pelatihan sertifikasi kompetensitb_kawakibiazmi.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/... ·...
TRANSCRIPT
Universitas Gunadarma
MODUL 3
PELATIHAN SERTIFIKASI
KOMPETENSI
S1 – Agroteknologi
Skema Sertifikasi :
RT-010/1/LSP-UG/II/2017
PEMILIHAN BENIH TANAMAN
Unit Kompetensi :
A.016400.005.01
Melakukan Panen
A.016400.006.01
Melakukan Pengolahan Calon Benih
A.016400.007.01
Melakukan Penanganan Benih
2017
UNIVERSITAS GUNADARMA
Skema Sertifikasi :
RT-010/I/LSP-UG/II/2017
Pemilihan Benih Tanaman
Unit Kompetensi :
A.016400.005.01 Melakukan Panen
A.016400.006.01 Melakukan Pengolahan Calon Benih
A.016400.007.01 Melakukan Penanganan Benih
Penyusun :
Ady Daryanto
Tubagus Kiki Kawakibi Azmi
Herik Sugeru
Jakarta, 2017
MODUL 3
PELATIHAN SERTIFIKASI KOMPETENSI
S1 – AGROTEKNOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadhirat Allah SWT, atas berkat rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, Modul 3 Pelatihan Sertifikasi Kompetensi skema Produksi Benih
Tanaman Sayuran dapat kami selesaikan. Modul ini merupakan bagian dari seri
modul pendukung untuk pelatihan sertifikasi kompetensi untuk skema Produksi
Benih Tanaman yang bertujuan memberikan bekal keterampilan bagi mahasiswa
khususnya di program studi Agroteknologi. Modul ini terbagi menjadi 3 bab.
Bab pertama (UK5) berisi Teknik Pemanenan calon benih, bab kedua (UK 6)
berisi Pengolahan Calon Benih, dan bab ketida (UK7) berisi Penanganan Benih.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada: Kaprodi Agroteknologi, Bapak Dr
Budiman atas arahannya terkait agar modul ini sejalan dengan kurikulum yang
diberikan di perkuliahan, Ibu Ratih Kurniasih SP MSc, Kepala Lembaga
Pengembangan Agroteknologi atas koordinasinya terkait sarana prasarana dan
teknis pelaksanaan kursus sertifikasi kompetensi agar sesuai dengan kebutuhan
yang ada pada modul pelatihan ini, Kepala LSP Universitas
Gunadarma, Bapak Dr. R.Supriyanto dan staff atas arahan dana koordinasinya
agar modul ini sesuai dengan kebutuhan ujian sertifikasi kompetensi, serta
staff/asisten laboratorium yang membantu penyusunan modul ini. Saran dan kritik
dari pembaca, penyusun harapkan untu perbaikan modul ini di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
5 Melakukan Panen ................................................................................................. 1
5.1 Menentukan Waktu Panen untuk Produksi Benih Berbagai Jenis Tanaman
Sayuran ................................................................................................................ 1
5.2 Melakukan Penanganan Hasil Panen berbagai Jenis Tanaman Sayuran ..... 10
6 Melakukan Pengolahan Calon Benih ................................................................. 19
6.1 Mempersiapkan Pengolahan Calon Benih................................................... 19
6.2 Melakukan Sortasi ....................................................................................... 27
7 Melakukan Penanganan Benih ........................................................................... 39
7.1 Memberikan Perlakuan Pada Benih Berbagai Jenis Tanaman Sayuran ...... 39
7.2 Melakukan Pengemasan Benih berbagai Jenis Tanaman Sayuran .............. 43
7.3 Melakukan Penyimpanan Benih berbagai Jenis Tanaman Sayuran ............ 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perubahan berat basah, berat kering, dan kadar air selama
perkembangan benih ............................................................................... 3
Gambar 2. Skema representasi interaksi antara kemasakan benih, potensi hasil,
dan kehilangan hasil akibat kerontokan .................................................. 4
Gambar 3. Hubungan antara kadar air benih dengan kelembapan ruang
penyimpanan pada suhu tertentu .......................................................... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik benih masak dan potensi hasil benih pada beberapa jenis
sayuran dan buah....................................................................................... 5
Tabel 2. Penanganan hasil panen beberapa jenis tanaman sayuran ..................... 11
Tabel 3. Rekomendasi dosis perlakuan benih dengan fungisida untuk beberapa
jenis tanaman sayuran ............................................................................. 40
Tabel 4. Perlakuan disinfeksi penyakit seedborne disease pada beberapa benih
tanaman sayuran dengan air panas .......................................................... 42
Tabel 5. Perbandingan kemampuan material kemasan untuk benih .................... 45
Tabel 6. Keseimbangan kadar air benih beberapa jenis sayuran pada beberapa RH
dengan suhu 25 0C (penghitungan berdasarkan berat basah). ................. 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prinsip kerja alat Air Screen Cleaner untuk prosesing benih ........... 61
Lampiran 2. Prinsip kerja alat Cylinder Separator untuk prosesing benih ........... 61
Lampiran 3. Prinsip kerja alat Gravity Separator untuk prosesing benih ............. 62
Lampiran 4. Prinsip kerja alat Spiral Separator untuk prosesing benih ................ 63
Lampiran 5. Prinsip kerja alat Roll Mill untuk prosesing benih ........................... 63
Lampiran 6. Prinsip kerja alat Magnetic Separator untuk prosesing benih .......... 64
Lampiran 7. Gambar alat Color Separator untuk prosesing benih ........................ 64
Melakukan Panen
Objektif:
Menentukan waktu panen untuk produksi benih berbagai jenis tanaman
sayuran
Melakukan penanganan hasil panen berbagai jenis tanaman sayuran untuk
produksi benih
5.1 Menentukan Waktu Panen untuk Produksi Benih Berbagai
Jenis Tanaman Sayuran
Kriteria panen adalah salah satu faktor penting dalam proses produksi
benih dalam rangka menghasilkan benih bermutu. Kriteria panen sangat
ditentukan oleh kondisi benih yang sudah berada pada tahapan masak (mature),
yang memiliki vigor maksimum. Karakteristik benih yang sudah masak sangat
krusial untuk diketahui agar dapat menentukan waktu panen yang tepat untuk
produksi benih bermutu. Menurut Widajati (2013), benih yang bermutu baik dan
benar adalah benih yang memiliki mutu fisik dan fisiologis yang tinggi, dan harus
benar identitas genetiknya. Gregg dan Billups (2010) menyebutkan bahwa mutu
benih tidak terjadi dengan sendirinya (otomatis) dan bukan merupakan kondisi
yang permanen sehingga perlu dijaga dan dipelihara. Menurut George (2009),
aspek-aspek dalam mutu benih diantaranya adalah: vigor, kemurnian genetik
(genetic purity), kemurnian fisik (physical purity), kesehatan (seed health), dan
kadar air benih. Aspek mutu vigor dan kadar air benih dipengaruhi oleh
kemasakan benih dan penentuan waktu pemanenan.
Pengetahuan tentang tahapan perkembangan benih merupakan bagian
penting terkait penentuan waktu panen yang tepat untuk benih yang sudah masak.
Proses perkembangan benih terjadi melalui beberapa tahapan. Palupi (2013)
membagi perkembangan benih mulai zigot sampai fase masak fisiologis menjadi
tiga fase, yaitu:
5
2
1. Fase histodiferensiasi: Pada fase ini terjadi pembelahan dan diferensiasi sel
sehingga dari satu sel zigot terbentuk embrio dengan struktur yang lengkap,
terdiri dari plumula, radikula, dan kotiledon. Kadar air dan berat basah pada
fase ini meningkat pesat, dan embrio masih sangat peka terhadap
pengeringan. Pada akhir fase ini benih mencapai matang morfologis, yaitu
saat semua struktur penting dari embrio terbentuk.
2. Fase akumulasi cadangan makanan: pada fase ini berat kering mulai
meningkat sebagai akibat dari akumulasi cadangan makanan dan terjadi
pembesaran sel. Berat basah relatif stabil walaupun benih kehilangan air
karena digantikan oleh cadangan makanan yang diakumulasikan. Penurunan
kadar air semakin lambat pada saat benih mendekati berat kering maksimum.
Pada fase ini ukuran embrio maksimum dan masih peka terhadap
pengeringan.
3. Fase pemasakan: Pada fase ini benih mengalami pemasakan yang ditandai
dengan penurunan kadar air benih sehingga berat basah menurun.
Berakhirnya akumulasi cadangan makanan ditandai dengan mengeringnya
jaringan penghubung antara tanaman induk dengan benih (contoh: munculnya
black layers pada biji jagung). Pada saat itu benih sudah mencapai masak
fisiologis, dimana berat kering, viabilitas, dan vigor maksimum.
Perubahan berat basah, berat kering, dan kadar air selama perkembangan benih
pada ketiga fase diatas dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan fase-fase
perkembangan benih tersebut, maka penentuan waktu panen yang tepat adalah
pada fase pemasakan, dimana benih sudah berada pada tahapan masak fisiologis.
George (2011) menyatakan bahwa pemanenan benih yang terlalu cepat dari fase
tersebut akan memutus proses pemasakan sehingga dapat berdampak buruk pada
mutu benih.
Umumnya, karakteristik atau ciri benih sudah mencapai fase masak
fisiologis pada tanaman budidaya ditandai dengan kehilangan pigmentasi pada
tanaman induk dan perubahan warna pada seed coat (Gregg dan Billups, 2010).
Perubahan pada karakteristik-karakteristik tersebut dapat menjadi panduan yang
membantu dalam penentuan waktu pemanenan untuk tujuan produksi benih
3
sehingga benih yang dipanen memiliki viabilitas dan vigor yang maksimum.
Selain mutu benih, pemanenan saat potensi hasil juga perlu diperhatikan agar
produksi benih yang dihasilkan dapat tercapai hasil yang maksimum.
Gambar 1. Perubahan berat basah, berat kering, dan kadar air selama
perkembangan benih
Sumber: Bewley JD dan Black M (1994) dalam Palupi (2013)
Dalam produksi benih, selain mutu benih, kuantitas hasil (yield) juga
merupakan aspek yang perlu diperhatikan. Sebagian besar tanaman budidaya,
pemanenan ditahap akhir pemasakan benih akan memberikan kuantitas hasil yang
maksimum. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk jenis tanaman budidaya
yang memiliki tipe pembungaan yang bunganya mekar secara bergiliran sampai
batas waktu tertentu, seperti pada beberapa jenis sayuran (George, 2011).
Beberapa contoh jenis sayuran yang memiliki tipe pembungaan yang mekar tidak
bersamaan diantaranya adalah brassica, selada/lettuce, dan okra. Pemanenan
ditahap akhir pemasakan benih pada beberapa contoh sayuran tersebut justru
dapat menurunkan kuantitas hasil akibat terjadinya kerontokan (shattering) pada
benih yang masak lebih awal dari benih yang lainnya (George, 2009).
4
Untuk beberapa jenis sayuran yang memiliki tipe pembungaan yang
bergantian, diperlukan proses penangan hasil panen yang memberikan waktu
untuk sebagian benih yang belum mencapai masak fisiologis secara penuh,
sehingga dapat mencapai masak fisiologis secara penuh. Interaksi antara
kemasakan benih dan potensi kuantitas hasil dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema representasi interaksi antara kemasakan benih, potensi hasil,
dan kehilangan hasil akibat kerontokan
Sumber: George (2009)
Mengenali karakteristik pemasakan benih dan menjaga jumlah benih tetap
maksimal (potensi hasil) pada fase pemasakan benih merupakan dua hal yang
sangat penting dalam proses produksi benih sayuran. Benih yang masak
menunjukkan perubahan karakteristik yang berbeda-beda bergantung pada jenis
sayurannya. Perubahan karakteristik tersebut dapat terjadi pada tanaman induk,
buah, ataupun benih. Umumnya, karakteristik atau ciri benih sudah mencapai fase
masak pada tanaman budidaya ditandai dengan kehilangan pigmentasi pada
tanaman induk dan perubahan warna pada seed coat (George, 2009). Pada tabel 1
dapat dilihat beberapa karakteristik benih masak dan potensi hasil benih beberapa
komoditas sayuran dan buah.
5
Tabel 1. Karakteristik benih masak dan potensi hasil benih pada beberapa jenis sayuran dan buah
No Jenis Sayuran dan buah Karakteristik Benih Masak Siap Panen Potensi hasil
(benih)
1 Bayam (Spinacea oleracea) Tanaman induk mulai menguning 800 kg/ha
2 Selada/Lettuce 50% benih memiliki pappus (struktur bunga hasil modifikasi calyx berbentuk seperti bulu halus) dan
kering 0.5-1 ton/ha
3 Brassica oleracea (kol dan
brokoli)
Tanaman induk mulai mengering dan berubah warna menjadi kuning kecoklatan, cek dengan membuka
polong yang paling tua (pertama menjadi coklat). Benih dapat dicek dengan jari
kol (700 kg/ha) dan
brokoli (400 kg/ha)
4 Mentimun (Cucumis sativus) Tangkai buah yang berdekatan dengan buah lebih putih (memutih) ketika benih sudah masak 400 kg/ha
5 Semangka (Citrullus lannatus)
Tangkai buah yang berdekatan dengan buah lebih putih (memutih) ketika benih sudah masak.
Krakteristik lain adalah perubahan warna dari hijau atau putih menjadi kuning pucat pada bagian bawah
buah yang menyentuh permukaan tanah
400 kg/ha
6 Melon (Cucumis melo) Pembentukan layer absisi antara tangkai buah dan buah masak, buah lebih beraroma, daging buah lunak
jika ditekan dengan jari. 300 kg/ha
7 Labu dan Pumpkin Kulit buah mengeras dan berubah warna (tipe hijau berubah ke kuning-oranye dan tipe kuning emas
berubah ke kecoklatan seperti warna jerami) 500-1000 kg/ha
8 Phaseolus vulgaris Kulit dari polong yang pertama terbentuk mengering dan memiliki karakteristik seperti kertas, dan
polong sisanya yang terbentuk belakangan berubah menjadi kuning 1500-2000 kg/ha
9 Tomat (Lycopersicon
esculentum) Buah berubah warna menjadi merah secara keseluruhan 250-400 kg/ha
10 Cabai (Capsicum sp) Buah berubah warna menjadi merah secara keseluruhan 100-200 kg/ha
11 Wortel (Daucus carota) Benih pada umbel utama (primary umbel) berubah warna menjadi coklat, pada kondisi tersebut umbel
menjadi rapuh 250-300 kg/ha
12 Peterseli (Petroselinum crispum) Benih dipanen tepat sebelum umbel utama pecah (shatter) 800 kg/ha
13 Seledri (Apium graveolens) Tanaman induk telah berubah warna menjadi kuning, dan sebagian besar benih berwarna coklat keabuan 500 kg/ha
14 Bawang merah (Allium cepa) Polong atau kapsul yang berwarna keperakan terbuka sekitar 5% dan sudah terlihat benih masak yang
berwarna hitam 1000-2000 kg/ha
15 Okra (Abelmoschus esculentus) Kemasakan benih ditandai dengan polong yang berwarna abu-abu atau coklat (bergantung varietas) 500-1500 kg/ha
Sumber: Ringkasan dari George (2009)
6
Pemanenan pada tahap yang kurang tepat dari masa pematangan dan kadar
air benih dapat menurunkan kualitas fisiologi benih. Kualitas fisiologi benih
berhubungan dengan daya hidup (life longevity) dari embrio dalam benih sehingga
dapat tetap dipertahankan sampai siap ditanam dan menghasilkan kecambah yang
vigor (Gregg dan Billups, 2010).
Beberapa poin penting yang harus perhatikan ketika penentuan waktu
panen dan ketika proses pemanenan berlangsung adalah kemurnian benih, benih
sudah mencapai fase masak maksimum, kadar air benih, dan jumlah benih pada
tanaman induk maksimum. Dalam produksi benih sayuran, material yang dipanen
memiliki tipe yang berbeda-beda. Berdasarkan karakteristiknya, buah (material
yang dipanen) dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu buah batu/dry seed
(contoh: brassica, legume, dan bawang), buah berdaging/fleshy fruit (contoh:
cabai dan okra), dan buah berdaging dan berair/wet fleshy fruit (contoh:
mentimun, melon, dan tomat). Beberapa jenis tanaman sayur yang memiliki
kecenderungan benih mudah rontok ketika kondisi cuaca kering maka penentuan
waktu panen dilakukan dipagi hari ketika kondisi berembun.
Metode dasar pemanenan untuk produksi benih dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metode pemanenan dengan pemotongan tanaman induk/tebas batang.
Pengeringan benih dapat dilakukan secara bersamaan dengan tanaman induk
tersebut dilahan atau ditempat yang berbeda, sebelum dirontokan. Metode
pemanenan seperti ini cocok untuk tanaman yang memiliki waktu anthesis
dan perkembangan benih lama. Keuntungan dari metode ini diantaranya
adalah benih dapat melanjutkan proses pemasakan pada tanaman induk, dan
pemanenan dapat dilakukan lebih awal.
2. Metode pemanenan dengan memisahkan benih dari tanaman induknya
dilahan. Proses ekstraksi dan pengeringan benih tidak dilakukan dilahan atau
dilanjutkan pada tempat yang berbeda (George, 2009).
Persiapan sebelum dilakukan perontokan atau ekstraksi benih perlu
dilakukan setelah pemanenan, khususnya pada benih yang ketika dipanen (masak
fisiologis) memiliki kadar air tinggi, untuk menghindari kemungkinan kerusakan
pada benih. Persiapan tersebut diantaranya:
7
1. Jika benih dipanen dengan dengan metode pemotongan tanaman induk, maka
setelah panen pengeringan dilakukan dengan cara digantung dilahan. Jika
panen terjadi saat musim hujan maka pengeringan dilakukan didalam ruangan
dengan ventilasi yang baik.
2. Pembuangan bagian tanaman lain untuk menghindari pencampuran material
lain ketika perontokan.
3. Hasil panen harus terhindar dari kerusakan akibat peningkatan suhu (heating)
akibat kadar air yang tinggi pada waktu panen sehingga berakibat pada laju
respirasi benih yang tinggi.
Perontokan (threshing) bertujuan untuk memisahkan benih dari bagian lain dari
tanaman. Secara umum terdapat dua metode perontokan, yaitu metode manual dan
mekanis.
1. Metode manual
a. Menggunakan tangan (hand threshing). Metode ini dapat dilakukan jika
hasil panen dalam jumlah sedikit atau skala kecil.
b. Menggunakan tongkat pemukul (beating methode). Hasil panen ditumpuk
pada tempat dengan alas misalnya anyaman bambu, kemudian tumpukan
hasil panen tersebut dipukul untuk memisahkan benih dari kulitnya. Proses
pemukulan harus hati-hati sehingga tidak sampai merusak benih.
c. Menggilas dengan roda karet. Roda karet didorong dengan bantuan
manusia atau hewan untuk memisahkan/memecahkan buah.
2. Metode mekanis (mechanical threshing)
a. Standard thresher. Mesin perontok yang dapat digunakan beberapa jenis
benih, misalnya serealia dan kacang-kacangan.
b. Plot thresher. Mesin perontok yang dirancang khusus untuk komoditas
atau jenis benih tertentu (Kuswanto, 2003).
Metode panen untuk produksi benih dapat dilakukan dengan cara manual
dan juga menggunakan mesin panen atau combine harvester. Cara manual
biasanya dilakukan ketika saat pemotongan tanaman, sehingga akan lebih baik
jika dilakukan lebih dini untuk menghindari perontokan benih dari tanaman.
Combine harvester dapat melakukan pemotongan dan perontokan secara
8
bersamaan, sehingga pemanenan lebih dini tidak diperlukan (Qadir, 2013). Salah
satu hal yang perlu diperhatikan dengan baik dalam teknis pemanenan benih
adalah menjaga benih sehingga tetap berada dalam kondisi yang baik. Kerusakan
benih secara fisik, walaupun sedikit dapat menurunkan viabilitas benih selama
penyimpanan benih (Owen, 1957). Berikut adalah beberapa cara pemanenan dari
beberapa komoditas syuran untuk produksi benih (sumber: George, 2009):
1. Bayam (Spinacea oleracea)
Pemanenan benih bayam dalam skala luas dilakukan menggunakan combine
harvester ketika cuaca kering dan angin tenang. Pemanenan benih bayam untuk
skala kecil dan sedang secara sederhana dapat dilakukan dengan pemotongan
tanaman induk/tebas batang, selanjutnya material panen ditempatkan/digantung
pada ruangan dengan ventilasi yang baik untuk proses pengeringan.
2. Selada/lettuce, wortel (Daucus carota), peterseli (Petroselinum crispum),
dan seledri (Apium graveolens)
Cara panen untuk produksi benih selada, wortel, peterseli, dan seledri dapat
dilakukan dengan pemotongan rangkaian bunga/umbel secara manual
menggunakan tangan atau mesin. Pemotongan biasanya dilakukan ketika pagi hari
saat kondisi berembun, sehingga memperkecil kehilangan hasil panen akibat
rontok. Material panen selanjutnya ditempatkan/digantung selama lebih dari lima
hari pada ruangan berventilasi untuk proses perontokan benih. Jika pemanenan
dilakukan pada daerah dengan kondisi cuaca kering, maka proses perontokan
dapat langsung dilakukan pada hari yang sama dengan pemanenan. Cara lain
pemanenan benih selada adalah dengan menggunakan kertas atau plastik bag.
Rangkaian bunga dengan benih siap panen disungkup/dibungkus dengan kertas
atau plastik bag kemudian digoyang-goyangkan (shaking) beberapa kali dengan
posisi horizontal. Cara panen benih selada seperti ini dapat dilakukan selama
beberapa kali untuk setiap tanaman (2-3 hari) untuk memperoleh hasil maksimal.
3. Kol dan brokoli (Brassica oleracea)
Panen benih brokoli dan kol umumnya dilakukan dengan cara pemotongan
tangkai bunga secara manual menggunakan tangan. Material panen
ditempatkan/digantung pada ruang berventilasi untuk pengeringan sehingga
9
mempermudah proses perontokan benih. Jika panen dilakukan pada kondisi
kering/daerah kering, proses perontokan benih dapat dilakukan secara langsung
tanpa proses pengeringan terlebih dahulu
4. Mentimun (Cucumis sativus)
Sebelum dipanen biasanya dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada beberapa
sampel buah dengan cara memotong buah secara longitudinal, benih masak akan
mudah terpisah dari daging buah bagian dalam. Pemanenan dilakukan secara
manual menggunakan tangan (hand-picked) untuk buah-buah yang siap panen dan
dilanjutkan pada mesin crusher untuk memisahkan benih dari daging buah. Jika
ekstraksi benih secara manual (hand extracted) dapat dilakukan dengan
memotong buah mentimun secara longitudinal sehingga menjadi dua bagian yang
kurang lebih sama besar, benih dibagian tengah dikerok (scraped) menggunakan
sendok atau alat lain dan dikumpulkan pada wadah. Dalam skala produksi yang
besar, panen biasanya menggunakan mesin yang memiliki crusher dan seed
extractor. Metode panen tersebut dapat diterapkan untuk semangka (Citrulus
lannatus), melon (Cucumis melo), labu dan pumpkin.
5. Pisum sativum dan Phaseolus vulgaris
Pemanenan skala produksi kecil dapat dilakukan secara manual menggunakan
tangan (hand-harvested) dengan pemotongan tanaman induk ketika polong paling
terakhir terbentuk mulai mengering. Material panen perlu dikeringkan terlebih
dahulu diruangan berventilasi sebelum benih dirontokan. Produksi benih skala
besar dapat menggunakan combine harvester.
6. Tomat (Lycopersicum esculentum) dan cabai (Capsicum sp)
Pemanenan tomat dan cabai untuk produksi benih umumnya dilakukan dengan
cara manual dengan memetik buah yang sudah berwarna merah secara
keseluruhan (perubahan warna buah masak bergantung varietas) menggunakan
tangan (hand-harvested). Produksi benih skala besar dapat menggunakan combine
harvester.
7. Bawang merah (Allium cepa)
Pemanenan cara manual menggunakan tangan dilakukan dengan memotong
tangkai buah kering sekitar 10-20 cm menggunakan pisau. Panen benih dapat
10
dilakukan secara beberapa kali dalam satu umbel (buah paling muda dipanen
terakhir), atau pemotongan satu umbel secara sekaligus.
8. Okra (Abelmoschus esculentus)
Okra memiliki pematangan buah yang bersifat sequential. Pemanenan okra untuk
produksi benih masih umum dilakukan secara manual menggunakan tangan
(hand-harvested) dengan memetik/memotong polong yang sudah siap panen
(berwarna coklat atau abu-abu bergantung varietas).
5.2 Melakukan Penanganan Hasil Panen berbagai Jenis Tanaman
Sayuran
Penanganan hasil panen dilakukan mulai dari lahan sampai buah atau
benih siap untuk proses perontokan atau ekstraksi benih. Penanganan hasil panen
dimulai dari persiapan hasil panen untuk proses transport ke tempat pengumpulan
hasil panen. Kegiatan tersebut meliputi seleksi dan pengumpulan hasil panen
kedalam kontainer untuk mempermudah proses transport dan melindungi hasil
panen agar tidak rusak selama proses transport tersebut. Seleksi bertujuan untuk
memilih hasil panen dengan kualitas baik dan membuang hasil panen yang
terserang hama dan penyakit ataupun yang memiliki karakteristik berbeda dari
varietas yang ditanam. Pemberian label juga dapat dilakukan untuk menjaga
identitas hasil panen, khususnya jika proses produksi benih melibatkan petani.
Hasil panen yang sudah dipindahkan pada ruang penanganan hasil panen dapat
langsung dilakukan ekstraksi atau perontokan jika memenuhi syarat, diantaranya
buah mencapai fase pemasakan yang sempurna dan untuk buah batu kadar airnya
sudah cukup rendah untuk proses perontokan. Jika kriteria untuk proses ekstraksi
atau perontokan belum terpenuhi maka hasil panen dapat disimpan dengan kondisi
terbuka dengan aliran udara yang baik untuk memberikan waktu pada hasil panen
mencapai fase pemasakan yang sempurna atau kadar air yang diinginkan dapat
terpenuhi. Pemberian waktu sebelum ekstraksi pada beberapa jenis buah
berdaging dapat dilakukan untuk tujuan mempermudah proses ektraksi benih,
contohnya pada terong.
11
Cara pengangan hasil panen dapat dilakukan dengan menggantung hasil
panen atau dengan menempatkannya diatas alas plastik seperti terpal. Hasil panen
yang digantung atau ditempatkan harus terlindung dari cahaya matahari langsung
ataupun dari hujan agar benih didalamnya tidak turun mutunya, khususnya
viabilitas benihnya. Secara umum penanganan hasil panen memiliki beberapa
tujuan diantaranya adalah:
- Memberikan waktu pada buah untuk mencapai masak fisiologis secara
sempurna setelah dipanen
- Proses pengeringan atau pelunakkan daging buah untuk mempermudah
proses ekstraksi benih
- Melindungi hasil panen dari pengaruh lingkungan/hewan sebelum
dilakukan perontokan atau ekstraksi
- Seleksi dari buah/material panen yang terkena penyakit tanaman
- Menjaga identitas varietas
- Membuang bagian-bagian material/hasil panen yang tidak dibutuhkan atau
dapat mengganggu mesin perontokan
Penanganan hasil panen pada beberapa jenis tanaman sayuran dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Penanganan hasil panen beberapa jenis tanaman sayuran
Jenis tanaman Penanganan material panen
Bayam, wortel, okra Tangkai bunga/buah disebar di alas plastik diruangan
berventilasi beratap
Kol dan brokoli Tangkai bunga ditempatkan di atas terpal biarkan
sekitar 2 minggu (benih muda jadi masak)
Cabai Jika ektraksi kering maka buah di jemur dibawah
matahari dengan terpal
Keluarga Cucurbita
(mentimun, melon, labu,
pumpkin)
Buah dibiarkan selama sekitar 2 minggu agar benih
masak sepenuhnya dan siap ekstraksi
Terong
Buah ditempatkan di ruangan berventilasi selama
sekitar seminggu agar benih masak sepenuhnya dan
daging buah lunak
Tomat Jika panen belum masak sempurna maka perlu di
biarkan beberapa waktu agar benih masak sempurna
Sumber: Gregg dan Billups (2010)
12
5.3 Soal Latihan
1. Perkembangan benih hingga mencapai masak fisiologis meliputi tiga fase.
Manakah fase-fase dibawah ini yang memiliki urutan yang benar.
a. Fase histodiferensiasi, pemasakan, dan akumulasi cadangan makanan
b. Fase akumulasi cadangan makanan, histodiferensiasi, dan pemasakan
c. Fase histodiferensiasi, akumulasi cadangan makanan, dan pemasakan
d. Fase akumulasi cadangan makanan, pemasakan, dan histodiferensiasi
2. Aspek-aspek dalam mutu benih yang paling benar diantaranya adalah
a. Vigor, kemurnian genetik (genetic purity), kemurnian fisik (physical
purity), kesehatan (seed health), dan kadar air benih
b. Vigor, kemurnian genetik (genetic purity), kesehatan (seed health), dan
kadar air benih
c. Vigor, kemurnian genetik (genetic purity), kemurnian fisik (physical
purity), kesehatan (seed health), kadar air, kualitas pengemasan benih
(packaging quality)
d. Vigor, kemurnian kimia (chemical purity), kemurnian fisik (physical
purity), kesehatan (seed health), dan kadar air benih
3. Dalam produksi benih, pemanenan dilakukan ketika benih mencapai masak
fisiologis karena?
a. Berat basah, viabilitas, dan vigor benih maksimum
b. Berat kering, viabilitas, dan vigor benih minimum
c. Berat basah, viabilitas, dan vigor benih minimum
d. Berat kering, viabilitas, dan vigor benih maksimum
4. Secara umum panen benih pada tanaman budidaya dilakukan diakhir fase
masak fisiologis, tetapi untuk beberapa jenis tanaman budidaya yang
memiliki tipe pemasakan benih sequential (brassica, selada/lettuce, dan okra)
akan menyebabkan beberapa kerugian, terutama adalah?
a. Kehilangan hasil akibat sebagian benih sudah mengalami kerontokan
b. Berat kering benih menjadi minimum
c. Viabilitas dan vigor benih menjadi minimum
d. Mutu fisiologis benih jadi menurun
13
5. Aspek mutu benih yang sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu panen
(ketika fase masak fisiologis) adalah
a. Vigor dan kadar air benih
b. Vigor dan Kesehatan benih
c. Kemurnian genetik benih (genetic purity)
d. Kemurnian fisik benih (physical purity)
6. Berdasarkan karakteristiknya, buah (material yang dipanen) dibagi menjadi
tiga kelompok besar, yaitu?
a. Buah batu/dry seed, buah beraroma/aromatic fruit, dan buah berdaging
dan berair/wet fleshy fruit
b. Buah tak berbiji/seedless, buah berdaging/fleshy fruit, dan buah berdaging
dan berair/wet fleshy fruit
c. Buah batu/dry seed, buah berdaging/fleshy fruit, dan buah berdaging dan
berair/wet fleshy fruit
d. Buah batu/dry seed, buah berdaging/fleshy fruit, dan buah berdaging dan
kering/dry fleshy fruit
7. Contoh tanaman yang memiliki buah berdaging dan berair/wet fleshy fruit
dibawah ini adalah
a. Mentimun, melon, tomat, dan cabai
b. Mentimun, melon, semangka, tomat
c. Mentimun, okra, melon, dan tomat
d. Mentimun, selada, melon, dan tomat
8. Ciri atau kriteria beberapa benih sayuran yang menandakan bahwa benih
sudah mencapai masak fisiologis atau siap dipanen adalah
a. Selada: 50% benih rontok, okra: polong berwarna kuning, dan bayam:
benih memiliki pappus
b. Selada: 50% benih memiliki pappus, okra: polong berwarna coklat atau
abu-abu, dan bayam: tanaman induk menguning
c. Selada: polong berwarna coklat atau abu-abu, okra: polong memiliki
pappus, dan bayam: tanaman induk menguning
14
d. Selada: polong berwarna coklat atau abu-abu, okra: 50% benih memiliki
pappus, dan bayam: tanaman induk menguning
9. Dua metode dasar pemanenan dalam produksi benih adalah
a. Metode pemanenan dengan pemotongan tanaman induk/tebas batang dan
metode pemanenan dengan memisahkan benih dari tanaman induknya
dilahan.
b. Metode pemanenan dengan cara manual dan metode pemanenan dengan
menggunakan mesin.
c. Metode pemanenan selektif dan metode pemanenan bulk.
d. Metode pemanenan suksesif/berkesinambungan dan metode pemanenan
satu kali.
10. Material yang dapat digunakan untuk tujuan mempercepat proses
pengeringan tanaman induk sebelum pemanenan benih dilakukan adalah
a. Dessiccant, absorbant, dan soil sterilant
b. Absorbant, defoliant, dan soil sterilant
c. Dessicant, defoliant, dan soil sterilant
d. Absorbant, dessicant, dan soil sterilant
5.4 Studi Kasus
Aplikasi PVA (Polyvinyl Acetate) untuk peningkatan hasil dalam
produksi benih wortel
Produksi benih sayuran, khususnya untuk komoditas yang memiliki
ukuran benih yang relatif kecil dan mudah rontok, salah satu masalah utama yang
dihadapi adalah mempertahankan hasil panen tetap maksimum saat benih
mencapai masak fisiologis. Kondisi tersebut sering terjadi pada wortel yang
memiliki karakteristik benih seperti disebutkan diatas, serta memiliki sistem
pembungaan dimana beberapa rangkaian bunga/umbel dihasilkan secara suksesi.
Tendensi kehilangan hasil akibat kerontokan benih (shattering) yang dihasilkan
dari umbel utama (yang pertama kali muncul) sangat besar ketika penentuan
waktu panen didasarkan pada kemasakan benih pada umbel kedua atau ketiga.
15
Disisi lain, jika panen hanya didasarkan pada umbel utama, maka benih pada
umbel kedua dan seterusnya mungkin belum mencapai fase masak. Apa langkah
yang dapat dilakukan sehingga produksi benih wortel dapat memberikan hasil
yang maksimum dengan mutu benih yang tinggi?
5.5 Praktikum
Seleksi Buah Siap Panen Berdasarkan Karakteristik Masak Fisiologis
Dan Ekstraksi Benih Hasil Panen
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman yang sedang berbuah: mentimun,
tomat, cabai, dan terong, air serta HCl dengan konsentrasi 1%. Alat yang
digunakan adalah bak plastik/ember, gunting, pisau, sendok, pinset, saringan,
kantong plastik, petridish, dan gelas beaker.
Metode
Seleksi buah untuk dipanen
Buah dari masing-masing jenis tanaman diseleksi berdasarkan
karakteristik masak fisiologis dengan panduan sebagai berikut:
- Mentimun: tangkai buah yang berdekatan dengan buah lebih putih
(memutih) atau mulai mengering, warna buah kuning pucat atau sedikit
coklat, dan terlihat serbuk lilin (powdery wax) diujung buah dekat tangkai.
- Tomat dan cabai: warna berwarna merah secara keseluruhan.
- Terong: buah berwarna kuning kecoklatan atau coklat untuk varietas
terong ungu
Buah yang terseleksi dipanen sebanyak 3 buah masing-masing komoditas dengan
cara memotong tangkai buah menggunakan gunting atau pisau, dan dimasukkan
kedalam wadah kantong plastik.
16
Ektraksi benih dari buah hasil panen
- Mentimun dan terong: sebelum dilakukan ekstraksi, buah mentimun dan
terong diletakkan pada tempat terbuka dengan suhu ruangan selama sekitar
seminggu agar benih didalam buah masak sepenuhnya dan daging buah
menjadi lebih lunak untuk mempermudah proses ekstraksi benih. Buah
mentimun dan terong yang sudah didiamkan selama sekitar seminggu
selanjutnya dipotong sejajar menjadi dua bagian. Benih terong dapat
diekstraksi dengan menekan daging buah sehingga benih terong dibagian
tengah keluar, kemudian kumpulkan didalam bak plastik dan tambahkan
air. Benih yang tenggelam kebagian bawah dikumpulkan diatas kertas dan
segera dikering anginkan. Ekstraksi benih mentimun dilakukan dengan
memotong sejajar menjadi dua bagian, kemudian bagian tengah dikerok
menggunakan sendok dan dikumpulkan didalam bak plastik difermentasi
pada suhu ruangan selama sekitar satu hari untuk menghilangkan gelatin
yang menyelubungi benih. Pulp hasil fermentasi ditambahkan air dan
benih dikumpulkan pada saringan sambil dibilas air agar benih mentimun
bersih. Benih kemudian dikering anginkan diatas kertas.
- Tomat: buah tomat dibelah menjadi dua bagian secara melintang.
Ekstraksi benih tomat dilakukan dengan menekan potongan buah
menggunakan tangan sehingga benih dibagian dalam dapat keluar. Benih
dikumpulkan didalam gelas beaker dan kemudian ditambahkan HCl 1%
selama 30 menit. Benih tomat selanjutnya dibilas beberapa kali dengan air
sampai bersih dan benih yang tenggelam kebawah dikumpulkan di
petridish dan selanjutnya dikeringkan.
- Cabai: buah cabai dipotong sejajar menggunakan pisau dan benihnya
diekstraksi menggunakan pinset dan dikumpulkan di petridish.
17
Daftar Pustaka
George, RAT. 2009. Vegetable Seed Production, 3rd Edition. London: CABI
International
George, RAT. 2011. Agricultural Seed Production. London: CABI International
Gregg B dan Billups G. 2010. Seed Conditioning Volume 2 Technology-Part A.
Enfield: CRC Press
Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius.
Owen BE. 1957. The Storage of Seeds for Maintenance of Viability.
Commonwealth Agricultural Bureaux, Bucks. England.
Qadir A. 2013. Perbenihan tanaman pangan, palawija, dan sayuran di Indonesia,
hal. 149-155. Dalam Widajati E, Muniarti E, Palupi ER, Kartika T,
Suhartanto MR, dan Qadir A. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB
press.
Palupi ER. 2013. Pembentukan dan perkembangan benih, hal. 9-38. Dalam
Widajati E, Muniarti E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, dan Qadir A.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB press.
Widajati E. 2013. Batasan benih, aspek-aspek dalm ilmu dan teknologi benih,
serta pentingnya benih dalam produksi tanaman, hal. 1-8. Dalam Widajati E,
Muniarti E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, dan Qadir A. Dasar Ilmu
dan Teknologi Benih. Bogor: IPB press.
18
Jawaban Soal Latihan
1. C
2. A
3. D
4. A
5. A
6. C
7. B
8. B
9. A
10. C
Jawaban Studi Kasus
Terkait dengan permasalahan dalam produksi benih wortel yang memiliki
karakteristik pembungaan yang suksesif, serta memiliki kecenderungan
kehilangan hasil benih yang tinggi akibat kerontokan (shathering), maka
diperlukan pemahaman tentang interaksi antara waktu masak benih dan potensi
hasil. Penentuan waktu pemanenan yang tepat adalah ketika fase masak dan
kuantitas hasil benih yang dapat dipanen berada pada kondisi optimum pada
kedua variabel tersebut. Disamping penentuan waktu panen yang tepat,
penggunaan PVA (Polyvinyl Acetate) dapat diterapkan untuk menurunkan potensi
kerontokan benih wortel yang masak lebih awal (khususnya benih pada umbel
utama). Penggunaan PVA untuk mencegah kehilangan hasil benih wortel sudah
diterapkan dibeberapa daerah di dunia. Aplikasi PVA dilakukan dengan cara
disemprotkan pada benih yang menempel dibagian umbel. Material PVA berperan
seperti lem ketika kering pada bagian tanaman. Perlakuan tersebut mampu
membantu mempertahankan benih yang masak lebih awal sehingga tidak rontok
dan memberikan waktu pada benih yang lebih muda untuk tetap berkembang
sampai masak.
19
Melakukan Pengolahan Calon Benih
Objektif:
Mempersiapkan pengolahan calon benih berbagai jenis tanaman sayuran
Melakukan sortasi calon benih berbagai jenis tanaman sayuran
6.1 Mempersiapkan Pengolahan Calon Benih
Perontokan (Threshing) dan Ekstraksi Calon Benih
Pengolahan calon benih harus disesuaikan dengan karakteristik buah atau
material panen, yaitu buah batu/dry seed, buah berdaging/fleshy fruit, dan buah
berdaging dan berair/wet fleshy fruit. Pengolahan calon benih akan berbeda
penanganannya bergantung pada pengelompokan karakteristik buah tersebut.
Tahap awal pengolahan calon benih untuk buah batu relatif sederhana, yaitu dapat
dilakukan perontokan secara langsung setelah material panen kering. Jika proses
panen menggunakan mesin combine harvester maka proses perontokan sudah
dilakukan ketika proses pemanenan. Perontokan bertujuan untuk memisahkan
benih dari bagian lain dari tanaman. Secara umum terdapat dua metode
perontokan, yaitu metode manual dan mekanis.
3. Metode manual
d. Menggunakan tangan (hand threshing). Metode ini dapat dilakukan jika
hasil panen dalam jumlah sedikit atau skala kecil.
e. Menggunakan tongkat pemukul (beating methode). Hasil panen ditumpuk
pada tempat dengan alas misalnya anyaman bambu, kemudian tumpukan
hasil panen tersebut dipukul untuk memisahkan benih dari kulitnya. Proses
pemukulan harus hati-hati sehingga tidak sampai merusak benih.
f. Menggilas dengan roda karet. Roda karet didorong dengan bantuan
manusia atau hewan untuk memisahkan/memecahkan buah.
4. Metode mekanis (mechanical threshing)
c. Standard thresher. Mesin perontok yang dapat digunakan beberapa jenis
benih, misalnya serealia dan kacang-kacangan.
6
20
d. Plot thresher. Mesin perontok yang dirancang khusus untuk komoditas
atau jenis benih tertentu (Kuswanto, 2003).
Berbeda dengan buah batu, buah berdaging dan buah berdaging dan berair
membutuhkan metode ekstraksi dan perlakuan khusus sebelum benih siap untuk
dikeringkan. Ekstraksi benih pada kedua jenis buah tersebut adalah dengan
ekstraksi basah (wet extraction) yang bisa dilakukan secara manual ataupun
mesin. Benih dari buah berdaging dan buah berdaging dan berair biasanya perlu
perlakuan khusus untuk membersihkan inhibitor perkecambahan yang
menyelimutinya. Perlakuan-perlakuan khusus tersebut diantaranya adalah:
1. Pencucian benih
Benih yang sudah dipisahkan dari daging buahnya dicuci dengan air
sampai permukaan benih tidak terlihat licin, yang menandakan zat inhibitor pada
benih sudah hilang. Metode ini dapat menggunakan penyemprotan dengan air
tekanan tinggi. Benih yang sudah dicuci bersih dapat dilanjutkan ke tahap
pengeringan. Jenis benih yang dapat dibersihkan dengan cara pencucian
diantaranya dalah benih mentimun, terong, cabai, melon, pare, dll.
2. Fermentasi
Benih hasil ekstraksi dari daging buahnya dimasukkan kedalam wadah
yang tidak bersifat korosif (kayu, plastik, stainless steel). Wadah yang berisi benih
disimpan selama beberapa hari agar terjadi proses fermentasi pada bagian yang
menyelimuti benih. Durasi proses fermentasi ditentukan oleh suhu selama proses
tersebut berlangsung. Pada suhu 24-270 C durasi proses fermentasi yang
diperlukan adalah 1-2 hari, sedangkan pada suhu yang lebih rendah 15-220 C
membutuhkan waktu 3-6 hari, ditentukan juga oleh jenis benih yang difermentasi.
Selama proses fermentasi perlu dilakukan pengadukan untuk memisahkan pulp
dari benih dan mencegah tumbuhnya cendawan. Setelah proses fermentasi
berakhir, benih biasanya tenggelam kedasar wadah. Penambahan air biasanya
dilakukan untuk mengencerkan pulp sehingga akan lebih mudah memisahkan
benih. Benih yang sudah dikumpulkan kemudian dicuci menggunakan air untuk
pembersihan akhir sebelum dilanjutkan ke tahap pengeringan (Kuswanto, 2003).
21
3. Metode mekanis (mechanical method)
Metode ini hanya dilakukan untuk produksi benih dalam skala besar.
Pemisahan benih dari bagian lain yang mengandung inhibitor menggunakan
mesin yang dirancang khusus.
4. Metode kimiawi (chemical method)
Metode kimiawi biasanya digunakan untuk menggantikan metode
fermentasi yang memakan waktu beberapa hari. Zat kimia yang digunakan
biasanya adalah HCl 1%. Benih dicampur dengan larutan HCl dan diaduk selama
kurang lebih 30 menit sampai bagian yang menyelimuti benih terlepas dan
mengambang ke permukaan atas. Benih harus dicuci menggunakan air selama
beberapa kali sampai zat kimia yang menempel hilang, untuk mengetahuinya
dapat menggunakan kertas lakmus (Gregg dan Billups, 2010).
Beberapa metode dalam perontokan dan ekstraksi benih dari beberapa
komoditas sayuran (George, 2009):
9. Bayam (Spinacea oleracea)
Perontokan benih bayam dari material panen yang berupa tanaman induk
kering dilakukan dengan menggunakan small-drum thresher atau cereal
thresher. Jika menggunakan cereal thresher kecepatan yang
direkomendasikan adalah 700 rpm.
10. Selada/lettuce, wortel (Daucus carota), peterseli (Petroselinum crispum), dan
seledri (Apium graveolens)
Proses ekstraksi benih dari material panen kering dilakukan menggunakan
stationary thresher atau menggunakan combine harvester. Jika benih melalui
proses combine harvester dari tanaman dilapang, maka banyak serpihan dari
bagian tanaman yang masih basah dan dapat meningkatkan kadar air benih,
sehingga benih harus segera dikeringkan. Cara lain pemanenan benih selada
adalah dengan menggunakan kertas atau plastik bag. Rangkaian bunga
dengan benih siap panen disungkup/dibungkus dengan kertas atau plastik bag
kemudian digoyang-goyangkan (shaking) beberapa kali dengan posisi
horizontal. Cara panen benih selada seperti ini dapat dilakukan selama
beberapa kali untuk setiap tanaman (2-3 hari) untuk memperoleh hasil
maksimal.
22
11. Kol dan brokoli (Brassica oleracea)
Benih sayuran dari kelompok Brassica sangat mudah pecah, sehingga penting
dalam menggunakan kecepatan yang rendah pada mesin cylinder, umumnya
tidak melebihi 700 rpm. Benih yang pecah dapat dipisahkan dari lot benih
dengan menggunakan spiral separator.
12. Mentimun (Cucumis sativus)
Jika ekstraksi benih secara manual (hand extracted) dapat dilakukan dengan
memotong buah mentimun secara longitudinal sehingga menjadi dua bagian
yang kurang lebih sama besar, benih dibagian tengah dikerok (scraped)
menggunakan sendok atau alat lain dan dikumpulkan pada wadah dalam
bentuk campuran benih basah dan cairan kental. Campuran tersebut dapat
dilakukan fermentasi terlebih dahulu selama sekitar satu hari. Proses
fermentasi bertujuan menghilangkan zat penghambat perkecambahan yang
menyelimuti benih. Campuran yang sudah difermentasi kemudian
dipindahkan pada wadah dengan bagian dasar wadah berupa lubang screen,
dan dicuci dengan cara disemprot air bertekanan. Penyemprotan air pada
benih dapat dilakukan berulang-ulang untuk pembilasan sebelum dilakukan
pengeringan. Dalam skala produksi yang besar, panen biasanya menggunakan
mesin yang memiliki crusher dan seed extractor.
13. Melon (Cucumis melo)
Metode ekstraksi benih pada mentimun dapat diterapkan untuk melon, hanya
saja pada melon tidak memerlukan proses fermentasi. Benih yang sudah
diekstraksi dapat langsung dicuci dengan air pada wadah dengan dasar
memiliki lubang screen, sebagaimana yang disebutkan pada mentimun,
sampai benih siap dikeringkan.
14. Semangka (Citrulus lannatus)
Benih pada semangka berbeda dengan kebanyakan cucurbita, benih semangka
tersebar pada keseluruhan sentral area dalam daging buah, tidak memiliki
rongga sentral. Ekstraksi benih semangka secara manual menggunakan
tangan bergantung pada pemisahan benih dari daging buah (maserasi)
daripada proses pengerokan daging buah (scopping). Potongan daging buah
semangka dibuat halus menggunakan tangan sampai dihasilkan bubur daging
23
buah (pulp). Proses ini akan memisahkan benih dari daging buah yang masih
berupa potongan besar. Bubur daging buah yang mengandung benih
ditempatkan pada wadah dengan bagian dasar berupa screen dan dicuci
menggunakan air mengalir bertekanan. Proses tersebut menghasilkan
pemisahan benih dari bubur daging buah yang terbawa aliran air melewati
lubang screen, sedangkan benih tetap berada didalam wadah (ukuran lubang
screen lebih kecil dari ukuran benih semangka). Benih semangka yang
terkumpul dicuci beberapa kali pada wadah screen dengan lubang yang lebih
halus untuk pembilasan sambil dipisahkan dari benih-benih muda yang
berwarna putih. Cara lain adalah dengan memasukan benih kedalam wadah
yang berisi air sehingga benih muda dan benih kosong mengambang
dipermukaan air. Ekstraksi benih semangka biasanya tidak menggunakan
proses fermentasi karena dapat mempengaruhi potensi perkecambahannya.
Dalam skala produksi yang besar, panen biasanya menggunakan mesin yang
memiliki crusher dan seed extractor.
15. Labu dan Pumpkin (Cucurbita pepo).
Metode ekstraksi benih pada mentimun juga dapat diterapkan untuk Labu dan
Pumpkin (Cucurbita pepo), tetapi tanpa melalui proses fermentasi.
Fermentasi dapat mengakibatkan penurunan potensi perkecambahannya.
Benih yang sudah dikeringkan sampai pada batas kadar air tertentu.
Pengeringan Calon Benih (Seed Drying)
Benih dikelompokan menjadi tiga, yaitu benih ortodoks, rekalsitran, dan
intermediate. Benih ortodoks adalah kelompok benih yang pada kadar air rendah
viabilitasnya tetap dapat dipertahankan dan dapat disimpan lama (contoh: padi,
cabai, tomat, semangka, sawi, brokoli, dll. Benih rekalsitran adalah kelompok
benih yang pada kadar air rendah viabilitasnya akan turun dan tidak tahan simpan
lama (contoh: apel, mangga, cacao, dll). Benih intermediate adalah benih yang
dapat diturunkan kadar airnya tetapi tidak tahan simpan dalam waktu lama,
contohnya pada kedelai (Suhartanto, 2013). Benih memiliki sifat higroskopis,
sehingga benih yang ditempatkan dalam ruangan dengan udara yang berkadar air
rendah maka benih akan kehilangan kadar airnya. Kondisi sebaliknya juga
24
berlaku, jika benih ditempatkan pada ruangan dengan kadar air udara lebih tinggi
dari udara, maka kadar air benih akan meningkat. Pengeringan benih merupakan
proses mengurangi kelebihan kadar air dalam benih sampai pada batas yang aman
untuk penyimpanan dan mempertahankan viabilitas benih (Kuswanto, 2003).
Dalam proses pengeringan calon benih, sangat penting menggunakan suhu
maksimum dimana viabilitas benih tidak terpengaruhi pada suhu tersebut
(Copeland dan McDonald, 2001). Hal tersebut dimaksudkan agar proses
pengeringan dapat dilakukan secepat mungkin. Benih yang berada dalam kondisi
hangat dan lembab/basah memiliki tendensi untuk berkecambah ataupun berjamur
jika proses pengeringan terlalu lama (Ashworth, 2002). Produksi benih dari buah
batu yang dilakukan di daerah kering (arid), proses pengeringan pada calon benih
biasanya tidak perlu dilakukan karena calon benih sudah memiliki kadar air yang
rendah saat dipanen. Calon benih yang diperoleh setelah proses perontokan perlu
pengujian kadar air untuk menentukan apakah calon benih perlu proses
pengeringan lebih lanjut atau tidak. Pengukuran kadar air benih biasanya
menggunakan alat seed moisture tester. Kadar air optimum untuk bcalon benih
bervariasi bergantung pada jenis tanamannya. Secara umum kadar air yang
diperlukan untuk penyimpanan jangka pendek adalah kurang dari 14%, sedangkan
pada kadar air 10%, benih dapat disimpan dalam jangka waktu sekitar 6 minggu
(George, 2011). Kadar air benih untuk penyimpanan secara maksimum atau
jangka panjang umumnya berada diantara 5 dan 6 %. Kadar air benih dibawah 5
% dapat merusak struktur membran sel dan mempercepat deteriorasi benih
(Copeland dan McDonald, 2001). Benih yang memiliki kadar air yang tinggi
dapat menimbulkan dampak buruk selama penyimpanan, diantaranya:
Memperpendek masa simpan (storability)
Menurunkan persentase viabilitas benih
Meningkatkan laju respirasi benih
Menyebabkan heating akibat respirasi ataupun aktivitas bakteri
Menyebabkan pertumbuhan cendawan (RH lebih dari 70%)
Benih menjadi makanan hama gudang (RH lebih dari 40%)
Sebaliknya jika kadar air benih terlalu rendah juga dapat menyebabkan dampak
buruk, diantaranya:
25
Menurunkan laju perkecambahan benih
Menyebabkan dormansi pada benih
Menyebabkan benih terlalu keras dan menyulitkan imbibisi ketika
dikecambahkan
Menyebabkan kematian embrio
Metode pengeringan calon benih dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Pengeringan dengan panas matahari
Pengeringan dengan panas matahari dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Pengeringan secara langsung dilakukan dengan menjemur
benih secara langsung pada tempat yang beralaskan kayu atau lantai semen
bersih yang terpapar oleh cahaya matahari. Ketebalan hamparan benih serta
waktu pengeringan harus diperhatikan karena dapat terjadi pemanasan yang
berlebih akibat panas matahari yang terlalu lama. Selama proses pengeringan,
hamparan calon benih perlu diaduk-aduk secara kontinu sehingga penerimaan
panas dapat merata. Pengeringan secara tidak langsung dilakukan dengan
mengumpulkan panas matahari terlebih dahulu yang selanjutnya digunakan
untuk memanaskan udara untuk proses pengeringan benih.
2. Pengeringan dengan udara
Meningkatkan suhu udara. Pengeringan dengan cara ini dilakukan dengan
memanaskan udara sebelum digunakan untuk mengeringkan benih.
Pemanasan udara tidak boleh berlebihan karena dapat berdampak buruk pada
viabilitas benih. Suhu udara yang dapat digunakan antara 35-38 0C.
3. Pengeringan dengan sistem ventilasi
Pengeringan dengan sistem ini adalah dengan menggunakan aliran udara
secara terus menerus pada benih. Udara yang mengalir dengan kadar air yang
lebih rendah dari benih akan menyerap kadar air benih sehingga kadar airnya
jadi menurun. Pengeringan dengan sistem ventilasi dapat dibedakan menjadi
beberapa cara, yaitu:
a. Cross draught ventilation
Pemindahan panas dari udara ke benih dengan cara ini sangat kecil sehingga tidak
mempengaruhi kondisi benih. Proses kerjanya yaitu dengan mengembuskan udara
26
kering kedalam ruang pengeringan dengan menggunakan blower. Aliran udara
harus diperhatikan sedemikian rupa sehingga benih dapat terpapar udara kering
dengan waktu yang cukup sampai terjadi perpindahan air dari benih ke udara, dan
sebelum udara mencapai titik jenuhnya maka harus sudah melewati benih yang
sedang dikeringkan.
b. Through draugh ventilation
Udara kering dilewatkan pada hamparan benih dari bagian bawah. Benih akan
banyak bersentuhan dengan udara melalui cara pengeringan ini, sehingga peluang
udara dalam menyerap air dari benih menjadi lebih besar dan benih lebih cepat
kering.
c. Wind ventilation
Metode pengeringan ini hanya bisa dilakukan didaerah dengan kecepatan angin
minimal 5 m/detik. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode cross draugh
ventilation sehingga tidak menggunakan blower. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah posisi antara alat dan arah angin serta ketinggian tempatnya.
d. Natural convection
Metode pengeringan ini dilakukan berdasarkan sifat udara, yaitu udara panas
dengan berat jenis udara lebih ringan akan bergerak ke atas. Metode ini
membutuhkan alat pemanas udara yang berfungsi untuk mengeringkan benih.
Udara dingin masuk melalui lubang pada bagian bawah yang kemudian
mengalami proses pemanasan oleh pemanas udara. Udara yang panas kemudian
akan bergerak ke atas dan melewati benih yang sedang dikeringkan. Udara panas
yang melalui benih harus tetap dalam kondisi berat jenis yang rendah sehingga
tetap bergerak ke atas dan keluar dari tempat pengeringan sehingga tidak terjadi
proses pengembunan. Blower dapat digunakan untuk memperlancar proses
keluarnya udara panas dari tempat pengeringan.
e. Fan forced ventilation
Metode pengeringan ini dilakukan untuk pengeringan benih dalam skala besar dan
waktu cepat. Jumlah udara yang dipompa ke tempat pengeringan, kecepatan
udara, dan tekanan udara harus disesuaikan agar proses pengeringan berjalan
efisien (Kuswanto, 2003).
27
6.2 Melakukan Sortasi
Pembersihan dan Sortasi Calon Benih
Calon benih yang sudah melalui proses pengeringan dan memiliki kadar
air yang ditetapkan perlu dilakukan pembersihan dan sortasi terlebih dahulu agar
diperoleh benih dengan kemurnian yang tinggi. Calon benih hasil ekstraksi
ataupun perontokkan masih tercampur oleh kontaminan berupa material-material
lain yang terbawa dari proses pemanenan sampai pengeringan. Material campuran
tersebut dianggap sebagai kotoran yang perlu dibuang, yaitu semua material selain
benih yang diproduksi. Material kotoran yang tercampur pada calon benih
tersebut dapat dipisahkan secara manual ataupun mekanis. Menurut Copeland dan
McDonald (2001), dalam proses pembersihan dan sortasi benih terdapat lima
tujuan, yaitu: 1. Pembersihan secara menyeluruh (pembersihan semua material
kotoran), 2. Minimalisir kehilangan benih (calon benih dengan kualitas baik yang
terbuang bersama material kotoran harus pada tingkat minimal), 3. Upgrading
(meningkatkan kualitas calon benih melalui eliminasi calon benih rusak, pecah,
busuk, terserang hama, ataupun kualitas rendah), 4. Efisiensi (penanganan calon
benih jumlah besar tetap konsisten dengan efektivitas pemisahan), 5. Minimalisir
jumlah pekerja (pertimbangan biaya produksi).
Kualitas calon benih dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu 1.
Pembersihan atau pemisahan kontaminan material kotoran yang berupa pecahan
kulit buah, tangkai, buah, benih dari varietas lain, benih rusak, benih mati, benih
gulma, kerikil, gumpalan tanah ataupun kotoran lain, 2. Sortasi (separation and
grading) yaitu mengeliminasi calon benih yang memiliki kualitas rendah atau
tidak diinginkan (Copeland dan McDonald, 2001). Proses pembersihan benih
yang dilakukan secara mekanis dilakukan bertahap, diantaranya adalah:
1. Precleaning/scalping
Tahapan ini hanya bertujuan untuk memisahkan kotoran yang memiliki ukuran
yang relatif besar dibandingkan ukuran benih yang diproduksi. Adanya kotoran
berukuran besar pada benih dapat menghambat kerja mesin yang akan digunakan
pada proses berikutnya. Tahapan precleaning tidak perlu dilakukan jika benih
tidak memiliki kotoran dengan ukuran relatif besar.
28
2. Basic cleaning
Basic cleaning merupakan tahapan yang dilakukan setelah proses precleaning.
Pada prinsipnya tahapan ini sama dengan tahapan precleaning, hanya saja ukuran
material kotoran yang menjadi target untuk dipisahkan lebih kecil sehingga
saringan yang digunakan lubangnya lebih halus.
3. Post cleaning
Tahapan ini dilakukan ketika benih yang sudah melalui tahapan basic cleaning
masih memiliki material kotoran, biasanya material kotoran tersebut secara fisik
memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan benih yang diproduksi. Material
kotoran tersebut tidak dapat dipisahkan ditahapan basic cleaning karena kesamaan
karakteristik fisik tersebut. Mesin yang digunakan pada tahapan post cleaning
harus dapat memisahkan material kotoran dengan karakter fisik yang sama dengan
benih, diantaranya pemisahan berdasarkan warna, berat jenis benih, dan ukuran
yang lebih akurat. Proses ini biasanya disebut dengan separation and grading.
Benih yang melalui tahapan ini akan memiliki kemurnian yang tinggi.
Terdapat beberapa metode pembersihan benih dalam proses produksi
benih, diantaranya adalah:
Screen cleaning
Pemisahan material kotoran yang tercampur pada benih dilakukan dengan
menggunakan ayakan (screen) logam atau kawat. Ukuran dan bentuk lubang
berbeda-beda bergantung pada jenis benih yang diproduksi (bulat, lonjong,
persegi empat, dan segitiga). Ukuran lubang ayakan harus lebih kecil dari ukuran
benih sehingga hanya material kotoran yang lebih kecil dari benih saja yang lolos
dari ayakan, dan benih akan tetap berada pada ayakan. Proses pembersihan
dilakukan dengan pergerakan ayakan secara berulang.
Pembersihan benih dengan aliran udara
Pada dasarnya metode ini merupakan metode tradisional yang telah lama
digunakan seperti di Indonesia yang menggunakan tampah atau nyiru. Material
kotoran yang memiliki bobot lebih ringan dari benih akan terbawa oleh angin.
Metode ini mengalami perkembangan seiring dengan kebutuhan produksi benih
skala besar. Beberapa mesin pembersih benih yang menggunakan prinsip aliran
udara diantaranya adalah:
29
a. Winnower machine
Mesin ini menggunakan blower untuk mengalirkan udara dengan
kecepatan tertentu untuk memisahkan material kotoran dengan bobot yang
lebih ringan dari benih seperti potongan bagian tanaman, benih mati,
ataupun debu halus. Material kotoran yang memiliki bobot relatif sama
atau lebih berat dari benih tidak dapat dipisahkan, sehingga mesin ini
hanya cocok digunakan sampai pada tahapan basic cleaning.
b. Clipper (air screen cleaner/ASC)
Mesin ini menggunakan saringan/ayakan yang dikombinasikan dengan
blower untuk menghasilkan aliran udara, sehingga dapat membersihkan
benih berdasarkan ukuran, bentuk, dan berat jenis benih. Satu set ayakan
digunakan dengan ukuran lubang yang berbeda-beda bergantung pada
material kotoran yang akan dibersihkan dan ukuran benihnya. Aliran udara
akan membuang material kotoran yang lebih ringan dari benih. perlu
diperhatikan keseimbangan antara kecepatan aliran udara, kombinasi
susunan dan ukuran saringan, serta kecepatan gerakan saringan Mesin ini
belum bisa digunakan untuk memisahkan benih berdasarkan panjang
benih. Prinsip kerja ASC dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada tahapan post cleaning, proses yang dilakukan adalah sortasi yang
meliputi kegiatan separation dan juga grading sehingga diperoleh lot benih
dengan kemurnian yang tinggi. Beberapa metode dan alat yang dapat digunakan
untuk tujuan tersebut adalah:
1. Alat pemisah benih berdasarkan panjang (cleaning by length separation)
Alat ini dapat memisahkan material kotoran yang tidak dapat dilakukan oleh air
screen cleaner, yaitu pemisahan berdasarkan panjang benih. Alat yang digunakan
adalah cylinder separator. Alat ini terdiri dari dua buah silinder yang terbuat dari
logam. Logam silinder bagian luar berbentuk bulat dan merupakan silider yang
berputar. Silinder tersebut memiliki cekungan dengan ukuran tertentu pada sisi
bagian dalamnya yang disebut sebagai cell atau identations. Silinder yang kedua
berbentuk setengah lingkaran dan berada dibagian dalam dari silinder pertama
(silinder bulat) dan tidak berputar. Proses pemisahan benih dibedakan berdasarkan
bentuk benih yang akan dibersihkan. Jika benih berbentuk bulat, maka ukuran
30
cekungan harus lebih kecil dari pada ukuran benih, sehingga cekungan hanya akan
menangkap material kotoran yang akan dipisahkan kedalam silider setengah
lingkaran. Untuk benih dengan bentuk lonjong, ukuran cekungan harus sama atau
lebih besar dari ukuran benih, sehingga benih tersebut akan tetap berada pada
silinder bulat dan material kotoran terkumpul di silinder setengah ligkaran. Prinsip
kerja alat cylinder separator disajikan pada lampiran 2.
2. Alat pemisah benih berdasarkan berat jenis, sifat permukaan, dan warna benih
Mesin ini didesain untuk dapat memisahkan material kotoran dengan ukuran dan
karakteristik hampir sama dengan benih yang diproduksi. Material kotoran
tersebut tidak dapat dipisahkan menggunakan air screen cleaner atau cleaning by
length separation. Oleh karena itu pemisahan material kotoran tersebut dilakukan
berdasarkan berat jenis, sifat permukaan, dan warna benih. Material kotoran yang
ingin dipisahkan dapat berupa benih terserang hama ataupun cendawan, benih
busuk, benih hampa, partikel tanah, dan juga benih varietas lain. Terdapat
beberapa alat yang digunakan, yaitu:
- Gravity Separator
Alat ini terdiri dari lempengan berlubang-lubang yang dapat bergerak
seperti gerakan mengayak. Pada bagian bawah alat ini terdapat blower yang
mengalirkan udara dengan tekanan tertentu. Adanya kombinasi gerakan dan
aliran udara tersebut maka proses pemisahan material kotoran dan benih
berdasarkan berat jenis dapat terjadi. Material kotoran dengan berat jenis
lebih besar dari benih akan terdorong ke arah kanan sedangkan benih ke
arah kiri. Prinsip kerja alat tersebut dapat dilihat pada lampiran 3.
- Spiral Separator
Alat ini memisahkan benih dengan material kotoran dengan prinsip
perbedaan permukaan benih. Perbedaan karakteristik permukaan benih
tersebut akan menghasilkan perbedaan dalam kemampuan meluncur benih
dari permukaan yang miring. Alat ini satu atau lebih lempengan logam yang
berbentuk spiral pada sumbu vertikal. Benih yang dijatuhkan dari atas akan
memiliki kecepatan yang berbeda bergantung pada bentuknya, benih bulat
akan lebih cepat meluncur ke bawah dibandingkan benih bentuk lain (pipih
atau tidak beraturan). Benih akan meluncur disekitar sumbu spiral akibat
31
adanya gaya sentripetal sehingga dapat terpisah dengan material kotoran
lain (lampiran 4). Alat ini sesuai untuk benih kubis dan bayam.
- Belt Grader/Band Grader/Draper Mill/Roll Mill
Alat ini terdiri dari sabuk/belt dan feeder sebagai tempat memasukkan
benih. Belt yang terbuat dari kanvas atau karet disusun dengan kemiringan
tertentu dan digerakkan dan digetarkan dengan fibrator. Akibat kemiringan
dan getaran menyebabkan benih yang berbentuk buat dengan permukaan
halus bergerak ke bawah/jatuh, sedangkan benih dengan permukaan kasar
akan terbawa oleh belt ke atas (lampiran 5).
- Magnetic Separator/Magnetic Drum
Alat ini digunakan untuk memisahkan benih berdasarkan karakteristik
permukaan kulit benih, sehingga benih yang memiliki kulit rusak dapat
terpisahkan. Alat ini terdiri atas drum bermagnet dan tabung yang berfungsi
untuk menebarkan serbuk besi ke permukaan benih. Serbuk besi yang
ditebarkan hanya akan menempel pada benih yang memiliki permukaan
kulit rusak saja dan tidak akan menempel pada benih yang memiliki kulit
benih dengan kondisi baik. Pemisahan benih akan terjadi ketika benih
dengan kulit rusak dan tertempeli oleh serbuk besi melekat pada drum yang
bermagnet. Benih dengan kondisi baik akan lewat/jatuh kebawah pada
tempat penampungan tanpa terpengaruh medan magnet (lampiran 6).
- Color Separator
Alat ini berfungsi memisahkan benih berdasarkan warnanya. Penggunaan
alat ini biasanya bertujuan untuk memisahkan benih yang baik dengan benih
sudah mengalami proses deteriorasi. Benih yang sudah mengalami
deteriorasi biasanya mengalami perubahan yang dapat dipisahkan hanya
berdasarkan warnanya saja sehingga membutuhkan alat khusus. Color
separator bekerja berdasarkan prinsip fotosel, yaitu perbedaan warna benih
deteriorasi dan benih standar. Benih yang memiliki warna selain warna
benih standar akan memantulkan warna yang berbeda yang ditangkap oleh
fotosel. Jika terdeteksi warna yang berbeda dengan warna standar maka alat
ini akan menghembuskan udara sehingga benih dengan warna berbeda
tersebut akan terpental atau tersisihkan (lampiran 7) (Kuswanto, 2003).
32
Pemberian Identitas Calon Benih
Calon benih yang sudah memiliki kemurnian yang tinggi (hasil separation
and grading) diberikan identitas sesuai material benih yang diproduksi.
Pemberian identitas tersebut bertujuan untuk memberikan informasi-informasi
penting yang berhubungan dengan proses produksi benih. Pemberian
identitas/labeling harus memuat informasi varietas benih agar tidak terjadi
kesalahan atau tertukar dengan benih lain, khususnya jika produksi benih
dilakukan pada beberapa varietas dalam waktu yang bersamaan. Adanya identitas
juga akan memungkinkan bagi produser benih untuk menelusuri lot calon benih
jika terjadi permasalahan misalnya ketidaksesuaian deskripsi benih, ataupun untuk
mengetahui sudah berapa lama lot calon benih tersebut setelah prosesing atau
setelah panen. Oleh karena itu informasi terkait dengan waktu panen atau
prosesing benih perlu juga untuk dicantumkan dalam pemberian identitas lot calon
benih.
Pemberian identitas pada calon benih dapat dilakukan dengan menuliskan
beberapa informasi pada kemasan/wadah untuk benih, yang dianggap penting
diantaranya adalah:
Nama petani
Tanggal prosesing/produksi
Nomor lot benih
Kode varietas
Berat benih tiap wadah
Calon benih yang sudah diberi identitas secara lengkap kemudian dapat
dilanjutkan pada proses selanjutnya seperti perlakuan benih.
33
5.6 Soal Latihan
1. Salah satu dampak buruk yang dapat ditimbulkan akibat kadar air benih
yang tinggi selama proses penyimpanan adalah
a. Persentase viabilitas benih meningkat
b. Persentase viabilitas benih menurun
c. Masa simpan menjadi lama
d. Respirasi benih menjadi rendah
2. Dibawah ini adalah dampak negatif jika kadar air benih terlalu rendah,
yaitu
a. Kematian embrio, laju perkecambahan turun, benih terlalu keras/sulit
imbibisi
b. Kematian embrio, laju perkecambahan naik, benih terlalu keras/sulit
imbibisi
c. Kematian embrio, laju perkecambahan turun, benih lunak/mudah
imbibisi
d. Benih tidak dipengaruhi oleh kadar air rendah
3. Suhu yang paling baik untuk proses pengeringan benih adalah
a. Suhu maksimum yang mempengaruhi viabilitas benih
b. Suhu minimum yang mempengaruhi viabilitas benih
c. Suhu maksimum yang tidak mempengaruhi viabilitas benih
d. Suhu minimum yang tidak mempengaruhi viabilitas benih
4. Perlakuan khusus untuk ekstraksi benih dari buah berdaging dan buah
berdaging dan berair diantaranya adalah
a. Pengasapan, fermentasi, metode biologis, dan metode kimiawi
b. Pengasapan, fermentasi, metode mekanis, dan metode kimiawi
c. Pencucian, fermentasi, metode biologis, dan metode kimiawi
d. Pencucian, fermentasi, metode mekanis, dan metode kimiawi
5. Ekstraksi benih buah berdaging dan berdaging dan berair perlu perlakuan
khusus misalnya perlakuan kimiawi, bahan kimia yang digunakan
umumnya adalah
a. NaCl b. KNO3 c. HCl d. CaCO3
34
6. Bagian yang menyelimuti benih dari buah berdaging dan buah berdaging
dan berair perlu dihilangkan melalui proses fermentasi atau kimiawi,
karena
a. Mengandung zat inhibitor perkecambahan
b. Mengandung zat promotor perkecambahan
c. Mengandung zat berbahaya bagi manusia
d. Mengandung zat karsinogenik
7. Beberapa metode pengeringan benih diantaranya adalah
a. Pengeringan dengan panas matahari, pengeringan dengan pengasapan,
dan pengeringan dengan sistem ventilasi
b. Pengeringan dengan panas matahari, pengeringan dengan udara, dan
pengeringan dengan sistem ventilasi
c. Pengeringan dengan panas matahari, pengeringan dengan udara, dan
pengeringan dengan elektromagnetik
d. Pengeringan dengan panas matahari, pengeringan dengan udara,
pengeringan dengan sistem ventilasi, dan pengeringan dengan
pengasapan
8. Pembersihan benih secara mekanis dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu
a. Precleaning/scalping, standard cleaning, dan post cleaning
b. Precleaning/scalping dan post cleaning
c. Precleaning/scalping, basic cleaning, post cleaning, dan screen
cleaning
d. Precleaning/scalping, basic cleaning, dan post cleaning
9. Berikut adalah beberapa alat pemisah benih dan prinsip kerjanya yang
sesuai adalah
a. Winnower machine memisahkan benih dari kotoran berdasarkan
warnanya
b. Gravity separator memisahkan benih rusak dan baik berdasarkan
warna dan gaya sentripetal
c. Spiral separator memisahkan benih berdasarkan kemampuan meluncur
dan gaya sentripetal
d. Magnetic separator memisahkan benih berdasarkan berat jenis
35
10. Pemisahan benih standar dan benih yang telah mengalami deteriorasi
dapat dilakukan dengan menggunakan alat
a. Colour separator c. Spiral separator
b. Gravity separator d. Magnetic separator
5.7 Studi Kasus
Dalam proses produksi benih tomat, tidak jarang terjadi serangan
penyakit ketika proses perkembangan buah tomat berlangsung. Salah satu
penyakit yang dapat menyerang tomat adalah penyakit busuk (canker disease)
yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora. Penyakit yang disebabkan oleh
cendawan ini dapat menyerang buah tomat dan terbawa oleh benih didalamnya
(seed born disease). Jika penyakit ini terjadi dilahan produksi benih tomat maka
dapat menyebabkan masalah jika tidak ada penanganan khusus untuk
mengeliminasi seed born disease tersebut. Apa langkah yang dapat dilakukan
untuk mengeliminasi penyakit tersebut sehingga produksi benih tomat yang
terinfeksi tetap dapat memberikan hasil?
5.8 Praktikum
Pengujian alat pembersih dan sortasi berdasarkan bobot benih dengan
menggunakan Gravity separator GS/SPI-02
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 100 g benih cabai, 100 g benih bayam, dan
material kotoran beruapa serpihan tanaman kering sebanyak 10 g, dan alat yang
digunakan adalah Gravity separator GS/SPI-02, permanent marker, amplop atau
kraft paper.
Metode
Masing-masing benih, yaitu benih padi dan benih bayam dicampur dengan
material kotoran secara terpisah sehingga terdapat dua campuran dengan dua jenis
benih yang berbeda (benih padi + material kotoran dan benih bayam + material
kotoran). Setiap campuran benih kemudian dibagi menjadi dua bagian sama rata
untuk empat kali percobaan dengan menggunakan kecepatan blower yang
36
berbeda-beda. Campuran benih selanjutnya dimasukkan kedalam Gravity
separator GS/SPI-02 dengan durasi waktu sekitar 10 menit untuk masing-masing
percobaan dengan kecepatan blower yang berbeda. Hasil dari proses pembersihan
dan sortasi benih dari setiap percobaan kemudian diamati efisiensi dari proses
pembersihan dan sortasi berdasarkan perbedaan kecepatan blower yang
digunakan. Efisiensi pemilahan dihitung dengan rumus:
Efisiensi Pemilahan:
∑
∑
Masing-masing benih yang sudah disortasi selanjutnya dimasukkan kedalam
amplop atau kraft paper dan diberikan label menggunakan alat tulis permanent
marker.
37
Daftar Pustaka
Ashworth, S. 2002. Seed to Seed: Seed Saving and Growing Techniques for
Vegetable Gardeners. Iowa: Seed Savers Exchange
Copeland, LO dan McDonald, MB. 2001. Seed Science and Technology.
Massachusetts: Kluwer Academic Publishers
George, RAT. 2009. Vegetable Seed Production, 3rd Edition. London: CABI
International
George, RAT. 2011. Agricultural Seed Production. London: CABI International
Gregg B dan Billups G. 2010. Seed Conditioning Volume 2 Technology-Part A.
Enfield: CRC Press
Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius.
Suhartanto MR. 2013. Teknologi pengolahan dan penyimpanan benih, hal. 64-83.
Dalam Widajati E, Muniarti E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, dan
Qadir A. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB press.
38
Jawaban Soal Latihan
11. B
12. A
13. C
14. D
15. C
16. A
17. B
18. D
19. C
20. A
Jawaban Studi Kasus
Penyakit busuk (canker disease) akibat cendawan Phytophthora yang telah
menginfeksi benih tomat dapat dieliminasi dengan perlakuan zat asam,
diantaranya dapat menggunakan HCl atau asam asetat. Konsentrasi zat asam yang
digunakan adalah 1% selama 30 menit. Penggunaan zat asam tersebut dilakukan
ketika proses ekstraksi benih tomat, pulp benih tomat yang dikumpulkan diwadah
ditambahkan larutan zat asam tersebut. Pada dasarnya larutan zat asam tersebut
juga memiliki fungsi menghilangkan bagian seperti lendir yang menyelubungi
benih tomat yang merupakan zat inhibitor perkecambahan.
39
Melakukan Penanganan Benih
Objektif:
Memberikan Perlakuan Pada Benih Berbagai Jenis Tanaman Sayuran
Melakukan Pengemasan Benih berbagai Jenis Tanaman Sayuran
Melakukan Penyimpanan Benih berbagai Jenis Tanaman Sayuran
7.1 Memberikan Perlakuan Pada Benih Berbagai Jenis Tanaman
Sayuran
Benih yang sudah melalui proses pembersihan dan sortasi biasanya perlu
diberikan perlakuan khusus sebelum dilakukan pengemasan ataupun
penyimpanan. Dalam produksi benih komersial yang menghasilkan benih dalam
jumlah besar akan membutuhkan waktu dalam proses pemasarannya sampai benih
tersebut sampai dan digunakan oleh petani untuk penanaman. Perlakuan benih
memiliki tujuan melindungi benih dari berbagai gangguan, baik yang sifatnya
fisik ataupun biologis (hama dan penyakit). Perlakuan pada benih difokuskan
pada perlindungan benih selama masa simpan hingga penanaman benih ataupun
fase perkecambahan. Perlakuan benih juga bisa dilakukan untuk tujuan
penyesuaian bentuk terhadap penggunaan alat tanam yang memiliki desain
khusus. Menurut Copeland dan McDonald (2001), perlakuan benih merupakan
proses mengaplikasikan bahan kimia kepada benih dengan tujuan mengurangi,
mengendalikan, atau menolak organisme-organisme yang merusak atau dapat
menyebabkan penyakit benih baik sifatnya soilborne, seedborne, atau airborne.
Perlakuan-perlakuan lain dengan tujuan untuk melindungi benih juga
dapat dilakukan. Perlakuan benih dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
pemberian bahan kimia, perendaman air panas, dan pelapisan benih.
1. Perlakuan benih dengan pemberian bahan kimia
a. Perlakuan benih dengan pemberian pestisida
Pestisida yang digunakan untuk perlakuan benih dapat berupa pestisida
kimia ataupun nabati. Bahan aktif dalam pestisida yang digunakan tidak boleh
7
40
menurunkan viabilitas benih (Suhartanto, 2012). Pemberian pestisida pada benih
dapat dilakukan melalui perendaman benih dalam larutan pestisida ataupun
dengan mencampur benih dengan serbuk pestisida. Benih harus dilakukan
pengeringan kembali jika perlakuan dilakukan dengan perendaman dalam larutan
pestisida. Benih yang sudah diberi perlakuan pestisida harus diberikan warna
khusus sehingga tidak dikonsumsi atau untuk memberikan peringatan penggunaan
benih secara hati-hati oleh petani. Tujuan perlakuan benih dengan pemberian
pestisida adalah perlindungan dari hama dan penyakit untuk benih selama masa
simpan dan untuk benih dan kecambah di lahan (Kuswanto, 2003). Pestisida yang
banyak digunakan untuk perlakuan benih adalah Thiram, yang termasuk golongan
fungisida untuk proteksi terhadap penyakit benih yang disebabkan oleh cendawan
selama proses penyimpanan. Rekomendasi dosis perlakuan Thiram dan Captan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rekomendasi dosis perlakuan benih dengan fungisida untuk beberapa
jenis tanaman sayuran
Jenis sayuran
Thiram 50WP
gram / 45 kg benih
Captan
gram / 45 kg benih
Buncis 85 70.8
Brokoli 226.8 42.5
Kol/Cabbage 226.8 42.5
Mentimun 127.6 70.8
Wortel 226.8 -
Bunga kol/Cauliflower 226.8 42.5
Terong 170 -
Selada (Lettuce) dan Bayam (Spinach) 226.8 42.5
Okra 170 -
Cabai 226.8 70.8
Pumpkin 127.6 42.5
Labu/Squash 127.6 42.5
Tomat 170 -
Semangka 127.6 42.5
Sumber: Lousiana University AgCenter (2014)
41
Aplikasi fungisida yang berbentuk serbuk (wettable powder) untuk benih
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dust method dan slurry method.
- Dust method
Aplikasi dengan cara ini dilakukan dengan mencampur benih dan fungisida
yang berbentuk serbuk didalam wadah pencampur berupa kontainer.
Kontainer yang berisi benih dan serbuk fungisida digerak-gerakan sampai
serbuk fungisida dapat melapisi permukaan kulit benih secara merata.
- Slurry method
Aplikasi dengan cara ini dilakukan dengan membuat pasta fungisida. Pasta
fungisida dibuat dengan cara mencampur serbuk fungisida dengan air
secukupnya, kemudian diaduk sampai rata sehingga serbuk fungisida yang
bersifat wettable powder terbasahi oleh air dan terbentuk pasta yang
homogen. Benih yang akan diberi perlakuan dimasukkan kedalam pasta dan
diaduk sehingga seluruh permukaan benih terselubungi oleh pasta fungisida.
b. Perlakuan benih dengan clorox (sodium hipoklorit)
Clorox merupakan larutan yang digunakan sebagai pemutih pakaian.
Bahan aktif pada clorox, yaitu sodium hipoklorit (NaClO) dapat diketahui efektif
digunakan untuk disinfeksi bakteri patogen dan beberapa virus dari permukaan
benih. Konsentrasi yang digunakan umumnya adalah 0.2 % (v/v). Pada benih
asparagus perendaman dengan clorox digunakan untuk mengendalikan layu
Fusarium (Lousiana University AgCenter, 2014).
c. Perlakuan benih dengan HCl
Penyakit busuk (canker disease) akibat cendawan Phytophthora yang telah
menginfeksi benih tomat dapat dieliminasi dengan perlakuan zat asam,
diantaranya dapat menggunakan HCl atau asam asetat. Konsentrasi zat asam yang
digunakan adalah 1% selama 30 menit. Penggunaan zat asam tersebut dilakukan
ketika proses ekstraksi benih tomat, pulp benih tomat yang dikumpulkan diwadah
ditambahkan larutan zat asam tersebut. Pada dasarnya larutan zat asam tersebut
juga memiliki fungsi menghilangkan bagian seperti lendir yang menyelubungi
benih tomat yang merupakan zat inhibitor perkecambahan (Gregg dan Billups,
2010).
42
2. Perlakuan benih dengan perendaman air panas
Perlakuan ini merupakan perlakuan umum yang dilakukan kepada benih
sebagai langkah disinfeksi benih sebelum perlakuan bahan kimia diterapkan pada
benih secara populer. Perlakuan air panas sangat efektif untuk beberapa penyakit
tanaman, terutama penyakit yang sifatnya seedborne disease. Pada famili kubis-
kubisan (Cabbage family) diantaranya bercak daun, busuk hitam, dan blackleg.
Pada tomat penyakit kanker bakteri dan bercak coklat, pada bayam penyakit
downy mildew, dan pada seledri bercak daun septoria (Ashworth, 2002). Tanaman
dari famili cucurbita selain mentimun tidak tahan terhadap suhu tinggi sehingga
tidak dapat diberikan perlakuan air panas. Perlakuan benih dengan air panas pada
beberapa jenis tanaman sayuran tersedia pada Tabel 4.
Tabel 4. Perlakuan disinfeksi penyakit seedborne disease pada beberapa benih
tanaman sayuran dengan air panas
Jenis tanaman Suhu air (0C) Waktu perendaman (menit)
Brokoli 50 20-25
Kol/Cabbage 50 25
Wortel 50 15-20
Bunga kol/Cauliflower 50 20
Seledri/Celery 50 25
Coriander 52.8 30
Mentimun 50 20
Terong 50 25
Selada/Lettuce 47.8 30
Mint 44.4 10
Cabai 51.7 30
Bawang merah/Shallot 46.1 60
Bayam/Spinach 50 25
Tomat 50 25
Sumber: Department of crop sciences University of Illinois
3. Perlakuan benih dengan pelapisan benih
Pelapisan pada benih dibagi menjadi dua, yaitu coating dan pelleting.
Coating bertujuan untuk meningkatkan performa benih melalui pelapisan dimana
pelapisan tersebut tidak bertujuan untuk mengubah bentuk benih. Coating dapat
43
menghasilkan lapisan yang menunda perkecambahan, selain itu coating juga dapat
dilakukan dengan penambahan mikronutrien, serta penambahan pestisida.
Penambahan-penambahan pada pelapisan sebagai coating tersebut dapat
meningkatkan performa benih. Material yang digunakan untuk tujuan coating
harus memenuhi kriteria: 1. Polimer berbahan dasar air, 2. Viskositas rendah, 3.
Konsentrasi padat yang tinggi, 4. Keseimbangan hidrofilik/hidrofobik yang dapat
disesuaikan, dan 5. Membentuk film/lapisan ketika kering. Coating sangat berbeda
dari pelleting karena hanya menambah bobot benih sekitar 1-10 %, sehingga
aplikasi dapat dilakukan dengan spray atau celup. Bahan yang digunakan untuk
coating benih contohnya adalah polyethyleneglycol (PEG), hydroxypropil
cellulose, maltodextrin. Sedangkan pelleting bertujuan untuk meningkatkan
plantability melalui modifikasi bentuk benih sehingga dihasilkan ukuran benih
tertentu dan memudahkan penanaman atau untuk memperoleh penanaman yang
presisi. Biasanya untuk benih-benih yang kecil atau memiliki bentuk yang tidak
beraturan, biasanya benih sayuran. Bahan yang dapat digunakan untuk pelleting
diantaranya adalah arabic gum, gelatin, methylcellulose, polyvinyl alcohol,
polyoxyethylene glycol (Copeland dan McDonald, 2001).
Pelapisan benih, coating dan pelleting memiliki beberapa tujuan lain yaitu
mempertahankan kadar air, memudahkan proses penyimpanan, dan dapat
memperpanjang daya simpan (storability) benih (Kuswanto, 2003).
7.2 Melakukan Pengemasan Benih berbagai Jenis Tanaman
Sayuran
Benih perlu dilakukan pengemasan sebelum disimpan ataupun dipasarkan.
Tujuan pengemasan benih:
- Memudahkan pengelolaan benih
- Memudahkan transportasi benih untuk pemasaran
- Memudahkan penyimpanan benih dengan kondisi yang memadai
- Mempertahankan persentase viabilitas benih
- Mengurangi pengaruh lingkungan yang berubah-ubah
- Mempertahankan kadar air benih
Bahan pengemas benih dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
44
1. Berdasarkan kemampuan menahan masuknya uap air kedalam kemasan
a. Moisture barier
Bahan pengemas yang dapat berfungsi menghambat masuknya uap air
kedalam kemasan benih. Bahan ini masih berpeluang untuk dilalui uap air
dengan jumlah yang sangat sedikit, sehingga jika disimpan dengan
kelembapan udara tinggi atau rendah pada jangka waktu tertentu,
perubahan kadar air benih didalam kemasan tidak terlalu besar. Jika
penyimpanan benih dilakukan dalam jangka panjang, bahan pengemas ini
tidak dapat digunakan karena benih pada akhirnya akan mencapai
equilibrium dengan kelembapan udara tempat penyimpanan.
b. Moisture resitence
Bahan pengemas ini memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya uap
air kedalam kemasan. Benih yang dikemas dengan bahan ini tidak
terpengaruh oleh kondisi lingkungan sehingga dapat digunakan untuk
penyimpanan jangka panjang.
2. Berdasarkan kemampuan menahan masuknya air kedalam kemasan
Struktur bahan pengemas sangat mempengaruhi kemampuannya dalam
mencegah masuknya air kedalam kemasan. Hal ini sangat penting sehingga
ketika kemasan terkena air benih tidak turut serta menjadi basah yang dapat
menyebabkan beberapa kerugian yang mempengaruhi kualitas benih, bahkan
dapat berakibat pembusukan.
3. Berdasarkan kemampuan menahan pertukaran gas
Bahan pengemas yang memiliki kemampuan dalam membatasi pertukaran
gas-gas selama benih berada dalam penyimpanan. Hal tersebut bertujuan
mempertahankan kualitas benih. Laju respirasi benih ditekan seminimal
mungkin sehingga hanya cukup untuk aktivitas fisiologi dasar selama proses
penyimpanan dalam kemasan, dengan demikian benih memiliki cadangan
makanan yang cukup ketika akan dikecambahkan.
Perbedaan kemampuan dari setiap material kemasan dapat dilihat pada
tabel 5. Pada tabel tersebut kekuatan material dinilai berdasarkan angka 0 sampai
10. Semakin tinggi nilai dalam tabel maka semakin tinggi juga kemampuan
material pengemas dalam mempertahankan kualitas benih.
45
Tabel 5. Perbandingan kemampuan material kemasan untuk benih
Material
Property
Po
lyet
hy
len
e (P
E)
Po
lyv
iny
lch
lori
de
(PV
C)
Po
lyv
iny
lden
ech
lori
de
(PV
DC
)
Po
lyes
ter
(My
lar)
Cel
lulo
se (
Pla
in t
ran
spar
ant)
PE
/MS
AT
cel
lulo
se
Cel
lulo
se a
ceta
te
Kra
ft p
aper
Su
lph
ite
pap
er
Gla
ssin
e
Wax
ed g
lass
ine
PE
Co
ated
pap
er
PV
DC
Co
ated
pap
er
All
um
iniu
m f
oil
(9
mik
ron
)
Water vapour
resistance 7 2 9 4 0 8 1 0 0 0 4 7 8 10
Gas transmission 3 5 8 6 6 8 2 0 0 3 5 3 8 10
Odour resistance 3 5 8 8 6 8 2 0 0 3 4 3 8 10
water resistance 10 10 10 10 5 6 6 2 2 3 5 6 6 10
Oil or grease
resistance 5 8 8 8 10 6 6 0 0 4 6 5 8 10
Sumber: Kuswanto (2013)
Karakteristik fisik bahan pengemas benih:
1. Yield
Yield merupakan satuan dalam unit yang menggambarkan luas bahan
pengemas untuk setiap kilogram bahan. Satu unit menunjukkan bahwa
setiap kilogram bahan pengemas memiliki luas 42 m2, sehingga semakin
tinggi unit maka semakin luas perkilogram bahan pengemas tersebut, atau
semakin tipis.
2. Strength
Strength merupakan kekuatan dari bahan pengemas yang diukur dengan
unit, dan setiap unit bahan pengemas yang memiliki lebar 28 mm dapat
menahan beban 1 kg. Semakin tinggi nilai unit bahan pengemas semakin
kuat bahan tersebut.
3. Stretch
Stretch menunjukkan berapa kali bahan pengemas tersebut dapat
berkembang sebelum akhirnya pecah. Satuan yang digunakan adalah unit.
Setiap nilai satu unit berarti bahan tersebut dapat berkembang 400%, atau
bahan tersebut dapat berkembang lima kali sebelum pecah. Semakin tinggi
46
nilai unit bahan pengemas maka semakin besar kemampuan bahan untuk
berkembang.
4. Water vapour resistance
Water vapour resistance merupakan kemampuan bahan pengemas dalam
menahan uap air masuk kedalam kemasan persatuan waktu dan per satuan
luas bahan pengemas yang diukur dengan satuan unit. Bahan pengemas
yang memiliki nilai satu unit berarti bahan pengemas tersebut dapat dilalui
18 g air m2 per hari. Semakin tinggi nilai unit bahan pengemas maka
semakin kedap terhadap air. Sehingga jika suatu bahan memiliki nilai dua
unit, maka bahan ini hanya dapat dilalui uap air sebanyak 9 g/m2/hari.
5. Oksigen resistance
Oksigen resistance meruapakan kemampuan bahan pengemas dalam
menahan masuknya oksigen kedalam kemasan. Setiap unit menunjukkan
bahwa bahan pengemas dapat dilalui oksigen sebanyak 8000
cm3/m2/hari/bar. Semakin tinggi nilai unit maka bahan pengemas tersebut
semakin kedap.
6. Heat seal temperature
Heat seal temperature merupakan tingkat derajat panas yang dibutuhkan
untuk merekatkan bahan pengemas.
Sealing bahan pengemas benih perlu dilakukan sehingga benih benar-
benar terlindungi dari pengaruh lingkungan luar. Sealing bahan pengemas benih
harus dilakukan dengan baik sehingga tidak terjadi kebocoran. Secara umum
sealing yang paling baik dilakukan dengan pemasan (heat sealing) atau dengan
lamination sealing bergantung pada bahan pengemas yang digunakan. Hal lain
yang perlu diperhatikan terkait dengan sealing adalah jarak antara benih dalam
kemasan dan sealing tidak boleh terlalu lebar dan tidak boleh terlalu sempit
(Kuswanto, 2003).
Tahapan berikutya yang perlu dilakukan setelah pengemasan adalah
pemberian label pada kemasan benih sebelum dilakukan proses penyimpanan.
Pemberian labe pada tahap ini merupakan kelanjutan dari pelabelan/pemberian
identitas pada tahapan setelah prosesing benih. Label memuat informasi yang
sebelumnya sudah diberikan, hanya terdapat tambahan karena benih sudah
47
diberikan perlakuan benih. Informasi perlakuan benih pada label sangat penting
untuk menghindari penggunaannya yang tidak sesuai dengan tujuan perlakuan,
misalnya untuk konsumsi ataupun pakan. Informasi pada label dapat dituliskan
sebagai berikut:
Nama petani
Tanggal prosesing/produksi
Nomor lot benih
Kode varietas
Berat benih tiap wadah/kemasan
Jenis treatment benih
Penulisan label harus dilakukan dengan jelas dan menggunakan bahan yang
permanen atau dapat bertahan lama, sehingga tidak akan hilang atau rusak selama
dalam proses penyimpanan benih.
7.3 Melakukan Penyimpanan Benih berbagai Jenis Tanaman
Sayuran
Penyimpanan benih bertujuan untuk menyediakan benih dengan kualitas
yang tetap baik untuk musim tanam yang akan datang.
Beberapa faktor yang diperhatikan dalam penyimpanan benih:
1. Sifat genetik benih
Sifat genetik benih yang perlu diperhatikan adalah variasi antar spesies dan
antar kultivar atau varietas. Setiap spesies ataupun kultivar/varietas tanaman
memiliki karakteristik yang berbeda terutama kekerasan dan permeabilitas
kulit benih, juga ketahanan benih uuntuk disimpan.
2. Kondisi sebelum panen
Beberapa kondisi tersebut adalah:
a. Kondisi benih dipengaruhi oleh keadaan sebelum benih dipanen yaitu
kemasakan benih ketika dipanen, dimana panen yang paling adalah ketika
masak fisiologis. Pemanenan pada fase tersebut akan mempengaruhi
ketahanan penyimpanan benih.
b. Ukuran benih dapat mencapai ukuran normal sesuai dengan deskripsi
apabila tersedia cukup fotosintat selama proses pengisian benih. Fotosintat
48
tersebut sebagian akan digunakan sebagai cadangan makanan benih.
Apabila jumlah cadangan makanan dalam benih banyak maka benih
menjadi lebih tahan dalam penyimpanan.
c. Kerusakan mekanis dapat terjadi pada saat proses pemanenan khususnya
jika dilakukan secara mekanis. Kerusakan mekanis pada benih tersebut
dapat mempengaruhi ketahanan benih dalam penyimpanan. Kerusakan
mekanis juga dapat memaacu infeksi sekunder yang dapat menyebabkan
penyakit.
d. Kondisi lingkungan sebelum benih dipanen dan setelah benih diproses
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap ketahanan benih
dalam penyimpanan. Kondisi lingkungan tersebut dapat mempengaruhi
status cadangan makanan yang akan digunakan untuk mempertahankan
kehidupan benih selama dipenyimpanan.
e. Kondisi cuaca sebelum dan pada saat benih dipanen sangat mempengaruhi
kualitas benih. Pemanenan benih ketika cuaca kering akan memiliki daya
tahan yang lebih baik dibandingkan pada saat cuaca basah.
3. Struktur dan komposisi benih
Morfologi benih dapat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada saat benih
dipanen dan diproses. Secara umum benih yang memiliki ukuran lebih kecil
akan mengalami kerusakan lebih sedikit daripada benih yang berukuran lebih
besar. Posisi embrio juga dapat menjadi faktor penyebab kerusakan, seperti
kacang-kacangan yang memiliki posisi embrio dekat dengan permukaan akan
menjadi lebih rentan rusak. Jenis komposisi cadangan makanan dalam benih
juga mempengaruhi ketahanan penyimpanan. Benih yang mengandung
banyak protein sangat higroskopis, benih yang mengandung karbohidrat lebih
mudah menyerap air daripada benih yang banyak mengandung lemak.
4. Kondisi kulit benih
Benih yang memiliki sifat fisik kulit benih keras dan impermeabel terhadap
air akan memiliki daya tahan pada kondisi penyimpanan yang lebih lama
karena lebih terjaga dari perubahan kadar air.
5. Hubungan antara tingkat kemasakan dan daya simpan benih
49
Dalam produksi benih tidak secara merata bersamaan ketika mencapai fase
kemasakan. Oleh karena itu penentuan waktu panen didasarkan pada
kemasakan sebagian besar benih.
6. Dormansi benih
Dormansi benih merupakan kondisi dimana benih belum siap berkecambah.
Beberapa jenis benih tanaman yang memiliki sifat dormansi lebih tahan lama
untuk disimpan.
7. Kadar air benih
Selama proses penyimpanan, kadar air benih merupakan salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi daya simpan benih. Terkait hal tersebut maka
pemanenan benih dilakukan saat benih sudah mencapai masak fisiologis
dimana kadar air benih rendah. Jika kadar air masih tinggi maka perlu
dilakukan pengeringan untuk menurunkan kadar airnya. Penurunan kadar air
benih ditujukan untuk menurunkan laju respirasi benih, benih yang memiliki
laju respirasi yang rendah akan memiliki daya simpan yang lebih lama
(Kuswanto, 2003). Secara umum kadar air benih untuk penyimpanan berada
diantara 5 dan 6 %, merupakan kadar air yang ideal untuk penyimpanan yang
maksimum (Copeland dan McDonald, 2001).
8. Adanya kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis pada benih dapat disebabkan oleh struktur benih dan sifat
resistensi benih pada saat perontokan dilakukan. Kerusakan mekanis pada
benih dapat berupa benih pecah, retak, bruises, dan abrasi. Kerusakan
mekanis pada benih dapat menyebabkan benih tersebut mudah terserang
mikroorganisme sehingga daya simpan benih menjadi menurun. Untuk
menurunkan persentase kerusakan mekanis pada benih salah satunya dengan
pemanenan benih saat kadar airnya rendah.
9. Vigor benih
Vigor benih adalah kemampuan benih untuk dapat menghasilkan kecambah
normal pada kondisi lingkungan yang optimum ataupun suboptimum. Vigor
benih tersebut mempengaruhi daya simpan benih. Benih yang memiliki vigor
tinggi akan memiliki daya simpan benih yang lama. Penyimpanan benih
berhubungan erat dengan viabilitas dan vigor benih, terutama benih yang
50
memiliki tingkat deteriorasi yang tinggi. Berikut ini adalah grafik hubungan
antara viabilitas dan vigor benih terhadap penyimpanan. Adapun penurunan
viabilitas dan vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah:
- Sifat genetik (varietas atau kultivar)
- Kondisi benih saat penyimpanan
- Kondisi ruang penyimpanan benih
- Keseragaman seed lot
- Serangan mikroorganisme
10. Kondisi tempat penyimpanan
Faktor-faktor yang terkait dengan tempat penyimpanan:
a. Suhu ruang penyimpanan
Berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat
berpengaruh terhadap laju deteriorasi. Semakin rendah suhu ruang
penyimpanan, maka semakin lambat laju deteriorasi sehingga benih dapat
lebih lama disimpan. Pada kondisi sebaliknya, semakin tinggi suhu ruang
simpan maka semakin cepat laju deteriorasi sehingga lama penyimpanan
benih lebih pendek. Suhu ruang simpan yang tinggi dapat memacu laju
respirasi yang mengakibatkan semakin besarnya perombakan cadangan
makanan benih. Perombakan cadangan makanan tersebut tersebut
menimbulkan panas yang menyebabkan laju respirasi meningkat. Selain itu,
perombakan cadangan makanan juga menyebabkan benih mengalami
kekurangan cadangan makanan yang diperlukan untuk proses
perkecambahan, hal ini dapat berdampak pada persentase kecambah abnormal
menjadi meningkat.
Hukum Harrington mengenai cara penyimpanan benih selama 3-10 tahun
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah persen kelembapan relatif (RH) ditambah dengan nilai suhu dalam
0F tidak boleh lebih dari 100.
2. Jika nilai tersebut mencapai 120, maka penyimpanan paling lama
dilakukan selama 3 tahun dan nilai suhu tidak boleh lebih dari setengah
total nilai.
51
Hukum Harrington lain yang disebut Thumb rules menggambarkan hubungan
antara kadar air dengan suhu penyimpanan:
1. Daya simpan benih akan berkurang atau bertambah dua kali lipat setiap
kenaikan atau penurunan suhu ruangan sebesar 5 0C.
2. Daya simpan benih akan berkurang atau bertambah dua kali lipat jika
kadar air benih berkurang atau bertambah sebesar 1%.
Hukum ini berlaku apabila RH ruangan penyimpanan berkisar antara 15-70 %,
dengan suhu antara 0-30 0C, dan kadar air benih antara 4-14 %. Namun untuk
menerapkan hukum ini perlu diketahui nilai ME (moisture equilibrium) yang
dicapai benih setelah disimpan dengan kondisi ruangan tersebut. Pada Tabel 6
dapat dilihat keseimbangan kadar air benih pada berbagai kelembapan (RH) ruang
penyimpanan benih.
Tabel 6. Keseimbangan kadar air benih beberapa jenis sayuran pada beberapa RH
dengan suhu 25 0C (penghitungan berdasarkan berat basah).
Sumber: Kuswanto (2003)
52
b. Kelembapan ruang penyimpanan
Benih bersifat higroskopis dan selalu berusaha mencapai kondisi
equilibrium dengan lingkungannya. Jika ruangan penyimpanan
mempunyai kadar air yang tinggi dari kadar air benih maka benih akan
menyerap air dari udara sehingga kadar air benih jadi meningkat.
Peningkatan kadar air benih akan menyebabkan laju respirasi benih
meningkat dan berdampak pada peningkatan proses perombakan cadangan
makanan sehingga kualitas benih akan turun.
c. Kadar air benih dan kelembapan ruang penyimpanan
Hubungan kadar air benih dengan kelembapan ruang penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara kadar air benih dengan kelembapan ruang
penyimpanan pada suhu tertentu
Pada fase satu menunjukkan daerah saat air terikat secara kimiawi dengan
sangat kuat, sehingga air tersebut hanya dapat diuraikan dengan
menghancurkan benih atau cara destruksi. Fase dua merupakan daerah
dimana air mudah dilepaskan atau dipertukarkan, yang merupakan kondisi
53
equilibrium yang dicapai benih. Pada fase tiga, menunjukkan daerah saat
air sangat mudah untuk dilepaskan karena pada fase tersebut air berada
pada daerah diantara jaringan benih (intercellular). Berdasarkan hubungan
tersebut dapat dilihat bahwa kandungan air pada fase satu dan dua
merupakan kondisi yang aman untuk penyimpanan. Penyimpanan pada
fase tiga dapat menyebabkan deteriorasi benih secara cepat.
11. Bahan pengemas
Penggunaan bahan pengemas yang kedap terhadap air akan melindungi benih
dari perubahan, khususnya kadar air akibat kondisi ruang penyimpanan.
12. Kondisi lingkungan
Daerah tropis memiliki suhu dan kelembapan yang tinggi sepanjang tahun,
yaitu berada pada kisaran 30-35 0C dan 80-90 %. Kondisi tersebut akan
memperpendek daya simpan benih sehingga diperlukan ruang penyimpanan
yang disesuaikan suhu dan kelembapannya.
Klasifikasi penyimpanan berdasarkan waktu
1. Penyimpanan jangka pendek (Short-term storage)
Pennyimpanan jangka pendek yaitu penyimpanan yang dilakukan dengan
waktu penyimpanan antara 1 - 9 bulan. Umumnya penyimpanan ini hanya
bertujuan untuk penyimpanan sampai musim tanam berikutnya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah:
- RH ruang penyimpanan 50 % dengan suhu 30 0C dan kadar air benih
untuk benih yang banyak mengandung lemak atau minyak adalah 7 %, dan
untuk benih yang mengandung protein dan karbohidrat adalah 11%.
- RH ruang penyimpanan 60 % dengan suhu 20 0C dan kadar air benih
untuk benih yang banyak mengandung lemak atau minyak maksimal
adalah 9.5 %, dan untuk benih yang banyak mengandung protein dan
karbohidrat adalah 13 %.
2. Penyimpanan jangka menengah (Mid-term storage)
Penyimpanan jangka menengah merupakan penyimpanan yang dilakukan
dengan waktu penyimpanan antara 9 – 18 bulan. Kondisi umum persyaratan
untuk penyimpanan ini adalah sebagai berikut:
54
- RH ruang penyimpanan 40 %, suhu 30 0C, kadar air benih untuk benih
yang banyak mengandung minyak atau lemak maksimal adalah 6 % dan
benih yang banyak mengandung protein maksimal adalah 10 %.
- RH ruang penyimpanan 50 %, suhu 20 0C, kadar air benih untuk benih
yang banyak mengandung minyak atau lemak maksimal adalah 7 % dan
benih yang banyak mengandung protein maksimal adalah 11 %.
- RH ruang penyimpanan 60 %, suhu 10 0C, kadar air benih untuk benih
yang banyak mengandung minyak atau lemak maksimal adalah 9 % dan
benih yang banyak mengandung protein maksimal adalah 11 %.
3. Penyimpanan jangka panjang (Long-term storage)
Penyimpanan jangka panjang adalah penyimpanan yang dilakukan dengan
waktu antara 18 – 120 bulan. Penyimpanan jangka panjang dibutuhkan
ruangan dengan suhu dan kelembapan yang rendah (kering). Kondisi umum
pada penyimpanan ini adalah:
- RH ruang penyimpanan 45 % dan suhu 10 0C merupakan kondisi yang
aman untuk penyimpanan selama lima tahun
- RH ruang penyimpanan 30 % dan suhu 4 0C merupakan kondisi yang
aman untuk penyimpanan benih antara 5 – 15 tahun.
Penyimpanan lain dapat dilakukan dengan penyimpanan pada kondisi vacum.
Penyimpanan pada kondisi vacum dapat meningkatkan daya simpan benih. Selain
itu untuk meningkatkan daya simpan benih juga dapat dilakukan dengan
mengganti gas dalam kemasan dengan CO2 atau nitrogen. Kedua gas tersebut
dapat menghambat laju respirasi benih (Kuswanto, 2003).
55
5.9 Soal Latihan
1. Berikut ini adalah tiga cara perlakuan pada benih, yaitu?
a. Perlakuan bahan kimia, perlakuan air panas, dan perlakuan pelapisan
b. Perlakuan bahan kimia, perlakuan air panas, dan perlakuan gelombang
panjang
c. Perlakuan bahan fisika, perlakuan air panas, dan perlakuan pelapisan
d. Perlakuan bahan kimia, perlakuan biologi, dan perlakuan pelapisan
2. Perlakuan benih menggunakan bahan kimia dapat dilakukan diantaranya
dengan menggunakan?
a. Pestisida dan clorox
b. Pestisida dan larutan gula
c. Pestisida dan herbisida
d. Pestisida dan hormon tumbuhan
3. Tujuan perlakuaan kepada benih yang tidak sesuai dibawah ini adalah?
a. Disinfeksi penyakit-penyakit yang bersifat seedborne, soilborne, atau
airborne disease
b. Mempertahankan kadar air benih
c. Meningkatkan daya simpan benih
d. Meningkatkan laju respirasi benih
4. Jenis pestisida yang umum digunakan untuk perlakuan benih adalah?
a. Agrept c. Dithane M45
b. Thiram d. Streptomicyn
5. Bahan aktif pada clorox yang efektif dalam mengeliminasi patogen bakteri
dan beberapa virus pada permukaan kulit benih adalah?
a. Sodium klorida c. Sodium hipoklorit
b. Perak nitrat d. Antibiotik
6. Salah satu bentuk pelapisan benih adalah pelleting, tujuan dari pelleting pada
benih adalah?
a. Modifikasi bentuk benih sehingga dihasilkan ukuran benih tertentu untuk
penanaman yang presisi
b. Modifikasi ukuran benih sehingga dihasilkan benih yang memiliki bobot
yang lebih besar dari sebelumnya
56
c. Modifikasi struktur internal benih sehingga dihasilkan ukuran benih
tertentu untuk penanaman yang presisi
d. Modifikasi benih sehingga dihasilkan benih baru yang memiliki
produktivitas lebih tinggi
7. Material pengemas benih dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu?
a. Material yang mampu menahan masuknya panas, menahan masuknya air,
dan menahan pertukaran gas kedalam kemasan
b. Material yang mampu menahan masuknya uap air, menahan masuknya
cahaya, dan menahan pertukaran gas kedalam kemasan
c. Material yang mampu menahan masuknya uap air, menahan masuknya
air, dan menahan pertukaran larutan kedalam kemasan
d. Material yang mampu menahan masuknya uap air, menahan masuknya
air, dan menahan pertukaran gas kedalam kemasan
8. Berdasarkan kemampuannya, kemasan yang paling tinggi kemampuannya
dalam menahan transmisi gas, uap air, air, dan minyak adalah?
a. Kertas kraft c. Aluminium foil 9 mikron
b. Plastik Poliethylene (PE) d. Polyester (Mylar)
9. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyimpanan benih adalah?
a. Sifat genetik, sifat fenotipe, kondisi sebelum dan sesudah panen, struktur
dan komposisi benih, kondisi kulit benih, dormansi benih, kadar air benih,
vigor benih, tempat penyimpanan, bahan pengemas, dan kondisi
lingkungan
b. Sifat genetik, kondisi sebelum dan sesudah panen, struktur dan komposisi
benih, kondisi kulit benih, dormansi benih, kadar air benih, vigor benih,
tempat penyimpanan, bahan pengemas, dan kondisi lingkungan
c. Sifat fenotipe, kondisi sebelum dan sesudah panen, struktur dan komposisi
benih, kondisi kulit benih, dormansi benih, kadar air benih, vigor benih,
tempat penyimpanan, bahan pengemas, dan kondisi lingkungan
d. Sifat fenotipe, kondisi sebelum dan sesudah panen, struktur dan komposisi
benih, kondisi kulit benih, skarifikasi benih, kadar air benih, vigor benih,
tempat penyimpanan, bahan pengemas, dan kondisi lingkungan
57
10. Penyimpanan benih dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu
penyimpanannya menjadi tiga, yaitu?
a. Penyimpanan jangka pendek/short-term storage (1 – 9 minggu), jangka
menengah/mid-term storage (9 – 18 minggu), dan jangka panjang/long-
term storage (18 -120 minggu)
b. Penyimpanan jangka pendek/short-term storage (1 – 20 minggu), jangka
menengah/mid-term storage (21 – 60 minggu), dan jangka panjang/long-
term storage (61 -120 minggu)
c. Penyimpanan jangka pendek/short-term storage (1 – 20 bulan), jangka
menengah/mid-term storage (21 – 60 bulan), dan jangka panjang/long-
term storage (61 -120 bulan)
d. Penyimpanan jangka pendek/short-term storage (1 – 9 bulan), jangka
menengah/mid-term storage (9 – 18 bulan), dan jangka panjang/long-term
storage (18 -120 bulan)
5.10 Studi Kasus
Ruang penyimpanan benih yang terkontrol kelembapan dan suhunya
merupakan salah satu fasilitas penting yang dibutuhkan dalam proses produksi
benih. Ruang penyimpanan benih yang terkontrol tersebut sangat diperlukan
untuk menjaga benih agar kualitasnya tidak turun selama proses penyimpanan,
khususnya diwilayah tropis yang memiliki suhu dan kelembapan relatif tinggi.
Terkait dengan hal tersebut, jika sedang terdapat permasalahan pada ruang
penyimpanan benih dan terdapat benih yang harus segera disimpan, bagaimana
alternatif penyimpanan benih yang dapat dilakukan sehingga benih yang
diproduksi dapat tetap disimpan dengan kondisi yang optimum untuk
penyimpanan?
58
5.11 Praktikum
Aplikasi Arabic Gum sebagai Material Pelleting Benih Cabai dan
Pengemasannya
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk pelleting adalah benih cabai 50 gram, arabic
gum 20 g, air, dan bahan yang digunakan untuk pengemasan adalah plastik
metalizer 10 cm. Alat yang digunakan adalah timbangan digital, toples 1000 ml,
bak plastik kotak, hand sprayer, sealer press plastik, sendok, dan gunting.
Metode
Benih cabai disebar secara merata pada bak plastik kotak kemudian
dibasahi dengan cara disemprot menggunakan hand sprayer. Benih cabai yang
sudah basah kemudian dimasukan kedalam toples plastik. Arabic gum sebagai
bahan pelleting kemudian dimasukkan kedalam toples secara bertahap
menggunakan sendok sebanyak 2 g atau lebih, kemudian toples dikocok dengan
arah memutar sampai benih cabai dan arabic gum bercampur. Penambahan arabic
gum dan pengocokan tersebut secara berkala dilakukan sehingga diperoleh pellet
benih dengan kisaran ukuran yang diinginkan. Pellet benih yang dihasilkan
kemudian dikeringkan selama beberapa jam sampai kadar airnya cukup rendah
untuk dilanjutkan pada proses pengemasan.
Pellet benih cabai kemudian ditimbang sebanyak 10 g untuk pengemasan.
Plastik metalizer digunting dengan ukuran 5 x 5 cm. Pellet benih yang sudah
ditimbang dimasukkan kedalam plastik metaizer dan kemudian diseal
menggunakan sealer press plastik.
59
Daftar Pustaka
Ashworth, S. 2002. Seed to Seed: Seed Saving and Growing Techniques for
Vegetable Gardeners. Iowa: Seed Savers Exchange
Copeland, LO dan McDonald, MB. 2001. Seed Science and Technology.
Massachusetts: Kluwer Academic Publishers
Gregg B dan Billups G. 2010. Seed Conditioning Volume 2 Technology-Part A.
Enfield: CRC Press
Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius.
Lousiana University AgCenter. 2014. Lousiana Plant Disease Management Guide.
Lousiana: Lousiana University AgCenter
Suhartanto MR. 2013. Teknologi pengolahan dan penyimpanan benih, hal. 64-83.
Dalam Widajati E, Muniarti E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, dan
Qadir A. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB press.
University of Illinois. 1992. Vegetable seed treatment. Report on Plant Disease
No. 915. Urbana-Campaign: Department of crop sciences, University of
Illinois Extension.
60
Jawaban Soal Latihan
21. A
22. A
23. D
24. B
25. C
26. A
27. D
28. C
29. B
30. D
Jawaban Studi Kasus
Penyimpanan benih yang tidak dilakukan di ruang penyimpanan yang
terkontrol dapat dilakukan dengan penyimpanan benih didalam kontainer
(containerized seed storage). Sistem penyimpanan ini menggunakan silica gel
yang diberi perlakuan cobalt chloride yang memberikan perubahan warna pada
silica sebagai indikator perubahan kelembapan didalam kontainer. Indikator warna
yang dihasilkan adalah perubahan warna dari biru menjadi merah muda (pink)
ketika kelembapan melebihi 45 %. Granul silika ditempatkan didalam kontainer
atau box yang dapat ditutup sehingga udara didalamnya tidak terpengaruh
lingkungan luar. Proporsi yang digunakan adalah 1 kg granul silika untuk 10 kg
benih. Kontainer yang digunakan harus terbuat dari bahan yang kedap udara,
seperti logam. Sistem tersebut dapat menyimpan benih sampai beberapa tahun.
Beberapa keuntungan dari sistem penyimpanan ini antara lain pemeliharaan dan
biayanya murah, penggunaan material kontainer dari logam dapat melindungi
hama, peluang terserang fungi dari proses penyimpanan dapat diminimalisir
karena kelembapan kontainer berada pada 45% (Copeland dan McDonald, 2001).
61
Lampiran
Lampiran 1. Prinsip kerja alat Air Screen Cleaner untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
Lampiran 2. Prinsip kerja alat Cylinder Separator untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
62
Lampiran 3. Prinsip kerja alat Gravity Separator untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
63
Lampiran 4. Prinsip kerja alat Spiral Separator untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
Lampiran 5. Prinsip kerja alat Roll Mill untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
64
Lampiran 6. Prinsip kerja alat Magnetic Separator untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)
Lampiran 7. Gambar alat Color Separator untuk prosesing benih (sumber:
http://eagri.org)