penciptaan skenario bercak darah di atas kertas putih
TRANSCRIPT
i
PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Disusun 0leh :
Nama : Yustinus Wijaya Kusuma
NIM : 024114043
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
FEBRUARI 2010
ii
iii
.
iv
MOTTO PERSEMBAHAN
Kita hidup harus dengan satu tujuan,
kita harus hidup dengan tertawa,
kita harus hidup dengan tekad,
dan yang terpenting kita harus tetap hidup walau ada seribu masalah.
Di mana ada keyakinan di situ pasti ada harapan
(Wijaya Kusuma)
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Yesus Kristus dan Bunda Maria, Bapak dan Mama yang mencintaiku,
kakaku Agnes Silvia Purwaningsih yang selalu mengasihiku, Sri Wulandari Marta
yang menyayangiku dan selalu mendukungku
v
Peryataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat
karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagi layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Februari 2010
Penulis
Yustinus Wijaya Kusuma
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberi kelimpahan dan tuntunan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul Penciptaan Skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” yang Divisualisasikan
dalam Bentuk Film ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Indonesia di Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini dapat terwujud berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen
pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing sampai
tersusunnya skripsi ini;
2. Para dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah dengan sabar mendidik penulis;
3. Para karyawan dan karyawati sekretariat Sastra dan BAAK yang selalu
mempermudah pengurusan administrasi;
4. Para karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah
membantu mempermudah peminjaman buku-buku;
5. Ayahanda, Ibunda, dan Kakanda yang telah memberi dukungan materil dan
spiritual kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai;
6. Teman spesial yang selalu mendukung penggarapan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik;
7. Teman-teman Bengkel Sastra, Lolenlones, Bobo, Bejo dan Biru yang telah
membantu penulis mewujudkan penulisan skripsi ini;
viii
8. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2002 yang telah memberikan motivasi
sehingga penulis selalu terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini;
9. Teman-teman “sukarelawan” yang telah berkenan membantu penulis dengan
merelakan komputernya untuk di-booking dalam waktu lama;
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak
memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati, penulis mohon sumbangan berupa pemikiran, kritik dan saran
untuk menyempurnakannya. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca, terima kasih.
Yogyakarta, 28 Februari 2010
Penulis
Yustinus Wijaya Kusuma
ix
ABSTRAK
Kusuma, Wijaya. 2009. Penciptaan Skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Yang
Divisualisasikan Dalam Bentuk Film Pendek. Yogyakarta: Program Studi Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma
Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Proses pembuatan skenario
menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualias sebuah sinematografi. Dalam skripsi ini
penulis menciptakan sebuah skenario film pendek mulai dari tahap awal pembuatan skenario
sampai proses produksi film pendek.
Dari Proses pembuatan skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” dapat
disimpulkan bahwa (1)sasaran cerita usia 17 tahun ke atas, (2)jenis cerita tragedi, (3)tema
keluarga, (4)ide cerita berasal dari penulis yang terilhami cerita seorang teman, (5)alur
maju/plot lurus, (6)grafik cerita menggunakan Grafik Aristoteles, (7)setting cerita menggunakan
outdoor dan indoor , (8)setting budaya menggunakan setting budaya Yogyakarta, (9)rencana
plot dan treatment merupakan penerapan dari plot lurus, (10)kerangka tokoh mengambarkan
bentuk fisik tokoh dan psikis tokoh, (11)bahasa yang digunakan dalam scenario film pendek”
Bercak Merah Di Atas Kertas Putih” adalah bahasa Indonesia yang menggunakan logat bahasa
Jawa.
Produksi film dibagi menjadi tiga tahap yaitu pra-produksi, produksi, dan pasca-produksi.
Pra-produksi meliputi (1)sutradara, (2)produser dan modal, (3)story board, (4)hunting lokasi,
dan (5)tata kostum. Produksi meliputi (1)penata fotografi dan juru kamera, (2)pemeran, (3)tata
rias, (4)tata suara dan cahaya, serta (5)tata artistik. Pasca-produksi meliputi (1)tata musik dan
(2)editing.
Skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berkisah tentang perjuangan
seorang penjual tabloid mingguan bernama Boli yang berjuang mencari uang untuk membiayai
operasi kanker ibunya. Berbagai tantangan harus ia lalui hingga pada akhirnya ia harus
berhadapan dengan kenyataan bahwa sang ibu meninggal sementara ia sendiri menjadi cacat.
Nilai pantang menyerah dan pengabdian kepada orang tua menjadi hal penting yang ingin
diungkapkan oleh penulis.
Proses pembuatan skenario dan produksi film merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari unsur bahasa dan seni. Proses pembuatan skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih” ini menghasilkan (1)skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih”, (2)film
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” yang dikemas dalam bentuk VCD dan DVD, dan
(3)laporan tugas akhir yang mendeskripsikan dan mempertanggungjawabkan proses pembuatan
sebuah skenario film dan produksi film yang telah dilaksanakan.
x
ABSTRACT
Kusuma, Wijaya. 2009. The Composition Of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Scenario
Which Is Being Visualized In Short Film Model. Yogyakarta: Indonesian Literature Study
Program, Sanata Dharma University
The process of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario composition concludes that
(1)the story target are adults, (2)it is a tragically kind of story, (3)family theme, (4)the story idea
was taken from a true story of a friend’s experience, (5)progressive plot, (6)the story uses the
Aristoteles Graphic, (7)outdoor and indoor setting, (8)Yogyakarta cultural setting, (9)plot
planning and treatment as the application of progressive plot, (10)figure plan, (11)the main
language is Indonesian language in Javanese language dialect.
The film production contains of three main steps; pre-production, production, and post-
production. Pre-production step contains of (1)film director, (2)producer and capital, (3)story
board, (4)location hunting, and (5)costume. Production; (1)director of photography and
cameraman, (2)characters, (3)makeup, (4)sound system and lighting, and (5)director of artistic.
Post-production is about (1)musical directing and (2)editing.
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario is about the struggle of Boli, a newspaper
vendor, in financing his mother’s cancer surgery. This man has to overcome everything even he
has to accept the facts of his mother’s death and his paralysis. Not to give up easily and
parenthood respect are the moral values of this story.
Scenario composition and film production are inseparable parts of language and art. The
results of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” short film-scenario composition are (1)”Bercak
Darah Di Atas Kertas Putih” short film scenario, (2)”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” film in
VCD and DVD format, and (3)the final task report to describe and for being responsible to the
film scenario composition and the film production process.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 4
1.5 Kerangka Teori……………………………………………………. 4
1.5.1 Penciptaan Skenario ............................................................ 4
1.5.1.1 Sasaran Cerita…………………………………… . 5
1.5.1.2 Jenis Cerita……………………………………… .. 5
1.5.1.3 Tema Cerita……………………………………… . 6
1.5.1.4 Ide Cerita………………………………………… . 6
1.5.1.5 Alur Cerita…………………………………………. 7
xii
1.5.1.6 Grafik Cerita……………………………………….. 7
1.5.1.7 Setting Cerita……………………………………….. 11
1.5.1.8 Unsur Dramatik……………………………………. 12
1.5.1.9 Bahasa Dalam Skenario…………………………… 13
1.5.1.10 Sinopsis………………………………………… . 13
1.5.1.11 Rencana Plot…………………………………… . 14
1.5.1.12Kerangka Tokoh…………………………………… 14
1.5.1.13Treatment………………………………………….. 17
1.5.1.14Skenario…………………………………………… 18
1.5.2 Proses Produksi Film………………………………………. 19
1.5.2.1 Pra-Produksi……………………………………… 20
a. Sutradara……………………………………… . 20
b. Produser Modal………………………………. . 21
c. Story Board……………………………………. 21
d. Hunting Lokasi………………………………… 21
e. Kostum………………………………………... 22
1.5.2.2 Produksi………………………………………….. 22
a. Fotografi dan Juru Kamera……………………. 22
b.Tata Rias………………………………………. . 23
c. Pemeran………………………………………… 23
d. Tata Suara dan Cahaya………………………… 24
e. Tata Artistik……………………………………. 24
1.5.2.3 Pasca-Produksi……………………………………. 24
xiii
a. Tata Musik…………………………………….. 24
b. Editting………………………………………… 25
1.6 Metode Penelitian…………………………………………… 26
1.7 Sistematika Penyajian……………………………………… .. 26
BAB II PROSES PENCIPTAAN SKENARIO…………………………… 27
2.1 Proses Pembuatan Skenario “Bercak Darah di Atas
Kertas Putih”… ..................................................................... . 27
2.1.1 Sasaran Cerita……………………………………… 28
2.1.2 Jenis Cerita………………………………………… . 29
2.1.3 Tema Cerita………………………………………… 29
2.1.4 Ide Cerita…………………………………………… 30
2.1.5 Alur Cerita…………………………………………. . 30
2.1.6 Grafik Cerita………………………………………. . 31
2.1.7 Setting Cerita………………………………………. . 31
2.1.8 Unsur Dramatik……………………………………. . 32
2.1.9 Bahasa Dalam Skenario……………………………. 33
2.2 Hasil Proses Pembuatan Skenario Film “ Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih”………………………………………………… 33
2.2.1 Sinopsis……………………………………………. .. 33
2.2.2 Rencana Plot……………………………………….. 36
2.2.3 Kerangka Tokoh…………………………………… .. 39
2.2.4 Treatment………………………………………… .... 52
2.2.5 Skenario…………………………………………… .. 55
xiv
BAB III PROSES PRODUKSI FILM “BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS
PUTIH”……………………………………………………………. 66
3.1 Proses Produksi Film “ Bercak Darah Di Atas Kertas Putih”.. 66
3.1.1 Pra-Produksi………………………………………………. . 66
3.1.1.1 Sutradara…………………………………………… 66
3.1.1.2 Produser Modal…………………………………….. 67
3.1.1.3 Story Board………………………………………. . 69
3.1.1.4 Hunting Lokasi…………………………………… . 69
3.1.1.5 Kostum…………………………………………… . 70
3.1.2 Produksi…………………………………………………… 70
3.1.2.1 Penata Fotografi dan Juru Kamera………………… 70
3.1.2.2 Pemeran…………………………………………. ... 70
3.1.2.3 Tata Rias…………………………………………. . 71
3.1.2.4 Tata Suara dan Cahaya………………………….. ... 72
3.1.2.5 Tata Artistik……………………………………… . 72
3.1.3 Pasca-Produksi…………………………………………… .. 72
3.1.3.1 Tata Musik………………………………………….. 73
3.1.3.2 Editting……………………………………………... 73
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………. 74
4.1 Kesimpulan………………………………………………………… 74
4.1.1 Penciptaan Skenario……………………………………….. 74
4.1.2 Proses Produksi…………………………………………….. 75
4.2 Saran………………………………………………………………. . 75
xv
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… . 78
1
BAB I
PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK
1.1 Latar Belakang
Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Skenario merupakan
intisari dari terbentuknya cerita dalam sinematografi. Kreativitas seorang penulis
skenario sangat mempengaruhi kualitas film yang akan dibuat. Setiap tontonan di TV,
film, dan bioskop tak lepas dari peran penulis skenario, sebab skenario adalah intisari
yang lazim disebut sebagai jiwa atau roh dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau
film (Lutters, 2004:xiv).
Skenario bukanlah karya sastra yang menjadi hasil akhir sebuah karya seni.
Skenario merupakan bahan baku dasar, sebagai blue print, kerja produksi. Dengan
kata lain skenario merupakan patokan awal dalam pembuatan film (Widagdo,
2004:17).
Mata kuliah penulisan drama dan penulisan skenario dalam program studi
Sastra Indonesia sangat mendukung untuk menghasilkan skenario dan karya
sinematografi. Bertolak dari mata kuliah itu, timbul ide untuk membuat karya film
pendek yang dititik beratkan pada proses penciptaan sebuah skenario mulai dari
2
mencari ide, membuat skenario film, hingga akhirnya divisualisasikan dalam bentuk
film pendek. Dalam hal ini film menjadi hasil akhir dari penciptaan sebuah skenario.
Tema dari film ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” ialah jangan pernah
menyerah untuk menjalani hidup. Dasar dari skenario ”Bercak Darah Di atas Kertas
Putih” adalah perjuangan dan pengorbanan seorang anak untuk ibunya.
Boli adalah seorang penjual tabloid mingguan. Ia menerima surat dari ibunya
dikampung yang berisi bahwa ibunya sedang sakit dan membutuhkan uang untuk
operasi. Membaca surat itu, Boli memacu semangatnya untuk mencari uang demi
biaya operasi sang ibu. Ketika berangkat untuk berjualan, Boli mendapat kabar
bahwa dalam seminggu ini akan diadakan razia terhadap anak-anak jalanan dan para
pedagang asongan. Razia ini dilakukan oleh para preman yang disewa oleh Satpol PP
setempat. Niatnya untuk mencari uang bagi sang ibu tampaknya harus
dipertimbangkan lagi. Tetapi setelah beberapa hari berpikir Boli memutuskan untuk
tetap berjualan koran. Selesai berjualan Boli menulis surat untuk ibunya di pinggir
jalan. Saat itulah dua orang preman datang dan mengejar Boli. Ia tertangkap dan
dihajar hingga pingsan. Dua hari Boli terbaring tak sadarkan diri di kamar dan
dirawat oleh teman-temannya. Dalam keadaan sakit datanglah sepucuk surat untuk
Boli. Surat itu berisi berita bahwa sang ibu telah meninggal dunia. Setelah membaca
surat itu Boli menangis penuh penyesalan karena tidak bisa menolong ibunya. Boli
lalu membacakan surat balasan untuk ibunya yang belum sempat ia kirim. Hidup
3
harus terus berjalan walau sang ibu telah meninggal. Dengan kursi roda Boli tetap
berjualan koran untuk menyambung hidupnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses penciptaan skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih”?
2. Bagaimana proses pembuatan film yang dibuat dari skenario ”Bercak Darah
Di Atas Kertas Putih”?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Menghasilkan sebuah skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih“ dari proses awal pembuatan sampai menjadi skenario film pendek.
2. Membuat film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ sebagai hasil
visualisasi dari sebuah skenario.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari pembuatan skenario film pendek ini bermanfaat bagi perkembangan
penulisan skenario dan film itu sendiri. Dengan adanya pembuatan skenario film
4
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ yang akan direalisasikan dalam bentuk film
pendek, kita dapat mengetahui proses pembuatan skenario film pendek dari awal
munculnya ide sampai proses akhir yaitu memproduksi film pendek. Bagi program
studi Sastra Indonesia karya ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah
penulisan skenario.
1.5 Kerangka Teori
Dalam kerangka teori ini penulis menghadirkan dua bagian penting, yang pertama
tentang proses penciptaan skenario dan yang kedua adalah proses produksi.
1.5.1 Proses Penciptaan Skenario
Dalam subjudul ini, penulis akan menjelaskan skenario dan tahap-tahap
pembuatan skenario. Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan
sutradara untuk memproduksi sebuah film. Penulis skenario menciptakan sebuah
cerita secara utuh, lengkap dengan dialog dan deskripsi visualnya. Namun, pekerjaan
seorang penulis skenario tidak hanya berhenti sampai di atas kertas. Selain harus
memikirkan agar cerita enak dibaca secara tulisan (gunanya untuk panduan sutradara,
produser, kru, pemain, dll), penulis skenario juga harus membayangkan bagaimana
visualisasi tulisan tersebut menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).
Menurut Elizabeth Lutters (2004: 31), sebelum masuk pada tahap membuat
skenario kita perlu mencari dan menentukan dahulu beberapa hal yang berkaitan
dengan cerita yang akan kita tulis.
5
1.5.1.1 Sasaran Cerita
Sasaran cerita yaitu kepada siapa cerita tersebut akan ditujukan. Salah satunya
berkaitan dengan usia. Sasaran cerita mempengaruhi tema dan cara bertutur dalam
skenario. Beberapa tingkat usia yang menjadi patokan dalam membuat skenario,
antara lain: Anak-anak, remaja, dewasa, dan umum (Lutters,2004:31).
1.5.1.2 Jenis Cerita
Cerita dapat dikelompokkan menjadi drama tragedi (cerita yang berakhir
dengan duka lara atau kematian), drama komedi (cerita lucu yang berasal dari para
pemainnya maupun situasinya), drama misteri (cerita yang sangat terasa
ketegangannya baik dari unsur mahluk halus maupun klenik), drama laga (cerita yang
banyak menampilkan adegan pertempuran dan perkelahian), melodrama (cerita yang
memunculkan unsur yang mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan), drama
sejarah (cerita yang menampilkan kisah-kisah sejarah baik tokoh maupun
peristiwanya), drama dokumenter (cerita yang berisi kisah non-fiksi atau non-drama),
dan drama propaganda (cerita yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk
maupun kegiatan sosial) (Lutters,2004:35-40)
1.5.1.3 Tema Cerita
Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan atau dapat diartikan
pula sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Beberapa jenis
tema yang cukup populer seperti percintaan (kisah tentang permasalah percintaan),
6
rumah tangga (kisah tentang problema rumah tangga atau keluarga), perselingkuhan
(kisah tentang suami istri yang tertarik pada laki-laki atau wanita lain), pembauran
(kisah tentang asimilasi warga pribumi dengan keturunan Cina), persahabatan (kisah
tentang kesetiaan pertemanan), kepahlawanan (kisah tentang tokoh utama yang
memiliki kelebihan dibanding manusia lain yang mempunyai sifat suka menolong)
petualangan (kisah yang berisi penelusuran atau perjalanan seorang tokoh utama),
balas dendam (kisah yang berisi tentang pembalasan atas sakit hati dari tokoh utama),
dan keagamaan (kisah yang berisi tentang perjalanan religius tokoh utama), (Lutters,
2004:41-45).
1.5.1.4 Ide Cerita
Ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi
sebuah cerita dalam skenario. Menurut Elizabeth Lutters (2004:46-50), ide
didapatkan dari penulis (pengalaman pribadi penulis), karya sastra (novel, roman,
cerpen, cerber, dll), film, dan produser.
Inspirasi sebuah ide cerita ada di mana-mana. Kepekaan seorang penulis
skenario untuk mengolah dan memikirkan secara mendalam sangat
dibutuhkan untuk mengubah peristiwa-peristiwa itu menjadi sebuah skenario.
Beberapa sumber inspirasi yang dapat dijadikan ide cerita ialah musik
(perjalanan sebuah grup musik menuju cita-citanya ), olah raga (perjalanan
tentang seorang olahragawan), peristiwa yang berkesan, feature atau artikel
(majalah dan koran), cerita rakyat, khayalan, kriminal, komik, dan perang
(Widagdo, 2004:19-22),
7
1.5.1.5 Alur Cerita/Plot
Alur cerita sama dengan jalan cerita atau sering kita sebut plot. Plot
merupakan suatu hal yang wajib ada dalam sebuah cerita, termasuk cerita skenario
film. Plot yang berkaitan dengan penulisan skenario dapat dibagi menjadi plot lurus
dan plot bercabang. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya terfokus pada konflik
seputar tokoh sentral. Plot bercabang adalah plot yang alur ceritanya melebar ke
tokoh-tokoh yang lain (Lutters,2004:50-51).
1.5.1.6 Grafik Cerita
Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario
berkaitan juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam
skenario. Berikut ini adalah beberapa grafik konflik yang lazim digunakan dalam
membuat skenario film dan sinetron (Lutters,2004:51-56).
A. Grafik Aristoteles
Model Grafik Aristoteles (Lutters, 2004:52)
8
Grafik ini adalah grafik umum yang diciptakan oleh Aristoteles, seorang filsuf dan
sastrawan Yunani kuno. Saat ini masih banyak digunakan oleh beberapa penulis di Indonesia
untuk membuat skenario (teater, sinetron, atau film).
B. Grafik Fraytag’s Piramide
Grafik Fraytag’s Piramide (Lutters, 2004:52)
Grafik ini dianggap kurang baik oleh Brander Mathews dan H. Misbach Yusa Biran
sehingga Misbach membuat grafik yang menurutnya lebih baik.
C. Grafik Misbach Yusa Biran
Grafik Misbach Yusa Biran (Lutters, 2004:53)
9
Perjalanan grafik ini sama dengan grafik Aristoteles. Nilai dramatik disusun
meningkat terus. Bedanya, klimaks baru dicapai pada saat mendekati akhir cerita, disusul
sedikit saja dengan anti klimaks, lalu tamat.
Grafik tersebut adalah grafik yang dianggap baik oleh H. Misbach Yusa Biran dalam
diklat yang dituliskannya pada sekitar tahun 1980-an. Dan memang untuk beberapa cerita di
Indonesia sampai saat ini, banyak sinetron memakai gaya penulisan skenario dengan struktur
grafik tersebut.
D. Grafik Hudson
a. Ekposisi/pengenalan
b. Insiden permulaan/awal konflik
c. Pertumbuhan laku/penanjakan laku
d. Krisis atau titik balik/klimak krisis
e. Penyelesaian/penurunan laku
f. Castrope/keputusan
Grafik Hudson (Lutters, 2004:52)
E. Grafik Elizabeth Lutters (1)
Grafik Elizabeth Lutters 1, (Lutters, 2004:52)
10
Grafik ini mengambil gebrakan di depan, lalu turun atau reda beberapa saat, namun
selanjutnya diikuti oleh konflik yang naik, lalu datar sedikit terus naik lagi dan datar sedikit,
menyerupai anak tangga, dan seterusnya hingga mencapai puncak konflik yaitu klimaks.
Setelah itu ada katarsis atau penjernihan sedikit lalu tamat.
F. Grafik Elizabeth Lutters (2)
Grafik ini dimulai dengan gebrakan di depan, lalu konflik turun sedikit, datar
sebentar, kemudian naik terus dengan posisi agak terjal sehingga mencapai klimaks. Tidak
ada anti klimaks atau katarsis/penjernihan. Cerita diakhiri pada adegan klimaks.
Grafik Elizabeth Lutters (2)
1.5.1.7 Setting Cerita
Setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini ingin ditempatkan atau diwadahi.
Setting bisa diartikan sebagai lokasi (tempat) dan bisa pula diartikan sebagai latar
belakang budaya, (Lutters,2004:56-58).
11
a. Setting Tempat
Setting diartikan media, dapat dibedakan menjadi indoor dan outdoor. Setting
indoor selain diartikan sebagai setting di dalam ruangan (dalam rumah), juga
diartikan setting buatan di dalam studio (Lutters,2004:56).
Setting outdoor dibuat di luar studio. Biasanya digunakan dalam film atau
sinetron yang menonjolkan unsur gambar dan pemandangan. Skenario dengan setting
jenis ini biasanya tidak mengunakan terlalu banyak dialog. Penulis lebih memperluas
tulisan pada deskripsi visualnya sehingga penggambarannya bisa lebih detail
(Lutters,2004:56).
b. Budaya
Setting dikaitkan dengan budaya tertentu. Semua unsur yang terkait dengan
setting tersebut disesuaikan dengan daerah dan budaya yang akan ditampilkan.
Setting budaya banyak dipakai untuk membuat film atau sinetron lokal
(Lutters,2004:58).
5.1.1.8 Unsur Dramatik
Unsur dramatik adalah unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak
dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya. Ada beberapa unsur dramatik
yang perlu diketahui oleh seorang penulis skenario yaitu konflik, suspense,
curiousity, dan surprise.
12
a. Konflik adalah permasalahan yang kita ciptakan untuk menghasilkan
pertentangan dalam sebuah keadaan sehingga menimbulkan unsur dramatik yang
menarik. Konflik biasanya timbul jika seorang tokoh tidak mencapai apa yang
diinginkannya (Lutters,2004:100).
b. Suspense disebut pula ketegangan. Ketegangan yang dimaksudkan di sini tidak
berkaitan dengan yang menakutkan melainkan menanti sesuatu yang akan
terjadi (Lutters,2004:101).
c. Curiousity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap sebuah
adegan yang kita ciptakan. Hal ini bisa ditimbulkan dengan cara menampilkan
sesuatu yang aneh sehingga memancing keingintahuan penonton
(Lutters,2004:102).
d. Surprise atau kejutan. Dalam penjabaran sebuah cerita, perasaan surprise pada
penonton timbul karena jawaban yang mereka saksikan berada di luar dugaan
(Lutters,2004:102).
5.1.1.9 Bahasa dalam Skenario
Sebaiknya bahasa yang digunakan pada dialog dalam skenario bukanlah
bahasa buku melainkan bahasa lisan yang biasa digunakan sehari-hari kecuali dalam
deskripsi visual. Pada deskripsi visual kita bisa mengunakan bahasa buku mengingat
kegunaannya yang memang untuk dibaca dan divisualisasikan, bukan sebuah
kalimat yang harus diucapkan tokoh dalam tayangan. Pemilihan bahasa lisan sehari-
13
hari yang digunakan dalam dialogpun harus tepat sesuai dengan latar belakangnya
(Lutters,2004:103-104).
5.1.1.10 Sinopsis
Sinopsis bukan hanya ringkasan sebuah film. Sinopsis bukanlah sebuah karya
sastra untuk dipamerkan, namun yang lebih penting adalah membuat
penonton memahami sekilas tentang bagaimana film tersebut disajikan.
Sinopsis berisi ikhtisar film, alur cerita, konflik, maupun tokoh yang penting
dan mempengaruhi plot, termasuk dalamnya informasi tempat dan waktu
kejadian. (Widagdo, 2004:29).
Sinopsis adalah ringkasan cerita dalam skenario. Dalam sebuah skenario film
sinopsis bukan sekedar ringkasan cerita, tetapi juga memuat semua informasi dalam
skenario. Di dalam sinopsis untuk film dan sinetron, ada beberapa hal yang harus
termuat, yakni isi cerita, keinginan, tujuan dari cerita, serta hambatan dan cara
penanggulangannya (Lutters, 2004:61).
5.1.1.11 Rencana Plot
Rencana plot adalah rencana alur cerita yang dibuat oleh penulis skenario.
Rancangan awal jalan cerita menunjukan alur sebuah cerita (alur maju atau flash
back). Rencana plot menjadi acuan untuk membuat treatment.
14
5.1.1.12 Kerangka Tokoh
Kerangka tokoh berguna untuk menjelaskan hubungan antartokoh dalam
skenario. Kerangka tokoh harus dibuat agar cerita yang kita konsepkan tidak
bercabang. Hal-hal yang ada dalam kerangka tokoh:
a. Nama tokoh, nama tokoh harus disesuaikan dengan banyak hal. Misalnya,
seorang tokoh remaja kota trendi yang juga merupakan anak orang kaya tentu
tidak terasa tepat jika diberi nama Sariyem. Pangkat atau jabatan juga harus
ditulis sebagai tanda profesi atau jabatan dalam masyarakat (Lutters,2004:69).
b. Usia tokoh, usia tokoh harus diperjelas terutama saat terjadi adegan flash back,
karena itulah usia di saat flash back harus dicantumkan. Menjelaskan usia tokoh
juga penting untuk casting pemain dan make up pemain (Lutters,2004:69-70).
c. Tipologi tokoh adalah istilah psikologis untuk membedakan manusia
berdasarkan beberapa tipe. Agar lebih sederhana, tipologi tokoh dapat dibedakan
menjadi tipe fisik dan tipe psikis. Tipe fisik adalah penggolongan tipe manusia
berdasarkan bentuk tubuh manusia. Piknis mengarah pada tubuh dengan ciri-ciri
pendek dan gemuk (berat badan melebihi berat normal), leptosom mengarah
pada tubuh yang tinggi dan kurus (berat badan kurang normal), atletis mengarah
pada bentuk tubuh yang tinggi, kekar, dan tidak banyak lemak, serta displatis
yaitu bentuk tubuh yang khas atau tidak umum (menyimpang dari kondisi
15
normal). Tipe psikis adalah penggolongan manusia berdasarkan temperamen
atau bisa disamakan dengan karakter. Beberapa tipe psikis :
Sanguin, umumnya memiliki tipe fisik piknis. Sifat-sifat khasnya
mudah menerima kesan, sering berjanji tapi jarang ditepati, suka
menolong, bukan penakut, dan cepat bosan pada hal-hal serius
(Lutters,2004:73).
Melankolis, biasanya memiliki tipe fisik leptosom. Sifat khasnya
adalah semua dianggap penting, selalu curiga terhadap orang lain, serta
tidak mudah membuat janji (Lutters,2004:73-74).
Koleris, memiliki tipe fisik atletis. Sifat khasnya cepat terbakar,
tindakan cepat tapi tidak terkontrol, selalu tampak sibuk, mengejar
kehormatan, suka melindungi dan bermurah hati, serta rapi dalam
berpakaian (Lutters,2004:74).
Flegmatis, biasanya memiliki tipe fisik displastis. Sifat khasnya cool
(tenang), tidak mudah marah, cenderung masa bodoh (Lutters,2004:76).
d. Status tokoh, status dalam hal ini adalah status dalam arti umum, misalnya
pelajar, mahasiswa, lajang atau sudah menikah (Lutters,2004:76).
e. Agama tokoh, agama tokoh sebenarnya tidak mutlak untuk di tuliskan, tetapi
jika berguna bagi skenario maka haruslah dicantumkan (Lutters,2004:77).
16
f. Profesi atau jabatan, pekerjaan tokoh yang ada dalam skenario atau jabatan
dalam perusahaan tokoh ( Lutters,2004:77).
g. Ciri khusus tokoh, artinya ciri-ciri fisik atau kelakuan dari tokoh-tokoh yang
ada. Ciri-ciri ini perlu ditulis untuk melihat kelebihan dan kekurangan pada
dirinya berkaitan dengan perannya (Lutters,2004:77-78).
h. Latar belakang tokoh, lebih merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan masa
lalu tokoh tersebut yang masih mempengaruhi sikap hidup tertentu tokoh
(Lutters,2004:79-80).
i. Tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama
dan tokoh tambahan. Ditinjau dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke
dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Altenbert dan Lewis via
Nurgiyantoro, 1995:178).
Protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya
secara populer disebut hero – tokoh yang merupakan pengejawantahan
norma-norma, nilai-nilai, serta apa yang ideal bagi kita (Altenbert dan
Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).
Antagonis adalah peran yang mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan
cerita, atau tokoh penyebab konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat
pula disebut beroposisi dengan tokoh protagonis dengan langsung
17
maupun tidak langsung yang dapat bersifat batin maupun fisik
(Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).
Tritagonis adalah peran pendamping. Peran ini bisa menjadi pendukung
atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau
perantara antartokoh sentral (Lutters, 2004:80-81).
Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, guna
mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua
cerita, tergantung dari kebutuhan cerita (Lutters, 2004:81-82).
5.1.1.13 Treatment / Scene plot
Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya
berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario
yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik.
Pembuatan treatment awalnya terdiri dari beberapa sequence babak. Masing-
masing sequence memuat suatu kesatuan peristiwa. Bentuknya bisa masih dalam
beberapa setting dan dalam bentuk deskripsi yang belum ada dialog-dialognya
(Lutters,2004:86).
18
5.1.1.14 Skenario
Skenario adalah penuturan secara filmis dengan penataan secara khusus.
Skenario merupakan draf akhir sebuah jalinan cerita yang siap divisualisasikan
menjadi sebuah karya film (Widagdo, 2004:30).
Elemen-elemen dasar dalam skenario berfungsi sebagai petunjuk atau
keterangan yang mendukung cerita dan peristiwa yang disatukan dalam
sebuah alur cerita skenario. Elemen-elemen yang ada adalah informasi
ruang dan waktu, peristiwa, karakter tokoh, parenthetical (keterangan
aksi), dialog, transisi adegan, dan shot angel (Widagdo, 2004:22-25).
Menurut Elizabeth Lutters (2004:90-97), skenario adalah naskah cerita yang
sudah lengkap dengan deskripsi dan dialog, telah matang dan siap digarap dalam
bentuk visual. Format pembuatan skenario bisa berbeda-beda tergantung gaya dan
selera penulis skenario. Meski dari isi tidak banyak berbeda, format skenario
memuat hal-hal berikut:
a. Judul scene berisi: nomor scene 1: keterangan luar/dalam ruangan yang biasanya
memakai istilah exterior/interior yang menjelaskan tempat kejadian dan
ruangannya (Lutters,2004:92).
b. Nama pemeran: Pada format penulisan internasional, nama pemeran ini tidak
lazim dicantumkan, tetapi beberapa penulis di Indonesia sering mencantumkannya
karena dianggap penting (Lutters,2004:92).
19
c. Deskripsi visual: Deskripsi ini berisi tentang keterangan suasana, tempat kejadian,
dan peristiwa yang terkandung dalam scene tersebut (Lutters,2004:92-93).
d. Tokoh dialog: Bagian ini hanya menerangkan nama dari tokoh yang sedang
berdialog (Lutters,2004:93).
e. Beat: Beat dalam istilah musik berarti irama/tempo. Istilah beat dalam skenario
tak jauh berbeda dengan musik, hanya menitikberatkan irama/tempo tersebut ada
pada emosi inner-action tokoh yang akhirnya tersirat dalam ekspresi
(Lutters,2004:93).
f. Dialog: Kalimat yang nantinya akan diucapkan oleh pemain. Dialog dibutuhkan
untuk menyampaikan hal-hal yang tidak bisa dilakukan hanya dengan gerak dan
gambar ( Lutters,2004:94).
g. Transisi: Transisi dalam skenario berarti peralihan; peralihan dari scene satu ke
scene berikutnya. Biasanya digunakan istilah cut to, fade out, fade in atau
dissolve to (Lutters,2004:97).
1.5.2 Proses Produksi Sebuah Film
Proses produksi adalah proses setelah skenario jadi dan akan divisualisasikan
menjadi film pendek. Proses produksi film dibagi menjadi pra-produksi, produksi,
dan pasca-produksi.
20
1.5.2.1 Pra-Produksi
Pra-produksi adalah masa persiapan sebelum produksi. Produksi sebuah film
dimulai dari pra-produksi. Di dalam pra-produksi terdapat sutradara, produser, story
board, penata fotografi, juru kamera, tata artistik, kostum, tata rias, tata cahaya, tata
suara, tata musik, pemeran, dan hunting lokasi.
a. Sutradara
Sutradara menduduki posisi tertinggi dalam segi artistik. Sutradara memimpin
pembuatan film tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sutradara
bertanggung jawab meliputi aspek-aspek kreatif, baik interpretative maupun teknis
dari sebuah produksi film. Selain mangatur laku di depan kamera dan mengarahkan
akting dan dialog, sutradara juga mengontrol sisi kamera, suara, pencahayaan, di
samping hal-hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film (Sumarno,
1996:34).
Merurut Mangunharjana (1976:62), tugas utama sutradara adalah mengepalai
semua tugas dalam pembuatan film itu. Bidang kerjanya bukan terletak di dalam
salah satu segi, melainkan di seluruh pembuatan film itu. Sutradara memimpin
pembuatan skenario, permainan para bintang film yang bersangkutan dengan
pembuatan film itu, pengambilan gambar oleh juru kamera, perekaman suara oleh
juru suara, dan penyusunan gambar oleh penyusun film sampai film itu selesai
dicetak dan siap dipertunjukan di hadapan publik.
21
b. Produser dan Modal
Produser adalah majikan dari seluruh pembuatan film dan bertanggung
jawab penuh atas modal yang dibutuhkan untuk pembuatan film. Tugas
utama produser yaitu mengatur mekanisme kerja yang dilakukan pada tahap
produksi sesuai dengan waktu dan biaya yang telah ditentukan. Oleh karena
itu produser perlu membuat working schedule atau jadwal kerja agar
pelaksanaan kerja terdistribusi dan terkontrol dengan rapi sehingga pada
produksi nantinya tidak ada yang terlupa yang menghambat jalannya
shooting di lapangan (Widagdo, 2004:12).
c. Story Board
Story board adalah deretan gambar-gambar sket yang kasar dan melukiskan
adegan-adegan atau bagian-bagian yang pokok dari adegan film itu. Story board juga
bisa berupa gambar-gambar film dari adegan atau bagian adegan film yang
bersangkutan (Mangunhardjana, 1976 :17).
Menurut Widagdo (2004:102), story board merupakan visualisasi rekaan yang
berbentuk sketsa gambar seperti komik atau perkiraan hasil gambar yang nantinya
akan dijadikan pedoman pengambilan gambar oleh camera operator. Sketsa gambar
ini dibuat oleh storyboarder dengan instruksi dari sutradara dan pertimbangan OP
(Operator of Photography).
d. Hunting Lokasi
Hunting lokasi merupakan proses pencarian lokasi yang akan digunakan untuk
shooting sebuah film. Proses ini dilakukan oleh sutradara, kameramen dan penata
22
fotografi. Hunting lokasi dilakukan untuk meneliti lapangan atau observasi (biaya,
transportasi, perijinan, perlengkapan shooting).
e. Kostum
Kostum memiliki beberapa fungsi. Pertama dan paling penting ialah
membantu menghidupkan perwatakan pelaku. Kedua, individualisasi
peranan. Artinya, warna dan kostum dapat membedakan seorang peranan
dari peranan yang lain serta dari setting dan latar belakang. Ketiga, memberi
fasilitas dan gerak pelaku (Herymawan, 1993:131-132).
1.5.2.2 Produksi
Produksi adalah proses pembuatan sebuah film (shooting film). Di sinilah sebuah
skenario digarap menjadi objek visual. Bentuk dan penggambaran dipimpin langsung
oleh sutradara dan dibantu beberapa crew (kru atau tim) film. Kru film yang terdapat
di dalam produksi film adalah penata fotografi dan juru kamera, tata rias, pemeran,
tata suara dan cahaya, serta tata artistik.
a. Penata Fotografi dan Juru Kamera
Penata fotografi dan juru kamera adalah tangan kanan sutradara dalam kerja
di lapangan. Mereka bekerja sama dalam menentukan jenis-jenis shot.
Dalam industri perfilman maju seperti di Hollywood peran penata fotografi
dijuluki sebagai director of photography. Ia tidak langsung mengoperasikan
kamera karena tugas itu dipercayakan kepada operator kamera. Sementara
di Indonesia, tugas penata fotografi dan operator kebanyakan masih
dirangkap satu orang (Sumarno, 1996:51).
23
b. Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk
mewujudkan wajah peranan. Rias film berbeda dengan rias drama, hanya
syarat-syaratnya yang berlainan. Rias drama menjadikan panggung untuk
dilihat langsung oleh penonton, maka rias film menjadikan suasana yang
dilihat oleh penonton di layar putih atau lensa kamera (Herymawan,
1993:134-135).
c. Pemeran
Pemeran menjadi bahan yang harus digarap untuk menampilkan tokoh film
yang dikehendaki. Dasar yang dipakai untuk menilai adalah dasar artistik; cocok,
indah, memikat. Yang dinilai adalah permainannya, acting, performance
(Mangunhardjana, 1976:61).
Akting film memiliki arti kemampuan berlaku sebagai orang lain. Proses
penokohan akan menggerakkan seorang pemeran menyajikan penampilan
yang tepat (tanpa melupakan bantuan tata rias dan kostum), seperti cara
bertingkah laku, ekspresi emosi dengan mimik dan gerak-gerik, cara
berdialog, untuk tokoh cerita yang ia bawakan (Sumarno, 1996:79).
Menjadi seorang pemain film harus pandai menguasai diri. Menguasai ritme
permainan dan jenis-jenis film yang diikuti. Perwatakan sering tidak dilukiskan
secara rinci karena itu pemain film harus bisa menjiwai tokoh yang hendak
diperankan.
24
d. Tata Suara dan Cahaya
Proses pengolahan suara yang memadukan unsur-unsur suara yang terdiri atas
dialog dan narasi, music serta efek-efek suara. Seorang penata suara memadukannya
dengan cara merekam. Tata cahaya ialah suatu cara penyinaran khusus pada obyek
untuk membuat obyek itu semakin jelas dari pada obyek lain di sekitarnya.
e. Tata Artistik
Tata artistik berarti menyusun segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita
film, yakni menyangkut pemikiran tentang setting. Penciptaan setting berarti
penciptaan konsep visual secara keseluruhan. Itu berarti juga menyangkut
pakaian-pakaian yang harus dikenakan pada tokoh film, bagaimana tata
riasnya, dan barang-barang (properti) yang harus ada. Karena tugas yang
beragam itu, penata artistik didampingi oleh tim kerja yang terdiri atas
bagian penata kostum, bagian make up, pembangun dekorasi, dan jika
diperlukan tenaga pembuat efek-efek khusus (Sumarno, 1996:66-67).
1.5.2.3 Pasca-Produksi
Pasca-produksi adalah proses akhir dari sebuah film. Di dalam pasca-produksi
ini hasil dari shooting mulai mengalami editting (membuang gambar yang tidak
dipakai) dan digabungkan. Musik dan efek-efek gambar mulai dimasukkan untuk
menambah daya tarik dan roh sebuah film.
b. Tata musik
Menurut Sumarno (1996:77-78), tata musik dalam film memiliki beberapa
fungsi:
25
Membantu merangkaikan adegan. Artinya, sejumlah shot yang dirangkai
diberi suatu musik akan berkesan terikat dalam suatu kesatuan.
Menutupi kelemahan atau cacat dalam film. Kelemahan dalam akting
dan pengucapan dalam dialog dapat ditutupi dengan musik.
Menunjukan suasana batin tokoh-tokoh utama film.
Menunjukan suasana waktu dan tempat.
Mengiringi kemunculan suatu kerabat kerja atau nama-nama pendukung
produksi (credit title).
Mengiringi adegan dengan ritme cepat.
Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan
dramatik.
Menegaskan karakter lewat musik.
c. Editting
Setelah proses pengambilan gambar, masuk ke proses editting yaitu proses
penyuntingan. Tenaga pelaksananya disebut editor.
Editor bertugas menyusun hasil syuting sehingga membentuk pengertian
cerita. Editor adalah orang paling akhir dari seluruh pekerjaan produksi di
mana pekerjaannya mengolaborasikan berbagai unsur kreatif sehingga dapat
memberikan sentuhan seni pada hasil akhir sebuah film. Seorang editor
26
dibantu oleh beberapa assistant termasuk sound engineer atau sound
director (Widagdo, 2004:114).
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam proses penulisan skenario ini adalah metode
deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses pembuatan
skenario film. Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode yang dipilih dengan
mempertimbangkan kesesuaian obyek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14).
Metode yang digunakan dalam penulisan skenario ini selain metode deskriptif
juga meliputi metode klasifikasi. Metode deskriptif digunakan untuk memaparkan
proses pembuatan skenario film. Metode klasifikasi digunakan untuk
mengelompokkan dan menentukan skenario film yang dihasilkan.
1.7 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dapat dipaparkan sebagai berikut. Bab pertama berisi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, kerangka teori,
sistematika penyajian, dan jadwal kegiatan. Bab dua berupa proses penciptaan
skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“. Bab tiga berupa proses pembuatan
film yang dibuat dari skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“.
27
BAB II
PROSES PENCIPTAAN SKENARIO
Pada bab ini metode yang akan digunakan adalah metode deskripsi dan metode
klasifikasi. Penulis mendeskripsikan dan mengklasifikasikan proses pembuatan
skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” sampai pada hasil proses
pembuatan skenario. Pada tahap awal penulis akan memulai dengan proses
pembuatan skenario film kemudian memaparkan hasil dari proses pembuatan
skenario film.
2.1 Proses Pembuatan Skenario
Penulis skenario menciptakan sebuah cerita secara utuh, lengkap dengan dialog
dan deskripsi visualnya. Namun pekerjaan penulis skenario tidak berhenti sampai di
atas kertas. Selain harus memikirkan supaya cerita enak dibaca secara tulisan
(gunanya untuk dibaca sutradara, produser, kru, pemain dan lain-lain), penulis
skenario juga harus ikut membayangkan bagaimana visualisasi tulisan tersebut
menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).
Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis skenario film dan menentukan konsep
cerita skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” yang meliputi sasaran cerita,
28
jenis cerita, tema cerita, ide cerita, alur cerita, grafik cerita, setting cerita, unsur
dramatik dan bahasa skenario.
2.1.1 Sasaran Cerita
Sasaran cerita yang dituju oleh penulis adalah usia dewasa yaitu umur 17 tahun
ke atas. Hal ini disebabkan skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
memasukkan unsur-unsur kekerasan ke dalam ceritanya. Dialog-dialog yang
digunakan dalam skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ banyak
menggunakan kata-kata umpatan sehingga tidak pantas didengarkan oleh anak-anak
di bawah usia 17 tahun.
2.1.2 Jenis Cerita
Cerita skenario yang berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ termasuk
dalam jenis drama tragedi yaitu cerita drama yang berakhir dengan duka lara atau
kematian. Akhir dari skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah kematian
ibu. Kematian ibu tidak membuat Boli putus asa untuk menjalani hidup, walau dalam
keadaan lumpuh Boli tetap meneruskan hidupnya dengan berjualan tabloid mingguan.
2.1.3 Tema Cerita
Tema dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah rumah
tangga. Tema rumah tangga adalah tema cerita yang berisi tentang problem rumah
tangga atau keluarga. Baik hubungan antara suami dan istri, anak dengan ayah atau
29
ibu. Kisah perjuangan anggota keluarga yang harus bekerja keras untuk menghidupi
keluarganya juga termasuk dalam tema rumah tangga.
Dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” diceritakan tokoh Boli
yang masih muda namun harus berjuang untuk mencukupi kehidupan keluarganya
dengan berjualan tabloit mingguan di kota. Kondisi ibunya yang tengah sakit
menambah persoalan baru bagi Boli karena harus mencari uang untuk biaya operasi.
Perjuangan seorang anak untuk keluarganya inilah yang membuat tema cerita film
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih “ termasuk dalam tema rumah tangga.
2.1.4 Ide Cerita
Ide cerita dalam skenario film berjudul “Bercak Darah di Atas Kertas Putih“
didapat dari penulis sendiri. Bulan September 2009, seorang teman penulis bercerita
tentang ibunya yang baru saja meninggal karena penyakit kanker otak yang sudah
mencapai stadium empat. Keadaan keluarga yang tidak mampu untuk membiayai
membuat sang ibu meninggal. Usaha untuk mencari biaya operasi sudah dilakukan
dengan sekuat tenaga tetapi biaya operasi yang mahal membuat keluarga hanya bisa
pasrah dengan keadaan.
Perjuangan seluruh anggota keluarga untuk mengumpulkan uang dengan
berbagai usaha, walau akhirnya harus merelakan ibu meninggal karena uang yang
terkumpul tidak cukup untuk biaya operasi, membuat penulis merasa bahwa cerita
dari seorang teman itu sangat menarik untuk dibuat menjadi sebuah skenario film.
30
Penggabungan unsur perjuangan, kepasrahan, dan kemauan yang keras untuk
menjalani hidup akan menjadi sebuah cerita skenario film yang menarik dan memiliki
nilai-nilai kehidupan.
2.1.5 Alur Cerita
Plot yang digunakan dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di
Atas Kertas Putih“ adalah plot lurus. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya
terfokus hanya pada konflik seputar tokoh sentral. Konflik dalam skenario film
pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ terfokus pada tokoh utama
atau sentral yaitu Boli dan tidak ada pelebaran konflik ke tokoh yang lain. Plot lurus
ini digunakan oleh penulis dengan tujuan agar penonton bisa dengan mudah
menerjemahkan maksud dari film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ tanpa
mengurangi sisi keindahan dari sebuah skenario film.
2.1.6 Grafik Cerita
Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario berkaitan
juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam skenario.
Skenario film pendek ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” menggunakan grafik
Aristoteles mulai dari eksposisi, penggawatan, klimaks, dan tamat. Eksposisi dimulai
saat Boli akan berangkat ke perempatan untuk menjual tabloid mingguan dan bertemu
dengan Karisma dan Roni. Penggawatan bermula tatkala Boli nekat untuk berangkat
berjualan walau keadaan belum cukup aman baginya. Klimaks terjadi ketika Boli
31
dihajar oleh preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. Akhir dari skenario film
”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” adalah saat Boli membaca surat untuk ibunya
dan melanjutkan hidupnya dengan berjualan koran walau dalam keadaan kaki yang
lumpuh.
2.1.7 Setting Cerita
Setting dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih“ menggunakan indoor dan outdoor setting. Indoor setting berada di dalam
kamar kos, sedangkan outdoor setting menggunakan perempatan jalan. Untuk setting
budaya dalam skenario film pendek menggunakan setting budaya Jawa , terlihat pada
dialog yang logat bicaranya menggunakan logat Jawa.
2.1.8 Unsur Dramatik
Unsur Dramatik adalah unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak
dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya. Unsur-unsur dramatik dalam
skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah:
a. Konflik yang ditampilkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih“ adalah konflik tokoh Boli dengan keadaan. Keadaan yang membuat dia
tidak bisa mencari uang untuk biaya operasi ibunya.
b. Suspense yang dimunculkan oleh penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ adalah di saat Boli nekat untuk berjualan walau keadaan belum
aman. Di sini penonton akan menunggu apa yang akan terjadi pada tokoh Boli.
32
c. Curiousity yang dimunculkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ adalah surat yang ditulis oleh Boli. Begitu berharganya surat itu
sampai saat Boli dipukuli oleh para preman, surat itu masih saja dia genggam.
Penonton akan penasaran apa isi dari surat itu sebenarnya, sehingga Boli
mempertahankannya.
d. Surprise yang dimunculkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ adalah ketegaran Boli yang masih berjualan setelah mengalami hal
yang sangat menyakitkan (kelumpuhan dan meninggalnya ibu).
2.1.9 Bahasa Dalam Skenario
Bahasa dalam skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
adalah bahasa Indonesia, yang pengucapannya menggunakan logat Jawa. Logat
bahasa Jawa mempermudah pemain untuk mengucapkan dialog bahasa Indonesia,
karena sebagian besar pemain dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
berasal dari Yogyakarta.
2.2 Hasil Dari Proses Pembuatan Skenario film “ Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih”
Setelah memaparkan proses pembuatan scenario film “ Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih”, Selanjutnya penulis akan memaparkan hasil dari proses pembuatan
skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berupa sinopsis, rencana plot,
kerangka tokoh, treatment, dan skenario.
2.2.1 Sinopsis
33
SINOPSIS
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma
Pagi itu BOLI sudah bangun, tangannya mengambil surat lalu
membacanya. Raut mukanya berubah setelah membaca surat itu, ternyata surat
itu dari IBUnya yang memberi kabar bahwa IBU butuh uang untuk operasi
Kanker otak stadium empat. Operasi harus segera dilakukan karena tumor IBU
sudah mencapai stadium empat. Sakit kepala yang selama ini dianggap hanya
sebatas sakit kepala biasa ternyata disebabkan adanya tumor di otak IBU.
Boli mengambil koran lalu mengayuh sepedanya menuju perempatan
jalan untuk berjualan. Di tengah perjalanannya BOLI dipanggil oleh RONY dan
KARISMA. RONI dan KARISMA memberitahu BOLI bahwa akan ada razia
anak jalanan dan pedagang asongan selama seminggu ini. BOLI ingin tetap
berjualan tetapi dipaksa oleh KARISMA dan RONI untuk tidak berjualan dulu
sampai kondisi aman. BOLI mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan
ada razia. Tetapi beban berat sangat menghantui Boli karena harus segera
mengumpulkan uang untuk biaya operasi IBU.
BOLI hanya bisa berbaring di kamar, padahal waktu terus berjalan dan
IBU harus segera di operasi. Ingin sekali BOLI membalas surat dari IBU tetapi
BOLI tidak mempunyai uang untuk membeli perangko. Satu hari berlalu. BOLI
34
membulatkan tekadnya untuk tetap berjualan apapun resikonya karena IBU tidak
bisa menunggu. BOLI keluar dari kamar kos dan bertemu DOMI. DOMI
menyapa BOLI. Melihat BOLI membawa tabloid, DOMI mencoba mencegah
BOLI untuk berjualan karena memang kondisi belum aman betul. BOLI tidak
memperdulikan DOMI. BOLI tetap melaju dengan sepedanya.
Sampai di perempatan jalan BOLI langsung berjualan. Satu persatu koran
yang dibawanya habis terjual. Selesai berjualan BOLI berjalan ke sebuah warung
untuk membeli kertas surat dan perangko. Setelah membeli kertas surat dan
perangko BOLI menulis surat di samping jalan tempat dia berjualan tabloid
mingguan. Satu demi satu kalimat dia tulis. Tiba-tiba preman-preman sewaan
datang dan mengejar BOLI.
BOLI berlari dan meninggalkan sepedanya. Hanya kertas surat buat IBU
yang dibawanya. BOLI terjatuh karena gugup, keringatnya mengucur deras.
Merasa sudah aman BOLI memperlambat larinya. BOLI mengambil napas
panjang dan mulai mengatur napasnya yang hampir habis. Tanpa disadari
preman-preman itu datang dari arah belakang lalu menendang bagian belakang
kepala BOLI. BOLI hanya pasrah dan menggeggam erat surat untuk IBU supaya
jangan sampai direbut atau dirusak. Preman-preman itu turun dari motor,
menghampiri BOLI lalu kembali menghajar BOLI. Sebelum pergi preman-
preman itu mengambil uang di saku BOLI. BOLI tak sadarkan diri. Tanpa
sengaja KARISMA dan RONI melihat BOLI terbaring pingsan di jalan. Meraka
35
membawanya ke kos dan merawatnya tetapi karena tidak punya uang BOLI
terpaksa hanya dirawat sendiri. Dua hari berlalu. Surat sekali lagi datang. Kali ini
surat pemberitahuan bahwa IBU telah meninggal. Surat itu diterima oleh
KARISMA sebab BOLI masih belum sadarkan diri. Setelah BOLI siuman RONI
memberitahukan berita duka itu kepada BOLI.
Mendengar berita itu BOLI hanya terdiam dan menagis di atas kursi roda
yang dipinjam RONI dari tetangga sebelah. Akhirnya BOLI bisa menerima
kepergian IBUnya. RONI mengajak BOLI ke depan kamar kos. Di depan kamar
kos BOLI membuka surat yang belum sempat dikirim untuk IBUnya. Surat itu
berlumuran darah. Di atas kursi roda BOLI berusaha membaca surat untuk
IBUnya itu. Rasa sakit tidak membuat BOLI berhenti membaca. Bu maaf aku
belum bisa mengirim uang untuk IBU... Bertahan ya Bu, BOLI sedang
berusaha...!
2.2.3 Rencana Plot
Rencana plot adalah pengembangan dari cerita sebuah skenario. Rencana
untuk persiapan pembuatan treatment.
RENCANA PLOT
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma
36
Pagi hari Boli terbangun dari tidurnya lalu membaca surat dari ibunya
yang berisi bahwa ibu butuh uang untuk operasi kanker yang sudah mencapai
stadium empat. Boli mengambil tabloid lalu naik sepeda untuk berjualan. Di
tengah perjalanan Boli bertemu dengan Karisma dan Roni yang bercerita bahwa
dalam seminggu ini akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol
PP. Berita itu membuat Boli mengurungkan niatnya untuk berjualan.
Di kamar Boli kembali membaca surat dari ibunya. Beberapa hari Boli
hanya diam di kamar dan tidak bisa mencari uang untuk operasi ibunya. Pikiran
yang kacau ini membuat konflik batin mulai terlihat. Konflik antara berjualan
atau tidak berjualan. Boli akhirnya keluar kamar dan pergi ke tempat di mana dia
sering menyendiri. Roni datang lalu menegur Boli. Boli bercerita tentang
kondisinya saat ini. Roni mencoba menenangkan Boli tetapi Boli tidak bisa
menerima maksud baik dari Roni. Boli tidak bisa menerima keadaan yang terjadi
saat ini. Keadaan yang memaksanya untuk tidak berjualan sehingga tidak bisa
mencari uang untuk membantu ibunya. Faktor keadaan inilah yang membuat
konflik di pikiran Boli semakin kelihatan.
Keesokan harinya Boli nekat untuk berjualan. Melihat Boli akan
berjualan, Domi mencoba menghalangi Boli. Sekali lagi maksud baik sahabatnya
ditolaknya mentah-mentah. Boli tetap berangkat dan meminta Domi untuk tidak
37
menghalanginya. Sampai di pertigaan jalan Boli langsung berjualan. Setelah laku
Boli pergi ke sebuah warung untuk membeli kertas surat dan perangko untuk
membalas surat dari ibunya. Boli menulis surat di samping pertigaan tempat di
mana dia berjualan.
Dari kejauhan kedua preman mendekat pada Boli. Boli melihat kedua
preman itu menuju ke arahnya. Dalam keadaan gugup Boli melarikan diri. Boli
sempat terjatuh ke tanah. Di sini Boli mulai teringat ibunya. Ingatan Boli itu
diluapkan dengan berteriak memanggil ibu. Boli kembali bangun dan terus
berlari. Merasa sudah aman, Boli memperlambat larinya. Melihat Boli
memperlambat larinya kedua preman itu mempercepat laju motornya, saat tepat
di belakang Boli preman itu menendang kepala Boli. Boli terjatuh. Kedua
preman itu lalu berhenti dan kembali menghajar Boli hingga pingsan. Sebelum
pergi seorang preman sempat mengambil uang dari saku Boli.
Karisma dan Roni melihat Boli pingsan di pinggir jalan. Mereka
membawa Boli ke kos. Roni dan Karisma tahu kalau Boli mengalami luka yang
parah di kepalanya tetapi karena tidak ada biaya mereka tidak membawa Boli
kerumah sakit. Dua hari berselang datanglah surat dari majikan ibu yang
memberi kabar bahwa ibu telah meninggal. Siang harinya Boli sadarkan diri.
Kakinya tidak bisa digerakkan dan rahangnya terasa kaku. Untuk menghibur
Boli, Roni membawa Boli keluar dengan menggunakan kursi roda yang dia
pinjam dari tetangga di sebelah kos. Di situlah Roni memberitahukan bahwa ibu
38
telah meninggal. Boli menangis lalu mengambil surat untuk ibunya yang belum
sempat dia kirim dan membacanya untuk ibunya. Mau tidak mau Boli harus
menerima keadaan bahwa ibu telah meninggal dan dia mengalami kelumpuhan.
Beberapa hari berikutnya Boli keluar kamar lalu duduk di kursi roda untuk
berjualan koran. Hidup harus tetap berjalan, jalani dengan tersenyum walaupun
pahit adanya.
2.2.4 Kerangka Tokoh
KARAKTER TOKOH FILM
BERCAK MERAH DIATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya kusuma
A. KARAKTER UTAMA
1. KARAKTER BOLI
a. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Boli Setiawan
Nama panggilan : Boli (nama panggilan
39
keluarga dan pergaulan)
Tempat dan tanggal lahir : Kulonprogo, 23 April
1990
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Ketrampilan khusus : Tidak ada
b. Fisikal/biologis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 40 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, poni agak
panjang, tidak rapi
Penampilan : Celana pendek jeans
Gaya bicara : Santai, mengalir
Suara dan kualitas : Normal
40
Penampilan : Seadanya
Gaya baju atau baju kesukaan : Kaos oblong
Cara berjalan : Ringan, santai
c. Psikologis
Intelegensia : Kurang
Mudah tidaknya bergaul : Sangat mudah
Temperamen/watak : Optimis (selalu
berusaha)
Sifat secara umum : mandiri, hemat,
tidak mudah menyerah
Masalah utama yang harus diatasi : Keuangan
Perkembangan tokoh : - Sejak lulus SMP Boli
pergi ke kota
untuk bekerja, dan
membantu keuangan
keluarga.
41
- Di kota Boli tinggal di
kos, bekerja sebagai
penjual tabloid
mingguan di
perempatan.
- Bertemu dengan Roni
dan Karisma yang
sama-sama
mengandalkan
perempatan sebagai
sumber mata
pencarian.
Persahabatan mereka
sangat erat, seperti
saudara.
- Boli menjadi satu-
satunya harapan
keluarga untuk
mencari uang karena
sang ibu sakit-sakitan.
42
Pengalaman yang membentuk sifat : Kehidupan di jalan yang
keras.
d. Hubungan keluarga/pertemanan
Latar belakang keluarga/keturunan : Lahir sebagai anak
pertama
Teman dekat : Karisma dan Roni
e. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Boli adalah tokoh protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita
kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero – tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
Tokoh yang selalu membangun alur.
2. KARAKTER RONI
a. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Roni Gunawan
Nama panggilan : Roni
43
Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 1 Januari
1989
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Agama/kepercayaan : Islam (tidak religius)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, agak panjang,
tidak teratur
Gaya bicara : Mengalir
Penampilan : Bersih, penutup kepala
Cara jalan : Ringan, santai
c. Psikologis
44
Intelegensia : Normal
Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul
Temperamen/watak : Cuek, santai
Sifat secara umum : Cuek dengan kondisi
d. Hubungan keluarga dan pertemanan
Teman dekat : Boli, Karisma, dan
Domi
e. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Tokoh Roni adalah tokoh antagonis. Antagonis adalah peran yang
mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Tokoh antagonis selalu
berseberangan dengan tokoh protagonis. Peran antagonis juga sering menjadi
tokoh sentral dalam cerita yang tugasnya menggangu dan melawan tokoh
protagonis.
3. KARAKTER KARISMA
f. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Agustinus Karisma
45
Nama panggilan : Karisma
Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 29 Februari
1988
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Kegemaran : Bermain gitar
g. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, pendek
Gaya bicara : Mengalir
Gaya baju atau kesukaan : Kaos, topi
h. Psikologis
Intelegensia : Rendah
46
Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul
Tempramen/watak : Cuek, santai
Sifat secara umum : Cuek dengan keadaan
i. Hubungan keluarga dan pertemanan
Teman dekat : Boli, Roni dan Domi
j. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Tokoh Karisma adalah tokoh tritagonis. Tritagonis adalah peran
pendamping, peran pembantu adalah peran pelengkap untuk mendukung
rangkaian cerita. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh
sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral.
Fungsi tokoh Karisma sama dengan tokoh Roni yaitu pendukung rangkaian
cerita.
4. KARAKTER DOMI
a. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Bambang Waluyo
47
Nama panggilan : Domi
Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 28 Februari
1987
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 172 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Tegas
Penampilan : Urakan (lusuh)
Gaya baju atau kesukaan : Kaos, celana pendek
c. Psikologis
Intelegensia : Rendah
Mudah tidaknya bergaul : Agak tertutup
Tempramen/watak : Urakan
48
Tokoh Domi adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi
sebagai tokoh pelengkap, guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh
ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
5. KARAKTER PREMAN 1
a. Kultural
Nama panggilan : Kampret
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 55 kg
Bentuk tubuh : Atletis
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Urakan
Penampilan : Urakan (lusuh)
c. Psikologis
Intelegensia : Rendah
49
Temperamen/watak : Keras
Tokoh Preman 1 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi
sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh
ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
6. KARAKTER PREMAN 2
a. Kultural
Nama panggilan : Santo
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 173 cm
Berat badan : 48 kg
Bentuk tubuh : Atletis
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Urakan
Penampilan : Urakan (lusuh)
c. Psikologis
50
Intelegensia : Rendah
Temperamen/watak : Keras
Tokoh Preman 2 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi
sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini
tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
7. KARAKTER PENJUAL
a. Kultural
Nama panggilan : Ibu Wagiran
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 58 kg
Kondisi fisik : Bugar
Tokoh Penjual adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi
sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini
tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
51
2.2.5 Treatment/Scene Plot
Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya
berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario
yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik.
Berikut ini adalah treatment film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“.
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma
Treatment/Scene Plot
02. INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI membaca surat dari IBUnya, yang memberi kabar bahwa IBU sedang sakit dan perlu uang untuk
operasi secepatnya karena kondisi IBU sangat kritis. BOLI menaruh surat itu, mengambil tabloid, meletakkannya di sepeda lalu pergi.
03. EXT. JALAN: JALAN. PAGI
BOLI mengayuh sepedanya dengan cepat menuju perempatan tempat di mana ia sering berjualan.
04. EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI
KARISMA dan BOLI sedang berbincang serius. Membicarakan masalah razia yang akan dilakukan oleh para preman sewaan. Melihat BOLI lewat KARISMA memanggil BOLI. BOLI berhenti lalu pergi ke arah KARISMA dan RONI.
05. EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI
RONI dan KARISMA menasehati BOLI supaya jangan berjualan dulu karena akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. BOLI akhirnya mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan ada razia. BOLI berbalik lalu menuju kosnya.
06. EXT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI . SIANG
BOLI tiduran di kos. Pikirannya selalu tertuju pada IBU tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena ada
razia. Kegelisahan mulai menghantui BOLI. BOLI mulai mencari solusi untuk bisa berjualan tanpa harus tertangkap para preman.
52
07. INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI terbangun. Tangannya meraih surat dari IBUnya lagi. Dia membaca lalu menaruhnya. Berdiam sebentar lalu pergi keluar kamar.
07 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI
BOLI terduduk lesu, pandangannya kosong. Ingin membantu IBU tapi tidak ada jalan keluar. Perasaan bersalah menghantuinya. Dari kejahuan terlihat RONI mendekat menghampiri BOLI.
08 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI
BOLI menanyakan situasi pertigaan kepada RONI. RONI menceritakan bahwa pertigaan belum cukup aman untuk berjualan. BOLI terdiam lalu menceritakan kondisi IBUnya kepada RONI. RONI mencoba menasehati tetapi BOLI tidak bisa menerima nasehat dari RONI. BOLI lalu pergi.
09 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. SIANG HARI
BOLI kembali ke kamar kosnya lalu berbaring dan akhirnya tertidur.
10 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI terbangun lalu mengambil tabloid, menaruhnya di sepeda, kemudian pergi.
11 EXT. DEPAN KOS: JALAN DEPAN KOS. PAGI HARI
DOMI melihat BOLI akan berngkat berjualan. DOMI mencegah BOLI untuk berjualan karena keadaan di pertigaan semakin parah. Para PREMAN masih berkeliaran di pertigaan. BOLI tidak menghiraukan ucapan DOMI. BOLI tetap berangkat berjualan.
12 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. PAGI
BOLI menaruh sepeda lalu mengambil tabloid dan berjualan.
13 EXT. WARUNG: WARUNG PINGGIR JALAN: SIANG HARI
BOLI melangkah ke warung untuk membeli surat dan perangko guna membalas surat dari IBUnya. Setelah dari warung BOLI berjalan ke arah sepedanya.
14 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. SIANG HARI
BOLI duduk lalu menulis surat untuk IBUnya. Saat menulis surat datanglah PREMAN yang akan menangkap BOLI. Melihat keadaan semakin menakutkan BOLI berlari melewati gang.
15 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
BOLI terjatuh dan pikirannya langsung tertuju pada IBU.
16 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
BOLI berlari dengan kencang. BOLI menoleh ke belakang dan para PREMAN itu tidak lagi kelihatan. BOLI memperlambat larinya.
17 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
53
Melihat BOLI memperlambat larinya, PREMAN itu mendekat lalu menendang kepala BOLI. BOLI
terjatuh. PREMAN itu kembali lalu menghajar BOLI sampai pingsan. Sebelum pergi PREMAN itu mengambil uang dari saku BOLI.
18 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
KARISMA dan RONI melihat BOLI pingsan. Mereka membawa BOLI ke kos dan merawatnya
19 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI.
KARISMA menerima surat dari petugas pos untuk BOLI. KARISMA memberikan surat itu kepada RONI untuk dibaca. Ternyata surat itu berisi berita bahwa IBU telah meninggal dunia.
20 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI
Akhirnya BOLI sadarkan diri. Kakinya tak bisa digerakan sementara rahangnya masih terasa sakit. RONI menyuruh BOLI minum. RONI meminta maaf perihal RONI dan KARISMA tidak membawa BOLI ke rumah sakit karena besarnya biaya. RONI mengajak BOLI untuk berjalan-jalan pada sore hari.
21 EXT. KOS: DEPAN KOS. PAGI HARI
RONI membawa BOLI keluar kos dengan kursi roda yang ia pinjam dari tetangga di sebelah kos. RONI
bercerita bahwa BOLI mendapat surat dari keluarganya di kampung yang memberi kabar bahwa IBU telah meninggal. BOLI tertunduk lesu dan menangis. Tangannya menggengam erat kursi roda seakan ia ingin berteriak tetapi tidak bisa. BOLI mengambil surat yang ia tulis untuk ibunya lalu membacanya.
22 EXT. DEPAN KAMAR KOS. PAGI HARI
BOLI keluar kamar membawa tabloid lalu duduk di atas kursi roda dan berangkat berjualan.
2.2.6 Skenario
Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan sutradara dalam
produksi sebuah film. Skenario diibaratkan seperti kerangka tubuh manusia
sehingga skenario merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembuatan
sebuah film.
Bercak Darah Di Atas Kertas Putih
Cerita dan Skenario : Y.Wijaya Kusuma
TEASER (ADEGAN PEMBUKA)
MAIN TITLE (JUDUL CERITA)
CREDIT TITLE
FADE IN
54
01. INT. KAMAR ( PAGI )
BOLI
(Membaca surat)
BOLI
(BOLI mengambil tabloid lalu menaruhnya di sepeda lalu pergi naik sepeda)
CUT TO
02. EXT. SEBERANG JALAN. PAGI
KARISMA dan RONI sedang berbincang-bincang serius di seberang jalan tiba-tiba BOLI lewat. Dengan cepat KARISMA memanggil BOLI
KARISMA
(Berteriak memangil BOLI)
Bol…Bol…Boli!
BOLI
(Berhenti lalu memandang ke arah KARISMA dan RONI)
KARISMA
Bol… Sini dulu!
BOLI
(Memutar sepedanya lalu melaju ke arah KARISMA dan RONI)
RONI
Nah…Gitu dong, Bol…
BOLI
Gimana? Ada apakah gerangan sehingga dikau memangil daku yang mau ngantor ini. Kalau cuma mau ngobrol apa gosip aku ga ada waktu. Buatku waktu adalah uang…!
RONI
(Ngejek Boli)
Cieeehh…
Ini bukan hanya sekedar gosip Bol…
55
BOLI
Terus?
KARISMA
Wah..bener-bener ketinggalan berita nich anak.
BOLI
Emang ada apa? Kayaknya heboh banget…
RONI
(Mengambil rokok dan menyalakannya )
Begini Bol, ini masalah kestabilitasan Bol…
BOLI
(Bingung)
Kestabilitasan? Maksudmu?
Pake bahasa yang mudah aja broo, bahasamu terlalu tinggi. Aku jadi ga dong…
KARISMA
Begini Bol,
merurut info yang berkembang, dalam seminggu ini akan ada razia...
BOLI
(Terkejut)
Razia..?
RONI
(Menegaskan)
Iya…Razia
BOLI
(Tidak percaya)
Razia… Ah jangan bikin berita palsu lo. Toh kalau hanya razia paling-paling cuman ditangkep, masuk satu hari setelah itu keluar... Santai aja ga usah dibesar-besarkan dong.
KARISMA
Ya kalau razia dari Trantip sih emang satu hari masuk besok dah keluar. Razia yang satu ini termasuk razia baru Bol... Razia dari Trantip tapi dijalankan oleh para preman. Udin kemarin ketangkep terus dihajar sampai gegar
otak.
56
RONI
(Menegaskan)
Udah dihajar uangnya diambil lagi.
BOLI
Loh Trantip kok pake preman ?
KARISMA
Ya kalau trantip kan cuman nangkap aja , jadi ga bikin jera para pengamen dan penjual asongan, tapi kalau preman yang beraksi...tahu sendiri kan akibatnya...
BOLI
Terus maksud kalian?
KARISMA
Ya… Untuk sementara kita jangan jualan dulu!
Biar aman.
BOLI
Kalau ga ngantor terus kita mau makan apa?
Orang susah kok malah dibikin susah.
RONI
(Menegaskan)
Iya…
Tapi kita mau berbuat apa lagi.
CUT TO
03. INT. KAMAR BOLI. PAGI
BOLI sulit memejamkan mata walau hanya untuk sebentar, pikirannya selalu berjalan. Berita yang diberitahukan RONI dan KARISMA membuat dia tidak bisa tidur. Terus berpikir bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan uang untuk ibunya di kampung.
CUT TO
57
04. INT. KAMAR BOLI. SORE
Dua hari berlalu. BOLI tetap saja tidak bisa berjualan. BOLI hanya tiduran di kamar, lalu mengambil surat di sampingnya dan membacanya sekali lagi. Setelah membaca BOLI menaruh surat itu lalu berjalan keluar.
CUT TO
05. EXT. SAMPING LAPANGAN TENIS. SORE
BOLI berjalan lesu. Sesampainya di samping lapangan tenis BOLI duduk. Pikirannya masih saja berputar. Matanya menatap jauh seakan-akan tidak ada semangat di matanya. Dari kejauhan RONI melihat BOLI duduk sendirian lalu RONI berjalan menghampiri.
RONI
Bol…
BOLI
(Terkejut)
Oh..halo Ron…
RONI
Kamu kelihatan lemes Bol.
Kenapa?
BOLI
(Menarik napas)
Gimana kondisi kantor Ron ?
RONI
Masih belum kondusif Bol, aku juga bingung. Dua hari aku mangamati situasi masih saja ada preman yang mengawasi setiap pertigaan maupun perempatan yang sering buat jualan sama anak-anak.
BOLI
(Terdiam)
RONI
(Memandang Boli)
Kenapa Bol…?
(Tangan Roni menggapai bahu Boli)
BOLI
Penyakit ibuku makin parah Ron!
58
RONI
(Terdiam)
BOLI
Kata dokter ibuku harus segera dioperasi secepatnya.
Kamu tahu kan ongkos buat operasi sangat besar!
RONI
(Diam sambil melihat BOLI)
BOLI
Dan sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau begini terus keadaannya aku ga bisa membiayai operasi ibuku. Apa aku harus melihat ibuku meninggal gara-gara aku tidak bisa bisa membiayai operasi?
BOLI
(Berdiri melampiaskan amarahnya)
Ahhh, bangsat….!
RONI
(Hanya diam)
BOLI
(Setelah melampiaskan amarahnya BOLI duduk menangis)
RONI
(Mengambil rokok)
Rokok, Bol… Biar lebih tenang.
BOLI
Makasih, Ron.
Surat ini datang dua hari lalu Ron
dan aku ga bisa membalas surat ibuku ini karena ga punya uang.
Aaahh… Hanya membalas surat ibu saja aku tidak bisa
Aku memang anak durhaka….
RONI
Sabar Bol... Sabar… Tuhan pasti punya rencana yang indah di balik peristiwa ini Bol...
BOLI
(Marah)
59
Indah? Indah?
Seorang anak yang hanya bisa melihat ibunya sakit dan hampir meninggal tanpa bisa berbuat apa-apa untuk ibunya kamu sebut indah…!
BOLI
(Pergi)
RONI
(Memanggil Boli)
Bol… Boli…!
CUT TO
06. EXT. DEPAN KAMAR. PAGI
Pagi-pagi BOLI terbangun. Tumpukan tabloid diambilnya lalu ditaruh di sepeda dan berangkat berjualan koran. DOMI yang melihat BOLI akan berjualan mencoba untuk mencegahnya.
DOMI
Bol… Jangan nekat!
BOLI
Apa boleh buat, apapun yang terjadi aku tetep berjualan.
Aku harus cari uang buat ibuku.
DOMI
Kamu jangan nekat Bol!
Apa kamu mau seperti Udin!
Kamu jangan nekat!
BOLI
(BOLI tetap mengayuh sepedanya untuk berjualan)
DOMI
(Menggeleng-gelengkan kepala)
60
CUT TO
07. EXT. PERTIGAAN JALAN. SIANG
Sampai di pertigaan jalan BOLI menaruh sepeda lalu mulai berjualan. Setelah berjualan BOLI berjalan ke arah sepeda lalu duduk. Ia merogoh sakunya dan mengambil uang hasil penjualan dan menghitungnya. BOLI berjalan ke arah warung untuk membeli kertas surat dan perangko.
CUT TO
08. EXT. WARUNG. SIANG
BOLI
(Merogoh saku lalu mengambil uang)
Bu, beli kertas surat sama perangko
PENJUAL
(Mengambilkan pesanan BOLI)
BOLI
Berapa Bu?
PENJUAL
Tiga ribu lima ratus, Mas.
BOLI
(menghitung uang)
Ini Bu, terima kasih.
CUT TO
09. EXT. PERTIGAAN. SIANG
BOLI berjalan ke pertigaan lagi. Sampai di pertigaan BOLI duduk lalu mengambil pena di tasnya dan mulai menulis surat untuk IBUnya. Dari kejahuan dua orang PREMAN menuju ke arah BOLI dengan mengendarai motor. Melihat PREMAN menuju ke arahnya, BOLI lari dengan cepat. Sepedanya tak sempat dibawa.
BOLI
(Berlari)
CUT TO
10. EXT. JALAN. SIANG
61
BOLI terjatuh. Keringatnya bercucuran. Keringatnya menetes di jalanan.
BOLI
(Berteriak)
Ibu…!
DISSOLVE
CUT TO
11. EXT. JALAN. SIANG
BOLI belum juga berdiri, napasnya terengah-engah.
12. EXT. JALAN. SIANG
PREMAN semakin mendekat ke arah BOLI. BOLI kembali berdiri lalu berlari lagi.
13. EXT. GANG. SIANG
Merasa aman BOLI mengurangi kecepatan larinya.
14. EXT. GANG. SIANG
Melihat BOLI berjalan, kedua PREMAN mempercepat laju sepeda motornya. Setelah masuk dalam jangkauan, PREMAN yang di belakang langsung memukul kepala BOLI.
PREMAN 1
(Marah)
Bajingan, ketangkap kamu sekarang...!
(BOLI tersungkur sambil memegangi kepalanya dan berusaha untuk berdiri. Melihat BOLI berusaha berdiri, kedua PREMAN itu berhenti lalu berlari ke arah BOLI)
BOLI
(Kesakitan dan berusaha untuk berdiri)
Ampun Pak... Ampun.
PREMAN 2
(Marah)
Ampun!! Hahahaha
Enak banget bilang ampun!
Nich…
62
(sambil memukul)
BOLI
(Boli terjatuh)
Ampun Pak…
PREMAN 2
Tidak ada ampun. Sudah dikasih tahu untuk tidak jualan masih saja jualan.
Kalian itu merusak pemandangan kota!
PREMAN 1
(Meludah)
Ayo…cepat pergi…!
(Kedua preman itu menghajar BOLI dengan membabi buta. BOLI hanya bisa diam sambil memegang erat surat untuk ibunya)
CUT TO
15. EXT. GANG. SORE
RONI dan Karisma melihat BOLI terkapar berlumuran darah lalu mereka membawa BOLI ke kos.
CUT TO
16. INT. KAMAR KOS BOLI. PAGI
KARISMA
Aku kan udah ngomong sama kamu, tapi kamu tidak percaya
Ya begini akibatnya.
17. INT. KAMAR KOS BOLI. PAGI
RONI menunjukkan surat kepada KARISMA
KARISMA
(Menunjukan surat)
BOLI dapat surat.
RONI
Buka aja, biar nanti aku yang kasih tahu BOLI kalau dia sudah sadar.
KARISMA
Isinya apa, Ron?
63
RONI
Ibunya BOLI meninggal, Ma.
(KARISMA dan RONI hanya tertunduk lesu)
CUT TO
18. INT. KAMAR KOS BOLI. PAGI
Dua hari kemudian BOLI sadarkan diri.
RONI
Akhirnya kamu sadar, Bol...
Ini diminum, Bol. Sekarang kamu sudah aman. Kamu ada di kos.
Aku sama Karisma yang membawamu ke sini.
BOLI
(Tersenyum)
RONI
Tapi maaf, kami tidak membawamu ke rumah sakit, karena kami tidak punya uang.
Uang kami hanya bisa buat beli kapas dan perban saja.
Maaf ya, Bol...
CUT TO
19. EXT. DEPAN KOS. SORE
RONI membawa BOLI keluar kos dengan kursi roda yang ia pinjam dari tetangga sebelah. RONI bercerita kalau BOLI mendapat surat dari keluarganya di kampung yang memberi kabar bahwa IBU telah meninggal. BOLI tertunduk lesu dan menangis. Tangannya menggengam erat kursi roda seakan ia ingin berteriak tetapi tidak bisa. BOLI mengambil surat yang dia buat untuk ibunya lalu membacanya.
20. EXT. DEPAN KOS. PAGI HARI
BOLI merangkak menuju ke kursi roda untuk berjualan.
FADE OUT.
CREDIT TITLE
64
BAB III
PRODUKSI FILM PENDEK
“BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH“
3.1 Proses Produksi Film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
Proses produksi adalah proses pembuatan film. Proses produksi di bagi menjadi
pra-produksi, produksi dan pasca-produksi. Berikut adalah proses produksi dalam
film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
3.1.1 Pra-Produksi
3.1.1.1 Sutradara
Sutradara dalam produksi film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah
penulis skenario sendiri. Sutradara memulai tugasnya dengan memilih pemain dan
memimpin latihan. Sutradara juga melakukan diskusi dengan para kru film
(kameramen, tata artistik, kostum, tata rias, dan pemain). Diskusi berguna untuk
menyamakan pandangan tentang film yang akan dibuat.
Persiapan yang matang di pra-produksi akan sangat membantu dalam proses
produksi pembuatan film. Para kru film akan dengan mudah menerjemahkan maksud
sutradara sehingga resiko kesalahpahaman antara sutradara dan kru dapat dihindari.
65
Sutradara dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ juga merangkap
menjadi produser dan kru film. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi.
Dalam pembuatan film indie hal ini sering dilakukan. Walau terkesan tidak
profesional tetapi sangat membantu menekan pembengkakan biaya produksi
pembuatan film.
3.1.1.2 Produser dan Modal
Dalam pembuatan film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ Produser
dipegang langsung oleh penulis skenario. Modal langsung dikeluarkan oleh penulis
sebagai produser. Modal bisa berupa uang, perlengkapan film, dan dana lain-lain.
Modal yang disediakan untuk membuat film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
Rp. 655.500,00 dengan rincian sebagai berikut:
a. Pra-Produksi
1. Photo copy
(1) Jadwal dan script breakdown Rp. 5.000,00
2. Konsumsi
(1) Latihan @ Rp. 5000 X 7 orang X 5 Rp. 140.000,00
Total Rp. 145.000,00
66
b. Produksi
1. Kaset mini DV pita @ Rp. 27.000 X 2 Rp. 54.000,00
2. Properti artistik
(1) Kertas surat @ Rp. 2000 X 3 Rp. 6.000,00
(2) Perangko @ Rp. 3000 X 3 Rp. 9.000,00
3. Tata rias Rp. 15.000,00
4. Konsumsi
(1) Rp. 5000 X 16 orang X 3 Rp. 240.000,00
(2) Air mineral Rp. 11.500,00
6. Dana tak terduga Rp. 100.000,00
Total Rp. 435.500,00
c. Pasca-Produksi
1. Penyuntingan Rp. 50.000,00
2. Penggandaan DVD @ 5000 X 5 Rp. 25.000,00
Total Rp. 75.000,00
Total keseluruhan biaya praproduksi s.d pasca-produksi Rp. 655.500,00
67
3.1.1.3 Story Board
Tidak semua adegan dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ dibuat
berdasarkan story board. Hanya beberapa scene yang penting saja yang dibuat story
board-nya.
3.1.1.4 Hunting Lokasi
Hunting lokasi film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ dilakukan dua
minggu sebelum shooting. Lokasi yang akan digunakan sebagai tempat shooting
difoto sebagai bahan acuan untuk kru film (kameramen, setting, dan pemain). Foto
lokasi itu akan dipelajari untuk memperoleh gambaran lokasi shooting. Lokasi yang
dipakai untuk shooting adalah (1) pertigaan Kolombo, (2) Lapangan Tenis Kampus
USD, (3) samping makam Mrican, (4) warung Utara kampus USD. Lokasi-lokasi ini
dipilih karena sesuai dengan cerita dan lokasinya yang berdekatan sehingga
menghemat biaya produksi.
3.1.1.5 Tata Kostum
Tata kostum dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ sangat mudah
karena setiap pemainnya sudah memiliki apa yang dibutuhkan untuk memainkan
perannya. Penata kostum hanya memotong krah baju.
3.1.2 Produksi
3.1.2.1 Penata Fotografi dan Juru Kamera
68
Dalam pembuatan film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ menggunakan
penata fotografi yang bertugas mengambil foto saat cut (gesture terakhir pemain),
mencari sudut yang artistik di lokasi shooting. Film “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih“ menggunakan satu kameramen karena hanya menggunakan satu kamera dan
satu anggota kru untuk clapper.
3.1.2.2 Pemeran
Menjadi seorang pemain film harus pandai menguasai diri. Menguasai ritme
permainan dan jenis-jenis film yang diikuti. Perwatakan sering tidak dilukiskan
secara rinci karena itu pemain film harus bisa menjiwai tokoh yang hendak
diperankan. Para pemeran dalam film pendek “Bercak Merah Di Atas Kertas Putih“
berjumlah enam orang dan dipilih langsung oleh sutradara berdasarkan karakter fisik
(bentuk wajah dan badan). Dasar menggunakan pemilihan bentuk fisik ialah bentuk
fisik sangat penting untuk mewakili karakter. Bentuk wajah dan karakter wajah yang
sesuai dapat membantu mengurangi biaya make up. Sedangkan untuk karakter
pemain dapat diolah saat latihan. Latihan untuk para pemain berisi tentang
pemahaman skenario, karakter, vokal, dan improvisasi. Karena para pemain yang
direkrut adalah pemain yang awam soal dunia akting maka harus diberikan dasar
teater dan pantomim untuk membentuk gesture para pemain
Tokoh Boli diperankan oleh Roni, 23 tahun (mahasiswa PGSD USD).
Pemilihan ini berdasarkan bentuk tubuh dan fisik yang sesuai dengan karakter tokoh
69
Boli. Tokoh Roni diperankan oleh Karisma, 24 tahun. Pemilihan ini didasarkan
bentuk fisik yang sesuai dengan tokoh Roni yang menjadi seorang pengamen. Tokoh
Karisma diperankan oleh Aloysius, 22 tahun (mahasiswa Sastra Indonesia USD),
berdasarkan logat bicara dan karakter aslinya yang sesuai dengan karakter tokoh
Karisma. Tokoh Domi diperankan oleh Ganang, 26 tahun (mahasiswa Sastra
Indonesia USD), didasarkan pada bentuk fisik yang sesuai dengan tokoh Domi.
Preman 1 diperankan oleh Indri, 29 tahun (mahasiswa PGSD USD), sesuai dengan
bentuk fisik dan logat bicaranya yang keras. Preman 2 diperankan oleh Desi 25
Tahun (mahasiswa PGSD USD), seturut bentuk fisik yang gemuk serta tekstur wajah
yang garang dan sadis. Penjual di perankan oleh ibu berumur 55 Tahun.
3.1.2.3 Tata Rias
Tata rias dalam film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ sangatlah
sederhana. Bentuk wajah dan karakter pemain yang ada di dalam film pendek
“Bercak Darah di Atas kertas Putih“ sangat membantu tim make up. Tim make up
hanya menambahkan kesan kotor pada wajah pemain menggunakan simswet coklat
dan hitam. Rambut menjadi tantangan tersendiri karena model rambut harus dibuat
seperti gaya anak muda sekarang. Tim make up harus memotong sebagian rambut
pemain untuk mendapatkan kesan gaya anak muda sekarang.
70
3.1.2.4 Tata Suara dan Cahaya
Tata suara di dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ langsung dari
kamera video dan tidak menggunakan boomer. Merekam langsung dari kamera
video ini dilakukan untuk menghemat biaya produksi. Tata cahaya dalam film
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ sangat minim dipakai karena shooting
dilakukan pada pagi hari dan siang hari. Pemakaian tata cahaya hanya dilakukan saat
di dalam kamar kos.
3.1.2.5 Tata Artistik
Setting dalam film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ tidak
menggunakan setting yang rumit. Pengerjaan setting hanya mengubah tata letak
barang di dalam kamar kos. Sedangkan saat di luar ruangan, tim setting hanya
menambah beberapa sampah dan menambah tulisan di dinding untuk menambah
kesan jalanan.
3.1.3 Pasca-Produksi
3.1.3.1 Tata Musik
Ilustrasi musik yang digunakan dalam film pendek “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ menggunakan D’Masiv “Jangan Menyerah”, Gigi dan musisi jalanan,
Green Day “Epionase”, Monty Tiwa “Kosong”, Sarah McLochlan “Angel”,
71
“Pianissimo Princess”, “One Mon’s Dream”, Avenged Seven Fold “Unholy
Confessions”.
3.1.3.2 Editting
Editting film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ dikerjakan oleh
Shanon Digital Studio dengan Andreas AK sebagai operator editornya.
Menggunakan software Adobe Primier Pro CS4. Proses editting menggunakan jalur
digital editting. Digital editting atau linear editting adalah teknik sunting gambar
yang dikerjakan secara acak, sedangkan analog atau linier editting adalah teknik
sunting yang dilakukan secara runtut tanpa sebuah kesalahan sunting
72
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Proses Penciptaan Skenario
Dari proses pembuatan skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih” dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Sasaran cerita ditujukan untuk usia 17 tahun ke atas, (2) jenis cerita
termasuk dalam jenis cerita tragedi, (3) tema cerita masuk dalam tema keluarga, (4)
ide cerita berasal dari penulis yang terilhami cerita seorang teman, (5) alur cerita
menggunakan alur maju/plot lurus, (6) grafik cerita menggunakan Grafik Aristoteles,
(7) setting cerita menggunakan outdoor (Pertigaan Gejayan, Lapangan Tenis
Kampus USD, toko utara kampus USD) dan indoor (kamar kos utara Apartemen
Sejahtera), (8) setting budaya menggunakan setting budaya Yogyakarta, (9) rencana
plot “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” menjadi dasar pembuatan treatment, (10)
treatment film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” menjadi dasar dari produksi
pembuatan film, (11) kerangka tokoh menghasilkan gambaran psikis dan fisik para
pemain (Boli, Karisma, Roni, Domi, Preman 1, dan Preman 2) dalam film “Bercak
73
Darah Di Atas Kertas Putih”, (12) bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia
yang menggunakan logat bahasa Jawa karena bertempat di Yogyakarta.
4.3 Proses Produksi
Dari proses pra-produksi, produksi dan pasca-produksi pembuatan film pendek
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sutradara memulai tugasnya dari pra-produksi sampai pasca-produksi
(pemilihan pemain sampai editting). Sutradara menjadi orang yang paling
berpengaruh dalam hasil visualisasi sebuah film. Tugas sutradara dibantu
oleh beberapa kru (kameramen, fotografi, penata kostum, tata rias, tata
suara dan cahaya, tata artistik, tata musik, tata cahaya, dan editor).
2. Produser bertugas mencari dana (modal) dan mengaturnya untuk biaya
produksi pembuatan film.
3. Film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ merupakan hasil
penggabungan dari beberapa disiplin seni, seperti unsur seni pertunjukan,
seni sastra, seni rupa, seni musik dan suara, pertelevisian, dan fotografi.
4.4 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skenario dan film pendek
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ masih terlihat banyak kekurangan. Kendala
nonteknis selalu dihadapi sebagai pelajaran membuat sebuah skenario yang
74
divisualisasikan dalam bentuk film pendek. Dari pengalaman ini penulis dapat
mengetahui proses pembuatan skenario dan pembuatan film. Saran yang dapat
diberikan penulis setelah melaksanakan evaluasi dari proses pembuatan skenario
yang divisualisasikan dalam bentuk film adalah sebagai berikut:
1. Mencari sumber ide yang utuh dan terperinci sehingga dapat membantu
pembentukan alur sebuah skenario, walaupun akan dibuat cerita yang
berbeda.
2. Dalam membuat skenario setidaknya sudah mulai membayangkan
pemain yang akan bermain sehingga karakter pemain bisa mewakili
setiap tokoh yang diperankan.
3. Penulis skenario juga harus membayangkan bentuk visualisasi dari
cerita yang dibuat sehingga mempermudah kerja semua komponen
dalam produksi film.
4. Story board sudah harus disusun dari awal proses produksi
5. Pengelolaan modal yang baik dan terperinci untuk menaggulangi
kebocoran anggaran.
6. Editting harus dilakukan dengan teliti dan selesai tepat waktu.
75
7. Proses pembuatan film sebisa mungkin dikerjakan pada musim kemarau
karena kalau dikerjakan pada musim hujan akan mempengaruhi
pencahayaan yang cepat berubah.
76
Daftar Pustaka
Herymawan, RMA. 1998. Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Lutters, Elizabeth. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: PT. Gramedia
WidiaSarana Indonesia.
Mangunhardjana, Margija A. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: Kanisius
Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Sumarno, Marseli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta: PT. Gramedia
WidiaSarana Indonesia.
Widagdo Bayu M, Gora Winastwan S. 2004. Bikin Sendiri Film Kamu. PD. Anindya
Yudiono, K.S. 1986. Telaah Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa
LAMPIRAN
STORYBOARD
Scene 1 Scene 2
Scene 3 Scene 5
Scene 19
Scene 9
DOKUMENTASI
HUNTING LOKASI
Gg. Gatotkaca, Mrican Lapangan Realino USD
Pertigaan Jln. Afandi, Yogyakarta