pemberian terapi aroma lemon terhadap...
TRANSCRIPT
i
PEMBERIAN TERAPI AROMA LEMON TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI DENGAN ASUHAN
KEPERAWATAN Ny.N PADA PASIEN POST
OPERASI LAPARATOMI APENDIKTOMI
RUANG FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO
DI SUSUN OLEH :
OKTAVIA NARRILAWATI
NIM. P12 045
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN TERAPI AROMA LEMON TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI DENGAN ASUHAN
KEPERAWATAN Ny.N PADA PASIEN POST
OPERASI LAPARATOMI APENDIKTOMI
RUANG FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
OKTAVIA NARRILAWATI
NIM. P12 045
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:“PEMBERIAN TERAPI AROMA
LEMON TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DENGAN ASUHAN
KEPERRAWATAN PADA PASIEN POST LAPARATOMI KEPERAWATAN
Ny.N APENDIKTOMI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO. ”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti,M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. IbuAtiekMurhayati, S.Kep., Ns., M. Kep., SelakuKetua Program Studi D
III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.Sekaligus sebagai
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dana rahan serta
memberikan masukan dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam
bimbingan, sehingga membantu penulis dalam penyusun dan
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
3. Ibu Meri Oktariani,S.Kep., Ns., M. Kep., Selaku Sekretaris ProgramStudi
DIII Keperawatan, sekaligus penguji II yang telah membimbing dengan
vi
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,perasaannyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
4. Ibu Wahyu Rima A, S.Kep., Ns., M. Kep Selaku Ketua Prodi S1
Keperawatan, sekaligus penguji I yang telah membimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Keperawatan STIKesKusumaHusada
Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih atas
segala kasih sayang selama ini, selalu memberikans emangat, do’a,
pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga
putramu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Rumah sakit Sukoharjo yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan
pengelolaan kasus.
7. Bapak Agus Suryono,S.Kep sebagai pembimbing klinik yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan saat
pengambilan kasus di RumahSakit.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.Amin.
Wa’alaikumsalam. Wr. Wb
Surakarta, Mei 2015
Penulis,
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
SyukurAhamdulillahatassegalarahmatdanhidayahnyadan dengan
segala rendah hatisayadapatmenyelesaikanKarya Tulis Ilmiah inidan
saya persembahkan untuk orang yang kusayangi
BapakkuSudalno dan ibuku tercintaSiti Mulyani yang tiada henti-
hentinya memberi doa restu, membiayai pendidikan saya,
kasih sayang, perhatian dan dukungannya untuk menjadikanku orang
yang sukses.
Kedua saudaraku Agustina Nabilawatidan Junia Nadilawatiserta
segenap keluarga besar kos hijauyang selalu memberikan motivasi
dan support setiap langkahku.
yangtidakbisasayasebutkansatu per satu, semoga perjalanan yang
kita tempuh selama ini mampu menjadikankita lebih baik,
bijaksnadandewasa.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 kelas 3Adan 3B.
Ibu Atiek Murhayati, S. Kep., Ns., M. Kep. terimakasih atas
bimbingannya selama ini.
Almamaterku tercinta
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Apendiktomi ............................................................................... 7
B. KonsepAskep .............................................................................. 18
C. Nyeri ........................................................................................... 19
D. Aroma terapi ............................................................................... 33
E. Kerangka Teori .......................................................................... 34
F. Kerangka Konsep ....................................................................... 35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................. 36
ix
B. Tempat dan Waktu ..................................................................... 36
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 36
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ......................... 36
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset .............................. 36
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ................................................................................... 38
B. Analisa data ................................................................................ 44
C. PrioritasDiagnosaKeperawatan ................................................... 44
D. IntervensiKeperawatan ................................................................ 46
E. ImplementasiKeperawatan .......................................................... 48
F. Evaluasi ....................................................................................... 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................... 53
B. DiagnosaKeperawatan................................................................. 54
C. IntervensiKeperawatan ................................................................ 59
D. ImplementasiKeperawatan .......................................................... 62
E. EvaluasiKeperawatan .................................................................. 65
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 70
B. Saran ........................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTARGAMBAR
1. Gambar2.1 SkalaNyeriDeskriptif
2. Gambar2.2 SkalaNyeriNumerik
3. Gambar2.3 SkalaNyeriAnalog Visual
4. Gambar2.4 SkalaNyeri wajah
5. Gambar 2.5 Kerangka Konsep
6. Gambar 2.6 Kerangka Teori
7. Gambar 3.1 uap lemon
8. Gambar 3.2 alat ukur SkalaNyeri wajah
9. Gambar4.1 Genogram Ny. N
xi
DAFTARLAMPIRAN
Lampiran 1 : DaftarRiwayatHidup
Lampiran 2 : Loog Book
Lampiran 3 : LembarKonsultasiKaryaIlmiah
Lampiran 4 : Format PendelegasianPasien
Lampiran 5 : LembarObservasi
Lampiran 6 : AsuhanKeperawatan
Lampiran 7 : JurnalPenelitianTentangEfektifitas Aroma Lemon Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Laparatomi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mubarak, W. I., (2007) menyatakan, bahwa nyeri merupakan perasaan yang
tidak nyaman, sangat subjektif, dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.
Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
skala atau tingkatanya dan hanya orang tersebutlah dapat menjelaskan atau
mengevaliasi rasa nyeri didalamnya (Musrifatul Uliya, Aziz Hidayat, 2015).
Nyeri apendisitis akut yaitu awalnya nyeri bersifat difus dan berangsur
dirasakan diulu hati atau sekitar pusat sebagai nyeri visceral lalu berubah menjadi
nyeri lokal akibat rangsangan peritoneum setembat kanan bawah yang terasa lebih
hebat menetap dan berpengaruh oleh setiap gerakan peritoneum terhadap organ
dan struktur sekitarnya (Musrifatul Uliya, Aziz Hidayat, 2015).
WHO memperkirakan insiden apendiktomi tahun 2007 didunia tahun 2007
mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk didunia, (WHO, 2007) hasil
survaey tahun 2008 angka kejadian apendiktomi disebagian besar wilayah
indonesia berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk indonesia atau sekitar
179.000 orang. Dari hasil prevalensi di Jawa Tengah pada tahun 2009, jumlah
kasus apendiktomi sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyebabkan kematian.
1
2
(DEPKES, 2009) Dan dari hasil prevalensi RSUD Sukoharjo pada tahun 2014
sampai 2015 prevalensi didapatkan hasil 129 penderita apendiktomi.
Luka operasi dapat dehinsensi atau infeksi. Faktor penyebab lokal pada
dehinsensi adalah perdarahan hemostasis kurang sempurna. Infeksi luka jahitan
kurang baik dan tehnik operasi kurang baik. Faktor penyebab lain adalah keadaan
umum kurang baik (hipoalbumiemia), karsiomatosis, dan usia lanjut
(R.Sjamsuhidajat, 2010).
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan
bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker,
dan obstruksi) laparatomi dilakukan pada kasus-kasus disgestif dan kandungan
(Sjamsuhidayat, 2005).
Adanya luka yang menyebabkan nyeri tersebut membuat pasien merasa cemas
untuk melakukan mobilisasi dini sehingga pasien cenderung untuk berbaring.
Nyeri akut setelah pembedahan mayor setidak-tidaknya mempunyai fungsi
fisiologis positif berperan sebagai peringatan bahwa perawatan khusus harus
dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri setelah
permbedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang
terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah
jaringan-jaringan yang rusak (Morison, 2004).
Aroma terapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak
esensial atau uap dalam pelaksanaanya berguna untuk meningkatkan kesehatan
3
fisik, emosi dan sprit seseorang (Monahan, Sands, Neighbors, Marek, Green,
2007; Koensoemardiyah, 2009).
Mekanisme kerja perawatan aroma terapi dalam tubuh manusia berlangsung
melalui dua system fisiologis yaitu sirkulasi tubuh dan system penciuman.
Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang.
Aroma terapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakana untuk
mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya
adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan system saraf sehingga dapat
menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong, 2010).
Aroma lemon dapat menghilangkan stress dengan aroma citrus segarnya
memberi efek segar relaks dan menghilangkan stress. Penelitian di Jepang tahun
2008 (stess and health) menyebutkan bahwa lemon dapat menghalangi kenaikan
setrum kortikosetron dan cerebral monoamine yang merupakan dua indikator
seseorang yang mengalami stress. Penelitian dijepang tahun 2008 (stess and
health) menyebutkan bahwa lemon dapat menghalangi kenaikan setrum
kortikosetron dan cerebral monoamine yang merupakan dua indikator seseorang
yang mengalami stres (Hindah Muaris, 2013).
Berdasarkan alasan tersebut diatas, tindakan nonfarmakologis dalam
manajemen nyeri merupakan trend baru yang dapat dikembangkan dan merupakan
metode alternatif dapat digunakan pada ibu untuk mengurangi nyeri persalinan.
Metode nonfarmakologi dapat memberikan efek relaksasi kepada pasien dan dapat
meringankan ketegangan otot dan emosi serta dapat mengurangi nyeri (Astuti,
2009).
4
Bau-bauan tersebut masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor
disilia mengubah bau tersebut menjadi implus listrik yang dipancarkan ke otak
dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan suasana hati (mood),
emosi, ingatan dan pembelajaran (Tara, 2005).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Sukoharjo ruang flamboyan,
saat observasi ditemukan bahwa penatalaksanaan apendiktomi pada pasien
dilakukan secara farmakologis, belum teritegrasi dengan nonfarmakologis
khususnya relaksasi aroma terapi. Hasil wawancara dengan perawat yaitu perawat
belum pernah menerapkan hasil penelitian tetang pemberian aromaterapi sebagai
penurunan skala nyeri pada pasien post operasi laparatomi.
Pasien yang terdapat diruang flamboyan dengan apendiktomi sejumlah 2 orang
(tertanggal 10-12 Maret 2015) salah satunya dengan pasien yang bernama Ny. N
dengan pengkajian nyeri dibagian perut kanan bawah rasanya cekot-cekot dan
nyengkrang dengan skala nyeri 4, nyeri terus menerus dengan tekanan darah
120/80 mmHg nadi 85x/menit. Berdasarkan (Simanjutak dan Maharani 2009) juga
membuktikan bahwa aroma terapi lavender dengan menggunakan tungku
pemanas dapat menurunkan intensitas nyeri. Didukung penelitian (Sulistyowati
2009) membuktikan bahwa aroma lavender efektif untuk menurunkan nyeri . dan
juga penelitian (Yuliadi 2011) membuktikan bahwa aroma lemon dapat
memberikan efek rileks pada pasien pre operasi. penulis tertarik untuk
menerapkan hasil penelitian dengan “Memberikan terapi aroma lemon terhadap
penurunan skala nyeri pada asuhan keperawatan Ny.N dengan post laparatomi
apendiktomi di RSUD Sukoharjo ”.
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memberikan tindakan keperawatan terapi aroma lemon terhadap penurunan skala
nyeri pada asuhan keperawatan dengan post laparatomi
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. N dengan post laparatomi
apendiktomi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. N dengan post
laparatomi apendiktomi.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan
post laparatomi apendiktomi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. N dengan post laparatomi
apendiktomi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. N dengan post laparatomi
apendiktomi.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian aroma lemon pada Ny. N dengan
post laparatomi apendiktomi.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menanbah
pengetahuan dan memperoleh pengalaman khususnya dibidang Keperawatan
Medikal Bedah
6
2. Bagi institusi pendidikan
Memberikan konstribusi laporan kaasus bagi pengembangan praktik
keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi
keperawatan.
3. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang kompehensif pada klien yang mengalami nyeri post
laparatomi apendiktomi dan sebagai pertimbangan perawat dalam mendiagnosa
kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada klien.
4. Bagi pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca penanganan nyeri
post laparatomi apendiktomi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Definisi Apendiksitis
Apendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbay
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran umbay cacing yang
terinfeksi. Bila tidak dirawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Jitowiyono, 2007).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini biasanya mengakibatkan
pernanahan. Bila infeksi tambah parah, usus buntu bisa pecah. Usus
buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak diperut kanan bawah. Strukturnya seperti
bagian usus lainya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir (Jitowiyono, 2007).
2. Etiologi
Terjadinya apendiksitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi
bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya
penyakit ini. Diantaranya obstruksi yabg terjadi pada lumen apendiks
7
8
Ostruksi pada lumen apendiks biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras (fekalit), hepeplasia jaringan limfoid, penyakit
cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid (Irga, 2007).
3. Klasifikasi apendiksitis
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi 2 yakni :
a. Apendisitis akut dibagi atas : apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul struktur lokal.
Apendiksitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendiksitis kronis dibagi atas : apendisitis kronis fokalis atau
parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan
vastigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat seperti jari.
a. Letak appendiks
Apendiks terletak diujung sakrum kira-kira 2cm dibawah anterior
ileo saekum, bermuara dibagian posterior dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yauitu : taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat.
9
b. Ukuran dan isi appendiks.
Panjang appendiks rata-rata 6-9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
c. Posisi apendiks
Laterosekal : dilateral kolon asendens. Didaerah inguinal: membelok
kearah dinding abdomen. Pelvis minor.
4. Manifestasi klinik
Apendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri
dari: mual, muntah dan nyeri yang hebat pada perut kanan bawah. Nyeri
biasa secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau sekitar pusar,
lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan
nyeri berpindah keperut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan
daerah inin, penderita akan merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan
ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,30celcius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh
disemua bagian perut.pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak
terlalu berat dan didaerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila
usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok (Jitowoyono, 2007).
5. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekoit (massa keras dari fases)
atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
10
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif,
dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari
abdomen, akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus (jitowiyono,
2007).
6. Penatalaksanaan
a. Apendiktomi
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu
dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien
perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami
setelah dioperasi dan diberiakan latihan-latihan fisik (pernafasan
dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post
operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau
khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi
(Irga, 2007).
11
b. Laparatomi
1) Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara
yaitu:
a) Midline incision.
b) Paramedian, yaitu : sedikit ketepi dari garis tengah ( kurang
lebih 2,5 cm ), panjang (12,5 cm)
c) Trasverse upper abdomen incision, yaitu : insisi dibagian
atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy
d) Transverse lower abdomen incision, yaitu : insisi melintang
di bagian bawah kurang lebih 4 cm diatas anterior spinal
iliaka, misalnya : pada operasi apendiktomi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah
menjalani operasi pembedahan perut (Kristianasari, 2012).
2) Tujuan perawatan post laparatomi :
a) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b) Mempercepat penyembuhan.
c) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
d) Mempertahankan konsep diri pasien.
e) Mempersiapkan pasien pulang.
12
3) Indikasi
a) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / ruptur hepar.
b) Peritonitis
c) Perdarahan saluran pencernaan
d) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
e) Masa pada abdomen.
1) Latihan-latihan fisik
Latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot
kaki, menggerakan otot-otot bokong, latihan alih baring dan turun
dari tempat tidur. Semua dilakukan hari ke 2 post operasi.
2) Komplikasi
a) Gangguan perfiso jaringan sehubungan degan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah
tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut
aliran darah sebagai emboli keparu-paru, hati dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum
mencoba ambulatif.
b) Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aurens, organisme, gram positif. Stapilokokus
13
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka yang
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
c) Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka
atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarya organ-organ dalam melalui insisi.
d) Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang
berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan
muntah.
1) Proses penyembuhan luka
a) Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke tiga. Batang leukosit banyak yang
rusak/rapuh. Sel- sel darah baru berkembang menjadi
penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka.
b) Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14 pengisian oleh kolagen,
seluruh pinggiran epitel timbul sempurna dalam 1 minggu.
Jaringan baru tmbuh dengan kuat dan kemerahan.
14
c) Fase ke tiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus menerus
ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat
digunakan kembali.
d) Fase keempat
Fase terakhir penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
2) Pengembalian fungsi fisik
Pengembalikan fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi
dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini
3) Mempertahankan konsep diri
Gangguan konsep diri : body image dapat terjadi pada pasien post
laparatomi karena adanya perubahan sehubungan dengan
pembedahan. Intervensi keperawatan terutama ditunjukan kepada
pemberian suport psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya
berdiskusi tentang perubahan-perbahan yang terjadi dan
bagaimana perasaan pasien setelah pasien.
7. Komplikasi apendisitis
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi
adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinue.
15
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian menurut Iyer et al (1996) dalam Nursalam (2009)
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
b. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh
penderita akan lebih baik dari pada tinggal dilingkungan yang kotor.
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri bersekitar
umbilikus
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakasn, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dari hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
abdomen.
16
2) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila
tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut
kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
3) Pemeriksaan colon dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan
letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika sat dilakukan
pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang
meradang di daerah pelvis. Pemeriksan ini merupakan kunci
diagnosis apendisitis pelvika.
4) Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks
yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian pada
paha kanan di tahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada
psoas mayor maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks
yang meradang kontak dengan mobturator internus yang
17
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
apendisitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008).
e. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges
(2005) adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise.
2) Sirkulasi
Tanda : takikardi
3) Eliminasi
Gejala : konstipasi pada awitan awal.
4) Diare (kadang-kadang).
Tanda : distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.
5) Penurunan atau tidak ada bising usus.
Makanan/ cairan
6) Gejala : anoreksia
Mual / mutah.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan teralokasi pada titik Mc.Burney (setengah
jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena
18
berjalan, bersin. Batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba
diduga perforasi atau infark pada apendiks).
Tanda : Perilaku berhati-hati: berbaring ke samping atau terlentang
dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
8) Pernafasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal
9) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
f. Diagnosa dan Fokus intervensi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
KH : menunjukan integritas jaringan, menunjukan penyembuhan
luka primer, menunjukan luka skunder.
Intervensi :
a) Pemeliharaan akses dialisis.
Rasional: memelihara area akses pembuluh darah (arteri-vena)
b) Kewaspadaan lateks.
Rasional: menurunkan resiko reaksi sistemik terhadap lateks .
c) Pemberian obat.
Rasional: mempersiapkan, memberika, memantau, dan
meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan, klip, atau staples.
d) Perawatan kulit.
19
Rasional: mencegah komplikasi luka dan meningkatkan
penyembuhan luka.
2) Hambatan mobilitas berhubungan dengan nyeri.
KH: pasien mampu berpindah secara mandiri, pasien dapat
beraktivitas secara mandiri .
Intervensi :
a) Ajarkan tehnik latihan
Rasional : untuk melatih aktivitas pasien
b) Memberikan dorongan latihan lihat membran mukosa
Rasional : agar pasien mampu beraktivitas secara mandiri.
c) Mengajarkan ROM pasif .
Rasional : untuk melatih otot pasien .
d) Memberikan motivasi
Rasional: agar pasien semangat untuk latihan aktivitas.
e) Kolaborasi dengan keluarga pasien dalam pelatihan ROM.
Rasional : agar pasien dapat segera bergerak.
3) Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi : adanya insisi bedah post laparatomi
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
KH : klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, klien rileks,
mampu istirahat/ tidur dengan cepat.
Intervensi :
20
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri
menunjukan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medik dan intervensi.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
c) Dorong dan ajarkan ambulasi dini
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh :
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
d) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi,
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e) Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usu
dini dan iritasi gaster/ muntah.
f) Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk.
21
g) Berikan kantong es pada abdomen
Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan lakukan
kompres panas karena dapat menyebabkan kompresi jaringan.
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan .
KH : jumlah jam tidur 6-8 jam / 24 jam, klien mudah memulai
tidur, tidak sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa segar.
Intervensi :
a) Kaji pola tidur pasien.
Rasional : untuk mengetahui kualitas tidur pasien
b) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat tidur dengan nyenyak.
c) Identitas faktor penyebab.
Rasional : untuk mengetahui faktor utama yang tidak bisa tidur.
C. Nyeri
Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nyeri antara lain :
1. Usia
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri. Anak–anak
kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua dan petugas kesehatan fisiologis
22
dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Nyeri pada lansia jauh dari
tempat cidera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia berkurang akibat
dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit, tetapi pada
lansia berkururang akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan
beberapa penyakit, tetapi pada lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin
tidak berubah (Judha, 2012).
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam memaknai dan
berespon terhadap nyeri. Terdapat kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin, misalnya angapan bahwa seorang anak laki – laki harus berani
dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam keadaan yang sama (Judha, 2012).
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai–nilai budaya mempengaruhi cara individu dalam
mengatasi nyeri. Terdapat pernedaan dalam memaknai dan menyikapi
nyeri di berbagai kelompok budaya. Budaya dan etnik tidak mempunyai
pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri, namun budaya
dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri. Sebagai perawat harus
bereaksi terhadap persepsi nyeri pasien dan bukan pada perilaku nyeri,
karena perilaku berbeda dari pasien satu dengan pasien yang lainya (Judha,
2012).
23
4. Makna nyeri
Seorang yang dikaitkan dengan nyeri akan mempengarruhi pengalaman
nyeri dan cara beradaptasi nyeri. Individu akan mengekspresikan nyeri
dengan cara berbeda-beda, nyeri dapat memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan (Judha, 2012).
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatianya terhadap nyeri dan dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun (Judha, 2012).
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Stimulus nyeri
mengaktifkan bagian system limbic yang diyakini mengendalikan emosi
seseorang, khususnya ansietas. System limbic dapat memproses reaksi
emosi terhadap nyeri yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
Ansietas yang relevan dan berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri (Judha, 2012).
7. Keletihan
Keletihan dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan
koping (Judha, 2012).
24
8. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berati individu tersebut akan
memerima nyeri dengan lebih mudah dengan masa yang akan datang.
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri
tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau
bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mangalami
nyeri dengan jenis yang berulang-ulang tetapi dengan kemudian nyeri
tersebut berhasil dihilangkan akan tetapi lebih mudah bagi individu
tersebut menginterprestasikan sensasi nyeri. Individu yang mempunyai
pengalaman multipel dan berkepanjangan tentang nyeri akan lebih sedikit
gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang hanya mengalami
sedikit nyeri (Judha, 2012).
9. Gaya koping
Apabila klien mengalami nyeri, selama dalam perawatan kesehatan, klien
merasa tidak berdaya dengan rasa sepi. Hal yang sering terjadi adalah
klien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan. Demikian .gaya
koping akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi nyeri (Judha, 2012).
10. Dukungan keluarga dan sosial.
Individu yang menglami nyeri sering kali bergantung kepada anggota
keluarga atau tenan dekat untuk memperoleh dukungan atau perlindungan.
Walaupun nyeri dapat tetap dirasakan oleh klien, kehadiran orang yang
dicintai meminimalkan dan ketakutan (Judha, 2012).
25
1. Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri menurut (Stuart, 2007) antara lain :
Menurut tempatnya
a. Perifer pain
yaitu pada darah perifer biasanya dirasakan pada permukaan tubuh
seperti kulit dan mukosa.
b. Deep pain
Yaitu nyeri yang dirasakan dari struktur somatic dalam meliputi
periosteum, otot,tendon, sendi, pembuluh darah .
c. Reffered pain
Nyeri yang diakibatkan penyakit organ atau struktur dalam tubuh
(vererbrata, alat-alat viserial, otot) yang ditrasmisikan kebagian tubuh
didaerah yang jauh sehingga dirasakan nyeri pada bagian tubuh
tertentu tetapi sebetulnya bukan asal nyeri.
d. Phantom pain
nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang sebenarnya bagian tubuh
tersebut sudah tidak ada, contohnya : nyeri pada ujung kaki yang
sebetulnya sudah diamputasi.
e. Psikogenic pain
Nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang sebenarnya bagian
tubuh tersebut sudah tidak ada contoh: nyeri pada kaki yang
sebetulnya sudah diamputasi.
26
f. Interactable pain
Nyeri yang resistan
D. Menurut seranganya
1. Nyeri akut
Nyeri akut terjadi kurang dari 6 bulan biasanya nyeri dirasakan
mendadak dan area nyeri dapat diidentifikasi nyeri akut mempunyai
karakteristik meningkatnya ketegangan otot dan kecemasan.
2. Nyeri kronik
Nyri yang bertahan lebih dari 6 bulan sumber nyeri tidak dapat
diketahui dan nyeri sulit dihilangkan. Sensasi nyeri dapat berupa nyeri
difus sehingga sulit untuk diidentifikasi secara spesifik nyeri sumber
nyeri tersebut .
E. Menurut sifatnya
1. Incidential
Nyeri timbul sewaktu-waktu kemudian menghilang misalnya : nyeri
pada trauma ringan
2. Stedy
Nyeri yang timbul menetap dan dalam waktu yang lama misal: abses.
3. Paroxcymal
Nyeri yang dirasakan dengan intensitas tinggi dan kuat biasanya
menetap kurang lebih 10-15 menit hilang kemudian timbul lagi.
Manifestasi klinis
27
Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam perilaku yang tercermin dari
pasien,namun beberapa hal yang sering terjadi misalnya:
Secara umum yang mengalami nyeri akan mendapatkan psikologis berupa:
1. Suara
a) Menangis
b) Merintih
c) Menarik atau menghembuskan nafas
2. Ekspresi wajah
a) Menangis
b) Mengigit lidah, mengatupkan gigi
c) Tertutup rapat/membuka mata atau mulut
d) Mengigit bibir
3. Interaksi social
a). Menghindari percakapan kontak social
b). Berfokus aktifitas mengurangi nyeri
c). Disorientasi waktu
Berdasarkan study liniature daan hasil penelitian melakukan
penatalaksanaan nyeri dengan managemen non farmakologis tidak
begiti banyak dilakukan. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri ini sifatnya sesaat, maka penggunaan yang
tepat adalah menggunakan distraksi atau relaksasi yang umum
digunakan adalah menarik nafas dalam yang diberikan atau dilakukan
bersamaan dengan munculnya rasa nyeri akibat dari suatu hal
28
misalnya saat mengganti balutan. Terapi lain yang juga dapat
dilakukan terapi sentuhan atau counter pressure yang dilakukan pada
saat orang yang akan melahirkan timbul his terapi ini cukup efektif,
karena pada saat muncul his pada muncul nyeri maka jajas spinal dan
syaraf yang menghantar nyeri akan diblokade sehingga tidak sampai
ke syaraf pusat nyeri otak.
Keefektifan tindakan counter pressure dibuktikan dengan pasien
selalu meminta agar daerah lumbar digosok-gosok dan menurutnya
tehnik ini sangat efektif untuk mengurangi nyeri, tindakan lain juga
sangat sederhana dan dapat mengurangi rasa nyeri adalah mengurangi
nyeri dengan kompre hangat. Terapi ini dapat diberikan saat seseorang
mengalami kolik renal. Nyeri kronik yang sudah lama dan muncul
secara terus menerus dan hebat digunakan tehnik mengaliri aliran
listrik yang kecil atau bias juga memberikan pancaran panas dengan
skala kecil dengan menerapakan terapi distraksi/relaksasi dan
ditambah dengan nafas dalam (Judha, Mohama, Sudarti, Afroh
fauziah, 2012).
Pengukuran intensitas nyeri
a. Skala deskriptif (Verbal Descriptor Scale, VDS)
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Berupa sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendiskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama pada
29
sepanjang garis dan dilakukan dengan meminta klien memilih
intensitas nyeri yang dirasa (Potter & Perry, 2006; 1518-1519)
·
Gambar 2.1 Skala Deskripsi
b. Skala Numerik (Numerical Rating Scales, NRS)
Skala numerik digunakan sebagai pengganti alat pendiskripsi kata.
Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Paling efektif
digunakan sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. Bila digunakan
untuk menilai direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992 dalam
Gambar 2.2 Skala Numerik
c. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS)
Merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya
(Potter & Perry, 2006).
Gambar 2.3 Skala Diskripsi Visual
Diskriptif
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri yang tidak
tertahankan
Analog visual
Tidak nyeri Nyeri yang tak tertahankan
Numeris
Tidak Nyeri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Nyeri
30
d. Skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memperhatikan mimik wajah klien pada saat nyeri tersebut menyerang.
Cara ini diterapkan pada klien yang tidak dapat menyatakan intensitas
nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-anak dan lansia (Saputra,
2013)
Gambar 2.4 Skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale
Pengkajian keperawatan masalah nyeri adalah dengan PQRST, P :
provoking atau pemicu, faktor yang menimbulkan nyeri, Q : Quality
atau kualitas nyeri, R : Region daerah atau lokasi nyeri, S : Severity
atau intensitas nyeri, T : Time atau frekuensi serangan (Saputra, 2013)
4. Patofisiologi nyeri
Stuktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah
stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam trasmisi
dan persepsi nyeri pada daerah kulit dan terutama bagian superfial ini
disebut sebagai sistem nosiseptif. Sensitivitas dari hosiseptif
dipengaruhi oleh banyak faktor dan amat berbeda pada setiap
individunya. Nyeri dapat dipengaruhi oleh kedalaman daerah yang
rusak, semakin dalam luka / derah yang mengalami kerusakan maka
nyeri semakin berkurang, pada kasus luka bakar, luka bakar derajat
31
dua akan lebih nyeri dibandingkan derajat tiga, hal ini disebabkan
letak dari sensor nyeri pada kulit yang rusak karena berada pada
daerah dermis. Sedangkan pada derajat tiga kerusakan telah
menghilangkan ujung-ujung syaraf nyeri sehingga nyeri hanya
dirasakan oleh daerah yang syarafnya masih utuh
(Price & Wilson2005) menjelaskan bahwa proses fisiologi nyeri
terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi, medulasi dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang
mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik direseptor nyeri.
Tranfisi nyeri melibatkan proses penyaluran influs dari tempat
transduksi melewati syaraf perifer sampai keterminal medula spinalis
dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis
keotak. Medulasi nyeri melibatkan aktifitas syaraf melalui jalur-jalur
syaraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri
setinggi medula spinalis. Medulasi juga melibatkan faktor-faktor
kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktifitas reseptor nyeri
aferen primer. Jadi, persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri
yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas transmisi atau
syaraf
Sejumlah subtansi yang mempengaruhi sensifitas ujung-ujung
syaraf atau reseptor nyeri dilepaskan kejaringan ektraseluler sebagai
kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi
atau transmisi meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan subtansi P
32
prostakladin. Selain zat kimiawi ada zat kimiayang lain yang
berfungsi sebagai inhibitor terhadap trasmisi nyeri yaitu endorfin
(berasal dari kata : Endogeneus dan morfin) dan enkefalin. Fungsi dari
endorfin yaitu untuk memblokir reseptor opioid pada sel-sel saraf,
sehingga mengganggu transmisi sinyal rasa sakit. Menyusul peristiwa
trauma besar, beta-endorfin dihasilkan, yang dianggap untuk
menghilangkan rasa sakit dan menghasilkan euforia untuk sebagian
besar. Euforia ini dikatakan menanggung luka serius setelah peristiwa
traumatis sampai tibanya bantuan, serta melakukan upaya putus asa
untuk menyelamatkan diri atau lainnya. Zat kimia ini ditemukan
dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat. Serabut
inteneural inhibitor yang mengandung enkefalin, diaktifkan oleh (1
serabut perifer nonsiseptor dan 2) serabut desenden (Price & Wilson,
2005).
2. Aroma terapi
Aroma terapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang
menggunakan minyak esensial dalam pelaksanaannya berguna untuk
meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan spirit seseorang. Berbagai efek
minyak esensial, salah satunya adalah menurunkan intensitas nyeri dan
tingkat kecemasan. Minyak esensial atau minyak astiri yang bersifat
menurunkan/menghilangkan rasa nyeri, antara lain nankincense, cengkih,
wintergreen, lavender, lemon, pepermint, dan eucalyptus (Monahan,
Sands, Neighbors, Marek, Green 2007, koensooemadiyah, 2009). Aroma
33
terapi yang menggunakan minyal lavender merupakan aroma terapi yang
paling sering dilakukan penelitian.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan universitas Warwick,
inggris, menemukan bahwa bau yang dihasilkan dari aroma terapi
berkaitan dengan gugus steroid didalam kelenjar keringat yang disebut
osmon yang mempunyai potensi sebagai penenang kimia alami yang akan
merangsang neurokimia otak. Bau yang menyenangkan akan menstimulasi
thalamus untuk mengeluarkan enkefalin. Enkefalin memiliki fungsi
sebagai penghilang rasa sakit alami. Enkefalin juga memiliki fungsi dalam
menghasilkan perasaan sejahtera (Smelzer, 2006). Beberapa penelitian lain
telah membuktikan bahwa aroma terapi efektif menurunkan intensitas
nyeri yang dirasakan klien (Kim Nam & Paik 2005).
34
C. Kerangka Teori
Faktor penyebab :
1. Apendiksitis
2. Laparatomi
Post mayor
pembedahan
Kerusakan jaringan
(luka insisi )
Nyeri
Aroma terapi yang mengandung linalool
Masuk ke hidung Merangsang neuro kimia otak
Olfactry nerves
System lymbic
Amygdala hyppocampus
Merangsang thalamus
Mengeluarkan enkefalin
Emosi, relaksasi
Peningkatan postalgladinin
Vasodilatasi pembuluh darah
Meningkatkan aliran darah yang
mengalami ke daerah spasme / iskemik
Perubahan intensitas
nyeri Nyeri berkurang
Gambar 2.5 Kerangka Teori
35
D. Kerangka konsep
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Nyeri akut Aroma terapi lemon
36
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subjek aplikasi riset
Subjek dari penelitian ini adalah pasien mengalami nyeri dalam post operasi
laparatomi apendiktomi
B. Tempat dan waktu
Tempat penelitian Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo
Waktu Penelitian 10 sampai 13 maret 2015
C. Media atau alat yang digunakan
1. Uap lemon
Gambar 3.1 Gambar uap lemon
2. Jam tangan
3. Skala nyeri
D. Prosedur tindakan
Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pemberian
terapi aroma lemon untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi laparatomi
apendiktomi adalah :
36
37
Tabel 3.1
Instrumen tindakan pemberian terapi musik untuk menurunkan tingkat nyeri pada
pasien post operasi laparatomi apendiktomi
No Aspek orientasi
A FASE ORIENTASI
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan pasien
B FASE KERJA
1 Cuci tangan
2 Mengkaji skala nyeri
3 Menyiapkan alat uap lemon, jam tangan, skala nyeri
4 Menghidupkan uap lemon
5 Memberikan terapi lemon kepada pasien untuk mengurangi tingkat nyeri
pada pasien post operasi
6 Mengkaji skala nyeri
7 Cuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut
3 Berpamitan
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama tindakan
2 Menjaga keamanan pasien
3 Menjaga keamanan perawat
38
E. Alat ukur
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memperhatikan mimik wajah klien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini
diterapkan pada klien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya dengan
skala angka, misalnya anak-anak dan lansia (Saputra, 2013;217-219)
Gambar 3.2 Skala Wajah
36
39
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 55 tahun dengan inisial Ny.
N beragama islam dan bertempat tinggal di Ngeluyu, Mancasan, Sukoharjo
berpendidikan SD, dengan diagnosa medis Post Operasi Lararatomi Apendiktomi,
pasien masuk kerumah sakit pada tanggal 9 Maret 2015, selama dirumah sakit
yang bertanggung jawab atas nama Ny. N adalah Tn. N berusia 27 tahun
pekerjaan swasta bertempat tinggal di Ngeluyu Mancasan Sukoharjo, hubungan
dengan klien anak.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 19.15 WIB dengan
metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa. Keluhan utama yang
dirasakan pasien adalah nyeri pada abdomen kanan bawah, dengan riwayat
kesehatan sekarang Ny. N bahwa sudah merasakan nyeri perut bagian kanan
bawah sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu dan tidak dirasakan kemudian akhir-
akhir ini sering kambuh dan diperiksa ke poli umum di RSUD Sukoharjo
dikatakan pengapuran dan dikasih obat lalu kambuh lagi kemudian diperiksa
kepoli umum RSUD Sukoharjo dan dirotgen kemudian ditentukan diagnosa
apendiktomi dokter menyarankan untuk rawat inap dan klien dibawa ke ruang
flamboyan. Pada pengkajian tanggal 10 maret 2015 klien mengatakan nyeri pada
abdomen kanan bawah nyeri cekut-cekut skala nyeri 4 aktivitas klien dibantu oleh
keluarganya.
39
40
Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah
sakit dan klien tidak memiliki alergi makanan maupun obat klien juga belum
pernah kecelakaan.
Riwayat penyakit keluarga, klien merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara
klien tinggal bersama anak ke 3 nya dan tidak ada penyakit yang seperti klien
alami maupun penyakit yang menular seperti hiprtermi, jantung, diabetes militus,
hepatitis, AIDS/HIV dan tuberculusis paru.
Keterangan :
: Laki- laki meninggal : Garis Pernikahan
: Perempuan meninggal : Garis Keturunan
: Laki-laki : Tinggal Satu Rumah
: Perempuan : Klien Ny. N
55th
55th
Gambar 4.1 Genogram
41
Riwayat kesehatan lingkungan, merupakan lingkungan yang bersih dan jauh
dari pabrik dan polusi.
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan bahwa kesehatan
itu penting dan kelalaianya tidak memeriksakan kesehatanya adalah pelajaran
berharga dalam hidupnya. Dan pasien sangat menyesal mengetahui harus
dioperasi. Pasien akan menjaga kesehatanya.
Pola nutrisi sebelum sakit atau sebelum operasi klien mengatakan makan 3x
sehari denga 1 porsi habis dengan jenis nasi, lauk pauk, buah dan air putih, tidak
ada keluhan. Selama sakit atau sesudah operasi klien mengatakan makan 3x sehari
dengan ½ porsi, denagn jenis makanan bubur, lauk pauk, dan buah dan pasien
mengeluh mual.
Pola eliminasi sebelum sakit klien mengatakan BAK 4-7 kali dengan warna
kuning kurang lebih 600cc, dan BAB 2hari sekali dengan berwarna kuning dan
keras dan tidak ada keluhan. Selama sakit BAK tidak dirasakan karena
menggunakan selang DC dan berwarna kuning dengan jumlah urine kurang lebih
500-700cc, selama dirumah sakit belum pernah BAB dan tidak ada keluhan.
Pola aktivitas sebelum sakit klien mengatakan makan/minum, toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM dilakukan secara
mandiri. Selama sakit aktivitas makan/minum, berpakaian, mobilitas tempat tidur,
berpindah, ambulasi ROM dibantu oleh keluarga maupun perawat dan untuk
toileting menggunakan alat bantu yaitu kateter.
Pola istirahat tidur sebelum sakit atau sebelum operasi bisa tidur nyenyak dan
bangun terasa segar klien tidur kurang lebih 6jam. Selama sakit klien mengatakan
42
tidak bisa tidur karena merasakan nyeri post operasi. Pada tanggal 12 maret 2015
jam 07.00 WIB pasien tidak bisa tidur tadi malam dan tidur kurang dari 6 jam.
Pola kognitif dan perceptual sebelum sakit pasien dapat perbicara dengan
lancar dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Selama sakit pasien dapat
berbicara dengan lancar mau menjawab pertanyaan dan mendengar secara normal
pasien merasa nyeri dan pasien tampak meringis kesakitan . pasien mengatakan
nyeri kualitas nyeri terasa nyengkrang dan senut-senut, nyeri dibagian abdomen
kanan bawah dengan skala nyeri 4 dan waktu nyeri terus menerus senut-senut,
nyeri hilang timbul nyengkrang. Pasien tampak gelisah dan terdapat luka post
operasi di abdomen kanan bawah kurang lebih 10cm kondisi luka tertutup dan
tidak rembes.
Pola persepsi dan konsep diri klien mengatakan menerima kondisinya saat ini
klien seorang perempuan dan sudah menjadi nenek peran dalam keluarganya yaitu
sebagai nenek klien berharap cepat sembuh dan segara pulang klien menerima
keadaan dan tetap bersyukur.
Pola hubungan dan peran klien mengatakan hubungan dengan keluarga dan
lingkungan sekitar rumahnya baik Pola seksual dan reproduksi klien mengatakan
seorang ibu yang memiliki 3 orang anak yang kini sudah berumah tangga dan
sudah mempunyai 4 orang cucu.
Pola mekanisme koping sebelum sakit klien mengatakan jika ada masalah
selalu menceritakan kepada keluarganya dan jika mengambil keputusan sekali
bermusyawarah dengan anggota keluarganya. Selama sakit klien mengatakan
43
ketika ada masalah saat post operasi apendik/usus buntu pasien hanya bisa
mengeluh kepada anggota keluarga dan mengeluh kepada perawat.
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien selalu sholat 5 waktu dan pada
saat sakit pasien hanya bisa berdoa tidak melakukan sholat.
Hasil pemeriksaan fisik dari keadaan atau penampilan kesadaran klien
composmentis. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut, tekanan darah
120/80 mmHg, frekuensi nadi 85x/menit dengan irama teratur dan kekuatan kuat
frekuensi pernafasan 20x/menit dengan irama kuat suhu 36,5oC. Bentuk kepala
masochepal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe dengan rambut hitam beruban.
Hasil pemeriksaan muka dari mata palpebra tidak ada odema konjungtiva tidak
anemis sclera tidak ikterik pupil isokor diamerer kanan kiri simetris reflek
terhadap cahaya baik dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
hidung simetris tidak ada jejas dan tidak ada secret, pemeriksaan mulut dengan
hasil simetris tidak ada jejas dan tidak ada sianosis. Hasil dari pemeriksaan gigi
terdapat gigi bersih tetapi berlubang dan pemeriksaan telinga simetris bersih dan
tidak ada serumen. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
Pemeriksaan dada : inspeksi didapatan hasil ekspansi kanan kiri berbentuk
dada simetris dan tidak ada jejas, palpasi vokal fremitus kanan kiri sama saat
diperkusi suara sonor kanan kiri sama dan saat di aulkustasi bunyi jantung BJ I-II
reguler.
Pemeriksaan abdomen terdapat luka post operasi pada abdomen kanan bawah
saat di auskultasi kurang dari 2 detik tidak ada perubahan bentuk tulang
perubahan akral hangat. Dan pada pemeriksaan bising usus 15x/menit terdengar
44
suara tympani saat diperkusi, tidak ada pembesaran hati dan ada nyeri tekan pada
atas abdomen yang dioperasi.
Pada pemeriksaan genetalia bersih dan terpasang kateter. Pada saat
pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot norma 5/5 dan ROM kanan kiri
normal bisa bergerak capilary refile. Pemeriksaan pada eskstremitas bawah
kekuatan otot kanan kiri normal 5/5 ROM kanan kiri normal bisa bergerak
capilary refile kurang dari 2 detik tidak ada perubahan bentuk tulang dan akral
teraba hangat.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 maret 2015 didapatkan hasil
leukosit 12,6 ribu/uL normal (4,5-10,0), eritrosit 4,82 juta/uL normal (4,50-5,40),
hemoglobin 11,8 g/uL normal (14,0-17,5), hematokrit 35,8% normal (33-45),
MCV 74,3 /un nirmal (80,00-96,0) MCH 24,5 Rg normal (28,0-33,0), MCHC
33,0 g/dl normal (33,0-36,0) trombosit 295 ribu/uL normal (150-450)RDW-
CH14,6%(11,6-24,6) PDW10,1%25-65 MPV 9,5 FL(6,5-11,0) P-LCR 0,28%
neutrofil 71,5 10ˆuL normal (51-57), limfosit 20,0 10ˆuL normal (22-40), monosit
6,00 10ˆuL normal (0-7), eosinofil 1,90 10ˆuL normal (0-4), basofil 0,60 10ˆuL
normal (0,1) , LG 0,50, golongan darah A, GDS 122, ureum 32,0 creatin 0,63,
hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 7 maret 2015 HR: 104 bpm, R-R : 142ms,
P-R : 142ms, QRS:87 ms QT: 334ms QTC:440 Axis :13deg, RVS : 1,08mv, SVI:
0,99mv RTS: 2,07mv dan foto thorak cor: tidak membesar dengan penonjolan
arcusaorta, pilmo : tidak tampak corakan bronchovaskuler normal, kedua apex
tenang, sistema tulang intract, kesan pulmo dalam batas normal, besar cor dengan
alogatioaorta. Terapi yang diperoleh selama dinagsal pada tanggal 10,11 dan 12
45
maret 2015 cairan infus RL 20tmp , aminofluid 20tpm, ranitidin 24mg per8 jam,
ketorolak 30mg per 8jam, ceftiaxone 10gr per 8jam.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif antara
lain klien mengatakan nyeri, nyeri terasa nyengkrang dan senut-senut, nyeri
dibagian abdomen kanan bawah (setelah operasi), skala nyeri 4 dan nyeri hilang
timbul nyengkrang nyeri terus menerus senut-senut. Data objektif yang diperoleh
klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, dan terdapat luka post
operasi dibagian kanan bawah. Berdasarkan analis data menunjukkan nyeri akut
merupakan prioritas masalah utama, sehingga dapat ditegakan diagnosa
keperawatan sesuai batasan karakteristik nyeri akut menurut (Wilkinson, 2012)
yaitu perubahan nyeri atau melindungi daerah nyeri secara verbal dan perubahan
posisi untuk menghindari nyeri. Diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik, post operasi laparatomi apendiktomi.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif antara
lain kien mengatakan sudah dioperasi post operasi laparatomi dibagian abdomen
kanan bawah. Data obyektif diperoleh klien terlihat luka bekas operasi dibagian
abdomen kanan bawah warna kecoklatan panjang luka jahitan kurang lebih 10cm
berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa kerusakan integritas kulit masalah
kedua, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan
karakteristik kerusakan integritas kulit menurut (Wilkinson, 2012) yaitu kerusakan
lapisan kulit gangguan permukaan kulit dan medikasi.
46
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subyektif yaitu
klien mengatakan hanya bisa berbaring dan takut saat miring data obyektif yang
diperoleh klien tampak berbaring dan klien belum tampak miring berdasarkan
analisa data menunjukkan bahwa hambatan mobilitas adalah masalah ketiga,
sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan karakteristik
hmbatan mobilitas menurut (Wilkinson, 2012)yaitu ketidak nyamanan nyeri
dengan keluhan post operasi.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian tanggal 11 maret 2015
diperoleh data subyektif antara lain klien mengatakan sulit tidur dan sering
terbangun pada malam hari. Data obyektif yang diperoleh klien tampak lemas
klien tidak bisa tidur karena merasakan nyeri. Berdasarkan analisa data
menunjukkan bahwa gangguan pola tidur adalah masalah keempat, sehingga dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan karakteristik gangguan pola tidur
menurut (Nanda, 2012) yaitu gangguan pola tidur, keluhan ketidak nyamanan:
nyeri.
D. Perencanaan keperawatan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 maret 2015 penulis
menyusun suatu interfensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan
pada Ny. N dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam nyeri berkurang dari 4 menjadi 1–2 , pasien tidak tampak gelisah, pasien
tidak merintih dan menangis dan tidak ada ekspresi nyeri pada wajah.
47
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T) untuk
mengetahui karakteristik nyeri, berikan terapi aroma lemon untuk mengurangi
nyeri non farmakologis, atur posisi yang nyaman untuk mengurai nyeri,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik menggunakan agen-agen
farmakologis untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan keluarga untuk
mengobservasi nyeri untuk mengetahui tingkat nyeri.
Perencanaan dari masalah keperawatan 10 maret 2015 penulis menyusun suatu
intervensi sebagi tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.N
dengan diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi dengan
tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapan integritas kulit kembali normal, dengan kriteria hasil : mencapai
penyembuhan luka, mendemonstrasikan tingkah laku atau tehnik meningkatkan
kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi, keutuhan struktur dan fungsi
fisiologis normal kulit dan membran mukosa.
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi luka post operasi untuk mengetahui
keadaan luka, lakukan medikasi minimal 1x sehari agar luka / kebersihan terjaga
dan meningkatkan penyembuhan luka, edukasi bahwa makan makanan yang
mengandung protein itu dapat mempercepat penyembuhan luka agar luka cepat
mengering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Perencanaan dari masalah keperawatan tanggal 10 maret 2015 penulis menyusun
suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.
N dengan diagnosa hambatan mobilitas berhubungan dengan nyeri dengan tujuan
48
dan kriteria hasil setelah dilakukan tindaakan 3x24 jam diharapkan klien dapat
beraktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil: pasien mampu berpindah secara
mandiri, pasien dapat beraktifitas secara mandiri.
Intervensi yaitu mengajarkan tehnik latihan rasionalisasai untuk melatih aktivitas
pasien, memberikan dorongan latihan agar pasien mampu beraktifitas secara
mandiri, mengajarkan ROM pasif untuk melatih otot pasien, memberikan
motivasi untuk klien semangat untuk beraktivitas, kolaborasi dengan keluarga
dalam pelatihan ROM, agar klien dapat segara bergerak.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 penulis
menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan
pada Ny. N dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak
nyamanan : nyeri dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan
selama 2x24 jam diharapkan pola tidur dapat optimal dengan kriteria hasil jumlah
jam tidur 6-8 jam/24 jam, klien mudah memulai tidur, tidak sering terbangun saat
tidur, bangun tidur terasa segar.
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji ulang pola tidur pasien rasionalisasi untuk
mengetahui kualitas tidur pasien, ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
agar pasien dapat tertidur dengan nyenyak, identitas faktor penyebab untuk
mengetahui faktor utama yang menyebabkan klien tidak bisa tidur.
E. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan utama
berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan keperawatan pada
hari selasa tanggal 10 maret 2015 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
49
keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik dilakukan implementasi yaitu pengkajian pada pasien
kelolaan, jam 20.35 mengobservasi karakteristik nyeri, klien mengatakan nyeri
nyeri terasa nyengkrang dan senut-senut, nyeri bagian abdomen kanan bawah,
skala nyeri 4, nyeri terus menerus senut- senut nyeri hilang timbul nyengkrang,
pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak gelisah. Jam 20.45 memberikan
terapi aroma lemon dengan cara menghirup uap lemon dan zat linalool
menimbulkan efek tenang dan mengurangi nyeri, pasien mengatakan nyeri, nyeri
terasa nyengkrang dan senut-senut, nyeri bagian abdomen kanan bawah, skala
nyeti 4, nyeri terus menerus senut-senur nyeri terasa nyengkrang hilang timbul,
pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak gelisah. Jam 20.55
mengobservasi luka operasi pasien takut memegang luka, luka masih tertutup dan
tidak rembes. Pada jam 21.05 mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgesik ketorolak 30mg pasien mau di injeksi obat ketorolak 30mg masuk
melalui IV. Jam 21.10 memberitahu kepada keluarga pasien agar makan makanan
yang mengandung protein yang tinggi untuk membantu penyembuhan luka,
keluarga pasien mengatakan bersedia dan keluarga pasien mengerti serta
kooperatif.
Rabu, 11 maret 2015 jam 07.30 penulis mengobservasi karakteristik nyeri skala
wajah klien mengatakan nyeri, nyeri nyengkrang dan senut-senut, nyeri bagian
abdomen kanan bawah skala nyeri 4 nyeri terus menerus senut-senut nyeri hilang
timbul nyegkrang. Pasien tampak meringis kesakitan. Pada jam 08.00 melakukan
injeksi ketorolak 30mg, pasien mau diinjeksi, injeksi ketorolak 30mg masuk
50
melalui IV. Jam 09.00 melakukan medikasi klien mengatakan mau dimedikasi,
luka tampak bersih dan tidak ada pus. Jam 14.30 memberikan terapi aroma lemon
dengan cara memberikan uap lemon dan dengan zat linanool menimbulkan efek
tenang dan mengurangi nyeri, pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri senut-
senut nyeri bagian abdomen kanan bawah skala nyeri 3 nyeri terus menerus senut-
senut dan hilang timbul (nyengkrang). Jam 15.00 klien mengatakan sering
terbangun saat malam hari, pasien tampak letih dan lesu.
Kamis, 12 maret 2014 jam 07.30 penulis mengobservasi karakteristik nyeri klien
mengatakan nyeri berkurang nyeri senut-senut nyeri bagian abdomen kanan
bawah skala nyeri 3 nyeri terus menerus senut- senut klien sudah tampak rileks.
Jam 08.00 melakukan injeksi ketorolak 30mg klien mengatakan mau diinjeksi,
injeksi ketorolak 30mg masuk melalui IV. Jam 08.30 melakukan perawatan luka
klien mengatakan mau dirawat lukanya luka tampak bersih dan tidak ada pus.
Jam 09.00 memberikan edukasi pada keluarga klien agar memberikan makan
makanan yang tinggi proterin keluarga klien mengatakan mengerti, keluarga klien
kooperatif. Pada jam 14.30 memberikan terapi aroma lemon dengan cara dihirup
aroma lemon dan dengan zat linalool menimbulkan efek tenang dan mengurangi
nyeri klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri saat bergerak, nyeri dibagian
abdomen kanan bawah skala nyeri 2 nyeri saat bergerak, klien tampak rileks. Jam
15.00 mengkaji pola tidur klien, klien mengatakan tidur nyenyak dan tidak sering
terbangun klien tampak segar.
51
F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015 dilakukan
evaluasi keperawatan dengan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri nyeri
terasa nyengkrang dan senut-senut nyeri pada abdomen kanan bawah skala nyeri 4
nyeri terus menerus senut-senut nyeri hilang timbul nyengkrang. Data objektif
klien tampak meringis kesakitan, dan masalah belum teratasi lanjutkan intervensi
observasi karakteristik nyeri (PQRST) beri terapi aroma lemon, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat analgesik.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015 dilakukan
evaluasi keperawatan dengan data subjektif klien mengatakan sudah dioperasi,
post operasi laparatomi dan data objektif luka tertutup dan tidak rembes masalah
belum teratasi lanjutkan intervensi kaji luka operasi dan lakukan medikasi setiap
hari.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015 dilakukan
evaluasi keperawatan dengan data subjektif klien mengatakan
masih lemah dan belum bisa bergerak. Data objek yang diperoleh pasien masih
tampak berbaring masalah belum teratasi lanjutkan intervensi melatih ROM,
memberi motivasi.
Evaluasi hari ke dua dulakukan pada tanggal 11 maret 2015 jam 14.00, didapatkan
hasil evaluasi dengan data subjektif pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri
terasa senut-senut, nyeri pada abdomen kanan bawah, skala nyeri 3 nyeri terus
menerus, dan data objektif yaitu pasien tampak rileks masalah teratasi sebagian,
52
lanjutkan intervensi, observasi karakteristik nyeri (PQRST), beri terapi aroma
lemon.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 jam 15.15
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif pasien mengatakan sudah
dioperasi post laparatomi. Data sebjektif luka tampak bersih dan tidak ada pus
masalah teratasi sebagian lanjutkan intervensi kaji luka operasi, lakukan medikasi
setiap hari.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 jam 15.20
didapatkan data subjekif yaitu pasien mengatakan sudah bisa miring, data objektif
pasien tampak miring, masalah teratasi sebagian lanjutkan intervensi lakukan
melatih ROM aktif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 jam 15.25
didapatkan data subjektif pasien mengatakan masih sakit pada perut dan sering
terbangun pada malam hari, data objektif pasien tidak bisa tidur dan tidur kurang
dari 6 jam, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi kaji pola tidur, ciptakan
lingkungan aman dan nyaman.
Evaluasi hari ke tiga pada tanggal 12 maret 2015 jam 14.00 dengan evaluasi data
subjaktif klien mengatakan sudah bisa duduk dan nyeri berkurang, nyeri senut-
senut, nyeri bagian abdomen kanan bawah, skala nyeri 2, nyeri kadang-kadang
saat buat bergerak atau dibuat duduk, data objektif pasien tampak duduk, masalah
teratasi, pertahankan intervensi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015 jam 14.10
didapatkan data subjektif pasien mengatakan sudah dioperasi post laparatomi, data
53
objektif luka terlihat bersih dan tidak ada pus, masalah teratasi, hentikan
intervensi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015 jam 14.15
didapatakan data subjektif klien mengatakan sudah bisa duduk, data objektif
pasien tampak bisa duduk, masalah teratasi, pertahankan intervensi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015 jam 14.20
didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah bisa tidur, dengan data objektif
klien tidur lebih dari 6 jam, analisa masalah gangguan pola tidur teratasi dan
untuk plening dipertahankan.
54
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian terapi aroma
lemon terhadap penurunan skala nyeri dengan asuhan keperawatan Ny.N pada
pasien post laparatomi apendiktomi ruang flamboyan RSUD Sukoharjo.
Pembahasan pada bab ini melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses pengumpulan data secara
sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional
pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon
klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpito-Moyet ,2005 dalam Potter &
Perry, 2009).
Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi pengakajian identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga dan 11 fungsi gordon serta pemeriksaan fisik head
to toe. Serta pengakajian khusus pada ekstermitas yang mengalami fraktur
dengan look, feel, move (Potter dan Perry, 2005).
Keluhan utama klien mengatakan nyeri pasien tampak meringis
kesakitan. Pasien mengatakan nyeri kualitas nyeri terasa nyengkrang dan
senut-senut, nyeri dibagian abdomen kanan bawah dengan skala nyeri 4 dan
waktu nyeri terus menerus senut-senut, nyeri hilang timbul nyengkrang.
54
55
Pasien tampak gelisah dan terdapat luka post operasi di abdomen kanan
bawah kurang lebih 10cm kondisi luka tertutup dan tidak rembes.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi Ny. N mengalami nyeri dengan skala
nyeri 4 nyeri dirasakan kurang dari 6 bulan yang sudah disebut nyeri akut
(Yekti dan Ari, 2011).
Terapi medis yang diberikan pada tanggal 10 Maret 2015 klien
mendapatkan terapi cairan berupa infus RL 20 tpm. Infus RL berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan cukup untuk mengganti
eksresi harian pada keadaan asupan oral terbatas (Kusuma dan Nurarif, 2012:
177). Mendapat terapi intravena berupa injeksi ranitidine 50mg/8 jam,
Metamezol 1gr/8jam, Ceftriaxon 50mg/8jam. Ceftriaxon berfungsi sebagai
antibiotik, ranitidin berfungsi untuk mengurangi nyeri pada lambung,
aminofluid 20 tpn cairan koloid, kalsium klorida, Nacl, natrium Na fungsi
untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit (Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, 2009). Hal ini menunjukan bahwa terapi medis belum berhasil
maksimal.
B. Perumusan Masalah.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial
klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan,
catatan medis klien (Potter dan Perry, 2005).
Hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan beberapa
masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan fungsional yang
56
membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai dengan kebutuhan
hirarki maslow. (Potter dan Perry, 2005) dari hasil pengkajian dan analisa data
penulis mengangkat diagnosa, yaitu :
1. Diagnosa pertama yang penulis rumuskan adalah Nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik : luka post operasi apendiktomi.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jarigan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Menurut
international for the study of pain nyeri akut adalah awitan yang tiba- tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan. (Wilkinson, 2012)
Batasan karakteristik nyeri akut terjadi perubahan tekanan darah, perubahan
frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernapasan, mengekpresikan
perilaku gelisah, waspada iritabilitas, sikap melindungi area nyeri,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, fokus pada diri sendiri,
gangguan tidur. (Wilkinson, 2012)
Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa nyeri akut mencakup
data obyektif, data subyektif dan hasil pemeriksaan. Data subyektif klien
mengatakan nyeri, nyeri terasa nyengkrang dan senut-senut, nyeri dibagian
abdomen kanan bawah (setelah operasi), skala nyeri 4 dan nyeri hilang
timbul nyengkrang nyeri terus menerus senut-senut. Data objektif yang
diperoleh klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, dan
terdapat luka post operasi dibagian kanan bawah.
57
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki kebutuhan
menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua mencakup
kebutuhan keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis) yang
merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan. (Potter
dan Perry, 2005).
2. Diagnosa kedua yang penulis rumuskan adalah kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi
Prioritas diagnosa kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
medikasi. Kerusakan integritas kulit adalan perubahan atau gangguan
epidermis atau dermis (Wilkinson, 2013)
Batasan karakteristik kerusakan integritas kulit yaitu kerusakan laisan kulit,
gangguan permukaan kulit, invasi stuktur tubuh (Wilkinson, 2012).
Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa kerusakan integritas kulit
mencakup data obyektif, data subyektif dan hasil pemeriksaan didapatkan
pengkajian diperoleh data subjektif antara lain kien mengatakan sudah
dioperasi post operasi laparatomi dibagian abdomen kanan bawah. Data
obyektif diperoleh klien terlihat luka bekas operasi dibagian abdomen kanan
bawah warna kecoklatan panjang luka jahitan kurang lebih 10 cm
berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa kerusakan integritas kulit
masalah kedua, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai
batasan karakteristik kerusakan integritas kulit menurut (Wilkinson, 2012)
yaitu kerusakan lapisan kulit gangguan permukaan kulit dan medikasi.
58
Diagnosa kedua adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
medikasi. Kerusakan integritas kulit adalah perubahan dermis atau
epidermis. Hal tersebut tidak sesuai dengan faktor yang berhubungan karena
seharusnya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik:
insisi pembedahan berdasarkan analisa data yang menyatakan pasien sudah
dioperasi post operasi laparatomi dibagian abdomen kanan bawah warna
kecoklatan panjang luka jahitan kurang lebih 10 cm. Diagnosis sesuai
dengan batasan karakteristik yaitu kerusakan pada lapisan kulit (Wilkinson,
2010).
Penulis memprioritaskan diagnosa kerusakan integritas kulit berdasarkan
hirarki kebutuhan menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat
ketiga mencakup kebutuhan kenyamanan dan resiko infeksi yang
merupakan kebutuhan paling dasar ketiga yang harus diprioritaskan (Potter
dan Perry, 2005).
3. Diagnosa ketiga yang penulis rumuskan adalah hambatan mobilitas
berhubungan dengan nyeri
Hambatan mobiltas fisik adalah keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan terarah. Batasan
karakteristik hambatan mobilitas fisik : penurunan waktu reaksi, kesulitan
membolak–balik posisi, keterbatasan rentang gerak sendi, ketidakstabilan
postur, pergerakan lambat, pergerakkan tidak terkoordinasi ( Wilkinson,
2012 ).
59
Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan mobilatas fisik
meliputi data subyektif dan data obyektif diperoleh data subyektif yaitu
klien mengatakan hanya bisa berbaring dan takut saat miring data obyektif
yang diperoleh klien tampak berbaring dan klien belum tampak miring
berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa hambatan mobilitas adalah
masalah ketiga, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai
batasan karakteristik hambatan mobilitas menurut (Wilkinson, 2012) yaitu
ketidak nyamanan nyeri dengan keluhan post operasi.
Menurut kebutuhan menurut Maslow hambatan mobilitas fisik masuk dalam
kebutuhan prioritas ketiga keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis).
Penulis memprioritaskan diagnosa hambatan mobilitas fisik sebagai
diagnosa ketiga setelah kerusakan integritas kulit, karena hambatan
mobilitas fisik tidak bersifat urgent. (Potter dan Perry, 2005).
4. Diagnosa keempat yang penulis rumuskan adalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan ketidak nyamanan : nyeri.
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur
akibat faktor eksternal.
Batasan karakteristik: perubahan pola tidur abnormal, keluhan verbal
merasa kurang istirahat, kurang puas tidur, penurunan kemampuan fungsi,
melaporkan sering terjaga, melaporkan tidak mengalami kesulitan jatuh
tidur (Wilkinson, 2012).
Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan mobilatas fisik
meliputi data subyektif dan data obyektif diperoleh data subyektif antara
60
lain klien mengatakan sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari.
Data obyektif yang diperoleh klien tampak lemas klien tidak bisa tidur
karena merasakan nyeri.
Menurut kebutuhan menurut Maslow gangguan pola tidur masuk dalam
kebutuhan prioritas keempat kenyamanan fisik Penulis memprioritaskan
diagnosa gangguan pola tidur sebagai diagnosa keempat setelah hambatan
mobilitas fisik tidak bersifat urgent. (Potter dan Perry, 2005)
C. Intervensi Keperawatan
Proses keperawatan yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa
keperawatan yang spesifik, perawat menggunakan ketrampilan berpikir
kritis untuk menetapkan prioritas dignosa dengan membuat membuat
peringkat dalam urutan kepentingannya. Prioritas ditegakkan untuk
mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan
adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih
dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan
dalam hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005).
Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang
kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan
hasil. Tujuan tidak hanya memenuhi kebutahan klien tetapi juga harus
mencakup pencegahan dan rehabilitasi. Tujuan yang penulis susun
sesuai dengan teori yang ada pada buku fundamental keperawatan
(Potter dan Perry, 2005).
61
mengacu pada 7 faktor : berpusat pada klien, faktor tunggal
menunjukkan hanya satu respon klien, faktor yang dapat diamati
perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis,
tingkat pengetahuan klien dan perilaku, faktor yang dapat diukur, faktor
batasan waktu serta tujuan dan hasil yang diharapkan menunjukkan
kapan respon yang diharapkan harus terjadi, faktor mutual, faktor
realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik.
Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan
menyesuaikannya dengan prioritas permasalahan, penulis menyusun
intervensi sebagai berikut :
1. Nyeri berhubugan dengan agen cidera fisik : luka post operasi
apendiktomi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri
berkurang dari 4 menjadi 1 – 2 , pasien tidak tampak gelisah,pasien
tidak merintih dan menangis dan tidak ada ekspresi nyeri pada
wajah.
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi karakteristik nyeri
(PQRST) rasional : untuk mengetahui karakteristik nyeri, berikan
terapi aroma lemon rasional : untuk mengurangi nyeri non
farmakologis, atur posisi yang nyaman rasional : untuk mengurai
nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
menggunakan agen-agen farmakologis rasional: untuk mengurangi
62
nyeri, kolaborasi dengan keluarga untuk mengobservasi nyeri
rasional : untuk mengetaahui tingkat nyeri (Wilkinson, 2012).
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapan
integritas kulit kembali normal, dengan kriteria hasil: mencapai
penyembuhan luka, mendemonstrasikan tingkah laku atau tehnik
meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi,
keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal kulit dan membran
mukosa.
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi luka post operasi
raasional: untuk mengetahui keadaan luka, lakukan medikasi
minimal 1x sehari rasional: agar luka / kebersihan terjaga dan
meningkatkan penyembuhan luka, edukasi bahwa makan makanan
yang mengandung protein itu dapat mempercepat penyembuhan luka
rasional : agar luka cepat mengering, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi
(Wilkinson, 2012).
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Setelah dilakukan tindaakan 3x24 jam diharapkapkan klien dapat
beraktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil: pasien mampu
berpindah secara mandiri, pasien dapat beraktifitas secara mandiri..
Intervensi yaitu mengajarkan tehnik latihan rasional untuk melatih
aktivitas pasien, memberikan dorongan latihan rasional : agar pasien
63
mampu beraktifitas secara mandiri, mengajarkan ROM pasif rasional
untuk melatih otot pasien, memberikan motivasi rasional : untuk
klien semangat untuk beraktivitas, kolaborasi dengan keluarga dalam
pelatihan ROM, rasional : agar klien dapat segera bergerak
(Wilkinsin, 2012).
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan : nyeri
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan pola tidur
dapat optimal dengan kriteria hasil jumlah jam tidur 6-8 jam/24 jam,
klien mudah memulai tidur, tidak sering terbangun saat tidur, bangun
tidur terasa segar.
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji ulang pola tidur pasien rasional
untuk mengetahui kualitas tidur pasien, ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman rasional: agar pasien dapat tertidur dengan
nyenyak, identitas faktor penyebab rasional: untuk mengetahui
faktor utama yang menyebabkan klien tidak bisa tidur.
D. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas
kehidupan sehari – hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai
tujuan yang berpusat pada klien (Potter dan Perry, 2005).
64
Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien, memodifikasi
rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai
dengan kebutuhan. Komponen implementasi dari proses keperawatan
mempunyai lima tahap : mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi
rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan
intervensi (Potter dan Perry, 2005).
Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil
aplikasi riset keperawatan manfaat pemberian terapi aroma lemon
terhadap penurunan skala nyeri pada Ny.N dengan post operasi
apendiktomi
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang
telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil
dalam rentang normal yang diharapkan. Tidakan keperawatan yang
penulis lakukan selama 3 hari kelolaan pada asuhan keparawatan Ny.N
dengan post op apendiktomi yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : luka post
operasi apendiktomi
Untuk diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji
nyeri pasien dengan PQRST untuk mengetahui tindakan skala nyeri
klien, selain itu juga untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi.
Keuntungan kajian nyeri bagi klien adalah nyeri di indentifikasi,
65
dikenali sebagai sesuatu yang nyata yang dapat di ukur, dan
dijelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Potter &
Perry, 2005).
Memberikan terapi aroma lemon dengan cara menghirup uap lemon
dan dengan zat linalool menimbulkan efek tenang dan mengurangi
nyeri. Berbagai efek minyak esensial, salah satunya adalah
menurunkan intensitas nyeri dan tingkat kecemasan. Minyak esensial
atau minyak astiri yang bersifat menurunkan/menghilangkan rasa
nyeri, antara lain nankincense, cengkih, wintergreen, lavender, lemon,
pepermint, dan eucalyptus (Monahan, Sands, Neighbors, Marek,
Green 2007; koensooemadiyah, 2009).
Memberikan terapi farmakologi injeksi melalui intra vena yaitu
memberikan analgesik non narkotik ketorolak dengan fungsi
farmakologis yaitu penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri
akut, sedang, berat (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009)
Untuk hari kedua dan ketiga masih tetap mengobservasi nyeri dalam
menentukan skala nyeri pada klien. Pada implementasi hari pertama
penulis merasa kesulitan dalam mengaplikasikan karena pasien masih
takut untuk bergerak.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
implementasi yang dilakukan mengobservasi luka dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi yang dapat menghambat luka dan
meningkatkan pemisahan luka/dehisens (Dongoes, 2000),
66
memberikan injeksi antibiotik dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh untuk mencegah adanya infeksi, mengedukasikan kepada
keluarga pasien untuk memberikan makan makanan yang
mengandung tinggi protein dan melakukan perawatan luka. Pada
implementasi pada diagnosa kedua tidak terjadi hambatan sudah
sesuai dengan perencanaan.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
implementasi yang dilakukan adalah mengajarkan ROM pasif
terhadap pasien mengembalikan fungsi–fungsi otot dan meningkatkan
kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis tentang aktivitas latihan
Active Range Of Motion (Perry, 2005). Menjelaskan pada pasien
tentang batasan aktivitas dan cara penghematan energi. Untuk
diagnosa yang ketiga sudah terlaksana sesuai dengan perencanaan
4. Diagnosa keempat yang penulis rumuskan adalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan ketidak nyamanan : nyeri.
Implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi pola tidur pasien
agar mengatahui kualitas tidur pasien (Perry, 2005).
Untuk diagnosa keempat sudah terlaksana sesuai dengan perencanaan.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan
(Potter dan Perry, 2005).
67
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan
untuk mengukur respon terhadap respon pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan
(Andarmoyo, 2013).
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : luka post operasi
apendiktomi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif yaitu klien
mengatakan nyeri nyeri terasa nyengkrang dan senut-senut nyeri
pada abdomen kanan bawah skala nyeri 4 nyeri terus menerus senut-
senut nyeri hilang timbul nyengkrang. Data objektif klien tampak
meringis kesakitan, dan masalah belum teratasi lanjutkan intervensi
observasi karakteristik nyeri (PQRST) beri terapi aroma lemon,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
Evaluasi hari ke dua dulakukan pada tanggal 11 maret 2015 jam
14.00, didapatkan hasil evaluasi dengan data subjektif pasien
mengatakan nyeri berkurang, nyeri terasa senut-senut, nyeri pada
abdomen kanan bawah, skala nyeri 3 nyeri terus menerus, dan data
objektif yaitu pasien tampak rileks masalah teratasi sebagian,
lanjutkan intervensi, observasi karakteristik nyeri (PQRST), beri
terapi aroma lemon.
Evaluasi hari ke tiga pada tanggal 12 maret 2015 jam 14.00 dengan
evaluasi data subjaktif klien mengatakan sudah bisa duduk dan nyeri
68
berkurang, nyeri senut-senut, nyeri bagian abdomen kanan bawah,
skala nyeri 2, nyeri kadang-kadang saat buat bergerak atau dibuat
duduk, data objektif pasien tampak duduk, masalah teratasi,
pertahankan intervensi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif klien
mengatakan sudah dioperasi, post operasi laparatomi dan data
objektif luka tertutup dan tidak rembes masalah belum teratasi
lanjutkan intervensi kaji luka operasi dan lakukan medikasi setiap
hari.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015
jam 15.15 dilakukann evaluasi keperawatan dengan data subjektif
pasien mengatakan sudah dioperasi post laparatomi. Data sebjektif
luka tampak bersih dan tidak ada pus masalah teratasi sebagian
lanjutkan intervensi kaji luka operasi, lakukan medikasi setiap hari.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015
jam 14.10 didapatkan data subjektif pasien mengatakan sudah
dioperasi post laparatomi, data objektif luka terlihat bersih dan tidak
ada pus, masalah teratasi, pertahankan intervensi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri Setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 maret 2015
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif klien
69
mengatakan masih lemah dan belum bisa bergerak. Data objektif
yang diperoleh masien masih tampak berbaring masalah belum
teratasi lanjutkan intervensi melatih ROM, memberi motivasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015
jam 15.20 didapatkan data subjekif yaitu pasien mengatakan sudah
bisa miring, data objektif pasien tampak miring, masalah teratasi
sebagian lanjutkan intervensi lakukan melatih ROM aktif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015
jam 14.15 didapatakan data subjektif klien mengatakan sudah bisa
duduk, data objektif pasien tampak bisa duduk, masalah teratasi,
pertahankan intervensi.
4. Pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan : nyeri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 maret 2015
jam 15.25 didapatakan data subjektif pasien mengatakan masih sakit
pada perut dan sering terbangun pada malam hari, data objektif
pasien tidak bisa tidur dan tidur kurang dari 6 jam, masalah belum
teratasi, lanjutkan intervensi kaji pola tidur, ciptakan lingkungan
aman dan nyaman.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 maret 2015
jam 14.20 didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah bisa
tidur, dengan data objektif klien tidur lebih dari 6 jam, analisa
masalah gangguan pola tidur teratasi dan untuk intervensi
dipertahankan
70
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam aplikasi riset pemberian
terapi aroma lemon terhadap penurunan skala nyeri dengan Asuhan
Keperawatan Ny. N Dengan Post Op Laparatomi apendiktomi di ruang
flamboyan RSUD Sukoharjo maka penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Penulis mampu melakukan pengkajian dasar pada Ny. N dengan
post op laparatomi apendiktomi, pengkajian yang didapatkan adalah
klien mengatakan nyeri karena post op laparatomi, nyeri berada
diabdomen bagian kanan bawah, dengan skala 4, nyeri terjadi setiap saat
saat. Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang diprioritaskan pertama adalah nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Kedua adalah kerusakan
intergritas kulit berhubungan dengan medikasi. Ketiga adalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri diagnosa keempat gangguaan
pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan : nyeri.
3. Rencana Tindakan
Rencana tindakan yang dilakukan penulis pada Ny.N dengan
diagnosa keperawatan pertama adalah kaji status nyeri pasien PQRST,
70
71
memberikan terapi aroma lemon, atur posisi nyaman, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi farmakologi, kolaborasi dengan keluarga
untuk mengobservasi nyeri.
Rencana Tindakan dengan diagnosa keperawatan kedua adalah
lakukan medikasi 2xsehari, edukasi bahwa makanan yang mengandung
protein dapat membantu penyembuhan luka, kolaborasi dengan dokter
untuk pembeian antibiotik, rawat luka pasien secara steril, cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rencana Tindakan dengan diagnosa keperawatan ketiga adalah
observasi kemampuan pasien saat mobilisasi, ajarkan pasien untuk
mobilisasi secara mandiri/aman, instruksikan pasien agar merubah posisi
tiap 2 – 3 jam sekali, kolaborasi fisioterapi
Rencana tindakan dengan diagnosa keperawatan keempat adalah
jumlah jam tidur 6-8 jam/24 jam, klien mudah memulai tidur, tidak
sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa segar.
4. Implementasi
Implementasi keparawatan pada Ny. N dengan post operasi
laparatomi adalah pemberian terapi aroma lemon, pengkajian nyeri,
melakukan medikasi, mengajarkan ROM pasif, mengobservasi pola tidur
pasien dan memberikan injeksi farmakologis.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dilakukan selama 3 hari sudah teratasi
sebagian karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.
72
Pada diagnosa pertama skala nyeri 3, ekspresi wajah tampak meringis
kesakitan. Pada diagnosa kedua tampak lemas. Pada diagnosa ketiga luka
terlihat bersih.
6. Analisa
Setelah dilakukan tindakan pemberian terapi aroma lemon
selama 3 hari pada Ny.N terjadi penurunan intensitas nyeri dari skala
menjadi 2.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. N
dengan post operasi apendiktomi penulis akan memberikan usulan dan
masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan
perawat yang profesional, trampil, inovatif, dan bermutu dalam
memberian asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan
ilmu dan kode erik keperawatan.
2. Bagi rumah sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan dan lebih
memperhatikan dalam penanganan pada klien post op laparatomi
apendiktomi dengan masalah nyeri
73
3. Bagi penulis selanjutnya
Penulis berharap bisa memberikan aplikasi tindakan
pengelolaan selanjutnya pada klien dengan masalah nyeri pada post
op laparatomi apendiktomi dengan cara non farmakologis yaitu
pemberian aroma terapi lemon untuk mengurangi nyeri.
74
Daftar Pustaka
Andarmoyo. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Editor
Rose K R.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Carpenito, L.J., (2005). Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis
edisi 6. Jakarta : ECG
Depkes, RI. (2009). Sistem kesehatan nasional.diperoleh tanggal 22
Desember 2013 dari
respositori.usu.ac.id/bitsream/123456789/22361/5/chafter I.Pdf.
Hidayat, A. (2009). Penghantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta.
Salemba Medika
ISO. (2010). Informasi Spesialite Obat Indonesia, Vol 46. Jakarta: PT ISFI
Morison, M. J.(2004). Manajemen luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Perry dan Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep
Proses dan Praktik, Voll 2, Ed 4. Editor Yulianti dkk. Jakarta: EGC
Potter, P. A., & Perry, A. G. Buku ajar fundamental keperawatan. (2005).
(Ed 4). Jakarta :ECG
Simanjutak & Maharani, L. F. (2009). Efektifitas aroma terapi lavender
menggunakan tungku pemanas dalam menurunkan intensitas nyeri
kala I . diperoleh tanggal 25 November 2010 dari
www.risponsitory.usu.ac.id
Sjamsuhudajat dan Jong De Wong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer et al. (2010). Textbook of medical surgical nursing.
75
Philadelphia:lippincott Williams & wilkins
Sulistyowati. (2009). Pengaruh aroma terapi lavender secara masase
terhadap nyeri kanker. Tidak dipublikasikan:Skripsi Fakultas
Ilmu Keperawatan fakultas Universitas Indonesia.
Tara. (2005). Buku pintar aroma terapi, panduan lengkap aroma terapi
untuk kesehatan dan kecantikan. Jakarta; Inovasi
Wong (2010). Easing anxiety with aromatherapy. About.com alternative
medicine (jurnal online). Diperoleh tanggal 5 september 2013 dari
http://altmedicine.about.com/od/anxiety/anxie ty_acupuncture.htm
Yuliadi. (2011).Pengaruh citrus aromaterapi terhadap penurunan
ansietas pada klien pre operasi sectio cesarea. Diperoleh pada
tanggal 10 November 2013 dari
http:/old.fk.ub.ac.id/artikel/filedownload/keperawatan/MajalahIgn
atius%20Yuliadi.pdf