penentuan jumlah mesin dan pola aliran untuk memperbaiki ... · menghindari banyaknya produk...
TRANSCRIPT
IV-1
Penentuan jumlah mesin dan pola aliran untuk memperbaiki
keseimbangan lintasan produksi di divisi konstruksi
(studi kasus: di CV. Mitra Jati Mandiri)
Naryanto
I.0302584
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas berbagai hal yang mendasari penelitian. Hal-hal yang
dibahas meliputi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan penelitian, asumsi-asumsi, dan sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Penelitian
CV. Mitra Jati Mandiri merupakan salah perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri furniture yang memfokuskan produknya pada jenis indoor
furniture. Strategi manufaktur yang diterapkan adalah sistem manufaktur Make-
to-Order (MTO), dengan demikian CV. Mitra Jati Mandiri mengerjakan order
setelah pemesanan dilakukan oleh pelanggan. Pasar ekspor merupakan target
pemasaran utama yang dituju karena area pasarnya lebih luas, kestabilan harga
dan permintaan serta dianggap menghasilkan profit yang tinggi bagi perusahaan
bila dibandingkan pasar lokal dalam negeri. Pasar ekspor utama dari produk CV.
Mitra Jati Mandiri adalah Perancis, Jerman, Denmark, Belgia, dan USA.
Departemen produksi di CV. Mitra Jati Mandiri terbagi menjadi beberapa
divisi yaitu: Oven, Pembahanan, Kontruksi, Assembling, Finishing dan Packing.
Pola aliran pada departemen produksi adalah flowshop yang ditunjukkan dengan
pengerjaan order mulai dari divisi Oven, Pembahanan, Konstruksi, Assembling,
Finishing dan Packing dengan tidak mengalami proses balik ke bagian hulu atau
bagian produksi sebelumnya. Setiap divisi memiliki jumlah stasiun kerja dan pola
aliran yang berbeda seperti dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pembagian Stasiun Kerja Setiap Divisi
IV-2
DIVISI BAGIAN JUMLAH SK POLA ALIRAN OVEN - 2 Flow shop
Roghmill 2 Flow shop HF/FJL 4 Flow shop PEMBAHANAN Setting 5 Flow shop
KONTRUKSI - 10 Job shop ASSEMBLING - 2 Job shop
Pengamplasan 3 Job shop FINISHING Pengecatan 2 Flow shop
PACKING - 1 - Sumber: Departemen produksi, CV. Mitra Jati Mandiri
Permasalahan yang dihadapi departemen produksi di lantai produksi saat
ini adalah terdapatnya divisi yang mengalami bottleneck. Berdasarkan data Tabel
1.2 dan pengamatan di lantai produksi diketahui bahwa divisi yang mengalami
bottleneck adalah divisi konstruksi. Bottleneck pada divisi konstruksi tersebut
mengakibatkan keseimbangan lintasan prosuksi rendah. Hal ini ditunjukkan dari
jumlah work-in-process (WIP) tertinggi pada divisi konstruksi. Hendry dan
Kingsman (1989) menyatakan bahwa prinsip dasar yang harus dilakukan dalam
pengaturan sistem produksi dengan sistem bottleneck adalah mengkonsentrasikan
pengendalian pada bagian yang mengalami bottleneck. Jika suatu sistem produksi
memiliki bottleneck maka secara alami bagian tersebut menjadi titik kontrol
karena bottleneck menghambat aliran sistem dan mengendalikan produktivitas
sistem secara menyeluruh (Sipper dan Bulfin, 1997). Hal inilah yang mendasari
perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut pada divisi konstruksi sehingga jumlah
WIP dapat direduksi.
Tabel 1.2. Data WIP tiap divisi
BULAN DIVISI WIP (job)
Roghmill 0 HF/FJL 4 Setting 11 Kontruksi 51 Assembling 8 Finishing 3
MEI
Packing 2 Roghmill 0 HF/FJL 3 Setting 10 Kontruksi 55 Assembling 10
Juni
Finishing 6
IV-3
Packing 2 Sumber: Departemen PPIC, CV. Mitra Jati Mandiri
Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan di lantai produksi
diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
bottleneck pada divisi konstruksi yang antara lain:
1. Jumlah mesin pada setiap stasiun kerja di divisi konstruksi tidak disesuaikan
dengan beban kerja yang harus ditanggungnya. Berdasarkan tabel 1.3 dengan
mempertimbangkan beban kerja masing masing stasiun kerja (SK) terlihat
bahwa perbandingan jumlah mesin pada SK 1 dan 2 tidak seimbang. Waktu
proses pengerjaan di SK 2 akan lebih cepat dari pada SK 1 sehingga akan
memicu munculnya bottleneck pada SK 1.
2. Pola aliran pada divisi konstruksi adalah job shop, akan tetapi langkah proses
produksi yang pertama dan kedua selalu diawali di SK 1 kemudian menuju SK
2. Pola aliran tersebut akan memicu munculnya waktu tunggu yang besar. Hal
tersebut juga berpotensi mengakibatkan munculnya bottleneck pada SK 1.
Tabel 1.3 Beban kerja pada tiap stasiun kerja di divisi konstruksi selama bulan Juli-September 2006
NO Stasiun Kerja Jumlah Mesin Beban Kerja (jam)
Kecepatan Aliran (jam/m3)
1 Table saw 1 785,0 4,31 2 Cutting 4 206,4 1,34 3 Spindel Moulder 2 238,4 2,80 4 Doughtail 1 186,9 7,44 5 Multiser 3 165,5 4,00 6 Router 1 278,5 4,72 7 Rond tenoner 1 289,2 8,01 8 Boring 2 179,2 2,03 9 Band Saw 1 344,0 9,98 10 Sanding Master 1 498,2 3,58
Sumber: Data diolah, 2006
IV-4
Heizer dan Render (2004) menyatakan beberapa cara dalam menghadapi
sejumlah bottleneck yaitu meningkatkan kapasitas bottleneck, mengubah rute
pekerjaan, mengubah ukuran lot, mengubah urutan pekerjaan, atau membolehkan
adanya waktu luang pada stasiun-stasiun lain. Berdasarkan hal tersebut maka pada
penelitian ini pengurangan WIP pada divisi konstruksi dilakukan dengan
mengusulkan dua alternatif perbaikan. Alternatif 1 adalah melakukan perubahan
terhadap jumlah mesin untuk masing-masing stasiun kerja sehingga dapat sesuai
dengan beban kerja yang ditanggungnya. Langkah tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas divisi yang mengalami bottleneck, mempercepat waktu
prosesnya dan mereduksi WIP sehingga keseimbangan lintasannya menjadi lebih
baik. Alternatif 2 adalah melakukan perubahan terhadap pola alirannya.
Perubahan pola aliran tersebut diharapkan dapat memperpendek waktu tunggu dan
mereduksi jumlah WIP sehingga keseimbangan lintasannya menjadi lebih baik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penelitian ini akan difokuskan pada
permasalahan bagaimana memecahkan permasalahan bottleneck di divisi
konstruksi dengan melakukan perubahan jumlah mesin dan perubahan pola aliran
untuk meminimasi work-in-process (WIP) sehingga keseimbangan lintasan
menjadi lebih baik.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Perbaikan terhadap keseimbangan lintasan produksi dengan melakukan 2
alternatif perbaikan yaitu perubahan jumlah mesin dan perubahan pola aliran
pengerjaan komponen produk di divisi konstruksi.
2. Memilih alternatif yang terbaik dengan kriteria work in proses dan
keseimbangan lintasan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada CV. Mitra
Jati Mandiri. Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Jumlah work-in-process (WIP) di divisi konstruksi dapat direduksi.
2. Kecepatan aliran di divisi konstruksi dapat ditingkatkan.
IV-5
3. Keseimbangan lintasan di divisi kostruksi menjadi lebih baik.
1.5. Batasan Penelitian
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Perhitungan didasarkan pada data order untuk bula Juli – September 2006.
1.6. Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Material dan komponen selalu tersedia.
2. Pengerjaan order selalu sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan.
3. Fasilitas produksi bekerja dengan baik.
4. Waktu setup termasuk di dalam waktu proses.
5. Performance rating 100%.
6. Allowance 5%.
7. Keseimbangan lintasan usulan tetap terjaga selama tidak terdapat jenis
famili produk yang baru.
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, akan dipaparkan bab demi bab secara
berurutan untuk mempermudah di dalam pembahasan selanjutnya. Dari pokok-
pokok permasalahan Tugas Akhir ini dibagi kedalam enam bab dengan perincian
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini merupakan pengamatan permasalahan yang dibahas seperti latar
belakang, perumusan, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
asumsi serta sistematika penulisan laporan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Merupakan penjelasan secara rinci mengenai gambaran perusahaan dan
teori-teori yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah dan
mendukung penelitian ini. Sumbernya diambil dari berbagai buku
penunjang dan laporan Tugas Akhir yang sejenis.
IV-6
BAB III Metodologi Penelitian
Merupakan uraian mengenai obyek penelitian, jenis dan sumber data,
metode pengambilan data, diagram alir penelitian dan teknis analisis
data.
BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini berisi pengumpulan data yang meliputi gambaran umum obyek
penelitian dan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh data yang
dikehendaki serta data penelitian yang dibutuhkan, pengolahan data
berisi penjabaran metode pengolahan data secara urut dengan tahapan-
tahapan yang jelas.
BAB V Analisis dan Interpretasi Hasil
Bab ini berisi analisis terhadap hasil perhitungan dan inteprestasi hasil
pengolahan data yang telah dilakukan.
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari analisa
pemecahan masalah maupun hasil pengolahan data serta saran untuk
perbaikan perusahaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan
penelitian. Diawali dengan tinjauan umum perusahaan dan teori pendukung antara
lain konsep sistem manufaktur, line balancing dan penjadwalan.
2.1 TINJAUAN PERUSAHAAN
CV. Mitra Jati Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
furniture dan merupakan bagian dari CV. Roda Jati Groups yang terdiri dari tiga
IV-7
perusahaan yakni: CV. Roda Jati, CV. Valasindo Sentra Usaha, dan CV. Mitra
Jati Mandiri. Sejak berdiri pada tahun 1970, CV. Roda Jati menawarkan suatu
produk mebel, termasuk meja dan kursi kayu jati tahan lama kepada para pembeli
di seluruh dunia. CV. Roda Jati menghasilkan produk outdoor furniture,
sedangkan CV, Mitra Jati Mandiri khusus memproduksi produk indoor furniture.
2.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan
CV. Mitra Jati Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang furniture yang berdiri pada tahun 1998 yang berlokasi di Jalan Raya Solo-
Wonogiri 7 km. CV. Mitra Jati Mandiri mendistribusikan produk-produknya
melalui jaringan-jaringan kuat. CV. Mitra Jati Mandiri juga mempunyai
pelangggan dunia yang tersebar luas, mencakup diantaranya Spanyol, USA,
Denmark, dan negara Eropa lainnya. Berikut merupakan profil dari perusahaan
tersebut:
Gambar 2.1 Logo CV. Mitra Jati Mandiri Sumber: CV. Mitra Jati Mandiri
Nama Perusahaan : CV. Mitra Jati Mandiri
Direktur : Andi Wibowo
Tahun Berdiri : 1998
Lokasi : Jl. Raya Solo-Wonogiri 7 km
Modal : $ 5.000.000
Jumlah Pekerja : 130 Pekerja
Kapasitas Produksi/Tahun : ± 72 ft
Produk Utama : Indoor furniture
IV-8
Sertifikasi : ISO 9002
Pasar Ekspor : Perancis, Jerman, Denmark, Belgia, dan USA
Luas Pabrik : ± 130.000 ft 2
Telp : (0271) 625415
Email : [email protected]
2.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi merupakan suatu gambaran skematis yang memuat
tugas dan wewenang tiap sumber daya yang ada di perusahaan. Suatu penentuan
struktur organisasi yang baik akan menentukan jalur koordinasi yang lancar dari
tiap departemen/bagian dalam rangka mencapai tujuan dan target yang ingin
dicapai oleh perusahaan. Adapun struktur organisasi di CV Mitra Jati Mandiri
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi CV Mitra Jati Mandiri Sumber: CV. Mitra Jati Mandiri
CV Mitra Jati Mandiri dipimpin oleh seorang direktur yang mana
merangkap sebagai Divisi marketing perusahaan induk PT Roda Jati Group.
Dalam melakukan pekerjaannya direktur dibantu oleh 5 orang kepala bagian yaitu
Kepala Bagian QC, Kepala Bagian Personalia, Kepala Bagian Produksi, Kepala
Bagian Accounting, dan Kepala Bagian Pembelian, ditambah Bagian PPIC. Secara
garis besar tugas dan tanggung jawab tiap bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Direktur
IV-9
Merupakan pemilik perusahaan yang memiliki kewenangan penuh atas
kebijakan yang diambil. Bertugas memimpin adanya rapat (meeting) dan
mewakili pihak perusahaan dalam kerjasama dengan pihak luar.
2. Kepala Bagian Personalia
Bertugas melakukan pengawasan dalam hal kedisiplinan kerja karyawan dan
performasi kerja yang dilakukan. Disamping itu sebagai tempat ijin karyawan
bila tidak masuk kerja dan ingin mengambil cuti. Bagian ini mempunyai
wewenang menjatuhkan punishment bagi karyawan yang tidak disiplin dan
melanggar tata tertib kerja dari mulai hukuman peringatan sampai pada
pemecatan. Kepala Bagian Personalia ini membawahi satpam dan bagian
umum.
3. Kepala Bagian Produksi
Bertugas mengorganisasikan kegiatan produksi yang berjalan dari mulai
pengolahan bahan baku hingga menjadi produk jadi. Bagian ini juga bertugas
mengatur penempatan mesin dan fasilitas terkait sehingga aktivitas produksi
dapat berjalan dengan baik. Dalam menjalankan kerjanya kepala bagian
personalia dibantu oleh bagian mesin dan pembahanan.
4. Kepala Bagian Quality Control (QC)
Bagian ini bertugas mengontrol kualitas produk yang dihasilkan untuk
menghindari banyaknya produk defect. Selain itu bagian ini juga bertugas
menjaga agar spesifikasi barang yang dihasilkan sesuai dengan perencanaan
(gambar rancangan produk) yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Kepala Bagian Accounting
Bertanggung jawab dalam melalukan pembukuan atas transaksi keuangan
yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu juga bertugas mengatur transaksi
gaji yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan catatan kehadiran
karyawan
6. Bagian PPIC
IV-10
Bagian ini bertugas melakukan perencanaan akan bahan baku yang diperlukan
untuk proses produksi yang akan dijalankan berdasarkan pesanan dari
konsumen. Bagian ini juga merangkap sebagai desain gambar produk yang
akan dijadikan pedoman dalam proses produksi.
2.1.3 Proses Produksi CV. Mitra Jati Mandiri
Proses produksi CV. Mitra Jati Mandiri terbagi menjadi beberapa tahapan
yaitu: Pengovenan, Pembahanan, Konstruksi, Assembling, Finishing dan Packing.
Lebih jelaskan akan diuraiakan sebagai berikut:
a. Divisi Pengovenan
Proses pengovenan bertujuan untuk mengeringkan atau mengurangi kadar
air pada bahan baku kayu basah. Tingginya kandungan kadar air dalam kayu tidak
memungkinkan untuk langsung diolah dalam proses produksi oleh karena itu
perlu dilakukan pengovenan terlebih dahulu. Kadar air yang tinggi akan membuat
kayu mudah bengkok, kekuatan menurun, tidak simetris dalam pengerjaan dan
dalam jangka waktu lama mudah rapuh dimakan rayap.
Sebelum proses oven dilaksanakan terdapat beberapa kegiatan persiapan
yang harus dilakukan yaitu grid dan stick. Grid adalah kegiatan pemilihan standar
kualitas kayu. Secara umum bahan baku kayu untuk indoor furniture tidak serumit
garden furniture akan tetapi yang pelu diperhatikan adalah tidak boleh ada mata
kayu busuk. Stick adalah penataan atau penyusunan kayu sebagai persiapan proses
oven. Lama waktu proses oven bervariasi tergantung jenis dan dimensi kayu
tersebut.
b. Divisi Pembahanan
Pembahan bertugas untuk mempersiapkan bahan baku kayu kering untuk
proses permesinan. Persiapan bahan meliputi penentuan kriteria bahan (FJL, full
laminating, solid laminating, solid) dan pembentukan dimensinya. Divisi
Pembahanan terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Roghmill
IV-11
Kayu kering hasil dari proses oven selanjutnya dibawa ke bagian Rougmill
untuk diproses menjadi bentuk dimensi kasarnya. Roughmill terdiri dari
beberapa mesin potong seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Data mesin bagian roghmill
No Nama mesin Deskripsi 1-a single ripsaw Pembelahan material 1-b Cutting circle Pembelahan material 1-c Cutting circle Pembelahan material 1-d Cutting circle Pembelahan material 2-a Cutting saw Pemotongan material 2-b Cutting saw Pemotongan material 2-c Cutting saw Pemotongan material
Sumber: Departemen Produksi, CV. Mitra Jati Mandiri 2006
2. HF/FJL
Kayu kering hasil pemotongan di roughmill dibentuk sesuai dengan
spesifikasi kriteria bahan yaitu FJL, full laminating, solid laminating, solid.
Adapun beberapa mesin yang digunakan adalah seperti terlihat pada tabel 2.2
berikut ini.
Tabel 2.2 Data mesin bagian HF/FJL
No Nama mesin Deskripsi 1 Moulding/Fourside planner Perataan Profile 2 Mesin Lem (Glue) Pengeleman antar profile 3 Mesin Press (HF) Pengepresan 4 Sending Master Penghalusan
Sumber: Departemen Produksi, CV. Mitra Jati Mandiri
3. Setting.
Tahapan selanjutnya sebelum dikerjakan di permesinan, bahan yang masih
berdimensi kasar (ukuran RST) disetting menjadi ukuran jadi. Adapun
beberapa mesin yang digunakan adalah seperti terlihat pada tabel 2.3 berikut
ini.
Tabel 2.3 Data mesin bagian setting
No Nama mesin Deskripsi 1 Press Manual Pengepresan manual 2 Table Saw 1 Pembelahan 3 Thicknisser Pengaturan ketebalan
IV-12
4 Jointer Pelurus 5 Dowel Membuat Pen 6 Band Saw 1 Membuat bengokan 7 Moulding 7 Spindle Penghalusan permukaan
Sumber: Departemen Produksi, CV. Mitra Jati Mandiri
c. Divisi Konstruksi
Divisi Konstruksi mengolah bahan baku kering dari divisi pembahanan
menjadi part atau komponen dari suatu produk dan mempersiapkannya untuk
proses perakitan.
d. Divisi Assembling
Stasiun Kerja Assembling bertugas merakit komponen-komponen menjadi
suatu produk jadi.
e. Divisi Finishing
Divisi finishing terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah bagian
pengamplasan, setelah produk dirakit maka sebelum dilakukan
pengecetan/penyemprotan warna maka produk tersebut diamplas terlebih dahulu
hingga menjadi halus. Kedua adalah bagian pengecatan, di bagian ini dilakukan
pewarnaan pada produk yang dibuat. Pewarnaan produk terdapat enam tahapan
perlakuan sehingga pewarnaan yang dihasilkan benar-benar bagus, yaitu:
§ Warna Basecode ; berfungsi untuk menutupi lem
§ Warna Stin; berfungsi sebagai warna dasar
§ Sending Seler; menutupi serat, pori-pori kayu dan warna dasar.
§ Amplas ; untuk menghilangkan ketidakratan dalam pewarnaan
§ Melamin; untuk menghaluskan warna
§ Thonic; untuk penyamaan warna dan memberikan efek warna agak mengkilat
f. Divisi Packing
Setelah produk tersebut dicat, selanjutnya dilakukan penataan dan
pembungkusan ke dalam karton dan disimpan dalam storage sementara, sambil
menunggu dijemput kontainer yang membawa produk tersebut untuk dikirimkan
ke konsumen
IV-13
2.1.4 Proses Produksi di Divisi Konstruksi
Pada penelitian ini difokuskan pada divisi konstruksi. Divisi Konstruksi
bertugas untuk membentuk bahan baku kayu kering hasil dari pembahanan
menjadi part atau komponen dari suatu produk dan mempersiapkannya untuk
proses perakitan berdasarkan gambar teknik yang diberikan bagian perencanaan.
Divisi ini memiliki pola aliran job shop dan terdiri atas 10 stasiun kerja yang
masing-masing memiliki fungsi dan kapasitas berbeda, seperti ditunjukkan pada
tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Stasiun kerja dan jumlah mesin divisi konstruksi
No Stasiun Kerja Jumlah mesin
Keterangan
1 Table saw 1 Membelah 2 Cutting 4 Memotong 3 Spindel Moulder 2 Membuat Profil + Pelurus 4 Doughtail 1 Membuat sambungan pada laci (ekor burung) 5 Multiser 3 Lubang Profil/purus, sambungan female 6 Router 1 Membuat alur 7 Rond tenoner 1 Membuat sambungan male 8 Boring 2 Membuat lubang 9 Band Saw 1 Membuat bengokan
10 Sanding Master 1 Menghaluskan Sumber: Departemen Produksi, CV. Mitra Jati Mandiri
Pada tabel 2.4. telah dijelaskan bahwa divisi ini terdiri dari 10 stasiun
kerja. Masing-masing stasiun kerja terdiri dari beberapa mesin yang mesing-
masing memiliki fungsi yang berbeda. Untuk mengetahui nama dan fungsi
masing-masing mesin dapat dilihat pada gambar 2.2 dan tabel 2.5 berikut ini.
IV-14
300
750
600
300 35
075
070
070
0
300
300
750
750
300
400
300 7
5075
0
Gambar 2.2 Lay out divisi konstruksi Sumber: CV. Mitra Jati Mandiri
Keterangan dari gambar 2.2 tentang nama dan fungsi mesin-mesin pada divisi
konstruksi dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini.
Tabel 2.5 Keterangan nama mesin dan fungsinya
No Nama mesin Deskripsi 1 Table Saw 2 Membelah 2 Cross Cut 1 Memotong 3 Double-N1 Memotong dg ukuran sesungguhnya 4 Double-N2 Memotong dg ukuran sesungguhnya 5 Double-N3 Memotong dg ukuran sesungguhnya 6 Spindle Moulder Membuat Profil +pelurus 7 Spindle Moulder Membuat Profil +pelurus 8 Doughtail Membuat profile (ekor burung) 9 Slote Multisser Membuat sambungan (female) 10 Chisser Multiser 1 Lubang profil 11 Chisser Multiser 2 Lubang profil 12 Router Membuat alur 13 Rond Tenoner Membuat sambungan (male) 14 Horisontal Boring Membuat lubang (horisontal) 15 Multi Boring Membuat lubang 16 Band Saw Membuat bengokan 17 Sanding Master Menghaluskan
Sumber: CV. Mitra Jati Mandiri
IV-15
2.2 Sistem Manufaktur
Pengertian manufaktur adalah sebagai berikut (Chang, Wysk, dan Wang,
1991) dalam (Toha, 2000):
§ Manufaktur adalah kumpulan operasi dan aktivitas yang saling berhubungan
untuk membuat suatu produk yang meliputi: perancangan produk, pemilihan
material, perencanaan proses, perencanaan produksi, produksi, inspeksi,
manajemen dan pemasaran.
§ Produksi manufaktur adalah serangkaian proses yang digunakan untuk
melakukan pembuatan produk, di luar aktivitas perancangan, perencanaan, dan
pengendalian produksi.
§ Proses manufaktur adalah aktivitas manufaktur terkecil yang dilakukan untuk
membuat produk, yaitu proses permesinan serta proses pembentukan lainnya.
§ Rekayasa manufaktur adalah kegiatan perancangan, operasi, dan pengendalian
proses manufaktur.
§ Sistem manufaktur adalah suatu sistem yang melaksanakan berbagai kegiatan
manufaktur yang saling berhubungan, dengan tujuan menjembatani fungsi-
fungsi yang berada di luar fungsi produksi, agar dicapai performansi
produktivitas total sistem seperti waktu produksi, ongkos, utilitas mesin.
Fungsi lain di luar sistem manufaktur seperti pemasaran, keuangan, dan
personalia.
2.2.1 Klasifikasi Sistem Manufaktur
Berdasarkan situasi produksi dalam menghadapi permintaan, sistem
manufaktur dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis (Bertrand, Wortmann, dan
Wijngaard, 1990) dalam (Toha, 2000), yaitu:
§ Membuat untuk disimpan (MTS, Make-To-Stock)
§ Merakit untuk pesanan (ATO, Assemble-To-Order)
§ Membuat untuk pesanan (MTO, Make-To-Order)
§ Merancang untuk pesanan (ETO, Engineer-To-Order)
Pada sistem MTS kebutuhan produksi dapat diramalkan dan produk yang
dihasilkan adalah produk standar sehingga dapat dilakukan pengendalian dan
perencanaan kapasitas produksi. Apabila terdapat permintaan dapat langsung
dipenuhi karena sudah terdapat persediaan produk jadi dan permintaan itu sudah
IV-16
diprediksi sebelumnya. Sedangkan pada sistem MTO kebutuhan produksi tidak
dapat diramalkan karena produk yang dihasilkan tidak standar dan mudah
berubah-ubah. Perencanaan kapasitas tidak dapat dilakukan sampai konsumen
melakukan pemesanan. Pada sistem MTO datangnya pemesanan merupakan
pemicu dilakukannya aktivitas produksi. Biasanya perusahaan memberikan
penawaran kepada konsumen untuk memproduksi pesanannya dengan harga dan
waktu selesai pesanan yang bersaing. Pada sistem ATO perusahaan sudah
menyediakan part dan sub rakitan yang biasanya diperlukan untuk membuat
produk yang diinginkan konsumen. Bila konsumen melakukan pemesanan, part
atau sub rakitan dirakit sesuai keinginan konsumen. Pada sistem ETO ketika
pesanan datang perlu terlebih dahulu dilakukan perancangan produk untuk
memenuhi spesifikasi yang diinginkan konsumen dan kemudian dilakukan
aktivitas produksi (Toha, 2000). Karakteristik sistem manufaktur MTS, ATO,
MTO, dan ETO (Betrand, Wortman, dan Wijngaard, 1990) dalam (Aisyati, 2002)
ditunjukkan pada Tabel 2.6.
2.2.2 Sistem Manufaktur Make To Order (MTO)
Berdasarkan klasifikasi sistem manufaktur, produksi job atau job order;
MTO dan ETO merupakan sistem manufaktur berdasarkan pesanan (SMBP).
Sistem ini melakukan kegiatan produksi berdasarkan pesanan yang diterima dan
produk yang dihasilkan mengikuti permintaan konsumen atau pelanggan. SMBP
memiliki tujuan operasi, yaitu membuat dan mengirim produk sesuai dengan
rancangan dan kuantitas yang ditetapkan oleh konsumen dengan kualitas dan
waktu yang tepat serta ongkos yang memadai. Penyelesaian pesanan pada SMBP
dilakukan dalam kegiatan manufaktur yang berupa fabrikasi dan perakitan dengan
menggunakan peralatan yang multifungsi dan melibatkan tenaga kerja yang
fleksibel (Toha, 2000).
Tabel 2.6. Karakteristik Sistem Manufaktur
Karakteristik MTS ATO MTO ETO Produk Standar Famili produk
tertentu Tidak memiliki famili produk, costumized
Costumized total
Kebutuhan produk
Dapat diramalkan
Tidak dapat diramalkan
IV-17
Lanjutan tabel 2.5.
Karakteristik MTS ATO MTO ETO Kapasitas produksi
Dapat direncanakan
Tidak dapat direncanakan
Lead time produksi
Tidak penting bagi pelanggan
Penting Penting Sangat penting
Kunci kompetisi
Logistik Perakitan akhir Fabrikasi, perakitan akhir
Seluruh proses
Kompleksitas operasi
Distribusi Perakitan Manufaktur komponen
Engineering
Ketidakjelasan operasi
Terendah Tertinggi
Fokus manajemen puncak
Marketing/ distribusi
Inovasi Kapasitas Kontrak pesanan pelanggan
Fokus manajemen menengah
Kontrol persediaan
MPS dan pesanan pelanggan
Pengendalian lantai produksi, pesanan pelanggan
Manajemen proyek
Sumber: Aisyati, 2002
SMBP dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu SMBP repetitif dan
SMBP nonrepetitif. SMBP nonrepetitif menyelesaikan pesanan dengan
melibatkan unsur rekayasa manufaktur yang berupa perencanaan proses,
atau perancangan dan perencanaan proses, sedangkan SMBP repetitif tidak
(Toha, 2000).
Pada sistem manufaktur MTO, kemampuan teknis; kemampuan untuk
menentukan waktu manufaktur dan harga, serta pemenuhan waktu kirim
yang dijanjikan merupakan kunci kompetitif perusahaan (Kingsman, et. al.,
1996) dalam (Toha, 2000). Permasalahannya pesanan pada sistem
manufaktur MTO adalah (Choi, et. al., 1996) dalam (Toha, 2000):
§ Pesanan datang secara acak.
§ Spesifikasi pesanan satu dengan yang lainnya berbeda.
Unjuk kerja sistem yang diinginkan adalah (Toha, 2000):
§ Menurunkan jumlah pekerjaan dalam proses atau work in process (WIP).
§ Mengurangi rentang waktu manufaktur atau manufacturing lead time
(MLT).
Karakteristik SMBP berusaha untuk memenuhi hal-hal berikut (Iwata dan
Fukuda, 1988) dalam (Toha, 2000):
§ Pemenuhan saat kirim (due date) setiap pesanan.
§ Meminimumkan ongkos produksi untuk setiap pesanan.
IV-18
§ Memaksimumkan ketersediaan/ kesiapan sistem produksi.
Sistem ini sulit untuk memperoleh perencanaan proses dan kondisi operasi di
atas secara bersama.
2.2.3 Desain Sistem Produksi
Berdasarkan lingkungan proses produksi, desain sistem produksi
dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis (Fogarty et., al., 1991), yaitu:
1. Flowshop
Sistem produksi flowshop adalah sistem produksi yang menyusun
mesin-mesin berdasarkan urutan pemrosesan produk sehingga sering
disebut dengan istilah tata letak produk (product layout). Aliran dalam
pemrosesan produk mulai dari material hingga menjadi produk jadi adalah
searah, menurut arah aliran tertentu. Sistem produksi flowshop dapat
dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu:
a. Continuous Flow
Continuous flow biasanya digunakan produksi atau pemrosesan fluida,
limbah, material serbuk, logam dasar, dan material-material dalam skala
besar.
b. Dedicated Repetitive Flow
Sistem produksi yang memproduksi satu jenis produk tertentu secara
terus menerus. Namun, masih diijinkan adanya variasi, seperti variasi
warna. Karakteristik khusus sistem ini adalah material akan diproses
pada beberapa stasiun kerja yang melakukan beberapa proses yang
waktu prosesnya hampir sama. Peralatan produksi di setiap stasiun kerja
dikhususkan untuk melakukan satu atau beberapa proses tertentu.
c. Batch Flow
Proses produksi batch flow secara fungsional sama dengan proses
continuous atau repetitive, perbedaannya pada sistem batch flow dua atau
lebih produk diproduksi pada fasilitas yang sama. Setup mempunyai
pengaruh yang besar untuk perubahan dari satu produk ke produk yang
lain sehingga penentuan ukuran batch produksi perlu dilakukan untuk
menghasilkan waktu proses per unit yang minimum.
d. Mixed Model Repetitive Flow
IV-19
Proses mixed model repetitive flow juga digunakan untuk memproduksi
dua atau lebih model. Waktu yang diperlukan untuk berubah (setup) dari
satu model ke bentuk model yang lainnya sangat kecil (biasanya nol), dan
model yang berbeda diproduksi pada lini produksi yang sama. Fasilitas
produksi yang digunakan bersifat umum dan tenaga kerja memiliki
multifungsi.
2. Jobshop
Sistem produksi jobshop mempunyai karakteristik mengelompokkan
sejumlah peralatan atau mesin berdasarkan fungsinya. Proses yang dilalui
oleh setiap produk berbeda-beda. Oleh karena itu, peralatan yang digunakan
bersifat umum dan tenaga kerja bersifat multifungsi. Tata letak fasilitas
disusun berdasarkan proses produksi yang dilakukan sehingga sering
disebut tata letak berdasarkan proses (process layout).
3. Fixed Site
Sistem produksi fixed site mempunyai karakteristik membawa
material, peralatan, dan pekerja ke suatu lokasi tempat suatu produk akan
diproduksi. Hal ini dilakukan karena produk yang dihasilkan mempunyai
ukuran sangat besar, misalnya pesawat terbang, kapal laut, dan jembatan.
2.3 Keseimbangan Lintasan
Karakteristik dari lintasan dalam perusahaan industri adalah adanya
serangkaian stasiun-stasiun kerja yang terbentuk dari satu atau beberapa
mesin atau operator. Salah satu masalah dalam perancangan lintasan
perakitan adalah mengalokasikan seluruh pekerjaan yang harus diselesaikan
ke dalam stasiun-stasiun kerja. Proses pengalokasian atau pengelompokan
tugas-tugas perakitan dalam suatu stasiun kerja agar total waktu yang
diperlukan pada tiap-tiap stasiun kerja menjadi sama atau mendekati sama,
tanpa melanggar precendence constraints disebut line balancing. Line
balancing biasanya dilakukan untuk meminimumkan ketidakseimbangan
diantara mesin-mesin atau personal agar memenuhi target output yang
diinginkan. Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam line
balancing antara lain :
1. Minimasi jumlah stasiun kerja.
IV-20
2. Minimasi balance delay
3. Minimasi waktu menganggur di stasiun kerja.
Untuk lebih memahaimi line balancing, berikut akan diuraikan
beberapa istilah yang umum digunakan dalam beberapa literature,
diantaranya : (Ahyari, 1985)
1. Precendence Diagram, diagram yang menggambarkan urutan aktivitas
yang harus dilakukan. Simpul (node) digunakan untuk menerangkan
suatu aktivitas dimana angka dalam simpul menunjukkan operasi yang
harus dikerjakan, sedang angka di luar simpul menginformasikan waktu
operasi tersebut. Anak panah menunjukkan operasi mana yang harus
dikerjakan terlebih dahulu.
2. Cycle Time dalam line balancing, istilah Cycle Time atau waktu siklus
didefinisikan sebagai waktu maksimum yang diperkenalkan pada setiap
stasiun kerja untuk menyelesaikan serangkaian tugas-tugas pada unit
produk. Biasanya satuan waktu siklus dalam dalam detik atau menit.
Waktu siklus dapat dihitung dari waktu produksi tersedia dibagi dengan
output yang diinginkan.
NT
Tc = ……………………………………………………………(2.1)
Dimana : T = waktu produksi efektif yang tersedia (detik atau menit)
N = output yang diinginkan (unit)
3. Total Work content, merupakan jumlah keseluruhan elemen tugas yang
harus diselesaikan untuk memproduksi satu unit produk pada lintasan
produksi. Sehingga waktu yang diperlukan untuk Total Work content
menjadi:
å=
=n
ieiwc TT
1
………………………………………………………(2.2)
Dimana : Twc = waktu yang diperlukan Total Work content
Tei = waktu elemen tugas i
4. Minimum Work Stasiun, atau jumlah teoritis stasiun kerja minimum yang
fisibel. Jumlah stasiun kerja minimum merupakan fungsi dari output.
IV-21
Jumlah stasiun kerja harus selalu integer, untuk mendapatkannya dapat
digunakan persamaan berikut :
T
NxTn wc= ………………………………………………………...(2.3)
5. Work Station Process Time, atau waktu proses stasiun kerja merupakan
jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu stasiun kerja untuk
mengerjakan serangkaian elemen-elemen kerja yang ditugaskan pad
stasiun kerja tersebut. Jumlah total waktu proses stasiun kerja harus
sama dengan waktu yang diperlukan total wark contents.
wcws TT =å ………………………………………………………(2.4)
6. Idle Time, karena salah satu cara untuk menyeimbangkan lintasan adalah
dengan meminimalkan idle time, analisis tentang Idle Time merupakan
hal yang menarik. Idle Time terjadi jika pada waktu proses pada stasiun
lebih kecil dari waktu siklus. Idle Time per siklus adalah selisih antara
waktu siklus dengan waktu stasiun.
Idle Time = Tc -
Tws……………………………………..………(2.5)
7. Balance Delay, keseimbangan waktu senggang (Balance Delay)
merupakan perhitungan ketidakefisienan lintasan yang terjadi karena
ketidakseimbangan lokasi di antara stasiun kerja. Balance Delay atau
kadang-kadang disebut Balance Loss, dipengaruhi langsung oleh jumlah
waqktu menganggur. Untuk menentukannya dapat digunakan
persamaan berikut :
%100xnT
TnTd
c
wcc -= ……………..………………………………(2.6)
8. Smoothness Index, suatu index yang menunjukkan kelancaran dari
lintasan produksi. Smoothness Index bernilai 0, berarti lintasan dalam
kondisi seimbang secara sempurna. Persamaan untuk menentukan
Smoothness Index adalah :
( )å-
-=k
twsc i
TTSI1
2 ………………………...……………………(2.7)
IV-22
Bila elemen-elemen dalam tugas dapat dikelompokkan sehingga
seluruh waktu operasi pada tiap-tiap stasiun sama persis, maka lintasan
dalam kondisi seimbang secara sempurna. Sayangnya kondisi demikian
sangat sulit dicapai karena dalam proses menyeimbangkan lintasan produksi
ada bebrapa faktor yang menjadi pembatas, yaitu :
1. Pembatas teknologi, pembatas ini disebut juga precendence constraints,
yaitu pembatas proses pengerjaan tertentu. Sebagai contoh suatu proses
tidak mungkin dikerjakan apabila proses sebelumnya belum dikerjakan,
atau suatu proses harus dilakukan segera setelah penyelesaian suatu
proses tertentu.
2. Pembatas fasilitas, adanya fasilitas produksi yang tidak dapat
dipindahkan.
3. Pembatas posisi, membatasi pengelompokkan elemen-elemen kerja
karena orientasi produk terhadap operator tertentu.
4. Pembatas zona, terdiri atas Positive Zoning Constraints (PZC) dan
Negative Zoning Constraints (NZC). PZC berarti elemen-elemen tugas
tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun kerja yang
sama. Sedangkan NZC berarti elemen-elemen tugas tertentu harus
ditempatkan saling berjauhan.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan menyeimbangkan
lintasan produksi. Metode-metode tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
tiga macam, yaitu :
1. Metode Analitik, Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu
solusi yang optimal, namun memerlukan perhitungan matematis yang
komplek.
2. Metode Heuristik, metode yang menggunakan pendekatan trial and error.
Metode ini dapat menghasilkan solusi terbaik, tetapi belum tentu
optimal. Beberapa metode heuristik yang umum digunakan :
a. Metode Hegelson-Birnie(Ranked Positional Weight)
b. Region Approach
c. Largest Candidate Route
d. Immediate Update First-fit Heuristic
IV-23
3. Metode Simulasi, cara ini akan memberikan hasil yang fleksibel, hanya
dimerlukan pemahaman yang mendalam mengenai pemrograman
komputer dan sistem yang akan disimulasikan.
2.3.1 Tujuan Keseimbangan Lintasan
Pada umumnya merencanakan suatu keseimbangan di dalam suatu
lintasan produksi meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu
kapasitas optimal, dimana tidak terjadi penghambatan fasilitas. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu pula kondisi yang menaungi, yaitu :
1. Lintasan produksi yang bersifat seimbang, simana stasiun kerja
mendapat tugas yang sama nilai ukurnya dengan waktu.
2. Stasiun-stasiun kerja berjumlah minimum.
3. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan
produksi minimum.
Dengan demikian kriteria yang umum digunakan untuk
keseimbangan lintasan perakitan adalah :
a. Minimasi waktu menganggur (idle time).
b. Minimasi kesimbangan waktu senggang (balance delay).
c. Maksimasi efisiensi.
Pengkondisian diatas merupakan langkah untuk menyelesaiakan
permasalahan pengimbangan lintasan produksi. Pada dataran yang lebih
luas, keseimbangan lintasan produksi didasarkan pada hubungan antara :
1. Kecepatan produksi (production rate).
2. Operasi yang diperlukan dan urut-urutan ketergantungan.
3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaiakan setiap operasi.
4. jumlah operator yang melakukan operasi tersebut.
2.3.2 Langkah Dasar Penyeimbangan Lintasan
Agar dicapai suatu keseimbangan dalam suatu aliran produksi ada
dua langkah dasar yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Diagnosa kondisi bottleneck, langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui
lokasi bottle neck dan apa yang menjadi penyebabnya.
IV-24
b. Penyeimbangan lintasan produksi bottle neck, dalam langkah ini akan
dicari solusi pemecahannya, melalui beberapa metode yang ditawarkan.
Langkah pendahuluan untuk mencari kondisi diatas, dapat
dijabarkan dalam uraian sebagai berikut :
a. Urutan pengerjaan produk harus dibuat dengan membagi pekerjaan
tertentu atas elemen-elemen kerja tertentu. Pada umumnya digunakan
peta kerja yang berbentuk bagan yang dikenal sebagai peta proses
operasi (OPC).
b. Untuk memperoleh keseimbangan beban kerja dan waktu siklus yang
baik, maka urutan proses perakitan ditunjukkan pada bagian preseden
(precedence diagram).
c. Untuk menetukan nilai waktu dari tiap elemen kerja dan waktu siklus
dari tiap stasiun kerja, maka dilakukan pengambilan data waktu secara
langsung maupun tidak langsung dengan memperhatikan gerak dan
metode kerja yang digunakan (motion and time study). Dari sini dapat
diketahui kondisi bottle neck dari lintasan produksinya.
2.4 Pengukuran Waktu
2.4.1 Penetapan Waktu Elemen Kerja
Untuk menetapkan waktu standar bagi elemen-elemen kerja perlu
diterapkan prinsip-prinsip dan teknik pengukuran kerja yang baik.
Pengukuran waktu kerja akan berhubungan dengan usaha untuk
menetapkan waktu baku dengan mengamati pekerja dan mencatat waktu
kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus menggunakan alat-alat yang
telah disiapkan seperti jam henti (stopwatch), lembaran-lembaran
pengamatan, pena dan papan pengamatan.
Pada garis besarnya pengukuran waktu dibagi dalam dua bagian :
1. Pengukuran waktu secara langsung.
Pengukuran yang secara langsung dilakukan di tempat pekerjaan yang
bersangkutan dilaksanakan. Dapat dibagi dalam dua bagian :
a. Pengukuran dengan menggunakan jam henti.
b. Pengukuran waktu dengan menggunakan sampling kerja.
IV-25
2. Pengukuran tidak langsung
Melakukan perhitungan tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu
dengan membaca tabel-tabel yang tersedia, dengan dasar pengetahuan
tentang laju pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan.
2.4.2 Pengukuran waktu standar dengan jam henti
Pengukuran dengan menggunakan jam henti baik sekali diaplikasikan
untuk pekerjaan-pekerjaan yang belangsung singkat dan berulang-ulang
(repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk
menyelesaikan satu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan
dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaaan bagi semua pekerja
yang sama seperti itu. Secara garis besar tahap pelaksanaan penelitian
dengan menggunakan jam henti dapat dijelaskan sebagai berikut :
(Sutalaksana, 1979)
a. Definisikan pekerjaan yang akan anda teliti untuk diukur waktunya dan
memberitahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja
yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.
b. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian
pekerjaan seperti lay out, karakteristik, spesifikasi mesin atau peralatan
kerja yang digunakan.
c. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tetapi
masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
d. Amati dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
e. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Tetapi
apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi
syarat atau tidak.
f. Tetapkan rate of performance dari operator saaat melaksanakan
aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of
performance ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya
ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara
penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal
(100%).
IV-26
g. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance kerja yang
ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya diperoleh waktu
kerja normal.
h. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.
Waktu longgar yang diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi
seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan,
keterlambatan material, dan lain-lain.
i. Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara
waktu normal dan waktu longgar.
2.4.3 Penentuan Faktor Penyesuaian
Selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus mengamati
kewajaran yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi
misalnya bekerja tidak sungguh-sungguh, sangat cepat seolah-olah diburu
waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi
ruangan yang buruk. Sebab-sebab ini mempengaruhi kecepatan kerja yang
berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal
ini jelas tidak diinginkan karena waku baku yang dicari adalah waktu yang
diperoleh dari kondisi dan cara baku yang diselesaikan secara wajar.
Aktivitas untuk mengukur atau menilai kecepatan kerja operator disebut
Rating Performance.
Andaikata ketidakwajaran ada, maka pengukuran harus mengetahui
dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Jadi jika pengukur mendapatkan
harga rata-rata siklus atau elemen-elemen yang diketahui diselesaikan
dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata
tersebut menjadi wajar pengukur harus menormalkannya dengan
penyesuaian. Harga faktor penyesuaian “p” adalah sebagai berikut :
a. Apabila operator dirasakan bekerja terlalu cepat, yaitu bekerja diatas
batas kewajaran (normal), maka rating faktor akan lebih besar dari satu
(P>1) atau (P>100%).
b. Apabila operator dirasakan bekerja terlalu lambat, yaitu bekerja
dibawah batas kewajaran (normal), maka rating faktor akan lebih besar
dari satu (P<1) atau (P<100%).
IV-27
c. Apabila operator bekerja secara wajar atau normal, maka rating faktor
akan sama dengan satu (P=1) atau (P=100%).
Terdapat beberapa sistem untuk memberikan harga penyesuaian
yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja diantaranya
:
1. Skill and Effort Rating
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles E. Boedaux dengan
besaran angka BS. Pada awalnya sistem ini digunakan untuk
pembayaran upah atau penambahan tenag kerja. Prosedur pengukuran
yang dibuat oleh Boedaux meliputi penentuan rating terhadap kecakapan
(skill) dan usaha (effort) yang ditunjukkan oleh operator pada saat
melakukan kerja.
2. Westinghouse System’s Rating
Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerjayaitu
ketrampilan, usaha kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi
kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.
Ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti
cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan ketrampilan, tetapi
hanya pada tingkat tertentu saja yang merupakan kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerja. Ketrampilan juga dapat menurun apabila
telah terlalu lama tidak melakuakan kegiatan tersebut, atau karena sebab-
sebab lain seperti kesehatan yang sedang terganggu, rasa lelah yang
berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.
Untuk usaha effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas
dengan ciri-ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah
kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan
pekerjaannya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu : ideal, excellent, good,
average, fair and poor. Kondisi ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan
karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan dapat saja
dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan lain. Pada dasarnya
IV-28
kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang
bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari
pekerja.
Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak
membantu jalannya bahkan sangat menghambat pencapaian performance
yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagaimana
disebut ideal dan bagaimana pula disebut poor perlu dimiliki agar penilaian
terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat
dilakukan dengan seteliti mungkin.
Faktor lain yang diperhatikan adalah konsistensi atau consistency.
Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap
pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama,
waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu
siklus ke siklus berikutnya, dari jam ke jam bahkan dari hari ke hari.
2.4.4 Kelonggaran (Allowance)
Jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang
terlupakan adalah menambahkan kelonggaran diberikan untuk tiga hal
yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah dan hambatan-hambatan
yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal-hal yang secara
nyata dibutuhkan oleh pekerja dan selama pengukuran tidak diamati,
diukur, dicatat, maupun dihitung karena sesuai pengukuran dan setelah
mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Waktu normal suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualitas baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo yang normal.
Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa
diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara terus- menerus
sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Oleh sebab itu operator
diberikan kelonggaran untuk tiga hal, yaitu :
1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Pribadi (Personal Allowance)
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah mempunyai kelonggaran waktu
untuk kebutuhan pribadi, seperti :
IV-29
a. Minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa lelah.
b. Ke kamar kecil.
c. Bercakap-cakap dengan teman sekerjanya untuk menghilangkan
ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja.
Besarnya waktu longgar ini bervariasi, tergantung pada individu
pekerjanya dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Untuk pekerjaan yang
berat dan kondisi yang tidak enak (terutama temperatur tinggi) akan
menyebabkan kebutuhan waktu untuk personal ini lebih tinggi.
2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepaskan lelah (Fatique Allowance)
Kelonggaran untuk melepaskan lelah merupakan tambahan pada waktu
dasar dengan maksud memberikan kesempatan pad pekerja untuk
memulihkan diri dari keletihan fisik dan psikologi dalam melakukan
pekerjaan tertentu dan dalam keadaan tertentu. Besarnya kelonggaran
tergantung dari sifat pekerjaan.
3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan (Delay Allowance)
Keterlambatan atau delay dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit
dihindarkan, tetapi juga disebutkan oleh beberapa faktor yang
sebenarnya masih bisa dihindarkan. Keterlambatan yang terlalu besar
atau lama tidak akan dipertimbangkan sebagai dasar waktu baku.
Untuk setiap keterlambatan yang masih dihindarkan seharusnya
dipertimbangkan sebagau tantangan dan sewajarnya dilakukan usaha keras
untuk menghilangkan delay atau minimal mengurangi delay sebesar
mungkin. Beberapa contoh yang termasuk faktor yang sulit dihindarkan
yaitu :
a. Menerima atau meminta petunjuk pada pengawas.
b. Mengambil bahan atau peralatan khusus dari gudang.
c. Mengasah peralatan potong.
d. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
2.5 Penjadwalan Produksi
Penjadwalan produksi didefinisikan sebagai proses pengalokasian
sumber daya untuk menyelesaikan sekumpulan tugas (Baker, 1974). Morton
dan Pentico (1993) menyatakan bahwa penjadwalan merupakan proses
IV-30
pengorganisasian, pemilihan, penggunaan waktu untuk menangani aktivitas-
aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi produk tertentu pada waktu
tertentu sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia dan keterbatasan antara
aktivitas dan sumber daya yang tersedia (Sipper dan Bulfin, 1997).
Proses penjadwalan produksi memerlukan tiga informasi dasar untuk
setiap order (Baker, 1974), yaitu:
1. Processing time atau waktu proses (tj). Jumlah waktu yang diperlukan
oleh job j.
2. Ready time atau saat siap (rj). Kondisi dimana job j telah tersedia untuk
diproses.
3. Due date atau saat kirim (dj). Kondisi dimana pemrosesan job j harus
selesai.
Perangkat dasar yang digunakan untuk mengevaluasi penjadwalan
produksi ada empat (Baker, 1974), yaitu:
1. Completion time (Cj). Waktu dimana pemrosesan job j diselesaikan.
Ukuran kuantitatif untuk mengevaluasi penjadwalan biasanya adalah
fungsi completion time.
2. Flow time (Fj). Jumlah waktu yang dihabiskan job j di dalam sistem.
Fj = Cj – rj. Flow time mengukur respon sistem pada permintaan-
permintaan secara individual untuk pemrosesan dan merepresentasikan
interval menunggu sebuah job antara kedatangan job dan penyelesaian
job. Interval ini sering disebut turnaround time.
3. Lateness (Lj). Selisih waktu antara completion time job j dengan due date
job j. Lj = Cj – dj. Lateness mengukur kesesuaian penjadwalan dengan due
date. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa bisa jadi suatu job
diselesaikan lebih awal dari due date, yang disebut negative lateness.
Negative lateness menunjukkan bahwa pemrosesan lebih baik dari due
date yang diharapkan, sedangkan positive lateness menunjukkan
pemrosesan yang lebih buruk dari due date.
4. Tardiness (Tj) atau positive lateness. Keterlambatan job j jika job j tidak
sesuai dengan due date atau keterlambatan nol. Tj = max {0, Lj}. Tardiness
IV-31
(Tj) atau positive lateness biasanya digunakan untuk mengukur suatu
keterlambatan.
Penjadwalan umumnya dievaluasi dengan menghitung secara
keseluruhan (agregat) yang mengumpulkan informasi tentang semua job,
menghasilkan ukuran performansi dalam bentuk satu dimensi. Ukuran
performansi penjadwalan biasanya merupakan fungsi dari sejumlah
completion time dalam sebuah jadwal produksi. Ukuran performansi agregat
yang bisa digunakan (Baker, 1974) adalah:
§ Mean Flow Time : å=
=n
jjF
nF
1
1………. …………………………..(2.8)
§ Mean Lateness : å=
=n
jjL
nL
1
1………. …………………………..(2.9)
§ Mean Tardiness : å=
=n
jjT
nT
1
1…..…. ……………………………(2.10)
§ Maximum Flow Time : }{max1
max jnj
FF££
= ………. …………………...…(2.11)
§ Maximum Tardiness : }{max1
max jnj
TT££
= ……… ……………………….(2.12)
§ Number of Tardy Job : å=
=n
jjT TN
1
)(d …. …….………………………(2.13)
dimana 1)( =xd , jika x > 0
0)( =xd , lainnya
Beberapa aturan prioritas yang sering digunakan dalam penjadwalan
produksi adalah (Fogarty et. al., 1991):
§ First Come First Served (FCFS). Pengerjaan order dilakukan
berdasarkan waktu kedatangan order yang tercepat.
§ Shortest Processing Time (SPT). Pengerjaan order dilakukan berdasarkan
waktu pemrosesan order yang terpendek.
§ Shortest Total Processing Time Remaining (STPT). Pengerjaan order
dilakukan berdasarkan waktu sisa pemrosesan terpendek.
§ Earliest Due Date (EDD). Pengerjaan order dilakukan berdasarkan due
date order yang tercepat. Aturan ini bekerja baik jika waktu proses
hampir sama.
IV-32
§ Fewest Operation (FO). Pengerjaan order dilakukan berdasarkan jumlah
operasi yang paling sedikit.
§ Slack Time (ST). Pengerjaan order dilakukan berdasarkan slack time
yang terkecil. ST = due date – present date – remaining processing time.
§ Critical Ratio (CR). Pengerjaan order dilakukan berdasarkan critical ratio
yang terkecil. CR = (due date – present date)/ MLT.
Kriteria untuk mengevaluasi sistem kontrol prioritas dapat
dikategorikan sebagai berikut (Fogarty et. al., 1991):
1. Persentase ketepatan pengiriman order.
a. Pelanggan.
b. Lini perakitan.
2. Rata-rata keterlambatan (mean tardiness).
3. Work-in-process (WIP).
4. Idle time.
5. Meminimasi setup time.
6. Penghematan energi.
2.5.1 Dispatching Rules
Pendekatan yang paling umum digunakan dalam persoalan
penjadwalan pekerjaan pada job shop adalah distpatching rules.
Pertimbangan utama yang digunakan adalah menjadwalkan sebuah operasi
sesegera mungkin, jika ada lebih satu pekerjaan menunggu untuk diproses
pada sumberdaya yang sama maka dijadwalkan dengan prioritas terbaik.
Dengan demikian jadwal dan Gantt Chart dapat mudah dihasilkan (Sipper
dan Buffin, 1997). Dispatching rules telah digunakan secara konsisten dalam
persoalan penjadwalan karena memberikan solusi yang baik pada persoalan
kompleks (Jones dan Rabelo, 1995).
Terdapat beberapa distpatching rules yang biasa digunakan dalam
penjadwalan yaitu :
a. SPT (Shortest Procesing Time) : Menjadwalkan operasi dengan waktu
proses terkecil.
b. FCFS (First Come First Served) : Penjadwalan didasarkan pada
kedatangan operasi yang pertama.
IV-33
c. MKWR (Most Work Remaining) : Penjadwalan didasarkan pada
operasi yang meiliki waktu proses sisa terbanyak.
d. EDD (Earliest Due Date) : Penjadwalan didasarkan pada operasi yang
memiliki due date terpendek.
e. EDD/OP (Earliest Due Date Operation) : Penjadwalan didasarkan
pada operasi yang memiliki due date operasi terpendek.
f. MST (Minimum Slack Time) : Penjadwalan didasarkan pada
minimum slack time yang dimiliki. Slack Time adalah perbedaan
antara due date dengan waktu selesai pekerjaan bila tidak ada delay.
Rules tersebut dapat di gunakan sendiri-sendiri ataupun dengan
kombinasi. Kombinasi dapat berupa kombinasi antar rules tersebut atau
kombinasi rules tersebut dengan aturan pengurutan prioritas yang
didasarkan pada pembobotan tertentu. Dengan kombinasi ini maka
dihasilkan suatu algoritma heuristisk dispatch.
2.6 Aspek Keuangan
Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan
biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan anatara
pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal,
kemampuan bisnis untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu
yang telah ditentukan dan menilai apakah bisnis tersebut dapat berkembang
terus.
a. Kebutuhan Dana dan Sumbernya.
Untuk merealisasikan proyek bisnis dibutuhkan dana untuk
investasi. Dana tersebut diklasifikasikan atas dasar aktiva tetap berwujud;
seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin-mesin serta aktiva tetap tak
berwujud; seperti paten, lisensi, biaya-biaya pendahuluan dan biaya-biaya
sebelum operasi. Disamping untuk aktiva tetap, dana juga dibutuhkan untuk
modal kerja, yang diartikan sebagai modal kerja bruto (menunjukkan semua
investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar). Menghitung modal kerja
dapat menggunakan metode yang didasarkan pada waktu yang diperlukan
dana sejak keluar dari kas sampai kembali menjadi kas.
IV-34
Setelah sejumlah dana yang dibutuhkan diketahui, selanjutnya yang
perlu ditentukan adalah dalam bentuk apa dana tersebut didapat, yang jelas,
yang akan dipilih adalah sumber dana yang mempunyai biaya paling rendah
dan tidak menimbulkan masalah bagi perusahaan yang mensponsorinya.
(Waluyo & Wirawan, 2002). Beberapa sumber dana yang penting antara lain
adalah :
1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan.
2. Saham yang diperoleh dari penerbit saham di pasar modal.
3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal.
4. Kredit yang diterima dari bank.
5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non-bank.
b. Depresiasi
Depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti
atau aset karena waktu atau pemakaian. Depresiasi disebabkan oleh faktor-
faktor berikut :
1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari alat atau properti tersebut.
2. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
3. Penurunan kebutuhan produksi
4. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan
teknologi.
5. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih
baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang
lebih memadai.
Besarnya depresiasi tergantung dari :
1. Ongkos investasi dari properti tersebut
2. Tanggal pemakaian awalnya
3. Estimasi masa pemakaian
4. Nilai sisa yang ditetapkan
5. Metode depresiasi yang dipakai
Syarat aset yang didepresiasi :
1. Harus digunakan untuk keperluan bisnis atau memperoleh penghasilan
2. Umur ekonomisnya bisa dihitung
IV-35
3. Umur ekonomisnya lebih dari satu tahun
4. Harus merupakan sesuatu yang digunakan, sesuatu yang menjadi
usang, atau sesuatu yang nilainya menurunkan karena sebab-sebab
alamiah.
Metode yang digunakan dalam menghitung depresiasi ada
beberapa, antara lain: metode garis lurus, metode jumlah digit tahun,
metodekeseimbangan menurun, metode dana sinking, dan metode depresiasi
unit produksi. Di sini hanya akan dibahas metode garis lurus. Metode
dpresiasi garis lurus didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya nilai
suatu aset berlangsung secara linear terhadap waktu atau umur dari aset
tersebut. Besarnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
ekonomisumur sisa nilaiperolehan harga
Depresiasi-
= ………. ………………(2.14)
Karena aset didepresisi dengan jumlah yang sama tiap tahun maka
nilai buku setelah tahun ke-t (BVt) akan sama dengan nilai awal aset
dikurangi dengan besarnya depresiasi tahunan dan dikalikan dengan t.
c. Perkiraan Rugi-laba (Income Statement).
Perkiraan rugi laba adalah salah satu proyeksi keuangan terhadap
proyek investasi konersial yang mencoba menggambarkan perkiraan-
perkiraan keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh atau diderita oleh
proyek tersebut. Perkiraan rugi laba pada umumnya berisi :
1. Sumber-sumber pendapatan, misalnya: hasil penjualan.
2. Harga pokok dari barang-barang yang terjual dan jumlah dari seluruh
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
d. Aliran Kas (Cash Flow).
Laporan perubahan kas (cash flow statement) disusun untuk
menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan
alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana
sember-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Penerimaan dan
pengeluaran kas ada yang bersifat rutin dan ada pula yang bersifat
IV-36
insidentil. Sumber-sumber penerimaan kas dapat berasal dari (Weston,
1989):
1. Hasil penjualan investasi jangka panjang, aktiva tetap, atau adanya
penurunan aktiva tidak lancar yang diimbangi dengan penambahan
kas
2. Adanya emisi saham maupun penambahan modal oleh pemilik dalam
bentuk kas.
3. Pengeluaran surat tanda bukti utang serta bertambahnya utang yang
diimbangi dengan penerimaan kas.
4. Berkurangnya aktiva lancar selain kas yang diimbangi dengan adanya
penerimaan kas, misalnya berkurangnya persediaan barang dagangan
karena adanya penjualan secara tunai.
5. Adanya penerimaan kas, misalnya karena sewa, bunga, atau deviden
Sedangkan pengeluaran kas dapat disebabkan oleh transaksi-
transaksi sebagai berikut :
1. Pembelian saham atau obligasi dan aktiva tetap lainnya.
2. Penarikan kembali saham yang beredar dan pengembalian kas
perusahaan oleh pemilik perusahaan.
3. Pembayaran angsuran atau pelunasan utang.
4. Pembelian barang dagangan secara tunai.
5. Pengeluaran kas untuk membayar deviden, pajak, denda, dan lain
sebagainya.
Berkaitan dengan studi kelayakan bisnis, perhitungan terhadap
aliran kas penting dilakukan karena laba dalam pengertian akuntansi tidak
sama dengan kas masuk bersihnya yang bagi investor justru lebih penting
untuk diketahui. Hal ini mudah dimengerti mengingat hanya dengan kas
bersih ini perusahaan dapat melaksanakan pembayaran kewajiban finansial.
Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu initial cash flow yang
berhubungan dengan pengeluaran untuk investasi dan operational cash flow
yang biasanya mempunyai selisih neto yang positip yang dapat dipakai untuk
IV-37
mencicil pengembangan investasinya. Yang ketiga, yiatu terminal cash flow
yang merupakan cash flow dari nilai sisa aktiva tetap yang dianggap sudah
tidak mempunyai nilai ekonomis lagi dan pengembalian modal kerja awal.
Aliran kas nilai sisa dikenai pajak jika nilai jualnya lebih besar daripada
nilai buku. Kelebihan nilai jual ini (yang merupakan capital gain) dikenai
pajak.
e. Metode-metode penilaian investasi.
Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam penilaian investasi
dan evaluasi suatu proyek. Metode-metode tersebut adalah (Umar, 2003):
a. Net Present Value (NPV).
b. Internal Rate of Return (IRR).
c. Payback Period (PP).
d. Profitability Index (PI).
e. Break Even Point (BEP).
Penjelasan masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut :
a. Metode Net Present Value (NPV).
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara present value dari
investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih
(aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan
datang. Untuk menghitung present value, perlu ditentukan terlebih dulu
tingkat bunga yang relevan. Formulasi bagi Net Present value dapat
diketahui pada persamaan berikut:
NPV = ( )
LoK1
CFtn
1tt-
+å=
………. ………………………….………(2.15)
dimana :
CFt = aliran kas per tahun pada periode t
Io = investasi awal pada tahun 0
K = suku bunga (discount rate)
Kriteria dalam menolak dan menerima rencana investasi dengan
metode NPV adalah sebagai berikut :
- jika NPV > 0, maka usulan investasi diterima.
- Jika NPV < 0, maka usulan investasi ditolak.
IV-38
- Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walaupun usulan investasi
diterima ataupun ditolak.
b. Metode Internal Rate of Return (IRR).
Metode Internal Rate of Return (IRR) merupakan metode yang
digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang
dari cash flow yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas dengan
mengeluarkan investasi awal. Selanjutnya IRR diformulasikan dalam
persamaan berikut :
å= +
=n
1tt0 )IRR1(
CFtI ……. ………...…………………….………(2.16)
dimana :
t = tahun ke-t
n = jumlah tahun
I0 = nilai investasi awal
CF = arus kas bersih
IRR = tingkat bunga yang dicari
harganya
Nilai IRR dapat dicari misalnya dengan coba-coba (trial and error).
Caranya, hitung nilai sekarang dari arus kas dari suatu investasi dengan
menggunakan suku bunga yang wajar, lalu bandingkan dengan biaya
investasi, jika nilai investasi lebih kecil, maka coba lagi dengan suku bunga
yang lebih tinggi demikian seterusnya sampai biaya investasi menjadi sama
besar. Sebaliknya, dengan suku bunga wajar tadi nilai investasi lebih besar,
maka coba lagi dengan suku bunga yang lebih rendah sampai mendapatkan
nilai investasi yang sama besar dengan nilai sekarang. Cara yang lebih
mudah dalam mencari nilai IRR adalah dengan menggunakan fungsi yang
dimiliki Excel. Rumus IRR untuk interpolasi ialah:
IV-39
IRR = 12
1211 C - C
P - P C - P ´ ……….
………………………………..……(2.17)
dimana :
P1 = tingkat bunga ke 1
P2 = tingkat bunga ke 2
C1 = NPV ke 1
C2 = NPV ke 2
Kriteria penilaian:
Jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari rate of return yang
ditentukan maka investasi dapat diterima.
c. Metode Payback Period (PP).
Metode payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio
antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya
merupakan satuan waktu (yaitu tahun atau bulan). Selanjutnya nilai rasio
ini dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima.
tahun1 x BersihMasuk Kas
Investasi Nilai=PeriodPayback ………. ……………...(2.18)
Kriteria penilaian :
Jika payback period lebih pendek waktunya dari maximum payback
period-nya maka usulan investasi dapat diterima.
d. Metode Profitability Index (PI)
Profitability Index merupakan perbandingan antara nilai sekarang
dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang
dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilaksanakan. Jadi
IV-40
Profitability Index dapat dihitung dengan membandingkan antara PV masuk
dengan PV kas keluar.
keluar kas PVmasuk kas PV
PI = ………. …………………………………..……(2.19)
Kriteria penilaian :
- jika PI > 1, maka usulan investasi dikatakan menguntungkan.
- Jika PI < 1, maka usulan investasi dikatakan tidak menguntungkan.
Kriteria ini erat hubungannya dengan kriteria NPV, dimana jika
NPV suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka menurut kriteria PI
juga layak (PI > 1) karena keduanya menggunakan variabel yang sama.
e. Metode Back Even Point (BEP)
Break Even Point atau titik impas atau titik pulang pokok merupakan
titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak
memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Teknis analisis ini
untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, dan laba
dan juga mempelajari pola hubungan antara volume penjualan, cost, dan
tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada tingkat penjualan tertentu.
Analisis metode ini, dapat membantu pengambil keputusan mengenai
(Rangkuti, 2000):
§ Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
§ Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan
tertentu.
§ Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
menderita kerugian.
§ Bagaimana efek perubahan harga jual, biaya, dan volume penjualan
terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai
berikut :
IV-41
endapatan)Variabel/P Biaya (Total1
Tetap BiayaBEP
-= ………. ……………….…(2.20)
f. Analisis sensitivitas.
Karena nilai-nilai parameter dalam studi kelayakan biasanya besarnya
diestimasikan, maka nilai-nilai tersebut tidak akan lepas dari kesalahan.
Artinya, nilai-nilai parameter tersebut mungkin lebih besar atau lebih kecil
dari hasil estimasi yang diperoleh atau berubah pada saat-saat tertentu
(Pujawan, 2003). Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai
parameter tentunya akan mengakibatkan perubahan-perubahan pula pada
tingkat output atau hasil yang ditunjukkan oleh suatu alternatif investasi.
Perubahan-perubahan tingkat output atau hasil ini memungkinkan
keputusan akan berubah dari satu alternatif ke alternatif lainnya. Apabila
terjadi perubahan keputusan akibat adanya perubahan pada parameter
maka keputusan tersebut dikatakan sensitif terhadap perubahan nilai-nilai
parameter tersebut.
Analisis sensitivitas memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan
akan cukup kuat berhadapan dengan perubahan faktor-faktor atau
parameter-parameter yang mempengaruhi. Analisis sensitivitas dilakukan
dengan mengubah nilai dari suatu parameter pada suatu saat untuk
selanjutnya dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu
alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya berubah dan
perubahan tersebut dapat mempengaruhi keputusan-keputusan dalam studi
kelayakan investasi adalah biaya investasi, aliran kas, nilai sisa, tingkat
bunga, tingkat pajak dan sebagainya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab III ini, untuk mempermudah memecahkan permasalahan
yang dihadapi maka perlu diuraikan terlebih dahulu langkah-langkah yang
diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Langkah-langkah yang
IV-42
dilakukan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa langkah
dengan diagram alir (flow chart) seperti pada gambar 3.1 :
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian
Pada gambar 3.1 diatas dijelaskan langkah-langkah dalam penelitian
yang dilakukan di sebuah perusahaan furniture CV Mitra Jati yang akan diuraikan
dalam sub bab berikut ini.
3.1. IDENTIFIKASI MASALAH
IV-43
Pada tahap ini merupakan awal dalam melakukan penelitian, dimana ruang
lingkup masalah yang diuraikan, sebagai berikut:
3.1.1. Observasi Lapangan,
Tahap observasi lapangan merupakan tahap paling awal dalam kegiatan
penelitian ini. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kondisi dan permasalahan
yang ada di lapangan yaitu di CV. Mitra Jati Mandiri. Pelaksanaan observasi
lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data awal sebagai pendukung
observasi. Melakukan wawancara dengan kepala personalia, staff marketing,
kepala staff PPIC dan kepala produksi. Observasi secara langsung di lantai
produksi dilakukan untuk mengetahui kondisi nyata di lantai produksi
Wawancara dengan kepala staff PPIC dilakukan untuk mengetahui sistem
yang diterapkan oleh perusahaan dalam perencanaan produksi. Wawancara
dengan kepala produksi dilakukan untuk menelaah sistem yang diterapkan dalam
menjalankan produksi di lantai produksi. Observasi secara langsung di lantai
produksi dilakukan untuk mengetahui kondisi nyata di lantai produksi. Hasil
wawancara dan observasi langsung merupakan data dan informasi yang
menunjukkan fakta di lapangan dan digunakan sebagai dasar untuk penentuan
objek yang akan diteliti.
3.1.2. Studi Pustaka,
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses observasi di lapangan.
Tahap ini dilakukan dengan membandingkan kondisi nyata di lapangan dengan
hasil studi pustaka yang dilakukan dari beberapa referensi yang digunakan. Studi
pustaka yang dilakukan mencakup bidang-bidang perencanaan dan pengendalian
produksi, penjadwalan dan Line Balancing. Dengan demikian permasalahan yang
terjadi di lapangan bisa diidentifikasi dan abstraksi pemecahan masalah bisa
didefinisikan.
3.1.3. Perumusan Masalah,
Pada tahap ini objek penelitian yang akan dikaji lebih lanjut dalam
penelitian dirumuskan secara spesifik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana memecahkan permasalahan bottleneck di divisi konstruksi dengan
IV-44
melakukan perubahan jumlah mesin dan perubahan pola aliran untuk meminimasi
work-in-process (WIP) sehingga keseimbangan lintasan menjadi lebih baik.
3.2. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.2.1. Pengumpulan Data,
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga teknik
pengumpulan data, diantaranya metode wawancara (interview), metode
dokumentasi dan metode observasi. Metode wawancara dilakukan untuk data
yang bersifat kualitatif, sedangkan metode dokumentasi dan observasi untuk
mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif. Data-data yang dikumpulkan
termasuk kedalam dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi:
a. Data waktu proses pengerjaan komponen produk
Penentuan waktu proses part di masing-masing stasiun kerja berdasarkan hasil
pengukuran dengan metode jam henti. Prosedur penentuan waktu proses adalah
sebagai berikut:
Tentukan stasiun kerja i
Pilih part yang masukstasiun kerja i
Lakukan pengukurandengan metode jam henti
Hitung waktu proses partdi stasiun kerja i
Gambar 3.2. Prosedur penentuan waktu proses
Prosedur penentuan waktu proses dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penentuan stasiun kerja i
Langkah pertama adalah menentukan stasiun kerja manakah yang akan diukur
waktu prosesnya
IV-45
2. Pilih part yang masuk stasiun kerja i
Tentukan part apa saja yang masuk pada stasiun kerja tersebut.
3. Pengukuran dengan metode jam henti
Lakukan pengukuran waktu proses produksi yang dialami part pada stasiun
kerja tersebut.
4. Hitung waktu proses part (Wp)
§ Untuk stasiun kerja 1,2 dan 10
Pengukuran berdasarkan sampel dan waktu proses part dihitung
berdasarkan jumlah part dan jumlah proses yang dialami pada stasiun kerja
tersebut.
Wp = jumlah part x jummlah proses x mean hasil pengukuran............(3-1)
§ Untuk stasiun kerja lainnya
Pengukuran pengukuran dilakukan pada semua pert yang masuk stasiun
kerja tersebut maka waktu proses adalah waktu pengukuran.
Data sekunder meliputi:
b. Data daftar index bahan
c. Peta proses operasi dari tiap famili produk
d. Data pembagian famili produk
e. Data jumlah stasiun kerja dan mesin pada lini produksi di divisi konstruksi
f. Data jam kerja
g. Data order untuk periode bulan Juli - September 2006
h. Data kapasitas produksi tiap mesin.
3.2.2. Penentuan Waktu Standar
Penentuan waktu standar pada penelitian ini menggunakan faktor penyesuaian
100% dan allowance 5 %. waktu standar dapat dihitung dengan persamaan 3-3
sebagai berikut.
IV-46
· waktu normal
xPWpWn = …………………………………….................................. (3-2)
dimana :
Wn = waktu normal
Wp = waktu proses
P = Faktor Penyesuaian
· Waktu standar
%%100%100All
xWnWs-
= …………………………..............................( 3-3)
dimana ;
Ws = waktu baku
all = kelonggaran untuk operator
3.2.3. Analisis keseimbangan Lintasan Produksi Awal
Berdasarkan pengumpulan data maka selanjtnya dilakukan tahap pengolahan
data yang pertama yaitu analisa terhadap keseimbangan lintasan kondisi awal di
divisi konstruksi. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebagaimana besar tingkat
efisiensinya. Langkah-langkah analisis terhadap keseimbangan lintasan awal
yaitu:
a. Penentuan beban tiap mesin pada setiap stasiun kerja
Beban tiap mesin pada setiap stasiun kerja yang dimaksud adalah total beban
yang ditanggung oleh tiap mesin setiap stasiun kerja pada suatu periode
waktu. Penetapan beban tiap mesin pada setiap stasiun kerja i didasarkan pada
total beban kerja di stasiun kerja i dibagi dengan jumlah mesin dari tiap
stasiun.
i
pip
i m
Pt
Tå== 1 .…………………………..............................….......(3-4)
Dimana: Ti : beban tiap mesin pada stasiun kerja i
tip : beban di stasiun kerja i untuk memproduksi produk p
IV-47
(p = 1, 2, 3, …, P)
p : Produk yang diproduksi
P : Jumlah produk yang di produksi
i : Stasiun kerja ke- (i = (1,2,3, ..., 10)
n : Jumlah stasiun kerja (n = 10)
mi : Jumlah mesin di stasiun kerja i
Penjelasan tentang jumlah mesin pada tiap stasiun kerja
dapat dilihat pada tabel 4.1.
b. Nilai efisiensi lintasan produksi (LE)
Efisiensi lintasan merupakan rasio dari total waktu penyelesaian order di
stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus terpakai dikalikan jumlah stasiun
kerja. Untuk mengukur performansi dari suatu lintasan apakah sudah baik atau
belum, perlu dihitung nilai Line Efficiency (Baroto, 2002). Suatu lintasan
dikatakan seimbang bila LE nilainya 100% yang artinya keseimbangannya
tercapai.
%100max.
1 xTn
Pt
LEi
pipå
== …....................…....................................(3-5)
Dimana: LE : Efisiensi lintasan
n : Jumlah stasiun kerja (n = 10)
Ti max : beban tiap mesin pada stasiun kerja i yang terbesar
c. Penentuan nilai Balance Delay (D),
Balance delay sering juga disebut balancing loss, adalah ukuran
ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya
yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara
stasiun kerja.
%100max.
max.1 x
Tn
PtTn
Di
pipi å
=
-= ……...............................................(3-6)
Karena nilai balance delay selalu berseberangan dengan dengan efisiensi
lintasan maka dapat juga dihitung dengan rumus sebagai berikur:
D = 100 % - EL……........................................................…......(3-7)
IV-48
d. Kesimpulan
Keseimbangan lintasan awal dikatakan seimbang bila nilai efisiensinya adalah
100% (LE = 100%). Bila LE < 100% maka lintasan tersebut belum seimbang.
3.2.4. Alternatif 1 Perubahan Jumlah mesin
Alternatif perbaikan yang pertama adalah perubahan jumlah mesin di divisi
konstrnksi. Kajian ini bertujuan untuk menentukan usulan jumlah mesin yang
tepat bagi tiap stasioun kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.2
berikut ini.
Gambar 3.3. Pengolahan data alternatif 1 perubahan
jumlah mesin
1. Analisis jumlah mesin terhadap beban kerja.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah mesin yang terdapat
pada stasiun kerja tersebut disesuaikan dengan beban kerja yang harus
ditanggung. Beban yang digunakan dalam perhitungan analisi ini adalah
ukuran ukuran m3 kayu. jumlah ukuran m3 setelah melewati suatu proses pada
stasiun kerja akan mengalami pengurangan. Nilai pengurangan dalam ukuran
m3 tersebut disebut sebagai scrub. Jumlah scrub yang dihasilkan setiap stasiun
kerja berbeda-beda sesuai dengan perlakuan dan dimensi dari komponen
produk tersebut. Adapun penentuan jumlah pengurangan scrub terhadap
ukuran m3 kayu pada tiap setiap stasiun kerja dapat dilihat pada lampiran L5.
Setelah jumlah m3 kayu dikurangi dengan scrub yang dihasilkan oleh proses
produksi pada stasiun kerja sebelumnya maka perlu dihitung selisih ( )l antara
IV-49
beban kerja dalam ukuran m3 kayu pada stasiun kerja tersebut dengan jumlah
mesin dikalikan kapasitas mesin.
l = ii
I
pip kmw .
1
-å=
……............................................................(3-8)
Dimana: ki : Kapasitas produksi untuk jenis mesin yang digunakan
pada stasiun kerja i
wip : Jumlah m3 kayu di stasiun kerja i untuk memproduksi
produk p
mi : Jumlah mesin pada stasiun kerja i
Jika 0<l maka jumlah mesin pada stasiun kerja tersebut perlu dikurangi
Jika 0>l maka jumlah mesin pada stasiun kerja tersebut perlu ditambah
2. Penentuan Usulan Jumlah Mesin
Usaha perbaikan terhadap lintasan produksi adalah dengan menentukan
jumlah mesin yang tepat pada masing-masing stasiun kerja. Penentuan jumlah
mesin pada tiap stasiun kerja akan mempengaruhi processing time di stasiun
kerja. Besar kecilnya processing time akan berpengaruh pada mean flow time
di stasiun kerja tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan formasi jumlah mesin
yang tepat agar mean flow time menjadi pendek dan keseimbangan lintasan
meningkat (efisiensi mendekati 100%). Jumlah mesin pada stasiun kerja dapat
ditentukan dengan persamaan 3-7 sebagai berikut.
i
I
pip
i k
w
må== 1' ......................................…...................................(3-9)
Dimana: 'im : Usulan jumlah mesin pada stasiun kerja i
wip : Jumlah m3 kayu di stasiun kerja i untuk memproduksi
produk p
ki : Kapasitas produksi untuk jenis mesin yang digunakan
pada stasiun kerja i
3. Penjadwalan Produksi Minimasi WIP
IV-50
Penjadwalan berdasarkan Dispatching rules merupakan suatu prosedur
pengurutan/sequencing yang didasarkan pada prioritas-prioritas tertentu. Pada
penelitian ini dispatching rules yang digunakan sesuai dengan pemilihan urutan
antrian yang ada dilapangan dengan mempertimbangkan aturan prioritas. Pada
penelitian ini aturan prioritas digunakan untuk meminimasi work-in-process
(WIP) pada divisi konstruksi. WIP yang tinggi terjadi karena mean flow time
pekerjaan pada divisi tersebut panjang. Mean flow time yang panjang akan
memicu terjadinya antrian yang panjang juga sehingga WIPnya menjadi tinggi.
Bedworth. D. D dan Bailey J. E. (1987) menyatakan bahwa untuk meminimasi
mean flow time adalah dengan menggunakan aturan prioritas shortest processing
time (SPT). Shortest processing time (SPT) biasanya merupakan teknik terbaik
untuk meminimasi aliran pekerjaan dan meminimasi jumlah pekerjaan rata-rata
(Heizer. J dan Render. B). Baker (1974) menyatakan bahwa meminimasi mean
flowtime juga akan meminimasi work-in-process (WIP).
Parameter adalah atribut intrinsik obyek (Murthy et. al, 1990). Parameter-
parameter yang berperan dalam sistem penjadwalan produksi di divisi konstruksi
adalah :
1. Job (j)
Merupakan job yang berasal dari divisi pembahanan dan masuk ke divisi
konstruksi untuk dilakukan proses produksi
2. Jumlah stasiun kerja i (n = 10)
Jumlah stasiun kerja di lini produksi merupakan parameter yang menunjukkan
banyaknya stasiun kerja yang dilalui part a hingga selesai diproses. Parameter
jumlah stasiun kerja di lini produksi merupakan parameter yang bersifat
deterministik karena jumlahnya bisa dihitung secara pasti.
3. Saat masuk part a di stasiun kerja i (Iai)
Saat masuk part a merupakan parameter yang mendeskripsikan waktu
kedatangan part a pada divisi konstruksi untuk siap diproses. Saat masuk part
a merupakan parameter yang bersifat deterministik karena saat masuk part a
bisa ditentukan saat part a selesai dikerjakan di divisi sebelumnya (divisi
setting).
IV-51
4. Waktu proses part a di stasiun kerja i ( aip )
Waktu proses part a di stasiun kerja i merupakan parameter yang
menunjukkan lama waktu proses part. Parameter waktu proses part a di
stasiun kerja i merupakan parameter yang bersifat deterministik karena waktu
yang digunakan untuk memproduksi bisa dihitung secara pasti.
5. Saat release part a di stasiun kerja i ( air )
Saat release part a di stasiun kerja i merupakan variabel yang
mendeskripsikan saat release part a di setiap stasiun kerja i.
6. Completion time part a di stasiun kerja i ( aic )
Completion time part a di stasiun kerja i merupakan variabel yang
mendeskripsikan saat part a selesai dikerjakan di stasiun kerja i.
a. Algoritma penjadwalan minimasi work-in-process (WIP).
Simbol-simbol:
j : job j (j = 1, 2, …, J)
J : Jumlah dari job j
a : part a (a = 1, 2, …, b)
n : Jumlah stasiun kerja di divisi konstruksi
i : Stasiun kerja i (i = 1, 2, …, n)
k : part a urutan ke-k pada stasiun kerja i ( k = 1, 2, …, q)
aip : Waktu proses part a di stasiun kerja i
akir : Saat release part a urutan ke-k di stasiun kerja i
akic : Completion time part a urutan ke-k di stasiun kerja i
Adapun scheduling rules yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Stasiun Kerja 1
Langkah-langkah penjadwalan pada stasiun kerja 1 adalah:
a. Langkah 1:
IV-52
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
1 beserta waktu prosesnya ( aip )
b. Langkah 2:
Urutkan part tersebut berdasarkan aip tercepat, Jika aip tercepat > 1, urutkan
secara random.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (tetapkan k = 1)
akir = iR = 0 .........................…................................................(3-10)
akic = akir + aip .........................…............................................(3-11) d. Langkah 4:
Lanjutkan kembali perhitungan saat release dan completion time part a urutan ke-k di stasiun kerja i.
ikaaki cr )1( -= .............................................................................(3-12)
1akic = ikac )1( - + aip …………………………………………..(3-13)
Jika k = q , berhenti. Lainnya hitung k = k + 1 kembali perhitungan saat
release dan completion time part a
2. Stasiun Kerja 2
Langkah-langkah penjadwalan pada stasiun kerja 2 adalah
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
2 beserta waktu prosesnya ( aip )
b. Langkah 2:
Pilih part a dengan )1( -iakc tercepat di stasiun kerja (i-1) Jika )1( -iakc tercepat >
1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip tercepat > 1, urutkan secara
random.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (tetapkan k = 1)
akir = )1( -iakc ............................................................................(3-14)
IV-53
akic = )1( -iakc + aip ...................................................................(3-15)
d. Langkah 4:
Lanjutkan kembali perhitungan saat release dan completion time part a urutan ke-k di stasiun kerja i.
ikaaki cr )1( -=
1akic = ikac )1( - + aip
Jika k = q , berhenti. Lainnya hitung k = k + 1 kembali perhitungan saat
release dan completion time part a
e. Langkah 6:
Berdasarkan hasil perhitungan completion time part a di stasiun kerja i,
kelompokkan part tersebut berdasarkan routing pengerjaannya pada masing-
masing stasiun kerja.
f. Langkah 7:
Tetapkan i = i + 1
g. Langkah 8:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
i beserta waktu prosesnya ( aip )
h. Langkah 9:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 3, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 3 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
i. Langkah 10:
Hitung release time dan completion time part
akir = { }aiIMin .........................................................................(3-16)
akic = akir + aip
j. Langkah 11:
Jika i = 10, berhenti. Lainnya hitung i = i + 1 dan kembali ke langkah 5 b. Pengukuran Performansi
Pengukuran performansi dilakukan pada jumlah work-in-process (WIP). jumlah
work-in-process (WIP) diukur dengan mean flowtime. Baker (1974) menyatakan
bahwa meminimasi mean flowtime juga akan meminimasi in-process-inventory
atau work-in-process (WIP).
IV-54
§ Perhitungan Mean Flowtime
å=
=n
iaF
bF
1
1.....................................….............................................(3-17)
Dimana:
F : Mean Flow time
aF : Flow time untuk part a
b : Jumlah banyaknya part a
§ Perhitungan work-in-process (WIP).
Time tabligh penjadwalan adalah harian sehingga penjadwalan dilakukan
setiap hari. Untuk itudapat diketahui jumlah work-in-process (WIP) setiap
harinya.
aWIP = aF - T.......................................................................................(3-18)
Dimana:
aWIP : work-in-process (WIP) untuk part a
T : Jam kerja yang tersedia
4. Analisis Keuangan
Berdasarkan penentuan alternatif terbaik, bila yang terpilih adalah alternatif
1 akan munculah biaya investasi sebagai akibat dari perubahan susunan jumlah
mesin pada beberapa stasiun kerja. Biaya investasi muncul dari hasil pembelian 1
buah mesin table saw pada stasiun kerja 1 maka diperlukan suatu analisis
keuangan untuk menentukan apakah rencana investasi tersebut layak untuk
direalisasikan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data keuangan
adalah sebagai berikut :
1. Menghitung total biaya investasi,
2. Menghitung besarnya tambahan pendapatan yang dihasilkan.
3. Menghitung kriteria-kriteria penilaian investasi yang meliputi Net Present
Value (NPV).Payback Period (PP), Profitability Index (PI).
4. Menghitung Break Even Point (BEP) untuk mengetahui titik balik
pokoknya.
5. Analisis sensitivitas
IV-55
Hasil analisis di atas sebagai bagian dari aspek keuangan akan berupa
pernyataan apakah rencana investasi ini dinilai layak atau tidak layak. Jika
rencana ini dinilai layak, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan alternatif 2
untuk memilih alternatif terbaik sebagai usulan kepada perusahaan. Jika rencana
pengembangan ini dinyatakan tidak layak, maka alternatif perbaikan tersebut tidak
diperhitungkan lagi. Selanjutnya alternatif yang terpilih adalah alternatif 2.
3.2.5. Alternatif 2 Perubahan Pola Aliran
Konsep perbaikan yang kedua adalah dengan merubah pola aliran.
Pengertian dari perubahan pola aliran adalah melakukan perubahan urutan
pengerjaan (routing) komponen produk di lantai produksi pada bagian konstruksi.
Tahapan perubahan pola aliran lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Analisis routing pengerjaan awal
Analisis terhadap routing pengerjaan komponen bertujuan untuk
mengidentifikasi urutan proses pengerjaan komponen/part produk di divisi
konstruksi. Secara umum urutan pengerjaan selalu diawali di stasiun kerja 1 dan 2
kemudian baru dikerjakan sesuai dengan urutan pengerjaan di stasiun kerja lain
(stasiun kerja 3-9) dan yang terakhir di kerjakan di stasiun kerja 10. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.4 Urutan pengerjaan aktual di divisi konstruksi
2. Perubahan routing pengerjaan komponen produk
Urutan pengerjaan awal selalu dimulai dari stasiun kerja 1 kemudian
stasiun kerja 2 akan menimbulkan beban kerja yang tinggi pada kedua stasiun
kerja tersebut. Beban kerja yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh jumlah
mesin yang sesuai. Stasiun kerja 1 hanya memiliki satu mesin sedangkan stasiun
IV-56
kerja 2 memiliki 4 mesin. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya waktu
tunggu yang panjang yang adapat mengakibatkan work in process yang tinggi
juga. Oleh karena itu pada alternatif perbaikan 2 ini akan dilakukan perubahan
pola aliran. Caranya adalah dengan sebisa mungkin mengalihkan langkah pertama
pengerjaan produk bukan di stasiun kerja 1. Komponen-komponen produk yang
proses pengerjaan pertama tidak harus di stasiun kerja 1 dikerjakan di stasiun
kerja yang lain dulu (SK 2-9).
Selain mempertimbangkan jumlah mesin pengalihan proses produksi di
SK 1 tersebut juga didasarkan pada:
1. Beberapa komponen produk proses pengerjaanya di SK 2-9 tidak terpengaruh
pada ketebalan sehingga proses di SK 1 dapat dilaksanakan pada 1 langkah
terakhir sebelum dikerjakan di SK 10
2. Proses produksi pada SK 2 dapat dilakukan pada urutan langkah pertama atau
kedua.
3. Urutan pengerjaan pada SK 3-9 sifatnya tetap (fixed) sehingga tidak dapat
dirubah.
Adapun beberapa komponen yang dapat dirubah routing pengerjaannya
adalah sebagai berikut:
1. Komponen yang langkah pertama pengerjaan tidak harus dikerjakan di stasiun
kerja 1
2. Proses produksi stasiun kerja 1 dapat dilaksanakan sebelum masuk ke stasiun
kerja 10
3. Dimensi ketebalan bahan tidak akan mempengaruhi proses produksi di stasiun
kerja 3-9
Sedangkan komponen yang lainnya dibagi 2 sama banyak, bagian pertama
dikerjakan di stasiun kerja 1 menuju stasiun kerja 2 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10. Bagian
kedua dikerjakan di stasiun kerja 2 menuju stasiun kerja 1 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut ini.
IV-57
Gambar 3.5 perubahan routing
3. Penjadwalan Produksi Minimasi WIP
Setelah dilakukan perubahan pola aliran maka langkah selanjutnya
dilakukan penjadwalan produksi berdasarkan routing pekerjaan yang baru
tersebut. Algoritma penjadwalannya sama dengan pada penjadwalan alternatif 1
yang diterangkan pada sub bab 3.2.2.
Perbedaan antara penjadwalan pada alternatif perbaikan 2 ini dengan
penjadwalan kondisi altenatif 1 adalah pada waktu tunggu. Perbedaan waktu
tunggu disebabkan karena adanya perubahan urutan pengerjaan komponen
3.2.6. Penentuan Alternatif Terbaik
Setelah dilakukan pengolahan data pada alternatif 1 dan 2 maka selanjutnya
dilakukan pemilihan alternatif perbaikan terbaik. Penentuan alternatif perbaikan
IV-58
terbaik didasarkan pada keseimbangan lintasan dan nilai work-in-process (WIP)
yang dihasilkan dari masing-masing penjadwalan alternatif 1 dan 2 dengan
menggunakan persamaan 3.7 dan 3.8. Alternatif dengan nilai efisiensi lintasan
tertinggi dan WIP terkecil adalah yang terbaik. Alternatif terbaik akan menjadi
alternatif usulan bagi perusahaan.
3.3 ANALISIS DAN INTEPRESTASI HASIL PENELITIAN
Pada tahapan analisis dan interprestasi hasil dilakukan analisis keterkaitan
antara variabel satu dengan yang lain. Analisis dilakukan dengan membandingkan
keadaan sebenarnya di perusahaan dengan keadaan setelah dilakukan usaha
perbaikan Dengan dilakukannya usaha perbaikan diharapkan dapat mereduksi
work in process dan memperbaiki keseimbangan lintasan produksi di divisi
konstruksi.
3.4 KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan tahap terakhir dari penelitian yang berisi kesimpulan secara
keseluruhan terhadap hasil penelitian dan saran perbaikan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data
dalam penelitian. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan
pengolahan data yang meliputi perbaikan keseimbangan lintasan dan perubahan
pola aliran
4.2 PENGUMPULAN DATA
Dalam melakukan penelitian mengenai keseimbangan lintasan produksi
perubahan pola aliran dan penjadwalan dibutuhkan data-data sebagai berikut:
Data primer, meliputi:
1. Data waktu proses pengerjaan komponen produk
Data sekunder, meliputi:
2. Data pembagian famili produk
3. Data daftar index bahan
4. Peta proses operasi dari tiap famili produk
IV-59
5. Data jumlah stasiun kerja dan kapasitas mesin pada lini produksi di divisi
konstruksi
6. Data jam kerja
7. Data order untuk periode bulan Juli - September 2006
4.1.1. Data Waktu Proses Pengerjaan Komponen Produk
Data waktu proses pengerjaan komponen produk didapatkan dari hasil
pengukuran waktu kerja di masing-masing stasiun kerja yang dapat dilihat pada
lampiran L1. Data tersebut digunakan untuk menghitung waktu standar. Data
rekap waktu proses dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai 4.7 berikut.
1. Cabinet
Tabel 4.1 Waktu proses komponen produk cabinet
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki samping 1,9 3,6 8,6 - 7,2 2,2 - 3,4 - 1,2
2 Palang atas 0,9 1,8 1,1 - - 1,1 1,8 - - 0,6
3 Panil samping 0,9 1,8 - - - - - - - 0,6
4 Palang bawah 0,9 1,8 - - - 1,1 1,8 - - 0,6
Lanjutan tabel 4.1,
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 Panil top 0,5 0,9 - - - 2,2 - - - 0,3
6 Pl atas dpn/blk 0,9 1,8 1,1 - - 2,2 1,8 0,8 - 0,6
7 Pl bawah dpn/blk 0,9 1,8 - - - 1,1 1,8 - - 0,6
8 Sekat tgk laci ats 0,5 0,9 - - 0,9 - - - - 0,3
9 Sekat gdk 0,5 0,9 - - - 0,5 - - - 0,3
10 Pl bawah laci 1,9 3,6 - - 3,6 - - - - 1,2
11 Klos laci 3,7 7,2 - - 3,6 - - 1,7 - 2,4
12 Plg penguat bwh dpn 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3
13 Pp muka laci 0,9 1,8 - 1,2 - 1,1 - 0,8 - 0,6
14 Pp samping laci 1,9 3,6 - 5,0 - 2,2 - - - 1,2
15 Pp blk laci 0,9 1,8 - 2,5 - 1,1 - - - 0,6
16 Dasar laci 0,9 1,8 - - - - - - - 0,6 17 Pp muka laci 1,4 2,7 - 1,9 - 1,6 - 2,5 - 0,9 18 Pp samping laci 2,8 5,4 - 3,7 - 3,3 - - - 1,8 19 Pp blk laci 1,4 2,7 - 3,7 - 1,6 - - - 0,9 20 Dasar laci 1,4 2,7 - - - - - - - 0,9
21 Handle 3,7 7,2 4,3 - - - - - - 2,4 Sumber: Data diolah, 2007
2. Lemari
Tabel 4.2 Waktu proses komponen produk lemari
IV-60
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SUB A
1 Din. samp. kn/kr 0,9 1,8 - - - 3,3 - 0,8 - 0,6
2 Papan atas 0,5 0,9 2,1 - - - - - - 0,3
3 Papan bawah 0,5 0,9 1,6 - - - - - - 0,3
4 Palang dpn /blk 0,9 1,8 - - - 1,1 - 1,7 - 0,6 SUB B
5 Papan angsang 1,4 2,7 - - - - - 1,9 - 0,9
6 Lis depan 0,5 0,9 2,1 - - - - 1,7 1,2 0,3
7 Lis samping 0,9 1,8 4,3 - - - - 3,4 2,3 0,6
8 Klos angsang 2,8 5,4 - - - - - 6,3 - 1,8
9 Kaki depan 0,5 0,9 - - 0,9 - - 1,7 1,2 0,3
10 Kaki samp. 0,9 1,8 - - 1,8 - - 0,8 2,3 0,6
11 Kaki blk 0,5 0,9 - - - - 0,9 - - 0,3 SUB C
12 Frame pintu pjg 1,9 3,6 - - 9,0 2,2 - 1,7 - 1,2
13 Frame pintu pdk 1,9 3,6 - - - - 3,6 - - 1,2
14 Krepyak atas 0,9 1,8 2,1 - - - - - 2,3 0,6
15 Krepyak 10,2 19,9 23,6 - - - - - 25,5 6,5
16 Plg dpn angsang 1,4 2,7 - - - - - 1,9 - 0,9 17 Dinding panel blk 2,8 5,4 - - - - - - - 1,8 18 Sekat blk vertical 1,4 2,7 - - - - - - - 0,9
19 Sekat blk horisontal 0,9 1,8 - - - - - - - 0,6 Sumber: Data diolah, 2007
3. Meja
Tabel 4.3 Waktu proses komponen produk meja
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki 1,9 3,6 - - 9,0 - - 2,5 - 1,2
2 Palang samp. at 0,9 1,8 - - 3,6 - 1,8 - - 0,6
3 Palang samp.bwh 0,9 1,8 - - 3,6 - 1,8 - - 0,6
4 Kisi-kisi samp. 3,7 7,2 - - - - 7,2 - - 2,4
5 Palang depan at 0,9 1,8 - - - - 1,8 - - 0,6
6 Papan dasar 0,5 0,9 - - - 2,2 - - - 0,3
7 Top atas 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3
8 Klos variasi 1,9 3,6 - - - - 3,6 - 4,6 1,2
9 Penguat top 0,9 1,8 - - - - - - - 0,6
10 Klos ppn bwh 0,9 1,8 - - - - - - - 0,6 Sumber: Data diolah, 2007
4. Kursi
Tabel 4. 4 Waktu proses komponen produk kursi
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Plg sandaran atas 0,5 0,9 - - 3,1 - 0,9 - 1,2 0,3
IV-61
2 Kisi-kisi sandaran 3,2 6,3 - - - - 6,3 - - 2,1
3 Plg sandaran bawah 0,5 0,9 - - 3,1 - 0,9 - 1,2 0,3
4 Plg dudukan dpn 0,5 0,9 - - - - 0,9 - 1,2 0,3
5 Plg dudukan dpn 0,9 1,8 - - - - 1,8 - - 0,6
6 Kaki belakang kr/kn 0,9 1,8 - - 4,5 - - 3,4 2,3 0,6
7 Kaki depan kr/kn 0,9 1,8 - - 2,7 - - 0,8 2,3 0,6
8 Plg kaki samping kn 0,5 0,9 - - - - 0,9 - 1,2 0,3
9 Penyangga tanganan 0,5 0,9 - - 0,9 - - - 1,2 0,3
10 Tanganan kr/kanan 0,9 1,8 - - 0,9 - - 0,8 2,3 0,6
11 Klos sudut depan 0,5 0,9 - - - - - 1,3 1,2 0,3
12 Klos sudut bkg 0,5 0,9 - - - - - 1,3 1,2 0,3
13 Rangka jok depan 0,5 0,9 - - 1,8 - - - 1,2 0,3
14 Rangka jok bkg 0,5 0,9 - - 0,4 - - - 1,2 0,3 Sumber: Data diolah, 2007
5. Bed (tempat tidur)
Tabel 4.5 Waktu proses komponen produk tempat tidur
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Head board
1 Pl top atas 0,5 0,9 0,5 - - - - 1,7 - 0,3
2 Kaki atas 0,9 1,8 1,1 - 0,9 - - 5,1 - 0,6
3 Palang atas 0,5 0,9 0,5 - - - 0,9 8,0 - 0,3
4 Palang bawah 0,5 0,9 0,5 - - - 0,9 8,0 - 0,3
5 Kisi-kisi pjg 17,6 34,3 20,4 - 34,2 - - - - 11,2
6 Klos variasi 0,9 1,8 2,1 - 0,9 - - 0,8 2,3 0,6
Foot board - - - - - - - - -
7 Ppl top atas 0,5 0,9 0,5 - - - - 1,7 - 0,3
8 Kaki bawah 0,9 1,8 1,1 - 0,9 - - 5,1 - 0,6
9 Palang atas 0,5 0,9 0,5 - - - 0,9 8,0 - 0,3
10 Palang bawah 0,5 0,9 0,5 - - - 0,9 8,0 - 0,3 11 Kisi-kisi pdk 17,6 34,3 20,4 - 34,2 - - - - 11,2
12 Klos variasi 0,9 1,8 2,1 - 0,9 - - 0,8 2,3 0,6
Side rails & Croos bar - - - - - - - - -
13 Palang ( antol ) 0,9 1,8 1,1 - - - - - - 0,6 14 Klos antol 0,9 1,8 1,1 - - 9,8 - 5,1 - 0,6 15 Galar 1,4 2,7 1,6 - - - - - - 0,9
IV-62
16 Galar 2,8 5,4 3,2 - 2,7 - - 7,6 - 1,8 17 Kaki tengah 1,9 3,6 2,1 - - - 1,8 - - 1,2
Sumber: Data diolah, 2007
6. Devider Leafs (selambu)
Tabel 4.6 Waktu proses komponen produk selambu
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Frame tepi 4,6 9,0 - - 18,0 - - 8,5 11,6 2,9
2 Palang atas/ bwh 4,6 9,0 - - 36,0 - 9,1 - - 2,9
3 Palang tengah 4,6 9,0 - - 36,0 - 9,1 - - 2,9
4 Kisi-kisi atas/ bwh 37,0 72,2 85,9 - - - - - - 23,5
5 Panel tengah 2,3 4,5 - - - - - - - 1,5 Sumber: Data diolah, 2007
7. Dresser Mirror
Tabel 4.7 Waktu proses komponen produk mirror
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Top 0,5 0,9 2,1 - - - - 1,3 - 0,3
2 Frame panjang 0,9 1,8 4,3 - 2,7 - 1,8 - - 0,6
3 Frame pendek r/l 0,9 1,8 4,3 - 3,6 - - 0,8 - 0,6
4 Klos penyg. Blk 0,9 1,8 2,1 - - - - 0,8 2,3 0,6
5 Corbil 0,9 1,8 2,1 - - - - 0,8 2,3 0,6
6 Papan belakang 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3 Sumber: Data diolah, 2007
4.1.2. Pembagian Famili Produk dan Tingkat Produksi
Produk yang diproduksi di lantai produksi dapat dikelompokkan menjadi 7
famili produk. Pembagian famili produk didasarkan atas alur proses pembuatan
produk tersebut. Item produk yang memiliki kesamaan proses pembuatan
dikelompokkan menjadi satu famili produk. Adapun ketujuh famili dan volume
penjualan dari masing-masing famili produk tersebut dapat ditunjukkan pada tabel
4.8 di bawah ini:
Tabel 4.8 Pembagian famili produk dan volume penjualan
Volume Penjualan (M3 PCS) No Famili Produk
Juli Agustus September Total
(M3 PCS) Proporsi
1 Cabinet 11,71 11,11 18,92 41,74 29,44% 2 Almari 10,83 21,94 21,12 53,89 38,01% 3 Table ( Meja ) 2,30 6,71 6,83 15,83 11,17% 4 chair ( Kursi ) 2,07 2,68 0,92 5,66 4,00% 5 Bed ( Tempat Tidur ) 14,59 7,63 1,95 24,17 17,05% 6 Devider Leafs (Selambu) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00% 7 Dresser Mirror (Tempat Cermin) 0,07 0,31 0,09 0,48 0,34%
IV-63
Total Penjualan = 141,77 Sumber : Bagian PPC CV MJM, 2006
Keterangan :
Untuk famili produk selambu khusus pada bulan Juli s/d September 2006 tidak
terdapat penjualan (tidak diproduksi).
4.1.3. Data Daftar Index Bahan
Daftar index bahan merupakan data tentang nama dan dimensi
komponen/part dari jenis produk. Data tentang komponen-komponen tersebut
yang akan ditentukan waktu standar dan routing pengerjaannya, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran L2
4.1.4. Peta Proses Operasi Tiap Famili Produk
Peta proses operasi merupakan gambaran umum dari proses produksi
suatu jenis produk. Peta tersebut memuat berbagai informasi tentang nama
komponen, urutan pengerjaan, waktu standar yang diperlukan dalam proses
produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran L3
4.1.5. Data Jumlah Stasiun Kerja dan Kapasitas Mesin di Divisi Konstruksi
Penelitian ini difokuskan pada divisi kontruksi terdiri dari 10 stasiun kerja
yang masing-masing memiliki fungsi dan kapasitas berbeda. Pola aliran di divisi
konstruksi adalah job shop.
Tabel 4.9. Data jumlah dan kapasitas mesin setiap stasiun kerja
N0 Stasiun Kerja i Nama Mesin
Kapasitas (m3/hari)
Jumlah mesin (mi)
1. Table saw Table saw 1,25 1 2. Cutting Double N 1,35 4 3. Spindel Moulder Spindel Moulder 0,9 2 4. Doughtail Doughtail 0,9 1 5. Multiser Chisser Multiser 0,85 3 6. Router Router 0,9 1 7. Rond tenoner Rond tenoner 0,85 1 8. Boring Boring 0,95 2 9. Band Saw Band Saw 1,25 1 10. Sanding Master Sanding Master 2,0 1
Sumber: Divisi Konstruksi, CV Mitra Jati Mandiri
IV-64
4.1.6. Data Jam Kerja Regular
Data jam kerja regular digunakan untuk memperhitungkan kapasitas
produksi selama periode waktu. Data jam kerja regular ditunjukkan pada tabel
4.10 berikut ini
Tabel 4.10 Jam kerja regular
Hari Jam Kerja Jam Istirahat Jumlah Jam Kerja (jam/ hari)
Senin 07.30 – 16.00 12.00 – 13.00 7,5 Selasa 07.30 – 16.00 12.00 – 13.00 7,5 Rabu 07.30 – 16.00 12.00 – 13.00 7,5 Kamis 07.30 – 16.00 12.00 – 13.00 7,5 Jumat 07.30 – 16.00 11.30 – 13.00 7 Sabtu 07.30 – 12.00 - 4,5
Total Jam Kerja ( jam/ minggu) 41,5 Sumber: Divisi PPIC, CV. Mitra Jati Mandiri.
4.1.7. Data Order selama bulan Juli – September 2006
Order produk selama bulan Juli – September 2006 hanya terdapat 6 jenis
famili produk karena tidak ada pesanan untuk jenis Devider Leafs (Selambu).
Order bulan Juli terdiri dari SUN 0106C, SUN 0106D, SUN 0106E dan
Additional Extra Order yang jumlahnya sebanyak 41,5 m3. Order bulan Agustus
terdiri dari ALR 08 B, SISA ALR 09, SISA ALR 07 & 08, SISA SUN'S FB 010-
6C, SISA SUN'S PO 0206A, SUN'S PO 0206B yang jumlahnya sebanyak 50,43
m3. Order bulan September terdiri dari ALR 08-06, ITEM dari ALR 07, ALR 08
TAHAP II, PL# 0206A, SUN'S PO# 0206A, ALR SISA, ALR 09-06 yang
jumlahnya sebanyak 49,85 m3 Adapun perincian terhadap order tersebut dapat
dilihat pada lampiran. L4
4.3 PENENTUAN WAKTU STANDAR
Berdasarkan data waktu proses maka selanjutnya dilakukan penentuan waktu
standar menggunakan persamaan 3.2 dan 3.3.
Contoh perhitungan:
Kaki samping (part pada produk cabinet) dengan waktu proses di stasiun kerja 2
adalah 3,6 menit.
· waktu normal
Wn xPWp=
IV-65
= 3,6 x 100% = 3,6 menit
· Waktu standar
%%100%100All
xWnWs-
=
= %5%100
%1006,3
-x
= 3,8 menit
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Cabinet
Tabel 4.11 Waktu standar komponen produk cabinet
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki samping 1,9 3,8 9,0 - 7,6 2,3 - 3,6 - 1,2
2 Palang atas 1,0 1,9 1,1 - - 1,1 1,9 - - 0,6
3 Panil samping 1,0 1,9 - - - - - - - 0,6
4 Palang bawah 1,0 1,9 - - - 1,1 1,9 - - 0,6
5 Panil top 0,5 0,9 - - - 2,3 - - - 0,3
6 Pl atas dpn/blk 1,0 1,9 1,1 - - 2,3 1,9 0,9 - 0,6
Lanjutan tabel 4.11,
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7 Pl bawah dpn/blk 1,0 1,9 - - - 1,1 1,9 - - 0,6
8 Sekat tgk laci ats 0,5 0,9 - - 0,9 - - - - 0,3
9 Sekat gdk 0,5 0,9 - - - 0,6 - - - 0,3
10 Pl bawah laci 1,9 3,8 - - 3,8 - - - - 1,2
11 Klos laci 3,9 7,6 - - 3,8 - - 1,8 - 2,5
12 Plg penguat bwh dpn 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3
13 Pp muka laci 1,0 1,9 - 1,3 - 1,1 - 0,9 - 0,6
14 Pp samping laci 1,9 3,8 - 5,2 - 2,3 - - - 1,2
15 Pp blk laci 1,0 1,9 - 2,6 - 1,1 - - - 0,6
16 Dasar laci 1,0 1,9 - - - - - - - 0,6 17 Pp muka laci 1,5 2,8 - 2,0 - 1,7 - 2,7 - 0,9 18 Pp samping laci 2,9 5,7 - 3,9 - 3,4 - - - 1,9 19 Pp blk laci 1,5 2,8 - 3,9 - 1,7 - - - 0,9 20 Dasar laci 1,5 2,8 - - - - - - - 0,9
21 Handle 3,9 7,6 4,5 - - - - - - 2,5 Sumber: Data diolah, 2007
2. Lemari
Tabel 4.12 Waktu standar komponen produk lemari
IV-66
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SUB A
1 Din. samp. kn/kr 1,0 1,9 - - - 3,4 - 0,9 - 0,6
2 Papan atas 0,5 0,9 2,3 - - - - - - 0,3
3 Papan bawah 0,5 0,9 1,7 - - - - - - 0,3
4 Palang dpn /blk 1,0 1,9 - - - 1,1 - 1,8 - 0,6 SUB B - - - - - - - - - -
5 Papan angsang 1,5 2,8 - - - - - 2,0 - 0,9
6 Lis depan 0,5 0,9 2,3 - - - - 1,8 1,2 0,3
7 Lis samping 1,0 1,9 4,5 - - - - 3,6 2,4 0,6
8 Klos angsang 2,9 5,7 - - - - - 6,7 - 1,9
9 Kaki depan 0,5 0,9 - - 0,9 - - 1,8 1,2 0,3
10 Kaki samp. 1,0 1,9 - - 1,9 - - 0,9 2,4 0,6
11 Kaki blk 0,5 0,9 - - - - 1,0 - - 0,3 SUB C - - - - - - - - - -
12 Frame pintu pjg 1,9 3,8 - - 9,4 2,3 - 1,8 - 1,2
13 Frame pintu pdk 1,9 3,8 - - - - 3,8 - - 1,2
14 Krepyak atas 1,0 1,9 2,3 - - - - - 2,4 0,6
15 Krepyak 10,7 20,9 24,8 - - - - - 26,7 6,8
16 Plg dpn angsang 1,5 2,8 - - - - - 2,0 - 0,9 17 Dinding panel blk 2,9 5,7 - - - - - - - 1,9 18 Sekat blk vertical 1,5 2,8 - - - - - - - 0,9
19 Sekat blk horisontal 1,0 1,9 - - - - - - - 0,6 Sumber: Data diolah, 2007
3. Meja
Tabel 4.13 Waktu standar komponen produk meja
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki 1,9 3,8 - - 9,4 - - 2,7 - 1,2
2 Palang samp. at 1,0 1,9 - - 3,8 - 1,9 - - 0,6
3 Palang samp.bwh 1,0 1,9 - - 3,8 - 1,9 - - 0,6
4 Kisi-kisi samp. 3,9 7,6 - - - - 7,6 - - 2,5
5 Palang depan at 1,0 1,9 - - - - 1,9 - - 0,6
6 Papan dasar 0,5 0,9 - - - 2,3 - - - 0,3
7 Top atas 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3
8 Klos variasi 1,9 3,8 - - - - 3,8 - 4,9 1,2
9 Penguat top 1,0 1,9 - - - - - - - 0,6
10 Klos ppn bwh 1,0 1,9 - - - - - - - 0,6 Sumber: Data diolah, 2007
4. Kursi
Tabel 4.14 Waktu standar komponen produk kursi
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
IV-67
1 Plg sandaran atas 0,5 0,9 - - 3,3 - 1,0 - 1,2 0,3
2 Kisi-kisi sandaran 3,4 6,6 - - - - 6,7 - - 2,2
3 Plg sandaran bawah 0,5 0,9 - - 3,3 - 1,0 - 1,2 0,3
4 Plg dudukan dpn 0,5 0,9 - - - - 1,0 - 1,2 0,3
5 Plg dudukan dpn 1,0 1,9 - - - - 1,9 - - 0,6
6 Kaki belakang kr/kn 1,0 1,9 - - 4,7 - - 3,6 2,4 0,6
7 Kaki depan kr/kn 1,0 1,9 - - 2,8 - - 0,9 2,4 0,6
8 Plg kaki samping kn 0,5 0,9 - - - - 1,0 - 1,2 0,3
9 Penyangga tanganan 0,5 0,9 - - 0,9 - - - 1,2 0,3
10 Tanganan kr/kanan 1,0 1,9 - - 0,9 - - 0,9 2,4 0,6
11 Klos sudut depan 0,5 0,9 - - - - - 1,3 1,2 0,3
12 Klos sudut bkg 0,5 0,9 - - - - - 1,3 1,2 0,3
13 Rangka jok depan 0,5 0,9 - - 1,9 - - - 1,2 0,3
14 Rangka jok bkg 0,5 0,9 - - 0,5 - - - 1,2 0,3 Sumber: Data diolah, 2007
5. Bed (tempat tidur)
Tabel 4.15 Waktu standar komponen produk tempat tidur
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Head board
1 Pl top atas 0,5 0,9 0,6 - - - - 1,8 - 0,3
2 Kaki atas 1,0 1,9 1,1 - 0,9 - - 5,3 - 0,6
3 Palang atas 0,5 0,9 0,6 - - - 1,0 8,4 - 0,3
4 Palang bawah 0,5 0,9 0,6 - - - 1,0 8,4 - 0,3
5 Kisi-kisi pjg 18,5 36,0 21,4 - 35,9 - - - - 11,7
6 Klos variasi 1,0 1,9 2,3 - 0,9 - - 0,9 2,4 0,6
Foot board - - - - - - - - -
7 Ppl top atas 0,5 0,9 0,6 - - - - 1,8 - 0,3
8 Kaki bawah 1,0 1,9 1,1 - 0,9 - - 5,3 - 0,6
9 Palang atas 0,5 0,9 0,6 - - - 1,0 8,4 - 0,3
10 Palang bawah 0,5 0,9 0,6 - - - 1,0 8,4 - 0,3 11 Kisi-kisi pdk 18,5 36,0 21,4 - 35,9 - - - - 11,7
12 Klos variasi 1,0 1,9 2,3 - 0,9 - - 0,9 2,4 0,6
Side rails & Croos bar - - - - - - - - -
13 Palang ( antol ) 1,0 1,9 1,1 - - - - - - 0,6 14 Klos antol 1,0 1,9 1,1 - - 10,3 - 5,3 - 0,6
IV-68
15 Galar 1,5 2,8 1,7 - - - - - - 0,9 16 Galar 2,9 5,7 3,4 - 2,8 - - 8,0 - 1,9 17 Kaki tengah 1,9 3,8 2,3 - - - 1,9 - - 1,2
Sumber: Data diolah, 2007
6. Devider Leafs (selambu)
Tabel 4.16 Waktu standar komponen produk selambu
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Frame tepi 4,9 9,5 - - 18,9 - - 8,9 12,2 3,1
2 Palang atas/ bwh 4,9 9,5 - - 37,8 - 9,5 - - 3,1
3 Palang tengah 4,9 9,5 - - 37,8 - 9,5 - - 3,1
4 Kisi-kisi atas/ bwh 38,9 75,8 90,2 - - - - - - 24,7
5 Panel tengah 2,4 4,7 - - - - - - - 1,5 Sumber: Data diolah, 2007
7. Dresser Mirror
Tabel 4.17 Waktu standar komponen produk mirror
STASIUN KERJA (menit) NO NAMA PART
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Top 0,5 0,9 2,3 - - - - 1,3 - 0,3
2 Frame panjang 1,0 1,9 4,5 - 2,8 - 1,9 - - 0,6
3 Frame pendek r/l 1,0 1,9 4,5 - 3,8 - - 0,9 - 0,6
4 Klos penyg. Blk 1,0 1,9 2,3 - - - - 0,9 2,4 0,6
5 Corbil 1,0 1,9 2,3 - - - - 0,9 2,4 0,6
6 Papan belakang 0,5 0,9 - - - - - - - 0,3 Sumber: Data diolah, 2007
4.4 ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI AWAL
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat keseimbangan
lintasan produksi berdasarkan besar tingkat efisiensinya. Langkah-langkah
analisis terhadap keseimbangan lintasan awal yaitu:
e. Penentuan beban tiap mesin pada setiap stasiun kerja
Penentuan beban tiap mesin pada tiap stasiun kerja di dasarkan pada waktu
standar dan jumlah produk.
Contoh: Produk Morris end table berjumlah 9 unit maka beban kerja pada tiap
stasiun kerja adalah:
Waktu sandart 1 unit produk meja di stasiun kerja 1 = 13 menit maka,
Beban kerja 9 unit produk meja di stasiun kerja 1 = 13 menit x 9 unit
= 177 menit
IV-69
Berdasarkan perhitungan yang sama didapatkan Tabel 4.4 berikut yang
merupakan data beban kerja tiap produk pada tiap stasiun kerja selama periode
juli-september 2006, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran L5.
Tabel 4.18 Data beban kerja periode juli-september 2006
STASIUN KERJA KE- (menit) NO NAMA PRODUCT JML
1 2 3 4 5 6 7 10
1 MORRIS END TABLE 9 117,0 226,8 0,0 … … … … 75,6
2 MORRIS COFFEE TABLE 6 81,7 103,5 0,0 … … … … 51,83
3 MULE CHEST 9 275,6 349,5 142,0 … … … … 174,92
4 HIGH CHEST 12 367,5 466,0 189,3 … … … … 233,22
5 QUEEN FUTON FRAME 8 93,3 118,3 0,0 … … … … 59,23
6 FULL FUTON DRAWERS 18 595,0 754,4 679,6 … … … … 377,60
7 MISSION ROCKING CHAIR 10 116,7 147,9 0,0 … … … … 74,04
8 AMISH ROCKING CHAIR 8 93,3 118,3 0,0 … … … … 59,23
… … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … …
213 FULL FUTON DRAWERS 12 367,49 465,96 189,34 … … … … 233,22 TOTAL 47097,42 49541,86 28610,95 … … … … 29889,70
Sumber: Data diolah, 2007
Perhitungan beban tiap mesin pada setiap stasiun kerja menggunakan persamaan
(3-1) berikut
i
pip
i m
Pt
Tå== 1
Contoh perhitungan untuk stasiun kerja 1
149,367...6,2757,815,122
1
++++=T
42,47097= menit
96,784= jam
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sesuai tabel 4.19 sebagai
berikut:
Tabel 4.19 Jumlah mesin dan beban tiap mesin
STASIUN KERJA KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mi (unit) 1 4 2 1 3 1 1 2 1 1 Ti (jam) 784,96 206,42 238,42 186,87 165,51 278,48 289,22 179,22 344,03 498,16
Sumber: Data diolah, 2007
IV-70
Berdasarkan tabel 4.19 di atas dapat diketahui bahwa beban kerja tiap mesin yang
terbesar (Ti max ) adalah di stasiun kerja 1 yaitu 784.96 jam
f. Nilai efisiensi lintasan produksi (LE)
Pengukur performansi dari suatu lintasan didasarkan pada nilai Line Efficiency
yang dihitung dengan persamaan 3-2 berikut:
%100max.
1 xTn
Pt
LEi
pipå
==
= %10096,78410
16,498...42,23842,20696,784x
x++++
= %1006,7849
30,3171x
= 40,4 %
g. Penentuan nilai Balance Delay (D),
Balance delay sering juga disebut balancing loss, adalah ukuran ketidakefisienan
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur. Balance Delay dapat dihitung
dengan persamaan 3.4.
D = 100% - EL
= 100% - 40,4 %
= 59,6 %
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan nilai efisiensi lintasan sebesar 40,4 %
dan balance delay 59,6 %. Suatu lintasan dikatakan seimbang bila LE nilainya
100% yang artinya keseimbangannya tercapai. Kesimpulannya adalah lintasan
produksi di divisi konstruksi belum seimbang sehingga dibutuhkan suatu
perbaikan.
4.5 ALTERNATIF 1 PERUBAHAN JUMLAH MESIN
Alternatif perbaikan yang pertama adalah perubahan jumlah mesin. Kajian
ini meliputi analisis jumlah mesin terhadap beban kerja yang kemudian dilakukan
penentuan usulan jumlah mesin.
4.3.1. Analisis Jumlah Mesin Terhadap Beban Kerja.
IV-71
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah mesin yang terdapat pada
stasiun kerja tersebut disesuaikan dengan beban kerja yang harus ditanggung.
Untuk mengetahui hal itu maka perlu dihitung selisih ( )l antara beban kerja
dalam m3 kayu dengan jumlah mesin dikalikan kapasitas mesin tersebut seperti
pada persamaan (3-5) berikut.
l = ii
I
pip kmw .
1
-å=
Tabel 4.20 berikut merupakan data jumlah m3 kayu yang dikerjakan pada tiap
stasiun kerja setelah dikurangi dengan scrub selama periode juli-september 2006,
untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran L5
Tabel 4.20 Data jumlah m3 produk periode juli-september 2006
STASIUN KERJA KE- NO NAMA PRODUCT JML
1 2 3 4 5 6 7 10
1 MORRIS END TABLE 9 0,373 0,313 0,000 … … … … 0,297 2 MORRIS COFFEE TABLE 6 0,249 0,209 0,000 … … … … 0,198 3 MULE CHEST 9 1,016 0,852 0,122 … … … … 0,762 4 HIGH CHEST 12 1,354 1,136 0,163 … … … … 1,017 5 QUEEN FUTON FRAME 8 0,298 0,250 0,000 … … … … 0,236 6 FULL FUTON DRAWERS 18 3,286 2,757 0,915 … … … … 2,589 7 MISSION ROCKING CHAIR 10 0,372 0,313 0,000 … … … … 0,295 8 AMISH ROCKING CHAIR 8 0,298 0,250 0,000 … … … … 0,236 … … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … …
213 FULL FUTON DRAWERS 12 1,354 1,136 0,163 … … … … 1,017 TOTAL ( m3) 182.3 154.4 85.0 … … … … 139.1
TOTAL (m3/hari) 2.31 1.95 1.08 … … … … 1.76 Sumber: Data diolah, 2007
Adapun jumlah scrub yang dihasilkan oleh tiap stasiun kerja dapat dilihat pada
lampiran 5.
Contoh perhitungan untuk stasiun kerja 1
l = (0,297 + 0,198 + 0,762 + ... + 1,017) – (1 x 1.25)
= (182.3 m3/3 bulan) – (1.25 m3/hari)
= 2,31m3/hari – 1,25 m3/hari
= 1,06 m3/hari
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sesuai tabel 4.21 sebagai
berikut:
Tabel 4.21 selisih beban kerja dan kapasitas mesin
IV-72
STASIUN KERJA KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 l (m3/hari) 1.06 -3.45 -0.72 -0.58 -1.54 -0.15 -0.60 -0.79 -1.01 -0.24
Sumber: Data diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui bahwa stasiun kerja 2, 3, 4, 5, 6,7, 8 dan 9
memiliki nilai 0<l maka jumlah mesin pada stasiun kerja tersebut perlu
dikurangi. Stasiun kerja 1 memiliki nilai 0>l maka jumlah mesin pada stasiun
kerja tersebut perlu ditambah.
4.3.2. Penentuan Usulan Jumlah Mesin
Penentuan jumlah mesin pada stasiun kerja dapat ditentukan dengan
persamaan 3-6 sebagai berikut.
i
I
pip
i k
w
må== 1'
Contoh perhitungan untuk stasiun kerja 1
m1 = 25,1
017,1...762,0198,0297,0 ++++
= harimbulanm
/25,13/4,182
3
3
= harimharim
/25,1/31,2
3
3
= 1,85 unit
= 2 unit.
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sesuai tabel 4.22 sebagai
berikut:
Tabel 4.22 Penentuan jumlah mesin usulan
STASIUN KERJA KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 mj (unit) 1.85 1.45 1.20 0.35 1.19 0.83 0.29 1.17 0.19 0.88 mj (unit) 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1
Sumber: Data diolah, 2007
4.3.3. Penjadwalan Produksi Kriteria Minimasi WIP
IV-73
Pada penelitian ini aturan prioritas digunakan untuk meminimasi work-in-process
(WIP) pada divisi konstruksi. Penjadwalan produksi dilakukan setiap hari atau
time tabligh adalah harian. Penjadwalan dimulai dengan t = 0 untuk hari senin
tanggal 1 Agustus 2006.
Data-data yang diperlukan untuk penjadwalan produksi sebagai berikut:
§ Data part yang akan dijadwalkan yaitu job yang masuk di divisi konstruksi
pada tanggal 31 Juli 2006 dapat dilihat pada tabel 4.23 berikut.
IV-16
Tabel 4.10 Data job yang masuk di divisi konstruksi tanggal 31 Juli 2006
OPERASI KE- KODE JOB
NAMA JOB
M3 NO
PART NAMA PART 1 2 3 4 5 6 7
LA080701KO- BASE KOTAK 0,7191 Part 1 DIN. SAMP. KN/KR 2,4/1 3,1/2 17,1/6 2,2/8 3,1/10 12R RD12 X 12 X 12 Part 2 PAPAN ATAS 1,2/1 1,5/2 5,6/3 1,5/10 Part 3 PAPAN BAWAH 1,2/1 1,5/2 4,2/3 1,5/10 Part 4 PALANG DPN /BLK 2,4/1 3,1/2 5,7/6 4,4/8 3,1/10 Part 5 PAPAN ANGSANG 3,6/1 4,6/2 5/8 4,6/10 Part 6 LIS DEPAN 1,2/1 1,5/2 6,1/9 5,6/3 4,4/8 1,5/10 Part 7 LIS SAMPING 2,4/1 3,1/2 12,2/9 11,3/3 8,9/8 3,1/10 Part 8 KLOS ANGSANG 7,3/1 9,2/2 16,7/8 9,3/10 Part 9 KAKI DEPAN 1,2/1 1,5/2 6,1/9 2,4/5 4,4/8 1,5/10 Part 10 KAKI SAMP. 2,4/1 3,1/2 12,2/9 4,7/5 2,2/8 3,1/10 Part 11 KAKI BLK 1,2/1 1,5/2 4,8/7 1,5/10 Part 12 FRAME PINTU PJG 4,9/1 6,2/2 23,6/5 11,4/6 4,4/8 6,2/10 Part 13 FRAME PINTU PDK 4,9/1 6,2/2 19/7 6,2/10 Part 14 KREPYAK ATAS 2,4/1 3,1/2 5,6/3 12,2/9 3,1/10 Part 15 KREPYAK 26,7/1 33,9/2 62/3 133,7/9 33,9/10 Part 16 PLG DPN ANGSANG 3,6/1 4,6/2 5/8 4,6/10 Part 17 DINDING PANEL BLK 7,3/1 9,2/2 9,3/10 Part 18 SEKAT BLK vertical 3,6/1 4,6/2 4,6/10 Part 19 SEKAT BLK horisontal 2,4/1 3,1/2 3,1/10 NR 005 C GENTLEMEN'S 0,847 Part 20 KAKI SAMPING 9,7/1 12,3/2 37,8/5 17,8/8 22,8/6 45,1/3 12,3/10 CHEST Part 21 PALANG ATAS 4,9/1 6,2/2 19/7 11,4/6 5,6/3 6,2/10 Part 22 PALANG BAWAH 4,9/1 6,2/2 19/7 11,4/6 6,2/10 Part 23 PL ATAS DPN/BLK 4,9/1 6,2/2 19/7 22,8/4 5,6/5 4,4/8 6,2/10 Part 24 PL BAWAH DPN/BLK 4,9/1 6,2/2 19/7 11,4/6 6,2/10 Part 25 PANIL SAMPING 4,9/1 6,2/2 6,2/10
IV-17
Lanjutan tabel 4.10.
OPERASI KE- KODE JOB
NAMA JOB
M3 NO
PART NAMA PART 1 2 3 4 5 6 7
Part 26 PANIL TOP 2,4/1 3,1/2 22,8/6 3,1/10 Part 27 SEKAT TGK LACI ATS 2,4/1 3,1/2 4,7/5 3,1/10 Part 28 SEKAT GDK 2,4/1 3,1/2 5,7/6 3,1/10 Part 29 PL BAWAH LACI 9,7/1 12,3/2 18,9/5 12,3/10 Part 30 KLOS LACI 19,4/1 24,7/2 18,9/5 8,9/8 24,7/10 Part 31 PLG PENGUAT BWH DEPAN 2,4/1 3,1/2 3,1/10 Part 32 PP MUKA LACI 4,9/1 6,2/2 13/4 4,4/8 11,4/6 6,2/10 Part 33 PP SAMPING LACI 9,7/1 12,3/2 52/4 22,8/6 12,3/10
Part 34 PP BLK LACI 4,9/1 6,2/2 26/4 11,4/6 6,2/10 Part 35 DASAR LACI 4,9/1 6,2/2 6,2/10 Part 36 PP MUKA LACI 7,3/1 9,2/2 19,5/4 13,3/8 17,1/6 9,3/10 Part 37 PP SAMPING LACI 14,6/1 18,5/2 78/4 34,2/6 18,5/10 Part 38 PP BLK LACI 7,3/1 9,2/2 39/4 17,1/6 9,3/10 Part 39 DASAR LACI 7,3/1 9,2/2 9,3/10 Part 40 HANDLE 19,4/1 24,7/2 22,5/3 24,7/10 SI080701GE-TP SILLA 0,2955 Part 41 PALANG SANDARAN ATAS 2,4/1 3,1/2 12,2/9 9,5/7 16,5/5 3,1/10 GENOVA Part 42 KISI-KISI SANDARAN 17/1 21,6/2 66,6/7 21,6/10 Part 43 PALANG SANDARAN BAWAH 2,4/1 3,1/2 12,2/9 9,5/7 16,5/5 3,1/10 Part 44 PALANG DUDUKAN DEPAN 2,4/1 3,1/2 12,2/9 9,5/7 3,1/10 Part 45 PALANG DUDUKAN DEPAN 4,9/1 6,2/2 19/7 6,2/10 Part 46 KAKI BLKNG KIRI/KANAN 4,9/1 6,2/2 24,3/9 23,6/5 17,8/8 6,2/10 Part 47 KAKI DEPAN KIRI/KANAN 4,9/1 6,2/2 24,3/9 14,2/5 4,4/8 6,2/10 Part 48 PLG KAKI SAMPING KANAN 2,4/1 3,1/2 12,2/9 9,5/7 3,1/10 Part 49 PENYANGGA TANGANAN 2,4/1 3,1/2 12,2/9 4,7/5 3,1/10 Part 50 TANGANAN KIRI/KANAN 4,9/1 6,2/2 24,3/9 4,7/5 4,4/8 6,2/10
IV-18
Lanjutan tabel 4.10.
OPERASI KE- KODE JOB
NAMA JOB
M3 NO
PART NAMA PART 1 2 3 4 5 6 7
Part 51 KLOS SUDUT DEPAN 2,4/1 3,1/2 12,2/9 6,7/8 3,1/10 Part 52 KLOS SUDUT BELAKANG 2,4/1 3,1/2 12,2/9 6,7/8 3,1/10 Part 53 RANGKA JOK DEPAN 2,4/1 3,1/2 12,2/9 9,4/5 3,1/10 Part 54 RANGKA JOK BELAKANG 2,4/1 3,1/2 12,2/9 2,4/5 3,1/10
PM080701TA PIE DE 0,4944 Part 55 PALANG SAMP. AT 7,3/1 9,2/2 28,5/7 28,3/5 9,3/10 MESA TARIFA Part 56 PALANG SAMP.BWH 7,3/1 9,2/2 28,5/7 28,3/5 9,3/10 Part 57 KISI-KISI SAMP. 29,2/1 37/2 114,1/7 37/10 Part 58 KAKI 14,6/1 18,5/2 70,8/5 20/8 18,5/10 Part 59 PALANG DEPAN AT 7,3/1 9,2/2 28,5/7 9,3/10 Part 60 PAPAN DASAR 3,6/1 4,6/2 34,2/6 4,6/10 Part 61 KLOS PPN BWH 7,3/1 9,2/2 9,3/10 Part 62 TOP ATAS 3,6/1 4,6/2 4,6/10 Part 63 PENGUAT TOP 7,3/1 9,2/2 9,3/10 Part 64 KLOS VARIASI 14,6/1 18,5/2 72,9/9 57,1/7 18,5/10 GG 003 HB QUEEN 1,1749 Part 65 PL TOP ATAS 2,4,/1 3,1/2 20,0/8 2,8/3 3,1/10 MACKINTOSH Part 66 KAKI ATAS 4,9/1 6,2/2 4,7/5 10,0/8 5,6/3 6,2/10 BED Part 67 PALANG ATAS 2,4,/1 3,1/2 9,5/7 2,8/3 75,0/8 3,1/10 Part 68 PALANG BAWAH 2,4,/1 3,1/2 9,5/7 2,8/3 75,0/8 3,1/10 Part 69 KISI-KISI PJG 92,4/1 117,1/2 179,5/5 107,1/3 117,2/10 Part 70 KLOS VARIASI 4,9/1 6,2/2 24,3/9 4,7/5 2,5/8 5,6/3 6,2/10 Part 71 PL TOP ATAS 2,4,/1 3,1/2 15,0/8 2,8/3 3,1/10 Part 72 KAKI BAWAH 4,9/1 6,2/2 4,7/5 10,0/8 5,6/3 6,2/10
Part 73 PALANG ATAS 2,4,/1 3,1/2 9,5/7 2,8/3 10,0/8 3,1/10
IV-19
Lanjutan tabel 4.10.
OPERASI KE- KODE JOB
NAMA JOB
M3 NO
PART NAMA PART 1 2 3 4 5 6 7
Part 74 PALANG BAWAH 2,4,/1 3,1/2 9,5/7 2,8/3 10,0/8 3,1/10 Part 75 KISI-KISI PDK 92,4/1 117,1/2 179,5/5 107,1/3 117,2/10 Part 76 KLOS VARIASI 4,9/1 6,2/2 24,3/9 4,7/5 2,5/8 5,6/3 6,2/10 Part 77 PALANG ( ANTOL ) 4,9/1 6,2/2 5,6/3 6,2/10 Part 78 KLOS ANTOL 4,9/1 6,2/2 102,5/6 15,0/8 5,6/3 6,2/10 Part 79 GALAR 7,3/1 9,2/2 8,5/3 9,3/10 Part 80 GALAR 14,6/1 18,5/2 14,2/5 2,5/8 16,9/3 18,5/10
Keterangan matrik routing pengerjaan:
Contoh: Untuk matrik routing pengerjaan 2,4/1 maksudnya adalah:
2,4 adalah waktu proses pengerjaan.
1 adalah Proses produksi di stasiun kerja
I-1
a. Penjawalan Produksi Divisi Konstruksi
Penjadwalan dilakukan t = 0 untuk hari senin tanggal 1 Agustus 2006.
a. Stasiun Kerja 1
Langkah-langkah penjadwalan pada stasiun kerja 1adalah
· Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
1 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.24 Part yang dikerjakan di SK 1
k Part O aip k Part O aip k Part O aip
1 Part 1 1 2,4 28 Part 28 1 2,4 55 Part 55 1 7,3 2 Part 2 1 1,2 29 Part 29 1 9,7 56 Part 56 1 7,3 3 Part 3 1 1,2 30 Part 30 1 19,4 57 Part 57 1 29,2 4 Part 4 1 2,4 31 Part 31 1 2,4 58 Part 58 1 14,6 5 Part 5 1 3,6 32 Part 32 1 4,9 59 Part 59 1 7,3 6 Part 6 1 1,2 33 Part 33 1 9,7 60 Part 60 1 3,6 7 Part 7 1 2,4 34 Part 34 1 4,9 61 Part 61 1 7,3 8 Part 8 1 7,3 35 Part 35 1 4,9 62 Part 62 1 3,6 9 Part 9 1 1,2 36 Part 36 1 7,3 63 Part 63 1 7,3 10 Part 10 1 2,4 37 Part 37 1 14,6 64 Part 64 1 14,6 11 Part 11 1 1,2 38 Part 38 1 7,3 65 Part 65 1 2,4 12 Part 12 1 4,9 39 Part 39 1 7,3 66 Part 66 1 4,9 13 Part 13 1 4,9 40 Part 40 1 19,4 67 Part 67 1 2,4 14 Part 14 1 2,4 41 Part 41 1 2,4 68 Part 68 1 2,4 15 Part 15 1 26,7 42 Part 42 1 17 69 Part 69 1 92,4 16 Part 16 1 3,6 43 Part 43 1 2,4 70 Part 70 1 4,9 17 Part 17 1 7,3 44 Part 44 1 2,4 71 Part 71 1 2,4 18 Part 18 1 3,6 45 Part 45 1 4,9 72 Part 72 1 4,9 19 Part 19 1 2,4 46 Part 46 1 4,9 73 Part 73 1 2,4 20 Part 20 1 9,7 47 Part 47 1 4,9 74 Part 74 1 2,4 21 Part 21 1 4,9 48 Part 48 1 2,4 75 Part 75 1 92,4 22 Part 22 1 4,9 49 Part 49 1 2,4 76 Part 76 1 4,9 23 Part 23 1 4,9 50 Part 50 1 4,9 77 Part 77 1 4,9 24 Part 24 1 4,9 51 Part 51 1 2,4 78 Part 78 1 4,9 25 Part 25 1 4,9 52 Part 52 1 2,4 79 Part 79 1 7,3 26 Part 26 1 2,4 53 Part 53 1 2,4 80 Part 80 1 14,6 27 Part 27 1 2,4 54 Part 54 1 2,4 81 Part 81 1 9,7
Sumber: Data diolah, 2007
· Langkah 2:
Urutkan part tersebut berdasarkan aip tercepat, Jika aip tercepat > 1, urutkan
secara random.
I-2
Tabel 4.25 Urutan part dengan aip tercepat di SK 1
k Part O aip k Part O aip k Part O aip
1 Part 6 1 1,2 28 Part 4 1 2,4 55 Part 24 1 4,9 2 Part 9 1 1,2 29 Part 14 1 2,4 56 Part 8 1 7,3 3 Part 2 1 1,2 30 Part 19 1 2,4 57 Part 59 1 7,3 4 Part 11 1 1,2 31 Part 62 1 3,6 58 Part 39 1 7,3 5 Part 3 1 1,2 32 Part 18 1 3,6 59 Part 61 1 7,3 6 Part 31 1 2,4 33 Part 5 1 3,6 60 Part 79 1 7,3 7 Part 48 1 2,4 34 Part 60 1 3,6 61 Part 55 1 7,3 8 Part 67 1 2,4 35 Part 16 1 3,6 62 Part 36 1 7,3 9 Part 74 1 2,4 36 Part 34 1 4,9 63 Part 56 1 7,3 10 Part 52 1 2,4 37 Part 77 1 4,9 64 Part 38 1 7,3 11 Part 49 1 2,4 38 Part 76 1 4,9 65 Part 17 1 7,3 12 Part 68 1 2,4 39 Part 13 1 4,9 66 Part 63 1 7,3 13 Part 71 1 2,4 40 Part 35 1 4,9 67 Part 33 1 9,7 14 Part 7 1 2,4 41 Part 78 1 4,9 68 Part 20 1 9,7 15 Part 73 1 2,4 42 Part 47 1 4,9 69 Part 81 1 9,7 16 Part 51 1 2,4 43 Part 70 1 4,9 70 Part 29 1 9,7 17 Part 1 1 2,4 44 Part 21 1 4,9 71 Part 58 1 14,6 18 Part 28 1 2,4 45 Part 45 1 4,9 72 Part 64 1 14,6 19 Part 27 1 2,4 46 Part 46 1 4,9 73 Part 80 1 14,6 20 Part 65 1 2,4 47 Part 12 1 4,9 74 Part 37 1 14,6 21 Part 43 1 2,4 48 Part 22 1 4,9 75 Part 42 1 17 22 Part 44 1 2,4 49 Part 23 1 4,9 76 Part 40 1 19,4 23 Part 10 1 2,4 50 Part 66 1 4,9 77 Part 30 1 19,4 24 Part 54 1 2,4 51 Part 32 1 4,9 78 Part 15 1 26,7 25 Part 53 1 2,4 52 Part 72 1 4,9 79 Part 57 1 29,2 26 Part 41 1 2,4 53 Part 50 1 4,9 80 Part 75 1 92,4 27 Part 26 1 2,4 54 Part 25 1 4,9 81 Part 69 1 92,4
Sumber: Data diolah, 2007
· Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = iR = 0
611c = 0 + aip
= 0 + 1,2
= 1,2 menit
Untuk urutan kedua (k = 2)
iacr )12(911 -=
611911 cr = = 1,2 menit
911c = 1,2 + aip
I-3
= 1,2 + 1,2
= 2,4
Berdasarkan perhitungan yang sama seperti didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.26 Release time dan completion time part di stasiun kerja 1
k Part O aip akir akic k Part O aip akir akic
1 Part 6 1 1,2 0,0 1,2 42 Part 47 1 4,9 113,4 118,3 2 Part 9 1 1,2 1,2 2,4 43 Part 70 1 4,9 118,3 123,2 3 Part 2 1 1,2 2,4 3,6 44 Part 21 1 4,9 123,2 128,1 4 Part 11 1 1,2 3,6 4,8 45 Part 45 1 4,9 128,1 133,0 5 Part 3 1 1,2 4,8 6,0 46 Part 46 1 4,9 133,0 137,9 6 Part 31 1 2,4 6,0 8,4 47 Part 12 1 4,9 137,9 142,8 7 Part 48 1 2,4 8,4 10,8 48 Part 22 1 4,9 142,8 147,7 8 Part 67 1 2,4 10,8 13,2 49 Part 23 1 4,9 147,7 152,6 9 Part 74 1 2,4 13,2 15,6 50 Part 66 1 4,9 152,6 157,5
10 Part 52 1 2,4 15,6 18,0 51 Part 32 1 4,9 157,5 162,4 11 Part 49 1 2,4 18,0 20,4 52 Part 72 1 4,9 162,4 167,3 12 Part 68 1 2,4 20,4 22,8 53 Part 50 1 4,9 167,3 172,2 13 Part 71 1 2,4 22,8 25,2 54 Part 25 1 4,9 172,2 177,1 14 Part 7 1 2,4 25,2 27,6 55 Part 24 1 4,9 177,1 182,0 15 Part 73 1 2,4 27,6 30,0 56 Part 8 1 7,3 182,0 189,3 16 Part 51 1 2,4 30,0 32,4 57 Part 59 1 7,3 189,3 196,6 17 Part 1 1 2,4 32,4 34,8 58 Part 39 1 7,3 196,6 203,9 18 Part 28 1 2,4 34,8 37,2 59 Part 61 1 7,3 203,9 211,2 19 Part 27 1 2,4 37,2 39,6 60 Part 79 1 7,3 211,2 218,5 20 Part 65 1 2,4 39,6 42,0 61 Part 55 1 7,3 218,5 225,8 21 Part 43 1 2,4 42,0 44,4 62 Part 36 1 7,3 225,8 233,1 22 Part 44 1 2,4 44,4 46,8 63 Part 56 1 7,3 233,1 240,4 23 Part 10 1 2,4 46,8 49,2 64 Part 38 1 7,3 240,4 247,7 24 Part 54 1 2,4 49,2 51,6 65 Part 17 1 7,3 247,7 255,0 25 Part 53 1 2,4 51,6 54,0 66 Part 63 1 7,3 255,0 262,3 26 Part 41 1 2,4 54,0 56,4 67 Part 33 1 9,7 262,3 272,0 27 Part 26 1 2,4 56,4 58,8 68 Part 20 1 9,7 272,0 281,7 28 Part 4 1 2,4 58,8 61,2 69 Part 81 1 9,7 281,7 291,4 29 Part 14 1 2,4 61,2 63,6 70 Part 29 1 9,7 291,4 301,1 30 Part 19 1 2,4 63,6 66,0 71 Part 58 1 14,6 301,1 315,7 31 Part 62 1 3,6 66,0 69,6 72 Part 64 1 14,6 315,7 330,3 32 Part 18 1 3,6 69,6 73,2 73 Part 80 1 14,6 330,3 344,9 33 Part 5 1 3,6 73,2 76,8 74 Part 37 1 14,6 344,9 359,5 34 Part 60 1 3,6 76,8 80,4 75 Part 42 1 17 359,5 376,5 35 Part 16 1 3,6 80,4 84,0 76 Part 40 1 19,4 376,5 395,9 36 Part 34 1 4,9 84,0 88,9 77 Part 30 1 19,4 395,9 415,3 37 Part 77 1 4,9 88,9 93,8 78 Part 15 1 26,7 415,3 442,0 38 Part 76 1 4,9 93,8 98,7 79 Part 57 1 29,2 442,0 471,2 39 Part 13 1 4,9 98,7 103,6 80 Part 75 1 92,4 471,2 563,6 40 Part 35 1 4,9 103,6 108,5 81 Part 69 1 92,4 563,6 656,0 41 Part 78 1 4,9 108,5 113,4
Sumber: Data diolah, 2007
I-4
2. Stasiun Kerja 2
Langkah-langkah penjadwalan pada stasiun kerja 2 adalah
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
2 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.27 Part yang dikerjakan di SK 2
k Part O aip k Part O aip k Part O aip
1 Part 1 2 3,1 28 Part 28 2 3,1 55 Part 55 2 9,2 2 Part 2 2 1,5 29 Part 29 2 12,3 56 Part 56 2 9,2 3 Part 3 2 1,5 30 Part 30 2 24,7 57 Part 57 2 37 4 Part 4 2 3,1 31 Part 31 2 3,1 58 Part 58 2 18,5 5 Part 5 2 4,6 32 Part 32 2 6,2 59 Part 59 2 9,2 6 Part 6 2 1,5 33 Part 33 2 12,3 60 Part 60 2 4,6 7 Part 7 2 3,1 34 Part 34 2 6,2 61 Part 61 2 9,2 8 Part 8 2 9,2 35 Part 35 2 6,2 62 Part 62 2 4,6 9 Part 9 2 1,5 36 Part 36 2 9,2 63 Part 63 2 9,2 10 Part 10 2 3,1 37 Part 37 2 18,5 64 Part 64 2 18,5 11 Part 11 2 1,5 38 Part 38 2 9,2 65 Part 65 2 3,1 12 Part 12 2 6,2 39 Part 39 2 9,2 66 Part 66 2 6,2 13 Part 13 2 6,2 40 Part 40 2 24,7 67 Part 67 2 3,1 14 Part 14 2 3,1 41 Part 41 2 3,1 68 Part 68 2 3,1 15 Part 15 2 33,9 42 Part 42 2 21,6 69 Part 69 2 117 16 Part 16 2 4,6 43 Part 43 2 3,1 70 Part 70 2 6,2 17 Part 17 2 9,2 44 Part 44 2 3,1 71 Part 71 2 3,1 18 Part 18 2 4,6 45 Part 45 2 6,2 72 Part 72 2 6,2 19 Part 19 2 3,1 46 Part 46 2 6,2 73 Part 73 2 3,1 20 Part 20 2 12,3 47 Part 47 2 6,2 74 Part 74 2 3,1 21 Part 21 2 6,2 48 Part 48 2 3,1 75 Part 75 2 117 22 Part 22 2 6,2 49 Part 49 2 3,1 76 Part 76 2 6,2 23 Part 23 2 6,2 50 Part 50 2 6,2 77 Part 77 2 6,2 24 Part 24 2 6,2 51 Part 51 2 3,1 78 Part 78 2 6,2 25 Part 25 2 6,2 52 Part 52 2 3,1 79 Part 79 2 9,2 26 Part 26 2 3,1 53 Part 53 2 3,1 80 Part 80 2 18,5 27 Part 27 2 3,1 54 Part 54 2 3,1 81 Part 81 2 12,3
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a dengan )1( -iakc tercepat di stasiun kerja (i-1) Jika )1( -iakc tercepat >
1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip tercepat > 1, urutkan secara
random.
Part a dengan )1( -iakc tercepat di stasiun kerja (i-1) yang pertama adalah part 6
dengan )1( -iakc = 1,2 menit.
I-5
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = )1( -iakc
922r = 611c
= 1,2 menit
922c = )1( -iakc + aip
= 1,2+ 5,5
= 2,7 menit
Untuk urutan kedua (k = 2)
Part a dengan )1( -iakc tercepat di stasiun kerja (i-1) yang kedua adalah part 9
dengan )1( -iakc = 8,8 menit
akir = ikac )1( -
iacr )12(922 -=
612922 cr =
= 2,7 menit
922c = 2,7 + aip
= 4,4 + 1,5
= 4,2 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama seperti urutan kedua maka didapatkan
hasil sebagai berikut :
I-6
Tabel 4.28 Release time dan completion time part di stasiun kerja 2
k Part O aip akir akic k Part O aip akir akic
1 Part 6 2 1,5 1,2 2,7 42 Part 21 2 6,2 146,4 152,6 2 Part 9 2 1,5 2,7 4,2 43 Part 46 2 6,2 152,6 158,8 3 Part 2 2 1,5 4,2 5,7 44 Part 12 2 6,2 158,8 165,0 4 Part 11 2 1,5 5,7 7,2 45 Part 66 2 6,2 165,0 171,2 5 Part 3 2 1,5 7,2 8,7 46 Part 45 2 6,2 171,2 177,4 6 Part 31 2 3,1 8,7 11,8 47 Part 25 2 6,2 177,4 183,6 7 Part 48 2 3,1 11,8 14,9 48 Part 32 2 6,2 183,6 189,8 8 Part 67 2 3,1 14,9 18,0 49 Part 78 2 6,2 189,8 196,0 9 Part 74 2 3,1 18,0 21,1 50 Part 24 2 6,2 196,0 202,2 10 Part 52 2 3,1 21,1 24,2 51 Part 23 2 6,2 202,2 208,4 11 Part 49 2 3,1 24,2 27,3 52 Part 22 2 6,2 208,4 214,6 12 Part 71 2 3,1 27,3 30,4 53 Part 50 2 6,2 214,6 220,8 13 Part 7 2 3,1 30,4 33,5 54 Part 72 2 6,2 220,8 227,0 14 Part 68 2 3,1 33,5 36,6 55 Part 34 2 6,2 227,0 233,2 15 Part 73 2 3,1 36,6 39,7 56 Part 36 2 9,2 233,2 242,4 16 Part 27 2 3,1 39,7 42,8 57 Part 8 2 9,2 242,4 251,6 17 Part 28 2 3,1 42,8 45,9 58 Part 61 2 9,2 251,6 260,8 18 Part 65 2 3,1 45,9 49,0 59 Part 59 2 9,2 260,8 270,0 19 Part 44 2 3,1 49,0 52,1 60 Part 39 2 9,2 270,0 279,2 20 Part 54 2 3,1 52,1 55,2 61 Part 56 2 9,2 279,2 288,4 21 Part 1 2 3,1 55,2 58,3 62 Part 79 2 9,2 288,4 297,6 22 Part 51 2 3,1 58,3 61,4 63 Part 55 2 9,2 297,6 306,8 23 Part 53 2 3,1 61,4 64,5 64 Part 17 2 9,2 306,8 316,0 24 Part 43 2 3,1 64,5 67,6 65 Part 38 2 9,2 316,0 325,2 25 Part 26 2 3,1 67,6 70,7 66 Part 63 2 9,2 325,2 334,4 26 Part 10 2 3,1 70,7 73,8 67 Part 29 2 12,3 334,4 346,7 27 Part 19 2 3,1 73,8 76,9 68 Part 20 2 12,3 346,7 359,0 28 Part 14 2 3,1 76,9 80,0 69 Part 33 2 12,3 359,0 371,3 29 Part 4 2 3,1 80,0 83,1 70 Part 81 2 12,3 371,3 383,6 30 Part 41 2 3,1 83,1 86,2 71 Part 80 2 18,5 383,6 402,1 31 Part 60 2 4,6 86,2 90,8 72 Part 58 2 18,5 402,1 420,6 32 Part 5 2 4,6 90,8 95,4 73 Part 64 2 18,5 420,6 439,1 33 Part 16 2 4,6 95,4 100,0 74 Part 37 2 18,5 439,1 457,6 34 Part 18 2 4,6 100,0 104,6 75 Part 42 2 21,6 457,6 479,2 35 Part 62 2 4,6 104,6 109,2 76 Part 30 2 24,7 479,2 503,9 36 Part 13 2 6,2 109,2 115,4 77 Part 40 2 24,7 503,9 528,6 37 Part 77 2 6,2 115,4 121,6 78 Part 15 2 33,9 528,6 562,5 38 Part 76 2 6,2 121,6 127,8 79 Part 57 2 37 562,5 599,5 39 Part 35 2 6,2 127,8 134,0 80 Part 75 2 117 599,5 716,6 40 Part 47 2 6,2 134,0 140,2 81 Part 69 2 117 716,6 833,7 41 Part 70 2 6,2 140,2 146,4
Sumber: Data diolah, 2007
d. Langkah 4:
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.28 diatas, kelompokkan part tersebut
berdasarkan routing pengerjaannya pada masing-masing stasiun kerja.
I-7
3. Stasiun Kerja 3
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
3 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.29 Part yang dikerjakan di SK 3
k Part O aip
1 Part 2 3 5,6 2 Part 3 3 4,2 3 Part 14 3 5,6 4 Part 15 3 62 5 Part 40 3 22,5 6 Part 77 3 5,6 7 Part 79 3 8,5 8 Part 6 4 5,6 9 Part 7 4 11,3 10 Part 65 4 2,8 11 Part 67 4 2,8 12 Part 68 4 2,8 13 Part 69 4 107,1 14 Part 71 4 2,8 15 Part 73 4 2,8 16 Part 74 4 2,8 17 Part 75 4 107,1 18 Part 81 4 11,3 19 Part 21 5 5,6 20 Part 66 5 5,6 21 Part 72 5 5,6 22 Part 78 5 5,6 23 Part 80 5 16,9 24 Part 20 6 45,1 25 Part 70 6 5,6 26 Part 76 6 5,6
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 3, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 3 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 3 yang pertama adalah part 2
dengan waktu 20,9 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
I-8
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
213r = 23I
= 5,7 menit
213c = akir + aip
= 5,7 + 5,6
= 11,3 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.30 Release time dan completion time part di stasiun kerja 3
k Part O aip akir akic
1 Part 2 3 5,6 5,7 11,3 2 Part 3 3 4,2 11,3 15,5 3 Part 6 4 5,6 15,5 21,1 4 Part 67 4 2,8 27,5 30,3 5 Part 74 4 2,8 37,0 39,8 6 Part 68 4 2,8 46,5 49,3 7 Part 73 4 2,8 56,0 58,8 8 Part 7 4 11,3 63,7 75,0 9 Part 14 3 5,6 80,0 85,6
10 Part 77 3 5,6 121,6 127,2 11 Part 71 4 2,8 181,4 184,2 12 Part 21 5 5,6 184,2 189,8 13 Part 65 4 2,8 201,4 204,2 14 Part 66 5 5,6 211,4 217,0 15 Part 79 3 8,5 297,6 306,1 16 Part 70 6 5,6 306,1 311,7 17 Part 76 6 5,6 311,7 317,3 18 Part 72 5 5,6 323,4 329,0 19 Part 78 5 5,6 351,7 357,3 20 Part 81 4 11,3 402,6 413,9 21 Part 80 5 16,9 419,2 436,1 22 Part 20 6 45,1 495,1 540,2 23 Part 40 3 22,5 540,2 562,7 24 Part 15 3 62 562,7 624,7 25 Part 75 4 107,1 896,1 1003,2 26 Part 69 4 107,1 1075,6 1182,7
Sumber: Data diolah, 2007
4. Stasiun Kerja 4
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
4 beserta waktu prosesnya ( aip )
I-9
Tabel 4.31 Part yang dikerjakan di SK 4
k Part O aip
1 Part 32 3 13 2 Part 33 3 52 3 Part 34 3 26 4 Part 36 3 19,5 5 Part 37 3 78 6 Part 38 3 39 7 Part 23 4 22,8
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 4, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 4 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 4 yang pertama adalah part 32
dengan waktu 189,8 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
4,1,32r = 4,32I
= 189,8 menit
213c = akir + aip
= 189,8+ 13
= 202,8 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.32 Release time dan completion time part di stasiun kerja 4
k Part O aip akir akic
1 Part 32 3 13 189,8 202,8 2 Part 34 3 26 233,2 259,2 3 Part 36 3 19,5 259,2 278,7 4 Part 23 4 22,8 278,7 301,5 5 Part 38 3 39 325,2 364,2 6 Part 33 3 52 371,3 423,3 7 Part 37 3 78 457,6 535,6
Sumber: Data diolah, 2007
I-10
5. Stasiun Kerja 5
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
5 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.33 Part yang dikerjakan di SK 5
k Part O aip
1 Part 12 3 23,6 2 Part 20 3 37,8 3 Part 27 3 4,7 4 Part 29 3 18,9 5 Part 30 3 18,9 6 Part 58 3 70,8 7 Part 66 3 4,7 8 Part 69 3 179,5 9 Part 72 3 4,7 10 Part 75 3 179,5 11 Part 80 3 14,2 12 Part 9 4 2,4 13 Part 10 4 4,7 14 Part 46 4 23,6 15 Part 47 4 14,2 16 Part 49 4 4,7 17 Part 50 4 4,7 18 Part 53 4 9,4 19 Part 54 4 2,4 20 Part 55 4 28,3 21 Part 56 4 28,3 22 Part 70 4 4,7 23 Part 76 4 4,7 24 Part 23 5 5,6 25 Part 41 5 16,5 26 Part 43 5 16,5
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 5, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 5 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 5 yang pertama adalah part 9
dengan waktu 14,9 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
I-11
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
5,1,9r = 5,9I
= 14,9 menit
5,1,9c = akir + aip
= 14,9 + 2,4
= 71,3 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.34 Release time dan completion time part di stasiun kerja 5
k Part O aip akir akic
1 Part 9 4 2,4 14,9 17,3 2 Part 27 3 4,7 42,8 47,5 3 Part 49 4 4,7 51,5 56,2 4 Part 43 5 16,5 97,6 114,1 5 Part 54 4 2,4 114,1 116,5 6 Part 41 5 16,5 122,0 138,5 7 Part 10 4 4,7 138,5 143,2 8 Part 53 4 9,4 161,3 170,7 9 Part 12 3 23,6 170,7 194,3
10 Part 66 3 4,7 194,3 199,0 11 Part 46 4 23,6 199,0 222,6 12 Part 47 4 14,2 222,6 236,8 13 Part 72 3 4,7 236,8 241,5 14 Part 76 4 4,7 241,5 246,2 15 Part 70 4 4,7 258,5 263,2 16 Part 50 4 4,7 282,8 287,5 17 Part 23 5 5,6 301,5 307,1 18 Part 56 4 28,3 327,0 355,3 19 Part 29 3 18,9 355,3 374,2 20 Part 55 4 28,3 374,2 402,5 21 Part 80 3 14,2 402,5 416,7 22 Part 20 3 37,8 416,7 454,5 23 Part 58 3 70,8 454,5 525,3 24 Part 30 3 18,9 525,3 544,2 25 Part 75 3 179,5 716,6 896,1 26 Part 69 3 179,5 896,1 1075,6
Sumber: Data diolah, 2007
I-12
6. Stasiun Kerja 6
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
6 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.35 Part yang dikerjakan di SK 6
k Part O aip
1 Part 1 3 17,1 2 Part 4 3 5,7 3 Part 26 3 22,8 4 Part 28 3 5,7 5 Part 60 3 34,2 6 Part 78 3 102,5 7 Part 12 4 11,4 8 Part 21 4 11,4 9 Part 22 4 11,4 10 Part 24 4 11,4 11 Part 33 4 22,8 12 Part 34 4 11,4 13 Part 37 4 34,2 14 Part 38 4 17,1 15 Part 20 5 22,8 16 Part 32 5 11,4 17 Part 36 5 17,1
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 6, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 6 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 6 yang pertama adalah part 28
dengan waktu 45,9 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
6,1,4r = 6,28I
= 45,9 menit
I-13
6,1,4c = akir + aip
= 45,9 + 5,7
= 51,6 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.36 Release time dan completion time part di stasiun kerja 6
k Part O aip akir akic
1 Part 28 3 5,7 45,9 51,6 2 Part 1 3 17,1 58,3 75,4 3 Part 26 3 22,8 75,4 98,2 4 Part 4 3 5,7 98,2 103,9 5 Part 60 3 34,2 103,9 138,1 6 Part 21 4 11,4 171,6 183,0 7 Part 12 4 11,4 194,3 205,7 8 Part 78 3 102,5 205,7 308,2 9 Part 32 5 11,4 308,2 319,6 10 Part 24 4 11,4 319,6 331,0 11 Part 34 4 11,4 331,0 342,4 12 Part 22 4 11,4 342,4 353,8 13 Part 36 5 17,1 353,8 370,9 14 Part 38 4 17,1 370,9 388,0 15 Part 33 4 22,8 423,3 446,1 16 Part 20 5 22,8 472,3 495,1 17 Part 37 4 34,2 535,6 569,8
Sumber: Data diolah, 2007
7. Stasiun Kerja 7
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
7 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.37 Part yang dikerjakan di SK 7
k Part O aip
1 Part 11 3 4,8 2 Part 13 3 19 3 Part 21 3 19 4 Part 22 3 19 5 Part 23 3 19 6 Part 24 3 19 7 Part 42 3 66,6 8 Part 45 3 19 9 Part 55 3 28,5 10 Part 56 3 28,5 11 Part 57 3 114,1 12 Part 59 3 28,5
I-14
Lanjutan tabel 4.24,
k Part O aip
13 Part 67 3 9,5 14 Part 68 3 9,5 15 Part 73 3 9,5 16 Part 74 3 9,5 17 Part 81 3 19 18 Part 41 4 9,5 19 Part 43 4 9,5 20 Part 44 4 9,5 21 Part 48 4 9,5 22 Part 64 4 57,1
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 7, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 7 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 7 yang pertama adalah part 11
dengan waktu 7,2 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
7,1,11r = 7,11I
= 7,2 menit
7,1,11c = akir + aip
= 7,2 + 4,8
= 12 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.38 Release time dan completion time part di stasiun kerja 7
k Part O aip akir akic
1 Part 11 3 4,8 7,2 12,0 2 Part 67 3 9,5 18,0 27,5 3 Part 74 3 9,5 27,5 37,0 4 Part 68 3 9,5 37,0 46,5 5 Part 73 3 9,5 46,5 56,0 6 Part 48 4 9,5 56,0 65,5
I-15
Lanjutan tabel 4.25,
k Part O aip akir akic
7 Part 44 4 9,5 75,9 85,4 8 Part 43 4 9,5 88,1 97,6 9 Part 41 4 9,5 112,5 122,0
10 Part 13 3 19 122,0 141,0 11 Part 21 3 19 152,6 171,6 12 Part 45 3 19 177,4 196,4 13 Part 24 3 19 202,2 221,2 14 Part 23 3 19 221,2 240,2 15 Part 22 3 19 240,2 259,2 16 Part 59 3 28,5 270,0 298,5 17 Part 56 3 28,5 298,5 327,0 18 Part 55 3 28,5 327,0 355,5 19 Part 81 3 19 383,6 402,6 20 Part 42 3 66,6 479,2 545,8 21 Part 64 4 57,1 545,8 602,9 22 Part 57 3 114,1 602,9 717,0
Sumber: Data diolah, 2007
8. Stasiun Kerja 8
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
8 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.39 Part yang dikerjakan di SK 8
k Part O aip k Part O aip
1 Part 5 3 5 18 Part 80 4 2,5 2 Part 8 3 16,7 19 Part 6 5 4,4 3 Part 16 3 5 20 Part 7 5 8,9 4 Part 65 3 20 21 Part 9 5 4,4 5 Part 71 3 15 22 Part 10 5 2,2 6 Part 1 4 2,2 23 Part 12 5 4,4 7 Part 4 4 4,4 24 Part 47 5 4,4 8 Part 20 4 17,8 25 Part 46 5 17,8 9 Part 30 4 8,9 26 Part 50 5 4,4
10 Part 32 4 4,4 27 Part 67 5 75 11 Part 36 4 13,3 28 Part 68 5 75 12 Part 51 4 6,7 29 Part 70 5 2,5 13 Part 52 4 6,7 30 Part 73 5 10 14 Part 58 4 20 31 Part 74 5 10 15 Part 66 4 10 32 Part 76 5 2,5 16 Part 72 4 10 33 Part 23 6 4,4 17 Part 78 4 15
Sumber: Data diolah, 2007
I-16
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 8, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 8 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 8 yang pertama adalah part 9
dengan waktu 17,3 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
8,1,9r = 8,9I
= 17,3 menit
8,1,9c = akir + aip
= 17,3 + 4,4
= 21,7 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.40 Release time dan completion time part di stasiun kerja 8
k Part O aip akir akic k Part O aip akir akic
1 Part 9 5 4,4 17,3 21,7 18 Part 32 4 4,4 215,8 220,2 2 Part 6 5 4,4 21,7 26,1 19 Part 68 5 75 220,2 295,2 3 Part 67 5 75 30,3 105,3 20 Part 70 5 2,5 295,2 297,7 4 Part 1 4 2,2 105,3 107,5 21 Part 76 5 2,5 297,7 300,2 5 Part 4 4 4,4 107,5 111,9 22 Part 50 5 4,4 300,2 304,6 6 Part 5 3 5 111,9 116,9 23 Part 47 5 4,4 304,6 309,0 7 Part 16 3 5 116,9 121,9 24 Part 23 6 4,4 309,0 313,4 8 Part 52 4 6,7 121,9 128,6 25 Part 72 4 10 313,4 323,4 9 Part 7 5 8,9 128,6 137,5 26 Part 36 4 13,3 323,4 336,7
10 Part 73 5 10 137,5 147,5 27 Part 78 4 15 336,7 351,7 11 Part 10 5 2,2 147,5 149,7 28 Part 8 3 16,7 351,7 368,4 12 Part 51 4 6,7 149,7 156,4 29 Part 46 5 17,8 368,4 386,2 13 Part 74 5 10 156,4 166,4 30 Part 80 4 2,5 416,7 419,2 14 Part 71 3 15 166,4 181,4 31 Part 20 4 17,8 454,5 472,3 15 Part 65 3 20 181,4 201,4 32 Part 58 4 20 525,3 545,3 16 Part 66 4 10 201,4 211,4 33 Part 30 4 8,9 545,3 554,2 17 Part 12 5 4,4 211,4 215,8
Sumber: Data diolah, 2007
I-17
9. Stasiun Kerja 9
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
9 beserta waktu prosesnya ( aip )
Tabel 4.41 Part yang dikerjakan di SK 9
k Part O aip
1 Part 6 3 6,1 2 Part 7 3 12,2 3 Part 9 3 6,1 4 Part 10 3 12,2 5 Part 41 3 12,2 6 Part 43 3 12,2 7 Part 44 3 12,2 8 Part 46 3 24,3 9 Part 47 3 24,3
10 Part 48 3 12,2 11 Part 49 3 12,2 12 Part 50 3 24,3 13 Part 51 3 12,2 14 Part 52 3 12,2 15 Part 53 3 12,2 16 Part 54 3 12,2 17 Part 64 3 72,9 18 Part 70 3 24,3 19 Part 76 3 24,3 20 Part 14 4 12,2 21 Part 15 4 133,7
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 9, Jika part a yang paling
cepat masuk di stasiun kerja 9 > 1, pilih part a dengan aip tercepat. Jika aip
tercepat > 1, urutkan secara random.
part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 9 yang pertama adalah part 6
dengan waktu 2,7 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
Untuk urutan pertama (k = 1)
akir = aiI tercepat
9,1,6r = 9,6I
I-18
= 2,7 menit
9,1,6c = akir + aip
= 2,7 + 6,1
= 8,8 menit
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.42 Release time dan completion time part di stasiun kerja 9
k Part O aip akir akic
1 Part 6 3 6,1 2,7 8,8 2 Part 9 3 6,1 8,8 14,9 3 Part 48 3 12,2 14,9 27,1 4 Part 52 3 12,2 27,1 39,3 5 Part 49 3 12,2 39,3 51,5 6 Part 7 3 12,2 51,5 63,7 7 Part 44 3 12,2 63,7 75,9 8 Part 43 3 12,2 75,9 88,1 9 Part 54 3 12,2 88,1 100,3
10 Part 41 3 12,2 100,3 112,5 11 Part 10 3 12,2 112,5 124,7 12 Part 14 4 12,2 124,7 136,9 13 Part 51 3 12,2 136,9 149,1 14 Part 53 3 12,2 149,1 161,3 15 Part 46 3 24,3 161,3 185,6 16 Part 47 3 24,3 185,6 209,9 17 Part 76 3 24,3 209,9 234,2 18 Part 70 3 24,3 234,2 258,5 19 Part 50 3 24,3 258,5 282,8 20 Part 64 3 72,9 439,1 512,0 21 Part 15 4 133,7 624,7 758,4
Sumber: Data diolah, 2007
10. Stasiun Kerja 10
a. Langkah 1:
Kelompokan setiap part a yang routing pengerjaannya melewati stasiun kerja
10 beserta waktu prosesnya ( aip )
I-19
Tabel 4.43 Part yang dikerjakan di SK 10
k Part O aip k Part O aip k Part O aip
1 Part 17 3 9,3 28 Part 77 4 6,2 55 Part 81 5 12 2 Part 18 3 4,6 29 Part 79 4 9,3 56 Part 6 6 1,5 3 Part 19 3 3,1 30 Part 1 5 3,1 57 Part 7 6 3,1 4 Part 25 3 6,2 31 Part 4 5 3,1 58 Part 9 6 1,5 5 Part 31 3 3,1 32 Part 14 5 3,1 59 Part 10 6 3,1 6 Part 35 3 6,2 33 Part 15 5 34 60 Part 12 6 6,2 7 Part 39 3 9,3 34 Part 22 5 6,2 61 Part 21 6 6,2 8 Part 61 3 9,3 35 Part 30 5 25 62 Part 24 5 6,2 9 Part 62 3 4,6 36 Part 33 5 12 63 Part 32 6 6,2 10 Part 63 3 9,3 37 Part 34 5 6,2 64 Part 36 6 9,3 11 Part 2 4 1,5 38 Part 37 5 19 65 Part 41 6 3,1 12 Part 3 4 1,5 39 Part 38 5 9,3 66 Part 43 6 3,1 13 Part 5 4 4,6 40 Part 44 5 3,1 67 Part 46 6 6,2 14 Part 8 4 9,3 41 Part 48 5 3,1 68 Part 47 6 6,2 15 Part 11 4 1,5 42 Part 49 5 3,1 69 Part 50 6 6,2 16 Part 13 4 6,2 43 Part 51 5 3,1 70 Part 66 6 6,2 17 Part 16 4 4,6 44 Part 52 5 3,1 71 Part 67 6 3,1 18 Part 26 4 3,1 45 Part 53 5 3,1 72 Part 68 6 3,1 19 Part 27 4 3,1 46 Part 54 5 3,1 73 Part 72 6 6,2 20 Part 28 4 3,1 47 Part 55 5 9,3 74 Part 73 6 3,1 21 Part 29 4 12 48 Part 56 5 9,3 75 Part 74 6 3,1 22 Part 40 4 25 49 Part 58 5 19 76 Part 78 6 6,2 23 Part 42 4 22 50 Part 64 5 19 77 Part 80 6 19 24 Part 45 4 6,2 51 Part 65 5 3,1 78 Part 20 7 12 25 Part 57 4 37 52 Part 69 5 117 79 Part 23 7 6,2 26 Part 59 4 9,3 53 Part 71 5 3,1 80 Part 70 7 6,2 27 Part 60 4 4,6 54 Part 75 5 117 81 Part 76 7 6,2
Sumber: Data diolah, 2007
b. Langkah 2:
Pilih part a yang paling cepat masuk di stasiun kerja 10, Jika part a yang
paling cepat masuk di stasiun kerja 10 > 1, pilih part a dengan aip tercepat.
Jika aip tercepat > 1, urutkan secara random. part a yang paling cepat masuk
di stasiun kerja 10 yang pertama adalah part 2 dengan waktu 11,3 menit.
c. Langkah 3:
Hitung release time dan completion time part
10,1,2r = 10,2I
9,1,6c = akir + aip
= 11,3 + 1,5
= 12,8 menit
I-20
Berdasarkan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.44 Release time dan completion time part di stasiun kerja 10
k Part O aip akir akic k Part O aip akir akic
1 Part 2 4 1,5 11,3 12,8 42 Part 66 6 6,2 222,0 228,2 2 Part 11 4 1,5 12,8 14,3 43 Part 61 3 9,3 260,8 270,1 3 Part 31 3 3,1 14,3 17,4 44 Part 39 3 9,3 279,2 288,5 4 Part 3 4 1,5 17,4 18,9 45 Part 68 6 3,1 295,2 298,3 5 Part 9 6 1,5 21,7 23,2 46 Part 59 4 9,3 298,5 307,8 6 Part 6 6 1,5 26,1 27,6 47 Part 50 6 6,2 307,8 314,0 7 Part 27 4 3,1 47,5 50,6 48 Part 47 6 6,2 314,0 320,2 8 Part 28 4 3,1 51,6 54,7 49 Part 23 7 6,2 320,2 326,4 9 Part 49 5 3,1 56,2 59,3 50 Part 76 7 6,2 326,4 332,6 10 Part 48 5 3,1 65,5 68,6 51 Part 70 7 6,2 332,6 338,8 11 Part 19 3 3,1 76,9 80,0 52 Part 24 5 6,2 338,8 345,0 12 Part 44 5 3,1 85,4 88,5 53 Part 72 6 6,2 345,0 351,2 13 Part 26 4 3,1 98,2 101,3 54 Part 34 5 6,2 351,2 357,4 14 Part 18 3 4,6 104,6 109,2 55 Part 78 6 6,2 357,4 363,6 15 Part 67 6 3,1 109,2 112,3 56 Part 32 6 6,2 363,6 369,8 16 Part 1 5 3,1 112,3 115,4 57 Part 22 5 6,2 369,8 376,0 17 Part 43 6 3,1 115,4 118,5 58 Part 8 4 9,3 376,0 385,3 18 Part 54 5 3,1 118,5 121,6 59 Part 56 5 9,3 385,3 394,6 19 Part 4 5 3,1 121,6 124,7 60 Part 46 6 6,2 394,6 400,8 20 Part 5 4 4,6 124,7 129,3 61 Part 36 6 9,3 400,8 410,1 21 Part 52 5 3,1 129,3 132,4 62 Part 17 3 9,3 410,1 419,4 22 Part 62 3 4,6 132,4 137,0 63 Part 63 3 9,3 419,4 428,7 23 Part 14 5 3,1 137,0 140,1 64 Part 55 5 9,3 428,7 438,0 24 Part 41 6 3,1 140,1 143,2 65 Part 79 4 9,3 438,0 447,3 25 Part 7 6 3,1 143,2 146,3 66 Part 38 5 9,3 447,3 456,6 26 Part 60 4 4,6 146,3 150,9 67 Part 81 5 12 456,6 468,9 27 Part 73 6 3,1 150,9 154,0 68 Part 29 4 12 468,9 481,2 28 Part 10 6 3,1 154,0 157,1 69 Part 33 5 12 481,2 493,5 29 Part 51 5 3,1 157,1 160,2 70 Part 80 6 19 493,5 512,0 30 Part 16 4 4,6 160,2 164,8 71 Part 20 7 12 540,2 552,5 31 Part 13 4 6,2 164,8 171,0 72 Part 58 5 19 552,5 571,0 32 Part 53 5 3,1 171,0 174,1 73 Part 37 5 19 571,0 589,5 33 Part 74 6 3,1 174,1 177,2 74 Part 42 4 22 589,5 611,1 34 Part 77 4 6,2 177,2 183,4 75 Part 64 5 19 611,1 629,6 35 Part 35 3 6,2 183,4 189,6 76 Part 30 5 25 629,6 654,3 36 Part 71 5 3,1 189,6 192,7 77 Part 40 4 25 654,3 679,0 37 Part 25 3 6,2 192,7 198,9 78 Part 57 4 37 717,0 754,0 38 Part 45 4 6,2 198,9 205,1 79 Part 15 5 34 758,4 792,3 39 Part 65 5 3,1 205,1 208,2 80 Part 75 5 117 1003,2 1120,4 40 Part 21 6 6,2 208,2 214,4 81 Part 69 5 117 1182,7 1299,9 41 Part 12 6 6,2 215,8 222,0
Sumber: Data diolah, 2007
I-21
b. Pengukuran Performansi
Pengukuran performansi dilakukan pada jumlah work-in-process (WIP). jumlah
work-in-process (WIP) diukur dengan mean flowtime.
§ Perhitungan Flowtime
aaa rcF -=
Contoh perhitungan untuk part 1
111 rcF -=
= 115,4 - 0
= 115,4 menit
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 4.45 Flow time part
k Part aF k Part aF k Part aF
1 Part 1 115,4 28 Part 28 54,7 55 Part 55 438,0 2 Part 2 12,8 29 Part 29 481,2 56 Part 56 394,6 3 Part 3 18,9 30 Part 30 654,3 57 Part 57 754,0 4 Part 4 124,7 31 Part 31 17,4 58 Part 58 571,0 5 Part 5 129,3 32 Part 32 369,8 59 Part 59 307,8 6 Part 6 27,6 33 Part 33 493,5 60 Part 60 150,9 7 Part 7 146,3 34 Part 34 357,4 61 Part 61 270,1 8 Part 8 385,3 35 Part 35 189,6 62 Part 62 137,0 9 Part 9 23,2 36 Part 36 410,1 63 Part 63 428,7 10 Part 10 157,1 37 Part 37 589,5 64 Part 64 629,6 11 Part 11 14,3 38 Part 38 456,6 65 Part 65 208,2 12 Part 12 222,0 39 Part 39 288,5 66 Part 66 228,2 13 Part 13 171,0 40 Part 40 679,0 67 Part 67 112,3 14 Part 14 140,1 41 Part 41 143,2 68 Part 68 298,3 15 Part 15 792,3 42 Part 42 611,1 69 Part 69 1299,9 16 Part 16 164,8 43 Part 43 118,5 70 Part 70 338,8 17 Part 17 419,4 44 Part 44 88,5 71 Part 71 192,7 18 Part 18 109,2 45 Part 45 205,1 72 Part 72 351,2 19 Part 19 80,0 46 Part 46 400,8 73 Part 73 154,0 20 Part 20 552,5 47 Part 47 320,2 74 Part 74 177,2 21 Part 21 214,4 48 Part 48 68,6 75 Part 75 1120,4 22 Part 22 376,0 49 Part 49 59,3 76 Part 76 332,6 23 Part 23 326,4 50 Part 50 314,0 77 Part 77 183,4 24 Part 24 345,0 51 Part 51 160,2 78 Part 78 363,6 25 Part 25 198,9 52 Part 52 132,4 79 Part 79 447,3 26 Part 26 101,3 53 Part 53 174,1 80 Part 80 512,0 27 Part 27 50,6 54 Part 54 121,6 81 Part 81 468,9
Sumber: Data diolah, 2007
I-22
§ Perhitungan Mean Flowtime
å=
=n
iaF
bF
1
1
å=
=81
1811
iiFF
= )9,468...9,188,124,115(811
++++
= )7,24248(811
= 299,4 menit
§ Perhitungan work-in-process (WIP).
Time tabligh penjadwalan adalah harian sehingga penjadwalan dilakukan
setiap hari. Untuk itu dapat diketahui jumlah work-in-process (WIP) setiap
harinya.
aWIP = ac - T
Dimana:
aWIP : work-in-process (WIP) untuk part a
T : Jam kerja yang tersedia selama 1 hari
1c : Completion time part a
Contoh untuk part 1, untuk T = 450 menit (jam kerja hari selasa, 1 Agustus
2006) adalah:
1WIP = 1c - T
= 115,4 – 450
= -334,6
WIP bernilai negatif maka part tersebut dapat selesai dikerjakan dalam waktu
kurang dari 1 hari atau WIP bernilai 0
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut
I-23
Tabel 4.46 work-in-process (WIP) part a
k Part WIP k Part WIP k Part WIP 1 Part 1 0 28 Part 28 0 55 Part 55 0 2 Part 2 0 29 Part 29 31 56 Part 56 0 3 Part 3 0 30 Part 30 204 57 Part 57 304 4 Part 4 0 31 Part 31 0 58 Part 58 121 5 Part 5 0 32 Part 32 0 59 Part 59 0 6 Part 6 0 33 Part 33 43 60 Part 60 0 7 Part 7 0 34 Part 34 0 61 Part 61 0 8 Part 8 0 35 Part 35 0 62 Part 62 0 9 Part 9 0 36 Part 36 0 63 Part 63 0 10 Part 10 0 37 Part 37 139 64 Part 64 180 11 Part 11 0 38 Part 38 7 65 Part 65 0 12 Part 12 0 39 Part 39 0 66 Part 66 0 13 Part 13 0 40 Part 40 229 67 Part 67 0 14 Part 14 0 41 Part 41 0 68 Part 68 0 15 Part 15 342 42 Part 42 161 69 Part 69 850 16 Part 16 0 43 Part 43 0 70 Part 70 0 17 Part 17 0 44 Part 44 0 71 Part 71 0 18 Part 18 0 45 Part 45 0 72 Part 72 0 19 Part 19 0 46 Part 46 0 73 Part 73 0 20 Part 20 102 47 Part 47 0 74 Part 74 0 21 Part 21 0 48 Part 48 0 75 Part 75 670 22 Part 22 0 49 Part 49 0 76 Part 76 0 23 Part 23 0 50 Part 50 0 77 Part 77 0 24 Part 24 0 51 Part 51 0 78 Part 78 0 25 Part 25 0 52 Part 52 0 79 Part 79 0 26 Part 26 0 53 Part 53 0 80 Part 80 62 27 Part 27 0 54 Part 54 0 81 Part 81 19
Sumber: Data diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui terdapat 16 part yang belum selesai
dikerjakan dalam waktu 1 hari dengan total WIP adalah 3466 menit
Penentuan alternatif 1 akan menimbulkan biaya investasi sebagai akibat dari
perubahan susunan jumlah mesin pada beberapa stasiun kerja. Biaya investasi
muncul dari hasil pembelian 1 buah mesin table saw pada stasiun kerja 1, oleh
karena itu diperlukan suatu analisis keuangan untuk menentukan apakah rencana
investasi tersebut layak untuk direalisasikan.
I-24
4.3.4. ANALISIS KEUANGAN
Berdasarkan hasil perhitungan penentuan jumlah mesin pada tabel 4.14 diketahui
bahwa stasiun kerja 1 yang mendapatkan penambahan 1 mesin table saw , stasiun
kerja 2 dikurangi 2 mesin double N dan stasiun kerja 5 dikurangi 1 mesin
multisser. Adapun jumlah nilai investasi yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
merealisasikan rencana tersebut maka akan dilakukan pembelian 1 mesin table
saw dengan perincian:
Tabel 4.47 Harga beli mesin
Nama mesin Jumlah Harga/unit ($) Total
Table saw 1 1.562 Rp. 15.307.600 Sumber: Dept. Marketing PT. Alfa Utama Mandiri
a. Biaya Produksi
Alternatif usulan menghasilkan mean flow time lebih kecil dari pada kondisi
awal. Hal tersebut dapat memunculkan penghematan waktu dan juga memberikan
penghematan pada biaya produksi.
1. Biaya produksi Awal
Biaya produksi dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Biaya Bahan Baku (fixed cost)
Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
membeli bahan baku kayu.
Berdasarkan hasil penjadwalan dengan jumlah kayu 3,53 3m
Biaya bahan Baku = Jumlah 3m kayu x harga kayu/ 3m
= 3,53 3m x Rp. 4.000.000/ 3m
= Rp. 14.120.000
b. Biaya tenaga Kerja Langsung )( TKC (variabel cost)
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya operator yang melakukan
proses produksi secara langsung.
Gaji operator = Rp. 4.900.000/bulan
= Rp. 2.724/jam
TKC = Jumlah operator x Completion time awal x Gaji (Rp./jam)
= 23 x 28 jam x Rp.2724/jam
= Rp. 1.791.920
I-25
Biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.791.920 tesebut adalah untuk memproduksi
produk dengan ukuran kayu 3,53 3m .
TKC = 53,3
920.791.1
= Rp. 507.626/ 3m .
Bila rata-rata produksi perbulan di divisi konstruksi adalah 37,5 3m maka
biaya tenaga kerja perbulan adalah:
TKC = Rp. 507.626/ 3m .x 37,5 3m
= Rp. 19.035.973/bulan c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik merupakan variabel produksi selain biaya bahan baku
dan tenaga kerja langsung.
Biaya overhead pabrik meliputi:
§ Biaya tenaga kerja tidak langsung (fixed cost)
Biaya tenag kerja tidak langsung yang dimaksud adalah gaji Kepala bagian
produksi yaitu sebesar Rp. 2.500.000/bulan
§ Biaya Listrik Penerangan (fixed cost)
Merupakan biaya listrik untuk penerangan di divisi konstruksi yaitu lampu
denagn daya 100 watt sebanyak 30 buah
Tabel 4.48 Tarip dan daya listrik
Tarif - Daya Biaya beban Tarif Biaya/ Kwh
I.3 – 345 KVA Rp. 10.177.500 Rp. 439/Kwh
Sumber : PT. PLN Persero Jateng & DIY
Biaya listrik penerangan = Daya x banyak lampu x tarif listrik x 182 jam
= 100 watt x 30 x Rp. 439/Kwh x 182 jam
= Rp. 239.694/bulan
§ Biaya Listrik Mesin (variabel cost)
Merupakan biaya listrik yang dikeluarkan untuk operasi mesin
Contoh perhitungan di stasiun kerja 1:
Biaya listrik mesin = Waktu siklus x jumlah mesin x daya x tarif listrik
= 21,88 jam x 1 x 3,7 Kw x Rp. 439/Kwh
= Rp. 35.819/jam
I-26
Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan job
di stasiun kerja. Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil
seperti pada tabel 4.49 sebagai berikut
Tabel 4.49 Biaya listrik mesin awal Stasiun Kerja
Waktu siklus
Jumlah Mesin
Daya (Kw)
Biaya
SK 1 21,88 1 3,73 Rp. 35.819 SK 2 6,92 4 2,98 Rp. 36.246 SK 3 8,37 2 3,73 Rp. 27.400 SK 4 4,17 1 3,73 Rp. 6.828 SK 5 7,56 3 1,49 Rp. 14.856 SK 6 6,17 1 2,20 Rp. 5.962 SK 7 8,95 1 1,49 Rp. 5.861 SK 8 6,90 2 1,49 Rp. 9.033 SK 9 8,11 1 3,73 Rp. 13.277
SK 10 13,90 1 7,46 Rp. 45.492 Jumlah Rp. 200.774
Biaya sebesar Rp. 200.774 adalah biaya listrik untuk memproduksi produk
sebanyak 3,53 3m . Untuk mengetahui biaya listrik perbulan maka biaya
tersebut dikonversikan sebagai berikut:
Biaya listrik mesin = 53,3774.200
= Rp 56,877/ 3m x 37,5 3m
= Rp. 2.132.873/bulan
§ Biaya maintenance (fixed cost)
Merupakan biaya perawan mesin
Rata-rata biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk setap
mesin adalah Rp.150.000/bulan.
Biaya perawatan = jumlah mesin x rata-rata biaya perawatan/mesin/bulan
= 17 mesin x Rp. 150.000
= Rp. 2.550.000/bulan
Pada tabel 4.50 berikut ini merupakan hasil rekapan biaya produksi awal:
I-27
Tabel 4.50 rekap biaya produksi awal
NO BIAYA PRODUKSI JUMLAH 1 Biaya bahan baku (fixed cost) Rp. 14.120.000/bulan 2 Biaya tenaga kerja langsung (variabel cost) Rp. 19.035.937/bulan 3 Biaya Overhead Pabrik (OHP) - Biaya Listrik Penerangan (fixed cost) Rp. 239.694/bulan - Biaya Listrik Mesin (variabel cost) Rp. 2.132.873/bulan - Biaya maintenance (fixed cost) Rp. 2.250.000/bulan - Biaya TK tdk Langsung (fixed cost) Rp. 2.500.000/bulan
Jumlah Rp. 40.278.539/bulan
2. Biaya produksi alternatif 1
Biaya produksi dibagi menjadi 3 variabel yaitu:
a. Biaya Bahan Baku (fixed cost)
Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
membeli bahan baku kayu.
Berdasarkan hasil penjadwalan dengan jumlah kayu 3,53 3m .
Biaya bahan Baku = Jumlah 3m kayu x harga kayu/ 3m
= 3,53 3m x Rp. 4.000.000/ 3m
= Rp. 14.120.000
b. Biaya tenaga Kerja Langsung )( TKC (variabel cost)
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya operator yang melakukan
proses produksi secara langsung.
TKC = Jumlah operator x Completion time awal x Gaji (Rp./jam)
= 23 x 21,7 jam x Rp.2724/jam
= Rp. 1.357.727 untuk 3,53 3m
= Rp. 384.625 3m
Bila rata-rata produksi perbulan di divisi konstruksi adalah 37,5 3m maka
biaya tenaga kerja perbulan adalah:
TKC = Rp. 384.625 3m x 37,5 3m
= Rp. 14.423.444/bulan
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik merupakan variabel produksi selain biaya bahan baku
dan tenaga kerja langsung.
Biaya overhead pabrik meliputi:
I-28
§ Biaya tenaga kerja tidak langsung (fixed cost)
Biaya tenag kerja tidak langsung yang dimaksud adalah gaji Kepala bagian
produksi yaitu sebesar Rp. 2.500.000/bulan
§ Biaya Listrik Penerangan (fixed cost)
Merupakan biaya listrik untuk penerangan di divisi konstruksi yaitu lampu
denagn daya 100 watt sebanyak 30 buah
Biaya listrik penerangan = Daya x banyak lampu x tarif listrik x 182 jam
= 100 watt x 30 x Rp. 439/Kwh x 182 jam
= Rp. 239.694/bulan
§ Biaya Listrik Mesin (variabel cost)
Merupakan biaya listrik yang dikeluarkan untuk operasi mesin
Contoh perhitungan di stasiun kerja 1:
Biaya listrik mesin = Waktu siklus x jumlah mesin x daya x tarif listrik
= 33,97 jam x 1 x 3,7 Kw x Rp. 439/Kwh
= Rp.55.605/jam
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil seperti pada tabel
4.51 sebagai berikut
Tabel 4.51 Biaya listrik mesin alternatif 1 Stasiun Kerja
Waktu siklus
Jumlah Mesin
Daya (Kw)
Biaya
SK 1 10,93 1 3,73 Rp. 35.792 SK 2 13,87 4 2,98 Rp. 36.337 SK 3 7,81 2 3,73 Rp. 25.578 SK 4 4,17 1 3,73 Rp. 6.828 SK 5 12,13 3 1,49 Rp. 15.888 SK 6 6,17 1 2,20 Rp. 5.962 SK 7 8,95 1 1,49 Rp. 5.861 SK 8 6,90 2 1,49 Rp. 9.033 SK 9 8,11 1 3,73 Rp. 13.277
SK 10 13,90 1 7,46 Rp. 45.492 Jumlah Rp. 200.049
Untuk mengetahui biaya listrik perbulan maka biaya tersebut
dikonversikan sebagai berikut:
Biaya listrik mesin = 53,3049.200
= Rp 56.671/ 3m x 182 jam
= Rp. 2.125.164/bulan
I-29
§ Biaya maintenance (fixed cost)
Merupakan biaya perawan mesin
Rata-rata biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk setap
mesin adalah Rp.150.000/bulan.
Biaya perawatan = jumlah mesin x rata-rata biaya perawatan/mesin/bulan
= 15 mesin x Rp. 150.000
= Rp. 2.250.000/bulan
Pada tabel 4.52 berikut ini merupakan hasil rekapan biaya produksi usulan:
Tabel 4.52 Rekap biaya produksi alternatif 1
NO BIAYA PRODUKSI JUMLAH 1 Biaya bahan baku (fixed cost) Rp. 14.120.000/bulan 2 Biaya tenaga kerja langsung (variabel cost) Rp. 14.423.444/bulan 3 Biaya Overhead Pabrik (OHP) - Biaya Listrik Penerangan (fixed cost) Rp. 239.694/bulan - Biaya Listrik Mesin (variabel cost) Rp. 2.125.164/bulan - Biaya maintenance (fixed cost) Rp. 2.250.000/bulan - Biaya TK tdk Langsung (fixed cost) Rp. 2.500.000/bulan
Jumlah Rp. 35.958.302/bulan
3. Nilai penghematan
Berdasarkan tabel 4.50 dan 4.52 yang merupakan rekapan hasil perhitungan
biaya produksi awal dan usulan maka selanjutnya dihitung besarnya
selisihnya. Bila nilai selisih bernilai positif maka dianggap sebagai suatu
nilai penghematan bagi perusahaan.
Penghematan = Biaya produksi awal – biaya produksi usulan
= Rp. 40.278.539- Rp. 35.958.302
= Rp. 4.320.237/bulan
= Rp. 51.842.847/tahun Diasumsikan bahwa penghematan tersebut bernilai konstan.
b. Biaya Depresiasi
Biaya-biaya investasi tersebut dialokasikan selama umur ekonomisnya
atau disebut depresiasi, metode depresiasi yang digunakan dalam laporan
penelitian ini adalah metode garis lurus (straight-line), dengan pertimbangan
berkurangnya nilai suatu aset berlangsung secara linear terhadap waktu atau umur
dari aset tersebut. Hasil perhitungan dengan metode garis lurus dari tiap periode
I-30
selama umur ekonomis jumlahnya sama besar. Contoh perhitungan penyusutan
dengan metode garis lurus adalah sebagai berikut:
Depresiasi = ekonomisumur
sisa nilaiinvestasi -
= 5
000.000.3600.307.51 -
= 5
600.307.21
= Rp. 2.461.520/tahun
= Rp. 205.127/bulan
Jadi biaya depresiasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah Rp.
2.461.520/tahun atau Rp. 205.127/bulan.
c. Analisis Investasi
Untuk menganalisa kelayakan investasi tersebut dapat dilihat dengan
menggunakan beberapa kriteria, antara lain : Net Present Value (NPV), Payback
Period (PP), Profitability Index (PI), dan Break Even Point (BEP). Perhitungan
masing-masing kriteria adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Minimum Attractive Rate of Return (MARR)
Untuk merealisasikan investasi perusahaan akan melakukan peminjaman kepada
bank (rd) sebanyak 70 % dari modal. Kekurangan sebesar 30% berasal dari
modal sendiri. Tingkat suku bunga bank (id) 20% per tahun.
Contoh perhitungan:
Untuk lama pengembalian investasi n = 5 tahun.
Tingkat pengembalian (ie) = an)pengembali lama x (investasi
sisa) nilai - (Investasi
= tahun5x15.307.600
000.000.3600.307.15 -
= 80,4 %
MARR (i) = rd id + (1 – rd) ie
= (0,7 x 0,1) + (1 – 0,7) 0,804
= 0,07 + 0,241
= 0,38
= 38%
I-31
Dengan perhitngan yang sama maka akan di dapatkan nilai MARR sebagai
berikut:
Tabel 4.53 MARR untuk masing tiap periode waktu pengembalian
Lama Pengembalian (tahun) NO Keterangan
1 2 3 4 5 1 MARR 38% 26% 22% 20% 16%
Sumber: Data diolah, 2007
2. Net Present Value (NPV).
Net Present Value adalah selisih antara present value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan di masa yang akan datang.
P2 = A (P/A, i%, N) + F (P/F, i%,N)
Dimana,
Investasi (P1) : Rp. 15.307.600
Nilai Sisa : Rp. 3.000.000
Penghematan (F) : Rp. 51.842.847
Contoh perhitungan
Untuk lama pengembalian investasi n = 5 tahun dan MARR 16%
P2 = Rp. 51.842.847 (P/A, 16%, 5) + Rp. 3.000.000 (P/F, 16%, 5)
= Rp 51.842.847 (3,274) + Rp. 3.000.000 (0,476)
= Rp. 171.177.043 Karena nilai P2 (Rp. 171.177.043) lebih besar dari P1 (Rp. 15.307.600) maka
investasi tersebut layak untuk direalisasikan. Dengan perhitngan yang sama maka
akan di dapatkan nilai sebagai berikut:
Tabel 4.54 Perubahan NPV
Lama Pengembalian (tahun) NO
Keterangan 1 2 3 4 5
1 MARR 38% 26% 22% 20% 16%
2 (P/A, i%,n) 0,725 1,424 2,042 2,589 3,274
3 (P/F, i%,n) 0,725 0,630 0,551 0,482 0,476
4 P1 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600
4 P2 Rp. 39.741.193 Rp. 75.689.615 Rp. 107.527.729 Rp. 135.654.128 Rp. 171.177.043
5 Keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Bila P2>P1 maka investasi dikatakan diterima/layak
Sumber: Data diolah, 2007
I-32
3. Payback Period (PP).
Analisis Payback Period ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan total pengeluaran investasi yang
akan diperoleh kembali dengan menggunakan tambahan pendapatan. Semakin
pendek waktu payback period maka semakin baik investasi tersebut.
PP = npenghematasisa)nilai(investasi -
= 847.842.51
)000.000.3600.307.15( -
= 0,24 tahun
= 2 bulan 25 hari
Berdasarkan perhitungan di atas nilai investasi akan kembali dalam jangka waktu
2 bulan 25 hari. Investasi tersebut dikatakan layak bila nilai PP lebih kecil dari
lama pengembalian investasi yang diharapkan.
Tabel 4.55 PP berdasarkan lama pengembalian
Lama Pengembalian NO Keterangan
1 2 3 4 5 1 N (tahun) 1 2 3 4 5 2 N’(tahun) 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 3 Keterangan Layak Layak Layak Layak Layak
Bila N'<N maka investasi dikatakan diterima/layak Sumber: Data diolah, 2007
4. Profitability Index (PI).
Profitability Index atau Indeks kemampuan mendatangkan laba untuk
melihat bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Jika
angka PI besar atau lebih besar dari 1, berarti usaha/bisnis tersebut dapat
mendatangkan keuntungan yang menarik.
Contoh perhitungan:
Untuk lama pengembalian investasi n = 5 tahun.
PI = investasi
an)pengembalilamaxan/tahun(penghemat
= 600.307.15
)5847.842.51( tahunx
= 16,93
I-33
Karena PI yang dihasilkan lebih dari 1 yaitu 16,9 kali maka perencanaan investasi
layak untuk dilaksanakan. Dengan perhitungan yang sama maka akan di dapatkan
nilai PI sebagai berikut:
Tabel 4.56 Perubahan nilai PI
Lama Pengembalian NO Keterangan 1 2 3 4 5
1 Investasi Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 3 Penghematan Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 4 PI 3,39 7 10,16 13,55 16,93 5 Keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Bila PI>1 maka investasi dikatakan diterima/layak Sumber: Data diolah, 2007
5. Break Even Point (BEP).
Break Even Point atau titik impas atau titik pulang pokok merupakan titik
atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita kerugian.
§ Biaya tetap (FC) : Biaya depresiasi alat = Rp. 205.127/bulan
§ Biaya Variabel (VC), yang terdiri dari: biaya tenaga kerja langsung, biaya
pemakaian listrik mesin
Tabel 4.57 Biaya variabel dalam 3m
NO Biaya Variabel Awal ( 3m ) Alternatif 3m ) Selisih ( 3m ) 1 Biaya tenaga kerja langsung Rp. 507.626 Rp. 384.625 Rp. 123.001 2 Biaya Listrik Mesin Rp 56.877 Rp 56.671 Rp. 206
Total Rp. 123.206 § Total pendapatan (TR) : nilai investasi : Rp. 15.307.600
§ Jumlah m3 (X) : Titik impas dalam m3
X = VC
FCTR -
= 206,123
127.205600.307.15 -
= 123 m3
Jadi titik impas atau titik pulang pokok dari investasi dimana perusahaan di dalam
operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian adalah
pada produksi 123 m3.
I-34
6. Analisis Sensitivitas.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai dari suatu
parameter untuk dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap suatu alternatif
investasi. Dalam usaha/bisnis manapun pasti ada ketidakpastian meskipun analisis
proyeksi di masa depan sangat bagus. Karenanya apabila dihadapkan pada
masalah ketidakpastian maka kita perlu mencoba mengetahui apa yang akan
terjadi dan apa pengaruhnya terhadap proyek yang dijalankan.
Contoh perhitungan:
Untuk lama pengembalian investasi n = 5 tahun.
NPW = - 15.307.600 + 51.842.847 (P/A, 16%, 5)
= - 15.307.600 + 51.842.847 (3,274)
= Rp. 154.441.104
= Rp. 154,4 juta
Dalam laporan ini parameter yang akan diubah adalah nilai penghematan
tahunan. Apabila nilai NPW yang diperoleh berubah menjadi negatif maka
penghematan tahunan tersebut menandakan bahwa investasi tersebut tidak layak
untuk direalisasikan. Berikut perhitungan nilai NPW dengan melakukan
perubahan nilai penghematan.
Contoh perhitungan:
Untuk pengematan naik sebesar 40 %
NPW = - 15.307.600 + 51.842.847 (1,4) (P/A, 16%, 5)
= - 15.307.600 + 51.842.847 (1,4) (3,274)
= Rp. 222.340.585
= Rp. 222,3 juta
Dengan perhitungan yang sama maka akan didapatkan hasil seperti pada table
4.61 berikut ini.
Tabel 4.58 Perubahan nilai NPW
Pendapatan NPW naik 40% Rp 222.34 juta naik 25 % Rp. 196.88 juta turun 25% Rp. 112.00 juta turun 40% Rp. 86.54 juta
Sumber: Data diolah, 2007
I-35
10% 20% 30% 40%-10%-20%-30%-40%
50
100
150
200
-50
- 100
-150
- 200
(-40, 86,54)
(-25, 112)
(25, 196,8)
(40, 222,2NPW (juta)
Prosentase Perubahanpendapatan tahunan
Gambar 4.1. Pengaruh perubahan pendapatan terhadap NPW
Alternatif investasi tersebut akan menjadi tidak layak bila perubahan nilai
penghematan tahunannya menyebabkan nilai NPW < 0. nilai NPW=0 bila
besarnya tambahan pendapatan adalah:
15.307.600 = A (P/A, 16%, 5)
A = 274,3
600.307.15
= Rp. 4.675.085
jadi alternatif investasi tersebut akan menjadi tidak layak bila perubahan nilai
penghematan tahunannya turun sampai Rp. 4.675.085 atau turun sampai 91 %.
I-36
4.6 ALTERNATIF 2 PERUBAHAN POLA ALIRAN
Alternatif perbaikan yang kedua adalah dengan merubah pola aliran.
Pengertian dari perubahan pola aliran adalah melakukan perubahan urutan
pengerjaan (routing) komponen produk di lantai produksi pada bagian konstruksi.
Urutan perubahan pola aliran adalah sebagai berikut:
4.5.1. Analisis Urutan Pengerjaan Awal
Pola aliran pengerjaan komponen produk di bagian konstruksi adalah job
shop yang terdiri dari 10 stasiun kerja. Urutan pertama pengerjaan selalu diawali
pada stasiun kerja 1 (table saw) kemudian stasiun kerja 2 (cutting) setelah itu baru
dikerjakan di stasiun kerja yang lain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada salah
contoh komponen lemari yaitu dinding samping kanan kiri.
Gambar 4.2 Komponen dinding samping kanan kiri
Sumber: Divisi PPIC, CV Mitra Jati Mandiri Langkah Pengerjaan awal:
1. Stasiun Kerja 1 (Mesin Table Saw)
§ Membelah bahan dari ukuran tebal 32 mm menjadi 28
2. Stasiun Kerja 2 (Mesin Cross Cut)
§ Memotong lebar dari 374 mm menjadi 370 mm
§ Memotong panjang 1525 mm menjadi 1500 mm
3. Stasiun Kerja 6 (Mesin Router)
§ Buat profil dengan kedalaman 10 mm sepanjang 1412 mm
§ Buat profil dengan kedalaman 10 mm sepanjang 310 mm ( 2x )
I-37
4. Stasiun Kerja 8 (Mesin Bor)
§ Buat lubang dengan diameter 10 mm dengan kedalaman 22 mm ( 2x )
5. Stasiun Kerja 10 (Mesin Sanding Master)
§ Haluskan dengan sanding master
Urutan pengerjaan komponen untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada 7 jenis
produk seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.59 sampai tabel 4.65 berikut ini.
1. Cabinet
Tabel 4.59 Urutan pengerjaan komponen produk cabinet
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki samping 4 1 2 6 3 5 4 7
2 Palang atas 2 1 2 5 4 3 6
3 Panil samping 2 1 2 3
4 Palang bawah 2 1 2 4 3 5
5 Panil top 1 1 2 3 4
6 Pl atas dpn/blk 2 1 2 5 4 3 6 7
7 Pl bawah dpn/blk 2 1 2 4 3 5
8 Sekat tgk laci ats 1 1 2 3 4
9 Sekat gdk 1 1 2 3 4
10 Pl bawah laci 4 1 2 3 4
11 Klos laci 8 1 2 3 4 5
12 Plg penguat bwh dpn 1 1 2 3
13 Pp muka laci 2 1 2 3 5 4 6
14 Pp samping laci 4 1 2 3 4 5
15 Pp blk laci 2 1 2 3 4 5
16 Dasar laci 2 1 2 3
17 Pp muka laci 3 1 2 3 5 4 6
18 Pp samping laci 6 1 2 3 4 5
19 Pp blk laci 3 1 2 3 4 5
20 Dasar laci 3 1 2 3
21 Handle 8 1 2 3 4 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
I-38
2. Lemari Tabel 4.60 Urutan pengerjaan komponen lemari
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SUB A
1 Din. samp. kn/kr 2 1 2 3 4 5
2 Papan atas 1 1 2 3 4
3 Papan bawah 1 1 2 3 4
4 Palang dpn /blk 2 1 2 3 4 5
SUB B
5 Papan angsang 3 1 2 3 4
6 Lis depan 1 1 2 4 5 3 6
7 Lis samping 2 1 2 4 5 3 6
8 Klos angsang 6 1 2 3 4
9 Kaki depan 1 1 2 4 5 3 6
10 Kaki samp. 2 1 2 4 5 3 6
11 Kaki blk 1 1 2 3 4
SUB C
12 Frame pintu pjg 4 1 2 3 4 5 6
13 Frame pintu pdk 4 1 2 3 3 4
14 Krepyak atas 2 1 2 3 4 5
15 Krepyak 22 1 2 3 4 5
16 Plg dpn angsang 3 1 2 3 4
17 Dinding panel blk 6 1 2 3
18 Sekat blk vertical 3 1 2 3
19 Sekat blk horisontal 2 1 2 3 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
3. Meja Tabel 4.61 Urutan pengerjaan komponen meja
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kaki 4 1 2 3 4 5
2 Palang samp. at 2 1 2 4 3 5
3 Palang samp.bwh 2 1 2 4 3 5
4 Kisi-kisi samp. 8 1 2 3 4
5 Palang depan at 2 1 2 3 4
6 Papan dasar 1 1 2 3 4
7 Top atas 1 1 2 3
8 Klos variasi 4 1 2 4 3 5
9 Penguat top 2 1 2 3
10 Klos ppn bwh 2 1 2 3
I-39
4. Kursi
Tabel 4.62 Urutan pengerjaan komponen kursi
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Plg sandaran atas 1 1 2 5 4 3 6
2 Kisi-kisi sandaran 7 1 2 3 4
3 Plg sandaran bawah 1 1 2 5 4 3 6
4 Plg dudukan dpn 1 1 2 4 3 5
5 Plg dudukan dpn 1 1 2 3 4
6 Kaki belakang kr/kn 2 1 2 4 5 3 6
7 Kaki depan kr/kn 2 1 2 4 5 3 6
8 Plg kaki samping kn 1 1 2 4 3 5
9 Penyangga tanganan 1 1 2 4 3 5
10 Tanganan kr/kanan 2 1 2 4 5 3 6
11 Klos sudut depan 1 1 2 4 3 5
12 Klos sudut bkg 1 1 2 4 3 5
13 Rangka jok depan 1 1 2 4 3 6
14 Rangka jok bkg 1 1 2 4 3 5 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
5. Bed (tempat tidur)
Tabel 4.63 Urutan pengerjaan komponen tempat tidur
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Head board
1 Pl top atas 1 1 2 4 3 5
2 Kaki atas 2 1 2 5 3 4 6
3 Palang atas 1 1 2 4 3 5 6
4 Palang bawah 1 1 2 4 3 5 6
5 Kisi-kisi pjg 38 1 2 4 3 5
6 Klos variasi 2 1 2 6 4 5 3 7
Foot board
7 Ppl top atas 1 1 2 4 3 5
8 Kaki bawah 2 1 2 5 3 4 6
9 Palang atas 1 1 2 4 3 5 6
10 Palang bawah 1 1 2 4 3 5 6
11 Kisi-kisi pdk 38 1 2 4 3 5
12 Klos variasi 2 1 2 6 4 5 3 7
13 Side rails&croos bar
Palang ( antol ) 2 1 2 3 4
I-40
Labjutan tabel 4.38,
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
14 Klos antol 2 1 2 5 3 4 6
15 Galar 3 1 2 3 4
16 Galar 6 1 2 5 3 4 6
17 Kaki tengah 4 1 2 4 3 5 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
6. Devider Leafs (selambu)
Tabel 4.64 Urutan pengerjaan komponen devider Leafs (selambu)
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Frame tepi 10 1 2 4 5 3 6
2 Palang atas/ bwh 10 1 2 4 3 5
3 Palang tengah 10 1 2 4 3 6
4 Kisi-kisi atas/ bwh 80 1 2 3 4
5 Panel tengah 5 1 2 3 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
7. Dresser Mirror
Tabel 4.65 Urutan pengerjaan komponen dresser mirror
STASIUN KERJA PART NAMA PRODUK JML
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Top 1 1 2 4 3 5
2 Frame panjang 2 1 2 5 4 3 6
3 Frame pendek r/l 2 1 2 3 4 6
4 Klos penyg. Blk 2 1 2 5 4 3 6
5 Corbil 2 1 2 5 4 3 6
6 Papan belakang 1 1 2 3 Sumber : Departemen Produksi CV MJM, 2006
Berdasarkan tabel 4.49 - 4.65 dapat diketahui bahwa urutan pengerjaan produk
dimulai dari stasiun kerja 1 kemudian menuju ke stasiun kerja 2 dengan pola
aliran flow shop. Proses produksi selanjutnya dilakukan di stasiun kerja 3 sampai
9 dengan pola aliran job shop yang kemudian diakhiri di stasiun kerja 10.
I-41
4.5.2. Perubahan Urutan Pengerjaan
Urutan pengerjaan awal selalu dimulai dari stasiun kerja 1 kemudian
stasiun kerja 2 akan menimbulkan beban kerja yang tinggi pada kedua stasiun
kerja tersebut. Beban kerja yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh jumlah
mesin yang sesuai. Stasiun kerja 1 hanya memiliki satu mesin sedangkan stasiun
kerja 2 memiliki 4 mesin. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
waktu tunggu yang panjang yang dapat mengakibatkan mean flow time yang
panjang juga. Oleh karaena itu pada alternatif perbaikan 2 ini akan dilakukan
perubahan pola aliran. Caranya adalah dengan sebisa mungkin mengalihkan
langkah pertama pengerjaan produk bukan di stasiun kerja 1. Komponen-
komponen produk yang proses pengerjaan pertama tidak harus di stasiun kerja 1
dikerjakan di stasiun kerja yang lain dulu (SK 2-9). Lebih jelasnya dapat dilihat
pada salah contoh komponen lemari yaitu dinding samping kanan kiri berikut
(lihat gambar 4.2).
1. Stasiun Kerja 2 (Mesin Cross Cut)
§ Memotong lebar dari 374 mm menjadi 370 mm
§ Memotong panjang 1525 mm menjadi 1500 mm
2. Stasiun Kerja 6 (Mesin Router)
§ Buat profil dengan kedalaman 10 mm sepanjang 1412 mm
§ Buat profil dengan kedalaman 10 mm sepanjang 310 mm ( 2x )
3. Stasiun Kerja 8 (Mesin Bor)
§ Buat lubang dengan diameter 10 mm dengan kedalaman 22 mm ( 2x )
4. Stasiun Kerja 1 (Mesin Table Saw)
§ Membelah bahan dari ukuran tebal 32 mm menjadi 28
5. Stasiun Kerja 10 (Mesin Sanding Master)
§ Haluskan dengan sanding master
I-42
Pada tabel 4.66 - 4.70 berikut akan ditampilkan nama-nama komponen produk
yang mengalami perubahan routing pengerjaannya.
1. Cabinet
Tabel 4.66 Komponen-komponen produk cabinet yang mengalami perubahan routing pengerjaan
JML STASIUN KERJA KODE PART
NAMA PRODUK / PCS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Part 3 PANIL SAMPING 2 2 1 3
Part 5 PANIL TOP 1 3 1 2 4
Part 8 TGK LACI ATS 1 3 1 2 4
Part 12 PLG PENGUAT BWH DEPAN 1 2 1 3
Part 13 PP MUKA LACI 2 5 1 2 4 3 6
Part 14 PP SAMPING LACI 4 4 1 2 3 5
Part 15 PP BLK LACI 2 4 1 2 3 5
Part 16 DASAR LACI 2 2 1 3
Part 17 PP MUKA LACI 3 5 1 2 4 3 6
Part 18 PP SAMPING LACI 6 4 1 2 3 5
Part 19 PP BLK LACI 3 4 1 2 3 5
Part 20 DASAR LACI 3 2 1 3 Sumber: Data diolah, 2007
2. Lemari
Tabel 4.67 Komponen-komponen produk lemari yang mengalami perubahan routing pengerjaan
KODE JML STASIUN KERJA
PRODUK NAMA PRODUK
/ PCS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Part 1 DIN. SAMP. KN/KR 2 4 1 2 3 5
Part 4 PALANG DPN /BLK 2 4 1 2 3 5
Part 5 PAPAN ANGSANG 3 3 1 2 4
Part 8 KLOS ANGSANG 6 3 1 2 4
Part 14 KREPYAK ATAS 2 4 1 2 3 5
Part 15 KREPYAK 22 4 1 2 3 5
Part 16 PLG DPN ANGSANG 3 3 1 2 4
Part 17 DINDING PANEL BLK 6 2 1 3
Part 18 SEKAT BLK vertical 3 2 1 3
Part 19 SEKAT BLK horisontal 2 2 1 3 Sumber: Data diolah, 2007
I-43
3. Meja
Tabel 4.68 Komponen-komponen produk meja yang mengalami perubahan routing pengerjaan
KODE JML STASIUN KERJA
PRODUK NAMA PRODUK
/ PCS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Part 6 PAPAN DASAR 1 3 1 2 4
Part 7 TOP ATAS 1 2 1 3 Sumber: Data diolah, 2007
4. Devider Leafs (selambu)
Tabel 4.69 Komponen-komponen produk selambu yang mengalami perubahan routing pengerjaan
KODE JML STASIUN KERJA
PRODUK NAMA PRODUK
/ PCS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Part 5 PANEL TENGAH 5 2 1 3 Sumber: Data diolah, 2007
5. Dresser Mirror
Tabel 4.70 Komponen-komponen produk mirror yang mengalami perubahan routing pengerjaan
KODE JML STASIUN KERJA
PRODUK NAMA PRODUK
/ PCS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Part 6 PAPAN BELAKANG 1 2 1 3 Sumber: Data diolah, 2007
Sedangkan komponen yang lainnya dibagi 2 sama banyak, bagian pertama
dikerjakan di stasiun kerja 1 menuju stasiun kerja 2 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10. Bagian
kedua dikerjakan di stasiun kerja 2 menuju stasiun kerja 1 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10.
I-44
4.5.3. Penjadwalan Produksi Kriteria Minimasi WIP
Setelah dilakukan perubahan pola aliran maka langkah selanjutnya
dilakukan penjadwalan produksi berdasarkan pola liran yang baru tersebut.
Penjadwalan produksi dilakukan berdasarkan kriteria work-in-process (WIP) sama
halnya pada penjadwalan produksi alternatif 1 yang diterangkan pada sub bab
4.3.5.
Perbedaan antara penjadwalan pada alternatif perbaikan 2 ini dengan
penjadwalan kondisi awal adalah pada waktu tunggu. Perbedaan waktu tunggu
disebabkan karena adanya perubahan urutan pengerjaan komponen. Penjadwalan
untuk alternative 2 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran L6.
§ Perhitungan Flowtime
Tabel 4.71 Flow time part
k Part aF k Part aF k Part aF
1 Part 1 78,8 28 Part 28 37,0 55 Part 55 556,3 2 Part 2 11,0 29 Part 29 638,1 56 Part 56 529,6 3 Part 3 15,2 30 Part 30 891,6 57 Part 57 1094,7 4 Part 4 64,1 31 Part 31 118,0 58 Part 58 757,0 5 Part 5 153,7 32 Part 32 332,4 59 Part 59 492,8 6 Part 6 30,6 33 Part 33 625,8 60 Part 60 161,0 7 Part 7 59,2 34 Part 34 235,4 61 Part 61 393,5 8 Part 8 538,9 35 Part 35 267,4 62 Part 62 146,5 9 Part 9 39,4 36 Part 36 403,5 63 Part 63 466,5 10 Part 10 184,9 37 Part 37 738,5 64 Part 64 910,1 11 Part 11 12,5 38 Part 38 502,1 65 Part 65 92,0 12 Part 12 341,7 39 Part 39 520,3 66 Part 66 354,8 13 Part 13 312,2 40 Part 40 866,9 67 Part 67 335,5 14 Part 14 127,8 41 Part 41 164,1 68 Part 68 181,8 15 Part 15 944,0 42 Part 42 842,2 69 Part 69 1657,0 16 Part 16 194,0 43 Part 43 110,9 70 Part 70 273,6 17 Part 17 443,8 44 Part 44 170,5 71 Part 71 261,2 18 Part 18 175,6 45 Part 45 293,2 72 Part 72 286,0 19 Part 19 114,0 46 Part 46 477,3 73 Part 73 69,2 20 Part 20 687,9 47 Part 47 483,5 74 Part 74 107,8 21 Part 21 409,7 48 Part 48 141,9 75 Part 75 1530,9 22 Part 22 428,3 49 Part 49 178,7 76 Part 76 434,5 23 Part 23 422,1 50 Part 50 508,3 77 Part 77 279,8 24 Part 24 241,6 51 Part 51 199,2 78 Part 78 415,9 25 Part 25 318,4 52 Part 52 95,9 79 Part 79 453,1 26 Part 26 137,6 53 Part 53 72,3 80 Part 80 711,0 27 Part 27 104,7 54 Part 54 101,6 81 Part 81 613,5
umber: Data diolah, 2007
I-45
§ Perhitungan Mean Flowtime
å=
=n
iaF
bF
1
1
å=
=81
1811
iiFF
= )9,173.30(811
= 372,5 menit
§ Perhitungan work-in-process (WIP).
Time tabligh penjadwalan adalah harian sehingga penjadwalan dilakukan
setiap hari. Untuk itudapat diketahui jumlah work-in-process (WIP) setiap
harinya.
aWIP = ac - T
Dimana:
aWIP : work-in-process (WIP) untuk part a
T : Jam kerja yang tersedia selama 1 hari
1c : Completion time part a
Contoh untuk part 1, untuk T = 450 menit (jam kerja hari selasa, 1 Agustus
2006) adalah:
1WIP = 1c - T
= 78,8 – 450
= -371,2
WIP bernilai negatif maka part tersebut dapat selesai dikerjakan dalam waktu
kurang dari 1 hari atau WIP bernilai 0
Dengan perhitungan yang sama maka didapatkan hasil sebagai berikut
I-46
Tabel 4.72 work-in-process (WIP) part a
k Part aF k Part aF k Part aF
1 Part 1 0 28 Part 28 0 55 Part 55 106 2 Part 2 0 29 Part 29 188 56 Part 56 80 3 Part 3 0 30 Part 30 442 57 Part 57 645 4 Part 4 0 31 Part 31 0 58 Part 58 307 5 Part 5 0 32 Part 32 0 59 Part 59 43 6 Part 6 0 33 Part 33 176 60 Part 60 0 7 Part 7 0 34 Part 34 0 61 Part 61 0 8 Part 8 89 35 Part 35 0 62 Part 62 0 9 Part 9 0 36 Part 36 0 63 Part 63 17 10 Part 10 0 37 Part 37 289 64 Part 64 460 11 Part 11 0 38 Part 38 52 65 Part 65 0 12 Part 12 0 39 Part 39 70 66 Part 66 0 13 Part 13 0 40 Part 40 417 67 Part 67 0 14 Part 14 0 41 Part 41 0 68 Part 68 0 15 Part 15 494 42 Part 42 392 69 Part 69 1207 16 Part 16 0 43 Part 43 0 70 Part 70 0 17 Part 17 0 44 Part 44 0 71 Part 71 0 18 Part 18 0 45 Part 45 0 72 Part 72 0 19 Part 19 0 46 Part 46 27 73 Part 73 0 20 Part 20 238 47 Part 47 33 74 Part 74 0 21 Part 21 0 48 Part 48 0 75 Part 75 1081 22 Part 22 0 49 Part 49 0 76 Part 76 0 23 Part 23 0 50 Part 50 58 77 Part 77 0 24 Part 24 0 51 Part 51 0 78 Part 78 0 25 Part 25 0 52 Part 52 0 79 Part 79 3 26 Part 26 0 53 Part 53 0 80 Part 80 261 27 Part 27 0 54 Part 54 0 81 Part 81 164
umber: Data diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.72 diatas diketahui terdapat 26 part yang belum selesai
dikerjakan dalam waktu 1 hari dengan total WIP adalah 7.337,9 menit.
4.7 PENENTUAN ALTERNATIF TERBAIK
Setelah dilakukan pengolahan data pada alternatif 1 dan 2 maka selanjutnya
dilakukan pemilihan alternatif perbaikan terbaik. Penentuan alternatif perbaikan
terbaik didasarkan pada nilai mean flow time dan work-in-process (WIP) yang
dihasilkan dari masing-masing penjadwalan awal, alternatif 1 dan 2.
Tabel 4.73 Mean Flow Time dan WIP penjadwalan
Performansi Penjadwalan (menit) Line Performance (%) Alternatif
Mean Flow Time WIP Line Efficiency Balance Delay Alternatif 1 299,4 3465 61,6 % 38,4% Alternatif 2 372,5 7338 42,5 % 57,5%
Sumber: Data diolah, 2007
I-47
Berdasarkan tabel 4.73 di atas dapat diketahui nilai mean flow time dan work-in-
process (WIP) terkecil adalah pada alternatif 1 yaitu 299,4 menit dan 3.465
menit. Bila dibandingkan Line efficiency alternatif 1 (61,6%) lebih baik dari pada
alternatif 2 (42,5%). Balance delay alternatif 1 (38,4%) lebih kecil dari pada
alternatif 2 (57,5%) Sehingga dapat disimpulkan bahwa alternatif perbaikan
terbaik adalah alternatif 1.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Keseimbangan Lintasan Produksi Awal
Berdasarkan data laporan posisi bahan untuk bulan Mei dan Juni 2006 CV.
Mitra Jati Mandiri diketahui bahwa terjadi bottleneck pada divisi konstruksi. Hal
tersebut terindikasi dari tingginya jumlah work-in-process (WIP) di divisi
tersebut. Berdasarkan pengamatan di lantai produksi diketahu bahwa bottleneck
di akibatkan karena keseimbahan kapasitas antar stasiun kerja tersebut kurang
baik. Berdasrkan hasil perhitungan diketahui bahwa efisiensi lintasan awal adalah
sebesar 40,4 % dengan balance delay sebesar 59,6 %. Karena nilai efisiensi
lintasannya kurang dari 100 % maka dapat disimpulkan bahwa keseimbangan
lintasan produksinya kurang baik.
GrafikPerbandingan Efisiensi dan Balance Delay Lintasan Produksi Awal
0
10
20
30
40
50
60
70
Balance delay Line Eficiency
Pro
sent
ase
I-48
Gambar 5.1 Perbandingan Efisiensi dan balance delay Lintasan produksi awal
5.2 Analisis Alternatif 1 Perubahan Jumlah mesin
Keseimbangan lintasan yang kurang baik pada divisi konstruksi
membutuhkan usaha perbaikan. Alternatif perbaikan yang pertama adalah
melakukan perubahan jumlah mesin. Tahapan pertama adalah melakukan analisis
jumlah mesin terhadap beban kerja dan memberikan usulan jumlah mesin untuk
masing-masing stasiun kerja. Pada gambar 5.2 berikut ini adalah formasi jumlah
mesin awal dan usulan.
Grafik Perbandingan Jumlah Mesin Kondisi Awal dan Usulan
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun kerja
Mes
in
Awal
Usulan
Gambar 5.2 Perbandingan jumlah mesin awal dan usulan di divisi konstruksi
Berdasarkan gambar 5.1 diatas dapat di ketahui bahwa stasiun kerja 1
mendapatkan penambahan 1 buah mesin, stasiun kerja 2 mengalami pengurangan
jumlah mesin 2 buah dan stasiun kerja 5 juga mengalami pengurangan jumlah
msin sebanyak 1 buah.
5.3 Analisis Penjadwalan Produksi Alternatif 1
Berdasarkan penentuan jumlah mesin usulan maka selanjutnya dilakukan
penjadwalan produksi. Penjadwalan produksi ditujukan untuk meminimasi work-
in-process (WIP) pada divisi konstruksi. Penjadwalan dilakukan dengan periode
waktu perhari. Hal tersebut dikarenakan rata-rata kedatangan job dari divisi
setting ke divisi konstruksi perhari. Penjadwalan dimulai dari periode waktu t = 0
yaitu hari senin tanggal 1 Agustus 2006. Job yang dijadwalkan adalah job yang
masuk ke divisi konstruksi dan siap untuk dijadwalkan. Penentuan performansi
I-49
penjadwalan didasarkan pada nilai mean flow time dan work-in-process (WIP).
Pada tabel 5.1 berikut akan ditampilkan flow time untuk masing-masing part.
Tabel 5.1 Flow time part tiap part k Part aF k Part aF k Part aF
1 Part 1 115,4 28 Part 28 54,7 55 Part 55 438,0 2 Part 2 12,8 29 Part 29 481,2 56 Part 56 394,6 3 Part 3 18,9 30 Part 30 654,3 57 Part 57 754,0 4 Part 4 124,7 31 Part 31 17,4 58 Part 58 571,0 5 Part 5 129,3 32 Part 32 369,8 59 Part 59 307,8 6 Part 6 27,6 33 Part 33 493,5 60 Part 60 150,9 7 Part 7 146,3 34 Part 34 357,4 61 Part 61 270,1 8 Part 8 385,3 35 Part 35 189,6 62 Part 62 137,0 9 Part 9 23,2 36 Part 36 410,1 63 Part 63 428,7 10 Part 10 157,1 37 Part 37 589,5 64 Part 64 629,6 11 Part 11 14,3 38 Part 38 456,6 65 Part 65 208,2 12 Part 12 222,0 39 Part 39 288,5 66 Part 66 228,2 13 Part 13 171,0 40 Part 40 679,0 67 Part 67 112,3 14 Part 14 140,1 41 Part 41 143,2 68 Part 68 298,3 15 Part 15 792,3 42 Part 42 611,1 69 Part 69 1299,9 16 Part 16 164,8 43 Part 43 118,5 70 Part 70 338,8 17 Part 17 419,4 44 Part 44 88,5 71 Part 71 192,7 18 Part 18 109,2 45 Part 45 205,1 72 Part 72 351,2 19 Part 19 80,0 46 Part 46 400,8 73 Part 73 154,0 20 Part 20 552,5 47 Part 47 320,2 74 Part 74 177,2 21 Part 21 214,4 48 Part 48 68,6 75 Part 75 1120,4 22 Part 22 376,0 49 Part 49 59,3 76 Part 76 332,6 23 Part 23 326,4 50 Part 50 314,0 77 Part 77 183,4 24 Part 24 345,0 51 Part 51 160,2 78 Part 78 363,6 25 Part 25 198,9 52 Part 52 132,4 79 Part 79 447,3 26 Part 26 101,3 53 Part 53 174,1 80 Part 80 512,0 27 Part 27 50,6 54 Part 54 121,6 81 Part 81 468,9
Mean flow time berdasarkan tabel 5.1 diatas adalah 299,4 menit, hal ini berarti
rata-rata waktu part di dalam divisi konstruksi adalah 299,4 menit. Work-in-
process (WIP) yang terjadi selama periode t = 1 hari (1 hari = 450 manit jam
kerja) adalah 16 part dengan total waktu 3.466 menit.
5.4 Analisis Keuangan
I-50
Perubahan jumlah mesin paa alternatif 1 akan menimbulkan biaya investasi
sebagai akibat dari perubahan susunan jumlah mesin pada beberapa stasiun kerja.
Biaya investasi muncul dari hasil pembelian 1 buah mesin table saw pada stasiun
kerja 1, oleh karena itu diperlukan suatu analisis keuangan untuk menentukan
apakah rencana investasi tersebut layak untuk direalisasikan. Untuk
merealisasikan rencana tersebut maka akan dilakukan pembelian 1 mesin table
saw dengan perincian:
Tabel 5.2 Harga beli mesin Table saw
Nama mesin Jumlah Harga/unit ($) Total Table saw 1 1.562 Rp. 15.307.600
Sumber: Dept. Marketing PT. Alfa Utama Mandiri
Besarnya penghematan atau tambahan pendapatan berasal dari selisih antara
biaya produksi awal dikurangi alternatif 1. Tambahan pendapatan yang diperoleh
perusahaan yaitu sebesar 4.320.237/bulan.
Untuk menganalisa kelayakan investasi tersebut dapat dilihat dengan
menggunakan beberapa kriteria, antara lain :
7. Net Present Value (NPV).
Net Present Value (NPV) merupakan kriteria investasi yang banyak
digunakan dalam mengukur apakah suatu proyek feasible atau tidak. Apabila hasil
perhitungan NPV lebih besar dari 0 (nol), dikatakan perencanaan usaha/bisnis
tersebut feasible untuk direalisasikan dan jika lebih kecil dari 0 (nol) tidak layak
untuk direalisasikan.
Pada tebel 5.3 berikut merupakan hasil perhitungan untuk masing periode waktu
pengembalian yang diinginkan.
Tabel 5.3 Perubahan NPV berdasarkan periode pengembalian
Lama Pengembalian (tahun) NO Keterangan
1 2 3 4 5
1 MARR 38% 26% 22% 20% 16%
2 (P/A, i%,n) 0,725 1,424 2,042 2,589 3,274
3 (P/F, i%,n) 0,725 0,630 0,551 0,482 0,476
4 P1 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600 Rp. 15.307.600
4 P2 Rp. 39.741.193 Rp. 75.689.615 Rp. 107.527.729 Rp. 135.654.128 Rp. 171.177.043
5 Keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Bila P2>P1 maka investasi dikatakan diterima/layak
Sumber: Data diolah, 2007
I-51
Karena nilai P2 untuk masing-masing periode lama pengembalian lebih besar dari
P1 (Rp. 15.307.600) maka investasi tersebut layak untuk direalisasikan.
8. Payback Period (PP).
Analisis Payback Period ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan total pengeluaran investasi yang
akan diperoleh kembali dengan menggunakan tambahan pendapatan. Semakin
pendek waktu payback period maka semakin baik investasi tersebut. Hasil
perhitungan analisis Payback Period dapat dilihat pada tebel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 PI berdasarkan lama pengembalian
Lama Pengembalian NO Keterangan
1 2 3 4 5 1 N (tahun) 1 2 3 4 5 2 N' (tahun) 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 3 Keterangan Layak Layak Layak Layak Layak
Bila N'<N maka investasi dikatakan diterima/layak Sumber: Data diolah, 2007
Berdasarkan tabel 5.4 di atas nilai investasi akan kembali dalam jangka waktu
0,24 tahun atau 2 bulan 25 hari. Karena nilai N’ lebih kecil dari N maka investasi
tersebut layak .
9. Profitability Index (PI).
Profitability Index atau Indeks kemampuan mendatangkan laba untuk
melihat bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Jika
angka PI besar atau lebih besar dari 1, berarti usaha/bisnis tersebut dapat
mendatangkan keuntungan yang menarik. Hasil perhitungan analisis Payback
Period dapat dilihat pada tebel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Perubahan nilai PI
Lama Pengembalian NO Keterangan 1 2 3 4 5
1 Investasi Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 Rp.15.307.600 3 Pendapatan Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 Rp.51.842.847 4 PI 3,39 7 10,16 13,55 16,93 5 Keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Bila PI>1 maka investasi dikatakan diterima/layak Sumber: Data diolah, 2007
Karena PI yang dihasilkan lebih dari 1 maka perencanaan investasi layak untuk
dilaksanakan.
I-52
10. Break Even Point (BEP).
Break Even Point atau titik impas atau titik pulang pokok merupakan titik
atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita kerugian. BEP akan terjadi ketika divisi
konstruksi telah memproduksi produk sebanyak 123 m3
11. Analisis Sensitivitas.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai dari suatu
parameter untuk dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu
alternatif investasi. Dalam laporan ini parameter yang akan diubah adalah nilai
tambahan pendapatan tahunan. Apabila nilai NPW yang diperoleh berubah
menjadi negatif maka penghematan tahunan tersebut menandakan bahwa investasi
tersebut tidak layak untuk direalisasikan. Berdasrkan perhitungan NPW alternatif
investasi tersebut akan menjadi tidak layak bila perubahan nilai
pendapatan/penghematan tahunannya turun sampai Rp. 4.675.085 atau turun
sampai 91 %.
12. Kesimpulan
Bila analisis investasi dinyatakan tidak layak, maka alternatif perbaikan
tersebut tidak diperhitungkan lagi. Selanjutnya alternatif yang terpilih adalah
alternatif 2. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa analisis
keuangan pada alternatif 1 tersebut layak sehingga dapat dipertimbangkan untuk
pemilihan alternatif terbaik sebagai usulan kepada perusahaan.
5.5 Analisis Alternatif 2 Perubahan Pola Aliran
Berdasarkan pengamatan di lantai produksi divisi konstruksi bottleneck juga
terjadi pengaruh dari pola aliran di divisi tersebut. Routing pengerjaan di divisi
konstruksi selalu diawali pada stasiun kerja 1 kemudian stasiun kerja 2 baru
kemudian dikerjakan pada stasiun kerja lainnya. Kapasitas di stasiun kerja 2 jauh
lebih besar dari pada stasiun kerja 1, hal ini jelas kan berpengaruh besar terhadap
kecepatan alirannya. Karena akan terjadi bottleneck pada stasiun kerja 1. Oleh
karena itu pada alternatif perbaikan yang kedua dilakukan pengusulan perubahan
pola aliran.
I-53
Perubahan pola aliran yang dimaksud di sini adalah merubah urutan
pengerjaan part. Adapun beberapa komponen yang dapat dirubah routing
pengerjaannya adalah sebagai berikut:
4. Komponen yang langkah pertama pengerjaan tidak harus dikerjakan di stasiun
kerja 1
5. Proses produksi stasiun kerja 1 dapat dilaksanakan sebelum masuk ke stasiun
kerja 10
6. Dimensi ketebalan bahan tidak akan mempengaruhi proses produksi di stasiun
kerja 3-9
Sedangkan komponen yang lainnya dibagi 2 sama banyak, bagian pertama
dikerjakan di stasiun kerja 1 menuju stasiun kerja 2 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10. Bagian
kedua dikerjakan di stasiun kerja 2 menuju stasiun kerja 1 kemudian urutan proses
produksi berdasarkan job shop stasiun kerja 3 – 9 lalu stasiun kerja 10. Komponen
yang dirubah urutan pengerjaannya tersebut ada 26 part.
5.6 Analisis Penjadwalan Produksi Alternatif 2
Penjadwalan produksi dilakukan pada alteratif 2 berdasarkan urutan
pengerjaan usulan. Metode penjadwalan produksinya sama dengan pada
penjadwalan produksi alternatif pertama. Penentuan performansi penjadwalan
didasarkan pada nilai mean flow time dan work-in-process (WIP). Pada tabel 5.6
berikut akan ditampilkan flow time untuk masing-masing part.
Tabel 5.6 Flow time part tiap part k Part aF k Part aF k Part aF
1 Part 1 78,8 28 Part 28 37,0 55 Part 55 556,3 2 Part 2 11,0 29 Part 29 638,1 56 Part 56 529,6 3 Part 3 15,2 30 Part 30 891,6 57 Part 57 1094,7 4 Part 4 64,1 31 Part 31 118,0 58 Part 58 757,0 5 Part 5 153,7 32 Part 32 332,4 59 Part 59 492,8 6 Part 6 30,6 33 Part 33 625,8 60 Part 60 161,0 7 Part 7 59,2 34 Part 34 235,4 61 Part 61 393,5 8 Part 8 538,9 35 Part 35 267,4 62 Part 62 146,5 9 Part 9 39,4 36 Part 36 403,5 63 Part 63 466,5 10 Part 10 184,9 37 Part 37 738,5 64 Part 64 910,1 11 Part 11 12,5 38 Part 38 502,1 65 Part 65 92,0 12 Part 12 341,7 39 Part 39 520,3 66 Part 66 354,8 13 Part 13 312,2 40 Part 40 866,9 67 Part 67 335,5 14 Part 14 127,8 41 Part 41 164,1 68 Part 68 181,8
I-54
15 Part 15 944,0 42 Part 42 842,2 69 Part 69 1657,0 16 Part 16 194,0 43 Part 43 110,9 70 Part 70 273,6 17 Part 17 443,8 44 Part 44 170,5 71 Part 71 261,2 18 Part 18 175,6 45 Part 45 293,2 72 Part 72 286,0 19 Part 19 114,0 46 Part 46 477,3 73 Part 73 69,2 20 Part 20 687,9 47 Part 47 483,5 74 Part 74 107,8 21 Part 21 409,7 48 Part 48 141,9 75 Part 75 1530,9 22 Part 22 428,3 49 Part 49 178,7 76 Part 76 434,5 23 Part 23 422,1 50 Part 50 508,3 77 Part 77 279,8 24 Part 24 241,6 51 Part 51 199,2 78 Part 78 415,9 25 Part 25 318,4 52 Part 52 95,9 79 Part 79 453,1 26 Part 26 137,6 53 Part 53 72,3 80 Part 80 711,0 27 Part 27 104,7 54 Part 54 101,6 81 Part 81 613,5
Mean flow time berdasarkan tabel 5.3 diatas adalah 372,5 menit, hal ini
berarti rata-rata waktu part di dalam divisi konstruksi adalah 372,5 menit. Work-
in-process (WIP) yang terjadi selama periode t = 1 hari (1 hari = 450 manit jam
kerja) adalah 26 part dengan total waktu 7.337,9 menit.
5.7 Analisis Penentuan Alternatif Terbaik
Untuk mengetahui alternatif perbaikan mana yang akan dipakai maka
diperlukan penentuan alternatif perbaikan terbaik didasarkan pada nilai mean flow
time dan work-in-process (WIP) yang dihasilkan dari masing-masing penjadwalan
awal, alternatif 1 dan 2.
Grafik Mean Flow Time Alternatif 1 dan 2
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Alternatif 1 Alternatif 2
Mea
n fl
ow ti
me
(men
it)
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Mean flow time
I-55
Grafik WIP Alternatif 1 dan 2
0
5
10
15
20
25
30
Alternatif 1 Alternatif 2W
IP (p
art)
Gambar 5.4 Grafik Perbandingan WIP
GrafikPerbandingan Efisiensi Lintasan Produksi Alternatif 1 dan Alternatif 2
0
10
20
30
40
50
60
70
Alternatif 1 Alternatif 2
Efis
iens
i lin
tasa
n (%
)
Gambar 5.5 Grafik Perbandingan Efisiensi lintasan
Berdasarkan gambar 5.3 sampai 5.5 di atas dapat diketahui nilai mean flow time
dan work-in-process (WIP) terkecil adalah pada alternatif 1 yaitu 299,4 menit dan
3.465 menit. Bila dibandingkan Line eficiency alternatif 1 (61,6%) lebih baik dari
pada alternatif 2 (42,5%). Balance delay alternatif 1 (38,4%) lebih kecil dari pada
alternatif 2 (57,5%) Sehingga dapat disimpulkan bahwa alternatif perbaikan
terbaik adalah alternatif 1.
5.8 Analisis Keseimbangan Lintasan Produksi Usulan
Setelah diketahui bahwa alternatif 1 merupakan alternatif yang diusulkan
maka perlu dilakukan analisis keseimbangan lintasan produksi usulan
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai efisiensi lintasan produksi usulan
sebesar 61,6 % dengan balance delay 39,4%. Nilai efisiensi tersebut lebih besar
dari efisiensi lintasan produksi awal yang sebesar 40,4 %. Kesimpulannya adalah
keseimbangan lintasan produksi usulan lebih baik dari pada kondisi awal.
I-56
Grafik Perbandingan Efisiensi Lintasan Produksi Awal dan Usulan
0
10
20
30
40
50
60
70
Awal Usulan
Efi
sien
si li
ntas
an (
%)
Gambar 5.6 Grafik Perbandingan Efisiensi lintasan
Awal dan usulan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Keseimbangan lintasan produksi kondisi awal di divisi konstruksi sangat tidak
baik. Hal tersebut tercermin dari nilai efisiensi lintasannya hanya sebesar
40,4% dengan balance delay 59,6 %.
2. Alternatif perbaikan yang diterima adalah alternatif 1 yaitu perubahan jumlah
mesin. Alternatif tersebut selanjutnya menjadi alternatif usulan bagi
perusahaan.
3. Keseimbangan lintasan produksi di divisi konstruksi menjadi lebih baik
setelah dilakukan usulan perbaikan perubahan jumlah mesin. Efisiensi
lintasannya meningkat menjadi 61,6 % dan balance delay turun menjadi
39,4%.
6.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk kelanjutan dari penelitian
adalah sebagai berikut:
I-57
1. Penelitian ini hanya difokuskan pada divisi konstruksi oleh karena itu
dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap divisi-divisi
yang lain untuk meningkatkan kinerja departemen produksi CV. Mitra Jati
Mandiri.
2. Penelitian ini hanya sebatas usulan dan wacana bagi perusahaan CV. Mitra
Jati Mandiri. Saran dari penulis sudilah kiranya hasil dari penelitian ini
menjadi salah satu alternatif pilihan bagi perusahaan dalam usaha untuk
memperbaiki sistem di divisi kostruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, K. R. Introduction To Sequencing and Scheduling. New York: John Wiley and Sons, 1974.
Fogarty, D.W. et al. Production and Inventory Managemant. Cincinnati: South-
Western Publishing Co and APICS, 1991. Hendry, L.C., and Kingsman, B.G. “Production Planning System and Their
Applicability to Make-To-Order Companies”. European Journal of Operational Research, 40 (1989). Page 1-15.
Sipper, D., and Bulfin, R.L. Production: Planning, Control, and Integration.
New York: McGraw-Hill, 1997. Supranto, J. Statistika: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1987. Heizer, J and Render, B. Principles of Operations Manangemet Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc., 2004 Brigham, E.F and Houston, J.F. Fundamentas of Financial Management, Eight edition. New York: Harcourt, Inc., 1998 Baroto, Teguh. “Perencanaan dan Pengendalian Produksi”. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Pinedo, M and Chao, X. Operations Schedulling. New York: McGraw-Hill, 1999.
I-58
Martinich, J.S. Productions and Operations Management. Canada: John Willey and Sons, Inc., 1997. Pujawan, I Nyoman. “Ekonomi Teknik”. Institut Teknologi Sepuluh November, 2004.