pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair …unpal.ac.id/userfiles/e-jurnal - prospek agroteknologi,...

55
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018 1 PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PELENGKAP CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT RANTI (Lycorpercium pimpinelifolium) Marlina 1) , Efriandi 2) 1) Fakultas Pertanian Universitas Palembang 2) Balitbangnovda Provinsi Sumatera Selatan [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan pada Bulan Februari 2013 sampai dengan Bulan Mei 2013 di Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini menggunakan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak 4 kali serta 4 contoh tanaman. Analisis data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (ansira). Adapun parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu 1) Tinggi Tanaman (cm), 2) Jumlah Cabang (cabang), 3) Jumlah Buah Per Tanaman (buah), 4) Berat Buah Per Tanaman (g), 5) Berat Berangkasan Basah (g), dan 6) Berat Berangkasan Kering (g). Perlakuan konsentrasi pupuk pelengkap cair 3 ml per liter air merupakan perlakuan terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman tomat ranti dimana dapat dilihat adanya peningkatan tinggi tanaman (66,92 cm), jumlah cabang (11,58 cabang), jumlah buah per tanaman (91,26 buah), berat buah per tanaman (832,08 g), berat berangkasan basah (430,17 g), berat berangkasan kering (96,67 g). Pupuk pelengkap cair didalam melakukan penanaman tanaman tomat ranti sehingga unsur hara yang diperlukan oleh tanaman baik unsur hara makro dan mikro dapat terpenuhi didalam peningkatan produksi dan produktivitas tanaman. Kata kunci: Lahan Pasang Surut, Irigasi Bawah Tanah, Pipa Berlubang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia negara tropika mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan hortikultura. Berdasarkan agroklimatnya, Indonesia mempunyai dua tipe wilayah yaitu wilayah basah dan kering, mempunyai dataran rendah dan tinggi sehingga hampir semua komoditas hortikultura dapat dikembangkan. Selain mempunyai peluang ekspor luar negeri. Hal ini ditujukan dengan semakin terbukanya pasar dan hubungan internasional melalui udara dan pelabuhan lainnya. Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi orang karena rasanya enak, segar, sedikit asam serta sumber vitamin A, C, dan sedikit vitamin B. Selain dimasak sebagai campuran sayur, dibuat saus, selai, juga enak dimakan mentah.

Upload: vuhuong

Post on 03-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

1

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PELENGKAP CAIR TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT RANTI (Lycorpercium pimpinelifolium)

Marlina1), Efriandi2) 1)Fakultas Pertanian Universitas Palembang

2)Balitbangnovda Provinsi Sumatera Selatan [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Februari 2013 sampai dengan Bulan Mei 2013 di

Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini

menggunakan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak 4 kali serta 4 contoh tanaman. Analisis data hasil

pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (ansira). Adapun parameter yang diamati

pada penelitian ini yaitu 1) Tinggi Tanaman (cm), 2) Jumlah Cabang (cabang), 3) Jumlah

Buah Per Tanaman (buah), 4) Berat Buah Per Tanaman (g), 5) Berat Berangkasan Basah (g),

dan 6) Berat Berangkasan Kering (g). Perlakuan konsentrasi pupuk pelengkap cair 3 ml per

liter air merupakan perlakuan terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi

tanaman tomat ranti dimana dapat dilihat adanya peningkatan tinggi tanaman (66,92 cm),

jumlah cabang (11,58 cabang), jumlah buah per tanaman (91,26 buah), berat buah per

tanaman (832,08 g), berat berangkasan basah (430,17 g), berat berangkasan kering (96,67 g).

Pupuk pelengkap cair didalam melakukan penanaman tanaman tomat ranti sehingga unsur

hara yang diperlukan oleh tanaman baik unsur hara makro dan mikro dapat terpenuhi didalam

peningkatan produksi dan produktivitas tanaman.

Kata kunci: Lahan Pasang Surut, Irigasi Bawah Tanah, Pipa Berlubang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia negara tropika

mempunyai potensi yang besar dalam

pengembangan hortikultura. Berdasarkan

agroklimatnya, Indonesia mempunyai dua

tipe wilayah yaitu wilayah basah dan

kering, mempunyai dataran rendah dan

tinggi sehingga hampir semua komoditas

hortikultura dapat dikembangkan. Selain

mempunyai peluang ekspor luar negeri.

Hal ini ditujukan dengan semakin

terbukanya pasar dan hubungan

internasional melalui udara dan pelabuhan

lainnya.

Tanaman tomat merupakan salah

satu komoditas hortikultura yang banyak

dikonsumsi orang karena rasanya enak,

segar, sedikit asam serta sumber vitamin A,

C, dan sedikit vitamin B. Selain dimasak

sebagai campuran sayur, dibuat saus, selai,

juga enak dimakan mentah.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

2

Tomat Ranti (Lycorpercium

pimpinelifolium) adalah tumbuhan dari

keluarga Solanacoae, tumbuhan asli

Amerika Tengah dan Selatan serta dari

Meksiko sampai Peru. Produksi tanaman

tomat di Indonesia sangat rendah, oleh

sebab itu untuk memaksimalkan produksi

tanaman tomat dapat dilakukan dengan

pemupukan. Pupuk bisa diberikan melalui

tanah dan daun (disemprot). Pupuk yang

disemprotkan ke daun diserap tanaman

melalui stomata daun secara otomatis dan

difusi. Oleh sebab itu penggunaannya

harus tepat konsentrasinya agar unsur hara

yang terdapat dalam pupuk tersebut dapat

diserap oleh tanaman.

Pupuk Venta Gro merupakan salah

satu formula berbentuk larutan yang

mengandung unsur hara makro dan mikro

organik serta unsur organik yang

menguntungkan tanaman. Kandungan

unsur hara makro dan mikro serta unsur

organik. Pupuk Venta Gro mengandung

Makro N = 6,531%, P2O5 = 12,205%, K2O

= 8,154%. Mikro Zn = 0,131%, B =

0,091%, CU = 0,0004%, Mn = 0,211%,

MO = 0,0012%, CO = 0,0004%. Unsur

organik : Kadar protein, Zat organik,

Kadar lemak. Dosis anjuran Pupuk Venta

Gro yaitu 2-4 ml per liter air. Berdasarkan

hal tersebut perlu kiranya dilakukan

penelitian tentang pengaruh konsentrasi

pupuk pelengkap cair terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.

Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan konsentrasi pupuk pelengkap

cair yang tepat terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman tomat ranti. Adapun

hipotesis dari penelitian ini yaitu diduga

pemberian pupuk pelengkap cair 3 ml per

liter air memberikan pengaruh paling baik

terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman tomat ranti.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari

Bulan Februari 2013 sampai dengan Bulan

Mei 2013 di Jalan Sabar Jaya Kelurahan

Mariana Kecamatan Banyuasin I

Kabupaten Banyuasin. Adapun bahan yang

digunakan yaitu benih Tomat Ranti, pupuk

pelengkap cair Venta Gro, polibag

berukuran 20x50, pupuk kandang, dan abu

jerami sedangkan untuk alat yang

digunakan yaitu cangkul, parang,

handsprayer, ember, meteran, mistar ukur,

serta alat tulis.

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok

dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak

4 kali serta 4 contoh tanaman. Perlakuan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

3

Konsentrasi pupuk pelengkap cair (C)

C0 = 0 ml per liter air

C3 = 3 ml per liter air

C1 = 1 ml per liter air

C4 = 4 ml per liter air

C2 = 2 ml per liter air

C5 = 5 ml per liter air

Analisis data hasil pengamatan

dianalisis menggunakan analisis ragam

(ansira). Untuk melihat pengaruh

perlakuan terhadap peubah yang diamati,

uji nyata keragaman dilakukan pada taraf

uji 5% dengan ketentuan jika F hitung

lebih besar dari F tabel pada uji 5% maka

perlakuan berpengaruh nyata, jika F hitung

lebih kecil atau sama dengan F tabel pada

taraf uji 5%, maka perlakuan berpengaruh

tidak nyata. Apabila F hitung lebih besar

dari F tabel maka untuk menentukan

perlakuan terbaik diuji dengan

menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

sedangkan untuk melihat tingkat ketelitian

percobaan digunakan Koefisien

Keragaman (KK).

Kemudian cara kerja dari penelitian

ini dimulai dengan 1) Persiapan

Persemaian, 2) Persiapan Media Tanam, 3)

Penanaman, 4) Pemupukan Tanaman, 5)

Pemeliharan Tanaman dan yang terakhir

dilakukan 6) Panen.

Parameter yang diamati yaitu 1)

Tinggi Tanaman (cm), 2) Jumlah Cabang

(cabang), 3) Jumlah Buah Per Tanaman

(buah), 4) Berat Buah Per Tanaman (g), 5)

Berat Berangkasan Basah (g), dan 6) Berat

Berangkasan Kering (g).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil analisis keragaman parameter yang diamati dari tanaman

No. Parameter yang diamati F Hitung KK (%)

1

2

3

4

5

6

Tinggi tanaman (cm)

Jumlah cabang (cabang)

Jumlah buah per tanaman (buah)

Berat buah per tanaman (g)

Berat berangkasan basah (g)

Berat berangkasan kering (g)

5.20*

4.53**

3.56*

3.56*

208.76**

3.33*

5.57

6.24

5.09

5.11

5.57

5.05

Keterangan

* = Beda Nyata

** = Beda Sangat Nyata

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

4

1. Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil analisis

keragaman, pemberian pupuk pelengkap

cair menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap tinggi tanaman. Hasil uji Beda

Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa

tinggi tanaman pada C3 berbeda sangat

nyata dengan perlakuan C5, tetapi berbeda

tidak nyata dengan perlakuan lainnya

(Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap tinggi tanaman (cm)

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

6.13

BNJ

0.01 =

7.88

C0

C1

C2

C3

C4

C5

66.3

67.50

67.75

71.80

70.35

61.55

ab

bc

bc

c

b

c

AB

B

B

B

B

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

2. Jumlah Cabang

Berdasarkan hasil analisis

keragaman, pemberian pupuk pelengkap

cair menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap jumlah cabang tanaman. Hasil uji

Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan

bahwa jumlah cabang tanaman pada C3

berbeda nyata dengan perlakuan C0 dan

C5, tetapi berbeda tidak nyata dengan

perlakuan lainnya (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap jumlah cabang tanaman

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

1.66

BNJ

0.01 =

2.09

C0

C1

C2

C3

C4

C5

10.75

11.25

12.00

12.50

12.25

10.75

a

ab

ab

b

ab

a

A

A

A

A

A

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

3. Jumlah Buah per Tanaman

Berdasarkan hasil analisis

keragaman, pemberian pupuk pelengkap

cair menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap jumlah buah per tanaman. Hasil

uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan

bahwa jumlah buah per tanaman pada C3

berbeda nyata dengan perlakuan C5, tetapi

berbeda tidak nyata dengan perlakuan

lainnya (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap jumlah cabang tanaman

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

10.66

BNJ

0.01 =

13.45

C0

C1

C2

C3

C4

C5

90.94

91.50

92.00

97.25

92.25

83.13

ab

ab

ab

b

ab

a

AB

AB

AB

B

AB

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

5

4. Berat Buah per Tanaman

Berdasarkan hasil analisis

keragaman, pemberian pupuk pelengkap

cair menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap berat buah per tanaman. Hasil uji

Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan

bahwa berat buah per tanaman pada C3

berbeda sangat nyata dengan perlakuan

lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan

perlakuan C4 (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap berat buah per tanaman

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

4.59

BNJ

0.01 =

5.79

C0

C1

C2

C3

C4

C5

785.00

795.00

830.00

980.00

867.50

745.50

ab

ab

ab

c

b

a

A

A

A

B

B

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

5. Berat Berangkasan Basah

Berdasarkan hasil analisis

keragaman, pemberian pupuk pelengkap

cair menunjukkan pengaruh sangat nyata

terhadap berat berangkasan basah tanaman.

Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

menunjukkan bahwa berat berangkasan

basah tanaman pada C3 berbeda sangat

nyata dengan perlakuan lainnya, tetapi

berbeda tidak nyata dengan perlakuan C4

(Tabel 6).

Tabel 6. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap berat berangkasan basah

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

55.00

BNJ

0.01 =

69.38

C0

C1

C2

C3

C4

C5

367.50

399.50

410.50

537.00

495.00

371.00

a

a

a

b

b

a

A

A

A

B

B

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

6. Berat Berangkasan Kering

Berdasarkan hasil analisis keragaman,

pemberian pupuk pelengkap cair

menunjukkan pengaruh nyata terhadap

berat berangkasan kering tanaman. Hasil

uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan

bahwa berat berangkasan kering tanaman

pada C3 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan lainnya, tetapi berbeda tidak

nyata dengan perlakuan C4 (Tabel 7).

Tabel 7. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

terhadap berat berangkasan kering

Perlakuan Rata-

rata

BNJ

0.005 =

9.69

BNJ

0.01 =

12.22

C0

C1

C2

C3

C4

C5

90.50

92.50

94.00

121.50

100.00

87.50

a

ab

ab

c

b

a

AB

AB

AB

C

C

A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama berarti

beda tidak nyata

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

6

Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

menunjukkan bahwa perlakuan pupuk

pelengkap cair dengan konsentrasi 3 ml per

liter air (C3) merupakan perlakuan terbaik

terhadap pertumbuhan dan produksi tomat

ranti bila dibandingkan dengan perlakuan

konsentrasi pupuk pelengkap cair lainnya

seperti terlihat dari tinggi tanaman (66,92

cm), jumlah cabang (11,58 cabang),

jumlah buah per tanaman (91,26 buah),

berat buah per tanaman (832,08 g), berat

berangkasan basah (430,17 g), berat

berangkasan kering (96,67 g). Hal ini

disebabkan kerena perlakuan pupuk

pelengkap cair dengan konsentrasi 3 ml per

liter air merupakan konsentrasi tinggi yang

cukup bagi pertumbuhan dan produksi

tanaman tomat ranti. Pupuk pelengkap cair

ini mengandung unsur hara N, P, K dan

unsur hara lainnya. Oleh sebab itu tanaman

untuk tumbuh dan berkembang

memerlukan unsur hara K dalam jumlah

banyak. Tetapi pada budidaya tanaman

tomat pemberian pupuk K (Kalium) sangat

penting, mengingat tingkat kehilangan

unsur tersebut sangat tinggi (Soegiman,

1992).

Selain unsur Kalium unsur hara

essensial lain yang sangat diperlukan oleh

pertumbuhan tanaman tomat yaitu unsur N

(Nitrogen). Nitrogen merupakan penyusun

semua protein dan asam nukleat, sehingga

merupakan penyusun protoplasma secara

keseluruhan (Sumaryo, 1986). Menurut

Lingga (1994), Nitrogen berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan tanaman secara

keseluruhan, khususnya batang, cabang

dan daun serta membentuk protein, lemak,

dan berbagai persenyawaan organik

lainnya. Nitrogen berfungsi meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan dapat

menyehatkan pertumbuhan daun dan

meningkatkan kualitas tanaman. Diperjelas

pula oleh Rinsema (1993) bahwa nitrogen

besar pengaruhnya dalam menaikkan

potensi pembentukan akar, mempercepat

pertumbuhan tanaman, serta mempercepat

pembungaan dan pemasakan buah.

Unsur hara yang penting juga

didalam pertumbuhan tanaman tomat

adalah unsur Fosfor. Unsur Fosfor

merupakan unsur hara esensial yang

mempengaruhi pertumbuhan dan

reproduksi. Tanaman memerlukan Fosfor

pada semua tingkat pertumbuhan terutama

pada awal pertumbuhan. Pada umumnya,

Fosfor diserap tanaman sebagai ortho

fosfor primer (H2PO4) atau

sekunder(HPO42-). Kemasaman tanah

sangat menentukan rasio serapan H2PO4-

dan HPO42- (Suriatna, 1988).

Pertumbuhan dan produksi tanaman

tomat ranti pada perlakuan konsentrasi 2

ml per liter kurang baik dibandingkan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

7

konsentrasi pupuk pelengkap cair 3 ml per

liter air. Hal ini disebabkan konsentrasi

tersebut menunjukkan knsentrasi yang

rendah, sehingga ketersediaan unsur hara

yang terdapat dalam pupuk cair sedikit

dimanfaatkan oleh tanaman tomat ranti.

Perlakuan pupuk pelengkap cair dengan

konsentrasi 5 ml per liter air dari semua

parameter menunjukkan hasil yang rendah.

Hal ini dapat dilihat pada semua perubahan

yang diamati seperti dari tinggi tanaman

(61,55 cm), jumlah cabang (10,75 cabang),

berat buah per tanaman (83,33 buah), berat

berangkasan basah (371,00 g), berat

berangkasan kering (87,50 g). Hal ini

disebabkan karena konsentrasi pupuk

pelengkap cair 5 ml per liter air merupakan

konsentrasi yang pekat bagi tanaman tomat

ranti.

Dengan konsentrasi yang pekat dapat

menghambat pertumbuhan dan produksi

tomat ranti sedangkan untuk perlakuan

tanpa konsentrasi pupuk pelengkap cair 0

ml per liter air menunjukkan pertumbuhan

dan produksi yang rendah. Hal ini

dimungkinkan karena tanaman hanya

memanfaatkan unsur hara yang ada

didalam media jadi pertumbuhan dan

produksi tanaman tomat ranti sedikit.

Pemberian pupuk cair melalui daun

mempunyai keuntungan antara lain : dapat

menghindari kompetisi unsur hara di

dalam tanah dan pencucian, tetapi

pemupukan lewat daun bukan merupakan

pengganti pemupukan lewat tanah

melainkan melengkapi unsur hara yang

tersedia (Sutrapraja dan Haliman, 1994).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil

pada penelitian ini adalah:

Perlakuan konsentrasi pupuk

pelengkap cair 3 ml per liter air merupakan

perlakuan terbaik dalam mempengaruhi

pertumbuhan dan produksi tanaman tomat

ranti dimana dapat dilihat adanya

peningkatan tinggi tanaman (66,92 cm),

jumlah cabang (11,58 cabang), jumlah

buah per tanaman (91,26 buah), berat buah

per tanaman (832,08 g), berat berangkasan

basah (430,17 g), berat berangkasan kering

(96,67 g).

Saran

Disarankan untuk menggunakan

pupuk pelengkap cair didalam melakukan

penanaman tanaman tomat ranti sehingga

unsur hara yang diperlukan oleh tanaman

baik unsur hara makro dan mikro dapat

terpenuhi didalam peningkatan produksi

dan produktivitas tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, K.A. Rancangan Percobaan.

Teori dan Aplikasi. Fakultas

Pertanian Universitas Sriwijaya

Palembang. Rajawali Press. Jakarta.

Lingga, P. 1994. Petunjuk Penggunaan

Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

8

Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Cara

Pemupukan. Diterjemahkan oleh

Saleh, H.H. Bharatara. Jakarta.

Soegiman. 1992. Ilmu Tanah. Terjemahan

Buckman H.O and N.C Brady,

1962, The Nature and Properties of

Soil. Bhattara Karya Aksara.

Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.

Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumarjono, H. 1997. Budidaya Tomat. IPB.

Bogor.

Sumaryo. 1986. Pengantar Ilmu Kesuburan

Tanah. Fakultas Pertanian UNS.

Surakarta

Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan.

Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sutapraja, S dan Haliman Y. 1994.

Pengaruh Konsentrasi Pupuk Daun

Trees terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman Bawang Putih

(Allium sativum l.). 26 (2)

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

9

Aplikasi Bio Urine dan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Manis

(Zea mays sacharata) di Lahan Rawa

Applications Bio Urine and Nitrogen Fertilizer on Sweet Corn plants

( Zea mays sacharata ) in Swamp Land

Samsul Bahri*1), John Bimasri2)

1,2) Univeristas Musi Rawas Fakultas Pertanian *)Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +0733451744 /+6285267159880

email: [email protected]

ABSTRACT

This research has been conducted in the Faculty of Agriculture experiment station Musi

Rawas This study aims to look at the effect of giving cows Bio Urine and various doses of

nitrogen fertilizer on the growth and yield of sweet corn in swamp land. This study uses a

randomized block design consisting of 2 factors were repeated 3 times. Each treatment unit in

a grid with a size of 2 m x 1 m. The treatment in this study are as follows: the first factor

treatment biourine B1 = 25 ml / liter of water, B2 = 75 ml / liter of water and B3 = 100 ml /

liter of water and treatment factors both doses of nitrogen fertilizer N1 = 100 kg / ha, N2 =

150 kg / ha, and N3 = 250 kg / ha. The results showed the treatment biourine 75 ml / liter of

water (B2) showed the best results on plant height. While treatment biourine as much as 100

ml / liter of water (B3) showed the best results at the variable length of the cob, cob diameter,

heavy crop cob, cob heavy perplot, heavy wet upper canopy, and wet weight roots. For the

dosage of nitrogen fertilizer dose of 150 kg / ha (N2) showed the best results on plant height,

weight wet canopy top, ear length, ear cropping weight and cob weight per plot. While the

dose of 200 kg / ha (N3) give the best results at the variable wet weight root and ear diameter.

Key words : corn , bio urine , nitrogen fertilizer , Cow Bio Urine, swamp land

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Musi

Rawas Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Bio Urine sapi dan

berbagai dosis pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis di

lahan rawa. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 2 faktor

perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Setiap unit perlakuan berupa petakan dengan ukuran

2 m x 1 m. Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : faktor pertama perlakuan

biourine B1 = 25 ml/liter air, B2 = 75 ml/liter air dan B3 = 100 ml/liter air dan faktor

perlakuan kedua dosis pupuk nitrogen N1 = 100 kg/ha, N2 = 150 kg/ha, dan N3= 200 kg/ha.

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan biourine 75 ml/liter air (B2) menunjukan hasil

terbaik pada tinggi tanaman. Sementara perlakuan biourine sebanyak 100 ml/liter air (B3)

menunjukan hasil terbaik pada peubah panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol

pertanaman, berat tongkol perpetak, berat berangkasan basah tajuk atas, dan berat basah

berangkasan akar. Untuk perlakuan dosis pupuk nitrogen dosis 150 kg/ha (N2) menunjukan

hasil terbaik pada tinggi tanaman, berat berangkasan basah tajuk atas, panjang tongkol, berat

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

10

tongkol pertanaman, dan berat tongkol perpetak. Sedangkan pada dosis 200 kg/ha (N3)

memberikan hasil terbaik pada peubah berat basah berangkasan akar dan diameter tongkol.

Kata Kunci: jagung, bio urine, pupuk nitrogen, Biourine Sapi, lahan rawa

PENDAHULUAN

Jagung (Zea Mays L) merupakan

salah satu komoditas pertanian yang

diminati di Amerika Serikat dan Kanada.

Konsumsinyapun mengalami peningkatan

di Asia, Eropa dan Amerika. Jagung manis

mulai di kenal di Indonesia sejak tahun

1970-an (Syukur, M dan Aziz.R. 2013).

Jagung manis lebih diminati karena

rasanya lebih manis dibandingkan dengan

varietas lainnya, permintaan pasar

terhadap jagung manis terus meningkat

namun tingkat produksi belum dapat

dipenuhi (Lestari et.al., 2010). Adapun

beberapa hal yang menyebabkan

rendahnya produktifitas tanamanan jagung

manis diataranya harga benih unggul yang

cukup mahal sehingga hanya sedikit

petani yang membudidayakannya (Alfarisi.

N. dan Toyo M. 2015). Selain itu juga

disebabkan oleh semakin berkurangnya

lahan-lahan potensial sebagai akibat dari

konversi penggunaan lahan.

Salah satu upaya peningkatan

produksi jagung yakni dengan perluasan

areal tanam yang tidak hanya

mememanfaatkan lahan-lahan yang subur

tetapi juga diarahkan pada lahan-lahan

suboptimal, diantaranya diusahakan pada

lahan kering masam dan lahan rawa.

Menurut Mujiyati dan Muslihat (2003)

Lahan rawa dicirikan dengan kondisi tanah

yang selalu tergenang dalam waktu periode

tertentu baik yang berasal dari luapan air

sungai, danau, pasang surut air laut, atau

dapat juga terbentuk karena irigasi yang

terhambat.

Menurut Puslitnak (2000)

menyatakan bahwa luasan lahan rawa

34,31 juta hektar yang terdiri lahan gambut

seluas 13,20 juta hektar dan tanah mineral

basah seluas 21,11 juta hektar. Subagyo

(2010) menyatakan bahwa lahan rawa

merupakan salah satu alternatif pertanian

dimasa depan, sebagian besar terdapat

diluar pulau jawa yakni Pulau Sumatera,

Kalimantan, dan Papua, serta sebagian

kecil di Pulau Sulawesi. Di Sumatera,

penyebaran lahan rawa secara dominan

terdapat di dataran rendah sepanjang pantai

timur, terutama di Provinsi Riau, Sumatera

Selatan, dan Jambi, serta dijumpai lebih

sempit di Provinsi Sumatera Utara dan

Lampung. Di pantai barat, lahan rawa

menempati dataran pantai sempit, terutama

di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(sekitar Meulaboh dan Tapaktuan),

Sumatera Barat (Rawa Lunang, Kabupaten

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

11

Pesisir Selatan), dan Bengkulu (selatan

kota Bengkulu).

Potensi pemanfaatan lahan rawa

sebagai areal perluasan pengembangan

tanaman jagung di sumatera selatan sangat

memungkinkan disamping luasnya sebaran

lahan rawa juga karakteristik tanaman

jagung yang dapat tumbuh pada kondisi

tanah masam. Namun demikian, dalam

pemanfaatan lahan rawa diperlukan

pasokan hara dari luar mengingat

rendahnya kesuburan tanah sebagai akibat

kahat hara yang terikat dalam ikatan matrik

tanah.

Pemupukan Nitrogen dan

penggunaan biourine merupakan salah satu

alternatif guna mengatasi kahat hara.

Lingga dan Marsono (2001) menyatakan

bahwa, pupuk merupakan kunci dari

kesuburan tanah karena berisi satu atau

lebih unsur untuk menggantikan unsur

yang habis diserap tanaman.

Kriswantoro.et.al,. (2016) menyatakan

bahwa salah satu faktor pembatas

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung

manis adalah tercukupinya unsur hara yang

dibutuhkan oleh tanaman.

Nihayati dan Damhuri (2004)

mengemukakan bahwa salah satu hara

yang penting untuk menunjang

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung

manis adalah nitrogen. Nitrogen berfungsi

sebagai pembentukan pertumbuhan

vegetatif tanaman seperti, daun, akar, dan

batang.

Syarifudin (2015) menyatakan

bahwa dalam penentuan kebutuhan

nitrogen selain ditentukan dengan analisis

tanah juga dapat ditentukan berdasarkan

target hasil yang dicapai. Standar

pemupukan untuk memperoleh hasil

minimal 5-6 t/ha adalah 60 kg N/ha bila

kandungan C-organik tanah rendah, 33 kg

N/ha bila kandungan C-organik tanah

sedang, dan 5 kg N/ha bila kandungan C-

organik tanah tinggi.

Selain pemupukan nitrogen

penambahan bahan organik urine sapi

dapat dijadikan salah satu bahan pupuk

organik yang cukup potensial sebagai

sumber hara bagi tanaman seperti N, P dan

K. Cairan urine sapi memiliki kandungan

hara yang lebih tinggi dibandingkan

dengan kotoran padatnya (Lingga, 1999).

Selain terdapat kandungan hara, urine sapi

juga terdapat Indole Asetat Asid (IAA)

sebanyak 704,26 mg L-1 (Sutari, 2010).

Penggunaan urine sapi dalam keadaan

segar jarang dilakukan karena

menimbulkan bau yang kurang sedap,

sehingga perlu dilakukan proses fermentasi

selama satu atau dua minggu dengan

tujuan untuk mengurangi bau serta untuk

meningkatkan kualitas urine sapi yang

digunakan (Muwardo, 2004)

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

12

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh dosis biourine dan

pupuk urea terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman jagung manis.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini antaralain : benih jagung

manis varietas bonanza, pupuk kandang /

kotoran ternak kambing, pupuk urea, SP-

46 dan KCL. Sedangkan alat-alat yang

digunakan adalah : cangkul, arit, meteran,

timbangan, ember, tali, handsprayer, dan

alat-alat tulis.

Penelitian ini menggunakan metode

Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang

disusun secara faktorial dengan 2 faktor

perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali.

Adapun faktor perlakuan yang dicobakan

adalah sebagai berikut :

1). Perlakuan biourine

B1 = 25 ml/liter air

B2 = 75ml liter air

B3 = 100 ml/liter air

2). Perlakuan nitrogen (perlakuan kedua)

N1 = Dosis pupuk nitrogen 100 kg /ha

N2 = Dosis pupuk nitrogen 150 kg /ha

N3 = Dosis pupuk nitrogen 200 kg /ha

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil ansira menunjukan

bahwa perlakuan biourine berpengaruh

tidak nyata terhadap semua peubah yang

diamati, tetapi secara tabulasi perlakuan

aplikasi biourine biourine 75 ml/liter air

(B2) menunjukan hasil terbaik pada tinggi

tanaman. Sementara perlakuan biourine

sebanyak 100 ml/liter air (B3) menunjukan

hasil terbaik pada peubah panjang tongkol,

diameter tongkol, berat tongkol

pertanaman, berat tongkol perpetak, berat

berangkasan basah tajuk atas, dan berat

basah berangkasan akar. Untuk perlakuan

dosis pupuk nitrogen dosis berpengaruh

nyata pada berat berangkasan basah tajuk

akar dan produksi perpetak. Secara tabulasi

dosis pupuk nitrogen 150 kg/ha (N2)

menunjukan hasil terbaik pada tinggi

tanaman, berat berangkasan basah tajuk

atas, panjang tongkol, berat tongkol

pertanaman, dan berat tongkol perpetak.

Sedangkan pada dosis 200 kg/ha (N3)

memberikan hasil terbaik pada peubah

berat basah berangkasan akar dan diameter

tongkol.aplikasi biourine terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung

disajikan pada tabel berikut.

Berdasarkan data pada tabel 1

terlihat bahwa aplikasi biourine pada

sebanyak 100 ml/l air (B3) menghasilkan

berat basah berangkasan tajuk atas dan

berat berangkasan akar tertinggi.

sementara pada perlakuan 75 ml/l air (B2)

menghasilkan tinggi tanaman tertinggi.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

13

Tabel. 1. Hasil Tabulasi Pengaruh Aplikasi Biourine terhadap Peubah Pertumbuhan

Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Bio urine

Tinggi

Tanaman (cm)

Berat Basah

berangkasan Tajuk

Atas (g)

Berat basah

berangkasan Akar

(g)

B1 : 25 ml/ l air 2,47 182,78 75,67

B2 : 75 ml/l air 2,37 199,56 60,89

B3 : 100 ml/l air 2,41 229,89 87,89

Tabel. 2. Hasil Tabulasi Pengaruh Aplikasi Biorine terhadap Peubah Produksi

Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Bio urine

Panjang

tongkol

(cm)

Diameter

Tongkol (cm)

Berat Tongkol

pertanaman

(g)

Berat Tongkol

perpetak

(g)

B1 : 25 ml/ l air 24,96 45,88 188,67 1.877,41

B2 : 75 ml/l air 24,61 47,72 205,07 2.012,74

B3 : 100 ml/l air 25,94 48,2 235,56 2.355,56

Berdasarkan data pada tabel 2

terlihat bahwa semakin tinggi biourine

yang digunakan semakin meningkat juga

panjang tongkol, diameter tongkol, berat

tongkol pertanaman dan berat tongkol

perpetak. Sementara pada peubah panjang

tongkol hasil terbaik pada B3 dan terendah

pada B2.

Tabel. 3. Hasil Tabulasi dan Uji BNJ Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Peubah

Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Nitrogen

Tinggi

Tanaman

(cm)

Berat Basah

berangkasan

Tajuk Atas (g)

Berat basah berangkasan

Akar

(g)

N1 : 100 kg/ha 2,39 161,44 a 69,44

N2 : 150 kg/ha 2,46 229,56 b 70,44

N3 : 200 kg/ha 2,39 221,22 b 84,56

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata taraf uji 5 %

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

14

Berdasarkan data tabel 3 terlihat

bahwa dosis nitrogen berpengaruh nyata

terhadap berat basah berangkasan tajuk

atas dan berbeda tidak nyata dengan tinggi

tanaman dan berat basah berangkasan akar.

Tabel. 4. Hasil Tabulasi dan BNJ Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Peubah

Produksi Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Nitrogen

Panjang

tongkol

(cm)

Diameter

Tongkol

(cm)

Berat Tongkol

pertanaman

(g)

Berat Tongkol

perpetak

(g)

N1 : 100 kg/ha 23,74 45,4 171,96 1.672,37 a

N2 : 150 kg/ha 26,26 46,92 239,37 2.393,70 b

N3 : 200 kg/ha 25,51 49,48 217,96 2.179,63 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata taraf uji 5 %

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa

dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata

dengan berat tongkol perpetak dan berbeda

tidak nyata dengan peubah panjang

tongkol, diameter tongkol, dan berat

tongkol pertanaman. Secara tabulasi Dosis

150 kg/ha menunjukan hasil terbaik pada

peubah panjang tongkol, berat tongkol

pertanaman dan berat tongkol perpetak.

Sementara perlakuan dosis nitrogen

sebanyak 200 kg/ha menghasikan diameter

tongkol terbaik.

Tabel. 5. Hasil Tabulasi Kombinasi Aplikasi Biourine dan Pupuk Nitrogen terhadap

Peubah Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Tinggi

Tanaman (cm)

Berat Basah

berangkasan Tajuk

Atas (g)

Berat basah berangkasan

Akar

(g)

B1N1 2,41 157,00 80,33

B1N2 2,56 200,67 47,67

B1N3 2,44 190,67 63,00

B2N1 2,35 157,67 49,33

B2N2 2,40 204,67 99,00

B2N3 2,37 236,33 83,67

B3N1 2,42 169,67 53,00

B3N2 2,43 283,33 117,00

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

15

B3N2 2,37 236,67 74,67

Berdasarkan tabel 5 diatas tinggi

tanaman terbaik pada kombinasi perlakuan

B1N2, sedangkan pada peubah berat basah

berangkasan tajuk atas dan berat

berangkasan basah akar terbaik pada

kombinasi perlakuan B3N2. Hasil terendah

pada peubah tinggi tanaman pada

kombinasi perlakuan B2N1, sementara

kombinasi perlakuan terendah terlihat pada

peubah berat basah berangkasan tajuk atas

yakni pada kombinasi perlakuan B1N1 dan

pada peubah berat berangkasan akar pada

kombinasi perlakuan B1N2.

Tabel. 6. Hasil Tabulasi Pengaruh Kombinasi Biourine dan Pupuk Nitrogen terhadap

Peubah Produksi Tanaman Jagung Manis

Perlakuan

Panjang

tongkol (cm)

Diameter

Tongkol

(cm)

Berat

Tongkol

pertanaman

(g)

Berat Tongkol

perpetak

(g)

B1N1 24,56 43,90 145,89 1.431,11

B1N2 24,89 44,90 217,89 2.178,89

B1N3 25,42 48,83 202,22 2.022,22

B2N1 23,56 45,96 172,67 1.612,67

B2N2 24,61 46,40 210,22 2.102,22

B2N3 25,67 50,80 232,33 2.323,33

B3N1 23,11 46,33 197,33 1.973,33

B3N2 29,28 49,46 290,00 2.900,00

B3N2 25,44 48,82 219,33 2.193,33

Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa

hasil terbaik pada peubah panjang tongkol

yakni pada kombinasi perlakuan B3N2,

selanjutnya pada peubah diameter tongkol

terbaik pada kombinasi perlakuan B2N3,

sementara pada peubah berat tongkol

pertanaman dan berat tongkol perpetak

terbaik pada kombinasi perlakuan B3N2.

Sedangkan hasil terendah pada peubuah

panjang tongkol pada kombinasi perlakuan

B3N1, sementara hasil terendah pada

peubah diameter tongkol, berat tongkol

perpetak dan berat tongkol pertanaman

pada kombinasi perlakuan B1N1.

PEMBAHASAN

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

16

Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam bahwa aplikasi biourine belum

menunjukan pengaruh yang signifikan

terhadap semua peubah yang diamati,

namun aplikasi biourine menunjukan

respon positif terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman, aplikasi biourine relatif

menujukan respon yang relatif seragam.

Aplikasi biourine sebanyak 100 ml/l air

(B3) menunjukan respon terbaik terhadap

beberapa peubah pertumbuhan dan

produksi tanaman. Pada peubah

pertumbuhan diantaranya pada peubah

berat basah berangkasan tajuk atas dan

berat berangkasan akar selanjutnya pada

peubah produksi yakni pada peubah

panjang tongkol, diameter tongkol dan

berat tongkol perpetak. Sedangkan pada

peubah tinggi tanaman dan berat tongkol

pertanaman terbaik pada perlakuan 75 ml/l

air. Dari hasil perlakuan tunggal aplikasi

biourine menunjukan penambahan dosis

biourine yang diaplikasikan menghasilkan

respon pertumbuhan dan produksi tanaman

jangung cenderung meningkat. Musnawar

(2003) menyatakan bahwa biourine sapi

tidak hanya mengandung unsur hara makro

seperti N, P, K, Ca, Mg dan S tetapi juga

mengandung unsur hara mikro seperti Mn,

Zn, Fe, Cu, Cl. Selain terdapat kandungan

hara, urine sapi juga terdapat Indole Asetat

Asid (IAA) sebanyak 704,26 mg L-1

(Sutari, 2010).

Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam terlihat bahwa perlakuan dosis

pupuk nitrogen berpengaruh nyata

terhadap berat basah berangkasan tajuk

atas dan berpengaruh nyata terhadap berat

tongkol perpetak serta berpengaruh tidak

nyata dengan peubah lainnya. Secara

tabulasi dosis pupuk nitrogen sebanyak

150 kg/ha menunjukan respon terbaik

peubah tinggi tanaman, berat berangkasan

tajuk atas, panjang tongkol, berat tongkol

pertanaman dan berat tongkol perpetak.

Sedangkan dosis pupuk nitrogen 200 kg/ha

menunjukan hasil terbaik pada berat

berangkasan akar dan diameter tongkol.

Menurut Marsono (2001) nitrogen

berperan pertumbuhan tanaman secara

keseluruhan, selain itu nitrogen juga

berperan dalam pembentukan protein dan

lemak.

Dosis pupuk pupuk nitrogen belum

berpengaruh terhadap beberapa parameter

pertumbuhan dan produksi tanaman karena

diduga disebabkan oleh faktor lahan yang

merupakan lahan rawa sehingga

memungkinkan tercucinya unsur hara N,

yang pada akhirnya hara diserap oleh

tanaman kurang optimal. Cassman et al.,

(2002) menyatakan bahwa pemanfaatan

pupuk N oleh tanaman kurang optimal atau

hanya 50 % dari total hara N yang

diberikan faktor penyebab utamanya ialah

hilangnya unsur hara N dari zona rizosfer

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

17

melalui pencucian, limpasan, erosi,

denitrifikasi, penguapan NH3 atau emisi

gas N2O.

Pada interaksi perlakuan dosis

biourine dan pupuk nitrogen belum

memberikan pengaruh yang nyata, secara

tabulasi terlihat bahwa kombinasi

perlakuan biourine dan pupuk nitrogen

memberikan pengaruh yang relatif seragam.

Menurut Lakitan (1993) selain dipengaruhi

oleh faktor lingkungan perkembangan

tanaman juga dipengaruhi oleh faktor

genetik.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat

disimpulkan antara lain :

1. Aplikasi biourine 100 ml/ l air

menghasilkan hasil terbaik pada

peubah pertumbuhan dam produksi

tanaman jagung manis pada lahan

rawa

2. Dosis pupuk nitrogen 150 kg/ha yang

diaplikasikan dengan pupuk biorine

menunjukan respon yang fositif

3. Kombinasi aplikasi biourine dan

pupuk nitrogen terbaik pada perlakuan

B3N2 atau pada aplikasi biourine sapi

sebanyak 100 ml/l air dan dosis

pupuk nitrogen sebanyak 150 kg/ha

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada Kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih kepada Dekan

Pertanian dan Rektor Univeristas Musi

Rawas yang telah memberikan bantuan

serta dukungan sehingga riset ini dapat

terselenggara.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi, Nurcholis danToyo Manurung

Pengaruh Pemberian Pupuk Urin Sapi

terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Jagung Manis (Zea mays saccharata)

dengan Penggunaan EM4. Jurnal

Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015.

Hal : 93-99

http://www.suaramerdeka.com/barisan

/0408/19/slo.

Cassman, K.G., A. Dobermann, and D.T.

Walters. 2002. Agroecosystems,

nitrogen use efficiency, and

nitrogen management. AMBIO: J.

Hum. Environ. 31: 132–138.

Kriswantoro, H, Safriani, E, Bahri.S. 2016.

Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk

NPK pada Tanaman Jagung Manis

(Zea Mays saccharata Sturt). Jurnal

Klorofil. Volume XI No. 1. Hal 1-6

Lakitan, B. 1993. Dasar – dasar Fisiologi

Tumbuhan. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Lestari, A.P., Sarman S dan E. Indraswari.

2010. Substitusi Pupuk Anorganik

dengan Kompos Sampah Kota

Tanaman Jagung Manis ( Zea mays

saccharata Sturt). Jurnal Penelitian

Universitas Jambi Seri Sains Vol. 12

No. 2 Hal: 01-06

Lingga, P., 1999. Petunjuk penggunaan

pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murdowo, J. 2004. Urin sapi sebelum dan

sesudah difermentasi. Diunduh dari

Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah

dan Agroklimat). 2000. Atlas

Sumberdaya Tanah Eksplorasi

Indonesia. Skala 1:1.000.000. Badan

Litbang Pertanian, Dep. Pertanian.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik;

Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.

Cetakan Pertama. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

18

Subagyo, H. 2002. Penyebaran dan potensi

tanah gambut di Indonesia untuk

Pengembangan pertanian. h. 197-227.

Dalam CCFPI (Climate Change,

Forests and Peatlands in

Indonesia). 2003. Sebaran Gambut di

Indonesia. Seri Prosiding 02. Wetlands

International-Indonesia Programme

dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Sutari, W.S., 2010. Uji kualitas Bio-Urine

Hasil Fermentasi Dengan Mikroba

Yang Berasal Dari Bahan Tanaman

Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil

Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea

L.). Tesis Universitas Udayana,

Denpasar. Bali.

Syukur, M dan Aziz Rifianto. 2013.

Jagung Manis. Penebar Swadaya.

Jakarta

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

19

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI EKOSISTEM TANAMAN PADI RATUN

YANG DIAPLIKASIKAN BIOINSEKTISIDA Beauveria bassiana

Sumini1*), Siti Herlinda2 dan Chandra Irsan2

1*)Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas

2)Dosen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

*) Corresponding Author : [email protected]

Hp. 081272143030

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman arthropoda di ekosistem tanaman

padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida Beauveria bassiana. Penelitian dilaksanakan

pada bulan Agustus - Oktober 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode eksperimental dengan menggunakan dua perlakuan dan empat ulangan. Pengambilan

artropoda di tajuk dilakukan dengan menggunakan jaring serangga yang dilakukan 15 kali

ayunan ganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa populasi hama dari umur 1-8 minggu

setelah potong menunjukan hasil yang berfluktuasi. Hasil analisis dengan menggunakan uji

chi-square populasi hama antara petak yang diaplikasikan bioinsektisida dengan petak kontrol

tidak berbeda nyata. Persentase serangan hama di tanaman padi ratun akibat serangga hama

meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Persentase serangan tanaman padi ratun

tertinggi pada umur 7-8 msp. Indeks keanekaragaman ditajuk tertinggi pada petak kontrol,

namun di permukaan tanah tertinggi terjadi di petak yang diaplikasikan bioinsektisida.

Kata kunci : Keanekaragaman, Arthropoda, Bioinsektisida, Padi

PENDAHULUAN

Padi (Oryza sativa L) merupakan

tanaman pangan utama yang banyak

dibudidayakan petani, karena sebagian

besar masyarakat indonesia mengkonsumsi

beras sebagai makanan pokoknya.

Sehingga upaya peningkatan produktivitas

padi terus dilakukan dengan cara

memanfaatkan tunggul jerami padi atau

yang dikenal dengan istilah ratun. Padi

ratun merupakan hasil dari pemanfaatan

tunggul jerami padi yang ditanam pada

musim sebelumnya dan dapat

menghasilkan malai kembali. Padi ratun

akan mengeluarkan anakan baru dan dapat

dipanen kembali setelah 45 hari dari

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

20

pemotongan batang padi utama (Suwandi

et al., 2012).

Pemanfaatan ratun dapat

memberikan keuntungan bagi petani,

karena tanaman tersebut dapat dipanen

kembali dari tanaman padi utama. Menurut

Susilawati et al., (2010) memanfaatkan

ratun dapat mencapai hasil 50% dari panen

pertama. Selain itu juga pemanfaatan

ratun juga dapat menghemat biaya

penanaman dan tenaga kerja (Suwandi et

al., 2012). Tunggul padi yang tersisa akan

mengeluarkan tunas-tunas baru yang

tumbuh menjadi anakan dan akan

membentuk malai. Padi ratun

produktivitasnya lebih rendah dari pada

padi utama, untuk itu upaya peningkatan

produktivitas terus dilakukan, termasuk

diantaranya adalah melindungi padi ratun

dari serangan hama dan penyakit.

Petani umumnya masih

menggunakan insektisida sintetik dalam

mengendalikan serangga hama di

pertanaman padi. Penggunaan insektisida

sintetik dapat mencemari lingkungan,

resistensi hama dan mempengaruhi

kelimpahan musuh alami. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut

diperlukan suatu alternatif pengendalian

menggunakan pestisida hayati yang

mengandung jamur entomopatogen.

Herlinda et al. (2008) mengemukakan

bahwa penggunaan agens hayati jamur

Beauveria bassiana (Bals.) Vuill

(Deuteromycetes: Moniliaceae) menjadi

alternatif untuk mengurangi penggunaan

pestisida sintetik. Penggunaan pestisida

hayati relatif aman terhadap lingkungan,

mampu menekan populasi serangga hama

dan memberikan dampak positif terhadap

kelimpahan musuh alami (Radianto et al.,

2010).

Jamur B. bassiana mampu

menginfeksi serangga hama yang

tergolong ke dalam ordo Hemiptera

(Herlinda et al., 2006), Lepidoptera

(Prayogo et al., 2005), Homoptera dan

Coleoptera (Prayogo, 2006). Penelitian ini

menggunakan bioinsektisida yang

berbahan aktif B. bassiana dengan

formulasi cair yang bahan pembawanya

EKKU (ekstrak kompos kulit udang) steril.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman artropoda di

ekosistem tanaman padi ratun yang

diaplikasikan bioinsektisida Beauveria

bassiana.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di sentra

pertanaman padi sawah lebak Pemulutan,

Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan

pada bulan Agustus-Oktober 2013.

Identifikasi serangga di tajuk dan di

permukaan tanah dilakukan di

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

21

Laboratorium Entomologi Fakultas

Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya.

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah botol vial, gelas

plastik, jaring serangga, karet gelang,

knapsack sprayer 15 L, kuas, mikroskop,

plastik bening, saringan berpori 1 mm,

paralon dan pompa air. Bahan yang

digunakan dalam penelitian ini ialah benih

padi varietas Situbagendit, alkohol 70%,

dan formalin 40%.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimental

dengan menggunakan dua perlakuan dan

empat ulangan. Penelitian menggunakan

bioinsektisida cair yang terbaik dari

penelitian sebelumnya yaitu bioinsektisida

berbahan aktif jamur Beauveria bassiana

dan dilihat pengaruhnya pada tanaman

padi ratun. Lahan yang digunakan untuk

tanaman ratun seluas 2 ha. Dalam 1 ha

dibagi menjadi 2 petakan dan dibuat

subpetak dengan ukuran 10x10 m.

Pengamatan pengaruh aplikasi

bioinsektisida pada tanaman ratun

dilakukan sejak tanaman berumur 1-8

minggu setelah pemotongan (panen).

Pengamatan serangan hama

dilakukan dengan mengamati dan

menghitung serangannya pada rumpun

padi pada tanaman sampel (25 rumpun per

subpetak). Pengambilan artropoda di

tajuk dilakukan dengan menggunakan

jaring serangga yang dilakukan 15 kali

ayunan ganda. Penjaringan dilakukan pada

pagi hari dari pukul 06.00-08.00 WIB.

Artropoda yang tertangkap selanjutnya

diidentifikasi di Laboratorium Entomologi

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Pengambilan artropoda di

permukaan tanah menggunakan lubang

jebakan. Lubang jebakan yang dipasang

ada 4 unit/100m2 dan dipasang selama 2 x

24 jam. Artropoda predator yang

tertangkap dibersihkan dan diawetkan

dalam botol vial yang berisi alkohol 70%,

selanjutnya dilakukan identifikasi.

Populasi serangga hama dan

serangannya dianalisis dengan

menggunakan uji chi-square. Aspek yang

diamati dalam menganalisis

keanekaragaman hayati antara lain, yaitu

kelimpahan jumlah spesies dan jumlah

individu, indeks keanekaragaman, indeks

dominasi, dan indeks kemerataan.

PEMBAHASAN

1. Populasi dan persentase serangan

serangga hama

Hasil penelitian menunjukan bahwa

populasi hama dari umur 1-8 minggu

setelah potong menunjukan hasil yang

berfluktuasi. Hasil analisis dengan

menggunakan uji chi-square populasi

hama antara petak yang diaplikasikan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

22

bioinsektisida dengan petak kontrol tidak

berbeda nyata (Tabel. 1). Prayogo (2006)

menyatakan bahwa keefektifan jamur

entomopatogen dalam menginfeksi

serangga hama jika kelembaban diatas

90%. Kelembaban yang tinggi sangat

dibutuhkan oleh jamur entomopatogen

untuk berkembang. Selain itu keefektifan

jamur entomopatogen ditentukan oleh sinar

matahari yang dapat merusak konidia

jamur dan menghambat perkembangan

konidia (Prayogo, 2005).

Rata-rata populasi hama wereng

dan walang sangit pada petak yang

diaplikasikan bioinsektisida B. bassiana

lebih rendah dari kontrol. Herlinda et

al.(2012) mengemukakan bahwa lahan

yang diaplikasikan bioinsektisida B.

bassiana rata-rata populasi nimfa A.

gossypii lebih rendah dari lahan tanpa

aplikasi bioinsektisida. Menurut Khodijah

(2013) bahwa bioinsektisida yang

diaplikasikan ke lapangan dapat menekan

populasi serangga hama.

Populasi hama selain dipengaruhi

aplikasi bioinsektisida juga adanya peran

musuh alami di lapangan. Irsan (2003)

mengemukakan bahwa penggunaan musuh

alami terbukti efektif dalam

mengendalikan hama kutu daun.

Memanfaatkan musuh alami di lapangan

dapat menjaga keseimbangan ekosistem

disekitar pertanaman. Radianto et al.

(2010) mengemukakan bahwa

pengendalian hama dengan memanfaatkan

musuh alami dapat menjaga populasi

serangga hama tetap berada di bawah

ambang ekonomi.

Serangga hama yang ditemukandi

lahan penelitian terlihat lamban bergerak.

Hal itu disebabkan jamur B. bassiana

masih terkandung di dalam jaringan

tanaman dan mampu bertahan hidup

didalam tanah sehingga dapat menginfeksi

serangga hama yang datang pada musim

tanam berikutnya. Deciyanto dan

Indrayani (2008) mengemukakan bahwa

konidia B. bassiana yang mampu bertahan

hidup didalam tanah dalam kurun waktu

yang cukup lama akan menjadi inokulum

sumber infeksi bagi generasi hama

berikutnya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa

persentase serangan hama di tanaman padi

ratun akibat serangga hama meningkat

dengan bertambahnya umur tanaman.

Persentase serangan tanaman padi ratun

tertinggi pada umur 7-8 msp (Tabel. 2).

Bioinsektisida yang diaplikasikan

berpengaruh pada persentase serangan

hama. Hal tersebut diketahui pada petak

yang diaplikasikan bioinsektisida

persentase serangan lebih rendah

dibandingkan petak kontrol. Herlinda et

al.(2012) melaporkan bahwa bioinsektisida

berbahan aktif B. bassiana dapat

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

23

menurunkan persentase serangan hama

secara signifikan. Bioinsektisida yang

diberikan secara kontinu akan menekan

serangan hama (Manuwoto dan Indriyani,

1994).

Bioinsektisida yang telah

diaplikasikan berpengaruh pada populasi

serangga hama dan tingkat serangan hama.

Herlinda (2006) mengemukakan bahwa

beauvericin dan bassianolid yang

dihasilkan jamur B. bassiana mampu

melemahkan system kekebalan tubuh

serangga. Deciyanto dan Indrayani (2008)

melaporkan bahwa serangga hama yang

terinfeksi B. bassiana imunitasnya akan

menurun dan akan berhenti makan.

Kelimpahan artropoda predator di

tajuk antara petak yang diaplikasikan

boinsektisida dengan kontrol tertinggi pada

lahan kontrol. Tingginya jumlah individu

dan spesies artropoda predator pada petak

kontrol dikarenakan serangga hama yang

ada pada petak tersebut berlimpah.

Radianto et al. (2010) mengemukakan

bahwa adanya kaitan yang erat antara

keanekaragaman spesies predator dengan

kelimpahan populasi serangga hama.

Tabel 1. Populasi hama pada padi ratun umur 1-8 minggu setelah potong (msp)

Umur

Padi

(msp)

Spesies

Populasi Hama

Pengamatan Visual

Ujichi-

square

PengamatanJaring

Ujichi-

square

(ekor/100 rumpun) (ekor/60 ayunanganda)

Bioinsektisid

a Kontrol

Bioinsektisid

a Kontrol

1

Nilavarphatalugens 2 6

5a 8a 0,40

Nephotettixverescens 2 3

2 4

Racilliadorsalis 3 4

4 7

Leptocorisaacuta 0 0

0 0

2

Nilavarphatalugens 3 4

3 5

Nephotettixverescens 2 5

5a 12a 0,08

Racilliadorsalis 3 5

4 6

Leptocorisaacuta 0 0

0 0

3

Nilavarphatalugens 4 6

3 6

Nephotettixverescens 3 4

6a 7a 0,78

Racilliadorsalis 5 6

5a 6a 0,76

Leptocorisaacuta 0 0

0 0

4

Nilavarphatalugens 2 2

4 5

Nephotettixverescens 3 4

3 5

Racilliadorsalis 4 4

5a 7a 0,56

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

24

Leptocorisaacuta 0 0

0 0

5

Nilavarphatalugens 1 4

2 4

Nephotettixverescens 2 3

1 5

Racilliadorsalis 2 5

3 5

Leptocorisaacuta 8a 12a 0,37 9a 12a 0,51

6

Nilavarphatalugens 4 6

9a 16a 0,16

Nephotettixverescens 4 6

4 6

Racilliadorsalis 2 5

2 5

Leptocorisaacuta 9a 13a 0,39 11a 13a 0,68

7

Nilavarphatalugens 2 5

6a 13a 0,10

Nephotettixverescens 2 5

2 4

Racilliadorsalis 3 3

3 5

Leptocorisaacuta 8a 10a 0,63 8a 10a 0,63

8

Nilavarphatalugens 2 5

7a 9a 0,61

Nephotettixverescens 2 5

2 5

Racilliadorsalis 3 6

4 6

Leptocorisaacuta 13a 15a 0,70 13a 15a 0,70

Total

Nilavarphatalugens 20a 38a 0,01 39a 66b 0,008

Nephotettixverescens 20a 35a 0,04 25a 48b 0,007

Racilliadorsalis 25a 38a 0,10 30a 47a 0,85

Leptocorisaacuta 38a 50a 0,20 41a 50a 0,34

Keterangan : Angka-angka yang diikutiolehhuruf yang samapadabaris yang sama tidak

berbeda nyata pada uji chi-square

Tabel 2. Persentase serangan hama wereng dan walang sangit pada padi ratun di petak yang

diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol

UmurTanaman

(msp)

Perlakuan

Rata-rata persentaseseranganhama (%)

Wereng

Uji

chi-square Walangsangit

Uji

chi-square

1 Bioinsektisida 0,40

0,00

Kontrol 0,60

0,00

2

Bioinsektisida 0,57

0,00

Kontrol 0,69

0,00

3

Bioinsektisida 0,62

0,00

Kontrol 0,73

0,00

4 Bioinsektisida 1,09

0,00

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

25

Kontrol 1,15

0,00

5

Bioinsektisida 1,15

1,05

Kontrol 1,19

1,10

6

Bioinsektisida 1,20

1,30

Kontrol 1,29

1,48

7

Bioinsektisida 1,29

1,39

Kontrol 1,39

1,48

8

Bioinsektisida 1,29

1,39

Kontrol 1,39

1,48

Total

Bioinsektisida 7,61a 0,83

5,13a 0,90

Kontrol 8,43a 5,54a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji chi-square

Keterangan: ( ): Petak yang diaplikasikan bioinsektisid ( ): Petak tanpa aplikasi

(kontrol), ( ): Simpangan deviasi

Gambar 1. Perbandingan jumlah spesies di tajuk padi ratun (a), perbandingan jumlah

spesies di permukaan tanah padi ratun (b)

1. Keanekaragaman komunitas

artropoda di tajuk dan permukaan

tanah

Aplikasi bioinsektisida dapat mempengaruhi

kelimpahan artropoda predator. Indeks

keanekaragaman, indeks kemerataan dan

indeks dominasi artropoda predator di tajuk

tertinggi terjadi di petak kontrol (Tabel. 3).

Tingginya keanekargaman artropoda predator

di tajuk tanaman padi ratun di petak control

disebabkan di petak tersebut masih alami.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

26

Selain itu tingginya keanekragaman itu juga

dapat dipengaruhi oleh ekologi disekitar

persawahan. Thalib et al. (2010)

mengemukakan bahwa makin tinggi vegetasi

lain yang tumbuh disekitar pertanaman, maka

makin tinggi keanekaragaman artropoda pada

suatu ekosistem. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Riyanto et al. (2011)

bahwa habitat disekitar pertanaman akan

mempengaruhi keberadaan serangga predator.

Di permukaan tanah indeks

keanekaragaman dan indeks dominasi

tertinggi terjadi di petak yang diaplikasikan

bioinsektisida, tetapi indeks dominasi

tertinggi terjadi di petak kontrol (Tabel. 4).

Tingginya indeks keanekaragaman di petak

yang diaplikasikan bioinsektisida diduga

bahwa bioinsektisida yang diaplikasikan di

petak tersebut tidak mempengaruhi

kehidupan artropoda predator yang ada atau

hidup di permukaantanah. Menurut Khadijah

(2013) bahwa kelimpahan artropoda predator

di permukaan tanah tidak dipengaruhi oleh

bioinsektisida B. bassiana.

Semakin tingginya keanekaragaman

artropoda predator pada suatu ekosistem

maka semakin tinggi kestabilan populasi

serangga di suatu ekosistem.

Tabel 3. Karakteristik komunitas artropoda predator di tajuk pada lahan yang diaplikasikan

bioinsektisida dan kontrol di sawah lebak.

Karakteristik Komunitas di

Tajuk

Umur Tanaman (minggu setelah potong)

1 2 3 4 5 6 7 8

Bioinsektisida

JumlahIndividu

Indeks Keragaman (H’)

Indeks Dominasi (d)

Indeks Kemerataan (E)

117

2,47

0,30

0,82

106

2,31

0,30

0,78

111

2,34

0,27

0,86

114

2,54

0,18

0,83

89

2,57

0,25

0,92

92

2,46

0,22

0,89

93

2,17

0,31

0,78

103

2,47

0,28

0,89

Kontrol

Jumlah Individu

Indeks Keragaman (H’)

Indeks Dominasi (d)

Indeks Kemerataan (E)

137

2,89

0,21

0,93

132

2,56

0,32

0,83

125

2,47

0,28

0,85

137

2,86

0,15

0,94

132

2,70

0,28

0,88

118

2,50

0,24

0,86

129

2,54

0,24

0,86

142

2,52

0,23

0,84

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

27

Tabel 4. Karakteristik komunitas artropoda predator permukaan tanah pada lahan yang

diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol di sawah lebak.

Karakteristik Komunitas di

Permukaan Tanah.

Umur Tanaman(minggu setelah potong)

1 2 3 4 5 6 7 8

Bioinsektisida

Jumlah Individu

Indeks Keragaman (H’)

Indeks Dominasi (d)

Indeks Kemerataan (E)

46

2,29

0,23

0,89

30

1,82

0,36

0,79

37

1,42

0,32

0,79

39

1,94

0,25

0,88

36

1,91

0,38

0,83

35

1,85

0,28

0,84

38

1,87

0,31

0,81

35

1,72

0,37

0,78

Kontrol

Jumlah Individu)

Indeks Keragaman (H’)

Indeks Dominasi (d)

Indeks Kemerataan (E)

47

2,11

0,21

0,88

35

1,80

0,34

0,82

36

1,74

0,33

0,84

35

1,75

0,71

0,90

38

1,53

0,34

0,73

40

1,80

0,27

0,82

41

2,07

0,19

0,94

39

1,69

0,30

0,81

KESIMPULAN

1. Aplikasi bioinsektisida berbahan aktif

jamur entomopatogen B. bassiana

tidak berpengaruh terhadap populasi

hama di tanaman padi ratun.

Persentase serangan serangga hama

ditanaman padi ratun tertinggi terjadi

pada petak kontrol ialah pada umur 7-

8 msp.

2. Indeks keanekaragaman, indeks

kemerataan dan indeks dominasi

artropoda predator di tajuk tertinggi

terjadi di petak kontrol. Di permukaan

tanah indeks keanekaragaman dan

indeks dominasi tertinggi terjadi di

petak yang diaplikasikan

bioinsektisida, tetapi indeks dominasi

tertinggi terjadi di petak kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Deciyanto S dan Indrayani IGAA. 2008.

Jamur entomopatogen Beauveria

bassiana: Potensi dan prospeknya

dalam pengendalian hama tungau.

Perspektif. 8(2):65-73.

Herlinda S, Hamadiyah, Adam T dan

Thalib R. 2006. Toksisitas isolat-

isolat Beauveria bassiana (Bals.)

Vuill. terhadap nimfa Eurydema

pulchrum (Westw.)

(Hemiptera:Pentatomidae). Agria

2(2):34-37.

Herlinda. S, S.I. Mulyati, dan Suwandi.

2008. Jamur Entomopatogen

berformulasi Cair Sebagai

Bioinsektisida untuk pengendali

wereng coklat. Jurnal Agritrop

27(3):119-126.

Herlinda S, Hartono, Irsan C. 2008. Efikasi

Bioinsektisida Formulasi Cair

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

28

Berbahan Beauveria bassiera dan

Metarhizium.sp pada wereng

punggung putih (sogatella furcifera)

Seminar Nasioanal dan Kongres

PATPI 2008. Palembang 14-16

oktober 2008.

Herlinda S, Hertati D, Irsan C, Pujiastuti Y,

Adam T, dan Khadijah. 2012.

Keanekaraman spesies dan

kelimpahan serangga entomofaga

pada tanaman cabai yang

diaplikasikan Beauveria bassiana

untuk mengendalikan Aphis gossypii.

Prosiding Seminar Nasional Menuju

pertanian Berdaulat. Bengkulu, 12

September 2012.

Irsan C. 2003. Predator, Parasitoid dan

Hiperparasitoid yang Berasosiasi

dengan Kutudaun

(Homoptera:Aphididae) pada

Tanaman Talas. J.Hayati. 10(2):81-

84.

Khodijah. 2013. Keanekaragaman

komunitas artropoda predator

tanaman padi yang aplikasi

bioinsektisida berbasis jamur

entomopatogen daerah rawa lebak

sumatera selatan. Jurnal Lahan

Suboptimal 2(1):43-49.

Manuwoto S dan Indriyani N. 1994.

Perkembangan kelangsungan hidup

dan reproduksi wereng coklat pada

empat jenis varietas padi. Ballitan-

HPT. IPB. 64 p.

Prayogo,Y.,W.Tengkano & Marwoto.

2005. Prospek cendawan

entomopatogen Metarhizium

anisopliae untuk mengendalikan ulat

grayak Spodoptera litura pada

kedelai. J. Litbang. Pertanian

24(1):19-26.

Prayogo Y. 2006. Upaya Mempertahankan

ke Efektifan Cendawan

Entomopatogen untuk

Mengendalikan Hama Tanaman

Pangan. Jurnal Litbang Pertanian

25(2):47-54.

Radianto I, Sodiq M, dan Nurcahyani NM.

2010. Keanekaragaman serangga dan

musuh alami pada lahan pertanaman

kedelai di kecamatan balong-

Ponorogo. Jurnal Entomologi

Indonesia. 7(2):116-121.

Riyanto, Herlinda S, Irsan C, dan Umayah

A. 2011. Kelimpahan dan

keanekaragaman spesies serangga

predator dan parasitoid Aphis

gossypii di Sumatera Selatan. J. HPT

Tropika. 11(1):57-68.

Susilawati, Purwako B, Aswindinnor H

dan Santosa G. 2012. Tingkat

Produksi Ratun Berdasarkan Tinggi

Pemotongan Batang Padi Sawa Saat

Panen. J. Agron. Indonesia 40(1):1-7

Suwandi, Ammar A dan Irsan C. 2012.

Aplikasi ekstrak kompos

meningkatkan hasil dan menekan

penyakit pada sistem ratun di sawah

pasang surut Kabupaten Banyuasin.

Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2):116-

122.

Thalib R, Hety U, Herlinda S, Effendy,

Irsan C. 2010. Komunitas artropoda

predator pada ekosistem padi dan

lahan pinggir Sumatera Selatan.

Seminar Nasional PEI, Jogjakarta 2

Oktober 2010.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

29

RESPON PEMBERIAN PUPUK BOKASHI PADA TANAH ULTISOL

TERHADAP PRODUKSI TANAMAN SAWI HIJAU

(Brassica juncea L) DI DALAM POLYBAG

Novianto1*), John Bimasri 2), Verro Afrius Pratama3)

1*) Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628 2) Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628

3) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628

* Coresponden/Author: Telp. (0733) 451744

Email. [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pemberian pupuk bokashi pada tanah

Ultisol terhadap produksi tanaman sawi hijau (Brassica juncea L) dalam polybag. Penelitian

ini telah dilaksanakan di Kelurahan Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur I Kota

Lubuklinggau, pada bulan Maret sampai Mei 2017, dengan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) non faktorial, dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang

diuji coba dalam penelitian ini adalah : B0 = Tanpa Pupuk Bokashi, B1 = Pupuk Bokashi 5

gram/polybag setara 1 ton/ha, B2 = Pupuk Bokashi 10 gram/polybag setara 2 ton/ha, B3 =

Pupuk Bokashi 15 gram/polybag setara 3 ton/ha, B4 = Pupuk Bokashi 20 gram/ polybag

setara 4 ton/ha, B5 = Pupuk Bokashi 25 gram/polybag setara 5 ton/ha. Hasil penelitian

menunjukan bahwa pemberian pupuk bokashi sebanyak 25 gram/polybag setara dengan 5

ton/ha (B5) mampu meningkatkan hasil pertumbuhan tanaman sawi hijau yang terbaik pada

tanah Ultisol.

Kata Kunci: Bokashi, Sawi Hijau, Tanah Ultisol.

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan produksi

hortikultura di Indonesia saat ini

meningkat seiring dengan meningkatnya

kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan

akan gizi. Hal ini disebabkan oleh tingkat

pengetahuan dan pemahaman masyarakat

yang tinggi dan tingkat pendapatan

masyarakat yang semakin baik. Kebutuhan

akan gizi ini salah satunya dapat dipenuhi

dengan mengkonsumsi sayuran (Eny et al.,

2007).

Sawi adalah salah satu tanaman

hortikultura yang memiliki nilai komersial

dan prospek yang cukup baik. Seiring

bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,

serta meningkatnya kesadaran akan

kebutuhan gizi, sehingga menyebabkan

semakin bertambahnya permintaan akan

sayuran terutama sawi. Hal ini disebabkan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

30

karena sawi memiliki kandungan gizi yang

cukup tinggi. Setiap 100 g sawi terdapat

protein 2,30 g, lemak 0,30 g, karbohidrat

4,00 g, Ca 220,00 mg, P 38,00 mg, Fe

2,90 mg, vitamin A 1,94 mg, vitamin B

0,09 mg dan vitamin C 102 mg (Yulia et

al., 2011).

Menurut Margiyanto (2008), manfaat

sawi sangat baik untuk menghilangkan

rasa gatal di tenggorokan pada penderita

batuk, penyembuh sakit kepala, bahan

pembersih darah, memperbaiki fungsi

ginjal, serta memperbaiki dan

memperlancar pencernaan. Daun Brassica

juncea berkhasiat untuk peluruh air seni,

akarnya berkhasiat sebagai obat batuk,

obat nyeri pada tenggorokan dan peluruh

air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat

sakit kepala.

Tanaman sawi menghendaki tanah

yang subur, gembur dan banyak

mengandung bahan organik (humus), tidak

tergenang, tata aerasi dalam tanah berjalan

dengan baik. Derajat kemasaman (pH)

tanah yang optimum untuk

pertumbuhannya adalah antara pH 6

sampai pH 7 (Haryanto et al., 2006).

Tanah yang memiliki kandungan unsur

hara yang rendah dapat dilakukan

pemupukan dengan menambahkan unsur

hara pada tanah tersebut. Pemupukan dapat

dilakukan dengan memperhatikan jenis-

jenis pupuk yang digunakan. Jenis-jenis

pupuk yaitu pupuk anorganik dan juga

pupuk organik (Suleman et al., 2013).

Bokashi merupakan salah satu jenis pupuk

yang mampu menggantikan kehadiran

pupuk kimia buatan untuk meningkatkan

kesuburan tanah sekaligus memperbaiki

kerusakan sifat-sifat tanah akibat

pemakaian pupuk anorganik secara

berlebihan. Bokashi merupakan hasil

fermentasi bahan organik dari limbah

pertanian (pupuk kandang, jerami, sampah,

sekam serbuk gergaji) dengan

menggunakan EM-4 (Gao et al., 2012;

Atikah, 2013). EM-4 (Efektif

Microorganisme-4) merupakan bakteri

pengurai dari bahan organik yang

digunakan untuk proses pembuatan

bokashi, yang dapat menjaga kesuburan

tanah sehingga berpeluang untuk

meningkatkan dan menjaga kestabilan

produksi (Tola et al., 2007 dalam Ruhukail,

2011).

Tanah Ultisol sangat berpotensi

untuk dikembangkan menjadi lahan

pertanian seperti tanaman hortikultura

contohnya tanaman sawi, tetapi sifat tanah

Ultisol yang kurang baik menjadi kendala

yang cukup penting. Menurut Wahyuaskari

(2005) tanah Ultisol merupakan tanah

yang kurang subur, tanah Ultisol umumnya

mempunyai nilai kejenuhan basa kurang

dari 35%, kapasitas tukar kation kurang

dari 16 cmol/kg liat, Reaksi tanah Ultisol

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

31

pada umumnya masam hingga sangat

masam (pH 5 sampai 3,10) tetapi

sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk

dijadikan lahan pertanian potensial, dengan

melakukan pengelolaan dengan cara

pemberian pupuk bokashi.

Menurut Susilawati (2000), bahwa

pupuk bokashi sama seperti pupuk kompos

lainnya, dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan kandungan material organik

pada tanah yang keras seperti tanah Ultisol

sehingga dapat meningkatkan aerasi tanah

dan mengurangi bulk density tanah.

Berdasarkan hasil penelitian Muzayyanah

(2009), menunjukan bahwa pemberian

bokashi 2 ton /ha memberikan

pertumbuhan yang baik pada tanaman sawi.

Berdasarkan latar belakang diatas

peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan tujuan untuk mengetahui

respon pemberian pupuk bokashi pada

tanah Ultisol terhadap produksi tanaman

sawi hijau (Brassica juncea L) di dalam

polybag.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di

Kelurahan Air Kuti Kecamatan

Lubuklinggau Timur, I Kota Lubuklinggau

dengan ketinggian tempat penelitian 100 m

dpl, sedangkan waktu penelitian dimulai

pada bulan Maret sampai Mei 2017.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini

adalah : 1) Benih Sawi Varietas Tosakan, 2)

Pupuk Bokashi , 3) Tanah Ultisol, 4) Paku,

5) Paranet, 6) Polybag ukuran 30 cm x 40

cm, 7) pupuk NPK dan 8) Pestisida . Alat

yang di gunakan dalam penelitian ini

meliputi : 1) Gergaji, 2) Palu, 3) Meteran,

4) Pisau, 5) Tali, 6) Timbangan, 7)

Gembor, 8 ) Neraca analitik, 9) Oven

Listrik, 10) Ember, dan 11) Alat tulis.

Penelitian ini menggunakan Metode

Eksperimental dengan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) non faktorial, enam

perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan

yang akan dicobakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

B0 = Tanpa perlakuan pupuk bokashi

B1= Pupuk Bokashi 5 gram/polybag setara

1 ton/ha

B2= Pupuk Bokashi 10 gram/polybag

setara 2 ton/ha

B3= Pupuk Bokashi 15 gram/polybag

setara 3 ton/ha

B4= Pupuk Bokashi 20 gram/polybag

setara 4 ton/ha

B5= Pupuk Bokashi 25 gram/polybag

setara 5 ton/ha

Perlakuan yang diuji coba sebanyak

6 level perlakuan yang diulang 4 kali

terdapat 24 unit percobaan, dengan

masing-masing unit percobaan terdiri dari

5 populasi yang semuanya dijadikan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

32

sebagai sampel. Untuk mengetahui repon

pemberian pupuk bokashi pada tanah

Ultisol terhadap produksi dan hasil

tanaman sawi hijau dalam polybag dengan

menggunakan analisis keragaman

rancangan acak kelompok non faktorial

disajikan pada Tabel 2. 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis

keragaman respon pemberian pupuk

bokashi pada tanah Ultisol terhadap

produksi tanaman sawi hijau terhadap

semua peubah yang diamati tertera pada

Tabel 3.2.

Tabel 2. 1. Analisis Keragaman RAK Non Faktorial

Sumber

keragaman (SK)

Derajat

Bebas (DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

F-Hitung

F-tabel

5 %

1 %

Kelompok r-1 =V1 JKK JKK/V1 KTK/KTG

Perlakuan t-1 =V2 JKP JKP/V2 KTP/KTG

Galat (r.t-1)-(r-1)- (t-1) = V3

JKG JKG/V3 -

Total (r.t)-1 =Vt JKT - -

Sumber : Gaspersz (1994)

Tabel 3.1. Hasil Analisis Keragaman Respon Pemberian Pupuk Bokashi pada Tanah

Ultisol terhadap Produksi Tanaman Sawi Hijau.

No Peubah yang diamati B KK (%)

1.

2.

3.

4.

5.

Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah Daun (helai)

Panjang Akar (cm)

Berat Basah Berangkasan (g)

Berat Kering Berangkasan (g)

2,17 tn

6,32 **

0,72 tn

4,06 *

4,41 *

7,02

5,78

19,95

16,01

12,48

Keterangan : B = Perlakuan pupuk bokashi ** = Berpengaruh sangat nyata

* = Berpengaruh nyata tn = berpengaruh tidak nyata

KK = Koefisien Keragaman

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

33

Tabel 3. 2. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Pemberian Pupuk Bokashi terhadap semua

Peubah yang Diamati

No Peubah yang diamati Perlakuan Pupuk Bokashi (B) BNJ

5%

BN

J

1% B0 B1 B2 B3 B4 B5

1. Tinggi Tanaman (cm) 30,24 31,25 33,54 30,35 31,05 34,05 - -

2. Jumlah Daun (helai) 8,18aA 8,80a

A

9,48b

A

9,00aA 9,50bB 10,10cB 1,03 1,3

0

3. Panjang Akar (cm) 17,40 18,75 18,74 17,55 18,00 21,70 - -

4. Berat Basah Berangkasan (g) 55,58a 63,65

a

74,51

ab

56,80a 61,35ab 82,40b 20,38 -

5. Berat Kering Berangkasan (g) 5,25a 5,65a 6,81b 5,40a 5,95a 7,20b 1,46 -

Berdasarkan hasil analisis

keragaman menunjukkan bahwa

pemberian pupuk bokashi berpengaruh

sangat nyata terhadap jumlah daun,

berpengaruh nyata terhadap berat basah

berangkasan, berat kering berangkasan

serta berpengaruh tidak nyata terhadap

tinggi tanaman dan panjang akar. Hasil uji

BNJ dan tabulasi perlakuan pupuk bokashi

terhadap semua peubah yang diamati

tertera pada Tabel 3.2.

Pengaruh nyata dan sangat nyata

pada pemberian perlakuan pupuk bokashi

(B) terhadap jumlah daun, berat basah

berangkasan dan berat kering berangkasan,

karena pemberian pupuk bokashi mampu

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi

tanaman sawi. Pemberian pupuk bokashi

mampu menyediakan unsur hara dan

mampu meningkatkan kesuburan tanah,

sehingga memberikan pertumbuhan yang

baik untuk tanaman sawi hijau. Menurut

Salam, (2008) bahwa bokashi dapat

diaplikasikan sebagai pupuk dasar, dosis

yang dianjurkan adalah sebesar 2 ton/ha

yang ditaburkan secara merata saat lahan

selesai dibajak, bokashi merupakan

sebuah persamaan dari bahan organik

yang kaya sumber hara yang

menghasilkan bahan-bahan organik yang

telah difermentasi oleh EM-4,

Sedangkan menurut Hamzah,

(2007) menyatakan bahwa bokashi

memberikan pengaruh yang sangat nyata

pada pertumbuhan tanaman karena

bokashi berasal dari pupuk kandang

yang mengandung unsur hara dan bahan

organik yang mampu memperbaiki

tekstur , pH dan mikroorganisme tanah.

Ketersediaan hara dalam tanah, struktur

tanah dan tata udara tanah yang baik

sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan akar serta meningkatkan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

34

kemampuan akar tanaman dalam

menyerap unsur hara. Perkembangan

sistem perakaran yang baik akan

menentukan pertumbuhan vegetatif

tanaman.

Pengaruh tidak nyata perlakuan

pupuk bokashi (B) terhadap tinggi tanaman

dan panjang akar disebabkan adanya faktor

lain yang menyebabkan pertumbuhan

tanaman sawi kurang berkembang, salah

satunya diakibatkan kurangnya intesitas

cahaya yang dibutuhkan untuk proses

fotosintesis dan tanaman tidak mampu

berkembang dengan baik sehingga

berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan

panjang akar. Sedangkan Fahrudin (2009),

menyatakan daun memiliki klorofil yang

berperan dalam melakukan fotosintesis.

Semakin banyak jumlah daun, maka

tempat untuk melakukan proses

fotosintesis lebih banyak dan hasilnya

lebih banyak.

Purwani et al., (1997) menyatakan

bahwa pupuk bokashi mampu

mengaktifkan aktivitas sel-sel jaringan

meristematik tanaman sehingga akan

menghasilkan anakan produktif yang

optimal. Soplanit dan Soplanit (2012) juga

menyatakan bahwa pupuk bokashi

mengandung mikroorganisme bermanfaat

yang merupakan bagian integral dari tanah,

mampu menyediakan hara tanaman

melalui proses daur ulang serta

membentuk struktur tanah yang sesuai

untuk pertumbuhan tanaman.

Hasil uji BNJ dan tabulasi

perlakuan pupuk bokashi 25

gram/polybag (B5) memberikan hasil

tertinggi pada semua peubah yang diamati.

Hal ini karena kandungan unsur hara yang

diberikan pada bokashi (B5) ini memberi

respon sesuai dengan kebutuhan tanaman

tersebu, sehingga mempengaruhi

pertumbuhan dan produksi tanaman sawi

hijau. Menurut Adianto (1993) dalam

Arinong (2005) bokashi memiliki

kandungan hara mikro dalam jumlah

yang cukup dan sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman dengan

karakteristik berupa hara yang berasal

dari bahan organik terdapat mikroba

untuk merubah dari bentuk ikatan

kompleks organik yang tidak dapat

dimanfaatkan oleh tanaman dan akan

dibentuk menjadi senyawa organik dan

anorganik sederhana yang mampu

diserap oleh tanaman tersebut.

Pengunaan bokashi mampu

meningkatkan konsentrasi hara di dalam

tanah. Selain itu, bokashi juga mampu

memperbaiki tata udara dan air tanah.

Selanjutnya, perakaran tanaman akan

berkembang dengan baik dan mampu

menyerap unsur hara yang lebih banyak,

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

35

terutama unsur hara nitrogen yang akan

meningkatkan pembentukan klorofil,

sehingga aktivitas fotosintesis lebih

meningkat dan dapat meningkatkan

jumlah dan luas daun. Hal tersebut

berkaitan dengan kemampuan bahan

organik dalam memperbaiki sifat (tekstur

dan struktur) tanah dan biologi tanah

sehingga tercipta lingkungan yang lebih

baik bagi perakaran tanaman

(Pangaribuan et al., 2008). Sedangkan

pupuk bokashi, menurut Wididana et al.

(1996) dapat memperbaiki sifat fisika,

kimia, dan biologi tanah, meningkatkan

produksi tanaman dan menjaga kestabilan

produksi tanaman, serta menghasilkan

kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang

berwawasan lingkungan.

Hasil Uji BNJ dan tabulasi tanpa

perlakuan pupuk bokashi B0, memberikan

hasil terendah terhadap semua peubah

yang diamati. Hal tersebut disebabkan

karena media tanam yang tidak diberikan

pupuk bokashi kurang mampu

menyediakan udara yang cukup serta

ketersediaan unsur haranya rendah,

sehingga menyebabkan penurunan

produksi yang diakibatkan oleh akar

tanaman yang sulit berkembang pada

media karena media kurang gembur.

Menurut Hakim et al., (1986) tanah ultisol

memiliki kemasaman kurang dari 5,5.

Berdasarkan hasil riset ahli menunjukkan

bahwa pemberian bahan organik mampu

menambah unsur hara dan menghambat

penguapan lengas tanah serta mampu

menekan kemasaman tanah.

Menurut Subowo et al, (1990),

bahwa tanah Ultisol umumnya peka

terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi

dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah

mudah menjadi padat. Akibatnya

pertumbuhan akar tanaman terhambat

karena daya tembus akar ke dalam tanah

menjadi berkurang. Bahan organik selain

dapat meningkatkan kesuburan tanah juga

mempunyai peran penting dalam

memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan

organik dapat meningkatkan agregasi tanah,

memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta

membuat struktur tanah menjadi lebih

remah dan mudah diolah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian diatas dapat

ditarik kesimpulan bahwa pemberian

pupuk bokashi sebanyak 25 gram/polybag

setara dengan 5 ton/ha (B5) mampu

meningkatkan hasil pertumbuhan tanaman

sawi hijau yang terbaik pada tanah Ultisol.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

menyarankan bahwa untuk budidaya

tanaman sawi hijau ditanah Ultisol

menggunakan pupuk bokashi dengan dosis

25 gram/ polybag atau setara dengan 5 ton/

ha.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

36

DAFTAR PUSTAKA

Arinong. 2005. Aplikasi berbagai pupuk

organik pada tanaman dilahan

kering. Jurnal Sains dan Teknologi.

Agustus 2005. Vol.5. No.2: 65-72.

Atikah. TA. 2013. Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Terung Ungu Varietas

Yumi F1 dengan Pemberian

Berbagai Bahan Organik dan Lama

Inkubasi pada Tanah Berpasir.

Anterior Jurnal. 12(2): 6-12

Eny Dyah Y. Ivan K dan Ira Y. 2007.

Pemberian Berbagai Konsentrasi

Algifert Sebagai Upaya Peningkatan

Hasil Tanaman Brokoli.

Fahrudin, F., 2009. Budidaya Caisim

(Brassica Juncea L.) Menggunakan

Ekstrak Teh dan Pupuk Kascing.

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Gao, M, Li J, and Zhang X. 2012.

Responses Opsoil Fauna Structure

and Leaf Litter Decompositin to

Effective Microorganism

Treathments in Dahinggan

Mountains, China. Chinese

Geographical Science, 22(6): 647-

658

Gaspersz. V. 1994. Metode Rancangan

Percobaan Untuk Ilmu-Ilmu

Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik dan

Biologi. Bandung: CV. Armico

Hakim, L. dan M. Sediyarsa. 1986.

Percobaan perbandingan beberapa

sumber pupuk fosfat alam di daerah

Lampung Utara. hlm. 179− 194.

Dalam U. Kurnia, J. Dai, N. Suharta,

I.P.G. Widjaya-Adhi, J. Sri

Adiningsih, S. Sukmana, J.

Prawirasumantri (Ed.). Prosiding

Pertemuan Teknis Penelitian Tanah,

Cipayung, 10−13 November 1981.

Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Haryanto, W., T. Suhartini dan E. Rahayu.

2006. Sawi dan Selada. Jakarta :

Penebar Swadaya.

Hamzah, F. 2007. Pengaruh penggunaan

pupuk bokashi kotoran sapi terhadap

pertumbuhan jagung. Diakses pada

tanggal 20 Juli 2017.

Margiyanto, E. 2008. Budidaya Tanaman

Sawi.http://zuldesains.wordpress.co

m. ( Diakes pada tanggal 14 Januari

2017).

Muzayyanah. 2009. Pengaruh Pemberian

Pupuk Bokashi terhadap

pertumbuhan tanaman sawi. Jurnal.

Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi.Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim. Malang.

(Diakses pada tanggal 15 Januari

2017).

Pangaribuan, Darwin dan Pujisiswanto,

Hidayat. 2008. Pemanfaatan

Kompos Jerami untuk

Meningkatkan Produksi dan

kualitas Buah Tomat. Prosiding

Seminar Nasional Sains dan

Teknologi-II 2008 Universitas

Lampung. Lampung pada Tanggal

17-18 November 2008.

Purwani JT, Prihatini S, Komariah,

Kentjanasari A. 1997. Pemanfaatan

EM4 pada Dekomposisi Bahan

Organik di Lahan Sawah. Laporan

Penelitian Pusat Penelitian tanah

dan Agroklimat. Bogor.

Ruhukail, N.L. 2011. Pengaruh

penggunaan EM-4 yang

dikulturkan pada bokashi dan

pupuk anorganik terhadap produksi

tanaman kacang tanah (Archis

hypogaea L.) di Kampung

Wanggar Kabupaten Nabire. Jurnal

Agroforestri.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

37

Salam. A. 2008. Aplikasi Bokashi untuk

Tanaman Sawi. (Diakses pada

tanggal 20 Juni 2017).

Soplanit, M. C dan R. Soplanit. 2012.

Pengaruh Bokashi Ela Sagu pada

Berbagai Tingkat Kematangan dan

Pupuk SP 36 terhadap Serapan P

dan Pertumbuhan Jagung (Zea

mays L.) pada Tanah Ultisol. Jurnal

Agrologia. 1(1): 60-68.

Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990.

Pengaruh bahan organik terhadap

pencucian hara tanah Ultisol

Rangkasbitung, Jawa Barat.

Pemberitaan Penelitian Tanah dan

Pupuk 9: 26−31

Suleman.D, Cindra, Nelson .P, dan Nurmi .

2013. Pertumbuhan Dan Produksi

Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Dengan Pemberian Dosis Pupuk

Organik Kotoran Ayam. Jurnal.

Fakultas pertanian Universitas

Gorontalo.

Susilawati, R. 2000. Penggunaan Media

Kompos Fermentasi (Bokashi) dan

Pemberian Effective

Microorganism - 4 (EM-4) Pada

Tanah Podzolik Merah Kuning

Terhadap Pertumbuhan Semai

Acacia mangium Wild, sebuah

skripsi. Dalam IPB Repository.

Wididana, G.N, K. Riyalmu. dan T. Higa.

1996. Tanya Jawab Teknologi

Efektif Mikroorganisme

Departemen Kehutanan, Jakarta.

Wahyuaskari. 2005. Tanah Ultisol.

http://wahyuaskari.wordpre ss.com/

literatur/tanahultisol. ( Diakses

pada tanggal 14 Januari 2017).

Yulia, A.E., Murniati dan Fatimah. 2011.

Aplikasi pupuk organik pada

tanaman caisim untuk dua kali

penanaman. Jurnal Sagu.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

38

UJI ADAPTASI PERTUMBUHAN VEGETATIF BEBERAPA GENOTIPE

TANAMAN JAGUNG (Zea mays. L) PADA BERBAGAI

KONDISI TERNAUNGI

ADAPTATION TEST OF VEGETATIVE GROWTH OF SOME GENOTYPE OF

MAIZE (Zea mays. L) AT VARIOUS SHADED CONDITIONS

Iqbal Effendy1*) 1 Dosen Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas

Jl. Pembangunan Kompleks Perkantoran Pemkab Mura, Lubuklinggau,

Tlp / Fax 0733-451321

*) Penulis untuk korespondensi: Telp. 081373562110

email: [email protected]

ABSTRACT

The aims of this research was to evaluate aduptation ability of some maize varieties

planted in tidal wetland in the condition of low light intensity against vegetative growth.

The research was conducted at the Suka Tani Vallage, Tanjung Lago Subdistrict,

Banyuasin District, South Sumatera Province, Indonesia. Split plot Design was used in this

experiment by 22 varieties were tested as subplot and four levels of light intensity as main

plots, each of treatment repeated three times. Result showed that light intensity

significantly imfluence number of seed growing, number of leaves and heihgt of plant 45

days after planted. The most seed growing and number of leaves occured on C3

treatment (light intensity 360-400 µmol m-2

s-1

) and local variety Air Sugihan and B-41

variety. While light intensity 760-800 µmol m-2

s-1

,and variety B-26 give the highest of

plant height.

Key words : aduptation, maize and shading

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan adaptasi beberapa varietas jagung

yang ditanam di lahan rawa pasang surut dengan intensitas cahaya rendah pada fase

pertumbuhan vegetatif. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Tani Kecamatan Tanjung

Lago, Kabupaten Banyuasin, provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Rancangan Petak

Terpisah digunakan dalam penelitian ini dengan menguji 22 varietas jagung sebagai anak

petak dan 4 taraf intensitas cahaya sebagai petak utama, masing masing perlakuan diulang

tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata terhadap

jumlah benih tumbuh, jumlah daun 45 hst dan tinggi tanaman 45 hst. Jumlah benih tumbuh

terbanyak terlihat pada perlakuan C3 (intensitas cahaya 360-400 µmol m-2

s-1

) dan varietas

lokal Air Sugihan. Jumlah daun terbanyak terlihat pada perlakuan C3 (intensitas cahaya

360-400 µmol m-2

s-1

) dan varietas B-41 dan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan C1

(intensitas cahaya760-800 µmol m-2

s-1

) dan vrietas B-26.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

39

Kata Kunci : adaptasi, jagung dan naungan

PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays L.) merupakan

salah satu tanaman pangan yang

digunakan sebagai makanan pokok kedua

setelah padi di Indonesia Yuwariah et al.

(2017). Sementara Suarni dan Yasin

(2011) memaparkan bahwa jagung

merupakan sumber protein yang penting

bagi masyarakat. Jagung mengandung

serat pangan yang dibutuhkan tubuh

seperti asam lemak esensial, isoflavon,

mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe),

antosianin, betakaroten, komposisi asam

amino esensial, dan lainnya.

Jagung merupakan salah satu

tanaman penghasil karbohidrat yang

terpenting di dunia. Selain padi, jagung

digunakan sebagai makanan pokok bagi

manusia, ternak, dan sebagai bahan baku

industri bir. Disamping tingginya

kandungan karbohidrat, jagung

mempunyai kandungan gizi yang lebih

lengkap dibanding tanaman serealia yang

lain, kandungan proteinnya lebih tinggi

dari padi dan kandungan lemaknya lebih

tinggi dari gandum, sorgum dan padi,

serta mengandung mineral yang cukup

baik (Yusuf et al., 2014)

Produksi jagung Indonesia dalam

lima tahun terakhir mengalami jumlah

produksi yang pasang surut. Pada tahun

2015, produksi jagung mencapai 19,6 juta

ton atau naik 0,66 juta ton (8,72%)

dibandingkan tahun 2014 dan merupakan

produksi tertinggi selama lima tahun

terakhir. Pencapaian tertinggi kedua

adalah pada tahun 2012 dengan produksi

sebesar 19 juta ton. Produksi jagung

terendah dialamai pada tahun 2011,

dimana untuk produksi jagung hanya

sebesar 17,2 juta ton

Menyempitnya areal budidaya

tanaman pangan pada sentra-sentra

produksi, menyebabkan beralihnya pola

intensifikasi ke ekstensifikasi lahan

tanaman pangan ke daerah marginal

seperti daerah pasang surut. Upaya

Pemerintah untuk mengembangan lahan

pasang surut sebagai penyangga produksi

pangan kembali terancam oleh fenomena

alih fungsi lahan pangan menjadi lahan

perkebunan sawit maupun karet. Menurut

Mentan (2012), alih fungsi lahan sawah

mencapai 100.000 hektar per tahun baik

oleh kegiatan perkebunan maupun non

perkebunan. Fenomena ini tentu saja

menjadi ancaman besar terhadap

ketahanan pangan nasional dan upaya

pemerintah dalam pencapaian

swasembada pangan. Untuk menekan

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

40

alih fungsi lahan pangan ke lahan non

pangan ini, perlu dikembangkan pola

tanam polikultur antara tanaman sawit

dengan tanaman jagung untuk memenuhi

keinginan petani untuk memiliki

perkebunan sawit dan sekaligus mampu

menghasil produk tanaman pangan.

Pengembangan pola tanam

polikultur sawit dengan tanaman jagung

terkendala oleh berbagai faktor teknis

diantaranya adalah rendahnya cahaya

matahari di bawah kenopi sawit, yang

berakibat pada rendahnya produktivitas

lahan. Rendahnya intensitas cahaya yang

diterima tanaman sela dibawah kenopi

dalam sistem budidaya campuran

menjadi penghambat produktivitas

tanaman karena cahaya yang diterima

tanaman rendah (Gardner et al., 1991 dan

Yuan et.al., 2012). Kondisi kekurangan

cahaya ini akan meghambat laju

metabolisma tanaman dan pada akhirnya

menghambat laju fotosintesis dan sintesis

karbohidrat (Chowdury et al.,1994;

Sopandie et al., 2003), Sementara itu

Faktor dominan penyebab rendahnya

produktivitas tanaman pangan menurut

Adiningsih et al. (1994) adalah (a)

Penerapan teknologi budidaya di

lapangan yang masih rendah, (b) Tingkat

kesuburan lahan yang terus menurun, dan

(c) Eksplorasi potensi genetik yang masih

belum optimal (Kush, 2002).

Salah satu upaya yang dapat

dikembangkan adalah dengan melakukan

penanaman berbasis pola tanam

polikultur. Sebagaimana dikemukakan

juga oleh Ananto et al. (1998), bahwa

hasil biologis dan ekonomis dari suatu

lahan sangat terkait dengan jenis dan

populasi tanaman yang ditanam dalam

satu kesatuan sistem budidaya atau pola

tanam.

Kendala lain adalah belum

tersedianya benih jagung yang mampu

beradaptasi dengan kondisi lahan pasang

surut dan kondisi cahaya intensitas

rendah. Kemampuan tanaman untuk

beradaptasi akan dimulai dari proses

pertumbuhan awal tanaman, yaitu proses

perkecambahan benih. daya tumbuh dan

vigoritas kecambah akan ditentukan oleh

kualitas benih dan kondisi lingkungan

yang spesifik. Seperti dikemukan oleh

Yusuf et al. (2014) bahwa

perkecambahan benih merupakan proses

bagi setiap tanaman untuk dapat

berkembang menjadi bibit tanaman

secara optimal yang akan menghasilkan

hasil biji yang lebih banyak.

Perkecambahan benih yang baik akan

ditentukan oleh ukuran besar kecilnya

benih. Tingginya persentase

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

41

perkecambahan dan cepatnya

pertumbuhan bibit sangat ditentukan oleh

ketersediaan cadangan makanan pada

benih untuk pertumbuhan dan

perkembangan bibit, dimana bibit yang

berasal dari benih yang berukuran lebih

besar akan tumbuh lebih baik dibanding

dengan benih berukuran kecil (Mckersie

dan Thomas, 1999). Keberhasilan

peningkatan produktivitas tanaman

jagung ini tidak saja ditentukan oleh

faktor lingkungan yang optimal, begitu

juga faktor genetis sangat menentukan,

hal ini sejalan dengan pendapat Cinta et

al. (2010) yang mengatakan perbaikan

sifat genetik merupakan pilihan yang

harus menjadi pertimbangan untuk

meningkatkan dan mempertahankan hasil

varietas yang ditanam pada daerah

kekurangan air.

Berdasarkan uraian diatas, maka

diperlukan penelitian yang bertujuan

untuk mendapatkan benih genotipe

jagung yang adaptif terhadap cahaya

rendah untuk dikembangkan di

gawangan kelapa sawit, dengan harapan

dapat memberikan sumbangan positif

dalam program pengembangan inovasi

teknologi budidaya polikultur tanaman

jagung dan tanaman kelapa sawit.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakasanakan di Desa

Suka Tani, kecamatan Tanjung Lago,

Kabupaten Banyuasin, dari bulan Juli

hingga Oktober 2014 dan dilanjutkan di

Laboratorium Fisiologi Tanaman Jurusan

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya.

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah : 22 genotipe

jagung, pupuk kotoran ayam, kapur

Dolomit, pupuk NPK Phonska, pupuk

Urea, insektisida, fungisida, paranet,

waring, kayu gelam, kawat, paku, kertas

lebel, kantong plastik dan kertas tulis.

Sedangkan Alat-alat yang digunakan: alat

pengukur intensitas cahaya (quantum

meter) model MQ-200, termometer, pH

meter, alat ukur kelembaban, mikroskop,

timbangan analitik, cangkul, klorofil

meter, meteran, leaf area meter, oven dan

alat-alat tulis.

Percobaan ini mengunakan

Rancangan Petak Terpisah (Split plot

design), dengan 4 faktor intensitas

cahaya sebagai petak utama, yang

disimulasikan dengan penggunaan

paranet dan waring, masing-masing

perlakuan diulang tiga kali sehingga

terdapat 92 unit plot percobaan untuk

masing-masing ulangan. Empat faktor

intensitas cahaya sebagai petak utama

terdiri atas : K =100 % cahaya (1900 -

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

42

2000 µmol m-2

s-1

) sebagai kontrol, C1 =

Simulasi dengan paranet (760-800 µmol

m-2

s-1

), C2 = Simulasi dengan waring

(1500-1600 µmol m-2

s-1

cahaya masuk),

C3 = Simulsi dengan Paranet + waring

(360-400 µmol m-2

s-1

) cahaya masuk).

Sedangkan anak petak adalah 22

genotipe jagung , yaitu :V1 = B-41, V2 =

L-164, V3 = S-201, V4 = Pioneer-4, V5

= Varietas Sukmaraga, V6 = Pioneer-27,

V7 = varietas Bisi-2, V8 = Nt – 105, V9

= varietas Lamuru, V10 = Air Sugihan,

V11 = Tg Lago, V12 = A-4, V13 = A-25,

V14 = A-37, V15 = B-2, V16 = B-5,

V17= B-26, V218 = B-38, V19 = C-3,

V20 = C-6, V21 = C-21 dan V22 = C-42.

Pengelolaan lahan dilakukan

secara mekanisasi, dibajak, digaru dan

dibuat petakan percobaan dengan ukuran

2 x 1,5 meter, Benih ditanam dengan

cara ditugal sebanyak 1 benih/lubang

tanam dengan menggunakan jarak tanam

75 cm x 25 cm, masing-masing petakan

berisi 18 tanaman. Kegiatan

pemeliharaan tanaman meliputi:

pemberian kapur Dolomit dengan takaran

2 ton per hektar, pupuk kandang (kotoran

ayam) 2,5 ton per hektar, pupuk NPK

Phonska Gresik 300 kg per hektar dan

pupuk Urea 200 kg per hektar. Pemberian

pupuk pertama diberikan sebanyak 100

kg NPK Phonska ditambah 50 kg Urea

per hektar atau 45 gram campuran NPK

Phonska dan Urea per petak percobaan (2

x 1.5 m) yang diberikan pada umur

tanaman 10 HST. Pemupukan kedua

pada saat tanaman berumur 35 HST

berupa campuran pupuk NPK Phonska

200 kg per ha ditambah 100 kg Urea per

ha atau 90 gram campuran NPK Phonska

dan Urea per petak percobaan.

Pemupukan ke tiga diberikan pada saat

tanaman berumur 50 HST berupa pupuk

Urea sebanyak 50 kg per hektar atau 15

gram urea per petak. Pupuk tersebut

diberikan secara larikan berjarak 5 – 10

cm disisi barisan tanaman.

Pengamatan pada masa

pertumbuhan vegetatif tanaman

dilakukan terhadap 3 tanaman contoh

dari setiap petak percobaan. Karakter

yang diamati meliputi jumlah

benih yang tumbuh (batang), tinggi

tanaman (cm), jumlah daun (helai).

Analisis data dilakukan secara manual

untuk melihat pengaruh perlakuan

dengan membandingkan F hitung

terhadap F tabel pada taraf 5 %.

Perlakuan yang berpengaruh yang nyata

dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur

(BNJ) pada taraf kepercayaan 5%.

(Gomes and Gomes, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

43

Hasil

Hasil analisis keragaman pada

Tabel 1, menunjukkan bahwa intensitas

cahaya dan varietas berpengaruh nyata

terhadap peubah jumlah benih yang

tumbuh, tinggi tanaman dan jumlah daun

tanaman. Sementara Interaksi intensistas

cahaya dengan varietas mnunjukkan

perbedaan yang tidak nyata untuk semua

peubah yang diamati.

Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas cahaya dan varietas tanaman jagung

terhadap peubah yang diamati

Peubah Perlakuan Koefisien

keragaman

(%) Intensitas

cahaya

Genotipe Interaksi

Jumlah benih tumbuh 16,39 * 5,51* 0,59tn 27,85

Tinggi tanaman (45

HST)

2,91* 2,02* 1,25tn 12,47

Jumlah daun (45

HST)

4,30* 2,77* 1,06tn 13,87

F-tabel 2,69 1,58 1,35

Keterangan : * = berbeda nyata, tn = berbeda tidak nyata

Hasil analisis BNT pada Tabel 2,

menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata terhadap jumlah benih jagung yang

tumbuh, jumlah daun 45 hst dan tinggi

tanaman jagung 45 hst. Jumlah benih

tumbuh terbanyak terlihat pada perlakuan

simulasi paranet dan waring dengan

intensitas cahaya masuk sebesar 360-400

µmol m-2

s-1

dan yang terendah pada

perlakuan kontrol (tanpa naungan) dengan

intensitas cahaya 1900-2000 µmolm-2

s-1

.

Jumlah daun terbanyak terlihat pada

perlakuan silmulasi paranet + waring

dengan intensitas cahaya masuk (360-400

µmol m-2

s-1

) dan tinggi tanaman jagung

tertinggi pada perlakuan simulasi paranet

dengan intensitas cahaya masuk sebesar

760-800 µmol m-2

s-1.

Tabel 2. Pengaruh intensitas cahaya terhadap peubah yang diamati

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

44

Intensitas cahaya Jumlah benih

tumbuh

Jumlah daun (45

HST)

Tinggi tanaman (45 HST)

Paranet C1 13,82 b 9,49 a 160,87 b

Waring C2 14,06 b 9,84 ab 159,33 b

Waranet C3 14,09 b 10,01 b 155,51 ab

Kontrol K 10,45 a 9,49 a 148,63 a

BNT 0,05= 1,24 0,42 7,51

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata

Pengaruh berbagai genotipe

tanaman jagung yang diuji pada kondisi

intensitas cahaya rendah terhadap jumlah

benih tumbuh, jumlah daun dan tinggi

tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah benih yang paling banyak tumbuh

adalah dari varitas lokal Air Sugihan

dengan angka rata-rata 16,42, jumlah daun

terbanyak pada varietas B- 41 dan tinggi

tanaman tertinggi pada varietas B-26

masing-masing 10,74 helai daun dengan

tinggi 175,15 cm.. Rata-rata diameter

Tabel 3. Pengaruh varietas/ tanaman jagung terhadap peubah yang diamati

Varietas/galur Jumlah benih

tumbuh

Jumlah daun

(45 HST)

Tinggi tanaman (45 HST)

V1 = B-41 15,08 bc 10,74 b 167,41 b

V2 = L-164 15,33 c 9,07 a 155,14 a

V3 = S-201 13,75 bc 10,11 b 167,56 b

V4 = Pioneer-4 13,08 b 9,59 a 148,15 a

V5 = Sukmaraga 14,00 bc 10,46 b 163,55 b

V6 = Pioneer-27 11,58 bc 9,57 a 138,51 a

V7 = Bisi-2 9,42 a 9,51 a 140,21 a

V8 = Nt-105 12,67 ab 9,27 a 139,66 a

V9 = Lamuru 13,64 bc 9,54 a 145,62 a

V10 = Sugihan 16,42 c 10,25 a 160,37 b

V11 = Tg. Lago 13,83 bc 9,69 b 158,69 b

V12 = A-4 13,25 b 9,62 a 161,82 b

V13 = A-25 13,25 b 9,79 b 159,02 b

V14 = A-37 14,00 bc 9,10 a 155,69 a

V15 = B-2 14,83 bc 9,46 a 162,65 b

V16 = B-5 13,58 bc 10,08 b 168,91 b

V17 = B-26 13,33 b 10,26 b 175,15 b

V18 = B-38 13,42 b 9,76 a 151,73 a

V19 = C-1 11,91 ab 9,58 a 160,41 b

V20 = C-6 12,33 ab 8,83 a 149,39 a

V21 = C-21 14,17 bc 10,34 b 161,08 b

V22 = C-42 13,92 bc 9,10 a 153,43 a

BNT=0,05 2,99 0,99 19,49 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

berarti berbeda tidak nyata (menggunakan BNT 0,05)

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

45

Hasil analisis BNT pada Tabel 2,

menunjukkan bahwa intensitas cahaya

dan varietas memberikan pengaruh yang

nyata terhadap jumlah benih yang

tumbuh. Jumlah benih tumbuh terbanyak

terlihat pada perlakuan simulasi paranet

+ waring dengan intensitas cahaya

masuk paling rendah diantara perlakuan

intensitas cahaya lainnya yaitu 360-400

µmol m-2

s-1

dan jumlah benih tumbuh

terkecil pada perlakuan kontrol atau tanpa

naungan. Hal ini menunjukkan bahwa

kondisi intensitas cahaya yang rendah

menyebabkan kondisi suhu dan

kelembaban permukaan tanah optimal

untuk terjadinya proses perkecambahan

dimana benih jagung akan berkecambah

jika kadar air benih pada saat di dalam

tanah meningkat >30%.

Soltani et al. (2002) mencatat

bahwa ukuran biji yang lebih besar

mempunyai persentase kecambah yang

lebih tinggi dengan waktu yang lebih

singkat. Biji yang besar mempunyai

keuntungan yang berkaitan dengan

ukuran embryo dan kapasitas energi

tersedia yang lebih besar.

Proses perkecambahan benih

jagung, mula-mula benih menyerap air

melalui proses imbibisi dan benih

membengkak yang diikuti oleh kenaikan

aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi

(McWilliams et al., 1999). Dari 22

genotipe jagung yang diuji terlihat benih

terbanyak tumbuh terdapat pada varietas

lokal Air Sugihan (V12), benih ini

berasal kebun rakyat di daerah pasang

surut Air Sugihan yang masih

mempunyai viabilitas yang tinggi dan

cocok dengan kondisi lokasi penelitian

yang juga merupakan daerah pasang surut,

sehingga dapat tumbuh dan berkecambah

dengan baik. Hasil analisis BNT pada

Tabel 2, intensitas cahaya yang masuk

dengan simulasi paranet + waring

memberikan jumlah daun terbanyak

sementara tinggi tanaman tertinggi

terlihat pada perlakuan simulasi paranet.

Masing-masing 10,41 helai dan 160,87

cm pada umur 45 hst. Keadaan ini

menunjukkan intensitas cahaya

memberikan perbedaan pengaruhnya

terhadap perlakuan tanpa naungan

(intensitas cahaya penuh 1900-2000 µmol

m-2

s-1

). Pada kondisi ternaungi atau pada

kondisi intensitas cahaya yang rendah,

tanaman akan berupaya meningkatkan

laju fotosintesisnya sebagai upaya

adaptasinya dengan melakukan

perubahan morphologi tanaman seperti

meningkatkan tinggi tanaman (etiolasi),

memaju pertumbuhan keatas (hiponasti),

menambah luas daun dan jumlah daun.

Hal ini sejalan dengan berbagai hasil

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

46

penelitian yang berkaitan dengan

rendahnya intensitas cahaya, diantaranya

seperti pendapat Duan et al. (2013) dan

Franklin, (2008) yang mengatakan

tanaman yang tumbuh pada lingkungan

dengan intensitas radiasi yang rendah

akan menghasilkan pemanjangan ruas

dan menyebabkan etiolasi semakin

dominan. Mekanisme ini dipicu oleh

perubahan keseimbangan cahaya merah

dengan cahaya merah jauh. Hal ini sesuai

dengan pernyataan de Wit et al. (2012)

sebagai respon mengatasi pengaruh

cahaya yang dipicu oleh rendahnya ratio

cahaya merah : cahaya merah jauh (R:FR

ratio), ini akan terlihat pada peningkatan

etiolasi dan hiponesti untuk mengabsopsi

cahaya seefisien mungkin. Banyaknya

jumlah daun pada kondisi intensitas

cahaya terendah menunjukkan bahwa

kemungkinan tanaman jagung melakukan

adaptasi melalui mekanisme

penghindaran yaitu memperluas area

penangkapan cahaya dengan manambah

jumlah daun (Levitt, 1980).

Pengaruh varietas terhadap

peubah jumlah benih tumbuh, jumlah

daun dan tinggi tanaman pada Tabel 3,

menunjukkan dari 22 genotipe yang diuji

terlihat benih terbanyak tumbuh terdapat

pada varietas lokal Air Sugihan (V12)

yaitu 16,42 , benih ini berasal kebun

rakyat di daerah pasang surut Air

Sugihan yang masih mempunyai

viabilitas yang tinggi dan cocok dengan

kondisi lokasi penelitian yang juga

merupakan daerah pasang surut, sehingga

dapat tumbuh dan berkecambah dengan

baik. Variatas V1 (B-41) memberikan

jumlah daun terbanyak yaitu 10,74 helai

dan tinggi tanaman terlihat pada varietas

V19 (B-26) yaitu 175,15 cm pada umur

tanaman 45 hst. Jumlah daun terbanyak

pada varietas B-41 dan tinggi tanaman

tertinggi pada B-26, diduga merupakan

sifat bawaan dari genotipe dengan vigor

yang cocok dengan kondisi marginal

lahan pasang surut yang miskin hara, hal

ini sesuai dengan pendapat Yopie (2012)

yang mengatakan galur atau varietas ini

cocok untuk dikembangkan pada lahan

miskin hara. Selanjutnya Tekrony dan

Egli (1991) menyatakan bahwa

pertumbuhan kecambah yang lambat dan

pertumbuhan tanaman yang beragam

merupakan indikasi rendahnya mutu

benih. Faktor yang berpengaruh terhadap

vigor benih antara lain genetik, nutrisi

tanaman induk, kondisi lingkungan

tumbuh cuaca, waktu, cara panen,

pengeringan, prosesing, perlakuan benih,

dan penyimpanan (Hallion 1986;

Adetunji 1991 dan Castillo et al., 1994).

.

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

47

SIMPULAN

Untuk sementara dapat

disimpulkan, hingga fase pertumbuhan

vegetatif (sampai fase tasseling umur 45

hst), tanaman jagung yang terlihat mampu

beradaptasi pada kondisi cahaya rendah

360-400 µmol m-2

s-1

adalah varietas B-41,

B-26 dan varietas lokal Air Sugihan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan E.E.Ananto. 2000.

Konsep Pengembangan Pertanian

Berkelanjutan di Lahan Rawa untuk

mendukung ketahanan Pangan dan

Pengembangan Agribisnis. Seminar

Nasional Penelitian dan

Pengembangan Pertanian di Lahan

Rawa. Bogor, 25 – 27 Juli 2000.23

hlm

Adetunji, L.A. 1991. Effect of harvest date

on seed quality and viability of

sunflower in semi-and tropics. Seed

Science and Technology 19: 571-580.

Castillo, A.G., J.G. Hampton, and P.

Coolbear. 1994. Effect of sowing

date and harvest timing on seed

vigour in garden pea Pisum sativum

L.). New Zealand Journal of Crop

and Horticultural Science 22:91-95.

Chowdury PK, Thangaraj M, and

Jayapragasam. 1994. Biochemical

Changes in Low Irradiance Tolerant

and Succeptible Rice Cultivars. Biol.

Plantarum. 36(2): 237-242.

Cinta R M, R A Malvar, L Campo, A

Alvarez, G J Moreno, A Ordás, P

Revilla (2010) Climatic and

genotypic effects for grain yield in

maize under stress conditions. Crop

Science 50: 51-58.

Cruz P. 1997. Effect of Shade on the

Growth and Mineral Nutrition of C4

Perennial Grass Under Field

Conditions. Plant and Soil 188:227-

237

Castillo, A.G., J.G. Hampton, and P.

Coolbear. 1994. Effect of sowing

date and harvest timing on seed

vigour in garden pea (Pisum sativum

L.). New Zealand Journal of Crop

and Horticultural Science 22:91-95.

De Wit, M., Kegge, W., Evers, J. B.,

Vergeer-van Eijk, M. H., Gankema,

P., Voesenek, L. A. C. J., & Pierik, R.

(2012). Plant neighbor detection

through touching leaf tips precedes

phytochrome signals. Proceedings of

the National Academy of Sciences,

109(36), 14705–14710.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan

Hortikultura. 1996. Kebijakan

pengembangan tanaman benih

langsung padi sawah. Makalah

Seminar Nasional

Duan, R., Huang, M., Wang, Z., Zhang, Z.,

& Fan, W. (2013). Effects of shading

stress and light recovery on the

photosynthesis characteristic and

chlorophyll fluorescence

characteristic of Fragaria ananassa

Duch. cv. Toyonoka. Advance

Journal of Food Science and

Technology, 5(6), 787–792.

Franklin, K. A. (2008). Shade avoidance.

New Phytologist, 179(4), 930–944.

Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL.

1991. Physiology of Crop Plants.

Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta.

Universitas Indonesia Press.

Gomez KA, Gomez A.A. 1995. Prosedur

Statistik untuk Penelitian Pertanian.

Edisi Kedua. (Diterjemahkan oleh

Endang Sjamsuddin dan Yustika S

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

48

Baharsjah). Jakarta. Universitas

Indonesia Press.

Hallion, J.M. 1986. Microorganisms and

seed deterioration. In Physiology of

seed deterioration . (eds. M.B.

McDonald Jr. And C.J. Nelson), pp.

89-99, CS SA Special Publication,

No. 11. Crop Science Society of

America, Madison, WI, USA.

Levitt. J. 1980. Response of Plants to

Environmental Stresses. 2nd Edition.

Academic Press. A subsidiary of

Harcourt brace Jovanovich,

Publisher. New York.

Mckersie, B, O dan D.T. Thomas. 1999.

Effect of seed size on germinating

seedling vigour electrolyte leakage

and establishment in wheat in

Canadian. Journal of

Plant Science (61) : 337-343.

Mc Williams, D.A., D.R. Berglund, and

G.J. Endres. 1999. Corn growth and

management quick

guide.www.ag.ndsu.edu.

Mohr, H. Schopfer P. 1995. Plant

Physiology. Translated by Gudrun

and D.W. Lawlor. Springer.

Pérez, C. F. J, T L Córdova, V. A.

Santacruz, G. F. Castillo, S E

Cárdenas, A. A Delgado. (2007)

Relación entre vigor inicial,

rendimiento y sus componentes en

poblaciones de maíz chalqueño.

Agricultura Técnica en México 33

(1):

5-16.

Soltani A, E Zeinali, S Galeshi, N Latifi

(2002) Germination, seed reserve

utilization

and seedling growth of chickpea as

affected by salinity and seed size.

Seed Science and Technology 30:

51-60.

Suarni, and M. Yasin. 2011. Jagung

sebagai sumber pangan fungsional.

Iptek Tanam. Pangan 6 (1) : 41–56.

Taiz L and Zeiger E. 1991. Plant

Physiology. Tokyo. The

Benyamin/Cumming Publishing

Company Inc. p: 219-247.

Tekrony, D. M. And D. B. Egli. 1991.

Relationship of seed vigor to crop

yield : A. Review . Crop Science

31 : 816-822.

Yopie, M, M. Umar Harun, Munandar,

Renih Hayati dan Nuni Gofar. 2012.

Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk

Hayati pada Budidaya Tanaman

Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di

Lahan Kering Marginal. Jurnal

Lahan Suboptimal. ISSN 2252-

6188 Vol. 1, No.1: 31-39

Yuan, L, J., Tang, X. Wang, and C., Li.

2012. QTL Analysis of Shading

Sensitive Related Traits in Maize

under Two Shading Treatments.

PLoS ONE

7(6):e38696.doi:10.1371/journal.pon

e.0038696

Yusuf, C. S., N. Makate and R. Jacob.

2014. Effect of seed size on

germination and early growth of

maize (Zea maiys). International

Journal of Scientific and Reseaech

Publications. (4) 10 : 1- 3. ISSN

2250-3153. www.ijsrp.org

Yuwariah, Y, D. Ruswandi A.W. Irwan.

2017. Pengaruh pola tanam

tumpangsari jagung dan kedelai

terhadap pertumbuhan dan hasil

jagung hibrida dan evaluasi

tumpangsari di Arjasari Kabupaten

Bandung. Jurnal Kultivasi (16) 3 :

514-521

Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018

49

PROSPEK AGROTEKNOLOGI Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi

Volume 7 No 1 Juli 2018 ISSN 2303-0291

Daftar Isi

Pengaruh Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi

Tomat Ranti (Lycorpercium Pimpinelifolium)

Marlina, Efriandi…………………. ............................................................................. 1 – 8

Aplikasi Bio Urine dan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Manis

(Zea mays sacharata) di Lahan Rawa

Samsul Bahri, John Bimasri .. ………........................................................................... 9 – 18

Keanekaragaman Arthropoda Di Ekosistem Tanaman Padi Ratun Yang Diaplikasikan

Bioinsektisida Beauveria Bassiana

Sumini, Siti Herlinda, Chandra Irsan.........................................................................................19 – 28

Respon Pemberian Pupuk Bokashi Pada Tanah Ultisol Terhadap Produksi Tanaman

Sawi Hijau (Brassica Juncea L) Di Dalam Polybag

Novianto, John Bimasri, Verro Afrius Pratama…............................................... 29 – 37

Uji Adaptasi Pertumbuhan Vegetatif Beberapa Genotipe Tanaman Jagung

(Zea Mays. L) Pada Berbagai Kondisi Ternaungi

Iqbal Effendy…………………………………………............................. ..................38 – 48

Respon Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea Brasilliensis Muell. Arg) Asal

Stum Mata Tidur pada Pemberian Mikoriza

Asmawati, Neni Marlina, Nurbaiti.......................................................................... 49 – 58

Pengaruh Takaran Pupuk Organik Hayati Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Sawi (Brassica Juncea L) Di Polibag

Ida Aryani, Musbik………....................................................................…............ 59 – 69

Pengaruh Jenis Dan Takaran Pupuk Organik Hayati Terhadap Pertumbuhan Dan

Hasil Tanaman Seledri (Apium Graveolens L.)

Rastuti Kalasari…………………………………………......................................... 70– 80

PROSPEK AGROTEKNOLOGI ISSN: 2303-0291

PELINDUNG

Rektor Universitas Palembang

PENANGGUNG JAWAB

Dekan Fakultas Pertanian

WAKIL PENANGGUNG JAWAB

Pembantu Dekan I

Pembantu Dekan II

Pembantu Dekan II

MITRA BESTARI

Prof. Dr. Ir. Supli E. Rahim, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Nurhayati Damiri, M.Si. (Unsri)

Dr. Dewi Meidalima, SP., MP. (Stiper Sriwigama Palembang)

DEWAN REDAKSI

Ir. Burlian Hasani, MP. Ir. Joni Philep Rompas, MP.

Ir. Yani Purwanti, M.Si. Ir. Fitri Yetty Zairani, MP

Ir. Dali, MP. Ida Aryani, SP., M.Si

PEMIMPIN REDAKSI

Dr. Ir. Asmawati, M.Si

SEKRETARIS REDAKSI

Rastuti Kalasari, SP., M.Si.

DEWAN PENYUNTING

Ir. Akhmad Junaedy, MS. Ir. Gamal Abdul Nasser, M.Si.

Ir. Laili Nisfuriah, M.Si. Ir. Haris Kriswantoro, M.Si.

STAF REDAKSI

Musbik, SP, Deni Yulianto, SP.MSi

PENERBIT

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

ALAMAT REDAKSI:

Fakultas Pertanian Universitas Palembang

Jl. Dharmapala No.1.A Bukit Besar Palembang

Phone: (0711)440300; Fax.: (0711)440300

E-mail: [email protected] website: www.unpal.ac.id

KATA PENGANTAR

Jurnal Ilmiah merupakan dokumen Publikasi hasil penelitian dan pengabdian yang

pada dasarnya merupakan wahana untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian maupun

hasil kajian ilmiah yang pernah dilaksanakan oleh peneliti di perguruan tinggi, terutama di

Universitas Palembang dan juga perguruan tinggi lainnya. Publikasi menjadikan sarana untuk

merekomendasikan suatu temuan atas hasil suatu penelitian dan pengkajian kepada yang

memerlukannya. Temuan tersebut selanjutnya dapat dipakai sebagai rujukan dan pembanding

terhadap persoalan-persoalan ilmiah yang akan diteliti.

Salah satu media yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian

dimaksud, Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Palembang berusaha

mengakomodir hasil-hasil penelitian/pengabdian tersebut melalui Jurnal Ilmiah Prospek

Agroteknologi ini. Adapun Jurnal Ilmiah pada Volume 7 Nomor 1 Bulan Juli 2018 ini

menyajikan delapan (8) artikel publikasi ilmiah atas hasil penelitian yang dilakukan oleh

dosen peneliti Fakultas Pertanian Universitas Palembang, Universitas Muhammadyah

Palembang, Universitas Musirawas (Unmura) dan Peneliti dari Balitbangnovda Provinsi

Sumatera Selatan.

Akhirnya, redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama para

penulis yang telah mengirimkan artikelnya ke dewan redaksi, Redaksi juga tetap mengundang

para peneliti dari Universitas Palembang dan Perguruan Tinggi lain untuk dapat mengirimkan

hasil penelitiannya pada edisi-edisi jurnal yang berikutnya.

Palembang, Juli 2018

Redaksi

PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL

1. Artikel dapat diangkat dari hasil penelitian, pengabdian masyarakat atau kajian analitis di

bidang Pertanian yang terkait dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris minimal 7 dan maksimal 15 halaman

dalam ukuran kertas Kwarto (21,6 cm x 28 cm) dengan 1,5 spasi, abstrak diketik 1 spasi,

margin kiri 2,5 cm, margin kanan 2,5 cm, atas 3 cm dan bawah 2,5 cm. Menggunakan

Times New Roman font 12.

3. Artikel diketik dengan computer program Ms.Word. Penulis dimohon mengirimkan satu

print out “Hard Copy” dan satu compact disk/CDR (1,44 MB) yang berisi artikel.

4. Artikel dilengkapi abstrak (maksimum 250 kata) dan kata-kata kunci. Biodata singkat

penulis dan identitas penelitian dicantumkan sebagai catatan kaki pada halaman pertama

artikel.

5. Penulisan Daftar Rujukan mengikuti urutan (a) nama akhir, nama depan, nama tengah, (b)

tahun penerbitan, (c) judul buku (huruf miring), (d) kota penerbitan, dan (e) nama penerbit

(bila buku) atau judul artikel, judul jurnal, beserta volume, nomor edisi, dan halaman (bila

artikel). Contoh :

Syarief., S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan. Bina Aksara, Jakarta

Winarso, .S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar .Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gaya

Media. Yogyakarta

Tola, Faisal Hamzah, Dahlan, dan Kaharuddin. 2007. Pengaruh Penggnaan Dosis

Pupuk Bokashi Kotoran Sapi terhadap pertumbuhan dan produksi Tanaman

Jagung. Jurnal Agrisistem, 3( 1): 1-8.

6. Sistem Penulisan Artikel hasil penelitian memuat :

Judul

Nama Penulis dilengkapi dengan email dan alamat penulis.

Abstrak (beserta Kata-kata Kunci)

Pendahuluan (memuat latar belakang masalah, dan sedikit tinjauan pustaka, serta

masalah/tujuan penelitian)

Metode Penelitian

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka (berisi pustaka yang betul-betul dirujuk dalam naskah)

Lampiran (bila ada)

7. Sistem Penulisan Artikel yang berupa pengkajian dari penelitian atau pengabdian

masyarakat atau kajian di bidang Pertanian dapat disesuaikan dengan sistem penulisan

pada poin 6 dengan variasi penambahan bahasan yang tetap efektif, ringkas dan jelas.

8. Artikel dikirim ke Redaksi paling lambat 1,5 bulan sebelum bulan penerbitan.

9. Isi naskah publikasi di luar tanggung jawab penerbit.