56 61,11 61,11 66,67 66,67 66,67 66,67 66,67
72,22 72,22 72,22 72,22 72,22 77,78 77,78 77,78
77,78 77,78 77,78 77,78 77,78 77,78 77,78 83,33
83,33 83,33 83,33 83,33 88,89 88,89 88,89 94,44
2. Tabel distribusi frekuensi
Berdasarkan sebaran data di atas, untuk membuat tabel distribusi frekuensi
dapat diterapkan langkah-langkah berikut.
a. Menentukan jangkauan data/range (R)
Nilai maksimum = 94,44
Nilai minimum = 44,44
R = nilai maksimum – nilai minimum
= 94,44 – 44,44
= 50,00
b. Menentukan banyak kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n n = banyaknya data
k = 1 + 3,3 log 40
= 1+ 3,3 (1,60)
k = 6,28
Jadi, banyaknya kelas adalah 7
c. Menentukan panjang kelas/interval (i)
d. Menentukkan ujung bawah dan ujung atas kelas pertama, dan kelas-kelas
berikutnya. Sehingga diperoleh:
Tabel 2 Distribusi Frekuensi
Nilai fi xi xi2 fixi fixi
2
44 – 51 4 47,5 2256,25 190 9025
52 – 59 5 55,5 3080,25 277,5 15401,3
60 – 67 7 63,5 4032,25 444,5 28225,8
68 – 75 5 71,5 5112,25 357,5 25561,3
76 – 83 10 79,5 6320,25 795 63202,5
84 – 91 8 87,5 7656,25 700 61250
92 – 99 1 95,5 9120,25 95,5 9120,25
Jumlah 40 500,5 37577,75 2860 211786
3. Perhitungan Rata-rata/Mean
∑
4. Perhitungan Median
(
)
Keterangan:
b = batas bawah median
p = batas kelas median
n = banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas
median
f = frekuensi kelas median
(
)
(
)
5. Perhitungan Modus
Untuk menghitung modus data digunakan rumus:
(
)
Keterangan:
b = batas bawah kelas modus
p = panjang kelas modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya
(
)
(
)
6. Perhitungan Varians (s2)
√∑
∑
√
√
√
Perhitungan Data Statistik Pretest dan Posttest
Kelompok Kontrol
1. Sebaran data nilai pretest
5,56 16,67 27,78 33,33 33,33 38,89 38,89 38,89
38,89 38,89 38,89 38,89 44,44 44,44 44,44 44,44
44,44 44,44 44,44 44,44 50,00 50,00 50,00 50,00
50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00
50,00 55,56 55,56 55,56 55,56 55,56 61,11 61,11
2. Tabel distribusi frekuensi
Berdasarkan sebaran data di atas, untuk membuat tabel distribusi frekuensi
dapat diterapkan langkah-langkah berikut.
a. Menentukan jangkauan data/range (R)
Nilai maksimum = 61,11
Nilai minimum = 5,56
R = nilai maksimum – nilai minimum
= 61,11 – 5,56
= 55,55
b. Menentukan banyak kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n n = banyaknya data
k = 1 + 3,3 log 40
= 1+ 3,3 (1,60)
k = 6,28
Jadi, banyaknya kelas adalah 7
c. Menentukan panjang kelas/interval (i)
d. Menentukkan ujung bawah dan ujung atas kelas pertama, dan kelas-kelas
berikutnya. Sehingga diperoleh:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Nilai fi xi xi2 fixi fixi
2
6 - 13 1 9,5 90,25 9,5 90,25
14 - 21 1 17,5 306,25 17,5 306,25
22 - 29 1 25,5 650,25 25,5 650,25
30 - 37 2 33,5 1122,25 67 2244,5
38 - 45 15 41,5 1722,25 622,5 25833,8
46 - 53 13 49,5 2450,25 643,5 31853,3
54 - 61 7 57,5 3306,25 402,5 23143,8
Jumlah 40 234,5 9647,75 1788 84122
3. Perhitungan Rata-rata/Mean
∑
4. Perhitungan Median
(
)
Keterangan:
b = batas bawah median
p = batas kelas median
n = banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas
median
f = frekuensi kelas median
(
)
(
)
5. Perhitungan Modus
Untuk menghitung modus data digunakan rumus:
(
)
Keterangan:
b = batas bawah kelas modus
p = panjang kelas modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya
(
)
(
)
(
)
6. Perhitungan Varians (s2)
√∑
∑
√
√
√
(Simpangan Baku)
1. Sebaran data nilai Posstest
33,33 33,33 38,89 38,89 38,89 38,89 38,89 44,44
44,44 44,44 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00
50,00 50,00 50,00 50,00 55,56 55,56 55,56 55,56
55,56 55,56 55,56 61,11 61,11 61,11 61,11 61,11
61,11 66,67 66,67 66,67 72,22 72,22 72,22 77,78
2. Tabel distribusi frekuensi
Berdasarkan sebaran data di atas, untuk membuat tabel distribusi frekuensi
dapat diterapkan langkah-langkah berikut.
a. Menentukan jangkauan data/range (R)
Nilai maksimum = 77,78
Nilai minimum = 33,33
R = nilai maksimum – nilai minimum
= 77,78 – 33,33
= 44,45
b. Menentukan banyak kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n n = banyaknya data
k = 1 + 3,3 log 40
= 1+ 3,3 (1,60)
k = 6,28
Jadi, banyaknya kelas adalah 7
c. Menentukan panjang kelas/interval (i)
d. Menentukkan ujung bawah dan ujung atas kelas pertama, dan kelas-kelas
berikutnya. Sehingga diperoleh:
Tabel 2 Distribusi Frekuensi
Nilai fi xi xi2 fixi fixi
2
33 - 39 7 36 1296 252 9072
40 - 46 3 43 1849 129 5547
47 - 53 10 50 2500 500 25000
54 - 60 7 57 3249 399 22743
61 - 67 9 64 4096 576 36864
68 - 74 3 71 5041 213 15123
75 - 81 1 78 6084 78 6084
Jumlah 40 399 24115 2147 120433
3. Perhitungan Rata-rata/Mean
∑
4. Perhitungan Median
(
)
Keterangan:
b = batas bawah median
p = batas kelas median
n = banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas
median
f = frekuensi kelas median
(
)
(
)
5. Perhitungan Modus
Untuk menghitung modus data digunakan rumus:
(
)
Keterangan:
b = batas bawah kelas modus
p = panjang kelas modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya
(
)
(
)
(
)
6. Perhitungan Varians (s2)
√∑
∑
√
√
√
(Simpangan Baku)
Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen
No Xi F Zn
Xi -
Zi Zt F(Zi) S (Zi) |F(Zi) - S(Zi)|
1 11,11 1 1 -34,94 -2,65 0,4960 0,0040 0,025 0,0210
2 22,22 2 3 -23,83 -1,81 0,4649 0,0351 0,075 0,0399
3 27,78 3 6 -18,27 -1,38 0,4162 0,0838 0,15 0,0662
4 33,33 3 9 -12,72 -0,96 0,3315 0,1685 0,225 0,0565
5 38,89 6 15 -7,16 -0,54 0,2054 0,2946 0,375 0,0804
6 44,44 3 18 -1,61 -0,12 0,0478 0,4522 0,450 0,0022
7 50,00 11 29 3,95 0,30 0,1179 0,6179 0,725 0,1071
8 55,56 6 35 9,51 0,72 0,2642 0,7642 0,875 0,1108
9 61,11 4 39 15,06 1,14 0,3729 0,8729 0,975 0,1021
10 72,22 1 40 26,17 1,98 0,4761 0,9761 1 0,0239
Keterangan:
= 46,05
s = 13,20
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltabel, (0,1108 <
0,1400) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal.
Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen
No Xi F Zn Xi - Zi Zt F(Zi) S (Zi) |F(Zi) - S(Zi)|
1 44,44 1 1 -27,06 -1,98 0,4761 0,0239 0,0250 0,0011
2 50,00 3 4 -21,50 -1,57 0,4418 0,0582 0,1000 0,0418
3 55,56 5 9 -15,94 -1,16 0,3770 0,1230 0,2250 0,1020
4 61,11 2 11 -10,39 -0,76 0,2764 0,2236 0,2750 0,0514
5 66,67 5 16 -4,83 -0,35 0,1368 0,3632 0,4000 0,0368
6 72,22 5 21 0,72 0,05 0,0199 0,5199 0,5250 0,0051
7 77,78 10 31 6,28 0,46 0,1772 0,6772 0,7750 0,0978
8 83,33 5 36 11,83 0,86 0,3051 0,8051 0,9000 0,0949
9 88,89 3 39 17,39 1,27 0,3980 0,8980 0,9750 0,0770
10 94,44 1 40 22,94 1,67 0,4525 0,9525 1 0,0475
Keterangan:
= 71,5
s = 13,7
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltabel, (0,1020 <
0,1400) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal.
Uji Normalitas Pretest Kelompok Kontrol
Keterangan:
= 44,7
s = 10,37
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltabel, (0,1300
< 0,1400) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa data
tersebut berdistribusi normal.
No Xi F Zn Xi - Zi Zt F(Zi) S (Zi) |F(Zi) - S(Zi)|
1 5,56 1 1 -39,14 -3,77 0,4999 0,0001 0,025 0,0249
2 16,67 1 2 -28,03 -2,70 0,4965 0,0035 0,050 0,0465
3 27,78 1 3 -16,92 -1,63 0,4484 0,0516 0,075 0,0234
4 33,33 2 5 -11,37 -1,10 0,3643 0,1357 0,125 0,0107
5 38,89 7 12 -5,81 -0,56 0,2123 0,2877 0,300 0,0123
6 44,44 8 20 -0,26 -0,02 0,0080 0,4920 0,500 0,0080
7 50,00 13 33 5,30 0,51 0,1950 0,6950 0,825 0,1300
8 55,56 5 38 10,86 1,05 0,3531 0,8531 0,950 0,0969
9 61,11 2 40 16,41 1,58 0,4429 0,9429 1 0,0571
Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol
Keterangan:
= 53,67
s = 11,53
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltabel, (0,1255
< 0,1400) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa data
tersebut berdistribusi normal.
No Xi F Zn Xi - Zi Zt F(Zi) S (Zi) |F(Zi) - S(Zi)|
1 33,33 2 2 -20,34 -1,76 0,4608 0,0392 0,0500 0,0108
2 38,89 5 7 -14,78 -1,28 0,3997 0,1003 0,1750 0,0747
3 44,44 3 10 -9,23 -0,80 0,2881 0,2119 0,2500 0,0381
4 50,00 10 20 -3,67 -0,32 0,1255 0,3745 0,5000 0,1255
5 55,56 7 27 1,89 0,16 0,0636 0,5636 0,6750 0,1114
6 61,11 6 33 7,44 0,65 0,2422 0,7422 0,8250 0,0828
7 66,67 3 36 13,00 1,13 0,3708 0,8708 0,9000 0,0292
8 72,22 3 39 18,55 1,61 0,4463 0,9463 0,9750 0,0287
9 77,78 1 40 24,11 2,09 0,4817 0,9817 1 0,0183
Uji Homogenitas Pretest
∑ ∑
Keterangan:
F : Nilai uji F
S12
: Varians terbesar
S22 : Varians terkecil
Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:
Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho
ditolak jika Fh > Ft, dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.
Dengan, S12
: Varians kelompok eksperimen
S22 : Varians kelompok kontrol
Didapat Ftabel dengan pembilang df = 40 -1 = 39 dan penyebut df = 40 – 1
= 39 didapat Ftabel = 1,735 (dengan derajat signifikan 95%). Fhitung < Ftabel (1,620 <
1,735). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.
Perhitungan Ftabel
df pembilang = 40-1 = 39
df penyebut = 40-1 = 39
F(30,40) = 1,74
F(38,40) = 1,71
Jadi,
Jadi Ftabel = 1,735
Uji Homogenitas Posstest
∑ ∑
Keterangan:
F : Nilai uji F
S12
: Varians terbesar
S22 : Varians terkecil
Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:
Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho
ditolak jika Fh > Ft, dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.
Dengan, S12
: Varians kelompok eksperimen
S22 : Varians kelompok kontrol
Didapat Ftabel dengan pembilang df = 40 -1 = 39 dan penyebut df = 40 – 1
= 39 didapat Ftabel = 1,735 (dengan derajat signifikan 95%). Fhitung < Ftabel (1,406 <
1,735). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.
Perhitungan Ftabel
df pembilang = 40-1 = 39
df penyebut = 40-1 = 39
F(30,40) = 1,74
F(38,40) = 1,71
Jadi,
Jadi Ftabel = 1,735
Uji Hipotesis Pretest
√
√
√
√
Kriteria pengujian a. Terima Ho jika thitung < ttabel
b. Tolak Ho jika thitung > ttabel
Untuk mendapatkan ttabel dilakukan interpolasi, dengan rumus:
df = n1 + n2 – 2
= 40 + 40 – 2
= 78
t(60,95%) = 2,000
t(120,95%) = 1,980
Selisih antara ttabel (60) dengan df adalah 18, jadi t untuk df 78 adalah:
t(78,95%) = 1,999
Jadi ttabel adalah 1,999
Karena thitung < ttabel (0,517<1,999), maka Ho diterima, Ha ditolak.
Uji Hipotesis Posstest
√
√
√
√
Kriteria pengujian a. Terima Ho jika thitung < ttabel
b. Tolak Ho jika thitung > ttabel
Untuk mendapatkan ttabel dilakukan interpolasi, dengan rumus:
df = n1 + n2 – 2
= 40 + 40 – 2
= 78
t(60,95%) = 2,000
t(120,95%) = 1,980
Selisih antara ttabel (60) dengan df adalah 18, jadi t untuk df 78 adalah:
t(78,95%) = 1,999
Jadi ttabel adalah 1,999
Karena thitung >ttabel (6,39>1,999), maka Ho ditolak, Ha diterima