penerapan pendekatan pmr untuk meningkatkan hasil belajar mtk siswa kelas vb sd inp. mallengkeri...
TRANSCRIPT
i
S K R I P S I
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SETTING KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VB SD INPRES
MALLENGKERI BERTINGKAT I MAKASSAR
IKA MUSTIKA BTE ABDULLAH
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2011
i
S K R I P S I
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SETTING KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VB SD INPRES
MALLENGKERI BERTINGKAT
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika
IKA MUSTIKA BTE ABDULLAH 061104058
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2011
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil
karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah dinyatakan benar. Bila dikemudian hari ternyata pernyataan saya terbukti
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan oleh
FMIPA UNM Makassar.
Yang membuat pernyataan,
Nama : Ika Mustika Bte Abdullah
NIM : 061104058
Tanggal : 5 Januari 2011
iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademika UNM Makassar, maka saya bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ika Mustika Bte Abdullah NIM : 061104058 Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Matematika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Negeri Makassar Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas skripsi saya yang berjudul: Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Negeri Makassar berhak menyimpan, mengalih- media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta, serta tidak dikomersilkan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Makassar
Pada tanggal : 5 Januari 2011
Yang menyatakan, Ika Mustika Bte Abdullah
Menyetujui, Pembimbing I Dr. Muhammad Darwis M, M.Pd.
v
Motto dan Persembahan
Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”
(TQS Al Kahfi : 109)
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), bersungguh-sungguhlah
dalam urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-mulah kamu berharap
(TQS Al-Insyirah: 6-8).
Teruntuk… Ibunda dan ayahandaku, pemilik do’a yang tulus. Kakak-kakakku: Muliati, Murniati, Mudassir, Mulkawaty, dan Musfira, pemilik kasih sayang. Sahabat-sahabat terbaikku Renamiyuga, Mega, Eva, dan akhawaat Azzam, terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, dan keceriaan selama ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Amin…
vi
ABSTRAK
Abdullah, Ika Mustika Bte. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar. Skripsi. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas V SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar khususnya pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok melalui penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar yang berjumlah 46 orang, terdiri dari 17 laki-laki dan 29 perempuan. Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus, masing-masing sebanyak 4 kali pertemuan termasuk tes siklusnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data aktivitas siswa selama mengikuti proses belajar mengajar matematika yang diperoleh melalui lembar observasi dan catatan lapangan, dan data hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa di setiap akhir siklus. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar siswa pada siklus I berada pada ketegori sangat rendah dengan skor rata-rata sebesar 50,83 dari skor ideal 100, standar deviasi 20,80, dan persentase ketuntasan hasil belajar sebesar 29,27% (2) hasil belajar siswa pada siklus II berada pada ketegori sangat rendah dengan skor rata-rata sebesar 52,46 dari skor ideal 100, standar deviasi 24,20, dan presentase ketuntasan hasil belajar sebesar 40%; hal ini berarti bahwa tidak terjadi peningkatan signifikan dalam penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan dimana hasil belajar rata-rata dari siklus I ke siklus II meningkat hanya sebesar 1,63 dan presentase ketuntasan hasil belajar siswa dari kedua siklus tidak mencapai target 85% (3) aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan mengalami perubahan positif dilihat dari kemampuan menggunakan masalah kontekstual, keaktifan dalam mengkonstruksi model, interaksi guru-siswa dan antar siswa, dan kemampuan mengaitkan materi. Dengan demikian disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif tidak meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas Vb SD Inpres Mallengkeri bertingkat I Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok, tetapi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Kata Kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Pembelajaran Matematika Realistik, PMR
vii
ABSTRACT
Abdullah, Ika Mustika Bte. 2011. The Application of Realistic Mathematics Education Approach with Cooperative Setting to Improve Student’s Mathematics Learning Achievements of Grade Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar. Thesis. Mathematics Department, Faculty of Mathematics and Science, State University of Makassar.
This research was a classroom action research which aimed to improve mathematics learning achievements on Cubes and Cuboids Topic of Grade Vb students of SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar by applying Realistic Mathematics Education approach with Cooperative Setting. The subjects were 46 students that consist of 17 males and 29 females in Grade Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar. This research was detained in two cycles. Every cycle was detained in 5 meetings include the cycle test. Data in this research were about student’s activities, taken from the observation sheets, and data about student’s learning achievements, taken from a test at the end of each cycle. The result of this research shows that: (1) student’s learning achievements in the first cycle is in very low category with mean score of 50.83 out of 100 as ideal score, standard deviation of 20.80, and accomplishment percentage of 29.27% (2) student’s learning achivements in the second cycle is in very low category with mean score of 52.46 out of 100 as ideal score, standard deviation of 24.20, and and accomplishment percentage of 40%; all of the results mean that there is no significant progress in student’s comprehension as the mean score increases only 1.63 and the accomplishment percentage in both cycle do not conquer 85% in target. (4) student’s learning activities progressed as the improvements of student’s ability in using contextual issues, students ability in constructing models, interactions, and intertwinement. Based upon the research results, it was concluded that the application of Realistic Mathematics Education approach with Cooperative Setting did not increase the learning achievements of Grade Vb students of SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar on Cubes and Cuboids Topic, but improved student’s learning activities.
Keywords: Classroom Action Research, Realistic Mathematics Education, RME
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad dan semoga keselamatan
senantiasa tercurah kepada keluarga beliau, para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in,
serta umat yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat utama dalam meraih
gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Jurusan Matematika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang
dialami penulis, namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak,
hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu penulis
menghaturkan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah memberikan andil dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Makassar,
2. Prof. Dr. Hamzah Upu, M.Ed., Dekan FMIPA Universitas Negeri Makassar,
3. Dr. Muhammad Darwis M., M.Pd., Ketua Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Makassar, sekaligus penasehat akademik dan pembimbing
I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan nasihat, bimbingan, dan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini,
4. Bapak Dr. Usman Mulbar, M.Pd., pembimbing II yang senantiasa
memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi,
5. Bapak Dr. Djadir, M.Pd. atas kesediaannya menjadi validator instrumen untuk
kelengkapan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis,
6. bapak dan ibu dosen Jurusan Matematika FMIPA UNM yang telah banyak
memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Jurusan Matematika
FMIPA UNM,
ix
7. Ibu Hj. Marsiah, S.Pd., Kepala SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar
beserta stafnya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di sekolah tersebut, serta siswa–siswa kelas Vb SD Inpres
Mallengkeri Bertingkat I Makassar atas partisipasi aktifnya selama penulis
melaksanakan penelitian,
8. para murabbiyahku: Kak Mutahharah, Kak Menuk Widiastuti, Kak Risna
Rina, dan Ummu Salman atas segala ilmu yang telah diberikan kepada
penulis,
9. teman-teman tarbiyahku di KKI Ummu Sulaim 2, Annisa 2 dan Mu’minaat 4,
10. akhawaat Azzam: Andien, Sakinah, Nurul, Rahmah, Darma, Misry, Murni,
Risna, Nabila, atas kebersamaan, pengertian, dorongan, dan bantuannya
kepada penulis, serta para observerku: Muthmainnah, Aliyah, dan Lathifah
yang siap siaga, jazaakumullahu khairan,
11. saudara dan saudariku fillah di barisan perjuangan SCMM BEM FMIPA
UNM dan seluruh akhawaat FMUI,
12. seluruh mahasiswa Matematika Kelas C Angkatan 2006 atas kebersamaan dan
kerjasamanya dalam suka dan duka selama mengikuti perkuliahan di
Universitas Negeri Makassar, serta
13. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang besar dan istimewa kepada
Ibunda Kebo, yang dengan penuh kesabaran dalam membesarkan, mendidik, dan
mendo’akan keberhasilan penulis. Sungguh penulis tidak dapat membalas apa
yang telah Ibunda berikan, hanya Allah sebaik-baik Pemberi Balasan.
Penulis menyadari sebagai manusia yang tak luput dari kekurangan,
demikian pula skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan ke
depan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Allahumma amin.
Makassar, Januari 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK . iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v ABSTRAK ............................................................................................... vi ABSTRACT ............................................................................................. vii KATA PENGANTAR .............................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................ x DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Permasalahan ................................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7 D. Manfaat penelitian ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN ............ 9 A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9 B. Hipotesis Tindakan ......................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 29 A. Jenis Penelitian .............................................................................. 29 B. Rencana Penelitian ........................................................................ 29 C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 34 D. Teknik Analisis Data ..................................................................... 35 E. Indikator Keberhasilan .................................................................. 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 37 A. Deskripsi Hasil Penelitian .............................................................. 37 B. Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan dalam Proses Belajar
Mengajar ........................................................................................ 47 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 51
A. Simpulan ....................................................................................... 51 B. Saran ............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53 LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran A. Rencana Program Pembelajaran ...................................... 55 Lampiran B. Instrumen Penelitian ....................................................... 73 Lampiran C. Hasil Observasi ................................................................ 107 Lampiran D. Data dan Analisis Tes Hasil Belajar ................................ 131 Lampiran E. Surat-Surat ...................................................................... 142
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 167
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Kategorisasi Hasil Belajar ........................................................ 35 Tabel 3.2. Kategorisasi Aktivitas Belajar .................................................. 35
Tabel 4.1. Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ......................... 38 Tabel 4.2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II ........................ 40
Tabel 4.3. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus I ....................................................... 44
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus I ............................. 44
Tabel 4.5. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus I ....................................................... 45
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus II ........................... 46
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM
yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang dan seyogyanya
berfungsi sebagi alat ukur untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah
pendidikan.
Isu yang masih menjadi pembicaraan hangat dalam masalah mutu pendidikan
dewasa ini adalah hasil belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu. Hal ini
nampak pada hasil belajar rata-rata peserta didik yang senantiasa masih sangat
memprihatinkan. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah bersama para ahli
pendidikan berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya
melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi
pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA,
Matematika dan lain-lain.
Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan Matematika di sekolah yang
merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak menimbulkan kesulitan belajar
bagi siswa, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari
proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.
2
Matematika adalah sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika merupakan metode berpikir
logis, sistematis dan konsisten. Oleh karenanya semua masalah kehidupan yang
membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus merujuk pada
matematika. Melalui pengajaran matematika diharapkan akan menambah
kemampuan, mengembangkan keterampilan dan aplikasinya.
Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa
yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan
bermain dengan rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya
menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan
mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan
bahwa matematika cuma membuat pusing siswa dan dianggap sebagai momok
yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika
yang membuat kekhawatiran pada prestasi belajar matematika siswa. Sementara
itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan
berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna,
metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar
siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan
mekanistis. Ditambah lagi dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang
cenderung membuat siswa pasif dalam proses belajar-mengajar, yang membuat
siswa merasa bosan sehingga tidak tertarik lagi untuk mengikuti pelajaran
tersebut, terlebih lagi pelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep-konsep
abstrak, sehingga pemahamannya membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh
3
karena itu, dibutuhkan ketekunan, keuletan, perhatian, dan motivasi yang tinggi
untuk memahami materi pelajaran matematika.
Pada umumnya proses pembelajaran yang digunakan adalah dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab,
pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit
melibatkan siswa. Guru cenderung untuk langsung menyampaikan konsep
pelajaran kepada siswa, sehingga mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural
dan memahami matematika tanpa penalaran. Selain itu interaksi antara siswa
selama proses belajar-mengajar sangat minim.
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan suatu
perbaikan dalam proses pengajaran. Salah satunya adalah dengan menerapkan
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk
mengembangkan potensi secara maksimal. Banyak sekali model-model
pembelajaran yang bisa diterapkan, sehingga memungkinkan guru untuk
menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Peserta
didik yang dalam kondisi fun dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan fun
juga, sehingga mereka tidak merasa jenuh dalam belajar matematika.
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah salah satu
pendekatan dalam pembelajaran matematika yang landasan filosofinya sejalan
dengan falsafah konstruktivis yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah
konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Soffa: 2005). Dalam pendekatan
PMR, siswa di dorong untuk aktif bekerja bahkan diharapkan untuk
mengkonstruksi atau membangun sendiri konsep-konsep matematika sehingga
4
dengan memadukannya ke dalam Model Pembelajaran Kooperatif yang dapat
melibatkan seluruh siswa, berpotensi untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika.
Penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran dengan setting
pembelajaran kooperatif di sekolah diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
dan penguasaan siswa terhadap materi tersebut, karena pembelajaran dengan
pendekatan PMR dirancang berawal dari pemecahan masalah yang berada di
sekitar siswa dan berbasis pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dan
pembelajaran kooperatif yang menjadi acuan skenario pembelajaran dapat
memaksimalkan keterlibatan seluruh siswa.
Dengan menerapkan pendekatan PMR Setting Kooperatif diharapkan selain
tercapainya tujuan pendidikan juga dapat membantu siswa lebih memahami
pelajaran matematika dan dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik Setting Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Rendahnya hasil belajar matematika khususnya pada siswa kelas Vb SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar disebabkan oleh berbagai faktor. Salah
satunya adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang efektif dan
tidak sesuai dengan materi yang akan dibawakan ketika guru membawakan
5
materi, mengakibatkan siswa kurang memahami dan mengkonstruksi pengetahuan
yang dipaparkan oleh guru. Siswa kurang menyukai soal-soal berbentuk cerita
yang banyak terdapat pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok yang pernah
mereka dapatkan di kelas IV, dan ini mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh
siswa.
Pokok bahasan Volume Kubus dan Balok adalah salah satu pokok bahasan
dasar geometri, di mana siswa banyak dihadapkan pada aktivitas membayangkan
bentuk-bentuk geometris beserta unsur-unsur dan pengukurannya, dan tujuan
akhir dari pembelajaran adalah siswa tidak hanya dapat menyelesaikan
permasalahan geometri dalam bentuk formal melainkan juga permasalahan
kontekstual dalam bentuk soal cerita. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sebuah
pendekatan pembelajaran yang dapat memaksimalkan pemahaman siswa terhadap
materi, tidak hanya sekedar membuat siswa dapat menghafal rumus-rumus
geometri yang diajarkan.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, siswa tidak terbiasa dengan
pengaitan materi pelajaran yang mereka terima baik terhadap kehidupan sehari-
hari mereka maupun terhadap materi pelajaran lain, yang menyebabkan
kurangnya kemampuan siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka
pelajari ketika diberikan soal berbentuk cerita. Ini mengindikasikan
kekurangmampuan siswa mengkonstruksikan kembali pengetahuan formal yang
mereka peroleh ke kehidupan nyata, begitu pula sebaliknya.
6
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah
dalam penelitian ini yaitu: “Apakah dengan menerapkan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik dalam Model Kooperatif dapat meningkatkan hasil dan
aktivitas belajar matematika siswa di kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I
Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok?”
3. Cara Pemecahan Masalah
Masalah rendahnya hasil dan aktivitas belajar matematika siswa kelas Vb SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar dapat dipecahkan dengan menerapkan
pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting
Kooperatif. Di dalam PMR, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri
konsep matematika dengan dengan menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari/ soal kontekstual yang realistik. Soal realistik ini mengarahkan siswa
membentuk konsep, menyusun model, menerapkan konsep yang telah diketahui,
dan menyelesaikan berdasarkan kaidah matematika yang berlaku. Pembelajaran
Kooperatif yang menjadi acuan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dapat
memaksimalkan partisipasi seluruh siswa. Guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur.
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil dan
aktivitas belajar matematika siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I
Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok melalui penerapan
pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif.
7
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat memberikan masukan
pada dunia pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan matematika.
Beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penelitian yang akan dilakukan ini
adalah sebagai berikut:
a) Bagi siswa
a. Dengan melakukan (doing mathematics) dan mengkonstruksikan
pengetahuan sendiri, maka pengetahuan tersebut dapat tersimpan
dalam long term memory sehingga dapat bertahan lama dalam ingatan
siswa.
b. Matematika lebih menarik bagi siswa, karena menjadikan matematika
sebagai aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran
yang sulit dan menakutkan.
c. Melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi
b) Bagi guru
a. Sebagai masukan dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika
serta mendapatkan cara efektif dalam penyajian pelajaran
matematika.
b. Dengan penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
dalam pembelajaran kooperatif di sekolah, diharapkan dapat
menambah pengetahuan guru akan pendekatan pembelajaran yang
8
lebih bervariasi, dan meningkatkan kemampuan guru untuk
menjalankan tugasnya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
c) Bagi peneliti.
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media belajar dalam melatih
diri menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis sekaligus
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.
b. Sebagai bahan referensi mengenai pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik dalam pembelajaran kooperatif.
d) Bagi sekolah.
a. Dapat memberikan konstribusi dalam rangka perbaikan pengajaran
matematika di sekolah,
b. Diharapkan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik dalam pembelajaran kooperatif dapat menjadi
pola strategi pembelajaran siswa di kelas dalam rangka kualitas
sekolah.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan setiap orang baik
secara sengaja maupun secara alami. Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan,
kegemaran dan sikap seseorang dapat terbentuk, di modifikasi dan berkembang
disebabkan belajar.
Terdapat perbedaan redaksi pengertian belajar yang dikemukakan oleh para
ahli, bergantung pada sudut pandang dan bidang keahlian masing-masing.
Dalam KBBI (2007: 17) disebutkan bahwa belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, atau berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut Hudojo (1990: 1), seseorang dikatakan belajar bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah
laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar
merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah
laku yang relatif/tetap.
Spears mengemukakan bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,
mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Sementara Gagne
berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang
10
dicapai seseorang melalui aktivitas, bukan diperoleh langsung dari proses
pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009:2).
Definisi lain dikemukakan oleh Trianto (2008: 12) bahwa belajar pada
hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam
berbagai bentuk, seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek lain yang
ada pada individu belajar.
Sementara Mouly dalam Trianto (2008: 12) mengemukakan bahwa belajar
pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya
pengalaman. Pendapat senada dikemukakan pula oleh Kimble dan Garmezi dalam
Trianto (2008: 12), belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
Dengan demikian inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku
karena adanya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa
perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan
apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara
individu dengan lingkungan.
Suprijono (2009: 4) menyebutkan dua prinsip belajar yang perlu dipahami.
pertama, prinsip belajar adalah perubahan prilaku. Perubahan prilaku sebagai hasil
belajar memiliki ciri-ciri:
a) sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari,
b) kontinu atau berkesinambungan dengan prilaku lainnya,
11
c) fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup,
d) positif atau berakumulasi,
e) aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan,
f) permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai
any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that
occurs as a results of experience,
g) bertujuan dan terarah,
h) mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.
Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan
dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis,
konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai
komponen belajar. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman.Pengalaman
pada dasarnya adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
William Burton mengemukakan bahwa a good learning situation consist of a rich
and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and
carried on in interaction with a rich varied and propocative environment.
2. Matematika Sekolah
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut, dipandang
dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Sasaran
penelaahan matematika tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Matematika tidak hanya
berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga
unsur ruang sebagai sasarannya. Pada permulaan abad 19, matematika
12
berkembangan yang sasarannya ditujukan ke hubungan, pola, bentuk, dan
struktur.
Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis),
matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda)
berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan ini
mempunyai akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,
science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya
yang serupa yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Menurut Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman (1999:252), matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya adalah untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya
adalah untuk memudahkan berfikir.
Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental
dalam Upu(2004: 64), yaitu:
...mathematics look like a plural as it still is in French ‘Les Mathematiques’. Indeed, long ago it meant a plural: ... mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry astronomy and music, .... The Dutch term was virtually coined by Simon (1548-1620): ‘Wiskunde’, the science of what is certain. ‘Wis en zeker’, sure and certain, is that which does not yield to any doubt, ang kunde means, knowledge, theory (p. l).
Upu menyebutkan beberapa pengertian dari matematika, yaitu:
a. matematika adalah ilmu dasar sebagai pelayan sekaligus raja dari ilmu-ilmu
lain,
b. matematika adalah bahasa universal, bahasa simbol yang memuat istilah yang
didefenisikan secara cermat, jelas, dan akurat,
13
c. matematika sebagai pola pikir yang rasional, sistematis, runut, dan bebas dari
tahayul,
d. matematika adalah ilmu yang abstrak, terstruktur, dan deduktif,
e. bahkan matematika adalah ilmu seni kreatif yang menghasilkan pola, struktur,
dan disain yang konsisten,
f. matematika; dulu, sekarang dan akan datang merupakan ilmu bantu untuk
memahami ilmu-ilmu lain dan masalah kehidupan sehari-hari,
g. matematika berkembang seiring, bahkan mendahului ilmu-ilmu lain sesuai
dengan perkembangan peradaban dunia.
Soedjadi (2000:37) menyajikan beberapa defenisi atau pengertian matematika:
a. matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik,
b. matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi,
c. matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan,
d. matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuatitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk,
e. matematika adalah struktur-struktur yang logis,
f. matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Beberapa karakteristik dari matematika yaitu:
a. memiliki objek kajian abstrak,
b. bertumpu pada kesepakatan,
c. berpola pikir deduktif,
14
d. memiliki simbol yang kosong dari arti,
e. memperhatikan semesta pembicaraan,
f. konsisten dalam sistemnya.
Menurut Soedjadi (2000:37) matematika yang diajarkan dijenjang
persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Umum disebut matematika sekolah. Sering juga dikatakan bahwa
Matematika Sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang
dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan
perkembangan IPTEK. Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah
tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak
sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal:
(1) penyajiannya,
(2) pola pikirnya,
(3) keterbatasan semestanya,
(4) tingkat keabstrakan.
Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif
dalam upaya memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif
dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa
melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga
pendidikan formal.
Cockroft dalam Abdurrahman (1999:253) mengemukakan bahwa matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena:
1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan,
15
2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai,
3) merupakan sarana komunikasi uang kuat, singkat dan jelas,
4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam bagai cara,
5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran
keruangan, dan
6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalahyang
menantang.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada
hakekatnya adalah merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam
memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek
matematika sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan.
Menurut Liebeck dalam Abdurrahman (1999: 253) ada dua macam hasil
belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa yakni perhitungan matematis
(mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning).
Berdasarkan hasil belajar semacam itu maka Lerner mengemukakan dalam
Abdurrahman (1999:253) bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya
mencakup tiga elemen yakni konsep (pemahaman dasar), keterampilan, dan
pemecahan masalah (aplikasi dari konsep dan keterampilan).
3. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
a. Landasan Filosofi PMR
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik memberikan peluang pada
siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan
suatu masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh
16
siswa, siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-
lahan guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis
formal melalui matematisasi horisontal dan vertikal.
Hadi dalam Supinah dan Agus (2009:76) mengutip pernyataan Gravemeijer
bahwa PMR merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di
Belanda, dan dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education. Teori ini
berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas
insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat
dipisahkan dari sifat matematika seseorang dalam memecahkan masalah, mencari
masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran. Sementara
dalam kutipan yang sama Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat
dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan
matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan
yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika
berdasarkan usaha mereka sendiri.
Dalam PMR, dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan
ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala
sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau
kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange
mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang konkrit, yang
disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. (Hadi dalam Supinah dan
Agus, 2009: 76). Sementara itu, Treffers membedakan dua macam matematisasi,
yaitu vertikal dan horisontal (Hadi dalam Supinah dan Agus, 2009: 76).
17
Digambarkan oleh Gravemeijer (Supinah dan Agus, 2009:76), RME sebagai
proses penemuan kembali (reinvention process), seperti ditunjukkan
gambar/skema berikut ini.
Matematisasi Horisontal dan Vertikal (Gravemeijer dalam Supinah dan Agus, 2009:76)
Dalam matematisasi horisontal, siswa mulai dari soal-soal kontekstual,
mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian
menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan
cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam
matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi dalam
jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa bantuan konteks.
Siswono (2009:1) mengemukakan bahwa Pemerintah Belanda
mereformasikan pendidikan matematika dengan istilah realistic tidak hanya
berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah
nyata yang dapat dibayangkan (to imagine). Kata “to imagine” sama dengan “zich
Realise-ren” dalam Bahasa Belanda. Jadi penekanannya pada membuat sesuatu
masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep
Diuraikan
Sistem Matematika Formal
Bahasa Matematika Algoritma
Soal-soal Kontekstual
Diselesaikan
18
yang abstrak (formal) dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama
konsep itu nyata berada (dapat diterima oleh) pikiran siswa.
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik adalah pendekatan
pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai
kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang
dihadapi atau dialami oleh siswa merupakan bagian yang sangat penting,
2) menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan alat
matematis hasil matematisasi horizontal,
3) menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi
kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah
bimbingan guru,
4) pembelajaran terfokus pada siswa,
5) terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi
kegiatan memecahkan masalah kontekstual, mengorganisasikan pengalaman
matematis, dan mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut.
(Suryanto dan Sugiman dalam Supinah dan Agus, 2009:77).
b. Prinsip-prinsip PMR
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik
dilakukan berdasarkan tiga prinsip kunci yang dimilikinya (Gravemeijer dalam
Supinah dan Agus, 2009: 78), yaitu Guided Re-invention, Didactical
Phenomenology dan Self-delevoped Model.
19
1) Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi dengan
masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.
Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan
diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau
teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah
kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas siswa
diharapkan dapat ditemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan oleh siswa
sendiri.
2) Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.
Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan kontribusinya
bagi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung
berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu siswa dan memakai
matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah
dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali
pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba
memecahkannya. Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa diharapkan
dapat melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.
Pencapaian matematisasi horisontal ini, sangat mungkin dilakukan melalui
langkah-langkah informal sebelum sampai kepada matematika yang lebih
formal. Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan masalah dapat
melangkah ke arah pemikiran matematika sehingga akan mereka temukan atau
20
mereka bangun sendiri sifat-sifat atau definisi atau teorema matematika
tertentu (matematisasi horisontal), kemudian ditingkatkan aspek
matematisasinya (matematisasi vertikal). Kaitannya dengan matematisasi
horisontal dan matematisasi vertikal ini, De Lange (Supinah dan Agus,
2009:78) menyebutkan proses matematisasi horisontal antara lain meliputi
proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, membuat skema,
menemukan hubungan, dan lain-lain, sedangkan matematisasi vertikal, antara
lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula
(rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan
konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses matematisasi
horisontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat member kemungkinan siswa
lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan masalah
kontekstual yang realistik yang diberikan pada awal pembelajaran seperti
tersebut di atas, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang digunakan
atau ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian, siswa
mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara
yang digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda
dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Ini suatu
fenomena didaktik. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada di
dalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak
lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada pembelajaran
21
matematika yang berorientasi pada siswa atau bahkan berorientasi pada
masalah (Marpaung dalam Supinah dan Agus, 2009: 79)
3) Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh siswa.
Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan
suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam
proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan
kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok,
dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model
pemecahan masalah buatan siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik
diharapkan terjadi urutan ”situasi nyata” → ”model dari situasi itu” →
”model kearah formal” → ”pengetahuan formal”. Menurutnya, inilah yang
disebut ”bottom up” dan merupakan prinsip RME yang disebut ”Self-
delevoped Models” (Soedjadi dalam Supinah dan Agus, 2009: 80).
Berkaitan dengan penggunaan masalah kontekstual yang realistik, menurut De
Lange (Suryanto dan Sugiman dalam Supinah dan Agus, 2009:80) ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
1) Titik awal pembelajaran harus benar-benar hal yang realistik, sesuai dengan
pengalaman siswa, termasuk cara matematis yang sudah dimiliki oleh siswa,
supaya siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar secara
bermakna.
2) Di samping harus realistik bagi siswa, titik awal itu harus dapat
dipertanggungjawabkan dari segi tujuan pembelajaran dan urutan belajar.
22
3) Urutan pembelajaran harus memuat bagian yang melibatkan aktivitas yang
diharapkan memberikan kesempatan bagi siswa, atau membantu siswa, untuk
menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis
informalnya.
4) Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara
interaktif, menjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan
masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi)
temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju
dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan
merefleksikan solusi-solusi itu.
5) Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan masalah
realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi.
4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok
yang memiliki aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa
membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar sisw yang
kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam
suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan
memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah
menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif
agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya (Prianto dalam Wena, 2010:187)
23
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie
(2002) ada berbagai elemen dan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu:
a. saling ketergantungan positif (positive interdependence),
Dalam pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan
suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.
Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang disebut dengan saling
ketergantungan positif. Setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu
bekerjasama dalam mencapai tujuan.
b. interaksi tatap muka (face to face interaction),
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok saling bertatap muka
agar mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tapi juga
dengan siswa. Dalam hal ini antaranggota kelompok melaksanakan aktivitas-
aktivitas dasar sepreti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan
sabar teman yang sedang memberi penjelasan, berkata sopan, meminta
bantuan, dan sebagainya.
c. akuntabilitas individual (individual accountability),
mengingat pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam bentuk
kelompok, maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran
demi keberhasilan pekerjaan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok
(hasil belajar kelompok), setiap individu harus bertanggungjawab terhadap
penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar
24
kelompok didasari atas nilai rata-rata angggota kelompok. Kondisi belajar
yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggungjawab (akuntabilitas)
pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggungjawab individu,
keberhasilan kelompok akan sulit dicapai.
d. keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial
yang sengaja diajarkan (use of collaborative/social skill).
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat
berkolaborasi, bekerjasama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Dengan
demikian, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap
teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, mandiri, dan berbagai
sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi yang tidak
hanya diasumsikan, tetapi sengaja diajarkan oleh guru. (Wena, 2010:190)
5. Kerasionalan antara Materi Volume Kubus dan Balok dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik adalah materi-materi yang menuntut pemahaman tinggi
terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di
masyarakat. Materi keterampilan untuk menerapkan suatu konsep atau prinsip
dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan.
Dengan mengacu pada pembahasan di atas, pembelajaran pada materi
Volume Kubus dan Balok dapat menggunakan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Setting Kooperatif. Karena, di lingkungan sekitar terdapat
banyak sekali hal-hal maupun benda-benda yang dapat dikaitkan dengan materi
ini sehingga dapat digunakan untuk memancing kegiatan bernalar realistis pada
25
siswa. Semua itu menuntut pemahaman yang tinggi terhadap nilai-nilai sosial,
konsep, atau prinsip, dan keterampilan untuk menerapkannya, serta masalah-
masalah aktual yang terjadi di masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat
mengantar mereka untuk menerapkan kembali apa yang telah mereka pelajari
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
6. Tinjauan tentang Materi Volume Kubus dan Balok
Dalam penelitian ini materi yang akan dibahas adalah:
a. Menghitung Volume Kubus dan Balok
1. Satuan Volume
Balok ini volumenya = 60 kubus satuan. Jika kubus
satuan panjang rusuknya 1 cm, maka:
Volume tiap satuan =1 cm x 1 cmx 1cm =1cm3.
Volume balok itu = 60 x 1 cm3= 60 cm3.
Jika satuan volume m3, artinya panjang rusuk satuan adalah 1 m. Sehingga
satuan volume = 1m x 1m x 1m = 1m3.
Satuan volume selain kubik adalah liter. Cara mengubah kedua satuan volume
kubik dan liter tersebut menurut tingkat atau urutan kedua satuan adalah
seperti pada gambar berikut ini.
26
2. Mengenal Kubus dan Balok
Kubus adalah balok atau prisma
siku-siku khusus. Kubus
mempunyai 6 sisi, semuanya
merupakan persegi. Keenam
sisi itu adalah ABCD, AEHD, DHGC, AEFB, BFGC, EFGH. Kubus
mempunyai 12 rusuk yang sama panjangnya, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE,
BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan HE.
Kubus mempunyai 8 titik sudut, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, dan H.
Balok disebut prisma siku-siku.
Balok mempunyai 6 sisi, masing-
masing berbentuk persegi
panjang. Ke-6 sisi tersebut terdiri
atas 3 pasang sisi yang sama. Sisi KLMN = PQRS; sisi KPSN = LQRM;
sisi KPQL = NSRM. Banyak rusuknya ada 12, terbagi atas 3 kelompok
masing-masing 4 rusuk yang sama panjang: rusuk KL = NM = PQ = SR;
rusuk KN = PS = LM = QR; rusuk KP = NS = LQ = MR. Banyak titik
sudut balok 8, yaitu: K, L, M, N, P, Q, R, dan S. Kubus dan balok adalah
bangun ruang. Jika kubus dan balok diletakkan di atas meja, maka tidak
seluruh bagiannya terletak pada bidang datar.
27
3. Menentukan Volume Kubus dan Balok
a. Volume Kubus
Lapisan pertama (bawah) pada kubus di
samping = 4 x 4 kubus satuan = 16 kubus
satuan. Ke atas ada 4 lapisan. Jadi,
volume kubus = 4 x (4 x 4) = 64 kubus
satuan.
Kita dapat menghitung dengan cara lain, sebagai berikut.
Banyak kubus satuan ke kanan (AD) = 4. Banyak kubus satuan ke
belakang (DC) = 4. Banyak kubus satuan ke atas (AE) = 4.
Banyak kubus satuan seluruhnya = 4 x 4 x 4 = 64
Jadi, volume kubus = 64 kubus satuan.
Kubus mempunyai panjang rusuk yang sama. AD, DC, dan AE adalah
rusuk-rusuk kubus, AD = DC = AE.
b. Volume Balok
Lapisan pertama (bawah) balok di
samping = 8x5 kubus satuan = 40
kubus satuan Ke atas ada 4
lapisan. Jadi, volume balok = 4 x (
8 x 5) = 160 kubus satuan.
28
Balok mempunyai rusuk-rusuk yang merupakan panjang (p), lebar (l),
dan tinggi (t), yang tidak sama panjang.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoretik yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
“Bila diterapkan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting
Kooperatif, maka hasil dan aktivitas belajar matematika siswa di kelas Vb SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok
akan meningkat”
29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Researsch) dengan menerapkan pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik Setting Kooperatif, yang dibagi dalam 2 (dua) siklus dengan 4 (empat)
tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan (observasi dan
evaluasi), dan (4) refleksi. Langkah penelitian yang ditempuh pada setiap siklus
secara lebih rinci dapat dilihat pada bagan berikut ini:
B. Rencana Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar yang
terletak di Jalan Mannuruki Kompleks Tabaria Blok F2 No.1 Makassar. Subjek
penelitian adalah seluruh siswa kelas Vb pada semester ganjil tahun pelajaran
2010/2011.
Siklus I
Refleksi
Pengamatan
Pelaksanaan
Perencanaan
Siklus II
Refleksi
Pengamatan Pelaksanaan
Perencanaan
Grafik 3.1. Desain Alur Penelitian
30
2. Faktor yang Diselidiki
Untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, ada
beberapa faktor yang diselidiki dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
a. faktor input, yaitu kondisi siswa yang menjadi objek penelitian. Adapun
penyelidikan terhadap faktor siswa ini telah dilakukan pada saat observasi
awal, kemudian ditentukanlah penerapan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Setting Kooperatif sebagai pemecahannya,
b. faktor proses, yaitu melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui
penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif,
c. faktor output, yaitu bagaimana hasil belajar matematika siswa setelah
dilaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif.
3. Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti dengan apa
yang telah didesain dalam faktor yang akan diselidiki.
a. Gambaran Kegiatan Siklus I
Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan.
31
a) Perencanaan
Pada tahapan perencanaan pada siklus I, penulis melakukan kegiatan sebagai
berikut:
mengadakan observasi lapangan pada kelas V SD Inpres Mallengkeri
Bertingkat I Makassar sebagai lokasi penelitian, dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
o mengamati kegiatan belajar mengajar matematika di kelas V,
o Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan kemudahan guru
dalam mengajar matematika khususnya pada pokok bahasan Volume
Kubus dan Balok,
menelaah kurikulum untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pokok
bahasan Volume Kubus dan Balok dapat diajarkan dalam 6 kali pertemuan
(tidak termasuk pertemuan untuk tes hasil belajar),
membuat lembar observasi untuk mengamati kondisi proses belajar
mengajar matematika di kelas dengan menggunakan pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif,
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pokok bahasan
Volume Kubus dan sesuai langkah-langkah pada pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Setting Kooperatif,
membuat media dan perangkat pembelajaran seperti LKS yang dibutuhkan
dengan tetap berpedoman pada pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik Setting Kooperatif,
32
merancang dan membuat soal, baik soal untuk latihan di kelas maupun soal
untuk pekerjaan rumah,
membuat tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar matematika siswa
sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
b) Pelaksanaan
Secara umum, tindakan yang dilakukan pada setiap pertemuan (kegiatan
pembelajaran) dalam siklus I adalah sebagai berikut:
mengajarkan materi sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah dibuat,
setelah presentasi kelompok, peneliti memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya mengenai materi pelajaran yang belum mereka kuasai,
menjelaskan hal yang ditanyakan dan memberikan kesempatan kepada
siswa lain untuk menjawab atau menanggapi,
mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang telah
dipelajari, sebagai hasil dari proses konstruksi siswa terhadap konsep yang
dipahaminya,
memberikan soal kuis individu untuk dikerjakan di kelas,
pada akhir pertemuan, peneliti memberikan tugas pekerjaan rumah kepada
siswa,
mengumpulkan tugas, memeriksa, dan melakukan umpan balik,
mengembalikan tugas yang telah diperiksa.
33
c) Observasi
Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap pelaksanaan
tindakan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar
observasi yang dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar
Siklus I (ulangan harian).
d) Refleksi
Refleksi pada siklus I dilaksanakan segera setelah tahap pelaksanaan tindakan
selesai. Refleksi siklus I meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi siklus I.
Dari hasil yang diperoleh peneliti melihat sejauh mana hal-hal yang diselidiki
telah tercapai, dan yang belum berhasil ditindaklanjuti dan hal-hal yang baik
dipertahankan. Hasil refleksi pada siklus I ini digunakan sebagai acuan
pelaksanaan siklus 2.
b. Gambaran Kegiatan Siklus II
a) Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka diadakan perencanaan ulang.
Namun perencanaan pada siklus II ini lebih menekankan kepada arah perbaikan
untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya dengan
menggunakan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif.
Materi yang diajarkan pada sikus II disesuaikan atau dengan kata lain, materi
yang dibahas merupakan kelanjutan dari materi dari siklus I.
b) Pelaksanaan
34
Pelaksanaan pada siklus II pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan pada
siklus I. Namun pelaksanaan pembelajaran matematika pada siklus II disesuaikan
pula dengan perencanaan untuk siklus II.
c) Observasi
Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap pelaksanaan
tindakan selama pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik Setting Kooperatif berlangsung dengan menggunakan lembar observasi
yang dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar Siklus II
(ulangan Harian).
d) Refleksi
Refleksi pada siklus II dilaksanakan segera setelah tahap pelaksanaan tindakan
selesai. Refleksi siklus II meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi siklus II.
Dari hasil yang didapatkan, peneliti menarik kesimpulan apakah penelitian yang
dilakukan sudah mencapai indikator yang ditetapkan atau belum.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Sumber data pada penelitian yang ini adalah siswa kelas V SD Inpres
Mallengkeri Bertingkat I Makassar, dengan sampel penelitian adalah kelas V SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar.
2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh adalah kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari:
a) Hasil belajar sebagai data kuantitatif
b) Hasil observasi sebagai data kualitatif
35
3. Cara Pengambilan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan oleh 3 orang observer secara
bergantian. Adapun teknik pengambilan data yang dilakukan sebagai berikut:
a) Data tentang hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes hasil belajar
matematika yang dilakukan pada setiap akhir siklus.
b) Data mengenai keaktifan siswa diperoleh dari observasi selama kegiatan
pembelajaran berlangsung.
D. Teknik Analisis Data
1. Data hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
analisis statistik deskriptif. Skor hasil belajar rata-rata yang diperoleh dari tes
pada setiap akhir siklus ditafsirkan ke dalam kategori berdasarkan pendekatan
penilaian acuan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kategorisasi Hasil Belajar Interval Skor Kategori
0 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89
90 – 100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
2. Data hasil observasi aktivitas siswa dianalisis secara kualitatif dengan
mengelompokkan persentase rata-rata dari aktivitas siswa berdasarkan
kategorisasi:
Tabel 3.2 Kategorisasi Aktivitas Belajar Interval Skor Kategori
0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84
85 – 100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
36
E. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila setelah
diterapkannya pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif
terjadi peningkatan pada:
hasil belajar siswa, dimana apabila terdapat 85 % siswa memperoleh nilai
minimal 65 maka kelas dianggap tuntas secara klasikal, dan
aktivitas belajar siswa.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas hasil-hasil penelitian mengenai penerapan Pendekatan
Matematika Realistik Setting Kooperatif di kelas Vb SD Inpres Mallengkeri
Bertingkat I Makassar pada pokok bahasana Volume Kubus dan Balok dari siklus
I ke siklus II dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data yang
diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa pada setiap pertemuan dilengkapi
dengan catatan lapangan dari tiap-tiap pertemuan dianalisis secara kualitatif,
sedangkan skor hasil belajar yang diperoleh dari tes siklus I dan tes siklus II
dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu skor
rata-rata, standar deviasi, modus, nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai
siswa.
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan, pada pembelajaran ini dilakukan
pembelajaran secara berkelompok untuk menyelesaikan lembar kerja, kemudian
dilanjutkan dengan tugas per individu di akhir pertemuan. Pada siklus II
dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Pada dasarnya langkah-langkah yang
dilakukan dalam siklus II ini hampir sama dengan siklus I, tetapi dikembangkan
dan dimodifikasi dengan beberapa perbaikan sesuai dengan masalah yang
ditemukan. Rincian tindakannya adalah sebagai berikut:
a) mereview kembali materi prasyarat sebelum membahas materi selanjutnya,
b) menyampaikan tujuan pembelajaran,
38
c) guru merangsang siswa dengan contoh-contoh kontekstual yang realistik yang
berkaitan dengan materi serta memberikan informasi-informasi pendahuluan
yang dibutuhkan secara singkat sekitar 10 menit,
d) siswa secara berkelompok diarahkan untuk mengerjakan LKS, sementara
guru berkeliling untuk memberikan bimbingan,
e) setelah mendiskusikan LKS, siswa mempresentasikan hasil diskusinya
dengan ditanggapi siswa-siswa yang lain,
f) guru memberikan tugas individu (kuis) selama 10 menit.
2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa
a) Siklus I
Aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada hasil observasi yang
ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I
No. Aspek yang diamati (karakteristik PMR)
Jumlah Tiap Pertemuan Jumlah Persentase
(%) 1 2 3 4 Siswa yang hadir pada saat
proses belajar 43 45 34
TES SIKLU
S I
122 88.41
1 Menggunakan masalah kontekstual yang realistik:
Siswa yang menyebutkan contoh dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan materi
20 0 0 20 16.39
2 Pembelajaran konstruktif: Siswa yang aktif dalam mengerjakan aktivitas dalam memodelkan masalah yang sedang dipecahkan dalam kelompoknya.
30 30 30 90 73.77
Kelompok yang berhasil mengkonstruksikan penyelesaian masalah secara formal
6 6 6 18 100.00
39
3 Interaktif:
Siswa yang bertanya akan kesulitan dalam pemecahan masalah
15 20 20 55 45.08
Siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru 23 20 15 58 47.54
Siswa yang mengajukan diri sebagai wakil kelompok untuk presentasi hasil diskusi
8 7 6 21 17.21
Siswa berdiskusi dengan siswa yang lain 21 40 34 95 77.87
Siswa yang berkomentar terhadap hasil presentasi teman kelasnya
2 0 10 12 9.84
4 Intertwinning(pengaitan materi):
Siswa yang berkomentar tentang kaitan materi yang sedang diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau mata pelajaran lain
0 0 0 0 0
5 Siswa yang menyelesaikan tugas individu (kuis) 40 37 31 108 88.52
Persentase (%) 52.93 50.61 59.62 Persentase rata-rata (%) 54.38
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa sekitar 88,41% siswa hadir
pada siklus I. Dari siswa yang hadir sekitar 16,39% siswa yang mampu
menyebutkan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan
materi, 73,77% siswa yang aktif dalam mengerjakan aktivitas dalam
memodelkan masalah yang sedang dipecahkan dalam kelompoknya, dan
semua kelompok siswa (100%) berhasil mengkonstruksikan penyelesaian
masalah secara formal dengan menyelesaikan dan menyimpulkan materi
dalam lembar kerja dengan benar. Ini menunjukkan bahwa aspek
pembelajaran kontekstual yang realistik dan konstruktif sudah cukup berhasil
40
diterapkan. Sementara itu, 45,08% siswa bertanya akan kesulitan dalam
pemecahan masalah, 47,54% siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru,
17,21% siswa mengajukan diri sebagai wakil kelompok untuk presentasi hasil
diskusi, 77,87% siswa berdiskusi dengan siswa yang lain, 9,84% siswa
berkomentar terhadap hasil presentasi teman kelasnya, sehingga dapat
dikatakan interaksi guru-siswa dan antar siswa cukup tinggi. Selanjutnya,
belum ada siswa (0%) yang berkomentar tentang kaitan materi yang sedang
diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau mata
pelajaran lain, yang menunjukkan bahwa aspek intertwining (pengaitan
materi) belum tercapai. Di samping itu, 88,52% siswa menyelesaikan tugas
individu, yakni berdasarkan jumlah lembar jawaban yang dikumpulkan siswa.
Jadi, persentase rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 54,14%.
b) Siklus II
Aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada hasil observasi yang
ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II.
No. Aspek yang diamati (karakteristik PMR)
Jumlah Tiap Pertemuan Jumlah Persentase
(%) 5 6 7 8 Siswa yang hadir pada saat
proses belajar 42 40 33 TES SIKLU
S 2
115 83.33
1 Menggunakan masalah kontekstual yang realistik:
Siswa yang menyebutkan contoh dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan materi
15 14 2 31 26.96
41
2 Pembelajaran konstruktif:
Siswa yang aktif dalam mengerjakan aktivitas dalam memodelkan masalah yang sedang dipecahkan dalam kelompoknya.
31 38 35 104 90.43
Kelompok yang berhasil mengkonstruksikan penyelesaian masalah secara formal
7 7 7 21 100
3 Interaktif: Siswa yang bertanya tentang kesulitan dalam pemecahan masalah
24 30 33 87 75.65
Siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru 34 25 17 76 66.09
Siswa yang mengajukan diri sebagai wakil kelompok untuk presentasi hasil diskusi
17 19 10 46 40.00
Siswa berdiskusi dengan siswa yang lain 13 8 9 30 26.09
Siswa yang berkomentar terhadap hasil presentasi teman kelasnya
9 0 20 29 25.22
4 Intertwining(pengaitan materi):
Siswa yang berkomentar tentang kaitan materi yang sedang diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau mata pelajaran lain
32 0 0 32 28
5 Siswa yang mengerjakan tugas individu (kuis) 40 40 27 107 93.04
Persentase (%) 68.75
60.38
63.70
Persentase rata-rata (%) 64.28
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa sekitar 83,33% siswa hadir
pada siklus II. Dari siswa yang hadir sekitar 26,96% siswa yang mampu
menyebutkan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan
42
materi, 90,43% siswa yang aktif dalam mengerjakan aktivitas dalam
memodelkan masalah yang sedang dipecahkan dalam kelompoknya, dan
semua kelompok siswa berhasil mengkonstruksikan penyelesaian masalah
secara formal dengan menyelesaikan dan menyimpulkan materi dalam lembar
kerja dengan benar. Ini menunjukkan bahwa aspek pembelajaran kontekstual
yang realistik dan konstruktif sudah cukup berhasil diterapkan. Sementara itu,
75,65% siswa bertanya akan kesulitan dalam pemecahan masalah, 66,09%
siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru, 40% siswa mengajukan diri
sebagai wakil kelompok untuk presentasi hasil diskusi, 26,09% siswa
berdiskusi dengan siswa yang lain, 25,22% siswa berkomentar terhadap hasil
presentasi teman kelasnya, dan 28% siswa berkomentar tentang kaitan materi
yang sedang diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika
atau mata pelajaran lain. Di samping itu, 93,04% siswa menyelesaikan tugas
individu. Jadi, persentase rata-rata aktivitas siswa pada siklus II sebesar
64,28%.
Berdasarkan evaluasi hasil observasi yang telah dipaparkan, terlihat
bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa yang cukup signifikan dari siklus I
ke siklus II. Adapun peningkatan yang dimaksud adalah pada aspek:
a. kemampuan siswa menggunakan masalah kontekstual yang realistik dapat
dilihat dari meningkatnya persentase siswa yang menyebutkan contoh
dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan materi, meskipun masih
dalam kategori sangat rendah yakni dari 16,39% menjadi 26,96%,
43
b. aktivitas siswa dalam mengkonstruksi model pada tiap siklus meningkat,
dapat dilihat dari meningkatnya persentase siswa yang aktif dalam
mengerjakan aktivitas memodelkan masalah yang sedang dipecahkan
dalam kelompoknya yakni dari 73,77% menjadi 90,43%, serta jumlah
kelompok yang berhasil menyelesaikan LKS dengan benar sebesar 100%,
c. interaksi siswa dengan guru pada tiap siklus meningkat, dapat dilihat dari
peningkatan jumlah siswa yang bertanya tentang kesulitan dalam
pemecahan masalah dari 45,08% menjadi 75,65%, jumlah siswa yang
merespon aktif pertanyaan lisan guru dari 47,54% menjadi 66,09%, jumlah
siswa yang mengajukan diri sebagai wakil kelompok untuk presentasi
hasil diskusi dari 17,21% menjadi 26,09%, dan jumlah siswa yang
berkomentar tentang hasil presentasi temannya dari 9,84% menjadi
25,22%,
d. kemampuan siswa dalam pengaitan materi meningkat dari 0% menjadi
28%, meskipun masih dalam kategori sangat rendah.
3. Skor Hasil Belajar
a. Analisis deskriptif skor hasil belajar Siklus I
Berdasarkan hasil analisis deskriptif sebagaimana tercantum pada
lampiran, maka rangkuman statistik skor hasil belajar siswa kelas Vb SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah pelaksanaan tindakan siklus
I adalah sebagai berikut:
44
Tabel 4.3. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus I
Statistik Nilai Statistik Subjek 41 Skor Ideal 100 Skor Tertinggi 100 Skor Terendah 10 Rentang Skor 90 Skor Rata-rata 50,83 Modus 65 Standar deviasi 20,80
Dari Tabel 4.3, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika
siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus I adalah 50,83 dari skor ideal 100, dan
skor dengan frekuensi terbanyak adalah 65. Skor tertinggi adalah 100 dan skor
terendah adalah 10 dengan standar deviasi 20,80 dan rentang skor 90 yang berarti
bahwa hasil belajar matematika yang dicapai siswa sangat bervariasi yakni antara
skor 10 sampai dengan 100.
Apabila skor hasil belajar siswa pada siklus I dikelompokkan berdasarkan
acuan kriteria, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang ditunjukkan pada
Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Makassar Siklus I
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5.
0 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
24 13 2 - 2
52,17 28,26 4,35
0 4,35
Jumlah 41 89,13
45
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dikemukakan bahwa dari 46 siswa kelas
V SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar terdapat 24 orang atau sekitar
52,17% siswa yang tingkat hasil belajar matematikanya pada kategori sangat
rendah, 13 orang atau 28,26% pada kategori rendah, pada kategori sedang ada
2 orang atau sekitar 4,35%, pada kategori sangat tinggi sebanyak 2 orang atau
4,35%, dan 5 orang atau 10,87% lainnya tidak mengikuti tes hasil belajar.
b. Analisis deskriptif skor hasil belajar Siklus II
Hasil analisis terhadap skor hasil belajar siswa setelah diterapkan
pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif pada siklus
II disajikan pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus II
Statistik Nilai Statistik Subjek 35 Skor Ideal 100 Skor Tertinggi 90 Skor Terendah 15 Rentang Skor 75 Skor rata-rata 52.46 Modus 65 dan 85 Standar Deviasi 24.204
Dari Tabel 4.5 di atas, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar
matematika siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus II adalah 52,46 dari skor
ideal 100, dan skor dengan frekuensi terbanyak adalah 65 dan 85. Skor tertinggi 90
dan skor terendah adalah 15 dengan standar deviasi 24,20 dan rentang skor 75
yang berarti bahwa hasil belajar matematika yang dicapai siswa kelas Vb SD Inpres
Mallengkeri Bertingkat I Makassar sangat bervariasi yakni antara skor 15 sampai
dengan 90.
46
Apabila skor hasil belajar siswa pada siklus I dikelompokkan berdasarkan
acuan kriteria, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang ditunjukkan pada
Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Setting Kooperatif dalam Pembelajaran Kooperatif Makassar Siklus II
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
0 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89
90 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
19 6 2 7 1
41,30 13,04 4,35
15,22 2,17
Jumlah 35 76,09
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dikemukakan bahwa dari 46 siswa kelas
V SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar terdapat 19 orang atau sekitar
41,30% siswa yang tingkat hasil belajar matematikanya pada kategori sangat
rendah, 6 orang atau 13,04% pada kategori rendah, pada kategori sedang ada 2
orang atau sekitar 4,35%, pada kategori tinggi 7 orang atau sekitar 15,22%,
pada kategori sangat tinggi sebanyak 1 orang atau 2,17%, dan 11 orang atau
23,91% siswa lainnya tidak mengikuti tes hasil belajar.
Secara keseluruhan, hasil analisis skor hasil belajar yang diperoleh dari
tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II menunjukkan bahwa skor rata-rata
yang diperoleh siswa meningkat hanya sebesar 1,63 yakni dari 50,83 menjadi
52,46. Meskipun presentase jumlah siswa yang memperoleh skor minimal 65
meningkat dari 29,27% menjadi 40%, namun masih belum mencapai target
yang diharapkan yakni 85%.
47
B. Refleksi terhadap Pelaksanaan Tindakan dalam Proses Belajar Mengajar
1. Refleksi Siklus I
Pada siklus I proses belajar mengajar diawali dengan memperkenalkan
pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan selama penelitian yaitu
pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif. Model
pembelajaran ini masih asing bagi siswa mengingat selama ini pembelajaran yang
diterapkan oleh peneliti menggunakan model pembelajaran langsung tanpa
pendekatan khusus (konvensional). Selanjutnya guru memberikan informasi awal
berupa benda-benda di sekeliling siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran,
dan memancing siswa untuk ikut menyebutkan contoh-contoh lain. Guru
memperkenalkan alat peraga dan cara menggunakannya dalam kegiatan belajar
selanjutnya. Kemudian, siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok dan
menunjuk salah satunya sebagai ketua kelompok. Masing-masing kelompok
dibagikan lembar kerja dengan pendekatan PMR Setting Kooperatif, yang harus
diselesaikan dengan partisipasi seluruh anggota kelompok.
Pada pelaksanaan siklus I, ditemukan masalah-masalah yang terjadi selama
proses pembelajaran sebagai berikut: 1) siswa belum terlalu antusias berkomentar
tentang contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi; 2)
siswa belum bisa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain
dalam matematika maupun mata pelajaran lain; 3) berapa siswa kurang
berpartisipasi dalam aktivitas diskusi pada setiap pertemuan dan siswa yang aktif
mengerjakan lembar kerja hanya siswa yang pandai saja; 4) Siswa terlalu asyik
dengan alat peraga sehingga aktivitas dalam kelompok memakan waktu terlalu
48
lama dan menyita waktu pelaksanaan fase pembelajaran lainnya; 5) respon siswa
terhadap pertanyaan lisan dari guru semakin berkurang; 6) banyak siswa yang
tidak mengumpulkan tugas individu(kuis) yang telah dikerjakannya.
Masalah-masalah selama proses pembelajaran selama siklus I terjadi
karena siswa belum terbiasa dengan pendekatan PMR Setting Kooperatif.
Pelaksanaan pendekatan PMR Setting Kooperatif merupakan hal yang baru bagi
siswa. Siswa juga terlihat terlalu senang dengan adanya alat peraga yang
dibagikan kepada masing-masing kelompok dan terkesan sebagai kegiatan
bermain bagi siswa, sehingga saat guru mengambil alih fokus mereka, antusiasme
siswa jadi berkurang. Oleh karena itu agar siswa dapat belajar dengan penerapan
pendekatan PMR Setting Kooperatif diperlukan beberapa perubahan pada
pelaksanaan pembelajaran siklus II.
Pada akhir pertemuan siklus I, siswa diberi tes tentang materi yang telah
dibahas pada pertemuan siklus I sebelumnya. Hasil tes siklus I ini memperlihatkan
bahwa hasil belajar siswa sangat rendah sehingga perlu dilanjutkan perbaikan
tindakan pada siklus II. Persentase siswa yang memperoleh skor tuntas (minimal
65) sebesar 29,27% belum mencapai target yakni 85%.
2. Refleksi Siklus II
Setelah merefleksi hasil pelaksanaan siklus I, diperoleh suatu gambaran
tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus II ini. Mengingat hasil yang
diperoleh pada siklus I sangat rendah, maka tindakan yang dilakukan pada siklus
II ini tetap mempertahankan tindakan yang masih layak sebagaimana yang
49
dilakukan pada siklus I dengan sedikit perubahan dan perbaikan pada beberapa
tindakan antara lain:
1) memotivasi siswa untuk lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas mandiri
maupun kelompok, dan menciptakan persaingan yang sehat antar kelompok,
2) mempertegas batasan waktu diskusi bagi siswa agar aktivitas kelompok dapat
diselesaikan tepat pada waktunya,
3) lebih memperketat pengawasan kepada siswa yang sering melakukan kegiatan
yang tidak bermanfaat di dalam kelas seperti ribut, bercanda, bermain dengan alat
peraga, dan sebagainya,
4) meningkatkan antusiasme siswa melalui pertanyaan lisan yang lebih
provokatif.
Pada siklus II ini, guru betul-betul dihadapkan pada perbaikan terhadap masalah
utama yang selama ini dihadapi siswa yakni ketidakmampuan untuk menerapkan
konsep formal berupa rumus-rumus matematis ke dalam soal cerita, maupun
sebaliknya.
Pada umumnya seluruh kegiatan pada siklus II memperlihatkan sedikit kemajuan
dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II ini siswa sudah mulai aktif menyebutkan
contoh-contoh penerapan konsep materi dalam kehidupan sehatri- hari. Rasa ingin tahu
siswa bagaimana cara penyelesaian soal yang diberikan sudah mulai tumbuh ditandai
dengan meningkatnya jumlah siswa yang menanyakan kesulitan mereka dalam
menyelesaikan lembar kerja dalam kelompok, disamping karena soal-soal yang mereka
hadapi berbentuk cerita yang sulit menurut sebagian besar siswa. Siswa mulai terbiasa
bekerjasama dengan teman sekelompoknya dan merespon aktif pertanyaan lisan guru
50
sehingga pembelajaran semakin interaktif. Selain itu, Siswa sudah mulai bisa
mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain dalam matematika,
meskipun masih belum bisa mengaitkannya dengan mata pelajaran lain mengingat
terbatasnya pembahasan yang terkait dengan materi tersebut.
Pada akhir siklus II, siswa kembali diberi tes untuk mengukur kemampuan siswa.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan adanya peningkatan dibandingkan dengan hasil
yang diperoleh pada tes akhir siklus I, disamping bertambahnya jumlah siswa yang
mencapai standar ketuntasan minimal. Persentase siswa yang memperoleh skor tuntas
(minimal 65) meningkat menjadi 40% , namun masih belum bisa mencapai target yang
ditentukan yakni 85%.
Idealnya, penelitian tindakan ini dilanjutkan ke siklus berikutnya untuk
memperoleh perbaikan hasil belajar dan memecahkan masalah aktual yang dihadapi di
kelas, namun karena alokasi waktu pelaksanaan penelitian yang telah ditentukan
sedemikian rupa oleh guru dan pihak sekolah yang bersangkutan, maka penelitian ini
dicukupkan dengan dua siklus.
51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data-data hasil penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif
disimpulkan bahwa:
1. keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar mengalami peningkatan dalam hal:
a. kemampuan menggunakan masalah kontekstual yang realistik,
b. keaktifan dalam mengkonstruksi model,
c. interaksi guru-siswa dan antar siswa,
d. kemampuan mengaitkan materi.
2. penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif
tidak meningkatkan hasil belajar siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat
I Makassar secara signifikan, yang dapat dilihat dari data berikut.
a. Hasil belajar siswa pada siklus I berada pada kategori sangat rendah dengan
skor rata-rata 50,83 dari skor ideal 100, standar deviasi 20,80, dan persentase
ketuntasan hasil belajar sebesar 29,27%.
b. Hasil belajar siswa pada siklus II berada pada kategori sangat rendah dengan
skor rata-rata 52,46 dari skor ideal 100, standar deviasi 24, dan persentase
ketuntasan hasil belajar sebesar 40%.
52
B. Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan penulis berdasarkan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Disarankan kepada guru kelas yang bersangkutan agar melanjutkan penerapan
pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif dengan
pertimbangan bahwa pendekatan ini diperkirakan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa lebih signifikan jika dilanjutkan ke siklus berikutnya karena siswa tidak lagi
asing dengan pendekatan tersebut dan respon yang baik telah mereka tunjukkan.
2. Disarankan kepada pihak penyelenggara sekolah yang bersangkutan agar
mempertimbangkan hasil-hasil penelitian sebagai bahan masukan dalam upaya
perbaikan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika.
3. Disarankan kepada guru yang ingin menerapkan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Setting Kooperatif agar mempertimbangkan materi dan
kondisi siswa sehingga dapat terlaksana dengan efektif.
4. Disarankan kepada guru untuk menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai
sebelum menerapkan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Setting
Kooperatif dalam pembelajaran di dalam kelas dengan tingkat kesukaran soal
yang disesuaikan.
5. Disarankan kepada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian
pengembangan pada sekolah yang berbeda atau pokok bahasan yang lain sehingga
hasilnya dapat dibandingkan.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Penerbit Rhineka Cipta
Anonim. Tanpa Tahun Terbit.Penelitian Pendidikan Matematika (Editor: Richard J. Shumway).Perhimpunan Guru Matematika.
Anonim.2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Anonim. 2009. Panduan Penulisan Skripsi. Makassar: FMIPA UNM
Haling, Abdul. 2004. Belajar Pembelajaran (Suatu Ringkasan).Makassar: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNM.
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: Penerbit IKIP Malang
Lisnawaty. 2003, Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Model Pembelajaran ARIAS Siswa Kelas IIIA SLTP Negeri 21 Makassar, Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri Makassar.
Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK Itu Mudah (Classroom Action Research): Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional. Jakarta: Bumi Aksara
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2006. Pembelajaran Matematika yang Pengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Disajikan pada Workshop Pembelajaran Matematika MI Nurur Rohmah Sidoarjo. Surabaya: FMIPA Unesa.
Soedjadi, R. 1999/2000, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Soffa, Muchammad. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran RME (Realistics Mathematic Education). http://muchammadsoffa1.blogspot.com/2009/05/meningkatkan-hasil-belajar-matematika_31.html. Diakses 1 Mei 2009
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning:Teori dan Aplikasi PAIKEM . Yogyakarta: Pustaka Pelajar
54
Supinah, dan Agus D. W. 2009.Modul Matematika SD Program BERMUTU. Yogyakarta: Depdiknas
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher.
Upu, Hamzah, 2004. Mensinergikan Pendidikan Matematika dengan Bidang Lain. Makassar: Pustaka Ramadhan.
Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.