pengaruh model pembelajaran terbalik terhadap …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERBALIK TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI
4 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
𝐌𝐢𝐤𝐝𝐚𝐦 𝐇𝐨𝐥𝐢𝐤𝟏, 𝐅𝐚𝐝𝐥𝐢𝟐, 𝐈𝐝𝐮𝐥 𝐀𝐝𝐡𝐚𝟑
STKIP-PGRI Lbuklinggau
Email : [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Terbalik Terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2015/2016”. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada
pengaruh model pembelajaran terbalik terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
terbalik terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen murni, dengan desain yang digunakan adalah random Pre-test Post-
test design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 4 Lubuklinggau yang berjumlah 131 siswa dan sebagai sampelnya
adalah siswa kelas XI IPA.3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI IPA.1
sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data yang digunakan dengan teknik tes.
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis
uji-t pada taraf signifikan α = 0,05 dari hasil post-test diperoleh 06,2hitungt
dengan 677,1tabelt , karena nilai tabelhitung tt maka 0H ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran terbalik
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4
Lubuklinggau. Rata-rata tes akhir kelas eksperimen sebesar 76,50 dan kelas
kontrol sebesar 70,23. Persentase jumlah siswa yang tuntas belajar untuk kelas
eksperimen sebesar 62% dan kelas kontrol sebesar 35%.
Kata Kunci: Pembelajaran Terbalik, Hasil Belajar
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
PENDAHULUAN
Matematika merupakan suatu ilmu yang memiliki objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan dan berpola pikir deduktif (Soedjadi, 2000:11). Hal
ini dapat dilihat dari materi matematika banyak digunakan atau diaplikasikan
dalam bidang ilmu lain. Misalnya materi fungsi digunakan dalam ilmu ekonomi
untuk mempelajari fungsi permintaan dan penawaran. Oleh karna itu siswa perlu
menguasai penguasaan matematika pada tingkat tertentu namun banyak siswa
yang masih mengalami kesulitan dalam belajar matematika, sehingga hasil belajar
siswa rendah.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:250), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesainya bahan pelajaran. Guru mempunyai peran dan
tanggung jawab yang penting dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa,
seperti kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berintraksi secara efektif dan
efisien dengan peserta didik, kemampuan dalam memilih dan menggunakan
model sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Dalam pembelajaran
matematika, siswa harus aktif dan kreatif dalam belajar sehingga mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Oleh karena itu guru harus
terampil serta berusaha semaksimal mungkin untuk membuat siswa tertarik pada
pembelajaran matematika. Dalam penyajian guru harus menggunakan strategi dan
model pembelajaran yang menarik dan sedapat mungkin menciptakan suasana
belajar yang mandiri dan menyenangkan. Dalam proses belajar mengajar aktifitas
anak didik yang diharapkan tidak hanya aspek fisik melainkan juga aspek mental
antara lain; beragumentasi secara lisan maupun tulisan, mengajukan atau
menjawab pertanyaan, berdiskusi baik kelompok kecil maupun kelas, dan
mencatat hal-hal penting dari buku maupun penjelasan guru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika
SMA Negeri 4 Lubuklinggau yang telah dilakukan oleh peneliti beberapa waktu
lalu, bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SMA Negeri 4 Lubuklinggau
sebesar 75. Dari 136 siswa, rata-rata nilai ulangan matematika kelas XI IPA SMA
Negeri 4 Lubuklinggau adalah 66,64. Siswa yang tuntas sebanyak 54 siswa
(39,70%) dan sebanyak 82 siswa (60,29%) belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM). Hal ini tercermin dari hasil ulangan harian semester genap yang
sebagian besar belum mencapai KKM, sehingga mereka harus mengikuti program
remidial. Karena dalam kegiatan belajar mengajar guru cenderung menggunakan
pembelajaran konvensional. Dimana guru menjadi pusat perhatian dan siswa
sebagai penerima informasi yang hanya mendengarkan dan memperhatikan
gurunya saja sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar.
Melihat kurangnya perhatian terhadap hasil belajar dalam pembelajaran
matematika, maka perlu adanya perhatian lebih terhadap hasil belajar tersebut,
salah satu bentuk perhatian yang dapat dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menggunakan model
pembelajaran terbalik. Hal ini dimaksudkan agar selama proses pembelajaran
berlangsung, siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran dapat membantu
memahami materi yang sedang siswa pelajari melalui empat strategi pada model
pembelajaran terbalik. Sehingga diharapkan kesulitan yang dihadapi bisa
diminimalisir bahkan siswa dapat dengan mandiri dan berperan aktif dalam
proses pembelajaran.
Menurut Trianto (2009:96) model pembelajaran terbalik merupakan
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
mandiri, kreatif, dan lebih aktif. Model tersebut merupakan model yang
menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan bahan ajar
(summarizing), menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya (questioning),
menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperoleh (clarifying), kemudian
memprediksi pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa
(predicting).
Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran terbalik terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI
IPA SMA Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016.
LANDASAN TEORI
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7) belajar merupakan tindakan
dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami
oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar.
Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan
sekitar. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar
juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Rusman,
dalam Sudjana, 2010:1). Kemudian Slameto (2010:2) mengatakan belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukkan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
ineraksi dengan lingkungannya. Menurut pengertian secara psikologis, belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungan nya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2011:30). Kemudian Dimyati dan Mudjiono
(2006:250) mengatakan hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari
dua sisi yaitu siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan
pelajaran.
Menurut Soekamto (dalam Trianto, 2009:22) mengatakan maksud dari
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.Menurut Joyce (dalam Trianto, 2009:5) mengatakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Kemudian
menurut Rusman (2010:93) pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses
interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi seacara langsung seperti kegiatan
tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu menggunakan berbagai media
pembelajaran.
Suyatno (2009:64) mengatakan pembelajaran terbalik merupakan metode
pengajaran berdasarkan prinsip-prinsip pengajuan pertanyaan, yang mana
keterampilan-keterampilan metakognitif diajarkan melalui pengajaran langsung
dan pemodelan oleh guru untuk memperbaiki kinerja membaca siswa yang
pemahaman membacanya rendah. Kemudian menurut Trianto (2009:96) model
pembelajaran terbalik adalah suatu model pembelajaran yang membiasakan siswa
menggunakan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: a) Menyimpulkan bahan
ajar (summarizing), b) Menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya
(questioning), c) Menjelaskan kembali pengetahuan yang sudah didapat
(clarifying), d) Memprediksi (predicting).
Adapun langkah-langkah model pembelajaran terbalik, yaitu: (1) Guru
membagikan materi ajar yang akan digunakan dan membagikan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil yang heterogen terdiri dari 4-6 orang. (2) Dijelaskan
pada bagian awal guru bertindak sebagai guru(model). (3) Siswa diminta
membaca dan memahami teks/materi ajar yang telah diberikan oleh guru. (4)
Guru menyuruh siswa merangkum serta menyusun pertanyaan tentang pengajaran
guru. (5) Guru memilih salah satu siswa untuk berperan sebagai guru. (6) Siswa
yang lain memahami, mercermati penjelasan dari teman yang telah ditunjuk
sebagai guru dan melakukan perkiraan mengenai konsep apa yang di bahas
selanjutnya materi ajar tersebut.
Model pembelajaran terbalik sebagai salah satu alternatif yang dipakai
dalam penyampaian materi pembelajaran selama proses belajar mengajar juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Aziz (dalam Udayana, 2014) menyatakan
adapun kelebihan model pembelajaran terbalik yaitu (1) Mengembangkan
kreativitas siswa, (2) Memupuk kerjasama antara siswa, (3) Menumbuhkan bakat
siswa terutama dalam berbicara dan mengembangkan sikap, (3) Siswa lebih
memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri, (4) Memupuk keberanian
berpendapat dan berbicara di depan kelas, (5) Melatih siswa untuk menganalisa
masalah dan mengambil kesimpulan dalam waktu singkat, (6) Menumbuhkan
sikap menghargai guru karena siswa akan merasakan perasaan guru pada saat
mengadakan pembelajaran terutama pada saat siswa ramai atau kurang
memperhatikan, dan (7) dapat dipergunakan untuk materi pelajaran yang banyak
dan alokasi waktu yang terbatas. Sedangkan kelemahan model pembelajaran
terbalik yaitu (1) adanya kurang kesungguhan para siswa yang berperan sebagai
guru menyebabkan tujuan tak tercapai, (2) pendengar (siswa yang tidak berperan)
sering menertawakan tingkah laku siswa yang menjadi guru sehingga merusak
suasana dan (3) kurangnya perhatian siswa kepada pelajaran dan hanya
memperhatikan aktivitas siswa yang berperan sebagai guru.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
true eksperimental design. Metode eksperimen merupakan metode yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari perlakuan yang diberikan
pada subjek selidik (Arikunto, 2010:85). Dalam penelitian ini digunakan
rancangan penelitian dengan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Sebagai sampel dalam penelitian ini
adalah kelas XI IPA.3 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA.1 sebagai kelas
kontrol. Teknik pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
tes. Tes dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test)
dan sesudah (post-test) materi yang diajarkan. Tes awal diberikan sebelum proses
model pembelajaran terbalik, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa. Tes akhir dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung dengan
tujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah mengalami
pembelajaran dengan menggunakan 4 butir soal dalam bentuk essay, materi tes
adalah peluang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mencari rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas data, uji homogenitas, dan
pengujian hipotesis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA SMA Negeri 4 Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2015/2016, dimulai dari tanggal 18 Agustus sampai dengan 18
September 2015. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan lima 5 kali
pertemuan yaitu dengan rincian satu kali pemberian pre-test, tiga kali
pembelajaran dengan model pembelajaran terbalik dan satu kali pemberian post-
test.
Pelaksanaan pre-test ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal
tentang suatu materi atau topik dari masing-masing kelas, baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol sebelum dilakukan pembelajaran. Soal yang digunakan
berbentuk essay yang terdiri dari 4 soal. Berdasarkan hasil perhitungan
rekapitulasi hasil pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Perhitungan Data Pre-test
Nilai Kelas
Eksperimen Kontrol
Rata-rata 26,65 28,07
Simpangan Baku 12,48 10,37
Siswa Yang Tuntas 0 0
Siswa Yang Tidak Tuntas 26 26
Secara deskriptif dapat disimpulkan tabel diatas bahwa kemampuan awal
siswa pada pengetahuan awal sama-sama masih rendah dan tidak ada perbedaan
yang berarti antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari sebaran
nilainya.
Post-test dilakukan untuk melihat hasil belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran terbalik,
dengan demikian dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa. Post-test ini
dilakukan pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan kelima. Soal tes yang
digunakan berbentuk essay yang terdiri dari empat soal. Berdasarkan rekapitulasi
hasil tes akhir siswa dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Hasil Perhitungan Data Post-test
Nilai Kelas
Eksperimen Kontrol
Rata-rata 76,50 70,23
Simpangan Baku 10,15 11,59
Siswa Yang Tuntas 16 9
Siswa Yang Tidak Tuntas 10 17
Secara diskriptif dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir antara kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, karena kedua kelas diberi perlakuan
pembelajaran yang berbeda pada masing-masing kelas, dimana kelas eksperimen
menggunakan model pembelajaran terbalik sedangkan pada kelas kontrol
menggunakan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata post-test pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 62 %
dan rata-rata post-test pada kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 35 %.
Hal ini berarti peningkatan rata-rata nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Rata-rata nilai pre-test dan post-test dapat dilihat
pada grafik 1.
26,65
76,5
28,07
70,23
0
20
40
60
80
100
Pre-test Post-test
Eksperimen
Kontrol
Grafik 1
Rata-Rata Nilai Hasil Pre-test ke Post-test
Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas XI IPA.3 SMA Negeri 4
Lubuklinggau dengan menggunakan model pembelajaran terbalik dapat memberi
siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, merespon dan saling membantu dari
pada menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai Menurut Trianto
(2009:96) model pembelajaran terbalik adalah suatu model pembelajaran yang
membiasakan siswa menggunakan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: a)
Menyimpulkan bahan ajar (summarizing), b) Menyusun pertanyaan dan
menyelesaikannya (questioning), c) Menjelaskan kembali pengetahuan yang
sudah didapat (clarifying), d) Memprediksi (predicting). sedangkan pembelajaran
konvensional adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuannya secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya
mengikuti secara pasif.
Dalam penerapannya model pembelajaran terbalik ini siswa dituntut
untuk lebih aktif dan kreatif dalam menerapkan materi yang dibahas atau masalah
yang diberikan guru, siswa dituntut untuk berpikir dan bertukar pikiran dengan
temannya sehingga akan terbentuk suatu pola kerja sama yang aktif. Selain
melatih kerja sama yang baik, model pembelajaran terbalik juga melatih
keberanian siswa untuk tampil di muka umum atau dalam hal ini untuk tampil di
depan kelas untuk menjelaskan hasil rangkuman yang disusun untuk dijelaskan
kembali kepada teman yang lain.
Pada pertemuan pertama, Sebelum memulai pembelajaran peneliti
terlebih dahulu menginformasikan langkah-langkah pelaksanaan model
pembelajaran terbalik. Pada saat pembagian kelompok, siswa diacak terlebih
dahulu oleh guru, sehingga tidak ada kelompok pun yang mendapatkan pasangan
yang semula (awal), maka pembagian kelompoknya berdasarkan kemampuan
kognitif siswa yaitu siswa yang berkemampuan tinggi digabungkan dengan siswa
yang berkemampuan rendah supaya masing-masing kelompok dicampur diantara
siswa-siswa yang kemapuannya tinggi, sedang serta rendah. Hal ini dilakukan
agar belajar siswa lebih aktif dan dapat tercapai secara maksimal. Selanjutnya
guru juga memberikan penjelasan bahwa dua kali untuk pertemuan berikutnya
tetap pada kelompok yang sudah ditentukan dilanjutkan dengan pembagian bahan
ajar yang telah disiapkan oleh peneliti.
Kemudian pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan materi
peluang dengan indikator yang harus dicapai adalah menyusun aturan perkalian
dan menggunakan aturan perkalian untuk menyelesaikan soal. Tahap selanjutnya
peneliti menyuruh siswa membaca serta memahami bahan ajar yang diberikan
kemudian merangkum dan menyusun pertanyaan terhadap materi yang dipelajari,
setelah selesai peneliti mengacak salah satu siswa dari masing-masing kelompok
dan dipilih untuk maju menjelaskan materi yang telah dibahas dengan teman
sekelompoknya dan menjelaskan pada teman yang lain.
Pada tahap-tahap ini semua siswa belum sepenuhnya menjalankan
dengan baik, dimana pada tahap memilih salah satu siswa untuk maju timbul
keributan dan untuk tahap siswa yang pilih juga masih banyak yang malu-malu
untuk maju kedepan. Hal ini dikarenakan siswa tersebut belum terbiasa dengan
model pembelajaran terbalik dan juga siswa tersebut belum bisa bekerja sama
dengan baik serta siswa masih terlalu banyak bermain-main dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya siswa melakukan diskusi pada teman-temannya untuk
melakukan prediksi terhadap materi yang dibahas selanjutnya terhadap materi
yang telah dipelajari. Kemudian peneliti mengambil rangkuman yang telah dibuat
oleh siswa masing-masing kelompok dan menilai hasil rangkuman tersebut.
Kelasifikasi hasil penilaian, kualitas rangkuman untuk seluruh kelompok masih
kurang baik. Dimana dalam pertemuan pertama ini hanya satu perwakilan siswa
yang maju berperan sebagai guru.
Pada pertemuan kedua dengan materi peluang dan dengan indikator
mendefenisikan permutasi dan menggunakan permutasi dalam pemecahan soal,
pada pertemuan ini sesuai dengan langkah-langkah pada pertemuan pertama
dimana siswa semakin aktif dan semangat dalam pembelajaran karena masing-
masing harus siap untuk maju menjelaskan maka dari itu siswa akan selalu cermat
terhadap bahan ajar yang dipelajari dan melakukan tahap-tahap dengan baik
daripada pertemuan pertama. Kemudian peneliti mengambil rangkuman yang
telah dibuat oleh siswa masing-masing kelompok dan menilai hasil rangkuman
tersebut. Kelasifikasi hasil penilaian, kualitas rangkuman untuk seluruh kelompok
mulai peningkatan daripada pertemuan pertama dan dalam pertemuan kedua ini
terdapat dua siswa yang mewakili kelompok masing-masing yang maju untuk
berperan sebagai guru, maka dalam pertemuan kedua ini diklasifikasikan hanya
40% yang baik.
Pada pertemuan ketiga dengan materi peluang dan dengan indikator
mendefenisikan kombinasi dan menggunakan kombinasi dalam pemecahan soal,
pada pertemuan ini sesuai langkah apada pertemuan sebelumnya dimana siswa
selalu aktif dan kerjasamanya oleh masing-masing kelompok. Kemudian proses
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa mengalami peningkatan daripada
pertemuan pertama dan kedua karena sudah banyak siswa yang dapat
melaksanakan tahapan tersebut dengan baik dan melaksanakannya sesuai dengan
langkah-langkah dengan baik. Kemudian peneliti mengambil rangkuman yang
telah dibuat oleh siswa masing-masing kelompok dan menilai hasil rangkuman
tersebut. Kelasifikasi hasil penilaian, kualitas rangkuman untuk seluruh kelompok
mulai peningkatan lebih baik dan dalam pertemuan ketiga ini terdapat empat
siswa yang mewakili kelompok masing-masing yang maju untuk berperan sebagai
guru karna siswa terampil dan aktif untuk maju kedepan apa yang telah dipelari
dari bahan ajar tersebut, maka dalam pertemuan ketiga ini diklasifikasikan hanya
80% yang baik.
Selama penelitian dikelas XI IPA.3 SMA Negeri 4 Lubuklinggau
terdapat hambatan atau kesulitan yang ditemukan antara lain dari segi siswa yaitu
siswa-siswa yang pasif, pada tahap merangkum/meringkas adanya siswa yang
belum aktif, siswa yang seharusnya membahas masalah yang telah mereka
kerjakan tetapi siswa memanfaatkan waktunya untuk berbicara diluar materi
pelajaran dan kurang aktif dalam mencari penyelesaian masalah atau prediksi
yang dilakukan selanjutnya. Mengatasi hambatan ini, guru akan berkeliling kelas
dan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus dilalui oleh siswa. Hal ini
dilakukan agar tahap-tahap dalam proses pembelajaran ini dapat berjalan tertib
dan dapat berhasil. Selain itu juga walaupun ada hambatan, hal ini tidak
menyurutkan konsentrasi siswa dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil
belajarnya, ada 16 siswa yang tuntas (62%) dan ada 10 siswa (38%) yang belum
mencapai kriteria ketuntasan minimal. Namun, hasil tersebut sudah mengalami
peningkatan.
Hasil pengujian tersebut sesuai dengan pendapat Suyatno (2009:51)
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi
konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Dan juga sesuai dengan penelitian
Ariyasa (2014) yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang diberikan model
pembelajaran terbalik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
Berdasarkan analisis secara statistik terbukti bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran terbalik dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian hipotesis penelitian yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 4 Lubuklinggau dengan model pembelajaran terbalik lebih baik dari pada
siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Sehingga model
pembelajaran terbalik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pemberian model pembelajaran terbalik
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4
Lubuklinggau. Hal ini terlihat dari hasil post-test diperoleh 06,2hitungt dengan
677,1tabelt , karena nilai tabelhitung tt maka 0H ditolak. Rata-rata hasil belajar
matematika siswa kelas eksperimen sebesar 76,50 dan kelas kontrol sebesar
70,23. Dengan demikian, setelah dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran terbalik siswa akan lebih aktif, saling kerja
sama, selalu terampil, dan berani untuk tampil kedepan dan mudah mengingatkan
kembali pelajaran yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ariyasa, I Gd. dkk,. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching
terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD N 1 Tulamben Tahun
Pelajaran 2013/2014. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan PGSD, Vol. (2) No. 1.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti
Depdikbud.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana
Pustaka.
Trianto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.
Udayana, Ida Bagus Krisna. dkk. 2014. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooferatif Reciprocal Teaching Berbasis Audio Visual terhadap Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus Letkol Wisnu Kecamatan Denpasar
Utara. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. (2)
No. 1.