pengaruh dpk, car, inflasi, nilai tukar rupiah dan …
TRANSCRIPT
PENGARUH DPK, CAR, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN
TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP KOMPOSISI PEMBIAYAAN
MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
EVA HARDINI FAUZIAH
NIM 1112046100009
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
v
ABSTRAK
EVA HARDINI FAUZIAH, NIM 1112046100009, Pengaruh DPK, CAR, Inflasi,
Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan
Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel DPK, CAR,
inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap komposisi pembiayaan
mudharabah pada BPRS di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data time series bulanan yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam laporan keuangan bulanan Statistik
Perbankan Syariah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel DPK, CAR,
inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil berpengaruh secara signifikan
terhadap pembiayaan mudharabah. Secara parsial DPK dan nilai tukar rupiah
(kurs) berpengaruh positif signifikan sedangkan CAR berpengaruh negatif
signifikan. Variabel inflasi dan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan mudharabah.
Kata Kunci : Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Inflasi,
Nilai Tukar Rupiah (Kurs), Tingkat Bagi Hasil, Pembiayaan
Mudharabah
Pembimbing : Erika Amelia, M.Si.
Daftar Pustaka : Tahun 2000 s.d tahun 2015
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH DPK, CAR, INFLASI,
NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP
KOMPOSISI PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia)”. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya,
para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung. Adapun ungkapan terima kasih ini
penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Dr. Abdurrauf, Lc, M.A., ketua Program
Studi Muamalat dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Erika Amelia, M.Si., dosen pembimbing yang berkenan meluangkan
waktunya dan selalu memberikan motivasi, saran serta pengarahan yang
berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
4. Bapak Dr. Muhammad Maksum, S.Ag., dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan perhatian, masukan dan bimbingan selama masa
kuliah.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada
penulis selama masa kuliah.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan
Perpustakaan Umum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis
dalam mecari referensi-referensi terkait penulisan skripsi.
7. Kedua orang tua tercinta yang sangat berjasa dalam hidup saya yaitu
Bapak H. Samsudin dan Ibu Hj. Entin Suhartini yang selalu mencurahkan
kasih sayangnya, memberikan doa yang tiada henti-hentinya dan dorongan
semangat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
8. Adik-adik tercinta Wildan J. Assayuthi, Nurul Fitria A.D dan M. Abidzar
Al-Ghifari yang selalu memberikan doa dan dorongan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat terbaikku dari kecil Rosi Rosyidah, sahabat kamar Aminah yaitu
Janah, Isti, Adel, Intan dan Ika. Terima kasih kalian yang selalu
mendoakan dan saling menyemangati dari jauh untuk menyelesaikan
skripsi ini. Semoga kita semua selalu sukses.
10. Teman-teman seperjuangan Lala, Ayu, Nihus, Deti, Ais, Ifa, Mentari,
Mulki, Nada dan teman-teman agassi yang selalu memberikan motivasi,
viii
semangat dan berbagi canda tawa dengan penulis. Kalian seperti keluarga
di tanah rantau.
11. Teman-teman PS A 2012 dan PS angkatan 2012 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan, kerja sama, canda
tawa serta kenangan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan.
12. Teman-teman KKN AKRAB yang telah memberikan doa dan semangat
kepada penulis. Semoga kita semakin akrab lagi.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Namun
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ekonomi islam.
Jakarta, 30 Juni 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…….........................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................8
C. Batasan Masalah…...…………..............................................................9
D. Rumusan Masalah……………..............................................................9
E. Tujuan Penelitian..................................................................................10
F. Manfaat Penelitian................................................................................10
G. Sistematika Penulisan...........................................................................11
x
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)..........................................13
1. Pengertian BPRS............................................................................13
2. Tujuan Didirikannya BPRS............................................................13
3. Kegiatan Usaha BPRS....................................................................14
B. Pembiayaan Mudharabah.....................................................................16
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah.............................................16
2. Landasan Syariah...........................................................................17
3. Rukun Mudharabah........................................................................19
4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah........................20
C. Dana Pihak Ketiga (DPK)....................................................................22
D. Capital Adequacy Ratio (CAR)............................................................26
E. Inflasi....................................................................................................29
1. Pengertian Inflasi............................................................................29
2. Jenis Inflasi.....................................................................................30
3. Dampak Inflasi...............................................................................33
F. Nilai Tukar (Kurs)................................................................................36
1. Pengertian Nilai Tukar ..................................................................36
2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia.....................................................37
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah..............39
G. Tingkat Bagi Hasil................................................................................40
1. Pengertian Tingkat Bagi Hasil.......................................................40
2. Kebijakan dalam Penetuan Nisbah Bagi Hasil...............................41
xi
3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil.......................................42
H. Penelitian Terdahulu.............................................................................44
I. Kerangka Pemikiran.............................................................................49
J. Hipotesis...............................................................................................52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................54
B. Sumber dan Jenis Data.........................................................................54
C. Metode Penentuan Sampel...................................................................55
D. Metode Pengumpulan Data..................................................................55
E. Metode Analisis Data...........................................................................55
1. Uji Asumsi Klasik.,........................................................................56
2. Uji Hipotesis...................................................................................61
a. Uji t (Parsial)............................................................................61
b. Uji F (Simultan)........................................................................62
c. Koefisien Determinasi (R2)......................................................63
F. Operasional Variabel Penelitian...........................................................64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif................................................................................67
B. Hasil Uji Asumsi Klasik.......................................................................75
C. Analisis Regresi Berganda...................................................................82
D. Uji Hipotesis.........................................................................................84
E. Pembahasan..........................................................................................89
BAB V PENUTUP
xii
A. Kesimpulan...........................................................................................93
B. Saran.....................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................96
LAMPIRAN.........................................................................................................100
.
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS........2
Tabel 4.1 Uji Kolmogorov-Smirnov...................................................................77
Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF..........78
Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser................................................................................80
Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson...................................................................82
Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda.............................................82
Tabel 4.6 Hasil Uji t...........................................................................................84
Tabel 4.7 Hasil Uji F..........................................................................................88
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)................................................89
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah....................................................22
Gambar 2.2 Kurva Demand Inflation .................................................................32
Gambar 2.3 Kurva Cost Inflation........................................................................33
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran............................................................51
Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BPRS....................68
Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPRS ..................69
Gambar 4.3 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPRS..........70
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia.................................................72
Gambar 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) di Indonesia.................73
Gambar 4.6 Perkembangan Tingkat Bagi Hasil pada BPRS..............................74
Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot................................76
Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas..........................................................79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu produk penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil yang
dilakukan oleh bank syariah adalah pembiayaan mudharabah. Pembiayaan
mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan.1Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini merupakan ciri
sekaligus pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional. Bank
syariah tidak menggunakan sistem bunga tetapi sistem bagi hasil dalam
kegiatan operasionalnya. Pada sistem bagi hasil keuntungan akan ditentukan
berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang
telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank syari'ah, sangat
berbeda dengan sistem bunga yang keuntungannya ditentukan diawal, yaitu
dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang disimpan atau
dipinjamkan.
Pembiayaan mudharabah sangat penting dan dapat diamalkan untuk
menjaga kemaslahatan umat. Pemilik dana yang mempunyai banyak dana
atau uang dapat menginvestasikan kepada pihak lain yang dipercaya untuk
mengelola dana tersebut. Demikian juga pengusaha yang ingin melakukan
1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), edisi ketiga, hal. 103
2
usahanya tetapi tidak mempunyai kecukupan dana, maka dapat meminta
bantuan dana dari pihak yang mempunyai banyak dana. Hal ini sangat
bermanfaat karena dapat saling tolong-menolong dan dapat menggerakkan
sektor ekonomi riil yaitu menciptakan lapangan pekerjaan sehingga banyak
menyerap tenaga kerja dan tingkat pengangguran pun berkurang.
Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil bukan bunga yang
membebani masyarakat kecil, maka bagi hasil khususnya produk pembiayaan
mudharabah seharusnya menjadi mekanisme yang dominan dalam aktivitas
perbankannya. Namun pada kenyataannya, bahwa saat ini produk
pembiayaan yang lebih banyak digunakan adalah pembiayaan murabahah
(jual beli). Begitu pula pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
pembiayaan murabahah lebih mendominasi dan banyak diminati oleh nasabah
dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah.
Tabel 1.1
Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS1
Waktu
Pembiayaan di BUS & UUS
(dalam Milyar Rupiah)
Pembiayaan di BPRS (dalam
Jutaan Rupiah)
Pembiayaan
Mudharabah
Pembiayaan
Murabahah
Pembiayaan
Mudharabah
Pembiayaan
Murabahah
Jun-14 14.312 114.322 117.505 3.857.695
Jul-14 14.559 114.128 120.765 3.865.210
Agust-14 14.277 114.002 120.617 3.854.672
Sep-14 14.356 114.891 123.717 3.899.660
1 Bank Indonesia, Tabel Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS dan BPRS,
Statistik Perbankan Syariah Juni 2015
3
Okt-14 14.371 115.088 123.691 3.918.522
Nov-14 14.307 115.602 124.847 3.940.199
Des-14 14.354 117.371 122.467 3.965.543
Jan-15 14.207 115.979 118.415 3.990.394
Feb-15 14.147 116.268 118.353 4.054.034
Mar-15 14.136 117.358 123.975 4.132.430
Apr-15 14.388 117.210 133.805 4.212.147
Mei-15 14.906 117.777 143.760 4.281.505
Jun-15 14.906 117.777 158.936 4.367.727
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Juni 2015
Rendahnya pembiayaan mudharabah di bank syariah maupun di BPRS
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah risiko yang tinggi, maka
dalam pembiayaan mudharabah bank akan selalu sangat berhati-hati dalam
melakukan pembiayaan mudharabah. Selain itu terdapat juga ketidakpastian
dari pembiayaan mudharabah. Bank hanya berlandaskan pada prediksi ke
depan dari jenis usaha tersebut.2 Biaya yang lebih tinggi juga dikeluarkan oleh
bank untuk mengawasi pembiayaan mudharabah karena diperlukan
kewaspadaan yang lebih tinggi. Kemudian pihak bank juga perlu
menempatkan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengawasi dan
mengevaluasi proyek usaha yang sedang berjalan.3
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sendiri secara sederhana
dapat dipahami sebagai BPR biasa yang sistem operasionalnya mengikuti
2 Muhammad Akhyar Adnan & Didi Purwoko, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif Manajemen Bank Syariah Dengan
Pendekatan Kritis, Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 14 (Januari 2013), hal. 25 3 Muhammad, Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, (Yogyakarta : BPFE 2005)
4
prinsip-prinsip muamalah.4 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perbankan, disebutkan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Pemerintah mengatur didirikannya BPRS untuk merangkul
masyarakat ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau
kecamatan dan mempunyai masalah dengan permodalan usahanya. Sebagian
besar masyarakat Indonesia mempunyai usaha yang tergolong ke dalam usaha
kecil dan menengah. Berdasarkan data Departemen Koperasi tahun 2010
jumlah UMKM sebesar 99,99% dan 0,01% tergolong ke dalam usaha besar.5
Tingkat pertumbuhan BPRS cukup signifikan di mana pada tahun 2015
jumlahnya sudah mencapai 160 BPRS. Seperti bank syariah, BPRS juga
melakukan kegiatan penghimpunan dana seperti tabungan dan deposito,
namun tidak melakukan simpanan dalam bentuk giro. Kemudian melakukan
penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, seperti pembiayaan dengan
prinsip jual beli, sewa dan bagi hasil. Total asset dan pembiayaan yang
disalurkan oleh BPRS pun mengalami perkembangan setiap tahunnya, yaitu
sekitar 6,8 triliun dan 5,5 triliun pada bulan Juni 2015.6
Kemampuan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dari sisi internal atau dari dalam bank itu sendiri seperti
dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPRS, kecukupan modal yang
4 Sukawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hal 123
5 Departemen Koperasi, Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2010
6Bank Indonesia, Tabel Neraca Gabungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik
Perbankan Syariah Juni 2015
5
dimiliki serta tingkat bagi hasil. Dana pihak ketiga merupakan dana yang
berasal dari masyarakat dan merupakan sumber dana yang paling besar yang
dapat diandalkan oleh bank. Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari
masyarakat adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya, dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal
dengan pembiayaan. Pemberian pembiayaan merupakan aktifitas bank yang
paling utama dalam menghasilkan keuntungan.7 DPK yang berhasil dihimpun
oleh BPRS sampai bulan Juni 2015 yaitu sekitar 4 triliun.8 Jumlah tersebut
bertambah dari tahun-tahun sebelumnya.
Penyaluran pembiayaan oleh perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh
dana yang tersedia yang bersumber dari DPK tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor permodalan atau CAR (Capital Adequecy Ratio).9 Capital Adequecy
Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan
bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan
menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi
bank. Bank Indonesia menetapkan CAR yang dimiliki oleh bank minimal 8%.
Apabila ketentuan CAR tidak terpenuhi, maka akan mempengaruhi tingkat
kesehatan bank dan akan mengurangi kemampuan ekspansi penyaluran
dana.10
7 Billi Arma Pratama, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran
Kredit Perbankan (Studi Bank Umum di Indonesia Periode tahun 2005-2009) (Semarang: Tesis
S2 Universitas Diponegoro, 2010), hal. 4 8 Bank Indonesia, Tabel Komposisi DPK-Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik
Perbankan Syariah Juni 2015 9 I Made Pratista Yuda & Wahyu Meiranto, Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Kredit
Yang Disalurkan (Studi Empiris Pada Bank Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia), Jurnal
Akutansi Dan Auditing Volume 7 Nomor 1 (2010), hal. 95 10
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 18
6
Perkembangan BPRS juga tidak terlepas dari pengaruh kondisi
perekonomian saat ini seperti tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah. Inflasi
adalah sebuah fenomena ekonomi yang sangat dikenal oleh masyarakat.
Sejarah perekonomian Indonesia hampir tidak pernah bisa dilepaskan dari
fenomena inflasi. Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung
mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang
bersifat umum dan berlangsung terus menerus.11
Inflasi yang tinggi tidak
akan menggalakkan perkembangan ekonomi suatu negara. Biaya yang terus
menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan.
Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan
spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap
seperti tanah, rumah dan bangunan.12
Dengan cara investasi seperti itu, tentu
saja menurunkan minat masyarakat untuk menginvestasikan dananya di bank
sehingga bank akan menurunkan pemberian pembiayaannya.
Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khamdi
(2015), bahwa inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan di BPRS.13
Namun
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufqi Firaldi (2013)
menyatakan bahwa variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh signifikan
11
Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi (Jakarta: LPPE-UI
2004), h. 155 12
Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi, h. 339 13
Khamdi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) Di IndonesiaPendekatan Error Correction Model (Yogyakarta: Skripsi S1
UMY, 2015)
7
terhadap total pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS, artinya berapa pun
tingkat inflasi yang ada tidak akan berpengaruh terhadap total pembiayaan.14
Nilai tukar rupiah yang melonjak lonjak secara drastis tak terkendali akan
menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya
terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau
menjual barangnya ke pasar ekspor.15
Sehingga saat nilai tukar rupiah
terhadap dolar meningkat maka jumlah permintaan pembiayaan pun menurun.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khamdi
(2013) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan
negatif terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Begitu pula dengan hasil
penelitian Lia Andriani (2010) bahwa nilai tukar rupiah memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah.
Dengan melemahya kurs rupiah terhadap dolar AS dalam hal ini, yang
mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty)
sehingga meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha
dengan menurunkan permintaan mudharabah pada perbankan syariah di
Indonesia.16
Selain itu, jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh
faktor profit yang dalam hal ini adalah pendapatan bagi hasil. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nur Gilang Giannini (2013) menyatakan
14
Mufqi Firaldi, Analisis Pengaruh Jumlah DPK, NPF Dan Tingkat Inflasi Terhadap Total
Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia (Jakarta:
Skripsi S1 UIN Jakarta, 2013) 15
Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2008), hal. 55 16
Lia Andriani, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009 (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2010)
8
bahwa variabel tingat bagi hasil secara parsial berpengaruh positif signifikan
terhadap pembiayaan mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat bagi hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan
jumlah pembiayaan mudharabah.17
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
penulis ingin melakukan penelitian di mana variabel independennya adalah
DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat bagi hasil. Sementara
variabel dependennya adalah pembiayaan yang disalurkan di BPRS dan lebih
berfokus pada pembiayaan mudharabah. Sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai
Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan
Mudharabah (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di
Indonesia)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditulis, maka penulis
mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi dengan pesatnya
kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang tergolong ke dalam
ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan.
2. Produk pembiayaan murabahah lebih mendominasi dalam kegiatan
penyaluran pembiayaan dibandingkan dengan produk pembiayaan
mudharabah.
17
Nur Gilang Giannini, Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah pada Bank
Umum Syariah di Indonesia, Accounting Analysis Journal (Februari 2013),h. 102
9
3. Analisis bahwa DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi
hasil mempengaruhi pembiayaan mudharabah.
4. Ada atau tidaknya hubungan kausalitas antara DPK, CAR, inflasi, nilai
tukar dan tingkat bagi hasil dengan pembiayaan mudharabah.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perlu kiranya penulis
membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu
luas. Sehingga variabel yang digunakan adalah dana pihak ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan tingkat bagi hasil dari sisi internalnya.
Sementara dari sisi eksternal, variabel yang digunakan adalah inflasi dan nilai
tukar rupiah. Pembiayaan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
pembiayaan mudharabah. Obyek penelitiannya adalah Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia dengan waktu pengamatan selama 6 tahun yaitu
periode Juni 2009 – Juni 2015.
D. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menjawab masalah pokok di atas,
maka penulis membuat perumusan masalah seperti berikut :
1. Apakah DPK berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
2. Apakah CAR berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
4. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
5. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
10
6. Apakah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara
simultan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bukti empiris mengenai :
1. Menganalisis pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah.
2. Menganalisis pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah.
3. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan mudharabah.
4. Menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap pembiayaan
mudharabah.
5. Menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan
mudharabah.
6. Menganalisis pengaruh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat
bagi hasil secara simultan terhadap pembiayaan mudharabah.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis pemikiran ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu Ekonomi Islam,
mengetahui seberapa berpengaruh variabel dana pihak ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi
hasil terhadap penyaluran pembiayaan mudharabah di Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Serta dapat menjadi acuan bagi peneliti dimasa
11
mendatang, terutama bagi penelitian yang berkaitan dengan perbankan
syariah dan BPRS.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi tambahan wawasan
pengetahuan masyarakat tentang variabel-variabel yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu pembiayaan mdharabah, dana pihak ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat
bagi hasil. Serta menjadi informasi dan referensi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) agar dapat meningkatkan kegiatan operasionalnya
terutama dalam pembiayaan mudharabah.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat
sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis
membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun
sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
BAB 1 Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, pada bab ini berisi penjelasan secara teori
mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Pembiayaan
Mudharabah, Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio
12
(CAR), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil,
penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III Metode Penelitian, bab ini berisi tentang ruang lingkup penelitian,
sumber dan jenis data penelitian, metode penentuan sampel,
metode pengumpulan data, metode analisis yang digunakan serta
operasional variabel penelitian.
BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini membahas tentang hasil analisis
penelitian yang berisi deskriptif variabel yang diteliti yaitu
pembiayaan mudharabah, DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah
dan Tingkat Bagi Hasil serta hasil analisis pengolahan data, yaitu
hasil analisis regresi linier berganda dengan terlebih dahulu
melakukan uji asumsi klasik dan analisis hasil pengujian hipotesis
yang telah dilakukan.
BAB V Penutup, bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari
penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
1. Pengertian BPRS
Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 5 Ayat 1 yang
diperbaharui dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa “menurut
jenisnya, bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat”. Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) yang dimaksud dalam undang-undang tersebut
adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (UU Nomor
7 Tahun 1992, Pasal 1 Ayat 3). Adapun yang dimaksud dengan BPRS adalah
BPR biasa yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi
(syariah) Islam, terutama bagi hasil.1 Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, disebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
2. Tujuan Didirikannya BPRS
Terdapat beberapa tujuan dari didirikannya BPRS, antara lain:
1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah
2) Meningkatkan pendapatan perkapita
1Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 108
14
3) Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan
4) Mengurangi urbanisasi
5) Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
Kehadiran BPRS diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat
Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan
yang menjadi sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di
pedesaan dan ditingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya termasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan
usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya
bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.2
3. Kegiatan Usaha BPRS
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPRS sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kegiatan usaha bank syariah. Berdasarkan UU Nomor 21
Tahun 2008 Pasal 21 disebutkan bahwa Kegiatan usaha Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah; dan
2 Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
hal. 109
15
2) Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau
musyarakah;
2) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’;
3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad
mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional,
dan UUS; dan
e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah
lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.
16
Sementara itu, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang:
a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. Menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang
asing dengan izin Bank Indonesia;
d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah;
e. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk
untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah; dan
f. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
B. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank
syariah sebagai shahibul-mal dan nasabah sebagai mudharib untuk
melaksanakan kegiatan usaha, di mana bank syariah memberikan modal
sebanyak 100% dan nasabah menjalankan usahanya. Hasil usaha atas
pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah dan nasabah dengan
nisbah bagi hasil yang telah disepakati pada saat akad.
Dalam hal pengelolaan nasabah berhasil mendapatkan keuntungan, maka
bank syariah akan memperoleh keuntungan dari bagi hasil yang diterima.
17
Sebaliknya, dalam hal nasabah gagal menjalankan usahanya dan
mengakibatkan kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh shahibul-
mal. Mudharib tidak menanggung kerugian sama sekali atau tidak ada
kewajiban bagi mudharib untuk ikut menanggung kerugian atas kegagalan
usaha yang dijalankan.3
Akad mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak
mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis
usaha yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh
mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau
tidak terbatas. Pada mudharabah muqayyadah pemodal mensyaratkan kepada
pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu
tertentu sehingga disebut sebagai mudharabah terikat atau terbatas.4
2. Landasan Syariah
Secara umum landasan syariah al-mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits
berikut ini.
a. Al-Qur’an
...وءاخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الل
“…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT…”(al-Muzzammil: 20)
3 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal. 168-169
4 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 65
18
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah al-Muzzammil:
20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata
mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
... لوة فا نتشروا فى الأرض وابتغوا من فضل الل فإذا قضيت الص
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka
bumi dan carilah karunia Allah SWT...”(al-Jumu’ah: 10)
... ن ر بكم ليس عليكم جنا ح أن تبتغوا فضلا م
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia
Tuhanmu...(al-Baqarah: 198)
Surat al-Jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong
kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.
b. Al-Hadits
الل عنهما أنه قال : كان سيدنا العباس بن عبد المطلب روى ابن عباس رضي
إذادفع الما ل مضاربة اشترط على صا حبه أن لايسلك به بحرا ولاينزل به
فان فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول واديا ولايشترى به دابة ذات كبدرطبة
الل صلى الل عليه وسلم فأجازه
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia
menyaratkan agar dananya tidak dibawa ke lautan, menuruni lembah yang
berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
19
syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw dan Rasulullah saw pun
membolehkannya.” (HR. Thabrani)5
3. Rukun Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:6
a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak
pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal), sedangkan
pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau
‘amil). Tanpa dua pelaku ini, akad mudharabah tidak ada.
b. Objek mudharabah (modal dan kerja)
Faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis
dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.
Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci
berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa
berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan
lain-lain.
Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah
berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat
dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2009), hal. 95-96 6 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004), hal. 205-206
20
(gharar) besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mazhab
Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran
modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul
mal. Yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum
disetor. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan
hutang.
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan
konsekuensi dari prinsip an-taraddin-minkum (sama-sama rela). Di
sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk
mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
d. Nisbah keuntungan
Faktor yang keempat (yakni nisbah) adalah rukun yang khas
dalam akad mudharabah, yang tidk ada dalam akad jual beli. Nisbah
ini mencerminkan imbalan yag berhak diterima oleh keduan pihak
yang bermudharabah.
4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Skema standar mudharabah adalah skema yang berlaku antara dua pihak
saja secara langsung, yakni shahibul-mal berhubungan langsung dengan
mudharib. Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh
nabi dan para sahabat serta umat muslim sesudahnya. Dalam kasus ini, yang
terjadi adalah investasi langsung (direct financing) antara shahibul-mal
(sebagai surplus unit) dengan mudharib (sebagai deficit unit). Dalam direct
21
financing seperti ini, peran bank sebagai lembaga perantara (intermediary)
tidak ada.
Mudharabah klasik seperti ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa
biasanya hubungan antara shahibul-mal dengan mudharib merupakan
hubungan personal dan langsung serta dilandasi rasa saling percaya
(amanah). Shahibul-mal hanya mau menyerahkan modalnya kepada kepada
orang yang ia kenal dengan baik, profesionalitas maupun karakternya.
Modus mudharabah seperti itu tidak efisien lagi dan kecil
kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal:
a. Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana
mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya
terjadi hubungan yang langsung dan personal.
b. Banyak investasi sekarang ini yang membutuhkan dana dalam
jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan
shahibul-mal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk
satu proyek tertentu.
c. Lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya
bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang
disalurkannya.
Untuk mengatasi hal di atas, khususnya masalah pertama dan kedua,
maka ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah,
yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini
22
diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang
mempertemukan shahibul-mal dengan mudharib.
Gambar 2.1
Skema Pembiayaan Mudharabah
Dalam skema indirect financing di atas, bank menerima dana dari
shahibul-mal dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat
berupa tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu
bervariasi. Selanjutnya, dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan
kembali oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang
menghasilkan (earning assets). Keuntungan dari penyaluran pembiayaan
inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana pihak
ketiga.7
C. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana pihak ketiga (simpanan) menurut UU Perbankan RI No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain
7 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 210-211
Mudharib
(Pelaku
usaha)
Bank Syariah
(Intermediasi
Keuangan)
Shahibul-
mal (Pemilik
dana)
Penitipan dana Penyaluran dana
Bagi Hasil Bagi Hasil
Defisit Unit Surplus Unit
23
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank dapat berbentuk giro,
tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.8
BPRS tidak melakukan penghimpunan dana dalam bentuk giro, maka
pembahasan DPK dalam penelitian ini hanya tabungan dan deposito.
1. Tabungan
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan berdasarkan akad
wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
a. Tabungan Wadiah
Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah
menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Beberapa ketentuan
umum tabungan wadiah sebagai berikut:
1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan
murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call)
sesuai dengan kehendak pemilik harta.
8 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 107
24
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan
barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah
penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta
sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad
pembukaan rekening.
b. Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan
berdasarkan akad mudharabah. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak
sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak
sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah
dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki
sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus
berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Beberapa ketentuan umum tabungan mudharabah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana.
25
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.9
2. Deposito
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang
dimaksud dengan deposito adalah investasi dana berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Jangka
waktu deposito bisa 1, 3, 6 dan 12 bulan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang
dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, DSN MUI telah
9 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 297-301
26
mengeluarkan fatwa yang meyatakan bahwa deposito yang dibenarkan
adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.10
Hubungan DPK Dengan Pembiayaan Mudharabah
Kegiatan yang dilakukan oleh bank adalah menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat
disebut dengan dana pihak ketiga (DPK). Penghimpunan dana ini bisa melalui
tabungan, deposito dan giro. DPK mempunyai hubungan yang positif dengan
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah maupun BPRS. DPK
merupakan sumber dana terbesar yang dimiliki oleh suatu bank. Dana yang
terkumpul tersebut kemudian disalurkan oleh bank dalam bentuk pembiayaan.
Sehingga semakin besar jumlah DPK yang dihimpun oleh bank dapat
meningkatkan jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.
D. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio permodalan yang
menunjukan kemampuan bank dalam mengembangkan usahanya dan
sekaligus menutupi kerugian dari risiko yang terjadi dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya. Jumlah modal yang dimiliki oleh sebuah bank harus
cukup untuk memenuhi fungsi dasar, yaitu membiayai organisasi dan operasi
sebuah bank, memberikan rasa perlindungan kepada penabung dan kreditor
lainnya, dan memberikan rasa percaya kepada para penabung dan pihak
berwenang. Dalam kaitan ini, fungsi perlindunganlah yang paling penting.
10
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 303
27
Dana modal harus mencukupi untuk menyerap kerugian dan menjamin
keamanan dana para deposan.
Penetapan rasio kecukupan modal (CAR), BI menetapkan kewajiban
menyediakan modal minimal yang harus dimiliki oleh setiap bank umum,
yang dinyatakan dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS),
besarnya CAR setiap bank minimal sebesar 8%.11
Apabila CAR minimal
tidak tercapai, bank tersebut dinilai akan sulit mengatasi masalah
keuangannya. Karena modal sendiri akan segera habis untuk menutupi
kerugian yang terjadi dan tidak akan dapat menutupi kewajiban ke
masyarakat. Untuk itu, Bank Indonesia akan segera melakukan tindakan pada
perbankan nasional yang tidak dapat memenuhi CAR minimal.12
Modal bank syariah terdiri dari: (a) modal inti (tier 1), (b) modal
pelengkap (tier 2), dan (c) modal pelengkap tambahan (tier 3). Modal
pelengkap (tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier 3) hanya dapat
diperhitungkan setinggi-tingginya 100% dari modal inti. Sedangkan modal
inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2) diperhitungkan dengan faktor
pengurang yang berupa seluruh penyertaan yang dilakukan oleh bank.13
Pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum didasarkan atas
risiko aktiva dalam arti luas, artinya tidak hanya aktiva yang tercantum pada
neraca secara on Balance Sheets tetapi juga pada aktiva yang bersifat
11
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 89-90 12
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta:
PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006), hal. 62 13
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006),
hal. 140
28
administratif atau secara off Balance Sheets, sebagaimana yang tampak pada
kewajiban yang bersifat kontijen dan/atau komitmen yang disediakan oleh
bank bagi pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam bentuk risiko kredit
maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, dan
tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing secara teknis, kewajiban
penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), sedangkan pengertian modal meliputi
modal inti dan modal pelengkap.14
CAR merupakan perbandingan antara
modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
atau
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masing-
masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masig bobot risiko
aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva
yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR
menunjukan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam
jumlah yang cukup.15
14
Riyadi Slamet, Banking Assets And Liability Management, (Jakarta: LPFE UI, 2006), hal.
66 15
Dwi Nur’aini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Jakarta: UIN
JAKARTA PRESS, 2013), hal. 93
29
Hubungan CAR Dengan Pembiayaan Mudharabah
CAR merupakan rasio permodalan yang berfungsi untuk mengukur
kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat
dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar-kecilnya
kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang
sahamnya. Perhitungan aspek permodalan bank dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bank tersebut untuk menanggung
risiko kerugian yang mungkin timbul dari pembiayaan yang diberikan bank
kepada pihak lain.16
CAR termasuk salah satu indikator dalam menganalisis
kesehatan/kinerja bank. Semakin tinggi CAR yang dimiliki oleh suatu bank
menunjukan bahwa kinerja bank tersebut baik sehingga berpengaruh terhadap
kegiatan operasionalnya, salah satunya pembiayaan mudharabah.
E. Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai
hampir disemua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,
kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan)
sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan
menaik yang terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena,
misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja
16
Dwi Nur’aini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, hal. 90
30
(dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan
harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi
dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.17
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian.
Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung mengatakan bahwa
inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
berlangsung terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu,
kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan
bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.
Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu
sedikit. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam
setahun (hiperinflasi), menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap mata uang, sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva
mereka dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya
bertahan nilainya dimasa-masa inflasi.18
2. Jenis Inflasi
Kategori inflasi menurut besarnya dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:19
a. Inflasi rendah, yaitu inflasi dengan laju kurang dari 10% pertahun,
sehingga disebut juga dengan inflasi di bawah dua digit. Sifat inflasi
17
Boediono, Ekonomi Moneter (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1998), edisi ke 3, hal. 161 18
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis, (Jakarta: KENCANA, 2008),
hal. 175 19
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter (Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang, 2008),
cetakan I, hal. 75
31
rendah ini tidak memberikan dampak yang merusak bagi
perekonomian. Dalam beberapa hal justru memberikan dorongan bagi
pengusaha untuk lebih bergairah dalam berproduksi karena adanya
dorongan kenaikan harga barang di pasar.
b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang bergerak antara 10%-30% pertahun.
Pengaruh yang ditimbulkan cukup dirasakan terutama bagi masyarakat
yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan karyawan lepas.
c. Inflasi tinggi, yaitu inflasi dengan laju antara 30%-100% pertahun.
Efek yang ditimbulkan menyebabkan mulai hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi masyarakat seperti
perbankan. Aktifitas kredit, asuransi, proses produksi dan distribusi
barang mengalami guncangan karena masyarakat lebih mengambil
sikap aman dengan memegang barang daripada uang. Masyarakat
mulai kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas nilai mata uang.
d. Hyper inflation, yaitu inflasi dengan laju di atas 100% pertahun dan
menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Fenomena hyper
inflation biasanya menandai adanya pergolakan politik dan pergantian
pemerintah atau rezim. Masyarakat benar-benar kehilangan
kepercayaan terhadap mata uang yang beredar sehingga perekonmian
lumpuh.
Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas
dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi:
32
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost
inflation.20
Gambar 2.2
Kurva Demand Inflation
Pada gambar 2.2, karena permintaan masyarakat akan barang-barang
(aggreat demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau
kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau
bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah),
maka kurva aggregat demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat
harga umum naik dari H1 ke H2.
20
Boediono, Ekonomi Moneter, hal. 162-163
H2
H1
S
D2
Q1 Q2
Harga
0 Output
D1
33
Gambar 2.3
Kurva Cost Inflation
Bila biaya produksi naik (misalnya, arena kenaikan harga sarana
produksi yang didatangkan dari luar negeri atau karena kenaikan harga
bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregat
supply) bergeser dari S1 ke S2. Kasus cost inflation biasanya kenaikan
harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang
(kelesuan usaha)
3. Dampak Inflasi
Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang
tinggi (≥ 10% per tahun), yaitu :21
a. Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan
tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan
daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang
21
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Makroekonomi, (Jakarta: LPFEUI, 2008), hal. 371-372
H1
H2
S2
S1
D
Q4 Q3
Harga
0 Output
34
berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Makin tinggi tingkat inflasi,
makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan.
b. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan
Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat
dihindari jika pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi.
Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus
lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi
mencapai 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang
yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20%
per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu
meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal
dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per tahun). Tetapi sebagian
besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Distribusi
pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.
c. Terganggunya Stabilitas Ekonomi
Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah
sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen
berproduksi pada kapasitas penuh (optimal). Konsumen juga memakai
barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka. Kondisi nyaman
ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi menjadi kronis.
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan
tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang
kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa
35
akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian
barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya.
Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi. Akibatnya,
permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat.
Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa
mendorong mereka menunda penjualan, untuk mendapat keuntungan
yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang. Akibatnya,
kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi. Tentu
saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk.
Hubungan Inflasi Dengan Pembiayaan Mudharabah
Kondisi perekonomian yang selalu menarik perhatian perbankan dalam
menyalurkan pembiayaan adalah tingkat inflasi. Inflasi mempunyai pengaruh
negatif terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Inflasi menyebabkan
harga barang-barang menjadi naik. Ketika tingkat inflasi tinggi, daya beli
masyarakat menurun khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap
dan kecil. Masyarakat akan mengurai konsumsi tersier, namun tetap
menggunakan dananya untuk membeli bahan-bahan pokok guna memenuhi
kebutuhan sehari-sehari. Selain itu, dampak dari inflasi adalah melemahkan
semangat menabung dari masyarakat dan mengarahkan investasi pada hal-hal
yang non produktif yaitu pemupukan kekayaan seperti tanah, bangunan, logam
mulia mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif
36
seperti pertanian, industrial, transportasi dan lainnya.22
Minat menabung
masyarakat menurun menyebabkan dana yang dihimpun dari masyarakat
jumlahnya ikut menurun. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah pembiayaan
yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.
F. Nilai Tukar (Kurs)
1. Pengertian Kurs
Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukan harga atau nilai
mata uang sesuatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain.
Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sejumlah uang domestik yang
dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu
unit mata uang asing.23
Menurut Douglas Greenwald (1982:430) exchange rates (nilai tukar
uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah
catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam
harga mata uang domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu
harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang
mempresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang yang lainnya
dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan
internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka
22
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
hal. 139 23
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2011), cetakan ke-20, hal 397
37
pendek antar negara yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas
hukum.24
Kebijakan nilai tukar uang dalam islam dapat dikatakan menganut sistem
“managed floating”, dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan
pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena
pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika
terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. Jadi bisa
dikatakan bahwa suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan hasil dari
kebijakan pemerintah yang tepat.25
2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia
Secara umum dapat disimpulkan nilai tukar uang yang digunakan oleh
Indonesia sejak periode 1964 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku
di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali yaitu:
a. Sistem Nilai Tukar Tetap
Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga
otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestic
terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa
memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing
yang terjadi.
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah
mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran
24
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 107 25
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 116
38
valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas
moneter dan neraca pembayaran. Dengan sistem tersebut, Bank
Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di
pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah, maka BI melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau batas bawah spread.
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Nilai tukar mengambang bebas, di mana pemerintah tidak
mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar
diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Indonesia mulai
menerapkan menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada
periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, rupiah
mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai
rupiah terhadap US dollar.26
Apabila suatu negara mengalami defisit neraca perdagangan yaitu nilai
impor lebih besar daripada nilai ekspornya, maka kurs mata uangnya akan
meningkat atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami penurunan
(depresiasi) artinya bahwa nilai mata uang suatu negara menjadi semakin
rendah dibandingkan mata uang mitra dagangnya. Dan sebaliknya jika suatu
negara mengalami surplus neraca perdagangan dimana nilai ekspornya lebih
26
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 122-124
39
besar daripada nilai impornya, maka kurs mata uangnya akan menurun atau
dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami peningkatan (apresiasi).27
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah
Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat,
hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan
mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta
modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain,
secara tidak langsung akan berdampak ada indikator suatu negara. Dengan
diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (free floating
system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak
masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem
nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan.
Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat
menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara
pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah
terhadap US$ dan berada kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200 er US$. Nilai
tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan
APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya transaksi
dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan
27
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hal. 61
40
pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan
pemberian subsidi BBM.28
Hubungan Nilai Tukar Rupiah Dengan Pembiayaan Mudharabah
Menurut Khamdi (2013) nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif
terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Melemahnya nilai tukar rupiah
menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya
terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau
menjual barangnya ke pasar ekspor. Pengelolaan nilai tukar rupiah yang
realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia
usaha sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu terakhir merupakan
suatu hal yang penting dalam peningkatan investasi maupun kegiatan yang
berorientasikan pada ekspor. Keadaan tersebut pada gilirannya akan
mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang produktif
sehingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang sehat.29
G. Tingkat Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk
pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yaitu akad
bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi
jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.30
28
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 128 29
Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2008), hal. 55 30
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan , hal. 286
41
Tingkat bagi hasil adalah prosentase pembagian hasil atas keuntungan
yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya ketentuan
porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan
bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak
tanpa adanya unsur paksaan.
2. Kebijakan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin
dan bagi hasil antara lain:31
1. Komposisi pendanaan
Bagi bank syariah yang pendanaannya sebagian besar diperoleh
dari dana giro dan tabungan, yang notabene nisbah nasabah tidak
setinggi pada deposan (apalagi bonus/athaya untuk giro cukup rendah
karena diserahkan sepenuhnya pada kebijakan bank syariah yang
bersangkutan), maka penentuan keuntungan (margin atau bagi hasil
bagi bank) akan lebih kompetitif jika dibandingkan suatu bank yang
pendanaannya porsi terbesar berasal dari deposito.
2. Tingkat persaingan
Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis,
sedangkan pada tingkat persaingan masih longgar bank dapat
mengambil keuntungan lebih tinggi.
3. Risiko pembiayaan
31
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014),
hal. 316
42
Untuk pembiayaan pada sektor yang beresiko tinggi, bank dapat
mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko sedang
apalagi kecil.
4. Jenis nasabah
Yang dimaksud adalah nasabah prima dan nasabah biasa. Bagi
nasabah prima misal usahanya besar dan kuat bank cukup mengambil
keuntungan tipis, sedangkan untuk pembiayaan kepada para nasabah
biasa diambil keuntungan yang lebih tinggi.
5. Kondisi perekonomian
Silus ekonomi meliputi kondisi: revival, boom/peak-puncak, resesi
dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi
pertama, di mana usaha berjalan lancar, maka bank dapat mengambil
kebijkan pengambilan keuntungan yang lebih longgar. Namun pada
kondisi lainnya (resesi dan depresi) bank tidak merugi pun bagus,
keuntungan sangat tipis.
3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil
Ketentuan yang terkait dengan perhitungan pembagian hasil usaha
sudah ditetapkan dalam Fatwa DSN-MUI. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil
Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, ketentuannya adalah:
1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis
maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
43
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya
digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil
usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar
terjadi (Cash Basis).
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kemudian prinsip distribusi bagi hasil usaha sudah tertuang dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang
Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dalam
fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net
Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam
pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad.
Dasar perhitungan bagi hasil yang menggunakan revenue sharing
adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan/atau
pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil
dalam revenue sharing dihitung dengan mengalihkan nisbah yang telah
disetujui dengan pendapatan bruto. Pada umumnya bagi hasil terhadap
investasi dana dari masyarakat menggunakan revenue sharing.
44
Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing
merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua pihak,
bank syariah maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil
usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami
kerugian.32
Hubungan Tingkat Bagi Hasil Dengan Pembiayaan Mudharabah
Pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah ditentukan
berdasarkan tingkat bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak. Faktor
tingkat bagi hasil juga dianggap berpengaruh dalam pembiayaan mudharabah.
Tingkat bagi hasil mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan
mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat bagi
hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan jumlah pembiayaan
mudharabah, karena nasabah selalu mengharapkan keuntungan yang lebih
tinggi daripada kerugian.
H. Penelitian Terdahulu
Penulis menemukan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya mengenai tema ini. Terdapat beberapa penelitian yang dapat
menunjang dan membantu penulis dalam menyempurnakan hasil penelitian.
Hasil penelitian tersebut juga digunakan sebagai landasan pembanding dalam
menganalisa pengaruh variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar dan tingkat bagi
hasil terhadap pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BPRS. Beberapa
tinjauan pustaka yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut:
32
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: KENCANA, 2011), edisi pertama, hal. 98-99
45
No Judul Variabel dan
Metode
Analisis
Hasil
Pembahasan
Perbedaan
1 “Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Volume
Pembiayaan
Berbasis Bagi
Hasil Pada
Bank Umum
Syariah Di
Indonesia”
Agustina
Kurniawanti
dan Zulfikar,
Syariah Paper
Accounting
(2014) Program
Studi
Akuntansi-FEB
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta
Variabel
independen =
DPK, tingkat
bagi hasil, NPF
dan total asset.
Variabel
dependen =
volume
pembiayaan
berbasis bagi
hasil.
Alat analisis
yang digunakan
dalam
penelitian ini
adalah regresi
berganda.
Hasil penelitian
menunjukan
DPK dan NPF
tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan
sedangkan
tingkat bagi hasil
dan total asset
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
pembiayaan
berbasis bagi
hasil. Secara
simultan variabel
DPK, tingkat
bagi hasil, NPF
dan total asset
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
pembiayaan
berbasis bagi
hasil.
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
2 “Analisis
Hubungan
Simpanan,
Modal Sendiri,
NPL,
Prosentase
Bagi Hasil Dan
Mark Up
Keuntungan
Terhadap
Pembiayaan
Pada
Perbankan
Syariah Studi
Kasus Pada
Bank
Muamalat
Indonesia”
Variabel
independen =
Simpanan/DPK,
modal sendiri,
NPL dan
prosentase bagi
hasil dan marjin
keuntungan.
Variabel
dependen =
pembiayaan
pada perbankan
syariah. Alat
analisis yang
digunakan
dalam
penelitian ini
adalah analisis
Hasil penelitian
menunjukan
simpanan
mempunyai
pengaruh yang
signifikan,
sedangkan
variabel lainnya
yaitu modal
sendiri, NPL dan
prosentase bagi
hasil dan marjin
keuntungan tidak
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
pembiayaan pada
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
46
Pratin dan
Akhyar Adnan
(2005), Sinergi
Kajian Bisnis
dan Manajemen
edisi khusus on
Finance.
regresi linier
berganda.
perbankan
syariah di
Indonesia.
3 “Faktor Yang
Mempengaruhi
Pembiayaan
Mudharabah
Pada Bank
Umum Syariah
Di Indonesia”
Nur Gilang
Giannini,
Accounting
Analysis
Journal (2013)
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Negeri
Semarang
Indonesia
Variabel
independen =
FDR, NPF,
ROA, CAR dan
tingkat bagi
hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah.
Alat analisis
yang digunakan
dalam
penelitian ini
adalah regresi
berganda.
Hasil penelitian
menunjukan
bahwa FDR,
NPF, ROA CAR
dan tingkat bagi
hasil secara
simultan
berpengaruh
terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Untuk hasil
secara parsial,
variabel FDR
berpengaruh
positif terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Variabel NPF
tidak
berpengaruh
terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Sedangkan untuk
variabel ROA,
CAR dan tingkat
bagi hasil
berpengaruh
positif terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
4 “Analisis
Pengaruh
Dana Pihak
Ketiga, Tingkat
Bagi Hasil,
Dan Non
Variabel
independen =
DPK, tingkat
bagi hasil dan
NPF.
Variabel
Hasil penelitian
menunjukan
bahwa DPK dan
tingkat bagi hasil
berpengaruh
positif secara
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
47
Performing
Financing
Terhadap
Volume
Pembiayaan
Berbasis Bagi
Hasil Pada
Perbankan
Syariah Di
Indonesia”
Dita Andraeny,
Simposium
Nasional
Akuntansi XIV
Aceh (2011)
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Syiah Kuala
Banda Aceh
dependen =
volume
pembiayaan
berbasis bagi
hasil.
Teknik analisis
data yang
digunakan
adalah Partial
Least Square
(PLS).
signifikan
terhadap volume
pembiayaan
berbasis bagi
hasil. Sementara
itu, variabel NPF
tidak
berpengaruh
signifikan.
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
5 “Pengaruh
ROA, NPF,
FDR, BOPO
Dan Tingkat
Bagi Hasil
Terhadap
Pembiayaan
Mudharabah
(Studi Kasus
Pada BUS Dan
UUS di
Indonesia
Periode 2010-
2013)”
Siti Nugraha,
Skripsi (2014)
Fakultas
Syariah dan
Hukum UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Variabel
independen
=NPF, FDR,
ROA, BOPO
dan tingkat bagi
hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah.
Metode analisis
data yang
digunakan
dalam
penelitian ini
adalah dengan
menggunakan
metode regresi
linier berganda.
Hasil analisis
menunjukan
bahwa NPF, FDR
dan tingkat bagi
hasil secara
bersama-sama
(simultan)
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Sedangkan ROA
dan BOPO secara
bersama-sama
(simultan) tidak
mempunyai
pengaruh
terhadap yaitu
pembiayaan
mudharabah.
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
6 “Analisis
Faktor Yang
Mempengaruhi
Variabel
independen =
tingkat bagi
Hasil analisis
menunjukkan
bahwa JII, PDB
Variabel
independen =
DPK, CAR,
48
Permintaan
Pembiayaan
Mudharabah
Pada
Perbankan
Syariah Di
Indonesia
Periode 2003-
2009
Lia Andriani,
Skripsi (2010)
Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
hasil, Jakarta
Islamic Index
(JII), inflasi,
PDB dan kurs
rupiah
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah
Alat analisis
yang digunakan
dalam
penelitian ini
adalah Error
Correction
Model (ECM).
dan kurs rupiah
baik jangka
pendek maupun
jangka panjang
berpengaruh
signifikan
terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Sedangkan
tingkat bagi hasil
dan inflasi baik
jangka pendek
maupun jangka
panjang tidak
berpengaruh
secara signifikan
pada pembiayaan
mudharabah
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
7 ”Analisis
Pengaruh
Jumlah Dana
Pihak Ketiga
(DPK), Non
Performing
Financing
(NPF) dan
Tingkat Inflasi
Terhadap Total
Pembiayaan
Yang Diberikan
Oleh BPRS Di
Indonesia
(Periode
Januari 2007-
Oktober 2012)
Mufqi Firaldi,
Skripsi (2013)
Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Variabel
independen =
DPK, NPF dan
tingkat inflasi.
Variabel
dependen =
total
pembiayaan
Penelitian ini
menggunakan
uji kointegrasi
untuk melihat
hubungan
jangka panjang
dan
menggunakan
ECM untuk
melihat
hubungan
jangka pendek.
Hasil dari
penelitian ini
mengindikasikan
bahwa DPK
mempunyai
pengaruh jangka
pendek terhadap
total pembiayaan,
NPF mempunyai
pengaruh jangka
pendek terhadap
total pembiayaan
dan inflasi tidak
mempunyai
pengaruh
terhadap total
pembiayaan yang
diberikan oleh
BPRS
Variabel
independen =
DPK, CAR,
inflasi, nilai
tukar rupiah
dan tingkat
bagi hasil.
Variabel
dependen =
pembiayaan
mudharabah di
BPRS periode
2009-2015.
Metode analisis
menggunakan
regresi linier
berganda.
49
I. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh BPRS di
Indonesia pada tahun 2009-2015. Dari data yang diperoleh pembiayaan yang
mendominasi di bank syariah maupun BPRS adalah pembiayaan murabahah.
Padahal Bank Indonesia sebagai regulator telah menyarankan kepada bank
syariah untuk meningkatkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dan
mengurangi pembiayaan dengan skema jual beli (murabahah). Bank syariah
dan BPRS pun sudah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan
mudharabah, namun permintaan dari nasabah akan pembiyaan murabahah
masih cukup tinggi. Padahal pembiayaan mudharabah dengan prinsip bagi
hasil lebih menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah. Selain
karena permintaan nasabah yang masih rendah terhadap pembiayaan
mudharabah dan risiko yang cukup tinggi, ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pembiayaan mudharabah. Seperti kondisi bank itu sendiri dan
kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen
berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel
dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau
penurunan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil, sementara
50
variabel dependennya adalah komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS
di Indonesia. Waktu pengamatan dilakukan selama 6 tahun yaitu dari bulan
Juni 2009 – Juni 2015. Setelah penulis mendapatkan data dari semua variabel,
selanjutnya data diolah secara elektronik dengan menggunakan Microsoft
Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22 untuk mempercepat mendapatkan
perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti.
Dalam menggunakan analisis regresi linier berganda terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi klasik. Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang telah
disederhanakan oleh penulis:
51
Gambar 2.4
Skema Kerangka Pemikiran
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS)
Variabel Dependen:
Pembiayaan Mudharabah
Variabel Independen:
DPK, CAR, Inflasi, Kurs, TBH
Metode Regresi Linier Berganda
Uji Asumsi Klasik
Uji t (Parsial) Koefisien Adjusted R2 Uji F (Simultan)
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
52
J. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih
perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas dan dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
a. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara DPK terhadap
pembiayaan mudharabah.
Ha: Terdapat pengaruh secara signifikan antara DPK terhadap
pembiayaan mudharabah.
b. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara CAR terhadap
pembiayaan mudharabah.
Ha: Terdapat pengaruh secara signifikan antara CAR terhadap
pembiayaan mudharabah.
c. Inflasi
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara inflasi terhadap
pembiayaan mudharabah.
Ha: Terdapat pengaruh secara signifikan antara inflasi terhadap
pembiayaan mudharabah.
d. Nilai Tukar Rupiah
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara kurs terhadap
pembiayaan mudharabah.
53
Ha: Terdapat pengaruh secara signifikan antara kurs terhadap
pembiayaan mudharabah.
e. Tingkat Bagi Hasil
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara tingkat bagi hasil
terhadap pembiayaan mudharabah.
Ha: Terdapat pengaruh secara signifikan antara tingkat bagi hasil
terhadap pembiayaan mudharabah.
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel dana
pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah
dan tingkat bagi hasil sebagai variabel independennya terhadap variabel
dependen yaitu pembiayaan mudharabah. Objek dalam penelitian ini adalah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode ini
sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah
yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini
disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik.1 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah regresi linier berganda.
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time
series) bulanan dalam jangka waktu enam tahun, yaitu dari Juni 2009 sampai
dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan dengan melihat laporan keuangan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu Statistik Perbankan Syariah.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010),
cetakan ke-11, hal. 7
55
C. Metode Penentuan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang ada di Indonesia. Untuk
pengambilan sampel metode yang digunakan adalah non probability sampling
yaitu metode pengambilan sampel yang tidak memberikan
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Sedangkan tekniknya menggunakan purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pada tujuan dan
pertimbangan tertentu.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder. Sehingga metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
studi dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun sejumlah informasi dari
dokumen-dokumen, seperti studi pustaka, eksplorasi literature, jurnal, laporan
keuangan perbankan serta laporan kebijakan moneter yang dipublikasikan
oleh Bank Indonesia.
E. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda (multiple linier regression). Analisis
regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel
bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada
tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih
56
variabel bebas X1, X2,..., Xi terhadap suatu variabel terikat Y.2 Data diolah
secara elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS
Statistic 22 untuk mempercepat mendapatkan perolehan hasil yang dapat
menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti.
Estimasi persamaan regresi berganda dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Keterangan:
Y = Pembiayaan Mudharabah
a = Nilai Konstanta
b = Koefisien Regresi
X1 = Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2 = Capital Adequacy Ratio (CAR)
X3 = Inflasi
X4 = Nilai Tukar Rupiah
X5 = Tingkat Bagi Hasil (TBH)
e = Error Terms
1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi regresi yang dilakukan benar-benar terbebas dari adanya gejala
multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan data yang
dihasilkan berdistribusi normal. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk
2 Muhidin Sambas Ali, Analisis Korelasi, Regresi Dan Jalur Dalam Penelitian (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2011), hal. 198
57
menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE) yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah. Pengujian-pengujian yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual
terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya.
Nilai residual terstandarisasi yang berdistribusi normal jika
menggambarkan dengan bentuk kurva akan membentuk gambar
lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya lebar sampai tidak
terhingga.3 Model regresi yang baik adalah model dengan distribusi
yang normal atau mendekati normal.
Kriteria sebuah data residual berdistribusi normal atau tidak dengan
pendekatan Normal Probability Plot dapat dilakukan dengan melihat
sebaran titik-titik yang ada pada gambar. Apabila sebaran titik-titik
tersebut mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal) maka dapat
dikatakan bahwa (data) residual terdistribusi normal. Namun apabila
sebaran titik-titik tersebut menjauhi garis maka tidak terdistribusi
normal.
3 Suliyanto, Ekonometrika Terapan (Yogyakarta: ANDI, 2011), hal. 69
58
Selain menggunakan grafik, pengujian normalitas juga dapat
dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai
Kolmogorov-Smirnov tidak signifikan > 0,05 maka semua data
terdistribusi secara normal. Sebaliknya, apabila nilai Kolmogorov-
Smirnov signifikan < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Penyimpangan asumsi model klasik adalah adanya
multikolinearitas dalam model regresi yang dihasilkan. Artinya antar
variabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan
yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasi tinggi
atau bahkan 1).4
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di dalam model
regresi yaitu dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor)
dan nilai Tolerance, maka:
a) Jika nilai VIF tidak lebih dari 10 (VIF ≤ 10), maka model
regresi bebas dari multikolinearitas.
b) Jika nilai Tolerance tidak kurang dari 1 (Tolerance ≥ 1 atau
0,10), maka model regresi bebas dari multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Penyimpangan asumsi model klasik selanjutnya adalah adanya
heteroskedastisitas. Dalam persamaan regresi perlu juga diuji
mengenai sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang
4 Algifari, Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi (Yogyakarta: BPFE, 2013), hal. 84
59
satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians
yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak
sama/berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi
yang baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisistas.5
Model regresi dengan heteroskedastisitas mengandung
konsekuensi yang serius bagi estimator metode OLS karena tidak lagi
BLUE.6 Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui
apakah suatu model regresi mengandung unsur heteroskedastisitas atau
tidak. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menganalisis grafik scatterplot. Dasar
pengambilan keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas, sebagai
berikut:
a) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk
suatu pola literatur (bergelombang, kemudian menyempit),
maka terjadi heteroskedastisitas
b) Jika tidak ada pola tertentu yang jelas serta titik-titik menyebar
di atas dan di bawah angka 0 sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas menggunakan Scatterplot sangat lemah
karena hanya mengandalkan analisis visual. Untuk mendapatkan
kepastian dalam menentukan terjadi atau tidaknya masalah
5 Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis (Jakarta: Buku Kita, 2009), hal. 82
6 Agus Widarjono, Ekonometrika (Yogyakarta: EKONOSIA, 2009), hal. 117
60
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser. Uji Glejser
pada umumnya meregresikan antara nilai residual yang absolut
dengan semua variabel independennya. Uji Glejser secara umum
dinotasikan sebagai berikut:
e = b1 + b2X2 + v
Dimana:
e = nilai absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model
X2 = variabel penjelas.
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
a) Tidak terjadi heteroskedastisitas, jika nilai t hitung lebih kecil
dari t tabel dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.
b) Terjadi heteroskedastisitas, jika nilai t hitung lebih besar dari t
tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
d. Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah
autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut
menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah
autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan
pengganggu periode t (berada) dan kesalahan pengganggu periode t-1
(sebelumnya).
61
Jika kita menganalisis data runtut waktu (time series) maka
variabel gangguan antara waktu akan saling berhubungan. Oleh karena
itu, data runtut waktu diduga sering kali mengandung unsur
autokorelasi. Sedangkan data cross section diduga jarang ditemui
adanya unsur autokorelasi.7
Pengujian masalah autokorelasi dalam suatu model regresi dapat
dilakukan melalui pengujian terhadap nilai Uji Durbin Watson (Uji
Dw), dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW di bawah -2 (DW < -2).
2. Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada di antara -2 dan +2
atau -2 < DW < +2.
3. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW >
+2.8
2. Uji Hipotesis
a. Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel independen
secara masing-masing (parsial) memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel dengan ketentuan:
a) Bila t hitung < t tabel maka Ho diterima dan menolak Ha,
artinya bahwa secara parsial variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
7 Agus Widarjono, Ekonometrika, hal. 141
8 Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), hal. 116
62
b) Bila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha
artinya bahwa secara parsial variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai
signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Analisis
ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi t dengan nilai
signifikansi 0,05 dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jika signifikansi t < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti variabel
independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel
dependen.
b) Jika signifikansi t > 0,05 maka Ho diterima yang berarti
variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
b. Uji Simultan (Uji F)
Uji F ini juga sering disebut sebagai uji simultan, untuk menguji
apakah variabel bebas yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan perubahan nilai variabel tergantung atau tidak. Untuk
menyimpulkan apakah model masuk dalam kategori cocok (fit) atau
tidak, kita harus membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel.9
Uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
9 Suliyanto, Ekonometrika Terapan, hal. 61
63
a) Bila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan menolak Ha,
artinya bahwa secara simultan variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
b) Bila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha
artinya bahwa secara simultan variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai
signifikansi F pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Analisis
ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi F dengan
nilai signifikansi 0,05 dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jika signifikansi F < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti
variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap
variabel dependen.
b) Jika signifikansi F > 0,05 maka Ho diterima yang berarti
variabel independen secara simultan tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-
variabel bebas (independen) terhadap variabel terikatnya (dependen).
Atau dapat pula dikatakan sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien determinasi dapat
diukur oleh nilai Adjusted R-square (R2). Nilai koefisien determinasi
terletak antara 0 dan 1 yaitu 0 ≤ R2 ≤ 1. Bila R
2 = 1 berarti 100% total
64
variasi variabel terikat dijelaskan oleh variabel bebasnya dan
menunjukkan ketepatan yang baik, dan bila R2 = 0 berarti tidak ada
total variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebasnya.10
F. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komposisi pembiayaan mudharabah pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
yaitu pada Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan,
yaitu dari Juni 2009 hingga Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk
milyar rupiah.
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen yang digunakan sebagai berikut :
a. Dana Pihak Ketiga (DPK) (X1)
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang berhasil dihimpun dari
masyarakat oleh bank. Dana simpanan (deposit) masyarakat
merupakan jumlah dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank.
Deposit ini terdiri dari berbagai bentuk, yaitu simpanan dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka dan rekening giro. Sumber dana ini
merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan
merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai
10
Yanti Budiasih, Statistika Deskriptif Untuk Ekonomi & Bisnis (Tangerang: Jelajah Nusa,
2012), hal. 198
65
operasinya dari sumber dana ini. Data DPK diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan
Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Juni 2009 sampai
Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.
b. Capital Adequacy Ratio (CAR) (X2)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio modal yang
menunjukan kemampuan suatu bank dalam menutupi setiap risiko
yang terjadi atas kegiatan operasional dalam pengembangan usahanya.
Bank yang mampu menutupi risiko dengan dana modalnya
menunjukan bank tersebut dalam keadaan sehat. Data operasional yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syariah, yaitu dari Juni
2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen
perbulan.
c. Inflasi (X3)
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-
harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian. Atau kenaikan harga
barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Data tentang
inflasi yang digunakan adalah data laju inflasi dalam persen yang
terjadi di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari data pada Bank Indonesia yang dapat diakses pada
situs www.bi.go.id. Data ini berupa data bulanan, yaitu dari Juni 2009
sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen per bulan.
66
d. Nilai Tukar Rupiah (X4)
Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing adalah nilai mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini adalah
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Data operasional yang
digunakan berupa data bulanan, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015
yang dinyatakan dalam bentuk rupiah. Data ini diperoleh dari data
pada Bank Indonesia yang dapat diakses pada situs www.bi.go.id.
e. Tingkat Bagi Hasil (X5)
Tingkat bagi hasil adalah sebuah bentuk pengembalian dari kontrak
investasi berdasarkan suatu periode tertentu dengan karakteristiknya
yang tidak tetap dan tidak pasti besar kecilnya perolehan tersebut.
Besarnya ketentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan sesuai kesepakatan bersama tanpa adanya unsur paksaan.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik
Perbankan Syariah, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang
dinyatakan dalam bentuk persen.
67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini data diolah secara elektronik dengan menggunakan
Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22 untuk mempercepat
mendapatkan perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang
diteliti. Pembiayaan mudharabah pada BPRS menjadi variabel dependen.
Sementara itu yang menjadi variabel independen dana pihak ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi
hasil. Hasil dan pembahasan masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama di mana ada yang
bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana) dan sebagai mudharib
(pengelola dana) dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah bagi
hasil yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Apabila pembiayaan
mudharabah dapat dilaksanakan dengan maksimal akan menggerakan
sektor ekonomi riil yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan dan
menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran. Perkembangan
pembiayaan mudharabah pada BPRS dapat dilihat pada gambar berikut:
68
Gambar 4.1
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BPRS
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar tersebut dapat kita ketahui bahwa pembiayaan
mudharabah yang disalurkan oleh BPRS di Indonesia dari tahun 2009
hingga 2015 secara umum terus mengalami kenaikan. Mulai dari Juni
2009 yaitu sebesar 50.170 milyar dan terus meningkat menjadi 69.549
milyar pada Oktober 2010. Namun pada November 2010 sampai Februari
2011 mengalami penurunan menjadi 63.080 milyar. Kemudian bergerak
naik kembali menjadi 79.774 milyar pada Agustus 2011 dan kembali turun
lagi hingga awal tahun 2012. Pada Januari sampai Juni 2015 pembiayaan
mudharabah terus meningkat dari 118.415 milyar menjadi 158.936 milyar.
Perkembangan pembiayaan mudharabah memang berfluktuasi. Tetapi
secara keseluruhan pembiayaan mudharabah terus menunjukkan
peningkatan yang cukup menggembirakan dan tidak ada penurunan yang
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah pada
BPRS telah berkembang dengan baik.
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
Jun
-09
Okt
-09
Feb
-10
Jun
-10
Okt
-10
Feb
-11
Jun
-11
Okt
-11
Feb
-12
Jun
-12
Okt
-12
Feb
-13
Jun
-13
Okt
-13
Feb
-14
Jun
-14
Okt
-14
Feb
-15
Jun
-15
Mily
ar
Periode
Pembiayaan Mudharabah
69
2. Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK merupakan dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Pada
BPRS, dana pihak ketiga ini hanya dalam bentuk tabungan dan deposito.
Dana ini biasanya menjadi dana terbesar yang dimiliki oleh bank atau
BPRS. Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat. Perkembangan DPK pada BPRS di Indonesia dari
tahun 2009 hingga 2015 dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPRS
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa perkembangan DPK yang
berhasil dihimpun oleh BPRS di Indonesia secara keseluruhan terus
mengalami peningkatan. Hampir setiap tahunnya meningkat, dari Juni
2009 hingga April 2014 yaitu sebesar 1.082.786 milyar menjadi 3.734.325
milyar. DPK pada BPRS sedikit mengalami penurunan pada bulan Mei
hingga Juli 2014 namun kembali mengalami kenaikan hingga April 2015
yaitu sebesar 4.204.807 milyar. Perkembangan DPK pada BPRS
0500.000
1.000.0001.500.0002.000.0002.500.0003.000.0003.500.0004.000.0004.500.000
Jun
-09
No
p-0
9
Ap
r-1
0
Sep
-10
Feb
-11
Jul-
11
De
s-1
1
Me
i-1
2
Okt
-12
Mar
-13
Agu
st-1
3
Jan
-14
Jun
-14
No
p-1
4
Ap
r-1
5
Mily
ar
Periode
DPK
70
menunjukkan bahwa meskipun BPRS merupakan lembaga keuangan
mikro namun kepercayaan dan minat masyarakat untuk menyimpan
dananya di BPRS semakin baik dan terus meningkat. Semakin banyak
dana yang dapat dihimpun oleh bank semakin besar pula pembiayaan yag
disalurkan oleh bank kepada masyarakat.
3. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal pada
bank maupun BPRS yang berfungsi untuk menutupi risiko kerugian dari
aktiva produktif, misalnya pemberian pembiayaan. Nilai CAR yang tinggi
dapat meningkatkan cadangan kas untuk memperluas pembiayaan yang
diberikan oleh bank. Sehingga tingkat profitabilitas bank juga akan
semakin meningkat. Perkembangan CAR pada BPRS selama periode
2009-2015 dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.3
Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPRS
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
Jun
-09
Okt
-09
Feb
-10
Jun
-10
Okt
-10
Feb
-11
Jun
-11
Okt
-11
Feb
-12
Jun
-12
Okt
-12
Feb
-13
Jun
-13
Okt
-13
Feb
-14
Jun
-14
Okt
-14
Feb
-15
Jun
-15
Pe
rse
n
Periode
CAR
71
Gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi kenaikan CAR secara
signifikan pada tahun 2009, yaitu pada bulan september sebesar 30,27%
meningkat secara signifikan menjadi 43,86% pada Oktober 2009. Namun
terjadi penurunan yang signifikan pula pada November 2009, nilai CAR
menjadi 34,57%. Kemudian dari tahun 2010 hingga 2015 tingkat
perkembangan CAR pada BPRS di Indonesia cenderung mengalami
penurunan. Selama periode 2010-2015, nilai CAR tertinggi terjadi pada
bulan Februari 2010, yaitu sebesar 33,25%. Kemudian mengalami
penurunan menjadi 30,80% pada Januari 2011. Nilai CAR terus bergerak
turun hingga mencapai 21,73% pada bulan Juni 2015. Walaupun nilai
CAR terus mengalami penurunan, kondisi tersebut masih aman karena
Bank Indonesia menetapkan besarnya modal minimum yang wajib
disediakan oleh bank adalah sebesar 8%.
4. Inflasi
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang hampir dihadapi oleh semua
negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Inflasi adalah
proses meningkatnya harga-harga barang secara umum dan berlangsung
terus menerus. Tingkat inflasi yang masih rendah atau dibawah 10%
pertahun masih dapat dengan mudah dikendalikan. Namun inflasi yang
sudah mencapai dua digit ke atas, harus segera diatasi karena dapat
menurunkan kesejahteraan masyarakat dan mengganggu stabilitas
ekonomi suatu negara. Perkembangan inflasi di Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut:
72
Gambar 4.4
Perkembangan Inflasi di Indonesia
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar di atas pergerakan inflasi di Indonesia dari tahun
2009 hingga 2015 berfluktuatif. Dari tahun ke tahun terus mengalami
perubahan. Mulai Juni 2009 tingkat inflasi sebesar 3,65% kemudian
sampai akhir tahun 2009 turun menjadi 2,78%. Selama tahun 2010 tingkat
inflasi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari sekitar 3%
meningkat menjadi 6%. Tetapi pada tahun 2011 hingga Februari 2012
inflasi mengalami penurunan menjadi 3,56%. Kenaikan yang cukup besar
terjadi pada bulan Juni sampai Juli 2013 yaitu dari 5,90 % menjadi 8,61%.
Namun pada awal tahun 2015 tingkat inflasi kembali turun lagi ke angka
6,29%. Meskipun di Indonesia sering terjadi kenaikan harga barang-barang
tetapi tingkat inflasi di Indonesia masih tergolong ke dalam inflasi yang
rendah karena masih berada di bawah angka 10.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Jun
-09
Okt
-09
Feb
-10
Jun
-10
Okt
-10
Feb
-11
Jun
-11
Okt
-11
Feb
-12
Jun
-12
Okt
-12
Feb
-13
Jun
-13
Okt
-13
Feb
-14
Jun
-14
Okt
-14
Feb
-15
Jun
-15
Pe
rse
n
Periode
Inflasi
73
5. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar atau kurs menunjukkan seberapa besar rupiah yang
diperlukan untuk memperoleh mata uang asing. Kurs yang berlaku di
Indonesia saat ini adalah sistem kurs mengambang terkendali, yaitu kurs
valuta asing ditentukan oleh kekuatan pasar sampai pada tingkat tertentu
dan jika telah melampaui batas akan segera distabilkan oleh intervensi
pemerintah. Perkembangan nilai tukar rupiah di Indonesia dari 2009
sampai 2015 dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.5
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) di Indonesia
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat bahwa perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika dari tahun 2009 hingga 2015
cenderung melemah. Pada Juni 2009 nilai tukar rupiah berada di level Rp
10.257,59 dan terus menguat menjadi Rp 8.574,79 pada Agustus 2011.
Sepanjang tahun 2012 sampai awal tahun 2015 nilai tukar rupiah terus
melemah dari Rp 9.154,70 menjadi Rp 12.641,95. Hingga pada bulan Juni
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Jun
-09
Okt
-09
Feb
-10
Jun
-10
Okt
-10
Feb
-11
Jun
-11
Okt
-11
Feb
-12
Jun
-12
Okt
-12
Feb
-13
Jun
-13
Okt
-13
Feb
-14
Jun
-14
Okt
-14
Feb
-15
Jun
-15
Ru
pia
h
Periode
Kurs
74
2015 nilai tukar rupiah terhadap dollar kembali melemah, mencapai Rp
13.379,95. Angka ini menjadi angka tertinggi selama periode 2009-2015.
Melemahnya nilai tukar rupiah ini disebabkan karena kondisi ekonomi
Amerika yang semakin membaik sehingga dollar kembali menguat. Selain
itu, neraca perdagangan negara mengalami defisit. Produk impor masih
membanjiri pasaran, sementara tingkat ekspor negara kita masih rendah.
6. Tingkat Bagi Hasil
Tingkat bagi hasil adalah prosentase pembagian hasil atas keuntungan
yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya ketentuan
porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan
bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak
tanpa adanya unsur paksaan. Prinsip bagi hasil inilah yang membedakan
antara bank konvensional dengan bank syariah. Perkembangan tingkat
bagi hasil pada BPRS di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.6
Perkembangan Tingkat Bagi Hasil pada BPRS
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Jun
-09
Okt
-09
Feb
-10
Jun
-10
Okt
-10
Feb
-11
Jun
-11
Okt
-11
Feb
-12
Jun
-12
Okt
-12
Feb
-13
Jun
-13
Okt
-13
Feb
-14
Jun
-14
Okt
-14
Feb
-15
Jun
-15
Pe
rse
n
Periode
Tingkat Bagi Hasil
75
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa perkembangan
tingkat bagi hasil pada BPRS di Indonesia berfluktuasi. Selama periode
2009-2015, tingkat bagi hasil tertinggi terjadi pada bulan Juli 2011 yaitu
sebesar 23,52%. Tingkat bagi hasil mengalami penurunan pada September
2011 yaitu sebesar 23,33% turun menjadi 15,81% pada Juni 2011. Tingkat
terendah bagi hasil terjadi pada bulan Juli 2014 yaitu hanya 14,73%.
Besarnya tingkat bagi hasil yang diterima setiap bulannya berbeda-beda.
Adakalanya bagi hasil yang diterima jumlahnya besar dan adakala
jumlahnya kecil. Hal ini karena bagi hasil yang dibagikan kepada nasabah
tergantung pada keuntungan usaha yang diperoleh.
B. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan analisis regresi linier berganda dan pengujian
hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk
mengetahui apakah data setiap variabel layak digunakan atau tidak dalam
penelitian ini. Selain itu, uji asumsi klasik penting dilakukan untuk
menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum
(Best Linier Unbiased Estimator = BLUE) yang berarti model regresi tidak
mengandung masalah. Hasil pengujian asusmsi klasik dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual yang
telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak.
Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual
76
terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan uji normalitas dengan pendekatan
Normal P-P Plot dan uji Kolmogorov-Smirnov.
1) Analisis grafik dengan Normal P-P Plot
Gambar 4.7
Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot
Berdasarkan gambar Normal P-P Plot di atas menunjukkan bahwa
sebaran titik-titik relatif mendekati garis lurus. Hal ini menunjukkan
bahwa (data) residual yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi
normal.
Kelemahan dari uji normalitas dengan Normal P-P Plot terletak pada
kriteria dekat/jauhnya sebaran titik-titik. Tidak ada batasan yang jelas
mengenai dekat atau jauhnya sebaran titik-titik tersebut sehingga sangat
dimungkinkan terjadi kesalahan penarikan kesimpulan. Untuk lebih
77
meyakinkan bahwa data sudah berdistribusi normal maka dilakukan pula
uji normalitas dengan menggunakan uji Komogorov-Smirnov.
2) Uji Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.1
Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Standardized
Residual
N 72
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .96414598
Most Extreme Differences Absolute .073
Positive .073
Negative -.072
Test Statistic .073
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
(Asymp. Sig. 2-tailed) adalah sebesar 0,200 lebih besar dari α 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel independen dan dependen
dalam penelitian ini merupakan data yang berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya
korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model
regresi linier berganda. Model regresi yang baik adalah tidak mengandung
multikolinieritas. Untuk menguji multikoinieritas dapat dilihat dari nilai
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi
78
dikatakan terbebas dari masalah multikolinieritas apabila nilai Tolerance >
0,01 atau nilai VIF < 10. Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas:
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai Tolerance masing-
masing variabel bebas (DPK, CAR, Inflasi, Kurs dan TBH) lebih besar
dari 0,10. Begitu pula dengan nilai VIF variabel bebas (DPK, CAR,
Inflasi, Kurs dan TBH) lebih kecil dari 10. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi multikolinieritas pada semua variabel bebas tersebut.
Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi dengan OLS, maka model regresi
linier yang baik adalah terbebas dari adanya multikolinieritas. Dengan
demikian, model regresi yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari
masalah multikolinieritas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika residualnya mempunyai varians
79
yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak
sama/berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang
baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisistas. Untuk menguji asumsi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis
grafik scatter plot dan uji Glejser.
1) Grafik Scatterplot
Ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat
dari titik-titik yang membentuk pola gambar pada Scatterplot. Apabila
titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu (bergelombang,
kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Tetapi, apabila
tidak ada pola tertentu dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka
0 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat
dilihat pada gambar Scatterplot, seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.8
Hasil Uji Heteroskedastisitas
80
Pada gambar 4.8 terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk suatu
pola/alur tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak
terjadi heteriskedastisitas atau dengan kata lain terjadi homoskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas dengan scatterplot ini rentan mengalami
kesalahan dalam penarikan kesimpulannya. Hal ini karena penentuan ada
tidaknya pola/alur atas titik-titik yang ada pada gambar sangat bersifat
subjektif. Bisa saja sebagian orang mengatakan tidak ada pola, tapi
sebagian lainnya mengatakan ada pola yang terbentuk. Sehingga dalam
penelitian ini, penulis juga menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi
terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model.
2) Uji Glejser
Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel
independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara
variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak
terjadi masalah heteroskedastisitas.
Tabel 4.3
Hasil Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.581 .277 -2.101 .039
DPK .017 .027 .217 .644 .522
CAR .110 .091 .290 1.203 .233
Inflasi .101 .124 .116 .814 .419
Kurs .079 .054 .308 1.466 .147
TBH .213 .107 .289 1.985 .051
a. Dependent Variable: absres
81
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai t hitung DPK = 0,644, CAR
= 1,203, inflasi = 0,814, kurs = 1,466 dan TBH = 1,985. Sedangkan Nilai t
tabel dicari pada distribusi nilai t tabel dengan df = N – k atau 73 – 6
dengan signifikansi 0,05 maka diperoleh nilai t tabel = 1,996. Berdasarkan
uji heteroskedastisitas dengan metode Glesjer diperoleh nilai t hitung lebih
kecil t tabel, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas. Begitupula nilai signifikansi masing-masing variabel
bebas (DPK, CAR, inflasi, kurs dan TBH) lebih besar dari 0,05, yang
berarti dapat disimpulkan bahwa pada model regresi linier tidak terjadi
gejala heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam
kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi
antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain.
Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan
variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan
satu dengan variabel gangguan yang lain.1 Dalam penelitian ini metode
yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi adalah
dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW). Hasil uji autokorelasi dengan
nilai Durbin-Watson (DW) dapat dilihat pada tabel hasil output SPSS
berikut ini:
1 Agus Widarjono, Ekonometrika, hal. 141
82
Tabel 4.4
Hasil Uji Durbin-Watson
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .980a .961 .958 .0263691 .612
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
b. Dependent Variable: PM
Berdasarkan tabel 4.4, nilai Durbin-Watson yang tertera pada output
SPSS adalah sebesar 0,612. Nilai Durbin-Watson tersebut berada pada
kisaran -2 dan +2, maka tidak terjadi masalah autokorelasi dan model
regresi layak digunakan.
C. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dilihat
pada hasil output SPSS sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.156 .510 6.184 .000
DPK .542 .049 .778 10.987 .000
CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017
Inflasi .178 .228 .024 .782 .437
Kurs .282 .099 .126 2.842 .006
TBH .202 .198 .031 1.022 .310
a. Dependent Variable: PM
83
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada tabel 4.5 di atas,
estimasi persamaan regresi yang didapatkan adalah sebagai berikut:
PM = 3,156 + 0,542 DPK – 0,413 CAR + 0,178 Inflasi + 0,282 Kurs + 0,202
TBH
Dari persamaan regresi di atas dapat dinyatakan nilai koefisien regresinya
sebagai berikut:
a. Nilai konstanta sebesar 3,156, berarti jika setiap variabel independen
konstan bernilai nol atau tidak ada pengaruh dari variabel independen,
maka akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 3,156.
b. Nilai koefisisen variabel DPK sebesar 0,542, berarti setiap peningkatan
1% DPK akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,542
dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
c. Nilai koefisisen variabel CAR sebesar -0,413, berarti setiap peningkatan
1% CAR akan menurunkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,413
dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
d. Nilai koefisisen variabel inflasi sebesar 0,178, berarti setiap peningkatan
1% inflasi akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,178
dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
e. Nilai koefisisen variabel nilai tukar rupiah sebesar 0,282, berarti setiap
peningkatan 1% kurs rupiah akan meningkatkan pembiayaan
mudharabah sebesar 0,282 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan
konstan.
84
f. Nilai koefisisen variabel tingkat bagi hasil sebesar 0,202, berarti setiap
peningkatan 1% tingkat bagi hasil akan meningkatkan pembiayaan
mudharabah sebesar 0,202 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan
konstan.
D. Pengujian Hipotesis
1. Uji t (Parsial)
Uji t bertujuan untuk menguji apakah setiap variabel independen
secara masing-masing (parsial) memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel atau dapat juga menggunakan
pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu
sebesar 5%. Hasil uji t dari output SPSS dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji t
B
E
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.156 .510 6.184 .000
DPK .542 .049 .778 10.987 .000
CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017
Inflasi .178 .228 .024 .782 .437
Kurs .282 .099 .126 2.842 .006
TBH .202 .198 .031 1.022 .310
a. Dependent Variable: PM
85
Berdasarkan tabel di atas, besarnya pengaruh masing-masing variabel
independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah
Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung
variabel dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,987. Tabel distribusi t
dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df)
(n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996.
Karena t hitung > t tabel atau 10,987 > 1,996 maka Ho ditolak dan Ha
diterima, yang berarti DPK berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
Variabel DPK mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih kecil
dibandingkan alpha (α) yaitu 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak yang
artinya variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
b. Pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah
Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung
variabel capital adequacy ratio (CAR) sebesar -2,457. Tabel distribusi
t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan
(df) (n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar
1,996. Karena t hitung > t tabel atau 2,457 > 1,996 maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang berarti CAR berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
86
Variabel CAR mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih kecil
dibandingkan alpha (α) yaitu 0,017 < 0,05 maka Ho ditolak yang
artinya variabel CAR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
c. Pengaruh inflasi terhadap pembiayaan mudharabah
Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung
variabel inflasi sebesar 0,782. Tabel distribusi t dicari pada tingkat
kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72–
5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung
< t tabel atau 0,782 < 1,996 maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang
berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah.
Variabel inflasi mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih besar
dibandingkan alpha (α) yaitu 0,437 > 0,05 maka Ho diterima yang
artinya variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pembiayaan mudharabah.
d. Pengaruh nilai tukar rupiah (kurs) terhadap pembiayaan mudharabah
Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung
variabel nilai tukar rupiah sebesar 2,842. Tabel distribusi t dicari pada
tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1)
atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena
t hitung > t tabel atau 2,842 > 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
yang berarti nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
87
Variabel nilai tukar rupiah mempunyai nilai probabilitas (Sig.)
lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,006 < 0,05 maka Ho ditolak
yang artinya variabel nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
e. Pengaruh tingkat bagi hasil (TBH) terhadap pembiayaan mudharabah
Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung
variabel tingkat bagi hasil sebesar 1,022. Tabel distribusi t dicari pada
tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1)
atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena
t hitung < t tabel atau 1,022 < 1,996 maka Ho diterima dan menolak
Ha, yang berarti tingkat bagi hasil tidak berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah.
Variabel tingkat bagi hasil mempunyai nilai probabilitas (Sig.)
lebih besar dibandingkan alpha (α) yaitu 0,310 > 0,05 maka Ho
diterima yang artinya variabel tingkat bagi hasil tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
2. Uji F (Simultan)
Uji F dilakukan untuk menguji apakah variabel independen yang
digunakan dalam model secara bersama-sama (simultan) mampu
menjelaskan perubahan nilai variabel dependen. Pengujian ini dilakukan
dengan membandingkan t hitung dengan t tabel atau dapat juga
menggunakan pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang
digunakan yaitu sebesar 5%. Berikut hasil uji F dari output SPSS:
88
Tabel 4.7
Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.138 5 .228 327.200 .000b
Residual .046 66 .001
Total 1.183 71
a. Dependent Variable: PM
b. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh F hitung sebesar 327,200. Tabel
distribusi F dicari pada tingkat kepercayaan α = 5%, df1 (k-1) atau 6-1 = 5
dan df2 (n-k) = 66, maka diperoleh nilai F tabel sebesar 2,35. F hitung > F
tabel yaitu 327,200 > 2,35 maka Ho ditolak dan menerima Ha. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah
(kurs) dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah, maka model regresi bisa digunakan untuk
memprediksi pembiayaan mudharabah.
Jika dilihat dari nilai probabilitas (Sig.) diketahui bahwa nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000 < 0,05 sehingga memiliki
kesimpulan yang sama bahwa model regresi layak digunakan untuk
memprediksi pembiayaan mudharabah.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Secara statistik untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari besarnya
koefisien korelasi ganda atau R2. Apabila koefisien determinasi sama
89
dengan nol (R2 = 0), artinya variabel Y tidak dapat diterangkan oleh X
sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variabel Y secara keseluruhan
dapat diterangkan oleh X. Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh
nilai Adjusted R-square. Berikut hasil uji R2 :
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .980a .961 .958 .0263691
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
b. Dependent Variable: PM
Pada tabel di atas, nilai Adjusted R-square sebesar 0,958 atau 95,8%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah dapat
dijelaskan atau dipengaruhi oleh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah
dan tingkat bagi hasil sebesar 95,8%. Sedangkan sisanya sebesar 4,2%
(100% - 95,8% = 4,2%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini.
E. Pembahasan
1. Pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Mudharabah
Dalam penelitian ini, hasil perhitungan uji t variabel DPK
mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap komposisi
pembiayaan mudharabah pada BPRS. Hal ini karena tugas utama dari
sebuah bank syariah adalah melakukan kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana. Menurut Antonio dan Muhamad yang dikutip oleh Dita
90
Andraeny salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan
adalah simpanan (DPK).2 Sehingga semakin tinggi dana pihak ketiga
yang berhasil dihimpun oleh bank syariah atau BPRS maka semakin
tinggi pula pembiayaan yang disalurkan termasuk pembiayaan
mudharabah. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Mufqi Firaldi (2013) bahwa DPK berpengaruh positif secara
signifikan terhadap pembiayaan yang diberikan oleh BPRS.
2. Pengaruh CAR terhadap Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan hasil perhitungan uji t menunjukkan bahwa variabel
CAR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komposisi
pembiayaan mudharabah pada BPRS. Hubungan antara CAR dengan
pembiayaan mudharabah pada BPRS bersifat negatif. Modal yang
dimiliki oleh sebuah bank harus cukup untuk memenuhi fungsi dasar,
yaitu membiayai organisasi serta kegiatan operasional bank dan fungsi
perlindunganlah yang paling penting. Dana modal harus mencukupi untuk
menyerap kerugian dan menjamin keamanan dana para deposan. Untuk
mengantisipasi risiko yang cukup besar dalam pembiayaan mudharabah,
maka BPRS menggunakan modalnya untuk membiayai kegiatan
operasional lain yang risikonya lebih rendah. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekarina Katmas (2014) yang
menyatakan bahwa dalam jangka pendek maupun panjang berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap pembiayaan.
2 Dita Andraeny, Analisis Pengaruh DPK, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing
Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Di
Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi (Juli: 2011), hal. 7
91
3. Pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan uji t variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS.
Berapapun tingkat inflasi yang terjadi tidak akan mempengaruhi
pembiayaan mudharabah pada BPRS di Indonesia. Hal ini dapat
dibuktikan sepanjang tahun 2011 tingkat inflasi di Indonesia mengalami
penurunan dari 6% menjadi 3% dan pada saat itu pembiayaan
mudharabah mengalami kenaikan dari 63 milyar menjadi 75 milyar.
Kemudian ketika inflasi mengalami kenaikan pada tahun 2013, jumlah
pembiayaan mudharabah tetap bergerak naik. Hal ini juga sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufqi Firaldi (2013) bahwa inflasi
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan yang
disalurkan oleh BPRS di Indonesia.
4. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Pembiayaan Mudharabah
Dalam penelitian ini, hasil perhitungan uji t variabel nilai tukar
rupiah (kurs) mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap
komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS. Kurs ini selalu bergerak,
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dalam masa-masa tertentu, seperti
ketika sedang terjadi gejolak ekonomi, kurs dapat berubah dengan cepat
naik dan turun. Kurs mempunyai hubungan yang positif dengan
pembiayaan mudharabah, sehingga ketika kurs menguat 1% maka akan
menaikkan komposisi pembiayaan mudharabah sebesar 0,282. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Andriani (2010) yang
92
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah (kurs) berpengaruh positif secara
signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Dengan menguatnya kurs
rupiah khususnya terhadap dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan
stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan menurunkan risiko
berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan
meningkatkan pembiayaan mudharabah.3
5. Pengaruh Tingkat Bagi Hasil terhadap Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan hasil perhitungan uji t menunjukkan bahwa variabel
tingkat bagi hasil (TBH) mempunyai hubungan yang positif dengan
pembiayaan mudharabah namun tidak signifikan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada
BPRS maka tidak akan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Andriani
(2010) bahwa tingkat bagi hasil juga tidak berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nur Gilang Giannini (2013) bahwa tingkat
bagi hasil secara parsial berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
3 Lia Andriani, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009 (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2010)
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh DPK, CAR, inflasi, nilai
tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah pada
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) periode 2009 – 2015, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel DPK mempunyai nilai koefisien sebesar 0,542 dan nilai t hitung
sebesar 10,987 lebih besar dari t tabel atau 10,987 > 1,996. Begitu pula
dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α)
yaitu 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. Artinya dapat disimpulkan bahwa
variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap
pembiayaan mudharabah.
2. Variabel CAR mempunyai nilai koefisien sebesar -0,413 dan nilai t
hitung sebesar 2,457 lebih besar dari t tabel atau 2,457 > 1,996. Begitu
pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha
(α) yaitu 0,017 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel CAR
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah
atau Ho ditolak.
3. Variabel inflasi mempunyai nilai koefisien sebesar 0,178 dan nilai t
hitung sebesar 0,782 lebih kecil dari t tabel atau 0,782 < 1,996. Begitu
pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih besar dibandingkan alpha
94
(α) yaitu 0,437 > 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha. Artinya bahwa
variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah.
4. Variabel nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai nilai koefisien sebesar
0,282 dan nilai t hitung sebesar 2,842 lebih besar dari t tabel atau 2,842 >
1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil
dibandingkan alpha (α) yaitu 0,006 < 0,05 maka Ho ditolak dan dapat
disimpulkan bahwa variabel kurs mempunyai pengaruh yang signifikan
positif terhadap pembiayaan mudharabah.
5. Variabel tingkat bagi hasil (TBH) mempunyai nilai koefisien sebesar
0,202 dan nilai t hitung sebesar 1,022 lebih kecil dari t tabel atau 1,022 <
1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih besar
dibandingkan alpha (α) yaitu 0,310 > 0,05 maka Ho diterima, yaitu dapat
disimpulkan bahwa variabel tingkat bagi hasil tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
6. Berdasarkan hasil uji F, variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah
dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama (simultan) berpengaruh
signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai F hitung > F tabel yaitu 327,200 > 2,35 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,000 < 0,05, maka Ho diterima.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian yang
diperoleh, penulis memberikan beberapa saran yang sekiranya dapat
95
mendorong pertumbuhan pembiayaan khususnya pembiayaan mudharabah
pada bank syariah dan BPRS di Indonesia serta penelitian selanjutnya. Saran-
saran tersebut antara lain:
1. BPRS sebagai lembaga keuangan mikro syariah sangat membantu para
pengusaha mikro, kecil dan menengah. Untuk itu pengelolaan BPRS
harus dilaksanakan dengan baik seperti tetap menjaga likuiditasnya dan
mempunyai SDM yang ahli dibidangnya agar BPRS tetap bisa
memberikan layanan jasa keuangan khususnya memberikan pembiayaan
kepada para pengusaha kecil untuk mendapatkan tambahan modal.
2. Sebagai lembaga keuangan syariah yang menganut sistem bagi hasil baik
bank maupun BPRS, seharusnya komposisi pembiayaan mudharabah
lebih ditingkatkan. Karena pembiayaan mudharabah merupakan
pembiayaan produktif yang dapat menggerakan perekonomian dengan
membuka lapangan pekerjaan baru sehingga pengangguran berkurang.
3. Untuk meningkatkan pembiayaan mudharabah, BPRS harus
meningkatkan CAR nya. Karena dalam penelitian ini data CAR pada
BPRS dari tahun 2010 hingga 2015 terus mengalami penurunan.
4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan memperpanjang waktu
pengamatan penelitian serta menambah variabel internal dan eksternal
yang diteliti. Selain itu dapat juga dibedakan antara skim pembiayaan
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
96
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2013. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi . Yogyakarta: BPFE.
Ali, Muhidin Sambas . 2011. Analisis Korelasi, Regresi Dan Jalur Dalam
Penelitian . Bandung: CV. Pustaka Setia.
Andriani, Lia. 2010. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode
2003-2009. Skripsi S1 UIN Jakarta.
Andraeny, Dita. 2011. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil,
Dan Non Performing Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis
Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi XIV Aceh.
Annonimus. 2011. Undang-Undang RI tentang Perbanakan Syariah.
Yogyakarta:Pustaka.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2009. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Arifin, Zainul. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. . Jakarta: Pustaka
Alvabet.
Arthesa, Ade dan Edia Handiman. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah: Komposisi Pembiayaan Yang
Diberikan Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah Periode Juni
2015.
97
__________. Statistik Perbankan Syariah: Komposisi Pembiayaan Yang
Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Periode Juni 2015.
Budiasih, Yanti. 2012. Statistika Deskriptif Untuk Ekonomi & Bisnis. Tangerang:
Jelajah Nusa.
Darmawi, Herman. 2012. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djazuli dan Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Firaldi, Mufqi. 2013. Analisis Pengaruh Jumlah DPK, NPF Dan Tingkat Inflasi
Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Di Indonesia.Skripsi S1 UIN, Jakarta.
Giannini, Nur Gilang. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan
Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Accounting
Analysis Journal.
Huda, Nurul. 2008. Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta:
KENCANA
Ihsan, Dwi Nur’aini. 2013. Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah.
Jakarta: UIN JAKARTA PRESS.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: KENCANA.
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada.
__________. 2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
98
Katmas, Ekarina. 2014. Pengaruh Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap
Volume Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia. Skripsi S1 UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Khamdi. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di IndonesiaPendekatan Error
Correction Model. Skripsi UMY, Yogyakarta.
Kurniawanti, Agustina dan Zulfikar. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Bank
Umum Syariah Di Indonesia. Syariah Paper Accounting UMS, Surakarta.
Lubis, Sukawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
Manurung, Mandala & Prathama Raharja. 2004. Pengantar Makro Ekonomi.
Jakarta: LPPE-UI.
__________. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi.
Jakarta: LPFEUI.
Meiranto, Wahyu & I Made Pratista Yuda .2010. Pengaruh Faktor Internal Bank
Terhadap Kredit Yang Disalurkan (Studi Empiris Pada Bank Yang
Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia). Jurnal Akutansi Dan Auditing
Volume 7 Nomor .
Muhammad. 2005. Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah. Yogyakarta :
BPFE.
__________. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
99
Pratama, Billi Arma. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Bank Umum di Indonesia
Periode tahun 2005-2009). Tesis S2 Universitas Diponegoro, Semarang.
Pratin dan Akhyar Adnan. 2005. Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri,
NPL, Prosentase Bagi Hasil Dan Mark Up Keuntungan Terhadap
Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat
Indonesia. Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen.
Purwoko, Didi & Muhammad Akhyar Adnan. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif
Manajemen Bank Syariah Dengan Pendekatan Kritis. Jurnal Akuntansi &
Investasi Vol. 14.
Slamet, Riyadi. 2006. Banking Assets And Liability Management. Jakarta: LPFE
UI.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Jakarta: Buku Kita.
__________.2010. Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Usman, Hardius dan Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer Dan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta : LPFEUI.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika . Yogyakarta: EKONOSIA.
Yuliadi, Imamudin. 2008. Ekonomi Moneter. Jakarta : PT Macanan Jaya
Cemerlang.
100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Data yang digunakan dalam penelitian.
Periode Pembiayaan
Mudharabah DPK CAR Inflasi Kurs TBH
Jun-09 12,0345 0,2815 0,0365 4,0110 0,2000
Jul-09 10,7006 12,0510 0,3245 0,0271 4,0070 0,2004
Agust-09 10,7203 12,0569 0,3126 0,0275 4,0012 0,1924
Sep-09 10,7219 12,0637 0,3027 0,0283 3,9978 0,1933
Okt-09 10,7376 12,0798 0,4386 0,0257 3,9791 0,1958
Nop-09 10,7284 12,0894 0,3457 0,0241 3,9785 0,1963
Des-09 10,7225 12,0971 0,2998 0,0278 3,9779 0,1859
Jan-10 10,7266 12,1084 0,308 0,0372 3,9695 0,1910
Feb-10 10,7461 12,1173 0,3325 0,0381 3,9729 0,1865
Mar-10 10,7666 12,1173 0,3135 0,0343 3,9647 0,1902
Apr-10 10,7639 12,1292 0,307 0,0391 3,9577 0,1831
Mei-10 10,7757 12,1416 0,296 0,0416 3,9652 0,1742
Jun-10 10,8025 12,1417 0,2964 0,0505 3,9635 0,1759
Jul-10 10,8065 12,1519 0,292 0,0622 3,9588 0,1823
Agust-10 10,8105 12,1449 0,2717 0,0644 3,9551 0,1798
Sep-10 10,8241 12,1637 0,291 0,058 3,9552 0,1886
Okt-10 10,8423 12,1850 0,2625 0,0567 3,9529 0,2002
Nop-10 10,8289 12,1812 0,287 0,0633 3,9534 0,1881
Des-10 10,8160 12,2051 0,2746 0,0696 3,9575 0,1970
Jan-11 10,8032 12,2150 0,3012 0,0702 3,9582 0,1923
Feb-11 10,7999 12,2223 0,2975 0,0684 3,9522 0,2037
Mar-11 10,8127 12,2233 0,2842 0,0665 3,9448 0,1994
Apr-11 10,8334 12,2305 0,2771 0,0616 3,9392 0,2016
Mei-11 10,8400 12,2469 0,2463 0,0598 3,9344 0,2037
Jun-11 10,8584 12,2518 0,2671 0,0554 3,9349 0,1968
Jul-11 10,8833 12,2623 0,2524 0,0461 3,9333 0,2352
Agust-11 10,9019 12,2663 0,2524 0,0479 3,9332 0,2256
Sep-11 10,8892 12,2793 0,2475 0,0461 3,9449 0,2333
Okt-11 10,8901 12,2928 0,2463 0,0442 3,9513 0,2297
Nop-11 10,8771 12,3086 0,2478 0,0415 3,9571 0,2225
Des-11 10,8797 12,3213 0,2349 0,0379 3,9607 0,2102
Jan-12 10,8684 12,3408 0,259 0,0365 3,9616 0,2202
Feb-12 10,8750 12,3531 0,2524 0,0356 3,9576 0,2165
Mar-12 10,8882 12,3652 0,2493 0,0397 3,9643 0,2153
101
Apr-12 10,9090 12,3799 0,2453 0,045 3,9648 0,2095
Mei-12 10,9335 12,3917 0,2328 0,0445 3,9702 0,1650
Jun-12 10,9574 12,3946 0,2433 0,0453 3,9776 0,1581
Jul-12 10,9471 12,4072 0,2436 0,0456 3,9779 0,1671
Agust-12 10,9704 12,4169 0,2448 0,0458 3,9799 0,1700
Sep-12 10,9774 12,4293 0,2526 0,0431 3,9829 0,1699
Okt-12 10,9774 12,4434 0,2504 0,0461 3,9843 0,1772
Nop-12 10,9827 12,4535 0,2387 0,0432 3,9857 0,1706
Des-12 10,9972 12,4680 0,2516 0,043 3,9865 0,1709
Jan-13 10,9798 12,4748 0,2506 0,0457 3,9884 0,1704
Feb-13 10,9638 12,4860 0,2445 0,0531 3,9883 0,1653
Mar-13 10,9722 12,4960 0,241 0,059 3,9894 0,1670
Apr-13 10,9894 12,5020 0,2276 0,0557 3,9900 0,1629
Mei-13 11,0082 12,5073 0,2244 0,0547 3,9917 0,1703
Jun-13 11,0293 12,5064 0,224 0,059 3,9970 0,1734
Jul-13 11,0608 12,5106 0,2209 0,0861 4,0053 0,1831
Agust-13 11,0561 12,5238 0,221 0,0879 4,0263 0,1823
Sep-13 11,0805 12,5329 0,2196 0,084 4,0570 0,1788
Okt-13 11,0590 12,5388 0,224 0,0832 4,0578 0,1780
Nop-13 11,0523 12,5489 0,2463 0,0837 4,0671 0,1806
Des-13 11,0288 12,5642 0,2208 0,0883 4,0845 0,1620
Jan-14 11,0030 12,5646 0,2462 0,0822 4,0878 0,1577
Feb-14 11,0213 12,5694 0,2378 0,0775 4,0790 0,1653
Mar-14 11,0376 12,5758 0,2308 0,0732 4,0601 0,1638
Apr-14 11,0483 12,5722 0,2278 0,0725 4,0604 0,1600
Mei-14 11,0478 12,5660 0,225 0,0732 4,0638 0,1702
Jun-14 11,0701 12,5562 0,2221 0,067 4,0774 0,1706
Jul-14 11,0819 12,5553 0,2186 0,0453 4,0699 0,1473
Agust-14 11,0814 12,5715 0,2178 0,0399 4,0706 0,1650
Sep-14 11,0924 12,5744 0,218 0,0453 4,0774 0,1686
Okt-14 11,0923 12,5800 0,2222 0,0483 4,0866 0,1600
Nop-14 11,0964 12,5858 0,2234 0,0623 4,0870 0,1666
Des-14 11,0880 12,6051 0,2277 0,0836 4,0969 0,1664
Jan-15 11,0734 12,6077 0,2443 0,0696 4,1018 0,1674
Feb-15 11,0732 12,6110 0,2467 0,0629 4,1077 0,1689
Mar-15 11,0933 12,6184 0,2304 0,0638 4,1183 0,1748
Apr-15 11,1265 12,6238 0,2253 0,0679 4,1144 0,1841
Mei-15 11,1576 12,6225 0,2173 0,0715 4,1208 0,1881
Jun-15 11,2012 12,6127 0,2173 0,0726 4,1265 0,1879
102
Hasil output SPSS
DATASET ACTIVATE DataSet1.
DATASET CLOSE DataSet3.
GET
FILE='D:\2016\spss\revisi.sav'.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT.
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT PM
/METHOD=ENTER DPK CAR Inflasi Kurs TBH
/SCATTERPLOT=(*ZRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Regression
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 TBH, CAR, Inflasi,
Kurs, DPKb
. Enter
a. Dependent Variable: PM
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .980a .961 .958 .0263691 .612
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
b. Dependent Variable: PM
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.138 5 .228 327.200 .000b
Residual .046 66 .001
Total 1.183 71
a. Dependent Variable: PM
b. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
103
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 3.156 .510 6.184 .000
DPK .542 .049 .778 10.987 .000 .117 8.535
CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017 .228 4.392
Inflasi .178 .228 .024 .782 .437 .647 1.545
Kurs .282 .099 .126 2.842 .006 .300 3.337
TBH .202 .198 .031 1.022 .310 .624 1.601
a. Dependent Variable: PM
Charts
104
105
Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.581 .277 -2.101 .039
DPK .017 .027 .217 .644 .522
CAR .110 .091 .290 1.203 .233
Inflasi .101 .124 .116 .814 .419
Kurs .079 .054 .308 1.466 .147
TBH .213 .107 .289 1.985 .051
a. Dependent Variable: absres
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Standardized
Residual
N 72
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .96414598
Most Extreme Differences Absolute .073
Positive .073
Negative -.072
Test Statistic .073
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.