pembahasan peb.docx

8
BAB IV PEMBAHASAN Dari uraian kasus didapatkan permasalahan yakni sebagai berikut: 1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat ? 2. Apakah penatalaksanaan awal pasien sudah tepat ? 3. Kenapa pada pasien ini bisa terjadi PEB ? 4. Bagaimana terminasi kehamilan pada pasien dengan PEB? 5. Apakah ANC pasien sudah tepat ? 6. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat ? 1. Apakah diagnosis sudah tepat? Diagnosis pasien ini sudah tepat, diagnosis awal pasien ini adalah G 3 P 1 A 1 H 1 hamil 29-30 minggu, belum inpartu dengan PEB, janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala. Diagnosis ini didukung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari anamnesis di dapatkan pasien mengeluh kepala terasa pusing sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pusing terasa seperti berputar, tidak hilang dengan istirahat dan pusing dirasakan hilang timbul, pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya, pasien rutin kontrol kehamilan di Puskesmas Tenayan Raya sebanyak satu

Upload: galuh-tiara-akbar

Post on 07-Sep-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus didapatkan permasalahan yakni sebagai berikut:

1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat ?

2. Apakah penatalaksanaan awal pasien sudah tepat ?

3. Kenapa pada pasien ini bisa terjadi PEB?

4. Bagaimana terminasi kehamilan pada pasien dengan PEB?

5. Apakah ANC pasien sudah tepat ?

6. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat ?

1. Apakah diagnosis sudah tepat?

Diagnosis pasien ini sudah tepat, diagnosis awal pasien ini adalah G3P1A1H1 hamil 29-30 minggu, belum inpartu dengan PEB, janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala. Diagnosis ini didukung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari anamnesis di dapatkan pasien mengeluh kepala terasa pusing sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pusing terasa seperti berputar, tidak hilang dengan istirahat dan pusing dirasakan hilang timbul, pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya, pasien rutin kontrol kehamilan di Puskesmas Tenayan Raya sebanyak satu kali tiap bulannya. Selama kontrol kehamilan, didapatkan tekanan darah pasien normal, namun pada bulan terakhir didapati tekanan darah pasien tinggi yaitu 160/100 sehingga pasien dirujuk ke poli Kebidanan RSUD Arifin Achmad. Namun setelah sampai ke RSUD Arifin Achmad, pasien merasa mules-mules 1 hari SMRS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100mmHg dan pemeriksaaan obsetrik didapat : TFU pertengahan procesus xhypoideus dan pusat, HIS (-), DJJ: 145 dpm.

2. Apakah penatalaksanaan awal pada pasien ini sudah tepat ?

Penatalaksanaan awal yang dilakukan di RSUD AA sudah tepat, dimana pasien telah didiagnosis preeklamsi berat telah diberikan regimen MgSO4 sesuai dengan protab RSUD AA untuk mencegah kejang, pengendalian tekanan darah dengan pemberian nifedipine. Pemberian MgSO4, sebaiknya memperhatikan kriteria penggunaan berupa pemeriksaan refleks patella (+), urin minimal 30 cc/jam dalam 4 jam terakhir, frekuensi pernapasan > 16x/menit, dan penyediaan antidotum berupa ca glukonas. pada pasien sudah dilakukan protab yang sesuai.

Diagnosis kerja berupa preeklampsi berat dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sederhana berupa protein urin dengan bakar maupun dipstick pasien terlebih dahulu diberikan regimen MgSO4 dalam loading dose sesuai dengan protab bagian obgyn RSUD AA yaitu 4 gram dalam 200 cc RL habis dalam 10-15 menit dan maintenance dose regimen MgSO4 6 gram dalam 300 cc RL habis dalam 3 jam.

3. Bagaimana evaluasi dan pencegahan komplikasi pada pasien PEB?

Pada pasien dengan preeklamsi berat yang perlu dimonitoring berupa keadaan umum pasien, tanda-tanda impending eklamsi, dan pemeriksaan laboratorium. Keaadaan umum yang perlu di monitoring berupa tekanan darah, tekanan darah pada pasien ini didapatkan 160/100 mmHg. Untuk antihipertensi lini pertama pada pasien dengan preeklamsi berat yaitu dapat diberikan nifedifin dengan dosis 10-20 mg per oral diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam dengan target MAP 20%. Pada pasien diberikan nifedifin sesuai dengan pro tab diatas dan target penurunan tekanan darah sesuai dengan MAP sudah tercapai.

Pada penderita preeklamsi berat juga perlu diawasi apakah ada tanda-tanda/gejala-gejala impending eklamsi berupa nyeri ulu hati, pandangan kabur, dan sakit kepala bagian depan. Pada pasien ini tidak ada terdapat gejala dari impending eklamsi.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut pada pasien dengan preeklamsi berat yang penting adalah penegelolaan cairan, karena penderita preeklamsi mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu monitoring input cairan dan output cairan menjadi sangat penting. Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Pada pasien ini sudah dipasang kateter urin untuk evaluasi produksi urin.

Agar tidak terjadi kejang pada pasien dengan preeklamsi berat yaitu diberikan regimen mgSO4 dengan loading dose 4 gram mgSO4 intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit dan maintenance dose diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam. Pemberian mgSO4 pada pasien ini telah sesuai dengan pro tab dan pada pasien ini tidak ada mengalami kejang. Namun jika terjadi refrakter atau kegagalan terhadap pemberian mgSO4 maka diberikan salah satu obat berikut seperti tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.

Pemeriksaan laboratorium yang penting pada preeklamsi berat yaitu pemeriksaan kadar trombosit, enzim hati (ALT dan AST), dan LDH. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda sindrom HELLP. Kadar trombosit dan enzim hati pada pasien ini yaitu didapatkan kadar trombosit 138.000 g/dl.

4. Bagaimana terminasi kehamilan pada pasien dengan PEB?

Kriteria dilakukannya terminasi pada pasien PEB adalah:

1. Adanya tanda-tanda impending eclampsia

2. Adanya tanda-tanda HELLP syndrome

3. Adanya tanda-tanda kegagalan konservatif

4. Adanya tanda-tanda gawat janin atau IUGR

5. Usia kehamilan 35 minggu atau lebih

Pada pasien ini dilakukan terminasi segera walaupun belum inpartu karena sesuai dengan kriteria dilakukan terminasi yaitu ditemukannya tanda-tanda gawat janin berupa penurunan djj < 110 dpm dan dari hasil ctg didapatkan kesan kategori grade III. Setelah itu dicoba untuk dilakukan resusitasi berupa posisi ibu miring kekiri, pemberian oksigen 10L NRM, loading cairan RL 500cc dan dextrose 40% IV, namun tidak berhasil. Selain itu ditemukannya tanda-tanda HELLP sindrom parsial dimana kadar trombosit sebelum operasi 91.300 g/dl.

Terminasi kehamilan pada pasien ini dipilih per abdominal (seksio sesaria) dikarenakan belum inpartu, CTG kategori III, fetal distress, dan HELLP syndrom. pada pasien dengan PEB yang belum inpartu dapat dilakukan induksi persalinan bila score bishop 8. Dalam melakukan induksi persalinan belum perlu dapat dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapa kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak induksi persalinan dianggap gagal dan dilanjutkan dengan seksio sesaria. Pada pasien ini tidak dilakukan induksi persalinan dikarenakan bishop score 8 dan adanya fetal distress.

5. Apakah ANC pasien berkualitas?

Ante natal care (ANC) pasien ini kurang berkualitas. Pasien kontrol kehamilan teratur ke bidan setiap 1 bulan sekali namun pasien belum pernah di USG. Pasein baru mengetahui preeklamsia berat pada akhir bulan pemeriksaan. Adanya preeklamsia berat pada pasien ini seharusnya dapat diketahui lebih awal jika pasien melakukan ANC dengan benar. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan secara berkala dan teratur. Kunjungan antenatal minimal 4 kali yaitu satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III. Selama kehamilan, ibu hamil minimal 1 kali melakukan ANC ke dokter spesialis kandungan dan dilakukan USG. Hal ini dapat memberikan peluang lebih besar bagi petugas kesehatan untuk mengenali secara dini berbagai penyulit atau gangguan kesehatan yang terjadi pada ibu hamil sehingga dapat dilakukan berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat baik terhadap kehamilan dan keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya.

6. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?

Pada dasarnya sistem rujukan ada 2 yaitu rujukan terencana dan rujukan tepat waktu. Pada rujukan terencana, rujukan ke rumah sakit disiapkan dan direncanakan jauh-jauh hari bagi ibu resiko tinggi. ibu risti masih sehat belum in partu, belum ada komplikasi persalinan, ibu berjalan sendiri dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah dan tidak membutuhkan alat ataupun obat. Rujukan terencana ini untuk ibu dengan APGO (ada potensis gawat obstetrik) dan AGO (ada gawat obstetrik). Sedangkan rujukan tepat waktu untuk ibu dengan gawat darurat obstetrik.

Sistem rujukan sesuai dengan P4K (program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi) dimana bidan meningkatkan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat.

Pada kasus ini, pasien merupakan kelompok faktor resiko III, ada gawat darurat obstetric (AGDO), dengan preeklamsia berat. Berdasarkan sistem skoring, pasien ini memiliki skor 12, termasuk dalam kehamilan resiko sangat tinggi, yang berarti pasien punya risiko yang tinggi akan kemungkinan komplikasi dalam persalinan. Ibu dengan kehamilan resiko sangat tinggi dan AGDO dalam kondisi yang langsung dapat mengancam nyawa ibu/ janin, harus segera dirujuk tepat waktu (RTW) ke RS dalam upaya menyelamatkan ibu/bayi baru lahir. Saat merujuk, ada hal-lah penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi yaitu BAKSOKU (bidan, alat, keluarga, surat, obat, kendaraan, dan uang).

Pada kasus ini sistem rujukannya sudah tepat karena pasien dirujuk tepat waktu ke RS, tetapi cara merujuknya belum tepat karena sewaktu dirujuk, pasien datang sendiri dengan kendaraan pribadi, diantar keluarga, tidak didampingi bidan, tidak dengan surat rujukan, dan pasien membawa uang.