pemanfaatan underwater sill se agai pelindung...
TRANSCRIPT
13
PEMANFAATAN UNDERWATER SILL SEBAGAI PELINDUNG KOLAM LABUH DARI PENDANGKALAN
(THE USE OF UNDERWATER SILL TO PROTECT HARBOR BASIN FROM SILTATION)
Prof. Ir. Nur Yuwono, Dip.HE., PhD Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM
ABSTRACT
Banyak dermaga yang telah dibangun di Indonesia dengan tipe jetty, dan dengan posisi kolam labuh berada di area sekitar surf zone. Dalam operasionalnya, ternyata kondisi ini menyebabkan biaya perawatan alur pelayaran dan kolam labuh yang cukup mahal karena terjadinya pendangkalan yang cukup signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan penelitian dengan pemasangan struktur Underwater Sill (UWS) untuk melidungi kolam labuh dan alur pelayaran tersebut dari pendangkalan. Dari hasil penelitian tersebut telah diturunkan formula untuk menentukan ukuran UWS yang tepat, sehingga mampu mengurangi pendangkalan hingga 40 - 60% bila dibandingkan dengan tanpa UWS. LATAR BELAKANG
Di Indonesia banyak dibangun dermaga bertipe jetty, menjorok ke laut untuk mendapat-
kan kedalaman yang cukup untuk keperluan kolam pelabuhan (Yuwono, 2001, PSIT UGM, 2001,
2014). Dermaga ini tanpa dilindungi oleh pemecah gelombang, sehingga waktu operasional
dermaga ini sangat tergantung oleh cuaca dan iklim gelombang. Pembangunan dermaga tipe ini
biasanya dibangun dengan tujuan untuk mendapatkan biaya pembangunan yang murah, dan
menghindari pembangunan pemecah gelombang yang biayanya sangat mahal. Namun demikian
kelemahan dermaga ini sangat rentan terhadap pendangkalan, karena kolam labuh terbuka
tanpa perlindungan terhadap pergerakan sedimen menyusur pantai (longshore sediment
transport). Apalagi kalau dermaga tempat tambat kapal tersebut posisinya masih berada pada
surf zone, sehingga kolam labuh tersebut akan terendapi oleh gerakan sedimen menyusur
pantai. Dengan demikian tujuan yang semula untuk membangun dermaga dengan biaya murah
bisa tercapai, namun akan diimbangi dengan biaya perawatan kolam labuh yang berupa
14
pengerukan (maintenance dredging) yang cukup mahal. Sehingga biaya pembangunan dan
biaya operasi dan pemeliharaannya masih tetap tinggi.
Untuk mengatasi permasalahan ini (khususnya untuk pembangunan dermaga yang
sudah terlanjur beroperasi) ada beberapa alternatif (Yuwono, 2001) yaitu dengan (1)
pembangunan pemecah gelombang yang berfungsi untuk melindungi kolam labuh dari
ancaman gelombang dan dari ancaman pendangkalan yang disebabkan oleh angkutan sedimen
menyusur pantai; (2) memindahkan dermaga dengan memperpanjang trestle ke arah perairan
yang lebih dalam lagi, sehingga kolam labuh berada di luar surf-zone, sehingga tidak mudah
terdangkali oleh longshore transport; (3) pengerukan rutin yang dilakukan secara periodic
sehingga kolam labuh terpelihara pada kedalaman tertentu sehingga kapal aman berlabuh; (4)
membangun underwater sill (UWS) di sekeliling kolam labuh untuk mencegah dan atau
mengurangi sedimen yang masuk ke kolam labuh. Yang dimaksud UWS disini adalah bangunan
ambang rendah (submerged) yang ditaruh di sekeliling kolam labuh, kecuali tempat dimana alur
pelayaran berada. Dalam kenyataannya pemilihan alternatif mana yang akan diambil, parameter
yang paling menentukan adalah kombinasi antara biaya pembangunan dan perawatannya. Dan
pada umumnya yang paling menentukan adalah biaya yang paling murah baik untuk
pembangunan maupun perawatannya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas maka perlu adanya penelitian terkait
dengan distribusi pola arus di sekitar surf zone dan pengaruh underwater sill (UWL) terhadap
penyebaran arus tersebut, sehingga peran dari UWS tersebut terhadap pengendalian arus dapat
diketahui dengan baik. Dengan pengetahuan tersebut di atas maka akan dapat dikembangkan
cara untuk memprediksi seberapa besar pengendalian arus dan sedimen (yang terangkut di
dalam arus tersebut) yang menuju ke kolam labuh. Dengan kata lain dapat dilakukan analisis
seberapa besar sedimen yang dapat dicegah untuk masuk ke kolam labuh tersebut.
KAJIAN PUSTAKA
15
Penelitian terkait dengan pemanfaatan UWS untuk keperluan perlindungan kolam labuh
dari pendangkalan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya (penelitian dilakukan di
Jepang): Tsuruya, H., dkk (1990), Irie,I., (2002), Hidayat., R., (2004). Tsuruya (1990) telah
melakukan penelitian dengan menggunakan model matematik (finite difference method),
dengan kajian utamanya adalah menghitung sedimen transpor yang dapat ditahan oleh UWS.
Dari hasil penelitiannya dapat diperkirakan bahwa UWS dengan ketinggian 1,0 m dapat
mencegah pendangkalan di pelabuhan Kumamoto - Jepang sekitar 30 % dari total sedimentasi
yang dihasilkan tanpa UWS. Sedangkan Irie (2002) melakukan penelitian lapangan dengan
mengamati dan menganalisis data survei bathimetri jangka panjang untuk mengetahui
efektifitas pemasangan UWS. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
UWS memang mampu mereduksi sedimen yang masuk ke kolam labuh. Hidayat (2004), juga
melakukan penelitian dengan model fisik, bawa makin tinggi UWS makin efektif dalam
pengendalian sedimentasi yang masuk ke kolam labuh atau alur pelayaran.
Di Indonesia juga telah dilakukan beberapa penelitian terkait dengan UWS, diantaranya
oleh: Bhakty, (2015), dan Peppy, (2016) (lihat Gambar 1). Bhakty, (2015) melakukan penelitian
UWS dengan dua cara yaitu dengan melakukan uji model fisik (physical model test) dan uji
model matematik. Penelitian model fisik dilakukan di kolam gelombang, Laboratorium
Hidraulika, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Univesitas Gadjah Mada
(lihat Gambar 2) dan Saluran Gelombang , Pusat Studi Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada
(lihat Gambar 3). Penelitian di kolam gelombang dengan tujuan untuk mendapatkan distribusi
kecepatan aliran menyusur pantai pada arah laut (tegak lurus pantai), sedangkan penelitian
yang dilakukan di saluran gelombang ditujukan untuk mengetahui distribusi arah vertical dari
kecepatan air pada lokasi yang dipengaruhi oleh UWS. Penelitian di saluran gelombang ini
terutama ditujukan untuk mendapatkan data yang akan dipergunakan untuk kalibrasi dan
verifikasi model matematik yang akan dikembangkan untuk keperluan penelitian. Dari kedua
model tersebut lalu dibuat suatu metode pendekatan perhitungan atau perkiraan laju
pendangkalan yang terjadi di kolam labuh akibat perlindungan dengan underwater sill (UWS).
16
Sedangkan Peppy (2016) melengkapi metode perkiraan pendangkalan kolam labuh yang
dikembangkan oleh Bhakty (2015), dengan menambahkan variable kemiringan pantai.
Gambar 1 Skema peran Underwater Sill dalam mengontrol arus menyusur pantai
Sumber: Bhakty, et al. (2015)
Sumber: Bhakty, (2015)
17
Gambar 2. Penelitian Underwater Sill – UWS di Kolam Gelombang
Gambar 2. Penelitian Underwater Sill – UWS di Saluran Gelombang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengaruh tinggi dan Tata letak UWS
Posisi peletakan struktur UWS, dapat dilakukan dengan 3 macam formasi yaitu dengan
bentuk layout (lihat Gambar 3): (1) Kotak (ujung UWS tegak lurus - bersudut 900), (2) Trapezium
(ujung UWS miring - bersudut sekitar 40 – 500), dan (3) Lengkung (ujung UWS setengah
lingkaran). Berdasarkan hasil penelitian gabungan antara model fisik dan model matematik
maka didapatkan hubungan pengaruh tata letak UWS tersebut adalah sebagai berikut:
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
…………………………………………………………………………………………. (1)
Dengan :
Q1/Q0 = rasio debit lewat di atas UWS setelah dipasang UWS dan sebelum ada UWS
(pada lokasi yang ditinjau – lihat Gambar 1)
F = Jarak puncak UWS sampai dengan muka air
d = kedalaman air
100 cm
30 cm
400 cm
1500 cm
TailgatePenyaring/
Pengarah aliran
Model UWS
50 cm35 cm
TAMPAK ATAS
TAMPAK SAMPING
400 cm
1500 cm
Penyaring/
Pengarah aliran Tailgate
Area Pengukuran
Area Pengukuran
500 cm
Pump
15 l/s
Model UWS
600 cm
Sumber: Bhakty, (2015)
18
h = tinggi UWS
n = koefisien tata letak UWS (Kotak = 0,5 ; Trapesium = 0,67 ; lengkung = 0,8)
Gambar 4. Layout atau tata – letak pemasangan UWS
Pengaruh Jarak UWS terhadap Garis Pantai
Jarak UWS terhadap garis pantai (Bgab) mempengaruhi pula debit yang akan lewat di atas
struktur UWS. Makin dekat struktur UWS terhadap garis pantai, maka makin besar debit yang
akan lewat di atas struktur UWS, atau makin jauh lokasi UWS dari garis pantai, maka makin kecil
debit yang akan lewat di atas struktur UWS. Hal ini berarti posisi lokasi UWS akan menjadi
variable yang mempengaruhi debit yang lewat di atas UWS. Dengan demikian Persamaan 1
masih perlu dikoreksi dengan koefisien tata letak UWS tersebut, sehingga menjadi:
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
𝐶𝑔𝑎𝑏 ……………………………………………………………………………………. (2)
Dengan :
Q1/Q0 = rasio debit lewat atas UWS setelah dipasang dan sebelum ada UWS
Cgab = adalah koefisien tata letak UWS yang besarnya tergantung Bgap/B dan ini
tergantung bentu dari tata letak UWS (kotak, trapesum ataupun lengkung).
Sebagai informasi
awal dapat diambil
nilai Cgab berikut ini:
Nilai Bgab/B 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 > 1,0
Nilai Cgab - - 1,0 0,9 0,8 0,8
Kotak Trapesium Lengkung
Surf zone
Bgab B
19
Untuk Bgab/B = 0, artinya UWS menempel pada garis pantai. Pada kondisi ini nilai Q1/Q0
menjadi 1 . Pada kondisi seperti ini artinya seluruh sedimen akan masuk ke kolam labuh atau
tidak ada pengaruh pemasangan UWS tersebut terhadap pengurangan pendangkalan dikolam
labuh. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang ada pemasangan UWS baru akan
bermanfaat bila dipasang paling tidak sejauh 0,5 lebar surf zone (Bgab/B > 0,5).
Distribusi arus menyusur pantai
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di laboratorium maka didapatkan distribusi
kecepatan arus menyusur pantai adalah sebagai berikut (lihat Gambar 5):
- Kecepatan arus maksimum (Usz) terjadi pada daerah surf zone
- Pada daerah setelah surf zone kecepatan arus menurun drastik menjadi 0,25 Usz dan
makin ke tengah laut kecepatan arus mendekati nol terjadi pada jarak 4 x lebar surf
zone.
Dari Gambar 5 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bilamana lokasi kolam labuh masih
berada pada jarak kurang dari 4 kali lebar surf zone, maka masih ada kemungkinan kolam labuh
tersebut terdangkali oleh sedimen yang dibawa oleh arus menyusur pantai. Bilamana lokasi
kolam labuh tersebut berada pada jarak kurang dari 2 kali lebar surf zone maka pendangkalan
yang terjadi akan menjadi sangat signifikan, karena pada area tersebut dilalui sebagian besar
arus menyusur pantai yang membawa kandungan sedimen. Distribusi arus hasil pengukuran di
laboratorium sesuai dengan teori “lateral mixing” yang disampaikan oleh Longuet-Higgins
(1970).
20
Gambar 5. Grafik non dimensi distribusi kecepatan arus menyusur pantai.
Pengaruh Landai Pantai
Distribusi kecepatan yang digambarkan pada Gambar 5, tidak dijelaskan kedalaman air
pada masing-masing titik yang ditinjau (kedalaman dianggap sama). Untuk menghitung debit
perlu informasi kedalaman. Apabila pantai punya kemiringan maka pengaruh kemiringan akan
menyebabkan kedalaman yang berbeda, makin jauh dari pantai, kedalamannya makan dalam.
Meskipun kecepatanarus di kawasan ini relatip rendah namun mempunyai kedalaman yang
lebih dari pada yang ditepi pantai. Untuk mengakomodir masalah ini maka diperlukan koefisien
tambahan untuk menghitung debit, sehingga Persamaan 2 dapat dikembangkan menjadi
sebagai berikut:
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
𝐶𝑔𝑎𝑏 𝐾𝑚𝑢 ……………………………………………………………………………. (3)
Dengan :
Q1/Q0 = rasio debit lewat atas UWS setelah dipasang dan sebelum ada UWS
Kmu = adalah koefisien akibat kemiringan dasar pantai, yang nilainya dapat diambil
dari Gambar 6.
Sumber: Bhakty, (2015)
21
Gambar 6. Koefisien akibat kemiringan dasar pantai
Perhitungan sedimen yang masuk ke kolam labuh
Untuk menghitung sedimen yang masuk ke kolam pelabuhan lewat atas UWS dianggap
bahwa kandungan sedimen di daerah surf-zone adalah well mixed, artinya sedimen suspensi
tersebar merata dari dasar perairan sampai atas perairan. Dengan anggapan ini maka, rasio
angkutan sedimen yang masuk ke kolam labuh sebanding dengan rasio debit. Sehingga
Persamaan 3 dapat dikembangkan menjadi rasio angkutan/transpor sedimen sebagai berikut:
𝑇1
𝑇0=
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
𝐶𝑔𝑎𝑏 𝐾𝑚𝑢 ………………………………………………………………………. (4)
Dan apabila dalam kenyataannya angkutan sedimen tidak merata dari dasar sampai dengan
permukaan perairan, maka persamaan tersebut di masih harus dikoreksi lagi dengan koefisien
distribusi sedimen – Ks, sehingga Persamaan 4 menjadi:
𝑇1
𝑇0=
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
𝐶𝑔𝑎𝑏 𝐾𝑚𝑢 𝐾𝑠 ……………………………………………………………………. (5)
Dengan :
Q1/Q0 = rasio debit lewat atas UWS setelah dipasang dan sebelum ada UWS
T1/T0 = rasio angkutan sedimen lewat atas UWS setelah dipasang dan sebelum ada UWS
Ks = adalah koefisien distribusi sedimen suspensi, bila distribusinya merata maka
nilainya 1 (satu)
22
Untuk menetapkan berapa jumlah sedimen yang masuk ke kolam labuh, maka perlu
diketahui jumlah total angkutan sedimen pada kawasan perairan tersebut. Untuk menghitung
laju (rate) angkutan sedimen dapat dipergunakan berbagai formula yang ada. Formula yang
paling sederhana untuk digunakan menghitung angkutan sedimen adalah formula CERC:
𝑇𝑜 = 𝑝 𝐴 𝐻𝑜2 𝐶𝑜(𝐾𝑅𝑏𝑟)2 𝑆𝑖𝑛(𝛼𝑏𝑟) 𝐶𝑜𝑠(𝛼𝑏𝑟)
Dengan:
To = Laju (rate) angkutan sedimen per tahun (m3/tahun)
Ho = Tinggi gelombang di laut dalam (m)
Co = Kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/s)
p = Prosentase kejadian gelombang pada arah dan tinggi gelombang yg ditinjau
KRbr = Koefisien refraksi sisi luar breaker zone
A = Koefisien CERC = 0,61 106 sd 0,79 106
αbr = sudut datang gelombang pada sisi luar breaker zone
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih diucapkan kepada Ibu Tania Edna Bhakty dan Ibu Peppy Anastasia yang telah
melakukan kajian bersama dalam penelitian Underwater Sill (UWS). Makalah ini disarikan dari
Desertasi dan Thesis yang mereka buat ditambah pengkayaan materi dari beberapa literature.
KESIMPULAN
1. Perencanaan ketinggian struktur UWS, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Q1/Q0 = (F/d)n , dengan nilai n = 0,5 ; 0,67 ; dan 0,80 untuk pemasangan pemasangan
tata letak UWS model kotak, trapezium dan lengkung.
2. Model tata letak (layout) yang direkomendasikan adalah tipe lengkung atau trapezium
karena memberikan efektifitas kinerja pengendalian sedimen yang baik.
3. Distribusi kecepatan arus menyusur pantai dapat mencapai sejauh 4 kali lebar surf-zone
ke arah laut, dan distribusi ini mengikuti persamaan Longuet Higgins (1970) dengan
lateral mixing P = 0,09
23
4. Berdasarkan kajian posisi UWS, maka disarankan UWS dipasang pada daerah antara
sejauh 0,5 lebar surf-zone sampai dengan sejauh 4 kali lebar surf zone.
5. Rumus yang digunakan untuk menentukan rasio sedimen yang masuk ke kolam labuh
dan yang terjadi sebelum ada underwater sill (UWS) adalah:
𝑇1
𝑇0=
𝑄1
𝑄0= (
𝐹
𝑑)
𝑛
𝐶𝑔𝑎𝑏 𝐾𝑚𝑢 𝐾𝑠
6. Prediksi jumlah sedimen yang mengendap (masuk) ke kolam labuh (T1) dilakukan dengan
menghitung rasio angkutan sedimen (T1/To) dan menghitung laju (rate) sedimen yang
terjadi dikawasan tersebut tanpa UWS (To).
7. Berdasarkan kajian yang ada, pemasangan UWS dapat menurunkan pendangkalan di
kolam labuh sebesar 40 sd 60 %
DAFTAR PUSTAKA
Bhakty T.E., 2015, Kajian Struktur Underwater Sill sebagai Struktur Pengendali Pola Aliran dalam Rangka
Mereduksi Sedimen yang Masuk Kolam Labuh dan Alur Pelayaran. Desertasi Doktor, Program
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Hidayat R., 2004, Study of submerged dike roles for protecting siltation in harbors and access channels,
Department of Marine System Engineering, Graduate School of Engineering, Kyusho Universiy,
Fokuoka -Japan
Irie I., Ono N., Morimoto K., Takeuchi N., Hidayat R., 2002, Cross section of submerged dike for efficient
siltation protection, Proceeding of the 28 International Conference Coastal Engineering , Cardif
Wales, pp 1733-1743.
Longuet-Higgins, M.S., 1970, Longshore Currents Generated by Obliquely Incident Sea Waves, Journal of
Geophysical Research.
Peppy Anastasia, 2016, Pemanfaatan Underwater Sill (UWS) untuk mengatasi pendangkalan kolam
labuh rencana terminal propylene PT. Pertamina RU VI Balongan, Thesis S2
PSIT UGM., 2014. Kilas Balik Permasalahan dan Usaha Pemecahannya, Erosi Pantai dan Pendangkalan
Kolam Labuh di Kompleks PT. Pertamina RU VI Balongan. Yogyakarta: Penerbit Lab. Hidraulik
dan Hidrologi PSIT UGM
PSIT UGM dan PT. Wiratman & Associates, 2001. Pengkajian Sediment Transport Pelabuhan Khusus
Semen Gresik di Tuban. Kerjasama dengan PT Semen Gresik, Tuban
24
Tsuruya H., Murakami K., Irie I., 1990. Mathematical Modeling Of Mud Transport in Ports with a Multi-
Layered Model-Application to Kumamoto Port, Report of the Port and Airport Research Institute,
Japan Vol.29, No.1,51 P.
Yuwono N., 2001, Underwater sill structure for Semen Gresik Harbour at Tuban, Proceeding International
Seminar, High Performance Concrete and Underwater Concreting, Jakarta