pemetaan habitat bentik perairan dangkal …
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
45
PEMETAAN HABITAT BENTIK PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN WAHANA
UAV DI PULAU KARIMUNJAWA PROVINSI JAWA TENGAH
MAPPING OF BENTHIC HABITATS IN SHALLOW WATER USING UAV ON
KARIMUNJAWA ISLAND CENTRAL JAVA PROVINCE
Yahya Dwikarsa1*, Abdul Basith1
1Geodetic Engineering Department, Engineering Faculty, Gadjah Mada University
Grafika Street No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta 5528, Indonesia
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan teknologi pemetaan untuk mendapatkan data spasial terutama di wilayah pesisir terutama objek habitat
bentik semakin berkembang. Kehadiran UAV menjadi solusi dalam penyediaan data spasial berosolusi tinggi dan
mereduksi kendala dari segi biaya dan waktu. Penelitian ini menerapkan teknologi UAV untuk memetakan habitat
bentik perairan dangkal. Wilayah yang akan dikaji adalah habitat bentik yang berlokasi di Pulau Karimunjawa. Teknik
yang digunakan merupakan teknik fotogrametri dengan menggabungkan sejumlah foto udara menjadi satu bagian
(orthomosaik). Jumlah foto udara yang digabungkan total terdapat 2593 foto udara. Dalam meningkatkan akurasi
geometrik citra ortophoto habitat bentik pada penelitian ini, digunakan 8 titik GCP yang diukur dengan GNSS dan
menghasilkan rata-rata presisi ±2,2 mm untuk horizontal dan ±3,3 mm untuk vertikal. Hasil pemotretan citra ortofoto
menghasilkan GSD 3,5 cm/piksel dengan luas total area mencapai 2,56 km2 dengan tinggi terbang 120m. Hasil luaran
berupa citra ortofoto yang dapat digunakan sebagai peta dasar maupun produk pemetaan tematik atau turunan
khususnya objek habitat bentik.
Kata kunci: Pemetaan, Habitat Bentik, UAV
PENDAHULUAN
Teknologi pemetaan skala besar sudah sangat berkembang pada saat ini. Dukungan terhadap
teknologi tersebut harus dapat dimanfaatkan semoptimal mungkin. Salah satu teknologi pemetaan yang
berkembang adalah teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV). UAV merupakan wahana pesawat terbang
yang dapat digunakan untuk melakukan pemotretan udara. Penggunaan UAV yang fleksibel memudahkan
pengguna untuk memetakan objek yang dikehendaki.
Objek pemetaan umumnya adalah objek-objek yang ada di wilayah darat. Hal tersebut digunakan
untuk keperluan inspeksi gedung (Eschmann dkk., 2012), pengukuran batas tanah (Ramadhani dkk., 2018),
dan lain-lain. Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan dengan objek utama di wilayah perairan. Seperti
penelitian terumbu karang (Muslim dkk., 2019), pemetaan habitat bentik berbasis objek di perairan dangkal
(Mastu, 2018).
Data utama dalam memetakan objek di darat maupun di perairan adalah data citra dari baik berupa
satelit, airborne, maupaun UAV. UAV merupakan wahana yang dapat memotret dengan ketinggian rendah
sehingga menghasilkan data citra beresolusi tinggi. Keuntungan dari citra resolusi tinggi adalah kemampuan
untuk memetakan perbedaan secara spasial pada sistem wilayah pesisir (Jiang dkk., 2016).
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
46
Pemetaan foto udara menggunakan UAV didukung oleh teknologi perekaman posisi bawaan dari
wahana tersebut. Dalam meningkatkan akurasi tersebut digunakan GCP (Ground Control Point). GCP
merupakan titik referensi pada lokasi sebenarnya (dilapangan) yang telah dilakukan pengukuran.
Pengukuran umumnya menggunakan teknologi GNSS untuk menghasilkan ketelitian tinggi. Fungsi dari
GCP adalah menghubungkan antara sistem koordinat yang ada di foto dengan sistem koordinat tanah
(georeferensi) seperti Universal Transverse Mercator (NOAA, 2009).
Pada penelitian ini objek yang akan dipetakan adalah objek habitat bentik diwilayah Pulau
Karimunjawa. Tepatnya berada di wilayah utara dan selatan Tanjung Benteng. Wilayah perairan yang ini
dipilih karena kecerahan dan kedalaman perairan yang dangkal masih memungkinkan objek habitat bentik
terlihat dengan jelas.
METODE PENELITIAN
Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Kariunjawa (TNKJ) tepatnya perairan di Pulau
Karimunjawa bagian utara dan selatan dari Tanjung Benteng. Akuisisi data UAV dilakukan pada tanggal
14 Oktober 2020. Luasan areal yang dipetakan ±2,5 km2. Proses pengolahan dilakukan di Laboratorium
Fotogrametri dan Penginderaan Jauh Fakultas Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada. Adapun peta
lokasi dapat dilihat pada Gambar
Metode Dan Alat
Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah foto hasil pemotretan udara yang diakuisisi pada
tanggal 14 Oktober 2020 yang kemudian diolah menjadi citra orthomosaik. Sedangkan untuk data GCP
merupakan data hasil pengamatan GPS dengan luaran berupa titik koordinat (x, y, z).
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
47
Tabel 1. Perangkat keras dan lunak yagn digunakan
Perangkat keras Perangkat lunak
UAV Quadcopter DJI Phantom 4 Pro V2
sebagai wahana pemotretan udara.
Remote Controller digunakan sebagai
pengendali berupa handphone sistem operasi
android.
Komputer Intel Core i7 RAM 16 GB 64 Bit.
GPS CHCNAV i50 untuk akuisisi titik
koordinat GCP
PIX4D Mapper untuk kontrol jalur terbang.
Agisoft Metashape versi 1.6.4
Global Mapper untuk membuat jalur terbang.
Trimble Bussiness Center untuk pengolahan data
GPS.
ArcGIS untuk visulisasi peta orthomosaik.
Metode
Wahana UAV yang digunakan merupakan pewasat dengan jenis quadcopter DJI Phantom 4 pro
versi 2. Proses akuisisi data dilakukan dengan ketinggian 120m dengan sidelap 70%. Pada saat proses
pengambilan data atau pemotretan objek, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu faktor
keberhasilan dalam pemotretan objek dibawah air ditentukan oleh kondisi cuaca saat pemotretan, arus dan
gelombang harus tenang, serta kondisi cuaca cerah dan tidak mendung yang dapat menimbulkan efek
sunglint. Pemotretan akan dilakukan pada saat pagi hari dengan kisaran jam 08.00 - 10.00 pagi. Proses
pengolahan data citra sampai dengan menghasilkan citra ortofoto dapat dilihat pada skema Gambar.
Adapun akuisisi untuk titik koordinat tanah menggunakan pengamatan GPS geodetik dengan jumlah titik
GCP adalah 8. Jumlah titik GCP disesuaikan dengan luasan dan posisi yang tersebar merata di area
pemtoretan udara. Alat yang digunakan adalah GPS tipe CHCNAV i50 dengan base dan rover. Metode
pengamatan yang digunakan adalah metode statik radial. Ilustrasi pengmatan GPS dengan metode statik
radial dapat dilihat pada Gambar.
Gambar 1. Pengukuran mode statik radial
M merupakan base yang tetap saat pengamatan, sedangkan A, B, C merupakan rover yang dapat bergerak
bebas dan garis biru yang menghubungkan keduanya adalah baseline.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
48
Gambar 2. Alur analisis orthomosaik dengan GCP
GCP (Ground Control Point)
GCP menggunakan GPS tipe geodetik untuk mendapatkan nilai koordinat tanah berupa (x, y, z)
menggunakan sistem koordinat UTM zona 49S.
Akuisisi citra foto udara
Akuisisi citra foto udara menggunakan Drone DJI Phantom 4 V.2 dengan spesifikasi sebagai
berikut:
Tabel 2. Spesifikasi UAV
Spesifikasi Keterangan
Sensor kamera 1” CMOS effective pixels: 20M, FOV 84° 8,8 mm/24 mm (35 mm format
equivalent), RGB standar
Ukuran Gambar 4864 x 3648
Berat Wahana 1375 g
Kecepatan maksimal A-mode (72 km/jam) dan P-mode (50 km/jam)
Sistem posisi satelit GPS/GLONASS; akurasi V= 30,5 m dan H = 31,5 m
Waktu maksimal 30 menit
Format Foto JPEG
Stabilisasi gimbal 3-axis (pitch, roll, yaw)
Kapasitas baterai 6870 mAh
Mulai Foto Udara Add Photo Align Photo
Optimize Camera
Alignment
GCP input marker
Build Dense Cloud
Bulid Mesh
Build Texture Buliding
Orthomosaic Export
Orthomosaic
Citra Orthofoto
Selesai
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
49
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jalur Terbang
Dengan ketinggian terbang dari permukaan tanah setinggi 120 m, untuk mengakuisisi semua
wilayah kajian menghabiskan waktu 2 hari dengan total jumlah 4 baterai. Tingkat ketahanan pemakaian
baterai bergantung pada kecepatan angin saat melakukan pemotretan. Semakin tinggi kecepatan angin
semakin cepat penggunaan daya baterai habis. Hal ini dikarenakan energi yang dipakai lebih banyak habis
untuk menstabilkan wahana. Jalur terbang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:
Gambar 3. Jalur terbang (kiri) dan tingkat overlap citra
Jalur terbang berjumlah 6 jalur yang masing-masing diatur supaya area yang dipetakan dapat
dijangkau secara keseluruhan. Pada Gambar 3 (kanan) merupakan tingkat overlap citra dengan nilai paling
rendah (merah) dan jumlah paling tinggi yaitu 9 (biru). Berdasarkan tingkat overlap foto dari hasil
pemotretan, dihasilkan rata-rata lebih dari 9 foto yang overlap.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
50
Gambar 4. Lokasi dan penempatan titik GCP
Gambar 4 merupaan lokasi penempatan GCP dan representasi dari estimasi kesalahan (mm). berikut
tabel titik kontrol RMSE X (Easting), Y (Northing), dan Z (Altitude). Warna menunjukan tingkat RMSE
dengan kisaran -4 mm (biru) dan 4 mm merah.
Tabel 3. Estimasi kesalahan pada GCP
Jumlah Kesalahan
X (mm) Y (mm) Z (mm) XY (mm) Total (mm)
8 0.610653 0.512437 1.77303 0.797175 1.944
GCP
GCP diukur menggunakan GPS tipe geodetik yang ditempatkan di marka atau bentuk bangunan
yang mudah dikenali lewat orientasi dari udara. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran titik GCP di
bagian sudut jalan atau bangunan.
Gambar 4. Pengukuran GCP di sudut jalan (kiri) dan sudut bangunan (kanan)
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
51
Tabel 4. Hasil pengukuran 8 GCP
Observation From To Solution
Type
H.
Prec.
(m)
V.
Prec.
(m)
Geodetic
Azimuth
Ellipsoid
Distance
(m)
Δheight (m)
BMKarimun –
GCP1 (B1) BMKarimun GCP1 Fixed 0,001 0,002 283° 55’ 13” 128,513 -0,459
BMKarimun –
GCP2 (B2) BMKarimun GCP2 Fixed 0,002 0,003 15° 08 39 347,628 8,384
BMKarimun –
GCP3 (B3) BMKarimun GCP3 Fixed 0,002 0,002 287° 28 21 969,787 -0,887
BMKarimun –
GCP4 (B4) BMKarimun GCP4 Fixed 0,002 0,004 295° 39 19 1287,743 -0,032
BMKarimun –
GCP5 (B5) BMKarimun GCP5 Fixed 0,003 0,004 324° 12 45 921,034 -0,604
BMKarimun –
GCP6 (B6) BMKarimun GCP6 Fixed 0,002 0,003 327° 59 53 1442,634 -0,396
BMKarimun –
GCP7 (B7) BMKarimun GCP7 Fixed 0,003 0,005 334° 38 18 1523,584 6,698
BMKarimun –
GCP8 (B8) BMKarimun GCP8 Fixed 0,003 0,004 331° 39 07 1943,805 -0,919
Berdasarkan pengukuran dilapangan didapatkan bahwa presisi horisontal rata-rata sebesar 2 mm
dan vertikal sebesar 3 mm. Analisis baseline menggunakan mode statik radial yang memudahkan dalam
pengukuran sehingga dapat lebih cepat.
Tabel 5. Titik kontrol masing-masing GCP
Titik X error (mm) Y error (mm) Z error (mm) Total (mm) Image (pix)
GCP1 0,0704751 -0,291386 0,634197 0,701483 0,438 (25)
GCP2 1,02836 -0,234268 0,595008 1,21097 1,453 (33)
GCP3 -0,659985 -1,07122 1,74502 2,15133 4,506 (31)
GCP4 0,383553 -0,144634 -0,97875 1,06112 0,237 (27)
GCP5 0,353691 0,531995 0,0983153 0,64636 0,311 (26)
GCP6 0,916545 0,209774 -3,89736 4,00918 0,793 (18)
GCP7 -0,478784 0,481537 1,76076 1,88716 0,832 (8)
GCP8 -0,378936 -0,483327 -1,44587 1,57091 0,473 (15)
Nilai kesalahan x terdapat pada titik GCP2 dengan nilai 1 mm dan y pada GCP5 dengan nilai 0,5
mm. sedangkan pada z terdapat pada GCP7 dengan nilai 1,76 mm. secara keseluruhan nilai kesalahan paling
tinggi pada GCP6 dengan nilai 4mm.
Pembahasan
Lokasi kajian berada di wilayah perairan Pulau Karimunjawa. Tepatnya berada di bagian utara dan
selatan Tanjung Benteng. Kedalaman rata-rata hanya berkisar antara 1 – 2 m pada wilayah yang secara
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
52
visual adalah habitat bentik. Dengan kecerahan perairan yang cukup baik dan kedalaman yang dangkal
pemetaan habitat bentik menggunakan UAV dapat dilakukan.
Luas wilayah kajian pada penelitian ini secara keseluruhan mencapai 2,56 km2. Luas tersebut dibagi
menjadi daratan dengan luas 1,06 km2 atau 41,4 % dan luas perairan dangkal mencapai 1,5 km2 atau 58,6
% dari luas total keseluruhan. Luas wilayah penelitian tersebut menghasilkan foto dengan jumlah mencapai
2593 foto. Adapun ketinggian wahana untuk melakukan pemotretan berada pada 120 m dari permukaan
tanah pada saat take-off.
Parameter dari proses pengolahan foto udara menjadi orthomosaik dapat diatur sesuai dengan tujuan
akhir atau luaran citra yang ingin dihasilkan. Pada penelitian ini hanya menggunakan parameter kualitas
medium. Parameter lainnya seperti aligned cameras dari total 2593 foto hanya 2402 yang dapat diolah pada
proses selanjutnya. Kemudian untuk point cloud menghasilkan total 2.617.431 point. Proses selanjutnya
adalah optimizing cameras dengan parameter b1, b2, cx, cy, k1-k4, p1, dan p2. Selain itu, jumlah depth
maps yang dihasilkan mencapai 2327 yang menggunakan filtering mode moderate.
Jumlah titik pengamatan untuk GCP terdapat 8 buah titik. Semua titik tersebar merata di lokasi penelitian.
Berdasarkan hasil pengolahan titik GCP menggunakan perangkat lunak pengolahan baseline dihasilkan
ketelitian presisi horisontal 2 mm dan vertikal 3 mm. Tipe pengolahan baseline menggunakan tipe solusi
fixed yang menggunakan metode satik radial.
Pengolahan citra orthomosaik menghasilkan Ground Sampling Distance (GSD) sebesar 3,5
cm/piksel. Proses tersebut dihasilkan dari focal length 8,8 mm dengan ukuran resolusi foto 5472 x 3648
dengan ukuran piksel 2,41 x 2,41 µm. Adapun untuk nilai parameter F = 3585,12, Cx = 6,66113 dan Cy =
24,8879. Sedangkan nilai K1, K2, K3, K4 berturut-turut adalah 0,0065, -0,056, 0,101, dan -0,059.
Berdasarkan hasil citra orthomosaik dapat dikenali beberapa habitat bentik, seperti terumbu karang, pasir,
alga, batu dan lain-lain. Sebagai representasi visual habitat bentik tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Visulisasi di citra objek pasir adalah kuning, objek karang masif (biru), objek lamun (hijau), dan objek
karang bercabang (merah).
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
53
Pasir Karang masif Alga Karang bercabang
Gambar 5. Hasil foto udara dan identifikasi habitat bentik
Pada Gambar 6 hasil foto udara menggunakan UAV di perairan dangkal dapat dengan jelas secara
visual perbedaan beberapa habitat bentik. Pada kotak warna kuning merupakan objek pasir. Objek dapat
mudah dikenali sesuai dengan kondisi dilapangan. Selain itu, pada objek terumbu karang masif atau kotak
berwarna biru dapat dikenali sesuai dengan bentuknya. Sedangkan pada terumbu karang bercabang (kotak
warna merah) bentuknya cenderung acak dengan bentuk mirip seperti ranting bercabang. Adapaun bentuk
objek alga dapat dikenali dengan bentuk yang mirip rumput dengan warna lebih gelap dan padat. Secara
keseluruhan peta orthofoto dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
54
Gambar 6. Peta orthomosaik habitat bentik perairan dangkal
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
55
KESIMPULAN
Pada penelitian pemetaan habitat bentik menggunakan UAV pada perairan dangkal ini dapat
jabarkan beberapa kesimpulan. Pertama adalah habitat bentik perairan dangkal dapat dipetakan dengan
wahana UAV dan upaya peningkatan geometri citra dengan GCP. Hasil orthomosaik citra habitat bentik
dapat dengan jelas secara visual menggambarkan objek-objek seperi terumbu karang, alga, pasir, dan
habitat bentik lainnya dengan ketinggian altitude 120 m.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh program Rekognisi Tugas Akhir (RTA) Universitas Gadjah Mada
dan Magister Teknik Geodesi Fakultas Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada. Selain itu saya
ucapkan terima kasih kepada Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) sebagai lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Eschmann, C. dkk. (2012) “Unmanned aircraft systems for remote building inspection and monitoring,”
in Proceedings of the 6th European Workshop on Structural Health Monitoring, Dresden,
Germany, hal. 13.
Jiang, D., Hao, M. dan Fu, J. (2016) “Monitoring the Coastal Environment Using Remote Sensing and
GIS Techniques,” Intech, i(tourism), hal. 13. doi: 10.1016/j.colsurfa.2011.12.014.
Mastu, L. O. K. (2018) Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Unmanned Aerial
Vehicle (UAV) dan Satelit Sentinel-2 di Perairan Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi.
Institut Pertanian Bogor.
Muslim, A. M. dkk. (2019) “Coral reef mapping of UAV: A comparison of sun glint correction
methods,” Remote Sensing, 11(20). doi: 10.3390/rs11202422.
NOAA (2009) Mapping the Shallow-water Coral Ecosystems of the Freely Associated States : An
Implementation Plan.
Ramadhani, S. A., Bennett, R. M. dan Nex, F. C. (2018) “Exploring UAV in Indonesian cadastral
boundary data acquisition,” Earth science informatics. Springer, 11(1), hal. 129–146.