penelitian arkeologi situs mampu

27
PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS MAMPU DESA CABBENG KECAMATAN DUA BOCCOE KABUPATEN BONE H. DARMAWA MAS’UD RAHMAN MUHAMMAD RAMLI ALBERTINUS Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Upload: gitabone

Post on 08-Jun-2015

1.469 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

PENELITIAN ARKEOLOGISITUS MAMPU DESA CABBENG

KECAMATAN DUA BOCCOEKABUPATEN BONE

H. DARMAWA MAS’UD RAHMANMUHAMMAD RAMLI

ALBERTINUS

SUAKA PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALASULAWESI SELATAN DAN TENGGARA

1994

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 2: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

KATA PENGANTAR

Penelitian terhadap situs-situs arkeologi di Sulawesi Selatan merupakan satu tahap

dalam konteks pemahaman berbagai warisan budaya bangsa. Kemudian dari rasa mengerti

diharapkan timbulnya rasa memiliki untuk mengupayakan adanya rasa tanggung jawab

melestarikan warisan budaya bangsa.

Kegiatan penelitian yang dilakukan di Situs Mampu tidak terlepas dari konteks

memahami dan mengupayakan terciptanya keinginan untuk melestarikan situs Mampu

sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang banyak merekam berbagai aspek

kehidupan masyarakat Bone di masa lampau.

Kami yakin, bahwa upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan dari berbagai

pihak, maka pada kesempatan ini saya ingin mengucapakan rasa terima kasih terhadap

teman-teman yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Bapak Camat Dua BoccoE,

Kepala Desa Cabbeng dan masyarakat dengan suka cita menerima teman-teman

berpangkalan di rumahnya. Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kecamatan Dua BoccoE Kabupaten Bone yang telah mengizinkan salah seorang stafnya

menemani Tim dari awal sampai selesai melaksanakan tugasnya

Khusus kepada saudara Drs. Muhammad Ramli dan Drs. Albertinus yang telah

menyusun laporan ini saya ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa

memberikan Rahmatnya kepada kita semua.

Cabbeng, April 1994

Kepala Kantor Suaka PSP Sulselra,

Dr. DARMAWAN MAS’UD RAHMAN, M.Sc.NIP. 130207 910

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 3: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

TIM PELAKSANA

A. Kantor Suaka PSP Sulselra

1. Prof. DR. H. Darmawan MR., M.Sc. Penanggung Jawab

2. Drs. Bahru Kallupa Koordinator

3. Drs. Muhammad Ramli Ketua Tim

4. Drs. Albertinus Wakil Ketua

5. Drs. Irwani Rasyid Anggota

6. Karaeng Demmanari Anggota

7. Manjakali Anggota

8. Thomas, S.H. Anggota

9. Mappainga Anggota

10. Muh. Yamin A.P.

B. Mahasiswa Arkeologi UNHAS

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 4: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

I. PENDAHULUAN

I. 1. Dasar

Penyelamatan situs cagar budaya merupakan salah satu usaha untuk

melestarikan warisan budaya bangsa sebagai ikhtiar untuk memupuk kebanggaan

nasional demi memperkokoh kesadaran jatidiri bangsa. Selain itu benda cagar budaya

dan situsnya juga merupakan sumber daya budaya yang sangat penting artinya bagi

kepentingan sejarah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam rangka memajukan

kebudayaan bangsa demi kepentingan nasional.

Melalui perjalan sejarah upaya-upaya penyelamatan benda cagar budaya

beserta situsnya di Indonesia masih menemukan kendala-kendala yang merugikan

kegiatan pelestarian warisan budaya bangsa. Padahal hakikat situs cagar budaya

sebagai sumber daya budaya sangat terbatas dan tidak dapat diperbaharui, karena

terkait langsung dengan lingkungannya. Sehingga apabila tidak segera diambil langkah-

langkah yang terpadu dan tepat untuk penyelematannya, maka dalam waktu yang relatif

singkat kita dapat kehilangan sosok warisan budaya bangsa.

Dalam konteks penyelamatan dan pelestarian benda cagar budaya beserta

situsnya di Sulawesi Selatan dan Tenggara dewasa ini di perhadapakn pada masalah

adanya perbedaan kepentingan dalam penggunaan lahan dimana lokasi Goa Mampu di

Desa Cabbeng Kecamatan Dua BoccoE Kabupaten Bone Sulawesi Seloatan. Terjadi

eksploitasi pada lantai situs untuk kepentingan pupuk guane oleh masyarakat setempat

yang mengakibatkan kerusakan data arkeologis sebagai benda cagar budaya, yang

pada akhirnya bermuara pada hilangnya satu sosok warisan budaya bangsa.

Berdasarkan informasi Drs. Bahru Kallupa, staf Kantor Suaka Peninggalan

Sejarah dan Purbakala Sulselra dan laporan hasil pra survei Drs. Muhammad Ramli dan

Drs. Albertinus staf Suaka PSP Sulselra pada bulan Februari 1994, bahwa mereka

menemukan beberapa data arkeologi berupa artafak dan acofak yang diasumsikan

sebagai peninggalan budaya masa prasejarah. Mereka juga melaporkan adanya adanya

kegiatan eksploitasi pada permukaan lantai Gua secara intensif, sehingga lantai gua

mengalami tingkat kerusakan lebih parah.

Sebagai realisasi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992

tentang benda, PP Republik Indonesia nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan UU

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 5: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

No. 5 tahun 1992 dan Pedoman Pengelolaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala tahun

1991, maka melalui surat Perintah Kepala Suaka PSP Sulselra bernomor :

756/M.3/U/1994 dan nomor 757/M.3/U/1994 masing-masing bertanggal, 4 April 1994,

Perihal Survei dan Ekskavasi Penyelamatan terhadap situs Gua Mampu mulai tanggal, 7

s.d. 19 April 1994.

I.2 Tujuan

Survei dan ekskavasi penyelamatan terhadap situs Gua Mampu, dilakukan

sebagai berikut :

1. Penyelamatan benda cagar budaya beserta situsnya sebagai warisan budaya

nasional.

2. Inventarisasi dan dokumentasi benda cagar budaya beserta situsnya.

3. Pencatatan bentuk-bentuk data arkeologis, cara-cara hidup dan proses budaya.

4. Mencoba menyususn rekontruksi kronologi, cara-cara hidup dan proses budaya yang

pernah berlangsung pada lapisan-lapisan tertentu dari situs Gua Mampu Kabupaten

Bone

I. 3. Ruang Lingkup

Berdasarkan pada sasaran dan rumusan di atas, pengamatan arkeologi ini,

masih membatasi diri pada tingkat situs sebagai satuan pengumpulan dan pengolahan

datanya. Tujuan pengamatan arkeologi ini terbatas pada upaya untuk memperoleh

gambaran tentang batas situs, pola distribusi artefak dan kronologi situs, fungsi

teknologis dan tipologis baik situs maupun artefaknya. Sehingga penelitian dapat

dikategorikan tipe penelitian penjajakan.

Pengoperasian rumusan di atas, sebagai arah penjajakan, didekati dengan

seperangkat asumsi tertentu. Asumsi pertama adalah luas ruang survei dan ekskavasi

secara horizontal dan vertikal dicerminkan oleh kekerapan (frekuensi) dan kepadatan

tinggalan arkeologi di dalam tanah dan permukaan tanah (situs). Asumsi kedua adalah

bahwa pola permukiman dan jenis-jenis kekuatan masyarakat pendukungnya

dicerminkan oleh variabilitas, kekerapan, kerapatan dan distribusi tinggalan arkeologi di

dalam dan di permukaan tanah.

I.4. Strategi Penelitian

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 6: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Situs Gua Mampu yang berada di kawasan bukit Mampu terdiri atas mulut gua,

antara mulut gua satu dengan mulut gua yang lainnya di hubungkan dengan rongga,

sehingga menggambarkan suatu terowongan yang saling berhubungan. Maka sepintas

merupakan satu buah gua yang besar dan terbagi atas enam ceruk (ventilasi alam).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap keenam mulut ceruk

tersebut, terdapat tiga buah mulut gua yang memungkinkan memperoleh data arkeologis

yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyususn rekonstruksi proses budaya yang

pernah berlangsung pada situs ini. Ciri –ciri ketiga mulut gua tersebut yaitu luas ruang di

dalam mulut gua. Jumlah cahaya di dalam mulut gua yang menyinari ruang dan tingkat

kelembaban yang cukup rendah, serta permukaan lantai gua yang cukup datar,

didukung pula dengan temuan arkeologis berupa artefak dan acefak yang tersebar pada

permukaan gua.

a. Metode Pengumpulan Data

Sehubungan dengan pemerian di atas, maka metode eksavasi penyelamatan

ini menggunakan pembedahan tanah terhadap ketiga mulut ceruk tersebut di atas.

Direncanakan membuka kotak uji sebanyak satu buah pada masing-masing ceruk.

Dalam teknik pengumpulan data dengan cara ekskavasi menggunakan sistem

kotak (Box System) berukuran luas 150 cm x 150 cm dengan teknik pendalaman apit

dengan interval 15 cm untuk apit pertama, 10 cm apit selanjutnya. Kemudian masing-

masing kotak yang dibuka menggunakan kode, yaitu nama kabupaten dan situs,

sektor, nomor kotak dan kode kedalaman, contoh : BN.M./ I / 1 / ( 1 )

- BN.M : Kab. Bone. Situs Gua Mampu

- I dstnya : Kode Sektor

- 1 dstnya : Kode Kotak

- (1) dstnya : Kode kedalaman (spit)

Selain dengan cara ekskavasi, pengumpulan data dalam penelitian awal ini

juga diselenggarakan survei sistematis dengan penerapan sistem pencuplikan data

(sampling) terkendali seluas 1.000 m X 500 m terhadap lahan yang ada di atas situs

dan sekitarnya. Sisyem pencuplikan data tersebut diharapkan agar dapat menjawab

masalah yang telah dirumuskan di atas. Hal ini karena adanya kecenderungan, bahwa

masalah-masalah yang diajukan di atas memiliki nafas kuat pada aspek keruangan,

khususnya pengungkapan tentang gradasi kehadiran artefak pada permukaan tanah,

sehingga survei ini diterapkan strategi pencuplikan.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 7: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Dalam pencuplikan ini seluruh artefak jalur, dijaring melalui melalui

pengelompokan tertentu berdasarkan faktor-faktor yang potensial dalam

menghadirkan artefak ke permukaan tanah. Mengingat ragam, kerapatan, dan

distribusi. Dengan cara ini diharapkan bisa pada perhitungan statistik nantinya dapat

ditekan serendah mungkin. Untuk kepentingan pelaksanaan survei. Bidang – bidang

survei ditandai dengan Kode T1, T2, dst. (T=Tempat) dan pencuplikan diurut secara

acak berlapis.

Setelah cara pencuplikan sample ditentukan, disepakati untuk menerapkan,

bahwa sampling akan dilaksanakan dengan menggunakan batas-batas keruangan

tataguna lahan sebagai unit observasi terkecil. Dengan pertimbangan ini asumsi yang

paling dapat diterima adalah tinggalan-tinggalan arkeologis pada satu lahan yang

sama akan mengalami unit observasi terkecil ini, juga terus akan digunakan hingga

tahap analisis, pencatatan dan penyimpanan temuan sudah sejak awal dilakukan

berdasarkan asal lahannya ( unit observasinya ).

Selain pengumpulan data lapangan juga diupayakan pengumpulan data

tekstual atau tinjauan kepustakaan hasil penelitian arkeologi dalam konteks penelitian

ini sabagai bahan perbandingan.

b. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data penelitian awal ini, dipusatkan pada upaya

menganalisis temuan, baik ekskavasi maupun survei yang dikelompokkan kedalam

masing-masing jenis data arkeologi secara umum, seperti : fitur, artefak, dan ecofak

Dalam upaya pengolahan temuam ekskavasi digunakan analisis khusus dan

analisis konteks. Atribut yang diamati dalam analisis khusus meliputi bentuk, bahan,

teknik pembuatan dan jajak pemakaian. Sedang analisis konteks mencari pola

hubungan anatara temuan jenis data yang satu dengan yang lainnya dan anatara

kedudukan dari jenis data temuan yang ada dengan matriksnya.

Selain dilakukan analisis kuantitatif, kualitatif, dan spesial terhadap data

temuam survei di dalam variabel jenis lahan dan variabel jenis temuan.

c. Penafsiran Data

Sebagai langkah terakhir dalam mencapai tujuan dan menjawab

permasalahan-permasalahan dalam kegiatan penelitian awal ini, yaitu tahap

penafsiran data. Dalam tahap ini, pertama-tama yang dilakukan adalah menyususn

tabel-tabel yang berisi data-data jenis temuan, bentuk, jumlah, dan korelasinya..

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 8: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Sedang penyaringan data yang meliputi survei dilengkapi dengan data luas lahan

dan tataguna lahannya. Selanjutnya kegiatan penarikan kesimpulan yang terutama

ditujukan pada penyimpulan fungsi , teknologi, dan tipologi, serta kronologisnya.

Tetapi untuk keperluan ini terlebih dahulu dibuat kesimpulan tentang jenis dan fungsi

artefak.

I.5. Riwayat Penelitian

Penelitian gua-gua di sulawesi selatan dilakukan pertama kali oleh Fritz dan

Paul pada tahun 1902 terhadap Gua-Gua Cakondo I & II, Ululeba, dan Balisao. Hasil

temuan terdiri dari serpih bilah, lancipan bergerigi, dan tulang-tulang manusia. Mereka

menjumpai suku Toala yang pada waktu itu masih tinggal di Gua-Gua dan hutan

sekitarnya. Karena beranggapan bahwa suku Toala adalah pendukung langsung

kehidupan di Gua-Gua. Kemudian mereka menggolongkan temuan-temuan dalam Gua-

Gua sebagai ” Kebudayaan Toala ”

Penelitian berikut dilakukan oleh Van Stein Callensfels pada tahun 1933 untuk

membuktikan kebenaran hasil penelitian Sarasin itu. Kemudian menyusul penelitian

yang dilakukan oleh W.J.A Williams dan F.D Mc Carthy pada tahun 1937, untuk

membuktikan persebaran kebudayaan Toala secara gegrafis. Penelitian ini dilanjutkan

oleh H.R Van Heekeren 1950 yang berhasil menemukan lukisan-lukisan pada dinding

Gua, berupa cap tangan dan babi di Gua Leang-Leang Kabupaten Maros.

Penelitian Gua di Kabupaten Maros ditingkatkan pada tahun 1969 melalui

kerjasama dengan pihak Australia dari Departemen Of Prehistory, Australian National

University Camberra. Yang dipimpin oleh D.J. Mulvaney. Penelitian ini juga bertujuan

untuk menguji kembali hasil-hasil temuan yang pernah diperoleh Van Stein Callenfels

sebelumnya. Dalam penelitian tersebut didapati sejumlah artefak berciri budaya Toala, di

samping karawang polos dan berhias, lancipan bergerigi dari batu yang dianggap unsur

termuda dari budaya Toala dijumpai pula disini. Oleh karena begitu banyaknya artefak

jenis ini ditemukan , maka tim sepakat untuk menamakan tipe lancipan ini, yaitu ”

Lancipan Maros atau Maros Point ”

Pelacakan dan inventarisasi gua-gua prasejarah oleh Kantor Suaka

Peninggalan sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan dan Tenggara, dengan

Mahasiswa Arkeologi Universitas Hasanuddin tetap dilakukan hingga sekarang.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 9: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Berita tentang Gua Mampu di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua BoccoE,

Kabupaten Bone sudah dipublikasikan sebelum 1940-an yang kemudian dikunjungi oleh

James Brooke (kemudian menjadi raja di kerajaan Serawak) untuk membuktikan adanya

laporan tentang patung-patung penganut kepercayaan animisme, yang dikultuskan

sebagai kerabat kerajaan Mampu yang kena kutukan yang berubah menjadi

batu.Sedangkan berita tentang adanya informasi dari Drs. Bahri Kallupe tentang adanya

gejala arkeologis di Gua Mampu, selanjutnya pada tahun 1994 Drs. Muhammad Ramli

dan Drs. Albertinus melaporkan adanya temuan arkeologis berupa artefak dan ecofak di

Gua Mampu. Temuan-temuan permukaan tersebut berupa : alat kerang dan alat batu

dan molusca serta tulang aves.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 10: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Dalam mempertahankan hidupnya seringkali manusia harus menerima

kebijakan alam lingkungannya yang merupakan bentang ruang aktivitas hidupnya.

Bentuk kebijakan itu ditandai dengan tersedianya berbagai berbagai kapasitas

prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh manusia. Selanjutnya bentuik toleransi

yang diberikan manusia sebagai tanggapan terhadap kebijakan tersebut ditandai dengan

mengadaptasikan dirinya. Oleh karena itu hubungan antara manusia dengan lingkungan

merupakan suatu keterikatan yang sangat mendasar dan tak terpisahkan.

Pada bab II laporan pendahuluan ini akan diungkapkan bagaimana lingkungan

alam mempengaruhi latar belakang sosial budaya manusia pendukung Gua Mampu,

termasuk di dalamnya cerita rakyat tentang Gua Mampu itu sendiri yang berkembang

kemudian.

II.1. Lokasi

Situs Gua Mampu terletak di gugusan bulit gamping Mampu yang memanjang

dari arah timur ke barat pada gugusan ini terdapt ceruk. Situs ini berada pada 100 meter

dari permukaan laut masul wilayah administrasi RK II Desa Cabbeng Kecamatan Dua

BoccoE Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan.

Jarak tempuh sekitar 32 kilometer dari Watampone ibu kota Kabupaten Bone.

Dan sekitar 4 kilometer arah selatan ibu kota Kecamatan Dua BoccoE, melalui jalan

daerah yang sudah dikeraskan.

II.2. Lingkungan

Ekskavasi penyelamatan ini dilaksanakan di dalam perut bukit gamping Mampu

yang terletak di RK II Desa Cabbeng Kecamatan Dua BoccoE Kabupaten Bone.

Walaupun demikian penyaringan data lingkungan menjangkau seluruh lahan lahan yang

berada di sekitar bukit tersebut.

Situs Gua Mampu terbentuk dari satuan batuan gamping dibeberapa bagian

permukaannya tertutupi oleh satuan alluvium, sedang pada bagian di dalam perut Gua

terutama pada lantai Gua tertutupi oleh batuan lanau dan travertin (endapan sinter).

Terbentuknya batuan ini memungkinkan beberapa tanaman yang dapat dikonsumsi oleh

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 11: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

manusia maupun binatang. Kemudian oleh penduduk dimamfaatkan lahan ini sebagai

pemukiman dan tegalan yang ditanami kelapa, jambu mente, pisang,asam,kakao,

mangga, kapuk, beringin,jati, pepaya, talas, ubu kayu, nangka, ketapang, jarak,lontar,

rumput,hutan belukar,dan lain-lain.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa situs Gua Mampu terbentuk dari

batuan gampingm sehingga pada bagian perutnya terdapat pintu masuk. Berdasarkan

hasil pengamatan terdapat enam ceruk yang dihubungkan dengan ceruk lainnya. Pada

bagian dalam Gua terdapat travertin yang membentuk stalagmit, stalaktit sehingga

membentuk pilar-pilar alam, Flowstone, rendomstone. Walaupun beberapa terowongan

tertentu terdapat tempat-tempat yang cukup gelap, tetapi pada bagian-bagian mulut Gua

terang karena jumlah sinar matahari yang masuk cukup banyak. Suhu udara terutama

yang terdapat pada mulut Gua berkisar 26-29 derajat Celcius dengan kelembaban

sekitar 80 %. Dengan keadaan ini manusia dapat hidup di dalamnya. Sedankan pada

bagian terowongan yang gelap pada langit-langit Gua ditempati kelelawar dan burung

walet dalam jumlah yang sangat besar. Kemudian penduduk setempat kotoran kelelawar

dan burung walaet diproduksi sebagai Guane. Berdasarkan irisan yang ditemukan pada

salah satu lantai Gua disektor II memberikan petunjuk, bahwa pemamfaatan langit-langit

Gua Mampu oleh kelelawar sudah berlangsung cukup lama dalam kurung waktu yang

panjang dengan adanya deposit tulang belulang setebal 7 cm yang berada 28 cm dari

permukaan tanah.

II.3. Geologi

Batuan pembentuk situs Gua Mampu adalah batuan gamping, tetapi pada

beberapa bagian pada permukaan batuan ini sudah tertutupi oleh lapisan lanau dan

endapan sinter (travertin). Bentangan alam yang merupakan sebuah bukit gamping yang

memmanjang dari arah timur ke barat meliputi batuan karst yang tersingkap di Sumpang

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 12: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Labbu di bagian barat Watampone. Batuan ini juga tersingkap di kawasan karst

CittaKabupaten Soppeng yang membentuk Gua Codong. Kemudian di kawasan

Barrubatuan ini juga tersingkap di Daerah Bulu Dua, oleh karsnya singkapan gamping

yang terdapat di perbukitan Gua Mampu termasuk di dalam formasi Taccipi.

Sejarah geologi formasi Taccipi periode tertier pada kurun Miosen. Sedangkan

topografi daerah penelitian dalam skala sedang membentuk daerah perbukitan yang

terletak pada bagain selatan situs. Daerah ini yang landai sehingga daerah inin

termasuk morfologi bergelombang sedang hingga lemah.

II.4. Cerita Rakyat

Keberadaan Gua Mampu di Dusun Aluppang Desa Cabbeng merupakan

sebuah monumen saksi kehadiran suatu kelompok komunitas dengan segala

aktifitasnya sejak jaman dahulu kala di Mampu.

Menurut sumber lisan yang berkembang secara turun temurun, bahwa setelah

keturunan Dewata sudah tiada, keadaan dimana-mana menjadi kacau balau termasuk

mampu. Waktu itu Mampu terbagi dua, yaitu daerah Malaturu dan daerah Limpo Majang.

Kedua daerah tersebut dipisahkan oleh sungai

Setelah kekacauan dan ketidakstabilan masyarakat berlangsung sekian lama di

Mampu, maka suatu hari setelah didahului oleh peristiwa alam yang menakutkan dan

menimbulkan kekacauan selama tujuh hari tujuh malam, tiba-tiba muncul dua orang

bersaudara di ujung sebelah barat gunung yang tidak diketahui asal-usulnya. Kedua

orang ini bernama Guttu Tallemma, dan yang wanita bernama We Sinra Langi. Tidak

lama setelah kehadiran kedua orang ini, di sebelah timur muncul lagi dua orang

bersaudara seorang pria dan seorang wanita. Kehadiran keempat orang tersebut yang

dikultuskan sebagai ”TO-Manurung”, ternyata menarik simpati masyarakat Mampu dan

bermaksud menjadikannya pemimpin.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 13: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Kemudian keempat To-Manurung ini terjadi kawin mawin. Setelah perkawinan

kedua pasang ”To-Manurung” hidup makmur dan damai dan pasangan pertama, yaitu

Guttu Tallemma dengan We Sengeng Telaga, melahirkan seorang anak laki-laki

bernama ” Laoddang Patara ” sedangkan pasangan yang lain, yaitu Lapaturungi

dengan We Sinra Langi.

Setelah usia kedua putra putri To-Manurung tersebut mencapai usia dewasa La

Oddang Patara dengan We Lale Uleng sekaligus mengangkat menjadi raja pertama di

Mampu untuk mewujudkan keinginan tersebut, masyarakat mampu mengadakan

musyawarah untuk menetapkan siapa siapa yang akan menghadap To-Manurung.

Setelah tiba waktu yang ditetapkan, maka berangkatlah utusan tersebut menghadap To-

Manurung untuk menyampaikan hasrat rakyat Mampu. Dan sesudah terjadi percakapan

antara To-Manurung dengan utusan masyarakat Mampu tercapailah kata sepakat La

Oddang Patara Sebagai Raja Mampu. Keberadaan Raja Mampu ini menjadikan

Kampung Mampu menjadi kawasan yang disegani karena kemakmuran dan

kesejahteraannya. Hal ini karena La Oddang Patara dalam menjankan roda

pemerintahannya adil dan bijaksana serta sangat merakyat. Akibatnya rakyat yang

merasa terangkat atas kehadirannya dan sebagai ungkapan bakti dan rasa terima kasih

mendirikan sebuah istana di bagian utara Gunung Mampu.

Beberapa waktu kemudian kedua pasang To-Manurung tersebut menghilang

(Mallajangngi). Kejadian ini tidak menyurutkan semangat Raja Mampu La Oddang

Patara dalam memajukan kerajaan dan meningkatkan penghasilan rakyatnya.Hal ini

dimungkinkan karena Raja Mampu I adalah seorang ahli di bidang pertanian.

Setelah empat puluh tahun bertakhta La Oddang Patara yang tumbuh gagah

perkasa dan rupawan , keadaan tersebut menarik minat putra-putri raja La Urek Ruk,

LaturungpangE, We Lette Papi untuk turun menuai padi. Ketika ketiga putra putri raja

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 14: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

berada di sawah, maka raja Mampu beserta isterinya dan putri bungsunya yang

bernama We Apung Mangenre, serta sebagian besar harta bendanya menjadi batu

karena kutukan Dewata yang lazim disebut ”Malebboe Ri Mampu”

Kemudian oleh sebahagian masyarakat percaya, bahwa Raja Mampu beserta

keluarganya yang dikutuk oleh dewata sehingga menjadi batu ialah Gua Mampu di Desa

Cabbeng.

Terdapat pula cerita rakyat, bahwa dikerajaan Mampu dahulu kala ada

sepasang pengantin baru yang belum saling mengenal. Pengantin baru perempuan

memiliki kelebihan pandai menenun kain (Mattennung). Pada suatu ketika salah satu

alat tenunnya (anak caropong) jatuh di bawah rumahnya. Maka dengan demikian

pengantin baru perempuan tersebut harus melewati tangga untuk turun mengambil anak

caropongnya yang ada di bawah rumah. Akan tetapi mereka malu untuk turun ke tanah

karena ada suaminya (pengantin baru laki-laki) duduk di tangga, maklumlah keduanya

belum saling mengenal (belum sikacuang). Sehingga mereka mengurungkan niatnya

untuk turun ke tanah. Setelah itu mereka kembali kedalam rumah. Pada saat itu pula

ada seekor anjing (asu) lewat di bawah rumah. Dan selanjutnya mereka meminta tolong

kepada anjing tersebut agar dapat diambilkan alat tenunnya yang jatuh di bawah rumah.

Lalu mengatakan ” Anjing ! Ambilkan anak Caropongku ” dan sampai ketiga kalinya

anjing tersebut langsung menggigit anak caropong tersebut, dan seketika itu anjing dan

seluruh isi kerajaan Mampu termasuk Raja Mampu sendiri berubah menjadi batu

(Malebbo) dikutuk oleh Dewatae.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 15: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

BAB III

PELAKSANAAN PENYARINGAN DATA

III.1. Ekskavasi

III.1.A. Lay Out

Sebagai tahap awal di dalam kegiatan penataan kotak, terlebih dahulu

dilaksanakan pemetaan terhadap ruang-ruang yang terdapat di dalam gua.

Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan pada ruang-ruang situs dibagi atas tiga

sektor. Penentuan penempatan sektor ini didasarkan atas pertimbangan kapasitas

lingkungan alamnya, yaitu jumlah cahaya yang masuk menyinari suatu ruangan dan

kerapatan sebaran artefak dan ecofak yangterdapat pada permukaan tanahnya.

Selanjutnya sektor I terletak pada rongga kedua gua, berjarak 100 meter dari mulut

utama (pintu masuk/keluar gua). Sektor II terletak pada rongga ke tiga gua berjarak

225 meter arah selatan mulut utama gua, Sedangkan sektor III terletak pada rongga

pertama gua berjaraj 70 meter arah barat laut dari mulut gua utama.

Dalam meletakkan kotak ekskavasi, masing-masing sektor memiliki Datum

Point (DP) sendiri-sendiri. DP Sektor I ditetapkan pada sebuah batu rebah yang dipagar

sekelilingnya. Setelah DP ditetapkan selanjutnya dibuka ko9tak galian sebanyak satu

buah seluas 150 cm x 150 cm dalam posisi tegak pada arah mata angin. Berdasrkan

hasil pengukuran, letak kotak ekskavasi di sektor I ini berada pada ketinggian 2,25

meter dan berjarak 8,53 meter dengan azimuth 80 derajat N-E dari DP. Sedang DP

sektor II ditetapkan pada sebuah batu berukuran 1 x 1 x 1 meter yang berda di tengah

jalan menuju pada sebuah batu rebah yang dikelilingi pagar besi. Setelah ditentukan

Dpnya selanjutnya dibuka kotak galian seluas 150 cm x 150 cm dalam posisi tegak

pada arah mata angin. Berdasarkan hasil pengukuran, letak kotak galian berada pada

ketinggian 1,48 meter dan berjarak 9,45 meter dengan azimuth 62 derajat N-E dari DP.

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 16: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Demikian pula pada sektor III, DP ditetapkan pada sebuah pilar batu yang berada tepat

d itengah sektor III. Setelah DP ditetapkan selanjutnya dibuka kotak galian satu buah

berukuran 150 cm x 150 cm dalam posisi tegak pada arah mata angin. Berdasarkan

hasil pengukuran kotak galian berada pada ketinggian 76 meter dan berjarak 7,50

meter dengan azimuth 21 derajat N-E dari DP.

III. 1.B. Proses Ekskavasi

1. Sektor I

Kotak 1 (BNM/I/1)

Permukaan :

Permukaan tanah kotak galian BNM/I/1 miring dari arah barat ke arah timur,

sehingga masing-masing sudutnya mempunyai ketinggian yang berbeda. Dari hasil

pengukuran menunjukkan titik 0 (nol) cm berada timur laut., sudut tenggara 60 cm. Keadaan

tanah merupakan tanah endapan lanau berwarna coklat hitam.

- Spit (1)

Penggalian tanah BNM/I/1/(1) dilaksanakan diantara kedalaman 0 cm - 15 cm

secara horizontal dari sudut tertinggi kotak gali. Keadaan tanahnya terutama pada bagian

topsoil sedikit gembur berwarna coklat kehitaman, bercampur dengan kulit kerang air

payaudan sedikit potongan arang, gigi taring dan cakar kelelawar. Sedang temuan lainnya

adalah tembikar kasar polos dari pecahan bagaian badan.

-Spit (2)

Penggalian tanah BNM /I/1/(2) dilaksanakan diantara kedalaman 16 cm – 25

cm. Keadaan tanahnya sedikit gembur berwarna coklat dari endapan lanau. Tanah ini

bercampur dengan travertin yang menyebar di dalam beberapa kotak dan beberapa kulit

kerang air tawar serta kulit kerang laut. Dalam penggalian ini ditemukan lapisan konsentrasi

arang dan abu sisa hasil pembakaran seluas 12 x 30 cm setebal 1,7 cm membujur dari

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 17: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

utara ketenggara di bagian utara kotak gali. Disini juga ditemukan tulang taring dan cakar

kelelawar, temuan lainnya adalah tembikar kasar polos dari bagian bentuk badan.

- Spit (3)

Penggalian BNM/I/1/(3) dilaksanakan diantara kedalaman 26 cm-35 cm.

Tekstur tanahnya halus berasal dari endapan lanau sehingga tampak gembur berwarna

coklat kekuningan tetapi di bawah konsentrasi arang dan abu tersingkap pada split

sebelumnya ditemukan lapisan tanah berwarna merah yang mungkin terjadi akibat

oksidasi panas yang terjadi di atasnya dalam waktu relatif lama. Lapisan tanah pada split

ini bercampur dengan kulit kerang air tawar dan laut jenis gastrapodae polipodai. Dari

lapisan ini juga ditemukan beberapa tulang gigi dan cakar kelelawar. Sedang temuan

lainnya beberapa tembikar polos bagian tepian dan badan serta sebuah pragmen

tembika halus bagian badan yang mempunyai hiasan gores melingkar.

-Spit (4)

Penggalian BNM/I/1/(4) ini dilaksanakan diantara kedalaman 36 cm sampai

dengan 45cm, tanahnya tanahnya merupakan tanah endapan Lanau dengan tekstur

gembur berwarna coklat kekuningan bercampur dengan pecahan kulit kerang air tawar

dan laut yang tersebar di lapisan tanah spit ini. Di dalam lapisan tanah ini juga

ditemukan potong arang serta konsuntrasi temuan tulang, gigi taring dan cakar burung

kelelawar yang berassosiasi dengan pecahan – pecahan kulit kerang laut dan air tawar

jenis gastrapodae dan pelicypodae, temian lainnya berupa fragmen tembikar kasar dan

halus bagian tepian dan badan yang polos.

-Spit (5)

Penggalian BNM/I/1/(5) ini dilaksanakan diantara kedalaman 46 cm sampai

dengan 55 cm. Keadaan tanahnya gembur berwarna coklat bercampur dengan pecahan

kulit kerang laut dan payau dari jenis gastrapodae dan pelicypodae. Pada bagian lapisan

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 18: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

ini juga ditemukan tulang, gigi taring, dan cakar burung kelelawar dalam jumlah yang

cukup besar. Selain itu juga ditemukan beberapa tembikar kasar bagian badan. Temuan

ini yang menarik beberapa keping batu lime atone yang mempunyai kekerasan tinggi

yang diduga sebagai alat. Demikian juga temuan sepotong tulang yang telah mengalami

proses pengerjaan yang lebih lanjut untuk difungsikan sebagai alat penusuk ” Bone

Poin”. Juga kulit kerang jenis gastrapodae dan pelicypodae yang diproses untuk

difungsikan sebagai alat penyerut.

-Spit (6)

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone

Page 19: Penelitian Arkeologi Situs Mampu

Dirilis Oleh Lembaga Seni Budaya Teluk Bone