pengaruh metode problem based instruction (pbi) terhadap prestasi siswa pada mata pelajaran ips...
TRANSCRIPT
A. Judul
PENGARUH METODE PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
TERHADAP PRESTASI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS
TERPADU KELAS VII DI SMP NEGERI 2 GANGGA TAHUN
PELAJARAN 2012/2013
B. Latar Belakang
Guru pada dasarnya merupakan tenaga kependidikan yang memikul berat
tanggung jawab kemanusiaan, khususnya yang berkaitan dengan proses
pendidikan generasi penerus untuk membebaskan bangsa dari belenggu
kebodohan. Oleh karena itu, sudah selayaknya para guru dituntut memiliki
kompetensi profesionalisme yang tinggi dalam proses belajar-mengajar. Guru
harus mampu mewujudkan langkah-langkah inovatif dan kreatif agar proses
belajar-mengajar lebih bermakna sehingga proses transfer of knowledge dan
transfer of value dapat mudah tersampaikan.
Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak
hanya berorientasi masa lalu dan masa kini, tetapi hendaknya juga melihat jauh
ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik yang akan
datang. Pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk
suatu profesi atau jabatan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Satu inovasi yang lahir untuk mengantisipasi perubahan paradigma
pembelajaran di atas adalah diterapkannya model-model pembelajaran yang
inovatif yang berorientasi konstruktif. Inovasi ini bermula dan diadopsi dari
metode kerja para ilmuwan dalam menemukan suatu pengetahuan baru.
1
Model-model ini lahir untuk mengatasi masalah pokok dalam
pembelajaran dewasa ini, yakni masih rendahnya daya serap siswa, yang
tampak dari hasil belajar mereka yang masih memprihatinkan. Kondisi ini
merupakan hasil pembelajaran yang masih bersifat konvensional (tradisional),
dan tidak menyentuh ranah peserta didik itu sendiri (yaitu bagaimana
sebenarnya belajar itu: belajar untuk belajar). Dengan kata lain, hingga dewasa
ini proses pembelajaran masih memberikan dominasi guru dan tidak
memberikan kesempatan bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri
melalui penemuan (inkuiri) dan proses berpikirnya.
Model-model pembelajaran yang inovatif secara garis besar adalah
orientasi yang semula berpusat pada guru (teacher-centered) beralih berpusat
pada siswa (student-centered); metodologi yang semula lebih didominasi
ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula bersifat
tekstual beralih ke kontekstual. Semua perubahan itu dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan
(Komaruddin, tanpa tahun).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran, termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,
dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam desain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai (Joyce, dalam Trianto, 2007:5).
Selanjutnya Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2007:5) mengatakan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
2
yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
Istilah model pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas dari pada
strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut adalah: (1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa
belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar
yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
(4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John
Dewey, sebab secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri atas
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan
dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007:67), belajar berdasarkan
masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan
antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan
kepada siswa berupa bantuan dan masalah sedangkan sistem saraf otak
berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang
dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan
baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan
3
kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian dan bisa dijadikan
pedoman dan tujuan belajarnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah
(selanjutnya disingkat PBI) didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus
pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa
(perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi
mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada
pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal,
namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator
sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah.
PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan
oleh ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut Piaget, anak
memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha
memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi mereka untuk
secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang
mereka hayati (Ibrahim dan Nur, 2005:16-17). Pandangan konstruktivis-
kognitif mengemukakan, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam
proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Pengetahuan mereka tidak statis, tetapi terus-menerus tumbuh dan berubah saat
siswa menghadapai pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodifikasi pengetahuan awal. Menurut Piaget, pendidikan yang baik harus
melibatkan siswa dengan situasi-situasi yang dapat membuat anak melakukan
eksperimen mandiri, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa
yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan
pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia
4
temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain,
membandingkan temuannya dengan temuan anak lain (Duckworth, dalam
Ibrahim dan Muh. Nur, 2005: 17-18).
PBI juga merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses
berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanann, dalam
Trianto, 2007).
Menurut Arends (1997, dalam Trianto, 2007:68), PBI merupakan
pembelajaran yang menuntut siswa mengerjakan permasalahan yang otentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga
mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran
berdasarkan proyek (project-based instruction), pembelajaran berdasarkan
pengalaman (experience-based instruction), belajar otentik (authentic
learning), dan pembelajaran bermakna (anchored instruction).
PBI juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, scaffolding, yaitu
suatu proses yang membuat siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu
melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari
seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Peran dialog
juga penting, interaksi sosial di dalam dan di luar sekolah berpengaruh pada
perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah anak.
5
Sementara itu, PBI mempunyai kaitan erat dengan pembelajaran
penemuan (inkuiri). Pada kedua model ini guru menekankan keterlibatan siswa
secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa
menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Adapun
perbedaannya dalam beberapa hal penting, yaitu: sebagian besar pelajaran
dalam inkuiri didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan
penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru dan terbatas di
lingkungan kelas. PBI dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang
bermakna, yang memberi kesempatan kepada siswa dalam memilih dan
menentukan penyelidikan apa pun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh
itu diperlukan untuk memecahkan masalah (Ibrahim dan Muhammad Nur,
2005:23).
Berdasarkan pembahahasan di atas, Pembelajaran materi pasar dalam
pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 2 Gangga pada tahun 2010/2011 sampai
2011/2012 telah dilakukan dengan menerapkan berbagai model. Pengaruh
penerapan model terhadap hasil belajar siswa dapat diketahui dari ketuntasan
hasil belajar yang dicapai. Menurut guru pengampu IPS Terpadu pada kelas
tersebut (Hamzah, S. Pd), ketuntasan hasil belajar siswa pada pembelajaran
dengan model Direct Instruction (DI) adalah 34,28%. Ketuntasan hasil belajar
siswa pada pembelajaran yang menerapkan model demontrasi 68,42%. Dan
ketuntasan hasil belajar siswa pada pembelajaran yang menerapkan model
jigsaw 34,21%.
Kelas VII/b SMP Negeri 2 Gangga adalah kelas heterogen, berjumlah 35
siswa terdiri dari 20 perempuan dan 15 laki-laki. Menurut keterangan guru
mata pelajaran IPS Terpadu (Hamzah, S. Pd), hasil belajar siswa mata
6
pelajaran IPS Terpadu semester I tahun 2011/2012 adalah : nilai tertinggi 83,
nilai terendah 60 dan rata-rata = 68,3, ketuntasan belajar = 52,3% dengan
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 68 %. Hasil tersebut belum sesuai
harapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP Negeri 2 Gangga
yang telah menetapkan ketuntasan belajar individu = 68 % dan ketuntasan
belajar klasikal 75%.
Secara ringkas ditunjukkan oleh Tabel 1. Dari keterangan tersebut dapat
disimpulkan bahwa: 1) penggunaan model pembelajaran mempengaruhi hasil
belajar siswa. 2) melalui demontrasi materi pasar lebih mudah dipahami siswa.
3) tingkat keberhasilan belajar materi pasar dengan menerapkan model
pembelajaran demontrasi di SMP Negeri 2 Gangga lebih baik dari pada Direct
Instruction (DI) atau jigsaw.
Tabel 1. Ketuntasan belajar, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan Model Pembelajaran
NOTahun
PelajaranSiswa tuntas KKM Model Pembelajaran
1 2009/2010 34,28% 67Direct Instruction(DI)-
tanya jawab.
2 2010/2011 68,42% 67 Demostrasi.
3 2011/2012 34,21% 68 Jigsaw.
Sumber: SMP Negeri 2 Gangga (2012)
Peningkatan hasil belajar masih dimungkinkan untuk dapat diperoleh
dengan menerapkan model pengajaran yang memanfaatkan keragaman dalam
kelas dan karakter siswa pada usia sekitar 12-13 tahun yang sangat dinamis.
Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instruction/PBI) dapat
menjadi pilihan karena Model PBI sesuai dengan karakter siswa SMP. Siswa
SMP biasa menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
7
Dengan Problem Based Instruction (PBI) siswa dilatih dan ditunjukkan
dengan contoh nyata bagaimana menemukan dan memecahan masalah dengan
baik. Kompetensi ini penting untuk bekal hidup mereka mencapai kemandirian.
Dengan PBI disamping belajar melakukan pemecahan masalah kontektual,
mereka diharapkan lebih banyak melakukan aktivitas dalam belajar IPS
Terpadu.
Menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2007:72) peran guru dalam Problem
Based Instruction (PBI) antara lain: mengorientasikan siswa kepada masalah
autentik, menfasilitasi/membimbing penyelidikan, menfasilitasi dialog siswa
dan mendukung belajar siswa. Dengan peran tersebut maka guru menjalankan
fungsinya sebagai motivator belajar dan memberi perhatian serta bimbingan
untuk mencapai kemandirian dalam menemukan dan memecahkan masalah IPS
Terpadu.
Memperhatikan hal tersebut peningkatan hasil belajar dan aktivitas
siswa dapat diupayakan pada materi pasar melalui penerapan model Problem
Based Instruction (PBI). Oleh karena itu Proposal tentang Penerapan Model
Problem Based Instruction (PBI) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan
Aktivitas Siswa Materi pasar perlu dilaksanakan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang dikaji adalah Bagaimana
Pengaruh Metode Problem Based Instruction (PBI) terhadap Prestasi siswa
pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII SMP Negeri 2 Gangga tahun
pelajaran 2012/2013?
8
D. Batasan Masalah
Batasan masalah merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
penulisan proposal ini. Dalam pembatasan masalah yang tepat dan benar, maka
arah dari pembahasan masalah akan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Penyusunan Proposal ini, penulis memberikan batasan mengenai :
1. Pengaruh Metode Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Hasil Belajar
Siswa.
2. Proses Pembelajaran IPS Terpadu materi pokok ekonomi di SMP
Negeri 2 Gangga
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Metode Problem
Based Instruction (PBI) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS
Terpadu kelas VII di SMP Negeri 2 Gangga tahun pelajaran 2012/2013.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara Teoritis
Penelitian tentang PBI tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa, melainkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang mandiri.
9
2. Manfaat Penelitian Secara Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi:
a. Peserta didik, untuk dapat membantu peserta didik di dalam
menumbuhkan motif-motf belajarnya kearah yang lebih keras, giat dan
tekun sehingga mendapatkan prestasi belajar yang baik, dengan prestasi
belajar yang di dapatkan itulah peserta didik akan terdorong untuk
melanjutkan pendidikannya.
b. Pendidik, untuk dapat membantu pendidik dalam menumbuhkan motif-
motif belajar pada peserta didik nya, agar dapat belajar dengan lebih
keras, giat dan tekun sehingga tercapai prestasi belajar yang diharapkan.
c. Sekolah, untuk dapat memperoleh gambaran tentang prestasi belajar
peserta didik yang telah didapatkan di sekolah tersebut, serta untuk
megetahui motif-motif apa yang mendorong peserta didik untuk dapat
melanjutkan pendidikanya.
G. Sistematika Pembahasan
sistematika pembahasan dalam proposal skripsi ini sebagai berikut:
BAB I yang meliputi: Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
sistematika pembahasan.
BAB II membahas tentang: Tinjauan pustaka, yang memaparkan
metode Problrm Based Instruction (PBI), landasan teori yang meliputi hakekat
pengajaran IPS Terpadu, tujuan pengajaran IPS Terpadu.
10
BAB III membahas tentang: Metode penelitian yang terdiri dari:
jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, data penelitian yang meliputi
jenis dan sumber data, tekhnik pengumpulan data, variabel penelitian, analisis
data dan pengujian hipotesis.
BAB IV : Bab ini berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian
yang meliputi tentang statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian
asumsi hasil pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V : Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang simpulan
dan saran.
BAB VI : Bab ini adalah bab penutup yang berkaitan dengan
Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
H. Kajian Pustaka
1. Penegasan Pengertian Istilah.
a. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
Embrio model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
dicetuskan sejak tahun 1916 oleh John Dewey. Dewey menganjurkan
guru untuk mendorong siswa terlibat dalam tugas proyek dan membantu
mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial (Wiyanto,
2008: 24). Menurut Dewey (dalam Sujana, 2001: 19) belajar
berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
b. Hasil Belajar.
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan
11
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Kamus Bahasa
Indonesia). Istilah hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan baru
sama sekali atau dapat juga berupa penyempurnaan maupun
pengembangan dari suatu kemampuan yang telah dimiliki seseorang
yang diperoleh dari proses belajar (Winkel, 1978:38). Berdasar
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua hasil belajar yaitu
a) sesuatu yang memang dituju yang merupakan kemampuan baru atau
penyempurnaan kemampuan yang telah dimiliki; b) sesuatu yang tidak
dituju yang merupakan efek samping. (Widyaningsih, 2008:10).
c. Pengajaran IPS Terpadu.
Pengorganisasian bahan pengajaran IPS Terpadu sumbernya dari
berbagai ilmu sosial yang diintegrasikan menjadi satu ke dalam mata
pelajaran. Dengan demikian pengajaran IPS Terpadu merupakan bagian
integral dari bidang studi. Namum ketika membicarakan suatu topik yang
berkaitan dengan sejarah, bahan-bahan pengajaran bisa dibicarakan
secara lebih tajam. Ada dua bahan kajian IPS Terpadu, yaitu bahan kajian
pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, yang terdiri atas ilmu
bumi, ekonomi dan pemerintahan dan bahan kajian sejarah meliputi
perkembangan masyarakat Indonesia sejak lampau hingga masa kini.
Mengajar IPS Terpadu pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP)
memerlukan stimulan yang besar serta berbagai variasi pendekatan untuk
mendapatkan partisipasi peserta didik. Akan tetapi kondisi kelas juga
harus tetap dijaga supaya tidak kehilangan kendali dan disiplin.
Selain itu diharapkan juga pengajar harus selalu antusias dalam
menembah pengetahuan pribadinya terhadap pengetahuan sejarah. Hal
12
ini dimaksudkan untuk menghindarkan suasana kelas yang pasif dan
membosankan.
Menurut Hartono Kasmadi (2001 : 152) ada tiga kegiatan yang
dapat diterapkan oleh pendidik sejarah untuk meningkatkan partisipasi
peserta didik dalam kelas, yaitu : (1) partisipasi peserta didik melalui
Keterampilan latihan, (2) partisipasi peserta didik melalui penelitian, dan
(3) partisipasi peserta didik melalui Diskusi. Dalam partisipasi peserta
didik melalui Keterampilan latihan, yang bisa dilakukan ialah dengan
membuat catatan. Hal ini disebabkan karena buku catatan mampu
menyimpan semua hasil belajar di kelas, seperti ringkasan, diagram,
chart dan gambar.
Dalam partisipasi peserta didik melalui penelitian, yang dilakukan
berupa pengembangan bahan pelajaran dengan membuat suatu kegiatan
proyek yang dapat memberikan motivasi kepada peserta didik yang
”enggan” mempelajari ekonomi. Sedangkan dalam partisipasi peserta
didik dilakukan melalui diskusi merupakan salah satu aktivitas yang
dapat melatih kemampuan mental peserta didik dalam menghadapi
situasi tertentu, karena mental merupakan isi penting dalam
perkembangan peserta didik. Peserta didik yang aktif dalam kegiatan ini
akan terlatih berpikir kritis dan mengembangkan kerangka jiwanya untuk
menghadapi setiap masalah, membentuk pengertian terhadap fakta
sejarah dan melatih dirinya untuk membuat suatu kesimpulan. Bahannya
tidak berbentuk permasalahan atau pertanyaan saja, tetapi dapat pula
berupa diskusi setelah mereka mengamati suatu model dramatisasi
peristiwa sejarah yang diperagakan oleh temannya.
13
d. Tujuan Pengajaran IPS Terpadu.
Perumusan tujuan pengajaran sangat penting untuk dilakukan
karena tujuan merupakan tolok ukur keberhasilan seluruh proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Menurut I Gede Widja (2005 : 27-29),
secara umum tujuan pengajaran IPS terpadu sebagai berikut :
1) Aspek Pengetahuan / Pengertian
a. Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia di
bidang ekonomi baik dalam aspek eksternal maupun internal.
b. Menuasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus (unik) dari
peristiwa ekonomi tentang pasar.
c. Menguasai pengetahuan tentang unsur-unsur umum (generalisasi)
d. Menguasai tentang unsur perkembangan dan peristiwa-peristiwa
masa lampau yang berlanjut (bersifat kontinuitas) dari periode satu
ke periode berikutnya yang menyambungkan peristiwa masa
lampau dengan peristiwa masa kini.
e. Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara fakta satu
dengan fakta lainnya yang berangkai secara kognitif (berkaitan
secara intrinsik).
2) Aspek Pengembangan Sikap.
a. Penumbuhan kesadaran sejarah pada murid terutama dalam artian
agar mereka mampu berpikir dan bertindak (bertingkah laku
dengan rasa tanggung jawab sejarah sesuai dengan tuntutan zaman
pada waktu mereka hidup).
14
b. Penumbuhan sikap menghargai kepentingan/kegunaan pengalaman
masa lampau bagi hidup masa kini suatu bangsa.
c. Sebaliknya juga penumbuhan sikap menghargai berbagai aspek
kehidupan masa kini dari masyarakat di mana mereka hidup yang
merupakan hasil dari pertumbuhan di waktu yang lampau.
d. Penumbuhan kesadaran akan perubahan – perubahan yang telah
dan sedang berlangsung di suatu bangsa diharapkan menuju pada
kehidupan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
3) Aspek Keterampilan.
a. Sesuai dengan trend baru dalam pengajaran IPS maka pelajaran IPS
di sekolah diharapkan juga menekankan pengembangan
kemampuan dasar di kalangan murid berupa kemampuan heuristik,
kemampuan kritik, Keterampilan menginterpretasikan serta
merangkaikan fakta-fakta dan akhirnya juga Keterampilan menulis.
b. Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan
masalah-masalah dan mencari hubungan satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya atau dari zaman masa kini dan lain-lain.
c. Keterampilan menelaah secara elementer buku-buku terutama yang
menyangkut keanekaragaman IPS terpadu.
d. Keterampilan mengajukan pertanyaan-pertanyaan produktif di
sekitar masalah keanekaragaman IPS terpadu.
e. Keterampilan mengembangkan cara-cara berpikir analitis tentang
Masalah- masalah sosial ekonomi di lingkungan masyarakatnya.
15
2. Landasan Teori
a. Metode Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
1) Pengertian Pembelajaran
Pengertian pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2003:57)
adalah “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran”. Manusia
terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga
lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi modul
pembelajaran, papan tulis, dan kapur. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri dari ruang kelas, laboratorium pengukuran, dan peralatan
kontrol. Prosedur meliputi jadwal dan metode pembelajaran, praktek
belajar yang dilaksanakan, cara mengevaluasi pada akhir
pembelajaran.
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran,
Oemar Hamalik (2003:65) mengemukakan:
a) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur.
b) Kesalingtergantungan antara unsur-unsur pembelajaran yang serasi
dalam suatu keseluruhan.
c) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang
hendak dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa
belajar. Memang dalam kenyataannya siswa hampir semua belajar
16
tetapi semangat untuk belajar masih rendah dan perlu diberikan
motivasi-motivasi yang dapat memberi semangat belajar.
Proses pembelajaran terjadi karena adanya unsur-unsur yang
bersama-sama dapat mewujudkan terjadinya proses pembelajaran.
Menurut Oemar Hamalik (2003:66) menyatakan bahwa “unsur-unsur
minimal yang harus ada pada sistem pembelajaran adalah seorang
siswa, suatu tujuan, dan suatu prosedur kerja untuk mencapai suatu
tujuan”.
2) Problem Based Instruction (PBI)
Nurhadi (2004:109) menyatakan bahwa: Problem Based
Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta
memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata
pelajaran.
Sedangkan Ibrahim dkk (2000:3) menyatakan bahwa “Problem
Based Instruction adalah pembelajaran yang menyajikan kepada
situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka melakukan penyelidikan dan inkuiri”.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa didorong
bertindak aktif mencari jawaban atas masalah, keadaan atau situasi
yang dihadapi dan menarik simpulan melalui proses berpikir ilmiah
yang kritis, logis dan sistematis. Siswa tidak lagi bertindak pasif,
menerima dan menghafal pelajaran yang diberikan oleh guru yang
terdapat di buku teks saja.
17
Pemecahan masalah adalah suatu jenis belajar discovery. Dalam
hal ini, siswa secara individu maupun secara kelompok berusaha
memecahkan masalah autentik. Memecahkan masalah secara
kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh
latar belakang yang lebih luas dari anggota kelompok, sehingga dapat
menstimulasi munculnya ide, permasalahan dan solusi pemecahan
masalah.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran
berdasarkan masalah adalah memunculkan masalah yang berfungsi
sebagai batu loncatan untuk proses penyelidikan dan inkuiri. Di sini
guru membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa
dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki perbedaan penting
dengan pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan
didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan menurut disiplin ilmu dan
penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas
dalam ruang lingkup kelas. Sedangkan pembelajaran berdasarkan
masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna
dimana siswa mempunyai kesempatan melakukan penyelidikan, baik
di dalam dan di luar kelas sejauh itu diperlukan untuk pemecahan
masalah.
Terdapat tiga aliran yang berpengaruh pada pembelajaran
berdasarkan masalah. Teori-teori tersebut antara lain :
a) Dewey dan Kelas Demokratis
18
Dewey (Ibrahim dkk, 2000:15) mengemukakan pandangan
bahwa “sekolah seharusnya menjadi laboratorium untuk
pemecahan masalah kehidupan secara nyata”. Untuk itu, guru harus
mendorong siswa terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah
dan membimbing mereka menyelidiki suatu masalah.
b) Piaget, Konstruktivisme dan Vygotsky
Piaget (Ibrahim dkk, 2000:17) menegaskan bahwa: Anak
mempunyai rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus
berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini
memotivasi mereka secara aktif membangun pengetahuan mereka
tentang lingkungan yang mereka hadapi. Oleh karena itu pada
semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan,
diberi motivasi untuk menyelidiki dan membangun teoriteori yang
menjelaskan lingkungan itu.
Pandangan Konstruktivis - kognitif mengemuka-kan bahwa
siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
memperoleh informasi dan membangun pengetahuan mereka
sendiri.
Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus tumbuh
dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang
memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal
mereka.
Kaitan antara teori belajar Piaget dan pandangan
konstruktivisme dengan PBI adalah prinsip-prinsip PBI sejalan
dengan pandangan teori belajar tersebut. Siswa secara aktif
19
mengkonstruksi sendiri pemahamannya, dengan cara interaksi
dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Sedangkan Vygotsky (Ibrahim dkk, 2000:18) percaya bahwa
“perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka
berusaha untuk menyelesaikan masalah yang muncul”. Oleh karena
itu, individu mengkaitkan pengalaman baru dengan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya dan membangun pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip teori Vygotsky tersebut di atas merupakan bagian
dari kegiatan PBI melalui bekerja dan belajar pada kelompok kecil.
c) Bruner dan Pembelajaran Penemuan
Bruner (Koes, 2003:34) menekankan pentingnya membantu
siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu
dan perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya
pengetahuan siswa, tetapi juga menciptakan kemungkinan-
kemungkinan penemuan siswa.
Yang dimaksud dengan penemuan disini adalah siswa
menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-
benar baru. Kaitannya dengan belajar, Bruner memandang bahwa
belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang
paling baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah
serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
20
pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar dalam Runi,
2005:33).
Konsep lain dari Bruner yang ada kaitannya dengan PBI yaitu
scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas.
Menurut Bruner scaffolding merupakan suatu proses untuk
membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
a. Ciri-ciri Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Menurut Ibrahim dkk (2000:5), Pembelajaran berdasarkan
masalah memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah meng-organisasikan
pembelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah dan secara
pribadi bermakna bagi siswa. Pertanyaan atau masalah yang
diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Autentik. Masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata
siswa. Misalnya bagaimana alat hitung / kalkulator, jam
digital dan komputer bisa bekerja dengan mengolah data-data
biner 1 dan 0 data biner tersebut diolah oleh rangkaian digital
kombinasional yang tersususn dari gerbang logika dasar dan
gerbang logika kombinasional.
b) Jelas dan mudah dipahami. Masalah yang diberikan
hendaknya mudah dipahami siswa dan dibuat sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa sehingga tidak menimbulkan
21
masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
siswa.
c) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Masalah
yang disusun mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajukan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang
tersedia serta, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
d) Bermanfaat. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan
masalah siswa serta membangkitkan motivasi belajar.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu.
Pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat
pada mata diklat tertentu. Masalah yang diajukan hendaknya
benar-benar autentik agar dalam pemecahannya siswa meninjau
masalah tersebut dari banyak segi atau mengkaitkannya dengan
disiplin ilmu yang lain.
3. Penyelidikan autentik
Siswa diharuskan melakukan penyelidikan autentik
sebagai proses untuk mencari penyelesaian terhadap masalah
nyata. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung kepada
masalah yang sedang dipelajari. Dalam penyelidikan, siswa
merumuskan masalah, melaksanakan eksperimen (jika
diperlukan), mengumpulkan data/informasi, menganalisis data,
meramalkan hipotesis, membuat kesimpulan dan menyusun
hasil pemecahan masalah.
22
4. Menghasilkan karya dan memamerkannya
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas
menyusun hasil pemecahan masalah berupa laporan hasil
penyelidikan kemudian mempresentasikannya di depan kelas
untuk didiskusikan.
5. Kerjasama
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas
belajar dalam pemecahan masalah lebih baik diselesaikan
bersama-sama antar siswa, baik dalam kelompok kecil maupun
besar, dengan bimbingan dari guru.
Tahap-tahap Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima tahap, yang
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tahap-tahap Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Fase-Fase Perilaku Guru
Fase 1.
Orientasi siswa kepada
masalah.
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
Fase 2.
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Fase 3. Membimbing Guru mendorong siswa untuk
23
Fase-Fase Perilaku Guru
penyelidikan individu
maupun kelompok.
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Fase 4.
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Guru nmembantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas
dengan teman.
Fase 5. Menganalisis
dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka
gunakan.
Sumber: Sintak pembelajaran model PBI dalam Depdiknas (Trianto, 2007: 71-72)
b. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah
meliputi dua kegiatan, yaitu tugas perencanaan dan tugas interaktif
(Ibrahim dkk, 2000:24).
1) Tugas-tugas Perencanaan
Tugas-tugas perencanaan terdiri dari :
a) Penetapan tujuan
Pertama kali guru mendeskripsikan bagaimana
pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk
membantu mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Pada tahap ini guru menyusun tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, skenario pembelajaran
24
yang disesuaikan dengan tahap-tahap pembelajaran
berdasarkan masalah, dan menyusun alat evaluasi untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran dimana semua
itu disusun dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
b) Merancang situasi masalah yang sesuai
Situasi masalah yang baik harus memenuhi kriteria
antara lain autentik, tidak terdefinisi secara ketat, bermakna
bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektualnya, luas, serta bermanfaat.
c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Pembelajaran berdasarkan masalah memotivasi siswa
untuk bekerja dengan beragam material dan peralatan yang
dapat dilakukan di dalam kelas, perpustakaan atau
laboratorium dan jika dimungkinkan di luar sekolah.
Untuk itu, guru harus mengumpulkan dan menyediakan
bahanbahan yang diperlukan untuk penyelidikan siswa dalam
rangka memecahkan masalah.
2) Tugas Interaktif
Tugas-tugas interaktif terdiri dari :
a) Tahap 1. Orientasi siswa pada masalah
Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan
menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan.
Selanjutnya, guru menyajikan situasi masalah dengan
prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam
25
identifikasi masalah. Situasi masalah harus disampaikan
secara tepat dan menarik. Biasanya memberi kesempatan
siswa untuk melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu atau
menggunakan kejadian-kejadian di sekitar siswa sehingga
dapat memunculkan ketertarikan, rasa ingin tahu dan
motivasi. Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan permasalahan yang telah disusun
sebelumnya pada tahap perencanaan. Selain itu guru
menjelaskan logistik yang akan digunakan untuk
pembelajaran.
b) Tahap 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan
memperhatikan tingkat kemampuan, keragaman ras, etnis dan
jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan.
c) Tahap 3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
1. Pengumpulan data, siswa melakukan penyelidikan atau
pemecahan masalah dalam kelompoknya. Guru bertugas
mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan penyelidikan sampai mereka benar-benar
memahami situasi masalah yang dihadapi. Tujuan
pengumpulan data yaitu agar siswa mengumpulkan cukup
informasi untuk membangun ide dan pengetahuan mereka
sendiri.
26
2. Berhipotesis menjelaskan dan memberikan pemecahan
masalah, siswa mengajukan berbagai hipotesis, penjelasan
dan pemecahan dari masalah yang diselidiki. Pada tahap
ini guru mendorong semua ide, menerima sepenuhnya ide
tersebut, melengkapi dan membenarkan konsep-konsep
yang salah.
d) Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru meminta salah seorang anggota kelompok untuk
mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dalam
hal ini siswa melakukan demonstrasi hasil simulasi diskusi
materi pasar di depan kelas dilanjutkan dengan diskusi dan
membimbing siswa jika mereka mengalami kesulitan.
Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
e) Tahap 5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Guru menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir
dan keterampilan penyelidikan siswa serta proses
menyimpulkan hasil penyelidikan.
Ibrahim dkk (2000:7) merumuskan bahwa: Pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Jadi penerapan pembelajaran berdasarkan masalah
mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang
27
dihadapinya dengan melaksanaan penyelidikan autentik
melalui demonstrasi atau percobaan. Dengan menemukan dan
mencari jawaban dari suatu permasalahan, maka siswa dilatih
untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, siswa
dituntut mengajukan pertanyaan atau masalah dan mencari
jawaban atas permasalahan yang diajukan, sehingga
diharapkan dapat mengubah cara belajar siswa,
mengembangkan rasa ingin tahunya dan menghubungkan
konsep yang dipelajari dengan alam lingkungannya.
Jadi adanya informasi dan pengalaman baru
mengakibatkan terjadinya perubahan dan membentuk
pengetahuan baru sebagai hasil dari proses belajar. Hasil
yang dicapai siswa setelah proses belajar mencerminkan
tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam penguasaan
materi.
Pada proses pemecahan masalah yang dilakukan
dengan penyelidikan autentik melalui percobaan atau
demonstrasi. Dari kegiatan percobaan atau demonstrasi, maka
keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dapat teramati
dengan lembar observasi psikomotorik. Pada proses
pembelajaran, keterlibatan dan keaktifan siswa menunjukkan
sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Keterlibatan dan keaktifan siswa diamati dengan lembar
observasi afektif. Diharapkan dengan tercapainya hasil
28
belajar afektif dan psikomotorik secara optimal maka hasil
belajar kognitif siswa dapat tercapai secara optimal juga,
sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa dan
mengembangkan kecakapan hidup (life skill).
Dalam penelitian ini, penerapan Problem Based
Instruction diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3) Hasil Belajar
“Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana, 1989:22 ). Hasil belajar
dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai setelah interaksi dengan
lingkungan, sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Hasil
yang dicapai berupa angka atau nilai yang diperoleh dari tes hasil
belajar.
Tes hasil belajar dibuat untuk menentukan tingkat pengetahuan
dan keterampilan dalam penguasaan materi. Hasil belajar memiliki
peran penting dalam proses belajar mengajar. Penilaian terhadap hasil
belajar dapat memberikan informasi sampai sejauh mana keberhasilan
seorang siswa dalam belajar. Selanjutnya, dari informasi tersebut guru
dapat memperbaiki dan menyusun kembali kegiatan pembelajaran
lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hasil belajar siswa
meliputi hasil belajar kognitif, psikomotorik dan afektif. Hasil belajar
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yang dinyatakan
dengan nilai yang diperoleh siswa setelah menempuh tes. Hasil belajar
29
psikomotorik berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan
bertindak siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap siswa
ketika mengamati, menganalisis atau melakukan percobaan
/ekperimen. Sedangkan untuk hasil belajar afektif, diperoleh dari hasil
pengamatan sikap dan perilaku siswa ketika mengikuti pelajaran atau
melakukan percobaan.
Benyamin Bloom (Munaf, 2001:67) meng-klasifikasikan
kemampuan belajar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Ranah kognitif, meliputi kemampuan intelektual yang terdiri dari
pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
1. Hafalan/pengetahuan (C1)
Jenjang hafalan/pengetahuan meliputi kemampuan
menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah
yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat
menggunakannya.
2. Pemahaman (C2)
Jenjang pemahaman merupakan salah satu jenjang
kemampuan dalam proses berpikir dimana siswa dituntut untuk
memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu hal dan
dapat melihatnya dari beberapa segi.
3. Penerapan (C3)
Penerapan merupakan kemampuan berpikir yang lebih
tinggi daripada pemahaman. Jenjang penerapan merupakan
kemampuan menggunakan prinsip, teori, hukum, aturan,
30
maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada
situasi nyata.
4. Analisis (C4)
Analisis merupakan kemampuan untuk menganalisa atau
merinci suatu situasi, atau pengetahuan menurut komponen yang
lebih kecil atau lebih terurai dan memahami hubungan diantara
bagian yang satu dengan bagian yang lain.
5. Sintesis (C5)
Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian
(unsur-unsur) sehingga terjelma pola yang berkaitan secara
logis, atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang
ada hubungannya satu dengan lainnya.
6. Evaluasi (C6)
Evaluasi merupakan kemampuan tertinggi, yaitu bila
seseorang dapat melakukan penilaian terhadap situasi, nilai-nilai
atau ide-ide.
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan minat yang terdiri
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
1. Penerimaan
Penerimaan merupakan tingkat afektif yang terendah,
meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu masalah,
31
situasi, gejala, nilai dan keyakinan. Misalnya mendengarkan
dengan seksama penjelasan guru tentang gerbang logika dasar.
2. Jawaban
Jawaban merupakan bagian afektif yang meliputi keinginan
dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Misalnya
menyerahkan laporan praktikum/tugas teknik digital tepat pada
waktunya.
3. Penilaian
Penilaian yang dimaksud adalah yang berkenaan dengan
nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tertentu.
Misalnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap alat-alat
laboratorium yang dipakai waktu praktikum.
4. Organisasi
Organisasi meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu
sistem nilai. Misalnya mampu menimbang akibat positif dan
negatif jika tidak melakukan kegiatan praktikum.
5. Karakteristik
Karakteristik merupakan keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Misalnya bersedia mengubah
pendapat jika ditunjukkan buktibukti yang tidak mendukung
pendapatnya berdasarkan hasil praktikum.
32
c. Ranah psikomotorik.
mencakup bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu. Ranah psikomotor dikemukakan oleh Dave
(Adela, 2006:26) dibagi menjadi lima kategori yaitu:
1. Imitation (penerimaan), yaitu kemampuan yang dimulai dengan
mengamati suatu gerakan kemudian memberikan respon serupa
dengan yang diamati.
2. Manipulation (manipulasi), merupakan mengikuti pengarahan
(intruksi), penampilan dan gerakan-gerakan pilihan yang
menetapkan suatu penampilan.
3. Precision (ketepatan), kemampuan ini menekankan pada
kecermatan dan kepastian yang lebih tinggi.
4. Articulation (artikulasi), merupakan kemampuan koordinasi
suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan
mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal diantara
gerakan-gerakan yang berbeda.
5. Naturalization (pengalamiahan), menekankan pada kemampuan
yang lebih tinggi secara alami, sehingga gerakan yang dilakukan
dapat secara rutin dan tidak memerlukan pemikiran terlebih
dahulu.
Ketiga ranah ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Menurut Sudjana (2003:31) “seseorang yang telah berubah tingkat
33
kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula
sikap dan perilakunya”. Artinya bahwa perubahan kognisi
seseorang akan diikuti oleh perubahan sikap dan perilakunya. Alat
penilaian untuk setiap ranah tersebut mempunyai karakteristik
tersendiri, sebab setiap ranah berbeda cakupan dan hakekat yang
terkandung didalamnya.
Alat penilaian hasil belajar siswa berupa ranah kognitif dapat
berupa tes tertulis. Bentuk tes ini bisa berupa tes sumatif, formatif
atau subsumatif. Tes dapat diberikan sebelum dan setelah siswa
mendapatkan materi pelajaran untuk mengetahui tingkat
penguasaan materi siswa sebelum dan sesudah diberikan
pembelajaran. Untuk ranah afektif dan psikomotor dilihat selama
pembelajaran berlangsung melalui format observasi. Indikator
afektif dan psikomotor disesuaikan dengan indikator kerja ilmiah
yang terdapat dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan di SMP
Negeri 2 Gangga.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode adalah pendekatan yang digunakan dalam rangka mengadakan
pendekatan terhadap masalah yang dihadapi atau diteliti. Hal ini sesuai
dengan pendapat seorang ahli yang mengatakan bahwa “Metode adalah cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”
(Sugiyono, 2008 : 1). Metode eksperimen adalah suatu pendekatan dimana
34
situasi atau gejala dibuat dengan sengaja ditimbulkan” (Suharsimi Arikunto,
2002 : 12).
Dalam penelitian ini cara pendekatan adalah pendekatan kuantitatif
karena penulis memberi perlakuan dan menguji kembali “Pengaruh metode
problem based instruction (PBI) terhadap prestasi siswa pada mata pelajaran
IPS terpadu kelas VII di SMP Negeri 2 Gangga tahun pelajaran 2012/2013
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen yaitu eksperimen
kelompok control (Control Group experiment), dengan rancangan penelitian
sebagai berikut :
Tabel 3. Rancangan Penelitian
Kelas Data Awal Perlakuan
Data Akhir
Tes Angket
Eksperimen
kontrol
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Berdasarkan pola di atas dari data dokumentasi kelas eksperimen dan
kelas kontrol akan dibandingkan untuk menegaskan bahwa kedua sample
dalam keadaan homogen. Sedangkan dari hasil tes kelas eksperimen dan
kelas kontrol dibandingkan untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang
diberikan, sedangkan sebaran angket yang diberikan kepada kelas
eksperimen untuk melihat respon Peserta Didik terhadap perlakuan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah “sebagai seluruh data yang menjadi perhatian kita
dalam suatu ruang lingkup dan waktu kita tentukan” (Margono, 2003 : 118).
Sedangkan Nawawi seperti yang dikutip Margono menyebutkan bahwa
35
populasi adalah “keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
didalam suatu penelitian” (Margono, 1983:141).
Sedangkan secara singkat Arikunto mendefinisikan populasi sebagai
keseluruhan subyek penelitian. Untuk sekedar prakiraan maka apabila
subyek penelitian kurang dari seratus (100), lebih baik ambil semua.
Sehingga penelitian merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah
subjeknya besar (lebih dari seratus) maka dapat diambil antara 10%-15%
atau setara dengan 20%-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari :
(a) Kemeuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana (b) sempit luasnya
wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak
sedikitnya data (c) besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Untuk peneliti yang resikonya besar, tentu saja jika sampelnya besar,
hasilnya akan lebih baik (Suharsimi, 1998 : 112)
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benada
alam yang lain, populasi juga bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada
obyek-obyek yang dipelajari, tetapi yang meliputi seluruh karakteristik/sifat
yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka jumlah seluruh peserta
didik kelas VII SMP Negeri 2 Gangga sebagai populasi, karena jumlah
Peserta didik kelas VII/b sebagai kelas eksperimen hanya 35 orang atau
kurang dari seratus (100) maka penelitian ini temasuk penelitian populasi.
Dalam penelitian pendidikan, subjek yang dikenai penelitian biasanya
dilakukan terhadap sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi.
36
Sehubungan dengan hal itu, seorang ahli mengemukakan bahwa: “Sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (Suharsimi Arikunto,
2002 : 109).
Ahli lain juga berpendapat bahwa “Sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2003:91).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel adalah jumlah individu sebagai wakil
atau diwakili oleh sejumlah yang lebih kecil. Jumlah yang lebih kecil itu
disebut sampel.
Table 4.Jumlah Sampel Kelas VII/b Di SMP Negeri 2 Gangga
Tahun Pelajaran 2012/2013
Kelas Sampel Jumlah
VIILaki -LakiPerempuan
1520
Jumlah 35Sumber: SMP negeri 2 Gangga (2012)
3. Data Penelitian
a. Jenis dan Sumber Data
Jenis Penelitian ini adalah bersifat Kuantitatif dan jenis data yang
diperoleh berbentuk angka, karena itu analisis yang digunakan adalah
analisis statistik yang dalam pelaksanaannya menggunakan program
SPSS (Statistical Pickage for Social Sciences) versi 15.0 for Window.
Penelitian ini selain bertujuan untuk menguji pengaruh metode Problem
Based Instruction terhadap prestasi belajar siswa, juga untuk menguji
pengaruh kreativitas dan motivasi siswa terhadap hasil belajarnya.
Berdasarkan jenisnya, data dapat dikategorikan kedalam:
1. Data kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan
atas perhitungan prosentase, rata-rata, chi kuadrat dan perhitungan
statistik lainnya (Moleong, 2004:20). Selanjutnya metode kuantitatif
37
menekankan pengukuran dan analisis hubungan kausalitas antara
variable bukan menekankan untuk melihat proses (Agus Salim,
2001:11)
2. Data kuantitatif, Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata,
penjelasan, pendapat, gambar. Data kualitatif ini dalam penelitian
sering juga dirubah menjadi data kuantitatif misalnya pada jawaban
kuesioner yang dibuat skoring (Agus Salim, 2001:14)
b. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Sebab data-data yang diperoleh selanjutnya akan olah. Hasil
penelitian akan dikatakan logis apabila dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya dan dapat dibuktikan dengan data yang lengkap autentik dan
akurat.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Test
Menurut Suharsimi (1998:137) instrumen adalah alat pada
waktu peneliti menggunakan sesuatu metode. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa tes. Margono mengemukakan
tes adalah seperangkat rangsangan (stimulus) yang diberikan pada
seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat
dijadikan dasar bagi penetapan skor angka (1978:170).
Suharsimi menjelaskan tes adalah serangkaian pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelengensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
38
individu atau kelompok (1998:139). Tes adalah alat pengukuran
berupa pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang ditujukan kepada
testee untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk itu (Thoha,
2003:43).
Jadi tes adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang
berbentuk tugas berupa perintah atau pertanyaan-pertanyaan yang
dapat diberikan kepada peserta didik dan jawaban dari anak tersebut
merupakan nilai tes yang digunakan biasanya berupa tes essay dalam
bentuk uraian terbatas dan pedoman observasi untuk pengamatan
pembelajaran.
2. Observasi
Pada dasarnya teknik observasi ini di gunakan untuk melihat,
mengamati perubahan fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan
berkembang, kemudian dapat di lakukan penelitian. Dilihat dari segi
proses pelaksanaan pengumpulan data observasi dapat dibedakan
participant observation (observasi berperan serta) dan Non participant
observation (observasi non partisipan) (sugiyono, 2005:166), peneliti
menggunakan observasi non partisipan, dimana peneliti tidak ikut
menjadi bagian dari apa yang di teliti, karena peneliti berfungsi
sebagai peninjau, yakni menguraikan dan menganalisis data yang
telah terkumpul dari keterangan-keterangan tentang gambaran umum
yang akan di peroleh dari responden tentang Pengaruh Metode
Problem Based Instruction terhadap Prestasi Siswa pada mata
pelajaran IPS terpadu kelas VII di SMP Negeri 2 Gangga.
3. Angket atau Quisioner
39
Angket dan quisioner merupakan “suatu alat pengumpul data
dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk
dijawab secara tertulis pula oleh responden” (Margono, 2003:167),
sedangkan ahli lain mengatakan bahwa angket atau quisioner
“merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya” (Suharsimi, 2002:128)
4. Dokumentasi
Dokumentasi sebagai “setiap bahan tertulis atau film” (Maleong,
2002:161). Dokumentasi juga berarti “cara mengumpulkan data
melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga
buku-buku tentang pendapat, teori-teori, dalil atau hukum dan lain-
lain yang berhubungan dengan masalah penelitian” (Margono,
2003:159). Dengan metode ini peneliti kiranya akan mendapatkan
data dalam bentuk tertulis mengenai prestasi belajar siswa mata
pelajaran IPS Terpadu.
4. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penerapan Metode Problem Based Instruction
b. Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS
Terpadu kelas VII di SMP Negeri 2 Gangga.
5. Analisis Data
Campbell & Stanley membagi jenis desain eksperimen berdasarkan
baik buruknya eksperimen yaitu Pre Eksperimental Design (eksperimen
yang belum baik) dan True Eksperimental Design (penelitian yang sudah
40
dianggap baik). Dari kedua jenis penelitian eksperimen tersebut maka
peneliti memilih jenis metode penelitian True Eksperimental Design.
Pemilihan jenis atau desain penelitian ini adalah untuk melihat seberapa
besar pengaruh perlakuan menggunakan model Pembelajaran Problem
Based Instruction (PBI) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPS terpadu di SMP Negeri 2 Gangga. Menurut Arikunto (2002:79) pola
pre test dan post test desain adalah sebagai berikut :
Sumber: Arikunto (2002:79)
Keterangan:O1 & O3 = Tes awal untuk melihat kemampuan siswa sebelum treathment
dilakukanO2 & O4 = Tes akhir untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah treathment
dilakukanE = Kelas Eksperimen (kelas yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based InstructionK = Kelas Kontrol (kelas yang menggunkakan model pembelajaran
konvensional)X = Treathment (model Konstruktif Problem based Intruction pada
eksperimen dan konvensional pada kontrol)
Dalam desain ini di sebut Pre Test-Post Test Design, karena dalam desain
ini kedua kelompok O1 dan O3 diberi tes awal (Pre-Test) dengan tes yang
sama. Setelah treathment selesai dilakukan maka kedua kelompok O2 dan O4
diberikan tes yang sama sebagai tes akhir (Post-Test). Penggunaan model
eksperimen ini dikarenakan untuk memberikan suatu hasil yang mempunyai
tingkat validitas maksimal.
Untuk menganalisis data yang diperoleh digunakan teknik analisis
statistik yaitu dengan rumus angka mentah korelasi product moment, rumus
tersebut adalah sebagai berikut :
41
E = O1 X O2
K = O3 X O4
dengan
Keterangan:rxy = koofesien korelasi product moment anatara variabel X dan Y
x = simpangan setiap X dari rerata X-
y = simpangan setiap Y dari rerata Y-
X = Skor nilai variabel XY = Skor nilai variabel y(Suharsimi Arikunto, 2005:327)
6. Pengujian Hipotesis
Dalam buku metodologi penelitian pendidikan dijelaskan bahwa
dalam setiap penelitian, disamping perlu menggunakan metode penelitian
yang tepat, juga memilih tekhnik dan alat pengumpul data yang relevan.
Penggunaan tekhnik dan alat pengumpul data yang tepat, memungkinkan
diperolehnya data yang objektif dan akurat (Margono, 2000:158).
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya Pengaruh
Metode Problem Based Instruction terhadap hasil belajar terhadap prestasi
belajar peserta didik, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan rumus statistik yaitu rumus korelasi product moment. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hadi (1980:285) yang menyatakan: “tekhnik
statistik yang kerap kali digunakan untuk mencari hubungan antara dua
variabel adalah tekhnik korelasi”
Setelah peneliti mengadakan penelahan yang mendalam terhadap
berbagai sumber untuk menentukan anggapan dasar, maka langkah
berikutnya adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai
42
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
“Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari
suatu penelitian” (Fraenkel dan Wallen dalam Yatim Riyanto, 2001:16).
Atas dasar pendapat di atas, hipotesis yang diajukan masih perlu diuji
kebenarannya. Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini berbentuk
alternatif yang terdiri dari hipotesa mayor dan hipotesa minor. Sesuai
dengan teknik analisis yang digunakan seperti disebutkan di atas, maka
hipotesis alternatif (Ha) diubah menjadi hipotesis nihil (Ho).
(Ha) Ada pengaruh yang positif dan signifikan pembelajaran Metode
Problem Based Instruction (PBI) terhadap prestasi belajar peserta
didik pada materi pokok pasar di SMP Negeri 2 Gangga tahun
Pelajaran 2011/2012.
(Ho) Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan pembelajaran
Metode Problem Based Instruction (PBI) terhadap prestasi belajar
peserta didik pada materi pokok pasar di SMP Negeri 2 Gangga
tahun Pelajaran 2011/2012.
Untuk keperluan pengujian hipotesis digunakan teknik uji-t (t-tes).
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang positif dan
signifikan tentang pemberian pembelajaran Metode Problem Based
Instruction (PBI) dengan yang tidak menggunakan pembelajaran Metode
Problem Based Instruction (PBI) pada peserta didik di SMP Negeri 2
Gangga.
Dengan keterangan:t = t hitung
43
= rata-rata sampel;
µ0 = rata-rata populasi;
s = deviasi standar sampel;
n = jumlah sampel.
(Sugiyono, 2003 : 145).
a. Tolak Ho, apabila t hitung > t tabel pada taraf uji 95 % dan
derajat kebebasan. Dan sebaliknya apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima
pada taraf uji yang sama.
b. Ho di tolak artinya terdapat perbedaan yang signifikan
dan menerima Ho artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan
J. Jadwal Kegiatan Penelitian
NO
KEGIATAN
BULANJuli2012
Agustus2012
September2012
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Persiapan2 Penyusunan Proposal3 Konsultasi Proposal4 Perizinan5 Penyusunan Skripsi6 Konsultasi Skripsi7 Seminar
44
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3 rd ed.
Jakarta : Balai Pustaka.
Djamarah, Saiful, 1991, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Pendidik, Surabaya :
Usaha Nasional
Hadi, Sutrisno, 1980, Psikologi Belajar Dan Mengajar, Jakrta : Bumi Aksara
Hamalik, Oemar, 2002, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Hamalik, O. 2008.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Hamalik, O. 2008. Kuriulum dan Pembelajaran. Jakarta :Bumi Aksara
Hasil Belajar Siswa Kelas VII/b SMP Negeri 2 Gangga. 2012. Daftar nilai guru
Mata Pelajaran IPS Terpadu.
Ibrahim, 2000, Metode Pembelajaran, Bandung : Alfabeta.
Ibrahim, Dkk, 2000, Proses Belajar Mengajar, Bandung : Bumi Aksara
Konsep Landasan Teori-Praktis dan Implementasinya.Jakarta: Prestasi Pustaka
Margono, S, 1996, .Metode Penelitian Pendidikan, Jakrta : Rineke Cipta.
Moleong, Lexi, 1988, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya
Mustofa, B. 2008. Metode Penulisan Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Penerbit
Optimis.
Nurkancana dan Sumartana, 1986, Evaluasi Pendidika, Surabaya : Usaha
Nasional.
Poerwadarminta, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Jakarta : Balai pustaka
Purwanto, N. 1986. M. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya.
Purwanto, Ngalim, 1990, Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Roestiyah, 1989, Masalah-masalah Ilmu KePendidikan, Jakrta : Bina Aksara
Roestiyah, N.K. 1987. Masalah-Masalah Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Rohani, Ahmad, 2004, Pengelolaan Pengajaran, Jakrta : Rineke Cipta
Sardiman, 2003, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Surabaya : Usaha
Nasional.
45
Slameto, 2003, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Memepengaruhinya, Jakarta :
Rineka Cipta.
Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, 1994, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rajawali Pers
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
Uno, H. B. 2008.Teori Motivasi dan Pengukurannya.Jakarta: Bumi Aksara
Widyaningsih, T.S. 2008. Implementasi Teknik Two Stay Two Straydan Media
Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
Gramedia.
Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi
Laboratorium.Semarang: Unnes Press
Yamin, H.M. 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.Jakarta:Persada
Press.
46