pemeriksaan saraf dan indra
DESCRIPTION
laporan praktikum anfismanTRANSCRIPT
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pemeriksaan Indra
a. Pemeriksaan Visus Optotype Snelen / Straub
Identitas Probandus
Nama : Putri Dwi Lestari
Umur : 18 Tahun
Hasil Pengukuran : 20 kaki
Perhitungan Visus :
Hasil pengukuran (kaki) x 3
10
= 20 kaki x 3
10
= 6 meter
Visus = 6x
Keterangan : 6 = jarak penderita dapat melihat
X = jarak mata normal dapat melihat
Visus = 6x
= 66
Maka Interpretasi dari 66
adalah :
Orang normal dapat melihat tulisan papan optotype van snelen dengan jelas pada
jarak 6 meter, sedangkan pasien hanya dapat melihat tulisan papan optotype van snelen
dengan jelas pada jarak 6 meter.
b. Pemeriksaan Pendengaran
Tes Garpu Tala
Identitas Probandus
Nama
: Alim Wijaya
Umur
: 18 Tahun
Hasil Pengukuran Rinne : AC = BC Rinne (+)
Kemungkinan Diagnosa : - Normal
- Sensorineal hearing loss (SNHL) / Tuli
Syaraf
Hasil Pengukuran Scwabach : BC pm = BC pd
Kemungkinan Diagnosa : Normal
Hasil Pengukuran Weber : Webber (-)
Kemungkinan Diagnosa : Normal
Interpretasi dari hasil pemeriksaan adalah :
Rinne Scwabach Weber Keterangan
AC = BC (+) BC pm = BC pd AD = AS
( - )
Normal
2. Pemeriksaan Reflek Fisiologi
Refleks Patella
Identitas Probandus
Nama : Alim Wijaya
Umur : 18 tahun
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkul bawah karna kontraksi
m.quadriceps femoris
Affarent : neuron femoralis (L 2-3-4)
Effarent : neuron femoralis (L 2-3-4)
B. Pembahasan
Pada pemeriksaan fungsi penglihatan dilakukan dengan memeriksa visus. Visus atau
ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata untuk melihat dengan jelas dan tegas.
Visus dipengaruhi oleh media refrakta yaitu corpus vitreous, aquous humor, lensa, dan
retina. Jenis pemeriksaan visus terdapat 4 cara yaitu visus Optotype Snellen / Straub,
visus hitung jari, visus gerakan lambaian tangan, dan visus gelap terang. Untuk
pemeriksaan visus Optotype Snellen / Straub dilakukan dengan cara probandus berdiri
sejauh 6 meter dari optotype. Kemudian, probandus diminta menutup salah satu mata
yang akan diperiksa visusnya kemudian membaca kombinasi huruf dari ukuran terbesar
sampai terkecil. Berdasarkan percobaan pemeriksaan visus Optotype Snellen / Straub
ini diperoleh data 6/6. Artinya, pada orang normal dapat membaca sejauh 6 meter,
sedangkan probandus dapat melihat sejauh 6 meter. Pada mata normal, hasil
pemeriksaan visus mata adalah 66
, dari hasil tersebut probandus mempunyai mata yang
normal ( Vaughan, 2000)
Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan dengan menggunakan garputala
dengan frekuensi 512 Hz. Untuk pemeriksaan ini diperlukan ruangan yang sunyi atau
tingkat kebisingannya 3 db. Terdapat 3 cara yaitu Rinne, Schwabach, dan Webber. Tes
Rinne dilakukan untuk membandingkan hantaran melalui udara (AC ) dan tulang
prosesus mastoideus ( BC ) yang diperiksa. Dengan cara : garpu tala digetarkan dan
tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar garpu tala
dipegang di depan telingan kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne Positif,
apabila tidak terdengar disebut Rinne Negatif. Dalam keadaan normal hantaran melalui
udara lebih panjang daripada hantaran tulang (Kalat, 2010).
Tes Scwabach digunakan untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa normal. Dengan cara : garpu tala digetarkan dan tangkai
garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian
dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal.
Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf, apabila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih
mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama
mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa. Hasil tes Schwabach sama
menandakan kedua telinga normal (Kalat, 2010).
Tes Weber merupakan perbandingan kekerasan BC antara auris dekstra dan auris
sinistra. Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya diletakkan
di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau
di dagu). Bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut weber tidak ada lateralisasi. Hasil tes Weber tidak ada
lateralisasi menandakan kedua telinga normal. Tes Weber menilai kedua telinga
sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu. Pada hasil lateralisasi kanan
terdapat lima kemungkinan, yaitu
1) gangguan pendengaran konduksi kanan, telinga kiri normal;
2) gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri, tetapi telinga kanan lebih berat;
3) gangguan pendengaran sensorineural kiri, telinga kanan normal;
4) gangguan pendengaran sensorineural kanan dan kiri, tetapi telinga kiri lebih berat; dan
5) gangguan pendengaran konduksi kanan dan sensorineural kiri.
Pada hasil lateralisasi kiri terdapat lima kemungkinan, yaitu
(1) gangguan pendengaran konduksi kiri, telinga kanan normal;
(2) gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri, tetapi telinga kiri lebih berat;
(3) gangguan pendengaran sensorineural kanan, telinga kiri normal;
(4) gangguan pendengaran sensorineural kanan dan kiri, tetapi telinga kanan lebih berat;
dan
(5) gangguan pendengaran konduksi kiri dan sensorineurak kanan (Kalat, 2010).
Pada pemeriksaan indra pendengaran melalui
Tes Garpu Tala ini, berdasarkan diagnosa yang
diambil dari penemuan yang diperoleh ketika tes
rinne, tes weber, dan scwabach maka dapat ditarik
diagnosa awal bahwa probandus tidak memiliki
kelainan pendengaran atau normal (Kalat, 2010).
Rinne Scwabach Weber Keterangan
AC = BC
(+)
BC pm = BC pd AD = AS
( - )
Normal
Namun diagnosa ini tidak dapat dijadikan patokan dalam pemeriksaan, mengingat
banyaknya faktor pengganggu yang dapat menimbulkan ketidak akuratan pemeriksaan,
seperti : Suasana ruangan yang ramai sehingga hantaran udara yang membawa getaran
suara dari garpu tala tidak bisa diterima auricula secara optimal(Pinel, 2009).
Pada pemeriksaan syaraf dilakukan pemeriksaan fisiologi yaitu reflek patella.
Pemeriksaan reflek mempunyai prinsip :
1. membandingkan bagian tubuh yang satu dengan yang lain yang mempunyai
fungsi fisiologi yang sama;
2. probandus harus rileks;
3. stimulus yang diberikan kepada probandus tidak boleh terlalu kuat;
4. mengarahkan hummer pada tendon (Sherwood, 2001).
Pemeriksaan reflek patella dilakukan dengan cara menginstruksikan probandus
untuk duduk dengan rileks. Cari tendon di daerah patella kemudian pegang muscullus
quadrisep femoris. Beri stimulus dengan menggunakan hummer tetapi jangan terlalu
keras. Lalu amati ada atau tidaknya reflek pada patella. Dari pemeriksaan diperoleh
ekstensi dan kontraksi otot kuadriseps. Hal ini menunjukkan respon refleks pada orang
normal maka sistem saraf di area ekstremitas bawah termasuk baik. Untuk perjalanan
impulsnya, sebagai berikut : Rangsangan (ketukan pada patellae) impuls Reseptor
Saraf sensorik/ afferent (N. Femoris) Medulla spinalis/ L3-L4 (pusat) N.
Asosiasi/ perantara Saraf motorik (N. Femoris) Efektor (N. Quadratus femoris)
(Sherwood, 2001)
Pada Interpretasi refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya kelainan
dari sistem saraf refleks melainkan juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil
pemeriksaan refleks fisiologis adalah sebagai berikut (Sherwood, 2001) :
Tendon Reflex Grading Scale Grade Description
0 Absent
+/1+ Hypoactive
++/2+ “Normal”
+++/3+ Hyperactive without clonus
++++/4+ Hyperactive with clonus
Dapus
Vaughan, Daniel G.2000. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Oftalmia
Umum. Jakarta : Widya Medika.
Sherwood, Lauralee.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Kalat, J. W. 2010. Biopsikologi. Jakarta: Salemba Humanika.Pinel, J.P.J., 2009. Stres dan Kesehatan. Dalam: Biopsikologi Edisi ke-
7.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.