pasar modern dan hancurnya hak sosial · pdf fileindonesia. data binfocus 2008 menyebutkan,...

24
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL-EKONOMI PEDAGANG TRADISIONAL (STUDI KASUS MENJAMURNYA PASAR MODERN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HAK BERUSAHA PEDAGANG TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA) Oleh: Umar Sholahudin Dosen Mata Kuliah Sosiologi Dan Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Univ. Muhammadiyah Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Along with the more expansive modern market presence, blatantly destroying the socio-economic rights of the people (traders). These conditions require the presence of local governments' role is more serious, firm and brave, that is reviewing the policy and privatization programs in different economic sectors, especially the privatization and modernization of the market. There should be a paradigm change and urban development policy to be oriented toward empowering capitalistic society that is humane. Development paradigm of capitalism manifestly incapable of providing solutions for improving people's lives, especially for small business sectors. Policy makers need to deconstruct the ideology of development, and raises the ideological construction of alternative development is more empowerment, pro-public interest Key Word : Modern Market, Social-Economics right Pendahuluan Berdasarkan Pasal 27 Undang-Udang Dasar 1945, disebutkan secara jelas dan tegas bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemausiaan”. Pasal ini secara eksplisit menandaskan bahwa Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan dan memenuhi lapangan pekerjaan yang layak, lapangan usaha ekonomi yang menjadikan warga negaranya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat, kebijakan pembangunan ekonomi nasional harus berpihak pada kepentingan masyarakat, terutama masyarakat kelas ekonomi lemah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian nasional, disebutkan bahwa (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azaz kekeluargaan, (2). Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, bernuansa lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dua pasal dalam UUD 1945 tersebut menjadi dasar konstitusional bagi setiap warga negara untuk mendapatkan hak atas kehidupan ekonomi atau usaha ekonomi yang layak, yang mampu meningkatkan kesejahteraannya. Namun amanat konstitusional ini tak seindah realitasnya. Tidak sedikit kebijakan pembangunan ekonomi yang justru melanggar hak-hak sosial-ekonomi masyarakat. Jangankan memenuhi dan melindungi hak-hak sosial-ekonomi, terutama hak untuk 135

Upload: lamhanh

Post on 04-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL-EKONOMI PEDAGANG TRADISIONAL

(STUDI KASUS MENJAMURNYA PASAR MODERN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HAK BERUSAHA PEDAGANG TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA)

Oleh: Umar Sholahudin

Dosen Mata Kuliah Sosiologi Dan Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Univ. Muhammadiyah Surabaya

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Along with the more expansive modern market presence, blatantly destroying the socio-economic rights of the people (traders). These conditions require the presence of local governments' role is more serious, firm and brave, that is reviewing the policy and privatization programs in different economic sectors, especially the privatization and modernization of the market. There should be a paradigm change and urban development policy to be oriented toward empowering capitalistic society that is humane. Development paradigm of capitalism manifestly incapable of providing solutions for improving people's lives, especially for small business sectors. Policy makers need to deconstruct the ideology of development, and raises the ideological construction of alternative development is more empowerment, pro-public interest

Key Word : Modern Market, Social-Economics right

Pendahuluan

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Udang Dasar 1945, disebutkan secara jelas dan tegas bahwa

“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemausiaan”. Pasal ini

secara eksplisit menandaskan bahwa Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan dan

memenuhi lapangan pekerjaan yang layak, lapangan usaha ekonomi yang menjadikan warga

negaranya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraannya.

Dalam rangka meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat, kebijakan pembangunan

ekonomi nasional harus berpihak pada kepentingan masyarakat, terutama masyarakat kelas

ekonomi lemah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian

nasional, disebutkan bahwa (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azaz

kekeluargaan, (2). Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, bernuansa lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Dua pasal dalam UUD 1945 tersebut menjadi dasar konstitusional bagi setiap warga negara

untuk mendapatkan hak atas kehidupan ekonomi atau usaha ekonomi yang layak, yang mampu

meningkatkan kesejahteraannya. Namun amanat konstitusional ini tak seindah realitasnya. Tidak

sedikit kebijakan pembangunan ekonomi yang justru melanggar hak-hak sosial-ekonomi

masyarakat. Jangankan memenuhi dan melindungi hak-hak sosial-ekonomi, terutama hak untuk

135

Page 2: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 berusaha secara layak dan adil, Negara justru dalam banyak hal melakukan “pembunuhan” hak-hak

sosial ekonomi masyarakat secara sistematis dan massif, melalui kebijakan pembangunan ekonomi

yang kapitalistik.

Pembunuhan hak-hak sosial-ekonomi masyarakat tersebut salah satunya nampak pada

kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang begitu rajin mengobral surat-surat ijin pendirian usaha-

usaha ekonomi besar, yakni pasar-pasar modern di berbagai daerah sampai tingkat RT/RW. Usaha

besar seperti “jejaring laba-laba” tersebut adalah usaha ritel modern. Pedagangan dan pasar

tradisional –yang notabene- banyak dihuni oleh kelompok usaha kecil menengah dengan modal

yang pas-pasan, kian terjepit oleh ekspansi usaha ritel modern yang sangat kapitalistuk. Dalam

rentang waktu 2003-2008, pertumbuhan gerai ritel modern sungguh fantastis, yakni 162%. Bahkan

pertumbuhan gerai Minimarket mencapai 254,8%, yakni dari 2.058 gerai pada tahun 2003 menjadi

7.301 gerai pada tahun 2008. Sementara jumlah pasar trandisional dalam kurun waktu lima tahun

cenderung stagnan. Bahkan saat ini jumahnya semakin menurun.1

Pesatnya pertumbhan ritel modern itu seiring dengan gencarnya penetrasi asing ke

Indonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, jika pada tahun 1970-1990 pemegang merek asing

yang masuk ke Indonesia hanya lima dengan jumlah 275 gerai, tahun 2004 merek ritel asing yang

masuk sudah menjadi 18 dengan 532 gerai.2 Bahkan saat ini, seiring dengan kebijakan ekonomi

yang semakin liberalistik-kapitalistik, merek ritel asing semakin menjamur dengan ribuan gerai ritel

modern. Semakin menjamurnya ritel modern, pada saat yang sama semakin menghancurkan usaha-

usaha ekonomi kecil para pedagang tradisional.

Fakta tersebut semakin mengkonfirmaskan kepada publikbahwa dominannya pengaruh dan

kendali asing dalam kebijakan ekonomi nasional tidak mampu disikapi secara tegas oleh Negara.

sebaliknya, Negara justru memberikan “ruang bebas” kepada pihak asing untuk “membunuh”

secara legal usaha-usaha ekonomi kecil menengah masyarakat Indonesia melalui legalisasi terhadap

keberadaan usaha ritel modern asing. Praktik legalisasi ritel modern milik asing (baca: obral ijin-ijin

pendirian ritel modern) oleh Negara, tidak hanya melanggar konstitusi, tapi juga telah membunuh

hak-hak sosial-ekonomi masyarakat, terutama para pedagang tradisional.

1 Saat ini di berbagai daerah kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Jawa Timur, dengan semakin menjamurnya ritel-ritel modern yang memiliki jaringan sampai tingkat RT/RW (Indormart, Alfamart, Alfamidi, dan ritel-ritel modern lainnya), semakin mematikan keberadaan pasar tradisional. Para pedagang tradisional atau yang memiliki usaha ekonomi dengan modal kecil banyak yang gulung tikar, karena tidak mampu bersaing dengan pasar modern. Membanjirnya ritel modern yang mengalir deras ke daerah-daerah, tidak saja mengakibatkan efek domino terhadap usaha ekonomi nasional dan daerah, tapi juga akan menimbulkan efek adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Banyak Industri besar, menengah, dan bahkan kecil yang padat karya akan mengurangi tenaga kerjanya atau bahkan usahanya sendiri terancam gulung tikar, karena produknya tidak laku di pasaran. Jika PHK massal terjadi, maka efek lanjutannya, tingkat pengangguran meningkat, dan jika tingkat pengangguran meningkat, potensi tingkat kemiskinan juga meningkat, dan jika tingkat kemiskinan meningkat, demikian juga dengan tingkat kriminalitas meningkat. Dengan kata lain, kebijakan liberalisasi ekonomi di tengah kondisi Indonesia yang belum siap, akan berpotensi mengakibatkan biaya sosial-politik, dan ekonomi yang sangat tinggi. Apalagi jika pemerintah tidak melakukan upaya-upaya pencegahan dan penyelamatan yang mendasar dan strategis. 2 Kompas, 15 Maret 2010

136

Page 3: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Kasus : Menjamurnya Pasar Modern di Surabaya

Proses pembangunan Kota Surabaya bergerak dan berkembang begitu cepat dan pesat.

Sesuai dengan visi dan misi yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Daerah

(RPJMD), Surabaya akan dijadian sebagai Kota asa dan Perdagangan. Konsekwensi dari garis

kebijakan ini, Pemerintah Kota lebih mendepankan pambangunan ekonomi yang berorientasi pada

pertumbuhan semata.3Para investor, baik dalam negeri maupun asing, diberi kebebasan untuk

membuka dan mengembangkan jaringan bisnisnya di Surabaya. Dan salah satu kebijakan untuk

menaikkan angka pertumbuhan, Pemkot memberi kemudahan dan bahkan cederung mengobral

surat ijin pembangunan atau pendiirian pusat-pusat perbelanjaan mewah. Akibat obral surat ijiin

tersebut, wajah kota dibanjiri pusat-pusat perbelanjaan mewah dan ritel-ritel modern.

Menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan mewah dan ritel modern tersebut, -terutama yang

dibangun pihak swasta- mengundang keresahan dan kekhawatiran para pedagang tradisional. Saat

ini jumlah pasar modern di Kota Surabaya jauh lebih banyak dibanding pasar tradisional.

Setidaknya 65 persen sarana perbelanjaan di Surabaya didominasi pasar modern, baik berupa

factory outlet, supermarket, minimarket, department store, maupun mal.4Bisa

dibayangkan,bagaimana mungkin seorang pedagang kecil dengan modal pas-pasan, dapat bersaing

dengan pengusaha besar yang sudah memiliki asset lebih, baik dari segi modal, teknologi, sumber

daya manusia maupun jaringan bisnis luas?

Menurut Sekretaris Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonedia (APPSI) Surabaya,

Buchori Imron mengatakan dampak dari menjamurnya mal-mal yang menjual dengan harga grosir

sangat dirasakan para pedagang tradisional. Rata-rata pendpaatan pasar tradisional menurun hingga

70 persen. Supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan mewah yang menjual harga murah bisa

mematikan pedagang tradisional. Contoh yang paling terpuruk sekarang adalah pedagang di Pasar

Turi. Pada pedagang di Pasar Turi dulu di kenal banyak yang kaya karena perputaran uang

danbisnis mereka lancar. Namun, setelah kini muncul Mal-Mal yang menjual barang dengan harga

grosir, pendapatan mereka turun drastis. Penurunan pendapatan ini tidak hanya terjadi di Pasar Turi

saja, tapi juga di beberapa pasar tradisional lainnya seperti Keputran, Tambahrejo, dan pasar

lainnya.5

3 Vic George dan Paul Wilding (1992) mengatakan kebijakan yang berorientasi pertumbuhan dan hanya mengutamakan kesamaan berkompetisi –yang secara konsepsioal berlawanan dengan pembangunan berdimensi kerakyatan- semakin kehilangan daya tariknya karena terbukti kebijakan yang egaliter ternyata tidak menghasilkan hasil yang egaliter, yang terjadi justru ketimpangan dan ketidakdilan sosial-ekonomi. Orientasi pertumbuhan yang diadopsi dari sistem kapitalisme ini hanya menguntungkan pemilik modal besar, dan sebaliknya merugikan para pengusaha/pedagang kecil. Terkait dengan ini bisa dilihat pada Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Di Jawa Timur, dalam Jatim 5 Tahun ke Depan; tantangan dan Solusinya, Dewan Pakar Propinsi Jatim 2008. 4 Radar Surabaya, 13 Januari 2010. 5 Metropolis Jawa Pos, 14 Mei 2007

137

Page 4: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Berdasarkan data resmi Dinas Perdagangan dan perindustrian Pemeirntah Kota Surabaya,

terdapat 704 pasar modern atau pusat perbelanjaan, yang terdiri dari 31 atau 4% berbentuk Mall dan

Plaza, dan 673 berupa pasar atau toko swalayan (lihat gambar 1).

Jika kita cermati, berdasarkan dari data tersebut, nampak ada pembatasan dan bahkan

pengurangan jumlah pasar modern dalam bentuk mall dan plaza. Akan tetapi, pasar modern dalam

bentuk lainnya tumbuh subur, baik pasar modern dalam skala besar maupun kecil (ritel). Sebut saja

misalnya, pendirian pasar-pasar besar; hypermart gyan, dan sejenisnya pelan tapi pasti tumbuh

positif. Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir setiap

wilayah di Surabaya telah berdiri pasar atau took besar (mall, plaza, dan sebagainya), baik di

wilayah Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, maupun Surabaya Pusat. Sehingga saat

ini nyaris hampir penjuru di berbagai wilayah kota sudah padati pasar-pasar atau pusat perbelanjaan

modern (skala besar). Berikut ini adalah daftar pusat perbelanjaan di Surabaya

Pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan mewah di Surabaya, ternyata juga diikuti dengan

pertumbuhan pasar atau took-toko modern dalam sekala kecil, yakni berupa ritel-ritel yang

berbentuk Franchise atau toko waralaba. Toko-toko tersebut diantaranya adalah Indomart, Alfamart,

Alfamidi, dan sebagainya, yang juga tumbuh subur. Bahkan toko modern swalayan ini tumbuh

subur laiknya cendawan di musim hujan sampai ke perkampungan warga. Kita dapat menyaksikan

jarak sekitar 100 atau 200 meter terdapat 2 sampai 3 toko swalayan, bahkan dibeberapa kelurahan

antar took ritel saling berhadap-hadapan. Mereka buka 24 jam non-stop. Atas kondisi ini, dapat

dipastikan, keberadaan warung-warung warga di perkampungan semakin terdesak dan

terpinggirkan. Karena sulit bersaing, keberadaan warung-warung warga “prancangan” semakin

berkurang. Dimulai dari omset yang semakin hari semakin menurun dan berujung pada matinya

pedagang tradisional di perkampungan.

Secara resmi, berdasarkan data dari Dinas Perdagang dan Perindustrian, jumlah toko

swalayan yang ada di Kota Surabaya ini berjumlah 673 yang tersebar di 33 kecamatan. Keberadaan

toko-toko swalayan ter sebut tumbuh subur sampai tingkat kelurahan dengan jam operasi yang non-

stop 24 jam. Dari 33 kecamatan, kecamatan Gubeng yang berada di wilayah Surabaya pusat, yang

Sumber : Disperindag Kota Surabaya, 2015

138

Page 5: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 memiliki toko swalayan dengan sistem ritel yang paling banyak dengan jumlah 51 toko swalayan,

disusul kecamatan rungkut dengan 40 toko swalayan dan Kecamatan Sawahan dengan 38 toko

swalayan (lebih jelas lihat. Gambar 2 dan 3)

Menjamurnya pasar modern atau ritel modern di berbagai kota di Indonesia, termasuk di

Kota Surabaya, tak lepas dari kebijakan Pemerintah daerahnya yang begitu mudahnya mengobral

surat ijin usaha untuk pasar modern atau ritel modern yang ada di perkampungan Surabaya. Saat ini,

pertumbuhan ritel modern (mini market) di Surabaya bagai cendawan di musim hujan. Cenderung

tidak terkendali. Data yang direkam Pemkot Surabaya dan Dewan Pengurus Daerah Asosiasi

Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Indonesia pun berbeda. Dinas Perdagangan dan Perindustrian

Kota Surabaya mencatat, sampai akhir 2009 ini terdapat 346 mini market di Surabaya. Namun,

DPD Aprindo Jatim mencatat ada 475 mini market di Kota Pahlawan ini sampai akhir 2009.

Khusus untuk ritel, Data Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Timur

menyebutkan, saat ini di Surabaya terdapat 190 gerai minimarket. Jumlah gerai sebanyak itu

merupakan bagian dari total gerai di Jatim yang mencapai 1.200 unit, diantaranya sekitar 650 gerai

139

Page 6: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 milik Alfamart dan Indomart. Dan yang lebih memprihatinkan, menjamurnya pasar modern tersebut

berlokasi dekat pemukiman bahkan tidak sedikit yang berdampingan dengan pasar tradisional. Ke

depan, seiring dengan pembangunan ekonomikapitalistik Kota Surabaya, gerai-gerai minimarket itu

dipastikan akan bertambah lagi di seantero Surabaya. Praktis usaha kecil warga berupa prancangan

berlahan tapi pasti semakin terpinggirkan dan akhirnya banyak yang gulung tikar.

Menjamurnya pasar modern tersebut Kondisi tersebut dikhawatirkan bakal menggerus

keberadaan pasar-pasar tradisional, yang berdampak tersingkirnya puluhan ribu bahkan ratusan ribu

pedagang kecil. Secara teoritik, manjamurnya pusat-pusat perbelanjaan mewah sudah diprediksi

akan memarginalkan bahkan mematikan pasar-pasar tradisional yang di dalamnya dihuni banyak

usaha ekonomi kecil dari golongan ekonomi lemah. Dan itu sudah menjadi kenyataan yang terjadi

di mana-mana.

Data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyebutkan, hypermarket telah

menyebabkan gulung tikarnya pasar tradisional dan kios pedagang kecil-menengah. Saat

hypermarket belum begitu menggejala seperti sekarang, di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya,

terdapat delapan pasar tradisional dan 400 kios yang tutup setiap tahun karena kalah bersaing

dengan hypermarket. Saat ini, pasar modern di Indonesia tumbuh 31,4% per tahun, sedangkan pasar

tradisional menyusut 8% per tahun. Jika kondisi ini tetap di biarkan, ribuan bahkan juataan

pedagang kecil akan kehilangan mata pencahariannya.6

Ancaman gulung tikar sangat dirasakan oleh salah satu pedagang tradisional di Surabaya.

Sebut saja, Ny. Tris, pedagang tradisonal di pasar Pahing, Rungkut, Surabaya Timur yang

mengatakan kalau siang sudah sepi. Pedagang umumnya telah menutup kios, terutama berada di

lantai dua. “Ya begini. Kalau sudah pukul 11.00 ke atas tidak ada pembeli yang tutup saja. Buat apa

bertahan wong tidak ada pembeli yang dtalang lagi kok”. Meskinpun pasar Pahing tersebut letaknya

strategis, namun pemebeli mulai enggan untuk masuk ke pasar Pahing. Para pemeli lebih memilih

masuk ke pasar modern dan swalayan yang baru berdiri di sekitar pasang Pahing tersebut. Menurut

para pedagang buah di pasar Pahing, kehadiran pasar modern atau hipermarket di tengah kota

berdampak luas terhadap keberadaan pasar tradisional. Rata-rata omset penjualan per hari makin

turun, yakni sekitar Rp 300.000-400.000. Padahal sebelum ada pasar modern; hipermarket dan

pasar swalayan bisa mencapai Rp 1 juta.7

Rumusan Masalah

Menjamurnya pasar modern di berbagai daerah, termasuk di Kota Surabaya yang sebagian

besar dikendalkan para pemodal besar baik domestik maupun asing merupakan konsekwensi dari

6 http://Appsi.com/opini 7 Kompas Jatim, 17 Maret 2005

140

Page 7: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 sistem ekonomi Indonesia yang semakin terbuka. Pengembangan pasar modern yang semakin

ekspansif tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada keberadaan

pedagang atau pasar tradisional, yakni hak-hak esosial ekonomi masyarakat, khususnya pedagang

tradisional akan terancam.

Dalam konteks ini, pemerintah daerah secara khusus dihadapkan pada dilema, apakah

membiarkan “kaum kapitalis” pasar modern membangun istana binisnya dengan harapan

mendapatkan angka pertumbuhan ekonomi yang maksimal, ataukah akan berpihak pada

kepentingan ekonomi kerakyatan, dengan jalan menyelamatkan para pedagang tradisional dari

serbuan dahsyat kaum kapitalis? Pengembangan pasar modern, jika dibiarkan tumbuh-sumbur akan

sangat mengancam keberadaan pasar dan pedagang tradisional. Para pedagang kecil dan menengah

yang memiliki modal usaha pas-pasan, akan semakin tergerus oleh penetrasi pasar-pasar modern

yang semakin massif dan ekspansif. Berdasarkan latar di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah;

1. Apakah paradigma dan kebijakan pembangunan soail-ekonomi kota yang terwujud pada

menjamurnya pasar tradisional yang tak terkendali bertentangan dengan dengan dasar

konstitusional, yakni UUD 1945 dan Hak Sosial-ekonomi Masyarakat, khususnya

pedagang/pasar tradisional?

2. Apa dampak yang dirasakan dan dialami pedagang/pasar tradisional terhadap semakin

menajamurnya pasar modern di Kota Surabaya?

3. Kebijakan dan peran aseperti apa yang seharusnya dilakukan pemerintah kota Surabaya

untuk menyelamatkan usaha ekonomi pedagang tradisional dari gempuran pasar modern

dalam berperspektif hukum dan HAM?

Penelitian Ini Bertujuan :

1. Untuk mengkaji secara analitis, apakah paradigma dan kebijakan pembangunan kota yang

terwujud pada menjamurnya pasar tradisional yang tak terkendali bertentangan dengan

dengan dasar konstitusional, yakni UUD 1945 dan Hak Sosial-ekonomi Masyarakat,

khususnya pedagang/pasar tradisional?

2. Untuk mengkaji secara analisitis dampak dari maraknya keberadaan pasar modern terhadap

kegiatan usaha sosial-ekonomi pedagang tradisional di Kota Surabaya.

3. Menentukan kebijakan atau perlindungan hukum seperti apa yang harus dilakukan

pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) dalam menyelamatkan usaha ekonomi pedagang

tradisional dari gempuran pasar modern yang berperspektif hukum dan HAM

141

Page 8: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian dan analisa kualitatif dengan

metode kajian deskriptif. Penggalian bahan dan data diperoleh dari Asosiasi Pedagang Pasar

Seluruh Indonesia (APPSI), kajian literatur, informasi media massa dan sumber-sumber lain yang

mendukung. Fokus kajiannya pada maraknya keberadaan pasar modern yang semakin ekspansif dan

dampaknya terdap keberadaan pedagang atau pasar tradisional. Lalu bagaimana peran pemerintah

daerah dalam menyelamatkan pedagang atau pasar tradisional dari gempuran pasar modern yang

semakin ekspansif tersebut.

Data-data yang telah diperoleh dikumpulkan, kemudian diseleksi dan dianalisis secara

kualitatif dengan berpedoman pada kerangka pemikiran yang telah disajikan guna memberikan

gambaran yang jelas dari fenomena yang diteliti. Yang menjadi fokus dari analisa kualitatif ini

sesungguhnya pada penunjukkan makna deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada

konteksnya masing-masing.

Kerangka Teoritik

Sistem Ekonomi Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalisme sebagai model pembangunan pertumbuhan, saat ini sedang

banyak digandrungi oleh banyak negara, terutama negara-negara berkembang. Model pembangunan

pertumbuhan yang pada dasarnya dibangun di atas landasan kapitalisme. Pandangan kapitslisme

jika digali secara teoritik,pada dasarnya bersumber dan berakar dari pandangan filsafat ekonomi

klasik, terutama ajaran Adam Smith (1776). Keseluruhan filsafat pemikiran ekonomi klasik tersebut

dibangun di atas landasan filsafat ekonomi liberalism. Mereka percaya pada kebebasan individu

(person liberty), pemilikan pribadi (private liberty), dan inisiatif individu serta usaha swasta

(private enterprise).8

Dalam perkembangannya, faham ekonomi liberal yang bermetamorafose menjadi neo-klasik

atau neo-liberal, pendirian ekonomi neo-liberal pada prinsipnya tidak mengalami pergeseran

sedikitpun. Dalil mengenai konsep ini adalah: “Transaksi ekonomi harus diserahkan pada pasar agar

setiap orang dapat mengejar kepentingan masing-masing, sehingga yang diuntungkan bukan hanya

beberapa orang akan tetapi juga masyarakat luas.” Negara dilarang ikut campur dalam transaksi

ekonomi, karena akan mengurangi kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi ini dipengaruhi oleh

semangat mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan sumber daya yang terbatas.

8 Mansour Faqih, 2001, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, INSIST Press – Pustaka Pelajar, Yogyakarta, halaman 45-46.

142

Page 9: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Mekanisme pasar yang di metamorfosiskan dengan invisible hand akan mengatur bagaimana

jalannya keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar.9

Sistem ekonomi neo-liberal ini, saat ini sedang menjadi rujukan bagi negara-negara

berkembang dalam menjalankan kebijakan pembangunannya. Pelaksanaan agenda liberalisme

seperti kebijakan yang anti proteksi pada rakyat; jauhkan campur tangan pemerintah dalam

perdagangan melelui deregulasi; tingkatkan perlindungan bagi investasi dan proses produksi;

hilangkan subsidi pada rkayat; namun tegakkan hukum yang melindungi industry; serta

kembangkan pemerintahan yang bersih (good governance) dan transparansi.10

Berbeda dengan pendekatan liberal, ekonomi-politik klasik menggunakan metodologi yang

mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral. Melalui metode interpretivis dan instropektis,

ekonomi-politik klasik mempelajari bukan hanya bagaimana membuat individu menjadi makmur,

akan tetapi yang lebih penting adalah menemukan penyelesaian bagi masalah kemiskinan dan

perbaikan kondisi hidup umat manusia. Pendukung sistem ekonomi-politik klasik menyakini

bahwasannya perilaku manusia tidak hanya dituntun oleh rasionalitas, melainkan juga diimbangi

dengan rasa tanggung jawab sosial. Pasar, menurut pendukung ini bukanlah lembaga yang begitu

penting karena banyak proses produksi ditentukan oleh lembaga-lembaga social lainya seperti

keluarga atau birokrasi. Dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah peran lembaga sosial dan

politik, kekuasaan dan manifestasi sosio-kultural dalam kehidupan ekonomi.

Neo-liberalisme merupakan perkembangan dari sistem kapitalisme yang mutakhir.

Ditujukan untuk mengatasi periode stagnasi dan perlambatan (slowdown) pertumbuhan kapitalis

dinegara-negara maju dan memperluas penetrasi dinegara-negara berkembang guna memperluas

zona akumulasi profit. Ditangan Von Hayek, guru besar yang menghidupkannya kembali,

neoliberalisme menghendaki pelepasan yang radikal peran negara (intervensi) terhadap mekanisme

pasar. Aturan dasar kaum neoliberal adalah 'liberalisasikan perdagangan dan finance’; 'biarkan

pasar menentukan harga’, 'akhiri inflasi', 'stabilisasi ekonomi makro', 'privatisasi', 'pemerintah harus

menyingkir dari menghalangi jalan'. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal

sebagai The Neo-liberal Washington Consensus, yang terdiri dari para pembela ekonomi privat

terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi

intemasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam rangka

membentuk opini public.11

9 Abdul Aziz, SR, 2009, Pasar Modern dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Makalah singkat untuk bahan diskusi disampaikan pada Pelatihan Ekonomi Lokal bagi Pegawai di lingkungan pemerintahan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, tidak dipublikasikan. 10 Mansour Faqih, Ibid, halaman 207 11 Rudi Hartono, FREE TRADE AGREEMENT (FTA);Perdagangan Bebas Yang Berganti Baju, dalam http://arahkiri2009.blogspot.com/2008/07/free-trade-agreement-ftaperdagangan.html)

143

Page 10: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Ide pasar sebagai prinsip untuk mengatur masyarakat dan sebagai bentuk sosialisasi, secara

sejarah dan logika ada kaitannya dengan kelas menengah (middle class). Pada mentalitet kelas

menengah, mahluk yang “beradab” itu, adalah manusia-manusia yang yakin bahwa “keinginan

untuk kaya” adalah suatu inovasi alamiah dan universal. Bagi J.S. Mill (dalam Bethoud, 1992),

keinginan untuk kaya dihadapkan pada dua “prinsip yang antagonis” atau dua “motif yang

bertentangan secara abadi”, yakni “keengganan pada kerja” dan “keinginan untuk sekarang juga

menikmati kegemaran yang mahal”. Dalam pandangan kelas menengah, sifat manusia yang suka

mengumpulkan harta harus dipandang menurut dua kategori sederhana yang telah lama ada, yaitu

dikotomi antara kaya dan miskin, serta antara pemilik kekayaan dengan mereka yang bekerja.

Negara dan Pasar

Bagaimana hubungan pasar dengan negara? Hobbes, pada abad ke-16, berbicara soal state of

nature (kondisi alamiah) dan menganjurkan perlunya “leviathan” sebagai pengatur dalam

kehidupan masyarakat, dan wujudnya adalah negara. Negara menurutnya harus memainkan penting

dalam kehidupan masyarakat untuk mengatasi kondisi “bellum omnium contra omnes” (von

Schmid, 1984). Tetapi ketika munculnya Adam Smith, bapak ekonomi modern, dengan karya

monumentalnya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations pada akhir abad

ke-18 justru menganjurkan hal yang sebaliknya. Artinya, peran negara dibatasi dan pasarlah yang

harus memainkan peran penting dan mendapat kebebasan yang luas dalam kehidupan ekonomi.

Dalam sistem ekonomi pasar atau neo-liberal, negara dilarang ikut campur dalam transaksi

ekonomi, karena akan menganggu stabilitas pasar dan mengurangi kesejahteraan masyarakat.

Sistem ekonomi ini dipengaruhi oleh semangat mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin

dengan sumber daya yang terbatas. Mekanisme pasar dengan kekuatan invisible hand-nya akan

mengatur sendiri bagaimana jalannya keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar terjadi.

Salah satu ekonom Indonesia yang setuju ekonomi pasar, Chatib Basri, ekonom dari Universitas

Indonesia, yang mengatakan dirinya lebih cenderung memilih model ekonomi yang di dalamnya

peran pemerintah relatif terbatas. Alasan utamanya adalah sistem itu justru bisa memberikan banyak

manfaat kepada orang banyak.12

Pasar, melalui mekanismenya sendiri, diasumsikan akan hidup dan berkembang dengan

baik. Dengan kekuatan the invisible hand yang ada di dalamnya, pasar akan mengatur persaingan-

persaingan dalam kehidupan ekonomi (Caporaso dan Levine, 1997). Dalam hubungan ini, negara

lebih berhendak untuk mengatur, sementara pasar lebih suka untuk tidak diatur, dan keduanya

memiliki kepentingan yang berbeda.

12 Chatib Basri, Ekonomi Pasar, dalam Membela Kebebasan; Percakapan tentang Demokrasi Liberal, Freedom Institute, Pustaka Alvabet, 2006,halaman 69

144

Page 11: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Kendati Smith merupakan pendukung faham laissez-faire, tetapi dia masih menyisakan

peran negara setidaknya dalam empat hal penting, yakni: pertama, menjamin kebebasan masyarakat

untuk menghadang serangan atau agresi dari luar kendati harus membutuhkan cost ekonomi yang

besar; kedua, melindungi warga masyarakat dari ketidakadilan serta penindasan dari warga

masyarakat lainnya; ketiga, menjamin kesejahteraan serta menjaga tetap tersedianya lapangan

pekerjaan berikut adanya pranata-pranata yang bermanfaat bagi masyarakat serta negara

bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur; dan keempat, menciptakan hukum-hukum

ekonomi, terutama pada situasi-situasi tertentu, untuk menghindari terjadinya monopoli dan praktik-

parktik yang eksploitatif. Kata Ebenstein, apa pun bentuk pemerintahan sebuah negara – demokratis

atau totaliter, monarki atau republik, komunis atau fasis, kapitalis atau kolektif – masyarakat

membutuhkan pelayanan dari badan-badan pemerintah.

Kesadaran akan peran negara bagi kepentingan pelayanan publik berikut hadirnya gagasan

negara kesejahteraan (welfare state) sekaligus merupakan kritik terhadap faham liberalisme klasik

yang sangat laissez-faire. Hal ini muncul terutama di Eropa dan Amerika Serikat pada abad ke-18

dan awal abad ke-19 yang di dalamnya turut digerakkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, dan

psikologi. Inilah yang kemudian mendorong munculnya gagasan welfare state (Ebenstein, 1960).

Namun, gagasan ekonomi neoliberalisme ini (Adamisme) kemudian mendapat kritik tajam dari

John Maynard Keynes. Menurut Keynes, dalam sistem ekonomi yang tidak stabil (baca: krisis),

sifat spekulasi mendominasi aksi para kapitalis. Pasar dipenuhi oleh spekulasi dan ketidakpastian.

Karena itu, peran negara harus ada untuk menstabilkan ketidakpastian pasar. Gagasan Keynes ini

didukung oleh Hyman Minsky dalam Stabilizing an Unstable Economy, yang mengatakan

instabilitas bersifat alamiah pada sebuah sistem perekonomian.13

Perdebatan tentang batas-batas peran antara negara dan pasar sesungguhnya masih terus

berlangsung hingga saat ini. Ada kalanya para ahli ekonomi politik mengedepankan peran dan

kebebasan pasar, tetapi pada saat yang lain berusaha mendorong peran dan intervensi negara.

Francis Fukuyama (1992), pada awal 1990-an berbicara soal keunggulan kapitalisme dan demokrasi

liberal. Menurutnya, pasca-keruntuhan komunisme di Uni Sovyet dan negara-negara Eropa Timur,

kapitalisme (dan juga demokrasi liberal) praktis tampil sebagai ideologi dan “pemain” tunggal yang

tanpa saingan. Baginya, liberalisme dan kapitalisme telah memenangkan pertarungan ideologi,

sehingga tibalah apa yang disebutnya akhir sejarah (the end of history).

Fukuyama sesungguhnya juga hendak menegaskan tentang pentingnya kebebasan dan peran

pasar. Tetapi beberapa tahun kemudian –pasca-krisis ekonomi yang melanda sejumlah negara di

kawasan Asia dan pasca-tragedi 11 September 2001 dan peledakan Pentagon di Amerika Serikat–

13 Herry Suhardiyanto, pada kata pengantar buku Didin S. Damanhuri, Negara, Civil Society, dan Pasar dalam Kemelut Globalisasi, Lembaga Penerbit FE Univeritas Indonesia, 2009, halaman ix

145

Page 12: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Fukuyama pun justru berbicara tentang pentingnya peran negara. Menurutnya, hampir sepanjang

abad ke-20 peran negara melemah, dan karena itu harus segera dibangkitkan kembali untuk turut

mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Salah satu peran dan fungsi negara

yang dikemukakan Fukuyama (2005) adalah menangani kegagalan pasar. 14

Pembahasan dan Analisis

Sebagaimana ditegaskan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33 bahwa sistem ekonomi

Indonesia dalah sistem ekonomi kekayatan, ayat 1 dan 4 menyebutkan bahwa “Perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” dan “Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Pasal ini mengisaratkan bahwa

perekonomian nasional yang harus dibangun dan diwujudkan adalah ekonomi kerakyatan.

Konsekwensi dari amanah konstitusi ini adalah pembangunan ekonomi nasional harus lebih

berpihak pada ekonomi rakyat.

Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah

sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi.

Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan

segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara

dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34,

peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1)

mengembangkan koperasi (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan

segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4)

memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5)

memelihara fakir miskin dan anak terlantar.

Pasar modern (modern market) semakin menjadi fenomena penting dengan peran yang terus

mengedepan dalam kehidupan ekonomi di berbagai negara di dunia, terutama negara-negara yang

menganut sistem ekonomi kapitalisme seperti Indonesia. Ia (pasar modern) hadir sebagai kekuatan

ekonomi dengan ditopang oleh kekuatan modal besar dan banyak pula di antaranya yang beroperasi

14 Abdul Aziz, SR, op. cit

146

Page 13: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 lintas negara atau tampil sebagai multi-national corporation. Di Indonesia, pasar modern ada yang

milik asing, sehingga menjadi wujud penanaman modal asing.

Dalam praktik kehidupan ekonomi-bisnis, pasar modern itu antara lain mewujud

minimarket, supermarket, dan hypermarket. Bentuk usaha ini sering pula disebut toko modern atau

ritel modern. Dalam pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket memiliki

fasilitas lengkap dan bagus, suasana yang nyaman dan bersih, barang serba ada dengan kualitas baik

dan harga pasti, dan dalam banyak hal menjanjikan sesuatu yang menarik kepada masyarakat

konsumen. Sekaligus pula ia, terutama hypermarket, menjadi tempat rekreasi dan arena pertunjukan

berbagai kreasi seni.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan

Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang merupakan mengejawantahan dari

Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, ada beberapa jenis pasar modern yang ada di Indonesia saat ini yaitu minimarket,

supermarket, hypermarket, departement store dan perkulakan. Meskipun sudah ada aturan yang

mengikat, namun perkembangan dan pertumbuhan pasar modern atau ritel modern tak bisa dielakan

dan dikendalikan. Semangat membina dan melindungi pasar-pasar tradisional akibat semakin

menjamurnya pasar atau ritel modern tidak terjadi. Justru yang terjadi adalah pertumbuhan pasar

dan ritel modern bagaikan cendawan di musim hujan.

Secara nasional, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Gerai ritel di Indonesia terus

mengalami pertumbuhan yang cukup impresif. Baik ritel walayan maupun ritel non swalayan

tumbuh mencapai lebih dari 765 ribu gerai. Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri

Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, Pertumbuhan gerai tersebut di dominasi oleh ritel

tradisional sebanyak 750 ribu gerai atau tumbuh sebesar 42% dan ritel modern dalam format mini

market dengan pertumbuhan sebanyak 16 ribu gerai atau tumbuh sebesar 400%. Prospek

perkembangan usaha ritel dan pusat belanja ini dinilai semakin membaik jika dilihat dari

pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai rata-rata 6% per tahun dengan konsumsi domestik

mencapai 54,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Besarnya konsumsi domestik ini didorong

oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dengan struktur penduduk

berusia di bawah 39 tahun yang mencapai 60% serta penduduk kelas menengah yang mencapai 45

juta jiwa pada 2014.15Perkembangan ritel ini juga diikuti dengan omzet yang sangat besar setiap

tahunnya yakni dari sekitar Rp.135 triliun pada tahun 2012, meningkat menjadi sekitar Rp.148

triliun pada tahun 2013, dan diperkirakan omzet ritel pada tahun 2014 dapat mencapai Rp.162,8

triliun.16

15 http://bisnis.liputan6.com/read/814452/765-ribu-gerai-ritel-menjamur-di-indonesia, diunduh 3 Mei 2015 16 bisnis.com,2014

147

Page 14: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Potensi pasar ritel Indonesia untuk jangka menengah panjang masih besar meskipun

pertumbuhan omzet ritel nasional 2014 diperkirakan hanya naik tipis seiring melambatnya

pertumbuhan ekonomi. Omzet ritel modern nasional pada 2014 diperkirakan tumbuh 10%.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan nilai penjualan ritel modern

2014 mencapai Rp162,8 triliun. Permintaan produk Fast Moving custumer good (FMCG),

terutama makanan dan minuman masih menjadi contributor utama, yakni mencapai 60%17.

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kota Surabaya

Proses pembangunan Kota Surabaya bergerak dan berkembang begitu cepat dan pesat.

Sesuai dengan visi dan misi yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Daerah

(RPJMD 2010-2015), Surabaya akan dijadian sebagai kota jasa dan perdagangan. Konsekwensi dari

garis kebijakan ini, Pemerintah Kota akan lebih mendepankan pambangunan ekonomi yang

berorientasi pada pertumbuhan semata.18 Para investor, baik dalam negeri maupun asing, diberi

kebebasan untuk membuka dan mengembangkan jaringan bisnisnya di Surabaya. Dan salah satu

kebijakan untuk menaikkan angka pertumbuhan, Pemkot memberi kemudahan dan bahkan

cederung mengobral surat ijin pembangunan atau pendirian pusat-pusat perbelanjaan mewah, Toko-

toko modern atau ritel-ritel modern. Akibat obral surat ijin tersebut, wajah kota dibanjiri pusat-pusat

perbelanjaan mewah, baik di pusat-pusat kota maupun di perkampungan warga.

Menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan mewah dan ritel-ritel modern di perkampungan

tersebut, terutama yang dibangun pihak swasta mengundang keresahan dan kekhawatiran para

pedagang tradisional. Saat ini jumlah pasar dan ritel modern di Kota Surabaya jauh lebih banyak

dibanding pasar tradisional. Setidaknya 65 persen sarana perbelanjaan di Surabaya didominasi pasar

modern, baik berupa factory outlet, supermarket, minimarket, department store, maupun mal.19

Bisa dibayangkan, bagaimana mungkin seorang pedagang kecil dengan modal pas-pasan, dapat

bersaing dengan pengusaha besar yang sudah memiliki asset lebih, baik dari segi modal, teknologi,

sumber daya manusia maupun jaringan bisnis luas?. Bahkan saat ini, ritel-ritel modern seperti

Alfamart, Indomart, Alfamidi sudah menjamur dan mengepung toko-toko tradisional di

perkampungan. Pelan tapi pasti, toko-toko “prancangan” warga kampung akan tersingkir dan

semakin tergerus.

17 MajalahIndustry Update, Volume 16, September 2014 18 Vic George dan Paul Wilding (1992) mengatakan kebijakan yang berorientasi pertumbuhan dan hanya mengutamakan kesamaan berkompetisi –yang secara konsepsioal berlawanan dengan pembangunan berdimensi kerakyatan- semakin kehilangan daya tariknya karena terbukti kebijakan yang egaliter ternyata tidak menghasilkan hasil yang egaliter, yang terjadi justru ketimpangan dan ketidakdilan sosial-ekonomi. Orientasi pertumbuhan yang diadopsi dari sistem kapitalisme ini hanya menguntungkan pemilik modal besar, dan sebaliknya merugikan para pengusaha/pedagang kecil. Terkait dengan ini bisa dilihat pada Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Di Jawa Timur, dalam Jatim 5 Tahun ke Depan; tantangan dan Solusinya, Dewan Pakar Propinsi Jatim 2008. 19 Radar Surabaya, 13 Januari 2010.

148

Page 15: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Pertumbuhan pasar memang melesat. Dengan didukung permodalan dari sindikasi

perbankan, jaringan distribusi, kualitas produk terjamin, dan manajemen tangguh, pasar modern

menjadi belantara bagi pasar tradisional. Wajar bila pasar tradisional menemui kematiannya ketika

dihadapkan dengan pasar modern. Pasar Turi merupakan salah satu contoh kemeranaan pasar

tradisional di Surabaya. Pasar yang dulu didesain sebagai pusat perbelanjaan terlengkap dan

terbesar di Indonesia Timur, kini berangsur-angsur ditinggalkan.

Mulai berkurangnya pembeli di pasar yang menjadi ikon Surabaya ini bukan karena

pengelolanya tidak cakap mengurus pasar. Meski manajemennya dipisahkan dari PD Pasar Surya,

namun pedagang mengalami kelesuan omzet ketika pemerintah setempat enggan menghentikan

ekspansi pasar modern. Bayang-bayang menuju kematian sulit dihalau ketika pemerintah

mengizinkan pendirian Pusat Grosir Surabaya (PGS) yang letaknya tidak sampai 100 meter dari

Pasar Turi.

Sebelumnya perdagangan ritel Pasar Turi disaingi pedagang besar di Pertokoan Sinar Galaxi

yang ada di depannya. Persaingan makin berat ketika pemerintah membolehkan Ramayana

memperluas usahanya di lahan belakang Pasar Turi. Di sebelah selatan, berdiri pula pertokoan ritel

kelas besar.Para pelaku usaha ritel yang ‘mengepung’ Pasar Turi tidak salah mengembangkan

usahanya. Demikian pula pengelola Royal Plaza tidak patut disalahkan bila ekspansi usahanya bisa

mematikan pedagang di pasar Wonokromo yang juga harus bersaing dengan pedagang di Darmo

Trade Centre yang berada di lantai atas Pasar Wonokromo

Sebut saja misalnya, di Jakarta, PD Pasar Jaya menyebutkan pertumbuhan pasar tradisional

empat kali lipat pasar modern (21,76 persen) pada tahun 1985. Sepuluh tahun kemudian,

pertumbuhan pasar modern menjadi 62,25 persen, sedangkan pasar tradisional 37,75 persen. Di

Surabaya, berdasarkan laporan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dari 81 unit

pasar yang dimiliki Pemkot Surabaya, hanya sepertiga yang mampu bertahan menghadapi ekspansi

pasar modern. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 T ahun 2007, ada beberapa jenis

pasar modern yang ada di Indonesia saat ini yaitu minimarket, supermarket, hypermarket,

departement store dan perkulakan.

Pertumbuhan fenomenal ritel modern, salah satunya diakibatkan gencarnya penetrasi ritel

asing ke Indonesia. Data BisInfocus 2008 menyebutkan, jika pada 1970-1990 pemegang merek ritel

asing yang masuk ke Indonesia hanya lima, dengan jumlah 275 gerai, tahun 2004 sudah 14 merek

ritel asing yang masuk, dengan 500 gerai. Tahun 2008, merek ritel asing yang masuk sudah 18,

dengan 532 gerai. Tahun 2015, merek ritel asing yang akan melebarkan sayapnya ke Indonesia

masih juga bertambah. Yang terbaru, raksasa ritel asal Korea Selatan, Lotte Mart, akan menjajal

peruntungan mereka di bisnis dagangan ritel Indonesia. Lotte yang pada 2008 lalu mengakuisisi PT

Makro Indonesia (pusat perkulakan Makro) dalam waktu dekat akan membuka 2 gerai baru di

149

Page 16: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Jakarta. Hingga 2013, Lotte akan membuka sedikitnya 26 gerai di mana 19 di antaranya adalah

dengan rebranding (mengganti nama) Makro.

Sistem Ekonomi Pasar

Secara teroritis, menjamurunya pasar modern yang berkembang pesat di berbagaidaerah di

Indonesia, termasuk di Surabaya, tak lepas dari sistem ekonomi yang dianut Indonesia, yakni sistem

ekonomi liberal-kapitalisme.20 Sistem ekonomi pasar sangat begitu dominan memainkan peran

politik-ekonomnya ke seluruh jagad dunia. Banyak ahli ekonomi berpendapat bahwa negara seperti

Ingris dan Amerika Serikat menjadi pemimpin dunia karena komitmen mereka terhadap kebijakan

pasar bebas.21 Kebijakan tersebut lebih mendorong pertumbuhan pasar dari pada mendorong arus

finansial dan perdagangan yang diatur negara. Strategi ini meminimalkan jangkauan regulasi

pemerintah sembari mendukung kepemilikan swasta terhadap sumber daya, usaha, dan bahkan

gagasan.

Dalam konkteks globalisasi ekonomi, Indonesia sebagai bagian kecil dari sistem ekonomi

dunia, tak bisa lari dari kenyataan. Dalam sistem ekonomi pasar, peran-peran negara akan semakin

minimalis, yang berlaku adalah kekuatan pasar. Intervensi negara ke pasar dalam perspektif teori

ekonomi liberal/neo-liberal dinilai akan menghambat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi negara.

Para penganut faham ekonomi neo-liberal percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai sebagai

hasil normal dari “kompetisi bebas”. Kompetisi yang agresif adalah akibat dari kepercayaan bahwa

“pasar bebas” adalah cara yang efisien dan tepat untuk mengalokasikan sumber daya alam rakyat

yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia.22

Dan pelbagai pernjanjian internasional yang diberlakukan dalam kegiatan ekonomi dunia

merupakan salah satu wujud dari sistem ekonomi pasar. Dan ketika negara lepas kontrol terhadap

struktur yang mulai disintegrasi, Indonesia mulai dipaksa menerima investasi asing demi

pertumbuhan. Dan menjamurnya investor asing yang mendirikan pasar-pasar modern di berbagai

kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Surabaya, menunjukkan kuatnya cengkeraman sistem

ekonomi kapitalisme di Indonesia. Sistem yang hanya menguntungkan segelintir elit, sebalilknya

memberangus usaha ekonomi rakyat lemah.

Kondisi tersebut yang disebut Walden Bello sebagai krisis model pembangunan di Asia

Tenggara. Pembangunan di negara-negara tersebut selain berhasil meningkatkan pertumbuhan luar

biasa, di dalamnya juga tertanam bibit-bibit yang akan tumbuh menghancurkan sistem dan model

20 Sistem ini tentu saja bertentangan dengan sistem ekonomi yang yang dianut Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945pasal 33 yang secara eksplisit menyebutkan bahwa sistem ekonomi kita berdasarkan asas kekeluargaan. Sistem ini yang disebut oleh Ekonom UGM, Mubyarto sebagai “Sistem Ekonomi Pancasila” 21 Rezim kebijakan ini kemudian dikenal sebagai “liberalism”. Dalam bentuk modernnya disebut “neoliberalisme”. Istilah “neo-liberalisme” merujuk pada doktrin-doktrin pasar bebas yang dikaitkan dengan para ekonom “liberal” klasik abad 18 dan 19 (Adam Smith dan David RIchardo). Lihat uraian Ha-Joon Chang dan Ilene Grabel, Membongkar Mitos Neolib, INSIST Press 2008,halaman 11. 22 Mansour Faqih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, halaman 216

150

Page 17: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 itu sendiri.23Model pembangunan ekonomi kapitalistik diberlakukan negara-negara berkembang,

termasuk Indonesia, hanya menguntungkan segelintir orang saja (baca: pemodal besar), sementara

pada saat yang sama menghancurkan usaha ekonomi tradisional.

Pembunuhan Hak Sosial-Ekonomi

Banyak orang beranggapan bahwa konsep atau teori pembangunan dengan berbagai varian-

variannya seperti teori ekonomi kapitalisme klasik David Richardo dan Adam Smith, modernisasi,

pertumbuhan, motivasi, struktural-fungsionalimse sampai pada teori pembangunan ekonomi

modern dan berbagai teori sepadanannya adalah resep yang cukup menjanjikan bagi proses

perubahan sosial dan perbaikan kondisi masyarakat.

Tapi kenyataannya yang terjadi adalah proses dehumanisasi yang membunuh kemanusiaan

yang begitu parah. Masyarakat jadi korban-korban keganasan idiologi pembangunan ini. Hak-hak

sosial-ekonomi, budaya masyarakat tercerabut dari akarnya. Konsepsi di atas persis seperti apa yang

terjadi dalam proses pembangunan di Kota Surabaya ini. Berbagai proyek pembangunan berskala

besar dan mewah bermuculan bagaikan cendawan di musin hujan.

Salah satu proyek pembangunan yang sedang digalakan Pemerintah Kota Pemkot Surabaya

adalah proyek modernisasi pasar. Janji Pemkot Surabaya yang akan menjadikan proyek modernisasi

pasar tradisional akan menguntungkan para pedang tradisional hanyalah isapan jempol. Justru

sebaliknya, proyek modernisasi pasar memarginalkan para dan bahkan mematikan usaha pada

pedagang pasar tradisional. Kondisi ini diperparah lagi dengan proyek mallisasi dan ritelisasi yang

merambah kampung-kampung warga. Dampak negatifnya sangat dirasakan para pedagang kecil.

Kehidupan sosio-ekonomi, terutama usaha ekonominya sangat begitu terancam dengan

kehadiran pasar-pasar mewah yang dikendalikan para kaum pemodal (baca: kapitalis). Dalam

kondisi semacam ini, para pedagang tradisional sulit untuk bersaing dengan para pedagang kelas

kakap. Bahkan dalam pandangan kaum kapitalis pasar, para pedagang tradisonal dianggap sebagai

kelompok yang menggangu ketertiban dan kenyamanan, karena itu harus dilenyapkan. Dan inilah

memang salah satu karakter kaum kapitalis.

Dalam konsep pasar modern, yang berlaku adalah hukum besi ekonomi yang sangat

berkarakter kapitalistik. Siapa yang beruang atau memiliki kapital banyak, merekalah yang akan

menguasai pasar ekonomi. Ekonomi kapitalisme tidak toleran dan bahkan tidak memiliki idiologi

kemanusiaan. Kapitalisme akan membunuh siapa saja yang menghalangi pencapaian profit yang

sebesar-besarnya dengan menggunakan cara ”machavellian” atau menghalalkan segala cara.

Dan cara-cara machavellian inilah yang selama ini masih dipakai pembuat kebijakan di

Pemerintahan Kota untuk ”melegalkan” lahirnya pasar-pasar modern di Surabaya ini. Pihak Pemkot

23 Mansour Faqih, ibid. halaman 88

151

Page 18: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 dan bahkan Pemprop Jatim sangat begitu mudah ”mengobral” ijin-ijin pembangunan pasar-pasar

modern oleh pihak swasta. Para kapitalis sangat begitu leluasa membangun pasar-pasar mewah

tanpa adanya teguran, apalagi hukuman. Bahkan realitas yang terjadi adalah persengkokolan antara

pihak penguasa dan pengusaha untuk mengegolkan ambisi kapitalismenya dengan membangun

pasar-pasar modern baru sampai tingkat RT/RW. Persengkongkolan inilah yang kemudian

melahirkan korban-korban pembangunan kapitalistik, yakni para pedagang tradisional, seperti

prancangan di kampung-kampung warga. Praktik ini yang disebut sebagai praktik pembunuhan hak-

hak sosial-ekonomi warga yang berlangsung secara sistematis dan massif melalui praktik legalisasi

“yang tertutup” terhadap keberadaan pasar modern.

Contoh yang paling terasa di Kelurahan Ketintang tempat penulis tinggal, pasca di

bangunnya ritel baru; Indormart, Alfamart, dan Alfamidi, salah seorang pedagang prancangan di

sekitar Ketintang mengeluhkan pendapatannya menurun hingga 90 persen setelah dibukanya ketiga

ritel tersebut. “kalau dulu rata-rata saya mendapat Rp 500.000 per hari. sekarang makin menurun,

paling-paling sehari dapat Rp 50.000,’tuturnya”. Hal serupa dialami mayoritas pedagang kecil

lainnya yang “kampungnya” di serbu ritel-ritel baru. Para pembeli lebih memilih berbelanja ke

pasar modern, karena lebih mudah dan nyaman serta mungkin lebih bergengsi.

Kekeluhan para pedagang kecil tersebut bisa saja merupakan representasi dari sebagian

besar pedagang tradisional yang menjadi korban proyek menjamurnya pasar modern di kampung-

kampung di Kota Surabaya, baik yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya sendiri maupun yang

dibangun oleh pidak swasta. Bahkan Pemkot sendiri ”mengobral” surat-surat ijin baru kepada pihak

swasta untuk membangun pusat perbelanjaan mewah baru. Dan korban-korban lainnya akan segera

menyusul, mengingat proyek “ritelisasi” dan swastanisasi pasar di Surabaya saat ini masih akan

terus berjalan dan tak terkendali.

Pelan tapi pasti, keberadaan pasar tradisional semakin ditinggalkan para konsumennya.

Selain karena faktor eksternal (baca: menjamurnya pasar modern), faktor internal juga

mempengaruhi para konsumen meninggalkan pasa tradisional. Salah satnya adalah masalah sarana

dan prasana pasar tradisional yang dianggap kumuh, tidak nyaman dan tidak aman. Besarnya minat

konsumen di perkotaan untuk berbelanja di supermarket daripada pasar tradisional merupakan

tantangan besar bagi pasar tradisional. Pasar tradisional harus mulai melakukan inovasi dan

revolusi, terutama dalam memenuhi keinginan konsumen dalam berbelanja.

Berdasar survei lembaga riset Retailer and Business Development "AC Nielsen" terhadap

15.000 responden di Asia Pasifik 2003 mengenai tren orang berbelanja, kebanyakan konsumen

menghabiskan uangnya (berbelanja) di supermarket (39 persen). Untuk Indonesia, di antara 1.019

responden di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sebanyak 33 persen berbelanja di supermarket.

Sementara itu, 30 persen responden berbelanja di toko barang-barang konsumen yang masih

152

Page 19: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 dilayani pemilik atau pekerjanya. Sementara itu, pusat perbelanjaan modern telah berkembang pesat

lebih dari 31,4 persen dalam kurun dua tahun saat dilakukan survei. Hal itu disebabkan kebutuhan

konsumen yang semakin beragam serta masalah kenyamanan, kualitas, dan harga yang murah

daripada supermarket maupun minimarket.

Selain itu, tantangan krusial bagi pengembangan pasar tradisional adalah sempitnya ruang

bersaing pedagang pasar tradisional yang kini mulai sangat terbatas. Selama ini, pasar tradisional

dianggap memiliki comparative advantages dalam memberikan harga relatif lebih rendah untuk

banyak komoditas. Namun saat ini, menjamurnya pengecer (ritel) modern yang memiliki skala

ekonomis cukup luas dan akses langsung terhadap produsen dapat menurunkan harga pokok

penjualan. Mereka pun mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya, para pedagang

pasar tradisional umumnya mempunyai skala kecil dan menghadapi rantai pemasaran yang cukup

panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Keunggulan biaya rendah pedagang tradisional

kini mulai terkikis.

Peran Pemerintah

Faham dan praktik ekonomi pasar melalui liberalisasi perdagangan, dalam pandangan kritis

dinilai tidak akan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi negara, terutama

negara-negara sedang berkembang atau miskin. Ekonomi pasar yang memberikan peran yang

terbatas pada negara, akan menjemuruskan ekonomi negara pada keterpurukan. Krisis ekonomi dan

moneter yang terjadi di berbagai negara, terutama negara-negara berkembang yang berdampak pada

kehidupan masyarakat, merupakan salah satu akibat dari lepasnya kontrol peran negara atas

ekonomi domestik suatu negara. Ekonomi domestik negara sudah dikendalikan oleh kekuatan

pasar. Dan kita semua tahu bahwa kekuatan pasar itu bukan sesuatu yang netral, berjalan alamiah,

akan tetapi dikendalikan oleh negara-negara industry maju. Dengan kata lain, negara-negara

industry maju memiliki mission terselurung dalam mengendalikan sistem ekonomi negara-negara di

dunia.24

Di tengah persaingan usaha yang tidak sehat, antara pasar modern dengan pasar tradisional,

pemikiran Peter Evans saya pikir perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai solusi

menyelamatkan nasib pedagang dan pasar tradisional yang semakin tergerus. Evans mengatakan,

perlu ada intervensi terhadap pasar yang sudah begitu “liar” dikuasai para pemodal besar. Pemda

tidak mesti mengikuti selera ekonomi pasar yang kapitalistik tersebut secara keseluruhan.

24 Umar Sholahudin, ACFTA dan Revitalisasi Peran Negara di Era Pasar Bebas, Jurnal Transisi Volume ke-4 No. 1 Tahun 2010 di terbitkan oleh Intrans Institute, Malang

153

Page 20: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Pemerintah harus memproteksi kepentingan ekonomi kerakyatakan, terutama para pedagang

tradiisonal yang memiliki modal usaha pas-pasan.25

Dalam pandangan para ekonom pro pasar, ekonomi pasar atau liberalisasi ekonomi -yang

salah satunya diwujudkan dalam bentuk pembangunan pasar modern, mallisasi, dan ritelisasi di

suatu negara- dianggap sebagai jalan keluar bagi kemacetan pertumbuhan ekonomi bagi dunia ini,

sejak awal oleh mereka dari kalangan ilmu sosial kritis dan yang memikirkan perlunya tata dunia

ekonomi yang adil serta bagi kalangan yang melakukan pemihakan terhadap yang lemah, telah

dicurigai sebagai bungkus baru dari imperalisme dan kolonialsime.26

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melahirkan lebih banyak lagi kebijakan

pembangunan ekonomi yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat pasar tradisional sebagai

bentuk tanggung jawab pemerintah kota kepada publik, yakni dengan membuat regulasi yang tegas

untuk melindungi pasar tradisional, dukungan perbaikan infrastruktur serta penguatan manajemen

dan modal pedagang di pasar tradisional. Sedangkan untuk pasar modern perlu dilakukan

pengkajian ulang mengenai target konsumen dan komponen barang yang dijual, termasuk mengenai

harga.27

Secara yuridis, upaya untuk menyelamatkan nasib pasar tradisional dari serangan dahsyat

pasar modern sudah ada. Sebut saja misalnya pemerintah pusat telah menerbitkan Peraturan

Presiden (Perpres) No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern. Sebagai indaklanjut, Pemerintah Kota bersama DPRD Surabaya

juga telah memiliki pengaturan masalah toko swalayan melalui Peraturan Daerah (Perda) kota

Surabaya No. 8 tahun 2011 tentang Toko Swalayan, dan lebih khusus lagi yang baru adalah Perda

No. 8 tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan. Namun demikian, Semua regulasi yang ada

tidak mampu “membendung” muculnya ritel-ritel atau toko modern baru di sudut-sudut kota.

Munculnya berbagai regulasi yang dimaksudkan untuk menyelamatkan nasib pedagang tradisional

dan membatasi munculnya toko atau ritel modern yang baru, namun pada kenyataannya, regulasi

tersebut justru banyak dimainkan oleh “oknum-oknum” baik pengusaha maupun kalangan birokrasi

Pemerintah kota. Banyak pelanggaran yang dilakukan para pengusaha toko atau ritel modern terkait

dengan pendirian usaha baru, namun tidak ada tindakan sama sekali, kaluoun ada tindakan, itupun

hanya sekedarnya.

Karena itu, secara regulasi, pemerinta kota telah memiliki seperangkat aturan yang sudah

cukup memadai, mulai dari pusat sampai daera (UU-Perda), namun yang paling lemah adalah pada

tahap implementasi dan pengawasan yang lemah. Karena itu, yang perlu dilakukan adalah

25 Peter Evans, Embedded Autonomy; State and Industrial Transformation, Princeton University Press, 1995, halaman 21 26 Mansour Faqih, Ibid, halaman 211 27 http://alisjahbana.com/2009/10/pasar-tradisional-dan-pasar-modern-yang-sinergi

154

Page 21: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 penegakan hukum yang konsisten. Jangan sampai Perda yang telah disahkan nanti menjadi “macan

ompong”, tak mampu menjerat para kapitalist ritel. Selain itu, kalau bisa tak sekedar membatasi,

tapi melarangnya. Mengingat pasar-pasar modern yang ada saat ini sudah terlalu banyak. Dan

dampaknya sudah sangat terasa dan terlihat. Dengan regulasi yang jelas dan tegas, setidaknya dapat

melindungi dan menyelamatkan pedagang tradisonal dari keterpurukan ekonomi akibat serangan

pegadang kelas kakap yang sangat kapitalistik.28

Secara konstitusional, negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang besar untuk

melindungi kedaulatan dan kepetingan nasional. Cita-cita kemerdekaan yang termaktub dalam

Pembukaan UUD 1945, yaitu : “….Melindungi segenap bangsa Indonesia dan sluruh tumpah

darah Indonesia dan mamajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”

harus menjadi pondasi dasar dan nafas kolektif bagi pemerintah dalam menajalankan program

pembangunan ekonomi nasional. Menurut pakar ekonomi kerakyatan, Sri Edi Swasono, cita-cita

kemerdekaan yang merupakan tuntutan kostitusonal tersebut jangan sampai tergadaikan dan

menjadi komoditas di era pasar bebas yang sangat kapitalistik dan berdasar liberalism (paham

perfect individual liberty).29

Kesimpulan

Selama ini kita dijejali oleh idiologi-idiologi pembangunan positivistik yang cenderung

berwatak rekayasa. Posisi masyarakat tidak mendapat tempat dalam konteks idiologi ini. Mereka

dianggap sebagai objek pembangunan yang harus “patuh”. Kita butuh subjektivitas masyarakat

dalam melahirkan satu idiologi alternatif yang partisipatif. Dengan kata lain kita sudah waktunya

mendekonstruksi teori atau idiologi pembangunan dan varian-variannya, dan memunculkan

konstruksi idiologi atau teori alternatif yang lebih empowerment.

Karena itu, sudah saatnya pihak Pemkot mengkaji ulang kebijakan dan program swastanisasi

diberbagai sektor ekonomi, terutama swastanisasi dan modernisasi pasar. Dan lebih dari itu yang

lebih mendasar dan strategis adalah bagaimana merubah paradigma pembangunan kota yang

kapitalistik ini menjadi pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang

bersifat humanis.

Paradigma pembangunan kapitalistime sudah nyata-nyata tidak mampu memberikan solusi

perbaikan bagi kehidupan masyarakat, tetutama bagi sektor ekonomi usaha kecil atau lemah. Sudah

waktunya kita dan terutama para pembuat kebijakan pembangunan mendekonstruksi teori atau

idiologi pembangunan dan varian-variannya, dan memunculkan konstruksi idiologi pembangunan

alternatif yang lebih empowerment dan berpihak pada kepentingan masyarakat.

28 Umar Sholahudin, Ritelisasi dan Nasib Pedagang Tradisional, Opini Radar Surabaya, 28 Mei 2010 29 Sri Edi Swasono, kata sambutan dalam buku Didin S. Dmanhuri; Negara, Civil Society, Pasar dalam Kemelut Globalisasi, FE-UI Press, 2009, halamanv

155

Page 22: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

156

Page 23: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Daftar Pustaka Aziz, Abdul, SR., Pasar Modern dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, makalah singkat untuk

bahan diskusi disampaikan pada Pelatihan Ekonomi Lokal bagi pegawai di lingkungan pemerintahan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur. Diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur. Malang: 27 April – 1 Mei 2009, tidak dipublikasikan.

Basri, Chatib, 2006, Ekonomi Pasar, dalam Membela Kebebasan; Percakapan tentang Demokrasi Liberal, Freedom Institute, Pustaka Alvabet, Jakarta

Chang, Ha-Joon dan Ilene Grabel, 2008, Membongkar Mitos Neolib, INSIST Press, Yogyakarta

Damanhuri, Didin S., 2009,Negara, Civil Society, dan Pasar dalam Kemelut Globalisasi, Lembaga Penerbit FE-UI Jakarta.

Evans, Peter., 1995, Embedded Autonomy; State and Industrial Transformation, Princeton University Press, New Jersey, USA.

Fukuyama, Francis, 1992, The End of History and the Last Man, Avon Boos, New York

Faqih, Masour., 2001, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist Press Bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Basri, Chatib., 2006, Ekonomi PasardalamMembela Kebebasan; Percakapan tentang Demokrasi liberal, Fredeem Institute, Pustka Alvabet, Jakarta.

Sholahudin, Umar, ACFTA dan Revitalisasi Peran Negara di Era Pasar Bebas, Jurnal Transisi Volume ke-4 No. 1 Tahun 2010 di terbitkan oleh Intrans Institute, Malang

_______________, Ritelisasi dan Nasib Pedagang Tradisional, Opini Radar SBY, 28 Mei 2010

Suyanto, Bagong., 2008, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Di Jawa Timur, dalam Jatim 5 Tahun ke Depan; Tantangan dan Solusinya, Dewan Pakar Propinsi Jatim.

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

Surat Kabar dan media online: http://Appsi.com/opini http://alisjahbana.com/2009/10/pasar-tradisional-dan-pasar-modern-yang-sinergi

Rudi Hartono, FREE TRADE AGREEMENT (FTA);Perdagangan Bebas Yang Berganti Baju, dalamhttp://arahkiri2009.blogspot.com/2008/07/free-trade-agreement-ftaperdagangan.html)

Harian Kompas Jatim, 17 Maret 2005 Metropolis Jawa Pos, 14 Mei 2007

Radar Surabaya 13 Januari 2010 Harian Kompas, 15 Maret 2010

Umar Sholahudin, Ritelisasi dan Nasib Pedagang Tradisional, Opini Radar Surabaya, 28 Mei 2010 http://bisnis.liputan6.com/read/814452/765-ribu-gerai-ritel-menjamur-di-indonesia, diunduh 3 Mei

2015

bisnis.com, 2014

Majalah Industry Update, Volume 16, September 2014

157

Page 24: PASAR MODERN DAN HANCURNYA HAK SOSIAL · PDF fileIndonesia. Data Binfocus 2008 menyebutkan, ... Pasar-pasar besar tersebut “dibatasi” hanya berdiri di tengah-tengah kota. Dan hampir

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015 Peraturan Perundangan-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Peraturan Daerah (Perda) kota Surabaya No. 8 tahun 2011 tentang Toko Swalayan, Perda No. 8

tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan

158