pedoman praktek klinik translet.docx
DESCRIPTION
nuuguguTRANSCRIPT
Pedoman Praktek Klinik
Kanker Tiroid : Pedoman Praktek Klinik ESMO untuk diagnosis, pengobatan
dan tindak lanjut
F. Pacini1, M.G. Castagna1, L. Brili1 & G. Pentheroudakis2, atas nama
Kelompok Kerja Pedoman ESMO
1. Bagian Obat Internal, Endokrinologi dan Metabolisme dan Biokimia,
Bagian Endokrinologi dan Metabolisme, Universitas Siena, Siena, Italia
2. Bagian Onkologi Medis, Fakultas Kedokteran, Universitas Ioannina,
Ioannina, Yunani
Angka Kejadian dan Epidemiologi
Kanker tiroid merupakan kelainan endokrin yang paling umum terjadi dan
menggambarkan < 1% dari semua tumor manusia. Kejadian tiap tahun dari
kanker tiroid bervariasi menurut daerah geografi, umur dan jenis kelamin
Sebuah kajian terbaru melaporkan secara keseluruhan kejadian dari semua
tipe kanker tiroid di USA sebesar 7,7 tiap 100000 orang per tahun, dengan
laju 11,3 tiap 100000 perempuan /tahun dan 4,1 tiap laki-laki /tahun [1]. Angka
kejadian kanker tiroid papilar adalah 5,7 tiap 100000 orang/tahun, dengan
laju 8,8 tiap 100000 perempuan/tahun dan 2,7 tiap 100000 laki-laki/tahun [1].
Di kalangan perempuan, laju terjadinya kanker tiroid papilar lebih tinggi pada
perempuan Asian (10,96 tiap 100000 perempuan/tahun) dan lebih rendah
pada yang berkulit hitam (4,9 tiap 100000 perempuan/tahun). Pada laki-laki,
laju kejadian kanker tiroid papilar lebih tinggi pada berkulit putih (3,58 tiap
100000 perempuan/tahun) dan lebih rendah pada yang berkulit hitam (1,56
tap 100000 perempuan/tahun)[1]. Angka kejadian kanker tiroid folikular di USA
adalah 0,82 tiap 100000 orang/tahun,dengan laju 1,06 tiap 100000
wanita/tahun dan 0,59 tiap laki-laki/tahun.angka kejadian kanker folikular
tidak bervariasi secara nyata berdasarkan ras/etnis[1]. Laju angka kejadian
kanker tiroid medular (MTC) dan kanker tiroid anaplastik (ATC) adalah 0,11
dan 0,21tiap 100000 orang/tahun dengan perbedaan nyata menurut ras/etnis
dan jenis kelamin masing-masing tidak dicatat.
Peningkatan angka kejadian dilaporkan terjadi selama beberapa dekade
terakhir di seluruh dunia[2]. Fenomena ini terutama disebabkan oleh
peningkatan pada histotipe mikropapilar (<2 cm), sementara tidak ada
perubahan yang nyata pada kejadian dari kategori histologik yang jarang
terjadi : kanker folikular, medular dan anaplastik. Peningkatan ini disebabkan
oleh deteksi yang lebih baik dari karsinoma papilar kecil sebagai akibat dari
peningkatan keakuratan diagnosis (USG leher, sitologi US dan aspirasi jarum
halus, FNAC). Menurut pengalaman umum pada pusat rujukan kanker tiroid
bahwa hamper 60% - 80% karsinoma tiroid yang terdeteksi saat ini adalah
karsinoma tiroid mikropapilar (<1 cm) memberikan prognosis jangka panjang
yang sangat baik[3]. Bagaimanapun, baru-baru ini, peningkatan kejadian untuk
semua ukuran tumor tiroid dilaporkan di USA. Selama 1997-2005, persentase
perubahan tiap tahin (APC) untuk tumor primer <1,0 cm adalah 9,9 pada laki-
lak dan 8,6pada perempuan. Peningkatan nyata juga diamati untuk tumor >4
cm pada laki-laki (1988-2005: APC 3,7) dan perempuan (1988-2005: APC
5,7)[4]. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan ketelitian diagnosis tidak
hanya menjelaskan, dan pengaruh lingkungan harus dipertimbangkan juga.
Satu-satunya fator resiko lingkungan yang ditetapkan untuk karsinoa tiroid
adalah paparan radiasi ionisasi, dan resiko, khususnya karsinoma papilar,
lebih besar pada subjek yang terpapar lebih mudah. Peningkatan kejadian
kanker tiroid pada anak dan remaja telah diamati di Ukraina,Belarus dan
Rusiapada wilayah tertentu sejak awal 4tahun setelah kejadian Chernobyl.
Sebelum kejadian Chernobyl angka kejadian kanker tiroid pada anak-anak
Ukraina angat rendah (0,5 – 1,0 tiap 1000000 anak). Setelah ledakan reactor
nuklir Chernobyl pada tahun 1986, peningkatan dramatis pada angka
kejadian tumor tiroid jinak dan ganas (80 kali lebihbanyak) telah diamati pada
anak yang lahir atau dikandung sekitar waktu kejadian pada wilayah sekitar
reactor[5].
Terlepas dari peningkatan angka kejadian kematian akibat kanker tiroid
cenderung menurun selama 3 dekade terakhir. Tidak jelas berapa banyak
penurunan kematian disebabkan pada diagnosis yang lebih baik
dibandingkan peningkatan pengobatan tiroid neoplasma. Laju kematian yang
diengaruhi oleh usia adalah 0,5 tiap 100000 laki-laki dan wanita tiap tahun,
meningkat dari 0,1% dari usia 20% - 30% pada dekade ketujuh dan
kedelapan[2].
Diagnosis
Kanker tiroid tampak sebagai nodul tiroid yang dideteksi dengan palpasi dan
lebih sering dengan USG leher. Sementara nodul tiroid umum (4% - 50%
tergantung pada prosedur diagnosis dan umur pasien)[6], kanker tiroid jarang
teradi (~5% dari semua nodul tiroid). USG Tiroid merupakan teknik
penyebaran luas yang digunakan sebagai prosedur diagnosis pertama untuk
mendeteksi dan mengkategorikan penyakit nodular tiroid (I, A). Fitur USG
dikaitkan dengan keganasan hipoekogenitas, mikrokalsifikasi, ketiadaan halo
peripheral, batas yang tidak teratur, bagian padat, aliran darah dan bentuk
intranodular (lebih tinggi dibanding luas). Masing-masing pola ni diambil
secara individu kurang prediktif. Ketika beberapa pola disaranan dari
malignansi yang secara bersamaan terdapat dalam nodul, spesifikasi USG
meningkat tetapi sensitivitas menjadi tidak dapat diterima[7,8]. Sitologi
pernapasan jarum halus (FNAC) adalah teknik yang penting yang digunaan
bersama dengan USG ntuk mendiagnosis nodul tiroid (III, A). FNAC
seharusnya dilakukan pada tiap nodul tiroid >1 cm dan pada <1 cm jika
terdapat secara klinis (riwayat paparan radiasi di kepala dan leher, riwayat
keluarga kanker tiroid, bagian yang dicurigai pada palpasi, kehadiran
adenopati serviks) atau kecurigaan USG dari malignansi. Pada kasus gondok
multinodular, yang dicurigai suspek pada USG harus dilanjutkan dengan
FNAC. FNAC adalah alat yang sangat sensitive untuk diagnosis diferensiasi
nodul jinak dan ganas meskipun terdapat keterbatasan: sampel yang kurang,
FNAC harus diulang, sementara pada kasus folikular neoplasia, dengan
hormon perangsang tiroid (TSH) normal dan penampakan “dingin” pada scan
tiroid, operasi harus dipertimbangkan[7,8]. Penggunaan beberapa penanda
imunohitokimia pada ampel sitologi untuk membedakan karsinoma tiroid
ppilar dari turunan lesi folikular tiroid lainnya telah dikembangkan selama
beberapatahun terakhir tetapi tidak adapenanda yang tampak cukuo spesifik
untuk digunakan sebagai penanda diagnostik untuk diagnosis sitologi dari
karsinoma tiroid papilar[7,8]. Baru-baru, dilaporkan bahwa dengan uji molecular
untuk nodul tiroid (mutasi BRAF, RAS, RET/PCT dan PAX8/PPARƳ),
keberadaan beberapa mutasi menjadi indicator kuat dari kanker karena ~97%
nodul positif mutasi mengalamidiagois malignan pada hitologi [9,10] (III, B). Uji
fungsi tiroid dan pengukuran Thyroglobulin (Tg) sedikit membantu dalam
diagnosis kanker tiroid. Bagaimanapun, pengukuran serum kalsitonin
tomografikomputer(CT) adalah alat yang handal untuk diagnosis pada
beberapa kasus dari MTC (5% -7% dari semua kanker tiroid) dan memiliki
sensitifitas lebih tinggi dibandingkan dengan FNAC. Untuk alasan ini,
pengukuran CT seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari evaluasi
diagnostik nodul tiroid[7] (IV, B).
Diferensiasi kanker tiroid
Operasi
Pengobatan awal dari diferensiasi karsinoma tiroid (DTC) seharusnya selalu
diawali dengan eksplorasi dari leher dengan USG untuk menilai status rantai
getah bening. Pengobatan awal dari DTC adalah tiriodektomi total/near total
bila diagnosis dibuat sebelum operasi. Prosedur bedah kurang yang kurang
luas dapat diterima pada kasus DTC unifokal yang didiagnois pada akhir
histology setelah operasi dilakukan untuk gangguan tiroid jinak, asalkan
tumor kecil, intratiroidal dan tipe histologist yang lebih baik (papilar klasik atau
beberapa folikular dari papilar atau folikelinvasis yang minimal) (I, A). Pada
kasus kanker folikular yang menyerang secara luas pada histology akhir,
ditandai dengan tiriodektomi sempurna. Manfaat dari profilaksis pembedahan
nodus pusat pada ketiadaan bukti dari nodus penyakit merupakan
kontroversi. Tidak ada yang membuktikan bahwa itu meningkatkan
keterulangan atau laju kematian, tetapi memungkinkan stadium yang akurat
dari penyakit yang dapat memandu pengobatan ang tepat dan tindak lanjut [7,8]
(IV, C). bagaimanapun, tidak diindikasikan pada kanker tiroid folikular,
berorientasi pada kompartemen pembedahan kecil dari nodus limfa
seharusnya dilakukan pada kasus yang dicurigai sebelum operasi dan/atau
secara intraoperatif membuktikan metastase nodus limfa pada kanker tiroid
folikular (IV, B). di tangan ahli,komplikasi pembedahanseperti kelumpuhan
saraf laring dan hipoparatiroidism sangat jarang terjadi (<1% - 2%)[7].
Penaksiran stadium dan resiko
Beberapa system penentuan stadium telah dikembangkan oleh pihak pusat
yang berwenang. Masing-masing system penentuan stadium menyediakan
resiko stratifikasi yang baik berdasarkan data yang tersedia dalam waktu
singkat setelah terapi awal. Yang paling popular adalah sistem penentuan
stadium Komite Kerjasama Amerika pada Kanker/ Persatuan Internasional
melawan Kanker TNM terutama berdasarkan tingkat tumor dan usia[11].
Meskipun sema system penentuan stadium dapat menentukan tinggi atau
rendahnya resiko dari kematian kanker, mereka gagal untuk memperkirkan
resiko kekambuhan. Untuk mengatasi keterbatasan ini, baik Asosiasi Tiroid
Amerika (ATA) dan Asosiasi Tiroid Eropa (ETA) baru-baru ini telah
menerbitkan pedoman praktek[7,8] dimana menilai resiko kekambuhan pada 3
kategori peningkatan resiko dengan dasar tumor yang berhubungan dengan
parameter (pTN dan varian histological) yang terintegrasi dengan bagian
klinik lain, mencakup hasil dari scan seluruh tubuh setelah ablative (WBS)
dan pengukuran serum Tg (Tabel 1).
Laporan terbaru telah mengembangkan konsep baru dari “Stratifikasi Resiko
yang Berlangsung” atau “Stratifikasi Penundaan Resiko (DRS)”, yang
menentukan resiko pasien lebih baik berdasarkan hasil dari pengobatan awal
[12,13]. Konsep ini didasarkan pada integrasi yangberkesinambungan dari
stratifikasi resiko awal (pada waktu diagnosis) dengan klinik, radiologi dan
laboratorium, data menjadi tersedia selama tindak lanjut. Meskipun stratifikasi
reiko diusulkan oleh ATA [8] dan ETA [7] merupakan titik awal yang baik untuk
pembuatan keputsan awal, mereka kurang akurat dalam memprediksi hasil
jangka panjang pada pasien DTC. Tambahan, kedua sistem memiliki nilai
prediksi positif yang kurang (PPV) karena kenyataan bahwa sejumlah besar
pasien (~60%) diklasifikasikan sebagai menengah/resiko tinggi dalm
penyembuhan lengkap pada akhir tindak lanjut [13]. Kelemahan ini mungkin
karena kurangnya pertimbangan dari efek terapi awal. Ketika pasien kembali
dibagi-bagi berdasarkan tingkatannya berdasarkan hasil control selama 8-12
bulan setelah pengobatan awal, sejumlah bear pasien yang pada awalnya
dianggap (disalahartikan) beresiko tinggi ketika diklasifikasikan ulang sebagai
resiko rendah dan, yang paling menarik, hampir semua pasien berlanjut
menjadi tampak mengalami penyembuhan hingga akhir tindak lanjut[13]. DRS
ini memungkinkn modulasi dari tindak lanjut selanjutnya termasuk sejumlah
besar pasien resiko enengah /tinggi dari yang tidak perlu bekerja secara
intensif (IV, C).
Terapi radioiodine ablatif
Pembedahan biasanya diikuti dengan pemberian 131I yang bertujuan pada
ablasi beberapa jaringan tiroid yang terisa dan tumor sisa yang berpotensi
mikroskopik. Prosedur ini mengurangi resiko kekambuhan locoregional dan
memfasilitasi survey jangka panjang berdasarkan pengukuran serum Tg dan
diagnosis radioiodine WBS. Tambahan, aktivitas tinggi dari 131I
memungkinkan mendapatkan WB paling sensitive setelah terapi.
Berdasarkan beberapa pedoman[7,8], rekomendasi untuk ablasi tiroid sisa
dimodulasi berdasarkan faktor resiko. Ablasi radioiodine diindikasikan pada
pasien resiko tinggi (IV, B), dimana tidak diindikasikan pada pasien resiko
rendah (IV, D). pada pasien resiko intermediatablasi redioiodin sisa mungkin
diindikasikan, tetapi keputusan harus secara individual (tabel 2)[7,8].
Ablasi tiroid yang efektif diperlukan stimulasi yang cukup oleh TSH. Metode
pemilihan untuk penyiapan untuk melakukan ablasi radioiodine didasarkan
pada pemberian kombinasi ulang TSHmanusia (rhTSH), sedangkan pasien
pada terapi levotiroksin (LT4) (I, A). Atas dasar beberapa laporan [14 – 16],
prosedur terakhir dianggap pilihan metode yag menunjukkan keampuhan
yang sama dibandingkan dengan THW tetapi diterima lebih baik oleh pasien.
Sebagai tambahan, beberapa tahun terakhir, tampak mengalami peningkatan
dimana ablasi tiroid berhasil mungkin dicapai dengan menggunakan 131I
aktifitas rendah (1110 – 1850 MBq) [15, 16](I, B).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rhTSH-dibantu terapi ablasi
radioiodine dikaitkan dengan laju yang sama dari penyakit terus-meneus dan
secara klinis terbukti kekambuhannya dibandingkan dengan yang diamati
setelah penyiapan pemutusan hormon tiroid biasa (THW), setidaknya tindak
lanjut jangka pendek [17,18]. Tambahan, penyiapan dengan rhTSHatau THW
lain tampak memiliki efek terapi tambahan yang sama pada radioiodine-avid
volume kecil (RAI-avid) penyakit yang diidentifikasi diluar perawatan tiroid
dari ablasi radioiodine sisa pada awal [15,19]. Penyakit metastatic RAI-avid
ditemukan pada waktu rhTSh-distimulasi ablasi sisa secara sukses
digunakan pada ~70% nodus locoregional limfa [15,19] dan pada ~70%
mikrometastase pulmonary [19]. Sehubungan dengan data ini, penggunaan
rhTSH untuk ablasi 131I setelah tiroidektomi merupakanpilihan yang aman dan
efektif untuk penanganan paska opesari dari pasien dengan kanker tiroid.
Tindak Lanjut Jangka Pendek
Tujuan tindak lanjut adalah penemuan awal atau pengobatan dari penyakit
lokoregional berulang atau kambuh atau terkait. Sebagian besar kekambuhan
lokal berkembang dan dideteksi pada 5 tahunpertaa setelah diagnosis.
Bagaimanapun, pada sejumlah kecil kasus, kekambuhan lokal atau terkait
mungkin berkembang pada tindak lanjut yang terlambat ketika 20 tahun
setelah pengobatan awal.
Dua atau tiga bulan setelah terapi awal, uji fungsi tiroid (FT3, FT4, TSH)
harus dilakukan untuk memeriksa kecukupan dari terapi penekan LT4
(gambar 1). Tindak lanjut pada 6 – 12 bulan harus memastikan apakah
pasien bebas dari penyakt atau tidak. Tindak lanjut ini didasarkan pada
pengujian fisik, USG leher, dasar dan pengukuran rhTSH yang menstimulasi
serum Tg dengan atau tanpa diagnosi WBS [7,8] (I, A). Pada saat ini,
kebanyakan pasien (~80%) akan dikategorikan resiko rendah dan akan
mengungkapkan USG leher normal dan stimulasi serum Tg yang tidak
terdeteksi (<1,0 ng/mL) dengan tidak adanya antibody serum Tg. Diagnosis
WBS tidak menambah informai klinik pada pengaturan ini dan mungkin
dihilangkan. Pasien ini dipertimbangkan pada penyembuhan lengkap dan laju
kekambuhan berikutnya sangat rendah (<1,0% pada 10 tahun)[7,8].
Baru-baru ini, metode baru untuk pengukuran Tg dengan sensitivitas
fungsional di bawah 0,1 ng/ml menjadi tersedia dengan pengujian ini,
beberapa penulis melaporkan bahwa serum basal Tg (<0,1 ng/ml) yang tidak
diprediksi mungkin memberikan informasi yang sama sebagai nilai stimulasi
serum Tg, kemudian mencegah penggunaan ini stimulasi Tg [20 – 22] (IV, B).
Bagaimanapun, nilai prediktif negative (NPV) lebih tinggi dari uji ini pada
spesifikasi sangat rendah dan PPV, dan resiko adalah mengekpose sejumlah
besar pasien, kemungkinan bebas penyakit, untuk pengujian luas dan/atau
pengobatan tidak perlu pada praktek klinis, ketika serumbasal Tg ≤ 0,1 ng/ml
dan USG leher biasa-biasa saja,pasien mungkin dianggap bebas dari
penyakit (NPV = 100%) dan dapat mencegah stimlasi rhTSH. Sebaliknya,
ketika serum basal Tg > 0,1 ng/ml tetapi < 1,0 ng/ml, tidak memungkinkan
untuk membedakan antara ada atau tidak adanya penyakit. Pada kasus ini,
uji stimulasi rhTSh mungkin tetap memberikan informasi sejak dapat
dideteksi pada pasien yang serum Tg meningkat hingga > 1 ng/ml.
padapasien ini, tindak lanjut lebih intensif mungkin diperlukan [12].
Tidak Lanjut Jangka Panjang
Tindak lanjut selanjutnya dari pasien yang dianggap bebas dari penyakit
pada mereka tindak lanjut pertama kali akan terdiri dari pengujian fisik,
pengukuran serum basal Tg pada terapi LT4 dan USG leher sekali setahun.
Tidak ada uji biokimia atau morfologi lain yang ditunjukkan kecuali beberapa
kecurigaan baru timbul selama evaluasi. Persoalan apakah uji stimulasi
rhTSH kedua seharusnya dilakukan pada pasien yang bebas penyakit
merupakan perdebatan. Penelitian terbaru melaporkan bahwa prosedur ini
memiliki manfaat klinis yang sedikit pada pasien yang tidak memiliki bukti
biokimia (serum Tg tidak terdeteksi) atau klinis (pencitraan) dari penyakit
pada rhTSH-Tg pertamanya.pada kelompok ini, ujikedua memastikan
penyembuhan lengkap pada hampir semua pasien[20, 23-25]. (IV, B) setelah
terapi awal, ~20% pasien mungkin memiliki tingkat basal atau stimulasi
serum Tg terdeteksi. Jika serum Tg terdeteksi pada kondisi basal,
kemungkinan pasien memiliki penyakit yang tampak sangat tinggi,dan
kemudian teknik pencitraan harus dilakukan. Jika serumTg terdeteksi pada
kisaran rendah setelah stimlasi rhTSh, kemungkinan perubahan serum Tg
dari terdeteksi menjadi tidak terdeteksi menjadi tidak dapat diprediksi selama
tindak lanjut adalah ~50% [26], dan observasi selanjutnya diperlukan.
Sebaliknya,kecenderungan untuk serum Tg meningkat seiring waktu adalah
cirri dari kemungkinan penyakit menjadi dipelajari menggunakan teknik
pencitraan, mencakup dosis terapi dari 131I [7,8]. Termasuk dalam kategori ini
5% - 10% pasien DTC yang dihadapkan dengan metastase lokal atau jauh
pada diagnosis dan pada penambahan 5% - 10% yang berkembang penyakit
terulang selama tindak lanjut. Selama evaluasi pasien metastase,
pemindaian 18fluoro deoxy glukosepositron emisi tomografi (FDG-PET) harus
dipertimbangkan sebagai alat diagnoss dan prognosis[27]. Secara umum,
sensitivitas dari 18FDG-PET tidak unggul pada teknik tradisional seperti
pencitraan CT dan resonansi magnetic (MRI), dan dengan demikian, indicator
utama untuk 18FDG-PET adalah pada pasien metastase yang kehilangan
serapan radioiodine. Pasien 131I-WBS negatif dan 18FDG-PET positif
mengindikasikan kelompok tumor dengan fenotif lebih agresif dan kurang
dibedakan membawa prognosis yang sangat buruk dengan repek pada
pasien 131I-WBS positif dan 18FDG-PET negatif[27](IV, C).
Pengobatan Penyakit Metastatik
Pengobatan penyakit lokoregional didasarkan pada kombinasi pembedahan
dan terapi radioiodine (IV, B). Berkas eksternal radioterapi mungkin
diindikasikan ketika operasi penghilangan semua tidak memungkinkan atau
ketika tidak ada serapan radioiodine yang nyata pada tumor [7,8]. Metastase
jauh lebih berhasil disembuhkan jika mereka mengambil radioiodine dan
ukuran kecil dan terletak di paru-paru ( tidak tampak pada sinar X). terapi
radioiodine mungkin bermanfaat pada makronodul paru-paru tetapi laju
kesembuhan pastinya sangat rendah [28] (IV, B). metastase tulang memiliki
prognosis paling buruk ketika pengobatan secara agresif dengan kombinasi
terapi radioiodine dan berkas radioterapi eksternal[7] (IV, B). metastase otak
relative jarang dang biasanya membawa prognosis yang kurang.
Pembedahan ulang dan berkas radioterapi eksternal merupakan satu-
satunya pilihan terapi. Kemoterapi tidak diperlukan karena kurangnya hasil
yang efektif (IV, D) dan harus digantikan dengan mendaftarkan pasien pada
uji eksperimen dengan terapi target. Induksi ulang pembeda pada DTC
dengan ambilan yang tidak cukup dari 131I telah dicoba dengan obat seperti
retinoid dan thiazolidindion tetapi sampai sekarang dengan hasil yang
kurang[29].
Terkait DTC, molekul yang menghambat aktivitas kinase pada tahap berbeda
pada jalur MAP kinasi adalah kandidat obat logis untuk pasien DTC refraktori
pada terapi tradisional. Penghambat tirosin kinase (TKIs) menjadi uji
melawan kanker tiroid terdiferensiasi pada uji klinis mencakup motesanib
difosfat, axitinib, sorafenib,sunitinib dan pazopanib (tabel 3). Tidak yang
spesifik pada satu protein onkogen tetapi targetnyabeberapa reseptor TK dan
reseptor pertumbuhan proangiogenik (mis faktor pertumbuhan endotel
pembuluh darah, VEGF). Hasil dari uji klinik fase II-III dilakukan sejauh ini
yang menjanjikan dengan kisaran respon parsial dari 14% - 49% dan
penyakit stabil dai 34% - 68% [30] (II, B) TKIs umumnya cukupbaik ditoleransi;
efek samping yang paling umum adalah kelelahan, penurunan berat
badan,diare dan mual, hipertensi, mukositis dan rekasi kulit kaki tangan. Efek
lain yang umum dengan beberapa TKIs adalah peningkatan serum Hormon
Stimulasi Tiroid (TSH), mungkin karena gangguan dalam metabolism hormon
tiroid yang sering memerlukan penyesuaian terapi L-tiroksin. Meskipun hasil
sementara dari uji ini menjanjikan dan menunjukkan bahwa terapi target
mungkin menjadi pengobatan tahap pertama dari refraktori metastatis pasien
kanker tiroid pada waktu dekat, belum terstandar saat ini dan harus diberikan
hanya pada konteks uji klinis.
Terapi levotiroksin
Terapi penekan hormon tiroid merupakan bagian penting dari pengobatan
kanker tiroid. Segera setelah operasi terapi hormon tiroid diberikan dengan
tujuan ganda:menggantikan hormon tiroid danmenekan potensi pertumbuhan
stimulus TSH pada sell tumor (terapi penekan TSH).pilihan obat adalah
levotiroksin (LT4) dan dosis penekan bervariasi tergantung pada usia dan
indeks massa tubuh [7,8]. Pengobatan penekan TSh dengan LT4 bermanfaat
pada pasien kanker tiroid resiko tinggi yang mengalami penurunan
perkembangan penyakit metastase, kemudianmengurangi kematian yang
berkaitan dengan kanker (IV, B). tidak ada bahan berguna yang menunjukkan
resiko rendah pada pasien [31] (IV, D). ini memberikan dasar untuk
menargetkan tingkat TSh pada bagian terendah dari kisaran normal pada
pasien resiko rendah DTCyang direkomendasikan oleh ATA[8] dan ETA[7].
Keberadaan penyakit menetap dan metastasis, serum TSHtidak terdeteksi
(<0,1 mU/l) harus dipertahankan selama tindak lanjut. Pada pasien yang
bebas penyakit, terlepas dari mereka kelas resiko awal, terapi LT4 mungkin
bergeser dari penekan ke menggantikan.
Kanker Tiroid Medular
MTC muncul dari sel parafolikular C yang menghasilkan CT dari tiroid dan
menyumbangkan 5% dan 8% dari semua kerusakan tiroid, dengan ~1000
diagnosis baru di USA setiap tahun [32]. Karena sel C berubah ganas
menghasilkan dan mengeluarkan sejumlah besar peptide, mencakup CEA
dan CT, dengan sedikit pengecualian, rata-ata serum CT merupakan
penanda keberadaan MTC atau MTC metastasis setelah pembedahan.
Sampai 75% kasus terjadi secara sporadikal, sementara bentuk herediter dari
MTC menunjukkan pola autosomal dominan dari transisi. Kekerabatan MTC
(FMTC) meningkat sebagai bagian dari beberapa sindrom neoplasia endokrin
(MEN) tipe 2A atau 2B atau FMTC. Faktor prognosis penting yang
memprediksi hasil yang merugikan termasuk pengurangan waktu
penggandaan CT (DT), usia lanjut saat diagonosis, tingkat tumor primer,
penyakit nodal dan metastase jauh[32].
Pengobatan awal dan tindak lanjut karsinoma tiroid medular
Sebelum pembedahan, semua pasien dengan dugaan MTC harus menjalani
penentuan sadium hasil dari evaluasi sebelum operasi adalah untuk
menentukan las penyakit dan untuk mengidentifikasi kondisi komorbiditas
dari hiperparatiroidisme dan/atau peokromositoma pada kasus bentuk
sementara. Evaluasi biokimia sebelum operasi harus mencakup serum baal
CT, CEA, kalsium dan plama metanefrin dan normetanefrin, atau kumpulan
urin 24 jam untuk metanefrin dan normetanefrin (IV, A). pencitraan sebelum
operasi berperan penting mencakup USG leher pada semua pasien, dimana
CT dada sebelum operasi, kontrak peningkat CT leher dan multidetektor CT
hati atau kontras peningkat MRIharus ditunjukkan pada pasien dengan data
nodus limfa metastase atau dengan serum CT >400 pg/ml [32] (IV, B).
Untuk pasien MTC tanpa bukti metastase nodus limfa dengan pemeriksaan
fiik dan USG serviks, pengobatan terdiri dari tiroidektomi total untuk sporadic
maupun sementara, MTC dikaitkan dengan pusat profilaksis pusat
pembedahan nodus limfa (tingkat V, IV, B). pembedahan leher lateral (tingkat
IIA, III, V, V) mungkin paling baik disiapkan untuk pasien dengan pencitraan
sebelum operasi yang positif [32] (IV,B). pada keberadaan penyakit metastasis
jauh, pembedahan leher kurang agresif mungkin tepat untuk melindungi
kemampuan berbicara,menelan dan fungkin paratiroid sementara mengatur
control penyakit lokoregional untuk mencegah kesakian leher puat (V, C).
Setelah tiroidektomi total, pemberian tiroksi pengganti diberikan untuk
menjagakonsentrasi serum TSH dalam kiaran normal (IV, B). pengukuran
serum penanda CT (dan CEA pada kass tertentu) dan CT dan CEA DTs
sangat penting pada tindak lanjut paska bedah pada pasen dengan MTC
karena menggambarkan keberadaan penyakit menetap atau berulang (IV, B).
Setelah pembedahan, tingkat serum CTnormal (tidak terdeteksi) pada 60% -
90% kasus dari pasien tanpa keterlibatan nodus limfa tetapi hanya pada 20%
dengan metastase nodus limfa.
Pada keadaan ini tingkat serum basal CT tidak terdeteksi adalah prediksi kat
penyembuhan total. Penyembuhan total mungkin lebih ditegaskan jika serum
CT tetap tidak terdeteksi jga setelah uji provokatif (pentagastrin atau kalsium)
[33]. Pada situasi ini, tidak ada uji diagnosis yang dilakukan. Serum CT
seharusnya diulang setiap 6 bulan selama 2-3 tahun pertama dan setiap
tahun sesudahnya (IV, B). Pasien dengan penyembuhan setelah pengobatan
awal hanya memiliki 3% kesempatan mengalami keterulangan selama tindak
lanjut jangka panjang [32]. Sebaliknya, jika serum baal CT terdeteksi atau
menjadi terdeteksi setelah stimulasi, pasien tidak sembuh, meskipun teknik
pencitraan tidak menunjukkan penyakit hingga tingkat serum basal mendekati
>150 pg/ml [32]. Pada pasien dengan konsentrasi serum CT <150 pgml,
lokalisasi penyakit harus dibatasi dengan pengujian hati-hati dengan USG
leher karena tingkat CT ini biasanya dihubungkan dengan penyakit
lokoregional dan sangat jarang dengan metastase jauh[32] (IV, B). selain USG
leher, pasien paska operasi MTC dengan tingkat serum CT terdeteki <150
pg/ml dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan [leher dan dada,kontras
peningkat CT trifase hati atau kontras peningkat MRI hati, USG hati,
skintigrafi tulang, MRI tulang belakang dan panggul, 18FDG-PET dan 18-
Fdihidroksifenilalanin PET] untuk menyediakan dasar pengujian untuk
perbandinganke depan meskipun penelitian negatif. Atau, penambahan
pencitraan dapat ditunda sampai serum CT meningkat dari waktu ke waktu [32]
(IV, B). Pengujian pasien dengan CT basal> 150 pg / ml sama dengan pasien
dengan basal serum CT <150 pg / ml. Namun, pencarian metastasis jauh
adalah wajib menggunakan tersebut teknik pencitraan. Pada pasien dengan
serum basal terdeteksi CT dan tidak ada bukti penyakit, pengawasan jangka
panjang ditunjukkan. Waktu optimal ini tindak lanjut harus berdasarkan CT
dan DT CEA, yang sangat berkorelasi dengan perkembangan penyakit dan
merupakan prediktor signifikan untuk bertahan hidup oleh analisis multivariat
[34] (Gambar 2).
Kekambuhan lokaldan regional
Pembedahan adalah perawatan utama kekambuhan lokal dan regional jika
dapat dilakukan (IV, B). Sebuah pra operasi lengkap dilakukan untuk mencari
metastasis jauh dan untuk melokalisasi pengulangan tepat. Tingkat operasi
akan tergantung pada jenis prosedur bedah yang sudah dilakukan dan pada
sifat kekambuhan: jika operasi awal itu selesai, berulang penyakit kembali
dibedah bila memungkinkan, jika tingkat awal operasi tidak lengkap, protokol
operasi primer adalah reseksi.
Metastasis Jauh
Metastasis jauh adalah penyebab utama kematian pada pasien MTC. Dalam
setengah dari kasus, akan tampak pada awal. Sering melibatkan beberapa
organ dan sekaligus mempengaruhi beberapa organ, seperti hati, paru-paru
dan tulang. Kelangsungan hidup setelah ditemukannya metastasis jauh
adalah 51% pada 1 tahun, 26% pada 5 tahun dan 10% pada 10 tahun [32].
Kesempatan hidup telah diamati pada beberapa pasien dengan penyakit
metastasis bahkan tanpa setiap pengobatan sistemik dan terutama ketika
metastasis adalah ditemukan pada tahap awal [32].
Dalam penyakit lanjut mono-atau poli-kemoterapi belum menunjukkan
manfaat klinis besar (<tingkat respon 20%).
Radioterapi sering digunakan dalam kehadiran invasi lokal. Di metastasis
hati, kemoembolisasi dapat efektif dalam mengurangi massa tumor.
Juga pada MTC, senyawa baru (mis. TKI) menargetkan jalur sinyal penting
untuk kelangsungan hidup sel tumor, proliferasi dan metastasis telah diuji
(Tabel 3). Bukti awal menunjukkan bahwa mereka mungkin memiliki manfaat
klinis penting. Para TKI yang paling menjanjikan, yang diuji terhadap MTC
dalam uji klinis, termasuk motesanib difosfat, vandetanib, sorafenib dan
sunitinib, sehingga parsial tanggapan dari 2% menjadi 35% dan tingkat
stabilisasi penyakit dari 27% menjadi 87% dengan toksisitas ditoleransi dan
dikelola, seperti yang ditemukan pada pasien DTC [30].
Baru-baru ini, vandetanib telah disetujui oleh FDA dan EMA untuk
pengobatan pasien dengan stadium lanjut secara lokal / metastasis MTC
setelah keberhasilan terapi telah ditunjukkan dalam uji coba fase III pada
pasien dengan MTC lanjutan [35].
Karsinoma tiroid diferensiasi buruk (PDTC) yang diperkenalkan sebagai
kesatuan terpisah pada tahun 2004 di Organiasi Klasifikasi Tumor Kesehatan
Dunia [36]. Angka kejadian PDTC berkisar dari 1% sampai 6% dan ada
perempuan predominasi dan usia rata-rata pada presentasi dari 50 tahun.
PDTC termasuk histologis tumor agresif seperti trabecular, picik dan subtipe
yang solid. PDTC memiliki perantara prognosis antara DTC dan karsinoma
tiroid tak terdiferensiasi.
Program klinis PDTCs biasanya agresif dengan tingkat kekambuhan lebih
tinggi, lebih tinggi dari metastasis jauh dan tingkat yang lebih tinggi invasi
extrathyroidal lokal dengan 5 tahun kelangsungan hidup berkisar antara 60%
sampai 85% [37]. Pengobatan awal adalah tiroidektomi total. Pembedahan
limfa (pusat kompartemen dan / atau diseksi leher lateral) harus dianggap
sebagai metastasis nodus regional diagnosis di lebih dari 50% pasien PDTC
[38] (V, C). TSH terapi supresif dengan LT4 harus dimulai segera setelah
operasi. Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa PDTC memiliki respon
yang buruk kepada RAI, dan sering positif pada pemindaian FDG-PET.
Pasien dengan penyakit yang tidak bisa dibedah atau terus menerus.
Penyakit locoregional setelah operasi bisa memanfaatkan EBRT (V, C).
Pemberian kemoterapi, baik agen sebagai tunggal atau terapi kombinasi,
seperti cisplatin dan doxorubicin, mungkin hanya mencapai respon
sementara dan tidak lengkap (V, C). Bila mungkin, pasien PDTC harus
dimasukkan dalam uji klinis terapi baru (Tabel 4).
Kanker Tiroid Anafilaksis
Kanker tiroid anaplastik (ATC) adalah kanker tiroid yang paling agresif dan
salah satu kanker yang paling agresif pada manusia. Karsinoma tiroid
anaplastik mempengaruhi lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki,
tetapi rasio perempuan terhadap laki-laki dari sekitar 2-3:1, lebih rendah
dibandingkan dari histotypes papiler atau folikular. Hal ini muncul dari folikel
yang sel-sel kelenjar tiroid tetapi tidak mempertahankan salah satu fitur
biologis dari sel aslinya, seperti penyerapan yodium dan sintesis Tg. Puncak
kejadian adalah di dekade keenam-ketujuh (usia rata-rata saat diagnosis 55-
65 tahun) dan prevalensi untungnya sangat rendah (<2% dari semua tumor
tiroid). ATC mungkin timbul de novo, tetapi dalam banyak kasus, berkembang
dari sebuah tumor tiroid berdiferensiasi baik yang sudah ada, memiliki
mengalami peristiwa mutasi tambahan, terutama mutasi p53 [39] .
Diagnosis
Diagnosis biasanya mudah, berdasarkan aspek klinis yang khas: luas, massa
keras menyerang leher dan menyebabkan tekan gejala (dyspnea, batuk,
kelumpuhan pita suara, disfagia dan suara serak). Sekitar 30% pasien
mengalami kelumpuhan pita suara, dan serviks metastasis yang teraba pada
pemeriksaan 40% pasien. Hampir 50% dari pasien mengalami metastasis
jauh, terutama di paru-paru tetapi juga pada tulang, hati dan otak. Karena
perilaku agresif ATC, yang terbaru American Komite Bersama Kanker
Staging Manual memiliki diklasifikasikan semua ATCS sebagai tumor IV T4
dan panggung, terlepas dari ukuran dan beban tumor secara keseluruhan [11] .
Yang berarti keseluruhan kelangsungan hidup sering <6 bulan, terlepas dari
strategi pengobatan.
Pengobatan
Pengobatan ATC belum terstandar, dan sayangnya , belum ada pengobatan
yang efisien; operasi, kemoterapi , radioterapi sendiri atau dalam kombinasi
tidak meningkatkan jangka hidup . Pembedahan diindikasikan untuk kontrol
lesi lokal yang dioperasi. Yang paling umum agen sitotoksik tunggal
digunakan terhadap karsinoma anaplastik berupa doxorubicin sendiri atau
dalam kombinasi dengan cisplatin. Hasilnya telah mengecewakan.
Menambahkan bleomycin atau agen lainnya tidak meningkatkan efektivitas
kombinasi ini . Baru-baru ini , paclitaxel telah digunakan dalam percobaan
klinis dan telah menunjukkan beberapa peningkatan dalam tingkat respons
tetapi tidak dalam kesempatan jangka hidup .Strategi pengobatan yang baru
diperlukan, karena itu strategi baru diselidiki termasuk terapi target ( misalnya
axitinib dan sorafenib ), agen mengganggu vaskuler (seperti combretastatin
A4 fosfat , antibodi monoklonal VEGF manusia, misalnya bevacizumab,
cetuximab ), terapi gen supresor tumor dan siklus penangkapan bahan -
merangsang sel [ 40 ] . Sejauh ini tidak ada bahan ini yang telah menunjukkan
hasil yang baik dalam pengobatan ATC sehingga penelitian baru diperlukan
untuk menghambat agresivitas ini tumor [ 30 ] .
Konflik Kepentingan
Semua penulis telah melaporkan tidak ada potensi konflik kepentingan.
Tabel 1. Resiko STratifikasi Berdasarkan Pedoman ETA [7] dan ATA[8]
Stratifikasi Resiko ATA
Resiko rendah Resiko Menengah Resiko Tinggi
Tidak ada metastase lokal
atau jauh
Semua tumor makroskopik
telah dibagi kembali
Tidak ada invasi tumor dari
jaringan atau struktur
lokoregional
Tidak ada histology atau
invasi vascular agresif
Jika 131I diberikan, tidak ada
hasil serapan 131I setelah
terapi WBS
Invasi makroskopik dari
tumor ke dalam jaringan
lunak feritoriodal pada awal
pembedahan
Metastase nodus limfa
servikal atau hasil serapan
131I setelah terapi WBS
Atau tumor dengan histology
atau invasi vascular agresif
Invasi Tumor makroskopik
Pembagian tumor yang tidak
lengkap
Metastase jauh
Tiroglobulinemia terlepas
dari bagian yang tampak
pada pemindaian setelah
ablasi
Stratifikasi Resiko ETA
Resiko sangat rendah Resiko rendah Resiko Tinggi
Pembedahan sempurna
Pasien dengan
mikrokarsinoma unifokal (<1
cm) tanpa perluasan
melebihi kapsul dan tanpa
metastase nodus limfa
Tanpa metastase lokal atau
juh
Tidak ada invasi jaringan
lokoregional atau struktur
tumor
Tanpa histology atau invasi
vascular agresif
Lebih sedikit dibanding total
tiroidektomi
Invasi tumor dari jaringan
atau struktur lokoregional
Metastase nodus limfa
servikal
Metastase jauh
Histologi atau invasi vascular
agresif
Tabel 2 Indikasi untuk Terapi Ablatif Sisa
Disarankan RAi Tidak Disarankan RAI
Semua pasien dengan
Diketahui metastase jauh
Metastase nodus limfa didokumentasikan
Perluasan ekstratiroidal dari tumor tanpa
memperhatikan ukuran tumor
Ukuran tumor utama 2 cm tanpa faktor
resiko tinggi lainnyaa
Pasien dengan kanker unifokal <1cm tanpa
faktor resiko tinggi lainnyaa
Pasien dengan kanker multifocal ketika
emua < 1 cm tanpa faktor resiko tinggi
lainnya
aFaktor resiko lebih tinggi : subtype histological (panjang sel, kolumnal,
insular dan beberapa padat serta DTC buruk dan sel kanker folikel dan
Hurthle), invasi vascular intratiroidal, penyakit multifocal besardan mikrokopik
Tabel 3 Efek Terapi dari TKI berbeda pada pasien yang didaftar untuk uji
klinis dengan MTC atau DTC
Obat Histotipe No.pasien Fase PR (%) SD (%) SD >6 bln mPFS (mggu)
Motesanib MTC 91 II 2 81 48 48
DTC 93 II 14 67 35 40
Sunitinib MTC 23 II 35 57 28
MTC 6 II 83
MTC 15 II 33 27
DTC 31 II 14 68
Vandetani
b
MTC 30 II 20 73 53
MTC 19 II 16 64 53
MTC 331 III 45 42 83 30,5 bln
Sorafenib MTC 16 II 6 87 56 60
DTC 41 II 15 53 79
DTC 30 II 23
DTC 31 II 25 34
XL 184 MTC 37 I 29 41
Axitinib MTC 11 I 18 27
DTC 45 II 31 42
Pazopanib DTC 37 II 49
MTC , Kanker Tiroid Modular
DTC, Kanker Tiroid Terdiferensiasi
PR, Respon Parsial
SD, enyakit STabil
mPFS, Pertahanan Bebas Progres Median
Gambar 1 algoritma diagnostik berdasarkan pada pengukuran dari
tiroglobulin serum basal dan stimulat rhTSH pada saat control pertama
setelah pengobatan awal (6-12 bulan) pada pasien dengan karsinoma tiroid
diferensiasi (DTC)[7,8]
Tiroidektomi total131I ablasi dan setelah terapi WBS : tidak ada bukti penyakit
3 bulan : TSH, Tg, AbTg pada LT4, USG leher;Tg < 1,0 ng/ml dan USG leher negatif
6 – 12 bulan : rhTSH (0,9 mg x2)+ USG leher pada LT4
Tg tidak terdeteksi(< 1,0 ng/ml)Tidak ada kelainan lain
Tg terdeteksi( > 2,0 ng/ml)Dan/atau dengan kelainan lain
Tg Terdeteksi( > 1 ≤ 2 ng/m)Tidak ada kelainan lain
Penurunan dosis LT4Evaluasi awal LT4 dengan TSH, FT3, FT4, Tg, USG leher
Teknik pencitraan untuk lokalisasi dari penyakit
Pengulangan rhTSH dengan Tg pada interval per tahun
Tidak terdeteksi Meningkat
Gambar 2 Algoritma DIagnostik berdasarkan tingkat calsitonin selama 1 – 3
bulan setelah pembedahan awal pada pasien dengan karsinoma tiroid
medular [32]
Tiroidektomi Total dan Pembedahan Nodus Limfa Profilaksis (level VI)
1-3 bulan : calsitonin baal (CT)(dan pentagastrin stimulasi CT, ketika tersedia)
CT Tidak Terdeteksi CT ≥ 150 pg/mlCT meningkat tetapi <150 pg/mL
Tindak lanjut jangka panjang:CT dan USG Leher Setiap 6 bulan
USG leherTambahan pencitraan harus dipertimbangkan jika serum CT meningkat dari waktu ke waktu
Teknik pencitraan untuk lokalisasi penyakit
Perubahan kekambuhan 3% selama tindak lanjut jangka panjang
Tidak ada bukti penyakit Ada bukti penyakit
Pengulangan stadium sekali setahun Terapi/ Tindak lanjut