penatalaksanaan gerd

3
CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI - 3 SKP Pendahuluan Berdasarkan data epidemiologis, prevalensi GERD di Asia sekitar 2-5% dan esofagitis endoskopik sebesar 2-5%, lebih rendah dibandingkan prevalensi di negara-negara 1-3 Barat. Derajat keparahan GERD di Asia- Pasifik cenderung lebih ringan, dan secara endoskopik normal ( non-erosive reflux disease , NERD); kalaupun didapatkan gambaran esofagitis, sebagian besar kasus (90%) merupakan esofagitis Los Angeles (LA) 3 grade A atau B. Esofagus Barrett, striktur esofagus, atau adenokarsinoma esofagus juga lebih jarang ditemukan pada pasien di Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Sebaliknya, prevalensi infeksi Helico- bacter pylori di Asia (30-60%) lebih tinggi dibandingkan di negara Barat. GERD harus dibedakan dari penyakit saluran cerna atas yang terkait H. pylori, terutama ulkus peptikum dan kanker lambung. Definisi Berdasarkan Genval Workshop, definisi pa- sien GERD adalah semua individu yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang menga- lami gangguan nyata terkait dengan kese- hatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala yang terkait dengan refluks. Secara seder- hana, definisi GERD adalah gangguan beru- virulen organisme tersebut, yang ditandai oleh CagA positif, berbanding terbalik dengan esofagitis, esofagus Barrett (dengan atau tanpa displasia) dan adenokarsinoma 11 esofagus. Setiap pengaruh infeksi H. pylori pada GERD terkait dengan gastritis yang ditimbulkannya dan efeknya pada sekresi 12 asam lambung. Efek eradikasi H. pylori pada gejala refluks dan GERD bergantung pada dua faktor: (i) distribusi anatomis gastritis; 13 dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya. Diagnosis Adanya gejala klasik GERD (heartburn dan regurgitasi), yang ditemukan melalui anamnesis yang cermat, merupakan patokan diagnosis. Pada beberapa pasien, GERD perlu dibedakan dari kondisi lain, mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan pH-metri esofagus 24-jam dan 7 gejala-gejala klinisnya. misalnya penyakit traktus bilier dan penyakit arteri koroner. Pemeriksaan barium tidak dapat menegakkan diagnosis GERD. Sekitar 50% pasien GERD simtomatik memperlihatkan hasil pH-metri yang normal, sementara hanya 25% penderita esofagitis erosif dan 7% penderita esofagus Barrett yang menunjukkan hasil pH-metri 6 normal. Pemeriksaan endoskopi pada esofagitis erosif menurut klasifikasi LA pa regurgitasi isi lambung yang menyebab- kan heartburn dan gejala lain. Patogenesis Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan GERD. Hanya sedikit bukti yang menunjuk- kan bahwa infeksi H. pylori mempunyai peran patogenik langsung terhadap kejadian GERD. Tidak terdapat korelasi antara infeksi H. pylori dan esofagitis, tetapi infeksi galur (strain) Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Peme- riksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks non- erosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala- gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endo- 4 skopi saluran cerna. Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis 5 erosif, dan esofagus Barrett. Muhammad Begawan Bestari Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung 490 Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD) kurang umum dijumpai dan derajat keparahan endoskopiknya lebih ringan di Asia dibandingkan di negara-negara Barat. Namun, data saat ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan frekuensi penyakit tersebut di Asia. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Sementara itu, tidak terdapat pemeriksaan baku emas untuk diagnosis penyakit refluks non- erosif (non-erosive reflux disease, NERD) dan diagnosisnya mengandalkan gejala atau respons terhadap pengobatan proton pump inhibitor (PPI). Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, memperingan gejala, mempertahankan pasien tetap bebas gejala, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah komplikasi. Hingga saat ini, PPI merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif. Sesudah pengobatan awal, terapi on-demand dapat efektif pada beberapa pasien penderita NERD atau esofagitis erosif ringan. Bedah anti-refluks oleh dokter bedah yang kompeten dapat membuahkan hasil-akhir yang sama, dengan mortalitas operatif sebesar 0,1 – 0,8%. Keputusan bergantung pada pilihan pasien dan ketersediaan dokter bedah yang berpengalaman. Pada penderita GERD yang tidak mengeluhkan gejala peringatan (alarm symptoms) saat pemeriksaan di layanan primer, pengobatan dapat dimulai dengan PPI dosis standar selama 2 minggu. Bila responsnya sesuai, PPI dilanjutkan selama 4 minggu sebelum masuk ke terapi on-demand. Kata kunci: GERD, PPI, terapi on-demand, endoskopi ABSTRAK CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011

Upload: okky25

Post on 21-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penatalaksanaan

TRANSCRIPT

Page 1: Penatalaksanaan GERD

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI - 3 SKP

Pendahuluan

Berdasarkan data epidemiologis, prevalensi

GERD di Asia sekitar 2-5% dan esofagitis

endoskopik sebesar 2-5%, lebih rendah

dibandingkan prevalensi di negara-negara 1-3Barat. Derajat keparahan GERD di Asia-

Pasifik cenderung lebih ringan, dan secara

endoskopik normal (non-erosive reflux

disease, NERD); kalaupun didapatkan

gambaran esofagitis, sebagian besar kasus

(90%) merupakan esofagitis Los Angeles (LA) 3 grade A atau B. Esofagus Barrett, striktur

esofagus, atau adenokarsinoma esofagus

juga lebih jarang ditemukan pada pasien di

Asia dibandingkan dengan pasien di negara

Barat. Sebaliknya, prevalensi infeksi Helico-

bacter pylori di Asia (30-60%) lebih tinggi

dibandingkan di negara Barat.

GERD harus dibedakan dari penyakit saluran

cerna atas yang terkait H. pylori, terutama

ulkus peptikum dan kanker lambung.

Definisi

Berdasarkan Genval Workshop, definisi pa-

sien GERD adalah semua individu yang

terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks

gastroesofageal, atau mereka yang menga-

lami gangguan nyata terkait dengan kese-

hatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala

yang terkait dengan refluks. Secara seder-

hana, definisi GERD adalah gangguan beru-

virulen organisme tersebut, yang ditandai

oleh CagA positif, berbanding terbalik

dengan esofagitis, esofagus Barrett (dengan

atau tanpa displasia) dan adenokarsinoma 11esofagus. Setiap pengaruh infeksi H. pylori

pada GERD terkait dengan gastritis yang

ditimbulkannya dan efeknya pada sekresi 12asam lambung. Efek eradikasi H. pylori pada

gejala refluks dan GERD bergantung pada

dua faktor: (i) distribusi anatomis gastritis; 13 dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya.

Diagnosis

Adanya gejala klasik GERD (heartburn dan

regurgitasi), yang ditemukan melalui

anamnesis yang cermat, merupakan

patokan diagnosis. Pada beberapa pasien,

GERD perlu dibedakan dari kondisi lain,

mempunyai korelasi positif yang bermakna

dengan pH-metri esofagus 24-jam dan 7gejala-gejala klinisnya.

misalnya penyakit traktus bilier dan penyakit

arteri koroner. Pemeriksaan barium tidak

dapat menegakkan diagnosis GERD.

Sekitar 50% pasien GERD simtomatik

memperlihatkan hasil pH-metri yang

normal, sementara hanya 25% penderita

esofagitis erosif dan 7% penderita esofagus

Barrett yang menunjukkan hasil pH-metri 6normal. Pemeriksaan endoskopi pada

esofagitis erosif menurut klasifikasi LA

pa regurgitasi isi lambung yang menyebab-

kan heartburn dan gejala lain.

Patogenesis

Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan

GERD. Hanya sedikit bukti yang menunjuk-

kan bahwa infeksi H. pylori mempunyai peran

patogenik langsung terhadap kejadian

GERD.

Tidak terdapat korelasi antara infeksi H. pylori

dan esofagitis, tetapi infeksi galur (strain)

Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama

adalah GERD erosif (esofagitis erosif ),

didefinisikan sebagai GERD dengan gejala

refluks dan kerusakan mukosa esofagus

distal akibat refluks gastroesofageal. Peme-

riksaan baku emas untuk diagnosis GERD

erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.

Yang kedua adalah penyakit refluks non-

erosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang

juga disebut endoscopic-negative GERD,

didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-

gejala refluks tipikal tanpa kerusakan

mukosa esofagus saat pemeriksaan endo-4skopi saluran cerna.

Saat ini, telah diusulkan konsep yang

membagi GERD menjadi tiga kelompok,

yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis 5erosif, dan esofagus Barrett.

Muhammad Begawan BestariDivisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung

490

PenatalaksanaanGastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD) kurang umum dijumpai dan derajat keparahan

endoskopiknya lebih ringan di Asia dibandingkan di negara-negara Barat. Namun, data saat ini menunjukkan bahwa telah

terjadi peningkatan frekuensi penyakit tersebut di Asia. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah

endoskopi saluran cerna atas. Sementara itu, tidak terdapat pemeriksaan baku emas untuk diagnosis penyakit refluks non-

erosif (non-erosive reflux disease, NERD) dan diagnosisnya mengandalkan gejala atau respons terhadap pengobatan proton

pump inhibitor (PPI). Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, memperingan gejala, mempertahankan

pasien tetap bebas gejala, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah komplikasi. Hingga saat ini, PPI merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif. Sesudah pengobatan awal, terapi on-demand dapat efektif pada beberapa pasien

penderita NERD atau esofagitis erosif ringan. Bedah anti-refluks oleh dokter bedah yang kompeten dapat membuahkan

hasil-akhir yang sama, dengan mortalitas operatif sebesar 0,1 – 0,8%. Keputusan bergantung pada pilihan pasien dan

ketersediaan dokter bedah yang berpengalaman. Pada penderita GERD yang tidak mengeluhkan gejala peringatan (alarm

symptoms) saat pemeriksaan di layanan primer, pengobatan dapat dimulai dengan PPI dosis standar selama 2 minggu. Bila

responsnya sesuai, PPI dilanjutkan selama 4 minggu sebelum masuk ke terapi on-demand.

Kata kunci: GERD, PPI, terapi on-demand, endoskopi

ABSTRAK

CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011

Page 2: Penatalaksanaan GERD

491

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

• Tes PPI

Beberapa uji klinis prospektif terkontrol

meneliti penggunaan empiris PPI untuk

GERD. Tes PPI adalah pengobatan PPI sela-

ma 2 minggu pada pasien yang mempu-

nyai gejala GERD atau pasien yang mempu-

nyai manifestasi GERD atipikal/ekstra-

esofageal. Dalam tes ini, PPI diberikan dua

kali sehari; sensitivitas tes PPI sebesar 68-8,980% untuk diagnosis GERD. Dari peneli-

tian di Asia, terungkap bahwa 93% pende-

rita yang mempunyai gejala GERD tipikal

dan endoskopinya normal ternyata res-

ponsif terhadap terapi PPI selama 2 10 minggu tersebut.

• Gejala Peringatan (Alarm Symptoms)

Endoskopi saluran cerna atas pada pasien

dengan gejala heartburn atau regurgitasi

bukan keharusan bagi pasien GERD,

mengingat lebih dari 90% pasien GERD di

Asia tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan endoskopi (endoscopic-nega-

tive). Selain itu, karena mahalnya biaya

pemeriksaan dan tidak semua daerah

memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna

atas, penggunaan endoskopi sebagai mo-

dalitas diagnostik masih terbatas di Indo-

nesia. Setelah diagnosis klinis ditegakkan,

PPI dosis standar dapat diberikan selama 1

atau 2 mingu (tes PPI) pada penderita

dengan gejala yang tipikal. Tes PPI bersifat

sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis

GERD yang mempunyai gejala tipikal;

strategi ini dapat menghemat biaya secara

nyata dan mengurangi penggunaan tes

diagnostik yang invasif. Jika responsnya

sesuai, pasien harus melanjutkan pengo-

batan sedikitnya selama 4 minggu. Setelah

itu, direkomendasikan untuk memberikan

terapi on-demand mengingat sebagian

besar pasien di Asia tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan endoskopi.

Pasien harus dirujuk untuk menjalankan

pemeriksaan endoskopi saluran cerna jika

tidak responsif terhadap PPI, mengalami

relaps berulang, gejala atipikal, gejala berat,

atau gejala peringatan (alarm symptoms).

Gejala peringatan untuk rujukan dini endo-

skopi saluran cerna atas meliputi penu-

Tes PPI merupakan sebuah modalitas

diagnostik yang bermanfaat, tetapi perlu

diingat bahwa respons positif terhadap tes

PPI tidak selalu sebanding dengan diag-

nosis GERD, begitu juga respons negatif

tidak serta merta dapat menyingkirkan 8,9diagnosis GERD.

Hanya satu penelitian yang memperli-

hatkan bukti efikasi antasida dalam 17pengobatan GERD. Uji klinik yang menilai

efikasi famotidine, cimetidine, nizatidine,

dan ranitidine memperlihatkan bahwa H2-

RA lebih efektif dibanding plasebo dalam

meringankan gejala GERD derajat ringan

sampai sedang, dengan tingkat respons 18-2060% - 70%. Uji klinik PPI jangka pendek

memperlihatkan penyembuhan yang

lebih cepat dan perbaikan heartburn

dibandingkan H2-RA atau prokinetik pada 21penderita esofagitis erosif. Di antara

berbagai PPI, pemberian omeprazole,

lansoprazole, pantoprazole, dan rabeprazole

dosis standar menghasilkan kecepatan

penyembuhan dan remisi yang sebanding 22pada kasus esofagitis erosif. Proton pump

inhibitor juga efektif pada penderita

esofagitis refluks yang resisten terhadap

H2-RA. Dari penelitian jangka panjang

(sampai 11 tahun), penggunaan PPI relatif

aman; insidens gastritis atrofik sebesar

4,7% pada pasien H. pylori-positif dan 0,7%

pada pasien H. pylori-negatif, serta tidak

ditemukan displasia ataupun neoplasma.

Atas dasar efikasi dan kecepatan perbaikan

gejala, PPI dosis standar dapat diberikan 23untuk pengobatan awal GERD erosif.

• Bedah Anti-refluks

Pembedahan, yaitu dengan funduplikasi,

merupakan salah satu alternatif terapi di

samping terapi medikamentosa dalam

upaya meringankan gejala dan menyem-

buhkan esofagitis. Namun, morbiditas dan

mortalitas pasca-operasi bergantung pada

keterampilan dokter bedah. Karena itu,

pilihan antara terapi medikamentosa dan

tindakan bedah berpulang pada kepu-

tusan pasien maupun ketersediaan dokter 5bedah.

Simpulan

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)

merupakan kondisi yang insidensnya makin

meningkat di Asia pada umumnya dan

Indonesia pada khususnya walaupun

sebagian besar pasien di Asia hanya

mengalami NERD atau esofagitis erosif

ringan (grade LA A atau B). Patofisiologi GERD

perlu dimengerti lebih baik lagi. Pengobatan

harus diarahkan pada faktor etiologi dan

mekanisme patofisiologi, bukan pada

pengontrolan gejala.

runan berat badan, anemia, hematemesis

atau melena, riwayat kanker lambung dan/

atau esofagus dalam keluarga, peng-

gunaan obat antiinflamasi nonsteroid,

disfagia progresif, odinofagia, dan usia >40

tahun di daerah prevalensi tinggi kanker 5lambung.

Penatalaksanaan

• Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup tidak direkomen-

dasikan sebagai pengobatan primer GERD.

Penelitian objektif belum memperlihatkan

bahwa alkohol, diet, dan faktor psikologis

berperan signifikan dalam GERD. Modifi-

kasi gaya hidup dapat mengurangi epi-

sode refluks individual; pasien yang me-

ngalami eksaserbasi gejala refluks yang

berhubungan dengan makanan atau

minuman tertentu dapat direkomen-

dasikan untuk menghindari makanan atau 14minuman bersangkutan.

Sebuah penelitian observasional menyata-

kan bahwa merokok merupakan faktor

risiko independen GERD simtomatik.

Merokok terkait dengan peningkatan

pajanan asam pada esofagus (berdasarkan

pemeriksaan pH-metri). Namun, tidak

terdapat penelitian intervensional yang

menunjang penghentian merokok sebagai 15terapi primer GERD.

Penelitian observasional lain memperlihat-

kan secara konsisten bahwa obesitas me-15rupakan salah satu faktor risiko GERD.

Namun, dari sebuah penelitian yang

menggunakan kontrol, belum terbukti

bahwa penurunan berat badan dapat

memperingan gejala,

antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists

(H2-RA), dan PPI. Untuk mengontrol gejala

dan penyembuhan esofagitis pada GERD

erosif, saat ini PPI merupakan pilihan yang

paling efektif.

menyebabkan relak-

sasi sfingter esofagus bagian bawah atau-

pun mengurangi pajanan asam pada 16esofagus.

• Terapi Medikamentosa

Sasaran pengobatan GERD adalah me-

nyembuhkan esofagitis, meringankan

gejala, mempertahankan remisi, memper-

baiki kualitas hidup, dan mencegah

komplikasi.

Terapi medikamentosa untuk mempe-

ringan gejala GERD mencakup pemberian

CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011

Page 3: Penatalaksanaan GERD

492

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

DAFTAR PUSTAKA1. Kang JY, Ho KY. Different prevalences of reflux oesophagitis and hiatus hernia among dyspeptic patients in England and Singapore. Eur J Gastroenterol Hepatol.

1999;11(8):845-50.2. Goh KL, Chang CS, Fock KM, Ke M, Park HJ, Lam SK. Gastro-oesophageal reflux disease in Asia. J Gastroenterol Hepatol. 2000;15(3):230-8.3. Wong WM, Lam SK, Hui WM, et al. Long-term prospective follow-up of endoscopic oesophagitis in southern Chinese--prevalence and spectrum of the disease. Aliment

Pharmacol Ther. 2002;16(12):2037-42.4. An evidence-based appraisal of reflux disease management--the Genval Workshop Report. Gut 1999;44 Suppl 2:S1-16.5. Fock KM, Talley N, Hunt R, et al. Report of the Asia-Pacific consensus on the management of gastroesophageal reflux disease. J Gastroenterol Hepatol. 2004;19(4):357-67.6. Martinez SD, Malagon IB, Garewal HS, Cui H, Fass R. Non-erosive reflux disease (NERD)-acid reflux and symptom patterns. Aliment Pharmacol Ther. 2003;17(4):537-45.7. Lundell LR, Dent J, Bennett JR, et al. Endoscopic assessment of oesophagitis: clinical and functional correlates and further validation of the Los Angeles classification. Gut

1999;45(2):172-80.8. Kahrilas PJ. Diagnosis of symptomatic gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol. 2003;98(3 Suppl):S15-23.9. Fass R, Ofman JJ, Gralnek IM, et al. Clinical and economic assessment of the omeprazole test in patients with symptoms suggestive of gastroesophageal reflux disease.

Arch Intern Med. 1999;159(18):2161-8.10. Wu WC. Ancillary tests in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterol Clin North Am. 1990;19(3):671-82.11. Vicari JJ, Peek RM, Falk GW, et al. The seroprevalence of cagA-positive Helicobacter pylori strains in the spectrum of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology

1998;115(1):50-7.12. Laheij RJ, Van Rossum LG, De Boer WA, Jansen JB. Corpus gastritis in patients with endoscopic diagnosis of reflux oesophagitis and Barrett's oesophagus. Aliment

Pharmacol Ther. 2002;16(5):887-91.13. Schwizer W, Thumshirn M, Dent J et al. Helicobacter pylori and symptomatic relapse of gastro-oesophageal reflux disease: a randomised controlled trial. Lancet

2001;357(9270):1738-42.14. Locke GR, 3rd, Talley NJ, Fett SL, Zinsmeister AR, Melton LJ, 3rd. Risk factors associated with symptoms of gastroesophageal reflux. Am J Med. 1999;106(6):642-9.15. Pandolfino JE, Kahrilas PJ. Smoking and gastro-oesophageal reflux disease. Eur J Gastroenterol Hepatol. 2000;12(8):837-42.16. Kjellin A, Ramel S, Rossner S, Thor K. Gastroesophageal reflux in obese patients is not reduced by weight reduction. Scand J Gastroenterol. 1996;31(11):1047-51.

17. Weberg R, Berstad A. Symptomatic effect of a low-dose antacid regimen in reflux oesophagitis. Scand J Gastroenterol. 1989;24:401–6.18. Paul K, Redman CM, Chen M. Effectiveness and safety of nizatidine, 75 mg, for the relief of episodic heartburn. Aliment Pharmacol Ther. 2001;15(10):1571-7.19. Ciociola AA, Pappa KA, Sirgo MA. Nonprescription doses of ranitidine are effective in the relief of episodic heartburn. Am J Ther. 2001;8(6):399-408.20. Galmiche JP, Shi G, Simon B, Casset-Semanza F, Slama A. On-demand treatment of gastro-oesophageal reflux symptoms: a comparison of ranitidine 75 mg with cimetidine

200 mg or placebo. Aliment Pharmacol Ther. 1998;12(9):909-17.21. Chiba N, De Gara CJ, Wilkinson JM, Hunt RH. Speed of healing and symptom relief in grade II to IV gastroesophageal reflux disease: a meta-analysis. Gastroenterology

1997;112(6):1798-810.22. Klok RM, Postma MJ, van Hout BA, Brouwers JR. Meta-analysis: comparing the efficacy of proton pump inhibitors in short-term use. Aliment Pharmacol Ther.

2003;17(10):1237-45.23. DeVault KR, Castell DO. Guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Practice Parameters Committee of the American College of

Gastroenterology. Arch Intern Med. 1995;155(20):2165-73.

CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011