penerapan metode joyful learning untuk...
TRANSCRIPT
PENERAPAN METODE JOYFUL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA DAN MENGURANGI KECEMASAN
BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIIIA
SMP KRISTEN 2 SALATIGA
JURNAL
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Yohana Sari
202013092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PENERAPAN METODE JOYFUL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA DAN MENGURANGI KECEMASAN
BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIIIA
SMP KRISTEN 2 SALATIGA
Yohana Sari1, Erlina Prihatnani2
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:[email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:[email protected]
ABSTRAK Permasalahan tidak optimalnya hasil belajar matematika dan adanya
kecemasan belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga menjadi
dasar dilakukannya penelitian tindakan kelas (PTK) ini. Tujuan PTK ini adalah
untuk meningkatkan hasil belajar matematika dan mengurangi kecemasan belajar
matematika pada siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga dengan menerapkan
metode Joyful Learning. Joyful Learning merupakan metode pembelajaran yang
menekankan pada terciptanya suasana menyenangkan sehingga peserta didik
dapat belajar tanpa beban dan rasa takut. Penelitian ini menerapkan metode
Joyful Learning pada materi Teorema Pythagoras.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga yang
berjumlah 23 siswa. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus dengan empat tahap
pada setiap siklusnya, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi,
observasi, wawancara dan tes. Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah
data kuantitatif dan data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada siklus I
sebesar 77,6 dan meningkat pada siklus II menjadi 82 (masing-masing siklus
telah mencapai KKM). Namun demikian, persentase ketuntasan klasikal pada
siklus I (73,91%) belum mencapai batas ketuntasan klasikal, sedangkan pada
siklus II (86,96%) telah mencapai batas tersebut. Adapun untuk kecemasan
belajar, persentase siswa yang kecemasan belajarnya berkurang pada siklus I
sebesar 39,13% dan pada siklus II sebesar 73,91%. Hal ini menunjukkan bahwa
indikator keberhasilan kecemasan baru dicapai pada siklus II. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Joyful Learning dapat
meningkatkan hasil belajar matematika dan mengurangi kecemasan belajar
matematika pada siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga.
Kata Kunci: metode joyful learning, hasil belajar, kecemasan, pythagoras
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan di setiap
jenjang pendidikan sehingga setiap siswa diwajibkan untuk mempelajarinya. Matematika
perlu dipelajari karena memiliki banyak manfaat. Setiadi (2010:1) mengungkapkan bahwa
matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir, beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan
dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pentingnya matematika belum selalu dibarengi dengan berhasilnya pembelajaran
matematika. Hal tersebut salah satunya terjadi di kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga.
Berdasarkan wawancara dan data pada daftar nilai, diketahui bahwa masih banyak siswa
yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM (75) dan hanya terdapat 26,09% dari 23
siswa yang mencapai KKM pada Ulangan Tengah Semester gasal Tahun Pelajaran
2016/2017. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa hasil belajar siswa pada
kelas tersebut masih tergolong rendah.
Selain permasalahan hasil belajar, hasil observasi menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran matematika juga muncul masalah lain, salah satunya adalah kecemasan belajar.
Kecemasan belajar merupakan perasaan ketidaknyamanan mental yang disebabkan oleh
informasi yang bertentangan dengan pengetahuan atau kepercayaan yang dimiliki siswa
(Ormrod, 2008:80). Kecemasan belajar juga dialami oleh siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2
Salatiga. Kecemasan siswa saat mengikuti pembelajaran matematika di kelas tersebut tampak
dari hasil wawancara dimana sebagian besar siswa mengaku takut, gugup dan tidak nyaman
ketika mengikuti pembelajaran matematika. Hal tersebut juga tampak ketika observasi
dilakukan. Terlihat beberapa siswa diam dan menundukkan kepala ketika guru melontarkan
pertanyaan-pertanyaan secara individu.
Hasil merupakan cermin dari proses. Oleh karena itu, dilakukan observasi terhadap
proses pembelajaran matematika. Proses pembelajaran matematika di kelas VIIIA SMP
Kristen 2 Salatiga menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru dengan
menggunakan metode ceramah. Dalam mengikuti proses pembelajaran dengan metode
ceramah, siswa tampak tidak menikmati pembelajaran, buktinya masih banyak yang
melakukan aktivitas sendiri, melihat jam dan bahkan mencari alasan keluar kelas seperti
untuk ke toilet ataupun sekedar untuk membuang sampah. Hal ini seperti yang disampaikan
oleh Rahyubi (2012:236), metode ceramah akan membuat siswa pasif, keberhasilan siswa
tidak terukur, mengandung unsur paksaan kepada siswa, perhatian dan motivasi siswa sulit
diukur, pembicaraan sering melantur dan kegiatan pengajaran terasa membosankan. Hal
tersebut akan memicu rendahnya hasil belajar dan tingginya tingkat kecemasan belajar siswa.
Berdasarkan permasalahan hasil belajar, kecemasan dan analisis proses pembelajaran,
maka diperlukan metode pembelajaran yang berfokus pada siswa dan dapat menciptakan
suasana yang menyenangkan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Joyful
Learning. Joyful Learning merupakan pembelajaran proses atau pengalaman yang dapat
membuat pembelajar merasakan kesenangan dalam proses pembelajaran (Chun dkk,
2011:11).
Keberhasilan metode Joyful Learning untuk meningkatkan hasil belajar matematika
sudah dibuktikan dalam beberapa penelitian tindakan kelas, diantaranya penelitian Solikhah
dan Sudiyono. Solikhah (2012) telah menerapkan metode Joyful Learning di kelas IV pada
materi bangun datar, sedangkan Sudiyono (2013) telah menerapkan metode Joyful Learning
di kelas IV pada materi besaran sudut. Selain digunakan dalam penelitian tindakan kelas,
metode Joyful Learning juga telah digunakan dalam penelitian eksperimen, contohnya
penelitian yang dilakukan Trivonita (2014). Penelitian ini meneliti pengaruh Joyful Learning
terhadap hasil belajar matematika kelas V pada materi operasi hitung bilangan bulat. Selain
memberi data adanya pengaruh Joyful Learning terhadap hasil belajar, penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan Joyful Learning juga membuat suasana
pembelajaran menjadi menyenangkan dan menarik perhatian siswa. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa Joyful Learning dapat berdampak terhadap kecemasan.
Adanya permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIIIA
SMP Kristen 2 Salatiga menjadi dasar dilakukannya penelitian dalam upaya memperbaiki
proses pembelajaran. Adapun teori dan hasil penelitian tentang metode Joyful Learning
menjadi dasar pemilihan metode tersebut sebagai metode yang akan diterapkan pada
pembelajaran matematika dalam upaya tindak lanjut atas permasalahan yang terjadi. Tujuan
penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika dan
mengurangi kecemasan belajar matematika pada siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga
dengan menerapkan metode Joyful Learning.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara
teoritis, diharapkan penerapan metode Joyful Learning dalam penelitian ini dapat
memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas sehingga dapat tercipta proses
pembelajaran yang lebih baik. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga memberikan manfaat
bagi siswa, guru dan sekolah. Bagi siswa, penerapan metode Joyful Learning diharapkan
dapat memberi kesempatan untuk dapat mengalami pembelajaran yang menyenangkan
sehingga membantu meningkatkan hasil belajar dan mengurangi kecemasan belajar. Bagi
guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan gambaran tentang penerapan
metode Joyful Learning pada pembelajaran pythagoras serta dapat menginspirasi untuk dapat
mendesain dan menyelenggarakan proses pembelajaran serupa dalam materi lainnya. Adapun
bagi sekolah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dan masukan serta informasi bagi
kepala sekolah dan guru tentang penerapan metode Joyful Learning dalam proses
pembelajaran serta dapat dijadikan sebagai kajian keilmuan khususnya pada pelajaran
matematika dengan menggunakan metode Joyful Learning sebagai upaya untuk menciptakan
proses pembelajaran yang lebih berkualitas di sekolah.
KAJIAN TEORI
Hasil Belajar dan Kecemasan Belajar
Menurut Sudjana (2010:3), Slameto (2008:7) dan Supratiknya (2012:5), hasil belajar
merupakan perubahan yang diperoleh dari suatu proses usaha setelah melakukan kegiatan
belajar yang dapat diukur dengan menggunakan tes guna melihat kemajuan siswa tentang
mata pelajaran tertentu. Menurut Chaplin (2001:358), kecemasan adalah perasaan campuran
berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan-ketakutan yang lain. Gunarsa (2004:128) menyatakan bahwa istilah
kecemasan dipakai untuk menunjukkan suatu respon emosionil yang tidak menyenangkan
dan dalam derajat yang berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan keadaan yang telah
menimbulkan rasa takut. Videbeck (2008:307) menyatakan bahwa ketika merasa cemas,
individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi.
Adapun kecemasan yang terjadi di kelas adalah perasaan ketidaknyamanan mental yang
disebabkan oleh informasi yang bertentangan dengan pengetahuan atau kepercayaan yang
dimiliki siswa (Ormrod, 2008:80). Gejala-gejala kecemasan menurut Daradjat (1988) terbagi
menjadi dua yaitu gejala fisiologis (detak jantung cepat, istirahat tidak teratur, nafsu makan
hilang, sakit perut, gangguan pencernaan, diare, mual, tidur tidak nyenyak, otot-otot tegang
pandangan mata kabur, pucat, mudah mengeluarkan keringat, ujung jari dingin, sering buang
air kecil gemetar, nafas sesak dan kepala terasa pusing) dan gejala psikologis (perasaan
tertekan, takut, marah, gelisah, tegang, ingin menghindar/lari dari kenyataan, selalu kawatir,
gugup, rendah diri, hilang kepercayaan diri, ragu-ragu, gerakan serba salah, tidak sabar,
membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain, tidak berani
mengambil keputusan, sulit berkonsentrasi dan kurang mampu mengontrol diri).
Metode Joyful Learning
Menurut Mulyasa (2006:191-194), Joyful Learning merupakan suatu proses
pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta
didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Salirawati (2012:2)
mendefinisikan Joyful Learning sebagai pembelajaran yang membuat anak didik tidak takut
salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat dan
mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan dan mempertanyakan gagasan orang
lain. Adapun menurut Chun, dkk (2011:11), Joyful Learning merupakan pembelajaran proses
atau pengalaman yang dapat membuat pembelajar merasakan kesenangan dalam proses
pembelajaran. Tujuan utama dari Joyful Learning adalah membantu siswa untuk belajar
dengan senang hati, sehingga belajar itu merupakan hal yang menyenangkan bukan beban
(Hayati, 2011:2).
Prinsip metode Joyful Learning adalah terciptanya pembelajaran yang menyenangkan.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan menurut Suparman (2010:87-107) adalah variasi gaya mengajar, variasi ruang
belajar, berjalan-jalan sambil belajar, bermain sambil belajar, menonton sambil belajar dan
bernyanyi sambil belajar. Adapun unsur-unsur Joyful Learning yang harus diperhatikan untuk
menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan menurut Hamruni (2010) adalah
sebagai berikut.
1. Paradigma belajar mengajar
Paradigma yang harus dikembangkan untuk mendukung pembelajaran yang
menyenangkan adalah belajar itu sangat penting dan menyenangkan; kerjasama selalu lebih
baik dari pada kompetisi; pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari
dunia nyata; guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa (anak harus menghormati
guru, tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru); anak perlu merasa bebas untuk
mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru maupun teman sebaya; anak patut
dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik; anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif;
dan anak perlu merasa nyaman dan memiliki kebanggaan di kelas (ruang kelas adalah milik
mereka juga dan mereka bertanggung jawab untuk mengaturnya).
2. Karakteristik guru
Pembelajaran yang menyenangkan mensyaratkan guru yang memiliki ciri-ciri bersikap
demokratis, ramah dan memberi perhatian terhadap masalah anak secara perorangan, bersifat
sabar, mempunyai minat luas sebagai guru, berpenampilan menyenangkan, adil dan tidak
memihak, berperilaku konsisten dan menjadi teladan, bersikap luwes (fleksibel),
menggunakan penghargaan dan pujian, mempunyai kemahiran yang luar biasa dalam
mengajarkan subyek tertentu dan mempunyai rasa humor.
3. Rancangan ruang kelas
Ruang kelas hendaknya merangsang secara visual, dengan cara diisi hasil karya siswa,
misalnya lukisan, foto, karangan, patung, dan karya-karya lain. Siswa boleh memilih
karyanya yang akan dipajang dan boleh diganti sesuai dengan keinginannya serta
menjadikan kelas sebagai pusat sains.
4. Strategi mengajar
Pembelajaran hendaknya menekankan pada cara belajar yang kreatif dan bukan
menghafal materi. Adanya pemberian kebebasan bagi siswa untuk mencari sumber dari
apapun yang hendak dipelajari. Pemberian kesempatan anak belajar dengan mengajukan
pertanyaan, berdiskusi, menemukan sendiri atau melakukan sesuatu bedasarkan bahan
pelajaran yang telah diberikan.
5. Penilaian
Penilaian pada kelas yang menyenangkan, guru menilai pengetahuan dan kemajuan
anak melalui interaksi yang terus menerus dengan anak. Pekerjaan anak dikembalikan dengan
banyak catatan dari guru, terutama menampilkan segi-segi yang baik dan yang kurang baik
dari pekerjaan anak. Hadiah untuk pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik tidak harus
berupa materi, yang terbaik justru berupa senyuman atau anggukan, kata penghargaan,
kesempatan untuk menampilkan dan mempresentasikan pekerjaan sendiri dan pekerjaan
tambahan.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa teori dan hasil penelitian terkait Joyful
Learning, hasil belajar dan kecemasan, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini ialah
penerapan metode Joyful Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan
mengurangi kecemasan belajar matematika pada siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga
semester gasal Tahun Pelajaran 2016/2017.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). PTK dalam penelitian ini
menggunakan model spiral Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari 4 komponen disetiap
siklusnya, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi dan refleksi. Siklus tersebut
akan terus berjalan dengan tahap yang berurutan sampai mencapai tujuan yang ditentukan
(sesuai dengan indikator kinerja).
Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIIIA SMP
Kristen 2 Salatiga yang terdiri dari 23 siswa (15 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan). Data
dalam penelitian tindakan kelas berupa data kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, observasi, wawancara
dan tes.
Dilakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan guna mengetahui keberhasilan
penelitian ini. Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Rata-rata nilai hasil belajar siswa mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 75;
2. Terjadi peningkatan rata-rata kelas setelah pemberian tindakan;
3. Persentase siswa yang masuk kategori tuntas mencapai 75%;
4. Persentase siswa yang kecemasan belajarnya berkurang mencapai 70%.
Penelitian ini dikatakan berhasil jika dapat mencapai keempat indikator tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prasiklus
Tahap pertama yang dilakukan peneliti yaitu dengan melakukan observasi untuk
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada pembelajaran matematika. Peneliti
melakukan wawancara dengan guru dan siswa untuk mengecek kebenaran permasalahan
yang teridentifikasi, sekaligus melakukan analisis untuk menemukan beberapa faktor
penyebabnya.
Data menunjukkan bahwa siswa yang mencapai KKM pada Ulangan Tengah Semester
gasal Tahun Pelajaran 2016/2017 hanya mencapai 26,09%. Nilai tertinggi yang dicapai
adalah 93 dengan nilai terendah adalah 29. Rata-rata nilai kelas hanya 65,22 yang berarti
masih di bawah KKM yang telah ditentukan yaitu 75. Berdasarkan data tersebut, dapat
dikatakan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga masih
rendah. Hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus
Jumlah
Siswa
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Nilai
Rata-rata
Kelas
Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum
Tuntas
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
23 93 29 65,22 6 26,09% 17 73,91%
Selain permasalahan hasil belajar, hasil observasi menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran matematika juga muncul masalah lain, salah satunya adalah kecemasan belajar.
Sebagian besar siswa mengaku takut, gugup dan tidak nyaman ketika mengikuti
pembelajaran matematika. Hal tersebut juga tampak ketika observasi dilakukan. Terlihat
beberapa siswa diam dan menundukkan kepala ketika guru melontarkan pertanyaan-
pertanyaan secara individu. Hal ini diperkuat juga dengan hasil analisis data pengisian angket
kecemasan belajar matematika siswa. Hasil angket kecemasan belajar matematika siswa pada
prasiklus dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Angket Kecemasan Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus
Jumlah
Siswa
Kategori
Tinggi Sedang Rendah
Jum-
lah
Persen-
Tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
Tase
23 9 39,13% 13 56,52% 1 4,35%
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (56,52%) tingkat kecemasannya
masuk kategori sedang, sedangkan 39,13% masuk kategori tinggi dan yang masuk kategori
rendah hanya 4,35%. Hal ini memperkuat identifikasi masalah awal yang menyatakan bahwa
sebagian besar siswa mengalami kecemasan saat belajar matematika.
Proses pembelajaran matematika di kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga menggunakan
model pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah. Dalam
mengikuti proses pembelajaran dengan metode ceramah, siswa tampak tidak menikmati
pembelajaran, buktinya masih banyak yang melakukan aktivitas sendiri, melihat jam dan
bahkan mencari alasan keluar kelas seperti untuk ke toilet ataupun sekedar untuk membuang
sampah.
B. Siklus I
1. Perencanaan
Perencaanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah berdiskusi dengan guru
untuk menentukan materi dan waktu pelaksanaan tindakan, dilanjutkan perancangan skenario
pembelajaran dengan memperhatikan metode Joyful Learning, penyusunan RPP sesuai
standar proses kurikulum 2013, penyusunan lembar observasi untuk kegiatan guru dan
lembar observasi siswa. Peneliti juga menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan,
menyiapkan media seperti membuat PPT, mencari video tentang Bapak Pythagoras dan
membuat lembar kerja siswa (LK) yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan
skenario yang ada serta instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
pada siklus I. Adapun peneliti melakukan validasi instrumen dengan bantuan pakar yaitu 3
guru matematika SMP Kristen 2 Salatiga (Ibu Endang Budiastuti, S.Pd, Bapak Fx. Agus
Sulistianto, S.Pd dan Ibu Susiani Kartikawati, S.Pd) untuk instrumen tes hasil belajar dan 1
guru bimbingan konseling SMP Kristen 2 Salatiga (Ibu Dra. Puspaning Utami, M.Si) untuk
instrumen angket kecemasan belajar.
2. Tahap Pelaksanaan dan Observasi Siklus I
Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan (6 jam pelajaran). Tujuan pertemuan
pertama, siswa dapat menemukan Teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku, menemukan
tripel Pythagoras dan dapat menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang
salah satu sisi segitiga siku-siku. Pertemuan kedua bertujuan agar siswa bisa membuktikan 4
tipe tripel Pythagoras {(3, 4, 5), (5, 12, 13), (7, 24, 25) dan (8, 15, 17)}, menggunakan
Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku dan
menggunakan Teorema Pythagoras pada segitiga khusus. Adapun pertemuan terakhir pada
siklus I diisi untuk latihan soal.
Hari sebelum dilakukannya pembelajaran, peneliti mengajak siswa untuk memasang
beberapa lukisan hasil karya siswa yang terpilih dan melengkapi ruang kelas dengan rak
buku. Hal tersebut dilakukan agar siswa dapat merasa nyaman, memiliki kebanggaan di kelas
dan menjadikan kelas sebagai pusat sains. Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama
siklus I dimulai dengan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh perwakilan peserta
didik dan mengecek kehadiran siswa. Guru memberi motivasi kepada peserta didik melalui
tayangan video tentang sejarah singkat “Bapak Pythagoras” agar sebelum mulai belajar,
siswa sudah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan mau mempelajari matematika secara
mendalam. Guru juga menceritakan tentang seorang pemadam kebakaran yang berhasil
menyelamatkan seorang nenek karena mengetahui Teorema Pythagoras. Hal tersebut
dilakukan agar siswa menyadari bahwa materi yang akan dipelajari sangat bermakna dan
dekat dengan pengalaman dunia nyata.
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah guru mengajukan soal-soal berkaitan dengan
materi menghitung bilangan kuadrat dan akar, serta materi aljabar untuk mengingat kembali
materi yang telah dipelajari. Guru juga menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai
dengan meminta perwakilan peserta didik untuk membaca kompetensi dasar yang
ditayangkan, lalu meminta perwakilan peserta didik untuk membacakan tujuan dan
menempel “jejak tujuan” di madding kelas. Guru menyampaikan cakupan materi dan
kegiatan yang akan dilakukan untuk menarik perhatian siswa agar merasa bahwa
pembelajaran ini sangat penting dan menyenangkan, selanjutnya guru mengelompokkan
siswa dengan memperhatikan kemampuan yang heterogen dan mengarahkan setiap kelompok
untuk mengatur posisi tempat duduk agar dapat bekerjasama dan berdiskusi dengan baik.
Sesuai dengan standar proses kurikulum 2013, kegiatan inti terdiri dari tahap 5M yaitu
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi dan
mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati dalam pertemuan ini dilakukan dengan peserta
didik mencermati berbagai bentuk segitiga siku-siku yang diperoleh dari gabungan 3 buah
persegi. Kegiatan menanya dilakukan dengan guru memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya mengenai kegiatan yang dilakukan. Kegiatan mengumpulkan informasi
dilakukan dengan peserta didik mencoba-coba menggabungkan 3 persegi untuk menemukan
berbagai bentuk segitiga siku-siku, sedangkan pada kegiatan menalar/mengasosiasi peserta
didik ditugaskan untuk mengambil kesimpulan. Adapun kegiatan mengkomunikasikan, guru
bersama dengan peserta didik membahas hasil kelompok dengan mempersilakan salah satu
peserta didik yang teraktif maju ke depan untuk mempresentasikan pekerjaan kelompoknya.
Hal ini dilakukan karena dalam Joyful Learning disebutkan bahwa hadiah terbaik justru
berupa kesempatan mempresentasikan pekerjaan.
Kegiatan penutup yang dilakukan yaitu menyimpulkan pembelajaran, memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran dengan memberikan pujian dan bintang
penghargaan yang akan ditempel di madding kelas kepada salah satu peserta didik yang
teraktif dan anggota kelompok yang tercepat dalam menyelesaikan tugas dengan benar
(hadiah terbaik justru berupa kata penghargaan). Memberikan tugas rumah yang dan
menyampaikan topik materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan kedua siklus I langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan hampir sama
dengan pertemuan pertama, hanya tugas yang diberikan berbeda. Pertemuan kedua ini peserta
didik ditugaskan untuk saling bekerjasama antar kelompok untuk menyelesaikan tugas
membuktikan 4 tipe dasar tripel Pythagoras dan menyelidiki pola penggunaan Teorema
Pythagoras pada segitiga khusus agar dapat menyelesaikannya dengan waktu yang singkat.
Melalui aktivitas ini, peserta didik diberi kesempatan untuk berdiskusi, menemukan sendiri
dan melakukan sesuatu berdasarkan bahan pelajaran yang telah diberikan.
Adapun pertemuan ketiga siklus I diisi dengan latihan soal menggunakan game. Setiap
kelompok diberi 2 papan tulis kecil untuk menjawab pertanyaan dan setiap anggota kelompok
baris berbanjar. Setiap kelompok diharuskan untuk menunjuk salah satu anggota untuk
mewakili berada di paling depan. Satu papan tulis dibawa oleh salah satu anggota kelompok
yang ada di depan dan yang satunya dibawa oleh anggota lainnya. Peserta didik selanjutnya
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, salah satu anggota kelompok yang berada di
depan menjawab soal secara individu, sedangkan anggota kelompok yang lain
mengerjakannya bersama-sama. Peserta didik mengangkat papan tulis ketika sudah
diperintahkan, jika anggota kelompok yang berada di paling depan dapat menjawab dengan
benar akan memperoleh skor 100. Kelompok di belakang yang tercepat dalam mengerjakan
jika berani menjelaskan cara penyelesaiannya di depan kelas dengan benar akan memperoleh
skor 200. Setelah itu, salah satu anggota kelompok yang berada di paling depan mundur ke
belakang dan posisi akan digantikan oleh anggota kelompok yang lainnya secara bergantian
dan adil, lalu guru memberikan soal berikutnya, begitu pula seterusnya.
Setiap pertemuan yang dilakukan, peneliti selalu berusaha untuk memiliki karakteristik
guru yang baik dan terus-menerus melakukan pendekatan kepada siswa agar siswa merasa
nyaman dengan guru. Guru juga menilai pengetahuan dan kemajuan siswa dengan
mengembalikan pekerjaan siswa yang dibubuhi catatan-catatan khusus mengenai hasil
pekerjaan yang dikumpulkan. Berikut merupakan beberapa dokumentasi pada siklus I.
Gambar 2: Penempelan Jejak
Pembelajaran
Gambar 3: Menyaksikan video
Bapak Pythagoras
Gambar 4: Penyusunan Puzzle
untuk Pembelajaran Teorema
Pythagoras
Gambar 5: Presentasi
Pembelajaran Teorema
Pythagoras
Gambar 6: Tabel Bantu
Menentukan Barisan Tripel
Pythagoras
Gambar 7: Pengoreksian
Pekerjaan Siswa yang dibubuhi
Catatan Khusus oleh guru
Pelaksanaan pembelajaran dengan Joyful Learning oleh peneliti sebagai guru
diobservasi oleh Ibu Endang Budiastuti, S.Pd. yang merupakan guru kelas VIIIA SMP
Kristen 2 Salatiga. Dilaksanakan penilaian yang terbagi atas 6 aspek, yaitu aspek penguasaan
materi ajar, kesesuaian dengan kurikulum 2013, kesesuaian dengan RPP, penerapan Joyful
Learning, penguasaan kelas dan karakteristik guru. Hasil pengisian lembar observasi guru
pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus I Aspek Persentase Kategori
Penguasaan Materi Ajar 80% Baik
Kesesuaian dengan Kurikulum 2013 83,3% Sangat Baik
Kesesuaian dengan RPP 92,86% Sangat Baik
Penerapan Joyful Learning 71,43% Baik
Penguasaan Kelas 80% Baik
Karakteristik Guru 80% Baik
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua aspek observasi guru pada siklus I tidak ada satu
pun yang masuk dalam kategori kurang baik. Dua aspek yaitu kesesuaian dengan kurikulun
2013 dan kesesuaian dengan RPP masuk dalam kategori sangat baik. Adapun empat aspek
lainnya yaitu penguasaan materi ajar, penerapan Joyful Learning, penguasaan kelas dan
karakteristik guru masuk dalam kategori baik. Data ini menunjukkan bahwa materi yang
disampaikan sudah sesuai dengan hierarki materi, pembelajaran yang dilakukan telah
berpusat pada peserta didik, sesuai dengan RPP dan menggunakan metode Joyful Learning.
Peneliti yang bertindak sebagai guru juga sudah berlaku baik dan berhasil membuat siswa
untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi
lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus I dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4
Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus I
Aspek
Kategori
Kurang Baik Baik Sangat Baik
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan
Tugas)
4 17,39% 10 43,48% 9 39,13%
Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan
Berperan dalam diskusi kelompok)
7 30,43% 5 21,74% 11 47,83%
Antusiasme/Minat (Menunjukkan sikap fokus
pada pembelajaran, Menunjukkan ekspresi
senang dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran)
4 17,39% 8 34,78% 11 47,83%
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah masuk kategori baik dalam
aspek kedisiplinan (43,48%). Adapun pada kedua aspek lainnya, sebagian besar siswa masuk
kategori sangat baik yaitu 47,83% untuk aspek keaktifan dan 47,83% untuk aspek
antusiasme/minat. Meskipun demikian, dalam aspek keaktifan siswa yang masuk kategori
kurang baik masih mencapai 30,43%. Hal ini dikarenakan siswa-siswa tersebut merupakan
siswa yang memiliki karakteristik pendiam dan masih suka bergantung pada teman dalam
menyelesaikan tugas kelompok. Siswa-siswa tersebut belum berperan dalam bekerjasama
dalam kelompok baik saat pembuktian Teorema Pythagoras maupun saat presentasi.
3. Refleksi
Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus I adalah 100, sedangkan nilai terendahnya
adalah 35. Nilai rata-rata kelas 77,6 yang menunjukkan telah mengalami peningkatan
dibanding saat prasiklus dan telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Siswa yang
tuntas sebanyak 73,91% (17 siswa) sehingga belum mencapai batas minimal ketuntasan
klasikal (75%). Masih terdapat 6 siswa yang belum tuntas dimana kesulitan yang dialami
siswa-siswa tersebut adalah membedakan antara sisi miring, sisi tegak dan sisi samping pada
segitiga siku-siku serta kurang teliti dalam menghitung hasil kuadrat. Padahal hal tersebut
merupakan dasar untuk menyelesaikan soal mengenai Teorema Pythagoras. Hasil belajar
matematika siswa pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I
Jumlah
Siswa
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Nilai
Rata-rata
Kelas
Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum
Tuntas
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
23 100 35 77,6 17 73,91% 6 26,09%
Perbandingan hasil angket kecemasan belajar matematika siswa pada prasiklus dan
siklus I dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat dilihat
pada Tabel 6.
Gambar 8: Perbandingan Hasil Angket Kecemasan Belajar
Matematika Siswa pada Prasiklus dan Siklus I
Tabel 6 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami penurunan kecemasan belajar
matematika pada siklus I sebanyak 39,13% (9 siswa) sehingga belum mencapai indikator
keberhasilan kecemasan (70%). Sebagian besar siswa (60,87%) juga masih memiliki
kecemasan yang sama dengan siklus I. Hal ini dikarenakan penerapan metode Joyful
Learning yang dilaksanakan belum maksimal. Namun demikian, hasil tersebut menunjukkan
adanya penurunan tingkat kecemasan belajar matematika pada siswa dibandingkan saat
prasiklus. Selain itu, tidak ada satu pun siswa yang mengalami peningkatan kecemasan
belajar. Hal tersebut juga terlihat dari hasil observasi bahwa tidak terlihat satu pun siswa yang
menunjukkan kecemasan lebih dari prasiklus.
Berdasarkan analisis terhadap data hasil belajar matematika dan angket kecemasan
belajar matematika siswa pada siklus I, disimpulkan bahwa masih perlu diadakan siklus II
guna memenuhi syarat minimal klasikal yang dapat dilihat dari ketercapaian klasikal siswa
0
1
2
3
4
5
Sisw
a 1
Sisw
a 3
Sisw
a 5
Sisw
a 7
Sisw
a 9
Sisw
a 1
1
Sisw
a 1
3
Sisw
a 1
5
Sisw
a 1
7
Sisw
a 1
9
Sisw
a 2
1
Sisw
a 2
3
Prasiklus
Siklus I Perubahan Jum-
lah
Persen-
tase
Penurunan 9 39,13%
Tetap 14 60,87%
Peningkatan 0 0%
s
k
o
r
Tabel 6
Rekapitulasi Hasil Angket
Kecemasan Belajar Matematika
pada Prasiklus dan Siklus I
yang tuntas mencapai 75% dan memenuhi syarat minimal indikator keberhasilan kecemasan
70%.
Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru
ataupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil
belajar matematika siswa serta angket kecemasan belajar matematika, maka diperoleh
beberapa kelebihan siklus I, diantaranya guru sudah baik dalam menyampaikan apersepsi
sehingga siswa memahami manfaat/makna pembelajaran yang akan dilaksanakan dan
mengetahui keterkaitan antar materi. Pembelajaran yang dilakukan juga sudah membuat
siswa merasa enjoy.
Kekurangan yang ditemukan pada siklus I diantaranya pada salah satu pertemuan
metode Joyful Learning yang diterapkan belum maksimal, perkiraan waktu pembelajaran
belum tepat, penyimpulan pembelajaran dilakukan saat siswa belum kondusif, kurangnya
selingan humor, belum mengoptimalkan penggunaan penggaris, misalnya saat menggambar
bangun ruang dan guru juga masih sering lupa memberi tanda siku-siku pada segitiga siku-
siku.
C. Siklus II
1. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus II tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus I.
Adapun perbedaannya adalah menyusun strategi untuk mengatasi permasalahan pada siklus I.
Strategi yang digunakan yaitu memikirkan game yang lebih memperlihatkan metode Joyful
Learning, memperbaiki perkiraan waktu, memastikan suasana kelas sudah kondusif saat
hendak menyimpulkan pembelajaran, penggunaan penggaris saat menggambar bangun ruang
dan memberi tanda siku-siku pada segitiga siku-siku, serta memberikan selingan humor saat
pembelajaran.
2. Pelaksanaan dan Observasi Siklus II
Siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan (4 jam pelajaran). Kedua pertemuan
ini membahas mengenai penyelesaian permasalahan nyata terkait materi Pythagoras.
Penyajian permasalahan nyata disajikan secara menarik dengan bantuan media ular tangga.
Media ini terdiri dari 5 baris dan 4 kolom (20 kotak) dimana pada setiap kotak pada baris
pertama dan kedua berisi soal tentang penggunaan teorema Pythagoras untuk menentukan
salah satu sisi segitiga, soal-soal tersebut diberikan guna untuk mengingat kembali materi
yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Setiap kotak pada baris ketiga hingga kelima
baru berisi soal tentang tujuan yang ingin dicapai pada pertemuan ini yaitu mengenai
penyelesaian permasalahan nyata terkait materi Pythagoras.
Game ular tangga dilaksanakan secara berkelompok dimana peraturan yang diterapkan
yaitu salah satu anggota kelompok bertugas secara bergiliran menjadi pion yang berjalan di
atas banner ular tangga; peserta didik mengikuti permainan sama seperti peraturan ular
tangga namun sebelum melangkah, anggota kelompok yang tidak bertugas menjadi pion
wajib untuk mengerjakan soal yang diberikan terlebih dahulu dengan waktu yang ditentukan;
jika tidak bisa menjawab maka kelompok tersebut tidak diperbolehkan melangkah sesuai
jumlah mata dadu yang diperoleh; jika kelompok tersebut tidak bisa menjawab, maka
kelompok lain boleh merebutnya; peraturan naik petak jika berada pada ujung tangga dan
turun petak jika berada pada ekor ular berlaku pada permaian ini; setiap kelompok boleh
dengan sengaja tidak menjawab pertanyaan jika kiranya akan merugikan (mengakibatkan
akan turun tangga); dan pemenangnya adalah kelompok yang pertama mencapai petak
terakhir.
Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan bersama-sama melakukan doa yang
dipimpin oleh perwakilan peserta didik, mengecek kehadiran peserta didik dan memberi tahu
topik yang akan dipelajari. Selanjutnya guru memberikan motivasi melalui tayangan video
tentang “bekerjasama dan saling percaya” yang mengajarkan peserta didik untuk mau bekerja
dalam kelompok dan saling percaya untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Adapun guru
menceritakan salah satu masalah kontekstual terkait materi Teorema Pythagoras yaitu
keberuntungan seorang petani yang tidak perlu mengeluarkan uang guna membayar arsitek
memperkirakan biaya yang akan dikeluarkan untuk membuat pagar pada lahannya karena
seorang petani itu memahami Teorema Pythagoras. Hal tersebut dilakukan agar siswa
menyadari bahwa materi yang akan dipelajari sangat bermakna dan dekat dengan pengalaman
dunia nyata.
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengingat kembali materi sebelumnya, dimana
guru mengajukan soal-soal berkaitan dengan materi penggunaan Teorema Pythagoras pada
segitiga khusus dan menayangkan video lagu Pythagoras. Lagu ini di-download di
https://www.youtube.com/watch?v=l8-bnZh8Zuc. Selanjutnya guru menyampaikan
kompetensi dasar yang akan dicapai, menyampaikan tujuan dengan meminta perwakilan
peserta didik untuk membacakan tujuan dan memindahkan “jejak tujuan” ke depan kelas, lalu
menyampaikan tujuan khusus yang akan dicapai pada pertemuan ini. Guru selanjutnya
membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok dengan memperhatikan kemampuan
yang heterogen dan memberikan contoh soal terkait menyelesaikan permasalahan nyata
dengan Teorema Pythagoras serta menyelesaikannya bersama-sama.
Guru memastikan semua peserta didik memahami contoh soal yang diberikan,
selanjutnya menyampaikan peraturan permainan ular tangga yang akan dilaksanakan. Guru
mengarahkan setiap kelompok dalam mengatur posisi untuk memulai permainan dan
membimbing jalannya permainan serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya. Adapun guru membimbing peserta didik untuk dapat menyimpulkan pembelajaran
pada pertemuan ini, lalu memberikan pujian dan bintang penghargaan yang akan ditempel di
madding kelas kepada anggota kelompok yang tercepat dalam menyelesaikan tugas dengan
benar dan salah satu peserta didik yang teraktif. Hal ini dilakukan karena dalam Joyful
Learning disebutkan bahwa hadiah terbaik justru berupa kata penghargaan. Guru pun
menyampaikan topik materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya dan untuk
memberi penguatan materi yang telah di pelajari, guru memberikan arahan untuk mencari
referensi terkait materi yang telah dipelajari baik melalui buku-buku atau internet. Tahap
akhir yang dilakukan adalah peserta didik diberi tugas. Berikut merupakan beberapa
dokumentasi pada siklus II.
Gambar 9: Syair Lagu
Pythagoras
Gambar 10: Pelemparan Dadu
dalam Game Ular Tangga
Gambar 11: Menyelesaikan
Soal dalam Game Ular Tangga
Seperti halnya siklus I, pada siklus II juga dilakukan observasi terhadap peneliti sebagai
guru. Rekapitulasi hasil lembar observasi guru tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus II Aspek Persentase Kategori
Penguasaan Materi Ajar 80% Baik
Kesesuaian dengan Kurikulum 2013 83,3% Sangat Baik
Kesesuaian dengan RPP 100% Sangat Baik
Penerapan Joyful Learning 100% Sangat Baik
Penguasaan Kelas 80% Baik
Karakteristik Guru 90% Sangat Baik
Tabel 7 menunjukkan bahwa sama seperti siklus I, semua aspek observasi guru pada
siklus II tidak ada satu pun yang masuk dalam kategori kurang baik. Namun demikian, jika
pada siklus I hanya terdapat 2 aspek (kesesuaian dengan kurikulum 2013 dan kesesuaian
dengan RPP) saja yang masuk dalam kategori sangat baik, pada siklus II menunjukkan
peningkatkan cara mengajar dimana terdapat 4 aspek (kesesuaian dengan kurikulum 2013,
kesesuaian dengan RPP, penerapan Joyful Learning dan karakteristik guru) yang masuk
dalam kategori tersebut. Hal ini dikarenakan peneliti yang bertindak sebagai guru telah
memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I, dimana pada siklus II penerapan metode
Joyful Learning melalui game yang dilaksanakan terlihat lebih menyenangkan dan peneliti
berhasil membuat siswa menikmati suasana pembelajaran.
Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi
lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus II dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8
Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus II
Aspek
Kategori
Kurang Baik Baik Sangat Baik
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan
Tugas)
4 17,39% 6 26,09% 13 56,52%
Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan
Berperan dalam diskusi kelompok)
2 8,69% 6 26,09% 15 65,22%
Antusiasme/Minat (Menunjukkan sikap fokus
pada pembelajaran, Menunjukkan ekspresi
senang dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran)
2 8,69% 6 26,09% 15 65,22%
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada siklus II siswa yang masuk kategori sangat baik
lebih dari 50% (untuk semua aspek). Adapun sebagian besar persentase siswa yang masuk
dalam kategori kurang baik berkurang, bahkan pada aspek keaktifan dan antusiasme/minat
hanya terdapat 2 siswa saja. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa menyukai
pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan permainan. Siswa terlihat tertarik dan
setiap anggota dalam kelompok tertantang untuk memenangkan permainan.
3. Refleksi
Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus II adalah 100, sedangkan nilai terendahnya
adalah 60. Nilai rata-rata kelas 82 yang menunjukkan telah mengalami peningkatan
dibanding saat siklus I dan telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Masih terdapat 3
siswa yang belum tuntas, ketiga siswa tersebut juga memperoleh nilai terendah saat siklus I.
Kesulitan yang dialami ketiga siswa tersebut pada siklus II adalah kurang dapat memahami
soal cerita yang diberikan dan masih kurang teliti dalam menghitung hasil kuadrat. Jika
dilihat dari daftar nilai matematika selama semester ini, ketiga siswa tersebut memang sering
mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan (KKM). Namun demikian, siswa yang tuntas
sebanyak 86,96% (20 siswa) sehingga dari ketercapaian klasikal siswa yang tuntas sudah
mencapai 75%. Hasil belajar matematika siswa pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9
Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus II
Jumlah
Siswa
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Nilai
Rata-rata
Kelas
Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum
Tuntas
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
23 100 60 82 20 86,96% 3 13,04%
Perbandingan hasil angket kecemasan belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus
II dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 10.
Gambar 12: Perbandingan Hasil Angket Kecemasan Belajar
Matematika Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Tabel 10 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami penurunan kecemasan belajar
matematika pada siklus II sebanyak 73,91% (17 siswa) sehingga telah mencapai indikator
keberhasilan kecemasan (70%). Hasil tersebut juga menunjukkan adanya penurunan tingkat
kecemasan belajar matematika pada siswa dibandingkan saat siklus I. Sama seperti siklus I,
tidak ada satu pun siswa yang mengalami peningkatan kecemasan belajar. Hal ini terjadi
dikarenakan pembelajaran telah dilaksanakan dengan menyenangkan dan siswa terlihat lebih
menikmati pembelajaran yang berlangsung.
Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil belajar matematika dan angket
kecemasan belajar matematika siswa pada siklus II, disimpulkan bahwa tidak perlu diadakan
siklus selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan semua indikator keberhasilan telah tercapai dan
telah terbukti bahwa penggunaan metode Joyful Learning mampu meningkatkan hasil belajar
matematika serta menurunkan kecemasan belajar matematika pada siswa kelas VIIIA SMP
Kristen Salatiga.
Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru
ataupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil
belajar matematika siswa serta angket kecemasan belajar matematika, maka diperoleh
beberapa kelebihan siklus II. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan game yang
0
1
2
3
4
5
Sisw
a 1
Sisw
a 3
Sisw
a 5
Sisw
a 7
Sisw
a 9
Sisw
a 1
1
Sisw
a 1
3
Sisw
a 1
5
Sisw
a 1
7
Sisw
a 1
9
Sisw
a 2
1
Sisw
a 2
3Siklus I
Siklus II Perubahan Jum-
lah
Persen-
tase
Penurunan 17 73,91%
Tetap 6 26,09%
Peningkatan 0 0%
s
k
o
r
Tabel 10
Rekapitulasi Hasil Angket
Kecemasan Belajar Matematika
pada Siklus I dan Siklus II
menyenangkan, terlihat bahwa siswa merasa enjoy sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
matematika dan mengurangi kecemasan belajar matematika dibanding saat siklus I.
Kekurangan yang ditemukan pada siklus II ini adalah pada pertemuan pertama masih terdapat
siswa yang harus dinasehati terlebih dahulu agar mau bekerja bersama kelompok yang telah
ditentukan.
4. Deskripsi Antar Siklus
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga tahapan pelaksanaan yaitu tahap prasiklus,
siklus I dan siklus II. Ketiga tahapan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
saling berkaitan satu sama lain, artinya pelaksanaan siklus I merupakan perbaikan dari hasil
belajar prasiklus dan pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan serta pemantapan dari
kegiatan pada siklus I. Perbandingan hasil belajar matematika antar siklus setiap siswa dapat
dilihat pada pada Gambar 13, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 11.
Gambar 13: Perbandingan Hasil Belajar antar Siklus
Tabel 11
Hasil Belajar Matematika antar Siklus
Sik
lus
Jumlah
Siswa
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Nilai
Rata-
rata
Kelas
Siswa yang
Tuntas
Siswa yang Belum
Tuntas
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Pra 23 93 29 65,22 6 26,09% 17 73,91%
I 23 100 35 77,6 17 73,91% 6 26,09%
II 23 100 60 82 20 86,96% 3 13,04%
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa nilai tertinggi pada siklus I dan II dapat mencapai
100. Adapun nilai terendah semakin meningkat di setiap siklusnya, begitu pula dengan nilai
rata-rata kelas yang dicapai dan telah mencapai KKM di setiap siklusnya. Persentase
ketuntasan juga semakin meningkat dan baru mencapai nilai yang diinginkan pada siklus II.
Perbandingan hasil angket kecemasan belajar matematika siswa pada prasiklus, siklus I
dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 14, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat
dilihat pada Tabel 12.
KKM
Gambar 14: Perbandingan Hasil Angket Kecemasan Belajar
Matematika Siswa antar Siklus
Tabel 12 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami penurunan kecemasan belajar
matematika pada siklus I sebanyak 39,13% (9 siswa) dan bertambah pada siklus II menjadi
73,91% (17 siswa). Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan kecemasan telah
dicapai pada siklus II.
Berdasarkan data tentang hasil belajar dan kecemasan yang diperoleh, maka ditemukan
beberapa temuan pada penelitian ini. Data hasil belajar menunjukkan terdapat 10 siswa yang
pada prasiklus tidak tuntas namun setelah dilakukan tindakan penelitian menjadi tuntas dan
terus naik, berdasarkan pengamatan hal ini disebabkan 10 siswa tersebut selama dilakukan
tindakan penelitian selalu fokus dan semangat dalam mengikuti pembelajaran. Adapun
terdapat 3 siswa (siswa nomor 8, 10 dan 11) yang tidak mencapai ketuntasan pada semua
siklus, namun nilai yang diperoleh sudah meningkat untuk siswa nomor 8 dan 11. Nilai siswa
nomor 10 mengalami penurunan saat siklus I. Hal tersebut terjadi dikarenakan ketika
mengikuti tes siklus I siswa tersebut dalam kondisi fisik yang kurang sehat. Hal itu sesuai
pendapat Munadi (Rusman, 2012) yang mengatakan bahwa hasil belajar tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor instrumental (kurikulum, sarana dan guru), namun juga dipengaruhi
oleh faktor fisiologis (kesehatan), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
motivasi, kognitif dan daya nalar) serta lingkungan.
Data hasil angket kecemasan belajar matematika menunjukkan bahwa tidak ada satu
pun siswa yang mengalami peningkatan kecemasan setelah dilakukan penelitian, hal tersebut
merupakan dampak digunakannya metode Joyful Learning. Adapun terdapat 6 siswa yang
kecemasannya pada setiap siklus selalu berkurang, berdasarkan hasil observasi terhadap
subjek tersebut hal ini terjadi karena selama dilakukan penelitian 6 siswa tersebut terlihat
senang dan nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Terdapat juga 11 siswa yang memiliki
kecemasan sama pada prasiklus dan siklus I, 3 siswa yang memiliki kecemasan sama pada
0
1
2
3
4
5
Sisw
a 1
Sisw
a 3
Sisw
a 5
Sisw
a 7
Sisw
a 9
Sisw
a 1
1
Sisw
a 1
3
Sisw
a 1
5
Sisw
a 1
7
Sisw
a 1
9
Sisw
a 2
1
Sisw
a 2
3
Prasiklus
Siklus I
Siklus II Perubahan
Siklus I Siklus II
Jum
-lah
Persen-
tase
Jum
-lah
Persen-
tase
Penurunan 9 39,13% 17 73,91%
Tetap 14 60,87% 6 26,09%
Peningkatan 0 0% 0 0%
Tabel 12
Hasil Angket Kecemasan Belajar
Matematika antar Siklus
siklus I dan II serta 3 siswa yang kecemasannya selalu stabil pada setiap siklus. Hal tersebut
kemungkinan terjadi karena siswa-siswa tersebut termasuk siswa yang aktif di kelas. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Spielberger (Slameto, 2003) yang menyatakan bahwa
kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh suatu keadaan, namun juga dipengaruhi oleh sifat
setiap individu.
Selain itu, penelitian ini juga memberikan data bahwa penerapan metode Joyful
Learning dapat meningkatkan hasil belajar semua kategori siswa, baik siswa berkemampuan
tinggi, sedang maupun rendah. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil belajar siswa
yang diperoleh pada siklus I dan II. Metode ini dapat meningkatkan hasil belajar 66,67%
siswa berkemampuan tinggi, 87,5% siswa berkemampuan sedang dan 100% siswa
berkemampuan rendah. Hal ini dapat disimpulkan karena pada masing-masing kategori lebih
dari 50% siswa yang hasil belajarnya meningkat.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode Joyful Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan
mengurangi kecemasan belajar matematika pada siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga.
Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 77,6 dan meningkat
pada siklus II menjadi 82 (masing-masing siklus telah mencapai KKM). Persentase
ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 73,91% sehingga belum mencapai batas ketuntasan
klasikal, namun telah dicapai pada siklus II dimana persentase ketuntasan klasikal sebesar
86,96%. Adapun untuk kecemasan belajar, persentase siswa yang kecemasan belajarnya
berkurang pada siklus I sebesar 39,13% dan pada siklus II sebesar 73,91%. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator keberhasilan kecemasan telah dicapai pada siklus II.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, disarankan bagi guru untuk dapat memahami
penerapan metode Joyful Learning pada penelitian ini karena dapat menginspirasi untuk
dapat mendesain dan menyelenggarakan proses pembelajaran serupa pada materi lainnya.
Bagi siswa, disarankan untuk mau belajar dengan senang hati dan melaksanakan
pembelajaran dengan aktif agar dapat meningkatkan hasil belajar. Metode Joyful Learning
dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami pengetahuan yang dipelajari
dengan merasakan pembelajaran yang menyenangkan, oleh karena itu disarankan bagi
peneliti lain agar menerapkan metode Joyful Learning untuk aspek lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Chun, dkk. 2011. A Joyful Classroom Learning System with Robot Learning Companion for
Children to Learn Mathematics Multiplication. Jurnal. Taiwan: Far East University &
National Sun Yat-sen University diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/239443461_A_joyful_clas
sroom_learning_system_with_robot_learning_companion_for_children_to_learn_math
ematics_multiplication pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 02.22 WIB.
Daradjat, Z. 1988. Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.
Hamruni. 2010. Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif-Menyenangkan. Yogyakarta:
Investidaya.
Hayati, Sri. 2011. Pendekatan Joyful Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Lingkungan
Hidup (PLH.) Makalah diakses melalui http://pakguruonline.pendidikan.net pada
tanggal 17 Juni 2016 pukul 21.00 WIB.
Mulyasa, E. 2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas Menciptakan Perbaikan
Berkesinambungan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga.
Rahyubi, Heri. 2012. Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik Deskripsi dan
Tinjauan Kritis. Bandung: Nusa Media.
Rumidi, Sukandar. 2002. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta.
Salirawati. 2012. Pentingnya Penerapan Joyful Learning dalam Pemciptaan Suasana Belajar
yang Menyenangkan. Jurnal FMIPA UNY, Vol 2, No 1 (November 2012). Yogyakarta:
FMIPA UNY diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/das-
salirawati-msi-dr/14-makalah-joyful-learning.pdf pada tanggal 17 Juni 2016 pukul
20.00 WIB.
Sholikhah, Nurul Aini. 2012. Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Joyful Learning
Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada
Pembelajaran Matematika Di MI Muhammadiyah Basin. Skripsi. Surakarta: FKIP UMS
diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/ 17753/ pada tanggal 17 Juni 2016 pukul 20.30
WIB.
Slameto. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Sudiyono, Tawar. 2013. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Joyful
Learning pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Pesantren Kec. Blado Kab. Batang Semester I
Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi. Salatiga: FKIP UKSW diakses melalui
http://repository.uksw.edu/handle/ 123456789/3750 pada tanggal 17 Juni 2016 pukul
20.00 WIB.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Suparman. 2010. Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher.
Supratiknya, A. 2012. Penilaian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Trivonita, Melisa Anas. 2014. Pengaruh Joyful Learning terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas V SD Gugus Hasanudin Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi.
Salatiga: FKIP UKSW diakses melalui
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4954 pada tanggal 17 Juni 2016 pukul
20.00 WIB.
Videbeck, Sheila. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.