penanggulangan klb

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influenza, tifus abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan penyakit lainnya. Tabel 1.1 Sepuluh Penyakit Utama Pada Pasien Rawat Inap Tahun 2003 No Pasien Rawat Inap % 1 Diare dan gastroenteritis infeksi tertentu 8,0 2 Demam berdarah dengue 3,7 3 Penyakit kehamilan dan persalinan lainnya 2,9 4 Demam tifoid dan paratifoid 2,7 5 Cedera intrakanial 2,0 6 Tuberkulosis paru 1,9 1

Upload: okta-sulistia

Post on 24-Oct-2015

206 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

frefgegrtg

TRANSCRIPT

Page 1: penanggulangan KLB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat

Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular.

Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga

pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya

antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Beberapa penyakit menular

yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria, demam

berdarah dengue, influenza, tifus abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan

penyakit lainnya.

Tabel 1.1 Sepuluh Penyakit Utama Pada Pasien Rawat Inap Tahun 2003

No Pasien Rawat Inap %

1 Diare dan gastroenteritis infeksi tertentu 8,02 Demam berdarah dengue 3,73 Penyakit kehamilan dan persalinan lainnya 2,94 Demam tifoid dan paratifoid 2,75 Cedera intrakanial 2,06 Tuberkulosis paru 1,97 Demam yang sebabnya tidak tahu 1,98 Diabetes Melietus 1,9

9Cedera YDT lainnya, YYT dan daerah

badan multiple1,8

10 Pneumonia 1,6

Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit

infeksi menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA), malaria, diare, polio dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu

yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit

jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Indonesia juga

1

Page 2: penanggulangan KLB

menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue (DBD),

HIV/AIDS, chikunguya, Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan Flu

Burung. Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga Indonesia

menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden).

Kebijakan penanggulangan penyakit menular khususnya dalam

penanggulangan wabah telah diatur dalam bentuk peraturan perundangan, yaitu

UU No 4 Tahun 1984 tentang Penyakit Menular serta Peraturan Pemerintah No.

40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Peraturan tersebut

pada intinya mengatur (1) tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah

wabah , (2) upaya penanggulangan, (3) peran serta masyarakat, (4) pengelolaan

bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit, (5) ganti rugi dan

penghargaan, (6) pembiayaan penanggulangan wabah, serta (7) pelaporan.

Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat

dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi adalah penyakit demam

berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di wilayah tropis. Daerah endemis tersebar di sebagian

besar wilayah Indonesia, dan berulang kali menimbulkan kejadian luar biasa

(KLB) disertai kematian yang banyak. Penyakit yang ditularkan melalui

nyamuk Aedes aegypti ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan

domestic maupun iklim, demografi, sosial ekonomi dan perilaku. Berbagai

penelitian mengenai factor risiko terhadap kejadian DBD telah dilakukan oleh

beberapa peneliti dengan memberikan hasil yang selaras maupun yang

kontradiktif. Walaupun demikian, pada umumnya kajian menunjukkan bahwa

pengendalian DBD perlu dilakukan secara komprehensif dari berbagai aspek

baik medis maupun sosial, dengan keterlibatan petugas kesehatan maupun

pemberdayaan masyarakat.

Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya

terkendali, tetapi bahkan semakin mewabah. Sejak Januari sampai 17 Maret

2004, kejadian luar biasa (KLB) DBD di Indonesia telah menyerang 39.938

2

Page 3: penanggulangan KLB

orang dengan angka kematian 1,3 persen. Meskipun dibandingkan dengan KLB

1968 angka kematiannya jauh telah menurun, sebenarnya angka kematian masih

terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Singapura (0,1 persen), India (0,2

persen), Vietnam (0,3 persen), Thailand (0,3 persen), Malaysia (0,9 persen), dan

Filipina (1 persen).

Dalam KLB 2004 tercatat angka kejadian (incidence rate) 15 per 100.000

penduduk, padahal tujuan program pemberantasan DBD dalam Indonesia Sehat

2010 adalah menurunkan angka kejadian di bawah 5 per 100.000 penduduk

pada tahun 2010. DBD masih sulit diberantas karena tidak tersedianya vaksin

dan kurangnya peran serta masyarakat. Ketiadaan vaksin merupakan

penghambat utama eradikasi DBD. Meskipun demikian, saat ini perkembangan

vaksin masih memerlukan penelitian lebih lanjut agar dapat digunakan ke

manusia. Pemerintah sejak tahun 1993 telah berusaha membina peran serta

masyarakat melalui berbagai kelompok kerja pemberantasan DBD di desa atau

kelurahan. Gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan instrumen 3M

(menguras, menutup, dan mengubur) sudah sering disosialisasikan namun

hasilnya belum menggembirakan. Gerakan3M selama 30 menit setiap minggu

juga dicanangkan. Semuanya menyadari bahwa strategi hanya dapat diperoleh

dengan melaksanakan analisis situasi berdasarkan aspek epidemiologi,

entomologi, pengetahuan, dan sikap masyarakat.

Berdasarkan data Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan, rasio penderita DBD per 100.000 penduduk selama

periode tahun 2001-2005 selalu menunjukkan diatas rasio yang ditargetkan.

Data ini selain menunjukkan kecenderungan makin tingginya penderita DBD

dari tahun ke tahun, juga masih belum optimalnya pengendalian penyakit yang

dilakukan oleh Pemerintah.

Kebijakan penanggulangan penyakit menular telah diatur dalam peraturan

perundangan. Namun demikian implementasi di lapangan masih menghadapi

berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi antara lain

3

Page 4: penanggulangan KLB

berkaitan dengan (1) pelaksanaan surveilans, (2) upaya penanggulangan, serta

(3) adanya desentralisasi kewenangan pengelolaan.

Berdasarkan hasil penelitian WHO Tahun 2003 dilaporkan bahwa

pelaksanaan kegiatan surveilans masih menghadapi kendala. Kendala yang

dihadapi antara lain berkaitan dengan (1) kebijakan sistem surveilans yang

belum dipahami sampai ke petugas teknis di lapangan, (2) terbatasnya tenaga

pelaksanaan surveilans, (3) adanya ketidaksesuaian kompetensi, (4) terbatasnya

dana pelaksanaan surveilans di tingkat operasional, dan (5) belum optimalnya

penggunaan sarana kesehatan dalam mendukung pelaksanaan surveilans

penyakit seperti pemanfaatan laboratorium dan peralatan.

Permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan wabah terutama

berkaitan dengan aspek manajemen menyangkut kesiapan tenaga lapangan,

dukungan logistik, fasilitas pendukung, dana serta sistem pelaporan.

Berkaitan dengan desentralisasi kewenangan pengelolaan kebijakan

pembangunan (otonomi daerah), adanya regulasi pemerintahan dalam bentuk

UU No. 22 dan 25 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 dan

33 Tahun 2005 telah memberikan pembagian kewenangan dalam pengelolaan

pemerintahan di daerah. Reformasi pemerintahan tersebut memberi dampak

perubahan cukup signifikan terhadap peran pemerintah dan swasta dalam

program dan pelayanan kesehatan. Adanya otonomi daerah ini juga berpengaruh

terhadap peran dan tanggung jawab Kabupaten/Kota/Propinsi untuk

mengembangkan diri sesuai masalah kesehatan masyarakat, kemampuan SDM

dan sumber dana daerah.

4

Page 5: penanggulangan KLB

BAB II

PENANGGULANGAN PENYAKIT DBD

Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung

meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan

peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan

transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya diberbagai

wilayah Indonesia.

Jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang

terjangkit dan secara sporadis, selalu menjadi KLB setiap tahun. KLB yang terbesar

terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan IR=35,19 per 100.000

penduduk dan CFR 2.0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17 per

100.000 penduduk, namun pada tahun-tahun berikutnya tampak adanya peningkatan

IR, yaitu 15,99, 21,75, dan 19,24 per 100.000 penduduk berturut- turut pada tahun

2000 sampai 2002. Melihat kondisi tersebut penyakit DBD harus diwaspadai

kemungkinan adanya KLB lima tahunan.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya

yang disebabkan oleh virus Dengue dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu

singkat oleh karena terjadinya perdarahan dan shock. Penyakit DBD sering kali

muncul sebagai wabah. Di Asia Tenggara, penyakit ini pertama kali dilaporkan pada

tahun 1953 di Manila, selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

sendiri, penyakit DBD dilaporkan pertama kali di Surabaya dan DKI Jakarta. Pada

awalnya penyakit DBD ini merupakan penyakit perkotaan dan menyerang terutama

anak-anak usia di bawah 5 tahun. Namun, dengan perkembangan waktu penyakit ini

kemudian tidak hanya berjangkit di daerah perkotaan, tetapi juga menyebar ke daerah

pedesaan. Usia penderita juga cenderung bergeser menyerang usia dewasa. Cara

penularan penyakit DBD adalah melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang

menggigit penderita DBD kemudian ditularkan kepada orang sehat.

5

Page 6: penanggulangan KLB

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan penularan penyakit

DBD, yaitu urbanisasi yang cepat, perkembangan pembangunan di daerah pedesaan,

kurangnya persediaan air bersih, mudahnya transportasi yang menyebabkan

mudahnya lalu lintas manusia antardaerah, adanya pemanasan global yang dapat

mempengaruhi bionomik vector Aedes aegypti. Upaya pemberantasan demam

berdarah terdiri dari 3 hal, yaitu: (1) Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan

surveilans vektor, (2) Diagnosis dini dan pengobatan dini, (3) Peningkatan upaya

pemberantasan vektor penular penyakit DBD.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD merupakan tanggung

jawab bersama antara pemerintah baik lintas sektor maupun lintas program dan

masyarakat termasuk sektor swasta. Tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam

upaya pemberantasan penyakit DBD antara lain membuat kebijakan dan rencana

strategis penanggulangan penyakit DBD, mengembangkan teknologi pemberantasan,

mengembangkan pedoman pemberantasan, memberikan pelatihan dan bantuan teknis,

melakukan penyuluhan dan promosi kesehatan serta penggerakan masyarakat.

1.1. Kendala Pencegahan DBD

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dewasa.

Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan menggunakan racun serangga

(insektisida) yang disemprotkan atau dengan pengasapan (fogging) bila

dilakukan pada wilayah yang luas. Dengan fogging yang disemprotkan ke

udara, maka nyamuk dewasa yang beterbangan atau yang hinggap di tempat

persembunyiannya di lingkungan rumah penderita akan mati. Semua insektisida

adalah bahan beracun yang jika penggunaannya tidak tepat dapat mengganggu

kesehatan manusia maupun hewan dan dapat mencemari lingkungan.

Gagalnya atau tidak efektifnya fogging dapat terjadi akibat salahnya lokasi

pengasapan (yang diasapi adalah got-got atau saluran kota yang kotor dan

mampet, bukan sarang nyamuk Aedes aegypti). Selain itu, penggunaan

insektisida yang tidak tepat dosisnya atau tidak tepat jenisnya dapat menjadikan

6

Page 7: penanggulangan KLB

fogging tidak memberikan hasil yang memuaskan atau gagal sama sekali.

Takaran insektisida yang dikurangi (asal bau obat), selain termasuk kategori

korupsi, juga dapat menimbulkan dampak serius di kemudian hari, yaitu

terjadinya kekebalan nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida yang

digunakan saat ini. Karena nyamuk dewasa Aedes aegypti berada di dalam

lingkungan rumah tinggal, penggunaan insektisida menjadi rawan keracunan

bagi penghuni dan lingkungan hidup sekitar rumah.

Keberadaan sarang nyamuk Aedes aegypti di dalam rumah memerlukan

tindakan yang spesifik. Pemberian abate untuk membunuh jentik nyamuk yang

terdapat di dalam air bak kamar mandi atau tandon air bersih lainnya cukup

efektif mencegahnya berkembang biak. Menutup rapat tempat penyimpanan air

bersih dan mengurasnya sesering mungkin akan bermanfaat mengurangi

kesempatan nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak. Dari jentik nyamuk

yang hidup di dalam air (tandon air), termasuk kaleng-kaleng berisi air atau bak

mandi, dalam waktu beberapa hari akan tumbuh nyamuk dewasa. Karena itu,

sebelum larva berubah jadi nyamuk dewasa, sarang nyamuk harus segera

dimusnahkan. Gerakan PSN harus dilakukan terus-menerus, sepanjang tahun,

baik di musim hujan maupun di musim kemarau, selama tandon-tandon air

masih dijumpai. PSN harus dilakukan segenap warga. Sebab, jika ada satu

rumah saja tidak melakukan PSN, ia menjadi sumber terbentuknya populasi

nyamuk Aedes aegypti untuk wilayah di sekitarnya. Apalagi nyamuk Aedes

aegypti mampu terbang dalam radius 100 meter dari sarang asalnya.

Fogging ditujukan untuk memberantas nyamuk betina dewasa karena hanya

nyamuk betina yang mengisap darah. Dengan melakukan fogging di sekitar

tempat tinggal penderita, nyamuk dewasa yang beterbangan atau yang hinggap

di tempat persembunyiannya di lingkungan rumah penderita akan mati. Dengan

demikian, penularan virus oleh nyamuk dapat dihentikan segera. Karena itu,

pada waktu ada laporan kasus DBD di satu rumah, seharusnya segera dilakukan

7

Page 8: penanggulangan KLB

fogging terhadap rumah tinggal penderita dan area dengan radius 100 meter di

sekitarnya. Tidak usah menunggu terjadinya KLB atau wabah yang lebih luas.

Selain itu, sebelum seseorang menunjukkan gejala klinis DBD dalam

darahnya sudah beredar virus dengue yang dapat ditularkan kepada orang lain.

Fogging tidak akan berefek lama dan tidak boleh dilakukan terus-menerus

karena insektisida yang digunakan adalah bahan beracun, baik untuk manusia

maupun lingkungan hidup. Karena itu, fogging harus segera diikuti dengan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hal ini harus dilakukan karena sarang-

sarang nyamu merupakan sumber produksi nyamuk dewasa. Sosialisasi dalam

pelaksanaan PSN dan cara hidup gotong royong harus kembali digalakkan,

misalnya, melalui GGPSN (Gebyar Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk),

sehingga setiap warga dapat saling melindungi diri, keluarga, dan

lingkungannya dari penularan DBD.

Adanya nyamuk Aedes aegypti penular DBD sepanjang tahun di Indonesia

menyebabkan penularan virus dengue juga akan terjadi sepanjang tahun, baik

dimusim penghujan maupun di musim kemarau. Karena itu, jika terdapat

laporan adanya kasus DBD, untuk mencegah penyebaran penyakit, tindakan

yang pertama- tama harus dilakukan adalah memberantas nyamuk dewasa di

lingkungan tempat tinggal penderita dan sekitarnya dengan melakukan fogging,

tanpa menunggu terjadinya KLB. Fogging akan sangat efisien jika dilakukan

pada waktu populasi nyamuk masih rendah. Jika terjadi kegagalan fogging,

harus dicari penyebabnya, apakah telah terjadi resistensi nyamuk terhadap

insektisida yang digunakan, ataukah terjadi "kesalahan teknis" di lapangan.

1.2. Tata Laksana Penanggulangan DBD

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan

kagiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus,

sehingga kemungkinan penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat

dicegah. Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat

8

Page 9: penanggulangan KLB

diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran

pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam memberantas jentik

nyamuk penularnya.

A. Penyelidikan Epidemiolegis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD

atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD

di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk

tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya100 m. Tujuannya

adalah untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta

tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat

penderita. PE juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan

tersangka DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular

DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan

dilakukan.

B. Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular

DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan dan

penyemprotan (pengasapan) menggunakan insektisisda sesuai kriteria.

Tujuannya adalah membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya

KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan

sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber

penularan DBD lebih lanjut.

9

Page 10: penanggulangan KLB

Bagan Penanggulangan Fokus (Penanggulangan Penderita DBD di Lapangan)

Ya Tidak

C. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan

yang meliputi : pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor

penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian

penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB.

Tujuannya adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di

suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Penilaian Penanggulangan

KLB meliputi penilaian operasional dan penilaian epidemiologi. Penilaian

operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage)

10

Penderita/ Tersangka DBD

Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Ada penderita DBD lain atau ada jentik dan ada penderita panas ≥ 3 orang dan ditemukan jentik (≥ 25%)

- Penyuluhan

- PSN DBD

- Fogging radius 200m

- Penyuluhan

- PSN FDBD

- Larvasidasi

- Pemeriksaan jentik

- Pencarian penderita

Page 11: penanggulangan KLB

pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini

dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang

direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan

penilaian epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya

penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD dengan cara

membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah

penanggulangan KLB.

D. Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)

adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular

DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya

adalah mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat

dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka

Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan

dengan ”3M”, yaitu (1) menguras dan menyikat tempat-trempat

penampungan air, (2) menutup rapat-arapat tempat penampungan air, dan

(3) mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan.

E. Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur

oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik).

Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular demam

berdarah dengue termasuk memotivasi keluarga/masyarakat dalam

melaksanakan PSN DBD.

11

Page 12: penanggulangan KLB

1.3. Peran Masyarakat dalam Penanggulangan DBD

Masyarakat berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD. Sebagai

contoh: peran masyarakat dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat

dapat mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah

satu anggota keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan terdekat. Sehingga bisa dilakukan penegakan diagnosa

secara dini dan diberikan pertolongan dan pengobatan dini.

Pertolongan pertama kepada tersangka penderita DBD dapat dilakukan di

rumah sebelum dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan yaitu dengan

memberikan minum sebanyak-banyaknya dengan oralit, the manis, sirup, juice

buah-buahan, pemberian obat penurun panas seperti paracetamol. Obat penurun

panas yang tidak boleh diberikan adalah dari jenis yang mengandung asam

salisilat yang dapat memperberat perdarahan. Tujuan pemberian pertolongan

pertama di atas adalah untuk mempertahankan volume cairan dalam pembuluh

darah penderita sehingga dapat membantu mengurangi angka kematian karena

DBD.

Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang

merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam

rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan

datang. Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat

berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan

serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui nyamuk

Aedes aegipty adalah nyamuk domestic yang hidup sangat dekat dengan

pemukiman penduduk seperti halnya Culex. Sehingga upaya pemberantasan dan

pencegahan penyebaran penyakit DBD adalah upaya yang diarahkan untuk

menghilangkan tempat perindukan (breeding places) nyamuk Aedes aegypti

yang ada dalam lingkungan permukiman penduduk. Dengan demikian gerakan

PSN dengan 3M Plus yaitu Menguras tempat-tempat penampungan air minimal

seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik

12

Page 13: penanggulangan KLB

nyamuk Aedes aegypti, Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar

nyamuk Aedes aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu, Mengubur/membuang

pada tempatnya barang-barang bekas seperti ban bekas, kaleng bekas yang

dapat menampung air hujan.

Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan

menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot

rumah dengan obat nyamuk yang tersedia luas di pasaran. Hal sederhana

lainnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan baju dengan

baik agar tidak menjadi tempat hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti.

Sejak dulu tidak ada yang berubah dengan bionomik atau perilaku hidup

nyamuk Aedes aegypti sehingga teknologi pemberantasannya pun dari dulu

tidak berubah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD oleh masyarakat sangat besar,

boleh dikatakan lebih dari 90% dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit

DBD. Dan upaya tersebut sangat berkaitan dengan faktor perilaku dan faktor

lingkungan.

Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M

Plus dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak,

sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah

perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup

nyamuk Aedes aegypti aegypti.

Berbagai gerakan yang pernah ada dimasyarakat seperti Gerakan Disiplin

Nasional (GDN), Gerakan Jumat Bersih (GJB), Adipura, Kota Sehat dan

gerakan- gerakan lain serupa dapat dihidupkan kembali untuk membudayakan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika ini dilakukan maka selain

penyakit DBD maka penyakit-penyakit lain yang berbasis lingkungan seperti

leptospirosis, diare dan lain-lain akan ikut terberantas ibaratkan "sekali

merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui...."

13

Page 14: penanggulangan KLB

Keberhasilan Jenderal WC Gorgas memberantas nyamuk Aedes aegypti

untuk memberantas demam kuning (Yellow Fever) lebih dari 100 tahun yang

lalu di Kuba dapat kita ulangi di Indonesia. Teknologi yang digunakan oleh

Jenderal Gorgas adalah gerakan PSN yang dilaksanakan serentak dan secara

besar-besaran di seluruh negeri. Agar gerakan yang dilakukan oleh Jenderal

Gorgas bisa dilakukan di Indonesia diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh

jajaran struktur pemerintahan bersama-sama masyarakat dan swasta.

Berbagai negara yang mempunyai masalah yang sama dengan Indonesia

menggunakan berbagai macam pendekatan dalam melakukan PSN antara lain

Singapura dan Malaysia menggunakan pendekatan hukum yaitu masayarakat

yang rumahnya kedapatan ada jentik Aedes aegypti dihukum dengan membayar

denda. Sri Lanka menggunakan gerakan Green Home Movement untuk tujuan

yang sama yaitu menempelkan stiker hijau bagi rumah yang memenuhi syarat

kebersihan dan kesehatan termasuk bebas dari jentik Aedes aegypti dan

menempelkan stiker hitam pada rumah yang tidak memenuhi syarat kebersihan

dan kesehatan. Bagi pemilik rumah yang ditempeli stiker hitam diberi

peringatan 3 kali untuk membersihan rumah dan lingkungannya dan jika tidak

dilakukan maka orang tersebut dipanggil dan didenda.

Dalam era otonomi dan desentralisasi saat ini Pemerintah Kabupaten/Kota

dalam mengatur rumah tangganya sendiri dapat melakukan gerakan-gerakan

inovatif seperti yang disebutkan di atas yang didukung dengan berbagai

Peraturan Daerah.

1.4. Kebijakan Penanggulangan Penyakit DBD

Departemen Kesehatan telah melewati pengalaman yang cukup panjang

dalam penanggulangan penyakit DBD. Pada awalnya strategi utama

pemberantasan DBDadalah pemberantasan nyamuk dewasa melalui

pengasapan. Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang

ditaburkan ke Tempat Penampungan Air (TPA). Kedua metode ini sampai

14

Page 15: penanggulangan KLB

sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan dimana terbukti dengan

peningkatan kasus dan bertambahnya jumlah wilayah yang terjangkit DBD.

Mengingat obat dan vaksin untuk membunuh virus dengue belum ada, maka

cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD ialah dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilaksanakan oleh

masyarakat/keluarga secara teratur setiap seminggu sekali. Kebijakan dalam

rangka penanggulangan menyebarnya DBD adalah (1) peningkatan perilaku

dalam hidup sehat dan keamandiriian masyarakat terhadap penyakit DBD, (2)

meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD, (3)

meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pemberantasan DBD,

dan (4) memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program.

Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui:

1. Pemberdayaan masyarakat, Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam

pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan salah satu

kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Untuk

mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya

KIE, social marketing, advokasi, dan berbagai upaya penyuluhan

kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan

melalui berbagai media massa dan sarana.

2. Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit DBD, Upaya

pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector

kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat

menentukan. Oleh sebab itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai

mitra maupun pelaku potensial, merupakan langkah awal dalam

menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan

kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala, guna

memadukan berbagai sumber daya yang tersedia di masing-masing

15

Page 16: penanggulangan KLB

mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap

pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.

3. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program, SDM yang terampil

dan menguasai IPTEK merupakan salah satu unsur penting dalam

pelaksanaan program P2 DBD. Pengetahuan mengenai Bionomic vektor,

virology dan faktor-faktor perubahan iklim, tata laksana kasus harus

dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam

penyususnan kebijaksanaan program P2 DBD.

4. Desentralisasi, Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada

kabupaten/kota. Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia

kecuali didaerah yang di atas 1000 m diatas permukaan air laut. Angka

kesakitan penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah

lain, dikarenakan perbedaan situasi dan kondisi wilayah.

5. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan. Meningkatnya mutu

lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit DBD

karena di tempat tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan

setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vector

sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, sosialisasi,

dan berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak yang terkait perlu

dilaksanakan agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam

pemberantasan penyakit DBD.

Pokok- pokok program pemberantasan DBD mencakup (1) Kewaspadaan

dini DBD, (2) Pemberantasan vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, dan

pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, (3)

Bulan Bakti gerakan ”3M”, (4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas

melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) untuk mengurangi persebaran lebih

luas dan tindakan yang lebih tepat, (5) penanggulangan KLB, (6) peningkatan

16

Page 17: penanggulangan KLB

profesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta Masyarakat dann PSN DBD,

(8) Penelitian.

1.5. Kendala Penanggulangan DBD

Kendala penting yang masih terjadi saat ini adalah kurang atau tidak adanya

koordinasi dari instansi-instansi yang seharusnya terkait dalam menangani DBD

sehingga menimbulkan masalah tersendiri di lapangan. Penanganan DBD tidak

semata-mata tugas Dinas Kesehatan, melainkan juga terkait dengan instansi

lainnya. Instansi-instansi yang mengatur tata kota dan permukiman, kebersihan

dan lingkungan hidup, bahkan Dinas Pendidikan, serta instansi penyedia sarana

air bersih (PDAM) juga harus ikut pula berpartisipasi. Sebagai contoh, selama

PDAM belum mampu menyediakan air bersih untuk seluruh penduduk, maka

penduduk masih terpaksa menyiapkan bak mandi dan tandon-tandon air (yang

dapat menjadi sarang nyamuk) untuk menampung air yang sering hanya

menetes bahkan mampet. Karena itu, sarang-sarang nyamuk Aides akan tetap

ada disepanjang tahun, baik di musim penghujan maupun di musim kemarau.

Dengan demikian, populasi nyamuk Aides dewasa yang mempunyai potensi

menyebarkan virus dengue juga akan selalu dijumpai dan menjadi sumber

penularan disepanjang tahun.

Kebijakan desentralisasi juga berpengaruh terhadap koordinasi antara pusat

dan daerah dalam kewenangan penanganan DBD. Kebijakan tersebut terkait

dengan anggaran kesehatan untuk pencegahan serta pemberantasan penyakit

menular, yang memang membutuhkan biaya sangat tinggi. Dengan adanya

kewenangan penanganan yang didaerahkan terkadang menyulitkan dalam

koordinasi penganggaran. Pihak daerah seringkali kewalahan dalam penyediaan

biaya operasional penanganan penyakit karena keterbatasan sumberdaya, baik

dana maupun tenaga. Disisi lain adanya desentralisasi sumber daya yang

dimiliki, pemerintah pusat mengalami kendala dalam pendistribusiannya ke

17

Page 18: penanggulangan KLB

daerah. Hal ini menjadi faktor penghambat praktek penanganan kasus di

lapangan.

18

Page 19: penanggulangan KLB

BAB III

PEMBAHASAN

1.6. Penanggulangan KLB Penyakit DBD di Indonesia

Memasuki awal tahun 2004 di Indonesia, jumlah kasus DBD mengalami

peningkatan yang cukup bermakna. Sejak tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 5

Maret 2005 secara kumulatif, jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani

sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 (CFR = 1,53%). Sedangkan

KLB DBD pada tahun 1998 jumlah penderita 71.776 orang dengan kematian 2.441

jiwa (CFR = 3,4%). Pada tahun 1998 perhatian masyarakat tertuju pada euforia

reformasi sehingga perhatian terhadap KLB DBD kurang. Diharapkan dengan upaya

penanggulangan yang dilakukan, angka kumulatif penderita DBD sampai bulan

Desember 2004 tidak melebihi kumulatif penderita DBD tahun 1998.

Saat ini, peningkatan kasus DBD hanya terjadi di beberapa wilayah seperti DKI

Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi. Beberapa daerah sudah dapat dikendalikan, namun

berbagai upaya masih perlu lebih ditingkatkan untuk menanggulangi meningkatnya

kasus DBD. Gambaran tentang kasus yang terjadi dibeberapa propinsi di Indonesia

dapat dilihat pada lampiran Bulletin ini.

Dari 30 Propinsi se Indonesia, Propinsi yang dilaporkan adanya KLB DBD

sebanyak 12 Provinsi yang meliputi : Nangroe Aceh Darussalam, Banten, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D. I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan

Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, NTB dan NTT. Departemen Kesehatan menyatakan

telah terjadi KLB DBD Nasional pada tanggal 16 Pebruari 2004, dengan pernyataan

ini diharapkan Pemerintah dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan komponen

yang ada di masyarakat untuk menanggulangi KLB DBD secara cepat dan tepat.

Berbagai upaya Pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi KLB DBD ini

melalui :

1. Penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan di semua rumah

sakit agar mampu memberikan pengobatan kasus - kasus DBD secara cepat

19

Page 20: penanggulangan KLB

dan tepat sehingga angka kematian dapat ditekan serendah - rendahnya. Sejak

tanggal 20 Pebruari 2004 Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan telah

membuat Kebijakan untuk membebaskan biaya bagi penderita DBD yang

tidak mampu yang dirawat di Kelas III di rumah sakit (Nomor

:143/Menkes/II/2004).

2. Melakukan pengasapan (fogging) di lokasi - lokasi yang tinggi prevalensinya

agar penyebaran penyakit dapat segera dikendalikan melalui pemberantasan

vector nyamuk Aedes Aegypti dewasa bersama - sama masyarakat dan sektor

swasta. Fogging dilakukan pada focus - fokus penularan.

3. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3 M (menguras bak mandi, menutup tandon

air dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan). Di DKI

Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah, PSN ini diintensifkan melalui

Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau

Jentik (Jumantik).

4. Melaksanakan Pertemuan Nasional Penanggulangan KLB DBD di

Jakarta,pada tanggal 5 Maret 2004 yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan dan Tim

Penggerak PKK Kabupaten/Kota yang menghasilkan kesepakatan -

kesepakatan sebagai berikut:

A. Seluruh instansi pemerintah terkait di Pusat dan Daerah perlu mengambil

langkah cepat dan tepat untuk meredam kepanikan masyarakat dengan:

a. Melaksanakan upaya intensifikasi pencegahan penyebaran kasus DBD

dengan mengutamakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara

serentak dan periodik melalui:

i. Pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali

(revitalisasi) Pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun

Kecamatan dengan focus pemberian penyuluhan kesehatan

lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala.

20

Page 21: penanggulangan KLB

ii. Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor

dengan dukungan laboratorium yang memadai.

iii. Merekrut warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik

(Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan

pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik

dan penyuluhan kesehatan.

iv. Meningkatkan peran media massa dalam penanggulangan KLB

DBD.

b. Mengupayakan Pemanfaatan Sumber Pembiayaan dari Alokasi Dana

Penanggulangan Darurat oleh Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan program

penanggulangan KLB DBD.

c. Menyiapkan sumber daya bantuan dari pemerintah Pusat melalui

Departemen Kesehatan dalam penanggulangan KLB meliputi: bantuan

teknis, logistik dan biaya operasional.

d. Melakukan kajian sero - epidemiologis untuk mengetahui penyebaran

virus dengue.

e. Mengupayakan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi maupun

Kabupaten/Kota yang mengatur pelaksanaan Pemberantasan Sarang

Nyamuk secara berkala, serentak dan berkesinambungan, guna

mengendalikan penyakit DBD agar tidak menjadi KLB/Wabah.

Penyusunan Perda ini berdasarkan ketentuan dan Peraturan

Perundangan yang berlaku.

21

Page 22: penanggulangan KLB

B. Meningkatkan pelayanan tanggap darurat (emergency) dalam penanganan

penderita KLB DBD dengan:

a. Menyiagakan sarana pelayanan kesehatan seperti: Puskesmas, Rumah

Sakit, PMI dan Laboratorium, baik milik Pemerintah maupun Swasta

untuk mendukung kegiatan penanggulangan KLB DBD.

b. Manajemen sarana pelayanan kesehatan wajib memberikan pelayanan

cepat dan tepat bagi tersangka penderita KLB DBD guna menekan

angka kematian

Pemerintah menyadari bahwa peran serta masyarakat termasuk swasta sangat

penting dalam penanggulangan KLB DBD, untuk itu Departemen Kesehatan

memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas bantuan peran serta

masyarakat termasuk perusahaan swasta dan media massa yang telah peduli ikut serta

berperan aktif bersama - sama dalam penanggulangan KLB DBD antara lain:

1. PT Baygon Indonesia Tbk yang telah memberikan bantuan logistik berupa

barang yang telah didistribusikan ke beberapa wilayah.

2. APNI atas bantuannya mencetak 55.000 lembar Leaflet.

3. Produsen Obat Nyamuk Garuda.

4. Produsen Domestos Nomos yang telah membantu dalam media informasi

melalui Televisi.

5. SCTV yang ikut membantu keluarga penderita DBD melalui SCTV Peduli

dan Posko DBD.

6. PT Bank BNI Tbk.

Diharapkan peran serta aktif masyarakat termasuk swasta akan terus berlanjut

sehingga kegiatan penanggulangan DBD dapat berjalan sesuai dengan yang

diharapkan.

Upaya Pemerintah Pusat melalui Departemen Kesehatan dalam penanggulangan

KLB DBD kali ini untuk mencapai:

22

Page 23: penanggulangan KLB

1. Penanggulangan KLB DBD ditargetkan dapat selesai dalam waktu 3 (tiga)

bulan.

2. Penurunan insidens kasus DBD sebesar 90% dari waktu KLB DBD.

3. Case Fatality Rate (CFR) : < 1%.

4. Angka kasus tahun 2004 kurang dari kasus 2003 (<35.000).

5. Kasus pada tahun 2005 kurang dari 10.000.

23

Page 24: penanggulangan KLB

BAB III

PENUTUP

1.7. KesimpulanPenyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular

berbahaya yang disebabkan oleh virus Dengue dan dapat menimbulkan

kematian dalam waktu singkat oleh karena terjadinya perdarahan dan shock.

Jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang

terjangkit dan secara sporadis, selalu menjadi KLB setiap tahun. Meskipun

sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya terkendali, tetapi

bahkan semakin mewabah.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD merupakan tanggung

jawab bersama antara pemerintah baik lintas sektor maupun lintas program dan

masyarakat termasuk sektor swasta. Tugas dan tanggung jawab pemerintah

dalam upaya pemberantasan penyakit DBD antara lain membuat kebijakan dan

rencana strategis penanggulangan penyakit DBD, mengembangkan teknologi

pemberantasan, mengembangkan pedoman pemberantasan, memberikan

pelatihan dan bantuan teknis, melakukan penyuluhan dan promosi kesehatan

serta penggerakan masyarakat.

1.8. SaranPertolongan pertama kepada tersangka penderita DBD dapat dilakukan di

rumah sebelum dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan yaitu dengan

memberikan minum sebanyak-banyaknya dengan oralit, the manis, sirup, juice

buah-buahan, pemberian obat penurun panas seperti paracetamol. Obat penurun

panas yang tidak boleh diberikan adalah dari jenis yang mengandung asam

salisilat yang dapat memperberat perdarahan. Tujuan pemberian pertolongan

pertama di atas adalah untuk mempertahankan volume cairan dalam pembuluh

darah penderita sehingga dapat membantu mengurangi angka kematian karena

DBD.

24