pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap … keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi...
TRANSCRIPT
PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA
OLEH
SULTHONI ASHIDDIIQI
H14114018
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
SULTHONI ASHIDDIIQI. Pengaruh Keterbukaan Perdagangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Papua (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).
Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong
perekonomian di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri
dan keterbukaan finansial adalah akibat dari menyatunya perekonomian dunia ini.
Sejarah membuktikan bahwa dengan keterbukaan ekonomi dapat menjadi
stimulator untuk lebih menggerakkan roda perekonomian. Namun menurut Jung
dan Marshall (1985) keterbukaan ekonomi juga dapat menyebabkan turunnya
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan keterbukaan perdagangan yang dilakukan Provinsi Papua
selama periode 2000–2010 ternyata tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan
ekonominya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan perekonomian,
ekspor dan impor Papua serta menganalisis pengaruh keterbukaan perdagangan
yang dilakukan Provinsi Papua terhadap pertumbuhan ekonominya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari BPS
tahun 2000–2010 yang meliputi data PDRB Atas Dasar Harga Konstan (PDRB
ADHK), ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, tingkat partisipasi angkatan kerja
dan dummy krisis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian
memegang peran penting dalam struktur ekonomi Papua. Ekspor Papua
didominasi oleh konsentrat tembaga, diikuti oleh kayu dan ikan. Secara simultan
ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Papua. Sedangkan secara parsial,
hanya tingkat partisipasi angkatan kerja, ekspor dan dummy krisis yang
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua. Dengan melihat
besarnya pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi
Papua, maka wilayah Papua dapat dikategorikan sebagai wilayah berkarakteristik
Export Led Growth.
Dalam jangka pendek, pemerintah Provinsi Papua hendaknya berupaya
untuk melakukan spesialisasi dalam produksi dan ekspor konsentrat tembaga. Hal
ini dilakukan karena konsentrat tembaga adalah keunggulan absolut Papua dalam
perdagangan. Sedangkan dalam jangka panjang, spesialisasi produksi dan ekspor
hendaknya ditujukan pada komoditi kayu dan ikan karena kedua komoditi ini
dapat diperbaharui.
PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA
Oleh
SULTHONI ASHIDDIIQI
H14114018
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA
Nama : Sulthoni Ashiddiiqi
NRP : H14114018
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, M. Si.
NIP 19721117 199802 2 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2011
Sulthoni Ashiddiiqi
H14114018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sulthoni Ashiddiiqi, dilahirkan di Lamongan pada
tanggal 12 Maret 1984 dari pasangan Abdul Ghoffar dan Nurin Niswatin. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Dewi
Kartika Megasari, dan dikaruniai satu orang putra bernama Aldevaro Zaidan
Ashiddiiqi.
Penulis mengikuti pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 18
Sumberrejo pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1996, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 1 Babat pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999, dan
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bojonegoro pada tahun 1999 sampai dengan
tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik Jakarta Jurusan Komputasi Statistik pada tahun 2001 sampai dengan
tahun 2006.
Sejak Maret 2007 penulis bekerja di BPS Kabupaten Keerom Provinsi
Papua. Penulis diamanahi jabatan sebagai Pelaksana Tugas Kasi Integrasi
Pengolahan dan Deseminasi Statistik. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi
mahasiswa program alih jenis di Sekolah Pasca Sarjana Departemen Ilmu
Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan
Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH
KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI DI PAPUA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan
material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada :
1. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Rusman Heriawan, yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan melalui program tugas belajar pasca sarjana.
2. Tanti Novianti, M. Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Muhammad Findi Alexandi dan Laily Dwi Arsyianti M.Sc., selaku dosen
penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Istriku tercinta, Dewi Kartika Megasari, atas dukungannya yang setiap saat
membantu penulis, serta keluarga yang selalu memberikan bantuan doanya.
5. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2011, khususnya yang satu
kos dengan penulis.
6. Seluruh jajaran pegawai BPS yang telah membantu penyediaan data.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak yang
memerlukannya.
Bogor, November 2011
Sulthoni Ashiddiiqi
H14114018
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 7
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .................................. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................. 11
2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 11
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................. 11
2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................ 13
2.1.3. Perdagangan Internasional ...................................................... 14
2.1.4. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu........................................ 17
2.2. Kerangka Teori................................................................................ 21
2.2.1. Teori Pertumbuhan Neoklasik ................................................ 21
2.2.2. Teori Pertumbuhan Endogen .................................................. 22
2.2.3. Teori Perdagangan Internasional............................................. 23
2.3. Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi ............................ 26
2.3.1. Ekspor ..................................................................................... 26
2.2.2. Impor ....................................................................................... 28
2.2.3. Nilai Tukar .............................................................................. 29
ix
2.2.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) .......................... 30
2.2.5. Krisis Ekonomi ....................................................................... 31
2.4. Kerangka Pikir ................................................................................ 31
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 33
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 33
3.2. Metode Analisis Data ...................................................................... 34
3.2.1. Analisis Deskriptif .................................................................. 34
3.2.2. Analisis Kuantitatif ................................................................. 34
3.3. Model Penelitian ............................................................................. 36
3.4. Software Analisis Data .................................................................... 37
3.5. Evaluasi Model................................................................................ 38
3.5.1. Uji Kenormalan ....................................................................... 38
3.5.2. Uji Autokorelasi ...................................................................... 39
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 39
3.5.4. Uji Multikolinieritas ................................................................ 41
3.5.5. Uji F ........................................................................................ 42
3.5.6. Uji t ........................................................................................ 43
3.5.7. Koefisien Determinasi (R2) .................................................... 44
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA .......................................... 45
4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua ................. 45
4.2. Keadaan Perekonomian Provinsi Papua ......................................... 46
4.2.1. Struktur Ekonomi Papua ......................................................... 46
4.2.2. PDRB per Kapita .................................................................... 50
4.2.3. Pertumbuhan Ekonomi Papua ................................................. 52
4.2.4. Perkembangan Ekspor Impor Papua ....................................... 54
4.2.4.1. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Papua ............... 56
4.2.4.2. Perkembangan Impor Luar Negeri Papua ................. 58
4.2.4.3. Neraca Perdagangan Provinsi Papua ......................... 60
x
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 62
5.1. Uji Asumsi ...................................................................................... 62
5.1.1. Uji Kenormalan ....................................................................... 62
5.1.2. Uji Autokorelasi ...................................................................... 63
5.1.3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 63
5.1.4. Uji Multikolinieritas ................................................................ 64
5.2. Analisis Pengaruh Keterbukaan Perdagangan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi .................................................................... 65
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 70
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 70
6.2. Saran ................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................. 76
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan, Provinsi Papua Tahun
2000-2010 (persen) .............................................................................. 47
4.2 PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang
tahun 2000-2010 (juta Rupiah)............................................................. 48
4.3 PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa
tambang tahun 2000-2010 (Rupiah) ..................................................... 51
4.4 Laju pertumbuhan PDRB ADHK 2000 menurut lapangan usaha
tahun 2000–2010 (persen) .................................................................... 53
4.5 Nilai ekspor riil dan impor riil luar negeri dan antar provinsi,
Provinsi Papua tahun 2000-2010 (triliun Rupiah) ................................ 54
4.6 Neraca perdagangan riil dan nominal Provinsi Papua tahun 2000–
2010 (triliun Rupiah) ............................................................................ 60
5.1 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(2) dari pengujian
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test ...................................... 63
5.2 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(4) dari pengujian
Breusch-Pagan-Godfrey test ................................................................ 64
5.3 Matrik korelasi antar variabel independen ........................................... 64
5.4 Nilai statistik model pengaruh ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil,
TPAK dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi ................... 65
5.5 Hasil estimasi persamaan pengaruh ekspor riil, impor riil, nilai tukar
riil, TPAK dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi ............ 65
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1 Pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan PDRB
ADHB Provinsi Papua Tahun 2000–2010 (persen) ............................. 8
2.1 Harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan ditinjau dari
analisis keseimbangan parsial .............................................................. 16
2.2 Kerangka pemikiran ............................................................................. 32
4.1 Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian
tahun 2000–2010 (triliun Rupiah) ........................................................ 49
4.2 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun 2001–2010
(persen). ................................................................................................ 52
4.3 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam juta US$) .................................................... 56
4.4 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam juta US$) .................................................... 57
4.5 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit Provinsi
Papua Tahun 2000-2010 (dalam juta US$). ......................................... 58
4.6 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam juta US$) .................................................... 59
4.7 Perbandingan Ekspor Netto Riil dan Nominal Provinsi Papua Tahun
2000–2010 (dalam triliun rupiah) ........................................................ 61
5.1 Hasil uji kenormalan dengan metode Jarque-Bera .............................. 62
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. PDRB ADHK 2000, Ekspor riil, Impor riil, Nilai tukar riil, Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja dan Dummy Krisis Provinsi Papua tahun
2000-2010 ......................................................................................... 76
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong
perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan
perdagangan luar negeri dan keterbukaan finansial adalah akibat dari keterbukaan
perekonomian ini. Keterbukaan perdagangan luar negeri menggambarkan semakin
berkurangnya hambatan perdagangan antarnegara dan semakin tingginya pangsa
perdagangan. Sedangkan keterbukaan finansial menggambarkan semakin
lancarnya aliran modal masuk atau ke luar negeri.
Keterbukaan ekonomi dapat dipandang sebagai peluang bisnis yang lebih
menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat, atau prospek
sebuah dunia yang saling bergantung sehingga dapat mencegah terjadinya sebuah
perang (Todaro dan Smith, 2006). Studi yang dilakukan oleh dua ekonom dari
Bank Dunia yaitu Dollar dan Kraay pada tahun 2000 membuktikan bahwa negara-
negara yang lebih terbuka mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar
2,9 persen di tahun 1970an menjadi 3,5 persen di tahun 1980an dan menjadi 5,0
persen di tahun 1990an. Sedangkan negara-negara yang menjalankan
perekonomian yang lebih tertutup telah mengalami penurunan pertumbuhan
ekonomi yaitu 3,3 persen di tahun 1970an menjadi 0,8 persen di tahun 1980an dan
menjadi 1,4 persen di tahun 1990an (Buckman, 2005).
2
Namun demikian Buckman (2005) memberikan 3 kritikan terhadap
penelitian Dolar dan Kraay. Pertama, tidak cukup bukti kuat untuk mengatakan
bahwa semakin kecil hambatan tarif berarti semakin besar pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyak variabel, dan bukan
hanya oleh perdagangan semata. Ketiga, argumentasi yang mengatakan bahwa
perdagangan adalah baik untuk pertumbuhan dan tidak adanya hubungan antara
meningkatnya kegiatan perdagangan dengan meningkatnya ketidakmerataan
bukan berarti perdagangan adalah baik untuk mengurangi ketidakmerataan.
Walaupun demikian, sejarah membuktikan bahwa keterbukaan ekonomi
dapat menjadi stimulator untuk lebih menggerakkan roda perekonomian (Wijaya
dan Sambodo, 2006). Hal ini juga senada dengan kesimpulan yang diberikan oleh
Asian Development Bank (1997) bahwa faktor paling penting di balik
keberhasilan cepatnya pertumbuhan ekonomi Asia Timur dalam tiga dekade ke
belakang yaitu derajat keterbukaan terhadap perekonomian dunia, khususnya
dengan berorientasi terhadap ekspor, terpeliharanya institusi secara baik, dan
implementasi kebijakan fiskal secara berhati-hati.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil diharapkan akan
memberikan dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung bagi
variabel ekonomi lainnya, antara lain tingkat pengangguran, angka kemiskinan,
dan laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi tidak dapat lepas dari pembangunan
ekonomi karena pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Syarat
utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhannya harus
3
bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri karena pada hakikatnya
pembangunan ekonomi harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat
secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan individu maupun
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju
suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi sasaran utama.
Papua adalah provinsi paling timur Indonesia dan ini berimplikasi pada
sangat jauhnya jarak antara Papua dan ibukota negara. Tidak meratanya
pembangunan di masa Orde Baru dimana pembangunan hanya terpusat di Pulau
Jawa mengakibatkan Papua menjadi wilayah yang termarjinalkan pada saat itu.
Pada tahun 1996, sumbangan PDRB Pulau Jawa yang hanya terdiri dari 4 provinsi
terhadap PDB mencapai 59,6 persen. Sedangkan PDRB Papua pada tahun yang
sama, hanya memberikan kontribusi sebesar 1,7 persen terhadap PDB (BPS,
1997).
Hingga saat ini Papua masih menjadi provinsi yang tertinggal
pembangunannya dibandingkan provinsi lain. Hal ini terlihat dari peringkat
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua berada pada rangking ke 33
dari 33 provinsi seluruh Indonesia (BPS, 2009); Kemiskinan penduduk Papua
menempati urutan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 36,8 persen dari 2,8 juta
jiwa penduduk Papua (BPS, 2010); dan angka partisipasi murni tingkat SMU
hanya sebesar 36,06 persen (BPS, 2010).
Di balik segala permasalahan yang dihadapi Papua, Papua memiliki
potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah. SDA unggulan yang
4
dimiliki Papua adalah hasil tambang berupa emas dan tembaga; hasil hutan; serta
hasil perikanan darat dan laut berupa ikan, kepiting, dan udang. Cadangan emas
Grasberg di Papua merupakan cadangan emas terbesar di Indonesia bahkan
menjadi salah satu cadangan emas terbesar di dunia. Kandungan sumber dayanya
mencapai 3,12 miliar ton (Indonesian Commercial Newsletter, 2011). Pada tahun
2010, Papua telah mengekspor kayu dan bahan dari kayu ke Timur Tengah dan
Asia senilai US$138,93 juta. Pada tahun yang sama Papua juga telah mengekspor
ikan & hewan air lainnya senilai US$35,38 juta (BPS Provinsi Papua, 2011).
Dengan kebijakan dan pengelolaan yang tepat guna, semua kelebihan SDA
yang dimiliki Papua tersebut bisa menjadi keunggulan absolut dalam perdagangan
internasional, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Salvatore (1997) bahwa
perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan
ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Dengan adanya akitivitas
perdagangan internasional maka diharapkan akan mendorong percepatan
pembangunan ekonomi di negara atau wilayah tersebut. Manfaat dari adanya
perdagangan internasional antara lain:
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa yang tidak tersedia di dalam negeri.
2. Dapat memperoleh barang/jasa dengan harga yang lebih murah.
3. Mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri.
4. Memperluas lapangan kerja.
5. Merupakan sumber devisa negara.
5
6. Memperoleh manfaat dari adanya spesialisasi dalam bentuk keunggulan
komparatif dan peningkatan kemakmuran.
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi, yang pada dasarnya
bersumber pada skala ekonomis dalam proses produksi, teknologi baru, dan
rangsangan bersaing.
8. Meningkatkan proses tukar-menukar antarnegara sehingga mampu mendorong
sektor transportasi baik darat, laut, maupun udara.
9. Mendorong terjadinya persaingan sehat yang pada gilirannya menimbulkan
perkembangan teknologi.
10. Meningkatkan perluasan pasar.
Adapun hambatan perdagangan antarnegara bisa berupa :
1. Ancaman perang.
2. Perbedaan tingkat upah.
3. Serta peraturan/kebijakan negara lain dalam bentuk proteksi (berupa tarif &
bea masuk, pelarangan impor, pelarangan ekspor, kuota, subsidi, dan
dumping) guna melindungi industri dalam negerinya.
Kebijakan perdagangan luar negeri merupakan sebuah kebijakan yang
sangat strategis mengingat hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap
pendapatan dan belanja negara. Besarnya volume ekspor dan impor suatu jenis
barang akan sangat berpengaruh terhadap neraca perdagangan bilateral antar dua
negara, bahkan lebih jauh akan berpengaruh terhadap semakin fluktuatifnya harga
komoditi tersebut di peta perdagangan dunia. Dengan kata lain, kebijakan
6
perdagangan luar negeri suatu negara akan memengaruhi keterbukaan ekonomi
negara tersebut.
Strategi kebijakan perdagangan luar negeri diperlukan saat suatu negara
ingin memaksimalkan keuntungan dari perdagangan (gain from trade) guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Terdapat dua strategi dalam
kebijakan perdagangan, yakni:
1. Export Promotion. Dalam strategi ini arah dari setiap kebijakan perdagangan
berorientasi pada peningkatan daya saing komoditi ekspor yang dimiliki oleh
negara tersebut. Komponen kebijakan yang sering digunakan antara lain
a. Duty Draw Back (Pengembalian pajak import bahan baku bila bahan
baku tersebut diolah menjadi barang jadi dan diekspor kembali).
b. Pengurangan pajak bagi perusahaan yang berorientasi memproduksi
barang-barang ekspor.
c. Subsidi dan dukungan biaya riset dan pengembangan produk ekspor.
d. Devaluasi untuk daya saing produk.
2. Import Substitution. Dalam strategi ini arah dari setiap kebijakan
perdagangan berorientasi untuk membangun atau menciptakan industri yang
tadinya merupakan komoditi impor. Strategi ini bertujuan untuk menurunkan
jumlah komoditi impor dan digantikan dengan produksi dalam negeri.
Komponen kebijakan yang sering digunakan antara lain:
a. Pengenaan tarif yang tinggi untuk komoditi impor.
b. Kuota komoditi impor.
c. Non Tarif Barrier.
7
d. Infant Industry Model.
Namun hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para
ekonom mengenai bagaimana sebenarnya interaksi antara kebijakan perdagangan
internasional dan pertumbuhan ekonomi di negara bersangkutan. Hal ini
dikarenakan dalam perspektif teori ekonomi pembangunan, masalah hubungan
kedua variabel tersebut lebih tertuju pada apakah ekspor bagi suatu negara mampu
menggerakkan perekonomian secara keseluruhan yang pada akhirnya
membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Berkaitan dengan permasalahan di atas, Jung dan Marshall (1985)
mengemukakan bahwa dalam hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi,
setidaknya ada empat hipotesis atau pandangan yang masuk akal dan dapat
diterima. Pertama, hipotesis ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan
ekonomi (export-led growth hypothesis). Kedua, hipotesis ekspor merupakan
penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi (export-reducing growth hypothesis).
Ketiga, hipotesis yang menyatakan bahwa ekspor bukan merupakan motor
penggerak bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya pertumbuhan ekonomi
dalam negeri merupakan penggerak bagi ekspor (internally generated export
hypothesis). Terakhir, hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan penyebab turunnya ekspor (growth-reducing export hypothesis).
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu cara untuk menghitung keterbukaan perdagangan yang sangat
populer adalah dengan menjumlahkan ekpor dan impor kemudian membaginya
8
dengan PDRB (Squalli dan Wilson, 2006). Rata-rata keterbukaan perdagangan
Papua selama periode 2000-2010 mencapai 124,16 persen. Hal ini
menggambarkan bahwa Papua sangat aktif dalam melakukan perdagangan, serta
semakin lancarnya arus barang dan jasa masuk ke atau keluar dari Papua. Namun
apabila kita lihat Grafik 1.1 mengenai pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan
pertumbuhan PDRB ADHB selama periode 2000-2010, ternyata peningkatan
keterbukaan perdagangan tidak selalu diikuti oleh peningkatan PDRB ADHB.
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 1.1 Pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan PDRB
ADHB Provinsi Papua Tahun 2000–2010 (persen).
Dari kondisi diatas dan dihubungkan dengan hipotesis yang dikemukakan
Jung dan Marshall, pertanyaan yang harus diajukan adalah hipotesis yang
manakah yang terjadi di Papua. Pertanyaan ini penting karena nantinya akan
menentukan arah dari kebijakan yang tepat bagi Papua, yang tentu saja
disesuaikan dengan keadaan dan karakteristik Papua. Apabila pemerintah Provinsi
(0.20)
(0.10)
-
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pe
rse
n
Tahun
Pertumbuhan PDRB ADHB Pertumbuhan Keterbukaan Perdagangan
9
Papua dapat memahami benar kategori dari hipotesis yang membangun Papua
maka pemerintah Provinsi Papua dapat memilih kebijakan strategi perdagangan
internasional yang tepat, sehingga pada akhirnya dapat mendatangkan
kemakmuran bagi masyarakat Papua pada khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka penulis
mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keadaan perekonomian, ekspor dan impor Provinsi Papua?
2. Apakah ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan
dummy krisis secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Papua sehingga Papua dapat dikategorikan sebagai daerah
berkarakteristik Export Led Growth?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis keadaan perekonomian, ekspor dan impor Provinsi Papua.
2. Menganalisis pengaruh ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan
kerja dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Papua serta besarnya
pengaruh dari masing-masing faktor tersebut.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
mengenai kondisi perekonomian, ekspor dan impor di Provinsi Papua serta dapat
10
memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Papua dalam mengambil
kebijakan strategi perdagangan di masa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi
penelitian selanjutnya khususnya terkait masalah keterbukaan perdagangan di
Provinsi Papua.
1.5.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya mencakup wilayah Provinsi Papua. Periode data yang
digunakan untuk penelitian adalah data triwulanan tahun 2000–2010. Penggunaan
kata ekspor dan impor yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencakup
semua jenis barang dan jasa yang keluar masuk wilayah Papua.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini
hanya meneliti dari sudut pandang ekonomi dan tidak membahas mengenai
kesejahteraan yang diterima penduduk Papua. Kedua, data yang digunakan adalah
data time series triwulanan, sehingga variabel yang tidak tersedia dalam bentuk
triwulanan yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dilakukan interpolasi
menggunakan metode interpolasi cubic spline. Ketiga, keterbukaan perdagangan
hanya dilihat dari pangsa perdagangan terhadap PDRB, tidak memperhitungkan
perbedaan tingkat tarif dan non-tarif yang masih diberlakukan pada produk atau
wilayah tertentu. Keempat, dalam analisis deskriptif nilai ekspor dan impor yang
dirinci berdasarkan komoditas dan tujuan, hanya dapat disajikan dengan cakupan
antarnegara, dalam satuan juta dollar dan dengan bentuk nilai nominal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi
di wilayah (regional) tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS,
2010). Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun).
2. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir
seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga nirlaba, (b)
konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d)
perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun).
3. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan
yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun.
PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada suatu tahun.
12
Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan
yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa
yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Oleh karenanya untuk
dapat mengukur perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas
secara nyata, faktor pengaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara
menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan atas dasar
harga konstan ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan
untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral.
PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa
diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi.
Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut
disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran.
Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak
menaikkan standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat
akan tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan
tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang
miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tabungan mereka atau
bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu untuk
keperluan militer atau keperluan lain.
13
2.1.2. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari
waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat
pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil
pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada
tahun sebelumnya (Sukirno, 2004).
Todaro (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu
proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus
menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat
pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Menurut
Todaro (2006), ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan
ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Pertumbuhan ekonomi belum tentu melahirkan pembangunan ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal tersebut disebabkan
karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula
pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan
tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat
(pendapatan per kapita) akan mengalami penurunan. Sedangkan apabila dalam
14
jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka
perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan (stagnan) dan
tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan. Dengan demikian,
salah satu syarat penting yang akan mewujudkan pembangunan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan ekonomi harus melebihi tingkat pertambahan penduduk
(Sukirno, 2007).
2.1.3. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Meskipun perdagangan
internasional telah terjadi selama ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan
ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.
Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian
halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan
perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain
motif mencari keuntungan, Krugman (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama
terjadinya perdagangan internasional:
15
1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala
ekonomis (economies of scale).
Sementara itu menurut Sukirno (2007), manfaat perdagangan
internasional adalah :
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri. Banyak
faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi setiap negara.
Faktor-faktor tersebut antara lain : kondisi geografis, iklim, tingkat pengusaan
iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara
mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh
spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang
sama jenisnya dengan yang diproduksi negara lain, tapi ada kalanya lebih baik
apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal
karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan
turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional,
pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual
kelebihan produk tersebut keluar negeri.
16
4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.
Salah satu alasan dalam perdagangan adalah untuk mendapatkan barang
dengan harga yang lebih murah. Proses terjadinya perdagangan internasional yang
dilandasi oleh perbedaan harga dapat dijelaskan melalui analisis keseimbangan
parsial berikut :
Gambar 2.1 Harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan ditinjau dari
analisis keseimbangan parsial.
Gambar 2.1 memperlihatkan proses terciptanya keseimbangan harga relatif
dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva
Dx dan Sx di pasar negara 1 dan negara 2, masing-masing melambangkan kurva
permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di negara 1 dan negara 2.
Sumbu vertikal menunjukkan harga relatif komoditi X (Px/Py) dan sumbu
horisontal menunjukkan kuantitas komoditi X.
Px/Py Pasar Negara 1 Pasar Internasional Pasar Negara 2
P3
Ekspor
P2
Impor
P1
Sumber : Salvatore, 1997. Qx
Dx
Dx
Sx
Sx
S
D
A
E
A’
17
Sebelum terjadi perdagangan, negara 1 berproduksi dan berkonsumsi di
titik A dengan harga relatif komoditi X sebesar P1. Sedangkan negara 2
berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ dengan harga relatif komoditi X sebesar
P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut,
harga relatif komoditi X adalah senilai P2 yang berkisar antara P1 dan P3
seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya).
Seandainya harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan
memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi)
domestik. Kelebihan itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak jika
harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami
peningkatan permintaan yang jumlahnya lebih tinggi daripada produksi
domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan
kebutuhannya atas komodit X itu dari negara 1.
Pada mulanya penelitian tentang perdagangan terutama ditujukan untuk
menjelaskan mengapa perdagangan perlu dilakukan dan bagaimana mendapatkan
gains from trade (keuntungan dari perdagangan). Namun dewasa ini yang banyak
penelitian difokuskan pada perilaku perdagangan pada era globalisasi.
2.1.4. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu
Keong, Yusop, dan Sen pada tahun 2005 melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Export-Led Growth Hypothesis in Malaysia : An Investigation
Using Bound Test”. Dengan menggunakan data agregat Malaysia tahun 1960
sampai dengan 2001 meliputi GDP, Ekspor, Impor, Nilai Tukar Riil dan Angkatan
18
kerja, melakukan Test Perikatan (Bounds Test) dengan metode Autoregressive
Distribution Leg, membuktikan bahwa perekonomian negara Malaysia
mendukung export led growth.
Oiconta (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Ekspor dan
Output Nasional di Indonesia : Periode 1980–2004 Kajian Tentang Kausalitas dan
Kointegrasi”. Analisis yang digunakan adalah Uji Kausalitas Greger, dengan
mengunakan data output nasional (GDP) dan Ekspor agregat Indonesia tahun
1980 sampai 2004 dalam data kuartalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam periode analisis secara keseluruhan diperoleh hubungan pengaruh GDP
terhadap ekspor dan pengaruh ekspor terhadap GPD. Sedangkan untuk periode
flexible exchange rate regime (setelah tahun 1998) diperoleh hubungan hanya
pengaruh GDP terhadap ekspor.
Salomo (2007) melakukan penelitian dengan judul “Peranan Perdagangan
Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Data
yang digunakan adalah data agreagat Indonesia tahun 1980 sampai 2006 meliputi
Pendapatan Domestik Bruto, Ekspor Riil, Impor Riil, Nilai Tukar Riil Rupiah
terhadap Dolar, Jumlah Pekerja dan Krisis yang melanda Indonesia, dengan
metode Bound Testing Cointegration pendekatan ARDL (Autoregressive
Distributed Leg) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa dalam jangka panjang
ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, jumlah pekerja dan krisis berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Miankhel (2009) melakukan penelitian dengan judul “Foreign Direct
Investment, Exports, and Economic Growth in South Asia and Selected Emerging
19
Countries: A Multivariate VAR Analysis”. Alat analisis yang digunakan adalah
Vector Auto Regressive untuk Multivariate. Penelitian ini mengenai keterkaitan
Penanaman Modal Asing (PMA), ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam
negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India
dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta
Meksiko dan Chili di Amerika Latin.
Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong
pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam
jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-
variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di
India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin,
yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor di Chili dan PMA
memengaruhi pertumbuhan secara langsung di Meksiko. Ekspor memengaruhi
pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam jangka panjang.
Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua
arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya keduanya tidak
memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.
Santoso (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perdagangan
Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Penelitian ini
menggunakan data tahun 1994–2008 meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Impor
Barang Modal, Ekspor, Investasi, Tenaga kerja dan Kurs Valutas Asing, dengan
metode regresi linier berganda mendapatkan kesimpulan bahwa secara simultan
variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan valutas asing
20
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi secara
parsial variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan kurs
valuta asing tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Maryen (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor-
Sektor Potensial Perekonomian Provinsi Papua”. Penelitian ini menggunakan data
PDRB Provinsi Papua dan PDB Nasional periode 1999-2003, dengan alat analisis
Location Quotient dan Shift-Share Klasik mendapatkan kesimpulan bahwa sektor
pertambangan dan penggalian dapat dikategorikan sebagai sektor basis secara
konsisten setiap tahunnya selama periode penelitian. Sementara sektor pertanian
sub sektor kehutanan dan perikanan baru masuk kategori basis pada tahun 2001.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk
menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi
di Papua selama kurun waktu 2000-2010. Pada penelitian ini akan dianalisis
pengaruh ekspor, impor, tingkat partisipasi angkatan kerja, nilai tukar dan dummy
krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Papua baik secara simultan maupun parsial.
Selain itu juga akan dianalisis karakteristik ekonomi yang membangun
perekonomian Papua sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentu kebijakan
ekonomi Papua di masa depan. Analisis yang digunakan adalah metode regresi
linier berganda. Data yang digunakan adalah data triwulanan PDRB atas harga
konstan 2000, ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, tingkat partisipasi angkatan
kerja dan dummy krisis.
21
2.2.Kerangka Teori
2.2.1. Teori Pertumbuhan Neoklasik
Inti dari teori pertumbuhan neoklasik Solow yang dikembangkan oleh
Robert Solow adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor modal
dan tenaga kerja. Model pertumbuhan ini berpegang pada konsep skala hasil yang
terus berkurang (deminishing return) dari faktor modal dan tenaga kerja apabila
keduanya dianalisis secara terpisah. Maksudnya apabila modal ditingkatkan akan
tetapi tenaga kerja tidak ditambah maka pada suatu waktu tertentu penambahan
modal tidak akan meningkatkan output. Begitu pula sebaliknya, apabila tenaga
kerja ditambah terus, sedangkan modal tetap maka pada suatu waktu tertentu
penambahan tenaga kerja tidak akan meningkatkan output. Akan tetapi apabila
faktor modal dan tenaga kerja keduanya bertambah maka output akan terus
bertambah (Todaro, 2006).
Dalam teori pertumbuhan neoklasik Solow juga dikenalkan variabel
teknologi sebagai variabel independen. Artinya, walaupun faktor modal dan
tenaga kerja tetap, akan tetapi penemuan teknologi baru dapat membuat faktor
modal atau tenaga kerja lebih efisien, maka output akan bertambah.
Fungsi pertumbuhan neoklasik Solow adalah :
keterangan: Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan
modal manusia, L adalah jumlah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga
kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen.
(2.2)
22
Lebih lanjut, dalam teori pertumbuhan neoklasik tradisional dikemukakan
bahwa pada negara yang menggunakan perekonomian tertutup (tidak menjalin
hubungan dengan negara lain) apabila tingkat tabungannya rendah (dalam kondisi
cateris paribus) maka dalam jangka pendek pasti akan mengalami laju
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan perekonomian lainnya yang
memiliki tingkat tabungan lebih tinggi. Sedangkan pada negara yang
menggunakan perekonomian terbuka, walaupun tingkat tabungannya rendah, pasti
akan mengalami suatu konvergensi peningkatan pendapatan karena adanya arus
permodalan yang masuk dari negara kaya ke negara-negara miskin dimana rasio
modal-tenaga kerjanya masih rendah sehingga pengembalian atas investasi (return
of investment) lebih tinggi.
2.2.2. Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang
dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam
menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan
teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki
pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model
ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal
manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat
pengembalian yang meningkat (increasing return to scales) pada fungsi
produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan
tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010).
23
Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori
pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium
dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori
ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita
antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal
fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam
proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya
kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.
2.2.3. Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional yang paling awal muncul adalah
merkantilisme. Teori ini menyatakan bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara
untuk menjadi kuat dan kaya adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor
dan sesedikit mungkin impor. Kelebihan teori merkantilisme ini adalah negara
akan memperbesar jumlah ekspor karena negara akan kaya, makmur dan kuat bila
ekspor lebih besar dari impor. Sedangkan kelemahan teori ini adalah logam mulia
yang digunakan sebagai alat pembayaran akan menyebabkan banyaknya jumlah
uang yang beredar sehingga akan terjadi inflasi dan harga barang impor menjadi
rendah, akhirnya logam mulia berkurang (Oktaviani dan Novianti, 2009).
Dalam teori merkantilisme ini, karena tidak semua negara secara simultan
dapat menghasilkan surplus ekspor, sedangkan jumlah emas dan perak tetap pada
saat tertentu, maka sebuah negara hanya akan memperoleh keuntungan dengan
mengorbankan negara lain. Akibatnya penganut teori merkantilisme ini banyak
24
melakukan penjajahan terhadap negara lain untuk mendapatkan logam mulia lebih
banyak.
Pada tahun 1776, Adam Smith menjelaskan bahwa dua negara hanya akan
melakukan perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh
keuntungan. Maka terciptalah sebuah teori perdagangan yang dinamakan teori
keunggulan absolut. Menurut Adam Smith, jika sebuah negara lebih efisien
(memiliki keunggulan absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah
komoditas, namun kurang efisien dibandingkan (atau memiliki kerugian absolut
terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut.
Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang
paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat.
Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dan spesialisasi produk
untuk kedua negara yang melakukan perdagangan (Salvatore, 1997).
Kelemahan teori keunggulan absolut adalah apabila hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan
terjadi karena tidak ada keuntungan. Maka pada tahun 1817, David Ricardo
menyempurnakan teori keunggulan absolut Adam Smith dengan mengemukakan
teori keunggulan komparatif. David Ricardo mengatakan bahwa meskipun sebuah
negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap
dapat melakukan perdagangan. Negara satu harus berspesialisasi dalam
memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian terkecil
25
(memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki
kerugian absolut lebih besar (memiliki kerugian komparatif).
Pada tahun 1936, Haberler menerangkan atau mendasarkan teori
keunggulan komparatif pada teori biaya oportunitas. Teori yang dikemukakan
Haberler ini disebut teori biaya oportunitas. Teori ini mengatakan bahwa biaya
sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk
memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan
komoditi pertama. Implikasi dari teori ini adalah suatu negara yang memiliki
biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (dan memiliki kerugian
komparatif dalam komoditi kedua) (Salvatore, 1997).
Menyempurnakan model perdagangan klasik yang telah ada, Heckscher-
Ohlin mengemukakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang
produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan
murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi
yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di
negara itu. Artinya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga
kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan
mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor
produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan). Teori yang
dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin selanjutnya disebut teori kepemilikan faktor
atau teori proporsi faktor (Salvatore, 1997).
26
Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang
dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) mampu menyajikan suatu
ulasan analitis yang lebih menyeluruh dan meyakinkan mengenai hubungan antara
perdagangan internasional dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Secara spesifik teori ini menyatakan bahwa penurunan
hambatan-hambatan perdagangan dalam berbagai bentuk, baik tarif maupun non-
tarif akan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di suatu
negara dalam jangka panjang (Salvatore, 1997).
2.3.Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan Perdagangan
Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut
oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat
kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi
persaingan di tingkat global. Berdasarkan penelitian Keong, Yusop dan Sen
(2005) ada lima faktor keterbukaan perdagangan yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Kelima faktor tersebut adalah ekspor riil, impor riil, tenaga kerja, nilai
tukar riil dan dummy krisis. Dalam penelitian ini, data tenaga kerja yang
digunakan adalah data tingkat partisipasi angkatan kerja.
2.3.1. Ekspor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara
ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor
pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari
dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar
27
umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim
maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional,
lawannya adalah impor (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011).
Pada penelitian ini, definisi ekspor yang digunakan adalah proses transportasi
barang ataupun jasa yang keluar wilayah Papua secara legal.
Ekspor merupakan faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu
negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber
daya yang langka ke pasar internasional. Sehingga negara-negara miskin dapat
mengakses produk langka tersebut dan mampu mengembangkan kegiatan
perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam
mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro, 2006).
Fungsi ekspor dalam perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh
keuntungan sehingga pendapatan nasional akan meningkat. Peningkatan
pendapatan nasional ini akan menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan
ekonomi (Jhingan, 2010).
Ekspor dapat berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi
(Export Led Growth). Alasan yang mendukung hal ini adalah, pertama,
pertumbuhan ekspor dapat mewakili kenaikkan dalam permintaan output negara
yang kemudian menyebabkan kenaikan dalam output riil. Kedua, ekspansi dalam
ekspor dapat mempromosikan spesialisasi dalam produksi komoditi ekspor, yang
kemudian akan meningkatkan tingkat produktivitas, dan dapat meningkatkan skill
secara umum disektor tersebut. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan realokasi
28
sumber daya dari sektor diluar komoditi ekspor yang relatif kurang efisien ke
sektor komoditi ekspor yang lebih produktif. Perubahan produktivitas tersebut
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, peningkatan dalam ekspor
dapat meregangkan kendali nilai tukar sehingga menyebabkan kemudahan dalam
mengimpor bahan baku komoditas ekspor sehingga memungkinkan terjadinya
ekpansi ekpor yang lebih besar lagi (Sitorus, 2008).
Dalam suatu model persamaan dimana pertumbuhan ekonomi sebagai
variabel dependen dan ekspor sebagai variabel independen, apabila hubungannya
bernilai positif dan signifikan maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik
perekonomian wilayah yang diteliti berkategori export led growth. Sebaliknya
apabila hubungannya bernilai negatif dan signifikan maka karakteristik
perekonomian wilayah yang diteliti adalah export reducing growth (Salomo,
2007).
2.3.2. Impor
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara
ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor
umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke
dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan
dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting
dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor (Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011). Sedangkan definisi impor yang digunakan
adalah proses transportasi barang ataupun jasa yang masuk wilayah Papua secara
legal.
29
Apabila dilihat dari pendapatan nasional, impor memang akan mengurangi
pendapatan nasional. Akan tetapi impor memegang peran penting dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi suatu negara. Dengan impor, bahan baku industri
yang lebih murah akan diperoleh, sehingga proses produksi dapat berjalan lebih
efisien. Maka secara tidak langsung impor ini dapat meningkatkan keuntungan
produksi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah output dan
pertumbuhan ekonomi.
2.3.3. Nilai Tukar
Menurut Mankiw (2007), nilai tukar (exchange rate) antara dua negara
adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling
melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua
yaitu:
a. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata
uang dua negara. Sebagai contoh, jika nilai tukar antara dolar Amerika dan
rupiah Indonesia adalah 8.000 rupiah per dolar, maka Anda bisa menukar 1
dolar untuk 8.000 rupiah di pasar uang. Orang Indonesia yang ingin memiliki
dolar akan membayar 8.000 rupiah untuk setiap dolar yang dibelinya.
b. Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di
antara dua negara. Nilai Tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain. Nilai Tukar riil kadang-kadang disebut terms of trade. Nilai tukar
riil dihitung dengan :
30
Nilai tukar memegang peran penting dalam sistem perdagangan, karena
sekarang perdagangan yang dilakukan menggunakan mata uang sebagai alat
pertukaran. Apabila nilai tukar melemah maka harga produk ekspor akan lebih
murah, pada akhirnya jumlah ekspor akan meningkat, dan juga sebaliknya. Untuk
itulah nilai tukar yang stabil menjadi perhatian pemerintah.
2.3.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Menurut BPS (2007) tenaga kerja diartikan sebagai penduduk usia kerja,
yaitu penduduk yang berusia dari 15-64 tahun. Sebelum tahun 1997, definisi
tenaga kerja adalah mereka yang berusia 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja
dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja, dan pengangguran. Sedangkan penduduk usia kerja yang tidak
termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah
tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya (BPS, 2007).
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengindikasikan besarnya
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah.
TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah
penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan
tenaga kerja (labor supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan
jasa dalam suatu perekonomian.
(2.1)
31
Tenaga kerja adalah salah satu dari faktor produksi yang penting, karena
produktivitas dari faktor produksi lain bergantung pada produktivitas tenaga kerja
dalam menghasilkan produksi. Selain itu, tenaga kerja adalah penggerak
pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan output adalah dengan
memperbanyak tenaga kerja. Akan tetapi peningkatan jumlah tenaga kerja harus
diimbangi dengan peningkatan jumlah modal dan teknologi sehingga
pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat. Salah satu indikator tenaga kerja
yang mencerminkan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi
adalah menggunakan data TPAK.
2.3.5. Krisis Ekonomi
Krisis global yang terjadi pada September 2008, sedikit banyak membawa
pengaruh terhadap perekonomian dunia. Efek krisis yang sangat kuat dialami oleh
perekonomian Amerika, Eropa, Australia dan beberapa mitra dari ketiga benua
tersebut. Dengan adanya krisis, nilai tukar bisa melemah dan daya beli bisa
berkurang. Dalam penggunaan variabel dummy krisis, pada periode triwilan
pertama tahun 2000 sampai dengan triwulan kedua tahun 2008, nilai dummy
adalah 0, sedangkan setelah triwulan kedua tahun 2008 bernilai 1.
2.4.Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan keterbukaan perdagangan yang tidak sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Papua menjadi masalah yang harus dianalisis dengan
cermat. Apakah selama ini keterbukaan perdagangan yang dilakukan Papua
menguntungkan perekonomian Papua, ataukah malah merugikan. Untuk
32
menganalisis pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi
digunakan metode analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Hasil analisis
tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pemerintah Papua untuk
menentukan kebijakan keterbukaan perdagangan di masa yang akan datang.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Apakah ekspor bisa sebagai motor penggerak bagi
pertumbuhan ekonomi (export-led growth) ?
Keadaan Perekonomian,
ekspor dan impor
Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linier Berganda
Rekomendasi strategi keterbukaan perdagangan di
masa yang akan datang
Pertumbuhan keterbukaan perdagangan Papua
tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonominya
Keterbukaan perdagangan dan
Pertumbuhan ekonomi Papua
Faktor-faktor pendukung
keterbukaan perdagangan :
- Ekspor riil
- Impor riil
- Nilai tukar riil
- Tingkat partisipasi angkatan
kerja
- Dummy krisis
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data time series triwulanan dengan periode data
2000–2010. Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia
(BI). Adapun rincian data yang digunakan adalah :
1. Data PDRB ADHK 2000 triwulanan Provinsi Papua selama periode 2000–2010.
Data ini diolah dan dipublikasikan oleh BPS Provinsi Papua. Data ini dapat
dikategorikan sebagai PDRB riil dengan tahun dasar 2000 dengan satuan juta
rupiah.
2. Data PDRB ADHB triwulanan Provinsi Papua selama periode 2000-2010. Data
ini diolah dan dipublikasikan oleh BPS Provinsi Papua.
3. Data ekspor impor triwulanan Provinsi Papua tahun 2000–2010, yang peroleh
dari BPS RI. Karena cakupan ekspor impor dari BPS RI hanya ekspor impor
antarnegara, maka data tersebut dikombinasikan dengan data ekspor impor dari
PDRB ADHK 2000 triwulanan yang dirinci menurut penggunaan. Data ini
diperoleh dari BPS Provinsi Papua. Kombinasi kedua data diolah lebih lanjut
untuk menghasilkan nilai ekspor riil dan impor riil dengan tahun dasar 2000
dengan satuan juta rupiah.
34
4. Data nilai tukar triwulanan riil diolah dari data nilai tukar nominal dikalikan
indeks harga konsumen Amerika dibagi indeks harga konsumen domestik. Nilai
tukar nominal diperoleh dari BI, sedangkan indeks harga konsumen domestik
diperoleh dari BPS RI dan indeks harga konsumen Amerika diperoleh dari situs
web www.inflationdata.com.
5. Data TPAK Provinsi Papua tahun 2000-2010. Karena data TPAK yang tersedia
hanya dalam bentuk tahunan, maka data tersebut diubah dalam bentuk triwulanan
menggunakan metode interpolasi cubic splin.
3.2. Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan keadaan nyata dari
data secara sederhana. Dalam analisis ini akan diberikan gambaran umum mengenai
kondisi perekonomian, ekspor dan impor Papua sejak tahun 2000–2010. Beberapa
indikator ekonomi yang akan dijelaskan meliputi struktur ekonomi, pertumbuhan
ekonomi, perkembangan ekspor, perkembangan impor dan neraca perdagangan yang
ditunjukkan melalui bantuan tabel dan grafik guna mempermudah pembaca
memahami gambaran kondisi perekonomian Papua.
3.2.2. Analisis Kuantitatif
Dalam analisis kuantitatif metode yang digunakan adalah analisis regresi
linier berganda. Regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis
35
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Model yang diperoleh
disebut model regresi linear berganda jika variabel independen yang digunakan lebih
dari satu. Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model yang dihasilkan
akan mampu menggambarkan seberapa besar pengaruh masing-masing variabel
independen melalui koefisien parameternya. Persamaan regresi linier berganda
adalah :
Keterangan :
Y = Variabel dependen
= konstanta (intercep)
,…, = koefisien regresi
,…, = Variabel independen
= error (kesalahan pengganggu) pada waktu t
Asumsi regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
1. E( ) = 0, untuk tiap t=1,2,…n; artinya rata-rata error sama dengan nol.
2. Cov( ) = 0, untuk tiap i ≠ j; artinya tidak ada korelasi antara error yang satu
dengan yang lainnya, atau disebut non autokorelasi.
3. ~ ; artinya untuk setiap error mengikuti distribusi normal dengan rata-
rata 0 dan varian .
(3.1)
36
4. Var ( ) = ; artinya setiap error mempunyai varian yang sama
(homoskedastisitas).
5. Tidak terdapat multikolinieritas, yaitu tidak ada hubungan linier antara variabel
independen yang satu dengan variabel independen yang lain.
3.3. Model Penelitian
Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat
pengaruh keterbukaan perdagangan (didekati dari variabel pertumbuhan ekspor riil,
pertumbuhan impor riil, pertumbuhan nilai tukar riil, pertumbuhan TPAK dan dummy
krisis) terhadap pertumbuhan ekonomi (dilihat dari pertumbuhan PDRB ADHK).
Model yang dihasilkan akan mampu menggambarkan seberapa besar pengaruh
masing-masing variabel keterbukaan perdagangan melalui koefisien parameternya.
Persamaannya adalah :
Keterangan :
= konstanta (intercept)
= Perubahan Y akibat perubahan
= Perubahan Y akibat perubahan
= Perubahan Y akibat perubahan
= Perubahan Y akibat perubahan
= Perubahan Y akibat perubahan
(3.2)
37
= error (kesalahan pengganggu) pada waktu t
Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
Y = PDRB ADHK triwulanan Provinsi Papua (juta rupiah).
= Ekspor riil (juta rupiah).
= Impor riil (juta rupiah).
= Nilai tukar riil (rupiah).
= TPAK (persen).
= Dummy Krisis.
3.4. Software Analisis Data
Dalam mengolah data dan menyelesaikan penelitian ini, penulis
menggunakan bantuan beberapa software. Software tersebut adalah sebagai berikut :
1. Microsoft Excel 2010
Microsoft Excel merupakan perangkat lunak buatan Microsoft Corp. Software ini
digunakan dalam pembuatan tabel dan grafik serta beberapa pengolahan data.
2. Microsoft Access 2010
Microsoft Access merupakan perangkat lunak buatan Microsoft Corp. Software
ini digunakan untuk mengelola dan mengolah database ekspor dan impor.
3. Eviews 6.0
Eviews merupakan program komputer yang digunakan untuk mengolah data
statistik dan data ekonometri. Program Eviews dibuat oleh QMS (Quantitative
38
Micro Software). Software ini digunakan dalam mengolah persamaan model
regresi.
3.5. Evaluasi Model
Untuk mengetahui apakah model yang diteliti tidak mengalami
penyimpangan asumsi regresi linier berganda, maka uji terhadap penyimpangan
asumsi klasik tersebut harus dilakukan.
3.5.1. Uji Kenormalan
Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari residual
menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian . Salah satu metode yang
banyak digunakan untuk menguji normalitas adalah Jarque-Bera test. Uji ini
mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila
datanya bersifat normal. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Error berdistribusi normal.
H1 : Error tidak berdistribusi normal.
Uji statistik ini dapat dihitung dengan rumus berikut :
[
]
dimana:
n = jumlah sampel
= varians
(3.3)
39
= skewness
= kurtosis
Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas
dua. Jika hasil p-value Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi square pada α = 5
persen, maka tolak hipotesis nol yang berarti error tidak berdistribusi normal. Jika
hasil Jarque-Bera test lebih kecil dari nilai chi square pada α = 5 persen, maka terima
hipotesis nol yang berarti error berdistribusi normal.
3.5.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi menggambarkan terdapatnya hubungan antar error. Adanya
autokorelasi ini menyebabkan parameter yang akan diestimasi menjadi tidak efisien.
Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test. Hipotesis uji ini adalah :
H0 : Tidak ada masalah otokorelasi.
H1 : Ada masalah otokorelasi.
Jika nilai Obs* R-squared > nilai kritis maka H0 ditolak yang berarti terdapat
autokorelasi atau p-value < α maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya masalah heteroskedastisitas antara lain uji Breusch-Pagan-Godfrey test
40
dan White test. White test merupakan generalisasi dari Breusch-Pagan-Godfrey test
yang juga memasukkan nilai residual yang dikuadratkan, tetapi mengeluarkan
unsur-unsur yang memiliki order yang lebih tinggi. Konsekuensinya White test
digunakan untuk mendeteksi bentuk-bentuk yang lebih umum dari
heteroksedastisitas dibandingkan dengan Breusch-Pagan test. Hal ini menyebabkan
para peneliti lebih banyak menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey test untuk
mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedatisitas.
Breusch-Pagan test merupakan lagrange multiplier test untuk
heteroskedastisitas. Metode ini merupakan perhitungan yang sederhana
menggunakan R square (R2) dari beberapa persamaan yang diregresikan.
Rumus Breusch-Pagan-Godfrey test dinyatakan sebagai berikut:
dimana:
h = unsur yang tidak diketahui, yaitu fungsi yang diturunkan secara kontinu
(tidak tergantung pada i) sehingga h(.) > 0 dan h(0) = 1.
s = varian
z = variabel yang mempengaruhi distrubance terms variance.
Hipotesisnya adalah:
H0
: Tidak terdapat heteroskedastistas.
H1
: Terdapat heteroskedastisitas.
(3.4)
41
Rumus paling sederhana dari Breusch-Pagan-Godfrey test dapat dihitung
sebagai hasil kali antara jumlah observasi (N) dan R2. Secara matematika
dirumuskan sebagai berikut:
Breusch-Pagan test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas satu.
Apabila chi square hitung lebih besar dari chi square tabel pada α = 5 persen,
maka tolak hipotesis nol yang berarti terjadi heteroskedastisitas. Apabila chi
square hitung lebih kecil dari chi square tabel pada α = 5 persen, maka terima
hipotesis nol yang berarti tidak ada heteroskedastisitas.
3.5.4. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan antar variabel independen dalam
regresi. Adanya multikolinearity ini dapat dideteksi dengan:
1. Nilai R-squared (R2) tinggi dan nilai F-stat yang signifikan, namun
sebagian besar nilai dari t-stat tidak signifikan.
2. Tingkat korelasi yang cukup tinggi antar 2 variabel independen yakni r >
0.8. Jika hal tersebut terpenuhi maka diindikasikan terjadi masalah
multikolinearitas dalam persamaan tersebut. Multikolinearitas ini terbagi
menjadi 2 yakni multikolinearity sempurna apabila r = 1 dan multikolinearity
tidak sempurna apabila r <1.
(3.5)
42
3. Besarnya condition number yang berkaitan dengan variabel independen
bernilai lebih dari 20 atau 30. Nilai condition number dapat diperoleh dengan
prosedur pemisahan matriks variabel-variabel independen.
3.5.5. Uji F
Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan model. Uji F dilakukan untuk
melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
keseluruhan.
a. Hipotesis:
H0 : β1 = β2 = …. = βi = 0;
artinya variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen.
H1 : Sedikitnya ada satu βi ≠ 0; artinya variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Statistik uji:
Dimana:
k = banyaknya parameter termasuk konstanta
n = banyaknya observasi
SSR = Jumlah kuadrat regresi
SSE = Jumlah kuadrat error
(3.6)
43
c. Keputusan:
Jika nilai F hitung > F α; (k-1, n-k) tabel maka kita menolak H0 yang berarti secara
bersama-sama variabel independen dalam persamaan berpengaruh terhadap variabel
dependen.
3.5.6. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing variabel
independen.
a. Hipotesis:
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
b. Statistik Uji:
Dengan bi merupakan penduga βi dan SE(bi) adalah standar error untuk bi.
c. Keputusan:
Jika nilai t hitung > t table (α/2,n-k) maka tolak H0 berarti dapat disimpulkan
bahwa variabel independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
(3.7)
44
3.5.7. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar proporsi variabel dependen
dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu juga untuk mengukur seberapa
baik garis regresi yang terbentuk. Koefiesien determinasi merupakan besaran non-
negatif dan bernilai antara 0 dan 1. Semakin dekat R2 dengan nilai satu maka model
dapat dikatakan tepat untuk menaksir nilai populasi, dan sebaliknya.
Formula untuk menghitung koefisien determinasi adalah:
(3.8)
BAB IV
GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA
4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua
Provinsi Papua terletak antara 2°25’-9° Lintang Selatan dan 130°-141°
Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 317.062 km2 atau 17,04 persen
dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia.
Pada tahun 2010, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke
merupakan kabupaten/kota terluas (56,84%) dan Kota Jayapura merupakan
kabupaten/kota terkecil di Papua (0,1%). Papua di bagian utara dibatasi Samudra
Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, sebelah barat berbatasan
dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan
sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea (BPS, 2010).
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua sebanyak 2.833.381
jiwa. Penduduk laki-laki Provinsi Papua sebanyak 1.505.883 jiwa dan perempuan
sebanyak 1.327.498 jiwa. Seks Rasio penduduk Papua adalah 113. Sedangkan
Total Rasio Ketergantungan (Total Dependency Ratio) di Papua sebesar 56,37
persen, dimana Rasio Ketergantungan Usia Muda (Youth Dependency Ratio)
sebesar 54,87 persen dan Rasio Ketergantungan Usia Tua (Aged Dependency
Ratio) sebesar 1,50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung sekitar 54-55 anak usia 0-14 tahun dan 1-2 orang lanjut usia
(65 tahun keatas) (BPS, 2011).
46
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh
tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5,39 persen. Dengan luas
wilayah Provinsi Papua sekitar 317.062 km2 yang didiami oleh 2.833.381 orang
maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak
9 orang per km2.
Dari sisi ketenagakerjaan, pada Agustus 2010 jumlah angkatan kerja di
Papua mencapai 1.510.176 orang. Jumlah pengangguran mencapai 53.641 orang
atau 3,55 persen dari total angkatan kerja. Sedangkan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 80,99 persen. Sektor pertanian masih
mendominasi dengan total pekerja mencapai 77,85 persen, diikuti oleh sektor jasa
kemasyarakatan dengan persentase 8,16 persen.
Gini rasio pendapatan penduduk Papua pada periode 2005–2009
menggambarkan distribusi pendapatan dengan ketimpangan sedang. Pada tahun
2008, ketimpangan pendapatan yang terjadi pada masyarakat Papua masih
tergolong sedang (0,36) dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan menjadi 0,37.
Kenaikan gini rasio tersebut mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan di
Provinsi Papua semakin meningkat.
4.2. Keadaan Perekonomian Provinsi Papua
4.2.1. Struktur Ekonomi Provinsi Papua
Sumbangan sektoral dalam PDRB ADHB digunakan sebagai salah satu
ukuran dalam melihat struktur perekonomian suatu wilayah dari tahun ke tahun.
Jika sumbangan suatu sektor relatif besar maka sedikit gangguan dalam sektor
47
tersebut akan mengakibatkan masalah pada perekonomian di wilayah
bersangkutan. Meskipun demikian, sektor dengan andil yang kecil tidak dapat
diabaikan begitu saja karena bisa jadi sektor tersebut mempunyai potensi untuk
dikembangkan dan dapat dijadikan sektor andalan wilayah tersebut di waktu yang
akan datang.
Tabel 4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan Provinsi Papua
tahun 2000-2010 (persen).
LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Pertanian 13,05 12,98 14,62 15,35 15,75 10,41 10,98 10,01 10,32 9,36 9,45
Pertambangan dan
Penggalian 68,17 68,90 64,62 61,50 57,53 71,65 68,76 68,72 64,73 65,08 63,15
Industri Pengolahan 1,94 1,89 2,01 2,25 2,51 1,62 1,78 1,62 1,62 1,40 1,39
Listrik dan Air Bersih 0,15 0,14 0,19 0,24 0,26 0,17 0,17 0,16 0,16 0,14 0,13
Bangunan 3,48 3,36 3,74 4,14 5,02 3,53 4,11 4,66 6,01 6,62 7,81
Perdagangan, Hotel
dan Restoran 3,70 3,78 4,44 5,13 6,00 4,02 4,44 4,44 4,87 4,44 4,41
Pengangkutan dan
Komunikasi 2,52 2,62 3,01 3,88 4,72 3,44 3,88 4,05 4,52 4,31 4,35
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 1,91 0,89 0,96 1,01 1,25 0,83 1,08 1,48 1,77 2,15 2,08
Jasa-jasa 5,09 5,46 6,41 6,50 6,95 4,35 4,78 4,86 6,00 6,50 7,24
P D R B 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Kondisi struktur ekonomi Papua selama satu dekade ini relatif tidak
berubah. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi sektor unggulan
bagi perekonomian Papua, disusul oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Rata-rata
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB sebesar 65,71
persen. Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian memberikan
48
kontribusi sebesar 68,17 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusinya turun
menjadi 63,15 persen (Tabel 4.1).
Selama sebelas tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian; pertambangan
dan penggalian; industri pengolahan; serta listrik dan air bersih cendurung
menurun. Penurunan tersebut seiring dengan meningkatnya peranan dari sektor
bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Walaupun demikian,
hingga akhir tahun 2010, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi
kontributor terbesar terhadap perekonomian Papua dimana andilnya mencapai
lebih dari 57,53 persen (Tabel 4.1).
Tabel 4.2 PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang
tahun 2000-2010 (juta Rupiah).
Tahun PDRB dengan Tambang PDRB Tanpa Tambang
(1) (2) (3)
2000 18.409.760,84 5.913.994,01
2001 21.590.317,72 6.777.819,59
2002 22.548.296,24 8.051.877,92
2003 23.890.084,29 9.284.573,75
2004 24.842.903,74 10.649.592,55
2005 43.615.319,21 12.481.372,66
2006 46.895.228,88 14.787.701,41
2007 55.380.453,41 17.496.626,10
2008 61.516.238,47 21.928.604,97
2009 77.728.564,53 27.409.139,08
2010 89.451.248,76 33.292.346,56
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Keunggulan absolut Papua berupa kandungan konsentrat tembaga yang
dikelola oleh P.T. Freeport Indonesia terbukti mampu mendongkrak
perekonomian Papua selama sebelas tahun terakhir. Tingginya kontribusi sektor
49
pertambangan dan penggalian yang mencapai lebih dari setengah nilai PDRB
Papua, membuat perekonomian Papua akan jatuh apabila sektor tersebut
dikeluarkan (Tabel 4.2).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.1 Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (triliun Rupiah).
Apabila ditelusuri lebih dalam lagi, tingginya pengaruh sektor
pertambangan dan penggalian, membuat pergerakan pertumbuhan perekonomian
Papua sangat dipengaruhi oleh naik-turunnya produksi sektor tersebut. Hal ini
terlihat jelas, ketika tahun 2005-2010 nilai sektor pertambangan dan penggalian
mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi Papua juga mengikuti
peningkatan tersebut (Gambar 4.1).
Sektor kedua yang pertumbuhannya sangat menjanjikan adalah sektor
bangunan. Kontribusi sektor ini mengalami peningkatan dari 3,48 persen pada
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Trili
un
ru
pia
h
Tahun
Sektor Pertambangan dan Penggalian P D R B
50
tahun 2000 menjadi 7,81 persen pada tahun 2010 (Tabel 4.1). Kemampuan sektor
bangunan yang terus meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya
pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Papua. Selain itu,
faktor tingginya biaya bahan baku bangunan juga memegang peran dalam
peningkatan sektor bangunan.
Sektor ketiga yang masih bertahan dan terus meningkat kontribusinya
terhadap perekonomian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. Keadaan
geografis Papua yang lebih didominasi wilayah pegunungan, mengharuskan
sebagian besar transportasi antar wilayah hanya dapat ditempuh lewat jalur udara.
Hal ini menyebabkan biaya untuk transportasi semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya mobilitas kegiatan perekonomian antar wilayah. Dengan
meningkatnya biaya transportasi maka pendapatan dalam sektor pengangkutan
dan komunikasi juga ikut meningkat.
Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap
perekonomian Papua adalah sektor listrik dan air bersih. Kecilnya pendapatan
sektor ini dikarenakan masih rendahnya jumlah rumah tangga yang menikmati
fasilitas listrik dan air bersih. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga yang
menggunakan fasilitas listrik hanya sebesar 38,83 persen, sedangkan jumlah
rumah tangga yang mempunyai akses air bersih hanya sebesar 20,41 persen (BPS,
2010) (Tabel 4.1).
4.2.2. PDRB per Kapita
PDRB per kapita dengan tambang selama tahun 2000-2010 terlihat
berfluktuasi dengan kecenderungan semakin menurun. Fluktuasinya nilai ini
51
dikarenakan produksi tambang yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan nilai
yang cenderung menurun dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah
setiap tahun. Rata-rata PDRB per kapita dengan tambang sebesar Rp. 9,24 juta.
Nilai tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar Rp. 11,28 juta pada tahun 2001,
sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2008 dengan nilai Rp. 7,23 juta (Tabel
4.3).
Tabel 4.3 PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa
tambang tahun 2000-2010 (Rupiah).
Tahun Dengan Tambang Tanpa Tambang
(1) (2) (3)
2000 10.931.227,28 3.511.572,65
2001 11.281.302,07 3.497.517,72
2002 11.243.567,17 3.586.954,38
2003 10.627.902,74 3.625.420,91
2004 7.804.916,28 3.587.710,84
2005 10.092.816,70 3.608.594,98
2006 7.931.195,36 3.726.359,61
2007 7.849.456,87 3.844.745,81
2008 7.342.183,27 4.067.939,24
2009 8.549.761,61 4.373.316,60
2010 7.931.382,82 4.666.965,38
Rata-rata 9.235.064,74 3.827.008,92
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Berbeda dengan PDRB per kapita dengan tambang yang semakin
menurun, PDRB per kapita tanpa tambang cenderung semakin meningkat selama
sebelas tahun terakhir. Walaupun PDRB per kapita tanpa tambang semakin
meningkat, akan tetapi jika nilainya dibandingkan dengan PDRB per kapita
dengan tambang, rata-rata PDRB per kapita tanpa tambang hanya empat puluh
persen dari PDRB per kapita dengan tambang. Rata-rata PDRB per kapita tanpa
tambang sebesar Rp. 3,83 juta. Nilai tertinggi yang pernah dicapai sebesar
52
Rp. 4,67 juta pada tahun 2010, sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2001
dengan nilai sebesar Rp. 3,50 juta (Tabel 4.3)
4.2.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua
Dalam kurun waktu 2000–2010, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi
Papua sangat fluktuasi. Pada tahun 2000–2004 laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua cenderung menurun hingga -22,53 persen. Pertumbuhan ekonomi
tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat signifikan sebesar 36,40 persen.
Di tahun 2010, ekonomi Papua turun hingga 2,65 persen. Fluktuasinya laju
pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari pengaruh sektor pertambangan dan
penggalian yang berfluktuasi sepanjang sebelas tahun terakhir dan meningkatnya
peranan sektor-sektor lainnya terhadap perekonomian Papua (Gambar 4.2).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.2 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun 2001–2010
(persen).
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
53
Jika dilihat menurut lapangan usaha, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan adalah sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat selama satu
dekade terakhir. Meskipun hanya tumbuh 2,91 persen di tahun 2002, namun
sektor tersebut terus mengalami pertumbuhan positif hingga 6,40 persen di tahun
2010. Sektor jasa-jasa; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta
pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang selalu mengalami
pertumbuhan positif. Sedangkan Sektor pertambangan dan penggalian
menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (persen).
LAPANGAN
USAHA 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Pertanian 9,31 6,84 4,82 -0,62 4,82 5,20 1,36 4,69 3,79 6,19
Pertambangan
dan Penggalian 10,68 3,80 -3,47 -36,26 61,74 -31,38 0,57 -13,42 34,08 -17,58
Industri
Pengolahan 6,26 4,97 5,87 3,21 3,64 6,79 -1,16 1,81 6,22 8,34
Listrik dan Air
Bersih 4,64 5,93 9,38 7,41 8,01 8,74 5,98 3,85 5,79 6,00
Bangunan 4,85 10,45 7,64 8,85 7,54 12,16 16,05 19,35 17,93 16,38
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
7,32 9,77 8,87 8,06 8,20 9,63 9,69 10,86 11,57 10,49
Pengangkutan
dan Komunikasi 9,26 13,33 19,68 13,97 13,74 13,76 15,48 14,85 14,31 13,71
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
-49,64 2,91 5,01 17,03 7,66 25,25 46,49 16,69 44,53 6,40
Jasa-jasa 10,60 8,71 2,67 3,62 1,80 8,76 9,58 19,31 21,99 20,82
P D R B 8,89 5,15 -0,28 -22,53 36,40 -17,14 4,34 -1,40 22,74 -2,65
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
54
4.2.4. Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Papua
Dalam periode tahun 2000–2010, rata-rata ekspor riil Papua adalah sebesar
Rp. 14,31 triliun per tahun yang terdiri atas Rp. 10,03 triliun (70,09%) ekspor ke
luar negeri dan Rp. 4,28 triliun (29,91%) ekspor antarprovinsi. Meskipun secara
nominal ekspor tahun 2003 jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya,
namun secara riil ekspor luar negeri di tahun 2003 adalah yang tertinggi yakni
mencapai Rp. 12,72 triliun (Tabel 4.5). Tingginya nilai ini didorong oleh
pertumbuhan ekonomi dunia yang utamanya digerakkan oleh memulihnya sektor
industri, membaiknya konsumsi masyarakat, dan menguatnya investasi.
Tabel 4.5 Nilai Ekspor Riil dan Impor Riil Luar Negeri dan Antarprovinsi
Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).
Tahun
Ekspor Riil Impor Riil
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2000 10,57 3,72 14,28 4,98 4,19 9,18
2001 10,19 4,33 14,52 5,04 4,48 9,52
2002 11,40 4,02 15,42 4,26 4,98 9,23
2003 12,72 4,74 17,45 4,53 5,47 10,00
2004 7,82 5,71 13,53 4,12 5,99 10,11
2005 10,13 5,10 15,23 4,73 6,69 11,43
2006 10,77 5,03 15,81 6,54 7,47 14,00
2007 9,16 5,05 14,21 5,23 7,81 13,04
2008 7,88 5,16 13,04 6,33 8,93 15,26
2009 10,84 2,28 13,12 3,87 10,33 14,20
2010 8,87 1,98 10,85 4,90 10,93 15,83
Rata-rata 10,03 4,28 14,31 4,96 7,03 11,98
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di tahun 2003 berpengaruh pada
meningkatnya volume dan harga komoditi perdagangan dunia, termasuk
55
meningkatnya permintaan negara-negara di dunia terhadap produk ekspor
unggulan Papua, konsentrat tembaga. Pada tahun-tahun berikutnya ekspor riil
Papua menunjukkan pergerakan yang fluktuatif akibat dari naik-turunnya volume
ekspor konsentrat tembaga yang memberikan kontribusi lebih dari 90 persen
terhadap total ekspor Papua.
Pada tahun 2008, ekspor riil Papua turun cukup signifikan sebagai dampak
dari krisis finansial global yang mengguncang sebagian besar negara-negara di
dunia. Krisis tersebut memaksa banyak negara untuk mengurangi permintaan
mereka terhadap produk dari negara lain (impor) guna menjaga stabilitas ekonomi
dalam negerinya. Mulai pulihnya perekonomian dunia di tahun 2009 memberikan
efek positif terhadap ekspor riil Papua ke luar negeri yang meningkat 37,65
persen. Namun, kenaikan ekspor riil luar negeri Papua di tahun 2009 tidak diikuti
oleh ekspor riil antarprovinsi yang justru turun menjadi Rp. 2,28 triliun (Tabel
4.5).
Rata-rata impor riil Papua periode 2000–2010 sebesar Rp. 11,98 triliun
dimana 41,37 persen (Rp. 4,96 triliun) merupakan impor luar negeri dan 58,63
persen lainnya (Rp. 7,03 triliun) adalah impor antarprovinsi. Impor riil luar negeri
Papua selama sebelas tahun terakhir relatif stabil. Walaupun pada tahun 2006 dan
2008 sempat mengalami kenaikan sebesar 31,15 persen dan 26,99 persen
dibandingkan tahun 2000, tetapi apabila kita lihat impor luar negeri tahun 2010
relatif tidak berubah dibandingkan tahun 2000 (Tabel 4.5).
Sedangkan impor riil antarprovinsi cenderung semakin meningkat selama
sebelas tahun terakhir ini. Peningkatan ini disebabkan karena semakin banyaknya
56
barang-barang kebutuhan sehari-hari yang harus didatangkan dari luar Papua
sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi di
Papua. Hingga akhir tahun 2010, impor riil antarprovinsi sebesar Rp. 10,93 triliun
(Tabel 4.5).
4.2.4.1. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Provinsi Papua
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.3 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Komoditi ekspor andalan Papua adalah bijih tembaga & konsentrat (HS26)
yang andilnya mencapai lebih dari 90 persen terhadap total ekspor luar negeri
Papua tiap tahunnya. Komoditi ekspor luar negeri Papua lainnya antara lain
golongan kayu & barang dari kayu (HS44) berupa kayu lapis dan kayu serpih;
serta golongan ikan & hewan air lainnya (HS03) berupa ikan hias, kepiting,
kerapu, dan beragam ikan laut beku lainnya. Meskipun kontribusinya terhadap
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Ekspor (juta US$)
Tahun
HS26
HS44
HS03
Lainnya
57
ekspor luar negeri Papua jauh lebih kecil dibandingkan konsentrat tembaga,
namun nilai ekspor luar negeri kedua golongan tersebut secara umum terus
mengalami peningkatan (Gambar 4.3).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.4 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua
tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Jepang dan Spanyol merupakan pangsa ekspor luar negeri utama Papua
dimana komoditi yang diekspor kedua negara tersebut seluruhnya berupa
konsentrat tembaga. Secara umum ekspor luar negeri Papua ke seluruh negara
tujuan mengalami tekanan di tahun 2004 dan 2008 sebagai akibat dari kenaikan
harga minyak dunia dan krisis finansial global. Ekspor ke India dan Korea Selatan
terus meningkat yang mendorong naiknya andil ekspor ke dua negara Asia
tersebut. Pada periode 2000–2006, nilai ekspor ke negara lainnya cukup besar,
namun setelah 2006 nilainya merosot. Hai ini disebabkan adanya ekspor
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Ekspor (juta US$)
Tahun
Jepang (JP)
Spanyol (ES)
Korea (KR)
India (IN)
China (CN)
Philipina (PH)
Lainnya
58
konsentrat tembaga ke Singapura pada tahun 2000–2006, namun setelah itu
ekspor ke Singapura hanya berupa golongan ikan saja (Gambar 4.4).
4.2.4.2. Perkembangan Impor Luar Negeri Provinsi Papua
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.5 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit
Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (dalam juta US$).
Sebelum tahun 2008, golongan mesin-mesin/pesawat mekanik (HS84)
selalu memberikan andil terbesar terhadap total impor Papua. Akan tetapi pada
tahun 2009-2010, golongan bahan bakar mineral (HS27) yang didominasi oleh
impor bahan bakar diesel (solar) yang didatangkan dari Singapura menduduki
peringkat tertinggi dengan kontribusi sebesar 18,52 persen pada tahun 2009 dan
22,84 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2010, andil HS84 mencapai 20,77
persen. Golongan barang dengan andil yang cukup besar antara lain barang dari
-
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Impor (juta US$)
Tahun
HS84
HS27
HS87
HS73
HS40
HS85
Lainnya
59
besi atau baja (HS73); kendaraan, suku cadang, dan aksesorisnya (HS87); karet
dan barang dari karet (HS40); serta mesin/peralatan listrik (HS85) (Gambar 4.5).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.6 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Pangsa impor luar negeri utama Papua selama kurun 2000–2010 adalah
Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. Tingginya impor dari Singapura
dipicu oleh impor bahan bakar diesel yang seluruhnya berasal dari Singapura.
Sementara impor dari Australia dan Amerika Serikat didominasi oleh impor
pesawat mekanik, kendaraan, dan produk besi baja. Negara asal impor luar negeri
lainnya yang cukup tinggi yaitu dari Jepang, Malaysia, Filipina, Cina dan Kanada
(Gambar 4.6).
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Impor (juta US$)
Tahun
Singapura
Australia
Amerika Serikat
Malaysia
Filipina
Jepang
Cina
Kanada
Lainnya
60
4.2.4.3. Neraca Perdagangan Provinsi Papua
Rata-rata neraca perdagangan riil luar negeri Papua per tahun periode
2000–2010 adalah senilai Rp. 5,07 triliun. Ekspor bersih riil luar negeri selama
satu dekade tersebut selalu mengalami surplus akibat adanya ekspor konsentrat
tembaga yang memang hanya diekspor ke luar negeri. Kebutuhan masyarakat
Papua sebagian besar didatangkan dari luar Papua, terutama berasal dari Pulau
Jawa. Namun minimnya produk Papua yang diekspor ke provinsi lainnya
menyebabkan neraca perdagangan riil antarprovinsi mengalami defisit pada 2000-
2010, dimana rata-rata per tahunnya terjadi minus Rp. 2,74 triliun (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Neraca Perdagangan Riil dan Nominal Provinsi Papua
Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).
Tahun
Neraca Perdagangan Riil Neraca Perdagangan Nominal
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2000 5,58 -0,48 5,11 5,58 -0,48 5,11
2001 5,15 -0,15 5,00 6,26 0,18 6,43
2002 7,14 -0,96 6,18 7,59 -1,95 5,64
2003 8,19 -0,73 7,45 8,04 -3,05 4,99
2004 3,70 -0,29 3,41 3,89 -3,30 0,59
2005 5,40 -1,60 3,80 14,43 -4,17 10,25
2006 4,24 -2,44 1,80 20,42 -2,94 17,48
2007 3,92 -2,75 1,17 19,79 -4,19 15,60
2008 1,55 -3,77 -2,22 12,19 -0,16 12,02
2009 6,97 -8,05 -1,08 31,62 -8,92 22,70
2010 3,97 -8,95 -4,98 32,77 -16,50 16,27
Rata-rata 5,07 -2,74 2,33 14,78 -4,13 10,64
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Meskipun secara nominal neraca perdagangan luar negeri Papua
meningkat, namun secara riil nilainya justru menunjukkan kecenderungan
61
menurun. Menurunnya neraca perdagangan secara riil tersebut dikarenakan
semakin tingginya impor antarprovinsi yang didominasi oleh impor bahan
kebutuhan sehari-hari. Secara nominal, peningkatan neraca perdagangan terjadi
pada tahun 2005, 2006 dan puncaknya pada tahun 2009 dengan nilai surplus
sebesar Rp. 22,7 triliun (Gambar 4.7). Apabila dihitung rata-rata kenaikan tiap
tahunnya mencapai Rp. 1,12 triliun. Sedangkan secara riil, hanya pada tahun 2002
dan 2003 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, neraca perdagangan secara
riil surplus sebesar Rp. 5,11 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2010 neraca
perdagangan secara riil mengalami defisit sebesar Rp. 4,98 triliun. Apabila
dihitung penurunan tiap tahunnya mencapai Rp. 1 triliun (Tabel 4.6).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.7 Perbandingan Ekspor Bersih Riil dan Nominal Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam triliun rupiah).
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(triliun rupiah)
Tahun
Ekspor Bersih Riil Ekspor Bersih Nominal
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Asumsi
Pengujian asumsi dilalukan untuk memastikan bahwa model yang dipilih
telah memenuhi asumsi yang telah ditentukan. Ada empat tahapan pengujian
asumsi yang harus dipenuhi sebelum model dari persamaan regresi linier berganda
dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji
autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas.
5.1.1. Uji Kenormalan
Uji asumsi pertama yaitu uji kenormalan digunakan Jarque-Bera test.
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Error berdistribusi normal.
H1 : Error tidak berdistribusi normal.
Gambar 5.1 Hasil uji kenormalan dengan metode Jarque-Bera.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2
Series: Residuals
Sample 2000:4 2010:4
Observations 41
Mean -1.32e-15
Median -0.007733
Maximum 0.225273
Minimum -0.198508
Std. Dev. 0.101143
Skewness 0.357588
Kurtosis 2.675070
Jarque-Bera 1.054138
Probability 0.590333
63
Berdasarkan hasil penghitungan, didapatkan nilai p-value Jarque-Bera
sebesar 1,054138 (Gambar 5.1). Nilai tersebut lebih besar dari nilai 5 persen,
maka tidak tolak H0. Artinya error model berdistribusi normal.
5.1.2. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi menggunakan menggunakan Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test. Hipotesis uji ini adalah :
H0 : Tidak ada masalah otokorelasi.
H1 : Ada masalah otokorelasi.
Tabel 5.1 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(2) dari pengujian Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM Test.
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2,445140 Prob. F(2,33) 0,1023
Obs*R-squared 5,291633 Prob. Chi-Square(2) 0,0709
Berdasarkan hasil pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
didapatkan hasil Probability chi square hitung sebesar 0,0709 (Tabel 5.1). Nilai
ini lebih besar dari α (5%), artinya tidak tolak H0 yang berarti tidak terdapat
masalah autokorelasi.
5.1.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji asumsi selanjutnya adalah pengujian heteroskedastisitas yang
dilakukan dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey test. Hipotesis dalam pengujian ini
adalah :
64
H0
: Tidak terdapat heteroskedastistas.
H1
: Terdapat heteroskedastisitas.
Tabel 5.2 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(4) dari pengujian Breusch-
Pagan-Godfrey test.
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 2,305079 Prob. F(4,35) 0,0653
Obs*R-squared 10,15663 Prob. Chi-Square(4) 0,0709
Scaled explained SS 6,198990 Prob. Chi-Square(4) 0,2873
Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan nilai probability chi square
hitung sebesar 0,0709 (Tabel 5.2). Nilai tersebut lebih besar dari 5 persen, artinya
tidak tolak H0 yang berarti tidak ada heteroskedastisitas.
5.1.4. Uji Multikolinieritas
Tabel 5.3 Matrik Korelasi Antar Variabel Independen.
LOG
(Ekspor Riil)
LOG
(Impor Riil)
LOG
(Nilai Tukar Riil) LOG(TPAK) Dummy Krisis
LOG
(Ekspor Riil) 1 -0.06694 0.19435 -0.01045 -0.23414
LOG
(Impor Riil) -0.06694 1 -0.72848 0.37075 0.52574
LOG
(Nilai Tukar Riil) 0.19435 -0.72848 1 -0.13830 -0.56752
LOG(TPAK) -0.01045 0.37075 -0.13830 1 0.26639
Dummy Krisis -0.23414 0.52574 -0.56752 0.26639 1
Uji asumsi terakhir adalah uji multikolinieritas, dimana dalam model yang
dipilih tidak ada korelasi tinggi antar variabel independen. Berdasarkan matrik
korelasi antar variabel independen terlihat bahwa korelasi antar variabel tidak ada
65
yang lebih besar dari 0,8, sehingga dapat disimpulkan bahwa model telah
memenuhi asumsi terbebas dari multikolinieritas (Tabel 5.3).
5.2. Analisis Pengaruh Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Setelah semua asumsi telah terpenuhi, langkah selanjutnya adalah menguji
validitas model pengaruh ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan dummy
krisis terhadap pertumbuhan ekonomi, dilakukan serangkaian uji antara lain :
A. Uji F
Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan nilai Fstastistik sebesar 15,91057,
dengan nilai prob(Fstatistik) sebesar 0,000000. Dengan demikian diperoleh
kesimpulan bahwa variabel ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan
dummy krisis secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, karena nilai F-hitung > F-tabel sehingga kita menolak
H0. Hal ini diperkuat dengan nilai prob (Fstatistik) sebesar 0,000000 (Tabel 5.4).
Tabel 5.4 Nilai Statistik Model Pengaruh Ekspor Riil, Impor Riil, Nilai Tukar
Riil, TPAK dan Dummy Krisis terhadap pertumbuhan ekonomi.
R-squared 0,694464 F-statistic 15,91057
Adjusted R-squared 0,650816 Prob(F-statistic) 0,000000
B. Koefisien Determinasi (R2)
Model pengaruh keterbukaan perdagangan yang terdiri dari variabel ekspor
riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan dummy krisis sebagai variabel
independen dalam penelitian ini memiliki R2 sebesar 0,694464, yang berarti
66
model mampu menjelaskan variabel pertumbuhan ekonomi sebesar 69,45
persen (Tabel 5.4).
C. Uji t
Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dari kelima variabel independen
hanya variabel ekpor riil, TPAK dan dummy krisis yang berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 5.5 Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Ekspor Riil, Impor Riil, Nilai
Tukar Riil, TPAK dan Dummy Krisis terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
Variable Independen
Variabel dependen : PDRB ADHK 2000
(Juta Rp)
Koefisien Nilai Statistik t Prob.
(1) (2) (3) (4)
Konstanta -3,218073 -0,741626 0,4633
Log Ekspor Riil (Juta Rp) 0,387074 7,087292 0,0000
Log Impor Riil (juta Rp) -0,092043 -0,785257 0,4376
Log Nilai Tukar Riil (Rp) 0,110989 0,749949 0,4583
Log TPAK (persen) 3,031273 2,966864 0,0054
Dummy Krisis 0,231057 4,599158 0,0001
Model dari persamaan pengaruh keterbukaan perdagangan yang terdiri dari
variabel ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan dummy krisis
mempunyai nilai R2 sebesar 0,694464 yang berarti model mampu menjelaskan
variabel pertumbuhan ekonomi sebesar 69,45 persen (Tabel 5.4). Hal ini berarti
keterbukaan perdagangan yang terjadi di Provinsi Papua mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi Papua. Dengan demikian Papua dapat dikategorikan
sebagai daerah berkarakteristik Export Led Growth.
67
Sedangkan pada masing-masing variabel independen yang signifikan dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
1. Variabel ekspor riil dengan tingkat elastisitas sebesar 0,38 artinya dengan
asumsi ceteris paribus setiap kenaikan ekspor sebesar satu persen akan
meningkatkan PDRB Papua sebesar 0,38 persen (Tabel 5.5).
2. Variabel TPAK dengan tingkat elastisitas sebesar 3,03 artinya dengan asumsi
ceteris paribus setiap kenaikan TPAK sebesar satu persen akan meningkatkan
PDRB Papua sebesar 3,03 persen (Tabel 5.5).
3. Variabel dummy krisis yang pengaruhnya signifikan artinya dengan asumsi
ceteris paribus krisis global yang terjadi pada tahun 2008 berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua (Tabel 5.5).
Dari ketiga variabel yang signifikan, TPAK mempunyai koefisien tertinggi
yaitu sebesar 3,03. Hubungan yang positif dan tingginya koefiisien tersebut
mengindikasikan bahwa peran tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi Papua
masih sangat tinggi. Selain itu, hal juga mengindikasikan bahwa kegiatan
ekonomi Papua masih bersifat padat karya.
Sesuai dengan teori pertumbuhan neoklasik Solow, untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah tenaga
kerja. Akan tetapi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
peningkatan jumlah tenaga kerja ini harus diikuti dengan peningkatan modal,
karena peningkatan tenaga kerja bersifat deminishing return apabila berjalan
sendiri.
68
Variabel kedua yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Papua adalah
ekspor. Tingginya kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dalam struktur
ekonomi Papua serta dominasi konsentrat tembaga (yang merupakan hasil dari
pertambangan dan penggalian) dalam ekspor Papua memperkuat bukti bahwa
ekspor Papua mampu mendorong pertumbuhan ekonominya.
Sesuai dengan teori keunggulan absolut, untuk dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar dalam perdagangan, hendaknya Papua melakukan
spesisalisasi dalam memproduksi komoditi yang manjadi keunggulan absolutnya.
Kekayaan Papua yang berupa konsentrat tembaga, kayu dan ikan dapat dijadikan
sebagai keunggulan absolut Papua. Dengan demikian untuk dapat memperoleh
keuntungan dalam perdagangan, Papua harus melakukan spesialisasi dalam
produksi konsentrat tembaga, kayu dan ikan.
Walaupun jumlah konsentrat tembaga yang dimiliki Papua sangat banyak,
akan tetapi karena sifat tembaga dan emas tidak dapat diperbaharui, maka dalam
spesialisasi jangka panjang, hendaknya lebih diprioritaskan pada kayu dan ikan.
Sedangkan jangka pendek, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan produksi dan ekspor konsentrat tembaga.
Dengan strategi pengelolaan keunggulan absolut ini, pertumbuhan ekonomi Papua
yang berkelanjutan akan dapat terjaga.
Untuk mendukung proses spesialisasi komoditi ekspor, strategi export
promotion juga harus diterapkan, sehingga keuntungan yang didapatkan bisa
maksimal. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam strategi export promotion
adalah mengurangi pajak perusahaan; memberikan bantuan modal sehingga dapat
69
meningkatkan produksi dan menyerap lebih banyak tenaga kerja; memberikan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas produksi; serta
mempermudah proses perizinan ekspor.
Variabel ketiga yang signifikan adalah dummy krisis. Dummy krisis dalam
penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh krisis terhadap
pertumbuhan ekonomi Papua. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa krisi
global 2008 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua.
Variabel impor, walaupun dalam pengujian statistik tidak signifikan, akan
tetapi apabila dilihat dari arah hubungannya yang negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar impor makan pertumbuhan
ekonomi akan semakin menurun. Sedangkan variabel nilai tukar yang
hubungannya positif menunjukkan bahwa apabila nilai tukar melemah (nilai
nominalnya semakin besar) maka pertumbuhan ekonomi semakin tinggi.
Hubungan nilai tukar ini dapat dijelaskan melalui mekanisme perdagangan
sebagai berikut, apabila nilai tukar melemah maka harga komoditi ekspor di pasar
internasional semakin murah. Karena harga komoditi murah, maka akan
meningkatkan jumlah permintaan komoditi tersebut. Sehingga jumlah penjualan
komoditi tersebut akan meningkat. Dengan meningkatnya penjualan maka
keuntungan yang diperoleh semakin besar. Keuntungan tersebut akan
terakumulasi dalam PRDB, sehingga nilai pertumbuhan ekonomi semakin besar.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
yang diuraikan di atas yaitu :
1. Dalam struktur ekonomi Papua, sektor pertambangan dan penggalian
memegang peran yang sangat penting. Hal ini terlihat dari tingginya
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB yang nilainya
lebih dari 57,53 persen selama periode 2000-2010. Selain itu, fluktuatifnya
laju pertumbuhan ekonomi Papua selama sebelas tahun terakhir ini tidak
lepas dari pengaruh produksi sektor pertambangan dan penggalian yang
berfluktuasi.
2. Ekspor luar negeri Papua selama tahun 2000-2010 didominasi oleh komoditi
konsentrat tembaga. Pangsa ekspor luar negeri Papua yang utama adalah
Jepang dan Spanyol.
3. Impor luar negeri Papua yang terbanyak adalah golongan mesin-
mesin/pesawat mekanik dan golongan bahan bakar mineral. Pangsa impor
luar negeri Papua yang utama adalah Singapura, Australia dan Amerika.
4. Ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis
secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Papua. Model persamaan pengaruh keterbukaan perdagangan
mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi sebesar 69,45 persen.
71
5. Sedangkan secara parsial, hanya tingkat partisipasi angkatan kerja, ekspor dan
dummy krisis yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Papua. Elastisitas tingkat pertisipasi angkatan kerja terhadap pertumbuhan
ekonomi sebesar 3,03, sedangkan ekspor sebesar 0,38.
6. Besarnya pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi
Papua, maka wilayah Papua dapat dikategorikan sebagai daerah
berkarakteristik Export Led Growth. Artinya ekspor Papua merupakan
penggerak laju pertumbuhan Ekonomi Papua.
6.2.Saran
Setelah diketahui bahwa Papua berkarakteristik Export Led Growth dan
kegiatan ekonominya bersifat padat karya, maka hendaknya pemerintah Papua
lebih memperhatikan perkembangan sektor-sektor komoditi ekspor dan sektor-
sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Beberapa hal yang dapat dilakukan
oleh pemerintah Provinsi Papua dalam meningkatkan pertumbuhan ekononomi
Papua adalah sebagai berikut :
1. Dalam jangka pendek, pemerintah Provinsi Papua hendaknya berupaya untuk
melakukan spesialisasi dalam produksi dan ekspor konsentrat tembaga. Hal
ini dilakukan karena konsentrat tembaga adalah keunggulan absolut Papua
dalam perdagangan.
2. Dalam jangka panjang, spesialisasi produksi dan ekspor hendaknya ditujukan
pada komoditi kayu dan ikan karena kedua komoditi ini dapat diperbaharui.
72
3. Pemerintah Provinsi Papua hendaknya juga berupaya untuk meningkatkan
penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor komoditi ekspor. Dalam sektor
pertambangan, pemerintah Provinsi Papua dapat membuat peraturan daerah
yang mengharuskan perusahaan pertambangan untuk lebih menggunakan
tenaga kerja lebih banyak.
4. Dalam sektor pertanian khususnya sub sektor kehutanan, pemerintah Provinsi
Papua hendaknya memberikan bantuan berupa modal dan pelatihan untuk
mengolah kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, sehingga nilai
jualnya menjadi lebih tinggi. Selain itu, pemerintah Provinsi Papua juga harus
ketat dalam pengawasan penebangan kayu. Hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya penggundulan hutan yang tidak terkendali.
5. Dalam sektor pertanian khususnya sub sektor perikanan, pemerintah Provinsi
Papua hendaknya memberikan bantuan kredit lunak kepada nelayan berupa
kredit sarana produksi nelayan seperti ketinting, jaring, coolbox dan lainnya,
sehingga dapat meningkatkan ekspor di sektor perikanan.
6. Untuk menunjang lancarnya proses ekspor, hendaknya dilakukan peningkatan
sarana dan prasarana infrastruktur pelabuhan, jalan raya, listrik serta lainnya
yang mendukung ekspor. Dengan sarana dan prasarana yang memadai maka
biaya ekspor impor dapat lebih murah dan proses ekspor impor menjadi lebih
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Indonesia 1998, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Memahami Data Strategis Yang Dihasilkan BPS,
Jakarta.
BPS Provinsi Papua. 2011. Publikasi Statistik Ekspor Impor Provinsi Papua
Tahun 2010, Jayapura.
________________. 2010. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua
Tahun 2009, Jayapura.
________________. 2010. Papua Dalam Angka 2010, Jayapura.
________________. 2011. Indikator Penting Provinsi Papua Edisi Mei 2011,
Jayapura.
Buckman, G., 2005. Global Trade : Past Mistakes, Future Choices, Fernwoodd
Publishing, Halifax.
Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers,
Jakarta.
Jung, W.S dan J. Marshall. 1985. “Export, Growth And Causality In Developing
Countries”. Journal of Development Economics, 18 : 1-12. North-Holland.
Keong, C.C., Z. Yusop dan V.L.K. Sen. 2005. “Export-Led Growth Hypothesis in
Malaysia : An Investigation Using Bounds Test”. Sunway Academic
Journal, 2 : 13-22.
Krugman, P.R dan O. Maurince. 2004. Teori dan Kebijakan Ekonomi
Internasional. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta.
Mankiw, N.G. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Fitria Liza dan Imam
Nurmawan (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Maryen, J. 2006. Analisis Sektor-Sektor Potensial Perekonomian Provinsi Papua.
Tesis. Universitas Indonesia, Depok.
Miankel, A.K., S.M. Thangavelu, dan K. Kalirajan. 2009. FDI, Export and
Economic Growth in South Asia and Selected Emerging Countries : A
Multivariate VAR Analysis. CCAS Working Paper No. 23, Agustus 2009.
74
Oiconta, N. 2006. Analisis Ekspor dan Output Nasional di Indonesia : Periode
1980 – 2004 Kajian Tentang Kausalitas dan Kointegrasi. Tesis.
Universitas Indonesia, Depok.
Oktaviani, R. dan T. Novianti. 2009. Bagian I Teori Perdagangan Internasional
dan Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salomo, R. 2007. Peranan Perdagangan Internasional Sebagai salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi indonesia. Modul. Departemen Perdagangan RI dan
Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid 1 Edisi Kelima. Haris Munandar
(penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Santoso, R.T.T. 2010. Analisis Perdagangan Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran”, Jawa Timur.
Sequalli, J. dan K. Wilson. 2006. A New Approach to Measuring Trade Openness.
Working Paper, 20 September 2006. Dubai.
Sitorus, A.M. 2008. Hubungan Antara Nilai Tukar Riil, Pertumbuhan Ekonomi
dan Investasi Langsung dengan Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang :
Suatu Analisa Regresi dan Adaptasi Model Goldberg-Klein. Skripsi.
Universitas Indonesia, Depok.
Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
_________. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Kencana, Jakarta.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi
Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
________________________. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid II Edisi
Kesembilan. Andri Yelvi (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Wijaya, A. dan M.T. Sambodo. 2006. Keuntungan Dan Kerugian Keterbukaan
Ekonomi : Pelajaran Bagi Indonesia, LIPI.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=26¬ab
=2 [12 Oktober 2011]
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab
=4 [12 Oktober 2011]
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=28¬ab
=4 [12 Oktober 2011]
75
http://www.datacon.co.id/Logam-2011ProfilIndustri.html [12 Oktober 2011]
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekspor [12 Oktober 2011]
http://id.wikipedia.org/wiki/Impor [12 Oktober 2011]
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. PDRB ADHK 2000, Ekspor riil, Impor riil, Nilai tukar riil, TPAK dan
Dummy krisis Provinsi Papua tahun 2000–2010.
Tahun Triwulan PDRB ADHK
2000 (Juta Rp.)
Ekspor Riil (Juta Rp.)
Impor Riil (Juta Rp.)
Nilai Tukar Riil
(Rp.) TPAK
Dummy Krisis
2000 1 3.780.330,36 2.647.289,12 1.670.830,65 7.602,36 - 0
2 3.951.557,95 2.269.191,74 2.506.624,41 8.543,42 - 0
3 4.701.224,15 4.060.195,36 2.396.731,99 8.682,79 - 0
4 5.976.648,38 5.307.673,42 2.602.245,77 9.284,28 78,57 0
2001 1 5.071.319,21 4.112.824,20 2.363.180,03 9.474,65 77,84 0
2 4.969.245,01 4.222.298,27 2.105.178,50 10.735,54 77,21 0
3 4.861.244,82 4.027.123,13 2.426.475,92 8.510,85 76,78 0
4 5.144.715,02 2.161.192,48 2.629.010,44 9.204,93 76,63 0
2002 1 4.846.987,10 1.776.249,10 2.155.875,97 8.511,19 76,68 0
2 5.148.708,20 3.430.794,40 2.135.758,18 7.585,88 76,87 0
3 5.490.280,04 4.829.028,98 2.603.911,51 7.533,95 76,95 0
4 5.592.958,42 5.380.283,15 2.337.458,20 7.408,66 76,68 0
2003 1 5.577.076,62 3.899.999,68 2.136.114,01 7.190,50 75,98 0
2 6.189.633,52 5.706.397,03 2.311.721,61 6.808,89 75,02 0
3 5.732.754,41 5.246.918,06 2.323.638,89 6.835,56 74,12 0
4 3.519.955,12 2.597.153,59 3.224.063,40 6.716,49 73,64 0
2004 1 2.787.508,83 1.744.870,67 1.809.886,94 6.664,36 73,91 0
2 3.817.211,30 2.185.238,58 2.484.968,81 7.099,81 74,71 0
3 4.192.700,80 3.630.640,51 2.415.217,17 7.148,16 75,81 0
4 5.485.546,64 5.964.571,61 3.403.358,11 7.012,40 76,99 0
2005 1 5.063.213,05 3.266.838,99 2.295.472,97 6.980,33 77,77 0
2 5.110.184,76 3.260.303,42 2.876.756,22 7.161,47 78,32 0
3 5.032.421,01 3.067.533,81 2.948.232,33 7.515,22 78,54 0
4 7.003.373,86 5.632.793,86 3.305.613,73 6.753,38 78,32 0
2006 1 4.147.570,59 2.982.756,47 3.154.399,74 6.144,06 77,80 0
2 3.903.505,68 2.985.775,37 3.330.906,20 6.116,16 77,02 0
3 4.756.991,84 4.660.457,08 3.552.463,70 6.100,68 76,27 0
4 5.594.129,31 5.176.430,11 3.965.319,99 5.914,42 75,81 0
2007 1 6.090.246,24 4.890.558,50 2.911.980,63 5.845,68 75,88 0
2 5.218.657,03 4.607.940,04 2.909.688,81 5.849,82 76,30 0
3 3.857.954,17 2.149.573,67 4.181.823,23 5.933,72 76,83 0
4 4.033.439,98 2.564.087,00 3.038.072,95 5.888,92 77,24 0
78
Lanjutan lampiran 1.
Tahun Triwulan PDRB ADHK
2000 (Juta Rp.)
Ekspor Riil (Juta Rp.)
Impor Riil (Juta Rp.)
Nilai Tukar Riil
(Rp.) TPAK
Dummy Krisis
2008 1 4.137.264,27 3.106.725,11 3.904.989,45 5.692,73 77,26 0
2 4.456.123,00 3.397.677,93 4.273.508,70 6.663,47 77,03 0
3 4.739.967,47 3.312.972,27 3.798.200,21 8.380,76 76,68 1
4 5.598.486,84 3.219.671,92 3.280.947,11 9.909,18 76,29 1
2009 1 5.752.204,00 4.144.720,95 3.508.667,38 10.080,23 76,12 1
2 6.199.563,91 2.930.417,75 3.659.251,61 9.128,54 76,10 1
3 5.803.244,59 3.398.547,40 3.727.416,81 8.607,99 76,28 1
4 5.482.102,44 2.650.722,36 3.307.817,07 8.169,80 76,74 1
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011