pbl s3 l3 respi

41
DAFTAR ISI Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..1 Skenario…………………………………………………………………………………………...2 Kata Sulit………………………………………………………………………………………….3 Pertanyaan dan Jawaban…………………………………………………………………………..4 Hipotesis……………………………………………………………………………………...…...5 Sasaran Belajar…………………………………………………………………………………….6 LO 1. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak……………………………………………7 1.1 Definisi…………………………………………………………………………………..7 1.2 Klasifikasi……………………………………………………………………………….7 1.3 Etiologi…………………………………………………………………………………10 1.4 Epidemiologi…………………………………………………………………………...11 1.5 Patofisiologi……………………………………………………………………………11 1.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………...14 1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding……………………………………………………..15 1.8 Tatalaksana dan Pencegahan…………………………………………………………...18 1.9 Komplikasi……………………………………………………………………………..26 1.10 Prognosis……………………………………………………………………………….26 LO 2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi…………………………………………......26 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………29 1

Upload: putrijusticaricinamariq

Post on 14-Jul-2016

242 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Asma pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: pbl s3 l3 respi

DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..1

Skenario…………………………………………………………………………………………...2

Kata Sulit………………………………………………………………………………………….3

Pertanyaan dan Jawaban…………………………………………………………………………..4

Hipotesis……………………………………………………………………………………...…...5

Sasaran Belajar…………………………………………………………………………………….6

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak……………………………………………7

1.1 Definisi…………………………………………………………………………………..7

1.2 Klasifikasi……………………………………………………………………………….7

1.3 Etiologi…………………………………………………………………………………10

1.4 Epidemiologi…………………………………………………………………………...11

1.5 Patofisiologi……………………………………………………………………………11

1.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………...14

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding……………………………………………………..15

1.8 Tatalaksana dan Pencegahan…………………………………………………………...18

1.9 Komplikasi……………………………………………………………………………..26

1.10 Prognosis……………………………………………………………………………….26

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi…………………………………………......26

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………29

1

Page 2: pbl s3 l3 respi

SESAK NAFAS

Seorang anak perempuan, umur 7 tahun, dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Tiga hari yang lalu pasien ada demam, batuk, dan pilek. Pasien sudah diberi obat namun belum ada perubahan. Menurut ibunya, pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien mempunyai riwayat alergi.

Pemeriksaan fisik:

- Inspeksi: terlihat pernapasan cepat dan sukar serta adanya retraksi daerah supraclavicular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Frekuensi nafas 48x/menit, disertai batuk-batuk paroksismal dengan ekspirasi memanjang.

- Palpasi fremitus takstil dan vocal dalam batas normal.- Perkusi: hipersonor pada seluruh toraks.- Auskultasi: suara bronkial dengan bunyi kasar/mengeras, ronkhi kering serta ronkhi

basah serta suara lender dan wheezing.

Pasien didiagnosis sebagai asma akut episodik sering.Penanganan yang diberikan berupa pemberian β-agonis secara nebulisasi.Pasien diobservasi 1-2jam, apabila respon baik pasien akan dipulangkan dengan dibekali obat bronkdilator.Pasien dianjurkan control ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya.

2

Page 3: pbl s3 l3 respi

KATA SULIT

1. Batuk paroksisal: Serangan batuk mendadak yang terjadi berulang ulang dan intensif2. Bronkodilator: Obat yang digunakan untuk melonggarkan bronkiolus untuk

meningkatkan aliran udara ke paru-paru3. Nebulisasi: Metode semacam penguapan obat yang diberikan kepada pasien sehingga

obat dapat masuk ketika sulit bernapas4. Asma Akut Episodic: Asma yang hanya timbul saat terpapar alergen tertentu5. Hipersonor: Disebut juga timfani secara perkusi, didaerah rongga kosong6. Retraksi: Kontraksi yang terjadi karena penarikan otot perut dan iga yang tertarik ke

dalam saat menarik nafas (inspirasi)7. Wheezing: Bunyi seperti bersiul yang timbul karena udara melewati jalan nafas yang

menyempit dengan durasi yang lebih lama8. Ronkhi kering: Suara tambahan yang terdengar kontinyu terutama saat ekspirasi disertai

mucus pada bronkus9. Ronki basah: Suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan10. Β-agonis: Obat golongan bronkodilator yang berfungsi untuk mengendorkan saluran

nafas11. Fremitus taktil: Getaran yang dihantarkan melalui bronkus ke dinding dada saat pasien

berbicara

3

Page 4: pbl s3 l3 respi

PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Mengapa pasien sulit bernapas?2. Mengapa pasien diberikan obat secara nebulisasi?3. Mengapa pasien dibekali obat bronkodilator?4. Mengapa pada pf perkusi terjadi hipersonor pada seluruh toraks?5. Apa saja faktor pencetus terjadi asma?6. Mengapa terjadi batuk paroksismal?7. Apa hubungan alergi makanan dengan sesak nafas?8. Apakah usia mempengaruhi terjadinya asma?9. Mengapa pasien mengalami retraksi?10. Mengapa bias terjadi demam?11. Apa indikasi pemberian obat nebulisasi?12. Apa saja klasifikasi asma?13. Apakah faktor genetic mempengaruhi adanya asma? Mengapa?14. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien asma?15. Apa saja anjuran yang bias diberikan pada pasien asma?

1. Karena bronkokonstriksi disebabkan penyemitan lumen dan penyumbatan mucus2. – Karena pasien anak-anak

- karena efeknya cepat langsung masuk ke saluran pernapasan3. Untuk vasodilatasi bronkus agar mudah bernafas4. Karena adanya penyumbatan pada SPB sehingga udara tertahan5. Debu, tungau, makanan, suhu, bulu hewan, genetic, usia 11-13 tahun, jenis kelamin6. Adanya bronkokonstriksi karena reaksi alergen sehingga terjadi pengeluaran alergen dengan batuk paroksismal 7. Adanya faktor pencetus -> pengaktifan reaksi hipersensitifitas -> pengeluaran histamine -> bronkokonstriksi8. Iya, karena pada anak-anak faktor pencetusnya lebih tinggi disbanding orang dewasa9. Efek kompensasi dari sulit bernafas10. Karena proses inflamasi11. – Anak usia 6-12 tahun (nebulizer), >12 tahun (inhaler) - Penyakit: asma, sinusitis12. >Akut: Ringan-sedang-berat >Kronik: Akut episodic-kronik episodic-persisten >Remiten >Intermiten13.Iya, karena pada anak-anak faktor pencetusnya lebih tinggi disbanding orang dewasa14. Sputum, darah, pemeriksaan alat spirometer15. Menghindari faktor pencetus dan berenang

4

Page 5: pbl s3 l3 respi

HIPOTESIS

Asma adalah suatu penyempitan pada Saluran Pernapasan Bawah (bronkokonstriksi) yang disebabkan oleh berbagai faktor pencetus seperti debu, tungau, makanan, suhu,dll. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya asma yaitu usia, jenis kelamin, faktor genetik. Asma diklasifikasikan menjadi 2, yaitu akut dan kronik. Tatalaksana yang diberikan berupa β-agonis secara nebulisasi (6-12 tahun), jika lwbih dari 12 tahun diberikan secara inhaler. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjauhi faktor pencetus.

SASARAN BELAJAR

5

Page 6: pbl s3 l3 respi

1. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak

1.1 Definisi

1.2 Klasifikasi

1.3 Etiologi

1.4 Epidemiologi

1.5 Patofisiologi

1.6 Manifestasi Klinis

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1.8 Tatalaksan dan Pencegahan

1.9 Komplikasi

1.10 Prognosis

2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi

1. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak

6

Page 7: pbl s3 l3 respi

1.1 DefinisiAsma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada salurannafas yang melibatkan sel

dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronistersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran pernafasanyang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode iniberhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifatreversibel baik secara spontan ataupun dengan terapi.

Global Institute for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program (1997), mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan.Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan.

1.2 KlasifikasiAsma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan gambaran dari obstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan A. Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi :

a. Asma Ekstrinsik, yang dibagi menjadi :a) Asma Ekstrinsik Atopik

Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang menderita asma.

b) Asma Ekstrinsik nonAtopikSifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis.

b. Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi :

7

Page 8: pbl s3 l3 respi

a) Asma instrinsikb) Asma idiopatik

Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %.

B. Ditinjau dari berat ringannya penyakit menurut Global Initiative For AsthmaGejala Gejala Malam PEF

Tahap 4Persisten Berat

- terus menerus - aktivitas fisik terbatas

sering < 60% prediksivariabilitas > 30%

Tahap 3Persisten Sedang

- tiap hari- penggunaan -agonis tiap hari- Saat serangan mengganggu aktivitas

> 1 kali/mgg

>60%<80% pred.variabilitas 20-30%

Tahap 2 Persisten Ringan

- > 1 kali/minggu, tetapi < 1 kali perhari

> 2 kali/bulan > 80% prediksivariabilitas 20-30%

Tahap 1 Intermitten

- < 1 kali/minggu - diantara serangan tanpa gejala Dan PEF normal

< 2 kali/bulan

80% prediksivariabilitas <20%

C. Ditinjau dari gejala klinisa. Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang

sesak, Sa O2 95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.

b. Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, SaO2

92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2 liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari.

c. Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu

8

Page 9: pbl s3 l3 respi

aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO2 91%, PEFR 80 liter per menit, FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus 20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas

D. Ditinjau berdasarkan keparahan penyakita. Asma intermiten

Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%

b. Asma ringan Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%

c. Asma sedang (moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%

d. Asma parah (severe) Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV < 60%

E. Ditinjau berdasarkan derajat penyakit asma pada :

1.3 Etiologi

9

Page 10: pbl s3 l3 respi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

Faktor predisposisi: Genetik

Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara lain pada:

a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-DQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen.

b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma, yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi interleukin (IL) 4, yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga berperan dalam produksi berbagai sitokin pada asma.

c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.

Faktor presipitasi Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusib. Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat-obatan c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

contoh: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Faktor Resiko

10

Page 11: pbl s3 l3 respi

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:

1. Asap Rokok

2. Tungau Debu Rumah

3. Jenis Kelamin

4. Binatang Piaraan

5. Jenis Makanan

6. Perabot Rumah Tangga

7. Perubahan Cuaca

8. Riwayat Penyakit Keluarga

1.4 Epidemiologi

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002)

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.

WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

1.5 Patofisiologi

PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yangmenyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitasbronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial

11

Page 12: pbl s3 l3 respi

paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus danbronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

PATOGENESIS

Asma terjadi akibat status inflamasi subakut yang persisten pada saluran pernapasan. Bahkan pada pasien yang asimptomatik, saluran pernapasan dapat menjadi edematus dan diinfiltrasi oleh eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau tanpa peningkatan komposisi kolagen pada membran basalis epitelial. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan selularitas berhubungan dengan meningkatnya kepadatan kapiler. Mungkin juga terdapat hipertrofi kelenjar dan penggundulan epitel. Perubahan ini dapat bersifat persisten tergantung dari penanggulangan dan seringkali tidak berhubungan dengan derajat penyakit ini.

Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin. Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil, limfosit, dan sel epitel saluran napas. Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator dan sitokin

12

Page 13: pbl s3 l3 respi

untuk menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan patologis dalam jangka panjang. Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang cepat dan hebat melibatkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema, meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris. Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis. Gabungan lain dari faktor-faktor kemotaktik (faktor anafilaksis eosinofil dan neutrofil dan leukotrien B4) juga membawa eosinofil, platelet, dan leukosit polimorfonuklear ke lokasi reaksi. Epitel saluran napas merupakan target dan kontributor dalam rangkaian proses radang. Jaringan ini mengamplifikasi konstriksi bronkus dan meningkatkan vasodilatasi dengan melepaskan nitrogen oksida, prostaglandin E2, faktor stimulasi granulosit-koloni makrofag, interleukin 1, faktor pertumbuhan epidermal, IGF (insulin-like growth factor), PDGF (platelet derived drowth factor).

Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5 menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, sel-sel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih lanjut.

Limfosit T juga memiliki peran penting dalam respon radang. TH2 teraktifasi ditemukan meningkat pada saluran napas dan menghasilkan sitokin seperti IL1-4 yang menginisiasi respon imun humoral (IgE). Menurut data yang telah dikumpulkan, asma mungkin memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan antara respon imun TH1 dengan TH2, tetapi kesimpulan yang pasti belum ditetapkan.

Pertimbangan Genetik

Pemindaian terhadap keluarga untuk kandidat gen telah mengidentifikasi beberapa bagian kromosom yang berhubungan dengan atopi, peningkatan kadar IgE, dan saluran napas yang hiperresponsif. Kromosom 5q mengandung klaster sitokin (IL1-4, IL-5, IL-9, dan IL-13). Bagian lain dari kromosom 5q mengandung reseptor ß-adrenergik dan glukokortikoid. Kromosom 6p memiliki bagian yang penting dalam penyajian antigen dan mediasi respon radang. Kromosom 12q mengandung dua gen yang berpengaruh pada atopi dan hiperresponsi saluran napas, termasuk nitrit oksida sintase

13

Page 14: pbl s3 l3 respi

1.6 Manifestasi KlinisGejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa saja seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama sekali, di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara lain:a. Batuk b. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi) c. Wheezing (mengi) d. Nafas dangkal dan cepat e. Ronkhi f. Retraksi dinding dada g. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu

pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi) h. Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

14

Page 15: pbl s3 l3 respi

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

DIAGNOSIS

AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang

tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.PemeriksaanFisikKeadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman

dalam posisi dudukJantung : Pekak jantung mengecil, takikardi

ParuInspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawahAuskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjangPerkusi : HipersonorPalpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri

Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin, 2008):B1 (Breathing)

o InspeksiPada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.

o PalpasiPada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal

o PerkusiPada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

o AuskultasiTerdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

B3 (Brain)Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder)

15

Page 16: pbl s3 l3 respi

Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala syok.B5 (Bowel)Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.

B6 (Bone)Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkhus Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug Pemeriksaan Darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu

serangan dan menurun pada waktu bebas dari seranganPemeriksaan Penunjang Lain1. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan

semakin bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,

maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru

16

Page 17: pbl s3 l3 respi

2. Pemeriksaan Tes KulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.3. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock

wise rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right

bundle branch block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES

atau terjadinya depresi segmen ST negative

4. Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara

selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.Gambaran Klinis Status Asmatikus Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah

jatuh dalam dehidrasi berat Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun

dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma

DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun

paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari,

17

Page 18: pbl s3 l3 respi

lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai

paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

Diagnosis banding lainnya : Rinosinusitis Refluks gastroesofageal Infeksi respiratorik bawah viral berulang Displasia bronkopulmoner Tuberkulosis Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik

intratorakal Aspirasi benda asing Sindrom diskinesia silier primer Defisiensi imun Penyakit jantung bawaan

1.8 Tatalaksana dan Pencegahan

Tatalaksana MedikamentosaObat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.

18

Page 19: pbl s3 l3 respi

Obat – obat Pereda (Reliever)1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonistMerupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS.

β2 agonis selektif(12)

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu. Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

19

Page 20: pbl s3 l3 respi

b. Methyl xanthineEfek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/JamEfek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia

1. AnticholinergicsObat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

2. Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) : Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama. Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

20

Page 21: pbl s3 l3 respi

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.

Obat – obat PengontrolObat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroidGlukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor β2 agonist.Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut : LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane; Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia; Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.Ada 2 preparat LTRA :a. Montelukast

21

Page 22: pbl s3 l3 respi

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina) b. Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.4. Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Terapi Suportifa. Terapi oksigen

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

b. Campuran Helium dan oksigenInhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

c. Terapi cairanDehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan

22

Page 23: pbl s3 l3 respi

pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Cara Pemberian Obat

UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun NebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan BubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.

Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas: 1. Pengobatan Asma Jangka Pendek2. Pengobatan Asma Jagka Panjang

Tatalaksana Serangan

1. Tatalaksana di rumah

Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.

23

Page 24: pbl s3 l3 respi

Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.

2. Tatalaksana di klinik

Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya. Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas, langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis. Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya. Sedangkan bila dengan sekali nebulisasi penderita menunjukkan respons yang baik, berati serangannya ringan. Penderita diobservasi selama 2 jam, jika respons tersebut bertahan, penderita dapat dipulangkan. Penderita dapat diresepkan obat beta agonis, baik hirup maupun oral, yang diberikan tiap 4 sampai 6 jam. Jika pencetus serngannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek, 3 sampai 5 hari. Penderita kemudian dianjurkan untuk kontrol dalam waktu 24 sampai 48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika sebelum serngan penderita sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi di klinik. Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembal, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit.

Pengobatan Asma Jangka Pendek

Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.

Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:

A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas

Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:

-Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)

- Golongan Simpatomimetika- Golongan AntikolinergikWalaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita

24

Page 25: pbl s3 l3 respi

tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

B. Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas

Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.

C. Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.

Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.

Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang

Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.

Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.

Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).

PencegahanSemua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :

Menjaga kesehatan Menjaga kebersihan lingkungan Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

25

Page 26: pbl s3 l3 respi

Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.

1.9 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:a. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi

berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.

b.  Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

c. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigend. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan

kolapsnya paru.e. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)

saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

1.10 Prognosis

Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.

2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi

Prinsip Dasar

A. DefinisiTerapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru.

B. Tujuan menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lender atau karena sesak napas. Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative tinggal sedikit.

26

Page 27: pbl s3 l3 respi

C. Indikasi Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik,

misalnya asma. Penyakit asma paling sering dijumpai pada anak-anak Saat bayi/anak terserang batuk berlendir Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek samping yang

sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis lainnya

D. Keamanan penggunaanTerapi inhalasi aman bagi segala usia termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif ( bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya malah semakin bagus karena obatnya akan terhirup.

E. Cara kerja terapi inhalasi sederhana Setelah bayi/anak diinhalasi, lendir yang ada di paru-parunya akan mencair Lendirnya terkadang tak bisa keluar dengan sendirinya karena lemahnya

reflek/kemampuan batuk anak / bayi Sehingga biasanya diperlukan tahapan fisioterapi selanjutnya. Perkusi, vibrasi atau

dadanya dihangatkan dengan sinar infra merah bila dianggap perlu Setelah melanjutkan proses ini biasanya anak akan muntah. Jangan panik karena

muntah merupakan efek yang wajar dari terapi inhalasi. Setelah muntah biasanya anak akan merasa lega. Sebaliknya kalau tidak muntah orang tua tidak perlu risau, yang penting lendir yang mengganggu napasnya sudah keluar dan paru-paru.

Dan pemeriksaan dengan stetoskop akan diketahui masih ada tidaknya lendir di paru-paru.

Bila sudah tidak ada berarti inhalasi berjalan efektifF. Obat yang digunakan

1. Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas

2. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas

3. Obat yang biasanya digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan pelega saluran napas ( bronkodilator ) atau untuk mengurangi inflamasi atau peradangan jalan napas ( golongan kortikosteroid )

4. Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin untuk mencegah serangan asma dan ada obat-obat yang cukup digunakan pada saat terjadinya serangan

G. Alat yang digunakanPemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak.1. Semprot ( inheler ). Walaupun lebih praktis, inheler lebih pendek waktu

penggunaannya sebab untuk anak-anak belum bisa menghirup sendiri dengan benar2. Motor/pompa ( nebulizer ) bisa dikatakan lebih efektif untuk anak karena obat akan

keluar sedikit demi sedikit hingga lebih efektif.

Memahami dan Menjelaskan Jenis Terapi Inhalasi

27

Page 28: pbl s3 l3 respi

1. Metered-dose inhaler (MDI), adalah berupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat menggunakan MDI ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas pada saat menekan alat semprot tersebut dengan saat menghirup obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang, hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas) sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik. Specer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

2. Dry powder inhaler (DPI), alat berisi serbuk untuk dihisap. Penggunaan obat hirupan

dalam bentuk bubuk kering (DPI) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler, memerlukan inspirasi (upaya menarik/enghirup napas) yang cukup kuat. Pada anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan, sehingga dianjurkan diberikan pada anak diatas 5 tahun (anak usia sekolah).

28

Page 29: pbl s3 l3 respi

DAFTAR PUSTAKA

Suardi, Adi Utomo, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI

Sudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi 2004

Gunawan,Sulistia Gan,DKK.2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI

29