pelapisan silika-magnetit dalam sintesis hibrida alga ...digilib.unila.ac.id/27711/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT DALAM SINTESIS HIBRIDA ALGA
Spirulina sp. SEBAGAI ADSORBEN METILEN BIRU
(Skripsi)
Oleh
Radho Al Kausar
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
ABSTRACT
SILICA-MAGNETITE COATING IN SYNTHESIS OF ALGAE Spirulina
sp. HIBRYD AS A METILEN BLUE ADSORBENT
By
RADHO AL KAUSAR
In this research, it has been modified Spirulina sp. biomass algae with silica as a
matrix coated with magnetite particles (Fe3O4). The material was used to absorb
the methylene blue in solution. Material characterization was performed to
identify functional groups with infrared spectrophotometer (IR). Identification of
surface and elemental constituents used SEM-EDX while analysis of crystalline
levels was carried out by X-ray diffraction (XRD). Adsorption of methylene blue
in Spirulina sp. algae hybrids -Silica (HAS) and Spirulina sp. algae hybrids -Silica
magnetite (HASM) was tested with UV-Vis spectroscopy at a maximum
wavelength of 664.00 nm, each optimum at pH 6 with a concentration of 100
ppm, and contact time of 60 min. The methylene blue adsorption capacity by HAS
was 83.33 mg g-1
while the methylene blue adsorption capacity by HASM was
90.90 mg g-1
. This result clearly shows that HASM adsorption capacity is
significantly greater than HAS.
Kata kunci : Adsorption, biomass, Spirulina sp, silica, magnetite.
ABSTRAK
PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT DALAM SINTESIS HIBRIDA ALGA
Spirulina sp. SEBAGAI ADSORBEN METILEN BIRU
Oleh
RADHO AL KAUSAR
Pada penelitian ini, telah dilakukan modifikasi biomassa alga Spirulina sp. dengan
silika sebagai matriks yang dilapisi dengan partikel magnetit (Fe3O4). Material
tersebut digunakan untuk menyerap metilen biru dalam larutan. Karakterisasi
material dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dengan spektrofotometer
inframerah (IR). Identifikasi permukaan dan konstituen unsur menggunakan
SEM-EDX sedangkan analisis tingkat kekristalan dengan difraksi sinar–X (XRD).
Adsorpsi metilen biru pada hibrida alga Spirulina sp.-silika (HAS) dan hibrida
alga Spirulina sp.-silika magnetit (HASM) di uji dengan spektroskopi UV-Vis
pada panjang gelombang maksimum 664,00 nm, masing-masing optimum pada
pH 6 dengan konsentrasi 100 ppm dan waktu kontak selama 60 menit. Kapasitas
adsorpsi metilen biru oleh HAS sebesar 83,33 mg g-1
sedangkan kapasitas
adsorpsi metilen biru oleh HASM sebesar 90,90 mg g-1
. Hasil ini jelas
menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi HASM secara signifikan lebih besar dari
pada HAS.
Kata kunci : Adsorpsi, biomassa, Spirulina sp, silika, magnetit.
PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT DALAM SINTESIS ALGA Spirulina
sp.SEBAGAI ADSORBEN METILEN BIRU
Oleh
RADHO AL KAUSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung kurung, pada tanggal 9
September 1995, sebagai anak pertama dari dua bersaudara,
putra dari Feri Romza dan Sri Yuza Herlina. Jenjang
pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 115
Pengandonan, Ogan Komering Ulu, diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMPN 4 Pengandonan, Ogan Komering Ulu,
diselesaikan pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 13
Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2013.
Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila
melalui jalur SNMPTN ( Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada
tahun 2016 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium
Tegnologi Sentra Inovasi Terpadu Unila di Bandar Lampung. Selama menjadi
mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik I. Penulis
juga aktif di berbagai bidang organisasi kemahasiswaan tingkat fakultas mulai
dari anggota Departemen Pengembangan Potensi Sumber Daya Manusia
(PPSDM) BEM FMIPA kepengurusan 2014/2015, anggota Bidang Kaderisasi dan
Pengembangan Organisasi (KPO) HIMAKI FMIPA Unila kepengurusan
2014/2015, Ketua Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi (KPO)
HIMAKI FMIPA Unila kepengurusan 2015/2016, dan wakil ketua Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA unila kepengurusan 2016/2017.
MOTO
“Belajarlah dari masa lalu, hiduplah untuk masadepan. Yang terpenting adalah tidak berhenti
bertanya”(Albert Einstein)
“Hidupmu adalah milikmu, kamu sendiri yangmenentukan baik buruknya, dan kamulah yang
memimpin dirimu sendiri bukan orang lain, ketika adasesuatu yang membuat kita jatuh, percayalah bahwa
kita sedang di ajarkan cara untuk bangkit”(Radho Al Kausar)
Bismillahirohmannirrahim
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :
ALLAH S.W.T
Kedua Orang tuaku,Ibu Sri Yuza Herlina dan Bapak Feri Romza yang telah
memberikan rasa kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta doayang selama ini telah diberikan untukku. Terima Kasih atas
inspirasi dan motivasi selama ini.
Adikku tercinta Muhammad Yofan dan Akbar Dewantara
Keluarga besarku di Ogan Komering Ulu yang telahmendukungku dan mendoakanku
Guru-guru yang selalu membagikan ilmu dan pengalamannyauntukku
Seluruh sahabat, teman-teman, dan orang-orang yang akusayangi yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama
ini
dan Almamater Tercinta
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul " PELAPISAN SILIKA MAGNETIT DALAM
SINTESIS HIBRIDA ALGA Spirulina sp. SEBAGAI ADSORBEN
METILEN BIRU " adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan
rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah
SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir di
kehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Buhani, M.Si., selaku pembimbing I penelitian yang telah banyak
memberikan ilmu, saran, motivasi, perhatian, serta kesabaran dalam
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menjadi
mahasiswa.
2. Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II penelitian yang telah banyak
memberikan ilmu, pengalaman, saran dan arahan yang diberikan kepada
penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
3. Dr. Mita Rilyanti, M.Si., selaku penguji penelitian yang telah memberikan
ilmu, saran, motivasi, nasehat, kritik, serta saran kepada penulis sehingga
skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila.
5. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.
6. Liza Apriliya S, S.Si selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik Fisik
yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan zat dan bahan
kimia, serta terima kasih juga kepada Widyastuti, M.Si. dan segenap
karyawan jurusan kimia atas bantuannya. Tak lupa kepada ibu Valen yang
telah membantu membudidayakan alga sebagai bahan penelitian.
7. Kepada kedua orang tuaku yang sangat aku sayangi. Bapak Feri Romza dan
Ibu Sri Yuza Herlina, terima kasih atas do’a dan pengorbananmu yang telah
engkau berikan selama ini.
8. Adiku tersayang Muhammad Yofan dan Akbar Dewan Tara terima kasih
banyak yang selalu mendoakan saya dan kasih sayangnya.
9. Semua keluarga besarku di Ogan Komering Ulu terima kasih atas doa,
nasihat, dan motivasi yang diberikan untukku selama ini.
10. Mamang Desi warham dan uwak Emi Zona, terima kasih banyak atas doa dan
dukungannya selama ini.
11. Kepada Putri Nursela terima kasih yang selama ini telah memberikan
semangat dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahanku selama ini.
12. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penelitianku Murnita
Anggraini, Megafit Puspita Rini, Fentri Harinti, dan Melita Sari atas segala
bantuannya, motivasi, kritik, saran dan doa.
13. Teman-teman Himaki kepengurusan Periode 2015/2016 dan DPM
kepengurusan periode 2016/2017.
14. Teman-teman panitia Kwi Expun periode 2014, 2016, dan tak lupa kepada
adik-adik asuh kwi periode 2015 dan 2016.
15. Teman- teman KKN periode II Widi Tejak, Katika Agus kusuma, fika,
veronica, dan tak lupa kepada mbah Hanafi sekelurganya di tanjung anom,
terima kasih atas doanya selama ini.
16. Teman-teman angkatan 2013 yang selalu mendoakan, memotivasi, bersuka
cita, memberikan saran dan kritik. Kakak tingkat jurusan kimia 2011, 2012,
dan adik tingkat 2014, 2015, dan 2016 yang selalu mendoakan, memotivasi,
memberikan saran dan kritik
17. Tak terlupakan teruntuk sahabat dan teman-teman SMA, SMP, SD yang
selalu mendoakan dan memotivasi.
18. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikroalga Spirulina sp................................................................... .... 7B. Silika Gel........................................................................................ .... 8C. Proses sol-gel.................................................................................. .... 9D. Magnetit (Fe3O4) ............................................................................ ... 12E. Adsorpsi.......................................................................................... ... 14
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi ...................... ... 152. Parameter adsorpsi ............................................................. ... 16
F. Zat warna metilen biru.................................................................... ... 22G. Karakterisasi Material ..................................................................... ... 24
1. Spektrofotometer Inframerah (IR) ..................................... ... 242. Spektrofotometer UV-Vis .................................................. ... 253. X-Ray Diffraction (XRD) .................................................. ... 264. SEM-EDX.......................................................................... ... 27
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 30B. Alat dan Bahan .................................................................................... 30C. Prosedur Penelitian.............................................................................. 30
1. Pembuatan Biomassa Alga Spirulina sp ................................ 31
ii
2. Sintesis HAS .......................................................................... 313. Sintesis Magnetit (Fe3O4)....................................................... 324. Sintesis HASM....................................................................... 325. Karakterisasi Material ............................................................ 336. Uji Adsorpsi ........................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis dan Karakterisasi .................................................................. 361. Sintesis HAS dan HASM....................................................... 362. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR (Inframerah)....... 373. Karakterisasi Difraktometer sinar-X (XRD ............................ 404. Karakterisasi SEM-EDX........................................................ 42
B. Uji adsorpsi ........................................................................................ 441. Penentuan pH Optimum......................................................... 442. Laju adsorpsi .......................................................................... 453. Isoterm Adsorpsi .................................................................... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................................. 53B. Saran..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 55
LAMPIRAN.................................................................................................... 61
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil analisis gugus fungsi pada adsorben.....................................................39
2. Hasil analisis struktur kristal..........................................................................41
3. Parameter Isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich ..................................51
4. Penentuan kurva standar metilen biru untuk variasi pH ................................68
5. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HAS dengan variasi pH......................69
6. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HASM dengan variasi pH ..................69
7. Penentuan kurva standar metilen biru untuk variasi Waktu ..........................70
8. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HAS dengan variasi waktu ................71
9. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HASM dengan variasi waktu .............71
10. Penentuan kurva standar metilen biru untuk variasi konsentrasi ...................72
11. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HAS dengan variasikonsentrasi .....................................................................................................73
12. Adsorpsi metilen biru pada adsorben HASM dengan variasikonsentrasi .....................................................................................................73
13. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada HASterhadap metilen biru .....................................................................................74
14. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada HASMterhadap metilen biru .....................................................................................76
iv
15. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada HASterhadap metilen biru .....................................................................................77
16. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada HASMterhadap metilen biru .....................................................................................79
17. Data perhitungan menggunakan model persamaan Langmuirpada adsorpsi metilen biru terhadap HAS......................................................81
18. Data perhitungan menggunakan model persamaan Langmuirpada adsorpsi metilen biru terhadap HASM..................................................83
19. Data perhitungan menggunakan model persamaan Freundlichpada adsorpsi metilen biru terhadap HAS......................................................84
20. Data perhitungan menggunakan model persamaan Freundlichpada adsorpsi metilen biru terhadap HASM..................................................86
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alga Spirulina sp .........................................................................................7
2. Struktur TEOS .............................................................................................12
3. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir ...............................................................19
4. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich..............................................................21
5. Struktur kimia molekul metilen biru ..........................................................22
6. Spektrofotometri Inframerah.......................................................................25
7. IR (a) Magnetit,(b) Biomassa alga Spirulina sp.,(c) HAS, dan HASM ...................................................................................37
8. Difraktogram dari (a) Magnetit, (b) HAS, (c) HASM.................................40
9. Hasil karakterisasi SEM dengan perbesaran 2000x (a) magnetit,(b) HAS, dan (c) HASM..............................................................................42
10. Spektrum EDX (a) magnetit, (b) HAS, dan (c) HASM .............................43
11. pH optimum proses adsorpsi metilen biru oleh HAS dan HASMpada rentang pH 3-9.....................................................................................44
12. Pengaruh waktu interaksi pada adsorpsi metilen biru olehHAS dan HASM..........................................................................................46
13. Kinetika pseudo orde satu pada HAS dan HASMterhadap metilen biru. ..................................................................................47
14. Kinetika pseudo orde dua pada HAS dan HASMterhadap metilen biru. ..................................................................................48
15. Adsorpsi metilen biru dengan konsentrasi yang bervariasi padaHAS dan HASM dengan waktu kontak 60 menit........................................50
vi
16. Kurva isoterm adsorpsi menurut model Langmuir metilen birupada HAS dan HASM ................................................................................50
17. Kurva isoterm adsorpsi menurut model Freundlich metilen birupada HAS dan HASM ................................................................................51
18. Kurva hasil pengukuran panjang gelombangmaksimum metilen biru. ..............................................................................67
19. Kurva standar metilen biru untuk variasi pH...............................................68
20. Kurva standar metilen biru untuk variasi waktu kontak..............................70
21. Kurva standar metilen biru untuk variasi konsentrasi .................................72
22. Pola kinetika pseudo orde satu pada HAS terhadap metilen biru................75
23. Pola kinetika pseudo orde satu pada HASM terhadap metilen biru. ..........76
24. Pola kinetika pseudo orde dua pada HAS terhadap metilen biru.. ..............78
25. Pola kinetika pseudo orde dua pada HASM terhadap metilen biru.............79
26. Pola isoterm adsorpsi menurut model Langmuir padametilen biru oleh HAS.................................................................................82
27. Pola isoterm adsorpsi menurut model Langmuir padametilen biru oleh HASM .............................................................................83
28. Pola isoterm adsorpsi menurut model Freundlich padametilen biru oleh HAS.................................................................................85
29. Pola isoterm adsorpsi menurut model Freundlich padametilen biru oleh HASM .............................................................................87
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan industri yang semakin pesat memberikan pengaruh terhadap
lingkungan, seperti meningkatnya pencemaran yang berasal dari bahan-bahan
kimia baik berupa senyawa organik maupun anorganik. Permasalahan utama dari
pencemaran bahan kimia tersebut adalah sulitnya penguraian senyawa-senyawa
tersebut, sehingga akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu
senyawa organik yang bersifat tidak dapat diuraikan yaitu zat warna tekstil. Zat
warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya dari gugus
benzen. Gugus benzen sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan
dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan,
akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik
(Seshadri et al., 1994). Salah satu zat warna tekstil yang mencemari lingkungan
perairan adalah metilen biru. Zat warna metilen biru adalah zat warna tekstil
yang dibuat dari senyawa azo dan dari gugus benzene azo (Sen dan Demirer.
2003). Oleh karena itu perlu dilakukan usaha alternatif yang efektif untuk
mengurangi konsentrasi metilen biru yang berasal dari sisa - sisa zat warna tak
larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam untuk mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan makin meluas.
2
Untuk mengurangi pencemaran tersebut beberapa teknik telah digunakan antara
lain metode koagulasi, kompleksasi, pertukaran ion, dan teknik adsorpsi. Dari
beberapa metode tersebut, maka metode adsorpsi merupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan (Buhani et.
al., 2010). Metode adsorpsi ini memiliki beberapa keuntungan antara lain,
prosesnya sangat sederhana, biaya yang digunakan cukup murah, ramah
lingkungan (Gupta and Bhattacharyya, 2006).
Proses adsorpsi merupakan salah satu teknik pengolahan limbah yang diharapkan
dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi logam atau senyawa organik yang
berlebihan. Adsorben yang biasa digunakan dalam proses adsorpsi adalah karbon
aktif, silika gel, alumina, dan zeolit. Baru-baru ini, para peneliti telah berfokus
pada penanganan limbah yang tercemar zat pewarna dan logam berat dengan
menggunakan organisme seperti bakteri, jamur, ragi dan alga (Gupta et al., 2015).
Biomassa alga umumnya digunakan sebagai biosorben karena tersedia dalam
jumlah banyak, sebagian besar bersifat biokimiawi, merupakan adsorben yang
sangat efektif, dan relatif stabil. Serapan molekul zat pewarna oleh biomassa alga
diyakini terjadi melalui interaksi dengan gugus fungsional seperti hidroksil,
karboksilat, amino dan fosfat (Celekli et al., 2010).
Pada saat ini mulai dikembangkan penggunaan adsorben alternatif yang berasal
dari alam karena lebih ekonomis, sebagai contohnya biomassa alga. Beberapa
jenis alga telah mendapat perhatian karena kemampuannya yang cukup tinggi
untuk mengadsorpsi ion atau molekul dalam larutan melalui gugus-gugus fungsi
yang terdapat pada biomassa alga dan kemungkinan adanya penggunaan kembali
3
biomassa sebagai biosorben yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan limbah
dalam bentuk cairan (Buhani et al., 2006 ). Akan tetapi, biomassa alga
mempunyai beberapa kelemahan yaitu berat jenis yang rendah, mudah rusak
karena penguraian mikroorganisme lain dan secara teknik sulit digunakan dalam
kolom untuk dijadikan aplikasinya sebagai adsorben (Buhani et al., 2006).
Oleh karena itu, maka perlu dilakukan modifikasi untuk mengatasi kelemahan
penggunaan alga sebagai adsorben. Salah satu matriks yang sering digunakan
dalam memodifikasi biomassa alga adalah silika. Silika gel merupakan padatan
anorganik yang memiliki sisi aktif permukaan seperti gugus silanol (-Si-OH) dan
siloksan (Si-O-Si) yang dapat berikatan secara kimia dengan gugus-gugus fungsi
yang terdapat pada biomassa alga serta mempunyai luas permukaan yang besar.
Beberapa penelitian tentang hasil modifikasi biomassa alga menunjukkan bahwa
adsorben hasil modifikasi mampu menyerap logam berat dengan baik seperti yang
telah dilaporkan oleh Buhani and Suharso (2009).
Untuk lebih meningkatkan daya adsorpsi hasil modifikasi biomassa alga – silika
maka dilakukan teknik pelapisan silika – magnetit. Teknik pelapisan silika dengan
partikel magnetit digunakan agar adsorben memiliki kapasitas dan selektivitas
yang besar terhadap adsorbat yang teradsorpsi serta dapat memisahkan adsorbat
dengan cepat (Peng et al., 2010). Dengan menggunakan teknik tersebut maka
diharapkan hibrida alga Spirulina sp. silika dengan magnetit dapat menghasilkan
adsorben yang efektif terhadap metilen biru serta bersifat ramah lingkungan
karena tidak memiliki produk samping seperti padatan tersuspensi. Selain itu
dengan menggunakan teknik tersebut tidak merusak strukturnya sehingga proses
4
immobilisasi alga Spirulina sp. pada matriks silika diharapkan dapat
mempertahankan keaktifan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada alga Spirulina
sp. (Liu et al., 2010).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini telah dilakukanlah sintesis
hibrida alga Spirulina sp. silika yang dilapisi dengan magnetit sebagai penyerap
senyawa metilen biru. Modifikasi alga Spirulina sp. silika yang dilapisi dengan
magnetit akan mempertahankan gugus fungsi yang terdapat alga Spirulina sp.
sehingga lebih efektif dalam mengadsorpsi metilen biru. Adsorben tersebut
kemudian dikarakterisasi dengan Spektrofotometer IR untuk mengetahui gugus
fungsionalnya. Identifikasi monfologi permukaan dan konstituen unsur
menggunakan Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray
(SEM-EDX) dan tingkat kekristalan digunakan alat Diftraktometer Sinar-X
(XRD). Kadar metilen biru yang diperoleh dari hasil adsorpsi dianalisis
menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mensintesis dan mengkarakterisasi hibrida alga Spirulina sp. silika yang
dilapisi dengan partikel magnetit.
2. Menentukan pH, waktu, dan konsentrasi optimum metilen biru yang
teradsorpsi pada adsorben alga Spirulina sp., HAS, dan HASM.
3. Mempelajari kinetika dan pola isoterm adsorpsi metilen biru pada alga
Spirulina sp., HAS, dan HASM.
5
C. Manfaat penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, adapun
manfaat penelitian yaitu memberikan informasi tentang pemanfaatan hasil
modifikasi biomassa alga Spirulina sp., dengan teknik pelapisan silika magnetit
sebagai adsorben zat warna seperti metilen biru.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikroalga Spirulina sp.
Mikroalga merupakan mikroorganisme yang hidup di daerah perairan.
Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang
mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran.
Berdasarkan pigmen (zat warna) yang dikandung, alga dikelompokkan atas empat
kelas, yaitu: Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat),
Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru). Spirulina sp.
merupakan salah satu jenis alga biru Cyanophyceae (alga biru). Bentuknya berupa
filamen (spiral beraturan) yang merupakan rantai berwarna hijau kebiruan.
Filamen mikroalga Spirulina sp ini merupakan rangkaian sel yang disebut dengan
trichome. Umumnya bentul sel mikroalga Spirulina sp. ini berbentuk silindris
(Hernianti and Pratiwi, 1987). Mikroalga Spirulina sp. memiliki kandungan
karbohidrat 8-14 % (Becker, 1994).
Menurut Herniati and Pratiwi (1987) mengklasifikasikan Spirulina sp. sebagai
berikut:
Divisi : Cyanophyta
Ordo : Oscillatoriales
Sub Ordo : Oscillatorineae
Famili : Oscillariceae
7
Genus : Spirulina
Spesises : Spirulina sp.
Gambar 1. Spirulina sp.
Mikroalga Spirulina sp. seperti pada Gambar 1 merupakan cyanobacterial.
Cyanobacterial dikultur menggunakan skala laboratorium tertutup dapat
menghasilkan exopolymers berupa eksopolisakarida.
Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan
biosorben adalah :
1. Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi
logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat
melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama
gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat, dan sulfonat
yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
2. Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak.
3. Tidak perlu nutrisi tambahan.
Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam
proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrien
alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu
8
lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah
yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga
dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.
Menurut Harris and Ramelow (1990), kemampuan alga dalam menyerap
ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang
sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh
mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya
dilakukan, antara lain dengan mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi
biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. matrik polimer seperti polietilena glikol, akrilat;
2. oksida seperti alumina, silika;
3. campuran oksida seperti kristal aluminasilikat, asam polihetero;
4. karbon.
B. Silika Gel
Silika gel merupakan silika amorf yang tersusun dari tetrahedral SiO4 yang
tersusun secara tidak beraturan dan beragregasi membentuk kerangka tiga
dimensi yang terbentuk karena kondensasi asam ortosilikat. Struktur satuan
mineral silika pada dasarnya mengandung kation Si4+
yang terkoordinasi secara
tetrahedral dengan anion O2-
. Rumus kimia silika gel secara umum adalah
SiO2•xH2O (Oscik, 1982).
9
Silika gel memiliki sifat permukaan yang kompleks, gugus hidroksil yang
tersebar tak berurutan dan masing-masing gugus terhidrasi dengan satu atau
beberapa molekul air. Meskipun gugus siloksan juga terdapat di permukaan
silika gel, namun adsorpsi spesifik pada material ini lebih tergantung pada gugus
hidroksil (Oscik, 1982). Kemampuan adsorpsi silika gel dipengaruhi oleh adanya
situs aktif pada permukaannya yakni berupa gugus silanol (Si-OH) dan gugus
siloksan (Si-O-Si). Sifat adsorpsi silika gel ditentukan oleh orientasi dari ujung
tempat gugus hidroksi yang berkombinasi (Hartono dkk., 2002).
Silika banyak digunakan karena merupakan padatan pendukung yang memiliki
kelebihan yaitu stabil pada kondisi asam, inert, biaya sintesis rendah, memiliki
karakteristik pertukaran massa yang tinggi, porositas, luas permukaan, dan
memiliki daya tahan tinggi terhadap panas. Selain itu, silika gel memiliki situs
aktif berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) di permukaan (Na et
al., 2006).
Adapun kelemahan dari penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan
selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat sehingga
silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif yang ada hanya
berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi, kekurangan ini
dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dengan menggunakan situs aktif
yang sesuai untuk mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki (Nuzula, 2004).
C. Proses Sol-Gel
Sol-gel adalah suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke
bentuk padatan. Sol adalah suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau
molekul polimer (Rahaman, 1995).
10
Proses sol-gel merupakan proses yang dapat digambarkan sebagai pembentukan
suatu jaringan oksida melalui reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul
prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk material
melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya penghilangan pelarut. Proses
sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida,
kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini
didasarkan pada prekursor molekular yang dapat mengalami hidrolisis,
kebanyakan merupakan alkoksida logam atau semilogam (Schubert and Husing,
2000).
Proses sol-gel berlangsung melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Hidrolisis dan kondensasi
2. Gelation (transisi sol-gel)
3. Aging (pertumbuhan gel)
4. Drying (pengeringan).
Melalui polimerisasi kondensasi akan terbentuk dimer, trimer, dan seterusnya
sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada ukuran tertentu (diameter
sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai partikel silika primer. Gugus silanol
permukaan partikel bola polimer yang berdekatan akan mengalami kondensasi
disertai pelepasan air sampai terbentuk partikel sekunder dengan diameter
sekitar 4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai menjadi gel ditandai dengan
bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan masih sangat lunak dan tidak
kaku yang disebut alkogel (Farook and Ravendran, 2000).
Tahap selanjutnya adalah proses pembentukan gel. Pada tahap ini, kondensasi
antara bola-bola polimer terus berlangsung membentuk ikatan siloksan
11
menyebabkan menurunnya jari-jari partikel sekunder dari 4,5 nm menjadi 4
nm dan akan teramati penyusutan alkogel yang diikuti dengan berlangsungnya
eliminasi larutan garam (Jamarun, 2000).
Tahap akhir pembentukan silika gel adalah xerogel yang merupakan fasa silika
yang telah mengalami pencucian dan pemanasan. Pemanasan pada tempetarur
110oC mengakibatkan dehidrasi pada hidrogel dan terbentuknya silika gel
dengan struktur SiO2.xH2O (Enymia et al., 1998). Produk akhir yang dihasilkan
berupa bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering (Kalapathy et al.,
2000).
Prekursor yang biasa digunakan dalam proses sol-gel adalah senyawa silikon
alkoksida seperti tetrametilortosilikat (TMOS) atau TEOS (Jamarun, 2000).
TMOS dan TEOS akan terhidrolisis dengan penambahan sejumlah tertentu air
atau pelarut organik seperti metanol atau etanol, membentuk gugus silanol Si-
OH sebagai intermediet. Gugus silanol ini kemudian terkondensasi membentuk
gugus siloksan Si-O-Si. Reaksi hidrolisis dan kondensasi ini terus berlanjut
hingga viskositas larutan meningkat dan membentuk gel (Brinker and Scherer,
1990).
Reaksi pada proses sol-gel dapat dilihat pada persamaan berikut:
Hidrolisis
≡Si-OR + H-OH ≡Si-OH + ROH .…(1)
Polikondensasi
≡Si-OH + HO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + H2O ….(2)
≡Si-OH + RO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + ROH ....(3)
12
Senyawa TEOS dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur TEOS (Brinker and Scherer, 1990).
Penggunaan proses sol-gel untuk sintesis beberapa bahan hibrida anorganik-
organik telah banyak dilakukan diantaranya yaitu dengan metode pembuatan
hibrida silika terutama proses sol-gel untuk tujuan adsorpsi (Terrada et al.,
1983). Untuk modifikasi silika gel, melalui proses sol-gel inilah lebih sederhana
dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersamaan dengan proses
pembentukan padatan, sehingga diharapkan ligan yang terimmobilisasi lebih
banyak (Sriyanti et al., 2001). Proses yang sederhana dan cepat memungkinkan
dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat-alat sederhana. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini digunakan teknik sol-gel dalam pembuatan
silika gel maupun modifikasinya untuk mengkaji proses adsorpsi pada senyawa
organik untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dari larutan.
13
D. Magnetit (Fe3O4)
Magnetit (Fe3O4) atau oksida besi hitam adalah oksida besi yang paling kuat sifat
magnetitnya (Teja and Koh, 2008). Pemanfaatan magnetit yang berukuran nano
banyak dimanfaatkan pada proses-proses industri (misalnya sebagai tinta cetak)
dan pada penanganan masalah-masalah lingkungan (misalnya sebagai magnetic
carrier precipitation process untuk menghilangkan ion logam pada air limbah)
(Cabrera et al., 2008). Magnetit merupakan ferimagnetik, satu dari beberapa besi
oksida dan termasuk spinel, para peneliti dapat mensintesis partikel nano Fe3O4
dengan berbagai metode, misalnya metode sol-gel, hidrolisis terkontrol, dan
kopresipitasi dalam air. Metode kopresipitasi merupakan metode yang paling
sederhana karena prosedurnya lebih mudah dan dapat dilakukan pada suhu reaksi
yang rendah (< 100oC) (Xu et al., 2007).
Penemuan baru menunjukkan bahwa magnetit (Fe3O4) dapat dimanfaatkan
sebagai material pada sistem pangangkutan obat-obatan atau Drug Delivery
System (DDS), Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan terapi kanker. Agar
dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang tersebut, sangatlah penting untuk
mempertimbangkan ukuran partikel, sifat magnetik, dan sifat permukaan
partikelnya (Cabrera et al., 2008).
Fe3O4 dapat dihasilkan dari endapan campuran FeCl2.4H2O dan FeCl3
.6H2O
dalam suasana basa (dengan kehadiran NH4Cl), reaksinya menurut Dung et al.,
(2009) adalah sebagai berikut :
FeCl2.4H2O + FeCl3
.6H2O + 8NH4OH Fe3O4 + 8NH4Cl + 20 H2O
Secara umum reaksinya: 2Fe3+ + Fe2+ + 8OH- Fe3O4 + 4H2O
14
Magnetik nanopartikel digunakan untuk melapisi beberapa surfaktan untuk anti
penggumpalan yang diakibatkan oleh interaksi dipol magnet antara partikel.
Magnetik nanopartikel biasanya terdiri dari pusat magnet dan cangkang polimer
yang mempunyai gugus fungsi yang aktif dan istimewa untuk berbagai aplikasi.
Aplikasi yang paling terkenal dari teknologi magnetik yaitu kromatografi
bioafinitas, penanggulangan limbah air, penghentian enzim atau biomolekul lain,
dan preparasi uji imunologi.
E. Adsorpsi
Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion
atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi menyangkut
akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan pada hal ini
dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben
dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Alberty and Daniel, 1987).
Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang
disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau suatu akibat dari medan gaya
pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas, uap
atau cairan. Gaya tarik-menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis
gaya, yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan
adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption) (Oscik,
1982).
Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat
yang melibatkan gaya-gaya antar molekul seperti gaya Van der Waals,
15
sedangkan adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat
melibatkan pembentukan ikatan kimia. Dalam proses adsorpsi melibatkan
berbagai macam gaya yakni gaya Van der Waals, gaya elektrostatik, ikatan
hidrogen serta ikatan kovalen (Martell and Hancock, 1996). Untuk
mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh ion-ion logam terlarut terutama
yang banyak berasal dari limbah industri dengan konsentrasi yang cukup
tinggi, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi kerugian yang muncul
dengan cara meminimalkan kadar ion logam terlarut dalam limbah sebelum
dilepaskan ke lingkungan (Sinaga, 2009). Salah satu upaya untuk
menurunkan pencemaran ion logam berat adalah melalui metode adsorpsi
(Alloway and Ayres, 1997).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
1.1 Sifat logam dan ligan
Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam
maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam,
makin tinggi polarisabilitas ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin
stabil, dan (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka
kompleks yang terbentuk semakin stabil.
Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka
semakin stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol,
makin tinggi polaritas dan polarisabilitas suatu ligan makin stabil kompleks yang
terbentuk, dan (3) faktor sterik, tingginya rintangan sterik yang dimiliki oleh
ligan akan menurunkan stabilitas kompleks (Huheey et al., 1993).
16
1.2 Pengaruh pH sistem
Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pelarut, pH sistem juga
berpengaruh dalam proses adsorpsi. Pada kondisi pH tinggi maka silika gel akan
bermuatan netto negatif (kondisi larutan basa), sedangkan pada pH rendah
(kondisi larutan asam) akan bermuatan netto positif sampai netral (Spiakov,
2006). Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation
logam juga berkompetisi dengan H+
untuk terikat pada ligan permukaan. Pada
pH tinggi, dimana jumlah ion OH-
besar menyebabkan ligan permukaan
cenderung terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara
ligan permukaan dengan ion OH-
untuk berikatan dengan kation logam (Stum
and Morgan, 1996).
2. Parameter Adsorpsi
2.1. Kinetika Adsorpsi
Kinetika adalah deskripsi laju reaksi. Kinetika adsorpsi tergantung pada luas
permukaan partikel. Urutan reaksi mendefinisikan ketergantungan laju reaksi
pada konsentrasi spesies yang bereaksi. Orde reaksi ditentukan secara empiris,
tetapi tidak berkaitan dengan stoikiometri reaksi. Sebaliknya, kinetika diatur oleh
proses mekanisme, yaitu dengan jumlah spesies yang bertabrakan untuk
terjadinya reaksi. Selain itu, kinetika juga dapat digunakan untuk menentukan
kecepatan adsorpsi yang berlangsung dan menentukan kapasitas keseimbangan
yang dapat dimanfaatkan dalam situasi yang dinamis dan praktis. Tingkat
adsorpsi keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan sifat dan komponen pelarut,
serta ukuran partikel dan suhu. Kinetika reaksi adsorpsi juga tergantung pada
17
gugus fungsional dan konsentrasi. Tingginya tingkat substitusi gugus fungsional
pada polimer inert dapat meningkatkan laju reaksi keseluruhan (Allen et al.,
2004).
Analisis kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama
atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti mekanisme
adsorpsi, konstanta kecepatan reaksi adsorpsi kimia untuk ion-ion
logam,digunakan persamaan sistem pseudo order pertama oleh Lagergren dan
mekanisme pseudo order kedua (Buhani et al., 2010). Persamaan ini digunakan
untuk menguji data percobaan dari konsentrasi awal, suhu dan berat ion-ion
logam dalam larutan (Zhang et al., 2003). Model kinetika (pseudo urutan
pertama dan persamaan orde dua) dapat digunakan dengan asumsi bahwa
konsentrasi diukur sama dengan konsentrasi permukaan adsorben. Tingkat
persamaan urutan pertama Lagergren adalah salah satu yang paling banyak
digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dari larutan cair (Liu et al., 2010).
Untuk konstanta laju kinetika pseudo orde satu:
Dengan qe adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi (mg/g) pada
waktu keseimbangan, qt adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi pada
waktu t (menit), k1 adalah konstanta kecepatan adsorpsi (jam-1). Integrasi
persamaan ini dengan kondisi batas t =0 sampai t=t dan qt = qt, memberikan:
18
Dengan menggunakan regreasi linear dan mengalurkan ln(qe – qt ) terhadap
t diperoleh konstanta k1. Untuk konstanta kecepatan reaksi pseudo orde
kedua proses kemisorpsi:
Integrasi persamaan ini dengan kondisi batas t = 0 sampai t = t dan qt = 0
sampai qt = qt, memberikan:
Dengan k2 konstanta keseimbangan order kedua kemisorpsi (g/mg.jam).
Model kinetika pseudo order kedua dapat disusun untuk mendapatkan bentuk
linear :
(Zhang et al., 1998).
2.2. Isoterm Adsorpsi
Model kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk
menentukan kesetimbangan adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan
Freundlich.
a. Isoterm Adsorpsi Langmuir
Menurut Oscik (1982), teori Langmuir menjelaskan bahwa pada permukaan
adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas
permukaan. Setiap situs aktif hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi. Ikatan
antara zat yang teradsorpsi dengan adsorben dapat terjadi secara fisika atau
19
secara kimia. Ikatan tersebut harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan
molekul yang telah teradsorpsi sepanjang permukaan adsorben.
Model adsorpsi isoterm Langmuir dapat dinyatakan dalam persamaan:
dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan, m adalah jumlah zat yang
teradsorpsi per gram adsorben, b adalah kapasitas adsorpsi dan K adalah
tetapan kesetimbangan adsorpsi. Dengan kurva linier hubungan antara C/m
versus C, maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slope) dan K dari
intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang
dihasilkan apabila satu mol ion logam teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya
ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi bebas Gibbs standar,
ΔG◦, dapat dihitung menggunakan persamaan:
Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J/mol K), T temperatur (K) dan K
adalah tetapan kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan
Langmuir dan energi total adsorpsi adalah sama dengan energi bebas Gibbs
(Oscik, 1982).
ΔG sistem negatif artinya adsorpsi beralangsung spontan.
Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar 4.
Gambar 3. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir (Oscik and Cooper, 1994).
20
b. Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian
permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben
mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan
adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal
tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi
dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin and Rosnelly, 2005).
Asumsi yang digunakan :
1) Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul-molekul adsorbat setelah
teradsorpsi pada permukaan padatan.
2) Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi secara fisis tanpa adanya
adsorpsi kimia.
3) Permukaan padat bersifat heterogen (Noll et al., 1992).
Bentuk persamaan Freundlich adalah sebagai berikut:
Dimana:
Qe = Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol/g)
Ce = Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan
(mol/L) n = Kapasitas adsorpsi maksimum (mol/g)
Kf = Konstanta Feundlich (L/mol)
Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil
bentuk logaritmanya:
21
Sehingga kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich (Rousseau, 1987).
Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kelinearan data percobaan
dengan cara mengeplotkan C/Q terhadap Ce. Konstanta Freundlich Kf dapat
diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n
diketahui Kf dapat dicari, semakin besar harga Kmaka daya adsorpsi akan
semakin baik dan dari harga Kf yang diperoleh, maka energi adsorpsi akan
dapat dihitung (Rousseau, 1987). Selain itu, untuk menentukan jumlah logam
teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien selektivitas pada proses adsorpsi ion
logam terhadap adsorben alga Spirulina sp dapat digunakan persamaan berikut:
Q = (Co-Ca)V/W (10)
Dimana Q menyatakan jumlah logam teradsorpsi (mg/g), Co dan Ca
menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol/L), W
adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L) (Buhani et
al., 2009).
22
F. Zat warna metilen biru
Metilen biru yang memiliki rumus kimia C16H18ClN3S, adalah senyawa
hidrokarbon aromatik yang beracun dan merupakan zat warna kationik dengan
daya adsorpsi yang sangat kuat. Pada umumnya metilen biru digunakan sebagai
pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan kosmetik. Senyawa ini
berupa kristal berwarna hijau gelap. Ketika dilarutkan,metilen biru dalam air atau
alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru. Metilen biru memiliki berat
molekul 319,86 gr/mol, dengan titik lebur di 105°C dan daya larut sebesar 4,36 x
104 mg/L. Struktur metilen biru tertera pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur kimia molekul metilen biru
(Sumber:http://fiehnlab.ucdavis.edu).
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh
dengan kromofor sebagai pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang
dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain
senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta
senyawa -senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen (Rastogi and Sahu,
2008). Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi
berwarna. Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan struktur
kimianya yang memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya. Kromofor
23
zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat
molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar, sehingga zat warna
yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung
dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau
basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah
lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi
dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka
diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu (Rastogi
and Sahu, 2008).
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh
dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat
warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan
zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik
dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung nitrogen (Winarno, 1984).
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi
berwarna. Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu :
Golongan kation : -NH2; NHR seperti –NR2Cl.
Golongan anion : -SO3H; -OH; -COOH seperti –O; -SO3; dan lain-lain.
Nama dan struktur gugus kromofor yang dapat memberi daya ikat terhadap serat
yang diwarnainya, antara lain: Nitroso (NO atau (-N-OH)), Nitro (NO2 atau
(NN-OOH)), Grup Azo (-N=N-), Grup Etilen (-C-C-), Grup Karbonil (-C-O-),
Grup Karbon-Nitrogen (-C=NH; CH=N-), dan Grup Karbon Sulfur
(-C=S:-C-S-S-C-) ( Manurung, dkk, 2004).
24
Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah
menambahkan bahan kimia yang dapat mengikat bahan pencemar yang
dikandung air limbah kemudian memisahkannya (mengendapkan atau
mengapungkan). Zat warna dapat digolongkan menurut sumber yang
diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Van Croft
menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, Zat warna yang
merupakan berasal dari garam-garam klorida atau oksalat dari basa-basa organik,
misalnya ammonium, dan oksonium. Oleh karena kromofor dari zat warna ini
terdapat pada kationnya maka zat warna ini sering disebut sebagai zat warna
kation atau basa ( Manurung, dkk, 2004).
G. Karakterisasi Material
1. Spektrofotometer inframerah (IR)
Penentuan gugus fungsi suatu sampel dapat dilakukan analisis menggunakan
spektrofotometri IR. Dengan spektrofotometri IR dapat diketahui gugus-gugus
fungsi dari material biomassa alga spirulina sp, eksopolisakarida dan hibrida
eksopolisakarida silika.
Spektrofotometeri IR adalah spektrofotometer yang memanfaatkan sinar IR
dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 - 25 m
atau jangkauan frekuensi 400 - 4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-
atom pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan
rotasi menghasilkan spektrum vibrasi-rotasi (Khopkar, 2001). Alat
Spektrofotometri Inframerah dapat ditunjukkan pada Gambar 6.
25
Gambar 6. Spektrofotometri Inframerah
Spektrum IR suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
(vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi inframerah,
energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-
atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi tereksitasi
(excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk
panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari
absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan
tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi
inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian
spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus
fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
2. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri Ultraviolet (UV) dan tampak (Vis) merupakan metode yang
digunakan untuk mengukur banyaknya radiasi ultraviolet dan tampak yang
diserap oleh senyawa sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi. Absorpsi
26
cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu
promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke
orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi (Fessendenan Fessenden, 1995).
Pada Gambar 2.6. dipaparkan klasifikasi panjang d gelombang untuk spektrum
warna tertentu. Gambar 2.6. Klasifikasi panjang gelombang untuk warna
spektrum tertentu Absorbansi sampel tergantung pada konsentrasi larutan
(c dalam mg/L), panjang sel pada sampel (b dalam cm) dan karakteristik
konstanta fisika dari sampel yang menyerap (absorptivitas, a dalam L mg-1 cm-1).
Ketergantungan ini diekspresikan dalam hukum Lambert-Beer.
A= a.b.c
Fungsi spektrofotometer UV adalah untuk mengukur jumlah ikatan rangkap atau
konjugasi aromatik dalam suatu molekul. Spektrofotometri ini secara umum
membedakan diena terkonjugasi dari diena tidak terkonjugasi, diena terkonjugasi
dari triena dan sebagainya (Fessenden dan Fessenden, 1995).
3. X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar X (X-ray Difractometer), atau yang sering dikenal dengan XRD,
adalah merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi material
kristalit maupun non-kristalit, sebagai contoh identifikasi struktur kristalit
(kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan
radiasi gelombang elektromagnetik sinar X. Dengan kata lain, teknik ini
digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
27
Kegunaan XRD antara lain :
1. Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf
2. Karakterisasi material kristal
3. Identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat
4. Penentuan dimensi-dimensi sel satuan
Dengan teknik-teknik yang khusus, XRD dapat digunakan untuk:
1. Menentukan struktur kristal dengan menggunakan rietveld refinement
2. Analisis kuantitatif dari mineral
3. Karakteristik sampel film
Dari penggunaan X-ray Difraktometer tersebut, kita akan memperoleh suatu pola
difraksi dari bahan yang kita analisis. Dari pola tersebut, kita akan mendapatkan
beberapa informasi antara lain :
1. Panjang gelombang sinar X yang digunakan (λ)
2. Orde pembiasan/kekuatan intensitas (n)
3. Sudut antara sinar datang dengan bidang normal (θ)
4. Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray(SEM-EDX)
SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang
dipadukan dengan EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai struktur terkecil
benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen serta
permukaan bahan dengan skala mikrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang
menggunakan sumber medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm,
sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia
28
maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk,
dengan demikian kita dapat mengembangkan produk tersebut melalui informasi
ukuran partikel dari mikro struktur yang terbentuk dan komposisi unsurnya.
Bagian terpenting dari SEM adalah apa yang disebut sebagai kolom elektron
(elektron column) yang memiliki piranti-piranti sebagai berikut:
1. Pembangkit elektron (elektron gun) dengan filamen sebagai pengemisi
elektron atau disebut juga sumber iluminasi;
2. Sebuah sistem lensa elektromagnetik yang dapat dimuati untuk dapat
memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen ke
diameter yang sangat kecil; eter yang sangat kecil;
3. Sebuah sistem perambah (scan) untuk menggerakan berkas elektron terfokus
tadi pada permukaan spesimen;
4. Satu atau lebih sistem deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi antara
berkas elektron dengan spesimen dan merubahnya kesignal listrik.
5. Sebuah konektor kepompa vakum (Linia, 2010).
Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut
dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut
dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan
sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target,
informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya.
Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan
dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan
menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi
atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar
29
utama, sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian
energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan
ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai
suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997).
30
II. METODELOGI PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Mei 2017 di
Laboratorium LTSIT Universitas Lampung. Pengambilan biomassa alga
Spirulina sp. dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung
(BBPBL). Identifikasi gugus fungsional menggunakan alat spektrofotometer (IR)
di laboratorium kimia organik FMIPA Universitas Gajah Mada. karakterisasi
tingkat kekristalan menggunakan Difraktometer Sinar-X (XRD) di laboratorium
kimia dasar FMIPA Universitas Gajah Mada. Identifikasi monfologi permukaan
dan konstituen unsur menggunakan Scanning Electron Microscopy With Energy
Dispersive X-ray (SEM-EDX) dan Penentuan kadar metilen biru yang teradsorpsi
menggunakan spektrofotometer (UV-Vis) dilaboratorium LTSIT Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain gelas kimia, wadah
plastik, spatula, neraca analitis, pengaduk magnetik, batang pengaduk, oven, pH
indikator universal, alumunium foil, pengaduk, shaker, sentrifius, tabung
erlenmeyer, kertas saring Whatman No.42, sentrifius, XRD, spektrofotometer
31
Inframerah (IR), SEM-EDX, dan spektrofotometer UV-Vis.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biomassa alga Spirulina
sp., tetraetilortosilikat (TEOS), magnetit, akuades, etanol p.a Merck, etanol teknis,
HCl 1 M, NH4OH 1 M, NH3 1 M, HNO3 1 M, NaOH 1 M, buffer pospat, dan
buffer sitrat.
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Biomassa Alga Spirulina sp.
Biomassa alga Spirulina sp. diperoleh dari pembudidayaan dalam skala
Laboratorium di Balai Besar Laut (BBL) Lampung. Alga yang diperoleh
kemudian dikeringkan selama 3 hari. Selanjutnya di oven pada suhu 400C selama
2-3 jam. Setelah dioven alga digerus hingga halus.
2. Sintesis HAS
Sebanyak 5 mL TEOS dicampurkan dengan 2,5 mL akuades dimasukkan ke
dalam tabung plastik, lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 (Larutan A). Di gelas plastik lain, sebanyak
0,4 gram alga Spirulina sp. yang paling optimum dicampurkan dengan 5 mL
etanol dimasukkan ke dalam tabung plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet
selama 30 menit (Larutan B). Larutan A yang telah homogen kemudian dicampur
dengan larutan B disertai pengadukan menggunakan pengaduk magnet sampai
larutan tersebut menjadi gel. Gel yang terbentuk disaring dengan kertas saring
Whatman No.42, lalu didiamkan selama 24 jam. Gel kemudian dicuci dengan
32
akuades dan etanol (60:40) sampai pH ≈ 7. Gel dikeringkan dengan menggunakan
freeze dry, selanjutnya digerus hinga halus menggunakan alat grinding (Buhani et.
al., 2009).
3.Sintesis Magnetit (Fe3O4)
Sintesis magnetit dilakukan sesuai dengan prosedur Entezari et al., 2013.
Sebanyak 3,96 g FeCl3.6H2O dilarutkan dalam 10 mL aquades ( larutan A) dan
1,45 g FeSO4.4H2O dilarutkan dalam 10 Aquades ( larutan B). Selanjutnya
(larutan A) dicampur dengan (larutan B) disertai pengadukkan hingga larutan
menjadi homogen. Setelah larutannya homogen ditambahkan NH4OH 1 M tetes
demi tetes (kurang lebih sampai pH > 10,5) sampai terbentuk endapan hitam.
Kemudian campuran disonikasi selama 30 menit. Endapan hitam yang terbentuk
disaring dengan kertas saring Whatmann No.42. Setelah itu endapan tersebut
dibilas dengan aquades dan etanol (60:40) hingga pH ≈ 7. Endapan kemudian
dioven pada suhu 60°C selama 2-3 jam hingga berat konstan, selanjutnya digerus
hingga halus menggunakan alat grinding.
4. Sintesis HASM
Sintesis magnetit dilakukan sesuai dengan prosedur Entezari et al., 2013.
Larutan A, sebanyak 5 mL TEOS dicampurkan dengan 2,5 mL akuades
ditambahkan 0,1 g magnetit dimasukkan ke dalam tabung plastik, lalu
ditambahkan beberapa tetes HCl 1 M hingga pH 2. Larutan B, sebanyak 0,4 g
biomassa alga Spirulina sp. dicampurkan dengan 5 mL etanol diaduk dengan
pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Kedua larutan dicampur
hingga terbentuk gel. Gel basah yang terbentuk didiamkan selama 24 jam
33
kemudian dicuci dengan etanol dan akuades sampai pH≈7, dikeringkan dengan
menggunakan freeze dry, selanjutnya digerus dengan alat grinding.
5. Karakterisasi Material
Untuk mengetahui perubahan gugus-gugus fungsi dalam material biomassa alga
Spirulina sp., HAS dan HASM dilakukan karakterisasi dengan menggunakan
spektrofotometer IR. Analisis elemental skala nanopartikel permukaan dengan dan
tingkat kekristalan dilakukan dengan alat Difraktometer Sinar-X (XRD).
Identifikasi monfologi permukaan dan konstituen unsur menggunakan alat
Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX). Kadar
metilen biru yang teradsorpsi pada adsorben dilakukan analisis menggunakan
spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang maksimum metilen biru 664,00
nm.
6. Uji Adsorpsi
a. Variasi pH
Sebanyak 50 mg adsorben HAS dan HASM dengan konsentasi optimum
dimasukkan ke dalam 7 wadah plastik yang berbeda. Kemudian ditambahkan 20
mL larutan metilen biru dengan konsentrasi 100 ppm ditambahkan ke masing-
masing labu erlenmeyer. Masing-masing labu erlenmeyer dibuat pH yang berbeda
dengan menggunakan larutan buffer agar kondisi atau tingkat keasaman atau
kebasaan dalam suatu larutan tetap terjaga pada nilai pH yang diinginkan. Larutan
buffer sitrat digunakan untuk kisaran pH asam, yaitu pada kisaran nilai pH 3.0 –
6.0. Sedangkan buffer posfat digunakan pada pH basa, yaitu pada kisaran nilai pH
7.0 – 9.0. Selanjutnya larutan tersebut dikocok menggunakan pengaduk selama
34
30 menit. Setelah selesai, adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan
sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan
spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang maksimum metilen biru 664,00 nm
(Bharathi et al., 2013).
b. Laju Adsorpsi
Sebanyak 50 mg adsorben HAS dan HASM dengan konsentasi optimum
dimasukkan ke dalam 5 wadah plastik yang berbeda. Kemudian ditambahkan 20
mL larutan metilen biru dengan konsentrasi 100 ppm ditambahkan ke masing-
masing labu erlenmeyer. Selanjutnya larutan tersebut dikocok menggunakan
pengaduk dengan variasi waktu dari 5, 15, 30, 60, dan 120 menit. Masing-masing
labu erlenmeyer dibuat pH optimum dengan menggunakan larutan buffer sitrat
digunakan untuk kisaran pH asam, yaitu pada kisaran nilai pH 3.0 – 6.0.
Sedangkan buffer posfat digunakan pada pH basa, yaitu pada kisaran nilai
pH 7.0 – 9.0. Setelah selesai, adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan
sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis dengan spektroskopi UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum metilen biru 664,00 nm (Bharathi et al.,
2013).
c. Isoterm Adsorpsi
Sebanyak 50 mg adsorben HAS dan HASM dengan konsentasi optimum
dimasukkan ke dalam 5 wadah plastik yang berbeda. Kemudian ditambahkan 20
mL larutan metilen biru dengan konsentasi yang berbeda, yaitu 0, 25, 30, 100,
200, dan 300 ppm waktu pengadukan optimum. Masing-masing labu erlenmeyer
dibuat pH optimum dengan menggunakan larutan buffer sitrat digunakan untuk
35
kisaran pH asam, yaitu pada kisaran nilai pH 3.0 – 6.0. Sedangkan buffer posfat
digunakan pada pH basa, yaitu pada kisaran nilai pH 7.0 – 9.0.Setelah
pengadukan, adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Filtrat
yang diperoleh kemudian dianalisis spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum metilen biru 664,00 nm (Bharathi et al., 2013).
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sintesis hasil material HAS dan HASM telah berhasil dilakukan yang
ditunjukkan dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, X-Ray
Diffraction (XRD), dan Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive
X-ray (SEM-EDX).
2. Jumlah metilen biru yang teradsorpsi oleh adsorben HAS dan HASM optimum
pada pH 6 dengan waktu kontak selama 60 menit dan cenderung mengikuti
model kinetika pseudo orde 2.
3. Isoterm adsorpsi metilen biru oleh HAS dan HASM cenderung mengikuti
model isoterm Freundlich dengan masing-masing kapasitas adsorpsinya pada
HAS sebesar 83,33 mg g-1 sedangkan pada HASM sebesar 90,90 mg g-1.
54
B. Saran
Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan uji adsorpsi
terhadapat metilen biru dengan menggunakan metode yang kontinyu sehingga
akan di dapat informasi data penelitian yang berkesinambungan.
55
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A., and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry. 5th ed. SI Version. JohnWilley and Sons Inc. New York.
Allen, S.J., G. Mckay, and J.F. Porter. 2004. Adsoption isotherm models for basicdye adsorption by peat in single and binary component systems. J. ofColloid and Sons Inc. New York.
Alloway, B.J., and D.C.Ayres. 1997. Chemical Principles of EnvironmentPollution. 2nd Edition. Blackie Academic and Profesional. London.
Amir,L.,R.B. Ali, Karimi, Esmail, and R. Solmaz. 2008. Adsorption Capability ofLead, Nickel and Zinx by Exopolysaccharide and Dreid Cell of Ensifermeliloti. Asian Journal of Chemistry. 20(8) : 6075-6080.
Blais, J.F., B. Dufresne, and G. Mercier. 2000. State of The Art of Technologiesfor Metal Removal From Industrial Effluents. Rev. Sci. Eau. 12(4): 687-711.
Brinker, C.J., and G.W. Scherer. 1990. Aplplication in : Sol Gel Science, thePhysics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic Press, Inc. SanDiego, California. pp 839-880.
Buhani, Suharso, and Sembiring, Zipora. 2006. Biosorption of Metal Ions Pb(II),Cu(II), and Cd(II) on surgassum duplicatum Immobilized Silica Gel Matrix.Indonesia Journal Chemist. 6(3): 245-250.
Buhani, Narsito, Nuryono, and Kunarti E.S. 2009. Amino and Mercapto-Silica Hybrid For Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indo. J. Chem.9(2): 170-176.
Buhani, Narsito, Nuryono, E.S. Kunarti. 2010. Production of metal ion imprintedpolymer from mercapto–silica through sol–gelprocess as selective adsorbentof cadmium. Desalination. 251: 83-89.
Buhani, Suharso, Sumadi. 2010. Adsorption kinetics and isotherm of Cd(II) ionon Nannochloropsissp biomassimprinted ionic polymer. Desalination. 259:140-146.
56
Buhani, Suharso, and Sumadi. 2010. Immobilization of S. duplicatum supportedsilica gel matrix and its application on adsorption–desorption of Cu (II), Cd(II) and Pb (II) ions. Desalination. 263(1-3): 64-69.
Celekli, A., Atmaca, M.Y., Bozkurt, H., 2010. An eco-friendlyprocess: predictivemodelling of copper adsorption fromaqueous fromaqueous solution onSpirulina platensis. J. Hazard. Mater. 173,123–129.
Chen, J.H., R,d. Czajka, L.W. Lion, M.i. Shuler, and Ghiorse. 1995. Trace MetalMobilization in Soil by Bacterial Polimers. Environmental HealthPersfective.103(1): 53-58.
Drbohlavova, J., Hrdy, R., Adam, V., Kizek, R., Schneesweiss, O., Hubalek., J2009. Preparation and Properties of Various Magnetic Nanoparticles.Sensors. Vol. 9, p.2352 – 2362.
Elizabeth, I.R. 2011. Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Silika (SiO2) dariSekam Oleh Fusarium Oxyporum. (Skripsi). Fakultas MIPA. ITB. Bogor.
Entezari, M.H., and T. R. Bastami. 2013. High stable suspension of magnetitenanoparticles in ethanol by using sono-synthesized nanomagnetite in polyolmedium, Mater. Res. Bull. 48: 3149–3156.
Entezari, M.H., and S. H. Araghi. 2015. Amino-functionalized silica magnetitenanoparticles for thesimultaneous removal of pollutants from aqueoussolution. Res. Bull. 333: 68-77.
Enymia, S, dan N, Sulistriani.1998. Pembuatan Silika dari Sekam Padi UntukBahan Pengisian Karet Ban. Jurnal Kimia Indonesia. 7(1 dan 2): 1-9.
Erni dan H Regina. 2011. Biosorpsi Kadnium dan Komposisi EksopolisakaridaAzotobacter sp pada Dua Konsentrasi CdCl2. Agrinimal. 1(1): 33-37.
Farook, A., ang S. Ravendran. 2000. Saturned Fatty Acids Adsorpsi by AcidifiedRice Hull, Ash. Journal Chemistry Society. 77: 437-440.
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid 1. Ed ke-3. PudjaatmakaAH, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry.
Gialamouidis, D., M. Mitrakas, and M. Liakopoulou-Kyriakides. 2010.Equilibrium, Thermodynamic and Kinetic Studies on Biosorption of Mn(II)from Aqueous Solution by Pseudomonas sp., Staphylococcus xylosus andBlakeslea trispora Cells. Journal of Hazardous Material. pp. 672-680.
Gupta, S.S., and K.G. Bhattacharyya. 2006. Adsorption of Ni(II) on Clay. J.Colloid Interface Sci.295 (1): 21-32.
57
Gupta, V.K., Nayak, A., Agarwal, S., 2015. Bioadsorbents forremediation ofheavy metals: current status and their futureprospects. Environ. Eng. Res. 20(1), 1–18.
Harris,O. P., and J. G. Ramelow. 1990. Binding Of Metal Ions by ParticulateQuadricauda. Environt Scient and Technology. 24 : 220-227.
Hartono, Y.M.V.,A.R.W. Barbara., J. Suparta dan Supomo. 2002. Pembuatan SiCdari Sekam Padi.Balai Besar Penelitian dan Pengembangan IndustriKeramik. Bandung.
Hernianti dan E. Pratiwi.1987. Kultur Laboratoris Spirulina sp. J. Perikanan LautNo. 44/1987. Balai Penelitian Laut Jakarta.
Huheey, J.E., E.A. Keiter. And R.L keiter. 1993. Inorganic Chemistry : Principleof Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher.New York.
Husin, G. dan C. M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan LogamTimbal Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang (Tesis). FakultasTeknik Universitas Syiah Kuala Darrusalam. Banda Aceh.
Idris, M. N., Z. A. Ahmad., and M. A. Ahmad. 2011. Adsorption Equilibrium ofMalachite Green Dye onto Rubber Seed Coat Based Activated Carbon.International Journal of Basic and Applied Sciences. pp. 305-311.
Jamarun, N. 2000. Proses Sol Gel . (Tesis). FMIPA Kimia Universitas Andalas.
Jiang, N., X. Chang, H. Zheng, Q. He, Z. Hu. 2006. Selective Solid-PhaseExtraction of Nickel(II) Using a Surface-Imprinted Silica Gel Sorbent. Anal.Chim. Acta. 577 (2): 225–231.
Jin, X., G. W. Bailey, Y. S. Yu, and A. T. Lynch. 1996. Kinetics of single andmultiple metal ion sorption processes on humic substance. Soil Science.161: 509-5019.
Kalapathy, U., A. Proctor ang J. Schultz. 2000.A Simple Method For Productionof Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioes. Tech. 73:257-262.
Khasanah, E. 2006. Termodinamika Adsorpsi Ag(II) dan Ni(II) pada HibridaAmno-silika dari Abu Sekam Padi. (Skripsi). FMIPA-UGM. Yogyakarta
Kumar, A., Gaurav, Malik, A.K., Tewary, D.K, and Singh, B., 2008, Anal. Chim.Acta, 610, 1-14.
Likhosherstov, L.M., Senchenkova, S.N., Shashkov, A.S., Derevitskaya, V.A.,Danilova, I.V., and Botvinko, I.V. 1991. Structure of The Major
58
Exopolysaccharide Produced by Azotobacter beijerinkii B-1615. CarbohydrRess. 222: 233-238.
Liu, Y., Y. Zeng, W. Xu, Xu, C.Yang., and J.Zhang. 2010. Biosorption ofCopper(II) by Immobilizing Saccharomyces cerevisiae on the Surface ofChitosan Coated Magnetic Nanoparticles from Aguaes Solution. Journal ofHazardous Materials.177.676-682.
Linia. 2010. Pengaruh Temperatur Terhadap Struktur Kristal Dan MorfologiLapisan TiCl4 Pada Pelapisan Logam Dengan Menggunakan MetodeSol–Gel. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universias medan. Medan.
Manurung, Rosdanelli, dan Irvan. 2004. Perombakan Zat Warna Azo ReaktifSecara Anaerob-Aerob. e-USU Repository. Jurnal Teknik Kimia UniversitasSumatra Utara.
Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal complexes in Aqueose Solution.Plenum Press. New York.
Na, J., X. Chang, H. Zheng, Q. He and Z. Hu. 2006. Selective Solid-PhaseExtraction of Ni(II) Using a Surfac-Imprinted Silica Gel Sorbent. AnalyticaChimica Acta. 577:225-231.
Noll, K,E., V. Gournaris, and W.S Hou. 1992. Adsorption technology for air andwater pollution control. Pp. 1-8. Lewis Publisher Inc.michigan.
Nuzula, F. 2004. Adsorpsi Cd2+, Ni2+ , dan Mg2+ pada 2-Merkapto Benzimidolyang Diimobilisasikan pada Silika Gel. (Tesis). FMIPA-UGM. Yogyakarta.
Oscik, J. 1982. Adsorpstion. Ellis Horwood Limited. England.
Oscik, J. and I. L. Cooper. 1994. Adsoption. Ellis Horwood Publisher, Ltd.Chichester.
Peng, Q., Liu, Y., Zeng, G., Xu, W., Yang, C., and Zhang, J. 2010. Biosorption ofCopper (II) Immobilizing Saccharomyces cerevisae on the surface ofchitosan coated magnetc nanoparticle from aqueous solution, J. Hazard.Mater., 177: 676-682.
Ren, Y., M. Zhang., Zhao. 2007. Synthesis and Properties of Magnetic Cu(II) IonImprinted Composite Adsorbent for Selective removal of Copper. J. Mater.Chem. Eng. Harbin Engineering University.
Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of CeramicsEngineering University of Missoury-Rolla Missouri. Hal 214-219.
59
Rahmawati, A. And S.J. Santos. 2002 Studi adsorpsi logam Pb(II), dan Cd(II)pada asam humat dalam medium air. Alchemy. 2(1) : 46-57.
Rastogi dan Sahu, dkk., (2008), “Removal of Methylene Blue from WaterwasteUsing Fly Ash an Adsorbent Adsorption Kinetics and Mechanism ofCationic Methyl Violet and Methylen Blue Dyes Onto Sepiolite”, Journal ofHazardous Materials, hal 531-540.
Rousseau, R. W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wileyand Sons Inc. United States. pp.67.
Rochyatun, Endang. M. Taufik Kaisupy dan Abdul Rozak. 2006. DistribusiLogam Berat Dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane.Makara, Sains. 10(1): 35-40.
Sari, A., Uluozlu, O.D., an Tuzen, M., 2011, Equilibrium, thermodynamic andkinetic investigations on biosorption of arsenic from aqueous solution byalgae (Maugeotia genuflexa) biomass, Chem. Eng. J., 167: 155-161.
Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis Bahan Alam. Cetakan Pertama. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Schubert, U., and N. Husing. 2000. Synthesis of Inorganic Material.Willey-VCHVerlag Gmbh. D-69469 Wernbeim.Federal Republik of Germany. Science,The Physics ang Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic.
Sen, S. and Demirer, G.N,. (2003).“Anaerobic Treatment of SyntheticTextile Wastewater Containing a Reactiv Azo Dye, Journal ofEnviromental Engineering (ASCE)”. Hal. 129. 595-601.
Seshadri, S., Bishop, P. L., and Agha, A. M. ~1994!. ‘‘Anaerobic/aerobictreatment of selected azo dyes in wastewater.’’ Waste Management,
14, 127–137.
Sinaga, S. 2009. Studi Pemanfaatan Silika Gel Terlarut Kitosan UntukMenurunkan Kadar Logam Besi dan Seng Dalam Larutan Kopi. (Tesis).Medan.
Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels inInorganics Analysis. Analytica Chimica Acta. 22: 45-60.
Sriyanti, Narsito dan Nuryono.2001. Selektivitas 2-merkaptobentiazolTerimpregnasi pada Zeolit Alam untuk Adsorpsi Kadnium(II) dalamCampuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX.Yogyakarta.
Stum. W. and Morgan, J.J., 1981. Aquatic Chemistry. John Wiley and Sons. NewYork. 323-363.
60
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan MenggunakanMikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologiuntuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.
Supratman, U. 2010. Equilibrum Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran.Bandung.
Terrada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper(II) by SomeComplexing Agents Loaded on Vorius Support. Analytica Chimica Acta.153: 237-247.
Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning ElectronMicroscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. BadanTenaga Atom Nasional. Tangerang.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Zhang, L. Y., G.X. Chend, and C. Fu. 2003. Synthesis and characteristic oftyrosinase imprinted beads vis suspension polymerization. Reactionfunctional Polymer. 56: 167-173.