penerapan model pembelajaran guided · pdf filepenelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam...
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Triguna Utama Ciputat)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
UMMI KALSUM NIM. 106016100566
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2010 M
i
ABSTRAK
Kalsum, Ummi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing I : Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Sigit Tri Wibowo, M. Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada kelas XII IPA yang terdiri dari 31 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama pada subkonsep faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, sedangkan siklus kedua pada subkonsep faktor-faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang pada tumbuhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes uraian Keterampilan Proses Sains (KPS), lembar wawancara, lembar observasi, dan angket respon siswa terhadap proses pembelajaran serta instrumen pembelajaran berupa RPP dan LKS guided inquiry. Teknik analisis data secara kualitatif berdasarkan analisis deskriptif hasil perhitungan rata-rata skor penguasaan KPS dan respon siswa pada siklus pertama dan kedua. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan KPS siswa pada siklus I sebesar 77,76 sedangkan pada siklus II sebesar 82,26. Ketercapaian aspek KPS mencapai rata-rata 82,26 dan sebagian besar sikap siswa positif terhadap pembelajaran guided inquiry. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan KPS siswa, hal tersebut juga didukung dengan perhitungan statistik menggunakan uji t pada nilai N Gain penguasaan KPS siswa, dan dihasilkan nilai uji t sebesar 4,52 dan t tabel sebesar 2,00, dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian penerapaan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis Kata kunci: Keterampilan proses sains, Guided inquiry.
ii
ABSTRACT
Kalsum, Ummi. 2010. Implementation Guided Inquiry Model of Learning to Improve Students Science Process Skill of XII Level SMA Students at Growth and Development of Plant Concept. Biology Education Study Program, Natural Science Education Departement, Faculty of Education and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The aim of this study were to improve science process skill of students at growth and development of plant concept by implementation guided inquiry model of learning, and want to know the student coment about applies the guided inquiry model of learning. The study was an action research which was done in SMA Triguna Utama at XII level consist of 31students . This research consist of 4 steps, which were planning, implementing, observating, and reflecting. This action reasearch was devided into 2 cycles, the first cycle at concept the external factor that influence the plant growth, and the second cycle at concept the internal factor that influence the plant growth. The technique data gathering with science process skill essay test, interview sheet, observation sheet, and student responds questionnaire of learning process. The data analysis by qualitative base on descriptive analysis. The results of this study shows: there is increasing of science process skill from cycle to cycle; 77,76% to 82,06%, and the impression of students to implementation of guided inquiry model of learning is positive. Base on t test, shows that the t test score 4,52 and t table 2,00 with significancy 5%. Result of this reasearch showed that application learning model of inquiry can improving student science process skill. There are increased aspects of science process skill, consist of observation skill, questioning, communicating, math account, interpretating, predicting, planning an experiment,formulate the problem, and hypothesis. Keywords: guided inquiry, science process skill
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuhan.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada pahlawan
revolusi Islam, Nabi besar Muhammad Saw.
Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan dan
bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen pembimbing I,
yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Sigit Tri Wibowo, M,Si, Dosen pembimbing II, yang telah
membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan
ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis
dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat.
7. Bapak Sajiko, S.Pd, Kepala sekolah SMA Triguna Utama dan bapak Ase
Saepul Karim, S.Pd sebagai wakil, yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian skripsi ini pada SMA Triguna Utama.
iv
8. Ibu Titik Puji Lestari, Guru bidang studi biologi yang telah membantu
penulis dalam penelitian skripsi ini.
9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Yazid Bustami dan Ibunda Nurhikmah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, do’a yang selalu terucap untuk penulis, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Maimanah Nur dan Siti Maisyaroh yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006.
11. Sahabat-sahabat seperjuanganku dari daerah perantauan RIAU (Nuraida, Aminah, Rhohmatillah, Lara Restiyani, Titin Nurhayati, Lilis Marina A, Ana Riyansih, Elida Hayati, Ronaldo Bafit, Halsariki Nasution, Feni Andrian dan Muhammad Zainul Ulum) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua adik-adik, abang-abang dan kakak-kakak IKAPDH Jakarta.
12. Anak-anak kosan tercinta, beti, reta, rohai, dan mbak idah. Terima kasih atas dukungannya.
13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ....................................... 6
C. Pembatasan Fokus Penelitian ...................................................... 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ............................... 8
1. Keterampilan Proses Sains ...................................................... 8
a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ............................... 9
b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ................... 13
c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains ........................... 15
2. Model Pembelajaran .................. ............................................. 19
3. Teori Konstruktivisme ............................................................. 22
4. Model Pembelajaran Inquiry .................................................. 24
5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry ......................................... 25
6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry ................ 30
7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry ............................................. 31
8. Tingkatan Pembelajaran Inquiry ................................................ 32
9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry ................................................ 33
B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan .................................... 37
C. Bahasan dan hasil-hasil Penelitian yang Relevan ................................ 37
vi
D. Kerangka Pikir .................................................................................. 40
E. Hipotesis Tindakan .......................................................................... ... 41
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 42
B. Subjek Penelitian ...................................................................... 42
C. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ................................... 42
1. Metode ........................................................................ .......... 42
2. Desain Intervensi Tindakan ................................................ 43
3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian .................................. 43
4. Prosedur Singkat Tindakan ................................................. 44
D. Tahapan Intervensi Tindakan .................................................... 45
E. Hasil Intervensi yang Diharapkan ............................................. 46
F. Data dan Sumber Data .............................................................. 47
G. Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 47
H. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 48
I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ........................................ 49
J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ............................ 53
K. Indikator Keberhasilan .............................................................. 58
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Temuan Hasil Penelitian ........................................................... 59
1. Siklus I ....................................................................................... 59
2. Siklus II ....................................................................................... 67
B. Pengujian Prasyarat Analisis ...................................................... 72
1. Uji Normalitas ......................................................................... 72
2. Uji Homogenitas ...................................................................... 72
3. Analisis Hipotesis Tindakan ..................................................... 73
C. Pembahasan ................................................................................ 74
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 78
vii
B. Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ………...…….……………………………………….... 79
LAMPIRAN .......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Model-model Pembelajaran ........................................................ 20
Tabel 2.2 Model-model Pembelajaran Inquiry ........................................... 33
Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry ........................................................ 36
Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 48
Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas ........................................................................ 50
Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ........................................................................ 51
Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ................................................................ 53
Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains ........................................ 56
Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan .............................................................. 59
Tabel 4.2 Hasil Observasi KPS .................................................................. 60
Tabel 4.3 Data Wawancara ........................................................................ 61
Tabel 4.4 N-gain KPS Pretest dan Postet Siklus I ........................................ 63
Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ......................................... 63
Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I ........................................................ 66
Tabel 4.7 Catatan Lapangan ........................................................................ 67
Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS .................................................................. 68
Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II....................................... 69
Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ........................................... 69
Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa ....................................................... 71
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ........................... 72
Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ....................... 73
Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ............................ 74
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................ 82
Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa................................................................. 96
Lampiran 3. Kisi-Kisi Soal Keterampilan Proses Sain.................................. 114
Lampiran 4. Soal Keterampilan Proses Sains ............................................... 118
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes .................................. 127
Lampiran 6. Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes .............................. 131
Lampiran 7. Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes .................. 135
Lampiran 8. Perhitungan Uji Daya Pembeda ............................................... 139
Lampiran 9. Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran
dan Daya Pembeda Soal Postest .............................................. 143
Lampiran 10. Format Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran .................... 145
Lampiran 11. Lembar Wawancara Terstruktur Respon Siswa ......................... 147
Lampiran 12. Format Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ............. 148
Lampiran 13. Lembar Obsevasi Keterampilan Proses Sains Siswa ................ 150
Lampiran 14. Angket Respon Siswa .............................................................. 151
Lampiran 15. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus I ................................. 153
Lampiran 16. Perhitungan N Gain Siklus I..................................................... 155
Lampiran 17. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus II ................................ 156
Lampiran 18. Perhitungan N Gain Siklus II ................................................... 158
Lampiran 19. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus I .... 159
Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus I ............................. 161
Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus II ... 163
Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus II .......................... 165
Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas ................................................. 167
Lampiran 24. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus I ........................ 168
Lampiran 25. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus II ........................ 169
Lampiran 26. Perhitungan Pengujian Hipotesis ............................................. 170
Lampiran 27. Perhitungan Lembar Observasi ............................................... 171
Lampiran 28. Perhitungan Lembar Angket ................................................. 173
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pendidikan di bidang
IPA/sains, memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan,
khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Karena
IPA/sains merupakan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
diketahui telah membawa pengaruh yang besar dan cepat pada semua aspek
kehidupan manusia, dan diyakini juga bahwa melalui IPA/sains dengan
pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling
besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas
terutama aspek intelektualnya.1 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut termasuk ilmu biologi membawa dampak pemilihan
materi, metode dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat
agar dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik sehingga dapat bersaing
dalam menanggapi perkembangan sains tersebut dan dapat mencapai tujuan
mata pelajaran biologi itu sendiri.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut, pemerintah
menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Hal tersebut tertuang
dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menyatakan bahwa: “proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.”2
1 Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Sains, Prosiding Seminar
Internasional Pendidikan IPA, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 9. 2 Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar Nasional
Pendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id
2
Upaya pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti sehingga mutu
pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan
Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA/sains di sekolah selalu
mengacu pada kurikulum IPA, di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa
pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui
serangkaian proses ilmiah. Dalam buku panduan penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, dikatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya
biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah.3
Namun pada kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, berdasarkan
hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim, menunjukkan bahwa
pembelajaran IPA di sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional
(pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat
rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.4 Menurut
Clements dan Battista dalam Trianto, yang kita lihat bahwa sebagian pola
pembelajaran masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan
menyampaikan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam
pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang
diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya
sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa.5
Hal ini senada dengan hasil observasi peneliti pada Praktik Profesi
Keguruan Terpadu selama empat bulan (Februari s/d Mei) di kelas XI IPA
3 BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2006) h. 484 4 Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through
Inquiry Based Model. (Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008) h. 285
5 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009) h. 18
3
SMA Triguna Utama Tangerang serta wawancara yang dilakukan dengan
siswa dan guru bidang studi biologi di sekolah tersebut, diperoleh informasi
bahwa pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan terdapat hal-hal yang
perlu ditingkatkan. Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan tersebut adalah
pertama, penggunaan metode pembelajaran, karena selama pembelajaran
hanya sedikit sekali peserta yang aktif disebabkan guru masih menggunakan
metode konvensional, yaitu dengan ceramah dan berpusat pada guru. Dengan
tidak adanya kegiatan praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan
siswa pada metode ceramah yang diterapkan, hal ini dapat menyebabkan
keterampilan proses sains (KPS) siswa tidak berkembang dengan maksimal,
hal ini terlihat pada saat pembelajaran bahwa pada umumnya siswa belum
dapat menyusun hipotesis, melakukan pengamatan dengan benar, membaca
grafik dengan benar, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data
dan menarik kesimpulan dengan benar. Akibatnya, keterampilan proses sains
siswa menjadi rendah. Padahal dengan terlatihnya siswa menggunakan
keterampilan proses sains akan memudahkannya dalam menerapkan konsep
sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah).6 Selain itu, dalam
pembelajaran model ceramah siswa ditempatkan pada posisi belajar pasif
yaitu mendengar dan mencatat. Kondisi kelas seperti ini dapat membuat
siswa bosan dan tidak mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri serta
semakin enggan untuk belajar biologi.
Kedua, sumber informasi masih didominasi oleh guru, sehingga siswa
jarang dijadikan sumber informasi alternatif, sehingga tidak muncul interaksi.
Hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat,
berdebat dan perilaku aktif lainnya. Sehingga pemahaman belajar yang
diperoleh siswa tidak maksimal, karena melalui keaktifan siswa, maka ia akan
mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga
mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan
pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan
6 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 52
4
menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi
pengetahuan baru. 7
Terkait hal di atas Edgar Dale membuat kesimpulan dari penelitiannya
yang dikenal dengan Dale’s Cone Experience, yang menunjukkan bahwa jika
mengajar dengan banyak ceramah maka tingkat pemahaman siswa hanya
20%, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil
melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90%.8
Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana kelas saat proses
pembelajaran berlangsung sangat tidak kondusif, beberapa siswa banyak yang
sibuk dengan aktifitasnya sendiri yang tidak mendukung kegiatan belajar
seperti mengobrol, memainkan telepon genggam, ada yang mengantuk, dan
ada yang bercanda.
Berdasarkan persoalan yang dipaparkan di atas peneliti bermaksud
untuk melakukan suatu tindakan untuk mengatasi beberapa permasalahan
tersebut. Dalam tindakan ini keterampilan proses sains dipandang perlu
ditingkatkan. Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-
satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk
mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan
memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa.9 Menurut
Rustaman keterampilan proses tersebut dimunculkan sebagai materi yang
harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah”.10
Selain itu pentingnya keterampilan proses sains untuk ditingkatkan
mengingat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan
memiliki rumusan tujuan pembelajaran yang menuntut keterampilan proses
melalui suatu konsep tertentu. Adapun standar kompetensi yang akan
7 Yudi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2009) hal. 24
8 Raymond S. Pastore, Principles of Teaching, Blommsburg University, dari: http://teacherwolrd.com/potdale.html
9 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) h. 137
10 Nuryani Rustaman,dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005) h. 161
5
dilaksanakan berdasarkan panduan dari badan standar nasional pendidikan
adalah melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada
tumbuhan. Selain itu aspek-aspek keterampilan proses sains juga menjadi
salah satu poin dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Biologi SMA/MA.
Dalam pelaksanaan pembelajaran sains, siswa dituntut mengembangkan
keterampilan proses sains, berpikir induktif, sikap ilmiah, keterampilan
manipulasi alat, keterampilan komunikasi yang semuanya terintegrasi dalam
keterampilan dasar kerja ilmiah.11 Sehingga diperlukan pembelajaran yang
dapat mengembangkan keterampilan tersebut. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses
sains siswa serta dapat memberikan penguatan terhadap kualitas pembelajaran
biologi di kelas sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran inquiry.
Sebagai salah satu model pembelajaran rujukan konstruktivisme, inquiry ini
dirancang untuk mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan,
berpikir kritis, mengembangkan berbagai keterampilan dan melakukan
penerapan. Berarti prinsip pembelajaran sains disini adalah proses aktif.
Proses aktif memiliki aktivitas mental dan fisik. Artinya hands on activities
saja tidak cukup, melainkan juga minds on activities. Implikasi ini difasilitasi
oleh model pembelajaran inquiry.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
keterampilan proses sains peserta didik diperlukan model pembelajaran yang
sesuai, dan pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran
yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model
pembelajaran inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari
dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Seperti yang
dinyatakan oleh Nur dalam Holil, bahwa dalam pembelajaran IPA,
keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan
11 Nuryani Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II HISPPIPAI. (Bandung: FPMIPA UPI, 2005) h. 3
6
yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah.12 Jadi pada
penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran guided inquiry
sebagai model pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan
keterampilan proses sains siswa.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran yang masih monoton dan satu arah.
2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa.
3. Suasana kelas yang tidak kondusif selama proses pembelajaran.
4. Keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi masih
tergolong rendah.
5. Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dalam upaya
meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan
dan perkembangan tumbuhan.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman makna serta upaya untuk lebih
efisien dalam pelaksanaan penelitian yang selaras dengan judul penelitian,
maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah
tersebut adalah:
1. Model Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran guided
inquiry. Model pembelajaran ini dipilih karena dalam proses
pembelajarannya melibatkan keterampilan proses sains sehingga
diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran ini dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada konsep pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Konsep pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan ini merupakan konsep konkrit yang tujuan utama dari
12Anwar holil, Keterampilan Proses, tersedia di http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html, 24 Juni 2010
7
pembelajarannya adalah keterampilan proses sains melalui konsep
tersebut.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pembatasan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penerapan model pembelajaran
guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XII
IPA SMA Triguna Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun Pelajaran
2010/2011?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat dari
penelitian, yaitu:
a. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan proses sains siswa dapat
meningkat dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.
2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan sebagai refleksi pembelajaran.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan
model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa.
2. Bagi sekolah dan guru semoga karya tulis ini dapat digunakan sebagai
masukan tentang pentingnya meningkatkan keterampilan proses sains
siswa dalam pembelajaran.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau
tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki
dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Keterampilan Proses Sains
Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa
apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial.
Pengembangan keterampilan proses sains sangat ideal dikembangkan
apabila guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses
dan produk. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui
pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika
kegiatannya sedang berlangsung. Namun apabila dia sekedar
melaksanakan tanpa menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka
perolehannya kurang bermakna dan memerlukan waktu lama untuk
menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang dilakukannya, serta
keinginan untuk melakukannya dengan tujuan untuk menguasainya
adalah hal yang sangat penting.1
Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan
kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau
intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam
keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat
dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan
keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan
sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan
keterampilan proses. Hal ini senada dengan pendapat Dahar yakni
keterampilan proses sains adalah keterampilan yang meliputi intelektual,
manual dan sosial, begitu juga dengan Semiawan mendefinisikan
keterampilan proses sains sebagai keterampilan-keterampilan fisik dan
1 Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang:
Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005) h. 86
9
mental yang dimiliki, dikuasai, dan diterapkan dalam usaha mencari
penemuan-penemuan baru.2
Jadi menurut penulis keterampilan proses sains adalah
keterampilan-keterampilan yang muncul atau diperlukan disetiap langkah
dalam upaya memecahkan masalah atau menemukan sesuatu yang baru
dalam sains.
a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains
Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri
atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak
dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-
masing keterampilan proses tersebut.3
Menurut Harlen keterampilan proses sains terdiri dari tujuh
keterampilan yaitu, observing, hypothesizing, predicting,
investigating, interpreting findings, and drawing conclusions,
communicating.4 Sedangkan menurut Rustaman keterampilan proses
sains terdiri dari sembilan keterampilan yaitu:
1) Melakukan Pengamatan (observasi).
Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses
dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakakn hal
terpenting untu mengembangkan keterampilan-keterampilan
proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita
terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan
menggunakan pancaindra. Menggunakan indera penglihat,
pembau, pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu
mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain
yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang sangat
dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang relevan
dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan
proses mengamati.
2 Cony Semiawan. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta: Gramedia 1992), h.17 3 Nuryani Y Rustaman. Op.cit,. h. 78 4 Wynne Harlen, The Teaching of Science, (London: David Fulton Publishers, 1992) h. 29
10
2) Menafsirkan (interpretasi)
Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah
antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau
interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang
bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa
melakukan interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau
keteraturan dari satu seri pengamatan tentang jenis-jenis makanan
berbagai burung, misalnya semuanya bergizi tinggi, dan
menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung.
3) Mengelompokkan (klasifikasi)
Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali
ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan
tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan,
mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan
mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan merupakan
keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa
berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan
golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.
4) Meramalkan (prediksi)
Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan
mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi
berdasarkan suatu kecendrungan atau pola yang sudah ada.
Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit pada jam tertentu
di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi dapat
diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang
segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan
perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan
antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
5) Berkomunikasi
Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan
11
termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan
data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk
berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga
adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau
memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk menyusun
dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam
bentuk suara, visual, atau suara visual.
6) Berhipotesis
Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau
mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis
diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam
rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.
Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
tumbuh, dapat dibuat hipotesis: “Jika diberikan pupuk NPK, maka
tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh”. Dalam hipotesis tersebut
terdapat dua variabel (faktor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan
penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk
mengujinya (diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan “dugaan yang
dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam
suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan
timbul.
7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan
Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam
keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam
lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus,
tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa
diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan
untuk penyelidikan tersebut. Menentukan variabel atau peubah yang
12
terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju
pertumbuhan tanaman juga termasuk kegiatan merancang
penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel kontrol dan variabel
bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta
menentukan cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan
penyelidikan. Sebagaimana dalam penyusunan rencana kegiatan
penelitian perlu ditentukan cara mengolah data untuk dapat
disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat
kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk
menarik kesimpulan.
8) Menerapkan konsep atau prinsip
Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan
kalori, barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang
dihasilkan sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat
makanan. Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru
(misal banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki
(erosi dan pengangkutan air), berarti ia menerapkan prinsip yang
telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep
yang telah dipelajari dalam situasi baru.
9) Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa,
mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis.
Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem
menunjukan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal
itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana keseimbangan
ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya berpikir. Pertanyaan
tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya sudah
memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya.
Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya
tetapi melibatkan pikiran.
13
Selain sembilan keterampilan proses di atas menurut Padilla’s
keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar dan
keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri dari: observasi,
menyimpulkan, pengukuran, komunikasi, klasifikasi, dan prediksi.
Keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengontrol variabel, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, interpretasi data, dan merumuskan
model.5
b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya
1) Mengamati/Observasi
Menggunakan sebanyak mungkin indera
Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan
2) Mengelompokkan/Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
Mencari perbedaan, persamaan
Mengontraskan ciri-ciri
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
3) Menafsirkan/Interpretasi
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
Menyimpulkan
4) Meramalkan/Prediksi
Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang
belum diamati
5) Mengajukan Pertanyaan
5 Chris Keil, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. Improvements in Student Achievement and
Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, 2009) h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu
14
Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
Bertanya untuk meminta penjelasan
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
6) Berhipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya
dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara
pemecahan masalah
7) Merencanakan Percobaan/Penelitian
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Menentukan variabel/faktor penentu
Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah
kerja.
8) Menggunakan Alat/Bahan
Memakai alat/bahan
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan
9) Menerapkan konsep
Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi
10) Berkomunikasi
Mengubah bentuk penyajian
Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan
atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
Membaca grafik, tabel, atau diagram
15
Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu
peristiwa
c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains
Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran
pengetahuan konsep pada umumnya, tapi itu dapat dilakukan. Untuk
evaluasi keterampilan proses akan dibahas karakteristik butir soal
keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan
proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses
sains.
1) Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains
Karakteristik butir soal keterampilan proses sains akan
dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum
pembahasan butir soal keterampilan proses lebih ditujukan untuk
membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur
penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis
keterampilan proses tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu
sama lain, sehingga jelas perbedaannya.
a) Karakteristik Umum
Secara umum butir soal keterampilan proses dapat
dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal
keterampilan proses memiliki beberapa karakteristik. Pertama,
butir soal keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep
(nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut
tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep
dijadikan konteks, dan konsep yang terlibat harus diyakini oleh
penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi
siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir
soal keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang
harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir
soal keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik,
data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti
16
butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal
keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu
aspek saja, misalnya interpretasi. Keempat, sebaiknya
ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.
b) Karakteristik khusus
Observasi :soal pada keterampilan ini harus dari objek atau
peristiwa sesungguhnya.
Interpretasi :harus menyajikan sejumlah data untuk
memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan.
Klasifikasi :harus ada kesempatan mencari atau menemukan
persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria
tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau
ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk.
Prediksi :harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat
mengajukan dugaan atau ramalan.
Berkomunikasi: harus ada satu bentuk penyajian tertentu untuk
diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk
uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk
grafik.
Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban
sementara, atau menguji pernyataan yang ada serta
mengandung hubungan dua variabel atau lebih,
biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau
membuktikan.
Merencakan percobaan atau penyelidikan: harus memberikan
kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan
dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan
prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah
(variabel), mengendalikan peubah.
17
Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/ prinsip
yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama
konsepnya.
Mengajukan pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang
mengherankan, mustahil, tidak biasa atau
kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi
untuk bertanya.
2) Penyusunan Butir Soal Keterampilan Proses Sains
Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut
penguasaan masing-masing jenis keterampilan prosesnya
termasuk pengembangannya. Pilihlah satu konsep tertentu untuk
dijadikan konteks. Dengan mengingat karakteristik jenis
keterampilan proses yang akan diukur, sajikan sejumlah
informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau
suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau
jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk
respon yang diminta: memberi tanda silang pada pilihan huruf
a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau
menuliskan jawaban singkat tiga buah, atau bentuk lainnya.
Umpamanya akan disusun soal keterampilan observasi tentang
bagian-bagian bunga. Berikan satu tangkai bunga sesungguhnya
untuk diperiksa (informasi). Sebaiknya dipilih bunga yang
kontras dan memiliki bau khas. Ajukan pertanyaan mengenai
jumlah kelopak, jumlah dan keadaan daun mahkota bunga,
bentuk kepala sari, keadaan kepala putik, dan ciri khas bunga
tersebut. Respon diminta dalam bentuk jawaban singkat 5 buah
berurutan ke bawah dari a sampai e.
3) Pemberian Skor Butir Soal Keterampilan Proses Sains
Sebagaimana butir soal pada umumnya, butir soal
keterampilan proses perlu diberi skor dengan cara tertentu. Setiap
respon yang benar diberi skor dengan bobot tertentu, umpamanya
18
masing-masing 1 untuk soal observasi di atas yang berarti jumlah
skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya
membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan
tingkat kesulitannya. Umpamanya pertanyaan berlatar-belakang
hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana
diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1.
d. Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains
Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan
pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan
proses sains. Menurut Harlen sedikitnya terdapat lima aspek yang
perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan
keterampilan proses.
Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan
keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan
fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa
untuk menggunakan alat-alat inderanya dan mengumpulkan
informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti dengan
pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan
yang ada.
Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam
kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas
dirancang agar siswa berbagi gagasan (urun-rembuk), menyimak
teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka
sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang
sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti dan
pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang
mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak menyiapkan dasar
berpikir untuk bertindak.
Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari
produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk
membentuk gagasan mereka. Dengan kata lain aspek ketiga
19
menekankan: membantu pengembangan keterampilan bergantung
pada pengetahuan bagaimana siswa menggunakannya.
Keempat, mendorong siswa mengulas (review) secara kritis
tentang bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan. Mereka juga
hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif
untuk meningkatkan kegiatan mereka. Membantu siswa untuk
menyadari keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan adalah
penting sebagai bagian dari proses belajar mereka sendiri.
Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan
keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan pengukuran
misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci dikembangkan dalam
komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena mengetahui
bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan
menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti
memerlukan pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.6
2. Model Pembelajaran
Pentingnya keterampilan proses untuk dikembangkan menuntut
adanya pemilihan proses pembelajaran yang dapat memberikan
kontribusi terhadap keterampilan proses tersebut. Proses pembelajaran
tersebut tentunya tidak terlepas dari model yang digunakan. Istilah model
pembelajaran dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja
yang sistematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian
atau penjelasan berikut saran.7 Arends mengemukakan bahwa “ Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas”.8 Sementara
menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
6 Wynne Harlen, The Teaching of Science, h. 83 7 Dewi Salma Prawiladilaga, Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe
Principle. (Jakarta: Kencana & UNJ, 2009), h.33 8 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1. h.4.
20
menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.9
Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model
pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan
wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan
salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. “Joyce, Weil,
dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu
kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi
(information processing family), kelompok model personal (personal
family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems
family)”.10 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe
yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti
berikut:
Tabel 2.1
Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun
Kelompok Model Sosial Pengolahan Informasi
Model Personal
Model Sistem Perilaku
Model 1. Kelompok Belajar (Positive independence dan inkuiri terstruktur)
2. Investigasi Kelompok
3. Bermain Peran
4. Penelitian Yurisprudensi
1. Berpikir Introduktif (classification oriented)
2. Pencapaian Konsep
3. Memorisasi (memory assists)
4. Penelitian Ilmiah
5. Latihan Inkuiri 6. Synectics
1. Pembelajaran tanpa arahan
2. Meningkatkan rasa percaya diri
1. Belajar Tuntas
2. Pengajaran Langsung
3. Simulasi 4. Pembelajar
an Sosial 5. Jadwal
Terprogram (tugas penampilan)
Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan
digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan
digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan
9 Trianto,ibid.,h.2. 10 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta.2009).Cet ke-2. h. 148.
21
dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, materi dan sumber belajar,
kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar
jelas menjadi dambaan para pengembang kurikulum maupun guru dalam
perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif
melalui pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu.
Berdasarkan uraian di atas penulis memilih model pembelajaran guided
inquiry sebagai tindakan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai
upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena dalam
pembelajaran inquiry terdapat keterampilan-keterampilan yang muncul, dan
adapun keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan-
keterampilan proses sains. Seperti pernyataan Kuslan bahwa pengajaran
Inquiry merupakan pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari
fenomena alam dengan pendekatan dan semangat para ilmuan, serta
karakteristik pembelajaran inquiry dengan proses sainsnya seperti observasi,
pengukuran, estimasi, prediksi, membandingkan, klasifikasi, percobaan,
komunkasi, inferensi, analisis dan membuat kesimpulan.11 Hal ini juga
diungkapkan oleh Rustaman bahwa ketiga tingkatan inkuiri (discovery,
guided inquiry, and free inquiry) memiliki kesamaan yaitu ketiganya
melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja
ilmiah.12
Pengajaran dengan inquiry mengajukan kepada siswa konten yang
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang memfokuskan kepada
kegiatan penelitian kelas. Dengan adanya permasalahan, siswa dapat
merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, mengumpulkan data yang
relevan dengan hipotesis, dan kemudian mengevaluasi data yang telah
11 Louis I. Kuslan and A. Haris Stone. Teaching Children Science: an Inquiry Approach..
( California: Wadsworth Publishing Company, 1969) h. 138 12 Nuryani Y Rustaman. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam
Pendidikan Sains. (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung, 2005) h. 3
22
terkumpul dan membuat suatu kesimpulan. Pada strategi ini siswa tidak
hanya belajar konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga belajar
bagaimana pemecahan masalah kedepannya.13
Pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry
merupakan model pembelajaran yang tidak berdiri sendiri karena model ini
bersumber dari teori kontruktivisme. Oleh karena itu pada bab ini penulis
akan terlebih dahulu membahas tentang teori kontruktivisme dan kemudian
model pembelajaran inquiry.
3. Teori Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivistik dipelopori oleh J. Piaget dan
Vigotsky. Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti
membangun, yaitu siswa dapat mengonstruksi sendiri pemahamannya
dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori
konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan
dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada
penemuan makna (meaningfullness). Perolehan tersebut melalui
informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan
sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk
mendapatkan pengetahuan baru.14 Konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah
mengenai bagaimana seseorang belajar.15 Dengan dasar itu, pembelajaran
harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan.
Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivisme,
13 David Jacobsen,dkk. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. (Columbus:
A Bell & Howell Company. 1985) h. 197 14 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 119 15 Educational Broadcasting Corporation , Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? (2004) tersedia: http://www.thirteen.org (19 Juni 2010]
23
satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya.16
Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang
menjelaskan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang.
Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam
pembelajaran disetiap tingkatan sekolah atau satuan pendidikan.
Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat
dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk
yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman
masing-masing siswa.17
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas
guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa,
b. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar.18
Konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
kontruktivisme, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya
peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non
ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian
arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri
dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya
proses pembelajaran dapat berlangsung.
16 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan
Implementasi pada KTSP, Cet II, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 28 17Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional
Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, 2007) h. 14 18 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007) h. 109
24
4. Model Pembelajaran Inquiry
Indrawati dalam Trianto menyatakan, bahwa suatu pembelajaran
pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-
model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini
dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada
bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-
cara mengolah informasi. Menurut Downey dalam Trianto menyatakan
bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan
masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar
dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat
diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana
belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaiman hal itu diajarkan, jenis
kondisi belajar, dan memperoleh padangan baru. Salah satu yang termasuk
dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiry.19
Pembelajaran inkuiry adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara
guru dan siswa.20 Hal ini senada dengan pendapat Joseph Abruscato yang
menyatakan bahwa inquiry adalah metode yang teliti dan sistematik dalam
mempertanyakan dan mencari penjelasan.21
Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto, menyatakan bahwa
discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan
perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang
dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,
penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia
untuk mencari atau memahami informasi. Gulo dalam Trianto,
19 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. h.165
20 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5 (Jakarta: Kencana. 2005) h. 196
21 Joseph Abruscato and Donald A. Derosa. Teaching Children Science; A Discovery Approach. (Unitate State: Pearson Education, 2010) h. 43
25
menyatakan strategi inquiry sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran
utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara
logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan sikap
percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry.22
Menurut Alberta pembelajaran inquiry adalah sebuah proses dimana siswa
mengembangkan belajar mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki,
dan kemudian membangun pengetahuan baru yang berupa pengetahuan
yang bermakna. Pengetahuan itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa
dan memungkinkan untuk mengajukan suatu pertanyaan, untuk dicari
penyelesaiannya.23 Dalam suatu penelitian didapat bahwa penggunaan
pembelajaran inquiry dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif,
bersungguh-sungguh, dan lebih percaya diri. Jadi pembelajaran inquiry
merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan suatu keadaan atau
masalah yang menimbulkan suatu pertanyaan sehingga mendorong siswa
untuk mencari solusi atau pemecahannya melalui proses ilmiah.
5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inquiry.
Pertama, pembelajaran inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry
menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan
guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti
dari materi pelajaran itu sendiri.
22 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan
Implementasi pada KTSP, h. 166 23 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry: a teacher’s guide to implementing inquiry
based learning. (Canada: 2004) tersedia: http//www. Learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focus on inquiry.pdf (22 juni 2010), h. 1
26
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self esteem).
Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan
sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator
belajar siswa.
Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya
jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inquiry.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis,
atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses
mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak
hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana
mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang
hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan
kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai
materi pelajaran.
Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama
pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat
mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar
rasa ingin tahu mereka.24
Menurut Hinrichsen dan Jarrett dalam Zulfiani, menyatakan empat
karakter inquiry, yaitu:
a. Koneksi
Pada tahap ini:
24 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . h. 197
27
1) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan
konsep komunitas sains.
2) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena.
3) Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan
pemahaman mereka bagaimana suatu fenomena bekerja,
menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan
hubungan dengan literatur.
4) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.
b. Desain
Pada tahap ini:
1) Proses melalui prosedur-materi.
2) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna
yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep
sains dengan proses sains.
3) Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,
menentukan variabel kontrol, dan pengukuran.
4) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.
c. Investigasi
Pada tahap ini:
1) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.
2) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data
dalam cara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil
penyelidikan.
d. Membangun Pengetahuan
Pada tahap ini:
1) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.
2) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti
yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus
menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah
yang diterima.
28
3) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang
mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.
4) Guru melakukan sharing pemahaman siswa.25
Alberta menyatakan bahwa pembelajaran inquiry memberikan
kesempatan kepada siswa untuk:
a. Mengembangkan keterampilan mereka yang akan dibutuhkan pada seluruh
kehidupan mereka.
b. Belajar mengatasi bagaimana mengatasi masalah yang mungkin tidak
memiliki solusi yang pasti.
c. Menghadapi perubahan dan keraguan untuk dapat memahami.
d. Membuat suatu penelitian untuk menemukan solusi, sekarang dan yang
akan datang. 26
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi
siswa adalah:
a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa
berdiskusi;
b. Inquiry berfokus pada hipotesis, dan
c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta)
Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai
berikut:
a. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir.
b. Fasilitator, menunjukan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.
c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.
e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.
25 Zulfiani, Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses
Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007) h. 18
26 Alberta. Focus on Inquiry. h. 3
29
Pembelajaran inkuri dirancang untuk mengajak siswa secara
langsung kedalam proses ilmiah. Strategi pembelajaran inkuri ini akan
efektif manakala:
a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari
suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam
strategi inquiry penguasaan materi pembelajaran bukan sebagai tujuan
utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses
belajar.
b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau
konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu
pembuktian.
c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap
sesuatu.
d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata
memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inquiry akan
kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki
kemampuan untuk berpikir.
e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
dikendalikan oleh guru.
f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan
yang berpusat pada siswa.27
Selama pelaksanaan pembelajaran inquiry, guru dapat mengajukan
suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi
peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan
menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan
mengantarkan pada lebih banyak pertanyaan lain.
Pembelajaran inquiry melibatkan siswa untuk berkomunikasi yang
berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk
27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, h. 198
30
mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, objektif, dan
bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Pembelajaran
inquiry memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa
yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa bekerja, sehingga guru
dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru
mengenai siswa mereka.
Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan memiliki filosofi
inquiry, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran,
sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu
inquiry merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains.
Namun demikian, dalam pembelajaran sains perlu juga digunakan metode
pembelajaran lainnya.
6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry
Adapun prinsip-prinsip penggunaan pembelajaran inquiry yaitu:28
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inquiry adalah pengembangan
kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain
berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar.
Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran inquiry bukan ditentukan oleh
sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh
mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.
b. Prinsip Interaksi
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru
bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau
pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar
siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka.
28 Wina sanjaya. Ibid,. h. 199
31
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakakn strategi
pembelajaran inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan
siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar
adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak
kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek.
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara
maksimal.
e. Prinsip Keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan.
Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberi
kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan
logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran
yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry
Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inquiry juga
mempunyai kelemahan, di antaranya sebagai berikut:
a. Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik
b. Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur
dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.
c. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang,
sehingga guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang
ditentukan.
32
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan
peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, model pembelajaran
inquiry akan sulit diimplementasikan oleh guru.29
8. Tingkatan dalam Pembelajaran Inquiry
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran dimana siswa
terkait dengan “open-ended, student centered, dan hands-on activities”.
Dari definisi ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam model
pembelajaran inkuiri yaitu, structured inquiry, guided inquiry, open
inquiry, and learning cycle30. Adapun menurut Bonstetter model inkuiri
terdiri dari lima tingkatan model, yaitu:
a. Praktikum (traditional hands-on science experience) adalah tipe
inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan
seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus
ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada
tingkat ini konponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau
masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen, menyatakan
bahwa praktikum tidak termasuk dalam kegiatan inkuiri.
b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experience) yaitu
kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan
dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh
siswa.
c. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) yaitu dimana siswa diberikan
kesempatan untuk merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan
mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal
menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya
berperan sebagai fasilitator.
29 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hal.208 30Alan Colburn. An Inquiry Primer. (Science Scope: 2000), tersedia:
http://www.exparentiallearning.ucdavis.edu/module2/el2-60-primer.pdf.
33
d. Inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry) dapat dikatakan
sebagai inkuiri penuh menurut Martin-Hansen menyatakan bahwa
pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap
proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas
pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
e. Penelitian siswa (student research) inkuiri tipe ini, guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan
atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen
diserahkan kepada siswa.31
Tabel 2.2 Model-model pembelajaran inquiry
9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry
Dalam Alberta Learning Center dikemukakan enam fase model
pembelajaran inquiry, yaitu planning, retrieving, processing, creating,
sharing, and evaluating.32
a. Planning
1) Menggali gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaan serta
mengidentifikasi pokok bahasan untuk inquiry mereka.
2) Mengidentifikasi sumber informasi yang memungkinkan.
31 Ronal J. Bonnstetter, Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future,
(University of Nebraska, Lincoln, 2006) h. 3 32 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry, h. 6
Praktikum Terstruktur
Terbimbing
Siswa Mandiri
Penelitian Siswa
Topik Guru Guru Guru Guru Guru / Siswa
Pertanyaan/Masalah Guru Guru Guru Guru /
Siswa Siswa
Materi/Bahan Guru Guru Guru Siswa Siswa
Prosedur Guru Guru Guru / Siswa Siswa Siswa
Hasil/Analisis Guru Guru /
Siswa Siswa Siswa Siswa
Kesimpulan Guru Siswa Siswa Siswa Siswa
34
3) Mempertimbangkan kebutuhan siswa pada saat penciptaan dan
penyampaian gagasan.
4) Memahami atau membantu mengembangkan kriteria penilaian
proses dan produk.
5) Mengenal proses alamiah dari langkah kerja dan
menyadari/mengakui bahwa kegiatan mengolah kembali,
memikirkan kembali, dan memfokuskan kembali merupakan
pelengkap proses inquiry.
b. Retrieving, pada fase ini siswa akan belajar untuk:
1) Menyadari bahwa keberhasilan retrieving bergantung pada
perencanaan sebelumnya.
2) Memahami bagaimana informasi diorganisasi di perpustakaan.
3) Memahami bahwa sumber yang berbeda akan memberikan
informasi yang berbeda.
4) Mengevaluasi strategi penelitian dan memberikan saran untuk
perbaikan masa berikutnya.
c. Processing, pada fase ini siswa akan belajar untuk:
1) Mengavaluasi informasi cetak, non cetak, digital dan informasi
elektronik menggunakan kriteria yang dibuat.
2) Menginterpretasi grafik, bagan, ilustrasi, gambar, audio, dan video
klip, serta animasi.
3) Mencatat informasi menggunakan strategi pencatatan yang tepat.
4) Memfokuskan bahasan, memasukkan gagasan baru dan membuat
hubungan.
5) Mengevaluasi strategi proses dan memberikan saran untuk
perbaikan masa berikutnya.
d. Creating, pada fase ini siswa akan belajar untuk:
1) Memperbaiki untuk membuat hasil karya mereka menjadi jelas,
singkat, tetap, dan tepat untuk peserta inquiry.
35
2) Bekerja sama dengan orang lain untuk mempertinggi produk yang
kreatif.
3) Mengakui atau menyadari kekuatan dan keterbatasan proses yang
kreatif.
4) Menyempurnakan hasil karya terakhir yang menggabungkan
informasi dan saran dari orang lain serta menonjolkan pemahaman
baru.
5) Mengakui bahwa usaha yang kreatif memerlukan banyak versi
sebelum siap untuk disampaikan.
6) Mengakui atau menyadari munculnya pertanyaan, persoalan, dan
gagasan baru selama proses penciptaan.
7) Mengevaluasi strategi penciptaan dan memberikan saran untuk
perbaikan masa berikutnya.
e. Sharing, pada fase ini siswa belajar untuk:
1) Berbagi pengalaman baru dengan peserta lain.
2) Fokus pada fakta-fakta yang dibutuhkan peserta.
3) Berpartisipasi sebagai anggota dan memikirkan apa keikutsertaan
mereka mengenai pengalaman penyampaian fakta.
4) Memikirkan keberhasilan dan tantangan dari pengalaman sharing
mereka dengan menulis/mengungkapkan mengenai apa yang
mereka pelajari.
5) Mengevaluasi strategi sharing dan memberikan saran untuk
perbaikan di masa berikutnya.
f. Evaluating, pada fase ini siswa akan belajar untuk:
1) Memahami kriteria untuk inkuiri. Mengevaluasi proses inkuiri
mereka dengan menggunakan kriteria yang dibuat.
2) Memberikan umpan balik yang berguna bagi teman mereka
menggunakan kriteria yang dibuat.
3) Memikirkan persamaan dan perbedaan antara inkuiri yang mereka
jalani dengan inkuiri lain di masa lalu.
36
4) Memikirkan gaya pembelajaran dan bagaimana mereka
mempengaruhi proses inkuiri.
5) Memikirkan keberhasilan dan tantangan dari pengalaman mereka,
dan menulis atau mengungkapkan apa yang mereka pelajari.
Model inquiry yang dikemukakan Suchman terdapat lima langkah
yaitu, identifikasi masalah, hipotesis yang memungkinkan untuk
memecahkan masalah, pengumpulan data untuk menguji hipotesis, revisi
hipotesis, dan mengulangi langkah tiga dan empat sampai hipotesis yang
menghitung seluruh data diperoleh.33
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan
mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inquiry yang dikemukakan oleh
Eggen dan Kauchak. Adapun tahapan pembelajaran inquiry tersebut
sebagai berikut: 34
Tabel 2.3
Tahap Pembelajaran Inquiry
Fase Perilaku Guru
1. Menyajikan
pertanyaan atau
masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan
masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa
dalam kelompok.
2. Membuat
hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah
pendapat untuk membentuk hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang
relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan
hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang
percobaan
Guru memberi kesempatan pada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4. Melakukan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi
33 Yatim Riyanto, Pengajaran IPA Bermetode Inkuiri Suatu Upaya Peningkatan
Keefektifan IBM di SD, (Jakarta: Wahana, 1997) h. 37 34 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif . h. 172
37
percobaan untuk
memperoleh
informasi
melalui percobaan
5. Mengumpulkan
dan menganalisis
data
Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok
untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang
terkumpul.
6. Membuat
kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan pada pembelajaran biologi yang berkaitan
dengan upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan
tersebut dapat dicapai melalui model pembelajaran guided inquiry. Karena
dalam pembelajaran ini siswa diajak untuk menggunakan kemampuan ilmiah
yang mereka miliki.
Dalam penelitian ini model pembelajaran guided inquiry akan diterapkan
pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan, di kelas XII
IPA SMA Triguna Utama semester 1 dengan Standar Kompetensi:
“Melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan” dan
Kompetensi Dasar: “Merencanakan percobaan pengaruh faktor luar terhadap
pertumbuhan tumbuhan, melaksanakan percobaan pengaruh faktor luar
terhadap pertumbuhn tumbuhan, mengkomunikasikan hasil percobaan
pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan”.
C. Bahasan dan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan model
pembelajaran guided inquiry dan upaya meningkatkan keterampilan proses
sains siswa:
1. Agus Suyatna dengan Judul penelitian, “Implementation Experiment
Applies Inquiry Model to Improve Science Process Skill of XI Level SMA
Study.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri
terbimbing pada kegiatan eksperimen dalam pembelajaran fisika setelah
tiga siklus yang terdiri dari enam macam eksperimen, dapat menumbuhkan
38
dan meningkatkan keterampilan proses sains yang mencakup kemampuan
melakukan pengukuran, melakukan pengamatan, melaksanakan prosedur
eksperimen, mengolah dan menganalisis data, menginterpretasi data, dan
menarik kesimpulan. Sedangkan merumuskan hipotesis, menulis laporan,
dan mengkomunikasikan hasil eksperimen masih perlu dilatih lebih
lanjut.35
2. Yudi Dirgantara, dkk. dengan judul penelititan “Model Pembelajaran
Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep
dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs Pada Pokok Bahasan Kalor”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep
siswa pada pokok bahasan kalor dengan penerapan model pembelajaran
laoratorium berbasis inkuiri lebih tinggi dari pada penerapan model
pembelajaran kerja laboratorium verifikasi, begitu juga peningkatan
keterampilan proses sains siswa pada pokok bahasan kalor dengan
penerapan model pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri lebih tinggi
dari pada penerapan model pembelajaran laboratorium verifikasi.36
3. Yanu Cari Adi, dengan judul penelitian “Peningkatan Keterampilan Proses
Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin Disertai Penggunaan LCD
Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran biologi di SMP
N 1 Karangrayung Kabupaten Grobogan Tahun pelajaran 2008/2009”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri dapat terlaksana dengan baik dengan persentase
keterlaksanaan yang semakin meningkat selama siklus I dan siklus II yang
berarti pendekatan ini dapat meningkatkan keterampilan proses sains
siswa.37
35 Agus Suyatna, Implementation experiment applies Inquiry Model to Improve Science
Process skill of XII Level SMA Students, Poceeding The Second International Seminar on Science Education. ( Lampung: Physic Education Study Program The University of Lampung, 2006)
36 Yudi Dirgantara, Sri Rejeki, dan Agus Setiawan. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol.II No. 1, Maret 2008)
37 Yanu Cari Adi, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran
39
4. Tisngatun Nurochmah dalam skripsinya di Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Inkuiri
terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa dalam Proses
Pembelajaran IPA biologi pada Materi Pokok Sistem Pencernaan pada
Manusia (Studi kasus pada siswa SMP N 2 Temon Kulon Progo Kelas
VIII Semester I Tahun Ajaran 2007/2008)” Hasil penelitian menunjukan
bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa.38
5. Fitri Eka Sari, Betty Holiwarni, dan Jimmi Copriady. Program Studi
Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru.
Dengan judul “Penerapan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Siswa pada Pokok Bahasan Laju Reaksi kelas XI IPA
SMAN 1 Siak Sri Indrapura”. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan
keterampilan proses sains siswa.39
6. Wawan, dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Inkuri
Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP
pada Pokok Bahasan Kalor”, Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
2007. Pada penelitian ini dibatasi hanya pada 6 aspek keterampilan proses
yang di ukur. Dari hasil yang diperoleh didapat bahwa keterampilan proses
sains siswa mengalami kenaikan dan dikategorikan sangat baik.40
7. Muslim, dengan judul “Effort to Improve Science Process Skill Students
Learning in Physics Through Inquiry Based Model”. Dari hasil penelitian
didapat beberapa kesimpulan, pertama keterampilan proses sains siswa
Biologi. (Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009)
38 Tisngatun Nurochmah, Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia, (Yogayakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008)
39 Fitri Eka Sari, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan
40 Wawan, Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor. (Bandung: Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI, 2007) tidak diterbitkan
40
pada pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri
menunjukan adanya peningkatan; kedua, penggunaan model pembelajaran
inkuiri dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses
sains siswa.41
D. Kerangka Pikir
Penguasaan biologi melalui pembelajaran secara teoritis sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kreatifitas peserta didik dalam menguasai
keterampilan proses sains. Oleh karena itu untuk mencapai produk
pembelajaran biologi yang optimal peserta didik perlu menguasai
keterampilan proses sainsnya.
Untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa menjadi lebih baik
hendaknya guru dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih
menarik dan membuat siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam
belajar. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan model
pembelajaran guided inquiry.
Pembelajaran inquiry adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk
mengajarkan kepada siswa bagaimana cara meneliti permasalahan atau
pertanyaan fakta-fakta. Pembelajaran inquiry memerlukan lingkungan kelas
dimana siswa merasa bebas untuk berkarya, berpendapat, membuat
kesimpulan dan membuat dugaan. Suasana seperti itu amat penting karena
keberhasilan pembelajaran bergantung pada kondisi pemikiran siswa.
Inquiry memberikan peluang, ruang, dan dorongan untuk mempelajari
berbagai keterampilan-keterampilan menentukan kapan saatnya memberikan
suatu sentuhan, menentukan petunjuk-petunjuk apa yang tepat diberikan pada
tiap siswa tertentu, menentukan apa yang tidak perlu dikatakan pada siswa,
menentukan cara membaca perilaku siswa pada saat mereka bekerja
menghadapi tantangan dan cara merancang suatu situasi pembelajaran
bermakna dengan memperhitungkan perilaku tersebut, menentukan kapan
41 Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics
Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008/7
41
pengamatan, hipotesis, atau eksperimen adalah bermakna, menentukan cara
bagaimana memberikan toleransi terhadap keragu-raguan, menentukan
bagaimana menggunakan kesalahan-kesalahan secara konstruktif, dan
menentukan bagaimana membimbing siswa sehingga memberikan mereka
keleluasaan kontrol atas eksplorasi mereka tanpa guru kehilangan kontrol atas
kelas.42
Selain itu pada model pembelajaran guided inquiry siswa dijadikan
sebagai subjek belajar, sedangkan guru berkedudukan sebagai fasilitator dan
motivator. Siswa berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep yang
sebelumnya direncanakan oleh guru melalui tahapan kegiatan guided inquiry.
Dengan aktifnya siswa dalam proses pembelajaran dengan kegiatan
penemuan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
E. Hipotesis Tindakan
Penerapan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan
keterampilan proses sains siswa.
42Anwar holil, Hubungan Inkuiri dan Keterampilan Proses, tersedia,
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html 25 Juni 2010
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada semester I kelas
XII IPA, yaitu dari bulan Agustus sampai dengan Oktober tahun ajaran
2009/2010.
B. Subjek Penelitian
Adapun yang akan menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini adalah
siswa kelas XII IPA yang terdiri dari 31 orang siswa dengan komposisi
perempuan 22 orang dan laki-laki 9 orang. Pada penelititan ini peneliti
berkolaborasi dengan seorang guru bidang studi biologi dan teman sejawat
yang bertindak sebagai observer guna mengamati seluruh proses belajar
mengajar yang berlangsung.
C. Metode dan Disain Intervensi Tindakan
1. Metode
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) atau Classroom Action Research (CAR), yang hanya berfokus pada
suatu kajian yang berawal dari situasi alamiah kelas. Peneliti berusaha
merefleksikan secara kritis dan kolaboratif terhadap suatu kajian yang
benar-benar berawal dari situasi alamiah kelas, dengan memberikan
intervensi tindakan tanpa merubah kealamiahan situasi sebagai upaya
melakukan perbaikan berupa peningkatan kualitas situasi sosial dan
kualitas pembelajaran melalui implementasi rencana pembelajaran. Dalam
hal ini berarti dengan melakukan PTK guru dapat memperbaiki praktik-
praktik pembelajaran sehingga mutu pendidikan dapat meningkat.
Untuk mengetahui kondisi riil yang terjadi di SMA Triguna Utama
Ciputat Kabupaten Tangerang khususnya kelas XII IPA, maka peneliti
melakukan observasi. Berdasarkan hasil observasi pada kelas tersebut
pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan ditemukan hal-hal yang
masih kurang dan perlu ditingkatkan. Hal yang sudah baik tetapi perlu
ditingkatkan adalah penggunaan metode pembelajaran yang lebih
43
bervariasi, meskipun media yang digunakan guru sudah bervariasi tetapi
selama pembelajaran hanya sebagian peserta didik yang aktif. Sedangkan
yang perlu ditingkatkan adalah keterampilan proses sains peserta didik
karena dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa belum semua
aspek keterampilan proses sains yang dilatih oleh guru, dari hasil observasi
dan wawancara pada kelas XII IPA keterampilan proses sains peserta
didiknya dirasa perlu ditingkatkan. Upaya meningkatkan keterampilan
proses sains ini dipandang perlu ditingkatkan mengingat materi yang akan
dipelajari mempunyai tujuan utama yang menuntut keterampilan proses
siswa melalui suatu konsep.
Dari hasil diskusi bersama antara peneliti dan guru bidang studi
biologi maka perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan
keterampilan proses sains peserta didik, dalam hal ini model pembelajaran
guided inquiry merupakan model pembelajaran yang sesuai untuk
meningkatkan keterampilan tersebut karena model pembelajaran ini
merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
2. Desain Intervensi Tindakan
Desain intervensi tindakan kelas yang digunakan adalah model spiral
Kemmis dan Mc. Taggart. Hopkins seperti yang dikutip oleh Wiriaatmadja
menjelaskan tahapan model spiral ini terdiri dari empat komponen yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.1
3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai guru bidang studi
biologi yang berperan langsung pada kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran guided inquiry sedangkan untuk
observer akan dilakukan oleh teman sejawat dan guru bidang studi biologi
SMA Triguna Utama.
1 Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 66-67.
44
4. Prosedur Singkat Tindakan
Gambar 3.1 Bagan prosedur tindakan modifikasi Kurt Lewin
Penelitian pendahuluan a) Observasi kegiatan pembelajaran b) Wawancara dengan siswa c) Wawancara dengan guru d) Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi guru dan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar biologi dari hasil observasi awal
SIKLUS I
Perencanaan Tindakan a) Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari skenario proses pembelajaran,
LKS, media pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. b) Penyusunan lembar observasi keterampilan proses sains dan soal tertulis, lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran guided inquiry, lembar catatan lapangan, dan angket respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Monitoring dan Evaluasi Melaksanakan pretest, mencatat data selama pembelajaran, melaksanakan postes, wawancara dan penilaian LKS.
Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dibuat dan mengobservasi jalannya pembelajaran.
Refleksi Mengolah data, refleksi untuk siklus II
Perencanaan Tindakan a) Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari skenario proses pembelajaran,
LKS, serta media pembelajaran dari hasil refleksi. b) Penyusunan lembar observasi keterampilan proses sains dan soal tertulis, lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran guded inquiry, lembar catatan lapangan, dan angket respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dibuat.
Monitoring dan Evaluasi Melaksanakan pretest, mencatat data selama pembelajaran, melaksanakan postes, wawancara dan penilaian LKS.
Refleksi Mengolah data, refleksi untuk siklus III
SIKLUS II
SIKLUS III
Penyusunan
45
D. Tahapan Intervensi Tindakan
Berikut adalah gambaran langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian tindakan kelas ini:
1. Persiapan Pra Penelitian, yaitu:
a. Orientasi lapangan melalui observasi dan wawancara terhadap siswa
dan guru bidang studi biologi yang mengajar di kelas XII SMA
Triguna Utama Ciputat tahun pelajaran 2010/2011 untuk menjaring
permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran biologi
sebelum penelitian tindakan kelas ini dilakukan.
b. Menganalisis hasil wawancara dengan menentukan fokus
permasalahan yang akan diteliti.
c. Mendiskusikan rancangan penelitian berdasarkan fokus permasalahan
yang akan diteliti dengan pembimbing, ahli dan rekan sejawat.
d. Mengkaji literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan.
2. Siklus 1
a. Tahapan Perencanaan Tindakan (Planning)
1) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses
belajar mengajar.
2) Merancang strategi dan skenario pembelajaran yang akan
dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran guided
inquiry.
3) Menentukan indikator-indikator ketercapaian keberhasilan dalam
pembelajaran.
4) Menyusun instrumen penelitian untuk proses pengumpulan data
yang terdiri dari tes uaraian, lembar angket, dan lembar observasi.
Untuk instrumen tes berupa soal tes uraian untuk menilai
keterampilan proses siswa.
5) Menentukan fokus observasi dan aspek-aspek yang akan diamati
sebagai pedoman lembar observasi.
46
b. Tahapan Pelaksanaan Tindakan
1) Guru memberikan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran yang
akan diberikan kepada peserta didik.
2) Guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran guided inquiry.
3) Memberikan pre-tes sebelum pembelajaran dan pos-tes setelah
dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran guided
inquiry.
c. Pengamatan (observasi)
1) Peneliti dan observer mencatat semua data dan informasi mengenai
keterampilan proses sains siswa yang dapat terlihat secara
langsung selama pembelajaran sesuai dengan lembar observasi.
2) Observer mencatat kegiatan guru dalam melaksanakan
pembelajaran dengan model pembelajaran guided inquiry
berdasarkan lembar catatan guru.
3) Melakukan diskusi antara peneliti dan observer tentang kegiatan
yang sudah berlangsung.
d. Refleksi siklus I
Melakukan evaluasi tindakan dengan menganalisis seluruh data
yang diperoleh pada siklus I. Berdasarkan hasil pengamatan seluruh
kegiatan yang sudah dilakukan selanjutnya dilakukan analisis,
pemaknaan, penjelasan dan penyimpulan data. Hasil kesimpulan
yang didapat berupa tingkat keefektifan rancangan pembelajaran
yang dibuat dan daftar permasalahan serta kendala-kendala yang
dihadapi di lapangan. Hasil ini kemudian dijadikan dasar untuk
melakukan perencanaan pada siklus II. E. Hasil Intervensi yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah terciptanya suasana
pembelajaran yang aktif, kondusif dan peningkatan keterampilan proses sains
siswa melalui penerapan model pembelajaran guided inquiry dalam
pembelajaran biologi pada konsep pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan.
47
F. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yakni:
1. Siswa, untuk mendapatkan data tentang hasil keterampilan proses sains
dan aktivitas keterampilan proses sains siswa dalam proses belajar
mengajar, serta sikap siswa terhadap pembelajaran guided inquiry.
2. Guru, untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi model
pembelajaran guided inquiry.
3. Teman sejawat dan kolaborator, dimaksudkan sebagai sumber data untuk
melihat implementasi PTK secara komprehensif, dari sisi siswa maupun
guru.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Observasi
Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengetahui
pemunculan kejadian/aspek keterampilan proses sains siswa selama
proses pembelajaran.
2. Lembar Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti atau mitra
peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi terhadap subjek atau
objek penelitian tindakan kelas.2 Catatan lapangan ini memuat kondisi
siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan tindakan guru dalam
melaksanakan pembelajaran.
3. Tes Keterampilan Proses Sains
Untuk mengevaluasi keterampilan proses sains digunakan tes tertulis
yang berbentuk uraian sesuai dengan karakteristik soal keterampilan
proses sains.
4. Wawancara
Menurut Hopkins dalam Wiriadmadja, wawancara adalah suatu cara
untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang
2 Rochiati Wiriadmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Maret 2008. Cetakan ke-5, hal. 125
48
yang lain.3 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada guru dan
siswa sebelum dan sesudah tindakan dilaksanakan.
5. Lembar Angket
Angket adalah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden
untuk mengungkapkan pendapat, keadaan, kesan yang ada pada responden
sendiri maupun di luar dirinya. Dalam penelitian ini angket digunakan
untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran biologi
dengan model pembelajaran guided inquiry. Angket yang digunakan pada
penelitian ini berbentuk skala likert dimana pada skala ini siswa
memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan respon dengan
memilih:
SS : jika sangat setuju
S : jika setuju
TS : jika tidak setuju
STS : jika sangat tidak setuju
H. Teknik Pengumpulan Data
Table 3.1 Teknik Pengumpulan Data
Instrument Kegiatan Pengumpulan Data
Observasi Dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal yang diamati berupa KPS siswa yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.
Catatan
lapangan
Dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang diamati yaitu kondisi siswa selama proses pembelajaran dan berita acara proses pembelajaran.
Wawancara Dilaksanakan setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode guided inquiry kepada siswa.
Tes Tes untuk mengukur keterampilan proses sains siswa diberikan sebelum dan setelah pembelajaran setiap siklus
Angket Diberikan kepada siswa setelah dilaksanakan pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
3 Rochiati Wiriadmadja. Metode Penelitian Tindakan Kelas, h. 117
49
I. Tekhnik Pemeriksaan Keterpercayaan
Data diperoleh dengan menggunakan instrumen tes keterampilan
proses sains berbentuk tes uraian sebanyak 18 butir soal. Sebelum instrumen
tersebut digunakan, maka dilakukan uji coba soal untuk memenuhi
persyaratan yaitu uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda.
1. Uji Validitas
Vadilitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau sahih,
yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurannya.4 Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kesahihan instrumen. Validitas instrumen yang
digunakan adalah validitas isi (content validity), yaitu kesanggupan alat
penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut
mampu mengungkapkan isi suatu konsep/variabel yang hendak diukur.
Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product
Moment Pearson.5
2222
YYnXXn
YXXYnrxy
Keterangan:
xyr : koefisien antara variabel x dan variabel y
n : banyaknya siswa
x : skor item
y : skor total
xy : hasil perkalian skor item dan skor total
x2 : hasil kuadrat dari skor item
y2 : hasil kuadrat dari skor total
(∑X)2 : hasil kuadrat dari total jumlah skor item
(∑Y)2 : hasil kuadrat dari total jumlah skor total
4 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Lembaga ian UIN Jakarta, 2006) h. 105 5 M. Subana, H.M. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung Pustaka Setia 2005, h. 130.
50
Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil
perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5%, dengan
ketentuan bahwa jika rxy sama atau lebih besar dari rtabel maka soal tersebut
dinyatakan valid.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen penelitian
(lampiran), dari 18 soal siklus I dan 18 soal siklus II yang diujicobakan
diperoleh 16 butir soal yang valid untuk siklus I dan 15 soal yang valid
untuk siklus II. Namun peneliti hanya menggunakan 12 soal pada tiap
siklus, dengan pertimbangan proporsi soal, keterwakilan masing-masing
indikator. Sehingga hanya 24 soal yang dipakai pada penelitian ini.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas bermakna ketepercayaan, keterandalan, keajegan,
kestabilan atau konsistensi, dapat diartikan sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.6 Suatu alat ukur memiliki
reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal.
Untuk menentukan reliabilitas soal uraian, penulis menggunakan rumus
Alpha7:
nnX
X
2
2
2
Keterangan:
11r = reliabilitas yang dicari 2i = jumlah varians skor tiap-tiap item
2t = varians total
Tabel 3.2
Indeks reliabilitas diklasifikasikan sebagai berikut:
11r Keterangan
< 0,20 Tidak ada korelasi
6 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA., h.105 7 Suharsimi Arikunto,. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 1995)
h.109
2
2
11 11 t
i
nnr
51
0,20 – 0,40 Korelasi rendah
0,40 – 0,70 Korelasi sedang
0,70 – 0,90 Korelasi tinggi
0,90 – 1,00 Korelasi sangat tinggi
1,00 Korelasi sempurna
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian
(lampiran) diperoleh hasil 0,82 untuk soal siklus 1 dan 0,41 untuk siklus
II , dengan skor reliabilitas demikian maka instrumen penelitian tersebut
disimpulkan memiliki korelasi yang tinggi untuk siklus I dan sedang untuk
siklus II, sehingga memenuhi persyaratan instrumen yang baik.
3. Uji Taraf Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang memuat ketiga kriteria yaitu:
sukar, sedang dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang dan
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).
Untuk mengukur taraf kesukaran soal digunakan rumus:8
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Tabel 3.3
Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut:
P Keterangan
0,00 – 0,30 Sukar
0,30 – 0,70 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal
instrumen penelitian (lampiran), pada instrumen siklus I diperoleh 8 soal
dengan tingkat kesulitan “mudah”, 10 soal dengan tingkat kesulitan
8 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, h.208
P = JSB
52
“sedang”. Pada siklus II diperoleh 2 soal dengan tingkat kesulitan “sukar”,
13 soal dengan tingkat kesulitan “sedang”, dan 3 soal dengan tingkat
kesulitan “mudah”.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).
Keterangan:
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
JA = banyaknya peserta pada kelompok atas
JB = banyaknya peserta pada kelompok bawah9
Tabel 3.4
Indeks daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut:
D Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 – 1,00 Baik sekali
Berdasarkan hasil perhitungan uji daya pembeda butir soal
instrumen penelitian (lampiran), pada instrument siklus I diperoleh 2 soal
dengan daya pembeda “jelek”, 12 soal dengan daya pembeda “cukup”, 4
soal dengan daya pembeda “baik”. Untuk siklus II diperoleh 6 soal dengan
daya pembeda “jelek”, 3 soal dengan daya pembeda “cukup”, 9 soal
dengan daya pembeda “baik”.
9 Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, h.211-214
BA PPJBBB
JABAD
53
J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis
1. Uji Prasyarat Analisis
Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk
menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Akan tetapi,
sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis data, dengan menggunakan uji normalitas dan uji
homogenitas data.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan
adalah uji Liliefors sebagai berikut:10
SXX
Z i
Di mana:
Z : Simpangan baku untuk kurva normal standard.
Xi : data
: rata-rata data tunggal
S : simpangan baku
Kriteria pengujiannya adalah:
a) apabila Lhitung < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
b) apabila Lhitung ≥ Ltabel, maka sampel tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara
dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher sebagai berikut:
ilVarianskecarVariansbes
SSF 2
2
21 di mana
1
222
nnxxn
S ii
Kriteria pengujiannya adalah:
a) apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, yang berarti varians kedua
10 Sudjana. Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1996) h. 466
X
54
populasi homogen.
b) apabilaFhitung ≥ Ftabel, H0 ditolak, yang berarti varians kedua
populasi tidak homogen.
2. Analisis Data
Terhadap data hasil tes prestasi belajar siswa, dilakukan analisis
dengan menentukan rata-rata nilai tes, peningkatan (gain) dari pretes dan
postes pada siklus I dan II, serta jumlah (persentase) siswa yang tuntas
belajar pada siklus I dan II. Kemudian membandingkan hasil yang
diperoleh pada siklus I dan II. Dalam menganalisis data pada aspek
keterampilan proses sains dengan menggunakan Gain skor. Gain adalah
selisih antara nilai postes dan pretes, gain menunjukkan peningkatan
pemahaman/penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan
guru.
a. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran guided inquiry dalam
upaya meningkatkan katerampilan proses sains siswa dapat dihitung
dengan menggunakan rumus rata-rata gain ternormalisasi sebagai berikut:
skorpretesidealskor
pretesskorpostesskorg
Skor gain ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kriteria
efektivitas pembelajaran dengan kriteria sebagai berikut:11
G tinggi : nilai (g) > 0,70
G sedang : 0,70 > (g) >030
G rendah : nilai (g) 03
b. Terhadap data hasil tes keterampilan proses sains siswa, setiap aspek
keterampilan proses sains diukur dengan satu butir soal. Untuk mengetahui
peningkatan kemampuan proses sains, dengan menghitung selisihnya,
selisih itu sebagai peningkatan keterampilan proses sains.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Menjumlahkan skor seluruh siswa untuk setiap aspek keterampilan
proses sains yang akan dicari.
11 Richard R. Hake, Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology, 1999, h. 1
55
2) Menentukan persentase tiap aspek keterampilan proses sains.
3) Menentukan kriteria keterampilan proses sains dengan cara
menafsirkan persentase skor yang diperoleh siswa dengan kriteria
sebagai berikut:
Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains
Persentase Kategori
90-100%
75-89%
55-74%
31-54%
0-30%
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Aep Saepudin (2001) dalam Wawan
c. Terhadap data hasil observasi pelaksanaan model pembelajaran guided
inquiry dilakukan analisis kualitatif, yaitu memfokuskan hal-hal pokok dan
penting yang berkaitan dengan pelaksanaan model pembelajaran guided
inquiry. Hasil observasi dideskripsikan dalam paparan data secara naratif.
Analisis kualitatif ini memperoleh data penelitian yang berupa indikator-
indikator perilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran guided
inquiry yang berperan pada peningkatan keterampilan proses sains siswa.
d. Terhadap data hasil angket respon siswa
Analisis persentase sikap siswa dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Keterangan :
P : angka persentase
F : frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : jumlah individu
Hasil analisis persetase sikap siswa dikategorikan menjadi:
1) Sikap positif jika persentase hasil analisis angket > 50%
2) Sikap negatif jika persentase hasil analisis angket < 50%
P = F/N x 100%
56
e. Terhadap data hasil pengamatan keterampilan proses sains, analisis
dilakukan dengan mencari persentase skor tiap aspek keterampilan proses
sains siswa, Kemudian membandingkan persentase skor tiap aspek
keterampilan proses sains yang diamati pada siklus I dan siklus II. Untuk
menghitung nilai kemampuan keterampilan proses sains (psikomotor)
suatu tes performance dalam pelaksanaan praktikum dengan menggunakan
lembar observasi skor keterampilan siswa pada tiap tindakan yang dinilai
menjadi skor total siswa.
Persentase = Skor ideal yang dilakukan X 100%12
Skor maksimum yang diharapkan
Tingkat Penguasaan Predikat
86-100 Sangat baik 76-85 Baik 60-75 Cukup 55-59 Kurang ≤ - 54 Kurang sekali
3. Pengujian Hipotesis Tindakan
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data, maka
dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis ini dilakukan, untuk mengetahui
apakah nilai rata-rata keterampilan proses siswa pada siklus II lebih tinggi
dari rata-rata keterampilan proses siswa pada siklus I setelah diajarkan
dengan model pembelajaran guided inquiry. Jika sampel yang diteliti
memenuhi uji prasyarat analisis maka untuk menguji hipotesis, digunakan
uji t dengan taraf signifikan α = 0,05.
Rumus uji t yang digunakan yaitu:13
21
21
11nn
S
XXt
di mana
2
11
21
222
2112
nn
SnSnS , db = n1+n2-2
Keterangan:
1X : nilai rata-rata hasil belajar siklus II
12 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) h. 103
13 Sudjana. Metode Statistik. (Bandung: Tarsito, 1996) h. 239
57
2X : nilai rata-rata hasil belajar siklus I
n1 : jumlah sampel siklus II
n2 : jumlah sampel siklus I 2
1S : varians kelompok siklus II
22S : varians kelompok siklus I
Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah:
Terima H0, apabila thitung < ttabel
Tolak H0, apabila thitung ≥ ttabel
Namun apabila sampel yang diteliti tidak memenuhi uji normalitas,
maka untuk menguji hipotesis digunakan statistik uji nonparametrik, yaitu
uji Mann Whitney. Rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai
berikut:
12)1(
22121
21
nnnn
nnUZ dimana 1
1121 2
)1( RnnnnU
Keterangan:
U : statistik uji Mann Whitney
n1 : ukuran sampel pada kelompok 1
n2 : ukuran sampel pada kelompok 2
n1n2 : hasil kali ukuran sampel pada kelompok 1 dan 2
R1 : jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran
sampelnya n1.
Z : statistik uji Z yang berdistribusi normal N(0,1)
4. Hipotesis Statistik
Berdasarkan uji prasyarat analisis di atas, maka kriteria pengujian
hipotesis yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:
1 : nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa siklus II
2 : nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa siklus I
58
K. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil atau siswa dinyatakan mengalami
peningkatan kemampuan keterampilan proses sains terhadap konsep
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan apabila mencapai indikator
sebagai berikut:
Siswa mencapai ketuntasan minimal : 70
Kelas mencapai ketuntasan : 90%
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Penelitian
1. Siklus I
a. Hasil Pengamatan
1) Catatan lapangan
Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung diperoleh catatan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan
No Indikator pengamatan
Kondisi siswa per kelompok
1 Pembelajaran berkelompok
Mulai terkondisikan. Beberapa masih ada yang
bercanda. Beberapa merasa pembagian
kelompok tidak rata antara yang pandai dan kurang.
2 Mengajukan pertanyaan/jawaban
Masih ragu-ragu dalam menyampaikan jawaban.
Pada umumnya siswa mau menjawab jika ditunjuk oleh guru.
Masih banyak siswa yang tidak menyimak temannya yang sedang menyampaikan jawaban.
3 Diskusi dalam kelompok
Didominasi siswa yang pandai Beberapa siswa hanya
mengandalkan temannya. Masih tampak malu-malu dalam
berpendapat. Beberapa yang pasif hanya
mengikuti pendapat temannya yang aktif.
Mulai mau bertanya dan berdiskusi.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
pembelajaran dengan berkelompok dapat membuat siswa mulai
60
terkondisikan untuk melaksanakan pembelajaran, namun masih ada
beberapa siswa yang masih bercanda, berkumpul dengan kelompok
lain, dan ada yang tidak senang dengan pembagian kelompok yang
dilakukan oleh guru. Mereka merasa pembagian kelompok tidak
merata karena ada beberapa kelompok yang anggotanya pasif.
Pada saat tanya jawab tampak siswa masih ragu-ragu dalam
menyampaikan jawabannya. Mereka hanya mau menjawab ketika
telah ditunjuk oleh guru. Hal ini menyebabkan masih banyak siswa
yang tidak menyimak temannya yang sedang menyampaikan
jawabannya karena merasa tidak mendapat tugas untuk menjawab
pertanyaan. Hal ini menyebabkan proses tanya jawab belum
berjalan dengan baik.
Pada saat diskusi pembelajaran, tampak siswa mulai
berdiskusi dengan teman kelompoknya. Namun masih didominasi
oleh siswa yang pandai. Siswa yang pasif hanya mengikuti
pendapat temannya yang dianggap pandai. Mereka masih malu-
malu untuk mengungkapkan pendapat ataupun jawaban mereka.
Beberapa siswa juga masih banyak yang mengandalkan orang lain
dalam pengerjaan LKS.
2) Observasi Keterampilan Proses Sains
Tabel 4.2 Hasil Observasi Aspek KPS
Aspek KPS Persentase Siklus I
Mengamati 87,5%
Manafsirkan pengamatan 56,25%
Berhipotesis 75% Merencanakan percobaan 81,25%
Menerapkan konsep 37,5%
Berkomunikasi 70,83%
Mengajukan pertanyaan 43,75%
61
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui persentase
keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat
pembelajaran pada siklus 1. Tampak bahwa aspek mengamati dan
merencanakan percobaan memiliki skor paling tinggi, sedangkan
aspek mengajukan pertanyaan dan menerapkan konsep memiliki
skor paling rendah.
3) Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Data Wawancara
No Pertanyaan Tidak Ya 1. Apakah anda mengalami kesulitan selama
proses pembelajaran berlangsung 83,33
% 16,67
% 2. Apakah menurut anda proses pembelajaran
yang telah dilakukan menarik 8,33% 91,67
% 3. Apakah menurut anda proses pembelajaran
yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
25% 75%
4. Apakah pembelajaran yang telah dilakukan dapat merangsang anda untuk berpikir ilmiah
25% 75%
5. Apakah pembelajaran yang telah dilakukan berjalan dengan efektif
16,67%
83,33%
6. Apakah setelah melakukan kegiatan pembelajaran anda memiliki keterampilan untuk melakukan penelitian
25% 75%
7. Apakah anda menyukai pembelajaran biologi dengan model guided inquiry
8,33% 91,67%
Dari hasil wawancara terstruktur dengan siswa dapat diketahui
bahwa siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran
sebesar 16,67% mereka beralasan bahwa mereka belum terbiasa
dengan proses pembelajaran yang digunakan. Pada pertanyaan kedua
diperoleh 8,33% siswa yang merasa proses pembelajaran kurang
62
menarik, dan 91,67% siswa merasa proses pembelajaran menarik
karena pembelajaran sangat interaktif. Pertanyaan ketiga diperoleh
75% siswa yang merasa pemahaman konsepnya meningkat setelah
pembelajaran, mereka beralasan mereka termotivasi untuk
mempraktikkan sendiri apa yang sedang dipelajari dan berusaha
mencari tahu konsep apa yang ada pada praktikum. Sedangkan siswa
yang merasa pemahaman konsepnya tidak meningkat beralasan
bahwa hanya sedikit konsep yang bisa terserap.
Pada pertanyaan keempat diketahui 75% siswa yang terdorong
untuk berpikir ilmiah menurut mereka pembelajaran yang
berlangsung membuat mereka bertanya sendiri dan kemudian
mempraktikkannya karena ingin tahu. Pertanyaaan ke lima diketahui
83,33% yang setuju bahwa pembelajaran berjalan efektif dan 16,67%
yang tidak setuju. Pertanyaan ke enam diketahui bahwa 75% siswa
memiliki keterampilan praktikum setelah pembelajaran dan 25%
tidak. Pertanyaan terakhir diperoleh 91,67% siswa menyukai
pembelajaran guided inquiry dan hanya 8,33% siswa yang tidak
menyukai pembelajaran guided inquiry.
b. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains
Tes yang digunakan pada siklus ini berbentuk esai (uraian)
berjumlah 12 soal. Setiap soal uraian mengukur satu aspek
keterampilan proses sains. Berdasakan hasil pretes dan postes yang
diperoleh, maka dapat ditentukan besarnya rata-rata kemampuan awal
siswa dan rata-rata kemampuan akhir siswa setelah diberikan
perlakuan, serta standar deviasi masing-masing tes.
Untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah
dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus I maka data hasil tes
keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan N-gain terhadap
skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa.
Adapun hasil N-gain tersebut adalah sebagai berikut:
63
Tabel 4.4 N-gain Ketercapain KPS Pretest dan Postet Siklus I
Pretest Postet N-Gain
Rata-rata siswa 46,24 77,76 0,58
SD 12,02 8,18 0,14
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai N gain sebesar = 0,58,
berdasarkan kategorisasi ini menunjukkan g pada kategori sedang
(nilai (0,30<g≤0,7). Hal ini berarti menunjukan tingkat efektifitas
yang sedang pada perlakuan tindakan pembelajaran guided inquiry
pada subkonsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan.
Berdasarkan hasil tes keterampilan proses sains siswa (pretes
dan postes) pada siklus I diperoleh ketercapaian aspek keterampilan
proses sains pada subkonsep pengaruh faktor luar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagai berikut:
Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS Siswa antara
Pretest dan Postest pada siklus I
No. Aspek KPS
Persentase
Ketercapaian
Pretest Posttest
1 Observasi 52 79
2 Klasifikasi 77 90
3 Membuat Pertanyaan 47 78
4 Mengkomunikasikan 66 88
5 Menghitung Matematika 80 90
6 Membuat Kesimpulan 47 77
7 Menerapkan Konsep 54 79
8 Membuat Prediksi 39 68
9 Merencanakan Percobaan 40 74
64
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan keterampilan proses sains siswa pada setiap aspek
keterampilan proses sains dengan peningkatan yang berbeda-beda
pada subkonsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan
pada siklus I, namun terdapat dua aspek keterampilan proses sain yang
tergolong rendah yaitu pada aspek membuat prediksi diduga
disebabkan oleh belum terbiasanya siswa menggunakan pola-pola
hasil pengamatan. Pada keterampilan membuat hipotesis, walaupun
hasil yang diperoleh masih tergolong rendah namun peningkatan nilai
yang terjadi termasuk kategori sedang. Rata-rata persentase
ketercapain aspek KPS meningkat dari 45,09% menjadi 77,76%.
Tes akhir yang dilaksanakan pada siklus ini belum memenuhi
ketuntasan belajar. Hal ini disebabkan masih terdapat siswa yang
mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan minimal dengan
penguasaan keterampilan proses sains yaitu 70. Pada siklus ini
ketuntasan belajar siswa baru mencapai 83,87%. Hal ini belum
memenuhi target yang diharapkan yaitu ketuntasan belajar siswa
mencapai 90%.
c. Refleksi
Proses pembelajaran model guided inquiry pada konsep
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan mampu membuat siswa
lebih terkondisikan untuk belajar dan lebih aktif. Dengan adanya
No Aspek KPS Pretes Postes
10 Menentukan Variabel 25 73
11 Merumuskan Masalah 14 71
12 Membuat Hipotesis 14 67
Jumlah 541 933
Rata-rata 45,09 77,76
65
kegiatan diskusi siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran,
dimana setiap siswa memiliki tanggung jawab dalam setiap
kelompoknya.
Namun dalam pelaksanaan pembelajaran guided inquiry ini
masih terdapat kekurangan dalam hal:
1) Pembelajaran berkelompok
Dalam pembelajaran berkelompok ini terlihat pembagian kelompok
yang kurang merata sehingga kelompok belum maksimal dalam hal
bekerja sama, bertukar pikiran dan bantu membantu ketika
mengalami kesulitan. Karena keterbatasan waktu pembelajaran
sehingga tidak semua kelompok dapat mempresentasikan hasil
yang diperoleh.
2) Diskusi dalam kelompok
Siswa masih malu-malu dalam menyampaikan pendapat dan
mengajukan pertanyaan. Masih ada siswa yang tidak mau
menyimak orang lain yang sedang menyampaikan pendapat. Dalam
hal ini masih didominasi oleh siswa yang biasa aktif, sehingga
beberapa masih mengandalkan teman dalam mengerjakan
tugasnya.
3) Tanya jawab
Siswa masih malu dan tidak percaya diri dalam menyampaikan
pendapat. Masih banyak siswa yang tidak menyimak guru atau
siswa lain yang sedang menyampaikan pendapat, kurangnya rasa
saling menghargai pada sebagian siswa. Pembahasan hasil diskusi
kelompok memakan waktu yang cukup lama.
Pada pelaksanaan siklus I pembelajaran biologi dengan model
pembelajaran guided inquiry diperoleh hasil keterampilan proses sains
siswa yang masih kurang. Berdasarkan tes keterampilan yang telah
dilaksanakan, masih ada beberapa siswa yang belum mencapai batas
minimal penguasaan keterampilan proses sains yang telah ditentukan
66
yaitu 70. Hal ini menunjukan belum tercapainya ketuntasan belajar
yang telah ditentukan yaitu 90%. Oleh sebab itu hasil belajar harus
ditingkatkan melalui perbaikan tindakan yang telah dilaksanakan
untuk diterapkan pada siklus ke dua. Adapun perbaikan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I
No Tindakan Perbaikan
1. Pembelajaran berkelompok
- Pembagian kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat prestasi belajar, dan keaktifan siswa di kelas secara merata.
- Pengaturan posisi tiap kelompok dalam melaksanakan pembelajaran di kelas agar guru mudah mengawasi seluruh kelompok selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Diskusi dalam menyelesaikan masalah yang diajukan
- Lebih memotivasi siswa untuk turut aktif dalam kegiatan diskusi
- Mengawasi secara merata setiap kelompok agar ikut aktif dalam diskusi.
3. Tanya jawab - Perbaikan gaya bertanya guru.
- Memberikan kesempatan lebih pada siswa yang kurang aktif.
- Memotivasi siswa yang kurang percaya diri untuk mengajukan pertanyaan atau mengajukan pendapat.
4 Aspek KPS - Penekenan pembelajaran pada aspek prediksi dan membuat hipotesis
d. Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi siklus 1 diperoleh bahwa kemampuan
keterampilan proses sains siswa pada sub-konsep pengaruh faktor luar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan belum mencapai
kriteria yang diharapkan. Oleh karena itu dilakukan perbaikan tindakan
67
pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I sehingga perlu
dilanjutkan ke tindakan pembelajaran pada siklus II.
2. Siklus II
a. Hasil Pengamatan
1) Catatan lapangan
Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung
diperoleh catatan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Catatan Lapangan
No Indikator Pengamatan Kondisi Siswa Per-Kelompok
1 Pembelajaran berkelompok
Berkelompok dengan baik Berada pada posisi yang telah
ditentukan Siap untuk menemukan
pengetahuan 2 Mengajukan
pertanyaan/jawaban Aktif dalam tanya jawab Percaya diri ketika
menyampaikan pendapat dan jawaban kepada kelompok lain
Mampu menghargai orang lain dan senantiasa menyimak setiap orang yang sedang menyampaikan pendapat.
3 Diskusi dalam kelompok
Seluruh siswa aktif dalam mendiskusikan masalah yang diberikan.
Berdasarkan tabel 4.6 pada pembelajaran berkelompok siswa
tampak berkumpul dengan teratur pada kelompoknya masing-masing
dengan posisi yang telah ditentukan. Siswa terkondisikan dengan
baik, dan bersemangat untuk memulai pembelajaran.
Pada saat mengajukan pertanyaan atau jawaban seluruh siswa
aktif dan percaya diri dalam menjawab atau mengajukan pertanyaan.
Seluruh siswa menyimak dan menghargai kelompok yang sedang
mempresentasikan hasil kelompoknya.
Pada saat diskusi kelompok semua siswa terlibat aktif dalam
jalannya diskusi. Mereka mulai menghargai teman yang memberikan
68
pendapat atau mengajukan pertanyaan, serta saling bertukar pikiran
dalam menyelesaikan masalah yang diajukan.
2) Observasi Keterampilan Proses Sains
Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS
Aspek KPS Persentase Siklus II
Mengamati 89,58% Manafsirkan pengamatan 56,25%
Berhipotesis 75% Merencanakan percobaan 87,5%
Menerapkan konsep 50% Berkomunikasi 77,08% Mengajukan pertanyaan 56,25%
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui persentase
keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat
pembelajaran pada siklus II. Tampak bahwa tiga aspek
keterampilan proses sain masih tergolong rendah yaitu, aspek
menafsirkan pengamatan, menerapkan konsep, dan aspek
mengajukan pertanyaan. Namun secara keseluruhan persentase
aspek keterampilan proses sains pada siklus II sudah mengalami
peningkatan dari siklus I.
b. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains
Tes yang digunakan pada siklus ini berbentuk esai (uraian)
berjumlah 12 soal. Setiap soal uraian mengukur satu aspek
keterampilan proses sains. Berdasakan hasil pretes dan postes pada
siklus II, maka dapat ditentukan besarnya rata-rata kemampuan awal
siswa dan rata-rata kemampuan akhir siswa setelah diberikan
perlakuan, serta standar deviasi masing-masing tes.
Untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah
dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus II maka data hasil tes
69
keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan N-Gain terhadap
skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa.
Adapun hasil N-Gain tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II
Pretest Postet N-Gain
Rata-rata siswa 72,11 82,26 0,39
SD 10,03 9,39 0,19
Berdasarkan kategorisasi diperoleh nilai N Gain sebesar = 0,39,
ini menunjukkan g pada kategori rendah (nilai (0,30<g≤0,7). Hal ini
berarti menunjukan tingkat efektifitas yang rendah pada perlakuan
tindakan pembelajaran guided inquiry pada subkonsep pengaruh faktor
dalam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Berdasarkan analisis butir soal diketahui bahwa pada hasil
pretesnya diperoleh 58,33% soal yang rerata nilainya termasuk
kategori baik (70-80) dan mengalami rerata peningkatan skor yang
relatif rendah sebesar 12,19%, hal ini memberikan kontribusi terhadap
rendahnya skor perolehan N gain.
Berdasarkan hasil tes keterampilan proses sains siswa (pretes
dan postes) pada siklus II diperoleh ketercapaian aspek keterampilan
proses sains pada subkonsep pengaruh faktor dalam terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagai berikut:
Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS Pretest dan
Postest Siklus II
No Aspek KPS Persentase Ketercapaian
Pretest Posttest
1 Observasi 62 86
2 Klasifikasi 76 91
3 Membuat Pertanyaan 78 80
4 Mengkomunikasikan 82 89
70
No Aspek KPS Persentase Ketercapaian
Pretest Posttest
5 Menghitung Matematika 89 93
6 Membuat Kesimpulan 68 83
7 Menerapkan Konsep 65 77
8 Membuat Prediksi 74 77
9 Merencanakan Percobaan 67 81
10 Menentukan Variabel 80 89
11 Merumuskan Masalah 71 74
12 Membuat Hipotesis 59 75
Jumlah 871 995,16
Rata-rata 72,58 82,16
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan keterampilan proses sains siswa pada subkonsep pengaruh
faktor dalam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan pada siklus II. Dari tabel
diketahui bahwa tujuh aspek sudah mencapai KKM sebelum
pembelajaran, ini dapat diambil kesimpulan bahwa siswa sudah ada
pembiasaan keterampilan proses sains pada siklus sebelumnya. Rata-
rata persentase ketercapaian aspek KPS meningkat dari 72,58%
menjadi 82,06%. Pada pembelajaran siklus II ini diperoleh rata-rata
persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains siswa
sebesar 82,06%. Jika dibandingkan dengan siklus I terdapat
peningkatan ketercapaian indikator keterampilan proses sains siswa.
Pada siklus II ini diperoleh ketuntasan belajar siswa mencapai
ketuntasan ideal yaitu 90%.
c. Respon Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran
Berdasarkan angket yang disebarkan kepada siswa pada akhir
pembelajaran siklus ke II, diperoleh data mengenai sikap siswa
terhadap pembelajaran biologi dengan pembelajaran model guided
71
inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan.
Pernyataan-pernyataan pada angket tersebut dikategorikan dalam
indikator sikap dengan persentasi sebagai berikut:
Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa Mengenai Pembelajaran
Biologi dengan Model Guided Inquiry
No Indikator Persentase Sikap
Positif Negatif 1 Perasaan siswa terhadap pelajaran
biologi 91,13% 8,87%
2 Perasaan siswa terhadap pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran biologi
83,87% 16,13%
3 Perasaan siswa terhadap pembelajan biologi dengan guided inquiry
83,23% 16,77%
Jumlah 258,23 41,77 Rata-rata 86,07% 13,93%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa secara
keseluruhan (86,85%) sebagian besar siswa memberikan sikap yang
positif terhadap tindakan pembelajaran guided inquiry pada konsep
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang telah dilaksanakan.
Menurut siswa permasalahan yang diangkat cukup menantang
untuk didiskusikan. Siswa setuju bahwa belajar dengan cara ini
menarik, tidak membosankan, dan mengajak untuk berpikir dan
berusaha menemukan sendiri jawaban dari permasalahan.
Meskipun masih ada sedikit siswa yang menunjukan sikap yang
negatif, hal ini disebabkan karena mereka belum terbiasa
melaksanakan pembelajaran dengan model guided inquiry.
d. Refleksi
Pada proses pembelajaran siklus II ini, diketahui siswa mampu
belajar mandiri, lebih kondusif, dan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Dilihat dari ketercapaian aspek KPS pada siklus II tampak adanya
peningkatan nilai rata-rata KPS. Terjadi peningkatan keterampilan proses
72
sains siswa dan ketuntasan belajar siswa telah mencapai 90%. Hal ini
sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan dan menunjukan bahwa
tindakan yang telah dilakukan telah berhasil.
e. Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh bahwa kemampuan
keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan telah mencapai kriteria yang diharapkan yaitu
90% sehingga tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa telah berhasil.
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Berdasarkan persyaratan analisis, maka sebelum dilakukan pengujian
hipotesis perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap data hasil
penelitian. Uji prasyarat analisis yang perlu dilakukan adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji Lilifors. Dari hasil
pengujian untuk data N Gain siklus 1 diperoleh nilai L hitung =0,03557.
Dari tabel harga kritis uji Lilifors pada taraf signifikan α = 0,05 dengan n
= 31 didapat harga Ltabel = 0,15913. Sedangkan untuk data N gain siklus II
nilai Lhitung = 0,03223. Didapat harga Ltabel untuk n = 31 yaitu 0,15913.
Karena L hitung pada kedua kelompok lebih kecil dari Ltabel, maka dapat
disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians populasi
dilakukan dengan uji fisher. Dari hasil pengujian diperoleh Fhitung =
1,6949 dan Ftabel = 1,84. Pada taraf signifikansi α = 0,05 untuk dk
Kelompok Sampel L hitung L tabel Kesimpulan Siklus I 31 0,03557 0,15913 Terima H0
Siklus II 31 0,03223 0,15913 Terima H0
73
pembilang = 30 dan dk penyebut = 30, karena Fhitung < Ftabel ini artinya H0
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data memiliki varians
yang homogen.
Tabel 4.13
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Kelompok Sampel Fhitung Ftabel Kesimpulan
Siklus I 31 1,6949 1,84 Terima H0
Siklus II 31
3. Analisis Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya data dianalisis
untuk pengujian hipotesis. Perhitungan uji hipotesis dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya peningkatan keterampilan proses sains
siswa pada model pembelajaran guided inquiry antara siklus I dan siklus
II.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, dengan
menggunakan data yang diperoleh, yaitu rata-rata postes hasil tes siklus I
sebesar 77,76. Dengan varians sebesar 66,9523, dan pada
siklus II diperoleh sebesar 82,26 dengan varians sebesar
88,22.
Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji t, maka
diperoleh nilai t hitung sebesar 2,01. Untuk mengetahui nilai t tabel dengan
derajat kebebasan (dk) = 60 dan taraf signifikansi (α) = 0,05 dilakukan
penghitungan, dari hasil penghitungan didapat nilai t tabel = 2,00. Dengan
membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh thitung > t tabel, ini berarti
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa yang signifikan dari
siklus I ke siklus II setelah diajar dengan model pembelajaran guided
inquiry. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
74
Tabel 4.14
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis
Kelompok Sampel Mean thitung ttabel Kesimpulan
Postes I 31 77,76 2,01 2,00 Tolak H0
Postes II 31 82,26
C. PEMBAHASAN
Penerapan pembelajaran biologi dengan menggunakan model guided
inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan mampu
meningkatkan keefektifan pembelajaran. Sebelum dilaksanakannya
pembelajaran dengan menggunakan guided inquiry, proses pembelajaran
didominasi oleh guru. Siswa tidak turut aktif dalam mengikuti semua
kegiatan pembelajaran. Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran
menggunakan pembelajaran guided inquiry siswa lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran, guru tidak mendominasi kelas, siswa juga mampu belajar
mandiri.
Pada siklus I rata-rata ketercapaian aspek KPS secara keseluruhan
setelah dilaksanakan pembelajaran menggunakan model guided inquiry pada
sub konsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pada tumbuhan diperoleh 77,76 dengan ketuntasan belajar mencapai 83,87%.
Pada siklus II ketercapaian aspek KPS setelah dilaksanakan pembelajaran
dengan model guided inquiry pada sub konsep pengaruh faktor dalam
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan mencapai rata-rata 82,26
dengan ketuntasan belajar mencapai ketuntasan ideal yaitu 90%. Hal ini
menunjukkan terjadi peningkatan penguasaan keterampilan proses sains
siswa dari siklus I ke siklus II.
Tingkat efektifitas tindakan dilihat dari nilai N gain, nilai N gain yang
diperoleh diketahui bahwa pada siklus I tingkat efektifitas tindakan tergolong
pada kategori sedang, sedangkan pada silus II pada kategori rendah. Pada
silus II diketahui bahwa hasil pretesnya diperoleh 58,33% soal yang rerata
75
nilainya termasuk kategori baik (70-80) dan mengalami rerata peningkatan
skor yang relative rendah sebesar 12,19%. Hal yang mungkin menyebabkan
tingginya nilai pretes pada silus II karena siswa sudah mulai terbiasa atau
mampu menggunakan KPS dalam pembelajaran pada silus I.
Pembelajaran menggunakan model guided inquiry merupakan
pengalaman baru bagi siswa karena model pembelajaran ini belum pernah
diterapkan sebelumnya pada kelas ini. Selama proses penelitian ada 12 aspek
keterampilan proses sains yang diukur peneliti yaitu, keterampilan
mengobservasi, membuat pertanyaan, menerapkan konsep, menentukan
variable, menghitung matematika, mengkomunikasikan, merencanakan
percobaan, membuat kesimpulan, memprediksi, merumuskan masalah,
mengklasifikasi, membuat hipotesis.
Pada hasil observasi keterampilan proses sains yang dilakukan terdapat
tiga aspek keterampilan proses sains yang tergolong masih rendah, ketiga
aspek tersebut adalah aspek menafsirkan pengamatan, menerapkan konsep,
dan aspek mengajukan pertanyaan. Rendahnya peninkatan keterampilan
menafsirkan pengamatan melalui pembelajaran yang diterapkan diduga
disebabkan oleh objek pengamatan yang hanya berupa lembar pengamatan
dan bukan objek nyata. Rendahnya keterampilan menerapkan konsep pada
pembelajaran ini diduga deisebabkan oleh kurangnya penguasaan siswa
terhadap konsep tersebut, sedikitnya waktu yang digunakan untuk membahas
hasil-hasil percobaan. Padahal justru pada tahap pembahasan hasil percobaan
inilah sesungguhnya saat yang tepat untuk menanamkan dan memantapkan
konsep.1 Rendahnya keterampilan mengajukan pertanyaan siswa diduga
disebabkan oleh kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang
bersifat pasif dan hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya, namun
keterampilan bertanya siswa telah mengalami peningkatan dari siklus
sebelumnya.
1 Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang:
Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005)
76
Dari deskripsi data keterampilan proses sains yang telah dipaparkan
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siwa, ini dapat dilihat dari hasil tes
keterampilan proses sains siswa siklus II lebih tinggi dari hasil tes
keterampilan proses sains siswa siklus I. Perbedaan ini juga diperkuat dengan
uji t dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh thitung > t tabel,
ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa yang signifikan
dari siklus I ke siklus II setelah diajar dengan model pembelajaran guided
inquiry, yaitu yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang
signifikan antara siklus I dengan siklus II. Sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan
proses sains siswa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami
peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan,
berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi,
merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan
berhipotesis. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Muslim
pada mata pelajaran fisika,2 dan oleh Fitri, Betty, dan Jimmi dalam penelitian
mereka pada mata pelajaran kimia pokok bahasan laju reaksi, dari hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa
dalam pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri
menunjukkan adanya peningkatan.3
Pembelajaran dengan model guided inquiry merupakan salah satu
model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa, selain itu pembelajaran ini juga dapat meningkatkan
keterlibatan siswa atau keaktifan siswa selama mengikuti proses
2 Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through
Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008/7
3 Fitri Eka Sari, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan
77
pembelajaran. Sehingga dapat mengubah proses pembelajaran yang berpusat
pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran biologi melatih para siswa
untuk membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengobservasi,
mengorganisasi data, fakta, konsep dan prinsip, merencanakan dan
melaksanakan percobaan. hal ini tampak melalui peningkatan KPS yang
terjaring melalui tes tertulis maupun tes observasi. Meskipun tidak terlalu
tinggi tetapi aktivitas siswa dapat menjadi pengalaman yang sangat
bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Carin (1997) bahwa proses ber-
inkuiri sangat berarti bagi siswa untuk memahami fenomena dan peristiwa,
dan pandangan konstruktivistik yang menekankan bahwa setiap individu
perlu membangun pemaknaan pengetahuan dan gagasannya melalui interaksi
dalam kerja kelompok.4
Selain itu sikap siswa terhadap pembelajaran biologi dengan
menerapkan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan
dan perkembangan tumbuhan sebagian besar positif. Siswa senang dengan
kegiatan model pembelajaran guided inquiry.
Keberhasilan tindakan kelas sangat dipengaruhi oleh guru dalam
mengelola kelas. Selama pelaksanaan tindakan siswa sangat membutuhkan
perhatian dan bimbingan guru. Walaupun pembelajaran berpusat pada siswa
tetapi peran guru untuk menciptakan suasana belajar masih sangat penting.
Guru harus mampu bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Ia harus
menyediakan diri sepenuhnya untuk membimbing siswa. Saran-saran
perbaikan pengelolaan kelas dari dosen pembimbing dan guru pamong serta
hasil diskusi pada tahap refleksi telah memperbaiki kinerja penulis dari siklus
ke siklus. Hal ini berdampak juga pada kinerja siswa.
4 Fransisca Sudargo Tapilouw, Pedagogical Competence of Pre-Service Biology Teacher
on Conducting Inquiry Approach to Develop Science Process Skill (Study on ‘Profession Practice Program’ at High Schools In Bandung)
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab VI maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Penggunaan model pembelajaran guided inquiry pada konsep
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dapat memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa. Adapun
keterampilan proses sains siswa yang mengalami peningkatan yaitu,
keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung
matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan,
menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis. Peningkatan
keterampilan proses sains berada pada kategori sedang. Diperoleh sikap siswa
terhadap penerapan model guided inquiry pada kegiatan pembelajaran positif.
Siswa setuju bahwa belajar dengan cara ini menarik, tidak membosankan, dan
mengajak untuk berpikir. Mereka menjadi memahami cara kerja ilmiah.
B. Saran
Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran yang
dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, oleh karena itu model
pembelajaran ini perlu diterapkan. Adapun saran dari peneliti yaitu:
1. Pembelajaran guided inquiry ini dapat dijadikan alternatif model
pembelajaran biologi. Model pembelajaran guided inquiry akan lebih baik
jika digunakan pada konsep yang bersifat konkrit agar siswa dapat
menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari.
2. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan untuk melakukan
penelitian sejenis dalam pembelajaran yang berbeda.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abruscato.Joseph. 2010. Teaching Children Science; A Discovery Approach.
Unitate State: Pearson Education Adi, Yanu Cari, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri
Terpimpin disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran Biologi. (Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009)
Alberta Learning, Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry Based learning, Tersedia: http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focusoniquiry.pdf.(20 Juni 2010)
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Aunurrahman, 2009. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Cet ke-2.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Bonnstetter,Ronal J. (2006) Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future, University of Nebraska, Lincoln
Colburn, Alan (2000). An Inquiry primer. California: Science Scope. tersedia di: http://www.experentiallearning.ucdavis.edu/module 2/el2
Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta Dirgantara, Yudi dkk. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol.II No. 1, Maret 2008)
Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? tersedia: http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/constructivism/index_sub2.html.
Hake, Richard R. (1999) Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology,
Harlen, Wynne. 1992. The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers Holil, Anwar. 2008. “Jurnal Menjadi Manusia Pembelajar”, dari: (http//www.
Google.com/jurnal pendidikan/model pembelajaran, april Holil, Anwar. 2008. Hbungan Inkuiri dan Keterampilan Proses dari :
http://anwarholil.blogspot.com//04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html
78
Jacobsen, David, dkk. 1985. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. Columbus: A Bell & Howell Company.
Keil, Chris, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. (2009) Improvements in Student Achievement and Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu
Kuslan, Louis I. and A Haris Stone. (1969) Teaching Children Science: an Inquiry Approach.California: Wadsworth Publishing Company
Lasley, Thomas J. Dkk. 2002. Instructional Models: strategies for teaching in a diverse society. Unitate State: Wadsworth Group
M. Subana, (2005) Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung : Pustaka Setia,
Munadi, Yudi dan Farida Hamid, (2009) Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: UIN syarif Hidayatullah
Muslim, (2008) Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI
National Research Council. (1999 )National Science Education Standard. (Washington DC: National Academy Press
Nurochmah, Tisngatun, Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia, (Yogayakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008)
Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar Nasional Pendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id
Prawiladilaga,Dewi Salma (2009) Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. Jakarta: Kencana & UNJ
Purwanto, Ngalim (2000) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Riyanto, Yatim, (1997) Pengajaran IPA Bermetode Inkuiri Suatu Upaya Peningkatan Keefektifan IBM di SD, Jakarta: Wahana
Rustaman,Nuryani, dkk. (2005) Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang
Rustaman. Nuryani Y (2005) Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam Pendidikan Sains. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung,
Sari, Fitri Eka, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan
79
Semiawan. Cony (1992), Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia
Sofyan, Ahmad. dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Lembaga ian UIN Jakarta,)
Sofyan, Ahmad. (2007) Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid,
Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Suyatna, Agus, Implementation experiment applies Inquiry Model to Improve Science Process skill of XII Level SMA Students, Poceeding The Second International Seminar on Science Education. ( Lampung: Physic Education Study Program The University of Lampung, 2006)
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana
Wawan, Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor. (Bandung: Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI, 2007) tidak diterbitkan
Wina Sanjaya. (2005) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5, Jakarta: Kencana
Wiriadmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas Cetakan ke-5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Zulfiani, (2007) Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. (2009) Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta