pendahuluan tentang seni pertunjukan

Upload: ferry-matias

Post on 12-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

seni pertunjukan dasar.

TRANSCRIPT

  • RESUME MATERI AJAR METODE PENCIPTAAN SENI

    Diajukan sebagai tugas individual untuk meresume dan menambahkan materi

    yang telah diberikan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah metode

    penciptaan.

    Oleh : Ferry Matias

    NPM : 13.661130

    PROGRAM STUDI PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

    PASCASARJANA STSI BANDUNG 2014

  • 2

    PENDAHULUAN

    Bicara tentang karya seni khususnya tentang penyajian karya seni yang

    berkaitan dengan penonton, alangkah baiknya jika kita merenungkan sejenak

    tentang seni itu sendiri, bukan dengan maksud untuk berbicara meluas, namun

    dalam rangka menerangi pandangan kita ketika pada tahap selanjutnya ketika

    kita akan berbicara karya seni yang disajikan berkaitan dengan penonton ini.

    Seni memiliki banyak sekali pengertian, penjelasan, definisi dari zaman

    ke zaman, bahkan Nietze mengungkapkan secara universal bahwa segala sesuatu

    yang memiliki sejarah tidak akan pernah bisa diberi batasan, Jacob Soemardjo

    (2000;52). Seni jelas memiliki sejarah, bahkan manusia sendiri memiliki sejarah.

    sehingga baik seni dan manusia akan terus berkembang, dengan kata lain, seni

    dan manusia tidak pernah bisa dibatasi hingga sekarang ini. Namun juga tidak

    dapat dipungkiri bahwa setiap manusia pasti memiliki intelektualitas, seorang

    Novelist Saul Bellow dalam Mr. Sammlers Planet (1969) menulis : Intelektual

    adalah makhluk yang suka penjelasan dan penjelasan rasional merupakan suatu

    batasan atau definisi tentang suatu kenyataan. Dengan kata lain kebenaran akan

    terwujud jika sudah terjelaskan. Maka batasan seni diperlukan dalam ilmu

    bahkan dalam filasafat seni itu sendiri, dan akan lain halnya dengan kaum

    lingkungan sosial yang tidak belajar/terpelajar barangkali tidak akan perduli

    tentang batasan ini. Atau dengan kata lain mereka cukup dengan kata Nikmati

    Saja, jika anda senang, silahkan, jika tidak silahkan tinggalkan, dan habis

    perkara. Jacob Soemardjo, (2000;49). Dalam Filsafat seni oleh Jacob Soemardjo

    disebutkan bahwa macam-macam dari pembatasan itu diantaranya meliputi ;

    sesuatu yang bersifat ideal, dengan maksud bahwa seni bukan yang diperlihatkan

    pada produk seni/benda seni tetapi seni adalah apa yang seharusnya ada pada

    benda seni tersebut. dan ungkapan tersebut berbeda dengan ungkapan apa yang

    senyatanya ada dalam benda seni. Ungkapan pertama jelas bersifat filosofi dan

    ungkapan kedua merupakan ungkapan empiris-ilmiah yang terdapat dalam

    bidang ilmu.

    Batasan-batasan yang bersifat filosofi kemudian akan memiliki

    perbedaan-perbedaan yang tajam karena memang dasar pemikiran filosofinya

  • 3

    berbeda. Sesuai dengan filosofi yang dia setujui. Berbeda dengan batasan yang

    bersifat empiris-ilmiah. Batasan ini mencari tentang persamaan pengertian dan

    kemudian oleh filsuf David Hume dari Inggris abad ke 18, dia menemukan

    sebuah persamaan unsur yang menjadi standard of taste yang universal. Maka

    akan ditemukan suatu ukuran tentang apakah suatu benda pantas disebut seni

    atau bukan. Kesimpulan lain dapat dikatakan bahwa keindahan atau pengalaman

    seni terletak pada perasaan masing-masing manusia dan bukan pada benda yang

    menimbulkan pengalaman seni tadi. Sudah pasti ada sifat-sifat tertentu yang

    dikandung benda seni tadi meskipun sulit untuk menunjukan sifat-sifat tertentu

    yang ini memang merupakan suatu kreativitas yang tidak dapat dihentikan atau

    dibatasi. Maka kembali lagi akan menuju kepada sesuatu yang kemudian

    mengingkari ideal kaidah-kaidah yang telah didefinisikan dan akhirnya tetap

    batasan tersebut gagal dilakukan untuk sesuatu yang terus berubah, berkembang

    dan tak terduga-duga. Salah satu batasan lain juga yang dianggap bahwa benda

    seni benar-benar disebut benda seni jika publik seni berhasil menggali nilai-nilai

    yang terkandung dalam artefak seni tersebut. dan keberhasilan itu juga

    ditentukan dari kemampuan publik dalam menggali tentang benda seni tersebut,

    maka di sinilah pentingnya komunikasi. Komunikasi seni antara seniman dengan

    publik seni melalui benda seni/karya seni.

    Unsur seniman akan membatasi lebih kepada Ekspresi, kreasi,

    orisinalitas, intuisi dsb. sedangkan yang bertolak pada benda seni akan

    menekankan pada pentingnya aspek bentuk, material, struktur, simbol, dsb.

    terakhir yang bertolak pada publik seni akan melibatkan apresiasi, interpretasi,

    evaluasi, konteks dari teks dsb.

    Hal-hal diatas jelas penting untuk direnungkan sebagai langkah awal jika

    kita akan mengkomunikasikan seni melalui karya seni kepada penonton,

    khususnya dalam bentuk-bentuk yang bermacam-macam agar tidak hanya aspek-

    aspek tertentu saja yang diutamakan, namun juga memperhatikan aspek yang

    lebih luas baik Seniman, Benda seni dan juga publik seninya.

  • 4

    KARYA SENI PERTUNJUKAN

    Seni pertunjukan merupakan media langsung untuk menyampaikan seni

    kepada penonton/Publik seni melalui karya seni, Menurut Prof. Dr. R. M.

    Soedarsono dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era

    Globalisasi, fungsi seni ada 3 diantaranya :

    1) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana ritual

    2) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi

    3) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai presentasi estetis

    Bicara seni yang kemudian akan dipertunjukan, tentunya kita juga akan

    berbicara tentang sebuah ranah konseptual, yang mana secara konseptual

    terdapat aspek tekstual dan juga kontekstual dalam karya seni untuk

    memunculkan nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada penonton.

    M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan (1992: 13) menyatakan bahwa teks

    adalah bahasa yang berfungsi dimana teks tersebut sedang melaksanakan tugas

    tertentu dalam konteks situasi. Sedangkan konteks artinya situasi yang ada

    hubungannya dengan suatu kejadian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993:

    458). Konteks atau context itu sebenarnya merupakan keseluruhan lingkungan

    yang hidup, meliputi verbal yang ditututurkan serta keadaan dan tempat teks itu

    diucapkan. Teks hadir selalu diikuti oleh teks yang lain, dan teks yang menyertai

    inilah yang disebut dengan konteks, dimana keduanya merupakan dua aspek dari

    proses yang sama. Sehingga dalam menapsirkan makna sebuah teks tidak

    terbatas pada teksnya saja, melainkan harus terbentang sampai konteks yang

    menyertainya. Teks merupakan produk dalam arti bahwa teks harus dikodekan

    dalam sesuatu untuk dapat dikomuniukasikan; tetapi sebagai sesuatu yang

    mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna (M.A.K. Halliday dan

    Ruqaiya Hasan (1992: 14).

    Dalam kancah seni teks dan konteks telah dipakai mengemas berbagai

    pandangan dalam dunia sastra. Seperti misalnya oleh Raland Barther dalam The

    Theory of the Text (1981: 39) dikatakan bahwa teks apapun sebenarnya

    merupakan isyu baru dari teks-teks yang telah ada. Kebaruan tidak sekedar

    membuat atau meniru yang sudah ada tetapi merupakan tuntutan kreativitas

  • 5

    seniman, seperti yang dikatakan oleh Arif Budiman dalam Kompas (10 Februari

    1985: VIII) bahwa ... kontekstual selalu dan harus berangkat dari etos kreatif

    seniman yang selalu mampu menciptakan hal-hal baru yang kontekstual.

    Veven Sp. Wardana (KR, 1985: 2 Juli: VI) menambahkan bahwa wacana

    konstektual tidak hanya terbatas pada dunia sastra saja, melainkan juga

    merambah pada cabang seni yang lain seperti teater, seni rupa, seni tari dan

    lainnya. Jadi disain, musik, karawitan, fotografi dan juga seni kriya termasuk di

    dalamnya. Karena gagasan tentang wawasan konstektuallah yang menjadikan

    para seniman tidak terlepas dari konteks keseluruhan kata Sri Djoharnurani

    (1999: 97). Di dalam dunia seni rupa tidak sedikit karya-karya yang ditampilkan

    dari representasi lingkungan, dengan ideologis estetika seniman menyoroti

    keadaan yang sedang terjadi.

    Maka berangkat dari segi konseptual yang didalamnya terdapat aspek

    tekstual dan konseptual maka kita dapat kemudian memulai membuat sebuah

    pertunjukan seni yang memanfaatkan medium-medium dari unsur seni rupa,

    gerak, bunyi, yang memiliki konteks sosial, budaya, religius, nasionalisme dsb.

  • 6

    DAFTAR PUSTAKA Soedarsono, Seni pertunjukan Indonesia di era globalisasi , Gadjah Mada

    University Press , 2002. Jacob Soemardjo, Filsafat Seni, Penerbit ITB, Bandung, 2000.

    I Ketut Sunarya Fbs Uny , 2008 ; Seni Kriya Sebuah Kajian Teks Dan Konteks.