pelaksanaan pendidikan keterampilan komputer bicara bagi...
TRANSCRIPT
i
Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Komputer Bicara Bagi Warga
Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu
Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Andika Pratama
1201412053
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1. Berusaha jadi diri sendiri jangan jadi seperti orang lain
2. Keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk hidup sepenuhnya, selalu
bersyukur dan bermanfaat bagi orang lain. (Fien Andriani)
PERSEMBAHAN:
1. Bapak dan ibu yang selalu memberi dukungan, semangat, doa dan juga kasih
sayang.
2. Kedua adik saya yang selalu menghibur ketika sedang penat dan membantu
saya.
3. Dosen pembimbing saya yang selalu sabar Bapak Iyas M.Ag
4. Teman-teman PLS FIP UNNES yang memberi banyak dukungan dan
kebahagiaan dalam kebersamaan yang begitu solid.
5. Almamater saya Universitas Negeri Semarang
6. Keluarga besar Lembaga Yayasan Sahabat Mata
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Upaya Lembaga Yayasan
Sahabat Mata Dalam Meningkatkan Keterampilan Warga Belajar di Jalan Taman
Pinus II Blok D6 No.36 Kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen Kota Semarang”
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai
pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi
tersebut dapat diatasi.
Berkenaan dengan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk bantuan dan
dukungan dari banyak pihak dalam penyusunan, maupun penyajian skripsi ini,
kepada:
1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Dr. Utsman, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan ijin dan persetujuan terhadap judul
skripsi yang penulis ajukan.
3. Ilyas, M.Ag, Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan, masukan, kemudahan dan motivasi kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
vii
viii
ABSTRAK
Pratama, Andika. 2017. “Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Bagi Warga
Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata” Skripsi. Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Semarang. Dosen Pembimbing Drs. Ilyas, M.Ag.
Kata Kunci: Pendidikan Keterampilan, solusi
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan pendidikan keterampilan
yang ada di Lembaga Yayasan Sahabat Mata karena program keterampilan
komputer bicara termasuk hal unik dan berbeda dengan yang diberikan oleh
lembaga lain. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana
pelaksanaan pendidikan keterampilan bagi penyandang tunanetra di Lembaga
Yayasan Sahabat Mata? (2) Bagaimana kendala para penyandang tunanetra pada
program komputer bicara di Lembaga Yayasan Sahabat Mata? (3) Bagaimana
solusi yang dilakukan Lembaga Yayasan Sahabat Mata dalam mengatasi kendala
pada program komputer bicara?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Subyek terdiri
dari 2 orang, 1 orang sebagai ketua lembaga dan instruktur program komputer
bicara, 1 warga belajar program komputer bicara. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi:, (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3)
simpulan. Keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi data yaitu triangulasi
sumber dan triangulasi metode.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) pelaksanaan pendidikan
keterampilan pada program komputer bicara menggunakan 2 tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap pelakasanaan (2) kendala warga belajar pada program
komputer bicara seperti waktu pembelajaran, kondisi warga belajar dan
lingkungan lembaga. (3) solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala dengan
merubah jadwal pembelajaran, penggantian instruktur, buku ajar huruf braile,
aplikasi JAWS, memotivasi, dan pendampingan dalam menyelesaikan masalah.
Saran dalam penelitian ini: (1 )tambahan jam pembelajaran mengingat
warga belajar sangat membutuhkan keterampilan ini agar tidak menggantungkan
hidupnya ke orang lain. (2) Perlu dilakukan komunikasi yang lebih intensif dari
pihak instruktur maupun lembaga dengan warga belajar agar dapat mengetahui
kendala yang dihadapi oleh warga belajar. (3) Solusi yang dilakukan lembaga saat
ini perlu ditingkatkan lagi agar warga belajar mampu mandiri dan tidak malu
dengan keterbatasan yang mereka miliki. Untuk proses magang perlu diwajibkan
mengingat pengalan di lapangan untuk bekal warga belajar bersaing dengan orang
lain nantinya dan lokasi dicarikan oleh lembaga karena keterbatasan yang dimiliki
pasti susah untuk mencari tempat magang..
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………i
PERNYATAAN …………………………………………………………………ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………………iii
PENGESAHAN …………………………………………………………………iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………………v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vi
ABSTRAK …………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ….…………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………… 7
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………. 7
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………... 8
1.5 Batasan Masalah …………………………………………………………….. 8
1.6 Penegasan Istilah ……………………………………………………………. 9
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Keterampilan………………………………………………… 14
2.1.1 Pengertian Pendidikan Keterampilan …………………………... 14
x
2.1.2 Macam-macam Pendidikan Keterampilan ……………………… 15
2.1.3 Tujuan Pendidikan Keterampilan …………………………….… 17
2.1.4 Ciri-ciri Pembelajaran Pendidikan Keterampilan …………………19
2.2 Tunanetra …………………..……………………………………………… 20
2.2.1 Pengertian Tunanetra………………………………………….... 20
2.2.2 Ciri-ciri Tunanetra ……………………...………………………. 21
2.2.3 Faktor-faktor Tunanetra ………………………………………… 24
2.3 Penelitian Yang Relevan …………………………………………………… 27
2.4 Kerangka Berfikir ……………………………………………………………28
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ……………………………………………………… 31
3.2 Lokasi Penelitian…………………………………………………………… 32
3.3 Fokus Penelitian ……………………………………………………………. 33
3.4 Subjek Penelitian …………………………………………………………… 34
3.5 Data dan Sumber Data …………………………………………………….. 34
3.5.1 Data Primer ………………………………………………………. 35
3.5.2 Data Sekunder …………………………………………………… 35
3.6 Metode Pengumpulan Data ………………………………………………… 36
3.6.1 Metode Wawancara ……………………………………………… 36
3.6.2 Metode Observasi ………………………………………………… 38
3.6.3 Metode Dokumentasi …………………………………………….. 41
xi
3.7 Metode Keabsahan Data …………………………………………………… 41
3.8 Metode Analisis Data ……………………………………………………… 43
3.8.1 Data Reduction …………………………………………………... 43
3.8.2 Display Data ……………………………………………………… 43
3.8.3 Simpulan / verifikasi ……………………………………………. 44
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ………………………………………..…………………… 45
4.1.1 Gambaran Kondisi Lembaga Yayasan Sahabat Mata.. .…………45
4.1.2 Sejarah Berdirinya Lembaga Yayasan Sahabat Mata ………….. 46
4.1.3 Kondisi Warga Belajar ………………………………………… 48
4.1.4 Struktur Organisasi …………………………………………… 49
4.1.5 Program Kegiatan ………………………………………………. 50
4.1.6 Materi Pembelajaran …………………………………………... 54
4.1.7 Sarana dan Prasarana …………………………………………… 55
4.1.8 Gambaran subyak ………………………………………………. 56
4.1.9 Deskripsi Hasil Penelitian ……………………………………… 57
4.1.9.1 Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Yang
Dilakukan Oleh Lembaga Yayasan Sahabat Mata.………58
4.1.9.2 Kendala Yang dihadapi warga belajar ………………….. 62
4.1.9.3 Solusi Mengatasi Kendala Warga Belajar
Di Lembaga Sahabat Mata……………………………… 64
4.2 Pembahasan ….…………………………………………………………….. 69
4.2.1 Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan
Bagi Penyandang Tunanetra Di Lembaga
Yayasan Sahabat Mata ………………..…………….... 70
4.2.2 Proses Pemberian Keterampilan Pada
Program Komputer Bicara ………………………….. … 76
4.2.3 Solusi Yang Dilakukan Lembaga Sahabat Mata
xii
Dalam Mengatasi Kendala Warga Belajar…………….. 81
BAB 5 PENUTUP
3.1 Simpulan ………………………………………………..……………... 88
3.2 Saran …………………………………………………………………..…89
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 91
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 93
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Data sarana dan prasarana ……………………………………………56
2. Identitas Narasumber ………………………………………………… 57
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kerangka Berfikir ……………………………………………………30
2. Struktur Organisasi ………………………………………………… 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk hidup paling sempurna yang diciptakan oleh
Tuhan selain tumbuhan dan hewan karena manusia memiliki akal dan pikiran,
namun dibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang memiliki keterbatasan.
Keterbatasan yang dimiliki oleh individu tidak selamanya dipandang sebagai hal
yang wajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa individu yang
memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu yang sempurna baik fisik
maupun mentalnya. Dari perbedaan tersebut munculah deskriminasi terhadap
kaum penyandang cacat, karena penyandang cacat dipandang sebagai individu
yang tidak produktif, tidak inovatif dan tidak kreatif serta merupakan manusia
yang lemah kemampuannya. Dengan adanya keterbatasan tersebut tidak menjadi
hambatan bagi individu itu sendiri dalam menjalani kehidupannya.Keterbatasan
tersebut bisa menjadi motivasi agar individu tersebut dapat menjalani kehidupan
sebagai mana mestinya.
Di era globalisasi ini manusia selalu dihadapkan pada kebutuhan
pemenuhan hidup semakin banyak, beragam dan sulit. Dikarenakan hal tersebut,
manusia dituntut harus mempunyai ilmu pengetahuan, wawasan yang luas serta
ketrampilan untuk bersaing dalam dunia kerja. Melihat keadaan sekarang ini
banyaknya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang tidak sebanding
dengan kompetensi sumber daya manusianya. Banyak terjadi lowongan pekerjaan
2
yang ditawarkan dunia kerja serta dunia industri tidak sesuai dengan kemampuan
atau kompetensi yang dimiliki dan selalu tidak membutuhkan orang yang
memiliki kekurangan fisik. Dari hal itu timbul pemikiran yang negatif dari
masyarakat terhadap penyandang cacat, karena penyandang cacat dianggap lemah,
tidak berdaya tidak inovatif dan kreatif, sehingga penyandang cacat sulit untuk
berpartisipasi dalam berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, pendidikan dan lain-
lain.
Sutarto (2007: 1) mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia
melalui pendidikan merupakan proses peningkatan pengetahuan, ketrampilan,
sikap semua anggota masyarakat yang dilakukan berbagai cara. Manusia
memperoleh kemajuan dengan apa yang diketahuinya, apa yang dipikirkannya,
apa yang dapat dikerjakannya dan apa yang benar-benar dilakukannya dengan
sumber daya alam dan sumber daya manusia. Agar apa yang diketahui, apa yang
difikirkan, apa yang dilakukannya itu sistematis dan dapat menjawab tantangan
kemajuan maka memerlukan sentuhan pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta kertrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peningkatan kualitas para penyandang cacat kadang dilakukan karena
kesadaran diri sendiri seperti, menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan mereka
agar dapat melakukan hal yang diinginkannya. Sebagian para penyandang cacat
dengan sadar mereka bersekolah atau belajar di suatu lembaga agar mereka
3
memiliki keterampilan. Semua hal tersebut tidak terlepas dari kepedulian para
penyandang cacat lainnya yang telah memiliki suatu keterampilan.
Oleh karena itu peningkatan peran para penyandang cacat merupakan upaya
yang sangat penting dalam dalam pembangunan untuk mendapatkan perhatian dan
diberdayakan sebagaimana mestinya, agar para penyandang cacat mampu
menjangkau fasilitas umum yang biasa digunakan oleh individu pada umumnya
dan untuk mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak. Upaya yang dilakukan
pemerintah menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa
jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal
32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan
pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta Didik
berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a) tunanetra; b) tunarungu; c)
tunawicara; d) tunagrahita; e) tunadaksa; f) tunalaras; g) berkesulitan belajar; h)
lamban belajar; i) autis; j) memiliki gangguan motorik; menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan memiliki
kelainan lain.
4
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 5 ayat (4) menyatakan bahwa warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak berhak memperoleh pendidikan khusus.
Layanan ini diberikan agar potensi yang dimiliki peserta didik tersebut dapat
berkembang seacara optimal dan pada gilirannya dapat memberiakn kontribusi
optimal dalam upayapembangunan bangsa Indonesia.
Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi
peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan
pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan
pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan
keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan
pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan
dan/atau antarjenis kelainan.
Melalui Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, penyandang cacat dapat
diwadahi melalui pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhannya,
salah satunya penyandang cacat yang memiliki keterbatasan penglihatan atau
tunanetra. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha kesejahteraan sosial meliputi
upaya pengembangan potensi serta meningkatkan kepercayaan diri dan
kemampuan berinteraksi dengan masyarakat. Menurut data yang dilansir Badan
Pusat Stastik menyebutkan sekitar 40% dari 3,75 juta penyandang tunanetra di
Indonesia adalah anak usia sekolah yang membutuhkan pendidikan. Sampai saat
ini penyandang tunanetra lebih mudah mendapatkan pendidikan, ketrampilan dan
5
suatu bimbingan dari individu-individu lain yang membantu dengan mendirikan
lembaga atau yayasan untuk pemberdayaan penyandang tunanetra.
Di Indonesia ada lembaga Persatuan Tunanetra Indonesia yang sering
disebut Pertuni, di lembaga ini penyandang tunanetra diberdayakan melalui
program-program keterampilan. Karena banyaknya penyandang tunanetra di
Indonesia lembaga Pertuni hanya memberikan pelatihan membaca huruf braile
dan keterampilan pijat refleksi. Untuk pendidikan formal penyandang tunanetra
bisa didapatkan di SLB (Sekolah Luar Biasa) dan lembaga-lembaga lain yang
tergolong di pendidikan nonformal.
Pendidikan Nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sistem pendidikan persekolahan yang berorientasi pada pemberian layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang karena sesuatu hal tidak dapat
mengikuti pendidikan formal.hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kleis dalam
Arlen Etling (1993:72) :
“Nonformal education as any intentional and systematic educational
enterprise (usually outside of traditional schooling) in which content is
adapted to the unique needs of the students (or unique situations) in order to
maximize learning and minimize other elements which often occupy formal
school teachers (i.e. takingg roll, enforcing discipline, writing reports,
supervising study hall, etc.).”
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pendidikan nonformal
diselenggarakan secara sistematis diluar sistem pendidikan formal yang
disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar yang mempunyai keunikan masing-
masing untuk memaksimalkan pembelajaran yang dilaksanakan. Lembaga
pendidikan nonformal juga ada yang membantu para penyandang tunanetra
seperti Lembaga Yayasan Sahabat Mata yang berada di daerah kota Semarang.
6
Yayasan Sahabat Mata adalah lembaga yang peduli terhadap para tunanetra,
di tempat ini para penyandang tunanetra diberi pengetahuan dan pelatihan
keterampilan yang berbeda dari lembaga Pertuni agar mereka bisa mendapatkan
hidup yang layak. Dalam hal ini Yayasan Sahabat Mata termasuk lembaga yang
bergerak di bidang pendidikan nonformal, proses pelatihan di Yayasan Sahabat
Mata untuk penyandang cacat tunanetra seperti cara membaca Al-Qur’an braile,
pelatihan membaca buku braile, pelatihan menjadi penyiar radio, pelatihan pijat
refleksi, pelatihan menggunakan komputer. Pelatihan tersebut dilakukan agar para
penyandang tunanetra memiliki bekal keterampilan dan mengerti bagaimana cara
bekerja pada bidang tertentu. Dalam hal ini pelatihan merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap
untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja (Simamora dalam Kisworo 2012:26).
Berberapa program keterampilan yang ada di Lembaga Sahabat Mata
adalah program keterampilan yang unik dan berbeda dengan yang diberikan oleh
Lembaga Pertuni yaitu program keterampilan komputer bicara dan program
keterampilan sebagai penyiar radio. Program keterampilan komputer bicara adalah
program yang diberikan untuk penyandang tunanetra agar dapat mengoperasikan
komputer walaupun dengan keterbatasan penglihatan yang mereka miliki.
Berdasarkan keunikan dari program keterampilan yang ada di lembaga tersebut
maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pelaksanaan
Pendidikan Keterampilan Komputer Bicara Bagi Warga Belajar Tunanetra
di Lembaga Yayasan Sahabat Mata”.
7
1.2 Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan keterampilan bagi penyandang
tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata?
2. Bagaimana kendala para penyandang tunanetra pada program komputer
bicara di Lembaga Yayasan Sahabat Mata?
3. Bagaimana solusi yang dilakukan Lembaga Yayasan Sahabat Mata dalam
mengatasi kendala pada program komputer bicara?
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan keterampilan bagi
penyandang tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata.
2. Untuk mendeskripsikan kendala para penyandang tunanetra pada program
komputer bicara di Lembaga Yayasan Sahabat Mata.
3. Untuk mendeskripsikan solusi yang dilakukan Lembaga Yaasan Sahabat
Mata dalam mengatasi kendala pada program komputer bicara.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.4.1. Manfaat teoritis :
Memberikan tambahan wawasan pengetahuan dan kajian pengembangan
Ilmu Pendidikan Luar Sekolah mengenai Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan
8
Komputer Bicara Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat
Mata. Sebagai sarana informasi bagi peneliti lain yang mempunyai minat untuk
meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan keterampilan bagi
tunanetra
1.4.2. Manfaat Praktis :
1.4.2.1.Bagi pengelola/penanggung jawab program dan instruktur, sebagai
masukan dalam meningkatkan pendidikan dalam memberdayakan warga
belajar.
1.4.2.2.Secara praktis hasil penelitian ini daiharapkan dapat memberikan
gambaran kepada masyarakat tentang penyandang tunanetra yang
merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat dan mengetahui peran
dari Lembaga Yayasan Sahabat Mata.
1.4.2.3.Dari hasil penelitian diharapkan juga dapat digunakan untuk membantu
dalam mengadakan penelitian selanjutnya.
1.5 Batasan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah perlu adanya pembatasan masalah
penelitian, hal ini berguna untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti dan
juga agar lebih fokus dalam mengkaji permasalahan. Dalam penelitian ini penulis
mendeskripsikan tentang Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Komputer Bicara
Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata.
Pelaksanaan pendidikan keterampilan yang diteliti adalah pada program
komputer bicara dikarenakan program keterampilan ini dilaksanakan untuk
9
memberdayakan para penyandang tunanetra yang memiliki keterbatasan dalam
penglihatan.
1.6 Penegasan istilah
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran dan memudahkan
pemahaman, maka perlu adanya penjelasan istilah-istilah penting yang digunakan
dalam penelitian ini. untuk itu peneliti menjelaskan beberapa istilah yang
dimaksud dalam penelitian, antara lain sebagai berikut:
1.6.1. Pendidikan Keterampilan
Secara bahasa kata “ketrampilan”, merupakan salah satu arti dari kata
“skills”, selain ketrampilan skill juga diartikan,”kecakapan”. Pendidikan
ketrampilan merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup (life skill) yaitu
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian
secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Dengan demikian pendidikan ketrampilan dapat dinyatakan sebagai bagian dari
kecakapan hidup.
Menurut Hardhike Septiyana (2013:47) Pengertian life skill di sini adalah
kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk berani menghadapi problema hidup
dan kehidupan dengan wajar tanpa rasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi, sehingga akhirnya mampu mengatasinya,
dan memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri. Program kecakapan hidup
(life skill) dimaksudkan untuk memberikan bekal ketrampilan praktis yang terkait
dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha, potensi ekonomi atau industri yang
ada di masyarakat, salah satu program life skill adalah program kursus.
10
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan ketrampilan
merupakan kecakapan yang secara praktis dapat membekali warga belajare dalam
mengatasi berbagai macam persoalan hidup, kususnya kecakapan yang bersifat
teknis untuk menyiapkan warga belajar dalam menghadapi persolan kerja.
Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk
fisik dan mental, yang berkaitan dengan pengembangan akhlak warga belajar
sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.
1.6.2. Warga Belajar
Warga belajar adalah anggota masyarakat, tanpa batas umur, yang
memerlukan suatu atau beberapa jenis pendidikan tertentu, mempunyai hasrat
untuk belajar, serta bersedia membiayai sebagian atau segala keperluan
belajarnya.Pengertian warga belajar adalah proses menuju tercapainya
kedewasaan atautingkat yang lebih sempurna pada suatu individu dan bersifat
kualitatif.(Ashari 2013:30)
Sedangkan menurut Sutarto (2007:42) warga belajar adalah peserta didik
yang memperoleh kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tertentu melalui
jalur pendidikan nonformal.
Warga belajar adalah peserta didik tanpa batasan umur yang memerlukan
pengetahuan atau keterampilan tertentu sebagai proses menuju tercapainya
kedewasaan melalui jalur pendidikan nonformal. Dalam hal ini warga belajar
mempunyai hasrat untuk belajar, serta bersedia membiayai segala keperluan
belajarnya. Warga belajar yang ada di Lembaga Komunitas Yayasan Sahabat
Mata adalah para penyandang tunanetra.
11
1.6.3.Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki gangguan pada mata (indra
penglihatan) sehingga dalam melakukan hal apapun penyandang tunanetra susah
melihat sesuatu objek bahkan ada yang sampai tidak bisa melihat apapun.
Penyandang tunanetra termasuk kedalam golongan anak berkebutuhan khusus
yang memerlukan penangan yang berbeda dengan anak-anak normal pada
umumnya. Menurut Barbotte, E.Guillemin, F.Chau, N. Lorhandicap (2001:79)
“A restriction or inability to perform an activity in the manner or within the
range considered normal for a human being, mostly resulting from
impairment”.
Definisi tersebut menyatakan dengan dengan jelas bahwa disabilitas
merupakan pembatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan
dengan cara yang atau dalam rentang dianggap normal bagi manusia, sebagian
besar akibat penurunan kemampuan.
Menurut Anastasia Widdjajanti dalam Bainal Isnaini (2013:22) menyatakan
tentang pengertian tunanetra yaitu:
“Seseorang dikatakan buta (blind) bila ketajaman penglihatan sentral
20/200 atau kurang pada penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan
kacamata atau ketajaman penglihatan sentralnya lebih dari 20/200 tetapi
ada kerusakan pada lantang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih
besar dari 20 derajat. Dengan keterbatasan penglihaataannya itu anak
tunanetra kesulitan dalam membaca secara awas.”
Menurut Rose (2014:36) Tunanetra adalah sebutan untuk individu yang
mengalami gangguan pada penglihatan. Penggolongan tunanetra dibagi menjadi 2
hal yaitu:
12
a. Buta total
Buta total terjadi ketika tidak dapat melihat 2 jari dimukanya atau hanya
melihat sinar yang dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Pada hal ini
mereka para penyandang tunanetra buta total tidak bisa menggunakan huruf selain
huruf braile.
b. Kurang pengelihatan (Low Vision)
Pada penglihatan yang kurang atau low vision adalah saat mereka melihat
sesuatu objek harus didekatkan dengan mata atau dijauhkan atau pada mereka
yang melihat suatu benda dalam jarak tertentu benda tersebut terlihat kabur atau
samar. Untuk mengatasi masalah ini penderita low vision menggunakan kacamata
atau lensa kontak.
Dari beberapa pendapat tersebut tunanetra sangat membutuhkan
keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk melanjutkan hidupnya tanpa
bergantung dengan orang lain dikarenakan keterbatasan penglihatan, tetapi tidak
semua tunanetra tidak bisa melihat melainkan ada dua golongan tunanetra yaitu
tunanetra low vision (kurang penglihatan) dan buta total. Para penyandang
tunanetra membutuhkan keterampilan yang memanfaatkan indera lain, selain
indera penglihatan mereka seperti menggunakan indera pendengaran maupun
indera perabaan.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1 Pendidikan Keterampilan
2.1.1 Pengertian Pendidikan Keterampilan
Menurut T.F Gulhane (2014:28) Acording to WHO, Life Skills refers to
“abilitties for adoptive and positive behaviors that enables an individual to deal
effectively with the demands and challenges of everday life” artinya kecakapan
hidup adalah kemampuan untuk beradaptasi dan perilaku positif yang membuat
seorang mampu untuk bertindak secara efektif terhadap tuntutan dan tantangan
hidup sehari-hari.
Pendidikan ketrerampilan menurut Tim BBE Depdiknas dalam Adining
(2016:15) pendidikan keterampilan (Life Skill Education) merupakan proses
pendidikan yang mengarah pada pembekalan keterampilan seseorang, untuk
mampu dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar,
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusinya,
sehingga akhirnya mampu mengatasi problema tersebut.
Penjelasan dari pasal 26 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan keterampilan (life skill
education) adalah Pendidikan yang memberikan keterampilan personal, sosial,
intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri.
Pendidikan keterampilan adalah keterampilan yang dimiliki seseorang
untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar
14
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta
menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Kamil, 2010:129)
Sedangkan pendidikan keterampilan menurut Anwar (2004:20) adalah
pendidikan yang memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait
dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha, dan potensi ekonomi industri yang
ada di masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan keterampilan adalah suatu upaya pendidikan untuk meningkatkan
suatu kecakapan hidup kepada seseorang dengan memberikan bekal keterampilan
yang praktis, yang dapat digunakan didunia kerja, untuk membuka suatu usaha
yang dapat digunakan sebagai bekal untuk menghadapi tantangan dan tuntutan
hidup.
2.1.2 Macam-macam Pendidikan Keterampilan
Menurut Tim Broad Based Education Depdiknas dalam Adining
(2016:16) pendidikan keterampilan dibagi menjadi empat jenis kemampuan dasar
yaitu:
1. Keterampilan personal,
Keterampilan personal (personal skill) adalah keterampilan yang
mencakup kecakapan mengenal diri sendiri (self awarness) dan
keterampilan berfikir rasional (thinking skill). Keterampilan berfikir
rasional mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan
informasi (information searching), keterampilan mengolah informasi
dan mengambil keputusan (information processing and deciisiion
15
making skill), serta keterampilan memecahkan masalah ssecara
kreatif (creative problem solving skill).
2. Keterampilan sosial,
Keterampilan sosial atau keterampilan antar personal mencakup
antara lain keterampilan berkomunikasi dengan empati. Empati
adalah sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah yang
perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi disini bukan
sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi dan sampainya pesan
disertai dengan kesan yang baik agar dapat menumbuhkan kesan
harmonis. Keterampilan bekerjasama sangat diperlukan mengingat
manusia adalah makhluk sosial sehingga dalam kehidupan sehari-
hari manusia akan bekerjasama dengan manusia lainnya. Kerja sama
bukan sekedar “kerja sama” melainkan harus disertai dengan
pengertian, dan saling menghargai.
3. Keterampilan akademik
Keterampilan akademik juga sering disebut kemampuan berfikir
ilmiah, pada dasarnya merupakan pengembangan dari keterampilan
berfikir reasional. Jika keterampilan berfikir rasional masih bersifat
umum, maka keterampilan akademik sudah lebih mengarah pada
kegiatan yang bersifat akadenik / keilmuan. Keterampilan akademik
mencakup keterampilan melakukan identifikasi variabel dan
menjelaskan hubunganya pada suatu fenomena tertentu (identifiying
variable and describing relationship among them), merumuskan
16
hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing
hipotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk
membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and
implementing a research).
4. Keterampilan vokasional
Keterampilan vokasional (vocational skill) sering pula disebut dengan
"keterampilan kejuruan" artinya keterampilan yang dikaitkan dengan
bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Maka dalam hal
ini klasifikasi keterampilan vokasional menjadi empat area: kompetensi
indvidu, meliputi (a) keterampilan berkomunikasi, berfikir
kompherensif. (b) keterampilan kepercayaan diri, meliputi menejemen
diri, etika dan kematangan diri. (c) keterampilan penyesuaian secara
ekonomis, meliputi pemecahan masalah, pembelajaran, kemampuan
kerja dan pengembangan karir. (d) keterampilan dalam kelompok dan
berorganisasi meliputi, keterampilan interpersonal, organisasional,
negosiasi, kreativitas dan kepemimpinan
2.1.3 Tujuan Pendidikan Keterampilan
Tujuan pendidikan keterampilan menurut Kusnadi dalam Aris (2008:28)
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan sikap warga belajar dibidang
pekerjaan atau usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan
17
jiwanya serta potensi lingkunganya, sehingga memiliki bakat kemampuan untuk
bekerja atau berusaha mandiri untuk meningkatkan kwalitas kehidupannya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan pembelajaran life skill secara khusus yaitu memberikan pelayanan
pendidikan ketrampilan hidup kepada warga belajar agar:
1) Memiliki ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam
memasuki dunia kerja baik mandiri (wirausaha) atau bekerja pada suatu
perusahaan produksi atau jasa dengan penghasilan yang semakin layak
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan
karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.
3) Memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya pendidikan.
4) Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan
sepanjang hayat (life long education) dalam rangka mewujudkan keadaan
keadila pendidikan disetiap lapisan masyarakat.
Adanya suatu pendidikan keterampilan akan memberikan manfaat yang
berarti, tidak hanya untuk warga belajar melainkan juga untuk semua lapisan
masyarakat maupun pemerintahan itu sendiri. Artinya pendidikan keterampilan
akan memberikan berbagai keterampilan, pengetahuan yang akan memotivasi
untuk hidup lebih maju dan mempunyai inisiatif ataupun gagasan-gagasan baru
untuk melakukan perubahan menuju pada kehidupan yang lebih baik, mapan dan
mandiri.
18
2.1.4 Ciri- Ciri Pembelajaran Pendidikan Keterampilan
Menurut Anwar (2004:21) ciri pembelajaran pendidikan keterampilan
adalah sebagai berikut:
1. Terjadinya proses identifikasi kebutuhan belajar
2. Terjadinya penyadaran untuk bekerja bersama.
3. Terjadinya keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri,
belajar, usaha mandiri, usaha bersama.
4. Terjadinya proses pengusaan kecakapan personal, sosial, vocasional,
akademik, menegerial, kewirausahaan.
5. Terjadinya proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan
dengan benar menghasilkan produk bermutu.
6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli.
7. Terjadinya proses penilaian dari kompetensi
8. Terjadinya pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha
bersama.
Jadi pembelajaran pendidikan keterampilan merupakan suatu sistem yang
melakukan proses. Pada intinya pembelajaran pendidikan keterampilan perlu
adanya program-program agar proses pembelajaran tersebut dapat tercapai sesuai
yang diharapkan.
19
2. 2 Tunanetra
2.2.1 Pengertian Tunanetra
Menurut Rose (2014:36) Tunanetra merupakan sebutan untuk individu
yang mengalami gangguan pada indra penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
a. Buta Total dan Kurang Penglihatan (Low Vision). Buta Total bila
tidak dapat melihat dua jari dimukanya atau hanya melihat sinar atau
cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas.
Mereka tidak bisa menggunakan huruf lain selain huruf Braille.
b. Low Vision adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus
didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau
mereka yang memiliki pandangan kabur ketika melihat objek. Untuk
mengatasi permasalahan penglihatannya, para penderita Low Vision
ini menggunakan kacamata atau kontak lensa.
Ada beberapa klasifikasi lain pada anak tunanetra. Salah satunya
berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu:
Myopia adalah Penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus, dan jatuh
dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan, pada penderita myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negative.
20
Hyperopia adalah Penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus, dan
jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk
membantu proses penglihatan, pada penderita hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif. Astigmatisme: penyimpangan atau penglihatan kabur
yang disebabkan ketidakberesan pada korneamata atau pada permukaan lain pada
bola mata sehingga bayangan benda, baik jarak dekat maupun jauh, tidak terfokus
jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan, pada penderita
astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
2.2.2 Ciri-ciri Tunanetra
Menurut Rose (2014:37) bahwa ciri-ciri tunanetra sebagai berikut:
a. Buta Total
Buta total jika dilihat secara fisik, keadaan anak tunanetra tidak berbeda
dengan anak tunanetra tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.Yang
menjadi perbedaan nyata adalah pada organ penglihatannya meskipun terkadang
ada anak tunanetra yang terlihat seperti anak normal. Berikut adalah beberapa
gejala buta total yang dpat terlihat secara fisik. (1) Mata juling, (2) Sering
berkedip, (3) Menyipitkan mata, (4) Kelopak mata merah, (5) Mata infeksi, (6)
Gerakan mata tak beraturan dan cepat, (7) Mata selalu berair (mengeluarakan air
mata), dan (8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
Perilaku, tunanetra biasanya menunjukan perilaku tertentu yang cenderung
berlebihan. Gangguan perilaku tersebut bisa dilihat pada tingkah laku anak
semenjak dini. (1) Menggosok mata secara berlebihan, (2) Menutup atau
21
melindungi mata sebelah, (3) memiringkan kepala, atau mencondongkan kepala
ke depan, (4) Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat
memerlukan penggunaan mata, (5) Berkedip lebih banyak dari pada biasanya atau
lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan, (6) Membawa bukunya ke
dekat mata, (7) Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh, (8) Menyipitkan
mata atau mengerutkan dahi, (9) Tidak tertarik perhatiannya pada objek
penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan, seperti melihat
gambar atau membaca, (10) Janggal dalam bermain yang memerlukan kerja sama
tangan dan mata, dan (11) Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan
penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.
Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti: (1) Mata
gatal, panas, atau merasa ingin menggaruk karena gatal, (2) Banyak mengeluh
tentang ketidakmampuan dalam melihat (3) Merasa pusing atau sakit kepala dan
(4) Kabur atau penglihatan ganda.
Psikis, bukan hanya perilaku yang berlebihan saja yang menjadi cirriciri
anak tunanetra. Dalam mengembangkan kepribadian, anak-anak ini juga memiliki
hambatan. Berikut adalah beberapa cirri psikis anak tunanetra: (1) Perasaan
mudah tersinggung, perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh tunanetra
disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya sehingga dia merasa
emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bisa dia lakuka.
Selain itu, pengalaman kegagalan yang kerap dirasakannya juga membuat
emosinya semakin tidak stabil. (2) Mudah curiga. Sebenarnya, setiap orang
memiliki rasa curiga terhadap orang lain. Namun, pada tunanetra rasa
22
kecurigaannya melebihi pada umumnya. Kadang, dia selalu curiga terhadap orang
yang ingin membantunya. Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa curiganya,
seseorang harus melakukan pendekatan terlebih dulu kepadanya agar dia juga
mengenal dan mengerti bahwa tidak semua orang itu jahat. (3) Ketergantungan
yang berlebihan, anak tunanetra memang harus dibantu dalam melakukan suatu
hal, namun tak perlu semua kegiatan Anda membantunya. Kegiatan tersebut,
seperti makan, minum, mandi, dan sebagainya. Mungkin yang perlu anda lakukan
adalah mengawasinya saat dia melakukan hal itu agar tidak terjadi hal yang
membahayakan dirinya. Salah satu contohnya jatuh dikamar mandi.
b. Low Vision,
Ciri-ciri tunanetra low vision, (1)Menulis dan membaca dengan jarak yang
sangat dekat, (2) Hanya dapat membaca dengan huruf yang berukuran besar, (3)
Mata tampak lain, terlihat putih ditengah mata (katarak), atau kornea (bagian
bening didepan mata) terlihat berkabut, (4) Terlihat tidak menatap lurus kedepan,
(5) Memicingkan mata atau mengerutkan kening, terutama di cahaya terang atau
saat mencoba melihat sesuatu, (6) Lebih sulit melihat pada malam hari dari pada
siang hari, dan (7) Pernah menjalani operasi mata dan memakai kacamata yang
sangat tebal, tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
2.2.3 Faktor-faktor Tunanetra
Ada dua faktor pokok yang menyebabkan seseorang anak menderita
tunanetra, yaitu faktor Endogeen (Pre-natal) dan factor exogeen (Post-natal).
23
5. Pradopo (1977:3), Factor Endogeen (Pre-natal) ialah factor yang sangat
erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang
anak dalam kandungan.Dari hasil penelitian para ahli, tidak sedikit anak
tunanetra yang dilahirkan dari hasil perkawinan keluarga (perkawinan
antar keluarga yang dekat) dan perkawinan antar penderita tunanetra
sendiri. Ketunanetraan yang disebabkan factor keturunan ini, dapat dilihat
pada sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus,
silsilah dan hubungan sedarah. Sifat-sifat keturunan pada garis lurus
terdapat, misalnya hasil perkawinan orang bersaudara. Perkawinan pada
garis lurus tersebut di atas, cenderung pula kepada hubungan sedarah,
yakni kekurangan unsur variable jenis darah tertentu. Hubungan sedarah
tersebut memperbesar kemungkinan lahirnya seorang anak tunanetra atau
anak luar biasa dari jenis yang lain. Ketunanetraan juga terdapat pada
anak-anak yang lahir dari hasil perkawinan antar sesama tunanetra, atau
yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang menderita tunanetra.
Dengan kata lain pengaruh yang bersifat heriditer. Anak tunanetra yang
lahir sebagai akibat proses pertumbuhan dalam kandungan dapat
disebabkan oleh gangguan yang diderita oleh sang ibu waktu hamil atau
karena unsur-unsur penyakit yang bersifat menahun (misalnya penyakit
TBC), sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin
dalam kandungan. Anak tunanetra yang lahir sebagai akibat faktor
endogen (faktor keturunan) memperlihatkan ciri-ciri: bola mata yang
normal, tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar (cahaya). Kadang-
24
kadang seluruh bola matanya seperti tertutup oleh selapun putih atau
keruh.Kelaianan lain pada indra penglihatan yang bersifat factor
pembawaan, ialah juling, teleng, dan myopia.Anak yang matanya juling
dan teleng, dalam memandang sesuatu benda tertentu, sangat tidak
simetris, seolah-olah terjadi ketegangan dalam syaraf mata, sehingga sudut
pandangnya terganggu, sedangkan anak myopia, ialah anak yang tidak
dapat melihat benda jauh dengan jelas.
6. Menurut Rose (2014:42) Faktor Exogeen, adalah factor luar atau bisa juga
disebut Post-Natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan.
a. Kerusakan mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat
benturan alat-alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe sehingga
baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi
lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya
penglihatan.Mengalami penyakit mata yang menyebabkan
ketunanetraan, misalnya.
c. Xeropthalmia, yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
d. Trachoma, yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon
trachomanis.
e. Catarac, yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehinggga
lensa mata menjadi keruh, akibanya terlihat dari luar mata menjadi
putih.
25
f. Glaucoma, yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam
bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
g. Diabetic retinopathy, yaitu gangguan pada retina yang disebabkan oleh
penyakit diabetes mellitus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh
darah dan daoat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga
merusak penglihatan.
h. Macular Degeneration, yaitu kondisi umum yang agak baik, ketika
daerah tengah retina secara berangsur memburu. Anak dengan retina
degenerasi masih memiliki penglihatan perifer, tetapi kehilangan
kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah
bidang penglihatan.
i. Retinopathy of prematurity, biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan premature biasanya
ditempatkan pada indicator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi
sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan
kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada
jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan
padaselaput jala (retina) dan tunanetra total.
j. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti
masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya,
kecelakaan dari kendaraan dan lain-lain.
26
2.3 Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan atau mempunyai kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul “Pelaksanaan Pendidikan
Keterampilan Komputer Bicara Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga
Yayasan Sahabat Mata” adalah:
1. Penelitian tentang pendidikan keterampilan tunanetra ini pernah dilakukan
oleh Hadyan Pramudita dalam skripsinya yang berjudul “Pemberdayaan
Penyandang Tunanetra Melalui Pendidikan Nonformal (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Khusus Tunanetra Kelurahan
Jatisari)”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa keberhasilan suatu program
pemberdayaan tergantung pada faktor kemampuan, kecepatan, ketekunan,
dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran. Semakin besar
motivasi yang diberikan pada warga belajar dapat meningkatkan
kepercayaan diri yang tinggi dan semangat dalam mempelajari program
keterampilan yang diikuti.
2. Penelitian tentang pendidikan keterampilan ini pernah dilakukan oleh
Mohammad Nailul dalam skripsinya yang berjudul “Integrasi Pendidikan
Ketrampilan Dalam Kurikulum Madrasah di Man Kendal”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Tujuan utama pendidikan ketrampilan
di MAN Kendal adalah untuk menyiapkan peserta didik dalam
27
mengembangkan potensinya untuk memperoleh keahlian/ketrampilan
yang dapat digunakan untuk bekerja, sehingga diharapkan peserta didik
memiliki kesiapan diri memasuki dunia kerja professional/terampil sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan hidup. Adapun bidang ketrampilan yang
dikelola meliputi ketrampilan elektronika, tata busana, otomotif. Masing-
masing bidang ketrampilan ini dilaksanakan dalam dua proses
pembelajaran yaitu intra kurikuler dan ekstra kurikuler dengan kualifikasi
semi skill worker atas dasar kerjasama dengan Balai Latihan Kerja Industri
Semarang. Pendidikan ketrampilan inilah yang bisa dijadikan solusi dunia
pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan besarnya
harapan masyarakat pada pendidikan untuk mampu membekali setiap
peserta didik mampu menghadapi berbagai tantangan masa depan.
2.4 KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan kajian pustaka diatas, terdapat beberapa hal yang harus
mendapatkan perhatian dalam penelitian “Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan
Komputer Bicara Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Sahabat Mata” yaitu
dan warga belajar yang memiliki sedikit keterampilan sehingga kurang mampu
untuk lebih mandiri. Pendidikan keterampilan bagi warga belajar tunanetra di
lembaga sahabat mata memberikan warga belajarnya keterampilan dalam
mengaplikasikan komputer bicara dalam kehidupan sehari-sehari sebagai salah
satu upaya penunjang bagi warga belajar untuk mendapatkan penghidupan yang
layak dan tidak bergantung kepada orang lain.
28
Lembaga Sahabat Mata merupakan salah satu program pendidikan
nonformal sebagai upaya pemberdayaan warga belajar tunanetra yang memiliki
tujuan untuk memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh warga belajar
tunanetra khususnya melalui program komputer bicara. berdasarkan hal tersebut,
peneliti akan menggambarkan “Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Komputer
Bicara Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Sahabat Mata “ melalui bagan
sebagai berikut :
29
War
ga
Bel
ajar
Sah
abat
Mat
a
(War
ga
Tunan
etra
)
Solu
si Y
ang D
iber
ikan
Lem
bag
a
Sah
abat
M
ata
Dal
am
Men
gat
asi
Ken
dal
a P
elak
sanaa
n P
rogra
m
Pen
did
ikan
Ket
eram
pil
an B
agi
War
ga
Bel
ajar
Tunan
etra
Di
Lem
bag
a S
ahab
at M
ata
:
1.
Pem
ber
ian
ket
eram
pil
an
bag
i w
arga
bel
ajar
tu
nan
etra
mel
alui
pro
gra
m k
om
pute
r bic
ara
Ken
dal
a Y
ang
Dih
adap
i L
emb
aga
Sah
abat
M
ata
Dal
am
Mel
aksa
nak
an
Pro
gra
m K
om
pute
r B
icar
a
War
ga
Bel
ajar
T
unan
etra
Mem
ilik
i K
eman
dir
ian
Seh
ingga
Tid
ak
Men
ggan
tungk
an
Hid
up
Kep
ada
Per
tolo
ngan
O
rang
Lai
n
Dis
ekit
arn
ya
Mas
alah
:
1)
Ket
erbat
asan
Pen
gli
hat
an P
enyan
dan
g T
unan
etra
2)
Kura
ngn
ya
Ras
a P
erca
ya
Dir
i P
enyan
dan
g T
unan
etra
3)
Kura
ngn
ya
Wad
ah
Bag
i P
enyan
dan
g
Tu
nan
etra
D
alam
Men
gem
ban
g P
ote
nsi
Yan
g D
imil
iki
4)
Kura
ngn
ya
Ket
eram
pil
an
Yan
g
Dim
ilik
i O
leh
Pen
yan
dan
g
Tunan
etra
5)
Men
ggan
gtu
ngkan
H
idup
Kep
ada
Per
tolo
ngan
O
ran
g-O
ran
g
Dis
ekit
ar P
enyan
dan
g T
unan
etra
War
ga
Bel
ajar
T
un
anet
ra
Di
Lem
bag
a S
ahab
at
Mat
a
Mem
ilik
i K
eter
ampil
an
dal
am
Men
gop
eras
ikan
K
om
pute
r
Bic
ara
Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir
85
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pelaksanaan
Pendidikan Keterampilan Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan
Sahabat Mata, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan pendidikan keterampilan di lembaga yayasan sahabat mata
dilakukan secara maksimal agar tujuan dari program pelatihan ini tercapai,
pihak instruktur menggunakan 2 metode pembelajaran yaitu metode
ceramah dan praktik hal ini dapat memudahkan warga belajar dalam
memahami materi yang disampaikan. Dalam proses pembelajarannya
instruktur selalu memberi motivasi pada warga belajar agar tidak malu
untuk bertanya dan menambah kepercayaan diri warga belajar .
2. Kendala adalah faktor penghambat dari proses pendidikan keterampilan.
Kendala yang muncul sangat beragam, kendala yang muncul disebabkan
oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi waktu
pembelajaran dan kemampuan warga belajar dalam menerima materi.
Untuik faktor eksternal meliputi penggunaan media komputer masih
bahasa inggris, koneksi internet, listrik padam dan faktor lingkungan dari
lembaga itu sendiri.
3. Solusi yang dilakukan lembaga dalam menyelesaikan kendala yang ada
pada proses pembelajaran sangat baik seperti mengganti jam pelajaran,
86
memotivasi warga belajar, mengadakan proses magang untuk warga
belajar dan meningkatkan mutu proses pembelajaran. Dari beberapa solusi
tersebut pihak lembaga terbukti sangat peduli dengan warga belajar
penyandang tunanetra dan agar warga belajar mengerti bahwa dengan
keterbatasan yang dimiliki tidak seharusnya menggantungkan hidup
dengan orang lain.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan
Bagi Warga Belajar Tunanetra di Lembaga Yayasan Sahabat Mata, ada beberapa
saran yang berkaitan dengan penelitian ini:
1. Untuk pelaksanaan pendidikan keterampilan di Lembaga Yayasan
Sahabat Mata. Seharusnya ditambah lagi jam pelajarannya mengingat
warga belajar sangat membutuhkan keterampilan ini agar tidak
menggantungkan hidupnya ke orang lain.
2. Perlu dilakukan komunikasi yang lebih intensif dari pihak instruktur
maupun lembaga dengan warga belajar agar dapat mengetahui kendala
yang dihadapi oleh warga belajar. Karena kebanyakan dari warga
belajar memiliki rasa malu yang tinggi dan kurang percaya diri
3. Solusi yang dilakukan lembaga saat ini perlu ditingkatkan lagi agar
warga belajar mampu mandiri dan tidak malu dengan keterbatasan
yang mereka miliki. Untuk proses magang perlu diwajibkan mengingat
pengalan di lapangan untuk bekal warga belajar bersaing dengan orang
87
lain nantinya dan lokasi dicarikan oleh lembaga karena keterbatasan
yang dimiliki pasti susah untuk mencari tempat magang.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) Konsep dan
Aplikasi. CV Alfabeta: Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ashari, Duri. 2013. Skripsi: Model Pembelajaran Warga Belajar Kejar Paket C
Di Tinjau Dari Prestasi Belajar Di Sanggar Kegiatan Belajar Gunungpati
Kota Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Astuti, Adining. 2016. Skripsi: Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skill) Dalam
Membangun Sikap Kewirausahaan. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Bahari, Adib. 2010. Prosedur Pendirian Lembaga. Yogyakarta : Pustaka Yustisia.
Barbotte, E.Guillemin, F.Chau, N. Lorhandicap Group, 2001, Prevalence of
Impairments, Disabilities, Handicaps and Quality of Life in the General
Population: A Review of Recent Literature, Bulletin of the World Health
Organization, Vol.79, No. 11, p. 1047.
http://apps.who.int/iris/handle/106665/75110 (Diakses pada 10 Oktober
2016)
Erlinda, Nur. 2010. Skripsi: Memaksimalkan Potensi Tunanetra di Pondok
Pesantren Tahfidz Al-Qur’an(Studi Kasus di Lembaga Sahabat Mata
Kecamatan Mijen Kota Semarang). Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Walisongo.
Etling, Arlen. 1993. What is Nonformal Education?. Journal of Agricultural
Education, Vol. 34, No. 4, Page. 72-76. (online). http://www.jae-
online.org/attachments/article/667/Etling,%20A_Vol34_4_72-76.pdf.
(Diakses pada 10 Oktober 2016)
F Gulhane, T. 2014. Life Skill Development trought School Education. Journal of
Sport and Physical Education, Vol.1, Page 28 (Online).
http://www.iosrjournals.org/iosr-jspe/papers/vol1-issue6 (Diakses pada 7
September 2017)
Ghozali dkk, Abbas. 2004. Studi Peranan Pendidikan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional.
89
Isnaini, Banial. 2013. Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Tulisan
Braille Melalui Sistem Menggold Bagi Anak Tunanetra. Jurnal Pendidikan
Khusus Vol.1, No.1 halaman 22. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu
(Diakses pada 10 Oktober 2016)
Kamil, Mustofa. 2007. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi).
Bandung: Alfabeta.
Kisworo, Bagus. 2012. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Semarang : Unnes
Press.
Moleong. Lexy J. 2007. Metodologi penelitian Kualitatif. Jakarta : Remaja
Persada.
Novitasari, Indah Devi. 2014. Skripsi: Upaya Guru Dalam Meningkatkan
Keberanian Siswa Untuk Bertanya Pada Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pradopo, Soekini. 1997. Pendidikan Anak-Anak Tunanetra. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Rifa’i, Achmad. 2009. Desain Pembelajaran Orang Dewasa. UNNES PRESS:
Semarang
Rose, Aqila Smart. 2014. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Katahati
Septyana, Hardike. 2013. MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS
KOMPETENSI PELATIHAN MENJAHIT DI LEMBAGA PELATIHAN
KERJA SWASTA (LPKS) FORTUNA DUKUH SIBERUK DESA SIBERUK
KABUPATEN BATANG. Journal Of Non Formal Education Community
Empowerment, Halaman 47. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc
(Diakses pada 10 Oktober 2016)
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2010. Memahami penelitian Kualitatif. Bandung : Cv Alfabeta.
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Sutarto, Joko. 2007. Pendidikan Nonformal (Konsep Dasar, Proses Pembelajaran
& Pemberdayaan Masyarakat). Semarang : UNNES PRESS.
Sutarto, Joko. 2013. Manajemen Pelatihan. Budi Utama: Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
90
Yuliana, Aris. 2008. Model Pembelajaran Yang Terintegrasi Dengan Life Skill.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.