penerapan fatwa dsn-mui dan surat edaran otoritas...
TRANSCRIPT
PENERAPAN FATWA DSN-MUI DAN SURAT EDARAN OTORITAS
JASA KEUANGAN TERKAIT PERJANJIAN PENGALIHAN HUTANG
(Studi Kasus : KJKS BMT El-Mentari Banyumas)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
SAEKHU
NIM : 1112043100006
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
iv
ABSTRAK
Saekhu, NIM 1112043100006, PENERAPAN FATWA DSN-MUI DAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT PERJANJIAN
PENGALIHAN HUTANG, Strata Satu (S-1), Jurusan Perbandingan Madzhab,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 1440 H/2019 M, 75 halaman.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai permasalahan
adanya beberapa perbedaan dalam skema pengalihan hutang antara fatwa DSN-
MUI dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. Sementara itu, kedua regulasi
tersebut memiliki kedudukan yang cenderung seimbang dan kedua regulasi
tersebut sama-sama menjadi pedoman pelaksaan operasional lembaga keuangan
syariah di Indonesia. Kedua landasan hukum tersebut memunculkan isu hukum,
yaitu pertentangan hukum (conflict of norm).
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum
pelayanan pengalihan hutang dengan studi kasus di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas dan bagaimana latar belakang tidak diterapkannya Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif
tertulis, dengan menggunakan pendekatan analitis, yang menghasilkan data
deskriptif dengan mengkaji permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Metode
pengumpulan data yang digunakan, yaitu studi dokumen dan bahan pustaka.
Selain itu, sumber data penelitian yang digunakan mengacu pada Fatwa DSN-
MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang pengalihan hutang dan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah serta mencari data dari Al-Qur’an,
Hadits, buku-buku, artikel yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini.
Dari penelitian yang penulis lakukan bahwa KJKS BMT El-Mentari
Banyumas menganut penuh skema pengalihan hutang yang ditawarkan oleh fatwa
DSN-MUI dari pada skema pengalihan hutang yang ditawarkan oleh Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan dengan alasan, undang-undang baru di dalam sektor
keuangan nasional tersebut dirasa membatasi ruang lingkup operasional KJKS
BMT El-Mentari Banyumas dan dirasa kurang tepat dalam mengakomodasi
kebutuhan hukum KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
Kata kunci : Analisis, Fatwa DSN-MUI, Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan, Take Over, Pengalihan Hutang, Lembaga
Keuangan, BMT.
Pembimbing : 1. Andi Syafrani, S.H.I, MCCL
2. Maman Rahman Hakim, M.M
Daftar Pustaka : 1969-2018
v
KATA PENGANTAR
بسم هللا الر حمن الر حيم
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa
alam Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PENERAPAN
FATWA DSN-MUI DAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERKAIT PERJANJIAN PENGALIHAN HUTANG (Studi Kasus : KJKS BMT
El-Mentari Banyumas)”. Shalawat serta salam dilimpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah mengantarkan umatnya dari kegelapan dunia ke
zaman pencerahan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Selama penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak mengalami
kesulitan dan hambatan untuk mendapatkan data dan referensi. Namun, berkat
kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, esulitan tersebut pada akhirnya
dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H, M.H, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Hidayatullah M.H, Ketua Program
Studi Perbandingan Madzhab dan Sekretaris Program Studi Perbandingan
Madzhab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
4. Pembimbing Akademik Dra. Afidah Wahyuni, M. Ag, dan seluruh Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dosen Pembimbing Skripsi Andi Syafrani, S.H.I, MCCL, dan Maman
Rahman Hakim, M.M, yang selalu memberi pengarahan, pembelajaran yang
baru bagi saya dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan keistiqomahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Khusus untuk kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan sayangi.
Ayahanda tercinta Agus Solikh dan Ibunda tercinta Siti Romlah yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, serta mengorbankan seluruh hidupnya untuk membahagiakan dan
membesarkan penulis sampai saat ini. Tidak akan pernah dan mustahil
penulis mampu membalas kebaikan yang telah diberikan selama ini. Kedua
orang tua selalu menjadi sumber teladan bagi penulis dalam mengarungi
kehidupan dan menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada saudari Nurwulan Ninditasari selaku SE PBMTI se-Banyumas atas
ketulusannya dalam membantu penulis dalam proses penelitian skripsi ini.
8. Kepada seluruh staf dan jajaran KJKS BMT El-Mentari Banyumas yang telah
banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada keluaraga besar KPA. Arkadia Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak mendukung dan membantu penulis
dalam perjalanan studi penulis dan dalam proses penyelesaian skripsi ini baik
dalam bentuk materil maupun moril.
vii
10. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa PMH (Perbandingan Madzhab
Hukum) angkatan 2012, khususnya Achmad Sanjaya, Ahmad Zarkasih, Amri
Yahya, Deni Afrian, Suhadi Yazid, Zaimi Zet, Khoirul Mahfudz, Abdullah
Mahfudz, Uwaisy, Nova Sandi Prasetyo, serta teman-teman lain yang selalu
memberikan semangat, dukungan, dan saran kepada penulis. Terima kasih
teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka.
Penulis menyadari itu semua sebagai pengalaman berharga yang tidak akan
pernah terlupakan.
11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang mana penulis
tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa memberkati
langkah kita. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua dengan
kebaikan yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian. Aamiin.
Jakarta, 9 Mei 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 6
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 7
E. Studi Pustaka ............................................................................................. 8
F. Metode Penelitian ................................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 11
BAB II TINJAUAN UMUM PENGALIHAN HUTANG DAN
REGULASINYA DI INDONESIA
A. Pengalihan Hutang dalam Islam ........................................................... 13
1. Pengertian Pengalihan Hutang .......................................................... 13
2. Dasar Hukum Pengalihan Hutang .................................................... 16
3. Macam-Macam Pengalihan Hutang ................................................. 17
4. Rukun dan Syarat Pengalihan Hutang ............................................. 19
B. Pengalihan Hutang dalam Perbankan .................................................. 21
1. Pengertian Pengalihan Hutang .......................................................... 21
2. Tujuan Pengalihan Hutang ................................................................ 23
ix
C. Gambaran Umum Fatwa dan Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) .............................................................. 23
1. Definisi Fatwa ..................................................................................... 23
2. Landasan Hukum Fatwa .................................................................... 24
3. Fungsi Fatwa ....................................................................................... 25
4. Metode Penetapan Fatwa ................................................................... 25
5. Bentuk-Bentuk Fatwa ........................................................................ 26
6. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 26
D. Dasar Hukum dan Konsep Pelaksanaan Pengalihan Hutang di
Indonesia .................................................................................................. 28
1. Landasan Hukum Positif Pelaksanaan Pengalihan Hutang .......... 28
2. Konsep Pengalihan Hutang dalam Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-
MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang ......................................... 32
3. Konsep Pengalihan Hutang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ................................... 35
BAB III PELAKSANAAN PENGALIHAN HUTANG DI KJKS BMT EL-
MENTARI BANYUMAS
A. Profil KJKS BMT El-Mentari Banyumas ........................................... 41
1. Profil dan Sejarah Berdiri KJKS BMT El-Mentari Banyumas .... 41
2. Visi dan Misi KJKS BMT El-Mentari Banyumas ......................... 42
3. Data Lembaga KJKS BMT El-Mentari Banyumas ....................... 42
4. Struktur Organisasi KJKS BMT El-Mentari Banyumas ............... 42
5. Produk KJKS BMT El-Mentari Banyumas .................................... 43
B. Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas ............... 46
C. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas ................................................................................. 46
x
D. Pelaksanaan Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas ................................................................................................ 47
BAB IV ANALISIS MASALAH
A. Analisis Dasar Hukum Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas ................................................................................. 51
B. Analisis Terhadap Tidak Diterapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Pelayanan
Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas ............... 52
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 59
A. Kesimpulan.............................................................................................. 59
B. Saran ......................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama terakhir yang di turunkan Allah swt dari langit
kepada hambanya. Agama yang memiliki dua pondasi yaitu, Al Qur’an
dan As Sunnah. Didalamnya telah menjelaskan berbagai aspek ketuhanan
dan ilmu pengetahuan serta mengatur berbagai sendi-sendi kehidupan
dalam berjanji dan bertransaksi. Hal-hal tersebut yang senantiasa selalu
menjadi lentera dan pedoman bagi pemeluknya dalam melangkah dan
bertindak mengikuti perkembangan zaman.
Saat ini Indonesia turut serta dalam berlomba-lomba mengikuti
perkembangan era modernisasi1 dan globalisasi
2. Era ini telah membawa
dampak yang luar biasa dalam berbagai bidang hukum. Salah satu yang
paling terkena dampak ialah bidang hukum ekonomi dan bisnis.
Infrastuktur dan sumber daya manusia turut disempurnakan guna
pemerataan pertumbuhan ekonomi dan persaingan di era globalisasi.
Indonesia adalah salah satu negara dengan mayoritas penduduk
muslim terbanyak di dunia. Karena hal tersebut banyak lembaga-lembaga
di Indonesia yang berdiri berdasarkan asas hukum islam. Pemerintah
Indonesia selalu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang mengatur
lembaga-lembaga tersebut guna persaingan di era globalisasi. Salah satu
dari lembaga-lembaga tersebut yang paling berdampak era globalisasi di
bidang hukum ekonomi dan bisnis ialah lembaga Ekonomi Islam.
Ekonomi islam memiliki berbagai macam kelebihan yang tidak
terdapat di dalam sistem ekonomi kapitalis. Islam menganjurkan suatu
sistem yang sangat sederhana untuk meningkatkan ekonomi masyarakat
1 Modernisasi (mo-der-ni-sa-si) adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Artikel diakses pada 15
September 2018 dari http://kbbi.web.id/modernisasi.html . 2 Globalisasi (glo-ba-li-sa-si) adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Artikel
diakses pada 15 September 2018 dari http://kbbi.web.id/globalisasi.html
2
dan membolehkan untuk melakukan proses pembangunan ekonomi,
menyediakan peluang yang sama dan memberi hak-hak alami kepada
semua, dan pada saat yang sama menjamin distribusi kekayaan yang ada
semata-mata untuk memelihara stabilitas ekonomi umat.3
Sebagaimana di jelaskan dalam Firman Allah swt:
سصى عي ا أفاء للاه بو اىضه اب ضام اى اى تا ب ىز اى قش صه ىيشه فييه أ و اى قش
ت فا ع ا ام صه فخز اىشه ا آتام ن اء غ ال دىت ب ل ن م اتهقا للاه ه ا نإ
شذذ اى عقاب (95:7)اىحشش, للاه
Artinya:“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-
kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (QS Al-
Hasyr, 59:7)
Upaya Pemerintah dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat
akan institusi keuangan yang prakteknya berdasarkan prinsip ekonomi
islam serta mewujudkan ekonomi islam yang mampu bersaing secara
global sudah di atur dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008 dengan
istilah Perbankan Syariah.
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Perbankan
Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan
unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.4 Adapun Bank Syariah
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan
3 Fazlur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1. (Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h.
12. 4 Ismail, Perbankan Syariah. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011) h. 26
3
pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.5
Menurut jenisnya bank syariah terdiri dari atas Bank Umum Syariah,
Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.6
Perbankan Syariah pada beberapa tahun belakangan ini sedang naik
daun. Hal itu dipicu dengan besarnya keinginan masyarakat yang semakin
berkembang untuk mendapatkan kehalalan dan selalu berbenturan dengan
peraturan bank konvensional. Regulasi baru Bank Indonesia (BI) tentang
Down Payment atau uang muka yang diperuntukan pembiayaan mobil dan
rumah menjadi durian runtuh bagi perbankan dan leasing syariah.
Kesempatan bank syariah untuk meningkatkan sektor pembiayaan pun
terbuka lebar. Namun, BI khawatir, regulasi tersebut menjadi mimpi buruk
bagi sektor-sektor riil dari perbankan syariah.
Meningkatnya pemberian persetujuan pembiayaan baru dikarenakan
2 (dua) alasan yakni dilihat dari sisi internal dan eksternal bank. Dari sisi
internal, kemampuan permodalan yang masih cukup kuat dan permintaan
kredit atau pembiayaan yang meningkat, sedangkan alasan eksternal bank
adalah membaiknya iklim ekonomi yang ditandai oleh membaiknya
prospek usaha nasabah. Namun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan
terjadinya pembiayaan yang bermasalah atau bahkan macet atas
pembiayaan yang di berikan. Akibat yang ditimbulkan dari pembiayaan
yang macet adalah tidak terpenuhinya kewajiban mengembalikan
pembiayaan yang diberikan tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi
perbankan syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk
menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank
5 Ascarya, Diana Yumanita, Bank Syariah, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan
kebanksentralan (PPSK) BI, 2005). h. 1 6 Sutojo, Siswanto. Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus. (Jakarta:
Damar Mulia Pustaka, 2009), h. 61
4
bagi bank syariah yang tidak kalah penting diharapkan dapat mensyaratkan
pengaturan terhadap bank syariah dalam undang-undang tersendiri.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sarat akan
pengaturan. Hal ini mengingat bank adalah lembaga yang mengedepankan
prinsip kepercayaan dalam kegiatan operasionalnya. Di samping prinsip
kepercayaan, bank juga harus melaksanakan prinsip pengelolaan lain yakni
prinsip kehati-hatian. UU Nomor 10 Tahun 1998 di sebutkan mengenai
pengertian dari prinsip kehati-hatian. Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998
menyebutkan bahwa: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian”.
Analisis yang dilakukan lembaga keuangan syariah terhadap calon
nasabah yang mengajukan proses pembiayaan tidak selamanya menjamin
lepas dari resiko terjadinya pembiayaan bermasalah. Kenyataan
menunjukan bahwa masih banyak terjadi berbagai macam pembiayaan
bermasalah, yang akhirnya dapat mempengaruhi terhadap kinerja lembaga
keuangan syariah tersebut.
Pembiayaan yang bermasalah memberikan dampak kurang baik bagi
negara, masyarakat dan perbankan Indonesia, khususnya bank yang
bersangkutan. Semakin besar pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh
bank, maka akan menurunkan pula tingkat kesehatan operasional bank,
Penurunan mutu pembiayaan dan tingkat kesehatan bank, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kepercayaan nasabah penabung atau bahkan
calon nasabah. Semakin besar jumlah pembiayaan yang bermasalah, maka
semakin besar jumlah dana cadangan yang harus disediakan, dan semakin
besar pula tanggungan bank untuk mengadakan dana cadangan, karena
kerugian yang ditanggung bank akan mengurangi modal bank.7
7 Azis, Azizah, Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah
Mandiri Cabang Pembantu Bone, Tesis S2 Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, h. 12.
5
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan di lembaga keuangan
syariah adalah membantu masyarakat mengalihkan tranksaksi non syariah
yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah. Dengan
demikian, yang di maksud dengan pembiayaan berdasarkan pengalihan
hutang di lembaga keuangan syariah adalah pembiayaan yang timbul
sebagai akibat dari pengalihan hutang terhadap transaksi non syariah yang
telah berjalan yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah atas
permintaan nasabah.8
Penyelesaian hutang melalui perjanjian pengalihan hutang telah di
atur dalam fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang
pengalihan hutang. Di dalamnya terdapat keterangan bahwa yang
dinamakan pengalihan hutang adalah pengalihan transaksi yang sesuai
dengan syariah. Pengalihan hutang dalam fatwa tersebut menggunakan
akad Al-Qardh dan empat alternatif lainnya.
Munculnya regulasi terbaru Undang-undang No. 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan telah melepas status kewenangan Bank
Indonesia dalam pengawasan di dunia perbankan. Tehitung sejak tanggal
31 Desember 2013 fungsi, tugas dan weenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan. Selanjutnya, terhitung sejak beralihnya fungsi,
tugas dan wewenang kepada Otoritas Jasa Keuangan maka, beralih pula
segala bentuk kekayaan negara dan dokumen.
Dalam melakukan tugas dan wewenang otoritas dalam pengawasan
di dunia perbankan, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan
Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Regulasi tersebut
telah disahkan dan menjadi salah satu landasan hukum pada produk-
8 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), edisi 4, cet. Ke-8, h. 248.
6
produk bank syariah yang termasuk di dalamnya konsep pengalihan
hutang.
Dengan demikian ada beberapa perbedaan dalam skema pengalihan
hutang antara fatwa DSN-MUI dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
Sementara itu, kedua regulasi tersebut memiliki kedudukan yang
cenderung seimbang. Kedua regulasi tersebut sama-sama menjadi
pedoman pelaksaan operasional lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Kedua landasan hukum tersebut memunculkan isu hukum, yaitu
pertentangan hukum (conflict of norm). Isu hukum diawali karena adanya
dua posisi yang mempunyai hubungan, baik yang bersifat fungsional,
kasualitas maupun yang satu menegaskan yang lainnya. Isu hukum juga
timbul karena adanya dua proporsi hukum yang saling berhubungan satu
sama lain.9
Berangkat dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002
tentang Pengalihan Hutang dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah dan menganalisis penerapannya di KJKS
BMT El-Mentari Banyumas serta menuangkannya dalam sebuah karya
tulis ilmiah (skripsi) yang berjudul: “Penerapan Fatwa DSN-MUI dan
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Terkait Perjanjian Pengalihan
Hutang (Studi Kasus : KJKS BMT El-Mentari Banyumas)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang maka hipotesis atau
permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Apa itu pengalihan hutang?
2. Apa landasan hukum pengalihan hutang?
3. Apa manfaat pengalihan hutang?
9 Mahmud, Peter. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 57.
7
4. Bagaimana konsep pengalihan hutang menurut fatwa DSN-MUI?
5. Bagaimana konsep pengalihan hutang menurut Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan?
6. Bagaimana kedudukan hukum antara Fatwa DSN-MUI dengan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan dalam hirarki perundang-undangan di
Indonesia?
7. Bagaimana penerapan fatwa DSN MUI dan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan di KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Peniliti akan membatasi tema penelitian ini hanya mengkaji fatwa
DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang pengalihan hutang dan
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 36/SEOJK.03/2015 tentang
Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di
KJKS BMT El-Mentari Banyumas dengan mengemukakan beberapa sub
masalah yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Bagaimana dasar hukum pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas?
2. Apa alasan KJKS BMT El-Mentari Banyumas tidak berpedoman pada
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang
Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisa dasar hukum perjanjian pengalihan hutang di
KJKS BMT EL-Mentari Banyumas.
b. Untuk menganalisa terhadap tidak di terapkannya Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan di KJKS BMT El-Mentari Banyumas dalam
perjanjian pengalihan hutang.
2. Manfaat Penelitian
8
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat memberikan
manfaat, di antaranya :
a. Manfaat Penulis :
Adapun manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu :
1) Sebagai bahan untuk memenuhi tugas akademik guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum Strata 1 Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Sebagai pengetahuan tentang dunia Lembaga Keuangan Mikro
Syariah dalam hal perjanjian pengalihan hutang.
b. Manfaat Akademis :
Adapun tujuan penilitian ini bagi dunia akademis yaitu:
1) Memberikan informasi kepada para pembaca tentang perjanjian
pengalihan hutang, dasar hukumnya dan konsep pelaksanaannya.
2) Menambah literatur penelitian pustaka dan referensi bacaan
dalam rangka memajukan keilmuan di bidang Lembaga
Keuangan Mikro Syariah.
c. Manfaat Masyarakat :
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi masyarakat :
1) Memberikan pengetahuan tentang perjanjian pengalihan hutang
untuk perkembangan ekonomi masyarakat yang lebih baik.
2) Memberikan penjelasan perjanjian pengalihan hutang, dasar
hukumnya dan konsep pelaksanaannya agar masyarakat lebih
teliti sebelum melakukan perjanjian akad dengan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah.
E. Studi Pustaka
Dalam pembuatan skripsi ini sebelumnya penulis melakukan kajian
terhadap tulisan-tulisan terdahulu.Telah ada tulisan-tulisan yang terkesan
mirip dengan penulisan skripsi yang dipilih oleh penulis. Tulisan-tulisan
tersebut memiliki tema sebagai berikut:
9
1. Jurnal portalgaruda.org milik Muhammad Rizaldi dengan judul
“Pelaksanaan Take Over di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan”
dengan kesimpulan bahwa dalam pembiayaan take over tersebut telah
menggunakan akad Qardh dan Murabahah sesuai dengan fatwa DSN-
MUI No 31 Tahun 2002. Yang menjadi pembeda dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis adalah tidak adanya pembahasan tentang
pelaksanaannya dari sisi hukum positif.
2. Skripsi M. Koni Rumaini Aziz dengan NIM: 104046101649 dari
Program S1 Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011 yang berjudul “Analisa
Perjanjian Take Over di Bank DKI Syariah” dengan kesimpulan
bahwa dalam analisanya mendapatkan beberapa aspek yang belum
sesuai dengan pelaksanaan pengalihan hutang dengan teori akad
Hiwalah. Yang menjadi pembeda dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis adalah skripsi tersebut menggunakan analisis
normatif empiris yang menganalisa pratek perjanjian pengalihan hutang
pada Bank DKI Syariah.
3. Skripsi Millaturrofi’ah dengan NIM: 132311011 dari Program S1
Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah Program Studi Muamalah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang 2017 yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Pengalihan
Hutang (Take Over) di Bank Jateng Cabang Syariah Semarang”
dengan kesimpulan bahwa analisanya pengalihan hutang pada Bank
Jateng cabang Syariah Semarang menggunakan Akad Qardh. Yang
menjadi pembeda dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah
skripsi tersebut menggunakan analisis normatif empiris yang
menganalisa pratek perjanjian pengalihan hutang pada Bank Jateng
Cabang Syariah Semarang.
10
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif tertulis. Penelitian
hukum normatif tertulis adalah metode penelitian hukum terhadap
aturan hukum tertulis.10
2. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumen atau pustaka dan wawancara.
3. Sumber Data Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Sumber Data Primer
Data primer yaitu Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002
tentang pengalihan hutang dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung dan pelengkap. Adapun sumber
data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal,
artikel, dan buku-buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini
termasuk analisis data hasil wawancara
4. Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan analitis.
Pendekatan analitis hukum dimaksudkan untuk menganalisis pengertian
hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum dan berbagai konsep
yuridis.11
10
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.38. 11
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2005), h. 311.
11
5. Metode analisis data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif-analisis, yakni prosedur atau cara memecahkan
masalah penelitian dengan memaparkan keadaan obyek yang diselidiki
sebagaimana adanya berdasarkan fakta yang aktual pada saat
sekarang.12
Adapun analisis yang akan dilakukan yaitu tentang
bagimana dasar hukum pelaksanaan pengalihan hutang di KJKS BMT
El-Mentari Banyumas dan apa yang menjadi alasan tidak diterapkannya
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang
Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
dalam pelayanan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas.
6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah.
G. Sistematika Penulisan
Supaya pemahaman dalam naskah skripsi nanti teratur dan berurutan
dengan baik, maka pembahasan skripsi ini dibangun secara sistematis,
sehingga diharapakan dapat diperoleh kejelasan yang semaksimal mungkin
dari informasi yang termuat dalam skripsi nanti.
Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini yaitu sebagai
berikut :
BAB I Merupakan Bab Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang,
Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tinjauan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
12
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1995), h. 67.
12
BAB II Membahas tentang Tinjauan Umum Pengalihan Hutang:
Pengertian Pengalihan Hutang, Macam-Macam Pengalihan Hutang, Rukun
dan Syarat Pengalihan Hutang, Tujuan dan Manfaat Pengalihan Hutang,
Gambaran Umum Fatwa, dan Landasan Hukum serta Konsep Pelaksanaan
Pengalihan Hutang.
BAB III Membahas tentang gambaran umum profil KJKS BMT El-
Mentari Banyumas: Sejarah berdiriya, Visi dan Misi, Profil, Struktur
Organisasi, Produk-produk perbankan syariah, dilanjutkan dengan konsep
pengalihan hutang, dasar hukum pengalihan hutang, dan pelaksanaan
pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
BAB IV Membahas Analisis Masalah yang meliputi analisis dasar hukum
pelaksanaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas dan
analisis terhadap tidak Diterapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam pelayanan pengalihan
hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
BAB V Bab terakhir ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM PENGALIHAN HUTANG DAN REGULASINYA DI
INDONESIA
A. Pengalihan Hutang dalam Islam
1. Pengertian Pengalihan Hutang
Transaksi perniagaan yang berkembang di tengah masyarakat
semakin beragam. Seiring dengan berkembangnya polemik perniagaan,
maka bermunculan pula ketentuan transaksi yang semakin rumit, tidak
sesederhana jual beli klasik, atau bahkan sistem barter jaman dahulu.
Begitu juga dalam hal hutang-piutang, bukan hanya hutang-piutang yang
sesederhana qardh, atau hutang yang dibayar secara cicilan. Dalam akad
muamalah ada akad pengalihan hutang, yakni hiwalah.
Secara bahasa, pengalihan hutang dalam hukum islam disebut
sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil,
artinya memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah
memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang)
menjadi tanggungan muhal‟alaih (orang yang melakukan pembayaran
hutang).1
Sedangkan pengertian hiwalah secara istilah, para ulama berbeda-
beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:
Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah yaitu :
اىيتزقو اىطاىبت رت اىذ اى رت 2
“Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berhutang kepada
orang lain yang punya tanggung jawab pula”
Al-Jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah adalah
1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) h. 99.
2 Ali Jum’ah Muhammad, dkk. Mausu‟ah Fatawa Al-Muamalat Al-Maliyah Lilmasyarif
wa Al-Muassaat, Al-Maliyah, Al-Islamiyah, Al-Murabahah, jilid 13, (Kairo: Dar Al-Salam
Lithaba’ah wa Al-Tauzi’ wa Al-Tarjamah, 2009) h. 11.
14
قو اىذ رت اى رت3
3 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahiz Al-Arba‟ah, Juz 4, (Mesir: Al-Maktabah
Al-Tijariyah Al-Kubro, 1969) h. 210.
15
“Pemidahan hutang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung
jawab orang lain”.
Syihab Al-Din Al-Qalyubi bahwa yang dimaksud dengan hiwalah adalah
عقذ قتض اتقاه د رت اى رت4
“Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada
orang lain”.
Muhammad Syatha Al-Dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud
hiwalah adalah
عقذ قتض تحو د رت اى رت
“Akad yang menetapkan pemindahan hutang dari beban seseorang
menjadi beban orang lain”.
Ensiklopedia hukum islam, di dalamnya dijelaskan hiwalah adalah
pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan pihak pertama kepada
pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang dari atau kepada pihak
ketiga, karena pihak ketiga berhutang kepada pihak pertama dan pihak
pertama berhutang kepada pihak kedua atau karena pihak pertama
berhutang kepada pihak ketiga disebabkan pihak kedua berhutang kepada
pihak pertama. Perpindahan itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran
yang ditegaskan dalam akad ataupun tidak didasarkan kesepakatan
bersama.5
Dalam konsep hukum perdata Indonesia (KUH Perdata), hiwalah
dipresepsikan dengan lembaga pengambilalihan hutang
(schuldoverneming), atau penjualan hutang (debt sale), atau lembaga
penggantian kreditur dan debitur. Dalam hukum perdata dikenal dengan
4 Wahbah Az-Zhuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Juz 5, (Damsyiq: Dar Al-Fikri,
1989) h. 162. 5 Abdul Aziz Dahlan, et al. Ensklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), h. 559.
16
lembaga subrogasi6 dan novasi
7, yaitu lembaga hukum yang
memungkinkan terjadinya pergantian kreditur dan debitur.
2. Dasar Hukum Pengalihan Hutang
Pengalihan hutang atau disebut juga dengan hiwalah dibenarkan
dalam islam berdasarkan As-Sunnah dan Ijma‟.
a. Hadits
Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairoh, bahwa Rasulullah SAW, bersabda:
ع اب ششة سض للا ع ا سصه للا صي للا عي صي قه 5 طو اىغ ظي فارا
اتبع احذم عي يء فيتبع )تفق عي(
“Dari Abu Hurairah R.A berkata bahwa Nabi Muhammad S.A.W
bersabda: Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh
orang kaya merupakan perbuatan dzalim. Jika salah seorang kamu
dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka
hendaklah ia beralih (diterima pengalihan tersebut)”, (HR Al-Bukhori
dan Muslim).8
Pada hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang
menghutangkan, jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada
orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah
tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang
dihiwalahkannya (muhal‟alaih), dengan demikian haknya dapat
terpenuhi (dibayar).9
6 Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 KUH Perdata. Disebutkan dalam pasal tersebut
subrogasi adalah penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur.
Subrogasi dapat terjadi baik melalui perjanjian maupun karena ditentukan olen undang-undang.
Artikel diakses pada 17 februari 2019 dari
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl3400/permasalahan-cessie-dan-subrogasi/ 7 Novasi atau pembaruan hutang merupakan salah satu penyebab hapusnya perikatan.
Novasi dapat diartikan sebagai perjanjian yang menggantikan perikatan yang lama dengan
perikatan yang baru. Penggantian tersebut dapat terjadi pada kreditur, debitur, maupun obyek
perikatan. Artikel diakses pada 17 Februari 2019 dari www.jurnalhukum.com/novasi-pembaruan-
utang/. 8 Mukhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhori, Shahih Al-Bukhari, editor : Mustafa
Daib Al-Bigha (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), h. 799. 9 Rozalinda, Fiqh Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan
Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 284-285.
17
Jumhur ulama berpendapat bahwa perintah yang terdapat pada
hadits di atas (fal yatba‟) adalah perintah yang bersifat sunnah dan
anjuran. Oleh karena itu, tidak wajib hukumnya untuk menerima akad
hiwalah. Namun, Abu Daud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa
perintah dalam hadits terebut adalah bersifat wajib, oleh karena itu
wajib bagi pihak muhal untuk menerima hiwalah tersebut.10
b. Ijma’
Selain hadits Nabi, terdapat kesepakatan ulama yang membolehkan
hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang
atau benda, karena hiwalah adalah perpindahan hutang. Oleh sebab itu
harus pada hutang atau kewajiban finansial.
3. Macam-Macam Pengalihan Hutang
Ada beberapa istilah dalam pembagian jenis hiwalah. Ditinjau dari
segi objek akad, hiwalah dapat di bagi menjadi dua, yaitu apabila yang
dipindahkan merupakan hak menuntut hutang, maka pemindahan itu
disebut hiwalah al-haqq (pemindahan hak). Sedangkan jika yang
dipindahkan adalah kewajiban untuk membayar hutang, maka disebut
dengan hiwalah ad-dain (pemindahan hutang).11
Hiwalah ad-dain ada dua macam, yaitu memindahkan sebagai ganti
dari pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua disebut
hiwalah al-muqoyyadah (pemindahan bersyarat). Kemudian pemindahan
hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari dari pembayaran hutang
pihak pertama kepada pihak kedua disebut dengan hiwalah al-muthlaqoh
(pemindahan mutlak).12
Hiwalah muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang
pertama) kepada orang lain (orang kedua) mengalihkan hak penagihannya
10
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, jilid 6, terjemahan Abdul Hayyie Al-
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 84. 11
Sutan Remy Sjahdaeni, Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek
Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 384. 12
M. Syafi’i Antonio, Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 67.
18
kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada
orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak
penagihan B kepada C, sementara C tidak memiliki hubungan hutang
piutang kepada A, maka hiwalah ini disebut hiwalah muthlaqoh. Ini hanya
menurut madzhab Hanafi, sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan
jenis hiwalah ini sebagai kafalah.
Hiwalah muqoyyadah terjadi jika muhil mengalihkan hak penagihan
muhal kepadal muhal alaih karena yang terakhir memiliki hutang kepada
muhal. Inilah hiwalah yang diperbolehkan berdasarkan kesepakatan para
ulama.13
Ketiga madzhab selain madzhab Hanafi (madzhab Maliki, Syafi’i,
dan Hanbali) berpendapat bahwa hanya memperbolehkan dan
mensyariatkan hiwalah muqoyyadah dengan syarat hutang muhal kepada
muhil dan hutang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun
jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahnya, maka telah sah hiwalah
tersebut. Tetapi jika salah satunya berbeda, maka hiwalah tersebut tidak
bisa dikatakan sah.
Seiring dengan konsep transaksi ekonomi yang semakin
berkembang, muncul pula jenis hiwalah yang baru, yang masuk dalam
akad profit dan bukan lagi akad tabarru‟ yakni hiwalah bil ujrah. Hiwalah
bil ujrah adalah hiwalah dengan pengenaan ujrah atau fee. Hiwalah bil
ujrah hanya berlaku pada hiwalah muthlaqoh. Dalam hiwalah muthlaqoh,
muhal alaih boleh memperoleh ujrah atau fee atas kesediannya untuk
membayar hutang muhil. Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat
akad secara jelas, tetap dan pasti sesuai kesepakatan. Ketentuan mengenai
hiwalah bil ujrah telah disepakati oleh para ulama modern dan telah
tercantum dalam fatwa DSN-MUI nomor 58 tahun 2007 tentang hiwalah
bil ujrah.
13
Rozalinda, Fiqh Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor
Keuangan Syariah, h. 173.
19
4. Rukun dan Syarat Pengalihan Hutang
Dalam sebuah perjanjian dalam islam (akad), terdapat rukun dan
syarat yang menjadikan akad itu halal menurut agama. Tidak terkecuali
akad pengalihan hutang.
Syarat hiwalah dari Sayyid Sabiq adalah sebagai berikut:
a. Relanya pihak muhil dan muhal tanpa adanya muhal „alaih, jadi yang
harus rela itu adalah pihak muhal dan muhil saja. Bagi muhal „alaih rela
atau tidak rela, tidak akan mempengaruhi syarat hiwalah.
b. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya,
tempo waktu kualitas, dan kuantitasnya.
c. Stabilnya muhal „alaih, jika pihak muhal „alaih sedang dalam keadaan
tidak stabil, maka kewajiban penghiwalahan kepada seseorang yang
tidak mampu membayar hutang adalah batal.
d. Hak tersebut diketahui secara jelas.14
Persyaratan hiwalah ini berkaitan dengan muhil, muhal, muhal ‟alaih
dan muhal bih. Persyaratan yang berkaitan dengan muhil. Pertama, ia
diisyaratkan harus berkemampuan untuk melakukan akad. Hal ini hanya
dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hiwalah tidak berlaku bagi orang
gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai
orang yang bertanggung jawab secara hukum. Kedua, kerelaan muhil. Hal
ini disebabkan karena hiwalah mengandung pengertian kepemilikan
sehingga tidak sah jika mengandung unsur paksaan. Disamping itu
persyaratan ini diwajibkan para ahli fiqh terutama untuk meredam rasa
kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin di rasakan oleh muhil
ketika diadakan akad hiwalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan muhal. Pertama, sama dengan
syarat pertama bagi muhil yaitu berakal dan baligh. Kedua, kerelaan dari
14
Hasbiyallah, Sudah Syar‟ikah Muamalahmu? (Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqh
Muamalah), (Yogyakarta: Salma Idea, 2014), h. 87.
20
hatinya karena tidak boleh adanya unsur paksaan. Ketiga ia menerima
akad hiwalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan muhal „alaih. Pertama, sama
dengan syarat muhil dan muhal yaitu berakal dan baligh. Kedua, mampu
menerima akad hiwalah. Untuk syarat kerelaan, tidak diisyaratkan adanya
unsur kerelaan bagi muhal „alaih. Hanya unsur kestabilan ekonomi dari
pihak muhal ‟alaih yang harus di pertimbangkan.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih. Pertama, harus
berupa hutang dan hutang tersebut merupakan tanggungan dari muhil
kepada muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim
artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan
atau penghapusan.15
Menurut Imam Hanafi, rukun hiwalah ialah adanya ijab (pernyataan
melakukan pengalihan hutang) dari Muhil (pihak pertama), dan adanya
qabul (pernyataan menerima pengalihan hutang) dari Muhal (pihak kedua)
kepada Muhal „alaih (pihak ketiga). Sementara itu, menurut madzhab
Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yakni : Muhil (orang
yang berhutang dan sekaligus berpiutang), Muhal (orang yang berpiutang
kepada muhil), Muhal „alaih (orang yang berhutang kepada muhil dan
sekaligus wajib membayar hutang kepada muhal), Muhal bih 1 (hutang
muhil kepada muhal), Muhal bih 2 (hutang muhal „alaih kepada muhil),
Sighat (ijab-qabul).16
15
Ahmat Sarwat, Ensikopedia Fiqh Indonesia 7 : Muamalah, (Jakarta: Gramedia pustaka
Utama, 2018), h. 304-306. 16
Hasbiyallah, Sudah Syar‟ikah Muamalahmu? (Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqh
Muamalah), h. 86-87.
21
B. Pengalihan Hutang dalam Perbankan
1. Pengertian Pengalihan Hutang
Pengalihan hutang dalam perbankan sering disebut dengan take over,
menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia bermakna mengambil alih.17
Take
over adalah pengambilalihan atau dalam ruang lingkup perusahaan adalah
perubahan kepentingan dalam pengendalian sesuatu perseroan.18
Menurut
Eti Rochaety dan Ratih Tresnati, take over selain mempunyai pengertian
perubahan kepentingan dalam pengendalian suatu perseroan, juga memiliki
pengertian lain yaitu pengambilalihan sebuah perusahaan oleh perusahaan
lain.19
Namun dalam dunia perbankan, take over diistilahkan dengan
pengalihan hutang seperti yang dijelaskan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 dan Fatwa DSN-MUI Nomor 31 tahun
2002 tentang pengalihan hutang.
Pengalihan hutang (take over) merupakan istilah yang dipakai dalam
dunia perbankan dalam hal pihak ketiga memberi kredit kepada debitur yang
bertujuan untuk melunasi hutang atau kredit debitur kepada kreditur awal
dan memberikan kredit baru kepada debitur, sehingga kedudukan pihak
ketiga ini menggantikan kedudukan debitur awal. Peristiwa pengalihan
hutang ini identik dengan peristiwa subrogasi. Sesuai dengan pasal 1400
KUH Perdata, yang menyatakan bahwa subrogasi adalah perpindahan hak
kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur yang
dapat terjadi karena sebuah persetujuan atau karena undang-undang.
Subrogasi terjadi karena pembayaran yang dilakukan oleh oleh pihak ketiga
kepada kreditur baik secara langsung maupun secara tidak langsung.20
17
John M Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1990), h.578. 18
Ahmad Antoni K. Muda, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Gramedia Press, 2003), h.
331. 19
Eti Rochaety dan Ratih Tresnati, Kamus Istilah Ekonomi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005), h. 231. 20
Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), h. 213.
22
Pengalihan hutang (take over) merupakan salah satu bentuk pelayanan
bank syariah dalam membantu masyarakat mengalihkan transaksi non
syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah
berdasarkan permintaan nasabah.21
Dalam hal ini, bank syariah mengambil
alih hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan jasa
hiwalah atau menggunakan qardh yang disesuaikan dengan ada atau
tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional.
Dalam pembiayaan berdasarkan take over, bank syariah
mengklasifikasikan hutang kepada bank konvensional menjadi dua macam,
yaitu hutang pokok dan hutang pokok plus bunga. Dalam menangani hutang
nasabah berbentuk hutang pokok, bank syariah memberikan jasa hiwalah
(alih hutang piutang) dikarenakan hiwalah tidak untuk pembayaran hutang
yang berbasis bunga. Sedangkan untuk yang berbentuk hutang pokok plus
bunga, bank syariah akan menawarkan jasa qardh (pinjaman uang)
dikarenakan alokasi penggunaan qard tidak terbatas dan termasuk untuk
pembayaran hutang yang berbasis bunga.
Dalam proses take over, bank syariah bertindak sebagai pihak yang
akan melakukan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di
bank konvensional. Bank syariah bertindak sebagai wakil dari calon
nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal,
mengambil bukti lunas, surat asli anggunan, perizinan, polis asuransi,
sehingga barang yang dikreditkan tersebut menjadi milik nasabah secara
utuh.22
Selanjutnya, untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah,
maka nasabah tersebut menjual kembali barang yang dikreditkan tersebut
kepada bank syariah. Kemudian bank syariah akan menjual barang tersebut
lagi kepada nasabah dengan pilihan kombinasi akad yang tertera dalam
fatwa DSN-MUI/VI/2002 nomor 31 tentang pengalihan hutang seperti
21
Ahmad Antoni K Muda, Kamus Lengkap Ekonomi, h. 331. 22
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 248.
23
qardh dan murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan ijarah,
dan ijarah muntahiyah bittamlik.
2. Tujuan Pengalihan Hutang
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat adalah take over. Bank berusaha untuk memfasilitasi
masyarakat yang ingin memindahkan transaksi hutang yang telah berjalan,
beralih ke hutang yang sesuai prinsip syariah. Take over bertujuan untuk
membantu mengalihkan transaksi non syariah menjadi transaksi yang sesuai
syariah. Take over juga bertujuan untuk membantu suplier mendapatkan
modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat ganti
biaya atas jasa pemindahan piutang.23
C. Gambaran Umum Fatwa dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI)
1. Definisi Fatwa
Fatwa secara etimologi menurut Amir Syarifuddin yaitu berasal dari
kata afta, yang artinya memberikan penjelasan. Sedangkan menurut kamus
lisan al-arab, fatwa berarti menjelaskan. Adapun fatwa menurut terminologi
yaitu sebagai berikut:
a. Menurut Burhanuddin Susanto, fatwa yaitu menerangkan hukum-hukum
Allah Swt, dengan berdasarkan dalil-dalil syara’ secara umum dan
menyeluruh.
b. Menurut Yusuf Qardhawi, fatwa yaitu menerangkan hukum syara’ dalam
suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya
itu jelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun kolektif.
23
Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan
Syariah, (Jakarta: Kaki Langit, 2004), h. 64.
24
c. Menurut Amir Syarifuddin, fatwa yaitu usaha memberikan penjelasan
tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum
mengetahuinya.24
2. Landasan Hukum Fatwa
a. Al-Qur’an
ضتفتل قو للا فتن ف اىنييت ا اشؤا يل ىش ى ىذ ى اخت فيا صف ا
تشك شثا ا ى ن ىا ىذ فا ماتا اثت فيا اىثيثا ا تشك ا ما
اخة سجال ضاء فييزمش ثو حع الث ب للا ىن ا تضيا للا بنو شء
(49651اء, عي )اىض
Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah25
)
katakanlah : Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka baginya saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudara yang laki-laki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak
mempunyai anak tetapi saudara perempuannya itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara
laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum
ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu” (QS Annisa, 4:176).
b. Al-Hadits
ع اب عباس ا صعذ ب عبادة اصتفت سصه للا صي للا عي صي فقاه ا
ا زس ى قض, فقاه سصه للا صي للا عي صي اقض عاا اتت ى
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Sa‟ad bin „Ubadah r.a, meminta
fatwa kepada Nabi SAW, yaitu dia mengatakan; sesungguhnya ibuku
meninggal dunia padahal beliau mempunyai kewajiban nadzar yang
24
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Tangerang Selatan:
Faza Media, 2017) h. 74 25
Kalalah adalah ketidakhadiran anak laki-laki atau perempuan dan ayah, tetapi
mempunyai saudara yang secara otomatis saudara berkedudukan sebagai ahli waris dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Artikel diakses pada 12 Maret 2019 dari
www.rumahbangsa.net/2014/05/kalaah-dalam-ilmu-waris.html?m=1.
25
belum ditunaikannya? Lalu Rasulullah SAW menjawab: tunaikan nadzar
itu atas nama ibumu”, (HR Abu Daud dan Nasai).26
3. Fungsi Fatwa
a. Fatwa bagi orang awam laksana dalil bagi mujtahid.
b. Fatwa menjadi hujjah syar‟iyah yang mengikat bagi mustafti karena
madzhab mustafti itu mengikuti madzhab muftinya.27
4. Metode Penetapan Fatwa
Metode penetapan fatwa yang selama ini digunakan oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia antara lain:
a. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau terlebih dahulu pendapat
para imam madzhab dan ulama yang mu‟tabar tentang masalah yang
akan difatwakan tersebut secara seksama berikut dalil-dalilnya.
b. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana
adanya.
c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan madzhab, maka;
1) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di
antara pendapat-pendapat ulama madzhab melalui metode al-jam‟u
wa at-tawfiq dan
2) Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, maka
penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode
muqoranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh
Muqaran.
d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan
madzhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama‟iy
(kolektif) melalui metode bayaniy, ta‟lily (qiyasiy, istihsaniy, ilhaqiy),
istishlahy, dan saad adzdzariah.
e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum
(mashalih „ammah) dan maqashid al-syariah.28
26
Mu’amal Hamidy, et al, Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadits-Hadits Hukum,
Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 597-598. 27
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 80.
26
5. Bentuk-Bentuk Fatwa
Secara umum para ulama sepakat bahwa al-ifta atau ijtihad dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: ijtihad fardiy (perorangan) dan ijtihad
jama‟i (kelompok). Ijtihad fardiy (perorangan) adalah ijtihad yang
dilakukan oleh perorangan terhadap persoalan tertentu yang umumnya
menyangkut kepentingan perorangan. Sedangkan ijtihad jama‟i (kelompok)
adalah ijtihad yang dilakukan oleh kelompok para pakar terhadap persoalan
tertentu yang umumnya menyangkut kepentingan luas.
Pada masa sekarang ijtihad jama‟i dilakukan melalui forum-forum
yang khusus diadakan oleh organisasi keagamaan, baik tingkat internasional
maupun nasional. Pada tingkat internasional dikenal dengan majma‟ al-
buhuts al-islamiyah, majma‟ al-fiqh, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
tingkat nasional dikenal dengan komisi fatwa MUI, Bahtsul Matsail
Nahdhlatul Ulama, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Hisbah Persis,
dan lain sebagainya.
Faktor-faktor yang menyebabkan pilihan untuk melakukan ijtihad
jama‟i dan ijtihad fardiy antara lain, perkembangan modernisasi dalam
segala segi kehidupan dan perkembangan spesialisasi ilmu pengetahuan.
Masalah-masalah kontemporer ini tidak memadai jika diselesaikan dengan
ijtihad perorangan.29
6. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah
dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan
memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa,
dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah. Fungsi utama Dewan
Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan
syariah agar sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya
28
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 82-83. 29
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 83-84.
27
mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi,
reksadana, modal ventura, dan sebagainya.
Tugas pokok Dewan Syariah Nasional:
a. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Wewenang Dewan Syariah Nasional:
a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan
hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia.
c. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga
keuangan syariah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan
dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau
lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.30
30
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 84-87.
28
D. Dasar Hukum dan Konsep Pelaksanaan Pengalihan Hutang di Indonesia
1. Landasan Hukum Positif Pelaksanaan Pengalihan Hutang
Konsep negara hukum yang tercantum dalam kostitusi Indonesia
memberikan dampak terhadap subjek hukum baik warga negara atau badan
hukum. Karena hal tersebut, setiap perbuatan yang dilakukan oleh subjek
hukum wajib memiliki dasar hukum, mengikuti hukum yang berlaku, dan
tidak melanggar peraturan-peraturan yang ada.
Di Indonesia terdapat beberapa landasan atau peraturan perundang-
undangan yang dijadikan sebagai sumber hukum. Seperti yang telah diatur
dalam pasal 7 dan pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Adapun norma hukum yang mengatur
tentang perbankan syariah dapat yaitu, antara lain:
a. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
Selanjutnya hukum yang menjadi asas kegiatan perbankan baik
konvensional maupun syariah harus memenuhi beberapa kriteria yang
telah ditetapkan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33, antara lain:
1) Segala bentuk perekonomian disusun sebagai sebuah usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2) Semua cabang produksi yang vital atau penting bagi negara serta
menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, menjaga
keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
b. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUH Perdata pasal 1338 merupakan sebuah landasan hukum
terkait dengan kebebasan dalam kehidupan bermuamalah. Ketentuan
29
dalam KUH Perdata pasal 1338 menyatakan bahwa setiap perjanjian
yang dibuat secara sah dapat berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan
demikian sebelum adanya UU tentang perbankan syariah pun nyatanya
aturan hukum positif Indonesia telah mengakomodir prinsip-prinsip
syariah.31
c. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah menjadi hal yang sangat dinantikan oleh masyarakat
muslim Indonesia. Karena sebelumnya, kedudukan perbankan syariah
dalam perbankan nasional masih belum mendapatkan perhatian yang
serius dari Bank Indonesia dan belm memiliki regulasi yang jelas.
Undang-Undang Perbankan Syariah mengatur secara jelas tentang
kewajiban operasional perbankan dengan menerapkan prinsip-prinsip
syariah dan menjadi pembeda dengan perbankan konvensional.
Perbedaan tersebut terlihat dari pelbagai aspek seperti adanya Dewan
Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, pemberlakuan akad bagi
hasil, pemberlakuan hukum islam dan adanya Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas) yang menjadi badan penyelesaian sengketa
perbankan syaraiah non litigasi.32
d. Undang-Undang tentang Bank Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia
Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad hiwalah secara
teknis merujuk pada PBI (Peraturan Bank Indonesia) No. 9/16/PBI/2008
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana Serta Pelayanan Bank Syariah. Dalam pasal 3 menyebutkan
pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan
31
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 53. 32 Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 60.
30
melaui kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain akad
hiwalah, kafalah dan sharf.
Lebih rinci lagi, praktik dan mekanisme pemberian jasa pengalihan
hutang dijelaskan pada poin IV.2 dalam Surat Edaran Bank Indonesia
No. 10/14/DpBS Perihal Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi payung
hukum perbankan di Indonesia, disebutkan bahwa semua bank
konvensional maupun syariah yang beroperasi di Indonesia berada
dibawah pengawasan dan pembinaan dari Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral. Namun, semenjak tahun 2011 telah beralih tugas pengawasan
lembaga keuangan yang awalnya menjadi pengawasan Bank Indonesia
beralih ke pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan sebagai wujud peralihan tugas dan wewenang dalam
pengaturan dan pengawasan di seluruh sektor jasa keuangan dari Bank
Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Tugas dan wewenang OJK ini
dijelaskan dalam pasal 5 yang berbunyi OJK berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.33
Produk pengalihan hutang dalam perbankan syariah dijelaskan
secara rinci dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor.
36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Pada poin II.7 sudah dijelaskan secara rinci
mekanisme pengalihan hutang dengan 6 alternatif untuk pengalihan
hutang dari bank konvensional ke bank syariah dan 3 alternatif untuk
pengalihan hutang dari bank syariah ke bank konvensional.
33
Maman Rahman Hakim, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 70.
31
f. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Merujuk pada hierarki sebagaiman tersebut dalam UU No. 12 tahun
2011 di atas, kedudukan fatwa DSN-MUI bukan merupakan suatu jenis
peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Kedudukan MUI dalam ketatanegaraan Indonesia sebenarnya
adalah berada dalam elemen infra struktur ketatanegaraan, sebab MUI
adalah organisasi Alim Ulama Umat Islam yang mempunyai tugas dan
fungsi untuk pemberdayaan masyarakat khususnya umat islam, artinya
MUI adalah organisasi yang ada di dalam masyarakat dan bukan
merupakan institusi milik negara atau merepresentasikan negara.
Fatwa DSN-MUI merupakan sebuah rujukan untuk berbagai
macam akad-akad perbankan syariah di Indonesia. Begitu pula terkait
pengalihan hutang di indonesia, tak lepas dari fatwa-fatwa DSN-MUI.
Produk pengalihan hutang dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan secara
terperinci dan terurai dalam beberapa fatwa, yaitu:
1) Fatwa DSN-MUI Nomor. 12/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Hawalah.
2) Fatwa DSN-MUI Nomor. 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan
Hutang.
3) Fatwa DSN-MUI Nomor. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah
Al-Muntahiyah Bit Tamlik.
4) Fatwa DSN-MUI Nomor. 90/DSN-MUI/III/2002 Tentang Pengalihan
Pembiayaan Murabahah antar Lembaga Keuangan Syariah.
5) Fatwa DSN-MUI Nomor. 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil
Ujrah.
Namun, dari sekian banyak fatwa DSN-MUI terkait perjanjian
pengalihan hutang penulis hanya memfokuskan satu fatwa saja dalam
penelitian ini, yaitu fatwa DSN-MUI Nomor. 31/DSN-MUI/VI/2002
Tentang Pengalihan Hutang.
32
2. Konsep Pengalihan Hutang dalam Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-
MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang
Ketentuan umum dalam fatwa No. 31 tahun 2002, yang dimaksud
dengan pengalihan hutang adalah pemindahan hutang nasabah dari bank
konvensional beralih ke bank syariah. Yang dimaksud dengan nasabah
adalah calon nasabah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang mempunyai
kredit (hutang) kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) untuk
pembelian aset dan ingin mengalihkan hutangnya ke LKS. Sedangkan aset
adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit (hutang) kepada LKK dan
belum lunas pembayaran kreditnya.34
Dalam fatwa DSN-MUI No. 31 Tahun 2002, akad yang
dipergunakan untuk transaksi ini dapat melalui empat alternatif berikut:
a. Alternatif I
1) LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut
nasabah melunasi kredit hutangnya. Dengan demikian, aset yang
dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan
hasil penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
3) LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
4) Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh dan fatwa
DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah berlaku pula
dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana
dimaksud alternatif I ini.
34
M. Ichwan Sam dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Dewan Syariah Nasional
MUI), (Jakarta: Erlangga, 2014) h. 4
33
Skema 3.1 mekanisme pengalihan hutang alternatif I fatwa DSN-MUI
b. Alternatif II
1) LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK. Sehingga
dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara LKS dan nasabah
terhadap aset tersebut.
2) Bagian aset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka 1
adalah bagian aset yang senilai dengan hutang (sisa cicilan) nasabah
kepada LKK.
3) LKS menjual secara murabahah bagian aset yang menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
4) Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah berlaku
pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana
dimaksud dalam alternatif II ini.
Skema 3.2 mekanisme pengalihan hutang alternatif II fatwa DSN-MUI
34
c. Alternatif III
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset,
nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan LKS, sesuai dengan
fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2002.
2) Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban
nasabah dengan menggunakan prinsip Al-Qardh sesuai fatwa DSN
No. 19/DSN-MUI/IV/2001.
3) Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan
sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak
boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada
nasabah sebagaimana dimaksudkan angka 2.
Skema 3.3 mekanisme pengalihan hutang alternatif III fatwa DSN-MUI
d. Alternatif IV
1) LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut
nasabah melunasi kredit (hutang)-nya. Dengan demikian, aset yang
dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset yang dimaksud angka 1 kepada LKS, dan
dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
35
3) LKS menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada
nasabah, dengan akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik.
4) Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh dan fatwa
DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah bi
Al-Tamlik berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan
hutang sebagaimana dimaksud dalam alternatif IV ini.
Skema 3.4 mekanisme pengalihan hutang alternatif IV fatwa DSN-MUI
Penetapan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia tentang pengalihan hutang ini ditetapkan di Jakarta, pada tanggal
15 Rabi’ul Awal 1423 H/26 Juni 2002.
3. Konsep Pengalihan Hutang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.
36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah
Surat Edaran ini adalah salah satu bentuk peraturan yang telah
dikeluarkan OJK untuk mengawasi produk dan aktivitas semua LKS yang
ada di Indonesia. Sebagaimana tugas dan fungsi OJK yang telah termaktub
dalam Undang-undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) ini
menerangkan secara rinci perihal mekanisme pengalihan hutang. Pada poin
II.7 menerangkan dalam dua karakteristik yaitu pemindahan hutang dari
36
LKK ke LKS dengan enam alternatif dan pemindahan hutang dari LKS ke
LKK dengan tiga alternatif.
Namun dalam hal ini penulis hanya akan menjabarkan mekanisme
pembiayaan pengalihan hutang dari LKK ke LKS. Dalam hal pemindahan
hutang nasabah dari LKK ke LKS yaitu sebagai berikut:
a. Alternatif I
1) Bank memberikan pinjaman qardh kepada nasabah untuk melunasi
kredit nasabah di lembaga keuangan konvensional sehingga aset yang
dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset tersebut kepada Bank dan dan hasil
penjualannya digunakan untuk melunasi pinjaman qardh.
3) Bank menjual aset yang telah menjadi milik Bank kepada nasabah
secara murabahah dengan pembayaran cicilan.
4) Memenuhi ketentuan pembiayaan qardh dan pembiayaan murabahah.
Skema 3.5 mekanisme pengalihan hutang alternatif I SE.OJK
b. Alternatif II
1) Bank dengan seizin LKK membeli aset nasabah yang dibiayai oleh
LKK sehingga terjadi kepemilikan antara Bank dan nasabah terhadap
aset tersebut.
2) Bagian aset yang dibeli Bank adalah bagian aset yang senilai dengan
sisa hutang (sisa kredit) nasabah kepada LKK.
37
3) Bank menjual bagian aset yang telah dimilikinya tersebut kepada
nasabah secara murabahah dengan pembayaran secara cicilan.
4) Memenuhi ketentuan pembiayaan murabahah.
Skema 3.6 mekanisme pengalihan hutang alternatif II SE.OJK
c. Alternatif III
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset,
nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan Bank.
2) Apabila diperlukan, Bank dapat membantu menalangi kewajiban
nasabah dengan memberikan pinjaman qardh.
3) Akad ijarah sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dapat di
persyaratkan dengan pemberian talangan sebagaimana dimaksud pada
angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak
boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan bank kepada
nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 2.
5) Memenuhi ketentuan pembiayaan ijarah dan/atau pembiayaan qardh.
38
Skema 3.7 mekanisme pengalihan hutang alternatif III SE.OJK
d. Alternatif IV
1) Bank memberikan qardh kepada nasabah untuk melunasi kredit,
dengan demikian aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi
milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset tersebut kepada bank syariah dan hasil
penjualannya digunakan untuk melunasi pinjaman qardh.
3) Bank syariah menyewakan aset yang telah menjadi milik Bank kepada
nasabah dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik.
4) Memenuhi ketentuan pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik dan
pembiayaan qardh.
Skema 3.8 mekanisme pengalihan hutang alternatif IV SE.OJK
39
e. Alternatif V
1) Nasabah yang masih memiliki kredit pada LKK mengajukan
permohonan pengalihan hutangnya kepada Bank dengan akad
musyarakah mutanaqisah.
2) Bank dan nasabah melakukan akad musyarakah matanaqisah dengan
ketentuan bank dan nasabah menyertakan modal usaha senilai
kesepakatan antara bank dengan nasabah.
3) Nasabah melunasi kreditnya kepada LKK.
4) Nasabah menyewa barang yang menjadi obyek syirkah (musyarakah)
dengan akad ijarah dan/atau nasabah dan Bank melakukan kegiatan
usaha dengan pihak ketiga dalam bentuk:
a) Kegiatan usaha sewa menyewa.
b) Kegiatan usaha jual beli dan/atau,
c) Kegiatan usaha bagi hasil.
5) Bank dan nasabah berbagi pendapatan atas kegiatan sebagaimana
diatur pada angka 4.
6) Nasabah membeli porsi kepemilikan (hishshah) modal syirkah Bank
secara bertahap.
Skema 3.9 mekanisme pengalihan hutang alternatif V SE.OJK
f. Alternatif VI
1) Nasabah yang masih memiliki kredit LKK mengajukan permohonan
pengalihan hutangnya kepada Bank.
40
2) Bank setelah menyetujui permhonan nasabah tersebut, melakukan
akad hawalah bi al-ujrah dan membayar sebagian atau seluruh hutang
nasabah kepada LKK pada waktu yang disepakati.
3) Nasabah membayar ujrah kepada Bank atas jasa hawalah.
4) Nasabah membayar kewajibannya yang timbul dari akad hawalah
kepada bank, baik secara tunai maupun secara tangguh/angsur sesuai
kesepakatan.
Skema 3.10 mekanisme pengalihan hutang alternatif VI SE.OJK
Penetapan ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang
produk dan aktivitas bank umum syariah dan unit usaha syariah ini
ditetapkan di jakarta, pada tanggal 21 Desember 2015.
41
BAB III
PELAKSANAAN PENGALIHAN HUTANG DI KJKS BMT EL-MENTARI
BANYUMAS
A. Profil KJKS BMT El-Mentari Banyumas
1. Profil dan Sejarah Berdiri KJKS BMT El-Mentari Banyumas
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT El-Mentari hadir
sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang siap membantu dalam
menerima dan menyalurkan simpanan masyarakat, zakat, infak dan
shadaqah. BMT El-Mentari beroperasi sejak tahun 2009 dengan berbadan
hukum No. 241/BH/XIV.2/2012 tanggal 9 Juli 2012. Hingga saat ini KJKS
BMT El-Mentari telah memiliki 2 kantor yang beralamat di Jl. Bobosan
Rt. 06/01 Purwanegara, Purwokerto Utara dan Jl. Jaelani No. 19
Karangwangkal, Purwokerto Utara.
Latar belakang berdirinya KJKS BMT El-Mentari berawal dari
adanya pasar di perempatan karang jambu (sekarang menjadi pasar ikan)
yang terdapat banyak rentenir, dimana para pedagang terpaksa meminjam
uang yang berunsur ribawi untuk kebutuhan dagangnya kepada rentenir
tersebut. Hingga sampai adanya pemikiran dari orang-orang disekitar
lingkungan tersebut yang merupakan para penggiat koperasi untuk
mengatasi bagaimana cara menghilangkan riba tersebut. Pada akhirnya
para anggota tersebut yang berjumlah 20 orang bersama-sama mendirikan
BMT El-Mentari dengan modal awal berjumlah 20 Juta.1
Sesuai dengan visi dan misi, KJKS BMT El-Mentari menawarkan
produk dan jasa simpanan dan pembiayaan dengan sistem bagi hasil.
Selain itu, KJKS BMT El-Mentari juga menerima dan menyalurkan zakat,
infak, dan shadaqah untuk pemberdayaan ekonomi mikro.
1 Sofwan Al-Rasyid Camelia, dkk, Laporan Akhir Magang Profesi, Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Purwokerto, h. 12-13
42
2. Visi dan Misi KJKS BMT El-Mentari Banyumas
a. Visi
Menjadi lembaga keuangan mikro yang sehat dan sesuai syariat islam,
berkembang dan terpercaya, yang mampu mencapai kehidupan yang
penuh keselamatan kedamaian dan kesejahteraan.
b. Misi
Mengembangkan BMT sebagai gerakan pembebasan dari ekonomi
ribawi, gerakan pemberdayaan masyarakat, dan gerakan keadilan
sehingga terwujud kualitas masyarakat di sekitar BMT yang penuh
keselamatan, keadilan dan kesejahteraan.
3. Data Lembaga KJKS BMT El-Mentari Banyumas
Nama Lembaga : Baitul Mal wa Tamwil El-Mentari
Tahun Berdiri : 2009
Alamat Kantor 1 : Jl. Bobosan Rt. 06/01 Purwanegara, Purwokerto
Utara
No. Telephone : 0281-9128664
Alamat Kantor 2 : Jl. Jaelani No. 19 Karangwangkal, Purwokerto
Utara
No. Telephone : 0281-9128684
Badan Hukum : Koperasi
Jenis Usaha : Syariah
Akta Pendirian : No. 241/BH/XIV.2/2012 tanggal 9 Juli 2012
Cakupan Wilayah : Kabupaten
Jumlah Pendiri : 20 Orang
4. Struktur Organisasi KJKS BMT El-Mentari Banyumas
a. Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Soim, S.Pd
Sekretaris : Wahyu Yuliarto
Bendahara : Siti Rohmanah
43
b. Pengurus
Ketua : Saguh Windiyanto, S.E
Sekretaris : Anifah Rachma Yulia, S.E
Bendahara : Arief Pamuji Wibowo
c. Pengelola
Manager Umum : Indiyani NC, S.E
1) KJKS BMT El-Mentari Karangjambu
Anifah Rachma Yulia, S.E
A Saefudin, S.E
2) KJKS BMT El-Mentari Karangwangkal
Ika Sudi Astuti, S.E
Daryanto
5. Produk KJKS BMT El-Mentari Banyumas
a. Produk Penghimpunan Dana
1) SIMAT (Simpanan Ummat)
a) Simpanan Sukarela.
b) Dapat diambil dan di setor sewaktu-waktu.
2) SIMPEL (Simpanan Pelajar)
a) Mempersiapkan dana untuk biaya pendidikan.
b) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan diambil setiap tahun ajaran
baru.
3) SIMTRI (Simpana Idul Fitri)
a) Mempersiapkan dana untuk keperluan di hari Raya Idul Fitri.
b) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan diambil menjelang hari
Raya Idul Fitri.
4) SIMHA (Simpanan Haji Terwujud)
44
a) Membantu mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah
haji.
b) Terdapat pilihan jangka waktu dan setoran yang dapat
disesuaikan dengan rencana nasabah.
5) SIMAQUR (Simpanan Aqiqah/Qurban)
a) Membantu merencanakan niat aqiqah/qurban.
b) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan ditarik menjelang
aqiqah/qurban.
6) SIMWALI (Simpanan Walimah)
a) Membantu merencanakan biaya pernikahan.
b) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan ditarik menjelang
pernikahan.
7) SIMKA (Simpanan Berjangka)
a) Simpanan dengan pilihan jangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan.
b) Jumlah setoran minimal Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
c) Bagi hasil kompetitif.
d) Bagi hasil diberikan setiap akhir bulan, dan dapat diambil secara
tunai, atau transfer ke rekening lain.
e) Dapat diperpanjang secara otomatis.2
b. Produk Penyaluran Dana
1) Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan dimana BMT sebagai
pihak yang menyediakan dana dan nasabah yang menerima
pinjaman sebagai pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha.
Pendanaan yang diperoleh dari hasil usaha anda akan dinisbahkan
sesuai kesepakatan bersama.
2) Musyarakah
2 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
45
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan dimana BMT dan
nasabah bersama-sama menyediakan dana dan mengelola bersama-
sama pula. Bagi hasil disepakati atas dasar penyertaan anda.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Musyarakah.
a) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi
formulir keanggotaan.
b) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
c) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS
BMT El-Mentari.
3) Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah pembiayaan dimana BMT menyewakan
barang yang dibutuhkan nasabah. Kemudian pada akhir batas sewa,
nasabah membeli barang sewa tersebut.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Ijarah.
a) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi
formulir keanggotaan.
b) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
c) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS
BMT El-Mentari.
4) Murabahah
Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan dimana BMT akan
menyediakan dana kepada nasabah untuk pengadaan bahan baku
atau modal. Nasabah wajib mengembalikan pada saat jatuh tempo
beserta margin yang telah di perhitungkan.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Murabahah.
a) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi
formulir keanggotaan.
b) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
46
c) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS
BMT El-Mentari.
5) Qardh Al-Hasan
Pinjaman Qardh Al-Hasan adalah pinjaman yang diperuntukan
bagi pengusaha kecil pemula yang dianggap layak dan tidak
mempunyai modal apapun selain kemampuan untuk berusaha.3
B. Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah
membantu mengalihkan transaksi non syariah menjadi transaksi yang sesuai
syariah. KJKS BMT El-Mentari Banyumas pun tak melewatkan hakikat salah
satu fungsi pelayan bank syariah tersebut, yakni dengan menggunakan layanan
take over.
Respon positif masyarakat akan “gaya hidup halal” telah membawa
mereka kepada kebutuhan jasa keuangan syariah. KJKS BMT El-Mentari
Banyumas menangkap baik akan adanya fenomena tersebut dengan
menghadirkan layanan jasa take over. Pelayanan pengalihan hutang di KJKS
BMT El-Mentari Banyumas dapat dilakukan pada produk pembiayaan yang
disediakan oleh KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
Pada aplikasinya KJKS BMT El-Mentari Banyumas membantu
pengalihan utang pembiayaan nasabah dari bank konvensional, kemudian
dianalisis dan disesuaikan dengan produk pembiayaan yang ada di KJKS BMT
El-Mentari Banyumas.4
C. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas
Dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan layanan pengalihan
hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas adalah sebagai berikut :
3 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019. 4 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
47
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
2. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
19/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi
Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
3. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
352/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Usaha Jasa
Keuangan Syariah.
4. Fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang.5
D. Pelaksanaan Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas
Berdasarkan dasar hukum yang dianut dalam SOP pelaksanaan
pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas terdapat persyaratan
dan tata cara pembiayaan pengalihan hutang dari bank konvensional ke KJKS
BMT El-Mentari Banyumas, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi calon pemohon perorangan wajib memenuhi dan melengkapi
persyaratan :
a. Mengisi formulir keanggotaan (jika belum terdaftar sebagai anggota
KJKS BMT El-Mentari).
b. Surat permohonan nasabah dalam pengajuan pembiayaan pengalihan
hutang.
c. Fotocopy kartu tanda penduduk pemohon dan suami/istri yang masih
berlaku.
d. Pas photo terbaru pemohon dan suami/istri.
e. Fotocopy kartu keluarga.
f. Fotocopy surat nikah (bagi yang telah menikah).
g. Daftar/slip gaji terakhir yang diterima dan diketahui bendahara atau
pimpinan perusahaan tempat bekerja.
5 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
48
h. Mengisi formulir pembiayaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas.
2. Bagi calon pemohon berbadan usaha wajib memenuhi dan melengkapi
persyaratan :
a. Mengisi formulir keanggotaan (jika belum terdaftar sebagai anggota
KJKS BMT El-Mentari).
b. Surat permohonan nasabah dalam pengajuan pembiayaan pengalihan
hutang
c. Fotocopy kartu tanda penduduk pemilik usaha yang masih berlaku.
d. Proposal usaha tentang gambaran umum badan usaha, lokasi usaha,
struktur organisasi dan nama pengurus.
e. Fotocopy SIUP dan TDP (jika ada).
f. Mengisi formulir pembiayaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas.
3. Petugas pembiayaan KJKS BMT El-Mentari Banyumas melakukan survey
dan cheking terhadap calon pemohon, untuk memastikan bahwa calon
pemohon tidak tercantum dalam daftar hitam (black list).
4. Ketentuan margin dalam pemberian take over yaitu, fasilitas pembiayaan
take over yang diajukan sesuai dengan saldo pokok dari bank sebelumnya
dan dilarang memperhitungkan denda, penalty, tunggakan, bunga dan lain-
lain.
5. Petugas menganalisis pembiayaan dan memastikan jumlah total pelunasan
pembiayaan dengan meminta nasabah untuk mencantumkan setoran terakhir
pada bank sebelumnya.
6. Untuk menentukan pemberian fasilitas pembiayaan yang sesuai dengan
produk pembiayaan yang terdapat di KJKS BMT El-Mentari Banyumas,
maka dilakukan pengkajian oleh petugas KJKS BMT El-Mentari Banyumas
melalui wawancara dengan calon pemohon.
7. Pengalihan hutang pemohon dari bank lain ke KJKS BMT El-Mentari
Banyumas dapat menggunakan beberapa alternatif ketentuan akad
diantaranya adalah:
49
a. Alternatif I
1) KJKS BMT El-Mentari memberikan qardh kepada pemohon. Dengan
qardh tersebut nasabah melunasi kredit hutangnya. Dengan demikian,
aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik pemohon secara
penuh.
2) Pemohon menjual aset dimaksud angka 1 kepada KJKS BMT El-
Mentari, dan dengan hasil penjualan itu pemohon melunasi qardhnya
kepada KJKS BMT El-Mentari.
3) KJKS BMT El-Mentari menjual secara murabahah aset yang telah
menjadi miliknya tersebut kepada pemohon, dengan pembayaran
secara cicilan.
b. Alternatif III
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset,
pemohon dapat melakukan akad ijarah dengan KJKS BMT El-
Mentari.
2) Apabila diperlukan, KJKS BMT El-Mentari dapat membantu
menalangi kewajiban pemohon dengan menggunakan prinsip Al-
Qardh.
3) Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan
sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak
boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan KJKS BMT
El-Mentari kepada pemohon sebagaimana dimaksudkan angka 2.
c. Alternatif IV
1) KJKS BMT El-Mentari memberikan qardh kepada pemohon. Dengan
qardh tersebut pemohon melunasi kredit (hutang)-nya. Dengan
demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik
pemohon secara penuh.
50
2) pemohon menjual aset yang dimaksud angka 1 kepada KJKS BMT El-
Mentari, dan dengan hasil penjualan itu pemohon melunasi qardhnya
kepada KJKS BMT El-Mentari.
3) KJKS BMT El-Mentari menyewakan aset yang telah menjadi
miliknya tersebut kepada pemohon, dengan akad al-ijarah al-
muntahiyah bi al-tamlik.
8. Dari fasilitas pengalihan hutang, pemohon memiliki kewajiban
menyerahkan jaminan sebagai berikut :
a. Surat asli pengangkatan atau surat keputusan pegawai dan sebagainya
dari perusahaan tempat pemohon bekerja
b. SHM atau SHGB atas tanah atau bangunan dan BPKB kendaraan
bermotor roda dua atau empat.
c. Penentuan jaminan yang ditetapkan berdasarkan kepada analisis
pembiayaan yang dilakukan oleh petugas KJKS BMT El-Mentari
Banyumas yang telah melakukan penilaian jaminan secara seksama,
menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan besarnya
margin pembiayaan take over yang diberikan.
9. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh KJKS BMT El-Mentari dalam
pemberian qardh kepada pemohon, yaitu :
a. Dalam pemberian qardh kepada pemohon, dipastikan bahwa pemohon
pembiayaan take over tersebut berkarakter baik, disiplin, dan dapat
dipercaya, dan memiliki kondisi ekonomi yang baik.
b. Qardh yang diberikan kepada pemohon sudah dijelaskan secara detail
penggunaanya dan batas waktu pengembalian qardh.6
6 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
51
BAB IV
ANALISIS MASALAH
A. Analisis Dasar Hukum Pengalihan Hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas
Take over atau disebut juga dengan pengalihan hutang adalah satu
contoh transaksi yang menggambarkan gaya hidup halal di Indonesia.
Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, pengalihan
hutang dalam konteks skripsi ini adalah pengalihan kredit dalam dunia
perbankan. Dalam hal ini pihak pihak KJKS BMT El-Mentari Banyumas
menjadi pihak ketiga yang memberi kredit kepada debitur (pemohon) untuk
melunasi hutang atau kredit debitur kepada kreditur awal (lembaga keuangan
konvensional) dan memberikan kredit baru sehingga kedudukan pihak ketiga
ini mengantikan kedudukan pihak kreditur awal.
Pelayanan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas
dilakukan pada produk pembiayaan yang tersedia di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas. Sebagai mana di jelaskan pada BAB III tentang pelaksanaan
pengalihan hutang, KJKS BMT El-Mentari Banyumas hanya menggunakan
tiga dari empat alternatif akad yang ada, yaitu diantaranya, qardh, murabahah,
dan ijarah. Hal itu dikarenakan ketiga alternatif akad tersebut adalah sesuai
dengan produk-produk pembiayaan yang ada di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas. Pemakaian ketiga akad tersebut tidak lain adalah berpedoman
terhadap fatwa DSN-MUI No. 31 tahun 2002 tentang pengalihan hutang.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat dua hukum
yang membahas secara jelas tentang mekanisme pengalihan hutang yaitu fatwa
DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pengalihan Hutang dan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan
Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kedua hukum tersebut
memiliki persamaan akad dalam pelaksanaan pengalihan hutang. Namun,
kedua hukum tersebut memiliki kedudukan yang berbeda di dalam hirarki
52
perundang-undangan di Indonesia. Karena kedudukan fatwa DSN-MUI bukan
merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Sedangkan OJK merupakan sebuah institusi milik
negara atau salah satu institusi yang merepresentasikan negara, dan SE OJK
merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kekuatan hukum yang lebih mengikat.
Namun, KJKS BMT El-Mentari Banyumas dalam sistem
operasionalnya tidak menerapkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.
36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah sebagai dasar hukum layanan pembiayaan pengalihan
hutang. Hal itu dikarenakan KJKS BMT El-Mentari Banyumas belum terdaftar
dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.1
Oleh karena itu, pelaksanaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas hanya menganut secara penuh skema yang ditawarkan oleh
fatwa DSN-MUI No. 31 tahun 2002 tentang Pengalihan Hutang karena dirasa
paling realistis, lengkap dan sesuai dengan produk-produk pembiayaan yang
ada di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
B. Analisis Terhadap Tidak Diterapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Pelayanan Pengalihan
Hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia
menunjukkan progress yang baik, pasalnya LKM merupakan lembaga
keuangan yang mampu berbaur dengan masyarakat ekonomi rendah. Dengan
ciri khasnya yang berbeda dengan bank, LKM hadir sebagai mitra masyarakat
untuk mengakses modal.
Dari banyaknya LKM yang ada di Indonesia, BMT merupakan LKM
yang dapat dikatakan memiliki karakteristik yang berbeda dengan LKM
1 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
53
sejenisnya. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip yang dijalankan oleh BMT
dan juga corak dari kegiatan usaha yang berbeda dengan LKM lain yang
sejenis.
Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian pada
awalnya menjadi satu-satunya payung hukum dalam kelembagaan BMT.
Namun, dengan UU tersebut dirasa sangat kurang dalam memenuhi
kelembagaan dan ketepatan hukum. Dengan alasan tersebut, pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2012 tentang Otoritas Jasa
keuangan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro sebagai penyempurnaan undang-undang dalam memperkuat payung
hukum LKM termasuk BMT di dalamnya.
Dalam pemaparan di atas, terdapat tiga undang-undang yang secara
jelas berkaitan dalam mengatur operasional kelembagaan BMT yaitu :
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
Berdasarkan UU tersebut dijelaskan bahwa koperasi adalah badan
hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi,
dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
koperasi. Undang-undang tersebut disahkan sebagai acuan badan hukum
Lembaga Keuangan Mikro.
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro, dapat berbentuk badan hukum
Perseroan Terbatas. Jika LKM berbentuk Perseroan Terbatas maka
sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) harus dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.
Sisa kepemilikan sahamnya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia
dan/atau koperasi.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, BMT sebagai lembaga
keuangan mikro berbadan hukum koperasi yang beroperasi berdasarkan
54
prinsip syariah, hanya disinggung pada Pasal 87 ayat (3), bahwa “koperasi
dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah”. Selanjutnya
dalam Pasal 87 ayat (4), bahwa “ketentuan mengenai koperasi berdasarkan
prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
peraturan pemerintah”. Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan secara
spesifik tentang teknis operasional dan hal-hal lainnya yang memperkuat
payung hukum BMT di Indonesia. Adapun peraturan pemerintah yang
dimaksud dalam pasal tersebut yaitu Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah No. 19/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
352/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Usaha Jasa
Keuangan Syariah.
Namun, di tahun 2014 dunia perkoperasian kembali diguncang
dengan keputusan mahkamah konstitusi yang membatalkan Undang-
Undang Koperasi No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. Sebagai
konsekuensi hukum dibatalkannya undang-undang tersebut maka mengenai
perkoperasian kembali pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, semakin
tidak adanya kejelasan perihal pengaturan untuk BMT. Selain itu, Undang-
Undang No. 25 Tahun 1992 tidak menyinggung sedikitpun tentang prinsip
syariah.
2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2012 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang
mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini.
55
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa
keuangan di sektor Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor
Peransuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
Undang-Undang ini hanya membahas secara penuh tugas dan
wewenang OJK saja dan tidak membahas secara spesifik tentang Koperasi
Jasa Keuangan Syariah. Namun, berdasarkan undang-undang tersebut OJK
memiliki wewenang penuh dalam pembinaan dan pengawasan segaa bentuk
lembaga yang bergerak disektor jasa keuangan termasuk LKM didalamnya.
Adapun penjelasan mengenai LKM selanjutnya dijelaskan dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
Undang-Undang yang terdiri dari 42 pasal ini memuat substansi
pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan
Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, maupun asas dan tujuan.
Undang-Undang ini juga mengatur kelembagaan, baik berkenaan dengan
pendirian, bentuk badan hukum, permodalan, maupun kepemilikan.
Selain itu, Undang-Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan
usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian
jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu
LKM yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan atau
kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya.
Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
56
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan msyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa seluruh LKM belum
cukup hanya dengan berbadan hukum koperasi atau perseroan terbatas.
Namun, LKM juga wajib memporoleh izin usaha dari OJK. Hal ini guna
terwujudnya pembinaan dan pengawasan LKM yang lebih baik,
memberikan kemudahan bagi LKM untuk pengembangan usaha, dan
meningkatnya kepercayaan nasabah.
Berdasarkan Undang-Undang dijelaskan bahwa, Otoritas Jasa
Keuangan, Kementerian Koperasi dan Kementerian Dalam Negeri
berkerjasama untuk melakukan inventarisasi LKM yang belum memiliki
badan hukum. Inventarisasi LKM yang dimaksud dalam undang-undang
tersebut harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak undang-
undang ini berlaku.
Dari ketiga undang-undang tersebut dalam praktiknya, Undang-undang
No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian terbatas hanya mengatur internal
kelembagaan dan badan hukum usaha KJKS BMT El-Mentari Banyumas saja.
Sedangkan untuk praktis di lapangan perihal operasional, pengaturan, dan
pengawasan KJKS BMT El-Mentari Banyumas diatur lebih dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan jika KJKS
BMT El-Mentari Banyumas telah memiliki izin usaha dari OJK, maka KJKS
BMT El-Mentari Banyumas wajib mentaati peraturan terkait peraturan OJK
sesuai Undang-Undang No. 21 Tahun 2012 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
KJKS BMT El-Mentari Banyumas sudah berdiri sejak tahun 2009
dengan berbadan hukum koperasi sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun
2012 tentang Perkoperasian. Dalam sistem operasional kelembagaan KJKS
BMT El-Mentari Banyumas hanya merujuk kepada undang-undang tersebut
hingga saat ini. Adapun dalam hal mekanisme pembiayaan KJKS BMT El-
57
Mentari Banyumas menganut secara penuh skema yang ditawarkan oleh fatwa
DSN-MUI termasuk pelaksanaan pengalihan hutang di dalamnya.
Adanya undang-undang baru di dalam sektor keuangan nasional
tersebut membuat KJKS BMT El-Mentari Banyumas merasa ruang lingkup
operasionalnya dibatasi oleh undang-undang tersebut. Undang-undang baru
yang mengatur terkait BMT tersebut masih dirasakan kurang tepat dalam
mengakomodasi kebutuhan hukum KJKS BMT El-Mentari Banyumas saat ini.
Banyak pula pihak yang merasa undang-undang tersebut dirasa belum matang
untuk diundangkan dan terlihat seperti tumpang tindih.2
Kerancuan dalam undang-undang terkait operasional BMT membuat
KJKS BMT El-Mentari Banyumas bukan hanya terbatasi operasionalnya,
namun juga membuat KJKS BMT El-Mentari Banyumas semakin dirasa rentan
terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam bidang hukum karena adanya
ketidaktepatan dan ketidakmampuan undang-undang dalam menjawab
kebutuhan KJKS BMT El-mentari sebagai lembaga keuangan mikro di
masyarakat.3
Adanya undang-undang baru tersebut juga membuat KJKS BMT El-
Mentari Banyumas kesulitan dalam merujuk hukum atau undang-undang mana
yang harus dijadikan acuan dasar apabila terjadi perselisihan atau
penyimpangan.4
Pernyataan seperti yang dialami KJKS BMT El-Mentari Banyumas saat
ini telah tumbuh dan berkembang, karena masyarakat memandang perlu
adanya lembaga ini walaupun pengaturannya belum ada.
Namun demikian semestinya pengaturan tentang lembaga keuangan
syariah dan BMT khususnya haruslah disesuaikan dengan arah pembangunan
di bidang hukum ekonomi. Pembangunan di bidang hukum ekonomi perlu
2 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019. 3 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019. 4 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
58
difokuskan pada satu konsep yang jelas. Salah satu orientasi yang perlu
disiapkan adalah upaya pada mewujudkan terciptanya demokrasi ekonomi
yang berorientasi pada kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan sosial.
Khusus untuk perangkat hukum yang diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan hukum di bidang kegiatan ekonomi harus memenuhi asas
keseimbangan, pengawasan publik, asas campur tangan negara terhadap
kegiatan ekonomi.
Dalam merespon perkembangan BMT yang sangat pesat, dapat
dikatakan pemerintah terlambat mengeluarkan peraturan yang berbentuk
undang-undang yang tegas dalam mengatur BMT. Hal ini terlihat dari
eksistensi lembaga BMT yang lebih dahulu ada dibandingkan dengan undang-
undang yang mengaturnya. Namun, upaya pemerintah saat ini yang mulai
memberikan perhatian kepada BMT patut di apresiasi. Pasalnya, mengingat
hukum adalah aturan yang mengikat setiap warga negara dan juga bersifat
memaksa, maka undang-undang yang saat ini telah dikeluarkan oleh
pemerintah terkait mendukung pengembangan BMT sangat penting dan
mendesak untuk dilakukan.5
Hal tersebut penting untuk melindungi berbagai pihak diperlukan
regulasi dengan tidak menghilangkan karakteristiknya yang khas sebagai baitul
maal dan baitut tamwil. Sehingga kedepannya undang-undang yang telah ada
perlu diadakan pengembangan sesuai dengan perkembangan BMT di masa
yang akan datang.
5 A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-Mentari Banyumas, Interview
Pribadi, Banyumas, 2 Mei 2019.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan mengenai :
1. Dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan pengalihan hutang di
KJKS BMT El-Mentari Banyumas adalah berpedoman penuh terhadap
fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pengalihan Hutang.
Namun, KJKS BMT El-Mentari Banyumas hanya menerapkan tiga
alternatif dari empat alternatif akad yang ada di dalam fatwa DSN-MUI
tersebut, yaitu akad qardh, murabahah, dan ijarah. Hal itu dikarenakan
ketiga alternatif akad tersebut adalah sesuai dengan produk-produk yang
ada di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
2. Pelaksanaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas dari
segi hukum islam, telah sesuai dengan syariah. Pelaksanaan yang terjadi
yaitu menggunakan penggabungan akad yang telah dilegalkan oleh fatwa
DSN-MUI. Adapun dari segi hukum positif, pelaksanaan pengalihan
hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas dinilai tidak melanggar Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk
dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, karena tidak
menyalahi ketentuan yang ada dalam Surat Edaran tersebut. Namun,
keabsahan legalitas badan hukum KJKS BMT El-Mentari Banyumas
dianggap masih kurang kuat, karena hanya terdaftar dengan berbadan
hukum koperasi saja dan KJKS BMT El-Mentari Banyumas sebagai LKMS
belum terdaftar dengan izin dari Otoritas Jasa Keuangan seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro. Karena, adanya undang-undang baru di dalam sektor
keuangan nasional tersebut membuat KJKS BMT El-Mentari Banyumas
merasa ruang lingkup operasionalnya dibatasi oleh undang-undang
60
tersebut. Undang-undang baru yang mengatur terkait BMT tersebut masih
dirasakan kurang tepat dalam mengakomodasi kebutuhan hukum KJKS
BMT El-Mentari Banyumas saat ini dan undang-undang tersebut dirasa
belum matang untuk diundangkan dan terlihat seperti tumpang tindih.
B. Saran
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menuangkan seluruh
kemampuan dan kemauan yang ada mengenai pembahasan “Analisis
Penerapan Fatwa DSN-MUI dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
terkait Perjanjian Pengalihan Hutang” yang selanjutnya penulis akan
menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Sampai saat ini regulasi terbaru tentang pengalihan hutang di Lembaga
Keuangan Syariah adalah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.
36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Di dalam SE OJK tersebut mengatur tentang
pelayanan jasa di Lembaga Keuangan Syariah yang salah satunya adalah
pengalihan hutang. Namun penjelasan yang disuguhkan oleh SE OJK
tersebut tidak sepenuhnya jelas. Artinya, dalam regulasi tersebut hanya
mengatur bagaimana mekanisme pengalihan hutangnya saja, tetapi belum
dibahas hingga penyelesaiannya dan bagaimana jika terjadi perselisihan
dalam pengembalian dana talangannya. Untuk itu diharapakan kepada
Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi dan
melindungi lembaga keuangan agar segera menerbitkan regulasi terbaru
terkait penyelesaian dan bagaimana jika terjadi perselisihan dalam
pengembalian dana talangan.
2. Banyaknya regulasi yang mengatur akan keberadaan BMT sangat dirasa
masih kurang matang untuk diundangkan dan terlihat seperti tumpang
tindih. Saran bagi pemerintah hendaknya mengkaji ulang regulasi-regulasi
terkait BMT yang sudah ada dengan melibatkan praktisi BMT agar
terwujudnya regulasi yang lebih mampu untuk menjawab kebutuhan BMT
sebagai Lembaga Keuangan Mikro di masyarakat.
61
3. Keberadaan BMT di Indonesia menunjukkan progress yang baik, pasalnya
BMT merupakan lembaga keuangan yang mampu berbaur dengan
masyarakat ekonomi rendah. Dengan ciri khasnya yang berbeda dengan
bank, BMT hadir sebagai mitra masyarakat untuk mengakses modal.
Namun, seiring pertumbuhan BMT yang pesat, perlu diiringi dengan
pondasi hukum yang kuat, agar tidak rentan terhadap penyimpangan-
penyimpangan hukum. Saran bagi praktisi KJKS BMT El-Mentari
Banyumas, agar mengkaji ulang regulasi hukum yang sudah ada agar
terwujudunya KJKS BMT El-Mentari Banyumas yang memiliki pondasi
hukum yang lebih kuat dan turut bersinergi dengan pemerintah dalam
menyusun rancangan undang-undang terkait Lembaga Keuangan Mikro
Syariah agar tercipta suatu hukum yang baik dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur‟an Al-Karim
Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, edisi 4, cet ke-8.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin, Jaenal. Metode Penelitian Hukum.
Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Ali Jum’ah, Muhammad, dkk. Mausu‟ah Fatawa Al-Muamalat Al-Maliyah
Lilmasyarif wa Al-Muassaat, Al-Maliyah, Al-Islamiyah, Al-Murabahah, jilid
13. Kairo: Dar Al-Salam Lithaba’ah wa Al-Tauzi’ wa Al-Tarjamah, 2009.
Al-Jaziri, Abdurrahman. Al-Fiqh Ala Mazahiz Al-Arba‟ah, Juz 4. Mesir: Al-
Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubro, 1969.
Al Rasyid, Camelia Sofwan. dkk, Laporan Akhir Magang Profesi, Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Purwokerto.
Antonio, M. Syafi’i. Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Ascarya, Diana Yumanita. Bank Syariah. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
kebanksentralan (PPSK) BI, 2005.
Azis, Azizah, Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah
Mandiri Cabang Pembantu Bone, Tesis S2 Program Pascasarjana,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2012.
Az-Zhuhaily, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Juz 5. Damsyiq: Dar Al-
Fikri, 1989.
Dahlan, Abdul Aziz et al. Ensklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997.
Echols, John M dan Sadily, Hasan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1990.
Hadari, Nawawi dan Hadari, Martini. Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.
Hakim, Maman Rahman. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Tangerang
Selatan: Faza Media, 2017
Hamidy, Mu’amal, et al. Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadits-Hadits
Hukum, Jilid 6. Surabaya: Bina Ilmu, 1986.
63
Hasbiyallah. Sudah Syar‟ikah Muamalahmu? (Panduan Memahami Seluk-Beluk
Fiqh Muamalah). Yogyakarta: Salma Idea, 2014.
http://kbbi.web.id/modernisasi.html, artikel diakses pada 15 September 2018.
http://kbbi.web.id/globalisasi.html, artikel diakses pada 15 September 2018.
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl3400/permasalahan-cessie-dan-
subrogasi/, artikel diakses pada 17 februari 2019.
Interview Pribadi dengan A. Saefudin, Manager Operasional KJKS BMT El-
Mentari Banyumas, Banyumas, 2 Mei 2019.
Ibrahim, Jhonny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing, 2005.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.
Ismail, bin Mukhammad Abu Abdillah Al-Bukhori. Shahih Al-Bukhari. editor :
Mustafa Daib Al-Bigha. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.
K. Muda, Ahmad Antoni. Kamus Lengkap Ekonomi. Jakarta: Gitamedia Press,
2003.
Mahmud, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2010.
Nazir, Habib dan Hasanuddin, Muhammad. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan
Syariah. Jakarta: Kaki Langit, 2004.
Rahman, Fazlur. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1. Jakarta: Dana Bakti Wakaf,
1995.
Rochaety, Eti dan Tresnati, Ratih. Kamus Istilah Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2005.
Rozalinda. Fiqh Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor
Keuangan Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sam, M. Ichwan dkk. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Dewan Syariah
Nasional MUI). Jakarta: Erlangga, 2014.
Sarwat, Ahmat. Ensikopedia Fiqh Indonesia 7 : Muamalah. Jakarta: Gramedia
pustaka Utama, 2018.
Sjahdaeni, Sutan Remy. Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek
Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2015.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
64
Sutojo, Siswanto. Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus.
Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2009.
Tjitrosudibio R, Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Jakarta: Pradnya Paramita, 2003.
www.jurnalhukum.com/novasi-pembaruan-utang/, artikel diakses pada 17
Februari 2019.
www.rumahbangsa.net/2014/05/kalaah-dalam-ilmu-waris.html?m=1, artikel
diakses pada 12 Maret 2019.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
Undang-Undang Republik Indnesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan
Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 31 Tahun 2002
Tentang Pengalihan Hutang.
Lampiran|1
Lampiran|2
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Daftar pertanyaan wawancara ini berfungsi untuk menjawab rumusan masalah pada
penelitian yang berjudul “Penerapan Fatwa DSN-MUI dengan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan terkait Perjanjian Pengalihan Hutang”. Berikut daftar
pertanyaan wawancara untuk menjawab rumusan masalah bagaimana pelaksanaan
pengalihan hutang dan apa yang menjadi landasan hukum pengalihan hutang serta
bagaimana penerapannya di KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana gambaran umum tentang KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Perihal profil KJKS BMT El-Mentari Banyumas yang terbaru bisa di sesuaikan
dengan Laporan Akhir Magang Profesi, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
IAIN Purwokerto tahun 2018 atas nama Camelia Sofwan Al-Rasyid dkk.”
2. Bagaimana sejarah berdirinya KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Perihal sejarah KJKS BMT El-Mentari Banyumas yang terbaru bisa di sesuaikan
dengan Laporan Akhir Magang Profesi, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
IAIN Purwokerto tahun 2018 atas nama Camelia Sofwan Al-Rasyid dkk.”
3. Apa saja dasar hukum yang menjadi asas atau pondasi berdirinya KJKS BMT El-
Mentari Banyumas?
“KJKS BMT El-Mentari Banyumas sudah berdiri sejak tahun 2009 dan dengan
berbadan hukum koperasi No. 241/BH/XIV.2/2012 tanggal 9 Juli 2012.”
4. Bagaimana visi dan misi KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Visi dan Misi KJKS BMT El-Mentari Banyumas yaitu:
Visi
Menjadi lembaga keuangan mikro yang sehat dan sesuai syariat islam,
berkembang dan terpercaya, yang mampu mencapai kehidupan yang penuh
keselamatan kedamaian dan kesejahteraan.
Misi
Mengembangkan BMT sebagai gerakan pembebasan dari ekonomi ribawi,
gerakan pemberdayaan masyarakat, dan gerakan keadilan sehingga terwujud
kualitas masyarakat di sekitar BMT yang penuh keselamatan, keadilan dan
kesejahteraan.”
5. Bagaimana struktur organisasi KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Pengurus
Ketua : Saguh Windiyanto, S.E
Sekretaris : Anifah Rachma Yulia, S.E
Bendahara : Arief Pamuji Wibowo
Pengelola
Manager Umum : Indiyani NC, S.E
1. KJKS BMT El-Mentari Karangjambu
Anifah Rachma Yulia, S.E
A Saefudin, S.E
2. KJKS BMT El-Mentari Karangwangkal
Ika Sudi Astuti, S.E
Daryanto”
6. Bagaimana Struktur Dewan Pengawas Syariah di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas?
“Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Soim, S.Pd
Sekretaris : Wahyu Yuliarto
Bendahara : Siti Rohmanah”
7. Apa saja produk-produk perhimpunan dana dan penyaluran dana yang dimiliki
KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Produk penghimpunan dana dan penyaluran dana adalah sebagai berikut:
1. Produk Penghimpunan Dana
a. SIMAT (Simpanan Ummat)
1) Simpanan Sukarela.
2) Dapat diambil dan di setor sewaktu-waktu.
b. SIMPEL (Simpanan Pelajar)
1) Mempersiapkan dana untuk biaya pendidikan.
2) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan diambil setiap tahun ajaran baru.
c. SIMTRI (Simpana Idul Fitri)
1) Mempersiapkan dana untuk keperluan di hari Raya Idul Fitri.
2) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan diambil menjelang hari Raya Idul
Fitri.
d. SIMHA (Simpanan Haji Terwujud)
1) Membantu mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji.
2) Terdapat pilihan jangka waktu dan setoran yang dapat disesuaikan
dengan rencana nasabah.
e. SIMAQUR (Simpanan Aqiqah/Qurban)
1) Membantu merencanakan niat aqiqah/qurban.
2) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan ditarik menjelang aqiqah/qurban.
f. SIMWALI (Simpanan Walimah)
1) Membantu merencanakan biaya pernikahan.
2) Dapat disetorkan sewaktu-waktu dan ditarik menjelang pernikahan.
g. SIMKA (Simpanan Berjangka)
1) Simpanan dengan pilihan jangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan.
2) Jumlah setoran minimal Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
3) Bagi hasil kompetitif.
4) Bagi hasil diberikan setiap akhir bulan, dan dapat diambil secara tunai,
atau transfer ke rekening lain.
5) Dapat diperpanjang secara otomatis.
2. Produk Penyaluran Dana
a. Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan dimana BMT sebagai pihak
yang menyediakan dana dan nasabah yang menerima pinjaman sebagai
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha. Pendanaan yang
diperoleh dari hasil usaha anda akan dinisbahkan sesuai kesepakatan
bersama.
b. Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan dimana BMT dan nasabah
bersama-sama menyediakan dana dan mengelola bersama-sama pula. Bagi
hasil disepakati atas dasar penyertaan anda.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Musyarakah.
1) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi formulir
keanggotaan.
2) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
3) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS BMT
El-Mentari.
c. Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah pembiayaan dimana BMT menyewakan barang
yang dibutuhkan nasabah. Kemudian pada akhir batas sewa, nasabah
membeli barang sewa tersebut.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Ijarah.
1) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi formulir
keanggotaan.
2) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
3) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS BMT
El-Mentari.
d. Murabahah
Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan dimana BMT akan
menyediakan dana kepada nasabah untuk pengadaan bahan baku atau
modal. Nasabah wajib mengembalikan pada saat jatuh tempo beserta
margin yang telah di perhitungkan.
Syarat dan ketentuan pembiayaan Murabahah.
1) Menjadi anggota KJKS BMT El-Mentari dengan mengisi formulir
keanggotaan.
2) Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM, dll).
3) Detail akad dan kesepakatan dilakukan langsung di kantor KJKS BMT
El-Mentari.
e. Qardh Al-Hasan
Pinjaman Qardh Al-Hasan adalah pinjaman yang diperuntukan bagi
pengusaha kecil pemula yang dianggap layak dan tidak mempunyai modal
apapun selain kemampuan untuk berusaha.”
8. Apa saja jenis pembiayaan pengalihan hutang (take over) di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas?
“Pelayanan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas dapat
dilakukan pada produk pembiayaan yang disediakan oleh KJKS BMT El-Mentari
Banyumas. Pada aplikasinya KJKS BMT El-Mentari Banyumas membantu
pengalihan utang pembiayaan nasabah dari bank konvensional, kemudian
dianalisis dan disesuaikan dengan produk pembiayaan yang ada di KJKS BMT El-
Mentari Banyumas.”
9. Bagaimana persyaratan pengajuan pengalihan hutang (take over) untuk perorangan
dan untuk perusahaan di KJKS BMT El-Mentari Banyumas?
“Persyaratan untuk pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari Banyumas
hamper sama dengan produk pembiayaan yang lainnya yang ada di KJKS BMT-
El-Mentari Banyumas. Untuk perinciannya ada lah sebagai berikut:
1. Bagi calon pemohon perorangan wajib memenuhi dan melengkapi persyaratan
:
a. Mengisi formulir keanggotaan (jika belum terdaftar sebagai anggota KJKS
BMT El-Mentari).
b. Surat permohonan nasabah dalam pengajuan pembiayaan pengalihan
hutang.
c. Fotocopy kartu tanda penduduk pemohon dan suami/istri yang masih
berlaku.
d. Pas photo terbaru pemohon dan suami/istri.
e. Fotocopy kartu keluarga.
f. Fotocopy surat nikah (bagi yang telah menikah).
g. Daftar/slip gaji terakhir yang diterima dan diketahui bendahara atau
pimpinan perusahaan tempat bekerja.
h. Mengisi formulir pembiayaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas.
2. Bagi calon pemohon berbadan usaha wajib memenuhi dan melengkapi
persyaratan :
a. Mengisi formulir keanggotaan (jika belum terdaftar sebagai anggota KJKS
BMT El-Mentari).
b. Surat permohonan nasabah dalam pengajuan pembiayaan pengalihan
hutang
c. Fotocopy kartu tanda penduduk pemilik usaha yang masih berlaku.
d. Proposal usaha tentang gambaran umum badan usaha, lokasi usaha,
struktur organisasi dan nama pengurus.
e. Fotocopy SIUP dan TDP (jika ada).
f. Mengisi formulir pembiayaan pengalihan hutang di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas.”
10. Apakah KJKS BMT El-Mentari Banyumas menerapkan Fatwa DSN-MUI No.
31/DSN-MUI/IV/2002 sebagai dasar hukum pelaksanaan pengalihan hutang (take
over)?
“KJKS BMT El-Mentari Banyumas menerapkan fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-
MUI/IV/2002 sebagai acuan mekanisme pembiayaan pengalihan hutang. KJKS
BMT El-Mentari Banyumas hanya menggunakan tiga dari empat alternatif akad
yang ada, yaitu diantaranya, qardh, murabahah, dan ijarah. Hal itu dikarenakan
ketiga alternatif akad tersebut adalah sesuai dengan produk-produk pembiayaan
yang ada di KJKS BMT El-Mentari Banyumas. Adapun, sebagian mekanisme di
sesuaikan dengan management KJKS BMT El-Mentari Banyumas seperti,
persyaratan pendaftaran, survey, cheking, dan analisis.”
11. Apa saja dasar hukum pengalihan hutang (take over) di KJKS BMT El-Mentari
Banyumas selain fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI/IV/2002?
“Hanya fatwa DSN-MUI saja”
12. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengalihan hutang (take over) di KJKS BMT
El-Mentari Banyumas?
“Mekanisme keseluruhannya adalah sebagai berikut:
1. Mendaftar sebagai anggota KJKS BMT El-Mentari Banyumas.
2. Mengajukan permohonan pembiayaan pengalihan hutang dengan mengisi
form pembiayaan dan melengkapi persyaratan yang dibutuhkan.
3. Petugas pembiayaan KJKS BMT El-Mentari Banyumas melakukan survey dan
cheking terhadap calon pemohon, untuk memastikan bahwa calon pemohon
tidak tercantum dalam daftar hitam (black list).
4. Ketentuan margin dalam pemberian take over yaitu, fasilitas pembiayaan take
over yang diajukan sesuai dengan saldo pokok dari bank sebelumnya dan
dilarang memperhitungkan denda, penalty, tunggakan, bunga dan lain-lain.
5. Petugas menganalisis pembiayaan dan memastikan jumlah total pelunasan
pembiayaan dengan meminta nasabah untuk mencantumkan setoran terakhir
pada bank sebelumnya.
6. Untuk menentukan pemberian fasilitas pembiayaan yang sesuai dengan
produk pembiayaan yang terdapat di KJKS BMT El-Mentari Banyumas, maka
dilakukan pengkajian oleh petugas KJKS BMT El-Mentari Banyumas melalui
wawancara dengan calon pemohon.
7. Pengalihan hutang pemohon dari bank lain ke KJKS BMT El-Mentari
Banyumas dapat menggunakan beberapa alternatif ketentuan akad
diantaranya adalah:
a. Alternatif I
1) KJKS BMT El-Mentari memberikan qardh kepada pemohon. Dengan
qardh tersebut nasabah melunasi kredit hutangnya. Dengan demikian,
aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik pemohon secara
penuh.
2) Pemohon menjual aset dimaksud angka 1 kepada KJKS BMT El-Mentari,
dan dengan hasil penjualan itu pemohon melunasi qardhnya kepada
KJKS BMT El-Mentari.
3) KJKS BMT El-Mentari menjual secara murabahah aset yang telah
menjadi miliknya tersebut kepada pemohon, dengan pembayaran secara
cicilan.
b. Alternatif III
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset,
pemohon dapat melakukan akad ijarah dengan KJKS BMT El-Mentari.
2) Apabila diperlukan, KJKS BMT El-Mentari dapat membantu menalangi
kewajiban pemohon dengan menggunakan prinsip Al-Qardh.
3) Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan
sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak
boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan KJKS BMT El-
Mentari kepada pemohon sebagaimana dimaksudkan angka 2.
c. Alternatif IV
1) KJKS BMT El-Mentari memberikan qardh kepada pemohon. Dengan
qardh tersebut pemohon melunasi kredit (hutang)-nya. Dengan demikian,
aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik pemohon secara
penuh.
2) pemohon menjual aset yang dimaksud angka 1 kepada KJKS BMT El-
Mentari, dan dengan hasil penjualan itu pemohon melunasi qardhnya
kepada KJKS BMT El-Mentari.
3) KJKS BMT El-Mentari menyewakan aset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada pemohon, dengan akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-
tamlik.
8. Dari fasilitas pengalihan hutang, pemohon memiliki kewajiban menyerahkan
jaminan sebagai berikut :
a. Surat asli pengangkatan atau surat keputusan pegawai dan sebagainya dari
perusahaan tempat pemohon bekerja
b. SHM atau SHGB atas tanah atau bangunan dan BPKB kendaraan bermotor
roda dua atau empat.
c. Penentuan jaminan yang ditetapkan berdasarkan kepada analisis
pembiayaan yang dilakukan oleh petugas KJKS BMT El-Mentari Banyumas
yang telah melakukan penilaian jaminan secara seksama, menyeluruh dan
dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan besarnya margin pembiayaan
take over yang diberikan.
9. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh KJKS BMT El-Mentari dalam
pemberian qardh kepada pemohon, yaitu :
a. Dalam pemberian qardh kepada pemohon, dipastikan bahwa pemohon
pembiayaan take over tersebut berkarakter baik, disiplin, dan dapat
dipercaya, dan memiliki kondisi ekonomi yang baik.
b. Qardh yang diberikan kepada pemohon sudah dijelaskan secara detail
penggunaanya dan batas waktu pengembalian qardh.”
10. Apakah KJKS BMT El-Mentari Banyumas menerapkan Surat Edaran OJK No.
36/SEOJK.03/2015?
“KJKS BMT El-Mentari Banyumas tidak menerapkan Surat Edaran OJK No.
36/SEOJK.03/2015, karena KJKS BMT El-Mentari Banyumas tidak di awasi
langsung oleh OJK dan belum memiliki izin usaha dari OJK. KJKS BMT El-
Mentari hanya berbadan hukum koperasi sebagai landasan hukum operasional
dan Fatwa DSN-MUI sebagai acuan dan dasar hukum mekanisme produk-produk
yang ada di dalamnya.”
11. Apakah KJKS BMT El-Mentari pernah mendapatkan sosialisasi terkait UU No. 21
Tahun 2011 tentang Otoritas jasa Keuangan?
“KJKS BMT El-Mentari Banyumas pernah mengikuti sosialisasi perihal undang-
undang tersebut. Akan tetapi, undang-undang tersebut dirasa menimbulkan
keraguan dan dirasa tidak ditetapkan untuk memfasilitasi payung hukum BMT.
Karena di dalamnya tidak menjelaskan secara spesifik terkait koperasi syariah,
khususnya BMT.”
12. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa OJK memiliki wewenang penuh dalam
pengawasan seluruh lembaga di sektor jasa keuangan termasuk LKM, bagaimana
BMT El-Mentari Banyumas dalam menyikapi UU tersebut?
“Karena alasan tersebut, KJKS BMT El-Mentari Banyumas lebih memilih untuk
hanya berbadan hukum koperasi dan tunduk pada undang-undang
perkoperasian.”
13. Apakah BMT El-Mentari pernah mendapatkan sosialisasi terkait UU No. 1 Tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro?
“KJKS BMT El-Mentari Banyumas pernah mengikuti sosialisasi perihal undang-
undang tersebut. Akan tetapi, undang-undang tersebut dirasa seperti membatasi
ruang lingkup operasional KJKS BMT El_Mentari Banyumas. Undang-undang
baru yang mengatur terkait BMT tersebut masih dirasakan kurang tepat dalam
mengakomodasi kebutuhan hukum KJKS BMT El-Mentari Banyumas saat ini dan
dirasa belum matang untuk diundangkan dan terlihat seperti tumpang tindih.
Kerancuan dalam undang-undang terkait operasional BMT juga membuat KJKS
BMT El-Mentari Banyumas semakin dirasa rentan terhadap penyimpangan-
penyimpangan dalam bidang hukum karena adanya ketidaktepatan dan
ketidakmampuan undang-undang dalam menjawab kebutuhan KJKS BMT El-
mentari sebagai lembaga keuangan mikro di masyarakat.”
14. Dalam UU No. 1 tahun 2013 disebutkan bahwa Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
wajib mentaati UU tersebut, bagaimana BMT El-Mentari Banyumas dalam
menyikapi UU tersebut?
“Dalam merespon perkembangan BMT yang sangat pesat, dapat dikatakan
pemerintah terlambat mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang
yang tegas dalam mengatur BMT. Hal ini terlihat dari eksistensi lembaga BMT
yang lebih dahulu ada dibandingkan dengan undang-undang yang mengaturnya.
Namun, upaya pemerintah saat ini yang mulai memberikan perhatian kepada
BMT patut di apresiasi. Pasalnya, mengingat hukum adalah aturan yang mengikat
setiap warga negara dan juga bersifat memaksa, maka undang-undang yang saat
ini telah dikeluarkan oleh pemerintah terkait mendukung pengembangan BMT
sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Hal tersebut penting untuk
melindungi berbagai pihak diperlukan regulasi dengan tidak menghilangkan
karakteristiknya yang khas sebagai baitul maal dan baitut tamwil. Sehingga
kedepannya undang-undang yang telah ada perlu diadakan pengembangan sesuai
dengan perkembangan BMT di masa yang akan datang.”
Lampiran|3
SURAT PERMOHONAN PEMBIAYAAN/PINJAMAN
Kepada Yth.
Bagian Pembiayaan KJKS BMT EL-MENTARI KABUPATEN BANYUMAS
Di Purwokerto
بسن هللا الر حمن الر حين
السالم عليكن ورحمة هللا وبركاته
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat :
Tempat, tgl Lahir :
Pekerjaan :
No. KTP :
Tanggal berakhir KTP :
No. Telp/HP :
Dengan ini mengajukan permohonan pembiayaan/pinjaman untuk diri
sendiri/..............................*) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Tujuan permohonan : ......................................................................................
2. Besar permohonan : Rp.................................................................................
3. Jangka waktu angsuran : .......................................................hari/minggu/bulan*)
4. Besarnya angsuran : Rp..................................................hari/minggu/bulan*)
5. Sumber pengembalian : Gaji/Hasil Usaha/..........................................................
6. Jaminan berupa : a. BPKB Roda 2/4 Nomor.................atas nama............
b. SHM No......... atas nama..................Luas............m2
c. Simpanan.......di KJKS BMT EL-Mentari Banyumas
d. ...................................................................................
Bersama ini saya lampirkan :
1. Fotocopy KTP calon konsumen dan pasangan/orangtua.
2. Kartu Keluarga
3. Surat Nikah
4. Surat Cerai/kematian
5. Data penghasilan, Rek. Tabungan
6. Surat Ket. Kerja, Surat Ket. Usaha, NPWP
7. Rekomendasi dukungan
Demikian surat ini say ajukan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
وباهلل التىفق و الهداية
وسالم عليكن ورحمة هللا وبركاته
Purwokerto, .........................................
Calon Nasabah
(............................)
Pasangan
(...........................)