pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah …
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN
MASALAH (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI (HOTS) PADA KONSEP SISTEM
PEREDARAN DARAH
(Kuasi Eksperimen di SMAN 10 Tangerang Selatan)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
SANTI BERLINA 1113016100025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Santi Berlina. NIM 1113016100025, “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) pada Konsep Sistem Peredaran Darah”. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada konsep sistem peredaran darah. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2020. Metode dan desain penelitian yaitu metode quasi eksperimen dengan desain nonequivalen control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan sampel sebanyak 72 peserta didik, kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen berupa soal uraian dan lembar observasi kegiatan pembelajaran modelah (PBL). Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Mann Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada konsep sistem peredaran darah di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan. Kata kunci: Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL), Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS), Sistem Peredaran Darah.
v
ABSTRACT
Santi Berlina, NIM 1113016100025, “Effect of Problem Based Learning (PBL) Model to Higher Order Thinking Skills (HOTS) on The Concept of Blood Circulation System”. Biology Education Study Program, Faculty of Tarbiya and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The aim of this research is to determine the effect of Problem Based Learning (PBL) Model to Higher Order Thinking Skills (HOTS) on The Concept of Blood Circulation System. The research carried out at SMAN 10 Tangerang Selatan academic year 2019/2020. The research method and design is a quasi-experimental method with a nonequivalent control group design. The sampling used purposive sampling technique with sample of 72 students, XI IPA 1 as experimental class and XI IPA 3 as control class. The instruments are essay test, activities learning observation sheet to Problem Based Learning (PBL) model. Based on hypothesis testing using Mann Whitney test it can be concluded that
significant effect of Problem Based Learning (PBL) Model to Higher Order Thinking Skills (HOTS) on The Concept of Blood Circulation System at SMAN 10 Tangerang Selatan
Keywords: Problem Based Learning (PBL), Higher Order Thinking Skills (HOTS), Blood Circulation System
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah subhanahuwata’ala, yang telah
menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga mempermudah langkah
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi (HOTS) pada Konsep Sistem Peredaran Darah”. Salawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم beserta
keluarga, para sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih.
Dengan ikhlas dan tulus penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universtas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Dina Rahma
Fadlilah, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dengan penuh kesabaran serta keihklasan dalam
membimbing dan memberikan arahan penulis dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan IPA, terkhusus Program Studi
Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama
perkuliahan. Semoga ilmu yang bapak dan ibu dosen berikan mendapat
keberkahan dari Allah subhanahuwata’ala.
6. Ayahanda dan Ibunda, terima kasih berbalut syukur kepada atas sejuta
cinta dan luasnya kasih yang diberikan. Terima kasih bapak, mamak sudah
menemani dan memberikan yang terbaik selama ini. Cinta kasih mu tak
terhingga sepanjang masa, bagai sang surya menyinari dunia.
vii
7. Aulia Dzakiyu Rahmah, teman seperjuangan mengukir cerita perkuliahan
di tanah rantau, bersama menguatkan tekad hingga akhirnya diterima di
kampus ini. Ibu Wiliani, guru kami, penasehat dan pembimbing kami
dalam memilih tempat kuliah terbaik.
8. Yani Sutriyani (wanita solihah yang baik hati serta bijaksana) yang selalu
memberikan masukan-masukan positif dan selalu menjadi pendukung
terbaik, Ka Iik Malik Matin (panutan perduniaan teknologi dan akademisi)
kakak terbaik sepanjang masa, Bang Lukman (pemilik Fc Batavia depan
YMJ) terkeren, terkreatif, terbaik, multi skill yang tidak ada
bandingannya. Terimakasih telah memberikan nasehat, bimbingan, saran,
serta banyaknya bantuan yang sangat membantu penulis hingga akhirnya
dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di kampus tercinta.
9. Nabila Al Adawiyah, Riski Amalia, Nurillah Dwi Novarienti, Yolanda
Mustika, Epi Wahyuningsih, Nuraida Achsani, Suadah Dzikriyah, Rima
Amalia yang sudah membantu penulis dalam menyusun, mengambil,
mengolah dan mengumpulkan data serta mendokumentasikan pelaksanaan
penelitian.
10. Martha Alfiani, Endah Safitri, Nurul Hikmahwati penghuni kamar 1A
dikosan, serta temen-temen kosan lainnya Tiara Indriani, Fitria Ulfa dan
Nurillah Dwi Novarienti, Nurul Hayati. Terima kasih atas kebersamaan
dan banyaknya bantuan serta kehangatan yang diberikan selama dikosan
yang telah menjadi tempat ternyaman kedua setelah rumah masing-
masing.
11. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Biologi 2013, yang telah berjuang
berproses bersama penulis selama mengikuti perkuliahan, selalu berbaik
hati dan memotivasi satu sama lain.
12. Resti Muliani, Amy Rahmadania, Shahwin Bugi Pangestu, Mas Husen,
Bang Dayat, Bang Zen, Ka Kurnia, Ka Age yang telah mengajarkan
banyak hal selama menjadi anggota dan pengurus organisasi di HIQMA.
Serta teman-teman hq lainnya yang keren, pantang menyerah, loyalitas,
bergelimangan ide-ide luar biasa dan kreatif. Terima kasih telah
viii
memberikan warna-warni kehidupan penulis dikampus. Banyak
pengalaman, pembelajaran dan kesempatan berharga yang penulis
dapatkan.
13. Bu Endah (ibu terbaik selama diperantauan), ibu-ibu pengurus TPA serta
adik-adik TPA Ikhlas Berkah Legoso, terima kasih atas pembelajaran yang
berharga serta kehangatan kekeluargaan yang diberikan tak akan
terlupakan.
14. Untuk kalian yang berwajah teduh dan pemberi inspirasi kebaikan:
Rohana, Aulia Rahmiwanti, Ida Parida, Putri Sartika Arifin, Utami
Prismamudti, kakak-kakak terbaik Lilih Qudrotin dan Miftahul Jannah.
Untuk kalian para perindu keadilan, sahabat-sahabat tangguh di KAMMI:
Khaidir Ali, Hanif Maulida Zuhri, Arsandi, Aan Sujana, Taufan Bayu, dan
Khoirurrahman. Terima kasih telah membersamai selama masa
perkuliahan sehingga menjadi pengalaman yang indah untuk dikenang.
15. Teman-teman organisasi yang telah memberikan pengalaman dan
pembelajaran. HIQMA (Himpunan Qari dan Qariah Mahasiswa), KAMMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), HMPS (Himpunan
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi), dan FPMPKRJ (Forum
Pemuda dan Mahasiswa Provinsi Kepulauan Riau Jabodetabek). Terima
kasih dan senang dapat bertemu, pengalaman ini akan menjadi kenangan
yang indah bagi penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan
laporan penelitian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan, partisipasi, dukungan, dan motivasi yang
diberikan mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah
subhanahuwata’ala.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak khususnya bagi ranah ilmu pengetahuan pendidikan.
Ciputat, Februari 2020
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ......................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 6
D. Perumusan Masalah ......................................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis ............................................................................................. 8
1. Belajar dan Pembelajaran ........................................................................... 8
2. Pengertian Model Pembelajaran ................................................................ 9
3. Model Pembelajaran Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL) ........... 10
a. Pengertian ........................................................................................... 10
b. Karakteristik ....................................................................................... 12
c. Tahap-tahapan .................................................................................... 13
d. Kelebihan dan Kekurangan ................................................................ 15
4. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) ....................................... 16
a. Pengertian Keterampilan Berpikir ...................................................... 16
b. Pengertian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) ............... 17
c. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Sebagai Problem Solving ..... 20
x
d. Indikator Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) ........................................ 21
5. Tinjauan Konsep Sistem Peredaran Darah .............................................. 22
B. Hasil Penelitian Relevan ................................................................................ 24
C. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 25
D. Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 29
B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................................ 29
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 30
D. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 30
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 31
1. Tes ............................................................................................................ 32
2. Non-tes ..................................................................................................... 34
F. Kalibrasi Instrumen ........................................................................................ 33
1. Uji Validitas ............................................................................................. 33
2. Uji Reliabilitas ......................................................................................... 34
3. Daya Pembeda .......................................................................................... 34
4. Taraf Kesukaran ....................................................................................... 35
G. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 35
1. Uji Prasyarat Analisis ............................................................................... 36
a. Uji Normalitas .................................................................................... 36
b. Uji Homogenitas ................................................................................. 36
c. Uji Hipotesis ....................................................................................... 37
H. Perhitungan N-Gain ....................................................................................... 38
I. Teknik Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) ................. 38
J. Hipotesis Statistik .......................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data (Temuan) ............................................................................... 40
1. Hasil Pretest ............................................................................................. 40
2. Hasil Posttest ............................................................................................ 41
3. Hasil Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) ............................. 42
xi
4. Data Perhitungan N-Gain ......................................................................... 42
B. Hasil Analisis Data ......................................................................................... 43
1. Uji Normalitas .......................................................................................... 43
2. Uji Homogenitas ...................................................................................... 44
3. Uji Hipotesis Penelitian ........................................................................... 45
C. Pembahasan .................................................................................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 51
B. Saran ............................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 52
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Sintaks Model Pembelajaran Baerdasarkan Masalah................... 14
2.2 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Konsep Sistem
Peredaran Darah .......................................................................... 23
3.1 Desain Penelitian.......................................................................... 30
3.2 Kisi-kisi Instrumen....................................................................... 32
3.3 Klasifikasi Validitas..................................................................... 33
3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes................................................ 33
3.5 Klasifikasi Reliabilitas.................................................................. 34
3.6 Klasifikasi Daya Pembeda............................................................ 35
3.7 Klasifikasi Taraf Kesukaran......................................................... 35
3.8 Kriteria Pehitungan N-Gain.......................................................... 38
3.9 Kriteria Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi............................ 39
4.1 Data Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen............ 40
4.2 Data Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen........... 41
4.3 Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen Tiap
Indikator Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi......................... 42
4.4 Hasil Perhitungan N-Gain Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...................... 43
4.5 Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan
Kelas Eksperimen......................................................................... 44
4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan
Kelas Eksperimen......................................................................... 45
4.7 Hasil Uji Mann Whitney Data Pretest dan Posttest Kelas
Kontrol dan Kelas Eksperimen..................................................... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir......................................................................... 27
3.1 Bagan Prosedur Penelitian............................................................. 31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen…… 57
2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol……….. 78
3 Lembar Kerja Peserta Didik Kelas Eksperimen…………… 98
4 Lembar Kerja Peserta Didik Kelas Kontrol………………... 142
5 Kisi-kisi Instrumen………………………………………… 146
6 Instrumen Penelitian……………………………………….. 156
7 Lembar Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen……... 159
8 Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen………………………………………………… 161
9 Lembar Observasi Aktivitas Guru Kelas Kontrol…..……... 163
10 Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik Kelas Kontrol… 165
11 Hasil Kalibrasi Instrumen………………………………….. 167
12 Data Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen………………………………………………… 172
13 Data Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Kontrol…...………………………………………………… 174
14 Data Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen………………………………………………… 176
15 Data Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Kontrol…...………………………………………………… 178
16 Hasil Pretest Perhitungan Ketercapaian Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen… 180
17 Hasil Pretest Perhitungan Ketercapaian Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Kontrol…….. 182
18 Hasil Posttest Perhitungan Ketercapaian Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen… 184
19 Hasil Posttest Perhitungan Ketercapaian Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Kontrol…….. 186
20 Hasil Perhitungan N-Gain Kelas Kontrol…...……………... 188
xv
21 Hasil Perhitungan N-Gain Kelas Eksperimen……………... 189
22 Hasil Perhitungan N-Gain Perindikator Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……………………………………………………... 190
23 Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…………………………... 191
24 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…………………………… 193
25 Hasil Uji Hipotesis Pretest dan Posttest…………………… 194
26 Dokumentasi……………………………………………… 195
27 Surat Bimbingan Skripsi…………………………………… 196
28 Surat Permohonan Izin Penelitian…………………………. 197
29 Surat Keterangan Penelitian……………………………….. 198
30 Uji Referensi……………………………………………….. 199
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Gagne (1984), belajar didefinisikan sebagai proses yang dapat
merubah perilaku suatu organisasi sebagai akibat dari pengalaman.1 Belajar
sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan yaitu suatu perubahan tingkah
laku pada diri seseorang setelah menyelesaikan proses belajarnya sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global
sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia
berkualitas yang memiliki pemikiran kreatif dalam menjawab segala
tantangan dan permasalahan yang ada. Salah satu sistem yang dapat
menjawab permasalahan yang ada adalah pendidikan. Seiring dengan
perubahan dan perkembangan zaman, proses pelaksanaan pendidikan dituntut
untuk mampu mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik yang
diperlukan dalam era yang terus berkembang saat ini.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, sehingga memiliki kekuatan spritual, kecerdasan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.2 Pendidikan berintikan interaksi antara
pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik
menguasai tujuan-tujuan pendidikan.3
1 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),h.2 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003. pdf)
3 Nana Saodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), h.1
2
Pada era globalisasi sekarang ini, Kurikulum 2013 dirancang dengan
berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan antara lain dilakukan pada standar
isi yaitu mengurangi materi yang tidak relevan serta pendalaman dan
perluasan materi yang relevan bagi peserta didik serta diperkaya dengan
kebutuhan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan
standar internasional. Penyempurnaan lainnya juga dilakukan pada standar
penilaian, dengan mengadaptasi secara bertahap model-model penilaian
standar internasional. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu
peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher
Order Thinking Skills/HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat
mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan mendalam tentang
materi pelajaran. Higher order thinking skills (HOTS) atau keterampilan
berpikir tingkat tinggi merupakan bagian dari taksonomi Bloom hasil revisi
yang berupa kata kerja operasional yang terdiri dari analyze (C4), evaluate
(C5) dan create (C6) yang dapat digunakan dalam penyusunan soal. Guru
harus memiliki pengetahuan dan keahlian untuk menunjang pekerjaannya,
sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta
didik.4
Pemerintah menerapkan kurikulum 2013 untuk menghadapi tuntutan
pendidikan di era globalisasi. Tema pengembangan kurikulum 2013 yaitu
kurikulum yang dapat menghasilkan insan indonesia yang produktif, kreatif,
inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasi. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses
ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian
emas perkembangan dan pengembangan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang
memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran
4 Moh. Zaini Fanani, “Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Dalam Kurikulum 2013”, Edudeena, Vol.II, No.1, 2018, h.59
3
induktif yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan.5
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) telah diikuti oleh sekitar 1.812.565
peserta didik SMA dan MA di seluruh Indonesia yang berlangsung pada
April 2018. Pelaksanaan UN tahun 2018 menimbulkan permasalahan yang
sempat viral di media sosial. Keluhan yang banyak terjadi adalah mengenai
sulitnya soal-soal yang diberikan, terutama soal Matematika. Mendikbud
Muhadjir Effendy dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa bobot pada
soal-soal UNBK, terutama mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, memang berbeda dengan penilaian biasanya. Kementerian Pendidikan
sudah mulai menerapkan standar internasional, baik itu untuk soal-soal
Matematika, literasi maupun untuk Ilmu Pengetahuan Alam yaitu yang
memerlukan daya nalar tinggi, atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).6
Pemerintah mengharapkan para peserta didik mencapai berbagai
kompetensi dengan penerapan HOTS atau Keterampilan Bepikir Tingkat
Tinggi. Kompetensi tersebut yaitu berpikir kritis (criticial thinking), kreatif
dan inovasi (creative and innovative), kemampuan berkomunikasi
(communication skill), kemampuan bekerja sama (collaboration) dan
kepercayaan diri (confidence). Lima hal yang disampaikan pemerintah yang
menjadi target karakter peserta didik itu melekat pada sistem evaluasi kita
dalam ujian nasional dan merupakan kecakapan abad 21.7
Selain paparan diatas, peneliti telah dilakukan observasi dengan guru
biologi kelas XI di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan. Menurut Pak Budi,
terdapat kesulitan siswa dalam menganalisis masalah kehidupan nyata yang
sangat berkaitan dengan biologi. Masih kurangnya pemahaman siswa antara
5 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, (2018), h. 17
6 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h.1
7 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h.2
4
materi pembelajaran dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
memahami materi sekedar teori baku, sedangkan ketika ditanyakan makna
materi dalam kehidupan sehari hari, siswa tidak dapat menjawabnya.
Sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang mampu mengasah dan
melatih tingkat berpikir siswa antara materi pembelajaran dengan konsep
kehidupan nyata.
Salah satu metode yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan
pembelajaran learner centerd dan yang memberdayakan pemelajar adalah
metode Problem based learning (PBL). PBL memiliki ciri-ciri seperti;
pembelajaran dimulai dengan pemberian „masalah‟, biasanya „masalah‟
memiliki konteks dengan dunia nyata, pemelajar secara berkelompok aktif
merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,
mempelajari dan mencari sendiri materi terkait dengan „masalah‟ dan
melaporkan solusi dari „masalah‟. Sementara pendidik lebih banyak
memfasilitasi. Ketimbang memberikan kuliah, ia merancang sebuah skenario
masalah, memberikan clue-indikasi-indikasi tentang sumber bacaan tambahan
dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat pemelajar menjalankan
proses. 8
Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang
diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan
rasa keingintahuan. Salah satu dari tiga model tersebut adalah Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL). Model PBL merupakan
model pembelajaran yang inovatif yang melatih siswa untuk mampu
menghubungkan pengetahuan yang mereka pelajari dan bagaimana
pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan atau diaplikasikan pada situasi baru
sehingga pengetahuan yang didapat bermakna bagi kehidupan.9
8 M.Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 12 9 Ibid., h. 29
5
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif
untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun
kompleks.10 Pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif melakukan
penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai
fasilitator atau pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk
kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thingking) dan
meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis.11
Oleh karena itu, model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL)
merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu mengatasi masalah
tersebut. Langkah-langkah dalam model pembelajaran berdasarkan masalah
(PBL) melatih proses berikir siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga
akhirnya siswa mampu berpikir hingga sampai kepada keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS). Selain itu, materi sistem peredaran darah dipilih
karena pada pembelajarannya banyak kasus yang dapat dijadikan masalah-
masalah, dengan masalah tersebut membantu peserta didik mengolah dan
melatih keterampilan berpikirnya sehingga peserta didik dapat menemukan
pemecahan masalah tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti
bermaksud meneliti pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan
masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada
konsep sistem peredaran darah di sekolah SMAN 10 Tangerang Selatan.
10 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.68 11 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h.127
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, ada
beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan yaitu sebagai berikut:
1. Rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa di SMAN 10
Tangerang Selatan masih rendah
2. Pembelajaran kurikulum 2013 telah mengarah kepada pencapaian siswa
pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
3. Dibutuhkan model pembelajaran yang mampu mengasah dan melatih
tingkat berpikir siswa antara materi pembelajaran dengan konsep
kehidupan nyata.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dikaji secara ilmiah tentang pengaruh penerapan
model pembelajaran. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan
menghindari penafsiran yang menyimpang, maka penelitian ini perlu
dibatasi,. beberapa hal yang akan dibatasi adalah sebagai berikut :
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI semester ganjil tahun pelajaran
2019/2020 di SMAN 10 Tangerang Selatan
2. Instrumen untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yaitu soal
uraian
3. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) mengukur level kognitif
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6).
4. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran
berdasarkan masalah (PBL)
5. Konsep biologi dalam penelitian ini adalah sistem peredaran darah
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh model
pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) siswa pada konsep sistem peredaran darah?”
7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaruh model
pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) siswa pada konsep sistem peredaran darah.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman secara
langsung sehingga membiasakan siswa berpikir dalam menyelesaikan
masalah.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa di sekolah.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan menjadi gambaran tentang proses
pembelajaran berdasarkan masalah yang diterapkan di sekolah dan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
8
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan, dan sikap.1 Belajar dan Pembelajaran yang disusun oleh
Suyono dan Hariyanto, banyak menungkapkan definisi belajar menurut para
ahli pendidikan, diantaranya menurut Crow and Crow, belajar merupakan
diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan
menurut Gagne belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku
yang meliputi perubahan kecenderugan manusia, seperti sikap, minat atau
nilai dan perubahan kemampuan, yaitu peningkatan kemampuan untuk
melakukan berbagai jenis kinerja.2 Dari pendapat para ahli tersebut, Suyono
dan Hariyanto menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas atau
suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,
memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.3
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata pembelajaran berasal
dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Kimble
dan Garmezy, pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif
tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran
memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan.
Subjek belajar yang dimaksud adalah peserta didik atau juga disebut
1 Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994), Cet.2, h.1 2 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.12 3 Ibid., h.9
9
pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Peserta didik sebagai subjek
belajar dituntut untuk mencari,menemukan, menganalisis, merumuskan,
mmecahkan masalah, dan menyimpulkan suatu masalah.4
Pembelajaran dapat didefinisikan dengan berbagai cara, seperti yang
diungkapkan oleh Ward dalam bukunya Pengajaran Sains berdasarkan Cara
Kerja Otak bahwa pembelajaran merupakan proses yang menghasilkan
perubahan kapasitas mental, keterampilan motorik, kesejahteraan emosi,
motivasi, keterampilan sosial, sikap, dan struktur kognisi yang berkelanjutan.5
Pembelajaran dapat dipengaruhi oleh kepercayaan diri pembelajar (merasa
diri pandai atau tidak), dan juga dipengaruhi oleh efektifitas guru dalam
membuat keterhubungan.6
2. Pengertian Model Pembelajaran
Prawiradilaga dalam bukunya Prinsip Desain Pembelajaran
menungkapkan istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis,
prosedur kerja yang teratur dan sistematis, serta mengandung pemikiran
bersifat uraian atau penjelasan berikut saran yang menunjukkan bahwa suatu
model desain pembelajaran menyajikan bagaimana suatu pembelajaran
dibangun atas dasar teori-teori seperti belajar, pembelajaran, psikologi,
komunikasi, sistem, dan sebagainya. Dan penulis menambahkan bahwa tentu
saja semua ini mengacu pada penyelenggaran proses belajar dengan baik.7
Setara dengan istilah metode pembelajaran, yaitu istilah model mengajar atau
model pembelajaran dalam beberapa buku sumber memaknainya sama, tetapi
ada juga yang membedakannya. Seperti yang dituliskan oleh Zulfiani dkk
dalam buku Strategi Pembelajaran Sains, Perbedaan istilah pendekatan,
metode, dan model memiliki pengertian masing-masing yaitu; pendekatan
menekankan pada strategi dalam perencanaan; sedangkan metode merupakan
4 Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakrta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.18
5 Hellen Ward, Pengajaran Sains berdasarkan Cara Kerja Otak, (Jakarta: PT Indeks, 2010), Edisi Bahasa Indonesia, h.17
6 Ibid, h.19 7 Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2007), h.33
10
teknik, bagaimana cara materi akan diajarkan kepada peserta didik;
sedangkan model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk
merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, lingkungan
belajar dan kurikulum.8
Rusman dalam buku Model-Model Pembelajaran mengungkapkan bahwa
penelitian tentang model pembelajaran telah dilakukan oleh beberapa ahli di
Amerika Serikat yaitu March Belth. Penelitian tentang kegiatan pembelajaran
berusaha menemukan model pembelajaran. Model-model yang ditemukan
dapat diubah, diuji kembali dan dikembangkan, selanjutnya dapat diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan pola pembelajaran yang digunakan.
Abdul juga mengutip kalimat Joyce & Weil dalam bukunya yang
mengungkapkan bahwa model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun
model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori
psikologi, sosiologi, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.9
3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL)
a. Pengertian
Problem-Based Learning pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu
upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-
pertanyaan sesuai situasi yang ada.10
Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey,
yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran
8 Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
2009), h.117 9 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Rosda, 1997), h.132 10 Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.242
11
berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada peserta didik situasi
otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam sudjana
2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus
dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada peserta didik berupa
bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman peserta
didik yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan
materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan
belajarnya.11
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untukmengembangkan keterampilan
pemechana masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004;
Serfino & Ciccheli, 2005).12 Pembelajaran berbasis masalah (PBL)
didasarkan atas teori psikologi kognitif, terutama berlandaskan teori Piaget
dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, peserta didik
belajar mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat membuat peserta
didik belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata (real
world problem) secara terstruktur pengetahuan peserta didik. Problem Based
Learning merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan
cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan petanyaan-pertanyaan,
memfasilitasi penyelidikan dan membuka dioalog.13
Pembelajaran berbasis masalah ini dapat pula dikategorikan sebagai
strategi dalam belajar. Strategi belajar berbasis masalah merupakan strategi
11 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 67-68 12 Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan
Konten dan Keterampilan Berpikir, (Jakarta: Indeks, 2012), h.307 13 Ridwan Abdullah sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h.127
12
pembelajaran dengan menghadapkan peserta didik pada permasalahan-
permasalan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau peserta didik belajar
melalui permasalahan-permasalahan.14 Strategi pembelajaran dengan PBL
menawarkan kebebasan peserta didik dalam proses pembelajaran. Panen
(2001: 85) mengatakan dalam strategi pembelajaran dengan PBL, peserta
didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang
mengharuskannya untuk mengdentifikasi permasalahan, mengumpulkan data,
menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah.15
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning dirancang untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam
memecahkan masalah. Dalam pelaksanaannya masalah merupakan komponen
penting. Permasalahan terkait dengan dunia nyata, tidak mempunyai struktur
yang jelas dan menantang sehingga peserta didik terdorong untuk membuat
hipotesis penyelesaian masalah, masalah dipecahkan secara kolaboratif,
adanya sumber informasi dan adanya bimbingan dalam proses pemecahan
masalah.
Pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) tidak mengharapkan peserta
didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghapal materi
pelajaran, akan tetapi peserta didik juga aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, dan akhirnya dapat membuat kesimpulan.
Aktivitas model PBL diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
b. Karakteristik
Menurut Tan yang dikutip oleh Taufik Amir menjelaskan bahwa Problem
Based Learning memiliki karakteristik seperti masalah digunakan sebagai
awal pembelajaran, Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah
dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured), masalah
14 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara,
2012), h.91 15 Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2012), h.74
13
biasanya menuntutperspektif majemuk (multiple perspective), masalah
membuat peserta didik tertantanguntuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru, Sangat mengutamakan belajar mandiri,
memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, pencarian evaluasi serta
penggunaan pengetahuan menjadi kunci penting, pembelajaran kolaboratif,
komunikatif dan kooperatif, serta peserta didik bekerjadalam kelompok,
berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching) dan melakukan presentasi.16
Menurut Sanjaya, dalam strategi pembelajaran dengan PBL paling tidak
terdapat lima kriteria dalam memilih materi pelajaran: (1) materi pelajaran
harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang
dapat bersumber dari berita, rekaman video, dan lainnya; (2) materi yang
dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan peserta didik, sehingga
setiap peserta didik dapat mengikutinya dengan baik; (3) materi yang dipilih
merupakan bahan yang berhubungan dengan keperluan orang banyak
(universal) sehingga dirasakan manfaatnya; (4) materi yang dipilih
merupakan bahan yang mendukung kompetensi yang harus dimiliki oleh
peserta didik dengan kurikulum yang berlaku; dan (5) materi yang dipilih
sesuai dengan minat peserta didik, sehingga setiap merasa perlu untuk
mempelajarinya.17
c. Tahap-tahapan
Terdapat banyak teori yang menjelaskan mengenai langkah-langkah
pembelajaran berdasarkan masalah (PBL). Berikut beberapa teori mengenai
langkah-langkah menurut para ahli.
Menurut Forgaty (1997:3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak
terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini peserta didik
menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk
menentukan isu nyata yang ada. Langkah-langkah yang ada akan dilalui
peserta didik dalam sebuah proses PBM adalah: (1) menemukan masalah; (2)
16 Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Jakarta: Kencana, 2009), h.22
17 Rusmono, op. cit., h.78
14
mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan data; (4) pembuatan hipotesis;
(5) penelitian; (6) rephrasing masalah; (7) menyuguhkan alternatif; dan (8)
mengusulkan solusi.18
Menurut David Johnson dan Jhonson (1994) mengemukakan 5 langkah
strategi PBL melalui kegiatan kelompok, yaitu mendefinisikan masalah,
mendiagnosis masalah, merumuskan alternatif strategi, menentukan dan
menetapkan strategi pilihan, melakuakan evaluasi.
Menurut John Dewey, (dalam Gulo, 2002) penyelesaian masalah
dilakukan melalui 6 tahap, yaitu merumuskan masalah, menelaah masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan mengelompokkan data
sebagai bahan pembuktian hipotesis, pembuktian hipotesis, menentukan
pilihan penyelesaian.19
Menurut Ibrahim yang dikutip oleh Trianto tahap Problem Based Learning
dapat dijelaskan pada Tabel 2.1. Tahapan ini lebih jelas strukturnya sehingga
lebih mudah diterapkan oleh peneliti atau guru. Tahapan ini merupakan
tahapan hasil adaptasi untuk pembelajaran di Indonesia.
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL)
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
Orientasi peserta didik pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi peserta
didik terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah.
Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Membantu peserta didik
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
18 Rusman, op. cit., h.243 19 Nunuk Suryani, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Ombak, 2012), h.114-115
15
Membimbing pengalaman individual/kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.20
d. Kelebihan dan Kekurangan
Pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) tentunya memiliki banyak
kelebihan. Terdapat enam kelebihan yang terdapat dari model PBL yaitu
meningkatkan pemahaman peserta didik atas materi ajar, meningkatkan fokus
pada pengetahuan yang relevan, mendorong peserta didik untuk berpikir,
membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, dan
membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Kelebihan model
PBL dapat dipaparkan secara lebih rinci sebagai berikut:
Menurut Sanjaya terdapat 5 kelebihan pada model pembelajaran
berdasarkan masalah yaitu: (1) Meningkatkan pemahaman atas materi ajar,
(2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) Membangun
kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, (4) Membangun
kecakapan belajar (life-long learning skills), (5) Memotivasi pembelajar.21
Selain memiliki kelebihan, model PBL juga memiliki beberapa
kekurangan. Kekurangan model PBL yang dimaksud yaitu jika peserta didik
20 Trianto, op. cit., h.71-72 21 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stabdar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2006), h.220-221
16
tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka peserta didik akan merasa enggan
untuk mencoba dan keberhasilan pembelajaran melalui PBL membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk persiapan. Dan yang ketiga, yaitu tanpa adanya
pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka
pelajari.22
4. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
a. Pengertian Keterampilan Berpikir
Menurut Valentine (1965), berpikir dalam kajian psikologis menelaah
proses dan pemeliharaan untuk suatu aktivitas yang berisi mengenai
“bagaimana” yang dihubungkan dengan gagasan-gagasan yang diarahkan
untuk beberapa tujuan yang diharapkan.23 Berpikir adalah aktifitas
mencurahkan data pikir untuk tujuan tertentu. Berpikir juga pembeda yang
memisahkan status kemanusiaan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Manusia pantas disebut sebagai manusia karena memiliki kemampuan untuk
menggunakan pikirannya. Berpikir dapat diartikan sebagai keterampilan
kognitif untuk memperoleh pengetahuan.24 Berpikir adalah aliran “kesadaran
yang muncul dan hadir setiap hari, mengalir tanpa terkontrol, termasuk
bermimpi dan melamun, berpikir adalah berimajinasi atau kesadaran. Pada
umumnya imajinasi ini muncul secara tidak langsung atau tidak bersentuhan
langsung dengan sesautu yang sedang dipikirkan, berpikir semakna dengan
keyakinan. 25
22 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stabdar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2006), h.220-221 23 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),
h.2 24 Eka Sastrawati, Muhammad Rusdi dan Syamsurizal, Problem Based Learning, Strategi
Metakognisi, dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta didik, Tekno-Pedagogi, Vol. 1, No. 2, September 2011, h.6
25 Momon Sudarma, Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h.38
17
Berpikir, ditinjau dari aspek psikologi, sangat erat kaitannya dengan sadar
dan kesadaran (consciousness). Bahkan, ahli psikologi klasik menyamakan
“kesadaran” dengan “pikiran” (mind). Secara kronologis, perkembangan
kesadaran berlangsung dalam tiga tahap, yakni sensasi (pengindraan),
perseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Sensasi tidak begitu
saja disimpan didalam ingatan manusia, karena manusia tidak mengalami
sensasi murni terisolasi. Kesadaran dapat dbedakan pada tingkat persepsinya.
Persepsi merupakan sekelompok sensasi yang secara otomatis tersimpan dan
diintegrasikan oleh otak dari suatu organisme yang hidup. Maka dari itu,
memalui persepsi inilah manusia dapat memahami suatu fakta dan kenyataan.
Hasil Berpikir merupakan sesuatu yang dihasilkan melalui proses berpikir
dan membawa atau mengarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Hasil
berpikir dapat berupa ide, gagasan, penemuan dan pemecahan masalah,
keputusan, serta selanjutnya dapat dikonkretisasi ke arah perwujudan, baik
berupa tindakan untuk mencapai tujuan kehidupan praksis maupun untuk
mencapai tujuan keilmuan tertentu.
Berpikir terkait dengan fungsi otak bagian tertentu sehingga perlu diasah
supaya terbentuk pola pemikiran yang baik dengan terbiasa berpikir secara
logis, kompleks, realitis, dan sistematis. Oleh karena itu, diperlukan strategi
berpikir untuk mengembangkannya. Strategi berpikir atau taktik berpikir
adalah sekumpulan keterampilan berpikir yang digunakan secara bersama-
sama.26
b. Pengertian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
Ada banyak definisi tentang HOTS. Menurut Thomas dan Thorne (2009),
HOTS merupakan cara berpikir yang lebih tinggi daripada menghafalkan
fakta, mengemukakan fakta, atau menerapkan peraturan, rumus, dan
prosedur. HOTS mengharuskan kita melakukan sesuatu berdasarkan fakta.
Membuat keterkaitan antarfakta, mengkategorikannya, memanipulasinya,
menempatkannya pada konteks atau cara yang baru, dan mampu
26 Dian Musial dkk., Foundations of Meaningful Educational Assessment, (New York:
McGraw-Hill, 2009), h.83
18
menerapkannyapada konteks atau cara baru, dan mampu menerapkannya
untuk mencari solusi terhadap sebuah permasalahan. Hal ini senada dengan
pendapat Onosko & Newman (1994), HOTS berarti “nonalgoritmik” dan
didefinisikan sebagai potensi penggunakan pikiran untuk menghadapi
tantangan baru. “Baru” berarti aplikasi yang belum pernah dipikirkan peserta
didik sebelumnya.
N.S Rajendran (2001, dalam Kamarudin, et.al., 2016) menuliskan bahwa
HOTS juga meminta peserta didik untuk secara kritis mengevaluasi
informasi, membuat kesimpulan,dan membuat generalisasi. Para peserta didik
juga akan menghasilkan bentuk komunikasi orisinil, membuat prediksi,
menyarankan solusi, menciptakan dan memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, mengevaluasi gagasan, mengungkapkan
pendapat, dan membuat pilihan serta keputusan.
Tidak beda jauh dari definisi sebelumnya, HOTS juga sesuai dengan
Standar Internasional, yaitu Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan
Ekonomi (OECD), TIMMS dan PISA, dodefinisikan sebagai kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) dalam
membuat penalaran dan refleksi dalam memecahkn suatu masalah,
mengambil keputusan, dan mampu menciptakan sesuatu bersifat inovatif.
Lebih lanjut, Brookhart (2010) memaparkan jenis HOTS didasarkan pada
tujuan pembelajan di kelas, yaitu terdiri dari tiga kategori, yaitu HOTS
sebagai transfer (HOTS as transfer), HOTS sebagai berpikir kritis (HOTS as
critical thinking), dan HOTS sebagai pemecahan masalah (HOTS as problem
solving). HOTS sebagai transfer didefinisikan sebagai keterampilan untuk
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dikembangkan
dalam pembelajaran pada konteks yang baru. HOTS sebagai transfer
mencakup keterampilan menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating),
dan mencipta (creating). HOTS sebagai berpikir kritis didefinisikan sebagai
keterampilan memberikan penilaian yang bijak dan mengkritisi sesuatu
menggunakan alasan logis dan ilmiah. Tujuan pembelajaran, salah satunya
adalah menjadikan peserta didik mampu mengungkapkan argumentasi,
19
melakukan refleksi, dan membuat keputusan yang tepat. Berpikir tingkat
tinggi berarti peserta didik dapat melakukan hal-hal tersebut. Salah satu
karakteristik orang “terdidik” adalah bahwa mereka mampu mengungkapkan
argumentasi, melakukan refleksi, dan membuat keputusan yang baik tanpa
dorongan dari guru dan orang lain atau hanya gara-gara menjalankan tugas.27
Menurut Widana IW., dkk (2017), kemampuan berpikir tingkat tinggi
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving),
keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative
thingking), kemampuan berargumen (reasoning) dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making).28
Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah
satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam
menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,
menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibtakan aktivitas mental
yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk menggaris bawahi
berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom. Menurut
Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah
keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajarannya,
yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan
menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam
keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis
(analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).29
HOTS (Higher Order Thinking Skills) atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi merupakan keterampilan menghubungkan, memanipulasi, dan
mentransformasi pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki untuk
berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan
27 R.Arifin Nugroho, HOTS (Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi: Konsep,
Pembelajaran, Penilaian, dan Soal-soal), (Jakarta: Gramedia, 2019), h.16-18 28 Ahmad Yani, Cara Mudah Menulis Soal HOTS, (Bandung: Refika Aditama, 2019),
h.43 29 Yoki Ariana dkk., Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi, (Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), h.5
20
memecahkan masalah pada situasi baru.30 Keterampilan berpikir tingkat
tinggi ini bukan hanya keterampilan yang mengandalkan ingatan saja, namun
membutuhkan keterampilan lain seperti keterampilan berpikir kritis, kreatif
dan pemecahan masalah.31 Menurut Kemendikbud, untuk mewujudkan
HOTS, maka level berpikir tersebut diintegrasikan dalam proses belajar dan
evaluasi. Dalam proses pembelajaran harus melibatkan pendekatan saintifik
5M yang meliputi mengamati, menanya, menalar, melakukan dan
mengomunikasikan.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal
sebagai Hihger Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi:
a. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran
yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak
dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan
kesadaran dalam belajar.
c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier,
hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan
interaktif.
d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti
penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan
berpikir kritis dan kreatif.32
c. Keterampilan Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan
dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan
30 Abdul Malik, Chandra Ertikanto dan Agus Suyatna, Deskripsi Kebutuhan HOTS
Assessment Pada Pembelajaran Fisika dengan Metode Inkuiri Terbimbing., Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015, Vol. IV, Oktober 2015, h.1-2
31 Rosnawati, Enam Tahapan Aktifitas dalam Pembelajaran Matematika Untuk Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta didik, disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema: „Revitalisasi MIPA dan Pendidikan MIPA dalam rangka Penguasaan Kapasitas Kelembagaan dan Profesionalisme Menuju WCU” pada tanggal 16 Mei 2009, h. 1
32 Yoki Ariana dkk, op. cit., h.5
21
pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak
dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan
kreativitas untuk pemecahan masalah.
Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang
memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul
pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki
keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto dan Rhee, ada enam aspek yang
dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan
masalah peserta didik, yaitu: Menentukan masalah, mengeksplorasi masalah,
merencanakan solusi dimana peserta didik mengembangkan rencana untuk
memecahkan masalah, melaksanakan rencana, memeriksa solusi,
mengevaluasi.33
d. Indikator Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
HOTS (Higher Order Thinking) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi
dilatih dan dipraktikan dengan merujuk pada tindakan menganalisis
(analyze), menilai (evaluate) dan menciptakan (create) pengetahuan yang
dilakukan oleh anak didik dalam pembelajaran. Indikator keterampilan
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta didasarkan pada teori yang
dipaparkan dalam revisi Taksonomi Bloom.34
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi dari bagian-bagian
kecil dan menentukan bagaimana hubungan antarbagian dan antara setiap
bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori menganalisa meliputi
menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur penyusunnya
dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur penyusun
tersebut dengan struktur besarnya. Pada level kognitif menganalisis, terdapat
tiga kategori proses yaitu membedakan, mengorganisasi dan
33 Yoki Ariana dkk, op. cit., h.13 34 R. Arifin Nugroho, op. cit., h.20
22
mengatribusikan. Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian-
bagian yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Mengorganisasi
melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen komunikasi atau situasi
dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini membentuk sebuah
struktur yang koheren. Mengatribusikan terjadi ketika peserta didik dapat
menentukan sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan di balik komunikasi.
Mengevaluasi didefinisikan membuat suatu pertimbangan atau penilaian
berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Kriteria-kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Pada level
kognitif mengevaluasi, terdapat dua kategori proses yaitu memeriksa dan
mengkritik. Memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau
kesalahan internal dalam suatu operasi atau produk. Mengkritik melibatkan
proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan kriteria dan standar
eksternal.
Mengkreasi atau mencipta yaitu menempatkan elemen bersama-sama
untuk membentuk satu kesatuan yang utuh atau fungsional; yaitu,
reorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur yang baru. Pada level kognitif
mencipta, terdapat tiga kategori proses yaitu merumuskan, merencanakan dan
memproduksi. Merumuskan melibatkan proses menggambarkan masalah dan
membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
Merencakan melibatkan proses merencanakan metode penyelesaian masalah
yang sesuai dengan kriteriakriteria masalahnya, yakni membuat rencana
untuk menyelesaikan masalah. Memproduksi melibatkan proses
melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi
spesifikasi-spesifikasi tertentu.35
5. Tinjauan Konsep Sistem Peredaran Darah
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat-zat makanan yang diperoleh dari
lingkungannya. Setelah zat makanan dicerna atau dimanfaatkan, sisanya akan
35 Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl. Diterjemahkan oleh Agung Prihantoro. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.120
23
dibuang kembali ke lingkungan. Untuk memasukkan zat makanan ke dalam
sel-sel tubuh dan membuang sisanya ke lingkungan, diperlukan suatu sistem
transportasi atau sirkulasi. Sistem transportasi dibutuhkan pula untuk
membawa zat-zat dari suatu organ ke organ lain yang membutuhkan.
Misalnya hormon atau enzim yang dibawa kebagian lain agar dapat berfungsi.
Contoh, hormon FSH yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari dibagian bawah
otak harus sampai ke ovarium agar dapat berfungsi memengaruhi
perkembangan folikel ovum. Untuk sampai ke ovarium, diperlukan alat
transportasi, yakni sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah berfungsi
untuk mengangkut dan mengedarkan gas-gas pernapasan, mengangkut dan
mengedarkan zat-zat makanan keseluruh jaringan tubuh, sertamengangkut
dengan membuang sisa metabolisme melalui sistem ekskresi. Sistem
peredaran darah pada manusia terdiri atas darah dan alat peredaran darah.
Darah terdiri dari bagian cair dan bagian yang padat. Alat peredaran darah
terdiri dari jantung dan pembuluh-pembuluh darah, yaitu arteri, vena dan
kapiler.36
Penelitian ini diterapkan pada materi biologi pada konsep Sistem
Peredaran Darah di kelas XI IPA dengan menerapkan kurikulum 2013.
Konsep ini meliputi kompetensi inti dan kompetensi dasar sebagai berkut:
Tabel 2.2 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung
jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif
sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa,
negara, kawasan regional, dan kawasan internasional.
36 Istamar Syamsuri, BIOLOGI untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2019), h.
138-150
24
KI 3 : Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
KD 3.6 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ
pada sistem sirkulasi dalam kaitannya dengan bioproses dan
gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem sirkulasi manusia
KD 4.6 Menyajikan karya tulis tentang kelainan pada struktur dan fungsi
darah, jantung, pembuluh darah yang menyebabkan gangguan
sistem sirkulasi manusia serta kaitannya dengan teknologi
melalui studi literatur.
B. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan dengan
model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Falwi Uji Flamboyan dkk tentang
Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Higher Order Thinking
Skills. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat pengaruh
25
keterampilan berpikir peserta didik dengan pembelajaran yang menggunakan
model PBL.37
Penelitian diatas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Mayasari dan Rabiatul Adawiyah yang berjudul Pengaruh Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Pembelajaran Biologi Terhadap
Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi di SMA tahun 2015.
Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa penerapan model PBL
berpengaruh positif terhadap HOTS peserta didik.38
Kemudian penelitian oleh Windi Novia Sari dan Melva Silitonga dalam
jurnalnya yang berjudul Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta didik
Kelas XI PMIA MAN Tanjung Morawa pada Pembelajaran Sel Dengan
Model PBL Berbantuan LKS. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PBL
dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.39
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Etika Prasetyani dkk dalam
jurnalnya yang berjudul Kemampuan Berpikir Tinggi Peserta didik Kelas XI
dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA Negeri 18
Palembang tahun 2016. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa langkah-
langkah pembelajaran berbasis masalah membuat peserta didik terlatih dalam
berpikir tingkat tinggi.40
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan deskripsi teori yang telah diuraikan sebelumnya, penggunaan
model Problem Based Learning diharapkan dapat melatih peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi Higher Order Thinking
37 Falwi Uji Flamboyan, dkk., “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Higher Order Thinking Skills Peserta Didik SMA Negeri di Kota Singkawang pada Materi Hukum Archimedes”, International Lecense, Vol.1, No.2, 2018, h.51-59
38 Ria Mayasari dan Rabiatul Adawiyah, “Pengaruh Model Pembelajaran Masalah Pada Pembelajaran Biologi Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi di SMA”, Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, Vol.1, No.3, 2015, h.255-262
39 Windi Novia Sari dan Melva Silitonga, “Kemampuan BerpikirTingkat Tinggi Peserta didik Kelas XI PMIA MAN Tanjung Morawa Pada Pembelajaran Sel dengan Model PBL Berbantuan LKS”, Jurnal Pelita Pendidikan, Vol.5, No.4, 2018, h.361-365
40 Etika Prasetyani, dkk., “Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta didik Kelas XI Dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA Negeri 18 Palembang”, Jurnal GANTANG Pendidikan Matematika FKIP, Vol.1, No.1, Agustus 2016, h.31-40
26
Skill. Proses pembelajaran tidak hanya diarahkan untuk mendapatkan
pengetahuan semata. Namun, peserta didik diharapkan mampu membangun
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Biologi merupakan suatu
bidang studi pembelajaranyang berisi kumpulan fakta ataupun konsep dan
terdiri atas kumpulan proses dan nilai yang dapat diaplikasikan serta
dikembangkan dalam kehidupan nyata.
Pada hakikatnya program pembelajaran bertujuan tidak hanya memahami
dan menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi, tetapi juga memberi
pemahaman dan penguasaan bagaimana suatu hal terjadi dan membentuk
suatu pengetahuan yang bermakna, memberikan pelajaran dan pembelajaran
secara langsung maka pembelajaran dengan model Problem Based Learning
menjadi sangat penting untuk diterapkan. Pada pembelajaran dengan
menggunakan metode Problem Based Learning. Khususnya pada konsep
sistem peredaran darah, peserta didik akan mempelajari berbagai macam
struktur terkecil penyusun kehidupan dengan pengaplkasiannya di dunia
nyata. Model Problem Based Learning dirasa sangat perlu untuk dilakukan,
karena dengan metode ini peserta didik akan diajak untuk belajar berdasarkan
masalah yang objek kajian dekat dan nyata, sehingga para peserta didik
mampu memahami relevansi antara materi pelajaran dengan realita dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan masing-masing mampu meningkatkan
kreatifitas informasi secara lebih luas dan aktual sehingga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
27
Berikut gambar kerangka pikir:
Pembelajaran sains merupakan pembelajaran yang memberi pengalaman belajar langsung dan bermakna yang dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari dan
sarana dalam pembelajaran sains dapat diperoleh melalui kemampuan memecahkan masalah
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) peserta didik yang masih rendah
berdasarkan hasil observasi guru SMAN 10 Tangerang Selatan
Adanya upaya meningkatan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) dalam proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah
(PBL)
Kompetensi yang dapat dicapai dengan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(PBL) terhadap peningkatan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS), peserta didik lebih siap menghadapi kemampuan abad 21, mengaplikasikan dan
menggunakan konsep sains dalam praktik kehidupan, menciptakan pembelajaran bermakna, mampu memecahkan masalah secara ilmiah.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
28
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan
masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
pada konsep sistem peredaran darah
Ha: Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah
(PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada konsep
sistem peredaran darah
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Kota Tengerang Selatan, Jalan
Tegal Rotan Raya Sektor 9 Bintaro, Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Adapun waktu penelitian ini telah terlaksana
pada bulan November 2019, semester ganjil tahun ajaran 2019/2020.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu
(quasi experimen) bertujuan untuk memperoleh informasi atau data perkiraan bagi
informasi yang diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang
tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel yang relevan.1
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalen control
group design, yaitu desain yang dilakukan terhadap dua kelas subjek yang dipilih
dengan cara ditentukan.2 Pada desain penelitian ini diberikan perlakuan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah
(PBL) untuk kelas eksperimen dan pendekatan saintifik untuk kelas kontrol.
Sebelum memulai proses pembelajaran, kedua kelas tersebut diberikan pretest
untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik dalam keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) pada materi sistem peredaran darah dan kemudian setelah
proses pembelajaran selesai peserta didik diberikan posttest untuk mengetahui
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang dikuasai oleh peserta didik.
Data Posttest dianalisis untuk memperoleh gambaran mengenai perbedaan
kemampuan peserta didik dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada
konsep sistem peredaran darah.
1 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.74 2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2013), h.76
30
Desain penelitian ini disajikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
O1 : Test awal (pretest) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
O2 : Test akhir (posttest) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
X1 : Perlakuan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL)
X2 : Perlakuan pembelajaran pendekatan saintifik
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi target pada
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI SMAN 10 Tangerang Selatan
yang terdaftar dalam semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020, dengan populasi
terjangkaunya adalah seluruh peserta didik kelas XI IPA.
Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti dari keseluruhan subjek
penelitian.4 Sampel yang baik memiliki populasi yang representatif artinya
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Sampel dalam penelitian ini
adalah kelas XI IPA 1 kelas eksperimen dan XI IPA 3 sebagai kelas kontrol.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik
Purposive sampling adalah teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya.5
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian didahului pada tahap perencanaan atau persiapan dimulai
dengan melakukan studi pendahuluan ke sekolah dan telaah pustaka, kemudian
tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap akhir mengolah data dan menganalisis
hasil penelitian yang tertuang dalam pembahasan kemudian menarik kesimpulan.
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.173 4 Ibid., h.174 5 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004).,
h.116
31
Prosedur atau alur penelitian lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.1 Berikut ini
adalah gambar mengenai prosedur/alur penelitian:
Gambar 3.1 Alur Penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati.6 Instrumen penelitian yang
6 Sugiyono, op. cit., h.148
32
digunakan sebagai alat pengumpulan data. Instrumen penelitian sebagai alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik sehingga data lebih mudah
diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tes
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes
berupa soal uraian, yang diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan setelah
perlakuan (posttest). Tes yang diberikan mengacu kepada keterampilan berpikir
tingkat tinggi yang yakni menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
. Tabel. 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes
Indikator Soal
Indikator HOTS Jumlah Soal yang valid
Menganalisis (C4)
Mengevaluasi (C5)
Mencipta (C6)
Mengalisis komponen-komponen darah
1*, 2, 1
Menganalisis proses pembekuan darah
3 4* 1
Mengalisis struktur dan fungsi pada jantung
5 6* 1
Mengalisis struktur dan fungsi pembuluh darah
7*, 8* 2
Mengalisis proses peredaran darah
9*, 10* 2
Mengalisis penggolongan darah
11*, 12** 13* 3
Mengalisis kelainan atau gangguan
14 15* 1
Keterangan: *soal valid, **soal valid tidak digunakan.
2. Non Tes
Lembar observasi yang digunakan berupa check list. Check list merupakan
suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Penagamat
33
akan memberi tanda cek pada setiap item daftar yang telah terpenuhi.7 Instrumen
ini berupa lembar observasi yang berisi daftar kegiatan guru dan kegiatan siswa
yang akan diamati. Dengan tujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian langkah-
langkah model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL).
F. Kalibrasi Instrumen
Instrumen tes terlebih dahulu diuji cobakan kepada responden diluar sampel
yang telah ditentukan sebelum diberikan kepada sampel. Instrumen tes hrus
memiliki kriteria kelayakan yaitu validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat
kesukaran. Perhitungan kalibrasi instrumen menggunakan sofware Anates versi
4.0.
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan
mampu mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Instrumen yang
baik harus valid. Secara empirik, tinggi-rendahnya validitas ditunjukkan oleh
suatu angka yang disebut koefisien validitas. Adapun besarnya koefisien validitas
dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 3.3 Klasifikasi Validitas
Interval Koefisien Kategori
0,00 – 0,20 Sangat Rendah 0,20– 0,40 Rendah 0,40 – 0,60 Cukup 0,60 – 0,80 Tinggi 0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
Hasil perhitugan validasi soal dapat dilihat pada Tabel. 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes8
Keterangan Butir Soal
Nomor soal yang valid 1,4,6,7,8,9,10,11,12,13,15
Jumlah soal yang valid 11
7 Sugiyono, op. cit., h.151 8 Lampiran 12 Hasil Perhitungan Kalibrasi Instrumen
34
Hasil perhitungan uji validitas diperoleh koefisien korelasi XY sebesar 0,81
termasuk kedalam kategori sangat tinggi. Selain itu, dari hasil perhitungan
diperoleh bahwa dari 15 soal uraian yang diuji cobakan terdapat 11 soal yang
valid. Soal yang digunakan untuk diujicobakan kepada sampel sebanyak 10 soal
hal ini dikarenakan soal sudah memenuhi indikator dan 1 soal yang valid tersebut
sudah terwakilkan dengan soal lainnya dengan indikator yang sama. Soal-soal
yang valid telah mewakili setiap indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) dan setiap indikator pembelajaran konsep sistem peredaran darah.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas intrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir
yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu. Tinggi rendahnya derajat
reliabilitas suatu instrumen ditentukan oleh nilai koefisien korelasi antara butir
soal atau item pertanyaan dalam instrumen tersebut yang dinotasikan dengan r.
Besarnya ketetapan itulah menunjukkan tingginya reliabilitas instrumen.
Tabel 3.5 Klasifikasi Reliabilitas9
Koefisien Korelasi Interpretasi Reliabilitas 0,80 ≤ r < 1,00 Sangat Tinggi 0,70 ≤ r ≤ 0,80 Tinggi 0,40 ≤ r < 0,70 Sedang 0,20 ≤ r < 0,40 Rendah
r < 0,02 Sangat Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil reliabilitas tes sebesar 0,90. Hal
ini menunjukkan bahwa butir-butir soal yang telah diuji cobakan termasuk dalam
kategori sangat tinggi.
3. Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
menguasai materi yang ditanyakan dengan siswa yang belum atau tidak
menguasai materi yang ditanyakan. Adapun perhitungan daya pembeda
menggunakkan kriteria sebagai berikut:
9 Suharsimi Arikunto, op. cit., h.89
35
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda10
D Klasifikasi Nomor Soal0,00 – 0,20 Jelek 1,2,3,4,5,6,8,10,12,13,14
0,20 – 0,040 Cukup 7,9,11,15 0,40 – 0,70 Baik - 0,70 – 1,00 Baik Sekali -
Bernilai negatif Jelek Sekali -
4. Uji Taraf Kesukaran
Uji taraf kesukaran soal atau instrumen digunakan untuk mengetahui tingkat
kesukaran dari tiap butir soal. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kemampuan
siswa dalam menjawab soal. Tingkat kesukaran perlu dihitung dan diketahui
sebagai pertimbangan pembuatan soal ataupun kisi-kisi. Hal tersebut dilakukan
agar perbandingan antara soal mudah, sedang dan sukar bisa proporsional. Indeks
kesukaran rentangannya dari 0,0–1,0. Semakin besar indeks menunjukan semakin
mudah butir soal, karena dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar atau
seluruh siswa. Sebaliknya jika sebagian kecil atau tidak ada sama sekali siswa
yang menjawab benar menunjukan butir soal sukar. Indeks 0,0 menunjukkan butir
sangat sukar, sedangkan indeks 1,0, menunjukkan butir sangat mudah. Adapun
kriteria tingkat kesukaran disajikan pada tabel sebagai berikut:11
Tabel 3.7 Klasifikasi Taraf Kesukaran12
P Interpretasi Nomor Soal 0,00 – 0,25 Sukar 4,11,15 0,26 – 0,75 Sedang 1,2,3,5,6,7,8,9,10,12,13,14 0,76 – 1,00 Mudah -
G. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis Data Instrumen
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis
yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan matematis karena data
10 Lampiran 12 Hasil Perhitungan Kalibrasi Instrumen 11 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.104 12 Lampiran 12 Hasil Perhitungan Kalibrasi Instrumen
36
yang diperoleh berupa angka yaitu tes keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
diberikan kepada siswa. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis lalu
diambil kesimpulan mengenai ada atau tidaknya perbedaan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) siswa yang diajar dengan model pembelajaran berdasarkan
masalah (PBL). Sebelum itu dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan
homogenitas.13
1) Uji Prasyarat
Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian prasayarat. Pengujian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
Adapun rumus-rumus dari uji tersebut adalah sebagai berikut:
a) Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diuji
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji
Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 22.
Data berdistribusi normal jika probabilitas > 0,05, sebaliknya data tidak
berdistribusi normal jika probabilitas ≤ 0,05. Jika keseluruhan data (sig) yang
diperoleh adalah normal maka uji statistik lanjutan yang digunakan adalah uji
parametrik. Namun, jika data berdistribusi tidak normal, maka uji statistik
selanjutnya menggunakan uji nonparamentrik. Langkah-langkah uji
normalitas menggunakan uji SPSS yaitu pertama masukkan data di Data
View, kemudian pada menu utama SPSS, pilih menu Analyze, pilih sub menu
Nonparametric Test, pilih Legacy Dialogs kemudian pilih 1-Sample K-S dan
pada Test Variable List, masukkan variabel Kritis dan pada Test Distribution,
klik Normal, kemudian klik OK.14
b) Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan
dalam keadaan homogen atau mempunyai keadaan awal yang sama atau tidak.
Jenis pengujian homogenitas yang digunakan adalah Leavene’s Test dengan
13 Sugiyono, op. cit., h. 207 14 Kadir, Statistika Terapan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 154-156
37
menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 22. Data homogen jika probabilitas
>0,05, sebaliknya data tidak homogen jika probabilitas ≤ 0,05. Langkah-langkah
uji homogenitas pertama masukkan data pada Data View kemudian pada menu
utama SPSS, pilih menu Analyze, pilih sub menu Compare Mean, pilih One Way
Anova kemudian pindahkan variabel pretest ke dalam Dependent List dan variabel
kelas ke dalam Factor List, selanjutnya pilih Homogenity of variance test
kemudian klik continue lalu OK.15
c) Uji Hipotesis
Tahapan setelah uji normalitas dan homogenitas adalah pengujian hipotesis.
Uji hipotesis untuk data yang terdistribusi normal dan homogen adalah dengan uji
statistik parametrik berupa uji t, tetapi jika data tidak berdistribusi normal dan
tidak homogen adalah dengan uji statistik nonparametric berupa uji Mann Whitney
U. Kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (sig.) > 0,05, maka Ho diterima
yang artinya rata nilai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) kelas
eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS) kelas kontrol. Langkah-langkah uji hipotesis dengan menggunakan
uji-t yaitu pertama masukkan data pada Data View kemudian pada menu utama
SPSS, pilih menu Analyze, pilih sub menu Compare Mean, pilih Independent,
pilih Sample t-test selanjutnya pindahkan variabel nilai ke dalam Test Variables
dan variabel kelas ke dalam Grouping kemudian pilih Define, 1 tulis 1, 2 tulis 2
lalu OK.16
Sedangkan uji hipotesis dengan menggunakan uji Mann Whitney U pertama
masukkan data pada Data View kemudian pada menu utama SPSS, pilih menu
Analyze, kemudian pilih sub menu Non Parametric Test, pilih Legacy Dialogs
pilih 2-Independent Sample kemudian pindahkan variabel nilai ke dalam Test
Variables List dan variabel kelas ke dalam Grouping lalu pilih Define, 1 tulis 1, 2
tulis 2 dan checklist Mann-Whitney U lalu OK.17
15 Ibid., h.169-170 16 Ibid., h.300-302 17 Ibid., h.492-493
38
H. Perhitungan N-Gain
Gain adalah selisih nilai posttest dan pretest. Gain menunjukan peningkatan
pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan oleh
guru. Rumus N-gain adalah sebagai berikut :18
N - gain =
Keterangan:
g : peningkatan hasil belajar Spretest : rata-rata pretest atau keterampilan awal Spostest : rata-rata postest atau keterampilan akhir
Kriteria perhitungan selisih keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.8 Kriteria Perhitungan N-Gain
Nilai Kriteria > 0,70 Tinggi
0,30 > 0.70 Sedang < 0,30 Rendah
I. Teknik Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
Teknik analisis keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) bertujuan untuk
mengetahui persentase ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik
dikelompokkan dalam lima kategori yaitu:
18 Jumiati, Martala Sari, Dian Akmalia, Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model NHT pada Materi Gerak Tumbuhan di Kelas VIII SMP Sei Putih Kampar, Lectura, 2011, No. 02, Vol 02, h. 70
39
Tabel 3.9 Kategori Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi19
Nilai Siswa Kategori
81-100 Baik sekali 61-80 Baik 41-60 Cukup 21-40 Kurang 0-20 Kurang sekali
K. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS), maka dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠ µ2
Keterangan:
µ1 = rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi kelas eksperimen
µ2 = rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi kelas kontrol
H0 = tidak terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah
terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi
Ha = terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah
terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi
19 Etika Prasetyani, dkk., “Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI Dalam
Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah di SMA Negeri 18 Palembang”, Jurnal GANTANG Pendidikan Matematika FKIP, Vol.1, No.1, Agustus 2016, h.31-40
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu terdapat
pengaruh pembelajaran menggunakan model pembelajaran berdasarkan
masalah (PBL) terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) peserta
didik kelas XI IPA pada konsep sistem peredaran darah di SMAN 10
Tangerang Selatan. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran
berdasarkan masalah (PBL) melatih proses berpikir peserta didik. Peserta
didik terlibat dalam berpikir analisis, mengevaluasi serta mencipta sehingga
ketercapaian indikator dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
dapat terpenuhi.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa
saran untuk perbaikan dimasa mendatang yaitu sebagai berikut:
1. Peneliti atau guru sebaiknya dalam menerapkan model pembelajaran
berdasarkan masalah (PBL) dapat mengalokasikan waktu dengan baik
sehingga tahap-tahapan pembelajaran dapat terpenuhi maksimal.
2. Peneliti atau guru sebaiknya memiliki pemahaman materi yang kompleks
dan menyeluruh serta memiliki kemampuan mendesain pembelajaran dalam
pelaksanaan dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan
masalah (PBL).
3. Dalam penyajian artikel atau kasus sebagai masalah, peneliti atau guru harus
cermat memilah-milah kasus yang benar-benar sesuai dengan konsep yang
diajarkan agar tujuan pembelajaran tercapai sehingga kasus yang disajikan
penjelasannya tidak meluas dan keluar dari konteks pembelajaran.