penangguhan doi pateka dalam perkawinan perspektif …
TRANSCRIPT
PENANGGUHAN DOI PATEKA DALAM PERKAWINAN PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(STUDI KECAMATAN BINUANG KABUPATEN POLEWALI MANDAR)
Oleh
SRIYUNDA
NIM 14.2100.022
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
ii
PENANGGUHAN DOI PATEKA DALAM PERKAWINAN PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(STUDI KECAMATAN BINUANG KABUPATEN POLEWALI MANDAR)
Oleh
SRIYUNDA
NIM 14.2100.022
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Pada Program Studi Ahwal al-Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri Parepare
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
iii
PENANGGUHAN DOI PATEKA DALAM PERKAWINAN PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(STUDI KECAMATAN BINUANG KABUPATEN POLEWALI MANDAR)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Program Studi
Ahwal al-Syakhsiyah (AS)
Disusun dan diajukan oleh
SRIYUNDA
NIM. 14.2100.022
Kepada
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama Mahasiswa : Sriyunda
Judul Skripsi : Penangguhan Doi Pateka dalam Perkawinan
Perspektif Hukum Islam (Studi Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar)
Nim : 14.2100.022
Fakultas : Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Program Studi : Ahwal al-Syakhsiyah (Hukum Keluarga)
Dasar Penetapan Pembimbing : SK. Ketua STAIN Parepare
B.3116/Sti.08/PP.00.01/10/2017
DisetujuiOleh :
PembimbingUtama : Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag.
NIP : 19711214 200212 2 002 (…………………..)
PembimbingPendamping : Wahidin, M.HI.
NIP : 19711004 200312 1 002 (…………………..)
Mengetahui :
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Dekan,
Dr. Hj. Muliati, M. Ag.
NIP: 19601231 199103 2 004
v
SKRIPSI
PENANGGUHAN DOI PATEKA DALAM PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar)
Disusun dan diajukan oleh
SRIYUNDA
NIM. 14.2100.022
Telah di pertahankan di depan Sidang Ujian Munaqasyah
Pada tanggal 25 Januari 2019 dan
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Mengesahkan
Dosen Pembimbing
Pembimbing Utama : Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag.
NIP : 19711214 200212 2 002 (…………………………..)
Pembimbing Pendamping : Wahidin, M.HI.
NIP : 19711004 200312 1 002 (…………………………..)
Institut Agama Islam Negeri Parepare Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Rektor, Dekan,
Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si. Dr. Hj. Muliati, M. Ag.
Nip. 19640427 198703 1 002 Nip. 19601231 199103 2 004
vi
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul Skripsi : Penangguhan Doi Pateka dalam Perkawinan
Perspektif Hukum Islam (Studi Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar)
Nama Mahasiswa : Sriyunda
Nim : 14.2100.022
Fakultas : Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Program Studi : Ahwal al-Syakhsyiah (Hukum Keluarga)
Dasar Penetapan Pembimbing : SK. Ketua STAIN Parepare
B.3116/Sti.08/PP.00.01/10/2017
Tanggal Kelulusan : 25 Januari 2019
Disahkan Oleh Komisi Penguji
Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag. (Ketua) (………………………...)
Wahidin, M.HI. (Sekretaris) (………………………...)
Dr. H. Sudirman L, M.H. (Anggota) (………………………...)
Dr. Hj. Saidah, S.Hi., M.H. (Anggota) (………………………...)
Mengetahui:
Institut Agama Islam Negeri Parepare
Rektor,
Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si.
Nip. 19640427 198703 1 002
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil „alamin, puji syukur kehadirat Allah Swt, berkat
Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat
serta salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad Saw,
beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah
dalam sunnahnya hingga akhir jaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar “Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam”
Institut Agama Islam Negeri Parepare. Dengan judul “Penangguhan Doi Pateka
dalam Perkawinan Perspektif Hukum Islam (Studi Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telah banyak begitu banyak pihak yang
telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Melalui kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis Ayahanda Hendra dan Ibunda Hapia tercinta, terima
kasih yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan
ketulusannya dalam mendampingi penulis, serta dukungan yang telah
diberikan baik moril maupun materil yang belum tentu penulis dapat
membalasnya, sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam
menyelesaikan tugas akademik tepat pada waktunya. Dan untuk saudaraku
Zulkifli yang telah memberi semangat dan motivasi serta tantangan kepada
penulis sehingga penulis tertantang untuk menyelesaikan skripsi ini.
viii
2. Bapak Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si sebagai Rektor IAIN Parepare yang
telah bekerja keras mengolah pendidikan di IAIN Parepare.
3. Ibu Dr. Hj. Muliati,M.Ag. Sebagai dekan fakultas syariah dan ilmu hukum
atas pengabdiannya telah memberikan kontribusi besar dan menciptakan
suasana pendidikan yang positif bagi mahasiswa IAIN Parepare khususnya di
fakultas syariah dan ilmu hukum Islam.
4. Ibu Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag sebagai ketua prodi Hukum Keluarga
(AS) beserta stafnya yang telah memberikan kontribusi besar pada prodi ini
dan atas dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian studi.
5. Ibu Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag sebagai pembimbing utama dan Bapak
Wahidin. M.HI Sebagai pembimbing pendamping. Atas bimbingan dan
bantuan yang telah diberikan untuk penyelesaian skripsi ini.
6. Kepala perpustakaan IAIN Parepare beserta seluruh stafnya yang memberikan
pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di IAIN Parepare, terutama
dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak/Ibu Dosen tercinta yang telah memberikan dukungan dan motivasi
yang besar selama menjalani perkuliahan dan terkhusus dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Keluarga besar penulis yang senantiasa selalu memberikan dukungan baik
berupa moril ataupun materil dan doa serta motivasi.
9. Untuk sahabatku Rezky Wahyuni tersayang syukron atas kebersamaannya,
bantuannya, serta selalu memberi dukungan dan motivasi setia selalu
menemani baik suka ataupun duka. Serta kepada anggota sekaliku (Erni
Windasari) terima kasih telah menemai selama empat tahun terkahiri ini yang
ix
begitu berwarna mulai awal masuk kuliah hingga dalam penyusunan skripsi
ini.
10. Teman kos Khaerunnisa terkhusus teman sekamar yang selalu menemani dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Walau terkadang kalian
menjengkelkan terima kasih atas dukungannya selama ini.
11. Teman-teman seperjuangan penulis Prodi Hukum Keluarga (AS) angakatan
2014.
12. Teman-teman posko Buntu Pema 2017 yang selalu menyemangati penulis
serta selalu menghibur dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Keluarga besar Sumpa Pattae yang telah memberikan banyak pelajaran,
pengalaman, dan kebersaman kepada penulis.
14. Dan kepada pihak-pihak yang telah begitu banyak membantu namun tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi kita
semua, terima kasih untuk bantuannya selama ini semoga juga dapat menjadi amal
ibadah di hadapan-Nya, Amin.Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kesalahan dalam penyususnan skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di kemudian hari.Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
di bidan Ahwal al-Syakhsiyah (Hukum Keluarga).
Parepare, 07 Januari 2019
Penyusun,
SRIYUNDA
NIM. 14.2100.022
x
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang betanda tangan di bawah ini:
Nama : Sriyunda
Nim : 14.2100.022
Tempat/Tgl. Lahir : Amola, 21 Agustus 1996
Program Studi : Ahwal al-Syakhsiyah
Fakultas : Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Judul Skripsi : Penangguhan Doi Pateka dalam Perkawinan Perspektif
Hukum Islam (Studi Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali
Mandar)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan karya saya sendiri, bukan merupakan duplikat, tiruan, plagiat yang dibuat
oleh orang lain. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
keseluruhan skripsi ini karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Parepare, 07 Januari 2019
Penyusun,
SRIYUNDA
xi
ABSTRAK
SRIYUNDA.Penangguhan Doi Pateka Dalam Perkawinan (Studi di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar), (dibimbing olehHj. Rusdaya Basri. dan Wahidin.)
. Skripsi ini membahas tentang: - Bagaimana gambaran penagguhan doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar. - Bagaimana implikasi penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar. .- Bagaimana perspektif hukum Islam mengenai penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Penelitian ini adalahfield research dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini adalah pemahaman masyarakat tentang penangguhan doi pateka dalam pernikahan serta mengetahui perspektif hukum Islam tentang penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.Penelitian ini menggunakan pendekatan teologis normatif dan sosiologi, sumber data penelitin ialah sumber data primer dan data sekunder.Tekhnik pengumpula data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Gambaran penangguhan doi pateka dalam perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar pembayarannya dapat ditangguhkan yaitu dibayarakan dua kali karena adanya syarat-syarat terentu sehigga doi pateka dapat ditangguhkan atau diperlambat 2) Implikasi yang terjadi akibat dari Penangguhan doi pateka atau uang belanja itu sendiri ialah berdampak positif melihat bahwa laki-laki tersebut orang yang mampu dan bertabggungjawab serta tidak ingkar janji dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak 3) Perspektif Hukum Islam tentang penangguhan doi pateka ialah doi pateka atau uang belanja tidak diwajibkan dalam Islam yang diwajibkan hanyalah mahar tanpa adanya doi pateka atau uang belanja pernikahan dapat dilangsungkan dengan adanyanya mahar. Melihat dampak yang terjadi pada saat doi pateka ditangguhkan lebih mendatangkan dampak positif maka hal tersebut dibolehkan dengan merujuk terhadap maslahat mudharatnya.
Kata Kunci: Penangguhan Doi Pateka.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iv
PENGESAHAN KOMISI PEMBIMBING.......................................................... v
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ................................................................. vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................ x
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ..................................................................... 8
2.2 Tinjauan Teoritis ........................................................................................ 11
2.2.1 Penangguhan .................................................................................. 19
2.2.2 Doi Pateka………………………………………………………………..19
2.2.3 Teori Urf” .......................................................................................... 22
xiii
2.2.3 Teori Maslahat Mudharat .................................................................. 24
2.3 Tinjauan Konseptual .................................................................................. 27
2.4 Bagan Kerangka Pikir ................................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 30
3.3 Fokus Penelitian ......................................................................................... 32
3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 32
3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 33
3.6 Analisis Data .............................................................................................. 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Peangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar ..................................................................... 37
4.2 Implikasi yang ditimbulkan akibat penangguhan doi pateka
di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar................................. 48
4.3 Perspektif hukum Islam tentang penangguhan doi pateka
di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar................................. 55
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 62
5.2 Saran ........................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65
LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Lampiran
1 Pedoman Wawancara
2 Keterangan Wawancara
3 Surat Izin Meneliti
4 Surat Keterangan Penelitian
5 Dokumentasi
6 Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya mempunyai beberapa kebutuhan, diantaranya adalah
kebutuhan untuk reproduksi, memperoleh kenikmatan, kasih sayang, dan sebagainya
melalui pranta perkawinan.1 Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir batin,
antara seorang pria dan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada
tuntutan agama. Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan masyarakat. Oleh
karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan
bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan
terlarang dapat dihindari. Pemberian mahar suami sebagai lambang kesungguhan
suami terhadap istri.2 Selain pemberian mahar kepada istri yang dianggap wajib
pemberian doi pateka (uang belanja) juga dianggap wajib dalam suatu pernikahan.
Perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha Esa.3
Perkwinan merupakan unsur kehidupan manusia yang sangat penting. Dalam
ajaran agama perkawinan termasuk salah satu ibadah yang rukun dan syaratnya telah
1Unun Roudlotul Janah, Dialogia Jurnal Hukum Islam dan Sosial Agama dan Solidaritas
Sosial (Ponorogo: Jurusan Ushuluddin STAIN Ponorogo, 2003), h. 242.
2Iim Fathimah, Ahkam Jurnal Hukum Islam Mahar Dalam Perspektif Islam (Tulungagung:
Jurusan Syariah STAIN Tulungagung, 2013), h. 127.
3Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Bab 1 Pasal.
1.
2
2
ditentukan di dalam al-Qur‟an dan hadis. Seiring dengan perkembangan zaman
perkawinan juga telah banyak dipengaruhi oleh corak budaya dan tradisi masyarakat
setempat. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, dan
adat istiadat. Dalam adat istiadat masyarkat terkait dengan perkwinan bukan hanya
mahar yang diwajibkan sebagai syarat perkawinan. Tapi pemberian doi pateka atau
uang belanja itu sendiri sudah menjadi tradisi dalam perkawinan khususnya yang
berada di pulau Sulawesi.
Doi pateka itu sendiri bermakna uang belanja untuk pengantin mempelai
wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan adat suku Bugis Makassar di
Sulawesi Selatan yang mereka bisa sebut dengan istilah Uang Panai (uang belanja).
Doi pateka itu sendiri merupakan istilah dari masyarakat pattae yang ada di Sulawesi
Barat, tapi maknanya sama yaitu uang belanja dalam pernikahan. Doi pateka ini sejak
dulu berlaku sebagai mahar jika pria ingin melamar wanita idamannya hingga
sekarang. Doi pateka sendiri memiliki kedudukan sama dengan mahar yang wajib
dibayarkan oleh pengantin pria kepada pihak pengantin wanita. Namun, doi pateka
ini biasanya menjadi beban bagi pria untuk melamar wanita idamannya karena
jumlahnya tidaklah sedikit, nilainya bahkan bisa mencapai miliaran rupiah.
Doi pateka memiliki kelas dengan strata sang wanita mulai dari kecantikan,
pendidikan, hingga pekerjaan.4 Pengaruh faktor pendidikan misalnya, jika gadis yang
dilamar memiliki pendidikan sarjana harga uang belanja akan lebih mahal dari gadis
4Hendro Cipto, Uang Panai Tanda Penghargaan Untuk Meminang Gadis Bugis Makassar
(Online) Makassar, edisi 13 Maret 2017, no. 08532951 http://regional.kompas.com/read, (diakses 14
Maret 2018)
lulusan SMA. Masih banyak faktor yang mempengaruhi nilai doi pateka, seperti sang
gadis misalnya sudah berhaji atau belum. Meski demikian, doi pateka masih bisa
didiskusikan oleh keluarga kedua calon mempelai. Nilai doi pateka yang mahal kerap
dipertanyakan. Konon zaman dulu para orang tua ingin melihat keseriusan sang pria
dalam melamar anak wanitanya sehingga sang pria betul-betul berusaha
mengupayakan uang belanja untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa doi pateka sangatlah memberatkan,
mengingat besarnya nilai yang harus dibayarkan oleh mempelai pria kepada
mempelai wanita sebagai sebuah penghargaan dan bentuk penghormatan terhadap
norma dan strata sosial. Bagi wanita seorang pria yang berjuang untuk memenuhi
besaran doi pateka adalah simbol ketulusan dan kesungguhan untuk meminangnya.5
Bagi lak-laki yang ingin meminang perempuan berdarah Bugis-Makassar-Mandar
pastinya mempersiapkan beberapa hal. Selain mahar yang diwajibkan dalam Islam
ada pula doi pateka yang bermakna pemberian uang dengan nominal tertentu dari
keluarga pihak calon mempelai laki-laki kepada keluarga pihak calon mempelai
perempuan dengan tujuan keluarga pihak perempuan dapat menggelar pesta yang
megah saaat pernikahannya.
Adapun proses penentuan doi pateka yang mana pihak keluarga mempelai
laki-laki mengirimkan utusan kepada pihak keluarga perempuan untuk membahas
jumlah doi pateka. Pada umunya yang menjadi utusan adalah orang yang dituakan
dalam garis keluarga dekat misalanya kakek, ayah, paman, atau kakak laki-laki.
Setelah berkumpul pihak keluarga menyebutkan harga doi pateka yang ditentukan.
5Daeng Senja, Uang Panai antara Budaya Siri atau Syariah Islam (Online) Makassar, edisi
29 Maret 2017, http://www.kompasiana.com/red (akses 14 Maret 2018)
Apabila dari pihak laki-laki menyanggupi maka selesailah tahapan tersebut. Tapi jika
pihak laki-laki merasa terlalu mahal maka terjadilah tawar menawar jumlah nominal
yang disepakati antara kedua belah pihak. Setelah disepakati kedua belah pihak
kemudian membicarakan waktu penyerahan doi pateka sekaligus membahas mahar.
Pemberian doi pateka terlebih dahulu melalui kesepakatan antara kedua belah pihak,
dimana doi pateka terbilang wajib dibayarkan dan dapat dilakukan dua kali yaitu pada
hari dimana keluarga mempelai pria mengantarkan uang belanja atau doi pateka
beserta seluruh aksesoris perkawinan, dan sisanya dapat dibayarkan pada saat nikah
akan dilakukan. Adapun pembahasan mahar tidak serumit doi pateka biasanya hanya
berkisar Rp. 10.000 sampai jutaan, mahar untuk saat ini biasanya lebih
mengutamakan aset seperti emas atau tanah.
Jumlah doi pateka untuk sekarang ini biasanya berkisar 20 juta sampai ratusan
juta tergantung kesepakatan saat negosiasi. Sedangkan untuk tolak ukur tingginya doi
pateka disebabkan beberapa faktor seperti status sosial keluarga perempuan apa ia
dari keluarga bangsawan atau tidak. Namun, untuk sekarang faktor ini sudah tidak
terlalu diperhatikan lagi. Status ekonomi keluarga pihak perempuan semakin kaya
calon mempelai semakin tinggi pula doi pateka yang dipatok, jenjang pendidikan
besar kecilnya doi pateka sangat berpengaruh pada jenjang pendidikan calon istri, dan
kondisi fisik calon istri yang dimaksud ialah paras yang cantik, tinggi badan, dan kulit
putih. Semua faktor ini tetap saling berhubungan, bisa saja calon istri tidak memiliki
paras cantik tapi kondisi ekonomi yang kaya tetap saja doi pateka atau uang belanja
akan tetap tinggi.6
6Amri N Haruna, Adat Uang Panaik dalam Pernikahan Mandar (Online) Sulwesi Barat,
edisi 20 Agustus 2015, http://budaya-indonesia-org (akses 10 Agustus 2018)
Penentuan jumlah doi pateka juga menjadi suatu cara untuk dapat mengangkat
status sosial dalam masyarakat. Bagi pihak keluarga perempuan dapat mematok
jumlah doi pateka yang tinggi adalah suatu kehormatan tersendiri, begitupun untuk
mempelai pria apabila dapat menyanggupi jumlah doi pateka yang tinggi akan
menjadi kebanggaan bagi mempelai dan keluarganya. Dalam beberapa kasus adapula
pihak laki-laki tidak dapat menyanggupi sehingga memilih untuk merantau dan
sekembalinya nanti akan memenuhi jumlah doi pateka yang ditetapkan keluarga
pihak perempuan. Namun, apabila kedua mempelai telah menjalin hubungan yang
serius tetapi pihak laki-laki tidak menyanggupi jumlah doi pateka maka kadang
pasangan ini memilih silariang atau kawin lari. Tetapi biasanya sebelum mufakat
penentuan jumlah doi pateka keluarga pihak perempuan memang telah mematok
perkiraan jumlah sehingga pihak laki-laki telah mempersiapkan uangnya.7
Makna doi pateka atau uang belanja sebenarnya merupakan bentuk
penghormatan kepada wanita. Tetapi melihat realitas yang ada, arti doi pateka ini
sudah bergeser dari maksud sebenarnya. Doi pateka sudah menjadi ajang gengsi
untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan. Tidak jarang untuk
memenuhi permintaan doi pateka calon mempelai pria harus rela berhutang, karena
apabila syarat tersebut tidak dipenuhi akan dianggap sebagai budaya malu atau siri
dan jika tidak ada doi pateka berarti tidak pernikahan. Terkadang doi pateka dianggap
sebagai senjata penolakan pihak perempuan jika laki-laki tersebut tidak direstui oleh
orang tua pihak perempuan, tingginya jumlah doi pateka membuat pihak laki-laki
tidak sanggup memenuhinya.
7Amri N Haruna, Adat Uang Panaik dalam Pernikahan Mandar (Online) Sulawesi Barat,
edisi 20 Agustus 2015, http://budaya-indonesia-org (10 Agustus 2018)
Doi pateka memang menjadi gengsi sosial tersendiri demi menjaga martabat
keluarga karena adanya pertimbangan perpesi orang lain di luar keluarga kedua
mempelai. Karena jika ada pernikahan maka yang sering kali jadi buah bibir utama
adalah berapa doi pateka atau uang belanjanya ?. Dari sinilah dapat terlihat jelas
bahwa doi pateka sangat dijadikan sebagai momok penting untuk mengangkat citra
suatu keluarga dan sebagai gengsi dalam kehidupan mereka.
Sehubungan dengan beberapa wacana di atas dapat disimpulkan bahwa
perkawinan kini terlihat sebagai suatu ajang persaingan dalam mengangkat derajat
sosial di masyarakat dan berfokus bagaimana memeriahkan walimah, dengan adanya
pemberian doi pateka atau uang belanja yang dijadikan syarat mutlak dapat
terlaksananya suatu perkawinan sehingga seakan melupakan hakikat dan tujuan serta
hikmah perkawinan itu sendiri.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penangguhan Doi Pateka
dalam Perspektif Hukum Islam ?” dengan sub masalah sebagai berikut:
1.1.1 Bagaimana gambaran penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang
Kabupaten Poewali Mandar ?
1.1.2 Bagaimana implikasi penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar ?
1.1.3 Bagaimana perspektif hukum Islam mengenai penangguhan doi pateka ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untu :
1.2.1 Untuk mengetahui gambaran penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar.
1.2.2 Untuk mengetahui implikasi penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar.
1.2.3 Untuk mengetahui perspektif hukum Islam mengenai penngguhan doi pateka.
1.3 Kegunaan atau Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara umum diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan
terutama dalam memahami dan mengartikan tentang doi pateka atau uang belanja
dalam tradisi perkawinan. Adapun manfaat lain yang diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Manfaat ilmiah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
baru bagi masyarakat, dan memberikan bahan bacaan yang bermanfaat bagi
mereka yang ingin mendapatkan informasi mengenai penangguhan doi pateka
pada masyarakat di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
1.3.2 Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar dan arah pemikiran bagi pengkajian dan pengembangan ilmu dalam
masyarakat, diharapkan sebagai masukan pemahaman bagi masyarakat dalam
memahami doi pateka atau uang belanja dalam tradisi perkawinan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Hj. Rusdaya Basri. Dalam penelitiannya pada
tahun 2015 yang berjudul “Sompa Dan Dui‟ Menre‟ Dalam Tradisi Perkawinan Bugis
Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap” (Analisis Maqasid al-Syariah).8
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa: Sompa (mahar) dalam tradisi
perkawinan Bugis, di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap adalah pemberian berupa
uang atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat sahnya
perkawinan menurut ajaran Islam. Mahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak
bagi dirinya sendiri. Sedangkan uang naik adalah hantaran yang harus diserahkan
oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai
perempuan untuk membiayai prosesi pesta perkawinan. Dan faktor yang
mempengaruhi tingginya nilai sompa dan dui‟ menre‟ dalam tradisi perkawinan Bugis
di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap adalah: faktor status sosial orang tua dan
perempuan tersebut seperti: Faktor kekayaan, faktor status keluarga, faktor tingginya
pendidikan, dan faktor kecantikan.
Penelitian ini mempunyai kesamaan di penelitian penulis adalah sama-sama
mengkaji tentang uang belanja dalam tradisi perkawinan. Namun setelah diperiksa,
Adapun perbedaan mendasar dalam penelitian ini dengan penelitian penulis adalah
lebih fokus pada sompa dan dui‟ menre‟ dalam tradisi perkawinan untuk mengetahui
kedudukan sompah (mahar) dan dui‟ menre‟ (uang belanja), faktor-faktor yang
8Hj. Rusdaya Basri, “Sompa Dan Dui Menre Dalam Tradisi Perkawinan Bugis Di
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap” ( Analisis Maqasid al-Syariah), Penelitian P3M STAIN
Parepare, 2015)
mempengaruhi tingginya nilai sompa dan dui‟ menre‟, Sedangkan yang akan peneliti
teliti lebih memfokuskan terhadap penangguhan doi pateka atau uang belanja dalam
perspektif hukum Islam dalam tradisi perkawinan pada masyarakat di Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurliah Haedar yang berjudul “Dampak Doi
Menre dalam Tradisi Perkawinan Bugis di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten
Barru”.9 Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gambaran doi menre dalam tradisi
perkawinan Bugis di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru merupakan bagian
dari adat perkawinan Bugis yang wajib dilaksanakan dalam setiap perkawinan dan
memiliki peranan penting dilangsungkannya suatu perkawinan.
Tradisi perkawinan Bugis di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru
mengalami pergeseran makna dan menjadi ajang pamer kekayaan untuk mengangkat
derajat sosial masyarakat. Dampak doi menre dalam tradisi perkawinan Bugis
mendatangkan maslahat (manfaat) dan sebaliknya juga mendatangkan kemudharatan
(bahaya), dari segi maslahatnya ialah karena dapat memotivasi sebagian masyarakat
terutama para pemuda untuk bekerja kerja dalam mempersiapkan diri menghadapi
perkawinan. Dari segi kemudharatannya ialah terbukanya pintu-pintu kemaksiatan
misalnya, kawin lari, nikh siri, percobaan bunuh diri, hamil luar nikah dan
sebagainya.
Penelitian ini mempunyai kesamaan dipenelitian penulis yaitu sama-sama
mengkaji uang belanja dalam pernikahan. Adapun perbedaan yang mendasar dalam
penelitian ini dengan penelitian penulis adalah lebih fokus pada dampak doi menre
9Nurliah Haedar, Dampak Doi Menre dalam Tradisi Perkawinan Bugis pada Masyarakat
Bugis Kec. Soppeng Riaja Kab. Barru (Parepare Skripsi: STAIN Parepare, 2017)
dalam tradisi perkawinan Bugis. Sedangkan peneliti lebih fokus pada masalah
penangguhan doi pateka atau uang belanja dalam pespektif hukum Islam, dan lokasi
penelitian penulis dengan peneliti juga berbeda tempat. Dimana, penulis tempat
penelitiannya berada di Sulawesi Selatan, sedangkan peneliti akan melakukan
penelitian di Sulawesi Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Muh Tahir yang berjudul “Kadar Mahar dan
Doi Menre Perkawinan pada Masyarakat Bugis di Kecamatan Duampanua Kabupaten
Pinrang Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan”.10
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kadar mahar dan doi menre di Kecamatan
Duampanua Kabupaten Pinrang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi laki-laki
apabila ingin melangsungkan perkawinan, dan sudah menjadi tradisi kebudayaan
masyarakat Bugis di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang dan perspektif
hukum Islam mengenai kadar mahar itu wajib dibayar oleh pihak laki-laki, sedangkan
doi menre itu mubah tidak merupakan kewajiban yang harus dibayar pihak laki-laki
begitupun menurut undang-undang perkawinan.
Skripsi ini mempunyai kesamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama
mengenai uang belanja dalam perkawinan. Namun, setelah diperiksa perbedaan
mendasar dalam skripsi ini dengan penelitian penulis adalah lebih fokus membahas
hukum kadar mahar dan doi menre dalam perkawinan masyarakat Bugis menurut
perspektif hukum Islam dan undang-undang. Sedangkan yang akan peneliti teliti ialah
bagaimana implikasi penangguhan doi pateka atau uang belanja dalam perspektif
hukum Islam yang berada di Sulawesi Barat.
10
Muh Tahir, Kadar Mahar dan Doi Menre Pernikahan pada Masyarakat Bugis Kec.
Duampanua Kab. Pinrang Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan (Parepare:
Skripsi STAIN Parepare, 2014)
2.2 Tinjauan Teoretis
2.2.1 Pengertian Perkawinan
Perkawinan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “kawin” yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh.11
Nikah berarti mengumpulkan, atau sebuah pengibaratan
akan sebuah hubungan intim dan akad sekaligus, yang di dalam syariat dikenal
dengan akad nikah. Sedangkan secara syariat berarti sebuah akad yang mengandung
pembolehan bersenang-senang dengan perempuan, dengan hubungan intim
menyentuh, memeluk, dan sebagainya. Jika perempuan tersebut bukan termasuk
mahram dari segi nasab, sesusuan , dan keluarga.12
Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan
zawaj. Kedua kata ini kata yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan
banyak terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat
dalam al-Qur‟an dengan arti kawin, secara arti kata nikah atau zawaj berarti
bergabung.13
Perkawinan menurut para ahli hukum memberi beragam pengertian atau
definisi perkawinan dapat dilihat dari beberapa definisi yang dikemukakan. Menurut
Ahmad Azhar Bashir nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah
pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
11
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2010), h. 7.
12Wahban Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayye al-Kattani, et. al. eds.
Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2011), h.38.
13Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2007), h. 74.
kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara diridhai Allah Swt. Sedangkan
menurut Sulaiman Rasyid perkawinan adalah menghalalkan pergaulan dan membatasi
hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.14
UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Pasal 2 ayat (1)
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu.15
2.2.2 Dasar Hukum Perkawinan
Dasar hukum perkawinan dalam al-Qur‟an seperti firman Allah Swt dalam
Q.S. Al-Rum/30: 21.
هي ة د كن ه جعل بي ا ا إلي ك جا لتس ي أفسكن أش ۦ أى خلق لكن ه ت ءاي
م يتفكسى ت لق لك ليوت إى في ذ زح ١٢
Terjemahan:
“Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir.
16
14
Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum IndonesiaI (Cet. I;
Jakarta: Kencana, 2010), h. 273.
15Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Bab 1
Pasal 1 dan Bab 2 (1).
16Departemen Agama RI. AL-Qur‟an dan Terjemahan, (Bandung: Al-Jumanatul „Ali-ART,
1998), h. 355.
Allah Swt berfirman dalam Q.S An-Nur/24: 32.
ن إهائكن إى يكا فقساء يغ لحيي هي عبادكن ٱلص وى هكن ي أكحا ٱل
سع علين ٱلل ۦ ل هي فض ٢١ٱلل
Terjemahnya:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahaya-mu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Allah Swt berfirman dalam Q.S. An-Najm/53:45.
ثى ٱل ي ٱلركس جي ۥ خلق ٱلص أ ٣٤
Terjemahnya:
“Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria an wanita”.
17
2.2.3 Rukun dan Syarat Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu praktek yang dianjurkan oleh agama dan
mempunyai banyak manfaatnya pada individu, masyarakat dan negara. Perkawinan
jelas menghalang seseorang dari melakukan maksiat secara lahiriah maupun batiniah.
Dalam perkawinan, Islam telah menetapkan beberapa rukun yang harus ditaati oleh
penganutnya. Adapun rukun perkawinan adalah sebagai berikut:
2.2.3.1 Mempelai laki-laki atau calon suami. Syarat-syarat calon suami ialah bukan
mahram dari calon istri, tidak terpaksa atau kemauan sendiri, jelas orangnya,
dan tidak sedang menjalankan ihram haji.
17
Departemen Agama RI. AL-Qur‟an dan Terjemahan, h. 879.
2.2.3.2 Mempelai wanita atau calon istri. Syarat-syarat calon istri ialah tidak
bersuami, bukan mahram, tidak dalam masa iddah, jelas orangnya, dan tidak
sedang menjalankan ihram haji.
2.2.3.3 Wali nikah. Syarat-syarat wali nikah ialah laki-laki, waras akalnya, tidak
terpaksa, adil, dan tidak sedang ihram haji.
2.2.3.4 Dua orang saksi. Syarat-syarat saksi ialah baligh, waras akalnya, dapat
mendengar dan melihat, bebas dan tidak terpaksa, tidak sedang mengerjakan
ihram, dan memahami yang dipergunakan untuk ijab Kabul.
2.2.3.5 Ijab Kabul. Syarat-syarat ijab Kabul ialah dilakukan dengan bahasa yang
dimengerti kedua belah pihak (pelaku akad dan penerima akad dan saksi).18
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian tersebut. Perkawinan
menjadi tidak sah seandainya salah satu rukun dari rukun-rukun di atas tidak ada
ketika pelaksanannya. Selain dari ketentuan yang diatur oleh syara terdapat ketentuan
adat yang diatur oleh masyarakat setempat yaitu praktek pemberian uang belanja.
2.2.4 Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya
terciptanya ketenangan lahir dan batinnya sehingga timbullah kebahagiaan, yakni
kasih sayang antar anggota keluarga.19
Imam Al-Ghazali membagi tujuan dan faedah
perkawinan menjadi lima hal yaitu:
18
Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonsia (Cet. I;
Jakarta: Kencana, 2010), h. 277
19Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munkahat (Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2010), h. 22.
2.2.4.1 Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku manusia.
2.2.4.2 Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
2.2.4.3 Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
2.2.4.4 Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari
masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
2.2.4.5 Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki yang halal, dan
memperbesar rasa tanggungjawab.
Dari definisi perkawinan menurut pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan menurut undang-
undang nomor 1 tahun 1974 adalah bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
Esa.20
2.2.4 Hikmah Perkawinan
Para ulama telah mencatat banyak sekali hikmah dan faedah pernikahan antara
lain:
2.2.5.1 Memenuhi hasrat manusia yang terus menerus menuntut dan mendorong agar
dipenuhi jika hal itu tidak terlaksana, pasti akan menimbulkan berbagai
kompleks kejiwaan yang sangat merugikan, bahkan bila telah memuncak
dapat mendorong ke arah kejahatan dan menjerumuskan ke dalam perzinaan.
2.2.5.2 Pernikahan adalah cara paling utama bahkan satu-satunya cara yang diridhai
Allah Swt dan Rasul-Nya untuk memperoleh keturunan dan menjaga
20
Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), h. 27.
kesinambungan jenis manusia seraya melihat kesucian nasab (silsilah
keluarga) yang sangat diperhatikan oleh agama.
2.2.5.3 Pernikahan menumbuhkan rasa tanggungjawab antar suami istri dalam
pengelolaan rumah tangga, serta dalam pembagian tugas dan tanggungjawab
masing-masing dalam mengupayakan kesejahteraan keluarga dan
pemeliharaan anak-anak.
2.2.5.4 Pernikahan mempererat hubungan antara keluarga suami dan istri, dan
mempererat hubungan kasih sayang serta menjalin persaudaraan antar anggota
masyarakat yang sebelumnya tidak mengenal.21
2.2.6 Walimah (Pesta Pernikahan)
2.2.6.1 Pengertian Walimah
Walimah artinya Al-Jam‟u berarti kumpul sebab antar suami dan istri
berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga. Walimah berasal dari
bahasa Arab yang artinya makanan pengantin. Walimah sama artinya dengan
penjamuan kawin (sesudah nikah). Maksudnya adalah makanan yang disediakan
khusus dalam acara pesta perkawinan, biasa juga diartikan sebagai makanan untuk
tamu undangan.22
Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau ketika
hari perkawinan.
Sebagian ulama menggunakan kata walimah itu untuk setiap jamuan makan,
untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya penggunaannya untuk
kesempatan perkawinan lebih banyak. Dalam definisi di kalangan ulama walimah al-
21
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Al-Qur‟an, As-Sunnah, dan Pendapat Para
Ulama (Cet. 1; Bandung: Mizan Media Utama, 2002), h. 2.
22Rumh Bangsa, Fiqih Munakahat, www.Rumahbangsa.net/2014/12/Pengertian dan Dasar
Hukum Walimah. html?m=1 (akses 10 Agustus 2018).
ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mansyukuri nikmat Allah Swt atas
telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan, walimah al-
ursy mempunyai nilai tersendiri melebihi perhelatan yang lainnya sebagaiman
perkawinan mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan melebihi peristiwa
lainnya.23
Pernikahan perlu adanya walimah, yaitu perlu perayaaan yang menyertai
perkawinan untuk terjadinya akad nikah antar laki-laki dan perempuan kepada
masyarkat. Walimah penting karena dengan prinsip pokok pernikahan dalam Islam
harus diresmikan, sehingga diketahui secara umum oleh masyarakat. Mengenai tata
caranya tidak diatur secara pasti dan rinci terutama yang berakitan dengan
upacaranya, dalam suatu perkawinan disunnahkan adanya satu pesta atau kenduri
dengan cara sederhana.24
2.2.6.2 Tujuan Walimah
Secara umum tujuan walimah adalah untuk mempublikasikan perkawinan
agar dikemudian hari tidak menimbulkan fitnah dimasyarakat. Tujuan walimah
adalah mengumumkan atas adanya (telah berlangsungnya) sebuah perkawinan dan
mengumpulkan kaum kerabat serta teman-teman sekaligus untuk memasukkan
kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam jiwa-jiwa mereka.
2.2.6.3 Hikmah Walimah
Selain tujuan walimah, adapun hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah
ini adalah dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah
terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan di kemudian hari.
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2007), h. 155.
24Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h. 218.
Ulama Malikiyyah dalam tujuan untuk memberitahukan terjadinya perkawinan itu
lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad
perkawinan. Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, mengadakan
walimah mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri
pesta itu dan memberi makan hadirin yang datang.25
2.2.7 Mahar
2.2.7.1 Pengertian Mahar
Mahar dalam bahasa Arab ialah maskawin, maskawin adalah pemberian wajib
berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika
dilangsungkan akad nikah mahar merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses
pernikahan.26
Mahar adalah harta yang berhak didapatkan oleh seorang istri yang
harus diberikan oleh suami dalam akad pernikahan sebagai imbalan persetubuhan,
baik dengan penentuan maupun akad.27
2.2.7.2 Dasar Hukum Mahar
Allah Swt berfirman dalam Q.S. An-Nisa/4: 4.
فإى طب لت ي ح ت
ءاتا ٱلساء صدق سا فكل ي ف ء ه ا ي لكن عي شي
سي ٣ا ه
Terjemahnya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
25
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, h. 155.
26Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Cet. VI; Jakarta: PT Graja Grafindo Persada,
2003), h. 100.
27Wahban Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayye al-Kattani, et. al. eds.
Fiqh Islam Wa Adillatuhu, h. 230.
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai maskawin) yang sedap lagi baik akibatnya sebagai pemberian”.
Mahar dalam Islam adalah wajib bagi laki-laki akan tetapi akan menjadi
rukun nikah. Keadaan ini mengandung arti bahwa apabila di dalam akad nikah
masalah mahar tidak disebutkan, maka pernikahan tersebut tetap sah. Akan tetapi
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat masalah mahar tetap disebutkan pada waktu
akad nikah menurut ukuran yang pantas. Masalah mahar dapat juga disebutkan
setelah berlangsungnya akad nikah, jadi tidak harus pada soal akad nikah.
2.2.8 Penangguhan
Arti kata dari penangguhan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
ialah arti penangguhan berarti perlambatan, pengembalian atau pembayaran untuk
suatu periode tertentu. Penangguhan yang dimaksud dalam skripsi ini ialah
pembayarn ung belanja yang tidak dibayarakan dengan cara kontan atau sekaligus.
Tapi pembayarannya dapat dibayarakan dua kali atau diperlambat dimana setengah
dari uang yang telah disepakati pada saat lamaran dibayarkan saat lamaran setengah
kemudian dilunasi pada saat hari akad nikah tiba.
2.2.9 Doi Pateka (Uang Belanja)
Doi pateka atau doi menre di kalangan Bugis secara sederhana dapat diartikan
sebagai uang belanja, yakni sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria
kepada mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta
pernikahan dan belanja pernikahan lainnya seperti undangan perkawinan, komsumsi
perkawinan dan lain-lain. Uang panai atau uang belanja tidak terhitung sebagai mahar
pernikahan melainkan sebagai adat namun terbilang wajib dengan jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.28
Pemberian uang panai merupakan salah satu langkah awal yang harus
dilakukan oleh pihak calon mempelai laki-laki ketika akan melangsungkan
perkawinan yang ditentukan setelah adanya proses lamaran. Jika lamaran telah
diterima maka tahap selanjutnya adalah penentuan uang belanja yang jumlah
ditentukan terlebih dahulu oleh pihak calon mempelai wanita yang dilamar dan jika
pihak calon mempelai laki-laki menyanggupi maka tahap perkawinan selanjutnya
bisa dilangsungkan. Walaupun terkadang terjadi tawar-menawar sebelum tercapainya
kesepakatan jika pihak calon mempelai laki-laki keberatan dengan jumlah uang panai
yang dipatok oleh pihak keluarga calon mempelai perempuan. Jika uang panai yang
diminta oleh pihak keluarga calon mempelai perempuan dan disanggupi oleh pihak
calon mempelai laki-laki maka ini sebagai penghormatan bagi pihak keluarga calon
mempelai perempuan, penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa
penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada perempuan
yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya
melalui uang panai.
Doi pateka atau uang belanja dalam perkawinan memiliki dampak negatif dan
positif. Dampak negatif uang belanja terlihat ketika ditetapkan pada jumlah yang
tinggi pada calon laki-laki yang ekonominya menengah ke bawah dan memiliki
berbagai tanggungan sehingga kesulitan untuk menabung. Tidak sedikit juga
pasangan yang ingi mendirikan rumah tangga terpaksa menundakan perkawinan
28
Fridayani, Ngerinya Uang Panai untuk Melamar Wanita Bugis Makassar,
https://Fridayaniabdulkarim.Wordpress.com/2015/05/08/ngeri-nya-uang-panai-untuk-melamar-wanita-
bugis-/.html (diakses 10 Agustus 2018)
karena tingginya jumlah uang belanja yang telah ditetapkan dari pihak perempuan,
sedangkan dampak positifnya ialah memberi motivasi bagi laki-laki untuk lebih giat
dalam mengumpulkan uang untuk memenuhi jumlah uang belanja yang telah
disepakati.
Adapun akibat hukum jika pihak calon laki-laki tidak mampu menyanggupi
jumlah uang panai yang di targetkan, maka secara otomatis perkawinan akan batal
dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak keluarga laki-laki dan
perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan di kalangan masyarakat setempat. Ada
beberapa manfaat dalam pelaksanaan pemberian doi pateka atau uang belnaja itu
sendiri dalam perkawinan yaitu:
2.2.9.1 Mempertahankan adat. “ungkapan pepatah” biar mati anak jangan mati adat
menunjukkan betapa pentingnya adat dalam mengatur kehidupan masyarakat.
2.2.9.2 Menunjukkan keseriusan laki-laki yang ingin menikah, karena keseriusan
tidak hanya dapat digambarkan dengan lisan saja, tetapi keseriusan haruslah
disertakan dengan perbuataan. Pemberian doi pateka atau uang belanja
merupaan salah satu keseriusan yang nyata bahwa laki-laki tersebut ingin
menikah dengan pasangannya. Praktek uang belanja juga salah satu bukti
bahwa laki-laki dapat menanggung hidup pasangannya sehingga memberikan
kepercayaan kepada orang tua perempuan untuk melepaskan anak mereka
dengan senang hati.
2.2.9.3 Mempersiapkan pasanagan waktu yang digunakan oleh laki-laki untuk
mengumpul uang belanja adalah waktu yang terbaik yang boleh digunakan
oleh pasangannya untuk mempersiapkan diri dari segi mental maupun
kemampuan melakukan kerja rumah seperti memasak ataupun menyiapkan
persiapan rumah sebelum pesta misalnya mengecat rumah.
2.2.9.4 Membantu ekonomi keluarga perempuan. Pemberian doi pateka atau uang
belanja sangat membantu keluarga perempuan dari segi ekonomi sesuai
dengan tujuan diberikan, apalagi jika perempuan tersebut adalah anaka yatim.
Terkadang uang tersebut dapat membiayai seluruh pesta pernikahan
perempuan dan terkadang ada sisanya yang boleh digunakan oleh perempuan
tergantung dengan jumlah yang disepakati.
2.2.9.5 Menambah motivasi dalam mecari atau melakukan kerja. Laki-laki akan
berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam mengumpul uang yang
diperlukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, dengan motivasi nikah
laki-laki pemalas akan mencari kerja dan bagi laki-laki yang sudah
mempunyai kerja berkemungkinan akan melakukan kerja sampingan serta
lebih fokus dan semangat dalam melakukan kerja.
2.2.9.6 Mendidik diri berhemat. Latar belakang setiap orang yang berbeda-beda
membuat adanya ketidak samaan dari segi ekonomi. Ada yang kaya san ada
yang kurang berkecukupan. Bagi laki-laki yang kaya tetapi boros akan
mendidik mereka untuk berhemat dalam menggunakan uang sebagai upaya
menabung dalam mengumpul doi pateka atau uang belanja.
2.2.10 Teori ‘Urf (Tradisi)
Kata „urf secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima
oleh akal sehat. Abdul Wahhab al-Khallaf mendifinisikan bahwa „Urf adalah sesuatu
yang telah sering dikenal manusia dan telah menjadi tradisinya, baik berupa ucapan
atau perbuatannya dan atau hal meninggalkan sesuatu juga disebut tradisi.29
„Urf
(tradisi) terbagi dua macam, yaitu „urf shahih (baik /benar) dan „urf fasid
(rusak/jelek). „Urf shahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan
tidak bertentangan dengan dalil syara‟ juga tidak menghalalkan yang haram dan tidak
membatalkan yang wajib. Adapun „urf fasid yaitu sesuatu yang telah saling dikenal
manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara‟, atau menghalalkan yang
haram dan membatalkan yang wajib, seperti saling mengerti mereka tentang makan
riba dan kontrak judi.30
Para ulama yang menyatakan bahwa „urf (tradisi) merupakan salah satu
sumber dalam istimbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya
tidak ditemukan nash dari al-Qur‟an maupun al-Hadis. Apabila suatu „urf (tradisi)
bertentangan dengan al-Qur‟an dan al-Hadis, maka „urf (tradisi) mereka tersebut
ditolak. Sebab dengan diterimanya „urf fasid berarti mengesampingkan nash-nash
yang qath‟i (pasti); mengikuti hawa nafsu dan membatalkan syariat. Adapun „urf
shahih maka tetap harus dipelihara dalam istimbath hukum.31
Hukum-hukum yang didasarkan atas „urf (tradisi) itu dapat berubah menurut
perubahan „urf pada suatu zaman dan perubahan asalnya. Karena itu para fuqaha
berkata dalam contoh perselisihan hujjah dan bukti.32
Syariat Islam memberikan kesempatan untuk menetapkan ketentuan
hukumnya sesuai adat („urf ) setempat, akan tetapi tidak semua adat („urf ) manusia
29
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, Terj. Noer iskandar, Kaidah-kaidah Hukum
Islam (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 133.
30Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, h. 134-135.
31Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Kairo: Dar al-Fikri al-Arabi. 1958), h. 255.
32Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, h. 137.
dapat dijadikan dasar hukum. Adat („urf ) dapat dijadikan dasar hukum harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
2.2.10.1 Tidak bertentangan dengan nash baik Al-Quran maupun al-Hadis.
2.2.10.2 Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak kehilangan kemaslahatan
termasuk di dalamnya tidak memberikan kesempitan dan kesulitan.
2.2.10.3 Telah berlaku pada umumnya kaum muslimin dalam arti bukan hanya
yang biasa dilakukan oleh beberapa orang saja.
2.2.10.4 Dan tidak berlaku di dalam masalah ibadah mahdah.
Jadi adat kebiasaan dapat di jadikan pertimbangan hukum selama tidak
bertentangan dengan hukum Islam dan di nilai baik oleh masyarakat umum.
2.2.11 Teori Maslahat dan Mudharat
Secara etimologi, kata mashlahah berasal dari kata al-salah yang berarti
kebaikan dan manfaat. Kata mashlahah berbentuk mufrad. Sedangkan jamaknya
adalah al-masalih. Kata al-mashlahah menunjukan pengertian tentang sesuatu yang
banyak kebaikan dan manfaatnya. Sedangkan lawan kata dari kata al-mashlahah
adalah kata al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukannya.Secara
terminologi, mashlahah dapat diartikan mengambil manfaat dan menolak madharat
(bahaya) dalam rangka memelihara tujuan syara‟ (hukum Islam). Tujuan syara‟ yang
harus dipelihara tersebut adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan bahwa, kata maslahat mengandung arti
mencari kebaikan atau berusaha mewujudkan kemaslahatan.33
Sementara itu kata
mafsadat (al-mafsadah) berarti kerusakan dan keburukan yang merupakan lawan dari
maslahat. Abdul Karim Zaidan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan maslahat
33
Amin Muchtar, Mengukur Maslahat dan Mudarat, http://www.sigabah.com/beta/mengukur-
maslahat-mudarat-bagian-ke-1 (Akses 10 Agustus 2018).
ialah berusaha untuk terwujudnya manfaat dan kebaikan dan menolak terjadinya
kerusakan.
Maslahat mursalah merupakan maslahat yang secara tekstual yang tidak ada
nash yang mengakuinya dan tidak ada pula yang menolaknya tapi keberadaannya
sejalan dan tidak bertentangan dengan tujuan syariat. Sesungguhnya syariat Islam
diturunkan bertujuan untuk menegakkan dan menjamin kemaslahatan bagi kehidupan
umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Bila kemaslahatan manusia terganggu
atau tidak dapat diwujudkan, maka akan terjadilah kegoncangan. Oleh karena itu, dalam
hubungan ini, Abd al-Mun„im al-Namir, menjelaskan bahwa kemaslahatan itu merupakan hal
yang paling asasi dalam kehidupan manusia yang ia merupakan tujuan pensyariatan hukum.
Ada dua sisi yang berkaitan dengan kemaslahatan ini -yang secara bersamaan-
yaitu sisi keharusan terwujudnya manfaat (جلب الوفعت) dan sisi penolakan terjadinya
kemudharatan/kerusakan (دفع الوفسدة) dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu,
meskipun istishlah atau maslahat mursalah itu merupakan kemaslahatan yang
didiamkan Syari„, ia harus dapat difungsikan untuk merealisir atau mewujudkan nilai-
nilai kemaslahatan.
Istishlah merupakan cara yang digunakan dalam rangka menetapkan suatu
ketentuan hukum, di mana penetapan itu dimaksudkan semata-mata untuk mencari
kemaslahatan dan menolak kemudharatan dalam kehidupan ini. Dari sini dapat
dipahami bahwa munculnya teori istishlahi atau maslahat mursalah ini
dilatarbelakangi oleh dua faktor yang sangat mendasar yaitu:
2.2.11.1 Upaya untuk mewujudkan kemaslahatan yang dihajatkan oleh manusia
dalam kehidupannya yang disebut dengan jalb al-manfa„ah.
2.2.11.2 Upaya untuk menghindari dan menolak terjadinya kerusakan dalam
kehidupan manusia. Inilah, yang kemudian disebut dengan daf„u al-mafasid.
Kedua faktor ini menjadi dasar dan prinsip yang amat penting dalam teori
istishlahi dan penerapannya. Dengan kata lain, eksistensi istishlahi sebagai salah satu
alat dalam istinbath hukum harus mencerminkan nilai-nilai kemaslahatan yang
menjadi kepentingan atau yang dihajatkan oleh orang banyak dan sekaligus sebagai
sarana yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya hal-hal yang bisa menimbulkan
kemudharatan bagi kehidupan mereka.
Oleh karena itu penerapan istishlahi dalam istinbath hukum, tentu, tidaklah
serta merta begitu saja, tetapi harus didukung oleh syarat-syarat yang kongkrit. Paling
tidak ada tiga syarat yang harus melandasi teori istishlahi atau maslahat mursalah ini,
yaitu:
2.2.11.1.1 Kemaslahatan hendaklah terkait dengan kepentingan pokok yang
dihajatkan oleh manusia dan harus sejalan dengan tujuan syariah.
2.2.11.1.2 Kemaslahatan hendaklah menyangkut kepentingan masyarakat banyak,
bukan orang-perorang. Artinya, kepentingan dan manfaat tersebut
menyangkut kepentingan umat secara keseluruhan.
2.2.11.1.3 Kemaslahatan itu hendaklah realistis, jelas, dapat dipastikan dan
diperkirakan eksistensinya. Kemaslahatan itu harus logis dan tidak
mengada-ada atau sesuatu yang tidak masuk akal.
Dalam hubungan ini Muhammad Abu Zahrah menyebutkan bahwa yang
paling penting ialah bahwa kemaslahatan itu dapat menghilangkan dan mengatasi
kesulitan dan kesusahan yang dihadapi oleh manusia.34
34
Amin Muchtar, Mengukur Maslahat dan Mudarat, http://www.sigabah.com/beta/mengukur-
maslahat-mudarat-bagian-ke-1 (Akses 10 Agustus 2018).
Mudharat kemudharatan sering kali diasosiasikan oleh masyarakat kita dengan
sesuatu yang memilki akibat buruk setelah kita melakukannya. Akibat buruk itu bisa
saja bagi diri kita atau orang lain, dan ini sejenis marah bahaya yang menimpa kita
sesudah kita melanggarnya, bisa berbentuk bencana alam atau kesialan-kesialan lain,
dan umumnya ini terjadi ketika kita melanggar adat dan tradisi setempat.
2.3 Tinjaun Konseptual
Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah dalam penelitian ini, maka
dijelaskan maknanya untuk mengetahui lebih jelas tentang konsep dasar atau batasan
dalam penelitian ini sehingga dapat menjadi suatu interprestasi dalam
mengembangkan apa yang menjadi pembahasan dalam penelitian:
2.3.1 Perkawinan menurut undang-undang nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha Esa.
2.3.2 Doi Pateka adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh pihak calon mempelai
wanita kepada pihak calon mempelai pria untuk mengetahui kerelaan atau
kemampuan sang calon mempelai untuk menjadi bagian keluarga mereka. Uang
belanja ini digunakan untuk membiayai pesta perkawinan yang digelar pihak
wanita.
2.3.3 Maslahat Mudharat dapat diartikan mengambil manfaat dan menolak madharat
(bahaya) dalam rangka memelihara tujuan syara‟ (hukum Islam). Tujuan syara‟
yang harus dipelihara tersebut adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Apabila seseorang melakukan aktivitas yang pada intinya memelihara
kelima aspek tujuan syara‟ tersebut, maka dinamakan mashlahah.
2.3.4 „Urf atau Tradisi adalah gambaran sikap kebiasaan dan perilaku manusia yang
telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari
nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu
dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan atau adat istiadat.
2.4 Bagan Kerangka Pikir
Penangguhan Doi Pateka di
Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar
Teori „Urf:
-„Urf Sahih
-„Urf Fasid
Teori Mashlahat Mudharat
Manfaat dan Bahaya
Perspektif Hukum Islam
Penangguhan Dui Panai dalam
Perkawinan
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Skripsi yang diterbitkan STAIN Parepare, tanpa mengabaikan
buku-buku metedologi lainnya. Metode penelitian dalam buku tersebut mencakup
beberapa bagian, yakni jenis penelitian, lokasi da waktu penelitian, fokus penelitian,
jenis dan sumber data yng digunakan, tekhnik pengumpulan data dan tekhnik analisis
data.35
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yakni meneliti peristiwa-peristiwa yang ada
dilapangan sebagaiman adanya. Berdasarkan masalahnya penelitian ini digolongkan
sebagai penelitian deskriptif kualitatif, artinya penelitian ini berupaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan mempelajari dokumentasi. 36
Metode ini
dimaksudkan untuk memberi gambaran secermat mungkin mengenai penangguhan
doi pateka dalam pernikahan perspektif hukum Islam di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teologis
normatif dan sosiologis.
35
Tim Penyusunan , Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Makalah dan Skripsi), Edisi Revisi
(Parepare: STAIN Parepare, 2013), h. 30.
36Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara,
2004), h. 26.
30
30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam
penelitian kali ini, peneliti menetapkan yang menjadi lokasi penelitian adalah
masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar Kecamatan Binuang.
3.2.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Polewali Mandar sering disingkat Polman adalah salah satu daerah
tingakat II di Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Jumlah peduduk kabupaten
Polewali Mandar adalah 455.572 jiwa. Ibu kotanya adalah Polewali yang berjarak
246 km dari kota Makassar, Sulawesi Selatan. Kabupaten Polewali Mandar dengan
luas wilayah 2.022,30 km2 menaungi 16 kecamatan dengan 10 desa dn 23 kelurahan,
sehingga jumlah total desa dan keurahan di kabupaten Polewali Mandar yaitu 132,
dari 132 desa dan kelurahan yang ada terdapat 509 dusun dan 107 lingkungan.
Dari 16 kecamatan di kabupaten Polewali Mandar ada 2 kecamatan yang
memiliki desa dan kelurahan terbanyak yaitu Campalagian dan kecamatan
Wonomulyo yang masing-masing terdiri dari 14 desa dan kelurahan. Sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah desa dan kelurahan paling sedikit adalah kecamatan
Matangnga yang hanya memiliki 4 desa. Diantara 16 kecamatan di kabupaten
Polewali Mandar ibukota kecamatan yang letaknya terjauh dari ibukota kabupaten
adalah ibukota Tubbi Taramanu yaitu sejauh 172 km sementara kecamatan Polewali
adalah ibukota kabupaten.
3.2.1.2 Selayang Pandang Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar
Binuang merupakan salah satu dari 16 Kecamatan di Polewali Mandar
Provinsi Sulawesi Barat. Kecamtan binuang terletak di bagian Timur Kabupaten
31
31
Polewali Mandar, mayoritas penduduknya adalah suku pattae. Luas Kecamatan
Binuang adalah 123,34 km2. Batas-batas Kecamatan Binuang antara lain sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Anreapi, sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Pinrang, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Polewali, dan
sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar. Kecamatan Binuang terdiri dari
sembilan Desa dan satu Kelurahan. Desa Tonyaman, Rea, Kelurahan Amassangan,
Desa Mirring, dan Desa Paku. Memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan
laut. Jarak dari ibukota Kabupaten Poewali Mandar ke ibukota Kecamatan Binuang
adalah 12,7 km.
Kecamatan Binuang memiliki beberapa Pulau. Berdasarkan Dinas Kelautan
dan Perikanan Polewali Mandar. Pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Binuang adalah Pulau Landea, Pulau Battoa, Pulau Tosalama, Pulau
Karemesan, Pulau Pasir Putih (Gusung Toraja), dan Pulau Dea-dea. Ketinggian Desa
di Kecamatan Binuang berada pada ketinggian 5 sampai 70 meter dari permuakaan
laut. Jika dilihat dari topografinya sebagian Kecamatan Binuang memiliki daerah
yang berbukit, daerah pantai dan sebagian lagi ada yang berada di dataran. Desa
Tonyaman, Desa Rea, Kelurahan Amassangan, Desa Mirring, dan Desa Paku
memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan laut.
Kecamatan Binuang merupakan salah satu yang mempunyai potensi di bidang
pertanian. Beberapa tananman pangan diusahakan oleh masyarakat Kecamatan
Binuang diantaranya tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan beberapa tanaman lainnya.
Pada tahun 2015 produksi padi di Kecamatan Binuang mencapai 15.06 ton dengan
luas panen sebesar 1.446 ha sampai saat ini, untuk memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat di Kecamatan Binuang peemerintah dalam hal ini PLN mendapat pasokan
32
32
listrik tenaga air Bakaru di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Di beberapa Desa
kampung pattae ini masyarakat juga memanfaatkan tenaga surya dan turbin sebagai
sumber listrik.
3.2.2 Waktu Penelitian
Kegiataan penelitian ini menggunakan waktu kurang ebih 2 bulan lamanya,
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian agar mendapatkan data yang maksimal dan
sesuai dengan kebutuhan peneliti.
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian sebagai hal-hal yang ingin dicari jawabannya melalui
penelitian, telah ditetapkan oleh peneliti pada awal penelitian karena fokus penelitian
inilah yang nantinya akan berfungsi memberi batas hal-hal yang akan penelitian teliti.
Fokus penelitian ini adalah penangguhan doi pateka dalam perspektif hukum Islam
di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
3.4 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan
Data (datum) artinya sesuatu yang diketahui. Sekarang diartikan sebagai
informasi yang diterimanya tentang suatu kenyataan atau fenomena empiris,
wujudnya dapat merupakan seperangkat ukuran, (kuantitatif berupa angka-angka)
atau berupa uangkapan kata-kata (verbalize) atau kualitatif. Keberadaannya dapat
dilisankan dan ada yang tercatat.37
Menurut macam atau jenisnya dibedakan antara
data primer dan sekunder. Adapun data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.
37
Juansyah Noor, Metedologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya, (Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2011), h. 137.
33
33
3.4.1 Data Primer yakni data empiris yang bersumber atau didapatkan secara
langsung dari masyarakat yang terlibat langsung di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar, tokoh-tokoh agama, tokoh adat, imam desa, dan
masyarakat yang terlibat langsung dalam artian warga masyarakat yang
pernah mengalami permasalahan penangguhan doi pateka.
3.4.2 Data Sekunder yaitu data pendukung yang telah tersedia dimana peneliti
hanya perlu mencari tempat untuk mendapatkannya. Penelitian ini data
sekunder yang diperoleh adalah data penelitian yang diperoleh dari buku, situs
internet serta informasi dari pihak-pihak yang mengetahui permasalahan ini.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian dibutuhkan tekhnik atau metode pengumpulan data
yang digunakan untuk mendapatkan data dan informasi terkait permasalahan yang
dikaji oleh penulis, yaitu Penangguhan Doi Pateka dalam Perkawinan Perspektif
Hukum Islam (Studi di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar). Maka
peneliti menggunakan beberapa pendekatan dalam pengumpulan data. Dimana
metode dan instrumen yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan agar data
yang diperoleh dari lapangan benar-benar merupakan data yang valid dan otentik.
Oleh karena itu, untuk memperoleh data yang dibutuhkan dilapangan, peneliti
menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data dan informasi terkait
permasalahan yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut:
3.5.1 Metode Observasi (Pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara senggaja, sistematis
mengenai kondisi yang terjadi dilokasi penelitian. Dalam peelitian ini penulis
menggunakan observasi non partisipan yaitu penelitian yang tidak terlihat dan hanya
34
34
sebagai pengamat independen.38
Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi non
partisipan maksudnya peneliti hanya melihat, komunikasi dan menanyakan pada
masyarakat.. Dalam hal ini penulis bertindak langsung sebagai pengumpul data
dengan melakukan observasi atau pengamatan terhadap objek penelitian pada
masyarakat di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
3.5.2 Metode Wawancara (Interview)
Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan informsi
atau dari subyek penelitian mengenai suatu permasalahn khusus dengan metode
bertanya bebas tetapi didasari atas pedoman yang tujuannya adalah untuk
memperoleh informsi khusus dan mendalam. Hasil dari wawancara ini akan
dituliskan yang selanjutnya menjadi bahan atau data untuk dikaji. Wawancara adalah
bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu.39
Wawancara merupakan suatu kegiataan yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan pada para informan.40
Dengan demikian wwancara menjadi salah satu
metode pengumpulan data yang digunakan gara dapat mengumpulkan sebanyak
mungkin data yang diperlukan serta dengan tingkat kebenaran yang tepat pula.
38
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), h.
204.
39Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Cet. VI: Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 180.
40Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktik) (Cet.IV; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2004), h. 39.
35
35
3.5.3 Dokumentasi
Disamping observasi partisipan dan wawancara, para peneliti kualitatif juga
dapat menggunakan berbagai dokumen dalam menjawab pertanyaan. Apabila
tersedia, dokumen-dokumen ini dapat menambah informasi untuk penelitian.
Dokumen-dokumen yang mungkin tersedia mencakup budget, iklan, deskripsi kerja,
laporan tahunan, memo, brosur informasi, website dan banyak jenis item lainnya. 41
Dokumen merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini dokumentasi yang digunakan peneliti
berupa catatan dan kamera yang digunakan. Data yang diperoleh dari hasil
dokumentasi ini akan diolah dan jadikan satu dengan data yang diperoleh melalui
observasi dan interview.
3.6 Tekhnik Analisis Data
Pada dasarnya analisis data merupakan proses pencanraan (deseription) dan
penyusunan transkrip interview serta materi lain yang telah terkumpul. Maksudnya,
agar peneliti dapat menyempurnakan pemahaman terhadap data tersebut untuk
kemudin menyajikannya kepada orang lain dengan lebih jelas tentang apa yang
ditemukan atau didapatkan dari lapangan.42
Untuk menganalisis data dalam
penelitian kualitatif selama terjun ke di lapangan, penulis menggunakan model Miles
dan Hubernam. Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif adalah suatu
41
Emsir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Edisi.I (Jakarta: Raja Wali Perss, 2011),
h. 61-62.
42Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi, Presentasi dan
Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan
dan Humaniora. (Cet.I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h. 209-210.
36
36
proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiataan yang terjadi secara bersamaan,
yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau virifikasi.43
Reduksi data merupakan suatu proses pemiihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data.44
Karena itu data yang
diambil adalah data-data yang berkitan dengan permasalahan yang diteliti.
Penyajian data merupakan proses penyjian data dari keadaan dengan data
yang telh direduksi menjadi informsi yang tersusun. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraiannaratif, bagan. Dengan
mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan
merencanakan kerja penelitian sebelumnya.45
Verifikasi data adalah pengambilan
kesimpulan terhadap data yang telah disajikan. Dalam penarikan kesimpulan,
peneliti membuat kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya terbuka, baik dari observasi,
wawancara maupun dokumentasi.
43
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: dalam Perspektif Rancangan Penelitian
“Penelitian Kualitatif merupakan satu kegiataan sistematis untuk menemukan teori dari kancah
(lapangan), bukan untuk menguji teori atau hipotesis” (Cet.III; Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
240-241.
44Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif, h. 242.
45Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Cet.XIII; Bandung: Alfabeta,
2011), h. 249.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis mengemukakan hal-hal mengenai pelaksanaan penelitian
yang telah dilakukan baik berupa observasi serta hasil wawancara , mencakup hal-
hal sebagai berikut:
4.1 Gambaran Penangguhan Doi Pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar.
Perkawinan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan adat dan
kebudayaan. Adat dengan persyaratan-persyaratan tertentu dapat dijadikan sandaran
untuk menetapkan suatu hukum, bahkan di dalam sistem hukum Islam kita kenal
dengan qa‟idah kulliyah fiqhiyyah maksudnya adat dapat dijadikan hukum untuk
mendapatkan sesuatu hukum syara atau kaidah lain. Di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar. Dalam pelaksanaan tradisi perkawinan terdapar tahap-
tahapan yang wajib dilakukan oleh masyarakat yang ingin melangsungkan
perkawinan sebelum hari “H”. diantara tahap-tahapan perkawinan itu adalah:
4.1.1 Mambalabaq (rencana penentuan calon), mambalabaq adalah suatu proses
musyawarah yang dilakukan rumpun keluarga untuk memilih seseorang diantara
sekian banyak calon yang disetujui, dalam hal ini mencari atau memilih jodoh
menekankan empat hal dan salah satu dapat dijadikan pedoman. Keempat hal yang
dimaksud adalah:
4.1.1.1 Tomalabiq, maksudnya adalah orang yang berbudi pekerti luhur, sedangkan
tomalabi adalah bangsawan yang tampan atau cantik dan berbudi pekerti
luhur.
38
4.1.1.2 Assagenang atau status ekonomi, maksudnya bahwa dengan memperhatikan
status ekonomi seseorang, maka dapat diketahui aktifitas pengetahuan dan
keterampilan orang itu. Semakin aktif seseorang dalam pekerjaannya dapat
diduga semakin baik status ekonominya.
4.1.1.3 Faktor keturunan, faktor tersebut juga sangat mendasar dalam memilih jodoh,
karena masalah pernikahan sangat dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan
hukum adat yang bersumber dari strata sosial.
4.1.1.4 Faktor hubungan darah, maksudnya memilih jodoh dari kalangan keluarga
sendiri, baik menurut garis keturunan ayah maupun ibu, misalnya dengan
sappissen atau sepupu.
Hadis Nabi tentang syarat-syarat memilih jodoh. Di dalam Islam sendiri
diajarkan tentang kriteria memilih jodoh. Baik itu laki-laki maupun perempuan.
Tetapi kebanyakan hadist menjelaskan tentang kriteria-kriteria perempuan “baik”
untuk di nikahi. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
.
Artinya:
“Diceritakan Musadad, diceritakan Yahya dari „abdulloh berkata bercerita kepadaku Sa‟id Ibn Abi Sa‟id dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi Saw bersabda wanita dinikahi karena empat perkar. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga karena kecantikannya dan keempat karena agamanya. Maka carilah wanita yang beragama (Islam) engkau akan beruntung.” (HR. Imam Bukhori)
46
46
Hidayah Fauziyah, Hadist-hadist tentang Memilih Jodoh dan Meminang (Online) edisi 10
Desember 2013, https://studipemikiranquranhadist.wordpress.com/2013/12/10/15/#_ftn2, (diakses 29
Januari 2019)
39
4.1.2 Mesisiq‟ atau mammanu-manu (penjajakan) adalah suatu proses permulaan
yang bertujuan membuka jalan dalam rangka pendekatan kepada keluarga pihak
perempuan. Dalam proses ini, utusan pihak orang tua laki-laki datang pada orang tua
pihak perempuan untuk menanyakan apakah ada jalan untuk melamar atau tidak.
Setelah kegiataan ini selesai yakni mesisi‟ pihak keluarga laki-laki membicarakan
atau mendiskusikan mengenai gadis yang telah ditemui pada saat mesisi‟ sebelum
mengambil langkah pelamaran. Dalam pembicaraan pihak keluarga ini jika semua
telah disetujui atau dianggap layak dijadikan istri atau menantu kelak maka dilakukan
langkah selanjutnya.
4.1.3 Lattung (meminang) atau melamar artinya menyampaikan lamaran atau
meminang merupakan kunjungan keluarga laki-laki ke calon mempelai perempuan
untuk menyampaikan keinginannya untuk melamar calon mempelai perempuan.
Waktu melamar belum melibatkan banyak orang bisanya paling banyak 3-5 orang
dari masing-masing pihak termasuk kedua dari kedua belah pihak. Pada waktu
melamarlah dibicarakan juga sompa (mahar) dan doi pateka (uang belanja) dan
menentukkan pula pelaksanaannya.
4.1.4 jumlah doi pateka (uang belanja), yaitu membicarakan tentang berapa jumlah
doi pateka yang diminta oleh pihak perempuan dan beberapa jumlah yang ditawarkan
oleh pihak laki-laki serta bagaimana sistem pembayarannya. Semua hal tersebut
tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak.
4.1.5 Mattada allo atau menandai hari serta tanggal pelaksanaan perkawinan
berdasarkan tanggal dan bulan Islam, setelah tanggal akad nikah disepakati mka
otomatis upacara lain akan mengikut.
40
4.1.6 Erang-erang yaitu pemberian pihak laki-laki kepada pihak perempuan di luar
mahar dan doi pateka (uang belanja) yang diberikan pada saat hari akad nikah, berupa
perlengkapan sehari-hari pihak perempuan seperti:
4.1.6.1 Pakaian, misalnya baju, sarung dan lain-lain.
4.1.6.2 Kosmetik misalnya bedak, lipstik, farfum, handbody, dan lain-lain.
4.1.7 Manggundang yaitu merupakan kegiataan yang dilakukan setelah tercapainya
kesepakatan antara kedua belah pihak untuk memberitahu kepada semua kaum
kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan biasanya dilakukan dengan
cara mengunjungi dan membawakan undangan kepada keluarga dan orang tertentu
yang masuk dalam daftra undangan dan diantar oleh dua, empat, sampai enam orang.
Biasanya tergantung dari tingkat derajat dan keturunan kedua belah pihak, semakin
tinggi derajat dan keturunannya maka semakin banyak pula orang yang membawakan
undangan tersebut.
4.1.8 Mampakedeng sarapo adalah mendirikan bangunan tambahan yang didirikan
disamping kiri atau kanan rumah yang akan ditempati melaksanakan akad nikah.
Sedangkan baruga adalah bangunan terpisah dari rumah yang ditempati calon
pengantin yang dindingnya terbuat dari jalinan bambu yang dianyam yang disebut
dengan “balasuji”.
4.1.10 Mappacci (mensucikan diri), pada malam menjelang hari H perkawinan, kedua
mempelai melakukan kegiataan mapacci di rumah masing-masing. Namun, di
Sulawesi Barat jarang kita temukan tradisi seperti ini yaitu mappacci karena dalam
tahap pernikahan mereka tidak ada kegiataan tersebut yaitu mappacci. Kecuali
apabila salah satu dari orang tua calon pengantin merupakan keturunan dari suku
Bugis maka tradisi mensucika diri akan dilaksanakan sehari sebelum hari H
41
perkawinan berlangsung, cara pelaksanaannya dengan menggunakan beberapa bahan
anatara lain:
4.1.10.1 Sebuah bantal atau pengalas kepala yang diletakkan di depan calon
pengantin, yang memiliki makna penghormatan atau martabat.
4.1.10.2 Sarung tujuh lembar yang tersusun di atas bantal yang mengandung arti
harga diri.
4.1.10.3 Di atas bantal diletakkan pucuk daun pisang yang melambangkan kehidupan
yang bersinambungan dan lestari.
4.1.10.4 Di atas pucuk daun pisang diletakkan pula daun nangka sebanyak 7 atau 9
lembar sebagai pemakna menasa atau harapan.
4.1.10.5 Sebuah piring yang berisi ratung yaitu padi yang disangrai hingga
mengembang sebagai simbol berkembang dengan baik.
4.1.10.6 Lilin yang bermakna sebagai penerang.
4.1.10.7 Daun pacci sebagai simbol dari kebersihan dan kesucian.
4.1.10.8 Bekeng yaitu tempat pacci yang terbuat dari logam sebagai penyatuan dua
insan.
Setelah semua perlengkapan siap, selanjutnya mulai mengundan satu persatu
kerabat dan beberapa tamu undangan untuk meletakkan atau mengusapkan pacci ke
telapak tangan calon mempelai. Dan orang yang diundang sisesuaikan dengan dengan
status sosial calon mempelai. Adapun tata cara pelaksanaan pacci yaitu mula-mula
orang yang telah ditunjuk mengambil sedikit daun pacci dari bekkeng kemudian
meletakkan atau mengusapkannya pada kedua telapak tangan calon mempelai yang
dimulai dari telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan disertai doa semoga
calon mempelai kelak dapat hidup bahagia.
42
Pada saat orang-orang tersebut meletakkan pacci sesekali indo botting (inang
pengantin) yang duduk disamping mempelai menghamburkan ratung (padi yang telah
disangrai) kepada calon mempelai maupun kepada orang-orang yang meletakkan
pacci. Kemudian kepada oarang yang telah memberikan pacci dihadiahi rokok
sebagai penghormatan atau ucapan terima kasih atas doa restu yang telah diberikan
kepada calon mempelai.
4.1.11 Mampateka botting adalah mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai
perempuan untuk melaksanakan beberapa serangakaian kegiataan seperti akad nikah.
Mempelai laki-laki diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
Adapun orang-orang yang ikut dalam iring-iringan tersebut diantaranya indo botting,
satu orang passappi (pendamping mempelai) yang terdiri dari anak laki-laki,
beberapa kerabat atau orang-orang tua sebagai saksi-saksi pada acara akad nikah,
pembawa mas kawin, dan pembawa hadiah-hadiah lainnya. Dan tak lupa dengan
pembawa balasuji (buah-buah), adapun isi dari balasuji (buah-buah) yang harus ada
yaitu:
4.1.11.1 Tabu (tebu) sebagai simbol kebahagiaan.
4.1.11.2 Panasa (buah nangka) sebagai simbol minasa (Harapan).
4.1.11.3 Putti (Pisang) sebagai simbol kesetiaan dalam perkawinan.
4.1.12 Mapparola adalah kunjungan balasan dari pihak mempelai perempuan ke
rumah mempelai laki-laki. Pengantin perempuan diantar oleh iring-iringan yang
biasanya membawa hadiah sarung tenun untuk keluarga suaminya. Setelah mempelai
perempuan dan pengiringnya tiba di rumah mempelai pria, mereka langsung disambut
oleh seksi paddupa (penyambut) untuk kemudian di bawah ke pelaminan.
43
Untuk lebih jelasnya bagaimana gambaran penangguhan doi pateka (uang
belanja) dalam perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Berikut ini hasil wawancara peneliti dengan beberapa warga masayarakat setempat.
Seperti yang dikemukakan oleh bapak Anwar tentang gambaran doi pateka
(uang belanja) mengatakan bahwa:
“Doi pateka atau uang belanja sudah ada sejak lama di Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar. Menurut Anwar yang menikah tahun 1995 bahwa
uang belanja pada saat itu sudah ada dan diluar mahar. Namun, perbedaan
jumlah doi pateka dulu dengan saat ini jauh sekali perbedaan. Doi pateka dulu
hanya berkisar 500 ribu sedangkan saat ini doi pateka muli berkisar 1 juta
hingga ratusan juta rupiah. Faktor yang mempengaruhi jumlah uang belanja
yang memiliki perbedaan jumlah yang sangat jauh berbeda ialah faktor ekonomi
dan kebutuhan bahan pokok saat ini yang sangat mahal dibanding pada tahun-
tahun sebelumnya”.47
Berdasarkan wawancara di atas disimpulkan bahwa:
Pada umumnya doi pateka atau uang belanja sudah ada dalam perkawinan
beberapa tahun yang lalu. Namun, jumlah doi pateka dari tahun ke tahun memiliki
perbedaan yang dramatis. Karena dipengaruhi beberapa faktor sehingga jumlah doi
pateka atau uang belanja sangat memberatkan bagi pihak laki-laki. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tingginya jumlah doi pateka ialah faktor ekonomi hingga faktor
pendidikan, dan faktor kecantikan juga berpengaruh terhadap tingginya jumlah doi
pateka yang diberikan kepada calon mempelai wanita.
Menurut bapak Muhamdanmad Said mengatakan bahwa:
“Doi pateka atau uang belanja dalam perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar telah menjadi tradisi dan menjadi adat bagi masyarakat setempat yang wajib dipenuhi. Dalam proses pemberian doi pateka dapat ditangguhkan yaitu pembayarannya dapat dilakukan dua kali, dimana diserahkan pada saat lamaran dan pada saat akad nikah, kebiasaan ini sudah
47
Hasil Wawancara dengan Anwar, Warga Desa Kanang, Kecamatan Binuang kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 27 Oktober 2018.
44
menjadi tradisi bagi masyarakat karena disebabkan oleh beberpa faktor yang melatar belakangi terjadinya hal tersebut”.
48
Berdasarkan hasil wawancara disimpulkan bahwa:
Pada umumnya pemberian doi pateka atau uang belanja di Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar pembayarannya dapat ditangguhkan yaitu
dibayarkan dua kali dimana setengah dibayar pada saat lamaran dan setengahnya lagi
dilunaskan pada saat akad nikah tiba. Hal tersebut disebabkan karena adanya syarat-
syarat tertentu yang menjadi persyaratan bahwa orang yang datang pada saat akad
nikah harus berisi karena tanggug jawab sebagai kepala rumah tangga ada pada
mempelai laki-laki untuk menghidupi keluarganya. Sehingga pada waktu mempelai
laki-laki datang disaat akad nikah, dia harus membawa bekal itu yaitu sisa doi pateka
atau uang belanja yang belum terbayar lunas sehingga mempelai laki-laki yang ingin
melakukan akad nikah datang dengan membawa bekal tidak datang dengan tangan
yang kosong.
Sementara itu Muslimin mengatakan bahwa:
“Penangguhan atau penundaan dalam pemberian doi pateka atau uang belanja dalam perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar telah menjadi taradisi di kalangan masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal dimana hal tersebut dihubungkan mengenai kelangsungan kehidupan setelah menikah”.
49
Maksudnya pemberian doi pateka atau uang belanja dalam tradisi pernikahan
di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar dapat ditangguhkan dan telah
menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat. Dimana hal tersebut dihubungkan
mengenai kelangsungan kehidupan setelah menikah. Maksudnya ialah dimana pihak
laki-laki yang seharusnya membayar lunas doi pateka tersebut satu kali bayar disaat
48
Hasil Wawancara dengan Muhammad Said, Warga Desa Binuang, Kecamatan Binuang
Kabupaten Polewali Mandar. Pada tanggal 17 Desember 2018.
49Hasil Wawancara dengan Muslimin, Warga Desa Mirring, Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 02 Januari 2019.
45
lamaran. Namun, karena kebiasaan penangguhan telah menjadi tradisi dikalangan
masyarakat sehingga pembayaran uang belanja dapat dibayarkan dua kali dan
dilunaskan pada saat hari akad nikah. Hal tersebut diyakini masyarakat bahwa
seseorang laki-laki yang datang pada saat hari akad nikah tidak dengan kosong dapat
membuka pintu rezeki bagi kedua mempelai dikemudian hari dan rezekinya tidak
pernah kosong dan terus mengalir setelah membina rumah tangga setelah pernikahan.
Menurut bapak Syamsuddin, mengatakan bahwa:
“Pemberian doi pateka untuk saat ini tidak dipersulit lagi masyarakat mengingat pemberian doi pateka dapat ditangguhkan atau penundaan yakni dibayarkan dibelakang yaitu dapat dibayar dua kali. Dimana setengah dari doi pateka yang telah disepakati sebelumya dibayarkan pada saat lamaran dan setengahnya lagi dibayarkan pada saat hari akad nikah berlangsung. Hal ini sering terjadi di masyarakat dan tidak dijadikan masalah karena hal tersebut telah menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat. Dimana pemberian doi pateka dengan cara ditangguhkan termasuk salah satu tanggungjawab oleh mempelai laki-laki yang diartikan bahwa pihak tersebut menepati janji”.
50
Perkawinan saat ini kini terlihat sebagai suatu ajang persaingan dalam
mengangkat derajat sosial di masyarakat dan berfokus bagaimana memeriahkan pesta
perkawinan (walimah). Dengan adanya pemberian doi pateka atau uang belanja yang
dijadikan sebagai syarat mutlak dapat terlaksananya suatu perkawinan. Pemberian doi
pateka juga dapat dibayarkan dua kali untuk memudahkan mempelai laki-laki dan
juga dijadikan sebagai suatu pembuktian bahwa mempelai laki-laki menepati janji
untuk memenuhi jumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak keluarga.
Sementara Hasni mengatakan bahwa:
“Doi pateka atau uang belanja dalam perkawinan ialah merupakan salah satu hal yang menentukkan lanjut tidaknya suatu perkawinan, karena jika pihak laki-laki tidak memberikan doi pateka kepada pihak perempuan maka dari mana pihak perempuan dapat menggelar pesta (walimah) karena doi pateka yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan itu nantinya digunakan oleh
50
Hasil Wawancara dengan Syamsuddin, Warga Desa Paku, Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 18 Desember 2018.
46
pihak perempuan uantuk menggelar pesta, percetakan undangan, dan komsumsi yang diberikan kepada para undangan yang hadir diresepsi pernikahan”.
51
Berdasarkan hasil wawancara Hasni dapat disimpulkan:
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa doi pateka atau uang belanja adalah
hal penentu lanjut tidaknya perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali
Mandar, tergantung dari tingginya doi pateka yang diberikan dan tergantung dari
pihak kesepakatan kedua belah pihak. Sesuai dengan adat yang berlaku dalam
masyarakat persyaratan lebih banyak dibebankan kepada pihak laki-laki, karena
hampir seluruh pembiayaan dalam pelaksanaan perkawinan ditanggung oleh pihak
laki-laki untuk membiayai propes perkawinan seperti mahar dan doi pateka (uang
belanja), tak jarang phak mempelai pria mengeluarkan banyak uang untuk
mengangkat derajat dengan strata sosial.
Menurut Abdul Muhin Samada mengatakan bahwa:
“Penangguhan atau penundaan pembayaran doi pateka yang dilunaskan pada
hari akad nikah. Telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat atau telah dijadikan tradisi
adat istiadat yang wajib dilakukan karena mengingatnya kedudukan doi pateka telah
setara dengan mahar yang wajib untuk dipenuhi. Penundaan pembayaran bertujuan
untuk memudahkan pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan memenuhi
jumlah uang yang diminta walau dengn jumlah yang banyak”.
“Penangguhan doi pateka atau pembayaran uang belanja yang dapat dibayarkan
dua kali kini telah menjadi tradisi bagi masyarakat. Karena besarnya uang
belanja yang harus dibayarkan bagi pihak laki-laki demi mewujudkan pesta
sesuai dengan yang diimpikan oleh pihak perempuan sehingga membolehkan
adanya penangguhan dengan pelunasan di saat hari akad nikah”.52
51
Hasil Wawancara dengan Hasni, Warga Desa Mirring, Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 28 Oktober 2018.
52Hasil Wawancara dengan Rasmi, warga Desa Kanang, Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 02 Januari 2019.
47
Maksudnya ialah doi pateka atau uang belanja pada masyarakat Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar. Salah seorang warga mengatakan bahwa
dengan adanya penangguhan atau penundaan pembayaran doi pateka sangat
membantu demi mewujudkan pesta (walimah) yang meriah seperti yang diimpikan
oleh calon mempelai. Karena jumlah uang yang telah disepakati pada saat lamaran
akan terbayarkan lunas pada hari akad nikah. Selain karena jumlah uang yang diminta
oleh keluarga pihak perempuan sangat tinggi sehingga membolehkan pihak laki-laki
untuk membayar lunas uang tersebut pada saat akad nikah. Juga karena adanya adat
istiadat dikalangan masyarakat sehingga penangguhan atau penundaan uang belanja
itu sendiri telah menjadi tradisi di kalangan masyarakat.
Sementara itu menurut ibu Sitti, mengatakan bahwa:
“Pernikahan sekarang telah menjadi ajang gengsi bagi masyarakat itu sendiri dengan mengutamakan dan mewajibkan doi pateka yang diberikan kepada calon mempelai perempuan. Namun, jumlah uang yang diminta oleh pihak perempuan kadang diluar dugaan yang membuat para laki-laki mengurungkan niatnnya untuk menikah. Namun, saat ini ada yang namanya penangguhan atau penundaan pembayaran uang belanja yang dapat dibayarkna dua kali. Tujuan dari pada itu ialah dapat memudahkan pihak laki-laki untuk melangsungkan pernikahan”.
53
Berdasarkan hasil wawancara dari ibu sitti dapat disimpulka bahwa:
Pada umumnya pernikahan tidak lagi dijadikan sebagai tuntutan agama.
Melainkan telah bergeser makna bahwa pernikahan saat ini telh menjadi ajang saing
tersendiri-sendiri bagi masyarakat dengan melihat jumlah uang belanja yang
diberikan oleh pihak keluarga laki-laki. Dengan jumlah yang tinggi yang diberikan
oleh pihak laki-laki kepada keluarga perempuan yang belum pernah ada tetangga atau
satu kampung menikahkna anaknya dengan jumlah yang tinggi akan menjadi
kebanggaan tersendiri bagi keluarga. Namun, kadang doi pateka yang diminta oleh
53
Hasil Wawancara dengan Sitti, Warga Desa Binuang Kecamata Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 02 Januari 2019.
48
pihak keluarga perempuan kadang meberatkan pihak laki-laki sehingga
mengurungkan niat untuk melakukan pernikahan dengan perempuan impiannya.
Karena adanya adat yang mengatur bahwa doi pateka telah jadi tradisi bagi
masyarakat setempat yang diwajibkan untuk dibayarkan da memiliki kedudukan sama
dengan mahar. Dengan adanya penangguhan atau penundaan pemberian uang belanja
yang dapat dibayarkan dua kali membuat para laki-laki dengan mudah melakukan
pernikahan karena uang yang telah disepakati dapat dibayarkan lunas pada saat hari
akad nikah. Tujuan dari penangguhan itu sendiri ialah dapat memdahkan para laki-
laki untuk meminag wanita idamannya.
4.2 Implikasi Penangguhan Doi Pateka dalam Perkawinan di Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Beberapa tanggapan mengenai implikasi penangguhan doi pateka di
Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Dampak dari penangguhan doi pateka itu sendiri sebagaimana yang
diungkapkan oleh Muhammad bahwa:
“Akibat dari penangguhan doi pateka itu sendiri berdampak positif dimana dilihat bahwa mempelai laki-laki ini memang orang yang mampu dan bertanggungjawab terhadap keluarganya karena pihak laki-laki tersebut dapat memnuhi jumlah uang yang telah ditentukan oleh pihak keluarga perempuan”.
54
Dampak dari penangguhan doi pateka itu sendiri berdampak positif karena
pihak laki-laki mampu menepati janji kepada pihak perempuan dan
bertanggungjawab dengan apa yang telah disepakati. Dengan adanya penangguhan
54Hasil Wawancara dengan Muhammad Said, Warga Desa Binuang Kecamatan Binuang
kabupaten Polewali Mandar. Pada tanggal 17 Desember 2018.
49
atau perlambatan pembayaran doi pateka ini tidak memberatkan bagi pihak laki-laki
untuk menikahi wanita idamannya.
Menurut Abdul Muhin Samada mengatakan bahwa:
“Dampak dari penangguhan atau penundaan doi pateka itu sendiri ialah berdampak positif, karena memberi kesempatan bagi pihak laki-laki yang ingin melangsungkn pernikahan untuk memenuhi jumlah doi pateka itu sendiri yang telah disepakati”.
55
Dapat dikatakan bahwa penangguhan doi pateka itu sendiri sangat berdampak
positf bagi masyarakat yang ingin melangsungkan pernikahan. Karena sesuatu hal
yang dapat terjadi apabila doi pateka tidak terpenuhi ialah tidak adanya pernikahan,
karena keluarga pihak perempuan akan melangsungkan cara yang meriah
mengundang banyak kerabat dan apabila tidak ada doi pateka atau uang belanja maka
acara tidak dapat berjalan karena pihak keluarga perempuan akan menggunakan uang
belanja itu sebagai modal untuk melaksanakan resepsi pernikahan yang diinginkan.
Dengan adanya penangguhan maka dapat memudahkan pihak yang ingin
melangsungkan pernikahan yang terkendala pada biaya atau uang belanja yang sangat
tinggi. Penngguhan itu sendiri sangat membantu karena bagi pihak laki-laki yang
tidak mampu membayar lunas doi pateka yang telah ditentukan oleh pihak keluarga
perempun maka pihak laki-laki dapat membayar sisanya dibelakang sebelum ijab
kabul dilangsungkan.
Hal lain yang diungkapkan oleh Muslimin mengatakan bahwa dampak lain
dari penangguhan doi pateka itu sendiri ialah:
55
Hasil wawancara dengan Abdul Muhin SamadA, Warga Dusun Buttu Teneng, Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar. Pada tanggal 17 Desember 2018.
50
“Penangguhan atau penundaan doi pateka atau uang belanja itu sendiri sangat
membantu bagi masyarakat, dampak yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri
ialah sangat berdampak positif dan menghindari msyarakat dari yang namanya
berhutang demi gengsi di masyarakat”.56
Maksudnya siapapun yang mempunyai masalah keuangan pasti akan meminta
pertolongan. Cara termudah eminta tolong dalam masalah keuangan adalah dengan
meminjam. Peminjaman uang boleh dilakukan dengan meminjam dari keluarga,
teman-teman terdekat ataupun pihak bank. Apabila terjadi proses peminjaman maka
terjadilah perhutangan. Banyak kasus di mana setelah selesai menikah laki-laki
terpaksa membayar utangnya sehingga membuat belanja perbulan keluarga terpaksa
dikurangkan. Jika dilihat dari aspek agama seandainya peminjaman dibuat dari bank
sebenaranya hanya mengandung unsur riba dimana jika proses perkawinan
berlangsung menggunakan uang tersebut maka tidak ada keberkahan didalamnya.
Dengan adanya penangguhan atau penundaan dalam pembayaran doi pateka
yang dapat dibayarakan dua kali ini memberi kemudahan bagi masyarakat dan
menghindari masyarakat dari yang namanya hutang. Karena setelah peembayaran
dilakukan pada saat lamaran setengah lagi dari jumlah uang yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak dapat dibayarkan pada hari akad nikah atau hari “H”
pernikahan. Sehingg, dapat memberi kesempatn untuk calon mempelai laki-laki untuk
mengumpulkan kembali sisa uang yang belum terbayarkan.
Sementara itu menurut Rasmi, mengatakan bahwa:
56
Hasil wawancara dengan Muslimin, warga DEsa Mirring Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 02 Januari 2019.
51
“Begitu banyak dampak positif yang terjadi dari penangguhan doi pateka itu
sendiri, diantaranya ialah melancarkan pernikahan sampai hari “H” atau hari
akad nikah itu tiba”.57
Dampak dari penangguhan doi pateka tersebut memiliki banayak dampak
positif bagi masyarakat salah satunya ialah melancarakan pernikahan. Sebab,
pernikahan akan ditunda apabila doi pateka yang diminta oleh orang tua perempuan
tidak dapat disediakan pada waktunya. Kebiasaannya orang tua perempuan akan
memberi waktu kepada pihak laki-laki untuk mengumpulkan jumlah yang diminta,
jangka waktu yang diberi berdasarkan ketentuan orang tua perempuan ataupun
kesepakatan kedua belah pihak. Seandainya pihak laki-laki tidak dapat menyediakan
uang setelah setelah tiba masa yang dijanjikan, besar kemungkinan akan terjadinya
pembatalan nikah ataupun penambahan waktu yang diberi izin oleh orang tua
perempuan.
Tidak semua orang tua perempuan yang sanggup melihat anaknya terlambat
menikah dan tidak semua laki-laki sanggup memberikan apa yang dia tidak miliki
walaupun bisa dicapai jika disertakan dengan usaha. Sekalipun laki-laki sudah
berusaha untuk mengumpul jumlah uang yang diminta , dikarenakan keterbatasan
dalam banayak hal kemungkinan utuk tidak dapat memenuhinya. Rasa cinta dan
sayang terpaksa dikorbankan apabila uang menjadi penunjang utama dalam
mendirikan perkawinan. Namun, penundaan dalam memberikan jumlah uang yang
telah disepakati dapat memberi kesempatan bagi pihak laki-laki untuk mengumpulkan
57Hasil wawancara dengan Rasmi, warga Desa Kanang Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 02 Januari 2019.
52
uang sesuai jumlah yang diminta oleh pihak keluarga perempuan seelum ijab kabul
dilaksanakan dan menghidari terjadi pembatalan perkawinan.
Menurut Nurhayati mengatakan bahwa:
“Dampak dari penangguhan doi pateka itu sendiri juga memiliki dampak
negatif, sebagaimana yang terjadi pada tetangga saya dikarenakan doi pateka atau
uang belanja ditangguhkan pada hari ”H” akad nikah, maka terjadi konflik kesalah
pahaman yang mengakibatkan pernikahan hampir dibatalkan karena masalah jumlah
uang yang dibawah oleh pihak laki-laki berbeda dengan kesepakatan sebelumnya”.58
Dampak dari penangguhan atau penundaan doi pateka itu sendiri tidak
selamanya mendatangkan dampak yang positif tetapi juga memiliki dampak negatif
dikalangan masyarakat. Sangat berdampak pada saat hari akad nikah karena kesalah
pahaman jumlah uang yang telah disepakati sebelumnya ternyata tidak sesuai dengan
jumlah uang yang dibawah oleh pihak laki-laki pada saat hari akad nikah kurang.
Sehingga perkawinan hampir tidak terjadi dan karena kejadian tersebut juga
berdampak pada kedua keluarga belah pihak yang membuat malu diri mereka sendiri
karena permasalahan jumlah doi pateka atau uang belanja yang kurang pada saat
pelunasan di hari akad nikah. Dengan penangguhan atau penundaan doi pateka dalam
pernikahan menyebabkan kesalahpahaman mengenai jumlah uang yang diberikan.
Sehingga hal tersebut membuat malu kedua belah pihak keluarga dan mejadi cibiran
atau omongan bagi masyarakat setempat.
Sementara itu Muhammad Narwis mengatakan bahwa :
“Penangguhan atau penundaan doi pateka (uang belanja) itu sendiri
mendatangkan dampak negatif bagi pihak laki-laki yang ekonominya menengah
kebawah, walaupun pembayarannya dapat dilakukan dua kali dilunaskan pada saat
58
Hasil wawancara dengan Nurhayarti, warga Desa Paku Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Pada tanggal 18 Desember 2018.
53
akad nikah juga memberatkan karena mengingat uang yang telah disepakati harus
dibayar lunas di saat hari “H” tiba dan apabila hal tersebut tidak terlaksana maka
pernikahan tidak akan pernah terjadi”.59
Selain dampak positif yang diakibatkan dari penangguhan doi pateka itu
sendiri juga memiliki dampak negatif. Dimana, hal tersebut membebankan laki-laki
yang ekonominya menengah kebawah. Praktek doi pateka memang tidak dinafikan
bahwa membebankan laki-laki apalagi jika laki-laki tersebut memang dari keluarga
yang sederhana ataupun pendapatan bulanannya hanya cukup untuk dirinya saja.
Mempelai laki-laki bukan hanya perlu memberikan uang kepada pihak perempuan,
malahan mereka juga harus mengeluarkan uang sendiri untuk pesta pernikahan
mereka. Beban ini jelas terlihat apabila mereka terpaksa berhemat, melakukan kerja
sampingan ataupun kerja lebih dalam mengumpul jumlah yang diperlukan.
Pihak laki-laki juga tidak melangsungkan pesta pernikahan. walaupun uang
doi pateka yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada pihak perempuan
dapat dibayarkan dua kali hal tersebut juga menjadi beban tersendiri bagi pihak laki-
laki saat mereka melakukan pembayaran setengah dari jumlah uang yang telah
ditentukan dan setengahnya lagi dibayarkan di hari akad nikah. Apabila pihak laki-
laki tidak melunasi sisa uang tersebut maka pernikahan tidak akan dilanjutkan atau
dibatalkan karena dianggap pihak laki-laki tidak menepati janji. Apabila pihak laki-
laki menyanggupi maka uang yang telah banyak dihabiskan kepada pihk perempuan
membuat mempelai laki-laki tidak melangsungkan pesta pernikahan bagi pihaknya
59
Hasil wawancara dengan Muhammad Narwis, warga Kelurahan Amassangan Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar. Pada tanggal 28 September 2018.
54
dan terdapat juga mempelai laki-laki yang membuat pesta pernikahan hanya sekedar
memberi makan kue kepada tamunya berbeda dengan kebiasaan yang sering
dilakukan yaitu dengan menjamu tamu dengan nasi.
Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari penangguhan doi pateka atau uang
belanja itu sendiri ialah, memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya
ialah memberi kemudahan untuk para laki-laki yang ingin melangsungkan pernikahan
yang terkendala pada jumlah uang yang diminta oleh pihak perempuan, sedangkan
dampak negatifnya ialah ditakutkan suatu hari nanti terjadi kesalahpamana anatara
kedua belah pihak keluarga mengenai jumlah doi pateka yang diberikan oleh pihak
laki-laki kepada pihak perempuan.
Dampak positif dari doi pateka itu sendiri, setidaknya dapat memberi motifasi
bagi kalangan pemuda untuk bekerja keras dalam mengumpulkan doi pateka jika
ingin menikah. Karena dari sini dapat dilihat pembuktian dari keseriusannya terhadap
wanita yang sungguh ingin mereka lamar. Karena awal dari pembuktian yang
sesungguhnya saat mereka sanggup memenuhi permintaan jumlah doi pateka dari
pihak keluarga perempuan. Karena bagi kaum perempuan jika dari laki-laki sanggup
memenuhi permintaan tersebut maka selanjutnyapun dalam berumah tangga akan
bertanggung jawab dengan keluarganya nanti. Paling utama mencegah laki-laki yang
suka berpoligami, agar kiranya mereka berpikir sepuluh kali untuk menikah lagi
dengan pertimbanan jumlah doi pateka atau uang belanja yang sangat tinggi.
Sehingga tidak ada lagi anak-anak dan istri yang diabaikan atau diterlantarkan.
55
4.3 Perspektif Hukum Islam tentang Penangguhan Doi Pateka dalam
Perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar.
Di antara ciri-ciri akad nikah yang sah sesuai syariat Islam adalah mahar
diberikan dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, baik itu berupa benda
berharga atau sesuatu bernilai di sisi Allah Swt seperti lantunan ayat suci al-Qur‟an
dan lain sebagainya. Mahar termasuk dari salah satu keutamaan dan keagungan dari
ajaran agama Islam, begitu tingginya Islam menempatkan mahar hingga sebagian
ulama berpendapat bahwasanya mahar termasuk salah satu rukun dalam pernikahan.
dengan adanya mahar ini termasuk salah satu cara bagaimana Islam memuliakan
wanita dan melindungi dengan memberikan haknya yang sudah seharusnya dan
sewajarnya menjadi miliknya dalam pernikahan, bahkan bukan mahar saja yang harus
diberikan tetapi ada hak-hak lainnya seperti nafkah setelah nikah baik lahir maupun
batin dan lain sebagainya.
Ulama fiqih sepakat bahwa mahar diberikan oleh suami kepada istrinya baik
secara kontan maupun tempo, pembayaran mahar harus sesuai dengan perjanjian
yang terdapat dalam akad pernikahan. Pemberian mahar suami sebagai lambang
kesungguhan suami terhadap isteri. Selain itu, juga mencerminkan kasih sayang dan
kesediaan suami hidup bersama serta sanggup berkorban demi kesejahteraan rumah
tangga dan keluarga.
Di dalam hukum Islam dikenal prinsip mengutamakan kemudahan (raf at-
taysir) dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam hal perkawinan prinsip ini sangat
56
ditekankan. Para wanita tidak diperkenankan meminta hal yang justru memberatkan
pihak laki-laki karena hal ini mempunyai beberapa dampak negatif, diantaranya:
4.3.1 Menjadi hambatan ketika akan melngsungkan perkawinan terutama bagi mereka
yang sudah serius dan saling mencintai.
4.3.2 Mendorong dan memaksa laki-laki untuk berhutang demi mendapatkan uang
yang disyaratkan oleh pihak wanita.
4.3.3 Mendorong terjadinya kawin lari dan terjadinya hubungan di luar nikah.
Selain hal di atas dampak lain yang bisa ditimbulkan adalah banyaknya
wanita yang tidak menikah dan menjadi perawan tua karena para lelaki
mengurungkan niatnya untuk menikah disebabkan banyaknya tuntutan yang harus
disiapkan oleh pihak laki-laki demi sebuah pernikahan. Lebih jauh lagi akibat yang
timbul karena besarnya tuntutan yang harus dipenuhi adalah dapat mengakibatkan
para pihak yang ingin menikah terjerumus dalam perbutan dosa.60
Pemberian doi pateka atau uang belanja di Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi dan biasanya
dalam jumlah yang tidak sedikit. Perbedaan tingkat sosial masyarakat sangat
mempengaruhi terhadap nilai doi pateka yang disyaratkan. Dianataranya adalah status
ekonomi wanita yang akan dinikahi, kondisi fisik, jenjang pendidikan, jabatan,
pekerjaan, dan keturunan. Agama Islam tidak membeda-bedakan status sosial dan
kondisi seseorang apakah kaya, miskin, cantik, jelek, berpendidikan atau tidak.
60
M Iqbal Jurnal Analisis Hukum Islam tentang Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku
Bugis Makassar, https://mesia.neliti.com
57
Semua manusia dimata Allah mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, hal yang
membedakan hanayalh taqwa. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah
Q.S al-Hujurat/ 49 :13.
إى ا قبائل لتعازف كن شعبا جعل أثى ي ذكس كن ه ا ٱلاض إا خلق أي ي
علين خبيس كن إى ٱلل قى أت سهكن عد ٱلل ٢٢أك
Terjemahan:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui lahi maha mengenal”.61
Perkawinan sebagai sunnah Nabi hendaknya dilakukan dengn penuh
kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan sehingga tidak ada unsur pemborosan di
dalamnya karena Islam sangat menentang pemborosan sebagaimana yang disebut
dalam firman Allah Q.S al-Isra/17: 27.
ي لسبۦ كفزا ط كاى ٱلشي طيي ى ٱلشي ا إخ زيي كا وبر ١٢إى ٱل
Terjemahan:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Hukum Islam mengakui adat sebagai sumber hukum karena sadar akan
kenyataan bahwa adat kebiasaan telah mendapatkan peran penting dalam mengatur
lalu lintas hubungan dan tata tertib sosial di anggota masyarakat. Adat kebiasaan
berkedudukan pula sebagai hukum yang tidak tertulis dan dipatuhi karena dirasakan
sesuai dengan rasa kesadaran hukum mereka. Adat kebiasaan yang tetap sudah
61
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahan.
58
menjadi tradisi dan telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakatnya. Sebelum
Nabi Muhammad Saw diutus, adat kebisaan sudah banyak berlaku bagi masyarakat
dari berbagai penjru dunia. Adat kebiasaan yang dibangun oleh nilai-nilai yang
dianggap baik dari masyarakat itu sendiri, yang kemudian diciptakan, dipahami,
diseakati, dan dijalankan atas dasar kesadaran. Nilai-nilai yang dijalankan terkadang
tidak sejalan dengan ajaran Islam dan ada pula yang sudah sesuai dengan ajaran
Islam.
Dalam perkawinan khusunya bagi umat Islam seharusnya syari‟at yang
didahulukan. Pemahaman agama yang bagus bagi masyarakat, karena tanpa
pemahaman tersebut sehingga banyaknya penolakan lamaran atau pembatalan
perkawinan yang terjadi di masyarakat hanya karena disebabkan tidak cukupnya doi
pateka atau uang belanja yang diminta oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki
sehingga terjadilah banyak dampak di dalam masyarakat. Tingginya jumlah doi
pateka memang beberapa mendatangkan maslahat (manfaat) karena dapat memotivasi
para pemuda untuk bekerja keras dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi
pernikahan.
Selain itu, adapula anggapan bahwa tingginya doi pateka dapat mengurangi
tingkat perceraian dalam rumah tangga karena tentu seorang suami akan berpikir
sepuluh kali untuk menikah lagi dengan pertimbangan jumlah doi pateka yang
sanagat tinggi , mungkin kedua alsan tersebut memang benar. Tapi dilihat dari sisi
mudharatnya juga pada kenyataannya banyak kita temukan pemuda yang gagal
menikah akibat ketidakmapuannya memenuhi jumlah doi pateka yang dipatok oleh
keluarga perempuan. Sementara si pemuda dan si gadis telah menjalin hubungan yang
serius. Persoalannya tidak hanya sampai situ pemuda yang lamarannya ditolak tentu
59
akan merasa malu dan harga dirinya direndahkan dari sinilah terjadi silariang (kawin
lari). Kedua orang tua si gadis pun merasa dipermalukan dan merasa harga dirinya
direndahkan.
Kebiasaan inilah yang berlaku pada masyarakat sejak lama dan turun temurun
dari satu periode ke periode selanjutnya sampai sekarang pada hakikatnya dalam
hukum perkawinan Islam tidak ada kewajiban untuk memberikan doi pateka atau
uang belanja yang ada dalam perkawinan Islam hanya memberikan mahar kepada
calon istri. Mahar dalam Islam wajib bagi laki-laki sebagaimana dalam firman Allah
Q.S An-Nisa/4:4.
سا ف ء ه ي لكن عي شي فإى طب لت ي ح ت
ءاتا ٱلساء صدق ا فكل ي
سي ٣ا هTerjemahan:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu denga senag hati , maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai maskawin) yang sedap lagi baik akibatnya sebagai pemberian”.
Syarat sah pernikahan adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar
penikahan yang dilaksanakan merupakan pernikahan yang sah dan diakui secara
hukum sehingga hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pernikahan dapat
berlaku. Berikut merupakan syarat sah pernikahan ialah adanya dua orang calon
mempelai, dua orang saksi, wali, dan ijab kabul.62
Dalam sayarat sah pernikahan tidak
ada mewajibkan harus adanya doi pateka atau uang belanja untuk melaksanakan
walimah (pesta pernikahan) hanya dianjurkan yang sederhana walau hanya satu ekor
kambing.
62Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3 (Cet. 4; Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2012), h. 271.
60
Di dalam hukum Islam doi pateka atau uang belanja tidaklah jadi hambatan
untuk melangsungkan suatu pernikahan karena yang wajib dibayarkan oleh pihak
laki-laki kepada pihak perempuan hanyalah mahar walaupun itu sebuah cincin,
pernikahan secara Islam tidaklah memberatkan siapapun tapi karena adanya adat yang
mengatur setiap masyarakat sehingga doi pateka atau uang belanja dijadikan sebagai
sesuatu yang wajib dibayarkan oleh pihak laki-aki.
Di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar, doi pateka atau uang
belanja telah dijadikan sebagai tradisi dalam masyarakat dan telah menjadi adat yang
kedudukannya sama pentingnya dengan mahar yang wajib dibayarkan, sehingga
untuk melangsungkan suatu pernikahan salah satu sayrat yang wajib dipenuhi ialah
terpenuhinya uang belanja yang dipatok oleh keluarga perempuan, apabila tidak ada
doi pateka atau uang belanja maka tidak akan pernah terjadi suatu pernikahan.
pembayaran doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar dapat
ditangguhkan atau dibayarkan dua kali yang mana setengah pembayaran diberikan
kepada keluarga pihak perempuan pada saat lamaran diterima, dan setengahnya lagi
dapat dibayarkan pada saat hari akad nikah tiba.
Penangguhan atau penundaan pembayaran doi pateka atau uang belanja dalam
tradisi perkawinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar telah menjadi
tradisi tertentu di kalangan masyarakat. Dengan adanya penangguhan atau
perlambatan dalam melunasi jumlah doi pateka yang telah ditentukan sebelumnya
pada saat lamaran ini lebih banyak membantu dan mendatangkan dampak positif bagi
masyarakat yang ingin melangsungkan pernikahan. Dampak positif yang ditimbulkan
dari penangguhan doi pateka itu sendiri, memberi jalan atau kemudahan untuk para
61
laki-laki dalam mengumpulkan doi pateka yang telah ditentukan oleh pihak keluarga
perempuan.
Selain dampak positif ada juga dampak negatif yang diakibatkan dari
penangguhan doi pateka itu sendiri, dimana pihak laki-laki harus membayar lunas
sisa uang yang belum terbayar lunas pada saat hari akad nikah tiba. Dan apabila pihak
laki-laki tidak daat memenuhi janji maka pernikahan tidaka akan terjadi atau
dibatalkan. Penangguhan doi pateka itu sendiri telah menjadi kebiasaan atau telah
dijadikan sebagai tradisi adat istiadat setempat bagi masyarakat. Hal tersebut memang
tidak ada dalam hukum Islam karena yang diwajibkan dalam Islam hanyalah mahar.
Namun karena adat masyarakat telah menyamakan kedudukn doi pateka ialah wajib
dan harus terpenuhi dalam suatu perkawinan.
Penangguhan atau penundaan pembayaran doi pateka boleh dilakukan
walaupun sebenarnya doi pateka tidaka ada dalam syarat sah perkawinan. Namun,
melihat kedudukannya wajib dan apabila todak terpenuhi maka perkawinan tidak
pernah terjadi. Dan apabila perkawinan dibatalkan dan calon laki-laki dan perempuan
telah saling menyukai satu sama lain ditakutkan terjadi silariang kawin lari yang
membuat malu kedua keluarga sehingga penangguhan dibolehkan dalam Islam saat
ditinjau dari aspek kebaikannya (maslahat) dan keburukannya (mudharat) yang berarti
lebih banyak mendatangkan kebaikan dan menjauhi keburukan. Maka penangguhan
atau penundaan doi pateka dalam perkawinan dibolehkan.
Setiap sesuatu yang terjadi pasti tersimpan hikmah di dalamnya. Begitupun
dengan penangghan dari doi pateka itu sendiri memiliki hikmah, sehingga hal
tersebut diboehkan dalam tradisi pernikahan di Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar. Hikmah dari penangguha doi pateka tersebut ialah:
62
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Gambaran penangguhan doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali
Mandar. Bahwa doi pateka atau uang belanja sudah ada sejak beberapa tahun
yang lalu namun uang belanja sekarang dengan tahun sebelumnya memiliki
perbedaan yang sangat dramatis dari yang mulanya hanya ribuan hingga
sekarang berkisar dari jutaan hingga puluhan ratus juta rupiah. Pada umumnya
pembayaran doi pateka di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar
dapat ditangguhkan yaitu dibayarkan dua kali karena adanya syarat-syarat
tertentu yang menjadi persyaratan bahwa orang yang datang harus berisi yang
dipercaya bahwa rezeki calon pengantin akan terus mengalir setelah membina
rumah tangga. Pemberian doi pateka yang dibayarkan dua kali juga termasuk
tanggung jawab oleh pihak laki-laki yang diartikan bahwa pihak laki-laki
tersebut menepati janji, tujuan dari pada pemberian doi pateka itu sendiri yang
ditangguhkan ialah untuk memudahkan laki-laki yang ingin melakukan
pernikahan namun terkendala pada masalah doi pateka yang sangat mahal.
5.1.2 Implikasi yang ditibulkan dari penangguhan doi pateka itu sendiri ialah
berdampak positif dan juga berdampak negatif. Dimana hal tersebut lebih
banyak mendatangkan dampak positif daripada negatif, dampak positifnya ialah
dapat dilihat bahwa memang mempelai laki-laki orang yang mampu dan
bertanggungjawab dan dapat menepati janji, selain itu hal-ha yang tidak
diinginkan dalam pernikahan juga teratasi yaitu menjauhi salah satu pihak untuk
melakukan hutang demi suatu pesta yang meriah. Namun, dibalik semua itu ada
63
dampak negatif dari pennagguhan doi pateka itu sendiri dimana apabila pihak
laki-laki tidak mampu membayar lunas doi pateka yang telah dijanjika kepada
pihak perempaun setelah tiba hari akad nikah amaka perniakahan tidaka akan
terjadi. Selain itu perniakahn dapat berlanjut apabila pihak laki-laki sanggup
melunasi sisa uang yang belum dibayarkan baik dengan cara berhutang asal
uang yang dijanjikan terbayar lunas sebelum ijab kabul dilakukan.
5.1.3 Perspektif hukum Islam mengenai penangguhan doi pateka di Kecamatan
Binuang Kabupaten Polewali Mandar. Di antara ciri-ciri akad nikah yang sah
sesuai syariat Islam adalah mahar diberikan dari mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan, baik itu berupa benda berharga atau sesuatu bernilai di
sisi Allah Swt seperti lantunan ayat suci al-Qur‟an dan lain sebagainya. Dalam
syarat sah pernikahan tidak ada mewajibkan harus adanya doi pateka atau uang
belanja untuk melaksanakan walimah (pesta pernikahan) hanya dianjurkan yang
sederhana walau hanya satu ekor kambing. Di Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar, doi pateka atau uang belanja telah dijadikan sebagai tradisi
dalam masyarakat dan telah menjadi adat yang kedudukannya sama pentingnya
dengan mahar yang wajib dibayarkan, penangguhan atau penundaan
pembayaran doi pateka boleh dilakukan walaupun sebenarnya doi pateka tidaka
ada dalam syarat sah perkawinan. Namun, melihat kedudukannya wajib dan
apabila tidak terpenuhi maka perkawinan tidak pernah terjadi saat ditinjau dari
aspek kebaikannya (maslahat) dan keburukannya (mudharat) yang berarti lebih
banyak mendatangkan kebaikan dan menjauhi keburukan. Maka penangguhan
atau penundaan doi pateka dalam perkawinan dibolehkan.
64
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat peneliti kemukakan
ialah:
5.2.1 Pentingnya membangun kultur masyarakat melalui partisipasi tokoh adat tokoh
masyarakat dalam mensosialisasikan pentingnya kesederhanaan dalam masalah
doi pateka atau uang belanja dan walimah dalam perkawinan. Dalam rangka
mencapai tujuan perkawinan yaitu memabngun keluarga sakinah, mawaddah wa
rahmah.
5.2.2 Sebaiknya doi pateka disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai.
5.2.3 Kepada masyarakat Sulawesi Barat yang ada di Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar agar kiranya mengubah paradigma berfikirnya dalam melihat
tujuan dan pemberian doi pateka atau uang belanja itu sendiri.
65
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahan.
Danim, Sudarman. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metedologi, Presentase, dan Publikasi Hasil Penelitian untuk mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humanora. Cet.I; Bandung: CV. Pustaka Setia.
Departemen Agama RI. 1998. Al-qur‟an dan Terjemahan. Bandung: Al-Jumanatul „Ali-ART.
Emzir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Edisi.I. Jakarta: Rajawali Perss.
Fahimah, Iim. 2013. Ahkam Jurnal Hukum Islam Mahar dalam Perspektif Islam. Tuluangagung: jurusan Syariah STAIN Tulungagung.
Ghozali, Abdul Rahman. 2008. Fiqh Munakahat. Cet.II; Jakarta: Kencana.
Hj.Rusdaya Basri, “Sompa Dan Dui‟ Menre‟ Dalam Tradisi Perkawinan Bugis Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap” (Analisis Maqasid al-Syariah), Penelitian P3M STAIN Parepare, 2015.
Habsyi, Muhammad Bagir. 2002. Fikih Praktis Al-Qur‟an, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Cet.I; Bandung: Mizan Media Utama.
Janah, Roudlatul Unun. 2003. Dialogia Jurnal Hukum Islam Agama dan Solidaritas Sosial. Ponorogo: Jurusan Ushuluddin STAIN Ponorogo.
Khallaf, Abdul Wahhab. 1996. Ilmu Ushulul Fiqhi, Terj. Noer iskandar Kaidah-kaidah Hukum Islam. Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muh Tahir. Kadar Mahar dan Dui Menre Perkawinan pada Masyarakat Bugis Kec. Duampanua Kab. Pinrang (Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan). Parepare: Skripsi STAIN Parepare.2014.
Mardalis, 2004. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Cet.VII; Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2008. Metedologi Penelitian: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cet. VI; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nurliah Haedar. Dampak Doi Menre dalam Tradisi Perkawinan Bugis pada Masyarakat Bugis Kec. Soppeng Riaja Kab. Barru, Parepare Skripsi: STAIN Parepare.2017.
Noor, Juansyah. 2011. Metedologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Ed. I. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Rofiq, Ahmad. 2003. Hukum Islam di Indonesia, Cet.VI; Jakarta: PT Graja Grafindo.
Romulyo, Moh Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari UU No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Cet.II; Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sabiq, Sayyid. 2012. Fiqih Sunnah 3. Cet. IV; Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Shomad, Abd. 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Cet.I; Jakarta: Kencana.
66
Syarifuddin, Amir. 2007. Hukum Perkawinan Islam Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Cet.II; Jakarta: Kencana.
Republik Indonesia 1974. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Sudarsono. 1993. Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Subagyo. Joko. 2004. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek . Cet.IV; Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatf dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Makalah dan Skripsi), Edisi Revisi, Parepare: STAIN Parepare.
al-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh Islam Wa Adillatuhu Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Cet. I; Jakarta: Gema Insani.
Zahrah, Muhammad Abu. 1958. Ushul Fiqih, Kairo: Dar al-Fikri al-Arabi.
Internet
Cipto Hendro. 2018. Uang Panai Tanda Penghargaan Untuk Meminang Gadis Bugis Makassar (Online) Makassar, edisi 13 Maret 2017, no.08532951 (https://regional.kompas.com/read. (akses 14 Maret 2018).
Fridayani. 2018. Ngerinya Uang Panai untuk Melamar Wanita Bugis Makassar, https://Fridayaniabdulkarim.Wordpress.com/2015/05/08/ngeri-nya-uang-panai-untuk-melamar-wanita-bugis-/.html. (10 Agustus 2018).
Haruni, N Amri. 2018. Adat Uang Panaik Dalam Pernikahan Mandar (Online) Sulawesi Barat, edisi 20 Agustus 2015, https://budaya-indonesia.org. (10 Agustus 2018).
Muchtar, Amin. 2018. Mengukur Maslahat dan Mudarat, http://www.sigabah.com/beta/mengukur-maslahat-mudarat-bagian-ke-1 (akses 10 gustus 2018).
Senja Daeng. 2108. Uang Panai Antara Budaya Siri Atau Syariat Islam (Online) Makassar, edisi 29 Maret 2017,(https://www.kompasiana.com/read. (akses 14 Maret 2018).
Rumah bangsa. 2018. Fikih Munakahat. www.Rumahbangsa.net/2014/12/Pengertian dan Dasar Hukum Walimah.html.(akses 10 Agustus 2018).
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apakah bapak/ ibu sudah menikah ?
2. Pada tahun berapa bapak/ ibu menikah ?
3. Apakah pada saat pernikahan bapak/ ibu telah ada yang namanya uang belanja ?
4. Apa yang menyebabkan sehingga uang belanja sekarang dengan dulu sangat
memiliki jauh perbedaan?
5. Bagaimana uang belanja saat ini di masyarakat apakah kedudukan telah setara
dengan mahar ?
6. Apakah uang belanja saat ini bagi masyarakat telah dapat dibayarakan dua kali atau
ditangguhkan ?
7. Apa benar jika penangguhan uang belanja telah menjadi tradisi pada masyarakat ?
8. Apa tujuan dari penangguhan uang belanja itu sendiri ?
9. Apa implikasi atau dampak yang terjadi apabila uang belanja itu sendiri
ditangguhkan ?
10.Apakah penangguhan unag belnja tersebut membantuu bagi masyarakat ?
RIWAYAT HIDUP PENULIS
SRIYUNDA panggilan Yunda lahir
di Polewali tepatnya di Desa Amola pada
tanggal 21 Agustus 1996 dari pasangan suami
istri Bapak Hendra dan Ibu Hapia. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara.
Kini penulis beralamat di Jl. Poros Kaleok
Desa Amola Kecamatan Binunag Kabupaten
Polewali Mandar. Adapun riwayat pendidikan
yang telah ditempuh oleh penulis yaitu, SDN
059 Amola lulus pada tahun 2008, SMP Negeri 8 Polewali lulus pada tahun 2011,
SMA Negeri 2 Polewali lulus pada tahun 2014, dan mulai tahun 2014 mengikuti
program S1 di Stain Parepare yang telah berubah menjadi IAIN Parepare Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum Islam dengan mengambil Program Studi Ahwal al-
Syakhsiyah (Hukum Keluarga) sampai dengan sekarang. Sampai dengan penulisan
skripsi ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswi Program S1 Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Parepare.