pemanfaatan tepung kalsium cangkang tutut pila...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN TEPUNG KALSIUM CANGKANG TUTUT Pila ampullacea
DAN BAKTERI Lactobacillus sp. DALAM AIR LIMBAH TAHU
SEBAGAI PENGUAT STRUKTUR TANAH PADA BIOSEMENTASI
SKRIPSI
YUSUF WINDU MUHARTANTO
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
PEMANFAATAN TEPUNG KALSIUM CANGKANG TUTUT Pila ampullacea
DAN BAKTERI Lactobacillus sp. DALAM AIR LIMBAH TAHU
SEBAGAI PENGUAT STRUKTUR TANAH PADA BIOSEMENTASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
YUSUF WINDU MUHARTANTO
11150960000076
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
ABSTRAK
YUSUF WINDU MUHARTANTO. Pemanfaatan Tepung Kalsium Cangkang
Tutut Pila ampullacea dan Bakteri Lactobacillus sp. dalam Air Limbah Tahu
Sebagai Penguat Struktur Tanah Pada Biosementasi. Dibimbing oleh
HENDRAWATI dan AFLAKHUR RIDLO.
Biosementasi merupakan metode untuk memperkuat struktur tanah dengan
mekanisme pengendapan kalsium karbonat (CaCO3) dengan bantuan
mikroorganisme. Kristal kalsium karbonat yang terbentuk dari teknologi
biosementasi akan menyebabkan proses sementasi yang mengubah butiran pasir
menjadi batuan pasir. Cangkang tutut Pila ampullacea dapat digunakan sebagai
sumber kalsium untuk proses pengendapan kalsium karbonat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji proses biosementasi setelah diinjeksikan media nutrient
broth dan limbah cair tahu dengan bakteri Lactobacillus sp. ke dalam bioreaktor.
Kalsium cangkang tutut diperoleh mengunakan metode kalsinasi suhu 550 oC
selama 3 jam dan ditentukan kadar kalsium dengan alat AAS serta karakterisasi
gugus fungsi dengan alat FTIR. Teknik biosementasi menggunakan metode
pencampuran tanah dan kalsium dengan media bakteri Lactobacillus sp. Sifat fisik
pasir dan hasil biosementasi dianalisis dengan parameter kadar air, berat jenis, berat
isi, porositas dan permeabilitas. Morfologi permukaan pasir diamati dengan alat
SEM dan mengkarakterisasi struktur kristal pasir dengan alat XRD. Hasil uji kadar
kalsium cangkang tutut didapat sebesar 35,1511 %. Hasil uji FTIR menunjukkan
gugus fungsi Ca-O pada panjang gelombang 446, 712, dan 875 cm-1. Hasil uji sifat
fisik pasir diperoleh nilai kadar air 14,8 %; berat jenis 2,3 g/cm3; berat isi 1,2 g/cm3;
porositas 48,1 %; dan permeabilitas 0,0041 cm/detik. Hasil uji sifat fisik pasir
setelah biosementasi diperoleh nilai kadar air 11,1-34,7 %; berat jenis 2,23-2,53
g/cm3; berat isi 1,1-1,25 g/cm3; porositas 47,7-54,2 %; dan permeabilitas 0,0001-
0,0175 cm/detik yang menunjukkan terjadinya proses biosementasi. Hasil uji XRD
menunjukkan adanya kristal CaCO3 pada 2θ = 22,9⁰; 29,3⁰; 29,6⁰; 35,9⁰; 36,2⁰; 39,3⁰; 39,6⁰; 43,0⁰; 43,4⁰; 47,4⁰; 47,7⁰; 48,4⁰; 48,7⁰; dan 57,3⁰. Hasil uji SEM
menunjukkan terbentuknya kristal kalsium karbonat yang melapisi butiran pasir
setelah proses biosementasi dengan perbesaran 65-850 kali.
Kata Kunci : Biosementasi, kalsium, lactobacillus sp.
ABSTRACT
YUSUF WINDU MUHARTANTO. Utilization of Calcium Powder of Tutut Pila
ampullacea Shell and Lactobacillus sp. Bacteria in Tofu Wastewater as
Strengthening Soil Structure in the Biocementation. Supervised by
HENDRAWATI and AFLAKHUR RIDLO.
Biocementation is a method to strengthen soil structure with the mechanism of
calcium carbonate (CaCO3) precipitation with microorganism. Calcium carbonate
crystals formed from biocementation processes that convert sand grains into sand
stone. Tutut Pila ampullacea shell can be used as source of calcium for precipitation
process. This study aims to study the biocementation process after injecting nutrient
broth and tofu liquid waste medium with Lactobacillus sp. into the bioreaktor.
Calcium of tutut shell obtained using calcination method at 550 oC for 3 h and
determined calcium content with AAS tools and characterization of functional
groups with FTIR tools. The biocementation technique use a method of mixing soil
and calcium with medium of Lactobacillus sp. bacteria. Physical properties of sand
and biocementation result parameters was analyzed of water content, density, fill
weight, porosity, and permeability. Surface morphology of sand observing with
SEM tools and characterizing the sand crystal structure with XRD tools. The result
of calcium content of tutut shell obtained 35,1511 %. The result of FTIR show
function group of Ca-O at wavelenght of 446, 712, and 875 cm-1. The result of
physical properties of sand obtained value of water content 14,8 %; density 2,3
g/cm3; fill weight 1,2 g/cm3; porosity 48,1 %; and permeability 0,0041 cm/s. The
result of physical properties of sand after biocementation obtained value of water
content 11,1-34,7 %; density 2,23-2,53 g/cm3; fill weight 1,1-1,25 g/cm3; porosity
47,7-54,2 %; and permeability 0,0001-0,0175 cm/s which show the process of
biocementation. The result of XRD show of CaCO3 crystals on 2θ = 22,9⁰; 29,3⁰; 29,6⁰; 35,9⁰; 36,2⁰; 39,3⁰; 39,6⁰; 43,0⁰; 43,4⁰; 47,4⁰; 47,7⁰; 48,4⁰; 48,7⁰; and 57,3⁰. The result of SEM show the formation of calcium carbonate crystals that coats the
grains of sand after biocementation process with magnification 65-850 times.
Keyword : Biocementation, calcium, lactobacillus sp.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak lupa
mengucapkan shalawat dan salam pada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, beserta keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqomah dijalan-Nya.
Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Tepung Kalsium Cangkang Tutut Pila
ampullacea dan Bakteri Lactobacillus sp. dalam Air Limbah Tahu Sebagai Penguat
Struktur Tanah Pada Biosementasi”. Penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis
mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus hati
ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak sebagai berikut.
1. Dr. Hendrawati, M.Si selaku pembimbing I yang telah membimbing, memberi
arahan, saran dan memberikan ilmu pengetahuan dalam penulisan skripsi.
2. Aflakhur Ridlo, S.T, M.Sc, PhD selaku pembimbing II yang telah membimbing,
menasihati dan memberikan ilmu pengetahuan.
3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku penguji I yang telah banyak memberikan
saran selama pembuatan skripsi.
4. Nurhasni, M.Si selaku penguji II yang telah banyak memberikan saran selama
pembuatan skripsi.
5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi dan
semangat.
9. Teman-teman seperjuangan Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah,
khususnya angkatan 2015.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, November 2019
Yusuf Windu Muhartanto
x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6
1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
2.1 Tanah .............................................................................................................. 8
2.1.1 Kadar Air Tanah .......................................................................................... 9
2.1.2 Berat Jenis Tanah ...................................................................................... 10
2.1.3 Berat Isi Tanah .......................................................................................... 10
2.1.4 Porositas Tanah ......................................................................................... 11
2.1.5 Permeabilitas Tanah .................................................................................. 12
2.2 Biosementasi ................................................................................................. 13
2.3 Kalsium ......................................................................................................... 15
2.4 Tutut Pila ampullacea .................................................................................. 16
2.5 Lactobacillus sp. ........................................................................................... 18
2.6 Limbah Cair Tahu ......................................................................................... 20
2.7 Atomic Absorption Spectophotometer (AAS) ............................................... 20
2.8 Fourier Transform Infra-Red (FTIR) .......................................................... 21
2.9 X-Ray Difraction (XRD) .............................................................................. 22
2.10 Scanning Electron Microscopy (SEM) ......................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 23
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 24
xi
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 24
3.3 Diagram Alir Penelitian ................................................................................ 24
3.4 Prosedur Kerja .............................................................................................. 25
3.4.1 Preparasi Sampel ....................................................................................... 25
3.4.2 Uji Kadar Kalsium dengan Alat AAS ..................................................... 26
3.4.3 Pembuatan Media Nutrient Broth (NB) dan Air Limbah Tahu ............ 26
3.4.4 Pembuatan Bioreaktor ............................................................................... 27
3.4.5 Analisis Pasir.............................................................................................. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 31
4.1 Kadar Kalsium Cangkang Tutut ................................................................... 32
4.2 Karakterisitik Sifat Fisik Tanah .................................................................... 32
4.2.1 Kadar Air Tanah .................................................................................. 33
4.2.2 Berat Jenis Tanah ................................................................................ 35
4.2.3 Berat Isi Tanah .................................................................................... 36
4.2.4 Porositas Tanah ................................................................................... 38
4.2.5 Permeabilitas Tanah ............................................................................ 41
4.3 Hasil Pengamatan Proses Biosementasi ....................................................... 43
4.4 Hasil Uji Spektrum FTIR ............................................................................. 44
4.5 Hasil Uji Puncak XRD ................................................................................. 47
4.6 Hasil Uji Morfologi SEM ............................................................................. 50
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 54
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 54
5.2 Saran ............................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55
LAMPIRAN .......................................................................................................... 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Batasan-batasan golongan tanah ........................................................... 9
Tabel 2. Golongan tanah berdasarkan kadar air tanah ........................................ 9
Tabel 3. Golongan tanah berdasarkan berat jenis tanah ..................................... 10
Tabel 4. Golongan tanah berdasarkan berat isi tanah ......................................... 11
Tabel 5. Golongan tanah berdasarkan porositas tanah ....................................... 12
Tabel 6. Golongan tanah berdasarkan permeabilitas tanah ................................ 13
Tabel 7. Komposisi media pertumbuhan mikroba .............................................. 27
Tabel 8. Perlakuan proses biosementasi ............................................................. 28
Tabel 9. Hasil karakteristik sifat fisik tanah ....................................................... 33
Tabel 10. Hasil analisis kadar air tanah dari proses biosementasi ..................... 33
Tabel 11. Hasil analisis berat jenis tanah dari proses biosementasi ................... 35
Tabel 12. Hasil analisis berat isi tanah dari proses biosementasi ....................... 37
Tabel 13. Hasil analisis porositas tanah dari proses biosementasi ..................... 39
Tabel 14. Hasil uji permeabilitas tanah dari proses biosementasi ...................... 41
Tabel 15. Gugus fungsi dan panjang gelombang FTIR cangkang tutut
sebelum kalsinasi................................................................................ 45
Tabel 16. Gugus fungsi dan panjang gelombang FTIR cangkang tutut
setelah kalsinasi .................................................................................. 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme presipitasi kalsit dengan ureolitik ................................. 15
Gambar 2. Pila ampullacea ............................................................................... 17
Gambar 3. Bentuk sel Lactobacillus sp. ............................................................ 18
Gambar 4. Skema alat spektrofotometer serapan atom ..................................... 21
Gambar 5. Diagram alir proses biosementasi .................................................... 25
Gambar 6. Pengamatan sampel pasir minggu ke-1 sampai minggu ke-7 .......... 43
Gambar 7. Pengamatan sampel pasir + Lactobacillus (NB) Urea 20 g +
Tepung Ca 50 g minggu ke-1 sampai minggu ke-7 ......................... 43
Gambar 8. Pengamatan sampel pasir + Lactobacillus (LT) Urea 20 g +
Tepung Ca 35 g minggu ke-1 sampai minggu ke-7 ......................... 44
Gambar 9. Spektrum FTIR tepung cangkang tutut sebelum dan sesudah
kalsinasi ........................................................................................... 45
Gambar 10. Perbandingan pola difraksi CaCO3 antara pasir; pasir dalam
media mikroba nutirent broth; dan pasir dalam media mikroba
air limbah tahu ................................................................................ 47
Gambar 11. Hasil uji SEM sampel pasir kontrol negatif ..................................... 50
Gambar 12. Hasil uji SEM sampel pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g +
tepung Ca 50 g ................................................................................. 51
Gambar 13. Hasil uji SEM sampel pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g +
tepung Ca 35 g ................................................................................. 52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan media NB dan air limbah tahu ............... 60
Lampiran 2. Kurva Standar Ca .......................................................................... 61
Lampiran 3. Pengolahan Data Sampel Ca ......................................................... 61
Lampiran 4. Perhitungan Ukuran Kristal CaCO3 ............................................... 62
Lampiran 5. Perhitungan Kristalinitas Pola Difraksi CaCO3 ............................. 63
Lampiran 6. Grafik kadar air tanah dari proses biosementasi ............................ 63
Lampiran 7. Grafik berat jenis tanah dari proses biosementasi ......................... 64
Lampiran 8. Grafik berat isi tanah dari proses biosementasi ............................. 64
Lampiran 9. Grafik porositas tanah dari proses biosementasi ........................... 64
Lampiran 10. Grafik permeabilitas tanah dari proses biosementasi .................. 65
Lampiran 11. Hasil pengamatan sampel biosementasi ...................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruang partikel-partikel tanah
yang bergabung membentuk agregat disebut struktur tanah. Kestabilan tanah
memiliki kaitan yang sangat erat dengan struktur tanah. Rendahnya kestabilan tanah
dapat mengarah pada kegagalan struktur. Kondisi struktur tanah merupakan
parameter yang sangat penting terkait dengan fungsinya dalam mendukung
stabilitas bangunan yang berdiri diatas tanah. Permeabilitas dan kekuatan geser
suatu tanah merupakan salah satu penilaian dari kondisi struktur tanah (Yuliani,
2015). Kondisi struktur tanah yang tidak mendukung untuk berdirinya suatu
bangunan, maka diperlukan upaya perbaikan struktur tanah.
Kebutuhan lahan untuk pembangunan terus meningkat, sehingga bangunan
didirikan pada daerah atau lahan dengan kondisi tanah yang kurang baik. Teknik
perbaikan tanah meliputi beberapa metode yaitu perbaikan secara mekanis, hidrolis,
fisik dan kimiawi, serta perbaikan tanah secara inklusi
(pencampuran/penggabungan). Metode pencampuran tanah dengan
mikroorganisme sebagai bahan biosementasi merupakan metode alternatif yang
lebih ramah lingkungan dibandingkan menggunakan bahan-bahan kimia (Nurdin et
al., 2017). Kondisi struktur tanah banyak ditingkatkan dengan menggunakan
berbagai macam perlakuan fisik, kimia, atau gabungan keduanya. Penggunaan
mikroorganisme sebagai agen biosementasi menjadi suatu metode alternatif yang
lebih potensial. Biosementasi didefinisikan sebagai penggunaan mikroorganisme
2
hidup untuk memperbaiki struktur tanah. Proses sementasi secara alami
memerlukan waktu jutaan tahun. Bakteri digunakan untuk mempercepat proses
pembentukan kalsit dengan memanfaatkan proses presipitasi karbonat hasil
aktivitas metabolisme bakteri (DeJong et al., 2010). Biosementasi dengan bantuan
bakteri Lactobacillus sp. diharapkan menghasilkan kalsium karbonat yang bisa
berpengaruh terhadap struktur tanah (Setianto et al., 2017).
Biosementasi merupakan salah satu metode perbaikan tanah hemat biaya
yang menjanjikan melalui proses presipitasi karbonat dengan mikroba atau
Microbially Induced Carbonate Precipitation (MICP). Metode biosementasi
memanfaatkan metabolisme biologis sebagai proses sementasi untuk meningkatkan
mekanika tanah. Kalsium diperlukan untuk mengikat karbonat untuk proses
presipitasi karbonat. Sumber ion kalsium bersumber dari batu kapur dan cangkang
telur yang dilarutkan dengan asam organik atau ion kalsium dari kalsium klorida
(Liu et al., 2017). Menurut Liu et al. (2017), kalsium klorida (CaCl2) digunakan
sebagai sumber kalsium pada proses biosementasi, namun penggunaan kalsium
klorida bersifat korosif dan biayanya relatif mahal. Klorida menyebabkan korosi
pada baja menyebabkan degradasi beton sehingga beton menjadi retak. Akumulasi
produk korosi (oksida/hidroksida) dalam ruang pori beton dekat tulangan baja
mengarah ke tekanan internal yang menghasilkan retak dan bagian penutup beton,
yang disebabkan oleh gangguan seperti oksigen dan kelembaban, dan bisa menjadi
kegagalan struktur.
3
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41.
بعض ت أيدي الناس ليذيقهم ظهر الفساد في البر والبحر بما كسب
الذي عملوا لعلهم يرجعون
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akhirat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 41).
Allah telah menciptakan alam semesta ini untuk manusia untuk dijaga dan
dilestarikan, namun manusia sendiri yang membuat kerusakan seperti penebangan
hutan yang mengakibatkan tanah longsor, banjir dan sebagainya. Manusia memiliki
tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta, salah satunya
adalah menjaga kestablian tanah. Kestabilan tanah berkaitan dengan kondisi
struktur tanah. Kondisi struktur tanah yang kurang baik akan berdampak buruk pada
stabilitas lereng tanah yang dapat menyebabkan longsor. Peneliti ingin menerapkan
upaya untuk memperbaiki kondisi struktur tanah menjadi lebih baik dengan
teknologi biosementasi.
Tutut atau keong sawah (Pila ampullacea) merupakan hewan moluska yang
banyak hidup dan berkembang biak di air tawar seperti sawah dan danau. Tutut
termasuk hewan lokal yang berada di lahan pertanian. Tutut pada umumnya
menjadi hama karena berkembang biak dan tumbuh dengan cepat. Tutut memakan
batang padi yang baru ditanam sehingga mengganggu pertumbuhan padi. Cangkang
tutut merupakan limbah dari konsumsi daging tutut dan belum memiliki
pemanfaatan komersial yang signifikan (Agung, 2013). Menurut Yudhana (2015),
cangkang tutut mencakup sekitar 83-85% dari bobot utuh yang umumnya dibuang
tanpa dimanfaatkan. Cangkang tutut memiliki kandungan mineral berupa kalsium,
fosfor, besi, natrium dan kalium. Cangkang tutut memiliki kalsium dengan kadar
4
mencapai 88,54% (Agung, 2013). Cangkang keong bisa dijadikan salah satu
sumber kalsium terutama kalsit. Fasa kalsit lebih stabil karena cangkang kerang
terdiri dari fasa aragonit-CaCO3 yang tidak stabil dan lebih padat. Kalsit secara
termodinamika merupakan polimorf CaCO3 yang paling stabil pada tekanan dan
temperatur ruang (Wahyuni, 2015). Kandungan kalsium cangkang tutut diharapkan
dapat menjadi alternatif sebagai sumber kalsium pada proses biosementasi untuk
memperkuat struktur tanah.
Sistem perbaikan tanah secara biologis menghasilkan reaksi kimia yang
terjadi didalam tanah melalui aktivitas biologis sehingga meningkatkan mekanika
tanah (DeJong et al., 2010). Biosementasi memanfaatkan mikroorganisme atau
bakteri ureolitik untuk menghasilkan enzim urease sebagai hasil metabolisme.
Enzim urease menghidrolisis urea menjadi ammonia dan karbon dioksida.
Ammonia meningkatkan pH dan merubah kabon dikosida menjadi ion karbonat.
Ion karbonat akan berikatan dengan ion kalsium sehingga terjadi presipitasi kalsium
karbonat. Kalsium karbonat mengikat diantara butiran pasir sehingga terjadi
sementasi (Phua & Royne, 2018).
Limbah dari proses pembuatan tahu dapat menyebabkan dampak negatif
terhadap lingkungan, khususnya pencemaran air akibat limbah cair tahu. Menurut
Yuwono & Hadi (2008), bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tahu
adalah protein (40-60%), karbohidrat (25-50%) dan lemak (10%). Yuliani (2015),
memanfaatkan limbah cair tahu yang teruji efektif untuk media pertumbuhan
bakteri. Limbah cair tahu berfungsi sebagai penyuplai nutrisi yang dibutuhkan oleh
bakteri. Komponen nutrisi yang lengkap dari limbah cair tahu memiliki potensi
sebagai media pertumbuhan. Lima bakteri non-patogenik (Pseudomonas sp.,
5
Nitrobacter sp., Bacillus subtilis, Lactobacillus sakei, dan Agrobacterium
tumefaciens) diinokulasikan ke dalam sampel tanah. Pengujian permeabilitas
constant head dengan nilai reduksi permeabilitas terendah pada bakteri
Agrobacterium tumefaciens sebesar 53,62% atau 0,0019 cm/detik dari hasil kontrol
3,71 cm/detik. Pengujian kuat geser tanah dengan kenaikan nilai kuat geser tertinggi
pada bakteri Lactobacillus sakei sebesar 0,6245 kg/cm2 dari hasil kontrol sebesar
0,308 kg/cm2.
Penelitian yang dilakukan oleh Choi et al. (2016), sumber kalsium diperoleh
dari cangkang telur yang direndam cuka untuk proses biosementasi. Bakteri
Bacillus sp. digunakan sebagai bakteri urease yang mengurai urea menjadi
ammonia dan CO2 untuk proses biosementasi. Kadar kalsium karbonat (CaCO3)
yang dihasilkan sebesar 7%. Pengujian permeabilitas hasil dari biosementasi
berkurang dari 10-4 sampai 10-5 cm/detik dari hasil sebelumnya 10-2 cm/detik.
Kalsium karbonat pada tanah akan mengikat butiran pasir untuk meningkatkan kuat
geser tanah dan mengisi pori-pori tanah sehingga mengurangi permeabilitas tanah.
Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2017), menggunakan sumber kalsium
terlarut dari pasir berkapur. Sporosarcina pasteurii adalah bakteri yang digunakan
sebagai penghidrolisis urea. Hasil uji kekuatan dan kekakuan pasir berkapur
menigkat dan permeabilitas menurun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses biosementasi menggunakan
cangkang tutut sebagai sumber kalsium dan dibantu bakteri Lactobacillus sp. dalam
media nutrient broth dan air limbah tahu. Selain itu dalam penelitian ini dikaji
kondisi optimum (urea 10; 20 g, dan penambahan kalsium 20; 35; 50 g) dari hasil
proses biosementasi dan dilakukan pengujian permeabilitas dan kuat geser tanah.
6
Tujuan lainnya membandingkan media nutrient broth dan air limbah tahu pada hasil
proses biosementasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah penambahan tepung cangkang tutut dapat memperbaiki struktur
tanah pada proses biosementasi berdasarkan permeabilitas tanah ?
2. Apakah media nutrient broth dan air limbah tahu sebagai media pertumbuhan
Lactobacillus sp. mempengaruhi kekuatan tanah pada hasil proses
biosementasi ?
3. Bagaimana sifat fisik tanah dari proses biosementasi setelah penambahan
tepung cangkang tutut dan media bakteri Lactobacillus sp. ?
1.3 Hipotesis
1. Pengaruh penambahan tepung cangkang tutut pada proses biosementasi dapat
memperbaiki struktur tanah berdasarkan permeabilitas tanah.
2. Media nutrient broth dan air limbah tahu sebagai media pertumbuhan
Lactobacillus sp. mempengaruhi kekuatan tanah pada hasil proses
biosementasi.
3. Sifat fisik berdasarkan tekstur tanah dari proses biosementasi berubah dari
butrian pasir menjadi batuan pasir setelah ditambahkan tepung cangkang tutut
dan media bakteri Lactobacillus sp.
7
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan pengaruh penambahan tepung cangkang tutut pada proses
biosementasi berdasarkan permeabilitas tanah.
2. Membandingkan media nutrient broth dan air limbah tahu sebagai media
pertumbuhan Lactobacillus sp. yang lebih mempengaruhi kekuatan tanah
pada hasil proses biosementasi.
3. Mengkaji sifat fisik berdasarkan tekstur tanah dari hasil proses biosementasi
setelah ditambahkan tepung cangkang tutut dan media bakteri Lactobacillus
sp.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data ilmiah dan
memberikan manfaat kepada masyarakat, industri, dan pemerintah terkait
pemanfaatan cangkang tutut Pila ampullacea sebagai sumber kalsium untuk
memperbaiki struktur tanah.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-
bahan organik. Menurut Yulipriyanto (2010), hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan
dan hewan merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dan
mikroorganisme. Struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang penting karena
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Struktur tanah dikatakan baik apabila
terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu ruang pori di dalam dan di
antara agregat yang dapat diisi air dan udara. Agregat tanah yang baik tidak mudah
hancur oleh adanya gaya dari luar sehingga pori-pori tanah tidak mudah tertutup
oleh partikel-partikel halus.
Proses pembentukan tanah secara fisik terjadi akibat erosi, angin, es, manusia,
atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Pelapukan akibat
proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air dan proses
kimia lain. Pasir, lempung, lanau atau lumpur merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah
ditentukan. Jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu macam
ukuran partikel yang bervariasi dan lebih besar dari 100 mm sampai lebih kecil dari
0.001 mm (Hardiyatmo, 2010).
9
Tabel 1. Golongan tanah berdasarkan ukuran butiran tanah (Das, 1995)
Nama Golongan Ukuran Butiran (mm)
Kerikil Pasir Lanau Lempung
Massachusetts
Institute of
Technology (MIT)
>2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 < 0,002
U.S Departement of
Agriculture (USDA) >2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 < 0,002
American
Association of State
Highway and
Transportation
Official (AASHTO)
76,2 – 2 2 – 0,075 0,075 –
0,002 < 0,002
Unified Soil
Classification System
(USCS)
76,2 – 4,75 4,75 –
0,075
Halus (yaitu lanau dan
lempung) <0,0075
2.1.1 Kadar Air Tanah
Kadar air adalah perbandngan antara berat air dengan butiran padat di dalam
massa tanah. Air tanah merupakan salah satu bagian penyusun tanah. Air tanah
hampir seluruhnya berasal dari udara terutama di daerah tropis. Semua pori-pori
tanah baik makro maupun mikro dapat terisi oleh udara sehingga tanah menjadi
jenuh dengan air (Hanafiah, 2005).
Tabel 2. Golongan tanah berdasarkan kadar air tanah (Hanafiah, 2005)
Jenis Tanah Kadar Air (%)
Pasir 15
Lempung 40
Liat 55
Kandungan air dalam tanah erat hubungannya dengan tegangan air tanah.
Tegangan air menunjukkan tenaga yang diperlukan untuk menahan air dalam tanah.
10
Kadar air dipengaruhi oleh pori tanah, jenis tanah, tekstur tanah dan permeabilitas
(Triana et al., 2018).
2.1.2 Berat Jenis Tanah
Berat jenis adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel tanah
(tidak termasuk pori-pori tanah). Tanah mineral mempunyai berat jenis 2,65 g/cm3
(Hardjowigeno, 2003). Berat jenis tanah mineral kecil pada umumnya sekitar 2,6 –
2,93 g/cm3. Tanah terdapat mineral-mineral berat seperti magnetik, garmet, sirkom,
turmalin, dan hornblende dengan berat jenis dapat melebihi 2,75 gr/cm3. Besar
ukuran dan keteraturan partikel tanah tidak berpengaruh dengan berat jenis. Berat
jenis tanah pada lapisan atas memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan
dengan lapisan bawah karena mengandung bahan organik (Sutedjo &
Kartasapoetra, 2002).
Tabel 3. Golongan tanah berdasarkan berat jenis tanah (Darwis, 2018)
Jenis Tanah Berat Jenis (g/cm3)
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau Anorganik 2,62 – 2,68
Lempung Organik 2,58 – 2,65
Lempung Anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80
2.1.3 Berat Isi Tanah
Berat isi menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan berat
volume tanah. Berat isi merupakan sifat kepadatan tanah, semakin padat suatu
tanah, semakin tinggi berat isinya, namun semakin sulit meresap air. Berat isi
banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung,
dan kemampuan tanah menyimpan air (Hardjowigeno, 2003).
11
Tabel 4. Golongan tanah berdasarkan berat isi tanah (Hardjowigeno, 2003)
Jenis Tanah Berat Isi (g/cm3)
Tanah Mineral 1,1 – 1,6
Tanah Andisol > 0,90
Tanah Gambut > 0,10
Tanah yang memiliki tingkat kadar air yang tinggi, maka berat isi tanah akan
rendah. Berat isi berbanding terbalik dengan kadar air. Tanah yang memiliki kadar
air yang tinggi dalam menyerap air, maka kepadatan tanah juga akan rendah karena
pori-pori lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).
Berat isi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kandungan bahan organik tanah,
porositas, dan kepadatan tanah. Bahan organik memperkecil berat isi tanah, karena
bahan organik jauh lebih ringan dari pada mineral (Hardjowigeno, 2003).
2.1.4 Porositas Tanah
Porositas adalah presentase total pori dalam tanah yang ditempati oleh air dan
udara, dibandingkan volume total tanah. Pori tanah pada umumnya ditempati udara
untuk pori kasar, sementara pada pori kecil akan ditempati air. Ukuran butir tanah
dan berat jenis tanah merupakan faktor yang mempengaruhi nilai porositas. Jumlah
ruang pori akan dipengaruhi oleh susunan butir padat. Ukuran pori pada susunan
butiran tanah akan menentukan jumlah dan sifat pori (Kusuma & Yulfiah, 2018).
Tanah dengan struktur lemah pada umumnya mempunyai porositas yang
terbesar. Pengolahan tanah untuk sementara waktu dapat memperbesar porositas,
namun dalam jangka waktu yang lama akan menurunkan porositas. Porositas tanah
dapat diperbesar dengan penambahan bahan organik atau melakukan pengolahan
tanah secara minimum. Pengolahan tanah yang berlebih akan menyebabkan
12
rusaknya struktur tanah. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori
makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2003).
Tabel 5. Golongan tanah berdasarkan porositas tanah (Sutanto, 2005)
Porositas (%) Keterangan
100 Sangat poros
80 – 60 Poros
60 – 50 Baik
50 – 40 Kurang poros
40 – 30 Tidak poros
<30 Sangat tidak poros
2.1.5 Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah kemampuan bahan yang berpori untuk meloloskan
aliran (rembesan) dari fluida (air/minyak) melalui rongga atau pori-porinya. Pori-
pori di dalam tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga
air dapat saling mengalir dari titik yang berenersi tinggi ke titik yang berenersi
rendah. Bentuk aliran fluida di dalam tanah dapat berbentuk aliran laminar atau
berupa aliran turbulen, tergantung pada tahanan terhadap aliran tersebut di dalam
massa tanah. Tahanan terhadap aliran/rembesan di dalam tanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu ukuran butir tanah, bentuk butiran tanah, rapat massa tanah,
geometrik rongga pori dan temperatur tanah. Temperatur di dalam tanah akan
mempengaruhi viskositas dan juga tegangan permukaan pada fluida yang mengalir.
Fluida di dalam massa tanah akan mengalir dari titik berenersi tinggi ke titik
berenersi rendah (Darwis, 2018).
13
Tabel 6. Golongan tanah berdasarkan permeabilitas tanah (Darwis, 2018)
Jenis Tanah Permeabilitas (cm/detik)
Butiran kasar 1-100
Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir
butiran sedang 10-3 – 1
Pasir halus, lanau longgar 10-5 - 10-3
Lanau padat, lanau berlempung 10-6 - 10-5
Lempung berlanau, lempung 10-9 - 10-6
2.2 Biosementasi
Teknologi biosementasi merupakan teknologi yang mensimulasikan proses
diagenesis, yaitu perubahan butiran pasir menjadi batuan pasir. Kristal kalsium
karbonat (CaCO3) yang terbentuk dari teknologi biosementasi akan menjadi
jembatan antara butiran pasir sehingga menyebabkan proses sementasi. Bakteri
digunakan untuk mempercepat proses secara in situ dengan memanfaatkan proses
presipitasi karbonat hasil aktivitas metabolisme bakteri (Cao et al., 2006).
Microbially Induced Carbonate Precipitation (MICP) secara signifikan
meningkatkan sifat mekanis tanah. Pengendapan mineral karbonat pada partikel
tanah dan pada permukaan partikel dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan
kekuatan geser tanah melalui proses sementasi (Montoya & DeJong, 2015). MICP
terjadi ketika mikroba mengubah lingkungan geokimia sehingga terjadi
pengendapan mineral karbonat (DeJong et al., 2010). Pengendapan karbonat lebih
baik ketika karbonat dan kationnya (kalsium, magnesium, besi, dan kobalt) dalam
jumlah yang banyak untuk membentuk produk mineral karbonat (Ehrlich et al.,
2015).
MICP memiliki aplikasi potensial untuk rekayasa geoteknik salah satunya
adalah stabilisasi permukaan tanah. Meyer et al., (2011) menemukan bahwa
perlakuan surfisial tanah dengan bakteri ureolitik dan larutan MICP yang
14
mengandung urea dan kalsium klorida menyebabkan penurunan massa tanah yang
signifikan. Faktor yang mempengaruhi peningkatan proses MICP adalah waktu
perlakuan, kelembaban, temperatur, kepadatan sel, volume perlakuan, dan jenis
tanah.
Teknologi biosementasi sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam
memperkuat struktur tanah di kawasan pesisir dalam upaya pencegahan erosi
pantai, perbaikan pondasi, reklamasi pantai, bahkan mengkonsolidasikan tanah
keruk sebagai bahan bangunan. Pasir dapat saling mengikat dengan erat dengan
adanya kalsit. Ukuran pasir dan kalsit dapat menyatu dengan baik menyebabkan
proses sementasi (Van et al., 2009).
Biosementasi pada tanah terjadi dengan beberapa mekanisme, yaitu : mengisi
kekosongan diantara partikel tanah oleh kalsium karbonat dari produk ureolitik,
mengisi kekosongan diantara partikel tanah oleh pertumbuhan biomassa dan
biofilm bakteri, melapisi dan mengikat partikel tanah dengan kalsium karbonat,
serta melapisi dan mengikat partikel tanah dengan biomassa dan biofilm bakteri.
Biosementasi menggunakan bakteri ureolitik untuk pembentukan kalsium karbonat,
yang dapat mengendapkan dan memperkuat tanah berpasir. Organisme penghasil
ureolitik lain seperti mikroalga dan tumbuhan, atau ekstrak produk enzim urease
dapat digunakan untuk proses biosementasi tanah (Piriyakul & Iamchaturapatr,
2013).
15
Gambar 1. Mekanisme presipitasi kalsit dengan ureolitik (DeJong et al., 2010)
Aktivitas metabolisme dari bakteri penghasil enzim urease yang
menghidrolisis urea menjadi amonia dan karbon dioksida. Zat kimia tersebut
berdifusi melalui dinding sel bakteri gram positif dan ke larutan sekeliling bakteri.
Kedua reaksi terjadi secara spontan dengan adanya air. Amonia dikonversi menjadi
amonium dan karbon dioksida akan menyeimbangkan reaksi kimia menjadi asam
karbonat, ion karbonat, dan ion bikarbonat yang bergantung pada pH
lingkungannya. Penigkatan pH disebabkan oleh ion hidroksil (OH-) yang dihasilkan
dari produksi NH4+ yang melebihi ketersediaan kalsium (Ca2+) untuk presipitasi
kalsit. Sel bakteri yang bermuatan negatif akan tertarik ke permukaan partikel tanah
karena konsentrasi nutrisi yang lebih tinggi pada permukaan sel serta sifat fisiko-
kimia dari sel bakteri dan partikel tanah itu sendiri (DeJong et al., 2010).
2.3 Kalsium
16
Sumber kalsium terdapat pada batu-batu kapur, sisa-sisa tanaman, dan hewan.
Kalsium dapat menetralkan asam dalam tanah. Mineral sumber kalsium meliputi
feldspar, apatit, kalsit, dolomit, gipsum dan amphibol. Mineral utama yang banyak
mengandung kalsium pada tanah adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2)
(Sutanto, 2005). Menurut Isnaini (2006), kadar mineral kalsium tanah rata-rata
0,4% pada lapisan permukaan tanah, sedangkan pada tanah-tanah organik mencapai
2,8%. Tingginya kadar kalsium tanah disebabkan aliran air yang mengandung
kapur terlarut. Ketersediaan unsur kalsium pada tanah identik dengan pH 7,0-8,5.
Cangkang keong sawah merupakan limbah yang kaya akan berbagai mineral
salah satunya kalsium. Kalsium karbonat yang tergabung dalam struktur cangkang
keong sawah sebagai kristal kalsit dan aragonit yang terasosiasi pada matriks
organik (protein kompleks yang disekresikan oleh epitelium luar moluska) (Agung,
2013). Cangkang kerang mengandung senyawa makro kalsium karbonat sekitar
98.7%. Cangkang kerang memiliki kadar kalsium yang tinggi dilihat pada tingkat
kekerasan cangkang. Semakin tinggi kadar kalsium karbonat, semakin keras
cangkangnya (Bahri, 2015).
2.4 Tutut Pila ampullacea
Tutut atau keong sawah (Pila ampullacea) termasuk hewan dengan kelas
gastropoda. Tutut adalah sejenis siput air tawar yang banyak dijumpai di sawah,
parit serta danau. Bentuk tutut ditunjukkan pada Gambar 2.
17
Gambar 2. Pila ampullacea (Delvita, 2015)
Tutut memiliki warna cangkang hijau pekat dan memiliki garis yang
berwarna hitam yang berfungsi untuk melindungi tubuhnya yang lunak. Tutut
memiliki cangkang yang lebih membundar dibandingkan jenis siput lainnya.
Klasifikasi tutut sebagai berikut.
Dunia : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Ampullarioidea
Famili : Ampullariidae
Genus : Pila
Spesies : P. Ampullacea
Cangkang tutut memiliki kandungan mineral berupa kalsium karbonat
(CaCO3), zat besi, magnesium, kalium dan fosfor. Kalsium karbonat adalah
senyawa kimia berwarna putih yang paling umum dari mineral nonsilikat. Mineral
kalsium karbonat mempunyai karakteristik dengan 40% kalsium, 12% karbon,
47.96% oksigen dan 56.03% CaO dan 43.97% CO2 (Delvita, 2015).
Cangkang kerang dapat dimanfaatkan kandungan nutrisinya untuk
meningkatkan nilai tambah. Cangkang kerang memiliki kandungan mineral
terutama kalsium yang cukup tinggi. Kadar kalsium yang tinggi diperlukan untuk
diversifikasi produk yang dapat digunakan sebagai sumber kalsium alami (Agustini
et al., 2015). Pengolahan cangkang tutut dalam prosesnya yaitu mencuci bersih
cangkang tutut dan direbus dengan air mendidih. Menurut Titi & Shofia (2017),
18
perebusan cangkang dalam air mendidih selama 15-20 menit menurunkan kadar
kalsium sebesar 4-6%. Cangkang ditumbuk hingga menjadi serbuk dan dilakukan
pemanasan pada suhu 550 oC. Fasa aragonit-CaCO3 akan berubah menjadi fasa
kalsit-CaCO3. Fasa kalsit yang terbentuk akan berinteraksi dengan dinding sel
bakteri dan mengisi rongga antara butiran-butiran pasir.
2.5 Lactobacillus sp.
Lactobacillus sp. merupakan bakteri yang memiliki bentuk sel yang
bervariasi dari panjang dan ramping, terkadang batang bengkok dan pendek.
Lactobacillus sp. merupakan bakteri yang tidak menghasilkan spora dan juga
bersifat gram positif.
Gambar 3. Bentuk sel Lactobacillus sp. (Hammes et al., 2009)
Menurut Hammes et al. (2009), kedudukan taksonomi Lactobacillus sp.
secara ilmiah adalah :
Dunia : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Famili : Lactobacillaceae
Genus : Lactobacillus
Spesies : Lactobacillus sp.
19
Menurut Hammes et al. (2009), Lactobacillus sp. memiliki sifat-sifat sebagai
berikut.
1. Metabolisme fermentasi : obligately saccharoclastic, setidaknya setengah
produk akhir dari metabolisme adalah laktat.
2. Fakultatif anaerob.
3. Katalase dan sitokrom negatif.
4. Tidak mampu mereduksi nitrat.
Lactobacillus sp. memiliki rentang pertumbuhan suhu sekitar 2-53 oC,
pertumbuhan optimumnya berada pada rentang suhu 30-40 oC. Lactobacilus sp.
bersifat aciduric (dapat tumbuh dengan baik pada medium asam), dengan pH
optimal 5.0 atau kurang, laju pertumbuhannya akan berkurang bila berada pada
kondisi netral atau basa. Lactobacllus sp. dapat ditemukan dalam produk susu,
produk biji-bijian, produk daging dan ikan, bir, buah, sayuran, air, tanah, dan
limbah (Hammes et al., 2009).
Bakteri berperan sebagai katalis untuk menghidrolisis urea menjadi amonia
dan karbon dioksida, menigkatkan pH dan produksi karbonat. Ion karbonat yang
dihasilkan bakteri akan bereaksi dengan ion kalsium yang akan mengendap dan
membentuk kristal kalsium karbonat (Liu et al., 2017). Kristal kalsium karbonat
akan mengikat butiran-butiran pasir menjadi batuan pasir sehingga terjadi proses
sementasi. Lactobacillus sp. memiliki aktivitas urease sekitar 11,5 – 24,0 unit/mL
(Kakimoto et al., 1990). Aktivitas urease pada Lactobacillus sp. terbilang rendah
karena enzim urease bekerja optimum pada pH 7 – 7,4 dan cenderung menghambat
proses pembentukan amonia.
20
2.6 Limbah Cair Tahu
Limbah cair tahu berasal dari proses pencucian dan perendaman kedelai, serta
dari proses pengepresan, pencetakan tahu dan sisa larutan proses pencucian
peralatan. Ekstraksi protein kedelai dengan air panas menghasilkan 79-83%
kandungan protein. Sisa protein yang tidak ikut mengendap terdapat dalam limbah
cair tahu (Hikmah, 2016). Hasil analisa sampel limbah cair tahu yang dilakukan
Wati (2008), nilai gizi dalam 1 liter limbah cair tahu mengandung total nitrogen
1,367, phospat 1270,006%, kalium 399,6%, total besi 3,230 mg/L, natrium 660,403
mg/L, kalsium 595,89 mg/L, magnesium 150,105 mg/L, mangan 86,756 mg/L dan
tembaga 1,482 mg/L.
Komposisi kimia limbah cair tahu menunjukkan bahwa limbah cair tahu
merupakan media yang baik digunakan untuk pertumbuhan bakteri. Total nitrogen
(N) yang masih terkandung dalam limbah cair tahu dapat dimanfaatkan untuk
kelangsungan hidup bakteri. Menurut Nurlaela et al. (2017), nutrisi utama yang
dibutuhkan oleh bakteri asam laktat adalah sumber karbon dan nitrogen yang
terkandung dalam limbah cair tahu. Limbah cair tahu dapat dijadikan media
pertumbuhan bakteri karena masih memiliki nutrisi penting untuk menunjang
pertumbuhan bakteri.
2.7 Atomic Absorption Spectophotometer (AAS)
Atomic Absorption Spectrophotometer atau spektrofotometri serapan atom
adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk mengukur unsur di
dalam suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian, dan selektifitas yang sangat tinggi.
Analisis spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang
21
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada
tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan energi radiasi menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi (excited
site). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom
pada tingkat energi radiasi yang diteruskan (transmisi), maka konsentrasi unsur di
dalam sampel dapat ditentukan (Lidya & Djenar, 2000).
Larutan yang mengandung suatu garam logam atau suatu senyawa logam
dihembuskan ke dalam suatu nyala, maka dapat terbentuk uap yang mengandung
atom-atom logam tersebut. Atom-atom logam mampu menyerap energi cahaya
yang panjang gelombangnya khas untuk setiap unsur. Cahaya dengan panjang
gelombang tertentu dilewatkan kedalam nyala yang mengandung atom-atom
logam, maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan akan
berbanding lurus dengan banyaknya atom yang berada pada nyala (Lidya & Djenar,
2000).
Gambar 4. Sekama alat spektrofotometer serapan atom (Welz, 2005)
2.8 Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
FTIR adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah
dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas dari sampel padat, cair, dan gas.
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis
vibrasi antar atom. FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan
22
anorganik serta analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan
absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Mujiyanti et al., 2016).
FTIR berupa sumber energi yang melewati celah ke sampel, dimana celah
tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi yang diserap oleh sampel. Sumber
energi sebagian diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar inframerah lolos ke detektor dan sinyal yang
terukur kemudian dikirim ke komputer (Mujiyanti et al., 2016).
2.9 X-Ray Difraction (XRD)
Sinar-X dihasilkan di tabung berisi katoda memanaskan filamen dan
menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron
akan menembaki objek sehingga dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan detektor
berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-X sehingga dapat
diolah dalam bentuk grafik. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili
satu bidang kristal. Bidang kristal yang semakin banyak terdapat dalam sampel,
semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. XRD digunakan untuk
membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-
macam keacakan dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, dan
identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat (Smallman,
2000).
2.10 Scanning Electron Microscopy (SEM)
23
Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat digunakan untuk mengetahui
morfologi permukaan sampel. Karakterisasi sampel menggunakan SEM
dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat
struktural, dan komposisi suatu bahan. Hasil yang diperoleh dari karakterisasi ini
dapat dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning Electron
Micrograph yang menampilkan bentuk tiga dimensi berupa gambar. Mikroskop ini
digunakan untuk mempelajari struktur permukaan obyek, yang secara umum
diperbesar antara 1000-40000 kali (Smallman, 2000).
Prinsip kerja alat ini adalah sumber elektron dari filamen yang terbuat dari
tungsten memancarkan berkas elektron. Berkas elektron berinteraksi dengan bahan
(spesimen) maka akan menghasilkan elektron sekunder dan sinar-X karakteristik.
Scanning pada permukaan bahan yang dikehendaki dapat dilakukan dengan
mengatur scanning denerator dan scanning coils. Elektron sekunder hasil interaksi
antara elektron dengan permukaan spesimen ditangkap oleh detektor SE
(Secondary Electron) yang kemudian diolah dan diperkuat oleh amplifier dan
kemudian divisualisaikan dalam monitor sinar katoda (CRT) (Smallman, 2000).
BAB III
METODE PENELITIAN
24
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai bulan April 2019
di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu oven “Memmert”, tanur “Muffle”, saringan
250 mikrometer “Sieve”, tabung mika 8x10 cm, autoklaf “Hirayama HVE-50”,
alat-alat gelas “Pyrex”, timbangan analitik “Toledo”, desikator “Normax”,
termometer “Toledo”, satu set alat uji permeabilitas “Controls” berupa tabung
permeabilitas, batu pori, corong, buret, stop watch, jangka sorong, ring contoh, serta
karakterisasi dengan alat AAS “Shimadzu AA-6800 F”, FTIR “Shimadzu 8400S”,
SEM “FEI Inspect-S50”, dan XRD “Philips Analytical X-Ray BV3”.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu pasir sungai Cisadane yang diambil dari
daerah Muncul, Kranggan, isolat bakteri Lactobacillus sp. berasal dari Pusat
Teknologi Lingkungan (PTL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), cangkang tutut tanpa penyortiran dari Pasar Prumpung, Gunung Sindur,
air limbah tahu dari pabrik tahu di daerah Gunung Sindur, nutrient broth “Merck”,
pupuk urea “Nitrea”, asam nitrat “Merck”, alkohol 70% dan akuades
3.3 Diagram Alir Penelitian
Pasir
Cangkang
Tutut
Dioven 150 oC
selama 10 menit
25
Gambar 5. Diagram alir proses biosementasi
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Preparasi Sampel (AOAC, 2005)
Dicuci dan dijemur 1 hari, dihaluskan,
disaring 250 mikrometer, dan ditanur
550 oC selama 3 jam
Dianalisis :
- Kadar Air
- Berat Jenis
- Berat Isi
- Porositas
- Permeabilitas
- SEM dan
XRD
Pasir ditimbang 500 g dalam tabung mika
8x10 cm sebanyak 17 buah, 12 tabung
dicampur tepung cangkang tutut dengan
variasi 20, 35, dan 50 g dan dikocok
Campuran Pasir –
Tepung Cangkang
(Bioreaktor)
Lactobacillus
sp. dalam
media nutrient
broth dan
limbah tahu
Didiamkan pada suhu ruang selama
7 minggu, didokumentasi setiap
minggu, dan diuji kadar air, berat
jenis, berat isi, porositas,
permeabilitas, karakterisasi SEM
dan XRD
10
g
urea
20 g
urea
Dicampur kedalam
masing-masing media
nutrient broth dan
limbah tahu berisi
Lactobacillus sp.
26
Cangkang tutut sebanyak 1 kg direbus, dicuci dan dijemur dibawah sinar
matahari. Cangkang tutut dihaluskan menggunakan lumpang dan diayak
menggunakan saringan 250 mikrometer. Serbuk cangkang ditanur pada suhu 550
oC selama 3 jam untuk melepas CO2 dari CaCO3 sehingga terbentuk CaO (prosedur
ini mengikuti AOAC 2005 modifikasi).
Pasir sebanyak 15 kg dioven pada suhu 150 oC selama 10 menit sehingga
menghasilkan pasir steril. Pasir sesudah dioven dilakukan analisis berupa kadar air,
berat jenis, berat isi, porositas, permeabilitas, serta karakterisasi struktur tanah
menggunakan alat SEM dan XRD.
3.4.2 Uji Kadar Kalsium dengan Alat AAS (Warsy et al., 2016)
Tepung kalsium tutut sebanyak 5 g dilarutkan dalam labu ukur 25 mL dengan
HNO3 pekat sampai batas tera. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi 0,1; 0,5;
1; 2; 5; 10; 20; 30; 40; 50 ppm. Larutan standar dan sampel diukur pada panjang
gelombang 442 nm.
3.4.3 Pembuatan Media Nutrient Broth (NB) dan Air Limbah Tahu (Helmi et
al., 2016)
Nutrient broth ditimbang sebanyak 16 g dan dilarutkan dengan 2 L akuades
sambil dipanaskan selama 1 menit sambil diaduk, lalu dituang kedalam dua buah
botol kaca masing-masing sebanyak 1 L. Nutrient broth diautoklaf pada suhu 121
oC selama 20 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Air limbah tahu dituang
kedalam dua buah botol kaca masing-masing sebanyak 1 L. Urea sebanyak 10 g
dan 20 g ditambahkan ke dalam masing-masing media kemudian diaduk. Isolat
mikroba Lactobacillus sp. sebanyak 100 mL ditambahkan pada masing-masing
27
media (10% dari volume media) kemudian diaduk dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 14 hari.
Tabel 7. Komposisi media pertumbuhan mikroba
Urea
Mikroba
(Lactobacillus sp.)
Media
Nutrient Broth Air Limbah Tahu
10 g 100 mL 1 L 1 L
20 g 100 mL 1 L 1 L
3.4.4 Pembuatan Bioreaktor (Helmi et al., 2016)
Pasir steril ditimbang sebanyak 500 g dan dimasukkan ke dalam tabung mika
dengan diameter 8 cm dan tinggi 10 cm. Pasir steril dalam tabung dicampur dengan
tepung kalsium cangkang tutut dengan variasi tepung kalsium 20, 35, dan 50 g.
Campuran pasir dan tepung kalsium kemudian dikocok. Tabung berisi pasir dan
serbuk kalsium diinjeksikan dengan larutan media mikroba nutrient broth dan
limbah tahu masing-masing sebanyak 80 ml kemudian dipadatkan. Tabung
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 minggu. Setiap minggu dilakukan
dokumentasi pada tabung. Pasir hasil biosementasi dilakukan analisis berupa kadar
air, berat jenis, berat isi, porositas, pengujian berupa permeabilitas, serta
karakterisasi struktur tanah menggunakan alat SEM dan XRD.
Tabel 8. Perlakuan proses biosementasi
28
No. Pasir
(gram)
Tepung
Cangkang
tutut
(gram)
Lactobacillus
sp. dalam
nutrient broth
(mL)
Lactobacillus
sp. dalam air
limbah tahu
(mL)
Urea
(gram)
1 500 - - - 20
2 500 - 80 - 20
3 500 - - 80 20
4 500 35 - - -
5 500 - - - -
6 500 20 80 - 10
7 500 35 80 - 10
8 500 50 80 - 10
9 500 20 80 - 20
10 500 35 80 - 20
11 500 50 80 - 20
12 500 20 - 80 10
13 500 35 - 80 10
14 500 50 - 80 10
15 500 20 - 80 20
16 500 35 - 80 20
17 500 50 - 80 20
3.4.5 Analisis Pasir
Kadar Air (ASTM D 2216-71)
Cawan timbang dibersihkan dan dikeringkan, kemudian ditimbang (W1
gram). Contoh tanah dimasukkan ke dalam cawan timbang dan ditimbang bersama
tutupnya (W2 gram). Cawan berisi tanah dimasukkan ke dalam oven dalam keadaan
terbuka pada suhu 105-110 oC selama 16-24 jam. Cawan berisi tanah dikeluarkan
dari oven dan didinginkan di dalam desikator, kemudian cawan berisi tanah kering
ditimbang bersama tutupnya (W3 gram).
Kadar Air = 𝐖𝟐− 𝐖𝟑
𝐖𝟑− 𝐖𝟏 × 𝟏𝟎𝟎% ...................................................................... (1)
Berat Jenis (SNI, 2008)
29
Piknometer dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan dan ditimbang
(W1 gram). Sampel dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditimbang (W2
gram). Akuades ditambahkan ke dalam piknometer berisi sampel, sehingga
piknometer terisi dua per tiganya. Sampel yang mengandung lempung didiamkan
terendam selama 24 jam. Piknometer berisi rendaman sampel dipanaskan selama
10 menit sehingga udara keluar seluruhnya. Piknometer didinginkan dan
ditambahkan akuades secukupnya lalu ditimbang (W3 gram). Piknometer
dikosongkan dan dibersihkan, kemudian diisi dengan akuades dengan temperatur
yang sama lalu ditimbang (W4 gram).
Berat Jenis = W2− W1
(W2− W1) + (W4− W3) ............................................................. (2)
Berat Isi (SNI, 1994)
Ring sampel kosong ditimbang dengan ukuran diameter 50 mm, tinggi 28
mm dan tebal 3 mm (W1 gram). Ring diisi dengan sampel lalu ditimbang (W2 gram).
Berat isi tanah dihitung dengan rumus :
Berat Isi = W2−W1
Volume (cm3) .............................................................................. (3)
Porositas (Sutanto, 2005)
Menghitung porositas tanah menggunakan perhitungan turunan dari berat isi
dan berat jenis :
Porositas = (1 −Berat Isi
Berat Jenis) × 100% ..................................................... (4)
Permeabilitas (SNI, 1980)
30
Constant Head
Pasir kering udara diambil yang mengadung butiran pasir lolos saringan No.
200 lebih kecil dari 10%. Air dicampurkan secukupnya untuk menghindari agregasi
selama pengisian tabung sehingga campuran dapat mengalir bebas untuk
membentuk lapisan-lapisan dalam tabung. Tutup tabung dilepaskan lalu
dimasukkan batu pori ke dalamnya. Campuran pasir dimasukkan ke dalam tabung
dengan menggunakan corong dengan gerakan melingkar sampai ketinggian tanah
6 cm. Lapisan tanah dipadatkan dengan alat penumbuk. Prosedur 4 dan 5 diulangi
sampai ketinggian yang diinginkan. Batu pori diletakkan diatasnya dan dimasukkan
pegas lalu tabung ditutup, dicatat tinggi benda uji dalam tabung. Slang intake
dihubungkan ke corong melalui buret lalu corong diisi dengan air terus-menerus.
Stopwatch dihidupkan dan air yang keluar ditampung dengan gelas ukur. Waktu
yang dibutuhkan dicatat untuk mendapatkan volume tertentu.
Q = k × A × i × t ........................................................................................ (5)
k =Q×L
h×A×t .................................................................................................... (6)
Keterangan : k = Koefisien permeabilitas (cm/detik)
Q = Debit (cm3)
A = Luas penampang (cm2)
L = Panjang sampel (cm)
h = tinggi sampel (cm)
t = Waktu pengamatan (detik)
i = Koefisien hidrolik (h/L)
Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FTIR) (Shirsath et al., 2015)
31
Sampel cangkang tutut digerus sebanyak 1 mg dan dicampur dengan 100-200
mg serbuk KBr kering dengan lumpang agate hingga homogen. Campuran
dimasukkan ke dalam pencetak khusus menggunakan spatula mikro. Pencetak
dihubungkan dengan handy press. Tongkak handy press dilepas dan cakram KBr
dikeluarkan. Cakram KBr dimasukkan ke dalam KBr disc holder kemudian
diidentifikasi pada panjang gelombang 400-4000 cm-1.
Karakterisasi X-Ray Difraction (XRD) (Liu et al., 2017)
Sampel dihaluskan dengan lumpang steril hingga menjadi serbuk halus,
kemudian disaring dengan ayakan 200 mikrometer. Analisis XRD menggunakan
Cu-Kα (λ = 0,3 mm) dengan sudut dikfraksi (2θ) rentang dari 10o sampai 80o,
dengan ukuran 0,02o dan kecepatan pengukuran 2o/menit.
Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) (Helmi et al., 2016)
Sampel dilapisi dengan Pt dan ditempatkan pada instrumen SEM pada
rentang perbesaran 65 sampai 850 kali hingga terlihat ukuran dan bentuk partikel
pasir dengan jelas dan dapat diketahui mikrostruktur dari sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
4.1 Kadar Kalsium Cangkang Tutut
Kadar kalsium cangkang tutut ditentukan menggunakan alat Atomic
Absorption Spectrofotometer (AAS) dengan metode destruksi basah menggunakan
asam nitrat pekat. Asam nitrat pekat digunakan untuk mendestruksi sampel dan
menghilangkan bahan organik sehingga diperoleh mineral kalsium. Reaksi antara
sampel cangkang dengan asam nitrat menghasilkan gas CO2. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut (Ridlo et al., 2018).
CaCO3 (s) + 2HNO3 (aq) → Ca2+ (aq) + 2NO3-(aq) + H2O (l) + CO2 (g)
Kurva standar kalsium didapatkan regresi linier y = 0,0153x - 0,0003 dengan
R² = 0,9998 (Lampiran 2). Hasil analisis kandungan kalsium pada cangkang tutut
diperoleh sebesar 35,1672 % (Lampiran 3). Kandungan kalsium cangkang tutut
tidak jauh berbeda berdasarkan penelitian Ridlo et al. (2018), menggunakan alat
AAS dengan metode destruksi basah sebesar 34,64 %.
4.2 Karakterisitik Sifat Fisik Tanah
Analisis karakteristik sifat fisik tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis
tanah yang digunakan pada penelitian. Hasil analisis sampel tanah diperoleh data-
data karakteristik sifat fisik tanah pada tabel berikut.
Tabel 9. Hasil karakteristik sifat fisik tanah
No. Parameter Hasil Kategori Referensi
1 Kadar Air 14,8 % Pasir (15 %) Hanafiah, 2005
33
2 Berat Isi 1,2 g/cm3
Tanah mineral
(1,1-1,6 g/cm3
Hardjowigeno,
2003
3 Berat Jenis 2,3 g/cm3 Pasir (2,31-2,44
g/cm3)
Mulyati &
Herman, 2015
4 Porositas 48,1 % Kurang poros
(40-50 %)
Sutanto, 2005
5 Permeabilitas 0,0041 cm/detik Pasir halus (10-3-
10-5 cm/detik)
Darwis, 2018
4.2.1 Kadar Air Tanah
Kadar air tanah setelah proses biosementasi dapat digunakan untuk
menunjukkan kemantapan struktur tanah dan aktivitas bakteri. Hasil analisis kadar
air dari proses biosementasi ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 10. Hasil analisis kadar air tanah dari proses biosementasi
No. Sampel Kadar
Air (%)
1 Pasir 14,8
2 Pasir + Urea 16,1
3 Pasir + Tepung Ca Tutut 11,1
4 Pasir + Lactobacillus (LT) 26,5
5 Pasir + Lactobacillus (NB) 34,7
6 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 29,9
7 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 28,8
8 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 28,7
9 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 32,9
10 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 29,5
11 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 30
12 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 29,6
13 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 33,7
14 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 27,8
15 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 30,7
16 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 31,1
17 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 23,5
Tabel 10. menunjukkan kadar air tanah dari berbagai perlakuan sampel
setelah proses biosementasi. Nilai kadar air setelah biosementasi pada media air
34
limbah tahu memiliki rentang antara 28,7 – 32,9 %, sedangkan pada media nutrient
broth memiliki rentang antara 23,5 – 33,7 %. Kadar air tertinggi setelah proses
biosementasi terdapat pada sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp. pada
media nutrient broth berisi urea 20 gram dan tepung cangkang tutut 20 gram sebesar
33,7 %. Kadar air terendah setelah proses biosementasi terdapat pada sampel pasir
dengan inokulasi Lactobacillus sp. pada media nutrient broth berisi urea 20 gram
dan tepung cangkang tutut 50 gram sebesar 23,5 %. Kadar air meningkat setelah
diinjeksikan larutan media berisi bakteri pada masing-masing sampel. Menurut
Kusuma & Yulfiah (2018), tanah dengan tekstur halus, memiliki ruang pori lebih
banyak, kemampuan menahan air lebih banyak sehingga tanah cenderung basah.
Sampel hasil biosementasi dengan kadar air yang rendah memiliki ruang pori yang
sedikit dan bertekstur kasar sehingga tanah cenderung kering. Kadar air tanah
berhubungan dengan porositas, dimana kadar air dalam tanah yang meningkat akan
mengurangi nilai porositas dalam tanah.
Kandungan kadar air tanah terhadap biosementasi pada tanah akan memiliki
struktur yang cukup kuat dengan kandungan air yang sedikit. Kandungan air yang
tinggi dalam tanah membuat tekstur tanah cenderung lembek, karena memiliki pori
yang cukup besar untuk mengikat air, sehingga struktur tanah kurang kuat (Triana
et al., 2018). Kadar air tanah pada hasil biosementasi dengan media mikroba
nutrient broth terjadi penurunan dari kontrol media nutrent broth. Media nutrient
broth memiliki pH netral. Penurunan terjadi karena molekul air digunakan oleh
bakteri untuk hidrolisis urea dan ammonia. Kadar air pada media mirkoba air
limbah tahu pada hasil biosementasi terjadi kenaikan dari kontrol media air limbah
tahu. Kenaikan terjadi karena adanya molekul air di lingkungan dan molekul air
35
tidak digunakan secara maksimal oleh bakteri. Air limbah tahu bersifat asam (pH
4-5) sehingga menghambat reaksi enzim urease menghidrolisis urea dengan pH
optimal sekitar 7 (Liu et al., 2017).
4.2.2 Berat Jenis Tanah
Berat jenis tanah setelah proses biosementasi dapat digunakan untuk menunjukkan
jumlah kristal kalsium karbonat yang terbentuk. Hasil analisis berat jenis tanah dari
proses biosementasi ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 11. Hasil analisis berat jenis tanah dari proses biosementasi
No. Sampel
Berat
Jenis
(g/cm3)
1 Pasir 2,3
2 Pasir + Urea 2,39
3 Pasir + Tepung Ca Tutut 2,4
4 Pasir + Lactobacillus (LT) 2,53
5 Pasir + Lactobacillus (NB) 2,47
6 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 2,43
7 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 2,35
8 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 2,49
9 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 2,48
10 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 2,41
11 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 2,5
12 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 2,45
13 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 2,37
14 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 2,23
15 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 2,45
16 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 2,46
17 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 2,51
Tabel 11. menunjukkan nilai berat jenis tanah dari berbagai perlakuan sampel
setelah proses biosementasi. Nilai berat jenis setelah biosementasi pada media air
limbah tahu memiliki rentang antara 2,35 – 2,5 g/cm3, sedangkan pada media
nutrient broth memiliki rentang antara 2,23 -2,51 g/cm3. Berat jenis tertinggi
setelah proses biosementasi terdapat pada sampel pasir dengan inokulasi
36
Lactobacillus sp. pada media nutrient broth berisi urea 20 gram dan tepung
cangkang tutut 50 gram sebesar 2,51 g/cm3. Berat jenis tanah meningkat setelah
adanya perlakuan biosementasi. Berat jenis setelah proses biosementasi mengalami
penurunan pada sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp. pada media
nutrient broth berisi urea 10 gram dan tepung cangkang tutut 35 gram sebesar 2,23
g/cm3.
Berat jenis tanah meningkat seiring meningkatnya berat isi tanah. Berat jenis
dipengaruhi oleh kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, dan bahan organik. Kadar
air mempengaruhi volume kepadatan tanah. Kandungan bahan organik di dalam
tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Bahan organik mengandung
berbagai macam senyawa yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu
melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat. Kandungan bahan organik
dalam tanah semakin tinggi menyebabkan berat jenis tanah semakin kecil dan tanah
menjadi lebih berpori serta memiliki kerapatan partikel yang kecil (Hanafiah,
2005).
Nilai berat jenis tanah yang rendah pada sampel pasir dengan inokulasi
Lactobacillus sp. pada media nutrient broth berisi urea 10 gram dan tepung
cangkang tutut 35 gram disebabkan karena sampel tanah mengandung bahan
organik yang tinggi (Tabel 11). Sampel hasil biosementasi sebagian besar
meningkat, selain dipengaruhi oleh bahan organik, struktur dan tekstur tanah
setelah diberi perlakuan biosementasi menyebabkan tanah menjadi lebih padat dan
mantap sehingga nilai berat jenis tanah meningkat (Sidik et al., 2014).
4.2.3 Berat Isi Tanah
37
Berat isi tanah setelah biosementasi secara tidak langsung dapat digunakan
untuk menunjukkan jumlah presipitasi kalsium karbonat yang terbentuk. Hasil
analisis berat isi tanah dari proses biosementasi ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 12. Hasil analisis berat isi tanah dari proses biosementasi
No. Sampel Berat Isi
(g/cm3)
1 Pasir 1,2
2 Pasir + Urea 1,14
3 Pasir + Tepung Ca Tutut 1,1
4 Pasir + Lactobacillus (LT) 1,21
5 Pasir + Lactobacillus (NB) 1,2
6 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 1,15
7 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 1,15
8 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 1,22
9 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 1,14
10 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 1,24
11 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 1,25
12 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 1,21
13 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 1,21
14 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 1,14
15 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 1,14
16 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 1,24
17 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 1,2
Tabel 12. menunjukkan nilai berat isi tanah dari berbagai perlakuan sampel
setelah proses biosementasi. Nilai berat isi setelah biosementasi pada media air
limbah tahu memiliki rentang antara 1,14 – 1,25 g/cm3, sedangkan pada media
nutrient broth memiliki rentang antara 1,14 – 1,24 g/cm3. Nilai berat isi tertinggi
setelah proses biosementasi terdapat pada sampel pasir dengan inokulasi
Lactobacillus sp. pada media air limbah tahu berisi urea 20 gram dan tepung
cangkang tutut 50 gram sebesar 1,25 g/cm3. Hasil berat isi yang didapat sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian Liu et al. (2017), nilai berat isi setelah
proses biosementasi memiliki rentang antara 1,29 – 1,59 g/cm3. Nilai berat isi yang
berbeda bergantung pada jumlah injeksi larutan sementasi, sehingga menentukan
38
jumlah kristal kalsium karbonat yang terbentuk. Nilai berat isi juga menentukan
kekuatan dan kepadatan sampel setelah proses biosementasi. Menurut Sidik et al.
(2014), jumlah presipitasi kalsium karbonat tertinggi terjadi di titik injeksi. Jumlah
kristal kalsium karbonat menurun sesuai jarak titik injeksi, sehingga proses reaksi
larutan sementasi terjadi lebih dahulu dari titik injeksi larutan.
Jumlah produksi kalsium karbonat dengan biosementasi meningkat dengan
bertambahnya tahap perlakuan injeksi larutan sementasi. Ruang pori pada pasir diisi
dan dipadatkan dengan kalsium karbonat, jadi berat pasir meningkat setelah
perlakuan. Ketebalan dan dimensi pasir yang diolah tetap sama, tetapi berat isinya
meningkat. Berat isi dari pasir yang diolah meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah tahap perlakuan injeksi larutan sementasi (Wang et al., 2018). Ukuran
kristal kalsium karbonat meningkat seiring dengan menurunnya pH, sedangkan
ukuran kristal kalsium karbonat menurun seiring dengan meningkatnya pH.
Konsentrasi ion asam karbonat rendah diatas pH 8, reaksi dengan ion kalsium
kurang maksimal, sehingga ukuran kristal kalsium karbonat menurun (Whiffin,
2004). Berat isi tanah cenderung naik jika semakin dalam karena kandungan bahan
organik yang semakin rendah. Berat isi yang bervariasi dipengaruhi oleh tekstur
tanah, terutama oleh ukuran dan kepadatan jenis partikel, dan struktur tanah atau
lebih khusus bagian rongga pori tanah (Sudaryono, 2011).
4.2.4 Porositas Tanah
39
Porositas tanah tanah setelah biosementasi digunakan untuk menunjukkan
ruang pori tanah yang terisi oleh kristal kalsium karbonat yang terbentuk. Hasil
analisis porositas tanah dari proses biosementasi ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 13. Hasil analisis porositas tanah dari proses biosementasi
No. Sampel Porositas
(%)
1 Pasir 48,1
2 Pasir + Urea 52,2
3 Pasir + Tepung Ca Tutut 54,1
4 Pasir + Lactobacillus (LT) 52,2
5 Pasir + Lactobacillus (NB) 51,3
6 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 53
7 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 48,3
8 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 50,9
9 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 54,2
10 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 47,7
11 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 50,3
12 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 51,5
13 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 50,3
14 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 52,7
15 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 54,1
16 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 49,3
17 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 51,2
Tabel 13. menunjukkan nilai porositas tanah pada berbagai perlakuan sampel
setelah proses biosementasi. Nilai porositas setelah biosementasi pada media air
limbah tahu memiliki rentang antara 47,7 – 54,2 %, sedangkan pada media nutrient
broth memiliki rentang antara 49,3 – 54,1 %. Nilai porositas terendah setelah proses
biosementasi terdapat pada sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp. pada
media air limbah tahu berisi urea 10 gram dan tepung cangkang tutut 50 gram
sebesar 47,7 %. Nilai porositas setelah proses biosementasi menurun karena terjadi
pengendapan kalsium karbonat yang mengisi pori-pori butiran pasir sehingga
terjadi sementasi. Nilai porositas saling berhubungan dengan kekuatan tanah.
40
Semakin rendah nilai porositas, maka semakin kuat struktur tanah (Rong & Qian,
2012).
Kristal kalsium karbonat mengisi pori kosong yang akan mengurangi nilai
porositas, permeabilitas dan mengurangi penyerapan air . Tanah yang diberi
perlakuan dengan bakteri atau enzim mampu menyerap air lebih sedikit. (Cardoso
et al., 2016). Kristal kalsium karbonat terbentuk sebagai jembatan yang
menghubungkan setiap partikel butiran pasir (Cheng et al., 2013). Volume pori
tanah berkurang sekitar 60 % setelah proses biosementasi, setengah dari
pengurangan disebabkan oleh presipitasi kalsium karbonat dan setengah lainnya
disebabkan oleh penyumbatan pori tanah oleh pertumbuhan mikroorganisme
penghasil non-kalsit (Whiffin, 2004).
Nilai porositas tanah yang didapat pada penelitian ini sebagian besar
meningkat (Tabel 13). Tanah berpasir memiliki ruang pori makro yang sangat
mudah untuk pergerakan air dan udara, sehingga porositas pada tanah yang banyak
mengandung pasir cenderung tinggi (Sudaryono, 2011). Menurut Mahawish et al.
(2018), tanah dengan struktur halus dan tanah dengan struktur kasar memiliki
volume pori yang berbeda. Tanah dengan struktur halus menunjukkan distribusi
presipitasi kalsium karbonat yang lebih baik. Tanah dengan struktur kasar memiliki
kalsium karbonat lebih banyak pada bagian bawah tanah. Tanah dengan struktur
kasar memiliki volume pori yang besar, sehingga lebih mudah mengalirkan larutan
sementasi dan sel bakteri ke bagian bawah tanah. Nilai porositas tanah setelah
biosementasi yang meningkat disebabkan presipitasi kalsium karbonat terjadi di
bagian bawah pasir. Nilai porositas berdasarkan metode diperoleh dengan cara
perhitungan perbandingan nilai berat isi dan berat jenis, sehingga nilai berat isi dan
41
berat jenis mempengaruhi nilai porositas. Sampel yang mengalami kenaikan nilai
porositas jika dilihat berdasarkan nilai berat jenis dan nilai berat isi sudah terjadi
pengendapan kristal kalsium karbonat.
4.2.5 Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah setelah proses biosementasi digunakan untuk
menunjukkan kemampuan pori-pori tanah untuk menahan aliran air. Hasil uji
permeabilitas tanah dari proses biosementasi ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 14. Hasil uji permeabilitas tanah dari proses biosementasi
No. Sampel Permeabilitas
(cm/detik)
1 Pasir 0,0041
2 Pasir + Urea 0,0049
3 Pasir + Tepung Ca Tutut 0,0075
4 Pasir + Lactobacillus (LT) 0,0005
5 Pasir + Lactobacillus (NB) 0,0041
6 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 0,0012
7 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 0,0049
8 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 0,0175
9 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 0,0008
10 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 0,0016
11 Pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 0,0023
12 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 20 g 0,0028
13 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 20 g 0,0016
14 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 35 g 0,0038
15 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 35 g 0,0018
16 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 10 g + Tepung Ca 50 g 0,0029
17 Pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + Tepung Ca 50 g 0,0001
Tabel 14. menunjukkan nilai permeabilitas tanah pada berbagai perlakuan
sampel setelah proses biosementasi. Nilai permeabilitas setelah biosementasi pada
media air limbah tahu memiliki rentang antara 0,0008 – 0,0175 cm/detik,
sedangkan pada media nutrient broth memiliki rentang antara 0,0001 – 0,0038
cm/detik. Nilai permeabilitas sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp.
menggunakan media air limbah tahu maupun media nutrient broth sebagian besar
42
terjadi penurunan terhadap sampel pasir kontrol. Penurunan permeabilitas terbesar
setelah biosementasi terjadi pada sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp.
pada media nutrient broth berisi urea 20 gram dan tepung cangkang tutut 50 gram
dengan presentase penurunan sebesar 98% (0,0001cm/detik). Penurunan
permeabilitas setelah biosementasi dengan inokulasi Lactobacillus sp. pada media
air limbah tahu berisi urea 20 gram dan tepung cangkang tutut 35 gram dengan
presentase penurunan sebesar 80% (0,0008 cm/detik). Berdasarkan Yuliani (2015),
pada media limbah cair tahu nilai permeabilitas terjadi penurunan menjadi 0,0019
cm/detik dari 0,0042 cm/detik dan pada media kimia diperoleh nilai permeabilitas
mengalami penurunan menjadi 0,0023 cm/detik dari 0,0045 cm/detik.
Penurunan nilai permeabilitas pada partikel tanah disebabkan oleh aktivitas
dari mikroorganisme dalam menghasilkan biofilm. Bakteri mampu menghasilkan
polimer, sedangkan pemberian air limbah tahu sebagai nutrisi tambahan bagi
perkembangan mikroorganisme yang menyebabkan mikroorganisme dalam media
tanah dapat mengasilkan polimer (Yuliani, 2015). Nilai permeabilitas bergantung
pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk
partikel, dan struktur tanah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin kecil pula
ukuran pori dan semakin rendah nilai permeabilitasnya (Sutanto, 2005).
Nilai permeabilitas yang menurun pada sampel tanah dalam proses
biosementasi karena terjadi presipitasi kalsium karbonat yang menempati ruang
pori tanah. Permeabilitas menurun dengan meningkatnya kadar kalsium karbonat.
Presipitat kalsium karbonat menyebabkan perubahan volume dalam ruang pori
tanah dibandingkan dengan air, sehingga kerapatan dan kekuatan tanah meningkat
(Cheng et al., 2013). Presipitasi kalsium karbonat pada tanah mengikat antara
43
butiran pasir untuk meningkatkan kuat geser dan mengisi pori tanah untuk
mengurangi permeabilitas (Choi et al., 2016).
4.3 Hasil Pengamatan Proses Biosementasi
Hasil pengamatan proses biosementasi dilakukan secara visual dengan
mendokumentasikan sampel setiap minggu selama tujuh minggu. Pengamatan yang
tercantum mewakili hasil proses biosementasi dengan formula terbaik. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. (pengambilan gambar dilakukan
pada waktu dan pencahayaan yang berbeda sehingga warna gambar pengamatan
setiap minggu berbeda-beda).
Gambar 6. Pengamatan sampel pasir minggu ke-1 sampai minggu ke-7 (kiri ke
kanan)
Berdasarkan pengamatan visual pada Gambar 6. tidak terjadi biosementasi.
Kondisi tabung tetap kering karena sampel tidak diberi perlakuan apapun.
Gambar 7. Pengamatan sampel pasir + Lactobacillus (NB) Urea 20 g + Tepung Ca
50 g minggu ke-1 sampai minggu ke-7 (kiri ke kanan)
44
Berdasarkan pengamatan visual pada Gambar 7. secara berkala terjadi
perubahan fisik dari sampel pasir. Kondisi tabung lembab karena diinjeksi dengan
larutan sementasi. Sampel pasir terbentuk film-film tipis yang melapisi sampel.
Terbentuk juga butiran-butiran putih kecil. Bobot sampel semakin berat pada
minggu terakhir pengamatan. Warna sampel semakin gelap pada minggu terakhir.
Gambar 8. Pengamatan sampel pasir + Lactobacillus (LT) Urea 20 g + Tepung Ca
35 g minggu ke-1 sampai minggu ke-7 (kiri ke kanan)
Pada Gambar 8. secara visual tidak jauh berbeda dengan sampel pada media
nutrient broth (Gambar 7.). Kondisi tabung juga lembab karena diinjeksi larutan
sementasi. Sampel pasir terbentuk film-film tipis disekitar tabung. Terbentuk juga
butiran-butiran putih kecil. Bobot sampel pun semakin berat pada pengamatan di
minggu ke-7. Warna sampel semakin gelap pada minggu terakhir.
4.4 Hasil Uji Spektrum FTIR
Karakterisasi dengan spektroskopi inframerah bertujuan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi CaO yang terbentuk pada sampel tepung cangkang
tutut. Gambar 9. menunjukkan spektrum FTIR dari sampel tepung cangkang tutut
sebelum dan sesudah dikalsinasi pada bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1.
45
Gambar 9. Spektrum FTIR tepung cangkang tutut sebelum dan sesudah kalsinasi
Tabel 15. Gugus fungsi dan panjang gelombang FTIR cangkang tutut sebelum
kalsinasi
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang
(cm-1) Jenis Molekul
Ca-O 458 CaCO3
Ca-O 863 CaCO3
C-O regang 1029 CaCO3
C-O regang 1474 CaCO3
C-O regang 1560 CaCO3
C=O regang 1637 CaCO3
C=O regang 1654 CaCO3
C=O regang 1786 CaCO3
O-H regang 3447 H2O
Spektrum FTIR tepung cangkang tutut sebelum kalsinasi sebagian besar
tersusun oleh CaCO3. Puncak pada gelombang 458, 713, dan 863 cm-1 sebelum
kalsinasi (Tabel 15) mengidentifikasikan adanya vibrasi gugus Ca-O dari bentuk
CaCO3. Puncak pada gelombang 1474 cm-1 sebelum kalsinasi menunjukkan vibrasi
gugus C-O regang dari CaCO3. Puncak pada gelombang 1786 cm-1 sebelum
kalsinasi merupakan vibrasi gugus C=O regang. Puncak pada gelombang 3447 cm-
1 sebelum kalsinasi menunjukkan vibrasi gugus O-H regang.
O – H
C - O
C = O
Ca - O
46
Tabel 16. Gugus fungsi dan panjang gelombang FTIR cangkang tutut setelah
kalsinasi
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang
(cm-1) Jenis Molekul
Ca-O 411 Ca-O
Ca-O 419 Ca-O
Ca-O 427 Ca-O
Ca-O 446 Ca-O
Ca-O 669 Ca-O
Ca-O 712 Ca-O
Ca-O 875 Ca-O
C-O regang 1040 CaCO3
C-O regang 1420 CaCO3
C-O regang 1458 CaCO3
C-O regang 1560 CaCO3
C=O regang 1617 CaCO3
C=O regang 1654 CaCO3
C=O regang 1685 CaCO3
C=O regang 1735 CaCO3
C=O regang 1752 CaCO3
C=O regang 1797 CaCO3
O-H regang 2513 C-O-H
O-H regang 3429 Ca(OH)2
O-H regang 3728 Ca(OH)2
Puncak gelombang 446, 712, dan 875 cm-1 sesudah kalsinasi (Tabel 16)
merupakan vibrasi gugus Ca-O dengan intensitas yang meningkat dibandingkan
sebelum kalsinasi. Puncak pada gelombang 713 dan 875 cm-1 merupakan
karakteristik struktur kalsium karbonat. Puncak 500 – 580 cm-1 merupakan vibrasi
Ca-O (Tangboriboon et al., 2012). Puncak 713 dan 875 cm-1 merupakan vibrasi dari
ikatan Ca-O (Fatimah et al., 2018). Puncak pada gelombang 1420 dan 1458 cm-1
sesudah kalsinasi menunjukkan vibrasi gugus C-O regang dari CaCO3. Puncak
1423 cm-1 merupakan karakteristik struktur kalsium karbonat (Tangboriboon et al.,
2012). Puncak 1479 dan 1419 cm-1 merupakan vibrasi C-O simetri dan asimetri dari
karbonat (Granados et al., 2007). Puncak 1417 dan 1427 cm-1 merupakan vibrasi
47
ikatan C-O (Galvan et al., 2009). Puncak pada gelombang 1797 cm-1 sesudah
kalsinasi merupakan vibrasi gugus C=O regang. Puncak 1798 cm-1 merupakan
karakteristik struktur kalsium karbonat (Tangboriboon et al., 2012). Puncak 1795
cm-1 menunjukkan vibrasi ikatan C=O (Galvan et al., 2009). Puncak pada
gelombang 3429 dan 3728 cm-1 sesudah kalsinasi menunjukkan vibrasi gugus O-H
regang. Puncak 3435 dan 3643 cm-1 merupakan ikatan O-H (Tangboriboon et al.,
2012). Puncak 3628 cm-1 adalah vibrasi gugus O-H dari Ca(OH)2 (Galvan et al.,
2009). Puncak pada gelombang 3639 cm-1 merupakan vibrasi O-H regang dari
Ca(OH)2. Gugus O-H berasal dari molekul air yang teradsorb pada permukaan CaO,
karena CaO mudah menyerap air dari udara (Granados et al., 2007).
4.5 Hasil Uji Puncak XRD
Karakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui kristalinitas dari kristal
CaCO3 pada sampel kontrol negatif dan sampel hasil biosementasi.
Gambar 10. Perbandingan pola difraksi CaCO3 antara pasir; pasir dalam media
mikroba nutirent broth; dan pasir dalam media mikroba air limbah
tahu
SiO
CaCO3
48
Pola difraksi pada sampel pasir menghasilkan puncak pada 2 theta 24,4⁰;
26,6⁰; 28,0⁰; 46,5⁰; 67,7⁰; 75,0⁰; dan 78,7⁰ yang mengindikasikan senyawa SiO2.
Data literatur JCPDS (Joint Committe on Power Diffraction Standards) 46-1045
menunjukkan bahwa SiO2 memiliki puncak pada 2 theta 20,8⁰; 26,6⁰; 45,7⁰; dan
67,7⁰ (Boussaa et al., 2016). Senyawa SiO2 berada pada 2 theta 20,9⁰; 26,7⁰; 36,8⁰;
45,9⁰; 50,1⁰; dan 67,9⁰ (Joshi et al., 2018). Pola difraksi pada sampel pasir dengan
inokulasi Lactobacillus sp. dalam nutirent broth dengan tepung cangkang tutut 50
gram menunjukkan puncak pada 2 theta 22,9⁰; 29,3⁰; 35,9⁰; 39,3⁰; 43,0⁰; 47,4⁰;
48,4⁰; dan 57,3⁰ yang mengindikasikan senyawa CaCO3. Puncak pada 2 theta 24,4⁰;
26,5⁰; 74,6⁰; dan 77,4⁰ mengindikasikan senyawa SiO2 dari pasir.
Pola difraksi pada sampel pasir dengan inokulasi Lactobacillus sp. dalam air
limbah tahu dengan tepung cangkang tutut 35 gram menunjukkan pada 2 theta
29,6⁰; 36,2⁰; 39,6⁰; 43,4⁰; 47,7⁰; dan 48,7⁰ mangindikasikan senyawa CaCO3.
Puncak pada 2 theta 20,9⁰; 23,8⁰; 26,8⁰; 67,0⁰; dan 74,4⁰ mengindikasikan senyawa
SiO2 dari pasir. Data literatur JCPDS 47-1743 menunjukkan bahwa CaCO3
memiliki puncak pada 2 theta 23,0⁰; 29,5⁰; 36,0⁰; 39,7⁰; 43,3⁰; 47,1⁰; 48,5⁰; dan
57,0⁰ (Render et al., 2016). Senyawa CaCO3 memiliki puncak pada 2 theta 23,2⁰;
29,5⁰; 36,0⁰; 47,3⁰; 48,2⁰; dan 56,7⁰ (Cheng et al., 2014). Presipitat CaCO3
menunjukkan puncak pada 2 theta 29,5⁰; 39,3⁰; 43,2⁰; dan 48,9⁰ (Helmi et al.,
2016). Presipitat CaCO3 menunjukkan puncak pada 2 theta 29,8⁰; 39,8⁰; 47,0⁰; dan
48,3⁰. Presipitat CaCO3 terdapat di dalam pasir yang diberi perlakuan biosementasi.
Presipitat CaCO3 menjelaskan degradasi biologis dari urea menjadi ion karbonat
49
dan ion hidroksida sehingga pH meningkat dan terjadi presipitasi CaCO3 pada
lapisan pasir (Piriyakul & Iamchaturapatr, 2013).
Puncak difraksi sampel pasir dengan media mikroba nutrient broth dan media
mikroba limbah tahu terdapat sedikit perbedaan. Puncak difraksi SiO pada media
mikroba nutrient broth tidak terdeteksi pada 2 theta 67,7⁰, sedangkan pada 2 theta
yang lain puncak difraksi SiO sama-sama terdeteksi. Menurut Whiffin, (2004),
kristal kalsium karbonat mengisi ruang pori tanah dan melapisi butiran pasir. Kristal
kalsium karbonat yang melapisi butiran pasir menyebabkan puncak difraksi pada 2
theta 67,7⁰ tidak terdeteksi.
Ukuran kristal rata-rata dari kristal kalsium karbonat pada masing-masing
media dihitung dengan nilai FWHM (Full Widht of Half Maximum) dari puncak
bidang difraksi menggunakan persamaan Scherrer (Lampiran 4). Perhitungan
FWHM diambil dari masing-masing puncak yang menunjukkan kristal kalsium
karbonat. Hasil perhitungan ukuran kristal kalsium karbonat pada media mikroba
nutrient broth sebesar 22,1590 nm, sedangkan ukuran kristal kalsium karbonat pada
media mikroba air limbah tahu sebesar 0,6288 nm.
Sampel pasir sebelum dan sesudah diberi perlakuan biosementasi baik media
mikroba air limbah tahu dan media mikroba nutrient broth mengalami perubahan
berupa pembentukan kristal CaCO3. Media mikroba air limbah tahu menghasilkan
intensitas kristal CaCO3 lebih rendah dibandingkan dengan media mikroba nutrient
broth. Presipitasi kasium karbonat pada media mikroba nutrient broth diperoleh
kristal CaCO3 sekitar 18,79 %, sedangkan pada media mikroba air limbah tahu
diperoleh kristal CaCO3 sekitar 12,85 % (Lampiran 5). Media mikroba air limbah
tahu bersifat asam yang dapat menurunkan pH lingkungan sehingga enzim urease
50
sedikit bahkan tidak terproduksi dan proses presipitasi kalsium karbonat sangat
sedikit (Helmi et al., 2016).
4.6 Hasil Uji Morfologi SEM
Analisis morfologi menggunakan SEM digunakan untuk mengetahui
mikrostruktur dari permukaan pasir dan kristal CaCO3 pada sampel kontrol negatif
dan sampel hasil biosementasi.
Gambar 11. Hasil uji SEM sampel pasir kontrol negatif
Gambar 11. menunjukkan hasil uji SEM sampel pasir kontrol negatif yang
tidak dilakukan proses biosementasi. Sampel pasir kontrol negatif tidak terbentuk
atau tidak terdapat kristal kalsium karbonat.
Pasir
Pasir
Pasir
51
Gambar 12. Hasil uji SEM sampel pasir + Lactobacillus (NB) urea 20 g + tepung
Ca 50 g
Gambar 12. menunjukkan hasil uji SEM pada sampel pasir dengan inokulasi
Lactobacillus sp. dalam nutirent broth berisi urea 20 gram dengan tepung cangkang
tutut 50 gram terjadi biosementasi. Kalsium karbonat yang terbentuk melapisi atau
menempel pada butiran pasir dengan distribusi kaslium karbonat secara acak.
Berdasarkan Gambar 9. dapat terlihat bahwa sampel menjadi lebih padat dan
rongga-rongga pasir terisi oleh kristal kalsium karbonat sehingga porositasnya lebih
rendah. Kristal kalsium karbonat yang terbentuk pada media nutrient broth terlihat
lebih jelas dibandingkan media air limbah tahu.
Pasir
CaCO3
Pasir
52
Gambar 13. Hasil uji SEM sampel pasir + Lactobacillus (LT) urea 20 g + tepung
Ca 35 g
Gambar 13. menunjukkan hasil uji SEM pada sampel pasir dengan inokulasi
Lactobacillus sp. dalam air limbah tahu berisi urea 20 gram dengan tepung
cangkang tutut 50 gram terjadi biosementasi. Kristal kalsium karbonat yang
terbentuk pada sampel sangat sedikit dan distribusi kalsium karbonat yang tidak
beraturan. Berdasarkan Gambar 10. dapat terlihat bahwa sampel masih terdapat
rongga-rongga pasir yang kosong sehingga porositasnya lebih tinggi. Kristal
kalsium karbonat yang terbentuk terlihat kurang jelas.
Hasil SEM sampel proses biosementasi pada penelitian ini dibandingkan
dengan hasil SEM penelitian Liu et al., (2017), kristal kalsium karbonat terbentuk
pada permukaan pasir dan di titik kontak antara butiran pasir dengan bentuk kristal
rombohedral (belah ketupat). Karakterisasi SEM berdasarkan penelitian Choi et al.,
CaCO3
Pasir
53
(2016), terjadi sementasi diantara butrian pasir yang terlapisi oleh kalsium
karbonat. Presipitasi kalsium karbonat mengisi pori pasir. Ukuran kristal kalsium
karbonat antara 10-20 μm (Choi et al., 2016).
Distribusi seragam dari presipitat kalsium karbonat menghasilkan lapisan
kristal kalsium karbonat disekitar butiran pasir (DeJong et al., 2010). Konsentrasi
larutan sementasi yang rendah menghasilkan kristal kalsium karbonat dengan
ukuran dan distribusi yang merata, sedangkan konsentrasi larutan sementasi yang
tinggi menghasilkan kristal kalsium karbonat dengan ukuran berbeda dan distribusi
acak (Al-Qabany et al., 2012). Kristal kalsium karbonat mengendap dengan
berbagai ukuran dan lokasi sehingga menghasilkan gumpalan kristal yang terbentuk
dipermukaan dan ruang antar butiran pasir (Cheng et al., 2013). Sampel tanah hasil
inokulasi bakteri dengan media pertumbuhan air limbah tahu dapat membentuk
eksopolisakarida yang digunakan dalam perbaikan struktur tanah (Yuliani, 2015).
54
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan dari penelitian ini diantaranya adalah :
1. Tepung cangkang tutut pada proses biosementasi dapat memperbaiki
struktur tanah berdasarkan permeabilitas tanah yang berkurang hingga
0,0001 cm/detik.
2. Media nutrient broth dan air limbah tahu dapat digunakan sebagai media
pertumbuhan Lactobacillus sp. untuk larutan sementasi dalam proses
biosementasi, namun media nutrient broth lebih baik karena tidak bersifat
asam.
3. Sifat fisik tanah dari proses biosementasi berubah dari butiran pasir
menjadi batuan pasir dengan terbentuknya kristal kalsium karbonat yang
terlihat dari mikrostruktur pasir.
5.2 Saran
Pemilihan jenis bakteri yang digunakan sangat mempengaruhi hasil
biosementasi karena enzim urease yang dihasilkan bakteri untuk mengurai urea
menentukan banyaknya kristal kalsium karbonat yang terbentuk. Keseragaman
bentuk dan ukuran pasir dalam penelitian biosementasi juga mempengaruhi hasil
biosementasi berdasarkan kekuatan dan kekakuan pasir.
55
DAFTAR PUSTAKA
Agung A. 2013. Pemanfaatan Limbah Cangkang Keong Sawah Untuk Sintesis
Hidroksiapatit Dengan Modifikasi Pori Menggunakan Pati Beras Ketan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Agustini TW, Fahmi AS, Widowati I. 2015. Pemanfaatan Limbah Cangkang
Kerang Simping (Amusium pleuronectes) dalam Pembuatan Cookies Kaya
Kalsium. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 16(1): 8-13.
Al-Qabany A, Soga K, Santamarina C. 2012. Factors Affecting Efficiency of
Microbally Induced Calcite Precipitation. Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering. 138(8): 992–1001.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical
Chemist (14th ed.). Virginia: AOAC inc.
ASTM. 1979. Standard Method of Laboratory Determination of Moisture Content
of Soil. Philadelphia: ASTM Standards.
Bahri S. 2015. Pemanfaatan Tepung Kulit Kerang sebagai Bahan Pengisi dalam
Pembuatan Kompon Karet Dot Anak Sapi. Jurnal Dinamika Penelitian
Industri. 26(2): 141–146.
Boussaa S, Kheloufi A, Zaourar NB, Kerkar F. 2016. Valorization of Algerian Sand
for Photovoltaic Application. Acta Physica Polonica. 130(1): 133-137.
Burbank MB, Weaver TJ, Green TL, Williams BC, Crawford RL. 2011.
Precipitation of Calcite by Indigenous Microorganisms to Strengthen
Liquefiable Soils. Geomicrobiology Journal. 28(4): 301–312.
Cao T, McKenry MV, Duncan RA, DeJong TM, Kirkpatrick BC, Shackel KA.
2006. Influence of Ring Nematode Infestation and Calcium, Nitrogen, and
Indoleacetic Acid Applications on Peach Susceptibility to Pseudomonas
syringae pv. syringae. Phytopathology. 96(6): 608–615.
Cardoso R, Pedreira R, Duarte S, Monteiro G, Borges H, Flores-Colen I. 2016.
Biocementation as Rehabilitation Technique of Porous Materials. New
Approaches to Building Pathology and Durability. 6(5): 99–120.
Cheng L, Cord-Ruwisch R, Shahin MA. 2013. Cementation of sand soil by
microbially induced calcite precipitation at various degrees of saturation.
Canadian Geotechnical Journal. 50(1): 81–90.
Cheng L, Shahin M, Cord-Ruwisch R. 2014. Bio-cCementation of Sandy Soil
Using Microbially Induced Carbonate Precipitation for Marine Environments.
Geotechnique. 64(12): 1010–1013.
56
Choi SG, Wu S, Chu J. 2016. Biocementation for Sand Using an Eggshell as
Calcium Source. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering. 142(10): 1-4.
Darwis H. 2018. Dasar-Dasar Mekanika Tanah (1st ed.). Yogyakarta: Pena Indis.
Das B. 1995. Mekanika Tanah (2nd ed.). Jakarta: Erlangga.
DeJong JT, Mortensen BM, Martinez BC, Nelson DC. 2010. Bio-mediated Soil
Improvement. Ecological Engineering. 36(2): 197–210.
Delvita H. 2015. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi Terhadap Karakteristik
Kalsium Karbonat (CaCO3) dalam Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea)
yang Terdapat di Kabupaten Pasaman. Pillar of Physics. 6(2): 17-24.
Ehrlich HL, Newman DK, Kappler A. 2015. Ehrlich’s geomicrobiology. CRC
press.
Fatimah I, Aulia G R, Puspitasari W, Nurillahi R, Sopia L, Herianto R. 2018.
Microwave-Synthesized Hydroxyapatite From Paddy Field Snail (Pila
ampullacea) Shell for Adsorption of Bichromate Ion. Sustainable
Environment Research. 28(6): 462–471.
Galvan RM, Hernandez J, Banos L, Noriega MJ, Rodriguez GME. 2009.
Characterization of Calcium Carbonate, Calcium Oxide, and Calcium
Hydroxide as Starting Point to the Improvement of Lime for Their Use in
Construction. Journal of Materials in Civil Engineering. 21(11): 694–698.
Granados ML, Poves MDZ, Alonso DM, Mariscal R, Galisteo FC, Moreno-Tost R,
Fierro JLG. 2007. Biodiesel From Sunflower Oil by Using Activated Calcium
Oxide. Applied Catalysis B: Environmental. 73(3–4): 317–326.
Hammes WP, Hertel C, Genus I. 2009. Lactobacillus Beijerink, 1901. Bergey’s
Manual of Systematic Bacteriology. 3(5): 465–510.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hardiyatmo H. 2010. Mekanika Tanah 2 (5th ed.). Yogyakarta: UGM Press.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah Ultisol. Jakarta: Akademika Pressindo.
Helmi FM, Elmitwalli HR, Elnagdy SM, El-Hagrassy AF. 2016. Calcium
Carbonate Precipitation Induced by Ureolytic Bacteria Bacillus licheniformis.
Ecological Engineering. 90(1): 367–371.
Hikmah N. 2016. Pengaruh Pemberian Limbah Tahu Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L). Agrotropika Hayati. 3(3): 46-
52.
Isnaini M. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana.
57
Joshi S, Goyal S, Reddy MS. 2018. Influence of Nutrient Components of Media on
Structural Properties of Concrete During Biocementation. Construction and
Building Materials. 158(5): 601–613.
Kakimoto S, Miyashita H, Sumino Y, Akiyama S. 1990. Properties of Acid Ureases
from Lactobacillus and Streptococcus strains. Agricultural and Biological
Chemistry. 54(2): 381–386.
Kusuma MN, Yulfiah Y. 2018. Hubungan Porositas Dengan Sifat Fisik Tanah pada
Infiltration Gallery. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan . 6(1):
43–50.
Lidya B, Djenar NS. 2000. Dasar Bioproses. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Liu L, Liu H, Xiao Y, Chu J, Xiao P, Wang Y. 2017. Biocementation of Calcareous
Sand Using Soluble Calcium Derived from Calcareous Sand. Bulletin of
Engineering Geology and the Environment. 77(4): 1781-1791.
Mahawish A, Bouazza A, Gates WP. 2018. Effect of Particle Size Distribution on
the Bio-cementation of Coarse Aggregates. Acta Geotechnica. 13(4): 1019–
1025.
Meyer FD, Bang S, Min S, Stetler LD, Bang SS. 2011. Microbiologically Induced
Soil Stabilization: Application of Sporosarcina pasteurii for Fugitive Dust
Control. Geo-frontiers 2011: advances in geotechnical engineering. 79(8):
4002–4011.
Montoya BM, DeJong JT. 2015. Stress-strain Behavior of Sands Cemented by
Microbially Induced Calcite Precipitation. Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering. 141(6): 1-10.
Mujiyanti DR, Nuryono N, Kunarti ES. 2016. Sintesis Dan Karakterisasi Silika Gel
Dari Abu Sekam Padi Yang Diimobilisasi Dengan 3-(Trimetoksisilil)-1-
Propantiol. Jurnal Sains Dan Terapan Kimia. 4(2): 150–167.
Mulyati M, Herman H. 2015. Komposisi Dan Kuat Tekan Beton Pada Campuran
Portland Composite Cement, Pasir Dan Kerikil Sungai Dari Beberapa Quarry
Di Kota Padang. Jurnal Momentum. 17(2): 34-48.
Nurdin M, Purwana YM, Setiawan B. 2017. Pengaruh Mikrobakteri Bacilus
Subtilus dan Psidomonas sp Terhadap Penurunan Permeabilitas dan
Peningkatan Kuat Geser Tanah Pasir. Matriks Teknik Sipil. 5(3): 1122-1129.
Nurlaela S, Sunarti TC, Meryandini A. 2017. Formula Media Pertumbuhan Bakteri
Asam Laktat Pediococcus pentosaceus Menggunakan Substrat Whey Tahu.
Jurnal Sumberdaya Hayati. 2(2): 31-38.
Phua YJ, Royne A. 2018. Bio-cementation Through Controlled Dissolution and
Recrystallization of Calcium Carbonate. Construction and Building Materials.
167(20): 657–668.
58
Piriyakul K, Iamchaturapatr J. 2013. Biocementation Through Microbial Calcium
Carbonate Precipitation. Journal of Indian Technology. 9(3): 195–218.
Render D, Samuel T, King H, Vig , Jeelani S, Babu RJ, Rangari V. 2016.
Biomaterial-Derived Calcium Carbonate Nanoparticles for Enteric Drug
Delivery. Journal of Nanomaterials. 1(1): 1-8.
Ridlo A, Sulistia S, Ekowati WS. 2018. Analisis Cangkang Hewan Sebagai Sumber
Kalsium Dalam Proses Biosementasi. Teknologi Lingkungan. 49(3): 161-167.
Rong H, Qian C. 2012. Characterization of microbe cementitious materials.
Chinese Science Bulletin. 57(11): 1333–1338.
Setianto TE, Purwana YM, Setyawan B. 2017. Studi Pengaruh Mikrobakteri
Terhadap Permeabilitas Dan Kuat Geser Tanah Lempung Dengan Variasi
Waktu Pemeraman. Matriks Teknik Sipil. 5(1): 280-288.
Shirsath SR, Sonawane SH, Saini DR, Pandit AB. 2015. Continuous Precipitation
of Calcium Carbonate Using Sonochemical Reactor. Ultrasonics
Sonochemistry. 24(1): 132–139.
Sidik WS, Canakci H, Kilic IH, Celik F. 2014. Applicability of Biocementation for
Organic Soil and Its Effect on Permeability. Geomechanics and Engineering.
7(6): 649–663.
Smallman R. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa (6th ed.). Jakarta:
Erlangga.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1980. Pengujian Permeabilitas. Jakarta: BSN.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1994. Pengujian Berat Isi Tanah. Jakarta: BSN.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. Cara Uji Berat Jenis Tanah. Jakarta: BSN.
Sudaryono S. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Pengkondisi Tanah Terhadap Sifat
Fisik Dan Kimia Tanah Pada Lahan Marginal Berpasir. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 2(1): 106-112.
Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG. 2002. Pengantar ilmu tanah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tangboriboon N, Kunanuruksapong R, Sirivat A. 2012. Preparation and Properties
of Calcium Oxide From Eggshells Via Calcination. Materials Science-Poland.
30(4): 313–322.
Titi NR & Shofia H. 2017. Potensi Cangkang Telur Sebagai Sumber Kalsium
Dengan Pendekatan Pengaruh Sterilisasi Dengan Perebusan Terhadap Kadar
Kalsium Dan Salmonella sp. Natural Science and Mathematics. 6(2): 173-181.
Triana A, Hidayah RR, Ridlo A, Ambarsari H. 2018. Pengaruh Kalsium Terhadap
59
pH Tanah Dalam Proses Biosementasi. Teknologi Lingkungan. 49(7): 189-
193.
Van Paassen LA, Harkes MP, Van Zwieten GA, Van der Zon WH, Van der Star
WRL, Van Loosdrecht MCM. 2009. Scale up of BioGrout: A Biological
Ground Reinforcement Method. Soil Mechanics and Geotechnical
Engineering. 76(4): 2328–2333.
Wahyuni S. 2015. Optimalisasi Temperatur Kalsinasi Untuk Mendapatkan Kalsit-
CaCO3 Dalam Cangkang Pensi (Corbicula moltkiana) yang Terdapat di Danau
Maninjau. Pillar of Physics. 6(2): 81-88.
Wang Z, Zhang N, Ding J, Lu C, Jin Y. 2018. Experimental Study on Wind Erosion
Resistance and Strength of Sands Treated With Microbial-Induced Calcium
Carbonate Precipitation. Materials Science and Engineering. 1(1): 1-11.
Warsy W, Chadijah S, Rustiah WO. 2016. Optimalisasi Kalsium Karbonat Dari
Cangkang Telur Untuk Produksi Pasta Komposit. Al-Kimia. 4(2): 185–196.
Wati I. 2008. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Cabai Merah (Capsicum annuum. L) Secara Hidroponik Dengan
Metode Kultur Serabut Kelapa. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Welz B. 2005. High Resolution Continuum Source AAS: The Better Way to
Perform Atomic Absorption Spectrometry. Analytical and Bioanalytical
Chemistry. 381(1): 69–71.
Whiffin V.S. 2004. Microbial CaCO3 Precipitation for the Production of
Biocement. Murdoch University: Australia.
Yudhana SH. 2015. Kepadatan Serabut Kolagen pada Proses Penyembuhan Luka
Pasca Ekstraksi Gigi Incisivus Marmut (Cavia cobaya) Setelah Implantasi
Hidroksiapatit Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea). Universitas
Gadjah Mada.
Yuliani E. 2015. Studi Efektivitas Perbaikan Struktur Tanah Berpasir dengan
Metode Bioclogging dan Biocementation. Pengairan. 6(2): 167–174.
Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Jakarta: Graha
Ilmu.
Yuwono SD & Hadi S. 2008. Production of Lactic Acid from Onggok and Tofu
Liquid Waste with Concentrate Maguro Waste Supplement by Streptococcus
bovis. J Basic Appl Sci. 2(4): 939–942.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan media NB dan air limbah tahu
60
Lampiran 2. Kurva Standar Ca
Konsentrasi (mg/L) Absorbansi
0,1 0,003
0,5 0,0098
16 gram
Nutrient Broth
Air Limbah
Tahu
dilarutkan dengan 2L akuades,
dipanaskan 1 menit sambil
diaduk, dituang ke botol kaca
masing-masing 1L, diautoklaf
121 oC selama 20 menit, dan
didinginkan pada suhu ruang
dituang ke botol kaca
masing-masing 1L
Air Limbah
Tahu
ditambahkan urea masing-masing 10 g dan 20 g, diaduk
Nutrient Broth
(Urea 10 g dan 20
g)
Air Limbah Tahu
(Urea 10 g dan 20 g)
Nutrient Broth
Steril
ditambahkan isolat bakteri Lactobacillus sp.
masing-masing 100 mL, diaduk, dan diinkubasi
selama 14 hari pada suhu ruang
Lactobacillus sp.
dalam Nutrient
Broth (Urea 10 g
dan 20 g)
Lactobacillus sp.
dalam Air Limbah
Tahu (Urea 10 g dan
20 g)
61
1 0,0184
2 0,031
5 0,0728
10 0,1535
20 0,296
30 0,4575
40 0,614
50 0,7675
Lampiran 3. Pengolahan Data Sampel Ca
No. Sampel Ulanga
n
Absorbans
i
Konsentras
i (ml/L)
Rata-rata
Konsentras
i (mg/L)
Kadar
Kalsium
(mg/L)
1 Cangkan
g Tutut 1 0,4262 27,8366
28,1339 70334,7
5 2
Cangkan
g Tutut 2 0,4353 28,4313
Konsentrasi Ulangan 1 = (0,4262−0,0003)
0,0153
= 27,8366 mg/L
Konsentrasi Ulangan 2 = (0,4353−0,0005)
0,0153
= 28,4313 mg/L
Kadar Kalsium Sampel = Rata-rata Konesentrasi x Faktor Pengenceran
y = 0,0153x - 0,0003R² = 0,9998
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0 10 20 30 40 50 60
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (mg/L)
Kurva Standar Ca
62
= 28,1339 mg/L x 2500
= 70334,75 mg/L
Sampel Ca = 5 g/25 mL
= 5000 mg/0,025 L
= 200000 mg/L
Kadar Ca = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100%
= 70334,75 𝑚𝑔 𝐿⁄
200000 𝑚𝑔 𝐿⁄ × 100%
= 35,1673 %
Lampiran 4. Perhitungan Ukuran Kristal CaCO3
Ukuran kristal CaCO3 dihitung menggunakan persamaan Scherrer :
D = K λ
β cos θ
Keterangan : D = Ukuran kristal (nm)
K = Konstanta Scherrer (0,9)
λ = Panjang gelombang (0,15406)
β = FWHM (rad)
θ = Sudut Bragg (o)
Ukuran kristal CaCO3 pada media mikroba nutrient broth
Posisi Peak (Xc) FWHM Ukuran Kristal
(nm)
Ukuran Kritstal
Rata-Rata (nm)
2,6988 80,4443 0,0988
22,1590
29,3305 0,2209 37,1794
32,3457 4,2937 1,9265
39,3573 0,1790 47,1317
43,1008 0,2397 35,6351
47,4308 0,3408 25,4593
47,4308 25,7336 0,3372
57,3857 0,3070 29,5043
Ukuran kristal CaCO3 pada media mikroba air limbah tahu
Posisi Peak (Xc) FWHM Ukuran Kristal
(nm)
Ukuran Kritstal
Rata-Rata (nm)
32,8789 299,7773 0,0276 0,6288
63
32,8789 3,9415 2,1015
44,7186 324,1492 0,0265
58,6907 11,6847 0,7800
78,6289 28,1812 0,3644
44,7186 18,1668 0,4728
Lampiran 5. Perhitungan Kristalinitas Pola Difraksi CaCO3
Kristalinitas = 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎× 100%
Media mikroba nutrient broth
Kristalinitas =584,06
3107,18× 100%
= 18,79 %
Media mikroba air limbah tahu
Kristalinitas =522,5
4065,56× 100%
= 12,85 %
Lampiran 6. Grafik kadar air tanah dari proses biosementasi
Ket : Nomor sampel sesuai dengan hasil analisis kadar air pada Tabel 10.
Lampiran 7. Grafik berat jenis tanah dari proses biosementasi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kad
ar
Air
(%
)
No. Sampel
64
Ket : Nomor sampel sesuai dengan hasil analisis berat jenis pada Tabel 11.
Lampiran 8. Grafik berat isi tanah dari proses biosementasi
Ket : Nomor sampel sesuai dengan hasil analisis berat isi pada Tabel 12.
Lampiran 9. Grafik porositas tanah dari proses biosementasi
Ket : Nomor sampel sesuai dengan hasil analisis porositas pada Tabel 13.
Lampiran 10. Grafik permeabilitas tanah dari proses biosementasi
2
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Ber
at
Jen
is (
g/c
m3)
No. Sampel
1
1,05
1,1
1,15
1,2
1,25
1,3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Ber
at
Isi
(g/c
m3)
No. Sampel
44
46
48
50
52
54
56
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Poro
sita
s (%
)
No. Sampel
65
Ket : Nomor sampel sesuai dengan hasil analisis permeabilitas pada Tabel 14.
Lampiran 11. Hasil pengamatan sampel biosementasi
Pengamatan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 (kiri ke kanan)
Pasir
Pasir + Urea
Pasir + Tepung Ca Tutut
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
0,016
0,018
0,02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Per
mea
bil
itas
(cm
/det
)
No. Sampel
66
Pasir + Lactobacillus (LT)
Pasir + Lactobacillus (NB)
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 10 g + Tepung Ca 20 g
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 20 g + Tepung Ca 20 g
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 10 g + Tepung Ca 35 g
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 20 g + Tepung Ca 35 g
67
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 10 g + Tepung Ca 50 g
Pasir + Lactobacillus (LT) Urea 20 g + Tepung Ca 50 g
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 10 g + Tepung Ca 20 g
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 20 g + Tepung Ca 20 g
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 10 g + Tepung Ca 35 g
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 20 g + Tepung Ca 35 g
68
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 10 g + Tepung Ca 50 g
Pasir + Lactobacillus (NB) Urea 20 g + Tepung Ca 50 g