pengaruh kapur kalsit dan pupuk npk terhadap … kapur... · 2018. 9. 14. · pengaruh kapur kalsit...
TRANSCRIPT
PENGARUH KAPUR KALSIT DAN PUPUK NPK TERHADAP
KECERNAAN Pennisetum polystachion
SECARA IN VITRO
SKRIPSI
OLEH
DESI PUSPITA
E10014059
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
PENGARUH KAPUR KALSIT DAN PUPUK NPK TERHADAP
KECERNAAN Pennisetum polystachion
SECARA IN VITRO
Desi Puspita ( E10014059), dibawah bimbingan
Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.Sc1)
dan Dr. Rahmi Dianita, S.Pt., M.Sc2)
Keyword : Pennisetum polystachion, pupuk NPK, kapur kalsit, kecernaan in vitro
Keterangan : 1)
Pembimbing Utama
2)
Pembimbing Pendamping
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapur
kalsit dan pupuk NPK serta interaksi keduanya terhadap kecernaan bahan kering
dan bahan organik pada P. polystachion. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
Kaca dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi mulai dari
Desember 2017 sampai April 2018. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial dengan 2 perlakuan dan 4
ulangan. Perlakuan terdiri atas Kapur Kalsit dan pupuk NPK. Kapur kalsit terdiri
dari K0 = 0 ton/ha, K1= 1,2 ton/ha setara 6 g/polybag. Sedangkan Pupuk NPK
terdiri dari P0 = 0 kg/ha, P1= 150 kg/ha setara 0,75 g/polybag, P2 = 300 kg/ha
setara 1,5 g/polybag, P3= 450 kg/ha setara 2,25 g/polybag. Peubah yang diamati
meliputi bobot bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa kapur kalsit memberikan pengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap bobot bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan
organik. Namun pupuk NPK berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot bahan
kering dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering
dan bahan organik. Interaksi keduanya menunjukkan bahwa rumput Pennisetum
polyschion memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap bobot bahan
kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro dalam bentuk
produksi bahan kering dan bahan organik tercerna. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa pemberian kapur kalsit, belum mampu meningkatkan
bobot bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik. Pupuk NPK
mampu meningkatkan bobot bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan
organik dalam bentuk produksi bahan kering dan bahan organik tercerna. Interaksi
keduanya menunjukkan bahwa pada taraf 300 kg/ha mampu meningkatkan bobot
bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam bentuk produksi
bahan kering dan bahan organik tercerna.
PENGARUH KAPUR KALSIT DAN PUPUK NPK TERHADAP
KECERNAAN Pennisetum polystachion
SECARA IN VITRO
OLEH
DESI PUSPITA
E10014059
Telah Diuji Di Hadapan Tim Penguji
Pada Hari Kamis, tanggal 26 Juli 2018, dan dinyatakan Lulus
Ketua : Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.Sc
Sekretaris : Dr. Rahmi Dianita, S.Pt, M.Sc
Anggota : 1. Dr. Ir. Hutwan Syarifudin, MP
2. Ir. Ahmad Yani, MP
3. Dr. Sc. Agr. Ir. H. Teja Kaswari, M.Sc
Menyetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.Sc Dr. Rahmi Dianita, S.Pt,
M.Sc
NIP. 19590213 198503 1 004 NIP. 19710525 199708 2 001
Mengetahui
Wakil Dekan 1 Ketua Jurusan/Program Studi
Dr. Sc. Agr. Ir. H. Teja Kaswari, M.Sc Dr. Ir. Endri Musnandar, M.S
NIP. 19661215 199203 1 002 NIP. 19590926 198603 1 004
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ‘’Pengaruh
Kapur Kalsit dan Pupuk NPK terhadap Kecernaan Pennisetum polystachion
secara In Vitro’’ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi negeri manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dterbitkan dari penulis lain
sudah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
Jambi , September 2018
Desi Puspita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Curup pada tanggal 04 Agustus 1996,
sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Suki
dan Samidar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar SD
Negeri 221/III Koto Lanang pada tahun 2008, pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 9 Kerinci pada tahun
2011, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 13
Kerinci pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa di program studi Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada bulan Juli 2017, penulis mengikuti
Kuliah Kerja Nyata PPM TEMATIK dengan tema Pengembangan Ekowisata di
Desa Jernih, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
‘’Pengaruh Pemberian Kapur Kalsit dan Pupuk NPK Pennisetum polystachion
terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik secara In vitro’’. Skripsi
ini merupakan persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu
(S1) pada Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang
telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkenan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: Ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya saya sampaikan kepada kedua orang terhebat dalam hidup saya yaitu
Ayahanda Suki dan Ibunda Samidar yang selalu melimpahkan kasih sayang,
perhatian, motivasi, dukungan, semangat, doa dan juga memberikan kontribusi
materi terhadap pendidikan saya sehingga dapat menyelesaikan studi S1. Kepada
kakak terhebat saya yaitu Alpiandi yang selalu memberikan saya semangat,
motivasi dan dukungan yang tak henti-hentinya. Kepada Ir. Darlis M.sc., Ph.D.
selaku pembimbing akademik sekaligus farm experience yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan motivasi serta diskusi yang
berharga yang diberikan mulai dari awal perkuliahan hingga penulisan skripsi.
Kepada Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.sc selaku pembimbing utama yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, doronggan dan motivasi serta diskusi yang
berharga yang diberikan mulai penyusunan usulan penelitian hingga penulisan
skripsi. Kepada Dr. Rahmi Dianita, S.Pt., M.sc selaku pembimbing pendamping
yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan motivasi serta
diskusi yang berharga yang diberikan mulai penyusunan usulan penelitian hingga
penulisan skripsi. Ucapan terimakasih kepada Dekan Fakultas Peternakan dan
jajarannya serta seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama
perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Ucapan terimakasih
7
kepada keluarga besar saya yang selalu memberikan arahan yang tak henti-
hentinya sampai saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada
sahabat kecil saya yaitu Prettya Recha Desal Piorha A.Md dan Novinda yang
selalu memberikan semangat dan motivasi. Ucapan terimakasih kepada Fitri
Duwita, Deses Suprianti dan Nisfi Dwi Hamzah sebagai rekan satu tim. Ucapan
terimakasih kepada Novie Setya Syahfitri dan Elisya Sahfitri, Khoiratunnisa,
Ilham saputra yang turut membantu dalam penelitian ini sampai selesai
terimakasih juga untuk pengalaman yang kalian berikan selama penelitian
berlangsung. Ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan kelas B
angkatan 2014, keluarga cabeh, keluarga KKN ekowisata Sarolangun yang telah
memberikan motivasi dan sarannya. Ucapan terimakasih kepada Kos 70 Minda
Mustika, Nia Afrelia, Luci Citra Yulia, Listyowati, Almustari dan Putri Bungsu
sebagai teman seperjuangan dalam satu rumah. Serta semua pihak yang turut
membantu saya selama saya menuntut lmu di Univeritas Jambi.
Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan
memberikan informasi dan ilmu yang dapat di aplikasikan nantinya, ataupun
dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penulis juga menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat kurangnya kemampuan dan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca yang bersifat
membangun, sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan juga dapat
menambah pengetahuan pembaca.
Jambi, Juli 2018
Desi Puspita
8
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
Bab I. Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Deskripsi Rumput Pennisetum polystachion 4
2.2. Tanah Ultisol 5
2.3 Peranan Pengapuran 6
2.4 Peranan Pupuk NPK Terhadap Kecernaan Rumput 7
2.5 Kecernaan In vitro 8
BAB III. METOLOGI PENELITIAN 11
3.1. Tempat dan Waktu 11
3.2. Materi dan Peralatan 10
3.3. Metode Penelitian 11
3.3.1. Persiapan Perlakuan dan Bahan Analisis Kecernaan 11
3.3.2. Prosedur Analisis Kecernaan In Vitro 13
3.4. Rancangan Percobaan 14
3.5. Peubah yang diamati 15
3.6. Analisis Data 16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17
4.1. Bobot Kering Hijauan 17
9
4.2. Kecernaan Bahan Kering 18
4.3. Kecernaan Bahan Organik 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 24
5.1. Kesimpulan 24
5.2. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 29
10
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Rataan bobot bahan kering hijauan pada rumput Pennisetum polystachion
dengan pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK 17
2. Rataan hasil kecernaan bahan kering pada rumput P. polystachion
dengan pemberian kapur dan pupuk NPK secara in vitro 19
3. Rataan hasil kecernaan bahan organik pada rumput P. polystachion
dengan pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK secara in vitro
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Pengaruh pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK terhadap
produksi bahan kering tercerna rumput P. polystachion. 20
2. Pengaruh pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK terhadap
produksi bahan organik tercerna rumput P. polystachion. 22
12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1. Denah Letak Seluruh Unit Penelitian 29
2. Perhitungan Dosis Kapur Kalsit (Hardjowigeno, 1987) 30
3. Hasil Analisa pH Tanah Sebelum dan Sesudah diberi Kapur Kalsit 30
4. Perhitungan Dosis Pupuk NPK 30
5. Perhitungan 16 % Pupuk N, P, K dengan Dosis 150, 300,450 kg/ha 31
6. Rataan Bobot Kering Hijaun 32
7. Tabel Dua Arah Bobot Kering Hijauan 33
8. Analisis Ragam Bobot Kering Hijauan 34
9. Rataan Kecernaan Bahan Kering (%) 35
10. Tabel Dua Arah Kecernaan bahan kering (%) 36
11. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering 37
12. Produksi Bahan Kering Tercerna(g) 37
13. Tabel Dua Arah Produksi bahan kering Tercerna (g) 38
14. Analisis Ragam Produksi Bahan Kering Tercerna 38
15. Rataan Kecernaan Bahan Organik (%) 40
16. Tabel Dua Arah Kecernaan Bahan Organik (%) 41
17. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Organik 42
18. Rataan Produksi Bahan Organik Tercerna (g) 42
19. Tabel Dua Arah Produksi Bahan Organik Tercerna 43
20. Analisis Ragam Produksi Bahan Organik Tercerna 44
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hijauan merupakan sumber makanan utama ternak ruminansia untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup pokok, berproduksi, dan berkembang biak. Usaha
mendapatkan produksi yang optimal dari ternak ruminansia adalah tersedianya
hijauan makanan ternak secara kontinu baik kuantitas maupun kualitasnya.
Salah satu hijauan pakan yang potensial dan sering dijumpai yaitu rumput
Pennisetum polystachion (L.) Shult. Rumput ini lebih menyukai curah hujan yang
tinggi, tetapi mampu mentolerir musim kemarau pendek, beradaptasi dengan baik
pada berbagai macam tanah dari tanah berpasir sampai tanah liat yang sering
tergenang air. Rumput ini juga resistan terhadap kebakaran, dan juga seringkali
digunakan sebagai pengendali erosi terutama pada lahan-lahan miring) (Mishra
and Sandhya, 1996)
Kesuburan tanah merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk
menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman pakan yang baik. Di Indonesia,
terdapat banyak jenis tanah dengan tingkat kesuburan yang berbeda. Salah
satunya tanah ultisol. Tanah ini banyak terdapat di Indonesia termasuk Provinsi
Jambi. Menurut (Hardjowigeno, 2010) tanah ultisol yang tersebar di Indonesia
yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia. Namun
demikian, tanah ini mempunyai reaksi tanah yang masam dengan unsur hara yang
rendah, sehingga perlu dilakukan pengapuran dan pemupukan.
Tindakan pengapuran merupakan salah satu alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kesuburan tanah. Pengapuran dapat meningkatkan pH
tanah seperti kapur kalsit. Kapur kalsit memiliki beberapa unsur hara yang
terkandung di dalamnya seperti CaCO3 90% dan CaO 55,20%, MgO 7,89%,
Fe2O3 0,10%, dan Al2O3 0,08% (CV. Lintang Mas Agro). Ini artinya dengan
tersedianya kandungan CaCO3 dan CaO yang tinggi maka dapat menetralkan pH
yang rendah dan meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah serta dapat
menekan kelarutan unsur-unsur yang meracuni tanaman. Pemupukan merupakan
penambahan bahan organik dan anorganik yang digunakan untuk memperbaiki
14
kesuburan tanah agar tanah menjadi subur. Oleh karena itu, pemupukan pada
umumnya dapat diartikan sebagai penambahan zat hara ke dalam tanah (Fort,
1990).
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung lebih dari satu
unsur hara. Pupuk NPK disebut juga pupuk lengkap, umumnya masing-masing
kandungan unsur hara dalam NPK berkadar rendah. (Setyamidjaja, 1986)
menyatakan bahwa pupuk NPK mengandung unsur hara Nitrogen 15% dalam
bentuk NH3, Fosfor 15% dalam bentuk P2O5 dan Kalium 15% dalam bentuk K2O.
Menurut Alwi (2017) peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun
dan luas daun rumput gajah liar (P. polystachion) menunjukkan bahwa rumput ini
memiliki respon yang cukup baik terhadap pemupukan NPK. Dengan makin
tersedianya unsur hara tersebut dapat memicu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang selanjutnya bisa berpengaruh pada kualitas atau nilai gizi rumput.
Penilaian kualitas hijauan makanan ternak tidak cukup hanya didasarkan
dengan melihat pada kandungan zat makanan saja. Menilai kualitas hijauan
makanan ternak disamping kandungan zat makanannya, lebih tepat dievaluasi
dengan melihat seberapa besar zat makanan tersebut dapat dicerna oleh ternak
(Tilman et al., 1986). Menurut Mcllroy (1977) penetapan nilai gizi hijauan
didasarkan pada susunan kimia dan nilai cerna. Menurut Wilson (1984) pengaruh
pupuk terhadap kecernaan bahan kering hijauan tidak konsisten, bisa berpengaruh
positif atau negatif atau tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini disebabkan oleh
nilai gizi tanaman pakan dipengaruhi oleh fase pertumbuhan pada saat
pemotongan, keadaan sekeliling dan pemupukan Mcllroy (1977). Evaluasi nilai
kecernaan pakan salah satunya dapat dilakukan melalui percobaan kecernaan
secara in vitro.
15
1.2. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pemberian
kapur Kalsit dan pupuk NPK terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik
pada P. polystachion.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana
pengaruh kapur Kalsit dan pupuk NPK terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik pada P. polystachion.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Rumput (Pennisetum polystachion)
Rumput P. polystachion (L.) Shult atau dikenal dengan nama mission
grass,thin napier atau pennisetum berbulu (feathery pennisetum) adalah rumput
yang membentuk rumpun, berumur panjang dan dapat tumbuh 2-3 meter. Rumput
ini menghasilkan malai bunga yang berwarna kekuningan atau kecoklatan selama
akhir musim panas dan musim gugur dan mati kembali pada musim kemarau.
Rumput ini diyakini berasal dari Afrika tropis dan Afrika subtropis (Ethiopia,
Afrika barat tropis dan selatan ke Mozambik) dan Asia tropis (India,
Semenangjung Malaya, Indo-Cina, Indonesia dan Filipina) (Parsons and
Cuthbertson, 2001: Miller, 2006). Rumput ini juga dikenal dengan nama-nama
lokal, seperti Rumput jurig (sunda) Rumput ekor kucing, Rumput berus kuning
(malaysia) dan yaa khachyon chop (Thailand) (Tjitrosoedirjo,1990).
P. polystachion (L.) Shult dicirikan dengan rumput yang tegak, berbulu dan
merupakan rumput perennial berkembang biak dengan biji atau pun dengan
sobekan rumpun. Batang Rumput ini berbentuk bulat, beralur dan banyak
bercabang serta ruas dekat ke permukaan tanah biasanya memiliki akar. Daun
berbentuk linear sedikit agak luas, bervariasi dalam ukuran dan biasanya berbulu
dengan panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 0.5-15 cm dan memiliki ujung daun
yang kasar untuk disentuh. Lidah daun (ligule) berwarna putih, perbungaan
(inflorescence) terdiri dari tangkai bunga yang ramping, berwarna keunguan atau
kuning pucat dengan panjang 5-25 cm dan lebar 2-3 cm tetapi biasanya lebih
panjang atau lebih luas. Spikelet berbentuk langsing dan dikelilingi oleh banyak
bulu dengan panjang 1,5-2,5 cm (Akobundu and Agyakwa, 1998).
Rumput ini pertama kali diperkenalkan di Australia pada tahun 1940-an
dan 1950-an, tetapi tidak banyak dikembangkan sampai tahun 1970-an (Miller,
2006). P. polystachion dikenal juga sebagai gulma yang umum di pinggir jalan
yang juga menyerang tanaman musim panas, padang rumput dan komunitas
tanaman asli di daerah pesisir utara Australia. Spesies ini sering tumbuh dengan
gamba grass (Cenchrus ciliaris). Setelah dikembangkan sebagai salah satu pakan
17
ternak, rumput ini memiliki keunggulan kompetitif atas rumput berumur pendek
dan menggantikan spesies asli, karena kemampuannya untuk berkompetisi yang
tinggi. Rumput ini secara signifikan mendominasi lahan dan apabila terjadi
kebakaran sangat panas yang dapat menyebabkan kematian pohon dan mengubah
komunitas savana alam menjadi padang rumput eksotis (Miller, 2006: Navie and
Adkins, 2007). Di Thailand dan Austalia Utara, rumput ini telah lama
berkembang, menyebar di sepanjang pinggir jalan menuju habitat pertanian,
kadang-kadang masuk ke taman nasional dan cagar alam, mengurangi
keanekaragaman spesies dan sangat meningkatkan risiko kebakaran. Di Indonesia
P. polystachion pertama kali diamati oleh para ilmuan dari Bogor Balai
Penelitian Tanaman Perkebunan di dalam perkebunan di Subang, Purwakarta dan
Pondok Gede, Bogor pada tahun1972 dan sekarang rumput ini menyebar secara
luas di seluruh Indonesia. Rumput ini ditemukan pada daerah-daerah dengan
ketinggian sampai 900 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan kembali dapat
terjadi dari tunas-tunas dorman terletak area rumpun dan dari buku ruas yang
terdapat pada batang, tunas-tunas aktif sebagai tempat penyimpanan digunakan
untuk mempertahankan diri dari tindakan pengendalian gulma baik secara biologi
maupun kimia dan terhadap kondisi iklim yang tidak menguntungkan
(Tjitrsoedirjo,1990; Lee, 1988).
Nilai gizi P. polystachion (L.) Shult umumnya dianggap hanya dalam
jumlah sedang (Majumdar & Roy 1968). Kandungan nutrisi 27,1 % CF, 40,8 %
NFE, 0,31 % Ca dan 0,22 %. Produksi benih baik dan hasil yang tinggi dari 417
kg / ha benih yang tidak bersih yang mengandung 16-27 % caryop telah diperoleh
di India (Mishra and Chatterje , 1968) menyatakan pupuk N dan P diterima dalam
jumlah sedang. Pemotongan rumput untuk pakan ternak di awal musim dapat
mengurangi hasil panen dari 128 kg/ha sampai 240 kg / ha kg yang tidak diberi
pupuk.
18
2.2 Tanah Ultisol
Tanah ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di
Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia.
Namun demikian, tanah ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang
sangat rendah sehingga memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah
kekuningan, reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al
yang tinggi, dan tingkat produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat
hingga liat berpasir, bulk density yang tinggi antara 1.3-1.5 g/cm3. Tanah ini
memiliki unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat dan
merupakan sifat-sifat tanah ultisol yang sering menghambat pertumbuhan
tanaman (Hardjowigeno, 2010). Walaupun tanah ultisol sering diidentikkan
dengan tanah yang tidak subur, karena mengandung bahan organik yang rendah,
nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) tetapi sesungguhnya bisa
dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial jika dilakukan pengelolaan yang
memperhatikan kendala yang ada (Munir, 1996).
Tanah ultisol umumnya peka terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi
dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah mudah menjadi padat. Akibatnya
pertumbuhan akar tanaman terhambat karena daya tembus akar ke dalam tanah
menjadi berkurang. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah
juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan
organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi,
serta membuat struktur tanah menjadi lebih lemah dan mudah diolah (Subowo,
2012) Tanah masam berkadar Al tinggi mempunyai kendala fisik maupun kimia
yang menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian apabila dilakukan
penanganan dengan baik, akan dapat menjadi tanah produktif yaitu dengan
pemupukan dan pengapuran (Rochayati et al., 2011).
Problema tanah ultisol termasuk oksisol adalah reaksi tanah yang masam,
kandungan Al yang tinggi, unsur hara rendah, sehingga diperlukan pengapuran
dan pemupukan serta pengelolaan yang baik agar tanah menjadi produktif dan
tidak rusak (Hardjowigeno, 2010).
19
2.3 Peranan Pengapuran
Pengapuran adalah suatu cara untuk menaikkan pH tanah dan meniadakan
keracunan Al, sehingga ketersediaan P dan serapan hara tanaman dapat
ditingkatkan. Secara umum pemberian kapur ke dalam tanah dapat memperbaiki
sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Ditinjau dari sudut kimia, maka tujuan
pengapuran adalah mengurangi kemasaman tanah, serta meningkatkan
ketersediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dalam
hubungannya dengan ketersediaan P bagi tanaman, beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa keracunan Al dan kekurangan P merupakan faktor yang tidak
bebas. Pengaruh P baru terlihat setelah keracunan Al dapat teratasi setelah
pemberian kapur. Para ahli berpendapat bahwa pengaruh kapur terhadap
ketersediaan P lebih banyak berperan dalam mendorong kemampuan tanaman
untuk menyerap P dan hara lainnya dari pada penyediaan P itu sendiri.
Kamprath, 1970) merekomendasikan cara penentuan kebutuhan kapur
untuk tanah tropik berdasarkan Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd). Dalam hal
ini tanah tropik adalah tanah mineral yang telah tercuci hebat, seperti Oxisol dan
Ultisol. Selanjutnya, bila jumlah kebutuhan kapur berdasarkan Al-dd ini dikaitkan
dengan kebutuhan tanah, maka Setiono (1982) membuat rumus kebutuhan kapur
seperti berikut :
1. Untuk menaikkan pH tanah menjadi 6.0 kebutuhan kapur adalah 2.1 × Al-
dd atau sama dengan 2.1 ton CaCO3/ha, tiap 1 me A l/100 g.
2. Untuk menaikkan pH tanah menjadi 5.5 kebutuhan kapur adalah 1.5 × Al-
dd atau sama dengan 1.5 ton CaCO3/ha, tiap 1 me Al/100 g.
3. Untuk menaikkan pH tanah menjadi 5.2 kebutuhan kapur adalah 1.2 × Al-
dd atau sama dengan 1.2 ton CaCO3/ha, tiap 1 me A l/100 g.
Pengendalian kelarutan Al dapat dilakukan dengan beberapa cara, di
antaranya adalah dengan menaikkan pH melalui pengapuran, pengikat Al dengan
penambahan pupuk P yang banyak, dan khelat Al dengan penambahan bahan
organik. Akan tetapi, teknologi pengapuran dapat dianggap yang paling tepat di
antara tiga teknologi tersebut (Nyakpa et al., 1988)
20
2.4 Peranan Pupuk NPK Terhadap Kecernaan Rumput
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung lebih dari satu
unsur hara. Unsur hara N, P, dan K dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus
berkurang diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada waktu panen,
tercuci, menguap dan erosi sehingga diperlukan pemupukan. Unsur N, P, dan K
merupakan unsur hara makro yang mutlak harus ada dalam tanah untuk
pertumbuhan sebuah tanaman (Novizan, 2003). Mcllroy (1977) menyatakan
bahwa kesuburan tanah dapat diperbaiki dengan melaksanakan pemupukan
dengan N, P, K, karena zat – zat hara tersebut sering kekurangan dalam tanah,
sedangkan zat – zat tersebut sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Menurut Mcllroy (1977) bahwa nilai gizi dipengaruhi oleh fase
pertumbuhan pada saat pemotongan, keadaan sekeliling dan pemupukan.
Pemupukan dengan nitrogen dapat mempertinggi kadar nitrogen hijauan, serta
mempengaruhi kecepatan tumbuh, namun kenaikan kadar nitrogen ini dapat
menurunkan kecernaan. Ditambahkannya bahwa perbandinagan antara rasio daun
dan batang penting, karena nilai gizi daun lebih tinggi dari batang. Akibat dari
pemupukan nitrogen adalah dapat mempercepat pertumbuhan rumput sehingga
dapat mempercepat penuaan tanaman. Hijauan dari tanaman yang berumur tua
memiliki persentase batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun.
Persentasi batang yang tinggi umumnya banyak mengandung serat kasar dengan
proporsi serat yang tidak bisa dicerna lebih besar dan rendah kandungan
karbohidrat non struktural, yang menghasilkan rendahnya kecernaan hijaun (Van
Man and Wiktorsson, 2003). Efek negatif dari pembentukan batang ini adalah
menurunnya kecernaan tanaman pakan karena akumulasi bahan kering yang lebih
tinggi pada batang dibandingkan dengan daun (Virkajarvi et al., 2012; Kuoppala
et al., 2008).
Susanti (2007) menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan
organik rumput gajah yang mendapatkan perlakuan pemupukan nitrogen dan
sulfur adalah 62,59% dan 65,41%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan
dengan kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput Benggala seperti yang
dilaporkan (Purbajanti et al., 2011), yaitu 4.48 – 43.99% untuk KcBK dan 42.40 –
21
51.02% untuk KcBK sejalan dengan peningkatan populasi tanaman dari 10.000
menjadi 30.000 tanaman per hektar.
2.5 Kecernaan In Vitro
Kecernaan adalah selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan
yang dieksresikan dalam feses dan dianggap terserap dalam saluran cerna. Jadi
kecernaan merupakan pencerminan dari jumlah nutrisi dalam bahan pakan yang
dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan dalam
persen berdasarkan bahan kering. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan
satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam
pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002).
Teknik in vitro biasanya dapat digunakan untuk menentukan kecernaan.
Kecernaan total dan kecernaan nutrisi tunggal harus ditentukan dengan uji coba
kecernaan langsung dengan hewan. Manfaat kecernaan bervariasi dan tidak
terlepas dari faktor hewani, terutama bergantung pada spesies tanaman, usia dan
pengelolaan. Protein kasar ditentukan dalam persen, protein kasar jarang melebihi
60%. Kecernaan serat kasar rata-rata relatif tinggi dan pada sebagian besar
berkisar dari 50-70 % dan kecernaan lemak kasar berkisar antara 20-60 %
(Bogdan, 1977). Kecernaan dapat diukur dengan kecernaan bahan kering total dan
kecernaan zat tertentu seperti protein.
Kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah kecernaan bahan
organik dan anorganik dari bahan pakan tersebut. Kecernaan bahan kering yang
tinggi menunjukkan tingginya zat makanan yang dicerna. Semakin tinggi nilai
kecernaan suatu bahan pakan, berarti semakin tinggi kualitas pakan tersebut.
Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan
nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan
rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrient
untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi et al., 2008).
Menurut Van Soest (1982) menggambarkan bahwa bahan organik sebagai
bahan kering yang terbakar atau hilang pada saat pembakaran dalam tanur pada
suhu 500°C. Bahan organik adalah suatu bahan makanan yang terdiri dari zat
22
makanan yang sangat diperlukan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya maupun untuk produksi (Tilman et al., 1986)
Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu,
komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan
asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Nilai kecernaan
bahan organik (KBO) didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik (BO)
awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi, proporsional terhadap kandungan BO
sebelum inkubasi tersebut (Blummel et al., 1977). Faktor yang mempengaruhi
kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan
pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering,
karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Prawiradiputra et al.,
(2006) mendapatkan bahwa kecernaan bahan kering pada rumput setaria sebesar
59,26- 66,32%. Adanya perbedaan kecernaan baik bahan kering maupun bahan
organik karena perbedaan spesies rumput yang digunakan.
Hasil penelitian Alwi (2017) menunjukkan bahwa nilai kecernaa dengan
tanpa perlakuan pemupukan kecernaan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada interval pemotongan 60 hari yaitu 49,14% kecernaan bahan
kering dan 54,02% kecernaan bahan organik.
23
BAB III
METOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi, yang dilaksanakan mulai Desember 2017 sampai
April 2018.
3.2 Materi dan Peralatan
Alat yang digunakan yaitu cangkul, ayakan, karung, angkong, parang,
ember, gunting, kamera, timbangan, meteran, polybag ukuran 10 kg, termos, kain
kasa, corong, tabung fermentor, beaker glass, dispensite otomatis, waterbath,
inkubator, klemper, diklemper, tabung sentrifuge, cawan, oven, tanur, termometer,
spatula, pipet tetes, dan timbangan.
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah tepung Rumput
Pennisetum polystachion dari Farm Fakultas Peternakan, cairan rumen, HgCl2
jenuh, larutan McDougall, aquades, gas CO2, dan cairan rumen.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1. Persiapan Perlakuan dan Bahan Analisis Kecernaan
Sebelum memperoleh bahan berupa tepung rumput P. polystachion untuk
anlisis kecernaan, rumput tersebut telah di tanam dengan perlakuan yang telah
ditetapkan. Adapun metode persiapan bahan tanam
Bahan Tanam. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pols (sobekan rumpun tanaman). Pennisetum polystachion (L.) Schult yang
tumbuh liar diambil dengan cara menggali tanaman sampai ke akarnya berikut
dengan tanahnya. Rumput yang sudah digali kemudian dipotong bagian atasnya
lebih kurang 15 cm dari akar tanaman. Rumput ditanam di lahan hijauan disekitar
rumah kaca Fakultas Peternakan Universitas Jambi dan dipelihara selama lebih
kurang 2 bulan untuk mendapatkan bahan tanam berupa pols yang akan
24
digunakan dalam penelitian. Penanaman ini dilakukan untuk mendapatkan bibit
yang relatif seragam.
Persiapan media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanah ultisol yang diperoleh dari kebun percobaan Fakultas Peternakan
Universitas Jambi. Tanah sebagai media tanam terlebih dahulu dibersihkan dari
akar-akar tanaman yang masih tersisa. Tanah yang sudah di bersihkan kemudian
diayak menggunakan ayakan tanah untuk memisahkan bongkahan-bongkahan
besar dan bebatuan yang terdapat ada tanah dan selanjutnya dimasukkan kedalam
polybag ukuran 10 kilogram. Polybag sebanyak 64 buah disiapkan sebagai media
tanam bagi rumput-rumput yang diperoleh dari lahan hijauan di sekitar rumah
kaca Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang dipelihara kurang lebih 2 bulan
dan polybag disusun sesuai dengan rancangan yang digunakan.
Pengapuran. Untuk persiapan memasukkan tanah ke dalam polybag, kapur
dan tanah diaduk terlebih dahulu secara merata sesuai dengan perlakuan yang
ditentukan yaitu sebanyak 6 g/polybag setara dengan 1,2 ton/ha, pemberian kapur
dilakukan 10 hari sebelum penanaman rumput untuk memberikan kesempatan
terjadinya inkubasi kapur agar pH tanah mencapai netral.
Penanaman. Penanaman dilakukan dengan menggunakan bahan tanam
sobekan rumpun (pols) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Satu bahan tanam
pols terdiri atas 3 batang dengan panjang 15 cm dari pangkal batang dan ditanam
dengan kedalaman 7 cm.
Pemupukan. Pemberian Pupuk NPK dengan dosis sesuai dengan perlakuan
dilakukan setelah akar tanaman tumbuh (sekitar lebih kurang seminggu), dengan
terlebih dahulu memastikan bahwa akar rumput telah mengalami perkembangan.
Hal ini disebabkan karena pupuk NPK merupakan pupuk anorganik yang cepat
terurai dan mudah menguap, terutama karena adanya tindakan penyiraman. Oleh
karena itu, agar pupuk yang diberikan langsung dimanfaatkan oleh akar, maka
akar tanaman harus sudah berkembang.
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan
penyiangan. Penyiraman dilakukan 1 kali sehari yaitu pagi hari sesuai kapasitas
lapang (290 ml). Untuk mendapatkan kapasitas lapang yaitu (a) air dimasukkan ke
dalam polybag yang sudah berisi tanah sampai jenuh kemudian dilakukan
25
penimbangan, kemudian biarkan selama 24 jam dan ditimbang. (b) Setelah di
timbang biarkan lagi selama 24 jam dan dilakukan penimbangan lagi. (c) Setelah
itu, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan kapasitas lapang dengan rumus
sbb;
menurut (………). Penyiangan dilakukan secara manual yaitu
dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag.
Pemotongan. Pemotongan rumput dilakukan setelah rumput berumur 80
hari atau di akhir penelitan. Pemotongan ini dilakukan dari pangkal akar di atas
permukaan tanah. Tajuk hijauan segar yang diperoleh dari pemotongan kemudian
ditimbang untuk mendapatkan bobot segar. Untuk mendapatkan bobot kering
hijauan segar yang telah di potong dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 600
C
selama 48 jam (AOAC, 1980).
3.3.2. Prosedur Analisis Kecernaan In Vitro
Sebelum dilakukan analisis KcBK dan KcBO pada rumput P. polystachon
yang suah kering oven terlebih dahulu digiling, setelah itu dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan analisis. Sedangkan untuk mendapatkan kecernaan bahan kering
dan organik memerlukan beberapa teknik di antaranya :
Persiapan inokulan. Persiapkan 2 buah termos diisi air panas pada suhu 390-
400C. Kemudian cairan rumen (bolus) diambil diberbagai bagian dalam rumen
sapi setelah itu disaring dengan 2 lapis kain kasa dan dimasukkan ke dalam
termos yang sudah dibuang airnya. Cairan rumen segera dibawa ke laboratorium
dan disaring kembali dengan kain kasa kemudian dimasukkan ke dalam beaker
glass 100 ml.
Larutan Mc Dougall. Untuk mendapatkan larutan Mc Dougall dilakukan
pencampuran beberapa bahan-bahan di antaranya: 9.8 NaHCo3, 10 NaHPo4, 12
H2O, 0.5gr KCl, 0.49gr NaCl, 0.2gr MgSO4, 7H2O (Larutan 1). CaCl sebanyak
5.3gr ditimbang, dimasukan ke dalam gelas ukur dan dilarutkan dengan 100 ml
aquades (larutan 2). Larutan 1 dan 2 dicampur maka terbentuklah larutan Mc
Dougall. Untuk menetralkan pH, ke dalam larutan ditambahkan HCl 0,1 N.
Larutan HCl 0,1 N dipersiapkan dengan cara mengencerkan 45-75 ml HCl pekat
(Normalitas 1,3). Setelah itu antara cairan rumen dan larutan Mc Dougall
dicampurkan dan diletakkan di atas waterbath pada suhu 390-40
0C sambil
26
dihomogenkan. Alat dispensite otomatis kemudian dipasang dan dialirkan gas
CO2 ke dalam tabung fermentor setelah itu tutup menggunakan klempper. Tabung
fermentor dimasukkan ke inkubator dengan suhu 390C selama 24 jam kemudian
inkubator dimatikan setelah itu tutup dibuka dengan menggunakan diklempper.
HgCl2 jenuh (menghentikan kinerja mikroba) dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge kemudian ditambahkan aquades setelah itu ditutup. Endapan
dipisahkan dengan cairan dimana endapan dimasukkan ke dalam cawan dan
cairannya dibuang. Endapan kemudian dioven pada suhu 1050C selama 24 jam
kemudian dikeluarkan dari oven dan timbang (KcBK). Endapan yang sudah
dioven dimasukkan lagi ke dalam tanur dengan suhu 500-6000C selama 5-6 jam.
Endapan kemudian dikeluarkan dari tanur kemudian ditimbang (KcBO).
3.4 Rancangan Percobaan
Rancanagan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) pola foktarial dengan 2 faktor perlakuan yaitu kapur kalsit dan pupuk
NPK. Model matematik menurut (Steel dan Torrie, 1995)
yang tertera dibawah ini :
( )
Keterangan :
= Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, Faktor B level ke-j, pada
ulangan ke-k.
= Nilai rataan umum
= Pengaruh faktor A pada level ke-i
= Pengaruh faktor B pada level ke-j
( ) = Interaksi antara A dan B pada faktor A level ke-i, faktor level ke-j
= Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulanagn ke-j
27
Rancangan Perlakuan terdiri atas :
K0 = 0 ton/ha
K1 = 1,2 ton/ha atau 6,6 gr/polybag
P0 = 0 Kg/Ha atau 0 g/polybag
P1 = 150 Kg/Ha atau 0,75 g/polybag
P2 = 300 Kg/Ha atau 1,5 g/polybag
P3 = 450 Kg/Ha atau 2,25 g/polybag
Dengan demikian diperoleh 4 x 2 = 8 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan di ulang 4 kali. Setiap unit percobaan terdiri atas 2 polibag, sehingga
jumlah keseluruhan perlakuan adalah 64 polibag.
3.5 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu kecernaan bahan kering
(KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO).
Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering (KCBK) dihitung dengan rumus :
( ) ( ( ) ( ))
Produksi Bahan Kering Tercerna
Kecernaan Bahan Organik
Kecernaan bahan organik (KCBO) dihitung dengan rumus :
( ) ( ( ) ( )
Produksi Bahan Organik Tercerna
28
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, jika terdapat pengaruh yang nyata
dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bobot Bahan Kering Hijauan
Bobot bahan kering hijauan merupakan hasil akumulasi pertumbuhan
tanaman dalam periode tertentu. Bobot bahan kering hijauan yang dihasilkan
suatu tanaman mempengaruhi jumlah nutrisi tercerna yang dapat diberikan ke
ternak dalam suatu periode pemanenan.
Rataan bobot bahan kering hijauan rumput P. polystachion dengan
pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rataan bobot kering hijauan pada rumput Pennisetum
polystachion dengan pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK
Kapur
Kalsit
(g/polybag)
PUPUK NPK Rataa
n
P0 P1 P2 P3
K0 7,59±1,93a 14,31±3,23
b 20,36±3,81
c 14,79±3,80
b 14,26
K1 8,23±1,86a 13,11±2,80
b 12,80±3,15
b 16,75±1,96
d 12,72
Rataan 7,91a 13,71
b 16,58
c 15,77
c
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kapur kalsit tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot bahan kering hijauan. Sedangkan
perlakuan pupuk NPK dan interaksi keduanya menunjukkan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap bobot bahan kering hijauan. Perlakuan pengapuran yang
diberikan mampu menaikkan pH dari 4,02 (K0) menjadi 7,0 (K1). Namun
kenaikan pH tanah ini tidak memberikan perbedaan yang besar terhadap
pertumbuhan rumput P. polystachion. Hal ini disebabkan karena rumput P.
polystachion mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kondisi tanah termasuk
kemasaman (pH) tanah. Menurut (Heuze dan Trans, 2011) bahwa rumput ini
dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai macam tanah termasuk pada tanah
dengan tingkat kesuburan yang rendah.
30
Hasil uji lanjut menunjukkan perlakuan pupuk NPK dan interaksi
keduanya nyata (P<0,05) dapat meningkatkan bobot bahan kering hijauan rumput
P. polystachion. Perlakuan P0 berbeda nyata (P<0,05) lebih kecil dibandingkan
perlakuan P1, P2 dan P3. Perlakuan pemupukan NPK terbaik adalah P2 yang tidak
berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan P3. Hal ini diduga bahwa pemberian
pupuk NPK pada level 300kg/ha (P2) sudah mampu meningkatkan bobot bahan
kering hijauan, karena dengan adanya unsur N, P dan K akan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Alwi (2017) melaporkan bahwa peningkatan tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas daun rumput gajah liar (P.
polystachion) menunjukkan bahwa rumput ini memiliki respon yang cukup baik
terhadap pemupukan NPK. Pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan
ketersedian dan serapan unsur hara N, P dan K. Dengan makin tersedianya unsur
hara tersebut dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
selanjutnya dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Adanya pertumbuhan
tanaman yang semakin baik tentunya menyebabkan kemampuan akar dalam
menyerap hara juga semakin besar akhirnya menyebabkan jumlah hara yang
diserap tanaman juga semakin besar.
Interaksi perlakuan kapur kalsit dan pupuk NPK berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap bobot bahan kering hijauan. Hal ini disebabkan karena kapur
kalsit mampu menaikan pH tanah dari tanah masam ke pH tanah yang netral,
sehingga unsur hara tersedia dan dengan adanya penambahan pupuk NPK maka
unsur hara akan makin tersedia akibatnya pertumbuhan dan perkembangan
tanaman akan semakin meningkat.
4.2 Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan tingginya zat makanan
yang tercerna. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan, berarti semakin
baik kualitas pakan tersebut (Yusmadi, 2008). Rataan hasil kecernaan bahan
kering rumput P. polystachion dengan pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK
secara in vitro dapat dilihat pada Tabel. 2
31
Tabel 2. Rataan hasil kecernaan bahan kering pada rumput P. polystachion
dengan pemberian kapur dan pupuk NPK secara in vitro
Kapur
Kalsit(gr/polibag) Pupuk NPK (gr/polibag) Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 51,16 60,37 49,78 48,58 52,47
K1 54,13 51,12 44,07 53,41 50,68
Rataan 52,64 55,75 46,92 51,00
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kapur kalsit dan pupuk NPK
serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan
bahan kering rumput P. polystachion. Pengapuran yang diberikan memang
mampu menaikkan pH tanah dari 4,02 (K0) menjadi 7,0 (K1). Namun kenaikan pH
tanah ini tidak memberikan perbedaan yang besar terhadap unsur hara yang
diserap oleh tanaman sehingga menghasilkan pertumbuhan rumput P.
polyatachion yang cenderung sama. Kemungkinan tidak berpengaruhnya KcBK
pada rumput P. polyatachion karena pertumbuhan rumput pada akhir penelitian
sudah memasuki masa perkembangan transisi, dimana pada masa ini rumput
mulai menunjukkan tanda – tanda munculnya bakal bunga. Ini terlihat pada salah
satu perlakuan yaitu pada perlakuan K1P2. Diduga pada fase ini kualitas rumput
sudah mulai menurun. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan protein <10% dan
serat kasar 28,54- 30,64% (Duwita – komunikasi pribadi, 2018). Menurut Sukria
and Krisnan (2009) bahwa kualitas hijauan dapat dikelompokkan menjadi 5
kelompok. Berdasarkan hal itu maka P. polystachion dapat dikelompokkan dalam
standar kualitas 4 yang ditandai dengan nilai protein kasar antara 8 – 10% dan
KcBK berkisar 53 - 55%. Selain itu, nilai kecernaan bahan kering salah satunya
juga dipengaruhi oleh komposisi bahan pakan yaitu serat kasar. Menurut
Anggorodi (1994) semakin tinggi kandungan serat kasar dari bahan pakan
menyebabkan daya cerna bahan pakan semakin menurun. Hal ini disebabkan
karena dinding sel tanaman semakin tahan terhadap degradasi oleh enzim mikroba
rumen. Nilai kecernaan bahan kering (KcBK) rumput P. polystachion pada
penelitian berkisar antara 44,07 - 60,37% . Nilai kecernaan bahan kering yang
diperoleh pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian Alwi (2017) yang
32
melaporkan bahwa nilai kecernaan bahan kering rumput P. polystachion berkisar
antara 48,36 – 57,76%.
Namun demikian, pupuk NPK dan interaksi antara kapur kalsit dan pupuk
NPK memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi bahan kering
tercerna rumput P. polyatachion (Gambar 1).
Gambar 1. Pengaruh Pemberian Kapur Kalsit dan Pupuk NPK terhadap
Produksi Bahan Kering Tercerna Rumput P. polystachion.
Gambar 1. menunjukkan nilai produksi bahan kering tercerna tertinggi diperoleh
pada perlakuan K0P2 yaitu sebesar 10,07 gBK/polybag. Hal ini diduga karena
tanaman P. poystachion sudah mampu beradaptasi pada tanah yang masam dan
selain itu unsur hara yang terkandung di dalam pupuk NPK dapat memenuhi
kebutuhan tanaman sehingga berpengaruh baik terhadap tanah, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Hal ini berpengaruh pada peningkatan produksi bahan
kering tajuk tanaman. Menurut (Miller, 2006; Navie dan Adkins, 2007) bahwa
rumput P. polystachion mempunyai kemampuan berkompetensi yang tinggi dan
memiliki sifat toleran terhadap kondisi tanah yang masam. (Sutedjo, 2002) bahwa
pemberian pupuk majemuk terhadap tanah dapat berpengaruh baik pada
kandungan hara tanah dan pertumbuhan tanaman. Karena unsur hara makro yang
terdapat dalam pupuk seperti N, P dan K diperlukan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang akan diambil oleh tanaman dalam bentuk anion dan
kation.
4,00 a
8,49 b
10,07 c
6,89 d 4,52 ade
6,68 d 5,67 de
8,96 bc
0
2
4
6
8
10
12
P0 (0 g) P1 (0.75 g) P2 (1.5 g) P3 (2.25 g)
PB
KT
(g/p
oly
bag)
Taraf Pemberian Pupuk NPK (g/polybag)
g KcBK
K0
K1
33
4.3. Kecernaan Bahan Organik
Kecernaan bahan organik dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk
menilai kualitas hijauan pakan. Rataan hasil kecernaan bahan organik rumput P.
polystachion (L.) Schult dengan pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK secara in
vitro dapat dilihat pada Tabel. 3
Tabel 3. Rataan hasil kecernaan bahan organik pada rumput P.
polystachion (L.) Schult dengan pemberian kapur kalsit dan
pupuk NPK secara in vitro
Kapur kalsit
(gr/polibag)
Pupuk NPK(gr/polibag)
Rataan P0 P1 P2 P3
K0 63,23 62,27 65,68 62,38 63,39
K1 62,30 63,71 63,42 56,73 61,54
Rataan 62,76 62,99 64,55 59,56
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kapur kalsit dan
pupuk NPK serta interaksinya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
kecernaan bahan organik rumput P. polystachio. Pengapuran yang diberikan
mampu meningkatkan pH tanah dari 4,02 (K0) menjadi 7,0 (K1). Namun
pengapuran tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan
tanaman sehingga menghasilkan pertumbuhan rumput P. polyatachion yang
cenderung sama. Faktor lain yang menyebabkan tidak bedanya nilai KcBO
disebabkan oleh faktor umur panen. Menurut Keraf et al., (2015) bahwa faktor
umur tanaman akan berpengaruh terhadap kadar serat kasar tanaman. Dimana
semakin tua umur tanaman maka kadar serat kasar tanaman akan meningkat.
Akibatnya nilai kecernaan bahan organik akan menurun. Hal ini sesuai pernyataan
Anggorodi (1994) bahwa serat kasar juga mengandung lignin, kadar serat kasar
tanaman yang makin tinggi akan mengakibatkan pencernaannya makin lama dan
nilai energi produktifnya makin rendah. (Tilman et al., 1986) memberikan
keterangan bahwa daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi
kimiawinya, terutama kandungan serat kasar. Setiap penambahan 1% serat kasar
dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna sekitar 0,7 –1,0 unit pada
ruminansia.
34
Disamping itu, nilai kecernaan bahan organik (KcBO) rumput P.
polystachion pada penelitian ini berkisar antara 56,73% – 65,68%. Nilai
kecernaan bahan organik yang diperoleh dari penelitian ini hampir sama dengan
penelitian Alwi (2017) yang melaporkan bahwa nilai kecernaan bahan organik
rumput P. polystachion berkisar antara 53,01% - 66,31%. Kesamaan ini
disebabkan karena penggunaan rumput yang sama sehingga nilai KcBO yang
diperoleh tidak terlalu jauh berbeda.
Namun demikian, pupuk NPK berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
produksi bahan organik tercerna rumput P. polystachion. (Gambar 2).
Gambar 2. Pengaruh pemberian kapur kalsit dan pupuk NPK terhadap
produksi bahan organik tercerna rumput P. polystachion.
Gambar 2. menunjukkan bahwa produksi bahan organik tercerna tertinggi
diperoleh pada perlakuan K0P2 yaitu sebesar 13,38 gBK/polybag. Hal ini diduga
karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Bobot bahan kering
tajuk tertinggi dalam penelitian ini diperoleh pada perlakuan 300kg NPK/ha (P2).
Menurut Nuriani (2018) bahwa hasil produksi bahan organik tercerna tertinggi
diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk slurry sebesar 25 gBK/polybag.
Ditambahkan oleh Soepardi (1983) bahwa terdapat 16 unsur hara esensial yang
dibutuhkan tanaman yaitu C, H, N, P, K, Ca, S, Mg, Fe, Mn, Mo, Cu, Zn, dan Cl.
Didukung oleh (Foth, 1990) bahwa unsur N, P dan K merupakan unsur hara
4,87 a
8,88 b
13,38 c
9,29 b
5,16 a 8,31 b
8,09 b 9,48 b
0
2
4
6
8
10
12
14
16
P0 (0 g) P1 (0.75 g) P2 (1.5 g) P3 (2.25 g)
PB
OT
(g/p
oly
bag
)
Taraf pemberian Pupuk NPK (g/polybag)
g KcBO
K0
K1
35
makro yang mutlak harus ada dalam tanah untuk pertumbuhan sebuah tanaman.
Pupuk anorganik berpengaruh besar terhadap pertumbuhan, perkembangan dan
hasil (Yong et al., 2010) Selanjutnya (Saddam et al., 2014) menyatakan bahwa
untuk memperoleh produksi yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya
rendah dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk organik maupun anorganik.
Penyedian unsur hara terutama nitrogen (N), posfor (P) dan kalium (K) dalam
tanah secara optimal bagi tanaman dapat meningkatkan produksi tanaman.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kapur kalsit,
belum mampu meningkatkan bobot kering, kecernaan bahan kering dan bahan
organik. Namun pupuk NPK mampu meningkatkan bobot kering serta
menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Interaksi keduanya
menunjukkan bahwa pada taraf 300 kg/ha mampu meningkatkan bobot kering.
5.2 Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang perlakuan pemupukan
yang diamati pada berbagai tahap perkembangan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Akobundu, I.O. and C.W. Agyakwa. 1998. A Handbook of West African Weeds
(2ed., revised and expanded). International Institute of Tropical
Agriculture, Nigeria.
Alwi, Y. 2017. Evaluasi Rumput Gajah Liar (Pennisetum polystachion) di Tanah
Ultisol Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemists. 13th
. Benjamin Franklin, (Ed). Washington, DC.
Blummel, M., H. Steingass, and K. Becker. 1977. The relationship between in
vitro gas production, in vitro microbial biomass yield and 15N
incorporated and its implication for theprediction of voluntary feed intake
of roughages. Journal of Nutrition.77: 911-921.
Bogdan, A.V. 1977. Tropical Pasture and Fodder Plants (Grasses and Legumes).
Longman, London and New York.
Fort, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science-8ed
. John Wiley and Sons, New
York.
Hakim, N., Y. Nyakpa, A.M. Lubis, M.R. Saul, A. Diha, G. Ban Hong, dan H.H.
Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Heuze, V. and G. Tran. 2011. Mission Grass (Pennisetum polystachion)
Feedipedia org. A Programme by INRA, CIRAD, AFZ and FAO.
http://www.feedipedia.org/node/400. Diunduh 10 Juli 2018.
Ismail, R. 2011. Kecernaan In Vitro, http://rismaismal2.wordpress.Com/2011/
05/22 /nilai-kecernaan-part-4/#more-310. Diunduh 17 Juni 2018.
Kamprath, E.J. 1970. Exchangable alluminium as criterion for liming leaching
mineral soils. Soil Science Society of America Prociding. 34: 252-254.
Keraf, F.K., Y. Nulik, dan M.L. Mullik. 2015. Pengaruh pemupukan nitrogen dan
umur tanaman terhadap produksi dan kualitas rumput kumpe (Sorgum
Plumosum Var. Timorense). Jurnal Peternakan Indonesia. 17: 123-129.
38
Kuoppala, K., M. Rinne., J. Nousiaimen., and P. Huhtanen. 2008. The effect of
cutting time of grass silage in primary growth and regrowth and the
interactions between silage quality and concentrate level milk production
of dairy cows. livestock Science. 116: 171-182.
McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition.
Longman, London and New York.
Mcllroy, R.J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika Terjemah:
Subadio, S., dan Soedarmadi. Pradaya Paramitra, Jakarta.
Miller, I. 2006. Management of Mission Grass (Pennisetum polystachion).
Northern Territory Government, Australia.
Mishra, M.L., and B.N. Chatterjee. 1968. Seed production in the forage grasses
Pennisetum polystachion and Andropogon gayanus in the indian tropics.
Tropical Grasslands. 2: 51-56.
Mishra, I.N., and J. Sandhya. 1996. Nutritive profile of some grasses of
darbhanga. Environment and Ecology. 14: 93-95.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan
Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.
Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta
Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong,
dan N. Halim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Pangestu, A. 2007. Efek Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit dan Pupuk
Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Jambi, Jambi.
Parsons, W.T. and E.G. Cuthbertson. 2001. Noxius Weeds of Australia. 2nd
(Ed).
CSIRO Publishing. Collingwood,Victoria.
Prawiradiputra, B.R., N.D. Sajimin, Purwantari, dan I. Herdiawan. 2006. Hijauan
Pakan Ternak di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta.
Purbajanti, E.D., R.R. Soetrisno, E. Hanudin, dan S.P.S. Budhi. 2011. Produksi,
kualitas dan kecernaan in vitro tanaman rumput benggala (Panicum
maximum) pada lahan salin. Buletin Peternakan. 35: 30-37.
Saddam, S., A. Bibi, H.A. Sadaqat, B.F. Usman. 2014. Comparison of 10
sorghum (Sorghum bicolor L) genotypes under various water stress
regimes. The Jurnal Of Animal and Plant Sciences. 24 : 1811-1820.
39
Setiono, S., 1982. Lime Estimation of Indonesia Acid Mineral Soils and Its
Signification to Crop Production. Disertation. Institute Pertanian Bogor,
Bogor.
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex, Jakarta.
Sarief, E.S. 1980. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana,
Bandung
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Subowo, G. 2012. Pemberdayaan sumberdaya hayati tanah untuk rehabilitasi
tanah ultisol terdegredasi. Sumber Daya Lahan. 6: 1-10.
Sukria, H.A. dan R. Krisnan. 2009. Sumber dan Ketersedian Bahan Baku Pakan di
Indonesia. IPB Press, Bogor.
Susanti, S. 2007. Produksi dan kecernaan in vitro rumput gajah pada berbagai
imbangan pupuk nitrogen dan sulfur. Buana Sains. 7: 151-156.
Sutedjo, S. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
Tilman, A.D., H. Hartadi, S.R. Hadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan
S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Van Man, N. and H. Wiktorsson. 2003. Forage yeild, nutritive value, feed intake
and digestibility of three grass species as affected by harvest frequency.
Jurnal Tropical Grasslands. 37: 101-110.
Van Soest, P.J., C.J. Sniffen, T.V. Muscato, and U. Krishnamoorthy. 1982.
Nitrogen fractions in selected feedstuffs. Journal of Dairy Science.
65: 217-225
Virkajarvi, P., K. Pakarinen, M. Hyrkas, M. Seppanen, and G. Belanger. 2012.
Tiller caracteristics of timothy and tall fescue in relation to herbage
massaccumulation. Crop Science. 52: 970-980.
Wilson, J.R. 1984. Environmental and Nutritional Factor Affecthing herbage
Quality. Commonwealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, U. K.
Yong, J.W.H., S.N. Tan, Y.F. Ng, and A.Y.L. Chew. 2010. Effect of fertilizer
application on photosynthesis and oil yield of Jatropha curcas L.
Photosynthetica. 48: 208-218.
Yusmadi, Nahrowi, dan M. Ridla. 2008. Kajian Mutu dan Palatabilitas Silase dan
Hay Ransum Komplit berbasis Sampah Organik Primer pada Kambing PE.
Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Letak Seluruh Unit Penelitian
K0P01.1 KOPO1.2
K0P02.1 K0P02.2
K1P21.1 K1P21.2
K1P03.1 K1P03.2
K1P23.1 K1P23.2
K0P24.1 K0P24.2
K1P24.1 K1P24.2
K1P34.1 K1P34.2
KIPO1.1 K1P01.2
K1P13.1 K1P13.2
K1P31.1 K1P31.2
K1P04.1 K1P04.2
K1P22.1 KIP22.2
K0P11.1 K0P11.2
K1P32.1 K1P32.2
K1P02.1 K1P02.2
KOP34.1 K0P34.2
K0P31.1 K0P31.2
K1P14.1 K1P14.2
K0P12.1 K0P12.2
K0P32.1 K0P32.2
K1P33.1 K1P33.2
K1P11.1 K1P11.2
K0P22.1 K0P22.2
KOP21.1 K0P21.2
K0P14.1 K0P14.2
K0P04.1 K0P04.2
K0P33.1 K0P33.2
K1P12.1 K1P12.2
K0P03.1 K0P03.2
K0P23.1 K0P23.2
K0P13.1 K0P13.2
Keterangan :
Pengapuran (K) terdiri dari 2 tingkat yaitu :
K0 = 0 ton/ha
K1 = 1,2 ton/ha atau 6 g/polybag
Pupuk NPK (P) terdiri dari 4 tingkat yaitu :
P0 = 0 kg/ha
P1 = 150 kg/ha atau 0.75 g/polybag
P2 = 300 kg/ha atau 1.5 g/polybag
P3 = 450 kg/ha atau 2.25 g/polybag
T
U
41
Lampiran 2. Perhitungan Dosis Kapur Kalsit (Hardjowigeno, 1987)
Berat Tanah : 2.106
kg/ha
Ukuran Polibag : 10 kg
Kapur Kalsit dg Dosis : 1,2 ton/ha atau 1200 kg/ha
Kapur Kalsit dg Dosis 1200 kg/ha
2.106
kg/ha = 10 kg
1200 kg/ha P
P x 2.106 kg/ha = 1200 kg/ha x 10 kg
P = 12000 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,006 kg
= 6 gr
42
Lampiran 3. Hasil Analisa pH Tanah Sebelum dan Sesudah diberi Kapur
Kalsit
Bahan pH
Kapur Kalsit Kapur Kalsit
(0g/polybag) (6 g/polybag)
Tanah Ultisol 4,01 7,0
Sumber: Laboratorium Kimia dan KesuburanTanah Fakultas Pertanian Universitas
Jambi (2017)
43
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Pupuk NPK
Berat Tanah : 2.106
kg/ha
Ukuran Polibag : 10 kg
Pupuk NPK dengan Dosis 150 kg/ha
2.106
kg/ha = 10 kg
150 kg/ha P
P x 2.106 kg/ha = 150 kg/ha x 10 kg
P = 1500 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,00075 kg
= 0,75 gr
Pupuk NPK dengan Dosis 300 kg/ha
2.106
kg/ha = 10 kg
300 kg/ha P
P x 2.106 kg/ha = 300 kg/ha x 10 kg
P = 3000 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,0015 kg
= 1,5 gr
Pupuk NPK dengan Dosis 450 kg/ha
2.106
kg/ha = 10 kg
450 kg/ha P
P x 2.106 kg/ha = 450 kg/ha x 10 kg
P = 4500 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,00225 kg
= 2,25 gr
44
Lampiran 5. Perhitungan 16 % Pupuk N, P, K dengan Dosis 150, 300,450
kg/ha
22,5
2.106
kg/ha = 10 kg
22,5 kg/ha NPK
N x 2.106 kg/ha = 22,5 kg/ha x 10 kg
NPK = 225 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,0001125 kg
= 0,1125 gr
48
2.106
kg/ha = 10 kg
48 kg/ha NPK
NPK x 2.106 kg/ha = 48 kg/ha x 10 kg
NPK = 480 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,00024 kg
= 0,24 gr
72
2.106
kg/ha = 10 kg
72 kg/ha NPK
NPK x 2.106 kg/ha = 72 kg/ha x 10 kg
NPK = 720 kg2/ha
2.106 kg/ha
= 0,00036 kg
= 0,36 g
45
Lampiran 6. Rataan Bobot Kering Hijaun
Perlakuan Ulangan
jumlah Rataan SD I II III IV
K0P0 9,10 6,83 5,21 9,23 30,36 7,59 1,93
K0P1 9,93 17,67 15,21 14,43 57,25 14,31 3,23
K0P2 14,81 21,78 21,35 23,51 81,45 20,36 3,81
K0P3 9,57 14,57 18,26 16,77 59,17 14,79 3,80
K1P0 10,88 8,13 7,20 6,71 32,92 8,23 1,86
K1P1 16,64 10,90 10,82 14,10 52,46 13,11 2,80
K1P2 15,15 15,75 8,08 12,22 51,20 12,80 3,51
K1P3 14,71 15,73 19,18 17,38 67,01 16,75 1,96
Jumlah 100,79 111,36 105,31 114,36 431,82 107,95
Rataan 12,60 13,92 13,16 14,29 53,98 13,49
FK = [(431,82)2]
32
= 5827,12
JKT = [(9,10)2
+ (6,83)2+ (5,21)
2 + (9,23)
2 ....... + (17,38)
2 – FK
= 704,98
JKP = (30,36)2
+ (57,25)2 + (81,45)
2 + ....... + (67,01)
2 – FK
4
= 6632,5 - FK
4
= 129,57
JKG = JKT – JKP
= 205,19 - 129,57
= 75,62
46
Lampiran 7. Tabel Dua Arah Bobot Kering Hijauan
Kapur
Kalsit PUPUK NPK Jumlah Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 7,59 14,31 20,36 14,79 57,06 14,26
K1 8,23 13,11 12,80 16,75 50,90 12,72
jumlah 15,82 27,43 33,16 31,55
Rataan 7,91 13,71 16,58 15,77
JK (K) = (14,26)2 + (12,72)
2 – FK
16
= 18,97
JK (P) = (7,91)2 + (13,71)
2 + (16,58
2) + (15,77)
2 – FK
8
= 367,55
JK (K )(P) = JKP – JK (K) – JK (P)
= 493,31 - 367,55 – 18,97
= 106,79
47
Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Kering Hijauan
F. Tabel
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F.Hit 0,05 0,01
Perlakuan 7 493,31 70,47 7,99 2,42 3,50
Kapur 1 18,97 18,97 2,15 4,26 7,82
Pupuk 3 367,55 122,52 13,89* 3,01 4,72
K x P 3 106,79 35,60 4,04* 3,01 4,72
Galat 24 211,67 8,82
Total 31 1198,29
Uji Jarak Duncan Rataan Bobot Kering Hijauan
SX Pupuk NPK = √
=√
= 0,37
Perbandingan Jarak LSR
Nilai jarak LSR 2 3 4 5
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23
LSR 0,05 1,08 1,14 1,17 1,20
Uji Lanjut Duncan
LSR
Perlakuan Rataan P2 P3 P1 P0 P 0,05
P2 16,58 0,81 2,87* 8,67* 2 1,08
P3 15,77 2,06* 7,86* 3 1,14
P1 13,71 5,80* 4 1,17
P0 7,91 5 1,20
48
SX Pupuk NPK = √
=√
= 0,74
Perbandingan Jarak LSR
Uji Duncan interaksi PXK
LSR
Perlakuan Rataan KₒP2 K1P3 K0P3 K0P1 K1P1 K1P2 K1P0 K0P0 P 0,05
K0P2 20,36 3,61* 5,57* 6,05* 7,25* 7,56* 12,13* 12,77* 2 2,17
K1P3 16,75 2,44* 2,44* 3,64* 3,95* 8,52* 9,16* 3 2,29
K0P3 14,79 0,48 1,68 1,99 6,56* 7,20* 4 2,35
K0P1 14,31 1,20 1,20 6,08* 6,72* 5 2,40
K1P1 13,11 0,31 4,88* 5,52* 6 2,44
K1P2 12,80 4,57* 5,21* 7 2,46
K1P0 8,23 0,64 8 2,49
K0P0 7,59 9 2,50
Nilai jarak
LSR 2 3 4 5 6 7 8 9
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23 3,28 3,32 3,35 3,37
LSR 0,05 2,17 2,29 2,35 2,40 2,44 2,46 2,49 2,50
49
Lampiran 9. Rataan Kecernaan Bahan Kering (%)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV
KₒPₒ 63,84 41,44 44,44 54,91 204,63 51,16
KₒP1 74,71 60,37 65,17 41,24 241,49 60,37
KₒP2 55,79 43,33 42,70 57,30 199,12 49,78
KₒP3 66,44 40,57 44,44 42,86 194,31 48,58
K1Pₒ 61,54 54,13 47,78 53,07 216,52 54,13
K1P1 44,75 48,60 51,12 60,00 204,47 51,12
K1P2 44,07 44,07 41,24 46,89 176,26 44,07
K1P3 53,41 45,45 47,73 67,05 213,65 53,41
Jumlah 464,55 377,97 384,61 423,32 1650,46 412,61
FK = [(1650,46)2]
32
= 2724004,028
32
= 85125,12588
JKT = [(63,84)2
+ (41,44)2+ (44,44)
2 + (54,91)
2 ....... + (67,05)
2 – FK
= 87796,60 - 85125,13
= 2671,48
JKP = (204,63)2
+ (241,49)2 + (199,12)
2 + ....... + (213,65)
2 – FK
4
= 343001,22- FK
4
= 625,18
JKG = JKT – JKP
= 2671,48 - 625,18
= 2046,30
50
Lampiran 10. Tabel Dua Arah Kecernaan Bahan Kering (%)
Kapur
Kalsit(gr/polibag)
Pupuk NPK (gr/polibag) Jumlah Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 51,16 60,37 49,78 48,58 209,89 52,47
K1 54,13 51,12 44,07 53,41 202,72 50,68
Jumlah 105,29 111,49 93,85 101,99 412,61 103,15
Rataan 52,64 55,75 46,92 51,00 206,31
JK (K) = (209,89)2 + (202,72)
2 – FK
16
= 25,67
JK (P) = (105,29)2 + (111,49)
2 + (93,85)
2 + (101,99)
2 – FK
8
= 324,14
JK (K )(P) = JKP – JK (K) – JK (P)
= 324,14 – 25,67
= 275,37
51
Lampiran 11. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering
Tabel 6. Analisis Ragam (KcBK)
F. Tabel
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F.Hit 0,05 0,01
Perlakuan 7 625,18 89,31 1,05 2,42 3,50
Kapur 1 25,67 25,67 0,30 4,26 7,82
Pupuk 3 324,14 108,05 1,27 3,01 4,72
K x P 3 275,37 91,79 1,08 3,01 4,72
Galat 24 2046,30 85,26
Total 31 3296,657587
52
Lampiran 12. Produksi Bahan Kering Tercerna (g)
perlakuan Ulangan jumlah Rataan
SD I II III IV
KₒPₒ 5,81 2,83 2,32 5,07 16,02 4,00 1,69
KₒP1 7,42 10,67 9,92 5,95 33,95 8,49 2,19
KₒP2 8,26 9,44 9,12 13,47 40,29 10,07 2,32
KₒP3 6,36 5,91 8,11 7,19 27,57 6,89 0,97
K1Pₒ 6,69 4,40 3,44 3,56 18,10 4,52 1,51
K1P1 7,44 5,30 5,53 8,46 26,73 6,68 1,52
K1P2 6,68 6,94 3,33 5,73 22,68 5,67 1,64
K1P3 7,86 7,15 9,16 11,65 35,82 8,96 1,98
Jumlah 56,52 52,64 50,92 61,09 221,16 55,29
Rataan 7,07 6,58 6,36 7,64 27,65 6,91
FK = [(221,16)2]
32
= 1528,55
JKT = [(5,81)2
+ (2,83)2+ (2,32)
2 + (5,07)
2 ....... + (11,65)
2 – F
= 205,19
JKP = (16,02)2
+ (33,95)2 + (40,29)
2 + ....... + (35,82)
2 – FK
4
= 6632,5 - FK
4
= 493,31
JKG = JKT – JKP
= 704,98 – 493,31
= 211,67
53
Lampiran 13. Tabel Dua Arah Produksi Bahan Kering Tercerna (g)
Kapur
Kalsit
(g/polybag)
Pupuk NPK Jumlah Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 4,00 8,49 10,07 6,89 29,46 7,36
K1 4,52 6,68 5,67 8,96 25,83 6,46
jumlah 8,53 15,17 15,74 15,85 55,29 13,82
Rataan 4,26 7,59 7,87 7,92 27,65 6,91
JK (K) = (29,46)2 + (25,83)
2 – FK
16
= 6,57
JK (P) = (8,53)2 + (15,17)
2 + (15,74
2 + (15,85)
2 – FK
8
= 75,24
JK (K )(P) = JKP – JK (K) – JK (P)
= 75,24 – 6,57
= 47,75
54
Lampiran 14. Analisis Ragam Produksi Bahan Kering Tercerna
F. Tabel
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F.Hit 0,05 0,01
Perlakuan 7 129,57 18,51 5,87 2,42 3,50
Kapur 1 6,57 6,57 2,09 4,26 7,82
Pupuk 3 75,24 25,08 7,96* 3,01 4,72
K x P 3 47,75 15,92 5,05* 3,01 4,72
Galat 24 75,62 3,15
Total 31 259,14
Uji Jarak Duncan Rataan PBKT (g/polybag)
SX Kapur = √
=√
= 0,22
Jarak Perbandingan LSR
Nilai jarak LSR 2 3 4 5
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23
LSR 0,05 0,65 0,68 0,70 0,72
Uji Lanjut Duncan
LSR
Perlakuan Rataan P3 P2 P1 P0 P 0,05
P3 7,92 0,05 0,34 3,66* 2 0,65
P2 7,87 0,28 3,61* 3 0,68
P1 7,59 3,32* 4 0,70
P0 4,26 5 0,72
55
SX interaksi PxK = √
=√
= 0,44
Jarak Perbandingan LSR
Uji Lanjut Duncan
LSR
perlakuan rataan KₒP2 K1P3 KₒP1 KOP3 K1P1 K1P2 K1Pₒ KₒPₒ P 0,05
KₒP2 10,07 1,12 1,58* 3,18* 3,39* 4,40* 5,55* 6,07* 2 1,30
K1P3 8,96 0,47 2,06* 2,27* 3,29* 4,43* 4,95* 3 1,37
KₒP1 8,49 1,60* 1,80* 2,82* 3,96* 4,48* 4 1,40
KₒP3 6,89 0,21 1,22 2,37* 2,89* 5 1,43
K1P1 6,68 1,01 2,16* 2,68* 6 1,46
K1P2 5,67 1,14 1,66 7 1,47
K1Pₒ 4,52 0,52 8 1,49
KₒPₒ 4,00 9 1,50
Nilai jarak
LSR 2 3 4 5 6 7 8 9
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23 3,28 3,32 3,35 3,37
LSR 0,05 1,30 1,37 1,40 1,43 1,46 1,47 1,49 1,50
56
Lampiran 15. Rataan Kecernaan Bahan Organik (%)
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rataan I II III IV
KₒPₒ 63,23 59,87 58,00 71,83 252,93 63,23
KₒP1 62,27 59,03 60,80 66,98 249,08 62,27
KₒP2 65,60 65,76 65,68 65,68 262,72 65,68
KₒP3 57,67 66,26 63,20 62,38 249,51 62,38
K1Pₒ 67,49 53,53 68,29 59,87 249,18 62,30
K1P1 60,85 60,68 69,60 63,71 254,84 63,71
K1P2 63,42 58,48 61,88 69,89 253,67 63,42
K1P3 56,15 62,64 56,73 51,41 226,93 56,73
Jumlah 496,68 486,25 504,18 511,75 1998,86 499,72
FK = [(1998,86)2]
32
= 3995441,3
32
= 124857,5406
JKT = [(63,23)2
+ (59,87)2+ (58)
2 + (71,83)
2 ....... + (51,41)
2 – FK
= 125558,035 - 124857,54
= 700,494
JKP = (252,93)2
+ (249,08)2 + (262,72)
2 + ....... + (226,93)
2 – FK
4
= 500171,106 - FK
4
= 185,236
JKG = JKT – JKP
=700,494 - 185,236
= 515,258
57
Lampiran 16. Tabel 2 Arah Kecernaan Bahan Organik (%)
Kapur kalsit
(gr/polibag)
Pupuk NPK(gr/polibag) Jumlah Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 63,23 62,27 65,68 62,38 253,56 63,39
K1 62,30 63,71 63,42 56,73 246,16 61,54
Jumlah 125,53 125,98 129,10 119,11 499,72 124,93
Rataan 62,76 62,99 64,55 59,56 249,86
JK (K) = (253,56)2 + (246,16)
2 – FK
16
= 27,417
JK (P) = (125,53)2 + (125,98)
2 + (129,10)
2 + (119,11)
2 – FK
8
= 105,388
JK (K )(P) = JKP – JK (K) – JK (P)
= 105,388 – 27,417
= 52,431
58
Lampiran 17. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Organik (%)
F. Tabel
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F.Hit 0,05 0,01
Perlakuan 7 185,24 26,46 1,23 2,42 3,50
Kapur 1 27,42 27,42 1,28 4,26 7,82
Pupuk 3 105,39 35,13 1,64 3,01 4,72
K x P 3 52,43 17,48 0,81 3,01 4,72
Galat 24 515,26 21,47
Total 31 885,7300306
59
Lampiran 18. Rataan Produksi Bahan Organik Tercerna (g)
perlakuan Ulangan
Jumlah Rataan I II III IV
KₒPₒ 5,75 4,09 3,02 6,63 19,49 4,87
KₒP1 6,18 10,43 9,25 9,67 35,53 8,88
KₒP2 9,72 14,32 14,02 15,44 53,50 13,38
KₒP3 5,52 9,65 11,54 10,46 37,17 9,29
K1Pₒ 7,34 4,35 4,92 4,02 20,63 5,16
K1P1 10,12 6,62 7,53 8,98 33,25 8,31
K1P2 9,61 9,21 5,00 8,54 32,36 8,09
K1P3 8,26 9,86 10,88 8,94 37,94 9,48
Jumlah 62,51 68,53 66,16 72,68 269,87 67,47
FK = [(269,87)2]
32
= 2275,99
JKT = [(5,75)2
+ (4,09)2+ (3,02)
2 + (6,63)
2 ....... + (8,94)
2 – FK
= 2565,29 - 2275,99
= 289,30
JKP = (19,49)2
+ (35,53)2 + (53,50)
2 + ....... + (37,17)
2 – FK
4
= 9904,12 - FK
4
= 200,04
JKG = JKT – JKP
=289,30 - 200,04
= 89,26
60
Lampiran 19. Tabel Dua Arah Produksi Bahan Organik Tercerna
Kapur
Kalsit
(g/polybag)
Pupuk NPK Jumlah Rataan
P0 P1 P2 P3
K0 4,87 8,88 13,38 9,29 36,42 9,11
K1 5,16 8,31 8,09 9,48 31,04 7,76
jumlah 10,03 17,20 21,46 18,78 67,47 16,87
Rataan 5,02 8,60 10,73 9,39 33,73
JK (K) = (9,11)2 + (7,76)
2 – FK
16
= 14,47
JK (P) = (10,03)2 + (17,20)
2 + (21,46)
2 + (18,78)
2 – FK
8
= 143,28
JK (K )(P) = JKP – JK (K) – JK (P)
= 200,04 - 143,28 - 14,47
= 42,29
61
Lampiran 20. Analisis Ragam Produksi Bahan Organik Tercerna
F. Tabel
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F.Hit 0,05 0,01
Perlakuan 7 200,04 28,58 7,68 2,42 3,50
kapur 1 14,47 14,47 3,89 4,26 7,82
pupuk 3 143,28 47,76 12,84* 3,01 4,72
K x P 3 42,29 14,10 3,79* 3,01 4,72
Galat 24 89,26 3,72
Total 31 400,09
Uji Jarak Duncan Rataan KcBK (g)
SX Pupuk NPK = √
=√
= 0,24
Jarak perbandingan LSR
Nilai jarak LSR 2 3 4 5
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23
LSR 0,05 0,70 0,74 0,76 0,78
Uji lanjut Duncan
LSR
Perlakuan Rataan P2 P3 P1 P0 P 0,05
P2 10,73 1,34* 2,13* 5,72* 2 0,70
P3 9,39 0,79 4,37* 3 0,74
P1 8,60 3,58* 4 0,76
P0 5,02 5 0,78
62
SX Pupuk NPK = √
=√
= 0,48
Nilai jarak LSR
Nilai jarak LSR 2 3 4 5 6 7 8 9
SSR 0,05 2,92 3,08 3,16 3,23 3,28 3,32 3,35 3,37
LSR 0,05 1,41 1,48 1,52 1,56 1,58 1,60 1,62 1,62
Uji Lanjut Duncan interaksi PxK
LSR
Perlakuan Rataan KₒP2 K1P3 KₒP3 KₒP1 K1P1 K1P2 K1Pₒ KₒPₒ P 0,05
KₒP2 13,38 3,89* 4,08* 4,49* 5,06* 5,29* 8,22* 8,50* 2 1,41
K1P3 9,48 0,19 0,60 1,17 1,39 4,33* 4,61* 3 1,48
KₒP3 9,29 0,41 0,98 1,20 4,14* 4,42* 4 1,52
KₒP1 8,88 0,57 0,79 3,73* 4,01* 5 1,56
K1P1 8,31 0,22 3,16* 3,44* 6 1,58
K1P2 8,09 2,93* 3,22* 7 1,60
K1Pₒ 5,16 0,28 8 1,62
KₒPₒ 4,87 9 1,62