penetapan kadar tembaga (cu) pada sampel air
TRANSCRIPT
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAMPEL AIR
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
DI LABORATORIUM PDAM TIRTANADI MEDAN
TUGAS AKHIR
Oleh :
WINDA.K.PRIHATININGSIH 042410048
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2007
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAMPEL AIR
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
DI LABORATORIUM PDAM TIRTANADI MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Pada Program Diploma III Analis Farmasi
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh: WINDA K PRIHATININGSIH 042410048
Medan, Juni 2007
Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Prof.Dr.Jansen Silalahi, M.App, Sc, Apt. NIP 130 804 138
Disahkan Oleh: Dekan,
Prof.Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131 283 716
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir ini yang
mana merupakan salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Diploma
III Analis Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada
Ayahanda (Alm. Suratman), Ibunda (Maryam Saleh), Mbah Putri (Hj.Sumintari)
tercinta karena telah memberikan dorongan dan bantuan baik berupa moril
maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya
kepada:
1. Bapak Prof..Dr.Jansen Silalahi, M.App, Sc, Apt, selaku Dosen Pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan nasehat, petunjuk dan
saran sampai selesainya Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof..Dr.Jansen Silalahi, M.App, Sc, Apt, selaku Koordinator Program
Studi Diploma-III Analis Farmasi.
3. Bapak Prof..Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Unuversitas Sumatera Utara.
4. Ibu Syafrita Oktalina Siregar, ST, beserta staf dan pegawai yang telah
membimbing penulis selama PKL di Laboratorium PDAM Tirtanadi.
5. Bapak/Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan.
6. Kakak dan abangku (Suci Asrika Ayu,Sp dan Ahmad faisal,Se), yang telah
memberikan dorongan dan bantuan baik berupa materi maupun moril pada
penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
7. Pakde – pakde dan para saudara sepupuku tercinta, terimakasih telah memberi
dorongan dan bantuan baik materi maupun moril kepada penulis.
8. Sobatku tercinta Darmita, Silmi, Surya, Ulfa, Tri, Maharani, Ira, Subhan dan
semua teman – teman Stambuk 2004 D III AFA yang telah membantu dan
memberi dukungan.
Penulis menyadari dalam penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna sesuai dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat dan
dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Medan, Mei 2006
Penulis,
(WINDA K PRIHATININGSIH)
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
..............................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan ............................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1. Air ..................................................................................................... 3
2.2. Sumber – Sumber Air ........................................................................ 4
2.3. Pengolahan Air .................................................................................. 7
2.4. Proses Pengolahan Air PDAM Tirtanadi ............................................ 8
2.5. Standart Kualitas Air Minum ........................................................... 12
2.6. Pengertian Logam Berat .................................................................. 18
2.7. Tembaga .......................................................................................... 18
2.8. Penetapan Kadar Tembaga............................................................... 22
BAB III. METODOLOGI ............................................................................... 23
3.1. Peralatan dan Bahan ........................................................................ 23
3.2. Prosedur Kerja ................................................................................. 23
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 25
4.1. Hasil ................................................................................................ 25
4.2. Pembahasan ..................................................................................... 25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 27
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 27
5.2. Saran ............................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 28
.............................................................................................................
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat
hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu,
sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai
kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek
penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap
pengguna air. Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air
meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang
terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin
menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif
terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air.
Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua
makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu
diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara
seksama.(Effendy.2003)
Menurut Effendy.(2003), hingga saat ini, Indonesia telah memiliki
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran
Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Pengelolaan sumber
daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan
adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika,
kimia, dan biologi. Logam berat yang terdapat dalam air adalah Tembaga
(Cu), Timbal (Pb), Kadmium (Cd) dalam batas kadar yang di izinkan. Namun,
sebelum melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang
baik tentang terminologi, karakteristik, dan interkoneksi parameter –
parameter kualitas air. Dalam tugas akhir ini dilaporkan penetapan kadar Cu
(tembaga) dengan menggunakan spektrofotometeri.
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Untuk menganalisa kadar Cu pada air baku, reservoir II dan III
Sunggal pada PDAM Tirtanadi Medan secara Spektrofotometri.
1.2.2. Manfaat
Dengan melakukan pemeriksaan kadar Cu yang terkandung di
dalam air baku dan reservoir maka dapat dikeahui sejauh mana kualitas air
tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum dan memperkecil
kadar Cu yang dapat menimbulkan toksikologi pada manusia.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
umat manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan
tersebut tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua
kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari
membersihkan diri (mandi), membersihkan ruangan tempat tinggalnya,
menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas – aktivitas
lainnya. Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi
dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman
maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60 – 70 % air.
Transportasi zat – zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan
dengan pelarut air. Juga hara – hara dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar
dalam bentuk larutannya. Oleh karena itu kehidupan ini tidak mungkin dapat
dipertahankan tanpa air. Sebagian besar keperluan air sehari – hari berasal dari
sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga
bahan bakunya berasal dari sungai, oleh karena itu kuantitas dan kualitas
sungai sebagai sumber air harus dipelihara. ( Achmad. R, 2004 )
Kimia Air (Aquatic Chemistry), merupakan ilmu yang
berhubungan dengan air sungai, danau dan lautan, juga air tanah dan air
permukaan, yang meliputi distribusi dan sirkulasi dari bahan – bahan kimia
dalam perairan alami serta reaksi – reaksi kimia dalam air. (Achmad, 2004)
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.2. Sumber – Sumber Air
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu
aliran yang dinamakan “Cyclus Hydrologie”. Sumber – sumber air menurut
Sutrisno, 1992 dapat dibedakan sebagai berikut :
2.2.1. Air laut
Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar
garam NaCl dalam air laut 3 %. Dengan keadaan ini maka air laut tak
memenuhi syarat untuk air minum.(Sutrisno,2002)
2.2.2. Air atmosfir, air meteriologik
Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran – kotoran industri/debu dan
lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan
mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa penyalur maupun bak – bak
reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi ( karatan ).
Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun. (Sutrisno,2002)
2.2.3. Air permukaan
Menurut Sutrisno (2002), air permukaan adalah air hujan yang
mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan
mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang –
batang kayu, daun – daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
pengotoran ini, untuk masing – masing air permukaan akan berbeda – beda,
tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya
adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bateriologi. Air permukaan dibagi
atas dua jenis air yaitu air sungai dan air rawa/danau :
2.2.3.1. Air Sungai
Dalam penggunaanya sebagai air minum, haruslah mengalami
suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan air minum pada umumnya dapat
mencukupi. (Sutrisno,2002)
2.2.3.2. Air rawa/danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya
zat – zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut
dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. (Sutrisno,2002)
2.2.4. Air Tanah
Air tanah terbagi atas 3 yaitu air tanah dangkal, air tanah dalam dan
mata air :
2.2.4.1. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah.
Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air
tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia ( garam – garam
yang terlarut ) karena melalui lapisan tanah yang mengandung unsur – unsur
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
kimia tertentu untuk masing- masing lapisan tanah. Lapisan tanah ini
berfungsi sebagai saringan air tanah dangkal ini dapat pada kedalaman 15,00
m. Sebagai sumur air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas
agak baik. Kuantitas kurang baik dan tergantung pada musim. (Sutrisno,2002)
2.2.4.2. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air
tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini digunakan
bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman
(biasanya antara 100 – 300 m) akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air
tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan ini
sumur disebut dengan sumur arletis. Jika tidak dapat keluar dengan sendirinya
maka dapat digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam
ini. Pada umumnya lebih baik dari tanah dangkal, karena penyaringannya
lebih sempurna dan bebas dari bakteri. (Sutrisno,2002)
2.2.4.3. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kualitas sama dengan keadaan air dalam.
(Sutrisno,2002)
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.3. Pengolahan Air
Menurut Sutrisno (2002) unit pengolahan air minum terdiri dari
bangunan penangkap air, bangunan pengendap pertama, pembubuh koagulant,
bangunan pengaduk cepat, bangunan pembentuk floc, bangunan pengendap
kedua, bangunan penyaring, reservoir, pemompaan.
1. Bangunan Penagkap Air, bangunan ini merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air untuk dapat
dimanfaatkan.
2. Bangunan Pengendap Pertama, bangunan ini berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini
tidak ada pembubuhan zat/bahan kimia. Untuk instalasi penjernihan air
minum, yang air bakunya cukup jernih, tetapi sadah, bak pengendap pertama
tidak diperlukan.
3. Pembubuhan Koagulant, unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulant
secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat). Koagulant
adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses
pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendapkan dengan
sendirinya (secara gravimetris). Bahan/zat kimia yang dipergunakan sebagai
koagulant adalah Aluminium Sulfat yang biasa disebut sebagai tawas. Bahan
ini banyak dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonate, bahan
ini paling ekonomis (murah) dan mudah didapat pada pasaran serta mdah
disimpan. Berbentuk sebuk, kristal, koral.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
4. Bangunan Pengaduk Cepat, bangunan untuk mratakan bahan/zat kimia
(koagulant) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik,
sempurna dan cepat.
5. Bangunan Pembentuk Floc, bangunan ini berfungsi untuk membentuk partikel
padat yang lebih besar supay dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil
(koloidal) dengan bahan/zat koagulant yang kita bubuhkan. Floc (= partikel
yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi).
6. Bangunan Pengendap Kedua, bangunan ini berfungsi untuk mengendapkan
foc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc. Pengendapan ini dengan
gaya berat floc sendiri (gravitasi). Penanganan unit bak pengendap kedua
sama dengan pada unit bak pengendapan pertama.
7. Filter (saringan), dalam proses penjernihan air minum diketahui dua macam
filter yaitu: saringan pasir lambat (slow sand filter) dan saringan pasir cepat
(rapid sand filter).
8. Reservoir, air yangtelah melalui filter sudah dpat dipakai untuk air minum. Air
tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan ditampung pad bak
reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen.
9. Pemompaan berfungsi untuk mendistribusikab air bersih dari proses
pengolahan ke para konsumen.
2.4. Proses Pengolahan Air PDAM Tirtanadi
1. Bendungan, sumber air baku yang digunakan adalah air permukaan Sungai
Deli yang diambil melalui bangunan bendungan dengan panjangf 25 m (sesuai
lebar air sungai dan tinggi ± 4 m dengan sisi kiri bendungan dibuat sekat
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
(channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu
pengatur ketinggian air masuk ke intake (tempat masuknya air baku).
2. Intake (Tempat masukya air baku), bendungan ini adalah saluran bercabang
dua dilengkapi bar screen (saringan kasar) dan fine screen (saringan halus)
yang berfungsi untuk masuknya kotoran – kotoran yang terbawa arus sungai.
Masing – masing saluran dilengkapi dengan pintu (sluic gate) pengatur
ketinggian air dan penggerak electeromotor. Pemeriksaan maupun
pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan
jumlah air masuk.
3. Raw water Tank (RWT), bendungan ini dibangun setelah intake yang terdiri
dari 2 unit (4 sel). Setiap unitnya berdimensi 23,3 m x 20 m, tinggi 5 m,
dilengkapi dengan 2 buah outlet gate dan pintu bilas 2 buah berfungsi sebagai
tempat pengendapan lumpur, pasir dan lain – lain yang bersifat sedimen.
4. Raw water Pump (RWP) berfungsi untuk memompa air dari RWT ke Spiltter
Box (tempat pembubuhan koagulan berupa alum) dengan dosis normal rata –
rata 20 – 25 g/m3 air dan pendistribusian air ke masing – masing cleator yang
terdiri dari 5 unit pompa air baku, kapasitas setiap pompa 375 l/det dengan
total head 15 m memakai electromotor.
5. Cleator (Proses Penjernihan Air), bendungan cleator terdiri dari 4 unit,
dengan kapasitas masing – masing 350 l/det yang bervolume 1.700 m3
berfungsi sebagai tempat proses pemisahan antar flok – flok yang bersifat
sedimen dengan air bersih hasil olahan (Effluent) melalui pembentukan dan
pengendapan flok – flok yang menggunakan agitator pengaduk lambat.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
Endapan flok – flok ini dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara
otomatis.
6. Filter (Penyaringan), dari cleator kemuadian dilirkan ke filter untuk menyaring
turbidity (kekeruhan) berupa flok - flok halus dan kotoran lain yang lolos dari
clearator melalui pelekatan pada median filter. Dimensi masing – masing filter
ini adalah lebar 4 m, panjang 8,25 m, tinggi 6,25 m, tinggi permukaan
maksimum 5,05 m, serta tebal media filter 114 cm dengan lapisan sebagai
berikut:
a. Pasir kwarsa 0,45 – 1,20 mm dengan ketebalan 61 cm.
b. Pasir kwarsa 1,80 – 2,00 mm dengan ketebalan 15 cm.
c. Kerikil halus 4,75 – 6,30 mm dengan ketebalan 8 cm.
d. Kerikil sedang 6,30 – 10,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm.
e. Kerikil kasar 20,00 – 40,00 mm dengan ketebalan 15 cm.
Dalam jangka waktu tertentu filter ini harus dibersihkan dari endapan yang
mengganggu proses penyaringan dengan menggunakan electromotor.
7. Reservoir (Tempat Menampung Air Bersih) adalah berupa bendungan beton
berdimensi panjang 50 m, lebar 40 m, tinggi 7 m berfungsi untuk menampung
air bersih / air olahan setelah melewati media filter dengan kapasitas ± 12.000
m3 dan kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui reservoir – reservoir
distribusi diberbagai cabang. Air bersih yang mengalir dari filter ke reservoir
dibubuhi chlor (post chlorination) dan untuk netralisasi dibuthkan larutan
kapur jenuh atau soda ash.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
8. Finish Water Pump (FWP) berfungsi untuk menditribusikan air bersih dari
reservoir utama di instalasi ke reservoir – reservoir distribusi di cabang
melalui pipa transmisi 1.000 mm dan 80 mm. FWP terdiri dari 5 unit pompa
dengan kapasitas masing – masing 375 l/det total head 55 m menggunakan
motor AC.
9. Sludge Lagoon (Tempat menampung Air Buangan), daur ulang adalah cara
paling tepat dan aman dalam mengatsi dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Prinsip ini telah mendorong perusahaan untuk membangun sarana pengolahan
limbah berupa sludge lagoon. Lagoon ini berfungsi sebagai media penampung
air buangan bekas pencucian system pebgolah dan kemudian air tersebut
disalurkan kembali ke RWT untuk diproses kembali.
10. Monitoring System (Sistem Pengawasan), metode pengawasan selama proses
pengolahan dimasing – masing unit oleh petugas selain dilakukan secara
langsung juga dilakukan dengan sistem pengawasan secara tidak langsung.
Fasilitas ini dapat memperlihatkan secar langsung kondisi proses pengolahan
dari ruang tertentu baik terhadap kuantitas, kualitas maupun kontinuitas
olahan. Fasilitas ini didisain sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah
pengawasan terhadap proses pengolahan air menurut standart dn ketentuan
yang berlaku.
Skema pengolahan air PDAM Tirtanadi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.5. Standart Kualitas Air minum
Menurut Gabriel 2001, air minum adalah air yang sudah terpenuhi syarat
fisik, kimia, bakteriologi serta level kontaminasi maksimum (LKM)
(Maximum Contaminant Level). Level kontaminasi maksimum meliputi
sejumlah zat kimia, kekeruhan dan bakteri coliform yang diperkenankan
dalam batas – batas aman. Lebih jelas lagi, bahwa air minum yang
berkualitas harus terpenuhi syarat sebagai berikut:
Harus jernih, transparan dan tidak berwarna
Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik
Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum
Mengandung mineral yang cukup sesuai dengan standart
Bebas kuman / LKM coliform dalam batas aman
Menurut Wardhana 2001, daftar persyaratan kualitas air minum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990
Tanggal 3 September 1990 tentang syarat – syarat air minum ( tabel 1.1)
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
Tabel 1.1 Syarat – syarat Air Minum
No Parameter Satuan Kadar Maksimum
yang Diperbolehkan
Keterangan
A. FISIKA
1 Bau - - Tidak berbau
2 Jumlah zat padat terlarut (TDS)
mg/l 1.000
3 Kekeruhan Skala NTU 5
4 Rasa - - Tidak berasa
5 Suhu oC Suhu udara (± 3oC)
6 Warna Skala TCU 15
B. KIMIA
a. Kimia Anorganik
1 Air Raksa mg/l 0,001
2 Aluminium mg/l 0,2
3 Arsen mg/l 0,05
4 Barium mg/l 1,0
5 Besi mg/l 0,03
6 Fluorida mg/l 1,5
7 Kadmium mg/l 0,005
8 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
9 Khlorida mg/l 250
10 Kromium, valensi 6 mg/l 0,05
11 Mangan mg/l 0,1
12 Natrium mg/l 200
13 Nitrat, sebagai N mg/l 10
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
Lanjutan dari tabel 1.1 Syarat – syarat Air Minum
No Parameter Satuan Kadar Maksimum
yang Diperbolehkan
Keterangan
14 Nitrit, sebagai N mg/l 1,0 Merupakan batas minimum dan maksimum. Khusus air
hujan, pH minimum 5,5
15 Perak mg/l 0,05
16 pH mg/l 6,5 – 9,0 Merupakan batas minimum dan maksimum
17 Selenium mg/l 0,01
18 Seng mg/l 5,0
19 Sianida mg/l 0,1
20 Sulfat mg/l 400
21 Sulfida (H2S) mg/l 0,05
22 Tembaga mg/l 1,0
23 Timbal mg/l 0,05
b. Kimia Organik
1 Detergen mg/l 0,5
2 Pestisida total mg/l 0,10
3 Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
C. MIKROBIOLOGI
1 Koliform tinja Jumlah per 100 ml 0
2 Total Koliform Jumlah per 100 ml 0
Sumber: Wardhana 2001
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
Menurut Gabriel 2001, standar air minum WHO
1. Syarat fisik
a. Rasa Tak berasa
b. Bau Tak berbau
c. Sisa zat padat 500 – 1000 ppm (ppm = part per million)
d. Derajat kekeruhan Tidak melebihi 5 – 15 unit (Turbidity unit)
e. Warna 5 – 30 unit (Skala Platina – Cobalt)
f. pH 7 – 8,5 atau 6,5 – 9,5
2. Syarat kimia
Level kontaminasi
Timbal (Pb) 0,1 ppm
Selenium (Se) 0,05 ppm
Arsen (Ar) 0,05 ppm
Khrom (Cr valensi VI) 0,05 ppm
Tembaga (Cu) 1,5 ppm
Fluorida 1 ppm
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
3. Zat yang tidak mengganggu kesehatan tetapi tidak boleh melebihi batas yang
ditentukan
Besi 0,3 – 1,0 mg/l
Mangan 0,1 – 0,3 mg/l
Seng 1,0 – 1,5 mg/l
Calsium 75 – 200 mg/l
Magnesium 50 – 150 mg/l
Sulfat 200 – 500 mg/l
Chlorida 200 – 600 mg/l
Nitrogen – nitrat 0,001 mg/l
NO3 50 ppm
4. Syarat bakteriologi
a. 100 ml contoh air tidak terdapat satu bakteri coli
b. MPN (Most Probable Number) bakteri coli tidak melebihi 1/100 ml air
dari segala macam contoh air.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
Menurut Gabriel 2001, Syarat Air Minum Standarat Internasional ditunjukkan
dalam tabel (1.2)
Tabel (1.2) Syarat Air Minum Standarat Internasional
Diperkenankan Maksimum (kelebihan)
Total Solid 500 mg/l 1500 mg/l
Warna 5 unit 50 unit
Kekeruhan 5 unit 25 unit
Rasa Tidak berasa -
Bau Tidak berbau -
Besi (Fe) 0,3 mg/l 1 mg/l
Manganese (Mn) 0,1 mg/l 0,5 mg/l
Tembaga (Cu) 1,0 mg/l 1,5 mg/l
Zink (Zn) 5,0 mg/l 15 mg/l
Calsium (Ca) 75 mg/l 200 mg/l
Magnesium (Mg) 50 mg/l 150 mg/l
Sulfate (SO4) 200 mg/l 400 mg/l
Chlorida (Cl) 200 mg/l 600 mg/l
pH range 7 - 8,5 Kurang dari 6,5 atau lebih besar 9,2
Magnesium dan sodium sulfat 500 mg/l 1000 mg/l
Phenolic substan (sebagai phenol)
0,001 mg/l 0,002 mg/l
Sumber: Gabriel, 2001
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.6. Pengertian Logam Berat
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria –
kriteria yang sama dengan logam – logam lain. Perbedaannya terleak dari
pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam
tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke
dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, biasanya tidaklah
menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena unsur besi (Fe)
dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen . Sedangkan unsur logam berat
beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh – pengaruh buruk terhadap
fungsi fisiologis tubuh. Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup adalah
unsur logam berat beracun seperti hidragyrum (Hg) atau disebut juga air raksa,
maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan.
2.7. Tembaga
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu.
Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan . Dalam tabel
periodik unsur – unsur kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom
(NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat atom (BA) 63,546. Unsur tembaga di
alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak
ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai sebagai senyawa padat dalam
bentuk mineral.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.7.1. Sifat dan Kegunaannya
Secara kimia, senyawa – senyawa dibentuk oleh logam Cu
(tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan pada bilangan
valensi yang dibawanya, logam Cu dinamakan juga cuppro untuk yang bervalensi
+1, dan cuppry untuk yang bervalensi +2. Kedua jenis ion Cu tersbut dapat
membenuk kompleksion – kompleksion yang sangat stabil. Sebagai contoh adalah
senyawa Cu(NH3)6.Cl2. Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaannya ,
seperti CuO, CuCO3, Cu(OH)2 dan Cu (CN)2, tidak dapat larut dalam air dingin
atau panas, tetapi mereka dapat larut dalam asam. Logam C itu sendiri, dapat
dilarutkan dalam senyawa asam sulfat (H2SO4) panas dan dalam larutan basa
NH4OH. Senyawa CuO dapat larut dalam NH4Cl dan KCN.
2.7.2. Tembaga Bagi Organisme
Sebagai logam berat Cu (Tembaga) berbeda dengan logam – logam
berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam
logam berat dipentingkan atau logam berat essensial: artinya, meskipun Cu
merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat di butuhkan tubuh meski
dalam jumlah yang sedikit. Karena itu, Cu juga termasuk ke dalam logam – logam
essensial bagi manusia, seperti besi (Fe) dan lain – lain. Toksisitas yang dimiliki
oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah
masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi
organisme terkait. Menurut Palar 2004, kebutuhan manusia terhadap tembaga
cukup tinggi. Manusia dewasa membutuhkan sekitar 30 µ g Cu perkilogram
berat tubuh. Pada anak – anak jumlah Cu yang dibutuhkan adalah 40 µ g
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
perkilogram berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 µ g CU perkilogram
berat tubuh. Konsumsi tembaga yang baik bagi manusia adalah 2,5 mg/kg berat
tubuh/hari bagi orang dewasa dan 0,05 mg/kg berat tubiuh/hari untuk anak – anak
dan bayi.
2.7.3. Keracunan Tembaga
Bentuk tembaga yang paling beracun adalah debu – debu Cu yasng
dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Garam – garam khlorida
dan sulfat dalam bentuk terhidrasi yang sebelumnya diduga mempunyai daya
racun paling tinggi. Ternyata mempunyai daya racun yang lebih rendah dari debu-
debu Cu. Daya racun yang dimiliki oleh garam – garam khlorida dan sulfat
terhidrasi ini, telah diteliti daya racun yang dimilikinya melalui percobaan di
laboratorium dengan memakai tikus sebgai hewan percobaan. Dari percobaan
tersebut diperoleh data bahwa daya racun yang dimiliki oleh garam khlorida
terhidrasi (CuCl2.2H2O) akan mengakibatkan kematian pada dosis 9,4 mg/kg.
Untuk garam sulfat dalam bentuk terhidrasi, daya racun yang dimilikinya akan
mengakibatkan kematian pada dosis 33 mg/kg.
2.7.4. Bentuk – bentuk Keracunan Tembaga
Sesuai dengan sifat sebagai logam berat beracun, Cu dapat
mengakibatkan keracunan secara akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini
terjadinya ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme
untuk menetralisir dosis tersebut.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.7.4.1. Keracunan Akut
Menurut Palar 2004, gejala – gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan
akut tersebut adalah:
1) Adanya rasa logam pada pernafasan penderita.
2) Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi
berulang-ulang.
Pada 14 orang penderita lainnya terjadi pula diare pada hari pertama dan kedua
setelah terpapar ole CuSO4. Sementara itu pada 20 orang penderita lainnya gejala
tersebut berlanjut dengan terjadinya pendarahan pada jalur gastrointestinal.
Selanjutnya melalui biopsi yang dilakukan terhadap hati beberapa orang penderita
menunjukkan terjadinya centrobularnecrosis dan biliary statis.
2.7.4.2. Keracunan Kronis
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan
timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah
terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky
dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan
pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah
terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan
memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi petunjuk apakah kerang
tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
2.8. Penetapan Kadar Tembaga
Spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur
transmitan atau absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang,
pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal
dapat pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual
atau merekam atau pengelompokan lain : berkas tunggal dan berkas rangkap.
(Underwood, 2000)
Tembaga dalam jumlah sedikit dapat ditetapkan oleh metode
dietilditiokarbamat atau oleh metode ’neokuproin’, dengan keharusan ekstraksi
dalam kedua kasus itu. Dalam suatu prosedur lain yang agak lebih sederhana,
tembaga itu dikomplekskan dengan bisikloheksanon oksalildihidrazon dan warna
biru yang dihasilkan diukur oleh sebuah spektrofotometer yang cocok dalam
jangka 570 -600 nm. Larutan itu hendaknya mengandung tidak lebih dari 100 µ g
tembaga. Reagensia. Larutan bisikloheksanon oksalilhidrazon (reagensia
tembaga). Larutkan 0,1 g reagensia padat dalam 10 cm3 air panas, dan encaerkan
menjadi 200 cm3. Saring, jika perlu.(Basset. 1994)
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
BAB III
METODOLOGI
3.1. Peralatan dan Bahan
3.1.1. Peralatan:
- Spektrophotometer DR 2000 atau DR 2010
- Beaker glass 500 ml
- Batang pengaduk
- Pipet Tensette
- Pipet volume 25 ml
- Kuvet
3.1.2. Bahan:
- CuVer 1 dan CuVer 2 Copper Reagent Powder Pillows
- Sampel air
3.2. Prosedur Kerja:
Prosedur pengujian yang digunakan PDAM Tirtanadi adalah sebagai berikut:
1. Dipastikan analis telah memakai masker dan sarung tangan.
2. Ditekan Power pada alat spectrophotometer DR 2000 atau DR 2010.
3. Ditekan nomor program 135 dan tekan enter, layar akan menunjukkan Dial
nm to 560.
4. Diputar pengatur panjang gelombang hingga layar menunjukkan 560 nm.
Penentuan tembaga total memerlukan pelunakan (digestion) terlebih dahulu.
(lihat prosedur digestion).
5. Ditekan enter, layar akan menunjukkan mg/L Cu BiCn.
6. Diisi beaker glass 500 ml dengan sampel air.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
7. Dipipet 25 ml sampel air dan masukkan kedalam kuvet pertama (sebagai
blanko).
8. Dipipet 25 ml sampel air dan masukkan kedalam kuvet kedua (sebagai
sampel).
9. Ditambahkan satu kandungan cuver 1 copper reagent powder Pillow kedalam
kuvet kedua, tutup dan kocok hingga larut. Warna ungu akan terbentuk jika
tembaga ada didalam sampel air. Akurasi tidak dipengaruhi oleh reagen yang
powder tidak larut.
10. Ditekan SHIFT TIMER, 2 menit masa reaksi akan dimulai.
11. Setelah waktu reaksi tercapai letakkan blanko pada dudukan kuvet, tutup.
12. Ditekan ZERO, pada layar akan menunjukkan 0,00 mg/L Cu BiCn.
13. Diletakkan sampel pada dudukan kuvet. Kemudian tutup.
14. Ditekan Read, catat hasil analisa Cu yang ditunjukkan pada layar.
15. Dilakukan pengenceran jika hasil yang diperoleh melebihi batas pemeriksaan.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil pemeriksaan sampel air yang dilaksanakan di Laboratorium PDAM
Tirtanadi Medan pada tanggal 8 Januari 2007 dapat dilihat pada Tabel berikut
Tabel Hasil Pemeriksaan Tembaga (Cu) Pada Sampel Air
No Sampel Satuan Hasil Uji Keterangan
1 Air Baku mg / l 0,03
2 Air Reservoir I mg / l 0,01
3 Air Reservoir II mg / l 0,01
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembahasan Air Baku Dengan Air Reservoir
Kadar tembaga ( Cu ) yang diperoleh pada air baku sunggal 0,03 mg/l,
sedangkan pada air reservoir I dan reservoir II sunggal adalah 0,01 mg/l.
Persyaratan kadar maksimum pada air baku 0,02 mg/l sedangkan pada air
reservoir 1,0 mg/l. Hasil analisis yang diperoleh pada air baku melebihi dari
persyaratan yang ditetapkan sedangkan pada air reservoir telah memenuhi standar
yang ditetapkan. Defisiensi tembaga dapat mengakibatkan anemia; namun, kadar
tembaga yang berlebihan dapat mengakibatkan air menjadi berasa jika diminum
dan dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Kadar tembaga yang tinggi juga
dapat mengakibatkan korosi pada besi dan aluminium.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
4.2.2. Pembahasan Air Reservoir Sunggal
Kadar tembaga ( Cu ) yang diperoleh pada air reservoir I dan reservoir II
sunggal adalah 0,01 mg/l. Persyaratan kadar maksimum pada air baku 0,02 mg/l
sedangkan pada air reservoir 1,0 mg/l. Hasil analisis yang diperoleh pada air
reservoir telah memenuhi standar yang ditetapkan dan diperoleh hasil yang sama
sesuai dengan yang diharapkan.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
- Dari hasil analisa kadar logam tembaga (Cu) pada air baku 0,3 mg/l, air
reservoir I dan air reservoir II Sunggal 0,01 mg/l
- Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, kualitas air yang
diproduksi oleh PDAM Tirtanadi memenuhi kriteria standart mutu yang
telah ditetapkan KepMenkes R.I No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tanggal 29
Juli 2002 untuk air minum.
- Metode analisa air yang digunakan oleh PDAM Tirtanadi Medan adalah
Spektrofotometri dengan alat Spektrofotometer Visibel DR 2000/2010.
5.2. Saran
- Diharapkan kepada pihak PDAM Tirtanadi, secara berkesinambungan
selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat sangat diperlukan
dalam hal menjaga dan melestarikan lingkungan (terutama sumber –
sumber air baku), yang mana hal ini erat kaitannya dengan masalah
kualitas air bersih yang dihasilkan.
- Untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas dari laboratorium PDAM
Tirtanadi Medan sebaiknya perlu ditambahkan alat – alat yang hasil
analisanya lebih baik.
- Diharapkan air sungai Belawan yang menjadi sumber air baku perlu dijaga
didaerah sekitar sungai agar proses pengolahan berlangsung kontinyu
kelestariannya seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri.
Winda K. Prihatiningsih : Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Sampel Air Dengan Metode Spektrofotometri Di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004, “Kimia Lingkungan”, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta
Basset, J. dkk. 1994, “Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik”,
Penerbit Buku Kedokteran egc, Jakarta.
Effendy, H. 2003, “Telaah Kualitas Air”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Gabriel, J,F. 2001, “Fisika Lingkungan”, Cetakan Pertama, Penerbit Hipokrates,
Jakarta.
Palar, H. 2004, “Pencemaran dan Toksikilogi Logam Berat”, Cetakan kedua,
Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno, T. 2002, “Teknologi Penyediaan Air Bersih”, Cetakan keempat, Penerbit
Rhineka Cipta, Jakarta.
Underwood, A, L. 1986, “Analisis Kimia Kuantitatif”, Edisi lima, Penerbit
Erlangga, Ciracas-Jakarta.
Wardhana, A,W. 2001, “Dampak Pencemaran Lingkungan”, Edisi Kedua,
Cetakan Pertama, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.