pengaruh kehadiran kyai ma`sum terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH KEHADIRAN KYAI MA`SUM TERHADAP
PENGALAMAN SPIRITUAL SANTRI PUTRA PADA SAAT
MEMBACA NADHOM AL-ASMA` AL-HUSNA
(Studi Di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Oleh:
MUT TAKIIN
NIM: 074411006
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
PENGARUH KEHADIRAN KYAI MA`SUM TERHADAP
SPIRITUAL SANTRI PUTRA PADA SAAT MEMBACA
NADHOM AL-ASMA` AL-HUSNA
(Studi di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Oleh:
MUT TAKIIN
NIM: 074411006
Semarang, 26 Mei 2012
Disetujui oleh:
Pembimbing
Dr. Sulaiman Al-Kumayi, M.Ag.
NIP . 19730627 200312 1 003
iii
PENGESAHAN
Skripsi saudara Mut takiin No. Induk
074411006 telah dimunaqosahkan oleh
Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ushuluddin
Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang, pada tanggal: 21 Mei 2012
Dan diterima serta disahkan sebagai salah
satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam ilmu Ushuluddin.
Dekan Fakultas/Ketua Sidang
Dr. Nasihun Amin, M. Ag
NIP. 19680701 199303 1 003
Pembimbing Sekretaris Sidang
Dr. Sulaiman Al-Kumayi, M.Ag Dr. Sulaiman Al-Kumayi, M.Ag
NIP . 19730627 200312 1 003 NIP . 19730627 200312 1 003
Penguji I Penguji II
. M. Si
iv
MOTTO
( 081: ) األعراف
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka kerjakan.”
(QS. Al A`raf : 180)
v
PERSEMBAHAN
Alhamdu lillâhi rabbil ‘alamîn, atas hidayah dan taufik dari Allah SWT.,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Semoga
membawa berkah dan rahmat bagi penulis sendiri, pembaca maupun orang yang
hanya menyentuhnya. Amîn. Skripsi ini, penulis persembahkan untuk:
1. Allah swt. yang telah memberikan banyak nikmat-Nya kepada penulis.
2. Nabi Muhammad saw. yang telah menjadi uswah al-hasanah bagi penulis.
3. Seluruh guru-guru penulis yang telah mendidik penulis, khushushan Romo
KH Munif Muhammad Zuhri.
4. Kedua orang tua penulis yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk
keberhasilan penulis.
5. Kakak serta Adik penulis tersayang, yang selalu membuat hati penulis terhibur
bersamanya. Terutama kakak pertama penulis yang lebih dahulu kembali ke
Rahmatullah, semoga diterima disisih Allah serta dimasukkan kedalam surga-
Nya.
6. Teman-teman penulis yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis,
khushushan ust. M. Ridwan, S.PdI. Guru-guru MTs dan MA Al-Anwar
Ngemplak, (teman ma‟had Giri Kusumo dan Al-Bahroniyyah), (Teman
KKN), M. Asroruddin, Selamet Riyadi, Siti Nur Roisyah serta Shanti (Teman
Seperjuangan di Kampus), Anita (TP) dan Ani (PA) yang mau meluangkan
waktunya untuk membantu penulis dalam penelitian, serta semua teman-
teman Alumni SMANGGI.
7. Dan seluruh umat Islam yang tidak henti-hentinya mendo‟akan penulis dalam
setiap ibadahnya.
8. Dan yang terakhir bagi yang tercinta “55hQ (Salamatul Isnaini)” terima kasih
atas dorongan dan motivasi yang tiada henti sehingga kudapatkan arti hidup
yang sesungguhnya.
vi
DEKLARASI
Penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi ataupun tulisan
yang pernah diterbitkan oleh orang lain, termasuk juga pemikiran-pemikiran
orang lain, kecuali informasi yang penulis peroleh dari referensi yang menjadi
bahan rujukan bagi penelitian ini.
Semarang, 26 Mei 2012
Deklarator
MUT TAKIIN
NIM. 074411006
vii
TRANSLITERASI
A. Transliterasi
a = ا
b = ب
t = ت
ts = ث
j = ج
h = ح
kh = خ
d = د
dz = ذ
r = ر
z = ز
s = س
sy = ش
sh = ص
dh = ض
th = ط
zh = ظ
..„ = ع
B. Singkatan
cet. = cetakan
H. = tahun Hijriyyah
M. = tahun Masehi
ra. = رضً اهلل عنه
saw. = صلى اهلل عليه وسلن
swt. = سبحان اهلل وتعالى
t.th. = tanpa tahun
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
w = و
h = هـ
‟.. = ء
y = ي
Untuk Maad dan Diftong:
â = a panjang
î = i panjang
û = u panjang
au = َاْو
û = ُاْو
ay = َاْي
viii
KATA PENGANTAR
Bismillâh al-Rahmân al-Rahîm
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas taufiq
dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul:
PENGARUH KEHADIRAN KYAI MA`SUM TERHADAP
PENGALAMAN SPIRITUAL SANTRI PUTRA PADA SAAT
MEMBACA NADHOM AL-ASMA` AL-HUSNA
(Studi Di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen)
disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Strata satu (S.1) Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT Sang Maha karya yang telah membangun penulis dari tidur yang
membekukan nalar idealisme Penulis.
2. Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang, yang
juga penulis anggap sebagai orang tua di kampus yang senantiasa memberikan
motivasi kepada Penulis untuk tidak berhenti dalam memperkaya khasnah
intelektualan Islam.
3. Yang terhormat Dr. Nasikun Amin, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
IAIN Walisongo Semarang yang telah menyetujui pembahasan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Sulaiman Al-Kumayi, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para dosen pengajar di lingkungan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo,
yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi serta berperan penuh dalam menggugah
ix
intelktualan kami, dari kekerdilan berfikir, kegersangan ilmiah, menuju
terbukanya pandangan pandangan yang kreatif, inovativ dan efektif.
6. Ibu Sri Rejeki, M.Si selaku Wali study yang turut serta menggugah kesadaran
untuk segera menyelesaikan bangku S I demi menempuh jenjang selanjutnya.
7. Pimpinan serta para karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin maupun
Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan ijin dan
layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Abina al-Karim K. Sarozi dan Ibunda Semi al-Karimah atas ketulusan dan
kebaikan serta yang tak henti-hentinya memberikan dorongan baik materiil
maupun moril dan tidak bosan-bosanya merangkai butiran do`a tiap hari buat
penulis dalam menempuh studi dan mewujudkan cita-cita.
9. Saudara-saudara Penulis yang gigih mendo`akan dan menyemangati hidup ini
lebih hidup (Mbak yu, Zubaidah (alm), Kisfiani, Aini, Syafa`ah dan adik
Halimatussa`diah), serta para keponakan (Ria, Ani, Uswah, Ita, Zaki, Fajar,
Massayu, Ali, fatkur, Shoki, Muna, Lisa, Rizki dan Farhan), Tulusnya
keceriaan memberiku arti kasih sayang yang sesunguhnya.
10. Keluarga Besar Yayasan Ky Ageng Giri, Giri Kusumo Banyumeneng
Mranggen, yang menjadikan inspirasi ilmu pertama kali bagi penulis, Romo
KH. Munif Muhammad Zuhri dan Umi Anis Afiyanti (alm). Bapak
Munhamir, S.Ag serta Ibu Rina Arofah, M.Ag selaku kepala Sekolah semasa
di SMP/SMA Ky Ageng Giri. Dan para dewan pengurus Pon-Pes Girikesumo.
Salam Sukses Buat Alumni SMANGGI.
11. Keluarga besar Yayasan Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen, Romo KH.
Ma`sum beserta jajaran lingkungan Pon-Pes Al-Bahron yang terhormat
khususnya Pak M. Ridwan,S.PdI, sekaligus tempat melanjutkan menuntut
ilmu setelah dari Pon-Pes Giri kesumo dan tempat penelitian Penulis.
12. “55h” Salamatul Isnaini beserta keluarga yang menjadi motivator dalam
mengolah setiap kata dalam penulisan karya ini dan melangkah lebih maju
untuk tetap sabar dan tawakal dengan senantiasa iringan do`a dan restu yang
tak terbalaskan.
x
13. Segenap keluarga Besar Yayasan Al-Anwar Mranggen Demak, yang
menjadikan awal permulaan Penulis mengamalkan ilmu-ilmu yang selama ini
dituntut. KH. Abdul Basyir Hamzah dan Umi Hj. Hafidhotul Ulya, Kepala
MTs Bpk. Mohammad Fateh, M.Ag dan Kepala MA Al-Anwar Bpk. M.
Ghozali, S.HI. serta para Dewan Guru Al-Anwar yang tidak pernah capek
memberi motivasi Penulis dalam melewati cobaan dalam pengerjaan Skripsi
ini.
14. Teman-teman seangkatan 2007 Jurusan Tasawuf & Psikoterapi (Asror,
Selamet, Roisyah, Shanti, Ubaid Dll), semoga kita menjadi orang sukses
semua. Amin.
15. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral
maupun materi dalam penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
Semarang, 26 Mei 2012
Penulis
xi
ABSTRAKSI
Salah satu dimensi pendidikan dalam agama islam adalah pengalaman
spiritual (spiritual experience) sebagai akibat langsung dari keyakinanya akan
yang gaib, yang disembahnya. Dalam ilmu tasawuf, pengalaman spiritual itu bisa
didapat dengan melalui banyak cara, diantaranya berdzikir kepada Allah SWT,
taqarrub pada Allah SWT dan ada juga melalui pembacaan nama-nama Allah
SWT. Yang sering kita sebut dengan bacaan al-Asma` al-Husna.
Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT, hanya untuk
menyembah kepada-Nya, bukan untuk menyembah barang-barang bermerek,
wanita-wanita cantik, rumah besar, mobil mewah, jabatan tinggi dan sebagainya.
Menyembah Allah SWT, berarti merasa tunduk, takut, syukur, cinta dan taat
kepada Allah SWT.
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah field research (penelitian
lapangan) dan sifatnya Diskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk
memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dengan
ditempuh melalui langkah–langkah pengumpulan data, klasifikasi dan analisis
atau pengolahan data. Membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama
untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dari suatu
diskripsi.
Penelitian ini menggambarkan bagaimana pendapat santri tentang kyai
Ma`sum, pengalaman spiritual santri putra pada saat membaca nadhom al-Asma`
al-Husna dan peranan kehadiran kyai Ma`sum dalam kegiatan pembacaan nadhom
al-Asma` al-Husna terhadap pengalaman spiritual santri putra tersebut dianalisis
diskriptif. Penelitian diskriptif adalah suatu penelitian yang sekedar melukiskan
atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti.
Dari hasil penelitian selama ini, banyak santri yang menjadi responden
mengatakan, bahwasanya kyai Ma`sum merupakan sosok kyai yang ramah-tamah,
bersifat zuhud serta berkarismatik tinggi. Ada beberapa santri bisa merasakan
pengalaman spiritual berupa, kenyamanan hati, ketenangan, keyakinan serta
sampai meneteskan air mata waktu membaca nadhom al-Asma` al-Husna. Itu
semua bisa terjadi pada santri yang menjadi responden berjumalah 20 orang
santri, dari 13 orang santri mengatakan kehadiran seorang kyai Ma`sum bisa
membimbing menuju serta kehadiranya bisa memengaruhi pada pengalaman
spirtual santri putra, sedangkan yang 7 santri mengatakan, mereka bisa mengalami
pengalaman spiritual bukan hanya karena kehadiran kyai Ma`sum, melainkan
pengaruh lafad-lafad yang dibaca waktu nadhoman, yaitu berupa lafad al-Asma`
al-Husna.
Bisa ditarik kesimpulan bahwasanya kehadiran seorang kyai Ma`sum
memberi dampak yang siginifikan kepada santri yaitu bisa menjadikan santri
menuju kepengalaman spiritual merasa (hening, nyaman, ketenangan, meneteskan
air mata, kemantapan hati serta keyakinan yang kuat akan dzat Allah), meskipun
ada sebagian santri yang mengalami pengalaman spiritual karena lafad al-Asma`
al-Husna. Sedangkan badal, meskipun posisi juga sebagai kyai, akan tetapi kurang
memberi efek kepada santri menuju kepengalaman spiritual.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................... vi
HALAMAN TRANSLITERASI ................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. . xi
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Pokok Permasalahan .............................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 8
D. Telaah Pustaka ....................................................................... 9
E. Metode Penelitian ................................................................... 11
F. Sistemtika Penulisan .............................................................. 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kyai ........................................................................................ 17
1. Pengertian Kyai ................................................................ 17
2. Ciri-ciri Kyai .................................................................... 19
3. Tugas-tugas Kyai .............................................................. 21
4. Teori Kepemimpinan ........................................................ 22
B. Spiritual .................................................................................. 25
1. Pengertian Pengalaman Spritual ....................................... 25
2. Langkah-langkah Menuju Spritual ................................... 28
3. Ciri-ciri Orang yang Mengalami Pengalaman Spiritual ... 30
xiii
C. Al-Asma‟ Al-Husna ............................................................... 32
1. Pengertian al-Asma‟ al-Husna ......................................... 32
2. Nama-nama al-Asma‟ al-Husna ....................................... 33
D. Hubungan antara Santri dan Kiyai ......................................... 41
1. Hubungan Santri dan Kyai dalam Mencari Ilmu .............. 41
2. Hubungan Santri dan Kyai dalam Pembinaan Spiritual ... 46
E. Seorang Kyai atau Guru dalam Membimbing Spiritual ......... 50
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN, KYAI
MA’SUM, DAN PENGALAMAN SPIRITUAL SANTRI
PUTRA DI PONPES AL-BAHRONNIYAH
A. Pondok Pesantren ................................................................... 54
1. Sejarah Singkat ................................................................. 54
2. Struktur Organisasi ........................................................... 57
3. Sarana dan Prasarana ........................................................ 62
4. Kegiatan-kegiatan di Pondok al-Bahronniyah ................. 64
5. Bentuk Pendidikan dalam Penanaman Nilai-nilai
Spiritual ............................................................................ 64
6. Pembacaan Nadhom al-Asma‟ al-Husna .......................... 70
B. Kyai Ma‟sum .......................................................................... 73
1. Profil Kyai Ma‟sum .......................................................... 73
2. Persepsi Santri terhadap Kyai Ma‟sum dalam Memimpin
Bacaan al-Asma‟ al-Husna ............................................... 74
3. Persepsi Santri terhadap kyai Muhyiddin atau Badal
dalam Memimpin Bacaan al-Asma‟ al-Husna ................. 76
C. Pengalaman Spiritual............................................................... 77
1. Pengalaman Spiritual Santri Saat Membaca Nadhom al-
Asma‟ al-Husna ................................................................ 77
2. Kehadiran Kyai Ma‟sum dalam Pengalaman Spiritual
Santri Putra ....................................................................... 80
xiv
BAB IV ANALISIS DATA
A. Persepsi Santri terhadap Kyai Ma‟sum .................................. 87
1. Kyai Ma‟sum sebagai Kyai Karismatik ........................... 87
2. Kyai Ma‟sum sebagai Guru Spiritual bagi Santri al-
Bahronniyah ..................................................................... 93
B. Pengalaman Spiritual Santri pada Saat Membaca Nadhom
al-Asma‟ al-Husna .................................................................. 96
1. Pembacaan Nadhom al-Asma‟ al-Husna sebagai
Pengendali Diri ................................................................. 96
2. Merasakan Pengalaman Spiritual dalam Membaca
Nadhom al-Asma‟ al-Husna ............................................. 99
C. Pengaruh Kehadiran Kyai Ma‟sum dalam Pengalaman
Spiritual Santri Putra Saat Membaca Nadhom al-Asma‟ al-
Husna ...................................................................................... 106
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................. 109
B. Saran-saran ............................................................................. 110
C. Kata Penutup ........................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dimensi pendidikan dalam agama islam adalah pengalaman
spiritual (spiritual experience) sebagai akibat langsung dari keyakinanya akan
yang gaib, yang disembahnya. Dalam ilmu tasawuf, pengalaman spiritual itu
bisa didapat dengan melalui banyak cara, diantaranya berdzikir kepada Allah
SWT. Taqarrub atau mendekatakan diri pada Allah SWT. dan ada juga
melalui pembacaan nama-nama Allah SWT, yang sering kita sebut dengan
bacaan al-Asma` al-Husna.
Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT, hanya untuk
menyembah kepada-Nya, bukan untuk menyembah barang-barang bermerek,
wanita-wanita cantik, rumah besar, mobil mewah, jabatan tinggi dan
sebagainya. Menyembah Allah SWT. berarti merasa tunduk, takut, syukur,
cinta dan taat kepada Allah SWT.1 Kesaksian manusia, tentang perjumpaan
dengan Tuhan, apapun definisi manusia tentang-Nya begitu melimpah terekam
dalam berbagai kisah, tarian, doa, puisi dan bangunan, itu semua dituturkan
oleh manusia-manusia dari berbagai umur. Itulah Tuhan yang hidup dan
dijumpai dalam batin dan kesadaran manusia yang paling mendalam. Tuhan
bukan direflesikan malalui tulisan-tulisan, teori-teori yang kering, mati dan
beku.2
Hampir satu milyar manusia mengidentifikasi dirinya sebagai penganut
agama Islam. Sayangnya, orang-orang non-Muslim tidak memahami Islam
dan kaum Muslim yang sebenarnya sangat memperhatikan nilai-nilai spritual
dan disiplin moral. Boleh jadi hal itu terjadi akibat dari persisitensi stereotip
1 Priyatno H. Martokoesomo, Spritual Thinking, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, cet. I,
2000), h. 45-46. 2 William James, Bejumpa dengan Tuhan, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, Cet. I, 200), 4,
h. I.
2
yang tidak adil dan salah kaprah mengenai kaum Muslim sebagai umat yang
cenderung sering melakukan tindakan kekerasan.3
Antropobiologi spiritual Islam memperhitungkan empat aspek dalam
diri manusia upaya dan perjuangan psiko-spiritual demi pengenalan diri dan
disiplin kebutuhan universal manusia akan bimbingan dalam berbagai
bentuknya, hubungan individu dengan Tuhan, dan dimensi sosial individu
manusia.4
Pada hakikatnya, tradisi berpetualang dalam pencarian diri dan Tuhan
pernah dialami oleh Nabi Muhammad saw. Dia melakukan pencariannya
dengan dunia mikro, yakni melakukan meditasi (tahannus) di gua hira`,
sebagai bentuk manifestasi pencarian zat Tuhan. Fenomena pencarian ini,
tentu sangat menarik untuk ditelaah kembali secara mendalam. Korelasinya
tentu berkaitan dengan diri manusia, siapakah diri manusia itu sebenarnya, dan
ke manakah hendak berlabuh, di sini lah spiritual sangat dibutuhkan.5
Berdasarkan QS. al-Rum /30 : 30, kebutuhan akan Tuhan itu
merupakan fitrah yang tidak bisa dinafikan oleh manusia. Jika manusia
menafikan fitrahnya itu berarti ia telah mengesampingkan potensi
beragamanya atau spiritualnya. Padahal manusia itu, haruslah merupakan
harmoni jasmaniah dan ruhaniah. Menurut Jalaluddin Rahmat, dalam diri
manusia itu ada potensi untuk hubungan dengan dunia material dan dunia
spiritual. Manusia adalah “ radio dua band” yang mampu menangkap
gelombang panjang dan juga gelombang pendek. Ia mampu menangkap
hukum-hukum alam dibalik gejala-gejela fisik yang diamatinya, tetapi dia juga
mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam yang lebih luas lagi. Bila
suatu potensi dikembangkan luar biasa sedangkan potensi lain dimatikan,
manusia menjadi makhluk yang bermata satu.6
3 Ruslani, Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, (Yogyakarta :Peberbit Qalam, Cet
Pertama, 2002), h. 1. 4 Ibid. h. 6.
5 Jalaluddin Rahamat, Petualangan Spiritualitas, (Yogyakarta : PT. Pustaka Pelajar, Cet.
I, 2008), h. I. 6 Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang : Pustaka
Nun 2002), h. 7-8.
3
Tujuan utama dari ajaran-ajaran Al-Qur`an ini adalah mendidik
manusia tentang cara untuk menyenangkan Allah SWT. Sebab, dengan
menyenangkan-Nya sajalah manusia dapat menjamin dirinya akan selalu
tenang. Dalam keadaan demikianlah (al-nafs al-muthma`innah), manusia akan
kembali pada Tuhan dalam keadaan senang dan disenangkan.7
Hanya orang-orang sehat yang dapat mengaktualisasikan dirinya
sebagi bentuk perjalanan spiritualnya dalam rangka memperoleh tempat yang
mulia dimata Allah SWT. Aktualisasi diri adalah merupakan sebuah proses
aktif, dimana manusia berusaha mewujudkan akan keberadaan dirinya, ciri-
ciri orang yang mengaktualisasikan diri adalah tampak pada kemampuan
mereka dalam memandang hidup secara jernih. Apa adanya, bukan menurut
kemampuan mereka, lebih dari itu, orang yang dirinya sudah teraktualisasi
kecerdasan dan dirinya akan tumbuh secara otomatis. Bahkan mereka mampu
memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi secara tepat dan jitu. Figur
yang dapat mengaktualisasikam dirinya, merupakan figur warga masyarakat
yang paling individualis dan sekaligus paling sosialis, paling bersahabat, cinta
sesama dan alam semesta.8
Perjalanan spiritual, suatu kondisi dimana manusia sebagai makhluk
beragama untuk menangkap pada sesuatu yang suci dilandasi dengan
ketulusan, kepasrahan dan keikhlasan dalam menempuh tahapan-tahapan
maqam spiritual untuk meningkatkan kesadaranya sebagai hamba Tuhan.
Di samping itu akhir-akhir ini dapat kita saksikan dan rasakan bersama
gejala jargon-jargon9 barat yang bosan hidup kedalam hal yang bersifat
material, lalu berusaha mencari kehidupan kerohanian di timur. Ada yang
pergi kerohanian agama budha, ada dalam hindu, dan tidak sedikit pula yang
lari kerohanian Islam. Kemiskinan spiritual ini terjadi di tengah-tengah
kebagian semua material, dan ini hanya membawa pemahaman yang bertolak
7 Ibid. h.11.
8 Hasim Muhammad, Tasawuf dan Psikologi Humanistik : Paradigma Baru Tasawuf
Modern, (Semarang : Makalah, 2002), h. 6. 9 Jargon adalah kosakata yang khusus dipergunakan dibidang kehidupan ( lingkungan )
tertentu. Kamus Besar bahasa Indonesia. h, 352.
4
pada bidikan filosofis dan sosio historis disamping pula nalar eksak modal
otak kiri (IQ) tanpa memperhatikan spiritualitas (unsur otak kanan, EI) yakni
substansi yang bersifat ruhiyyah-Ilahiyyah.10
Bagaimanapun ruh atau sukma akan kembali pada Tuhan. Dalam
kenyataanya, mengapa menusia seringkali lalai dan lupa kepada Tuhan dan
detik-detik kehadiran-Nya di dunia ini justru lebih banyak yang tersita untuk
hal-hal bersifat jasadi atau lahiriyyah belaka? Imam Ghozali menjawab
masalah ini dengan teori Cermin (al-Mir`ah) dalam karyanya yang sangat
terkenal itu (Ihya` ulum al-Din). Menurut Imam Ghozali, hati manusia ibarat
cermin, sedangkan petunjuk Allah SWT. adalah bagaikan nur atau cahaya.
Dengan demikian jika hati manusia benar-benar bersih niscaya ia akan bisa
menangkap cahaya petunjuk Ilahi dan memantulkan cahaya tersebut
kesekitarnya.
Sedangkan jika manusia tidak mampu menangkap sinyal-sinyal
spiritual dari Tuhan, itu pada dasarnya disebabkan tiga kmponen. Pertama,
cerminya terlalu kotor sehingga cahaya Ilahi seterang apapun tidak dapat
ditangkap dengan cahaya ruhani yang dimilikinya. Yang termasuk dalam
katagori ini adalah mereka yang dilumuri dengan perbuatan-perbautan kotor
dan aniaya. Kedua, di antara cermin dan sumber cahaya terdapat penghalang
yang tidak memungkinkan cahaya Ilahi menerpa cermin tersebut. Yang
termasuk dalam kategori ini, orang-orang yang menjadikan harta, tahta dan
kesenangan lahir sebagai orentasi hidupnya. Ketiga, cermin tersebut memang
membelakangi sumber cahaya hingga memang tidak dapat diharapkan dapat
tersentuh oleh cahaya petunjuk cahaya Ilahi. Contoh yang sangat tepat untuk
kategori ini orang-orang kafir yang dengan sadar mengingkari keberadaan
Tuhan.11
10
M Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Penerapan Metode
sufistik), (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001), h.13. 11
Dr Jalaluddin Rahamat, h. 23.
5
“Wahai teman, hatimu adalah cermin yang mengkilap, Kau harus
membersihkan debu yang menutupinya, Karena hati ditakdirkan untuk
memantulkan cahaya rahasia-rahasia Ilahi” (Al-Ghozali).12
Hati yang saya (Al-Ghozali) maksud hakikat spriritual batiniah kita,
bukan hati dalam arti fisik. Hati kita adalah sumber cahaya batiniah, inspirasi,
kreativitas, dan belas kasih. Seorang sufi sejati hatinya hidup, terjaga dan
dilimpahi cahaya. Seorang guru sufi menuturkan, “ jika kata berasal dari hati,
ia akan masuk dalam hati, jika ia keluar dari lisan, maka ia hanya sekedar
melewati pendengaran ”.13
Adapun hati itu dapat menjadi baik bila diselimuti takwa, tawakal
kepada Allah swt, mengesakan Dia, ikhlas dalam beramal, dan yakin semua
itu akan rusak jika tidak ada tindakan-tindakan tersebut, hati itu laksana
burung yang berada dalam sangkar, juga seperti permata dalam tambang14
.
Ada sebuah penjelasan, dengan melihat pintu gerbang dari sebuah
bangunan besar seperti masjid Syah dengan pola geometrik dan arabeskanya
yang luar biasa, seorang dapat menyaksikan kebenaran ini sebagaimana ketika
ia merenungkan dunia yang dapat dimengerti melalui berbagi bentuk yang
kasat mata. Atau dengan mendengarkan alunan musik Arab tradisional,
seseorang seolah menikamati alunan nyanyian alam rahim yang menawan jiwa
sebelum episode perjalanan duniawinya yang singkat. Karakter intelektual dari
seni Islam yang tidak dapat disangkal bukanlah hasil dari semacam
rasionalisme melainkan dari suatu penglihatan intelektual akan pola-pola dasar
dari dunia terrestrial, suatu penglihatan yang mungkin berdasarkan
spiritualitas.15
Hal ini senada dikatakan oleh William James, bahwa dalam setiap diri
manusia ada energi yang sembunyi, yang karena keadaan dan situasi tertentu
belum saatnya untuk keluar. Dibandingkan dengan apa yang sebenarnya bisa
12
Robert Frager, Hati, Diri, dan Jiwa, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, Cet, I, 2002),
h. 54. 13
Ibid. h. 55. 14
Habib Abdullah Adz-Zaky al-Kaaf, Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qodir Al-Jailani,
(Bandung : Pustaka Setia, Cet, I, 2003), h. 34. 15
Seyyed Husain Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung :Mizan, Cet Pertama,
1993), h. 19.
6
diraih, banyak manusia itu sebenarnya masih setengah terbangun, manusia
hanya baru memanfaatkan sebagian kecil saja dari kemungkinan sumber daya
jasmani dan rohani. Seperti halnya bumi ini, memilki energi yang belum
tergali, lapisan demi lapisan bahan yang manusia manfaatkan, yang menanti
kehadiran seseorang yang mau menggali lebih jauh.16
Ada banyak cara untuk meraih pengalaman spiritual seperti berdzikir,
mujahadah, intoghosah, membaca wirid, merenung dan sebagainya,
diantaranya dengan sering membaca al-Asma al-Husna, banyak orang yang
hafal bahkan paham artinya, tetapi dalam waktu pembacaan sulit untuk
menemukan pengalaman spiritual. Sesuai firman-Nya `Azza Wa Jalla, bahwa
kata Allah adalah sebuah nama untuk “Wujud Sejati”, wujud yang
mempersatukan sifat-sifat Ilahiyyah, eksistensi sejati-Nya. Tidak ada wujud
lain, kecuali Dia yang memiliki hak mengklaim eksistensi sendiri, sedangkan
wujud-wujud binasa (sirna) sejauh mereka eksis dengan sendirinya, dan eksis
sejauh mereka berhadapan dengan Dia. Allah berfirman : “Tiap-tiap sesuatu
pasti akan binasa, kecuali wajah-Nya” (QS. Al-Qashas [28] : 88).
Amatlah dimungkinkan bahwa dalam menunjukkan makna Allah
SWT, ini sama dengan menunjukkan nama-nama yang baik lagi indah,
sehingga segala yang telah dibicarakan mengenai asal-usulnya definisinya
bersifat buatan dan berubah-ubah.
Ketahuilah Nama Allah adalah nama yang paling agung diantara
Sembilan puluh Sembilan nama Allah SWT, karena menunjukkan esensi yang
mempersatukan segala sifat-sifat Ilahiyah, sehingga tidak ada lagi sifat yang
tertinggal. Adapun nama-nama lain yang hanya menunjukkan satu sifat :
mengetahui, kuasa dan sebagainya.
Allah SWT. juga merupakan nama yang paling khusus karena tidak
ada yang dapat menggunakanya selain Dia, bila secara harfiah maupun kiasan.
Adapun nama-nama lainnya dapat menyebutkan hal-hal selain Dia, seperti
dalam “Yang Kuasa”, “Yang Mengetahui”, “Yang Penyayang”, dan
16
Sulaiman Al-Kumayi, 99Q ( Kecerdasan 99 ),(Jakarta : PT. Mizan Pustaka, Cet, I,
2003), h. I.
7
sebagainya. Jadi, dalam dua masalah ini tampak bahwa nama Allah SWT
adalah nama yang teragung diantara nama-nama lain.17
Di Pondok pesantren al-Bahroniyyah terdapat kegiatan rutinitas, yaitu
berupa pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan secara rutin
setiap kali selesai melaksanakan jamaah sholat isyak, dan dipimpin langsung
oleh KH. Ma`sum selaku pengasuh pondok pesantren al-Bahroniyyah, akan
tetapi jika KH. Ma`sum Berhalangan maka pembacaan nadhom al-Asma` al-
Husna digantikan oleh yang lain (dibadalakan).
Waktu pembacaan al-Asma` al-Husna dipimpin oleh KH.Ma`sum ada
sebagian santri yang berekspresi sangat semangat dan tegas semisal : Waktu
pembacaan ada santri yang berposisi duduk bersila sambil menggoyang-
goyangkan badan dan menggeleng-gelengkan kepala seakan-akan tidak sadar,
ada juga yang berposisi duduk iftiros (duduk tahiyyat awal) sambil
mengangkat tanganya dan menadah keatas yakin akan kekuatan nama-nama
Allah SWT serta ada juga posisi duduk tawaruq dengan tangan menadah
keatas sambil ditempelkan pada keningnya serta ada juga yangsampai
meneteskan air mata.18
Suatu ketika Kyai ma`sum tidak bisa memimppin pembacaan al-Asma`
al-Husna dikarenakan beliau sedang pergi pengajian, kemudian dibadalkan
oleh K. Muhyiddin (Kepala Pondok Pesantren al-Bahroniyyah) sekaligus
menantu dari Kyai Ma`sum. Di malam itu juga penulis melakukan
pengamatan, ternyata pada waktu pembacaan al-Asma al-Husna tersebut ada
perbedaan baik dalam segi tingkah pembacaan, ekspresinya dan suasananya.
Penulis mengamati jika dibadal pembacaan al-Asma` al-Husna tidak terlalu
keras dibanding dipimpin dengan Kyai Ma`sum, bahkan ekspresi yang seakan-
akan flay itu tidak nampak, disisi meskipun dipimpin oleh badal ada juga
sebagian santri yang terlihat khusu`, tenang seperti halnya yang dipimpin oleh
KH. Ma`sum. Penulis merasa ada perbedaan dan kepengaruhan para santri
17
Abdullah Zaky Alkaaf, Asmaaul Husna Persepektif Al-Ghozali, (Bandung : CV.
PUSTAKA SETIA, cet, I, 2002), h.58-59. 18
Hasil Observasi, pada tgl : 27 Desember 2010 sampai 10 januari 2011, pukul, 19.30
WIB.
8
waktu mengamalkan bacaan al-Asma` al-Husna dalam pimpinan Kyai
ma`sum dan seorang badal (K. Muhyiddin).19
Yang menjadi alasan penulis mengangkat judul Pengaruh Kehadiran
KH. Ma`sum terhadap Pengalaman Spiritual Santri Putra Pada Saat Membaca
nadhom al-Asma`- al-Husna Di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah, karena
penulis melihat ada suatu perbedaan ketika pembacaan dipimpin langsung
Kyai Ma`sum terlihat khusu`, tenang dan menunuduk sedangkan dengan badal
(K. Muhyiddin) para santri putra itu terlihat banyak yang bergurau dan ada
juga yang terlihat seperti halnya waktu dipimpin oleh KH. Ma`sum. Maka dari
itu penulis akan menggali lebih dalam sejauh mana pengaruh Kehadiran KH.
Ma`sum terhadap Pengalaman Spiritual Santri putra pada saat membaca
nadhom al-Asma` al-Husna.
B. Pokok Permasalahan
Dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang
akan dikaji lebih lanjut. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagimana persepsi santri putra terhadap Kyai Ma`sum?
2. Bagaimana pengalaman spiritual santri putra pada saat membaca nadhom
al-Asma` al-Husna?
3. Adakah Pengaruh Kehadiran Kyai Ma`sum Terhadap Pengalaman
Spiritual Santri Putra pada saat membaca nadhom al-Asma` al-Husna ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui; bagaiman persepsi santri putra terhadap KH. Ma`sum, bagaimana
pengalaman spiritual santri putra pada saat membaca nadhom al-Asma` al-
Husna, dan adakah pengaruh kehadiran KH. Ma`sum terhadap pengalaman
spiritual santri pengamal al-asma` al-Husna, di pondok pesantren Al-
Bahroniyyah Ngemplak Mranggen Demak.
19
Hasil Observasi, pada tgl: 10 januari 2011, pukul, 19.30 WIB.
9
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat menjadi bahan bagi penelitian
lanjutan, perbandingan dan sebagai sumbangan pengetahuan serta kajian
tentang pengaruh kehadiran kyai terhadap pengalaman spiritual santri,
untuk mahasiswa jurusan tasawuf dan psikoterapi khususnya dan
mahasiswa IAIN umumnya.
2. Secara praktis, dapat menambah khasanah keilmuan dan cakrawala
berfikir mahasiswa tentang kegiatan positif pembacaan al-Asma` al-
Husna.
D. Telaah Pustaka
Dalam Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Muslih tahun 2004, dalam
skripsinya yang berjudul “Ajaran Spiritual Kenal Gesang (Studi kasus di
Paguyuban Noormanto Tegal Sari Semarang)”, menjelaskan bahwa spiritual
merupakan bentuk pengalaman puncak (direc experient) bagi kalangan para
pencari “jati diri” melalui beberapa ragam dalam mencapai puncak tersebut.
Bahkan dalam kalangan mistik islam (Tasawuf) pun memiliki metode-metode
khusus untuk mencapai hakikat tertinggi. Dalam skripsinya juga dijelaskan
metode-metode khusus dalam ajaran kenal gesang di paguyuban Noormanto
dijadikan sebagai tingkatan pengalaman puncak dalam mencapai
kesempurnaan hidup.20
Dalam Skripsi yang ditulis oleh Winarni Kustinah tahun 2006, dalam
skripsinya yang berjudul “Peran Bimbingan Spiritual Terhadap Proses
Penyembuhan Pasien di Rumah sakit islam Wonosobo”, dijelaskan
bahwasanya pelaksanaan bimbingan spiritual, di rumah sakit islam Wonosobo
adalah suatu rangkaian kegiatan atau penyampaian nasihat-nasihat islami.
Yang disampaiakan oleh pembimbing, efek yang ditimbulkan dari dalam
bimbingan ini adalah pasien itu lebih cepat sembuh dari pada pasien yang
tidak diberi bimbingan spiritual, jelaskan juga tentang bimbingan spiritual,
20
M. Muslih, Ajaran Spiritual Kenal Gesang (Studi kasus di Paguyuban Noormanto
Tegal Sari Semarang), Laporan Survai, Ushuluddin : 2009. h. 59.
10
dasar-dasar pelaksanaan setra materi-materi yang berhunbungan dengan
spiritual”.21
Dalam Skripsi yang ditulis oleh Musyarofah tahun 2003, dalam
skripsinya yang berrjudul “Spiritualisme Islam dalam Perspektif Jalaluddin
Rahmad dalam Buku renungan-renungan Sufistik”, menjelaskan bahwa
sekarang ini islam tidak mengeklaim superioritas mistik dalam manifestasi-
manifestasi dalam pengalaman spiritualitas masyarakat muslim, dan lebih
merupakan akibat dari struktur social dan substansial ekonomi yang konduktif
bagi manifestasi agama tradisional, dari pada akibat yang ditimbulkan oleh
kekuasaan dalam peradapan modern.
Meski praktek dasar tasawuf merupakan cara untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Maka untuk mencapai tujuan tersebut mengingat perangkat
hukum-hukum atau syari`ah, yang dianjurkan nabi, yang menunjuk pada al-
Qur`an dan sunnah karena jalan utama dalam mencapai pengetahuan tentang
Tuhan melalui lima dasar islam yang merupakan dasar agama serta
menekankan keEsaannya.22
Dalam Skripsi yang ditulis oleh M. Faizin tahun 2008, dalam
skripsinya yang berrjudul “Perjalanan Spiritulal Prof. Amin Syukur, Ma.
(Studi Kasus Penyembuhan Penyakit dengan Terapi Sufistik)”, skripsi ini
menjelaskan bahwa menitik beratkan pada bagaimana dan sejauh mana terapi
sufistik yang dilakukan oleh Prof. DR. Amin Syukur, MA, sebagai
pendamping medis telah mampu menyembuhkan penyakit yang
dialaminyadan dokter pun memfonis penyakitnya dalam jangka waktu tiga
bulan sampai setahun dia akan meninggal dunia. Terapi sufistik yang
dipakainya yaitu berdoa, berdzikir, dan tahajjud.
21
Winarni Kustinah, Peran Bimingan Spiritual Terhadap Proses Penyembuhan asien di
Rumah Sakit Islam Wonosobo, Ushuluddin : 2006, h. 63. 22
Musyarofah, Spiritualisme Islam dalam Perrsepektif Jalaluddin Rahmad dalam Buku
Renungan-Renungan Sufistik, Ushuluddin, 2003, h. vi.
11
Bahwasanya penyembuhan dengan cara terapi sufistik sebagai
pendamping medis merupakan upaya penyembuhan dengan cara
menghubungkan dua dimensi (fisik dan non fisik).23
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
penelitian ini berfungsi sebagai penguat terhadap penelitian terdahulu.
Kemudian dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada “Pengaruh
Kehadiran Kyai Ma`sum Terhadap pengalaman Spiritual Santri Putra Pada
Saat membaca nadhom al-Asma` al-Husna (Di Pondok Pesantren al-
Bahroniyyah)” dan penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya serta
belum ada yang meneliti tema tersebut.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian mengandung prosedur dan cara melakukan
verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan dan menjawab masalah
penelitian. Dengan kata lain metode penelitian akan memberikan petunjuk
bagaimana penelitian itu dilaksanakan.24
Dengan harapan akan mendapatkan
pengetahuan baru untuk pemahaman dan untuk kejelasan arti yang dipahami.25
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan) dan
sifatnya kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk memecahkan
masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dengan
ditempuh melalui langkah–langkah pengumpulan data, klasifikasi dan
analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan
tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara
obyektif dari suatu diskripsi.26
Penelitian ini menggambarkan bagaimana peranan kehadiran kyai
dalam kegiatan pembacaan al-Asma` al-Husna terhadap pengalaman
23
M. Faizin, Perjalanan Spiritual Prof. DR. Amin Syukur, MA, (Studi Kasus
Penyembuhan Penyakit dengan Terapi Sufistik), Ushuluddin,2008, h. iv. 24 Nana Sujana dan Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, (Bandung: Sinar
Baru, 2001), h. 16. 25
Sudarto, Metode Penelitian filsafat, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1993), h. 46. 26
Muhammad Ali, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa,
1995), h. 120.
12
spiritual santri tersebut dianalisis diskriptif. Penelitian diskriptif adalah
suatu penelitian yang sekedar melukiskan atau menggambarkan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.27
a. Sumber Data
Yaitu data yang didapatkan langsung dari objek, baik melalui
wawancara maupun data lainnya. Data primer dalam penelitian ini
adalah para santri yang mengikuti kegiatan pembacaan al-Asma` al-
Husna di pondok pesantren Al-Bahroniyyah Negemplak Mranggen.
Adapun kriteria data primer yang menjadi obyek penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Beragama Islam.
2) Berusia 12-27 th.28
3) Santri Putra Pondok Al-Bahroniyyah Ngemplak.
Menurut Suharsini Arikunto bahwa dalam pengambilan data
apabila subyeknya kurang dari 100 orang, lebih baik pengambilan data
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
keseluruhan. Bila jumlah subyeknya lebih dari 100 orang, maka
diambil 10 % - 15 % atau 20 % - 25 %.29
Karena jama’ah yang
mempunyai ciri – ciri diatas lebih dari 100 orang, maka peneliti
mengambil data primer sebanyak 20 orang yang diambil secara acak
(random) dan sekaligus menjadi sampel dari penelitian tersebut.
27
Sarapiah Faisal, Format-foramat Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawalli Press, 1999), h.
18. 28
J. Suprapto, Teknik Sampling Untuk Survey dan Eksperimen, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1992), h. 120; Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama mengemukakan bahwa
usia tersebut merupakan fase awal usia remaja dan fase awal usia dewasa. Pada fase ini ditandai
dengan kematangan organ biologis dan kecerdasan yang mendekati sempurna. Namun, dari segi
mental usia remaja pada fase akhir sering mengalami keterombang – ambingan antara gejolak
emosi yang saling bertentangan, antara pribadinya dengan lingkungannya. Sedangkan pada fase
awal usia dewasa, problem yang sering menimpa mereka adalah mengenai kepercayaan beragama,
sehingga konversi agama terkadang tidak dapat dihindari. Lihat Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa
Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005, cet. 17), h. 135, 159-160 29
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, cet. IV.1992), h. 107
13
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung dari objek.30
Data sekunder yang dimaksud yaitu seluruh data yang dapat
menunjang dan melengkapi data primer, seperti: buku – buku yang
diperoleh dari perpustakaan dan laporan – laporan penelitian terdahulu
yang dapat mendukung perolehan data yang maksimal dalam
penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi atau Pengamatan Langsung
Teknik pengumpulan data yang paling umum adalah dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap objek riset, artinya
pengamat atau peneliti berada di tempat terjadinya fenomena yang
diamati.31
Observasi adalah suatu bentuk penelitian dimana manusia
menyelidiki, mengamati terhadap obyek yang diselidiki baik secara
langsung.32
Metode ini digunakan secara langsung untuk mengetahui
fenomena–fenomena spiritual yang ditampakkan oleh santri jama’ah
dalam mengikuti rangkaian kegiatan pembacaan al-Asma` al-Husna
tersebut.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk pengamatan atau
pengumpulan data secara tidak langsung. Pengumpulan data dengan
wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara
lisan pula.33
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi
dari jama’ah yang ikut hadir dalam kegiatan pembacaan al-Asma` al-
Husna yang telah memenuhi kriteria yang peneliti sebutkan di atas.
30
Syaefudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 36. 31
HM. Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2004), h. 70. 32
Winarna Suharman, Metode Reseach, (Bandung: C.V. Tarsito, 1997), h. 142. 33 Ibid., h. 71.
14
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa surat,
laporan, catatan khusus dan dokumen lainnya yang mendukung dalam
penelitian.34
3. Tekhnik Data
Analisis data adalah proses penyusunan data, agar data tersebut
dapat ditafsirkan.35
Analisis data merupakan cara pengujian data yang
sangat canggih, menawarkan usaha penyederhanaan kerumitan dengan
meringkas kerumitan yang sangat banyak unsurnya ke dalam faktor yang
lebih sederhana dan mudah dipahami. Cara ini membantu manusia
menjelaskan kerumitan ke dalam ukuran yang lebih sederhana.36
Analisis
data ini dilakukan untuk mengetahui adakah pengaruh kehadiran kyai
terhadap pengalaman spiritual santri pengamal al-Asma` al-Husna.
Sebagai pendekatannya, digunakan metode diskriptif yang bersifat
eksploratif, yaitu metode pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan atau status fenomena objek
penelitian.37
Untuk memperdalam penulisan yang ada peneliti menggunakan
metode Fenomenologi38
. Pendekatan fenomenologi adalah merupakan
suatu metode untuk memandang sesuatu gejala sebagai mana adanya,
34
Iqbal Hasan, Pokok – Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Graha
Indonesia, 2002), h. 87. 35Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2000), h.
102. 36
Purwanto, Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007),. h. 141. 37
Suharsini Arikunto, op. cit., h. 207. 38
Secara harfiyah fenomenologi adalah study yang mempelajari fenomena, seperti
penampakan, segala hal yang mnucul dalam pengalaman kita, cara kita mengalamai sesuatu, dan
makna yang kita miliki dalam pengalaman kita. Namun, focus perhatian fenomenologi lebih luas
dari hannya menomena, yakni pengalaman sadar dari sudut pandang orang pertama (yang
mengalaminya secara lagsung).
15
sebelum menyatakan suatu kesimpulan.39
Penelitian Fenomenologi
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitanya terhadap orang-orang yang
biasa dalam situasi-situasi tertentu.40
F. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan skripsi ini akan disusun dalam lima bab yang
dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok pembahasan dalam
penulisan penelitian, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan
mencerna masalah – masalah yang akan dibahas.
Dalam Bab Pertama ini berisi tentang Pendahuluan yang terdiri dari :
Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Telaah
Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
Bab Kedua Berisi tentang Landasan Teori yang membahas tentang :
Pengertian Kyai, Pengertian Pengalaman Spiritual, Pengertian al-Asma` al-
Husna, Teori Hubungan Santri dan Kyai, dan Pengaruh Guru Mursyid dalam
Membimbing Spiritual.
Bab Ketiga Menjelaskan Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah yang
meliputi : Gambaran Umum Pesantren, Sejarah Singkat Pondok Pesantren,
Sarana dan Prasarana, Kegiatan Harian, Bentuk Pendidikan dalam Penanaman
Nilai-nilai Spiritual, Pembacaan Nadhom al-Asma` al-Husna dan Profil Kyai
Ma`sum. Serta Kegiatan Pelaksanaan Pengamalan al-Asma al-Husna yang
terdiri : Waktu Pelaksanaan, Lafad-lafad Nadhom yang dibaca. Kyai Ma`sum
yang Meliputi : Profil, Persepsi Santri Terhadap Kyai Ma`sum dan Badal,
Pengalaman Spiritual Santri pada saat Membaca Nadhom, dan Pengaruh
Kehadiran Kyai Ma`sum.
Bab Keempat Menjelaskan Analisis Data Meliputi : Persepsi Santri
terhadap Kyai ma`sum, Pengalaman Spiritual Santri, dan Pengaruh Kehadiran
Kyai.
39
Van Hove, Esklopedi Indonesia Edisi Khusus 2 CES HAM, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru),
h. 998. 40
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandunng: PT. Remaja Redokarya,
2002), h. 9.
16
Bab Kelima Terdiri Kesimpulan dan Saran-Saran. Bagian Akhir berisi
tentang Daftar Pustaka, Daftar Riwayat Hidup dan Lampiran-lampiran Yang
Menunjang Kebutuhan Skripsi.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kyai
1. Pengertian Kyai
Kyai adalah orang yang memiliki ilmu agama (Islam) plus amal
dan akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Saiful Akhyar Lubis,
menyatakan bahwa “Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok
pesantren, maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan
kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di
salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut
merosot karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang
telah wafat itu”.1
Menurut Abdullah ibnu Abbas, kyai adalah orang-orang yang
mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat yang berkuasa atas segala
sesuatu.2
Menurut Mustafa al-Maraghi, kyai adalah orang-orang yang
mengetahui kekuasaan dan keagungan Allah SWT sehingga mereka takut
melakukan perbuatan maksiat. Menurut Sayyid Quthb mengartikan bahwa
kyai adalah orang-orang yang memikirkan dan menghayati ayat-ayat Allah
yang mengagumkan sehingga mereka dapat mencapai ma`rifatullah secara
hakiki.
Menurut Nurhayati Djamas mengatakan bahwa “kyai adalah
sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok
pesantren”.3 Sebutan kyai sangat populer digunakan di kalangan
komunitas santri. Kyai merupakan elemen sentral dalam kehidupan
pesantren, tidak saja karena kyai yang menjadi penyangga utama
1 Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kyai dan Pesantren, (Yogyakarta, eLSAQ Press,
2007), h. 169. 2 Hamdan Rasyid, Bimbingan Ulama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta,
2007), h. 18. 3 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca kemerdekaan
(Jakarta : PT RajaGrafinda Persada, 2008), h. 55.
18
kelangsungan sistem pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok
kyai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas
santri. Kedudukan dan pengaruh kyai terletak pada keutamaan yang
dimiliki pribadi kyai, yaitu penguasaan dan kedalaman ilmu agama,
kesalehan yang tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari yang
sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan menjadi ciri dari
pesantren seperti ikhlas, tawadhu`, dan orientasi kepada kehidupan
ukhrowi untuk mencapai riyadhah.
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren.
Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa
pertumbuhan suatu pesantren semata-mata tergantung kemampuan
kepribadian kyainya.
Menurut asal-usulnya perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai
untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda :
a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap kramat ;
umpamanya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta
Emas yang ada di Kraton Yogyakarta.
b. Gealar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama
Islam yang memiliki atau yang menjadi pimpinan pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar kyai,
ia juga disebut dengan orang alim (orang yang dalam pengetahuan
keislamanya).4
Para kyai dengan kelebihan pengetahuanya dalam islam, sering kali
dilihat orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan
rahasia alam, hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki
kedudukan yang tidak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang
awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka
4 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 55.
19
dalam bentuk berpakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiah
dan surban.5
Seorang pendidik/kyai mempunyai kedudukan layaknya orang tua
dalam sikap kelemah-lembutan terhadap murid-muridnya, dan
kecintaannya terhadap mereka. Dan ia bertanggung jawab terhadap semua
muridnya dalam perihal kehadiran kyai/pendidik. Sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Mutafaq
Alaih).6
2. Ciri-ciri Kyai
Menurut Sayyid Abdullah bin , Alawi Al-Haddad dalam kitabnya
An-Nashaihud Diniyah mengemukakan sejumlah kriteria atau ciri-ciri kyai
di antaranya ialah: Dia takut kepada Allah, bersikap zuhud pada dunia,
merasa cukup (qana`ah) dengan rezeki yang sedikit dan menyedekahkan
harta yang berlebih dari kebutuhan dirinya. Kepada masyarakat dia suka
memberi nasehat, ber amar ma`ruf nahi munkar dan menyayangi mereka
serta suka membimbing ke arah kebaikan dan mengajak pada hidayah.
Kepada mereka ia juga bersikap tawadhu`, berlapang dada dan tidak tamak
pada apa yang ada pada mereka serta tidak mendahulukan orang kaya
daripada yang miskin. Dia sendiri selalu bergegas melakukan ibadah, tidak
kasar sikapnya, hatinya tidak keras dan akhlaknya baik,7 Di dalam Shahih
Muslim di sebutkan dari Ibnu Mas`ud ra, dia berkata. Rasulullah saw
bersabda :
“Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada
kesombongan meskipun seberat zaarah (HR. Muslim).8
5 Ibid. h. 56.
6 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 2 (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), h. 8. 7 A. Mustofa Bisri, Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan (Rembang :
Lembaga Informasi dan Studi Islam (L‟ Islam) Yayasan Ma`had as-Salafiyah. 2003), h. xxvi. 8 Terjemahan Buku Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, oleh Kathur Suhardi, Madarijus Salikin
(Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Kongkret “Iyyaka Na‟ budu waiyyaka Nasta`in” (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 264.
20
Menurut Munawar Fuad Noeh menyebutkan ciri-ciri kyai di
antaranya yaitu:
a. Tekun beribadah, yang wajib dan yang sunnah.
b. Zuhud, melepaskan diri dari ukuran dan kepentingan materi duniawi
c. Memiliki ilmu akhirat, ilmu agama dalam kadar yang cukup
d. Mengerti kemaslahatan masyarakat, peka terhadap kepentingan umum
e. Dan mengabdikan seluruh ilmunya untuk Allah SWT, niat yang benar
dalam berilmu dan beramal.9
Menurut Imam Ghazali membagi ciri-ciri seorang Kyai di
antaranya yaitu:
a. Tidak mencari kemegahan dunia dengan menjual ilmunya dan tidak
memperdagangkan ilmunya untuk kepentingan dunia. Perilakunya
sejalan dengan ucapannya dan tidak menyuruh orang berbuat kebaikan
sebelum ia mengamalkannya.
b. Mengajarkan ilmunya untuk kepentingan akhirat, senantiasa dalam
mendalami ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah SWT, dan menjauhi segala perdebatan yang sia-sia.
c. Mengejar kehidupan akhirat dengan mengamalkan ilmunya dan
menunaikan berbagai ibadah.
d. Menjauhi godaan penguasa jahat.
e. Tidak cepat mengeluarkan fatwa sebelum ia menemukan dalilnya dari
Al-Qur`an dan As-Sunnah.
f. Senang kepada setiap ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah
SWT.10
Cinta kepada musyahadah (ilmu untuk menyingkap kebesaran
Allah SWT), muraqabah (ilmu untuk mencintai perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya), dan optimis terhadap rahmat-Nya, di
antaranya :
1) Berusaha sekuat-kuatnya mencapai tingkat haqqul-yaqin.
9 Munawar Fuad Noeh dan Mastuki HS, h. 102.
10 Badruddin Hsubky, h. 57.
21
2) Senantiasa khasyyah kepada Allah, takzim atas segala kebesaran-
Nya, tawadhu`, hidup sederhana, dan berakhlak mulia terhadap
Allah maupun sesamanya.
3) Menjauhi ilmu yang dapat membatalkan amal dan kesucian
hatinya.
4) Memiliki ilmu yang berpangkal di dalam hati, bukan di atas kitab.
Ia hanya taklid kepada hal-hal yang telah diajarkan Rasulullah saw.
3. Tugas-tugas Kyai
Di samping kita mengetahui beberapa kriteria atau ciri-ciri seorang
kyai diatas, adapun tugas dan kewajiban kyai yaitu sebagai berikut:
Menurut Hamdan Rasyid bahwa kyai mempunyai tugas di
antaranya adalah:
Pertama, Melaksanakan tablikh dan dakwah untuk membimbing
umat. Kyai mempunyai kewajiban mengajar, mendidik dan membimbing
umat manusia agar menjadi orang-orang yang beriman dan melaksanakan
ajaran Islam.
Kedua, Melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar. Seorang kyai
harus melaksanakan amar ma`ruf dan nahi munkar, baik kepada rakyat
kebanyakan (umat) maupun kepada para pejabat dan penguasa Negara
(umara), terutama kepada para pemimpin, karena sikap dan perilaku
mereka banyak berpengaruh terhadap masyarakat.
Ketiga, Memberikan contoh dan teladan yang baik kepada
masyarakat. Para kyai harus konsekwen dalam melaksanakan ajaran Islam
untuk diri mereka sendiri maupun keluarga, saudara-saudara, dan sanak
familinya. Salah satu penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah SAW,
adalah karena beliau dapat dijadikan teladan bagi umatnya. Sebagaimana
difirmankan dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
: ( 21) األحزاب
22
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu”.(QS. Al-Ahzab: 21).11
Keempat, Memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap
berbagai macam ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-
Sunnah. Para kyai harus menjelaskan hal-hal tersebut agar dapat dijadikan
pedoman dan rujukan dalam menjalani kehidupan.
Kelima, Memberikan Solusi bagi persoalan-persoalan umat. Kyai
harus bisa memberi keputusan terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi masyarakat secara adil berdasarkan al-Qur`an dan al-Sunnah.
Keenam, Membentuk orientasi kehidupan masyarakat yang
bermoral dan berbudi luhur. Dengan demikian, nilai-nilai agama Islam
dapat terinternalisasi ke dalam jiwa mereka, yang pada akhirnya mereka
memiliki watak mandiri, karakter yang kuat dan terpuji, ketaatan dalam
beragama, kedisiplinan dalam beribadah, serta menghormati sesama
manusia. Jika masyarakat telah memiliki orientasi kehidupan yang
bermoral, maka mereka akan mampu memfilter infiltrasi budaya asing
dengan mengambil sisi positif dan membuang sisi negatif.
Ketujuh, Menjadi rahmat bagi seluruh alam terutama pada masa-
masa kritis seperti ketika terjadi ketidak adilan, pelanggaran terhadap Hak-
hak asasi manusia (HAM), bencana yang melanda manusia, perampokan,
pencurian yang terjadi dimana-mana, pembunuhan, sehingga umatpun
merasa diayomi, tenang, tenteram, bahagia, dan sejahtera di bawah
bimbingannya.12
4. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan membicarkan tentang bagaimana seorang itu
berproses menjadi pemimpin. Sebenarnya tidak ada kesatuan pandangan
teori lahirnya seorang pemimpin. Masing-masing ahli berbeda dalam
memandang lahirnya seorang pemimpin. Dalam hal ini ada enam macam
11
Departemen Agama RI, h. 670. 12
Hamdan Rasyid, h. 22.
23
teori kepemimpinan, yaitu : 1). Teori kelebihan, 2). Teori sifat, 3). Teori
Keturunan, 4). Teori charisma, 5). Teori bakat, 6). Teori sosial.13
Teori kelebihan membangun asumsi dasarnya seorang menjadi
pemimipin karena memiliki kelebihan-kelebihan dibanding yang lain atau
para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin mencakup nominal tiga kelebihan yaitu ; kelebihan
ratio, kelebihan rohaniah dan kelebihan badaniah.
Teori sifat hampir sama dengan teori kelebihan menyatakan bahwa
seorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat
yang lebih daripada yang dipimpin. Teori ini juga mensyaratkan adanya
tiga kelebihan diatas. Tetapi seorang pemimpin juga dituntut untuk
memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat menjadi
pengikut yang baik, dan memberikan dukungan kepada pemimpinya.
Sifat-sifat kepemimpinan secara umun harus memiliki seperti sikap
melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik,
enerjik, persuasif, komunikatif dan kreatif.
Teori keturunan atau juga disebut teori pembawa lahir, atau ada
juga yang menyebut teori genetic yang menyatakan bahwa seorang
menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan.
Teori karismatik menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin
karena orang tersebut memiliki karisma (pengaruh) yang sangat besar.
Karisma itu diperoleh dari kekuatan Tuhan. Dalam hal ini ada suatu
keyakinan bahwa orang tersebut merupakan pancaran dari Tuhan. Seorang
pemimpin karismatik sering dianggap memiliki kekuatan gaib
(supranatural power). Pemimpin yang karismatik biasanya mempunyai
daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.
Teori bakat menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena
ada bakat didalamnya. Bakat kepemimpinan seterusnya kemudian
dikembangkan sehingga mampu berkembang.
13 Anasom, Kyai Kepemimpinan & Patronase, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,
2002), h. 4-7.
24
Teori sosial yang beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat menjadi pemimpin asalkan orang tersebut diberi kesempatan untu
memimpin. Asumsi dari teori ini bahwa setiap orang bisa didik menjadi
seorang pemimpin, karena kepemimpinan pada dasarnya dapat dipelajari,
baik melalui pendidikan formal, maupun melalui praktek.
Dalam teori kepemimpinan diatas, salah satu teori tersebut adalah
teori karismatik. Karisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“karunia di inspirasi Ilahi” seperti kemampuan untuk melakukan mukjizat
atau memprediksi pristiwa-pristiwa di masa mendatang. Ahli sosiologi
Max Weber telah menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan sebuah
bentuk pengaruh yang disarkan bukan atas tradisi atau kewenangan namun
atas persepsi para pengikut bahwa kepada sang pemimpin tersebut telah
dikaruniai kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Karisma, terjadi
bilamana terjadi krisis sosial, yang pada krisis itu, seorang pemimpin
dengan kemampuan pribadi yang luar biasa tampil dengan sebuah visi
yang radikal yang member suatu pemecahan terhadap krisis tersebut, dan
pemimpin tersebut menarik perhatian para pengikut yang percaya pada visi
itu dan merasakan bahwa pemimpin tersebut sangat luar biasa.14
Ciri
utama prilaku pemimpin karismatik ; 1) menekankan kepada visi, 2).
Pemodelan prilaku, 3). Mengkomunikasikan harapan-harapan kinerja yang
tinggi.
Dalam hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkan kyai
pemimpin pondok pesantren itu memiliki potensi politik yang signifikan.
Factor-faktor yang dimaksud meliputi lima hal :
Pertama : ikatan tradisional, Ikatan tradisional antara kyai dan
intern pondok pesantren, dengan pemerintah dan lingkungan, sangat kuat
dan terpadu sehingga berpengaruh terhadap dinamika proses kehidupan di
desa. Ikatan batin yang terjalin antara elemen-elemen pondok pesantren
dengan lingkungan social yang dapat membentuk kekuatan social politik,
14
Ibid. h. 10-11.
25
sehingga ikatan tradisional tersebut mempunyai kekuatan untuk bersama-
sama merespon apa yang menjadi kehendak kyai.
Kedua, kemampuan intelektual, Kyai biasanya keunggulan
intelektual. Ia mampu mengeliminasi anasir-anasir buruk yang
mengancam eksistensi diri dan lembaganya dan mampu memanfaatkan
loyalitas keagamaan masyarakat dengan karismanya.
Ketiga, hubungan, Dalam persepektif sosiologi, kyai dipandang
sebgai sosok yang bersetatus tinggi, terhormat dan disegano oleh
masyarakat. Di atas kesamaan keyakinan dan nilai-nilai, kyai dapat
membangun pola-pola interaksi dan hubungan antara pondok pesantren
dengan masyarakat pedesaan.
Keempat, kemampuan mobilisasi, Retorika kyai dengan daya
memimpin karismatik yang didukung oleh otoritas moral dan keagamaan
mampu memobilisasi masyarakat untuk kepentingan social, termasuk
untuk kepentingan politik praktis.
Kelima, kekuatan katalisasi, Pesan-pesan kyai pondok pesantren di
dalam bidang agama, pendidikan dan kemasyarakatan diberikan dalam
rangka mewujudkan kemaslahatan umum.15
B. Spiritual
1. Pengertian Pengalaman Spiritual
Spiritual merupakan esensi dari sebuah ilmu seni, filsafat, agama
dan sastra. Semua berasal darinya, karena itu sifat sepiritulitas adalah
merupakan basis dari semua pengetahuan. Apabila seseorang mereduksi
asal-usul ilmu kedokteran, matematika, kimia, fisika, biologi, maupun
ilmu-ilmu lainya, yang saat ini berkembang menjadi ilmu murni. Maka dia
akan menemukan bahwasanya semua bersumber dari intuisi. Masyarakat
luas sering berfikir dan terjebak pada pemahaman bahwa kaum penganut
spiritual adalah merupakan seseorang pemimpin, orang yang bertindak
praktis, orang yang tidak memiliki perangkat pengetahuan.
15
H. Abdurrahman Mas`ud, h. 120-123.
26
Hal ini desebabkan tidak semua orang mengetahui bagian-bagian
Ilahi dari gerak hati yang merealisasikan kehendak sang Ilahi. Walaupun
gerak hati sepanjang hidup manusia berasal dari dalam batin, mengetahui
hal tersebutlah, yang membuat gerak lanngkahnya bersifat Ilahi. Oleh
karena itu mistifikasi tasawuf erat sekali hubunganya dengan kajian
pengalaman keagamaan yang mempunyai karakteristik spiritualitas,
sehingga sepiritualitas akan mempertanyakan bentuk pada prilaku dan
gerak hati tersebut, sebagai sebuah ekspresi jiwa (soul) dari makhluk
Tuhan paling mulia yang bernama manusia.
Pengalaman spiritual bisa juga disebut sebagai pengalaman
keagamaan. Istilah “spiritual” ini berasal dari bahasa Inggris “Spiritual”
latin, spiritual dari spiritus (ruh) yang berarti immaterial tidak jasmani,
terdiri dari ruh. Mengacu kemampuan lebih tinggi (mental, intelektual,
estetik religius), dan nilai-nilai pikiran. Spiritual juga harus mengacu pada
nilai-nilai kemanusiaan yang non material, seperti keindahan, kebaikan,
kebenaran, kecintaan, belas kasih, dan kesucian. Terasa kepekaan pada
perasaan dan emosi-emosi religius yang estetik.16
Adapun subyek materi spiritual itu sendiri adalah perhatian khusu
terhadap alam “keabadian” sekaligus bahan komparasi dalam konteks
yang global terhadap fenomena kekinian. Spiritual juga menjadi suatu
penanda uneversalitas dalam hal mencari petunjuk , dan arti sebagai
pembatas tingkatanya untuk memahami spiritualitas. Pertama, spiritual
sebagai pengalaman hidup praxis, dalam sebuah agama dianggap sebagai
kepatuhan terhadap kepercayaan yang diyakininya. Kedua, spiritual
sebagai sebuah pembelajaran yang menanamkan dan mengembangkan hal-
hal yang bersifat praxis tersebut sekaligus sebagai petunjuk hidup. Ketiga,
spiritual sebagai sesuatu yang sistematik.17
Makna sesungguhnya dari kehidupan spiritual bukan hanya hidup
dengan badan, tetapi hidup dengan hati, dengan jiwa. Lantas, mengapa
16
M. Faizin, Perjalanan Spiritual Prof. DR. Amin Syukur, MA, (Studi Kasus
Penyembuhan Penyakit dengan Terapi Sufistik), Ushuluddin,2008, h. 18. 17
Ibid, h. 19.
27
orang biasa tidak menjalani kehidupan spiritual jika ia memiliki hati dan
jiwa, Sebab hatinya belum manyadarinya, ia belum menyadari jiwanya.
Bangunan spiritual adalah elemen yang sangat penting dan
mendasar. Ia menjadi fondasi makna kehidupan. Tanpa bangunan spiritual
yang kokoh, kehidupan seseorang menjadi hampa, kosong limbung,
bahkan bagaikan terpenjara. Ia menghabiskan waktu dengan sia-sia tanpa
makna.18
Hujjatul islam, Abu Hamid Muhammad ibn Ahmad ibn
Muhammad al-ghozali, dalam kitabnya, Ihya` ulumuddin menjelaskan,
bahwa kesadaran manusia terletak pada hatinya. Lebih lanjut, hati manusia
itu memiliki dua macam kesadaran, yaitu alam empiris (alam syahadah)
dan kesadaran alam metafisis (alam malakut). Pada alam empiris, hati
manusia mampu merespon semua informasi yang diberikan oleh panca
indra (al-khawwas). Sedangkan pada alam malakut, hati manusia
bergabung lansung dengan lauh mahfudz dan alam malaikat, baik melalui
ilham maupun mimpi.19
Spiritual berasal dari dalam, hasil dari pengenalan, penyadaran, dan
penghormatan serta spiritual dapat didefinisikan menjadi tujuh bagian :
Berserah Diri, Kasih, Tak Terbatas, Pikiran Kosong, Murah Hati,
Keterhubungan, dan Ceria20
. Ini menunjukkan bahwa spiritual tidak
terbatas pada agama apapun.
Spirit adalah jiwa Tuhan dalam diri kita dan apapun yang menarik
pikiran keluar bersifat tidak sepiritual dan apapun yang menarik pikiran
kedalam bersifat spiritual. Kunci pemahaman spiritualitas adalah konsep
tentang dunia lahir dan batin ini satu dunia, namun dua aspek unik
keberadaan manusia.
18
Priyatno H. Martokoesomo, Spritual Thinking, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, cet. I,
2000), h. 19
Prof. DR. H.M. Amin Syukur, MA, Sufi Healing ( Terapi dalam Literatur Tasawuf ) 20
Wayne W. Dyer, Ada Jalan Spiritual Bagi Setiap Masalah, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005). h. 19.
28
2. Langkah-langkah Menuju Spiritual
Adapun langkah-langkah menuju pengalaman spiritual sebagai
berikut :
a. Pengenalan
Mungkin sepertinya sudah jelas bahwa seseorang harus
pertama-tama mengenali sesuatu sebelum menerapkannya, tapi hal itu
sebenarnya merupakan langkah yang paling sulit dalam bergerak
menuju penerangan spiritual.
Untuk bisa mengenali keberadaan kekuatan tak kasat mata
yang bisa digunakan dalam memecahkan masalah, kita harus
melepaskan diri dari banyak hal yang telah ditanamkan dalam diri kita
sejak sejak kecil. Pernah terpikirkah oleh anda keterbatasan yang kita
alami ketika kita mengenali diri sendiri hanya sebagai raga fisik dalam
keadaan materil?
Sebagia contoh, percayakah anda bahwa hannya ada satu
macam kekuatan atau pengetahuan, yang mengandalkan kemampuan
indrawi atau intelektual anda untuk memecahkan masalah?
Kebanyakan dari kita telah diajari bahwa hal itu benar dan bahwa
semua informasi yang telah kita peroleh merupakan jumlah seluruh
pilihan yang tersedia bagi kita. Hal itu merupakan sikap hasil
pengkondisian yang membuat kita tidak mengenali hubungan Illahi
kita dengan pemecahan masalah spiritual.
Dalam kondisi tidak mengenal itu, kita percaya bahwa obat-
obatan, ramuan jamu, operasi, dan dokter bertanggung jawab atas
semua penyembuhan, atau bahwa untuk memperbaiki kondisi
keuangan seseorang hanya diperlukan kerja keras, belajar,melakukan
wawancara, dan mengirimkan resum. Pada intinya, tak adanya
pengenalan membuat kita percaya bahwa pengetahuan kita terbatas
pada fenomena jenis tertentu, yang bisa kita jelaskan melalui fungsi-
fungsi indrawi kita.
29
b. Penyadaran
Kita menemukan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan
penyadaran mempunyai tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada yang
diperoleh dari penalaran.
Ini bukanlah penalaran. Dalam langkah ini,kita melewati tahap
pengenalan kehadiran spiritual dan memasuki fase penyadaran dimana
yang kita percayai hannyalah pengalaman pribadi kita. Kita menjadi
seorang petualang dalam daerah yang belum pernah terjamah yang
hanya dihuni oleh kita. Disini hanya anda yang bisa mengukuhkan
penglaman anda.
Hasrat kita untuk menyadari kehadiran itu merupakan bagian
integral dari dinamika pencipta kehidupan yang tidak bisa dijelaskan.
Ketika kita aktif bermeditasi, memusatkan pikiran pada sosok spiritual
pilihan kita atau bahkan sebuah pribadi, berarti kita mengungkapkan
hasrat kita dengan mengundang kehadiran itu supaya bisa kita capai.
c. Penghormatan
Penghormatan “berinteraksi dalam hening dengan kekuatan
spiritual adalah cara kita untuk menyatu dengan-Nya”.
Langkah ketiga, penghormatan, dengan cepat dicapai oleh
sebagian orang, sementara untuk yang lain pencapaian hal itu bisa
menghabiskan waktu yang lama. Berinterkasi dalam hening dengan
kekuatan spiritual dan menyatu denganNYA berarti tidak ada perasan
terpisah. Kita mengetahui keIlahian kita dan berinteraksi dengan
bagian dari Tuhan, kita berada dalam kondisi menghormati semua jati
diri kita. Tidak ada keraguan tentang keIlahian kita.21
Sebagai tambahan, Asnawi mengutip sebuah hadist berikut :
“Sholat adalah tiang Agama. Mereka yang mendirikan sholat, berarti
dia telah menegakan agama, dan barang siapa yang meninggalkan
sholat, berarti dia telah menghancurkan agama”, dia membandingkan
21
Wayne W. Dyer, Ada Jalan Spiritual Bagi Setiap Masalah, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005). h. 5-9.
30
sholat lima waktu dengan mandi lima kali dalam sebuah sungai yang
akan menghasilkan kebersihan baik secara fisik maupun spiritual: Nabi
telah bersabda kepada para shabat, “Sesungguhnya, jika sungai yang
bersih dilingkunganmu digunakan untuk mandi lima kali dalam sehari,
apakah akan tertinggal kotoran ditubuhmu?”, Mereka menjawab maka
tentulah tidak ada sedikit pun yang tertinggal. Nabi melanjutkan, “itu
adalah perumpamaan sholat lima waktu, Allah akan membersihkan
dari segala kotoran.” Untuk menjelaskan hadis tersebut, Asnawi
mengingatkan kaum muslim supaya mereka beserta anak-anak mereka
selalu menunaikan sholat lima waktu. Tanpa mengerjakan sholat kaum
muslimin akan merugi, sementara masjid-masji, rumah-rumah Allah,
dan tempat-tempat yang paling mulia dimuka bumi ini akan hampa,
padahal Allah telah memerintahkan mereka untuk memakmurkan
tempat suci ini sebagaimana firman-Nya, yang memakmurkan masjid
Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat,dan tidak
takut kepada siapapun selain Allah.22
3. Ciri-ciri Orang yang Mengalami Pengalaman Spiritual
Mereka yang menjalani kehidupan spiritual harus mengadopsi
bentuk kehidupan lahiriah tertentu diantaranya berbagai jenis orang yang
ada. Dikenal lima cara-cara prinsip yang doadopsi jiwa spiritual dalam
menghadapi kehidupan dunia, meski banyak cara yang lain. Kerap terjadi
mereka menemukan bentuk kehidupan spiritual tidak seperti yang pernah
dibanyangkan orang pada saat mereka menjalani kehidupan spiritual.
Karana alasan inilah para bijak disetiap zaman menghormati setiap orang
seperti apapun karakter orang luar tersebut dan menasehati manusia untuk
berfikir siapa yang berada dibalik pakaian dan apa itu.
Diantara lima karakter utama manusia spiritual, pertama adalah,
karakter orang religius. Yakni berperan sebagai seorang yang menjalani
22
Abdurrahman Mas`ud,M.A, Intelektual Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2004), h. 185-
186.
31
kehidupan religius, kehidupan ortodoks, seperti orang pada umumnya dari
luar tidak menunjukkan tanda-tanda memiliki pengetahuan yang dalam
serta wawasan yang luas, meskipun ia menyadari hal tersebut dalam
dirinya.
Ciri yang kedua dari manusia spiritual ditemukan dalam pikiran
filosofis. Ia tidak menampakkan tanda-tanda ortodoksi atau kesalehan. Ia
bisa saja terlihat seperti orang pengusaha atau orang yang sibuk dengan
kehidupan dunia. Ia mengambil semua hal, menoleransi semua hal,
mempertahankan semua hal. Dengan pemahamanya, ia menjalani hidup
tanpa kesulitan. Ia memahami semuanya dengan batin ; (namun) secara
lahir ia bertindak menurut kebutuhan hisup. Tak seorangpun yang
menyangka kalau ia menjalani kehidupan spiritual. Bisa jadi ia menjalani
bisnis, meskipun pada saat bersamaam ia telah mencapai realitas tentang
Tuhan dan kebenaran.
Ciri ketiga dari orang yang spiritual adalah menjadi pelayanan,
yang berbuat baik pada orang lain. Dengan cara seperti inilah para wali
tersembunyi dari penampakan kewalianya. Mereka tidak pernah
membicarakan spiritualitas, atau kehidupan filosofis. Filsafat dan agama
terkandung dalam tindakan yang mereka lakukan. Cinta memancar dari
hati mereka dalam setiap saat, mereka melakukan perbuatan baik kepada
orang lain. Mereka selalu menganggap orang yang dekat dengan mereka
sebagai saudara atau anak, memperhatikan kesenangan atau duka cita
mereka.
Jenis yang keempat adalah, mistikus. Jenis yang sulit dipahami,
karena seorang mistikus dilahirkan. Mistisisme bukanlah sesuatu yang
dipelajari, tetapi merupakan jenis yang tempramen. Seorang mistikus
menghadapakan wajahnya keutara sementara ia (sebenarnya) menatap
keselatan .
Jenis kelima seorang yang menjalani kehidupan spiritual menucul
sebagai orang yang aneh, sebuah bentuk yang dapat dipahami oleh sedikit
orang. Ia menggunakan topeng keluguan secara lahiriah. Sehingga orang
32
yang tidak mengerti akan melihatnya sebagai orang yang tidak seimbang
dan aneh. Ia sesungguhnya tidak seperti yang tampak dari luar.23
Tidak ada batasan harus seperti apa jiwa spiritual menampakkan
dirinya di dunia ini, namun pada saat yang sama tidak ada cara yang lebih
baik dalam menjalani kehidupan dunia atau kehidupan spiritual selain
menjadi diri sendiri. Apapun jenis profesi, tugas atau bagian dari
kehidupan dunia, jalankanlah dengan setia dan kesungguhan, jalankanlah
misi di dunia dengan seksama, seraya, pada saat yang sama,
mempertahankan realitas spiritual dalam kehidupan duniawi, apa pun
pekerrjaanya, harus mencerminkan realisasi batin kebenaran.
Ada juga beberapa ciri-ciri orang yang mengalamai pengalaman
spiritual :
a. Merasa dikontrol oleh sesuatu diluar diri.
b. Merasa memasuki alam kehidupan yang lain.
c. Merasakan kehadiran makhluk adialami.
d. Merasakan hilangnya kesadaran akan wakktu.
e. Merasakan kedamaian, kenyamanan atau ketenangan pikiran atau hati
yang luar biasa.24
C. Al-Asma` al-Husna
1. Pengertian al-Asma` al-Husna
Al-Asma` Al-Husna adalah nama keagungan (bagi Tuhan), berbuat
baik pada siapapun semata-mata untuk meluhurkan Tuhan.25
Kata al-asma adalah bentuk jamak dari kata al-Ism yang biasa
diterjemahkan dengan “nama”. Ia berakar dari kata assumu yang berarti
ketinggian, atau assimah yang berarti tanda. Memang nama merupakan
tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. 26
23
Hazrat Inayat Khan, Kehidupan Spiritulal (Tiga Esai Tentang kehidupan Ruhani),
(Yogyakarta : Putaka Sufi, 2002), h. 41-46. 24
Danah Zohar dan Lan Marsal, SQ, (Jakarta : Mizan, 2002), h. 88. 25
Wayne W. Dyer, h. 53. 26
. M. Quraish Sihab. Menyingkap Tabir Illahi, (Ciputat : Lentera Hati, Cet ke IV),
xxxvi.
33
Kata al husna adalah bentuk muanats/feminin dari kata ahsan yang
berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk
super latif ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja baik,
tetapi juga yang terbaik bila dibandingkan dengan yang baik lainnya,
apakah yang baik dari selainnya itu wajar disandangnya atau tidak. Sifat
pengasih misalnya adalah baik. Ia dapat disandang oleh mahluk/manusia,
tetapi karena bagi Allah nama yang terbaik, maka pastilah sifat kasih-Nya
melebihi sifat kasih mahluk, dalam kapasitas kasih maupun substansinya.
Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik di sandang oleh
manusia, namun sifat ini tidak wajar di sandang oleh Allah kerena
keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani,
sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan
sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Kesempurnaan manusia adalah
jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini, tidak
mungkin di sandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya unsur
kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping menunjukkan kebutuhan,
sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya. 27
Demikianlah kata Husna menunjukkan bahwa nama-Nya adalah
nama-nama yang amat sempurna, tidak sedikitpun tercemar oleh
kekurangan
2. 99 Asma` Allah SWT
Nama-nama Allah itu yakni :28
27
Ibid. xxxvi 28
Ibid. xI-xIi
34
1. Allah
2. Ar-rahman
3. Ar-rahim
4. Al-malik
5. Al- qudus
6. As-salam
7. Al-mu’min
8. Al-muhaimin
9. Al- aziz
10. Al-jabbar
11. Al-mutakabbir
12. Al-khaliq
13. Al- bari’
14. Al-mushawwir
15. Al-ghafar
16. Al-qahhar
17. Al-wahhab
18. Ar-razzaq
19. Al-fattah
20. Al-alim
21. Al-qabith
22. Al-basith
23. Al-khafidh
24. Ar-rafi’
25. Al-muiz
26. Al-Muzil
27. As-sami’
28. Al-bashir
29. Al-hakam
30. Al-adel
31. Al-lathif
32. Al-khabir
33. Al-halim
34. Al-azhim
35. Al-ghafur
36. As-syakur
37. Al-aliy
38. Al-kabir
39. Al-hafidz
40. Al-muqit
41. Al-hasib
42. Al-jalil
43. Al-karim
44. Ar-rakib
45. Al- mujib
46. Al- wasi’
47. Al-hakim
48. Al-wadud
49. Al-majid
50. Al- ba’ist
51. Asy-syahid
52. Al-haq
53. Al-wakil
54. Al-qawiy
55. Al-matin
56. Al waliy
57. Al-hamid
58. Al-muhsyiy
59. Al-mubdiu
60. Al-mu’id
61. Al-muhyiy
62. Al-mumit
63. Al-hay
64. Al-qayyum
65. Al-wajid
66. Al-majid
67. Al-wahid
68. Al-ahad
69. As-shamad
70. Al-qadir
71. Al-muqtadir
72. Al-muqaddim
73. Al-muakhir
74. Al-awwal
75. Al-akhir
76. Al-zahir
77. Al-bathin
78. Al-waliy
79. Al-muta’al
80. Al-barr
81. Al-tawwab
82. Al-muntaqim
83. Al-afuw
84. Ar-rauf
85. Malikalmulk,
86. Zuljalal
Wal ikram
87. Al-muqsith
88. Al-lami’
89. Al-ghaniy
90. Al-mughniy
91. Al-mani’
92. Al-dhar
35
93. An-nafi’
94. An-nur
95. Al-hadiy
96. Al-badi’
97. Al-baqiy
98. Al-warist
99. Ar-rasyid
100. As-shabur
Diterangkan dalam tafsir al-Misbah, bahwasanya Fakhruddin
Arrozi menerangkan dalam tafsirnya mengklasifikasikan nama-nama
Allah dalam beberapa kategori, diantaranya :
Nama yang boleh juga disandang oleh makhluk (tetntunya dengan
kapasitas dan substansial yang berbeda), seperti Karim, Rahim, Aziz,
Latif, Kabir, Khaliq. Sedangkan nama yang tidak boleh disandang oleh
makhluk, yakni “Allah” dan “Ar-Rohman”.29
Dalam buku Menyingkap Tabir Illahi karangan M. Qursh sihab
menjelaskan bahwasanya nama-nama Allah terbagi beberapa Katagori,
yaitu :
Pertama; a) nama yang juga di sandang oleh makhluk (tetapi
tentunya dengan kapasitas dan substansi yang berbeda) seperti “Karim,
Rahim, Aziz, Lathif, Kabir, Khaliq, dan b) nama yang tidak boleh di
sandang makhluk, yakni Allah dan Ar-Rahman. Bagian pertamapun bila di
sertai dengan bentuk superlatif, atau kalimat tertentu, maka ia tidak boleh
di sandang kecuali oleh Allah, seperti misalnya: Arhamur Rahimin (Yang
sebesar-besar pengasih), Akramul Akramin (Yang paling mulia kemuliaan-
Nya), Khaliqus Samawati Wal Ardh (Pencipta langit dan bumi).
Kedua; nama-nama yang boleh disebut sendiri seperti Allah,
Rahman Rahim, Karim dan sebagainya, ada juga yang tidak boleh disebut
kecuali berangkai. Tidak boleh menyebut “Mumit” (Yang mematikan)
atau “Ad-Dhar” (Yang menimpakan mudharrat) saja, tetapi harus
berangkai dengan Muhyi sehingga diucapkan “Muhyi Wa Mumit” ( Yang
29
M. Quraish Sihab.Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur`an ,
(Ciputat: Lentera Hati, Cet ke IV), h. 309.
36
menghidupkan dan yang mematikan ) dan “Ya Dhar, Ya Nafi’” ( Wahai
Yang menimpakan mudharrat dan menganugerahkan manfaat ).30
Dalam hal ini peneliti ingin menjabarkan beberapa uraian sedikit
tentang, makna nama-nama Allah diatas.
Semisal kata Allah, Allah adalah nama Tuhan yang paling
populer. Para ulama` berbeda pendapat menyangkut lafal mulia ini, apakah
ia termasuk Asma` AlHusna atau tidak. Yang tidak memasukanya
beralasan bahwa Asma` AlHusna adalah nama / sifat Allah. Bukankah
yang maha Mulia itu sendiri mneyatakan dalam kitab-Nya, bahwa
“Walillahi Asmaul Husna/ Milik Allah nama-nama yang terindah”?,
karena Asmaul Husna nama / sifat Allah, maka tentu saja kata “Allah”
bukan termasuk didalamnya. Tetapi ulama` lain berpendapat bahwa kata
tersebut sedemikian Agung, bahkan yang teragung, sehingga, tidaklah
wajar jika ia tidak termasuk Asma` AlHusna. Tidak ada halangan menurut
mereka manjadikan lafal “Allah” sebagai salah satu dari Asma` AlHusna,
bukankah allah juga nama-Nya yang terindah? Bahkan apabila Anda
berkata “Allah”, maka apa yang Anda ucapkan itu telah mencakup semua
nama-Nya yang lain.31
Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua nama Allah yang amat
dominan, karena kedua nama inilah yang ditempatkan menyusul
penyebutan nama Allah. Ini pula agaknya, yang menjadi sebab sehingga
Nabi Saw melukiskan setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan
Bismillahirrahmanir Rahim adalah buntung, hilang berkatnya. Basmalah
yang diperintahkan itu mengandung dalam kalimatnya kedua nama
tersebut, dan dengan susunan penyebutan sifat Allah seperti dikemukakan
di atas32
.
Didalam Alqur’an kata Ar-Rahman terulang sebanyak 57 kali,
sedangkan Ar-Rahim sebanyak 95 kali.
30
M. Quraish Sihab. Menyingkap Tabir Illahi, (Ciputat : Lentera Hati, Cet ke IV), h. xIiii 31
Ibid . hlm. 3. 32
Ibid . hlm.15-16.
37
Banyak ulama berpendapat bahwa kata Ar-Rahman dan Ar-Rahim
keduanya terampil dari akar kata yang sama, yakni rahmat, tetapi ada juga
yang berpendapat bahwa kata Ra-Rahman tidak berakar kata, dan karena
itu pula – lanjut mereka-, orang-orang musyrik tidak mengenal siapa Ar-
Rahman. Ini terbukti dengan membaca firman-Nya:
: ( 66) الفرقان
“apabila diperintahkan kepada mereka sujudlah kepada Ar-
Rahman, mereka berkata / bertanya : siapakah Ar-Rahman itu ?
apakah kami bersujud kepada sesuatu yang engkau perintahkan
kepada kami ? perintah ini menambah mereka enggan /
menjauhkan diri dari keimanan” ( Q.s. Al-Furqan 25 : 60 ).
Banyak ulama yang berpendapat bahwa baik Ar-Rahman maupun
Ar-Rahim keduanya terambil dari akar kata “rahmat”, dengan alasan
bahwa “timbangan” kata tersebut dikenal dalam bahasa Arab. Rahman
setimbang dengan fa’lan dan rahim fa’il. Timbangan “fa’lan” biasanya
menunjukkan kepada kesempurnaan atau kesementaraan. Sedangkan
timbangan “fa’il” menunjuk kepada kesinambungan dan kemantapan. Itu
salah satu sebab, sehingga tidak ada bentuk jamak dari kata rahman,
karena kesempurnaannya itu.33
Dan tidak ada juga yang wajar dinamai
Rahman kecuali Allah SWT. Berbeda dengan kata Rahim, yang dapat
dijamak dengan Ruhama’, sebagaimana ia dapat menjadi sifat Allah dan
juga sifat makhluk. Dalam Al-qur’an kata “rahim” digunakan untuk
menunjuk sifat Rasul Muhammad Saw yang menaruh belas kasih yang
amat dalam terhadap ummatnya, sebagaimana bunyi Firman Allah:
: ( 121) التوبت
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
33
Ibid. hlm. 17
38
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min”. ( Q.s. At-
Taubah 9 : 128 ).
Setelah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, sifat Allah yang menyusul
keduanya adalah Al-Malik, yang secara umum diartikan raja atau
penguasa. Penempatan susunannya sepertiini sejalan dengan
penempatannya dalam sekian banyak ayat Al-qur’an, antara lain pada
surah Al-Fatihah dan Al-Hasyer. Rahmat yang dicurahkan kepada hamba-
hamba-Nya dan yang dilukiskan dengan kata Rahman disebabkan karena
dia –Rahim, memiliki sifat rahmat yang melekat pada diri-Nya. Tetapi
karena siapa yang memiliki sifat rahmat, belum tentu memiliki kekuasaan,
maka sifat keempat yang ditonjolkan untuk dibaca adalah sifat Malik,
yakni kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan.
Kata “Malik” terdiri dari huruf-huruf mim, lam dan kaf yang
rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata itu pada
mulanya berarti ikatan danpenguatan. Kata ini terulang did ala Al-qur’an
sebanyak lima kali.34
Al-Malik mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu
disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. “Malik” yang
biasa diterjemahkan dengan raja adalah “yang menguasai dan menangani
perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan” dan karena itu biasanya
kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatnya tidak
dapat menerima perintah dan larangan. Salah satu kata “Malik” dalam
Alqur’an adalah yang terdapat dalam surah An-Nas yakni, “Malikin naas”
( raja manusia ).
Dalam Alqur’an tanda-tanda kepemilikan kerajaan adalah
kehadiran banyak pihak kepada-Nya untuk bermohon agar dipenuhi
kebutuhannya atau untuk menyampaikan persoalan-persoalan besar agar
dapat tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu
melayani kebutuhan makhluknya. Firman-Nya;
34
Ibid. hlm. 27-28.
39
: ( 22) الرحمه
“setiap yang di langit dan di bumi bermohon kepada-Nya. Setiap
saat dia dalam kesibukan (memenuhi kebutuhan mereka) (Q.s. Ar-Rahman
55 : 29).
Kata “Malik” yang terulang dalam Alqur”an sebanyak lima kali
itu, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata “hak” dalam arti “pasti dan
sempurna”, yakni firman-Nya pada Q.s. Thaha 20 : 114 dan Al-Mukminun
23 : 122. Memang, kerajaan Allah adalah yang sempurna dan hak, sedang
raja atau kerajaan lainya tidak demikian. Kerajaan Allah mencakup
kerajaan langit dan bumi.
: ( 15) الزخرف
“Maha suci Allah yang milik-Nya kerajaan / kekuasaan langit dan
bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Di sisi-Nya
pengetahuan tentang kiamat dan hanya kepada-Nya kamu
dikembalikan” (Q.s. Az-Zukhruf 43 : 85).
“Al-Quddus” atau ada juga yang membacanya “Al-Quddus” adalah
kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa
mengemukakan dalam bukunya “Al-Asma’ AlHusna” bahwa ada yang
menyampaikan kepadanya bahwa kata “quddus” tidak terambil dari akar
kata berbahasa Arab, tetapi dari bahasa Suryani yang pada mulanya adalah
“Qadsy” dan diucapkan dalam doa “Qaddisy”, kemudian beralih ke
bahasa Arab menjadi ”Qaddus” atau “Quddus” pendapat ini tidak
didukung oleh banyak ulama, antara lain karena kata tersebut dapat
dibentuk dalam berbagai bentuk (kata kerja masa kini, lalu, perintah dan
lain- lain). Sedangkan menurut para pakar, satu kata yang dapat di bentuk
dengan berbagai bentuk maka ia adalah kata asli berbahasa arab.
Karena raja yang dikenal dalam kehidupan duniawi tidak luput dari
kesalahan, bahkan tidak jarang melakukan pengrusakan bahkan kekejaman
sesuai firman-Nya dalam Q.s. An-Naml 27:34;
40
: ( 34) النمل
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki satu negri (tidak
jarang) mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia
menjadi hina”. Maka disini –demikian juga dalam susunan penyebutannya
dalam Q.s. Al- Hasyr 59: 23 kata “Quddus” yang mengandung makna
kesucian itu disebut menyusul kata “malik” untuk menunjukkan
kesempurnaan kerajaan-Nya sekaligus menampik adanya kesalahan
pengrusakan atau kekejaman dari –Nya , karena kekuddusan –seperti tulis
Albiqa’iy dalam tafsirnya “Nazem Addurar” ,adalah “kesucian yang tidak
menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus
terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu”.35
Al-Mukmin terambil dari akar kata “amina”. Semua kata yang
terdiri dari huruf- huruf alif, mim, dan nun, mengandung arti
“pembenaran” dan “ketenangan hati”. Seperti antara lain “iman”,
“amanah” dan “aman”. Amanah adalah lawan dari khianat yang
melahirkan ketenangan batin, serta rasa aman karena adanya pembenaran
dan kepercayaan terhadap sesuatu; sedang iman adalah pembenaran hati
dan kepercayaan terhadap sesuatu.36
Agama mengajarkan bahwa amanat / kepercayaan adalah asas
keimanan, berdasarkan hadist, “(Tiada iman bagi yang tidak memiliki
amanah”. Selanjutnya amanah yang merupakan lawan dari khianat adalah
sendi utama interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan
kepercayaan itu melahirkan sakinah (ketenangan batin), selanjutnya ini
melahirkan keyakinan.
35
Ibid. hlm. 35-37. 36
Ibid. hlm. 48.
41
D. Hubungan Santri dan Kayi
1. Hubungan Santri dan Kyai dalam Mencari Ilmu
a. Hakikat Ilmu
Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim
laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas
pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangnkan cara yang bertingkah
laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang
berkata, “Ilmu yang paling utama adalah ilmu Hal dan perrbuatan yang
paling mulia adalah menjaga perilaku”, yang dimaksud ilmu hal ialah
agama Islam, sholat misalnya.
Setiap orang Islam diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan
dengan apa yang diperlukanya saat itu. Oleh karena setiap orang islam
harus mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya sholat, supaya
dapat melaksanakan kewajiban sholat dengan sempurna.
Setiap orang islam wajib mempelajari atau mengetahui rukun
maupun syarat amalan ibadah yang akan dikerjakanya untuk
memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi
perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah atau
perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah wasilah untuk
mengerjakan kewajiban agama maka, mempelajari ilmu agama itu
hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat, haji dan ilmu
tetang jual beli.
Ilmu itu sangat penting karena ia sebagai perantara (sarana)
untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan
terhormat disisi Allah, dan keuntungan abadi. Sebagaimana dikatakan
Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam Syairnya: “Belajarlah,
Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikan hari-harimu
untuk menambah ilmu, dan berenanglah dilautan ilmu yang
berguna”.37
37
Az-Zunairi Syaikh, Ta`limul Muta`alim, Mutiara Ilmu, (Surabaya : Cet. Pertama,
September 2009). h. 7.
42
Belajarlah ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang paling
unggul. Ilmu yang dapat membimbing dalam kebaikan dan taqwa,
ilmu harus paling untuk dipelajari. Dialah ilmu yang menunjukan pada
jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Ia laksana benteng yang dapat
menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu orang
yang ahli ilmu agama dan bersifat wara` lebih berat bagi setan dari
pada menggoda seribu orang ahli ibadah tapi bodoh.
b. Niat dalam Mencari Ilmu
Setiap pelajar menata niatnya ketika akan belajar. Karena niat
adalah pokok dari segala amal ibadah. Nabi bersabda, “Sesungguhnya
amal itu tergantung pada niatnya”. Hadis sahih.
Rosulullah saw bersabda, “Banyak perbuatan atau amal yang
tampak dalam bentuk amalan keduniaan, tapi karena didasari niat yang
baik (ikhlas) maka menjadi tergolong amal-amal akhirat. Sebaliknya
banyak amalan yang tergolong amalan akhirat, kemudian menjadi amal
dunia, karena didasari niat yang buruk (tidak ikhlas)”.38
Niat seorang pelajar dalam menuntut ilmu harus ikhlas
mengharap ridho Allah, mencari kebahagiaan di akhirat
menghilangkan kebodohan dirinya, dan orang lain menghidupkan
agama, dan melestarikan islam. Karena islam akan tetap lestari kalau
pemeluknya atau umatnya berilmu.
Zuhud dan taqwa tidak sah tanpa disertai ilmu. Syaikh
Burhanuddin menukil perkataan para ulama` berikut : “Orang yang
tekun beribadah tapi bodoh, bahayanya lebih besar dari pada orang
alim tapi durhaka. Keduanya adalah penyebab fitnah dikalangan umat,
yaitu bagi orang yang menjadikan mereka sebagai panutan dalam
urusan agama”.39
Dalam menuntut ilmu juga harus didasari niat untuk
mensyukuri nikat akal dan kesehatan badan. Jangan sampai terbesit
38
Ibid. Az-Zunairi Syaikh. h. 13. 39
Ibid. Az-Zunairi Syaikh. h. 14.
43
niat supaya dihormati masyarakat, untuk mendapatkan harta dunia,
atau agar mendapat kehormatan dihadapan pejabat atau lainya.
Hal itu perlu direnungkan oleh para penuntut ilmu, supaya ilmu
yang mereka cari dengan susah payah tidak sia-sia. Oleh karena itu
dalam mencari ilmu jangan punya niat untuk mencari dunia yang hina
dan fana ini. Seperti kata sebuah syair, “Dunia ini lebih sedikit dari
yang sedikit, orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling
hina. Dunia dan isinya sihir yang dapat menulikan dan membutakan,
mereka kebingungan tanpa petunjuk”.
c. Cara Memilih Ilmu, Guru dan Ketekunan
Para santri harus memilih ilmu pengetahuan yang paling baik
atau paling cocok dengan dirinya. Pertama-tama perlu dipelajari oleh
seorang santri adalah ilmu yang paling baik dan yang diperlukannya
dalam urusan agama pada saat itu. Kemudian baru ilmu-ilmu yang
diperlukannya pada masa yang akan datang.
Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-
sifat Allah berdasarkan dalil yang otentik. Karena imanya orang yang
taklid tanpa mengetahui dalilnya, sekalipun sah menurut dia, tetapi ia
berdosa.40
Para santri harus mempelajari ilmunya para ulama` salaf. Para
ulama` berkata, tetaplah kalian pada ilmunya para nabi (ilmu agama),
dan tinggalkanlah ilmu-ilmu yang baru. Tinggalkanlah ilmu debat
yang muncul setelah meninggalnya para ulama`. Sebab perdebatan
akan menjauhkan seseorang dari ilmu fiqih, menyia-nyiakan umur,
menimbulkan keresahan, dan permusuhan. Apabila umat Muhammah
saw sudah suka berbantah-bantahan diantara mereka, itulah tanda akan
datangnya hari kiamat. Tanda ilmu fiqih semakin menghilang.
Adapun cara memilih guru atau kyai carilah yang a`lim, yang
bersifat wara`, dan yang lebih tua. Sebagaiman Abu Hanifah memilih
kyai Hammad bin Abi Sulaiman,karena beliau (Hammad) mempunyai
40
Ibid. Az-Zunairi Syaikh. h. 19.
44
kreteria atau sifat-sifat tersebut. Maka Abu Hanifah mengaji ilmu
kepadanya.
Demikianlah hendaknya setiap pelajar seharusnya
bermusyawarah dengan orang a`lim ketika akan pergi menuntut ilmu
atau dalam segala urusan. Karena Allah Ta`ala menyuruh Nabi
Muhammad saw supaya bermusyawarah dalam segala urusan, padahal
tiada seorang pun yang lebih pandai dari Beliau. Dalam segala urusan,
beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat, bahkan dalam
urusan rumah tangga pun, beliau selalu bermusyawarah dengan
istrinya. Sayidina Ali ra berkata, “ Tak akan binasa orang yang mau
berunding”.
Dikatakan bahwa manusia itu ada tiga macam :
1) Orang yang benar-benar sempurna
2) Orang yang setengah sempurna
3) Orang yang tidak sempurna sama sekali.41
Adapun orang yang benar-benar sempurna ialah orang yang
pendapat-pendapatnya selalu benar dan mau bermusyawarah.
Sedangkan orang yang setengah sempurna ialah orang yang
pendapatnya benar, tapi tidak mau bermusyawarah. Dan orang yang
tidak sempurna sama sekali, ialah orang yang pendapatnya salah dan
tidak mau bermusyawarah. Imam Ja`far Sidik berkata pada Sufyan
Tsauri, “Musyawarahkan urusanmu kepada orang yang takut kepada
Allah”.
Ketahuilah, bahwa kesabaran dan ketabahan atau ketekunan
adalah pokok dari segala urusan. Tapi jarang sekali orang yang
mempunyai sifat-sifat tersebut, sebagaimana kata sebuah syair yang
artinya : “Setiap orang pasti mempunyai hasrat memperoleh
kedudukan atau martabat yang mulia, namun jarang sekali orang yang
mempunyai sifat sabar, tabah, tekun dan ulet”.42
41
Ibid. Az-Zunairi Syaikh. h. 21. 42
Ibid. Az-Zunairi Syaikh. h. 23.
45
Seorang santri tidak boleh menuruti keinginan hawa nafsunya.
Seperti kata sebuah syair, “Sesungguhnya hawa nafsu itu rendah
nilainya, barang siapa terkalahkan oleh hawa nafsunya berari ia
terkalahkan oleh kehinaan”.
Seharusnya santri harus tabah menghadapi ujian dan cobaan.
Sebab ada yang mengatakan bahwa gudang ilmu itu selalu diliputi
dengan cobaan dan ujian. Ali bin Abi Tholib ra, berkata, “Ketahuilah,
kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam perkara,
yaitu : cerdas. Semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau
bimbingan guru, dan waktu yang lama”.
d. Penghormatan Terhadap Ilmu dan Guru
Para pelajar atau santri tidak akan memperoleh ilmu dan tidak
akan dapat mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati dan guru.
Sayyidina Ali karamallahu Wajjah berkata, “ Aku adalah sahaya
(budak) orang yang mengajarku walau hanya satu huruf jika dia mau
silahkan menjualku, atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan
aku sebagai budaknya.” Ada sebuah Syair yang berbunyi, “ Tidak ada
hak yang lebih besar kecuali haknya guru. Ini wajib dipelihara oleh
setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar,
walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda
hormat padanya. Sebab guru yang mengajarmu satu huruf yang kamu
butuhkan dalam agama, Dia ibarat bapakmu dalam Agama”.43
Kisah yang berkembang dari satu kyai kepada kyai lainya ini
menunjukkan karakter dasar dari para santri, yakni mematuhi apa kata
kyai tanpa membantah dalam kondisi dan situasi apapun. Lagi pula,
tidak ada ruang untuk berargumentasi dalam hubungan personal antara
kyai dan santri yang selalu tampak dekat dan unik. Seorang, dalam
tradisi pesantren, harus meniru Nawawi, yang tidak menyukai pujian,
karena hanya Allah lah yang pantas untuk dipuja. Adalah kebiasaan
kyai bahwa dirinya menjadi seorang model peran yang rendah hati.
43
K. Hakim Lutfi, Futuhar Robbaniyyah, (Semarang : Toha Putra, 1994), h. 33.
46
Kyai dan santri harus meniru sosok ideal Nawawi dan Muridnya,
Muhammad Yusuf.44
Dalam tradisi pesantren, murid-murid disebut dengan santri.
Mereka harus mengikuti perintah-perintah religius kyai secara cermat,
menjalani masa belajar mereka termasuk menjauhkan diri dari
kesenangan fisik, melaksanakan apa pun yang diperintahkan kyai dan
taat kepadanya.45
Termasuk menghormati guru adalah hendaknya seorang murid
tidak berjalan didepanya, tidak duduk ditempatnya, dan tidak mulai
bicara padanya kecuali dengan ijinya. Hendaknya tidak banyak bicara
dihadapan guru. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau
bosen. Harus menjaga waktu, Jangan menjenguk pintunya, tapi
sebaliknya menungggu sampai beliau keluar.
Alhasil seorang santri harus mencari kerelaan hati guru,harus
menjahui hal-hal yang yang menyebabkan ia murka, mematuhi
perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama, karena tidak boleh
taat kepada makhluk untuk bermaksiat pada Allah. Termasuk
menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan orang-
orang yang ada hubungan kerabat dengannya. Oleh karena itu seorang
santri tidak boleh menyakiti hati gurunya, karena belajar dan ilmunya
tidak akan diberi berkah.46
2. Hubungan Santri dan Kyai dalam Pembinaan Spiritual
Dalam kehidupan pesantren, kehadiran seorang Kyai sangat
mempengaruhi dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam segi pendidikan
formal maupun non formal. Seorang Kyai pasti menginginkan santrinya
menjadi orang yang cerdas, unggul dan berakhlakul karimah, dalam stiap
pembelajaranya seorang kyai mengajarkan para santrinyna agar bisa lebih
Taqorrub pada Allah serta lebih baik lagi jika bisa mengajak santri-
santrinya bisa menyatukan segala aktivitasnya terhadap Allah.
44
Abdurrahman Mas`ud, M.A, Intelektual Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2004), h. 103. 45
Ibid. h. 104. 46
K. Hakim Lutfi, Futuhar Robbaniyah, h. 35-38.
47
Adapun proses mencari Tuhan berdasarkan ajaran tasawuf
mempunyai tiga tingkatan, yaitu Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Agar bisa
beriman dan bertaqwa, manusia harus mampu membersihkan kotoran yang
menyelimuti hatinya. Kotoran-kotoran yang ada didalam hati disebut
penyakit hati. Penyakit hati berupa sifat tercela, seperti suka marah, iri,
dengki, suka mencampuri urusan orang lain yang didalamnya tidak ada
kaitanya, kikir, serakah, atau tama`, fitnah, sombong, angkuh, dan sifat
jelek lainya.
Oleh sebab itu memerlukan sebuah peroses penggodokan untuk
mencapai suatu maqom (tingkatan) tertinggi. Dibawah ini peneliti akan
sedikit mencoba menguraikan proses menuju spiritual tersebut, yang
terkenal dengan istilah 3T (Takhalli, Tahalli dan Tajalli) jika seorang
santri bisa menjalankan itu semua pasti akan mengenal Allah lebih dekat
dan bahkan bisa mengalami pengalaman spiritual.
a. Takhalli
Takhalli atau penarikan diri. Sang hamba yang menginginkan
dirinya dengan Allah haruslah menarik diri dari segala sesuatu yang
mengalihkan perhatianya dari Allah. Takhalli merupakan segi filosofis
terberat, karena terdiri dari mawas diri, mengekang segala hawa nafsu
dan mengkosongkan hati dari segal-galanya yang bersifat
keduniawian, kecuali dari dzat yang dikasihi yaitu Allah SWT.47
Perlu diketahui bahwa maksiat batin itu pula yang menjadikan
penggerak maksiat lahir. Selama maksiat batin belum bisa dihilangkan,
maka maksiat lahir juga belum bisa dihilangkan. Yang dimaksud
dengan maksiat lahir adalah segala maksiat tercela yang dikerjakan
oleh anggota lahir. Sedangkan maksiat batin adalah segala sifat tercela
yang dilakukan oleh anggota batin dalam hal ini adalah hati, sehingga
mudah menerima nur Illahi, dan tersingkapnya tabir (hijab), yang
membatasi dirinya dengan Tuhan, dengan jalan yaitu : Menghayati
47
Drs. Jumantoro Totok, MA. Drs Munir Amin Samsul, M.Ag. Kamus Ilmu Tasawuf,
Sinar Grafika Offset, Cet, pertama, Juli 2005.h.232.
48
segala bentuk ibadah, Riyadhoh, Mencari waktu yang tepat dan
muhasabah (koreksi diri).48
Jika dihubungkan pemikiran dan metode KH. Ahmad Rifa`I
dengan konsep tasawuf masuk dalam ketegori metode tahalli yaitu
mengisi diri dari sifat-sifat yang terpuji (mahmudah). Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Musthofa Zahri bahwa metode dan
fase-fase yang harus dilalui untuk mencapai pengisian diri menuju jiwa
yang sehat yaitu melalui takhalli (membersihkan diri dari sifat-sifat
tercela), tahalli (mengisi diri dengan sifat-siaft terpuji), dan tajalli
(memperoleh kenyataan Tuhan).49
Penegasan Musthofa Zahri
didukung pula oleh Amin Syukur yang menyatakan dalam tasawuf
lewat amalan dan latihan kerohanian yang berat, maka hawa nafsu
manusia akan dapat dikuasai sepenuhnya.50
Adapun sifat-sifat yang
harus dihindari dan yang harus dikosongkan dalam hati agar tercapai
sifat Takhalli, yaitu : (Hubbut Dunya, Tama`, Ujub, Riya`, takabur,
Hasud, Sum`ah dll), jika ini semua bisa terhindari, maka akan
sendirinya hati kita akan naik tingkat menuju Tahalli.
b. Tahalli
Tahalli adalah berhias diri dengan sifat-sifat Allah SWT. Akan
tetapi, perhiasan paling sempurna dan paling murni bagi seorang
hamba adalah berhias dengan sifat-sifat penghambaan. Penghambaan
(Ubudiyah) adalah pengabdian penuh dengan sempurna yang sama
sekali tidak menampakkan tanda-tanda ketuhanan (Rabbaniyah).
Hamba yang berhias (tahalli) dengan penghambaan itu menempati
kekekalan dalam dirinya sendiri dan menjadi tiada dalam pengetahuan
Allah.51
48
Ibid. h. 233. 49
Musthofa Zahri, Kunci memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1995), h.
65. 50
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta : Pustaka (Anggota IKAPI),
2000), h. 16. 51
Drs. Totok Jumantoro, MA. Drs Munir Amin Samsul, M.Ag. Kamus Ilmu Tasawuf,
Sinar Grafika Offset, Cet, pertama, Juli 2005.h.227.
49
Maka dari itu ada beberapa cara untuk menghiasi diri kita
untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, diantaranya : (Zuhud,
Qona`ah, Sabar, Tawakkal,Mujahadah, Ridho, Syukur, Ikhlas dll).
c. Tajalli
Setelah seseorang melalui dua tahap tersebut maka tahap yang
ketiga adalah tajalli, seseorang hatinya terbebaskan dari tabir (hijab)
yaitu sifat-sifat kemanusiaan atau memperoleh nur yang selama ini
tersembunyi atau fana` segala selain Allah ketika Nampak (tajalli)
wajah-Nya.
Tajalli bermakna pencerahan atau penyingkapan. Suatu term
yang berkembang dikalangan sufisme sebagai sebuah penjelmaan,
perwujudan dari yang tunggal. Sebuah pemancaran cahaya batin,
penyingkapan rahasia Allah, dan pencerahan hamba-hamba saleh.
Tajalli adalah tersingkapnya tirai penyekap dari alam ghaib,
atau proses mendapat penerangan dari Nur ghaib, sebagai hasil dari
suatu meditasi. Dalam sufisme, proses tersingkapnya tirai dan
penerimaan nur ghaib yang merupakan anugrah dari Tuhan dan diluar
adikuasa manusia.
Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan : (tajalli Af`al,
Asma`, Sifat, dan Zat).52
Ibnu Arabi menyatakan bahwa tajalli Tuhan
ada dua bentuk, yaitu tajalli gaib atau dzati dan tajalli suhudi.53
Seseorang yang telah mencapai tajalli maka dia akan memperolah
ma`rifat yaitu, mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan dan peraturan-
peraturan-Nya tentang Tuhan. Ma`rifat merupakan pemberian Tuhan
bukan Usaha manusia. Manuisa merupakan ahwal tertinggi yang
datangnya sesuai atau sejalan dengan ketekunan, kerajinan kepatuahan
dan ketaatan seseorang.54
Jika para santri sanggup melaksankan itu
52
Ibid. h. 231. 53
Ibid. h. 230. 54
Amin Syukur, Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, (Semarang : LEMBOTA,
2002), h. 48.
50
semua maka insya Allah dirinya akan bisa menyatu pada Zat Allah
yang sesungguuhnya.
E. Seorang Kyai atau Guru dalam Membimbing Spiritual
Hubungan antara syaikh atau guru spiritual dan muridnya adalah
sebuah hubungan yang memiliki persoalan sangat kompleks dalam mantra
praktis Sufisme dan hannya dapat dipahami dalam konteks ini. Semua sufi
setuju bahwa memasuki sebuah jalan tanpa bimbingan seorang guru adalah
mustahil. Jika seseorang berfikir bahwa dia bisa melakukanya, berarti ia telah
tersesat jalan. Alasan utama bagi pentingnya seorang guru spiritual yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi adalah bahwa jalan itu tidak dikenal sebelum dilewati,
dan seorang tidak mungkin bisa mempersiapakan dirinya sendiri untuk
menghadapi berbagai bahaya dan perangkap yang menghadang dijalan itu.
Tidak dapat diketahuinya jalan itu kembali pada tak dapat diketahuinya
Tuhan.55
Jalan yang dapat diketahui adalah jalan yang diajarkan melalui wahyu.
Menempuh jalan itu hanya mungkin melalui petunjuk-Nya. Walaupun jalan
yang lapang dan mudah dari syari`ah bisa dilalui oleh semua orang, tetapi
jalan yang sempit dan berliku dari Thariqoh memerlukan kualifikasi-
kualifikasi yang khusus bagi para pencari dan orang yang menunjukkan jalan
itu. Alasan penting kedua bagi pentingnya seorang guru adalah prinsip yang
ditunujukkan dalam ayat al-Qur`an;
: ( 112) البقرة
“Masukilah rumah dengan pintu-pintunya” (2:189).
Pintu untuk mengetahui hal-hal yang tak tampak sudah lama
ditunjukan Tuhan dan nabi-Nya, dan hanya pewaris Nabi, yang ditunjukkan
55
William C. Chittick, Pengetahuan Spiritual, (Yogyakarta : Penerbit QALAM, 2001), h.
79.
51
oleh silsilah atau “rantai trans misi” dari berbagai orde sufi, diyariatkan bisa
membuka pintu-pintu itu bagi orang lain. Setiap upaya untuk memasuki rumah
ini oleh orang lain tanpa melalui pintunya berarti mempersantasikan
kekurangajaran yang tak terkirakan kepada Tuhan dan Nabi-Nya.
Bahkan pada zaman Ibn al-Arabi ada banyak orang yang mengeklaim
menjadi para guru sufi tanpa memiliki kualifikasi-kualifikasi yang tepat.
Seringkali diantara orang-orang ini adalah para salik yang memulai dengan
maksud-maksud baik, tetapi kemudian dibimbing selangkah demi selangkah
melalui penipuan. Dengan kata lain, Tuhan akan tetap menunjukkan dukungan
kepada mereka meskipun mengingkari kesepakatan itu. Alih-alih bertindak
seseuai dengan peraturan-peraturan kesopanan dalam setiap maqam dan
mentaati seluruh peraturan hukum, mereka malah secara bertahap
memberanikan diri mereka menuju titik pertimbangan diri melalui persoalan-
persoalan ini, yang menurut anggapan mereka suatu bagi orang kebanyakan.56
Para Syaikh adalah orang-orang yang mulia, dan kedekatan dengan
mereka adalah petunjuk serta memperkuat diri dalam Tuhan. Mereka adalah
pewaris para rasul, sehingga kata-kata mereka berasal dari Tuhan. Jangan
engkau meminta petunjuk dari orang yang tidak lagi memperhatikan syari`at,
sekalipun ia membawa kabar dari Tuhan.57
Dalam hubungan dengan orang-orang yang mengenal Tuhan, para
Syaikh berperan sebagaimana halnya para ahli fisika yang hanya mengetahui
ilmu-ilmu alam. Seorang ahli fisika hanya memilki pengetahuan tentang alam
sebatas apa yang dapat ditangkap oleh jasad, sementara orang yang telah
mengenal Tuhan pengetahuanya tentang alam bersifat tak terbatas, sekalipun
ia bukan seorang ahli fisika, seorang Syaikh dapat memainkan peran
keduanya.58
Sekalipun demikian, pengatahuan seorang syaikh akan Tuhan meliputi
hal-hal sebagai berikut : Dia memiliki ilmu tentang sumber-sumber serta asal-
usul perbuatan manusia. Dia memiliki ilmu yang berasal dari dorongan
56
Ibid, h. 80. 57
Ibid, h. 81. 58
Ibid, h. 82.
52
pikiran, baik yang terpuji maupun yang tercela, dan seorang akan tertipu
olehnya manakala suatu perbuatan tercela terbungkus pada perrbuatan yang
terpuji. Dia mengetahui nafas, keinginan dan apa yang ada pada dirinya
dimana kebaikan menjadi sebab keridhoan Tuhan, sedangkan kejahatan
menjadi sebab bagi murka-Nya.
Dalam Risalah Qusyairiyyah, al-Imam al-junaidi berkata, “Kata Nabi
Musa ingin bersama Nabi Khidir, Nabi Musa diharuskan menjaga syarat sopan
santun yang telah disepakati denganya. Syarat ini berkaitan dengan
permintaan ijin Musa untuk diperbolehkan bersahabat dengan Nabi Khidir,
kemudian Nabi Khidir memberikan Syarat kepada Nabi Musa agar tidak
menentang atau memprotes keputusanya. Kemudian ketika Nabi Musa tidak
menepati peraturan Nabi Khidir yang pertama dan kedua, kekeliruan Nabi
Musa ini dimaafkan. Akan tetapi, ketika pelanggaran itu sampai yang ketiga
kalinya, tiga adalah merupakan batas terakhir, maka Nabi Khidir memutuskan
untuk berpisah kepadanya, seraya mengatakan :
: ( 81) الكهف
`inilah perpisahan antara aku denganmu`, (QS. Al-Kahfi : 78)”.59
Ahmad bin Yahya Al-Abiwardi, berkata, “Barang siapa yang diridhoi
gurunya, maka dimasa hidupnya tidak dibalas kejelekan oleh Allah agar rasa
hormat kepada gurunya tidak hilang. Ketika guru itu sudah meninggal, Allah
menampakkan balasan keridhoaan gurunya. Barang siapa yang gurunya tidak
meridhoinya, maka selama hidup guru itu tidak diberi balasan oleh Allah agar
guru tersebut tidak menaruh belas kasih kepadanya. Sesungguhnya para guru
diciptakan sebagai orang-orang yang mulia.”60
Sebagaimana yang diperaktekkan oleh kyai Ma`sum dalam
membimbing santri-santrinya untuk bisa menghadirkan hatinya pada sang
Khaliq yaitu Allah. Dia sering Menganjurkan untuk berlaku baikn jujur serta
59
Abdul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusayri An Naisaburi, Risalah Qusyairi
Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, (Jakarta : Darul Khair, 1998), h. 498. 60
Ibid, h. 501.
53
menghindari perbuatan-perbuatan yang tercela, semisal; setiap kali dalam
kegiatan belajar mengajar dia selalu menyelipkan kata-kata atau pesan yang
diberikan kepada para santri untuk selalu ingat akan dzat Allah hal seperti itu
dia praktekkan dalam kehidupan sehari-hari dia kepada santrinya.
Terkadang Sebulan sekali, para santri diajak untuk beristighosah
semata-mata dengan bertujuan supaya dzat Allah selalu menancap dihati para
santri. Dia tidak semerta melepasakan para santri-santrinya tanpa pantauan
dia, dimanapun dan kapanpun bahkan disetiap kegiatan yang dilakukan
olehnya, dia selalu berpesan dan memberi didikan untuk menuju pengalaman
spiritual. Yang paling menonjol ajaran atau amalan yang dia berikan kepada
para santrinya adalah; melanggengkan Wudhu, Sholat jamaah dan Puasa Senin
dan Kamis. Mungkin disitulah titik bimbingan kyai ma`sum terhadap para
santrinya agar supaya selalu ingat akan dzat Allah.61
61
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.30
WIB
54
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN,
KYAI MA`SUM, DAN PENGALAMAN SPIRITUAL SANTRI PUTRA
DI PON-PES AL-BAHRONIYYAH
A. Pondok Pesantren
1. Sejarah Singkat
Pesantren merupakan salah satu model dari pendidikan berbasis
masyarakat kebanyakan pesantren berdiri atas insiatif masyarakat muslim
yang tujuan utamanya adalah untuk mendidik generasi muda agar
memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam dengan baik. Pesantren
dengan cara hidupnya yang bersifat kolektif barang kali merupakan
perwajahan atau cerminan dari semangat dan tradisi dan lembaga gotong
royong yang umum terdapat di pedesaan.
Pesantren kemudian berhasil mempertegas aksistensinya sebagai
pusat belajar masyarakat atau kommunity learning center. Pada konteks
ini, pesantren memiliki otonomi dengan menggunakan manajemen sendiri
(Self Management) yang belakang dikenal dengan manajemen pendidikan
berbasis masyarakat.
Melanjutkan nilai-nilai agama dipandang oleh kyai pimpinan
pondok pesantren tradisional sebagai sebuah tujuan dari sistem pendidikan
islam, yang oleh sebagian besar pondok pesantren direalisasikan melalui
jalur penyampaian pengetahuan dan nilai-nilai dasar agama maupun
gambaran akhlak dan keistimewaan kultur, guna mencetak para kyai
muda, ulama` dan guru. Anburrahman Wahid menyatakan bahwa orang
harus menyebut pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan elitis
dengan tingkat drop Out yang besar. Hal ini disebabkan karena seorang
kyai dapat berbangga setelah memimpin pondok pesantren puluhan tahun,
55
dengan dua puluh tahun bekas santrinya yang dapat menjadi kyai atau
ulama`.1
Pondok pesantren tradisional yang didirikan di desa oleh kyai yang
mengasingkan diri menyediakan elemen-elemen pondok pesantren
tradisional yang serupa dengan pondok-pondok pesantren di kota yang
ditinggalkan, yakni mendirikan bangunan pondok untuk tempat tinggal
santri dan masjid atau mushola dengan bentuk sekedarnya untuk beribadah
(sholat). Masjid atau mushola ini sering dipakai untuk mengaji,
memberikan pengajaran kitab-kitab berbahasa Arab (kitab kuning) dengan
metode halaqah dan sorogan.
Struktur pengajaran yang diberikan oleh kyai memakai jenjang
pelajaran yang berulang-ulang dari tingkat ke tingkat tanpa ada batas
kesudahan yang jelas. Keseluruhan struktur pengajaran tidak ditentukan
pada panjang atau singkatnya waktu seorang santri mengaji pada kyai
karena tidak ada keharusan bagi santri untuk menempuh ujian agar
memperoleh ijazah. Yang menjadi ukuran adalah kedudukan dihadapan
kyai dan kemampuanya memperoleh ilmu yang memungkinkanya
dikemudian hari menjadi ulama`.2
Pondok pesantren Al-Bahroniyyah adalah lembaga tradisional yang
di kelola oleh KH Ma’shum bin Bahran bin Bunyamin Ngemplak
Mranggen Demak, nama Al Bahroniyyah di ambil dari ayah beliau yaitu
“Bahran” yang mempunyai arti Lautan menurut bahasa arab, dan pondok
pesantren Al Bahroniyyah berdiri pada tahun 1986 pada saat itu santri baru
enam dan di tempatkan di rumah beliau di antaranya ialah K. Amir dari
Tamansari Mranggen Demak dan K. Ngasiman dari Kudu Semarang.
Sekarang ini banyak pondok pesantren menggunakan system
klasikal dan memasukkan pelajaran umum sebagia suatu bagian yang
dianggap penting dalam tradisi pondok pesantren tradisional, tetapi
pembelajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning) tetapkan diajarkan sebagai
1 H. Abdurrahman Mas`Ud, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, (Yogyakarta :
PUstaka Pelajar, 2005), h.113. 2 Hasil interview, Dengan M. Zuhri, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB
56
upaya untuk meneruskan tujuan utama pondok pesantren, yakni mendidik
calon-calon ulama` yang setia kepada paham islam tradisional. Berbagai
penyesuaian dilakukan oleh pondok pesantre tradisional tanpa
mengabaikan tujuan keberadaan pondok pesantren tradisional.3
Kemudian tahun 1987 masyarakat dari daerah sekitar banyak yang
mengantarkan putra-putrinya ke pesantren tersebut, dan saat itu KH.
Ma’shum baru membuatkan tiga kamar, dan itu khusus disediakan bagi
santri yang bermukim dan belajar ilmu dengan beliau setiap harinya.
Sejak tahun 1988 beliau mulai sibuk melayani masyarakat dan bila
tidak ada beliau kegiatan yang ada di pesantren kurang begitu aktif, oleh
karena itu beliau mengangkat santri yang sudah mampu untuk dijadikan
pengurus guna menjadi badal (ganti beliau) semasa beliau melayani
pendidikan diluar pondok pesantren atau di masyarakat, adapun beliau
mengangkat pengurus hanya dua santri, yang pertama menjadi lurah dan
beliau bernama Nur Wahid dari Wringinjajar Mranggen, dan yang kedua
adalah sebagai wakil beliau bernama Ali Musthofa dari prampelan (faroli)
sayung Demak.
Tahun berganti tahun santripun mulai bertambah dan berkembang
sangat pesat dan dengan adanya bertambahnya santri, lurah dan wakilnya
bermusyawarah untuk membentuk struktur keorganisasian kepengurusan
supaya mudah untuk mengetahui keberadaan santri yang masih ada
dipesantren dan yang pulang, maka beliaupun menyetujuinya. Dan pada
tahun itu pula pengurus mengumpulkan dana untuk membuat gedung
belajar mengajar para santri, membuat dapur, kamar mandi serta fasilitas-
fasilitas lainnya.
Pada tahun 1989 beliau mengangkat kepengurusan lagi, karena
kepengurusan yang lama ada yang meninggalkan pesantren (Boyong) dan
saat itu beliau mengangkat santri yang beliau anggap punya karismatik
3 Ibid, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB.
57
santri tersebut bernama Muhammad Ghozali yang sekarang menjadi
pengasuh pondok pesantren Tanwirul Wafa Gaji Guntur Demak.4
Langkah KH Ma’sum untuk menuju arah dari pencapaian yang di
harapkan adalah dengan langkah keteladanan, upaya ini dapat terlihat
sebagaimana usaha beliau dalam meningkatkan dan observeran praktis
tentang nilai-nilai ajaran islam untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Keadaan santri pada tahun 1990 sebagian dari mereka adalah ada
yang sekolah di sekolah formal dan sekolah non formal atau sekolah di
pesantren sendiri.
2. Struktur Organisasi
Adapun susunan organisasi pondok pesantren Al-Bahroniyyah
Ngemplak Mranggen Demak tahun pelajaran 2011/2012 adalah sebagai
berikut5:
Pengasuh I : K.H. Ma’shum
Pengasuh II : K.Muhyiddin Irsyad S.Pd.I
Wa. Pendidikan : Sonhaji Iskandar S.HI
Wa. Kaur. Kesiswaan : Abdul Muhid, S.Kom
Wa. Kaur. Sarpras : K. Ali Musthofa
Wa. Kaur. BP. BK : Abdul Khanif
Kepala T.U : Nawahib S.Pd.I
Staf TU Bag. Komputer : Nur Kholid S.Pd
Staf TU Bag. Administrasi : Mukrimin
Wali Kelas
Kelas I : M. Ridlwan Ngatman
Kelas II : Abdul Hanif
Kelas III : Sonhaji Iskandar S.HI
Kelas IV : Ahmad Mugni Labib
Kelas V : Nawahib S.Pd.I
Kelas VI : KH. Ma’sum
4 Ibid, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB.
5 Dokumntasi Inventaris Kantor Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen.
58
a. Bagan Organisasi
Adapun bagan organisasi pondok pesantren Al-Bahroniyyah
Ngemplak Mranggen Demak pada tahun pelajaran 2011/2012 adalah
sebagai berikut di bawah ini :
Ketua Yayasan
K.H. Ma’shum
Kepala
Ainul Ghuri
Ka. T.U
Nawahib.S.Pd.I
M. Ridlwan
Ketua Komite
Shonhaji Iskandar
Wa. Pendidikan
Mukromin
Staf TU Adm
Subakir
Wa. Kegiatan
Abdul Hanif Muhib
Wa. BP. BK Wa. Kesiswaan
Wa. Kebersihan
Maftuhul Amin I,II,III,IV,V,VI
SISWA
I,II,III,IV,V.VI
Wali Kelas
KHITOBAH
PEMBINA
Mata pelajaran
GURU
Kelas I,II,III,IV,V,VI
SISWA
59
Salah satu komponen yang terpenting dalam lembaga
pendidikan adalah guru. Demi kelancaran kegiatan belajar mengajar
harus tersedia guru sesuai dengan bidang studi masing-masing guru.
Karena dengan tenaga guru yang ahli maka akan membantu suksesnya
kegiatan belajar mengajar.
Ustaz atau guru menjadi unsur penting dalam pendidikan
pondok pesantren, tempat santri memperoleh ilmu
menginternalisasikan nila-nilai islam. Sebagaimana gambaran kyai dan
dengan sepenuh hati mereka taat kepada kyai. Ustaz dalam persepektif
pembelajaran menjadi ujung tombak dalam melaksankan misi pondok
pesantren tradisional.6
Adapun tata tertib yang harus dipatuhi oleh setiap guru atau
ustaz Pon-Pes Al-Bahroniyyah sebelum mengajar, sebagai berikut :
1) Sebelum pelajaran diberikan kepada santri di kelas, ustaz harus
mempersiapkan materi pelajaran yang dibuat secara tertulis dan
diketahui oleh kepala madrasah.
2) Ustaz tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan semata,
melainkan juga berkewajiban melaksankan pengajaran dan
pendidikan, seperti menginternalisasikan nilai-nilai tauhid dan
akhlak dari setiap mata pelajaran.
3) Motivasi santri mencintai ilmu dan agar terus mengamalkanya.
4) Ustaz harus disiplin mengajar secara efektif dan efesien, tidak
boleh datang terlambat, mentaati tata tertib kelas, terutama pada
waktu pergantian jam mengajar yang ditandai dengan bunyi
lonceng.
5) Ustaz harus menggunakan bahasa yang baik dan benar ketika
mengajar dan berlaku sopan, karena ia akan menjadi contoh bagi
santri.
6 H. Abdurrahman Mas`Ud. H. 156.
60
6) Ustaz harus meningkatkan diri dengan banyak membaca buku-
buku, baik diperpustakaan pondok maupun diluar pondok.7
b. Data Guru
Tenaga pengajar pondok pesantren Al Bahroniyyah Ngemplak
Mranggen Demak saat ini berjumlah 18 orang, adapun daftar nama-
nama guru Pondok Pesantren Al Bahroniyyah Ngemplak Mranggen
Demak dapat dilihat pada daftar tabel berikut ini :
No Nama TTL Sex Jenj / Guru
Mapel L P
1 K.H Ma’shum Demak, 9 Sep 1947 L - Sarj. Mud /
Nahwu
2 Ainul Ghuri S.Pd.I Demak,25 Mar 1983 L - S1 / Hadist
Salaf
3 Nur Halim Demak, 09 Apr 1982 L - MA /
Faro’idl,
Shorof
4 K. Shodiq Demak, 17 Mei 1969 L - MA /
Tafsir,
Nahwu
5 K. Muhyiddin,
S.Pd.I
Demak, 25 Mei 1964 L - S1 / Ushul
Fiqih
6 Mugni Labib Demak, 29 Apr 1987 L - MA / Fiqih
7 Nawahib, S.Pd.I Demak, 26 Ags 1982 L - S1 / Nahwu
8 Mukromin Demak, 06 Mei 1978 L - MA /
Shorof
9 M. Ridlwan Demak, 31 Mar 1986 L - MA /
Nahwu,
Tafsir
10 Muthohar Demak,02 Mei 1982 L - S1 / Tasyri’,
7 Papan Inventaris Kantor Pon-Pes Al-bahroniyyah Ngemplak.
61
Tauhid
11 Masrokim Demak, 03 Okt 1978 L - MA /
Aqidah
Akhlak
12 A. Afifuddin, Ama Demak, 07 Juli 1973 L - D2 / Bahasa
Arab
13 Shonhaji Iskandar,
S.HI
Demak, 28 Feb 1984 L - S1 / Nahwu
14 Fathur Rohman Demak,12 Apr 1989 L - MA /
Penjaskes
15 Qodar Ma’arif Demak, 16 Des 1989 L - SMA /
Tajwid
16 Ali Mustofa Demak, 21 Mei 1969 L - MA /
Aqidah
Akhlaq
17 Ahmad Wazir, S.Ag Demak, 16 Nop 1975 L - S1 / Hadist
Salaf
18 Abdul Muhib,
S.Kom
Demak,11 Mar 1982 L - S1 / Tik
c. Data-Data Siswa
Jumlah siswa Pondok Pesantren Al Bahroniyyah Ngemplak
Mranggen Demak dari kelas I sampai kelas VI pada tahun akademik
2011/2012 adalah 340 siswa. Jumlah tersebut meliputi siswa laki-laki
sejumlah 200 dan siswa perempuan sejumlah 140 kesemuanya jumlah
tersebut terbesar dalam 6 kelas sebagai berikut :
Kelas I : 110 Santri
Kelas II : 70 Santri
Kelas III : 70 Santri
Kelas IV : 30 Santri
Kelas V : 30 Santri
62
Kelas VI : 30 Santri
Kemudian keterangan lebih lanjut dapat dilihat dalam daftar berikut
ini:
Kelas/Tahun Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
VI Jumlah
2006 / 2007 80 79 67 45 45 40 356
2007 / 2008 83 78 56 56 55 33 361
2008 / 2009 89 80 55 57 50 45 576
2009 / 2010 96 66 66 37 35 30 330
2010 / 2011 93 50 47 36 34 30 290
2011 / 2012 110 70 70 30 30 30 340
3. Sarana dan Prasarana
Di samping guru, karyawan dan siswa, sarana dan prasarana juga
merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar
karena tanpa adanya sarana dan prasarana suatu proses belajar mengajar
tidak akan berjalan. Sarana dan prasarana di sini misalnya gedung sebagai
tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Adapun dalam
pembahasan sub judul ini akan menerangkan :
a. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al Bahroniyyah Ngemplak Mranggen
Demak merupakan salah satu lembaga pendidikan Masyarakat yang
ada di Desa Ngemplak Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
Tepatnya Mranggen Onggorawe Km ± 5 Desa Ngemplak Kec.
Mranggen Kab. Demak Telp. (024) 707782279. Keberadaan lembaga
tersebut di bangun di Rt 11 Rw II Desa Ngemplak dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1) Pondok Pesantren Al Bahroniyyah berbatasan dengan pemukiman
penduduk dan persawahan.
2) Di sebelah selatan Pondok Pesantren Al Bahroniyyah berbatasan
dengan pemukiman penduduk dan persawahan.
63
3) Di sebelah timur Pondok Pesantren Al Bahroniyyah berbatasan
dengan Desa Tamansari dan persawahan.
4) Di sebalah barat Pondok Pesantren Al Bahroniyyah ± 300 m
berbatasan dengan Jl. Raya yang menghubungkan kecamatan
Mranggen dan Sayung.
Suasana untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar di
pondok pesantren Al-Bahroniyyah juga sangat mendukung dan dapat
di katakan sangat nyaman. Hal ini karena letaknya yang sangat jauh
dari keramaian seperti terminal maupun pasar sehingga para siswa atau
santri dapat belajar dengan baik.
b. Saran dan Prasarana Yang Dimiliki
Pondok pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen
Demak memiliki fasilitas yang cukup membanggakan. Segala fasilitas
sebenarnya sudah sedikit mencukupi, hanya saja pemanfaatannya yang
kurang optimal, walau ada kekurangan-kekurangan karena terbatasnya
kemampuan dan jumlah ruangan. Pada Tahun Pelajaran 2011 – 2012
dan prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah
Ngemplak Mranggen Demak memiliki fasilitas sebagai berikut :
1) Gedung sekolah dengan kapasitas ruangan yang terdiri dari :
a) Ruang kepala pondok pesantren 1 ruang
b) Ruang tamu 1 ruang
c) Ruang tata usaha dan staf TU 1 ruang
d) Ruang kelas sebanyak 6 ruang
e) Ruang uks 1 ruang
f) Ruang minbar 1 ruang
g) Ruang perpustakaan 1 ruang
h) Kamar kecil 5 ruang
i) Asrama 12 ruang
j) Ruang laborat komputer 1 ruang
k) Ruang laborat seni jahit 1 ruang
64
2) Lapangan yang terdiri atas :
a) Lapangan volly ball 2 buah
b) Lapangan sepak bola 1 buah
c) Tempat parkir 1 buah
4. Kegiatan-kegiatan di Pondok Al-Bahroniyyah
Kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah di
alokasikan menjadi dua bagian yaitu :
a. Kegiatan Kurikulum
1) Hari efektif : Setiap hari kecuali jum’at
2) Hari libur : Jum’at
3) Masuk : jam 14.00 WIB
4) Pulang : jam 17.00 WIB
5) Jumlah jam pelajaran perhari : 4 jam
6) Jumlah pelajaran perminggu : 23 jam
b. Kegiatan Extra Kurikuler
1) Rebana : hari jum’at jam 20.00 – 23.00
2) Khitobah : hari selasa jam 20.00 – 23.00
3) Komputer : setiap hari, kecuali jum’at jam 15.30 – 17.00.
5. Bentuk Pendidikan dalam Penanaman Nilai-nilai Spiritual
Ada beberapa kegiatan yang diperaktekkan didalam pondok Al-
Bahroniyyah ini yang bertujuan untuk Taqorrub Illallah SWT,
diantaranya:
Pelaksanaan penanaman nilai spiritual para santri putra di pondok
Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak tidak hanya dilakukan melalui
pendidikan namun juga melalui pendidikan keagamaan, hal tersebut sesuai
dengan apa yang telah dijelaskan K. Muhyiddin, S.Ag. selaku Kepala
Yayasan Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen.
“Pelaksanaan penanaman nilai spiritual para santri tidak hanya
dilakukan melalui pendidikan melainkan juga melalui pendidikan
keagamaan, dimana nilai-nilai Spiritual senantiasa di tanamkan
65
pada santri-santri, baik di dalam Pondok maupun di dalam
lingkungan Pondok”.8
Dalam hal ini K. Muhyiddin juga menjelaskan ada beberapa
pendekatan yang dilakukan para kyai di Pondok Al-Bahroniyyah
Ngemplak ini dalam menanamkan nilai Spiritual para santri putra di
antaranya:
a. Melalui pendidikan keteladanan Pendekatan yang dilakukan para kyai
di Pondok Al-Bahroniyyah Ngemplak, dalam menanamkan nilai
Spiritual para santri putra berbentuk peneladanan secara langsung, di
mana setiap kyai/pengasuh menjadi contoh bagi para santri dalam
berperilaku, keteladanan kyai yang baik adalah tidak menyampaikan
suatu perintah kepada orang lain sebelum dia sendiri melakukannya,
dan jika melarang orang-orang untuk melakukan sesuatu dia senantiasa
menjadi yang paling jauh dari larangan itu terlebih dahulu. Misalnya;
seorang kyai yang baik, tidak pernah memerintahkan kepada para
santrinya untuk melaksanakan sholat berjamaah dimasjid dengan tepat
waktu, sebelum kyai melaksanakan sholat berjamaah dengan baik, juga
melarang kepada santri untuk tidak berhohong ketika berbicara dan
berbuat.
Peneladanan kyai yang disebutkan diatas merupakan
pelaksanaan yang paling efektif dalam penanaman nilai spiritual para
santri secara langsung K.Muhyiddin juga menegaskan dizaman yang
serba modern ini memang sangat perlu bahkan diwajibkan para kyai
memberi suntikan spiritual pada santri siap didalam hatinya ada
benteng yang kokoh akan keimanan, keyakinan serta rasa dekat pada
Allah SWT. Dengan alasan sekarang penjajahan yang kita rasakan ini
bukan penjajahan fisik melainkan penjajahan moral dan keyakinan,
8 Hasil interview dengan dewan Pengasuh Kyai K..Muhyiddin, S.Ag, Pada hari Rabu
Jam 09.20 WIB tanggal, 19 Oktober 2011.
66
maka dari itu dilingkungan pondok pesantren harus ada penanaman
spiritual pada santri”.9
Observer mengambil kesimpulan dari hasil interview kepada K.
Muhyiddin ini, “bahwasanya di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah ini
sudah menerapkan kegiatan cara-cara penanaman nilai spiritual
(Taqarrub Illallah SWT), serta K. Muhyiddin juga menegaskan,
penanaman nilai sepiritual dizaman sekarang ini sangat penting bahkan
sangat dibutuhkan, apalagi dikalangan santri yang kelak akan menjadi
generasi ulama`-ulama` masa depan”.
Sebagaimana hasil Wawancara dengan M. Ridwan, S.PdI
Selaku keamanan pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak
Mranggen. Keteladanan kyai/pengasuh sangat kuat pengaruhnya dalam
proses penanaman nilai spiritual para santri putra. Ia merupakan
cermin dan wujud dari nilai-nilai Islam, baik dari sikapnya, tutur
katanya, perilakunya, perbuatannya, secara tidak langsung itu
merupakan perwujudan dari pada nilai Spiritual.10
b. Melalui Pendidikan Keagamaan, Pelaksanaan penanaman nilai
spiritual para santri putra selain melalui pendidikan keteladanan diatas
juga melalui pendidikan keagamaan. Adapaun kegiatan yang sudah
terlaksana pada pondok pesantren Al-Bahroniyyah ini di antaranya :
1) Ta`lim Al-Hikam
Ta`lim Al-Hikam ini merupakan kegiatan pendidikan
keagamaan yang dilakukan di Pondok sebagai media proses belajar
mengajar terutama dalam menanamkan nilai Spiritual para santri
putra yang diselenggarakan dua kali dalam seminggu, yaitu malam
hari selasa dan rabu yang diajar langsung oleh KH. Ma`sum
(Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah). Diikuti oleh semua
santri. Tujuan ta`lim Al-Hikam ini adalah masing-masing santri
9 Ibid, Pada hari Rabu Jam 09.20 WIB tanggal, 19 Oktober 2011.
10 Hasil interview dengan Ustad M. Ridwan, S.PdI. Pada hari Rabu Jam 20.00 WIB,
tanggal, 9 Oktober 2011.
67
mampu menyebutkan hukum aktifitas/kewajiban tertentu dengan
menyertakan dalil (dasar normatifnya), baik al-Qur`an maupun al-
Hadist beserta rawinya. Dan masing-masing santri mampu
menyebutkan pokok keimanan secara komprehensif dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Ta`lim Al-Qur`an
Ta`lim al-Qur`an ini merupakan kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan tiga kali dalam sepekan selama dua semester,
diikuti oleh semua santri dengan materi yang meliputi Tashwit,
Qira`ah, Tarjamah dan Tafsir dan dibina oleh para musyrif dan
pengasuh. Adapun pelaksanaan Ta`lim al-Qur`an ini adalah setiap
malam Kamis setelah para santri melakukan sholat jamaah isyak.
yaitu pada jam 20.00 WIB sampai jam 21.15 WIB, adapun tujuan
yang akan dicapai oleh pendidikan keagamaan ini adalah
diharapkan kepada seluruh santri yang tinggal di Pondok terutama
santri baru yang diwajibkan bagi mereka untuk mengikuti
pendidikan keagamaan yaitu Ta`lim al-Qur`an mampu
mewujudkan nilai-nilai Spiritual (mengingat Allah SWT) dalam
kehidupan sehari-hari mereka dan juga diharapkan semua santri
mampu membaca al-Qur`an dengan baik dan benar.
3) Khatm al-Qur`an
Kegiatan khatm al-Qur`an ini diselenggarakan secara
bersama dikhususkan pada semua santri setiap selesai shalat
shubuh pada hari Jum`at, melalui program ini diharapkan masing-
masing santri mendapatkan kesempatan praktik membaca al-
Qur`an dengan baik dan benar dan diharapkan dapat
mencerminkan nilai-nilai Spiritual, memperkaya pengalaman
releguitasnya serta memperdalam spiritualitasnya.
4) Baca Manaqib Nurul Burhan
Pelaksanaan Manaqib Nurul Burhan pada setiap malam
Senin Pahing dan kegiatan ini dilaksanakan secara bersama di
68
dalam Masjid setelah selesai sholat isyak, kadang-kadang juga
dilaksankan di Rumah Romo Yai Ma`sum. Kegiatan ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mencerminkan nilai Spiritual
para santri, mengamalkan ajaran-ajaran Islam, melakukan ibadah
kepada Allah SWT SWT, serta meningkatkan kemampuan
pemahaman santri dalam sejarah Syaikh Abdul Qodir Jailani
dengan baik dan benar dan mampu mengerti serta memahami isi
dan makna dari bacaan Manaqib Nurul Burhan maupun diharapkan
bisa meniru tingkah laku dari Syaikh Abdul Qodir serta
mengamalkannya secara integral dalam kehidupan sehari-hari.
5) Membaca surat Tabarok, Ar-Rohman dan Waqi`ah
Kegiatan ini dilaksanakan setiap akan jamaah sholat
magrib, jam 17.00 WIB sampai adzan magrib. Kegiatan ini
dilaksanakan secara bersama-sama oleh para santri dengan tujuan
agar santri mampu memahami isi yang terkandung didalam isi
surat Tabarok, Ar-Rohman dan Waqi`ah, mencerminkan nilai
Spiritual para santri baik kepada mualimnya maupun kepada
sesama santri lainnya dan mampu mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
6) Latihan Khitobahan
Kegiatan ini setiap malam rabu dilaksanakan setelah habis
sholat isyak kecuali hari libur, kegiatan ini diprogramkan dengan
tujuan agar santri mampu meningkatkan keintlektualannya,
memantapkan nilai Spiritualnya, memperdalam spritualnya,
meningkatkan keluhuran akhlaknya, memperluas ilmunya dan
memantapkan keprofesionalannya.
7) Shalat jama`ah lima waktu.
Dengan diwajibkannya shalat berjama`ah lima waktu pada
semua santri diharapkan dapat membentuk kejujuran, keikhlasan
santri dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, apalagi shalat
merupakan ibadah yang wajib maka harus dilakukan tepat
69
waktunya sehingga mereka tidak merasa terbebani melaksanakan
itu semua. Dengan melaksanakan kegiatan spiritual secara
berjama`ah kepada Allah SWT maka santri diwajibkan untuk
selalu melakukan sholat secara berjamaah disamping maknanya
mendekatkan diri kepada Allah SWT juga meningkatkan
persaudaraan kepada sesama santri.
8) Melalui kegiatan-kegiatan hari besar Agama.
Kegiatan ini dimaksudkan supaya santri dapat menelaah
makna dari peringatan hari-hari besar Islam, seperti peringatan
Isro` Mi`roj, Maulid Nabi Muhammad saw, memeriahkan bulan
Ramadhan dengan mengadakan pondok Ramadhan, tarawih, buka
puasa bersama, pembagian zakat, dan halal bihalal.
Keaktifan santri dalam mengikuti kegiatan keagamaan akan
menjadi latihan untuk menumbuhkan kesadaran pada dirinya akan
dalam menjalankan ibadah (ajaran agama), Dengan keaktifan
dalam menjalankan ibadah tersebut membawa pengaruh terhadap
sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari terutama
dalam menginternalisasikan nilai Kejujuran dan selalu ingat akan
Allah SWT. Berdasarkan hasil interview dengan 10 responden
santri, Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah dapat diketahui sejauh
manakah pelaksanaan penanaman nilai spiritual para santri putra.
Menurut K.H. Muhyiddin selaku kepala yayasan Al-
Bahroniyyah Ngemplak.
“Pada dasarnya bahwa Pondok Al-Bahroniyyah Ngemplak
merupakan Pondok yang didalamnya menerapkan beberapa
kegiatan-kegiatan keagamaan dengan tujuan untuk
menanamkan nilai-nilai menuju spiritual para santri
terutama dalam membentengi diri mereka mengajarkan
untuk selalu dekat sama Allah SWT disetiap waktu”. Saya
peribadi selalu ingat apa pesan Romo yai sekaligus bapak
Mertua Saya sendiri, kata Beliu “Din, pasrahkan semua
kesibukanmu kepada Allah SWT, dengan kita dekat pada
Allah SWT, insya Allah kita akan mendapatkan ridho-Nya,
70
dengan kita mendapat ridho-Nya pasti kebutuhan dan
permasalahan akan diselesaikan oleh Allah SWT.11
Maka dari itu dalam lingkungan pondok ini ada pengajaran
atau kegiatan yang bersifat (Taqarrub Illallah SWT) sebagaimana
yang dipesankan romo yai diatas tadi.
6. Pembacaan Nadhom al-Asma` al-Husna
a. Waktu Pelaksanaan
Pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna ini dilaksanakan setiap
selesai jamaah sholat isyak berbetuk nadhoman, dalam hal ini semua
santri putra putri wajib mengikuti kegiatan tersebut. Karena sudah
menjadi kegiatan rutinitas pondok pesantren Al-Bahroniyyah, bahkan
sangking terbiasanya, setiap kali selesai jamaah sholat isyak, para
santri langsung duduk rapi sambil menunggu kedatangan Romo Kyai
Ma`sum.12
b. Pembacaan dalam Nadhom al-Asma` al-Husna
Adapun pembacaan yang dibaca dalam nadhoman adalah lafad-
lafad / nama-nama Allah yang sering kita sebut dengan Bacaan
Asmaul Husna. Yang dimaksud nama-nama Allah adalah sebagai
berikut13
:
Dengan nama Allah, kami memulai
(membaca). Segala puji bagi Tuhan
kami. Shalawat dan salam untuk
Nabi Kekasih kami.
11
Hasil interview dengan dewan Pengasuh Kyai K..Muhyiddin, S.Ag, Pada hari Kamis
Jam 20.20 tanggal 20 Oktober 2011. 12
KH. Ma`sum adalah pengasuh pondok pesantren Al-Bahroniyyah Putra – Putri
Ngemplak Mranggen Demak, sejak awal berdiri hingga sekarang. 13
H. Ahamad Al-Hafidz, Ilmu Tajwid dan Gharib Al-Qur`an, (Semarang: Masjid
Khidmah Al-Asma` Al-Husna, 2010), h. 1-2.
71
Wahai Allah, Tuhan kami. Engkau
tujuan kami. Ridha-Mu yang kami
cari di dunia dan akhirat kami
Wahai Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang. Maha Raja, Yang Maha
Suci. Yang Maha Sejahtera, Yang
Maha Terpercaya. Yang Maha
Memelihara, Yang Maha Perkasa.
Wahai Yang Kehendak-Nya Tak
Dapat Diingkari, Yang Memiliki
Kebesaran. Yang Maha
Menciptakan, Yang Mengadakan
dari Tiada. Yang Maha
Membentuk, Yang Maha
Pengampun. Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Pemberi
Wahai Yang Maha Pemberi Rezeki,
Yang Maha Pembuka. Yang Maha
Mengetahui, Yang Maha
Menyempitkan. Yang Maha
Melapangkan, Yang Maha
Merendahkan. Yang Maha
Meninggikan, Yang Maha
Memuliakan
Wahai Yang Maha Menghinakan,
Yang Maha Mendengar. Yang
Maha Melihat, Yang Memutuskan
Hukum. Yang Maha Adil, Yang
Maha Lembut. Yang Maha
Mengetahui, Yang Maha Penyantun
72
Wahai Yang Maha Agung, Yang
Maha Pengampun. Yang Maha
Menerima Syukur, Yang Maha
Tinggi. Yang Maha Besar, Yang
Maha Pemelihara. Yang Maha
Pemberi Kekuatan, Yang Maha
Mencukupi/Maha Pembuat
Perhitungan
Wahai Yang Maha Agung, Yang
Maha Mulia. Yang Maha
Mengawasi, Yang Maha
Memperkenankan. Yang Maha
Luas, Yang Maha Bijaksana. Yang
Maha Mencintai/Mengasihi, Yang
Maha Mulia.
Wahai Yang Maha
Membangkitkan, Yang Maha
Menyaksikan. Yang Maha Benar,
Yang Maha Pemelihara. Yang
Maha Kuat, Yang Maha Kokoh.
Yang Maha Melindungi, Yang
Maha Terpuji
Wahai Yang Maha Menghitung,
Yang Maha Memulai. Yang Maha
Mengembalikan, Yang Maha
Menghidupkan. Yang Maha
Mematikan, Yang Maha Hidup.
Yang Maha Berdiri Sendiri, Yang
Maha Menemukan
Wahai Yang Maha Mulia, Yang
Maha Esa. Yang Maha Esa, Yang
Maha Dibutuhkan. Yang Maha
Kuasa, Yang Maha Menentukan.
Yang Maha Mendahulukan, Yang
Maha Mengakhirkan
73
Wahai Yang Maha Awal, Yang
Maha Akhir. Yang Maha Nyata,
Yang Maha Tersembunyi. Yang
Maha Memerintah, Yang Maha
Tinggi. Yang Maha Dermawan,
Yang Penerima Tobat
Wahai Yang Maha Pembalas, Yang
Maha Pemaaf. Yang Maha
Pelimpah Kasih, Pemilik Kerajaan.
Pemilik Keagungan dan
Kemuliaan.
Wahai Yang Maha Adil, Yang
Maha Penghimpun. Yang Maha
Kaya, Yang Maha Pemberi
Kekayaan. Yang Maha Mencegah,
Yang Maha Pemberi Bahaya. Yang
Maha Pemberi Manfaat, Yang
Maha Pemberi/Pemilik Cahaya
Wahai Yang Maha Pemberi
Petunjuk, Yang Maha Pencipta.
Yang Maha Kekal, Yang Maha
Mewarisi. Yang Maha Tepat
Tindakan-Nya, Yang Maha Sabar.
Nadhoman seperti yang ada diatas tadi yang menjadi bacaan nadhoman
al-Asma` al-Husna, setelah pembacaan selesai, KH. Ma`sum Terkadang
memberikan, beberapa makna yang terkandung dalam nama Allah tersebut.
Akan tetapi beliau tidak semata-mata hanya menafsirkan saja dengan asal-
asalan, yang pasti punya dasar, diantaranya ; Tafsir al-Misbah karangan
Ulama` Besar yang ahli tafsir yaitu M. Qurays syihab.
B. Kyai Ma`sum
1. Pofil Kyai Ma`sum
KH. Ma`sum bin K. Bahran bin K. Abu Yamin adalah ketua
Yayasan Pendidikan Islam Miftahul Ulum, beliau dilahirkan di Demak 09
September 1947 setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyyah di
74
Suburan Mranggen, kemudian beliau melanjutkan studinya di UNU
Surakarta pada tahun 1967, sekarang bersetatus sebagai Pembina Yayasan
Miftahul Ulum dan sebagai Guru Mursyit Thoriqoh Qodiriyyah Wa
Naqsabandiyyah dipendidikan Non formal, yaitu pondok Pesantren Putra-
Putri Al-Bahroniyyah yang beliau dirikan pada tahun 1986 setelah
pegabdian beliau selam 15 tahun di Madrasah Rohmaniyyah Menur
Mranggen yang didirikan oleh KH. Masykuri bin Abdu Rahman.14
2. Persepsi Santri terhadap Kyai Ma`sum dalam Memimpin Bacaan al-Asma`
al-Husna
Sebagaimana hasil Interview dengan M. khoirul Anam Selaku
santri pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen terhadap
seorang kyai Ma`sum.
“KH. Masum adalah salah satu seorang waliyullah sekaligus tokoh
ulama` NU yang sangat berkarismatik karena sifat kezuhudanya
terhadap hal keduniawia, dan dia juga bertasawuf tinggi serta ahlul
fiqih”.15
Ada sebagian santri juga yang berpendapat kalau seorang KH.
MA`sum adalah “sosok tokoh pejuang islam yang sangat bijaksana dan
mempraktekkan ilmu serta ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari
beliau”16
. Bahkan Su`udi menambahkan seorang badal adalah sebagai
pengganti, yang namanya pengganti itu ada yang lebih baik dan ada juga
yang lebih buruk, tetapi KH. Ma`sum adalah segalanya jika yang mengisi
atau yang memimpin bacaan Al-Asmaul Husna diganti, baik badalnya ; K.
Muhyiddin, pengurus pondok, orang kampung atau temen sendiri, itu
merupakan faktor yang menyebabkan menurunya minat mengaji atau ikut
pembacaan al-Asmaul-Husna.17
Di sisi lain ada santri yang memberi argumentasinya tentang KH.
Ma`sum Dan Seorang Badal ;
14
Hasil intrervew dengan Putra Beliau yang Bernama Ainul Huri,S.PdI. 15
Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.30 WIB. 16
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB. 17
Ibid. pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB.
75
“KH. Ma`sum adalah orang yang ramah tamah terhadap santri-
santrinya, serta beliau sendiri tidak berputus asa untuk belajar dan
mengatahui ilmu-ilmu fiqih, hadist, tasawuf dan sebagainya,
padahal posisi beliau sudah menjadi Kyai yang Masyhur.
Sedangkan badal badalnya juga sama seperti beliau, baik cara
pengajaranya, tingkah lakunya serta cara memberi contoh kepada
para santri-santri”.18
Sebagaimana hasil interview dengan beberapa santri yaitu : Wahyu
Muhibbin, Dimas fadly dan M. Nadif, mereka berpendapat kalau :
“KH. Ma`sum itu sebagai figur yang karismatik, serta didalam
dirinya terdapat sir (rahasia) yang tidak tercapai olehku dari segala
tindakannya,19
santri lain berkata ; KH. Ma`sum adalah sosok
pemimpin yang rendah hati, tidak sombong, dan memiliki wibawa
tinggi,20
dan ada pendapat lain, KH. Ma`sum itu baik hati, rendah
hati, dan suka bercerita kepada santri-santrinya ketika mengajar
tentang masa lalunya pada saat mondok atau nyantri agar santri itu
bisa meniru tingkah lakunya”.21
Sebagaimana juga hasil interview, dari sebagian santri, Jawabnya:
yaaa.. diusahakan mencoba untuk khusu` kang, ujar dia dengan tatapan
wajah yang penuh rasa kepasrahan, yai, aja dalam memimpin pembacaan
ini dengan penuh keyakinan dan kepasrahan akan pemaknaan bacaan
Asma`ul Husna tersebut, jadi saya sebagai santri berusaha ingin meniru
apa yang dilakukan yai, mencoba untuk khusu` dan agar bisa lebih dekat
akan Allah SWT. Apalagi bisa melihat langsung gerak-gerik yai dalam
melafalkan bacaan Asma`ul husna, jadi hati itu merasa mengalir dan
seakan-akan merasa tenang, nyaman dan merasa langsung dituntun oleh
sang Mursyid menuju kebesaran Sang khaliq yaitu Allah SWT”.22
Observer juga melakukan interview dengan salah satu santri, “ya
intinya itu jika yang memimpin romo yai langsung terasa nyaman aja dan
yakin akan ucapan-ucapan yang keluar dari romo yai sendiri, jika langsung
18
Hasil interview, Dengan suryono, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15 WIB. 19
Hasil interview, Dengan Wahyu Muhibbin, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.35 WIB. 20
Hasil interview, Dengan Dimas fadly, pada malam Rabu, pukul 21.15 WIB. 21
Hasil interview, Dengan M. Nadif, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.45 WIB. 22
Hasil Interview dengan M. Anam, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam Sabtu
Jam 19.35 WIB, tanggal,11-11-2011.
76
beliau yang memimpin suasana itu seakan-akan terlihat pada tenang, diam
dalam hal ini tawadu` akan romo yai, bisa dikatakan jika yang mimpin yai
langsung merasa mantap, karena bagi saya yai Ma`sum adalah tuntunan
yang patut ditiru serta karismatik beliau yang mashur”.23
Dari beberapa hasil Dari interview dengan santri, banyak yang
mengatakan KH. Ma`sum itu adalah sebagai sosok figur karismatik yang
a`lim dalam ilmu fiqih maupun tasawuf serta berbudi yang luhur, yang
dalam keseharianya selalu menampakakn sifat keramahan, kerendahan,
keikhlasan dan berakhlakul karimah.
3. Persepsi Santri terhadap K. Muhyiddin atau Badal dalam Memimpin
Bacaan al-Asma` al-Husna
Sedangkan seorang pengganti atau yang dikenal dalam
lingkuangan pondok adalah badal dalam hal ini K. Muhyiddin, adalah
seorang menantu KH. Ma`sum yang konsisten dan komitmen dalam
mendidik santri, meskipun ada sebagian santri yang takut dengan beliau,
mungkin santri tersebut belum ada ikatan batin sehingga merasa kurang
nyaman ketika K. Muhyiddin jadi badal, mungkin juga ada faktor
penyebab lainya, dan ketika pengurus pondok yang menjadi badal kesan
dihati jelas berbeda sekali, karena mungkin kewibawaanya belum ada,
walau kadang ketika mengajar tidak mengena, akan tetapi saya sebagai
santri harus tetap menghormati guru siapapun dia, seperti salah satu
sahabat Nabi saw yaitu sahabat Ali “barang siapa yang mengajariku walau
satu huruf, maka sampai kapanpun akan tetap saya anggap sebagai
guru”.24
Sedangkan badal merupakan kyai melainkan posisi dirinya tidak
bisa mengganti figur seorang kyai meskipun dia nya sendiri seorang kyai,
karena banyak yang menilai badal adalah hanya seorang badal secara lahir
mungkin bisa sama akan tetapi secara rasa tidak bisa untuk sama dengan
23
Hasil Interview dengan M. Shodikin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam
Sabtu Jam 19.45 WIB, tanggal,11-11-2011. 24
Ibid. pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB.
77
yang namanya kyai, yang dimaksud dalam pembasan ini adalah KH.
Ma`sum dan badal yaitu K. Muhyiddin dan para pengurus Pondok
Pesantren al-Bahroniyyah.
C. Pengalaman Spiritual
1. Pengalaman Spiritual Santri Saat Membaca Nadhom al-Asma` al-Husna
Sebagaimana beberapa hasil interview pada beberapa santri, pada
saat pembacaan nadhoman al-Asma` al-Husa berlangsung.
“Perasaan yang saya rasakan saat sampai lafad Ya Allah, begitu
Maha besarnya Allah dengan segala sifat-sifat yang dimiliki-Nya,
dan begitu rendahnya derajat manusia dihadapan-Nya, saya merasa
tunduk, merenung dan terasa hina, ini bisa terjadi dikarenakan saya
merasa banyak melakukan dosa kepada Allah sehingga saya butuh
ampunan dari Allah”.25
Fathul Amin merasa dirinya hina akan dosa-dosa yang pernah dia
lakukan, maka dari itu dalam pembacaan nadhom al-Asma` al-husna dia
sering merenung dan menunduk, seperti halnya kata Shon haji, dia pernah
merasakan ketenangan hati dan bergetar (merinding), diantaranya ketika
mengucap lafad Ar-Rohman-ar-Rohim, dia merasa hina dan rendah diri,
dia beranggapan sebagai hamba Allah yang harus taat, akan tetapi dia
terkadang berlaku sombong padahal Allah adalah al-Malik Rajanya Maha
Raja, jadi ketika itu dia merasa betapa rendah dirinya.26
Ada juga sebagian santri saat membaca nadhom al-Asma` al-Husna
dia meneteskan air mata seakan-akan menangis dan hati merasa terenyuh,
itu dia rasakan pada saat sampai lafat Ya Rozzak, dia teringat betapa
murahnya Allah pada dirinya, tak henti-hentinya Dia (Allah) memberi
rizki kepadanya, dia takut rizki yang Selama ini diberi tidak digunakan
sesuai apa yang diridhoi-Nya.27
Sama juga yang dikatakan oleh Nadhif al-
Faruq, ketika dalam pembacaan naddhom al-Asma` al-Husna berlangsung,
dia merasa dirinya terasa flay seakan-akan yang diingatnya hanyalah dzat
25
Hasil interview, Dengan M. Fatkhul Amin, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul 20.30
WIB. 26
Hasil interview, Dengan Shon Haji, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul 20.15 WIB. 27
Hasil interview, Dengan Ulin Nuha, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul 20.15 WIB.
78
Allah, dia beranggapan dirinya selalu dikasihi oleh Allah, bahkan dia
mencontohkan, dirinya sering melakukan kesalahan dimata Allah akan
tetapai Allah tetap saja mengasihi dan selalu mencukupi kebutuhan sehari-
harinya, itu yang menyababkan dirinya flay saat membaca nadhom al-
Asma` al-Husna.28
“Ketika pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna dilantunkan secara
serentak, hatiku merasa terenyuh, teringat dosa-dosa yang
terdahulu, terutama dosa yang baru saja saya lakukan, terkadang
saya juga pernah menangis, entah tidak tahu kenapa saya bisa
menangis, saya berfikir, mungkinkah ini peringatan Allah kepada
saya melalui perantara bacaan nadhom al-Asma` al-Husna”.29
“Jika saat pembacaan berlangsung, dan pembacaanya penuh
penghayatan, hati saya merasa terenyuh dan merasakan betapa
keAgungan Allah, terlebih-lebih waktu sampai lafad ar-Rohman
dan ar-Rozak, karena saya selalu diberi limpahan rizki yang tak
terhingga oleh Allah”.30
“Allah Maha Besar, Maha Berkehendak, Maha Bijaksana, saya
berkata seperti ini, karena hati yang sudah berkata bukan fikiran,
terlebih pada waktu pembcaan nadhom al-Asma` al-Husna
berlangsung, saya merasa terenyuh seakan-akan hati merinding,
teringat keangungan Allah, serta kebijakan Sifatnya, setiap kali
sampai lafat al-Hakim tidak tahu kenapa saya terasa maha
Bijaksanaya Allah, mungkin karena saya merasa banyak dosa dan
malakukan kesalahan akan tetapi Allah selalu memberi petunjuk
pada yang lebih baik dan selalu diarahkan”.31
Setelah mengikuti pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, banyak
memberi manfaat bagi kebanyakan santri yang mengamalkan bacaan
nadhom tersebut.
Ketika ingin malakukan pekerjaan hati ingat pada kekuasaan Allah
dan ingat pada siksa Allah, sebagaimana contoh;
28
Hasil interview, Dengan M. Nadhif al-Faruq, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul
20.15 WIB. 29
Hasil interview, Dengan Wahyu Muhibbin, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul
21.15 WIB. 30
Hasil interview, Dengan Rofi`ul iza, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul 22.00 WIB. 31
Hasil interview, Dengan Shodikin, pada malam Rabu, tgl. 11-1-12, pukul 20.00 WIB.
79
“Ketika saya ingin mengambil atau meminjam sandal orang lain
tanpa ijin (ghosob) , saya teringat pada Allah, karena Allah Maha
A`lim atas segala perbuatan hamba-Nya”.32
Kata sebagian santri, sangat memberi efek bagi kehidupan sehari-
hari, terutama pada lafad al-Asma` al-Husna sebelum terakhir, yaitu; kata
“Ya Syakur, Ya Shobur”, kata itu selalu mengingatkan kita untuk
bersyukur dengan apa yang diberikan Allah kepada kita dan sabar dalam
tiga hal yaitu ; sabar melaksanakan ibadah, sabar menjalani larangan
agama dan sabar dalam menjalani cobaan.33
Akan tetapi ada sebagian santri juga mengatakan;
“Tidak memberi efek baik dalam kehidupan saya, buktinya dalam
kehidupan sehari-hari saya masih sering berbuat maksiat, seperti
menggunjing, ria`, sombong dan sebagianya”.34
Kata Rofi`ul iza;
“Kalau masalah efek baik itu pasti ada meskipun tidak sering, saya
sering ketika hidup terasa hambar, kepala pusing, di malam hari
saya bangun, sholat malam dan saya lanjutkan wiridan membaca
al-Asmaul husna, kemudian saya duduk di teras aula pondok serta
memandang langit yang penuh keindahan bintang-bintang,
kemudian saya teringat, Ya Allah, Subkhanaallah Engkau adalah
dzat yang Maha Suci serta berkata Maha Besar Engkau ya Allah,
dzat yang Maha Kabir, Maha Luas, Maha Kuasa, seketika itu hati
terasa lega dan fress, sambil menghirup sejuknya udara malam
hari”.35
Pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan setelah
sholat isyak itu memberi efek baik dalam kehidupan sehari-hari.
“Pembacaan nadhom al-asma` al-husna, memberi efek pada
kehidupan saya, karena nama-nama Allah itu mencakup dalam
kehidupan sehari-hari, semisal; pada saat saya sakit tidak mungkin
Allah membiarkan hamba-Nya, terus berbaring merasa kesakitan,
32
Hasil interview, Dengan M. Shoim, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30
WIB 33
Hasil interview, Dengan M. Anam, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB 34
Hasil interview, Dengan A. Khotib, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.00
WIB 35
Hasil interview, Dengan Rofiul Iza, pada malam Selasa, tgl. 10-9-11, pukul 19.30 WIB
80
pasti Allah akan menyembuhkan,disitulah nama Allah
ditampakkan yaitu; Arrohman, Ya Nasyir dan sebagainya”.36
Dalam pembacaan Asma`ul Husna ini yang biasanya menjadikan
saya terasa spiritual itu saat samapai pada lafadz “Arrozaq, ketika saat
sampai lafat itu hati saya merasa kayak bagaimana gitu dan badan terasa
lemas serta hawanya ingin menunduk, karena saya teringat akan betapa
mulianya Allah SWT, betapa baiknya Allah SWT yang tak henti-hentinya
sudi memberi rizki kepada saya dan keluarga saya. Saya teringat kepada
kedua orang tua yang ada dirumah, padahal mereka berdua bekerjanya
hanya disawah-sawah orang, tetapi mereka berdua bisa membiayai
mondok saya selama kurang lebih 12 tahun ini. Dengan inilah ketika
sampai kata Arrozaq saya terasa hening dan lemas.37
Dari hasil beberapa santri yang menjadi objek penelitian, banyak
yang bisa katakan pengalaman spiritualnya adalah, hatinya merasa
gemetar, terenyuh, flay dan ada juga yang sempat meneteskan air mata,
seakan-akan yang diingatnya hanya dzat Allah SWT.
2. Kehadiran Kyai Ma`sum dalam Pengalaman Spiritual Santri Putra
Dalam suatu pesantren tidak terlepas dengan yang namanya
kegiatan atau mujahadah, baik berupa mujahadah rotib, yasin, dan ada juga
yang mujahadah bacaan al-Asma` al-Husna. Pembacaan tersebut sangat
dipengaruhi oleh keadaan siapa yang memimpin serta situasi yang saling
mendukung.
Sebagai mana yang dikatakan oleh M. Khoirul Anam tentang
kepengaruhan kehadiran seorang kyai dalam pemimpinan suatu mujahadah
atau kegiatan:
“Jika mujahadah al-Asma` al-Husna yang ada di pondok al-
Baroniyyah ini dipimpin langsung oleh KH. Ma`sum bisa memberi
efek ketenangan, yakin serta kemantapan tersendiri. Sedangkan
dipimpin oleh badal ada juga sebagian santri yang becanda akan
36
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.30
WIB 37
Hasil Interview dengan Ustdz Khanifuddin, Pengurus Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada
malam Sabtu Jam 19.15-19.32 WIB, tanggal,11-11-2011.
81
tetapi bagi saya, badal juga amanat dari seorang Kyai jadi waktu
pembacaan terasa sama cuman ada sedikit rasa yang kurang.”38
Sama hal nya yang dikatakan oleh Su`udi “ketika pembacaan al-
Asmaul Husna dipimpin langsung oleh KH. Ma`sum dia merasa sungguh
ada banyak Sesuatu yang mengawasi perilaku dirinya, apalagi waktu
pembacaan berlangsung sambil mengangan-angan makna dari setiap asma`
itu sendiri, dia menjadi semakin tersentuh akan agungnya dzat Allah.
Sedangkan ketika yang memimpin badal, hati terasa liar, tetapi ketika dia
kembali mengangan-angan dari makna asma` itu, dia merasa tersentuh
kembali akan lafad-lafad Allah”. Su`udi juga menegaskan jika yang
memimpin KH. Ma`sum, hatinya lebih merasa nyaman, dan terkendali
akan perasaan hormat serta tawadhu` kepada KH. Ma`sum sedangkan jika
yang memimpin Badal, hati merasa liar, tak terkendali, akan perbuatan
nyeleweng, yang ada hanya rasa takut jika nanti dimarahi.
Jika KH. Ma`sum tidak bisa hadir dalam arti memimpin jalanya
pembacaan al-Asma` al-Husna ;
“Saya kurang merasa khusu`, tawadhu` serta hati saya berkata,
tidak ada rasa takut yang menyambungkan kepada Allah, ketika
ada beliau (KH. Ma`sum) saya merasa bahwa Allah mengirim
Romo KH. Ma`sum untuk mengawasi segala perilaku ku sehari-
hari.”39
Pendapat tentang makna pengalaman spiritual,
“Gini kang, spiritual itu sangat intim kang, gimana ya, bisa
dirasakan tapi kayak sulit untuk diutarakan gitulah”, yang
dimaksud tidak bisa diutarakan tapi bisa dirasakan itu seperti ini,
“ini pengalaman pribadi ya, saya itu pernah ikut istighosah dengan
romo yai Ma`sum dalam rangka meminta hujan, pada waktu itu di
Desa ngemplak ini pernah tidak turun hujan lama sekali, ketika
pembacaan istighosah itu sudah dimulai tiba-tiba itu badan saya
terasa merinding dan terasa dingin serta kayak ada sesuatu yang
menempel ditubuh saya gitu, tapi apa saya tidak tau, pada waktu itu
kan sedang pembacaan kalimat tahlil yaitu LailahaillAllah,
semakin cepat dan keras istighosah dilantunkan, hati saya itu terasa
38
Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.15 WIB. 39
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB.
82
gemetar/merinding seakan-akan ada kehadiran Allah SWT didalam
situasi istighosah tersebut ”.40
Masalah perasaan pada waktu pembacaan Asma`ul Husna itu
biasa-biasa saja, karena sudah menjadi kegiatan rutin dan kebiasaan. Akan
tetapi kadang-kadang juga merasakan suatu yang aneh dan kenyamanan
serta ketenangan dalam pembacaan tersebut. Saya pribadi itu merasa, jika
yang memimpin langsung romo yai perasaan itu terasa nyaman saja,
mungkin karena pengaruh beliau yang karismatik dan ahli ilmu agama.41
Saya merasakan kyai Ma`sum itu setiap kali beliau mengajar,
beliau sering berpesan kepada santri-santrinya, agar selalu ingat akan dzat
Allah SWT. Yang sering dipesankan kepada santri-santrinya adalah
“kang ditoto atine, awak`e dhewe ono sing ngawasi yow iku Allah SWT
(mas ditata hatinya, ingat kita itu ada yang mengawasi yaitu Allah SWT
SWT)”.42
Kata-kata itu yang biasanya sering dipesankan oleh romo yai
kepada santri-santrinya.
Memang ada benarnya dalam pembacaan nadhom atau kegiatan itu
kehadiran suatu kyai bisa memberi dampak yang cukup siginifikan.
Sebagaiman hasil interview dengan M. Annas : “pembacaan al-Asma` al-
Husna, bila yang memimpin KH. Ma`sum langsung ada rasa tenang,
khusu`, dan ada rasa taat serta patuh kepada KH. Ma`sum dan dapat
memahami apa yang terkandung dalam nama-nama Allah itu, akan tetapi
jika yang memimpin bukan langsung KH. Ma`sum melainkan seorang
badal (K. Muhyiddin atau pengurus yang lain), jelas ada rasa yang berbeda
yaitu rasa ketawadu`an terasa kurang serta kewibawaan seorang badal
yang tidak bisa menyamai sebagaimana yang dimilki oleh seorang KH.
40
Hasil Interview dengan A`limin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam Sabtu
Jam 20.06 WIB, tanggal,11-11-2011. 41
Ibid. A`limin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam Sabtu Jam 20.06 WIB,
tanggal,11-11-2011. 42
Ibid. Pada malam Sabtu Jam 19.15-19.32 WIB, tanggal,11-11-2011.
83
Ma`sum, akan tetapi bisa memberi efek yang sama, karena yang dibaca
adalah asma` Allah”.43
Di pendapat lain, dikatakan KH. Ma`sum bagaikan presiden yang
memberi contoh-contoh yang baik dan membimbing, bahkan ketika
dibimbing oleh Kyai langsung seakan-akan itu terasa didorong oleh bacaan
asma`ul husna tersebut, dalam hal ini bisa dikatakan pikiran terasa kosong
serta ada yang mengajak.44
Dalam pembacaan Nadhom Asma`ul Husna di Pondok Pesantren
al-Bahroniyyah, seorang kyai sangat memberi pengaruh dalam tercapainya
rasa spiritual. Pada waktu penelitian yang dilakukan dengan cara lewat
interview langsung dengan para santri, penulis mengambil sampel 20%
santri dari jumlah 180 santri,45
setelah melakukan interview, banyak santri
yang berpendapat, kehadiran seorang Kyai sangat mempengaruhi dalam
menuju spiritual. Hampir semua santri berpendapat Kyai adalah panutan
yang sekiranya bisa buat tuntunan, jika waktu pembacaan nadhom
Asma`ul Husna dipimpin langsung oleh Kyai (KH. Ma`sum) rasa
kenyamanan, kekhusu`an, keheningan, kemantapan itu ada, bahkan energi
yang diberikan oleh Kyai sangat kuat.46
Dari hasil interview, Kyai adalah ibarat kata magnet yang memiliki
daya tarik yang kuat.47
Observer sempat bertanya sejauh mana pengaruh Kyai dan seorang
Badal (pengganti) dalam memimpin pembacaan Asma`ul Husna yang
dilakukan rutin setiap setelah sholat jamaah isyak? Dari 20 santri yang
penulis interview, banyak yang berpendapat ; sangat jelas berbeda antara
Kyai dan Badal, Kyai itu orang yang memiliki ilmu ma`rifat yang tinggi
serta apa yang diucapkan hampir semuanya dilaksanakan dan rasa
43
Hasil interview, Dengan M. Annas, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15 WIB. 44
Hasil interview, Dengan suryono, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15 WIB. 45
Suharsisni Ari Kunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, Cet. IV. 1992), h. 107 46
Hasil interview, Dengan M. Ulinuha, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15
WIB. 47
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Minggu, tgl. 28-8-11, pukul 18.30
WIB.
84
khidmahnya tinggi, sedangkan badal, ya meskipun secara ilmu pandai,
yang namanya badal ya badal, tidak sama dengan kyai, karena Kyai
pelopor pertama dalam kegiatan tersebut sedangkan badal hanya
mengganti disaat Kyai tidak bisa memimpin, jadi rasa kekhidmahan lebih
terasa jika dipimpin langsung oleh Kyai dari pada dipimpin oleh seorang
badal.48
Dalam pelaksanaan pembacaan Asma`ul Husna ketika dipimpin
langsung oleh Kyai, santri kelihatan khusu`, tenang, dan khidmah, seakan-
akan hampir tidak ada santri yang bergurau, ketika penulis kasih
pertanyaan adakah perasaan terasa gemetar atau hening? Jawab Seorang
santri yang bernama ust. Ridwan Ada, ketika pembacaan sampai lafadz Al-
Mulk, karena dia merasa seakan-akan dirinya sangat tidak berguna serta
selalu membutuhkan Allah dzat yang memilki nama al-Mulk itu.49
Ada
juga santri yang merasa gemetar ketika sampai lafadz Al-Kabir, merasa
kecil dan merasa malu setiap hari selalu berlaku sombong, padalah hanya
Allah lah yang berhak memilki sifat tersebut.50
Peran Kyai dalam menanamkan nilai Spiritual para santri putra di
Pondok Al-Bahroniyyah Ngemplak, sangatlah besar sekali, kyai sebagai
pengajar di Pondok harus bisa mendidik para santri dengan baik, karena
Kyai adalah orang tua yang kedua bagi santri. Tingkah laku seorang Kyai
akan ditiru oleh santrinya, akan sikap/tingkah laku kyai harus selalu baik,
karena merupakan teladan bagi santrinya.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Ustadz M. Ridwan, S.Ag:
“Kedudukan kyai diPondok Al-Bahroniyyah Ngemplak memiliki
peranan sangat besar dalam menanamkan nilai Spiritual para santri,
karena keberadaan kyai di Pondok berfungsi sebagai pengontrol
pembimbing bagi santri. Nilai Spiritual sebagai landasan yang
48
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Selasa, tgl. 10-9-11, pukul 20.30
WIB. 49
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Selasa, tgl. 10-9-11, pukul 20.30
WIB. 50
Hasil interview, Dengan M. Khanifuddin, pada malam kamis, tgl. 12-9-11, pukul 21.00
WIB
85
penting dan dapat berfungsi sebagai pengontrol, pembimbing dan
penolong bagi setiap perbuatan dan tingkah laku santri”.51
Pembacan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan oleh para
santri al-Bahroniyyah, bisa membimbing dirinya pada hal spiritual
(ketenangan, ketawadu`an, kenyamanan, keikhlasan, dll), pengalaman
tersebut tidak semata-mata karena bacaan yang dibaca adalah nama-nama
Allah, melainkan juga karena rasa ketawadu`an para santri kepada sang
Kyai Ma`sum.
Sebagaimana beberapa hasil dari interview kepada sebagian santri
yang menjadi responden dalam penelitian, pengaruh kehadiran kyai
Ma`sum dalam spiritual santri putra;
“Kalau masalah rasa (yakin, tawadu`, khusu`), itu terkadang tidak
merasakannya ketika yang memimpin bukan romo kyai Ma`sum
langsung, akan tetapi jika yang memimpin romo kyai Ma`sum itu
suasana berbeda”.52
“Jujur, saya belum bisa mengalami spiritual, tapi saya merasa
yakin, seperti tunduk patuh ketika membaca nadhom asma`ul
husna dipimpin oleh romo kyai Ma`sum, mungkin karena
kewibawaan beliau”.53
“Meskipun yang memimpin bukan kyai Ma`sum, saya tetap merasa
tawadu` dan yakin akan bacaan tersebut, meskipun karismatik
seorang badal tidak sebanding dengan kyai Ma`sum, akan tetapi
saya memandang karena baliau adalah seorang badal yang ditunjuk
langsung oleh romo kyai Ma`sum”.54
“Saya tidak merasakan ketenangan atau kekhusu`an, karena rasa
takut saya tidak ada yang menyambungkan kepada Allah selain
kyai Ma`sum, ketika ada beliau, saya merasa bahwa Allah telah
mengirimkan romo kyai Ma`sum untuk mengawasi segala
perilakuku sehari-hari”.55
51
Hasil Interview dengan Dewan Pengurus, Ustad M. Ridwan, S.Ag. Hari Sabtu, jam
21.00 WIB, 22 Oktober 2011. 52
Hasil interview, Dengan Suryono, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.30 WIB. 53
Hasil interview, Dengan Dimas Fadly, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30
WIB. 54
Hasil interview, Dengan Rofiul Iza, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 19.00
WIB. 55
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB
86
“Saya tetap merasa yakin, khusuk dan tawadu` meskipun yang
memimpin bukan romo yai Ma`sum langsung, karena yai Ma`sum
sudah mengamanatkan langsung kepada badal yang ditunjuk oleh
beliau, jadi saya tetap merasa yakin dan mantap dalam pembacaan
nadhom asma`ul husna, mengingat yang memimpin adalah
badalnya kyai Ma`sum”.56
Bahwasanya kehadiran kyai Ma`sum bisa membawa pengaruh
menuju spiritual para santri, sebagaiaman hasil interview dengan sebagian
santri yang menjawab ada, suatu kegiatan yang ada di pondok Al-
Bahroniyaah ini jika kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh romo yai
Ma`sum, keadaan dan suasana itu seakan terasa tenang serta bisa mengalir
apa yang sesuai yang dilantunkan. Semisal dalam pembacaan nadhom
asma`ul husna yang dialakuakan setelah jamaah shalat isyak ini, jika yang
memimpin romo yai, suasana terlihat hening, bacaan atau nadanya pun
berirama seimbang dan dalam pembacaan santri lebih fokus. Banyak
alasan yang mengatakan karena kehidmahan santri pada kyai dan
karismatik beliau yang sudah tidak diragukan lagi.57
56
Hasil interview, Dengan M. Jamian, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.12
WIB. 57
Hasil Interview dengan Dewan Pengurus, Ustad Subakir, Hari Minggu, jam 20.00
WIB, 23 Oktober 2011.
87
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Kepengaruhan Santri terhadap Kyai Ma`sum
1. Kyai Ma`sum sebagai Kyai Karismatik
Kyai adalah orang yang memiliki ilmu agama (Islam) plus amal
dan akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Saiful Akhyar Lubis,
menyatakan bahwa “Kyai” adalah tokoh sentral dalam suatu pondok
pesantren, maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan
kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di
salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut
merosot karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang
telah wafat itu.1
Santri al-Bahroniyyah banyak yang berpendapat tentang seorang
Kyai Ma`sum adalah sebagai pablik figur yang berkarismatik.
Kyai Ma`sum Adalah pengasuh Pondok-Pesantren al-Bahroniyyah
Ngemplak Mranggen Demak, dan beliau jua tokoh NU yang karismatik
karena menurut para santrinya beliau seorang yang ahli ilmu fiqih, sufi dan
mempunyai sifat zuhud, baik hati, selalu merendah serta berwibawa tinggi.
Sebagai mana yang disampaikan para santri dalam hasil interview sebagai
berikut;
“KH. Masum adalah salah satu seorang waliyullah sekaligus tokoh
ulama` NU yang sangat berkarismatik karena sifat kezuhudanya
terhadap hal keduniawian, dan dia juga bertasawuf tinggi serta
ahlul fiqih”.2
“KH. Ma`sum itu sebagai figur yang karismatik, serta didalam
dirinya terdapat sir (rahasia) yang tidak tercapai olehku dari segala
tindakannya,3 santri lain berkata ; KH. Ma`sum adalah sosok
1 Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kyai dan Pesantren, (Yogyakarta, eLSAQ Press,
2007), h. 169. 2 Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.30 WIB. 3 Hasil interview, Dengan Wahyu Muhibbin, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.35 WIB.
88
pemimpin yang rendah hati, tidak sombong, dan memiliki wibawa
tinggi,4 dan ada pendapat lain, KH. Ma`sum itu baik hati, rendah
hati, dan suka bercerita kepada santri-santrinya ketika mengajar
tentang masa lalunya pada saat mondok atau nyantri agar santri itu
bisa meniru tingkah lakunya.”5
Dalam teori kepemimpinan salah satu teori tersebut adalah teori
karismatik. Karisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “karunia di
inspirasi Ilahi” seperti kemampuan untuk melakukan mukjizat atau
memprediksi peristiwa-peristiwa di masa mendatang. Ahli sosiologi Max
Weber telah menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan sebuah
bentuk pengaruh yang didasarkan bukan atas tradisi atau kewenangan
namun atas persepsi para pengikut bahwa kepada sang pemimpin tersebut
telah dikaruniai kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Karisma, terjadi
bilamana terjadi krisis sosial, yang pada krisis itu, seorang pemimpin
dengan kemampuan pribadi yang luar biasa tampil dengan sebuah visi
yang radikal yang member suatu pemecahan terhadap krisis tersebut, dan
pemimpin tersebut menarik perhatian para pengikut yang percaya pada visi
itu dan merasakan bahwa pemimpin tersebut sangat luar biasa.6
Berdasarkan hasil interview dengan sebagian santri, banyak santri
yang mengatakan kalau Kyai Ma`sum merupakan tipe kyai yang
karismatik, karena banyak dari kalangan masyarakat sampai pejabat segan
dengan beliau. Setiap kali ada permasalahan dalam hukum fiqih sebagian
besar dari masyarakat Mranggen khusunya desa Ngemplak, sering
meminta arahan kepada beliau, meskipun disisi lain banyak kyai-kyai,
akan tetapi ketertarikan para masyarakat lebih memihak kepada beliau,
seakan-akan merasa khidmah dan segan pada kyai Ma`sum.
Kyai Ma`sum, beliau sosok kyai yang ramah-tamah, sopan santun
terhadap masyarakat, lebih-lebih kepada para santri beliau. Beliau tipe
kyai yang tidak malu atau tidak segan belajar akan kekurangan ilmu
4 Hasil interview, Dengan Dimas fadly, pada malam Rabu, pukul 21.15 WIB.
5 Hasil interview, Dengan M. Nadif, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.45 WIB.
6 Annasom, Kyai, Kepemimpinan dan Patronse (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,
2002), h. 10-11.
89
beliau, meskipun dimata masyarakat kyai Ma`sum sudah dipanggil kyai
bahkan sudah menyandang kyai yang mashur atau terkenal, akan tetapi
beliau masih mau belajar dan membaca-baca kitab untuk menambah
wawasan. Beliau juga mendapat gelar ahli fiqih, hadist serta ilmu tasawuf,
sebagaimana hasil interview dengan sebagian santri dibawah ini;
“KH. Ma`sum adalah orang yang ramah tamah terhadap santri-
santrinya, serta beliau sendiri tidak berputus asa untuk belajar dan
mengetahui ilmu-ilmu fiqih, hadist, tasawuf dan sebagainya,
padahal posisi beliau sudah menjadi Kyai yang Masyhur.
Sedangkan badal-badalnya juga sama seperti beliau, baik cara
pengajaranya, tingkah lakunya serta cara memberi contoh kepada
para santri-santri”.7
Menurut Munawar Fuad Noeh menyebutkan ciri-ciri kyai di
antaranya yaitu:
a. Tekun beribadah, yang wajib dan yang sunnah.
b. Zuhud, melepaskan diri dari ukuran dan kepentingan materi duniawi
c. Memiliki ilmu akhirat, ilmu agama dalam kadar yang cukup
d. Mengerti kemaslahatan masyarakat, peka terhadap kepentingan umum
e. Dan mengabdikan seluruh ilmunya untuk Allah SWT, niat yang benar
dalam berilmu dan beramal.8
Melihat pendapat dari Munawar Noeh, hampir semua ciri-ciri yang
disebutkan dalam pendapatnya, ada pada diri seorang kyai Ma`sum, beliau
tekun beribadah, berlaku zuhud, serta berlaku sosial yang tinggi terhadap
para masyarakat dan santri-santri beliau.
Menurut Imam Ghazali membagi ciri-ciri seorang Kyai di
antaranya yaitu:9
a. Tidak mencari kemegahan dunia dengan menjual ilmunya dan tidak
memperdagangkan ilmunya untuk kepentingan dunia. Perilakunya
sejalan dengan ucapannya dan tidak menyuruh orang berbuat kebaikan
sebelum ia mengamalkannya.
7 Hasil interview, Dengan suryono, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15 WIB.
8 Munawar Fuad Noeh dan Mastuki HS, h. 102.
9 Badruddin Hsubky, h. 57.
90
b. Mengajarkan ilmunya untuk kepentingan akhirat, senantiasa dalam
mendalami ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah SWT, dan menjauhi segala perdebatan yang sia-sia.
c. Mengejar kehidupan akhirat dengan mengamalkan ilmunya dan
menunaikan berbagai ibadah.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Suryono sebagian santri al--
Bahroniyyah, bahwasanya kyai Ma`sum itu sosok kyai yang penuh
keramah tamahan kepada setiap orang, bisa dikatakan kyai Ma`sum selalu
senyum, menyapa, bertanya kepada setiap yang dia temui, lebih-lebih
waktu mengisi pengajian baik dalam formal maupun salafiyah dia selalu
senyum dan menampakkan keikhlasanya dalam berbuat.
Sebagaimana pendapat imam Ghozali, ciri-ciri kyai adalah tidak
cari kemegahan dunia, begitu juga kyai Ma`sum beliau orangnya santai,
ramah serta rumahnya sangat sederhana tidak seperti kyai-kyai pada
umumnya, yang rumahnya mewah serta mobil banyak. Bahkan beliau
jikalau sedang diundang untuk mengisi pengajian di desa lain, beliau tidak
mau dijemput oleh panitia pengajian melainkan lebih suka milih diantar
santrinya meskipun hanya naik sepeda motor.
Ada sebagian santri juga yang berpendapat kalau seorang KH.
MA`sum adalah; “sosok tokoh pejuang islam yang sangat bijaksana dan
mempraktekkan ilmu serta ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari
beliau”.10
Bahwasanya seorang kyai dilingkungan masyarakat lebih-lebih
dilingkungan pesantren sangat memberi pengaruh pada diri masyarakat
maupun santri. Sebagaimana di pondok pesantren al-Bahroniyyah kyai
Ma`sum sangat memberi pengaruh pada tingkah laku santri, karena beliau
merupakan pengasuh serta yang memberi keteladanan dalam segala
menjalankan perbuatan sehari-hari, beliau selalu mencontohkan prilaku
yang baik, sopan dan ramah. Hal ini secara tidak langsung akan bisa
membimbing pada nilai-nilai pengalaman spiritual santri putra al-
10
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB.
91
Bahroniyya. Sama halnya yang dikatakan oleh M. Ridwan dari hasil
interview;
“Keteladanan kyai/pengasuh sangat kuat pengaruhnya dalam
proses penanaman nilai spiritual para santri putra. Ia merupakan
cermin dan wujud dari nilai-nilai Islam, baik dari sikapnya, tutur
katanya, perilakunya, perbuatannya, secara tidak langsung itu
merupakan perwujudan dari pada nilai Spiritual”.11
Su`udi salah satu dari santri al-Bahroniyyah, merasakan kyai
Ma`sum itu setiap kali beliau mengajar, beliau sering berpesan kepada
santri-santrinya, agar selalu ingat akan dzat Allah SWT. Yang sering
dipesankan kepada santri-santrinya adalah “kang ditoto atine, awak`e
dhewe ono sing ngawasi yow iku Allah SWT (mas ditata hatinya, ingat kita
itu ada yang mengawasi yaitu Allah SWT)”.12
Kata-kata itu yang biasanya
sering dipesankan oleh kyai Ma`sum kepada santri-santrinya.
Menurut Hamdan Rasyid bahwa kyai mempunyai tugas di
antaranya adalah:13
Pertama, Melaksanakan tablikh dan dakwah untuk membimbing
umat. Kyai mempunyai kewajiban mengajar, mendidik dan membimbing
umat manusia agar menjadi orang-orang yang beriman dan melaksanakan
ajaran Islam.
Kedua, Melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar. Seorang kyai
harus melaksanakan amar ma`ruf dan nahi munkar, baik kepada rakyat
kebanyakan (umat) maupun kepada para pejabat dan penguasa Negara
(umara), terutama kepada para pemimpin, karena sikap dan perilaku
mereka banyak berpengaruh terhadap masyarakat.
Ketiga, Memberikan contoh dan teladan yang baik kepada
masyarakat. Para kyai harus konsekwen dalam melaksanakan ajaran Islam
untuk diri mereka sendiri maupun keluarga, saudara-saudara, dan sanak
familinya. Salah satu penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah SAW,
11
Hasil interview dengan Ustad M. Ridwan, S.PdI. Pada hari Rabu Jam 20.00 WIB,
tanggal, 9 Oktober 2011. 12
Ibid. Pada malam Sabtu Jam 19.15-19.32 WIB, tanggal,11-11-2011. 13
Hamdan Rasyid, h. 22.
92
adalah karena beliau dapat dijadikan teladan bagi umatnya. Sebagaimana
difirmankan dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu ….” (QS. Al-Ahzab: 21).14
Keempat, Memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap
berbagai macam ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur`an dan al-
Sunnah. Para kyai harus menjelaskan hal-hal tersebut agar dapat dijadikan
pedoman dan rujukan dalam menjalani kehidupan.
Kelima, Memberikan Solusi bagi persoalan-persoalan umat. Kyai
harus bisa memberi keputusan terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi masyarakat secara adil berdasarkan al-Qur`an dan al-Sunnah.
Keenam, Membentuk orientasi kehidupan masyarakat yang
bermoral dan berbudi luhur. Dengan demikian, nilai-nilai agama Islam
dapat terinternalisasi ke dalam jiwa mereka, yang pada akhirnya mereka
memiliki watak mandiri, karakter yang kuat dan terpuji, ketaatan dalam
beragama, kedisiplinan dalam beribadah, serta menghormati sesama
manusia. Jika masyarakat telah memiliki orientasi kehidupan yang
bermoral, maka mereka akan mampu memfilter infiltrasi budaya asing
dengan mengambil sisi positif dan membuang sisi negatif.
Sebagaimana yang diterangkan oleh Hamdan Rosyid, bahwasanya
seorang kyai mempuyai beberapa tugas seperti yang dijelaskan diatas, kyai
Ma`sum sangat tepat dikarenakan dia sosok kyai yang sering bahkan selalu
melakukan tugas-tugasnya sebagai kyai. Dia selalu menyampaikan
kebaikan kepada santri-santrinya agar menjadi lebih baik dalam menjalani
suatu kehidupan.
Kyai Ma`sum juga sebagai acuan dalam setiap kali ada
permasalahan khususnya di desa Ngemplak, beliau sering menjelaskan
secara jelas dan rinci terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan
kepadanya. Hal ini secara tidak langsung merupakan tabligh atau dakwah
yang dilakukan beliau terhadap masyarakat luas.
14
Departemen Agama RI, h. 670.
93
2. Kyai Ma`sum sebagai Guru Spiritual bagi Santri al-Bahroniyyah
Menurut Sayyid Abdullah bin , Alawi Al-Haddad dalam kitabnya
An-Nashaihud Diniyah mengemukakan sejumlah kriteria atau ciri-ciri kyai
di antaranya ialah: Dia takut kepada Allah, bersikap zuhud pada dunia,
merasa cukup (qana`ah) dengan rizki yang sedikit dan menyedekahkan
harta yang berlebih dari kebutuhan dirinya. Kepada masyarakat dia suka
memberi nasehat, ber amar ma`ruf nahi munkar dan menyayangi
masyarakat serta suka membimbing ke arah kebaikan dan mengajak pada
hidayah. Kepada masyarakat dia juga bersikap tawadhu`, berlapang dada
dan tidak tamak pada apa yang ada pada msyarakat serta tidak
mendahulukan orang kaya dari pada yang miskin. Dia sendiri selalu
bergegas melakukan ibadah, tidak kasar sikapnya, hatinya tidak keras dan
akhlaknya baik,15
Di dalam Shahih Muslim di sebutkan dari Ibnu Mas`ud
ra, dia berkata. Rasulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada
kesombongan meskipun seberat zaarah” (HR. Muslim).16
M. Shodikin merupakan salah satu santri yang pada saat ini
menjadi pengurus bagian hal kegiatan. Dia mengatakan dalam pembacaan
al-Asama` al-Husna yang dipimpin langsung oleh kyai Ma`sum bisa
memberi efek yang berbeda dibanding dipimpin oleh badal beliau, setiap
sesuatu yang diucapakan atau dipesankan oleh beliau memberi kesan
tersendiri serta kemantapan hati yang kuat. Ini semua tidak terlepas dengan
posisi beliau yang sebagai pengasuh Utama pondok-pesantren al-
Bahroniyyah dan kekarismatikan beliau sebagai kyai. Sebagaimana
interview dibawah ini;
“Ya intinya itu jika yang memimpin romo yai langsung terasa
nyaman aja dan yakin akan ucapan-ucapan yang keluar dari romo
yai sendiri, jika langsung beliau yang memimpin suasana itu
seakan-akan terlihat pada tenang, diam dalam hal ini tawadu` akan
15
A. Mustofa Bisri, Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan (Rembang
: Lembaga Informasi dan Studi Islam (L.Islam) Yayasan Ma‟ had as-Salafiyah. 2003), h. xxvi. 16
Terjemahan Buku Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, oleh Kathur Suhardi, Madarijus Salikin
(Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Kongkret “Iyyaka Na‟ budu waiyyaka Nasta`in” (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 264.
94
romo yai, bisa dikatakan jika yang mimpin yai langsung merasa
mantap, karena bagi saya yai Ma`sum adalah tuntunan yang patut
ditiru serta karismatik beliau yang mashur”.17
“Jika bacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang ada di pondok al-
Baroniyyah ini dipimpin langsung oleh KH. Ma`sum bisa memberi
efek ketenangan, yakin serta kemantapan tersendiri. Sedangkan
dipimpin oleh badal ada juga sebagian santri yang becanda akan
tetapi bagi saya, badal juga amanat dari seorang Kyai jadi waktu
pembacaan terasa sama cuman ada sedikit rasa yang kurang”.18
Santri merasa nyaman jikalau dalam waktu pembacaan nadhom al-
Asma` al-Husna langsung dipimpin oleh kyai Ma`sum, santri
beranggapan, kyai Ma`sum adalah sosok kyai karismatik yang bisa
memberi pengaruh serta menuntun kearah kebaikan kepada masyarakat
dan para santri-santrinya.
Jika KH. Ma`sum tidak bisa hadir dalam arti memimpin jalanya
pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, sebagian santri merasa ada yang
kurang serta bisa mempengaruhi dalam menuju ke pengalaman spiritual,
rasa tawadhu` dan rasa takut berbeda jikalau yang memimpin bukan kyai
Ma`sum langsung;
“Saya kurang merasa khusu`, tawadhu` serta hati saya berkata,
tidak ada rasa takut yang menyambungkan kepada Allah, ketika
ada beliau (KH. Ma`sum) saya merasa bahwa Allah mengirim
Romo KH. Ma`sum untuk mengawasi segala perilaku ku sehari-
hari”.19
Observer sempat bertanya sejauh mana pengaruh kyai dan seorang
Badal (pengganti) dalam memimpin pembacaan Asma`ul Husna yang
dilakukan rutin setiap setelah sholat jamaah isyak? Dari 20 santri yang
penulis interview, banyak yang berpendapat ; sangat jelas berbeda antara
Kyai dan Badal, Kyai itu orang yang memiliki ilmu ma`rifat yang tinggi
serta apa yang diucapakn hampir semuanya dilaksanakan dan rasa
17
Hasil Interview dengan M. Shodikin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam
Sabtu Jam 19.45 WIB, tanggal,11-11-2011. 18
Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.15 WIB. 19
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB.
95
khidmahnya tinggi, sedangkan badal, meskipun secara ilmu pandai, akan
tetapi sorang badal dalam keyakinan tetap merasa badal bukan kyai, tidak
sama dengan kyai, karena kyai pelopor pertama dalam kegiatan tersebut
sedangkan badal cuman mengganti disaat kyai tidak bisa memimpin, jadi
rasa kehidmahan lebih terasa jika dipimpin langsung oleh kyai dari pada
dipimpin oleh seorang badal.20
Hubungan antara syaikh atau guru spiritual dan muridnya adalah
sebuah hubungan yang memiliki persoalan sangat kompleks dalam matra
praktis Sufisme dan hannya dapat dipahami dalam konteks ini. Semua sufi
setuju bahwa memasuki sebuah jalan tanpa bimbingan seorang guru adalah
mustahil. Jika seseorang berfikir bahwa dia bisa melakukanya, berarti ia
telah tersesat jalan. Alasan utama bagi pentingnya seorang guru spiritual
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah bahwa jalan itu tidak dikenal
sebelum dilewati, dan seorang tidak mungkin bisa mempersiapakan
dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai bahaya dan perangkap yang
menghadang dijalan itu. Tidak dapat diketahuinya jalan itu kembali pada
tak dapat diketahuinya Tuhan.21
Dalam lingkungan pondok pesantren al-Bahroniyyah Ngemplak,
santri disana sangat dekat dengan dengan kyai Ma`sum baik secara
kehidmahan maupun secara emosional, sampai-sampai jika dia tidak hadir
dalam setiap kegiatan yang ada dipondok, para santri terasa kurang
nyaman, yakin dan mantap, akan tetapi jika didampingi olehnya santri
merasa mantap. Santri beranggapan pesan-pesan kyai Ma`sum yang
dipesankan olehnya, pasti sudah dilakukan serta sudah istiqomah oleh
beliau, dengan seperti itulah para santri menganggap kalau kyai Ma`sum
adalah termasuk guru Spiritual baginya. Beliau selalu mengajarkan para
santrinya untuk selalu ingat akan dzat Allah, seperti melnggengkan sholat
malam, puasa zdala`il, dzikir malam dan sebagainya.
20
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Selasa, tgl. 10-9-11, pukul 20.30
WIB. 21
William C. Chittick, Pengetahuan Spiritual, (Yogyakarta : Penerbit QALAM, 2001), h.
79.
96
B. Pengalaman Spiritual Santri pada Saat Membaca Nadhom al-Asma` al-
Husna
1. Pembacaan Nadhom al-Asma` al-Husna sebagai Pengendali Diri
Setelah mengikuti pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, banyak
memberi manfaat bagi kebanyakan santri yang mengikuti bacaan nadhom
tersebut.
Ketika ingin malakukan pekerjaan hati ingat pada kekuasaan Allah
dan ingat pada siksa Allah, teringat akan dzat Allah yang Maha
mengetahui serta Maha mendengar atas apa yang hamba-Nya lakukan,
sebagaimana hasil interview dibawah ini;
“Ketika saya ingin mengambil atau meminjam sandal orang lain
tanpa ijin (ghosob), saya teringat pada Allah, karena Allah Maha
A`lim atas segala perbuatan hamba-Nya”.22
Kata sebagian sntri, sangat memberi efek bagi kehidupan sehari-
hari, terutama pada lafad al-Asma` al-Husna sebelum terakhir, yaitu; kata
“Ya Syakur, Ya Shobur”, kata itu selalu mengingatkan untuk bersyukur
dengan apa yang diberikan Allah kepada kita dan sabar dalam tiga hal
yaitu ; sabar melaksanakan ibadah, sabar menjalani larangan agama dan
sabar dalam menjalani cobaan.23
Akan tetapi ada sebagian santri juga
mengatakan dalam pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna tidak
sepenuhnya memberi dampak positif yang signifikan pada dirinya,
sebagaimana hasil interview dengan M. Khotib;
“Tidak memberi efek baik dalam kehidupan saya, buktinya dalam
kehidupan sehari-hari, saya (A. Khotib) masih sering berbuat
maksiat, seperrti menggunjing, ria`, sombong dan sebagianya”.24
Kata Rofi`ul iza salah satu santri al-Bahroniyyah, pengalaman
spiritual ini tidak dicapai pada saat membaca nadhom, melainkan posisi isi
pembacaan nadhom al-Asma` al-Husan bisa memberi efek akan kebesaran
22
Hasil interview, Dengan M. Shoim, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30
WIB 23
Hasil interview, Dengan M. Anam, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB 24
Hasil interview, Dengan A. Khotib, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.00
WIB
97
dzat Allah. Setiap kali dia ada masalah dalam menjalani kehidupanya, dia
sering teringat akan nama-nama Allah yang sering dia bacanya, seketika
itu juga pengalaman spiritual itu sangat terasa, betapa rendahnya diri
manusia sedangkan betapa Maha besarnya dzat Allah, sebagaimana hasil
interview dibawah ini;
“Kalau masalah efek baik itu pasti ada meskipun tidak sering, saya
sering ketika hidup terasa hambar, kepala pusing, di malam hari
saya bangun, sholat malam dan saya lanjutkan wiridan membaca
al-Asmaul husna, kemudian saya duduk di teras aula pondok serta
memandang langit yang penuh keindahan bintang-bintang,
kemudian saya teringat, Ya Allah, Subkhanaallah Engkau adalah
dzat yang Maha Suci serta berkata Maha Besar Engkau ya Allah,
dzat yang Maha Kabir, Maha Luas, Maha Kuasa, seketika itu hati
terasa lega dan fress, sambil menghirup sejuknya udara malam
hari”.25
Dilihat dari data diatas bahwasannya, dengan mebaca nadhom al-
Asma` al-Husna bisa menuntun serta bisa mengingatkan pada dzat Allah
yang nantinya akan menimbulkan rasa spiritual dan kedamaian dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan setelah
sholat isyak itu memberi efek baik dalam kehidupan sehari-hari. M.
Ridwan merasa kalau Allah selalu mengawasi pada hamba-hamba-Nya
dalam setiap perbuatan yang dilakukanya, Allah Maha mengetahui lagi
Maha Arrohim serta Maha penolong. Maka dari itu Allah tidak akan
memberi cobaan pada hamba-Nya, yang sekiranya hamba-Nya tidak
mampu, seperti halnya hasil interview dibawah ini;
“Pembacaan nadhom al-asma` al-husna, memberi efek baik pada
kehidupan saya (M. Ridwan), karena nama-nama Allah itu
mencakup dalam kehidupan sehari-hari, semisal; pada saat saya
sakit tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya, terus
berbaring merasa kesakitan, pasti Allah akan
menyembuhkan,disitulah nama Allah ditampakkan yaitu;
Arrohman, Ya Nasyir dan sebagainya”.26
25
Hasil interview, Dengan Rofiul Iza, pada malam Selasa, tgl. 10-9-11, pukul 19.30 WIB 26
Hasil interview, Dengan M. Ridwan, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.30
WIB
98
Setelah menghiasi kehidupan kita dengan siafat-sifat tepuji, yang
dalam ilmu tasawuf disebut dengan Tahalli, maka kita akan menuju
langkah atau jenjang selanjutnya yaitu Tajalli.
Tahalli adalah berhias diri dengan sifat-sifat Allah SWT. Akan
tetapi, perhiasan paling sempurna dan paling murni bagi seorang hamba
adalah berhias dengan sifat-sifat penghambaan. Penghambaan (Ubudiyah)
adalah pengabdian penuh dengan sempurna yang sama sekali tidak
menampakkan tanda-tanda ketuhanan (Rabbaniyah). Hamba yang berhias
(tahalli) dengan penghambaan itu menempati kekekalan dalam dirinya
sendiri dan menjadi tiada dalam pengetahuan Allah.27
Maka dari itu ada beberapa cara untuk menghiasi diri kita untuk
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, diantaranya : (Zuhud, Qona`ah,
Sabar, Tawakkal,Mujahadah, Ridho, Syukur, Ikhlas dll).
Setelah seseorang melalui dua tahap tersebut maka tahap yang
ketiga adalah tajalli, seseorang hatinya terbebaskan dari tabir (hijab) yaitu
sifat-sifat kemanusiaan atau memperoleh nur yang selama ini tersembunyi
atau fana` segala selain Allah ketika Nampak (tajalli) wajah-Nya.
Tajalli bermakna pencerahan atau penyingkapan. Suatu term yang
berkembang dikalangan sufisme sebagai sebuah penjelmaan, perwujudan
dari yang tunggal. Sebuah pemancaran cahaya batin, penyingkapan rahasia
Allah, dan pencerahan hamba-hamba saleh.
Tajalli adalah tersingkapnya tirai penyekap dari alam ghaib, atau
peruses mendapat penerangan dari Nur ghaib, sebagai hasil dari suatu
meditasi. Dalam sufisme, proses tersingkapnya tirai dan penerimaan nur
ghaib yang merupakan anugrah dari Tuhan dan diluar adikuasa manusia.
Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan : (tajalli Af`al,
Asma`, Sifat, dan Dzat).28
Ibnu Arabi menyatakan bahwa tajalli Tuhan ada
dua bentuk, yaitu tajalli gaib atau dzati dan tajalli suhudi.29
Seseorang
27
Drs. Totok Jumantoro, MA. Drs Munir Amin Samsul, M.Ag. Kamus Ilmu Tasawuf,
Sinar Grafika Offset, Cet, pertama, Juli 2005.h.227. 28
Ibid. h. 231. 29
Ibid. h. 230.
99
yang telah mencapai tajalli maka dia akan memperolah ma`rifat yaitu,
mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan dan peraturan-peraturan-Nya
tentang Tuhan. Ma`rifat merupakan pemberian Tuhan bukan Usaha
manusia. Manuisa merupakan ahwal tertinggi yang datangnya sesuai atau
sejalan dengan ketekunan, kerajinan kepatuhan dan ketaatan seseorang.30
Jika para santri sanggup melaksanakan itu semua maka insya Allah dirinya
akan bisa menyatu pada Dzat Allah yang sesungguhnya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh para santri-santri yang ada di
Pondok Pesantren al-Bahroniyyah, mereka pertama berusaha
menghilangkan atau menghindari perbuatan-perbuatan yang tercela,
mereka selalu mengingat apa yang dipesankan dari kyai Ma`sum seperti,
tidak berbohong, berlaku jujur, menghindari sifat ria`, sombong dan
sebagainya. Dengan menghindari segala perbuatan-perbuatan yang tercela,
secara tidak langsung bisa mengingat akan dzat Allah, karena merasa
diawasi oleh dzat yang Maha Segala-galanya, jika itu semua bisa berjalan
maka penampakkan Allah lah yang akan nampak dalam kehidupan sehari-
hari, yang dimaksud dalam semua ini adalah (Takhalli, Tahalli dan
Tajalli).
2. Merasakan Pengalaman Spirtual dalam Membaca Nadhom al-Asma` al-
Husna
Dalam hal ini penulis membagi dua bagian, yang pertama merasa
spiritual karena ketawadhu`an kepada kyai Ma`sum dalam memimpin
nadhoman al-Asma` al-Husan dan yang ke dua bisa mengalami sepiritual
bukan karena kehadiran kyai Ma`sum melainkan karena isi bacaan yang
dibacanya adalah nama-nama Allah SWT.
a. Ketawadu`an kepada Kyai Ma`sum
Pembacan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan oleh
para santri al-Bahroniyyah, bisa membimbing dirinya pada hal
spiritual (ketenangan, ketawadu`an, kenyamanan, keikhlasan, dll),
30
Amin Syukur, Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, (Semarang : LEMBOTA,
2002), h. 48.
100
pengalaman tersebut tidak semata-mata karena bacaan yang dibaca
adalah nama-nama Allah, melainkan juga karena rasa ketawadu`an
para santri kepada sang Kyai Ma`sum.
Sebagaimana beberapa hasil dari interview kepada sebagian
santri yang menjadi responden dalam penelitian, pengaruh kehadiran
kyai Ma`sum dalam spiritual santri putra;
“Kalau masalah rasa (yakin, tawadu`, khusu`), itu terkdang
tidak merasakanya ketika yang memimpin bukan romo kyai
Ma`sum langsung, akan tetapi jika yang memimpin romo kyai
Ma`sum itu suasana berbeda”.31
Merasa tawadhu`, khusu` dan mengalami spiritual itu bukan
sesuatu hal yang mudah didapat, kehadiran kyai Ma`sum dalam
memimpin pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna bisa mempengaruhi
para santri merasakan sebuah keyakinan dan kemantapan dalam hati.
Akan tetapi tidak selamanya kehadiran seorang kyai sepenuhnya bisa
memberi pengaruh pada para santri, meskipun kehadiran seorang kyai
Ma`sum tidak memberi efek yang signifikan, tetapi kehadiran kyai
Ma`sum sudah memberi sesuatu yang berbeda seperti nyaman, tenang
serta yakin, dibanding seorang badal. Sama halnya hasil interview
dengan Dimas Fadli santri al-bahroniyyah;
“Jujur, saya belum bisa mengalami spiritual, tapi saya merasa
yakin, seperti tunduk patuh ketika membaca nadhom asma`ul
husna dipimpin oleh romo yai Ma`sum, mungkin karena
kewibawaan beliau”.32
“Meskipun yang memimpin bukan kyai Ma`sum, saya tetap
merasa tawadu` dan yakin akan bacaan tersebut, meskipun
karismatik seorang badal tidak sebanding dengan kyai Ma`sum,
akan tetapi saya memandang karena baliau adalah seorang badal
yang ditunjuk langsung oleh romo kyai Ma`sum”.33
31
Hasil interview, Dengan Suryono, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.30 WIB 32
Hasil interview, Dengan Dimas Fadly, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30
WIB 33
Hasil interview, Dengan Rofiul Iza, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 19.00
WIB
101
“Saya tidak merasakan ketenangan atau kekhusu`an, karena rasa
takut saya tidak ada yang menyambungkan kepada Allah selain
kyai Ma`sum, ketika ada beliau, saya merasa bahwa Allah telah
mengirimkan romo kyai Ma`sum untuk mengawasi segala
prilakuku saya sehari-hari”.34
“Saya tetap merasa yakin, khusuk dan tawadu` meskipun yang
memimpin bukan romo yai Ma`sum langsung, karena yai
Ma`sum sudah mengamanatkan langsung kepada badal yang
ditunjuk oleh beliau, jadi saya tetap merasa yakin dan mantap
dalam pembacaan nadhom asma`ul husna, mengingat yang
memimpin adalah badalnya kyai Ma`sum”.35
Dilihat dari beberapa hasil interview diatas, sebagian santri bisa
merasakan kenyamanan, keyakinan rasa serta keheningan ketika saat
pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, mereka berpendapat rasa itu
bisa hadir dalam dirinya karena pengaruh kehadiran kyai Ma`sum
dalam memipin bacaan nadhom al-Asma` al-Husna, akan tetapi ada
sebagian santri juga yang berpendapat, meskipun yang memimpin
bukan kyai Ma`sum melainkan badalanya (Penggantinya), mereka
tetap merasakan keyakinan, kenyamanan serta keheningan dalam
melaksanakan pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, mereka
beranggapan, meskipun bukan kyai Ma`sum tetapi sudah dibadalkan,
yang namanya badal tidak mungkin menggantikan posisi kyai selama
tidak ada pasrahan seorang kyai, bisa tarik kesimpulan, badal juga bisa
memberi efek pengalaman spiritual. Badal bisa menggantikan kyai
karena sudah mendapat mandat atau amanat dari kyai langsung. Jadi
badal posisinya juga seperti kyai.
Para pelajar atau santri tidak akan memperoleh ilmu dan tidak
akan dapat mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati dan guru.
Sayyidina Ali karamallahu Wajjah berkata, “Aku adalah sahaya
(budak) orang yang mengajarku walau hannya satu huruf jika dia mau
silahkan menjualku, atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan
34
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB 35
Hasil interview, Dengan M. Jamian, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 21.12
WIB
102
aku sebagai budaknya.” Ada sebuah Syair yang berbunyi, “tidak ada
hak yang lebih besar kecuali haknya guru. Ini wajib dipelihara oleh
setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar,
walau hannya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda
hormat padanya. Sebab guru yang mengajarmu satu huruf yang kamu
butuhkan dalam agama, Dia ibarat bapakmu dalam Agama.”36
Dalam tradisi pesantren, murid-murid disebut dengan santri.
Mereka harus mengikuti perintah-perintah religius kyai secara cermat,
menjalani masa belajar mereka termasuk menjauhkan diri dari
kesenangan fisik, melaksanakan apa pun yang diperintahkan kyai dan
taat kepadanya.37
Termasuk menghormati guru adalah hendaknya seorang murid
tidak berjalan didepanya, tidak duduk ditempatnya, dan tidak mulai
bicara padanya kecuali dengan ijinya. Hendaknya tidak banyak bicara
dihadapan guru. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau
bosen. Harus menjaga waktu, Jangan mengetuk pintunya, tapi
sebaliknya menungggu sampai beliau keluar.
Alhasil seorang santri harus mencari kerelaan hati guru,harus
menjahui hal-hal yang yang menyebabkan ia murka, mematuhi
perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama, karena tidak boleh
taat kepada makhluk untuk bermaksiat pada Allah. Termasuk
menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan orang-
orang yang ada hubungan kerabat dengannya. Oleh karena itu seorang
santri tidak boleh menyakiti hati gurunya, karena belajar dan ilmunya
tidak akan diberi berkah38
.
Para Syaikh adalah orang-orang yang mulia, dan kedekatan
dengan mereka adalah petunjuk serta memperkuat diri dalam Tuhan.
Mereka adalah pewaris para rasul, sehingga kata-kata mereka berasal
dari Tuhan. Jangan engkau meminta petunjuk dari orang yang tidak
36
K. Hakim Lutfi, Futuhar Robbaniyyah, (Semarang : Toha Putra, 1994), h. 33. 37
Abdurrahman Mas`ud,M.A, Intelektual Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2004), h. 104. 38
K. Hakim Lutfi, Futuhar Robbaniyah, h. 35-38.
103
lagi memperhatikan syari`at, sekalipun ia membawa kabar dari
Tuhan.39
Ahmad bin Yahya Al-Abiwardi, berkata, “Barang siapa yang
diridhoi gurunya, maka dimasa hidupnya tidak dibalas kejelekan oleh
Allah agar rasa hormat kepada gurunya tidak hilang. Ketika guru itu
sudah meninggal, Allah menampakkan balasan keridho`an gurunya.
Barang siapa yang gurunya tidak meridhoinya, maka selama hidup
guru itu tidak diberi balasan oleh Allah agar guru tersebut tidak
menaruh belas kasih kepadanya. Sesungguhnya para guru diciptakan
sebagai orang-orang yang mulia.”40
b. Ketawadu`an pada al-Asma` al-Husna
Kalau diatas tadi kehadiran seorang kyai ma`sum bisa memberi
efek pada ketenangan dan kekhusu`an dalam membaca nadhom al-
Asma` al-Husna, akan tetapi ada sebagian juga santri yang dipengaruhi
oleh bacaan al-Asma` al-Husna, sebagaimana hasil interview dibawah
ini;
“Saya tetap merasa khusu` dan nyaman, karena yang dibaca
adalah nama-nama Allah, jadi saya membacanya harus khusu`,
tawadhu` dan khidmah agar doa saya diterima disisi Allah dan
mendapat ridho-Nya”.41
Al-Asma` Al-Husna adalah nama keagungan (bagi Tuhan),
berbuat baik pada siapapun semata-mata untuk meluhurkan Tuhan.42
“Merasa yakin dan tetap khusu`, dengan alasan, yaitu berkaitan
dengan janji Allah, akan memberikan kenikmatan di hari kelak
bagi siapapun disetiap harinya yang membaca asma`ul husna,
dengan hati yang ikhlas, khusu` dan tawadhu` serta semata-
mata hanya karena Allah”.43
39
William C. Chittick, Pengetahuan Spiritual, (Yogyakarta : Penerbit QALAM, 2001), h.
81. 40
Abdul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusayri An Naisaburi, Risalah Qusyairi
Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, (Jakarta : Darul Khair, 1998), h. 501. 41
Hasil interview, Dengan M. Shoim, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.30 WIB 42
Wayne W. Dyer, Ada Jalan Spiritual Bagi Setiap Masalah, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005).h. 53. 43
Hasil interview, Dengan M. Ulinnuha, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 20.00
WIB
104
Sebagaiamana yang diterangkan dalam Al-Qur`an “Qs. Al-
Mukmin: 60 (Dan Tuhanmu berfirman : Berdoalah kamu semua
kepadaKu, niscaya Kuperkenankan bagimu).44
Dalil lain menerangkan
sebagaimana yang terkandung dalam Qs. Al-A`raf ayat 180 yang
berbunyi ; Allah mempunyai Al Asma`ul Husna, maka berdoalah
kamu semua kepada-Nya dengan menggunakan Al Asma`ul Husna.45
“Saya yakin, dalam membaca asma`ul husna merasa khusu`
dam tenang, karena asma`ul husna tersebut juga termasuk ayat-
ayat Allah”.46
“Dalam pembacaan nadhom asma`ul husna, saya merasa yakin
serta keheningan apalagi mengetahui makna-makna yang
terkandung didalamnya, semisal pembacaan pada saat sampai
kata al-Muntaqimu, Allah itu maha menyiksa, saya pribadi
merasa sedih dan seakan-akan hilang kesadaran karena merasa
hina pada Allah”.47
“Insya Allah, saya merasa khusu`, Khidmah, nyaman, karena
meskipun yang memimpin bukan romo yai Ma`sum, tapi posisi
kan baru membaca nama-nama Allah yang agung itu”.48
“Tergantung pada hati nurani, jika emang hatinya benar-benar
bersih (tahalli) yaitu, menghiasi atau mengisi diri dengan
perbuatan yang terpuji, pasti spiritual dengan Allah akan
terjadi”.49
Dalam waktu pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang
dilakukan setelah jamaah isyak tersebut bisa membawa santri pada
pengalaman sepiritual, seperti halnya pembahasan diatas tadi, santri
bisa mengalami pengalaman spiritual pada saat pembacaan nadhom al-
Asma` al-Husna, itu terjadi karena pengaruh kehadiran kyai Ma`sum
44
Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur`an Departemen agama RI, al- Qur`an dan
Terjemhahanya, Jakarta: PT. TEHAZED, 2009, h. 175. 45
Ibid. h. 347 46
Hasil interview, Dengan Miftahul Huda, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul 19.30
WIB 47
Hasil interview, Dengan Wahyu Muhibbin, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul
21.30 WIB 48
Hasil interview, Dengan M. Nadhif al-Faruq, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul
20.00 WIB 49
Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Selasa, tgl. 13-12-11, pukul
21.00 WIB
105
memipin pembacaan nadhom tersebut. Akan tetapi dalam pembahasan
ini, santri bisa merasakan pengalaman spiritual bukan karena kehadiran
seorang kyai Ma`sum melainkan, yang dibaca dalam nadhoman adalah
bacaan nama-nama Allah atau al-Asma` al-Husna.
Santri berpendapat, meskipun yang memimpin bukan kyai
Ma`sum langsung mereka juga tetap merasakan keheningan,
kenyamanan serta keyakinan rasa, karena yang dibaca asma` Allah.
Yang namanya al-Asma` al-Husna itu pada hakikatnya sudah ada pada
diri manusia, sebagaimana teori, Ibnu Arabi dengan ajaranya Wahdatul
wujud, pada hakikatnya setiap makhluk itu ada unsur Ketuhanan. Ada
sebagian santri juga berpendapat, jika seseorang bisa hafal al-Asma`
al-husna, dalam arti hafal adalah hafal secara lafad dan bisa
menjalankan segala kehidupanya sesuai dengan nama-nama Allah,
maka akan masuk surga, dengan alasan seperti itulah al-Asma` al-
Husna bisa memberi efek menuju pengalaman sepiritual meskupun
seorang kyai ma`sum tidak hadir (memimpin bacaan) tersebut.
Jika sebagai manusia sudah bisa menjalankan tangga
kehidupan, yang dalam ilmu tasawuf dikenal dengan istilah 3T
(Takhalli, Tahalli dan Tajalli), maka dari itu kita harus bisa melatih diri
untuk berlaku 3T tersebut. Sebagaimana yang dilakukan oleh para
santri al-Bahroniyyah, mereka berusaha bersifat tahalli yaitu menghiasi
kehidupan sehari-harinya dengan unsur nama-nama Allah, supaya bisa
menemukan hakikat Allah yang hakiki.
Tahalli adalah berhias diri dengan sifat-sifat Allah SWT. Akan
tetapi, perhiasan paling sempurna dan paling murni bagi seorang
hamba adalah berhias dengan sifat-sifat penghambaan. Penghambaan
(Ubudiyah) adalah pengabdian penuh dengan sempurna yang sama
sekali tidak menampakkan tanda-tanda ketuhanan (Rabbaniyah).
Hamba yang berhias (tahalli) dengan penghambaan itu menempati
106
kekekalan dalam dirinya sendiri dan menjadi tiada dalam pengetahuan
Allah.50
C. Pengaruh Kehadiran Kyai Ma`sum dalam Pengalaman Spiritual Santri
Putra Saat Membaca Nadhom al-Asma` al-Husna
Kyai Ma`sum merupakan sosok kyai yang sangat disegani di
lingkungan pondok pesantren al-Bahroniyyah Ngemplak, sampai-sampai
kehadiranya pun bisa memberi dampak pada pengikutnya. Pada pembahasan
ini adalah tenang sejauh mana kehadiran kyai Ma`sum dalam memimpin
bacaan nadhom al-Asma` al-Husna yang dilakukan setiap selesai jama`ah
sholat isyak tersebut.
Sebagai mana yang dikatakan oleh M. Khoirul Anam tentang
kepengaruhan kehadiran seorang kyai dalam pemimpinan suatu nadhoman al-
Asma` al-Husna atau kegiatan-kegiatan lainya:
“Jika nadhoman al-Asma` al-Husna yang ada di pondok al-
Baroniyyah ini dipimpin langsung oleh KH. Ma`sum bisa memberi
efek ketenangan, yakin serta kemantapan tersendiri. Sedangkan jika
dipimpin oleh badal ada juga sebagian santri yang bercanda akan tetapi
bagi saya, badal juga amanat dari seorang Kyai jadi waktu pembacaan
terasa sama cuman ada sedikit rasa yang kurang.”51
Dari hasil interview dengan salah satu santri yang bernama anam, dia
berpendapat kalau kehadiran sorang kyai Ma`sum dalam memimpin
nadhoman al-Asma` al-Husna, bisa memberi rasa nyaman tenang serta yakin.
Akan tetapi jika suatu saat kyai Ma`sum tidak bisa hadir (memimpin) dia
merasa ada rasa yang kurang, dikarenakan kehidmahan kepada seorang kyai.
Sama hal nya yang dikatakan oleh Su`udi “ketika pembacaan al-
Asmaul Husna dipimpin langsung oleh KH. Ma`sum dia merasa sungguh ada
banyak Sesuatu yang mengawasi prilaku dirinya, apalagi waktu pembacaan
berlangsung sambil mengangan-angan makna dari setiap asma` itu sendiri, dia
menjadi semakin tersentuh akan agungnya dzat Allah. Sedangkan ketika yang
50
Drs. Totok Jumantoro, MA. Drs Munir Amin Samsul, M.Ag. Kamus Ilmu Tasawuf,
Sinar Grafika Offset, Cet, pertama, Juli 2005.h. 227. 51
Hasil interview, Dengan M. Khoirul Anam, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul
20.15 WIB.
107
memimpin badal, hati terasa liar, tetapi ketika dia kembali mengangan-angan
dari makna asma` itu, dia merasa tersentuh kembali akan lafad-lafad Allah”.
Su`udi juga menegaskan jika yang memimpin KH. Ma`sum, hatinya lebih
merasa nyaman, dan terkendali akan perasaan hormat serta tawadhu` kepada
KH. Ma`sum sedangkan jika yang memimpin Badal, hati merasa liar, tak
terkendali, akan perbuatan nyeleweng, yang ada hanya rasa takut jika nanti
dimarahi.
Dari hasil interview dengan su`udi, bisa ditarik pemahaman
bahwasanya kehadiran seorang kyai Ma`sum dapat mengarahkan pada dirinya
untuk menuju pengalaman spiritual, yaitu merasa tenang dan seakan-akan
merasa ada yang mengawasi segala kegiatanya. Itu semua terjadi karena
terletak pada rasa kehormatannya terhadap seorang kyai Ma`sum.
Jika KH. Ma`sum tidak bisa hadir dalam arti memimpin jalanya
pembacaan al-Asma` al-Husna ;
“Saya kurang merasa khusu`, tawadhu` serta hati saya berkata, tidak
ada rasa takut yang menyambungkan kepada Allah, ketika ada beliau
(KH. Ma`sum) saya merasa bahwa Allah mengirim Romo KH.
Ma`sum untuk mengawasi segala perilaku ku sehari-hari.”52
Masalah perasaan pada waktu pembacaan Asma`ul Husna itu biasa-
biasa aja, karena sudah menjadi kegiatan rutin dan kebiasaan. Akan tetapi
kadang-kadang juga merasakan suatu yang aneh dan kenyamanan serta
ketenangan dalam pembacaan tersebut. Saya pribadi itu merasa, jika yang
memimpin langsung romo yai perasaan itu terasa nyaman saja, mungkin
karena pengaruh beliau yang karismatik dan ahli ilmu agama.53
Ada juga beberapa santri bisa merasakan pengalaman spiritual seperti
meneteskan air mata, itu terjadi pada diri santri karena sosok kyai ma`sum
yang berkarismatik, yang banyak disegani oleh banyak orang apalagi santri
yang mondok di pondok pesantren al-Bahroniyyah.
52
Hasil interview, Dengan Su`udi, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.00 WIB. 53
Ibid. A`limin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam Sabtu Jam 20.06 WIB,
tanggal,11-11-2011.
108
Memang ada benarnya dalam pembacaan nadhom atau kegiatan itu
kehadiran suatu kyai bisa memberi dampak yang cukup siginifikan.
Sebagaiman hasil interview dengan M. Annas : “pembacaan al-Asma` al-
Husna, bila yang memimpin KH. Ma`sum langsung ada rasa tenang, khusu`,
dan ada rasa taat serta patuh kepada KH. Ma`sum dan dapat memahami apa
yang terkandung dalam nama-nama Allah itu, akan tetapi jika yang memimpin
bukan langsung KH. Ma`sum melainkan seorang badal (K. Muhyiddin atau
pengurus yang lain), jelas ada rasa yang berbeda yaitu rasa ketawadu`an terasa
kurang serta kewibawaan seorang badal yang tidak bisa menyamai
sebagaiman yang dimilki oleh seorang KH. Ma`sum, akan tetapi bisa memberi
efek yang sama, karena yang dibaca adalah asma` Allah.”54
Dalam pembacaan Nadhom Asma`ul Husna di Pondok Pesantren al-
Bahroniyyah, seorang kyai sangat memberi pengaruh dalam tercapainya rasa
spiritual. Pada waktu penelitian yang dilakukan dengan cara lewat intervew
langsung dengan para santri, Observer mengambil sampel 20% satri dari
jumlah 180 santri, setelah melakukan intervew, dari 20 santri ada 13 santri
yang berpendapat, kehadiran seorang Kyai Ma`sum sangat mempengaruhi
dalam menuju pengalaman sprirtual. Hampir semua santri berpendapat Kyai
adalah panutan yang sekiranya bisa buat tuntunan, jika waktu pembacaan
nadhom Asma`ul Husna dipimpin langsung oleh Kyai (KH. Ma`sum) rasa
kenyamanan, kekhusu`an, keheningan, kemantapan itu ada, bahkan inergi
yang diberikan oleh Kyai sangat kuat.
54
Hasil interview, Dengan M. Annas, pada malam Rabu, tgl. 13-12-11, pukul 20.15 WIB.
109
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pandangan seorang santri terhadap kyai Ma`sum, adalah sosok kyai yang
mempunyai kewibawaan yang tinggi serta berkarismatik, bahkan sebagian
santri juga berpendapat bahwa kyai Ma`sum merupakan pablik figure yang
penuh dengan keramah tamahan terhadap setiap orang, lebih-lebih kepada
para santrinya, baik santri dalam formal maupun santri dalam toriqah.
Bahkan seorang kyai Ma`sum merupakan sosok kyai yang sangat taat akan
ilmu fiqih, setiap kali beliau ingin berpesan kepada santrinya, beliau pasti
melakukannya terlebih dahulu, jika diri beliau sudah merasa istiqomah dan
bisa menjalankanya kegiatan tersebut, maka beliau baru berpesan atau
memerintah kepada santri-santrinya. Beliau juga sosok kyai yang zuhud
tidak mengedepankan akan hal keduniawian.
2. Pengalaman spiritual santri putra saat membaca nadhom al-Asma` al-
Husna, sangat beragam. Jika yang memimpin KH. Ma`sum langsung
pengalaman spiritual yang ditampakkan oleh santri ada yang berupa
menundukkan kepala, terlihat merenung dan pasrah serta ada juga yang
sampai meneteskan air mata. Ada juga sebagian santri yang terlihat flay
seakan-akan tangan bergerak menadah keatas sendri. Pengalaman spiritual
yang dirasakan oleh para santri putra adalah merasa nyaman, tenang, rasa
yakin yang kuat akan dzat Allah serta meneteskan air mata.
3. Kehadiran seorang kyai Ma`sum dalam suatu kegiatan atau acara
pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, memberi efek positif kepada para
santri dalam menuntun santri menuju pengalaman spiritual, dari beberapa
santri berpendapat, “Kyai (KH. Ma`sum) adalah penuntun yang baik dan
sangat memberi pengaruh pada dirinya dalam hal keagamaan”.
berdasarkan hasil observasi tidak semuanya pengaruhi oleh kehadiran
110
seorang kyai Ma`sum, penulis melakukan beberapa observasi dengan
lewat interview, dari 20 santri yang menjadi responden penelitian, 13
santri mengatakan, kehadiran seorang kyai Ma`sum bisa membimbing
menuju kepengalaman spiritual santri putra, sedangkan yang 7
mengatakan, mereka bisa mengalami pengalaman spiritual bukan karena
pengaruh kehadiran kyai Ma`sum, melainkan karena, lafad-lafad yang
dibacanya, waktu nadhoman yaitu, berupa lafad al-Asma` al-Husna.
B. Saran-saran
Di lingkungan pondok pesantren tidak bisa terlepas dengan dua hal
yang saling terkait yaitu, antara kyai dan santri, jika diantara keduanya ada
salah satu yang hilang, maka pondok tersebut tidaklah bisa berjalan dengan
semestinya. Kehadiran seorang kyai pada setiap kegiatan yang dilakukan
dalam pondok pesantren, memberi nilai positif serta memberi efek yang
siginifikan kepada para santri untuk menuju pengalaman spiritual, yang
selama ini diimpi-impi kan oleh setiap orang, apalagi dikalangan santri,
khususnya dilingkungan pondok pesantren Al-Bahriniyyah Ngemplak
Mranggen Demak ini.
Hasil dari penelitian sejauh mana tanggapan santri terhadap kyai
Ma`sum, pengalaman spiritual santri putra pada saat membaca nadhom al-
Asma` al-Husna dan membawa pengaruh tidak kehadiran seorang kyai
Ma`sum terhadap pengalaman spiritual santri pada saat membaca nadhomal-
Asma` al-Husna ini, penulis mengajukan saran :
1. Bagi santri hilangkanlah sekte-sekte penilaian antara seorang kyai dan
badal, sayogjanya sifat ketawadu`anya terhadap kyai dan badal dibuat
sama rata, karena yang namanya badal juga sudah mendapat mandat atau
amanat dari kyai.
2. Melihat dewasa ini, kepada seluruh jajaran pengurus dan santri pondok
pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak Mranggen Demak, mulailah sama-
sama menjunjung tinggi rasa ketawadu`an seorang badal, meskipun dia
bukan kyai Ma`sum yang aslinya tapi dia tetap badal kyai, penulis yakin
111
jika jaga rasa tawadu` dengan seorang badal insya Allah akan juga
mendapat keberkahan dari kyai.
3. Untuk penelitian selanjutnya, bahwasanya masih banyak yang bisa diteliti
dalam pembacaan nadhom al-Asma` al-Husna, seperti tentang keikhlasan
santri, ketawadhuan, kecerdasan emosional dan sebagainya.
C. Kata Penutup
Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. Dengan selesainya penulisan skripsi ini. Penulis merasa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dan kemampuan penulis
sendiri. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun agar dapat
melakukan penulisan/penelitian yang lebih baik lagi dimasa depan namun
demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis sendiri. Barakallahu lana minad dunya hattal
akhiroh. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, M. Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam (Penerapan
Metode Sufistik), Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2001.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 2, Jakarta :
Pustaka Azzam,2006.
Ali, Muhammad, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung :
Angkasa, 1995.
Alkaaf, Abdullah Zaky, Asmaaul Husna Persepektif Al-Ghozali, Bandung : CV.
Pustaka Setia, cet, I, 2002.
Al-Kaaf, Habib Abdullah Adz-Zaky, Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qodir Al-
Jailani, Bandung : Pustaka Setia, Cet, I, 2003.
Al-Kumayi, Sulaiman, 99Q ( Kecerdasan 99), Jakarta : PT. Mizan Pustaka, Cet,
I, 2003.
, Kearifan Spiritual dari Hankam ke Aa Gym, (Semarang : Pustaka
Nun 2002).
Ari Kunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
PT. Rineka Cipta, cet. IV. 1992.
Azwar, Syaefudin, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998.
Bizri, A. Mustofa, Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan,
Rembang : Lembaga Informasi dan Studi Islam (L “Islam) Yayasan
Ma’had as-Salafiyah. 2003.
Bukhori, Baidi, Zikir Al-Asma’ Al-Husna, Semarang : Rasail Media Group, Juli
2008.
Daulany, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta : Rencana Prenada Media Group, 2007.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren ; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta : LP3ES, 1982.
Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca
Kemerdekaan, Jakarta : PT. Raja Grafinda Persada, 2008.
Dokumentasi Inventaris Kantor Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah Ngemplak
Mranggen
Dyer, Wayne W., Ada Jalan Spiritual Bagi Setiap Masalah, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Edisi Buku Berisi Tentang Judul, Perjumpaan Dengan Tuhan.
Faisal, Sarapiah, Format - format Penelitian Sosial, Jakarta : Rajawalli Press,
1999.
Frager, Robert,Hati, Diri, dan Jiwa, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta , Cet, I,
2002.
Halim, A., dkk. Manajemen Pesantren Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005.
Hasan, Iqbal,Pokok-pokok MAteri Metode Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta :
Graha Indonesia, 2002.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 1995.
Hasil Interview dengan Putra Beliau yang bernama Ainul Huri,S.Pdl.
Designed by : Sulaiman Al-Kumayi, 5 Ramadhan 1431 H / 15 Agustus 2010.
Hasil Interview dengan beberapa Santri yang berada di Pon - Pes Al -
Bahroniyyah Ngemplak. Tanggal 20 September 2011. Pukul 20.00 WIB.
Hasil Interview dengan dewan Pengasuh Kyai K. Muhyiddin,S.Ag, Pada hari
Rabu Jam 09.20 WIB tanggal, 19 Oktober 2011.
Hasil Interview dengan Ustad M. Ridwan, S.Pdl. Pada hari Rabu Jam 20.00
WIB, tanggal 9 Oktober 2011.
Hasil Interview dengan dewan Pengasuh Kyai K. Muhyiddin, S.Ag. Pada hari
Kamis jam 20.20 tanggal 20 Oktober 2011.
Hasil interview dengan KH.Ma`sum Selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-
bahroniyyah, pada hari Rabu, jam 19.30-20.05 WIB, tanggal, 16-11-
2011.
Hasil Interview dengan M. Anam, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam
Sabtu jam 19.35WIB, tanggal 11-11-2011.
Hasil Interview dengan M. Shodikin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada
malam Sabtu Jam 19.45 WIB, tanggal 11-11-2011.
Hasil Interview dengan A`limin, Santri Pon-Pes Al-Bahroniyyah, Pada malam
Sabtu Jam 20.06 WIB, tanggal 11-11-2011.
Hasil Interview dengan Ustadz Khanifuddin,Pengurus POn-Pes Al-Bahroniyyah,
Pada malam Sabtu Jam 19.15-19.32 WIB, tanggal, 11-11-2011.
Hasil Interview dengan Ustadz Mamfa`at, Pengurus Pon-Pes Al-Bahroniyyah,
Pada Selasa, Jam 09.00-09.15 WIB, tanggal,15-11-2011.
Hasil Interview dengan Dewan Pengurus, Ustadz M. Ridwan, S.Ag. Hari Sabtu,
jam 21.00 WIB, 22 Oktober 2011.
Hasil Interview dengan dewan pengasuh bidang Keamanan Ustadz M. Bakir. Pada
Hari 20.15 di Kantor Pondok, 28-10-2011.
Hove, Van, Esklopedi Indonesia Edisi Khusus 2 ces ham, Jakarta : PT. Ikhtiar
Baru.
James, William, Berjumpa dengan Tuhan, Bandung : PT. Mizan Pustaka, Cet. I,
200.
Jumantoro, Totok dan Munir Amin Samsul, Kamus Ilmu Tasawuf, Sinar Grafika
Offset, Cet, pertama, Juli 2005.
Kahmad, Dadang, Metode Penelitian Agama, Bandung : CV Pstaka Setia, 2000.
Lubis, Saiful Akhyar, Konseling Islami Kyai dan Pesantren, Yogyakarta, ELSAQ
Press, 2007.
Lutfi, Hakim, Futhar Robbaniyyah, Semarang : Toha Putra, 1994.
Martokoesomo, Priyatno H., Spiritual Thinking, Bandung : PT. Mizan Pustaka,
cet. I, 2000
Mas’ud,Abdurrahman, Intelektual Pesantren, Yogyakarta : LKiS, 2004.
, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2005.
Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kulaitatif, Bandung : PT. Remaja Redokarya,
2002.
Muhammad, Hasim, Tasawuf dan Psikologi Humanistik : Paradigma Baru
Tasawuf Modern, Semarang : Makalah, 2002.
Mujib, Abdul , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Praneda Media, 2006.
Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2005
Nasr, Sayyed Husain, Spiritualitas dan Seni Islam, Bandung : Mizan. Cet
Pertama, 1993
Nata, Abbudin, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-lembaga pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta : Grasindo, 2001.
Papan Inventaris Kantor Pon-pes Al-Bahroniyyah Ngemplak.
Purwanto, Intrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2007.
Rahamat, Jalaluddin, Petualangan Spiritualitas, Yogyakarta : PT. Pustaka Pelajar,
Cet. I, 2008.
Rasyid, Hamdan, Bimbingan Ulama; Kepada Umara dan Umat, Jakrta : Pustaka
Beta, 2007.
Ruslani, Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Yogyakarta :Penerbit Qalam, Cet
Pertama, 2002.
Shihab, M. Quraish, menyingkap Tabir Ilahi, Ciputat : Lentera Hati, April 2001.
Sholeh, Moh, Tahajjud, Yoyakarta : Forum Studi HIMANDA, Juni, 2005.
Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1993).
Suhardi, Kathur, Madarijus Salikin (Pendidikan Menuju Allah) Penjabaran
Kongkret “ Iyyaka Na’ budu waiyyaka Nasta’in”, Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
Suharman, Winarna, Metode Research, Bandung : CV. Tarsito, 1997.
Sujana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, Bandung : Sinar
Baru, 2001.
Sumarsono, HM.Sonny, Metode Riset Sumber Daya Manusia, Yagyakarta : Graha
Ilmu, 2004.
Suprapto, J., Teknik Sampling Untuk Survey dan Experimen, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1992.
Syaikh, Az-Zunairi, Ta’limul Muta’alim, Mutiara Ilmu, Surabaya : Cet. Pertama,
September 2009.
Syukur, Amin, Masyaruddin, Intelektualisme Tasawuf, Semarang : LEMBOTA,
2002.
, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta : Pustaka (Anggota IKAPI),
2000.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya,
2007.
Totok, Jumantoro, dan Munir Amin Samsul,. Kamus Ilmu Tasawuf, Sinar Grafika
Offset, Cet, pertama, Juli 2005.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam(IPI) untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung :
Pustaka Setia, 2005.
Zahri, Musthofa, Kunci memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya : PT. Bina Ilmu,
1995.
DAFTAR RALAT
NO KATA RALAT HAL
1 Intelktualan Intelektualan ix
2 Mengatkan Mengatakan xi
3 Sipiritual Spiritual xi
4 Diabaca Dibaca xi
5 Mengaktualisasikam Mengaktualisasikan 3
6 Seriangkali Seringkali 4
7 Memantulakan Memantulkan 4
8 Memperasatukan Mempersatukan 6
9 Memimppin Memimpin 7
10 Al-Husn Al-Husna 8
11 Al-Asmaq Al-Asma` 8
12 Bagaiman Bagaimana 10
13 Terpai Terapi 11
14 Popular Popular 17
15 Sesame Sesama 22
16 Perrcaya Percaya 23
17 Untu Untuk 24
18 Menerapkanya Menerapkannya 28
19 Hannya Hanya 28
20 Sebagi Sebagai 28
21 Terseedia Tersedia 28
22 Rangaka Rangka 25
23 Khusu Khusus 26
24 Bebrapa Beberapa 25
25 Merrenung Merenung 25
26 Ya6ng Yang 26
27 Limphan Limpahan 30
28 Aberlangsung Berlangsung 31
29 Member Memberi 31
30 Bagun Bangun 35
31 Thalli Tahalli 46
32 Diyariatkan Disyariatkan 51
33 Beimbingan Bimbingan 53
34 Sebagi Sebagai 59
35 Mi`od Mi`rod 69
36 Soapan Sopan 88
37 Umunnya Umumnya 90
38 Keapatuhan Kepatuhan 99
39 Horamat Hormat 102
40 Meberri Memberi 105
41 berdsarkan Berdasarkan 109
42 Terkat Terkait 110 [[[
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama : Mut Takiin
Tempat/tanggal lahir : Demak, 2 Oktober 1988
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Al-Anwar Raya RT 02/ RW 01 Desa Ngemplak
Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak
2. Pendidikan Formal
TK Kartini Ngemplak Mranggen Demak Lulus tahun 1995
SDN Ngemplak Mranggen Demak Lulus tahun 2001
SMP KY AGENG GIRI, Giri Kusumo Mranggen Lulus tahun 2004
SMA KY AGENG GIRI, Giri Kusumo Mranggen Lulus tahun 2007
3. Pendidikan Non Formal
Pondok Pesantren Pa/Pi Giri Kusumo, Giri Kusumo Mranggen Demak
Pondok Pesantren Pa/Pi Al-Bahroniyyah, Ngemplak Mranggen Demak
4. Pengalaman Berorganisasi
a. Wakil Ketua OSIS SMP KY AGENG GIRI Th. Periode 2003
b. Ketua OSIS SMA KY AGENG GIRI Th. Periode 2006
c. Pengurus Harian HMJ TP Th. Periode 2009
d. Ketua Remaja (IKRASADA) Ngemplak Th. 2007-2010
e. Wakil Ketua IPNU Ranting Mranggen