pendidikan anak
DESCRIPTION
zzzTRANSCRIPT
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Peranan Orang Tua Dalam Keluarga
1. Kedudukan Orang Tua Dalam Keluarga
Peranan ( role ) mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dengan yang
namanya kedudukan ( status ), status dapat di definisikan sebagai suatu peringkat
atau proses seseorang dalam suatu kelompok ( Horton dan Chester, 1991 : 118 ).
Untuk peranan Horton dan Chester ( 1991 : 118 ) memberikan batasan
bahwa peranan sebagai perilaku yang di harapkan dari seseorang yang
mempunyai suatu status. Jadi peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (
status ) ( Soerjono Soekanto, 1990 : 268 ).
Soerjono soekanto (1990 ; 269 ), mengemukakan bahwa peranan
mencangkup ke dalam 3 hal yaitu :
1. Peranan meliputi norma – norma yang menghubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkuman peraturan – peraturan yang membimbing
seoran dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat di lakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi
3. Peranan juga dapat di katakan sebagai prilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Seorang akan mempunyai seperangkat peranan, karena suatu status yang
di sandangnya tidak mempunyai satu peran tunggal, tetapi sejumlah peran yang
17
saling berhubungan dan cocok. ( Merton dalam Horton dan Chester, 1991 : 120 ).
Perangkat peran dan seseorang itu misalnya seorang suami, ia juga seorang anak
laki-laki, seorang pencari nafkah, tokoh politik, pendidik bagi anak- anak tersebut.
Soerjono Soekanto ( 1990 : 165-267 ) membagi status menjadi Ascribed
status, Aschieved status, dan Assigned status. Status yang di tentukan ( Ascribed
status ) misalnya seorang Raja, Status yang di perjuangkan ( Aschieved status )
misalnya seorang guru, untuk status yang di berikan ( Assigned status ) misalnya
orang tua.
Lain di kemukakan oleh pendapat Singgih dan Ny. Singgih ( 1991 : 185 )
yang mengartikan keluarga sebagai unit sosial yang paling kecil dalam
masyarakat. Peranan keluarga terhadap perkembangan sosial sangat besar, terlebih
pada awal perkembangan kepribadian selanjutnya. Sementara itu, menurut
pendapat F,J Brown yang di kutif oleh M.I Soelaeman ( 1994 : 6 ) keluarga dapat
di artikan dua macam yang di tinjau dari sudut pandang sosiologis yaitu dalam arti
yang luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah dan atau
keturunan, sedangkan dalam arti yang lebih sempit keluarga meliputi orang tua
dan anak-anaknya.
Pandangan Maciver dan Page yang di kutif oleh M.L.Soelaeman ( 1994 : 9
) menyebutkan lima ciri khas keluarga yaitu :
1. Adanya hubungan berpasangan antara kedua jenis ( pria dan wanita )
2. Di kukuhkan oleh suatu pernikahan
3. Adanya pengakuan terhadap keturunan ( anak ) yang di lahirkan
dalamhubungan tersebut.
18
4. Adanya kehidupan ekonomis yang di selenggarakan bersama orang tua
dan anak- anaknya.
5. Diselenggarakan kehidupan berumah tangga
1. Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Keluarga
Orang tua sebagai pemimpin dalam suatu keluarga dan orang tua
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar yang harus di jalankan dengan
baik. Orang tua dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut di laksanakan
melalui berbagai fungsi M.I Soelaeman mengemukakan delapan fungsi keluarga
yang harus di lakukan oleh orang tua yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi Edukasi
Pelaksanaan fungsi edukasi keluarga merupakan realisasi salah satu
tanggung jawab yang di pikul orang tua, dengan salah satu momen momen dari tri
pusat pendidikan, keluarga merupakan lingkngan pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak dalam kedudukan ini wajarlah apabila kehidupan keluarga
sehari-hari. Pada saat-saat tertentu beralih menjadi situasi kehidupan keluarga
yang di hayati si terdidik sebagai iklim pendidikan yang mengundangnya untuk
melakukan perbutan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan.
b. Fungsi sosialisasi
Tugas keluarga dalam mendidik anak tidak saja mencangkup
pengembangan individu anak agar menjadi pribadi yang mantap, akan tetapi
19
meliputi pula upaya membentunya dan mempersiapkannya menjadi anggota
masyarakat yang baik.
Dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi, keluarga menduduki
kedudukan sebagai penghubung anak dalam kehidupan sosial dan norma-norma
sosial yang meliputi penerangan dan penafsiran ke dalam bahasa yang dapat di
mengerti dan di tangkap makanya oleh anak selanjutnya pelaksanaan fungsi
sosialisasi anak itu memerlukan fasilitas, pola komunikasi serta iklim psikologis
yang memadai sesuai dengan tujuannya. ( M. I. Soelaeman 1994 : 89 ).
c. Fungsi Proteksi/ Fungsi Lindungan
Dengan perkataan lain fungsi ini melindungi anak dari
ketidakmampuannya bergaul dengan lingkungan pergaulannya, melindunginya
dari sergapan pengaruh yang tidak baik yang mungkin mengancamnya dari
lingkungan hidupnya, lebih-lebih dalam kehidupan dewasa ini yang serba
kompleks. ( M.I. Soelaeman 1994 : 92 ).
Mendidik pada hakekatnya bersifat melindungi yaitu melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik dari hidup yang menyimpang dari norma,
dengan kata lain fungsi ini melindungi anak dari ketidakmampuannya bergaul
dengan lingkungan pergaulannya, melindungi dari pengaruh yang tidak baik.
d. Fungsi Afeksi
20
Pada saat ini masih kecil perasaan memegang peranan yang sangat
penting, secara inisiatif dia bisa merasakan atau mencangkup suasana perasaan
orang tua saat berkomunikasi. Fungsi afeksi lebih banyak menggunakan suasana
kejiwaan dari orang tua.
e. Fungsi Religius
Keluarga terutama orang tua berkewajiban memperkenalkan, mengajak
serta memberikan pengertian sedini mungkin terhadap anak dan anggota keluarga
lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuanya bukan sekedar untuk mengetahui
kaidah-kaidah agama, melainkan agar anak memiliki keyakinan yang kuat untuk
menjadi insan beragama.
Menurut M.I Soelaeman (1994 : 100 ) ada aspek usaha-usaha yang dapat
di laksanakan dalam keluarga yaitu :
1. Aspek Fisik
Yamg berupa penyediaan lingkungan fisik yang mengandung nilai-nilai
dan ciri-ciri keagamaan seperti penyediaan fasilitas untuk
melaksanakan kegiatan keagamaan, gerak dan prilaku yang
mengandung nilai religius baik berupa ritual ibadah yang dapat di lihat
seperti shalat, berdoa dll.
2. Aspek Psikologi
Emosional yang dapat mengugah rasa keagaman seperti : kesungguha
dan kekhususan dalam melaksanakan ibadah.
3. Aspek Sosial
21
Berupa hubungan sosial antara anggota keluarga serta antara keluarga
yang satu dengan keluarga yang lain seperti : hubungan dengan
lembaga-lembaga keagamaan yang di landasi ataupun di warnai
kehidupan keagamaan.
f. Fungsi Ekonomis
Dalam kaitannya dengan fungsi ekonomi keluarga kiranya patut kita bina
pengertian kesadaran dan sikap anak dan seluruh anggota terhadap uang dan harta
kekayaan pada umumnya yaitu uang dan harta itu sekedar alat yang dapat kita
manfaatkan bagi kesejahtraan hidup. Maka pengertian-pengertian sikap yang tepat
terhadap materi di sertai solidaritas serta pertanggungjawaban bersama di antara
sesama anggota keluarga kiranya dapat membantu pelaksanaan fungsi ekonomi
keluarga dengan tepat dan wajar. Serta fungsi ekonomi keluarga meliputi :
pencairan nafkah, perencanaannya serta pembelajaran dan pemanfaatannya.
g. Fungsi Rekreasi
Fungsi reaksi di artikan sebagai pemberian sebagai pemberian rasa aman
dan nyaman yaitu suasana yang tenang, damai, jauh dari ketegangan bathin, segar
dan santai yan dapat di rasakan oleh anggota keluarga.
Fungsi reaksi dalam keluarga sangatlah penting untuk di laksanakan. Hal
ini sejalan dengan yang di kemukakan oleh M.I. Soelaeman ( 1994 : 110-111 )
yaitu bahwa :
1). Reaksi itu kemungkinan untuk menggugah keseimbangan kepribadian
anggota keluarga
22
2). Reaksi itu dapat menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi
ketenganhan-ketengahan yang mungkin timbul dalam keadaaan lelah
karena kesibukan tugas sehari-hari, maka reaksi dapat di pandang
sebagai selingan yang sehat yang dapat mengembalikan kita kepada
keseimbangan kepribadian itu.
3). Rasa nyaman dan santaiyang di timbulkan reaksi itu mempermudah
lahir dan langsung mengerti, memperkokoh kerukunan dan solidaritas
serta saling memperhatikan kepentingan masing-masing.
4). Rasa nyaman dan betah dalam keluarga dapat menimbulkan pula rasa
tentram dan damai serta kasih sayang kepada kelurga yang
menimbulkan dan merealisasikan keinginan untuk memelihara
bersama, kerjasama dan tanggung jawab bersama.
5). Menghormati serta memperhatikan kepentngan masing-masing artinya
dalam menghadapi suatu perkara mereka itu tidak hanya melihat hal
tersebut dari sudut pandang sendiri untuk kepentingan sendiri
melainkan juga dari sudut pandang pihak lain serta mengkaitkannya
dengan kepentingan pihak lain.
h. Fungsi Biologis
Dalam kehidupannya manusia memiliki berbgai kebutuhan, salah satunya
yang cukup vital adalah kebutuhan biologis.
23
Fungsi biologis keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan biologis antara anggota keluarga di antara kebutuhan biologis ini
adalah kebutuhan akan keterlindngan fisik guna melangsungkan kehidupannya,
keterlindungan kesehatan, keterlindungan dari rasa rasa lapar, haus, kedinginan,
kepanasan, kelelahan, bahkan juga kenyamanan dan kesegaran fisik termasuk
juga kebutuhan biologis ialah kebutuhan seksual.
B. Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Moral Anak
1. Pendidikan Moral Anak Sebagai Generasi Muda
Istilah generasi muda di Indonesia tidak selalu di artikan sebagai golongan
individu tertentu dalam masyarakat Indonesia yang usianya masih muda. Tidak
sedikit orang yang berusia tua mengikuti organisasi sedangkan mereka amsih
muda tidak mengikuti organisasi sama sekali.
Terdapat berbagai pendapat mengenai konsep generasi muda itu sendiri
yang tentunya masing-masing memiliki kekhususan meskipun masih belum dapat
di sepakati dengan jelas. Lebih lanjut kita dapat mengkaji deviinisi generasi muda
yang di uraikan dalam pengembangan moral gnerasi muda yang di kemukakan
oleh Mahmud tentang urusan pemuda di Jakarta pada tahun 1982 ( Simanjuntak
dan Pasaribu, 1990 : 84-85 ) bahwa :
“Generasi muda dalam pengertian umum adalah golongan manusia berusia
muda, yang dapat di pergunakan sebagai pegangan dalam pembinaan dan
pengembangan anak-anak pada khususnya dan generasi muda pada
umumnya“.
1.1. Pengertian Moral
24
Moral bersal dari bahasa latin dari kata Mores yang artinya tata cara,
kebiasaan, adat istiadat ( Hurlock, 1994 : 74 ). Dengan kata lain menurut
Sumarsono Mestopo ( 1984 : 48 ) Mores berarti kaidah tentang perbuatan dan
sikap manusia yang baik dan benar.
Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia
jadi bkan mengenal baik buruknya begitu saja. Tentang moralitas, ( Suggih
Gunarso 1998 : 36 ) menyebutkan moralitas dapat di artikan sebagai nilai dan
moral dalam hubungan dengan kelompok.
Moral adalah sesuatu yang benar-benar ada dan tidak dapat di pungkiri.
Menurut W. Poeseoprodjo ( 1999 : 13 & 119 ) moralitas adalah kualitas dalam
perbutan manusia yang menunjukan bahwa perbuatan itu benaratau salah, baik
atau buruk, pendapat tersebut lebih di tegaskan oleh Soemarsono Mestoko ( 1981
: 3 ) yang mengungkapkan bahwa :
“ Pengertian moral berarti kesanggupan manusia memilih mana yang benar
dan mana yang salah karena itu manusia dapat memilih dan menentukan
sikap dan tingkah laku mana yang baik dan yang buruk serta mana yang
benar dan yang salah dalam pembentukan watak pribadi seseorang “.
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat ( 1985 : 63 ) mengartikan prilaku
moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai- nilai masyarakat, yang timbul
dari hati dan bukan merupakan paksaan dari luar yang di sertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan ( tindakan ) tersebut. Tindakan tersebut haruslah
mendahulukan kepentingan umum bukan kepentingan pribadi.
25
Masalah moral di nyatakan dalam kamus besar bahasa Indonesia bahwa
moral adalah suatu tentang baik buruk, benar salah, ( Purwadarminta, 1984 : 204 )
dan menurut asal usul kata kata moral berasal dari kata mos atau moris ( Bahasa
Latin ) yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tata cara kehidupan ( Singgih.D.
Gunarsa, 1986 : 46 ).
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa moral berkaitan dengan
tindakan atau perbuatan manusia sebagai individu, di mana ia di tuntut untuk
dapat menilai dan memilih mana yang baik dan yang buruk,atau mana yang benar
dan yang salah.
Moral sebagai segala hal yang di anutkan, di yakini atau di lakukan oleh
masyarakat dan setiap orang yang terikat di dalamnya untuk menerima dan
menganutnya. Serta melaksanakan dan juga di dasarkan atas tanggung jawab yang
tinggi terhadap setiap apa yang di lakukannya.
Menurut Franz Magnis Suseno ( 1987 : 14 ) bahwa moral adalah ajaran,
wejangan, khotbah-khotbah , patokan – patokan, kumpulan peraturan dan
ketetapan entah lisan ataupun tertulis tentang bagaimna manusia harus hidup dan
bertindak agar ia menjadi manusia yang baik.
Dalam kehidupan sehari-hari istilah moral seringkali di samakan dengan
istilah etika sehingga kadang-kadang seseorang membicarakan etika padahal
merupakan moral dan sebaliknya membicarakan moral sesungguhnya
membicarakan etika. Sebagai ukuran untuk membedakan hal tersebut Achmad
Charris Zubair ( tanpa tahun : 13 )mengenkakan bahwa :
”Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaiansehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral ( moris ) di pakai untuk perbuatan yang sedang di
26
nilai sedangkan etika di pakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Moral ini dalam bahasa arab di kenal dengan istilah ahlak”.
Sedangkan Franz Magnis Suseno ( 1987 : 14 ) mengenai hal tersebut pula
menjelaskan bahwa :
”Etika adalah sebuah ilmu bukan etika sebuah ajaran. Yang mengajarkan bagaimana kita harus hidup bukan etika melainkan moral. Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu dan berusaha untuk mengerti mengapa dan atas dasar apa kita harus hidup menurut norma-norma tertentu. Dalam hal ini etika tidak berwenang untuk menetapkan apa yang boleh kita lakukan dan yang tidak boleh kita lakukan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa moral memiliki
istilah yang berbeda –beda tetapi mempunyai pengertian dan maksud yang relatif
sama yakni merupakan sustu ukuran bagi prilaku atau tindakan manusia serta
memberi arah bagi manusia untuk memilih perbuatan mana yang baik dan buruk
untuk di lakukan. Benar dan salah serta merupakan kaidah yang harus di taati oleh
manusia dalam hidupnya. Dengan pengertian tersebut maka dapat di kemukkan
bahwa prilaku yang bermoral adalah prilaku yang sesuai dengan ketentuan dan
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat
Yulia Singgih D. Gunarsa ( 2012 : 69 ) yang mengemukakan bahwa “ prilaku
bermoral terdiri dari kumpulan tingkah laku seseorang yang di lakukan sesuai
dengan peraturan-peraturan yang di amalkan dalam suatu suasana atau keadaan
sosial tertentu.”
Moral seseorang tidak lahir, tumbuh dan berkembang dengan begitu saja
akan tetapi perkembangan moral seorang anak banyak di pengaruhi oleh
lingkungannya. Anak memperoleh nilai moral dari lingkungannya, terutama dari
27
orang tuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan berprilaku sesuai dengan
nilai-nilai tersebut.
a. Perkembangan Moral Anak
sebelum penulis menjelaskan mengenai perkembanga moral anak, terlebih
dahulu perlu dikemukakan tentang perkembangan anak itu sendiri. Menurut A.
Subino Hadisubroto (1992:72) perkembangan anak dapat menjadi enam periode
yaitu:
1. Periode Pertama 0-3 Tahun
Pada periode ini dijelaskan bagaimana seorang anak memulai
perkembangan fisik secara penuh. Anak yang dilahirkan dari keluarga
yang berkecukupan tentunya perkembangan fisiknya akan berjslsn
dengan baik karena ditunjsng dengan makanan yang lebih bergizi.
Sedangkan mereka yang kondisinya dibawah rata-rata cenderung tidak
bisa memenuhi gizinya dengan baik.
2. periode kedua umur 3-6 tahun
pada masa ini perkembangan yang paling dominan adalah
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu segala anak akan bertanya
tentang segala macam hal. Terkadang apa yang ditanyakan membuat
orang tua kesulitan untuk menjawabnya.
3. periode ketiga, umur 6-9 tahun.
Periode ini terjadi masa mencontoh, dimana pada masa ini seorang anak
akan selalu mencontoh perbuatan orangtuanya sehari-hari. Oleh karena
itu, pada masa inilah waktu yang sangat baik untuk menanamkan
28
contoh-contoh teladan prilaku yang baik, misalnya, kita berikan teladan
sholat yang ditegakan tepat pada waktunya.
4. periode keempat,umur 9-12 tahun.
Pada periode ini disebut juga sebagai tahap individualisasi. Dimana
seorang anak pada usia ini sudah timbul back ide dan sudah timbul
pemberontakan, dalam arti menentang apa yang tadinya dipercayai
sebagai nilai atau morma.
5. periode kelima, umur 12-15 tahun.
Pada masa ini disebut juga sebagai masa penyesuaian diri secara sosial.
Disini sudah mulai terjadi pematangan dan sudah menyadari adanya
lawan jenis.
6. periode keenam, umur 15-18 tahun
pada periode ini sering disebut sebagai masa penentuan hidup. Dimana
seorang anak mulai menentukan jalan hidupnya, bagaimana dia dan
mau apa dia nantinya. Pada masa ini, ternyata yang banyak menentukan
adalah orang tuanya sendiri.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
perkembangan anak dibagi kedalam enam periode. Dimana masing-masing
periode mempunyai ciri-ciri atau tanda-tanda tertentu. Pada periode pertama yang
menonjol adalah terjadinya perkembangan fisiknya. Periode kedua yang dominan
adalah perkembangan bahasanya. Periode ketiga disebut juga sebagai masa
mencontoh. Periode keempat adalah tahap individualisasi. Periode kelima yang
29
domonan adalah penyesuaian diri secara sosial. Sedangkan pada periode keenam
disebut dengan masa penentuan hidup.
F.J Monk’s dkk ( 1982 : 196 ) mengutif Kohlber ( dalam Lerner dan
Spanier, 1980 ) membegi perkembangan moralitas menjadi 3 yang masing-masing
dibagi menjadi 2 stadium hingga keseluruhannya menjadi 6 stadium, yakni
sebagai berikut :
Tahapan I Penalaran moral yang pra-konvensional
Pada tahap ini anak mengenal baik-buruk, benar-salah suatu perbuatan,
dari sudut konsekuensi ( dampak/akibat ) seorang anak dapat menilai suatu
perbuatan di nilai benar bila tidak di hukum, dan suatu tingkah laku di nilai salah
bila di hukum serta seorang anak berbuat baik karena mengharapkan hadiah.
Tahapan II Penalaran moral konvensional
Pada tingkat ini anak memandang perbuatan itu baik atau berharga bagi
dirinya apabila dapat memenuhi harapan/persetujuan keluarga, kelompok, atau
bangsa. Di sini seorang anak menilai suatu perbuatan itu baik bila ia dapat
menyenangkan orang lain serta bila ia dapat di pandang sebagai anak wanita atau
anak laki-laki yang baik, yaitu bila ia dapat berbuat seperti apa yang di harapkan
oleh orang lain atau oleh masyarakat. Dan seorang anak melihat aturan sosial yang
ada sebagai sesuatu yang harus di jaga dan di lestarikan.
Tahapan III Penalaran moral yang post konvensional
Pada tingkatan ini seorang anak memandang bahwa aturan-aturan yang
ada dalam masyarakat tidak absolut tetapi relatif dapat di ganti serta seorang anak
memahami bahwa peraturan yang ada dalam masyarakat perjanjian antara diri
30
orang dan masyarakat. Individu harus memenuhi kewajiban-kewajibannya, tetapi
sebaliknya masyarakat juga harus menjamin kesejahteraan individu.
Pada tingkatan ini juga ada usaha individu untuk mengartikan nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral yang dapat di terapkan atau di laksanakan terlepas dari
otoritas kelompok, pendukung atau orang yang memegang prinsip-prinsip moral
tersebut. Kohlberg menyebut prinsip ini sebagai prinsip moral yang universal,
suatu norma moral yang pada dasarnya ada dalam konsiensa orangnya sendiri.
Berdasarkan kutipan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat
perkembangan moral anak dibagi kedalam tahapan-tahapan yang berbeda. Pada
tahapan pertama seorang anak akan menurut untuk menghindari hukuman dan
untuk memperoleh hadiah. Pada tahapan kedua seorang anak bersikap
konformistis untuk menghindari celaan dan untuk disenangi orang lain, serta anak
bersikap konformistis untuk mempertahankan sistem peraturan sosial yang ada
dalam kehidupan bersama. Pada tahapan ketiga seorang anak bersikap
konformistis karena memenuhi perjanjian bersama yang ada dalam peraturan
sosial serta tidak melakukan konformistis, karena perintah atau norma dari luar,
melainkan karena keyakinan sendiri untuk melakakukannya.
2.2 Pengertian prilaku moral
a. Pengertian Prilaku
Kamus besar bahasa Indonesia mendevinisikan prilaku sebagai tanggapan
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan sedangkan menurut
Singgih D. Gunarsa ( 2012 : 1 ) prilaku di artikan sebagai :
31
Hasil interaksi artinya dirinya dengan lingkungannya yang harus di
pelajari dalam hubungan dengan lingkungan sehinga prilaku itu merupakan aksi
dan reaksi terhadap rangsangan lingkungan ( segala sesuatu yang bisa merangsang
individu ) sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri dari kumpulan
respons meliputi segala hal yang di dalam dan di luar dirinya menyangkut fisik
maupun sosial.
b. Metode Pendidikan Moral Anak
Pembentukan moral anak yang baik tidak semudah seperti membalikan
telapak tanagan. Tentunya harus di terapkan beberapa metode pendidikan
terhadap anak yang cocok dan sesuai yang di harapkan.
Metode adalah cara yang telah di atur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai sesuatu maksud dan menurut Kamus Besar Bhasa Indonesia ( 1999 :
693 ) : metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang di tentukan. Jadi jelas berdasarkan
pengertiannya metode adalah prosedur yang di susun secara teratur dan logis yang
di tuangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai suatu tujuan
Metode Penanaman Nilai-Nilai yang di ungkapkan oleh Abdullah Nashih
Ulwan 1-153 ) menjelaskan beberapa metode pendidikan yang berpengaruh
terhadap anak yaitu :
1. Pendidikan berdasarkan keteladanan
Metode pendidian dengan keteladanan dalam pendidikan merupakan
bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk anak secara moral. Sebab seorang pendidik merupakan contoh ideal
32
dalam pandangan anak, tingkah laku dan sopan sntun akan di tiru, di sadari atau
tidak bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik
dalam bentuk ucapan, perbutan, hal yang bersifat material, indrawi maupun
spiritual. Karena keteladanan merupkan faktor penentu baik buruknya anak didik.
Dengan demukian hendaklah para orang tua dan semua pendidik
mengetahui bahwa pendidikan dengan keteladanan merupakan tiang penyngga
dalam upaya meluruskan penyimpangan moral dan prilaku anak. Bahkan
keteladanan merupakan asas dalam meningkatkan kualitas anak menuju
kemuliaan, keutamaan dan tata cara masyarakat. Tanpa adanya keteladanan ini,
pendidikan, metode dan nasihat tidak akan berguna dan tidak akan berpengaruh
bagi anak.
2. Pendidikan Berdasarkan Adat Kebiasaan
Diantara masalah-masalah yang di akui dan di tetapkan dalam syariat
islam bahwa pada awal penciptaannya seorang anak itu dalam keadaan suci dan
bertauhid murni, beragama yang lurus dan beriman kepada Allah. Dari sinilah
peran pembiasaan, pengajaran, dan pendidikan dalam menumbuhkan dan
mengiring anak ke dalam tauhid murni, ahlak mulia, keutamaan jiwa dan untuk
melakukan syariat yang lurus. Kemudian juga pendidik harus memberikan
contoh-contoh kebiasaan yang baik seperti mengajarkan anak tentang tata cara
sholat. Orang tua atau pendidik harus mengajarkan juga hukum halal dan haram
33
karena seorang anak yang telah mengetahui hukum halal dan haram di harapkan
anak tersebut nantinya dapat mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangannya. Dan selanjutnya orang tua atau pendidik harus mengajarkan kepada
anak untuk mencintai nabi mereka, mencintai keluarganya dan mencintai Al-
Quran sebagai petunjuk hidupnya. Dan kemudian mengajarkan kepada mereka
baca tulis Al-Quran sehingga mereka akrab dengan sepak terjang kepahlawanan,
dan jihad generasi pertama islam. Sehingga mereka terikat secara emosional
dengan sejarah islam, dan terikat dengan undang-undang dan sistem Al-Quran.
”Pendidikan dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok pendidikan dan merupakannsalah satu sarana dalam upaya menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya. Hal ini berangkat dari perhatian temu muka, memberi peringatan dan motivasi, serta berbagai petunjuk dan pengarahan. ( Abdullah Nashih Ulwan, 1992: 12 )”. 3. Pendidikan Melalui Nasihat
Salah satu metode pendidikan anak yang perlu di lakukan oleh orang tua
selain dari metode keteladanan dan kebiasaan adalah metode pendidikan anak
dengan nasihat. Sebab nasihat sangat berp[eran dalam menjelaskan kepada anak
tentang segala hakikat menghiasinya dengan moral yang mulia dan mengajarinya
tentang prinsip-prinsip islam. Dalam metode ini banyak di gunakan yaitu yang
terdapat dalam Al-Quran karena dengan metode ini akan memberikan nasihat
yang bisa menyentuh langsung ke dalam hati metodenya yaitu :
a. Seruan persuasif yang di iringi istinkar ( penolakan ) yaitu dengan
menggunakan gaya bahasa secara emosional sangat membekas pada
34
jiwa. Ketika Al-Quarn berbicara pada hati dan akal manusia menurut
kadar perbedaan bentuk, jenis kelamin, stara sosial mereka melalui
lidah para Nabi dan da’i.
b. Gaya bahasa bercerita yang mengandung ibrah ( pelajaran ) dan
nasihat, cara ini yaitu di lakukan dengan bercerita tentang hal-hal yang
menarik terutama kisah-kisah Rasul dan dapat di sisipkan nasihat-
nasihat di dalamnya.
c. Pengarahan Al-Quran yang diiringi dengan pesan dan nasihat, dalam
Al-Quran penuh dengan ayat-ayat yan di iringi dengan pesan-pesan
dan nasihat agar pembaca memanfaatkan agama, dunia, dan akhirat
agar rohani, akal, dan fisiknya terbentuk sehimgga kelak akan menjadi
orang yang berguna.
Perlu juga di perhatikan bahwa memberikan nasihat itu tidak semudah
memberikan telapak tangan karena, kalau memberikan nasihat harus memang di
berikan contoh oleh pendidiknya, karena kalau tidak di lakukan oleh pendidiknya
maka nasihat itu tidak akan berbekas dalam jiwa anak.
4. Pendidikan Dengan Pengawasan
Maksud pendidikan yang di sertai pengawasan yaitu mendampingi anak
dalam upaya membentuk akidah dan moral, dan mengawasinya dalam
mempersiapkannya secara psikis dan sosial dan menanyakan secara terus menerus
tentang keadaan baik dalam hal pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya
5. Pendidikan Dengan Hukuman
35
Pendidikan dengan hukuman maksudnya yaitu memberikan hukuman
apabila anak menyeleweng atau melakukan hal yang salah, akan tetapi tidak
semua hukuman dapat di terapkan kepada anak karena anak berbeda dengan orang
dewasa maka ada metode dalam islam dalam memberi sanksi terhadap anak :
a. Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang,
maka seorang anak akan memasuki pembinaan awal yang
mendapatkan pengawasan dan kelembutan.
b. Memberi sanksi pada anak yang salah, tidak semua kesalahan di
berikan sanksi apabila memang betul-betul di butuhkan, karena tidak
semua anak memiliki respon yang sama, bahkan ada yang cukupdi
peringati.
c. Mengatasi dengan bertahap, dari yang paling ringan sampai pada yang
paling berat.
2.2 Warga Negara Yang baik
a. Pengertian warga negara yang baik
Warga negara yang baik yaitu terdiri dari kata warga, negara dan baik. Di
dalam kamus bahasa Indonesia kata warga berarti anggota ( perserikatan keluarga
dan sebagainya ). Negara berarti 1). Persekutuan bangsa di suatu daerah yang
tentu batas-batasnya yang di perintah dan di urus oleh badan pemerintah yang
teratur. 2). Daerah di lingkungan satu pemerintahan yang teratur baik berarti :
teratur, rapi dan berguna.
Warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang
berdasarkan keturunan yang mempunyai kewajiban dan hak sebagai seorang
36
warga negara dari negara itu. Sedangkan yang di maksud warga negara menurut
koernitmanto Soetaprowiro ( 1996 : 37 ) adalah :
”Orang-orang yang berdasarkan perundang-umdangan atau perjanjian atau juga peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia. Dengan demikian yang tetap di akui kewarganegaraan Indonesianya berdasarkan undang-undang no 62 / 1958 ini adalah mereka yang memperoleh status tersebut terutama berdasarkan undang-undang no 3 / 1946 dan PPPWN”.
Pengertian warga negara ini lebih di jelaskan lagi oleh Koerniatmanto
Soetaprowiro ( 1996 : 4 ) bahwa yang di maksud dengan kewarganegaraan negara
adalah segala jenis hubungan antara seseorang dan negara yang mengakibatkan
adanya kewajiban negara untuk melindungi orang yang bersangkutan.
Berdasarkan undang-umdang dasar 1945 pasal 26 yang di maksud warga
negara Indonesia adalah :
(1). Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang di syahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara.
(2) Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang-orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. ( A-2 ).
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk di atur dalam Undang –
Undang
Berdasarkan uraian di atas, menurut pendapat penulis bahwa yang di
maksud dengan warga negara adalah peserta atau anggota dari suatu negara, atau
berarti pula anggota yang terikat dengan ketentuan – ketentuan suatu organisasi
37
yang menurut undang – undang di tetapkan menjadi warga negara dengan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
b. Hak Dan Kewajiban Warga Negara
Sudah sepantasnya di dalam kehidupan berbangsa dan brnegara segala
sesuatunya telah di atur oleh negara. Begitupun juga menyangkut dengan hal hak
dan kewajiban warga negara. Hal tersebut telah di atur dalam UUD 1945, di mulai
dari pasal 27 sampai dengan pasal 31. isi pasal – pasal itu adalah :
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjumg hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
(2) Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28 A
38
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membengun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaran.
39
Pasal 28 E
(1) Setap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih temoat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman kekuatan untuk berbuat atau tdak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suatu politik
dari negara lain.
40
Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtra lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak ats jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik tersebut tidak boleh di ambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak di perbudak, hak di akui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hkum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi
dalam keadaan apa pun
(2) Setiap orang berhakbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
41
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia di
jamin, di atur, dan di tuangkan dalam peraturan perundang undangan.
Pasal 28 J
(1) Setiap orag wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang di tetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketrtiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas ktuhnan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahann
dan keamanan ngara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara di laksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia
42
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan
rakyat sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,
dan memelihara kebutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Nasional
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan di atur dengan undang-undang.
Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintahan
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di atur dengan
undang-undang.
43
(4) Negara memproitaskan anggaran pendidikan sekurang-kuragnya 20 % dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan sosial dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahtraan umat manusia.
(6)
b. Ciri-ciri Warga Negra Yang Baik
Inpres no : 12 tahun 1984 yang di kutif Ahmad Rayyan ( 2012 : 41 )
mengatakan bahwa ciri-ciri watak dan pribadi warga negara sebagai generasi
muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah :
a. Sadar akan hak dan kewajibannya serta tanggung jawab terhadap
kepentingan bangsa dan negara yang terutama di wujudkan dalam
keteladanan
b. Secara sadar taat pada hukum dan UUD 1945
c. Memiliki disiplin pribadi sosial dan nasional
d. Berpandangan jauh ke depan serta memiliki tekad perjuangan untuk
kehidupan yang lebih maju yang di dasarkan pada kemajuan objektif
bangsa
e. Secara sadar mendukung sistem kehidupan berbangsa dan bernrgara secara
demokratis
f. Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya
dalam pembagunan nasional
44
g. Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran akan
keanekaragaman bangsa
h. Sadar akan pentingnya pemeliharaan lngkungan hidup dan alam secara
selaras, serasi dan seimbang.
i. Mampu melaksanakan penilaian terhadap gagasan, nilai secara umum
yang bersumber dari pancasila dan UUD 1945.
2.3 Tanggung Jawab Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Moral
Untuk Membentuk Warga Negara Yang Baik
1. mengarahkan Anak Agar Mempunyai Moral Yang Baik
Hidup di dunia ini tidak akan mendapatkan hasil yang di peroleh dengan
Cuma-Cuma, semuanya itu memerlukan usaha, dan juga harus di lakukan sekeras
mungkin dengan mengarahkan tenaga, pikiran, dan cucuran keringat. Apabila di
inginkan perkara yang di anggap baik seperti ingin mempunyai anak yang
bermoral dan bertingkah laku baik yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Anak adalaha anugrah yang di berikan Allah kepada kita selaku orang tua. Anak
memerlukan curahan perhatian, kasih sayang dari orang tua. Anak memerlukan
pemeriharaan dengan sebaik-baiknya. Bila pemeliharaan yang di berikan orang
tua baik, maka baik pula apa yang di contoh oleh anak dan apabila pemeliharaan
yang di lakukan orang tua buruk maka hasilnya akan buruk pula, maka dengan itu
orang tua sangat penting peranannya dalam kehidupan keluarga. Bahwa
pendidikan anak harus benar-benar di perhatikan oleh orang tua. Hal ini di
kemukakan oleh Ahmad Tafsir ( 1991 : 155 ) sebagai berikut :
45
”Sehubungan dengan tugas serta tanggung jawab itu maka, ada baiknya orang tua mengetahui sedikit mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam rumah tangga. Pengetahuan itu sekurang-kurangnya dapat menjadi penuntun, rambu-rambu bagi orang tua dalam menjalankan tugasnya”.
Orang tua harus benar-benar dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab sebagai orang tua terhadap anaknya agar anak tidak terjerumus ke dalam
jurang kehinaan. Lebih lanjut Ahmad Tafsir ( 1991 : 155 ) menjelaskan :
Tujuan pendidikan dalam rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang
secara maksimal. Maka seluruhnya itu meliputi seluruh aspek perkembangan
anaknya, yaitu jasmani, akal dan rohani.
Berdasarkan sebuah ayat Al ’Quran Surat At- Tahrim ayat 6 yang artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahnya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkannya ( Depag RI, 2012 : 448 )”.
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa tanggung jawab orang
tua terhadap anaknya adalah menjaga dan siksa api neraka, dalam artian mendidik,
memelihara dan mengembangkan kemanusian anak agar menjadi manusia yang
sempurna sesuai dengan fitrahnya, maka kepadanyalah tercurah harapan keluarga
di kemudian hari. Oleh sebab itu tanggung jawab orang tua yang paling utama
adalah mengarahkan anak untuk mempunyai moral yang baik.
Pembahasan selanjutnya akan diarahkan bagaimana arah pembinaan yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak. OIeh sebab itu, orang tua harus dapat
mengarahkan anak-anaknya, kemana dan apa yang ingin dicapai serta apa yang
perlu ditanamkan dalam pendidikan tersebut. Pendidikan/ pembinaan dalam
46
lingkungan keluarga diarahkan pada pembentukan akhlak dan moral yang baik.
Hal ini dijelaskan oleh M. Athiyah Al-Abrasy (1987:104) bahwa:
Arah pembinaan anak adalah membentuk orang yang bermoral baik dan berakhlak
juga keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah
laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempuma, sopan dan beradab, ikhlas, jujur
dan suci. Jiwa dan pendidikan Islam adalah pendidikan moral dan akhlak.
Melihat kenyataan diatas pendidikan akhlak dan moral harus dilakukan
sejak kecil, sesual dengan umurnya. Apabila kalau disadari bahwa tiap anak yang
lahir belum mengerti mana yang benar dan mana salah serta belum tahu batas-
batas dan ketentuan moral yang berku dalam lingkungannya. Pendidikan akhlak
dan moral dilakukan dengan latihan terhadap tindakan yang dipandang balk
menurut ukuran
lingkungan dimana anak hidup. Dijelaskan oleh Muhamad Ali Quthb (1988:22)
bahwa yang diharapkan dad anak-anak adalah keluhuran ahlak dan terangkatnya
akal serta kepribadiannya.
Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dkehendaki aturan-
aturan moral dan kecerdasan juga kematangan berfikir telah terjadi, barulah
pengertian-pengertian yang abstrak deajarkannya. Iyah Al-Abrasy (1987:105)
menjelaskan bahwa suatu moral yang tinggi adalah tujuan utama mengerjakan
kepada anak-anak yang tidak diketahui mereka, tetapi lebih dari itu menanamkan
keutamaan, dan
biasakan bermoral tinggi, serta sopan santun yang islami, bertingkah yang balk
sehingga, hidup ini menjadi manusia yang seutuhnya.
47
Disamping itu pendidikan Islam menghendaki setiap orang tua
yang mengihtiarkan cara-cara yang bermanfaat untuk pembentukan
adat istiadat yang baik, pendidikan ahlak, keagunan hati nurani mengarahkan
pembawaan-pembawaan di waktu kecil kejalan yang lurus, dan membiasakan
berbuat amal baik dan menghindari setiap kejahatan. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh M.Athiyah Al-Abrasy (1987: 119) bahwa:
Pendidikan Islam mewajibkan kita selalu ingat bahwa kita tidak butuh ilmu
pengetahuan semata-mata tapi butuh lebih banyak akhlak dan kesopanan. Ilmu
cukup banyak, buku tidak terhitung, tetapi akhlak dan moral yang tinggi dewasa
ini jarang sekali terdapat. Moral yang tinggi inilah yang diserukan oleh para
pendidik Islam dan dituntut supaya ditanamkan di dalam jiwa anak-anak dalam
bidang pendidikan dimana saja, sehingga kita dapat melaksanakan risalah dan
misi islam sebaikbaiknya.
Oleh karena itu, setiap orang tua dalam upaya mendidik, hendaknya
dengan sungguh-sungguh memahami dan sekaligus memenuhi kebutuhan jiwa
anaknya sesempuma mungkin. Sehingga akhimya akan sampailah kepada suatu
keluarga yang sempurna dari segi moral dan akhlak yang diharapkan karena
problema kita bukan sekedar kebodohan, kemiskmnan, penyakit semata-mata,
tetapi problema kita ahklak dan moral yang baik. Dengan terbentuknya moral
yang baik maka apa yang diharapkan oleh negara membina warga negara yang
baik akan tercapai.