penerapan good agriculture practices(gap) …...pernyataan saya yang bertanda tangan dibawah ini :...
TRANSCRIPT
PENERAPAN GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP)USAHATANI KOPIRAKYATDI LERENG ARGOPURO
KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
OlehAbdul Wakhid
NIM 151510601136
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2020
i
PENERAPAN GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP)USAHATANI KOPIRAKYATDI LERENG ARGOPURO
KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untukmenyelesaikanProgram Studi Agribisnis(S1)Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Dosen PembimbingDr. Luh Putu Suciati, SP., M.Si
OlehAbdul Wakhid
NIM 151510601136
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2020
ii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :1. Keluargaku tercinta, Ayahku Slamet, Ibuku Sumarti dan Adikku Selvia Putri
serta keluarga-keluargaku lainnya yang selalu memberikan do’a dan
dukungannya sehingga dapat menyelesaikan program sarjana pada Program
Studi Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Jember;
2. Seluruh Dosen yang telah memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan
yang sangat bermanfaat dan berbagai pelajaran hidup yang sangat berharga;
3. Sahabatku (Alm) Mohammad Ainul Yaqin, Syifa Faidatul Ummah,
Mukhamad Sulaiman, Sheflya Candra Maulita, Muhammad Yusron David
Wahyudi, Melisa Regina Pratiwi, Eko Hari Cahyo, Maftuhatul Hidayah,
Richie Alfa Ramadriantoro, Akhmad Farullah Fariki, Nuke Dwi Margaret dan
Linda Damayanti yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang
luar biasa selama menuntut ilmu;
4. Almamater tercinta, Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Jember yang telah menghantarkanku menjadi insan yang terdidik;
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
iii
MOTTO
“Kesuksesan bukan kunci kebahagiaan, namun kebahagiaanlah kunci kesuksesan.Jika Anda mencintai apa yang Anda kerjakan, Anda akan sukses”
(Albert Sehmeitzer)
“ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani”(Ki Hadjar Dewantara)
“Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannyamenggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)”
(H.R. Muslim)
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Abdul Wakhid
NIM : 151510601136
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul
“Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat di
Lereng Agropuro Kabupaten Jember” adalah benar-benar hasil karya sendiri,
kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan
pada institusi manapun, dan bukan karya plagiasi. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapatkan sanksi
akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 16 Januari 2020Yang Menyatakan,
Abdul WakhidNIM. 151510601136
v
SKRIPSI
PENERAPAN GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP)USAHATANI KOPIRAKYATDILERENG ARGOPURO
KABUPATEN JEMBER
Oleh :Abdul Wakhid
NIM. 151510601136
Pembimbing:
Dosen Pembimbing Skripsi : Dr. Luh Putu Suciati, SP., M.Si
NIP. 197310151999032002
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Agropuro Kabupaten Jember” telah diujidan disahkan pada:Hari, tanggal : Kamis, 16 Januari 2020Tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember
Dosen Pembimbing Skripsi,
Dr. Luh Putu Suciati, SP., M.Si.NIP. 197310151999032002
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Dr. Rokhani, SP., M.SiNIP. 197208052008012013
Agus Supriono, SP., M.SiNIP. 196908111995121001
MengesahkanDekan,
Ir. Sigit Soeparjono, M.S., Ph.D.NIP. 196005061987021001
vii
RINGKASAN
Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat diLereng Agropuro Kabupaten Jember. Abdul Wakhid, 151510601136; 2020;Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Komoditas kopi merupakan salah satu dari beberapa komoditas
perkebunan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Perkebunan
kopi berdasarkan pengusahaannya dibagi menjadi tiga yaitu perkebunan negara,
perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat. Perkebunan kopi rakyat memiliki
karakteristik yaitu luas areal produksi kecil, milik perorangan, dan memiliki
kelemahan diantaranya ketersediaan modal, pemasaran produk, dan kualitas
produk yang dihasilkan.
Rata-rata pertumbuhan volume dan nilai ekspor kopi Indonesia bernilai
positif atau mengalami peningkatan. Produksi kopi di Indonesia disumbang oleh
beberapa provinsi salah satunya Provinsi Jawa Timur. Rata-rata share produksi
kopi Provinsi Jawa Timur tahun 2014 – 2018 menempati posisi ke enam sebesar
6,40% namun rata-rata pertumbuhannya sebesar 5,31% berada di posisi ke-3
setelah Provinsi Sumatra Selatan dan Aceh. Produksi kopi Provinsi Jawa Timur
dihasilkan oleh beberapa Kabupaten salah satunya Kabupaten Jember. Rata-rata
pertumbuhan produksi kopi Kabupaten Jember tahun 2014 – 2018 sebesar 63,98%,
tertinggi di antara Kabupaten lain yang ada di Provinsi Jawa Timur dan cenderung
mengalami peningkatan.
Kabupaten Jember memiliki areal produksi kopi yang tersebar diberbagai
Kecamatan salah satunya Kecamatan Panti. Rata-rata share luas areal Kecamatan
Panti tahun 2013 -2017 sebesar 7,71% berada di posisi pertama di wilayah Lereng
Argopuro. Luas areal produksi kopi rakyat Kecamatan Panti merupakan yang
terbesar dibandingkan tujuh Kecamatan lain yang berada di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember, namun memiliki rata-rata produktivitas yang rendah sebesar
4,65 Kw/Ha dalam bentuk ose kering. Salah satu upaya peningkatan penerapan
GAP usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti dengan menerapkan usahatani
kopi sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP). Usahatani kopi rakyat di
viii
Kecamatan Panti merupakan turun temurun dari keluarganya sehingga petani
tidak mengerti teknik budidaya, panen dan pasca panen kopi yang baik.
Berdasarkan deskripsi di atas, penelitian dilakukan untuk mengetahui : 1) tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat, 2) faktor-
faktor yang mempengaruhi penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat, dan 3) merumuskan strategi peningkatan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif analitis, dan
pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster sampling pada
delapan kelompok tani kopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Metode
pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi dilakukan
untuk mendapatkan data primer dan sekunder. Analisis yang digunakan adalah
Analisis Skoring Skala Likert, Analisis Regresi Linier Berganda, dan Analisis
Hierarki Proses (AHP).
Penelitian menunjukkan hasil bahwa: (1) Tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat meliputi penentuan lokasi,
penyiapan lahan, sistem pengairan (rorak), persiapan bibit, penanaman,
pemeliharaan, panen dan pasca panen. Tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar 80,58 atau kategori kurang baik.
(2) Hasil Uji F diperoleh bahwa variabel umur petani, tingkat pendidikan,
tanggungan keluarga, luas lahan, intensitas kehadiran petani, akses informasi
usahatani kopi, dan persepsi harga kopi secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat, hasil uji t diperoleh bahwa variabel tanggungan keluarga, luas lahan,
akses informasi usahatani kopi dan persepsi harga kopi secara parsial signifikan
mempengaruhi variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat, sedangkan variabel umur petani, tingkat pendidikan, dan
intensitas kehadiran petani secara parsial tidak signifikan mempengaruhi variabel
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. (3)
Prioritas kriteria peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat adalah kriteria budidaya dengan bobot sebesar 50,7% dan
ix
prioritas strateginya yaitu pendampingan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP). Bagi penyuluh dan dinas pertanian supaya melakukan pendampingan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kepada Sumber Daya Manusia
(SDM). Pendampingan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan memberikan
pengetahuan dan praktik kepada petani mengenai teknik budidaya kopi yang baik
(Good Agriculture Practices), mulai dari penyemaian bibit, penaung, pengairan,
penanaman, pemeliharaan, sampai panen dan pasca panen. Pendampingan
pengelolaan sumber daya lahan dengan memberikan pengetahuan kepada petani
kopi mengenai iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kemiringan tanah,
ketinggian tempat, PH tanah, tekstur tanah, dan kesuburan tanah.
x
SUMMARY
Implementation of Good Agriculture Practices (GAP) Smallholder CoffeeFarming on Agropuro Mountains of Jember Regency. AbdulWakhid,151510601136; 2020; Agribusiness Study Program, Faculty ofAgriculture, The University of Jember.
Coffee commodity is one of several plantation commodities that are
widely cultivated by the people of Indonesia. Coffee plantations based on their
operations are divided into 3 namely state plantations, private plantations, and
community plantations. Smallholder coffee plantations have the characteristics of
a small production area, owned by individuals, and have weaknesses including the
availability of capital, product marketing, and the quality of products produced.
The average volume growth and value of Indonesia's coffee exports are
positive or increasing. Coffee production in Indonesia is contributed by several
provinces, one of them is East Java Province. The average share of production in
East Java Province in 2014 – 2018 occupies the 6th position of 6.40% but the
average growth of 5,31% is in the 3nd position after Sumatra Selatan and Aceh
Province. East Java Province coffee production is produced by several districts,
one of which is Jember Regency. The average growth of coffee production in
Jember Regency in 2014 – 2018 is 63,98%, highest among other regencies in East
Java Province so tend increased.
Jember Regency has coffee production areas which are spread in various
sub-districts, one of which is Panti District. The average share area of the Panti
District in 2013 – 2017 of 7,71% is in the first position in argopuro mountains.
Coffee production area of the Panti sub-district has the biggest compared to seven
other sub-districts in the Argopuro mountain, Jember district, but has a low
average productivity of 4.65 Kw / Ha in the form of dried ose. One effort to
increase the application of GAP smallholder coffee farming in Panti District,
Jember Regency with implemented coffee farming according to Good Agriculture
Practices (GAP) guidelines. Smallholder coffee farming in the District Panti
Jember District is hereditary from his family so that farmers do not understand
good coffee cultivation, harvesting and post-harvest techniques. Based on the
xi
description above, the study was conducted to find out: 1) the level of application
of Good Agriculture Practices (GAP) of smallholder coffee farming, 2) the factors
that influence the adoption of Good Agriculture Practices (GAP) of smallholder
coffee farming, and 3) formulate strategies to improve the implementation of
Good Agriculture Practices (GAP) smallholder coffee farming.
This research was conducted using descriptive analytical methods, and
sampling was conducted using cluster sampling techniques in eight coffee farmer
groups in Panti District, Jember Regency. Method of collecting data includes
interviews, observations, and documentation to obtain primary and secondary data
types. The analysis used is a Likert Scale Scoring Analysis, Multiple Linear
Regression Analysis, and Process Hierarchy Analysis (AHP).
Research shows the results that: (1) The level of application of Good
Agriculture Practices (GAP) for smallholder coffee farming includes location
determination, land preparation, irrigation system, seed preparation, planting,
maintenance, harvesting and post-harvest. The level of application of Good
Agriculture Practices (GAP) of smallholder coffee farming in Panti District,
Jember Regency was 80,58 or suitable category. (2) F Test results show that the
age of farmers, the level of education of coffee farmers, dependents of coffee
farmers' families, the area of coffee farmers, intensity of the presence farmers,
access to information on coffee farming, and perceptions of coffee prices together
have a significant effect on the variable level of Good application Agriculture
Practices (GAP) of smallholder coffee farming, t test results obtained that the
dependent variables of coffee farmer families, coffee farmer land area, access to
information on coffee farming, and perception of coffee prices partially
significantly influence the variable level of application of Good Agriculture
Practices (GAP) of smallholder coffee farming, while the age of farmers, the level
of education of coffee farmers, and intensity of the presence farmers partially did
not significantly affect the variable level of application of Good Agriculture
Practices (GAP) of smallholder coffee farming. (3) Priority criteria for improving
the adoption of Good Agriculture Practices (GAP) for smallholder coffee farming
are cultivation criteria with a weight of 50.7% and the priority of the strategy is
xii
assistance in implementing Good Agriculture Practices (GAP). Extension agents
and department of agriculture to Assistance in the application of Good Agriculture
Practices (GAP) is done both from Human Resources (HR). Assistance of Human
Resources (HR) by providing knowledge and practice to farmers about good
coffee cultivation techniques Good Agriculture Practices, starting from seeding,
shading, irrigation, planting, maintenance, to harvesting and post-harvest.
Assistance in managing land resources to coffee farmers about the climate which
includes rainfall, air temperature, soil slope, altitude, soil PH, soil texture, and soil
fertility.
xiii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Agropuro
Kabupaten Jember”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ir. Sigit Soeparjono, M.S., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Jember;
2. M. Rondhi, S.P., M.P., Ph.D., selaku Koordinator Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember;
3. Dr. Luh Putu Suciati, SP., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Dr.
Rokhani, SP., M.Si selaku Dosen Penguji Utama dan Agus Supriono, SP.,
M.Si selaku Dosen Penguji Anggota yang memberikan dukungan, motivasi
serta meluangkan waktu dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
4. Agus Supriono, SP., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis selama masa studi.
5. Keluargaku tercinta, Ayahku Slamet, Ibuku Sumarti dan Adikku Selvia Putri
serta keluarga-keluargaku lainnya yang selalu memberikan do’a dan
dukungannya sehingga dapat menyelesaikan program sarjana pada Program
Studi Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Jember.
6. Para petani kopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember yang telah
memberikan informasi dan bantuan selama proses penelitian.
7. Djoko Sumarno selaku kelapa kebun di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.
8. Novi Hardiani selaku ketua bidang perkebunan di Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember.
xiv
9. Sahabatku (Alm) Mohammad Ainul Yaqin, Syifa Faidatul Ummah,
Mukhamad Sulaiman, Sheflya Candra Maulita, Muhammad Yusron David
Wahyudi, Melisa Regina Pratiwi, Eko Hari Cahyo, Maftuhatul Hidayah,
Richie Alfa Ramadriantoro, Akhmad Farullah Fariki, dan Nuke Dwi Margaret
yang telah memberikan semangat, motivasi, dan banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi ini;
10. Teman-teman satu Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah memberikan semangat kepada saya selama ini;
11. Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2015 Fakultas
Pertanian Universitas Jember atas semangat dan kebersamaan yang telah
diberikan selama ini;
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
Jember, 16 Januari 2020
Penulis
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERSEMBAHAN......................................................................................... ii
MOTTO ........................................................................................................ iii
PERNYATAAN............................................................................................ iv
PERSETUJUAN........................................................................................... v
PENGESAHAN............................................................................................ vi
RINGKASAN ............................................................................................... vii
SUMMARY.................................................................................................... x
PRAKATA.................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 12
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12
2.2 Teori dan Konsep ................................................................................... 16
2.2.1 Komoditas Kopi .......................................................................... 16
2.2.2 Budidaya Kopi............................................................................. 18
2.2.3 Usahatani Kopi............................................................................ 21
2.2.4 Konsep Good Agriculture Practices (GAP)................................ 22
2.2.5 Konsep Skoring ........................................................................... 25
2.2.6 Teori Regresi Linier Berganda.................................................... 27
xvi
2.2.7 Teori Analytical Hierarchy Procces (AHP)................................ 29
2.3 Kerangka Konseptual ............................................................................ 32
2.4 Hipotesis .................................................................................................. 36
BAB 3. METODE PENELITIAN............................................................... 37
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 37
3.2 Populasi dan Sampel .............................................................................. 37
3.3 Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 39
3.4 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran....................... 40
3.5 Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis............................................ 46
3.5.1 Analisis Skoring Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember ........... 46
3.5.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) pada usahatani kopi di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember................................................................................... 53
3.5.3 Analisis Hierarki Proses (AHP) strategi peningkatan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng
Argopuro Kabupaten Jember .................................................................. 54
3.6 Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................ 59
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 634.1 Gambaran Umum Kecamatan Panti Kabupaten Jember................. 63
4.1.1 Kondisi Geografis .......................................................................... 63
4.1.2 Kondisi Demografi......................................................................... 64
4.1.3 Pendidikan...................................................................................... 66
4.2 Gambaran Umum Usahatani Kopi Rakyat di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember................................................................................ 66
4.2.1 Produksi kopi ................................................................................ 66
4.2.2 Pola Tanam Usahatani Kopi .......................................................... 67
4.2.3 Bibit................................................................................................ 67
4.2.4 Pupuk dan Pestisida ....................................................................... 67
xvii
4.2.5 Budidaya Tanaman Kopi ............................................................... 68
4.2.6 Pasca panen .................................................................................... 69
4.3 Karakteristik Kelompok Tani Kopi di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember................................................................................ 70
4.4 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani
Kopi Rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember .................... 71
4.4.1 Pemilihan wilayah/ lokasi………………………. ......................... 71
4.4.1.1 Curah hujan……………………………… ....................... 72
4.4.1.2 Suhu................................................................................... 72
4.4.1.3 PH tanah ............................................................................ 73
4.4.1.4 Kemiringan tanah .............................................................. 73
4.4.1.5 Ketinggian tempat ............................................................. 74
4.4.1.6 Tekstur tanah ..................................................................... 74
4.4.2 Persiapan lahan .............................................................................. 74
4.4.3 Sistem pengairan (Rorak) .............................................................. 76
4.4.4 Persiapan bibit................................................................................ 77
4.4.5 Penanaman ..................................................................................... 79
4.4.6 Pemeliharaan.................................................................................. 80
4.4.6.1 Penyulaman ....................................................................... 81
4.4.6.2 Penyiraman ........................................................................ 81
4.4.6.3 Pemupukan awal dan susulan ............................................ 82
4.4.6.4 Pemangkasan ..................................................................... 82
4.4.6.5 Pengendalian OPT ............................................................. 83
4.4.7 Panen dan pascapanen.................................................................... 83
4.4.7.1 Panen ................................................................................. 84
4.4.7.2 Pascapanen ........................................................................ 85
4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember................................................................................ 85
4.5.1 Uji Asumsi Klasik.......................................................................... 86
4.5.2 Input Correlation ............................................................................ 87
xviii
4.5.3 Model Summary ............................................................................. 90
4.5.4 Output ANOVA ............................................................................. 91
4.5.5 Coefficient ...................................................................................... 91
4.6 Strategi Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten
Jember.................................................................................................... 96
4.6.1 Kriteria budidaya ........................................................................... 97
4.6.2 Kriteria pasca panen....................................................................... 98
4.6.3 Kriteria pemasaran ......................................................................... 99
4.6.4 Kriteria kelembagaan ..................................................................... 100
4.6.5 Kriteria kebijakan........................................................................... 101
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 102
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 102
5.2 Saran ....................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 104
LAMPIRAN.................................................................................................. 108
KUISIONER................................................................................................. 144
DOKUMENTASI ......................................................................................... 151
xix
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1.1 Volume, Nilai, dan Pertumbuhan Ekspor kopi di Indonesiapada tahun 2009 – 2018.…………………………………. 2
1.2 Rata-rata Produksi, Share Produksi, dan PertumbuhanProduksi Perkebunan Kopi Rakyat pada 10 ProvinsiProdusen Kopi Tertinggi Di Indonesia Tahun 2014–2018… 3
1.3 Rata-rata Produksi, Share Produksi, dan PertumbuhanProduksi Kopi Rakyat pada 10 Kabupaten Produsen kopiTertinggi di Jawa Timur tahun 2014 – 2018….................... 4
1.4 Rata-rata Luas Areal, Share Luas Areal, dan PertumbuhanLuas Areal Produksi Kopi Rakyat di Kabupaten JemberTahun 2013 -2017…………………………………………. 5
1.5 Rata-rata Luas Areal, Rata-rata Share Luas Areal, danRata-rata Pertumbuhan Luas Areal Produksi Kopi rakyat diLereng Raung dan Lereng Argopuro Kabupaten Jembertahun 2013 -2017…………………………………………. 7
1.6 Luas areal, Produksi, dan Produktivitas Kopi Rakyat DiKecamatan Panti Kabupaten Jember tahun 2013 -2017….. 8
2.1 Penilaian Analysis Hierarchy Process (AHP) Berdasarkantabel IK…………………………………………………… 30
2.2 Random Indeks…………………………………………… 31
3.1 Daftar Indikator Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi rakyat beserta Bobot Nilainya…………… 47
3.2 Skala Banding Berpasangan………………………………. 58
4.1 Klasifikasi lahan Kecamatan Panti Kabupaten JemberTahun 2017............................................................................ 64
4.2 Jumlah Penduduk Di Kecamatan Panti Kabupaten JemberMenurut Jenis Kelamin Tahun 2017….…………………… 65
4.3 Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Lapangan Usahadi Kecamatan Panti Kabupaten Jember Tahun 2017..…….. 65
4.4 Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan PendudukKecamatan Panti ………………………………………….. 66
4.5 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor Pemilihan LokasiBerdasarkan Jumlah Petani Kopi Di Kecamatan PantiKabupaten Jember ……………………………………….. 71
xx
4.6 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor Penyiapan LahanBerdasarkan Jumlah Petani Kopi Di Kecamatan PantiKabupaten Jember ………………………………………… 75
4.7 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor Sistem Pengairan(Rorak) Berdasarkan Jumlah Petani Kopi Di KecamatanPanti Kabupaten Jember …………………………………. 76
4.8 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor Persiapan BibitBerdasarkan Jumlah Petani Kopi Di Kecamatan PantiKabupaten Jember ……………………………………….. 78
4.9 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor PenanamanBerdasarkan Jumlah Petani Kopi Di Kecamatan PantiKabupaten Jember………………………………………… 79
4.10 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor PemeliharaanBerdasarkan Jumlah Petani Kopi Di Kecamatan PantiKabupaten Jember ……………………………………….. 80
4.11 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat pada Faktor Panen dan PascaPanen Berdasarkan Jumlah Petani Kopi Di KecamatanPanti Kabupaten Jember …………………………………. 84
4.12 Input Correlation…………………………………………. 87
4.13 Sig (1-tailed)……………………………………………… 89
4.14 Summary…………………………………………………. 90
4.15 Output ANOVA…………………………………………. 91
4.16 Coefficient………………………………………………… 91
4.17 Kriteria Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat di KecamatanPanti Kabupaten Jember…………………………………… 96
4.18 Alternatif Strategi pada Kriteria Budidaya………………. 97
4.19 Alternatif Strategi Kriteria Pasca Panen………………….. 98
4.20 Alternatif Strategi Kriteria Pemasaran……………………. 99
4.21 Alternatif Strategi Kriteria Kelembagaan………………… 100
4.22 Alternatif Strategi Kriteria Kebijakan……………………. 101
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Skema Kerangka Konseptual Penerapan GAP Kopi...…. 35
3.1 Bagan Cluster sampling.………………………………... 38
3.2 Bagan Analysis Hierarchy Process (AHP)…...………… 56
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Penerapan GAP Kopi…. 62
4.1 Peta Kecamatan Panti Kabupaten Jember ……………... 63
4.2 Struktur Organisasi Kelompok Tani Kopi di KecamatanPanti…………………….……………………………… 70
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
A Data Responden Petani Kopi Rakyat di KecamatanPanti Kabupaten Jember …………………………… 109
B1 Indikator Dalam Penentuan Lokasi Sesuai PedomanGood Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 113
B2 Indikator Dalam Penyiapan Lahan Sesuai PedomanGood Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 115
B3 Indikator Dalam Sistem Pengairan Sesuai PedomanGood Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 117
B4 Indikator Dalam Persiapan Bibit Sesuai PedomanGood Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 119
B5 Indikator Dalam Penanaman Sesuai Pedoman GoodAgriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 121
B6 Indikator Dalam Pemeliharaan Sesuai PedomanGood Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat………………………………………………. 123
B7 Indikator Dalam Panen dan Pasca Panen SesuaiPedoman Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat……………………………… 125
B8 Data Tingkat Penerapan Usahatani Kopi Rakyat padaSeluruh Komponen Good Agriculture Practices(GAP)………………………………………………. 127
C1 Descriptive statistics………………………………… 129
C2 Correlation…………………………………………. 129
C3 Coefficients………………………………………….. 131
C4 Histogram…………………………………..………. 131
C5 Diagram Normal P-P Plot…………………………... 132
C6 Diagram Scatterplot……………………………..….. 132
D1 Prioritas strategi pada kriteria peningkatan penerapanGood Agriculture Practices (GAP) usahatani kopirakyat……………………………………………….. 138
xxiii
D2 Prioritas strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyatpada kriteria budidaya…………………..…………. 138
D3 Prioritas strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyatpada kriteria pasca panen…………………………… 138
D4 Prioritas strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyatpada kriteria pemasaran…………………………….. 139
D5 Prioritas strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyatpada kriteria kelembagaan……...…………………… 139
D6 Prioritas strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyatpada kriteria kebijakan……………………………… 139
E Produksi Perkebunan Kopi Rakyat pada 10 ProvinsiProdusen Kopi Tertinggi Di Indonesia Tahun 2014 –2018…………………………………………………. 140
F Produksi Perkebunan Kopi Rakyat pada 10Kabupaten Produsen Kopi Tertinggi Di Jawa TimurTahun 2014 – 2018……………………...…………… 140
G Pertumbuhan Luas Areal Produksi Kopi rakyat pada10 Kecamatan dengan Produksi Tertinggi diKabupaten Jember tahun 2013 -2017……………..... 141
H Produksi Perkebunan Kopi Rakyat pada 10Kecamatan Produsen Kopi Tertinggi Di KabupatenJember Tahun 2013 – 2017………………………… 142
I Daftar Indikator Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi rakyat beserta Bobot Nilainya…….. 143
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang
mendorong pembangunan nasional. Sumbangan yang terlihat nyata dalam
penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi, nilai tambah dan
daya saing. Komoditas perkebunan memiliki potensi pasar, yaitu dalam negeri dan
luar negeri. Pasar dalam negeri, tanaman perkebunan memberikan pendapatan
kepada masyarakat petani yang umumnya digunakan untuk bahan baku industri,
pakan ternak, atau sebagai komoditas substitusi impor, sedangkan pasar luar
negeri, komoditas perkebunan dibutuhkan untuk diolah menjadi barang yang
memiliki nilai tinggi dan diekspor. Komoditas perkebunan berdasarkan jenis
pengusahaannya dibagi menjadi 3, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta
dan perkebunan negara. Terdapat tiga ciri perkebunan rakyat dilihat dari usaha
taninya, yaitu perkebunan rakyat memiliki luas areal usaha kecil dan perorangan
serta memiliki kelemahan pada ketersediaan modal, pemasaran hasil produksi, dan
kualitas produk yang dihasilkan (Viantimala et al, 2015).
Menurut Badan Pusat Statistik (2016), sub sektor perkebunan merupakan
sub sektor yang menjadi salah satu sumber pendapatan nasional dan penghasil
devisa bagi negara Indonesia yang dapat dilihat dari nilai ekspor komoditas
perkebunan. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan antara lain tanaman Sawit,
Karet, Kopi, Kakao, Teh, Tebu, Kelapa, Tembakau, dan lain-lain. Komoditas kopi
merupakan salah satu dari beberapa komoditas perkebunan yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia, mulai dari jaman penjajahan sampai
abad ke 21 sekarang. Kopi di Indonesia merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang diekpor untuk meningkatkan kegiatan perekonomian dan
menghasilkan devisa bagi negara selain dari hasil pertambangan diantaranya
minyak dan gas.
Komoditas perkebunan yang salah satunya adalah kopi memberikan
kontribusi terhadap perekonomian nasional dengan menyumbang devisa dari hasil
ekspor. Berikut disajikan data ekspor kopi Indonesia yang terjadi pada 8 tahun
2
terakhir. Tabel 1.1 tentang volume ekspor, nilai, dan pertumbuhan ekspor serta
pertumbuhan nilai kopi di Indonesia pada tahun 2009 – 2018 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Volume, Nilai, dan Pertumbuhan Ekspor Kopi di Indonesia pada Tahun2009 – 2018
Tahun Volume Ekspor(Ton) Nilai (US$) Pertumbuhan
Ekspor (%)Pertumbuhan
Nilai (%)
2009 433.600 814.300 - -2010 433.595 814.311 0,00 0,002011 346.493 1.036.671 -20,09 27,312012 448.591 1.249.520 29,47 20,532013 534.023 1.174.029 19,04 -6,042014 384.816 1.039.341 -27,94 -11,472015 502.021 1.197.735 30,46 15,242016 414.651 1.008.549 -17,40 -15,802017 467.799 1.187.157 12,82 17,712018 379.961 815.933 -18,78 -31,27
Rata-rata 0,76 1,62Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 dan 2018
Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa volume ekspor dan nilai ekspor kopi di
Indonesia dari tahun 2009 sampai 2018 cenderung fluktuatif. Volume ekspor kopi
sebesar 534.023 Ton menjadi yang paling tinggi terjadi pada tahun 2013. Rata-
rata pertumbuhan ekspor kopi sebesar 0,76% per tahun dengan diikuti
pertumbuhan nilai sebesar 1,62% per tahun. Meskipun pertumbuhan volume
ekspor dan nilai kopi dari tahun 2009 sampai 2018 ada yang mengalami hasil (-)
atau penurunan tetapi rata-rata pertumbuhan volume dan nilai ekspor tetap positif.
Pertumbuhan volume ekspor dan nilai kopi bernilai positif yang berarti volume
dan nilai ekspor kopi naik atau mengalami peningkatan.
Menurut Ramadhani (2018), komoditas kopi (Coffea sp) merupakan
komoditas perkebunan yang memiliki peranan dalam menyumbang pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia yang mengalami
kenaikan memberikan masukan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Produksi
total kopi Indonesia sebesar 711,513 ribu ton dan sebesar 67% dialokasikan untuk
ekspor dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Usahatani Kopi
dapat memberikan pendapatan bagi petani dan menghasilkan devisa untuk negara
serta menyediakan bahan baku pada sektor industri.
3
Produksi kopi di Indonesia disumbang oleh beberapa provinsi penghasil
kopi yang ada di Indonesia. Terdapat 10 provinsi di Indonesia penghasil kopi
diantaranya Sumatra Selatan, Lampung, Sumatra Utara, Bengkulu, Aceh, Sumatra
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTT, dan Jawa Barat. Berikut disajikan rata-rata
produksi, share produksi, dan pertumbuhan produksi perkebunan kopi rakyat pada
10 Provinsi Produsen Kopi Tertinggi di Indonesia tahun 2014 – 2018 yaitu:
Tabel 1.2 Rata-rata Produksi, Share Produksi, dan Pertumbuhan ProduksiPerkebunan Kopi Rakyat pada 10 Provinsi Produsen Kopi Tertinggi DiIndonesia Tahun 2014 – 2018
No Provinsi
Tahun 2014-2018 (Ton)
Rata-rataproduksi
(Ton/Tahun)
Rata-rata shareproduksi
Rata-ratapertumbuhan
produksi% Ranking % Ranking
1 Sumatra Selatan 144.863 26,31 1 12,12 12 Lampung 105.349 19,43 2 4,13 43 Sumatra Utara 62.316 11,45 3 3,74 54 Bengkulu 56.723 10,46 4 -0,41 85 Aceh 55.590 10,14 5 8,57 26 Jawa Timur 34.832 6,40 6 5,31 37 Sumatra Barat 27.234 5,12 7 -10,61 108 Jawa Tengah 18.980 3,54 9 -9,81 99 NTT 21.408 3,95 8 0,81 710 Jawa Barat 17.435 3,21 10 3,43 6
Keterangan : Dari lampiran E (Halaman 140).
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dijelaskan bahwa rata-rata produksi
perkebunan kopi rakyat pada 10 Provinsi produsen kopi tertinggi di Indonesia dari
tahun 2014 sampai 2018 paling tinggi adalah Provinsi Sumatra Selatan diikuti
Provinsi Lampung, sedangkan provinsi Jawa Timur menempati posisi ke-6. Nilai
rata-rata share produksi kopi Jawa Timur berada pada posisi ke-6 sebesar 6,40%
per tahun, namun nilai rata-rata pertumbuhan produksi kopi di Jawa Timur sebesar
5,31% per tahun dan menempati posisi ke-3 setelah Provinsi Sumatra Selatan dan
Provinsi Aceh. Rata-rata pertumbuhan produksi kopi rakyat Provinsi Jawa Timur
lebih rendah dari Provinsi Sumatra Selatan namun lebih tinggi dari Provinsi
Lampung yang berarti produksi kopi di Jawa Timur naik atau mengalami
peningkatan.
4
Menurut Martini dan Retno (2013), tanaman kopi (Coffea sp) merupakan
salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang terdiri dari beberapa jenis
yaitu kopi Arabika, kopi Robusta, dan kopi Liberika. Kopi sebaiknya ditanam di
daerah dengan curah hujan 1.250 – 2.500 mm per tahun. Jenis kopi yang banyak
dibudidayakan di Indonesia adalah jenis kopi arabika dan kopi robusta. Syarat
kesesuaian iklim dan geografi Indonesia yang banyak didominasi perbukitan
membuat komoditas kopi arabika dan kopi robusta cocok dibudidayakan. Kopi di
Indonesia tumbuh baik di tempat dengan ketinggian lebih dari 100 mdpl sampai
2.000 mdpl. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2014), komoditas kopi robusta
(Coffea Robusta) dan kopi arabika (Coffea Arabica) di Indonesia paling banyak
dibudidayakan di perkebunan rakyat.
Produksi kopi Provinsi Jawa Timur dihasilkan oleh beberapa Kabupaten
yang ada di Jawa Timur diantaranya Kabupaten Malang, Bondowoso,
Banyuwangi, Jember, dan Lumajang. Data rata-rata produksi, share produksi, dan
pertumbuhan produksi kopi rakyat pada 10 Kabupaten produsen kopi tertinggi di
Jawa Timur tahun 2014 - 2018 sebagai berikut:
Tabel 1.3 Rata-rata Produksi, Share Produksi, dan Pertumbuhan Produksi KopiRakyat pada 10 Kabupaten Produsen kopi Tertinggi di Jawa TimurTahun 2014 – 2018
No Kabupaten
Tahun 2014-2018 (Ton)
Rata-rataproduksi
(Ton/Tahun)
Rata-rata shareproduksi
Rata-ratapertumbuhan
produksi% Ranking % Ranking
1 Malang 10.704 25,29 1 9,45 6
2 Bondowoso 7.275 15,69 4 33,93 4
3 Banyuwangi 9.511 19,41 2 57,93 2
4 Jember 7.958 16,07 3 63,98 1
5 Lumajang 2.619 6,61 5 -0,59 8
6 Probolinggo 1.618 4,00 7 3,75 7
7 Blitar 2.787 5,80 6 47,75 3
8 Jombang 793 2,04 10 -5,87 9
9 Kediri 283 3,51 8 -19,02 10
10 Pacitan 662 2,85 9 12,90 5Keterangan : Data lampiran F (Halaman 140).
5
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dijelaskan bahwa rata-rata produksi
perkebunan kopi rakyat tahun 2014 hingga 2018 di 10 Kabupaten produsen kopi
tertinggi di Jawa Timur paling tinggi adalah Kabupaten Malang, Kabupaten
Banyuwangi, dan diurutan ke-3 adalah Kabupaten Jember. Rata-rata produksi kopi
rakyat di Kabupaten Jember sebesar 7.192 Ton per tahun. Rata-rata share produksi
kopi di Kabupaten Jember sebesar 16,07% dan berada pada urutan ke-3 setelah
Kabupaten Malang dan Kabupaten Banyuwangi. Meskipun share produksi
Kabupaten Jember berada pada urutan ke-3 namun rata-rata pertumbuhan
produksinya paling tinggi sebesar 63,98%. Kabupaten Jember memiliki rata-rata
pertumbuhan produksi tertinggi yang berarti produksi kopi rakyat di Kabupaten
Jember naik atau mengalami peningkatan.
Kabupaten Jember memiliki luas areal produksi kopi rakyat yang tersebar
di berbagai Kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Gumukmas, Kecamatan
Wuluhan, Kecamatan Ambulu, dan seterusnya. Berikut disajikan data mengenai
rata-rata luas areal produksi, share luas areal produksi, dan pertumbuhan luas
areal produksi kopi rakyat di Kabupaten Jember tahun 2013 - 2017, yaitu:
Tabel 1.4 Rata-rata Luas Areal, Share Luas Areal, dan Pertumbuhan Luas ArealProduksi Kopi Rakyat di Kabupaten Jember Tahun 2013 -2017
No Kecamatan
Rata-rata
Luas Areal(Ha/Tahun)
Share LuasAreal
PertumbuhanLuas Areal Keterangan
% Rank % Rank1 Kencong - - - - - -2 Gumukmas 2,05 0,00 27 0,00 12 -3 Puger - - - - - -4 Wuluhan 4,05 71,88 1 -0,01 19 -5 Ambulu 5,30 0,09 22 0,00 14 -6 Tempurejo 17,59 0,29 18 -0,06 24 -7 Silo 2.505,70 39,81 2 0,12 6 Lereng Raung8 Mayang 57,60 0,95 13 -0,04 22 Lereng Raung9 Mumbulsari 40,83 0,71 14 -0,17 26 -10 Jenggawah 5,74 0,09 20 0,00 11 -11 Ajung 2,58 0,04 26 -0,01 17 -
12 Rambipuji 4,68 0,08 25 0,00 16Lereng
Argopuro13 Balung 5,03 0,08 23 0,00 13 -
6
Lanjutan Tabel 1.4
No Kecamatan
Rata-rata
Luas Areal(Ha/Tahun)
Share LuasAreal
PertumbuhanLuas Areal Keterangan
% Rank % Rank14 Umbulsari 6,38 0,10 19 0,00 15 -15 Semboro 4,87 0,08 24 -0,01 18 -16 Jombang - - - - - -
17 Sumberbaru 402,48 5,95 7 0,46 4Lereng
Argopuro
18 Tanggul 396,16 5,66 8 0,69 3Lereng
Argopuro
19 Bangsalsari 401,08 4,94 9 2,75 1Lereng
Argopuro
20 Panti 505,12 7,59 5 0,38 5Lereng
Argopuro
21 Sukorambi 107,77 1,77 11 0,00 7Lereng
Argopuro
22 Arjasa 157,65 1,96 10 2,52 2Lereng
Argopuro23 Pakusari 38,30 0,63 16 0,00 9 Lereng Raung24 Kalisat 34,83 0,57 17 -0,01 20 Lereng Raung25 Ledokombo 521,51 8,66 4 -0,04 23 Lereng Raung26 Sumberjambe 544,80 9,16 3 -0,08 25 Lereng Raung27 Sukowono 38,45 0,63 15 0,00 10 -
28 Jelbuk 412,22 7,36 6 -0,19 27Lereng
Argopuro29 Kaliwates 5,63 0,09 21 -0,01 21 -30 Sumbersari - - - - - -31 Patrang 59,45 0,97 12 0,00 8 -
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014 - 2018
Berdasarkan Tabel 1.4 bahwa rata-rata luas areal produksi kopi rakyat di
31 kecamatan yang ada di Kabupaten Jember tahun 2013 – 2017 paling tinggi
adalah Kecamatan Silo, Kecamatan Sumberjambe, dan urutan ke lima Kecamatan
Panti. Rata-rata share luas areal produksi kopi di Kecamatan Panti dari tahun
2013-2017 lebih rendah dari pada Kecamatan Wuluhan dan Kecamatan Silo,
tetapi pertumbuhan luas areal lebih tinggi dari pada Kecamatan Wuluhan dan
Kecamatan Silo. Kecamatan Silo berada di wilayah Lereng Raung sedangkan
Kecamatan Panti berada di Lereng Argopuro. Oleh karena itu, produksi kopi di
Kabupaten Jember dihasilkan oleh beberapa kecamatan yang berada di wilayah
Lereng Raung dan Lereng Agropuro.
7
Berdasarkan data luas areal produksi kopi 31 kecamatan di Kabupaten
Jember bahwa luas areal produksi kopi terbagi di dua wilayah yaitu dari wilayah
Lereng Raung dan Lereng Argopuro. Lereng Raung mencakup Kecamatan Silo,
Mayang, Pakusari, Kalisat, Sumberjambe, dan Ledokombo. Sedangkan Lereng
Agropuro mencakup Kecamatan Sumberbaru, Tanggul, Bangsalsari, Rambipuji,
Panti, Sukorambi, Arjasa, dan Jelbuk. Data rata-rata luas areal produksi, share
luas areal produksi, dan pertumbuhan luas areal produksi kopi rakyat di Lereng
Raung dan Lereng Argopuro Kabupaten Jember tahun 2013 – 2017 sebagai
berikut:
Tabel 1.5 Rata-rata Luas Areal Produksi, Share Luas Areal Produksi, danPertumbuhan Luas Areal Produksi Kopi Rakyat di Lereng Raung danLereng Argopuro Kabupaten Jember Tahun 2013 – 2017
No Kecamatan
Rata-rata
Luas Areal(Ha/Tahun)
Share Luas Areal Pertumbuhan LuasAreal
% Rank % Rank
Lereng Raung1 Silo 2.505,70 40,56 1 0,12 12 Mayang 57,60 0,97 4 -0,04 43 Pakusari 38,30 0,64 5 0,00 24 Kalisat 34,83 0,58 6 -0,01 35 Ledokombo 521,51 8,83 3 -0,04 56 Sumberjambe 544,80 9,35 2 -0,08 6
Rata-rata 617,12 10,16 -0,01
Lereng Argopuro1 Rambipuji 4,68 0,08 8 0,00 72 Sumberbaru 402,48 6,05 3 0,46 43 Tanggul 396,16 5,74 4 0,69 34 Bangsalsari 401,08 4,98 5 2,75 15 Panti 505,12 7,71 1 0,38 56 Sukorambi 107,77 1,80 7 0,00 67 Arjasa 157,65 1,98 6 2,52 28 Jelbuk 412,22 7,36 2 -0,19 8
Rata-rata 298,40 4,46 0,83
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014 – 2018
Berdasarkan Tabel 1.5 bahwa rata-rata luas areal produksi kopi rakyat
tahun 2013 – 2017 terbesar adalah di wilayah Lereng Raung sebesar 617,12 Ha,
sedangkan wilayah Lereng Argopuro sebesar 298,40 Ha. Rata-rata share luas
8
areal produksi kopi terbesar adalah wilayah Lereng Raung sebesar 10,16%, tetapi
rata-rata pertumbuhannya sebesar -0,01%. Wilayah Lereng Argopuro memiliki
rata-rata share sebesar 4,46% dan rata-rata pertumbuhannya sebesar 0,83%.
Meskipun wilayah Lereng Argopuro memiliki rata-rata share rendah dari wilayah
Lereng Raung, tetapi memiliki rata-rata pertumbuhan positif. Jadi, luas areal
produksi kopi di Lereng Argopuro mengalami peningkatan. Rata-rata kontribusi
(share) luas areal produksi kopi tertinggi di Lereng Argopuro adalah Kecamatan
Panti sebesar 7,71%. Oleh karena itu, luas areal produksi kopi Kecamatan Panti
tertinggi dari tujuh kecamatan lainnya yang berada di Lereng Argopuro.
Produksi kopi Kecamatan Panti menjadi salah satu penyumbang produksi
kopi di Kabupaten Jember. Berikut disajikan data dari tahun 2013 sampai 2017
tentang luas areal, produksi, dan produktivitas kopi rakyat di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember yaitu;
Tabel 1.6 Luas areal, Produksi, dan Produktivitas Kopi Rakyat Di KecamatanPanti Tahun 2013 -2017
No TahunLuas areal
(Ha)Produksi
(Kw)Produktivi-tas (Kw/ Ha)
Pertumbuhanproduksi (%)
1 2013 385,97 1.237 3,20 0,00
2 2014 387,72 1.977 5,10 0,603 2015 397,90 1.988 4,99 0,014 2016 398,63 1.993 4,99 0,00
5 2017 972,40 4.800 4,94 1,41
Rata-rata 2.399 4,65 0,40
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018
Berdasarkan Tabel 1.6 dapat dijelaskan bahwa luas areal kopi pada tahun
2016 ke 2017 mengalami kenaikan dua kali lipat dikarenakan penambahan luas
areal TBM sebesar 412,80 Ha. Rata-rata produksi kopi rakyat sebesar 2.399 Kw
per tahun. Produktivitas kopi rakyat cenderung meningkat dan rata-rata
produktivitas sebesar 4,65 Kw/Ha per tahun. Menurut Rakasiwi (2018),
produktivitas kopi robusta yang ideal dalam 1 hektar lahan menghasilkan 8 – 14
Kwintal. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas kopi rakyat di Kecamatan
Panti rendah. Namun, rata-rata pertumbuhan produksi kopi rakyat bernilai positif
yang berarti produksi kopi di Kecamatan Panti mengalami peningkatan.
9
Pengembangan usahatani kopi dengan konsep Good Agriculture Practices
(GAP) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian guna
meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman kopi baik robusta
maupun arabika. Kementerian Pertanian melakukan upaya untuk menjadikan
usahatani kopi yang bersinambungan dengan menjaga kelestarian alam serta
menjadikan kualitas kopi lebih baik dan produk kopi yang aman. Penerapan
konsep Good Agriculture Practices (GAP) pada usahatani kopi di Kabupaten
Jember dilakukan pada tahun 2014.
Produksi kopi rakyat di Kabupaten Jember yang terbesar ada di
Kecamatan Silo (lampiran H; halaman 142). Kecamatan Silo memiliki ketinggian
tempat untuk memproduksi kopi yaitu kurang lebih 560 mdpl dan rata-rata
produksi sebesar 13.714 Kw per tahun. Rata-rata produksi Kecamatan Silo lebih
besar dari Kecamatan Panti yang hanya sebesar 2.399 Kw per tahun. Kecamatan
Panti memiliki rata-rata share luas areal produksi kopi terbesar dibandingkan
tujuh Kecamatan lain yang sama-sama berada di Lereng Pegunungan Agropuro
namun produktivitasnya rendah. Salah satu upaya peningkatan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten
Jember adalah menerapkan usahatani kopi sesuai pedoman Good Agriculture
Practices (GAP) kopi yang telah dianjurkan oleh Kementerian Pertanian.
Konsep Good Agriculture Practices (GAP) kopi sudah disosialisasikan
sejak tahun 2014 namun produktivitas masih rendah, sehingga peneliti tertarik
untuk mengetahui tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat serta strategi peningkatan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Agropuro
Kabupaten Jember.
1.2 Rumusan Masalah
Produktivitas perkebunan kopi rakyat nasional sebesar 5,3 Kw/ Ha,
sedangkan produktivitas kopi rakyat di Kabupaten Jember sebesar 9,64 Kw/ Ha.
Produktivitas kopi rakyat nasional tidak sesuai dengan produktivitas ideal yang
10
seharusnya sebesar 8 – 14 Kw/ Ha, sedangkan produktivitas kopi Kabupaten
Jember sudah sesuai. Luas areal produksi kopi Kabupaten Jember disumbang oleh
dua wilayah yaitu wilayah Lereng Raung dan Lereng Argopuro. Luas areal di
wilayah Lereng Raung memiliki rata-rata pertumbuhan negatif sedangkan wilayah
Lereng Argopuro memiliki rata-rata pertumbuhan positif sehingga wilayah Lereng
Argopuro berpotensi mengalami kenaikan luas areal. Luas areal produksi kopi
rakyat Kabupaten Jember tersebar di berbagai Kecamatan salah satunya
Kecamatan Panti. Kecamatan Panti memiliki share luas areal produksi kopi
terbesar dibandingkan kecamatan lain yang sama-sama berada di Lereng
Agropuro tetapi rata-rata produktivitasnya rendah sehingga upaya meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan
Panti dengan langkah menerapkan usahatani kopi sesuai pedoman Good
Agriculture Practices (GAP). Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember ?
2) Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten
Jember ?
3) Bagaimana strategi peningkatan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Analisis Penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) Usahatani Kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember” memiliki
tujuan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember.
2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember.
11
3) Untuk merumuskan strategi peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten
Jember.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul “Analisis Penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) Usahatani Kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember” memiliki
manfaat sebagai berikut:
1) Bagi petani kopi, sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki budidaya kopi
menjadi lebih baik.
2) Bagi peneliti, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai
Good Agriculture Practices (GAP) kopi.
3) Bagi dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
sosialisasi agar petani kopi bisa memahami budidaya kopi yang baik.
12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mendukung penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
berdasarkan klasifikasi Departemen Pertanian telah dilakukan oleh Mulyono
(2009), salah satu tujuannya untuk mengetahui evaluasi tingkat pelaksanaan
Good Agriculture Practices (GAP) kopi di Perkebunan Kalijompo. Alat analisis
pada penelitian menggunakan analisis deskriptif. Indikator Good Agriculture
Practices (GAP) dalam melihat tingkat pelaksanaan GAP kopi meliputi: (a)
pengolahan tanah, (b) penaung, (c) bibit, (d) penanaman, dan (e) pemeliharaan.
Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada tanaman kopi sebesar
62% atau penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada kategori agak
tinggi. Indikator yang dominan dapat meningkatkan penerapan GAP kopi adalah
bibit dengan penggunaan bibit unggul, pemeliharaan dengan melakukan
pemupukan sesuai dosis dan perlindungan tanaman, serta pengolahan tanah. Oleh
karena itu disarankan untuk melakukan penggunaan bibit unggul, pemupukan,
perlindungan tanaman, dan pengelolaan tanah.
Terdapat penelitian lain tentang penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) pada tanaman teh sebagaimana yang dilakukan oleh Zamroni (2015).
Tujuannya untuk mengetahui penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada
pemeliharaan tanaman teh menghasilkan (TM) di unit perkebunan Tambi,
Wonosobo, Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan yaitu deskriptif, dengan
cara membandingkan studi pustaka pedoman teknis budidaya tanaman teh yang
baik dengan kondisi di lapang. Aspek penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) teh meliputi: (a) pembibitan, (b) pembentukan bidang petik, (c)
pengendalian gulma, (d) pemupukan, (e) pengendalian hama penyakit, (f)
pemangkasan, (g) penutupan bidang pangkas, (h) pemeliharaan saluran air, (i)
penggemburan tanah, (j) pemetikan, dan (k) pascapanen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pengelolaan dan
pemeliharaan tanaman teh menghasilkan (TM) di Unit Perkebunan Tambi
Wonosobo sebesar 72,8% atau kategori sedang. Aspek yang dominan adalah (1)
13
penerapan pascapanen sebesar 100% meliputi (a) pengemasan, (b) label, (c)
kebersihan, (d) keamanan, dan (e) ruang penyimpanan sudah sesuai anjuran GAP.
Sedangkan (2) penerapan pemupukan sebesar 80% meliputi penggunaan, dosis,
penyimpanan dan pencatatan, (3) perlindungan tanaman 50% meliputi dosis
pestisida, pemakaian pestisidan, penyimpanan pestisida, dan lain-lain, dan (4)
panen 67% meliputi cara panen, pemanenan, dan hasil panen. Adapun komponen
pemupukan, perlindungan tanaman, dan panen masih belum sesuai anjuran GAP.
Sehingga disarankan untuk kegiatan pemeliharaan yang meliputi pemupukan baik
melalui tanah maupun melalui daun, pemangkasan serta pengendalian hama
penyakit perlu ditingkatkan pengawasannya agar dapat bermanfaat terhadap
kesehatan tanaman teh sehingga menghasilkan pucuk yang berkualitas.
Penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi Good Agricultural
Practices (GAP) pada tanaman kopi. Menurut Hasono et al (2014) yang salah satu
tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Good Agriculture
Practices (GAP) kopi di Provinsi Chumphon Thailand. Analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linier sederhana. Beberapa faktor yang diduga
mempengaruhi Good Agriculture Practices (GAP) kopi yaitu (a) umur petani, (b)
tingkat pendidikan, (c) luas lahan, (d) pendapatan, (e) pengalaman budidaya kopi,
(f) pengetahuan tentang GAP, dan (g) kepercayaan diri.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa nilai Adj R-square sebesar 41% berarti
Good Agriculture Practices (GAP) dijelaskan oleh umur petani, tingkat
pendidikan, luas lahan, pendapatan, pengalaman, pengetahuan tentang GAP, dan
kepercayaan diri dan sisanya sebesar 59% dijelaskan oleh variabel dari luar
model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap Good Agriculture
Practices (GAP) adalah tingkat pendidikan, luas lahan, pengetahuan tentang GAP
dan kepercayaan diri sedangkan variabel umur, pendapatan, dan pengalaman tidak
berpengaruh signifikan. Variabel kepercayaan diri petani berpengaruh positif
karena terdapat insentif sertifikat GAP untuk menerapkan usahatani kopinya
sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP). Variabel pengalaman petani
tentang budidaya kopi berpengaruh negatif terhadap Good Agriculture Practices
(GAP) karena belum paham tentang GAP. Oleh karena itu, disarankan agar
14
pemerintah melakukan pengembangan kebijakan berkelanjutan (program
pelatihan, dan penyederhanaan manual GAP) untuk mendukung petani pada
prosedur standar.
Penelitian serupa terkait faktor-faktor yang mempengaruhi Good
Agriculture Practices (GAP) kopi dilakukan Tjitropranoto et al (2018), bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi Good
Agriculture Practices (GAP) budidaya kopi arabika gayo di Kabupaten Aceh
Tengah. Alat analisis menggunakan analisis regresi linier berganda. Beberapa
variabel yang diduga mempengaruhi adopsi Good Agriculture Practices (GAP)
berasal dari Internal seperti (a) umur, (b) tingkat pendidikan, (c) pengalaman, (d)
tanggungan keluarga, (e) luas lahan, dan (f) tingkat manfaat inovasi sedangkan
eksternalnya seperti (g) penyuluhan, (h) pola pemasaran, (i) akses informasi
usahatani, (j) ketersediaan tenaga kerja, dan (k) persepsi harga kopi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan,
pengalaman, dan luas lahan tidak berpengaruh nyata sedangkan variabel
tanggungan keluarga, tingkat manfaat inovasi, penyuluhan, pola pemasaran, akses
informasi usahatani, ketersediaan tenaga kerja, dan persepsi harga kopi
berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika gayo.
Variabel tingkat manfaat inovasi GAP berpengaruh positif dalam meningkatkan
produksi kopi arabika Gayo sedangkan jumlah tanggungan keluarga dan pola
pemasaran berpengaruh nyata negatif terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi
arabika Gayo.
Terdapat penelitian lain tentang faktor faktor yang mempengaruhi
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada tanaman teh dilakukan oleh
Chomei et al (2017). Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi petani terhadap Good Agriculture Vietnam Practices
(VietGAP). Terdapat alat analisis yang digunakan adalah analisis logit biner dan
model tobit. Variabel yang diduga mempengaruhi VietGAP yaitu (a) umur, (b)
pendidikan, (c) tenaga kerja keluarga, (d) pengalaman, (f) umur tanaman, (g) luas
lahan, (h) harga teh, (i) saluran irigasi, (j) rasio pendapatan, (k) modal, (l)
pelatihan, dan (m) mekanisasi.
15
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hasil signifikan dan positif dari
variabel jumlah pekerja keluarga, ukuran kebun teh, harga teh, akses ke sistem
irigasi, rasio pendapatan teh, dan kehadiran pelatihan VietGAP sedangkan
variabel pengalaman bertani dan usia kebun teh berpengaruh secara negatif.
Variabel umur petani, pendidikan, modal, pelatihan, dan mekanisasi tidak
berpengaruh nyata. Ketersediaan pekerja keluarga dalam kegiatan pertanian akan
memberikan kontribusi yang signifikan menuju mempromosikan konversi dan
perluasan lahan untuk produksi teh VietGAP. Meskipun 85% petani memiliki
pendidikan formal sampai sekolah tingkat menengah, namun pendidikan tidak
ditemukan secara langsung mempromosikan konversi. Sebaliknya, pengalaman
bertani yang lebih lama dan usia kebun adalah faktor penghambat petani
mengadopsi VietGAP. Jadi, disarankan kepada pemerintah untuk mengurangi
efek negatif dari ukuran lahan pertanian kecil sehingga bagus untuk mengadopsi
VietGAP teh. Kedua, berinvestasi dalam sistem irigasi akan mendorong petani teh
untuk dikonversi menjadi metode produksi baru.
Penelitian mengenai strategi pengembangan usahatani kopi dilakukan oleh
Pratiwi (2016). Tujuan penelitiannya yaitu menentukan prioritas alternatif strategi
untuk mengembangkan usahatani kopi di Kecamatan Candiroto Kabupaten
Temanggung dengan menggunakan Analysis Hierarchy Process (AHP). Terdapat
5 kriteria penting dalam pengembangan usahatani kopi yaitu (a) budidaya, (b)
pasca panen, (c) pemasaran, (d) kelembagaan, dan (e) kebijakan.
Hasil penelitian diperoleh bahwa (1) kriteria budidaya menjadi kriteria
paling prioritas dengan bobot 0,342, (2) pemasaran dengan bobot 0,269, (3) pasca
panen dengan bobot 0,223, (4) kelembagaan dengan bobot 0,87, dan (5) kebijakan
dengan bobot 0,08. Prioritas strategi pengembangan untuk kriteria budidaya
adalah dengan pelatihan teknik budidaya kopi yang tepat yaitu sesuai dengan
standar ekspor. membuka peluang pasar yang menguntungkan petani dan
mengadakan penyuluhan revitalisasi lahan kopi serta bantuan bibit unggul. Jadi,
saran untuk pemerintah agar melakukan pengawasan mulai dari proses awal
kegiatan budidaya hingga tahap pemasaran. Pihak swasta disarankan dapat
memberikan dukungan berupa hubungan mitra usaha yang berkelanjutan.
16
Penelitian mengenai strategi pengembangan tanaman kopi robusta
dilakukan oleh Ilham (2018) dengan menggunakan Analysis Hierarchy Process
(AHP). Penelitian bertujuan merumuskan strategi pengembangan kopi robusta di
Kecamatan Sinjai Borong Kabupaten Sinjai. Aspek penting dalam pengembangan
tanaman kopi robusta meliputi: (a) ekstensifikasi lahan, (b) perbaikan klon, (c)
pemupukan, (d) sanitasi, (e) pengendalian hama dan penyakit, (f) pengelolaan
pasca panen, (g) pemangkasan, dan (h) pengelolaan penaung.
Prioritas strategi pengembangan tanaman kopi robusta adalah aspek
ekstensifikasi lahan dengan bobot sebesar 22,3% (0,223) yang strateginya yaitu
pembukaan lahan menganggur. Kedua adalah perbaikan klon dengan bobot
sebesar 17,7% (0,177), strateginya yaitu memakai klon SA436 dengan
produktivitas 16–28 Kw per Ha. Ketiga adalah pemupukan dengan bobot sebesar
11,8% (0,118), strateginya yaitu menggunakan pupuk organik. Keempat adalah
sanitasi dengan bobot sebesar 11,5% (0,115), strateginya yaitu membersihkan area
pertanaman. Kelima adalah pengendalian hama dan penyakit dengan bobot
sebesar 11,1% (0,111), strateginya yaitu pengendalian secara biologis dan
mekanis. Keenam adalah pengelolaan pasca panen dengan bobot sebesar 11%
(0,110), strateginya yaitu metode kering. Ketujuh adalah pemangkasan dengan
bobot sebesar 8,2% (0,082), strateginya yaitu pemangkasan peremajaan. Terakhir
aspek pengelolaan penaung dengan bobot sebesar 6,4% (0,064), strateginya
memakai penaung tetap. Sehingga disarankan buat pemerintah desa maupun
pemerintah kabupaten menggunakan hasil penelitian sebagai acuan untuk
pengembangan kopi robusta terutama membuka dan memanfaatkan lahan
mengganggur.
2.2 Teori dan Konsep
2.2.1 Komoditas Kopi
Menurut Prastowo et al (2010), kopi merupakan tanaman perkebunan yang
sudah cukup lama dibudidayakan dan mampu menjadikan sumber nafkah bagi
petani kopi Indonesia serta komoditas ekspor penting Indonesia. Tanaman kopi
termasuk dalam genus Coffea dengan famili Rubiaceae. Famili tersebut memilki
17
banya genus, yaitu gardenia, Ixora, Chinchona, dan Rubia. Genus Coffea
mencangkup hampir 70 spesies, tetapi hanya ada dua spesies yang ditanam dalam
skala luas di seluruh dunia, yaitu kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi
(Coffea Robusta). Sementara itu sekitar 2% dari total produksi dunia dari kopi
Liberika (Coffea Liberica) dan kopi Ekselsa (Coffea Ekselsa) yang ditaman dalam
skala terbatas, terutama di Afrika Barat dan Asia. Kelompok kopi yang memilki
nilai ekonomis dan diperdagangkan secara komersial yaitu kopi arabika, dan kopi
robusta. Sementara itu kelompok kopi liberika dan kopi exelsa kurang ekonomis
dan kurang komersial. Kopi arabika dan kopi robusta memasok sebagian
besar perdagangan kopi dunia, jenis kopi arabika memilki kualitas cita rasa
tinggi dan kadar kafein lebih rendah dibandingkan dengan robusta sehingga
harganya lebih mahal.
Komoditas kopi di Indonesia didominasi oleh jenis kopi Arabika (Coffea
Arabica) dan kopi Robusta atau (Coffea Robusta). Luas areal pertanaman kopi
robusta di Indonesia lebih besar daripada luas areal pertanaman kopi
arabika sehingga produksi robusta lebih banyak. Areal pertanaman kopi arabika
terbatas pada lahan dataran tinggi diatas 1000 m dari permukaan laut agar tidak
terserang karat daun kopi (Soetriono, 2010). Kabupaten Jember merupakan
sentra produksi kopi yang sebagian besar didominasi oleh perkebunan kopi rakyat
dengan jenis Robusta. Berikut merupakan taksonomi atau klasifikasi ilmiah
tanaman kopi robusta secara lengkap adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea L.
Spesies : Coffea canephora var. robusta (kopi robusta)Coffea Arabica (kopi arabika)
18
Menurut Gandul dalam Prastowo et al (2010), ada 2 jenis kopi yang paling
banyak dibudidayakan di Indonesia, yaitu jenis kopi Arabika dan kopi Robusta
berikut penjelasannya:
1. Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak dikembangkan di dunia
maupun di Indonesia. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki
iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan laut dan berproduksi
pada ketinggian 1000-1750 mdpl. Jenis kopi ini cenderung tidak tahan
penyakit Hemilia Vastatrix atau karat daun namun kopi ini memiliki tingkat
aroma dan rasa yang kuat.
2. Kopi Robusta
Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta dipergunakan
untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis.
Jenis kopi ini berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda. Kopi
robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi
dibandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika.
2.2.2 Budidaya Kopi
Budidaya kopi adalah kegiatan terencana untuk mengembangbiakkan
tanaman kopi sehingga dapat menghasilkan kopi yang optimal. Kopi di Indonesia
umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian diatas 100 mdpl dengan tanah
bertekstur lempung, rata-rata temperatur harian 21-25°, untuk curah hujan rata-
rata membutuhkan 1.250-2.500 mm/tahun dan PH atau keasaman 5,5-6,5. Iklim
sangat berpengaruh besar sekali terhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh
iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Penyinaran
merupakan stimulant bagi besar kecilnya persiapan pembungaan, semakin
banyaknya penyinaran maka persiapan pembentukan bunga akan semakin cepat.
Tahap penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan areal seperti penaung.
Persiapan bahan tanam meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan
persemaian lapangan (Prastowo et al, 2010)
19
Menurut Ernawati et al (2008), dalam melakukan budidaya selain
memperhatikan keadaan iklim, jenis, dan varietas yang ditanam juga harus
memperhatikan kegiatan yang akan dijalankan seperti:
1. Persemaian
Bibit berasal dari pembiakan secara generatif (biji) dan vegetatif (stek).
Proses pada tahap stek guna mendapatkan tanaman yang baik diperlukan benih
dan entres unggul untuk sambungan dan stek. Setelah itu, benih diangin-anginkan
selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Pembedengan dibuat dengan lebar 90
cm x 120 cm. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah
disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-
sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan kira-kira 5
cm. Setelah benih berusia tiga bulam harus dipindahkan kepersemaian lapangan.
2. Penanaman
Sebelum penanaman pada lahan harus terlebih dahulu terdapat penaung
yang kira-kira berumur kurang lebih 1 tahun dan jenis penaung adalah tanaman
keras. Penanaman yang baik dilakukan pada permulaan musim hujan, untuk itu
sebelumnya harus mempersiapkan lahan serta jarak tanam dengan ukuran 2,5
meter x 3 meter atau 2,5 meter x 2,5 meter. Setelah itu baru dilakukan penanaman
tanaman kopi serta diberi serasah atau pupuk organik guna memberikan zat hara
yang dibutuhkan tanaman dan memperoleh produksi yang optimal. Bibit yang
ditanam harus sehat dengan ciri hijau subur, akar lurus, dan bebas dari penyakit.
3. Pemeliharaan Tanaman
Langkah yang diperlukan untuk pemeliharaan budidaya kopi adalah
penyulaman, penyiraman, dan penyiangan. Penyulaman dilakukan satu minggu
setelah penanaman bibit kopi di lahan untuk mengganti bibit yang sudah mati.
Penyiraman dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air setiap tanaman agar
tumbuh dan berkembang. Penyiangan yaitu kegiatan membersihkan gulma atau
tanaman pengganggu yang tumbuh berdampingan dengan tanaman utama.
4. Pemupukan
Pemupukan harus memperhatikan 5 T yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat
takaran, tepat cara, dan tepat waktu. Pemberian pupuk untuk budidaya kopi bisa
20
menggunakan pupuk organik atau pupuk kimia. Pupuk organik jika tidak bisa
mencukupi kebutuhan unsur hara dalam tanah sehingga bisa menggunakan pupuk
kimia sesuai ketentuan. Kebutuhan pupuk untuk setiap tanaman sekitar 20 kg dan
diberikan sekitar 1-2 kali dalam satu tahun. Tanah yang asam dengan PH dibawah
4,5 pemberian pupuk dicampur dengan setengah kilogram kapur, pemberian kapur
bertujuan untuk menetralkan asam yang berlebihan.
5. Pemangkasan pohon
Pemangkasan dalam budidaya kopi dilakukan pada tanaman pokok
maupun tanaman pelindung. Pemangkasan tanaman penaung dilakukan bertujuan
memberikan ruang pada sinar matahari yang masuk, memperlancar udara,
menghindari kelembapan, dan mengurangi cabang-cabang yang terlalu rapat.
Pemangkasan tanaman kopi dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Pemangkasan pembentukan, bertujuan membentuk kerangka tanaman
seperti bentuk tajuk, tinggi tanaman dan tipe percabangan.
b. Pemangkasan produksi, bertujuan memangkas cabang-cabang yang tidak
produktif atau cabang tua. Hal ini dilakukan agar tanaman lebih fokus
menumbuhkan cabang yang produktif. Selain itu, pemangkasan ini juga
untuk membuang cabang- cabang yang terkena penyakit atau hama.
c. Pemangkasan peremajaan, dilakukan pada tanaman yang telah mengalami
penurunan produksi, hasil kurang dari 400 kg/ha/tahun atau bentuk tajuk
yang sudah tak beraturan. Pemangkasan dilakukan setelah pemupukan.
6. Hama dan penyakit
Hama dan penyakit dikenal sebagai pengganggu yang merugikan di
perkebunan kopi. Gangguan dikelompokan menjadi dua, yaitu dari golongan
penyakit dan golongan hama.
Beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang tanaman kopi adalah sebagai
berikut:
a. Hama penggerek buah kopi
Hama ini menyerang tanaman muda maupun tua, akibat serangan buah
akan berguguran atau perkembangan buah tidak normal dan membusuk.
Pengendalian bisa hama ini adalah dengan meningkatkan sanitasi kebun,
21
pemapasan atau pemangkasan pohon naungan agar cahaya mudah masuk,
pengambilan buah yang terserang, memendam buah yang terserang, dan
penyemprotan kimia.
b. Penyakit Karat Daun
Penyakit Karat Daun biasanya menyerang tanaman arabika, gejala
serangannya bisa dilihat dari permukaan daun yang mengalami bercak
kuning, semakin lama menjadi kuning tua. Gejala ini bisa dihindari dengan
menanam kopi arabika diatas ketinggian 1000 meter dpl. Pengendalian
lainnya bisa dilakukan dengan penyemprotan kimia, memilih varietas
unggul, dan kultur teknis.
c. Penyakit serangan nematoda
Penyakit serangan nematoda banyak ditemui di sentra-sentra perkebunan
kopi robusta, serangan ini bisa menurunkan produksi hingga 78%.
Pengendalian penyakit ini bisa dilakukan dengan menyambung tanaman
dengan batang bawah yang tahan nematoda.
7. Panen dan pasca panen
Tanaman kopi yang dibudidayakan secara intensif sudah bisa berbuah
pada umur 2,5 - 3 tahun untuk jenis kopi robusta dan 3 - 4 tahun untuk jenis kopi
arabika. Hasil panen pertama biasanya tidak terlalu banyak, tetapi akan meningkat
saat bertambahnya usia tanaman kopi. Produktivitas tanaman kopi akan mencapai
puncaknya pada umur 7-9 tahun. Masaknya buah kopi ada yang cepat dan adapula
yang lambat karena bergantung pada jenis dan iklim sehingga buah kopi tidak
secara serentah masak bersama-sama. Panen kopi dilakukan secara bertahap,
panen raya bisa terjadi dalam 4-5 bulan yaitu mulai dari bulan Mei sampai
September dengan interval waktu pemetikan setiap 10-14 hari.
2.2.3 Usahatani Kopi
Usahatani kopi adalah ilmu yang mengajarkan seseorang untuk
mengalokasikan sumber daya yang ada secara efisien untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang tinggi dari tanaman kopi. Tujuan dari usahatani kopi yaitu untuk
meningkatkan produksi hasil pertanian, baik skala kecil maupun skala besar.
22
Kegiatan usahatani kopi memerlukan adanya perencanaan lokasi budidaya,
komoditas, pola usahatani, dan skala usahatani untuk mencapai produksi yang
optimal (Soetriono, 2010)
Ilmu usahatani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasi
penggunaan faktor-faktor produksi untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan yang maksimal. Penggunaan faktor-faktor produksi berupa bibit
unggul, pupuk, obat-obatan, dan alat. Produksi yang maksimal didukung dengan
menggunakan faktor produksi yang terjangkau dan berkualitas. (Novitarini, 2018).
Usahatani memiliki empat unsur pokok, yaitu:
a. Lahan, berperan sebagai faktor produksi yang dipengaruhi oleh tingkat
kesuburan, luas lahan, lokasi, intensifikasi, dan fasilitas.
b. Tenaga Kerja yang berasal dari orang lain atau dari anggota keluarga.
c. Modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan
kekayaan usahatani.
d. Pengelolaan dalam menentukan, mengkoordinasi, dan mengorganisasikan
faktor-faktor produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan
2.2.4 Konsep Good Agriculture Practices (GAP)
Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2014), Konsep Good Agriculture
Practices (GAP) harus mengacu pada pertanian berkelanjutan. Pertanian
berkelanjutan sudah mulai gencar disosialisasikan dalam beberapa tahun terakhir
ini dikarenakan banyak faktor salah satunya tuntutan bahan makanan yang sehat
serta aman dan alih fungsi lahan yang semakin banyak dilakukan sehingga lahan
pertanian menjadi berkurang. Pertanian berkelanjutan yaitu pengelolaan
sumberdaya untuk usaha pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia yang
tidak terbatas dan sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumberdaya alam.
Ciri-ciri pertanian berkelanjutan yaitu:
1. Mantap secara ekologis artinya kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan
meningkatkan kemampuan agro-ekosistem secara keseluruhan (manusia,
tanaman, hewan dan organisme tanah).
23
2. Berlanjut secara ekonomis artinya petani dapat memperoleh pendapatan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan rumah tangga.
3. Adil artinya distribusi sumberdaya dan kekuasaan sedemikian rupa sehingga
semua anggota masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Manusiawi artinya semua bentuk kehidupan (manusia, hewan dan tanaman)
menjadi obyek yang sangat penting.
5. Luwes atau Dinamis artinya masyarakat mampu menyesuaikan dengan
perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus.
Pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan pertanian yang baik
dengan memanfaatkan sumber daya alam serta perubahan teknologi dan
kelembagaan sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan dan pemuasan
kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang.
Sumberdaya dimanfaatkan secara bijaksana untuk menghasilkan produksi yang
optimal. Sumberdaya dieksplorasi dengan memperhatikan dan menjaga
kelestarian sumberdaya alam (FAO, 2007).
Menurut Poerwanto dalam Sari (2016) Good Agriculture Practices (GAP)
adalah penjabaran detail model pertanian berkelanjutan, sebagai standar pekerjaan
dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihasilkan memenuhi standar
internasional. Praktek pertanian yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hasil
berdasar pada standar spesifik, menjamin penghasilan yang tinggi, menjamin
teknik produksi yang sehat, memaksimalkan efisiensi dalam penggunaan
sumberdaya alam, mendorong pertanian berkelanjutan dan meminimalisir resiko
kerusakan pada lingkungan.
Good Agriculture Practices (GAP) yang mengarah pada pertanian berbasis
organik membawa beberapa implikasi pembangunan berwawasan lingkungan,
yaitu: (1) menjamin terpenuhinya secara berkesinambungan kebutuhan dasar
nutrisi bagi masyarakat, baik untuk generasi masa kini maupun yang akan datang,
(2) menyediakan lapangan kerja dan pendapatan yang layak yang memberikan
tingkat kesejahteraan dalam kehidupan yang wajar, (3) memelihara kapasitas
produksi pertanian yang berwawasan lingkungan, (4) mengurangi dampak
kegiatan pembangunan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan
24
penurunan kualitas lingkungan hidup, dan (5) menghasilkan berbagai produk
pertanian, baik primer maupun hasil olahan, yang berkualitas dan higienis serta
berdaya saing tinggi (Nurhidayati et al, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2014) Good Agriculture Practices
(GAP) adalah panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman hasil
pertanian secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tanaman yang
tinggi, mutu produk yang dihasilkan baik, keuntungan yang didapatkan optimal,
tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan dan memperhatikan aspek
keamanan produk yang dihasilkan, keselamatan dan kesejahteraan petani serta
usaha produksi yang berkelanjutan. Budidaya kopi yang baik meliputi:
1. Penentu lokasi
Kesesuaian tumbuh tanaman kopi robusta meliputi iklim dan tanah. Iklim
meliputi (1) tinggi tempat antara 100 – 700 mdpl, (2) curah hujan 1.250 –
2.500 mm/tahun, dan (3) suhu udara 21 – 240C. Ke-2 tanah meliputi (1)
kemiringan lahan < 30%, (2) tekstur tanah berlempung, dan (3) PH tanah
antara 5,5 – 6,5.
2. Penyiapan lahan dan penaung
Tanaman penaung ada 2 macam yaitu penaung tetap dan penaung sementara.
Penaung tetap biasanya tanaman tahunan yang berumur lebih dari 1 tahun
seperti kayu-kayuan keras, sedangkan penaung sementara berumur kurang
dari 1 tahun seperti kacang tanah. Kemudian jarak tanam yang digunakan
untuk menanam kopi robusta yaitu 2,5 x 2,5 m atau 2,0 x 3,0 m dan
kedalaman lubang tanam yang baik antara 40 – 60 cm.
3. Sistem pengairan
Sistem pengairan atau rorak dibuat dengan memotong lereng (sejajar garis
kontur) dengan ukuran 120 cm x 40 cm x 40 cm.
4. Penyiapan dan penggunaan bahan tanam
Pembuatan bibit kopi dengan terlebih dahulu membuat bedengan dengan
ukuran 80 – 120 cm dengan kedalaman 3 – 5 cm. Jenis benih yang digunakan
harus benih unggul. Kebutuhan benih kopi robusta per hektar yaitu 3.000 –
3.500. Bibit kopi robusta siap dipindahkan ke lahan antara umur 10–12 bulan.
25
5. Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman maka terlebih dahulu membuat lubang tanam
dengan ukuran 60 x 60 x 40 cm. Jarak tanam berukuran 2,5 x 2,5 m atau 2,0 x
3,0 m. Waktu penanaman dilakukan pada awal musim penghujan.
6. Pemeliharaan tanaman
Pertama dilakukan penyiraman saat tanaman kekurangan air, sedangkan saat
musim penghujan ketersediaan air banyak. Ke-2 penyulaman dilakukan untuk
mengganti tanaman yang mati kurang lebih 1 minggu setelah tanam. Ke-3
pemupukan dilakukan setahun max 2 kali yaitu pada awal dan akhir musim
penghujan dengan kebutuhan pupuk seperti urea, SP 36, dan phonska sesuai
dosis. Ke-4 pemangkasan meliputi pemangkasan bentuk dan produksi.
Terakhir adalah pengendalian hama penyakit dilakukan baik secara manual,
kimiawi, dan biologis.
7. Panen dan pasca panen
Kriteria buah saat panen yaitu berwarna merah. Petik kopi yang baik yaitu
hanyak mengambil buah kopi yang berwarna merah saja sehingga
menghasilkan kopi merah seragam. Pengolahan kopi robusta yaitu dengan
cara pengolahan kering.
2.2.5 Konsep Skoring
Menurut Sugiyono (2014), teknik membuat skala adalah cara mengubah
fakta-fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Item
yang diukur dalam membuat skala biasanya berasal dari sampel-sampel yang
ingin dibuat inferensi terhadap populasi. Oleh karena itu, peneliti harus
mengetahui benar tentang populasi beserta sifat-sifatnya dan harus yakin dengan
sampel tersebut dapat mewakili populasi. Skala harus mempunyai validitas, yaitu
skala tersebut harus benar-benar mengukur apa yang dikehendaki untuk diukur.
Cara untuk menguji validitas skala sering digunakan beberapa cara yaitu dengan
melihat validitas muka, meminta pendapat kelompok ahli, atau menggunakan
kriteria bebas lainnya yang merupakan efek komposit terhadap item yang ingin
dibuat skalanya. Skala juga harus mempunyai reliabilitas, artinya skala tersebut
26
akan menghasilkan ukuran yang serupa jika digunakan pada sampel yang lainnya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat skala adalah beberapa atribut
kualitatif yang dikumpulkan dalam variabel kuantitatif, dan perlu dipikirkan
apakah item tersebut tidak sama pentingnya, maka item tersebut perlu ditimbang
lebih dahulu sebelum dibuat skalanya. Jenis skala yang telah dikembangkan dalam
ilmu-ilmu sosial untuk kegiatan penelitian, diantaranya yaitu (1) skala jarak sosial
(skala Bogardus dan Sosiogram), (2) skala penilaian (rating scales), (3) skala
membuat ranking, (4) skala konsistensi internal (skala Thurstone), (5) skala
Likert, (6) skala kumulatif Guttman, dan (7) sematic differential.
Skala likert pertama kali dikembangkan oleh Rensis Likert, dan sering
disebut sebagai Methood of summated ratings (metode peringkat yang
dijumlahkan), yang berarti nilai peringkat setiap jawaban atau tanggapan itu
dijumlahkan sehingga mencapai nilai total. Skala likert merupakan skala yang
populer dikalangan peneliti, karena penerapannya mudah dan sederhana dalam
penafsiran. Alternatif angka penilaian dalam skala likert dapat bervariasi mulai
dari pemberiann nilai tiga yang paling sedikit dan maksimal hingga pemberian
nilai sembilan. Pemberian nilai pada skala likert tergantung kemauan peneliti, dan
paling simpel biasanya nilai satu hingga tiga (Sugiyono, 2014).
Prosedur membuat skala likert adalah sebagai berikut: (Sugiyono, 2014)
1. Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, relevan dengan
masalah yang sedang diteliti, dan terdiri dari item yang cukup jelas disukai
atau tidak disukai.
2. Item-item yang sudah ditetapkan kemudian dicoba kepada sekelompok
responden yang cukup representatif atau sudah mewakili dari populasi yang
ingin diteliti.
3. Responden yang telah terpilih kemudian diminta untuk mengecek tiap item,
apakah iya menyenangi (+) atau tidak menyukainya (-). Respons tersebut
dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberikan
skor tertinggi.
4. Total skor dari masing- masing individu adalah penjumlahan dari skor
masing-masing item dari individu tersebut.
27
5. Respons dianalisis untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata
batasannya antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total.
Menurut Sugiyono (2009), cara menghitung persentase penggunaan skalalikert yaitu dengan menggunakan perhitungan:
Tingkat Pengguna =Bobot Aktual
X 100%Bobot Maksimum
Keterangan:
Bobot actual : Penjumlahan bobot dari masing-masing item
Bobot maksimum : Bobot maksimum yang dapat diperoleh keseluruhan item
Selanjutnya perhitungan yang digunakan untuk mengkategorikan tingkatan
atau interval dilakukan dengan mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan skor
terendah kemudian dibagi dengan jumlah interval kelas yang digunakan, dengan
rumus sebagai berikut:
Interval =(Nilai Maksimum – Nilai Minimum)
Jumlah Interval Kelas
Setelah diketahui hasil rentang nilainya atau interval nilainya maka dapat
diketahui bahwa penggunaan skala likert berada pada kategori sangat baik, baik,
sedang, kurang baik, atau tidak baik.
2.2.6 Teori Regresi Linier Berganda
Analisis regresi memiliki dua variabel pokok yang digunakan, variabel
yang memengaruhi disebut Independent variable (variabel bebas) dan variabel
yang dipengaruhi disebut Dependent Variable (variabel terkait). Persamaan
regresi yang memiliki satu variabel bebas dan satu variabel terikat disebut sebagai
persamaan regresi sederhana, sedangkan apabila variabel bebasnya lebih dari satu,
maka disebut sebagai persamaan regresi berganda. Model regresi yang baik harus
terbebas dari uji asumsi klasik yaitu meliputi multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas (Risandewi, 2013).
Menurut Harlan (2018), regresi linear berganda yaitu hubungan linear
lebih dari dua variabel. Regresi linear berganda terdapat beberapa variabel
independen (X1), (X2), (X3) sampai (Xn) dengan tujuan untuk menduga besarnya
28
koefisien regresi yang akan menunjukkan besarnya pengaruh beberapa variabel
bebas (independent) terhadap variabel tidak bebas (dependent). Persamaan regresi
linier berganda harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya
pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias.
Menurut Janie (2012), Regresi linier berganda adalah sebuah analisis
untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independent (bebas) terhadap satu
variable dependent (terikat). Model regresi linier berganda mengasumsikan bahwa
terdapat hubungan satu garis lurus/linier antara variabel terikat dengan masing-
masing variabel bebas. Hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas
biasanya disampaikan dalam rumus yaitu sebagai berikut:
Y = a+b1X1+……bnXn+e
Keterangan:
Y : Variabel Dependent (Terikat) X1,Xn : Variabel Independent (Bebas)
a : Konstanta e : Error
b : Koefisien regresi
Menurut Gujarati dalam Janie (2012), analisis regresi linier berganda
bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis. Model regresi linier juga
mengasumsikan empat hal atau yang dikenal dengan Uji Asumsi Klasik. Uji
asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi dalam
melakukan analisis regresi linier berganda, yaitu sebagai berikut:
1. Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Uji t dan F
mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika terjadi
pelanggaran asumsi ini, maka uji statistik tidak valid untuk sampel kecil atau
kurang dari 30 sampel.
2. Heteroskedastisitas
Cara pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan metode
grafik dan metode statistik. Metode grafik biasanya dilakukan dengan melihat
grafik normal p-p plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan
residualnya.
29
3. Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel
independen. Jika antar variabel independen terjadi multikolinieritas
sempurna, maka koefisien regresi variabel independen tidak dapat ditentukan
dan nilai standard error menjadi tak terhingga.
4. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu (residual) pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
2.2.7 Teori Analysis Hierarchy Process (AHP)
Menurut Gultom et al (2014), Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah
suatu metode analisa pengambilan keputusan berhirarki yang dibangun oleh
Prof. Thomas L. Saaty di University of Pittsburg pada tahun 1970. AHP pertama
kali diaplikasikan dalam perencanaan militer Amerika Serikat dalam menghadapi
berbagai kemungkinan (contingency planning). Setelah itu AHP digunakan dalam
pengembangan rencana transportasi di Sudan dan meluas di perusahaan Amerika
Serikat lainnya. Perusahaan besar di Amerika Serikat yang pernah menggunakan
AHP dalam kegiatan bisnisnya adalah IBM, General Motors, Xerox, Kodak, dan
Rockwell International.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada
langkah-langkah berikut:
1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan solusi yang tepat untuk
memecahkan permasalahan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria, sub kriteria dan alternatif pilihan strategi atau solusi yang
ingin dirangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
30
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lain yang
berada dibawahnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen didalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung bobot dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Langkah
ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen
pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
Langkah-langkah penggunaan AHP adalah sebagai berikut :
1. Tentukan tujuan (level 1), kriteria (level 2), alternatif masalah (level 3).
2. Tentukan peringkat kriteria untuk matriks alternatif yang dipilih
menurut tabel derajat kepentingan. Jika faktor dibandingkan dengan
dirinya sendiri, maka harus ”equally preferred” dengan nilai 1, yang
membuat seluruh nilai sepanjang diagonal matriks bernilai 1. Penilaian
skala perbandingan diisi berdasarkan tabel Intensitas Kepentingan (IK).
Tabel 2.1 Penilaian AHP (Analysis Hierarchy Process) Berdasarkan tabel IK.
IK Keterangan Penjelasan
1 Equally preferred Dua aktivitas memberikankontribusi sama terhadap tujuan.
2 Equally to moderately preferred Antara equally dan moderately.
3 Moderately preferred Pengalaman dan penilaianmemberikan nilai tidak jauhberbeda antara satu aktivitasterhadap aktivitas lainnya.
4 Moderately to strongly preferred Antara moderately dan strongly.
5 Strongly preferred Penilaian memberikan nilai kuatberbeda antara satu aktivitasterhadap aktivitas lainnya.
6 Strongly to very stronglypreferred
Antara strongly dan very strongly.
7 Very strongly preferred Satu aktivitas sangat lebih disukaidibandingkan aktivitas lainnya.
8 Very strongly to extremely preferred Antara very strongly dan extremely.
9 Extremely preferred Satu aktivitas menempati urutantertinggi dari aktivitas lainnya.
31
3. Sama dengan cara nomor 2, tentukan peringkat untuk masing-masing
matriks kriteria yang dipilih menurut tabel derajat kepentingan.
4. Kalikan matriks kriteria dengan matriks alternatif dari hasil perhitungan
nomor 2 dan nomor 3 untuk mendapatkan priority vector sehingga
mendapatkan keputusan yang terbaik.
5. Langkah nomor 5-8 digunakan untuk menghitung konsistensi, dimulai
dengan penentuan weighted sum vector dengan mengalikan row averages
dengan matriks awal.
6. Tentukan consistency vector dengan membagi weighted sum vector
dengan row averages.
7. Hitung Lambda dan Consistency Index:
CI =λ - n
n - 1
8. Hitung Consistency Ratio:
CR =CIRI
9. Hasil yang konsisten adalah CR atau inconsisten ≤ 0,10. Jika hasil
CR atau inconsisten > 0,10, maka matriks keputusan yang diambil harus
dievaluasi ulang.
Tabel 2.2 Random Indeks
N Random Indeks2 0,003 0,584 0,905 1,126 1,247 1,328 1,419 1,4510 1,49
di mana n adalah jumlah item dari sistem yangdan λ adalah rata-rata dari
Consistency
di mana RI adalah Random Index yang didapatkandari
32
2.3 Kerangka konseptual
Kopi di Provinsi Jawa Timur dihasilkan dari beberapa Kabupaten salah
satunya adalah Kabupaten Jember. Rata-rata produksi kopi rakyat di Kabupaten
Jember sebesar 7.192 Ton per tahun. Rata-rata share produksi kopi di Kabupaten
Jember sebesar 16,07% dan berada pada urutan ke tiga setelah Kabupaten Malang
dan Kabupaten Banyuwangi. Meskipun share produksi Kabupaten Jember berada
pada urutan ke tiga namun rata-rata pertumbuhan produksinya paling tinggi
sebesar 63,98%. Kopi di Kabupaten Jember merupakan komoditas unggulan
dikarenakan memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi dibandingkan kabupaten
lain yang menghasilkan kopi di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 – 2018.
Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah
Lereng Pegunungan Raung dan Agropuro. Wilayah Lereng Argopuro Kabupaten
Jember memiliki potensi perkebunan kopi dikarenakan memiliki rata-rata
pertumbuhan luas areal produksi kopi bernilai positif, sedangkan wilayah Lereng
Raung rata-rata pertumbuhannya negatif. Terdapat delapan Kecamatan yang
masuk dalam wilayah Lereng Agropuro dan memproduksi kopi yaitu Kecamatan
Sumberbaru, Kecamatan Tanggul, Kecamatan Bangsalsari, Kecamatan
Rambipuji, Kecamatan Panti, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Arjasa, dan
Kecamatan Jelbuk.
Luas areal produksi kopi rakyat di wilayah Lereng Argopuro Kabupaten
Jember paling besar adalah Kecamatan Panti. Kecamatan Panti memiliki rata-rata
share luas areal produksi kopi tertinggi sebesar 7,71% di wilayah Lereng
Argopuro, namun memiliki produktivitas yang rendah. Rata-rata produksi kopi di
Kecamatan Panti sebesar 2.399 Kw/tahun dan produktivitas sebesar 4,65 Kw/Ha,
sedangkan idealnya 8 – 14 Kw/Ha. Upaya meningkatkan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember dengan
menerapkan usahatani kopi sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP).
Sosialisasi Good Agriculture Practices (GAP) kopi di Kabupaten Jember
dilakukan sejak tahun 2014 oleh Kementerian Pertanian RI tetapi produktivitas
kopi rakyat masih rendah. sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP), faktor-faktor yang mempengaruhi
33
penerapan Good Agriculture Practices (GAP), serta strategi peningkatan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng
Agropuro Kabupaten Jember.
Pertama adalah melihat tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember. Berdasarkan
penelitian terdahulu Mulyono (2009), indikator Good Agriculture Practices
(GAP) kopi meliputi: (a) pengolahan tanah, (b) penaung, (c) pembibitan, (d)
penanaman, dan (e) pemeliharaan. Ada juga indikator lainnya dari komoditas
perkebunan lainnya yaitu teh yang dilakukan Zamroni (2015), meliputi: (a)
pembibitan, (b) bidang petik, (c) pengendalian gulma, (d) pemupukan, (e)
pengendalian hama penyakit, (f) pemangkasan, (g) panen, dan (h) pascapanen.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu Mulyono dan
Zamroni adalah indikator yang digunakan meliputi: (a) pemilihan lokasi, (b)
penyiapan lahan dan penaung, (c) sistem pengairan, (d) persiapan bibit, (e)
penanaman, (f) pemeliharaan, dan (g) panen serta pascapanen. Indikator yang ada
dalam penelitian ini tetapi tidak ada dalam penelitian terdahulu didapatkan dari
pedoman Good Agriculture Practices (GAP) kopi yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pertanian tahun 2014.
Kedua adalah melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Berdasarkan penelitian
terdahulu Hasono et al (2014), variabel yang signifikan mempengaruhi Good
Agriculture Practices (GAP) kopi meliputi: (a) tingkat pendidikan, (b) luas lahan,
(c) pengetahuan tentang GAP, dan (d) kepercayaan diri. Ada juga penelitian oleh
Tjitropranoto et al (2018) meliputi: (a) tanggungan keluarga, (b) tingkat manfaat
inovasi, (c) penyuluhan, (d) pola pemasaran, (e) akses informasi usahatani, (f)
ketersediaan tenaga kerja, dan (g) persepsi harga kopi. Sedangkan penelitian
tentang faktor-faktor terdapat juga pada komoditas perkebunan lainnya yaitu
menurut Chomei et al (2017) meliputi: (a) jumlah pekerja keluarga, (b) ukuran
kebun teh, (c) harga teh, (d) akses ke sistem irigasi, (e) rasio pendapatan teh, dan
(f) kehadiran pelatihan VietGAP.
34
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu Hasono et al (2014),
Tjitropranoto et al (2018), dan Chomei et al (2017) adalah variabel yang
digunakan yaitu meliputi: (a) umur, (b) tingkat pendidikan, (c) tanggungan
keluarga, (d) luas lahan, (e) intensitas kehadiran petani, (f) akses informasi
usahatani, dan (g) persepsi harga kopi. Terdapat indikator yang tidak signifikan
dimasukan yaitu (a) umur dan (b) intensitas kehadiran petani dalam variabel
penelitian dikarenakan variabel tersebut penting untuk diketahui.
Ketiga merumuskan strategi untuk meningkatkan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Menurut penelitian terdahulu
Pratiwi (2016) kriteria atau aspek penting dalam pengembangan komoditas kopi
meliputi: (a) budidaya, (b) pasca panen, (c) pemasaran, (d) kelembagaan, dan (e)
kebijakan. Sedangkan menurut penelitian Ilham (2018) aspek penting dalam
pengembangan kopi meliputi: (a) ekstensifikasi lahan, (b) perbaikan klon, (c)
pemupukan, (d) sanitasi, (e) pengendalian hama dan penyakit, (f) pengelolaan
pasca panen, (g) pemangkasan, dan (h) pengelolaan penaung.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Pratiwi (2016) adalah kriteria
pengembangan komoditas kopi. Kriteria yang digunakan untuk meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat meliputi: (a)
budidaya, (b) pasca panen, (c) pemasaran, (d) kelembagaan, dan (e) kebijakan.
Berdasarkan kriteria tersebut maka masing-masing kriteria memiliki alternatif
strategi masing-masing untuk meningkatkan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Kriteria ini relatif lebih representatif
digunakan guna mencermati strategi peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di dalam penelitian ini.
35
Gambar 2.1 Skema Kerangka Konseptual Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi
36
2.4 Hipotesis
1. Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di
Lereng Argopuro Kabupaten Jember pada kategori Cukup (Sedang).
2. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember adalah: (a) tingkat pendidikan, (b) pengalaman, (c)
tanggungan keluarga, (d) luas lahan, (e) akses informasi usahatani, dan (f)
persepsi harga kopi.
3. Strategi peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat yang utama adalah perbaikan teknik budidaya kopi.
37
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Menurut Sugiyono (2009), metode deskriptif digunakan untuk
meneliti status sekelompok manusia, objek, kelas peristiwa pada masa sekarang
untuk membuat deskripsi, gambaran dengan akurat mengenai fakta maupun sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Tujuan penelitian deskriptif
analitis untuk membuat deskripsi, gambaran, hubungan antar variabel, dan fakta
untuk mendapatkan kebenaran. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat. Metode analitis merupakan metode yang digunakan untuk
menguji hipotesis dan menginterpretasikan hasil analisis. Metode Analisis
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat dan strategi peningkatan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng
Argopuro Kabupaten Jember.
3.2 Populasi dan Sampel
Daerah penelitian yang akan digunakan untuk penelitian ditentukan secara
sengaja (Purposive Method). Penentuan daerah penelitian dilakukan secara
purposive yaitu suatu metode penentuan daerah penelitian secara sengaja
berdasarkan atas pertimbangan tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2009). Daerah
penelitian yang dipilih yaitu di Kecamatan Panti Lereng Argopuro Kabupaten
Jember. Dasar pertimbangan memilih Kecamatan Panti sebagai daerah penelitian
karena Kecamatan Panti memiliki rata-rata share (kontribusi) luas areal produksi
kopi terbesar ke dua setelah Kecamatan Silo dan rata-rata Share (kontribusi) luas
areal produksi kopi Kecamatan Panti terbesar dibandingkan dengan 7 kecamatan
lain diantaranya Kecamatan Sumberbaru, Kecamatan Tanggul, Kecamatan
Bangsalsari, Kecamatan Rambipuji, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Arjasa,
dan Kecamatan Jelbuk yang berada di Lereng Agropuro Kabupaten Jember.
38
Berdasarkan data sekunder (Data kelompok tani perkebunan Kabupaten
Jember tahun 2019) di Kecamatan Panti Kabupaten Jember didapatkan populasi
petani kopi sebanyak 813 orang. Selanjutnya perhitungan sampel yang akan
diambil dalam penelitian menggunakan aturan sepersepuluh dari jumlah populasi.
Aturan sepersepuluh tidak selalu dapat di pegang teguh, artinya jika populasi
terlampau besar maka sampelnya bisa jauh lebih kecil dari sepersepuluh, tetapi
jika populasi sedikit dapat mengambil sampel lebih dari 10% (Taniredja dan
Mustafidah, 2014). Populasi petani sebanyak 813 orang maka pengambilan
sampel sebesar 5% dari total populasi, didapatkan sampel sebesar 41 petani.
Proses pengambilan sampel menggunakan metode Probability sampling.
Probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang sama bagi setiap unsur anggota untuk dipilih. Teknik yang digunakan
yaitu Cluster sampling (Sampel berkelompok). Menurut Taniredja dan
Mustafidah (2014), Cluster sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan
bukan berdasarkan individu tetapi berdasarkan kelompok. Jumlah sampel sebesar
41 petani yang terbagi pada 8 kelompok tani, sehingga terdapat 8 kelompok atau
kelas dan masing-masing kelompok diambil 5 atau 6 petani kopi.
Gambar 3.1 Bagan Cluster sampling:
Penentuan informan untuk Analysis Hierarchy Process (AHP)
menggunakan purposive sampling. Teknik Purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu sesuai tujuan
39
penelitian (Sugiyono, 2014). Analisis AHP menggunakan informan expert yang
paham tentang Good Agriculture Practices (GAP) kopi yaitu Bu Novi Hardiani
dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten
Jember sebagai ketua perkebunan, Pak Djoko Sumarno dari Pusat penelitian Kopi
dan Kakao sebagai kepala kebun, dan Pak Mulyadi (Wahyu) dari Gabungan
Kelompok Tani sebagai ketua gapoktan.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Menurut Sugiyono (2014), sumber data dalam penelitian terdiri dari sumber data
primer dan sumber data sekunder. Data primer merupakan sumber data yang
didapatkan langsung oleh pengumpul data pada saat di lapang, sedangkan data
sekunder merupakan sumber data yang didapatkan secara tidak langsung atau
melalui perantara untuk mendapatkannya. Sumber data primer digunakan untuk
mencari informasi mengenai tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat. Data yang diperoleh pada penelitian ini sebagian
besar dilakukan melalui penyusunan daftar pertanyaan atau kuisioner dan
melakukan wawancara yang berhubungan dengan masalah penelitian untuk
memperoleh jenis data primer dan ditunjang oleh adanya data sekunder sebagai
pelengkap. Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi yaitu sebagai berikut:
1. Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
melakukan wawancara secara langsung kepada petani kopi atau informan
expert. Sebelum melakukan wawancara maka perlu menyiapkan kuesioner
yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Data yang didapatkan diantaranya
mengenai tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) oleh petani
pada usahatani kopi rakyat meliputi penyiapan lahan, sistem pengairan,
persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen serta
informasi PH tanah dan tekstur tanah dari informan expert, faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
40
usahatani kopi rakyat meliputi umur petani, tingkat pendidikan formal,
tanggungan keluarga, luas lahan, intensitas kehadiran petani, akses informasi
usahatani, dan persepsi harga kopi, dan terakhir merumuskan strategi
peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat di Kecamatan Panti Lereng Argopuro Kabupaten Jember berdasarkan
wawancara ke informan expert.
2. Observasi
Metode observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian.
Observasi untuk memperoleh atau melihat langsung penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) atau budidaya yang baik pada usahatani kopi
rakyat. Peneliti dapat mengerti dan memahami langsung bagian proses
budidaya kopi rakyat di Kecamatan Panti Lereng Argopuro Kabupaten
Jember serta untuk melihat suhu udara, ketinggian tempat, dan kemiringan
lahan budidaya kopi rakyat menggunakan aplikasi cuaca, timestamp, dan
clinometer.
3. Dokumentasi
Metode Dokumentasi yaitu sebagai bukti atau dokumen penting yang dapat
menguatkan penelitian. Dokumentasi didapatkan untuk mendapatkan bukti-
bukti yang nyata dan sebagai informasi pendukung. Pada rumusan masalah
pertama mengetahui tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
pada indikator penentuan lokasi menggunakan data dari BPS jember untuk
melihat curah hujan yang ada di Kecamatan Panti. Dokumentasi untuk
mengumpulkan data sekunder guna menjadi penguat dalam menyelesaikan
permasalahan Good Agriculture Practices (GAP) di Kecamatan Panti Lereng
Argopuro Kabupaten Jember.
3.4 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
1. Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah
implementasi budidaya kopi yang baik, benar, dan tepat mulai dari penentuan
lokasi dan penyiapan lahan sampai pasca panen kopi dalam menghasilkan
produk yang aman, bermutu baik, dan ramah lingkungan di Kecamatan Panti
41
Kabupaten Jember menggunakan skala pengukuran skor 1 (tidak baik), skor 2
(kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5 (sangat baik).
2. Produksi kopi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan atau menghasilkan
kopi melalui serangkaian proses dalam budidaya di Kecamatan Panti dengan
satuan Ton (ose kering).
3. Penentuan lokasi adalah pemilihan tempat budidaya kopi di Kecamatan panti
yang meliputi sub indikator curah hujan, suhu, PH, kemiringan, ketinggian,
dan tekstur tanah yang diukur menggunakan skala pengukuran skor 1 (tidak
baik), skor 2 (kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5
(sangat baik).
4. Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah di
Kecamatan Panti diukur menggunakan skala pengukuran skoring skala likert
skor 1: > 3.000 mm/th, skor 2: > 2.500 - 3.000 mm/th, skor 3: 1.250 - < 1.500
mm/th, skor 4: 1.500 - < 2.000 mm/th, dan skor 5: 2.000 - 2.500 mm/th.
5. Suhu udara adalah derajat panas atau dingin di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran likert skor 1: > 250C, skor 2: 150C, skor 3: >
150C - < 200C, skor 4: 200C, dan skor 5: 210C -240C.
6. PH tanah adalah derajat keasaman tanah di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: < 5,5 dan > 6,5; skor 2: 5,5; skor 3:
antara > 5,5 - < 6,0; skor 4: 6,0; dan skor 5; antara > 6,0 - 6,5.
7. Kemiringan lahan adalah tingkat kemiringan tanah di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala ukur skor 1: > 45%, skor 2: antara 40% - < 45%, skor 3:
antara 35% - < 40%, skor 4: antara 30% - < 35%, dan skor 5: antara 0 - <
30%.
8. Ketinggian tempat adalah ketinggian tempat di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: > 1.000 mdpl, skor 2: > 900 - < 1.000
mdpl, skor 3: > 800 - < 900 mdpl, skor 4: > 700 - < 800 mdpl, dan skor 5: 100
- 700 mdpl. Tekstur tanah adalah tingkat kehalusan tanah di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: berpasir, skor 2: liat berbatu >
15%, skor 3: liat berbatu 3 - 15%, skor 4: pasir berlempung, dan skor 5:
lempung.
42
9. Penaung adalah tanaman penaung kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: hortikultura, skor 3:
pohon buah-buahan, skor 4: pohon kayu-kayuan, dan skor 5: pohon produktif.
10. Umur penaung adalah usia tanaman penaung kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: 1 bulan, skor 3: 6
bulan, skor 4: 10-12 bulan, dan skor 5: > 1 tahun.
11. Lubang penanaman adalah luas lubang tanam kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm x 10 cm, skor 2: 30 cm x 30
cm, skor 3: 40 cm x 40 cm, skor 4: 50 cm x 50 cm, dan skor 5: 60 cm x 60 cm.
12. Kedalaman lubang adalah kedalaman lubang tanam kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm, skor 2: 30 cm, skor 3:
40 cm, skor 4: 50 cm, dan skor 5: 60 cm.
13. Jarak lubang adalah jarak antar lubang tanam kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: 1,0 m, skor 2: 2,0 m, skor 3: 2,0 - 2,5
m, skor 4: 2,5 m, dan skor 5: > 2,5 m x 2,5 m.
14. Jarak barisan adalah jarak barisan tanaman kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: 1,0 m, skor 2: 1,5 m - 2,0 m, skor 3:
2,0 m, skor 4: 2,0 m-2,5 m, dan skor 5: 2,5 m–3,0 m.
15. Pembuatan rorak adalah pembuatan lubang buntu di kebun kopi Kecamatan
Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: sejajar
dengan lereng, skor 3: memanjang, skor 4: dekat tanaman, dan skor 5:
memotong lereng.
16. Ukuran rorak adalah kedalaman lubang buntu di kebun kopi di Kecamatan
Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: 100 cm
x 50 cm x 50 cm, skor 3: 100 cm x 30 cm x 30 cm, skor 4: 100 cm x 40 cm x
40 cm, dan skor 5: 120 cm x 40 cm x 40 cm.
17. Jarak rorak adalah jarak lubang buntu dengan tanaman kopi di kebun kopi
Kecamatan Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm x 10
cm, skor 2: 30 cm x 30 cm dari tanaman, skor 3: 40 cm x 40 cm dari tanaman,
skor 4: 50 cm x 50 cm dari tanaman, dan skor 5: 40 cm x 60 cm dari tanaman.
43
18. Umur bibit adalah usia bibit kopi di Kecamatan Panti diukur menggunakan
skala pengukuran skor 1: 1 bulan, skor 2: 3 bulan, skor 3: 6 bulan, skor 4: 8
bulan, dan skor 5: 10-12 bulan.
19. Jumlah kebutuhan bibit adalah jumlah ketersediaan bibit kopi di Kecamatan
Panti diukur menggunakan pengukuran skor 1: < 1.500 bibit, skor 2: 1.500
bibit, skor 3: 2.500 bibit, skor 4: 2.500 - 3.000 bibit, dan skor 5: > 3.000 bibit.
20. Pembuatan bedengan adalah tempat pembenihan kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 50 x 50 cm, skor 2: 60 x 60
cm, skor 3: 90 x 120 cm, skor 4: 100 x 160 cm, dan skor 5: 120 x 180 cm.
21. Jarak dan kedalaman benih adalah ukuran tanam pembibitan kopi di
Kecamatan Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 3 cm (3 x 3),
skor 2: 4 cm (3 x 4), skor 3: 5 cm (3 x 4), skor 4: 5 cm (4 x 4), dan skor 5: 5
cm (3 x 5).
22. Penyiraman adalah kegiatan menyiram tanaman kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: seminggu sekali, skor 2: 4 hari
sekali, skor 3: 3 hari sekali, skor 4: 2 hari sekali, dan skor 5: setiap hari.
23. Lubang penanaman adalah jarak lubang tanam kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 30 x 30 x 40 cm, skor 2: 50 x
50 x 40 cm, skor 3: 60 x 60 x 30 cm, skor 4: 60 x 60 x 50 cm, dan skor 5: 60 x
60 x 40 cm.
24. Waktu penanaman bibit adalah waktu penanaman kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: akhir penghujan, skor 2:
sepertiga penghujan, skor 3: pertengahan penghujan, skor 4: air banyak, dan
skor 5: awal penghujan.
25. Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman kopi yang mati di Kecamatan
Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: 2
minggu, skor 3: 12 hari, skor 4: 10 hari, dan skor 5: seminggu.
26. Penyiraman adalah kegiatan menyiram tanaman kopi di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 1 bulan sekali, skor 2: 2
minggu sekali, skor 3: seminggu, skor 4: seminggu dua kali, dan skor 5:
melihat kelembapan.
44
27. Pemupukan awal adalah pemberian pupuk setelah menanam kopi di
Kecamatan Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: umur 5 minggu, skor 3: umur 4 minggu, skor 4: umur 3 minggu, dan
skor 5: umur 2 minggu.
28. Pemupukan susulan adalah pemberian pupuk pada tanam kopi di Kecamatan
Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: 2 tahun
sekali, skor 3: setahun 1 kali, skor 4: setahun 3 kali, dan skor 5: setahun 2 kali.
29. Pemangkasan adalah kegiatan mengurangi cabang tanaman kopi di Kecamatan
Panti diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2: panen,
skor 3: bentuk, skor 4: produksi, dan skor 5: bentuk dan produksi.
30. Pengendalian OPT adalah pengendalian organisme pengganggu tanaman kopi
di Kecamatan Panti diukur menggunakan skala skor 1: tidak ada, skor 2:
biologis, skor 3: manual, skor 4: kimiawa, dan skor 5: manual dan kimiawi.
31. Kriteria buah adalah ciri buah kopi yang masak di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: hijau, skor 2: kuning tidak merata,
skor 3: kekuningan, skor 4: kuning kemerahan, dan skor 5: merah.
32. Pemetikan adalah kegiatan memetik buah kopi di Kecamatan Panti diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1: hijau, skor 2: kekuningan, skor 3:
kuning kemerahan, skor 4: merah dan kuning kemerahan, dan skor 5: merah.
33. Pengolahan adalah pengolahan buah kopi setelah panen di Kecamatan Panti
diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: disimpan, skor 2: langsung
dijual, skor 3: kering, skor 4: semi basah, dan skor 5: basah.
34. Penyiapan lahan adalah kegiatan menyiapkan lahan untuk budidaya kopi di
Kecamatan panti yang meliputi sub indikator penaung, umur penaung, lubang
penanaman, kedalaman lubang, jarak lubang, dan antar barisan yang diukur
menggunakan skala pengukuran skor 1 (tidak baik), skor 2 (kurang baik), skor
3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5 (sangat baik).
35. Sistem pengairan atau rorak adalah lubang buntu yang dibuat dekat tanaman
kopi guna menampung air di Kecamatan panti meliputi indikator pembuatan,
ukuran, dan jarak rorak yang diukur menggunakan skor 1 (tidak baik), skor 2
(kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5 (sangat baik).
45
36. Persiapan bibit adalah kegiatan mengadakan bibit kopi sebelum penanaman
kopi di Kecamatan panti yang meliputi sub indikator umur bibit, jumlah bibit,
pembuatan bedengan, jarak dan kedalaman, serta penyiraman diukur
menggunakan skor 1 (tidak baik), skor 2 (kurang baik), skor 3 (cukup baik),
skor 4 (baik), dan skor 5 (sangat baik).
37. Penanaman adalah kegiatan pemindahan bibit kopi dari persemaian ke lahan
pertanaman di Kecamatan Panti yang meliputi sub indikator lubang
penanaman dan waktu penanaman diukur menggunakan skor 1 (tidak baik),
skor 2 (kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5 (sangat
baik).
38. Pemeliharaan adalah suatu tindakan menjaga tanaman kopi agar tumbuh dan
berkembang dengan baik di Kecamatan panti yang meliputi sub indikator
penyulaman, penyiraman, pemupukan awal, pemupukan susulan,
pemangkasan, dan pengendalian OPT diukur menggunakan skor 1 (tidak
baik), skor 2 (kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik), dan skor 5
(sangat baik).
39. Panen dan pasca panen adalah kegiatan pemetikan kopi dan pengolahan buah
kopi sampai menjadi biji kopi ose kering di Kecamatan Panti yang meliputi
sub indikator kriteria buah, pemetikan, dan pengolahan diukur menggunakan
skor 1 (tidak baik), skor 2 (kurang baik), skor 3 (cukup baik), skor 4 (baik),
dan skor 5 (sangat baik).
40. Umur petani merupakan usia petani kopi di Kecamatan Panti yang diukur
dalam satuan tahun.
41. Tingkat pendidikan formal petani adalah pendidikan yang ditempuh secara
formal oleh petani kopi di Kecamatan Panti yaitu SD (6 tahun), SMP (9
tahun),SMA (12 tahun), sampai Pendidikan Tinggi diukur dalam satuan tahun.
42. Tanggungan keluarga merupakan jumlah orang yang ditanggung oleh anggota
keluarga yang memiliki penghasilan di Kecamatan Panti dan diukur dalam
satuan jiwa yang dipersentasekan (Jumlah orang yang ditanggung dibagi
jumlah anggota keluarga dikali 100).
46
43. Luas lahan milik sendiri adalah luas areal bidang tanah milik petani yang
ditanami tanaman kopi di Kecamatan Panti yang diukur dalam satuan Ha.
44. Luas lahan bagi hasil adalah luas areal tanah untuk hak guna usaha dari
perhutani dan ada uang yang harus dibayarkan kepada perhutani di Kecamatan
Panti dan diukur dalam satuan Ha.
45. Intensitas kehadiran petani adalah keaktifan petani dalam kegiatan di
kelompok tani kopi di Kecamatan Panti yang diukur dalam satuan
jumlah/tahun.
46. Akses informasi usahatani merupakan upaya mendapatkan informasi terkait
usahatani kopi di Kecamatan Panti dan diukur menggunakan penilaian skor 1
(tidak ada akses informasi), skor 2 (sulit mengakses informasi), skor 3 (cukup
sulit mengakses informasi), skor 4 (mudah mengakses informasi), dan skor 5
(sangat mudah mengakses informasi).
47. Persepsi harga kopi adalah pendapat tentang harga jual kopi baik dalam
bentuk gelondong basah maupun ose dan diukur menggunakan penilaian skor
1 (persepsi harga kopi murah), skor 2 (persepsi harga kopi agak murah), skor 3
(persepsi harga kopi cukup atau sedang), skor 4 (persepsi harga kopi mahal),
dan skor 5 (persepsi harga kopi sangat mahal).
3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis3.5.1 Analisis skoring tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada
usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember
Pengujian rumusan masalah pertama yaitu mengenai tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng Argopuro
Kabupaten Jember dihitung menggunakan konsep skoring skala Likert. Data
dalam perhitungan ini merupakan data yang didapatkan dari hasil wawancara
langsung kepada petani kopi di Kecamatan Panti dan data sekunder dari Badan
Pusat Statistik (BPS) serta penggunaan aplikasi dengan bantuan pertanyaan atau
daftar komponen faktor-faktor pada kuesioner yang disusun. Komponen indikator
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi berdasarkan pedoman
budidaya yang baik (Good Agriculture Practices) usahatani kopi dari
47
Kementerian Pertanian (2014). Indikator nantinya akan diuraikan kedalam
beberapa sub indikator tertentu, dimana nilai maksimum dari setiap indikator
adalah 5 dan nilai terendah adalah 1. Nilai 5 diberikan jika komponen yang
diterapkan sangat sesuai dengan anjuran, nilai 4 untuk sesuai dengan anjuran,
nilai 3 bila cukup sesuai dengan anjuran, nilai 2 bila kurang sesuai dengan
anjuran, dan sedangkan nilai 1 diberikan jika komponen tidak dilakukan. Berikut
disajikan tabel mengenai indikator Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat beserta bobot nilainya yaitu:
Tabel 3.1 Daftar Indikator Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Beserta Bobot Nilainya.
No Indikator Bobot1 Faktor penentu lokasi
1.1 Curah hujan antara 1.250 – 2.500 mm/th 1 - 51.2 Suhu udara antara 210C – 240C 1 - 51.3 Rata-rata PH tanah antara 5,5 - 6,5 1 - 51.4 Kemiringan tanah < 30% 1 - 51.5 Ketinggian tempat 100 - 700 mdpl 1 - 51.6 Tekstur tanah Lempung 1 - 5
2 Penyiapan lahan2.1 Tamanam pohon produktif dan kayu-kayuan 1 - 52.2 Tinggi penaung berumur > 1 tahun 1 - 52.3 Lubang penanaman 60 x 60 cm 1 - 52.4 Kedalaman lubang 60 cm 1 - 52.5 Jarak lubang tanam > 2,5 x 2,5 meter 1 - 52.6 Jarak antar barisan 2,5 – 3,0 meter 1 - 5
3 Sistem pengairan (Rorak)3.1 Pembuatan rorak memotong lereng 1 - 53.2 Ukuran rorak yaitu 120 cm x 40 cm x 40 cm 1 - 53.3 Jarak rorak 40 x 60 cm dari tanaman 1 - 5
4 Persiapan bibit4.1 Umur bibit 10 – 12 bulan 1 - 54.2 Jumlah bibit per HA yaitu > 3000 bibit 1 - 54.3 Pembuatan bedengan 120 x 180 cm 1 - 54.4 Jarak dan kedalaman benih 5 cm (3 x 5) 1 - 54.5 Penyiraman benih setiap hari 1 - 5
5 Penanaman5.1 Lubang tanam berukuran 60 x 60 x 40 cm 1 - 55.2 Waktu penanaman awal musim penghujan 1 - 5
48
Lanjutan Tabel 3.1
No Indikator Bobot6 Pemeliharaan tanaman
6.1 Penyulaman 1 minggu setelah tanam 1 - 56.2 Penyiraman dengan melihat kelembapan 1 - 56.3 Pemupukan awal umur 2 minggu 1 - 56.4 Pemupukan susulan setahun 2 kali 1 - 56.5 Pemangkasan bentuk dan produksi 1 - 56.6 Pengamatan OPT secara manual dan kimiawi 1 - 5
7 Panen dan Pasca Panen7.1 Kriteria buah yaitu merah 1 - 57.2 Cara petik buah yaitu petik merah 1 - 57.3 Teknik pengolahan kering 1 - 5
Keterangan : lampiran I (Halaman 143)
1. Indikator penentuan lokasi adalah pemilihan tempat budidaya kopi di
Kecamatan panti yang meliputi sub indikator curah hujan, suhu, PH,
kemiringan, ketinggian, dan tekstur tanah.
a. Curah hujan diukur menggunakan skala pengukuran skoring skala likert
skor 1: > 3.000 mm/th, skor 2: > 2.500 - 3.000 mm/th, skor 3: 1.250 - <
1.500 mm/th, skor 4: 1.500 - < 2.000 mm/th, dan skor 5: 2.000 - 2.500
mm/th. Curah hujan bersumber dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten
Jember.
b. Suhu udara diukur menggunakan skala pengukuran likert skor 1: > 250C,
skor 2: 150C, skor 3: > 150C - < 200C, skor 4: 200C, dan skor 5: 210C -
240C. Suhu udara diperoleh dengan menggunakan aplikasi cuaca pada
smartphone.
c. PH tanah diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: < 5,5 dan > 6,5;
skor 2: 5,5; skor 3: antara > 5,5 - < 6,0; skor 4: 6,0; dan skor 5; antara >
6,0 - 6,5. Bersumber dari keterangan ahli yaitu pak Djoko Sumarno dari
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia bagian kepala kebun
d. Kemiringan lahan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: > 45%,
skor 2: antara 40% - < 45%, skor 3: antara 35% - < 40%, skor 4: antara
30% - < 35%, dan skor 5: antara 0 - < 30%. Kemiringan lahan diperoleh
menggunakan aplikasi Clinometer yang ada di smartphone
49
e. Ketinggian tempat diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: > 1.000
mdpl, skor 2: > 900 - < 1.000 mdpl, skor 3: > 800 - < 900 mdpl, skor 4: >
700 - < 800 mdpl, dan skor 5: 100 - 700 mdpl. Diperoleh dengan
menggunakan aplikasi Timestamp Camera yang ada di smartphone
f. Tekstur tanah diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: berpasir,
skor 2: liat berbatu > 15%, skor 3: liat berbatu 3 - 15%, skor 4: pasir
berlempung, dan skor 5: lempung. Bersumber dari keterangan ahli yaitu
pak Djoko Sumarno dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
bagian kepala kebun
2. Indikator penyiapan lahan adalah kegiatan menyiapkan lahan untuk budidaya
kopi di Kecamatan panti yang meliputi sub indikator penaung, umur penaung,
lubang penanaman, kedalaman lubang, jarak lubang, dan antar barisan.
a. Penaung diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor 2:
hortikultura, skor 3: pohon buah-buahan, skor 4: pohon kayu-kayuan, dan
skor 5: pohon produktif.
b. Umur penaung diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: 1 bulan, skor 3: 6 bulan, skor 4: 10-12 bulan, dan skor 5: > 1 tahun.
c. Lubang penanaman diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm
x 10 cm, skor 2: 30 cm x 30 cm, skor 3: 40 cm x 40 cm, skor 4: 50 cm x 50
cm, dan skor 5: 60 cm x 60 cm.
d. Kedalaman lubang diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm,
skor 2: 30 cm, skor 3: 40 cm, skor 4: 50 cm, dan skor 5: 60 cm.
e. Jarak lubang diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 1,0 m, skor 2:
2,0 m, skor 3: 2,0 - 2,5 m, skor 4: 2,5 m, dan skor 5: > 2,5 m x 2,5 m.
f. Jarak barisan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 1,0 m, skor 2:
1,5 m - 2,0 m, skor 3: 2,0 m, skor 4: 2,0 m-2,5 m, dan skor 5: 2,5 m–3,0 m.
3. Indikator sistem pengairan adalah lubang buntu yang dibuat di dekat tanaman
kopi untuk menampung air di Kecamatan panti yang meliputi sub indikator
pembuatan rorak, ukuran rorak, dan jarak rorak.
50
a. Pembuatan rorak diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: sejajar dengan lereng, skor 3: memanjang, skor 4: dekat tanaman,
dan skor 5: memotong lereng.
b. Ukuran rorak diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: 100 cm x 50 cm x 50 cm, skor 3: 100 cm x 30 cm x 30 cm, skor 4:
100 cm x 40 cm x 40 cm, dan skor 5: 120 cm x 40 cm x 40 cm.
c. Jarak rorak diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 10 cm x 10 cm,
skor 2: 30 cm x 30 cm dari tanaman, skor 3: 40 cm x 40 cm dari tanaman,
skor 4: 50 cm x 50 cm dari tanaman, dan skor 5: 40 cm x 60 cm dari
tanaman.
4. Indikator persiapan bibit adalah kegiatan mengadakan bibit kopi sebelum
penanaman kopi di Kecamatan panti yang meliputi sub indikator umur bibit,
jumlah bibit, pembuatan bedengan, jarak dan kedalaman, serta penyiraman.
a. Umur bibit diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 1 bulan, skor 2:
3 bulan, skor 3: 6 bulan, skor 4: 8 bulan, dan skor 5: 10-12 bulan.
b. Jumlah kebutuhan bibit diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: <
1.500 bibit, skor 2: 1.500 bibit, skor 3: 2.500 bibit, skor 4: 2.500 - 3.000
bibit, dan skor 5: > 3.000 bibit.
c. Pembuatan bedengan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 50 x
50 cm, skor 2: 60 x 60 cm, skor 3: 90 x 120 cm, skor 4: 100 x 160 cm, dan
skor 5: 120 x 180 cm.
d. Jarak dan kedalaman benih diukur menggunakan skala pengukuran skor 1:
3 cm (3 x 3), skor 2: 4 cm (3 x 4), skor 3: 5 cm (3 x 4), skor 4: 5 cm (4 x
4), dan skor 5: 5 cm (3 x 5).
e. Penyiraman diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: seminggu
sekali, skor 2: 4 hari sekali, skor 3: 3 hari sekali, skor 4: 2 hari sekali, dan
skor 5: setiap hari.
5. Indikator penanaman adalah kegiatan pemindahan bibit kopi dari persemaian
ke lahan pertanaman di Kecamatan Panti yang meliputi sub indikator lubang
penanaman dan waktu penanaman.
51
a. Lubang penanaman diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 30 x 30
x 40 cm, skor 2: 50 x 50 x 40 cm, skor 3: 60 x 60 x 30 cm, skor 4: 60 x 60
x 50 cm, dan skor 5: 60 x 60 x 40 cm.
b. Waktu penanaman bibit diukur menggunakan skala pengukuran skor 1:
akhir penghujan, skor 2: sepertiga penghujan, skor 3: pertengahan
penghujan, skor 4: air banyak, dan skor 5: awal penghujan.
6. Indikator pemeliharaan adalah suatu tindakan menjaga tanaman kopi agar
tumbuh dan berkembang dengan baik di Kecamatan panti yang meliputi sub
indikator penyulaman, penyiraman, pemupukan awal, pemupukan susulan,
pemangkasan, dan pengendalian OPT.
a. Penyulaman diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada, skor
2: 2 minggu, skor 3: 12 hari, skor 4: 10 hari, dan skor 5: seminggu.
b. Penyiraman diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: 1 bulan sekali,
skor 2: 2 minggu sekali, skor 3: seminggu, skor 4: seminggu dua kali, dan
skor 5: melihat kelembapan.
c. Pemupukan awal diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: umur 5 minggu, skor 3: umur 4 minggu, skor 4: umur 3 minggu,
dan skor 5: umur 2 minggu.
d. Pemupukan susulan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak
ada, skor 2: 2 tahun sekali, skor 3: setahun 1 kali, skor 4: setahun 3 kali,
dan skor 5: setahun 2 kali.
e. Pemangkasan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak ada,
skor 2: panen, skor 3: bentuk, skor 4: produksi, dan skor 5: bentuk dan
produksi.
f. Pengendalian OPT diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: tidak
ada, skor 2: biologis, skor 3: manual, skor 4: kimiawa, dan skor 5: manual
dan kimiawi.
7. Indikator panen dan pasca panen adalah kegiatan pemetikan kopi dan
pengolahan buah kopi sampai menjadi biji kopi ose kering di Kecamatan Panti
yang meliputi sub indikator kriteria buah, pemetikan, dan pengolahan.
52
a. Kriteria buah diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: hijau, skor 2:
kuning tidak merata, skor 3: kekuningan, skor 4: kuning kemerahan, dan
skor 5: merah.
b. Pemetikan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: hijau, skor 2:
kekuningan, skor 3: kuning kemerahan, skor 4: merah dan kuning
kemerahan, dan skor 5: merah.
c. Pengolahan diukur menggunakan skala pengukuran skor 1: disimpan, skor
2: langsung dijual, skor 3: kering, skor 4: semi basah, dan skor 5: basah.
Perhitungan tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Lereng Argopuro Kabupaten Jember
dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari masing-masing faktor. Cara
penghitungan presentase (%) tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat yaitu:
Penerapan =Bobot aktual
X 100%Bobot maksimum
Keterangan:
Bobot aktual : Penjumlahan bobot dari setiap faktor penerapan GAP
Bobot maksimum : Penjumlahan bobot total penerapan GAP
Selanjutnya tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat diklasifikasi ke dalam 5 kelompok atau golongan yaitu tidak
baik, agak baik, cukup/ sedang, baik, dan sangat baik. Masing-masing yaitu
tingkat kesesuian penerapan sangat tinggi sama dengan sangat baik, tingkat
kesesuian penerapan tinggi sama dengan baik, tingkat kesesuian penerapan sedang
sama dengan cukup/ sedang, tingkat kesesuian penerapan rendah sama dengan
agak baik, dan tingkat kesesuian penerapan sangat rendah sama dengan tidak baik.
Pengelompokan dilakukan berdasarkan kelas interval dari hasil perhitungan.
Perhitungan dan pembagian kelas interval sebagai berikut:
Interval = Nilai maksimum – Nilai minimum
Jumlah interval kelas
Interval = 155 - 315
Interval = 24,80
53
Kriteria pengambilan keputusan pembagian kelas tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebagai berikut:
Tingkat penerapan sangat baik : Nilai interval 130,24 – 155,00
Tingkat penerapan baik : Nilai interval 105,43 – 130,23
Tingkat penerapan cukup (sedang) : Nilai interval 80,62 – 105,42
Tingkat penerapan kurang baik : Nilai interval 55,81 – 80,61
Tingkat penerapan tidak baik : Nilai interval 31,00 – 55,80
3.5.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng ArgopuroKabupaten Jember
Pengujian hipotesis yang kedua mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda. Menurut
Siregar (2009), regresi linier berganda yaitu, bentuk hubungan atau pengaruh dari
dua atau lebih variabel (variabel X dan Y). Berikut formulasi matematis regresi
linier berganda untuk menjawab faktor- sebagai berikut
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7
Keterangan:
Y = Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi (Skor)
a = Konstanta
b1–b6 = Koefisien regresi
X1 = Umur (Tahun)
X2 = Tingkat Pendidikan (Tahun)
X3 = Tanggungan keluarga (%)
X4 = Luas lahan (Ha)
X5 = Intensitas kehadiran petani (jumlah/tahun)
X6 = Akses Informasi usahatani (1=Tidak ada, 2=sulit, 3=cukup sulit,
4=mudah, 5=sangat mudah)
X7 = Persepsi harga kopi (1=Murah, 2=agak murah, 3=cukup murah,
4=mahal, 5=sangat mahal)
54
Kriteria pengambilan keputusan adalah dengan uji F dan uji T: Uji F
bertujuan untuk melihat pengaruh secara simultan (seluruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat). Uji F dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Nilai Probabilitas F lebih
kecil dari taraf nyata 0,05 maka H1 diterima artinya variabel bebas secara
bersama-sama mempengaruhi variabel tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat, jika nilai Probabilitas F lebih besar dari
taraf nyata 0,05 maka H1 ditolak artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat.
Uji t bertujuan untuk melihat pengaruh tiap-tiap variabel bebas secara
parsial atau individu terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan t hitung
kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel. Menurut Siregar (2009), Jika t hitung
lebih besar dari t tabel berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel bebas
tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat, jika t hitung lebih kecil
dari t tabel berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variabel bebas secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
3.5.3 Analysis Hierarchy Process (AHP) strategi peningkatan penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng ArgopuroKabupaten Jember
Pengujian hipotesis ketiga menggunakan Metode Analysis Hierarchy
Process (AHP) dengan tujuan untuk mengetahui alternatif strategi untuk
meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember. Metode Analysis Hierarchy
Process (AHP) adalah model pengambilan keputusan yang komprehensif dengan
memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. AHP digunakan
juga untuk keputusan dengan banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya
dan penentuan prioritas dari alternatif strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam
55
situasi konflik. Metode AHP dapat membantu dalam menyusun suatu prioritas
maupun tujuan dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria. AHP
digunakan dalam pengambilan keputusan secara bertingkat dengan
membandingkan berbagai alternatif-alternatif untuk upaya peningkatan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat (Saaty, 2008).
Penentuan alternatif-alternatif strategi yang akan digunakan dalam analisis
hierarki proses didapatkan dari hasil wawancara dengan informan menggunakan
kuesioner. Keputusan yang diambil harus tetap untuk peningkatan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat menjadi lebih baik.
Menurut Saaty (2008) untuk membuat keputusan secara terorganisir untuk
menghasilkan prioritas, kita perlu menguraikannya keputusan menjadi langkah-
langkah berikut:
1. Mendefinisikan masalah yaitu mencari alternatif strategi peningkatan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi dari beberapa aspek yaitu
budidaya, pasca panen, pemasaran, kelembagaan, dan kebijakan.
2. Struktur hierarki keputusan dari atas dengan tujuan keputusan untuk
peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi, lalu tingkat
menengah (kriteria yang bergantung pada elemen berikutnya) ke tingkat
terendah (alternatif strategi peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) kopi).
3. Bangun satu set matriks perbandingan berpasangan. Setiap elemen dibagian
atas digunakan untuk membandingkan elemen-elemen dilevel bawahnya.
4. Gunakan prioritas yang diperoleh dari perbandingan untuk menimbang
prioritas ke dalam level. Lakukan ini untuk setiap elemen. Lanjutkan proses
penimbangan dan penambahan ini sampai prioritas akhir alternatif.
Bagan pengambilan keputusan Analysis Hierarchy Process (AHP),
bertujuan merumuskan strategi peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat dengan lima kriteria yaitu budidaya, pasca
panen, pemasaran, kelembagaan, dan kebijakan. Berikut gambar bagan Analysis
Hierarchy Process (AHP) untuk merumuskan strategi peningkatan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat yaitu:
56
Gambar 3.2 Bagan Analysis Hierarchy Process (AHP) GAP Kopi Rakyat
57
Beberapa alternatif strategi dalam upaya merumuskan strategi
peningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
pada masing-masing kriteria budidaya, pasca panen, pemasaran, kelembagaan,
dan kebijakan sebagai berikut:
1. Menurut Ilham (2018) beberapa alternatif strategi pada kriteria budidaya yaitu
pemeliharaan kebun, pemupukan, dan pelatihan GAP (meliputi perbaikan
klon, pengelolaan naungan, pengairan, pengendalian hama penyakit,
pemangkasan, dan pasca panen).
2. Menurut Tanjung et al (2016) beberapa alternatif strategi pada kriteria pasca
panen diantaranya pembinaan perbaikan mutu produk dan tampilan produk
serta olahannya.
3. Menurut Rahmah (2014) alternatif strategi kriteria pemasaran yaitu melakukan
pembinaan promosi produk dan informasi produk.
4. Menurut Saputri (2012) strategi pada kriteria kelembagaan diantaranya
melakukan pendekatan partisipatif dan kerjasama dengan dinas pertanian dan
penyuluh.
5. Terakhir menurut Ariswandi (2009) beberapa alternatif strategi dalam kriteria
kebijakan diantaranya yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)
supaya mampu bersaing dalam perekonomian, pengembangan pemasaran, dan
penumbuhan minat pengusaha dalam dan luar daerah agar melakukan
investasi dibidang industri kopi olahan.
Menurut Saaty (2008), dalam menetapkan prioritas elemen Analysis
Hierarchy Process (AHP) dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan
membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu setiap elemen
dibandingakan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Bentuk
perbandingan berpasangan adalah matriks. Pengisian matriks banding
berpasangan tersebut, menggunakan bilangan yang menggambarkan relatif
pentingnya suatu elemen diatas yang lainnya. Skala mendefinisikan nilai 1 sampai
dengan 9 sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang
sejenis di setiap tingkat hierarki terhadap suatu kriteria yang diatasnya. Skala
banding berpasangan digunakan dalam penyusunan Analysis Hierarchy Process
58
(AHP) untuk menentukan susunan prioritas alternatif peningkatan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Tabel skala banding
berpasangan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Skala Banding Berpasangan
Nilai Definisi Keterangan1 Sama Penting Misal A dan B sama pentingnya3 Sedikit lebih penting Misal A sedikit lebih penting dari B5 Agak lebih penting Misal A agak lebih penting dari B7 Jauh lebih penting Misal A jauh lebih penting dari B9 Mutlak lebih penting Misal A mutlak lebih penting dari B
2,4,6, dan 8 Nilai antara Jika ragu-ragu menentukan nilai
Sumber: Saaty 2008Semua pertimbangan secara numerik, validitasnya dievaluasi dengan suatu
uji konsistensi. Urutan skala prioritas tersebut sesuai dengan bobot dari masing-
masing alternatif dan kriteria serta besarnya konsistensi gabungan hasil running,
apabila besarnya rasio konsisten tersebut kurang dari sama dengan 0,10 maka
keputusan yang diambil oleh para responden untuk menentukan skala prioritas
cukup konsisten, artinya bahwa skala prioritas tersebut dapat diimplementasikan
sebagai kebijakan untuk mencapai sasaran.
Uji validitas adalah suatu skala pengukuran dengan melihat data yang
terkumpul dan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Halin,
2018). Bila skala pengukuran tidak valid maka tidak bermanfaat bagi peneliti
karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Secara
konseptual dibedakan 3 jenis validitas yaitu: validitas isi (content validity),
validitas yang berkaitan dengan kriteria (criterion-related validity), dan validitas
konstruk (construct validity). Penelitian ini menggunakan validitas konstruk.
Validitas konstruk adalah validitas yang mengukur seberapa jauh kebenaran item-
item untuk mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur.
Uji reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor
(skala pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas karena yang pertama
memusatkan perhatian pada masalah konsistensi, sedangkan kedua lebih
memperhatikan masalah ketepatan.
59
3.6 Kerangka Pemecahan Masalah
Permasalahan usahatani kopi rakyat yang ada di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember adalah bahwa Kecamatan Panti memiliki share luas areal
produksi kopi tertinggi di Lereng Argopuro. Kecamatan Panti memiliki share luas
areal produksi kopi rakyat tertinggi jika dibandingkan dengan Kecamatan
Sumberbaru, Kecamatan Tanggul, Kecamatan Bangsalsari, Kecamatan
Rambipuji, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Arjasa, dan Kecamatan Jelbuk
yang sama-sama di Lereng Argopuro. Kecamatan Panti mempunyai rata-rata
produktivitas kopi rakyat yang rendah sebesar 4,65 kw/ Ha. Menurut Rakasiwi
(2018) produksi kopi robusta yang ideal dalam 1 hektar lahan menghasilkan 8 –
14 Kwintal, sehingga upaya meningkatkan usahatani kopi rakyat yaitu dengan
menerapkan usahatani kopi sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP).
Sosialisasi Good Agriculture Practices (GAP) kopi di Kabupaten Jember sudah
dilaksanakan pada tahun 2014 namun produktivitas kopi di Kecamatan Panti
masih rendah.
Langkah pertama yaitu membuktikan bahwa Kecamatan Panti menerapkan
usahatani kopi rakyat sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP) dengan
melihat tingkat penerapan budidaya kopinya. Selanjutnya mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat yang dilakukan petani kopi di Kecamatan Panti Lereng
Argopuro Kabupaten Jember. Kemudian setelah mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat maka merumuskan strategi untuk meningkatkan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat di Kecamatan Panti dibandingkan dengan pedoman Good Agriculture
Practices (GAP). Setiap indikator dalam pedoman Good Agriculture Practices
(GAP) ditanyakan ke petani kopi dan akan dinilai menggunakan skoring skala
likert. Nilai 5 diberikan jika komponen yang diterapkan sangat sesuai dengan
anjuran, nilai 4 untuk sesuai dengan anjuran, nilai 3 bila cukup sesuai dengan
anjuran, nilai 2 bila kurang sesuai dengan anjuran, dan sedangkan nilai 1
60
diberikan jika komponen tidak dilakukan. Pengambilan keputusan untuk tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi di Kecamatan Panti yaitu
sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan tidak baik. Hipotesisnya adalah bahwa
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
kategori cukup atau sedang.
Setelah mengetahui tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat maka selanjutnya menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat. Tujuannya untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Faktor yang signifikan berpengaruh yaitu
tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan, akses informasi usahatani,
dan persepsi harga kopi. Ditambah faktor yang tidak signifikan berpengaruh yaitu
umur dan intensitas kehadiran petani dikarenakan juga penting untuk diketahui.
Faktor tersebut mestinya memiliki pengaruh baik positif maupun negatif terhadap
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Jadi, dengan
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh baik secara positif maupun secara
negatif maka secara tidak langsung artinya faktor yang berpengaruh positif
tersebut adalah faktor yang bisa mendorong petani untuk meningkatkan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Sedangkan faktor yang
berpengaruh negatif adalah faktor yang menghambat petani untuk meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan
Panti Lereng Argopuro Kabupaten Jember.
Setelah mengetahui tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya maka selanjutnya
merumuskan strategi untuk meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Terdapat
beberapa kriteria untuk meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat yaitu kriteria budidaya, pasca panen, pemasaran,
kelembagaan, dan kebijakan. Kriteria budidaya berkaitan mulai dari penyediaan
saprodi sampai kegiatan panen. Kemudian kriteria pasca panen dimulai dari
61
kegiatan pemilihan bahan baku sampai menjadi suatu produk. Selanjutnya
pemasaran, dan kelembagaan berkaitan dengan kegiatan kelompok tani mulai dari
tingkat atas sampai bawah. Terakhir kebijakan kaitannya dengan pemerintahan
yang dapat mendukung dalam meningkatkan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Masing-masing kriteria nantinya memiliki
alternatif strategi yang dapat meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Hipotesisnya
adalah strategi meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat yaitu kriteria budidaya.
Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah setelah mengetahui
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat, serta merumuskan strategi untuk meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat maka
tercapainya Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di
Kecamatan Panti Lereng Argopuro Kabupaten Jember yang berkelanjutan.
62
Penerapan Good Agriculture Practices(GAP) usahatani kopi rakyat di Lereng
Argopuro Kabupaten Jember
Tingkat penerapanGood AgriculturePractices (GAP)usahatani kopi rakyat
Faktor-faktor yangmempengaruhi tingkatpenerapan GoodAgriculture Practices(GAP) usahatani kopirakyat
Strategi peningkatanpenerapan GoodAgriculturePractices (GAP)usahatani kopirakyat
Skoring skala likert
Analisis Regresi LinierBerganda
Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi rakyat yang berkelanjutan
Produktivitas rendah4,65 kw/ Ha,sedangkan idealnya 8– 14 kw/ Ha dalambentuk ose kering.
Tabulasi
Mendeskripsi data
Hipotesis: Tingkatpenerapan GAP(Good AgriculturePractices) UsahataniKopi rakyat kategoribaik.
Variabel - variabel yangmempengaruhi yaitu:1. Umur2. Tingkat Pendidikan3. Tanggungan keluarga4. Luas lahan5. Intensitas kehadiran
petani6. Akses informasi7. Persepsi harga kopi
Hipotesis: Semua variabel bebas (X)berpengaruh terhadap tingkat penerapanGood Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi rakyat
AHP (AnalisisHierarki Proses)
Hipotesis: Strategipeningkatanpenerapan GoodAgriculturePractices (GAP)usahatani kopirakyat yang utamaadalah kriteriabudidaya.
Gambar 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Penerapan GAP Kopi
63
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Panti Kabupaten Jember
4.1.1 Kondisi Geografis
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Kecamatan Panti Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan
daerah dengan luas 93,96 km2, berada di sebelah utara dari jalan utama jalur
Jember–Surabaya. Kecamatan Panti adalah salah satu kecamatan yang berada di
Lereng Argopuro Kabupaten Jember bersama 7 kecamatan lain diantaranya
Kecamatan Sumberbaru, Kecamatan Tanggul, Kecamatan Bangsalsari,
Kecamatan Rambipuji, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Arjasa, dan
Kecamatan Jelbuk. Kecamatan Panti merupakan satu dari 31 Kecamatan yang
ada di Kabupaten Jember yang memiliki ketinggian lebih dari 100 mdpl.
Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Panti memiliki batas-batas yaitu
sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Kecamatan Kaliwates
Sebelah Utara : Gunung Argopuro
Sebelah Timur : Kecamatan Sukorambi
Sebelah Barat : Kecamatan Rambipuji
64
Secara administratif wilayah Kecamatan Panti terbagi dalam 7 desa yang
terdiri atas 29 Pedukuhan/dusun dan 100 RW serta 369 RT. Desa dengan luas
terbesar adalah Pakis sebesar 26,97 Km2. Desa dengan luas terkecil yaitu desa
Glagahwero sebesar 2,88 Km2. Kecamatan Panti adalah daerah yang berbukit dan
wilayahnya berada di Lereng Argopuro yang cocok untuk daerah perkebunan.
Lahan perkebunan yang ada sebagian besar adalah dikelola oleh rakyat sisanya
berada di wilayah perhutani.
Kecamatan Panti memiliki ketinggian tempat lebih dari 100 mdpl dengan
suhu harian antara 250C - 350C. Curah hujan rata-rata berkisar 1.250 – 2.500
mm/tahun. Lahan perkebunan di Kecamatan Panti bertekstur lempung dengan PH
atau keasaman 5,5 – 6,5. Kecamatan Panti terbagi menjadi 7 desa yaitu
kemuninglor, glagahwero, serut, panti, suci, kemiri, dan pakis. Desa Kemuninglor
memiliki ketinggian tempat 130 mdpl, Desa Glagahwero berketinggian 180 mdpl,
Desa Serut berketinggian 625 mdpl, Desa Panti berketinggian 200 mdpl, Desa
Suci berketinggian 450 - 600 mdpl, Desa Kemiri berketinggian 600 mdpl, dan
Desa Pakis berketinggian 250 mdpl. Tabel 4.1 Jenis penggunaan lahan di
Kecamatan Panti Kabupaten Jember tahun 2017 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Klasifikasi lahan di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Tahun 2017
No Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha)1 Sawah 2.410,202 Tegalan 759,803 Tambak/ Kolam 1,374 Perkebunan 2.096,005 Bangunan 718,406 Lain-lain 3.410,59
Total 9.396,36Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Panti 2018
4.1.2 Kondisi Demografi
Sumberdaya manusia atau SDM merupakan sumber tanaga dan pemikiran
yang digunakan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan atau menciptakan
suatu produk atau jasa. Jumlah penduduk Kecamatan Panti berdasarkan hasil
sensus penduduk pada tahun 2018 tercatat sebanyak 62.078 jiwa. Berikut tabel
jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Panti yaitu:
65
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Menurut JenisKelamin Tahun 2017
No Jenis KelaminJumlah Penduduk (Jiwa)Jumlah %
1 Laki- laki 30.262 48,752 Perempuan 31.816 51,25
Total 62.078 100,00Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Panti 2018
Penduduk paling banyak adalah dengan jenis kelamin perempuan yaitu
sebesar 51,25%. Persebaran penduduk atau kepadatan penduduk paling besar tiap
kilometer persegi adalah di Desa Glagahwero sebesar 1.808 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk terkecil ada di Desa Pakis yaitu sebesar 262 jiwa/km2. Keadaan
penduduk menurut mata pencahariannya dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat sosial ekonomi di suatu daerah. Selain itu keadaan penduduk menurut
mata pencaharian dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan kebijakan
ekonomi. Tabel 4.3 tentang mata pencaharian penduduk berdasarkan lapangan
usaha di Kecamatan Panti Kabupaten Jember sebagai berikut:
Tabel 4.3. Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha diKecamatan Panti Kabupaten Jember Tahun 2017
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)1 Pertanian 14.3222 Pertambangan 673 Industri 1.1714 Listrik dan gas 325 Bangunan 2.6816 Perdagangan 3.7637 Transportasi 6998 Asuransi 1649 Jasa 3.039
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Panti 2018
Sebagian besar penduduk Kecamatan Panti bermata pencaharian sebagai
petani dan buruh tani karena didukung adanya luas persawahan dan perkebunan
yang dominan di Kecamatan Panti. Sektor pertanian menjadi tumpuan
perekonomian di daerah tersebut. Potensi sektor pertanian yang ada di
Kecamatan Panti adalah subsektor tanaman pangan dan tanaman perkebunan.
66
4.1.3 Pendidikan
Kecamatan Panti Kabupaten Jember memiliki sekitar 58 sekolah yang
dibawah naungan Dispendik (Dinas Pendidikan) dan 59 sekolah non dispendik
(Bukan dari Dinas Pendidikan). Sekolah Dispendik terdiri dari 26 sekolah TK, 22
sekolah SD, 7 sekolah setingkat SLTP, dan 3 sekolah setingkat SLTA. Berikut
tabel 4.4 tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan penduduk Kecamatan Panti:
Tabel 4.4 Pendidikan Terakhir yang ditamatkan Penduduk Kecamatan Panti
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)1 TK 1.0912 Tamat SD 3.5123 SLTP/ SMP 2.1114 SLTA/ SMA/ SMK 8275 Diploma I dan II 1286 Diploma III 887 Strata I 4248 Strata II dan III 21
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Panti 2018
4.2 Gambaran Umum Usahatani Kopi Rakyat di Kecamatan Panti LerengArgopuro Kabupaten Jember
4.2.1 Produksi kopi
Komoditas perkebunan yang diusahakan di Kecamatan Panti diantaranya
kopi arabika, kopi robusta, dan karet. Perkebunan kopi rakyat di Kecamatan Panti
didominasi oleh jenis kopi robusta. Lahan perkebunan kopi rakyat sebagian adalah
lahan bagi hasil dan lainnya adalah lahan milik sendiri. Lahan bagi hasil
merupakan lahan milik Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) yang hak
guna usahanya diberikan kepada masyarakat Kecamatan Panti tetapi tetap ada
uang yang dibayarkan kepada pihak perhutani. Musim panen kopi terjadi selama
bulan Juni-September. Luas panen kopi Kecamatan Panti tahun 2013 seluas 386
Ha, pada tahun 2017 mengalami perluasan luas areal menjadi 972 Ha dikarenakan
pertambahan luas areal sebesar 412,80 Ha untuk tanaman kopi belum
menghasilkan (TBM). Selama tahun 2013-2017 produksi kopi Kecamatan Panti
mengalami kenaikan sebesar 3.563 kw, pada tahun 2013 sebesar 1.237 kw
mengalami kenaikan produksi menjadi 4.800 kw pada tahun 2017.
67
4.2.2 Pola tanam usahatani kopi
Kopi merupakan tanaman berkayu dan keras, sehingga dapat dilakukan
pola tanam tumpangsari. Pola tanam tumpangsari sering dipakai petani karena
memberikan nilai tambah pada hasil panennya. Kelebihan adanya tumpangsari
adalah berfungsi sebagai penaung dengan mengurangi penyinaran matahari secara
langsung, mengurangi erosi, sumber bahan organik, dan dapat menjadi sumber
bahan bakar untuk pengeringan kopi. Penaung harus diatur agar tujuan pola tanam
tumpangsari dapat tercapai. Syarat pohon naungan adalah tanaman tahunan,
berumur lebih dari 1 tahun, berakar dalam, mudah diatur secara periodik, dan
tidak menjadi tanaman inang hama dan penyakit. Pola tanam kopi yang dilakukan
oleh petani kopi di Kecamatan Panti adalah pola tanamn tumpangsari dengan jenis
pohon penaung seperti mahoni, jati, sengon, dan tanaman buah-buahan.
Perkebunan rakyat yang ada di wilayah hutan rakyat di Kecamatan Panti
menggunakan sekitar 70% tanaman berkayu dan sisanya untuk tanaman kopi.
Perkebunan kopi yang kedua adalah berada di wilayah perhutani, petani kopi
wajib menggunakan tanaman jati maupun mahoni sebagai naungan.
4.2.3 BibitSalah satu tahapan dalam peningkatan produksi adalah penggunaan bibit
unggul. Setiap varietas memiliki kelebihan masing-masing, ada varietas kopi yang
tahan terhadap beberapa jenis hama, seperti kutu putih. Petani menggunakan
pohon kopi robusta klon BP 308 dan ada juga yang menggunakan pohon kopi
nangka atau liberika sebagai pohon bawah dan selanjutnya melakukan stek.
Alasan petani menggunakan pohon kopi klon BP 308 maupun nangka sebagai
pohon bawah adalah lebih tahan hama serta tidak mudah mati meskipun
ketersediaan air sedikit. Bibit kopi yang digunakan petani umumnya
membudidayakan sendiri dan pada tahun 2017 pernah ada bantuan bibit dari
Kementan. Bibit merupakan salah satu faktor input produksi yang mempengaruhi
output, sehingga ketersediaan dan kualitas bibit sangat penting.
4.2.4 Pupuk dan pestisida
Pupuk yang digunakan dalam usahatani kopi, umumnya sama dengan
pupuk yang digunakan oleh sektor pertanian lainnya. Usahatani kopi di
68
Kecamatan Panti menggunakan pupuk subsidi dari pemerintah diantaranya pupuk
urea, dan NPK selain itu mereka juga menggunakan pupuk lain seperti kandang
atau organik. Petani kopi di Kecamatan Panti mendapatkan pupuk bersubsidi
melalui Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) bagi petani yang
tergabung dalam kelompok tani, yang kemudian dapat dibeli melalui distributor
pupuk resmi setempat. Harga yang didapat oleh petani merupakan harga yang
ditetapkan pemerintah, sehingga dapat menghindari adanya kecurangan yang
dilakukan oleh distributor. Petani membeli pupuk subsidi sesuai dengan HNP
(Harga Neto Petani), jika harga pupuk urea dikios/Gapoktan setelah disubsidi
seharga Rp.75.000, maka setelah sampai pada petani pupuk urea diberi harga
Rp.80.000, sehingga kios/Gapoktan memiliki keuntungan Rp.5.000. Petani yang
memiliki kebun di wilayah perhutani tidak bisa menggunakan pupuk bersubsidi
sehingga harus beli dengan harga normal. Pengendalian hama dilakukan oleh
petani menggunakan obat pestisida yang tepat. Pengendalian gulma oleh petani
hanyak menggunakan sabit tanpa menggunakan bahan kimia. Jika gulma yang
mengganggu tanaman kopi luas maka petani akan menggunakan bahan kimia
herbisida karena lebih murah dan cepat.
4.2.5 Budidaya tanaman kopi
Budidaya kopi yang dilakukan petani rata-rata sudah puluhan tahun. Rata-
rata pengalaman petani dalam berusahatani kopi lebih dari 18 tahun. Semakin
lama seorang petani berusahatani, akan semakin mahir memahami usahataninya.
Petani memperoleh pengetahuan usahatani kopi sudah turun temurun dari
terdahulunya, namun petani juga menerima informasi tentang berusahatani yang
lebih baik dari kegiatan yang dilakukan dalam kelompok tani. Pengalaman dan
pengetahuan berusahatani kopi yang diterima petani dari kegiatan dalam
kelompok tani dapat meningkatkan produktivitas kopi. Melalui kegiatan
penyuluhan dalam kelompok tani maka petani bisa menambah wawasannya
tentang budidaya kopi yang baik. Perkebunan kopi di wilayah perhutani sebanyak
600 Ha dengan pembagian untuk tanaman kopi arabika seluas 49 Ha dan sisanya
tanaman kopi robusta.
69
Petani di Kecamatan Panti lebih banyak memilih budidaya kopi robusta
karena lebih mudah dan tidak susah. Kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga
adalah pemeliharaan tanaman kopi robusta. Petani rutin melakukan pemangkasan
dan pengendalian OPT agar tanaman kopinya tidak rusak maupun mati. Petani
melakukan pemangkasan bentuk untuk mendapatkan bentuk tanaman kopi yang
diinginkan dan peremajaan kopi. Selain itu petani juga melakukan pemangkasan
produksi guna membuang cabang-cabang yang tidak produktif. Kegiatan
pengendalian OPT yang dilakukan petani biasanya menggunakan obat-obatan
dikarenakan lebih mudah dan cepat serta petani juga melakukan pengendalian
secara manual menggunakan cangkul maupun sabit.
Kegiatan panen yang dilakukan petani kopi di Kecamatan Panti masih
tidak sesuai anjuran. Seharusnya pada saat panen kopi maka yang dipanen adalah
buah kopi yang berwarna merah, tetapi yang dilakukan petani masih bercampur
antara merah, kuning kemerahan, dan hijau. Buah kopi yang berwarna kuning
kemerahan merupakan buah kopi yang belum masak sempurna. Sehingga jika
pada panen kopi tidak baik maka akan mempengaruhi pada saat pasca panen.
4.2.6 Pasca panen
Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh petani kopi di Kecamatan
Panti masih sederhana yaitu dengan menjemur di bawah sinar matahari. Petani
kopi masih mengandalkan panas sinar matahari karena hanya terdapat 1 mesin
pengering kopi yang hanya ada di Gapoktan Desa Kemiri. Kopi yang dijemur
masih bercampur antara merah dan kuning kemerahan bahkan hijau. Kopi hasil
panen selanjutnya langsung dilakukan pemecahan menggunakan mesin pulper
lalu dilakukan penjemuran, setelah kering biji kopi dipisahkan dari kulitnya dan
dilakukan penjemuran kembali sampai kering. Kopi robusta ose kering dijual
dengan harga 22.000 /kg dan untuk kopi arabika dijual dengan harga 60.000 –
85.000 /kg. Petani yang tidak melakukan pengolahan biasanya langsung menjual
hasil panennya dalam bentuk gelondong basah seharga 4.500 /kg untuk kopi
robusta dan 8.500 /kg untuk kopi arabika. 1 kg kopi robusta dalam bentuk ose
kering setara dengan 4 kg kopi robusta bentuk gelondong basah, sedangkan 1 kg
kopi arabika ose kering setara dengan 5 kg kopi arabika bentuk gelondong basah.
70
4.3 Karakteristik Kelompok Tani Kopi di Kecamatan Panti LerengArgopuro Kabupaten Jember
Kelompok tani adalah sebuah wadah dan media untuk bertukar informasi,
koordinasi, dan sebagai sarana penghubung antara pihak terkait misalnya dinas
ataupun pemerintah daerah dengan kelompok tani di Kecamatan Panti. Kelompok
tani di Kecamatan Panti yang khusus untuk tanaman perkebunan kopi ada 8
kelompok. Desa Kemiri Kecamatan Panti memiliki 3 kelompok tani yaitu poktan
sejahtera bersama, karya tani, dan taman putri, Desa Suci memiliki 2 kelompok
tani yaitu poktan surya tani dan sumber mulyo, dan Desa Pakis memiliki 3
kelompok tani yaitu poktan pakis jaya, cempoko, dan kemundungan.
Berikut disajikan gambar struktur organisasi kelompok tani kopi di Kecamatan
Panti Kabupaten Jember yaitu:
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Kelompok Tani Kopi Di Kecamatan Panti
Semua kelompok tani kopi yang ada di Kecamatan Panti memiliki struktur
organisasi yang sama, terdiri dari komite pengarah, ketua, bendahara, sekretaris,
dan unit usahatani, pengolahan, sarana prasarana, pemasaran, serta keuangan
mikro. Setiap bagian dari struktur memiliki tugas masing-masing yang harus
dilaksanakan. Berikut tugas dari masing-masing bagian tersebut: (1) ketua
bertugas memimpin rapat dan memberikan informasi kepada anggota; (2)
sekretaris bertugas membuat notulen rapat dan membuat surat dan pengarsipan;
(3) bendahara bertugas mencatat pemasukan dan pengeluaran uang dalam
kelompok tani serta bertanggungjawab terhadap keuangan kelompok tani; (4) unit
Ketua KomitePengarah
Sekretaris Bendahara
Unit UsahaTani
Unit UsahaPengolahan
UnitSarana danPrasarana
UnitPemasaran
UnitKeuangan
Mikro
71
atau bagian usahatani bertugas mensosialisasikan usahatani kopi yang baik dan
bertanggungjawab untuk mengatasi permasalahan usahatani; (5) unit usaha
pengolahan bertugas membantu anggota lainnya dalam pengolahan atau pasca
panen kopi; (6) unit sarana dan prasarana bertugas mengatur dan menyediakan
sarana dan prasarana untuk usahatani kopi; (7) unit pemasaran bertugas membantu
pemasaran kopi dalam kelompok tani; dan (8) unit keuangan mikro bertugas
memberikan pinjaman modal bagi anggota kelompok tani yang membutuhkannya.
4.4 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember
4.4.1 Pemilihan wilayah/ lokasi
Faktor penting pertama dalam budidaya kopi adalah pemilihan wilayah
atau lokasi produksi. Kesalahan dalam pemilihan lokasi produksi dapat berakibat
pada kerugian ekonomi dan berpengaruh terhadap mutu serta kualitas produk.
Berdasarkan (lampiran B1) beberapa aspek penting dalam pemilihan lokasi
budidaya tanaman kopi adalah kesesuaian kondisi suhu udara, curah hujan, PH
tanah, kemiringan tanah, ketinggian tempat dan tekstur tanah yang sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan komoditas kopi rakyat yang diusahakan. Berikut
data tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
pada faktor pemilihan lokasi berdasarkan jumlah petani kopi yaitu:
Tabel 4.5 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat pada Faktor Pemilihan Lokasi Berdasarkan Jumlah Petani Kopidi Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Penentuan LokasiNo Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Curah hujan Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 41 100,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
2 Suhu udara Nilai 1 (Tidak baik) 14 34,1Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0
72
Lanjutan Tabel 4.5No Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
Nilai 5 (Sangat baik) 27 65,93 PH tanah Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
4 Kemiringan tanah Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 2 4,9Nilai 5 (Sangat baik) 39 95,1
5 Ketinggian tempat Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 2 4,9Nilai 5 (Sangat baik) 39 95,1
6 Tekstur tanah Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
4.4.1.1 Curah hujan
Kecamatan Panti Kabupaten Jember memiliki 3 stasiun pengukur curah
hujan yaitu pertama Stasiun Klatakan mencatat curah hujan sebesar 2.036
mm/tahun, ke-2 Stasiun Karang Anom mencatat curah hujan sebesar 1.964
mm/tahun, dan ke-3 Stasiun Pono mencatat curah hujan sebesar 1.830 mm/tahun.
Berdasarkan ketiga stasiun pengukur curah hujan diperoleh rata-rata curah hujan
di Kecamatan Panti Kabupaten Jember sebesar 1.943 mm/tahun. Curah hujan
yang baik berkisar antara 1.250 – 2.500 mm/ tahun sedangkan curah hujan di
Kecamatan Panti sebesar 1.943 mm/tahun sehingga baik untuk budidaya kopi.
4.4.1.2 Suhu
Suhu udara di Kecamatan Panti diukur menggunakan aplikasi cuaca. Pada
Desa Pakis suhu udaranya mencapai 230C, Desa Suci suhu udaranya mencapai
73
260C, dan suhu udara di Desa Kemiri mencapai 240C. Suhu terbaik untuk
budidaya kopi robusta berdasarkan pedoman Good Agriculture Practices (GAP)
yaitu berkisar antara 210C - 240C sedangkan suhu di Kecamatan Panti pada tiap
desa sebesar 230C, 260C, dan 240C sehingga bisa disimpulkan bahwa suhu udara
untuk Desa Pakis dan Kemiri baik untuk budidaya kopi robusta sedangkan untuk
Desa Suci kurang baik untuk budidaya kopi robusta.
4.4.1.3 PH tanah
Derajat keasaman atau PH tanah yang cocok untuk budidaya kopi robusta
berdasarkan pedoman Good Agriculture Practices (GAP) yaitu berkisar antara
5,5 – 6,5. Menurut Haryanto et al (2016) bahwa derajat keasaman atau PH tanah
sangat menentukan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk
tumbuh dan berkembang. PH tanah kurang dari 7,0 bersifat asam, berada di
angkat 7,0 berarti netral, dan diatas 7,0 sampai 14,0 bersifat basah. PH tanah
diatas 5,5 sampai 6,0 mulai tersedia unsur nitrogen sedangkan PH tanah antara 6,0
sampai 7,0 akan tersedia unsur pospor. Berdasarkan keterangan ahli yaitu Djoko
Sumarno dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sebagai kepala kebun
bahwa PH tanah perkebunan kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
memiliki derajat keasaman atau PH tanah antara 6,0 sampai 6,5 sehingga sangat
baik untuk budidaya kopi.
4.4.1.4 Kemiringan tanah
Kemiringan tanah berkaitan untuk memudahkan mekanisasi serta
mencegah terjadinya erosi. Peneliti melakukan pengukuran kemiringan lahan
menggunakan aplikasi Clinometer pada saat di lahan perkebunan kopi rakyat
milik responden. Berdasarkan pengukuran didapatkan nilai yang berbeda-beda
tetapi mayoritas kemiringan lahan petani lebih dari 1% dan kurang dari 30%.
Terdapat 2 responden bernama bapak Hotip dan bapak Mursid yang lahannya
memiliki kemiringan 32%. Budidaya kopi yang baik berdasarkan pedoman
Good Agriculture Practices (GAP) dilakukan pada lahan dengan kemiringan
tanah kurang dari 30%. Kemiringan lahan budidaya kopi rakyat di Kecamatan
Panti Kabupaten Jember lebih dari 1% dan kurang dari 30% sangat sesuai untuk
budidaya kopi robusta.
74
4.4.1.5 Ketinggian tempat
Faktor ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
tanaman. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan peneliti menggunakan aplikasi
Timestamp serta GPS diperoleh hasil bahwa mayoritas ketinggian tempat
budidaya kopi robusta milik petani antara 250 sampai 700 mdpl, dan terdapat 2
responden bernama bapak Hotip dan bapak Mursid yang lahannya berada pada
ketinggian 740 mdpl. Berdasarkan pedoman Good Agriculture Practices
(GAP) bahwa budidaya kopi robusta membutuhkan ketinggian tempat antara 100
sampai 700 mdpl. Ketinggian tempat usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember berkisar antara 250 sampai 700 mdpl sudah sangat sesuai
dengan syarat tumbuh kopi robusta.
4.4.1.6 Tekstur tanah
Tekstur tanah berkaitan dengan daya serap tanah dan daya ikat terhadap air
serta ketersediaan unsur yang dibutuhkan tanaman. Tekstur tanah berlempung
atau liat memiliki daya ikat air dan unsur hara yang kuat sehingga bisa menjaga
ketersediaan air dan unsur hara bagi tanaman. Berdasarkan pedoman Good
Agriculture Practices (GAP) kopi bahwa tekstur tanah yang cocok untuk
budidaya kopi robusta adalah tanah yang berlempung, lempung berpasir, liat
berbatu kecil < 15%, sedangkan untuk tanah liat berbatu kecil > 15% kurang baik
untuk budidaya kopi. Keterangan ahli yaitu Djoko Sumarno dari Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia sebagai kepala kebun bahwa tekstur tanah pada
usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember adalah bertekstur
lempung sehingga sangat baik untuk budidaya kopi robusta.
4.4.2 Persiapan lahan
Komponen Good Agriculture Practices (GAP) dalam persiapan lahan
untuk budidaya kopi robusta adalah penaung. Berdasarkan (lampiran B2) bahwa
beberapa aspek penting dalam persiapan lahan yaitu jenis penaung, tinggi
penaung, lubang penanaman, dan jarak lubang serta jarak barisan. Berikut data
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada
faktor persiapan lahan berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti yaitu:
75
Tabel 4.6 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat pada Faktor Persiapan Lahan Berdasarkan Jumlah Petani Kopidi Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Penyiapan lahanNo Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Penaung Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 41 100,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
2 Tinggi penaung Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
3 Lubang tanam Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 2 4,9Nilai 3 (Cukup baik) 6 14,6Nilai 4 (Baik) 11 26,8Nilai 5 (Sangat baik) 22 53,7
4 Kedalaman lubang Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 6 14,6Nilai 3 (Cukup baik) 2 4,9Nilai 4 (Baik) 16 39,0Nilai 5 (Sangat baik) 17 41,5
5 Jarak lubang Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 8 19,5Nilai 5 (Sangat baik) 33 80,5
6 Jarak barisan Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 1 2,4Nilai 5 (Sangat baik) 40 97,6
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.6 bahwa pengaturan penaung bertujuan untuk
menaungi tanaman kopi dengan baik. Menurut Kementerian Pertanian (2014)
terdapat 2 macam penaung yaitu penaung tetap dan penaung sementara. Penaung
76
tetap meliputi pohon produktif, kayu-kayuan, dan buah-buahan. Penaung
sementara meliputi tanaman hortikultura dan jenis kacang-kacangan. Mayoritas
penaung yang dipilih oleh petani kopi di Kecamatan Panti adalah penaung tetap
seperti tanaman jati, mahoni, sengon, tanaman buah-buahan, dan lamtoro. Petani
kopi menggunakan jenis tanaman penaung yang terdiri dari 90% tanaman kayu
jati, mahoni, dan sengon sedangkan 10% adalah tanaman seperti durian ataupun
lamtoro. Kemudian penyiapan lubang penanaman penaung pada lahan dengan
jarak 4 m x 5 m atau 5 m x 4,5 m serta ukuran lubang penanaman 60 x 60 x 60
cm. Mayoritas petani kopi rakyat di Kecamatan Panti menggunakan jarak tanam
kopi berbeda-beda ada yang 2,5 m x 2,5 m, 2,75 m x 2,75 m, dan 3,0 m x 3,0 m
dengan kedalaman lubang tanam bervariasi 40,50 dan 60 cm. Setelah penaung
berumur +/- 1 tahun maka sudah bisa ditanami kopi. Mayoritas umur penaung
tanaman kopi di perkebunan kopi rakyat Kecamatan Panti berumur 21 tahun.
4.4.3 Sistem pengairan (Rorak)
Berdasarkan (lampiran B3) diperoleh beberapa aspek Good Agriculture
Practices (GAP) dalam sistem pengairan tanaman kopi rakyat adalah pembuatan
rorak, ukuran rorak, dan jarak rorak. Berikut data tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada faktor sistem pengairan
(rorak) berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti yaitu:
Tabel 4.7 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Pada Faktor Sistem Pengairan Berdasarkan Jumlah Petani Kopidi Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Sistem pengairan (rorak)No Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Pembuatan rorak Nilai 1 (Tidak baik) 41 100,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
2 Ukuran rorak Nilai 1 (Tidak baik) 41 100,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0
77
Lanjutan Tabel 4.7No Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,03 Jarak rorak Nilai 1 (Tidak baik) 41 100,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.7 bahwa rorak adalah lubang buntu yang dibuat
dengan ukuran tertentu dan sejajar dengan garis kontur atau memotong lereng.
Pembuatan rorak bertujuan untuk menampung air agar tidak terbuang langsung
dan air cepat meresap kedalam tanah. Mayoritas petani kopi di Kecamatan Panti
dalam sistem pengairan budidaya kopinya tidak menggunakan lubang buntu yang
dapat menampung air karena tanaman kopi ditanam sedikit lebih tinggi dari tanah
disampingnya atau disebut gulud. Keterangan dari petani bahwa gulud cocok
diterapkan karena lahan perkebunan kopi rakyat mayoritas memiliki kemiringan
kurang dari 30% dan menjaga ketersediaan air bagi tanaman. Gulud ini berfungsi
menahan air sehingga tidak langsung mengalir melewati tanaman yang dapat
menggerus atau mengikis zat hara yang ada pada tanah sehingga air akan meresap
kedalam tanah.
4.4.4 Persiapan bibit
Bibit menjadi faktor utama dalam menentukan produktivitas tanaman kopi
di Kecamatan Panti karena tiap jenis bibit kopi memiliki produktivitas yang
berbeda-beda serta mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Berdasarkan (lampiran B4) bahwa terdapat beberapa aspek Good Agriculture
Practices (GAP) dalam persiapan bibit kopi yaitu umur bibit, jumlah kebutuhan
bibit per Ha, pembedengan bibit, dan penyiraman bibit. Berikut data tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada faktor
persiapan bibit berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti Kabupaten
Jember yaitu:
78
Tabel 4.8 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Pada Faktor Persiapan Bibit Berdasarkan Jumlah Petani Kopi diKecamatan Panti Kabupaten Jember
Persiapan bibitNo Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Umur bibit Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 0 0,0
Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,02 Jumlah bibit (Ha) Nilai 1 (Tidak baik) 30 73,2
Nilai 2 (Kurang baik) 11 26,8Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
3 Bedengan Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 5 12,2Nilai 4 (Baik) 22 53,7Nilai 5 (Sangat baik) 14 34,1
4Jarak dankedalaman benih
Nilai 1 (Tidak baik) 22 53,7
Nilai 2 (Kurang baik) 17 41,5Nilai 3 (Cukup baik) 1 2,4Nilai 4 (Baik) 1 2,4Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
5 Penyiraman Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.8 bahwa bibit kopi untuk batang bawah di Kecamatan
Panti menggunakan bibit robusta jenis BP 308 dan ada juga yang menggunakan
bibit kopi nangka (Liberika). Pemilihan batang bawah jenis BP 308 atau liberika
karena lebih tahan hama serta lebih tahan meskipun ketersediaan air sedikit. Bibit
kopi oleh petani di Kecamatan Panti diperoleh dari bantuan Kementerian
Pertanian dan ada juga yang membibitkan sendiri. Menurut Kementan (2014)
langkah pertama pembibitan sendiri yaitu pembuatan bedengan dengan lebar 80
79
cm sampai 120 cm, dengan tinggi 1 m x 1,5 m atau 1,2 m x 1,8 m, jarak benih 3 x
5 cm dan benih setiap hari disirami agar tidak layu ataupun mati. Mayoritas petani
kopi di Kecamatan Panti membuat bedengan dengan ukuran 1 m x 1,5 m, tinggi
bedengan bervariasi antara 1 m x 1 m, 1 m x 1,5 m, dan mayoritas jarak serta
kedalaman benih yang diterapkan petani adalah 3 x 3 cm (3 cm). Benih yang
sudah berumur 2 – 3 bulan maka bisa dipindahkan ke persemaian atau polybag.
Bibit kopi yang sudah siap dipindah ke lahan berumur lebih dari 10 bulan atau 1
tahun. Mayoritas bibit kopi rubusta yang ditanam petani dalam 1 hektar lahan
membutuhkan sebanyak 1.200 - 1.400 bibit dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m,
2,75 m x 2,75 m, dan 3,0 m x 3,0 m. Jika kebutuhan bibit dalam 1 hektar lahan
kurang lebih sama dengan 1.400 bibit maka disiapkan bibit 1.400 ditambah 200
bibit sebagai cadangan untuk bibit yang mati dilahan. Mayoritas petani setiap hari
melakukan penyiraman bibit kopi kecuali jika ada hujan.
4.4.5 Penanaman
Berdasarkan (lampiran B5) beberapa aspek penanaman tanaman kopi yaitu
lubang penanaman dan waktu penanaman. Berikut data tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada faktor penanaman
berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti yaitu:
Tabel 4.9 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Pada Faktor Penanaman Berdasarkan Jumlah Petani Kopi diKecamatan Panti Kabupaten Jember
PenanamanNo Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Lubang tanam Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 3 7,3Nilai 4 (Baik) 18 43,9Nilai 5 (Sangat baik) 20 48,8
2 Waktu tanam Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
80
Berdasarkan Tabel 4.9 bahwa komponen penanaman dalam Good
Agriculture Practices (GAP) mencakup teknik budidaya yang sesuai anjuran
dan musim tanam yang tepat. Mayoritas petani kopi dalam penanaman tanaman
kopi yang telah dilakukan di kebun mengikuti teknik budidaya yang sudah
dipelajari dan pengalamannya. Penanaman dilakukan dengan mempertimbangkan
berapa faktor yaitu lubang penanaman dan waktu penanaman. Sebagian besar
penanaman bibit kopi yang dilakukan petani kopi di Kecamatan Panti dengan
jarak 2,75 m x 2,57 m atau 2,5 m x 2,5 m dengan kedalaman bibit dalam tanah
antara 40 cm sampai 60 cm. Waktu penanaman kopi yang dilakukan petani yaitu
pada awal musim penghujan karena ketersediaan air banyak.
4.4.6 Pemeliharaan
Faktor penting lainnya dalam budidaya kopi adalah pemeliharaan
tanaman kopi. Kesalahan dalam pemeliharaan bisa menyebabkan penurunan
produktivitas kopi dan pertumbuhan yang tidak maksimal. Berdasarkan (lampiran
B6) diperoleh bahwa beberapa aspek Good Agriculture Practices (GAP) dalam
pemeliharaan tanaman kopi adalah penyulaman tanaman kopi yang mati,
penyiraman, pemupukan awal dan pemupukan susulan, pemangkasan tanaman
kopi, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman kopi. Berikut data tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada faktor
pemeliharaan berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti yaitu:
Tabel 4.10 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Pada Faktor Pemeliharaan Berdasarkan Jumlah Petani Kopi diKecamatan Panti Kabupaten Jember
PemeliharaanNo Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Penyulaman Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 23 56,1Nilai 5 (Sangat baik) 18 43,9
2 Penyiraman Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
81
Lanjutan Tabel 4.10No Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase(%)
Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
3 Pemupukan awal Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
4 Pemupukan susulan Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 9 22,0Nilai 5 (Sangat baik) 32 78,0
5 Pemangkasan Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 9 22,0Nilai 5 (Sangat baik) 32 78,0
6 Pengendalian OPT Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 6 14,6Nilai 5 (Sangat baik) 35 85,4
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
4.4.6.1 Penyulaman
Kegiatan penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah
mati. Mayoritas kegiatan penyulaman yang dilakukan petani kopi di Kecamatan
Panti adalah sepuluh hari setelah menanam. Tanaman kopi yang dipindah dari
persemaian ke lahan pertanaman membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan
lingkungan barunya, setelah sepuluh hari bila ada tanaman mati maka akan segera
dilakukan penyulaman atau diganti dengan tanaman baru agar pertumbuhannya
bisa seragam dengan tanaman yang sudah ada.
4.4.6.2 Penyiraman
Tanaman kopi membutuhkan air untuk menunjang proses fotosintesis.
Tanaman kopi ditanam pada awal musim penghujan sehingga tidak membutuhkan
82
penyiraman karena kebutuhan air sudah terpenuhi. Namun, pada musim kemarau
ketersediaan air sangat sedikit sehingga saharusnya perlu penyiraman. Mayoritas
petani kopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember pada musim kemarau tidak
melakukan penyiraman dikarenakan ketersediaan air susah dan bila dilakukan
penyiraman akan membutuhkan biaya yang besar serta jika tanaman kopi disiram
dan tidak rutin maka akan membuat suhu disekitar tanaman menjadi semakin
panas dan membuat tanaman kopi cepat layu lalu mati.
4.4.6.3 Pemupukan awal dan susulan
Kandungan pupuk sangat mempengaruhi kecukupan unsur hara bagi tanah
dan tanaman agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Jenis pupuk yang
diterapkan pada usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
menggunakan dua jenis yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk
anorganik yang sering digunakan yaitu Urea, SP-36, KCL dan Phonska.
Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah serasah pohon pelindung serta
sisa hasil pemangkasan yang berupa ranting/cabang dan daun dari tanaman kopi.
Jika petani ada yang mempunyai ternak maka bisa menggunakan pupuk kandang.
Mayoritas kegiatan pemupukan awal yang dilakukan oleh petani kopi
adalah 2 minggu setelah penanaman. Selanjutnya pemupukan susulan
dilaksanakan sekitar bulan Oktober atau awal musim penghujan dan pemupukan
ke-2 dilakukan pada bulan Maret atau akhir musim penghujan. Waktu pemupukan
yang tepat sangat penting karena irama penyerapan hara pada setiap tanaman
berbeda-beda. Oleh karena itu hal yang penting untuk pedoman waktu pemupukan
adalah adanya curah hujan. Metode pengaplikasian pemupukan melalui tanah
dilakukan dengan cara menabur pupuk ke dalam lubang yang telah dibuat
disamping-samping tanaman kopi. Lubang pupuk harus segera ditutup setelah
pupuk dimasukan untuk menghindari penguapan. Kebutuhan pupuk jika tanaman
kopi berumur 1 tahun ± 25 Kg/ Ha, sedangkan jika sudah berumur lebih dari 5
tahun ± 150 Kg/ Ha.
4.4.6.4 Pemangkasan
Pemangkasan adalah salah satu kegiatan kultur teknis untuk menurunkan
tinggi tanaman hingga ketinggian yang diinginkan. Pemangkasan dilakukan agar
83
tanaman kopi tetap rendah untuk memudahkan pemanenan, membuang cabang
tidak produktif serta merangsang pembentukan tunas baru. Pemangkasan
bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman kopi dan meningkatkan
produktivitasnya. Mayoritas kegiatan pemangkasan tanaman kopi yang dilakukan
oleh petani kopi di Kecamatan Panti meliputi pemangkasan bentuk dan produksi.
Pemangkasan bentuk ada 2 yaitu pangkas bentuk dan pemeliharaan. Pemangkasan
bentuk dilakukan untuk mendapatkan tinggi tanaman yang ideal dengan
percabangan yang banyak. Pemangkasan pemeliharaan bertujuan untuk
mengurangi ranting yang rusak atau mati sehingga tidak ada cabang tanaman yang
tidak berproduksi. Terakhir adalah pangkas produksi dilakukan setelah kegiatan
panen, sehingga bagian cabang tanaman yang tidak berproduksi akan dibuang
untuk memaksimalkan produksi kopi.
4.4.6.5 Pengendalian OPT
Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu faktor penghambat
dalam peningkatan kualitas dan kuantitas kopi. Mayoritas pelaksanaan
pengendalian organisme pengganggu tanaman oleh petani kopi di Kecamatan
Panti dilakukan dengan cara manual dan kimia. Pengendalian secara manual
dengan melihat langsung serangan hama sehingga mengetahui adanya hama yang
menyerang tanaman kopi. Misalnya jika terjadi serangan hama Hypothenemus
Hampei pada buah kopi maka buah-buah yang terkena hama bisa dikubur agar
tidak menular ke buah yang lain. Petani juga menggunakan pestisida untuk
membasmi gulma, hama, dan penyakit yang menyerang tanaman. Dosis untuk
pestisida sebanyak 6 kali tutup botol pestisida untuk +/- 20 liter air. Petani juga
melakukan pengendalian gulma secara manual dan kimia. Secara manual petani
kopi menggunakan sabit untuk membasmi gulma, sedangkan secara kimia
menggunakan herbisida dengan dosis 8 – 10 kali tutup botol untuk +/- 20 liter air.
4.4.7 Panen dan pascapanen
Faktor penting terakhir dalam Good Agriculture Practices (GAP) adalah
pemanenan dan pasca panen kopi. Panen dan pasca panen menjadi faktor
penentu sebelum kopi dipasarkan. Berdasarkan (lampiran B7) diperoleh bahwa
84
beberapa aspek penting dalam panen dan pasca panen adalah kriteria buah,
pemetikan, dan pengolahan buah kopi. Berikut data tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat pada faktor panen dan pasca
panen berdasarkan jumlah petani kopi di Kecamatan Panti yaitu:
Tabel 4.11 Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani KopiRakyat Pada Faktor Panen Dan Pasca Panen Berdasarkan JumlahPetani Kopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Panen dan pasca panen
No Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Kriteria buah Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 41 100,0
2 Cara petik Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 0 0,0
Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 41 100,0Nilai 5 (Sangat baik) 0 0,0
3Teknikpengolahan
Nilai 1 (Tidak baik) 0 0,0
Nilai 2 (Kurang baik) 12 29,3Nilai 3 (Cukup baik) 0 0,0
Nilai 4 (Baik) 0 0,0Nilai 5 (Sangat baik) 29 70,7
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
4.4.7.1 Panen
Kegiatan panen yang dilakukan oleh petani kopi di Kecamatan Panti
dengan memanen buah yang sudah masak. Menurut Kementan (2014) secara
visual buah kopi yang siap panen adalah buah berwarna merah. Namun, pada
waktu panen kopi di Kecamatan Panti, mayoritas buah yang di petik petani adalah
buah berwarna merah bercampur dengan buah berwarna kuning kemerahan.
Petani tidak menerapkan petik merah pada kopi melainkan campuran antara
merah dan kuning kemerahan. Terkadang ada juga buah yang masih berwarna
hijau ikut dipetik.
85
4.4.7.2 Pascapanen
Kegiatan pasca panen kopi di Kecamatan Panti ada yang dilakukan
pengolahan dan ada yang langsung dijual. Pengolahan adalah kegiatan untuk
mengolah hasil panen menjadi produk setengah jadi. Pengolahan buah kopi ada 3
macam yaitu pengolahan basah, semi basah, dan kering. Pengolahan basah dan
semi basah dilakukan untuk buah kopi jenis arabika karena harganya lebih mahal,
sedangkan pengolahan kering dilakukan pada jenis kopi robusta. Mayoritas petani
kopi melakukan pengolahan kering dikarenakan harganya yang lebih
menguntungkan dari pada langsung dijual. Buah kopi yang sudah dipanen digiling
agar kulitnya pecah yang kemudian di jemur sampai kering, selanjutnya
dipisahkan antara kulit dan biji kopi. Biji kopi yang sudah bersih kemudian
dijemur sampai kering dan selanjutnya siap dipasarkan.
Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat meliputi pemilihan lokasi, penyiapan lahan dan penaung, sistem pengairan
atau rorak, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen.
Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di
Kecamatan Panti sebesar 80,58 atau kategori kurang baik, sedangkan pada
hipotesisnya adalah tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat pada kategori cukup atau sedang. Oleh karena itu, tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah
menolak hipotesis.
4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat di Lereng ArgopuroKabupaten Jember
Menguji hipotesis ke dua yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang
signifikan mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat. Terdapat lima variabel yang diduga signifikan
mempengaruhi yaitu tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan, akses
informasi usahatani, dan persepsi harga kopi. Terdapat dua faktor yang tidak
signifikan mempengaruhi tetapi penting untuk di ketahui yaitu umur dan intensitas
86
kehadiran petani. Sebelum menuju ke hasil analisis, perlu diketahui dulu bahwa
model regresi harus lolos uji asumsi klasik. Berikut uji asumsi klasik regresi linier
berganda terkait faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat yaitu:
4.5.1 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Berdasarkan (lampiran C5) diperolah hasil bahwa output Grafik Normal P-
P Plot dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar disekitar garis dan mengikuti
garis diagonal sehingga disimpulkan bahwa telah terdistribusi normal.
2. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan (lampiran C6) bahwa output Scatterplot menunjukkan titik-
titik menyebar diatas dan dibawah 0 pada sumbu Y tanpa membentuk pola yang
jelas sehingga di dalam model tidak terdapat kesamaan varian dan residual
satu pengamatan ke pengamatan lainnya (tidak ada indikasi
Heteroskedastisitas).
3. Uji Autokorelasi
dL = 1,1348; dU = 1,9175; dW = 1,767
Korelasipositif
Tidak dapatdiputuskan
Tidak adaautokorelasi
Tidak dapatdiputuskan
Korelasinegatif
0 1,1348 1,9175 2,0825 2,8652 0
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai DW sebesar 1,767 sedangkan
berdasarkan tabel dW dengan taraf nyata 5% diketahui dL dan dU pada k=7 dan
n=41 adalah sebesar 1,1348 dan 1,9175. Nilai dW (1,767) berada diantara (dU)
dan (4-dU) sehinga dapat disimpulkan tidak dapat diputuskan (Diperlukan
observasi lebih lanjut)
4. Uji Multikolinearitas
CollinearityStatistics
Tolerance 0,904 0,883 0,784 0,898 0,905 0,757 0,816
VIF 1,106 1,132 1,275 1,114 1,105 1,321 1,226Berdasarkan nilai output (tabel coefficients) didapatkan bahwa:
a. Nilai tolerance variabel bebas > 0,10 dan nilai VIF variabel bebas < 10
Berdasarkan nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikoliniearitas.
87
4.5.2 Output Regresi Linier Berganda : Input Correlation
Tabel 4.12 Input Correlation
No Person Correlation Tingkat_penerapan_gap
1 Tingkat_penerapan_gap 1,0002 Umur_petani -0,2393 Tingkat_pendidikan 0,2054 Tanggungan_keluarga -0,5465 Luas_lahan 0,1486 Intensitas_kehadiran_petani 0,0067 Akses_informasi_usahatani 0,5958 Persepsi_harga_kopi -0,463
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
a. Hubungan yang terjadi antara variabel tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat dengan umur petani kopi bernilai
negatif. Arti negatif yaitu saling berlawanan arah antara variabel satu dengan
variabel lainnya. Nilai negatif berarti apabila terjadi kenaikan atau
pertambahan umur petani kopi maka akan terjadi penurunan pada tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Rata-rata
usia petani kopi adalah 48 tahun yang merupakan usia produktif dalam
melakukan kegiatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat.
b. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan tingkat pendidikan petani kopi yaitu bernilai
positif. Nilai positif yang berarti semakin tinggi atau lama tingkat pendidikan
yang ditempuh petani kopi maka akan meningkatkan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Rata-rata pendidikan
petani kopi adalah 7 tahun, artinya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) yang
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) tetapi tidak tamat atau
lulusan Sekolah Dasar (SD) saja.
c. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan tanggungan keluarga petani kopi bernilai
negatif. Nilai negatif berarti apabila terjadi pertambahan tanggungan keluarga
petani kopi maka akan terjadi penurunan pada tingkat penerapan Good
88
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Rata-rata tanggungan
keluarga petani kopi adalah 48,05% atau orang yang ditanggung dalam
keluarga oleh orang yang berpenghasilan berjumlah 2 orang.
d. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan luas lahan petani kopi bernilai positif. Nilai
positif berarti searah. Nilai positif tersebut bisa diartikan jika terjadi kenaikan
atau pertambahan pada luas lahan petani kopi maka akan membuat tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
meningkat. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani kopi adalah sebesar 2 Ha.
e. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan intensitas kehadiran petani dalam kelompok tani
bernilai positif. Nilai tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan pada
intensitas kehadiran petani dalam kegiatan kelompok tani maka terjadi
meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat. Rata-rata intensitas kehadiran petani dalam kelompok tani hanya 2 kali
dalam 1 tahun.
f. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan akses informasi usahatani bernilai positif.
Sehingga apabila terjadi peningkatan akses informasi untuk usahatani kopi
maka akan terjadi peningkatan pada tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Mayoritas petani dalam mendapatkan
informasi tentang usahatani kopi adalah kategori 3 yang artinya yaitu cukup
mudah.
g. Hubungan variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat dengan persepsi harga kopi bernilai negatif. Nilai negatif
berarti jika persepsi harga kopi tiap petani murah maka akan membuat tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
meningkat dan sebaliknya. Rata-rata persepsi petani tentang harga kopi adalah
sebesar 1,93 dan dibulatkan menjadi 2. Kategori 2 berarti persepsi harga kopi
menurut petani adalah murah.
89
Tabel 4.13 Sig (1-tailed)
No Sig. (1-tailed) Tingkat_penerapan_gap
1 Tingkat_penerapan_gap
2 Umur_petani 0,0663 Tingkat_pendidikan 0,1004 Tanggungan_keluarga 0,0005 Luas_lahan 0,1776 Intensitas_kehadiran_petani 0,4857 Akses_informasi_usahatani 0,0008 Persepsi_harga_kopi 0,001
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
a. Nilai signifikansi variabel umur petani kopi terhadap tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah 0,066. Nilai
tersebut (0,066) > 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak. Berarti bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur petani kopi dengan
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
b. Nilai signifikansi variabel tingkat pendidikan petani kopi terhadap tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah
0,100. Nilai tersebut (0,100) > 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak. Berarti
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
c. Nilai signifikansi variabel tanggungan keluarga petani kopi terhadap tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah
0,000. Nilai tersebut (0,000) < 0,05 sehingga H1 diterima dan H0 ditolak.
Berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tanggungan keluarga petani
kopi dengan tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat.
d. Nilai signifikansi variabel luas lahan petani kopi terhadap tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah 0,177. Nilai
tersebut (0,177) > 0,05 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Berarti bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara luas lahan petani kopi dengan
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
90
e. Nilai signifikansi variabel intensitas kehadiran petani dalam kelompok tani
terhadap tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat adalah 0,485. Nilai tersebut (0,485) > 0,05 berarti H0 diterima.
Sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas kehadiran
petani dalam kegiatan kelompok tani dengan tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
f. Nilai signifikansi variabel akses informasi usahatani kopi terhadap tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah
0,000. Nilai tersebut (0,000) < 0,05 artinya H1 diterima sehingga berarti
terdapat hubungan yang signifikan antara akses informasi usahatani dengan
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
g. Nilai signifikansi variabel persepsi harga kopi terhadap tingkat penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat adalah 0,001. Nilai
tersebut (0,001) < 0,05 berarti H1 diterima. H1 diterima berarti bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara persepsi harga kopi dengan tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
4.5.3 Output Regresi Linier Berganda : Model Summary
Tabel 4.14 Summary
Model R R Square Adjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
1 0,836 0,699 0,635 1,2363 1,767Sumber : Data Primer Diolah, 2019
a. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,635 atau 63,5%. berarti bahwa keragaman
variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat dapat dijelaskan oleh keragaman variabel umur petani, tingkat
pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan, intensitas kehadiran petani,
akses informasi usahatani, dan persepsi harga kopi sebesar 63,5%. Sedangkan
sisanya 36,5% keragaman variabel tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat dijelaskan oleh variabel di luar model.
Variabel yang diduga dapat meningkatkan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat tetapi tidak ada dalam model adalah
variabel pendapatan, pengetahuan tentang GAP, dan kepercayaan diri.
91
b. Standart Error of Estimate adalah sebesar 1,2363% lebih kecil dari pada
standar deviasi tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat sebesar 2,0451% sehingga model regresi mampu
memprediksi atau sebagai prediktor variabel tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
4.5.4 Output Regresi Linier Berganda : ANOVA
Tabel 4.15 Output ANOVA
Model Sum ofSquares df Mean
Square F Sig.
1
Regression 116,858 7 16,694 10,922 0,000
Residual 50,440 33 1,528Total 167,298 40
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan output ANOVA diketahui nilai F hitung adalah sebesar
10,922 dengan signifikansi 0,000 dan nilai tersebut (0,000) < 0,05 sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa variabel bebas umur petani,
tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan, intensitas kehadiran petani,
akses informasi usahatani kopi, dan persepsi harga kopi secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat, sehingga model regresi dapat digunakan
memprediksi variabel tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP).
4.5.5 Output Regresi Linier Berganda : Coefficient
Tabel 4.16 Coefficient
ModelUnstandardized
Coefficients t Sig.B Std. Error
1
(Constant) 82,620 2,173 38,025 ,000Umur_petani -,049 ,026 -1,865 ,071Tingkat_pendidikan ,054 ,086 ,629 ,534Tanggungan_keluarga -,050 ,013 -3,754 ,001Luas_lahan ,433 ,194 2,230 ,033Intensitas_kehadiran_petani -,209 ,346 -,604 ,550Akses_informasi_usahatani ,899 ,234 3,847 ,001Persepsi_harga_kopi -,465 ,169 -2,750 ,010
92
a. Perhitungan analisis untuk variabel umur petani kopi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -1,865 dengan signifikansi 0,071 > 0,05 sehingga H0 diterima
dan H1 ditolak. Hal tersebut berarti bahwa umur petani kopi secara parsial
tidak signifikan mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat. Berarti umur petani baik yang muda (15 – 64
tahun) atau yang tua (> 64 tahun) jika mengalami pertambahan tidak dapat
meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi.
b. Perhitungan analisis untuk variabel tingkat pendidikan petani kopi
menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,629 dengan signifikansi 0,534 > 0,05
sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hal tersebut berarti bahwa tingkat
pendidikan petani kopi secara parsial tidak signifikan mempengaruhi tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Berarti
meskipun memiliki tingkat pendidikan setara SMA (12 tahun) tidak menjamin
memiliki tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) lebih baik dari
yang memiliki tingkat pendidikan SD (6 tahun) maupun SMP (9 tahun).
c. Perhitungan analisis untuk variabel tanggungan keluarga petani kopi
menunjukkan nilai t hitung sebesar -3,754 dengan signifikansi 0,001 < 0,05
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa tanggungan
keluarga petani kopi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
Mayoritas petani yang memiliki tanggungan keluarga kurang dari 60% atau 3
orang mempunyai tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) lebih
tinggi dari pada petani yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari sama
dengan 60% atau 3 orang. Hal ini dapat terjadi karena pendapatan petani
hanya cukup untuk kebutuhan keluarga dan sisanya tidak cukup untuk
usahatani kopinya, jadi penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopinya
rendah.
d. Perhitungan analisis untuk variabel luas lahan petani kopi menunjukkan nilai t
hitung sebesar 2,230 dengan signifikansi 0,033 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan
H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa luas lahan petani kopi secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap tingkat penerapan Good Agriculture
93
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Jika luas lahan bertambah maka petani
mengharapkan produktivitas yang meningkat sehingga penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) akan ditingkatkan juga.
e. Perhitungan analisis untuk variabel intensitas kehadiran petani dalam
kelompok tani menunjukkan nilai t hitung sebesar -0,604 dengan signifikansi
0,550 > 0,05 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hal tersebut berarti bahwa
intensitas kehadiran petani dalam kelompok tani secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Meskipun kehadiran petani dalam
kelompok tani meningkat atau menurun tidak dapat meningkatkan penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
f. Perhitungan analisis untuk variabel akses informasi usahatani kopi
menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,847 dengan signifikansi 0,001 < 0,05
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa akses
informasi usahatani kopi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
Petani yang mengakses informasi usahatani kopi pada kategori 4 atau 5
memiliki tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) lebih tinggi
dari pada yang berkategori kurang dari sama dengan 3. Sehingga semakin
tinggi akses informasi usahatani akan meningkatkan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) kopi.
g. Perhitungan analisis untuk variabel persepsi harga kopi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -2,750 dengan signifikansi 0,010 < 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa persepsi harga kopi secara parsial
signifikan mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat menunjukan ketika harga turun
maka petani terangsang meningkatkan produktivitas dan kualitasnya dengan
harapan pada saat panen produksinya tinggi. Disadari atau tidak disadari
dalam meningkatkan kualitasnya maka petani akan meningkatkan penerapkan
Good Agriculture Practices (GAP).
94
h. Model persamaan regresi linear berganda:
Y : 82,620 – 0,049X1 + 0,054X2 – 0,050X3 + 0,433X4 – 0,209X5 + 0,899X6 –
0,465X7
Dimana :
Y : Tingkat penerapan GAP usahatani kopi rakyat (Skor)
X1 : Umur petani (tahun)
X2 : Tingkat pendidikan (tahun)
X3 : Tanggungan keluarga (%)
X4 : Luas lahan (Ha)
X5 : Intensitas kehadiran petani (Jumlah/Tahun)
X6 : Akses informasi usahatani kopi (1= tidak ada, 2= sulit, 3=cukup mudah,
4= mudah, 5= sangat mudah)
X7 : Persepsi harga kopi (1=murah, 2= agak murah, 3= cukup/ sedang, 4=
mahal, 5= sangat mahal)
Interpretasi model:
1) Konstanta sebesar 82,620 menunjukkan bahwa ketika tidak terdapat pengaruh
variabel bebas, maka tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat adalah sebesar 82,620.
2) Variabel umur petani kopi berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf
nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel umur petani kopi sebesar -0,049
menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan atau penambahan umur petani
kopi sebanyak 1 tahun maka akan menurunkan tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar 0,049% dengan
asumsi cateris paribus.
3) Variabel tingkat pendidikan petani kopi berpengaruh positif dan tidak
signifikan pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel tingkat
pendidikan petani kopi sebesar 0,054 menunjukkan bahwa setiap terjadi
pertambahan tingkat pendidikan petani kopi sebanyak 1 tahun maka akan
meningkatkan tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat sebesar 0,054% dengan asumsi cateris paribus.
95
4) Variabel tanggungan keluarga petani kopi berpengaruh negatif dan signifikan
pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel tanggungan keluarga
petani kopi sebesar -0,050 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan
tanggungan keluarga petani kopi sebanyak 1% maka akan menurunkan tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar
0,050% dengan asumsi cateris paribus.
5) Variabel luas lahan petani kopi berpengaruh positif dan tidak signifikan pada
taraf nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel luas lahan petani kopi sebesar
0,433 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan luas lahan petani
sebanyak 1 Ha maka akan meningkatkan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar 0,433% dengan asumsi cateris
paribus.
6) Variabel intensitas kehadiran petani dalam kegiatan kelompok tani
berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien
regresi variabel intensitas kehadiran petani dalam kelompok tani sebesar -
0,209 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan intensitas kehadiran
petani dalam kelompok tani sebanyak 1 kali maka akan menurunkan tingkat
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar
0,209% dengan asumsi cateris paribus.
7) Variabel akses informasi usahatani kopi berpengaruh positif dan tidak
signifikan pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel akses informasi
usahatani kopi sebesar 0,899 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan
atau bertambahnya akses informasi usahatani kopi sebanyak 1 informasi maka
akan meningkatkan tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat sebesar 0,899% dengan asumsi cateris paribus.
8) Variabel persepsi harga kopi berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada
taraf nyata 5%. Nilai koefisien regresi variabel persepsi harga kopi sebesar -
0,465 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan tentang persepsi harga
kopi sebanyak 1 rupiah maka akan menurunkan tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebesar 0,465% dengan
asumsi cateris paribus.
96
4.6 Strategi Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat di Lereng Argopuro Kabupaten Jember
Berdasarkan pendapat gabungan dari 3 informan expert yaitu bapak Djoko
Soemarno dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sebagai kepala
kebun. Kedua adalah ibu Novi Hardiani dari Dinas Tanaman Pangan,
Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember bidang perkebunan. Ketiga
adalah bapak Mulyadi atau Wahyu ketua Gabungan Kelompok Tani di Desa
Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Hasil Analytic Hierarchy Process
(AHP) ketiga informan expert menunjukkan bahwa kriteria budidaya dengan nilai
bobot 0,507 merupakan kriteria paling prioritas yang perlu diperhatikan dalam
strategi peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi
rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Selanjutnya secara berurutan
adalah kriteria pasca panen dengan nilai bobot 0,260, kriteria pemasaran dengan
nilai bobot 0,128, kriteria kelembagaan dengan nilai bobot 0,068, dan kriteria
kebijakan dengan nilai bobot 0,038.
Tabel 4.17 Kriteria Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP)Usahatani Kopi Rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
No Kriteria Nilai bobot1 Budidaya 0,5072 Pasca panen 0,2603 Pemasaran 0,1284 Kelembagaan 0,0685 Kebijakan 0,038
Inconsistency Ratio = 0.08Sumber : Data primer diolah, 2019
Hasil AHP digunakan untuk menentukan aspek yang menjadi prioritas
dalam memberikan alternatif pilihan strategi mengenai beberapa aspek yang perlu
ditingkatkan, diperbaiki atau dikembangkan untuk peningkatan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten
Jember. Berikutnya, aspek yang menjadi kriteria memiliki prioritas alternatif
strategi yang akan digunakan untuk peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat. Alternatif strategi masing-masing kriteria
dari yang paling prioritas secara berurutan akan diuraikan sebagai berikut:
97
4.6.1 Kriteria budidayaKriteria budidaya merupakan aspek terpenting dan paling diprioritaskan
untuk digunakan dalam peningkatan penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Aspek
budidaya memiliki 3 alternatif strategi yang yaitu pembinaan, pelatihan, dan FGD
penerapan Good Agriculture Practices (GAP), pendampingan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP), dan Fasilitasi penerapan Good Agriculture
Practices (GAP). Berdasarkan hasil Analytic Hierarchy Process (AHP)
didapatkan 1 alternatif yang menjadi prioritas dalam aspek budidaya untuk
peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
sebagai berikut:
Tabel 4.18 Alternatif Strategi pada Kriteria Budidaya
No Alternatif kriteria budidaya Nilai bobot
1 Pembinaan, pelatihan, dan FGD penerapan GAP 0,384
2 Pendampingan penerapan GAP 0,511
3 Fasilitas saprodi penerapan GAP 0,105
Inconsistency Ratio = 0.01Sumber : Data primer diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa yang menjadi prioritas strategi
adalah pendampingan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) dalam
peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
dengan persentase prioritas sebesar 0,511 atau 51,1%. Pendampingan dilakukan
kepada Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengelolaan sumber daya lahan.
Pendampingan Sumber Daya Manusia (SDM) berkaitan dengan pengetahuan dan
praktik mengenai teknik budidaya kopi yang baik (Good Agriculture Practices),
mulai dari penyemaian bibit, penaung, pengairan, penanaman, pemeliharaan,
sampai panen dan pasca panen kopi. Pendampingan pengelolaan lahan berkaitan
dengan iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kemiringan tanah,
ketinggian tempat, PH tanah, tekstur tanah, dan kesuburan tanah. Selanjutnya
yang menjadi alternatif kedua adalah pembinaan, pelatihan, dan FGD penerapan
Good Agriculture Practices (GAP) dengan persentase prioritas sebesar 38,4%.
Pembinaan dan pelatihan Good Agriculture Practices (GAP) menekankan pada
98
narasumber atau penyuluh untuk memberikan ilmu pengetahuan berkaitan dengan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP), sedangkan FGD penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) berkaitan dengan pemecahan permasalahan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) yang dihadapi petani sehingga
permasalahan bisa terpecahkan dan mendapatkan solusi. Kemudian yang menjadi
alternatif terakhir adalah Fasilitasi penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
dengan persentase prioritas sebesar 10,5%. Fasilitasi dengan memberikan saprodi
misal bibit kopi S.E dan pupuk bersubsidi.
4.6.2 Kriteria pasca panen
Kriteria pasca panen menjadi prioritas ke-2 setelah kriteria budidaya
dengan memiliki 3 alternatif strategi yaitu pendampingan pasca panen yang tepat,
pembinaan, pelatihan, dan FGD pasca panen yang baik, serta fasilitasi alat pasca
panen. Pilihan alternatif strategi untuk peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
melalui kriteria pasca panen dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.19 Alternatif Strategi Kriteria Pasca Panen
No Alternatif kriteria pasca panen Nilai bobot1 Pendampingan pasca panen yang baik 0,582
2 Pembinaan, pelatihan, dan FGD pasca panen yang baik 0,310
3 Fasilitasi alat pasca panen 0,108
Inconsistency Ratio = 0.01Sumber : Data primer diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.19 didapatkan bahwa alternatif strategi
pendampingan pasca panen yang tepat dengan persentase prioritas sebesar 58,2%
menjadi alternatif prioritas utama dalam kriteria pasca panen sebagai upaya
peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat.
Pendampingan dilakukan mulai dari setelah panen, pengolahan, sampai menjadi
biji kopi kering atau produk olahan lainnya. Pendampingan pengolahan biji yang
masih berbentuk gelondong basah diolah menjadi biji ose kering dikarenakan
harganya lebih mahal. Selanjutnya alternatif prioritas ke-2 dengan persentase nilai
sebesar 31% adalah pembinaan, pelatihan, dan FGD pasca panen yang baik.
Pembinaan dan pelatihan berkaitan dengan penyampaian ilmu pengetahuan oleh
99
penyuluh atau dinas terkait tentang pasca panen kopi yang baik, sedangkan FGD
untuk menemukan permasalahan pasca panen yang dihadapi petani dan
mencarikan solusi untuk permasalahan pasca panen yang dihadapi. Prioritas
terakhir dalam kriteria pasca panen adalah fasilitasi alat pasca panen yang
memiliki persentase nilai sebesar 10,8%. Fasilitasi alat pasca panen seperti pulper
(pengupas kulit buah kopi), huller (pengupas kulit kering), washer (pencuci kopi
HS), roaster (sangrai), dryer (pengering), blender (pencampur mekanis kopi
sangrai), grinder (pembubuk kopi), dan vacuum sealer (pengemas vacum) serta
diversifikasi produk.
4.6.3 Kriteria pemasaran
Kriteria prioritas ke-3 adalah pemasaran. Aspek pemasaran memperoleh
persentase nilai bobot sebesar 12,8%. Kriteria pemasaran memiliki 3 alternatif
strategi yaitu pembinaan pemasaran, pelatihan dan FGD pemasaran, serta fasilitasi
perbaikan tingkat pemasaran. Berdasarkan hasil AHP dalam kriteria pemasaran
diketahui prioritas alternatif strategi untuk peningkatan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat sebagai berikut :
Tabel 4.20 Alternatif Strategi Kriteria Pemasaran
No Alternatif kriteria pemasaran Nilai bobot
1 Pembinaan pemasaran 0,682
2 Pelatihan dan FGD pemasaran 0,223
3 Fasilitasi perbaikan tingkat pemasaran 0,095
Inconsistency Ratio = 0.06Sumber : Data primer diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.20 diperoleh bahwa dalam kriteria pemasaran yang
menjadi alternatif paling prioritas dalam peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) adalah pembinaan pemasaran dengan nilai bobot 68,2%.
Pembinaan pemasaran ditujukan agar petani mampu mendapatkan pemasaran
kopi yang baik, mulai dari pemilihan bahan baku pada saat panen sampai menjadi
produk berkualitas sehingga diminati oleh pembeli (buyer). Alternatif prioritas ke
dua adalah melakukan pelatihan dan FGD pemasaran. Pelatihan diberikan oleh
penyuluh untuk menambah ilmu pengetahuan petani tentang pemasaran kopi yang
baik dan FGD dilakukan untuk memecahkan permasalahan pemasaran kopi yang
100
dilakukan petani kopi. Contoh permasalahan pemasaran kopi yang dihadapi
petani adalah petani hanya bergantung pada tengkulak sehingga tidak bisa
menentukan harga sendiri. Alternatif strategi terakhir adalah fasilitasi perbaikan
tingkat pemasaran. Fasilitasi berkaitan dengan kemitraan dalam pembelian kopi,
promosi, dan branding kopi supaya jangkauan pemasaran menjadi lebih luas.
4.6.4 Kriteria kelembagaan
Kriteria kelembagaan memiliki nilai bobot sebesar 0,068 atau 6,8%
berada di posisi ke empat setelah kriteria pemasaran. Kriteria kelembagaan
memiliki 3 alternatif strategi diantaranya pelatihan dan FGD kelembagaan,
pembinaan kelembagaan, dan optimalisasi kelembagaan Pembina atau penyuluh.
Pilihan alternatif strategi sebagai upaya peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
melalui kriteria kelembagaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.21 Alternatif Strategi Kriteria Kelembagaan
No Alternatif kriteria kelembagaan Nilai bobot
1 Pelatihan dan FGD kelembagaan 0,200
2 Pembinaan kelembagaan 0,571
3 Optimalisasi kelembagaan pembina/ penyuluh 0,229
Inconsistency Ratio = 0.05Sumber : Data primer diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.21 diperoleh bahwa hasil AHP alternatif strategi
kriteria kelembagaan yang menjadi prioritas alternatif adalah pembinaan
kelembagaan dengan persentase nilai sebesar 57,1%. Pembinaan bertujuan agar
kelompok tani menjadi lebih aktif dalam melaksanakan kegiatan yang khususnya
membantu meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani
kopi rakyat. Pembinaan untuk membantu petani mengorganisasikan dirinya dalam
mengakses teknologi, permodalan, pasar, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya. Prioritas alternatif ke-2 adalah
optimalisasi kelembagaan pembina atau penyuluh dengan persentase nilai sebesar
22,9%. Optimalisasi dilakukan supaya kelembagaan pembina atau penyuluh
saling berkoordinasi dan aktif dalam membantu kelompok tani meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP). Prioritas terakhir kriteria
101
kelembagaan adalah pelatihan dan FGD kelembagaan dengan persentase sebesar
20%. Pelatihan mengorganisasikan kelompok tani dengan melaksanakan kegiatan
pertemuan rutin, kerjasama antar kelompok tani, dan melakukan FGD untuk
memecahkan permasalahan terkait penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat.
4.6.5 Kriteria kebijakan
Kriteria terakhir sebagai upaya peningkatan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
adalah kebijakan. Kriteria kebijakan memiliki 3 alternatif strategi yaitu
mempermudah pelaku usaha kopi, program perbaikan kelembagaan kopi rakyat,
dan program peningkatan daya saing pemasaran baik pemasaran dalam negeri
maupun ekspor kopi. Hasil AHP dari kriteria kebijakan sebagai berikut:
Tabel 4.22 Alternatif Strategi Kriteria Kebijakan
No Alternatif kriteria kebijakan Nilai bobot
1 Mempermudah pelaku usaha kopi dalam berusahatani 0,590
2 Program perbaikan kelembagaan kopi rakyat 0,263
3 Program peningkatan daya saing pemasaran 0,148
Inconsistency Ratio = 0.00Sumber : Data primer diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 4.22 didapatkan bahwa prioritas strategi pada kriteria
kebijakan adalah mempermudah pelaku usaha kopi dengan persentase nilai
sebesar 59%. Pelaku usaha kopi agar diberikan akses dalam berusahatani kopi
sehingga dapat meningkatkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
misalnya kemudahan mendapatkan saprodi, dan mempermudah ijin usaha kopi di
Kabupaten Jember. Selanjutnya alternatif ke dua adalah program perbaikan
kelembagaan kopi rakyat yang memiliki persentase nilai sebesar 26,3%. Perbaikan
kelembagaan juga mencakup program cluster kopi rakyat agar produk kopi
menjadi lebih dikenal. Alternatif terakhir adalah program peningkatan daya saing
pemasaran dengan nilai sebesar 14,8%. Daya saing pemasaran tidak hanya dalam
negeri tetapi juga mencakup ekspor.
102
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
di Kecamatan Panti Kabupaten Jember sebesar 80,58 atau kategori kurang
baik. Hal ini dikarenakan terdapat indikator yang penerapannya kurang
maksimal meliputi sistem pengairan: (a) pembuatan rorak, (b) ukuran, dan (c)
jarak. Indikator persiapan bibit meliputi: (a) jumlah kebutuhan bibit per Ha,
dan (b) jarak dan kedalaman benih. Sistem pengairan petani kopi
menggunakan sistem Gulud atau tanaman kopi dibuat lebih tinggi dari tanah
disampingnya. Sedangkan pada indikator persiapan bibit, petani hanya
mengandalkan dari pengalaman yang telah dipelajari.
2. Variabel yang signifikan mempengaruhi tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) usahatani kopi rakyat meliputi: (a) tanggungan keluarga, (b)
luas lahan, (c) akses informasi usahatani, dan (d) persepsi harga kopi.
a. Variabel tanggungan keluarga berpengaruh signifikan negatif. Artinya jika
tanggungan keluarga naik maka tingkat penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) turun. Hal ini dapat terjadi karena pendapatan petani
hanya cukup untuk kebutuhan keluarga dan sisanya tidak cukup untuk
usahatani kopinya, jadi penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
kopinya rendah.
b. Variabel luas lahan berpengaruh signifikan positif yang berarti jika luas
lahan bertambah maka tingkat penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) naik. Hal ini dapat terjadi karena jika luas lahan bertambah maka
petani akan meningkatkan produksi dan kualitasnya sehingga berarti pula
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) meningkat.
c. Variabel akses informasi usahatani berpengaruh signifikan positif. Artinya
jika akses informasi usahatani meningkat maka tingkat penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) naik. Hal ini dapat terjadi karena semakin
tinggi akses informasi usahatani kopi akan meningkatkan penerapan Good
Agriculture Practices (GAP) kopi.
103
d. Variabel persepsi harga kopi berpengaruh signifikan negatif. Artinya jika
persepsi harga kopi rendah maka penerapan Good Agriculture Practices
(GAP) meningkat. Hal ini dapat menunjukan bahwa ketika harga kopi
turun maka petani terangsang meningkatkan produktivitas dan kualitasnya
dengan harapan saat panen produksinya tinggi. Disadari atau tidak disadari
dengan meningkatkan kualitas kopi maka petani akan meningkatkan
penerapan Good Agriculture Practices (GAP) juga.
3. Prioritas strategi peningkatan penerapan Good Agriculture Practices (GAP)
usahatani kopi rakyat adalah pendampingan penerapan Good Agriculture
Practices (GAP) meliputi pendampingan sumber daya manusia dan
pengelolaan sumber daya lahan.
5.2 Saran
1. Tingkat penerapan Good Agriculture Practices (GAP) usahatani kopi rakyat
pada kategori kurang baik sebaiknya petani perlu meningkatkannya. Pada
indikator sistem pengairan (rorak), kebutuhan benih tanaman, jarak dan
kedalaman benih. Sebaiknya pada lahan budidaya kopi dibuatkan rorak guna
menampung air, pada penyiapan benih dan pembenihan sebaiknya disesuaikan
dengan pedoman Good Agriculture Practices (GAP) kopi bahwa kebutuhan
benih per Ha kurang lebih 3000 benih ditambah 20% untuk sulam.
2. Seharusnya petani berpola pikir untuk tidak terfokus hanya harga kopi, tetapi
juga pada produktivitas dan kualitas kopinya. Jika produktivitas dan kualitas
kopi tinggi maka harga kopi juga akan naik.
3. Sebaiknya bagi penyuluh dan dinas pertanian supaya mengoptimalkan strategi
pendampingan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) kopi.
Pendampingan kepada petani dengan memberikan pengetahuan dan praktik
kepada petani mengenai teknik budidaya kopi yang baik (Good Agriculture
Practices), mulai dari penyemaian bibit, penaung, pengairan, penanaman,
pemeliharaan, sampai panen dan pasca panen. Pendampingan pengelolaan
lahan dengan memberikan pengetahuan kepada petani mengenai curah hujan,
suhu, kemiringan tanah, ketinggian tempat, PH, tekstur, dan kesuburan tanah.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ariswandi. 2009. Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi DiKabupaten Lampung Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut PertanianBogor
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2013. Potensi dan Produk UnggulanJawa Timur. Bappeda: Jember
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Kopi Indonesia. Badan Pusat Statistik:Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kopi Indonesia. Badan Pusat Statistik:Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Jember Dalam Angka 2014. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Jember Dalam Angka 2015. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Jember Dalam Angka 2016. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Jember Dalam Angka 2017. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Jember Dalam Angka 2018. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Badan Pusat Statistik. 2018. Kecamatan Panti Dalam Angka 2018. Badan PusatStatistik Kabupaten Jember: Jember
Chomei Y., Ho V.B., dan Teruaki N. 2017. Factors Influencing Tea Farmers’Decision to Adopt Vietnamese Good Agricultural Practices in NorthernVietnam. Agricultural Economics and Development, 6(2): 12-20
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015 –2017 Kopi. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. KementrianPertanian
Ernawati R., Ratna W.A., dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya KopiPoliklonal. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Lampung.
105
FAO. 2007. Peraturan, Standart, dan Sertifikasi Untuk Ekspor Produk Pertanian.Grafika: Jakarta
Gultom P., Jefri L., dan Ester N. 2014. Penentuan Komoditas Unggulan PertanianDengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Saintia Matematika,2 (3): 213-224
Haryanto B., Amir T., Hasan B., Djoko., Murdani M., dan Sugeng M. 2016.Kurikulum Nasional dan Modul Pelatihan Budidaya Berkelanjutan (GoodAgriculture Practices) dan Pasca Panen Kopi Robusta. Badan Penyuluhdan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian: Jakarta
Halin H. 2018. Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Konsumen DiPalembang. Ecoment Global, 3(2): 167- 182
Harlan J. 2018. Analisis Regresi Linear. Gunadarma: Depok
Hasono K., Pongthong P., Masahiro Y. 2014. Factors Affecting theImplementation of Good Agricultural Practices (GAP) among CoffeeFarmers in Chumphon Province Thailand. American Journal of RuralDevelopment, 2(2): 34-39
Ilham. 2018. Strategi Pengembangan Tanaman Kopi Robusta (Coffea Canephora)Di Kecamatan Sinjai Borong Kabupaten Sinjai. Skripsi. AgroteknologiFakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin Makassar
Indriantoro N. dan B. Supomo. 2009. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansidan Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Janie D.N.A. 2012. Statistik Deskriptif dan Regresi Linier Berganda denganSPSS. Semarang: Semarang University Press
Martini E., Retno H. 2013. Pedoman Budidaya dan Pemeliharaan Tanaman Kopidi Kebun Campur. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF)Southeast Asia Regional Program
Mulyono I. 2009. Pengembangan Produksi Kopi dan Karet Di PerkebunanKalijompo Sebagai Penghasil Devisa. Tesis. Magister Agribisnis.Universitas Jember
Nurhidayati, Istirochah P., Anis S., Djuhari, dan Abdul B. 2008. E-BookPertanian Organik. Agroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas IslamMalang
Novitarini E. 2018. Ilmu Usahatani. Fakultas Pertanian Universitas Sjakhyakirti:Palembang
106
Peraturan Menteri Pertanian. 2014. Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices/ GAP on Coffea). Kementerian Pertanian
Prastowo B., Elna K., Rubijo, Siswanto, Chandra I,, dan S. Joni M. 2010.Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan: Bogor
Pratiwi R.R. 2016. Hambatan dan Strategi Pengembangan Usahatani Kopi dalamUpaya Peningkatan Produksi di Kecamatan Candiroto KabupatenTemanggung. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang
Rahmah K. 2014. Analisis Strategi Pemasaran Kopi Lokal Di Rumah Kopi Ranin.Skripsi. Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut PertanianBogor
Rakasiwi D. 2018. Faktor Produksi Pada Usahatani Kopi Di Desa SukapuraKecamatan Sumberjaya Tahun 2016. Jurnal. Fakultas Keguruan dan IlmuPengetahuan. Universitas Lampung
Ramadhani R. 2018. Analisis Ekspor Kopi Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi.Universitas Islam Indonesia
Risandewi , T. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta Di KabupatenTemanggung (Studi Kasus Di Kecamatan Candiroto). Litbang ProvinsiJawa Tengah, 11 (1): 87-102.
Saaty Thomas L. 2008. Decision Making With the Analytic Hierarchy Process.Services Sciences. 1(1): 83-98
Saputri E. D. 2012. Strategi Pengembangan Kelembagaan Gapoktan “TaniMulyo” Dalam Mengembangkan Sistem Integritas Tanaman Padi – TernakSapi Di Desa Grogol Kecamatan Waru Kabupaten Sukoharjo. Skripsi.Agribisnis Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sari D.P. 2016. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Agricultural Practice (Gap)Untuk Pertanian Berkelanjutan Di Kecamatan Tinggi Moncong KabupatenGowa. Galung Tropika, 5(3): 151-163
Siregar E. 2009. Analisis Terhadap Jumlah Produksi Kopi, Jumlah Ekspor Kopi,dan Nilai Devisa Kopi di Indonesia pada Tahun 1972- 2008. Skripsi.Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas SumateraUtara Medan.
Soetriono. 2010. Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta. Surya Pena Gemilang:Malang
107
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung:Alfabeta
Taniredja T., dan H. Mustafidah. 2014. Penelitian Kuantitatif. Bandung : Alfabeta
Tanjung F., Rika H., dan Rudi F. 2016. Strategi Pengembangan Agribisnis KopiRobusta Di Kabupaten Solok. Agrisep, 15 (1): 111- 126
Tjitropranoto P., Mahyuda, dan Siti A. 2018. Tingkat Adopsi Good AgriculturePractices Budidaya Kopi Arabika Gayo oleh Petani di Kabupaten AcehTengah. Penyuluhan, 14(2): 308-323
Viantimala B., Rinaldi P., dan Tubagus H. 2015. Peranan Kelompok Tani DalamPeningkatan Pendapatan Petani Kopi Di Kelurahan Tugusari KecamatanSumberjaya Kabupaten Lampung Barat. JIIA. 3(3): 301 – 307
Zamroni M. 2015. Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) PadaPemeliharaan Tanaman Teh Menghasilkan Dengan Aspek KhususPemetikan di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Skripsi.Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
108
LAMPIRAN
109
Lampiran A. Data Responden Petani Kopi Rakyat di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
No Nama Umur petani(Tahun)
Tingkat pendidikan(Tahun)
Pengalaman(Tahun)
Tanggungankeluarga (Jiwa) Luas lahan (Ha)
1 Moh. Sholeh 34 12 18 2 1,8
2 Asis 42 6 21 2 1,8
3 Suyanto 49 6 21 1 1,4
4 Seki 42 6 25 2 2,1
5 Tomo 44 9 25 2 1,8
6 Supiyanto 51 9 26 3 1,7
7 Fathur Rohman 36 6 22 1 1,8
8 Hasan 46 6 21 1 2,1
9 Wahyudi 59 6 24 2 2,1
10 Musawir 48 12 22 3 1,6
11 Samsudin 47 6 23 3 1,4
12 Romli 41 6 25 2 1,8
13 Kasiman 53 6 27 1 1,8
14 Pausi 51 16 22 1 1,7
15 Imam Syafi'i 49 6 23 3 1,4
16 M. Makruf 64 6 30 1 2,5
17 Fauzan 49 6 25 2 2,3
18 Wildan 48 9 19 1 2,0
19 Totok 47 6 27 2 3,1
20 Yakub 51 12 22 1 1,7
21 Rokhim 39 6 15 3 3,2
110
Lanjutan lampiran A.
No Nama Umur petani(Tahun)
Tingkat pendidikan(Tahun)
Pengalaman(Tahun)
Tanggungankeluarga (Jiwa) Luas lahan (Ha)
22 Muksin 41 6 20 2 3,5
23 Kosim 39 6 26 2 1,8
24 Budianto 56 6 25 2 1,5
25 Mulyadi 50 6 21 2 7,0
26 Bandut 62 9 26 2 1,5
27 Wahyuni 37 6 16 2 1,7
28 Habibi 52 6 29 3 3,6
29 Huda 55 6 20 2 1,8
30 Ubet 60 9 27 3 1,5
31 Sidik 41 6 28 2 2,0
32 Mursid 42 6 22 2 2,3
33 Hotip 45 6 24 2 1,5
34 Sugeng 55 6 20 2 1,8
35 Mulyono 50 12 29 1 5,1
36 Iqbal 59 6 24 2 2,1
37 Rofi 38 6 22 2 1,6
38 Asdin 46 6 21 1 2,1
39 Lukman 60 9 27 3 1,5
40 Rozak 62 9 26 2 1,5
41 Luluk 42 6 22 2 2,3
111
Lanjutan lampiran A.
No NamaIntensitas
kehadiran petani(Jumlah/ Tahun)
Akses informasiusahatani
Ketersediaantenaga kerja
Persepsi hargakopi
Tingkat penerapan(Skor)
1 Moh. Sholeh 3 2 (Sulit) 4 (Mudah) 1 (Murah) 81,3
2 Asis 3 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 78,7
3 Suyanto 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 82,6
4 Seki 3 2 (Sulit) 4 (Mudah) 3 (Sedang) 80,0
5 Tomo 3 4 (Mudah) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 83,9
6 Supiyanto 2 4 (Mudah) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 81,9
7 Fathur Rohman 3 5 (Sangat mudah) 4 (Mudah) 1 (Murah) 83,2
8 Hasan 2 2 (Sulit) 3 (Cukup mudah) 4 (Mahal) 78,1
9 Wahyudi 2 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 76,8
10 Musawir 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 80,0
11 Samsudin 2 3 (Cukup mudah) 4 (Mudah) 2 (Agak murah) 80,0
12 Romli 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 80,0
13 Kasiman 2 3 (Cukup mudah) 5 (Sangat mudah) 4 (Mahal) 81,9
14 Pausi 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 82,6
15 Imam Syafi'i 3 2 (Sulit) 5 (Sangat mudah) 2 (Agak murah) 80,0
16 M. Makruf 4 5 (Sangat mudah) 3 (Cukup mudah) 2 (Agak murah) 81,9
17 Fauzan 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 81,3
18 Wildan 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 83,2
19 Totok 2 4 (Mudah) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 84,5
20 Yakub 3 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 83,9
21 Rokhim 2 3 (Cukup mudah) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 82,6
112
Lanjutan lampiran A.
No NamaIntensitas
kehadiran petani(Jumlah/ Tahun)
Akses informasiusahatani
Ketersediaantenaga kerja
Persepsi hargakopi
Tingkat penerapan(Skor)
22 Muksin 2 3 (Cukup mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 80,0
23 Kosim 3 4 (Mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 83,2
24 Budianto 3 3 (Cukup mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 79,4
25 Mulyadi 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 82,6
26 Bandut 3 3 (Cukup mudah) 3 (Cukup mudah) 2 (Agak murah) 81,3
27 Wahyuni 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 79,4
28 Habibi 2 3 (Cukup mudah) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 80,6
29 Huda 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 80,6
30 Ubet 2 2 (Sulit) 3 (Cukup mudah) 1 (Murah) 80,0
31 Sidik 2 2 (Sulit) 5 (Sangat mudah) 2 (Agak murah) 78,7
32 Mursid 3 3 (Cukup mudah) 3 (Cukup mudah) 4 (Mahal) 79,4
33 Hotip 3 3 (Cukup mudah) 5 (Sangat mudah) 1 (Murah) 82,6
34 Sugeng 2 2 (Sulit) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 76,8
35 Mulyono 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 80,0
36 Iqbal 2 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 78,7
37 Rofi 2 3 (Cukup mudah) 2 (Sulit) 1 (Murah) 80,6
38 Asdin 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 78,1
39 Lukman 2 4 (Mudah) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 77,4
40 Rozak 3 2 (Sulit) 2 (Sulit) 4 (Mahal) 77,4
41 Luluk 4 2 (Sulit) 2 (Sulit) 1 (Murah) 78,7
113
Lampiran B1. Indikator Dalam Penentuan Lokasi Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No Nama
Penentuan Lokasi
Curah hujan Suhuudara pH tanah Kemiringan
tanahKetinggian
tempatTeksturtanah Jumlah
1 Moh. Sholeh 4 5 5 5 5 5 29
2 Asis 4 5 5 5 5 5 29
3 Suyanto 4 5 5 5 5 5 29
4 Seki 4 5 5 5 5 5 29
5 Tomo 4 5 5 5 5 5 29
6 Supiyanto 4 5 5 5 5 5 29
7 Fathur Rohman 4 5 5 5 5 5 29
8 Hasan 4 5 5 5 5 5 29
9 Wahyudi 4 5 5 5 5 5 29
10 Musawir 4 5 5 5 5 5 29
11 Samsudin 4 5 5 5 5 5 29
12 Romli 4 5 5 5 5 5 29
13 Kasiman 4 5 5 5 5 5 29
14 Pausi 4 5 5 5 5 5 29
15 Imam Syafi'i 4 5 5 5 5 5 29
16 M. Makruf 4 5 5 5 5 5 29
17 Fauzan 4 5 5 5 5 5 29
18 Wildan 4 5 5 5 5 5 29
19 Totok 4 5 5 5 5 5 29
20 Yakub 4 5 5 5 5 5 29
21 Rokhim 4 5 5 5 5 5 29
114
Lanjutan lampiran B1.
No Nama
Penentuan Lokasi
Curah hujan Suhuudara pH tanah Kemiringan
tanahKetinggian
tempatTeksturtanah Jumlah
22 Muksin 4 5 5 5 5 5 29
23 Kosim 4 5 5 5 5 5 29
24 Budianto 4 5 5 5 5 5 29
25 Mulyadi 4 5 5 5 5 5 29
26 Bandut 4 1 5 5 5 5 25
27 Wahyuni 4 1 5 5 5 5 25
28 Habibi 4 1 5 5 5 5 25
29 Huda 4 1 5 5 5 5 25
30 Ubet 4 1 5 5 5 5 25
31 Sidik 4 1 5 5 5 5 25
32 Mursid 4 5 5 4 4 5 27
33 Hotip 4 5 5 4 4 5 27
34 Sugeng 4 1 5 5 5 5 25
35 Mulyono 4 1 5 5 5 5 25
36 Iqbal 4 1 5 5 5 5 25
37 Rofi 4 1 5 5 5 5 25
38 Asdin 4 1 5 5 5 5 25
39 Lukman 4 1 5 5 5 5 25
40 Rozak 4 1 5 5 5 5 25
41 Luluk 4 1 5 5 5 5 25
115
Lampiran B2. Indikator Dalam Penyiapan Lahan Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No NamaPenyiapan Lahan
Penaung Tinggipenaung
Lubangtanam
Kedalamanlubang
Jaraklubang
Jarakbarisan Jumlah
1 Moh. Sholeh 4 5 3 4 4 5 252 Asis 4 5 4 4 4 5 263 Suyanto 4 5 5 4 5 5 284 Seki 4 5 4 4 4 5 265 Tomo 4 5 5 5 5 5 296 Supiyanto 4 5 4 4 5 5 277 Fathur Rohman 4 5 5 4 4 5 278 Hasan 4 5 2 2 4 5 229 Wahyudi 4 5 4 4 4 4 25
10 Musawir 4 5 2 2 5 5 2311 Samsudin 4 5 3 2 5 5 2412 Romli 4 5 3 2 4 5 2313 Kasiman 4 5 5 5 5 5 2914 Pausi 4 5 4 3 5 5 2615 Imam Syafi'i 4 5 5 3 5 5 2716 M. Makruf 4 5 5 5 5 5 2917 Fauzan 4 5 5 4 5 5 2818 Wildan 4 5 5 5 5 5 2919 Totok 4 5 5 5 5 5 2920 Yakub 4 5 5 4 5 5 2821 Rokhim 4 5 5 5 5 5 29
116
Lanjutan lampiran B2.
No Nama
Penyiapan Lahan
Penaung Tinggipenaung
Lubangtanam
Kedalamanlubang
Jaraklubang
Jarakbarisan Jumlah
22 Muksin 4 5 4 4 5 5 27
23 Kosim 4 5 5 4 5 5 28
24 Budianto 4 5 3 2 5 5 24
25 Mulyadi 4 5 5 5 5 5 29
26 Bandut 4 5 5 5 5 5 29
27 Wahyuni 4 5 5 4 5 5 28
28 Habibi 4 5 5 5 5 5 29
29 Huda 4 5 5 4 5 5 28
30 Ubet 4 5 5 5 5 5 29
31 Sidik 4 5 5 4 5 5 28
32 Mursid 4 5 5 5 5 5 29
33 Hotip 4 5 4 5 5 5 28
34 Sugeng 4 5 3 2 4 5 23
35 Mulyono 4 5 4 5 5 5 28
36 Iqbal 4 5 3 4 5 5 26
37 Rofi 4 5 5 5 5 5 29
38 Asdin 4 5 4 5 5 5 28
39 Lukman 4 5 4 4 5 5 27
40 Rozak 4 5 5 5 5 5 29
41 Luluk 4 5 4 5 5 5 28
117
Lampiran B3. Indikator Dalam Sistem Pengairan Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No NamaSistem Pengairan
Pembuatanrorak
Ukuranrorak
Jarakrorak Jumlah
1 Moh. Sholeh 1 1 1 32 Asis 1 1 1 33 Suyanto 1 1 1 34 Seki 1 1 1 35 Tomo 1 1 1 36 Supiyanto 1 1 1 37 Fathur Rohman 1 1 1 38 Hasan 1 1 1 39 Wahyudi 1 1 1 3
10 Musawir 1 1 1 311 Samsudin 1 1 1 312 Romli 1 1 1 313 Kasiman 1 1 1 314 Pausi 1 1 1 315 Imam Syafi'i 1 1 1 316 M. Makruf 1 1 1 317 Fauzan 1 1 1 318 Wildan 1 1 1 319 Totok 1 1 1 320 Yakub 1 1 1 321 Rokhim 1 1 1 3
118
Lanjutan lampiran B3.
No Nama
Sistem Pengairan
Pembuatanrorak
Ukuranrorak
Jarakrorak Jumlah
22 Muksin 1 1 1 3
23 Kosim 1 1 1 3
24 Budianto 1 1 1 3
25 Mulyadi 1 1 1 3
26 Bandut 1 1 1 3
27 Wahyuni 1 1 1 3
28 Habibi 1 1 1 3
29 Huda 1 1 1 3
30 Ubet 1 1 1 3
31 Sidik 1 1 1 3
32 Mursid 1 1 1 3
33 Hotip 1 1 1 3
34 Sugeng 1 1 1 3
35 Mulyono 1 1 1 3
36 Iqbal 1 1 1 3
37 Rofi 1 1 1 3
38 Asdin 1 1 1 3
39 Lukman 1 1 1 3
40 Rozak 1 1 1 3
41 Luluk 1 1 1 3
119
Lampiran B4. Indikator Dalam Persiapan Bibit Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No Nama
Persiapan Bibit
Umur bibitJumlahbibit per
HaBedengan
Jarak &kedalaman
benihPenyiraman Jumlah
1 Moh. Sholeh 5 1 5 2 5 182 Asis 5 1 4 1 5 163 Suyanto 5 1 4 1 5 164 Seki 5 1 5 2 5 185 Tomo 5 1 5 2 5 186 Supiyanto 5 1 5 2 5 187 Fathur Rohman 5 2 4 2 5 188 Hasan 5 1 4 2 5 179 Wahyudi 5 1 4 1 5 16
10 Musawir 5 2 5 1 5 1811 Samsudin 5 2 4 1 5 1712 Romli 5 1 4 4 5 1913 Kasiman 5 2 5 1 5 1814 Pausi 5 2 5 1 5 1815 Imam Syafi'i 5 1 3 1 5 1516 M. Makruf 5 1 4 1 5 1617 Fauzan 5 1 4 2 5 1718 Wildan 5 1 5 1 5 1719 Totok 5 1 3 2 5 1620 Yakub 5 2 5 1 5 1821 Rokhim 5 1 4 1 5 16
120
Lanjutan lampiran B4.
No Nama
Persiapan Bibit
Umur bibitJumlahbibit per
HaBedengan
Jarak &kedalaman
benihPenyiraman Jumlah
22 Muksin 5 1 2 2 5 15
23 Kosim 5 2 4 1 5 17
24 Budianto 5 1 4 1 5 16
25 Mulyadi 5 1 3 2 5 16
26 Bandut 5 1 4 3 5 18
27 Wahyuni 5 2 4 1 5 17
28 Habibi 5 1 4 2 5 17
29 Huda 5 2 4 2 5 18
30 Ubet 5 1 3 1 5 15
31 Sidik 5 1 4 2 5 17
32 Mursid 5 1 4 1 5 16
33 Hotip 5 2 5 1 5 18
34 Sugeng 5 2 4 2 5 18
35 Mulyono 5 1 4 2 5 17
36 Iqbal 5 1 5 1 5 17
37 Rofi 5 1 5 2 5 18
38 Asdin 5 1 5 2 5 18
39 Lukman 5 1 4 1 5 16
40 Rozak 5 1 3 1 5 15
41 Luluk 5 1 4 1 5 16
121
Lampiran B5. Indikator Dalam Penanaman Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No NamaPenanaman
Lubangtanam
Waktutanam Jumlah
1 Moh. Sholeh 5 5 102 Asis 5 5 103 Suyanto 5 5 104 Seki 4 5 95 Tomo 5 5 106 Supiyanto 4 5 97 Fathur Rohman 4 5 98 Hasan 4 5 99 Wahyudi 4 5 9
10 Musawir 5 5 1011 Samsudin 5 5 1012 Romli 4 5 913 Kasiman 5 5 1014 Pausi 5 5 1015 Imam Syafi'i 3 5 816 M. Makruf 4 5 917 Fauzan 5 5 1018 Wildan 5 5 1019 Totok 5 5 1020 Yakub 5 5 1021 Rokhim 5 5 10
122
Lanjutan lampiran B5.
No Nama
Penanaman
Lubangtanam
Waktutanam Jumlah
22 Muksin 4 5 9
23 Kosim 5 5 10
24 Budianto 4 5 9
25 Mulyadi 5 5 10
26 Bandut 4 5 9
27 Wahyuni 4 5 9
28 Habibi 4 5 9
29 Huda 4 5 9
30 Ubet 4 5 9
31 Sidik 3 5 8
32 Mursid 5 5 10
33 Hotip 4 5 9
34 Sugeng 3 5 8
35 Mulyono 5 5 10
36 Iqbal 5 5 10
37 Rofi 4 5 9
38 Asdin 4 5 9
39 Lukman 5 5 10
40 Rozak 5 5 10
41 Luluk 4 5 9
123
Lampiran B6. Indikator Dalam Pemeliharaan Tanaman Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No NamaPemeliharaan
Penyulaman Penyiraman Pemupukanawal
Pemupukansusulan Pemangkasan Pengendalian
OPT Jumlah
1 Moh. Sholeh 4 5 5 3 5 5 272 Asis 4 5 5 3 5 5 273 Suyanto 4 5 5 5 5 4 284 Seki 4 5 5 5 5 4 285 Tomo 5 5 5 5 5 5 306 Supiyanto 5 5 5 3 5 4 277 Fathur Rohman 5 5 5 5 5 4 298 Hasan 4 5 5 3 5 5 279 Wahyudi 4 5 5 3 5 4 26
10 Musawir 5 5 5 3 5 4 2711 Samsudin 5 5 5 5 5 5 3012 Romli 4 5 5 3 5 5 2713 Kasiman 4 5 5 3 5 5 2714 Pausi 5 5 5 3 5 5 2815 Imam Syafi'i 5 5 5 3 5 5 2816 M. Makruf 4 5 5 3 5 5 2717 Fauzan 5 5 5 3 5 5 2818 Wildan 4 5 5 3 5 5 2719 Totok 5 5 5 5 5 5 3020 Yakub 5 5 5 3 5 5 2821 Rokhim 4 5 5 3 5 5 27
124
Lanjutan lampiran B6.
No Nama
Pemeliharaan
Penyulaman Penyiraman Pemupukanawal
Pemupukansusulan Pemangkasan Pengendalian
OPT Jumlah
22 Muksin 4 5 5 3 5 5 27
23 Kosim 5 5 5 3 5 5 28
24 Budianto 5 5 5 3 5 5 28
25 Mulyadi 4 5 5 3 5 5 27
26 Bandut 5 5 5 3 5 5 28
27 Wahyuni 5 5 5 5 5 5 30
28 Habibi 5 5 5 3 5 5 28
29 Huda 5 5 5 3 5 5 28
30 Ubet 4 5 5 5 5 5 29
31 Sidik 4 5 5 3 5 5 27
32 Mursid 4 5 5 3 5 5 27
33 Hotip 4 5 5 5 5 5 29
34 Sugeng 5 5 5 3 5 5 28
35 Mulyono 4 5 5 3 5 5 27
36 Iqbal 4 5 5 3 5 5 27
37 Rofi 4 5 5 3 5 5 27
38 Asdin 4 5 5 3 5 5 27
39 Lukman 5 5 5 3 5 5 28
40 Rozak 4 5 5 3 5 5 27
41 Luluk 4 5 5 3 5 5 27
125
Lampiran B7. Indikator Dalam Panen dan Pasca Panen Sesuai Pedoman Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
No NamaPanen dan Pasca Panen
Kriteria buah Cara petik Teknikpengolahan Jumlah
1 Moh. Sholeh 5 4 5 142 Asis 5 4 2 113 Suyanto 5 4 5 144 Seki 5 4 2 115 Tomo 5 4 2 116 Supiyanto 5 4 5 147 Fathur Rohman 5 4 5 148 Hasan 5 4 5 149 Wahyudi 5 4 2 11
10 Musawir 5 4 5 1411 Samsudin 5 4 2 1112 Romli 5 4 5 1413 Kasiman 5 4 2 1114 Pausi 5 4 5 1415 Imam Syafi'i 5 4 5 1416 M. Makruf 5 4 5 1417 Fauzan 5 4 2 1118 Wildan 5 4 5 1419 Totok 5 4 5 1420 Yakub 5 4 5 1421 Rokhim 5 4 5 14
126
Lanjutan lampiran B7.
No Nama
Panen dan Pasca Panen
Kriteria buah Cara petik Teknikpengolahan Jumlah
22 Muksin 5 4 5 14
23 Kosim 5 4 5 14
24 Budianto 5 4 5 14
25 Mulyadi 5 4 5 14
26 Bandut 5 4 5 14
27 Wahyuni 5 4 2 11
28 Habibi 5 4 5 14
29 Huda 5 4 5 14
30 Ubet 5 4 5 14
31 Sidik 5 4 5 14
32 Mursid 5 4 2 11
33 Hotip 5 4 5 14
34 Sugeng 5 4 5 14
35 Mulyono 5 4 5 14
36 Iqbal 5 4 5 14
37 Rofi 5 4 5 14
38 Asdin 5 4 2 11
39 Lukman 5 4 2 11
40 Rozak 5 4 2 11
41 Luluk 5 4 5 14
127
Lampiran B8. Data Tingkat Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada Usahatani Kopi Rakyat di Kecamatan Panti KabupatenJember
No NamaPenentulokasi
Penyiapanlahan
Sistempengairan
Persiapanbibit
Penana-man
Pemeliha-raan
Panen danpascapanen
TotalTingkatpene-rapan
Kategori
1 Moh. Sholeh 29 25 3 18 10 27 14 126 81.29 Sedang2 Asis 29 28 3 16 10 28 14 122 78.71 Kurang baik3 Suyanto 29 26 3 18 9 28 11 128 82.58 Sedang4 Seki 29 27 3 18 9 27 14 124 80.00 Kurang baik5 Tomo 29 27 3 18 9 29 14 130 83.87 Sedang6 Supiyanto 29 23 3 18 10 27 14 127 81.94 Sedang7 Fathur Rohman 29 24 3 17 10 30 11 129 83.23 Sedang8 Hasan 29 23 3 19 9 27 14 121 78.06 Kurang baik9 Wahyudi 29 29 3 18 10 27 11 119 76.77 Kurang baik
10 Musawir 29 26 3 18 10 28 14 124 80.00 Kurang baik11 Samsudin 29 27 3 15 8 28 14 124 80.00 Kurang baik12 Romli 29 29 3 16 9 27 14 124 80.00 Kurang baik13 Kasiman 29 28 3 17 10 28 11 127 81.94 Sedang14 Pausi 29 29 3 17 10 27 14 128 82.58 Sedang15 Imam Syafi'i 29 29 3 16 10 27 14 124 80.00 Kurang baik16 M. Makruf 29 27 3 15 9 27 14 127 81.94 Sedang17 Fauzan 29 28 3 17 10 28 14 126 81.29 Sedang18 Wildan 29 29 3 16 10 27 14 129 83.23 Sedang19 Totok 29 28 3 17 9 30 11 131 84.52 Sedang20 Yakub 29 29 3 17 9 28 14 130 83.87 Sedang21 Rokhim 29 28 3 17 8 27 14 128 82.58 Sedang
128
Lanjutan lampiran B8.
No NamaPenentulokasi
Penyiapanlahan
Sistempengairan
Persiapanbibit
Penana-man
Pemeliha-raan
Panen danpascapanen
TotalTingkatpene-rapan
Kategori
22 Muksin 29 28 3 18 9 29 14 124 80.00 Kurang baik23 Kosim 29 28 3 17 10 27 14 129 83.23 Sedang24 Budianto 29 26 3 17 10 27 14 123 79.35 Kurang baik25 Mulyadi 29 29 3 18 9 27 14 128 82.58 Sedang26 Bandut 25 28 3 18 9 27 11 126 81.29 Sedang27 Wahyuni 25 27 3 16 10 28 11 123 79.35 Kurang baik28 Habibi 25 29 3 15 10 27 11 125 80.65 Sedang29 Huda 25 28 3 16 9 27 14 125 80.65 Sedang30 Ubet 25 26 3 17 9 30 14 124 80.00 Kurang baik31 Sidik 25 27 3 17 10 27 14 122 78.71 Kurang baik32 Mursid 27 28 3 17 10 27 14 123 79.35 Kurang baik33 Hotip 27 28 3 16 9 28 14 128 82.58 Sedang34 Sugeng 25 27 3 17 10 29 14 119 76.77 Kurang baik35 Mulyono 25 27 3 17 10 27 11 124 80.00 Kurang baik36 Iqbal 25 28 3 17 10 25 14 122 78.71 Kurang baik37 Rofi 25 29 3 16 10 27 11 125 80.65 Sedang38 Asdin 25 27 3 16 9 28 14 121 78.06 Kurang baik39 Lukman 25 28 3 17 10 27 11 120 77.42 Kurang baik40 Rozak 25 26 3 16 9 27 14 120 77.42 Kurang baik
41 Luluk 25 27 3 17 10 27 14 122 78.71 Kurang baik
129
Lampiran C. Output Regresi Linier Berganda
Lampiran C1. Tabel Descriptive statistics
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation NTingkat_penerapan_gap 80,583 2,0451 41
Umur_petani 48,34 7,847 41Tingkat_pendidikan 7,34 2,415 41Tanggungan_keluarga 46,07 16,522 41
Luas_lahan 2,166 1,0622 41
Intensitas_kehadiran 2,56 0,594 41
Akses_informasi_usahatani 3,02 0,961 41Persepsi_harga_kopi 1,90 1,281 41
Lampiran C2. Tabel Correlation
Tingkat_pe-nerapan_
gap
Umur_
petani
Tingkat_Pendidi-
kan
Tanggu-ngan_kelu-
argaPear-sonCorre-lation
Tingkat_penerapan_gap 1,000 -,239 ,205 -,546Umur_petani -,239 1,000 ,145 ,061Tingkat_pendidi-kan ,205 ,145 1,000 -,108Tanggungan_kelu-arga -,546 ,061 -,108 1,000Luas_lahan ,148 -,042 -,063 ,126Intensitas_kehadi-ran ,006 -,139 -,067 -,188Akses_informasi_-usaha-tani ,595 ,042 ,158 -,379
Persepsi_harga_ko-pi -,463 ,182 -,231 ,006Sig.(1-tail-ed)
Tingkat_penerapan_gap . ,066 ,100 ,000Umur_petani ,066 . ,182 ,353Tingkat_pendidi-kan ,100 ,182 . ,250Tanggungan_ke-luarga ,000 ,353 ,250 .Luas_lahan ,177 ,396 ,349 ,217Intensitas_kehadi-ran ,485 ,193 ,338 ,120Akses_informasi_-usaha-tani ,000 ,397 ,162 ,007
Persepsi_harga_kopi ,001 ,127 ,073 ,485
130
N Tingkat_penerapan_gap 41 41 41 41Umur_petani 41 41 41 41
Tingkat_pendidi-kan 41 41 41 41Tanggungan_ke-luarga 41 41 41 41Luas_lahan 41 41 41 41
Intensitas_kehadi-ran 41 41 41 41Akses_informasi_usaha-tani
41 41 41 41
Persepsi_harga_kopi 41 41 41 41
Lanjutan lampiran C2.
Luas_la-han
Intensi-tas_keha-
diran
Akses_infor-masi_usaha-
tani
Persepsi_harga_
kopiPear-SonCorre-lation
Tingkat_penerapan_gap ,148 ,006 ,595 -,463Umur_petani -,042 -,139 ,042 ,182Tingkat_pendidikan -,063 -,067 ,158 -,231Tanggungan_keluarga ,126 -,188 -,379 ,006Luas_lahan 1,000 ,083 -,190 -,192Intensitas_kehadiran ,083 1,000 -,112 ,008Akses_informasi_usaha-tani -,190 -,112 1,000 -,181
Persepsi_harga_kopi -,192 ,008 -,181 1,000Sig.(1-Tail-ed)
Tingkat_penerapan_gap ,177 ,485 ,000 ,001Umur_petani ,396 ,193 ,397 ,127Tingkat_pendidikan ,349 ,338 ,162 ,073Tanggungan_keluarga ,217 ,120 ,007 ,485Luas_lahan . ,304 ,117 ,115Intensitas_kehadiran ,304 . ,243 ,480Akses_informasi_usaha-tani ,117 ,243 . ,129
Persepsi_harga_kopi ,115 ,480 ,129 .N Tingkat_penerapan_gap 41 41 41 41
Umur_petani 41 41 41 41
Tingkat_pendidikan 41 41 41 41
Tanggungan_keluarga 41 41 41 41
Luas_lahan 41 41 41 41
Intensitas_penyuluhan 41 41 41 41
Akses_informasi_usaha-tani
41 41 41 41
Persepsi_harga_kopi 41 41 41 41
131
Lampiran C3. Tabel Coefficients
Coefficientsa
ModelUnstandar-
dizedStandar-
dized
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 82,620 2,173 38,025 ,000
Umur_petani -,049 ,026 -,187 -1,865 ,071Tingkat_pendidikan ,054 ,086 ,064 ,629 ,534Tanggungan_keluarga -,050 ,013 -,405 -3,754 ,001Luas_lahan ,433 ,194 ,225 2,230 ,033Intensitas_kehadiran -,209 ,346 -,061 -,604 ,550Akses_informasi_usaha-tani ,899 ,234 ,423 3,847 ,001
Persepsi_harga_kopi -,465 ,169 -,291 -2,750 ,010
Lampiran C4. Diagram Histogram
132
Lampiran C5. Diagram Normal P-P Plot
Lampiran C6. Diagram Scatterplot
133
Lampiran D. Data dan Output Analisis Hierarki Proses (AHP)1. Data Informan Expert Pak Djoko Sumarno dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia Sebagai Kepala Kebun pada Kriteria Peningkatan Penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Budidaya Pasca panen Pemasaran Kelembagaan Kebijakan
Budidaya 1 4 5 6 7
Pasca panen 0,25 1 3 4 5
Pemasaran 0,20 0,33 1 3 4
Kelembagaan 0,17 0,25 0,33 1 3
Kebijakan 0,14 0,20 0,25 0,33 1
2. Informan Expert Bu Novi Hardiani dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan,Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember Sebagai Ketua Bagian Perkebunanpada Kriteria Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) UsahataniKopi Rakyat
Budidaya Pasca panen Pemasaran Kelembagaan Kebijakan
Budidaya 1 3 5 6 7
Pasca panen 0,33 1 3 4 5
Pemasaran 0,20 0,33 1 3 5
Kelembagaan 0,17 0,25 0,33 1 3
Kebijakan 0,14 0,20 0,20 0,33 1
3. Informan Expert Pak mulyadi Sebagai Ketua Gapoktan Maju Mapan Desa KemiriKecamatan Panti Kabupaten Jember pada Kriteria Peningkatan Penerapan GoodAgriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Budidaya Pasca panen Pemasaran Kelembagaan Kebijakan
Budidaya 1 3 5 7 8
Pasca panen 0,33 1 5 6 7
Pemasaran 0,20 0,20 1 3 5
Kelembagaan 0,14 0,17 0,33 1 3
Kebijakan 0,13 0,14 0,20 0,33 1
134
1. Data Informan Expert Pak Djoko Sumarno dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Sebagai Kepala Kebun pada Strategi PeningkatanPenerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Kriteria BudidayaPembinaan, pelatihan, danFGD penarapan GAP (2)
Pendampingan penerapan GAP(1)
Fasilitasi saprodi penerapan GAP(3)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpenarapan GAP (2) 1 0,20 3
Pendampingan penerapan GAP (1) 5 1 6Fasilitasi saprodi penerapan GAP (3) 0,33 0,17 1
Kriteria Pasca panenPendampingan pasca panenyang baik (1)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpasca panen yang baik (2) Fasilitasi alat pasca panen (3)
Pendampingan pasca panen yang baik(1) 1 5 6
Pembinaan, pelatihan, dan FGD pascapanen yang baik (2) 0,20 1 3
Fasilitasi alat pasca panen (3) 0,17 0,33 1
Kriteria Pemasaran Pembinaan pemasaran (1)Pelatihan dan FGD pemasaran(2)
Fasilitasi perbaikan tingkatpemasaran (3)
Pembinaan pemasaran (1) 1 3 5Pelatihan dan FGD pemasaran (2) 0,33 1 3Fasilitasi perbaikan tingkat pemasaran(3) 0,20 0,33 1
Kriteria KelembagaanPelatihan dan FGDkelembagaan (2) Pembinaan kelembagaan (1)
Optimalisasi kelembagaanpembina/ penyuluh (3)
Pelatihan dan FGD kelembagaan (2) 1 0,20 3Pembinaan kelembagaan (1) 5 1 6Optimalisasi kelembagaan pembina/penyuluh (3) 0,33 0,17 1
135
Kriteria KebijakanMempermudah pelakuusaha kopi (1)
Program perbaikan kelembagaankopi rakyat (3)
Program peningkatan daya saingpemasaran (2)
Mempermudah pelaku usaha kopi (1) 1 6 4Program perbaikan kelembagaan kopirakyat (3) 0,17 1 0,33
Program peningkatan daya saingpemasaran (2) 0,25 3 1
2. Informan Expert Bu Novi Hardiani dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember Sebagai KetuaBagian Perkebunan pada Strategi Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Kriteria BudidayaPembinaan, pelatihan, danFGD penarapan GAP (1)
Pendampingan penerapan GAP(2)
Fasilitasi saprodi penerapan GAP(3)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpenarapan GAP (1) 1 5 7
Pendampingan penerapan GAP (2) 0,20 1 3Fasilitasi saprodi penerapan GAP (3) 0,14 0,33 1
Kriteria Pasca panenPendampingan pasca panenyang baik (2)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpasca panen yang baik (1) Fasilitasi alat pasca panen (3)
Pendampingan pasca panen yang baik(2) 1 0,33 3
Pembinaan, pelatihan, dan FGD pascapanen yang baik (1) 3 1 5
Fasilitasi alat pasca panen (3) 0,33 0,20 1
Kriteria Pemasaran Pembinaan pemasaran (1)Pelatihan dan FGD pemasaran(2)
Fasilitasi perbaikan tingkatpemasaran (3)
Pembinaan pemasaran (1) 1 5 7Pelatihan dan FGD pemasaran (2) 0,20 1 3
136
Fasilitasi perbaikan tingkat pemasaran(3) 0,14 0,33 1
Kriteria KelembagaanPelatihan dan FGDkelembagaan (3) Pembinaan kelembagaan (2)
Optimalisasi kelembagaanpembina/ penyuluh (1)
Pelatihan dan FGD kelembagaan (3) 1 0,33 0,14Pembinaan kelembagaan (2) 3 1 0,33Optimalisasi kelembagaan pembina/penyuluh (1) 7 3 1
Kriteria KebijakanMempermudah pelakuusaha kopi (2)
Program perbaikan kelembagaankopi rakyat (1)
Program peningkatan daya saingpemasaran (3)
Mempermudah pelaku usaha kopi (2) 1 0,33 3Program perbaikan kelembagaan kopirakyat (1) 3 1 5
Program peningkatan daya saingpemasaran (3) 0,33 0,20 1
3. Informan Expert Pak mulyadi Sebagai Ketua Gapoktan Maju Mapan Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember pada StrategiPeningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Kriteria BudidayaPembinaan, pelatihan, danFGD penarapan GAP (2) Pendampingan penerapan GAP (1)
Fasilitasi saprodipenerapan GAP (3)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpenarapan GAP (2) 1 0,33 3
Pendampingan penerapan GAP (1) 3 1 5Fasilitasi saprodi penerapan GAP (3) 0,33 0,20 1
Kriteria Pasca panenPendampingan pasca panenyang baik (1)
Pembinaan, pelatihan, dan FGD pascapanen yang baik (2)
Fasilitasi alat pasca panen(3)
137
Pendampingan pasca panen yang baik(1) 1 5 7
Pembinaan, pelatihan, dan FGD pascapanen yang baik (2) 0,20 1 2
Fasilitasi alat pasca panen (3) 0.14 0,50 1
Kriteria Pemasaran Pembinaan pemasaran (1) Pelatihan dan FGD pemasaran (2)Fasilitasi perbaikan tingkatpemasaran (3)
Pembinaan pemasaran (1) 1 4 5Pelatihan dan FGD pemasaran (2) 0,25 1 3Fasilitasi perbaikan tingkat pemasaran(3) 0,20 0,33 1
Kriteria KelembagaanPelatihan dan FGDkelembagaan (2) Pembinaan kelembagaan (1)
Optimalisasi kelembagaanpembina/ penyuluh (3)
Pelatihan dan FGD kelembagaan (2) 1 0,33 3Pembinaan kelembagaan (1) 3 1 4Optimalisasi kelembagaan pembina/penyuluh (3) 0,33 0,25 1
Kriteria KebijakanMempermudah pelakuusaha kopi (1)
Program perbaikan kelembagaan kopirakyat (2)
Program peningkatan dayasaing pemasaran (3)
Mempermudah pelaku usaha kopi (1) 1 5 6Program perbaikan kelembagaan kopirakyat (2) 0,20 1 3
Program peningkatan daya saingpemasaran (3) 0,17 0,33 1
138
Lampiran D1. Prioritas Strategi pada Kriteria Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
Lampiran D2. Prioritas Strategi Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat pada Kriteria Budidaya
Lampiran D3. Prioritas Strategi Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat pada Kriteria PascaPanen
139
Lampiran D4. Prioritas Strategi Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat pada Kriteria Pemasaran
Lampiran D5. Prioritas Strategi Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat pada KriteriaKelembagaan
Lampiran D6. Prioritas Strategi Peningkatan Penerapan Good AgriculturePractices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat pada Kriteria Kebijakan
140
Lampiran E. Produksi Kopi Perkebunan Rakyat pada 10 Provinsi Produsen KopiTertinggi Di Indonesia Tahun 2014 – 2018
No ProvinsiProduksi Perkebunan Kopi Rakyat (Ton)
2014 2015 2016 2017 2018
1 Sumatra Selatan 135.287 110.351 110.346 184.166 184.168
2 Lampung 92.111 110.318 110.354 107.219 106.746
3 Sumatra Utara 58.175 59.411 60.177 66.640 67.179
4 Bengkulu 56.316 56.416 56.816 58.811 55.257
5 Aceh 49.823 47.444 47.378 68.493 64.812
6 Sumatra Barat 33.076 33.579 33.807 17.553 18.155
7 Jawa Timur 31.387 33.361 33.776 37.100 38.540
8 Jawa Tengah 23.549 20.690 20.429 15.097 15.139
9 NTT 21.401 21.217 20.971 21.364 22.091
10 Jawa Barat 17.154 17.400 16.487 16.720 19.418
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016, 2018 dan; Direktorat Jendral Perkebunan, 2017
Lampiran F. Produksi Kopi Perkebunan Rakyat pada 10 Kabupaten ProdusenKopi Tertinggi Di Jawa Timur Tahun 2014 – 2018
No KabupatenProduksi (Ton)
2014 2015 2016 2017 2018
1 Malang 8.619 9.382 11.429 11.829 12.260
2 Bondowoso 3.939 4.288 8.670 8.670 10.807
3 Banyuwangi 3.724 4.054 13.239 13.839 12.700
4 Jember 2.893 3.149 10.863 11.863 11.022
5 Lumajang 2.653 2.888 2.336 2.736 2.484
6 Probolinggo 1.535 1.671 1.563 1.563 1.760
7 Blitar 1.234 1.343 3.736 3.736 3.885
8 Jombang 857 933 761 761 655
9 Kediri 675 735 2.285 2.285 2.621
10 Pacitan 488 531 770 770 753
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018, 2019
141
Lampiran G. Luas Areal Produksi Kopi Perkebunan Rakyat di Kabupaten JemberTahun 2013 -2017
No KecamatanLuas Areal (Ha)
2013 2014 2015 2016 20171 Kencong ‐ - - - -2 Gumukmas 2,06 2,06 2,04 2,04 2,043 Puger ‐ - - - -4 Wuluhan 4,11 4,08 4,05 4,00 4,005 Ambulu 5,34 5,34 5,30 5,26 5,266 Tempurejo 18,51 18,47 18,42 18,37 14,187 Silo 2.288,77 2.293,65 2.293,58 2.293,55 3.359,048 Mayang 59,34 59,29 59,26 59,24 50,879 Mumbulsari 47,33 47,29 47,26 47,25 15,0010 Jenggawah 5,75 5,75 5,74 5,73 5,7311 Ajung 2,61 2,60 2,58 2,55 2,5512 Rambipuji 4,73 4,70 4,67 4,64 4,6413 Balung 5,07 5,06 5,04 5,00 5,0014 Umbulsari 6,45 6,40 6,37 6,35 6,3515 Semboro 4,95 4,90 4,86 4,83 4,8316 Jombang ‐ - - - -17 Sumberbaru 290,00 294,91 294,84 294,82 837,8518 Tanggul 255,47 255,41 255,35 255,20 959,3819 Bangsalsari 125,29 125,24 125,21 125,18 1.504,5020 Panti 388,39 388,36 388,30 388,26 972,3021 Sukorambi 107,82 107,81 107,77 107,73 107,7322 Arjasa 52,39 52,36 52,31 52,27 578,9023 Pakusari 38,33 38,32 38,31 38,27 38,2724 Kalisat 35,08 35,04 35,00 34,93 34,1225 Ledokombo 539,59 539,57 539,52 539,47 449,3826 Sumberjambe 583,02 582,98 582,92 582,89 392,2027 Sukowono 38,49 38,48 38,46 38,42 38,4228 Jelbuk 513,14 413,09 513,04 513,01 108,8129 Kaliwates 5,67 5,67 5,66 5,66 5,5030 Sumbersari ‐ - - - -31 Patrang 59,50 59,50 59,42 59,42 59,42
Sumber : Badan Pusat Statistik, (2014, 2015, 2016, 2017, dan 2018)
142
Lampiran H. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat pada 10 Kecamatan ProdusenKopi Tertinggi Di Kabupaten Jember Tahun 2013 – 2017
No KecamatanProduksi (Kw)
2013 2014 2015 2016 2017
1 Silo 9.336 12.487 12.213 12.381 22.154
2 Bangsalsari 360 934 935 939 10.485
3 Panti 1.237 1.977 1.988 1.993 4.800
4 Tanggul 644 1.356 1.365 1.376 7.609
5 Sumberbaru 819 1.693 1.705 1.715 7.313
6 Arjasa 138 320 320 321 2.520
7 Ledokombo 1.407 1.348 1.381 1.398 3.854
8 Sumberjambe 1.471 1.494 1.497 1.508 3.122
9 Jelbuk 991 1.187 1.188 1.219 664
10 Patrang 162 229 225 227 393Sumber : Badan Pusat Statistik, (2014, 2015, 2016, 2017, dan 2018)
143
Lampiran I. Daftar Indikator Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi rakyat beserta Bobot Nilainya
1 2 3 4 51 Faktor penentu lokasi
1.1 Curah hujan a. > 2.500 mm/th b. 2.000 - 3.000 mm/th c. 1.000 - 2.000 mm/th d. 1.500 2.500 mm/th e. 1.250 - 2.500 mm/th1.2 Suhu udara a. > 25*C b. 10*C - 20*C c. > 15*C - < 20*C d. 20*C e. 15*C -25*C1.3 Rata-rata pH tanah a. > 6,5 b. antara 4 - 6,5 c. antara 5,5 - 6 d. 5 e. antara 5,5 - 6,51.4 Kemiringan tanah a. > 30% b. 30% c. 25% - 35% d. 25% - 30% e. < 30%
1.5 Ketinggian tempat a. > 2.000 mdpl b. < 1.000 mdpl c. 100 - 1.500 mdpl d. 500 - 2.000 mdpl e. 100 - 2.000 mdpl
1.6 Tekstur tanah a. Tanah kerikil b. Lanau berpasir c. Lanau d. Lempung berpasir e. Lempung
2 Penyiapan lahan
2.1 Penyiapan penaung a. Tidak ada b. Tanaman musiman c. Tanaman tahunan 5 - 10 th d. Tanaman tahunan > 5 th e. Tanaman tahunan
2.2 Tinggi penaung a. Tidak ada b. Berumur 1 bulan c. Berumur 6 bulan d. Berumur 10 bulan e. > 1 tahun
2.3 Lubang penanaman a. 10 cm x 10 cm b. 30 cm x 30 cm c. 40 cm x 40 cm d. 50 cm x 50 cm e. 60 cm x 60 cm2.4 Kedalaman lubang a. 10 cm b. 30 cm c. 40 cm d. 50 cm e. 60 cm2.5 Jarak lubang tanam a. 1,0 m b. 2,0 m c. 2,0 - 2,5 m d. 2,5 m e. > 2,5 m x 2,5 m2.6 Jarak antar barisan a. 1,0 m b. 1,5 m - 2,0 m c. 2,0 m d. 2,0 m - 2,5 m e. 2,5 m - 3,0 m
3 Sistem pengairan (Rorak)3.1 Pembuatan rorak a. Tanpa rorak b. Sejajar dengan lereng c. Memanjang d. Dekat tanaman e. Memotong lereng3.2 Ukuran rorak a. Tidak ada b. 100 cm x 50 cm x 50 cm c. 100 cm x 30 cm x 30 cm d. 100 cm x 40 cm x 40 cm e. 120 cm x 40 cm x 40 cm3.3 Jarak rorak a. Tidak ada b. 30 cm x 30 cm dari tanamanc. 40 cm x 40 cm dari tanamand. 50 cm x 50 cm dari tanamane. 40 x 60 cm dari tanaman
4 Persiapan bibit4.1 Umur bibit a. 1 bulan b. 3 bulan c. 6 bulan d. 8 bulan e. 10 - 12 bulan4.2 Jumlah bibit per HA a. < 1.500 bibit b. 1.500 bibit c. 2.500 bibit d. 2.500 - 3.000 bibit e. > 3.000 bibit4.3 Pembuatan bedengan a. 50 x 50 cm b. 60 x 60 cm c. 90 x 120 cm d. 100 x 160 cm e. 120 x 180 cm4.4 Jarak dan kedalaman benih a. 3 cm (3 x 3) b. 4 cm (3 x 4) c. 5 cm (3 x 4) d. 5 cm (4 x 4) e. 5 cm (3 x 5)4.5 Penyiraman benih a. 3 hari sekali b. 2 hari sekali c. Setiap pagi d. Setiap sore e. Setiap hari
5 Penanaman5.1 Lubang tanam a. 30 x 30 x 40 cm b. 50 x 50 x 40 cm c. 60 x 60 x 30 cm d. 60 x 60 x 50 cm e. 60 x 60 x 40 cm5.2 Waktu penanaman a. Akhir musim penghujan b. Sepertiga di musim hujan c. Pertengahan musim hujan d. Ketersediaan air banyak e. Awal musim penghujan
6 Pemeliharaan tanaman6.1 Penyulaman a. Tidak ada b. 2 minggu setelah tanam c. 12 hari setelah tanam d. 10 hari setelah tanam e. 1 minggu setelah tanam6.2 Penyiraman a. Seminggu sekali b. 2 minggu sekali c. Seminggu 1 kali d. Seminggu 2 kali e. Melihat kelembapan6.3 Pemupukan awal a. Tidak ada b. Umur 2 minggu c. Umur 3 bulan d. Umur 5 bulan e. Umur < 8 bulan6.4 Pemupukan susulan a. Tidak ada b. 3 bulan sekali c. Setahun 3 kali d. Setahun 1 kali e. Setahun 2 kali6.5 Pemangkasan a. Tidak ada b. Setahun sekali c. Pemeliharaan d. Produksi e. Produksi dan pemeliharaan6.6 Pengamatan OPT a. Tidak ada b. Ketika ada serangan c. Manual d. Kimiawi e. Secara manual dan kimiawi
7 Panen dan Pasca Panen7.1 Kriteria buah a. Hijau kekuningan b. Kuning tidak merata c. Kekuningan d. Kuning kemerahan e. Merah7.2 Cara petik buah a. Campuran b. Kekuningan c. Kuning kemerahan d. Merah campur kuning e. Petik merah7.3 Teknik pengolahan a. Tidak ada b. Langsung dijual c. Kering d. Basah e. Kering dan basah7.4 Pengolahan a. Tidak ada b. Langsung dijual c. Dijemur dan dipecah d. Langsung dijemur e. Di pecah dan di keringkan
NoBobot
Indikator
144
Kuisioner PenelitianPenerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat DiLereng Argopuro Kabupaten Jember
Identitas Responden
(Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/ibu pilih.)
A. Gambaran umum1. Apakah usaha budidaya kopi menjadi pekerjaan utama atau sampingan bapak/ibu?
Jawab : ..............................................................................................................................................................2. Mengapa bapak/ibu memilih berusahatani kopi ?
Jawab : ..............................................................................................................................................................3. Varietas kopi apa yang bapak/ibu budidayakan ? Mengapa?
Jawab : ...............................................................................................................................................................
B. Faktor- faktor yang Mempengaruhi GAP Usahatani Kopi1. Sejak kapan bapak/ibu berusahatani kopi? Jawab : .....................................................................(Tahun)2. Berapa luas lahan yang bapak/ibu gunakan untuk budidaya tanaman kopi? Jawab : ...............(Ha)3. Status kepemilikan lahan:
Status Luaslahan
Jeniskopi
Lokasi(desa/kecamatan)
Produksi(Kw)
Jumlah pohonTBM TM TT TR
a. Hak milik
b. Sewa
c. Bagi hasil
*Produksi (kw) dalam bentuk : gelondong basah/gelondong kering/ose/ lainnya;………….4. Berapa produktivitas kopi bapak/ibu? Jawab : …………….Ton/Ha5. Berapa umur tanaman kopi yang bapak/ibu budidayakan?
Jawab : TBM ............. /TM................... /TT.................. /TR...............6. Apakah bapak/ibu mempekerjakan orang lain untuk berusahatani kopi?
Jawab : (Ya/ Tidak)
Nama : ...............................................................Alamat : ...............................................................No Telp. : ...............................................................Usia : ............. tahunSuku / etnis : ...............................................................Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) PerempuanStatus pernikahan : ( ) Sudah Menikah
( ) Belum Menikah*Jumlah anggota keluarga (termasuk ART):Balita (<5 tahun) : orang ; Anak-anak (5-12 tahun) : orangRemaja (13-20 tahun) : orang; Dewasa (>20 tahun) : orang*Pendidikan formal : ( ) Tidak Bersekolah ( ) SD
( ) SMP ( ) SMA ( ) Diploma ( ) Sarjana ( ) Pascasarjana*Pendidikan non formal : ( ) Seminar ( ) Pelatihan*Pekerjaan utama :( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Petani
( ) PNS ( ) Mahasiswa / Pelajar ( ) Lainnya .....
No Responden :
145
7. Berapa jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usahatani kopi bapak/ibu?a. Dalam keluarga : ………………b. Luar/ Orang lain : ………………
8. Apa saja kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja dalam usahatani kopi bapak/ibu?Jawab : ...............................................................................................................................................................
9. Bagaimana kegiatan penyuluhan tentang kopi?a. Tidak pernah (Tidak ada sama sekali)b. Jarangc. SeringAlasan : ………………………………………………………………………………………
10. Bagaimana kehadiran dalam penyuluhan?a. Tidak pernah (Tidak pernah hadir)b. Jarangc. SeringAlasan : Keterangan (biasanya ….. kali hadir dalam penyuluhan)
11. Bagaimana pola pemasaran kopi yang bapak/ibu lakukan?a. Melalui tengkulak; (nama tengkulak;……………..; lokasi;……………; bentuk kopi;…….....)b. Pasar (nama pasar;……………; lokasi;………………; bentuk kopi;………………..)c. Kafe (nama kafe;………………..; lokasi;……………….;bentuk kopi;………………..)d. konsumen pribadi (lokasi;…………………; bentuk kopi;……………………..)Alasan : ………………………………………………………………………
12. Bagaimana bapak/ibu mendapatkan/mengakses informasi untuk usahatani kopi?1. Belum ada media informasi2. Sulit mendapatkan informasi3. Cukup mudah mendapatkan informasi4. Mudah mendapatkan informasi5. Sangat mudah mendapatkan informasiAlasan : ………………………………………………………………………
13. Bagaimana ketersediaan tenaga kerja untuk usahatani kopi bapak/ibu?1. Tidak ada tenaga kerja lokal (sangat sulit)2. Sulit mendapatkan tenaga kerja3. Cukup mudah mendapatkan tenaga kerja4. Mudah mendapatkan tenaga kerja5. Sangat mudah mendapatkan tenaga kerjaAlasan : ………………………………………………………………………
14. Bagaimana persepsi harga jual kopi dari hasil usahatani kopi bapak/ibu saai ini?1. Murah (sangat jauh berbeda dengan harga sebelumnya)2. Agak murah (lebih rendah dari harga sebelumnya)3. Cukup/sedang (sama seperti harga sebelumnya)4. Mahal (lebih tinggi dari harga sebelumnya)5. Sangat mahal (sangat tinggi dari harga sebelumnya)*Ket : harga kopi tahun 2019 ……………. berbentuk ……………
Harga kopi tahun 2018 ……………. berbentuk ……………Alasan : ………………………………………………………………………
146
C. Tingkat Penerapan Budidaya Kopi yang Baik (GAP)Pemberian rating didasarkan pada keterangan: 1 = Tidak Baik 2 = Kurang Baik 3 = Cukup Baik 4 = Baik 5 = Sangat Baik
Responden
( )
1 2 3 4 51 Faktor penentu lokasi
1.1 Curah hujan a. > 3.000 mm/th b. > 2.500 - 3.000 mm/th c. 1.250 - < 1.500 mm/th d. 1.500 - < 2.000 mm/th e. 2.000 - 2.500 mm/th1.2 Suhu udara a. > 25*C b. 15*C c. > 15*C - < 20*C d. 20*C e. 21*C -24*C1.3 Rata-rata pH tanah a. < 5,5 dan > 6,5 b. 5,5 c. antara > 5,5 - < 6,0 d. 6,0 e. antara > 6,0 - 6,51.4 Kemiringan tanah a. > 45% b. antara 40% - < 45% c. antara 35% - < 40% d. antara 30% - < 35% e. antara 0 - < 30%
1.5 Ketinggian tempat a. > 1.000 mdpl b. > 900 - < 1.000 mdpl c. > 800 - < 900 mdpl d. > 700 - < 800 mdpl e. 100 - 700 mdpl
1.6 Tekstur tanah a. Berpasir b. Liat berbatu (> 15%) c. Liat berbatu (3 - 15%) d. Pasir berlempung e. Lempung
2 Penyiapan lahan
2.1 Penaung a. Tidak ada b. Hortikultura c. Pohon buah-buahan d. Pohon kayu-kayuan e. Pohon produktif
2.2 Umur penaung a. Tidak ada b. Berumur 1 bulan c. Berumur 6 bulan d. Berumur 10 - 12 bulan e. > 1 tahun
2.3 Lubang penanaman a. 10 cm x 10 cm b. 30 cm x 30 cm c. 40 cm x 40 cm d. 50 cm x 50 cm e. 60 cm x 60 cm2.4 Kedalaman lubang a. 10 cm b. 30 cm c. 40 cm d. 50 cm e. 60 cm2.5 Jarak lubang tanam a. 1,0 m b. 2,0 m c. 2,0 - 2,5 m d. 2,5 m e. > 2,5 m x 2,5 m2.6 Jarak antar barisan a. 1,0 m b. 1,5 m - 2,0 m c. 2,0 m d. 2,0 m - 2,5 m e. 2,5 m - 3,0 m
3 Sistem pengairan (Rorak)3.1 Pembuatan rorak a. Tanpa rorak b. Sejajar dengan lereng c. Memanjang d. Dekat tanaman e. Memotong lereng3.2 Ukuran rorak a. Tidak ada b. 100 cm x 50 cm x 50 cm c. 100 cm x 30 cm x 30 cm d. 100 cm x 40 cm x 40 cm e. 120 cm x 40 cm x 40 cm3.3 Jarak rorak a. Tidak ada b. 30 cm x 30 cm dari tanaman c. 40 cm x 40 cm dari tanaman d. 50 cm x 50 cm dari tanaman e. 40 x 60 cm dari tanaman
4 Persiapan bibit4.1 Umur bibit a. 1 bulan b. 3 bulan c. 6 bulan d. 8 bulan e. 10 - 12 bulan4.2 Jumlah benih per HA a. < 1.500 bibit b. 1.500 bibit c. 2.500 bibit d. 2.500 - 3.000 bibit e. > 3.000 bibit4.3 Pembuatan bedengan a. 50 x 50 cm b. 60 x 60 cm c. 90 x 120 cm d. 100 x 160 cm e. 120 x 180 cm4.4 Jarak dan kedalaman benih a. 3 cm (3 x 3) b. 4 cm (3 x 4) c. 5 cm (3 x 4) d. 5 cm (4 x 4) e. 5 cm (3 x 5)4.5 Penyiraman benih a. Seminggu sekali b. 4 hari sekali c. 3 hari sekali d. 2 hari sekali e. Setiap hari
5 Penanaman5.1 Lubang tanam a. 30 x 30 x 40 cm b. 50 x 50 x 40 cm c. 60 x 60 x 30 cm d. 60 x 60 x 50 cm e. 60 x 60 x 40 cm5.2 Waktu penanaman a. Akhir musim penghujan b. Sepertiga di musim hujan c. Pertengahan musim hujan d. Ketersediaan air banyak e. Awal musim penghujan
6 Pemeliharaan tanaman6.1 Penyulaman a. Tidak ada b. 2 minggu setelah tanam c. 12 hari setelah tanam d. 10 hari setelah tanam e. 1 minggu setelah tanam6.2 Penyiraman a. 1 bulan sekali b. 2 minggu sekali c. Seminggu 1 kali d. Seminggu 2 kali e. Melihat kelembapan6.3 Pemupukan awal a. Tidak ada b. Umur 5 minggu c. Umur 4 minggu d. Umur 3 minggu e. Umur 2 minggu6.4 Pemupukan susulan a. Tidak ada b. 2 tahun sekali c. Setahun 1 kali d. Setahun 3 kali e. Setahun 2 kali6.5 Pemangkasan a. Tidak ada b. Panen c. Bentuk d. Produksi e. Bentuk dan produksi6.6 Pengendalian OPT a. Tidak ada b. Biologis c. Manual d. Kimiawi e. Secara manual dan kimiawi
7 Panen dan Pasca Panen7.1 Kriteria buah a. Hijau b. Kuning tidak merata c. Kekuningan d. Kuning kemerahan e. Merah7.2 Petik buah a. Hijau b. Kekuningan c. Kuning kemerahan d. Merah dan kuning kemerahan e. Merah7.3 Teknik pengolahan a. Disimpan b. Tidak ada pengolahaan c. Kering d. Semi basah e. Basah
NoBobot
Indikator Keterangan
147
Kuisioner AHP (Analisis Hierarki Proses)Strategi Peningkatan Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat Di LerengArgopuro Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Tujuan : Prioritas Peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat Di Lereng Argopuro KabupatenJember
Pewawancara : …………………..
Tanggal : ………………….. 2019
Identitas Informan Expert
A. Petunjuk pengisian tabel
Responden hanya mengisi nilai sesuai intensitas kepentingan, antara satu faktor terhadap faktor pembanding yang lain
dengan memberi nilai antara 1-9. Urutan intensitas dengan keterangan seperti Tabel sebagai berikut:
Skala Definisi Keterangan
1 Sama Penting Misal A dan B sama pentingnya3 Sedikit lebih penting Misal A sedikit lebih penting dari B5 Agak lebih penting Misal A agak lebih penting dari B7 Jauh lebih penting Misal A jauh lebih penting dari B9 Mutlak lebih penting Misal A mutlak lebih penting dari B2,4,6, dan 8 Nilai antara Jika ragu-ragu menentukan nilai
B. Pertanyaan1. Peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi harus memperhatikan beberapa kriteria, menurut bapak/ibu berdasarkan
pengalaman selama ini, kriteria mana yang terpenting dan harus diperhatikan untuk peningkatan Good Agriculture Practices
(GAP) Kopi. Jawab : ……………
Bagaimana urutan ke-5 kriteria yang dimaksud untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
1. Budidaya 2. Pasca panen 3. Pemasaran 4. Kelembagaan 5. Kebijakan
Urutannya : ……………
Bila bapak/ibu dimintai untuk memberikan nilai sesuai intensitas kepentingan kriteria satu dibandingkan dengan kriteria
lainnya untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Budidaya (1) Pasca panen (2) Pemasaran (3) Kelembagaan (4) Kebijakan (5)
Budidaya (1) 1Pasca panen (2) 1Pemasaran (3) 1Kelembagaan (4) 1Kebijakan (5) 1
Nama : ...............................................................Alamat : ...............................................................No Telp. : ...............................................................Usia : ............. tahunJenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) PerempuanInstansi (Sub-bagian) : ………………………………………..Jabatan : ………………………………………..
Informan
( )
148
2. Terdapat 3 strategi pada kriteria budidaya untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi yaitu :
X1 : Pembinaan, pelatihan, dan FGD penerapan GAP
X2 : Pendampingan penerapan GAP
X3 : Fasilitasi saprodi penerapan GAP
Berdasarkan strategi diatas bagaimana urutan pentingnya strategi satu dengan lainnya yang mendukung kriteria budidaya
untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi? Urutannya : …………………
Berdasarkan strategi tersebut, menurut bapak/ ibu seberapa penting antara satu strategi dengan strategi lain dalam mendukung
kriteria budidaya untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpenerapan GAP (X1)
Pendampingan penerapanGAP (X2)
Fasilitasi saprodi penerapanGAP (X3)
Pembinaan,pelatihan, dan FGDpenerapan GAP (X1)
1
Pendampinganpenerapan GAP (X2)
1
Fasilitasi saprodipenerapan GAP (X3)
1
3. Terdapat 3 strategi pada kriteria pasca panen untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi yaitu :
X4 : Pendampingan pasca panen yang baik
X5 : Pembinaan, pelatihan, dan FGD pasca panen yang baik
X6 : Fasilitasi alat pasca panen
Berdasarkan strategi diatas bagaimana urutan pentingnya strategi satu dengan lainnya yang mendukung kriteria pasca panen
untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi? Urutannya : …………………
Berdasarkan strategi tersebut, menurut bapak/ ibu seberapa penting antara satu strategi dengan strategi lain dalam mendukung
kriteria pasca panen untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Pendampingan pascapanen yang baik (X4)
Pembinaan, pelatihan, dan FGDpasca panen yang baik (X5)
Fasilitasi alat pasca panen(X6)
Pendampingan pasca panenyang baik (X4)
1
Pembinaan,pelatihan,dan FGDpasca panen yang baik (X5)
1
Fasilitasi alat pasca panen(X6)
1
4. Terdapat 3 strategi pada kriteria pemasaran untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi yaitu :
X7 : Pembinaan pemasaran
X8 : Pelatihan dan FGD pemasaran
X9 : Fasilitasi perbaikan tingkat pemasaran
Berdasarkan strategi diatas bagaimana urutan pentingnya strategi satu dengan lainnya yang mendukung kriteria pemasaran
untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
Urutannya : …………………
Berdasarkan strategi tersebut, menurut bapak/ ibu seberapa penting antara satu strategi dengan strategi lain dalam mendukung
kriteria pemasaran untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
149
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Pembinaan pemasaran (X7) Pelatihan dan FGD pemasaran(X8)
Fasilitasi perbaikan tingkatpemasaran (X9)
Pembinaanpemasaran (X7) 1
Pelatihan dan FGDpemasaran (X8) 1
Fasilitasi perbaikantingkat pemasaran(X9)
1
5. Terdapat 3 strategi pada kriteria kelembagaan untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi yaitu :
X10 : Pelatihan dan FGD kelembagaan
X11 : Pembinaan kelembagaan
X12 : Optimalisasi kelembagaan pembina/ penyuluh
Berdasarkan strategi diatas bagaimana urutan pentingnya strategi satu dengan lainnya yang mendukung kriteria kelembagaan
untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
Urutannya : …………………
Berdasarkan strategi tersebut, menurut bapak/ ibu seberapa penting antara satu strategi dengan strategi lain dalam mendukung
kriteria kelembagaan untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Pelatihan dan FGDkelembagaan (X10)
Pembinaan kelembagaan(X11)
Optimalisasi kelembagaanpembina/penyuluh (X12)
Pelatihan dan FGDkelembagaan (X10) 1
Pembinaan kelembagaan(X11) 1
Optimalisasikelembagaanpembina/penyuluh (X12)
1
6. Terdapat 3 strategi pada kriteria kebijakan untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi yaitu :
X13 : Mempermudah pelaku usaha kopi
X14 : Program perbaikan kelembagaan kopi rakyat
X15 : Program peningkatan daya saing pemasaran
Berdasarkan strategi diatas bagaimana urutan pentingnya strategi satu dengan lainnya yang mendukung kriteria kebijakan
untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi? Urutannya : …………………
Berdasarkan strategi tersebut, menurut bapak/ ibu seberapa penting antara satu strategi dengan strategi lain dalam mendukung
kriteria kebijakan untuk peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Kopi?
(Nilai dari 1 s/d 9 : 1 artinya sama penting, 9 artinya mutlak penting)
Mempermudah pelaku usahakopi (X13)
Program perbaikankelembagaan kopi rakyat (X14)
Program peningkatan dayasaing pemasaran (X15)
Mempermudah pelakuusaha kopi (X13) 1
Program perbaikankelembagaan kopirakyat (X14)
1
Program peningkatandaya saing pemasaran(X15)
1
150
Gambar Struktur Hierarki Peningkatan Good Agriculture Practices (GAP) Usahatani Kopi Rakyat
151
DOKUMENTASI
Gambar 1. Lahan Kopi Perkebunan Rakyat di Kecamatan Panti KabupatenJember
Gambar 2. Wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Kemundungan diDesa Pakis Kecamatan Panti Kabupaten Jember
152
Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani di Kecamatan PantiKabupaten Jember
Gambar 4.Saat Ketua Kelompok Tani Kemundungan Menunjukkan ContohBibit Kopi Robusta yang Sudah Berumur 1 Tahun 1 Bulan diKecamatan Panti Kabupaten Jember
153
Gambar 5. Wawancara dengan Salah Satu Petani Kopi di Desa PakisKecamatan Panti Kabupaten Jember sambil MenunjukkanSampel Hasil Panen Kopi
Gambar 6. Wawancara dengan Petani Kopi di Desa Kemiri KecamatanPanti Kabupaten Jember
154
Gambar 7. Petani Kopi di Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Gambar 8. Ketua Kelompok Tani Suryatani saat Berada di PerkebunanKopi di Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember
155
Gambar 9. Melihat Langsung Salah Satu Kebun Kopi Milik Petani yangAda di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Gambar 10. Alat Huller untuk Memecahkan Buah Kopi yang Ada diKelompok Tani Sejahtera Bersama di Desa Kemiri KecamatanPanti Kabupaten Jember
156
Gambar 11. Pengeringan Biji Kopi Robusta di Desa Kemiri KecamatanPanti Kabupaten Jember
Gambar 12. Penggunaan Aplikasi Clinometer untuk mengetahui KemiringanLahan di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
157
Gambar 13. Melalui GPS untuk mengetahui Ketinggian Lahan PerkebunanKopi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Gambar 14. Bersama Pak Djoko Sumarno dari Kepala Kebun PusatPenelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Kabupaten Jember
158
Gambar 15. Wawancara dengan Bu Novi Hardiani dari Dinas TanamanPangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember
Gambar 16. Wawancara dengan Pak Wahyu dari Gabungan Kelompok TaniMaju Mapan di Desa Kemiri Kecamatan Panti KabupatenJember