pencemaran udara
TRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang
penting di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi
oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pada pembakaran
sempurna, emisi paling signifikan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor
berdasarkan massa adalah gas karbon dioksida (CO2) dan uap air, namun kondisi ini
jarang terjadi. Hampir semua bahan bakar mengandung polutan dengan kemungkinan
pengecualian bahan bakar sel (hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana
(CH4). Polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara
lain CO, HC, SO2, NO2, dan partikulat.
Pengalaman dari negara-negara maju menunjukkan bahwa emisi zat-zat
pencemar udara dari sumber transportasi dapat dikurangi secara substansial dengan
perbaikan sistem pembakaran dan penggunaan katalis (catalytic converter) dan juga
pengendalian manajemen lalu lintas. Walaupun diasumsikan bahwa di masa
mendatang reduksi emisi per kendaraan per kilometer akan dapat tercapai sebagai
hasil dari penerapan teknologi dan sistem kontrol emisi, namun emisi agregat akan
tetap tinggi karena jumlah sumber individu yang terus meningkat secara signifikan.
Artinya, kontrol kualitas emisi harus diimbangi dengan kontrol jumlah sumber emisi
(volume kendaraan).
Tingginya emisi kendaraan bermotor disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah:
• Sistem kontrol emisi kendaraan bermotor tidak diterapkan
• Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala untuk kendaraan
umum tidak berjalan efektif
• Pemeriksaan emisi kendaraan di jalan sebagai bagian dari penegakan hukum
(terkait dengan pemenuhan persyaratan kelaikan jalan) belum diterapkan
• Kendaraan bermotor tidak diperlengkapi dengan teknologi pereduksi emisi seperti
katalis karena tidak tersedianya bahan bakar yang sesuai untuk penggunaan katalis
tersebut
• Kualitas BBM yang rendah
• Penggunaan kendaraan berteknologi rendah emisi yang menggunakan bahan bakar
alternatif masih belum memadai
• Pemahaman tentang manfaat perawatan kendaraan secara berkala yang dapat
menurunkan emisi dan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar masih
kurang
• Disinsentif terhadap kendaraan-kendaraan yang termasuk dalam kategori
penghasil emisi terbesar belum diperkenalkan.
Terkait dengan kinerja PKB, evaluasi yang dilakukan dalam studi-studi
terdahulu menunjukkan bahwa sistem PKB masih belum efektif menurunkan emisi
gas buang kendaraan umum. Sistem PKB yang telah diperkenalkan sejak awal 1990-
an perlu diperkuat dan ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi yang nyata
dalam reduksi emisi.
Undang-undang No.14/1992 tentang Lalulintas dan peraturan pelaksanaannya
termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 43/1992 saat ini sedang diamendemen.
Salah satu klausul penting dalam rancangan perubahan peraturan perundangan
tersebut adalah bahwa semua jenis kendaraan bermotor (umum dan pribadi) wajib
diuji kelaikan jalan secara berkala. Rancangan perubahan PP juga menyebutkan
privatisasi uji kelaikan jalan, yang berarti memberikan kesempatan kepada sektor
swasta untuk terlibat dalam investasi dan operasi pusat-pusat pengujian yang akan
melayani sejumlah besar kendaraan pribadi. Uji emisi akan menjadi salah satu bagian
dari uji kelaikan jalan. Diharapkan, dengan perluasan objek uji kelaikan jalan
ditambah dengan perbaikan sistem PKB yang ada saat ini, akan dapat memberikan
kontribusi pengurangan emisi hingga 50%.
Pemeriksaan di jalan merupakan strategi yang efektif untuk memastikan
kendaraan wajib uji memenuhi persyaratan ambang batas emisi dan sekaligus
memvalidasi hasil uji PKB.
Teknologi pereduksi emisi gas buang seperti catalytic converter belum dapat
diaplikasikan karena pra kondisi spesifikasi bahan bakar belum dapat dipenuhi, yaitu
bahan bakar bensin bebas timbal dan bahan bakar solar berkadar sulfur rendah. Jika
bahan bakar alternatif seperti biodiesel tersedia secara luas dan dengan harga yang
kompetitif, maka peralihan secara bertahap dari penggunaan bahan bakar fosil ke
bahan bakar alternatif akan memberikan manfaat nyata bagi kualitas udara dan
kesejahteraan manusia.
Mengingat semakin besarnya kontribusi pencemaran udara dari kendaraan
bermotor di beberapa kota di Indonesia, beberapa kota telah mulai mengembangkan
bahkan DKI Jakarta telah memberlakukan sistem Pemeriksaan dan Perawatan (P&P)
yang bertujuan untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang beroperasi (in-use
vehicles) yang tidak memenuhi ambang batas emisi polutan untuk parameter CO, HC,
dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan
untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas. Pemeriksaan dan
perawatan diperlukan karena sejalan dengan usia pakai kendaraan kinerja mesin dan
kondisi gas buang akan menurun. Melalui perawatan rutin seperti penyetelan mesin,
pembersihan filter udara, dan lain-lain emisi gas buang CO dapat berkurang hingga
50%, HC hingga 35%, dan partikulat hingga 45%. Disamping itu efisiensi bahan
bakar pun dapat mencapai antara 3%-10%.
Tanpa langkah pengendalian emisi lalu lintas yang konkret, pertumbuhan
kendaraan bermotor yang cepat di kota-kota besar disertai dengan kondisi emisi rata-
rata kendaraan yang melebihi ambang batas emisi akan memperburuk kualitas udara
dan menimbulkan kerugian biaya kesehatan, produktivitas, dan ekonomi yang makin
besar.
2. FAKTOR PENYEBAB PENCEMARAN UDARA
Masalah pencemaran udara pada umumnya hanya dikaitkan dengan sumber
pencemar, namun sebetulnya banyak faktor-faktor lain yang secara tidak langsung
bertanggung jawab terhadap terjadinya pencemaran udara.
2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Laju Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang tinggi merupakan faktor-
faktor penyebab pencemaran udara yang penting di perkotaan. Pertumbuhan
penduduk dan urbanisasi mendorong pengembangan wilayah perkotaan yang semakin
melebar ke daerah pinggiran kota/daerah penyangga. Sebagai akibat, mobilitas
penduduk dan permintaan transportasi semakin meningkat. Jarak dan waktu tempuh
perjalanan sehari-hari semakin bertambah karena jarak antara tempat tinggal dan
tempat kerja atau aktivitas lainnya semakin jauh dan kepadatan lalu lintas
menyebabkan waktu tempuh semakin lama.
Indikasi kebutuhan transportasi dapat dilihat pada perkiraan pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor yang pesat jika skenario business-as-usual atau tanpa
pengelolaan sistem transportasi masih berlaku.
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kebutuhan akan transportasi
mengakibatkan bertambahnya titik-tik kemacetan yang akan berdampak pada
peningkatan pencemaran udara.
2.2. Penataan Ruang
Pembangunan kantor-kantor pemerintah, apartemen, pusat perbelanjaan dan
bisnis hingga saat ini masih terkonsentrasi di pusat kota. Akibatnya, harga tanah di
pusat kota meningkat sangat signifikan. Bersamaan dengan laju urbanisasi yang
tinggi, kebutuhan akan perumahan yang layak di tengah-tengah kota dengan harga
yang terjangkau oleh masyarakat banyak tidak dapat dipenuhi. Pembangunan
perumahan akhirnya bergeser ke daerah pinggiran kota atau kota-kota penyangga
karena harga tanahnya masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan di pusat kota.
Kota penyangga pada akhirnya menjadi pilihan tempat tinggal masyarakat yang
sehari-hari bekerja di pusat kota.
Konsentrasi pembangunan perumahan di daerah penyangga juga membawa
persoalan tersendiri bagi daerah penyangga tersebut. Pembangunan perumahan yang
terlalu pesat telah menyebabkan kemacetan. Kawasan perumahan dengan akses jalan
masuk utama yang terbatas telah menyebabkan kemacetan pada jalan-jalan utama
tersebut, termasuk pada akhir pekan. Permasalahan utama dalam hal ini adalah karena
pembangunan kawasan perumahan tidak disertai dengan pembangunan sistem
transportasinya. Akibatnya, banyak masyarakat yang tinggal di kawasan perumahan
terpaksa menggunakan kendaraan pribadi karena ketiadaan sistem angkutan umum
yang memadai. Ketika biaya perjalanan dengan kendaraan pribadi semakin mahal dan
angkutan umum tidak tersedia, penggunaan kendaraan secara bersama (car pooling)
menjadi alternatif atau akhir-akhir muncul “feeder buses” yang membawa pekerja
dari kawasan perumahan di luar kota ke lokasi terdekat dengan tempat kerja masing-
masing di pusat-pusat kota.
2.3. Pertumbuhan Ekonomi yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Industri manufaktur di Indonesia tumbuh signifikan pada pertengahan 1990
sebelum krisis ekonomi terjadi di Indonesia dan Asia pada tahun 1998. Indonesia
menjadi negara tujuan untuk pengembangan industri dengan pertimbangan murahnya
biaya tenaga kerja dan disediakannya beberapa insentif oleh pemerintah, seperti
pemberian tax holiday dan insentif fiskal lainnya; termasuk pula pengembangan
kawasan industri beserta infrastrukturnya dengan tujuan agar dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan sekaligus menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perubahan
gaya hidup penduduk kota adalah kontribusi sektor industri manufaktur dan sektor
jasa terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu kota. Pada umumnya
di kota-kota besar kontribusi sektor industri manufaktur dan sektor jasa (perdagangan,
restoran, hotel) telah melampaui kontribusi sektor primer (pertanian dan
pertambangan) dalam PDRB.
Pertumbuhan ekonomi juga mendorong perubahan gaya hidup penduduk kota
sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan. Walaupun bukan menjadi satu-satunya
alasan, namun meningkatnya pendapatan ditambah dengan adanya kemudahan-
kemudahan pembiayaan yang diberikan lembaga keuangan telah membuat
masyarakat kota berupaya untuk tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan
pokok tetapi juga berupaya meningkatkan taraf hidup atau status sosial, misalnya
dengan memiliki mobil, sepeda motor, dan barang-barang lainnya serta
menggunakannya dengan frekuensi yang lebih sering sehingga pada akhirnya akan
menambah konsumsi energi.
2.4. Ketergantungan Pada Minyak Bumi Sebagai Sumber Energi
Saat ini masyarakat perkotaan sangat tergantung pada sumber energi yang
berasal dari minyak bumi dengan konsumsi yang terus-menerus menunjukkan
peningkatan. Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar yang
diakibatkan terjadinya lonjakan penjualan kendaraan bermotor. Sebagai
konsekuensinya emisi gas buang kendaraan bermotor menyumbang secara signifikan
terhadap polusi udara yang terjadi di perkotaan.
Untuk waktu yang cukup lama, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga menimbulkan perilaku
penggunaan BBM yang boros dan tidak effisien antara lain mendorong orang untuk
menggunakan kendaraan untuk melakukan perjalanan yang tidak perlu. Setelah
dikuranginya subsidi BBM, berdasarkan laporan penjualan Pertamina, telah terjadi
penurunan penjualan BBM.
Dalam rangka upaya diversifikasi sumber energi dan penurunan emisi gas
buang dari
kendaraan bermotor maupun industri, pemerintah Indonesia telah
memperkenalkan penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG), serta Liquified Petroleum
Gas (LPG) sebagai pengganti BBM.
Pemanfaatan BBG maupun LPG pada sektor transportasi yang sudah dimulai
sejak 1986 kurang menunjukkan keberhasilan, faktor penghambatnya antara lain
adalah rendahnya harga bahan bakar minyak bersubsidi sehingga mengurangi daya
saing. Namun dengan kenaikan harga BBM yang telah diberlakukan pemerintah
dengan tujuan untuk mengurangi beban APBN untuk subsidi BBM, pengembangan
bahan bakar alternatif mulai digalakkan. Sebagai contoh, beberapa instansi
pemerintah maupun swasta dan lembaga-lembaga non pemerintah telah meluncurkan
program pengembangan bio-diesel sebagai salah satu pengganti minyak solar. Bio-
diesel akan mampu bersaing dengan minyak solar apabila harga minyak solar tersebut
dapat dijaga pada tingkat harga sekarang. Namun demikian masih tersisa pertanyaan
bahwa apabila harga minyak internasional turun, apakah hal itu juga akan
menurunkan harga BBM dalam negeri, yang akan berpengaruh terhadap
kelangsungan pengembangan bahan bakar nabati.
Pembakaran minyak bumi yang memiliki gugus rantai hidrokarbon yang
panjang akan lebih sulit dibandingkan dengan pembakaran gas alam yang memiliki
gugus rantai hidrokarbon yang lebih pendek, sehingga pembakaran yang dilakukan
dalam ruang mesin tidak akan dapat dilakukan dengan sempurna, dan pada akhirnya
tentu akan menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi. Dengan demikian,
menurunnya proporsi minyak bumi dalam bauran energi membawa keuntungan
tersendiri terhadap upaya penurunan pencemaran udara. Untuk merealisasikan
rencana bauran energi tersebut diperlukan dukungan sektor swasta ataupun instansi
lainnya. Juga, pemerintah perlu menjaga agar harga BBM diatur sedemikian rupa
sehingga upaya pengembangan bahan bakar alternatif masih menarik apabila dilihat
dari harga jualnya. Disamping itu, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu
penghasil bahan bakar gas, maka sudah selayaknya pemerintah memprioritaskan dan
mengupayakan pemanfaatan bahan bakar gas tersebut di dalam negeri, karena selain
akan dapat menurunkan pencemaran udara hal ini juga akan dapat mengurangi beban
masyarakat, termasuk industri, mengingat harga bahan bakar gas lebih murah
dibanding bahan bakar minyak.
2.5. Perhatian Masyarakat
Partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan
pengendalian pencemaran udara. Menyadari hal tersebut dan dengan
dipromosikannya kebijakan good governance di semua sektor maka pemerintah kota
dan beberapa institusi non pemerintah telah berupaya melaksanakan kegiatan
kampanye peningkatan kesadaran masyarakat mengenai polusi udara serta berupaya
untuk melibatkan masyarakat dalam menetapkan suatu kebijakan. Melalui kegiatan-
kegiatan tersebut, telah dicapai tingkat kesadaran masyarakat dan pengambil
keputusan yang relatif tinggi. Namun tingkat kesadaran tersebut ternyata belum
mampu menggerakkan mereka untuk melakukan tindakan nyata penurunan
pencemaran udara. Ini berarti dukungan dan partisipasi masyarakat dan pemerintah
terhadap upaya pengendalian pencemaran udara masih tetap rendah. Meskipun
beberapa Pemerintah Kota menyadari kondisi tersebut, namun belum ada upaya
khusus yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara sistematis.
Kendala utama pelaksanaan kegiatan peningkatan perhatian masyarakat oleh
pemerintah adalah terbatasnya anggaran yang tersedia. Permasalahan lainnya adalah
ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi institusi-institusi yang
bertanggung jawab dalam bidang informasi dan komunikasi. Kurangnya koordinasi
antara institusi teknis terkait dengan institusi-institusi di bidang informasi dan
hubungan masyarakat juga merupakan kendala sehingga kegiatan peningkatan
perhatian masyarakat tidak dapat dilaksanakan secara efektif.
Di lain pihak, rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian
pencemaran udara juga disebabkan terbatasnya contoh/tauladan yang diberikan oleh
pemerintah. Sebagai contoh, pemerintah mempromosikan penggunaan bahan bakar
gas pada kendaraan tetapi pemerintah sendiri tidak menggunakannya pada kendaraan
dinas/operasional pemerintah. Masalah lainnya adalah terkait dengan kredibilitas dan
kesiapan program pengendalian pencemaran udara. Misalnya, persepsi masyarakat
yang menyebutkan bahwa kinerja Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala
untuk kendaraan angkutan umum dan barang selama ini buruk dapat menghambat
kampanye program yang sama yaitu Pemeriksaan dan Perawatan kendaraan bermotor
pribadi. Terbatasnya data dan informasi yang diperlukan oleh masyarakat untuk lebih
memahami masalah pencemaran udara juga menjadi kendala. Pada beberapa kasus,
meskipun data tersedia namun masyarakat sulit mendapatkannya.
Kajian khusus perlu dilakukan terhadap pendekatan-pendekatan program
peningkatan perhatian masyarakat baik oleh pemerintah maupun pihak lain agar
upaya tersebut dapat menghasilkan tindak nyata atau partisipasi aktif semua pihak.
Selanjutnya, kampanye publik yang intensif dan terencana, yang melibatkan
masyarakat secara luas, termasuk pelajar-pelajar (dampak terhadap kesehatan dan
lingkungan) perlu dibuat dan dilaksanakan.
3. BAHAN-BAHAN PENCEMAR UDARA
3.1 Particulate Matter (PM10)
Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan
uap, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu
estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem
pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-
paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan
visibilitas.
Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung
dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan
atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di
dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan
diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi
140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada
konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas
dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya. Partikel yang terhirup
(inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di
atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di
atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx.
Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi cukup besar
dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon
organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang
lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang
ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop,
2002). Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya
terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap
dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat
kimiawinya.
Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi
langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya
daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang
mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi
carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada
permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah partikel Pb yang
diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor
dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan
bakar minyak, (gasoline, diesel fuel), pencampuran dan penggunaan pupuk dan
pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja,
pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Hasil data
pemantauan udara ambient di 10 kota besar di Indonesia menunjukan bahwa PM10
adalah parameter yang paling sering muncul sebagai parameter kritis (Bapedal, 2000,
2001; KLH, 2002, 2003, 2004).
3.2 Ozone (O3)
Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari
reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran
oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan
manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi
(>120 µg/m3) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan
kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan.
Pajanan pada konsentrasi 160 µg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan
fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitif.
Emisi gas buang berupa NOx adalah senyawa-senyawa pemicu (precursor)
pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada
ketinggian 0 – 2000m) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida
nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon
troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan
pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota --di mana tingkat emisi prekursor
umumnya lebih rendah-- seringkali ditemukan lebih tinggi daripada konsentrasi ozon
di pusat kota.
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain seperti
NOx, hidrokarbon, CO dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari
pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi
setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx dan efek yang lebih merugikan terhadap
kesehatan karena adanya kombinasi pencemar NOx dan ozon dapat terjadi. Diketahui
bahwa kombinasi NOx-O3 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha,
1996).
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia,
pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau
material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dlsb), penurunan hasil pertanian dan
kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. Penelitian di
negara Asia seperti Jepang dan Pakistan menunjukan bahwa pajanan ozon pada
tanaman padi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya hasil
produksi (Agrawal et al., 1999).
3.3 Carbon Monoxide (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi
bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak
menyebabkan iritasi. Gas karbon monoksida memasuki tubuh melalui pernafasan dan
diabsorpsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida akan berikatan dengan
haemoglobin (yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh) menjadi
carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai kemampuan berikatan dengan
haemoglobin sebesar 240 kali lipat kemampuannya berikatan dengan O2. Secara
langsung kompetisi ini akan menyebabkan pasokan O2 ke seluruh tubuh menurun
tajam, sehingga melemahkan kontraksi jantung dan menurunkan volume darah yang
didistribusikan. Konsentrasi rendah (<400 ppmv ambient) dapat menyebabkan
pusing-pusing dan keletihan, sedangkan konsentrasi tinggi (>2000 ppmv) dapat
menyebabkan kematian.
CO diproduksi dari pembakaran bakan bakar fosil yang tidak sempurna,
seperti bensin, minyak dan kayu bakar. Selain itu juga diproduksi dari pembakaran
produk-produk alam dan sintesis, termasuk rokok. Konsentrasi CO dapat meningkat
di sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas dan menyebabkan pencemaran lokal.
CO kadangkala muncuk sebagai parameter kritis di lokasi pemantauan di kota-kota
besar dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi seperti Jakarta, Bandung dan
Surabaya, tetapi pada umumnya konsentrasi CO berada di bawah ambang batas Baku
Mutu PP41/1999 (10,000µg/m3/24 jam). Walaupun demikian CO dapat
menyebabkan masalah pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) pada
ruang-ruang tertutup seperti garasi, tempat parker bawah tanah, terowongan dengan
ventilasi yang buruk, bahkan mobil yang berada di tengah lalulintas.
3.4 Carbon Dioxide (CO2)
Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang diemisikan dari sumber-sumber
alamiah dan antropogenik. Karbon dioksida adalah gas yang secara alamiah berada di
atmosfer Bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah dan
lautan.
Karbon dioksida akan larut di dalam air hujan dan membentuk asam karbonat,
menyebabkan air hujan bersifat lebih asam bila dibandingkan dengan air tawar.
Tetapi akibat aktivitas manusia (pembakaran batubara, minyak dan gas alam)
konsentrasi global CO2 telah meningkat sebesar 28% dari sekitar 280 ppmv pada awal
revolusi industri di tahun 1850an menjadi 360 ppm pada masa kini (IPCC, 1996).
Masalah utama dari peningkatan CO2 adalah perubahan iklim. Karbon
dioksida adalah gas rumah kaca (GRK) karena potensi pemanasan globalnya
(GWP/Global Warming Potential). Pada saat ini tidak hanya CO2 yang dikenal
sebagai GRK tetapi juga pencemar udara lainnya seperti metana, ozon, kloroform,
N2O dan HFCs.
3.5 Nitrogen Oxide (NOx)
Oksida nitrogen (NOx) adalah kontributor utama smog dan deposisi asam.
Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organic volatile membentuk ozon dan
oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia dan
dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam. Smog
fotokimia berbahaya bagi kesehatan manusia karena menyebabkan kesulitan bernafas
pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang tua, dan berbagai
gangguan sistem pernafasan, serta menurunkan visibilitas. Deposisi asam basah
(hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan
terdeposisi ke permukaan Bumi) dapat membahayakan tanam-tanaman, pertanian,
ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki danau dan
sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mengbah komposisi kimia air.
Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan memusnahkan kehidupan air.
Oksida nitrogen diproduksi terutama dari proses pembakaran bahan bakar fosil,
seperti bensin, batubara dan gas alam.
3.6 Sulfur Dioxide (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berbau bila berada pada
konsentrasi rendah tetapi akan memberikan bau yang tajam pada konsentrasi pekat.
Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan
batubara. Pembakaran batubara pada pembangkit listrik adalah sumber utama
pencemaran SO2. Selain itu berbagai proses industri seperti pembuatan kertas dan
peleburan logam-logam dapat mengemisikan SO2 dalam konsentrasi yang relatif
tinggi.
SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Di dalam awan dan air hujan SO2
mengalami konversi menjadi asam sulfur dan aerosol sulfat di atmosfer. Bila aerosol
asam tersebut memasuki sistem pernafasan dapat terjadi berbagai penyakit pernafasan
seperti gangguan pernafasan hingga kerusakan permanent pada paru-paru.
Pencemaran SO2 pada saat ini baru teramati secara lokal di sekitar sumber-sumber
titik yang besar, seperti pembangkit listrik dan industri, meskipun sulfur adalah salah
satu senyawa kimia yang terkandung di dalam bensin dan solar. Data dari
pemantauan kontinu pada jaringan pemantau nasional pada saat ini jarang
mendapatkan SO2 sebagai parameter kritis, kecuali pada lokasi-lokasi tertentu. Lokasi
pemantauan di Surabaya UAQi, Utara yang diduga menerima emisi jarak jauh dari
sumber pencemar di daerah Gresik kadangkala mendapatkan SO2 sebagai parameter
kritis (data from DLH Surabaya, 2005). Konsentrasi SO2 yang relative tinggi juga
ditemukan di sekitar lokasi industri di daerah Karawang, walaupun secara umum nilai
rata-ratanya masih tetap berada di bawah ambang batas Baku Mutu Kualitas Udara
(data BPLHD Jabar, 2004).
3.7 Volatile Organic Compounds (VOCs)
Senyawa organic volatile (VOC) adalah senyawa organic yang mudah
menguap. Banyak senyawa organic volatile memiliki karakteristik mudah menguap/
berubah dari fasa cair menjadi fasa gas pada temperatur ruang. VOC termasuk
benzena, pelarut seperti toluen dan xilen serta perkloroetilen. VOC dilepaskan dari
pembakaran bahan bakar, seperti bensin, kayu, batubara, bahan-bahan pelarut, cat,
lem dan produk-produk lain yang digunakan di rumah dan kantor. Emisi kendaraan
bermotor adalah sumber VOC yang penting. Berbagai senyawa VOC adalah
pencemar udara yang berbahaya, benzene, formaldehida, benzo – a – pirena (BaP).
VOC juga merupakan precursor ozon yang dapat meningkatkan produksi ozon
meningkat dengan cepat.
Hidrokarbon, termasuk VOC tidak dipantau oleh jaringan pemantau nasional,
tetapi sistem yang pernah terpasang dan beroperasi di Jakarta pada tahun 1995 – 2000
mengukur senyawa hidrokarbon sebagai NMHC (hidrokarbon non metana).
Pemantauan HC selama proyek JICA tahun 1996 menunjukan bahwa nilai
konsentrasi rata-rata 3-jam NMHC di seluruh stasiun pengamatan telah melampaui
ambang batas Baku Mutu DKI Jakarta, Walaupun pada saat ini jaringan pemantau
tidak mengukur senyawa HC seperti NMHC, pengamatn JICA membuktikan bahwa
di samping PM10 dan O3 yang sering menjadi parameter kritis, HC juga perlu
mendapat perhatian, Hal ini disebabkan juga karena banyak senyawa NMHC adalah
juga merupakan precursor O3.
Sebagaimana ditunjukan dalam repartisi emisi HC (lihat bagian Inventarisasi
Emisi), yang mengestimasi bahwa lebih dari 90% HH diemisikan dari berasal dari
emisi gas buang, data-data ini menunjukkan bahwa konsentrasi ambient HC yang
tinggi diperkirakan juga berasal dari sumber yang sama dengan precursor O3 yang
lain (NOx dan CO). Analisis ini menggambarkan bahwa untuk menurunkan
pencemaran O3, strategi penurunan emisi kendaraan bermotor juga harus secara
komprehensif mengendalikan emisi HC.
3.8 Timbal (Pb)
Timbal adalah logam yang sangat toksik dan menyebabkan berbagai dampak
kesehatan terutama pada anak-anak kecil. Timbal dapat menyebabkan kerusakan
sistem syaraf dan masalah pencernaan, sedangkan berbagai bahan kimia yang
mengandung timbale dapat menyebabkan kanker.
Dimulai di Jabodetabek pada bulan Juli 2001 lalu di Denpasar, Batam dan
Cirebon kandungan Pb di dalam bensin telah dihapuskan, yang secara langsung telah
menurunkan konsentrasi timbal di udara. Tetapi baru kota-kota tersebut yang
mendapatkan pasokan bensin tanpa timbal.
4. DAMPAK-DAMPAK PENCEMARAN UDARA
Perhatian masyarakat terhadap kualitas udara semakin besar ketika
mengetahui dampaknya terhadap kesehatan anak-anak, terutama yang berhubungan
dengan insiden dan prevalen asma. Walaupun belum disepakatinya bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa asma disebabkan oleh pencemaran udara, temuan terbaru
menunjukkan bahwa pencemaran udara menjadi pencetus gejala-gejala asma.
Beberapa komponen hidrokarbon dari gas buang kendaraan bermotor, seperti
polycyclicaromatic hydrocarbons (PAH) pada partikel diesel, diketahui sebagai
penyebab kanker, demikian juga benzena dan 1,3-butadiene. CO, yang banyak
ditemukan dalam konsentrasi tinggi di perkotaan, diketahui dapat memperburuk
penyakit jantung dengan cara mengganggu kapasitas darah dalam mengangkut
oksigen.
Penelitian epidemiologi terkini menemukan bahwa partikulat diesel
bertanggung jawab terhadap peningkatan gangguan penyakit-penyakit paru-paru dan
jantung bahkan di tingkat pencemaran yang relatif rendah (Colville, et al., 2001).
Timbal yang digunakan sebagai peningkat oktan dalam bensin bertimbal
diketahui sebagai penyebab kerusakan susunan syaraf dan menurunkan tingkat
kecerdasan (IQ). Pajanan timbal jangka panjang menunjukkan pada setiap
peningkatan 10 sampai 20 µg/dl timbal darah berhubungan dengan kehilangan IQ dua
setengah poin (EPAQS, 1998).
Dalam studi-studi laboratorium, sudah sejak lama diketahui bahwa SO2
menyebabkan batuk pada pajanan konsentrasi tinggi dalam jangka pendek, terutama
terhadap mereka yang menderita asma.
Pencemar udara dari jalan raya sebagai penyebab gangguan kesehatan di
perkotaan negara maju saat ini adalah NO2 (Colville et al., 2001). Keterkaitan antara
NO2 dengan kesehatan masyarakat termasuk peningkatan total angka kematian karena
penyakit jantung, kematian bayi, kunjungan pengidap asma di unit gawat darurat, dan
perawatan penyakit paru di rumah sakit. NO2, bersama dengan volatile organic
compounds (VOCs) merupakan komponen penyebab munculnya ozone (O3) dan
pencemar fotokimia lainnya (Sillman, 1999). O3 telah diketahui memperparah gejala
asma, selain juga dapat merusak pertanian.
Selain dampak kesehatan masyarakat dan lingkungan perkotaan, emisi dari
sarana transportasi turut berkontribusi terhadap dampaknya bagi atmosfer, seperti
deposisi asam, penipisan ozon di stratosfer, dan perubahan iklim global. Gas buang
SO2 dan NOx lebih jauh dapat memunculkan proses pengasaman di atmosfer melalui
oksidasi, yang merubahnya menjadi asam sulfur dan asam nitrat. Meskipun
pencemaran dari sarana transportasi masih jauh untuk menjadi sumber penipisan
lapisan ozon di stratosfer, namun unit penyejuk udara (AC) dalam kendaraan
bermotor ternyata ikut berkontribusi terhadap terjadinya dampak tersebut.
Kontribusi terbesar emisi dari transportasi adalah CO2 dan H2O, dikenal
sebagai gas-gas greenhouse, yang dibawah pengawasan ketat berkaitan dengan
dampaknya terhadap pemanasan dan perubahan iklim global. Disamping manfaat
penggunaannya dalam menurunkan emisi NOx, VOCs, and CO, catalytic converter
juga mempunyai kelemahan, karena meningkatkan emisi CO2, N2O, dan NH3 yang
berkontribusi pada perubahan iklim dan deposisi asam. Sementara emisi dari N2O
meningkat sebanyak 10 faktor (Wade et al., 1994), N2O dalam skala kecil juga
dianggap bertanggungjawab terhadap pemanasan global. Sementara itu, sedikit saja
peningkatan CO2 akan memberikan dampak yang lebih besar.
4.1. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan
Telah lebih dari dua dasawarsa ini penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dan gangguan saluran pernafasan lain selalu menduduki peringkat pertama
dari 10 penyakit terbanyak yang dilaporkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan
masyarakat seperti: Puskesmas, Klinik, dan Rumah Sakit. Diketahui bahwa penyebab
terjadinya ISPA dan penyakit gangguan saluran pernapasan lain adalah: rendahnya
kualitas udara di dalam rumah dan atau di luar rumah baik secara biologis, fisik,
maupun kimia.
Hampir semua penyakit dan kematian yang terkait dengan pencemaran udara
tersebut tercatat dan dilaporkan oleh Departemen Kesehatan melalui rumah sakit,
puskesmas, dinas kesehatan provinsi dan kota/kabupaten. Namun, baik di tingkat
pusat, provinsi, kota atau kabupaten, struktur organisasi yang spesifik menangani
penanggulangan berikut pengawasan dampak kesehatan kualitas udara tersebut belum
ada di institusi kesehatan. Sehingga, situasi dan kondisi ini dapat memperlemah
upaya penanggulangan dampak kesehatan pencemaran udara berikut surveilans-nya.
Dimana pada gilirannya, berakibat pada lemahnya informasi tentang kondisi
senyatanya dampak kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara.
4.2. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan
Di dalam lingkungan perkotaan terdapat berbagai macam tumbuhan yang
dapat ditemukan di taman-taman kota, di pinggir jalan, di taman-taman perumahan,
dan bagian-bagian lainnya. Saat ini, ditemukan keanekaragaman spesies yang lebih
besar meskipun terancam punah akibat polusi terutama yang dihasilkan dari
kendaraan bermotor.
Kualitas udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
vegetasi di lingkungan perkotaan. Beberapa studi menunjukkan bahwa palawija dan
tumbuhan lain yang ditanam sepanjang jalur jalan utama dari wilayah pinggir kota
sampai dengan pusat kota memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang rendah di lokasi
sekitar kota.
Efek dari masing-masing pencemar sulit untuk diketahui, dan kerusakan
tumbuhan kemungkinan merupakan hasil dari campuran pencemar di udara. Tetapi
kadar ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species tumbuhan dalam
beberapa studi.
Beberapa spesies terutama yang berdaun pendek seperti bayam dan semanggi
peka terhadap ozon, dan kerusakan tampak setelah pajanan yang pendek. Meskipun
tidak ada pengetahuan rinci tentang efek ozon terhadap spesies, diasumsikan bahwa
kerusakan struktur sel diakibatkan masuknya ozon ke dalam stomata. Ozon dapat
mengganggu fungsi stomata dan kemudian merusak keseimbangan kelembaban.
4.3. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Bangunan
Kadar sulfur dioksida yang tinggi di udara telah diketahui dapat
mengakibatkan kerusakan bangunan. Namun meskipun kadar SO2 rendah, kerusakan
bangunan masih terjadi. Hal ini dapat diakibatkan meningkatnya konsentrasi ozon
dan nitrogen di dalam lingkungan perkotaan. Percobaan-percobaan yang dilakukan
telah memperlihatkan bahwa campuran pencemar-pencemar seperti ozon, nitrogen
dioksida dan sulfur merusak batu lebih cepat dibandingkan dengan satu persatu
pencemar tersebut.
Masalah penting terkait dengan pencemaran udara perkotaan adalah kotornya
bangunan-bangunan. Kepadatan area perkotaan semakin meningkat, asap dan partikel
udara yang berasal dari kendaraan bermesin diesel telah mengambil alih asap dari
batu bara sebagai penyebab utama kotornya permukaan bangunan. Jelaga dan partikel
lainnya dapat bergabung dengan pencemar dan meningkatkan bahaya pengikisan
bangunan-bangunan.
4.4. Dampak Pencemaran Udara terhadap Pemanasan Global
Pemanasan global merupakan peningkatan secara gradual dari suhu
permukaan bumi yang sebagian disebabkan oleh emisi dari zat-zat penecmar seperti
karbondioksida (CO2), metan (CH4) dan oksida nitrat (N2O), serta bertanggungjawab
terhadap perubahan dalam pola cuaca global. Karbondioksida dan zat pencemar
lainnya berkumpul di atmosfer membentuk lapisan yang tebal menghalangi panas
matahari dan menyebabkan pemanasan planet dengan efek gas rumah kaca.
Pemanasan global merupakan fenomena yang kompleks, dan dampak
sepenuhnya sangat sulit diprediksi. Namun, setiap tahunnya para ilmuawan makin
banyak belajar tentang bagaimana pemanasan global tersebut mempengaruhi planet,
dan banyak diantara mereka setuju bahwa konsekuensi tertentu akan muncul jika
kecenderungan pencemaran yang terjadi saat ini berlanjut, diantaranya adalah:
Peningkatan permukaan laut yang disebabkan oleh mencairnya gunung es akan
menimbulkan banjir di sekitar pantai;
Naiknya temperatur permukaan air laut akan menjadi pemicu terjadinya badai
terutama di bagian tenggara atlantik
Rusaknya habitat seperti barisan batu karang dan pegunungan alpen dapat
menyebabkan hilangnya berbagai hayati di wilayah tersebut Baru-baru ini, dalam
pernyataan akhir tahunnya, Pelangi, satu institusi yang memfokuskan diri dalam
penelitian dan mitigasi perubahan iklim menyebutkan bahwa suhu permukaan
bumi di sebagian besar wilayah Indonesia telah meningkat antara 0.5 – 1 derajat
Celsius dibandingkan pada temperature rata-rata antara tahun 1951 – 1980, yang
mana peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca.
Pembangkit listrik, industri dan kendaraan bermotor merupakan sumber utama
pencemaran karbondioksida. Studi yang dilaksnakaan oleh GTZ pada saat
pengembangan strategi nasional tentang mekanisme pembangunan perkelanjutan
(clean development mechanism – CDM) memperkirakan bahwa Indonesia akan
mengkontribusikan sekitar 672 juta ton CO2; ini merupakan kenaikan hamper 200%
dibandingkan dengan tahun 2000 yang terutama disebabkan oleh pemakaian energi
pada sector-sektor tersebut.
Dengan melihat kepada dampak dari pemanasan global tersebut adalah sangat
penting apabila Indonesia dapat berperan dalam menurunkan emisi yang berpengaruh
terhadap efek rumah kaca. Sasaran utama harusnya diarahkan pada penurunan
konsumsi energi atau menggantikan pemakaian energi dengan sumber energi baru
yang memiliki pengaruh lebih kecil atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap
pemanasan global.
Dalam konteks ini, terutama disebabkan potensi yang sangat besar dalam
penurunan emisi melalui penerapan kebijakan dalam bidang kehutanan maupun
energi, khususnya setelah naiknya harga bahan bakar, maka Indonesia dapat
memanfaatkan Protokol Kyoto yang menyediakan mekanisme bagi negara
berkembang untuk mendapatkan insentif dari negara maju untuk upaya-upaya
penurunan gas rumah kaca melalui mekanisme pembangunan berkelanjutan (Clean
Development Mechanism - CDM).
5. SOLUSI MENGATASI PENCEMARAN UDARA
5.1 Solusi Dari Sudut Pandang Pribadi
Partisipasi aktif dari masyarakat akan pentingnyapenanggulangan pencemaran
udra sangat berperan penting untuk mengatasi atau memperkecil dampak dari
pencemaran udara. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
• Memakai kendaraan yang mengeluarkan emisi rendah, bahkan tidak mengeluarkan
emisi gas buang.
• Menggunakan transportasi umum dibanding dengan kendaraan bermotor pribadi.
• Mengusahakan tidak menggunakan kendaraan bermotor untuk jarak yang tidak
terlalu jauh.
5.2. Solusi Dari Sudut Pandang Pemerintah
Pemerinah sebagai aparat penegak hokum di negeri ini perlu memikirkan
langkah langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan
oleh pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya adalah sebagai berikut:
• Menetapkan standar emisi gas buang bagi seluruh kendaraan bermotor
• Menciptakan angkutan umum yang aman, nyaman, murah dan cepat untuk
menarik minat pengguna kendaraan pribadi
• Menerapkan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.
• Menggalakkan penggunaan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
minyak.
6. KESIMPULAN
ledakan pertumbuhan penduduk dan pencemaran tidak memberikan banyak
pilihan pada pemerintah, terutama pemerintah kota. Akibat yang terjadi adalah
semakin tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor. Penemuan-penemuan
teknologi baru terus dilakukan untuk mengatasi hal tsrsebut dimana teknologi
tersebut dibuat semata-mata untuk mengurangi tingkat pencemaran udara yang sudah
cukup tinggi saat ini.
Pencemaran udara memang tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi
sehingga dampak-dampak yang ditimbulkan menjadi minimum. Untuk mewujudkan
hal tersebut, tentu diperlukan kerjasama , baik pemerintah maupun pribadi masing-
masing masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu kunci
keberhasilan pengendalian pencemaran udara untuk terciptanya lingkungan yang
nyaman, bersih dan sehat.
.