pengaruh distribusi ukuran agregat tanah terhadap umur
TRANSCRIPT
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
173
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat Tanah Terhadap Umur
Efektifitas Pengolahan Tanah
Ary Mustofa Ahmad*, Gunomo Djoyowasito, Roni Hadi Harja Wijaya
Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: [email protected]
ABSTRAK
Pengolahan tanah menghasilkan berbagai ukuran agregat tanah (distribusi ukuran agregat
tanah). Distribusi ukuran agregat tanah akan mempengaruhi porositas tanah, keteguhan agregat
tanah akan mempengaruhi kesetabilan porositas tanah, sedangkan ukuran besar kecilnya agregat
tanah akan mempengaruhi persentase pori mikro dan pori makro tanah. Semakin banyak ukuran
agregat tanah yang besar akan meningkatkan pori makro tanah sehingga peningkatan level
permukaan tanah akan lebih tinggi dibanding jika tanah ukuran agregatnya lebih kecil. UEPT
dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, khususnya kemantapan agregat tanah. Sedangkan kemantapan
agregat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah, tekstur tanah. Oleh karena itu perlu
dipelajari nilai distribusi ukuran agregat yang nilai UEPTnya paling tinggi. Dari hasil penelitian
didapatkan nilai distribusi ukuran agregat tanah yang berbeda pada tiap perlakuan, dimana dari
keempat perlakuan tersebut tinggi permukaan tanahnya mengalami kenaikan permukaan tanah,
tetapi berbeda-beda kenaikan antar perlakuan. Tinggi permukaan tanah sebelum diolah untuk
M1R1=11,88 cm, M1R2=12,13 cm, M2R1=12,09 cm, dan M2R2=11,34 cm. setelah diolah semua
perlakuan mengalami kenaikan permukaan tanah untuk M1R1=13,73 cm, M1R2=12,44 cm,
M2R1=18,7 cm, M2R2=14,48 cm. Penurunan permukaan tanah tersebut juga mempengaruhi sifat
fisik tanahnya antara lain porositas dan tegangan geser tanah. Dimana nilai porositas tanah setelah
diolah mengalami kenaikan, tetapi dari minggu ke minggu mengalami penurunan nilainya.
Sedangkan untuk tegangan geser setelah diolah mengalami penurunan nilainya, tetapi untuk setiap
minggunya nilainya mengalami perubahan, dalam 8 minggu nilainya mulai naik. Jadi dapat
disimpulkan bahwa dengan berjalannya waktu, tanah akan mengalami perubahan baik tinggi
permukaan tanahnya ataupun sifat fisik tanahnya.
Kata kunci: Agregat Tanah, distribusi, pengolahan tanah
The Influence Of Aggregate Size Distribution Age Effectiveness
Of Land Management Land
ABSTRACT
Soil processing produces a variety size of soil aggregate (soil aggregate size distribution).
Soil aggregate size distribution will affect soil porosity, soil aggregate persistence will affect
stability of soil porosity, while the size of the soil aggregate will affect the percentage of soil pore
micro and macros. More size of a large soil aggregate will increase pore of macro soil, that level
soil surface increment will be higher than if soil aggregate size is smaller. UEPT influenced by the
physical nature of soil, especially stability of soil aggregate. Meanwhile, stability of aggregate
affected by material organic soil contents, soil texture. Therefore, need to learn the value of the
aggregate size distribution that UEPT value is highest. Research results obtained from the value of
aggregate size distribution of different land at each treatment, where from the fourth treatment is a
high surface to increase the land surface, but the increase varied between treatments. The increase
in the surface soil is caused due to a land that is processing the soil aggregate. During the 2 weeks
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
174
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
high surface decreased each week. In 2 weeks time high surface change, where M1R1 = 10.83 cm;
M1R2 = 10.93 cm; M2R1 = 13.34 cm; and M2R2 = 10.57 cm. The decline in surface soil also affect
the physical nature of the land between the voltage and other porosity land slide. Where is the value
of land after porosity processed increased, but from week to week has decreased in value. While the
voltage to move the processed after a drop in value, but for each week's value changes, the value is
in 8 days start rising. So it can be concluded that with time, the land will be changed in both high-
surface soil or the physical nature of the land.
Key words: Distribution, soil aggregation, soil processing
PENDAHULUAN
Pengolahan tanah adalah pekerjaan membuka dan membalik tanah untuk menciptakan
kondisi yang baik bagi pembibitan dan pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah menghasilkan
berbagai ukuran agregat tanah (distribusi ukuran agregat tanah). Distribusi ukuran agregat tanah
akan mempengaruhi porositas tanah, keteguhan agregat tanah akan mempengaruhi kestabilan
porositas tanah, sedangkan ukuran besar kecilnya agregat tanah akan mempengaruhi persentase
pori mikro dan pori makro tanah. Semakin banyak ukuran agregat tanah yang besar akan
meningkatkan pori makro tanah sehingga peningkatan level permukaan tanah akan lebih tinggi
dibanding jika tanah ukuran agregatnya lebih kecil.
Alat yang digunakan dalam pengolahan tanah ada bermacam-macam antara lain bajak
singkal, bajak rotari, dan bajak piringan. Alat pengolahan tanah ini mempunyai perbedaan
penggunaannya dalam hal tempat, baik itu di lahan tegalan (tanah kering) maupun lahan sawah
(tanah basah). Mesin penggerak yang digunakan juga berbeda-beda antara lain traktor roda dua
dan traktor roda empat. Jika tanah dibuat profil tanah atau digambar secara vertikal, permukaan
tanah yang dilakukan pengolahan tanah akan meningkat atau naik, hal ini karena porositas tanah
meningkat. Waktu yang dibutuhkan kembalinya posisi permukaan tanah setelah diolah ke posisi
permukaan tanah seperti sebelum diolah disebut umur efektif pengolahan tanah (UEPT).
Umur efektifitas pengolahan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, khususnya
kemantapan agregat tanah. Sedangkan kemantapan agregat dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik tanah, tekstur tanah, oleh karena itu perlu dipelajari nilai distribusi ukuran agregat yang
nilai UEPT-nya paling tinggi.
Tanah adalah bagian kulit bumi yang terkonsolidasi, terdiri dari mineral dan bahan
organik, berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, sumber utama hara tanaman, dan tempat
menyimpan air (Anonim, 2007a). Segumpal tanah biasanya tidak hanya terdiri atas satu fraksi
saja, akan tetapi terdiri atas ketiga fraksi, hanya dalam persentase yang berbeda. Keadaan ini
disebut dengan tektur. Tekstur tanah ialah perbandingan kandungan fraksi pasir debu dan liat
dalam suatu masa tanah. Pada pengamatan yang lebih teliti, pada gumpalan-gumpalan tanah,
terlihat bahwa gumpalan ini tersusun dari bentuk-bentuk tertentu yang beraneka ragam
ukurannya. Secara umum, bentuk-bentuk ini disebut struktur tanah. Cara penyusunan butir-
butir primer, agregat primer dan sekunder yang tidak dapat saling menutup, menimbulkan
ruang-ruang antara yang disebut pori-pori mikro dan makro tanah. Jumlah ruang volume
seluruh pori-pori makro dan mikro dalam tanah dinyatakan dalam persen disebut porositas
tanah. Dengan perkataan lain porositas tanah adalah bagian dari volume tanah (dalam persen)
yang tidak ditempati oleh padatan tanah (Anonim, 2006). Porositas tanah, dan total ruang pori-
pori atau rasio volume pori-pori adalah persentase volume dari total muatan yang tidak
ditempati oleh benda padat. Pori-pori tanah terisi oleh air dan udara.
Untuk perhitungan porositas tanah menggunakan persamaan 1.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
175
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
(1)
Kedalaman olah dan kekasaran permukaan tanah sangan berpengaruh pada daya
kecambah biji. Faktor lain yang menentukan daya tumbuh biji tanaman, rumput-rumputan
adalah distribusi ukuran agregat dan besar kecilnya ukuran agregat dari tanah yang gembur, lain
daripada itu sebaran agregat dan ukurannya juga berpengaruh pada daya pecah agregat (slaking)
dan erosi.(Anonim, 1986).
Tanah Inceptisol adalah jenis tanah muda tetapi lebih berkembang dari Entisol, memiliki
epipedon umbrik, orchrik, molik atau plagen, juga memiliki horizon kambik. Ordo tanah ini
memiliki solum yang tebal, warna tanah terang dan seragam dengan batas-batas horizon kabur,
remah sampai gumpal, gembur, kejenuhan basa kurang dari 50 %, pH berkisar 4,5 – 5,5, dan
kandungan bahan organik kurang dari 1 %.Dari segi fisik, pengolahan tanah merupakan aplikasi
gaya-gaya pada suatu tanah. Ini merupakan suatu batasan yang sederhana, tetapi kerumitan akan
timbul karena pada kenyataannya gaya ini bervariasi atas dasar besarnya, dan arahnya dan gaya
ini akan bekerja pada permukaan tanah yang bervariasi dalam ukuran, bentuk dan kedudukan
tanah, bahkan semua faktor ini dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu (Kuipers, 1983).
Menurut Susilowati (1990), semakin cepat maju traktor maka pisau rotary semakin
kurang memotong tanah sehingga agregat yang dihasilkan berbongkah-bongkah. Kurangnya
pemotongan tanah disebabkan perbedaan kecepatan relatif antara kecepatan putaran pisau rotary
dan kecepatan maju semakin besar.
Power tiller atau hand traktor adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk
mengolah tanah dan lain-lain pekerjaan pertanian dengan menjalankan mesin tersebut dimana
alat pengolahan tanahnya digandengkan atau dipasang di bagian belakangnya. Power tiller
dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk alat-alat lain, sehingga betul-betul
serbaguna.
Untuk perhitungan kecepatan maju traktor menggunakan persamaan 2.
V = s/t (2)
Keterangan:
V = Kecepatan maju traktor (m/s)
s = Jarak (m)
t = waktu (s)
Bajak rotary adalah bajak yang terdiri dari pisau-pisau yang berputar. Berbeda dengan bajak
piringan yang berputar karena ditarik traktor, maka bajak ini terdiri dari pisau-pisau yang dapat
mencangkul yang dipasang pada suatu poros yang berputar karena digerakkan oleh suatu motor.
Bajak ini hanya ditemui pada pengolahan tanah sawah untuk penanaman padi. Rotary dapat
digunakan untuk pengolahan tanah kering ataupun tanah sawah. Kadang-kadang rotary
digunakan untuk mengerjakan tanah kedua (secunder tillage atau untuk cultivation)
(Anonymous, 1985).
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini antara lain: Kayu pembatas areal perlakuan,
Rafia, Bahan bakar solar, Air pendingin traktor, Oli pelumas traktor, Kantong plastik.
Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
176
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
a. Pengolahan tanah menggunakan hand traktor dengan spesifikasi sebagai berikut:
Merk : YANMAR
Tipe traktor : TF 105 ML – DT
Model : YZC
Isi tangki : 583 cc
Daya Torsi : 9,5 DK/ 2400 rpm
Max : 10,5 DK/ 2400 rpm
b. Bajak rotary yang dipakai mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
Jenis : Curve Blade
Jari-jari : 200 mm
Jumlah pisau : 9 X 2 buah
Panjang poros : 330 mm
Diameter poros: 80 mm
c. Relief meter untuk mengetahui kerataan permukaan tanah.
d. Roll meter untuk mengukur besarnya plot.
e. Penggaris untuk mengukur ketinggian relief meter.
f. Vane shear untuk mengetahui besarnya tegangan geser tanah.
g. Seperangkat alat ukur distribusi ukuran agregat tanah
h. Ring sample digunakan untuk mengambil contoh tanah
i. Timbangan
j. Stop watch untuk menghitung kecepatan maju traktor.
Metode Penelitian
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok
Faktorial (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah kecepatan maju traktor (M) yaitu:
Kecepatan Maju gigi 1 = M 1 ,kecepatan Maju gigi 2 = M 2 . Faktor kedua adalah kecepatan
putar rotary (R) yaitu: Kecepatan putar High = R1 , Kecepatan putar Low = R 2 . Sedangkan
putaran motor penggerak digunakan putaran maksimal. Kombinasi perlakuan ada 6 perlakuan,
seperti ditampilkan pada Tabel di bawah, masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Pengamatan sifat fisik tanah dilakukan sebelum pengolahan tanah dan sesudah
pengolahan tanah. Pengamatan sebelum pengolahan tanah meliputi porositas tanah, tegangan
geser tanah,dan kondisi permukaan tanah. Pengamatan sesudah pengolahan tanah meliputi
MWD, kedalaman olah, dan kondisi permukaan tanah. Porositas tanah, tegangan geser dan
kondisi permukaan tanah dilakukan setiap 1 minggu sekali, selama 2 bulan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui pola penurunan permukaan tanah, dan perubahan dari sifat fisik tanah akibat
pukulan air hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kombinasi Gigi Transmisi dan Putaran Bajak Rotary Terhadap Kecepatan
Maju Traktor
Kecepatan maju traktor merupakan kombinasi dari gigi transmisi dan putaran bajak
rotary pada putaran mesin 1000 rpm. Berdasarkan analisa sidik ragam pada lampiran 2
kombinasi antara gigi transmisi dan putaran bajak rotary berpengaruh sangat nyata. Dapat
diketahui bahwa kecepatan maju traktor terendah terjadi pada perlakuan kombinasi gigi 1 rotary
high (M1 R 2 ) sebesar 0.336 m/s. sedangkan kecepatan maju traktor terbesar pada perlakuan
kombinasi gigi 2 rotary low (M 2 R 1 ) sebesar 0,553 m/s. Untuk uji BNT 5% diketahui bahwa
pada perlakuan M1 R 2 (kombinasi gigi 1 rotary high) tidak berbeda nyata dengan perlakuan
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
177
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
M 1 R 1 (kombinasi gigi 1 rotary low), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan M 2 R 2 (kombinasi
gigi 2 rotary high) dan M 2 R1 (kombinasi gigi 2 rotary low). Kecepatan pada perlakuan gigi
yang berbeda dan rotary yang sama paling tinggi terjadi pada kecepatan gigi 2, karena daya
yang dihasilkan lebih besar. Pada perlakuan dengan gigi yang sama dan putaran bajak rotary
yang berbeda, maka dihasilkan kecepatan paling tinggi terjadi pada saat menggunakan putaran
bajak rotary Low karena daya yang diambil oleh bajak rotary dari traktor pada perlakuan rotary
high lebih besar.
Pengaruh Kecepatan Maju dan Putaran Rotary Terhadap MWD Setelah Pengolahan
Kedalaman 0 cm – 5 cm Diameter rata-rata agregat tanah merupakan hasil dari pengolahan tanah menggunakan
traktor yang berimplemen rotary. Pengambilan data ini dilakukan setelah pengolahan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecepatan maju traktor dan putaran
bajak rotary terhadap diameter rata-rata agregat tanah. Jika dihubungkan dengan kecepatan dari
traktor dapat diketahui bahwa semakin besar kecepatan maju traktor, maka akan berpengaruh
terhadap diameter rata-rata agregat tanah. Hal ini dapat diketahui bahwa semakin besar
kecepatan maju traktor, maka semakin besar diameter rata-rata agregat yang dihasilkan. Begitu
pula sebaliknya, bahwa semakin rendah kecepatan maju traktor, maka semakin kecil diameter
rata-rata agregat tanah.
Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat
nyata terhadap diameter rata-rata agregat tanah, dan ulangan tidak berpengaruh nyata terhadap
diameter rata-rata agregat tanah. dapat diketahui bahwa diameter rata-rata agregat tanah terbesar
terjadi pada perlakuan kecepatan gigi 2 rotary Low (M 2 R1 ), sebesar 22.796 mm, dan terkecil
pada perlakuan kecepatan maju gigi 1 rotary high (M 1 R 2 ) sebesar 18.868 mm. Sedangkan
pada perlakuan gigi 1 rotary low (M1 R 1 ) sebesar 19,311 mm, dan perlakuan gigi 2 rotary high
(M 2 R 2 ) sebesar 22,020 mm. Dengan adanya kecepatan maju traktor yang besar, maka bajak
rotary akan mempunyai lebar pemotongan tanah, dan volume tanah yang terpotong besar,
sehingga dihasilkan agregat yang besar. Berbeda dengan kecepatan yang semakin rendah
dimana lebar pemotongan tanah, dan volume tanah yang dihasilkan semakin kecil, sehingga
agregat yang dihasilkan juga semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pengungkapan Marshal dan
Holmes (1992) bahwa pengolahan tanah dengan menggunakan bajak rotary pada kecepatan
traktor yang lebih rendah akan menghasilkan ukuran agregat yang lebih kecil daripada
kecepatan yang lebih tinggi.
Pengaruh Kecepatan Maju dan Putaran Bajak Rotary Terhadap MWD Setelah
Pengolahan Kedalaman 5 cm - 10 cm
Pada kedalaman tanah sebesar 5 – 10 cm, terlihat hal yang sama dengan kedalaman 0 -
5 cm. Berdasarkan analisa sidik ragam bahwa perlakuan berpengaruh nyata, sedangkan ulangan
berpengaruh tidak nyata. Berdasarkan uji BNT 5% dapat diketahui bahwa hasil terbesar terjadi
pada perlakuan kecepatan maju gigi 2 rotary low (M 2 R1 ) sebesar 18,185 mm meskipun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan kecepatan maju gigi 2 rotary high (M 2 R 2 ) sebesar 17,581
mm, sedangkan hasil terkecil terjadi pada perlakuan kecepatan maju gigi 1 rotary high (M1 R 2 )
sebesar 15,854 mm, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kecepatan maju gigi 1 rotary low
(M1 R 1 ) sebesar 16,202 mm. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kecepatan maju traktor,
mempengaruhi hasil diameter rata-rata agregat tanah. Semakin cepat maju traktor, maka
semakin besar diameter rata-rata agregat tanah, tetapi jika semakin rendah kecepatan maju
traktor, maka semakin kecil diameter rata-rata agregat tanah.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
178
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
Pengaruh Kecepatan Maju dan Putaran Bajak Rotary Terhadap MWD Setelah
Pengolahan Kedalaman 10 cm – 15 cm
Berdasarkan kedalaman 10 – 15 cm dari tanah yang terolah, dapat diketahui hasil dari
diameter rata-rata agregat tanah dipengaruhi oleh kecepatan maju traktor, dimana hasil tertinggi
terjadi pada perlakuan kecepatan maju gigi 2 rotary low (M 2 R1 ) sebesar 15.7 mm, tetapi tidak
berbeda sangat nyata dengan perlakuan M1 R 2 , M1 R 1 , dan M 2 R 2 . Sedangkan hasil terendah
terjadi pada perlakuan kecepatan maju gigi 1 rotary high (M1 R 2 ) sebesar 13.237 mm.
Nilai MWD pada perlakuan gigi 1 rotary high (M1R 2 ) sebesar 13,237 mm, perlakuan gigi 1
rotary low (M1 R 1 ) sebesar 13,873 mm, perlakuan gigi 2 rotary high (M 2 R 2 ) sebesar 14,694
mm, dan perlakuan gigi 2 rotary low (M 2 R1 ) sebesar 15,7 mm. Diameter rata-rata agregat
tanah dipengaruhi oleh kecepatan maju dari traktor, dimana semakin tinggi kecepatannya, maka
semakin besar diameter rata-rata agregat tanah, dan semakin rendah kecepatannya, maka
semakin kecil diameter rata-rata agregat tanah.
Penurunan Permukaan
Pengolahan tanah mengakibatkan tanah menjadi berupa lengkungan. Pelengkungan
dapat diukur dengan membandingkan kondisi permukaan tanah sebelum dan sesudah kegiatan
pengolahan tanah, dengan dasar permukaan tetap yang dibuat dengan membuat sebuah patokan
sebelah luar areal yang dikerjakan.
Penurunan permukaan tanah setelah pengolahan dapat terjadi karena banyak faktor. Salah
satunya karena adanya air hujan. Seiring dengan bertambahnya waktu lambat laun tanah akan
mengalami penurunan permukaan akibat dari pukulan hujan yang terus-menerus. Hujan dapat
mengakibatkan penghancuran agregat-agregat tanah dan pemadatan tanah. Pengukuran
penurunan permukaan tanah ini menggunakan alat relief meter dalam jangka waktu 8 minggu.
Setiap 1 minggu sekali dilakukan pengambilan data relief meter. Hal ini dilakukan agar dapat
diketahui seberapa besar penurunan permukaan akibat air hujan. Untuk pola penurunan
permukaan tanah tiap plot perlakuan menggunakan alat relief meter dapat dilihat pada Gambar
1.
A B
Gambar 1. (A) Pola penurunan permukaan tanah dan (B) titik pengukuran relief
Dari Gambar 1A di atas dapat diketahui bahwa permukaan tanah sebelum dilakukan
pengolahan tanah sangat tidak rata, sedangkan setelah dilakukan pengolahan tanah nilai tinggi
permukaan tanah semakin besar, dan diperoleh kerataan tanah yang hampir sama. Dari grafik
diatas penurunan permukaan tanah kembali pada posisi sebelum dilakukan pengolahan terjadi
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
179
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
pada minggu ke 4 dan 5, sedangkan pada minggu-minggu berikutnya tinggi permukaan tanah
semakin rendah, dan pada minggu ke 8 terjadi pemadatan tanah yang tinggi, dimana nilai tinggi
permukaan tanah lebih rendah dari tinggi permukaan tanah sebelum dilakukan pengolahan tanah
dan semakin rata.
Dari Gambar 1B di atas dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pengolahan tanah,
maka kekasaran permukaan tanahnya semakin besar. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa
terjadi nilai tinggi permukaan tanah paling kecil pada minggu ke-1 titik 8 dan 9 sebesar 9,88 cm,
sedangkan titik paling tinggi terjadi pada saat setelah pengolahan titik 13 sebesar 14,82 cm, dari
grafik dapat diketahui bahwa pada minggu ke 3 dan 4 penurunan permukaan tanah sudah
mengalami perubahan yang hampir sama dengan tinggi permukaan tanah sebelum dilakukan
pengolahan tanah, sedangkan pada minggu ke 6, 7, dan 8 penurunan permukaan tanah semakin
tinggi dan kerataannya hampir sama. Pada perlakuan gigi 1 rotary high, terjadi tinggi
permukaan yang lebih rendah daripada sebelum dilakukan pengolahan karena nilai MWD-nya
paling kecil, dan kedalaman olahnya paling tinggi.
A B
Gambar 2. (A) Pola penurunan permukaan tanah dan (B) titik pengukuran relief
Dari Gambar 2A diatas dapat diketahui bahwa kekasaran permukaan tanah sebelum
diolah masih hampir seragam, tetapi setelah dilakukan pengolahan tanah kekasarannya semakin
besar, dan tinggi permukaan tanahnya semakin tinggi. hal ini dapat diketahui bahwa setelah
dilakukan pengolahan tanah, maka tanah yang sebelumnya rata menjadi berupa bongkahan-
bongkahan tanah. Hal ini dapat diketahui bahwa nilai MWD tanah pada perlakuan ini besar.
Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa pengamatan selama 8 minggu menghasilkan tinggi
permukaan tanah yang hampir sama dengan tinggi permukaan tanah sebelum dilakukan
pengolahan tanah, yaitu tinggi terendah pada minggu ke-8 terjadi pada titik 2 sebesar 13,2 cm,
sedangkan tinggi permukaan tanah tertinggi pada saat sebelum dilakukan pengolahan tanah
terjadi pada titik 10 sebesar 12,93 cm. Nilai tinggi permukaan setelah dilakukan pengolahan
tanah lebih besar daripada sebelum dilakukan pengolahan tanah dikarenakan nilai MWD-nya
besar-besar dan berbongkah-bongkah.
Berdasarkan Gambar 2B diatas nilai tinggi permukaan tanah setelah dilakukan
pengolahan tanah tertinggi terjadi pada titik 2 sebesar 16 cm. Pada minggu ke 7 tanah setelah
diolah mengalami penurunan permukaan tanah yang hampir sama dengan nilai tinggi
permukaan tanah sebelum dilakukan pengolahan, dimana tinggi permukaan tanah terendah pada
minggu ke-7 terjadi pada titik 10, 12, dan 13 sebesar 11,13 cm, untuk tinggi permukaan tanah
tertinggi pada saat sebelum dilakukan pengolahan tanah terjadi pada titik 8, 9, dan 11 sebesar
11,8 cm. Pada minggu ke 8 tanah semakin mengalami pemadatan sampai tinggi permukaan
tanahnya di bawah tinggi permukaan sebelum dilakukan pengolahan tanah. Nilai tinggi
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
180
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
permukaan tanah setelah dilakukan pengolahan tanah tidak rata dikarenakan nilai MWD-nya
besar dan agregatnya berbongkah bongkah, sedangkan untuk hubungan antara MWD dan tinggi
permukaan tanah dari semua perlakuan dapat digambarkan sesuai grafik di bawah ini:
Gambar 3. Pola penurunan permukaan tanah dan terhadap kecepatan rotary
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pengolahan tanah, maka
kekasaran permukaan tanahnya semakin besar. Dari keempat grafik diatas dapat diambil
kesimpulan setelah dilakukan pengolahan tanah, maka tanah akan mengalami pertambahan
ketinggian permukaannya, dengan adanya perbedaan kecepatan maju traktor, maka dapat
dihasilkan tinggi permukaan yang berbeda. Dari grafik dapat dilihat, bahwa dengan kombinasi
kecepatan maju traktor dan putaran bajak rotary dapat mempengaruhi tinggi permukaan tanah
dan nilai MWDnya. Hal ini terlihat, bahwa nilai tinggi permukaan yang paling tinggi terjadi
pada perlakuan kecepatan maju traktor gigi 2 rotary low (M 2 R1 ), dan yang paling rendah
terjadi pada perlakuan kecepatan maju traktor gigi 1 rotary high (M1 R 2 ). Terjadinya
peningkatan permukaan tanah diakibatkan karena tanah setelah diolah membentuk agregat-
agregat dan porositas dari tanah semakin besar.
Dari grafik penurunan permukaan tanah dengan kombinasi kecepatan maju dan putar
bajak rotary yang berbeda yaitu M1 R1 , M 1 R 2 , M 2 R1 , dan M 2 R 2 . Dari grafik tersebut dapat
dilihat bahwa penurunan permukaan tanah kembali ke posisi sebelum diolah paling lama yaitu
pada perlakuan kecepatan maju traktor gigi 2 rotary low (M 2 R1 ). Dalam waktu 8 minggu nilai
tinggi permukaan tanah belum sampai ke kondisi sebelum dilakukan pengolahan tanah. Hal ini
dikarenakan agregat-agregat yang dihasilkan oleh perlakuan ini lebih besar dan lebih kasar,
sehingga tinggi permukaan tanahnya paling tinggi. Sedangkan penurunan permukaan tanah
yang paling cepat terjadi pada perlakuan kecepatan maju traktor gigi 1 rotary high (M1 R 2 ),
dari grafik terlihat bahwa dalam waktu 3 sampai 4 minggu sudah mengalami perubahan dan
nilainya hampir sama dengan tinggi permukaan tanah sebelum dilakukan pengolahan tanah.
Waktu 8 minggu nilainya semakin rendah melebihi nilai sebelum dilakukan pengolahan tanah.
Hal ini dikarenakan agregat yang dihasilkan lebih halus dan keci, sehingga tinggi permukaan
tanahnya paling rendah. Untuk nilai pada perlakuan gigi 1 rotary Low (M1 R1 ), nilai tinggi
permukaan tanah setelah dilakukan pengolahan tanah mengalami perubahan. Dimana pada
waktu 4 sampai 5 minggu, nilai tinggi permukaan tanahnya melebihi nilai tinggi permukaan
tanah sebelum dilakukan pengolahan tanah.
Untuk nilai tinggi permukaan tanah setelah diolah pada perlakuan gigi 2 rotary High
(M 2 R 2 ) telah mengalami perubahan dan melebihi nilai tinggi permukaan tanah sebelum
dilakukan pengolahan tanah pada minggu ke-7. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa, dengan
adanya pukulan air hujan agregat-agregat yang besar lebih lama penurunan permukaan tanahnya
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
181
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
untuk kembali ke posisi semula, hal ini diakibatkan karena agregat-agregat paling besar
mempunyai nilai tinggi permukaan tanah yang paling tinggi. sehingga yang paling cepat terjadi
pemadatan tanah yaitu pada perlakuan yang hasil agregatnya halus dan kecil. Pemadatan tanah
ini mengakibatkan semakin kecilnya porositas tanah. Pemadatan tanah ini terjadi karena
pukulan dari air hujan terhadap agregat tanah, sehingga pecah dan mengisi pori-pori mikro
sehingga terjadi pemadatan tanah.
Soil crusting adalah lapisan tipis yang mengeras di permukaan tanah, terjadi pada tanah
kering (Bresson, 1995). Menurut Le Bissonnais (1996), terbentuknya struktur crust pada
permukaan tanah disebabkan energi kinetik hujan yang menimpa permukaan tanah dan terjadi
pembasahan secara cepat yang menyebabkan slaking (perpecahan agregat) dan dispersi liat,
selanjutnya liat menutupi pori-pori tanah. Lapisan seal yang tipis ini berkembang dan bila
kering menjadi lapisan crust yang keras.
Mudah hancurnya agregat tanah menjadi butiran yang lebih kecil yang mengakibatkan
tertutupnya pori-pori tanah, dan terjadinya pemadatan tanah yang diakibatkan oleh pukulan air
hujan ini dapat dipengaruhi oleh stabilitas dari agregat itu sendiri. Ramos et al (2000)
mengemukakan bahwa faktor penting yang dapat memudahkan terbentuknya sealing adalah
tingginya kadar debu dan rendahnya kadar bahan organik tanah. Secara umum sifat-sifat tanah
yang berperan dalam stabilitas agregat mempengaruhi pembentukan crust. Sifat-sifat tersebut
adalah: tekstur, jenis mineral liat, kadar bahan organik, tipe dan konsentrasi kation, kadar
sesquioksida, dan kadar CaCO3. Untuk tanah-tanah tropika dan Laterit, pembentukan crust
dipengaruhi oleh ESP, Fe dan Al oksida dan Oksihidroksida yang dapat menyemen agregat,
serta bahan organik tanah yang merupakan agent pengikat antar partikel mineral tanah.
Besarnya pengaruh dari sifat-sifat tanah tersebut tidak terlepas dari system pengelolaan yang
diterapkan pada suatu lahan. Pemadatan tanah juga berpengaruh pada pori-pori tanah.
Kecepatan Penurunan Permukaan Tanah Pada grafik penurunan permukaan tanah jika tinggi permukaan dari keempat perlakuan
sama, tetapi diameter rata-rata agregat tanahnya berbeda, maka dihasilkan kecepatan penurunan
permukaan yang berbeda. Untuk perlakuan M 2 R1 (kombinasi gigi 2 rotary low) yang
mempunyai nilai MWD paling besar yaitu 15,7 mm, kecepatan penurunan permukaan tanahnya
paling tinggi yaitu sebesar 0,0957 cm/hari. sedangkan pada perlakuan M1 R 2 (kombinasi gigi 1
rotary high) yang mempunyai nilai MWD paling kecil yaitu 13,327 mm, kecepatan penurunan
permukaan tanahnya paling rendah yaitu sebesar 0,026 cm/hari. Sedangkan untuk perlakuan
kombinasi gigi 1 rotary low (M1 R1 ) yang mempunyai nilai MWD 13,873 mm, mempunyai
kecepatan penurunan permukaan tanah sebesar 0,051 cm/hari. Untuk M 2 R 2 (kombinasi
perlakuan gigi 2 rotary high) yang nilai MWDnya 14,694 mm, mempunyai kecepatan
penurunan permukaan tanah sebesar 0,069 cm/hari. Hal ini diakibatkan karena nilai MWD
paling besar lebih tinggi permukaan tanahnya, sehingga pada waktu terkena air hujan energi
yang terjadi juga tinggi. Kecepatan penurunan permukaan tanah juga dipengaruhi bahwa
agregat-agregat tanah yang berbongkah-bongkah lebih labil daripada agregat yang kecil pada
saat terkena air hujan. Agregasi tanah yang baik nampak pada tanah yang remah dengan
granulasi yang stabil sehingga tidak mudah terpecah.
Perubahan Porositas tanah
Pemadatan tanah akibat pukulan air hujan juga berpengaruh terhadap porositas tanah.
Seiring bertambahnya waktu nilai porositas tanah setelah diolah akan mengalami
perubahan. Perubahan porositas tanah dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
182
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
A B
Gambar 4. (A) Porositas tanah saat pengolahan dan (B) porositas tanah sebelum pengolahan
Pada Gambar 4A di atas nilai porositas tanah paling tinggi terjadi pada perlakuan
kecepatan maju traktor gigi 1 rotary high (M1 R 2 ) setelah olah sebesar 67,33 %. Pada minggu
ke 8 terjadi penurunan porositas tanah sebesar 46,10 %. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa
tanah semakin lama akan mengalami penurunan nilai porositas tanah dengan bertambahnya
waktu yang diakibatkan oleh pukulah air hujan. Selama 8 minggu penurunannya hampir sama
seperti keadaan tanah sebelum dilakukan pengolahan tanah sebesar 46,10 % terjadi pada
kecepatan gigi 2 rotary Low (M 2 R1 ), dimana nilai porositas tanah sebelum pengolahan tanah
sebesar 37,58 %.
Dari gambar 4B di atas terlihat bahwa nilai porositas tertinggi terjadi pada saat setelah
pengolahan tanah sebesar 59 % dan terjadi pada perlakuan kecepatan gigi 1 rotary High
(M1 R 2 ). Grafik tersebut porositas tanah yang paling lama mengalami penurunan terjadi pada
kecepatan gigi 1 rotary High (M1 R 2 ) minggu ke 8 sebesar 45,6 %. Hal ini diakibatkan nilai
MWD paling kecil. Nilai porositas terendah pada minggu ke 8 terjadi pada perlakuan kecepatan
gigi 2 rotary Low (M 2 R1 )sebesar 37,93 % dimana memiliki nilai MWD terbesar. Nilai
porositas tersebut hampir sama dengan nilai porositas sebelum dilakukan pengolahan tanah
yang besarnya 35,86 %.
Gambar 5. Nilai porositas tanah terhadap kecepatan rotary
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
183
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
Gambar 5 di atas terlihat nilai porositas paling besar pada kecepatan gigi 1 Rotary High
(M1 R 2 ) sebesar 52% terjadi pada saat setelah pengolahan tanah. Pada saat 8 minggu nilai
porositas tanah mengalami penurunan, dimana nilai terkecil terjadi pada perlakuan gigi 2 rotary
Low (M 2 R 1 )sebesar 32,87 %, dan terbesar terjadi pada perlakuan gigi 1 rotary High
(M1R 2 )sebesar 40,53 %. Nilai tersebut hampir sama dengan nilai porositas tanah sebelum
dilakukan pengolahan tanah sebesar 33.68 %. Grafik tersebut dalam jangka waktu 8 minggu
nilai porositas tanah sudah mengalami perubahan hampir sama dengan nilai porositas sebelum
dilakukan pengolahan tanah. Nilai terkecilnya sudah melampaui nilai porositas tertinggi
sebelum dilakukan pengolahan tanah.
Ketiga grafik diatas dapat dilihat, bahwa nilai porositas setelah pengolahan akan
berkurang dengan berjalannya waktu yang diakibatkan karena pukulan air hujan. Hal ini
dikarenakan pada saat hujan, dimana butiran agregat-agregat tanah terkena pukulan air hujan
akan menjadi hancur, dimana pemadatan akan terjadi dan ruang rongga yang kasar akan hilang.
Agregat-agregat tanah akan pecah, dan struktur tanah menjadi masif (tidak berstruktur). Dari
grafik di atas nilai porositas yang paling cepat turun dan kembali ke posisi sebelum diolah yaitu
pada perlakuan M 2 R 1 (kombinasi kecepatan maju traktor gigi 2 dan putaran rotary Low),
sedangkan yang paling lama turun ke posisi sebelum diolah terjadi pada perlakuan M1 R 2
(kecepatan gigi 1 rotary High). Hal ini dikarenakan butir-butir yang kecil akan menyumbat pori-
pori tanah.
Pori dan porositas tanah ruang pori total tanah adalah bagian tanah yang ditempati udara
dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Jumlah ruang pori ini sebagian
besar ditentukan oleh susunan butir-butir padat. Kalau letaknya satu sama lain cenderung erat,
seperti dalam pasir atau subsoil padat, porositas totalnya rendah dan jika tersusun dalam agregat
yang bergumpal seperti pada tanah-tanah bertekstur sedang yang tinggi kandungan bahan
organiknya, ruang pori per satuan volume akan tinggi (Anonim, 2009).
Porositas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Tekstur tanah dimana tanah
berliat memiliki porositas yang lebih tinggi daripada tanah berpasir. Struktur tanah yang paling
baik adalah struktur remah, karena mikro dan makro porositas akan lebih seimbang.Kedalaman
tanah, dimana semakin jauh dari permukaan tanah porositas semakin berkurang. Pengolahan
tanah, dimana tanah yang baru saja diolah porositas tanah bisa mencapai 70%, sebaliknya
porositas pada tanah yang padat menurun sampai 30% (Anonymous, 2008).
Perubahan Tegangan Geser Tanah Tegangan geser tanah akan mengalami perubahan dengan bertambahnya waktu, dan akibat
pukulan dari air hujan. Tegangan geser tanah berhubungan dengan porositas tanah, dimana
semakin besar porositas tanah maka tegangan geser semakin rendah, dan semakin rendah
porositas tanah maka tegangan geser semakin tinggi. Grafik perubahan tegangan geser
berdasarkan waktu sebagai berikut:
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
184
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
Gambar 6. (A) Tegangan geser tanah saat pengolahan dan (B) tegangan geser tanah setelah
pengolahan
Dari Gambar 6 A, tegangan geser kedalaman 5 cm mengalami peningkatan dengan
bertambahnya waktu (setiap minggunya). Pada saat 8 minggu nilai tegangan geser sudah hampir
sama dengan nilai tegangan geser sebelum pengolahan tanah. Nilai tegangan geser yang paling
tinggi pada saat 8 minggu terjadi pada perlakuan kecepatan gigi 2 rotary low (M 2 R1 ) sebesar
38 kpa yang mempunyai nilai MWD sebesar 15,7 mm dan yang kedua adalah kecepatan gigi 2
rotary high (M 2 R 2 ) sebesar 37,33 kpa yang mempunyai nilai MWD sebesar 14,694 mm. Nilai
kedua perlakuan tersebut hampir sama dengan nilai tegangan geser tanah pada saat sebelum
pengolahan tanah sebesar 41,33 kpa. tegangan geser yang paling tinggi pada saat 8 minggu
terjadi pada perlakuan kecepatan gigi 2 rotary low (M 2 R1 ) sebesar 38 kpa yang mempunyai
nilai MWD sebesar 15,7 mm dan yang kedua adalah kecepatan gigi 2 rotary high (M 2 R 2 )
sebesar 37,33 kpa yang mempunyai nilai MWD sebesar 14,694 mm. Nilai kedua perlakuan
tersebut hampir sama dengan nilai tegangan geser tanah pada saat sebelum pengolahan tanah
sebesar 41,33 kpa.
Pada grafik Gambar 6 B, tegangan geser kedalaman 10 cm, juga mengalami kenaikan
dengan berjalannya waktu yang diakibatkan oleh pukulan air hujan secara terus-menerus. Nilai
tegangan geser tanah tertinggi pada saat 8 minggu dicapai oleh perlakuan kecepatan gigi 2
rotary low (M 2 R 1 ) sebesar 50,33 kpa yang mempunyai nilai MWD sebesar 15,7 mm, dan
terendah terjadi pada perlakuan kecepatan gigi 1 rotary high (M1 R 2 ) sebesar 44,33 kpa yang
mempunyai nilai MWD sebesar 13,237 mm sedangkan nilai tegangan geser sebelum pengolahan
tanah sebesar 56,5 kpa.
Dari kedua grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tegangan geser yang paling cepat
kembali ke tegangan geser sebelum dilakukan pengolahan tanah terjadi pada perlakuan M 2 R1
(kombinasi kecepatan maju traktor gigi 2 rotary Low), dan tegangan geser yang paling lama
kembali pada tegangan geser sebelum diolah terjadi pada perlakuan M1 R 2 (kombinasi
kecepatan maju traktor gigi 1 Rotary High). Hal ini terjadi dikarenakan semakin terjadinya
pemadatan tanah maka porositas tanah semakin kecil dan semakin besar juga tegangan geser
yang terjadi.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
185
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
KESIMPULAN
Jatuhnya air ke bongkahan atau agregat tanah secara terus-menerus seiring berjalannya
waktu dapat mengakibatkan pemadatan tanah, dan menjadikan tanah kembali ke posisi awal
sebelum dilakukan pengolahan tanah. Nilai MWD pada kedalaman 5 cm untuk M 1 R1 sebesar
19.311 mm, M 1 R 2 sebesar 18.868 mm, M 2 R1 sebesar 22.796 mm, M 2 R 2 sebesar 22.020
mm. Pada kedalaman 10 cm, nilai MWD pada perlakuan M 1 R1 sebesar 16.202 mm,M 1 R 2
sebesar 15.854 mm, M 2 R 1 sebesar 18.185 mm,M 2 R 2 sebesar 17.581 mm. untuk kedalaman
tanah 15 cm, nilai MWD pada perlakuan M1 R1 sebesar 13.873 mm, M 1 R 2 sebesar 13.237
mm, M 2 R 1 sebesar 15.700 mm, M 2 R 2 sebesar 14.694 mm. Kecepatan penurunan permukaan
tanah yang paling tinggi terjadi pada perlakuan M 2 R 1 sebesar 0,0957 cm/hari, dan terendah
terjadi pada perlakuan M1 R 2 sebesar 0,026 cm/hari. Pemadatan tanah akibat pukulan air hujan
juga mempengaruhi nilai porositas tanah, dimana semakin bertambahnya waktu nilai porositas
tanah akan berkurang. Penurunan permukaan tanah juga berpengaruh pada nilai tegangan geser
tanah, dimana semakin bertambahnya waktu nilai tegangan geser tanah akan semakin tinggi.
Pengolahan tanah yang paling efektif terjadi pada perlakuan gigi 2 rotary low dan memiliki nilai
MWD paling besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bresson, L.M. 1995. A Review of Physical management for crusting control in Australian
ropping systems research opportunities. Aust. J. Soil Res. 33:195-209.
Culpin. 1981. Farm Machinery. Tenth Edition. Granada Publishing. Australia.
Endah dan Indrasurya. 1988. Mekanika Tanah jilid 1.Erlangga;Surabaya
Djojowasito, G. 2005. Dinamika Tanah dan Mesin Pertanian. Unibraw. Malang
Hardjosentono, Mulyoto; Wijanto; Elon Rachlan; Badra; dan Dudung Tarmana. 1982. Mesin-
Mesin Pertanian cetakan ke-7. CV. Yasa Guna. Jakarta
Jusuf,Frans; Godfried Sitompul; Imam Hidayat. 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di
Lahan Kering. Graha Ilmu; Yogyakarta
Kuipers, H. 1983. Pengolahan Tanah. Bahan kuliah kursus singkat pengolahan tanah. 4 – 26
Nopember 1983. Universitas Brawijaya. Malang
Le Bissonnais, Y. 1996. Aggregate stability and assessment of crustability and erodibity : I.
Theory and methodology. Europ. J. Soil Sci. 47:425-437
Marshall, T. J. And J. W. Holmes. 1992. Soil Physics. Cambridge Universitas Press Cambridge.
London.
Sugeng Priyanto. 2003. Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah Dari Agregat Hasil
Pengolahan Bajak Rotary Pada Kadar Air Yang Berbeda Akibat Faktor-
Faktor Luar, Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang (Unpublished)
Ramos, M. C., S. Nacci, dan I. Pla. 2000. Soil sealing and its influence on erosion rates for
some soils in the Mediterranean area. Soil Sci.165: 398-405
Ruslan Wirosoedarmo. 2006. Metode Irigasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 173-186
186
Pengaruh Distribusi Ukuran Agregat – Ary Mustofa Ahmad
dkk
Susilowati. 1990. Pengaruh Kecepatan Traktor Dan Putaran Pisau Rotary Terhadap Hasil
Olah Pada Lahan Kering, Skripsi, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang (Unpublished)