penatalaksanaan perioperatif pada luka bakar
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN PERIOPERATIFPADA LUKA BAKAR
DI SUSUN OLEH
VICTOR JANSEN
1
PENDAHULUAN
Luka bakar bukan luka biasa luka bakar mempunyai dampak langsung
terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan
luka lain merupakan kasus yang memerlukan perhatian khusus dibidang medis
Angka mortalitas masih tetap tinggi dalam tahun 1998-2003 di RSUPN Cipto
Mangunkusumo tercatat sekitar 365 Di Amerika Serikat sekitar 125 juta orang
dirawat karena luka bakar tiap tahunnya 50000 pasien harus dirawat dirumah sakit
dan 5500 pasien meninggal karena luka bakar tiap tahunnya Luka bakar termal
mempengaruhi lebih dari 2 juta orang pertahun dengan 4 nya harus dirawat di
rumah sakit dan 05 meninggal Keberhasilan dari penyelamatan luka
bakarberhubungan dengan umur penderita ukuran luka bakar dan ada atau tidaknya
cedera inhalasi Luka bakar menyebabkan banyak komplikasi dan kematian Luka
bakar berat (primary insult) dapat menyebabkan lepasnya mediator inflamasi massif
yang selanjutnya menyebabkan lingkaran setan inflamasi yang menyebabkan
immunosupresi meningkatkan kepekaan pasien terhadap infeksi dan kegagalan multi-
organ diikuti kematian 123
2
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya
bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu
bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar
Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut
pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak
hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu
standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based
medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan
dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4
Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan
perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang
memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia
yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka
harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak
membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan
menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar
Luka Bakar
Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi
tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik
menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka
bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat
pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat
ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada
kejadian luka bakar adalah 1356
1 Etiologi
2 Kedalamanan Luka Bakar
3
3 Luas Luka Bakar
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan
pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu
a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)
Kedalaman Luka Bakar
Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan
kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang
timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian
Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah
1 Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika
kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai
epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau
terkena cairan panas
4
Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu
Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu
2 Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah
luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit
5
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
PENDAHULUAN
Luka bakar bukan luka biasa luka bakar mempunyai dampak langsung
terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan
luka lain merupakan kasus yang memerlukan perhatian khusus dibidang medis
Angka mortalitas masih tetap tinggi dalam tahun 1998-2003 di RSUPN Cipto
Mangunkusumo tercatat sekitar 365 Di Amerika Serikat sekitar 125 juta orang
dirawat karena luka bakar tiap tahunnya 50000 pasien harus dirawat dirumah sakit
dan 5500 pasien meninggal karena luka bakar tiap tahunnya Luka bakar termal
mempengaruhi lebih dari 2 juta orang pertahun dengan 4 nya harus dirawat di
rumah sakit dan 05 meninggal Keberhasilan dari penyelamatan luka
bakarberhubungan dengan umur penderita ukuran luka bakar dan ada atau tidaknya
cedera inhalasi Luka bakar menyebabkan banyak komplikasi dan kematian Luka
bakar berat (primary insult) dapat menyebabkan lepasnya mediator inflamasi massif
yang selanjutnya menyebabkan lingkaran setan inflamasi yang menyebabkan
immunosupresi meningkatkan kepekaan pasien terhadap infeksi dan kegagalan multi-
organ diikuti kematian 123
2
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya
bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu
bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar
Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut
pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak
hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu
standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based
medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan
dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4
Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan
perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang
memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia
yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka
harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak
membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan
menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar
Luka Bakar
Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi
tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik
menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka
bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat
pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat
ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada
kejadian luka bakar adalah 1356
1 Etiologi
2 Kedalamanan Luka Bakar
3
3 Luas Luka Bakar
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan
pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu
a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)
Kedalaman Luka Bakar
Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan
kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang
timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian
Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah
1 Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika
kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai
epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau
terkena cairan panas
4
Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu
Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu
2 Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah
luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit
5
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya
bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu
bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar
Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut
pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak
hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu
standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based
medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan
dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4
Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan
perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang
memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia
yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka
harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak
membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan
menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar
Luka Bakar
Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi
tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik
menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka
bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat
pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat
ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada
kejadian luka bakar adalah 1356
1 Etiologi
2 Kedalamanan Luka Bakar
3
3 Luas Luka Bakar
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan
pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu
a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)
Kedalaman Luka Bakar
Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan
kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang
timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian
Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah
1 Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika
kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai
epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau
terkena cairan panas
4
Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu
Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu
2 Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah
luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit
5
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
3 Luas Luka Bakar
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan
pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu
a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)
Kedalaman Luka Bakar
Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan
kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang
timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian
Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah
1 Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika
kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai
epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau
terkena cairan panas
4
Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu
Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu
2 Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah
luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit
5
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu
Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu
2 Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah
luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit
5
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika
disentuh
Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua
Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua
3 Luka Bakar Derajat III
Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan
luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak
terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis
kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan
6
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang
dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh
Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga
Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga
7
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Luas Luka Bakar
Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines
Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------
100
Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar
Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak
Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur
New Born 3 tahun 6 tahun
Head 18 15 12
Trunk 40 40 40
Arms 16 16 16
Legs 26 29 32
8
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
TABEL LUND amp BROWDER
Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi
bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi
bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan
bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur
bull Circumferential burns
- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas
- Ekstremitas ----gt Iskemia
- Chest wall ----gt Respirasi failure
Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association
9
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
1 Luka bakar ringan
Luka bakar derajat II lt 15
Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 1
2 Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak
Luka bakar derajat III lt 10
3 Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 atau lebih
Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan
genitaliaperineum
Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain
Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan
bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa
bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak
bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh
bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum
bull Semua luka bakar listrikelektrik
bull Semua luka bakar inhalasi
bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain
Permasalahan Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan
penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas
permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun
10
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif
Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka
penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri
dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910
Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi
Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka
namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat
berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut
bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32
karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera
a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut
terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan
perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban
dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan
MODS yang berakhir fatal
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan
atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak
sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya
11
0-48 (72)jam
DeteriorasiABC
sd 21 (32) hari
SIRS amp MODS
sd 8-12 bulan
Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api
terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai
adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta
adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan
mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang
disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan
dada bagian atas
Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas
bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang
timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang
bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai
dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak
gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi
dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani
segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak
(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran
nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa
mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin
yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret
membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi
lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-
keempat pasca cedera 11112131415
Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak
dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang
bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya
Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot
polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan
cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi
akibat aliran listrik)
12
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Gangguan mekanisme bernafas
Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya
ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera
toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks
fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang
berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang
diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan
memperberat dampak dari cedera pada seljaringan
Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi
rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan
compliance paru)161819
Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru
b Permasalahan tahap lanjut
13
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya
mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang
organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena
umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar
menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di
saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak
bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari
pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617
Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus
(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan
proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan
membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal
Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress
Syndrome)131618
14
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut
Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820
A Survai Primer
1 Penilaian jalan nafas (Airway)
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan
adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa
pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti
dibawah ini
1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
2 Riwayat terpapar pada ledakan
3 Luka bakar mengenai muka
4 Bulu hidung dan alis terbakar
5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring
6 Sputum mengandung karbon
Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom
a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan
direct inhalation injury
dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal
b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome
15
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia
atelektasis danemboli
pulmonal
2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena
adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal
pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821
Cedera Inhalasi
Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera
termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung
yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut
menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di
atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel
karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)
- edema edema laring
- trakeobronkitis
- pneumonia
kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel
jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak
dari cedera pada sel jaringan
Cedera inhalasi asap panas
Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian
pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali
lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain
Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan
bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida
16
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan
asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil
akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran
mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur
dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli
dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis
epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621
Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun
kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak
permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10
ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya
cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau
terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya
cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan
gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat
membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya
yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik
Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera
inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang
positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang
memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak
berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang
hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien
dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi
Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal
seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk
17
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-
paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida
memerlukan penanganan yang lebih spesifik
Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di
kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam
misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan
tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka
bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan
oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216
Penatalaksanaan Jalan Nafas
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan
nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam
penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit
Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi
segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat
mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai
kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada
terlambat melakukannya 1291115
Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas
pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga
dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk
berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan
dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif
Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum
jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia
18
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan
infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru
Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau
kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai
pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi
neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri
berkembang biak
Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien
ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin
(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi
organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas meningkat tajam
---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan
1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot
dan tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam
5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai
gejala dan tanda distress pernapasan
6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan
a Gejala subyektif gelisah sesak napas
b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)
sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah
c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan
Analisis gas darah
- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)
- pada 8 jam pertama
19
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
- dalam 24 jam pasca cedera
- selanjutnya sesuai kebutuhan
Foto thorax 24 jam pasca cedera
7 Pemeriksaan radiologi
8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat
Penatalaksanaan Cedera Inhalasi
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar
dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini
mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama
pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran
nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam
kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama
(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini
disebabkan oleh cedera termis 2161720
Prosedur yang dilakukan antara lain
1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi
- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi
- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi
Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot
sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator
2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea
3 Penghisapan sekret secara berkala
4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi
selama 24 jam
20
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan
sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing
mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi
6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam
nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa
pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar
kimia dan luka bakar listrik)
7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita
yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia
khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan
oleh sebab lain dipikirkan kemudian
Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)
pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan
Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang
terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran
perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari
(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)
untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan
a Analisis gas darah serial
1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)
2 Dalam 8jam pertama
3 Dalam 24jam pasca cedera
4 Selanjutnya sesuai kebutuhan
b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan
radiologik (foto
toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan
sirkulasi telah diatasi
21
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di
Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas
(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik
humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali
dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat
menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam
hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi
krikotiroidotomi secara periodik
11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien
(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik
secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal
Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai
cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada
distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau
krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut
namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase
bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal
Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat
gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres
pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan
trakeostomi krikotoroidotomi
Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien
karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang
akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya
suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas
(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran
22
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi
(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai
oksigen 2-4 liter per menit
Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran
nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus
perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga
diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan
selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan
perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi
semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan
(resusitasi) jarang memberikan hasil baik
Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi
Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu
pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi
terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan
nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus
dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat
pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada
pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada
cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan
respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)
sehingga akan membahayakan pasien 141518
Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan
tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi
emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa
Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun
dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu
23
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence
based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7
Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan
kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar
dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan
tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan
kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya
pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal
memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya
timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada
kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2
minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan
ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan
jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya
dengan krikotiroidotomi
24
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan
menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus
di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat
perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri
Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau
krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7
Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5
hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera
konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar
pemberian bronkodilator dan terapi oksigen
Prosedur Intubasi
Indikasi
rsquoAirway maintenancersquo
1 Selama prosedur anestesi
2 Pada keadaan-keadaan darurat
a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan
krikotiroidotomi)
b rsquoFacial burnsrsquo
c Cedera kepala dan leher
d lsquoRespiratory failurersquo
e lsquoCardiac arrestrsquo
f Aspirasi isi lambung
Kontraindikasi
- Kondisi hipoksik
Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2
menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi
- Cedera vertebra servikalis
Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi
25
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721
Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi
pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat
memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian
opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus
hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi
jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik
fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman
anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau
intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan
nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi
pembedahan atau trakheostomi)
Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan
inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif
Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal
tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih
besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan
baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi
tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal
dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal
tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika
udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran
aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung
menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya
obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam
26
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit
Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan
dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot
kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada
pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi
setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah
pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah
dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih
terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses
proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai
berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat
digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI
Ekstubasi
1 Hisap sekret di faring
2 Hisap pipa endotrakea
1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik
1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan
3 Ventilasi pasien
1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100
1048707 Beri beberapa pernafasan dalam
4 Pencabutan pipa
1048707 Kempeskan cuff
1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam
1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)
Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo
Indikasi
27
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring
akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih
cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di
luar ruang operasi
Persiapan alat
1048707 Pemegang pisau No 3
1048707 Blade skalpel No 11
1048707 Dilator Delaborde
1048707 Hemostat
1048707 rsquoNeedle holderrsquo
1048707 Jarum dan benang bedah
1048707 rsquoSuction equipmentrsquo
1048707 Semprit 10ml
1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo
Teknik
1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu
diganjal hiperekstensi leher
2 Tindakan a dan antisepsis
3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan
mengembangkannya di dalam air pada kanula
4 Identifikasi anatomical landmark
1048707 Palpasi ruang krikotiroid
1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua
5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid
6 Insisi membran krikotiroid
7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai
menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi
8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade
28
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
9 Insersi pipa trakeostomi
10 Kembangkan dilator
11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya
12 Lepaskan obturator
13 Penghisapan trakea
14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi
15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal
16 Pengamanan pipa trakeostomi
1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit
1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien
17 Balut dengan kasa steril
Penggunaan ventilator
Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya
didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase
terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi
penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi
pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2
lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio
PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya
berakhir fatal
Penatalaksanaan eskar melingkar di dada
Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera
inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan
edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417
1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan
Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)
Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal
disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya
29
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan
cedera inhalasi
3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk
melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di
beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah
no 10 22 atau 24
4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan
5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan
Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan
pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus
terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah
disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel
Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan
(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi
(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding
rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan
eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik
Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi
saluran nafas
Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding
dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat
limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru
1321
B Penilaian Sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan
kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
30
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu
sentral maupun perifer) 1917
Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar
Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi
faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel
Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang
mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade
koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor
necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya
cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel
menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat
hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel
(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan
cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema
Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme
anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya
menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat
disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917
Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan
faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya
perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik
yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum
Starling (Starlingrsquos forces) 1
Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)
31
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan
kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan
COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan
Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur
mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang
interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena
kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering
terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer
Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun
seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi
miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat
folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat
inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan
keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai
nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru
tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect
= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)
Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128
Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan
nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang
diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan
koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan
10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular
32
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti
perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel
Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang
menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat
Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing
organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)
Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi
bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan
sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi
takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus
ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai
gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2
Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot
polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang
lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin
diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal
bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi
mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan
enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147
33
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi
Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut
sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan
bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi
sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi
peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di
mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya
sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216
Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena
berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral
(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan
aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal
Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke
sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan
neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna
seperti
1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat
proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang
menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal
2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi
splangnikus dengan dampak gangguan hepatik
a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin
yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan
permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-
34
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan
metabolisme bertambah berat
b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang
menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir
3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan
infark miokard berakhir fatal
Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat
pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)
4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)
5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal
pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan
mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen
dan eferen
6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi
dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume
Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama
Gangguan sirkulasi
35
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel
akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa
mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)
maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel
menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh
perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal
(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan
degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis
ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811
Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi
a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas
jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar
organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya
mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ
perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)
b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner
membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh
perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi
mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)
yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare
(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress
ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes
Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai
salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus
Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman
36
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian
mukosa melalui pemeriksaan endoskopi
c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal
akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara
klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim
autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal
(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan
berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan
kematian
d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit
Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator
sepsis
Efek Luka Bakar pada Hematologi
Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka
bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111
Eritrosit
Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat
translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak
diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada
luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes
dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau
saat operasi untuk penanganan luka bakar
Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit
yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka
bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi
Trombosit
Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama
resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan
37
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi
Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka
bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan
yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi
Sistem koagulasi
Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar
Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau
konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi
tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi
penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama
periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis
tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus
Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan
laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah
protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati
Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar
hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi
oksigen
Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik
lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah
gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC
penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok
hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan
interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218
38
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Tatalaksana resusitasi cairan
Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan
berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik
Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi
yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa
penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai
kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi
Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat
namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai
macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki
kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya
pada saat yang tidak tepat
Regimen resusitasi
Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling
umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan
kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan
metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga
lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode
ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan 11121420
39
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Waktu pasca luka bakar
Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar
Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian
keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada
waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4
jam)
Dasar pemilihan cairan
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan
cairan yaitu
1) Efek hemodinamik
2) Distribusi cairan dikaitkan dengan
3) Oxygen carrier
4) pH buffering
5) Efek hemostasis
6) Modulasi respons inflamasi
7) Faktor keamanan
8) Metode eliminasi
40
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
9) Praktis dan efisien
Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih
merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa
tahun terakhir diperoleh informasi yang
menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas
permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah
jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik
tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada
entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan
dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki
manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-
kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan
untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220
Pastikan harus dilakukan akses vena
- akses vena perifer
- akses vena sentral
-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP
41
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul
protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik
3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat
4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb
5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
A Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate
1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan
pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan
a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah
b) hindari pemasangan pada daerah luka
2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai
keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak
- 70 adalah volume total cairan tubuh
- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinik dari
sindroma syok
- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid
diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml
Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)
25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan
kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi
cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai
jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan
fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-
masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah
penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko
yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan
selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran
42
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan
tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini
juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217
Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu
iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk
akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)
dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena
juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada
pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga
mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217
Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan
berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar
produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin
05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari
pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-
empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai
tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi
hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)
Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi
syok
43
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok
3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)
pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)
Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk
manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan
produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan
lagi digantikan dengan koloid
44
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
B Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-
30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan
sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti
metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland
Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland
Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya
diberikan dalam 16jam berikutnya
1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml
a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1
dari kebutuhan
b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan
2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg
atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis
renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml
Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam
Pemantauan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure
diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu
sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-
1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin
lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari
jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka
jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan
Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin
45
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian
kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian
fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan
hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang
diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai
kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit
karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular
Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua
1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa
2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam
3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua
a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml
b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan
edema interstitial bertambah dan sulit diatasi
4 Pemantauan
a Pemantauan sirkulasi
Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)
pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai
(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg
Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum
memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila
jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan
46
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen
pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan
meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi
Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat
diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)
Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus
05gmkg
b Pemantauan perfusi
Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan
perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan
karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta
konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar
hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis
gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya
melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan
mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas
natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana
pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas
batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan
gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen
yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru
gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan
Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1
Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah
dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar
glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan
dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin
47
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar
elektrolit
Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai
abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan
soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya
hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
2 Pemantauan sirkulasi
a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung
menurun Kadang dijumpai anemia relatif
b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam
Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi
ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu
keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula
halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan
onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang
akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan
perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan
anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian
keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian
koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular
melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718
Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah
dengan perhitungan Formula Baxter
a Kebutuhan cairan hari Pertama
Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam
48
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Anak RL DEXTRAN=173
Kebutuhan Faali
lt 1 tahun BB X 100 CC
1-3 tahun BB X 75 CC
3-5 tahun BB X 50 CC
-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya
b Kebutuhan cairan hari Kedua
Dewasa diberikan sesuai kebutuhan
Anak diberikan sesuai kebutuhan faali
Lakukan
- Pemasangan nasogastrik tube
- Pemasangan urine kateter
- Assessment perfusi ekstremitas
- Continued ventilatory assessment
- Paint management
- Psychosocial assessment
Monitoring resusitasi cairan
1 Urine produksi setiap jam
Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)
Anak 1 cckgjam
2 Oligouria
Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)
3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)
4 Blood pressure
5 Heart Rate
6 Hematokrit dan hemoglobin
49
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Resusitasi cairan menggunakan cara lain
1 Larutan Nacl 09
Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini
dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala
bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada
keseimbangan elektrolit utama ini
2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)
Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan
sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok
Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan
dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin
dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua
3 Koloid
- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar
dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam
kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5
dengan jumlah yang sama
- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas
luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan
produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh
jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama
- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)
karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan
permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma
Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan
pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung
50
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan
mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana
terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi
cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)
namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)
bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya
merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu
hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT
maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines
Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan
interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya
meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga
harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik
Perawatan di ruang Intensif (ICU)
Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk
mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820
1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-
alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan
penanganan perawatan intensif
Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut
(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang
bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif
(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan
khusus (isolasi) untuk luka bakar
Indikasi fisiologik perawatan intensif
51
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia
gt60tahun)
2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat
(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan
MAPgt60mmHg
3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan
- Edema paru
- Ensefalopati
- Iskemi miokardial
- Aneurisma aorta
- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)
- Perdarahan subarakhnoid
4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress
5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)
6 Kalium serum gt65mEqL (akut)
7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)
8 Glukosa serum gt800mgdl
9 Kalsium serum gt15mgdl
10 Temperatur (core) lt32oC
Scoring system untuk diagnosis MODS
a) Pulmonary failure
0 Tidak membutuhkan ventilator
1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04
2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt
04
b) Cardiac failure
0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif
52
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )
2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan
tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat
vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )
c) Renal failure
0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)
1 Serum creatinine gt20mgdl
2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal
d) Hepatic failure
0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl
1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl
2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl
e) Hematologic failure
0 Leukosit dan trombosit normal
1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L
2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic
f) Gastrointestinal tract failure
0 Normal function
1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus
2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing
enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan
g) Central Nervous System failure
0 Fungsi normal
1 Respons lambatmenurun
2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati
53
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat
Pemberian Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotik
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka
didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut
kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh
bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari
pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang
tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi
Antibiotik topikal
Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara
lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat
bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin
- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1
efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps
aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan
Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai
epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini
umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar
(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses
penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia
- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki
efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium
Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan
54
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat
oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase
- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)
bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan
populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang
dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila
digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal
- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain
memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps
aurogenosa
- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten
terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai
75)
- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai
pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia
dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin
adalah terhambatnya proses penyembuhan luka
- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft
sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft
tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif
selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21
Antibiotik sistemik
Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-
tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan
digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi 1591618
Infeksi gram-positif
55
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
- Infeksi streptokokal
Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep
pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)
dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan
antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas
- Infeksi stafilokokal
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami
di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan
penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak
efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase
terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin
untuk methicillin-resistant
- Infeksi enterokokal
- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis
dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus
tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif
(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan
aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus
Infeksi gram-negatif
Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps
aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan
sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi
ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan
dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan
grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan
partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang
56
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar
ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari
beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan
menggunakan grafting full thickness 112171819
Manajemen Anestesi
Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa
selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai
1 Difficult airway
2 Inadequate resuscitated patient
3 Difficulty in establishing IV access
4 Hyperkalemic response to scoline
5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6 Significant blood and plasma loss
7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9 Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh
trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain
I PRIMARY SURVEY
a Airway dan cervical spine proteksi
b Breathing dan ventilasi
c Sirkulasi dan kontrol perdarahan
d Disability- pemeriksaan neurologis
e Exposure
II SECONDARY SURVEY
b History anamnesa
57
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap
harus kita lakukan seperti
- riwayat penyakit sekarang
- riwayat penyakit dahulu
- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih
dikonsumsi
- riwayat alergi
- riwayat operasi dahulu
- riwayat anestesi dahulu
c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki
c Pemeriksaan Penunjang
1 Darah rutin
2 Darah Lengkap
3 Albumin
4 RFT dan LFT
5 Elektrolit Na K Cl HCO3
6 Blood urea nitrogen
7 Urinalisa
8Foto Thorak
9 AGD
10 Carboxy Hemoglobin
11 ECG
Assement Preop
1 Evaluasi
- Penilaian survai primer
- Penilaian survai sekunder
- Derajat luka bakar
- Luas luka bakar
58
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
- Daerah yanag akan dioperasi
2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan
4 Pertimbangan analgesi yang adekuat
5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering
6 Monitoring ketat status haemodinamik
7 Replace blood early
8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di
wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan
parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher
Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi
kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan
makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu
dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum
operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada
periode awal pasca luka bakar 1418
Penatalaksanaan Durante Operasi
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter
arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur
sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia
59
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus
dihangatkan terlebih dahulu
Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting
adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan
dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari
setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu
pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran
tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line
Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah
serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr
dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur
ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang
dimasukkan pada akses intravena
Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi
Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial
Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin
dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane
Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir
anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang
baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang
stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka
bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang
hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan
pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819
Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan
opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka
bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar
60
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar
ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena
kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri
Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine
ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung
depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang
menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet
dan efek nefrotoksik
Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif
memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila
pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat
edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang
Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas
hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen
narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus
diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat
oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang
ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang
disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan
hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan
stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan
sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan
penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi
penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada
kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama
61
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang
berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021
Penggunaan Pelumpuh Otot
Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18
bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka
bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya
proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena
luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar
diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap
pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi
obat akan lebih singkat
Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka
bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi
prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan
dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan
dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan
peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin
diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang
letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan
yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium
intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah
direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten
terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5
kali lebih besar dari dosis normal
62
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi
upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs
berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan
peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek
nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface
Anestesi Regional
Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm
tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti
balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada
atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan
mempermudah terjadinya infeksi
Manajemen post operasi
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah
- Kebutuhan oksigen pasien
- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative
- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat
- Kebutuhan cairan pasien
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai
setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118
a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)
1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)
1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus
1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin
1 Pemberian melalui Oral
63
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa
1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk
cair
1048707 Kepekatan 1 KalmL
1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila
tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan
sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total
2 Pemberian Nutrisi Enteral
1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan
1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit
o Evaluasi setelah 2 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara
bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa
bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)
64
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral
1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)
1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F
1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT
1048707 Berikan formula komersial
1048707 Pada awal pemberian
o Kepekatan 1 KalmL
o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan
kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi
07 KalmL
o Evaluasi setelah 1 jam
1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi
o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi
dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan
aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan
kembali dengan tetesan seperti semula
o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi
dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau
ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan
1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam
1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral
secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan
biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik
2 Pemberian Nutrisi Parenteral
1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan
pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap
mengandung karbohidrat lemak dan protein
65
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan
osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan
flebitis
Rehabilitasi Jalan Nafas
Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi
Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)
latihan pernafasan c) melatih refleks batuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi
tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan
berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus
cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan
drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum
stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik
stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot
pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan
clapping
Perawatan Luka Bakar
Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan
menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan
masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya
SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin
66
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke
delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan
kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang
mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam
hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4
Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi
luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan
mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup
diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan
lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat
dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)
menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam
upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara
aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik
maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul
pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi
sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat
nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya
Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap
jaringan 157
DAFTAR PUSTAKA
1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia
67
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf
3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004
4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347
5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd
edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia
6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya
7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya
8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13
9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc
Philadelphia Pp 292-7
10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress
syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http
httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22
12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London
68
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69
13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg
14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia
15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg
16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28
17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg
18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2
19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1
20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53
21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory
distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg
69