pengaruh kecepatan angin terhadap kenaikan temperatur dan lamanya waktu pada proses swabakar...
TRANSCRIPT
PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP KENAIKAN
TEMPERATUR DAN LAMANYA WAKTU PADA PROSES
SWABAKAR BATUBARA BA-59, BA-61, BA-63
PADA SKALA LABORATORIUM DI
PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK
THE EFFECT OF WIND SPEED INCREASE IN TEMPERATUR AND
LENGTH OF TIME IN THE PROCESS OF COAL SPONTANEOUS
COMBUSTION BA-59, BA-61, BA-63 IN LABORATORY SCALE
PT. BUKIT ASAM (Persero) TBK
Janry Efriyanto. S1, Maulana Yusuf2, Harminuke Eko Handayani3 1,2,3Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Swabakar merupakan permasalahan dalam industri pertambangan, penyebab swabakar dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik dari batubara. Faktor intrinsik yaitu karakteristik batubara terdiri dari kandungan volatil
matter, moisture content, ash content, mineral matter dan kalori batubara, sedangkan faktor ektrinsik salah satunya
adalah kondisi kecepatan angin yang menerpa batubara dan management stockpile batubara. Kecepatan angin akan
mempengaruhi tingkat oksidasi pada batubara dalam proses swabakar. Proses penelitian pengaruh kecepatan angin
terhadap swabakar batubara dilakukan pada skala laboratorium menggunakan batubara PT. Bukit Asam dengan brand
BA-63; BA-61 dan BA-59. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pengaruh kecepatan angin akan
menyebabkan batubara mengalami swabakar pada suhu rendah sedangkan pada kondisi tidak ada pengaruh angin
swabakar terjadi namun pada temperatur yang tinggi jauh dari sifat swabakar secara alamiah. Nilai temperatur
transisi batubara yaitu BA-61<BA-59<BA-63 sehingga disimpulkan batubara BA-61 lebih reaktif mengalami
swabakar, karena kandungan Volatil matter didalam batubara BA-61 besar yaitu 43,70 (%adb). Uji statistik terlihat
bahwa data yang didapat terdistribusi normal dan nilai r dan r2 mendekati 1 sehingga rumus persamaan layak
digunakan.
Kata Kunci : Kecepatan Angin, Swabakar, Waktu, Temperatur Transisi, Uji Statistik
ABSTRACT
Spontaneous Combustion is a problem in the mining industry, causing of spontaneous combustion influenced by
intrinsic and extrinsic factors of coal. Intrinsic factor is characteristic of coal consist of volatile matter content,
moisture content, ash content, mineral matter and coal calorie,.whereas extrinsic factors one of which is the speed of
the wind in conditions of coal and coal stockpile management. The wind speed will affect the rate of oxidation of the
coal in the process of spontaneous combustion. Process research on the influence of wind speed on the spontaneous
combustion of coal is done using a laboratory scale of PT. Bukit Asam with brand BA-63; BA-61 and BA-59. Based on
the research showed that the effect of the wind will lead to experience spontaneous combustion of coal at low
temperature, while there was no effect on wind conditions spontaneous combustionn occur but at a much higher
temperature than naturally. Value of the transition temperature coal is BA-61<BA-59<BA-63 thus inferred coal more
reactive BA-61 suffered spontaneous combustion, because the content of Volatile matter in coal BA-61 is 43.70 (%adb).
The statistical test is seen that the data obtained were normally distributed and the value of r and r2 approaching 1 so
the equality worthy to use.
Keywords : Wind speed, Spontaneous Combustion , Time, Temperatur Transition, Statistics Test
1. PENDAHULUAN
Batubara merupakan bahan galian fosil padat yang terdiri dari komponen kandungan air total, kandungan abu, zat
terbang dan karbon padat, dimana kandungan di dalam komponen batubara tersebut akan menentukan besarnya nilai
panas yang dihasilkan. Batubara sebagai sumber energi (kalori) yang diperoleh dari pembakaran komponen zat organik
yang digunakan sebagai pembangkit energi untuk industri [1]. Batubara yang berasal dari PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk sebagian besar umunya berjenis rank batubara subbituminous yang umumnya rentan terhadap terhadap swabakar
batubara. Penyebab swabakar batubara dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstinsik, faktor intrinsik
antara lain karakteristik batubara dan mineral pengotor sedangkan faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh kecepatan angin,
temperatur, air, kadar oksigen, geometri dan management stockpile [2-3]. Oleh sebab itu dalam penelitian ini faktor
kecepatan angin akan diteliti seberapa besar pengaruhnya dalam proses swabakar sehingga meningkatkan temperatur
dan lamanya proses swabakar tersebut.
Aliran angin dan kecepatan angin menentukan kecepatan batubara mengalami swabakar dimana udara berfungsi sebagai
transfer perpindahan panas pada stockpile sehingga mempengaruhi cepatnya batubara di timbunan untuk terbakar [4].
Spontaneous combustion pada semua batubara terjadi akibat kontak dengan atmosfir (udara) yang secara cepat atau
lambat menunjukkan tanda-tanda oksidasi dan pelapukan dengan resultan penurunan konten kalori, volatile matter, dan
terjadinya swelling capacities. Reaksi eksotermis yang menghasilkan panas apabila tidak hilang akan mencapai suhu
inisiasi yang pada akhirnya membentuk titik api [5]. Swabakar terjadi pada batubara akibat adanya penyerapan oksigen
oleh batubara, Swabakar memiliki kaitan erat dengan rank batubara itu sendiri dimana semakin rendah rank batubara
maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya swabakar (self combustion) [6]. Proses terjadinya swabakar pada
batubara dapat ditunjukkan melalui reaksi (1) dan (2).
C + O2 → CO2 + Panas (1)
2C + O2 → 2CO + Panas (2)
Perumusan masalah dalam penelitian ini meliputi apakah kecepatan angin mempengaruhi batubara mengalami proses
swabakar dan berapakah nilai temperatur transisi dari masing-masing sampel batubara yang menandakan batubara
mengalami swabakar, selanjutnya bagaimanakah pengaruh karakteristik batubara terhadap mudah atau tidaknya
batubara mengalami swabakar serta menentukan uji statistik apa yang digunakan untuk menguji data yang didapat.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh kecepatan angin pada proses swabakar batubara, (2)
Mengetahui besarnya nilai temperatur transisi dan membandingkan pola grafik masing-masing sampel batubara pada
kondisi pengaruh kecepatan angin yang sama, (3) mengetahui karakteristik batubara yang menyebabkan mudah
tidaknya batubara mengalami swabakar, (4) Menganalisa uji statistik apa yang digunakan untuk menguji data yang
didapat.
Pada proses swabakar dikenal istilah temperatur transisi yang menandakan proses swabakar terjadi, temperatur transisi
berpengaruh dalam proses swabakar dalam mengamati kecendrungan batubara mengalami swabakar. Semakin rendah
temperatur transisi maka semakin tinggi kecendrungan batubara akan terjadi swabakar, begitupula sebaliknya semakin
tinggi temperatur transisi maka semakin lama dan sulit batubara tersebut mengalami swabakar [7]. Oleh sebab itu dalam
hal ini penelitian ini juga akan mengkaji nilai temperatur transisi masing-masing sampel batubara yang digunakan
sehingga dapat diketahui sampel batubara mana yang rekatif terhadap swabakar.
Karakteristik batubara secara intrinsik mempengaruhi swabakar pada batubara, umunya batubara dengan peringkat
rendah rentan terhadap swabakar akibat moisture content yang tinggi, kandungan volatile matter yang besar, adanya
mineral pyrit dan mineral matter yang lainnya mengakibatkan rendahnya nilai kalor suatu batubara [8]. Volatil matter
merupakan substansi batubara yang mengandung unsur gas dan material pembentuk batubara yang sangat mudah
terbakar, sehingga semakin besar volatile matter semakin cendrung batubara untuk swabakar.
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses swabakar, tetapi waktu yang diperlukan dan
besarnya suhu yang dibutuhkan untuk proses swabakar batubara ini tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai rank
rendah memerlukan waktu yang lebih pendek dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang
mempunyai rank yang tinggi. Secara umum suhu kritis batubara untuk rank rendah di tempat penimbunan/penyimpanan
berkisar ± 50°C [8].
Dalam proses penelitian didapatkan beberapa data yang perlu membutuhkan ilmu statistik untuk mengolah data tersebut
sehingga dapat dimanfaatkan. Beberapa uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain uji normalitas, uji
koefisien korelasi dan koefisien determinasi dan uji t dan uji F, Data dikatakan terdistribusi normal apabila sebaran data
berada pada sepanjang garis diagonal pada uji statistik di spss, Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat sedangkan uji F pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel bebas yang dimasukkan berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. [9-10].
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 april 2014 hingga 31 Mei 2014 di laboratorium kendali produk PT.Bukit Asam
(Persero), Tbk Unit Dermaga Kertapati dengan konsep menerapkan teori swabakar yang ada dan diimplikasikan
kedalam skala laboratorium. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu Anemometer, Pelat seng, neraca
analitik, termometer digital, alat pemanas, kipas angin, dan alat peremuk jaw crusher, sedangkan bahan yang digunakan
adalah batubara dengan Market Brand BA-59; BA-61; BA63.
Prosedur penelitian meliputi preparasi batubara menggunakan jaw crusher hingga berukuran kurang lebih 2 cm
selanjutnya diangin-anginkan pada suhu ruangan selama 24 jam beberapa bagian dari sampel diambil untuk keperluan
mencari data analisis proximate yang dapat digunakan sebagai basis data perbandingan satu sama lain. Selanjutnya
persiapan perangkaian model dan alat. Dimana model alat dapat dilihat pada gambar 1 dan bagan alir penelitian dapat
dilihat pada gambar 2.
Model alat telah dibuat selanjutnya proses pengambilan data kenaikan temperatur. Ukur kecepatan angin dari kipas
angin yang sudah disediakan menggunakan anemometer dimana di dapat masing-masing kecepatan angin yang
dihasilkan adalah V1= 3,34m/s, V2= 4,12 m/s, V3= 4,23 m/s. Atur kecepatan angin dari kipas angin sesuai dengan
variabel kecepatan yang dibutuhkan, dimana di dalam penelitain ini akan dilihat pengaruh kecepatan angin pada
variabel kecepatan V1; V2; V3 pada proses swabakar. Batubara di letakkan dan ditumpuk diatas pelat seng pada model
seperti di gambar 2 sementara panas dari sumber panas diatur suhunya pada rentang 100-1200C. setelah panas stabil
selanjutnya batubara dituangkan sebanyak 4 kg diatas pelat seng. Diusahakan batubara dicurahkan hingga terbentuk
angle of repose dari batubara itu sendiri. Selama proses pemanasan berlangsung, proses kenaikan temperatur dicatat
setiap 5 menit sekali hingga nantinya tumpukan batubara di dalam model penelitan sudah mengalami swabakar dan
ditandai dengan keluarnya asap hingga berapi dan proses pencatatan temperatur dihentikan setelah suhu timbunan
batubara melewati range pembacaan suhu termometer. Proses ini berulang dilakukan untuk mendapatkan data
perubahan kenaikan temperatur pada variabel kecepatan V2 dan V3. Masing-masing jenis sampel batubara diuji
terhadap variabel kecepatan angin yang telah ditentukan untuk mendapatkan data dan melihat perbandingan dari
masing-masing data yang didapat. Selanjutnya data diolah dibantu software spss 16 dan dimanfaatkan untuk
pembahasan.
Gambar 1. Model Alat yang digunakan pada Penelitian
Gambar 2. Bagan alir Penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Proses Swabakar
Hasil pengukuran pengaruh kecepatan angin terhadap proses swabakar tersaji didalam gambar 3, kecepatan angin
dengan besar pengaruh kecepatan angin V1=3,34 m/s, V2=4,12m/s,V3=4,23m/s memperlihatkan perubahan proses
waktu swabakar yang semakin cepat pada sampel batubara. Dimana terlihat bahwa pada sampel batubara dengan
pengaruh kecepatan angin V1 waktu paling lama untuk terjadinya proses swabakar adalah selama 150 menit, pada
variabel kecepatan angin V2 selama 130 menit dan pada variabel kecepatan angin V3 selama 85 Menit. Maka oleh
sebab itu dapat dijelaskan bahwa pengaruh angin akan memberikan dampak semakin cepatnya proses swabakar
batubara akibat semakin besarnya intensitas oksigen sehingga proses oksidasi semakin cepat berlangsung pada kondisi
diberikan pengaruh kecepatan angin yang semakin besar. Didalam gambar grafik 3.a. juga dapat dijelaskan bahwa
batubara BA-59 terbakar pada suhu 54,90C dimenit ke 125 pada pengaruh kecepatan angin V1 dimana proses oksidasi
batubara terjadi disekitaran suhu 300C-500C, pada sampel batubara BA-61 oksidasi berlangsung disekitaran suhu 320C-
500C akibat pengaruh angin yang diberikan maka proses oksidasi berlangsung cepat dan terjadi pemanasan secara
lambat, proses oksidasi akan menghasilkan panas, semakin besarnya panas yang berada di dalam tumpukan batubara
mengakibatkan batubara BA-61 mengalami swabakar pada temperatur 51,40C pada menit ke 40. Sedangkan pada
Batubara BA-63 grafik memperlihatkan kenaikan temperatur yang bertahap dan lambat, dan dengan adanya pengaruh
kecepatan angin V1 memberikan rekasi oksidasi yang mengalami kenaikan yang signifikan dari rentang 300C-500C
hingga akhirnya batubara mengalami swabakar pada temperatur 63,30C pada menit ke 115.
Gambar 3. a. Perubahan Temperatur Sampel Batubara pada (V1) b. Perubahan Temperatur Sampel Batubara
pada (V2) c. Perubahan Temeperatur Sampel Batubara (V3) d. Perubahan Temperatur Sampel
Batubara pada (V0)
Pengaruh kecepatan angin sebesar V2 seperti terlihat pada gambar 3.b, batubara BA-59 terbakar pada suhu 60,10C
dimana angin memberikan pengaruh hantaran oksigen kedalam tumpukan batubara sehingga menyebabkan tumpukan
batubara terbakar pada menit ke 95 dimana rentang proses oksidasi diperkirakan berapa pada suhu 500C -600C
begitupula pada batubara BA-61 dengan pengaruh kecepatan angin V2 memberikan dampak yang lebih nyata
dibandingkan dengan pengaruh angin pada V2 dimana batubara ini mengalami oksidasi akibat peningkatan konsentrasi
oksigen dari hembusan angin pada rentang suhu 400C -500C hingga batubara mengalami swabakar pada suhu 53,40C
pada menit ke- 30 dan pada Batubara BA-63 pengaruh angin memberikan dampak kenaikan temperatur akibatnya
batubara mengalami swabakar pada suhu 82,70C dimenit ke 70.
Kecepatan angin sebesar V3 memperlihatkan pengaruhnya pada proses swabakar seperti tergambar pada gambar 3.c
dimana batubara BA-59 mengalami oksidasi pada rentang suhu 500C-600C hingga akhirnya batubara terbakar pada suhu
63,90C pada menit ke 50. pada batubara BA-61 kenaikan suhu terlihat signifikan dan proses oksidasi terjadi pada
rentang suhu 400C-500C hingga akhirnya batubara terbakar pada suhu 56,40C pada menit ke- 20, sedangkan pada
batubara BA-63 proses kenaikan temperatur yang terus naik menandakan proses oksidasi terjadi karena oksidasi
melepas panas dan panas tidak dapat dilepaskan oleh tumpukan sehingga temperatur tumpukan mengalami kenaikan
dan batubara mengeluarkan asap tanda terjadinya swabakar pada suhu 68,80C.
Pada sampel batubara dengan kondisi tampa pengaruh kecepatan angin kenaikan temperatur yang cepat menunjukkan
bahwa tidak stabilnya proses pengukuraan panas oleh thermometer dan juga akibat panas yang terus meningkat dari
sumber panas dan tidak menyebarnya panas karena tidak adanya pengaruh kecepatan angin kedalam semua tumpukan
menyebabkan cepatnya tumpukan batubara mengalami kenaikan temperatur pada beberapa bagian dari dasar pelat seng
yang panas. Terlihat didalam gambar grafik 3.d diatas bahwa rata2 batubara terbakar pada kondisi temperatur yang
tinggi yaitu diatas 930C. dalam hal ini terbakarnya batubara diyakini akibat panas yang terus berlangsung hingga
batubara mencapai titik sulutnya.
3.2 Nilai Temperatur Transisi dan Perbandingan Pola Grafik dari Masing-Masing Sampel Batubara
Temperatur transisi berpengaruh dalam proses swabakar dalam mengamati kecendrungan batubara mengalami
swabakar. Semakin rendah temperatur transisi maka semakin tinggi kecendrungan batubara akan terjadi swabakar,
begitupula sebaliknya semakin tinggi temperatur transisi maka semakin lama dan sulit batubara tersebut mengalami
swabakar. Temperatur transisi merupakan temperatur diamana kondisi suatu batubara telah mengalami swabakar dan
terjadi perubahan pola grafik temperatur yang signifikan naik drastis. Pada hasil penelitian didapat bahwa nilai
temperatur transisi batubara dengan kondisi pengaruh kecepatan angin 3,34m/s yaitu sebesar BA61<BA59<BA63, dan
pada kondisi pengaruh kecepatan angin 4,12m/s didapat nilai temperatur transisi batubara BA61<BA59<BA63 dan juga
pada kondisi kecepatan angin 4,23m/s nilai temperatur trnasisi batubara BA61<BA59<BA63. Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa batubara BA-61 lebih reaktif mengalami swabakar, karena nilai temperatur transisi batubara
BA-61 paling kecil dari nilai temperatur batubara BA-59 dan BA-63.
Pola grafik yang dibentuk berdasarkan plot antara kenaikan temperatur dan waktu pada kondisi diberi pengaruh
kecepatan angin dengan variabel V1; V2; V3 menghasilkan bentuk grafik terbuka keatas. Ini diakibatkan karena
kenaikan temperatur yang perlahan akibat proses oksidasi dan grafik akan menajam keatas akibat kondisi sampel yang
sudah terbakar dan terjadi kenaikan temperatur yang sangat cepat dan signifikan. Sedangkan pada kondisi tidak ada
pengaruh kecepatan angin pada sampel pola grafik yang terbentuk cendrung mengikuti grafik linier akibat proses
kenaikan temperatur yang cepat dan sepadan dengan pertambahan waktu.
3.3 Karakteristik Batubara Terhadap Swabakar Batubara.
Karakteristik batubara yang mempengaruhi batubara mudah tidaknya mengalami swabakar yaitu sebagai berikut:
1. Vollatil Matter
Kandungan zat terbang ini sangat erat kaitannya dengan peringkat batubara. semakin tinggi kandungan zat terbangnya
maka akan semakin rendah rank batubara tersebut. Pengaruh volatil matter pada swabakar yaitu semakin tinggi volatil
matter dalam batubara maka semakin mudah batubara terbakar dan banyak panas yang ditimbulkan sehingga swabakar
akan lebih cepat terjadi. Sebab volatil metter merupakan kandungan yang lebih dulu mudah terbakar dari batubara.
olehnya semakin tinggi volatil matter maka batubara akan mudah untuk mengalami swabakar.
Pada kasus penelitian ini, reaktifnya batubara BA-61 dari pada batubara BA-59 terhadap swabakar akibat kandungan
volatile matter yang sangat besar pada batubara BA-61. Pada batubara BA-61 volatil matter berdasarkan analisis
proximate yang telah dilakukan yaitu sebesar 43,7% (adb) sedangkan pada batubara BA -59 hanya sebesar 41,1% (adb).
(Tabel 1).
2. Moisture Content
Kandungan air dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free Moisture) dan kandungan air bawaan (inherent
Moisture). Keberadaan air dalam batubara akan semakin mempengaruhi batubara untuk mudah mengalami swabakar.
Semakin tinggi kandungan air maka semakin mudah suatu batubara untuk mengalami swabakar. Banyaknya moisture
content yang besar mengakibatkan batubara mudah rapuh akibat besarnya pori-pori pada batubara sehingga lama
kelamaan batubara tersebut akan rapuh dan pecah dan menyebabkan timbulnya ukuran butir yang sangat halus
mengakibatkan besarnya luas permukaan pada batubara sehingga meningkatkan laju reaksi oksidasi pada batubara yang
telah lama lapuk dan berukuran kecil tersebut. Perubahan moisture content juga mengakibatkan kecondongan yang
nyata dalam menyebabkan swabakar akibat bertemunya komponen karbon dari batubara dengan O2 dari inherent
moisture.
Tabel 1. Analisis Proximate Sampel Batubara
Batubara yang mempunyai banyak kandungan air sudah tentu merupakan batubara peringkat rendah, oleh sebab itu
batubara BA-59 dan BA-61 lebih reaktif terhadap proses swabakar akibat kandungan air yang besar. Diketahui pula
bahwa batubara dengan kulaitas rendah akan memiliki pori yang besar akibat coalification yang belum begitu baik,
sehingga apabila lingkungan dalam kondisi banyak memberikan air seperti hujan maka batubara kualitas rendah akan
semakin mudah mengabsorber air dari lingkungan tersebut. Akibatnya semakin banyak kandungan O2 di dalam
timbunan batubara yang lama kelamaan akan mempercepat proses oksidasi batubara dan akhirnya batubara dapat
terbakar dengan sendirinya.
Kondisi lingkungan yang tidak menentu seperti panas terik dan kemudian tiba-tiba hujan yang berlangsung bersirkulasi
terus menerus juga dapat dengan cepat memicu swabakar karena kondisi tersebut semakin memperburuk kualitas
batubara sehingga lama kelamaan batubara dapat dengan mudah terbakar sendiri.
3. Rank Batubara
Rank batubara memiliki pengaruh besar terhadap beberapa kandungan proximate dari batubara, sehingga semakin
tinggi rank batubara maka akan semakin rendah nilai Moisture content, Volatil matter dan ash content. Namun dalam
kejadian swabakar batubara yang mudah untuk mengalami swabakar umumnya adalah batubara yang memiliki kualitas
dan peringkat (rank) batubara yang rendah. Ini karena seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa semakin tinggi
nilai volatil matter kandungan air, abu dan lain sebagainya maka akan mengakibatkan batubara akan mudah mengalami
swabakar. Itulah mengapa hanya batubara BA-61 dan BA-59 yang lebih reaktif mengalami swabakar pada kondisi
rentang waktu yang tidak lama.
4. Mineral Matter (Mineral pengotor)
Banyaknya komposisi mineral pengotor pada batubara juga sangat erat kaitannya membuat batubara mudah mengalami
swabakar. Macam-macam mineral pengotor pada batubara adalah pirit, sulfur silika dan lain sebagainya. Pirit
merupakan mineral pengotor yang umumnya dominan menyebabkan batubara reaktif terhadap swabakar karena pirit
merupakan mineral sulfida yang dapat mengurangi kualitas batubara. Selain pirit sulfur juga mempengaruhi batubara
mudah atau tidaknya mengalami swabakar Tingginya kadar sulfur pada batubara akan mempertinggi kemungkinan
terjadinya self combustion juga sebaliknya. Ada beberapa jenis sulfur pada batubara antara lain adalah sulfur pyritik,
sulfur organik dan sulfat.
Namun dari keseluruhan karakteristik batubara tersebut, Vollatil matter memegang peranan penting dalam memicu
suatu batubara mudah atau tidaknya mengalami swabakar. Vollatil matter megandung gas-gas yang mudah terbakar
seperti metan.
3.4 Uji Statistik Data Penelitian
Data hasil penelitian diolah menggunakan software spss 16. Uji statistik yang diberikan pada data antara lain yaitu uji
normalitas, uji r, uji r2 , uji F dan uji t untuk mendapatkan kecocokan hubungan antara variabel dependent dan variabel
independent yang diinput. Berdasarkan analisis plot uji normalitas didapat bahwa data perubahan temperatur terhadap
pertambahan waktu pada sampel batubara BA-59; BA-61; BA-63 dengan perlakuan pemberian kecepatan angin dengan
variabel V1; V2; V3 berdistribusi normal sehingga data yang didapat layak untuk diolah untuk uji statistik berikutnya.
Hasil uji r, r2 serta uji F dan uji t dapat dilihat pada tabel 2. Dimana terlihat bahwa sebaran nilai r berkisar 0,902-0,990.
koefisien korelasi memperlihatkan bahwa seberapa kuat hubungan antara variabel independent dengan variabel
dependent. jika r =1 artinya kedua variabel berhubungan sangat kuat dan sempurna. Artinya bila range nilai r sebesar
0,902-0,990 menunjukkan bahwa variabel independent dengan variabel dependent berhubungan kuat. Sedangkan nilai
r2 menunjukkan range sebesar 0,830-0,9880. Nilai r2 sebesar 0,830 artinya bahwa 83% fungsi waktu mempengaruhi
kenaikan temperature sedangkan 27% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai uji F dan uji t menunjukkan taraf
signifikansi <0,05 sehingga secara simultan dan parsial variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent.
Kode
Sample
Tanggal
Pengujian
TM
(%adb)
IM
(%adb)
Ash
(%adb)
VM
(%adb)
FC
(%adb)
GCV
(Kkal/Kg)
BA-59 14-4-2014 25,8 11,5 7,4 41,1 40 5875
BA-61 22-4-2014 22,3 9,8 5,3 43,70 41,2 6189
BA-63 22-4-2014 20,5 8,2 7,1 41,4 43,3 6336
Tabel 2. Hasil uji statistik dari pengolahan data penelitian
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pengaruh angin terhadap proses swabakar dan pengaruh karakteristik batubara terhadap swabakar
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh angin terhadap swabakar yaitu mengakibatkan batubara dapat terbakar pada suhu rendah, sebagai media
perantara oksigen untuk proses oksidasi batubara. Semakin cepat kondisi kecepatan angin yang menerpa batubara
maka waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya swabakar pada sampel batubara semakin cepat namun dalam
penelitian ini belum ditentukan batasan maksimum kecepatan angin yang menyebabkan swabakar.
2. Semakin kecil nilai temperatur transisi semakin reaktif batubara tersebut untuk terjadi swabakar begitupula
sebaliknya. Nilai temperatur transisi pada kondisi kecepatan angin 3,34 m/s yaitu BA-61 < BA-59 < BA-63, pada
kondisi kecepatan angin 4,12m/s yaitu BA-61 < BA-59 < BA-63 sedangkan pada pengaruh kecepatan angin
4,23m/s yaitu BA-61 < BA-59 < BA-63. Oleh sebab itu dari keseluruhan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
nilai temperatur transisi batubara yang mudah mengalami swabakar pada sampel batubara adalah secara berurut
yaitu BA-61; BA-59 dan selanjutnya BA-63.
3. Pengaruh karakteristik batubara terhadap mudahnya batubara mengalami swabakar yaitu dari faktor intrinsik
antara lain kandungan volatile meter yang tinggi, moisture content yang tinggi dan tentu rendahnya rank batubara.
Volatil matter yang besar mengakibatkan batubara mudah terbakar karena volatile matter merupakan substansi
yang lebih dahulu terbakar pada batubara, kandungan air mempengaruhi kelembapan dan adsorbsi O2 pada
oksidasi. Tingginya kadar komponen tersebut berimbas pada rendahnya rank batubara sehingga batubara mudah
mengalami swabakar.
4. Uji statistik dari setiap data yang di dapat yaitu:
a. Uji normalitas pada setiap data yang dihasilkan menyatakan bahwa semua data berdistribusi normal karena
berada pada garis lurus diagonal pada uji normalitas.
b. Uji F dan uji t menunjukkan taraf signifikansi yang baik dari model regresi. Dari hasil uji ini didapatkan bahwa
semua data memenuhi taraf signifikansi yang diinginkan yaitu <0,05 sehingga model dapat diterima. Dimana
untuk sampel dengan perlakuan tanpa angin mempunyai model regresi linier, sedangkan untuk sampel dengan
perlakuan pemberian kecepatan angin V1;V2;V3 mempunyai model regresi nonlinier Cubic.
Sampel Kecepatan
Angin r r2
F t sig
Standart
Error Persamaan
Hitung Sig
BA-59 0 m/s 0,908 0,825 136,315 0,000 0,000 9,008 y= 43,996+0,422x
BA-59 3,34 m/s 0,902 0,892 86,345 0,000 0,000 21,491 y= 3,58432.10-4x3 - 0,064x2 +
3,029x + 10,304
BA-59 4,12 m/s 0,977 0,955 154,008 0,000 0,000 11,331 y= 4,55079.10-4x3 – 0,064x2
+ 2,473x + 32,054
BA-59 4,23 m/s 0,981 0,963 105,109 0,000 0,000 15,537 y= 0,003x3 – 0,251x2 +
6,080x + 23,809
BA-61 0 m/s 0,976 0,952 414,757 0,000 0,000 10,581 y= 56,704 + 1,355x
BA-61 3,34 m/s 0,983 0,966 86,378 0,000 0,049 15,086 y= 0,004x3 – 0,261x2 +
4,412x + 29,684
BA-61 4,12 m/s 0,994 0,988 221,271 0,000 0,040 11,149 y= 0,005x3 – 0,255x2 +
3,920x + 28,043
BA-61 4,23 m/s 0,994 0,987 235,514 0,000 0,007 9,619 y= 0,003x3 – 0,195x2 +
4,322x + 20,597
BA-63 0 m/s 0,911 0,830 136,769 0,000 0,000 12,845 y= 58,155 + 0,634x
BA-63 3,34 m/s 0,944 0,892 68,591 0,000 0,000 20,318 y= 4,54818.10-4x3 – 0,077x2
+ 3,479x + 6,921
BA-63 4,12 m/s 0,964 0,929 73,781 0,000 0,000 17,382 y= 1,1263.10-3x3 – 0,141x2 +
5,33x + 10,345
BA-63 4,23 m/s 0,990 0,981 235,898 0,000 0,004 10,988 y= 1,3915.10-3x3 – 0,120x2 +
3,116x + 20,594
c. Uji R dan R2 menunjukkan nilai yang mendekati 1 yaitu pada range 0,902 – 0,990 yang artinya mempunyai
keterikatan yang sangat kuat antara waktu dan temperatur sehingga model lebih akurat dipakai karena titik-titik
pengamatan berada pada sekitaran koefisien determinasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan yag maha esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Jurnal Ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tahap Sarjana di Jurusan
Teknik Pertambangan, Universitas Sriwijaya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. H. Maulana Yususf, MS, MT selaku pembimbing pertama Hj. Rr. Harminuke
Eko Handayani, ST, MT selaku pembimbing kedua sekaligus Ketua Jurusan Teknik Pertambangan. Dalam kesempatan
ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bochori, ST, MT selaku sekretaris jurusan Teknik Pertambangan Unsri.
2. Bapak ibu dosen jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.
3. A. Karim Alamsyah selaku pembimbing penelitian di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Jurnal Ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sukandarrumidi. (2009). Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[2] Kaymakci, E., & Didari, V. (2002). Relation between coal properties and spontaneous combustion parameter,
Jurnal engineering environmental, 26 .
[3] Coaltech. (2011). Prevention and control of Spontanious Combustion Best Practice Guidlines for Surface Coal
Mines in South Africa. South Afrika: Coaltech Reasearch Asosiation
[4] Ejlali, A. (2009). Numerical Analysis of fluid flow and Heat Transfer Through A Reactive coal Stockpile.
Prosiding Sevent Internasional conference on CFD in the Minerals and Process Industries, CSIRO:
Melbourne Australia
[5] Falcon, R.M. (1987). Spontaneous Combustion of the Organic Matter in Discard from the Witbank Coalfield.
Journal Of The South African Institute Of Mining And Metallurgy, 86 (7), 243-250
[6] Richards. (1999). The Study of Liability of Coal to Spontaneous Combustion, Jurnal of Fuel, 32
[7] Muksin,S., & Nugroho, S. (2013). Studi Pembakaran Spontan Batubara Indonesia Menggunakan
Thermogravimetric Analysis. Jurnal Ilmiah Teknologi Energi, 1(16).
[8] Mulyana, H. (2005). Kualitas batubara dan Stockpile Management. Yogyakarta: Geoservices LTD.
[9] Ghozali, I. (2006). Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro
[10] Sudjana, M.A.(1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito