paralisis bell

6
PARALISIS BELL (BELL’S PALSY) A. Definisi Paralisis Bell (Bell’s palsy) adalah kelemahan atau paralisis dari satu sisi otot-otot wajah yang muncul secara tiba-tiba dan disebabkan karena tidak berfungsinya nervus kranialis VII (nervus fasialis) yang menstimulasi otot-otot wajah. Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf perifer (N.VII) akibat proses non supuratif, non neoplastik serta non degeneratif pada bagian saraf fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut yang terjadi akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun demikian lebih sering pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya Bell’s palsy pada laki-laki sama dengan wanita. B. Gambaran klinis Gambaran klinis yang terlihat adalah kelumpuhan otot-otot wajah yang hampir selalu unilateral dan sering kali terjadi setelah bangun tidur pagi hari. Pada waktu istirahat, sisi wajah yang terkena akan tampak kerutan dahi menghilang, alis lebih rendah, celah mata lebih besar, lipatan nasolabial menghilang, lubang hidung asimetris. Pada saat bergerak penderita tidak dapat

Upload: novia-m-burhani

Post on 04-Jul-2015

271 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paralisis Bell

PARALISIS BELL

(BELL’S PALSY)

A. Definisi

Paralisis Bell (Bell’s palsy) adalah kelemahan atau paralisis dari satu sisi otot-otot wajah

yang muncul secara tiba-tiba dan disebabkan karena tidak berfungsinya nervus kranialis VII

(nervus fasialis) yang menstimulasi otot-otot wajah.

Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf perifer (N.VII) akibat proses non supuratif, non

neoplastik serta non degeneratif pada bagian saraf fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit

proksimal dari foramen tersebut yang terjadi akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun demikian lebih sering pada umur 20-50 tahun.

Peluang untuk terjadinya Bell’s palsy pada laki-laki sama dengan wanita.

B. Gambaran klinis

Gambaran klinis yang terlihat adalah kelumpuhan otot-otot wajah yang hampir selalu

unilateral dan sering kali terjadi setelah bangun tidur pagi hari. Pada waktu istirahat, sisi wajah

yang terkena akan tampak kerutan dahi menghilang, alis lebih rendah, celah mata lebih besar,

lipatan nasolabial menghilang, lubang hidung asimetris. Pada saat bergerak penderita tidak dapat

mengangkat alis, menutup mata, meringis, mengembungkan pipi dan bersiul, dan bila mencucu

maka ada deviasi ke arah yang sehat.

C. Etiologi

Penyebab dari paralisis bell tidak diketahui tetapi diduga terjadi pembengkakan pada

saraf wajah sebagai reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah.

D. Gejala

Gejala yang timbul tergantung lokasi letak lesi, yaitu:

a. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Page 2: Paralisis Bell

Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul antara pipi dan gusi, dan

sensasi dalam di wajah menghilang serta lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata

yang terkena tidak tertutup atau dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman

pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.

Hilangnya tanda pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius,

sekaligus menunjukkan lesi didaerah antara pons dan titik diantara korda timpani

bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinis seperti pada (a) dan (b) di tambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) disertai nyeri pada belakang dan di

dalam telinga, kasus seperti ini dapat terjadi pada paska herpes di membran timpani dan

konka.

e. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya

nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai dengan gejala dan tanda terlibatnya

nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusen, aksesorius

dan hipoglosus.

Sindrom air mata buaya (crosodile tears syndrome) merupakan gejala sisa bell’s palsy,

beberapa bulan setelah awitan dengan manifestasi klinik air mata bercucuran dari mata yang

terkena saat pasien makan.

E. Diagnosis

Page 3: Paralisis Bell

Diagnosis Bell’s palsy biasanya ditegakkan berdasarkan gejala yang muncul. Hal ini

dapat dibedakan dengan stroke karena biasanya stroke dapat menyebabkan kelemahan mendadak

hanya pada wajah bagian bawah daripada pada semua bagian wajah. Selain itu, stroke juga

menyebabkan kelemahan yang khas pada lengan dan kaki.

Para dokter dapat membedakan Bell’s palsy dari kelainan lain yang menyebabkan

paralisis nervus fasialis karena kelainan lain biasanya berkembang secara perlahan-lahan. Yang

termasuk pada kelainan ini antara lain tumor otak, tumor lain yang menekan nervus fasialis,

infeksi di rongga telinga tengah atau sinus mastoideus, dan fraktur basis cranii. Biasanya, dokter

dapat mengesampingkan kelainan-kelainan ini berdasarkan riwayat penyakit, hasil foto rontgen,

CT Scan atau MRI. Untuk tes darah tidak ada tes khusus untuk Bell’s palsy.

Untuk menilai kelumpuhan atau kondisi simetris-asimetris dari Bell’s palsy yaitu dengan

“UGO FISCH SCORE”.

Cara penilaian:

Kondisi simetris-asimetris antara sisi sakit dibandingkan dengan sisi sehat pada 5 posisi:

1. Kerutan dahi : 10 point

2. Bersiul : 10 point

3. Istirahat : 20 point

4. Tutup mata : 30 point

5. Tersenyum : 30 point

Kondisi tersebut dikalikan dengan penilaian dengan kondisi dibawah ini:

1. 0% = asimetris komplit, gerakan involunter tidak ada

2. 30% = simetris, lebih dekat ke asimetris komplit daripada normal

3. 70% = simetris cukup, sembuh parsial, lebih dekat ke normal

4. 100%= simetris normal atau komplit

Kemudian semua hasil dijumlahkan

(dalam keadaan normal, jumlah point = 100)

F. Terapi

1. Penerangan tentang Bell’s palsy

Page 4: Paralisis Bell

Kepada pasien berusia pertengahan sampai lanjut perlu diberikan pengertian apa yang

dialaminya bukan tanda stroke. Hal ini perlu ditekankan karena pasien dapat mengalami stres

yang lebih berat sebagai akibat dari salah pengertian, sebab terjadinya paralisis fasialis perifer

harus dijelaskan kepada pasien agar pasien tidak panik.

Kornea harus dilindungi terutama pada waktu tidur dengan cara ditutup kasa bersih, dan

memakai kaca mata pelindung bila akan bepergian untuk mencegah terjadinya kekeringan yang

memudahkan ulserasi dan infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan.

2. Medikamentosa

- Kortikosteroid selama 4 hari pertama

- Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi

- Vasodilatansia per os dengan ACTH i.m 40 sampai 60 satuan/hari selama

2 minggu

3. Fisioterapi

- Masase otot wajah , diatermi, faradisasi dapat dikerjakan seawal mungkin.

Dalam 7 hari pertama cukup diatermi dan sesudahnya dikombinasi dengan

faradisasi. Penderita juga perlu dilatih untuk dapat melakukan masase otot

wajah di rumah.

- Masase dilakukan secara halus dengan mengangkat wajah ke atas dan bukan

sirkuler.

G. Prognosis

Beberapa hal akan mempengaruhi prognosis

- Usia tua

- Penyakit diabetes mellitus, hipertensi

- Kehamilan

- Derajat kelumpuhan pada awal sakit

- Saat terjadinya pertama kali penyembuhan

- Tingginya lesi

- Hasil tes EMG