pembelajaran fisika dengan pendekatan …... · pada materi suhu dan kalor) ... dukungan dan...
TRANSCRIPT
i
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI
TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010
Pada Materi Suhu Dan Kalor)
TESIS
Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Fisika
Oleh :
Wagijartini
S 830209128
ROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
ii
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI
TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010
Pada Materi Suhu Dan Kalor)
Disusun Oleh
Wagijartini NIM : S 830209128
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd …………….. ……… 2010
NIP. 19520116 198003 1 001
Pembimbing II Dra. Suparmi, MA, Ph.D ...................... ............ 2010 . NIP. 19520915 197603 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
NIP. 19520116 198003 1 001
iii
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI
TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010
Pada Materi Suhu Dan Kalor)
Disusun Oleh
Wagijartini NIM : S 830209128
Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Prof. Dr. Ashadi …………….. ……… 2010
Sekretaris Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D ...................... ............ 2010 Anggota Penguji
1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd .................... ……… 2010
2. Dra. Suparmi, MA, Ph.D ................... ............ 2010
.
Mengetahui
Direktur Ketua
Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Drs. Suranto, M.Sc,Ph.D Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19520116 198003 1 001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Wagijartini
NIM : S 830209128
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul: Pembelajaran
Fisika Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen
Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal Dan Aktivitas Belajar
Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Materi “Suhu dan Kalor” pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1
Pati Tahun Ajaran 2009/2010) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tesebut.
Surakarta, Juni 2010
Yang membuat pernyataan
Wagijartini
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Carilah dunia dengan ilmu, cailah akherat dengan ilmu, dan carilah keduanya
dengan ilmu.”
( HR Abu Dawud )
“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu
dengan beberapa derajat.”
( Q.S Al Mujadalah: 11 )
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang begitu aku sayangi :
· Ibuku yang senantiasa memberikan doa, semangat dan kasih
sayangnya
· Semua teman-teman mahasiswa di Pendidikan Sains Program
Pascasarjana
· Suamiku yang senantiasa memberikan motivasi, semangat
dukungan dan masukan
· Anak-anakku yang senantiasa memberikan doa dan semangat
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah me
limpahan rahmad dan hidayahNYA, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
lancar. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian prasyaratan untuk
mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berhasilnya usaha penyelesaian penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Drs. Suranto,M.Sc, Ph.D, selaku direktur Program Pascasarjana UNS
yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menempuh
pendidikan di Program Studi Pendidikan Sains.
2. Prof. Dr. H Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains Program Pascasarjana UNS dan sebagai pembimbing I yang telah
banyak memberi arahan selama penulis menyelesaikan pendidikan.
3. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D sebagai pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pemikiran kepada penulis.
4. Seluruh dosen pengampu mata kuliah di Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana UNS yang telah memberikan bimbingan dan motivasi
selama massa perkuliahan.
5. Semua karyawan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bantuan demi kelancaran tugas-tugas penulis.
vii
6. Kepala SMA Negeri 1 Pati yang memberikan ijin tempat penelitian tesis
kepada penulis.
7. Ibu tersayang yang senantiasa mendoakan yang terbaik serta memberikan
kasih sayang, nasehat dan dorongan serta semangat bagi penulis dalam
menyelesaikan tesis.
8. Keluarga Besar-ku atas cinta, dukungan dan doanya.
9. Siswa-siswi Kelas X SMA Negeri 1 Pati atas kerjasama yang telah diberikan
saat pengambilan data.
10. Semua rekan-rekan mahasiswa angkatan Maret 2009, yang telah banyak
memberi bantuan, dorongan, semangat kepada penulis demi
terselesaikannya proposal ini.
11. Semua pihak yang tdak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penyusunan proposal ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan yang lebih
baik di sisi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Semoga dengan penyusunan tesis ini
nantinya berguna bagi perkembangan pendidikan fisika pada khususnya dan dunia
pendidikan pada umumnya.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ v
KATA PEBGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. .. viii
DAFTAR TABEL............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................. . 8
C. Pembatasan Masalah................................................... ............... 9
D. Perumusan Masalah .................................................. ............... 10
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 11
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 12
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori ............ ......................................................... ......... 13
1. Belajar dan Teori-teori Belajar ............................................. 13
2. Pendekatan Inkuiri Terbimbing ...................................... ...... 18
3. Metode Eksperimen ................................................... ........... 22
4. Metode Demonstrasi .............................................................. 25
ix
5. Kemampuan Awal.................................................................. 27
6. Aktivitas Belajar .................................................................. 30
7. Prestasi Belajar .................................................................. .. 33
8. Bahan Ajar Suhu dan Kalor .................................................... 35
B. Penelitian yang Relevan............................................................... 55
C. Kerangka Berpikir ................................................................... 57
D. Hipotesis Penelitian................................................................. ..... 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. ... 63
1. Waktu Penelitian .................................................................. 63
2. Tempat Penelitian ................................................................. 64
B. Populasi Dan Sampel .................................................................... 64
1. Penetapan Populasi .................................................................. 64
2. Teknik Pengambilan Sampel ................................................... 64
C. Metode Penelitian ............................................................... .. ..... 65
D. Variabel Penelitian ........................................................................ 66
1. Variabel Bebas ....................................................................... 66
2. Variabel Moderator ................................................................ 66
3. Variabel Terikat ...................................................................... 67
E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................ 67
F. Instrumen Penelitian ....................................................... ............. 68
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian .......................................... 68
2. Instrumen Pengambilan Data .................................................. 68
G. Uji Coba instrumen ....................................................................... 69
x
1. Instrumen Tes Prestasi dan Kemampuan Awal ...................... 69
2. Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................................... 75
H. Tehnik Analisis Data ..................................................................... 76
1. Uji Prasyarat Analisis .............................................................. 76
2. Uji Hipotesis ............................................................................ 78
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Diskripsi Data ................................................................................. 82
1. Data Prestasi Belajar Fisika ..................................................... 82
2. Data Kemampuan Awal ........................................................... 87
3. Data Aktivitas Belajar...................................................................90
B. Pengujian Prasyarat Analisis ........................................................... 95
1. Uji Normalitas ....................................................................... 95
2. Uji Homogenitas .................................................................... 96
C. Pengujian Hipotesis ....................................................................... 97
1. Analisis Variansi .................................................................. 97
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan ............................... 99
D. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 102
1. Hipotesis Pertama ................................................................... 104
2. Hipotesis Kedua ....................................................................... 107
3. Hipotesis Ketiga ...................................................................... 108
4. Hipotesis Keempat ................................................................... 108
5. Hipotesis Kelima ...................................................................... 110
6. Hipotesis Keenam ..................................................................... 111
7. Hipotesis Ketujuh ..................................................................... 112
xi
E. Keterbatasan Peneliti ..................................................................... .. 115
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................. 117
A. Kesimpulan .................................................................................. 117
B. Implikasi ........................................................................................ 121
C. Saran ............................................................................................. 122
DAFTAR PUSTAKA .................................................................……………..125
LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 127
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Tes Mapel Fisika SMAN 1 Pati .................. 3
Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Belajar ........................................................ 16
Table 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing .......... 21
Tabel 2,3 Langkah-langkah Metode Eksperimen ................................. 24
Tabel 2,3 Langkah-langkah Metode Demonstrasi ................................ 27
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ................................................................. 63
Tabel 3.2 Sketsa Rancangan Penelitian ( Desain Faktorial )................ 66
Tabel 3.3 Indeks Daya Pembeda Soal .............................................. 73
Tabel 3.4 Tingkat Kesukaran Soal ....................................................... 74
Tabel 3.5 Letak Data Rancangan ANAVA Tiga Jalan Isi Sel
Tidak Sama.......................................................................... 81
Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa .................................. 83 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas
dengan Metode Demonstrasi ................................................ 83 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas
dengan Metode Eksperimen ................................................ 84
Ttabel 4.4a. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa ............................ 87 Tabel 4,4b. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal
Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi ........................... 87
Tabel 4.5a Deskripsi Data K A Siswa Metode Eksperimen ................... 88 Tabel 4.5b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal..................... 88 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Tinggi dan Rendah
Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen ............................ 88
xiii
Tabel 4.7a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Metode Demonstrasi...... 91 Tabel 4.7b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi
tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi ...................................................................... 91
Tabel 4.8a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Eksperimen 91 Tabel 4.8b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang
AktivitasBelajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen... 92 Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ....................95 Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ........................................ .96 Tabel 4.11 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Fisiska... 97 Tabel 4.12 One-way ANOVA: PRESTASI versus METODE ...................100 Tabel 4.13 One-way ANOVA: PRESTASI versus KA…………………… 101 Tabel 4.14 Rangkuman Probabilistik Interaksi ...................................... 103
Tabel 4.15a Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Demonstrasi dan
Kemampuan Awal ..................................................................109 Tabel 4.15b Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Eksperimen
dan Kemampuan Awal ...........................................................109
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Termometer Klinik ..............................................................36
Gambar 2.2 Skala Termometer ............................................................... 37
Gambar 2.3 Penerapan Pemuaian ............................................................38
Gambar 2.4 Pemuaian Panjang ............................................................... 39
Gambar 2.5 Pemuaian Luas .....................................................................40
Gambar 2.6 Pemuaian Volume Zat padat ................................................41
Gambar 2.7 Anomali Air V – T .............................................................. 43
Gambar 2.8 Anomali Air r - T ............................................................. 43
Gambar 2.9 Kalorimeter ........................................................................ .45
Gambar 2.10 Eksperimen Joule Pada Keseraraan Kalor Mekanik ........... 46
Gambar 2.11 Diagram Proses Perubahan Wujud ..................................... 47
Gambar 2.12 Grafik Suhu Kalor Es Yang Dipanaskan Sampai Menjadi
Uap Air ............................................................................... 48
Gambar 2.13 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi ..........................`51
Gambar 2.14 Konveksi Dalam Zat Cair .................................................... 51
Gambar 2.15 Model Cerobong Asap ..........................................................52
Gambar 2.16 Sistenm Pendingin Mesin Mobil …………………………..52
Gambar 4.1 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas
dengan Metode Demonstrasi ................................................84
Gambar 4.2 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas
dengan Metode Demontrasi................................................ 85
Gambar 4.3 Hitogram Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas
xv
dengan Metode Eksperim................................................... 85
Gambar 4.4 Hitogram Nilai KA Siswa pada Kelas yang Menggunakan
Metode Demonstrasi........................................................... 89
Gambar 4.5 Hitogram KA Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode
Eksperimen......................................................................... 89
Gambar 4.6 Hitogram Frejuensi KA Fisika pada Kelas yang Menggunakan
Metode Demonstrasi dan Eksperimen................................ 90
Gambar 4..7 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi
tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas
Demonstrasi ....................................................................... 92
Gambar 4.8 .Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi
tentang Aktiviras Belajar Siswa pada Kelompok Kelas
Eksperimen ....................................................................... 93
Gambar 4.9 Histogram Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas dengan
Metode Demonstrasi dan Eksperimen .............................. 93
Gambar 4.10 Grafik Analisis of Mean Metode terhadap Prestasi Belajar
Fisika .. ............................................................................. 94
Gambar 4.11 Grafik Analisis of Mean Kemampuan Awal terhadap
Prestasi Belajar Fisika …………………………………... 101
Gambar 4.12 Grafik Interaksi antara Metode Dengan Aktivitas terhadap
Presatsi Belajar Fisika ………………………………..... 102
Gambar 4.13 Grafik Main Efek Faktor Metode, Kemampuan Awal
dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi............................ 112
Gambar 4.14 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap
xvi
Prestasi Belajar Fisika .................................................... 114 Gambar 4.15 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika ................................................... 114
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Silabus ................................................................................... 127
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )........................ 130
Lampiran 3. Lembar Kegiatan Siswa ....................................................... 146
Lampiran 4. Kisi Tes Prestasi ( Kognitif ) ............................................... 164
Lampiran 5. Soal-Soal Tes Prestasi .......................................................... 165
Lampiran 6. Kunci Jawaban Tes Prestasi ................................................. 176
Lampiran 7. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal ......................................... 177
Lampiran 8. Soal-Soal Tes Kemampuan Awal ……………………..…. 178
Lampiran 9. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal ................................ 187
Lampiran 10. Kisi-Kisi Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................ 188
Lampiran 11. Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................................ 189
Lampiran 12. Analisis Tes Prestasi ............................................................. 194
Lampiran 13. Analisis Kemampuan Awal................................................... 196
Lampiran 14. Uji Reliabilitas Angket Aktivitas Belajar ............................. 198
Lampiran : 15 Data Induk Penelitian ………………………………… 202
Lampiran 16 Uji Normalitas ...................................................................... 206
Lampiran 17 Uji Homogenitas ................................................................... 213
Lampiran 18 Hasil Analisis Data .............................................................. 217
Lampiran 19 Probabilistik ........................................................................ 218
xviii
ABSTRAK Wagijartini. S. S 830209128.” Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal Dan Aktivitas Belajar Siswa ( Studi Kasus Pada Materi Suhu Dan Kalor Kelas X Semester 2 SMA Negeri 1 Pati Tahun 2009/2010)”. Tesis. Surakarta : Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Mei 2010, Pembimbing : I. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, II. Dra. Suparmi, M.A, Ph. D. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, (2). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah, (3). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi dan rendah, (4). Interaksi antara metode dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa, (5). Interaksi antara metode dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa, (6). Interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (7). Interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran 2009/2010 sebanyak 9 kelas. Sampel penelitian ini sitentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari empat kelas. Kelas eksperimen 1 menggunakan metode eksperimen dan kelas eksperimen 2 menggunakan metode demonstrasi. Masing-masing kelas terdiri dari 34 siswa. Teknik pengumpulan data untuk prestasi belajar dan kemampuan awal menggunakan metode tes, sedang untuk aktivitas belajar menggunakan angket. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan minitab 15. Uji lanjut anava menggunakan uji Scheffe dengan bantuan software minitab 15. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan : (1).Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi (pvalue = 0.000), (2). Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah (pvalue = 0.000), (3). Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi dan rendah (pvalue = 0.396), (4). Tidak ada interaksi antara metode dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.788), (5). Ada interaksi antara metode dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.036), (6). Tidak ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.840), (7). Tidak ada interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.263).
xix
Kata kunci: inkuiri terbimbing, eksperimen, demonstrasi, kemampuan awal, aktivitas belajar, suhu dan kalor.
ABSTRACT
Wagijartini S. S 830209128. Physics Learning With Guided Inquiry Approach Using Experiment and Demonstration Method Overviewed from Prior Knowledge and Student Activity (A Case Study in Temperature and Heat Material Grade X Semester 2 Pati 1 Senior High School Academic Year 2009/2010)”. Thesis Surakarta, Science Education Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret Universty,. 2010, Advisor: I. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, II. Dra. Suparmi, M.A, Ph. D. The objectives of the research are to know: (1). The difference of student‘s achievement between student who learn using experiment and demonstration methods, (2). The difference of student’s achievement between student’s who has high and low student’s prior knowledge, (3). The difference of student’s achievement between student having high and low student’s activity, (4). The interaction between method and prior knowledge toward student’s achievement, (5). The interaction between method and activity toward student’s achievement, (6). The interaction between prior knowledge and activity toward student’s achievement, (7). The interaction between method, prior knowledge and activity toward student’s achievement. The research use experiment method. Populations of this research were all of students grade X Pati 1 Senior High School Academic Year 2009/2010. The sample of this research was taken using cluster random sampling technique consisted of 4 classes. First experiment class used experiment method, and second experiment class used demonstration method. Each class consisted of 34 students. The data collected using test for student achievement, student’s prior knowledge, and questioner for student’s activity. Hypothesis test of this research used anova three ways with different cell contents with the help of Minitab 15 software. And continued using Scheffe test with help Minitab 15 software. Based on data analysis the result can be concluded that: (1) there is difference in student’s achievement between the student learn using experiment and demonstration method (pvalue = 0.000, a = 0,05), (2). There is difference in student’s achievement between student having high and low prior knowledge (pvalue = 0.000), (3). There is no difference student’s achievement between student having high and low student’s activity (pvalue = 0.396), (4). There is no interaction between method and prior knowledge toward student’s achievement (pvalue = 0.788), (5). There is an interaction between method and activity toward student achievement (pvalue = 0.036), (6). There is no interaction between prior knowledge and activity toward student’s achievement (pvalue = 0.840), (7). There is no interaction between method, prior knowledge and activity toward student’s achievement (pvalue = 0.263).
xx
Key words: Guidance inquiry, experiment, demonstration, prior knowledge, student activity. Key words: Guided inquiry, experiment, demonstration, prior knowledge, student activity, temperature and heat
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah Menengah Atas ( SMA ) merupakan suatu lembaga pendidikan
menengah yang secara formal bertanggung jawab memberikan bekal pengetahuan
dasar untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran
IPA yang diberikan di SMA mempunyai fungsi memberikan pengetahuan kepada
siswa agar dapat mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk
memperoleh, menghayati dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum
serta asas-asas Fisika, melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, meningkatkan kesadaran siswa tentang
keteraturan alam dan keindahannya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan
mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa, memupuk daya kreasi dan kemampuan
bernalar, menunjang mata pelajaran IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam ) lain seperti
Biologi, Kimia dan mata pelajaran lainnya ( selain IPA ) serta membantu siswa
memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang teknologi. ( Depdiknas,
2003:1)
Tujuan pengajaran fisika di SMU yang tertuang dalam GBPP 1994 adalah
“agar siswa menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta
mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi dengan sikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih menyadari
keagungan Tuhan Yang Maha Esa”. ( Depdiknas, 2003:2). Selain itu pengajaran
xxii
fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan Fisika seperti
yang ada dalam Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian adalah
untuk, ”mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan
eksperimentasi serta berpikir taat asas” (Depdiknas , 2003: 2).Dari pernyataan-
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran Fisika di SMA berfungsi
untuk memberikan pengetahuan dasar kepada siswa dan melatih siswa untuk
melakukan penelitian sesuai proses/metode ilmiah baik didalam laboratorium
maupun di alam sekitar kehidupan siswa . Selain itu siswa diharapkan mampu
mengembangkan pengetahuan dasar tersebut sehingga akan terbentuk sikap ilmiah
dalam diri siswa yang dapat diterapkan dalm kehidupan sehari-hari dan dapat
digunakan untuk mengembangkan daya kreasi dan inovasi yang dimiliki siswa
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi
seperti sekarang ini.
Peneliti beranggapan, pembelajaran fisika di SMA secara umum masih
belum optimal. Indikatornya adalah masih rendahnya hasil prestasi belajar Fisika
siswa dan nilai rata-rata Ujian Nasional 2007/2008 untuk Fisika adalah yang
terendah diantara mata pelajaran yang lain. Nilai rata-ratanya masih dibawah 7
yaitu 6,49 dari data yang ada di BSNP ( badan Standart Nasional Pendidikan).
Dimana nilai rata-rata ini dibawah nilai mata pelajaran Biologi dan Kimia, yang
sama-sama baru di UN kan tahun 2007/2008. Khususnya untuk pembelajaran
fisika kelas X, guru masih menggunakan cara konvensional untuk menjelaskan
materi seperti suhu dan kalor, listrik dinamis, alat-alat optik, dan hukum Newton.
Sehingga prestasi belajar fisika yang dicapai oleh siswa belum optimal. Sebagai
contoh siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati prestasi belajar fisikanya masih belum
xxiii
memenuhi harapan. Hal ini dapat dilihat dari data nilai Fisika materi Suhu dan
Kalor, siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati masih banyak yang belum tuntas atau
belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 70. Siswa yang mendapat
nilai kurang dari 70 untuk tahun pelajaran 2007/2008 dari 377 ada 152 siswa ,
sedang untuk tahun 2008/2009 dari 306 ada 126 siswa. Ini berarti ada 40,32%
yang belun tuntas untuk tahun pelajaran 2007/2008, sedang untuk tahun
2008/2009 ada 41,18%. Disamping itu nilai rata-rata tes Fisika kelas X siswa
SMA N 1 Pati juga belum memuaskan, karena nilai rata-ratanya hanya sedikit
diatas KKM. Tabel 1.1 memuat nilai tes Fisika Kelas X untuk tahun pelaajaran
2007/2008 dan 2008/2009.
Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Tes Mapel Fisika SMAN 1 Pati
Nilai Rata-rata Semester No. Tahun Pelajaran Kelas
Gasal Genap
1 2007/2008 X 70,2 70,9
2 2008/2009 X 70,8 71,4
Sumber: Dokumen SMA Nageri 1 Pati
Permasalahan tersebut terjadi kareana adanya beberapa faktor penyebab.
Faktor-faktor penyebab tersebut bisa berupa faktor internal dan eksternal. Faktor
internal antara lain adalah konsentrasi, perhatian, ingatan, IQ, bakat, kemampuan
awal yang dimiliki, motivasi, dan aktivitas belajar siswa yang masih kurang.
Faktor eksternal bisa berupa pemilihan metode yang digunakan oleh guru kurang
tepat, penggunaan laboratorium yang kurang optimal dan pengajaran yang masih
berpusat pada guru ( teacher centered). Pembelajara Fisika harus mencerminkan
proses Fisika, yaitu proses dimana siswa diajak terlibat aktif dalam pembelajaran
xxiv
dan diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman dan penemuan tentang
sesuatu yang baru bagi dirinya.
Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, maka seorang guru
hendaknya tidak hanya sekedar menyampaikan informasi materi kepada anak
didik tetapi harus betul-betul membimbing siswa belajar melalui proses Fisika
sesuai dengan metode ilmiah . Artinya siswa mampu merumuskan suatu masalah,
kemudian merumuskan hipotesis, melakukan suatu eksperimen serta menganalisis
dan menarik suatu kesimpulan . Pembelajaran Fisika yang disajikan oleh guru
hendaknya yang menarik, inovatif dan dapat memotivasi belajar siswa. Seorang
guru harus dapat memilih pendekatan pembelajaran yang inovatif dan tepat,
karena ketidaksesuaian dalam penentuan pendekatan justru membuat siswa tidak
tertarik terhadap materi yang diberikan oleh guru, yang berakibat menurunnya
minat dan aktivitas belajar sehingga menurun pula prestasi belajar fisika siswa.
Ada beberapa pendekatan belajar antara lain inkuiri, pembelajaran berbasis
masalah ( PBL ), kontekstual dan kooperatif. Salah satu pendekatan yang sesuai
dengan karakteristik Fisika dan merupakan pembelajaran yang inovatif adalah
pembelajaran melalui proses penemuan secara ilmiah yaitu pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri terbimbing. Pada pendekatan pembelajaran ini siswa bebas
memilih atau mengatur obyek belajarnya, mulai dari penentuan masalah, proses
pengumpulan data, analisis sampai eksperimen dan mengambil kesimpulan.
Dengan pendekatan inkuiri terbimbing, siswa mendapatkan pengalaman pertama
dalam penemuan dengan bimbingan guru. Pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri terbimbing ini perlu karena Fisika adalah merupakan ilmu yang diperoleh
xxv
dari sekumpulan pengetahuan sebagai hasil penelitian para ahli melalui metode
ilmiah.
Penelitian Ian J.Quitadamo, Celia L. Faiola, James E. Johnson, and Martha
J. Kurtz (2008: 327), dikutip dari Life Sciences Education, Volume 7, tentang CBI
(Community-based Iquiry) meningkatkan cara berpikr kritis dalam pembelajaran
biologi menyimpulkan bahwa ” ternyata Inquiry tidak hanya meningkatkan
prestasi belajar tapi dapat meningkatkan cara berpikir kritis mahasiswa di
Universitas Regional Pasifik Barat Laut As”. Penelitian Anne (Amy) Cox-
Petersen, Brenda Spencer.Science Activities . Washington: Summer (2006:21)
menyimpulkan bahwa” model pembelajaran yang mengintegrasikan segala
pengetahuan yang ada dan siswa berinteraksi dengan teman sebaya mereka secara
inkuri, diskusi dan menggunakan sumber cetak dapat meningkatkan
pembelajaran”.
Menurut hasil penelitian, siswa-siswa menyatakan bahwa inkuiri yang berdasarkan kegiatan laboratorium adalah lebih permanen, lebih menyenangkan, dan lebih terpusatkan pada siswa dari pada metode tradisional, bahwa berkat metode ini, mereka belajar dengan bekerja-sama dan mengambil keuntungan dari berbagai aspek dengan berdiskusi, bahwa mereka puas dengan posisi binbingan guru dalam implementasinya. dan bahwa sikap mereka yang berkaitan dengan biologi meningkat secara positif. Jerry P Suits. School Science and Mathematics. Bowling Green: Oct 2004. Vol. 104, Iss. 6; pg. 248, 10 pgs
Seorang guru yang mau mengajar selain memperhatikan pemilihan
pendekatan, juga harus dapat memilih metode yang tepat. Pemilihan metode yang
akan digunakan harus sesuai dengan tujuan pengajaran. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran
tersebut adalah metode disvovery, penugasan, tanya jawab, diskusi, demonstrasi
dan eksperimen. Seorang guru dalam memilih metode harus dapat menyesuaikan
xxvi
dengan jenis atau sifat dari bahan pengajaran. Fasilitas pengajaran yang lengkap,
seperti laboratorium dengan peralatannya dan media siap pakai yang sesuai
dengan materi pelajaran akan memberi dorongan serta peluang kepada guru untuk
memilih berbagai metode pengajaran yang akan digunakan sehingga diharapkan
proses belajar mengajar dapat berjalan lancar dan hasil belajar siswa dapat
optimal. Metode pengajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah demonstrasi
dan eksperimen, karena sesuai dengan karakteristik pelajaran IPA khususnya
fisika yang meliputi proses, produk dan sikap ilmiah. Metode demonstrasi adalah
suatu tehnik penyajian pelajaran dimana seorang guru/kelompok siswa
memperagakan kepada seluruh siswa sesuatu proses sehingga siswa dapat
mengamati dan merasakan proses tersebut. Sedangkan metode eksperimen adalah
suatu tehnik mengaajar yang menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung
untuk mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan. Dengan
eksperimen dan demonstrasi, siswa dapat mengamati,mengukur dan menganalisis
secara langsung yang didukung dengan sikap ilmiah.
Pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi lebih berpusat pada siswa dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk terlibat langsung dalam proses: mengamati, manafsirkan pengamatan,
meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menemukan konsep, merencanakan
penelitian, berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan dan pendapat. Peneliti
sering menjumpai pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah guru yang
melakukan percobaan di depan siswa, tetapi peneliti ingin mencoba melakukan
penelitian dengan siswa yang melakukan demonstrasi di depan teman-temannya.
xxvii
Jadi baik eksperimen maupun demonstrasi , siswa tetap menjadi pusat
pembelajaran dengan bimbingan guru.
Selain pendekatan dan metode, yang perlu diperhatikan oleh guru adalah
faktor internal seperti kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Dengan
kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa ini akan sangat mendukung dalam
proses maupun hasil pembelajaran pada materi yang akan diajarkan. Disamping
itu aktivitas belajar siswa juga perlu diperhatikan, karena jika siswa aktif belajar
dan aktif ketika sedang diajar ( aktif mendengarkan, menulis, membaca,
melakukan percobaan, mengingat dan memberikan saran ) maka pembelajaran
akan berjalan dengan lancar dan siswa akan dengan mudah mengikuti dan
menguasai pelajaran Fisika.Untuk mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat
berlansung lancar dan sejauh mana siswa berhasil menguasainya maka diperlukan
alat ukur keberhasilan siswa dalam belajar yaitu dengan tes prestasi belajar yang
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Tes prestasi belajar merupakan
salah satu alat pengukuran dibidang pendidikan yang sangat penting artinya
sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan (Saifuddin,2005:9).
Kemudian menurut Gronlund (1977) yang ditulis oleh Saifuddin bahwa tes harus
mengukur hasil belajar yang telah dibatasi dengan jelas, berisi item-item yang
cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan. Sehingga peneliti berusaha
untuk dapat memilih soal-soal yang benar-benar dapat mengukur kemampuan
siswa dalm pemahaman tentang suatu materi fisika.
Peneliti sangat tertarik dengan materi Suhu dan Kalor, yang terdiri dari
suhu, kalor dan perpindahan kalor. Konsep suhu dan kalor sudah dikenal oleh
siswa sejak di SMP yang banyak dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupan
xxviii
sehari-hari. Namun demikian pada materi ini siswa masih banyak yang
mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Suhu adalah derajat panas dinginnya
suatu benda atau ukuran energi kinetik rata-rata seluruh molekul. Istilah kalor
sering dicampur adukkan dengan suhu. Kalor adalah energi dalam yang
dipindahkan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah ketika kedua
benda disentuhkan (dicampur). Berdasarkan pada uraian diatas, penulis
menyimpulkan bahwa prestasi belajar fisika siswa dapat ditingkatkan melalui
pendakatan dan metode yang tepat, yang tentunya tidak lepas dari kemauan siswa
secara intrinsik untuk belajar fisika. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan
penelitian tentang pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam proses
pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Dalam pembelajaran fisika banyak pilihan pendekatan yang dapat digunakan
seperti pendekatan inkuiri, PBL,kontekstual dan kooperatif, namun guru selalu
melaksanakan pembelajaran secara monoton.
2. Siswa cepat bosan untuk belajar fisika karena dijejali dengan rumus-rumus
tanpa adanya variasi penggunaan metode. Padahal ada beberapa metode yang
dapat digunakan dalam pembelajaran fisika seperti eksperimen, demonstrasi,
diskusi, pemberian tugas, tanya jawab dan discovery.
3. Banyaknya guru yang masih enggan menggunakan laboratorium
xxix
4. Siswa belum memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia secara
maksimal.
5. Pelajaran fisika merupakan pelajaran yang masih dianggap sulit oleh siswa.
6. Minat belajar siswa disekolah terhadap fisika masih kurang.
7. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti kemampuan
awal, aktivitas belajar, motivasi, IQ, kreativitas, bakat, konsentrasi dan
perhatian, tetapi guru belum memperhatikan kondisi awal dan faktor-faktor
internal yang sangat bervariasi antara siswa satu dengan yang lain
8. Rata-rata prestasi belajar fisika pada siswa SMA Negeri 1 Pati belum
memuaskan..
9. Prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor
masih rendah, yang ditandai dengan nilai rata-rata raport dan NEM masih
belum sesuai dengan yang diharapkan kurikulum.
C. Pembatasan Masalah
Dengan melihat banyaknya permasalahan yang muncul dalam penelitian
ini, maka perlu pembatasan masalah. Hal ini diperlukan untuk memperoleh suatu
kedalaman dalam pengkajian masalah dan agar tidak menyimpang dari tujuan.
Adapun pembatasan masalah tersebut antara lain:
1. Pendekatan yang diterapkan dalam proses pembelajaran fisika adalah
pendekatan inkuiri terbimbing.
2. Metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran fisika
adalah eksperimen dan domonstrasi.
xxx
3. Kemampuan awal siswa yang ditinjau adalah kemampuan kognitif (nilai) tes
kemampuan awal hanya diambil yang tinggi dan rendah.
4. Aktivitas belajar siswa hanya diambil yang tinggi dan rendah.
5. Prestasi belajar fisika dibatasi pada hasil belajar siswa pada aspek kognitif
kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok bahasan
Suhu dan Kalor.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi?
2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi dan rendah?
3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas
belajar tinggi dan rendah?
4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan
kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa?
5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan
aktivitas terhadap prestasi belajar siswa?
xxxi
6. Apakah ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi
belajar siswa?
7. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan
awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan arah dari suatu kegiatan, maka harus ditentukan
terlebih dahulu supaya kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terarah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi.
2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi
dan rendah.
3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi
dan rendah.
4. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan
awal terhadap prestasi belajar siswa.
5. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan aktivitas
terhadap prestasi belajar siswa.
6. Interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
xxxii
7. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal
dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan, diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
pihak terutama bagi dunia pendidikan pada umumnya. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penulis adalah sebagai berikiut:
1. Manfaat Teoritis
a. Mengetahui pengaruh pendekatan inquiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan aktivitas
belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa yang pada aspek kognitif .
b. Memberikan gambaran tentang penggunaan pendekatan dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan awal dan aktivitas belajar
siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan alternatif pembelajaran fisika yang melibatkan peran aktif siswa.
b. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
c. Memberikan motivasi kepada para guru untuk lebih giat memanfaatkan
laboratorium dalam proses pembelajaran secara maksmal.
xxxiii
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Belajar dan Teori-Teori Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang dapat memberikan pengalaman nyata
dan melibatkan perubahan tingkah laku pada siswa sehingga mereka dapat bekerja
sama, berinisiatif, menyelesaikan masalah, mengambil keputusan dan
memperoleh ketrampilan. Belajar pada dasarnya tidak memandang siapa yang
belajar dan dimana tempatnya, dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat
melakukannya. Mengenai pengertian belajar, berikut dikutip dari beberapa pakar
pendidikan:
Tarani Rusyan, Atang Kusnindar dan Zainal Arifin ( 1989: 8)
mengemukakan bahwa “Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah
laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian
terhadap sikap nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam
berbagai aspek kehidupan”. Menurut Gagne(1977) yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto (1990: 84) menyebutkan bahwa “Belajar terjadi apabila situasi stimulus
bersama isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya
(performance-nya ) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi”. Dengan kata lain Gagne berpendapat bahwa
xxxiv
belajar terjadi apabila siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik
setelah ia mengalami proses belajar tersebut.
Menurut Hilgrad dan Bower yang dikutip oleh Ngalim Purwanto
(1990:84) menyebutkan bahwa:
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Berdasarkan pendapat Hilgrad dan Bower tersebut dapat diartikan bahwa belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman yang
berulang-ulang dan bukan karena kecenderungan respon bawaan, kematangan
atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Pengertian belajar menurut pendapat Roestiyah N.K (1989:141) yaitu
“Belajar adalah suatu proses dimana guru terutama melihat apa yang terjadi
selama murid menjalani pengalaman edukatif, untuk mencapai sesuatu tujuan“.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses aktivitas,
yang membawa pola perubahan pada pengetahuan selama pengalaman belajar itu
berlangsung. Pendapat Morgan yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990: 84)
menyebutkan bahwa “Belajar adalah setiap perubahan relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
Berdasarkan pendapat Morgan diatas dapat diartikan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
Timbulnya keaneragaman pendapat para ahli merupakn fenomena yang
wajar karena adanya perbedaan sudut pandang . Namun pada dasarnya pendapat
mereka saling melengkapi. Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan
xxxv
secara umum, belajar dapat diartikan sebagai perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan. Perubahan tingkah laku meliputi perubahan pengetahuan ,
pemahaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan dan kecakapan. Belajar adalah suatu
proses bukan suatu hasil yang merupakan dasar perkembangan hidup manusia.
Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan
menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
b. Teori Belajar
Teori-teori belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran fisika
antara lain:
1) Teori Belajar Ausubel
Ausubel, menyatakan bahwa:
Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau penyajian materi pelajaran pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat menguraikan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. (Ratna Wilis Dahar, 1989).
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan
pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu
dalam bentuk final, maupun dalam bentuk penemuan yang mengharuskan siswa
untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada
tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi tersebut pada
pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. Disini
terjadi belajar bermakna, yaitu suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan dengan struktur kognitif seseorang. Tetapi siswa
xxxvi
dapat pula mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut tanpa
menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitifnya
(dalm hal ini terjadi belajar hafalan). Bentuk-bentuk belajar diatas dapat
dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Belajar
Belajar dapat berupa Belajar Hafalan Belajar Bermakna
No Secara Penerimaan
Secara Penemuan Secara Penerimaan
Secara Penemuan
1.
Materi disajikan dalam bentuk final
Materi ditemukan oleh siswa
Materi disajikan dalam bentuk final
Materi ditemukan oleh siswa
2.
Siswa menghafal materi yang disajikan
Siswa menghafal materi
Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitifnya
Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitifnya
Pembelajaran Fisika materi Suhu dan Kalor sangat erat kaitannya dengan
peristiwa yang ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
dengan menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, akan memberikan
tambahan bermakna pada penguasaan konsep suhu dan kalor. Apa yang dipelajari
siswa pada suhu dan kalor dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ini
merupakan konsep pembelajaran bermakna seperti yang dikemukakan oleh
Ausubel.
2) Teori Belajar Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut “Free Discovery Learning”.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk
teori, konsep, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang
xxxvii
menggambarkan atau mewakili sumbernya. Dengan kata lain siswa dibimbing
secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.Untuk memahami suatu
konsep, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi dari konsep tersebut tetapi
langsung mempelajari contoh-contoh konkret dari konsep tersebut baru kemudian
dibimbing untuk memahami definisi dari konsep tersebut. Hal ini merupakan
kebalikan dari “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan), yang
berjalan secara deduktif.
Menurut Bruner, proses belajar siswa tersebut melibatkan tiga hal yang
berlangsung hampir bersamaan, yaitu: (a) memperoleh informasi baru, (b)
transformasi informasi, (c) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Siswa
diberi kebebasan untuk menuangkan pikiran dan kreatifitasnya dalam
pembelajaran melalui metode eksperimen dan demonstrasi, sehingga konsep suhu
dan kalor dapat dipahami oleh siswa secara lebih mendalam. Dengan mengunakan
metode eksperimen dan demonstrasi, siswa diajak berpikir secara induktif dan
deduktif hingga ditemukan suatu kesimpulan yang tidak lain merupakan konsep
atau pengetahuan baru.
3) Teori Belajar Piaget
Jean Peaget menyatakan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga
tahapan, yaitu: asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses
penyatuan (pengitegrasian) informasi baru ke stuktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dengan akomodasi (penyeimbangan). Menurut J. Piaget, proses belajar harus
disesuaikan dengan taraf perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Piaget
xxxviii
membagi perkembangan kognitif manusia dalam empat tahap yang berurutan.
Untuk setiap manusia urutan tahap-tahap itu sama,tetapi usia untuk masuk ke
tahap yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan keturunan.
Empat tahap yang dimaksud Piaget adalah: (a) Tahap Sensorimotor (0-2
tahun), selama periode ini anak bergerak dan bertindak dengan indra-indranya
(sensori) dan dengan tindakan-tindakan (motor); (b) Tahap pra Operasional (2-7
tahun), pada tahap ini anak belum mampu melakukan operasi matematika seperti
menambah, mengurangi, dan lain sebagainya; (c) Tahap operasional (7-11 tahun),
tahap ini merupakan permulaan anak mulai berpikir secara rasional, tetapi belum
dapat berurusan dengan materi-materi abstrak seperti hipotesis. Pada periode ini
sifat egosentris dalam berkomunikasi berubah menjadi sosiosentris; (d) Tahap
Operasional Formal (11 tahun keatas), anak pada periode ini tidak perlu berpikir
dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Anak sudah
mempunyai kemampuan untuk berpikir secara abstrak.
Siswa SMA sudah memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
sehingga dengan pendekatan inkuiri terbimbing melaui metode eksperimen dan
demonstrasi siswa dapat menemukan konsep kemudian mengintegrasikannya
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya Pengetahuan yang dimiliki
siswa sebelum menerima materi suhu dan kalor pada bahasan ini penulis sebut
sebagai kemampuan awal siswa.
2. Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Pendekatan Inquiry terbimbing (Guided Inquiry), merupakan pendekatan
dalam proses belajar mengajar dimana siswa memperoleh petunjuk-petunjuk
seperlunya, biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membimbing
xxxix
Pada. awalnya agak banyak diberikan bimbingan, kemudian lambat laun
dikurangi. Pendekatan ini digunakan terutama bagi para siswa yang belum
terbiasa atau belum berpengalaman belajar dengan Inquiry. Dengan bimbingan
yang diberikan guru, diharapkan siswa mampu berpikir dan menemukan cara
penelitian yang tepat untuk menemukan konsep.
Peranan seorang guru sangat menentukan dalam pembelajaran inquiry
terbimbing. Peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran
tersebut adalah sebagai berikut: 1) sebagai motivator dalam kegiatan belajar
mengajar, siswa diberi rangsangan supaya siswa aktif dan bergairah dalam
mengikuti pelajaran; 2) sebagai fasilitator dengan membimbing dan menunjukkan
jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berfikir siswa; 3) penanya yaitu
untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi
keyakinan pada diri sendiri; 4) sebagai administrator yang bertanggung jawab
terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas; 5) sebagai pengaruh untuk memimpin
arus berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan ; 6) sebagai manajer untuk
mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas; 7) memberi reward, yaitu
memberi penghargaan pada prestasi yang telah dicapai dalam rangka peningkatan
semangat heuristik, motivasi yang kuat pada siswa.
Pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Supriyadi (2007: 56)
mempunyai ciri-ciri antara lain : 1) ruang lingkup untuk melakukan suatu
penyelidikan atau pengamatan diberikan kepada siswa; 2) siswa melakukan suatu
restrukturisasi masalah-masalah; 3) siswa melakukan identifikasi masalah yang
berdasarkan penyelidikan atau pengamatan; 40 siswa melakukan ”trial error” atau
berspekulasi berbagai cara untuk memecahkan masalah dan kesulitan. Menurut
xl
Trowbrigde dan Bybee hal 180 yang dikutip Paul Suparno (2006: 70) unsur-unsur
yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh agar pendekatan inquiry
terbimbing yang direncanakan dapat berjalan lancar dan mendukung pembelajaran
siswa adalah : 1) Persoalan yang mau diteliti: harus real dan nyata, punya arti bagi
siswa dan dapat diteliti siswa; 2) Informasi tentang latar belakang menjadi
penting: buku dan bacaan yang diperlukan; 3) Material: alat dan bahan yang
diperlukan disediakan agar tidak bingung mencari; 4) pertanyaan pengarah: perlu
disiapkan guru agar siswa terfokus; 5) hipotesa siswa perlu dilihat oleh guru dan
dimengerti maksudnya oleh siswa lainnya;6) data perlu dikumpulkan dengan baik
oleh siswa; 7) Pengambilan kesimpulan perlu diperhatikan apakah logis atau
tidak. Siswa perlu dibimbing untuk mendapatkan kesimpulan bagi diri mereka
sendiri; 8) LKS dapat disiapkan untuk membantu siswa dalam proses inquiry.
Strategi inquiry terbimbing adalah strategi yang dipakai dalam proses
pembelajaran fisika dalam arti yang luas, karena strategi ini merupakan strategi
dasar yang berlandaskan metode ilmiah. Selain itu digunakan dalam rangka
membentuk keilmuan yang berupa ketrampilan proses, menunjukkan kejadian,
pembelajaran yang induktif dan deduktif, dan pembelajaran untuk menyelesaikan
masalah atau poblem solving dengan arahan dan bimbingan seorang guru.
Pendekatan inquiry terbimbing memiliki keunggulan antara lain: dapat
membentuk dan mengembangkan ”self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa
dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik, membantu
dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru,
mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisistif sendiri, bersikap
obyektif, jujur dan terbuka, memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, situasi
xli
belajar lebih merangsang, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu,
memberikan kebebasan pada siswa untuk belajar sendiri, menghindari siswa dari
cara belajar tradisional, dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya
sehingga mereka dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi.
Tabel 2.2.menunjukkan sintaks (aliran kegiatan) pembelajaran inkuiri terbimbing.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
No Langkah Pokok Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Perumusan masalah - Memberi motivasi
- Menjelaskan prosedur eksperimen
- Menyajikan situasi masalah dengan pertanyaan dan mengajukan permasalahan
- Mendengarkan dan mengikuti petunjuk guru.
- Mengidentifikasikan masalah untuk merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan Hipotesis - Membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis
- Merumuskan hipotesis
3. Pengumpulan data melalui eksperimen
- Menyediakan alat dan bahan
- Meminta masing-masing kelompok siswa untuk melakukan eksperimen dalam pengambilan data
- Mengambil alat dan memeriksanya.
- Membaca petunjuk. - Melakukan kegiatan sesuai
dengan prosedur LKS. - Mengumpulkan data dan
informasi 4. Mengolah dan
menganalisis data - Memberi alat dan bahan - Meminta masing-masing
kelompok siswa untuk melakukan eksperimen dalam pengembalian data.
- Membimbing siswa dalam menganalisis data
- Berdiskusi untuk mengolah dan menganalisis data hasil kegiatan
5. Membuat kesimpulan - Memberi arahan dalam menarik kesimpulan
- Membuat kesimpulan
6. Mengkomunikasikan atau menulis dalam bentuk laporan
- Membimbing siswa dalam membuat laporan hasil kegiatan.
- Menyusun laporan hasil kegiatan.
Kelemahan dari pendekatan inquiry terbimbing antara lain: diperlukan kesiapan
mental siswa yang cukup dalam proses pembelajaran , jika pendekatan ini
diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar kemungkinan besar tidak
berhasil, lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap serta
keterampilan yang memberi kesan terlalu idealis
xlii
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
inquiry terbimbing menggunakan pendekatan induktif dan deduktif dalam
menemukan pengetahuan dan kondisi yang memungkinkan siswa untuk
menganalisis dan memecahkan masalah secara sistematik. Pembelajaran inquiry
terbimbing menekankan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga
konsep yang dipelajari lebih tertanam dalam diri siswa. Jadi bukan pembelajaran
yang berpusat pada guru, melainkan kepada siswa. Disamping itu dengan
pendekatan inquiry juga dapat meningkatkan cara berpikir kritis siswa.
3. Metode Eksperimen
Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(1996), adalah “Cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan pecobaan
dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.”Sedangkan
menurut Roestiyah N.K (2001:79) metode eksparimen diartikan sebagai”Salah
satu cara mengajar, dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal;
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.”
Bedasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan metode eksperimen atau percobaan adalah suatu
tehnik mengajar yang menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung untuk
mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan. Metode ini
merupakan suatu metode mengajar yang termasuk paling sesuai untuk pelajaran
IPA.
xliii
a. Tujuan Penggunaan Metode Eksperimen
Penggunaan metode eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar
bertujuan untuk:( 1) Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dari berbagai fakta,
informasi, atau data yang diperoleh melalui pengamatan pada proses eksperimen,
(2) Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan
melaporkan percobaan, (3) Melatih peserta didik mengunakan logika berpikir
induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang
terkumpul melalui percobaan.
b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen
Kelebihan dari metode eksperimen yang digunakan dalam proses belajar
mengajar adalah: 1) Membuat peserta didik percaya pada kebenaran dan
kesimpulan percobaannya sendiri, tidak hanya menerima begitu saja penjelasan
dari guru atau buku, 2) Peserta didik terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta,
informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya, 3)
Mampu melatih peserta didik untuk menggunakan dan melaksanakan prosedur
metode ilmiah serta berpikir ilmiah, sehingga terlatih untuk membuktikan ilmu
secara ilmiah, 4) Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif,
realistis, dan menghilangkan verbalisme, 5) Hasil belajar akan melekat lebih lama
pada anak didik.
Disamping memiliki kelebihan ternyata metode eksperimen juga
memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut adalah: 1) Memerlukan peralatan,
bahan, dan saran eksperimen yang mencukupi bagi setiap siswa atau kelompok
siswa. Jika hal ini tidak terpenuhi akan mengurangi kesempatan siswa untuk
dapat bereksperimen, 2) Dapat menghambat laju pembelajaran apabila dalam
xliv
pelaksanaannya ternyata ada eksperimen yang memerlukan waktu lama, 3)
Kekurang pengalaman guru maupun peserta didik dalam melaksanakan
eksperimen, akan menimbulkan kesulitan tersendiri pada pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, 4) Kegagalan atau kesalahan dalam eksperimen akan
mengakibatkan perolehan hasil belajar ( berupa informasi, fakta, atau data) yang
salah atau menyimpang.
c. Prosedur Pemakaian Metode Eksperimen
Ada beberapa prosedur/langkah yang harus dilakukan pada pemakaian
metode eksperimen agar mendapatkan hasil yang optimal. Langkah-langkah
tersebut seperti dalam tabel 2.3.
d. Pelaksanaan Eksperimen
1) Siswa memulai percobaan, 2) Pada waktu percobaan, guru
memperhatikan, apabila perlu mendekati untuk mengamati proses yang dilakukan
siswa, 3) Selama percobaan berlangsung, guru hendaklah memperhatikan situasi
secara keseluruhan. Tabel 2.3 menunjukkan langkah-langkah metode demonstrasi.
Tabel 2.3 Langkah-langkah Metode Eksperimen
Tahap pembelajaran Tahap Eksperimen Menjelaskan tujuan Eksperimen
Awal · Pembukaan · Menyajikan pengetahuan
prasyarat/rasional
· Menjelaskan tujuan eksperimen
· Memotivasi siswa dengan pertanyaan
Inti Pelaksanaan Eksperimen · Menyediakan alt-alat serta bahan yang akan digunakan, mengisi LKS dengan data-data
· Menganalisis data-data hasil kegiatan Eksperimen
Penutup Memberikan kesempatan kepada siswa menyimpulkan hasil
Kegiatan pemantapan
xlv
e. Tindak Lanjut eksperimen.
1) Meminta siswa mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa
guru, 2) Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, 3)
Memeriksa dan mengumpulkan kembali segala peralatan yang digunakan dan
membersihkannya terlebih dahulu apabila kotor.
4. Metode Demonstrasi
a. Pengertian Metode Demonsrasi
Metode ini banyak digunakan dalam menyajikan pembelajaran IPA.
Metode ini menghindarkan siswa dari kemampuan yang bersifat verbal, sebab
siswa dihadapkan pada fakta yang nyata. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain (1996:45) metode demonstrasi adalah”cara penyajian pelajaran
dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi,
atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang
sering disertai penjelasan lisan”. Sementara menurut Roestiyah N.K (2001:80)
metode demonstrasi adalah” cara mengajar dimana seorang instruktur/tim guru
menunjukkan, memperlihatkan sesuatu proses sehingga seluruh siswa dapat
melihat, mengamati, mendengar, mungkin meraba-raba dan merasakan proses
yang dipertunjukkan guru”. Menurut Anna Poedjiadi (2002: 51) “ Apabila alat
dan bahan yang dimiliki suatu sekolah tidak mencukupi, seorang guru dapat
memberikan pengalaman kepada para siswa dengan observasi dan interaksi aktif
melalui demonstrasi”.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode demonstrasi
adalah suatu tehnik penyajian pelajaran dimana guru/kelompok siswa
memperagakan kepada seluruh siswa sesuatu proses sehingga siswa dapat
xlvi
mengamati dan merasakan proses tersebut. Metode demonstrasi digunakan dengan
pertimbangan sekolah tidak memiliki alat dalam jumlah yang memadai untuk
menggunakan metode eksperimen.
b. Tujuan Penggunaan Metode Demonstrasi
Tujuan penggunaan metode demonstrasi antara lain: 1) Siswa mampu
memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu, 2) Siswa dapat
menyaksikan kerja suatu alat atau benda 3) Siswa dapat mengamati bagian-bagian
dari suatu benda atau alat, 4) Bila siswa melakukan sendiri demonstrasi, maka ia
dapat mengerti juga penggunaan suatu alat
c. Keunggulan dan Kekurangan Metode Demonstrasi
Keunggulan dari metode demonstrasi yang digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar adalah: 1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan
lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme, 2) Siswa lebih mudah
memahami apa yang dipelajari, 3) Proses pengajaran menjadi lebih menarik, 4)
Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dan
kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.
Disamping memiliki kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki
kekurangan, antara lain: 1) Metode ini memerlukan ketrampilan guru secara
khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan
tidak efektif, 2) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak
selalu tersedia dengan baik, 3) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan
perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang,
yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam mata pelajaran lain.
xlvii
d. Prosedur Pemakaian Metode Demonstrasi
Untuk mendapatkan hasil belajar yang efektif pada pemakaian metode
demonstrsi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah
tersebut seperti dalm tabel 2.4.
Tabel 2.4 Langkah-langkah Metode Demonstrasi Tahap Pembelajaran Tahap Demonstrasi Keterangan Awal · Pembukaan
· Menyajikan pengetahuan prasyarat/rasional
· Menjelaskan tujuan demonstrasi
· Menggali pengetahuan awal siswa, berupa kemampuan prasyarat/pengetahuan awal tentang konsep yang dipelajari
Inti · Pelaksanaan demonstrasi · Memberi kesempatan siswa
untuk berlatih dalam kondisi terkontrol
· Penyajian, penjelasan konsep · Kegiatan /latihan siswa untuk
merefleksikan materi yang telah didemonstrasikan, mencatat data, menganalisis data dan penarikan kesimpulan
Penutup Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan yang didapat dari demonstrasi dan pengalaman kesituasi yang lebih kompleks
Kegiatan pemantapan tugas rumah, proyek, dll
5. Kemampuan Awal
Dalam melakukan segala aktivitas kemampuan awal seseorang, sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan aktivitas yang dilakukan selanjutnya.
a. Pengertian Kemampuan Awal
Menurut Gagne yang dikutip Ratna Wilis Dahar (1989: 134) “Penampilan-
penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan
(capabilities)”. Pengetahuan dan kemampuan baru membutuhkan kemampuan
yang lebih rendah dari kemampuan baru tersebut. Dalam pengajaran Fisika
xlviii
kemampuan awal merupakan pengetahuan atau konsep Fisika yang akan
digunakan untuk menjelaskan konsep Fisika yang lain.
Menurut Pophan dan Baker (Hadi, dkk, 1992) berdasarkan data tes awal
guru dapat menentukan 1) apakah siswa-siswanya telah memiliki ketrampilan
yang diperlukan demi berhasilnya program pengajaran yang disusunya. 2)
Sudahkah siswanya mencapai tujuan-tujuan yang seharusnya sudah dicapai dalam
pelajaran-pelajaran sebelumnya? Apabila siswa telah gagal menguasai perilaku-
perilaku prasyarat maka pelaksanaan pembelajaran berikutnya akan mengalami
hambatan. Jadi kemampuan awal adalah kemampuan atau hasil belajar yang
didapat sebelum mendapat kemampuan baru yang lebih tinggi dan akan
menentukan keberhasilan pada pengajaran berikutnya.
1) Peranan Kemampuan Awal dalam Belajar
Dalam proses belajar mengajar, siswa akan lebih mudah memahami atau
mempelajari materi selanjutnya, jika proses belajar didasarkan pada materi yang
sudah diketahui sehingga kemampuan awal berpengaruh terhadap proses
selanjutnya dan ikut berperan dalam keberhasilan belajar siswa. Kemampuan yang
diperoleh siswa dari pengalaman sebelumnya merupakan titik tolak untuk
membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya. W.S Winkel (2007)
menyatakan bahwa: setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri
atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk
dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional
(tingkah laku final). Oleh karena itu keadaan siswa pada awal proses belajar
mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan,
perumusan dan pencapaian tujuan instruksioanal (tingkah laku final).
xlix
Berdasarkan pendapat W.S Winkel, maka apabila kemampuan awal siswa
tinggi, dalam proses belajar mengajar berikutnya siswa tersebut tidak akan
mengalami kesulitan. Pada tahap berikutnya siswa tinggal mengembangkan
kemampuan awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Namun apabila kemampuan awal siswa rendah, maka siswa akan
mgelami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga perlu waktu
lama untuk memperoleh tujuan yang hendak dicapai.
2) Pengukuran Kemampuan Awal
Menurut Abdul Ghafur (1989:122) terdapat langkah-langkah untuk
mengetahui kemampuan awal, yaitu: 1) Catatan atau dokumen yang ada, adalah
nilai surat tanda tamat belajar (ijasah), nilai rapor, nilai tes masuk penerimaan
siswa baru, nilai tes intelegensi, dan catatan prestasi kegiatan, 2) Tes prasyarat
(pre-requisite test) dan tes awal(pre-test). Tes prasyarat berfungsi untuk
mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang
diperlukan. Tes awal berfungsi untuk mengetahui seberapa besar siswa telah
memiliki pengetahuan atau ketrampilan mengenai materi pelajaran yang akan
diberikan.
Pada penelitian ini kemampuan awal yang digunakan adalah kemampuan
yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima materi berikutnya. Kemampuan
awalnya adalah dari nilai tes kemampuan awal yang telah dimiliki siswa dan
berhubungan dengan materi Suhu dan Kalor. Kemampuan awal ini yang
diharapkan dapat mendukung proses belajar mengajar pada materi Suhu dan
Kalor.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Awal
l
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat, antara individu satu
dengan yang lain mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Menurut Ngalim
Purwanto (1990: 21) perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang
saling mempengaruhi diantaranya: 1) Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan
cirri-ciri yang dibawa sejak lahir. Hal ini merupakan proses penurunan sifat-sifat
dan cirri-ciri dari satu generasi ke generasi berikutnya, 2) Kematangan, setiap
orang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kadar gizi mempunyai
pengaruh besar terhadap perkembangan jasmani, rohani dan juga perkembangan
intelektualnya. Sehingga orang akan berkembang sesuai dengan kematangan fisik
dan mentalnya, 3) Pembentukan adalah keadaan diluar diri seseorang yang dapat
mempengaruhi perkembangan, misalnya: lingkungan.
6. Aktivitas Belajar
Pengalaman empiris ketika berhadapan dengan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar, yaitu ada siswa yang diam tanpa aktivitas apapun. Setelah diberi
pertanyaan atau diminta memberi komentar tentang kasus yang menjadi
pembicaraan, siswa tersebut terkejut. Kondisi demikian menunjukkan siswa tidak
aktif dalam proses pembelajaran. Karena aktivitas pada hakekatnya merupakan
crri-ciri yang tampak dan dapat diamati serta diukur oleh siapapun berkenaan
dengan pembelajaran. Jadi aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat
penting dalam interaksi belajar mengajar.
Pengertian keaktifan menurut Sardimann(1989 : 201) dalam Zahera Sy
(2000 : 27) adalah keterlibatan belajar yang mengutamakan keterlibatan fisik
maupun mental secara optimal. Pengertian lain dikemukakan oleh Wijaya (1988 :
187) dalam Zahera Sy (2000 : 27) yaitu:
li
Keterlibatan intelektual dan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar, asimilasi (menyerap) dan akomodasi (menyesuaikan) kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan seta pengalaman langsung dalam pembentukan ketrampilan dan penghayatan serta internalisasi, nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.
Belajar berdasarkan aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika
belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin, dan membuat seluruh
tubuh pikiran terlibat dalam proses belajar (Dave, 2003 : 90). Adapun delapan
jenis aktivitas kegiatan belajar kelompok yang dikemukakan oleh Paul B.
Diedrich (Sardiman, 2005 : 101) yaitu: a.Visual activities (aktivitas visual),
misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan. b. Oral
activities (aktivitas lisan), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. c.
Writing activities ( aktivitas menulis), misalnya mengerjakan tugas, membuat
catatn atau ringkasan, menyusun hipotesis, membuat kesimpulan, membuat
laporan. d. Listening activities ( aktivitas menulis), meliputi mendengarkan
penjelasan atau pendapat, e. Drawing activities (aktivitas menggambar), misalnya
menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram, f. Motor activities (aktivitas
gerak), misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi. g. Mental activitie
(aktivitas mental), misalnya mengingat, memecahkan persoalan, menganalisis,
melihat hubungan, dan mengambil keputusan. h. Emotional activiteis (aktivitas
emosi), meliputi perhatian, bersemangat, kesiapan (tenang atau gugup). Delapan
aktivitas belajar diatas yang dipakai dalam penelitian ini.
Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti di atas, menunjukkan bahwa
aktivitas dalam kegiatan belajar cukup kompleks dan bervariasi. Model
pembelajaran Inquiry lebih mengutamakan pada aktivitas belajar siswa. Penilaian
lii
(assessment) dalam Inquiry meliputi laporan individu dan grup, presentasi, kerja
sama keaktifan siswa, dan lain sebagainya. Tiap-tiap individu dalam grup akan
dievaluasi dalam hal: a. sejauh mana siswa dapat menganalisis problem yang
dihadapi, b. inovasi siswa dalam menyelesaikan masalah, c. bagaimana siswa
secara kritis mengevaluasi kinerja kelompok, d. siswa mampu menghubungkan
teori yang diperoleh dengan kasus yang dihadapi, e. siswa dapat mempergunakan
kemampuan secara menyeluruh dalam mengatasi masalah yang dihadapi (Savin
B, 2000: 18). Kadar keaktifan siswa pada dasarnya adalah ciri-ciri yang tampak
dan dapat diamati, serta dapat diukur oleh siapapun yang terlibat dalam
pembelajaran, termasuk guru. Pada pembelajaran Iquiry yang menggunakan
metode eksperimen dan demonstrasi, aktivitas setiap siswa akan dapat terlihat
pada waktu melakukan percobaan.
Seperti yang dikemukakan Sriyono, dkk ( 1992: 119) bahwa indikator
keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari: a. keinginan, keberanian, menampilkan
minat, kebutuhan, dan permasalahannya, b. keinginan dan keberanian serta
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan
belajar, c. menampilkan berbagai usaha dan tingkat kreativitas belajar dalam
menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai
keberhasilan, d. keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru
atau pihak lainnya (kemandirian belajar).
7. Prestasi Belajar
Proses pembelajaran akan menghasilkan produk berupa hasil belajar yang
dinyatakan dengan prestasi belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa
diperlukan evaluasi atau penilaian. Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk
liii
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam mengambil keputusan prestasi belajar siswa
sesuai denngan tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.
Menurut Gagne dan Briggs (1979) ada 5 (lima) kategori kapabilitas hasil
belajar, yaitu: a. ketrampilan intelektual (intellectual skills), b. strategi kognitif
(cognitive strategies), c. informasi verbal (verbal information), d. ketrampilan
motorik (motor skill), e. sikap (attitudes). Sementara itu Bloom dengan kawan-
kawannya sebagaimana dikutip oleh Degeng (1989), mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi tiga domain atau ranah yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan
sikap. Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan
ketrampilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
manipulatif atau ketrampilan motorik; dan ranah sikap berkaitan dengan
pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi. Untuk menghasilkan kelima
kategori kapabilitas atau kelima ranah hasil belajar tersebut dtentukan atau
dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan prasyarat atau kemampuan
awal dari masing-masing kategori hasil belajar yang telah dimiki oleh siswa, yang
berkaitan dengan kapabilitas atau ketrampilan yang sedang dipelajari.
Sedangkan menurut Lazarowitz dan Tamir (1994), ada lima faktor yang
dapat memfasilitasi keberhasilan pembelajaran sains yang melibatkan kegiatan
laboratorium. Kelima faktor tersebut adalah kurikulum, sumber daya, lingkungan
belajar, keefektifan mengajar, dan strategi asesmen. Siswa yang sedang
melakukan aktivitas belajar, tentunya mempunyai harapan untuk mencapai hasil
yang maksimal atau disebut prestasi belajar. Prestasi belajar tidak semata-mata
liv
berbentuk skor, namun bisa juga berbentuk pujian, hadiah atau penghargaan lain.
Senada yang dikemukakan oleh Sutartinah, T (1984: 31), bahwa prestasi belajar
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh pesetra didik dalam periode tertentu. Sedangkan menurut Saefuddin
Azwar (2000: 9), mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan performan
maksimal dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan
Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor
yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) dan faktor yang berasal dari luar
siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa bersifat
biologis seperti kemampuan awal yang dimiliki siswa, aktivitas belajar, motivasi,
kreativitas, IQ, sikap ilmiah, perhatian, konsentrasi, bakat dan sebagainya.
Sedangkan yang berasal dari luar diri siswa antara lain adalah faktor keadaan
keluarga, lingkungan sekolah , masyarakat dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut
perlu diperhatikan oleh guru agar prestasi yang dicapai siswa maksimal.
Penilaian hasil belajar dilakukan oleh seorang guru pada saat atau setelah
pembelajaran dengan tujuan mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa,
ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih
kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian belajar siswa,
seorang guru dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah
yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan
motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Penilaian hasil belajar
yang dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang
meliputi: a. Kemampuan Kognitif (kemampuan berfikir: Pengetahuan,
lv
Pemahaman, Aplikasi, Analisis, sintesis, dan Evakuasi), b. Kemampuan
Psikomotor (gerak adaptif atau gerak terlatih dan ketrampilan komunikasi
berkesinambungan ), c. Kondisi Afektif ( sikap, minat, dan nilai-nilai). Kondisi
afektif tidak dapat diketahui dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket.
Ketiga komponen penilaian hasil belajar siswa dalam bentuk prestasi belajar harus
muncul sesuai dengan kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum KTSP 2006.
Prestasi belajar dalam pengertian peneliti adalah hasil yang dicapai siswa dalam
melakukan interaksi dengan sumber-sumber belajar, baik berupa textbook, jurnal,
diskusi teman sejawat atau guru, atau sumber lain sehingga terjadi perubahan
kecakapan, sikap ilmiah, yang dinyatakan dengan angka, pujian, atau penghargaan
lainnya.
8. Bahan Ajar Suhu dan Kalor
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Suhu dan
Kalor.Penjelasan konsep dasar dari materi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemuaian Zat Padat, Cair dan Gas
1) Termometer
lvi
Perubahan sifat fisis zat karena dipanaskan disebut sifat termometrik zat.
Misalnya perubahan volum zat cair, panjang logam, hambatan listrik logam,
tekanan gas pada volum tetap, volum gas pada tekanan tetap, dan warna kawat
yang berpijar. Berdasarkan sifat termometrik zat inilah dibuat suatu instrumen
untuk mengukur suhu suatu benda, yang disebut termometer. Termometer
memanfaatkan sifat termometrik zat yang berubah secara seragam terhadap suhu.
Gambar 2.1 Termometer Klinik
Gambar 2.1 contoh termometer Celcius yang menggunakan pemuaian volum
raksa, yang mempunyai titik didih pada skala 1000 dan titik beku pada skala 00
2) Skala termometer
Suhu biasanya diukur pada skala Celcius atau skala Fahrenheit. Untuk
keperluan ilmu pengetahuan digunakan skala mutlak Kelvin. Dalam menentukan
skala termometer diperlukan dua titik tetap, yaitu suhu es yang sedang mencair
sebagai titik tetap bawah dan suhu uap dari air yang sedang mendidih sebagai titik
tetap atas. Pada skala Celcius, suhu es yang sedang cair ditetapkan 0, dan suhu air
mendidih ditetapkan 100. Antara kedua suhu ini dibagi atas 100 skala dengan tiap
skala menyatakan 1°C. Pada skala Fahrenheit, suhu es yang sedang mencair
lvii
ditetapkan 32, dan suhu air mendidih ditetapkan 212. Antara kedua suhu ini dibagi
atas 180 skala dengan tiap skala menyatakan 1°F.
Pada gambar 2.2 hubungan skala Fahrenheit dan skala Celcius dinyatakan oleh
persamaan:
(tF – 32 ) : tC = 180 : 100
(tF – 32) : tC = 9 : 5 (2.1)
dengan : tF : suhu Fahrenheit, tC : suhu Celcius.
Gambar 2.2 Skala Termometer
Lord Kelvin tidak mengkalibrasi termometer dengan suhu es mencair atau
suhu air mendidih, tetapi mengkalibrasi termometer menggunakan suhu nol
mutlak. Suhu nol mutlak adalah suhu paling rendah yang mungkin dimiliki oleh
zat. Pada suhu mutlak, energi kinetik partikel sama dengan nol sehingga tidak ada
lagi kalor yang dapat diukur. Suhu nol mutlak kira-kira – 273,15°C. Pada skala
Kelvin, suhu terendah yaitu suhu nol mutlak diberi 0, sehingga 0K= -273,15°C.
Satu skala pada skala Kelvin sama dengan satu skala pada skala Celcius.
Hubungan antara skala Kelvin dan skala Celcius dinyatakan oleh persamaan :
T= t + 273 (2.2)
Dengan: T : suhu Kelvin, t : suhu Celcius
lviii
(perhatikan 273,15 dibulatkan menjadi 273). Skala Kelvin disebut juga skala
termodinamik atau skala mutlak.
3) Pemuaian
Umumnya zat akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian dapat
menimbulkan masalah, tetapi juga dapat dimanfaatkan. Masalah-masalah yang
ditimbulkan pemuaian antara lain: rel kereta api dan jembatan beton melengkung,
kaca jendela rumah atau mobil retak, pipa minyak membengkok, kawat telepon
sengaja dibiarkan kendor agar tidak putus ketika menyusut. Manfaat pemuaian
antara lain: pengelingan pelat logam pada pembuatan badan kapal, keping bimetal
yang dimanfaatkan pada saklar termal, termostat bimetal, termometer bimetal, dan
lampu sen mobil; pemanasan ban baja sehingga memuai dan roda pas masuk ke
ban baja dan ketika ban baja dingin, ia akan menyusut dan memegang roda
dengan kuat. Gambar 2.3 (a) menunjukkan pemuaian pada rel kereta api di
Asbury Park, New Jersey pada panas yang ekstrim di bulan Juli yang
mengakibatkan rel kereta melengkung, (b) pemuaian pada dinding(tembok) akibat
perubahan suhu.
(a) (b)
Gambar 2.3 Penerapan Pemuaian
a) Pemuaian panjang zat padat
lix
Zat padat yang dipanaskan mengalami pemuaian panjang, pemuaian luas,
dan pemuaian volum. Jika suatu benda padat dipanaskan sehingga mengalami
kenaikan suhu DT, maka pertambahan panjangnya DL adalah sebanding dengan
panjangnya semula L0 dikalikan dengan kenaikan suhunya DT.
DL = α L0 DT (2.3)
Pada persamaan 2.3 DL sebanding dengan DT, dan α adalah koefisien muai
panjang (/°C atau /°K, °C-1 atau K-1). Nilai α bergantung pada jenis zat, misalnya
α untuk alumunium adalah 24 x 10-6 oC-1 sedang α untuk baja adalah 12x10-6 °C-1.
Perhatikan pada persamaan di atas,
DL = L – L0 (2.4)
DT = T - T0 (1.5)
Perlu Anda perhatikan bahwa beda suhu DT dalam °C adalah sama dengan beda
suhu dalam K.Gambar 2.4 menunjukkan batang panjangnya L0, dipanaskan
sehingga suhunya berubah sebesarDT, maka batang memuai sebesar DL.
Gambar 2.4 Pemuaian Panjang
(1) Pemuaian luas zat padat
Untuk zat padat yang memiliki ukuran dua dimensi, misalnya kaca
jendela, akan mengalami pemuaian luas jika dipanasi. Jika benda padat dua
dimensi dipanaskan sehingga mengalami kenaikan suhu DT, maka pertambahan
luasnya DA, adalah sebanding dengan luasnya semula A0 dikalikan dengan
kenaikan suhunya DT.
lx
DA = βA0DT (2.6)
Pada persamaan 2.6 DA sebanding dengan DT , β adalah koefisien muai luas.
Nilai β kira-kira sama dengan 2 kali nilai α.
β =2 α (2.7)
Perhatikan. pada persamaan (2.6) berlaku:DA = A - A0 dan D T = T – T0
( a ) ( b )
Gambar 2.5 Pemuaian Luas
Gambar 2.5 (a) benda berbentuk bujur sangkar tipis dengan sisi L0,dipanaskan
sehingga suhunya berubah sebesar DT , maka bujur sangkar akan memuai pada ke
dua sisinya sebesar DL, (b) benda berbentuk cincin dengan jari-jari lingkaran
dalam dan luar adalah a dan b, dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar DT,
maka jari-jari cincin memuai menjadi a + D a dan b + D b.
(2) Pemuaian volum zat padat
Persamaan yang berlaku untuk pemuaian volum zat padat mirip seperti pada
pemuaian panjang zat padat. Pertambahan volum zat padat DV jika dipanaskan
dinyatakan oleh persamaan.
lxi
DV = γV 0 D T (2.8)
Pada persamaan 2.8 menunjukkan DV berbanding lurus dengan DT, γ adalah
koefisien muai volum. Nilai γ kira-kira sama dengan 3 kali nilai α.
γ = 3α (2.9)
DV = V - V0 dan D T = T - T0
Gambar 2.6 Pemuaian Volum Zat Padat
Gambar 2.6 menunjukkan benda berbentuk kubus dengan sisi L0 dipanaskan
sehingga suhunya berubah sebesar DT, maka kubus akan memuai pada ketiga
sisinya sebesar DL.
b) Pemuaian volum zat cair
Zat cair tidak mengalami pemuaian panjang dan pemuaian luas, tetapi
hanya mengalarni pemuaian volum. Itulah sebabnya untuk zat cair hanya dikenal
koefisien muai volum γ, misalnya koefisien muai volum air adalah 2,1 x 10-4/oC.
Umumnya zat cair memuai jika dipanaskan. Persamaan untuk menghitung
pertambahan volum zat cair DV jika dipanaskan persis seperti untuk pertambahan
volum zat padat (Persamaan 1.8). Hal penting yang perlu Anda ketahui adalah
bahwa pemuaian volum zat cair jauh lebih besar daripada pemuaian volum zat
lxii
padat. Itulah sebabnya air dalam panci yang sedang dimasak akan tumpah pada
saat air akan mendidih.
c) Pemuaian gas
Jika gas pada tekanan P1, volum V1, dan suhu mutlak T1 dipanaskan
sehingga tekanannya menjadi P2, volum V2, dan suhu mutlak T2, maka hubungan
antara kedua keadaan gas ini (keadaan 1 dan keadaan 2) dinyatakan oleh hukum
Boyle – Gay Lussac. Dari persamaan:
Pt = P0 ( 1 + vg . D t ) t1 = 0, t2 = t, D t = t2 – t1 = t – 0 = t
Vt = V0 ( 1 + Pg . D t ) vg = Pg = 2731
maka : Pt = P0 ( 1 + 273
t) = P0 (
273273 t+
) =0
0
T
TP t
0
0
T
P =
t
t
T
P atau
TP
= C ( 2.10 )
Vt = V0 ( 1 + 273
t) = V0 (
273273 t+
) = 0
0
T
TV t
0
0
T
V =
t
t
T
V atau
TV
= C ( 2.11)
Dari persamaan ( 2.10 ) dan (2.11) diperoleh :
2
22
1
11 ..
T
VP
T
VP= atau C
TVP=
. ( Hukum Boyle- gay Lussac ) (2.12)
Persamaan (2.12) menunjukkan hasil kali tekanan dan volume gas adalah
berbanding lurus dengan suhu mutlak atau hasil kali tekanan dan volume gas
dibagi suhu mutlak adalah konstan.
4) Anomali Air
lxiii
Umumya zat yang dipanaskan akan memuai, tetapi tidak demikian
halnya dengan air. Antara suhu 0°C dan 4°C air menyusut, bila dipanaskan air
mencapai volum minimum pada suhu 4°C (lihat Gambar 2.7), di atas 4°C air
memuai bila dipanaskan. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali
air (anomali berarti ketidakteraturan). Zat lain yang memiliki sifat anomali seperti
air adalah paraffin dan bismuth.
Gambar 2.7 Anomali Air (GrafikV-T)
Keterangan gambar 2.7 air akan menyusut ketika dipanaskan dari suhu 00C
hingga mencapai volume minimum pada suhu 40C, diatas 40C air akan memuai
jika dipanaskan seperti halnya zat cair lainnya.
Gambar 2.8 Anomali Air ρ – T
lxiv
Pada gambar 2.8 massa air tetap selama penyusutan, dan volume minimum air
terjadi pada suhu 4°C, maka ini berarti massa jenis air mencapai maksimum pada
suhu 4°C.
b. Kalor
1) Pengertian suhu, Energi dalam, dan kalor.
Dalam setiap materi, molekul-molekul bergerak secara tetap. Secara
mudah, suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata seluruh molekul, Suatu benda
yang suhunya lebih tinggi memiliki molekul-molekul dengan energi kinetik lebih
tinggi. Energi dalam menyatakan total energi, yaitu jumlah energi kinetik dan
energi potensial, yang dimiliki oleh seluruh molekul-molekul yang terdapat dalam
benda.
Kalor adalah suatu istilah yang sering dicampuradukkan dengan suhu
(kadang-kadang dengan energi dalam). Kalor adalah energi dalam yang
dipindahkan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah ketika kedua
benda disentuhkan (dicampur). Walaupun kalor dan suhu adalah besaran yang
berbeda, keduanya berhubungan. Biasanya ketika kita memberi kalor pada suatu
benda, suhunya naik. Satu kalori didefinisikan sebagai jumlah kalor yang ketika
diberikan pada 1 gram air yang akan menaikkan suhu air tersebut 1 derajat
celcius.
Dalam SI. satuan kalor adalah joule (disingkat J), di mana
I kalori = 4,184 J (sening dibulatkan 4,2 J).
Ketika 1 kilokalori (4.180 J) kalor diberikan kepada 1 kg air, suhu air akan
naik 1 K (atau 1oC). Tetapi untuk menaikkan suhu 1 kg gliserin 1 derajat hanya
lxv
diperlukan kira-kira 2.510 J. Dan untuk menaikkan suhu 1 kg alumunium satu
derajat hanya diperlukan 900 J. Kalor jenis didefinisikan sebagai kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat sebesar 1 Kelvin (atau 1 derajat
Celcius). Kalor jenis diberi lambang c. Jadi, cair = 4 180 J kg-1K-1, cgliserin = 2 510 J
kg-1K-1, dan caIumunium = 900 J kg-1K-1.
Kapasitas kalor (diberi lambang C) didefinisikan sebagai kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu seluruh benda sebesar satu derajat. Kapasitas
kalor dinyatakan dalam J K-1 atau J (°C) -1. Untuk benda bermassa m, hubungan
antara kapasitas kalor C dan kalor jenis c adalah :
C=mc (2.11)
2) Kalor yang diterima atau dilepas
Kalor oleh suatu benda bermassa m dan memiliki kalor jenis c, yang
mengalami perubahan suhu D t derajat dinyatakan oleh:
Q=mcD t (2.12)
Jika diketahui C adalah kapasitas kalor benda, maka
Q=CD t (2.13)
Perubahan suhu D t adalah
D t = suhu akhir – suhu awal (2.14)
Alat yang digunakan untuk mengukur kalor disebut calorimeter. Umumnya
kalorimeter digunakan untuk menentukan kalor jenis suatu zat.
lxvi
Gambar 2.9 Kalorimeter
Gambar 2.9 menunjukkan kalorimeter yang terdiri dari sebuah bejana logam yang
kalor jenisnya diketahui. Bejana ini biasanya ditempatkan di dalam bejana lain
yang lebih beasar. Kedua bejana ini dipisahkan oleh bahan penyekat (insulating
enclouser), misalnya gabus atau wol. Zat yang akan ditentukan kalor jenisnya
dipanaskan sampai suhu tertentu, kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter
yang berisi air, yang suhu dan massanya sudah diketahui. Kalorimeter diaduk
sampai suhunya tidak berubah lagi.
Hukum kekekalan energi untuk kalor menyatakan bahwa untuk berbagai
benda yang dicampur dan diisolasi sempurna terhadap lingkungan, banyak kalor
yang dilepas benda sama dengan banyak kalor yang diterirna benda lainnya.
Qlepas = Qterima (2.15)
Persamaan 2.15 menyatakan hukum kekekalan energi pada pertukaran kalor,
benda yang suhunya tinggi akan melepas energi QL, dan benda yang suhunya
rendah akan menerima energi QT. Persamaan ini disebut persamaan Azas Black.
lxvii
Gambar 2.10 Eksperimen Joule Pada Kesetaraan Kalor Mekanik
Pada gambar 2.10 adalah alat yang digunakan oleh Joule untuk mengukur
kesetaraan kalor mekanik. Cara kerjanya beban–beban yang jatuh akan
merotasikan sekumpulan pengaduk( paddles) di dalam sebuah wadah air (water)
yang diisolasi.di dalam satu siklus, beban-beban yang jatuh tersebut melakukan
sejumlah kerja sebesar W = mgh pada air yang mengakibatkan terjadinya
kenaikan suhu sebesar D t sehingga menghasilkan energi kalor Q. Energi kalor ini
dipindahkan kepada sistem tersebut. Jadi kita mengukur W, mengamati D t, dan
menghitung Q Hasilnya setelah dikonversi 1 kalori = 4,184 joule.
3) Perubahan wujud
Pada gambar 2.11 proses perubahan wujud dari padat menjadi cair disebut
melebur, dari cair menjadi gas disebut menguap, dan dari padat menjadi gas
disebut menyublim seperti ditunjukkan oleh arah anak panah ke kanan. Untuk
proses sebaliknya perubahan wujud dari gas menjadi cair disebut mengembun,
dari cair menjadi padat disebut membeku, dan dari gas menjadi padat disebut
menyublim seperti ditunjukkan oleh arah anak panah ke kiri. Proses perubahan
wujud yang ditunjukkan oleh anak panah ke kanan berarti memerlukan kalor,
sebaliknya yang ditunjukkan oleh anak panah ke kiri, berarti melepaskan kalor.
Gambar 2.11 Diagram Proses Perubahan Wujud
lxviii
Pada gambar 2.12 menunjukkan grafik dari sebongkah es pada suhu -200C yang
secara kontinyu dipanaskan (diberi kalor). Tampak bahwa grafiknya menunjukkan
suatu pola yang teratur. Pada garafik AB dan CD, kalor yang ada digunakan suatu
pola untuk menaikkan atau menurunkan suhu, sehingga berlaku Q = m c D t.
Sedangkan pada grafik BC dan DE, kalor yang ada tidak digunakan untuk
menaikkan atau menurunkan suhu benda tetapi hanya digunakan untuk mengubah
wujud, sehingga berlaku Q = m L.
Gambar 2.12 Grafik suhu kalor es yang dipanaskan sampai menjadi uap air
4) Kalor laten
Umumnya, ketika kalor diberikan pada suatu zat, maka zat itu mengalami
kenaikan suhu. Akan tetapi, jika kalor yang diterima oleh suatu zat digunakan
untuk mengubah wujud, misalnya dari es (wujud padat) menjadi air (wujud cair),
maka suhu zat adalah tetap. Kalor yang digunakan oleh zat untuk menguhah
wujud disebut kalor laten (‘laten” berarti “tersembunyi”); kata tersembunyi ini
untuk melukiskan bahwa kalor yang diterima oleh zat untuk mengubah wujud
tidak terlihat sebagai kenaikan suhu. Kalor laten (diberi symbol L) didefinisikan
sebagai banyak energi kalor Q yang diterima atau dilepas tiap satuan massa oleh
suatu zat untuk berubah wujud. Secara matematis ditulis:
lxix
L = m
Q atau Q = m . L (2.16)
Berdasarkan diagram perubahan wujud pada gambar 2.11, ada beberapa
macam kalor laten, yaitu kalor laten lebur atau kalor lebur (diberi simbol Lf, f
berasal dari kata Inggris “freezing”), kalor laten beku atau kalor beku, kalor laten
uap atau kalor uap (diberi simbol Lv, v berasal dan kata Inggris “vapour”), dan
kalor laten embun atau kalor embun. Untuk suatu zat pada tekanan yang sama.
kalor lebur = kalor beku
kalor uap = kalor embun
Pengeringan beku adalah peristiwa menyublim dimanfaatkan orang dalam teknik
pengeringan beku (freeze drying) untuk mengawetkan produk makanan, bunga,
dan plasma darah. Mula-mula produk makanan diawetkan dengan membekukan
kandungan airnya pada suhu yang rendah. Kemudian es yang terkurung dalam
produk makanan dikurangi tekanannya sehingga es langsung menyublim menjadi
uap air (gas). Uap air ini dialirkan keluar dari tempat pengeringan sehingga
tertinggallah produk makanan kering tanpa kehilangan kandungan zat-zat penting
(bau dan citarasa). Oleh karena kering, produk makanan tidak mudah membusuk.
Kelak, jika produk makanan hendak digunakan, kondisinya dapat dipulihkan
dengan menambah air.
c. Perpindahan Kalor
Kalor berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya
rendah. Ada tiga cara perpindahan kalor : (1) konduksi (hantaran), (2), konveksi
(aliran), dan (3) radiasi (pancaran).
a) Konduksi
lxx
Perpindahan kalor dari bagian sendok yang terendam dalam air panas ke
ujung sendok yang Anda pegang tanpa disertai perpindahan partikel, disebut
konduksi atau hantaran. Konduksi dapat terjadi pada zat padat, zat cair, dan gas.
Ada dua proses konduksi. Dalam zat bukan logarn, partikel-partikel yang
dipanaskan bergetar lebih cepat hingga energi kinetik partikel-partikel itu makin
besar. Partikel-partikel ini kemudian memberikan sebagian energi kinetiknya ke
partikel-partikel terdekatnya melalui tumbukan. Demikian seterusnya hingga kalor
mencapai bagian ujung benda yang dingin (tidak dipanasi). Proses konduksi
seperti ini berlangsung lambat karena untuk memindahkan lebih banyak kalor
diperlukan beda suhu yang tinggi
Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang
terdapat di antara kedua ujung.dalam struktur atom logam. Di tempat yang
dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena elektron bebas
mudah berpindah, maka pertambahan energi ini dengan cepat diberikan ke
electron-elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini
kalor berpindah lebih cepat. Zat yang mudah menghantar kalor. seperti logam,
disebut konduktor. Zat yang sukar menghantar kalor disebut isolator, misalnya:
plastik dan kayu.
Laju kalor konduksi adalah laju perpindahan kalor secara konduksi Q/t (J
s -1 = W) yang sebanding dengan luas permukaan A (m2), sebanding dengan beda
suhu antara kedua ujung DT (K), dan berbanding terbalik dengan ketebalan
dinding d (m). Persamaan 2.17 menyatakan persamaan matematisnya.
dTAk
t
QP
D==
.. (2.17)
lxxi
dengan: DTermometer = T1—T2 (2.18)
k adalah konduktivitas termal zat (W m -1 K -1).
Gambar 2.13 adalah sebuah benda yang panjangnya d, luas penampang
A, konduktivitas termal k, ujung yang satu suhunya T1 dan ujung yang lain T2,
maka banyaknya kalor yang dapat dipindahkan selama waktu t adalah
dTAtk
QD
=..
.
Gambar 2.13 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi
b) Konveksi
Proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke bagian fluida lainnya
oleh pergerakan fluida itu sendiri akibat perbedaan massa jenis disebut konveksi
atau aliran. Konveksi hanya terjadi pada zat yang dapat mengalir (disebut fluida),
yaitu zat cair dan gas. Pada gambar 2.14 menunjukkan proses perpindahan kalor
secara konveksi pada peristiwa merebus air. Ketika air pada bagian A dipanasi,
massa jenis air pada A menjadi lebih keci1, hingga air bergerak naik ke atas.
Ternpatnya digantikan oleh air dingin pada bagian B yang memiliki massa jenis
lebih besar.
lxxii
Gambar 2.14 Konveksi dalam Zat Cair
Ada dua jenis konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Pada
konveksi alami, pergerakan atau aliran energi kalor terjadi akibat perbedaan massa
jenis. Pada konveksi paksa, aliran panas dipaksa dialirkan ke tempat yzang dituju
dengan bantuan alat tertentumisalnya dengan kipas angin atau blower.
Gambar 2.15 Model Cerobong Asap
Gambar 2.15 adalah contoh pemanfaatan konveksi alamiah pada cerobong asap.
Kertas berasap digunakan untuk memperlihatkan arus konveksi alami udara.
Udara panas dekat di atas nyala lilin massa jenisnya lebih kecil hingga bergerak
naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh udara dingin di sekitar nyala lilin.
Terjadilah arus konveksi udara yang membawa asap yang berasal dan kertas
menuju cerobong asap.
lxxiii
Gambar 2.16 Sistem Pendingin Mesin Mobil
Gambar 2.16 adalah contoh pemanfaatan konveksi paksa pada sistem pendingin
mesin mobil di mana air diedarkan melalui pipa-pipa air dengan bantuan sebuah
pompa air. Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju
ke radiator. Di dalam sirip-sirip radiator air hangat didinginkan oleh udara dingin
di sekitar radiator yang ditarik oleh kipas angin. Air yang dingin kembali
diedarkan menuju pipa-pipa air yang bersentuhan langsung dengan blok-blok
mesin yang hangat untuk mengulang siklus berikutnya.
Persamaan 2.9 menyatakan laju perpindahan kalor secara konveksi, Q/t (J
s-1 = W) sebanding dengan luas permukaan benda A (m2), yang bersentuhan
dengan fluida, dan beda suhu DT (K) antara benda dan fluida.
P = tQ
= h.A. D T (2.9)
h adalah koefisien konveksi (W m-2 K -1), yang diperoleh secara percobaan,
misa1nya h tubuh manusia = 7,1 W m-2K-1.
c) Radiasi
Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang
e1ektromagnetik. Karena kalor dibawa dalam bentuk gelombang elektromagnetik,
maka radiasi kalor tidak memerlukan medium. Dengan kata lain, radiasi kalor
dapat melalui ruang hampa (vakum). Sebagai contoh, radiasi kalor dari matahari
melalui ruang hampa sehingga sampai ke bumi. Makin baik suatu benda
menyerap radiasi kalor, makin baik pula benda itu memancarkan radiasi kalor.
Penyerap radiasi sempurna disebut benda hitam. Permukaan yang hitam kusam
adalah penyerap dan pemancar kalor radiasi yang sangat baik, sedangkan
lxxiv
permukaan putih mengkilat adalah penyerap dan pemancar kalor yang sangat
buruk.
Persamaan 2.20 menunjukkan laju kalor radiasi Q/t (J s-1 = W), yang dipancarkan
oleh suatu benda yang suhu mutlaknya lebih besar dari 0 K, adalah sebanding
dengan luas permukaannya A (m2) dan sebanding dengan pangkat empat suhu
mutlaknya T4.
P = tQ
= e. s .A.T4 (2.20)
Konstanta s = 5,67 x 10-8 W m-2 K-4 disebut konstanta Stefan Boltzmann.
Lambang e disebut emisivitas, dan memiliki nilai diantara 0 dan 1 (0 ≤ e ≥ 1),
dengan e = 1 untuk benda hitam, dan e mendekati nol untuk benda putih
mengkilat.Persamaan (2.20) dengan jelas menyatakan bahwa setiap benda (padat,
cair, atau gas) yang suhunya di atas 0 K akan memancarkan kalor radiasi.
Pcrsamaan ini dengan jelas menegaskan bahwa benda yang suhunya 0 K tidak
memancarkan kalor radiasi.
Efek rumah kaca adalah sebutan untuk proses penghangatan bumi.
Matahari memancarkan radiasi ultraviolet, cahaya tampak, dan inframerah.
Inframerah yang memiliki gelombang terpanjang (atau energi paling kecil)
menembus atmosfer bumi. Kalor radiasi inframerah diserap oleh permukaan bumi
hingga permukaan bumi menjadi hangat. Pada gilirannya, permukaan bumi akan
memancarkan kembali energi kalornya dalam bentuk radiasi inframerah dengan
panjang gelombang yang lebih besar (atau energi kalor yang lebih kecil dari
semula), dinamakan radiasi membumi. Radiasi membumi sebagian besar
menembus atmosfer dan lolos ke angkasa luar, sedangkan sebagian kecil
lxxv
terperangkap oleh gas-gas rumah kaca (karbon dioksida, uap air, methanol.
nitrogen oksida) yang terdapat di atmosfer. Akibatnya, bumi menjadi hangat.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan pendekatan dan metode pembelajaran ini
adalah:
1. Penelitian dari Indah Slamet Budiarti tentang ”Pembelajaran Fisika dengan
Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi
Ditinjau Dari Kemampuan Awal Penggunaan Alat Ukur Terhadap Prestasi
Belajar Siswa”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan prestasi belajar fisika pada penggunaan model pembelajaran
inquiry terbimbing dengan metode eksperimen dan demonstrasi pada materi
Suhu dan Kalor. Perbedaan dari penelitian tersebut dengan yang dilkukan
peneliti adalah pada variabel. Peneliti mnggunakan variabel kemampuan awal
secara menyeluruh tidak hanya pada kemampuan penggunaan alat ukur dan
aktivitas belajar sangat diperlukan dalam pembelajaran ekperimen dan
demonstrasi..
2. Penelitian dari Edy Wiyono tentang ”Pembelajaran Inquiry Pada Pratikum
Fisika Dasar Ditinjau Dari Kemampuan Awal Mahasiswa P.MIPA FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penggunaan model
inquiry terbimbing dengan model pembelajaran penggunaan modul pratikum
dan ada perbedaan pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dan rendah
terhadap kemampuan kognitif mahasiswa PMIPA FKIP Universitas Sebelas
Maret Surakarta pada sub pokok bahasan Optik Geometri. Perbedaannya
lxxvi
peneliti menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi karena sangat sesuai dengan karakteristik materi
Suhu dan Kalor yang pembelajaranya dapat dilakukan dengan pengamatan dan
pengukuran, serta dengan menambahkan variabel aktivitas belajar.
3. Penelitian dari Nurdeli ( 2010 ) tentang ”Pembelajaran Fisika Dengan
Pendekatan Inkuiri terbimbing menggunakan Metode Eksperimen dan
Demonstrasi Ditinjau Dari Kreativitas Dan Motivasi Berprestasi”. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode
eksperimen lebih baik daripada metode demonstrasi terhadap perbedaan
prestasi belajar fisika. Perbedaan dalam penelitian adalah pada variabel
kemampuan awal dan aktivitas belajar yang diperlukan dalam eksperimen dan
demonstrasi serta disesuiakan dengan materi Suhu dan Kalor.
4. Penelitian Widodo (2010) tentang Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan
Kontekstual Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari
Kreativitas Dan Sikap Ilmiah. Hasil analisis data penelitian menunjukkan ada
pengaruh penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi
belajar kimia, metode eksperimen lebih baik dari pada metode demonstrasi.
Perbedaannya pada pendekatan, variabel dan materi yang digunakan. Peneliti
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan tinjauan kemampuan
awal dan aktivitas belajar karena sangat sesuai dengan materi Suhu dan Kalor
yang bersifat abstrak tetapi pengaruhnya konkret.
5. Penelitian Harsoyo (2010) tentang Pembelajaran Fisika Melalui Metode
STAD (Student Team Achievement Divisions) Dan Jigsaw Ditinjau Dari
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Dan Aktivitas Belajar. Hasil
lxxvii
penelitian menunjukkan: a. tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap
prestasi kognitif, afektif dan psikomotor, b. Tidak ada interaksi antara model
pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif, c. Tidak ada
interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas
belajar terhadap prestasi kognitif, d. tidak ada interaksi model pembelajaran,
kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap
prestasi kognitif..Perbedaannya ada pada metode eksperimen dan demonstrasi
yang sangat sesuai dengan materi Suhu dan Kalor, karena pada kompetensi
dasar ini siswa dituntut untuk melakukun percobaan pengukuran suhu dan
penemuan kalor jenis benda..
C. Kerangka Berpikir
1. Materi Suhu dan Kalor adalah abstrak tetapi efeknya bersifat konkrit,
maka pembelajarannya dapat diperoleh melalui proses, dengan melakukan
pengamatan dan pengukuran atau penggunaan media. Dalam penelitian ini
pembelajaran melalui pengamatan dan pengukuran, yang dapat dilaksanakan
dengan inkuiri terbimbing lewat eksperimen dan demonstrasi. Keunggulan metode
eksperimen, semua siswa bisa berinteraksi dan terlibat aktif secara langsung
dalam melakukan pengamatan, mengumpulkan fakta, informasi atau data,
menemukan sendiri pengetahuan atau konsep sehingga pemahamannya lebih
mendalam, dapat mengembangkan ketrampilan inquiry dan melaksanakan
prosedur metode ilmiah serta berpikir ilmiah Konsep yang sudah diperoleh ini
dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
pembelajarnnya menjadi pembelajaran yang bermakna sesuai dengan teori belajar
lxxviii
Ausebel. Disamping itu siswa SMA Negeri 1 Pati sudah dapat berfikir secara
abstrak, tentunya mereka dapat mengintegrasikan dan mengakokodasikan konsep
yang baru diperoleh dengan kemampuan yang sudah dimiliki dari SMP, sehingga
terbentuk pengetahuan baru sesuai dengan teori belajar Piaget. Sedangkan
keunggulan metode demonstrasi siswa dirangsang untuk aktif mengamati, lebih
mudah memahami apa yang dipelajari, pengjaran menjadi lebih konkret dan
menarik.
Dengan mengunakan pembelajaran inquiry kelompok belajar dapat
dikembangkan melalui kerja sama antara siswa dalam kelompok-kelopok kecil
dapat berdiskusi dalam menganalsis dan menafsirkan hasil-hasil eksperimen
sehingga pemahaman siswa terhadap konsep Suhu dan Kalor lebih mendalam.
Berkaitan dengan keunggulan pembelajaran yang dilaksanakan dengan
pendekatan inquiry terbimbing melalui metode eksperimen, maka diduga metode
eksperimen dapat lebih meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa SMA Negeri 1
Pati pada materi Suhu dan Kalor dibandingkan dengan pembelajaran yang
menggunakan metode demonstrasi.
2. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan atau hasil belajar yang
didapat sebelum memperoleh kemampuan baru yang lebih tinggi dan akan
menentukan keberhasilan pada penagajaran berikutnya. Pada materi suhu dan
kalor, siswa di SMP sudah mengetahui kemampuan dasar untuk perhitungan –
perhitungan sederhana yang kemudian diterapkan di SMA untuk perhitungan yang
lebih rumit. Jadi kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelumnya sangat
mendukung pencapaian pengetahuan pada proses belajar mengajar berikutnya.
Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, dalam proses belajar mengajar
lxxix
berikutnya tidak akan mengalami kesulitan, tinggal mengembangkan kemampuan
awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah, akan mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena perlu waktu lama untuk
memperoleh tujuan yang hendak dicapai. Kemampuan awal berpengaruh terhadap
peningkatan prestasi belajar fisika, sehingga kemampuan awal berhubungan
positif terhadap prestasi belajar fisika atau dengan kata lain siswa yang
mempunyai kemampuan awal tinggi diharapkan akan menghasilkan prestasi
belajar fisika pokok bahasan ”Suhu dan Kalor” yang tinggi pula.
3. Aktivitas belajar adalah kegiatan dalm proses belajar yang melibatkan
gerak fisik maupun mental/pikiran secara optimal dengan memanfaatkan indra
sebanyak mungkin. Aktivitas belajar siswa akan mendorong keingintahuan dan
keberanian serta kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan
kelanjutan belajar untuk mencapai tujuan belajar/berprestasi. Aktivitas belajar
tinggi akan mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai. Siswa yang mempunyai
aktivitas yang tinggi akan lebih cepat dalam menerima pelajaran, karena memiliki
kemauan tinggi dalam menggunakan segala pikiran dan indera yang dimiliki
untuk menguasai materi pelajaran seperti suhu dan kalor. Siswa dapat melakukan
aktivitas pengukuran dan mengerjakan soal-soal. Semakin tinggi aktivitas belajar
siswa maka semakin cepat pula ketercapaian penguasaan konsep materi suhu dan
kalor, sehingga diharapkan dapat menghasilkan prestasi belajar yang tinggi pula.
4. Penggunaan metode eksperimen demonstrasi pada materi suhu dan kalor
sesuai dengan karakteristik IPA. Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat,
akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara maksimal. Dalam
lxxx
kegiatan eksperimen dan demonstrasi kemampuan awal siswa pada materi suhu
dan kalor sangat diperlukan. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tentang
materi sushu dan kalor, apabila dikenai pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, akan memungkinkan
lebih mudah dalam mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya dan
menyerap pengetahuan baru. Sehingga diharapkan terdapat interaksi antara
metode pembelajaran dengan kemampuan awal siswa yang tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajarnya.
5. Pada sistem pendidikan sekarang ini, yang menggunakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, pada pembelajaran fisika lebih menekankan pada
penggunaan metode eksperimen dan demonstarasi. Pada penelitian ini
menggunakan materi suhu dan kalor kelas X, maka metode eksperimen dan
demonstrasi diperlukan dalam proses belajar mengaja, karena dalam materi
tersebut membutuhkan eksperimen atau demonstasi untuk memperoleh suatu
konsep baru. Interaksi penggunaan metode dengan aktivitas belajar siswa terlihat
pada saat kegiatan dan pemecahan masalah. Sehingga diharapkan terdapat
interaksi antara metode pembelajaran dengan aktivitas yang tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar fisika siswa.
6. Ada beberapa faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa. Faktor intern tersebut antara lain kemampuan awal dan aktivitas belajar
siswa. Siswa dengan kemampuan awal yang tinggi, dimungkinkan juga akan
memiliki aktivitas belajar yang tinggi, karena siswa yang memiliki kemampuan
awal tinggi akan mempunyai semangat yang tinggi pula untuk melakukan
kegiatan aktivitas belajar. Tidak menutup kemungkinan siswa dengan kemampuan
lxxxi
awal rendah, akan memperoleh prestasi belajar fisika yang tinggi, karena siswa
tersebut senang melakukan aktivitas belajar. Sehingga diharapkan terdapat
interaksi diantara kedua faktor intern tersebut.
7. Metode pembelajaran fisika disekolah menengah lebih mengedepankan
dan mengarah pada metode pembelajaran yang membimbing siswa untuk
mengkonstruksiksn pengetahuannya sendiri. Sehingga diharapkan siswa akan
betul-betul faham pada konsep yang diperoleh, pengetahuannya akan bertahan
lama, dan tidak bersifat hafalan. Pada pembelajaran IPA disekolah menengah
yang perlu ditekankan adalah mengenai kemampuan kognitif dan psikomotor
siswa. Hal ini berarti bahwa dalam proses belajar mengajar lebih menekankan
pada hasil prestasi belajar dan kemampuan siswa dalam melakukan praktek atau
percobaan. Diharapkan pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing
memggunakan metode eksperimen dan demonstrasi akan menghasilkan prestasi
belajar yang lebih baik pada siswa yang memiliki kemampuan awal dan aktivitas
belajar yang tinggi dan rendah. Kemampuan awal dan aktivitas belajar
mempunyai peran yang sama dalam proses belajar mengajar. Kemampuan awal
dan aktivitas yang tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi
pula.Tetapi tidak menutup kemungkinan siswa dengan kemampuan awal rendah
yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing
melalui metode eksperimen dan demonstrasi dapat memperoleh prestasi yang
tinggi karena siswa tersebut senang melakukan aktivitas belajar. Demikian juga
sebaliknya siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah , tetapi mempunyai
kemampuan awal tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
lxxxii
Sehingga diharapkan ada interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas
terhadap prestasi belajar siswa.
D. Hipotesis Penelitian
Dari kajian teori dan kerangka berpikir diatas dapat disusun hipotesis,
sebagai berikut:
8. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi.
9. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal
tinggi dan rendah.
10. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar
tinggi dan rendah.
11. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan
awal terhadap prestasi belajar siswa.
12. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan aktivitas
terhadap prestasi belajar siswa.
13. Ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar
siswa.
14. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal
dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
lxxxiii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester 2 Tahun pelajaran 2009/2010 yaitu
bulan Januari 2010 sampi dengan Juni 2010 dengan jadwal penelitian seperti
dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
BULAN N0 Kegiatan
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Perizinan
4 Seminar Proposal
5 Penyusunan instrument penelitian
6 Penyusunan instrument tes
7 Uji coba instrument
8 Analisis uji coba
9 Proses pembelajaran Eksperimen
10 Proses pembelajaran demonstrasi
11 Pengambilan data
12 Analisis data
13 Penusunan laporan
lxxxiv
2. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pati dengan alamat Jl. P.
Sudirman No. 24 Pati. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa SMA Negeri 1
Pati merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional, sehingga diharapkan
dengan penelitian ini dapat menjadi lebih bermanfaat. Pembelajara fisika dengan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi ini
dapat digunakan sebagai rujukan pembelajaran yang efektif dan efisien bagi guru-
guru IPA, khususnya fisika di SMA Negeri 1 Pati.
B. Populasi dan Sampel
1. Penetapan Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1
Pati tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa
sebanyak 293 siswa.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian diambil dengan teknik Cluster Random Sampling,
maksudnya dalam menentukan anggota sampel diambil secara acak dengan
diundi. Dari populasi di atas diambil dua kelompok kelas yang akan diberi
perlakuan metode yang berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang sama.
Kelompok kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan kelompok kelas yang kedua diberikan
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi.
Untuk masing-masing kelompok terdiri dari dua kelas yang digunakan sebagai
lxxxv
sampel penelitian. Masing-masing kelas terdiri dari 34 siswa, sehingga jumlah
sampel ada 136 siswa.
C. Metode dan Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,
artinya mencobakan sesuatu terhadap sampel, kemudian diambil datanya dan
dilihat perubahan yang terjadi. Sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini, yang menekankan pada proses maka pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk membandingkan antara
metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal tinggi dan kemampuan
awal rendah serta aktivitas belajar siswa tinggi dan aktivitas belajar siswa rendah.
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan dengan
desain faktorial (2 x 2 x 2), factor (A x B x C). Faktor pertama adalah metode
pembelajaran yang digunakan(A), yaitu metode eksperimen(A1) dan metode
demonstrasi (A2). Faktor kedua adalah kemampuan awal siswa (B) dengan
kategori tinggi (B1) dan kategori rendah (B2). Faktor ketiga adalah aktivitas
belajar siswa (C) dengan kategori tinggi (C1) dan kategori rendah (C2).Pada akhir
pembelajaran kedua kelompok diukur dengan alat ukur yang sama, apabila hasil
analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, maka diadakan uji
komparasi ganda. Adapun sketsa rancangan penelitian / desain faktorial ini
dinyatakan dalam tabel 3.2. Dari tabel tersebut peneliti akan mencari hubungan
atau interaksi antara metode, kemampuan awal, aktivitas terhadap prestasi belajar
fisika kelas X siswa SMA Negeri 1 Pati.
lxxxvi
Tabel 3.2 Sketsa Rancangan Penelitian (Desain Faktorial)
Pendekatan Inkuiri Terbimbing (A )
Metode Eksperimen
(A1)
Metode Demonstrasi
(A2)
Tinggi (B1) Kemampuan Awal (B)
Rendah (B2)
Tinggi (C1) Aktivitas Belajar (C)
Rendah (C2)
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 variabel yaitu:
1. Variabel Bebas
Metode pembelajaran:
a. Definisi: Prosedur atau cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran.
b. Kategori:
1) Metode eksperimen
2) Metode demonstrasi
3) Skala pengukuran : Nominal
2. Variabel Moderator
a. Kemampuan Awal:
1) Definisi: Kemampuan yang dimiliki sebelum mendapatkan kemampuan baru
yang lebih tinggi..
2) Kategori:
lxxxvii
a) Kategori tinggi: Nilai test ³ mean
b) Kategori rendah: Nilai test < mean
c) Skala pengukuran : Nominal
b. Aktivitas Belajar:
1) Definisi: keaktifan siswa dalam belajar sebelum dan pada saat mengikuti
kegiatan pembelajaran fisika.
2) Kategori:
a) Kategori tinggi: Nilai angket ³ mean
b) Kategori rendah: Nilai angket < mean
3) Skala pengukuran : Nominal
3. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa pada
materi Suhu dan Kalor yang berisi enam kemampuan.
a. Devinisi: kemampuan siswa setelah mengalami proses belajar fisika pada
materi Suhu dan Kalor yang berisi 6 kemampuan: pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Indikator: Nilai kemampuan kognitif siswa pada materi Suhu dan Kalor
c. Skala pengukuran: Interval.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ada dua macam yaitu angket
dan tes. Teknik angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas
belajar siswa. Teknik tes digunakan untuk pengambilan data tentang kemampuan
awal siswa dan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar yang diukur meliputi
lxxxviii
kemampuan kognitif siswa yang berisi tingkat pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi yang semuanya berupa tes obyektif berbentuk
pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban dengan alasan untuk setiap butir
soalnya. Tes obyektif ini dipilih dengan pertimbangan materi yang diujikan dapat
menyeluruh, penilaiannya dapat bersifat obyektif dan jawaban siswa dapat cepat
dan mudah dikoreksi.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen pelaksanaan penelitian ini meliputi: Silabus, RPP (Rencana
Pelaksanaan Pebelajaran) dan LKS. Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang
di dalamnya berisi Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD), Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator,
Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran baik di kelas, laboratorium, atau lapangan untuk setiap kompetensi
dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang didalam RPP memuat hal-hal yang
langsung berhubungan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian
penguasaan suatu Kompetensi Dasar.
2. Instrumen Pengambilan Data
a. Instrumen Kemampuan Awal
Instrumen berupa tes kemampuan awal yang digunakan untuk
mendapatkan data mengenai kemampuan awal dan tingkat penguasaan awal siswa
pada materi Suhu dan Kalor.
lxxxix
b. Instrumen Aktivitas Belajar Siswa
Pengambilan data tentang aktivitas belajar siswa menggunakan angket
yang disusun berdasarkan jenis-jenis aktivitas kegiatan belajar, diantaranya
mencakup aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menggambar, gerak, mental dan
emosi.
c. Instrumen Prestasi Belajar
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa tes dalam bentuk
pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Soal tes disusun berdasarkan materi
yang ada pada silabus sain fisika SMA kelas X Kurikulum KTSP. Instrumen ini
digunakan untuk mendapatkan data mengenai prestasi belajar fisika yang
mengukur kemampuan kognitif siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran
2010 pada materi Suhu dan Kalor.
G. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen angket aktivitas belajar siswa, tes kemampuan awal
dan tes prestasi belajar fisika aspek kognitf digunakan, maka perlu diadakan uji
coba soal dan angket di sekolah lain untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya
pembeda, derajat kesukaran dari tes tersebut. Pelaksanaan uji coba instrumen
harus dilaksanakan pada sekolah yang memiliki level sama dengan sekolah tempat
penelitian yaitu siswa kelas X, SMA Negeri 2 Pati tahun pelajaran 2009/2010.
1. Instrumen Tes Prestasi dan Kemampuan Awal
a. Uji Validitas
Validitas sering diartikan sebagai kesahihan. Suatu alat ukur dikatakan
memenuhi kriteria validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak mengukur
xc
obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu. Sedangkan
suatu item dikatakan memenuhi kriteria validitas tes jika item tersebut dapat
menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik, hal ini dapat diketahui dari
seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal tes tersebut dalam mencapai
keseluruhan skor seluruh tes.
Untuk menguji validitas item dalam penelitian ini digunakan teknik
korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang dikutip oleh Masidjo dalam
Widodo (2010) yang dinyatakan sebagai berikut:
rxy = ( )( )
( ) ( ) ( )( )2222 ååå åå åå
--
-
yynxxn
yxxyn
dimana : rxy = angka validitas item, n = cacah subyek yang dikenai tes, x =
skor item ( dari subyek uji coba ), y = skor total ( dari subyek uji coba ). Kriteria
harga dari rxy, yaitu : item tes dikatakan valid jika rxy –obs> rxy-tabel pada taraf
signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel
diperoleh hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 butir soal terdapat 9 soal
yang tidak valid yaitu nomor 2,15,24,25,30,31,34,40 dan 41. Pada penelitian ini
soal yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 41 butir soal,
yaitu nomor 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,16,17,18,19,20,21,22,23, 24,26,27,28,
29,32,33,36,37,38,39,40,42,43,44,45,46,47,48,49 dan 50. Data ada pada lampiran
12. Sedangkan untuk soal tes kemampuan awal, dari 50 soal terdapat 8 soal yang
tidak valid yaitu nomor 1,2,11,18,21,37,42 dan 44. Pada penelitian ini soal yang
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 42 butir soal, yaitu
nomor 3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,19,20,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,
xci
32,33,34,35,36,38,39,40,41,43,45,46,47,48,49 dan 50. Data dapat dilihat pada
lampiran 13.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan artinya suatu tes memilki
keterandalan bila tes tersebut dipakai untuk mengukur berulang-ulang hasilnya
sama. Dengan demikian reliabilitas dapat pula diartikan dengan keajegan atau
stabilitas. Untuk mengukur reliabilitas soal obyektif yang skornya 1 dan 0
digunakan rumus Kuder Richardson 20 (K-R 20) dalam Wiodo (2010), yaitu:
r11 = úûù
êëé-1nn
úúû
ù
êêë
é -å2
2
t
iit
s
qps
dengan : r11 : indeks reliabilitas instrumen
pi : proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi : proporsi banyaknya subyek yang menjawab salah (qi =1-pi)
n : Banyaknya butir instrumen
2ts : variansi total (Budiyono, 2003:69)
Suatu instrumen dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya
dengan uji reliabilitas jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7 atau r11 > 0,7.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel diperoleh hasil
bahwa untuk soal tes prestasi memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,846. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa butir soal memiliki tingkat reliabilitas
yang tinggi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan untuk
soal tes kemampuan awal memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,936. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa butir soal memiliki tingkat reliabilitas
yang tinggi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13.
xcii
c. Uji Daya Pembeda (DP)
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah, yang
besarnya ditunjukkan dengan indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi adalah
angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda. Seluruh peserta tes dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu antara atas dan bawah. Siswa-siswa yang tergolong
kelompok atas adalah siswa-siswa yang memiliki skor tinggi, sedangkan siswa-
siswa yang tergolong kelompok bawah adalah siswa-siswa yang memiliki skor
rendah.
Untuk menentukan siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (NKA) atau
kelompok bawah (NKB), masing-masing kelompok diambil 27% dari jumlah
siswa suatu kelompok . pada penelitian ini uji daya beda digunakan untuk menguji
instrumen penelitian yang berupa tes kemampuan awal dan prestasi belajar Fisika
agar bisa membedakan kriteria dari masing-masing soal. Rumus Pearson
Correlation untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
DP = A
A
NB
- B
B
NB
dengan : DP : Daya Pembeda
NA : banyaknya peserta kelompok atas
NB : banyaknya peserta kelompok bawah
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
xciii
Tabel 3. 3 Indeks Daya Pembeda Soal
Daya Pembeda Soal Tingkat Negati – 0.000 Tidak punya DP 0.001 – 0.200 Jelek 0.201 – 0.400 Baik 0.401 - Sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel diperoleh
hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 butir soal yang diuji cobakan terdapat 7
butir yang kurang membedakan (jelek), 20 butir soal yang cukup membedakan
(baik), dan terdapat 23 butir soal yang lebih membedakan (sangat baik). Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan untuk soal
tes kemampuan awal dari 50 butir soal yang diuji cobakan terdapat 7 butir yang
kurang membedakan (jelek), 9 butir soal yang cukup membedakan (baik), dan
terdapat 34 butir soal yang lebih membedakan (sangat baik). Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.
d. Uji Derajat Kesukaran (DK)
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai derajat kesukaran memadai,
dalam arti tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran suatu
soal ditunjukkan dengan indeks kesukaran. Indeks kesukaran adalah suatu
bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya suatu soal. Derajat kesukaran
ini dipakai untuk menguji soal dari tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar
fisika sehingga soal tersebut secara umum dapat digolongkan soal sukar, sedang
dan mudah yang dapat dijadikan sebagai alat evaluasi. Untuk mengukur derajat
kesukaran soal digunakan rumus:
IK = NBN
xciv
dengan : IK : Indeks kesukaran N: jumlah seluruh siswa peserta tes
BN : banyaknya siswa yang menjawab benar
Tingkat kesukaran soal didapat dari nilai mean dibagi skor maksimum
menunjukkan tingkat kesukaran soal, semakin besar mean semakin mudah soal
dan semakin kecil mean soal semakin sukar. Menurut ketentuan indeks kesukaran
sering dibuat klasifikasi seperti dalam tabel 3.4, sebagai contoh untuk nilai mean
dibagi skor maksimum antara 0,401-0,600 tingkat kesukaran soal dikategorikan
sedang.
Tabel 3.4 Tingkat Kesukaran Soal
Nilai Mean / skor maksimum Tingkat Kesukaran Soal
0.00 – 0.200 Sangat Sukar
0.201 – 0.400 Sukar
0.401 – 0.600 Sedang
0.601 – 0.800 Mudah
0.801 – 1.000 Sangat Mudah
Berdasrkan hasil perhitungan dengan program Microsoft Excel diperoleh
hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 soal yang diuji cobakan terdapat 7 butir
soal yang tergolon mudah, 23 soal tergolong sedang dan 20 soal tergolong sukar.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12.Sedangkan untuk soal tes
kemampuan awal dari 50 soal yang diuji cobakan terdapat 25 butir soal yang
tergolon mudah, 18 soal tergolong sedang dan 7 soal tergolong sukar. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13.
2. Angket Aktivitas Belajar Siswa
xcv
a. Uji Validitas
Analisis uji validitas angket aktivitas belajar siswa menggunakan rumus
korelasi Karl Pearson. Konsistensi Internal menunjukkan adanya korelasi prinsip
antara skor masing-masing butir angket tersebut. Rumus korelasi Karl Pearson
yang digunakan untuk menghitung validitas angket tersebut adalah sebagai
berikut:
rxy = ( )( )
( ) ( ) ( )( )2222 ååå åå åå
--
-
yynxxn
yxxyn
dengan : rxy = indeks konsistensi internal butir ke-i
n = cacah subyek yang dikenai angket
x = skor butir ke-i ( dari subyek uji coba )
y = skor total ( dari subyek uji coba )
Butir soal dipakai jika : rxy ³ 0,3.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsoft Exel diperoleh
bahwa dari 40 butir soal yang diuji cobakan terdapat 1 butir soal yang tidak valid
yaitu nomor 3 pda penelitian ini soal yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian sebanyak 39 butir soal, yaitu nomor
1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,36,37,28,29,30,3
1,32,33,34,35,36,37,38,39,40. Data pada lampiran 14
b. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini uji reliabilitas angket digunakan rumus Alpha
Chornbach sebagai berikut:
r11 = úûù
êëé-1nn
úúû
ù
êêë
é- å
2
2
1i
i
S
S
xcvi
dengan: r11 = indeks reliabilitas instrumen
n = banyaknya n butir instrumen
S 2i = Variasi butir ke-i, i = 1,2,3, .... n
Si = Variasi skor tabel yang diperoleh subyek uji coba
Suatu instrumen dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya
dengan uji validitas jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7 atau r11> 0,7.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program Microsoft Excel
diperoleh hasil bahwa soal angket aktivitas belajar memiliki tingkat reliabilitas
sebesar 0,914 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal angket aktivitas
memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat dalam lampiran 14.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
variansi tiga jalan 2x2x2 dengan sel tak sama. Sebelum melakukan uji anava tiga
jalan, terlebih dahulu akan dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas.
1. Uji Persyaratan Analisis
Sebagai uji prasyarat analisis dilakukan uji kesamaan rata-rata, normalitas,
dan homogensitas. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
xcvii
populasi yang terdistribusi normal atau tidak, uji normalitas ini dihitung
menggunakan software Minitab 15.Uji normalitas yang sering digunakan sebagai
uji persyaratan yaitu Ryan Joiner. Prosedur uji normalitas populasi adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan Hipotesis:
H0 : sample tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal;
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Statistik Uji
Statistik uji menggunakan normality test dengan pendekatan Ryan-
Joiners. Ketentuan pengambilan kesimpulan, H0 ditolak ketika p-Value > 0,05,
dan jika p-Value < 0,05, maka H0 tidak ditolak. Tingkat signifikansi (α) yang
digunakan 0,05.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi–variansi
dari sejumlah populasi homogen atau tidak.Jika populasi memiliki varians-vaians
yang sama dikatakan populasi yang homogen.Uji homogenitas yaitu varians
terbesar dibandingkan varians terkecil menggunakan tabel F pada taraf signifikan
(α) 5%. Untuk melakukan uji homogeniitas ini dihitung menggunakan software
Minitab 15, yaitu test of equal variance.
1) Menentukan Hipotesis:
H0 : tidak semua variansi sama ( tidak homogen )
H1 : semua variansi sama ( homogen )
2) Statistik Uji
xcviii
Statistik uji menggunakan test for equal variances. Ketentuan
pengambilan kesimpulan, H0 ditolak jika p-Value > 0,05, dan jika p-Value < 0,05,
maka H0 tidak ditolak.
2. Uji Hipotesis
a. Uji Anava
Dalam penelitian ini untuk menganalisis data sampel digunakan statistik
uji Analisis Variansi Tiga Jalan 2x2x2, dengan frekuensi sel tak sama terhadap
prestasi belajar Fisika pada materi pokok Suhu dan Kalor menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen dan demonstrasi
ditinjau dri kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa. Asumsi pada uji
ANAVA adalah populasi berdistribusi normal, homogen, sampel dipilih secara
acak, variabl terikat bersekala pengukuran interval dan variabel bebas berskala
pengukuran nominal. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
software Minitab 15.
1) Menentukan Hipotesis
Ho: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.
H1: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
pada materi Suhu dan Kalor.
Pada analisis variansi tiga jalan terdapat tujuh pasang hipotesis yang
perumusannya adalah:
xcix
a) H0A: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.
H1A: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.
b) H0B: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi dan rendah.
H1B : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan
awal tinggi dan rendah.
c) H0C: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki
aktivitas belajar tinggi dan rendah.
H1C: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktivitas
belajar tinggi dan rendah.
d) H0AB: Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demontrasi dengan
kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.
H1AB : Ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.
e) H0AC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan
inkuiri terbimbing dengan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
H1AC : Ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing dengan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
c
f) H0BC : Tidak ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap
prestasi belajar siswa.
H1B : Ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi
belajar siswa.
g) H0ABC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi,
kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
H1ABC : Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan
inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal dan
aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.
2) Statistik Uji
Statistik uji menggunakan GLM (General Linier Model). Ketentuan
pengambilan kesimpulan, H0 ditolak jika p-Value < 0,05, dan jika jika p-Value >
0,05 maka H0 tidak ditolak.
3) Taraf Signifikansi : a = 5% = 0,05
4) Komputasi
Data Sel untuk keperluan analisis diubah dalam bentuk rancangan anava
tiga jalan isi sel tidak sama. Dari tabel 3.5 sebagai contoh A1B1 C1 adalah
kombinasi perlakuan pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inquiry
melalui metode eksperimen untuk siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi
dan aktivitas tinggi. Sedang untuk yang lain caranya adalah sama.
Keterangan:
A : Pendekatan pembelajaran B2 : Kemampuan awal rendah
A1 : Metode pembelajaran eksperimen C : Aktivitas belajar
ci
A2 : Metode pembelajaran demonstrasi C1 : Aktivitas belajar tingg
B : Kemampuan awal C2 : Aktivitas belajar rendah
B1 : Kemampuan awal tinggi
Tabel 3.5. Letak Data Rancangan ANAVA Tiga Jalan Isi Sel Tidak Sama
B B1 B2
C C1 C2
C1 C2
A1 A1B1C1 A1B1C2
A1B2C1 A1B2C2
A
A2 A2B1C1 A2B1C2
A2B2C1 A2B2C2
b. Uji Lanjut
Setelah dilakukan uji analisis varians bila diperoleh H0 ditolak maka
tahapan selanjutnya adalah uji lanjut Anava ( analys of mean ) dengan
menggunakan sofware program Minitab 15.
cii
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Berkaitan dengan hipotesis pada Bab III dan perolehan data hasil
penelitian, maka Bab IV ini akan menyajikan deskripsi data dan keputusan uji
hasil penelitiaan.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari (1) data prestasi atau
hasil belajar fisika pada materi Suhu dan Kalor, (2) data nilai kemampuan awal
siswa, dan (3) data skor angket aktivitas. Data tersebut diperoleh dari penelitian
terhadap kelas yang proses pembelajarannya menggunakan metode demonstrasi.
dan eksperimen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat
kelas, yaitu kelas X-,4 X-5, X-8 dan X-9. Kelas X-4 dan X-5 sejumlah 68 siswa,
digunakan sebagai subyek penelitian dengan metode demonstrasi; serta kelas X-8
dan X-9 sejumlah 68 siswa, digunakan sebagai subyek penelitian dengan metode
eksperimen. Secara rinci dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Data Prestasi Belajar Fisika
Data prestasi belajar Fisika diperoleh setelah siswa menerima perlakuan
dalam pembelajaran yaitu pembelajaran dengan pendekatan inkuiri melalui
metode demonstrasi dan eksperimen untuk kelas eksperimen. Data prestasi belajar
yang dideskripsikan dalam tabel maupun histogram adalah data prestasi belajar
ranah kognitif. Deskripsi data prestasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.1. Prestasi
pencapaian hasil belajar Fisika meteri pokok Suhu dan Kalor pada kelas dengan
metode demonstrasi menghasilkan nilai terendah 48, nilai tertinggi 90; nilai rata-
rata 69,794; dan standar deviasinya 7,171. Selanjutnya, prestasi pencapaian hasil
ciii
belajar untuk kelas dengan metode eksperimen menunjukkan bahwa nilai terendah
58, nilai tertinggi 90; nilai rata-rata 75,382; dan standar deviasinya 7,519.semakin
kecil standar deviasinya maka data semakin akurat Pada lampiran 15 berisi data
prestasi siswa untuk metode eksperimen dan demonstrasi.
Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa
Descriptive Statistics: PRESTASI Variable METODE N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median PRESTASI DEMONSTRASI 68 0 69.794 0.870 7.171 48.000 65.000 70.000 EXPERIMEN 68 0 75.382 0.912 7.519 58.000 70.000 78.000 Variable METODE Q3 Maximum PRESTASI DEMONSTRASI 75.000 90.000 EXPERIMEN 80.000 90.000
Sebaran frekuensi data prestasi belajar Fisika pada materi pokok Suhu dan
Kalor untuk kelas dengan metode demonstrasi dapat dilihat pada tabel 4.2.
Sedangkan, distribusi frekuensi prestasi belajar Fisika untuk kelas dengan metode
eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.3. Sebagai contoh pada tabel 4.2 dari 68
siswa ada 6 yang mencapai nilai untuk interval 51-60 berati ada 8,8%.Untuk
memperjelas pendeskripsian, uraian hasil diskripsi selain disajikan dalam bentuk
tabel juga diperjelas dengan gambar histogram 4.1, 4.2 dan 4.3
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demonstrasi
Tab
el 4.3
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
41- 50 1 1.5
51- 60 6 8.8
61- 70 34 50.0
70- 80 25 36.8
81-90 2 2.9
91- 100 0 0.0
Jumlah 68 100
civ
Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Eksperimen
9080706050
25
20
15
10
5
0
PRESTASI METODE DEMONSTRASI
Freq
ue
ncy
Mean 69.79StDev 7.171N 68
Histogram of PRESTASI METODE DEMONSTRASINormal
Gambar 4.1 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi
Keterangan gambar 4.1, prestasi metode demonstrasi untuk nilai 70 ada sekitar 20
siswa dan freuensinya terbanyak.
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
41- 50 0 0.0
51- 60 1 1.5
61- 70 19 27.9
71- 80 33 48.5
81- 90 15 22.1
91- 100 0 0.0
Jumlah 68 100
cv
90858075706560
12
10
8
6
4
2
0
PRESTASI METODE EKSPERIMEN
Freq
ue
ncy
Mean 75.38StDev 7.519N 68
Histogram of PRESTASI METODE EKSPERIMENNormal
Gambar 4.2 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Eksperimen
Keterangan gambar 4.2 , prestasi metode eksperimen untuk nilai 77-78 ada 11 siswa dan frekuensinya terbayak.
90.082.575.067.560.052.5
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
PRESTASI
De
nsi
ty
69.79 7.171 6875.38 7.519 68
Mean StDev N
DEMONSTRASIEXPERIMEN
METODE
Histogram of PRESTASINormal
Gambar 4.3 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen
cvi
Perbandingan hasil belajar Fisika antara kelas dengan metode
pembelajaran demonstrasi dan eksperimen akan menjadi lebih jelas apabila
diamati melalui mean dari dua kelompok sampel kelas yang diteliti tersebut. Nilai
rata-rata kelas dengan metode pembelajaran demonstrasi adalah 69,79 sedangkan
mean kelas dengan metode pembelajaran eksperimen adalah 75,38. Hal itu dapat
dilihat pada diagram perbandingan mean antara kelas dengan metode
pembelajaran demonstrasi dan kelas dengan eksperimen pada gambar 4.3.
Prestasi belajar kelas dengan metode eksperimen hasilnya lebih tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam merumuskan masalah,
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan aktivitas siswa pada kelas dengan
metode eksperimen ini tingkat keberhasilannya lebih baik. Pendekatan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen ini menekankan pada
kegiatan pembelajaran yang berusaha membimbing siswa dalam menemukan dan
memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran
melalui metode eksperimen. Berdasarkan hasil pembelajaran di atas, metode
eksperimen sangat mendukung pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing,
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam kegiatan eksperimen, siswa
dapat melakukan pengamatan, mendata, mengidentifikasikan hasil pendataan,
menganalisis data yang diperoleh, dan dapat menarik kesimpulan. Hal tersebut
merupakan bentuk partisipasi aktif siswa dalam menemukan dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Kegiatan dalam bereksperimen itu menjadi pengalaman
hidup yang bermakna. Pengalaman itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa.
Disamping itu dari foto penelitian terlihat bahwa pada metode eksperimen hampir
semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan, sedang pada metode
cvii
demonstrasi hanya siswa tertentu yang terlibat dalam pengamatan untuk yang lain
kurang begitu memperhatikan.
2. Data Kemampuan Awal
Data kemampuan awal siswa diperoleh dari pemberian tes kepada siswa
tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi suhu dan kalor yang sudah
diperoleh di SMP. Pembagian kategori kemampuan awal dikelompokkan menjadi
kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah. Kemampuan awal kategori
tinggi jika nilai tes tentang kemampuan awal ≥ mean. Kategori kemampuan awal
rendah jika nilai tes tentang kemampuan awal < mean. Dari hasil penghitungan,
nilai rata-rata kemampuan awal siswa dari gabungan kelas demonstrasi dan kelas
eksperimen adalah 63,65. Deskripsi data kemampuan awal dapat dilihat pada
tabel 4.4 dan jumlah setiap kategori dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.4a. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Metode Demonstrasi
Descriptive Statistics: : Kemampuan Awal Metode Demonstrasi Variable METODE N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Kemampuan Awal DEMONSTRASI 68 0 63.51 1.08 8.90 40.00 58.00 EXPERIMEN 68 0 63.78 1.03 8.47 40.00 58.00 Variable METODE Median Q3 Maximum Kemampuan Awal DEMONSTRASI 65.00 70.00 80.00 EXPERIMEN 65.00 70.00 80.00
Tabel 4.4b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif
25 - 40 1 1.5
41 - 50 5 7.4
51 - 60 20 29.4
61 - -70 28 41.2
71 - 80 14 20.6
81 - 90 0 0.0
Jumlah 68 100
cviii
Tabel 4.5a Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Metode Eksperimen
Descriptive Statistics: Kemampuan Awal Metode Eksperimen KEMAMPUAN Variable AWAL N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE EKSPERIMEN RENDAH 23 0 71.04 1.41 6.77 58.00 65.00 TINGGI 45 0 77.60 1.04 6.95 60.00 73.00 KEMAMPUAN Variable AWAL Median Q3 Maximum METODE EKSPERIMEN RENDAH 70.00 78.00 83.00 TINGGI 78.00 83.00 90.00
Tabel 4.5b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal
Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen
Jadi, dari data despkripsi dan distribusi frekuensi kemampuan awal siswa
dengan metode demonstrasi dan eksperimen, diperoleh hasil sesuai tabel di
bawah:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Tinggi dan Rendah
Untuk memperjelas distribusi nilai di atas, berikut adalah histogram
kemampuan awal yang disajikan pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6.
Kelompok Kelas Demonstrasi
Kelompok Kelas Eksperimen
Kemampuan Awal Frekuensi
Persentase (%)
Frekuensi Persentase
(%)
Tinggi 42 61,76 45 66,18
Rendah 26 38,24 23 33,82
Jumlah 68 100 68 100
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif
25 - 40 1 1.47
41 - 50 5 7.35
51 - 60 17 25.00
61 - -70 36 52.94
71 - 80 9 13.24
81 - 90 0 0.00
Jumlah 68 100
cix
8070605040
16
14
12
10
8
6
4
2
0
KEMAMPUAN AWAL - DEMONSTRASI
Freq
ue
ncy
Mean 63.51StDev 8.900N 68
Histogram of KEMAMPUAN AWAL - DEMONSTRASINormal
Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Awal Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode Demonstrasi
Keterangan gambar 4.4 untuk kemampuan awal pada metode demonstrasi nilai
63-73 ada 28 siswa dan mencapai frekuensi maksimum.
8070605040
20
15
10
5
0
KEMAMPUAN AWAL - EKSPERIMEN
Freq
ue
ncy
Mean 63.78StDev 8.471N 68
Histogram of KEMAMPUAN AWAL - EKSPERIMENNormal
Gambar 4.5 Histogram Kemampuan Awal Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode Eksperimen
cx
Keterngan gambar 4.5 untuk kemampuan awal pada metode eksperimen nilai 63-
73 ada 35 siswa dan mencapai frekuensi maksimum.
82.575.067.560.052.545.0
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
Kemampuan Awal
De
nsi
ty
63.51 8.900 6863.78 8.471 68
Mean StDev N
DEMONSTRASIEXPERIMEN
METODE
Histogram of Kemampuan AwalNormal
Gambar 4.6 Histogram Frekuensi Kemampuan Awal Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen
Keterangan gambar 4.6, nilai kemampuan awa untuk metode eksperimen dan
demonstrasi mempunyai rata-rata yang seimbang yaitu 63,51 dan 63,78.
3. Data Ativitas Belajar
Data aktivitas siswa diperoleh setelah siswa mengisi angket aktivitas
yang telah diberikan, dan untuk memperoleh hasil yang optimal tentang aktivitas
siswa, peneliti juga mengadakan observasi pada siswa sebelum pembelajaran
materi Suhu dan Kalor dimulai. Data aktivitas siswa dikelompokkan dalam dua
kategori berdasarkan pada meannya, yaitu aktivitas tinggi dan aktivitas rendah.
Aktivitas dikategorikan tinggi, jika skor yang diperoleh siswa sama atau lebih
besar daripada skor rata-rata angket dan hasil observasi aktivitas siswa. Aktivitas
dikategorikan rendah jika skor yang diperoleh siswa kurang dari skor rata-rata
cxi
angket dan hasil observasi tentang aktivitas. Dari hasil penghitungan, skor rata-
rata angket dan hasil observasi tentang aktivitas siswa dari gabungan kelas
demonstrasi dan kelas eksperimen adalah 78,64. Data selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran. Sebaran frekuensi dari data skor angket dan hasil observasi tentang
aktivitas untuk kelompok kelas metode demonstrasi dapat dilihat pada tabel 4.7,
sedangkan tabel 4.8 untuk kelompok kelas metode eksperimen. Untuk
memperjelas tabel tersebut, histogram 4.7, 4.8 dan 4.9 dapat membantu
pemahaman deskripsi skor angket dan hasil observasi tentang aktivitas.
Tabel 4.7a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Demonstrasi
Descriptive Statistics: AKTIVITAS BELAJAR METODE DEMONTRASI Variable AKTIVITAS N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE DEMONTRASI RENDAH 34 0 68.18 1.29 7.53 48.00 63.00 TINGGI 34 0 71.41 1.12 6.50 55.00 68.00 Variable AKTIVITAS Median Q3 Maximum METODE DEMONTRASI RENDAH 69.00 73.50 83.00 TINGGI 71.50 75.00 90.00
Tabel 4.7b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar
Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi
Tabel 4.8a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Eksperimen
Descriptive Statistics: AKTIVITAS BELAJAR SISWA METODE EKSPERIMEN Variable AKTIVITAS N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE EKSPERIMEN RENDAH 28 0 76.18 1.39 7.35 63.00 70.00 TINGGI 40 0 74.83 1.21 7.68 58.00 68.00 Variable AKTIVITAS Median Q3 Maximum METODE EKSPERIMEN RENDAH 78.00 82.25 88.00 TINGGI 78.00 80.00 90.00
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif
61 - 70 9 13.24
71 - 80 31 45.59
81 - 90 24 35.29
91 - 100 4 5.88
Jumlah 68 100.00
cxii
Tabel 4.8b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen
Sedangkan untuk memperjelas distribusi frekuensi aktivitas tersebut di
atas disajikan dalam bentuk histogram pada gambar 4.7, 4.8. dan 4.9.
9688807264
16
14
12
10
8
6
4
2
0
AKTIVITAS - DEMONSTRASI
Freq
ue
ncy
Mean 78.47StDev 7.675N 68
Histogram of AKTIVITAS - DEMONSTRASINormal
Gambar 4.7 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas Demonstrasi
Keterngan gambar 4.7, aktivitas belajar metode demonstrasi mencapai frekuensi
maksimum pada skor 72 dan 80 ada 14 siswa.
Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif
51- -60 1 1.47
61 - 70 6 8.82
71 - 80 31 45.59
81 - 90 26 38.24
91 - 100 4 5.88
Jumlah 68 100.00
cxiii
9688807264
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
AKTIVITAS - EKSPERIMEN
Freq
ue
ncy
Mean 79.84StDev 6.936N 68
Histogram of AKTIVITAS - EKSPERIMENNormal
Gambar 4.8 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen
Keterngan gambar 4.8, aktivitas belajar metode eksperimen mencapai frekuensi
maksimum pada skor 80 ada 16 siswa.
105907560453015
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
AKTIVITAS
De
nsi
ty
77.44 11.76 6879.84 6.936 68
Mean StDev N
DEMONSTRASIEXPERIMEN
METODE
Histogram of AKTIVITASNormal
Gambar 4.9 Histogram Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen
cxiv
Keterngan gambar 4.9, skor aktivitas belajar pada metode eksperimen
kerapatannya 0,058 sedang pada metode demonstrasi 0,035, untuk skor rata-
ratany a 79,84 dan 77,44.
Untuk lebih mudah membandingkan hasil skor angket dan hasil observasi
tentang aktivitas siswa antara kelompok kelas demonstrasi dengan kelompok kelas
eksperimen, dapat memperhatikan skor rata-rata pada kelompok kelas demonstrasi
dan kelompok kelas eksperimen. Skor angket dan hasil observasi tentang aktivitas
untuk kelompok kelas demonstrasi adalah 78,47 sedangkan kelompok kelas
eksperimen adalah 79,84, sehingga diperoleh hasil rata-rata 79,15. Histogram
batang di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata aktivitas siswa kelompok kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata kelompok kelas demonstrasi.
Aktivitas dapat dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengembangkan aktivitasnya. Guru dalam hal ini
dapat menciptakan kondisi belajar yang tepat melalui penggunaan atau pemilihan
strategi pembelajaran (metode) yang tepat pula. Metode pembelajaran itu antara
lain : teknik belajar kelompok, diskusi, demonstrasi, observasi dan eksperimen.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran
dimana siswa menemukan sendiri konsep, pengetahuan dan pengalaman baru
dengan bimbingan guru. Data penelitian ini mengelompokkan skor angket dan
hasil observasi tentang aktivitas siswa dalam dua kategori, yaitu tinggi dan
rendah. Hal itu didasarkan pada mean atau rata-rata skor. Padahal, masih terdapat
satu kategori lagi jika didasarkan pada standar deviasinya, yaitu kategori sedang.
Kategori sedang ini didasarkan pada rentang nilai antara mean ± 1 SD (standar
deviasi). Sehingga, penelitian ini belum dapat menyimpulkan pengaruh hubungan
cxv
antara aktivitas siswa dengan prestasi belajar Fisika secara detail karena kategori
tinggi dan rendah bedanya sangat dekat atau sangat kecil..
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Komputasi
selengkapnya terdapat pada lampiran 16 dan ringkasan hasilnya di sajikan pada
tabel 4.9.
Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
No. Respon Faktor Metode p-value Ryan-Joiner Distribusi Data
1. Prestasi KA-Akti Tinggi Eksperimen >0,100 0,981 Normal
2. Prestasi KA-Akti Rendah Eksperimen >0,100 0,989 Normal
3. Prestasi KA-Akti Tinggi Demonstrasi >0,100 0,984 Normal
4. Prestasi KA-Akti Rendah Demonstrasi >0,100 0,990 Normal
5 Prestasi Akti-KA Tinggi Eksperimen >0,100 0,979 Normal
6. Prestasi Akti-KA Rendah Eksperimen >0,100 0,992 Normal
7 Prestasi Akti-KA Tinggi Demonstrasi >0,100 0,978 Normal
8 Prestasi Akti-KA Rendah Demonstrasi >0,100 0,972 Normal
9 Prestasi KA T-Akti T Eks-Demons >0,100 0,987 Normal
10 Prestasi KA R-Akti T Eks-Demons >0,100 0,984 Normal
11 Prestasi KA T-Akti R Eks-Demons >0,100 0,994 Normal
12 Prestasi KA R-Akti R Eks-Demons >0,100 0,978 Normal
13 Prestasi KA-Akti Tinggi Eks-Demons >0,100 0,997 Normal
14 Prestasi KA-Akti Rendah Eks-Demons >0,100 0,995 Normal
cxvi
Dari hasil Uji Normalitas data kemampuan awal, aktivitas, dan prestasi di atas,
yang diuji dengan kreteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05.
Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data prestasi,
kemamapuan awal, dan aktivitas berdistribusi normal. Kriteria uji normalitas
adalah ”tolak hipotesis null ( data tidak berdistribusi normal ) jika p-value > alpha
5 %”.
2. Uji Homogenitas
Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi dari variasi homogen atau tidak. Uji
homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F atau uji Barlett. Adapun
sebagai pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk
uji ini adalah prestasi belajar fisika khususnya materi Suhu dan Kalor, sedangkan
sebagai faktornya adalah metode pembelajaran (demonstrasi dan eksperimen),
kemampuan awal dan aktivitas siswa. Hasil uji homogenitas disajikan dalam tabel
4.10 dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada lampiran 17 hasil analisa data.
Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
p-value No. Respon Faktor F –test atau
Barlett’s-test Levene’s test Keputusan
1. Prestasi Eks-Ka_Akti 0.904 0.375 Homogen
2. Prestasi Demon-KA-Akti 0.757 0.760 Homogen
3. Prestasi Eks-Demon-Akti T-KA
0.870 0.911 Homogen
4. Prestasi Eks-Demon-Akti T-KA
0.630 0.280 Homogen
Keterangan tabel 4.10: KA: Kemampuan Awal Akti : Aktivitas
cxvii
Dari tabel 4.10 di atas terlihat bahwa semua nilai p value > 0,05 sehingga
semua Ho (data tidak semua variansi sama atau tidak homogen) yang diajukan
ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi, kemampuan awal dan
aktivitas siswa terpenuhi, sehingga dapat dilakukan uji selanjutnya, yaitu uji
ANOVA.
C. Pengujian Hipotesis
Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak
hanya antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga,empat, atau lebih. Salah
satu alternatif pengujian yang disertakan Minitab 15, untuk kasus yang
diperkirakan di atas adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA.
1. Analisis Variansi
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan anova tiga jalan,
sebab faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga
faktor, yaitu metode, kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa. Adapun
rangkuman hasil analisis variansi tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat
dicermati pada tabel 4.14, sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada lampiran
18 hasil analisis data.
Tabel 4.11 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Fisiska
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P METODE 1 1061.76 877.07 877.07 19.33 0.000 KEMAMPUAN AWAL 1 1159.48 1091.66 1091.66 24.07 0.000 AKTIVITAS 1 37.81 32.87 32.87 0.72 0.396 METODE*KEMAMPUAN AWAL 1 6.98 3.28 3.28 0.07 0.788 METODE*AKTIVITAS 1 162.07 203.61 203.61 4.49 0.036 KEMAMPUAN AWAL*AKTIVITAS 1 2.95 1.85 1.85 0.04 0.840 METODE*KEMAMPUAN AWAL*AKTIVITAS 1 57.42 57.42 57.42 1.27 0.263 Error 128 5806.47 5806.47 45.36 Total 135 8294.94 S = 6.73521 R-Sq = 30.00% R-Sq(adj) = 26.17%
cxviii
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan
Hipotesis penelitian sebagai berikut:
a) H0A: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor, ditolak sebab p-
value metode = 0,000 < 0,050
b) H0B: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi dan rendah., ditolak sebab p-value kemampuan
awal = 0,000 < 0,050
c) H0C: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki
aktivitas tinggi dan rendah, tidak ditolak sebab p-value aktivitas = 0,396 >
0,050
d) H0AB: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan
Kalor, tidak ditolak sebab p-value metode pembelajaran dengan kemampuan
awal = 0,786 > 0,050
e) H0AC: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu
dan Kalor, ditolak sebab p-value metode pembelajaran dengan aktivitas =
0,036 < 0,050
cxix
f) H0BC: tidak ada interaksi antara kemampuan awal dengan aktivitas terhadap
prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor, tidak ditolak sebab p-value
kemampuan awal dengan aktivitas = 0,840 > 0,050
g) H0ABC: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi,
kemampuan awal dan aktitivitas terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu
dan Kalor, tidak ditolak sebab p-value metode pembelajaran, kemampuan
awal dan aktivitas = 0,263 > 0,050
Oleh karena hasil dari nilai probabilitasnya ada yang lebih kecil daripada
alpha (p-value < α)atau terdapat H1 yang tidak ditolak, maka diperlukan uji
statistik lebih lanjut untuk mengetahui metode, kemampuan awal, dan aktivitas
mana yang relatif dan cenderung memberikan pengaruh yang signifikan, dan
bagaimana bentuk interaksi antara faktor terhadap prestasi belajar Fisika.
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan
Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini, uji
komparasi ganda dilakukan pada hipotesis HIA, H1B, dan H1AC, dengan uraian
sebagai berikut:
a) Hasil anova tiga jalan yang perlu diuji lanjut adalah untuk hasil Anova tiga
jalan pada HIA, yaitu : ”ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang
diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.” Hasil uji anova
dan uji lanjut dipaparkan di tabel 4.12 dan gambar 4.10.
cxx
Tabel 4.12 One-way ANOVA: PRESTASI versus METODE
Source DF SS MS F P METODE 1 1061.8 1061.8 19.67 0.000 Error 134 7233.2 54.0 Total 135 8294.9 S = 7.347 R-Sq = 12.80% R-Sq(adj) = 12.15% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+- DEMONSTRASI 68 69.794 7.171 (------*------) EXPERIMEN 68 75.382 7.519 (-------*------) --------+---------+---------+---------+- 70.0 72.5 75.0 77.5 Pooled StDev = 7.347
EXPERIMENDEMONSTRASI
76
75
74
73
72
71
70
69
METODE
Mea
n
71.342
73.834
72.588
One-Way Normal ANOM for PRESTASIAlpha = 0.05
Gambar 4.10 Grafiks Analisis of Mean Metode terhadap Prestasi Belajar Fisika
Keterangan gambar 4.10, pada metode eksperimen pengaruhnya positif karena
presatsinya melewati/di atas garis merah dan pada metode demonstrasi
pengaruhnya negatif karena prestasinya ada yang dibawah garis merah.
b) Hasil Anova tiga jalan yang perlu diuji selanjutnya adalah untuk hasil anova
tiga jalan pada HIB, yaitu : ” ada pengaruh kemampuan awal tinggi dan
rendah terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor”. Hasil uji
anava dan uji lanjut dipaparkan di tabel 4.13 dan gambar 4.11.
cxxi
Tabel 4.13 One-way ANOVA: PRESTASI versus KEMAMPUAN AWAL Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 1261.1 1261.1 24.03 0.000 Error 134 7033.8 52.5 Total 135 8294.9 S = 7.245 R-Sq = 15.20% R-Sq(adj) = 14.57% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- RENDAH 49 68.531 6.935 (-------*-------) TINGGI 87 74.874 7.413 (-----*------) ----+---------+---------+---------+----- 67.5 70.0 72.5 75.0 Pooled StDev = 7.245
TINGGIRENDAH
76
75
74
73
72
71
70
69
68
KEMAMPUAN AWAL
Mea
n
71.534
73.643
72.588
One-Way Normal ANOM for PRESTASIAlpha = 0.05
Gambar 4.11 Grafik Analisis of Mean Kemampuan Awal terhadap Prestasi Belajar Fisika
Keterangan gambar 4,11, pada kemampuan awal tinggi pengaruhnya positif
karena presatsinya melewati/di atas garis merah dan pada kemampuan awal
rendah pengaruhnya negatif karena prestasinya ada yang dibawah garis merah.
c) Hasil Anova tiga jalan yang perlu diuji selanjutnya adalah hasil anova tiga
jalan pada HIAC, yaitu:”ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
cxxii
dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi fisika materi Suhu dan
Kalor”. Hasil uji anava dan uji lanjut dipaparkan di gambar 4.12.
Pada gambar 4.12 terlihat garis hitam dan merah saling berspotongan, ini
menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara penggunaan metode eksperimen dan
demonstrasi dengan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA
Negeri 1 Pati materi Suhu dan Kalor.
EXPERIMENDEMONSTRASI
77
76
75
74
73
72
71
70
69
68
METODE
Me
an
12
AKTIVITAS
Interaction Plot for PRESTASIData Means
Gambar 4.12 Grafiks Interaksi antara Metode dengan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh
penggunaan metode Demonstrasi dan Eksperimen terhadap prestasi belajar fisika,
apakah ada pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, apakah
ada pengaruh aktivitas terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada interaksi antara
metode dan kemampuan awal siswa, apakah ada interaksi antara metode dan
cxxiii
aktivitas belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara metode pembelajaran,
kemampuan awal, dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika. apakah ada
pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada pengaruh
aktivitas terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada interaksi antara metode dan
kemampuan awal siswa, apakah ada interaksi antara metode dan aktivitas belajar
siswa, dan apakah ada interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan awal,
dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika.
Tabel 4.14 Rangkuman Probabilistik Interaksi
No Respon Faktor N Mean St Dev p-value R = 9 72.667 4.848 1. Prestasi Metode eksperimen, KA
Rendah-Aktivitas T=14 70.000 7.746
0.368
R= 13 63.692 6.434 2. Prestasi Metode eksperimen, KA Rendah-Aktivitas T= 13 68.923 5.423
0.035
3. Prestasi KA Rendah – Aktivitas Tinggi 27 69.481 6.624 1.000
4. Prestasi Metode eksperimen- KA Rendah-Aktivitas Tinggi
14 70.000 7.746 1.000
5. Prestasi KA Tinggi-Aktivitas Rendah 40 74.225 8.059 1.000
6. Prestasi Metode eksperimen- Ka Tinggi- Aktivitas Rendah
19 77.8 7.848 1.000
7. Prestasi Metode demonstrasi-KA Tinggi-Aktivitas Rendah
21 70.952 6.895 1.000
Metode demonstrasi-KA-Aktivitas Tinggi
42 72.952 6.673 8. Prestasi
Metode eksperimen- KA-Aktivitas Tinggi
52 77.423 6.313
0.001
19 0.844 7.848 9. Prestasi Metode Eksperimen-KA tinggi-Aktivitas 26 77.42 6.376
0.844
T=21 70.952 6.895 10. Prestasi Metode Demonstrasi-KA Rendah-Aktivitas R=21 72.952 6.756
0.348
Metode Demonstrasi-KA-Aktivitas Rendah
26 63.692 6.304 11. Prestasi
Metode eksperimen-KA-Aktivitas Rendah
18 72.667 4.703
0.000
T=26 0.552 5.314 12 Prestasi Metode demonstrasi-KA Rendah-Aktivitas Tinggi
R=28 70.000 7.601
0.552
cxxiv
Untuk memahami lebih detail, pola interaksi informasi hasil uji Anova
satu jalan tersebut dapat memperhatikan tabel 4.14 dan komputasi lebih lengkap
pada lampiran18. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode demonstrasi untuk kelas eksperimen I dan metode eksperimen
untuk kelas eksperimen II. Pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan
sebelum pembelajaran berlangsung dengan memberikan tes, sedangkan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa dilakukan dengan memberikan angket aktivitas
sebelum berlangsung pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor. Untuk
memperoleh data yang lebih valid, di sini peneliti juga menggunakan pengamatan
melalui data observasi siswa tentang aktivitas belajar pada siswa pada saat
dilakukan pembelajaran fisika tentang materi Suhu dan Kalor. Setelah
pembelajaran selesai, tes kemampuan kognitif dilakukan kepada siswa untuk
mengukur prestasi belajar fisika.
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil analisis data anava tiga jalan dengan sel tak sama
diperoleh p-value metode pembelajaran = 0,000 < 0,050, maka Ho (tidak ada
pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar) ditolak,
yang berarti bahwa ada pengaruh pembelajaran fisika yang diberi perlakuan
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi dan
eksperimen terhadap prestasi belajar Suhu dan Kalor. Hasil uji lanjut yang
dilakukan (tabel 4.15) memberi informasi bahwa kelas demonstrasi maupun kelas
eksperimen memiliki hasil p-value 0,000. Hasil tersebut jelas menggambarkan
perbedaan kekuatan atau pengaruh kedua metode tersebut berimbang. Perbedaan
pengaruh metode khususnya terlihat pada kemampuan awal dan aktivitas belajar
cxxv
siswa yang rendah, karena diperoleh (p-value = 0,000). Hasil ini juga dapat
dikuatkan dengan grafik analisis of mean seperti dipaparkan dalam gambar 4.9
ada yang melewati garis merah, berarti metode berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar.
Metode eksperimen adalah cara penyajian materi dimana siswa
melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri pernyataan atau hipotessis
yang dipelajari. Dengan metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk
mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati obyek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan. Dengan menemukan
konsep sendiri maka pembelajaran ini sesuai dengan teori belajar penemuan yang
dikemukakan oleh Bruner.Kelebihan metode eksperimen diantaranya adalah dapat
melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah, siswa dapat membuktikan
sendiri kebenaran dari suatu teori sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu
yang tidak pasti kebenarannya, siswa lebih aktif berpikir dan berbuat, memperoleh
pengetahuan, mendapatkan pengalaman praktis dan ketrampilan menggunakan
alat-alat.
Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan
agar dapat diketahui dan dipahami oleh siswa secara nyata atau tiruan.Metode
demonstrasi mempunyai tujuan agar siswa mampu memahami tentang cara
mengatur dan menggunakan alat-alat dan dapat mengetahui kebenaran dari suatu
teori.Metode demonstrasi mempunyai kekurangan antara lain: derajat
visibilitasnya kurang, siswa tidak dapat mengamati keseluruhan peristiwa yang
didemonstrasikan, kadang-kadang terjadi perubahan yang tak terkontrol.Metode
cxxvi
demonstrasi tidak seharusnya dilakukan apabila alat-alat yang digunakan tidak
dapat diamati secara seksama.
Penggunaan metode pembelajaran bertujuan untuk membantu dan
memudahkan siswa dalam menginternalisasikan informasi dan untuk
menumbuhkan keyakinan bahwa mereka dapat mencapai sukses dengan
kemampuan mereka sendiri. Metode Demonstrasi dan Eksperimen dapat
mempercepat pemahaman siswa terhadap materi fisika tentang suhu dan kalor,
karena mengedepankan urutan proses yang jelas. Dengan cara ini siswa akan
merasa bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan. Pada dasarnya
penggunaan metode pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen akan
menghasilkan motivasi diri siswa yang lebih tinggi dalam memecahkan persoalan
pembelajaran fisika tentang materi suhu dan kalor. Dapat dicermati
kecenderungan penggunaan metode eksperimen berpengaruh positif, sedangkan
metode demonstrasi berpengaruh negatif. Hal itu dapat diperhatikan dari nilai
rata-rata untuk metode demonstrasi lebih rendah daripada penggunaan metode
eksperimen, yang diperjelas dari lampiran contoh hasil pekerjaan siswa pada kelas
yang menggunakan metode eksperimen hasilnya lebih bagus dari pada kelas
demonstrasi. Untuk lebih jelasnya, hal itu dapat diperhatikan gambar 4.9.
Perbedaan metode pembelajaran menyebabkan perbedaan prestasi belajar siswa.
Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap metode mempunyai
karakteristik yang berbeda. Metode eksperimen mempunyai kelebihan karena
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran bila dibandingkan dengan metode
demonstrasi yang hanya sebagian kecil siswa saja yang aktif mendominasi
kegiatan. Dengan keaktifan siswa maka dapat memberiken pengelemen bagi siswa
cxxvii
dan dapat meningkatkan prestasi belajar bila dibandingkan dengan metode
demonstrasi. Dalam praktiknya kedua model pembelajaran ini dapat digunakan
dalam pembelajaran fisika, khususnya materi Suhu dan Kalor. Jadi boleh dipilih
salah satu sebagai metode pembelajaran dengan penekanan bahwa metode
eksperimen sebagai pilihan utamanya.
2. Hipotesis Kedua
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan
awal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X materi Suhu
dan Kalor (p-value kemampuan awal siswa = 0,000 < 0,050) dalam proses
pembelajaran. Kemampuan awal siswa diharapkan memberikan pengaruh
terhadap prestasi belajar fisika tentang Suhu dan Kalor, dan pada kenyataannya
memberikan pengaruh. Dan ketika dilakukan uji lanjut hasilnya juga sama
dengan uji sebelumnya, yaitu (p-value = 0,000) ada pengaruh kemampuan awal
tinggi dan rendah terhadap prestasi, sama saja pengaruhnya. Siswa dengan
kemampuan awal tinggi dan rendah cenderung mendapatkan prestasi yang
berbeda (74,874 dan 68,531) untuk metode pembelajaran Demonstrasi dan
Eksperimen. Hal ini dapat dicermati pada uji hipotesis (tabel 4.18) atau uji lanjut
anava ( tabel 4.16) dan pada gambar 4.10 dalam uraian sebelumnya. Semakin
tinggi kemampuan awal siswa semakin baik prestasi yang diperoleh dalam
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa kemampuan awal
akan berpengaruh terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor, dan
siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan memperoleh prestasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan siawa yang kemampuan awalnya rendah, karena
cxxviii
siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi akan lebih mudah menerima dan
mempelajari materi Suhu dan Kalor.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh aktivitas
belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika ditolak karean p-value
aktivitas belajar siswa = 0,396 > 0,050). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh aktivitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X
materi Suhu dan Kalor, bisa dilihat dalam table 4.14. Siswa yang mempunyai
aktivitas belajar tinggi dan rendah cenderung akan memperoleh prestasi yang
sama. Hal ini tidak sesuai dengan harapan peneliti, bahwa ada pengaruh aktivitas
belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika. Kemungkinan ini dapat
terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencapaian prestasi
belajar dalam diri siswa selain aktivitas belajar yang digunakan dalam penelitian
ini.
4. Hipotesis Keempat
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada interaksi antara metode
pembelajaran dan kemampuan awal ditolak, karena diperoleh p value antara
metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa = 0,788 > 0,050, yang artinya
tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap
prestasi belajar fisika materi suhu dan kalor, bisa dilihat pada tabel 4.14.
Meskipun tidak terjadi interaksi, namun dari hasil uji lanjut dan analisis mean
(rata-rata) yang diperoleh memperlihatkan informasi bahwa ada pengaruh metode
demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan kemampuan awal rendah, karena
diperoleh (p-value = 0,035). Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan rendah
cxxix
cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda untuk metode pembelajaran
Demonstrasi dan Eksperimen. Untuk metode demonstasi, prestasi rata-rata dari
siswa yang kemampuan awalnya tinggi adalah 71,952, sedangkan siswa yang
kemampuan awalnya rendah 66,308. Untuk metode pembelajaran Eksperimen,
prestasi rata-rata dari siswa yang kemampuan awalnya tinggi adalah 77,640 dan
siswa yang kemampuan awalnya rendah adalah 71,043. Hal ini dapat dicermati
pada uji ANAVA satu jalan (tabel 4.14) atau uji interaksi ( tabel 4.18), dan lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel 4.15a dan 4.15b di bawah.
Tabel 4.15a Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Demonstrasi dan KA One-way ANOVA: PRESTASI METODE DEMOSTRASI versus KA Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 511.7 511.7 11.51 0.001 Error 66 2933.4 44.4 Total 67 3445.1 S = 6.667 R-Sq = 14.85% R-Sq(adj) = 13.56% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+- RENDAH 26 66.308 6.411 (--------*--------) TINGGI 42 71.952 6.818 (------*------) --------+---------+---------+---------+- 66.0 69.0 72.0 75.0 Pooled StDev = 6.667
Tabel 4.15b Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Eksperimen dan KA
One-way ANOVA: PRESTASI METODE EKSPERIMEN versus K A Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 654.3 654.3 13.78 0.000 Error 66 3133.8 47.5 Total 67 3788.1 S = 6.891 R-Sq = 17.27% R-Sq(adj) = 16.02% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------ RENDAH 23 71.043 6.765 (---------*--------) TINGGI 45 77.600 6.952 (------*------) ---+---------+---------+---------+------ 69.0 72.0 75.0 78.0 Pooled StDev = 6.891
Apa yang terjadi di sini tidak berbeda jauh dengan pola interaksi pengaruh
antara metode demonstrasi dengan kemampuan awal rendah, di mana penggunaan
cxxx
metode demonstrasi tidak efektif untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi dan
diperoleh informasi bahwa siswa dengan kemampuan awal tinggi efektif lebih
tinggi perolehan rata-rata prestasinya jika diberi pembelajaran dengan metode
eksperimen, jika dilihat berdasarkan kemampuan awal. Sebagai catatan penting di
sini, meski nampak metode demonstrasi seolah memberi efek yang lebih baik,
secara keseluruhan metode Eksperimen memberi pencapaian prestasi yang jauh
lebih baik.
5. Hipotesis Kelima
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada interaksi antara metode
pembelajaran dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor,
karena diperoleh p value = 0,036 < 0,050, yang artinya menolak hipotesis “ tidak
ada interaksi antara metode pembelajaran dengan aktivitas siswa terhadap prestasi
belajar”. Jadi, disini ada interaksi antara metode pembelajaran dan aktivitas siswa
pada prestasi belajar materi Suhu dan Kalor. (bisa dilihat pada tabel 4.14).
Dari hasil uji lanjut dan analisis mean (rata-rata), serta uji interaksi yang
diperoleh memperlihatkan informasi bahwa tidak ada pengaruh metode
demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah, karena
diperoleh (p-value = 1,000) dan tidak ada pengaruh metode eksperimen
khususnya terhadap siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah, karena diperoleh (p-
value = 1,000). Siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah cenderung mendapatkan
prestasi yang sama untuk metode pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen,
berarti interaksi yang terjadi disini adalah tidak signifikan.Hal ini dapat dicermati
pada uji ANAVA satu jalan (tabel 4.14) dan uji interaksi ( tabel 4.18),
cxxxi
Apa yang terjadi di sini berbeda jauh dengan pola interaksi pengaruh
antara metode dengan kemampuan awal di atas, di mana penggunaan metode
Eksperimen tidak efektif untuk siswa dengan aktivitas tinggi dan diperoleh
informasi bahwa siswa dengan aktivitas tinggi efektif lebih tinggi perolehan rata-
rata prestasinya jika diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode Demonstrasi jika dilihat berdasarkan aktivitasnya.
Sebagai catatan penting di sini, meski nampak metode demonstrasi seolah
memberi efek yang lebih baik, secara keseluruhan metode Eksperimen memberi
pencapai prestasi yang jauh lebih baik.
6. Hipotesis Keenam
Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kemampuan
awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika tentang materi Suhu dan Kalor
(p-value interaksi antara sikap ilmiah dan kreativitas = 0,840 > 0,050, tabel 4.14).
Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu
kemampuan awal berpengaruh dan aktivitas tidak berpengaruh terhadap prestasi
belajar fisika materi Suhu dan Kalor. Secara detail berdasarkan hasil uji di atas,
kemampuan awal berpengaruh dan aktivitas tidak memberikan pengaruh terhadap
pencapaian prestasi, sehingga logis apabila kedua variabel ini menunjukkan tidak
adanya interaksi terhadap prestasi belajar fisika. Meski demikian, berdasarkan
pada tabel 4.18 yang merangkum hasil probabilistic interaksi, diketahui bahwa
kemampuan awal dan aktivitas berinteraksi pada dua level interaksi.
Interaksi pengaruh tersebut yang pertama terjadi pada level kemampuan
awal rendah pada metode Demonstrasi. Diperoleh hasil pada metode Demonstrasi
antara kemampuan awal rendah terhadap aktivitas p-value = 0,035 dengan hasil
cxxxii
maksimal diperoleh pada aktivitas tinggi. Sedangkan interaksi yang kedua terjadi
pada level kemampuan awal rendah diperoleh hasil antara aktivitas rendah
terhadap metode demonstrasi dan eksperimen p-value = 0,000 dengan hasil
maksimal diperoleh pada metode eksperimen.
7. Hipotesis Ketujuh
Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran, kemampuan awal, dan aktivitas (p-value interaksi antara metode,
sikap ilmiah, dan kreativitas = 0,263 > 0,050, tabel 4.14). Seperti yang telah
dijabarkan di atas tidak semua siswa memberi respon positif meskipun memiliki
kemampuan awal, dan aktivitas tinggi terhadap penggunaan metode Eksperimen
dan Demonstrasi sebagai metode pembelajaran yang tujuannya sebagai
perangsang kemampuan awal dan aktivitas siswa selama proses belajar. Hal ini
lebih mudah dipahami dengan memperhatikan gambar 4.13.
EXPERIMENDEMONSTRASI
76
74
72
70
TINGGIRENDAH
TINGGIRENDAH
76
74
72
70
METODE
Me
an
KEMAMPUAN AW AL
AKTIVITAS
Main Effects Plot for PRESTASIData Means
Gambar 4.13. Grafik Main Efek Faktor Metode, Kemampuan Awal dan Aktivitas Belajar
terhadap Prestasi
cxxxiii
Keterngan gambar 4.13 penggunaan metode eksperimen pengaruhnya positif,
prestasi yang diperoleh libih tinggi dibandingkan metode demonstrasi.Untuk
kemampuan awal tinggi memperoleh prestasi yang tinggi pula, sedang untuk
aktivitas pengaruhnya tidak begitu signifikan terlihat dari kemiringan grafik yang
tidak begitu curam, berarti prestasi yang diperoleh untuk aktivitas tinggi dan
rendah tidak jauh bedanya yaitu 73 dan 72.
Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai
berikut: a) Penggunaan metode Eksperimen tepat dijadikan sebagai pilihan utama
jika pembelajaran memperhatikan kemampuan awal dan tingkat aktivitas belajar
siswa. Siswa dengan kemampuan awal yang berbeda akan memberi respon yang
berbeda pula. Sama halnya dengan aktivitas belajar, siswa dengan aktivitas tinggi
dan rendah juga akan memberikan respon yang berbeda. b) Interaksi antara
metode dan aktivitas belajar memberi sumbangan besar terhadap identifikasi
pemahaman siswa akan konsep fisika tentang materi Suhu dan Kalor. Siswa
dengan kemampuan awal dan aktivitas tinggi tidak ada masalah saat diberikan
perlakuan pembelajaran dengan metode Eksperimen maupun Demonstrasi,
meskipun Eksperimen tetap menjadi pilihan utamanya.
Siswa dengan kemampuan awal dan aktivitas belajar yang rendah, akan
sangat terbantu dengan penggunaan metode eksperimen (rata-rata = 71,500),
sedangkan metode Demonstrasi (rata-rata = 66,647, bahkan tidak bisa mencapai
KKM yang ditarget, yaitu 70,00). c) Berdasarkan analisis, ketiga faktor yang
dilibatkan dalam penelitian menimbulkan efek terhadap rata-rata prestasi. Hal itu
dapat diurutkan dari yang paling kuat ke rendah sebagai berikut: metode,
cxxxiv
kemampuan awal, dan aktivitas. Hal ini lebih mudah dipahami dengan
memperhatikan gambar 4.14 dan 4.15 berikut ini.
EXPERIMENDEMONSTRASI
1.40
1.39
1.38
1.37
1.36
1.35
1.34
1.33
1.32
METODE
Me
an
12
AKTIVITAS
Interaction Plot for KEMAMPUAN AWALData Means
Gambar 4.14 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika
75
70
65
TINGGIRENDAH
TINGGIRENDA H
75
70
65
EXPERIMENDEMONSTRA SI
75
70
65
METODE
KEMA MPUA N A WA L
A KTIVIT A S
DEMONSTRASIEXPERIMEN
METODE
RENDAHTINGGI
AWALKEMAMPUAN
RENDAHTINGGI
AKTIVITAS
Interaction Plot for PRESTASIData Means
Gambar 4.15 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika
cxxxv
Keterangan gambar 4.14 untuk aktivitas belajar rendah pada metode eksperimen
dapat mencapai prestasi yang tinggi, tetapi dari hasil uji ANOVA tiga jalan tidak
terjadi interaksi antara aktivitas belajar, kemampuan awal , metode terhadap
prestasi. Hal ini berarti tidak signifikan.
Keterangan gambar 4.15 pada garis yang berpotongan menunjukkan ada interaksi
antara penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi, aktivitas terhadap
prestasi, aktivitas belajar rendah pada metode eksperimen dapat mencapai prestasi
yang tinggi. Untuk kemampuan awal dan metode eksperimen dan demonstrasi
tidak terjadi interaksi.terhadap prestasi.
Meskipun tidak terjadi interaksi, tetapi pada gambar nampak bahwa kedua
garis dengan tegas saling bersilangan dan membentuk sudut hampir 45º pada
wilayah siswa dengan kemampuan awal dan aktivitas rendah pada metode
Demonstrasi dan Eksperimen. Tidak terjadinya interaksi ini berarti tidak
signifikan.
E. Keterbatasan Peneliti
Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi
sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasan . Adapun beberapa hal
yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal dan
aktivitas belajar siswa yang diukur pada level tinggi dan rendah saja, tidak
memberi kesempatan pada terukurnya level menengah pada kedua faktor, padahal
kenyataannya level tinggi dan rendah selisihnya hanya sedikit. Hal ini
menyebabkan biasnya pengaruh kemampuan awal dan aktivitas rata-rata siswa
terhadap pencapaian prestasi.
cxxxvi
Pada proses pembelajaran dengan metode eksperimen tidak dapat
terlaksana secara optimal karena keterbatasan alat, sehingga anak tidak secara
mutlak melakukan kegiatan sendiri tetapi melakukan percobaan secara
berkelompok. Hal itu mengakibatkan pengalaman yang diperoleh tidak dapat
optimal dan berpengaruh terhadap ketercapaian prestasi belajar. Alat uji prestasi
yang berbentuk obyektif masih memungkinkan siswa untuk mengerjakan secara
spekulasi, sehingga ada kemungkinan kemampuan anak tidak mencerminkan
kemampuan yang sebenarnya. Pada penelitian ini prestasi yang diukur hanya pada
aspek kognitif saja. Untuk aspek afektif dan psikomotor tidak diperhatikan karena
kesulitan dalam melakukan uji instrumennya yang meliputi uji validitas,
reliabilitas, daya pembeda dan derajat kesukaran. Sehingga prestasi belajar yang
terukur tidak mencerminkan prestasi belajar siswa secara menyeluruh.
cxxxvii
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian yang telah
diuraikan pada Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan
metode eksperimen memberikan prestasi belajar fisika kelas X pada materi
suhu dan kalor lebih tinggi dari pada yang menggunakan metode demonstrasi.
Rata-rata prestasi belajar siswa pada metode eksperimen 75,382, sedangkan
pada metode demonstrasi 69,794. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan
kekuatan pada kedua metode tersebut. Didukung oleh hasil uji hipotesis
perbedaan prestasi belajar terhadap penggunaan metode tersebut diperoleh
harga p-value 0,000 , ini berarti ada perbedaan pengunaan metode eksperimen
dan demonstrasi terhadap prestasi belajar fisika kelas X pada materi suhu dan
kalor.
2. Pada uji hipotesis perbedaan prestasi terhadap kemampuan awal siswa,
diperoleh hasil p-value = 0,000 < 0,050. Kemampuan awal siswa diharapkan
memberi perbedaan terhadap prestasi belajar, dan ternyata ada perbedaan
prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor terhadap kemampuan
awal. Saat dilakukan uij lanjut hasilnya sama (p-value = 0,000) ada perbedaan
prestasi belajar terhadap kemampuan awal tinggi dan rendah. Dari hasil uji
lanjut dan analisis mean (rata-rata) diperoleh informasi bahwa siswa dengan
kemampuan awal tinggi dan rendah cenderung memperoleh prestasi yang
berbeda (74,874 dan 68,531). Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi
cxxxviii
memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang
mempunyai kemampuan awal rendah, sehingga terdapat pebedaan prestasi
belajar fisika siswa kelas X pada materi suhu dan kalor terhadap kemampuan
awal tinggi dan rendah.
3. Diperoleh hasil p-value = 0,396 > 0,050 pada uji hipotessis perbedaan prestasi
terhadap aktivitas belajar siswa. Hal ini berarti tidak ada perbedaan prestasi
belajar fisika pada materi suhu dan kalor terhadap aktivitas belajar
siswa.Perbedaan prestasi belajar terhadap aktivitas belajar siswa diketahui
tidak memberikan efek yang berbeda terhadap perolehan prestasi belajar fisika
tentang materi suhu dan kalor. Siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi
dan rendah cenderung memperoleh prestasi belajar yang hampir sama. Pada
hasil uji anava tiga jalan dapat diketahui bahwa siswa yang aktivitas
belajarnya tinggi memperoleh rata-rata prestasi 73,257, sedang untuk siswa
yang aktivitas belajarnya rendah memperoleh rata-rata prestasi 71,790.
Perbedaan hasil perolehan prestasi belajar tersebut relatif kecil, sehingga dapat
kita katakan tidak ada perbedaan prestasi belajar fisika siswa kelas X pada
materi suhu dan kalor terhadap aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah.
4. Berdasarkan uji hipotesis interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X pada
materi suhu dan kalor diperoleh harga p-value 0,788 > 0,050. Hal ini berarti
bahwa tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran ddan kemampuan
awal terhadap prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor. Meskipun
tidak terjadi interaksi, namun dari hasil uji lanjut dan analisis mean (rata-rata)
cxxxix
yang diperoleh memperlihatkan informasi bahwa ada pengaruh metode
demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan kemampuan awal rendah,
karena diperoleh (p-value = 0,035). Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan
rendah cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda untuk metode
pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen. Untuk metode pembelajaran
Demonstasi, prestasi rata-rata dari siswa yang kemampuan awalnya tinggi
adalah 71,952, sedangkan siswa yang kemampuan awalnya rendah 66,308.
Untuk metode pembelajaran Eksperimen, prestasi rata-rata dari siswa yang
kemampuan awalnya tinggi adalah 77,640 dan siswa yang kemampuan
awalnya rendah adalah 71,043.
5. Berdasarkan hasil uji hipotesis interaksi antara pembelajaran fisika
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi, p-value = 0.036
< 0,050, ini berarti bahwa ada interaksi antara metode pembelajaran dengan
aktivitas terhadap prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor. Dari
hasil uij lanjut dan analisis mean (rata-rata), serta uji interaksi yang diperoleh
memperlihatkan informasi bahwa untuk siswa dengan aktivitas tinggi
mempunyai p-value = 0,001 < 0.050, sedang untuk siswa dengan aktivitas
rendah mempunyai p-value = 0,000 < 0.050, berarti ada interaksi antara
metode pembelajaran dengan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika siswa
kelas X pada materi suhu dan kalor. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan
rendah cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda. Rata-rata prestasi
belajar fisika pada siswa yang mempunyai aktivitas tinggi dan rendah pada
metode pembelajaran demonstrasi adalah 72,952 dan 63,692. Sedangkan
cxl
untuk siswa yang mempunyai aktivitas tinggi dan rendah pada metode
pembelajaran eksperimen adalah 72,667 dan 77,423.
6. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kemampuan awal
dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika kelas X tentang materi suhu dan
kalor.( p-value interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa =
0,840 > 0,050) Faktor intern siswa yang berpengaruh dalam pembelajaran
antara lain kemampuan awal dan aktivitas belajar, ternyata kedua faktor
tersebut tidak dapat berinteraksi terhadap prestasi belajar fisika. Siswa yang
memiliki kemampuan awal tinggi cenderung memperoleh prestasi yang lebih
tinggi dibandingkan siswa yang kemampuan awalnya rendah. Sedangkan
siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi juga akan cenderung
memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula dibandingkan siswa yang
aktivitas belajarnya rendah. Sehingga tidak ada interaksi antara kemampuan
awal dan aktivitas terhadap praestasi belajar fisika siswa kelas X pada materi
suhu dan kalor.
7. Hasil analisis data menunjukkan bawa tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar (p-
value interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan awal dan aktivitas
belajar siswa = 0,263 > 0,050). Siswa yang diberi pembelajaran menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen, mempunyai
kemampuan awal dan aktivitas belajar yang tinggi cenderung mendapatkan
prestasi belajar yang lebih baik/tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi
pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
demonstrasi, mempunyai kemampuan awal dan aktivitas belajar yang rendah.
cxli
Jadi tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunkan pendekatan inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal
dan aktitas terhadap terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X pada materi
suhu dan kalor.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dalam penelitian ini dapat
dikemukakan implikasi sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi suhu dan kalor. Meskipun kedua metode
pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa dalam memahami konsep
pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor, tetapi metode eksperimen dalam
pembelajaran memberikan prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan
metode demontrasi. Hal ini disebabkan pada pembelajaran yang menggunakan
metode eksperimen lebih mampu merangsang siswa untuk aktif berpikir/belajar
untuk membuktikan sendiri kebenaran teori/onsep suhu dan kalor, sehingga
pemahaman tentang konsep tersebut akan lebih mendalam dan prestasi belajarpun
akan maksimal. Faktor kemampuan awal memberikan prestasi yang berbeda pada
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor, sedang aktivitas belajar
tidak memberikan perbedaan pada prestasi belajar fisika siswa. Ada interaksi
antara kemampuan awal dan aktivitas belajar, sehingga kedua faktor intern
cxlii
tersebut perlu diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran agar prestasi
belajar fisika tinggi.
2. Impikasi Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah penggunaan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui metode Eksperimen pada pembelajaran Fisika untuk
materi Suhu dan Kalor. Pada metode eksperimen siswa dapat terlibat langsung
dalam penemuan konsep, sehingga siswa merasa puas dan mudah menerima
konsep tersebut. Sedangkan pada metode demonstrasi siswa hanya mengamati
kegiatan yang dilakukan guru atau siswa lain, sehingga pemahaman konsep
kurang. Metode demonstrasi bisa digunakan dalam pembelajaran jika alat-alat
yang tersedia dilaboratorium tidak memenuhi.
C. Saran
Berdasrkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian ini, maka untuk
perbaikan dan peningkatan dalam pembelajaran fisika dapat dikemukakan saran-
saran sebagai berikut:
1. Saran untuk Guru
Guru dalam melaksanakan pembelajaran tentang materi suhu dan kalor
dapat menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen.
Karena metode ini lebih banyak melibatkan kemampuan dan keatifan siswa secara
utuh untuk menemukan konsep, sedangkan guru dapat berperan sebagai fasilitator.
Agar pembelajaran dapat berjalan lancar, maka guru dituntut untuk menyiapkan
LKS yang dilengkapi dengan gambar dan nama alat secara detail, menyiapkan
peralatan, mencoba terlebih dahulu sebelum siswa melakukan kegiatan
cxliii
eksperimen, menyuruh ketua kelompok untuk mengambil alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam percobaan, mengelompokkan siswa yang beragam
kemampuannya dan menentukan ketua kelompok, setiap siswa punya kemampuan
untuk melakukan percobaan, dapat berdiskusi dengan siswa lain dalam
kelompoknya pada saat memecahkan masalah dan menarik kesimpulan.
Penggunaan waktu yang seefektif mungkin karena pada metode eksperimen
dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa untuk menentukan masalah,
merumuskan hipotesis, melakukan percobaan untuk mencari data, mengolah data
dan berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengambil kesimpulan Dalam
merancang pembelajaran guru perlu memperhatikan kemampuan awal dan
aktivitas belajar siswa, karena kemampuan awal berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa, sedang antara aktivitas belajar dan kemampuan awal ada interaksi,
sehingga pembelajaran dapat berjalan lebih optimal. Untuk meningkatkan
kemampuan awal dan aktivitas belajar siwa, guru dapat memberikan tugas untuk
menyelesaikan soal atau permasalahan yang berhubungan dengan materi yang
akan diajarkan secara berkelompok atau individu.
2. Saran untuk Peneliti
Hasil penelitin ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneliti yang
sejenis dengan materi yang berbeda. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan
menambah variabel atribut lainnya seperti sikap ilmiah, motivasi berprestasi,
kemampuan berfikir kritis dan kreativitas siswa. Prestasi ranah afektif dan
psikomotor perlu diteliti ketika penelitian yang dilakukan melibatkan variabel
atribut yang lebih komplek.
3. Saran untuk Lembaga Pendidikan
cxliv
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal dan untuk
meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, maka lembaga pendidikan atau
sekolah perlu memperhatikan fasilitas pembelajaran dan peralatan di laboratorium
fisika. khususnya untuk alat dan bahan yang dibutuhkan dalam eksperimen suhu
dan kalor. Dengan sarana dan prasarana yang cukup dan memadai maka
pembelajaran akan berjalan lebih baik.
4. Saran untuk Siswa
Setiap siswa perlu meningkatakan kemampuan dalam memecahkan
masalah dikehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan konsep-konsep fisika.
Misalnya melakukan pengamatan dan pecobaan yang berkaitan dengan gejala
alam yang ada disekitarnya, seperti terjadinya pemanasan global. Siwa harus lebih
aktif belajar dan mencari informasi untuk memahami konsep yang akan dan
sedang dipelajari. Siswa perlu mempelajari terlebih dahulu materi suhu dan kalor
sebelum melakukan eksperimen. Pada saat melakukan percobaan di laboratorium
siswa harus sungguh-sungguh, jujur, dan teliti agar diperoleh hasil yang baik dan
tujuan pembelajaran sain dapat tercapai.