pengaruh metode pembelajaran cooperative tipe tps...

29
Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share) Berbantuan Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital (Studi Kasus Smk N 2 Salatiga) Skripsi Diajukan sebagai prasyarat penyusunan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Komputer Disusun oleh: Olivia Noor Prita Sari NIM : 702011123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA 2015

Upload: trantruc

Post on 07-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share) Berbantuan

Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital

(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)

Skripsi

Diajukan sebagai prasyarat penyusunan skripsi

guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Disusun oleh:

Olivia Noor Prita Sari

NIM : 702011123

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2015

Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share) Berbantuan

Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital

(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)

1)Olivia Noor Prita Sari

2)Krismiyati, Spd., M.A.

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

Email: 1)

[email protected] 2)

[email protected]

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of the use of learning methods

kooperative type of TPS (Think-Pair-Share) aided video tutorials in subjects digital simulation. This

research was conducted using the method of quasi experimental design with nonequivalent control

group. The population in this study were students of SMK N 2 Salatiga. Sampling was done by

Purpose Sampling, on the class X TGB TGB A and B with the number of students each as much as 36

students. The instrument used is a multiple choice objective test in pretest and posttest, questionnaire

responses and student activity observation sheet. This research obtains the average yield for a post

test of 75%. After the treatment is held in the form of learning methods kooperative type of TPS

(Think-Pair-Share) aided video tutorials, the average class into a class observation sheet 94,44%.

The results indicate activity of students in class at 78.96%, while the students' responses to the

questionnaire shows the results obtained at 80.14 % and the questionnaire responses of teachers by

80%.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran

kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial dalam mata pelajaran simulasi

digital. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasi eksperimental dengan desain

nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK N 2 Salatiga.

Pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling, yaitu pada kelas X TGB A dan TGB B

dengan jumlah siswa masing-masing sebanyak 36 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes pilihan

ganda pada pretest dan posttest, angket tanggapan dan lembar observasi keaktifan siswa. Penelitian

ini mendapatkan hasil rata-rata untuk post test sebesar 75%. Setelah diadakan treatment berupa

metode pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial, rata-rata

kelas menjadi 94.44%. Hasil lembar observasi kelas menunjukan keaktifan siswa dikelas treatment

sebesar 78.96 %, sedangkan untuk angket tanggapan siswa menunjukan hasil yang diperoleh sebesar

80.14 % dan angket tanggapan guru sebesar 80%.

Kata Kunci : Keaktifan, Cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share), Media Pembelajaran,

Video Tutorial

1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga 2)

Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan

Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2)

Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share)

Berbantuan Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital

(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)

1)Olivia Noor Prita Sari

2)Krismiyati, Spd., M.A.

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

Email: 1)

[email protected] 2)

[email protected]

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of the use of learning

methods kooperative type of TPS (Think-Pair-Share) aided video tutorials in subjects

digital simulation. This research was conducted using the method of quasi experimental

design with nonequivalent control group. The population in this study were students of

SMK N 2 Salatiga. Sampling was done by Purpose Sampling, on the class X TGB TGB A

and B with the number of students each as much as 36 students. The instrument used is a

multiple choice objective test in pretest and posttest, questionnaire responses and student

activity observation sheet. This research obtains the average yield for a post test of 75%.

After the treatment is held in the form of learning methods kooperative type of TPS

(Think-Pair-Share) aided video tutorials, the average class into a class observation sheet

94,44%. The results indicate activity of students in class at 78.96%, while the students'

responses to the questionnaire shows the results obtained at 80.14 % and the

questionnaire responses of teachers by 80%.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan metode

pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial dalam

mata pelajaran simulasi digital. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

quasi eksperimental dengan desain nonequivalent control group design. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa SMK N 2 Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan dengan

Purposive Sampling, yaitu pada kelas X TGB A dan TGB B dengan jumlah siswa

masing-masing sebanyak 36 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes pilihan ganda

pada pretest dan posttest, angket tanggapan dan lembar observasi keaktifan siswa.

Penelitian ini mendapatkan hasil rata-rata untuk post test sebesar 75%. Setelah diadakan

treatment berupa metode pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share)

berbantuan video tutorial, rata-rata kelas menjadi 94.44%. Hasil lembar observasi kelas

menunjukan keaktifan siswa dikelas treatment sebesar 78.96 %, sedangkan untuk angket

tanggapan siswa menunjukan hasil yang diperoleh sebesar 80.14 % dan angket tanggapan

guru sebesar 80%.

Kata Kunci : Keaktifan, Cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share), Media

Pembelajaran, Video Tutorial

1

1. Pendahuluan

Kurikulum merupakan jembatan dalam menyukseskan pendidikan

sebagai modal dasar pembangunan nasional untuk itu pelaksanaannya perlu

dikawal, dikritisi, dan terus dievaluasi dengan segenap kekurangan dan

kelebihannya. Pemerintah melalui (Kemendikbud) telah melakukan

pengembangan kurikulum sebagai revisi atas Kurikulum (KTSP) yang diberi

nama Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini diberlakukan mulai Tahun

Pelajaran 2013/2014 yang dilaksanakan secara bertahap sampai tahun 2015[1].

Penerapan kurikulum 2013 yang terkesan terburu buru oleh pemerintah

membuat sekolah kesulitan dikarenakan belum adanya pengarahan maupun

kompetensi untuk guru pengajar mata pelajaran baru pada kurikulum 2013.

SMK N 2 Salatiga adalah salah satu sekolah yang sudah menerapkan

kurikulum 2013 pada satu tahun terakhir ini. Pada penerapan kurikulum 2013

ada penambahan mata pelajaran simulasi digital yang hanya ada pada kelas X

pada setiap program keahlian. Tidak terkecuali pada program keahlian TGB

(Teknik Gambar Bangunan).

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru pengampu mata

pelajaran simulasi digital di SMK N 2 Salatiga, diketahui bahwa guru tersebut

merupakan pengampu mata pelajaran teknik kayu yang diminta oleh sekolah

untuk sekaligus mengajar simulasi digital, karena pada kurikulum 2013 pada

semua kejuruan diharuskan ada mata pelajaran simulasi digital dan pada

program keahlian TGB belum memiliki guru yang memang berbasic di mata

pelajaran simulasi digital. Sebagai guru profesinal, guru seharusnya mengajar

sesuai bidang dan kompetensi yang dikuasainya [25]. Dengan dasar

pengetahuan pengajar yang biasa mengajar mata pelajaran teknik kayu, dalam

melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran simulasi digital guru

belum terbiasa menggunakan media pembelajaran lain selain modul atau

materi dari internet. Metode pembelajaran yang digunakan juga masih

menggunakan metode konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru.

Hal ini dikarenakan guru yang belum memiliki basic mata pelajaran simulasi

digital, maka pada pembelajarannya siswa dan guru masih sama-sama belajar.

Hal ini menyebabkan siswa cepat bosan dan tidak bersemangat dalam

mengikuti pembelajaran yang berdampak pada keaktifan siswa pada saat

mengikuti pembelajaran menjadi kurang. Hal ini juga menyebabkan hasil

belajar siswa terhadap pembelajaran kurang. Pada data awal diperoleh

sebanyak 73,61% siswa tuntas pada kelas TGB A, dan 52,78% siswa tuntas

pada kelas TGB B. Persentase ketuntasan lebih besar pada kelas TGB A.

Simulasi digital berkaitan erat dengan pembelajaran praktek

menggunakan komputer, yang dimana guru menjelaskan cara-cara

mempraktikkan software animasi, software pengolah kata, menjelaskan cara

membuat kelas maya, pengggunaan media sosial dan lain lain. Pada program

keahlian TGB sarana prasarana untuk pembelajaran simulasi digital masih

dalam proses penyempurnaan. Diketahui bahwa lab komputer sudah

disediakan oleh sekolah, tetapi untuk jumlah laptop masih belum memadai, 1

laptop masih digunakan oleh 2 siswa. Karena ketersediaan laptop yang

kurang, guru menyarankan kepada siswa yang memiliki laptop untuk selalu

2

dibawa pada saat pembelajaran simulasi digital untuk mendukung

pembelajaran dikelas. Terdapat juga fasilitas internet pada lab komputer.

Tetapi tersedianya fasilitas internet juga dapat mengganggu konsentrasi siswa

dalam menerima materi pembelajaran. Pada saat guru menerangkan materi

sebagian siswa lebih tertarik untuk membuka jejaring sosial. Ketersediaan

fasilitas internet apabila tidak dikontrol dengan baik oleh guru dapat

mengganggu proses belajar mengajar.

Seorang guru dituntut untuk dapat memanfaatkan dan menerapkan

media dan model pembelajaran yang tepat dengan kondisi kelas saat itu.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,

termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Pemilihan

model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat

menciptakan suasana kelas yang kondusif, siswa aktif dalam pembelajaran,

siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai [2]. Salah satu model pembelajaran yang

menuntut keaktifan siswa adalah cooperative learning. Cooperative

mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.

Pada dasaranya cooperative mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau

perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam

struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang

atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari

setiap anggota kelompok itu sendiri [3]. Salah satu model pembelajaran

kooperative adalah tipe Think Pair Share (TPS). TPS merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa. TPS merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.

Metode pembelajaran ini adalah adanya optimalisasi partisipasi siswa [4].

Berdasarkan penelitian oleh Kusumastuti dkk dengan menggunakan metode

TPS dapat meningkatkan aktivitas siswa [7]. Penelitian lain juga dilakukan

oleh Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Lasmiyatun & Saptaningrum

dengan memanfaatkan media pembelajaran multimedia dan metode TPS pada

saat pembelajaran dapat dikatakan telah memenuhi indikator keberhasilan [6].

Dengan menggunakan model pembelajaran TPS nantinya siswa dapat

berperan aktif dalam pembelajaran. Selain penggunaan model pembelajaran,

penggunaan media pembelajaran tidak kalah penting untuk menunjang

pembelajaran dalam kelas. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang

berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran [5].

Untuk mendampingi model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

peneliti menggunakan media video tutorial sebagai penunjang pembelajaran

dikelas. Dengan menggunakan video tutorial diharapkan siswa dapat lebih

memahami materi pembelajaran dan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran

yang diinginkan. Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa maka

akan diterapkan model pembelajaran cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share)

berbantuan video tutorial sebagai solusi.

3

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai

berikut : (1) Apakah penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-

Pair-Share berbantuan video tutorial berpengaruh terhadap peningkatan

keaktifan dan hasil belajar siswa? (2) Bagaimana tanggapan siswa dan guru

terhadap model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan

video tutorial ?

2. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lutfiyatun, Widodo &

Martono hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan metode pembelajara think pair share (TPS) berbantuan

media power point pada pokok bahasan menyusun proposal usaha di kelas XI

SMK N 1 Dukuhturi dapat meningkatkan keaktifan siswa, peningkatannya

lebih efektif dibandingkan dengan proses pembelajaran dengan menggunakan

metode konvensional atau ceramah. Penerapan metode pembelajaran think

pair share (TPS) berbantuan media power point dapat meningkatkan hasil

belajar kewirausahaan pokok bahasan proposal usaha di kelas XI SMK

Negeri 1 Dukuhturi. Peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih

tinggi dibandingkan pada kelas kontrol [4].

Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Lasmiyatun & Saptaningrum

meningkatnya hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus kedua

menunjukkan bahwa pemanfaatan multimedia pembelajaran berbasis

Macromedia Flash yang disertai dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share pada saat pembelajaran dapat dikatakan telah memenuhi

indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian tindakan kelas ini,

yaitu sebesar 70% dari seluruh siswa yang ada di kelas tersebut memperoleh

nilai 65 [6].

Selain itu penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti, Kurniana

& Susilo penerapan model Think Pair Share dalam pembelajaran dapat

meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan

terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dari siklus I sampai

dengan siklus III. Skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 18,2 dengan

kriteria baik. Pada siklus II skor aktivitas siswa adalah 19,73 dengan kriteria

baik. Sedangkan pada siklus III skor aktivitas siswa adalah 21,3 dengan

kriteria sangat baik [7].

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia, Astutik & Yushardi hasil

penelitian menyimpulkan bahwa Aktivitas belajar siswa dengan menerapkan

model kooperatif tipe TTW menggunakan multimedia video pembelajaran

baik dimana aktivitas siswa termasuk dalam kategori aktif yaitu dengan rata-

rata 69,49% [8].

Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu : penelitian yang akan

digunakan adalah model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-

Share untuk meningkatkan keaktifan atau aktivitas dan hasil belajar siswa

dalam pembelajaran. Perbedaan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini

menggunakan model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-Share

dengan berbantuan media pembelajaran video tutorial. Berdasarkan persamaan

dan perbedaan yang ada dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

4

mengguanakan model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-

Share dan media pembelajaran video tutorial.

Keaktifan secara harfiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti

giat atau sibuk. Aktif mendapat awalan ke- dan an-, sehingga keaktifan

mempunyai arti kegiatan atau kesibukan [9]. Keaktifan siswa dalam proses

belajar merupakan upaya siswa dalam memperoleh pengalaman belajar, yang

mana keaktifan belajar siswa dapat ditempuh dengan upaya kegiatan belajar

kelompok maupun belajar secara perseorangan [9]. Indikator yang digunakan

untuk mengukur keaktifan belajar siswa dengan berpedoman pada apa yang

diungkapkan oleh Sudjana. Indikator keaktifan siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar dapat dilihat dalam : (1) Turut serta dalam melaksanakan

tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3) Bertanya kepada

siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, (4)

Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan

masalah, (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru,

(6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (7) Melatih

diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis [10].

Pembelajaran cooperative Think-Pair-Share Think-Pair-Share

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling

membantu dalam kelompok kecil (2‑6 anggota). Think‑Paire‑Share

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang

memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama

dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu

mengoptimalkan partisipasi siswa [11]. Adapun langkah-langkah

pembelajaran TPS adalah sebagai berikut : (1) Think, pembelajaran ini

diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran

untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada

mereka memikirkan jawabannya. (2) Pair, pada tahap ini guru meminta

peserta didik berpasang-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini

dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui

intersubjetif dengan pasangannya. (3) Share, Hasil diskusi intersubjektif di

tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas

Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada

pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat

menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya [2]. Kelebihan

model pembelajaran (TPS) Think-Pair-Share : (1) Siswa berperan aktif

selama pembelajaran berlangsung. (2) Dengan memberi kesempatan kepada

siswa melalui kelompoknya memungkinkan siswa mengkontruksi

pengetahuannya. (3) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar

sendiri. (4) Memotivasi siswa untuk belajar [12]. Kekurangan model

pembelajaran (TPS) Think-Pair-Share : (1) Tidak mungkin semua

kelompok mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya atau

menjawab pertanyaan baik dari siswa maupun dari guru. (2) Bagi kelompok

yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengkomunikasikan ide-

idenya, akan merasa ketakutan jika mendapat giliran untuk menjelaskan

5

tentang jawaban dari penyelesaian pekerjaannya. (3) Hanya kelompok yang

pandai saja yang mampu menjawab pertanyaan dari guru yang menuntut

kelompok untuk berpikir tingkat tinggi [12].

Media Pembelajaran kerap sekali kata media pembelajaran diartikan

sebagai istilah alat bantu atau media komunikasi, “Media pembelajaran

meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

pengajaran, yang terdiri dari : buku, tape recorder, kaset, video camera, video

recorder, film, overhead proyektor, slide (gambar bingkai), foto, gambar,

grafik, televisi, multimedia, dan komputer” [13]. Media pembelajaran juga

dapat didefinisikan sebagai sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan

untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Media pembelajaran juga dapat

didefinisikana segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan

dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

perhatian dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjadi

[5]. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk

menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses

komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak

akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk

bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah

hubungan atau interaksi manusia, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan

suara yang direkam [14]. Dapat disimpulkan media pembelajaran adalah alat

atau media yang dapat digunakan untuk mendukung suatu pembelajaran yang

dapat berupa media digital.

Video Tutorial video adalah teknologi untuk menangkap, merekam,

memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya

menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Berkaitan

dengan “penglihatan dan pendengaran [15]. Tutorial secara istilah adalah

bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan,

petunjuk, arahan dan motivasi agar siswa belajar secara efektif dan efisien.

Definisi tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer adalah pembelajaran

khusus dengan instruktur yang terkualifikasi dengan menggunakan software

komputer yang berisi materi pelajaran yang bertujuan untuk memberikan

pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai bahan

atau materi pelajaran yang sedang dipelajari [14]. Dari paparan diatas dapat

disimpulkan bahwa video tutorial adalah media pembelajaran yang berupa

video yang didalamnya berisi langkah langkah suatu materi yang sistematis

sehingga dapat digunakan untuk alat pembelajaran suatu materi tertentu

sehingga memudahkan siswa untuk pahan akan suatu materi. Kelebihan dari

video dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Memaparkan

keadaan riel dari suatu proses, fenomena atau kejadian. (2) Sebagai bagian

terintegrasi dengan media lain seperti teks atau gambar, video dapat

memperkaya pemaparan. (3) Pengguna dapat melakukan replay pada bagian-

bagian tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus. Hal ini sulit

diwujudkan bila video disampaikan melalui media seperti televisi. (4) Sangat

cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. (5)

Kombinasi video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan

6

pesan dibandingkan media text. (6) Menunjukkan dengan jelas suatu langkah

procedural [15].

3. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti [16]. Penelitian ini menggunakan jenis

penelitian kuantitatif eksperimen, yaitu penelitian yang berusaha mencari

pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang

terkontrol secara ketat [17]. Rancangan yang digunakan adalah desain

eksperimen Quasi Experimental Design dengan bentuk Nonequivalent

Control Group Design. Bentuk desain penelitian dapat dilihat pada tabel

dibwah ini :

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Tabel 1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : hasil pretest kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan.

O2 : hasil posttest kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan.

O3 : hasil pretest kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan.

O4 : hasil posttest kelompok kontrol.

X : treatment yang diberikan pada kelompok eksperimen

- : tidak adanya perlakuan pada kelompok kontrol

Populasi Dan Sample, populasi dalam penelitian ini adalah semua

siswa kelas X SMK Negeri 2 Kota Salatiga. Sampel yang akan dijadikan

subjek penelitian ini diambil dua kelas yaitu kelas X TGB A dan TGB B

(Teknik Gambar Bangunan) dengan masing-masing kelas berjumlah 36

siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non

probability sampling dimana pemilihan unit sampling didasarkan pada pada

pertimbangan atau penilaian subjektif dan tidak pada penggunaan teori

probabilitas. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling yang

merupakan metode penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan

kriteria-kriteria tertentu [18].

Variabel Penelitian, menurut Sugiyono variabel penelitian adalah

suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya [19]. Variable yang akan digunakan dalam

penelitian ini ada dua, diantaranya adalah (1) Variabel bebas (independent)

adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab terjadinya

perubahan pada variabel lain. (2) Variabel terikat (dependent) adalah variabel

yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas [19].

Penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share

berbantuan video tutorial merupakan variabel bebas (independent), sedangkan

peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa merupakan variabel terikat

(dependent). Variabel bebas akan mempengaruhi variabel terikat.

7

Tahap Penelitian dalam melaksanakan sebuah penelitian diperlukan

pula tahapan penelitian atau langkah-langkah penelitian yang digunakan

supaya penelitian lebih terarah dan sistematis. Penelitian ini dilakasanakan

melalui tiga tahap, yaitu (1) Tahap persiapan, (2) Tahap pelaksanaan, (3)

Tahap pengolahan dan analisis data. Adapun langkah-langkah penelitian

tersebut adalah sebagai berikut : No. Tahapan Penelitian Keterangan

1 Tahap Persiapan Wawancara

Studi Literatur

- Menentukan populasi dan sampel

- Menyiapkan materi

- Menyusun angket

- Menyusun lembar observasi keaktifan

Menyusun soal tes

2 Tahap Pelaksanaan - Memberikan tes awal (pretest)

- Memberikan perlakuan (treatment)

- Memberikan tes akhir (posttest)

Memberikan angket tanggapan

3 Pengolahan dan

Analisis Data

- Mengolah hasil pretest

- Mengolah hasil posttest

- Mengolah hasil lembar observasi keaktifan siswa

- Mengolah hasil angket

Tabel 2 Tahapan Penelitian modifikasi dari Rinawan (2014) [24]

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah (1)

wawancara dilakukan untuk mengetahui masalah pembelajaran yang terjadi

selama proses pembelajaran simulasi digital di sekolah. (2) Studi Literature

dilakukan untuk memperoleh pemahaman teori-teori media pembelajaran,

gaya mengajar. Pemahaman teori didapat dari studi pustaka berupa jurnal ber

issn dan ber volume, dan buku (baik cetak maupun elektronik). (3)

Menentukan populasi dan sample yang nanti akan di beri perlakuan

penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share

berbantuan video tutorial. (4) Menyiapkan materi dan rancangan penggunaan

model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video

tutorial yang akan digunakan untuk pembelajaran dikelas. Materi video

tutorial menggunakan video yang sudah ada, bisa didownload melalui

youtube maupun web. (5) Menyusun instrument penelitian berupa lembar

observasi, angket dan soal tes, menganalisa instrumen penelitian yang

kemudian akan diterapkan dalam penelitian.

Pada tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan, memberikan tes awal

(pretest) pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen untuk mengetahui hasil

belajar awal siswa. Setelah pretest dilaksanakan, selanjutnya adalah

memberikan perlakuan (treatmen) dengan menggunakan model pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial pada kelas

eksperimen (X TBG B). Pada saat treatmen dilaksanakan, juga dilakukan

pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang

disediakan dan diisi oleh guru kelas. Setelah treatmen dilaksanakan,

selanjutnya adalah pemberian posttest pada kelas kontrol dan eksperimen

untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tahap terakhir adalah pemberian

angket tanggapan pada kelas eksperimen (X TBG B) untuk mengetahui

8

tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperative tipe

Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.

Pada tahap terakhir yaitu pengolahan dan analisis data. Mengolah data

hasil observasi keaktifan siswa. Hasil perhitungan lembar observasi akan

dibandingkan antara kelas kontol dan eksperimen. Langkah berikutnya adalah

mengolah data hasil pretest dan posttest. Hasil tes akan dibandingakan antara

kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat apakah ada peningkatan

hasil belajar siswa pada kelas eksperimen setelah diberikan treatmen

menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share

berbantuan video tutorial. Langkah terakhir adalah menghitung skor dan

persentase angket tanggapan yang diberikan pada kelas eksperimen. Semua

hasil analisis akan dianalisa kemudian diambil kesimpulan berdasarkan hasil

yang diperoleh dari pengolahan data. Laporan penelitian dibuat berdasarkan

hasil yang telah di olah dan dianalisis.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

(1) Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek

penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan [23]. Metode

observasi digunakan untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran dilihat

dari keaktifan siswa. Untuk mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran dikelas digunakan indikator keaktifan : (1) Turut serta dalam

melaksanakan tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3)

Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang

dihadapinya, (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

pemecahan masalah, (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan

petunjuk guru, (6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang

diperolehnya, (7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang

sejenis [10]. (2) Metode Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan

pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu

objek [19]. Metode tes (pretest dan posttest) yang dilakukan bertujuan

untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kompetensi dasar komunikasi

dalam jaringan dalam mata pelajaran simulasi digital. Indikator kemampuan

siswa atau hasil belajar siswa menggunakan KKM dari sekolah, yaitu B- atau

75 dari skala 100. (3) Metode angket merupakan serangkaian atau daftar

pertanyaan yang disusun sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh

responden [20]. Metode angket digunakan untuk memperoleh informasi

tentang tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperative

tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial selama mengikuti

pembelajaran. Angket atau kuesioner yang akan digunakan adalah angket

cheklist skala likert dengan 5 kategori. Tujuan angket tanggapan untuk

mengetahui apakah media dan model pembelajaran yang diterapkan sudah

layak atau belum jika digunakan untuk guru pengajar yang ada disekolah.

Jika tanggapan siswa baik maka media dan model pembelajaran yang peneliti

gunakan baik untuk digunakan oleh pengajar di SMK N 2 Salatiga. Nantinya

angket ini akan diberikan kepada siswa kelas treatmen, dan guru pengajar,

agar peneliti mengetahui tanggapan dari sisi guru maupun siswa.

9

Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji

instrumen tes dan analisis data kuantitatif serta data kualitatif. Data kuantitatif

diolah secara deskriptif menggunakan perangkat pengolah data. Untuk data

kualitatif data yang ada dikodekan terlebih dahulu sebelum dianalisa untuk

menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

4. Desain Pembelajaran

Dalam penelitian ini nantinya peneliti akan terjun langsung dan

mengajar dalam proses pembelajaran. Adapun desain pembelajaran yang

telah di rancang mengadaptasi dari langkah langkah pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share menurut Suprijono (2011), yaitu seperti

pada tabel 3 dibawah ini : No Langkah-

Langkah

pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Think Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

Guru membagikan video tutorial dan meminta

siswa untuk mempelajari dan mempraktikan

Guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait

dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta

didik.

Guru memberi kesempatan kepada mereka

memikirkan jawabannya.

Siswa memperhatikan penjelasan

tujuan pembelajaran dari guru

Siswa memperhatikan dan

mempraktikan latihan yang ada pada

video tutorial

Siswa mendengarkan pertanyaan / topik

diskusi dari guru

Siswa memikirkan jawaban terkait

pertanyaan yang diberikan oleh guru

2 Pair Guru meminta peserta didik berpasang-pasangan

untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat

memperdalam makna dari jawaban yang telah

dipikirkannya dengan pasangannya.

Siswa berpasang-pasangan (teman

sebangku 2-3 siswa per kelompok)

untuk mendiskusikan soal dari guru

3 Share Guru memimpin setiap kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi yang dibicarakan

dengan pasangan ke seluruh kelas.

Siswa secara berpasangan dan

bergantian mempresentasikan hasil

diskuis di depan kelas

Tabel 3. Desain Pembelajaran

5. Hasil Dan Pembahasan

Instrumen tes yang berupa pretest dan posttest disusun sesuai dengan

materi pokok dan indikator mata pelajaran simulasi digital. Sebelum tes

diberikan kepada kelas kontrol dan treatmen tes dilakukan uji validitas dan

reliabilitas menggunakan sebuah aplikasi pengolah data. Hasil dari 30 soal

yang di uji validitas diperoleh 25 soal yang valid dan 5 soal yang tidak valid

yaitu pada butir soal nomor 12, 19, 27, 28, dan 30. Jadi kelima soal tesebut

tidak digunakan dalam soal pretest maupun posttest. Soal yang valid tersebut

kemudian di uji reliabilitas, hasil dari perhitungan uji reliabilitas nilai

Spearman Brown Coefficient atau rhitung (0,923) > ttabel (0,349), maka tes

secara keseluruhan dinyatakan reliabel.

Materi pembelajaran pada kelas kontrol dan treatmen sama, yaitu bab

komunikasi dalam jaringan dengan materi pengertian komunikasi daring

beserta jenisnya, tujuan, fungsi, komponen pendukung komunikasi dalam

jaringan, kelebihan dan kekurangan komunikasi dalam jaringan, jenis

komunikasi dalam jaringan (Komunikasi daring syncrounous dan

asyncronous), video chat dan text chat, mengoperasikan google+, google

hangout dan google drive. Pada kelas kontrol pembagian materi

menggunakan modul dan sebagian materi yang kurang mengambil dari

10

internet karena tidak ada buku paket materi simulasi digital dan materi yang

ada dalam modul juga belum lengkap. Pada kelas kontrol materi dijelaskan

dengan media power point. Sedangkan pada kelas treatmen materi

mengoperasikan google+, google hangout dan google drive dibagikan melalui

video tutorial, kemudian untuk materi lain dibahas pada saat diskusi supaya

siswa terangsang untuk berdiskusi. Setelah diskusi selesai guru akan

menyimpulkan diskusi tersebut dan memberikan kesimpulan sesuai dengan

materi yang ada di modul pada kelas kontrol. Sehingga kedua kelas tesebut

memperoleh bobot materi yang sama.

Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS

(Think-Pari-Share) berbantuan video tutorial diawali dengan memberi

salam, kemudian ketua kelas memimpin doa, guru mengecek kehadiran

siswa. Langkah berikutnya adalah pemberian pretes kepada kelas eksperimen.

Kemudian pembelajaran dimulai dengan pengenalan model pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial beserta langkah-

langkah nya. Lalu guru menyampaikan tujuan pembelajaran, penjelasan

tentang komunikasi dalam jaringan (google+ merupakan komunikasi

syncrounous atau asyncronous, jelaskan mengapa, sebutkan tujuan dan fungsi

komunikasi daring) dan memberikan video tutorial membuat google plus dan

meminta siswa untuk melihatnya, setelah itu guru meminta siswa untuk

mempraktikkan langkah-langkah yang ada pada video tutorial. Lalu siswa

diminta untuk berkelompok berpasang-pasangan dengan teman sebangku dan

mendiskusikan pertanyaan (google+ merupakan komunikasi syncrounous

atau asyncronous, jelaskan mengapa, dan jelaslam perbedaan komunikasi

daring syncrounous dan asyncronous beserta contoh) yang diberikan oleh

guru, setelah berdiskusi kemudian siswa per kelompok untuk membagikan

hasil diskusi didepan kelas. Sembari siswa berdiskusi guru juga melakukan

pengamatan terhadap keaktifan siswa. Pengamatan keaktifan siswa dilakukan

oleh guru mata pelajaran yang sudah lebih mengenal siswanya. Setelah

semuanya selesai guru menyampaikan jawaban atas diskusi kemudian di

akhiri dengan memberikan kesimpulan atas pembelajan pada hari itu.

Pertemuan berikutnya pemberian treatmen masih sama dengan

minggu pertama. Pembelajaran di kelas eksperimen diawali dengan memberi

salam, kemudian ketua kelas memimpin doa dan lalu guru mengecek

kehadiran siswa. Lalu siswa diberikan sedikit penjelasan tentang penerapan

komunikasi daring syncronous kemudian guru memberikan video tutorial

bagaimana cara menggunakan google hangout dan meminta siswa untuk

melihat dan mempraktikkannya. Setelah selesai guru memberikan pertanyaan

untuk didiskusikan (apa perbedaan dari video chat dan text chat beserta

pengertian, contoh dan sebutkan komponen pendukung dari komunikasi

daring). Siswa berdisukusi dengan teman sebangku dan guru mengamati

keaktifan siswa dengan mengisi lembar observasi keaktifan siswa. Setelah

selesai siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas guru

memberikan jawaban atas diskusi dan pembelajaran diakhiri dengan

memberikan kesimpulan atas pembelajaran hari itu.

11

Pertemuan selanjutnya pembelajaran diawali dengan memberi salam

dan ketua kelas memimpin doa. Siswa sudah mulai terbiasa dengan

pembelajaran sebelumnya yang telah diterapkan oleh guru. Guru menjelaskan

tentang berbagi menggunakan komunikasi daring dan memberikan video

tutorial tentang cara membuat dan menggunakan google drive, kemudian

siswa diarahkan untuk melihat video tersebut dan mempraktikkannya. Setelah

praktik selesai, guru memberikan pertanyaan untuk didiskusikan (berikan

contoh media berbagi file menggunakan komunikasi daring yang lain dan

jelaskan kelebihan dan kekurangan dari komunikasi daring). Siswa berdiskusi

dengan teman sebangku, dan setelah selesai siswa mempresentasikan hasil

diskusi didepan kelas. Pada pertemuan ini guru masih mengamati keaktifan

siswa. Pada akhir pembelajaran guru menyampaikan kepada siswa bahwa

minggu depan akan diadakan tes, maka siswa diminta untuk mempersiapkan

diri.

Pertemuan terakhir, pembelajaran diawali dengan memberi salam,

ketua kelas memimpin doa dan guru memeriksa kehadiran siswa. Kemudian

guru memberikan soal tes (posttest) kepada siswa dan siswa diarahkan untuk

mengerjakan soal posttest tersebut. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan

tes adalah 45 menit. Guru mengawasi siswa dengan tujuan agar siswa

mengerjakan tes dengan tenang dan tidak diperbolehkan bekerja sama dengan

siswa lain. Setelah tes selesai, kemudian guru memberikan angket tanggapan

siswa terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan dan siswa

diarahkan untuk mengisi angket tersebut. Waktu pengisian angket selama 30

menit. Pembelajaran diakhiri dengan salam.

Peraturan pengelompokan yaitu kelompok kecil (2‑6 anggota) [11].

Pengelompokan dalam pembelajaran pada kelas treatmen pada penelitian ini

yaitu guru membagi siswa menjadi kelompok kecil yaitu 2-3 siswa sesuai

dengan teman sebangku masing-masing. Hal ini sesuai dengan langkah-

langkah model pembelajaran model kooperatif Think-Pair-Share yaitu guru

meminta peserta didik berpasang-pasangan itu untuk berdiskusi [2].

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran mengajar

simulasi digital ditemukan beberapa kendala diantaranya adalah : (1)

Dalam menggunakan video tutorial ada beberapa laptop yang tidak suport

dengan file video yang diberikan oleh guru, maka ada beberapa siswa yang

menggunakan 1 laptop untuk 3 orang untuk melihat video tutorial tersebut,

(2) dengan tiga jam pelajaran dan banyaknya kelompok yang harus

mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas membuat sharing tersebut

tidak dapat dilakukan oleh semua kelompok, hal ini sesuai dengan kelemahan

dari model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share yaitu tidak mungkin

semua kelompok mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya

atau menjawab pertanyaan baik dari siswa maupun dari guru [12], solusi dari

kekurangan ini adalah untuk mempersingkat waktu maka guru bertanya

kepada siswa, bagi yang memiliki jawaban yang berbeda dengan kelompok

yang sudah maju, maka kelompok tersebut harus maju mempresentasikan

hasil diskusinya dan menjelasakan mengapa jawaban mereka bisa berbeda

dengan kelompok lain, (3) ada beberapa kelompok siswa yang ketika ditunjuk

12

maju kedepan mereka ketakutan dan tidak percaya diri dengan hasil diskusi

mereka, hal ini sesuai dengan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif

Think-Pair-Share yaitu bagi kelompok yang mengalami kesulitan atau

hambatan dalam mengkomunikasikan ide-idenya, akan merasa ketakutan jika

mendapat giliran untuk menjelaskan tentang jawaban dari penyelesaian

pekerjaannya [12], solusi dari kekurangan ini adalah dengan menunjuk atau

mengundi kelompok, dan memberikan motivasi, kemudian kelompok yang

sudah ditunjuk atau terpilih harus mempresentasikan hasil diskusinya dengan

baik.

Dari kekurangan diatas juga ada beberapa kelebihan berdasarkan

hasil pengamatan : (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran karena

siswa dintuntut untuk bekerja sama dan saling bertukar pikiran dalam

memecahkan masalah dalam satu kelompoknya. Ini sesuai dengan salah satu

kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share yaitu

siswa berperan aktif selama pembelajaran berlangsung [12]. (2) penggunaan

media pembelajaran video tutorial memudahkan siswa dalam mempraktikkan

materi secara sistematis, membuat siswa lebih mudah memahami

pembelajaran karena siswa dapat me-reply, mem-pause, men-stop video pada

bagian materi yang belum dipahami oleh siswa, membuat siswa tidak cepat

bosan dalam pembelajaran, ini sesuai dengan beberapa kelebihan dari video

pembelajaran yaitu pengguna dapat melakukan replay pada bagian-bagian

tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus dan menunjukkan dengan

jelas suatu langkah prosedural [15]. (3) pembelajaran menggunakan model

kooperatif tipe Think-Pair-Share membuat mental siswa menjadi lebih baik,

karena siswa dituntut untuk maju kedepan bersama teman kelompoknya

untuk mengungkapkan hasil diskusi mereka yang secara tidak langsung

melatih keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat. Tugas guru disini

adalah mengawasi agar setiap kelompok benar-benar melaksanakan kegiatan

pembelajaran berjalan baik dan memberikan pengarahan kepada siswa atau

kelompok siswa yang bertanya. Guru memberikan pertanyaan yang nantinya

akan menjadi topik diskusi. Pada akhir pembelajaran guru memberikan

kesimpulan tentang materi yang sudah dipelajari oleh siswa.

Pemanfaatan dari video tutorial sendiri dalam penelitian ini adalah sebagai media untuk menyampaikan materi praktik. Video tutorial ini juga

digunakan sebagai perangsang siswa untuk berdiskusi. Dengan menggunakan

video tutorial ini terdapat tiga manfaat yang dirasakan sekaligus oleh siswa.

Yang pertama, siswa dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan

video tutorial, dan mereka bebas memutar ulang atau reply, mem-pause stop

video tersebut hingga siswa paham dengan materi. Yang kedua, dengan

menggunakan media dengan kombinasi video dan audio membuat siswa

menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dan membuat

siswa tidak mudah bosan. Yang terakhir, video tutorial yang didalam nya

berisi langkah prosedural membuat sesuatu memudahkan siswa belajar lebih

sistematis atau teratur.

13

Perhitungan untuk mengetahui keaktifan siswa pada saat proses

pembelajaran mengacu pada indikator keaktifan siswa. Pengamatan dilakukan

dengan cara mengisi checklist lembar observasi yang telah disediakan.

Pengisian lembar observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran yang sudah

hafal dengan peserta didiknya supaya hasil yang diperoleh akurat.

Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.

Pengamatan keaktifan siswa dilakukan pada kelas kontrol dan eksperimen.

Hasil perhitungan lembar observasi akan dibandingkan antara kelas

kontrol dan eksperimen. Hasil pengamatan keaktifan siswa pada saat proses

pembelajaran dapat dilihat pada tabel 4.

No Indikator Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pertemuan 1

kelas

kontrol

Pertemuan

2 kelas

kontrol

Pertemuan 3

kelas

kontrol

Pertemuan 1

kelasn

Eksperimen

Pertemuan 2

kelas

Eksperimen

Pertemuan 3

kelas

Eksperimen

1 Siswa ikut serta dalam melaksanakan

proses belajarnya,

61,11 66,67 75 63,89 63,89 80,56

2 Siswa terlibat dalam pemecahan masalah

50 63,89 50 58,33 61,11 77,78

3 Siswa bertanya kepada siswa lain

atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya 63,89 52,78 63,89 58,33 66,67 75

4 Siswa berusaha mencari berbagai

informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah 77,78 63,89 58,33 69,44 72,22 77,78

5 Melaksanakan diskusi kelompok

sesuai dengan petunjuk guru

52,78 55,56 44,44 66,67 77,78 86,11

6 Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 50 58,33 69,44 52,78 66,67 77,78

7 Melatih diri dalam memecahkan soal

atau masalah yang sejenis 52,78 50 50 52,78 61,11 77,78

TOTAL keaktifan keseluruhan 58,33

58,73 58,73 60,31 67,06 78,96

Tabel 4. Hasil Pengamatan Keaktifan siswa

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil rata-rata keaktifan siswa

pada kelas kontrol tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sedangkan

pada kelas eksperimen peningkatan keaktifan siswa terjadi pada setiap

pertemuan. Pada petemuan pertama dibandingkan dengan pertemuan kedua

kelas eksperimen mengalami peningkatan keaktifan sebesar 6,75%, pada

pertemuan kedua dibandingkan dengan pertemuan ketiga selisih peningkatan

keaktifan sebesar 11,9%. Menurut pengamatan hal ini disebabkan karena

siswa sudah mulai terbiasa dengan model dan media pembelajaran yang

diterapkan pada pertemuan kedua dan ketiga, maka keaktifan siswa pada

kelas eksperimen setiap pertemuan mengalami peningkatan. Selain itu dengan

menggunaan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share ketika siswa

bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok, mereka berusaha untuk

memberikan informasi, dorongan, atau anjuran pada teman satu kelompoknya

yang membutuhkan bantuan. Selain itu, saat berinteraksi bersama, siswa

memiliki kesempatan untuk menunjukkan keterampilan berpikir dan

pemecahan masalahnya satu sama lain, menerima feedback, dan mampu

mengkontruksikan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang baru

[21]. Dengan begini siswa akan menjadi lebih aktif dalam kegiatan

14

pembelajaran karena mereka saling bertukar pemikiran, saling menerima

feedback dalam memecahkan suatu masalah dengan teman satu

kelompoknya.

Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa hasil rata-rata keaktifan siswa

pada pertemuan pertama di kelas eksperimen (60,31%), lebih tinggi daripada

kelas kontrol (58,33%) karena pada kelas eksperimen sudah mulai

menggunakan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan

video tutorial. Menurut pengamatan pada saat penelitian hal ini dikarenakan

oleh penggunaan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan

video tutorial pada kelas eksperimen membuat siswa menjadi lebih tertarik

terhadap pembelajaran dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya

menggunakan media ppt dan pembelajaran ceramah yang menyebabkan siswa

merasa bosan dan cenderung tidak memperhatikan penjelasan guru.

Penggunaan video tutorial pada kelas eksperimen dalam penyampaian materi

membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dikarenakan siswa lebih fokus

pada laptop masing-masing, selain itu menurut Nasution (2010) Pengguna

video mempunyai keuntungan sebagai berikut : dapat melakukan replay pada

bagian-bagian tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus, kombinasi

video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan pesan

dibandingkan media text, menunjukkan dengan jelas suatu langkah

prosedural. Dengan begini siswa akan lebih fokus dalam sebuah pembelajaran

yang mengakibatkan pada peningkatan indikator siswa ikut serta dalam

proses pembelajaran [15].

Pada kelas eksperimen dilihat selalu ada peningkatan keaktifan siswa.

Tetapi pada indikator pertama (siswa ikut serta dalam proses

pembelajaran) pertemuan pertama dibandingkan dengan pertemuan kedua

tidak mengalami peningkatan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh

keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran pada pertemuan pertama dan

kedua masih sama karena mereka merasa masih belum terbiasa dengan

pembelajaran yang diterapkan. Kemudian pada pertemuan kedua dengan

pertemuan ketiga keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran mengalami

peningkatan sebesar 16,67, karena mereka sudah mulai terbiasa dengan

pembelajaran yang diterapkan. Siswa mulai tertarik pada pembelajaran karena

mereka sudah tau langkah-langkah pembelajarannya. Tertarik karena mereka

belum pernah diterapkan model pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-

Share sehingga mereka merasa penasaran yang mengakibatkan pada

keikutsertaan siswa dalam melaksanakan proses belajar yang diterapkan oleh

guru meningkat. Media pembelajaran video tutorial juga menarik perhatian

siswa dalam keikutsertaan siswa dalam melaksanakan proses belajaranya.

Pada kelas eksperimen indikator kedua (Siswa terlibat dalam

pemecahan masalah) pertemuan pertama dibanding pertemuan kedua

mengalami peningkatan sebesar 2,78%, sedangkan pada pertemuan kedua

dibandingkan dengan pertemuan ketiga terjadi peningkatan keaktifan siswa

sebesar 16,67%. Keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah baru

mengalami peningkatan yang signifikan pada pertemuan kedua dan ketiga,

karena mereka pada pertemuan pertama dan kedua masih dalam keadaan

15

penyesuaian dengan pembelajaran yang diterapkan, maka belum mengalami

peningkatan yang signifikan. Pada pertemuan kedua dibanding pertemuan

ketiga siswa mulai bisa menyesuaikan diri dengan model pembelajaran

cooperative tipe Think-Pair-Share yang mengaharuskan siswa terlibat dalam

pemecahan masalah karena mereka harus diskusi dengan teman satu

kelompok untuk menjawab permasalahan yang ada.

Pada kelas eksperimen indikator ketiga (siswa bertanya kepada

siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang

dihadapinya) pertemuan pertama dan kedua mengalami peningkatan sebesar

8,34%, sedangkan pada pertemuan kedua dibandingkan pertemuan ketiga

mengalami peningkatan sebesar 8,33%. Pada indikator siswa bertanya kepada

siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap pertemuannya

karena mereka kebanyakan sudah mengerti dengan permasalah yang

dihadapinya. Mereka cenderung tidak mengalami kesulitan dalam memahami

persoalan yang dihadapinya sehingga keaktifan mereka bertanya kepada

siswa lain dan guru tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada kelas eksperimen indikator keempat (siswa berusaha mencari

berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah) pertemuan pertama dan kedua mengalami peningkatan sebesar 2,78%,

sedangkan pada pertemuan kedua dibandingkan pertemuan ketiga mengalami

peningkatan sebesar 5,56%. Dari pengamatan peningkatan pada indikator

siswa berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahakan masalah tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada

setiap pertemuannya dikarenakan mereka cenderung mencari informasi atas

masalah yang dihadapinya melalui gadget masing-masing, mereka browsing

dan mencari jawaban melalui internet dan kemudian didiskusikan kembali

dengan teman satu kelompoknya.

Pada kelas eksperimen indikator kelima (siswa melaksanakan

diskusi kelompok sesuai petunjuk guru) pertemuan pertama dan kedua

mengalami peningkatan sebesar 11,11% dan pada pertemuan kedua dan

ketiga mengalami peningkatan sebesar 8,33%. Penurunan keaktifan siswa

pada indikator melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru

pada pertemuan ketiga disebabkan oleh siswa yang cenderung fokus pada

praktik menggunakan video tutorial dikarenakan materi yang membuat siswa

kesulitan dalam mempraktikkanya.

Pada kelas eksperimen indikator keenam (siswa menilai kemampuan

dirinya dan hasil-hasil yang diperlehnya) pertemuan pertama dan kedua

mengalami peningkatan sebesar 13,89% dan pada pertemuan kedua

dibandingkan pertemuan ketiga mengalami peningkatan sebesar 11,11%.

Penurunan keaktifan siswa pada indikator menilai kemampuan dirinya dan

hasil-hasil yang diperolehnya pada pertemuan ketiga dikarenakan oleh pada

pertemuan ini siswa fokus pada kegiatan berdiskusi.

Pada kelas eksperimen indikator ketujuh (siswa melatih diri dalam

memecahkan soal atau masalah sejenis) pertemuan pertama dan kedua

mengalami peningkatan sebesar 8,33% dan pada pertemuan kedua

16

dibandingkan dengan pertemuan ketiga mengalami peningkatan sebesar

16,67%. Peningkatan yang tinggi pada indikator melatih diri dalam

memecahkan soal atau masalah sejenis pada pertemuan kedua dibandingkan

dengan pertemuan ketiga ini wajar karena pada pertemuan kedua dan ketiga

mereka sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran yang diterpakan, dan

sudah mulai terbiasa. Mereka sudah terbiasa memecahkan masalah dengan

berdiskusi dengan satu kelompok nya karena pada pertemuan kedua mereka

sudah bisa mengenal dan memahami teman satu kelompoknya dalam bertukar

pikiran. Sehingga menyebabkan peningkatan pada pertemuan ketiga.

Dibawah ini akan dijelaskan perbandingan antara keaktifan di kelas

kontrol dan dikelas eksperimen yang mengalami peningkatan dengan selisih

tertinggi, yang tidak mengalami penigkatan sama sekali dan yang mengalami

penurunan paling tinggi.

Pada perbandingan keaktifan pertemuan pertama kelas kontrol dan

eksperimen terjadi peningkatan keaktifan siswa pada indikator ke satu, dua,

lima dan enam. Yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah pada

indikator ke lima dengan selisih 13,89% yaitu melaksanakan diskusi

kelompok sesuai dengan petunjuk guru. Menurut pemangamatan yang telah

dilakukan peneliti selama penelitian hal ini disebabkan oleh pada kelas

eksperimen yang menggunakan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-

Share berbantuan video tutorial. Diskusi kelompok tipe Think-Pair-Share

terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa karena siswa dituntut untuk aktif

saling bertukar pikiran dengan teman sekelompok untuk memecahkan

masalah, kemudian menshare hasil diskusi ke depan kelas. Selain itu dengan

menggunakan video tutorial siswa semakin tertarik dengan pembelajaran,

karena siswa belum pernah mendapatkan sebelumnya sehingga membuat

siswa penasaran dan menjadi tertarik ingin mempelajarinya. Dibandingkan

dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ceramah dan media

power point siswa cenderung bosan dengan penjelasan guru, siswa hanya

mendengarkan penjelasan guru tanpa melaksanakan diskusi pada saat

pembelajaran.

Perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan eksperimen pada

indikator ke tiga dan empat mengalami penurunan, yang mengalami

penurunan paling tinggi adalah pada indikator ke empat dengan selisih 8,34%

yaitu siswa berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah. Menurut pengamatan hal ini disebabkan oleh sumber

atau buku paket mata pelajaran simulasi digital yang memang tidak ada.

Maka pada saat siswa ingin menjawab permasalahan yang ada siswa masih

bingung ingin mencari informasi dari mana. Selain itu jika ingin mencari

informasi melalui internet terhambat oleh wifi sekolah yang sangat lamban.

Maka mereka hanya mengandalkan diskusi kelompok dalam memperoleh

informasi, bertukar pikiran dengan teman sekelompoknya.

Pada pertemuan kedua perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan

eksperimen terjadi peningkatan pada indikator ke tiga, empat, lima, enam,

dan tujuh. Sama seperti pada pertemuan yang mengalami peningkatan paling

17

tinggi adalah indikator ke lima dengan selisih sebesar 22,22% yaitu

melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

Pada pertemuan ketiga perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan

eksperimen semua indikator mengalami peningkatan. Yang mengalami

penigkatan paling tinggi adalah pada indikator kelima dengan selisih sebesar

41,67%. Alasan masih sama dengan penjelasan sebelumnya, belum ada

penyebab lain yang dapat meningkatkan keaktifan siswa pada indikator ke

lima ini. Pada pertemuan ketiga ini adalah peningkatan yang paling

siginifikan, menurut pengamatan hal ini dikarenakan siswa sudah mulai

terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada indikator kelima

pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga selalu mengalami peningkatan.

Dari pertemuan pertama dengan kedua mengalami peningkatan keaktifan

siswa dengan selisih 8,33%, dan selisih pada petemuan kedua dan ketiga

sebesar 19,45%. Selisih kenaikan yang siginifikan pada pertemuan kedua dan

ketiga ini disebabkan oleh siswa yang mulai terbiasa dan dapat menyesuaikan

diri pada pembelajaran yang diterapkan, sudah bisa mengikuti langkah-

langkah pembelajaran yang diterapkan, sehingga pada pertemuan kedua dan

ketiga selisih kenaikan keaktifan selalu lebih signifikan dibanding dengan

peningkatan pertemuan pertama dan ketiga.

Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa terhadap materi

ajar Komunikasi Dalam jaringan, dengan pokok bahasan memahami

komunikasi dalam jaringan, penerapan komunikasi daring asyncroun dan

penerapan komunikasi daring syncroun dalam mata pelajaran simulasi digital.

Instrumen tes yang digunakan adalah isntrumen yang sudah dinyatakan valid

dengan melalui uji validitas dan reliabilitas. Tes yang digunakan adalah

sebanyak 25 butir soal. Hasil belajar siswa dikatakan tinggi apabila proses

pembelajaran yang dilakukan berhasil. Hasil belajar rendah apabila

pembelajaran yang dilakukan tidak berhasil [22]. Pelaksanaan proses

pembelajaran kelas treatmen pada kelas X TGB B mengalami peningkatan.

Hal ini ditunjukkan pada hasil belajar nilai rata-rata pretest sebesar 79,89%

menjadi 87% pada posttest. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

hasil belajar siswa.dengan menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-

Share berbantuan video tutorial

Ketuntasan hasil belajar siswa, selain dilihat dari tingkat keaktifan

dan nilai rata-rata hasil belajar siswa, untuk mengetahui pengaruh

pembelajaran yang telah diberikan, digunakan pula analisis ketuntasan

belajar. Secara individual, siswa dinyatakan tuntas apabila hasil belajar siswa

melebihi KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 75, tingkat

ketuntasan siswa pada kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada grafik

dibawah ini :

18

Tabel 5. Persentase Ketuntasan

Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa dengan jumlah siswa pada kelas

kontrol dan eksperimen berjumlah sama yaitu 36 siswa. Pada kelas kontrol

jumlah siswa yang memenuhi KKM adalah 27 siswa, dan pada kelas

eksperimen jumlah siswa yang memenuhi KKM adalah 34 siswa. Jika di

persentase pada kelas kontrol tingkat ketuntasan siswa sebesar 75%

sedangkan pada kelas eksperimen 94,44%. Hasil ketuntasan belajar siswa

pada kelas kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Dapat

disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

memperoleh tingkat ketuntasan lebih tinggi dari pada kelas kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional yang biasa digunakan oleh guru

yang berupa ceramah dan menggunakan media power point.

Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang

disusun sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden [20]. Angket

tanggapan digunakan untuk mengetahui tanggapan atau respon siswa dan

guru setelah digunakannya model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-

Share berbantuan video tutorial. Hasil perhitungan angket tanggapan siswa

dapat dilihat pada tabel dibawah ini : No. Pertanyaan Persentase

1 Materi pelajaran Simulasi Digital dapat dipelajari dan dipahami dengan mudah melalu

pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.

80,6

2 Saya lebih senang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe

Think-Pair-Share berbantuan video tutorial dibandingkan dengan cara belajar yang lainnya.

80

3 Dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan

video tutorial saya lebih bersemangat dalam mempelajari Simulasi Digital.

80,6

4 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat

saya lebih akrab dan dekat dengan teman-teman di kelas.

80

5 Dengan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

saya dapat belajar dan mengerjakan tugas secara kelompok, dapat membantu untuk

mengerti pelajaran Simulasi Digital lebih baik.

80

6 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat

saya lebih giat belajar, agar dapat menyumbangkan pikiran dalam kerja kelompok

80,6

7 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

memberikan kesempatan untuk diskusi dan saling tukar pendapat lebih banyak.

84,4

8 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat

saya belajar menyampaikan pendapat dan mendengar pendapat orang lain.

72,2

9 Saya lebih bergairah dan antusias dalam belajar menggunakan model pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.

81,7

10 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

memungkinkan saya untuk belajar bukan hanya dari Guru, tetapi juga dengan teman.

81,1

11 Saya merasa senang apabila dalam mengajar guru memberikan pekerjaan secara kelompok

dalam mengerjakan tugas.

80

12 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk belajar

80,6

36 277536 34

94,44

jumlah siswa jumlah siswa yang memenuhi kkm (posttest)

presentase ketuntusan

Persentase Ketuntasan

kontrol eksperimen

19

13 Saya ingin dalam setiap mengajar, Guru menggunakan model pembelajaran kooperative

tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial

80

Total 80,12

Tabel 6. Angket Tanggapan Siswa

Angket tanggapan siswa memperoleh skor sebesar 1875 jika

dipersentase sebesar 80,12% yaitu berada pada kategori baik. Dari hasil

persentase dapat dilihat bahwa perolehan persentase hampir memliki hasil

yang sama yaitu berada dikisaran 80%, tetapi pada soal nomor 7 memperoleh

persentase sebesar 84,4% paling tinggi dari pada hasil persentase nomor soal

yang lainnya. Hal tersebut wajar karena berdasarkan kelebihan dari model

pembelajaran kooperatif tipe tps memang membuat siswa memliki

kesempatan diskusi lebih banyak. Kelebihan model kooperatif tipe TPS

diantaranya adalah (1) memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan

bekerja sama dengan orang lain, (2) mengoptimalkan partisipasi siswa, (3)

memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap

siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain, dan yang

terkahir (4) bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas

[21]. Pada nomor soal 8 memperoleh hasil persetase paling rendah yaitu

sebesar 72,2%, berdasarkan pengamatan hal ini disebabkan oleh siswa belum

sepenuhnya bisa menerima pendapat dari teman satu kelompoknya, ada

beberapa siswa yang sulit menerima pendapat dari teman satu kelompoknya.

Hasil skor dari tanggapan guru adalah sebesar 52. Jika dipersentase =

52/65*100 = 80%, 65 diperoleh dari jumlah butir soal dikalikan dengan skor

makisamal. Dari hasil persentase angket tanggapan guru sebesar 80%, yaitu

terdapat pada kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan

video tutorial juga memperoleh tanggapan baik dari guru kelas.

Dari kedua analisis data hasil angket tanggapan siswa dan guru dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial memperoleh

tanggapan baik dari sudut pandang siswa maupun guru pengajar.

6. Simpulan

Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, hasil analisis data, dan

pembahasan yang telah dipaparkan maka diperoleh :

1. Dari hasil analisis lembar observasi, rata-rata keaktifan siswa kelas

eksperimen (78,96%) lebih tinggi dari pada kelas kontrol (58,73%). Dari

hasil postest yang diperoleh siswa, jumlah siswa yang dinyatakan tuntas

atau memenuhi KKM pada kelas eksperimen sebesar 94,44% lebih tinggi

dari pada kelas kontrol 75%. Maka dapat disimpukan bahwa penggunaan

model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video

tutorial berpengaruh terhadap peningkatan keaktifan dan hasil belajar

siswa.

2. Dari hasil analisis angket tanggapan siswa diperoleh nilai sebesar 80,12%,

yaitu berada pada kategori baik. Angket tanggapan juga diberikan pada

guru pengajar supaya dari sisi pengajar juga ada tanggapan tentang

penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share

berbantuan video tutorial. Pada hasil angket tanggapan guru diperoleh

20

persentase sebesar 80% yaitu berada pada kategori baik. Maka dapat disimpulkan

bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-

Share berbantuan video tutorial dalam pembelajaran memperoleh tanggapan baik

dari siswa maupun guru. Dari kedua analisis diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran

kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial serta

memperoleh tanggapan baik dari siswa maupun guru.

7. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat

disarankan pada penelitian selanjutnya dapat melaksanakan penelitian yang

sama dengan memperbaiki apabila ada yang kurang pada penelitian ini.

Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat memperbaiki atau

menggunakan model pembelajaran dan media yang bervariasi pada proses

pembelajaran.

Daftar pustaka

[1] Alawiyah, 2013, Dampak Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap

Guru Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

[2] Suprijono, Agus. (2011). Kooperative Learning : Teori dan Aplikasi

Paikem. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

[3] Solihatin & Suharjo. (2011). Cooperative learning analisis model

pembelajaran IPS, Jakarta : PT. Bumi Aksara

[4] Lutfiyatun, Widodo & Martono, (2012). Implementasi Metode Think

Pair Share (Tps) Berbantuan Media Power Point Pada Pembelajaran

Kewirausahaan Pokok Bahasan Proposal Usaha Untuk Meningkatkan

Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Kelas Xi Smk Negeri 1 Dukuhturi

Kabupaten Tegal. Economic Education Analysis Journal, ISSN 2252-

6544

[5] Musfiqon, (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran.

Jakarta:Prestasi Pustaka.

[6] Lasmiyatun, Saptaningrum (2012). Implementasi Macromedia Flash

Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Penelitian

Pembelajaran Fisika, ISSN : 2086-2407 Vol. 3 No. 1 April 2012

[7] Kusumastuti, Kurniana & Susilo, (2013). Peningkatan Kualitas

Pembelajaran Ips Melalui Model Think Pair Share Berbantuan Video

Pembelajaran Pada Siswa Kelas V A Sdn Bojong Salaman 02 Kota

Semarang. Joyful Learning Journal, ISSN 2252-6366.

[8] Amalia, Sri Astutik & Yushardi, (2012). Penerapan Model Kooperatif

Tipe Ttw (Think, Talk, Write) Menggunakan Multimedia Video

Pembelajaran Dalam Pembelajaran Fisika Di Sma. Jurnal

Pembelajaran Fisika, Volume 1, Nomor 2, September 2012 ISSN :

2301-9794

[9] Doly Nst, Marah. (2015). Jurnal EduTech : Penerapan Strategi Instant

Assessment Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa

21

Smp Al Hidayah Medan T.P 2013/2014. Vol .1 No 1 Maret 2015 ISSN

: 2442-6024 e-ISSN : 2442-7063

[10] Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.

Bangung : PT Remaja Rosdakarya

[11] R Djuanda, Dony, (2015). Engineering Education Journals UNIMA :

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X TKJ Di SMK Negeri 1

Tomohon.. ISSN 23375892, Volume 3, No 2, 2015.

[12] Novita, Rita. (2014). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Share (Tps) Pada Materi Trigonometri Di Kelas Xi Ia1 Sma

Negeri 8 Banda Aceh. ISSN 2086 – 1397, Volume V Nomor 1.

Januari – Juni 2014

[13] Eliza, Fivia. 2013. Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan :

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif Mata Kuliah

Gambar Listrik Yang Menggunakan Autocad Pada Program Studi

Pendidikan Teknik Elektro FT UNP. ISSN : 2086 – 4981, VOL. 6 NO.

2 September 2013

[14] Putra, (2013). Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika :

Pengembangan Media Pembelajaran Dreamweaver Model Tutorial

Pada Mata Pelajaran Mengelola Isi Halaman Web Untuk Siswa Kelas

Xi Program Keahlian Multimedia Di Smk Negeri 3 Singaraja., Volume

1/Nomor2/Juli 2013

[15] Nasution, Darmeli. (2010). Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu : Analisis

Pembuatan Bahan Ajar Video Untuk Siswa Berbantuan Televisi. Vol.3

No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 – 5408 Jurnal 432

[16] Darmawan, Deni. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, PT Remaja

Rosdakarya

[17] Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,

Bandung: Alfabeta.

[18] Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Untuk Penelitian

Kuantitatif : Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS

Versi 17. Jakarta : Bumi Aksara

[19] Widoyoko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[20] Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta:

Kencana

[21] Huda, Miftahul. (2013). Cooperative Learning : Metode, Teknik,

Struktur dan Model Penerapan.Yogyakarta : Pustaka Belajar

[22] Mulyasa, (2009), Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara.

[23] Riduwan. 2013. Metode Dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung :

Alfabeta.

[24] Rinawan, Soni Yanu. (2014). Aiti Jurnal Teknologi Informasi :

Efektifitas Penggunaan Metode Pembelajaran Jigsaw Berbasis Wifi Ad

Hoc Dalam Pembelajaran Sistem Basis Data Kelas XI Jurusan

22

Rekayasa Perangkat Lunak (Studi Kasus SMKN 1 Tengaran). ISSN :

1693-8348, Vol. 11/No. 2/Agustus 2014

[25] Lingariani Andikaningrum. (2014). Efektivitas E-Book Berbasis

Mulitmedia Menggunakan Flip Book Maker Sebagai Media

Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kekatifan Belajar (studi kasus pada

mata pelajaran TIK kelas XI SMA Kristen Satya Wacana Salatiga).

Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana